pkm dan pemberdayaan masyarakat
TRANSCRIPT
Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dan Pemberdayaan Masyarakat Oleh : Budiman
LPM Universitas Gunadarma, Jakarta, 2010
dibawakan pada Lokakarya Nasional PkM dan CSR Ke-1 2010di Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang
Tangerang, 08 Agustus 2010
ABSTRAK
Dalam program pemberdayaan masyarakat, dan bergulir merupakan satu aspek penting akan tetapi kelembagaainnya masih perlu penyempurnaan. Makalah ini membahas salah satu alternataif kelembagaan yang mungkin dilakukan. Pembahasan menggunakan metode deskriptif tentang kasus perguliran dana mikro yang dilakukan sebagai bagian dari program pengabdian kepada masyarakat (PKM) menggunakan penelitian aksi.Dengan menggunakan skema perguliran dana mikro yang disebut skema rutin, kegiatan PKM dapat memberikan hasil yang baik bagi pemberdayaan masyarakat. Kelurahan sebagai basis kegiatan dapat memanfaatkan lembaga masyarakat yang telah ada menjadi unsur pokok bagi pencapaian hasil berdaya tersebut, meskipun masih diperlukan penyesuaian jika akan diterapkan di level wilayah yang lebih luas, apalagi jika diharapkan dapat mensinergikan antara kegiatan PKM, pemberdayaan masyarakat dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan. Hal-hal pokok yang dicakup dalam model ini adalah kelurahan sebagai basis kegiatan, LKM berbadan hukum sebagai pelaksana, lingkungan Rt sebagai fokus kerja, dan pendampingan berkelanjutan dilakukan secara intensif.
Kata Kunci : pengabdian kepada masyarakat, perguliran dana mikro, pemberdayaan masyarakat
Latar Belakang, Masalah dan Tujuan
Pemberdayaan masyarakat merupakan salah
satu aspek penting yang harus dilakukan
pada saat ini karena ketidakberdayaan
masyarakat menjadi salah satu sumber dari
permasalahan nasional yang sedang dihadapi
saat ini. Ketidakberdayaan itu mulai dari
kelompok yang paling kecil, keluarga atau
rumahtangga, sampai dengan kelompok
yang besar, seperti lembaga-lembaga
pemerintahan.
Seperti diketahui, khususnya di Jakarta, saat
ini di wilayah kelurahan banyak terdapat
program-program pemberdayaan
masyarakat, yang berupa perguliran dana
untuk dipergunakan bagi kepentingan
pemberdayaan rakyat tersebut. Program-
program tersebut antara lain terdiri atas :
Jaring Pengaman Sosial (JPS), P2KP
(Program Pengentasan Kemiskinan
Perkotaan), Program Pemberdayaan
Masyarakat Kelurahan (PPMK), dan
program-program pengembangan
masyarakat lainnya yang berasal dari
departemen pemerintah seperti dari
Kementrian Pertanian dan Kementrian
Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah.
Dari program-program yang pernah dan
sedang dilaksanakan sampai sekarang
tersebut, jika kita total jumlah uang yang
telah disalurkan oleh semua program di
------------------------------------------------------document.doc, 5 Agustus 2010
1
Jakarta ada dana sekitar Rp. 4.000.000.000,-
(empat milyar rupiah) di setiap kelurahan.
Jumlah ini merupakan jumlah dana yang
sangat besar sekali untuk orde reformasi ini
yang belum pernah terjadi sebelumnya di era
Orde Baru. Besaran itu baru berupa uang
tunai dan belum dalam bentuk lain seperti
peralatan yang diberikan oleh program-
program pemberdayaan oleh departemen-
departemen teknis.
Pertanyaan yang timbul sekarang adalah
apakah masyarakat di tingkat kelurahan
tersebut mampu untuk melakukan perguliran
uang dari dana yang masuk ke wilayah
tersebut sehingga dapat terjadi proses
distribusi pendapatan atau distribusi
ekonomi yang lebih merata di kalangan
warga kelurahan sebagai satu kesatuan
wilayah otonomi ?
Pertanyaan lain yang timbul adalah sampai
seberapa jauh kepentingan integral
“pemberdayaan masyarakat” telah
diimplementasikan di lapangan di satu
kesatuan wilayah “kelurahan” ?
Kedua pertanyaan yang muncul tersebut
merupakan hal yang menarik untuk diamati,
dikaji dan dianalisis, dan kemudian
dicarikan kemungkinan-kemungkinan
pengembangannya di masa depan agar dapat
dicapai salah satu tujuan program
pemberdayaan masyarakat berupa
“masyarakat mandiri”.
Salah satu jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan tersebut adalah
dikembangkannya kegiatan Pengabdian
Kepada Masyarakat (PKM) yang merupakan
salah satu dharma dari tiga dharma yang ada
di perguruan tinggi, yaitu pendidikan,
penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat. Pada masyarakat yang
berkembang, PKM harusnya menjadi
“motor penggerak” perguruan tinggi untuk
mengembangkan lembaganya dan juga
untuk mengembangkan masyarakatnya
sebagai lingkungan ekstern, serta yang tidak
kalah pentingnya adalah PKM dapat
menjadi sumber bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni yang
diajarkan di perguruan-perguruan tinggi.
Apa orientasi dari PKM agar dapat
mendukung program pemberdayaan
masyarakat yang dimaksud ? Merujuk pada
uraian ahli dikemukakan bahwa penekanan
terhadap aspek tertentu sebagai prioritas
gagasan penyempurnaan program
penanggulangan kemiskinan adalah dengan
membentuk lembaga yang bertanggung-
jawab mengkoordinasi program yang
fokusnya berpola pemberdayaan
(Sumodiningrat, 2001 : 12).
Uraian berikut memberikan satu contoh
kasus pemberdayaan masyarakat melalui
kegiatan PKM, hasil yang diperoleh dan
analisis atas hasil tersebut dari sisi pandang
pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan Masyarakat : Kasus Perguliran Dana Mikro di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Kegiatan ini merupakan salah satu dari
kegiatan PKM oleh Lembaga Pengabdian ------------------------------------------------------document.doc, 5 Agustus 2010
2
kepada Masyarakat (LPM) Universitas
Gunadarma. Kegiatan ini bermula dari
kegiatan pengentasan kemiskinan
bekerjasama dengan BKKBN pada tahun
1996 yang lalu. Dari pengalaman yang ada
dan berdasarkan analisis terhadap hasil yang
diperoleh kemudian dikembangkan kegiatan
PKM berupa perguliran dana mikro kepada
kelompok masyarakat. Kegiatan berupa
pendampingan kelompok, di mana setiap
bulan dilakukan pertemuan rutin kelompok.
Kegiatan perguliran dana mikro kredit
kelompok mandiri masyarakat kelurahan
Lenteng Agung, tepatnya dilaksanakan di Rt
11 dan Rt 12, Rw 07. Kegiatan dimulai
tanggal 01 Juli 2004 sampai dengan
sekarang dan sudah mempunyai jumlah
peserta sebanyak 15 orang, semua peserta
mikro kredit adalah ibu-ibu (100%). Peserta
tersebut terbagi menjadi dua kelompok,
yaitu peserta tetap atau asli jumlahnya
sebanyak 7 orang, mereka semua pedagang
(100%) dan peserta tambahan dengan
jumlah sebanyak 8 orang terdiri atas 3 orang
pedagang dan 5 orang ibu rumahtangga.
Peserta tetap adalah peserta yang sudah
diseleksi dari kegiatan perguliran dana
sebelumnya serta mempunyai usaha atau
wiraswasta, sedangkan peserta tambahan
adalah peserta yang belum pernah mengikuti
kegiatan perguliran sebelumnya. Peserta
tambahan bisa dilayani karena ada
rekomendasi dari anggota sebelumnya dan
kelompok dapat memperoleh akumulasi
dana mandiri dari kas yang dibayarkan oleh
peserta.
Pola Perguliran dengan Skema Rutin
Pola perguliran dana mikro dilakukan
dengan memberikan dana stimulan kepada
kelompok masyarakat, dengan
pendampingan diperkenalkan pola
perguliran yang diinginkan, dan kemudian
dilakukan proses monitoring dan evaluasi
terhadap proses dan hasil yang diperoleh.
Proses perguliran dana mikro tersebut dapat
dijelaskan pada tabel berikut ini.
Tabel Perguliran Dana Mikro : Skema Rutin
Tahap Tmb Pmj Akm. Pmj Ang-
PokokKas
MasukDana
MasukSisa Dana Angsuran
Masuk
Total Tambahan
DanaLunas Baru
0 2500000 1 5 5 500000 50000 550000 0 50000 0 52 1 6 600000 60000 660000 100000 160000 0 13 1 7 700000 70000 770000 200000 270000 0 14 1 8 800000 80000 880000 300000 380000 0 15 1 9 900000 90000 990000 400000 490000 0 1
Putaran I 350,000 1,350,000 1,000,000 350,000
6 2 6 600000 60000 1660000 660000 660000 5 27 1 5 500000 50000 550000 0 50000 18 1 5 500000 50000 550000 0 50000 19 1 5 500000 50000 550000 0 50000 1
------------------------------------------------------document.doc, 5 Agustus 2010
3
10 1 5 500000 50000 550000 0 50000 1Putaran
II 260000 1,210,000
Tahap Tmb Pmj Akm. Pmj Ang-
PokokKas
MasukDana
MasukSisa Dana Angsuran
Masuk
Total Tambahan
DanaLunas Baru
11 1 5 500000 50000 550000 0 50000 112 1 5 500000 50000 550000 0 50000 113 1 5 500000 50000 550000 0 50000 114 1 5 500000 50000 550000 0 50000 115 1 5 500000 50000 550000 0 50000 1
Putaran III 250000 0 250,000 16 1 5 500000 50000 550000 0 50000 117 1 5 500000 50000 550000 0 50000 118 1 5 500000 50000 550000 0 50000 119 1 5 500000 50000 550000 0 50000 120 1 5 500000 50000 550000 0 50000 1
Putaran IV 250000 0 250,000
21dan
seterusnya 22 23 24 25
Sumber : dikembangkan dari TAT-LPM-UG, 2004.Catatan : *) skema merupakan skema yang telah diperbaiki, berdasarkan uji-coba di lapangan.
------------------------------------------------------document.doc, 5 Agustus 2010
4
Pelaksanaan perguliran seperti pada tabel di
atas uraiannya adalah sebagai berikut :
- modal awal perguliran adalah Rp.
2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu
rupiah)
- jumlah peserta yang mendapat pinjaman
dana bergulir pada saat awal 5 orang,
sehingga masing-masing mendapat
pinjaman sebanyak Rp. 500.000,- (lima
ratus ribu rupiah)
- jangka waktu cicilan adalah 5 (lima) bulan,
seperti diputuskan oleh peserta, sehingga
besarnya cicilan adalah Rp. 100.000,-
(seratus ribu rupiah) per bulan.
- untuk masing-masing peserta dikenai
kewajiban untuk membayar kas kelompok
sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah)
setiap kali pembayaran cicilan sebagai
dana kas untuk kelompok, seperti
diputuskan oleh peserta.
- pada setiap bulannya akan terjadi kondisi-
kondisi sebagai berikut :
a. penambahan peserta yang diberi
pinjaman dana minimal sebanyak 1
orang. Dana berasal dari cicilan
peserta sebelumnya dan akumulasi kas
kelompok.
b. penambahan kas kelompok
minimal sebesar Rp. 50.000,-
- akhir tahap perguliran I (periode cicilan ke
6) :
ditambahkan modal sebesar Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah).
diperoleh total kas sebesar Rp.
350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu
rupiah) dan total sisa dana angsuran
yang masuk sebesar Rp. 1.000.000,-
(satu juta rupiah), sehingga total
tambahan modal untuk perguliran
adalah sebesar Rp. 1.350.000,- (satu
juta tiga lima puluh ribu rupiah).
Penggunaan tambahan modal ini
diputuskan oleh peserta.
saat ini jumlah peserta total adalah 10
orang, atau telah bertambah sebanyak
5 orang dari saat awal perguliran
dimulai.
- pada akhir tahap perguliran berikutnya
yaitu tahap II, diperoleh hasil sebagai
berikut :
tambahan total kas sebesar Rp.
200.000,- (dua ratus ribu rupiah) dan
total tambahan sisa dana angsuran
yang masuk sebesar Rp. 660.000,-
(enam ratus enam puluh ribu rupiah),
ditambah dengan sisa tambahan dana
pada putaran satu sebesar Rp.
350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu
rupiah) sehingga total tambahan
modal untuk perguliran putaran
berikutnya adalah sebesar Rp.
1.210.000,- (satu juta dua ratus
sepuluh ribu rupiah).
tambahan peserta sebanyak 5 orang,
setiap satu kali tahap putaran
perguliran.
pada akhir tahap perguliran berikutnya, III
dan seterusnya, diperoleh hasil sebagai
berikut :
tambahan total kas sebesar Rp.
250.000,- (dua ratus lima puluh ribu
rupiah) dan total tambahan sisa dana
angsuran yang masuk sebesar Rp. 0,-
(nol rupiah), sehingga total tambahan
modal untuk perguliran putaran
berikutnya adalah sebesar Rp.
250.000,- (dua ratus lima puluh ribu
rupiah).
tambahan peserta sebanyak 5 orang,
setiap satu kali tahap putaran
perguliran.
begitu seterusnya, sampai dengan
kelompok membubarkan diri atau
dibubarkan. Pertambahan dana pada
putaran selanjutnya oleh karena itu hanya
berasal dari akumulasi kas yang diberikan
oleh masing-masing peserta perguliran
dana. Pertambahan dana dari akumulasi
sisa dana angsuran tidak terjadi lagi,
karena semua habis dialokasikan kepada
peserta baru berikutnya.
Dengan demikian tidak ada dana yang
disimpan oleh pengelola karena semua
dana yang terkumpul dialokasikan untuk
digulirkan kepada peserta, jika ada dana
tersisa maka jumlahnya akan sedikit dan
jika sudah mencapai jumlah untuk satu
paket perguliran yaitu Rp. 500.000,- (lima
ratus ribu rupiah) maka dana tersebut bisa
langsung kembali digulirkan kepada
peserta baru lainnya.
Dalam pelaksanaan di lapangan sejak bulan
Juli 2004 sampai dengan Juni 2010, dari segi
realisasi proses perguliran dengan skema rutin
sejumlah hasil yang diperoleh adalah :
1. proses perguliran dana
dapat berjalan seperti yang direncanakan,
di mana dana yang diberikan sebagai dana
stimulan kepada kelompok telah
mengalami peningkatan jumlah. Sampai
dengan akhir kegiatan pengamatan, Juni
2010, pola rutin ini telah memasuki tahap
perguliran yang banyak.
2. pada akhir periode
perguliran satu, kelompok sudah dapat
menghimpun dana bagi pengembalian
pinjaman (jika modal awal berasal dari
luar) sebesar Rp. 1.350.000,- (satu juta tiga
ratus lima puluh ribu rupiah) atau lebih
kurang 50% dari jumlah modal pinjaman.
Sisa pinjaman sebesar Rp. 1.150.000,-
(satu juta seratus lima puluh ribu rupiah)
dibayar dengan tambahan modal pada
periode perguliran dana berikutnya, atau
lebih kurang sebanyak 3 kali periode
perguliran. Setelah itu kelompok tidak
mempunyai kewajiban kepada pihak luar.
(dengan asumsi bahwa kelompok tidak
memperoleh tambahan modal apapun atau
tidak melakukan transaksi peminjaman
apapun selama periode pengembalian
cicilan berlangsung). Secara keseluruhan
jangka waktu pengembalian pinjaman
paling lama adalah 20 (dua puluh) bulan.
3. pada akhir periode
perguliran satu, selain yang seperti
disebutkan di item 1, pada kelompok
masih terdapat uang sebesar Rp.
2.500.000,- (dua juta rupiah) yang
bergulir. Jumlah uang ini kemudian
menjadi modal mandiri bagi kelompok,
yang dapat dipergulirkan secara terus-
menerus.
Setelah periode perguliran satu berakhir,
kelompok masih memperoleh akumulasi
modal mandiri yang berasal dari tambahan
jasa dan tambahan kas dari skema
perguliran yang ada.
Dalam proses perguliran, dengan
menggunakan data sejak tahun 2009 maka
secara kuantitatif hasil yang diperoleh
diantaranya adalah :
- jumlah dana yang digulirkan adalah
sebesar Rp. 21.100.000,- (dua puluh satu
juta seratus rupiah), dengan rata-rata dana
yang disalurkan per bulan adalah Rp.
1.200.000,- (satu juta dua ratus ribu
rupiah), dan rata-rata kas yang diperoleh
per bulan adalah Rp. 100.000,- (seratus
ribu rupiah). Dana kas tersebut berfungsi
sebagai tambahan modal dana perguliran
kelompok.
- terjadi tunggakan oleh peserta akan tetapi
tunggakan tersebut pada akhir periode
perguliran dapat dilunasi sepenuhnya. Jika
dihitung dalam persentase maka 6 orang
peserta tetap (40%) merupakan peserta
yang sangat lancar dalam pengembalian
pinjaman, 3 orang (20%) lancar, 3 orang
(20%) kurang lancar, ada 3 orang sisanya
(20%) meragukan.
- perkembangan usaha peserta yang
melakukan usaha ekonomi umumnya tetap
atau survive
Selain pola perguliran menggunakan
skema rutin, pada kelompok juga dilakukan
perguliran dana menggunakan pola dadakan.
Pola ini diberikan berupa peminjaman dana
dalam jumlah terbatas, seperti Rp. 100.000,-
(seratus ribu rupiah), dalam jangka waktu
hanya satu bulan atau paling lama dua bulan,
dan dengan alasan yang mendesak.
Analisis dan Pembahasan : PKM dan
Pemberdayaan Masyarakat
Kegiatan PKM yang dilaksanakan ditujukan
selain untuk melaksanakan salah satu dharma
perguruan tinggi juga untuk dapat
memberdayakan masyarakat. Dengan merujuk
pada sejumlah pustaka maka dapat disimpulkan
bahwa dalam proses pemberdayaan
masyarakat, ada 4 ciri yang harus dapat
diidentifikasi dari kegiatan yang dilakukan,
yang mencakup :
1. keberlanjutan
(sustainability), maksudnya bahwa proses
pemberdayaan berlangsung sepanjang
waktu dalam jangka panjang bahkan
setelah fasilitator sudah tidak lagi bertugas
(Bossel, 1999)
2. mandiri (self-sustain), di
mana masyarakat tidak lagi mempunyai
ketergantungan yang besar kepada pihak
dari luar wilayah mereka (Djohani, 1996;
Rowlands dalam Eade, 1996; World Bank,
2002)
3. integratif (integrative),
pemberdayaan melibatkan segala aspek
yang ada di dalam masyarakat (Robbins,
1991; Sen, 1999; Friedmann, 1992)
4. partisipatif (participative),
pemberdayaan melibatkan semua pihak
yang terkait (stakeholder) di dalam
masyarakat di mana proses tersebut
dilaksanakan (World Bank, 2002; Conger
dan Kanungo, 1988; Ohama, 2001)
Setelah dilakukan pelaksanaan yang cukup
lama lebih kurang 6 tahun menggunakan skema
perguliran dana mikro yang ditentukan maka
pencapaian hasil dibandingkan dengan
indikator keberhasilan pemberdayaan
masyarakat yang telah ditetapkan dijelaskan
dalam uraian berikut.
Pola perguliran dana alternatif yang dilakukan,
yaitu pola perguliran dengan skema rutin, dapat
ditindaklanjuti bagi kegiatan berikutnya.
Pertama kali telah dilakukan identifikasi
kekuatan dan kelemahan dari skema rutin.
Uraian sejelasnya adalah sebagai berikut :
a. Kekuatan
1. modal awal yang dibutuhkan tidak
terlalu besar, dan jumlah modal dapat
dilakukan perubahan sesuai dengan
kebutuhan.
2. pengelolaan sederhana, langsung
dikelola oleh masyarakat, sedangkan
pihak luar dapat berfungsi sebagai
fasilitator dan pengawas pelaksanaan.
Lingkup masyarakat yang tidak terlalu
luas, yaitu lingkup wilayah Rt,
membuat pengawasan atas
pelaksanaan pengelolaan perguliran
dana menjadi baik.
3. dapat memenuhi hampir semua
indikator keberhasilan pemberdayaan
masyarakat dengan pola perguliran
yang telah ditetapkan, dengan
demikian pola tersebut dapat
diharapkan untuk membantu
masyarakat melakukan pemberdayaan
diri mereka. Masyarakat dapat
mengembalikan pinjaman (jika
pinjaman berasal dari luar
masyarakat), mereka dapat memiliki
modal mandiri, dan mereka juga dapat
memperoleh akumulasi dari modal
mandiri yang mereka miliki.
4. pinjaman dapat secara fleksibel
digunakan untuk konsumsi atau untuk
usaha, walaupun fokus penggunaan
adalah pada konsumsi. Fokus ini
secara tidak langsung dapat membantu
masyarakat untuk menyediakan modal
sendiri sehingga dapat terhindar dari
pola simpan-pinjam yang merugikan
dari sumber modal yang lain, seperti
bank keliling.
5. dalam jangka panjang, akan terjadi
akumulasi modal mandiri yang lebih
besar, dengan demikian pemenuhan
modal yang dibutuhkan oleh
masyarakat oleh mereka sendiri
semakin terbuka kesempatannya. Hal
itu juga berarti ketergantungan
masyarakat terhadap sumber modal
dari luar lingkungannya semakin
diperkecil.
b. Kelemahan
1. jangka waktu pengembalian kepada
pihak peminjam dari luar relatif lama,
sekitar 4 periode perguliran. Dalam
kasus di atas pengembalian
berlangsung selama 20 bulan,
walaupun pengembalian untuk 50%
pertama dapat dilakukan pada periode
pertama perguliran (5 bulan pertama
perguliran).
2. pertambahan peserta untuk setiap kali
tahap cicilan hanya 1 (satu) orang, hal
tersebut akan dapat menyebabkan
timbulnya jumlah antrian calon
peminjam.
3. pola perguliran harus dilakukan secara
“ketat”, tidak fleksibel, di mana skema
pinjaman sudah ditentukan khususnya
dengan pertambahan peserta, dalam
pelaksanaan yang telah terjadi,
pertambahan peserta setiap periode
cicilan hanya satu orang. Dengan
demikian jika diinginkan target yang
berbeda maka perlu dilakukan
modifikasi pada pola yang ditetapkan.
4. pengawasan yang ketat oleh
masyarakat atas pengelolaan
perguliran hanya dapat dilakukan pada
lingkup yang tidak terlalu luas
sehingga menyebabkan perluasan
cakupan pelayanan pada wilayah yang
lebih besar, seperti lingkungan
wilayah 1 kelurahan, perlu modifikasi
lebih lanjut.
Dari semua uraian yang dibahas maka pola
perguliran dengan skema di atas jika ingin
diharapkan melayani aspek ekonomi produktif
perlu dimodifikasi lebih lanjut, akan tetapi dari
pengamatan pola tersebut terlihat diterima oleh
kelompok masyarakat sebagai alternatif
penyedia dana masyarakat. Oleh karena itu
pola perguliran tersebut dapat diistilahkan
dengan perguliran dana untuk “ekonomi
kesejahteraan” karena berfokus pada
penyediaan dana bagi kebutuhan konsumsi
masyarakat dan bukan termasuk penyedia dana
bagi kegiatan ekonomi produktif.
Penutup
Dari pelaksanaan kegiatan dan analisis yang
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan
secara bersamaan dengan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat. Keempat ciri berdaya yang
diuraikan, hampir semuanya dapat dicapai oleh
kelompok menggunakan pola perguliran dana
yang ada. Namun demikian masih diperlukan
perbaikan terhadap pola perguliran dana yang
telah dilakukan. Model pemberdayaan
masyarakat yang digunakan adalah model
pemberdayaan masyarakat berbasis kelurahan
(Budiman, 2007). Model ini menekankan
pelaksanaan kegiatan di tingkat paling kecil
yaitu kelurahan menggunakan lembaga
masyarakat yang memang sudah ada
sebelumnya atau lembaga yang baru dibentuk
berupa kelompok-kelompok masyarakat.
Model ini menekankan pada proses
pengawasan yang ketat terhadap kegiatan yang
dilakukan, sehingga jika ada masalah yang
muncul dapat dengan segera dicarikan
penyelesaiannya. Model ini juga dapat
dilakukan secara partisipatif di mana
keterlibatan peserta dalam kegiatan mempunyai
intensitas tinggi, mulai dari perencanaan
sampai dengan penentuan tindak-lanjut
terhadap apa yang telah dicapai sebelumnya.
Ada sejumlah alasan yang dikemukakan dalam
pengajuan model tersebut, di antaranya adalah :
1. Kelompok kecil yang dimaksud
minimal adalah di level kelurahan.
Kelurahan menjadi salah satu sasaran
karena di kelurahan pada saat ini masih
menjadi wilayah otonom di mana
masyarakatnya cukup banyak akan tetapi
dengan keragaman yang cukup tinggi,
khususnya lagi di daerah perkotaan,
sehingga kesuksesan program
pemberdayaan di level kelurahan
diharapkan dapat menjadi dasar bagi
pengembangan perluasan program
pemberdayaan dalam skala yang lebih
besar.
2. dalam pelaksanaan pola manajemen
diperlukan wilayah pengawasan yang
terjangkau dan dari penelitian ditemukan
bahwa wilayah kelurahan/desa merupakan
wilayah dalam jangkauan yang tepat bagi
pelaksanaan pengawasan program. Warga
yang masih memiliki ikatan yang erat
sehingga mereka mengenal dengan baik
antara sesama warga dibandingkan dengan
wilayah yang lebih luas seperti kecamatan.
3. luas wilayah pengawasan tersebut
berkaitan dengan proses pemeliharaan
keberlanjutan dari program pemberdayaan
yang dilakukan. Dalam wilayah
kelurahan/desa salah satu ciri kondisi
berdaya dari masyarakat akan lebih mudah
diwujudkan yaitu keberlanjutan.
4. dalam proses pemberdayaan ada
tahapan-tahapan yang perlu dilakukan, dan
tahap awal adalah konsolidasi organisasi
(konsolidasi internal). Pada tahap ini
dilakukan identifikasi sumberdaya yang
dapat dimanfaatkan bagi pelaksanaan kerja
dan kelurahan merupakan lingkup yang
tepat terjangkau untuk melakukan itu
dalam waktu yang relatif singkat dan
dengan hasil yang relatif lebih baik.
Model pemberdayaan masyarakat bisa
dilakukan dengan berpijak pada beberapa hal
pokok utama, yaitu :
1. wilayah yang menjadi fokus kerja adalah
wilayah kelurahan/desa, di mana
lurah/kepala desa dan aparatnya menjadi
koordinator bagi pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat seperti program
perguliran dana mikro yang merupakan
salah satu bagian dari program
pemberdayaan masyarakat dan
pembangunan masyarakat kelurahan.
2. pengelola keuangan dana bergulir adalah
lembaga keuangan mikro (LKM) yang
berbadan hukum, hal itu dimaksudkan
untuk dapat menjamin adanya akses dana
yang lebih besar kepada sumber dana
lainnya seperti perbankan dan lembaga
keuangan non-perbankan lainnya, dan
untuk dapat menjamin kepastian hukum
terhadap peserta yang kemudian
mengalami tunggakan pembayaran
pinjaman
3. lingkungan rt menjadi lingkungan yang
menjadi fokus bagi pelaksanaan perguliran
dana mikro, di mana penyeleksian calon
peserta dan pengawasan perguliran melalui
kelompok masyarakat yang sengaja
dibentuk di lingkungan tersebut.
Kelompok juga menjadi hal penting karena
kontrol peserta perguliran tidak dapat
dilakukan oleh perorangan sesama peserta
atau individu lainnya, kontrol melalui
kelompok memberikan pengaruh yang
lebih besar dibanding dengan kontrol oleh
perorangan.
4. untuk dapat mencapai
keberlanjutan dari segi proses, dilakukan
pendampingan oleh pendamping yang
direkrut oleh pemerintah daerah. Model
ditujukan dapat mencapai keberhasilan
dalam jangka panjang maka untuk itu
pemilihan pendamping didasarkan pada
kesediaan untuk dapat bekerja secara
berkelanjutan dalam jangka panjang. Salah
satu alternatif yang dapat dijadikan
pendamping adalah perguruan tinggi, di
mana terdapat dharma pengabdian kepada
masyarakat. Pemerintah pusat, propinsi
atau kotamadya, memberikan dukungan
guna proses pembinaan kepada peserta dan
kelompok, khususnya dalam hal
kewirausahaan dan pengelolaan keuangan
keluarga. Disamping itu departemen
terkait, seperti Departemen Sosial dan
Departemen Koperasi dan UKM, dapat
memberikan pendampingan pula kepada
kelompok atau LKM sesuai dengan
program departemen masing-masing
dengan koordinasi dengan program
pembangunan kelurahan. Departemen-
departemen teknis terkait juga diharapkan
dapat memberikan dukungan bagi
pemberian dana-dana sosial bagi anggota
masyarakat yang memang tidak atau
belum mampu untuk melakukan kegiatan
ekonomi produktif yaitu anak-anak, orang
cacat dan orang lanjut usia.
Jika PKM dan proses pemberdayaan
masyarakat akan dikaitkan dengan program
Corporate Social Responsibility (CSR)
perusahaan maka yang perlu diperhatikan
bahwa dalam program CSR itu sendiri belum
ada kesamaan bahasa dalam merumuskan dan
memaknai CSR (Wahyudi dan Azheri, 2008 :
31). Di satu sisi CSR berkaitan dengan
harmonisasi dengan lingkungan dan di sisi
yang lain CSR juga menuntut adanya
komitmen perusahaan dalam proses
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
(sustainable economic development). Dari sisi
cakupan, CSR mencakup minimal 4 aspek
eksternal di luar perusahaan yaitu pasar,
kondisi lokasi kerja, masyarakat, dan
lingkungan. Dengan demikian mengaitkan
CSR dengan kedua hal tersebut adalah
mungkin, akan tetapi jika melihat proses
pemberdayaan agar dapat mencapai hasil
maksimal membutuhkan pendampingan secara
intensif dan dalam jangka panjang maka CSR
seharusnya juga bisa mencari alternatif pola
yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan
masyarakat di mana CSR akan dilaksanakan.
Sebagai catatan akhir, berikut disajikan
beberapa tips bagi kelancaran perguliran dana
mikro, yaitu :
- dalam kelompok, harus dipilih ketua
kelompok yang memang dapat dipercaya
oleh semua anggota
- lingkungan yang dilibatkan adalah
lingkungan kecil, yang paling tepat dan
terkecil adalah rukun tetangga (rt), sebagai
basis kelompok
- jumlah dana yang digulirkan
diperhitungkan sesuai dengan kondisi
masyarakat sekitar. Dalam kasus di atas
Rp. 500.000,- per orang merupakan
pengembangan dari pola sebelumnya yang
hanya berjumlah Rp. 200.000,- per orang
yang dianggap sebagai yang paling tepat
sesuai dengan lingkungan di mana
perguliran dilakukan pada waktu itu dan
sesuai dengan tujuan perguliran dana yang
bisa untuk kepentingan konsumsi selain
untuk usaha ekonomi.
- perlu dilakukan pertemuan rutin bulanan,
sebagai wadah bagi anggota masyarakat
melakukan kontrol atas perguliran dana
yang dilakukan dan kinerja dari masing-
masing peserta
- jika dimungkinkan akan sangat baik jika
dilakukan pendampingan oleh fasilitator
sampai dengan kelompok menjadi
mandiri : dalam pengambilan keputusan
dan dalam hal dana. Pendampingan
terutama diperlukan untuk membenahi
pencatatan dan pengembangan usaha yang
dilakukan oleh masing-masing anggota.
- dalam kaitannya dengan CSR, program
CSR sendiri harus memberikan kebebasan
kepada masyarakat untuk memilih jenis
kegiatan produktifnya sendiri, langsung
atau tidak langsung terkait dengan proses
produksi yang dilakukan oleh perusahaan.
Daftar Pustaka
Budiman, 2007, Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Perguliran Dana Mikro pada Masyarakat Perkotaan, Disertasi pada Universitas Gunadarma, Jakarta.
_______, 1999, Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Kuliah Kerja Nyata Usaha (KKNU) dan Magang Kewirausahaan (MKU) 31 Agustus 1998 s/d 31 Januari 1999, Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) Universitas Gunadarma, Jakarta.
Bossel, Hartmut; 1999; Indicators for Sustainable Development : Theory, Methods,
Applications; International Institute for Sustainable Development, Canada.
Conger, Jay A., Rabindra N. Kanungo,.Jul 1988, The Empowerment Process : Integrating Theory And Practice; dalam Academy of Management. The Academy of Management Review. Briarcliff Manor:.Vol.13, Iss. 3; pg. 471, 12 pgs
Djohani, Rianingsih (editor), 1996, Berbuat Bersama Berperan Setara : Acuan Penerapan Participatory Rural Appraisal, Konsorsium Pengembangan Dataran Tinggi Nusa Tenggara, Bandung.
Friedman, John, 1992, Empowerment : The Politics of Alternative Development, Blackwell Publishers, Cambridge, USA.
Ohama, Yutaka, 2001, Conceptual Framework of Participatory Local Social Development (PLSD) diselenggarakan oleh JICA, Nagoya.
Sen, Amartya, 1999, dalam Marris, Robin, 1999, Ending Poverty, Thames & Hudson, Slovenia.
Sumodiningrat, Gunawan, 2001, Kepemimpinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta..
Robbins, Stephen P, 1991, Management, 3 rd
ed.; Prentice-Hall Int.
Rowlands, Jo, 1996, Empowerment Examined, dalam Deborah Eade (ed.) Development and Social Diversity, Oxfam, UK, hal. 86 – 92.
Wahyudi, Isa dan Busyra Azheri, 2008, Corporate Social Responsibility : Prinsip, Pengaturan dan Implementasi, In-Trans Publishing, Malang-Jawa Timur.
World Bank, Poverty Reduction and Economic Management (PREM); 2002; Empowerment and Poverty Reduction : A Sourcebook; World Bank.