pjk

13
2.4 TINJAUAN TENTANG PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) 2.4.1 Definisi Penyakit Jantun K!"!ne" Menurut WHO (1957) penyakit jantung koroner (PJK) yang disebut juga heart disease adala gangguan jantung baik akut !aupun kronik yang dis penurunan atau pe!utusan aliran dara ke !iokardiu! yang berkaitan dengan gangg arteri koroner" #ebi dari 9$% kasus iske!ia !iokardiu! disebabkan ole reduksi koroner akibat dari obstruksi aterosklerotik pada arteri koroner (Ku!ar dan &la 2.4.2 E#i$e%i!&!i Penyakit Jantun K!"!ne" *erdasarkan data epide!iologi yang diperole dite!ukan suatu ubungan yang antara tekanan dara dengan risiko !orbiditas dan !ortalitas pada kardio+askula dengan tekanan dara 115.75 !!Hg' risiko kardio+askular !eningkat setiap kenaikan tekanan dara $.1$ !!Hg (/aseen &arter' $$5)" Organisasi Keseatan ,unia (WHO) !elaporkan satu dari tiga orang di seluru pada taun $$1' !eninggal karena penyakit kardio+askular" /e!entara' sepertiga populasi dunia saat ini berisiko tinggi untuk !engala!i major cardiovascular events" Pada taun yang sa!a' WHO !en0atat sekitar 17 juta orang !eninggal karena penyakit i !elaporkan ba-a sekitar juta orang !engala!i serangan jantung dan taunnya" ,ilaporkan juga' pada taun $$1 ter0atat penyakit kardio+askular lebi !enyerang -anita dibanding pria' yang sebelu!nya penyakit kardio+askular lebi !enyerang para pria" Perke!bangan terkini !e!perliatkan' penyakit kardio+askul !enjadi suatu epide!i global yang tidak !e!bedakan pria !aupun -anita' !engenal batas geogra2is dan sosio3ekono!is (Mu0id dkk' $$4)" *erdasarkan asil /ur+ei Keseatan u!a 6angga asional (/K 6 )' taun terakir angka tersebut 0enderung !engala!i peningkatan" Pada taun 1991' ke!atian akibat PJK adala 14%" Ke!udian di taun $$1 angka tersebut !elonjak ! 4' %" 8ngka ke!atian akibat PJK diperkirakan !en0apai 5 '5 per 1$$"$$$ pendudu negara indonesia" 6ingginya angka tersebut' !engakibatkan PJK sebagai penyebab ke%atian n!%!" satu. 2.4.' akt!" "isik! Penyakit Jantun K!"!ne" Menurut *ustan ( $$$) ada beberapa !a0a! 2aktor resiko PJK na!un se0ara ga besar dapatdibagi !enjadidua" ang perta!a adala2aktor resiko yang bisadiuba (modifiable) dan yang kedua 2aktor risiko tidak bisa diuba (non-midifiable)" , 2aktor risiko ini ada yang !e!baginya atas risiko !ayor (ipertensi' iperlipid obesitas) dan !inor (,M' stres' kurang olaraga' ri-ayat olaraga' usia' dan je :aktor32aktor tersebut antara lain ; 1. akt!" "isik! yan ti$ak $a#at $i%!$ifikasi. a" <enetik (ri-ayat keluarga) #aki3laki yang berusia kurang dari 4$ taun dengan ri-ayat serangan jantun keluarga' risiko terkena penyakit jantung koroner !eningkat ingga 5 kali" ,i!a in2ark !iokard pada kakak beradik berubungan se0ara ber!akna -alaupun seperti ipertensi' iperlipide!a dan !erokok tela disingkirkan (/itorus' $$4) b" =sia esiko terserang penyakit jantung koroner akan !eningkat dengan berta!ban 8terosklerosis jarang terjadi pada !asa kanak3kanak' ke0uali bila !ereka !e!pun keluarga iperlipide!ia" a!un aterosklerosis sering diju!pai pada usia sekitar dan terjadi a!pir pada se!ua orang lanjut usia (Ku!ar' $$ )" /ebelu! usia 45 taun risiko serangan jantung dua kali lipat lebi besar p daripada pere!puan' setela usia 45 taun risikonya !enjadi sei!bang" Hal ini d

Upload: galuh-kresna-bayu

Post on 05-Nov-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pjk

TRANSCRIPT

2.4 TINJAUAN TENTANG PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) 2.4.1 Definisi Penyakit Jantung Koroner Menurut WHO (1957) penyakit jantung koroner (PJK) yang disebut juga ischemic heart disease adalah gangguan jantung baik akut maupun kronik yang disebabkan oleh penurunan atau pemutusan aliran darah ke miokardium yang berkaitan dengan gangguan pada arteri koroner. Lebih dari 90% kasus iskemia miokardium disebabkan oleh reduksi aliran darah koroner akibat dari obstruksi aterosklerotik pada arteri koroner (Kumar dan Clark, 2004). 2.4.2 Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan data epidemiologi yang diperoleh ditemukan suatu hubungan yang kuat antara tekanan darah dengan risiko morbiditas dan mortalitas pada kardiovaskular. Diawali dengan tekanan darah 115/75 mmHg, risiko kardiovaskular meningkat setiap kenaikan tekanan darah 20/10 mmHg (Saseen dan Carter, 2005). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga orang di seluruh dunia pada tahun 2001, meninggal karena penyakit kardiovaskular. Sementara, sepertiga dari seluruh populasi dunia saat ini berisiko tinggi untuk mengalami major cardiovascular events. Pada tahun yang sama, WHO mencatat sekitar 17 juta orang meninggal karena penyakit ini dan melaporkan bahwa sekitar 32 juta orang mengalami serangan jantung dan stroke setiap tahunnya. Dilaporkan juga, pada tahun 2001 tercatat penyakit kardiovaskular lebih banyak menyerang wanita dibanding pria, yang sebelumnya penyakit kardiovaskular lebih banyak menyerang para pria. Perkembangan terkini memperlihatkan, penyakit kardiovaskular telah menjadi suatu epidemi global yang tidak membedakan pria maupun wanita, serta tidak mengenal batas geografis dan sosio-ekonomis (Muchid dkk, 2006). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16%. Kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4%. Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di negara indonesia. Tingginya angka tersebut, mengakibatkan PJK sebagai penyebab kematian nomor satu. 2.4.3 Faktor risiko Penyakit Jantung Koroner Menurut Bustan (2000) ada beberapa macam faktor resiko PJK namun secara garis besar dapat dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah faktor resiko yang bisa diubah (modifiable) dan yang kedua faktor risiko tidak bisa diubah (non-midifiable). Dari kesemua faktor risiko ini ada yang membaginya atas risiko mayor (hipertensi, hiperlipidemia, merokok, obesitas) dan minor (DM, stres, kurang olahraga, riwayat olahraga, usia, dan jenis kelamin). Faktor-faktor tersebut antara lain : 1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. a. Genetik (riwayat keluarga) Laki-laki yang berusia kurang dari 60 tahun dengan riwayat serangan jantung dalam keluarga, risiko terkena penyakit jantung koroner meningkat hingga 5 kali. Dimana insiden infark miokard pada kakak beradik berhubungan secara bermakna walaupun faktor lain, seperti hipertensi, hiperlipidema dan merokok telah disingkirkan (Sitorus, 2006). b. Usia Resiko terserang penyakit jantung koroner akan meningkat dengan bertambahnya usia. Aterosklerosis jarang terjadi pada masa kanak-kanak, kecuali bila mereka mempunyai sejarah keluarga hiperlipidemia. Namun aterosklerosis sering dijumpai pada usia sekitar 20-30 tahun dan terjadi hampir pada semua orang lanjut usia (Kumar, 2004). Sebelum usia 65 tahun risiko serangan jantung dua kali lipat lebih besar pada laki-laki daripada perempuan, setelah usia 65 tahun risikonya menjadi seimbang. Hal ini disebabkan karena pada perempuan umumnya risiko serangan jantung meningkat tajam setelah monopouse (Lovastatin, 2006).

c. Jenis kelamin Laki-laki mempunyai kemungkinan terserang penyakit jantung koroner lebih besar dibandingkan perempuan yang premenopause. Namun, setelah perempuan mengalami menopause, angka kejadian aterosklerosis sama dengan laki-laki. Pada perempuan terdapat hormon estrogen yang diyakini dapat memberikan perlindungan vaskular dari proses aterosklerosis karena estrogen dapat menurunkan konsentrasi LDL-kolesterol dengan meningkatkan katabolisme LDL, serta dapat meningkatkan konsentrasi HDL-kolesterol (McEvoy, 2001). 2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi. a. Hiperlipidemia Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol, terutama berhubungan dengan peningkatan kadar LDL (Low Density Lipoprotein) dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein), dan hal ini berkaitan dengan risiko coronary atheroma. Terdapat bukti bahwa peningkatan kadar trigliserida juga berhubungan erat dengan risiko coronary atheroma. Suatu penelitian angiograpik menunjukkan bahwa penurunan kadar kolesterol dapat memperlambat risiko prognosis pada penyakit jantung koroner, dan risiko penyakit lainnya yang mungkin menyertai. (Kumar dan Clark, 2004). Penelitian epidemiologik, laboratorium, dan klinik yang dilakukan oleh Framingham Heart Study (FHS) dan Multiple Risk Factor Intervention Trial (MRFIT) telah membuktikan bahwa gangguan metabolisme lipid merupakan faktor sentral untuk terjadinya aterosklerosis. b. Merokok Studi Framingham dalam penelitiannya selama 26 tahun menyatakan bahwa laki-laki setengah umur yang perokok, risiko terkena penyakit jantung koroner meningkat 4 kali lipat dan risiko mati mendadak bahkan mencapai 10 kali lipat pada pria dan 5 kali pada wanita. Pengaruh rokok antara lain mempercepat terjadinya aterosklerosis dan trombosis, penurunan kolesterol HDL, peningkatan kadar fibrinogen dan jumlah sel darah putih, dan juga mengurangi kontraktilitas otot jantung (Sitorus, 2006). c. Hipertensi Hipertensi merupakan faktor resiko mayor untuk aterosklerosis pada semua umur. Laki-laki dengan usia 45 dan 62 tahun dengan tekanan darah >169/95 mmHg mempunyai resiko lebih besar menderita PJK dibandingkan yang memiliki tekanan darah 140/90 mmHg atau kurang (Kumar, 2004). d. Diabetes mellitus Penderita DM memiliki risiko menderita infark miokard akut 2 kali lebih besar daripada mereka yang non-diabetik. Dimana DM dapat menyebabkan hiperlipidemia sekunder (Sitorus, 2006). Individu dengan diabetes mellitus memiliki kolesterol dan trigliserida plasma yang tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar organ menyebabkan hipoaksi dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang berperan menimbulkan aterosklerosis. (Corwin, 2001). e. Obesitas Obesitas merupakan faktor risiko untuk hipertensi, diabetes, penyakit jantung koroner dan stroke. Faktor yang dianggap bertanggungjawab terjadinya hipertensi pada obesitas antara lain adalah ekspansi volume ekstra seluler yang mengakibatkan hipervolume dan peningkatan isi semenit, aktivasi simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron (Waring, 2007). f. Stres Stres dapat menyebabkan lepasnya katekolamin. Namun masih dipertanyakan apakah stres bersifat aterogenik atau hanya mempercepat serangan. Faktor-faktor ini, semakin memperbesar risikonya untuk menderita penyakit aterosklerosis (Kumar, 2004). g. Alkohol Alkohol mempunyai efek merugikan yang dapat memicu proses biokimiawi terjadinya penyakit jantung koroner. Minum alkohol berlebihan jangka panjang dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan liver, ganguan profil lipid, peningkatan tekanan darah yang mempunyai efek merugikan pada tekanan darah sistolik dan meningkatkan risiko trombosis (SIGN, 2007)

2.4.4 Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner (coronary artery disease) disebut juga ischemic heart disease yaitu terjadinya penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih pembuluh darah koroner yang diawali dengan penimbunan lemak pada lapisan pembuluh darah tersebut. Penyumbatan pembuluh darah koroner terjadi akibat adanya proses aterosklerosis (Walker, 2003). Gambar 2.8. Penyumbatan Arteri Koroner Akibat Plak Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti lipid-filled macrophages (foam cells), massive extracellular lipid dan plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi/infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streks, pembentukan fibrous cups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil (Muchid dkk, 2006). Pembentukan aterosklerosis dapat dipengaruhi oleh tekanan darah tinggi, dimana tekanan darah yang tinggi secara kronis dapat menimbulkan gaya rengang yang dapat merobek lapisan endotel arteri atau arteriol. Dengan robeknya lapisan endotel, maka timbul kerusakan yang berulang-ulang sehingga terjadi peradangan, penimbunan sel darah putih dan trombosit, serta pembentukan bekuan. Setiap trombus yang terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga terjadi embolus di bagian hilir (Corwin, 2001). Peningkatan tekanan darah sistemik juga akan meningkatkan resistensi terhadap pemompaan ventrikel kiri sehingga beban kerja jantung bertambah. Akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel sehingga kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung terlampaui. Jantung semakin terancam bila terjadi aterosklerosis koroner karena suplai oksigen miokardium akan berkurang sedangkan kebutuhan oksigen miokardium akibat hipertrofi ventrikel meningkat. Pada akhirnya akan menimbulkan angina atau infark miokard (Kumar, 2004). Infeksi diketahui juga mempengaruhi pembentukan aterosklerosis, dimana melibatkan kelompok bakteri dan virus khususnya Clamydia pneumoniae dan cytomegalovirus. Mengenai mekanisme kerjanya pada aterosklerosis sukar untuk dipahami, namun diperkirakan ada hubungannya dengan proses peradangan atau akibat respon perubahan pada dinding sel pembuluh darah karena terjadinya injury. Penggunaan terapi antibiotik harus diberikan pada pasien Penyakit Jantung Koroner (Kumar, 2004). Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication pada plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadi penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan pembuluh koroner. Pada saat ini muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil /progresif (Muchid dkk, 2006). Gambar 2.9 Perjalanan Proses Aterosklerosis (Initiation, Progression dan Complication) Pada Plak Aterosklerosis 2.4.5 Manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner Iskemia miokard terjadi akibat ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Kumar dan Clark, 2004). Iskemia miokard terjadi akibat plak ateroma pada arteria koronaria. Ateroma tersebut menyebabkan stenosis, yang makin lama makin memberat. Manifestasi klinis iskemia miokard akan muncul bila stenosis sudah mencapai 60% atau lebih. Iskemia miokard biasanya dirasakan sebagai nyeri yang khas yang disebut angina pektoris. Berbagai manifestasi klinis dapat terjadi bermacam-macam, yaitu : 1. Asimptomatik 2. Angina Pektoris Stabil 3. Sindroma Koroner Akut a. Angina Pektoris tidak stabil

b. Infark Miokard tanpa elevasi gelombang ST c. Infark Miokard Akut dengan elevasi gelombang ST 4. Angina Variant (Prinzmetal) 5. Aritmia, dapat bermacam-macam bentuknya sampai terjadinya kematian mendadak. 6. Gagal Jantung, baik sistolik maupun diastolik.

Adapun manifestasi klinik yang utama dari penyakit jantung koroner meliputi : a) Angina pektoris stabil b) Sindrom Koroner Akut, yaitu angina pektoris tidak stabil, infark miokard akut (infark miokard akut tanpa ST elevasi dan infark miokard akut dengan ST elevasi).

(Adipranoto, 2006; Muchid dkk, 2006). 2.4.5. Diagnosis Penyakit Jantung Koroner

Diagnosis penyakit jantung koroner meliputi : 1. Anamnesa : Nyeri angina yang khas dengan pola yang menetap dalam hal pencetus, lamanya dan intensitasnya. Didapatkan faktor-faktor resiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner. 2. Pemeriksaan fisik : Tidak ada yang spesifik pada pemeriksaan fisik. 3. Pemeriksaan penunjang : EKG istirahat : dapat menunjukkan adanya depresi segmen ST dan inversi gelombang T yang spesifik ataupun EKG dapat juga normal.

Laboratorium : darah rutin, gula darah, kreatinin serum, profil lipid. Foto thorax. Ekokardiografi. Uji latih beban. Pencitraan nuklir.

Diagnosa Banding : 1. Kelainan pada esophagus : esofagitis oleh karena refluks. 2. Kolik bilier. 3. Sindroma kostosternal : oleh karena inflamasi pada tulang rawan kosta. 4. Radikulitis servikal. 5. Kelainan pada paru : pneumonia, emboli paru. 6. Nyeri psikogenik.

(Adipranoto, 2006) 2.4.6 Penatalaksanaan Pengobatan Pada PJK 2.4.6.1 Nitrat

Nitrat bekerja dengan mengurangi kebutuhan oksigen dan meningkatkan suplai oksigen. Nitrat I.V harus diberikan pada pasien yang masih mengalami nyeri dada setelah pemberian 3 tablet nitrat sublingual (bila tidak ada kontraindikasi seperti penggunaan sildenafil dalam 24 jam terakhir) EKG menunjukan iskemia miokard (menderita gagal jantung). Pemberian intravena dilaksanakan dengan titrasi ke atas (dosis lebih besar) sampai keluhan terkendali atau sampai timbul efek samping (terutama nyeri kepala atau hipotensi). Kemudian Nitrat oral dapat diberikan setelah 12-24 jam periode bebas nyeri. Rebound angina dapat terjadi bila nitrat dihentikan secara mendadak Nitrat mempunyai efek anti-iskemik melalui berbagai mekanisme : 1. Menurut kebutuhan oksigen miokard karena penurunan preload dan afterload, 2. Efek vasodilatasi sedang, 3. Meningkatkan aliran darah kolateral, 4. Menurunkan kecendrungan vasospasme, serta 5. Potensial dapat menghambat agregasi trombosit. (Muchid dkk, 2006). 2.4.6.2 Anti Hipertensi Menurut InaSH (Indonesian Society of Hypertension) penyakit jantung iskemik merupakan kerusakan organ target yang paling sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan angina pektoris stabil, obat pilihan pertama -blocker (BB) dan sebagai alternatif calcium channel blocker (CCB). Pada pasien dengan sindroma koroner akut (angina pektoris tidak stabil atau infark miokard), pengobatan hipertensi dimulai dengan beta bloker dan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) dan kemudian dapat ditambahkan anti hipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien pasca infark miokard, ACEI, beta bloker dan antagonis aldosteron terbukti sangat menguntungkan tanpa melupakan penatalaksanaan lipid profil yang intensif dan penggunaan aspirin (www.inashonline.org). 2.4.6.3 Anti Platelet

Aspirin dosis rendah termasuk golongan anti platelet yang bisa mengurangi kemungkinan serangan jantung berulang dengan cara mencegah melekatnya sel-sel darah (platelet-platelet) bersama-sama. Aspirin paling baik digunakan bersama makanan untuk mencegah iritasi lambung. Kontraindikasi aspirin sangat sedikit, termasuk alergi (biasanya timbul gejala asma), ulkus peptikum aktif, dan diatesis perdarahan. Aspirin disarankan untuk semua pasien PJK, bila tidak ditemui kontraindikasi. Pada penderita yang kontra indikasi dengan aspirin dapat diganti dengan ticlopidin atau clopidogrel yang merupakan golongan ADP (Antagonis Reseptor Adenosin Diphospat) (Muchid dkk, 2006). 2.4.6.4 Anti Koagulan

Heparin diberikan pada penderita dengan risiko sedang dan tinggi. Berbeda dengan UFH (Unftactionated Heparin), LMWH (Low Molecular Weight Heparin). LMWH mempunyai efek antifaktor Xa yang lebih tinggi dibandingkan efek antifaktor IIa (antitrombin). Rasio antifaktor Xa dan antifaktor IIa yang lebih tinggi menunjukan efek inhibisi pembentukan trombin dan efek hambatan terhadap aktivitas trombin yang lebih besar. LMWH mempunyai efek farmakokinetik yang lebih dapat diramalkan, bioavaliabilitasnya lebih baik, mengurangi ikatan pada protein pengikat heparin, waktu paruhnya lebih lama, tidak membutuhkan pengukuran APTT, risiko perdarahan kecil, serta pemberian lebih mudah, Secara ekonomis lebih hemat (Muchid dkk, 2006). 2.4.6.5 Terapi Inhibitor Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa

ACC/AHA dalam pedomannya merekomendasikan penggunaan antagonis reseptor GP IIb/IIIa dengan berbagai alasan dan pertimbangan antara lain; Berdasarkan data klinis terkini, tirofiban dan eptifibatide harus dipertimbangkan sebagai tambahan dari aspirin, klopidogrel dan UFH / LMWH, untuk penggunaan upstream pada pasien APTS (Angina Pektoris Tidak Stabil) atau NSTEMI dengan iskemi yang berkepanjangan atau kondisi risiko tinggi lainnya. Abciximab dan eptifibatide tetap merupakan pilihan pertama dan kedua pada pasien APTS/NSTEMI. Yang menjalani angioplasti atau stenting, yang sebelumnya tidak mendapat antagonis reseptor GP IIb /IIIa (Muchid dkk, 2006). 2.4.6.6 Terapi Fibrinolitik Terapi fibrinolitik (dulu dinamakan trombolitik) bermanfaat pada STEMI, akan tetapi secara umum terapi ini tidak disarankan pada Angina unstabil dan NSTEMI. Contohnya adalah streptokinase, alteplase, reteplase dan tenecteplase (Muchid dkk, 2006). Direkomendasikan pada pasien berusia