pilihan terapi untuk verucca extragenital
DESCRIPTION
Translated from: Therapy Options for Extragenital VeruccaTRANSCRIPT
Pilihan Terapi Topikal untuk Veruka EkstragenitalYalçın Tüzün,* MD, Murat Küçüktaş, MD, Zeynep Meltem Akkurt, MD
Abstrak
Latar Belakang: Veruka adalah proliferasi jinak pada jaringan kulit dan mukosa
yang disebabkan oleh infeksi papilomavirus. Terdapat berbagai jenis veruka,
tergantung dari gambaran klinis dan lokalisasinya. Hingga saat ini, kira-kira 60%
veruka mengalami penyembuhan spontan. Tidak terdapat metode tunggal yang
efektif untuk mengobati veruka, sehingga beberapa metode berbeda dapat
digabungkan bersama atau secara berurutan digunakan untuk mengobati veruka.
Metode terapi lokal untuk veruka akan dibahas pada paper ini.
Definisi
Veruka adalah proliferasi jinak pada jaringan kulit dan mukosa yang disebabkan
oleh infeksi papilomavirus. Virus dapat menyebabkan lesi yang tumbuh dengan
lambat, sehingga tidak menunjukkan adanya gejala/tanda-tanda akut [1, 2].
Aspek sejarah
Veruka telah dikenal sejak jaman Romawi dan Yunani kuno. Hingga abad ke 19,
veruka dipercaya merupakan salah satu bentukan sifilis atau gonore [2]. Sifat
menular veruka pertama kali diusulkan oleh Payne ketika ia sendiri menderita
veruka setelah menangani pasien. Etiologi viral veruka pertama kali diusulkan
oleh Ciuffo pada tahun 1907 dan pada akhirnya Strauss dkk. berhasil mengisolasi
virus DNA kecil penyebab veruka pada tahun 1949. Joseph Melnick
menggunakan nama papovavirus pada tahun 1960. Setelah berbagai penelitian
lanjutan, virus tersebut akhirnya diberi nama human papillomavirus (HPV) [3].
Pada tahun 1974, Zur Hausen mengusulkan tentang beberapa jenis HPV dan 4
jenis berhasil diidentifikasi hingga tahun 1976 [4]. Pada saat ini, dengan kemajuan
teknologi rekombinasi DNA, sebanyak lebih dari 100 genotipe HPV telah berhasil
diidentifikasi [2].
1 | Topical Treatment Options for Extragenital Veruccae
Insidensi/prevalensi
Infeksi HPV terjadi di seluruh dunia. Veruka non genital paling sering dijumpai
pada anak-anak dan dewasa muda. Sebagian besar penderita akan menunjukkan
tanda-tanda pertumbuhan lesi pada satu saat sepanjang hidupnya. Veruka terjadi
hampir dua kali lebih banyak pada ras Kaukasia [5]. Pada survey yang
dilaksanakan pada siswa sekolah, prevalensi veruka adalah sebesar 12% pada
anak-anak usia 4 hingga 6 tahun dan sebesar 24% pada anak-anak usia 16 hingga
18 tahun [6].
Epidemiologi
HPV menyebar antar manusia melalui orang yang terinfeksi [3]. Beberapa kondisi
yang menyebabkan hilangnya barier epidermal seperti abrasi kecil atau maserasi
dapat mempermudah penyebaran virus. Sering mencuci tangan adalah salah satu
faktor resiko veruka simple. Penyebaran dari tangan ke abrasi kecil pada wajah,
siku, dan lutut sering terjadi pada anak-anak. Penyebaran virus tergantung pada
beberapa faktor seperti lokalisasi, inokulum infeksius, periode kontak, tipe virus,
keadaan imunologis seseorang dan adanya trauma [7].
Etiologi/patogenesis
Papovavirus adalah virus DNA tanpa envelope, memiliki untai ganda, dan tumbuh
dengan lambat [7]. HPV dapat dibagi menjadi dua jenis: kutaneus dan mukosal.
HPV tipe mukosal 16, 18, 45, dan 56 memiliki kecenderungan tinggi untuk
menyebabkan kanker anogenital [8]. Selain itu, berbagai penelitian menunjukkan
bahwa pada pasien imunosupresi sering ditemukan infeksi HPV pada tumor pre-
malignan dan malignan.
Periode inkubasi virus bervariasi antara 1 hingga 8 bulan dan antara 4 bulan [3].
HPV berinokulasi pada sel epitel dan menyebabkan proliferasi pada sel skuamosa.
Virus ini juga dapat bertahan pada kondisi laten atau subklinis pada jaringan kulit
atau mukosa [7].
2 | Topical Treatment Options for Extragenital Veruccae
Gambaran klinis
Gambaran klinis tergantung pada tipe HPV, daerah anatomis, dan status
imunologis penderita. Terdapat beberapa gambaran klinis, yaitu: Veruka Vulgar
(common), veruka filiformis, veruka anogenital dan epidermodysplasia
verucciformis. Karakteristik umum berupa papul, plak, dan nodul dengan tepi
yang jelas. Fenomena Köbner dapat pula diamati. Diagnosis dibuat secara klinis
[7]. Veruka sering ditemukan pada daerah yang sering mengalami trauma
berulang seperti tangan dan kaki dan virus kemungkinan besar memasuki kulit
melalui trauma-trauma minor. Banyak penelitian menunjukkan bahwa veruka
yang parah umum ditemukan pada pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan
daging/penjual daging [6].
Terapi
Sebesar 60% veruka mengalami penyembuhan spontan setelah dua tahun [9].
Tidak terdapat metode tunggal yang efektif untuk mengobati veruka, sehingga
beberapa metode berbeda dapat digabungkan bersama atau secara berurutan
digunakan untuk mengobati veruka [7].
Asam salisilat: asam salisilat adalah agen dengan efek keratolitik dan iritan lokal.
Asam salisilat digunakan untuk terapi veruka dengan konsentrasi antara 10 hingga
40% dalam bentuk krim, gel, paint, salep dan dengan konsentrasi 40 hingga 60%
dalam bentuk plaster dan gel yang diformulasikan khusus. Terapi dengan oklusi
dilakukan pada veruka yang berlokasi di tangan dan kaki. Proteksi kulit normal di
sekeliling lesi sangat dianjurkan untuk mencegah dermabrasi dan penyebaran
virus yang lebih luas lagi [7]. Konsentrasi asam salisilat yang lebih rendah lebih
dipilih untuk anak-anak untuk mencegah toksisitas sistemik [3].
Uji klinis dengan kontrol plasebo menunjukkan bahwa asam salisilat
menyembuhkan 73% kasus veruka [6]. Bila dibandingkan dengan cryotherapy,
tidak terdapat perbedaan yang signifikan [6, 10]. Perbandingan dengan agen
topikal lain seperti gluteraldehida dan dinithranol juga menunjukkan perbedaan
yang tidak signifikan.
3 | Topical Treatment Options for Extragenital Veruccae
Pada berbagai literatur, asam salisilat dinyatakan sebagai pilihan terapi yang baik
untuk penanganan veruka sederhana dan disarankan sebagai pilihan terapi lini
pertama. Agen topikal yang mengandung asam salisilat juga telah dibuktikan
efektif dan aman [6].
Cryotherapy: nitrogen cair adalah cryogen yang paling umum digunakan [11].
Cryotherapy memberikan efek melalui pembentukan es ekstraseluler dan
intraseluler, yang menyebabkan kematian sel. Virus tidak dieliminasi oleh proses
cryotherapy, melainkan oleh respon imun yang dibentuk oleh sel yang mengalami
kerusakan [7]. Cryotherapy dilakukan selama periode 1 hingga 3 minggu, selama
5 sampai 20 detik pada masing-masing sesi, dengan batas beku 1 hingga 2
milimeter. Aplikasi dapat dilaksanakan dengan menggunakan cotton bud atau
aplikator spray [3]. Pada sebuah penelitian dengan 363 pasien yang ditangani
dengan cryotherapy (cryospray atau cotton bud), tidak terdapat perbedaan
efektifitas yang signifikan di antara dua metode tersebut [11].
Sebanyak 17 uji klinis terkontrol acak, menunjukkan angka kesembuhan antara 9
hingga 87% dengan cryotherapy [6]. Bila dibandingkan dengan asam salisilat,
tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada angka kesembuhannya [6, 10]. Bila
terapi asam salisilat digabungkan dengan cryotherapy, didapatkan angka
kesembuhan yang lebih besar [10]. Pada 4 uji klinis terkontrol dengan jumlah
pasien 592, angka kesembuhan sebesar 52% berhasil didapatkan ketika lama
terapi diperpanjang (10 detik). Angka kesembuhan menurun ke 31% bila lama
terapi diperpendek [6]. Durasi terapi yang lebih lama menyebabkan nyeri yang
lebih berat dan efek samping berupa terbentuknya blister.
Pada 3 uji klinis terkontrol acak dengan cryotherapy sebagai metode terapi dengan
interval aplikasi selama 2, 3, dan 4 minggu tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan. Meskipun demikian, umum dipercaya bahwa interval yang lebih
pendek antar aplikasi dapat memberikan angka kesembuhan yang lebih besar [6].
4 | Topical Treatment Options for Extragenital Veruccae
Penambahan 5-fluorourasil pada cryotherapy tidak memberikan tambahan angka
kesembuhan pada sebuah uji klinis terkontrol acak pada 80 pasien penderita
veruka [12].
Bila cryotherapy dilakukan dengan benar, akan memberikan hasil kerusakan
jaringan yang lebih sedikit, lebih sedikit pigmentasi dan jaringan parut.
Kekurangan metode cryotherapy adalah perlunya aplikasi berulang dan nyeri
selama dan setelah aplikasi. Keuntungan metode cryotherapy yaitu tidak
memberikan kontaminan dalam darah sehingga aman dilakukan pada pasien yang
hamil [3].
Kesimpulannya, cryotherapy merupakan metode terapi veruka yang efektif dan
aman sehingga dapat dipilih sebagai metode terapi lini pertama.
Dinitroklorobenzena (DNCB): imunoterapi topikal tidak lagi digunakan untuk
terapi veruka selama 30 tahun terakhir. DNCB adalah agen imunoterapeutik
pertama yang digunakan, namun efek mutageniknya menyebabkan
penggunaannya sangat dibatasi. Sensitiser kontak lainnya seperti
difenilsiklopropenon dan SADBE. Mekanismenya dalam terapi veruka belum
diketahui. Beberapa ahli menyatakan bahwa agen imunoterapeutik topikal
menyebabkan reaksi hipersensitifitas tipe 4 pada jaringan yang terinfeksi dan
menyebabkan kerusakan [13].
Oleh karena DNCB merupakan alergen kontak yang poten dan menyebabkan
iritasi lokal, aplikasinya harus dibatasi kurang dari 10 lesi saja. Konsentrasi
sebesar 2% dalam larutan aseton digunakan untuk sensitisasi, sehingga
konsentrasinya hanya tinggal 0,05-0,1% saja [3].
Uji klinis acak dengan kontrol plasebo menunjukkan angka kesembuhan 80%
dengan DNCB. DNCB adalah metode terapi yang menjanjikan terutama pada
kasus kutil yang resisten [6].
Difenilsiklopropenon (DPCP): difenilsiklopropenon adalah agen
imunoterapeutik kontak dan menyebabkan hipersensitifitas tipe 4. Biasanya
5 | Topical Treatment Options for Extragenital Veruccae
digunakan untuk veruka resisten. DPCP digunakan dengan konsentrasi 1 hingga
3% pada daerah lengan untuk sensitisasi [14]. Dua minggu kemudian, DPCP
dapat digunakan dengan konsentrasi 0,004-0,01%, tergantung pada daerah lesi.
Setiap dua minggu, DPCP diaplikasikan ulang dengan konsentrasi yang sedikit
ditingkatkan. Terapi harus terus dipertahankan pada konsentrasi tertinggi yang
mampu ditoleransi oleh pasien [3].
Pasien dengan veruka palmoplantar yang resisten terhadap terapi, berhasil
disembuhkan dengan DPCP dengan angka kesembuhan sebesar 87,7% [15]. Pada
sebuah penelitian dengan 72 pasien veruka, dibandingkan antara metode DPCP
dan cryotherapy. Setelah 12 bulan, angka kesembuhan 93,3% dicapai dengan
DPCP dan 76,3% dengan cryotherapy. Penelitian ini juga melaporkan adanya
periode imunitas yang panjang terhadap HPV dengan terapi DPCP [16].
Pada sebuah penelitian, 6 pasien dengan veruka facial resisten diterapi dengan
DPCP, remisi sempurna berhasil dicapai setelah 10 minggu. Penelitian ini
menunjukkan bahwa DPCP adalah metode terapi yang aman, efektif, dan toleran
untuk terapi veruka facial resisten yang kronis [18].
Pada 211 pasien dengan veruka palmoplantar resisten, angka kesembuhan sebesar
87,7% berhasil dicapai dengan terapi DPCP [18].
Squaric Acid Dibuthylesther (SADBE): SADBE adalah agen yang menyebabkan
hipersensitifitas sama seperti DNCB dan DPCP namun lebih jarang digunakan.
Angka kesembuhan antara 10 hingga 69%. Sensitisasi dicapai dengan konsentrasi
1%. Terapi diinisiasi dengan konsentrasi 0,01% dan perlahan ditingkatkan hingga
0,1%. Aplikasi dilakukan per minggu selama 2 hingga 12 (mean: 6) minggu.
Terdapat metode lain, yaitu dengan menggunakan konsentrasi 0,5-5%, aplikasi
setiap 2-4 minggu, tanpa menyebabkan reaksi. Efek samping yang paling umum
terjadi adalah dermatitis kontak [3].
Pada sebuah penelitian dengan 188 pasien pediatrik penderita veruka resisten,
SADBE digunakan pada konsentrasi 0,03-3%, dua kali seminggu. Remisi
sempurna berhasil dicapai pada 84% pasien selama kurang dari 10 minggu dan
6 | Topical Treatment Options for Extragenital Veruccae
tidak terdapat efek samping. Relaps terjadi pada 16% pasien pada akhir follow up
selama 24 bulan [13].
Pada studi retrospektif terhadap 598 pasien, remisi sempurna yang tercapai
sebesar 86% dengan terapi SADBE [19].
Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, SADBE merupakan pilihan terapi yang
efektif dan dapat digunakan sebagai terapi alternatif untuk pasien dengan veruka
resisten dan multipel.
Terapi fotodinamik: derivat hematoporfirin seperti asam 5-aminovulinic
digunakan secara sistemik atau topikal untuk terapi fotodinamik (PDT).
Substansi-substansi tersebut akan dimetabolisme menjadi protoporfirin dan
diaktivasi oleh cahaya untuk menyebabkan kerusakan sel [7].
Uji klinis terkontrol acak menggunakan berbagai metode modalitas terapi
fotodinamik menghasilkan angka kesembuhan bervariasi antara 8-75% [6, 20, 21,
22].
Pada sebuah studi terkontrol plasebo mengenai PDT pada 52 pasien, 40% pasien
berhasil mencapai resolusi lesi [6]. Pada penelitian lain, 40 pasien ditangani
dengan PDT atau PDT dengan asam 5-aminovulinic, memberikan angka
kesembuhan 56% [20].
Pada penelitian terhadap 28 pasien, 4 tipe PDT dibandingkan dengan cryotherapy.
Angka kesembuhan dengan metode PDT sebesar 28-73% dan 20% untuk
cryotherapy [21].
Sebagai kesimpulan, PDT tidak direkomendasikan secara rutin untuk terapi
veruka karena tidak memberikan hasil yang secara signifikan lebih baik bila
dibandingkan dengan metode lain yang jauh lebih murah dan sederhana [6].
Bleomisin: bleomisin adalah antineoplastik dan antibiotik yang menyebabkan
nekrosis pada jaringan yang terinfeksi. Terapi dilakukan dengan injeksi larutan
bleomisin 1 mg/mL sebanyak 0,2-1 mL (200-1000 IU/mL) langsung pada lesi.
7 | Topical Treatment Options for Extragenital Veruccae
Veruka yang berukuran besar mungkin memerlukan lebih dari satu injeksi.
Beberapa hari setelah injeksi, area lesi akan mengalami nekrosis dan sembuh
meninggalkan jaringan parut [3].
Pada 5 uji klinis terkontrol acak dengan menggunakan bleomisin, hasilnya saling
bertentangan. Angka kesembuhan antara 16-94%.
Pada dua penelitian terkontrol plasebo mengenai efektifitas bleomisin dengan total
pasien 40 orang, bleomisin terbukti lebih efektif. Pada penelitian lain pada 62
pasien, plasebo ditemukan lebih efektif. Pada penelitian lainnya lagi pada 31
pasien, hasilnya menunjukkan tidak terdapat perbedaan efektifitas antara plasebo
dan bleomisin.
Sebuah uji klinis terkontrol acak dengan menggunakan konsentrasi bleomisin
yang berbeda-beda (0,25-0,5 dan 1,0 unit/mL). Hasilnya, konsentrasi yang lebih
rendah memberikan angka kesembuhan 73-88% sedangkan konsentrasi yang lebih
tinggi memberikan angka kesembuhan sebesar 90%. Berdasarkan uji klinis ini,
peningkatan konsentrasi bleomisin berbanding lurus dengan angka kesembuhan.
Efek samping yang paling umum terhadap terapi bleomisin intralesi adalah nyeri.
Efek samping ini dapat dikurangi dengan penggunaan anestetik lokal sebelum
injeksi [6].
Laser: laser karbon dioksida adalah pendekatan terapi yang paling ablasif untuk
veruka. Berdasarkan penelitian kohort dan kontrol kasus, laser karbon dioksida
terbukti efektif pada 75% kasus veruka resisten. Efek samping yang tercatat
berupa perdarahan dan nyeri.
Pulse dye laser adalah yang paling sesuai diantara laser-laser non-ablatif. Efek
samping yang lebih minimal tercatat [23]. Pada sebuah penelitian non acak pada
120 pasien, angka kesembuhan yang tercapai dengan pulse dye laser yaitu sebesar
49,5%. Digarisbawahi bahwa pulse dye laser lebih efektif pada kasus veruka rata
[24]. Pada penelitian lain terhadap 73 pasien dengan veruka resisten, angka
8 | Topical Treatment Options for Extragenital Veruccae
kesembuhan yang tercapai adalah sebesar 89% setelah 10 kali aplikasi pulse dye
laser [25].
Pada sebuah penelitian terhadap 40 pasien, dilakukan terapi pulse dye laser
dengan 4 kali aplikasi, masing-masing dilaksanakan setiap bulan, angka
kesembuhan dibandingkan dengan cryotherapy atau cantharidine. Hasilnya tidak
terdapat perbedaan signifikan [3].
Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, terapi laser untuk kasus veruka
termasuk aman dan efektif namun karena biayanya yang mahal maka tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya untuk kasus veruka resisten saja.
Tretinoin: tidak terdapat uji klinis terkontrol terhadap penggunaan tretinoin lokal.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa tretinoin efektif pada konsentrasi 0,01-
0,5% terutama pada veruka plane. Tretinoin diaplikasikan setiap hari secara tipis.
Aplikasi dapat diulang dua sampai tiga kali sehari bila perlu. Daerah yang sedang
diobati harus dilindungi dari sinar matahari [3].
5-fluorourasil (5-FU): 5-FU adalah antimetabolit yang menghambat sintesis
DNA dan RNA serta merupakan agen yang efektif dalam terapi veruka. Sediaan
berupa krim 1-5% dan larutan 1, 2, dan 5%. Efek samping yang paling umum
yaitu iritasi lokal. Karena sifat teratogeniknya, maka 5-FU harus dihindari pada
pasien hamil. Pasien perempuan usia subur dengan kontrasepsi dapat
menggunakan 5-FU selama kontrasepsinya benar [3]. Pada sebuah penelitian oleh
İşçimen dkk, aplikasi 5-FU intralesi memberikan hasil 58% remisi sempurna dan
29% remisi parsial. Pada kelompok pasien lain yang mendapatkan terapi
kombinasi 5-FU dan lidokain, 61% pasien mengalami remisi sempurna dan 22%
mengalami remisi parsial. Kedua kelompok pasien memberikan hasil superior bila
dibandingkan dengan plasebo dan hasil diantara kedua kelompok tersebut tidak
berbeda pada level yang signifikan [26].
Pada penelitian terhadap 40 pasien, kombinasi antara 5-FU, lidokain dan epinefrin
diinjeksikan secara intralesi dan dibandingkan terhadap plasebo. Pasien
9 | Topical Treatment Options for Extragenital Veruccae
mendapatkan 4 kali injeksi mingguan dan di follow up selama 6 bulan. Angka
kesembuhan adalah sebesar 64,7% [27].
Sebanyak 8 uji klinis terkontrol acak menggunakan kombinasi 5-FU dan asam
salisilat dengan total pasien 625 menunjukkan angka remisi sempurna sebesar
63,4%. Pada 4 uji klinis lain yang sejenis, 101 pasien dengan veruka plantar,
remisi sempurna dicapai sebesar 23,1%. Bila seluruh penelitian dibandingkan,
maka terapi kombinasi 5-FU dan asam salisilat memberikan angka kesembuhan
sebesar 63,4%, terapi dengan hanya 5-FU saja memberikan angka kesembuhan
sebesar 23,1% [28].
Podophylotoxin (Podophylox): podophylotoxin adalah antimetabolit. Oleh karena
penggunaannya yang secara sistemik, maka dikontraindikasikan pada pasien
hamil. Sediaan berupa krim 0,15% dan larutan 0,5%, namun tidak tersedia di
seluruh dunia. Penggunaannya dianjurkan pada daerah mukosal dan diaplikasikan
selama 3 hari seminggu dan dihentikan pada sisa 4 harinya. Diperlukan terapi
selama 4-6 minggu. Sebanyak 30-50% pasien mengeluhkan nyeri, eritema, erosi
dan edema. Oleh karena efek sampingnya, sebaiknya penggunaannya dibatasi
hanya pada daerah yang kecil saja (4-10 cm2) dan dosis harian tidak melebihi 0,5
mL [3].
Pada penelitian retrospektif terhadap 144 pasien dengan veruka plantar, terapi
kombinasi antara podophylotoxin, cantharidine dan asam salisilat memberikan
hasil total remisi sebesar 95,8% setelah 6 minggu terapi [29].
Formaldehida: formaldehida merupakan desinfektan kuat. Ketika diaplikasikan
pada veruka, akan menyebabkan kerusakan pada lapisan sel teratas. Sediaan
berupa gel 0,75%, larutan 3, 10, dan 20% serta spray 10%. 200 pasien anak-anak
dengan veruka plantar diterapi dengan konsentrasi 3% selama 6-8 minggu dan
hasilnya remisi pada 80% pasien [3].
Gluteraldehida: sediaan berupa larutan 10 dan 20% [3]. 57 pasien dengan veruka
plantar sederhana diterapi dengan kombinasi asam monokloroasetik dan
formaldehida 10% atau formaldehida saja dan hasilnya tidak terdapat perbedaan
10 | Topical Treatment Options for Extragenital Veruccae
antara kedua modalitas terapi tersebut. Mean angka kesembuhan sebesar 61,4%
tercatat [30].
Pada sebuah penelitian, larutan gluteraldehida 20% diaplikasikan setiap hari dan
angka kesembuhan yang tercapai adalah sebesar 72% setelah 3 bulan. Efek
samping yang paling mengganggu berupa diskolorasi kulit menjadi kecoklatan
dan nekrosis kutaneus. Bila dikombinasikan dengan asam salisilat, dapat
menyebabkan sensitisasi kontak dan metode terapi ini dilaporkan memiliki angka
kesuksesan sebesar 70% [3].
Imiquimod: imiquimod pertama kali digunakan untuk penanganan veruka
genital, namun kini telah secara luas digunakan untuk veruka non genital [3].
Mekanisme kerjanya adalah terutama stimulasi interferon α, TNF α, IL 1-6 dan 8
dan memodifikasi respon imun topikal [31]. Imiquimod menginduksi migrasi sel
Langerhans menuju ke nodus limfe, sehingga menstimulasi sel T spesifik menuju
ke virus. Setelah terapi dengan imiquimod, tercatat adanya peningkatan pada
marker tumor supressor sehingga imiquimod diduga dapat melindungi dari
neoplasia. Kombinasi imiquimod dengan asam salisilat dilaporkan lebih efektif
pada veruka plantar. Kekurangan terapi imiquimod yaitu perlunya terapi jangka
panjang, sedangkan efek sampingnya cukup banyak seperti eritema, erosi,
pruritus, sensitifitas meningkat, rasa terbakar serta gejala seperti flu. Angka
rekurensi dilaporkan sebesar 10-20% [3].
15 pasien dengan veruka periungual dan subungual diterapi dengan imiquimod
5% dan diamati selama 16 minggu. 80% berhasil mencapai remisi total.
Berdasarkan penelitian ini, imiquimod mungkin sesuai untuk terapi pasien dengan
veruka periungual [31].
Sidofovir: sidofovir adalah analog nukleosida poten yang merupakan inhibitor
kompetitif DNA polimerase. Penggunaan sidofovir secara topikal, intralesional,
dan intravena telah dilaporkan untuk terapi veruka. Penggunaannya juga
diperbolehkan untuk terapi retinitis CMV pada pasien AIDS [32]. Iritasi
dilaporkan dengan aplikasi dua kali sehari, sehingga dianjurkan hanya sekali
11 | Topical Treatment Options for Extragenital Veruccae
sehari. Tidak tercatat adanya efek samping sistemik pada penggunaan lokal dan
konsentrasi yang dianjurkan adalah sebesar 3%. Penggunaan intravena telah
terbukti bersifat nekrotoksik. Dapat pula menyebabkan neutropenia [3].
Pada 7 pasien pediatrik dengan veruka resisten, aplikasi sidofovir dengan
konsentrasi 1% memberikan hasil remisi total pada 4 pasien. Oleh karena
sidofovir merupakan pilihan terapi yang mahal, maka penggunaannya hanya
dianjurkan pada pasien yang sama sekali tidak memberikan respon terhadap
modalitas terapi lain. [32].
Cantharidine: cantharidine telah digunakan dalam bidang dermatologis sebagai
pilihan terapi untuk molluscum contagiosum dan veruka sejak tahun 1950an.
Cantharidine menyebabkan blister lokal, namun tidak meninggalkan jaringan
parut. Tidak terasa nyeri pada saat aplikasi, namun dapat terasa nyeri setelah
aplikasi. Aplikasi cantharidine menyebabkan neutral serine protease dilepaskan,
sehingga menyebabkan pemisahan tonofilamen pada plak desmosomal epidermis.
Oleh karena degenerasi plak dermosomal, blister intraepidermal terbentuk dan
karena blister ini hanya intraepidermal saja, ketika sembuh tidak meninggalkan
jaringan parut [33]. Aplikasinya diulang setiap 1-3 minggu. Penggunaannya harus
hati-hati agar tidak mengenai jaringan kulit normal. Efek samping yang cukup
parah namun jarang sekali terjadi adalah limfangitis [3].
Penelitian oleh Durmazlar dkk pada 15 pasien dengan veruka facial yang diterapi
dengan catharidine 0,7% dengan interval 3 minggu. Remisi total berhasil dicapai
oleh semua pasien pada akhir minggu ke 16 [33].
Cantharidine dapat digunakan secara aman dan efektif dalam terapi veruka
resisten.
Interferon (INF): interferon adalah sitokin endogen yang memiliki efek antiviral,
anti tumor, dan modulator imunitas. Terdapat tiga jenis utama interferon: INF-α
dihasilkan oleh leukosit, INF-β dihasilkan oleh fibroblas, dan INF-γ dihasilkan
oleh sel T limfosit dan sel Natural Killer [34]. Untuk terapi veruka, INF-α2b
diinjeksikan intralesi sebanyak 0,1 mL (1 juta IU) dengan frekuensi 3 kali per
12 | Topical Treatment Options for Extragenital Veruccae
minggu selama 3 minggu. Untuk menghindari efek samping sistemik, maksimal 5
lesi yang boleh diterapi sekaligus per sesi [42].
Angka keberhasilan injeksi intralesi berkisar antara 19-62%, sedangkan dengan
aplikasi topikal sebesar 33-90% [14]. Kerugiannya yaitu biaya terapi interferon
yang mahal dan memerlukan injeksi berulang [3]. Terapi interferon hanya
dianjurkan pada lesi resisten [34].
Terapi lainnya: injeksi intralesi Candida bekerja dengan mengaktivasi sistem imun
secara lokal. Pada sebuah studi retrospektif terhadap pasien pediatrik, injeksi
Candida intralesi memberikan hasil remisi total pada 87% pasien [35]. Pada
sebuah penelitian terkontrol plasebo dimana antigen intralesi Candida, mumps dan
trichophyton digunakan, seluruhnya terbukti efektif dalam terapi veruka. Pada
penelitian ini, pasien dibagi dalam 4 kelompok. Kelompok pertama mendapat
injeksi INF-α2b saja, kelompok kedua mendapat injeksi INF-α2b dan antigen,
kelompok ketiga mendapat injeksi antigen saja, dan kelompok keempat mendapat
injeksi plasebo berupa saline. Remisi total yang tercapai pada kelompok pertama
sebesar 9%, kelompok kedua sebesar 57%, kelompok ketiga sebesar 41%, dan
kelompok keempat sebesar 19% [36].
Kesimpulannya, injeksi intralesi antigen Candida atau mumps terbukti efektif dan
aman untuk terapi veruka. Terapi ini dianjurkan terutama untuk veruka resisten
sebagai terapi lini kedua [9, 37, 38, 39].
Perak nitrat dilaporkan merupakan alternatif pengobatan yang efektif untuk
veruka, meskipun penggunaannya dapat menyebabkan terbentuknya jaringan
parut [3]. Pada sebuah studi terkontrol plasebo terhadap 60 pasien dengan veruka
palmoplantar, larutan perak nitrat diaplikasikan setiap dua hari sekali. Pada akhir
minggu ketiga, remisi total berhasil dicapai oleh 63,3% pasien [40]. Pada sebuah
studi oleh Yazar dan Başaran, perak nitrat dibandingkan dengan plasebo dan
remisi total sebesar 43% tercapai dengan perak nitrat [41].
Telah diketahui bahwa zink merupakan regulator sistem imun. Zink sulfat oral
dilaporkan memberikan angka kesembuhan yang tinggi pada veruka resisten [42].
13 | Topical Treatment Options for Extragenital Veruccae
Zink topikal mungkin dapat menginduksi imunitas dengan menginduksi sel T
limfosit untuk memfasilitasi pengenalan antigen dan menyebabkan inflamasi.
Pada sebuah studi dimana zink topikal 20% dibandingkan dengan campuran asam
salisilat 15% dan asam laktat 15%, setengah dari jumlah pasien yang
menggunakan zink topikal menunjukkan remisi total [43].
Asam format topikal adalah asam karboksilat dan digunakan untuk terapi
pedikulosis kapitis pada konsentrasi 8%. Pada sebuah studi terkontrol plasebo
terhadap 100 pasien, asam format 85% digunakan sebanyak maksimal 12 aplikasi
dan hasilnya remisi total pada 92% pasien. Efek samping yang tercatat berupa
infeksi sekunder, nyeri, eritema dan rasa terbakar [44].
Pada sebuah studi dengan menggunakan metode hipnosis, hasil yang dilaporkan
adalah hipnosis lebih efektif dibandingkan asam salisilat topikal dan plasebo.
Ketika penelitian-penelitian yang sejenis dipertimbangkan, metode ini mungkin
dapat dipertimbangkan sebagai alternatif untuk terapi veruka [3].
14 | Topical Treatment Options for Extragenital Veruccae