pidana lanjut

Upload: ritzha-satriani

Post on 12-Jul-2015

361 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SILABUS MATA KULIAHProgram Studi Kode Mata Kuliah Nama Mata Kuliah Jumlah SKS Semester Mata Kuliah Pra Syarat Standart Kompetensi : : : : : : Ilmu Hukum 4042021 Hukum Pidana dan Pemidanaan 2 SKS V Hukum Pidana II

Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive).

1

Kompetensi Dasar 1. Memahami konsepkonsep dasar pidana dan pemidanaan;

Indikator 1. Menjelaskan secara tepat pengertian Pidana, unsur pidana, dan jenis pidana;

2. Menjelaskan pengertian dan teori (tujuan) pemidanaan ;

Pengalaman Materi Ajar Pembelajaran 1. Mahasiswa 1. Pengertian menyusun pidana; definisi dan 2. Unsur-unsur unsur-unsur pidana; pidana; 3. Pengertian 2. Mahasiswa Hukuman; membuat 4. Perbandingan perbandingan pidana dan antara pidana hukuman; dan hukuman. 5. Jenis-jenis 3. Mahasiswa pidana dalam membandingk KUHP, UU an jenis Pengadilan Anak, pidana dalam dan RUU KUHP KUHP, UU Pengadilan Anak, dan RUU KUHP. 1. Mahasiswa 1. Pengertian membuat pemidanaan; pengertian 2. Teori-Teori pemidanaan; (tujuan) 2. Mahasiswa pemidanaan: menginfentari a) Retributive sasi teori-teori Theory; pemidanaan; b) Uttilitarian 3. Mahasiswa theory; c) Teori membandingk Gabungan. an teori-teori 3. Tujuan pemidanaan. pemidanaan menurut hukum

Waktu 2 x 100 menit

Alat / Sumber Belajar LCD / Sumber Belajar Literatur : Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1995. Pidana dan Pemidanaan . Bandung: Alumni. Wirjono Prodjodikoro . 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco. RUU KUHP; KUHP UU 3/1997 tentang Pengadilan Anak

Penilaian Penugasan mahasiswa

2

pidana Indonesia.

3

2. Mengidentifik asi percobaan tindak pidana (poging);

1. Menjelaskan pengertian percobaan; 2. Menjelaskan unsureunsur (syaratsyarat) percobaan;

1. Mhsw menyusun pengertian percobaan; 1. Mhsw menginventari sasi unsureunsur percobaan; 2. Mhsw mendeskripsik an dan membuat contoh percobaan; 3. Mhsw membandingk an percobaan dalam KUHP dan RUU KUHP. 1. Mahasiswa membandingk an macammacam percobaan dalam KUHP dan RUU KUHP.

Pengertian Percobaan (poging) Unsur-unsur (syarat-syarat) percobaan yang dapat dipidana dalam KUHP Unsur-unsur (syarat-syarat) percobaan yang dapat dipidana dalam RUU KUHP.

2 x 100 menit

LCD / Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi Arief. 1995. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP. Bab I Wirjono Prodjodikoro . 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco. Bab VIII RUU KUHP; KUHP

Penugasan

3. Menjelaskan macammacam percobaan;

Macam-macam percobaan Percobaan yang dapat dipidana dan yang tidak dapat dipidana

4

4. Menjelaskan pemidanaan terhadap percobaan.

1. Mahasiswa menjelaskan dan membandingk an pemidanaan terhadap percobaan menurut KUHP dan RUU KUHP.

Sanksi pidana terhadap pelaku percobaan

3. Mengidentifik asi penyertaan dalam tindak pidana.

1 Menjelaskan kategori penyertaan dalam tindak pidana

1. Mhsw Kategori mendeskripsik penyertaan an kategori dalam tindak penyertaan pidana; dalam tindak Pembuat pidana; (dader) yang antara terdiri dari: Pembuat Pelaku; (dader) yang Menyuruh terdiri dari: lakukan; Turut Pelaku; serta Menyuruh melakukan; dan lakukan; Turut menganjurkan. serta Membantu melakukan; melakukan dan tindak pidana menganjurkan, (medeplichtige): dengan 1) membantu Pembantuan pada saat tindak (medeplichtig pidana e) dilakukan;2)

1 x 100 menit

LCD / Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi Arief. 1995. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP. Bab II Wirjono Prodjodikoro . 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.

5

2. Mhsw berdiskusi dg teman untuk membuat contoh penyertaan.

membantu setelah tindak pidana dilakukan.

Bab VIII RUU KUHP; KUHP

2 Menjelaskan pemidanaan terhadap penyertaan dalam tindak pidana

1. Mahasiswa menjelaskan dan membandingk an pemidanaan terhadap penyertaan menurut KUHP dan RUU KUHP.

Sanksi pidana terhadap penyertaan menurut KUHP dan RUU KUHP

6

4. Mengidentifik asi perbarengan dalam tindak pidana (concursus).

1 Menjelaskan macammacam perbarengan dan unsurunsur masingmasing perbarengan (concursus)

1. Mhsw mendeskripsik an macammacam perbarengan (concursus) dalam tindak pidana, yang dibedakan: 1) Perbarengan peraturan (concursus idealis); 2) Perbuatan berlanjut; 3) Perbarengan perbuatan (concursus realis) 2. Mhsw mengidentifika si unsur masingmasing bentuk perbarengan; 3. Mahasiswa membuat contoh masingmasing nbentuk perbarenagan tindak pidana.

Macam-macam bentuk perbarengan tindak pidana; Unsur masingmasing bentuk perbarengan

1 x 100 menit

LCD / Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi Arief. 1984. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP. Bab III. Wirjono Prodjodikoro . 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco. Bab X. RUU KUHP; KUHP

Penugasan

7

2 Menjelaskan pemidanaan terhadap perbarengan dalam tindak pidana

1. Mahasiswa menjelaskan dan membandingk an pemidanaan terhadap masingmasing bentuk perbarengan.

Sanksi pidana terhadap perbarengan.

5. Mengidentifik asi alasanalasan yang menghapus kewenangan menuntut pidana

1 Menjelaskan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menuntut pidana, dalam KUHP dan UU di luar KUHP

1. Mhsw mendeskripsik an alasanalasan yang dapat menghapus kewenangan menuntut pidana yang diatur dalam KUHP 2. Mhsw mendeskripsik an alasanalasan yang dapat menghapus kewenangan menuntut pidana yang diatur dalam UU di luar KUHP

Alasan-alasan yang menghapus kewenangan menuntut pidana yang diatur dalam KUHP dan UU di luar KUHP: 1) Tidak ada Pengaduan pada delik aduan; 2) Ne bis in idem; 3) terdakwa mati; 4) daluarsa menuntut; 5) afkoop; 6) amnesty; 7) abolisi

4 x 100 menit

LCD / Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi Arief. 1995. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP. Wirjono Prodjodikoro . 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco. RUU KUHP; KUHP

Penugasan

8

6. Mengidentifik asi alasanalasan yang menghapus kewenangan menjalanka n pidana

1 Menjelaskan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menjalanka n pidana, dalam KUHP dan UU di luar KUHP

1. Mhsw mendeskripsik an alasanalasan yang dapat menghapus kewenangan menjalankan pidana yang diatur dalam KUHP 2. Mhsw mendeskripsik an alasanalasan yang dapat menghapus kewenangan menjalankan pidana yang diatur dalam UU di luar KUHP

Alasan-alasan yang menghapus kewenangan menjalankan pidana yang diatur dalam KUHP dan UU di luar KUHP; 1) Matinya terpidana; 2)daluarsa menjalankan pidana; 3) Amnesti; 4) Grasi.

1 x 100 menit

LCD / Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi Arief. 1995. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP. Bab IV. Wirjono Prodjodikoro . 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco. Bab XI dan XII RUU KUHP; KUHP

Penugasan

9

7. Mendiskripsik an Delik aduan

1. Menjelaskan pengertian delik aduan; 2. Menjelaskan macammacam delik aduan;

1. Mhsw menjelaskan pengertian delik aduan;

pengertian delik aduan;

1 x 100 menit

3. Menjelaskan filosofi dan konsekuensi hukum delik aduan ;

1. Mahasiswa macam-macam menjelaskan delik aduan; delik aduan absolut; 2. Mahasiswa menjelaskan delik aduan relatif; 3. mahasiswa membuat contoh delik aduan absolute; 4. mahasiswa membuat contoh delik aduan relative. 1. Mahasiswa filosofi delik menjelaskan aduan; filosofi ; konsekuensi 2. Mahasiswa hukum delik menjelaskan aduan ; konsekuensi hukum delik aduan .

LCD / Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi Arief. 1995. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP. Bab IV Wirjono Prodjodikoro . 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco. Bab XI RUU KUHP; KUHP

Penugasan

10

8. Mendiskripsik an Ne bis In Idem

1. Menjelaskan pengertian Ne bis In Idem; 2. Menjelaskan syarat (unsur) Ne bis In Idem; 3. Menjelaskan filosofi (tujuan) dan konsekuensi hukum Ne bis In Idem.

1. Mhsw menjelaskan pengertian Ne bis In Idem; 1. Mahasiswa menjelaskan syarat (unsur) Ne bis In Idem; 1. Mahasiswa menjelaskan filosofi (tujuan) dan konsekuensi hukum Ne bis In Idem; 2. mahasiswa membuat contoh penerapan Ne bis In Idem.

pengertian Ne bis In Idem;

1 x 100 menit

syarat-syarat (unsur) Ne bis In Idem; filosofi Ne bis In Idem; konsekuensi hukum Ne bis In Idem;

LCD / Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi Arief. 1995. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP. Bab IV Wirjono Prodjodikoro . 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco. RUU KUHP; KUHP

Penugasan

11

9. Mendiskripsik an pengulangan tindak pidana (Recidive)

1. Menjelaskan pengertian Recidive

1. Mhsw menjelaskan pengertian Recidive;

2. Menjelaskan jenis recidive

3. Menjelaskan filosofi (tujuan) dan konsekuensi hukum

1. Mhsw menjelaskan Recidive umum (generale recidive); 2. Mhsw menjelaskan Recidive khusus (special recidive); 3. Mhswa menganalisis recidive yang dianut oleh hukum pidana Indonesia. 1. Mahasiswa menjelaskan filosofi (tujuan) dari ketentuan

pengertian Recidive pada umumnya; pengertian Recidive umum; pengertian Recidive khusus; Jenis recidive: 1) Recidive umum; 2) Recidive khusus. Recidive yang dianut oleh hukum pidana Indonesia

1 x 100 menit

LCD / Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi Arief. 1995. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP. Bab V Wirjono Prodjodikoro . 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco. RUU KUHP; KUHP

Penugasan

Filosofi Recidive; konsekuensi hukum Recidive.

12

Recidive.

Recidive 2. Mahasiswa menjelaskan konsekuensi hukum dari Recidive. 3. Mhswa membuat contoh kasus recidive

13

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN INama Dosen NIK Fakultas Mata Kuliah / SKS Semester Pertemuan ke / waktu Standart kompetensi : : : : : : Muchamad Iksan 571 Hukum Hukum Pidana dan Pemidanaan V 1 dan 2 / 2 x 100 Menit : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive). : Mahasiswa mampu memahami konsep-konsep dasar pidana dan pemidanaan: : 1. Menjelaskan pengertian Pidana , unsur pidana, dan jenis pidana; 2. Menjelaskan pengertian dan teori (tujuan) pemidanaan. Metode Bahan / Sumber Belajar dan LCD, laptop, file Muladi dan tentang: Barda Nawawi Kontrak belajar; Arief. 1995. Silabi, dan Pidana dan Literatur MK Pemidanaan. Hukum Pidana Bandung: dan Alumni. Pemidanaan. RUU KUHP; KUHP Alat / Media Alokasi Waktu 2 x 15 menit Penilaian

Kompetensi Dasar Indikator No 1

Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan: Ceramah Dosen mengucapkan salam diskusi dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah. Dilanjutkan dengan perkenalan dosen; pembuatan kontrak belajar; pengenalan silabi dan literature MK Hukum Pidana dan Pemidanaan. Materi: Pengertian pidana, unsur unsur pidana, jenis-jenis pidana (dan tindakan), pengertian pemidanaan, dan

14

2

teori-teori yang menjelaskan tujuan pemidanaan. Kompetensi: memahami konsep-konsep dasar pidana dan pemidanaan Penyajian: Pidana adalah nestapa yang sengaja dijatuhkan oleh Negara melalui alat kelengkapannya kepada seseorang karena ia telah melakukan tindak pidana.

Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan dengan diskusi / Unsur-unsus pidana adalah: tanya jawab 1) nestapa/penderitaan yang antara dosen dan sengaja dijatuhkan kepada mahasiswa seseorang; 2) dijatuhkan oleh badan/orang yang berwenang; 3) terhadap orang yang melakukan tindak pidana. Pemidanaan adalah seluruh kegiatan penjatuhan pidana pada orang yang melakukan tindak pidana. Teori (tentang tujuan) pemidanaan yang ada: 1) Retributive theory / Teori pembalasan (pure retributive dan retributive modifikatif); 2) Utillitarian theory / teori 15

2 x 75 menit

tujuan; 3) Teori gabungan. Hukum pidana Indonesia menganut teori gabungan (berdasarkan KUHP dan UU No. 12 Th 1995 tentang Pemasyarakatan) Penutup Waktu tinggal beberapa menit maka kuliah diakhiri dengan salam

3

Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama.

2 x 10 menit

16

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IINama Dosen NIK Fakultas Mata Kuliah / SKS Semester Pertemuan ke / waktu Standart kompetensi : : : : : : Muchamad Iksan 571 Hukum Hukum Pidana dan Pemidanaan V 3 dan 4 / 2 x 100 Menit : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive). : Mahasiswa mampu mengidentifikasi percobaan tindak pidana (poging); : 1. Menjelaskan pengertian percobaan; 2. Menjelaskan unsur-unsur (syarat-syarat) percobaan; 3. Menjelaskan macam-macam percobaan; 4. Menjelaskan pemidanaan terhadap percobaan. Metode Bahan / Sumber Belajar dan LCD, laptop, file Barda Nawawi tentang: materi Arief. 1984. tentang Hukum Pidana percobaan. II. Semarang: UNDIP. Bab Wirjono Prodjodikoro. 1986. AsasAsas hukum Pidana Alat / Media Alokasi Waktu 2 x 15 menit Penilaian

Kompetensi Dasar Indikator

No 1

Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan: Ceramah Dosen mengucapkan salam diskusi dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah. Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (Pidana dan Pemidanaan) Materi: pengertian percobaan; unsure-unsur (syarat-syarat) percobaan; macam-macam

17

percobaan; pemidanaan terhadap percobaan. Kompetensi: mengidentifikasi percobaan tindak pidana (poging) 2 Penyajian: Percobaan (poging) tindak pidana adalah perbuatan pidana yang belum selesai yang sudah dapat dijatuhi pidana. Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan Pandangan terhadap dengan diskusi / Percobaan: tanya jawab 1)Percobaan sebagai alasan antara dosen dan memperluas dapat mahasiswa dipidanannya orang; 2)Percobaan merupakan alasan memperluas dapat dipidanannya perbuatan. Unsur-unsus percobaan yang dapat dipidana (Pasal 53 KUHP) 1) Adanya niat melakukan tindak pidana yang dituju; 2) Sudah ada permulaan pelaksanaan perbuatan yang dituju; 3) tidak selesainya perbuatan bukan karena kehendak sendiri dari pembuat.

Indonesia, Bandung: Eresco. RUU KUHP; KUHP 2 x 75 menit

18

Permulaan pelaksanaan, menurut: 1) Menurut Penganut teori Subyektif (Exs. Van Hammel); 2) Menurut Penganut teori Obyektif a. Teori Obyektif Formil (Exs. Dunystee) b. Teori Obyektif Materiil (Exs. Simons) 3) Menurut penganut teori campuran (Exs. Moeljatno) Percobaan mampu dan percobaan tidak mampu. 1) Percoban mampu yang dapat dipidana; 2) Percobaan tidak mampu (alatnya atau obyeknya) tidak dipidana. Pemidanaan terhadap pelaku percobaan tindak pidana: 1) Menurut Ps. 53 KUHP, ancaman pidana pokok dikurangi 1/3; 2) Menurut RUU KUHP, ancaman pidana pokok dikurangi 1/2; Percobaan yang dapat dipidana adalah percobaan melakukan kejahatan, sedang percobaan 19

melakukan pelanggaran tidak dapat dipidana (Pasal 53 ayat (2)). Latihan: Mahasiswa berlatih membuat contoh percobaan tindak pidana tertentu, mengurai unsure-unsurnya dan ancaman pidananya. Penutup Ringkasan: Percobaan (poging) tindak pidana, Pandangan terhadap Percobaan, Unsur-unsus percobaan yang dapat dipidana (Pasal 53 KUHP), Permulaan pelaksanaan, Percobaan mampu dan percobaan tidak mampu, dan Pemidanaan terhadap pelaku percobaan tindak pidana.

3

Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan pertemuan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama.

2 x 10 menit

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IIINama Dosen NIK Fakultas Mata Kuliah / SKS Semester Pertemuan ke / waktu Standart kompetensi : : : : : : Muchamad Iksan 571 Hukum Hukum Pidana dan Pemidanaan V 5 / 1 x 100 Menit : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan tindak pidana

20

Kompetensi Dasar Indikator

(poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive). : Mengidentifikasi penyertaan dalam tindak pidana. : 1. Menjelaskan kategori penyertaan dalam tindak pidana; 2. Menjelaskan pemidanaan terhadap penyertaan dalam tindak pidana Metode Bahan / Sumber Belajar dan LCD, laptop, file Barda Nawawi tentang: Arief. 1984. Penyertaan. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP. Bab II Wirjono Prodjodikoro. 1986. AsasAsas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco. RUU KUHP; KUHP 75 menit Alat / Media Alokasi Waktu 15 menit Penilaian

No 1

Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan: Ceramah Dosen mengucapkan salam diskusi dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah. Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (Percobaan) Materi: Kategori penyertaan dalam tindak pidana, pemidanaan terhadap penyertaan dalam tindak pidana Kompetensi: Mengidentifikasi penyertaan dalam tindak pidana

2 Penyajian: Banyak tindak pidana yang melibatkan lebih dari satu orang, berarti di situ terdapat penyertaan. Kategori penyertaan: 1) Pembuat (dader), terdiri Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan

21

dari (Pasal 55 KUHP): a. Pelaku (plager); b. Orang yang Menyuruh Melakukan Tindak Pidana (doen plager); c. Orang yang turut serta Melakukan Tindak Pidana (Made plager); d. Orang yang Menganjurkan Melakukan Tindak Pidana (uitlokker); 2) Pembantu (madeplichtige), terdiri dari (Pasal 56 KUHP): a. Orang yang membantu pada saat kejahatan dilakukan; b. Orang yang membantu sebelum kejahatan dilakukan. Plager adalah orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi seluruh unsure delik; Doen Plager adalah orang (manus domina) yang menyuruh orang lain (manus minustra) untuk melakukan tindak pidana. dalam hal ini manus minustra-nya adalah orang yang tidak dapat

dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa. Mahasiswa diminta berdiskusi dalam kelompok kecil untuk membandingkan antara menyuruhlakukan (doen plager) dengan menganjurkan (uitlokker), turut serta (made plager) dengan pembantuan (mageplichtige), dan membuat contoh masingmasing.

22

dipertanggungjawabkan perbuatannya, ia hanya berkedudukan sebagai alat bagi manus domina. Dalam hal ini Manus minustra tidak dapat dipidana. Manus dominanya haruslah orang yang mampu bertanggungjawab. Made Plager adalah orang yang turut terta melakukan tindak pidana. ia secara sendiri tidak harus memenuhi seluruh unsure delik, akan tetapi secara bersama-sama mewujudkan / memenuhi semua unsure delik. Uitlokker adalah intellectual actor dari suatu tindak pidana. ia yang menganjurkan orang lain yang mampu bertanggungjawab untuk melakukan tindak pidana. Yang dianjurkan bisa dalam kedudukan sebagai pelaku, yang menyuruh melakukan, turut serta melakukan atau membantu melakukan tindak pidana. Uitlokker tidak secara fisik melakukan perbuatan yang dirumuskan 23

dalam delik. Ia hanya dapat dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia anjurkan saja, tidak atas akibat perbuatan yang tidak dianjurkan. Membantu pada saat tindak pidana terjadi Membantu sebelum tindak pidana terjadi. Pemidanaan terhadap mereka yang berkualifikasi sebagai pembuat (dader) adalah sama (Pasal 55 KUHP). Sedangkan terhadap pembantu (madeplichtige) ancaman pidananya dikurangi 1/3 (Pasal 56 KUHP). 3 Penutup Ringkasan: Kategori penyertaan: Pembuat (dader) dan Pembantu (madeplichtige). Pemidanaan terhadap pembuat (dader) adalah sama (Pasal 55 KUHP). Sedangkan terhadap pembantu (madeplichtige) dikurangi 1/3 (Pasal 56 KUHP). Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama. 10 menit

24

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IVNama Dosen NIK Fakultas Mata Kuliah / SKS Semester Pertemuan ke / waktu : : : : : : Muchamad Iksan 571 Hukum Hukum Pidana dan Pemidanaan V 6 / 1 x 100 Menit

25

Standart kompetensi

Kompetensi Dasar Indikator perbarengan (concursus)

: Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive). : Mengidentifikasi perbarengan dalam tindak pidana (concursus) : 1. Menjelaskan macam-macam perbarengan dan unsur-unsur masing-masing 2. Menjelaskan pemidanaan terhadap perbarengan dalam tindak pidana

No 1

Kegiatan Pembelajaran

Metode

Pendahuluan: Ceramah Dosen mengucapkan salam diskusi dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah. Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (Penyertaan) Materi: Macam-macam perbarengan (concursus), unsur-unsur (masing-masing) perbarengan (concursus), pemidanaan terhadap masing-masing perbarengan (concursus) tindak pidana 2. Menjelaskan pemidanaan terhadap perbarengan dalam tindak pidana

Bahan / Sumber Belajar dan LCD, laptop, Barda Nawawi file tentang: Arief. 1984. Concursus. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP. Bab III Wirjono Prodjodikoro. 1986. AsasAsas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco. RUU KUHP; KUHP

Alat / Media

Alokasi Waktu 15 menit

Penilaian

26

Kompetensi: Mengidentifikasi perbarengan dalam tindak pidana (concursus). 2 Penyajian: Macam-macam perbarengan (concursus): 1) Perbarengan Peraturan (concursus Idealis) (Pasal 63 KUHP), syarat: a. Orang melakukan satu perbuatan (feit); b. Memenuhi lebih dari satu rumusan delik. 2) Perbarengan Perbuatan (concursus Realis) (Pasal 6571 KUHP), syarat: a. Orang melakukan beberapa / lebih dari satu perbuatan (feit); b. Masing-masing perbuatan berdiri sendiri; c. Antara perbuatanperbuatan itu belum ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in krach van gewijsde). 3) Perbuatan berlanjut (Pasal 64 KUHP), syarat: a. Orang melakukan beberapa / lebih dari satu perbuatan (feit); b. Antara perbuatanCeramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa. Mahasiswa diminta berdiskusi dalam kelompok kecil untuk membandingkan antara Perbarengan Peraturan (concursus Idealis), Perbarengan Perbuatan (concursus Realis), Perbuatan berlanjut dan membuat contoh masing-masing concursus. 27 75 menit

perbuatan itu belum ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in krach van gewijsde). c. Antara perbuatanperbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa shingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut. Yang dimaksud ada hubungan sedemikian rupa menurut Memori van Toelichting (MvT) adalah: 1. Perbuatan-perbuatan itu harus sejenis; 2. Ada satu keputusan kehendak untuk melakukan perbuatanperbuatan itu; 3. Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama. Yang krusial dalam Concursus adalah apa yang dimaksud dengan perbuatan (feit). Ada 2 (dua) ajaran tentang feit, yaitu: 1. Ajaran feit materiil Feit adalah menunjuk pada perbuatan jasmaniah. Satu perbuatan jasmaniah 28

dianggap satu feit, mengabaikan akibat dari perbuatan itu. 2. Ajaran feit menurut hukum pidana Feit adalah perbuatan yang dinilai dari maksud yang dituju dan akibat dari suatu perbuatan. Walaupun ada satu perbuatan jasmaniah, apabila maksud yang dituju dari perbuatan itu dan mengakibatkan/menimbulka n lebih dari satu akibat yang dilarang, maka dianggap ada beberapa perbuatan yang masingmasing berdiri sendiri. Tidak ada keharusan menganut ajaran feit yang mana, akan tetapi kebanyakan cenderung menganut Ajaran feit menurut hukum pidana. Setelah berkembangnya ajaran feit menurut hukum pidana, maka ada beberapa concursus yang apabila dipandang dari ajaran feit materiil merupakan concursus idealis, tetapi apabila dipandang dari ajaran feit menurut hukum pidana berubah menjadi concursus realis. 29

Pemidanaan terhadap concursus: 1. Concursus idealis menganut system ancaman pidana absorbsi, yaitu dikenakan salah satu, apabila berbeda-beda maka dipilih salah satu yang ancaman pidana pokoknya paling berat (Pasal 63 KUHP); 2. Perbuatan berlanjut menganut system ancaman pidana absorbsi, yaitu dikenakan salah satu, apabila berbeda-beda maka dipilih salah satu yang ancaman pidana pokoknya paling berat (Pasal 64 KUHP); 3. Concursus Realis pada prinsipnya menganut system ancaman pidana Komulasi yang diperlunak, yaitu semua ancaman pidana dikenakan, akan tetapi tidak boleh melampaui yang terberat ditambah 1/3. (Pasal 65 KUHP); Apabila ancaman pidana pokoknya tidak sejenis, semua ancaman pidana dikenakan, akan tetapi 30

3

tidak boleh melampaui yang terberat ditambah 1/3; Apabila ancaman pidana pokoknya tidak sejenis, daaaaan berupa denda, maka semua ancaman pidana dikenakan. Penutup Ringkasan: Macam-macam perbarengan (concursus): 1) Perbarengan Peraturan (concursus Idealis); 2) Perbarengan Perbuatan (concursus Realis); 3) Perbuatan berlanjut Pemidanaan Concursus idealis menganut system absorbsi; Perbuatan berlanjut menganut system absorbsi; sedang Concursus Realis menganut system Komulasi yang diperlunak.

Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama.

10 menit

31

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN VNama Dosen NIK Fakultas Mata Kuliah / SKS Semester Pertemuan ke / waktu Standart kompetensi : : : : : : Muchamad Iksan 571 Hukum Hukum Pidana dan Pemidanaan V 7 / 1 x 100 Menit : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive). : Mengidentifikasi alasan-alasan yang menghapus kewenangan menuntut pidana : 1. Menjelaskan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menuntut pidana dalam KUHP 2. Menjelaskan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menuntut pidana dalam UU di luar KUHP;

Kompetensi Dasar Indikator

32

No 1

Kegiatan Pembelajaran

Metode

Pendahuluan: Ceramah Dosen mengucapkan salam diskusi dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah. Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (Concursus) Materi: alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menuntut pidana dalam KUHP, dan dalam UU di luar KUHP 2. Menjelaskan pemidanaan terhadap perbarengan dalam tindak pidana Kompetensi: Mengidentifikasi alasanalasan yang menghapus kewenangan menuntut pidana.

Bahan / Sumber Belajar dan LCD, laptop, file Barda Nawawi tentang: Arief. 1984. alasan-alasan Hukum Pidana yang II. Semarang: menghapus UNDIP. kewenangan Bab IV menuntut pidana. Wirjono Prodjodikoro. 1986. AsasAsas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco. RUU KUHP; KUHP

Alat / Media

Alokasi Waktu 15 menit

Penilaian

2

Penyajian: Tidak semua pelaku tindak pidana dapat dituntut di muka pengadilan oleh jaksa

Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa 33

75 menit

penuntut umum. Tidak dapat dituntutnya pelaku karena alasan-alasan yang diatur dalam undangundang, baik dalam KUHP maupun UU di luar KUHP. Alasan-alasan yang menghapus kewenangan (jaksa penuntut Umum) untuk menuntut pidana kepada pelaku tindak pidana dalam KUHP: 1) Tidak adanya pengaduan pada delik aduan; 2) Ne bis In Idem (Pasal 76 KUHP). 3) Tersangka / terdakwa meninggal dunia (pasal 77 KUHP) 4) Telah melampaui tenggang daluarsa menuntut pidana (Pasal 78 KUHP); 5) Membayar denda maksimum kepada pejabat yang berwenang, khusus pada pelanggaran yang hanya mengancam dengan denda saja (afkoop / afdoening buitten process) (Pasal 82 KUHP). Alasan-alasan yang menghapus kewenangan

mencatat pointers penting, dilanjutkan dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa. Mahasiswa diminta berdiskusi dalam kelompok kecil untuk mendalami alasan-alasan yang menghapus kewenangan menuntut, baik yang diatur dalam KUHP maupun UU di luar KUHP dan membuat contoh kasus .

34

(jaksa penuntut Umum) untuk menuntut pidana kepada pelaku tindak pidana dalam UU di luar KUHP: 1) Amnesti dari presiden; 2) Abolisi dari Presiden. 3 Penutup Ringkasan: Alasan-alasan yang menghapus kewenangan menuntut pidana dalam KUHP: 1) Tidak adanya pengaduan pada delik aduan; 2) Ne bis In Idem; 3) Tersangka / terdakwa meninggal dunia; 4) Telah melampaui tenggang daluarsa menuntut pidana; 5) Membayar denda maksimum kepada pejabat yang berwenang, khusus pada pelanggaran yang hanya mengancam dengan denda saja (afkoop / afdoening buitten process) Alasan-alasan dalam UU di luar KUHP: 1) Amnesti dari presiden; 2) Abolisi dari Presiden. Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama. 10 menit

35

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN VINama Dosen NIK Fakultas Mata Kuliah / SKS Semester Pertemuan ke / waktu Standart kompetensi : : : : : : Muchamad Iksan 571 Hukum Hukum Pidana dan Pemidanaan V 8 / 1 x 100 Menit : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive). : Mengidentifikasi alasan-alasan yang menghapus kewenangan jaksa menjalankan pidana (melaksanakan putusan pengadilan yang berupa pidana) : 1. Menjelaskan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan jaksa menjalankan pidana (melaksanakan putusan pengadilan yang berupa pidana) yang di dalam KUHP; 36

Kompetensi Dasar Indikator

2. Menjelaskan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan jaksa menjalankan pidana (melaksanakan putusan pengadilan yang berupa pidana) yang di dalam UU di luar KUHP. No 1 Kegiatan Pembelajaran Metode Bahan / Sumber Belajar dan LCD, laptop, file Barda Nawawi tentang: Arief. 1984. alasan-alasan Hukum Pidana yang II. Semarang: menghapus UNDIP. kewenangan Bab IV menjalankan pidana. Wirjono Prodjodikoro. 1986. AsasAsas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco. RUU KUHP; KUHP Alat / Media Alokasi Waktu 15 menit Penilaian

Pendahuluan: Ceramah Dosen mengucapkan salam diskusi dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah. Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (Alasan-alasan hapusnya kewenangan menuntut pidana) Materi: alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menjalankan pidana dalam KUHP, dan dalam UU di luar KUHP 2. Menjelaskan pemidanaan terhadap perbarengan dalam tindak pidana Kompetensi: Mengidentifikasi alasanalasan yang menghapus kewenangan menjalankan pidana.

37

2

Penyajian: Tidak semua putusan yang berupa pidana dapat dilaksanakan oleh jaksa. Putusan pemidanaan tidak dapat dijalankan/dilaksanakan apabila memenuhi alasanalasan yang diatur dalam undang-undang. Alasan-alasan yang menghapus kewenangan jaksa untuk menjalankan pidana dalam KUHP: 1) Terpidana meninggal dunia (Pasal 83 KUHP) 2) Telah melampaui tenggang daluarsa menjalankan pidana (Pasal 84-85 KUHP); Alasan-alasan yang menghapus kewenangan jaksa untuk menjalankan pidana dalam UU di luar KUHP: 1) Amnesti dari presiden; 2) Grasi dari Presiden (UU No. 2 Th 2002 tentang Grasi). Penutup Ringkasan: Alasan-alasan yang menghapus kewenangan menjalankan pidana dalam

Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa. Mahasiswa diminta berdiskusi dalam kelompok kecil untuk mendalami alasan-alasan yang menghapus kewenangan menjalankan pidana, baik yang diatur dalam KUHP maupun UU di luar KUHP dan membuat contoh kasus .

75 menit

3

Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup 38

10 menit

KUHP: 1) matinya terpidana; 2) Telah melampaui tenggang daluarsa menjalankan pidana. Alasan-alasan dalam UU di luar KUHP: Amnesti dan Grasi dari Presiden.

pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN VIINama Dosen NIK Fakultas Mata Kuliah / SKS Semester Pertemuan ke / waktu Standart kompetensi : : : : : : Muchamad Iksan 571 Hukum Hukum Pidana dan Pemidanaan V 9 / 1 x 100 Menit : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive). : Mendiskripsikan Delik aduan : 1. Menjelaskan pengertian delik aduan;; 2. Menjelaskan macam-macam delik aduan; 3. Menjelaskan filosofi dan konsekuensi hukum delik aduan ;

Kompetensi Dasar Indikator

No 1

Kegiatan Pembelajaran

Metode

Pendahuluan: Ceramah Dosen mengucapkan salam diskusi dan membuka perkualiahan

Bahan / Sumber Belajar dan LCD, laptop, file Barda Nawawi tentang: delik Arief. 1984. aduan Hukum Pidana

Alat / Media

Alokasi Waktu 15 menit

Penilaian

39

dengan bacaan Basmallah. Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (Alasan-alasan hapusnya kewenangan menjalankan pidana) Materi: Pengertian delik aduan, macam-macam delik aduan, filosofi dan konsekuensi hukum delik aduan 2. Menjelaskan pemidanaan terhadap perbarengan dalam tindak pidana Kompetensi: Mendeskripsikan delik aduan. 2 Penyajian: Delik dibedakan menjadi delik biasa dan delik aduan (klach delict). Delik biasa adalah delik yang untuk pelakunya dapat dituntut tidak memerlukan pengaduan dari korban atau orang-orang tertentu. Jadi dari manapun penyidik atau jaksa penuntut umum mengetahui terjadinya delik, ia dapat menuntutnya. Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa. Mahasiswa diminta berdiskusi dalam kelompok 40

II. Semarang: UNDIP. Bab IV Wirjono Prodjodikoro. 1986. AsasAsas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco. RUU KUHP; KUHP

75 menit

Delik aduan adalah delik yang pelakunya hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari korban atau orang-orang yang oleh undang-undang diberi kewenangan mengadu. Delik aduan dibedakan menjadi 2, yaitu: 1) Delik aduan mutlak (Absoluut klachdelict), yaitu delik yang dalam setiap keadaan (dilakukan oleh siapapun) mutlak memerlukan pengaduan untuk dapat dituntutnya pelaku. Misal: a. Perzinahan (Pasal 284 KUHP); b. Penghinaan (Pasal 310 321 KUHP); c. Hubungan kelamin dengan wanita berumur kurang dari 15 tahun; d. Dengan Pemberian atau janji pemberian melakukan perbuatan cabul (Pasal 293 KUHP); e. Melarikan wanita (Pasal 332 KUHP) f. Membuka rahasia (Pasal 322 KUHP). 2) Delik aduan relative (Relatief klachdelict), yaitu

kecil untuk mendalami delik aduan dan membuat contoh kasus .

41

delik yang pada keadaan pada umumnya merupakan delik biasa, akan tetapi apabila dilakukan oleh orangorang tertentu anggota keluarga sampai derajat tertentu) berubah menjadi delik aduan. a. Pencurian dalam keluarga (Pasal 362-365 jo 367 KUHP); b. Pemerasan dalam keluarga (Pasal 368 jo 370 KUHP); c. Pengancaman dalam keluarga (Pasal 369 jo 370 KUHP); d. Penggelapan dalam keluarga (Pasal 372 jo 376 KUHP); e. Penipuan dalam keluarga (Pasal 378 jo 394 KUHP); Subyek yang berhak mengadu (ketentuan umum): a. Jika ybs (korban) belum berumur 16 tahun/ belumcukup umur/ dibawah pengampuan (Pasal 72): - walinya yang sah dalam perkara perdata; wali pengawas / 42

pengampu; - istrinya; - keluarga sedarah garis lurus ke atas / ke bawah; keluarga sedarah menyamping sampai derajat ke 3. b. Jika ybs (korban) meninggal dunia (Pasal 73 KUHP), oleh: - orang tuanya; - anaknya; - Suami/istrinya (kecuali ybs tidak menghendakinya) Ketentuan khusus: a. Untuk delik perzinahan (Pasal 284 KUHP), yang berhak mengadu hanya suami atau istri yang tercemar. b. Untuk delik melarikan wanita (Pasal 332 KUHP), yang berhak mengadu jika belum cukup umur : wanita ybs, atau orang yang berhak member ijin bila ia kawin. Jika sudah cukup umur: wanita ybs atau suaminya. Pengaduan harus diajukan dalam batas waktu tertentu, 43

apabila tenggang waktu tersebut lewat, maka pengaduan tidak dapat diterima. a) apabila yang berhak mengadu bertempat tinggal di Indonesia: 6 bulan sejak mengetahui adanya kejahatan; b) apabila bertempat tinggal di luar Indonesia: 9 bulan sejak mengetahui adanya kejahatan (Pasal 74 KUHP). Pengaduan juga dapat ditarik kembali (dibatalkan) selambat-lambatnya 3 bulan sejak diajukan (Pasal 75 KUHP). Kecuali pada delik perzinahan, pengaduan sewaktu-waktu dapat ditarik kembali, selama siding pengadilan belum dimulai (Pasal 284 ayat (4) KUHP). 3 Penutup Ringkasan: Delik aduan dibagi menjadi delik aduan absolute dan delik aduan relative. . Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama. 10 menit

44

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN VIIINama Dosen NIK Fakultas : Muchamad Iksan : 571 : Hukum

45

Mata Kuliah / SKS Semester Pertemuan ke / waktu Standart kompetensi

Kompetensi Dasar Indikator

: Hukum Pidana dan Pemidanaan : V : 10 dan 11 / 2 x 100 Menit : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive). : Mendiskripsikan Ne bis In Idem : 1. Menjelaskan pengertian Ne bis In Idem ; 2. Menjelaskan syarat (unsur) Ne bis In Idem; 3. Menjelaskan filosofi (tujuan) dan konsekuensi hukum Ne bis In Idem; Metode Bahan / Sumber Belajar dan LCD, laptop, file Barda Nawawi tentang: ne bis Arief. 1984. in idem Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP. Bab IV Wirjono Prodjodikoro. 1986. AsasAsas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco. RUU KUHP; KUHP KUHAP Alat / Media Alokasi Waktu 2 x 15 menit Penilaian

No 1

Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan: Ceramah Dosen mengucapkan salam diskusi dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah. Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (delik aduan) Materi: Pengertian ne bis in idem, syarat / unsure-unsur ne bisin idem, filosofi / tujuan ketentuan ne bis in idem, konsekuensi hukum dari ketentuan ne bis in idem. 2. Menjelaskan pemidanaan terhadap perbarengan dalam

46

tindak pidana Kompetensi: Mendeskripsikan ne bis in idem. 2 Penyajian: Ne bis in idem atau Nemo debet bis vexari secara etimologi berarti tidak atau jangan dua kali yang sama atau tidak seorangpun atas perbuatannya dapat diganggu/dibahayakan untuk kedua kalinya. Di AS di pakai istilah: No one could be put twice in jeopardy for the same offence Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa. Mahasiswa diminta berdiskusi Tujuan / filosofi dari dari asas dalam kelompok ne bis in idem: kecil untuk 1. untuk menjaga mendalami ne bis martabat/wibawa in idem dan pengadilan (sebagai membuat contoh pelaksana kekuasaan kasus . Negara di bidang yudikatif); 2. memberikan kepastian hukum bagi terdakwa yang sudah mendapatkan keputusan, dan bagi masyarakat luas. Ne bis in idem diatur dalam Pasal 76 ayat (1) KUHP: Kecuali dalam hal putusan 47 2 x 75 menit

hakim masih mungkin diulangi (herziening), orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap Penuntutan terhadap seseorang terhalang karena ne bis in idem apabila memenuhi syarat: 1. ada putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in krach van gewijsde); 2. Orang terhadap siapa putusan itu dijatuhkan adalah sama; 3. perbuatan (yang akan dituntut) itu sama dengan yang pernah dituntut dan dijatuhi putusan terdahulu. Putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in krach van gewijsde) yang dimaksud adalah putusan akhir dari pokok perkara, yang dapat berupa putusan yang berisi: 1. Pembebasan (vrijspraak) (Pasal 191 (2) KUHAP; 2. Pelepasan dari segala 48

tuntutan hukum (onslag van allerechts vervolging) (Pasal 191 (1) KUHAP; 3. Penjatuhan pidana (Pasal 193 (1) KUHAP). Tidak termasuk didalamnya putusan pengadilan yang bersifat beschikking atau penetapan. Orang yang akan dituntut harus sama dengan yang pernah dituntut dan dijatuhi putusan terdahulu. Ini segi subyektif dari ne bis in idem. Apabila tindak pidana dilakukan oleh beberapa orang (ada penyertaan), diadilinya salah satu orang pelaku tidak menghalangi diadilinya pelaku yang lain. Perbuatan (feit) nya sama. Ini segi obyektif dari ne bis idem. Unsur ini sangat sulit dan crucial dalam ne bis in idem, sama halnya dalam concursus. Khususnya setelah berkembangnya ajaran feit menurut hukum pidana menyusul ajaran feit materiil yang sebelumnya telah lama ada. Penutup Dosen 49

3

2 x 10 menit

Ringkasan: Ne bis in idem merupakan asas penting dalam hukum pidana yang melarang menuntut seseorang dua kali atas perbuatan yang sama yang sebelumnya telah dijatuhi putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Syarat nebis in idem: orangnya sama, perbuatannya sama, telah ada putusan hakin terhadap orang dan perbuatan itu yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. .

menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IX50

Nama Dosen NIK Fakultas Mata Kuliah / SKS Semester Pertemuan ke / waktu Standart kompetensi

: : : : : :

Kompetensi Dasar Indikator

Muchamad Iksan 571 Hukum Hukum Pidana dan Pemidanaan V 12 / 1 x 100 Menit : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive). : Mendiskripsikan Pengulangan Tindak Pidana (Recidive) : 1. Menjelaskan pengertian Recidive ; 2. Menjelaskan jenis Recidive; 3. Menjelaskan filosofi (tujuan) dan konsekuensi hukum dari Recidive; Metode Bahan / Sumber Belajar dan LCD, laptop, file Barda Nawawi tentang: Arief. 1984. Recidive Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP. Bab V Wirjono Prodjodikoro. 1986. AsasAsas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco. Alat / Media Alokasi Waktu 15 menit Penilaian

No 1

Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan: Ceramah Dosen mengucapkan salam diskusi dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah. Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (ne bis in idem) Materi: Pengertian Recidive , jenis Recidive, filosofi / tujuan ketentuan Recidive, dan konsekuensi hukum dari ketentuan Recidive. 2.

51

Menjelaskan pemidanaan terhadap perbarengan dalam tindak pidana Kompetensi: Mendeskripsikan Recidive. 2 Penyajian: Pengulangan tindak pidana (Recidive) adalah pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang sebelumnya telah dijatuhi dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in krach van gewijsde) Prinsip dan filosofi dari recidive adalah pemberian pemberatan pidana bagi pelaku pengulangan tindak pidana, karena pemidanaan sebelumnya tidak berhasil mencegah/memperbaiki pelaku sehingga melakukan tindak pidana lagi. Dalam ilmu hukum pidana, ada dua macam/jenis Recidive, yaitu: 1. Recidive umum (General Recidive), setiap pengulangan tindak 52 Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa. Mahasiswa diminta berdiskusi dalam kelompok kecil untuk mendalami recidive dan membuat contoh kasus .

RUU KUHP; KUHP KUHAP

75 menit

pidana apapun tindak pidananya dan kapanpun pengulangan dilakukan merupakan alasan pemberatan pidana. 2. Recidive khusus (Special Recidive), hanya terhadap pengulangan tindak pidana tertentu dan dilakukan dalam waktu tertentu saja yang dijadikan dasar pemberian pemberatan pidana bagi pelaku. Hukum pidana Indonesia menganut Recidive Khusus, yaitu Recidive Kejahatankejahatan dan pelanggaran pelanggaran tertentu. Recidive kejahatan tertentu dibedakan antara: 1.recidive terhadap kejehatan-kejahatan tertentu yang sejenis, yaitu: Pasal 137 (2); 144 (2); 155 (2); 157 (2); 161 (2), 163 (2); 208 (2); 216 (3); 321 (2), 393 (2); dan 303 bis (2). 2.recidive terhadap kejahatan-kejahatan dalam satu kelompok jenis yang 53

sama yang diatur dalam Pasal 486, 487, dan 488 KUHP. Kelompok jenis Pasal 486 (kejahatan-kejahatan terhadap harta benda dan pemalsuan); Pasal 244-248, 263-264, 362, 363, 365, 368, 369, 372-375, 378, 415, 417, 425, 432, 480, dan 481. Kelompok jenis Pasal 487 (kejahatan-kejahatan terhadap orang); Pasal 131, 140, 141, 338-340, 341342, 344, 347-348, 351, 353-355, 438-443, 459-460. Kelompok jenis Pasal 488 (kejahatan-kejahatan penghinaan dan kejahatan penerbitan /percetakan); Pasal 134-137, 142-144, 207-208, 310-321, 483-484. Syarat recidive khusus kejahatan dalam KUHP pada umumnya: 1. Kejahatan yang diulangi haruslah termasuk dalam salah satu kelompok jenis kejahatan yang terdahulu/ sebelumnya (Pasal 486 / 54

487 / 488 KUHP); 2. Antara kejahatan yang yang kemudian / diulangi dengan kejahatan yang sebelumnya telah ada putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang berupa pemidanaan; 3. Pidana yang dijatuhkan terdahulu haruslah pidana penjara; 4. Ketika melakukan pengulangan tenggang waktunya adalah: belum lewat 5 tahun sejak menjalani seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan, atau sejak pidana penjaranya dinyatakan hapus sama sekali; atau belum lewat tenggang daluarsa kewenangan menjalankan pidana (penjara) yang terdahulu. Recidive Pelanggaran tertentu, Pasal 489, 492, 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540, 541, 544, 545, 549 KUHP. Syarat recidive pelanggaran yaitu: 1.pelanggaran yang diulang 55

harus sama atau sejenis dengan pelanggaran terdahulu (Pasal yang dilanggar sama);an 549. 2.Antara pelanggaran yang yang kemudian / diulangi dengan pelanggaran yang sebelumnya telah ada putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang berupa pemidanaan; 3. Tenggang waktu pengulangannya belum lewat : - 1 tahun untuk pelanggaran Pasal 489, 492, 495, 536, 540, 541, 544, 545, dan 549 KUHP. 2 tahun untuk pelanggaran pasal 501, 512, 516, 517, dan 530 KUHP. Pemberatan pidana bagi recidive adalah ancaman pidana pokoknya ditambah 1/3. Penutup Ringkasan: Recidive adalah pengulangan tindak pidana yang dijadikan alasan pemberian pemberatan pidana bagi pelaku

3

Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup pertemuan dengan bacaan 56

10 menit

pengulangan tindak pidana. Hamdallah Ada dua macam/jenis bersama. Recidive, yaitu: Recidive umum (General Recidive), Dan Recidive khusus (Special Recidive). Hukum pidana Indonesia menganut Recidive Khusus, yaitu Recidive Kejahatankejahatan dan pelanggaran - pelanggaran tertentu. Terhadap recidivis ancaman pidananya ditambah/diperberat 1/3.

57