petunjuk teknis pemicuan di sekolah

Upload: alex-fauzy

Post on 10-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PETUNJUK TEKNIS

    PEMICUAN DI SEKOLAH

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

    DINAS KESEHATAN

    Jl. Jenderal A.Yani No. 118

    TELP.(031) 8280356-8280653-8280660-8280713 Fax. (031) 8290423

    Tlp. (031) 8273098 Fax. (031) 8273097 (Seksi PL) Surabaya 60231

    TAHUN 2012

  • KATA PENGANTAR

    Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ( STBM ) merupakan Program Nasional yang

    bersifat lintas program dan lintas sektor di bidang sanitasi dan merupakan pendekatan

    untuk merubah perilaku higiene sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan

    metode pemicuan. Salah satu tujuan program STBM adalah menurunkan kejadian diare

    dan penyakit berbasis lingkungan lainnya melalui intervensi terpadu dengan menggunakan

    pendekatan sanitasi total dengan metode pemicuan yang pada awalnya dikenal dengan

    Community Led Total Sanitation (CLTS). Dalam perjalanannya STBM perlu pengembangan

    strategi yang secara perlahan-lahan mencabut subsidi untuk pembangunan jamban.

    Ciri utama dari pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur

    (jamban keluarga maupun sarana air bersih), dan tidak menetapkan blue print jamban,

    sehingga nantinya sarana akan dibangun sendiri oleh masyarakat. Pada dasarnya CLTS

    adalah pemberdayaan dan tidak membicarakan masalah subsidi. Artinya, masyarakat

    yang dijadikan guru dengan tidak memberikan subsidi sama sekali.

    Dari hasil pelaksanaan kegiatan pemicuan di komunitas (masyarakat umum) pada

    beberapa Kabupaten/ Kota di Jawa Timur menunjukkan bahwa metode tersebut cukup

    efektif untuk melakukan perubahan perilaku, khususnya buang air besar di masyarakat.

    Untuk meningkatkan program STBM yang mencakup 5 pilar maka perlu dilakukan berbagai

    upaya terobosan agar menghasilkan output yang maksimal dengan memadukan kelima pilar

    tersebut dalam satu gerakan yang terpadu. Salah satu terobosan adalah melakukan

    pemicuan di sekolah. Sekolah (khususnya Sekolah Dasar atau yang sederajad) dipilih

    sebagai sasaran pemicuan karena beberapa alasan antara lain : pada usia tersebut rasa

    kasih sayang orang tua masih sangat besar, campur tangan orang tua masih dominan, pada

    usia tersebut masih mudah kita bentuk generasi yang lebih berkualitas, pada usia

    tersebut masih semangat dan memiliki kebanggan tersendiri apabila dilibatkan pada suatu

    kegiatan yang bisa menghasilkan sesuatu dan memberi rasa bangga. Oleh karena itu perlu

    disusun petunjuk teknis pemicuan di sekolah. Namun demikian

  • Buku Petunjuk Teknis ini disusun sebagai panduan terhadap daerah yang akan

    melakukan pemicuan di sekolah, baik di Sekolah Dasar (SD) atau yang sederajad misal

    Madrasah Ibtidaiyah (MI) maupun SMP atau yang sederajad, misal MTS. Buku ini

    bersifat fleksibel dan terbuka untuk dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi

    masing-masing daerah serta terbuka untuk menerima tambahan inovasi lainnya. Namun

    demikian buku juknis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu berbagai kritik,

    masukan dan saran dari semua pihak sangat diperlukan demi kesempurnaan buku ini.

    Semoga dengan tersusunnya buku ini bisa memberikan inspirasi tehadap semua pelaku

    STBM untuk bisa berkarya dan berprestasi demi kemaslahatan masyarakat.

    Terima kasih. Amin.

    Seksi Penyehatan Lingkungan

    Bidang PPMK

    Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

  • I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum,

    higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil Studi Indonesia Sanitation Sector

    Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih

    berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka

    lainnya.

    Studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku

    masyarakat untuk mencuci tangan dilakukan: (i) setelah buang air besar 12%; (ii)

    setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%; (iii) sebelum makan 14%; (iv)

    sebelum memberi makan bayi 7%; dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6%.

    Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah

    tangga, menunjukkan 99,20% telah merebus air untuk mendapatkan air minum,

    akan tetapi 47,50% dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli.

    Implikasinya, Diare, yang merupakan penyakit berbasis lingkungan, masih

    merupakan pembunuh nomor satu untuk kematian bayi di Indonesia dan

    menyumbang 42% dari penyebab kematian bayi usia 0-11 bulan. Di Indonesia,

    sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap

    harinya (Riset Kesehatan Dasar 2009). Disamping diare penyakit yang

    dikeluarkan melalui feces antara lain polio, hepatitis, cacing dan lain-lain.

    Dari sudut pandang ekonomi, Indonesia mengalami kerugian sekitar

    $6,3miliar akibat buruknya kondisi sanitasi dan higiene. Ini setara dengan 2,3%

    dari besarnya produk domestic bruto. Hasil studi WHO (2007), intervensi

    lingkungan melalui modifikasi lingkungan dapat menurunkan risiko penyakit diare

    sampai dengan 94%. Modifikasi lingkungan tersebut termasuk didalamnya

    penyediaan air bersih menurunkan risiko 25%, pemanfaatan jamban menurunkan

    risiko 32%, pengolahan air minum tingkat rumah tangga menurunkan risiko

    sebesar 39% dan cuci tangan pakai sabun menurunkan risiko sebesar 45 %.

    Laporan kemajuan Millenium Development Goals (MDGs) yang dikeluarkan

    oleh Bappenas pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa peningkatan akses

    masyarakat terhadap jamban sehat (target MDGs 7.C) ini tergolong pada target

    yang membutuhkan perhatian khusus, karena kecepatannya akses yang tidak

    sesuai dengan harapan. Dari target akses sebesar 55,6% pada tahun 2015, akses

    masyarakat pada jamban keluarga yang layak pada tahun 2009 baru sebesar 34%.

    Terdapat ceruk 21% peningkatan akses dari sisa Waktu 6 tahun (2009-2015).

  • Untuk mencapai sasaran sanitasi MDGs tersebut, harus ditemukan cara

    untuk lebih mempercepat akses sanitasi baik di perdesaan maupun di perkotaan.

    Di sisi lain dengan anggaran pemerintah yang terbatas maka perlu dilakukan cara-

    cara yang lebih efektif dan inovatif.

    Mengatasi permasalahan tersebut Pemerintah Indonesia melalui

    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengembangkan dokumen

    Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan

    dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    852/MENKES/SK/IX/2008, yang menjadikan STBM sebagai Program Nasional

    dan merupakan salah satu sasaran utama dalam RPJMN 20102014, yang

    menargetkan bahwa pada akhir tahun 2014, tidak akan ada lagi masyarakat

    Indonesia yang melakukan praktik buang air besar sembarangan (BABS).

    Didalam STBM terdapat 5 pilar kegiatan utama antara lain : 1. Upaya

    merubah perilaku masyarakat untuk tidak Buang Air Besar Sembarangan (BABS),

    tetapi BAB di jamban, 2. Membiasakan cuci tangan pakai sabun, 3. Mengelola air

    minum dan makanan yang aman, 4. Mengelola sampah dengan benar, 5. Mengelola

    limbah cair rumah tangga dengan aman. Dengan demikian STBM menekankan

    kepada 5 (lima) perubahan perilaku tersebut diatas. Pendekatan yang dipakai

    dalam STBM untuk merubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan

    masyarakat dengan metode pemicuan.

    Pemicuan yang sudah dilaksanakan selama ini lebih banyak ditujukan

    terhadap masyarakat umum, disamping juga dilakukan berbagai strategi untuk

    mempercepat tercapainya ODF (Open Defecation Free), yaitu suatu kondisi

    dimana masyarakat tersebut sudah tidak ada yang breperilaku BABS, tetapi

    sudah BAB di jamban. Kegiatan STBM harus didukung oleh semua pihak serta

    perlu adanya upaya-upaya inovatif, termasuk juga sasaran pemicuan. Oleh Karena

    itu kita kembangkan pemicuan terhadap siswa di sekolah yang keluarganya masih

    berperilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Dalam pemicuan di sekolah

    perlu adanya petunjuk teknis yang dapat dipakai sebagai acuan oleh pihak-pihak

    yang akan melakukan pemicuan di sekolah.

    Buku petunjuk teknis ini tidak bersifat kaku, tetapi fleksibel

    menyesuaikan situasi dan kondisi masing-masing daerah. Bahkan buku juknis ini

    dapat dikembangkan dan terbuka untuk memberikan banyak variasi agar

    menghasilkan efek yang lebih optimal.

  • B. Tujuan dan Sasaran

    1. Tujuan

    a. Tujuan Umum

    Merubah perilaku masyarakat agar tidak BABS, tetapi BAB di jamban

    melalui siswa sekolah yang bertindak sebagai agen perubahan di dalam

    keluarganya.

    b. Tujuan Khusus

    1) Menggugah kesadaran siswa sekolah tentang pentingnya berperilaku

    bersih dan sehat.

    2) Meningkatkan pengetahuan siswa sekolah tentang alur perjalanan

    penyakit dan dampak negative yang ditimbulkan

    3) Menjadikan siswa sekolah sebagai agen perubahan untuk memberikan

    pengaruh terhadap orang tua dan anggota keluarga lainnya

    4) Sebagai data dasar ilmiah untuk dijadikan bahan diskusi dalam forum

    atau event pertemuan lainnya dalam memecahkan masalah yang harus

    segera diselesaikan bersama-sama termasuk dengan komite sekolah.

    2. Sasaran

    Sasaran kegiatan adalah siswa Sekolah Dasar atau yang sederjad (SD/MI)

    Kelas 2, 3, 4, 5 dan SMP atau yang sederajad

    C. Landasan Hukum

    1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

    2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

    3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan

    Pendidikan Keagamaan

    4. Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan

    5. Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan

    Kesehatan Perumahan

    6. Kepmenkes Nomor 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan

    Sarana dan Bangunan Umum

    7. Kepmenkes No. 867/Menkes/SK/XI/2006 tentang Pedoman Penyelenggaran

    dan Pembinaan Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)

    8. Kepmenkes No. 1429/Menkes/SK/XII/2006 tentang Pedoman

    Penyelengaraan Kesehatan Lingkungan di Sekolah

    9. Kepmenkes RI No. 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional

    Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

  • 10. Permenkes RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan

    Kualitas Air Minum

    11. Permenkes RI Nomor 1429/Menkes/SK/XII/2010 tentang Pedoman

    Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan di Sekolah.

    II. TAHAPAN KEGIATAN

    Pemicuan di sekolah dilakukan melalui beberapa tahapan, tahap pertama yaitu

    tahap persiapan atau pra pemicuan. Pada tahap ini dilakukan koordinasi dengan sektor

    terkait yaitu dengan memberikan pengertian yang sekaligus merupakan upaya

    advokasi khususnya terhadap sektor pendidikan bahwa kualitas anak didik adalah

    menjadi tanggung jawab sepenuhnya seorang pendidik, kualitas anak didik tidak

    hanya dibidang akademik saja tetapi juga dibidang perilaku keseharian mereka

    termasuk perilaku higienis. Oleh karena itu sektor kesehatan ikut terpanggil untuk

    ikut berpartisipasi membantu dalam rangka perubahan perilaku siswa yang lebih baik.

    Dan yang lebih penting adalah ikut berperan serta meningkatkan kualitas lingkungan

    sekolah serta memperkecil resiko penularan penyakit yang berdampak negatif

    terhadap anak didik serta masyarakat umum lainnya.

    Selanjutnya adalah melaksanakan rangkaian kegiatan sebagai berikut :

    A. Pendataan/inventarisasi lokasi sasaran

    Pemetaan adalah pengumpulan data terhadap sekolah yang diperkirakan masih

    memiliki siswa dengan keluarga yang berperilaku BABS. Data ini sangat

    penting dalam penentuan lokasi agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan

    sasaran yang tepat. Pendataan bisa berasal dari Sanitarian/petugas

    kesehatan lingkungan Puskesmas atau dari sumber lainnya.

    B. Rapat Persiapan di tingkat Kabupaten

    Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah melakukan rapat

    koordinasi. Dalam kegiatan ini dilakukan berbagai informasi yang menyangkut

    strategi pelaksanaan, sektor yang terlibat dan rencana sasaran (sekolah)

    yang akan dijadikan sasaran. Sektor yang terlibat dalam pertemuan antara

    lain : Diknas setempat, UPT Diknas lokasi kegiatan, Puskesmas wilayah

    kegiatan, Camat lokasi kegiatan, Kepala Sekolah yang akan menjadi sasaran

    kegiatan, guru kelas 2,3,4,5, Guru atau penanggungjawab UKS di sekolah tsb,

    Tim Pembina UKS.

  • C. Rapat Persiapan di tingkat Kecamatan

    Dalam kegiatan ini lebih ditujukan kearah jadwal pelaksanaan pemicuan serta

    pelatihan singkat teknis memicu di sekolah dasar. Yang terlibat dalam rapat

    persiapan di tingkat ini adalah sanitarian atau fasilitator yang sudah pernah

    dilatih CLTS, guru UKS, Kepala Sekolah, Kepala Puskesmas, Camat dan lain-

    lain ( menyesuaikan )

    D. Pelaksanaan Kegiatan

    Dalam tahap ini dilakukan pemicuan baik di dalam gedung maupun di luar

    gedung, sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan. Pemicuan dapat

    dilakukan secara rutin, periodik agar menghasilkan dampak yang lebih cepat

    dan lebih maksimal.

    E. Monitoring dan Evaluasi ( Monev )

    Monev dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait. Data yang penting

    dalam monev antara lain: jumlah siswa yang terpicu dan berhasil

    mempengaruhi keluarga mereka untuk membuat jamban, kendala yang

    dihadapi, upaya alternatif solusi, bentuk pemicuan yang lebh pas dan lain-lain.

    Rangkaian langkah tersebut diambil sebagai upaya efisiensi kegiatan, namun demikian

    urutan langkah tersebut bisa berubah atau dimodifikasi sesuai dengan sikon masing-

    masing daerah. Sebagai contoh apabila memungkinkan pertemuan di tingkat

    Kabupaten dilaksanakan sedemikian rupa sebagai langkah pertama, sehingga dipakai

    sebagai ajang koordinasi yang lebih besar, baru langkah selanjutnya dilakukan

    pendataan dan seterusnya.

    III. PENTINGNYA PEMICUAN DI SEKOLAH

    Jumlah Sekolah Dasar (SD) atau yang sederajad (MI) di Indonesia sangat

    banyak, di Jawa Timur jumlah SD dan MI sekitar 19.779 buah. Satu hal yang penting

    bahwa setiap anak pada dasarnya adalah mewakili/identik dengan satu rumah atau

    satu KK atau lebih. Sehingga dengan demikian apabila kita memicu satu kelas artinya

    identik dengan memicu sejumlah KK sebanyak siswa didalam kelas tersebut. Pemicuan

    ini juga didasari bahwa anak usia sekolah SD masih bisa kita kendalikan sehingga bisa

    dijadikan sebagai agen perubahan.

    Kualitas siswa pada dasarnya adalah menjadi tanggungjawab sepenuhnya para

    pendidik. Kualitas siswa tidak hanya dibidang prestasi akademik, tetapi juga

    menyangkut bagaimana perilaku sehari-hari siswa dari sekolah bersangkutan. Karena

  • sebuah sekolah tidak hanya bertujuan mencetak generasi yang pandai dalam bidang

    akademik saja tetapi juga menyangkut kualitas moral, dimana perilaku keseharian

    termasuk didalamnya. Oleh karena itu sektor kesehatan membantu sektor pendidikan

    untuk ikut berperan serta meningkatkan kualitas siswa khususnya dalam bidang

    kesehatan lingkungan dalam hal ini adalah upaya merubah perilaku siswa dan

    keluarganya. Perubahan perilaku tersebut memiliki kontribusi yang sangat besar

    terhadap upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit

    yang berbasis lingkungan.

    IV. TEKNIS PEMICUAN

    Pemicuan di Sekolah Dasar atau yang sederajad :

    Pemicuan di SD dilakukan khususnya terhadap sekolah yang memiliki siswa

    yang belum memiliki jamban dan keluarganya masih berperilaku BABS (Buang Air

    Besar Sembarangan/di sembarang tempat). Oleh karena itu perlu pemetaan sekolah

    mana yang memiliki siwa dengan kriteria tersebut diatas. Guru kelas harus tahu siapa

    saja siswa yang belum punya jamban dan keluarganya masih BABS. Pada dasarnya

    pemicuan di Sekolah Dasar ( SD ) adalah memanfaatkan rasa kasih sayang orang tua

    terhadap anaknya yang masih dalam masa anak-anak dan masih dalam tahap

    pendidikan dasar. Disamping itu pemicuan terhadap siswa SD adalah juga

    memanfaatkan sifat dasar usia anak SD yang masih mudah untuk diatur, mudah

    dipengaruhi oleh orang diatasnya serta spirit belajar yang tinggi. Pemicuan di Sekolah

    Dasar idealnya dilakukan tehadap siswa kelas 2, 3, 4 dan 5. Sedangkan untuk kelas 1

    mereka masih dianggap dalam masa adaptasi dari TK ke SD. Namun demikian apabila

    situasi dan kondisi setempat memungkinkan serta ada alasan atau pertimbangan

    tertentu, maka pemicuan dapat dilakukan juga terhadap siswa kelas 1. perhatian

    orang tua masih dominan sehingga kondisi ini bisa dimanfaatkan untuk memaksimalkan

    hasil pemicuan, karena melibatkan orang tua anak didik. Siswa kelas 1 juga dianggap

    masih memiliki jiwa kebanggan yang tinggi apabila dilibatkan pada suatu kegiatan

    tertentu.

    Kelas 5 dilibatkan karena pada usia tersebut mereka sudah mulai berani

    dilibatkan untuk terjun di masyarakat. Sehingga demikian pemicuan di SD disesuaikan

    dengan sikon masing-masing daerah, yang penting bisa mendapatkan hasil yang

    maksimal.

  • Teknis pemicuan di SD tidak sama dengan pemicuan di masyarakat yang

    dikenal dengan CLTS, namun pada dasarnya metode yang digunakan hampir sama yaitu

    dengan pendekatan partisipatory yaitu melibatkan obyek sasaran terlibat secara

    aktif dan ikut berpartisipasi dalam proses kegiatan yang sedang dilakukan sehingga

    obyek sasaran diperlakukan sebagai subyek dan diberi peran yang lebih tinggi.

    Jenis pemicuan di SD dapat dilakukan semuanya (secara gabungan) atau

    sebagian, sesuai dengan sikon setempat. Namun kegiatan akan lebih maksimal apabila

    semua teknis pemicuan dicoba untuk dilakukan atau secara gabungan.

    Teknis pemicuan di SD pada dasarnya terbagi menjadi 2 :

    1. Pemicuan di dalam gedung

    2. Pemicuan di luar gedung

    1. Pemicuan di dalam gedung

    Pemicuan di dalam gedung adalah proses pemicuan didalam kelas,

    pemicuan ini membutuhkan keterampilan, kesabaran dan peran aktif guru dan

    atau dibantu oleh pihak diluar institusi sekolah, misal petugas kesehatan atau

    petugas dari kantor diknas setempat ( misal UPTD Diknas ). Beberapa teknis yang

    bisa dilakukan antara lain :

    1.1. Diskusi Alur Perjalanan Penyakit.

    Pemicuan model ini dilakukan dengan cara diskusi kelompok, jumlah kelompok

    menyesuaikan misal dibagi mejadi 5 . Topik diskusi adalah tentang alur perjalanan

    penyakit mulai dari kotoran manusia sampai masuk ke tubuh manusia dan manusia bisa

    sakit. Alat peraga yang digunakan adalah kartu atau kertas yang bergambar. Gambar

    tersebut antara lain terdiri dari : gambar orang BAB di sembarang tempat, gambar

    tinja, gambar lalat, gambar makanan, gambar orang makan, gambar orang

    sakit/gambar orang yang opname di rumah sakit. Setiap kelompok mendiskusikan

    topik yang sama, yaitu menyusun alur perjalanan penyakit. Setelah selesai menyusun

    urutan gambar masing-masing kelompok bercerita tentang gambar tersebut. Setelah

    selesai guru kelas mulai memicu siswa dengan cara bertanya : misalnya apakah

    perilaku BABS itu baik? Mengapa tidak baik? Siapa diantara siswa yang keluarganya

    masih BABS? Kemudian siswa tersebut ditanya mengapa masih berperilaku demikian?

    Bagaimana perasaan siswa tersebut bila BABS seperti itu? Bila kotoran yang

    ditimbulkan bisa menyebabkan orang disekitar menjadi sakit, bagimana perasaannya?

    Apakah tidak merasa bersalah dan merasa berdosa? Pertanyaan juga ditujukan

    terhadap siswa yang sudah memiliki jamban dan ditanyakan bagaimana perasaan BAB

  • di jamban? Dan bagaimana bila disekitar rumah masih ada orang yang masih BABS?

    Kemudian ditanya kepada seluruh siswa apa BABS itu perilaku yang baik atau yang

    buruk? Guru akhirnya merumuskan hasil diskusi berupa kesimpulan bahwa BABS itu

    tidak baik dan harus segera dirubah.

    Guru dapat memodifikasi pertanyaan dan dapat juga menghubungkan dengan

    agama, misalnya perilaku bersih pada dasarnya adalah bagian dari iman, dengan

    sunnah Nabi, cerita agama dan lain-lain.

    1.2. Testimoni Di depan Kelas

    Kegiatan dilakukan dengan cara siswa bercerita didepan kelas dengan

    penekanan topik apa yang dilakukan dipagi hari sebelum berangkat ke sekolah dan

    BAB dimana. Testomini di tujukan beberapa siswa saja, khususnya terhadap siswa

    yang belum punya jamban dan keluarganya masih BABS. Testimoni disetting

    sedemikian rupa sehingga ada kesempatan testimoni oleh siswa yang sudah punya

    jamban. Kegiatan ini dengan cara manajemen konflik, dalam arti konflik yang positif,

    yaitu membandingkan perilaku yang sudah benar (siswa yang sudah punya jamban)

    dengan perilaku yang belum benar (siswa yang belum punya jamban). Guru dapat

    menanyakan terhadap siswa yang sudah punya jamban, yaitu bagaimana perasaan

    siswa bila sudah punya jamban. Jawaban siswa diharapkan dapat memicu siswa yang

    masih belum punya jamban. Pertanyaan selanjutnya juga ditujukan terhadap siswa

    yang belum punya jamban, apakah tidak ingin meniru siswa yang sudah punya jamban.

    Frekwensi testimoni bisa diatur oleh guru kelas, misal 1 minggu sekali, pada hari

    tertentu, sebagai pembuka mata pelajaran tertentu.

    Setelah kegiatan testimoni, maka pada hari berikkutnya guru kelas dapat

    melakukan pertanyaan terhadap siswa yang belum punya jamban. Pertanyaan dapat

    dilakukan sesering mungkin atau secara periodik.

    1.3. Sandiwara Tamu Penting

    Kegiatan dilakukan secara tim lintas sektor yang terdiri dari 3 orang antara

    lain: guru kelas, petugas kesehatan (misal petugas Puskesmas), petugas Diknas (misal

    UPT Diknas). Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan memanfaatkan rasa kasih sayang

    orang tua terhadap anak. Obyek sasaran yang sesungguhnya adalah siswa yang belum

    punya jamban. Oleh karena itu guru kelas harus memiliki data pasti siapa saja siswa

    yang belum punya jamban dan masih berperilaku BABS, sebagaimana penjelasan

    diatas. Skenario yang akan dilaksanakan adalah seakan-akan dikelas tersebut

    kedatangan 2 orang tamu penting (petugas kesehatan dan petugas diknas). Dijelaskan

  • kepada siswa bahwa tamu penting tersebut akan mengajak guru kelas untuk bersama-

    sama mengunjungi rumah siswa. Dikatakan bahwa siswa yang bernama (sebut nama

    siswa yang belum punya jamban. Jumlah siswa bisa lebih dari satu, misal 3 orang

    siswa), siswa tersebut akan mendapat kehormatan akan dikunjungi oleh tim (guru

    kelas, petugas kesehatan, petugas diknas). Jelaskan bahwa tim akan berkunjung

    dengan misi utama mau melihat jamban siswa dan tim akan mau memanfaatkan

    (numpang buang hajat) jamban tersebut atau mau BAB di rumah siswa yang akan

    dikunjungi. Jelaskan kapan tim akan berkunjung, misal bulan depan atau 2 bulan

    kedepan (menyesuaikan). Sampaikan kepada siswa bersangkutan untuk memberitahu

    kepada orang tuanya dan tujuan utama kunjungan tim. Harapan dari sandiwara ini

    adalah setelah dirumah si anak akan merengek terhadap orang tuanya untuk segera

    dibuatkan jamban karena akan ada tamu penting yang akan datang dan akan buang air

    besar di rumah (padahal siswa tidak memiliki jamban). Hari selanjutnya guru kelas

    menanyakan siswa apakah keluarga siswa sudah siap untuk menerima kunjungan tamu.

    Pertanyaan dapat dilakukan sesering mungkin atau secara periodik.

    Satu hal penting adalah konsekwensi janji tim, yaitu akan benar-benar

    mengunjungi rumah siswa apabila ternyata siswa tersebut ternyata benar-benar

    telah dibuatkan jamban oleh orang tuanya.

    1.4. Penugasan Siswa

    Dalam kegiatan ini siswa diberi tugas dengan topik pentingnya kesehatan

    lingkungan, dan penekanan kesehatan lingkungan lebih dittikberatkan pada pentingnya

    BAB di jamban yang sehat. Penugasan bisa dalam bentuk tulisan singkat tentang

    pentingnya kebersihan lingkungan, dalam bentuk puisi, kliping, madding dan lain-lain.

    Hasil penugasan kemudian didiskusikan bersama dan didiskusikan bagaimana

    sebaiknya lingkungan dan perilaku yang sehat.

    1.5. Diskusi Hasil Pendataan

    Kegiatan ini memanfaatkan hasil pendataan terhadap siswa, sebagaimana

    contoh form. Guru kelas akan menyampaikan hasil pendataan terhadap siswa dan

    menyampaikan pentingnya memiliki jamban yang sehat dan pentingnya perilaku BAB di

    jamban sehat, sambil mengingatkan siswa tentang hasil diskusi hasil pemicuan

    sebelumnya. Guru dapat menceritakan betapa bahagianya apabila seluruh siswa dalam

    kelas tersebut sudah tidak ada yang BABS.

    Hasil pendataan dapat digunakan sebagai sarana untuk pemicuan, yaitu dengan

    cara permainan kelompok. Masing-masing siswa dibagi ke dalam kelompok sesuai

  • dengan status kepemilikan jamban, sehingga terdapat kelompok : punya jamban

    sendiri, sharing/numpang, tidak punya jamban dan BABS. Dari masing-masing

    kelompok guru akan menanyakan wakil dari masing-masing kelompok dan tujuan dari

    permainan ini adalah guru bisa menanyakan secara rutin terhadap kelompok yang

    belum memiliki jamban dan kapan kira-kira orang tua murid membuat jamban

    walaupun dalam bentuk sesederhana mungkin sesuai kemampuan keluarga siswa.

    Hasil pendataan siswa tersebut dapat dipakai sebagai bahan rapat dengan

    kepala sekolah agar mendapat perhatian dan bisa didiskusikan dengan orang tua

    siswa.

    1.6. Kompetisi, Reward and Punishmen

    Kegiatan ini membutuhkan biaya karena harus menyediakan reward, namun

    demikian reward tidak harus mahal. Reward bisa dalam bentuk barang yang murah,

    tetapi berguna untuk siswa, misal buku atau alat tulis lainnya. Reward bisa dalam

    bentuk lain sesuai dengan kreatifitas masing-masing sekolah. Reward akan diberikan

    terhadap siswa yang sudah memiliki jamban yang tadinya tidak punya jamban dan

    berperilaku BABS. Dan siswa yang sudah berubah tersebut dapat didramatisir untuk

    dijadikan bahan kompetisi dan pemicu terhadap siswa lain yang masih belum punya

    jamban. Guru akan membuat kompitisi dengan memberikan reward terhadap siswa

    yang paling cepat memiliki jamban dalam keluarganya.

    Punishment atau hukuman diberikan terhadap siswa yang keluarganya masih

    belum berubah, walalupun sudah dipicu dengan berbagai cara. Punishmen yang

    diberikan hendaknya yang bersifat mendidik dan tidak berbahaya, misal dengan

    memberikan tugas menulis tentang bahaya berak ditempat terbuka dan dampaknya

    terhadap orang lain.

    2. Pemicuan di luar gedung

    Pemicuan di luar gedung adalah proses pemicuan di luar kelas, prinsip

    pemicuan pada dasarnya sama dengan pemicuan di dalam gedung yaitu

    memberikan kesadaran siswa untuk selanjutnya bisa mempengaruhi orang tua

    siswa. Yang membedakan adalah bentuk kegiatan pemicuan. Beberapa teknis yang

    bisa dilakukan antara lain :

  • 2.1. Pemetaan

    Teknis pemicuan model ini hampir sama dengan pemicuan di masyarakat.

    Proses penggambaran peta dilakukan di halaman sekolah dengan menggunakan bahan

    yang mudah didapat, misal dengan kapur tulis, bubuk kapur, tepung, ranting pohon

    (untuk menggambar peta bila halaman sekolah hanya berupa tanah). Mekanisme

    pemicuan adalah sebagai berikut : siswa berdiri dalam posisi melingkar sedangkan

    fasilitator (guru kelas atau petugas kesehatan atau petugas lainnya) berada ditengah.

    Acara dimulai dengan dinamika kelompok atau pencairan suasana yang menyenangkan

    bagi seorang anak. Setelah suasana cair dan menyenangkan siswa disuruh

    menggambar peta di halaman tentang posisi sekolah dan lingkungan sekitarnya. Peta

    juga menggambarkan tempat-tempat dimana masyarakat sekitar masih BAB di

    sembarang tempat. Disini informasi dari siswa sangat diperlukan. Setelah peta sudah

    tergambar proses pemicuan dimulai dengan cara menanyakan terhadap siswa

    bagaimana keadaan sekolah ini bila disekitar sekolah masih banyak masyarakat yang

    masih berperilaku BAB disembarang tempat. Setiap pendapat siswa memiliki

    kesempatan yang sama, sesuai pendapat diperhatikan dan diskusikan bersama. Dari

    hasil pemetaan ini nantinya siswa dapat melakukan kegiatan pendataan diluar gedung

    pada kesempatan yang lain.

    2.2. Pendataan masyarakat di sekitar sekolah

    Kegiatan ini pada dasarnya adalah kelanjutan kegiatan pemetaan, tetapi

    dilakukan pada kesempatan yang lain. Dalam kegiatan ini siswa melakukan pendataan

    terhadap rumah disekitar sekolah. Setiap siswa melakukan pendataan antara 5 s/d 10

    rumah, tetapi sebagai tahap awal atau tahap pembelajaran, maka pendataan dapat

    dilakukan secara berkelompok agar siswa memiliki keberanian untuk berlatih terjun

    didalam masyarakat.

  • Bentuk form pendataan dapat menggunakan contoh sbb :

    No Nama KK Alamat KK

    Status kepemilikan

    jamban Jenis jamban

    Punya Tidak Numpang Closet Cemplung Lain2

    1

    2

    3

    4

    5

    dst.

    Selanjutnya hasil pendataan dapat digunakan sebagai bahan diskusi baik terhadap

    siswa sendiri maupun terhadap orang tua siswa.

  • Rumah Saya

    Jamban Tempat cuci tangan

    Keterangan gambar:

    2.3. Pendataan masyarakat di sekitar rumah siswa

    Kegiatan ini hampir sama dengan pendataan disekitar sekolah, tetapi kegiatan

    dilakukan disekitar rumah masing-masing siswa dengan cara pemberian tugas dari

    guru terhadap muridnya. Masing-masing siswa mendata antara 5 s/d 10 rumah

    (apabila siswa mampu melakukan pendataan melebih dari target yang ditetapkan, juga

    diperbolehkan). Akan lebih baik apabila penekanan pendataan terdapat rumah yang

    belum punya jamban dan pada kolom bawah diberi keterangan tambahan alasan tidak

    BAB di jamban. Bentuk form yang dipakai dapat menggunakan form pendataan di

    sekitar sekolah.

    Selanjutnya hasil pendataan dapat digunakan sebagai bahan diskusi baik

    terhadap siswa sendiri maupun terhadap orang tua siswa.

    Monitoring Higiene Bergambar (Kegiatan Higiene Sekolah Dasar)

    RUMAHKU DAN LINGKUNGAN SEKITAR (SD _________________ /Kelas ___ )

    Nama murid: .................................................. Tanggal: ......................................................... Tempat tinggal: Desa/dusun ................................ / ............................... RT/RW .............. / ........... Hasil belajarku tentang lingkungan rumahku: 1. Jumlah rumah yang punya jamban?

    ........ rumah

    2. Dibuang dimana tinja anak balita? ................................................................................................

    3. Jumlah rumah yang punya tempat cuci tangan? ......... rumah

    4. Jumlah rumah yang tempat cuci tangan-nya tersedia air & sabun untuk cuci tangan? ......... rumah

    5. Pada saat apa anggota rumah tangga mencuci tangan? ............................................................................................

  • 2.4. Kunjungan teman

    Kegiatan ini lebih mengutamakan ajang silaturohmi antar siswa, sekaligus

    memanfaatkan acara tersebut untuk memberikan pemicuan terselubung. Kegiatan ini

    dilakukan dalam bentuk penugasan beberapa kelompok siswa yang sudah punya jamban

    untuk berkunjung ke rumah seorang siswa yang belum punya jamban. Kunjungan

    dilakukan diluar jam pelajaran atau pada hari libur. Penekanan kunjungan tetap dalam

    rangka silaturohmi antar siswa, disela-sela pembicaraan dalam kunjungan tersebut

    nantinya sebagian siswa dapat berpura-pura mau buang air besar, apabila ditawarkan

    buang air besar tidak dijamban sebaiknya menolak dan berpura-pura tidak jadi buang

    air besar. Setelah itu kelompok siswa pengunjung dapat bertanya kepada keluarga

    siswa tersebut mengapa tidak bikin jamban, padahal jamban tidak harus mahal.

    Harapan dari kegiatan ini adalah keluaga siswa merasa tergerak untuk membangun

    jamban, walaupun dalam bentuk sederhana sekalipun.

    Hasil kunjungan kelompok dapat dilaporkan kepada guru kelas pada saat

    masuk sekolah pada hari berikutnya. Nantinya didalam kelas, guru kelas akan

    memberikan ucapan pujian terhadap siswa yang dikunjungi karena telah menerima

    kelompok temannya dengan baik dan ramah, tetapi akan lebih baik kalau siswa juga

    memiliki jamban sehingga kalau ada teman yang sedang berkunjung tidak repot untuk

    melayani apabila ada yang buang air besar.

    Pemicuan di SMP atau yang sederajad :

    Untuk Pemicuan di SMP pada dasarnya dapat mengdopsi pemicuan di SD,

    namun dengan pengembangan yang lebih besar kearah kegiatan diluar gedung.

    Sasaran adalah siswa kelas 1 dan 2, sedangkan kelas 3 tidak dilibatkan karena sudah

    disibukkan dengan ujian nasional dan persiapan masuk ke jenjang lebih tinggi (SMA).

    Pemicuan di SMP bisa mengkombinasikan dengan kegiatan wawancara di masyarakat,

    siswa SMP dapat dijadikan agen perubahan atau fasilitator ringan. Siswa dapat

    diajari untuk melakukan kunjungan rumah. Ditingkat SMP kegiatan Pramuka juga

    dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pemicuan, khususnya kegiatan diluar gedung.

    V. TINDAK LANJUT PASCA PEMICUAN

    Setelah dilakukan berbagai bentuk pemicuan, maka kegiatan yang harus

    dilakukan selanjutnya adalah tindak lanjut pasca pemicuan. Hal ini dilakukan apabila

  • masih ada keluarga siswa yang masih berperilaku BABS. Beberapa tindak lanjut yang

    bisa dilakukan antara lain :

    1. Pembahasan dengan Komite Sekolah

    Tujuan dari pembahasan ini antara lain : membahas hasil pemetaan yang

    telah dilakukan siswa apakah lingkungan sekolah mereka telah terbebas dari

    bahaya penularan penyakit yang disebabkan oleh tinja, bagaimana solusi yang

    tepat, membahas jamban yang murah tetapi cukup aman. Diharapkan dari

    pembahasan tersebut komite memberikan pengaruh kuat (memicu) para warga di

    sekitar sekolah maupun orang tua yang belum punya jamban untuk dapat merubah

    perilakunya.

    2. Pendekatan Supplay

    Sebagaimana diketahui bahwa didalam STBM terdapat 3 komponen

    strategi, yaitu : penciptaan demand, penguatan dan mendekatkan supplay dan

    menciptakan lingkungan yang mendukung (enabling environment). Yang dimaksud

    dengan supplay disini adalah semua pihak (tukang, penjual bahan bangunan,

    wirausaha) yang bergerak dibidang pembuatan sarana sanitasi dasar (jamban).

    Wirausaha disini bisa berasal dari siapa saja yang mampu atau sanggup

    membangun jamban dengan biaya yang murah. Oleh karena itu apabila ada

    keluarga siswa yang terpicu (artinya sudah ada demand atau kebutuhan), maka

    langkah selanjutnya adalah harus dilakukan upaya untuk mendekatkan supplay

    terhadap masyarakat yang sudah merasa butuh jamban (sebagai demand) dan

    pihak sekolah dapat mendukung dengan cara memberikan informasi tentang opsi

    model jamban yang murah tetapi sehat dengan cara berkoordinasi dengan sektor

    kesehatan setempat (Puskesmas atau Dinas Kesehatan). Pendekatan supplay ini

    dapat memanfaatkan wirausaha sanitasi yang sudah terbentuk, sehinga disini

    terdapat keuntungan timbal balik disemua pihak.

    3. Penciptaan lingkungan yang mendukung ( enabling environment )

    Apabila hasil kegiatan pemicuan di sekolah sudah menampakkan tanda-

    tanda kearah positif, maka langkah kita adalah ikut membantu mencarikan solusi,

    misal dengan memberikan informasi tentang jamban murah tapi sehat, dengan

    cara berkoordinasi dengan koordinasi antara sektor pendidikan (dalam hal ini

    sekolah) dengan sektor kesehatan (dalam hal ini Puskesmas atau Dinas

    Kesehatan), Koordinasi tersebut dalam rangka mencarikan solusi realisasi

  • pembuatan jamban dengan harga murah tapi sehat, dimana salah satu opsi adalah

    dengan melibatkan wirausaha sanitasi. Semua kegiatan tindak lanjut tersebut

    akan mencapai hasil yang lebih maksimal apabila kita juga turut menciptakan

    lingkungan yang mendukung, misal : dengan melakukan kootrdinasi dan advokasi

    terhadap stakeholder (institusi, tokoh formal dan non formal, organisasi

    kemsyarakatan dll) agar kegiatan tersebut mendapat dukungan, minimal dukungan

    politis ataupun dukungan kebijakan, turut aktif melakukan pembinaan dan

    sosialisasi pemicuan di sekolah, ikut terlibat aktif melakukan monev dan lain-lain

    VI. MONITORING DAN EVALUASI ( MONEV )

    Kegiatan monev perlu dilakukan sebagai bagian dari proses suatu kegiatan

    guna melihat kemajuan. Untuk monev kegiatan pemicuan di SD, monev lebih

    diditikberatkan pada sampai seberapa besar orang tua siswa yang terpicu yang

    dibuktikan dengan pembuatan jamban rumah tangga oleh orang tua siswa, khususnya

    terhadap keluarga siswa yang sebelumnya berperilaku BABS. Oleh karena itu

    beberapa pelaksanaan kegiatan pemicuan pada dasarnya juga merupakan upaya monev,

    seperti misalnya kegiatan pemicuan didalam dalam bentuk testimoni di depan kelas

    sebagaimana dijelaskan diatas secara tidak langsung juga merupakan bagian monev

    terhadap keluarga siswa karena bisa menggambarkan seberapa jauh perubahan yang

    ada pada keluarga siswa.

    VII. PENUTUP

    Pemicuan di Sekolah Dasar ini perlu dilakukan karena merupakan kegiatan

    yang bersifat partisipatif sehingga sekaligus dapat melatih seorang anak didik untuk

    berjiwa lebih mandiri, lebih berani tampil, punya jiwa sosialisasi, adaptif dan masih

    banyak keuntungan-keuntungan lain yang didapat. Pemicuan ini juga menguntungkan

    sekolah bersangkutan karena output atau lulusan siswa memiliki nilai lebih bila

    dibanding hanya output akademik saja. Dan yang lebih penting adalah turut berperan

    serta dalam membantu menurunkan angka kesakitan dan kematian yang merupakan

    indikator derajad kesehatan dengan visi kesejahteraan masyarakat secara umum.