peta lokasi rw i gubeng kertajaya, kelurahan gubeng ... · sering menang, kemarin aja menang lomba...
TRANSCRIPT
2
Peta Lokasi RW I Gubeng Kertajaya, Kelurahan Gubeng, Kecamatan Gubeng
3
Pengajian yang menyenangkan Cerita tentang kelompok pengajian ini berawal dari pengalaman pribadi
saya, Sudah sejak sekitar 10 tahun ini saya mendirikan kelompok pengajian sendiri di
rumah saya sendiri, ya…walaupun juga ada kelompok pengajian PKK, atau kelompok
pengajian-pengajian lainnya. Awal mulanya begini, waktu suami saya meninggal saya
ini tidak bisa membaca Al-Qur’an, padahal sudah seharusnya saya membacakan Al-
Qur’an. Akhirnya saya memanggil guru ngaji ke rumah saya. Nah, dari situlah saya
mengajak bergabung ibu-ibu yang lain buat belajar mengaji, ya Alhamdulillah
sekarang saya bisa mengaji, dan sudah bisa ngajari walaupun hanya sebatas Iqra,
kalau sudah Al-Qur’an nanti ada yang ngajarin sendiri.
Kelompok pengajian disini itu banyak dik…, ada kelompok pengajian PKK,
dan ada kelompok pengajian yang lainnya. Kelompok yang pengajian yang diadakan
setiap hari Senin dan Jum’at, serta hari Selasa yang khusus untuk tafsir, dan
mendatangkan seorang guru bernama Pak Syukron ya nama lengkapnya pak Syukron
Djazilan, yang kebetulan juga sering mengisi di Masjid UNAIR, Orangnya enak kalau
mbawain ceramah..lucu, ya…pokoknya ibu-ibu di sini ini jangan di kasih yang berat-
berat, ya maksudnya pengajaran agama itu lewat yang ringan-ringan aja.
Belajar agama dengan cara yang ringan-ringan itu juga diartikan dengan
melakukan ziarah ke makam lima wali, dan mengunjungi beberapa kyai untuk belajar
agama, khan kalau kita datang ke kyai-kyai itu diajari dik…bahkan juga di jamu lho
kita, di kasih makan gitu, ya…disetiap pesantren itu khan juga ada pantinya, ya kita
juga bawain oleh-olehlah. Kelompok pengajian ini juga sudah mengagendakan jalan-
jalan setiap tahunnya untuk berkungjung ke para kyai, setahun kemarin ke Madura,
bahkan pernah dari Pasuruan, Bondowoso sampai Kraksaan, ya…itu kan biar
wawasannya ibu-ibu nggak sempit, yang penting iurannya nggak mahal-mahal lah.
Kalau Ibu-Ibu Senang, Kegiatannya kan Banyak Kalau cerita tentang kegiatan PKK disini, semua kegiatan disini itu
datangnya dari ibu-ibu sini sendiri, ya prinsipnya itu kalau Ibu-ibu itu senang
menjalankannya ya…monggo, pokoknya bisa dijalani aja gitu.
4
Di daerah sini itu seringkali mendapat bantuan dari pemerintah, ya…baru-
baru ini kita dapat bantuan dari pemerintah provinsi, kita disuruh menyusun proposal,
ya…bantuan ini kebetulan juga untuk keluarga miskin (gakin) lansia, ya saya mikir
kira-kira bikin apa ya?, kalau kue..masak lansia disuruh bikin kue, ya akhirnya saya
mikir gimana kalau bikin jamu aja….kan bikin jamu itu gampang, dan nggak butuh
modal banyak, bantuan modal awal dari pemerintah itu 2,5 juta, saya pikir cukup
untuk membuat warung jamu. ya…akhirnya disetujui, dan dananya pun sudah turun,
ya akhirnya saya wujudkan jadi warung tepat disebelah balai RW. Untuk
menjalankan warung ini ya dari para anggota lansia itu sendiri. Di warung itu, mulai
dari yang jaga toko sampai yang membuat jamunya ya dari anggota lansia itu sendiri,
ya itu tadi…dana 2,5 juta tadi itu saya pecah buat modal awal membuat jamu, ya saya
pikir 30 ribu kan cukup, saya bilang, “ya sekarang untuk belajaran coba dititipin ke
warungnya RW dulu, nanti kalau sudah enak terus mau jualan sendiri ya…monggo, ya
pokoknya tidak memberatkan ibu-ibu ”. Ya kebetulan juga warung ini baru berjalan 1
bulan ini, jadi masih belum keliatan hasilnya. Disamping warung jamu itu, kelompok
lansia juga mempunyai kegiatan yang sudah ada sejak lama ya antara lain lewat olah
raga senam lansia, diadakan setiap hari minggu pagi.
Selain kelompok lansia, juga ada kegiatan yang sifatnya pembinaan buat
ibu-ibu muda, seperti kelompok jahit. Disini itu juga dapat bantuan dari Deperindag
mesin jahit sebanyak 3 buah, kelompok usaha jahit ini sudah berjalan selama 2 tahun
ini, ya jalan sih jalan tapi ya…mandeg-mandeg, mungkin juga ini karena kita masih
terbatas menjahit kerudung, kalau saya sih pengennya juga mengajarkan menjahit
baju, biar bisa maju gitu…toh saya dulu juga pernah kursus menjahit. Nanti kalau
sudah maju khan, Insya Allah bisa menambah penghasilan ibu-ibu yang ada di
kelompok itu, karena selama ini pemasukannya untuk kas kelompok jahit PKK ini.
Terus, disini itu khan banyak kelompok-kelompok pengajian, salah satunya kelompok
pengajian PKK, kalau pengajian PKK ini sifatnya lebih mengarah pada Yasinan saja,
mungkin kalau Yasinan saja khan bosen, lha terus ibu-ibu itu ngeliat sekarang
trendnya itu pada bikin hadrah, di RW II bikin hadrah, jadi ibu-ibu pengen bikin
hadrah. Saya bilang ke ibu-ibu “ ya monggo kalau memang ibu-ibu ini pengen bikin
hadrah, asalakan ibu-ibu seneng dan menjalankan, ya silahkan “. Menurut ibu-ibu
kalau hadrah itu menyenangkan, karena bisa tampil, kita juga sudah 2 episode tampil
5
mendampingi acaranya Tan Mei Hwa1, terus besok kita juga ngisi acara tafsir di
TVRI, artinya khan ibu-ibu itu seneng kalau bisa tampil di TV. .
Oh iya…disini juga ada TK, ya TK itu berdirinya sudah lama banget, malah
lebih lama dibanding balai RW-nya sendiri, malah sudah banyak warga yang berhasil
itu lulusan TK sini. Ya..TK itu juga jadi pemasukan RW dan ada yayasannya sendiri
lho…, ya sebagian besar muridnya juga dari warga sini sendiri, ya kalau ada anak-
anak yang dari PAUD itu berprestasi bisa masuk TK sini dikasih diskon. TK disini itu
sering menang, kemarin aja menang lomba drumband tingkat Kotamadya, sebenarnya
sih juara I, tapi ada yang sakit jadi cukup dapat juara III, selain itu juga sering dapat
juara di tingkat kecamatan.
Saya fikir, kegiatan-kegiatan itu yang penting jalan semua, walaupun pelan-
pelan, prinsip saya ini selama saya bisa usahakan ya...saya kerjakan, kan semua itu
yang penting ibu-ibu disini itu senang menjalaninya, dan itu juga yang memotivasi
saya.
Lingkungan Impian Tertata rapi, itu kesan pertama kalau dilihat dari gang ini. Kebetulan disini
itu dulu ada pak RT yang rajin dan pinter ngguyubin warganya, jadinya gang sini itu
gang pali rapi...mulai dari berem, lampu sampai pavingnya. Gara-gara rapi itu kita
berani ikut lomba Surabaya Green and Clean, itu dulu pertama kalinya lomba ini
diadakan di Surabaya, RT sini dapat nominasi urutan 9, memang sih...belum dapat
yang juara satu, mungkin karena guyubnya masih kurang. Tapi, saya punya bayangan
nanti kalau 10 tahun lagi itu khan banyak ibu-ibu mudanya bisa kompak. Terus,
sekarang kita belum bisa ikut lomba itu lagi soalnya kita masih belum bisa mengolah
sampah sendiri, nanti itu katanya tahun 2010 Surabaya ini bersih dari sampah, kalau
wilayah-wilayah lain sih bisa ngolah sampah jadi kompos, tapi alatnya mahal. Saya
pikir kita bisa mulai dari yang kecil-kecilan dulu, kan yang penting sampah bisa
diolah, caranya ya lewat ngumpulin gelas-gelas atau botol air mineral yang sudah
tidak dipakai, biasanya kalau habis rapat gitu saya umumkan ke ibu-ibu supaya tidak
membuang gelas minuman mineral, soalnya nanti dikumpulin dan bisa dijual,
1 Tan Mei Hwa, lebih dikenal bu Nyai, pengisi acara di JTV, sebagai ibu Nyai yang keturunan Tionghoa.
6
lumayan buat nambah kas. Dulu, kita bisa jadi nominasi ke 9 di lomba Surabaya
Green and Clean, nah saya ini punya impian wilayah sini itu bisa menang di kategori
lingkungan yang bersih dan rapi yang nggak pernah diberikan ke wilayah lain,
soalnya tinggal itu yang belum terwujud.
Bu Asri, begitu nama akrab sosok wanita yang satu ini. Sudah hampir 10
tahun beliau aktif di dunia sosial masyarakat, yang pada awalnya memang
karena alasan pribadi, tapi kini andilnya justru sangat besar di tengah-tengah
masyarakat. 10 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk memiliki berbagai
cerita menarik selama beliau menjadi ketua PKK RW I Kelurahan Gubeng.
7
CERITA DARI YANG MBABAT ALAS. Pengen tahu Gubeng?, dulu disini itu masih tanah lapang, sampai kantor
Samsat itu kondisinya masih tanah lapang, kalaupun ada rumah paling ya satu dua
saja, Gubeng ini dulu juga termasuk daerah pinggiran lho, sempat dijadikan tempat
pembuangan rongsokan Jepang. Nah, ceritanya saya bisa sampai sini itu saya diajakin
teman-teman untuk berjuang mendapatkan rumah, saya mulai itu semua dengan
membangun gubug kecil-kecilan. Dulu, disini itu ada seorang tokoh masyarakat yang
namanya Pak Dul, ya itu sapaan akrabnya, ya beliau itu juga sebagai Rukun Keluarga
pertama disini, istilahnya sekarang itu Ketua Rukun Warga gitu. Waktu itu sering
diadakan kerja bakti, jadi kalau sudah kerja bakti itu sampai di Gubeng Kertajaya
gang IX, kalau dilihat sekarang sih itu jauh banget ya...kerja bakti sampai sana, tapi
ya....kita kerjakan itu semua bersama-sama, gotong royong dan rukun, penuh suka
cita.
Budaya rukun yang dari dulu itu terbawa sampai sekarang, disini itu
orangnya rukun-rukun kalau sama tetangga, istilahnya nasional gitu, jadi ndak peduli
apa itu Kristen, Islam dan juga etnis Cina, semua itu membaur jadi satu, ya…
pembaurannya itu bagus. Contohnya ketika ada warga yang sedang berduka cita, itu
sekali pukul kentungan thunk !!! semua warga udah ngumpul, membantu, kartu
kematian juga langsung diedarkan buat nyumbang gitu, ya ada yang 10 ribu, ada yang
5 ribu, ya pokoknya semua berpartisipasi gitu, disini itu juga aman soalnya kita saling
mengawasi tetangga kanan-kiri, contohnya saya ini, saya khan kerjaannya ya di rumah
saja,jadi keuntungan bisa mengawasi tetangga, ya...kalau ada yang kerepotan, khan
yang tampil pertama kali itu tetangga. Sifatnya warga disini itu ya…saling membantu
gitu,
Saya ini khan juga sudah tua, sudah hampir 71 tahun. Nah, saya pikir sudah
saatnya yang muda-muda itu tampil menggantikan saya, apalagi yang sekarang itu
juga sudah sarjana semua, ya Alhamdulillah juga keluarga saya cucu-cucu saya itu
juga sudah mahasiswa. Untungnya saya mengikuti saran anak saya untuk tetap tinggal
disini, karena disini itu aksesnya gampang, kemana-mana gampang gitu, dan juga biar
8
jelek gini ini juga rumah sendiri, lha...saya buka potong rambut disini yang datang
juga banyak gitu, ya gara-gara deket jalan raya ini. Saya ini juga dibilang sesepuh, ya
itu penghargaan buat saya, lha wong saya ini termasuk yang mbabat alas, jadi gelar
sesepuh itu penghargaan buat saya, nah sekarang saatnya dipimpin sama yang sudah
sarjana-sarjana kan jadi tambah maju kampung ini.
Ya Alhamdulillah, RW I ini rasanya menyenangkan, bisa membuat saya
kerasan, warganya saling membantu gitu, kerukunannya itu lho yang menyenangkan.
Kalau dulu itu masih jadi tanah lapang, bekas pembuangan rongsokan Jepang,
sekarang sudah jadi pemukiman yang ramai ini ya....itu semua karena keakraban dan
gotong royongnya, toleransi, ya kalau hidup di kampung itu khan ya harus seperti itu.
”Yak Opo Apike Kampung iki ?” (mbabat alas, begin) Saya punya sejarah yang panjang, yang...membuat saya merasa sayang sekali
untuk meninggalkan tempat ini. Dulu, rumah saya tidak sebesar ini, bisa menjadi
seperti ini karena rasa persaudaraan saya dengan sepasang suami istri, saya biasa
memanggil beliau dengan sebutan eyang kakung dan eyang putri. Waktu itu, saya
sudah dianggap seperti anak sendiri oleh beliau, karena mereka memang tidak
memiliki keturunan, dan saya juga sudah menganggap beliau seperti orang tua sendiri,
mereka berpesan untuk merawat rumahnya, ya...buat saya itu karena kita semua itu
saling membantu antar tetangga, saya dan istri saya selalu merawat beliau selayaknya
orang tua kami, jadi beliau mempercayakan rumahnya ke keluarga saya.
Bicara tentang kehidupan bertetangga, warga disini itu tidak cuek...ya
artinya warga itu peduli akan kampungnya sendiri, contohnya kemarin waktu ada
penyemprotan demam berdarah, itu semua warga antusias minta disemprot rumahnya,
bukan itu saja tapi diantara warga itu sendiri juga saling membantu, ya waktu
itu...buat warga yang berkecukupan itu membayar lebih banyak...ya itu untuk
menutupi warga yang tidak mampu, karena yang penting itu kan warganya sehat wal
afiat...ya berarti harus disemprot semua tanpa terkecuali. Selain itu warga itu juga
9
merasa peduli sama kampungnya, ya sering warga itu cangkrukan sambil berbicara
tentang kampungnya, istlahnya itu ”yak opo apike kampung iki” begitu....ya itu
manfaatnya cangkrukan itu, kampung bisa jadi kayak sekarang ini juga gara-gara
warganya itu sering ngobrol membicarakan kampungnya. Ya, sambil cangkrukan juga
ikut jaga kampung begitu, biasanya warga disini itu cangkrukan sambil bakar-bakar
ngobrol ngalor-ngidul nah itu juga sambil mengawasi kampungnya itu, nah itu juga
yang bikin kampung ini merasa aman....toh, saya nyenyak sekali tidur malemnya
walaupun sepeda motor itu ditaruh di depan begitu.
Warga disini itu juga sifatnya saling membantu, ya....itu semua kan karena
keyakinan bahwa tetangga jarak 100 meter ke kanan dan kiri, depan dan belakang itu
sebenarnya bukan tetangga lagi melainkan sudah saudara begitu, makanya disini itu
sesama warga itu guyub saling membantu. Contohnya, saling menukar masakan, atau
tadi siang itu di depan rumah itu ada yang boyongan, ya tanpa disuruh saya juga ikut
bantu, karena ya itu manusia itu kan perlu bersosialisasi, saling membantu bagitu,
ya....itu namanya kerukunan, nggak bantu sih nggak apa-apa....tapi khan ya nggak
rukun gitu, lha wong dulu aja ngangkat rumah bareng-bareng sama warga aja sanggup
kok, nah itu kan berarti memang sudah sejak dulu warga disini itu rukun, ya
membantu.
Pak Darno, tukang cukur rambut, begitu beliah dikenal oleh warga. Sudah hampir 60
tahun tinggal di RW I Gubeng, beliau juga dianggap sebagai sesepuh dari RW I,
banyak cerita menarik dari beliau yang mengalami RW I masih berupa tanah lapang.
10
ADA KELUARGA CENDANA, DISINI…. Cerita awalnya saya bisa tinggal disini, itu sekitar 50 tahun yang lalu atau
sekitar tahun 1955, waktu orang tua saya masih bertugas di kepolisian. Ayah saya
ingin sekali punya rumah, dan ada tawaran tanah murah dan cukup luas, jadilah ayah
saya membeli tanah tersebut. Tanah itu kemudian dibangun beberapa rumah, yang
sekarang ditempati oleh kakak saya, adik saya dan saya sendiri, gara-gara kita
ngumpul satu keluarga di lingkungan ini, kita jadi disebut keluarga cendana. Yang,
bikin betah selama 50 tahun itu disini itu lingkungannya aman, tiap malam ada orang
yang cangkruk, jadi bisa sekalian saling mengawasi gitu. Selain itu, warga disini itu
nggak usil, semua ngurusi dirinya sendiri, tapi juga tetep guyub, contohnya kerja bakti
atau kegiatan membangun gapura, itu semua pasti ikut hanya dengan sekali kentongan
warga pasti ngerti, soalnya warga disini itu juga peduli sama kegiatan-kegiatan itu,
atau minimal kalau mereka tidak bisa hadir itu mereka berpartisipasi lewat kirim
makanan, itu yang namanya peduli. Dan juga, warga disini itu hebatnya, nasionalis,
mereka itu tidak diskriminatif, jadi…ya pasti semua ikut partisipasi nggak pandang
bulu gitu,
Ada kejadian yang menyenangkan disini, yaitu pas peringatan 17 Agustus,
disini itu ada panggung nah saya selalu tampil untuk menghibur warga, entah itu
menyanyi ataupun sekedar ngelawak, buat saya itu sebuah kebanggaan tersendiri bisa
menghibur warga, kadang juga saya selipi pesan-pesan moral lewat joke-joke ringan
biar nggak gampang tersinggung gitu, lha kejadian itu nggak cuman sekali ini aja,
hampir setiap tujuh belasan, atau waktunya tahun baru gitu. Ngeliat warga itu kumpul
semua, bareng-bareng itu seneng rasanya, bisa guyub dan kompak gitu. Dan, yang
paling penting kalau saya sudah tampil dan menghibur warga itu ya...juga bikin hati
ini seneng gitu.
Ada yang menarik juga dikampung ini, yaitu cara warga untuk menciptakan
rasa aman, mobil atau kendaraan diparkir sehari semaleman itu juga nggak ada
masalah, karena disini itu rame terus, bahkan sampai pagi dini hari pun itu masih
banyak orang yang cangkrukan, jadi ya...sambil cangkrukan juga ikut mengawasi gitu.
Saya ini khan sudah turun temurun disini, dan juga keluarga besar saya,
kakak saya, adik saya semua tinggal disini, jadi istilahnya bukan hanya saya aja yang
11
krasan, keluarga-keluarga saya yang lain pun juga krasan, sampek-sampek semuanya
tumplek bleg jadi satu, ya makanya kita ini disebut keluarga cendana...hahahaha...tapi
yang ini beda....
Bapak Hendro Siswanto, atau lebih akrab disapa Pak Sis, terbilang cukup lama
tinggal di Gubeng Kertajaya. Bahkan, tinggal dalam satu keluarga besar,
dimana kakak dan adiknya juga tinggal di wilayah yang sama, di beberapa
rumah peninggalan orang tuanya, oleh karena itu sering kali keluarga Pak Sis
dikenal dengan sebutan Keluarga Cendana.
12
Ini Adalah Pilihan Yang Maha Kuasa Semuanya itu justru berawal bukan dari sebuah pilihan bagi saya, ceritanya
begini, Pada mulanya saya bertempat tinggal di Gubeng ini bukan sebuah pilihan bagi
saya, artinya ini memang secara alami takdir saya memang harus bertempat tinggal
disini, ya kayak orang lahir gitu mas, masak bisa sih kita milih mau dilahirkan dari
orang tua yang mana ?, kejadiannya sekitar tahun 1980an, jadi ya sudah sekitar 20
tahunan saya bertempat tinggal disini, saya ingat waktu itu usia saya 30 tahun dan,
saya dibelikan rumah oleh orang tua saya, dan saya disuruh menempatinya ya itu saja,
tapi saya juga tidak tahu kenapa orang tua saya memilih tempat Gubeng, Saya disini
itu disuruh tinggal nempati saja, saya tidak membelinya dari siapa-siapa. ya...kita
seakan-akan menjalani skenario, jadi ini kita diskenariokan untuk tinggal disini ya
sudah, ada tempat yang lain-lainnya yang sekiranya kita lebih mampu, .tapi pada
waktu itu terpaksa maupun tidak terpaksa jalannya ya memang disini, jadi saya
anggap ini adalah pilihan Yang Maha Kuasa.
Sedikit cerita saja kenapa saya bisa menjadi ketua RW, memang sudah sejak
awal saya berkecimpung di dunia sosial kemasyarakatan, sebelumnya saya pernah
menjadi ketua RT, lalu setelah itu aktif pula sebagai pengurus RW, sampai akhirnya
saya dipilih menjadi ketua RW. Bagi saya, yang menjadi saya bisa termotivasi adalah
ketika ide saya, pengalaman saya digugu, dan saya masih dipercaya...coba kalo saya
sudah tidak dipercaya ya buat apa. Pemimpin itu membutuhkan wibawa untuk bisa
dipercaya, dan dengan wibawa itu pula perubahan bisa terjadi.
Eksistensi bersama Saya itu ingin warga disini itu menjadi masyarakat yang ikut memiliki
semua yang ada di wilayah kita, istilahnya itu menjadi masyarakat yang peduli, dan
itu masih dalam proses perubahan, dan itu alasan saya mengapa saya mau menjadi
ketua RW, karena ingin merubah, selama ini balai RW masih dianggap lembaga yang
sentralistik, jadi semua-semua itu dari lembaga RW dan warga hanya sebatas peserta,
nah itu yang ingin saya ubah Contohnya, mungkin kalau kita bicara kegiatan 17
Agustus di suatu wilayah itu biasa, gini aja kemarin wilayah sini itu mengadakan
gerak jalan bersama dalam rangka memperingati hari besar salah satu agama, kalau
13
selama ini dana itu selalu dari lembaga RW, masyarakat hanya sebagai peserta, kalau
gitu caranya kan berarti ini acaranya RW, padahal ini acaranya dari warga dan untuk
warga, nah sekarang saya ingin masyarakat itu punya partisipasi, agar acaranya
menjadi menarik saya menggunakan cara-cara yang menarik pula seperti memberi
hadiah yang bermanfaat, saya bisa mengumpulkan TV, kulkas dan sebagainya yang
itu semua dari warga sendiri, saya mengumpulkannya dari warga-warga yang saya
kira cukup mampu, walaupun dengan sedikit nuansa intimidasi, kepada warga-warga
yang mampu tersebut. Akan tetapi, saya pikir hal tersebut rasional, kenapa? Karena
gini, mereka itu kan hidup di tengah-tengah masyarakat, di lingkungan, yang bisa
menjaga hartanya disini kan warga, mereka bisa tidur nyenyak, bisa pergi-pergi dan
hartanya tetap aman itu karena warga, dan itu butuh ongkos, ongkosnya ya itu
partisipasi itu tadi. Saya tanyain ke tiap ketua RT nya, siapa saja yang warganya
mampu, nah terus saya kirimi surat tentang kegiatan RW dan mohon dibantu, terus
dibawahnya saya tulisi kalau anda butuh penjelasan telepon saya, toh...buktinya tidak
ada yang nelpon, itu kan artinya sudah pada ngerti semua. Hal serupa juga terjadi
waktu saya mengundang Tan Mei Hwa, itu loh ibu Nyai yang keturunan Tionghoa
yang biasa di JTV, nah itu ada salah satu warga yang bersedia nyeponsori Tan Mei
Hwa, terus dana yang lainnya digalang dari RW, kayak terop, konsumsi dan
sebagainya.
Sebenarnya masyarakat disini itu, adalah masyarakat yang berkeinginan,
artinya mereka sendiri punya keinginan untuk bermasyarakat, bersosialisasi di tengah-
tengah masyarakat, masih ingin diakui eksistensinya di masyarakat. Caranya bisa
macem-macem, ya mungkin salah satunya melalui budaya cangkrukan yang ada
sekarang, cangkrukan ini sebenarnya bisa jadi kelompok inti masyarakat yang bisa
mempengaruhi atau memberi inspirasi bagi masyarakat lain, dan juga cangkrukan ini
sendiri bisa menjadi wadah untuk menampung orang yang susah tidur ataupun
sekedar cari temen ngobrol, ya itu tadi, dengan demikian eksistensi warga ditengah-
tengah masyarakatnya masih diakui. Cara yang lain ditunjukkan beberapa orang yang
mungkin tidak mempunyai waktu banyak tapi secara finansial mencukupi, ya caranya
lewat itu tadi...memberikan sumbangan setiap kali di RW ada kegiatan. Saya selalu
mencoba untuk fair, artinya saya selalu mengumumkan siapa saja yang memberikan
sumbangan dan sumbangannya berupa apa, ya...ini bukannya apa-apa, biar yang
14
nyumbang itu merasa diakui keberadaannya, dan yang diberi sumbangan tau siapa
yang menyumbang. Ya...semua wujud-wujud partisipasi yang ditunjukkan warga
apapun bentuknya, menurut saya sebagai bentuk keyakinan dari warga bahwa ini
kampungku dan aku perlu bersosialisasi.
Masyarakat Impian Dulu masyarakat itu khan cenderung diarahkan, ini sangat keliatan sekali
waktu jaman orde baru. Pola-pola kepemimpinan dibentuk dengan gaya paternalistik,
tapi kurang aspiratif, sehingga masyarakat itu kurang dapat dilibatkan dalam
pengambilan keputusan, yang itu justru untuk masyarakat itu sendiri, jadi muncul
kesan pasif di masyarakat. Nah, itu juga masih nampak sampai sekarang, banyak yang
masih berfikir petugas RW yang turun untuk memberikan pelayanan, nah kalau
seperti itu anggota masyarakat itu bukan bagian dari dinamika masyarakat. Nah, hal
tersebutlah yang sedang ingin saya ubah, menjadi masyarakat yang ikut
serta...caranya? ya lewat budaya cangkrukan itu, jadi saya harapkan balai RW itu
bukan lembaga yang terpisah dari warga, balai RW itu juga rumahnya warga, dan itu
harus dikomunikasikan...ya caranya saya menarik warga untuk mengobrol.
Sebenarnya saya itu ingin melihat warga menjadi masyarakat yang dinamis,
aspiratif dan partisipatif, masyarakat menjadi lebih terbuka, menjadi masyarakat yang
ikut memiliki semua yang ada di wilayah kita, ya menjadi masyarakat yang peduli,
ndak tahu nanti pedulinya bentuknya seperti apa atau mengarah kemana saya nggak
tahu, tapi saya sedang berusaha membangun dengan membentuk kelompok-kelompok
kecil lewat cangkrukan agar menjadi masyarakat yang terbuka, karena sesungguhnya
ini semua masyarakat itu masih dalam proses belajar atau tahap belajar yang belum
berada pada titik yang kita inginkan, kita semua ini sedang melakukan perubahan-
perubahan dan ini semua masih dalam kerangka proses.
Organisasi Terbuka dan Pimpinan Kolektif Organisasi RW bagi saya, tidak menganut struktur organisasi yang kaku.
Artinya, di RW saya ini sedang saya bangun dinamika berorganisasi yang sifatnya
pimpinan kolektif, setiap keputusan itu dibicarakan bersama-sama, walaupun tidak
ada ketuanya, semua bisa jadi ketuanya yang penting idenya itu rasional. Ide itu khan
15
pasti bagusnya, nah semua itu tergantung caranya...nah caranya itulah yang nanti juga
kita bicarakan, kita rembug bareng-bareng. Bahkan dalam kerangka operasionalnya,
beberapa pengurus diberi kewenangan untuk menandatangani surat-surat pelayanan
seperti KTP itu bisa diberi tanda tangan pengurus RW yang ditunjuk, tidak perlu harus
saya, kecuali kalau ada surat yang sifatnya administratif dan memiliki nilai-nilai
tertentu seperti perkara rumah dsb. Kalau yang lainnya itu ya terserah yang
berkesempatan untuk nandatangani, kan...yang membuat sah itu stempelnya RW, itu
kesepakatannya karena saya merubah untuk tidak tersentralisir kepada ketua RW saja,
saya juga menyampaikan ke pihak kelurahan kalau emang sekiranya ada pelayanan
yang tidak perlu persetujuan RT/RW ya langsung saja ke kelurahan nggak usah lewat
RT/RW, karena itu justru merepotkan warga.
Akan tetapi, untuk menjalankan itu semua saya berpendapat dibutuhkan
kewibawaan dari lembaga ini, yang saya maksudkan disini bahwa agar lembaga ini
mampu menjadi wadah bagi warganya sendiri, sehingga tidak perlu ada lembaga-
lembaga tandingan. Hal-hal tersebutlah yang saya coba beri pengertian ke warga
bahwa lembaga ini memberi pelayanan kepada warga, memfasilitasi kegiatan warga
dan bagian yang tidak terpisahkan dari warga, ya kan lembaga ini ada juga karena
warga yang membutuhkan.
Bapak Samsul Ma’arif, Ketua RW I yang memiliki falsafah hidup ”Nglurug
tanpa bolo, menang tanpo ngasorake, sakti tanpo aji-aji” serta menganggap
sebuah ilmu pengetahuan itu penting akan tetapi lebih penting lagi adalah
mengorganisasikan pengetahuan itu sehingga menjadi karya yang berguna,
dan beliau terus berkarya untuk lingkungannya.
16
KAMPUNGKU, DEKAT DI HATI “ari-ariku iki wis dipendem nang kene”, ada keterikatan secara emosional
antara saya dan tempat ini. Disini itu, nyamannya bukan main, dijamin bebas banjir,
akses kemana-mana gampang, mau ke kampus itu paling lama 5 menit, ke rumah
sakit, ke pusat keramaian, ke pasar, dan enaknya disini itu bisa dijangkau cukup
dengan satu kali lyn (angkot) aja.
Tapi yang bikin lebih terasa nyaman lagi itu, kebersamaannya itu loh,
keakraban antar sesama warga, kalau ada yang sakit dijenguk bareng-bareng, kalau
ada yang meninggal itu semua mbantu ada yang pasang terop, ngurus konsumsi
pokoknya nggak perlu dikomandoi dan nggak ada yang dateng telat, contoh yang
paling sederhana dan paling menyenangkan itu kita bisa saling lempar masakan antar
warga, tadi pagi disini lagi masak botok nah tetangga depan lagi masak sayur asem,
nah...itu bisa tukar-tukaran gitu....terasa banget khan keakraban dan kebersamaannya,
perasaan saya kalau sudah liat kayak gitu itu ya...betapa indahnya kebersamaan, dan
itu yang kudu tetep dipupuk, kebersamaan, keakraban, sayang khan kalo luntur.
Kebetulan juga saya ketua RT disini, sudah dua periode, nah saya pengen banget
mupuk kebersamaan itu dan dijaga terus, biasanya disini itu setiap bulan seklai
kumpul warga, silaturahmi duduk bareng nggelar kloso, lesehan bareng-bareng, nah
disitu khan kerasa banget akrabnya, nggak ada yang ditutup-tutupi antar warga,
kadang saya adakan sedikit variasi, contohnya waktu Maulud Nabi kemarin, saya ajak
warga bikin nasi kuning tiap rumah 5 kotak, terus saya kumpulkan dalam kotak yang
sama, dan ditukar bareng-bareng, nah seru kan...katanya warga ”wah kalo gini, belum
pernah ada di RT-RT sebelumnya”. Kalau sudah liat itu semua rasanya itu hidup terasa
indah banget, makanya bersosialisasi itu perlu, gimana kita bisa merubah lingkungan
ini kalau bukan dari kita yang mau bersosialisasi, kalau kita sudah bisa berpartisipasi
ke lingkungan, baru kita bisa ajak tetangga kanan dan kiri kan jadi gampang.
Kalau sudah liat nyamannya kayak gitu, bikin kita males pindah dari sini,
ada contoh salah satu warga disini itu ngotot banget nggak mau pindah. Karena sudah
merasa nyaman...tapi ya...masalah klasik sih keadaan yang memaksanya untuk tetap
17
pindah, tapi dia itu ngotot banget nggak mau pindah dari sini, terus saya bilangin
”udah gak papa, nanti toh masih bisa saling kontak-kontakan”, dan hasilnya sudah
sampai satu tahun ini, warga itu masih ikut arisan disini, istilahnya nggak mau lepas.
Suasana yang menyenangkan dan nyaman disini akan tambah
menyenangkan kalau umpamanya semua jalan disini sudah dipaving, terus ada
poskamling yang memadai, dan ada taman toganya...wahhhh bayanginnya disini pasti
akan tertata rapi dan seger, enak dipandang, kalau enak dimata kan secara psikologis
itu khan bikin nyaman iya khan, terus sekarang itu khan jaman radikal bebas dimana-
mana, nah obat juga gak njamin, kadang juga ada efek sampingnya nah kalau ada
taman toganya itu kan bisa lebih alami, lha kalau itu semua bisa terwujud wah bisa
bikin tambah nyenengin, lebih nyaman, dan makin bikin terikat aja, susah untuk
ditinggalin, dan saya pun sudah betah disini baru 40 tahun.
Bapak. Yoyok Suryonegoro, sudah sejak tahun 1964 atau sekitar 40 tahun
beliau tinggal di Gubeng Kertajaya, begitu lamanya beliau tinggal disini,
membuat dirinya dan lingkungannya sudah memiliki keterikatan emosional,
baginya Gubeng Kertajaya sangat sulit untuk ditinggalkan.
18
UNTUNG dari Gubeng Kertajaya “Panggil saja saya UNTUNG”, ya se-Untung nama saya, saya bisa berada di
kampung ini, sudah sejak tahun 70-an saya berada di kampung ini, sebagai seorang
WAKER, atau istilahnya tenaga kerjanya RW, waktu itu saya diajak oleh bapak
Ajianto untuk ikut bergabung di kampung ini, hanya ada satu dalam pikiran
saya…”yang penting saya mendapatkan tempat tinggal”,
Di kampung ini, saya melihatnya itu gambyong warganya itu, melihat bapak
dan ibunya kompak kalau ada kerja bakti, apalagi dulu waktu jaman pak RW-nya pak
Marditopo, bapak ibunya bareng-bareng kerja bakti, nah anak mudanya itu aktif di
bidang seni. Ada karawitan, ada sendra tarinya pula….pernah pentas di Gelora
Pancasila itu kolosal sampai 200 orang, itu pemuda-pemudi asli sini semua. Ya....
seiring dengan berjalannya waktu, sekarang itu gantian yang aktifnya itu ibu-ibu, ada
seni hadrah..ya lumayan sudah manggung ke acara-acara kampung, terus disini juga
ada senam lansia, lha kalau bapak-bapaknya itu aktifnya lewat cangkrukankadang
diselingi main catur, ya minum kopi sambil membicarakan bagaimana enaknya
kampung ini, kalau kegiatan itu ya…jamannya pak RW yang sekarang ini. Ya...disini
barusan aja mengadakan pengajian Tan Mei Hwa, lah itu yang mengundang inisiatif
warga sendiri lho...ada warga yang mau sponsori gitu.
Kalau melihat warganya itu, benar-benar membuat saya merasa beruntung,
saya bisa menyekolahkan anak saya yang pertama sekarang sudah bekerja sambil
kuliah, dan yang kedua sekarang SMP, ya Alhamdulillah dari SD sampai SMA itu
masuk negeri terus, itu semua juga karena warga yang menerima saya, ya....istilahnya
warga itu sudah cocok, sudah hampir pergantian lima ketua RW itu saya juga masih
dipercaya, ya...itu juga yang saya tanamkan ke anak saya. Ya...wujud kepercayaan
warga itu kalau ada hajatan itu dipercaya untuk menjaga keamanannya, terus juga
mengelola balai RW ini. Di sini itu balai RW-nya banyak manfaatnya lho...mulai dari
ada TK, terus wartel ini, terus juga disewakan buat pertemuan para purnawirawan
Polri. Kalau perkara TK itu malah duluan TK-nya yang berdiri dibanding balai RW-
19
nya, nah itu kalau disini habis ada acara seperti hadrah gitu, lha itu yang menata
kursinya kembali itu saya, ya itu tugas saya mengelola balai RW ini.
Saya pingin, nanti itu anak cucu saya itu merasakan di kampung ini itu bisa
lebih tenang, lebih meriah, dengan suasana dan model baru, jadi model barunya itu
semua aktif, PKKnya aktif, Karang tarunanya aktif, ya biar anak cucu saya bisa
merasakan keberuntungan saya disini.
Pak UNTUNG, begitu nama panggilannya. Jangan heran kalau sering
mendengar kata ”monggo pak Untung...” karena hampir setiap kali keluar dari
gapura RW I, kita bisa bertemu beliau. Dengan rokok filter khas di bibirnya,
beliau dengan ramah menyapa kembali para warga.
20
TUMPENGAN WARGA UNTUK SAYA, Ketua Karang Taruna yang juga menjabat ketua RT, bayangin coba?, tapi itu
dulu waktu jaman saya masih muda, karena sejak awal saya memang suka
berorganisasi, dan kebetulan juga lahir disini, ya sudah sekalian saja, lha wong nggak
ada yang mau jadi ketua RT waktu itu, jadi saya ituwaktu itu aktif jadi pemuda ayo…
jadi bapak-bapak ketua RT ayo…
Ya, asyiknya disini itu orangnya kompak, kemana-mana kompak ibu-ibunya
ikut lomba senam di THR tingkat Kotamadya, hanya dengan bondho nekat aja itu
sudah bisa jadi juara coba, belum lagi kalau ada lomba tujuh belasan, kalau sudah di
tingkat RW, RT saya ini bisa jadi juara umum, ya…warga disini itu kompak, dulu itu
disini juga jadi gang percontohan lho, jadi waktu itu saya bangunkan Poskamling di
depan rumah saya, itu jamannya saya jadi ketua karang taruna, terus sekarang sudah
jarang dipakai lagi, maksud saya mau saya ganti dengan bangun musholla, biar anak-
anak kecil bisa belajar mengaji disini, di RT sini itu juga diadakan peringatan Maulud
Nabi, itu bisa bikin selametan bareng-bareng, ngumpulin makanan jadi satu, terus
saya bacakan do’a jadi saya ini ya…. pak RT ya….merangkap pak Modin
hahahahaha..., orang yang berbeda keyakinan pun juga ikut dateng di acara Maulud
Nabi itu. Lucunya, kompaknya warga itu juga dalam bentuk spontanitas, kemarin itu
ada tujuh belasan itu, kita menarik dana dari warga itu cuman 3 hari sebelum acara
itu, malah dapetnya banyak, pengajian juga gitu kalau yang namanya “tiket untuk ke
surga”, wahhh semua pada semangat, malah berlebih-lebih. Ada warga yang berduka
juga gitu, sifatnya spontanitas langsung, nggak ada yang jadi koordinator, yang
masang terop, yang ngurus surat, yang nyebarin sumbangan pokoknya semua itu
spontanlah. Ada satu keunggulan dari RT ini adalah, banyak pendidik disini, ada yang
dosen ITS, UNAIR, IKIP, guru, kalau banyak pendidiknya itu kan jadi lebih disegani
begitu, pokoknya jangan sekali-sekali melupakan pendidik gitu.
Kebetulan juga sekarang saya juga jadi ketua RT lagi, tapi ini sudah yang
kedua periode, saya jadi terharu dan bangga waktu inget saya terpilih jadi ketua RT
itu, seluruh warga bikin tumpengan dimakan bareng-bareng satu RT, coba bayangin…
21
kata warga “pokoknya yang jadi RT harus yang penduduk asli sini”, warga memilih
saya juga karena kebetulan saya ini kan pendidik, warga itu senang kalau
pemimpinnya itu seorang pendidik, ya…disegani gitu. Saking senengnya malah ada
warga yang nyeletuk “wis pak, sampeyan jadi pak RT seumur hidup, ae” Ya sekarang
sudah saatnya gantian, yang muda-muda, adik-adik saya itu kan bisa jadi pemimpin,
saya sudah saatnya memperjuangkan di tingkat yang lebih tinggi, tapi saya juga pasti
membantu, toh saya juga penduduk sini, lha wong ayah juga yang termasuk mbabat
alas disini kok.
YANG PENTING ITU SEMANGATNYA !!! Modalnya ibu-ibu itu semangat, selama ini kegiatan yang aktif itu justru dari
ibu-ibu, kalau bapak-bapaknya itu ya….kumpul-kumpul aja, tapi kalau kegiatan itu
yang banyak malah dari ibu-ibu. Mulai dari senam, pengajian sampai arisan. Itu
semua dilakukan dengan semangat lho….bayangkan, waktu itu itu tidak ada dana
untuk ikut lomba senam tingkat Kotamadya, ya akhirnya ibu-ibu itu urunan buat ikut
lomba itu…saya kok ngerasa kasian gitu…ibu-ibu itu punya semangat tapi kok nggak
punya dana, ya akhirnya…saya punya ide, tetangga depan kan lagi bangun rumah,
nah…pagernya itu mau dibuang, terus saya bilang “dari pada dibuang, kan sayang…
ya mending dijual saja, dananya buat lomba itu”, ya akhirnya malah dapet juara III,
kan lumayan. Kalau tentang pengajian, disini itu memang sudah tradisi, sudah dari
dulu yang tua-tua itu senang pengajian, kalau yang namanya “tiket ke Surga” itu
semua pada antusias, urunan buat memanggil guru ngaji ustadz atau ustadzah itu
semua pasti mau, kalau ada yang berduka itu juga saling membantu buat meringankan
beban keluarga yang ditinggalkan, yang penting jangan disalah gunakan kalau emang
niatnya mengaji ya mengaji jangan dibuat bisnis, kalau bisnis ya…lewat arisan saja
begitu.
Yang namanya tetangga, itu harus selalu liat kanan kirinya, jangan sampai
ada tetangga yang masih kelaparan, tapi kita sudah bepergian, nah itu yang membuat
warga disini itu saling membantu, ya....dikampung sini itu sudah biasa kalau kita
saling membantu, kalau masak gitu...kalau istri saya nggak punya bumbu, kadang-
kadang juga minta tetangga depan, ya….seneng gitu kalau warga itu bisa saling
22
membantu, kadang-kadang juga ada warga yang saling membantu meminjami modal,
tapi bukan diberi lho….soalnya kalao diberi kan nanti jadi tergantung, jadi sifatnya ya
dipinjami modal buat usaha, nggak hanya dari RT/RW saja tapi juga sesama warga,
toh disini juga ada simpan pinjamnya. Soal keamanan itu juga begitu, kita juga saling
membantu, di depan gang itu kan ada banyak toko, seperti showroom mobil, terus
showroom motor, nah itu yang menjaga ya warga sini juga, jadi mereka itu nggak
perlu nyewa penjaga juga. Nah, itu mereka juga membantu kalau warga itu bikin
acara, seperti kemarin itu 17-an itu semua membantu, bahkan kita itu bias ngumpulin
hadiah TV 21 inci sebanyak 3 buah itu semua juga dari warga, itu kan nyenengin
liatnya. Saling mengawasi, saling membantu dan saling peduli istilahnya. Kalau
semua warga ikut memikirkan kampungnya itu kan enak rasanya.
Bapak Samiadi, lahir dan dibesarkan di kampung RW I Gubeng Kertajaya,
sebagai pemuda yang aktif beliau pernah menjabat ketua Karang Taruna yang
juga merangkap ketua RT. Banyak cerita menarik yang membuat beliau
bangga pada warganya.