pertumbuhan ekonomi provinsi di indonesia …

18
Saputri Kusumaningrum dan Risni Julaeni Yuhan, Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia Berdasarkan Indeks Komposit | 1 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN INDEKS KOMPOSIT PERTUMBUHAN INKLUSIF DAN FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA (Economic Growth of Provinces in Indonesia Based on Inclusive Growth Composite Index and The Influence Factors) Saputri Kusumaningrum dan Risni Julaeni Yuhan Politeknik Statistika STIS, Jl. Otto Iskandar Dinata No. 64C, Jakarta Timur 13330 Email: [email protected] dan [email protected] Naskah diterima: 1 September 2018 Naskah direvisi: 17 Januari 2019 Naskah diterbitkan: 30 Juni 2019 Abstract In 2016, the high growth of Gross Regional Domestic Product (GRDP) in several provinces in Indonesia was also followed by high income inequality, poverty and unemployment, such as in Papua, Gorontalo, and Southeast Sulawesi. This condition is not in accordance with the concept of inclusive growth. The concept explains that in achieving economic growth all levels of society must participate in the process and economic growth can also be enjoyed by all levels of society. Therefore, the purpose of this study was to find out the level of growth of inclusive provincial achievements in Indonesia in 2016 and analyze the factors that influence these achievements. This study uses 2 methods, namely the inclusive growth composite index adopted from McKinley (2010) and multiple regression to answer related factors that influence it. The data used is sourced from the BPS, the Ministry of Health, and Bank Indonesia. The results show that there are no provinces in Indonesia that have achieved inclusive growth that excelled (index values 8 to 10) in 2016. Most provinces in Indonesia achieved satisfactory inclusive growth (index values 4 to 7) and there were two provinces having unsatisfactory categories (index value < 4) namely Papua and East Nusa Tenggara. In addition, this study analyzes the factors that influence the inclusive growth of provinces in Indonesia using multiple linear regression analysis. The results of regression analysis show that gross fixed capital formation, trade openness, and the ratio of MSME credit to GRDP affect inclusive growth. Keywords: economic growth, inclusive growth, inclusive growth composite index Abstrak Pada tahun 2016, pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang tinggi di beberapa provinsi di Indonesia ternyata diikuti pula ketimpangan pendapatan, kemiskinan, dan penganggurannya yang tinggi, seperti di Papua, Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara. Kondisi tersebut tentu saja belum sesuai dengan konsep pertumbuhan inklusif, di mana dalam mencapai pertumbuhan ekonomi maka seluruh lapisan masyarakat harus ikut serta dalam prosesnya dan dapat menikmati hasilnya. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat capaian pertumbuhan inklusif provinsi di Indonesia pada tahun 2016 dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi capaian tersebut. Pendekatan penelitian menggunakan 2 metode, yaitu indeks komposit pertumbuhan inklusif yang diadopsi dari McKinley (2010) dan regresi berganda untuk menjawab terkait faktor-faktor yang memengaruhinya. Data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Kesehatan, dan Bank Indonesia. Hasil analisis menujukkan bahwa ternyata belum ada provinsi di Indonesia yang memiliki capaian pertumbuhan inklusif berkategori unggul (nilai indeks: 8-10) selama tahun 2016. Sebagian besar provinsi di Indonesia mencapai pertumbuhan inklusif dengan kategori memuaskan (nilai indeks: 4-7) dan terdapat dua provinsi yang memiliki kategori tidak memuaskan (nilai indeks: < 4), yaitu Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur. Selain itu, penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan inklusif provinsi di Indonesia menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa pembentukan modal tetap bruto, keterbukaan perdagangan, dan rasio kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terhadap PDRB memengaruhi pertumbuhan inklusif. Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan inklusif, indeks komposit pertumbuhan inklusif PENDAHULUAN Pertumbuhan inklusif merupakan salah satu visi dari pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Pertumbuhan inklusif yang berkelanjutan dalam arti luas mencakup peningkatan produksi, pendapatan, dan distribusi pendapatan/ pengeluaran (Suryanarayana, 2013). Oleh sebab itu, pembangunan dan pertumbuhan suatu wilayah dikatakan inklusif apabila pembangunan tersebut melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan hasilnya dapat dirasakan secara merata (Klasen, 2010). Selain peningkatan laju pertumbuhan dan perluasan ekonomi, pertumbuhan inklusif beriringan dengan meningkatnya kesempatan kerja produktif dan pemerataan penanaman modal (World Bank, 2009). Hal itu menyebabkan indikator pertumbuhan inklusif tidak hanya berupa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi juga antara lain tingkat kemiskinan yang rendah, tercapainya pemerataan pendapatan, dan berkurangnya tingkat pengangguran. Selanjutnya, agar pertumbuhan tersebut berkelanjutan sampai di masa depan maka pertumbuhan harus menyeluruh di berbagai sektor dan dapat mengikutsertakan sebagian besar angkatan kerja yang ada. Konsep

Upload: others

Post on 14-Nov-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Saputri Kusumaningrum dan Risni Julaeni Yuhan, Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia Berdasarkan Indeks Komposit | 1

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN INDEKS KOMPOSITPERTUMBUHAN INKLUSIF DAN FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

(Economic Growth of Provinces in Indonesia Based on Inclusive Growth Composite Index and The Influence Factors)

Saputri Kusumaningrum dan Risni Julaeni YuhanPoliteknik Statistika STIS, Jl. Otto Iskandar Dinata No. 64C, Jakarta Timur 13330

Email: [email protected] dan [email protected]

Naskah diterima: 1 September 2018Naskah direvisi: 17 Januari 2019Naskah diterbitkan: 30 Juni 2019

AbstractIn 2016, the high growth of Gross Regional Domestic Product (GRDP) in several provinces in Indonesia was also followed by high income inequality, poverty and unemployment, such as in Papua, Gorontalo, and Southeast Sulawesi. This condition is not in accordance with the concept of inclusive growth. The concept explains that in achieving economic growth all levels of society must participate in the process and economic growth can also be enjoyed by all levels of society. Therefore, the purpose of this study was to find out the level of growth of inclusive provincial achievements in Indonesia in 2016 and analyze the factors that influence these achievements. This study uses 2 methods, namely the inclusive growth composite index adopted from McKinley (2010) and multiple regression to answer related factors that influence it. The data used is sourced from the BPS, the Ministry of Health, and Bank Indonesia. The results show that there are no provinces in Indonesia that have achieved inclusive growth that excelled (index values 8 to 10) in 2016. Most provinces in Indonesia achieved satisfactory inclusive growth (index values 4 to 7) and there were two provinces having unsatisfactory categories (index value < 4) namely Papua and East Nusa Tenggara. In addition, this study analyzes the factors that influence the inclusive growth of provinces in Indonesia using multiple linear regression analysis. The results of regression analysis show that gross fixed capital formation, trade openness, and the ratio of MSME credit to GRDP affect inclusive growth.Keywords: economic growth, inclusive growth, inclusive growth composite index

AbstrakPada tahun 2016, pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang tinggi di beberapa provinsi di Indonesia ternyata diikuti pula ketimpangan pendapatan, kemiskinan, dan penganggurannya yang tinggi, seperti di Papua, Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara. Kondisi tersebut tentu saja belum sesuai dengan konsep pertumbuhan inklusif, di mana dalam mencapai pertumbuhan ekonomi maka seluruh lapisan masyarakat harus ikut serta dalam prosesnya dan dapat menikmati hasilnya. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat capaian pertumbuhan inklusif provinsi di Indonesia pada tahun 2016 dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi capaian tersebut. Pendekatan penelitian menggunakan 2 metode, yaitu indeks komposit pertumbuhan inklusif yang diadopsi dari McKinley (2010) dan regresi berganda untuk menjawab terkait faktor-faktor yang memengaruhinya. Data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Kesehatan, dan Bank Indonesia. Hasil analisis menujukkan bahwa ternyata belum ada provinsi di Indonesia yang memiliki capaian pertumbuhan inklusif berkategori unggul (nilai indeks: 8-10) selama tahun 2016. Sebagian besar provinsi di Indonesia mencapai pertumbuhan inklusif dengan kategori memuaskan (nilai indeks: 4-7) dan terdapat dua provinsi yang memiliki kategori tidak memuaskan (nilai indeks: < 4), yaitu Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur. Selain itu, penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan inklusif provinsi di Indonesia menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa pembentukan modal tetap bruto, keterbukaan perdagangan, dan rasio kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terhadap PDRB memengaruhi pertumbuhan inklusif. Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan inklusif, indeks komposit pertumbuhan inklusif

PENDAHULUANPertumbuhan inklusif merupakan salah satu visi

dari pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Pertumbuhan inklusif yang berkelanjutan dalam arti luas mencakup peningkatan produksi, pendapatan, dan distribusi pendapatan/pengeluaran (Suryanarayana, 2013). Oleh sebab itu, pembangunan dan pertumbuhan suatu wilayah dikatakan inklusif apabila pembangunan tersebut melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan hasilnya dapat dirasakan secara merata (Klasen, 2010). Selain peningkatan laju pertumbuhan dan perluasan

ekonomi, pertumbuhan inklusif beriringan dengan meningkatnya kesempatan kerja produktif dan pemerataan penanaman modal (World Bank, 2009). Hal itu menyebabkan indikator pertumbuhan inklusif tidak hanya berupa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi juga antara lain tingkat kemiskinan yang rendah, tercapainya pemerataan pendapatan, dan berkurangnya tingkat pengangguran. Selanjutnya, agar pertumbuhan tersebut berkelanjutan sampai di masa depan maka pertumbuhan harus menyeluruh di berbagai sektor dan dapat mengikutsertakan sebagian besar angkatan kerja yang ada. Konsep

Page 2: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 10, No. 1, Juni 2019 1 - 17|2

ini berbeda dengan analisis pertumbuhan ekonomi yang pro poor growth, di mana hanya fokus pada pengaruh pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan (World Bank, 2009).

Di Indonesia sudah ada beberapa penelitian mengenai pertumbuhan inklusif. Sholihah melakukan penelitian pada 2014 mengenai pertumbuhan inklusif dalam menurunkan kemiskinan, ketimpangan, dan meningkatkan lapangan kerja. Hasilnya menunjukkan

bahwa fenomena tersebut terjadi secara tidak konsisten di Indonesia. Selain itu, Cahyadi, et al. (2018) menunjukkan bahwa pertanian sebagai sektor unggulan di Bali mendukung pertumbuhan inklusif dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan tetapi tidak untuk perluasan lapangan kerja. Sebaliknya, sektor pariwisata sebagai sektor unggulan di Bali berhubungan positif dengan pertumbuhan inklusif dalam perluasan tenaga kerja tetapi tidak

Tabel 1. Pertumbuhan PDRB, Gini Rasio, Persentase Penduduk Miskin, dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Provinsi Tahun 2015 dan 2016

ProvinsiPertumbuhan PDRB

(persen)Penduduk Miskin

(persen) Gini Ratio Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)

2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Sulawesi Tengah 15,52 9,98a 14,07 14,09b 0,37 0,35 4,10 3,29Papua 7,47 9,21 a 28,40 28,40 b 0,39 0,40 c 3,99 3,35Sulawesi Selatan 7,17 7,41 a 10,12 9,24 0,40 0,40 c 5,95 4,80Gorontalo 6,22 6,52 a 18,16 17,63 b 0,40 0,41 c 4,65 2,76Sulawesi Tenggara 6,88 6,51 a 13,74 12,77 b 0,38 0,39 c 5,55 2,72Kalimantan Tengah 7,01 6,36 a 5,91 5,36 0,30 0,35 4,54 4,82Bali 6,03 6,24 a 5,25 4,15 0,40 0,37 c 1,99 1,89Sulawesi Utara 6,12 6,17 a 8,98 8,20 0,37 0,38 c 9,03 6,18d

Sulawesi Barat 7,39 6,03 a 11,90 11,19 b 0,36 0,37 3,35 3,33DKI Jakarta 5,89 5,85 a 3,61 3,75 0,42 0,40 c 7,23 6,12 d

Nusa Tenggara Barat 21,77 5,82 a 16,54 16,02 b 0,36 0,37 c 5,69 3,94Maluku Utara 6,10 5,77 a 6,22 6,41 0,29 0,31 6,05 4,01Maluku 5,48 5,76 a 19,36 19,26 b 0,34 0,34 9,93 7,05 d

Jawa Barat 5,04 5,67 a 9,57 8,77 0,43 0,40 c 8,72 8,89 d

Jawa Timur 5,44 5,55a 12,28 11,85 b 0,40 0,40 c 4,47 4,21Bengkulu 5,13 5,30 a 17,16 17,03 b 0,37 0,35 4,91 3,30Jawa Tengah 5,47 5,28 a 13,32 13,19 b 0,38 0,36 4,99 4,63Sumatera Barat 5,52 5,26 a 6,71 7,14 0,32 0,31 6,89 5,09Banten 5,40 5,26 a 5,75 5,36 0,39 0,39 c 9,55 8,92 d

Kalimantan Barat 4,86 5,22 a 8,44 8,00 0,33 0,33 5,15 4,23Sumatera Utara 5,10 5,18 a 10,79 10,27 b 0,33 0,31 6,71 5,84 d

Nusa Tenggara Timur 5,03 5,18 a 22,58 22,01 b 0,35 0,36 3,83 3,25Lampung 5,13 5,15 a 13,53 13,86 b 0,35 0,36 5,14 4,62DI Yogyakarta 4,95 5,05 a 13,16 13,10 b 0,42 0,43 c 4,07 2,72Sumatera Selatan 4,42 5,03 a 13,77 13,39 b 0,33 0,36 6,07 4,31Kepulauan Riau 6,01 5,03 a 5,78 5,84 0,34 0,35 6,20 7,69 d

Papua Barat 4,15 4,52 25,73 24,88 b 0,43 0,40c 8,08 7,46 d

Kalimantan Selatan 3,83 4,38 4,72 4,52 0,33 0,35 4,92 5,45Jambi 4,20 4,37 9,12 8,37 0,34 0,35 4,34 4,00Kep. Bangka Belitung 4,08 4,11 4,83 5,04 0,28 0,29 6,29 2,60Kalimantan Utara 3,40 3,75 6,32 6,99 0,31 0,31 5,68 5,23Aceh -0,73 3,31 17,11 16,43 b 0,34 0,34 9,93 7,57 d

Riau 0,22 2,23 8,82 7,67 0,37 0,35 7,83 7,43 d

Kalimantan Timur -0,21 -0,38 6,10 6,00 0,32 0,33 7,50 7,95 d

Indonesia (PDB) 4,88 5,02 11,13 10,70 0,40 0,39 6,18 5,61

Sumber: Badan Pusat Statitik (www.bps.go.id), diolah.Keterangan:

a : Pertumbuhan PDRB di atas 5,02.b : Persentase Penduduk Miskin di atas 10,70.c : Gini Ratio di atas 0,39.d : TPT di atas 5,61.

Page 3: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Saputri Kusumaningrum dan Risni Julaeni Yuhan, Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia Berdasarkan Indeks Komposit | 3

untuk pengurangan kemiskinan dan ketimpangan. Sedangkan Sitorus & Arsani (2018) menggunakan tiga metode pendekatan dalam mengukur pertumbuhan inklusif di Indonesia tahun 2010-2015 yang dilakukan oleh ADB (Asian Development Bank), WEF (World Economic Forum), dan UNDP (United Nation Development Programme). Pada metode yang dilakukan ADB menunjukkan bahwa pertumbuhan inklusif di 33 provinsi di Indonesia memuaskan kecuali Papua. Pendekatan metode oleh WEF dan UNDP menunjukkan jika Papua dan Papua Barat memiliki inklusivitas yang rendah dibandingkan provinsi lainnya. Meskipun demikian, inklusivitas Indonesia secara nasional membaik, baik ditinjau dari single indicator ataupun dari indeks komposit.

Pada Tabel 1 terlihat bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi level provinsi di Indonesia tahun 2016 ternyata belum dapat dirasakan secara merata oleh masyarakat. Hal ini ditinjau dari indikator utama pertumbuhan inklusif, yaitu kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan lapangan kerja. Misalnya Provinsi Papua memiliki pertumbuhan PDRB tertinggi kedua setelah Provinsi Sulawesi Tengah, namun Provinsi Papua justru memiliki persentase penduduk miskin terbesar dan gini ratio sepuluh besar tertinggi di Indonesia. Seperti halnya kondisi Provinsi Papua, beberapa provinsi lain juga mengalami hal serupa. Oleh sebab itu, suatu ukuran yang dapat memberikan gambaran sejauh mana capaian pertumbuhan inklusif provinsi-provinsi di Indonesia menjadi penting.

Saat ini, banyak metode yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan inklusif. Namun demikian belum ada metode tertentu yang disepakati untuk digunakan dalam menghitung pertumbuhan inklusif. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan inklusif adalah Indeks Komposit Pertumbuhan Inklusif (IKPI) atau Inclusive Growth Composite Index yang diusulkan McKinley (2010). Metode tersebut diharapkan mampu menggambarkan pertumbuhan inklusif di Indonesia dengan lebih obyektif karena selain memasukkan indikator utama pertumbuhan inklusif, McKinley juga memasukkan indikator-indikator lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan perlindungan sosial. Sejalan dengan hal itu, menurut Sitorus & Arsani (2018) pertumbuhan inklusif sebagai pertumbuhan multidimensi tidak dapat diukur hanya dari hubungan pertumbuhan ekonomi dengan faktor ekonomi lainnya tetapi juga dengan faktor sosial, seperti pendidikan, kesehatan, fertilitas, dan lainnya. Oleh sebab itu, dengan lebih banyaknya indikator yang digunakan oleh McKinley maka indeks yang terbentuk akan menjadi lebih sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.

Selain keberadaan indeks pertumbuhan inklusif yang menggunakan indeks komposit, faktor-faktor yang memengaruhi tingkat capaian pertumbuhan inklusif juga tidak dapat diabaikan. Beberapa peneliti telah mengamatinya, seperti Khan, et al. (2016) menunjukkan bahwa perkembangan finansial, globalisasi, dan inflasi berpengaruh terhadap pertumbuhan inklusif. Hasil penelitian Azwar (2016) menunjukkan bahwa faktor pengangguran, kesehatan, dan belanja daerah ternyata memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan inklusif. Sebaliknya, pendidikan, pertumbuhan ekonomi, dan banyaknya penduduk miskin justru berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan inklusif. Penelitian dari Anand, et al. (2013) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan inklusif, antara lain investasi asing dan keterbukaan perdagangan. Di wilayah Asia, faktor redistribusi fiskal, kebijakan moneter untuk stabilitas makro, reformasi struktural untuk merangsang perdagangan, penurunan pengangguran, dan produktivitas menjadi penentu penting dalam pertumbuhan inklusif (Aoyagi & Ganelli, 2015).

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi inklusif di tingkat provinsi di Indonesia berdasarkan indeks komposit beserta faktor-faktor yang memengaruhinya.

METODEPengukuran pertumbuhan inklusif dengan

metode IKPI melibatkan empat dimensi yang setiap dimensinya terdiri dari beberapa subdimensi dan setiap subdimensi terdiri dari beberapa indikator. Indikator-indikator tersebut akan diberi skor sebesar 1-10 kemudian dirata-rata untuk mendapatkan skor subdimensi. Setiap subdimensi penyusunnya dikalikan dengan penimbang yang totalnya sama dengan seratus persen. Empat dimensi penyusun IKPI menurut McKinley (2010), yaitu:1. Dimensi pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja

produktif dan infrastruktur ekonomiDimensi pertama dibagi ke dalam tiga subdimensi yaitu pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja produktif, dan infrastruktur ekonomi. Masing-masing subdimensi tersebut sebesar 25 persen, 15 persen, dan 10 persen.

2. Dimensi kemiskinan dan kesetaraanDimensi ini terbagi menjadi tiga subdimensi yaitu kemiskinan, ketimpangan umum dan ketimpangan gender. Bobot yang ditetapkan untuk masing-masing subdimensi tersebut secara berurutan adalah 10, 10, dan 5 persen.

3. Dimensi human capabilitiesHuman capabilities menjadi penting dalam pertumbuhan inklusif karena dengan human

Page 4: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 10, No. 1, Juni 2019 1 - 17|4

capabilities, tenaga kerja dapat memperoleh keuntungan dari kesempatan ekonomi yang ada secara produktif. Pada dimensi ini terdapat tiga subdimensi yaitu pendidikan, kesehatan, dan air dan sanitasi. Masing-masing subdimensi tersebut memiliki bobot 5 persen.

4. Dimensi perlindungan sosialPerlindungan sosial penting untuk mengurangi kemiskinan dalam mewujudkan pertumbuhan inklusif. ADB menggunakan indeks perlindungan sosial (social protection index) untuk menilai dimensi ini. Namun indeks tersebut hanya tersedia pada level negara. Selain menggunakan indeks perlindungan sosial, penilaian perlindungan sosial dapat dilihat dari sisi pemerintahan. Indikator yang digunakan adalah rasio penerimaan terhadap produk domestik bruto (PDB). Rasio tersebut mencerminkan keberhasilan pemerintah dalam membagi-bagi sumber keuangan domestik. Bobot yang

digunakan untuk dimensi perlindungan sosial ini adalah 10 persen.

Nilai indeks yang terbentuk terdapat pada rentang 1-10. Semakin tinggi nilai indeks suatu wilayah maka semakin baik kemajuan pertumbuhan inklusif wilayah tersebut. IKPI oleh McKinley (2010) dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:1. kategori kemajuan tidak memuaskan pada

pertumbuhan inklusif adalah indeks komposit pertumbuhan inklusif yang bernilai 1-3.

2. kategori kemajuan memuaskan adalah IKPI yang bernilai 4-7.

3. kategori kemajuan unggul adalah IKPI yang bernilai 8-10.

Penggunaan IKPI yang diajukan oleh McKinley (2010) digunakan oleh Khan, et al. (2016) untuk mengukur inklusivitas pertumbuhan di Pakistan tahun 1990-2012. Indikator yang digunakan pada setiap dimensi tidak sepenuhnya sama dengan indikator

Tabel 2. Variabel-Variabel Penyusun Indeks Komposit Pertumbuhan Inklusif

Dimensi Subdimensi Indikator

(1) (2) (3)

Pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja yang produktif, dan infrastruktur ekonomi

Pertumbuhan

Laju pertumbuhan PDRB per kapita

Persentase sumbangan sektor pertanian

Persentase sumbangan sektor industri

Persentase sumbangan sektor jasa

Lapangan kerjaPersentase pekerja di sektor industri

Persentase pekerja dengan status berusaha sendiri dan pekerja keluarga tak dibayar

Infrastruktur ekonomi

Persentase rumah tangga dengan penerangan listrik

Persentase penduduk yang memiliki/menguasai telepon seluler

Penanganan kemiskinan dan kesetaraan

Kemiskinan Persentase penduduk miskin

Ketimpangan pendapatan Gini ratio

Kesetaraan genderRasio TPAK perempuan dan laki-laki

Persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan

Human Capabilities

Kesehatan dan nutrisi AHH

Pendidikan

APM SD

APM SMP

APM SMA

Air dan sanitasiPersentase penduduk dengan sumber air minum layak

Persentase penduduk dengan akses sanitasi layak

Perlindungan social Perlindungan sosial

Rasio pendapatan terhadap PDRB

Persentase penduduk yang tercakup dalam jaminan kesehatan nasional

Sumber: McKinley, 2010 (dimodifikasi).

Page 5: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Saputri Kusumaningrum dan Risni Julaeni Yuhan, Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia Berdasarkan Indeks Komposit | 5

yang disarankan oleh McKinley. Terdapat beberapa indikator yang tidak dipakai dan ada pula indikator yang diganti sebagai pendekatan, yaitu indikator rasio tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan dan laki-laki sebagai penilaian dimensi ketimpangan gender dan indikator pada dimensi perlindungan sosial yang diganti menggunakan efektivitas pemerintah dan indeks persepsi korupsi. Selain Khan, et al. (2016) terdapat beberapa peneliti yang melakukan pengukuran pertumbuhan inklusif dengan IKPI McKinley. Peneliti tersebut, antara lain Ali & Ali (2014), Udah & Ebi (2016), GMS-DAN (2014), dan Bappeda & BPS DIY (2016).

Data Data yang digunakan pada penelitian adalah

data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Kesehatan, dan Bank Indonesia. Secara teknis, seluruh data tersebut mencakup 33 provinsi yang dihitung dengan IKPI dan analisis regresi berganda. Provinsi Kalimantan Utara digabung dengan Provinsi Kalimantan Timur karena provinsi tersebut masih baru sehingga terdapat data yang belum tersedia.

Sedangkan variabel yang digunakan khusus pada analisis regresi berganda sebagai variabel terikat adalah IKPI. Indikator-indikator pembentuk IKPI disajikan pada Tabel 2.

Analisis DataUntuk metode pertama, langkah-langkah yang

dilakukan dalam membentuk IKPI, yaitu:1. Memberikan nilai pada setiap indikator

menggunakan metode normalisasi min-max.Nilai pada indikator yang memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan dilakukan normalisasi data dengan rumus:

Zij = 10 ( Xijk - Xij(min) ) ....................... (1)Xij(max) - Xij(min)

Nilai pada indikator yang memiliki hubungan negatif dengan pertumbuhan dilakukan normalisasi data dengan rumus:

Zij = - 10 ( Xijk - Xij(min) )+10 ............... (1)Xij(max) - Xij(min)

Di mana:

Xijk : nilai subdimensi ke-i, indikator ke-j, dan observasi ke k.

Xij(min) : nilai minimum subdimensi ke-i dan indikator ke j.

Xij(max) : nilai maksimum subdimensi ke-i dan indikator ke j.

2. Mengalikan nilai setiap indikatorSetelah pemberian nilai indikator, maka bisa didapatkan nilai subdimensi, yaitu dengan cara merata-ratakan seluruh nilai indikator yang terdapat pada suatu subdimensi. Setelah itu nilai tersebut dikalikan dengan penimbang masing-masing subdimensi yang sudah dirumuskan oleh McKinley (2010).

3. PengategorianLangkah terakhir adalah penjumlahan seluruh nilai tertimbang dari ke sepuluh subdimensi. Total nilai yang sudah diperoleh tersebut selanjutnya dapat dikategorikan menjadi tidak memuaskan, memuaskan, dan unggul.

Sedangkan metode kedua adalah analisis regresi linier berganda. Analisis tersebut menjelaskan hubungan antara variabel-variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Model yang dibangun di dalam penelitian ini bersifat ad hoc. Keterbukaan perdagangan, rasio kredit UMKM terhadap PDRB, dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) ditetapkan sebagai variabel bebas yang memengaruhi IKPI provinsi di Indonesia tahun 2016. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:1. Meregresikan variabel-variabel bebas, yaitu

keterbukaan perdagangan, rasio kredit UMKM terhadap PDRB, dan PMTB dengan variabel tak bebas, yaitu IKPI. Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:IKPIi = β0 + β1 TOi + β2 UMKMi + β3 PMTBi + εi.... (3)

Di mana:

IKPIi : Indeks komposit pertumbuhan inklusif provinsi i.

UMKMi : Rasio kredit UMKM terhadap PDRB provinsi i (persen).

PMTBi : Pembentukan Modal Tetap Bruto provinsi i (Rp triliun).

TOi : Keterbukaan perdagangan provinsi i (persen) dihitung melalui proporsi antara nilai ekspor dan impor terhadap nilai PDRB.

β0 : Intersep.

βj : Koefisien regresi variabel ke j.

εi : Error term.

i : Provinsi ke i (1, 2, ..., 33).2. Melakukan uji koefisien regresi linier berganda,

baik secara simultan dengan uji F maupun secara parsial dengan uji t.

Page 6: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 10, No. 1, Juni 2019 43 - 55|6

3. Melakukan uji asumsi klasik agar estimasi parameter yang dihasilkan menggunakan ordinary least square (OLS) bersifat Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) yang meliputi uji normalitas, non-multikolinieritas, dan homoskedastisitas. Aplikasi lunak yang digunakan untuk melakukan regresi linier berganda dan pengujian asumsi adalah Statistical Package for the Social Sciences (SPSS).

HASIL DAN PEMBAHASANCapaian Pertumbuhan Inklusif Provinsi di Indonesia Tahun 2016

Kondisi pertumbuhan inklusif di Indonesia tahun 2016 berdasarkan indeks komposit dapat dilihat pada Gambar 1. Provinsi-provinsi di Indonesia memiliki nilai indeks komposit antara 2,91-7,15 pada tahun 2016. Perbedaan nilai IKPI yang jauh tersebut menandakan bahwa perbedaan kondisi indikator-indikator penyusun indeks sangat berbeda antara wilayah dengan IKPI terkecil dan terbesar, seperti pendidikan, kesehatan, dan kemiskinannya. Provinsi dengan indeks komposit terendah adalah Provinsi Papua, sedangkan indeks komposit tertinggi dimiliki oleh Provinsi DKI Jakarta. Perbedaan nilai indeks tertinggi dan terendah cukup jauh, yaitu mencapai 4,24 poin.

Menurut pengategorian pada McKinley (2010), belum ada provinsi di Indonesia pada tahun 2016 yang sudah mencapai kategori unggul pada pertumbuhan inklusif. Sebagian besar provinsi telah mencapai kemajuan dalam pertumbuhan inklusif pada kategori memuaskan. Provinsi Papua dan Nusa

Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi yang masuk dalam kategori tidak memuaskan dengan IKPI sebesar 2,91 dan 3,45.

Provinsi Papua mencapai kemajuan pertumbuhan inklusif yang belum memuaskan karena Provinsi Papua memiliki infrastruktur ekonomi, tingkat kesehatan dan pendidikan yang rendah. Sebaliknya persentase penduduk miskin dan persentase pekerja rentan di Provinsi Papua bernilai paling tinggi di antara 33 provinsi di Indonesia, yaitu masing-masing 28,40 persen (Tabel 1) dan 78,37 persen (BPS, 2016). Selain itu, Provinsi Papua juga memiliki persentase pekerja sektor industri paling rendah, yaitu 5,55 persen dibandingkan seluruh provinsi di Indonesia (BPS, 2017b).

Sama seperti di Provinsi Papua, infrastruktur dan kondisi pendidikan Provinsi NTT termasuk rendah di antara provinsi-provinsi lain di Indonesia. Provinsi NTT juga memiliki indikator-indikator yang nilainya cukup tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain, yaitu persentase penduduk miskin serta persentase pekerja rentan.

Dimensi Pertumbuhan, Lapangan Kerja Produktif, dan Infrastruktur Ekonomi

Penghitungan indeks komposit melibatkan empat dimensi besar yang terdiri dari beberapa indikator pada setiap dimensi. Dimensi pertama adalah dimensi pertumbuhan, lapangan kerja produktif, dan infrastruktur ekonomi. Pada dimensi tersebut terdapat enam indikator yang digunakan untuk menyusun indeks komposit. Indikator-indikator tersebut adalah pertumbuhan PDRB per

Sumber: hasil pengolahan.Gambar 1. Indeks Komposit Pertumbuhan Inklusif Provinsi di Indonesia Tahun 2016

Page 7: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Saputri Kusumaningrum dan Risni Julaeni Yuhan, Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia Berdasarkan Indeks Komposit | 7

kapita; persentase nilai tambah sektor pertanian, industri, dan jasa; persentase tenaga kerja sektor industri; persentase tenaga kerja dengan status berusaha sendiri dan pekerja keluarga; persentase rumah tangga yang menggunakan listrik; dan persentase penduduk yang memiliki telepon seluler.

Provinsi NTT memiliki pertumbuhan ekonomi per kapita tahun 2016 lebih tinggi dari pada Provinsi Banten. Akan tetapi, jika dilihat dari lapangan kerja dan infrastruktur ekonomi, Provinsi NTT masih lebih rendah dari pada Provinsi Banten. Sehingga nilai dimensi pertumbuhan, lapangan kerja produktif, dan infrastruktur ekonomi Provinsi NTT lebih rendah dari Provinsi Banten pada tahun 2016. Bahkan Provinsi NTT memiliki nilai dimensi pertama paling rendah di antara 33 provinsi di Indonesia tahun 2016.

Gambar 2 menunjukkan total nilai pada dimensi pertama dalam pembentukan indeks komposit. Provinsi dengan nilai dimensi pertama yang paling tinggi adalah Provinsi Banten dan yang paling rendah adalah Provinsi NTT. Pertumbuhan PDRB per kapita Provinsi Banten tahun 2016 mencapai 3,12 persen, di mana pada tahun 2015 mencapai 3,19 persen (Tabel 1). Nilai tambah Provinsi Banten sebagian besar berasal dari sektor industri dan jasa-jasa, dengan persentase masing-masing sektor adalah 47,14 persen. Sedangkan Provinsi NTT tahun 2016 memiliki pertumbuhan PDRB per kapita sebesar 3,49 persen dan pada tahun 2015 sebesar 3,33 persen (BPS, 2017a). Sebagian besar nilai tambah Provinsi NTT tahun 2016 juga berasal dari sektor jasa-jasa, yaitu sebesar 58,58 persen (BPS, 2017b).

Tenaga kerja sektor industri di Provinsi Banten mencapai 31,56 persen dari seluruh tenaga kerja di provinsi tersebut. Sedangkan di Provinsi NTT pada tahun yang sama tenaga kerja sektor industri hanya sebesar 13,59 persen dari seluruh tenaga kerja di provinsi tersebut. Apabila dilihat dari status pekerjaan, persentase tenaga kerja yang berusaha sendiri dan pekerja keluarga di Provinsi NTT sebesar 71,31 persen. Nilai tersebut jauh lebih besar dari persentase tenaga kerja yang berusaha sendiri dan pekerja keluarga di Provinsi Banten yang bernilai 28,10 persen (BPS, 2016). Nilai-nilai tersebut menunjukkan lapangan kerja di Provinsi NTT tahun 2016 belum banyak tersedia.

Apabila dilihat dari infrastruktur ekonomi, Provinsi Banten lebih baik dari pada Provinsi NTT. Provinsi Banten memiliki persentase rumah tangga yang menggunakan listrik sebesar 99,72 persen sedangkan Provinsi NTT sebesar 72,14 persen. Indikator infrastruktur lain yang digunakan adalah persentase penduduk yang memiliki telepon seluler. Di Provinsi Banten terdapat 60,92 persen penduduk yang memiliki telepon seluler dan di Provinsi NTT hanya terdapat 37,96 persen penduduk yang memiliki telepon seluler pada tahun 2016 (BPS, 2018b).

Dimensi Kemiskinan dan KesetaraanDimensi yang digunakan indeks komposit dalam

menghitung inklusivitas selanjutnya adalah dimensi kemiskinan dan kesetaraan. Nilai dimensi tersebut digambarkan oleh Gambar 3, yang menunjukkan bahwa pada dimensi ini ternyata nilai total paling

Sumber: hasil pengolahan.Gambar 2. Nilai Dimensi Pertumbuhan Ekonomi, Lapangan Kerja Produktif, dan Infrastruktur Ekonomi

Provinsi Tahun 2016

Page 8: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 10, No. 1, Juni 2019 1 - 17|8

tinggi dimiliki Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan paling rendah adalah Provinsi Papua. Pada dimensi kedua ini digunakan empat indikator, yaitu persentase penduduk miskin, gini ratio, rasio TPAK perempuan dan laki-laki, dan persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan pada fasilitas kesehatan.

Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa Provinsi Papua memiliki nilai dimensi kemiskinan dan kesetaraan sebesar 0,45, jauh lebih rendah dibandingkan nilai yang dimiliki oleh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hal tersebut disebabkan oleh indikator-indikator pembentuk nilai dimensi ini yang jauh berbeda pula. Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2016 temasuk rendah, yaitu sebesar 5,04 persen (Tabel 1). Selain itu, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga memiliki nilai gini rasio yang rendah, yaitu sebesar 0,288 (Tabel 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung rendah. Kesetaraan gender yang didekati dengan rasio TPAK perempuan dan laki-laki di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 0,63 dan persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan sebesar 86,32 persen (Kementerian Kesehatan, 2017). Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa perempuan yang masuk ke dunia kerja hampir sama banyaknya dengan laki-laki dan kesehatan perempuan sudah mendapat perhatian dengan penggunaan tenaga dan fasilitas kesehatan dalam proses persalinan.

Pada periode yang sama, kemiskinan di Provinsi Papua adalah paling tinggi di antara 33 provinsi di Indonesia. Persentase penduduk miskin Provinsi

Papua tahun 2016 mencapai 28,40 persen (Tabel 1). Ketimpangan pendapatan Provinsi Papua masuk ke dalam kategori sedang dengan nilai gini ratio sebesar 0,399 (Tabel 1). Akan tetapi, Provinsi Papua memiliki rasio TPAK perempuan dan laki-laki yang lebih tinggi dari pada Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu sebesar 0,77 (BPS, 2016). Meskipun demikian, kesetaraan gender dari indikator persalinan dibantu tenaga kesehatan di Provinsi Papua masih rendah dibandingkan dengan provinsi lainnya, yaitu sebesar 39,18 persen (Kementerian Kesehatan, 2017). Nilai-nilai tersebut menggambarkan kondisi kemiskinan dan ketimpangan di Provinsi Papua lebih parah dibandingkan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung maupun provinsi lainnya, sehingga hal tersebut mengakibatkan nilai total Provinsi Papua pada dimensi kedua ini paling rendah.

Dimensi Human CapabilitiesDimensi ketiga adalah dimensi human capabilities

yang sangat penting untuk dimiliki oleh tenaga kerja sehingga produktivitas bertambah. Pada dimensi ini terdapat tiga subdimensi, yaitu kesehatan dan gizi, pendidikan, dan air dan sanitasi. Provinsi Papua memiliki nilai terendah pada dimensi ini, yaitu dengan total nilai sebesar 0,11. Sedangkan provinsi yang memiliki total nilai paling tinggi tahun 2016 adalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan nilai sebesar 1,40. Total nilai dimensi human capabilities tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Kesehatan dan gizi pada dimensi ketiga ini didekati dengan angka harapan hidup (AHH) setiap provinsi. Provinsi DIY memiliki AHH tertinggi di

Sumber: hasil pengolahan.Gambar 3. Nilai Dimensi Kemiskinan dan Kesetaraan Provinsi Tahun 2016

Page 9: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Saputri Kusumaningrum dan Risni Julaeni Yuhan, Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia Berdasarkan Indeks Komposit | 9

Indonesia pada tahun 2016, yaitu sebesar 74,71, sedangkan Provinsi Papua memiliki AHH sebesar 65,12, yang termasuk cukup rendah apabila dibandingkan dengan provinsi lainnya.

Selain itu, pada subdimensi pendidikan yang ditunjukkan melalui angka partisipasi murni (APM), baik pada SD, SMP, maupun SMA, Provinsi Papua menjadi provinsi dengan nilai terendah di Indonesia pada periode yang sama. Adapun nilainya secara berturut-turut adalah 78,66 persen, 54,26 persen, dan 43,27 persen. Bahkan nilai tersebut jauh lebih kecil dibandingkan nilai APM di Provinsi DIY.

Subdimensi terakhir adalah air dan sanitasi. Persentase rumah tangga dengan air minum layak tahun 2016 di Provinsi Papua mencapai 52,69 persen yang merupakan urutan ketiga terendah setelah Provinsi Bengkulu dan Lampung. Persentase rumah tangga dengan sanitasi layak tahun 2016 di Provinsi Papua adalah 31,43 persen yang merupakan persentase terendah di Indonesia (BPS, 2018a). Angka-angka tersebut menggambarkan bahwa di Provinsi Papua penggunaan air minum dan sanitasi yang layak belum meluas. Keadaan tersebut sangat berbeda dengan Provinsi DIY yang memiliki persentase rumah tangga dengan air minum layak dan sanitasi layak sebesar 81,04 persen dan 85,78 persen (BPS, 2018a).

Ketiga subdimensi itu menunjukkan Provinsi Papua masih memiliki tingkat kesehatan, pendidikan, dan penggunaan air minum serta sanitasi layak tergolong rendah. Kondisi tersebut yang mengakibatkan nilai total pada dimensi ketiga di Provinsi Papua terendah.

Dimensi Perlindungan SosialMathers & Slater (2014) mengatakan

bahwa perlindungan sosial dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi pada tingkat makro, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung pengaruh perlindungan sosial terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas tenaga rumah tangga dan lapangan kerja, peningkatan permintaan agregat, serta melalui pajak dan pinjaman. Secara tidak langsung bisa melalui pemberian fasilitas reformasi ekonomi, dan pembangunan sumber daya manusia.

Dimensi perlindungan sosial adalah dimensi terakhir yang digunakan dalam penyusunan IKPI. Pada level negara dimensi ini dinilai menggunakan indeks perlindungan sosial. Namun pada level provinsi terdapat dua indikator yang dapat digunakan dalam dimensi ini, yaitu rasio pendapatan daerah terhadap PDRB dan persentase cakupan jaminan kesehatan nasional. Total nilai dimensi keempat tahun 2016 paling tinggi adalah Provinsi Papua Barat dengan nilai 0,94 dan total nilai dimensi terendah adalah Provinsi Riau dengan nilai 0,05.

Rasio pendapatan terhadap PDRB Provinsi Papua Barat pada tahun 2016 memiliki nilai terbesar dari 33 provinsi di Indonesia yaitu sebesar 0,101. Namun sebaliknya Provinsi Riau memiliki nilai terendah pada rasio tersebut. Besarnya nilai rasio pendapatan terhadap PDRB Provinsi Riau adalah 0,010 (BPS, 2017c). Seperti yang dikemukakan oleh McKinley (2010), rasio tersebut menunjukkan kemampuan pemerintah dalam membagi-bagikan sumber keuangan domestik. Semakin besar nilai

Sumber: hasil pengolahan.Gambar 4. Nilai Dimensi Human Capabilities Provinsi Tahun 2016

Page 10: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 10, No. 1, Juni 2019 1 - 17|10

tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah semakin baik. Keuangan sebagai sumber daya substansial akan membantu pemerintah menjalankan fungsi dalam program-program untuk mendorong pertumbuhan menjadi inklusif.

Jaminan kesehatan merupakan salah satu kewajiban pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya kesehatan. Pemerintah Indonesia sudah mengadakan program jaminan kesehatan nasional (JKN) namun tampaknya program tersebut belum diadakan secara merata di seluruh provinsi. Di Provinsi Papua Barat persentase penduduk yang memiliki JKN tahun mencapai 119,70 persen. Sedangkan di Provinsi Riau pada periode yang sama, nilai tersebut hanya mencapai 52,23 persen (Kementerian Kesehatan, 2017).

Capaian Pertumbuhan Inklusif Berdasarkan Faktor-faktor yang Memengaruhinya

Gambar 6 adalah plot antara indeks komposit dan PMTB yang dibagi ke dalam empat kuadran berdasarkan nilai median IKPI sebesar 5,26 dan nilai median dari PMTB sebesar Rp37,82 triliun. Pada kuadran II terdapat sepuluh provinsi memiliki nilai PMTB dan nilai indeks komposit lebih atau sama dengan nilai mediannya. Kuadran II berisi Provinsi Aceh, Bali, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Hal tersebut manggambarkan bahwa investasi lebih besar di provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Sumatera. Kondisi tersebut dikarenakan pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan di Pulau Jawa dan Sumatera

sehingga banyak industri yang masih terkonsentrasi di kedua pulau tersebut (Wicaksono, 2017). Selain itu banyaknya industri juga akan menarik para investor, baik domestik maupun investor asing, untuk mengembangkan usahanya.

Sebanyak sepuluh provinsi yang memiliki PMTB dan IKPI memiliki nilai mediannya (kuadran III). Pada kuadran tersebut didominasi oleh provinsi di kawasan timur Indonesia (KTI) yaitu Provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku, NTT, dan Papua Barat serta sisanya adalah Provinsi Bengkulu dan Jambi. Minat warga Bengkulu untuk berinvestasi masih rendah. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Kantor Bursa Efek Indonesia Perwakilan Bengkulu, Early Saputra dalam Workshop “Mengenal OJK dan Industri Keuangan bagi Wartawa Ekonomi Se-Provinsi” pada 20 September 2017 (Riri, 2017). Hal tersebut dikarenakan masih sedikit pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat mengenai keuntungan berinvestasi sehingga lebih memilih menabung. Investasi di Provinsi Jambi masih berbenturan dengan Peraturan Daerah No. 9 tahun 2013 tentang Tata Ruang sehingga investor yang ingin menjalankan usaha di Jambi harus mengurus izin prinsip terlebih dahulu (Andika, 2016). Setiap investor harus memiliki izin prinsip, izin lokasi, dan lain-lain untuk dapat menanamkan modalnya di Provinsi Jambi sehingga investasi di Provinsi Jambi menjadi lebih lama.

Pada kuadran I dan IV masing-masing terdapat delapan provinsi (Nusa Tenggara Barat (NTB), DIY, DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, Maluku Utara, dan

Sumber: hasil pengolahan.Gambar 5. Nilai Dimensi Perlindungan Sosial Provinsi Tahun 2016

Page 11: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Saputri Kusumaningrum dan Risni Julaeni Yuhan, Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia Berdasarkan Indeks Komposit | 11

Sulawesi Utara) dan lima provinsi (Kalimantan Barat, Riau, Lampung, Papua, dan Sumatera Selatan). Gambaran tersebut berarti bahwa lebih banyak provinsi dengan IKPI lebih dari atau sama dengan mediannya, memiliki nilai PMTB lebih dari atau sama dengan mediannya daripada yang kurang dari mediannya.

Gambar 7 menunjukkan gambaran kuadran antara IKPI dan keterbukaan perdagangan dengan median sebesar 80,99 persen. Gambar tersebut menunjukkan bahwa sebelas provinsi di Indonesia memiliki nilai keterbukaan perdagangan dan indeks komposit di atas rata-rata nasional yang ditunjukkan pada kuadran II. Kuadran II di dominasi oleh provinsi di kawasan barat Indonesia (KBI), yaitu Provinsi Aceh, Bali, Kepulauan Riau, Banten, DIY, Sumatera Barat, dan Jawa Timur serta sisanya adalah Provinsi Kalimantan Timur, Kalimanatan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Maluku Utara. Kondisi tersebut disebabkan oleh infrastruktur pelabuhan umum yang belum memadai di KTI, sehingga aktivitas ekspor-impor masih bergantung pada pelabuhan-pelabuhan utama di Pulau Jawa. Hampir seluruh pelabuhan umum di KTI berstatus dalam negeri atau antarpulau dan belum ada pelabuhan yang melayani ekspor dan impor secara langsung. Terdapat beberapa perusahaan yang telah melakukan ekspor impor di

KTI melalui pelabuhan tetapi untuk kepentingan pribadi. Biaya untuk bongkar muat antar pelabuhan membuat biaya logistik ekspor KTI lebih mahal dan waktu sampai menjadi lebih lama karena pelabuhan utama berada di Pulau Jawa (Solehudin, 2016).

Pada Kuadran III terdapat sembilan provinsi (Sumatera Selatan, Gorontalo, Kalimantan Barat, Lampung, NTB, Papua, Papua Barat, Riau, dan Sulawesi Selatan) memiliki IKPI dan keterbukaan perdagangan berada di bawah nilai mediannya yang didominasi oleh provinsi KTI. Kuadran I terdapat enam provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Utara, dan Sumatera Utara) dan kuadran IV terdapat tujuh provinsi (Bengkulu, Jambi, Maluku, NTT, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Sumatera Barat). Gambaran tersebut berarti bahwa lebih banyak provinsi dengan IKPI sama dengan atau lebih dari mediannya, memiliki keterbukaan perdagangan sama dengan atau lebih dari mediannya daripada keterbukaan perdagangan kurang dari mediannya.

Gambar 8 adalah gambaran plot antara indeks komposit pertumbuhan inklusif dan rasio kredit UMKM terhadap PDRB yang terbagi menjadi empat kuadran. Gambar 8 tersebut menunjukkan bahwa pada kuadran II terdapat delapan provinsi yang memiliki indeks komposit maupun rasio kredit UMKM di nilai

Sumber: hasil pengolahan.Gambar 6. Plot Nilai Indeks Komposit Pertumbuhan Inklusif dan PMTB Tahun 2016

Page 12: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 10, No. 1, Juni 2019 1 - 17|12

mediannya (median rasio kredit UMKM sebesar 7,49 persen) dan didominasi oleh provinsi KBI. Provinsi-provinsi tersebut adalah Provinsi Bali, Jawa Tengah, DIY, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Kepulauan Bangka Belitung, sedangkan sisanya adalah Provinsi Sulawesi Utara dan Kalimantan Selatan. Berdasarkan data BPS tahun 2015 jumlah industri mikro dan kecil (IMK) di KBI mencapai 83,20 persen dari total IMK pada tahun yang sama, yaitu 3.668.873 unit dan sisanya berada di wilayah timur Indonesia. Selain jumlah yang lebih banyak, akses menuju perbankan untuk mendapat kredit di KBI juga lebih mudah.

Delapan provinsi berada di kuadran III, yaitu Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Papua, Riau, Jambi, Lampung, dan Sumatera Selatan. Pada kuadran I dan IV masing-masing terdapat sembilan provinsi (Aceh, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, dan Maluku Utara) dan delapan provinsi (Bengkulu, Kalimantan Barat, Gorontalo, Maluku, NTB, NTT, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan). Provinsi Jawa Barat yang dikenal sebagai kota industri memiliki rasio kredit UMKM di bawah nilai median karena menurut Dani Umar Fauzi (Direktur dari pasarukmjabar.com) masalah ekonomi utama UMKM di Jawa Barat sulit berkembang adalah permasalahan permodalan salah satunya karena tidak bankable (Pratiwi, 2016). UMKM sering dinilai tidak bankable/tidak memenuhi

syarat perbankan karena menurut bank, UMKM masih memiliki potensi besar administrasi dan kredit yang bermasalah.

Besar kecilnya rasio kredit UMKM yang berbeda-beda antarprovinsi, antara lain disebabkan oleh kondisi geografis provinsi yang berbeda-beda dan masih sedikit perbankan yang bisa menjangkau daerah terpencil. Manajemen keuangan UMKM juga masih dikelola secara tradisional dan manual (LPPI & BI, 2015). Selain itu perbedaan besarnya UMKM di setiap daerah dapat disebabkan oleh lembaga perbankan yang belum berani masuk ke sektor mikro yang dianggap berisiko, membutuhkan sumber daya besar, dan keahlian khusus.

Pengujian Asumsi Klasik dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Capaian Pertumbuhan Inklusif Provinsi di Indonesia 1. Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik harus dilakukan dan sebelum melakukan interpretasi model yang telah diperoleh karena estimasi parameter menggukan metode OLS. OLS menduga parameter sedemikian rupa sehingga jumlah kuadrat error menjadi minimum. Hasil pengujian asumsi klasik adalah sebagai berikut:a. Normalitas

Uji normalitas yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov yang hasilnya dapat dilihat

Sumber: hasil pengolahan.Gambar 7. Plot Nilai Indeks Komposit Pertumbuhan Inklusif dan Keterbukaan Perdagangan Tahun 2016

Page 13: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Saputri Kusumaningrum dan Risni Julaeni Yuhan, Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia Berdasarkan Indeks Komposit | 13

pada Tabel 3. Pada tabel tersebut nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 yang berarti bahwa gagal tolak H0 atau residual berdistribusi normal.

b. Non-multikolinieritasNon-multikolinieritas adalah tidak adanya hubungan linier antarvariabel bebas dalam model regresi. Uji asumsi tersebut menggunakan

Sumber: hasil pengolahan.Gambar 8. Plot Nilai Indeks Komposit Pertumbuhan Inklusif dan Rasio Kredit UMKM terhadap PDRB

Tahun 2016

nilai variance inflation factor (VIF). Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa besarnya nilai VIF pada setiap variabel bebas kurang dari sepuluh, maka model regresi yang terbentuk telah memenuhi asumsi non-multikolinieritas.

c. HomoskedastisitasAsumsi homoskedastisitas diuji menggunakan korelasi Rank Spearman pada Tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan nilai p-value masing-masing korelasi variabel bebas dengan residual absolut lebih dari tingkat signifikansi lima persen sehingga dapat dikatakan bahwa uji homoskedastisitas terpenuhi.

Tabel 3. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov

Unstandardized Residual

(1) (2)

N 33

Normal parameters

Mean 0,000

Std. Deviation 0,641

Most extreme differences

Absolute 0,152

Positive 0,097

Negative -0,152

Kolmogorov-Smirnov Z 0,873

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,432

Sumber: hasil pengolahan.

Tabel 4. Hasil Uji Asumsi Klasik Non Multikolinieritas

VariabelCollinearity Statistic

Tolerance VIF

(1) (2) (3)

TO 0,981 1,020

UMKM 0,940 1,064

PMTB 0,933 1,072

Sumber: hasil pengolahan.

Page 14: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 10, No. 1, Juni 2019 1 - 17|14

2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Capaian Pertumbuhan Inklusif Provinsi di IndonesiaPersamaan regresi linier berganda yang

dihasilkan adalah sebagai berikut:IKPRt = 3,406 + 0,008TOi + 0,084UMKMi +

0,004PMTBi ...................................... (4)

t-stat (7,223) (3,771) (1,891) (4,477)

Uji simultan pada Tabel 6 menghasilkan bahwa terdapat minimal satu variabel dari ketiga variabel bebas ditambah konstanta yang memengaruhi variabel tidak bebas, yaitu IKPI. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai sig. (0,000) kurang dari tingkat signifikansi 0,05, sehingga kesimpulannya tolak H0 atau minimal terdapat satu variabel bebas yang memengaruhi variabel terikat.

Hasil pengujian variabel secara parsial pada Tabel 7, variabel PMTB dan keterbukaan perdagangan memengaruhi IKPI provinsi di Indonesia tahun 2016 secara signifikan pada tingkat signifikansi lima persen pada saat ceteris paribus. Sedangkan rasio kredit UMKM terhadap PDRB juga memengaruhi IKPI secara signifikan pada tingkat signifikansi 10 persen saat variabel lain pada model dalam keadaan konstan. Sementara itu, besarnya adjusted R2 adalah

0,466 yang menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas dalam model regresi mampu menjelaskan keragaman nilai IKPI sebesar 46,6 persen. Sisa keragaman nilai IKPI dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

Pembentukan Modal Tetap Bruto dengan Pertumbuhan Inklusif

Pada Tabel 7 terlihat bahwa PMTB memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap capaian pertumbuhan inklusif Indonesia tahun 2016. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sholihah (2014) bahwa pengeluaran pemerintah untuk modal fisik berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan inklusif dalam menurunkan kemiskinan. PMTB sebagai variabel investasi dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga masalah kemiskinan dapat berkurang. Salah satu manfaat investasi pemerintah dalam pembangunan infrastruktur akan mempermudah proses distribusi bahan baku dan barang hasil produksi ke masyarakat miskin dan pelosok daerah. Selain itu investasi yang ditanam pada proyek padat karya akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, sehingga pertumbuhan lebih merata. Peningkatan Rp1 triliun PMTB akan meningkatkan IKPI sebesar 0,004 poin dengan asumsi nilai variabel lain tetap.

Keterbukaan Perdagangan/Globalisasi dengan Pertumbuhan Inklusif

Menurut Khan, et al. (2016), keterbukaan perdagangan adalah fasilitas pergerakan tenaga kerja serta perusahaan menuju sektor-sektor yang memiliki peningkatan permintaan. Selain itu, keterbukaan perdagangan menjadi media datangnya teknologi baru yang dapat mendorong produktivitas dan meningkatnya lapangan kerja yang artinya berdampak pada skala ekonomi dan mampu mendorong pertumbuhan inklusif pada akhirnya. Menurut Singh & Chaturvedi (2016) keterbukaan

Tabel 5. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman

Abs

(1) (2) (3) (4)

Spearman's rho TO Correlation Coefficient -0,159

Sig. (2-tailed) 0,378

N 33

UMKM Correlation Coefficient 0,168

Sig. (2-tailed) 0,349

N 33

PMTB Correlation Coefficient -0,159

Sig. (2-tailed) 0,378

N 33

Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed)

Sumber: hasil pengolahan.

Tabel 6. Hasil Uji Simultan Koefisien Regresi

Sum of Square DF Means Square F Sig.

(1) (2) (3) (4) (5)

14,057 3 4,686 10,327 0,000

13,158 29 0,454

27,216 32

Sumber: hasil pengolahan.

Tabel 7. Hasil Uji Parsial Koefisien Regresi

VariabelUnstandardized Coefficients

t Sig.B Std. Error

(1) (2) (3) (5) (6)

Konstanta 3,406* 0,472 7,223 0,000

TO 0,008* 0,002 3,771 0,001

UMKM 0,084** 0,044 1,891 0,069

PMTB 0,004* 0,001 4,477 0,000

Keterangan: * : signifikan pada α = 5 persen.**: signifikan pada α = 10 persen.

Sumber: hasil pengolahan.

Page 15: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Saputri Kusumaningrum dan Risni Julaeni Yuhan, Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia Berdasarkan Indeks Komposit | 15

perdagangan membuka peluang bagi tenaga kerja dan perusahaan tetapi manfaatnya memiliki jangkauan dan distribusi yang bergantung pada kemampuan masing-masing dan kebijakan yang berlaku. Meningkatnya peluang dan produktivitas tenaga kerja serta perusahaan dapat menjadikan pertumbuhan dapat dinikmati lebih merata oleh masyarakat.

Keterbukaan perdagangan atau trade openess (TO) digunakan untuk menggambarkan dampak globalisasi. Variabel tersebut memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pertumbuhan inklusif Indonesia tahun 2016. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Khan, et al. (2016). Koefisien regresi variabel keterbukaan perdagangan sebesar 0,008. Nilai tersebut berarti bahwa naiknya keterbukaan perdagangan sebesar satu persen akan meningkatkan IKPI sebesar 0,008 poin dengan asumsi nilai variabel lainnya tetap. Hal tersebut mengindikasikan bahwa globalisasi merupakan komponen penting dalam perekonomian. Seperti yang dikatakan oleh Khan, et al. (2016), globalisasi memudahkan perpindahan pekerja dan perusahaan ke sektor yang memiliki permintaan besar. Selain itu globalisasi memungkinkan masuknya teknologi baru yang lebih canggih dan dapat meningkatkan produktivitas pekerja. Semakin tinggi keterbukaan perdagangan peluang bagi angkatan kerja untuk bekerja akan meningkat karena lapangan kerja yang tercipta juga akan meningkat. Produktivitas pekerja yang meningkat karena adanya tekonologi baru yang masuk pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan pekerja. Tentunya teknologi baru dan canggih yang masuk harus diiringi pula dengan peningkatan sumber daya manusia para pekerja agar teknologi tersebut dapat dioperasikan.

Rasio Kredit UMKM terhadap PDRB dengan Pertumbuhan Inklusif

Variabel rasio kredit UMKM terhadap PDRB berpengaruh terhadap pertumbuhan inklusif di Indonesia. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya (2014). Semakin besar kredit mikro yang disalurkan pada masyarakat miskin, yaitu melalui UMKM maka akan meningkatkan inklusivitas pertumbuhan. Banyaknya jumlah UMKM dan pentingnya peranan UMKM pada perekonomian Indonesia menggambarkan bahwa adanya kredit yang berbunga rendah serta dapat dijangkau oleh masyarakat miskin dan pemilik usaha kecil dan menengah sangat dibutuhkan. Koefisien regresi kredit UMKM sebesar 0,084 artinya setiap peningkatan satu persen rasio kredit UMKM terhadap PDRB maka IKPI meningkat sebesar 0,084 poin dengan asumsi nilai variabel lainnya tetap. Adanya

kredit yang terjangkau dengan mudah menjadikan UMKM mudah untuk berkembang dan menciptakan lapangan kerja lebih banyak. Lapangan kerja yang luas akan melibatkan lebih banyak masyarakat dalam pembangunan ekonomi.

Namun menurut LPPI & BI (2015), masih banyak perbankan yang memberikan kredit UMKM tetapi belum memiliki pengalaman dan kompetensi mengenai bisnis UMKM secara memadai. Di dalam penyaluran kredit UMKM, selain memerhatikan kuantitas/besarnya kredit, juga harus diperhatikan kualitas perbankan yang menyalurkan kredit. Agar kredit tersalurkan dengan tepat sasaran, berkualitas baik, dan lancar, pelaku perbankan harus dapat memahami secara lebih mendalam mengenai bisnis UMKM.

KESIMPULANHasil dari perhitungan indeks komposit

pertumbuhan inklusif (IKPI) menunjukkan bahwa belum ada provinsi di Indonesia yang telah mencapai pertumbuhan inklusif dalam kategori unggul (IKPI = 8-10) pada tahun 2016. Terdapat 31 provinsi di Indonesia telah mencapai pertumbuhan inklusif pada kategori memuasakan (IKPI = 4-7) dan terdapat dua provinsi pada kategori tidak memuaskan (IKPI < 4), yaitu Provinsi Papua dan NTT. Pertumbuhan inklusif provinsi di Indonesia pada tahun 2016 dipengaruhi oleh keterbukaan perdagangan, pembentukan modal tetap bruto, dan rasio kredit UMKM terhadap PDRB.

Saran yang dapat peneliti sampaikan dari hasil penelitian tersebut adalah peningkatan pendapatan per kapita antara lain dengan terciptanya lapangan kerja yang produktif, meningkatkan produktivitas lapangan kerja yang sudah tersedia, dan meningkatkan kemampuan manusia (contoh pendidikan dan kesehatan) agar lebih produktif dalam bekerja. Selain itu, ekspor barang-barang produksi dalam negeri sebaiknya perlu ditingkatkan terutama barang-barang produksi dari UMKM. Peningkatan ekspor barang-barang produksi UMKM dapat memperluas usaha sehingga lapangan kerja juga bertambah. Kualitas dan kuantitas produk UMKM juga harus selalu dijaga agar dapat bersaing dengan produk internasional yang lainnya. Tentunya keberhasilan produksi UMKM harus mendapat dukungan terutama dari segi modal yang dapat terjangkau dengan mudah oleh pengusaha UMKM.

Page 16: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 10, No. 1, Juni 2019 1 - 17|16

DAFTAR PUSTAKA

BukuBadan Pusat Statistik. (2016). Indikator pasar tenaga

kerja Indonesia Agustus 2016. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik. (2017a). Produk Domestik Regional Bruto provinsi-provinsi di Indonesia Menurut Pengeluaran 2012-2016. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik. (2017b). Produk Domestik Regional Bruto provinsi-provinsi di Indonesia menurut lapangan usaha 2012-2016. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik. (2017c). Statistik keuangan pemerintah provinsi 2014-2017. Jakarta: BPS.

Bappeda DIY & BPS DIY. (2016). Analisis pertumbuhan inklusif Daerah Istimewa Yogyakarta 2011-2015. Yogyakarta: Bappeda DIY dan BPS DIY.

GMS-DAN. (2014). Inclusive development in The Greater Mekong Subregion: An assessment. Phnom Penh: Greater Mekong Subregion Development Analysis Network Publication.

Kementerian Kesehatan. (2017). Profil kesehatan Indonesia tahun 2016. Jakarta: Kemenkes.

LPPI & BI. (2015). Profil bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Jakarta: LPPI dan BI.

Suryanarayana, M.H. (2013). Inclusive growth: A sustainable perspective. India: UNDP.

Jurnal dan Working PaperAnand, R., Mishra, S., & Peiris, S.J. (2013). Inclusive

growth: Measurement and determinants. IMF Working Paper.

Aoyagi, C. & Ganelli, G. (2015). Asia’s quest for inclusive growth revisited. IMF Working Paper.

Azwar. (2016). Pertumbuhan inklusif di Sulawesi Selatan dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Jurnal BPPK, 9(2), 216-242.

Cahyadi, N.M.A.K., Sasongko, & Saputra, P.M.A. (2018). Inclusive growth and leading sector in Bali. Economic Journal of Emerging Markets, 10(1), 99-110.

Khan, A., Khan, G., Safdar, S., Munir, S., & Andleeb, Z. (2016). Measurement and determinants of inclusive growth: A case study of Pakistan (1990-2012). The Pakistan Development Review.

Klasen, S. (2010). Measuring and monitoring inclusive growth: Multiple definitions, open questions, and some constructive proposals. ADB Sustainable Development Working Paper Series.

Mathers, N. & Slater, R. (2014). Social protection and growth: Research synthesis. Australia: Department of Foreign Affairs and Trade Australian Government.

McKinley, T. (2010). Inclusive growth criteria and indicators: An inclusive growth index for diagnosis of country progress. ADB Sustainable Development Working Paper Series.

Singh, M. & Chaturvedi, S.K. (2016). Trade and inclusive. International Journal of Management Humanities and Social Sciences, 1(1).

Sitorus, A.V.Y. & Arsani, A.M. (2018). Komparasi pertumbuhan ekonomi inklusif di 33 Provinsi Indonesia Tahun 2010-2015: Studi Kasus menggunakan metode pendekatan ADB, WEF, dan UNDP. Jurnal Perencanaan Pembangunan (The Indonesian Journal of Development Planning), 2(1), 64-77.

Udah, B.E. & Ebi, B.O. (2016). Diagnosis of Nigeria inclusive growth: A composite index approach. British Journal of Economics, Finance and Management Sciences, 12(2), 49-58.

Tesis

Sanjaya, I.M. (2014). Inklusi keuangan dan pertumbuhan inklusif sebagai strategi pengentasan kemiskinan di Indonesia. Tesis. Bogor: IPB.

Sholihah, D.H.A. (2014). Pertumbuhan inklusif: Fakor-faktor yang mempengaruhi dan dampaknya terhadap pertumbuhan kelas menengah di Indonesia. Tesis. Bogor: IPB.

WebsiteAli, S.A. & Ali, H.A. (2014). Trends in inclusive growth

in Egypt 1991-2011. Diperoleh tanggal 9 Mei 2018, dari http://academics.nawar.us/Abou_Ali_IG_2014.pdf.

Andika. (2016). Nilai Investasi ke Kota Jambi Tinggi, Ini Penyebabnya. Diperoleh tanggal 13 Agustus 2018, dari http://jambi.tribunnews.com/2016/08/20/nilai-investasi-ke-kota-jambi-tinggi-ini-penyebabnya.

Page 17: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …

Saputri Kusumaningrum dan Risni Julaeni Yuhan, Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia Berdasarkan Indeks Komposit | 17

BPS. (2018a). Persentase rumah tangga menurut provinsi dan memiliki akses terhadap sanitasi layak, 1993-2017. Diperoleh tanggal 29 April 2018, dari https://www.bps.go.id/statictable/2016/01/25/1900/persentase-rumah-tangga-menurut-provinsi-dan-memiliki-akses-terhadap-sanitasi-layak-1993-2017.html.

BPS. (2018b). Persentase penduduk yang memiliki/menguasai telepon seluler menurut provinsi dan klasifikasi daerah, 2012-2017. Diperoleh tanggal 29 April 2018, dari https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/11/10/985/persentase-penduduk-yang-memiliki-menguasai-telepon-seluler-menurut-provinsi-dan-klasifikasi-daerah-2012-2017.html.

Pratiwi, G. (2016). Ini alasan UMKM Jabar sulit maju. Diperoleh tanggal 13 Agustus 2018, dari http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2016/05/11/ini-alasan-umkm-jabar-sulit-maju-368842.

Riri, T. (2017). Minat Warga Bengkulu untuk berinvestasi masih rendah. Diperoleh tanggal 13 Agustus 2018, dari http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2017/ 0 9 / 2 0 / 3 1 9 3 5 3 / p e r a n - u m k m - t e r h a d a p -pertumbuhan-ekonomi/.

Solehudin, I. (2016). Indonesia timur butuh pelabuhan ekspor impor. Diperoleh tanggal 13 Agustus 2018, dari https://www.jawapos.com/ekonomi/25/07/2016/indonesia-timur-butuh-pelabuhan-ekspor-impor-.

Wicaksono, P.E. (2017). Pembangunan infrastruktur gencar, peringkat daya saing RI meroket. Diakses tanggal 13 Agustus 2018, dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/3063694/pembangunan-infrastruktur-gencar-peringkat-daya-saing-ri-meroket.

World Bank. (2009). What is inclusive growth?. Diperoleh tanggal 6 Februari 2018, dari http://siteresources.worldbank.org/INTDEBTDEPT/R e s o u r c e s / 4 6 8 9 8 0 - 1 2 1 8 5 6 7 8 8 4 5 4 9 /WhatIsInclusiveGrowth20081230.pdf.

Page 18: PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA …