pertanggungjawaban hukum profesi...
TRANSCRIPT
PertanggungjawabanHukum ProfesiKesehatan
I. Hubungan Hukum Tenaga Medis dan pasienII. Aspek Hukum Profesi Kesehatan
Hukum Administrasi
Hukum Perdata
Hukum Pidana
1. Faskes
2. TenagaMedis -
Kesehatan
3. Pasiendan
KeluargaPasien
HUBUNGAN KONTRAKTUAL
Memiliki persyaratan / kualifikasi dan mempertahankannya:
Memiliki Sertifikat Kompetensi, Surat Tanda Registrasi, Surat Iziin Praktik / Kerja, dll
Mematuhi Kode Etik Profesi Mematuhi Standar Profesi Mematuhi Standar Pelayanan dan SPO
Oleh karena itu ia bertanggungjawab atas kesalahan atau pelanggaran ketentuan-ketentuan di atas
• Standar Profesi (STR dan SIP)
• SPO
• Standar Institusi
Aspek Hukum Administrasi Negara
Aspek Hukum Perdata
Aspek Hukum Pidana
KORBAN SISKA MAKETEY
10 April 2010
• Kasus meninggalnyapasien bernama Julia Fransiska Maketey diRumah Sakit R.D. Kandou Malalayang, Manado, Sulawesi Utara
• 26 April 2010 Keluarga Menggugatke PN Menado
Juni 2010
• SP3 dikeluarkanterhadapProf. X (DPJ) Dr. Ayudengandasar;
• SP3 dikeluarkanolehPenyidikPolri
24 Februari2011
• SidangMKEK Menado
• Dr. A dinyatakan tidakterbuktimelakukan mal praktikmedis
15 September 2011
• BerdasarkanPutusan Tingkat I PN Manado No.90/PID.B/2011/PN.MDO
• dr . A dkkdinyatakantidak bersalah
18 September 2012
• MA dgn Putusan Nomor365 K/Pid/ 2012 mengabulkanpermohonan kasasi dariJPU pada KejaksaanNegeri Manado danmembatalkan putusan PN Menado
• MA juga menyatakanbahwa dr. A dkk terbuktibersalah
• MA kemudianmenjatuhkan pidanaterhadap dr. A dkk denganpidana penjara masing-masing selama 10 bulan.
November 2013
• Upaya PK dilakukanoleh IDI danMKDKI untuk kasusdr ASP dkk, Majeliskasasidianggapkelirumenerapkan hukum
Putusan PN Menado
MKEK Menado Putusan MA
BerdasarkanKesaksian dan alatbukti yang adamaka tidakterdapat kelalaianyang dilakukanoleh dr. A cs
MKEK Pusat Sulawesi Utara menyatakan tidak ada kesalahanprosedur dan pelanggarandisiplin yang dilakukan oleh paraterdakwa dalam melakukanoperasi kepada korban ;
1. MA menetapkan dr. Ayu CS bersalah, dengan alasan tidakmemiliki ijin praktik
2. MA menetapkan dr. Ayu CS bersalah, dengan alasan dr. Ayudkk memalsukan tanda tangandari pihak keluarga terhadapsurat ijin.
3. MA menuduh telah terjadipembiaran pasien selama 15 jam
Putusan Bebas penyebab kematian korbanadalah masuknya udara dalamjantung tidak dapat diprediksisebelumnya sehinggadikategorikan bukan kelalaian.
Putusan: Pidana Penjara 10 Bulan
UNDANG-UNDANG
UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
UU No. 29 Tahun 2004 tentang PraktikKedokteran
PERATURAN PEMERINTAH
Peraturan PemerintahNomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatansebagaimana telah dicabutdengan UU KetenagaKesehatan
PERATURAN MENTERIKESEHATAN
Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis
Permenkes No. 512 tahun 2007 ttg IzinPraktik dan Pelaksanaan PraktikKedokteran sebagaimana telah dicabutdengan Permenkes No. 2052/MENKES/PER/X/2011 Tentang IzinPraktik Dan Pelaksanaan PraktikKedokteran
Permenkes No. 1691 Tahun 2011 ttgKeselamatan Pasien Rumah Sakitsebagaimana dicabut dengan PermenkesNo. 11 Tahun 2017
Permenkes No. 17 Tahun 2013 tentang ijindan penyelenggaraan praktik perawat
KEPUTUSAN MENTERIKESEHATAN
Keputusan MenteriKesehatan Nomor129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar PelayananMinimal Rumah Sakit
PERATURAN LAINNYA
KUHP KUH PERDATA KUHAP
DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PIDANA, HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DAN HUKUM PERDATA
Black’s Law Dictionary merinci persyaratan untuk suatu medical malpractice ke dalam 4 hal, yaitu: the existence of a physician’s duty to the plaintiff,
usually based upon the existence of the physician -patient relationship;
the applicable standard of care and its violation; a compensable injury; a causal connection between the violation of the
standard of care and the harmed complained.
Malpractice dirumuskan sebagai: the failure of a physician or surgeon in the treatment of patient to
passes and employ that reasonable degree of learning, skill and experience which ordinarily is possessed by others of his profession; or
his failure to exercise reasonable and ordinary care and diligence in the exertion of his skill and the application of his knowledge; or
his failure to exert his best judgement as to the treatment of the case entrusted to him; or
his failure to bestow such reasonable and ordinary care, skill and diligene as physician and surgeons in the same neighbourhood in the same general of practice ordinarily have and exercise in like cases(Hayt & Hayt, 1964, Legal Aspects of Medical Records, Physicianus, Record Company Berwyn, Illinois)
TANGGUNG JAWAB
PID
AN
A
FK PASIEN
HA
N
DOKTER
RS DINKES
PERDATA
TIADA SANKSI PIDANA TANPA KESALAHAN
Kesalahan
Sengaja/Dolus Lalai /culpa
Ex: Abortus Provokatus Criminalis
Culpa lata : Serius, Culpa levis :BiasaCulpa Levissima :Ringan
Parameter: SOP&SPM
Derajat Kesalahan
Pembuktian
Penghapus pidana
Adverse even
SOP&SPM
• wajib simpan rahasia kedokteran
• Standar Profesi - POGI
• Standar Pelayanan Medik
• Panduan Bayi Risiko Tinggi
• Penegakan diagnosis
• Bukti ilmiah (evidence) yang digunakan
• Prognosis
• Informasi/komunikasi efektif, informed consent khusus
Kriteria Malpraktik
Legal duty
Kewajibanhukum
melayanipasien
Psl. 51 UUPK
breach of duty
kelalaian
MKDKI, Psl. 64 UUPK
Damage
KerugianMateriil
Causalitas
TeoriIndividualisir
Alasan pembenar (rechtvaardigingsgrond)adalah alasan yang menghapuskan sifatmelawan hukumnya perbuatan.
perintah jabatan’ (ambtelijk bevel) diatur dalampasal 51 KUHP Ayat (1).
Alasan pemaaf (schulduitsluitingsgrond) adalahalasan yang menghapuskan kesalahan pelakutindak pidana; berkaitan dengan culpabilitas.
tidak ada kebebasan untuk memilih antaraberbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan undang undang
Syarat:
i. ada hubungan antara pemberi perintahdengan pelaksana perintah berdasarkanhukum publik;
ii. kewenangan pemberi perintah harus sesuaidengan jabatannya berdasarkan hukumpublik tersebut; dan
iii. perintah yang diberikan itu termasuk dalamlingkungan kewenangan jabatannya.
KRITERIA PIDANA YES NO
Pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran (pasal 322)
Euthanasia (pasal 344)
Melakukan pengguguran atau abortus provocatus (pasal
346-349)
Penganiayaan (pasal 351)
LUKA BERAT (PASAL 90).
Kealpaan sehingga mengakibatkan kematian atau luka-luka
berat pada diri orang lain (pasal 359 hingga 361).
Penyerangan seksual (pasal 284 – 294)
Kriteria Pidana Yes No
penipuan terhadap penderita atau pasien (pasal 378);
pembuatan surat keterangan palsu (pasal 263 dan 267
KUHP);
kesengajaan membiarkan penderita tidak tertolong (pasal
349 KUHP);
tidak memberikan pertolongan pada orang yang berada
dalam bahaya maut (pasal 267 KUHP);
pelanggaran kesopanan (pasal 290 ay.1, pasal 294 ay.1, pasal
285 dan 286 KUHP);
memberikan atau menjual obat palsu (pasal 386 KUHP).
Pembelaan Yes No
Buktikan salah satu unsur kelalaian tidak ada : near miss
CARI PEMBENAR:
RISIKO MEDIK DAPAT DITERIMA
RISIKO MEDIK : UNFORESEEABILITY
Adverse events (+) ttp pasca the only way
PERJALANAN PENYAKIT / KOMPLIKASI
CARI PEMAAF: TEKANAN SITUASI-KONDISI
DARURAT/LIFE SAVING
LIMITED RESOURCES, WAKTU
KONTRIBUSI / DIKEHENDAKI PASIEN
Dokumen Konsensus Mis : SpOG Yes No
Konsensus mutakhir: infertilitas
Panduan ANC/partogram
Panduan Bayi Risiko Tinggi
Dokumen Rekam Medis dan Rujukan dari PPK 1
Konsensus Perinatal antara SpOG-SpA
Fatwa IDI
Pedoman-Pedoman Profesi POGI
Keputusan KOGI
Pedoman Analisis : Dini Yes No
Identifikasi insight/potensi keluhan utama pengaduan
Insight penyelidikan PDSp/Komdik RS
Kategori motivasi aduan/gugatan pasien
kelalaian nyata (gross negligence) : tertinggalnya benda
asing (doktrin res ipsa loquituur)
Salah potong/operasi
Pedoman Analisis – Cek hubungan dokter - pasien : Yes No
Status & Hubungan Hukum: Pasien pribadi/kontrol/rujukan, dokter
pengganti, doktrin captain of the ship (penanggungjawab utama tim dokter),
jadwal jaga/dinas (dokter, perawat), kewajiban dokter/RS, dll
Adakah pasien belum dewasa dan uzur ?
Analisis Kasus Yes No
Diagnosis / Indikasi medik : tepatkah (tujuannya) ? adakah
penyimpangan atau perluasan ? (peran peer review atau
second opinion, adakah kesengajaan : ingat teori fraud/white
collar crime ditunjang oleh pertanggungjawaban pidana).
Konteks-situasi : gawat ? darurat ? (ingat etika situasi); kasus
sulit atau biasa ? perubahan situasi : dari elektif menjadi
segera ? ketiadaan alat/obat/dokter ?
Analisis Kasus : Diagnosis Yes No
Upaya penegakan diagnosis keseluruhan, sistematis ?
Ketelitian/kehati-hatian dalam penegakan diagnosis : bukti
ilmiah (evidence) yang digunakan
kelaziman (best practice) : substandar ? overstandar ? (peran
ahli selingkung),
kompetensi pelaksana lapangan (bidan/perawat) bawahan
ANALISIS KASUS : PROGNOSIS YES NO
Foreseeability yang lazim (adverse events) = can it causality
“disease-rate”
Avoidability = will it causality persiapan antisipatif risiko tsb pd
kasus
Sistem rujukan ke mana ?
Kontrak dgn pusat rujukan
Kondisi khusus pasien : Alergi, imuno-kompromais, dll
Kontra indikasi ?
Analisis Kasus : Therapi Yes No
Mekanisme kontrol akurasi (alat, SOP, penunjang lain )
Rawat bersama : captain of the ship?
Kompetensi & inkapasitas pelaksana,
Product liability:daluwarsa, insert warning
Deteksi dini penyulit durante tindakan? = superseding cause
Tepatkah (kategori, cara) simpul penyulit
Modalitas/alternatif terapi
Analisis Kasus : Komunikasi Informasi Yes No
Rujukan sebagai komunikasi tertulis tentang kondisi pasien
Setelah yg umum : msh perlu informed consent khusus (form kasus
spesifik)?,
Adakah mispersepsi/mitos ? Contextual features (anak mahal dll) +
quality of life
Keluasan info : Reasonable person or DR’s standard ?
perubahan status medik (situasi) : kegawatan/kedaruratan
Biaya + syarat peserta asuransi
Proxy + spouse consent ?
Analisis kasus :
Hambatan/gangguan proses medik (diagnosis, prognosis, terapi)
Yes No
Pasien non-otonom : anak/uzur,
Pasien tak mampu;
Adakah iatrogenik atau risiko
adakaH andil kesalahan pasien/keluarganya ?
Miskomunikasi/tdk puas ec rusak harapan
Dilema etik / konflik etikolegal persisten
Evaluasi check point pengelolaan
Evaluasi on going “did it causality”
KATEGORI UMUM KASUS Yes No
“Putih”/ “abu2” / “hitam”
Penyingkiran mslh litigious legal procedures BPA, asuransi profesi
Pengedepanan pembelaan terbatas
Rencana pendisiplinan
Koordinasi dgn Dewan Kehormatan PDSp, MKEK/MDTK, dll
Saksi ahli “selingkung” utk norma
Koordinasi dgn BPA PDSp
Kategori Yes No
Baru pertama kali / Residivis
Pelanggaran hukum (terbukti)
Pelanggaran KDB (terbukti)
Kemungkinan tercemarnya korsa
Turunnya kredibilitas bangsa
Implikasi preseden
Iritasi kemanusiaan
Sanksi oleh lembaga lain
Multi-Causal Theory “Swiss Cheese” diagram (Reason, 1991) .
Aspek Hukum AdministrasiNegara
Sarana PelayananKesehatan (RS)
Tenaga Kesehatan(Dr/Drg/PPDS/PPDGS)
• Pasal 23 ayat (3), 42 UU No. 36 Tahun 2009
• Pasal 36 , Pasal 80 Ayat (1) dan (2) UU No. 29 Tahun 2004
Prosedur Perijinan Nakes diatur dalamPasal 7 PMK No. 512 Tahun 2007 jo PMK
No. 2052 Tahun 2011
Pada Kasus : NakesDr. Obsgyn, Dr. Anestesi, DPJP, Perawat Anestesi
Pada Kasus : RS Kandow Perijinan
RS, SOP RS
Pasal 46 UU No. 44 Tahun 2009
Tanggung Jawab HukumRS sebagai Institusi
Pelaksanaan Inform Consent?
Pasal 8, 56 Permenkes No. 290 Tahun 2008
Pelaksanaan Rekam Medik? Pelaksanaan SOP RS? Ada /tidak sistem perlindungan hukum pasien
di RS?
Pasal 8 Permenkes No. 290 Tahun 2008:
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang datakesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatanyang telah maupun yang akan diterimanya dari tenagakesehatan.
Pasal 56 ayat (1)
Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagianatau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikankepadanya setelah menerima dan memahami informasimengenai tindakan tersebut secara lengkap.
Pasal 45(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harusmendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikansetelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
PPDS/PPDGS (SIP dan STR)
Pasal 7 PMK No. 512 Tahun 2007 jo PMK No. 2052 Tahun 2011
Dekan FK/FKG Dinas Kesehatan Kab/Kota RS
Perijinan Tenaga Kesehatan
Dokter/Drg
(Pasal 36 UU No. 29 Tahun 2004)
Perawat
Permenkes No. 17 Tahun 2013
Pasal 23 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2009 :Dalam menyelenggarakan pelayanankesehatan, tenaga kesehatan wajib memilikiizin dari pemerintah.
Pasal 36 UU No. 29 Tahun 2004 : Setiapdokter dan dokter gigi yang melakukanpraktik kedokteran di Indonesia wajibmemiliki surat izin praktik.
Pasal 7 PMK No. 512 Tahun 2007 jo PMK No. 2052 Tahun2011 : Dekan FK/Dekan FKG berdasarkan surat persetujuan KKI
yang diberikan pada awal pendidikan PPDS/PPDGS, harusmemberitahukan peserta PPDS dan PPDGS yang sedangmengikuti pendidikan yang meliputi nama perorangan,jadual, dan tahap pendidikan, kepada Kepala DinasKesehatan Kabupaten/Kota dimana rumah sakit tempatpendidikan spesialis berada.
Dokter atau dokter gigi yang sedang mengikuti programpendidikan dokter spesialis (PPDS) atau PPDGSlangsung/otomatis diberikan SIP secara kolektif olehKepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dimana rumahsakit pendidikan tersebut berada, untuk menjalankanpraktik kedokteran
Peserta PPDS/PPDGS
RL kewenangan di RS hanya sebatas kemampuan berdasarkansertifikat kompetensi yang disahkan oleh KPS atau Ketua
Kolegium (Pasal 20 UU Praktik Kedokteran)
Dokter Penanggung Jawab Peserta PPDS
Pasal 11 PMK No. 512 Tahun 2007
Pasal 24 PMK No. 2052 Tahun 2011
Dokter pendidik klinis bertanggung jawab ataspelayanan medis yang dilakukan oleh pesertadidiknya ( lihat pasal 11 PMK 512 Tahun 2007dan pasal 24 PMK 2052 Tahun 2011 )
Lingkup dan tingkat kewenanganpenyelenggaraan praktik kedokteran bagimasing-masing dokter atau dokter gigi sesuaidengan sertifikat kompetensi, dan/atau suratketerangan kompetensi dari Ketua Kolegiumatau KPS atas nama Ketua Kolegium bagipeserta Program Pendidikan Dokter Spesialis(PPDS) atau peserta Program PendidikanDokter Gigi Spesialis (PPDGS). (pasal 20 UUPK)
1.Atributif Kewenangan yang berasal dari adanya
penyerahan atau pemberian suatu kewenanganyang baru oleh suatu ketentuan peraturanperundang-undangan .Tidak terjadi distribusikewenangan.
Pada kewenangan atributif pelaksanaandilakukan oleh pejabat yang menerimakewenangan yang baru tersebut
Pertanggungjawaban tindakan adalah di tanganpejabat administrasi negara yang menerimakewenangan baru itu.
2.Delegasi Merupakan kewenangan yang bersumber dari
pelimpahan wewenang dari suatu subyekhukum atau organ pemerintah kepada subyekhukum atau organ pemerintah yang lain berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Kewenangan sudah ada terlebih dahulu .Tidakada kewenangan yang baru.
Kewenangan sudah dimiliki pejabat administrasinegara yang lama.Pada kewenangan delegasiyang mempunyai tanggung jawab adalahpejabat yang menerima limpahan wewenang.
1.Atributif Kewenangan yang berasal dari adanaya
penyerahan atau pemberian suatu kewenanganyang baru oleh suatu ketentuan peraturanperundang-undangan .Tidak terjadi distribusikewenangan.
Pada kewenangan kewenangan atributifpelaksanaan dilakukan oleh pejabat yang menerima kewenangan yang baru itu yang bertanggung jawab adalah di tangan pejabatadministrasi negara yang menerimakewenangan baru itu.
2.Delegasi Merupakan kewenangan yang bersumber dari
pelimpahan wewenang dari suatu organ pemerintah kepada organ pemerintah yang lain berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Kewenangan sudah ada terlebih dahulu .Tidakada kewenangan yang baru.Kewenangan sudahdimiliki pejabat administrasi negara yang lama.Pada kewenangan delegasi yang mempunyai tanggung jawab adalah pejabatyang menerima limpahan wewenang
3.Mandat/amanah/penugasan Kewenangan yang bersumber dari proses
pelimpahan dari pejabat yang lebih tinggikepada pejabat yang lebih rendah.
Pada mandat secara yuridis tanggung jawabtetap berada pada pejabat yang memberimandat.
Pada setiap saat si pemberi mandat dapatmenggunakan sendiri kewenangan yang sudah diamanatkan.
Dokter/Drg
• Dokter spesialisanestesiologi/dokteryang melakukantindakanpembedahan/tindakanmedis lain
Perawat
• PerawatAnestesi
Kepmenkes No. 779 Tahun 2008 StandarPelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di RS
InstruksiTertulis
Pasal 15 PMK No. 512 Tahun 2007 jo PMK No. 2052 Tahun 2011 : Dokter dan dokter gigi dapat memberikan pelimpahan
suatu tindakan kedokteran atau kedokteran gigikepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan tertentulainnya secara tertulis dalam melaksanakan tindakankedokteran atau kedokteran gigi
Pelimpahan wewenang kepada perawat, bidan atautenaga lainnya dalam keadaan tertentu dimanapelayanan kesehatan sangat dibutuhkan dan tidakterdapat dokter atau dokter gigi di tempat tersebutdiatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.
tindakan yang dilimpahkan termasuk dalamkemampuan dan keterampilan yang telah dimilikioleh penerima pelimpahan;
pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap dibawah pengawasan pemberi pelimpahan;
pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atastindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaantindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan;
tindakan yang dilimpahkan tidak termasukmengambil keputusan klinis sebagai dasarpelaksanaan tindakan; dan
tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terusmenerus.
Pelayanan anestesiologi dan reanimasidilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi.Pelayanan anestesiologi dan reanimasi yangdilakukan oleh perawat anestesia merupakanpelimpahan wewenang dari dokter spesialisanestesiologi atau dokter yang melakukantindakan pembedahan/tindakan medis lain.Dokter yang memberikan pelimpahanwewenang harus memberikan instruksitertulis
Pelimpahan wewenang tersebut dapat terjadi dalam keadaansebagai berikut : Jika dokter spesialis anestesiologi tidak ada di kamar
operasi tetapi masih didalam rumah sakit, dapatdimintakan izin lisan dan kemudian harus dicatat dalamrekam medis dan diparaf;
Jika tidak ada dokter spesialis anestesiologi tetapi adadokter umum yang ditugaskan dalam pelayanananestesiologi maka dokter tersebut menggantikan perandokter spesialis anestesiologi;
Jika tidak ada dokter spesialis anestesiologi maupun dokterumum, perawat dapat mengerjakan sesuai prosedurtetap yang telah disepakati sebelumnya atas perintahdari dokter yang melakukan pembedahan dan tanggungjawab ada pada dokter yang melakukan pembedahan
Tindakan anestesia harus dikerjakan dalam kerjasama tim.
Seorang dokter spesialis anestesiologi harusdidampingi perawat terlatih.
Jika anestesia dilakukan oleh perawat anestesiajuga harus didampingi perawat terlatih lainnya.
Pada saat yang sama dokter spesialisanestesiologi hendaknya membatasi tanggungjawab/supervisi maksimal atas 3 tindakananestesia dalam satu rumah sakit denganruangan tindakan yang berdekatan
Pelayanan anestesia adalah tindakan medis yang harusdilakukan oleh tenaga medis.
Namun, saat ini jumlah dokter spesialis anestesiologimasih sangat terbatas padahal pelayanan anestesiasangat dibutuhkan di rumah sakit.
Memperhatikan kondisi tersebut, untuk dapatterselenggaranya kebutuhan pelayanan anestesia dirumah sakit yang tidak ada dokter spesialisanestesiologi, diperlukan pemberian kewenangantanggung jawab medis anestesiologi kepada dokterPPDS atau dokter lain.
Prosedur pemberian kewenangan diatur dalam peraturaninternal rumah sakit dan mengikuti peraturanperundangan-undangan yang berlaku.
Pasal 42 UU No. 36 Tahun 2009 : Pimpinan sarana pelayanankesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi yang tidakmemiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran disarana pelayanan kesehatan tersebut.
Pasal 80 UU No. 29 Tahun 2004 :1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter
gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidanapenjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyakRp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidanadenda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga ataudijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.
Pasal 46 UU No. 44 Tahun 2009 : Rumah Sakit bertanggung jawabsecara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan ataskelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
SYARAT SUBYEKTIF
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untukmembuat suatuperikatan
SYARAT OBYEKTIF
3. Suatu hal tertentu4. Suatu sebab yang
diperkenankan
Pada perkara perdata berlaku asas “Actori in cumbit probatio sese ipsa”
Artinya siapa yang mendalilkan suatu hak maka dialah yang harus membuktikan
Penentukan perkara adalah oleh para pihak yang bersengketa sehingga apabila para pihak (pasien) tidak mengajukan perkara perdata tersebut maka tidak akan diproses perkara tersebut oleh pengadilan.
Perjanjian antara dokter dan pasien untuk tujuanpenyembuhan
Gugatan dalam perjanjian terapeutik dapat terjadikarena : wanprestasi Perbuatan melawan hukum.
Pada kasus Dr. “A” dkk gugatan karena wanprestasi tidak dapat dilakukan karena dr “A” cs telah melakukan prestasinya berupa pertolongan persalinan dimana bayi lahir dalam kondisi selamat.
Namun tindakan yang dilakukan dr Ayu cs dapat dilakukan gugatan sebagai perbuatan melawan hukum.
Ditinjau dari syarat sah perjanjian pasal 1320 KUHPerdata maka didalam kasus dr Ayu cs tidak memenuhi unsur syarat sah perjanjian yaitu syarat subjektif (harus dipenuhi oleh subjek perjanjian) yaitu : Sepakat mereka yang mengikatkan diri Dalam kasus tersebut terjadi cacat kehendak karena adanya
penyalahgunaan keadaan. Pasien dalam kondisi kesakitan dimintakan consent.
Kecakapan untuk membuat perjanjian Pihak yang mengikatkan diri harus mampu menyadari akibat
perbuatannya. Dalam consent yang diberikan baik pasien maupun keluarga belum dijelaskan secara detail tentang tindakan operasi berikut akibat yang dimungkinkan.
Dengan tidak dipenuhinya syarat subjektif ini maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Pasal-pasal dalam KUHPerdata yang dapat diterapkan pada kasus dr Ayu cs adalah:
Pasal 1365 KUHPerdata (melakukan perbuatan melawan hukum) ditujukan kepada dr Ayu.
Dalam Pasal 1365 KUHPerdata disebutkan bahwa “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,mengganti kerugian tersebut”.
Pasal 1367 KUHPerdata (captain on the ship/melalaikan pekerjaan sebagai penanggungjawab). Dalam Pasal 1367 KUHPerdata disebutkan bahwa “seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya”. Dalam kasus ini gugatan Pasal tersebut ditujukan pada : Dokter penanggung jawab/ supervisor/penanggung jawab klinik Rumah sakit
1. PASIEN2. TENAGA KESEHATAN DI RS3. RS4. FK PENYELENGGARA PPDS?PPDGS
Rumah Sakit
• Memiliki Ijin, Peraturan Internal dan sistem perlindungan pasien,
transparansi laporan ke dinkesdan kemenkes
Pasien
• Perlindungan Hukum
Tenaga Kesehatan
• SIP dan STR
• PPDS/PPDGS FK DinkesKab/Kota (Secara Kolektif)
PENGAWASAN DARI DINKES
KAB/KOTA PERIJINAN TENAGA DAN
SARANA
Sidang kasus diselesaikan di Majelis KodeEtik Profesi Kedokteran
Apabila dibawa ke ranah hukum positif(Pengadilan) jika terbukti unsur-unsurkelalaian maka dibedakan antara alat buktikesaksian dan alat bukti keterangan ahlikarena kedua hal ini memiliki kedudukanyang berbeda di persidangan
Keterangan ahli (expert) diberikan olehahli yang benar-benar memahami danmemiliki kemampuan dan pengetahuan(berkompeten) di bidang terkait, pelayanan medis /medis spesialis, danhukum kesehatan.
Keterangan ahli bersumber dariperwakilan dari expert masing-masingbidang.