perspektif penanganan sengketa pertanahan di …
TRANSCRIPT
PENEGAKAN HUKUM/VOLUME 2/NOMOR 2/DESEMBER 2015 ISSN 2355-987X (Print)
JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM UMA 101
PERSPEKTIF PENANGANAN SENGKETA PERTANAHAN
DI BADAN PERTANAHAN NASIONAL
Marsella
Fakultas Hukum Universitas Medan Area
ABSTRAK
Dalam kenyataannya Kasus pertanahan yang terjadi karena Penguasaan tanah tanpa
hak, Sengketa batas, Sengketa waris, Jual berkali-kali, Sertipikat ganda, Sertipikat
penggantiAkta Jual Beli Palsu, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan
mengenai suatu bidang tanah tertentu karena adanya Akta Jual Beli palsu dan Kekeliruan
penunjukan batas, Tumpang tindih, yang juga diklaim/pengaduan/keberatan dari
masyarakat (perorangan/badan hukum) yang berisi kebenaran dan tuntutan terhadap suatu
keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan yang telah ditetapkan oleh Pejabat Tata
Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional, serta keputusan Pejabat tersebut
dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu bidang tanah tersebut. Dengan adanya
klaim tersebut, mereka ingin mendapat penanganan secara administrasi dengan apa yang
disebut koreksi serta merta dari Pejabat yang berwenang untuk itu. Kewenangan untuk
melakukan koreksi terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan
(sertipikat/Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah), ada pada Kepala Badan
Pertanahan Nasional.
Kata Kunci : sengketa pertanahan
ABSTRACT
In reality the case of land that occur due to control of the land without right, Dispute
limits, Dispute inheritance, Sell repeatedly, Certificate double, Certificates penggantiAkta
Buy Sell Fake, ie differences in perceptions, values or opinions, interests regarding a
specific plots of land for their Deed of Sale Buy fake and Fallacy designation limits,
overlap, which also claimed / complaints / objections from the public (individual / entity)
that contains the truth and claims against a decision of the State Administration in the area
of land that has been set by the Officers of State Administration under the aegis National
land, as well as the official decision perceived harm their rights on an area of land. With
the existence of the claim, they want to get treatment in the administration of the so-called
correction necessarily from the authorized official for it. The authority to make corrections
to a decision of the State Administration in the area of land (certificate/Decree Granting
Rights to Land), is on the National Land Agency.
Keywords: land disputes
A. PENDAHULUAN
Setiap orang butuh tempat tinggal,
Tanah merupakan kebutuhan hidup
manusia yang sangat mendasar yang dapat
diberikan macam-macam hak pada tanah
PENEGAKAN HUKUM/VOLUME 2/NOMOR 2/DESEMBER 2015 ISSN 2355-987X (Print)
JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM UMA 102
tersebut.1 Manusia hidup serta melakukan
aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat
manusia selalu berhubungan dengan tanah
dapat dikatakan hampir semua kegiatan
hidup manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung selalu
memerlukan tanah. Pun pada saat manusia
meninggal dunia masih memerlukan tanah
untuk penguburannya Begitu pentingnya
tanah bagi kehidupan manusia, maka
setiap orang akan selalu berusaha
memiliki dan menguasainya, dengan
adanya hal tersebut maka dapat
menimbulkan suatu sengketa tanah di
dalam masvarakat. Sengketa tersebut
timbul akibat adanya perjanjian antara 2
pihak atau lebih yang salah 1 pihak
melakukan wanprestasi.
Tanah mempunyai peranan yang
besar dalam dinamika pembangunan,
maka didalam Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa
Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk
sebesarbesar kemakmuran rakyat.
Ketentuan mengenai tanah juga dapat kita
lihat dalam UndangUndang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
atau yang biasa kita sebut dengan UUPA.
Timbulnya sengketa hukum yang
bermula dari pengaduan sesuatu pihak
(orang/badan) yang berisi keberatan
keberatan dan tuntutan hak atas tanah,
baik terhadap status tanah, prioritas,
maupun kepemilikannya dengan harapan
dapat memperoleh penyelesaian secara
administrasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
1 Chairuddin K.Nasution, Hukum
Agraria, (Medan: Diktat Fakultas Hukum
UISU, 2000), hal. 22.
Sengketa dan konflik pertanahan adalah
bentuk permasalahan yang sifatnya
kompleks dan multi dimensi. Oleh karena
itu usaha pencegahan, penanganan dan
penyelesaiannya harus memperhitungkan
berbagai aspek baik hukum maupun non
hukum. Seringkali penanganan dan
penyelesaian terhadap sengketa dan
konflik pertanahan dihadapkan pada
dilema-dilema antara berbagai
kepentingan yang sama-sama penting.
Mencari keseimbangan atas konflik yang
sudah terjadi jelas membutuhkan upaya
yang tidak mudah. Karena itu dibutuhkan
pemahaman mengenai akar konflik, faktor
pendukung dan faktor pencetusnya
sehingga dapat dirumuskan strategi dan
solusinya. Dengan usaha-usaha
penyelesaian akar masalah, diharapkan
sengketa dan konflik pertanahan dapat
ditekan semaksimal mungkin, sekaligus
menciptakan suasana kondusif dan
terwujudnya kepastian hukum dan
keadilan agraria yang mensejahterakan.
Setiap kasus pertanahan yang
disampaikan kepada Badan Pertanahan
Nasonal maka dilakukan pengelolaan
pengkajian dan penanganan kasus
pertanahan karena hal tersebut merupakan
salah satu fungsi Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia2 dalam
rangka menanggulangi sengketa, konflik
dan perkara pertanahan guna mewujudkan
kebijakan pertanahan bagi keadilan dan
2 Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia adalah Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Presiden. Badan
Pertanahan Nasional dipimpin oleh Kepala
Untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di daerah, dibentuk
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi di Provinsi dan Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota di Kabupaten/Kota. (Pasal 8
ayat 1, Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2006
tentang Badan Pertanahan Nasional).
PENEGAKAN HUKUM/VOLUME 2/NOMOR 2/DESEMBER 2015 ISSN 2355-987X (Print)
JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM UMA 103
kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan
pengkajian dan penanganan kasus
pertanahan merupakan sarana untuk
penanganan sengketa pertanahan dan
memperkecil potensi timbulnya masalah
pertanahan.
A. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa saja penyebab
terjadi sengketa pertanahan.
2. Bagaimanakah Penanganan sengketa
tanah di Badan Pertanahan Nasional.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Sengketa Pertanahan
Sengketa tanah banyak terjadi
karena adanya sebuah benturan
kepentingan antara siapa dengan
siapa/gesekan kepentingan,3 Sadar akan
pentingnya tanah untuk tempat tinggal
atau kepentingan lainnya menyebabkan
tanah yang tidak jelas kepemilikannya
diperebutkan bahkan ada yang sudah jelas
kepemilikannya pun masih ada yang
diperubutkan, hal ini terjadi karena
masyarakat sadar akan kepentingan dan
haknya,selain itu harga tanah yang
semakin meningkat.
Menurut Rusmadi Murad
timbulnya sengketa hukum yang bermula
dari pengaduan sesuatu pihak (orang atau
badan) yang berisi keberatan-keberatan
dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap
status tanah, prioritas, maupun
kepemilikannya dengan harapan dapat
memperoleh penyelesaian secara
administrasi sesuai dengan
ketentuan. Peraturan yang berlaku kasus
pertanahan itu timbul karena adanya klaim
atau pengaduan atau keberatan dari
3 Suardi, Hukum Agraria, (Jakarta, BP
IBLAM, 2005), hal, 1.
masyarakat (perorangan/badan hukum)
yang berisi kebenaran dan tuntutan
terhadap suatu keputusan Tata Usaha
Negara di bidang pertanahan yang telah
ditetapkan oleh Pejabat Tata Usaha
Negara di lingkungan Badan Pertanahan
Nasional, serta keputusan Pejabat tersebut
dirasakan merugikan hak-hak mereka atas
suatu bidang tanah tersebut. Dengan
adanya klaim tersebut, mereka ingin
mendapat penyelesaian secara
administrasi dengan apa yang disebut
koreksi serta merta dari Pejabat yang
berwenang untuk itu. Kewenangan untuk
melakukan koreksi terhadap suatu
keputusan Tata Usaha Negara di bidang
pertanahan (sertipikat/Surat Keputusan
Pemberian Hak Atas Tanah), ada pada
Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Kasus pertanahan dapat berupa
permasalahan status tanah, masalah
kepemilikan, masalah bukti-bukti
perolehan yang menjadi dasar pemberian
hak dan sebagainya.
Sengketa pertanahan adalah
perselisihan pertanahan antara orang
perseorangan, badan hukum atau lembaga
yang tidak berdampak luas secara sosio-
politis. Penekanan yang tidak berdampak
luas inilah yang membedakan definisi
sengketa pertanahan dengan definisi
konflik pertanahan. Sengketa tanah dapat
berupa sengketa administratif, sengketa
perdata, sengketa pidana terkait dengan
pemilikan, transaksi, pendaftaran,
penjaminan, pemanfaatan, penguasaan
dan sengketa hak ulayat,4 sedangkan
konflik pertanahan merupakan
perselisihan pertanahan antara orang
perseorangan, kelompok, golongan,
4 Silabus Pelatihan Mediator,
Indonesian Institute for conflict Tranformation,
(Jakarta, Februari 2006), hal. 27.
PENEGAKAN HUKUM/VOLUME 2/NOMOR 2/DESEMBER 2015 ISSN 2355-987X (Print)
JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM UMA 104
organisasi, badan hukum atau lembaga
yang mempunyai kecenderungan atau
sudah berdampak luas secara sosio-politis,
bila perkara pertanahan adalah
perselisihan pertanahan yang
penyelesaiannya dilaksanakan oleh
lembaga peradilan atau putusan lembaga
peradilan yang masih dimintakan
penanganan perselisihannya di BPN RI.
A. PEMBAHASAN
1. Faktor-faktor apa saja penyebab
terjadi sengketa tanah.
Faktor-faktor secara sosiologis
(kemasyarakatan) sengketa pertanahan
yang terjadi didalam masyarakat dapat
disebabkan oleh beberapa hal :5
a. Ada usaha mengusai dan merugikan
pihak tertentu sehingga pihak yang
dirugikan mengadakan perlawanan.
b. Tidak mentaati atau mematuhi
peraturan dan tatanan yang ada
didalam masyarakat atau negara.
c. Perebutan, persaingan dalam hal yang
terbatas.
d. Salah pengertian atau salah paham
karena kegagalan komunikasi.
e. Perbedaan tujuan dan nilai hidup yang
dipegang.
f. Kurangnya kerjasama sehingga
menimbulkan kekecewaan dan
perasaan yang dirugikan.
Menurut Ismoe Broto, jenis sengketa,
konflik dan atau perkara pertanahan yang
disampaikan atau diadukan dan ditangani
oleh Badan Pertanahan Nasional, secara
garis besar dikelompokkan menjadi : 6
5Maria. S.W. Sumardjono (selanjutnya
disebut Maria S.W.Sumardjono II), Mediasi
Sengketa Tanah: Potensi Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) dibidang
pertanahan, (Jakarta: Gramedia, 2008), hal.6. 6 Wawancara kepada Kepala Tata
Usaha di Kantor pertanahan di Kabupaten
Serdang Bedagai, pada tanggal 9 November
2015.
1. Penguasaan tanah tanpa hak, yaitu
perbedaan persepsi, nilai atau
pendapat, kepentingan mengenai
status penguasaan di atas tanah
tertentu yang tidak atau belum
dilekati hak (tanah Negara),
maupun yang telah dilekati hak
oleh pihak tertentu.
2. Sengketa batas, yaitu perbedaan
pendapat, nilai kepentingan
mengenai letak, batas dan luas
bidang tanah yang diakui satu
pihak yang telah ditetapkan oleh
Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia maupun yang
masih dalam proses penetapan
batas.
3. Sengketa waris, yaitu perbedaan
persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai status
penguasaan di atas tanah tertentu
yang berasal dari warisan.
4. Jual berkali-kali, yaitu perbedaan
persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai status
penguasaan di atas tanah tertentu
yang diperoleh dari jual beli
kepada lebih dari 1 orang.
5. Sertipikat ganda, yaitu perbedaan
persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai suatu
bidang tanah tertentu yang
memiliki sertipikat hak atas tanah
lebih dari 1 (satu).
6. Sertipikat pengganti, yaitu
perbedaan persepsi, nilai atau
pendapat, kepentingan mengenai
suatu bidang tanah tertentu yang
telah diterbitkan sertipikat hak atas
tanah pengganti.
7. Akta Jual Beli Palsu, yaitu
perbedaan persepsi, nilai atau
pendapat, kepentingan mengenai
PENEGAKAN HUKUM/VOLUME 2/NOMOR 2/DESEMBER 2015 ISSN 2355-987X (Print)
JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM UMA 105
suatu bidang tanah tertentu karena
adanya Akta Jual Beli palsu.
8. Kekeliruan penunjukan batas,
yaitu perbedaan pendapat, nilai
kepentingan mengenai letak, batas
dan luas bidang tanah yang diakui
satu pihak yang teiah ditetapkan
oleh Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia berdasarkan
penunjukan batas yang salah.
9. Tumpang tindih, yaitu perbedaan
pendapat, nilai kepentingan
mengenai letak, batas dan luas
bidang tanah yang diakui satu
pihak tertentu karena terdapatnya
tumpang tindih batas kepemilikan
tanahnya.
10. Putusan Pengadilan, yaitu
perbedaan persepsi, nilai atau
pendapat, kepentingan mengenai
putusan badan peradilan yang
berkaitan dengan subyek atau
obyek hak atas tanah atau
mengenai prosedur penerbitan hak
atas tanah tertentu.
Dalam praktik selama ini terdapat
perorangan/badan hukum yang merasa
kepentingannya dirugikan mengajukan
keberatan tersebut langsung kepada
Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Sebagian besar diajukan langsung oleh
yang bersangkutan kepada Kepala Badan
Pertanahan Nasional dan sebagian
diajukan melalui Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan
diteruskan melalui Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi yang bersangkutan.
2. Penanganan Kasus Pertanahan
Kasus pertanahan itu timbul
karena adanya klaim/pengaduan/keberatan
dari masyarakat (perorangan/badan
hukum) yang berisi kebenaran dan
tuntutan terhadap suatu keputusan Tata
Usaha Negara di bidang pertanahan yang
telah ditetapkan oleh Pejabat Tata Usaha
Negara di lingkungan Badan Pertanahan
Nasional, serta keputusan Pejabat tersebut
dirasakan merugikan hak-hak mereka atas
suatu bidang tanah tersebut. Dengan
adanya klaim tersebut, mereka ingin
mendapat penyelesaian secara
administrasi dengan apa yang disebut
koreksi serta merta dari Pejabat yang
berwenang untuk itu. Kewenangan untuk
melakukan koreksi terhadap suatu
keputusan Tata Usaha Negara di bidang
pertanahan (sertipikat/Surat Keputusan
Pemberian Hak Atas Tanah), ada pada
Kepala Badan Pertanahan Nasional
Kasus pertanahan yang terdapat
dalam basis data Kantor Pertanahan
merupakan kasus-kasus lama maupun
kasus-kasus baru yang timbul sebagai
implikasi kasus-kasus lama. Setelah
dilakukan identifikasi terhadap kasus-
kasus tersebut, diperoleh informasi bahwa
tipologi kasus kasus tersebut tidak dapat
dilakukan generalisasi dalam melakukan
upaya penanganan kasusnya.
Sehubungan dengan hal tersebut,
dalam upaya penanganan dikategorikan
dalam beberapa kriteria sebagai berikut:
a. Kriteria 1 (K1) : penerbitan surat
pemberitahuan penyelesaian kasus
pertanahan dan pemberitahuan kepada
semua pihak yang bersengketa.
b. Kriteria 2 (K2) : penerbitan Surat
Keputusan tentang pemberian hak atas
tanah, pembatalan sertipikat hak atas
tanah, pencatatan dalam buku tanah
atau perbuatan hukum lainnya sesuai
Surat Pemberitahuan Penyelesaian
Kasus Pertanahan.
c. Kriteria 3 (K3) : Pemberitahuan
Penyelesaian Kasus Pertanahan yang
ditindaklanjuti mediasi oleh BPN
PENEGAKAN HUKUM/VOLUME 2/NOMOR 2/DESEMBER 2015 ISSN 2355-987X (Print)
JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM UMA 106
sampai pada kesepakatan berdamai
atau kesepakatan yang lain disetujui
oleh pihak yang bersengketa.
d. Kriteria 4 (K4) : Pemberitahuan Pen
e. yelesaian Kasus Pertanahan yang
intinya menyatakan bahwa
penyelesaian kasus pertanahan akan
melalui proses perkara di pengadilan.
f. Kriteria 5 (K5) : Pemberitahuan
Penyelesaian Kasus Pertanahan yang
menyatakan bahwa penyelesaian kasus
pertanahan yang telah ditangani bukan
termasuk kewenangan BPN dan
dipersilakan untuk diselesaikan
melalui instansi lain.
Terhadap suatu kasus pertanahan
yang disampaikan atau diadukan dan
ditangani oleh Badan Pertanahan
Nasional, solusi penanganan dapat
dilaksanakan dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Pelayanan pengaduan dan Informasi
Kasus
a. Pengaduan disampaikan melalui
Loket pengaduan.
b. Dilakukan Register terhadap
pengaduan yang diterima.
c. Penyampaian informasi,
digolongkan menjadi :
i. Informasi rahasia : Perlu ijin
Kepala BPN RI atau Pejabat
yang ditunjuk.
ii. Informasi Terbatas :
Diberikan pada pihak yang
memenuhi syarat.
iii. Informasi Terbuka untuk
umum : Diberikan pada
pihak yang membutuhkan.
2. Pengkajian Kasus
a. Untuk mengetahui faktor
penyebab.
b. Menganalisis data yang ada.
c. Menyusun suatu rekomendasi
penyelesaian kasus.
3. Penanganan Kasus
Penanganan suatu kasus
pertanahan yang disampaikan atau
diadukan dan ditangani oleh Badan
Pertanahan Nasional RI dilakukan
dengan tahapan :
a. Pengolahan data
pengaduan, penelitian
lapangan/koordinasi/
investigasi.
b. Penyelenggaraan gelar
kasus/penyiapan berita
acara.
c. Analisis/Penyusunan
Risalah Pengolahan
Data/surat keputusan.
d. Monitoring dan evaluasi
terhadap hasil penanganan
kasus.
Untuk suatu kasus pertanahan
tertentu yang dianggap strategis,
dilaksanakan pembentukan tim
penanganan kasus potensi konflik
strategis.
4. Penyelesaian suatu kasus
pertanahan dikelompokkan
menjadi 2 yaitu :
a. Penyelesaian melalui jalur
hukum/pengadilan.
b. Penyelesaian melalui
proses mediasi.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Faktor-faktor yang terjadi dalam
sengketa tanah mengenai
Penguasaan tanah tanpa hak,
Sengketa batas, Sengketa waris,
Jual berkali-kali, Sertipikat ganda,
Sertipikat penggantiAkta Jual Beli
Palsu, yaitu perbedaan persepsi,
nilai atau pendapat, kepentingan
mengenai suatu bidang tanah
tertentu karena adanya Akta Jual
PENEGAKAN HUKUM/VOLUME 2/NOMOR 2/DESEMBER 2015 ISSN 2355-987X (Print)
JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM UMA 107
Beli palsu dan Kekeliruan
penunjukan batas, Tumpang
tindih,
2. Penanganan sengketa di Badan
Pertanahan dengan melakukan
penerbitan surat pemberitahuan
penyelesaian kasus pertanahan dan
pemberitahuan kepada semua
pihak yang bersengketa,
penerbitan Surat Keputusan
tentang pemberian hak atas tanah,
pembatalan sertipikat hak atas
tanah, pencatatan dalam buku
tanah atau perbuatan hukum
lainnya sesuai Surat
Pemberitahuan Penyelesaian
Kasus Pertanahan, Pemberitahuan
Penyelesaian Kasus Pertanahan
yang ditindaklanjuti mediasi oleh
BPN sampai pada kesepakatan
berdamai atau kesepakatan yang
lain disetujui oleh pihak yang
bersengketa, Pemberitahuan
Penyelesaian Kasus Pertanahan
yang intinya menyatakan bahwa
penyelesaian kasus pertanahan
akan melalui proses perkara di
pengadilan dan Pemberitahuan
Penyelesaian Kasus Pertanahan
yang menyatakan bahwa
penyelesaian kasus pertanahan
yang telah ditangani bukan
termasuk kewenangan BPN dan
dipersilakan untuk diselesaikan
melalui instansi lain.
.
B. SARAN
1. Hendaknya Badan pertanahan
Nasional dalam menjalankan
proses permohonan hak, meneliti
terlebih dahulu mengenai
kepemilikan alas hak tanah dan
juga terhadap batas-batas tanah,
sebelum menerbitkan Sertipikat.
2. Hendaknya dalam penanganan
sengketa pertanahan di Badan
Pertanahan Nasional, bertanggung
jawaab dalam menerbitkan
sertipikat, sehingga tidak
menimbulkan konflik dalam
tumpang tindih tanah, maupun
batas tanah.
DAFTAR PUSTAKA
a. Buku
Chairuddin K.Nasution, Hukum Agraria,
(Medan: Diktat Fakultas Hukum
UISU, 2000).
Suardi, Hukum Agraria, (Jakarta, BP
IBLAM, 2005).
Maria. S.W. Sumardjono (selanjutnya
disebut Maria S.W.Sumardjono
II), Mediasi Sengketa Tanah:
Potensi Penerapan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (ADR)
dibidang pertanahan, (Jakarta:
Gramedia, 2008).
b. Perundang-undangan
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun
2006 tentang Badan Pertanahan
Nasional.
Undang-undang Nomor: 5 Tahun 1960
tentang Agraria.