personifikasi dan simile dalam terjemahan ......tersebut dialihbahasakan menjadi huruf /h/ (lihat...
TRANSCRIPT
PERSONIFIKASI DAN SIMILE DALAM TERJEMAHAN
KITAB DURRATUN NASHIHIN KARYA ACHMAD SUNARTO
(TINJAUAN BALAGHAH)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh
NOVI ARYANITA
1110024000004
\
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
i
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
Nama : Novi Aryanita
NIM : 1110024000004
Jurusan: Tarjamah
1. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis asli yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah penulis
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya penulis asli
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka penulis bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 9 Januari 2015
Novi aryanita
ii
PERSONIFIKASI DAN SIMILE DALAM TERJEMAHAN
KITAB DURRATUN NASHIHIN KARYA ACHMAD SUNARTO
(TINJAUAN BALAGHAH)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Diajukan Oleh:
Novi Aryanita
NIM : 1110024000004
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail, M.A Dr. Darsita Suparno, M.Hum
NIP: 195512061992031003 NIP:19610807 199303 2
iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Personifikasi dan Simile Dalam Terjemahan Kitab Durratun
Nashihin Karya Achmad Sunarto (Tinjauan Balaghah) telah diajukan dalam
sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
S.S pada program studi Tarjamah.
Ciputat, 16 Januari 2015
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekertaris Merangkap Anggota,
Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum Umi Kulsum, M.A
NIP: 197912290050110004 NIP: 197507232009012005
Anggota,
Penguji I Penguji II
Drs. A. Syatibi, M.A Drs. Ikhwan Azizi, M.A
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail, M.A Dr. Darsita Suparno, M.Hum
NIP: 195512061992031003 NIP:19610807 199303 2
iv
PRAKATA
Alhamdullilah, penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Ilahi Robbi
atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam tak lupa penulis
junjungkan pada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat-
Nya mampu mengenal, mencari, dan menegakkan syari’at Islam. Dalam hal ini
penulis menyadari, skripsi yang penulis karyakan ini masih jauh dari sempurna,
dan proses penulisannya tidak terjadi secara instant begitu saja butuh proses
panjang dalam menyelesaikannya. Skripsi ini merupakan sebuah karya penulisan
dalam memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sastra di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis haturkan terimakasih kepada penerbit dan penerjemah Kitab
Durratun Nashihin. Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih
kepada Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dr. Oman Fathurrohman, M.A selaku dekan Fakultas Adab dan
Humaniora. Dr. Akhmad Saehudin, M.ag Dosen Pembimbing Akademik, Dr. Tb.
Ade Asnawi, M.A selaku Ketua Jurusan Tarjamah (Periode 2015), Dr. Moch.
Syarif Hidayatullah, M.Hum selaku Ketua Jurusan Tarjamah (Periode 2015-
2018, Umi Kulsum, M.A selaku Sekretaris Jurusan Tarjamah. Serta seluruh
dosen-dosen jurusan Tarjamah terima kasih atas segala ilmu dan pengetahuan
yang diberikan selama ini kepada penulis, semoga ilmu yang diberikan
bermanfaat dan menjadi bekal dimasa depan. Beserta staff perpustakaan fakultas
v
adab dan humaniora penulis haturkan terimakasih, karena telah memebrikan izin
untuk meminjam buku sebagai referensi skripsi ini.
Secara khusus kepada dosen pembimbing, penulis mengucapkan terima
kasih tak terhingga kepada bapak Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail, M.A dan ibu
Dr. Darsita Suparno, M.Hum yang sudah meluangkan waktu ditengah
kesibukannya untuk membaca, mengoreksi, dan memberi referensi, serta
memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga kepada
bapak Drs. A. Syatibi, M.A dan Drs. Ikhwan Azizi, M.A yang sudah menjadi
penguji dalam sidang munaqasyah. Penghormatan serta salam cinta saya
haturkan kepada sosok yang sangat berjasa selama ini, yaitu kedua orangtua
penulis ayahanda (Asta) dan ibunda (Ayanih). Terima kasih Apa dan Ema atas
do’a yang tiada hentinya selalu dipanjatkan, serta dukungan dan motivasi yang
diberikan untuk penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
adik yang tersayang (Ayu Aulia) yang telah membantu dan mendukung penulis
sehingga penulisan skripsi ini selesai.
Kepada teman dan sahabat tarjamah masa kuliah angkatan 2010,
terimakasih atas hari-hari penuh canda dan sedikit dukanya Makhfiyyah, Hany,
Farhan, kholis, Syafaat, Humairoh, Nia, Eva, Asiah, Rifyal dan yang lainnya.
Terima kasih juga kepada adik-adik di jurusan Tarjamah yang selalu mendukung
penulis dalam penulisan skripsi ini, kemudian penulis ucapkan terima kasih
kepada someone spesial yaitu Ipan Paelani yang sudah membantu dan
menyemangati penulis setiap mengerjakan skripsi ini.
vi
Semoga skripsi yang masih jauh dari kesempurnaan ini bisa memberikan manfaat
bagi siapa saja terutama yang tertarik dengan dunia penerjemahan. Bila
ditemukan kekurangan dan kesalahan dalam karya tulis ini, harap disampaikan
kepada penulis, ini demi pengembangan ilmu pengetahuan dan pembelajaran
individual. Akhir kalam, atas segala perhatian, dukungan, dan bantuan dari
semuanya penulis haturkan terima kasih. Semoga karya ini bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan begitu pun ilmu agama.
Ciputat, 9 Januari 2015
Penulis
vii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ............................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................ iii
PRAKATA ....................................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
PEDOMAN LITERASI ARAB-LATIN .......................................................... ix
ABSTRAK ....................................................................................................... xiii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ...................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 5
D. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 5
E. Sistematika Penulisan .............................................................. 6
BAB II : KERANGKA TEORI
A. Pengertian Penerjemahan ........................................................ 7
1. Metode-metode penerjemahan ............................................. 10
2. Proses penerjemahan ............................................................ 12
3. Syarat-syarat penerjemah ..................................................... 13
4. Teknik Penerjemahan dan Gaya Bahasa .............................. 13
B. Definisi Gaya Bahasa .............................................................. 15
C. Jenis Gaya Bahasa .................................................................. 17
D. Kata konkret dan kata abstrak ................................................. 21
E. Imaji ......................................................................................... 21
viii
F. Tema ........................................................................................ 22
G. Rasa ......................................................................................... 23
H. Amanat .................................................................................... 23
BAB III : METODE PENELITIAN DAN GAMBARAN OBJEK
PENELITIAN
A. Metode yang dipergunakan data ............................................. 24
B. Fokus Penelitian ...................................................................... 24
C. Sumber Data ............................................................................ 25
D. Penyediaan Data ...................................................................... 25
E. Metode Analisis Data .............................................................. 27
F. Analisis Data ............................................................................ 28
G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data.................................... 28
H. Gambaran Umum Tentang Kitab Durratun Nashihin ............ 30
BAB IV : ANALISIS
A. Analisis Gaya Bahasa Personifikasi dan Simile Terhadap
Terjemahan Kitab Durratun Nashihin Tinjauan Balaghah
1. Gaya Bahasa Personifikasi ................................................... 32
2. Gaya Bahasa Simile ............................................................. 42
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 72
B. Saran ........................................................................................ 74
C. Lampiran ................................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 80
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
Skripsi ini menggunakan transliterasi yang bersumber dari pedoman
transliterasi arab-indonesia atas keputusan bersama SKB Menteri Agama dan
Menteri P & K RI, tertanggal 22 Januari 1988 NO. 158/1987 dan NO. 0543
b/U/1987, sebagaimana dijelaskan di bawah :
No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا .1
2. B Be
3. T Te
4. Ts Te dan es
5. J Je
6. H h dengan garis di bawah
7. Kh Ka dan ha
8. D De
9. Dz de da zet
10. R Er
11. Z Zet
12. S Es
13. Sy es dan ye
14. S es dengan garis di bawah
x
15. D de dengan garis di bawah
16. T te dengan garis di bawah
17. Z zet dengan garis di bawah
18. ٬ koma terbalik di atas hadap kanan
19. Gh ge dan ha
20. F Ef
21. Q Ki
22. K Ka
23. L El
24. M Em
25. N En
26. W We
27. H Ha
28. , Apostrof
29. Y Ye
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong:
Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
xi
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah
------------------- I Kasrah
U Dammah
Adapun vokal rangkap, ketentuan alih aksarnya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai A dan i ي
Au A dan u و
Vokal panjang
Ketentuan alis aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
 a dengan topi di atas ا
Î I dengan topi di atas ي
Û u dengan topi di atas و
Kata sandang
Kata sandang yang dalam system dalam aksara Arab dilambangkan dengan huruf
yaitu ال dialih aksarakan menjadi /I/, baik diikuti oleh huruf syamsiyyah maupun
huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl.
Syaddah (Tasydid)
xii
Syaddah atau tasydid yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda
( _ ) alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan mengadakan huruf
yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang
menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-
huruf syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-
darûrah.
Ta marbûtah
Jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
tersebut dialihbahasakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang
sama berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh
2). Namun, jika ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut
dialihbahasakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
Contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
Tarîqah طريقة 1
al-jâmi’ah al-islamiyyah الجميعة الإسلامية 2
wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3
Huruf Kapital
Mengikuti EYD bahasa Indonesia, untuk proper name (nama diri, nama
tempat dan sebagainya), seperti al-kindi bukan Al-Kindi (untuk huruf “al” a tidak
boleh kapital).
xiii
ABSTRAK
Novi Aryanita (1110024000004): Personifikasi dan Simile dalam
Terjemahan Kitab Durratun Nashihin Karya Achmad Sunarto (Tinjauan
Balaghah), Jurusan Tarjamah. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Pembimbing : Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail, M.A
dan Dr. Darsita Suparno, M.Hum.
Kitab Durratun Nashihin ada empat aspek besar, yaitu gaya bahasa langsung
tidaknya makna yang meliputi gaya bahasa personifikasi dan gaya bahasa simile,
diksi yang meliputi kata konkret dan kata abstrak, pencitraan yang meliputi rasa,
kemudian semantik yang meliputi tema dan amanat. Ini dihadirkan dalam
terjemahan, lalu dibentuk dalam balaghahnya. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui gaya bahasa personifikasi dalam aspek balaghahnya, dan gaya
bahasa simile dalam aspek balaghahnya. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode kualitatif, dengan menggunakan teknik simak dan
teknik catat.
Temuan penelitian ini adalah bahwa dalam gaya bahasa personifikasi terdapat
5 majaz, 5 alaqah, dan 5 qarinah. Kemudian terdapat 23 kata konkret, 14 kata
abstrak, 31 imaji dari penglihatan dan 1 imaji dari perabaan. Tema yang
terkandung dalam gaya bahasa personifikasi, yaitu dominan menggunakan istilah
alam. Sementara dari analisis gaya bahasa simile terdapat 5 musyabbah, 5
musyabah-bih, 2 adat yang berbentuk isim dan 3 adat yang berbentuk huruf, 3
wajhusy syabah. Kemudian, menurut sudut pandang adat dan wajhusy syabah
yang sifatnya mursal mufassal (مرسل مفصل) terdapat 5 jenis. Dalam gaya bahasa
simile juga terdapat 22 kata konkret, 7 kata abstrak, dan imaji penglihatan 26.
Tema yang digunakan dalam gaya bahasa simile dominan menggunakan istilah
alam.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebahasaan sangat diperhatikan dalam sebuah tulisan, jika bahasa itu
kurang baik maka pembaca pun akan sulit untuk memahaminya. Mengenai
berbagai kesalahan itulah maka para penulis agar lebih teliti lagi dalam
penggunaan kebahasaan. Karena bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang
digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu.1
Bahasa berisi pikiran, pesan, atau keinginan yang terdapat pada diri pembicara
dan penulis. Bahasa yang digunakan sebaiknya memiliki maksud yang jelas,
sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik.
Dalam kaidah bahasa, gaya bahasa adalah satu ungkapan pikiran melalui
bahasa, yang secara tersendiri memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis.2
Gaya bahasa juga dikenal dengan istilah uslub atau style. Menurut penjelasan
dalam kamus linguistik, gaya bahasa diberi pengertian; (1), pemanfaatan atas
kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, (2), pemakaian
ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, (3), keseluruhan ciri-ciri
bahasa sekelompok penulis sastra.3 Istilah uslub dalam buku الأعهب دساعح تلاغح
ر انظش ح انفظيؼ تالأعانة ا ز انؼثاسخ انه yaitu ذحههح لأصل الأعانة الأستح
1 Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif, (Diksi, Struktur, dan Logika), (Bandung: Refika
Aditama 2007), h. 1. 2 Gorys Keraf, Tata bahasa Indonesia Sekolah Menengah Tingkat Atas, (Jakarta: Nusa
Indah 1969), h. 13. 3 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik edisi ketiga, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama 1993), h. 63.
2
سئغا شجغ اخرلاف الأعانة إن عثثإ ٬كصش كا عثفكش انرنطشمر انر ل : انضع : الأ
ا: الأدةانث4
dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan, diantaranya: uslub
atau gaya bahasa adalah sebuah cara komunikasi seseorang melalui bahasa kepada
orang lain dengan suatu maksud tertentu.
Demikian dapat dikategorikan bahwa uslub memiliki tiga unsur, pertama,
ide atau pikiran yang akan disampaikan kepada orang lain, kedua, pilihan kata
(diction) yang akan digunakan, ketiga, model, susunan, struktur, atau gaya bahasa
yang akan digunakan ketika menyampaikan. Secara sengaja atau tidak untuk
mendapatkan efek-efek tertentu bagi para pembaca, tidak jarang pengarang dalam
menyampaikan maksud dan tujuannya menggunakan bahasa yang melebih-
lebihkan makna atau bertolak belakang dengan maknanya.
Setiap penerjemah perlu mempertimbangkan gaya bahasa dalam konteks
penerjemahannya. Namun dalam penerjemahan buku-buku ilmiah, biasanya para
penerjemah tidak terlalu menghadapi kesulitan sebab gaya bahasa yang
digunakan pengarang sumbernya formal dan informatif yang terkandung dalam
buku itu dapat mudah dialihkan. Sebuah karya terjemahan, sangat dibutuhkan
ketelitian para penulis untuk membuat kalimat yang baik dalam tulisannya, karena
dengan itu kalimat tersebut mudah dipahami oleh pembaca isi makna yang
terkandung di dalamnya. Terdapat banyak kesalahan dalam penulisan kebahasaan
terhadap kitab terjemahan, dalam hal ini kesalahan berbahasa ilmiah, kesalahan
huruf dan tanda baca seringkali muncul. Bukan hanya semata-mata karena salah
عهب دساعح تلاغح ذحههح لأصل الأعانة الأستح )انماشج : يكرثح انةح انصشح الأعرار تجايؼح انماشج )عاتما( الأ 4
٤١(ص. ٤٩٩١-٤١٤١
3
ketik saja, kesalahan itu antara lain adalah salah tulis huruf atau salah tulis kata.5
Penyair atau penulis karya sastra dalam menyampaikan ide atau pikirannya
menggunakan gaya bahasa tertentu yang dapat memberikan efek bagi pembacanya
maupun pendengarnya.6
Dalam bahasa Arab gaya bahasa diserupakan dengan ilmu balaghah, ilmu
balaghah ( rhetorical (adj) ٬انثلاغح ػهى تلاغح تؼهى انثلاغح )ب( ف صسج ػلالح)أ( ر تلاغ
retorika bahasa Arab) membahas 3 kajian utama, ketiga kajian tersebut masing-
masing dibahas dalam ilmu ma‟ani ( pragmatics دساعح انشيص انهغح ٬انشيص ػهى
) pragmatik), ilmu bayan (kajian gaya bahasa), dan ilmu badi‟e / انشيص غش انهغح
stylistics ػهى انثلاغح ٬ػهى الأعانة / stilistika).7 Bahasan yang terdapat dalam ilmu
bayan yaitu: tasybih dan majaz. Sebagai wilayah kajian ilmu ini terkait dengan
makna, sehingga selalu bersinggungan dengan semantik, ilmu ini merupakan
cabang sistematika bahasa yang menyelidiki makna atau arti emantik mempunyai
objek berupa hubungan antara objek dan simbol linguistik.
Balaghah juga merupakan salah satu cabang ilmu bahasa Arab, setelah
ilmu Sharaf ( morphology ػهى انصشف: فشع ي ػهى انماػذ ثحث ف ذشكة انكهاخ ي حث
. ايا انفشع اخش ي ػهى انماػذ ف ػهى انحانغاتك انهاحك انذاخم انجزس / morfologi)
dan ilmu Nahwu (grammatical صفح نجهح )أ( ر ػلالح تؼهى انماػذ )ب( . لاػذ ح
.(gramatika/ صححح يرشح يغ لاػذ انهغح8 Balaghah bukan hanya studi tentang kata
5 Sugihastuti, Editor Bahasa, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar 2006), h. 28. 6 Umi Rukhiyatun, Tesis Gaya Bahasa Qasasal-Hayawan Fi Al-Qur’an (Analisis Stilistika),
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga), h. 2. 7 Muhammad Ali Al Khuli, A Dictionary Of Theoretical Linguistics English-Arabic, (Beirut:
Librairie du Liban, 1982). 8 Muhammad Ali Al Khuli, A Dictionary Of Theoretical Linguistics English-Arabic, (Beirut:
Librairie du Liban, 1982).
4
disaat sendirian, atau ketika berhubungan dengan kata lain, akan tetapi disamping
itu semua, balaghah juga merupakan studi tentang keindahan, keserasian,
ketepatan penempatan, dan bunyi kata. Bahkan balaghah juga mencakup studi
tentang hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain baik sesudah maupun
sebelumnya. Lebih dari itu, balaghah juga mengatur hubungan antara beberapa
kalimat dengan kalimat lain. 9
Kitab Durratun Nashihin dapat dikatakan yang kalimatnya mengandung
nilai sastra, karena kitab Durratun Nashihin adalah salah satu kitab yang
menyajikan tentang nasehat-nasehat, peringatan, cerita-cerita menarik, hikayat
dan penjelasan hukum. Kitab Durratun Nahihin ini sudah lama dikaji dan
dipelajari di kalangan Pondok Pesantren, Perguruan Tinggi Islam, bahkan
masyarakat dewasa pun mulai tertarik untuk membaca dan mempelajarinya.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan
judul Personifikasi dan Simile dalam Terjemahan Kitab Durratun Nashihin
Karya Achmad Sunarto (Tinjauan Balaghah)
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Permasalahan yang terungkap dalam kitab Durratun Nashihin karya
Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy terdiri banyak bab,
karenanya penelitian yang penulis lakukan lebih fokus dan tidak melebar. Maka di
dalam penulisan skripsi ini, penulis memberikan perumusan sebagai berikut:
9 Ahmad Syatibi, Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur’an Balaghah 1 (Ilmu Bayan), (Jakarta: Adabia Press, 2012), h. i.
5
1. Bagaimana terjemahan gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam kitab
Durratun Nashihin?
2. Bagaimana terjemahan gaya bahasa simile yang terdapat dalam kitab Durratun
Nashihin?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui terjemahan gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam
kitab Durratun Nashihin.
2. Untuk mengetahui terjemahan gaya bahasa simile yang terdapat dalam kitab
Durratun Nashihin.
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai gambaran dalam pengembangan ilmu pengetahuan terhadap tata
bahasa Indonesia dan bahasa Arab.
2. Sebagai bahan pemikiran dalam meningkatkan ilmu pengetahuan terhadap
penerjemahan.
D. Tinjauan Pustaka
Setelah peneliti menelaah berbagai penelitian terlebih dahulu dari survey
pustaka yang telah dilakukan, terutama pada jurusan tarjamah, peneliti belum
menemukan sebuah penelitian tentang Personifikasi dan Simile Terhadap
Terjemahan Kitab “Durratun Nashihin‟‟ Tinjauan Balaghah. Saya terinspirasi
dari saudara Fadli Muhammad dengan skripsi yang berjudul “PERSONIFIKASI
6
DALAM SURAH AL-BAQARAH (Analisis Terjemahan Al-Qur‟an Prof.
Dr.HAMKA)”, dan saudara Umar Mukhtar dengan skripsi yang berjudul
“Terjemahan Novel Aulâd Hâratinâ Karya Najîb Mahfûz: Studi Stilistika
Terhadap Serial “Rifa‟at Sang Penebus”. Namun dalam skripsi Fadli Muhammad
hanya menjelaskan tentang gaya bahasa personifikasi saja, kemudian dalam
skripsi Umar menjelaskan tentang gaya bahasa dalam studi stilistika, sedangkan di
sini saya akan menjelaskan tentang gaya bahasa personifikasi dan simile yang
terdapat dalam kitab Durratun Nashihin dalam tinjauan Balaghahnya.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam skripsi ini terbagi dalam V bab, terdiri dari :
Bab I Pendahuluan yang terdiri dari : latar belakang masalah. Agar
permasalahan yang diteliti lebih jelas dan tidak meluas maka dilakukan
pembatasan dan perumusan masalah, dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, dan terakhir sistematika penulisan.
Bab II Membahas tentang gambaran penerjemahan, dan gaya bahasa serta ilmu
balaghah.
Bab III Berisi metode penelitian dan gambaran objek penelitian.
Bab IV Analisis personofikasi dan simile terhadap terjemahan kitab Durratun
Nashihin dalam tinjauan balaghah.
Bab V Merupakan penutup yang mengenai: kesimpulan dan rekomendasi.
Kesimpulan ini berisikan semua kesimpulan dari seluruh analisis.
7
BAB II
KERANGKA TEORI
1. Pengertian Penerjemahan
Penerjemahan adalah suatu kegiatan mengalihbahasakan makna teks
sumber (BSu) ke dalam teks sasaran (BSa). Sebuah terjemahan harus dapat sesuai
dengan apa yang dipesankan oleh penulis, melalui teks-teks yang akan
diterjemahkan oleh penerjemah. Baik dalam memilih kata yang sepadan (diksi),
ataupun sebuah kata yang memiliki keterkaitan makna yang sesuai dari pesan teks
yang akan diterjemahkan. Penerjemahan juga merupakan sebuah kompleks yang
menurut kecermatan. Seorang penerjemah tidak hanya dituntut menguasai bahasa
sumber dan bahasa target dengan baik, namun juga harus menguasai isi materi
yang diterjemahkan. Selain itu, seorang penerjemah juga harus peka terhadap
berbagai faktor sosial, budaya, politik, dan emosi agar dapat menerjemahkan
secara tepat.
Ada dua jenis penerjemah yaitu penerjemah lisan (interpreting) dan tulisan
(translating). Penerjemah lisan biasanya dilakukan secara langsung dalam
menerjemahkannya, penerjemah di sini berfungsi sebagai mediator antara bahasa
sumber (pembicara) dengan bahasa sasaran (pendengar). Sedangkan penerjemah
tulisan membutuhkan beberapa teori dalam hal menerjemahkan, teori tersebut
berkedudukan sebagai mediator antara penulis dan pembaca.
8
Dalam kamus ػلاوغح الأجذ ف انهان edisi 1986 disebutkan seperti ini:
تهذشجى انكلاو: فغ تانرش آخش : ذشج انهأح كشغا إن انر مه غا ذشجى ٬ شك
أ ٬ػ ح ج انرانر ٬ضح أيش ششاجى: انرشج فغ
Sementara dalam ح يرؼها:اطم تانؼشتالأعاط نهانؼجى انؼشت edisi 1988
disebutkan seperti ini :
ح : تذش ضجى رشجى ذشج فغ أخشح نغح إن ي ش؟ ذشجى انكراب : مه
Jadi menerjemahkan adalah menyalin “kalam” (juga teks) atau
menjelaskannya dari bahasa tertentu ke dalam bahasa lain. Kalam di sini berarti
ide, pesan atau informasi. Jadi, yang disalin itu bukan huruf-huruf atau kata-kata
yang terpotong dari konteksnya atau lingkungannya-siyaqnya. Penyalinan
tersebut, sebagaimana dinyatakan oleh M.G. Rose, tidak hanya dalam bahasa
penerima, tetapi juga dalam bentuk kondisi serta keadaan masyarakat
penerimanya. Ini semua mesti dilaksanakan dengan mencari padanan praktis yang
terpelihara terus menerus sesuai dengan lingkungan penerjemah. Dalam batasan
seperti ini penerjemah tidak harus bahkan tidak boleh, linear, glossing, setia atau
harfiyyah.10
Catford mengatakan dalam bukunya A Linguistic Theory of Translation,
tentang definisi penerjemahan, yakni the replacement of textual material in one
language (SL) by equivalent textual material in another language (TL).
10 Nur Mufid, Kaserun AS. Rahman, Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesia (Cara Paling Tepat, Mudah dan Kreatif), (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), h.7.
9
(mengganti bahasa teks dalam bahasa sumber (BSu) dengan bahasa teks yang
sepadan dalam bahasa sasaran (BSa).11
Kemudian, J. Levy, mendefinisikan hal yang sama dalam bukunya
Translation as A Decision Process, seperti yang dikutip Nurachman Hanafi:
Translation is a creative process which always leaves the translator a freedom of
choice between several approximately equivalent possibilities of realizing
situational meaning. (terjemahan merupakan proses kreatif yang memberikan
kebebasan bagi penerjemah buat memilih kemungkinan padanan yang dekat
dalam mengungkapkan makna yang sesuai dengan situasinya).12
Adapun Eugence
A. Nida dan Charles R. Taber, dalam buku mereka The Theory and practice of
Translation, memberikan definisi penerjemahan sebagai berikut:
Translation consist in reproducing in the receptor language the closest
natural equivalent of the source language masaage, first in terms of meaning and
secondly in terms of style.13
(menerjemahkan merupakan kegiatan menghasilkan
kembali di dalam bahasa penerima barang yang secara sedekat-dekatnya dan
sewajarnya sepadanan dengan pesan dalam bahasa sumber (BSu), pertama-tama
mengangkut maknanya dan kedua menyangkut gayanya).
Itulah tiga pendapat dari tokoh penerjemah yang masing-masing
menyatakan pendapatnya. Bisa kita simpulkan bahwa Penerjemahan adalah suatu
11 J.C Catford, A Linguistic Theory of Translation, (London: Oxford University Press, 1974),
Fourth Impression, p. 20 12 Nurchman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan, (Flores: Nusa Indah, 1986), h.24. 13 Eugene A. Nida and Charles R. Taber, The Theory and Practice of Translation, (Leiden:
The United Bible Societies, 1974), p.12.
10
proses pengubahan bentuk (teks) dari satu bahasa, biasa disebut bahasa sumber
(BSu) ke bahasa lain, biasa disebut bahasa sasaran (BSa), dan pengalihan pesan
dari BSu ke BSa. Dalam penerjemahan hanya form (bentuk) yang berubah dan
hanya meaning (arti) yang dipindahkan.
1. Metode-Metode Penerjemahan
Newmark (1988) mengajukan dua kelompok metode penerjemahan, yaitu:
a. Metode yang memberikan penekanan terhadap Bahasa Sumber (BSu)
Ada metode penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber yaitu metode
penerjemahan kata demi kata (word for word translation).
1. Metode penerjemahan kata demi kata
Dalam metode penerjemahan jenis ini biasanya kata-kata TSa langsung
diletakan di bawah versi TSu. Kata-kata dalam TSu diterjemahkan di luar konteks,
dan kata-kata yang bersifat cultural (misalnya kata “tempe”) dipindahkan apa
adanya. Umumnya metode ini dipergunakan sebagai tahapan prapenerjemahan
(sebagai gloss) pada penerjemahan teks yang sangat sukar atau untuk memahami
mekanisme BSu. Jadi, dalam proses penerjemahan metode ini dapat terjadi pada
tahap analisis atau tahap awal pengalihan. Namun, perlu diingat bahwa metode
penerjemahan semacam ini mempunyai kegunaan atau tujuan khusus, dan dalam
praktik penerjemahan di Indonesia lazim digunakan sebagai metode penerjemahan
yang umum.
11
b. Metode yang memberikan penekanan terhadap Bahasa Sasaran (BSa)
Berbeda dengan metode di atas, pada metode ini penerjemahan lebih
berorientasi pada bahasa target. seperti halnya yaitu metode penerjemahan
komunikatif (communicative translation).
1. Metode Penerjemahan Komunikatif
Metode ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual yang demikian
rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isi langsung dapat
dimengerti oleh pembaca. Oleh karena itu, versi TSa-nya pun langsung berterima.
Sesuai dengan namanya, metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi,
yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan. Melalui metode ini, sebuah
versi TSu dapat diterjemahkan menjadi beberapa versi TSa sesuai dengan prinsip-
prinsip di atas.
Sebagai contoh adalah penerjemahan kata spine dalam frase thorns spines
in old reef sediments. Apabila kata tersebut diterjemahkan untuk para ahli atau
kalangan ilmuan biologi, padanannya adalah spina (istilah teknis latin), tetapi
apabila diterjemahkan untuk khalayak pembaca yang lebih umum, kata tersebut
dapat diterjemahkan menjadi “duri” (dari lokakarya penerjemahan III bidang
iptek, atas kerja sama pusat penerjemahan Fakultas Sastra Universitas Indonesia
dengan Pusat Bahasa, 1993).14
14 Rochayah Machali, Pedoaman Bagi Penerjemah, (Bandung : Mizan Pustaka 2009), h. 83.
12
2. Proses Penerjemahan
Orang yang berusaha memperoleh pengetahuan mengenai penerjemahan paling
tidak harus mengetahui apa yang dimaksud dengan proses penerjemahan.
Soemarno mengatakan bahwa proses penerjemahan ialah langkah-langkah yang
dilakukan oleh seorang penerjemah pada waktu dia melakukan
penerjemahannya.15
Secara umum proses penerjemahan itu terdapat tiga tahap,
diantaranya sebagai berikut:
a. Tahap analisis
Dalam tahap ini struktur lahir atau kalimat yang ada dianalisis menurut
hubungan gramatikal, menurut makna kata atau kombinasi kata, makna tekstual,
dan makna kontekstual. TSu harus dibaca secara keseluruhan dan dipahami
pesannya (maksudnya) meskipun hanya secara garis besar.
b. Tahap Transfer
Dalam tahap ini materi yang sudah dianalisis dan dipahami maknanya tadi
diolah oleh penerjemah dalam pikirannya dan dialihkan dari BSu ke dalam BSa.
c. Tahap Restrukturisasi
Dalam tahap ini penerjemah berusaha mencari padanan kata, ungkapan dan
struktur kalimat yang tepat dan sepadan dalam BSa. Sehingga isi makna dan pesan
yang ada dalam teks BSu tadi disampaikan sepenuhnya ke dalam BSa secara
sempurna.
15 Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An (Cara Mudah Menerjemahkan Arab Indonesia), (Pamulang Barat: Dikara 2011), hal. 23.
13
Proses penerjemahan yang perlu diperhatikan adalah analisis teks asli, dan
pemahaman makna atau pesan teks asli yang diungkapkan kembali ke dalam BSa
dalam bentuk kata-kata atau kalimat yang sepadan dan wajar.
3. Syarat-syarat Penerjemah
Hasil terjemahan akan dianggap baik atau buruk, jelas atau tidak sangat
bergantung pada siapa yang menerjemahkan, meskipun seorang penerjemah itu
adalah sebagai pencipta, tetapi ia tidak mempunyai kebebasan seluas kebebasan
yang dimiliki penulis aslinya, karena seorang penerjemah pada dasarnya hanya
mengungkapkan apa yang dikarang oleh penulis aslinya.
Untuk menjadi seorang penerjemah yang baik serta menghasilkan terjemahan
yang berkualitas, seorang penerjemah harus memiliki syarat-syarat sebagai
berikut:
a. Seorang penerjemah harus menguasai dua bahasa, bahasa sumber dan bahasa
sasaran.
b. Seorang penerjemah harus memahami secara benar gaya bahasa dan
karakteristik bahasa-bahasa yang diterjemahkan.
c. Penerjemahan harus memiliki ciri khas bahasa sumber dan bahasa sasaran.
d. Seorang penerjemah harus menguasai kosa kata pada kedua bahasa tertentu.16
4. Teknik Penerjemahan dan Gaya Bahasa
Selain memperhatikan jenis teks (dalam arti fungsi dan maksud
keseluruhannya), seorang penerjemah juga harus memperhatikan gaya bahasa
yang digunakan dalam TSu. Misalnya, dalam kalimat berikut si penyampai berita
16 Solihin Bunyamin, Panduan Belajar Menerjemahkan Al-Qur’an Metode Granada Sistem Delapan Jam, (Jakarta: Pustaka Panji Mas 2003), h. 26.
14
memakai gaya resmi “bertenaga” dengan memanfaatkan aspek makna konotatif.
Di sini penulis memakai kata-kata sifat yang mengundang emosi pembaca.
TSu III :
The non-aligned movement is determined to actively participate in all efforts
towards a successful resulition of hotbeds of crises in the world, irrespective of
their historical or contemporary causes, ensuring that solutions are not imposed
by outside power to the detriment of the interests of the parties direcly concerned.
(Deklarasi KTT Non-Blok, Beograd)
Penggunaan kata/frase yang bergaris bawah menunjukkan gaya “bertenaga”
tersebut. Bandingkan, misalnya, kalau kata-kata yang bergaris bawah tersebut
diganti dengan yang lebih netral, misalnya “is determined” diganti dengan
“decides”, dan kata sifat atau adverbanya dibuang. Tentu gaya bahasanya akan
lain dan tidak se-“bertenaga” aslinya. Seorang penerjemah harus sejauh mungkin
memproduksi ciri-ciri teks TSu tersebut dalam terjemahannya. Contoh
penerjemahan berikut tidak menunjukkan upaya reproduksi ini:
Teks TSa IIIa:
Gerakan Non-Blok merasa terpanggil untuk ikut serta dalam usaha meredakan
ketegangan, dalam rangka mencari solusi atas setiap krisis yang terjadi di dunia
ini. Dalam usaha tersebut, Gerakan Non-Blok berupaya agar kekuatan luar tidak
ikut campur.
Dapat dilihat di sini bahwa, terlepas dari masalah padanan pragmatik, versi
TSa-nya tidak sepadan dalam gaya bahasa (tidak “bertenaga”), banyak memakai
15
aspek makna denotatif daripada konotatif, yaitu seperti penyampaian fakta biasa.
Bandingkan dengan TSa IIIb berikut:
Teks TSa IIIb:
Gerakan Non-Blok berketetapan untuk secara aktif berperan serta dalam segala
upaya pemecahan gemilang bagi permasalahan atau krisis di dunia, tanpa
memandang apakah penyebab historisnya lama atau baru, untuk menjamin bahwa
pemecahan permasalahan tidak ditunggangi oleh pihak-pihak luar demi
kepentingan pihak-pihak yang terlibat secara langsung.
Terlepas dari wajar-tidaknya penyampaian gramatikal melalui kalimat yang
panjang ini, TSa IIIb mengupayakan padanan gaya “bertenaga”. Upaya tersebut,
misalnya, dapat dilihat dari penggunaan kata-kata “berketetapan”, “pemecahan
gemilang”, dan “ditunggangi”. Dengan demikian, penerjemah TSa IIIb
mengupayakan padanan yang relatif total, karena mempertimbangkan segi gaya
bahasa dalam TSu III, di samping pemadanan lain.17
5. Definisi Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah salah satu di antara bagian dari ilmu bahasa. Oleh
karena itu bahasa sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, berupa
lambang bunyi-suara yang dihasilkan oleh alat-ucap manusia. Gaya bahasa sering
kali dikenal dalam retorika dengan istilah “style”, yaitu kemampuan dan keahlian
menulis atau menggunakan kata-kata dengan alat bantu lidah. 18
Hal yang pertama
17 Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Bandung : Mizan Pustaka 2009), h.
112. 18 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2009), h. 112.
16
perlu dipahami bahwa gaya bahasa bukan semata-mata menggayakan suatu
bahasa.
Menurut Keraf, 2007: 113 “Gaya bahasa juga dapat dibatasi sebagai cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa
dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)”. Sedangkan menurut Tarigan, 1985: 5
“gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam
berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan
pembaca. Kata retorik berasal dari bahasa Yunani rhetor yang berarti orator atau
ahli pidato. Pada masa Yunani kuno retorik memang merupakan bagian penting
dari suatu pendidikan dan oleh karena itu aneka ragam gaya bahasa sangat penting
dan harus dikuasai benar-benar oleh orang-orang Yunani dan Romawi yang telah
memberi nama bagi aneka seni persuasi ini.”
Nini Ibrahim memiliki istilah lain bahwa gaya bahasa disebut juga majas,
yaitu penggunaan kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk mengungkapkan
perasaan dan pikiran dengan maksud tertentu. Gaya bahasa berguna untuk
menimbulkan keindahan dalam karya sastra atau dalam berbicara. Setiap orang
atau pengarang memiliki cara tersendiri dalam memilih dan menggunakan gaya
bahasa.19
Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah ungkapan untuk
menunjukan efek tersendiri, baik berupa estatis ataupun kepuisian, dengan jalan
membandingkan satu hal ataupun permasalahan dengan hal yang lain. Pemakaian
19 Nini Ibrahim, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Uhamka Press 2009), h. 74.
17
bahasa digunakan secara imajinatif bukan dalam pengertian yang benar-benar
secara ilmiah (pembicaraan) saja, tetapi bertujuan untuk meyakinkan dan
mempengaruhi penyimak dan pembaca.
6. Jenis-jenis gaya bahasa
a. Segi bahasa
Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka gaya
bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan,
sebagai berikut:
1. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling
tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya
penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat.
Dapat dikatakan, gaya bahasa mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam
menghadapi situasi-situasi tertentu.
Dalam bahasa standar (bahasa buku) dapatlah dibedakan: gaya bahasa resmi
(bukan bahasa resmi), gaya bahasa tak resmi dan gaya bahasa percakapan. Gaya
bahasa dalam tingkatan bahasa nonstandar tidak akan dibicarakan di sini, karena
tidak akan berguna dalam tulisan-tulisan ilmiah atau ilmiah populer.20
20 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2009), h. 117.
18
2. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna
Gaya berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu apakah
acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada
penyimpangan. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna biasanya
disebut trope atau figure of speech. Istilah trope sebenarnya berarti “pembalikan”
atau “penyimpangan”. Trope atau figure of speech dengan demikian memiliki
bermacam-macam fungsi yaitu: menjelaskan, memperkuat, menghidupkan obyek
mati, menstimulasi asosiasi, menimbulkan gelak ketawa, atau untuk hiasan.21
6.1. Gaya bahasa khiasan
Gaya bahasa khiasan ini awalnya dibentuk berdasarkan perbandingan
atau persamaan. Yaitu membandingkan sesuatu antara yang satu dengan sesuatu
yang lain, tujuannya untuk menemukan ciri-ciri yang menunjukan kesamaan
antara dua hal tersebut. Macam-macam gaya bahasa khiasan yang akan saya
bahasa di antanya sebagai berikut:
a. Simile
Simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan
perbandingan yang bersifat eksplisit adalah bahwa ia langsung menyatakan
sesuatu dengan hal yang lain.
Contoh: Kikirnya seperti kepiting batu.
21 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2009), h. 129.
19
Simile dalam ilmu balaghah termasuk ,dalam kamus Al-Munawir شثنر
lafadz انرشث berarti انرثم dan dalam bahasa Indonesia berarti “persamaan”. Dalam
istilah balaghah:
ثشانر شآخ شيأت شيأ قانحا ضشغن جداأت فص ف
Artinya: menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam suatu sifat
dengan menggunakan alat karena ada tujuan.22
Contoh:
د ما ان كانثحش ػ
Cinta itu bagaikan laut dalam segi luas.
b. Personifikasi
Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan
benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki
sifat-sifat kemanusiaan. Menurut Sayuti, perbandingan dalam personifikasi
dilakukan secara langsung yaitu dengan memberikan sifat-sifat atau ciri-ciri
manusia kepada benda-benda mati, binatang atau suatu ide.23
Pendapat Sayuti ini
sejalan dengan pernyataan Dick Hartoko dan Rahmanto yang menyatakan bahwa
gaya jenis ini merupakan suatu bentuk kiasan yang menampilkan benda-benda
22 Ahmad Syatibi, Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur’an Balaghah 1 (Ilmu Bayan),
(Jakarta: Adabia Press, 2012), h. 1. 23 A. Sumanto, Sayuti, Puisi dan Pengajarannya, (Semarang: Penerbit IKIP, 1985), h. 95.
20
atau konsep abstrak sebagai pribadi/person manusiawi dengan sifat-sifat
manusia.24
Contoh: Rumahmu barangkali ia menyeka mimpimu.
Personifikasi dalam aspek ilmu balaghah termasuk (يجاص نغ) majaz secara
harfiyah artinya “boleh”, lughawi artinya “bersifat bahasa” atau “dalam bahasa”.
Dengan demikian majaz lughawi artinya suatu kebolehan menggunakan suatu kata
sebagai bahasa bukan pada tempatnya. Seperti : matahari tersenyum atau bulan
menangis dll. Dalam istilah balaghah:
انه جاص ان ضغ ن ش يا غ م ف غرؼ ا جدساا ي حؼيا حشل غي حللانؼفظ ان ؼن
.ممنحا
Artinya: “kata yang digunakan bukan pada tempatnya karena ada alaqah serta
qarinah yang mencegah dari arti yang sebenarnya”.25
Contoh:
انغذثغ اء.ى انثشق ف
Kilat itu tersenyum di langit.
Setelah mengemukakan beberapa aspek dari Syatibi dan Gorys,
selanjutnya akan dikemukakan beberapa sub unsur dari diksi yang meliputi kata
konkret dan kata abstrak.
24 Dick Hartoko dan Rahmanto, Pemandu Di Dunia Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1986),
h. 108. 25 Ahmad Syatibi, Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur’an Balaghah 1 (Ilmu Bayan),
(Jakarta: Adabia Press, 2012), h. 48.
21
a. Kata konkret dan kata abstrak
Kata konkret adalah kata-kata yang dapat ditangkap indra.26
Suatu kata
harus diperkonkret untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca.
Maksudnya adalah, bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti yang
menyeluruh. Sama halnya dengan pengimajian, kata yang diperkonkret erat
hubungannya dengan penggunaan kiasan atau lambang. Jika pengarang mahir
memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau
merasa apa yang dilukiskan oleh pengarang, sehingga pembaca terlibat penuh
secara batin dalam terjemahannya.
Sementara itu, kata abstrak adalah berupa gambar, tanda, atau kata yang
menyatakan maksud tertentu, sehingga kata abstrak lebih berfungsi untuk
menambah keestetikaan terjemahan.
b. Imaji atau pencitraan
Imaji adalah kata atau kelompok kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Waluyo
mengatakan, bahwa pengimajian dapat dibatasi dengan pengertian kata atau
susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti
penglihatan, pendengaran, dan perasaan. 27
26 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 119. 27 Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Erlangga, 1987), h. 78.
22
c. Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan
oleh pengarang.28
Sementara itu, dalam buku The Norton Introduction to
Literature dikatakan, bahwa some refer to the central idea, the thesis, or even the
message of the story, and that is rougly what we mean by theme.29
Artinya, bahwa
beberapa tema mengacu pada ide sentral, tesis, atau bahkan pesan dari cerita.
Dapat dikatakan, bahwa pokok pikiran atau pokok persoalan begitu kuat
mendesak dalam jiwa pengarang sehingga menjadi landasan utama
pengucapannya. Melalui latar belakang yang sama, penafsir-penafsir terjemahan
akan memberikan tafsiran tema yang sama bagi sebuah terjemahan harus
dihubungkan dengan pengarang, serta dengan konsep-konsepnya yang
terimajinasikan. Oleh karena itu, tema bersifat khusus (pengarang), tetapi obyektif
(bagi semua penafsir), dan lugas (tidak dibuat-buat). Perkembangan tema yang
baik dan terarah akan menguatkan topik dan tujuan yang telah ditentukan.
Perkembangan tema dapat dilihat dari dua sudut yaitu: 1) gagasan yang lebih
tinggi telah diperinci secara maksimal, 2) perincian-perincian tersebut sudah
diurutkan secara logis dan teratur, 3) perincian tesis atau pengungkapan maksud
sudah diperinci secara maksimal untuk membuat tema menjadi jelas, 4) perincian
gagasan sentral sudah diurutkan dalam urutan yang teratur dan logis dengan
memperlihatkan transisi yang jelas.30
Tema di sini bagian dari unsur semantik.
28 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 106. 29 Peter Simon (ed), The Norton Introduction to Literature, (London: W. W. Norton &
Company, 2002), h. 214. 30 Darsita Suparno, Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Adabia Press, 2012), h. 159.
23
d. Rasa
Rasa dalam terjemahan adalah sikap pengarang terhadap pokok
permasalahan yang terdapat dalam terjemahannya. Pengungkapan tema dan rasa
berkaitan dengan latar belakang sosial dan psikologis pengarang, seperti latar
belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam
masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, serta pengetahuan.
Kedalam pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak
bergantung pada kemampuan pengarang memilih kata-kata, gaya bahasa, dan
bentuk terjemahan itu saja, tetapi lebih bergantung pada wawasan, pengetahuan,
pengalaman, dan kepribadian yang berbentuk oleh latar belakang sosiologis dan
psikologisnya.31
Rasa di sini bagian dari pencitraan.
e. Amanat (pesan)
Amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang dapat ditelaah setelah
memahami tema, rasa, dari terjemahan itu sendiri. Tujuan atau amanat merupakan
hal yang mendorong pengarang untuk menciptakan terjemahannya. Amanat
tersirat dibalik kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang
diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang mungkin secara
sadar berada dalam pikiran pengarang, namun lebih banyak pengarang sadar akan
amanat yang diberikan.32
Amanat di sini bagian dari unsur semantik.
31 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 125. 32 Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Erlangga, 1987), h. 130.
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metodologi berasal dari bahasa Yunani „metodos‟ dan „logos‟, kata ini
terdiri dari dua suku kata yaitu ”metha” yang berarti melalui/melewati dan
“hodos” yang berarti jalan/cara metode yang merupakan analisis teoritis mengenai
suatu cara/metode. Muhammad mendefinisikan metode penelitian atau research
method sebagai aspek aksiologi dari suatu paradigma.33
Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif.
Menurut Djajasudarma, penelitian kualitatif di dalam linguistik selalu
ditunjang dengan kuantitatif dari segi penghitungan data.34
Metode kualitatif
dipahami sebagai suatu prosedur penelitian untuk menghasilkan uraian deskriptif
berupa kalimat-kalimat yang berkaitan dengan gaya bahasa dalam aspek balaghah
yang terdapat dalam kitab Durratun Nashihin yang menjadi objek penelitian ini.
Dengan demikian data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini terbatas pada:
33 Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2011), h. 168. 34 T. Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian,
(Bandung: Refrika Adiatma, 2006), h. 10.
25
1. Gaya bahasa Personifikasi yaitu terjemahan yang mengandung perumpamaan
yang diibaratkan seperti manusia, sebagaimana dalam aspek balaghahnya
disebut majaz.
2. Gaya bahasa Simile yaitu terjemahan yang mengandung kata penghubung
seperti dalam aspek balaghahnya disebut sebagai tasybih.
C. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah kalimat yang sudah diterjemahkan dari
bahasa Arab ke bahasa Indonesia yang diidentifikasikan mengandung gaya bahasa
dalam aspek balaghah, kemudian mengklasifikasikannya sesuai dengan kategori
gaya bahasa yaitu berdasarkan langsung tidaknya makna.
D. Metode Penyediaan Data
Untuk menyediakan data, digunakan metode, adapun istilah metode dan
teknik yaitu “cara”. Metode adalah cara yang harus dilaksanakan sedangkan
teknik adalah cara melaksanakan metode.35
Terdapat dua jenis metode dalam
penyediaan data yaitu: metode simak dan metode catat.
Metode simak merupakan metode yang digunakan dalam penyediaan data
dengan cara peneliti melakukan penyimakan penggunaan bahasa. Mahsun
menjelaskan isi dari bagian ilmu sosial, oleh karena itu metode pengamatan dari
linguistik mengambil konsep dari ilmu sosial. Dikatakan bahwa metode ini dapat
35 Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan Tekniknya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 127.
26
disejajarkan dengan metode pengamatan atau observasi.36
Metode penyediaan
data ini dalam lingusitik diberi nama metode simak, karena cara yang digunakan
untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Istilah
menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan,
tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis. Metode ini memiliki teknik dasar
yang berwujud teknik sadap.37
Teknik sadap tersebut sebagai teknik dasar dalam
metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan
penyadapan. Pada langkah ini digunakan teknik simak bebas cakap, peneliti hanya
menyimak informasi teks baik yang berkenaan dengan isi maupun satuan bahasa
teks. Untuk mengidentifikasikan teks tersebut, peneliti menggunakan metode
simak dengan teknik dasar sadap dan teknik bebas cakap.
Selain menggunakan teknik simak bebas cakap untuk menjalankan metode
simak, digunakan juga metode catat. Metode catat adalah mencatat data-data
dengan teknik pencatatan data. Teknik sadap, teknik dasar dengan teknik simak
libat cakap digunakan sebagai teknik lanjutan karena dapat langsung mencatat
data yang diperoleh. Teknik catat dipilih karena data yang dihadapi berwujud
lisan dan tulis, sehingga memungkinkan dapat mencatat hal-hal yang satuan
bahasanya diperlukan untuk mendapatkan cara secara catat.
Penelitian ini data diperoleh melalui sumber yang telah terjadi dalam kitab
Durratun Nashihin. Artinya dalam dalam terjemahan sudah tersedia, artinya
36 Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan Tekniknya,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 242. 37 Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan Tekniknya,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 92.
27
penyediaan data terdapat dalam sebuah kitab. Oleh karena itu, dilakukan
penyediaan data seperti bagan berikut:
Sumber : Mahsun (2007), Metode Penelitian Bahasa, 116.
Yang sudah dimodifikasi oleh peneliti untuk keperluan penelitian.
E. Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah cara menguraikan dan mengelompokkan satuan
lingual. Metode padan digunakan untuk menganalisis data berupa kata yang
bersinonim dengan kata banding, dan sesuatu yang dibandingkan mengandung
makna adanya keterhubungan. Menurut mahsun, metode padan dilaksanakan
dengan menggunakan teknik hubung banding menyamakan (HBS), hubung
banding membedakan (HBB) dan teknik hubung banding menyamakan hal pokok
(HBSP). Pada metode analisis ini menggunakan konsep Syatibi, untuk melihat
adanya tinjauan balaghah dalam terjemahan Durratun Nashihin.38
Sementara
digunakan konsep Harimurti Kridalaksana, untuk melihat makna yang tidak sama
dengan gabungan makna anggota-anggotanya.39
38 Ahmad Syatibi, Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur’an Balaghah 1 ( Ilmu Bayan),
(Jakarta: Adabia Press, 2012), h. 2 & 50. 39 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2008), h. 90.
Metode simak dengan
tekniknya yaitu teknik
simak bebas cakap
Metode catat
Data diperoleh
dengan dua cara
28
F. Analisis Data
Hubungan konsep dengan cara menganalisis data, semua data yang telah
dikumpulkan melalui metode observasi dengan teknik catat dianalisis dengan sifat
data dan tujuan penelitian. Data yang diperoleh lewat teknik catat yaitu berupa
teks-teks terjemahan yang terdapat dalam kitab tersebut, yaitu teks-teks yang
mengandung gaya bahasa dalam aspek balaghahnya. Analisis data pada penelitian
ini terdiri atas dua tahap:
1. Digunakan kata-kata benda yang diumpamakan makhluk seperti manusia untuk
menganalisis gaya bahasa personifikasi.
2. Digunakan kata depan dan penghubung untuk menganalisis gaya bahasa simile.
3. Digunakan kata konkret dan kata abstrak untuk menangkap daya indra.
4. Digunakan imaji atau pencitraan untuk memberikan efek visual, supaya
pembaca seolah-olah bisa melihat dan merasakan peristiwaa yang terjadi.
5. Digunakan tema untuk memberikan tafsiran tema bagi sebuah terjemahan.
6. Rasa digunakan untuk menonjolkan sikap pengarang terhadap terjemahannya.
7. Amanat digunakan untuk menyampaikan pesan yang terkandung dalam
terjemahan tersebut.
G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil analisis data penelitian ini ditampilkan dengan menggunakan metode
informal. Pelaksanaan penelitian ini melalui beberapa tahap yaitu:
29
Metodologi
penelitian
Metode
Kualitatif
Paradigma Semantik
Sumber
Data
kalimat yang sudah
diterjemahkan dari bahasa Arab
ke bahasa Indonesia, yang diidentifikasikan mengandung
gaya bahasa dalam aspek
balaghah, kemudian
mengklasifikasikannya sesuai dengan kategori gaya bahasa
yaitu berdasarkan : langsung
tidaknya makna.
Penyediaan
data
1. Metode simak dan tekniknya
yaitu teknik simak bebas cakap,
peneliti hanya menyimak
informasi teks baik yang
berkenaan dengan isi maupun
satuan bahasa teks.
2. Metode catat .
Analisis
Data
1. Digunakan kata-kata benda yang diumpamakan makhluk seperti manusia
untuk menganalisis gaya bahasa
personifikasi.
2. Digunakan kata depan dan penghubung
untuk menganalisis gaya bahasa simile.
3. Digunakan kata konkret dan kata abstrak
untuk menangkap daya indra.
4. Digunakan imaji atau pencitraan untuk
memberikan efek visual, supaya pembaca
seolah-olah bisa melihat dan merasakan
peristiwaa yang terjadi.
5. Digunakan tema untuk memberikan tafsiran
tema bagi sebuah terjemahan.
6. Rasa digunakan untuk menonjolkan sikap
pengarang terhadap terjemahannya.
7. Amanat digunakan untuk menyampaikan
pesan yang terkandung dalam terjemahan
tersebut.
Penyajian
Data
Formal
30
GAMBARAN TENTANG KITAB DURRATUN NASHIHIN
a. Riwayat Hidup Pengarang
Seorang ulama yang hidup pada abad ke-18 H, dengan nama lengkapnya
adalah Syekh Usman bin Hasan bin Ahmad Syakir Al-Khaubawy ( 1224 M ).
Beliau (Istanbul, Turki).40
Nama al-Khaubawy dinisbatkan dengan kata khaubah
yang berarti para pekerja tarbazun.41
Beliau berasal dari Roma yang bermadzhab
Hanafi, beliau juga seorang ahli hukum, mufassir serta seorang pakar hadis,
namun bukan termasuk periwayat hadis. Riwayat hidup pengarang secara lengkap
baik tentang kapan lahirnya, kehidupan dimasa kecil sampai beliau dewasa,
jenjang pendidikannya dan kondisi sosial kemasyarakatan dimana beliau hidup
belum penulis temukan.
Keinginan Usman al-Khaubawy untuk menulis pengajaran atau nasehat-
nasehat tersebut serta meluruskan kekeliruan-kekeliruannya itu belum dapat
terwujud, dikarenakan beberapa hari setelah Usman al-Khaubawy ditimpa
musibah sakit keras yang memaksanya berbaring ditempat tidur untuk beberapa
lama. Akibat dari sakitnya itu beliau tidak mampu berbicara, dalam keadaan
seperti ini beliau bernazar “bila Allah SWT masih melindungi sari dari segala
bencana dan bahaya, maka saya akan menyajikan sesuatu yang digemari (nasehat)
dikalangan para penggemarnya dikalangan masyarakat”. Setelah beliau betul-
betul sembuh, kemudian menyiapkan kertas putih dan menulisnya laksana
40 Usman Al-Khaubawi, Durratun Nashihin fi al-wa’zi wa al-Irsyadi, (Beirut: Dar al-fikr
1998), h. 3. 41 Umar Ridha Kahhalah, Mu’jam al-muallafin tarajim musannifi al-Kutub al-Arabiyah,
(Beirut: Dar al-Haya’ 1957), h. 252-253.
31
mengalirkan air sungai dan air laut yang diperlukan dikalangan mereka. Setelah
selesai penulisannya yang diibaratkan sebagai “Permata atau Mutiara yang belum
pernah disentuh”, kemudian beliau memberi nama kitab itu dengan nama
Durratun Nashihin. Penulisan dan penyusunan kitab Durratun Nashihin selesai
pada tahun 1804 M/ 1224 H, kemudian Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-
Khaubawy meninggal pada tahun 1804 M tidak lama setelah selesai menyusun
kitab tersebut.
Dalam pembahasan kitab Durratun Nashihin terbagi dalam beberapa
penyajian (bab) yang terdiri atas fadhilah-fadhilah (misalnya: shalat berjama‟ah,
fadhilah birrul walidain, berdzikir, berteman, fadhilah bulan rajab, sya‟ban,
ramadhan dan lain-lainya), yang didukung dengan ayat-ayat Al-Qur‟an, hadis-
hadisnya serta dilengkapi dengan pendapat para ulama dan kisah-kisah yang
relevan dengan pembahasan masing-masing.
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. ANALISIS DATA PENELITIAN
Mencermati data penelitian ini ditemukan beberapa jenis gaya bahasa
antara lain personifikasi, dan gaya bahasa simile. Gaya bahasa tersebut ditinjau
dari aspek balaghah yaitu sebagai berikut:
1. Personifikasi.
Berdasarkan data yang ada gaya bahasa personifikasi yang terdapat pada
kitab Durratun Nashihin ( selanjutnya di singkat DN1 ) sebagai berikut:
Bersumber dari Jabir, dari Nabi Saw. Bahwa beliau bersabda:
1)
٬
٬
٬
Artinya:”Apabila tiba malam terakhir dari bulan Ramadhan, maka menangislah
langit, bumi dan para malaikat atas musibah yang menimpa umat Muhammad
Saw. Seorang bertanya: “Ya Rasulullah, musibah apakah itu?” Jawab Rasul
Saw: ”Perginya bulan Ramadhan. Karena sesungguhnya doa-doa di waktu itu
dikabulkan, sedekah-sedekah diterima, kebaikan-kebaikan dilipatkan, sedang
azab ditahan.42
42 Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nashihin, (Jakarta: Bintang Terang 2007), h. 38.
33
Untuk menentukan terjemahan itu disebut personifikasi, apabila memenuhi
tiga aspek yang dikemukakan oleh Syatibi, yaitu:
i. Bukan digunakan pada tempat yang seharusnya.
ii. Memiliki ALAQAH ػلالح (hubungan).
iii. Memiliki QARINAH لشح (penyebab/indikator).43
Personifikasi pada terjemahan di atas terdapat pada kalimat اخ اتكد انغ
الأسض „maka menangislah langit dan bumi‟, terjemahan seperti itu mengandung
sebuah perumpamaan. Kata langit dalam bahasa Indonesia dirujuk sebagai
nomina (kata benda), kata langit dalam bahasa Indonesia dikategorikan sebagai
ruang luas yang terbentang di atas bumi, tempat beradanya bulan, bintang,
matahari, dan planet yang lain; di mana bumi dipijak, di situ langit di junjung
(KBBI, 2008 : 784). Berdasarkan definisi itu langit adalah benda yang tidak sama
dengan manusia yang dapat menangis, oleh karena itu kata langit digunakan
bukan pada tempatnya. Dengan demikian, kata langit dikategorikan sebagai majaz
( يجاص ).
Adanya hubungan kesamaan antara kata “langit” yang tertulis dengan kata
“manusia”, yang dimaksud hubungan kesamaan ini disebut alaqah ( ػلالح ).
Hubungan kesamaan antara “langit” dan “manusia” yaitu sama-sama bisa
mengeluarkan air. Dalam Al-Munawwir Arab-Indonesia, dijelaskan bahwa:
43 Ahmad Syatibi, Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur’an Balaghah 1 (Ilmu Bayan), (Jakarta: Adabia Press, 2012), h. 52.
34
Langit : اخانغ
Manusia:44
ظ )ج أاط ( : انثشش الإ
Di sini kata “menangis” disebut qarinah ( Qarinah adalah kata yang .( لشح
menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya, yaitu: “langit menangis ”. Langit
seolah-olah seperti manusia yang bisa mengeluarkan air mata pada kata بكت
dengan demikian, kalimat di atas kata وات والأرضامانس diserupakan dengan
manusia, musyabbah-bihnya (manusia) ditiadakan dan diisyaratkan oleh salah satu
sifat khasnya yaitu بكت sebagai personifikasi, qarinahnya بكت kepada مواتانس
.والأرض
Terjemahan di atas menunjukkan penggunaan gaya bahasa personifikasi,
dalam personifikasi terdapat unsur persamaan yang kuat antara satu objek dengan
objek lain. Personifikasi di atas menggambarkan manusia pada bulan ramadhan
itu diperlakukan oleh Tuhan sebagai makhluk istimewa, karena perbuatan
manusia yang baik selalu diberikan pahala, dan perbuatan yang buruk selalu
dimohonkan ampun. Pada akhir bulan ramadhan pintu-pintu surga dibuka, pintu
neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Analisis berikutnya diberi tanda
dengan angka (2).
Diriwayatkan dari Nabi Saw. Bahwa beliau bersabda:
2)
44 Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 664& 43.
35
artinya:“Barangsiapa menghidupkan malam dari dua hari raya dan malam
pertengahan bulan Sya‟ban, maka hatinya takkan mati pada saat hati-hati (orang
lain) pada mati.45
Personifikasi pada terjemahan di atas terdapat pada kalimat ح د لهث نى
ب خ انمه maka hatinya takkan mati pada saat hati-hati (orang lain) pada„ ذ
mati‟. Merujuk kepada model analisis yang dikemukakan oleh Syatibi (2012 : 50)
yang mengatakan bahwa adanya benda yang diperbandingkan kesamaannya tetapi
tidak ditempatkan pada tempatnya, perumpamaan seperti ini digunakan sebagai
analisis tipe satu. Kata hati yang diterjemahkan dari kata tidak digunakan قهب
sebagaimana mestinya, kata itu merupakan sebuah perumpamaan yang disebut
majaz ( يجاص ). Adanya hubungan kesamaan antara kata hati dan manusia, yang
dimaksud hubungan kesamaan ini disebut alaqah ( ػلالح ). Hubungan kesamaan
antara kata hati dan manusia yaitu sama-sama bisa mati.
Dalam KBBI “Hati” n sesuatu yang ada di dalam tubuh
manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin
dan tempat menyimpan pengertian (perasaan dsb):
“Manusia” n makhluk yang berakal budi (mampu menguasai
makhluk lain); insan; orang;46
Hati : انمهة : يصذس لهة
انهة
manusia: 47
ظ )ج أاط ( : انثشش الإ
Di sini kata „mati‟ disebut qarinah ( لشح ). Qarinah adalah kata yang
menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya. Dalam kamus linguistik konsep
45 Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nashihin, (Jakarta:
Bintang Terang 2007), h. 760. 46 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 487& 877. 47 Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 114& 43.
36
ini disebut idiom, Kridalaksana (2008: 90). Dengan memahami qarinah atau
idiom, hati manusia dapat diklasifikasikan dua jenis:
1. Baik hati „baik‟
2. Besar hati „bangga‟
3. Hati mati „jahat‟
Dengan demikian, kalimat di atas kata قهبه diserupakan seperti manusia, ada unsur
yang disamakan dengan manusia yaitu ditiadakan dan diisyaratkan oleh salah satu
sifat khasnya sebagai personifikasi, qarinahnya يمت kepada قهبه.
Interpretasi personifikasi di atas menunjukkan bahwa umat Islam
mempunyai dua jenis hari raya, yaitu hari raya I‟dul Adha dan hari raya I‟dul
Fitri. Ada bulan yang disebut dalam terjemahan ini yaitu bulan Sya‟ban, dimana
pada pertengahan bulan tersebut orang Islam harus menghidupkannya. Orang-
orang yang melakukan ibadah pada tiga waktu itu, maka hatinya akan mendapat
cahaya kebaikan. Analisis berkutnya diberi tanda angka (3).
Dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda:
3)
٬
Artinya: “Sesungguhnya Allah Ta‟ala menciptakan sebuah tiang di hadapan
Arsy. Maka, apabila seseorang mengucapkan:” Laa ilaaha illallaahu,
Muhammadur Rasulullah”, bergoyanglah tiang itu. Lalu, Allah Ta‟ala berfirman:
“Diamlah, hai tiang.” Namun, tiang itu menjawab: “Bagaimana aku bisa diam,
sedang Engkau belum mengampuni orang yang mengucap kalimat tadi?” Maka
37
Allah Ta‟al berkata: “Sungguh, Aku telah mengampuninya.” Barulah ketika itu
dia mau diam.”48
Personifikasi pada terjemahan di atas terdapat pada kalimat د ل انؼ م „ ف
namun tiang itu menjawab‟, Kata tiang digunakan bukan pada tempatnya karena
“tiang” sebenarnya tidak bernyawa. Perumpamaan seperti ini digunakan sebagai
analisis tipe 2, dengan demikian kata “tiang” dikategorikan sebagai majaz ( ص يجا ).
Adanya hubungan kesamaan antara kata “tiang” yang tertulis dengan kata
“manusia” yang dimaksud dengan hubungan kesamaan ini disebut alaqah ( ػلالح).
Frase tiang itu menjawab mengindikasikan bahwa tiang bisa berbicara dengan
Allah SWT, hubungan kesamaan antara “tiang” dan “manusia” yaitu sama-sama
cipataan Allah SWT.
Namun, ada perbedaan dalam KBBI, dijelaskan bahwa: “Tiang n tonggak
panjang (dari bambu, besi, kayu, dsb). “Manusia n makhluk yang berakal budi
(mampu menguasai makhluk lain); insani; orang;.49
Di sini ditunjukkan bahwa
ada personifikasi yang digunakan yaitu tiang diumpamakan seperti manusia.
Sementara dalam Al-Munawwir Arab-Indonesia, dijelaskan bahwa:
Tongkat (batang) besi : د ) ج ذأانؼ ة انحذ ذج ( : لة ػ
Manusia : ظ )ج أاط ( : انثشش الإ50
48 Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nashihin, (Jakarta:
Bintang Terang 2007), h. 598. 49 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1459 & 887.
50 Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 970 & 43.
38
Selanjutnya kata “menjawab” disebut qarinah ( لشح ). Qarinah adalah
kata yang menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya yaitu “tiang
diibaratkan manusia yang bisa berbicara”. Tiang seolah-olah seperti manusia yang
bisa mengeluarkan suara pada kata يقول , dengan demikian kalimat di atas kata
diserupakan seperti manusia. Ada unsur yang disamakan dengan manusia انعمود
yaitu ditiadakan dan diisyaratkan oleh salah satu sifat khasnya sebagai
personifikasi, qarinahnya يقول kepada انعمود .
Personifikasi di atas memberikan gambaran betapa agungnya kalam لا إن
نالله ذ سع sehingga tiang pun bisa bergoyang, dengan kalimat tersebut Allah إلاالله يح
SWT bisa mengampuni dosa-dosa bagi orang yang mengucapkannya. Dalam
kalimat ini Allah menjelaskan bahwa Dia Tuhan yang maha esa, dan tidak ada
Tuhan selain Dia, hanya Dia sajalah yang patut disembah. Kalimat ذحي اللهلاا نا لا
الله لعس terdiri atas nafyu “laa ilaaha” dan itsbat “illallah” keduanya tidak dapat
dipisahkan. Artinya seorang muslim tidak boleh hanya melafadzkan nafyunya
tanpa itsbat atau sebaliknya, hanya mengitsbatkan tanpa me-nafyikan kalimat ini
merupakan kunci surga dan kunci dakwah para Rasul SAW. Analisis berikutnya
diberi tanda dengan angka (4).
Dari Ibnu Abbas dan dari Al-Abbas bin Abdul Muthalib ra, bahwa keduanya
mengatakan: Nabi Saw bersabda:
4)
39
Artinya : “Apabila kulit seorang hamba menggigil karena takut kepada Allah
Ta‟ala, maka gugurlah darinya dosa-dosa sebagaimana daun-daun rontok dari
pohon yang telah kering.”51
Personifikasi di atas terdapat pada kalimat ت ر maka gugurlah” عمطد ػ
darinya dosa-dosa”, merujuk kepada analisis yang dikemukakan oleh Syatibi
(2012:50) yang mengatakan bahwa ada benda yang diperbandingkan
kesamaannya tetapi tidak ditempatkan pada tempatnya, perumpamaan seperti ini
digunakan sebagai analisis tipe 3. Kata dosa yang diterjemahkan dari kata ذنب
tidak digunakan sebagaimana mestinya, kata itu merupakan sebuah perumpamaan
yang disebut majaz ( يجاص ).
Untuk membahas alaqah ( ػلالح ), di pastikan dalam terjemahan tersebut
adanya hubungan kesamaan antara “dosa” yang tertulis dengan kata “daun”, yang
dimaksud hubungan kesamaan ini disebut alaqah ( Hubungan kesamaan .( ػلالح
antara “dosa” dan “daun” yaitu sama-sama bisa gugur. Dalam KBBI, dijelaskan
bahwa: “Dosa” n 1 perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau agama; 2
Perbuatan salah. Daun n 1 bagian tanaman yang tumbuh berhelai-helai pada
ranting (biasanya hijau) sebagai alat bernapas dan mengolah zat makanan; 2
bagian barang yang tipis lebar; 3 bagian barang yang berhelai-helai.52
Sementara
dalam Al-Munawwir, dijelaskan bahwa:
51 Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nashihin, (Jakarta:
Bintang Terang 2007), h. 884. 52 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 342 & 298.
40
Dosa: ب)ج( ر ةانز
Daun : لاس – قس
شجانش قسا قس-53
Kata “gugur” disebut qarinah ( Qarinah adalah kata yang .( لشح
menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya yaitu “dosa diibaratkan daun
yang bisa gugur pada kata سقطت‟‟, dengan demikian kalimat di atas kata ذنب
diserupakan seperti manusia. Ada unsur yang disamakan dengan manusia yaitu
ditiadakan dan diisyaratkan oleh salah satu sifat khasnya sebagai personifikasi,
qarinahnya سقطت kepada ذنب.
5)
Artinya: Sedang menurut sebuah khabar:”Apabila Nampak hilal bulan
Ramadhan, maka berteriaklah „Arsy, kursi, para malaikat dan lainnya dengan
mengucapkan: “Beruntunglah umat Muhammad Saw. Dengan kemuliaan yang
ada di sisi Allah Ta‟ala untuk mereka, sedang matahari, bulan dan bintang-
bintang, burung-burung di udara, ikan dalam air dan semua yang bernyawa di
muka bumi, siang dan malam memohonkan ampun untuk mereka…”Dan
berfirmanlah Allah kepada para malaikat:‟Berikanlah shalatmu dan tasbihmu
pada bulan Ramadhan kepada umat Muhammad Saw.”54
53 Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 740, 452, 1553. 54 Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nashihin, (Jakarta:
Bintang Terang 2007), h. 22.
41
Interpretasi personifikasi di atas terdapat pada kalimat ى انش ظ اعرغفشخ ن
اكة انك ش انم “sedang matahari, bulan dan bintang-bintang memohonkan ampun
untuk mereka”, terjemahan seperti itu mengandung sebuah perumpamaan,
perumpamaan seperti ini digunakan sebagai analisis tipe 4. Kata matahari, bulan
dan bintang-bintang digunakan bukan pada tempatnya, dengan demikian kata-
kata tersebut dikategorikan sebagai majaz (يجاص ). Adanya hubungan kesamaan
antara kata “matahari, bulan dan bintang-bintang” yang tertulis dengan kata
”manusia” yang dimaksud dengan hubungan kesamaan ini disebut alaqah ( ػلالح ).
Hubungan kesamaan antara matahari, bulan dan bintang-bintang dengan manusia
yaitu sama-sama ciptaan Allah Ta‟ala.
Dalam KBBI “Matahari” n benda angkasa, titik pusat tata
surya berupa bola berisi gas yang mendatangkan terang dan
panas pd bumi pd siang hari;
“Bulan” n benda langit yg mengitari bumi, bersinar pd malam
hari krn pantulan sinar matahari;
“Bintang” n benda langit yg terdiri atas gas menyala spt
matahari, terutama tampak pd malam hari;. 55
Sementara dalam Al-Munawwir, dijelaskan bahwa:
Matahari : ػظىظ : انثش الأانش
Bulan : )اس ش ) ج أل انم
Bintang, planet : )اكة كة ) ج ك انك56
Selanjutnya kata “memohonkan ampun” disebut qarinah ( لشح ). Qarinah adalah
kata yang menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya yaitu “matahari, bulan
dan bintang-bintang”. Matahari, bulan dan bintang-bintang seolah-olah seperti
55 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 887, 219, 195. 56 Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 740, 1155, 1240.
42
manusia yang bisa memohon ampun pada kata dengan demikian , واستغفرت
kalimat di atas kata وانكواكب ٬انقمر ٬مسانش diserupakan seperti manusia. Ada unsur
yang disamakan dengan manusi yaitu ditiadakan dan diisyaratkan oleh salah satu
sifat khasnya sebagai personifikasi, qarinahnya واستغفرت kepada ٬انقمر ٬مسانش
.وانكواكب
Dalam terjemahan ini ada satu peristiwa yaitu peristiwa mengenai
manusia-manusia di bumi yang mempunyai perilaku-perilaku shaleh dan baik
menurut agama. Orang itu bisa saja bukan orang kaya, bukan orang miskin, dan
juga bukan orang cacat. Yang menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah
Ta‟ala, sehingga dengan ibadahnya itu bisa menggerakan benda-benda langit
menjadi benalu untuk memohon ampun. Sehingga muncullah gaya bahasa, dan
gaya bahasa ini muncul dari peristiwa bulan Ramadhan karena matahari, bulan
dan bintang-bintang bisa memohonkan ampun kepada Allah, itulah tanda terima
kasih dari suatu kaum. Jadi di situlah ada komunikasi antara:
Diumpamakan dapat
bergerak seperti
2. Simile
Berdasarkan data yang ada gaya bahasa simile terdapat pada kitab
Durratun Nashihin ( selanjutnya di singkat DN2 ) sebagai berikut:
Matahari
Bulan
Bintang
Manusia
43
1)
Artinya: “Bersumber dari Zaid bin Rafi‟, dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda:
“Barangsiapa bershalawat untukku seratus kali pada hari jum‟at, maka Allah
mengampuninya, sekalipun dosa-dosanya bagaikan buih di laut.57
Untuk menentukan terjemahan itu disebut sebagai gaya bahasa simile bila
memenuhi empat aspek yang dikemukakan Syatibi, yaitu:
i. Unsur yang diserupakan, musyabbah ( .( يشث
ii. Unsur yang diserupakan dengannya, musyabbah bih( يشث ت ).
iii. Adat atau alat,. Ada kata yang mengandung arti serupa, adat( أداج ).
iv. Unsur sifat yang menjadi aspek kesamaan antara unsur 1 (musyabbah)
dengan unsur 2 (musyabbah bih), wajhusy syabah ( انشث ج ).58
Konsep tasybih yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dosa bagaikan
buih = tasybih, artinya ada dua objek berlainan. Apabila dibandingkan dengan
yang lain, terdapat beberapa hal yang sama. Dengan kedua objek itulah dikatakan
sebagai ( انرشث ).
Bagaikan
57 Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nashihin, (Jakarta:
Bintang Terang 2007), h. 27. 58 Ahmad Syatibi, Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur’an Balaghah 1 (Ilmu Bayan),
(Jakarta: Adabia Press, 2012), h. 2.
Dosa
Buih
44
Perumpamaan itu terdapat pada kalimat داك ن شحنثا ذتص مثي تر „sekalipun
dosa-dosanya bagaikan buih dilaut‟.
Dalam KBBI “Dosa” n 1 perbuatan yang melanggar
hukum Tuhan atau agama; 2 Perbuatan salah. “Buih”n gelembung-gelembung kecil pada permukaan barang
cair (seperti pada air, sabun, dan bir); busa; 59
Sementara dalam Al-Munawwir Arab-Indonesia, dijelaskan bahwa:
Dosa : ) ب ة ) ج ر ر
Buih : ج انضتذ : انشغ60
Untuk mengetahui dua objek dapat dikatakan sama, apabila unsur-unsur
dua hal atau dua objek yang dibandingkan dapat ditelusuri kesamaannya.
Musyabah-bihnya adalah suatu yang diserupakan dengannya.
“Dosa bagaikan buih di laut”, pertanyaan dalam rangka menelusuri atau mencari
musyabah-bihnya adalah: dosa diserupakan dengan apa?, jawabannya: buih.
Maka dari itu “buih” disebut musyabah-bih ( karena “buih” merupakan ( يشث ت
sesuatu yang diserupakan dengan “dosa”. Dapat dijelaskan bahwa dosa yang
dilakukan manusia yang sangat banyak, dosa merupakan unsur ikutan dari
perbuatan manusia yang tidak baik, dan dosa juga merupakan perbuatan yang
perlu dihindari. Dosa dapat hilang bila manusia itu banyak melakukan kebaikan,
begitu pun buih dapat hilang bila ditambah dengan air terus-menerus.
59 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 342 & 216. 60 Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 452 & 559.
45
Dalam terjemahan ini tidak terdapat adat yang berbentuk huruf atau fi‟il,
oleh karena itu dua aspek ini tidak dianalisis. Namun, adat yang berbentuk isim
ada dalam terjemahan ini maka dari itu akan di analisis seperti: مثم )mitslu).
Secara gramatikal buih disebut sebagai isim karena ( dan secara adat ada kata ,( ال
Menurut sudut pandang adat terjemahan tersebut termasuk tasybih mursal .( يثم )
karena adat tasybih disebut. Sedangkan menurut sudut pandang ( ذشث يشعم)
wajhusy syabah terjemahan tersebut termasuk tasybih mujmal ( يجمذشث ) karena
tidak terdapat wajhusy syabah.
Selanjutnya sebuah tasybih menjadi memiliki dua nama karena pada saat
yang sama harus dilihat dari dua sudut pandang sekaligus, yaitu: sudut pandang
adat dan sudut pandang wajhusy syabah. Jika dalam sebuah tasybih terdapat adat
tetapi wajhusy syabahnya dibuang, maka tasybih tersebut dinamai tasybih mursal
mujmal ( يشعم يجم ), dengan demikian terjemahan di atas termasuk tasybih مرسم
جممم .
Simile di atas memberikan gambaran terhadap shalawat, bahwa dengan
bershalawat dosa-dosa kita di ampuni. Allah menjadikan hari jum‟at sebagai hari
yang baik untuk melakukan segala kebaikan seperti, bersedekah dan lainnya. jika
kita bershalawat terus-menerus kepada Nabi Muhammad Saw maka kita telah
menghormati dan selalu mengingat Nabi. Keistimewaan shalawat di hari Jum‟at
yaitu:
1. Mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi.
2. Rasul bersabda: barang siapa bershalawat untuk-Ku sekali, maka Allah akan
memberi shalawat padanya sepuluh kali.
46
3. Barang siapa paling banyak bacaan shalawatnya, maka ia orang yang paling
dekat dengan-Ku kedudukannya.
4. Barang siapa yang melakukannya, maka aku akan menjadi saksi dan pemberi
syafaat baginya pada hari kiamat.
5. Barang siapa yang membaca shalawat untuk-Ku seratus kali setiap jum‟at
maka dosa-dosanya akan diampuni selama delapan puluh tahun.
6. Barang siapa yang membaca seribu kali maka ia takkan mati sebelum melihat
surga sebagai tempat tinggalnya kelak.
Diriwayatkan dalam sebuah khabar:
2)
٬
٬٬
Artinya: “Apabila tiba hari kiamat, maka suatu panggilan memanggil:”manakah
para pecinta bulan Rajab?” lalu terbitlah suatu cahaya, maka Jibril dan Mikail
as, mengikuti cahaya itu, dan diikuti pula oleh para pecinta bulan Rajab.
Kemudian mereka menyebrang di atas Shirath bagaikan kilat menyambar.
Selanjutnya mereka bersujud kepada Allah Ta‟ala, karena bersyukur atas
berhasilnya melewati Shirath. Maka Allah Ta‟ala berfirman: “Hai para pecinta
bulan Rajab, angkatlah kepala kamu sekalian pada hari ini. Sesungguhnya kamu
telah menunaikan sujud di dunia pada bulan-Ku. Pergilah kamu ke tempatmu
masing-masing”.61
61 Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nashihin, (Jakarta: Bintang Terang 2007), h. 166.
47
Konsep tasybih yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menyebrang
bagaikan kilat = tasybih, artinya ada dua objek berlainan. Apabila dibandingkan
dengan yang lain, terdapat beberapa hal yang sama. Dengan kedua objek itulah
dikatakan sebagai (ذشث ).
Bagaikan
Perumpamaan itu terdapat pada kalima قشثانك اطش انصهػ ش ىث فاطخان
„kemudian mereka menyebrang di atas shirath bagaikan kilat‟.
Dalam KBBI “Menyebrang” v 1 berjalan dsb ke
seberang sana; 2 mengarungi(sungai, jalan, dsb); 3 berpindah
ke sebelah; 4 menyebrangi; 5 cak membelot. “Kilat” n 1 cahaya yang berkelebat dengan cepat dilangi
(petir dsb); 2 Cahaya yang berkilau (berkilat); 3 Yang sangat
cepat; 4 Yang dikerjakan dalam waktu singkat.62
Sementara dalam Al-Munawwir Arab-Indonesia, dijelaskan bahwa:
Berlalu, lewat: شا -يش ي سا يش يشا
Kilat ( berkilat) : ما –تشق تش لا تش تشلا 63
Untuk mengetahui dua objek dapat dikatakan sama, apabila unsur-unsur
dua hal atau dua objek yang dibandingkan dapat ditelusuri kesamaannya.
Musyabah-bihnya adalah suatu yang diserupakan dengannya.
62 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1236& 698. 63 Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 773 & 77.
menyebrang
Kilat
48
“menyebrang bagaikan kilat”, pertanyaan dalam rangka menelusuri atau mencari
musyabah-bih adalah: menyebrang diserupakan dengan apa?, jawabannya: kilat.
Maka dari itu “kilat” disebut musyabah-bih ( karena “kilat” merupakan ( يشث ت
sesuatu yang diserupakan dengan “menyebrang”. Dalam terjemahan ini tidak
terdapat adat yang berbentuk isim atau fi‟il, oleh karena itu dua aspek ini tidak
dianalisis. Namun, adat yang berbentuk huruf ada dalam terjemahan ini seperti : ك
(ka) maka dari itu akan di analisis.
Menurut sudut pandang adat terjemahan tersebut ternasuk tasybih mursal
( karena adat tasybihnya disebut. Sedangkan menurut sudut pandang ( ذشث يشعم
wajhusy syabah terjemahan tersebut termasuk tasybih mujmal (ذشث يجم ) karena
tidak terdapat wajhusy syabbah.
Selanjutnya sebuah tasybih menjadi memiliki dua nama karena pada saat yang
sama harus dilihat dari dua sudut pandang sekaligus, yaitu: sudut pandang adat
dan sudut pandang wajhusy syabah. Jika dalam sebuah tasybih, terdapat adat
tetapi wajhusy syabahnya dibuang maka tasybih tersebut dikategorikan sebagai
tasybih mursal mujmal ( dengan demikian terjemahan di atas ,( يجم يشعم
termasuk tasybih مجممرسم م .
Simile di atas menggambarkan orang-orang yang mencintai bulan rajab
yang diturunkannya kepada mereka sebuah cahaya, kemudian disaat mereka
melewati shirath Allah memudahkannya sehingga saat mereka melintasi kilat
tersebut bagaikan kilat yang menyambar. Dengan bersyukurnya mereka, maka
Allah menilai bahwa mereka telah melakukan sujud kepada-Nya dibulan rajab.
Sabda Nabi Saw:
49
3)
٬
Artinya:” Barangsiapa diantara kamu sekalian memelihara shalat dalam
keadaan bagaimana pun dan di mana saja, maka dia akan dapat melewati titian
bagaikan kilat menyambar bersama rombongan pertama dari mereka yang
terdahulu masuk islam, dan dia datang pada hari kiamat sedang wajahnya
bagaikan rembulan pada malam purnama, dan tiap-tiap sehari semalam dia
memperoleh semisal pahata seribu orang yang mati syahid.”64
Konsep tasybih yang dimaksud dalam penelitian ini adalah wajah bagaikan
rembulan = tasybih, artinya ada dua objek berlainan. Apabila dibandingkan
dengan yang lain, terdapat beberapa hal yang sama. Dengan kedua objek itulah
dikatakan sebagai ( ذشث ).
Bagaikan
Perumpamaan itu terdapat pada شمانك ج ‟wajahnya bagaikan rembulan‟.
Dalam KBBI “Wajah” n 1 bagian depan dari kepala;
roman muka; muka; 2 Tokoh; 3 Apa-apa yang tampak lebih
dulu; 4 gambaran
“Bulan” n benda langit yang mengitari bumi, bersinar pada
malam hari karena pantulan sinar matahari.65
64 Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nashihin, (Jakarta:
Bintang Terang 2007), h. 461. 65 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1553 &219.
Wajah
Rembulan
50
Sementara dalam Al-Munawwir Arab-Indonesia, dijelaskan bahwa:
Pangkat / kedudukan : : انجا ج ان
Bulan : ) ش ) ج الاس انم66
Untuk mengetahui dua objek dapat dikatakan sama, apabila unsur-unsur
dua hal atau dua objek yang dibandingkan dapat ditelusuri kesamaannya.
Musyabah-bihnya adalah suatu yang diserupakan dengannya.
“wajah bagaikan rembulan”, pertanyaan dalam rangka menelusuri atau mencari
musyabah-bih adalah: wajah diserupakan dengan apa?, jawabannya: rembulan.
Maka dari itu “rembulan” disebut musyabah-bih ( ”karena “rembulan ( يشث ت
merupakan sesuatu yang diserupakan dengan “wajah”. Dari paparan di atas dapat
dijelaskan, bahwa wajah manusia akan bersinar jika ia selalu menjaga shalatnya
dalam setiap waktunya. Dalam terjemahan ini tidak terdapat adat yang berbentuk
isim atau fi‟il, oleh karena itu dua aspek ini tidak dianalisis. Namun, adat yang
berbentuk huruf ada dalam terjemahan ini seperti : ك (ka) maka dari itu akan di
analisis. Wajah bisa bercahaya apabila kita selalu melaksanakan perintah Allah
SWT, sehingga cahaya tersebut bisa terpancar dari wajah kita. Bulan bisa bersinar
pada malam hari karena adanya pantulan cahaya.
Menurut sudut pandang adat terjemahan tersebut ternasuk tasybih mursal
( يشعمذشث ) karena adat tasybihnya disebut. Sedangkan menurut sudut pandang
wajhusy syabah terjemahan tersebut termasuk tasybih mujmal ( م جيذشث ) karena
tidak terdapat wajhusy syabbah. Selanjutnya sebuah tasybih menjadi memiliki dua
66 Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 1541 & 1155.
51
nama karena pada saat yang sama harus dilihat dari dua sudut pandang sekaligus,
yaitu: sudut pandang adat dan sudut pandang wajhusy syabah. Jika dalam sebuah
tasybih terdapat adat tetapi wajhusy syabahnya dibuang maka tasybih tersebut
dinamai tasybih mursal mujmal ( dengan demikian terjemahan di ,( جميشعم ي
atas termasuk tasybih مجمرسم مم .
Simile di atas mengingatkan kita untuk selalu menjaga, memelihara, dan
mengutamakannya baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Biasanya orang yang
selalu melakukan ibadah kepada Allah SWT ia selalu merenungkan rahmat Allah
yang maha suci, memelihara shalat bisa dilakukan dengan cara: 1). Tidak
meninggalkan shalat 2). Memelihara syarat, rukun, dan sunnah shalat 3).
Memelihara waktu shalat 4). Mengajak untuk mendirikan shalat.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwa dia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
4)
Artinya: “Apabila seorang hamba Allah berzina atau meminum Khamer, maka
keluarlah iman darinya, lalu iman itu berada di atas kepalanya bagaikan payung.
Apabila dia telah usai dari perbuatan itu, maka iman itu kembali lagi
kepadanya.”67
Konsep tasybih yang dimaksud dalam penelitian ini adalah iman bagaikan
payung = tasybih, artinya ada dua objek berlainan. Apabila dibandingkan dengan
67 Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nashihin, (Jakarta: Bintang Terang 2007), h.238.
52
yang lain, terdapat beberapa hal yang sama. Dengan kedua objek itulah dikatakan
sebagai ( شثذ ).
Bagaikan
Perumpamaan itu terdapat pada ا كانظ الإ ق سأع ف حهفكا „lalu iman itu berada
di atas kepalanya bagaikan payung‟.
Dalam KBBI “Iman” n 1 kepercayaan (yang berkenaan
dengan agama); 2 Keyakinan dan kepercayaan kepada Allah
SWT; 3 Ketetapan hati; keteguhan batin; keseimbangan batin; “Payung” n alat pelindung badan supaya tidak terkena panas
matahari / hujan, dan juga dipakai sbg tanda kebesaran
Barang apa yang melindungi (di atas kepala); pelindung dsb;68
Sementara dalam Al-Munawwir Arab-Indonesia, dijelaskan bahwa:
Iman : ا الإ
Payung ( penahan sinar matahari) : ظ ح غح : انشهان69
Untuk mengetahui dua objek dapat dikatakan sama, apabila unsur-unsur
dua hal atau dua objek yang dibandingkan dapat ditelusuri kesamaannya.
Musyabah-bihnya adalah suatu yang diserupakan dengannya.
“iman bagaikan payung”, pertanyaan dalam rangka menelusuri atau mencari
musyabah-bih adalah: iman diserupakan dengan apa?, jawabannya: payung.
Maka dari itu “payung” disebut musyabah-bih ( يشث ت ) karena “payung”
merupakan sesuatu yang diserupakan dengan “iman”. Dari paparan di atas dapat
68 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 526 & 1033. 69 Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 41 & 882.
Iman
Payung
53
dijelaskan, bahwa iman bisa menjaga kita dalam keadaan apapun, maka dari itu
kita harus memperkuat iman kita.
Dalam terjemahan ini tidak terdapat adat yang berbentuk isim atau fi‟il,
oleh karena itu dua aspek ini tidak dianalisis. Namun, adat yang berbentuk huruf
ada dalam terjemahan ini seperti : ك (ka) maka dari itu akan di analisis. Iman bisa
menjaga kita dari segala bisika roh-roh jahat, apabila iman kita kuat maka Allah
akan menjaga kita. Kemudian payung bisa menutupi atau menjaga kita dari panas
maupun hujan. Menurut sudut pandang adat terjemahan tersebut ternasuk tasybih
mursal ( يشعم ذشث ) karena terdapat adat tasybih. Sedangkan menurut sudut
pandang wajhusy syabah terjemahan tersebut termasuk tasybih mujmal ( ميجذشث
) karena tidak terdapat wajhusy syabbah.
Selanjutnya sebuah tasybih menjadi memiliki dua nama karena pada saat yang
sama harus dilihat dari dua sudut pandang sekaligus, yaitu: sudut pandang adat
dan sudut pandang wajhusy syabah. Jika dalam sebuah tasybih terdapat adat tetapi
wajhusy syabahnya dibuang maka tasybih tersebut dinamai tasybih mursal
mufassal ( يشعم يجم ), dengan demikian terjemahan di atas termasuk tasybih
.مرسم مجمم
Simile di atas mengingatkan kita agar selalu menjaga iman kita, bahkan
kita harus mempertebal iman kita dengan cara: taat beribadah kepada Allah SWT,
rajin berpuasa, berdzikir agar kita selalu ingat kepada Allah yang maha mengasihi
lagi maha menyayangi, dan tidak menyimpan rasa yang dibenci oleh Allah, seperti
halnya iri, dengki, dan syirik. Sebagaimana dalam rukun iman yang terdapat
dalam agama Islam yaitu: iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada
54
Rasulullah, iman kepada kitab suci Al-Qur‟an, iman kepada hari kiamat, dan iman
kepada qada dan qadar Allah SWT.
Dari Nabi Saw bersabda:
5)
٬.
Artinya: “Sesungguhnya perumpamaan shalat adalah seperti sebuah sungai yang
mengalir di depan pintu seorang di antara kamu, di mana ia mandi setiap harinya
lima kali. Masih adakah kotoran yang tersisa padanya?”
Para sahabat menjawab: “Tidak!”
Sabda Nabi: “Demikian pulalah shalat mencuci dosa-dosa.”70
Konsep tasybih yang dimaksud dalam penelitian ini adalah shalat bagaikan
sungai = tasybih, artinya ada dua objek berlainan. Apabila dibandingkan dengan
yang lain, terdapat beberapa hal yang sama. Dengan kedua objek itulah dikatakan
sebagai ( شثذ ).
Seperti
Perumpamaan itu terdapat pada شلاانص ثم shalat adalah seperti sebuah„ ج ك
sungai‟.
Dalam KBBI ”Shalat” n 1 IsI rukun Islam kedua, berupa
ibadah kepada Allah SWT; 2 Do‟a kepada Allah.
“Sungai” n 1 aliran air yang besar (biasanya buatan alam); 2
kali.71
70 Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nashihin, (Jakarta: Bintang Terang 2007), h.63.
Shalat
Sungai
55
Sementara dalam Al-Munawwir Arab-Indonesia, dijelaskan bahwa:
Shalat / sembahyang : انصصان هجلاج
Sungai : شأش ) ج ان ش ا اس 72
Untuk mengetahui dua objek dapat dikatakan sama, apabila unsur-unsur
dua hal atau dua objek yang dibandingkan dapat ditelusuri kesamaannya.
Musyabah-bihnya adalah suatu yang diserupakan dengannya.
“shalat seperti sungai”, pertanyaan dalam rangka menelusuri atau mencari
musyabah-bih adalah: shalat diserupakan dengan apa?, jawabannya: sungai.
Maka dari itu “sungai” disebut musyabah-bih (يشث ت ) karena “sungai”
merupakan sesuatu yang diserupakan dengan “shalat”. Dari paparan di atas dapat
dijelaskan, bahwa shalat bisa membersihkan / mensucikan kita dari segala dosa
dan perbuatan yang tidak baik.
Dalam terjemahan ini tidak terdapat adat yang berbentuk huruf atau fi‟il,
oleh karena itu dua aspek ini tidak dianalisis. Namun, adat yang berbentuk isim
ada dalam terjemahan ini seperti : .mitslu) maka dari itu akan di analisis( مثم
Shalat bisa mensucikan kita dari segala perbuatan dosa, oleh karena itu kita tidak
boleh meninggalkan shalat. Kemudian sungai bisa membersihkan kotoran, oleh
sebab itu sungai diibaratkan seperti shalat yang bisa membersihkan dari segala
kotoran.
71 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1208 & 1356. 72 Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 792 & 1468.
56
Menurut sudut pandang adat terjemahan tersebut ternasuk tasybih mursal
( يشعم ذشث ) karena terdapat adat tasybih. Sedangkan menurut sudut pandang
wajhusy syabah terjemahan tersebut termasuk tasybih mujmal ( يجم ذشث ) karena
tidak terdapat wajhusy syabbah. Selanjutnya sebuah tasybih menjadi memiliki dua
nama karena pada saat yang sama harus dilihat dari dua sudut pandang sekaligus,
yaitu: sudut pandang adat dan sudut pandang wajhusy syabah. Jika dalam sebuah
tasybih terdapat adat tetapi wajhusy syabahnya dibuang maka tasybih tersebut
dinamai tasybih mursal mujmal ( ميشعم يج ), dengan demikian terjemahan di
atas termasuk tasybih مرسم مجمم.
Simile di atas menggambarkan bahwa shalat adalah pekerjaan yang tidak
boleh ditinggalkan oleh orang Islam, karena shalat merupakan rukun Islam kedua
dan wajib hukumnya. Shalat juga bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar,
seperti yang diriwayatkan dalam hadis Seseorang . لاج ذ ػ انفحشاء انكشانص ا
yang shalat lima waktu dengan khusyu pasti akan bersih jiwanya, tidak akan
ditemukan dari dirinya sifat yang dibenci Allah SWT. Namun demikian,
meskipun mandi lima kali kalau mandinya asal-asalan tentunya kurang bersih itu
bagaikan orang yang rajin shalatnya tetapi tidak khusyu dan tidak sesuai dengan
tuntunan Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, shalatnya tidak membawa
bekas untuk kehidupan dia sehari-hari dan untuk di hari kiamat nanti.
B. Analisis data penelitian berikutnya yaitu sebagai berikut:
1. Personifikasi
a. Kata konkret dan kata abstrak
57
Penggunaan kata konkret dalam terjemahan bertujuan agar pembaca
seolah-olah mendengar, melihat, atau merasa apa yang dirasakan atau dilakukan
oleh penulis. Berikut ini merupakan kata-kata konkret yang terdapat dalam kitab
Durratun Nashihin:
Kata konkret gaya bahasa personifikasi
Halaman Kalimat Kata konkret bahasa
Indonesia
Kata konkret bahasa
Arab
38 2 langit, bumi, menangislah ٬٬
760 1 malam
598 1, 4, 9 tiang, bergoyanglah, aku,
mengucap
٬٬٬
884 1, 2 kulit, dosa, daun ٬٬
22 3,8,9,10,
11,12
arsy, kursi, matahari, bulan,
bintang-bintang, burung-
burung, ikan, bumi, siang,
malam, memohonkan,
mereka
٬٬٬٬
٬٬
٬٬٬٬٬
Berbeda dengan kata konkret, kata abstrak berfungsi sebagai penambah
estetika yang terdapat dalam terjemahan. Berikut ini kata-kata abstrak yang
terdapat dalam kitab Durratun Nashihin:
58
Kata abstrak gaya bahasa personifikasi
Halaman Kalimat Kata abstrak bahasa
Indonesia
Kata abstrak bahasa
Arab
760 1 Menghidupkan
598 1, 7, 9 menciptakan, menjawab,
mengampuni
٬٬
884 1, 2 menggigit, gugurlah, rontok ٬٬
829 3 Kesaksianlah
22 ١, 4,
13,14
berteriaklah, mengucapkan,
berfirmanlah, berikanlah,
shalatmu, tasbihmu
٬٬٬٬
٬
b. Imaji atau pencitraan
Terjemahan kitab Durratun Nashihin menampilkan imaji penglihatan, hal
tersebut dilakukan pengarang untuk memberikan efek visual pertama supaya
pembaca seolah-olah benar-benar melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
terjemahan tersebut. Penyajian imaji visual ini juga diperkuat dengan imaji
perabaan, hal tersebut dilakukan bukan hanya seolah-olah benar-benar melihat,
tetapi juga pembaca seolah-olah ikut merasakan atas apa yang terjadi dalam
terjemahan tersebut.
Imaji gaya bahasa personifikasi
Gaya bahasa Imaji Banyak Keterangan
59
personifikasi
1
Penglihatan
31
langit, bumi, malam, tiang, aku,
dosa, daun, bergoyanglah,
menangislah, mengucap,
menjawab, menghidupkan,
kesaksianlah, mengampuni,
menciptakan, arsy, kursi,
matahari, bulan, bintang-bintang,
burung-burung, ikan, siang,
memohonkan, mereka,
berteriaklah, mengucapkan,
berfirmanlah, berikanlah, shalat,
tasbih.
2 Perabaan 1 Menggigit
c. Tema
Tema yang diangkat dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa personifikasi (1) adalah bulan ramadhan. Hal tersebut dapat dilihat dari
penggunaan kata yang digunakan dalam kitab tersebut oleh Dia-lirik adalah sosok
yang tidak kelihatan. Bulan ramadhan dalam pandangan Dia-lirik, disampaikan
dengan menggunakan istilah alam. Berikut ini merupakan contoh kutipan
terjemahannya:
“Maka menangislah langit dan bumi”.
60
Penggunaan istilah alam di sini bukan tanpa alasan. Alam merupakan bentuk
kekuasaan Allah yang dapat dilihat secara langsung. Selain itu, alam
menunjukkan sesuatu yang berkuasa.
Tema yang diangkat dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa personifikasi (2) adalah keutamaan bulan sya‟ban yang diagungkan. Hal
tersebut dapat dilihat dari penggunaan kata yang digunakan dalam kitab tersebut
oleh Dia-lirik adalah sosok yang tidak kelihatan. Bulan sya‟ban dalam pandangan
Dia-lirik disampaikan dengan menggunakan istilah anggota tubuh. Berikut ini
merupakan contoh kutipan terjemahannya:
“Maka hatinya takkan mati pada saat hati-hati (orang lain) pada mati”.
Penggunaan istilah anggota tubuh di sini bukan tanpa alasan, anggota tubuh
merupakan ciptaan Allah SWT yang terdapat dalam tubuh manusia.
Tema yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa personifikasi (3) adalah mengingat Allah dan mengesakan-Nya. Hal
tersebut dapat dilihat dari penggunaan kata yang digunakan dalam terjemahan
kitab tersebut oleh Dia-lirik adalah sosok yang tidak kelihatan. Mengingat Allah
dalam pandangan Dia-lirik disampaikan dengan menggunakan istilah alam.
Berikut ini merupakan contoh kutipan terjemahan tersebut:
“Sesungguhnya Allah Ta‟ala menciptakan sebuah tiang di hadapan Arsy‟.
61
Penggunaan istilah alam di sini bukan tanpa alasan. Alam merupakan bentuk
kekuasaan Allah yang dapat dilihat secara langsung. Selain itu, alam
menunjukkan sesuatu yang berkuasa.
Tema yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa personifikasi (4) adalah dosa. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan
kata yang digunakan dalam terjemahan kitab tersebut oleh Dia-lirik adalah sosok
yang tidak kelihatan. Dosa dalam pandangan Dia-lirik disampaikan dengan
menggunakan istilah anggota badan. Berikut ini merupakan contoh kutipan
terjemahan tersebut:
“Apabila kulit seorang hamba menggigit karena takut kepada Allah”.
Tema yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa personifikasi (5) adalah keutamaan bulan ramadhan. Hal tersebut dapat
dilihat dari penggunaan kata yang digunakan dalam terjemahan kitab tersebut oleh
Dia-lirik adalah sosok yang tidak kelihatan. Bulan ramadhan dalam pandangan
Dia-lirik disampaikan dengan menggunakan istilah alam. Berikut ini merupakan
contoh kutipan terjemahan tersebut:
“Sedang matahari, bulan dan bintang-bintang, burung-burung di udara, ikan di dalam air dan
semua yang bernyawa di muka bumi, siang dan malam memohonkan ampun untuk mereka”.
62
d. Rasa
Rasa yang terkandung dalam terjemahan gaya bahasa personifikasi (1)
adalah rasa sedih yang diungkapkan oleh umat Nabi Muhammad SAW, karena
telah berakhirnya bulan ramadhan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
terjemahan berikut:
“Apabila malam terakhir dari bulan ramadhan, maka menangislah langit, bumi dan para
malaikat atas musibah yang menimpa umat Nabi Muhammad SAW”.
Rasa yang terkandung dalam terjemahan gaya bahasa personifikasi (2)
adalah rasa agung karena pada saat pertengahan bulan sya‟ban orang-orang Islam
melaksanakan ibadah kepada Allah SWT, baik dengan cara shalat dan
bershalawat. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan terjemahan berikut:
“Barangsiapa menghidupkan malam dari dua hari raya dan malam pertengahan bulan
sya‟ban”.
Rasa yang terkandung dalam terjemahan gaya bahasa personifikasi (3)
adalah rasa kagum terhadap ciptaan Allah Ta‟ala. Hal tersebut dapat dilihat pada
kutipan terjemahan berikut:
٬
“Bergoyanglah tiang itu. Lalu, Allah berfirman: Diamlah, hai tiang” namun, tiang itu
menjawab: bagaimana aku bisa diam.”
Rasa yang terkandung dalam terjemahan gaya bahasa personifikasi (4)
adalah rasa haru karena Allah selalu mengampuni hamba-hamba-Nya yang telah
63
berbuat dosa, apabila seorang hamba tersebut memohon ampun kepada-Nya. Hal
tersebut dapat dilihat pada kutipan terjemahan berikut:
“.Maka gugurlah dosa-dosanya sebagaimana daun-daun rontok dari pohonnya”.
Rasa yang terkandung dalam terjemahan gaya bahasa personifikasi (5)
adalah rasa kagum karena telah tampak bulan ramadhan. Hal tersebut dapat dilihat
pada kutipan terjemahan berikut:
“Apabila Nampak hilal bulan Ramadhan, maka berteriaklah „Arsy, kursi, para malaikat dan lain-
lainnya dengan mengucapkan: “Beruntunglah umat Muhammad Saw”.
e. Amanat
Amanat yang terkandung dalam terjemahan gaya bahasa personifikasi (1)
yaitu memberi amanat kepada umat Nabi Muhhamd SAW untuk menjalankan
puasa pada bulan ramadhan, dan memanfaatkannya untuk berbuat kebaikan
karena dibulan itulah Allah Ta‟ala melipatgandakan amalan-amalan umat-Nya.
Amanat yang terkandung dalam terjemahan gaya bahasa personifikasi (2)
yaitu bahwa orang Islam harus melakukan kebaikan pada pertengahan bulan
sya‟ban agar Allah menerangkan hatinya, agar hatinya terhindar dari rasa benci,
dengki, iri, dan semua perbuatan yang tidak disukai oleh Allah SWT.
Amanat yang terkandung dalam terjemahan gaya bahasa personifikasi (3)
yaitu sebagai orang Islam harus selalu bersyukur terhadap apa yang Allah berikan,
seharusnya selalu mengingat dan mengesakan-Nya. Perbanyaklah berdzikir
64
dengan mengucap kalimat Laailaaha illaullahu, bahwa tiada Tuhan yang patut
disembah melainkan Dia.
Amanat yang terkandung dalam terjemahan gaya bahasa personifikasi (4)
yaitu ketika umat muslim melanggar perintah Allah Ta‟ala, tetapi Allah masih
bisa mengampuni hamba-Nya. Betapa maha pengasih dan maha penyayang
terhadap hamba-Nya.
Amanat yang terkandung dalam terjemahan gaya bahasa personifikasi (5)
adalah pada saat bulan Ramadhan tiba, sebaiknya orang Islam menggunakan
bulan tersebut dengan baik dan memohon ampun atas segala kesalahan yang
diperbuat. Karena semua ciptaan Allah Ta‟ala pada bulan tersebut berbondong-
bondong untuk memohon ampun kepada-Nya.
2. Simile
a. Kata konkret dan kata abstrak
Penggunaan kata konkret dalam terjemahan bertujuan agar pembaca seolah-
olah mendengar, melihat, atau merasa apa yang dirasakan atau dilakukan oleh
penulis. Berikut ini merupakan kata-kata konkret yang terdapat dalam kitab
Durratun Nashihin:
Kata konkret gaya bahasa simile
Halaman Kalimat Kata konkret bahasa
Indonesia
Kata konkret bahasa
Arab
22 4, 5 dosa, buih, laut, bershalawat ٬٬٬
65
٤11 7, 8 menyebrang, shirath, kilat,
bersujud
٬٬٬
١1٤ 1, 2, 4 shalat, kilat, melewati,
wajah, rembulan, malam
٬٬٬٬٬
2١2 1, 3 khamer, berzina, meminum,
payung
٬٬٬
1١ 1, 5 shalat, sungai, mengalir,
dosa
٬٬٬
Berbeda dengan kata konkret, kata abstrak berfungsi sebagai penambah
estetika yang terdapat dalam terjemahan. Berikut ini kata-kata abstrak yang
terdapat dalam kitab Durratun Nashihin:
Kata abstrak gaya bahasa simile
Halaman Kalimat Kata abstrak bahasa
Indonesia
Kata abstrak bahasa
Arab
27 5 Mengampuninya
166 4, 7, 9,
13
terbitlah, menyambar,
bersyukur, menunaikan
٬٬٬
461 1, 2 memelihara, menyambar ٬
b. Imaji atau pencitraan
66
Terjemahan kitab Durratun Nashihin menampilkan imaji penglihatan, hal
tersebut dilakukan pengarang untuk memberikan efek visual pertama supaya
pembaca seolah-olah benar-benar melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
terjemahan tersebut. Penyajian imaji visual ini juga diperkuat dengan imaji
perabaan, hal tersebut dilakukan bukan hanya seolah-olah benar-benar melihat,
tetapi juga pembaca seolah-olah ikut merasakan atas apa yang terjadi dalam
terjemahan tersebut.
Imaji gaya bahasa simile
Gaya bahasa
simile
Imaji Banyak Keterangan
1
Penglihatan
26
dosa, sungai, shalat, khamer,
payung, malam, rembulan, wajah,
kilat, shirath, laut, buih,
mengampuni, bershalawat,
menunaikan, bersujud, bersyukur,
menyambar, terbit, melewati,
memelihara, keluarlah, meminum,
berzina, mengalir, menyebrang.
c. Tema
Tema yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa simile (1) adalah bershalawat. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan
kata yang digunakan dalam kitab tersebut oleh Aku-lirik dalam memandang sosok
zaid. Bershalawat dalam pandangan Aku-lirik disampaikan dengan menggunakan
istilah alam. Hal tersebut bisa dilihat dari kutipan terjemahan berikut:
67
“Sekalipun dosa-dosanya bagaikan buih di laut”.
Penggunaan istilah alam di sini bukan tanpa alasan. Alam merupakan bentuk
kekuasaan Allah yang dapat dilihat secara langsung. Selain itu, alam
menunjukkan sesuatu yang berkuasa.
Tema yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa simile (2) adalah keutamaan bulan rajab. Hal tersebut dapat dilihat dari
penggunaan kata yang digunakan dalam kitab tersebut oleh Dia-lirik adalah sosok
yang tidak kelihatan. Bulan rajab dalam pandangan Dia-lirik disampaikan dengan
menggunakan istilah alam. Hal tersebut bisa dilihat dari kutipan terjemahan
berikut:
“Mereka menyebrang di atas shirath bahgaikan kilat menyambar”.
Penggunaan istilah alam di sini bukan tanpa alasan. Alam merupakan bentuk
kekuasaan Allah yang dapat dilihat secara langsung. Selain itu, alam
menunjukkan sesuatu yang berkuasa.
Tema yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa simile (3) adalah keutamaan shalat. Hal tersebut dapat dilihat dari
penggunaan kata yang digunakan dalam kitab tersebut oleh Dia-lirik adalah sosok
yang tidak kelihatan. Keutamaan shalat dalam pandangan Dia-lirik disampaikan
dengan menggunakan istilah alam. Hal tersebut bisa dilihat dari kutipan
terjemahan berikut:
68
“Sedang wajahnya bagaikan rembulan pada malam purnama”.
Penggunaan istilah alam di sini bukan tanpa alasan. Alam merupakan bentuk
kekuasaan Allah yang dapat dilihat secara langsung. Selain itu, alam
menunjukkan sesuatu yang berkuasa.
Tema yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa simile (4) adalah celaan meminum khamer . Hal tersebut dapat dilihat dari
penggunaan kata yang digunakan dalam kitab tersebut oleh Dia-lirik adalah sosok
yang tidak kelihatan. Celaan meminum khamer dalam pandangan Dia-lirik
disampaikan dengan menggunakan istilah kata benda. Hal tersebut bisa dilihat
dari kutipan terjemahan berikut:
“Kepalanya bagaikan payung”
Tema yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa simile (5) adalah perumpamaan shalat. Hal tersebut dapat dilihat dari
penggunaan kata yang digunakan dalam kitab tersebut oleh Dia-lirik adalah sosok
yang tidak kelihatan. Perumpamaan shalat dalam pandangan Dia-lirik
disampaikan dengan menggunakan istilah alam. Hal tersebut bisa dilihat dari
kutipan terjemahan berikut:
“Perumpamaan shalat adalah seperti sebuah sungai mengalir”.
69
Penggunaan istilah alam di sini bukan tanpa alasan. Alam merupakan bentuk
kekuasaan Allah yang dapat dilihat secara langsung. Selain itu, alam
menunjukkan sesuatu yang berkuasa.
d. Rasa
Rasa yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa simile (1) adalah rasa terimakasih, karena pada saat seorang hamba
bershalawat Allah SWT mengampuni dosa-dosanya. Hal tersebut dapat dilihat
dari kutipan terjemahan yang terdapat dalam terjemahan berikut:
“Barangsiapa bershalawat untuk-Ku seratus kali pada hari jum‟at, maka Allah
mengampuninya”.
Rasa yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa simile (2) adalah rasa takjub, karena pada saat hari kiamat tiba Allah SWT
mencari orang-orang yang cinta terhadap bulan rajab. Hal tersebut dapat dilihat
dari kutipan terjemahan yang terdapat dalam terjemahan berikut:
“Apabila tiba hari kiamat, maka suatu panggilan memanggil:”manakah para pecinta
bulan Rajab?” lalu terbitlah suatu cahaya, maka Jibril dan Mikail as, mengikuti cahaya itu, dan
diikuti pula oleh para pecinta bulan Rajab”.
Rasa yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa simile (3) adalah rasa syukur, karena Allah telah memberikan suatu
70
balasan untuk orang yang selalu emmelihara shalat. Hal tersebut dapat dilihat dari
kutipan terjemahan yang terdapat dalam terjemahan berikut:
“Barangsiapa diantara kamu sekalian memelihara shalat dalam keadaan bagaimana pun
dan di mana saja, maka dia akan dapat melewati titian bagaikan kilat menyambar”.
Rasa yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa simile (4) adalah rasa sedih, karena pada saat dia meminum khamer maka
dalam dirinya tidak ada lagi iman. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan
terjemahan yang terdapat dalam terjemahan berikut:
“Apabila seorang hamba Allah berzina atau meminum Khamer, maka keluarlah iman
darinya”.
Rasa yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa simile (5) adalah keagungan terhadap shalat. Hal tersebut dapat dilihat dari
kutipan terjemahan yang terdapat dalam terjemahan berikut:
“Demikian pula shalat mencuci dosa-dosa”.
e. Amanat
Amanat yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa simile (1) adalah Allah SWT menyuruh umat-Nya untuk bershalawat pada
hari jum‟at, karena Allah akan memberi shalawat pada hamba-Nya sepuluh kali
dan Allah akan memberikan syafaat untuk hamba-Nya.
71
Amanat yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa simile (2) adalah Allah Swt memerintahkan umat-nya untuk mencintai
bulan rajab, karena para pecinta bulan rajab akan dimudahkan oleh Allah pada
saat dia melewati shirath ketika hari kiamat tiba.
Amanat yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa simile (3) adalah Allah SWT memerintahkan kepada umat-Nya untuk
melaksanakan shalat tepat pada waktunya. Orang-orang yang menjaga dan
memelihara shalat maka Allah akan memberi seribu pahala.
Amanat yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa simile (4) adalah sebagai seorang muslim wajiblah untuk menjaga iman,
karena iman semestinya harus dijaga dengan baik. Caranya yaitu dengan
mendekatkan diri kepada Allah Ta‟ala, atau dengan cara menjaga hawa nafsu.
Amanat yang terkandung dalam terjemahan kitab Durratun Nashihin gaya
bahasa simile (5) adalah Allah selalu mengingatkan manusia, terutama umat Islam
untuk tidak meninggalkan shalat, karena shalat bisa mencegah perbuatan keji dan
munkar. Begitu juga shalat merupakan kewajiban bagi umat Islam.
72
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data pada bagian sebelum ini, dapat ditemukan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
Gaya bahasa kiasan yang berupa gaya bahasa personifikasi dalam Durratun
Nashihin terdapat beberapa aspek dari balaghah, dari data yang dianalisis
menunjukkan bahwa dalam personifikasi terdapat 5 majaz (langit, hati, tiang,
dosa, matahari, bulan, dan bintang). 5 alaqah (langit+manusia, hati+manusia,
tiang+manusia, dosa+daun, matahari, bulan, dan bintang+manusia). 5 qarinah
(menangis, hati, menjawab, menggigit, memohonkan ampun). Kemudian terdapat
23 kata konkret (langit, bumi, menangislah, malam, tiang, bergoyanglah, aku,
mengucap, kulit, dosa, daun, arsy, kursi, matahari, bulan, bintang, burung, ikan,
bumi, siang, malam, memohonkan, mereka). 14 kata abstrak (menghidupkan,
menciptakan, menjawab, mengampuni, menggigit, gugurlah, rontok, kesaksianlah,
berteriaklah, mengucapkan, berfirmanlah, berikanlah, shalatmu, tasbihmu). 31
imaji dari penglihatan (langit, bumi, malam, tiang, aku, dosa, daun, bergoyanglah,
menangislah, mengucap, menjawab, menghidupkan, kesaksianlah, mengampuni,
menciptakan, arsy, kursi, matahari, bulan, bintang, burung, ikan, siang,
memohonkan, mereka, berteriaklah, mengucapkan, berfirmanlah, berikanlah,
shalat, tasbih. 1 imaji dari perabaan (menggigit). Tema yang terkandung dalam
gaya bahasa personifikasi, yaitu dominan menggunakan istilah alam.
Sementara dari analisis gaya bahasa simile terdapat 5 musyabbah (dosa+buih,
menyebrang+kilat, wajah+rembulan, iman+payung, shalat+sungai). 5 musyabah-
73
bih (buih, kilat, rembulan, payung, sungai). 2 adat yang berbentuk isim ( يثم )dan
3 adat yang berbentuk huruf ( ن ). Kemudian, menurut sudut pandang adat dan
wajhusy syabah terdapat 5 jenis yang sifatnya mursal mujmal ( .( يشعم يجم
Dalam gaya bahasa simile juga terdapat 22 kata konkret (dosa, buih, laut,
bershalawat, menyebrang, shirath, kilat, bersujud, shalat, kilat, melewati, wajah,
rembulan, malam, khamer, berzina, meminum, payung, shalat, sungai, mengalir,
dosa). 7 kata abstrak (mengampuninya, terbitlah, menyambar, bersyukur,
menunaikan, memelihara, menyambar). Imaji penglihatan 26 (dosa, sungai, shalat,
khamer, payung, malam, rembulan, wajah, kilat, shirath, laut, buih, mengampuni,
bershalawat, menunaikan, bersujud, bersyukur, menyambar, terbit, melewati,
memelihara, keluarlah, meminum, berzina, mengalir, menyebrang). Tema yang
digunakan dalam gaya bahasa simile dominan menggunakan istilah alam.
74
SARAN
Setelah penelitian terhadap kitab Durratun Nashihin di atas, maka akan
dikemukakan beberapa saran yang diharapkan sangat bermanfaat untuk
penelitian-penelitian selanjutnya yaitu:
Kitab Durratun Nashihin karya Usman Al-Khaubawy sangat terbuka untuk
diteliti melalui analisis di luar Balaghah, seperti: kritik terjemahan, penilaian
terjemahan dan sebagainya. Kiranya penelitian ini dapat membuahkan penelitian-
penelitian lain baik yang bersifat melengkapi, mengimbangi, maupun
medekonstruksi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyususnan skripsi ini masih banyak
kekurangan, namun penulis berharap skripsi ini menjadi pedoman dan bermanfaat
bagi teman-teman, khususnya mahasiswa jurusan tarjamah.
75
Lampiran : Data Sampel Kalimat Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya
Makna
Gaya Bahasa Kiasan
1. Gaya Bahasa Personifikasi
No. Kalimat Halaman
1.
٬
٬
Artinya:”Apabila tiba malam terakhir dari bulan
Ramadhan, maka menangislah langit, bumi dan para
malaikat atas musibah yang menimpa umat Muhammad
Saw. Seorang bertanya: “Ya Rasulullah, musibah apakah
itu?” Jawab Rasul Saw: ”Perginya bulan Ramadhan.
Karena sesungguhnya doa-doa di waktu itu dikabulkan,
sedekah-sedekah diterima, kebaikan-kebaikan dilipatkan,
sedang azab ditahan.
38
2.
artinya:“Barangsiapa menghidupkan malam dari dua hari
raya dan malam pertengahan bulan Sya‟ban, maka hatinya
takkan mati pada saat hati-hati (orang lain) pada mati
760
3.
٬
598
76
Artinya: “Sesungguhnya Allah Ta‟ala menciptakan sebuah
tiang di hadapan Arsy. Maka, apabila seseorang
mengucapkan:” Laa ilaaha illallaahu, Muhammadur
Rasulullah”, bergoyanglah tiang itu. Lalu, Allah Ta‟ala
berfirman: “Diamlah, hai tiang.” Namun, tiang itu
menjawab: “Bagaimana aku bisa diam, sedang Engkau
belum mengampuni orang yang mengucap kalimat tadi?”
Maka Allah Ta‟al berkata: “Sungguh, Aku telah
mengampuninya.” Barulah ketika itu dia mau diam.
4.
Artinya : “Apabila kulit seorang hamba menggigit karena
takut kepada Allah Ta‟ala, maka gugurlah darinya dosa-
dosa sebagaimana daun-daun rontok dari pohon yang
telah kering.
884
5.
Artinya: Sedang menurut sebuah khabar:”Apabila
Nampak hilal bulan Ramadhan, maka berteriaklah „Arsy,
kursi, para malaikat dan lainnya dengan mengucapkan:
“Beruntunglah umat Muhammad Saw. Dengan kemuliaan
yang ada di sisi Allah Ta‟ala untuk mereka, sedang
matahari, bulan dan bintang-bintang, burung-burung di
udara, ikan dalam air dan semua yang bernyawa di muka
bumi, siang dan malam memohonkan ampun untuk
22
77
mereka…”Dan berfirmanlah Allah kepada para
malaikat:‟Berikanlah shalatmu dan tasbihmu pada bulan
Ramadhan kepada umat Muhammad Saw.
2. Gaya Bahasa Simile
No. Kalimat Halaman
1.
Artinya: “Bersumber dari Zaid bin Rafi‟, dari Nabi Saw,
bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa bershalawat
untukku seratus kali pada hari jum‟at, maka Allah
mengampuninya, sekalipun dosa-dosanya bagaikan buih di
laut.
27
2.
٬
٬
Artinya: “Apabila tiba hari kiamat, maka suatu panggilan
memanggil:”manakah para pecinta bulan Rajab?” lalu
terbitlah suatu cahaya, maka Jibril dan Mikail as,
mengikuti cahaya itu, dan diikuti pula oleh para pecinta
bulan Rajab. Kemudian mereka menyebrang di atas
Shirath bagaikan kilat menyambar. Selanjutnya mereka
bersujud kepada Allah Ta‟ala, karena bersyukur atas
berhasilnya melewati Shirath. Maka Allah Ta‟ala
166
78
berfirman: “Hai para pecinta bulan Rajab, angkatlah
kepala kamu sekalian pada hari ini. Sesungguhnya kamu
telah menunaikan sujud di dunia pada bulan-Ku. Pergilah
kamu ke tempatmu masing-masing”.
3.
٬
Artinya:” Barangsiapa diantara kamu sekalian
memelihara shalat dalam keadaan bagaimana pun dan di
mana saja, maka dia akan dapat melewati titian bagaikan
kilat menyambar bersama rombongan pertama dari
mereka yang terdahulu masuk islam, dan dia datang pada
hari kiamat sedang wajahnya bagaikan rembulan pada
malam purnama, dan tiap-tiap sehari semalam dia
memperoleh semisal pahata seribu orang yang mati
syahid.”
461
4.
Artinya: “Apabila seorang hamba Allah berzina atau
meminum Khamer, maka keluarlah iman darinya, lalu
iman itu berada di atas kepalanya bagaikan payung.
Apabila dia telah usai dari perbuatan itu, maka iman itu
kembali lagi kepadanya.”
238
٬
.
79
5.
Artinya: “Sesungguhnya perumpamaan shalat adalah
seperti sebuah sungai yang mengalir di depan pintu
seorang di antara kamu, di mana ia mandi setiap harinya
lima kali. Masih adakah kotoran yang tersisa padanya?”
Para sahabat menjawab: “Tidak!”
Sabda Nabi: “Demikian pulalah shalat mencuci dosa-
dosa.”
63
80
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Ali Al Khuli. A Dictionary Of Theoretical Linguistics English-
Arabic, Beirut: Librairie du Liban, 1982.
Al-Khaubawi, Usman. Durratun Nashihin fi al-wa‟zi wa al-Irsyadi, Beirut: Dar
al-fikr, 1998.
Bunyamin Solihin. Panduan Belajar Menerjemahkan Al-Qur‟an metode Granada
Sistem Delapan Jam, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 2003.
Catford. A Linguistic Theory of Translation, London: Oxford University Press,
1974.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Djajasudarma, T. Fatimah. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan
Kajian, Bandung: Refika Aditama, 2006.
Eugene A. Nida and Charles R. Taber. The Theory and Practice of Translation,
Leiden: The United Bible Societies, 1974.
Hanafi, Nurchman. Teori dan Seni Menerjemahkan, Flores: Nusa Indah, 1986.
Hartoko, Dick dan Rahmanto. Pemandu di Dunia Sastra, Yogyakarta : Kanisius,
1986.
Hasan bin Usman bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawy. Durratun Nashihin,
Jakarta: Bintang Terang,2007.
Ibrahim Nini. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Uhamka Press,
2009.
J. Waluyo Herman. Teori dan Apresiasi Puisi, Jakarta: Erlangga, 1987.
Kaserun AS, Rahman, Nur Mufid. Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesia
(Cara Paling Tepat, Mudah dan Kreatif), Surabaya: Pustaka Progressif,
2007.
Keraf, Gorys. Tata Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Tingkat Atas, Jakarta:
Nusa Indah, 1969.
81
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik edisi ketiga, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1993.
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik edisi keempat, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2008.
Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemah, Bandung : Mizan Pustaka,
2009.
Mahsun. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan Tekniknya,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Muhammad. Metode Penelitian Bahasa, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Munawwir, Achmad Warson. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997.
Ridha Kahhalah, Umar. Mu‟jam al-muallafin tarajim musannifi al-Kutub al-
Arabiyah, Beirut: Dar al-Haya‟, 1957.
Rukhiyatun Umi. Tesis Gaya Bahasa Qasasal-Hayawan Fi Al-Qur‟an (Analisis
Stilistika), Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Sayuti, A. Suminto. Puisi dan Pengajarannya, Semarang : Penerbit IKIP, 1985.
Simon (ed) Peter. The Norton Introduction to Literature, London: W. W. Norton
& Company, 2002.
Siswanto Wahyudi. Pengantar Teori Sastra, Jakarta: Grasindo, 2008.
Sugihastuti. Editor Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Sunarto, Achmad. Durratun Nashihin, Jakarta: Bintang Terang, 2007.
Suparno, Darsita. Komposisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Adabia Press, 2012.
Moch Hidayatullah Syarif. Tarjim Al-An (Cara Mudah Menerjemahkan Arab-
Indonesia, Pamulang Barat : Penerbit Dikara, 2011.
Syatibi, Ahmad. Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur‟an Balaghah 1 (Ilmu
Bayan), Jakarta: Adabia Press, 2012.
82
Putrayasa, Ida Bagus. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika), Bandung:
Refika Aditama, 2007.
يكرثح انةح انصشح الأعرار تجايؼح انماشج )عاتما( الأعهب دساعح تلاغح ذحههح لأصل الأعانة الأستح )انماشج :
٤١(ص. ٤٩٩١-٤١٤١