persepsi terhadap pengembangan sistem …eprints.undip.ac.id/29249/1/jurnal_ratih.pdfhal ini...

29
1 PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKURAN, AKUNTABILITAS, DAN PENGGUNAAN INFORMASI KINERJA DI INSTANSI PEMERINTAH (Studi pada Pemerintah Kabupaten Semarang) Ratih Widya Astuti Drs. Agustinus Santosa Adiwibowo, MSi, Akt. ABSTRACT This study aims to prove the perception of local government towards the development of performance measurement systems that have been done by the government and its influence on increased accountability and use of performance information to support decision making in order to improve government performance. The population of this research is all employees of the Regional Unit of Work Tools (SKPD) and communities in the district of Semarang. The sample is determined by using purposive sampling technique to obtain a representative sample. The sample used in this study are structural officials (echelon 2, 3, and 4). The data in this study is the primary data obtained from questionnaires distributed directly to the respondent. The hypothesis tested in this study by using multiple linear regression. The results of the conclusion of this study indicate that the limitations of information systems are not proven to affect the development of measurement systems, accountability, and the use of performance information. The difficulty of determining the size of a positive influence on the development of performance measurement systems, and performance accountability, an d no proven negative effect on the use of performance information. Positive effect of management commitment to the development of measurement systems, and performance accountability, and negatively affect the use of performance information. Decision-making authority has a positive effect on the development of measurement systems, accountability and the use of performance information. Training negatively affect the development of measurement systems, and performance accountability, and no proven positive effect on the use of performance information. Organizational culture a positive influence on the development of measurement systems and the use of performance information, and no proven positive effect on performance accountability. Development of performance measurement system has a positive effect directly on the performance accountability and the use of performance information, as well as an indirect positive effect on the use of performance information via performance accountability. Subsequent research in order to conduct interviews to increase understanding of the answers given by respondents, using quantitative and qualitative performance data, as well as expand the research objects, and the legislature to assess the attitudes and commitment. Key words: development of measurement systems, accountability, use of performance information

Upload: lammien

Post on 07-Apr-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

1

PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKURAN,

AKUNTABILITAS, DAN PENGGUNAAN INFORMASI KINERJA DI

INSTANSI PEMERINTAH

(Studi pada Pemerintah Kabupaten Semarang)

Ratih Widya Astuti

Drs. Agustinus Santosa Adiwibowo, MSi, Akt.

ABSTRACT

This study aims to prove the perception of local government towards the development

of performance measurement systems that have been done by the government and its

influence on increased accountability and use of performance information to support

decision making in order to improve government performance.

The population of this research is all employees of the Regional Unit of Work Tools

(SKPD) and communities in the district of Semarang. The sample is determined by using

purposive sampling technique to obtain a representative sample. The sample used in this

study are structural officials (echelon 2, 3, and 4). The data in this study is the primary data

obtained from questionnaires distributed directly to the respondent. The hypothesis tested in

this study by using multiple linear regression.

The results of the conclusion of this study indicate that the limitations of information

systems are not proven to affect the development of measurement systems, accountability,

and the use of performance information. The difficulty of determining the size of a positive

influence on the development of performance measurement systems, and performance

accountability, an d no proven negative effect on the use of performance information.

Positive effect of management commitment to the development of measurement systems, and

performance accountability, and negatively affect the use of performance information.

Decision-making authority has a positive effect on the development of measurement systems,

accountability and the use of performance information. Training negatively affect the

development of measurement systems, and performance accountability, and no proven

positive effect on the use of performance information. Organizational culture a positive

influence on the development of measurement systems and the use of performance

information, and no proven positive effect on performance accountability. Development of

performance measurement system has a positive effect directly on the performance

accountability and the use of performance information, as well as an indirect positive effect

on the use of performance information via performance accountability.

Subsequent research in order to conduct interviews to increase understanding of the answers

given by respondents, using quantitative and qualitative performance data, as well as expand

the research objects, and the legislature to assess the attitudes and commitment.

Key words: development of measurement systems, accountability, use of performance

information

Page 2: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

2

PENDAHULUAN

Dewasa ini semakin meningkat tuntutan masyarakat kepada pemerintah atas

pelayanan publik yang lebih baik. Hal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki

kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk dapat menghasilkan kinerja

yang lebih baik, pemerintah perlu merapkan sistem pengukuran kinerja. Melalui

pengukuran kinerja akan menghasilkan informasi yang berguna sebagai dasar

pengambilan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Karena pengukuran

kinerja tidak hanya mengukur dan menilai kinerja pemerintah dalam memberikan

pelayanan publik kepada masyarakat tetapi juga menilai sejauh mana masyarakat

dapat merasakan manfaat yang diterima atas pelayanan publik tersebut (Norman,

2010).

Dengan mengimplementasikan sistem pengukuran kinerja diharapakan dapat

membantu memperbaiki kinerja pemerintah dalam mewujudkan tujuan dan sasaran,

efisiensi, dan efektivitas layanan publik secara transparan; membantu alokasi sumber

daya dan pembuatan keputusan; serta mewujudkan pertanggungjawaban publik.

Namun demikian, untuk memperbaiki kinerja pemerintah tidak cukup dengan

mengimplimentasikan sistem pengukuran kinerja saja, tetapi juga perlu partisipasi

aktif serta keterlibatan dari masyarakat sebagai pengguna akhir informasi kinerja

yang dihasilkan dari sistem pengukuran kinerja yang diterapkan.

Implementasi sistem pengukuran kinerja berdasarkan Instruksi Presiden

Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan

Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Nomor 589/IX/6/Y/1999

tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah,

yang telah diperbaiki dengan Keputusan LAN Nomor 239/IX/6/8/2003.

Sadjiarto (2008) mendefinisikan akuntabilitas sebagai hubungan antara pihak

yang memegang kendali dan mengatur entitas dengan pihak yang memiliki kekuatan

formal atas pihak pengendali tersebut. Sementara itu, Nurkhamid (2008) mengartikan

akuntabilitas kinerja sebagai wujud kewajiban pemerintah mempertanggungjawabkan

semua keberhasilan dan kegagalan pencapaian berbagai tujuan dan sasaran yang telah

ditetapkan melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan oleh

pemerintah secara periodik.

Pertanggungjawaban kepada pihak yang berkepentinagan (stakeholder) ini

terangkum dalam sebuah model, yaitu Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (LAKIP). Melalui LAKIP , yang merupakan suatu langkah kongkrit

yang diharapakan memberikan dampak dan nilai positif terhadap pelaksanaan

pembangunan. LIPI (2009) menyebutkan bahwa LAKIP merupakan media

Page 3: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

3

akuntabilitas yang dapat dipakai oleh instansi pemerintah untuk melaksanakan

kewajiban untuk menjawab kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder).

Di dalam media akuntabilitas yang dibuat secara periodik tersebut, memuat

informasi yang dibutuhkan oleh pihak yang memberikan delegasi wewenang. Melalui

media inilah secara formal dapat dilakukan pertanggungjawaban dan bahan untuk

menjawab berbagai permasalahan yang diminta oleh pihak-pihak yang

berkepentingan untuk menentukan fokus perbaikan kinerja yang berkesinambungan.

Secara teori, melalui LAKIP ini kinerja pemerintah akan dinilai secara transparan,

sistematis, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, LAKIP akan dapat

mendorong pemerintah menciptakan good governance, memberikan masukan kepada

pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan pemerintah; serta

meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dengan terwujudnya

akuntabilitas kinerja. Namun demikian, pada kenyataannya kemampuan sistem

pengukuran kinerja untuk meningkatkan kinerja, dan mewujudkan good governance

masih sering dipertanyakan dan diperdebatkan.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian mengenai sistem pengukuran kinerja di

pemerintahan menunjukkan bahwa masih terdapat masalah dalam implementasi

sistem pengukuran kinerja di setiap organisasi. Nurkhamid (2008) mengidentifikasi

bahwa permasalahan dapat muncul pada tahap pengembangan sistem pengukuran

kinerja maupun pada tahap penggunaan hasil dari implementasi sistem pengukuran

kinerja. Pada tahap pengembangan sistem, Poister dan Streib (1999) dalam

Nurkhamid (2008) menunjukkan bahwa penggunaan ukuran kinerja oleh pemerintah

lokal masih didominasi oleh output, dan workload, sedangkan yang menyangkut kos

unit, efisiensi, outcome, efektivitas, kualitas jasa, dan kepuasan publik ternyata belum

banyak digunakan. Sedangkan pada tahap penggunaan hasil implementasi sistem,

Julnes dan Holzer (2001) dalam Nurkhamid (2008) menunjukkan bahwa informasi

kinerja yang dihasilkan belum banyak digunakan untuk perencanaan strategis, alokasi

sumber daya; manajemen, monitoring, evaluasi, dan pelaporan program kepada

manajemen (pimpinan) internal organisasi, elected official (anggota parlemen),

media, dan masyarakat. Swidel dan Kelly (2002) dalam Sihaloho dan Halim (2005)

menunjukkan bahwa hampir 75% organisasi yang mengumpulkan data kinerja di

USA belum menggunakannya untuk mendukung pengambilan keputusan.

Masalah pada tahap penggunaan hasil sistem dimana informasi kinerja belum

digunakan secara optimal. Hal tersebut dapat diminimalisir dengan adanya dukungan

dari pihak yang berkepentingan (stakeholder) yang meliputi legislatif, dan

masayarakat agar informasi kinerja dapat dimanfaatkan untuk perencanaan strategis,

alokasi anggaran, pengendalian dan pemantauan serta pelaporan. Sehingga dapat

Page 4: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

4

mendukung pemerintah untuk mengembangkan sistem pengukuran kinerja yang

berkualitas dan dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah melalui

peningkatan dalam penggunaan informasi kinerja untuk mendukung pengambilan

keputusan.

Tuntutan masyarakat yang menginginkan layanan publik yang lebih baik,

serta pertanggungjawaban yang tercantum dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun

1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Keputusan Kepala

Lembaga Administrasi Negara (LAN) Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman

Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah ditujukan untuk

menciptakan good governance. Tuntutan masyarakat dan peraturan yang berlaku

mengharuskan pemerintah daerah melaporkan kinerjanya. Kedua hal tersebut

merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi pegawai instansi

pemerintah daerah tentang pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas dan

penggunaan informasi kinerja. Penelitian ini mengacu pada penelitian Cavalluzzo dan

Ittner yang dilakukan pada tahun 2003, dan Nurkhamid (2008) dengan tujuan yang

sedikit berbeda. Penelitian ini ditujukan untuk membuktikan persepsi pemerintah

daerah terhadap pengembangan sistem pengukuran kinerja yang selama ini sudah

dilakukan oleh pemerintah kemudian pengaruhnya terhadap peningkatan akuntabilitas

dan penggunaan informasi kinerja untuk mendukung pengambilan keputusan guna

meningkatkan kinerja pemerintah.

KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Good Governance

Good Governance menurut United Nations Development Program (UNDP,

1994) adalah:

“Good governance is, among other things, participatory, transparent and

accountable. It is also effective and equitable. And it promotes the rule of law.

Good governance ensures that political, social and economic priorities are

based on broad consensus in society and that the voices of the poorest and the

most vulnerable are heard in decision-making over the allocation of

development resources”.

UNDP (1994) mengemukakan beberapa karakteristik Good Governance, yang

meliputi:

a. Participation – keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik

secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan .

b. Rule of law – kerangka hukum yang adil dan tanpa pandang bulu.

c. Transparency – kebebasan mendapatkan informasi yang berkaitan dengan

kepentingan publik.

d. Responsiveness – kecepatan dan daya tanggap lembaga publik dalam

memberikan layanan kepada stakeholder.

e. Consensus Orientation – berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.

f. Equity – setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk

memperoleh kesejahteraan dan keadilan.

Page 5: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

5

g. Effectiveness and efficiency – pengelolaan sumber daya publik dilakukan

secara berdaya guna dan berhasil guna.

h. Accountability – pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang

dilakukan.

i. Strategic vision – penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus

memiliki visi jauh kedepan.

Keterbatasan Sistem Informasi

Bodnar (2006) mendefinisikan sistem dan informasi sebagai berikut: “Sistem

adalah sekumpulan sumber daya yang saling terkait untuk mencapai suatu tujuan.

Sedangkan informasi adalah data yang diorganisasi yang dapat mendukung ketepatan

pengambilan keputusan”.

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang juga meneliti kinerja di sektor publik

memberikan gambaran bahwa masalah dalam sistem informasi merupakan hambatan

utama dalam mencapai kesuksesan implementasi sistem pengukuran kinerja.

Nurkhamid (2008) menegaskan bahwa masalah dalam sistem informasi berhubungan

dengan keterbatasan kemampuan sistem informasi yang ada untuk memberikan data

yang reliable, valid, tepat waktu, dan dengan biaya yang efektif. Yang diperkuat

dengan pendapat Kravcuk dan Schank (1996) dalam Nurkhamid (2008) yang

menunjukkan bahwa instansi pemerintah sering menghadapi masalah yang serius

dalam pengukuran kinerja karena adanya berbagai masalah dalam sistem informasi

yang digunakan seperti perbedaan definisi data, teknologi, kemudahan akses, dan

jumlah data yang didapatkan.

Dengan adanya keterbatasan sistem informasi akan menjadi penghalang bagi

pemimpin dalam instansi pemerintah untuk mendapatkan data dengan tepat waktu

dan dapat dipercaya sehingga kemampuan pemimpin dalam menggunakan sistem

pengukuran kinerja pun menjadi terbatas. Hal ini akan menjadi penghambat bagi

pemerintah dalam mengembangkan sistem pengukuran, akuntabilitas dan penggunaan

informasi kinerja guna menghasilkan kinerja yang lebih baik.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat diajukan sebagai

berikut:

H1: Keterbatasan sistem informasi berpengaruh negatif terhadap

pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas, dan penggunaan

informasi kinerja.

Kesulitan Menentukan Ukuran Kinerja

Untuk dapat memberikan pelayanan publik yang lebih baik kepada

masyarakat, pemerintah perlu melakukan pengukuran kinerja. Beberapa penelitian

terdahulu mengemukakan bahwa masalah yang juga sering terjadi di instansi

Page 6: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

6

pemerintah adalah kesulitan untuk menentukan ukuran kinerja yang tepat. Sihaloho

dan Halim (2005) mengungkapkan bahwa pemanfaatan ukuran-ukuran kinerja di

organisasi sektor publik masih menjadi sesuatu yang problematik. Terdapat beberapa

kesulitan bawaan dalam melakukan pengukuran kinerja yang disebabkan karakteristik

organisasi sektor publik dan beragamnya stakeholder yang berpengaruh.

Karena terlalu luasnya dimensi ukuran kinerja sehingga menyulitkan untuk

fokus pada satu ukuran kinerja, apakah berfokus pada input, proses, output ataukah

outcome. Oleh karena itu, dalam mengembangkan dan mengimplementasikan sistem

pengukuran kinerja yang berkualitas, pemerintah harus menetapkan indikator-

indikator yang tepat dalam pengukuran kinerja.

Norman (2010) mendefinisikan indikator kinerja sebagai ukuran kuantitatif

dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah

ditetapkan. Sehingga kesulitan dalam menentukan ukuran kinerja akan berdampak

pada keterbatasan penggunaan ukuran kinerja untuk mendukung pemerintah dalam

pengambilan keputusan guna memperbaiki kinerja.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat diajukan sebagai

berikut:

H2: Kesulitan menentukan ukuran kinerja berpengaruh negatif

terhadap pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas, dan

penggunaan informasi kinerja.

Komitmen Manajemen

Norman (2010) mempersepsikan komitmen manajemen sama dengan

komitmen organisasi. Allen & Meyer (dalam Norman, 2010) mendefinisikan

komitmen organisasi sebagai suatu kelekatan afeksi atau emosi terhadap organisasi

seperti individu melakukan identifikasi yang kuat, memilih keterlibatan tinggi, dan

senang menjadi bagian dari organisasi. Manajemen merupakan bagian dari organisasi,

hal ini berarti bahwa komitmen manajemen merupakan kelekatan emosi orang-orang

yang tergabung dalam manajemen suatu organisasi untuk terlibat dalam upaya-upaya

mencapai misi, nilai-nilai dan tujuan organisasi tersebut. Atau dapat juga memiliki

arti sebagai suatu bentuk loyalitas yang lebih konkrit yang dapat dilihat dari sejauh

mana manajemen mencurahkan perhatian, gagasan, dan tanggungjawabnya dalam

upaya mencapai tujuan organisasi.

Organisasi dengan komitmen manajemen yang kuat dari pimpinan dan

bawahannya maka akan lebih mudah untuk mencapai hasil yang diinginkan untuk

menghasilkan kinerja yang lebih baik, dibanding dengan organisasi yang tidak

memiliki komitmen manajemen. Shields (1995) dalam Cavalluzo dan Ittner (2003)

menyatakan bahwa komitmen manajemen dapat tercermin dengan pengalokasian

Page 7: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

7

sumber daya, tujuan, dan strategi pada berbagai rencana yang dianggap bernilai,

menolak sumber daya yang menghambat inovasi; dan memberikan dukungan politis

yang diperlukan untuk memotivasi atau menekan para individu atau pihak lain yang

menolak keberadaan inovasi. Dengan demikian, keberadaan komitmen manajemen

yang kuat sangat dibutuhkan organisasi agar dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja

serta penggunaan yang lebih baik atas informasi kinerja yang dihasilkan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat diajukan sebagai

berikut:

H3: Komitmen manajemen berpengaruh positif terhadap

pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas, dan penggunaan

informasi kinerja.

Otoritas pengambilan keputusan

Cavalluzzo dan Ittner (2003) mendefinisikan otoritas pengambilan keputusan

sebagai suatu kondisi dimana seseorang mempunyai otoritas atau hak untuk membuat

keputusan dengan persyaratan yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam rangka

mencapai tujuan strategis organisasi.

Dalam suatu organisasi memungkinkan untuk terjadinya pendelegasian

otoritas pengambilan keputusan dari pemimpin kepada bawahannya. Dengan adanya

pendelegasian otoritas pengambilan keputusan maka dapat membantu manajemen

untuk dapat mengambil keputusan dengan lebih cepat, menumbuhkembangkan

kreatifitas dan usaha dalam melakukan suatu perubahan. Selain itu juga dapat

meningkatkan akuntabilitas diantara personil organisasi sektor publik. Setiap

bawahan yang diberi otoritas untuk mengambil keputusan dan bawahan tersebut

harus mempertanggungjawabkan keputusan yang diambil untuk mencapai target yang

telah ditentukan sebelumnya.

Sehingga dengan pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari

pimpinan kepada bawahan dalam instansi pemerintah dapat membantu organisasi

tersebut untuk dapat meningkatkan kinerjanya. Karena untuk dapat meningkatkan

kinerja dalam suatu organisasi, partisipasi dari semua pihak yang berada di dalam

organisasi tersebut akan sangat membantu untuk mencapai hasil yang diinginkan

dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat atas pelayanan publik yang lebih baik.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat diajukan sebagai

berikut:

Page 8: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

8

H4: Otoritas pengambilan keputusan berpengaruh positif terhadap

pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas, dan penggunaan

informasi kinerja.

Pelatihan

Pelatihan merupakan suatu usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan

kinerja pegawai pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi

tanggungjawabnya (Parlinda, 2003). Pemanfaatan ilmu pengetahuan di dalam instansi

pemerintah sangat dibutuhkan untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik

kepada masyarakat karena setiap bagian dari rangkaian kerja dalam instansi

pemerintah harus dilaksanakan dengan terampil oleh personil dalam organisasi

tersebut. Dimana personil organisasi tersebut merupakan salah satu unsur yang

berfungsi sebagai penggerak jalannya roda organisasi sehingga personil organisasi

memiliki peranan yang penting dalam memenuhi tuntutan masyarakat atas pelayanan

publik yang lebih baik. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik maka para personil

tersebut harus dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang cukup. Dengan

pengetahuan dan keterampilan yang diberikan maka dapat menunjang organisasi

sektor publik untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai. Berbagai usaha telah

dan/atau sedang dilakukan oleh pemimpin di instansi pemerintah. Mereka menyadari

bahwa berhasil atau tidaknya tujuan organisasi tersebut bergantung pada personil

yang berada didalamnya.

Nurkhamid (2008) berpendapat bahwa pelatihan dapat menciptakan

mekanisme bagi para pegawai untuk memahami, menerima, dan merasakan secara

nyaman inovasi, dan mengurangi perasaan tertekan atau kebingungan kepada para

pegawai akibat proses implementasi. Misal pelatihan dalam menyusun Laporan

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), Rencana Strategis (RENSTRA),

dan Rencana Kerja (Renja), menentukan target kinerja suatu program,

mengembangkan indikator kinerja suatu program, menggunakan informasi kinerja

program untuk membuat keputusan, menghubungkan kinerja suatu program dengan

pencapaian tujuan strategis instansi tersebut. Selain itu, pelatihan yang diberikan

kepada personil juga dapat meningkatkan komunikasi antara divisi dan departemen

tentang pelayanan publik, kinerja, serta pengukuran kinerja (Nurkhamid, 2008).

Dimana jumlah personil yang tergabung dalam divisi-divisi tersebut memiliki

pengaruh terhadap terwujudnya akuntabilitas kinerja dan penggunaan informasi

kinerja jika mereka mampu untuk memahami proses pengukuran kinerja secara

kuantitatif maupun kualitatif.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat diajukan sebagai

berikut:

Page 9: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

9

H5: Pelatihan yang diberikan kepada para personil organisasi

berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem pengukuran,

akuntabilitas, dan penggunaan informasi kinerja.

Budaya Organisasi

Robbins (2006) mendefinisikan budaya organisasi (organizational culture)

sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang

membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain.

Budaya organisasi memiliki peran penting bagi sebuah organisasi dimana

dapat digunakan sebagai pemberi identitas bagi anggota organisasi, menumbuhkan

komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas sistem sosial, dan membentuk prilaku.

Schein (1992); Julnes dan Holzer (2001); dalam Nurkhamid (2008) menyatakan

bahwa budaya organisasi merupakan suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang

ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan

maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalah yang

timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan

cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagaimana cara

yang benar untuk memahami, memikirkan, dan merasakan berbagai masalah tersebut.

Terkait dengan pengukuran kinerja, Julnes dan Holzer (2001) dalam Sihaloho

dan Halim (2005) telah membuktikan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap

implementasi sistem pengukuran kinerja. Dalam penelitian ini, budaya organisasi

direfleksikan dengan sikap keterbukaan organisasi terhadap perubahan dan inovasi

(yaitu sistem pengukuran kinerja). Dimana orang-orang yang tergabung dalam

organisasi tersebut dapat mengeksplorasi potensi organisasi untuk mencapai hasil

yang diinginkan dengan melihat seberapa terbukanya mereka menerima perubahan.

Sikap organisasi ini dapat dinilai dengan keberadaan sistem reward yang menghargai

inovasi dan pengambilan risiko dalam suatu organisasi serta dengan mengevaluasi

persepsi dan perilaku pimpinan dan stafnya terhadap inovasi dan perubahan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat diajukan sebagai

berikut:

H6: Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap pengembangan

sistem pengukuran, akuntabilitas, dan penggunaan informasi kinerja.

Persepsi

Robbins (2006) mendefinisikan persepsi sebagai berikut “Persepsi adalah

proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka

dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka”.

Page 10: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

10

Sejumlah faktor berperan dalam membentuk dan kadang memutar-balik

persepsi faktor-faktor ini dapat berada dalam pihak pelaku persepsi, dalam objek atau

target yang dipersepsikan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi itu dibuat.

Ketika individu memandang ke objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang

dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu

pelaku persepsi itu. Di antara karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi

adalah sikap, kepribadian, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan

harapan. Selain itu, konteks di mana kita melihat suatu objek atau peristiwa juga

penting. Waktu di mana suatu objek atau peristiwa dilihat dapat mempengaruhi

pemahaman, seperti juga lokasi, cahaya, panas, atau sejumlah faktor-faktor

situasional lainnya.

Teori Atribusi

Persepsi individu terhadap manusia berbeda dengan persepsi individu

terhadap benda mati seperti meja, mesin atau bangunan, karena individu perlu

menyimpulkan tindakan seseorang. Hal yang tidak kita lakukan pada benda mati.

Benda mati tunduk pada hukum alam, tetapi tidak memiliki kepercayaan, motif, atau

keinginan. Individu memilikinya. Akibatnya adalah ketika individu mengobservasi

individu lain, individu tersebut berusaha untuk mengembangkan penjelasan-

penjelasan tentang mengapa mereka melakukan sesuatu dengan cara-cara tertentu.

Persepsi dan pendapat individu tentang tindakan seseorang, oleh karenanya, akan

dipengaruhi secara signifikan oleh asumsi-asumsi yang dibuat tentang keadaan

internal individu tersebut.

Teori atribusi diperkenalkan oleh Fritz Heider (1958) pertama kali mengenai

atribusi kausalitas. Atribusi merupakan proses menyimpulkan motif, maksud, dan

karakterisik orang lain dengan melihat pada perilakunya yang tampak. Teori atribusi

diajukan untuk mengembangkan penjelasan bahwa perbedaan penilaian seorang

individu terhadap individu lain tergantung pada arti atribusi yang kita berikan pada

perilaku tertentu.

Pada dasarnya teori atribusi mengemukakan bahwa ketika individu-individu

mengamati perilaku, individu-individu tersebut berupaya menentukan apakah

perilaku tersebut disebabkan oleh faktor internal atau eksternal (Robbins, 2006).

Perilaku yang disebabkan internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah

kendali pribadi individu tersebut. Sedangkan perilaku yang disebabkan faktor

eksternal dilihat sebagai hasil dari sebab-sebab luar, yaitu individu tersebut dipandang

terpaksa berperilaku demikian oleh situasi.

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini diduga bahwa pegawai

pemerintah dipandang terpaksa berperilaku demikian oleh situasi. Situasi yang

dimaksud, disebabkan oleh adanya tuntutan dari masyarakat dan peraturan yang

Page 11: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

11

mengatur bahwa pegawai pemerintah harus mempertanggungjawabkan sukses-gagal

kinerjanya kepada pihak yang mendelegasikan wewenang kepadanya dengan tujuan

untuk menciptakan good governance. Tuntutan masyarakat dan peraturan tersebut

merupakan faktor eksternal yang menyebabkan pegawai pemerintah berperilaku.

Karena dengan peraturan yang mengikat, pegawai pemerintah dipandang terpaksa

berperilaku.

Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja

Sistem adalah sekumpulan sumber daya yang saling terkait untuk mencapai

suatu tujuan (Bodnar, 2006). Sedangkan pengukuran kinerja adalah penentuan secara

periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya

berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya

(Mulyadi, 2001: 415). Sehingga sistem pengukuran kinerja adalah seperangkat

bagian-bagian yang saling berhubungan erat satu dengan lainnya yang bertujuan

untuk menilai secara periodik efektivitas operasional SKPD di Kabupaten Semarang.

Sistem pengukuran kinerja perlu dikembangkan guna mendukung pemerintah

meningkatkan kinerjanya dalam rangka memberikan pelayanan publik yang lebih

baik. Sehingga pengembangan sistem pengukuran kinerja yang terkait dengan

penelitian ini adalah proses pengumpulan ukuran kinerja yang dilaporkan secara

teratur melalui sistem informasi suatu instansi pemerintah. Dengan demikian,

pengembangan sistem pengukuran kinerja tercerminkan dengan adanya

pengembangan berbagai ukuran kinerja yang akan digunakan oleh suatu organisasi.

Ukuran kinerja tersebut menggambarkan pentingnya suatu jasa/layanan, hasil suatu

program, dan proses untuk menghasilkan jasa/layanan tersebut. Sehingga ukuran

kinerja dapat dijadikan alat yang dapat membantu organisasi memahami, mengelola,

dan meningkatkan kinerjanya.

Akuntabilitas Kinerja

Jack A. Brinzius dan Michael D. Cambell dalam Sudiarto (2009) mengemukakan

bahwa akuntabilitas kinerja adalah:

“Suatu maksud dari pertimbangan kebijakan dan program dengan mengukur

hasilnya atau hasil dibandingkan dengan standardnya. Sehingga akuntabilitas

kinerja dapat dipahami sebagai instrumen pertanggungjawaban yang meliputi

berbagai indikator dan mekanisme kegiatan pengukuran, penilaian, dan

pelaporan kinerja secara menyeluruh serta bertanggungjawab atas

keberhasilan atau kegagalan program guna memberikan pelayanan kepada

masyarakat”.

Dalam konteks instansi pemerintah, akuntabilitas kinerja disajikan dalam

suatu bentuk laporan yang disebut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah, yang selanjutnya disebut LAKIP. LAKIP merupakan media akuntabilitas

Page 12: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

12

yang dapat digunakan oleh instansi pemerintah guna melaksanakan kewajiban untuk

menjawab kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder). LIPI (2009)

mengungkapkan bahwa melalui media inilah secara formal dapat dilakukan dengan

pertanggungjawaban dan bahan untuk menjawab berbagai permasalahan yang

diminta oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk menentukan fokus perbaikan

kinerja yang berkesinambungan.

Sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 tahun

1999 dibangun dan dikembangkan dalam rangka perwujudan pertanggungjawaban

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pengelolaan sumber daya pelaksanaan

kebijakan dan program yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah,

berdasarkan suatu sistem akuntabilitas yang memadai. Dalam hal ini, setiap instansi

pemerintah secara periodik wajib mengkomunikasikan pencapaian tujuan dan sasaran

strategis organisasi terhadap stakeholders, yang dituangkan melalui LAKIP (LIPI,

2009). Penyusunan LAKIP, berdasarkan SAKIP, dilakukan melalui proses

penyusunan rencana strategis, penyusunan rencana kinerja, serta pengukuran dan

evaluasi kinerja.

Penggunaan Informasi Kinerja

Norman (2010) mendefinisikan informasi kinerja sebagai data dari suatu

penampilan, unjuk kerja maupun prestasi kerja dari seseorang atau kelompok yang

diolah menjadi bentuk yang lebih berguna bagi dan lebih berarti bagi yang

menerimanya. Dengan tersedianya informasi kinerja dapat meningkatkan

akuntabilitas kinerja dan penggunaan informasi kinerja guna mendukung pembuatan

keputusan yang berorientasi pada hasil senhingga manfaat pengumpulan informasi

kinerja akan diperoleh secara optimal. Kloot (1999) menegaskan bahwa salah satu

faktor yang mempengaruhi peningkatan penggunaan informasi kinerja adalah

informasi kinerja yang dihasilkan dari implementasi sistem pengukuran kinerja telah

digunakan untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja suatu organisasi.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat diajukan sebagai

berikut:

H7: Pengembangan sistem pengukuran kinerja berpengaruh positif

secara langsung terhadap akuntabilitas kinerja dan penggunaan

informasi kinerja, serta berpengaruh positif secara tidak langsung

terhadap penggunaan informasi kinerja melalui akuntabilitas kinerja.

Page 13: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

13

METODE PENELITIAN

Variabel Bebas (Independent Variable)

1. Keterbatasan Sistem Informasi (X1)

Variabel ini mengungkapkan keterbatasan kemampuan sistem informasi yang

dimiliki suatu organisasi untuk memberikan data yang diperlukan secara

valid, reliabel, dan tepat waktu. Variabel ini diukur berdasarkan jawaban

responden dengan menggunakan 3 instrumen pernyataan yang dimodifikasi

dari penelitian Nurkhamid (2008) dengan menggunakan skala Likert 1 (sangat

tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat setuju).

2. Kesulitan Menentukan Ukuran Kinerja (X2)

Variabel ini mengungkapkan tingkat permasalahan pendefinisian dan

penginterpretasian ukuran kinerja yang dihadapi oleh organisasi. Variabel ini

diukur berdasarkan jawaban responden terhadap 3 instrumen pernyataan

mengenai berbagai kesulitan menentukan ukuran kinerja yang dimodifikasi

dari penelitian Nurkhamid (2008), dan dengan menggunakan skala Likert 1

(sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat setuju).

3. Komitmen Manajemen (X3)

Variabel ini mengukur tingkat komitmen manajemen untuk menyediakan

sumber daya dalam implementasi sistem pengukuran kinerja organisasi.

Variabel ini diukur berdasarkan jawaban responden dengan menggunakan 3

instrumen pernyataan yang dimodifikasi dari penelitian Nurkhamid (2008)

dengan menggunakan skala Likert 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5

(sangat setuju).

4. Otoritas Pengambilan Keputusan (X4)

Variabel ini mengungkapkan tingkat otoritas pengambilan keputusan

berdasarkan informasi kinerja yang didelegasikan oleh organisasi kepada

personilnya untuk mendukung pencapaian tujuan strategis organisasi.

Variabel ini diukur berdasarkan jawaban responden dengan menggunakan 3

instrumen pernyataan yang dikembangkan dari penelitian Nurkhamid (2008)

dengan menggunakan skala Likert 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5

(sangat setuju).

5. Pelatihan (X5)

Variabel ini mengungkapkan pelatihan yang sudah diberikan oleh organisasi

kepada personil organisasi yang terkait dengan implementasi

Page 14: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

14

sistem pengukuran kinerja. Variabel ini diukur berdasarkan jawaban

responden dengan menggunakan 4 instrumen pernyataan yang dimodifikasi

dari penelitian Nurkhamid (2008) dengan menggunakan variabel dummy,

angka 1 untuk SKPD yang memberikan pelatihan kepada personil organisasi,

dan angka 0 untuk yang tidak memberikan pelatihan.

6. Budaya Organisasi (X6)

Variabel ini menunjukkan sikap (attitude) pimpinan beserta stafnya terhadap

perubahan (inovasi) dan kebijakan organisasi dalam menanggapi inovasi

sebagai suatu kegiatan yang berisiko (risk taking). Variabel ini diukur

berdasarkan jawaban responden dengan menggunakan 3 instrumen pernyataan

yang dikembangkan dari penelitian Nurkhamid (2008) dengan menggunakan

skala Likert 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat setuju).

Variabel Terikat (Dependent Variable)

1. Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja (Y1)

Variabel ini menunjukkan upaya organisasi melakukan pengembangan sistem

pengukuran kinerja yang dicerminkan dengan penentuan dan penetapan

berbagai tipe ukuran kinerja yang berorientasi hasil untuk berbagai

kebijakan/program/kegiatan yang dijalankan oleh suatu organisasi. Variabel

ini diukur berdasarkan jawaban responden dengan menggunakan 3 instrumen

pernyataan yang dimodifikasi dari penelitian Nurkhamid (2008) dengan

menggunakan skala Likert 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat

setuju).

2. Akuntabilitas Kinerja (Y2)

Variabel ini mengungkapkan tingkat akuntabilitas kinerja yang dirasakan oleh

para manajer suatu organisasi. Variabel ini diukur berdasarkan jawaban

responden dengan menggunakan 3 instrumen pernyataan yang dimodifikasi

dari penelitian Nurkhamid (2008) dengan menggunakan skala Likert 1 (sangat

tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat setuju).

3. Penggunaan Informasi Kinerja (Y3)

Variabel ini menunjukkan berbagai jenis penggunaan informasi kinerja untuk

mendukung pengambilan keputusan dalam suatu organisasi. Variabel ini

diukur berdasarkan jawaban responden dengan menggunakan 7 instrumen

pernyataan yang dimodifikasi dari penelitian Nurkhamid (2008) dengan

menggunakan skala Likert 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat

setuju).

Page 15: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

15

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD) pada pemerintah Kabupaten Semarang. Pejabat eselon dua, tiga, dan empat

merupakan sampel untuk mewakili populasi dari SKPD.\Pemilihan sampel penelitian

ini di dasarkan pada metode purposive sampling dimana sampel yang dipilih

berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria pemilihan sampel untuk pemerintah, adalah

pejabat eselon dua, tiga, dan empat selaku pihak yang terlibat dan bertanggungjawab

dalam penyusunanan RENSTRA dan LAKIP pada seluruh SKPD di Pemerintah

Kabupaten Semarang.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Dan

sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer

merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara langsung melalui

penyampaian kuesioner kepada responden di lingkungan Kabupaten Semarang, yang

terdiri dari pejabat eselon di seluruh SKPD di Kabupaten Semarang.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data primer dari responden dilakukan dengan survey,

yaitu dengan cara pengumpulkan data pokok (data primer) dari suatu sampel dengan

menggunakan instrumen kuesioner dengan cara memberikan daftar pernyataan

tertulis kepada responden secara langsung dengan mendatangi setiap SKPD yang

berada di wilayah Kabupaten Semarang.

Metode Analisis Data

Kualitas Data

Penelitian yang mengukur variabel dengan menggunakan instrumen dalam

kuesioner harus dilakukan pengujian kualitas terhadap data yang diperoleh dengan uji

realibitas (menggunakan coeffecient cronbach’s alpha) dan uji validitas

(menggunakan correlate bivariate antara tiap skor item pernyataan dengan skor total

variabel). Uji realibitas dan uji validitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan alat

ukur dalam mengukur obyek yang diteliti.

Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji

Normalitas (dengan melihat grafik histogram, dan normal probability plot), Uji

Linearitas (uji Langrange Multiplier), Uji Multikolinearitas (dengan menganalisis

Page 16: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

16

nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor)), dan Uji Heteroskedastisitas (uji

Glejser).

Pengujian hipotesis dilakukan secara multivariate dengan menggunakan

analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji

pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali,

2005). Persamaan Regresi Berganda dalam penelitian ini adalah:

Persamaan regresi 1:

y1= β0 + β1x1 + β2x2 + β3x3 + β4x4 + β5x5 + β6x6 + e

Persamaan regresi 2:

y2= β0 + β1x1 + β2x2 + β3x3 + β4x4 + β5x5 + β6x6 + β7y1 + e

Persamaan regresi 3:

y3= β0 + β1x1 + β2x2 + β3x3 + β4x4 + β5x5 + β6x6 + β7y1 + β8y2 + e

Keterangan:

x1 : keterbatasan sistem informasi

x2 : kesulitan menentukan ukuran kinerja

x3 : komitmen manajemen

x4 : otoritas pengambilan keputusan

x5 : pelatihan

x6 : budaya organisasi

y1 : pengembangan sistem pengukuran kinerja

y2 : akuntabilitas kinerja

y3 : penggunaan informasi kinerja

β : koefisien regresi

β0 : konstanta

e : error

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini penyebaran kuesioner hingga kembali memerlukan

jangka waktu kurang lebih 1 bulan dimulai pada tanggal 14 Maret 2011 sampai

dengan 15 April 2011. Kuesioner yang disebar berjumlah 420 dengan jumlah

kuesioner yang kembali berjumlah 300 kuesioner dan dengan tingkat respon rate

sebesar 71%. Sebanyak 6 kuesioner dari pemerintah (pejabat eselon) tidak dapat

Page 17: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

17

diikutsertakan dalam analisis karena pengisian yang tidak lengkap. Dan terdapat 16

kuesioner yang menyebabkan outlier data sehingga tidak dapat diolah. Kuesioner

yang dikeluarkan dari data adalah kuesioner dengan nomor 36, 37, 39, 73, 74, 83,

107, 138, 143, 178, 209, 212, 217, 238, 253, dan 262. Sehingga data yang dapat

diolah adalah sebanyak 278 kuesioner (66,19%) dapat digunakan seluruhnya.

Tabel 4.1

Penyebaran dan Pengembalian Kuesioner

NO SKPD SEBAR KEMB

ALI

ANALI

SIS

%

KEMB

ALI

%

ANALI

SIS

1 Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang 44 29 25 66% 59%

2 Sekretariat DPRD 11 6 6 55% 55%

3 Inspektorat 15 15 12 100% 80%

4 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 19 6 4 32% 21%

5 Badan Kepegawaian Daerah 13 11 11 85% 85%

6

Badan Keluarga Berencana dan

Pemberdayaan Perempuan 13 10 9 77% 69%

7 Badan Lingkungan Hidup 13 13 13 100% 100%

8 Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa 13 12 12 92% 92%

9 Kantor Arsip Daerah 5 3 3 60% 60%

10 Kantor Ketahanan Pangan 5 5 5 100% 100%

11 Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu 6 5 5 83% 83%

12 Kantor Perpustakaan Daerah 5 5 5 100% 100%

13 Satuan Polisi Pamong Praja 5 5 5 100% 100%

14 RSUD Ambarawa 14 7 7 50% 50%

15 RSUD Ungaran 14 6 5 43% 36%

16

Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan

Perlindungan Masyarakat 5 3 2 60% 40%

17

Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan

Daerah 18 12 11 67% 61%

18 Dinas Pendidikan 19 14 13 74% 68%

19 Dinas Kesehatan 17 8 8 47% 47%

20

Dinas Perhubungan, Komunikasi dan

Informatika 17 15 14 88% 82%

21

Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan

Pariwisata 17 16 14 94% 82%

22 Dinas Perindustrian dan Perdagangan 15 10 10 67% 67%

23

Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air dan

Sumber Daya Mineral 15 14 13 93% 87%

24

Dinas Cipta Karya, Perumahan, dan

Kebersihan 15 13 12 87% 87%

25 Dinas Peternakan dan Perikanan 17 11 11 65% 65%

26

Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan

Transmigrasi 19 15 14 79% 74%

27 Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan 18 12 11 67% 67%

28 Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil 20 10 10 50% 50%

29

Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah 13 9 9 69% 69%

Jumlah 420 300 273 71% 66%

Sumber : Data Primer yang diolah, 2011

Page 18: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

18

Tabel 4.2

Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik Pejabat Eselon

Karakteristik Pejabat Eselon

Jumlah % Jumlah %

Usia: Jenis Kelamin:

30-40 Tahun 54 0.2 Pria 153 0.56

41-50 Tahun 146 0.53 Wanita 120 0.44

>50 Tahun 73 0.27 Jabatan:

Pendidikan: Eselon II 4 0.01

SLTA 6 0.02 Eselon III 75 0.27

Diploma 9 0.03 Eselon IV 194 0.71

D IV/S1 176 0.65

S2 82 0.3

Masa Kerja:

≤ 10 Tahun 11 0.04

11-20 Tahun 122 0.45

21-30 Tahun 119 0.43

> 30 Tahun 21 0.08

Sumber : Data Primer yang diolah, 2011

Statistik deskriptif variabel penelitian

Tabel 4.3

Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Variabel Penelitian

N

Teoritis Aktual Stan

dar

Devi

asi Kategori Min Max

Rata-

rata Min Max

Rata-

rata

Keterbatasan Sistem Informasi (X1) 278 3 15 9 3 15 9,09 2,626 Sedang

Kesulitan Menentukan Ukuran

Kinerja (X2) 278 3 15 9 3 15 8,55 2,997 Sedang

Komitmen Manajemen (X3) 278 3 15 9 4 15 11,70 1,951 Tinggi

Otoritas Pengambilan Keputusan

(X4) 278 3 15 9 4 15 11,91 1,864 Tinggi

Pelatihan (X5) 278 0 4 2 0 4 3,65 0,906 Tinggi

Budaya Organisasi (X6) 278 3 15 9 3 15 10,90 2,083 Sedang

Pengembangan Sistem Pengukuran

Kinerja (Y1) 278 3 15 9 6 15 11,83 1,633 Tinggi

Akuntabilitas Kinerja (Y2) 278 3 15 9 6 15 12,45 1,549 Tinggi

Penggunaan Informasi Kinerja (Y3) 278 7 35 21 13 35 27,48 3,475 Tinggi

Sumber : Data Primer yang diolah, 2011

Dengan membandingkan nilai kisaran dengan nilai rata-rata maka

disimpulkan bahwa penilaian responden terhadap komitmen manajemen, otoritas

pengambilan keputusan, pelatihan, dan budaya organisasi, pengembangan sistem

pengukuran kinerja, akuntabilitas kinerja serta penggunaan informasi kinerja adalah

pada tingkat ‘tinggi’. Sedangkan untuk keterbatasan sistem informasi, kesulitan

menentukan ukuran kinerja, dan komitmen manajemen berada pada tingkat ‘sedang’.

Page 19: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

19

Uji Kualitas Data

Uji Reliabilitas

Tabel 4.5

Hasil Uji Realibilitas Variabel Cronbach’s

Alpha

Standar Keterangan

Keterbatasan Sistem Informasi

Kesulitan Menentukan Ukuran Kinerja

Komitmen Manajemen

Otoritas Pengambilan Keputusan

Pelatihan

Budaya Organisasi

Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja

Akuntabilitas Kinerja

Penggunaan Informasi Kinerja

0,698

0,887

0,670

0,717

0,825

0,683

0,775

0,744

0,838

0,6

0,6

0,6

0,6

0,6

0,6

0,6

0,6

0,6

Reliabel

Reliabel

Reliabel

Reliabel

Reliabel

Reliabel

Reliabel

Reliabel

Reliabel

Sumber : Data Primer yang diolah, 2011

Uji Validitas

Tabel 4.6

Hasil Uji Validitas Variabel Pernyataan Correlation

Pearson Signifikansi

Keterangan

Keterbatasan Sistem Informasi

(X1)

1

2

3

0,780

0,795

0,795

0,000

0,000

0,000

Valid

Valid

Valid

Kesulitan Menentukan Ukuran

Kinerja (X2)

1

2

3

0,902

0,901

0,908

0,000

0,000

0,000

Valid

Valid

Valid

Komitmen Manajemen (X3) 1

2

3

0,798

0,792

0,735

0,000

0,000

0,000

Valid

Valid

Valid

Otoritas Pengambilan

Keputusan (X4)

1

2

3

0,832

0,728

0,834

0,000

0,000

0,000

Valid

Valid

Valid

Pelatihan (X5) 1

2

3

4

0,821

0,801

0,843

0,769

0,000

0,000

0,000

0,000

Valid

Valid

Valid

Valid

Budaya Organisasi (X6) 1

2

3

0,786

0,771

0,785

0,000

0,000

0,000

Valid

Valid

Valid

Pengembangan Sistem

Pengukuran Kinerja (Y1)

1

2

3

0,863

0,836

0,779

0,000

0,000

0,000

Valid

Valid

Valid

Akuntabilitas Kinerja (Y2) 1

2

3

0,841

0,844

0,755

0,000

0,000

0,000

Valid

Valid

Valid

Penggunaan Informasi Kinerja

(Y3)

1

2

3

4

5

6

7

0,616

0,730

0,727

0,704

0,696

0,741

0,746

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

Sumber : Data Primer yang diolah, 2011

Page 20: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

20

Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Nilai Asymp. Sig yang dihasilkan dari uji statistik One-Sample Kolmogorov

Smirnov, pada ketiga regresi adalah 0,056, 0,000, dan 0,043. Sehingga dapat

dikatakan bahwa data residual yang digunakan dalam penelitian ini tidak berdistribusi

secara normal karena pada regresi 2 dan 3 memiliki nilai Asymp. Sig. (2-tailed)

kurang dari 5%.

Uji Linearitas

Nilai R Square yang dihasilkan dari uji Langrange Multiplier, pada ketiga

regresi adalah 0,002, 0,002, dan 0,002. Nilai R² yang didapat adalah sebesar 0,002

pada ketiga regresi dan dengan jumlah N sebanyak 278, maka c² hitung sebesar 0,556

yang diperoleh dari perkalian antara R² dengan N. Nilai c² hitung lebih kecil dari pada

c² tabel yang sebesar 124,342. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model

yang digunakan adalah model linear.

Uji Multikolinearitas

Nilai tolerance dan VIF yang dihasilkan pada uji multikolinearitas, didapat

nilai tolerance di atas 0,01 dan nilai VIF di bawah 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa

berarti tidak ada multikolinearitas antar variabel dalam model regresi.

Uji Heteroskedastisitas

Nilai signifikansi yang dihasilkan dari uji Gejser, pada ketiga regresi yang

digunakan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel-variabel yang memiliki

nilai probabilitas di bawah tingkat kepercayaan 5%. Hal ini menunjukkan bahwa

dalam ketiga model regresi terdapat heteroskedastisitas.

Hasil pengujian hipotesis dari ketiga model regresi berganda

Tabel 4.20

Hasil Uji t Regresi 1

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 4.856 .781 6.218 .000

KSI -.051 .038 -.082 -1.335 .183

KMUK .057 .033 .105 1.743 .082

KM .114 .050 .137 2.272 .024

OPK .262 .050 .299 5.282 .000

P -.005 .093 -.003 -.051 .959

BO .230 .044 .294 5.205 .000

a. Dependent Variable: PSPK

Sumber: Data primer yang diolah, 2011

Page 21: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

21

Tabel 4.22

Hasil Uji t Regresi 2

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 4.069 .755 5.388 .000

KSI -.016 .034 -.027 -.467 .641

KMUK .098 .030 .190 3.286 .001

KM .089 .046 .112 1.926 .055

OPK .171 .047 .206 3.633 .000

P -.041 .084 -.024 -.493 .623

BO .015 .042 .021 .364 .716

PSPK .388 .055 .409 7.063 .000

a. Dependent Variable: AK

Sumber: Data primer yang diolah, 2011

Tabel 4.24

Hasil Uji t Regresi 3

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 5.722 1.456 3.931 .000

KSI -.086 .063 -.065 -1.358 .176

KMUK -.023 .056 -.020 -.408 .684

KM -.301 .085 -.169 -3.545 .000

OPK .311 .088 .167 3.521 .001

P .068 .154 .018 .439 .661

BO .538 .077 .322 6.994 .000

PSPK .543 .110 .255 4.955 .000

AK .804 .111 .358 7.215 .000

a. Dependent Variable: PIK

Sumber: Data primer yang diolah, 2011

Analisis dan Pembahasan

Pengaruh Keterbatasan Sistem Informasi terhadap Pengembangan Sistem

Pengukuran, Akuntabilitas, dan Penggunan Informasi Kinerja

Hipotesis pertama yang diajukan menyatakan bahwa keterbatasan sistem

informasi berpengaruh negatif terhadap pengembangan sistem pengukuran,

akuntabilitas, dan penggunaan informasi kinerja. Berdasarkan hasil penelitian

diperoleh koefisien variabel keterbatasan sistem informasi dari ketiga regresi adalah

positif, yaitu -0,051, -0,016, -0,086 dengan nilai signifikansi 0,183, 0,641, 0,176.

Karena nilai signifikansi keterbatasan sistem informasi pada ketiga regresi lebih besar

dari 0,05 atau 5% sehingga tidak signifikan. Maka dapat disimpulkan bahwa

keterbatasan sistem informasi tidak terbukti berpengaruh negatif terhadap

Page 22: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

22

pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas dan penggunaan informasi kinerja.

Sehingga hipotesis pertama ditolak.

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Cavalluzzo dan Ittner

(2003), serta Norman (2010) yang menyatakan bahwa keterbatasan sistem informasi

terbukti berpengaruh negatif terhadap pengembangan sistem pengukuran kinerja,

akuntabilitas kinerja dan penggunaan informasi kinerja. Hasil penelitian ini juga

berbeda dengan penelitian Nurkhamid (2008) yang menyatakan bahwa keterbatasan

sistem informasi tidak terbukti berpengaruh negatif terhadap pengembangan sistem

pengukuran kinerja, namun terbukti berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja dan

penggunaan informasi kinerja.

Berdasarkan deskripsi data yang disajikan dalam statistik deskriptif, dan

keterbatasan sistem informasi berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem

pengukuran, akuntabilitas dan penggunaan informasi kinerja, hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pemerintah Kabupaten Semarang tidak begitu mengalami

masalah dengan sistem informasi pada saat mengembangkan sistem pengukuran

sampai pada saat penggunaan informasi kinerja untuk pengambilan keputusan. Yang

berarti kemampuan sistem informasi menjadi tidak terbatas untuk memberikan data

yang reliabel, valid, tepat waktu dan dengan biaya yang efektif.

Pengaruh Kesulitan Menentukan Ukuran Kinerja terhadap Pengembangan

Sistem Pengukuran, Akuntabilitas, dan Penggunan Informasi Kinerja

Hipotesis kedua yang diajukan menyatakan bahwa kesulitan menentukan

ukuran kinerja berpengaruh negatif terhadap pengembangan sistem pengukuran,

akuntabilitas, dan penggunaan informasi kinerja. Berdasarkan hasil penelitian

diperoleh koefisien variabel kesulitan menentukan ukuran kinerja dari ketiga regresi

yaitu 0,057, 0,098, -0,023 dengan nilai signifikansi 0,082, 0,001, 0,684. Karena nilai

signifikansi dari regresi 3 variabel kesulitan menentukan ukuran kinerja lebih besar

dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Berbeda dengan regresi 1 dan 2, yang memiliki

nilai signifikansi di bawah 0,10 dan 0,05 sehingga signifikan. Kemudian untuk

koefisien dari regresi 1 dan 2 memiliki nilai positif maka dapat disimpulkan bahwa

kesulitan menentukan ukuran kinerja terbukti berpengaruh positif terhadap

pengembangan sistem pengukuran dan akuntabilitas kinerja serta berpengaruh negatif

terhadap penggunaan informasi kinerja. Sehingga hipotesis kedua ditolak.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Norman (2010) yang

menyatakan bahwa kesulitan menentukan ukuran kinerja tidak terbukti berpengaruh

negatif terhadap pengembangan sistem pengukuran kinerja, dan akuntabilitas kinerja

serta berpengaruh negatif terhadap penggunaan informasi kinerja.

Page 23: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

23

Berdasarkan deskripsi data yang disajikan dalam statistik deskriptif, dan

kesulitan menentukan ukuran kinerja berpengaruh positif terhadap pengembangan

sistem pengukuran, akuntabilitas dan penggunaan informasi kinerja, hasil penelitian

ini mengindikasikan bahwa pemerintah Kabupaten Semarang tidak begitu mengalami

masalah dengan kesulitan menentukan ukuran kinerja ketika sedang mengembangkan

sistem pengukuran dan pertanggungjawaban kepada pihak yang berkepentingan.

Namun pada saat penggunaan informasi kinerja, Hal ini mungkin dapat disebabkan

pengadopsian terhadap suatu ukuran kinerja di instansi pemerintah yang lebih

dipengaruhi oleh mandat atau ketentuan dari luar instansi (Peraturan Pemerintah,

Instruksi Presiden, dan PERDA) sehingga pemerintah Kabupaten Semarang tidak

mengalami kesulitan untuk fokus pada satu ukuran kinerja. Dan pengaruh berbagai

ketentuan atau peraturan yang mewajibkan setiap instansi pemerintah di Indonesia

untuk menyusun RenStra dan LAKIP.

Pengaruh Komitmen Manajemen terhadap Pengembangan Sistem Pengukuran,

Akuntabilitas, dan Penggunan Informasi Kinerja

Hipotesis ketiga yang diajukan menyatakan bahwa komitmen manajemen

berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas, dan

penggunaan informasi kinerja. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh koefisien

variabel komitmen manajemen dari ketiga regresi, yaitu 0,114, 0,089, -0,301 dengan

nilai signifikansi 0,024, 0,055, 0,000. Karena nilai signifikansi variabel komitmen

manajemen pada ketiga regresi lebih kecil dari 0,05 dan 0,10 sehingga signifikan.

Maka dapat disimpulkan bahwa variabel komitmen manajemen terbukti berpengaruh

positif pada pengembangan sistem pengukuran, dan akuntabilitas kinerja. Serta

terbukti berpengaruh negatif pada penggunaan informasi kinerja. Sehingga hipotesis

ketiga ditolak.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Laurensius dan Halim (2005)

serta Norman (2010) yang menyatakan bahwa komitmen manajemen terbukti

berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem pengukuran kinerja, akuntabilitas

kinerja, namun tidak terbukti berpengaruh positif terhadap penggunaan informasi

kinerja.

Berdasarkan deskripsi data yang disajikan dalam statistik deskriptif, dan

variabel komitmen manajemen terbukti berpengaruh positif terhadap pengembangan

sistem pengukuran, dan akuntabilitas kinerja serta berpengaruh negatif terhadap

penggunaan informasi kinerja. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa

pemerintah Kabupaten Semarang memiliki komitmen manajemen dalam

pengembangan sistem pengukuran dan akuntabilitas kinerja. Namun tidak pada

penggunaan informasi kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan informasi

Page 24: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

24

kinerja dilakukan tanpa memperhatikan kesiapan sumber daya organisasi. Sehingga

guna mendukung Pemerintah Kabupaten mengembangkan sitem pengukuran,

mertanggungjawaban, dan menggunakan informasi kinerja yang dihasilkan, maka

perlu ditingkatkannya kesiapan sumber daya. Kesiapan sumber daya dapat

mempengaruhi sikap keterbukaan personil organisasi dalam menerima perubahan.

Salah satu penyebab yang dapat membuat personil organisasi tidak terbuka dalam

menerima perubahan adalah adanya perasaan tidak nyaman, kebingungan, atau

bahkan tertekan atas perubahan yang diterima. Dengan demikian, personil organisasi

di pemerintah Kabupaten Semarang perlu dibekali dengan pengetahuan dan

keterampilan yang berguna dalam menghadapi perubahan. Sehingga personil

organisasi yang merupakan sumber daya organisasi siap untuk menerima perubahan.

Pengaruh Otoritas Pengambilan Keputusan terhadap Pengembangan Sistem

Pengukuran, Akuntabilitas, dan Penggunan Informasi Kinerja

Hipotesis keempat yang diajukan menyatakan bahwa otoritas pengambilan

keputusan berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem pengukuran,

akuntabilitas, dan penggunaan informasi kinerja. Berdasarkan hasil penelitian

diperoleh koefisien ketiga regresi dari variabel otoritas pengambilan keputusan dari

ketiga regresi yaitu 0,262, 0,171, 0,311 dengan nilai signifikansi 0,000, 0,000, 0,001.

Maka dapat disimpulkan bahwa variabel otoritas pengambilan keputusan terbukti

berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas, dan

penggunaan informasi kinerja. Karena nilai signifikansi dari ketiga regresi variabel

otoritas pengambilan keputusan lebih kecil dari 0,05 dan sehingga signifikan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat diterima.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Laurensius dan Halim (2005),

serta Cavalluzzo dan Ittner (2003) yang menyatakan bahwa otoritas pengambilan

keputusan terbukti berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem pengukuran,

akuntabilitas dan penggunaan informasi kinerja.

Berdasarkan deskripsi data yang disajikan dalam statistik deskriptif, dan

variabel otoritas pengambilan keputusan terbukti berpengaruh positif terhadap

pengembangan sistem pengukuran, dan akuntabilitas, dan penggunaan informasi

kinerja. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa otoritas pengambilan keputusan

yang selama ini telah dimiliki aparat pemda telah digunakan pada saat

mengembangkan sistem pengukuran hingga penggunaan informasi kinerja. Yang

mana pemerintah Kabupaten Semarang telah menggunakan otoritas atau hak untuk

mendukung proses pengambilan keputusan pada saat mengembangkan sistem

pengukuran hingga penggunaan informasi kinerja.

Page 25: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

25

Pengaruh Pelatihan terhadap Pengembangan Sistem Pengukuran,

Akuntabilitas, dan Penggunan Informasi Kinerja

Hipotesis kelima yang diajukan menyatakan bahwa pelatihan berpengaruh

positif terhadap pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas, dan penggunaan

informasi kinerja. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh koefisien dari ketiga regresi

yaitu -0,005, -0,041, 0,068 dengan nilai signifikansi 0,959, 0,623, 0,661. Karena nilai

signifikansi pada ketiga regresi dari variabel otoritas pengambilan keputusan lebih

besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel

pelatihan terbukti berpengaruh negatif terhadap pengembangan sistem pengukuran,

dan akuntabilitas kinerja serta tidak terbukti berpengaruh positif terhadap penggunaan

informasi kinerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima ditolak.

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Nurkhamid (2008),

Laurensius dan Halim (2005), serta Cavalluzzo dan Ittner (2003) yang menyatakan

bahwa pelatihan terbukti berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem

pengukuran kinerja, akuntabilitas kinerja dan penggunaan informasi kinerja.

Berdasarkan deskripsi data yang disajikan dalam statistik deskriptif, dan

variabel pelatihan terbukti berpengaruh negatif terhadap pengembangan sistem

pengukuran, dan akuntabilitas kinerja serta tidak terbukti berpengaruh positif

terhadap penggunaan hasil kinerja. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa

pemerintah Kabupaten Semarang telah memberikan pelatihan kepada personil

organisasi. Dalam penelitian ini, pelatihan terbukti berpengaruh negatif terhadap

pengembangan sistem pengukuran dan akuntabilitas kinerja, serta tidak terbukti

berpengaruh terhadap penggunaan informasi kinerja. Hal ini mungkin disebabkan

pelatihan yang diberikan sudah lebih dari cukup namun dirasa masih kurang atau

dengan kata lain kurangnya pemahaman personil organisasi terhadap pelatihan yang

diberikan sehingga personil organisasi tidak merasa nyaman dan pelatihan yang

diberikan tidak mampu mengurangi perasaan tertekan atau kebingungan. Hasil

penelitian ini tidak mendukung pernyataan Nurkhamid (2008) yang menyatakan

bahwa pelatihan akan menciptakan mekanisme bagi para pegawai untuk memahami,

menerima, dan merasakan secara nyaman inovasi, dan mengurangi perasaan tertekan

atau kebingungan kepada para pegawai akibat proses implementasi sistem

pengukuran kinerja. Misal personil organisasi kurang mampu untuk menganalisis

data, menyajikan laporan kinerja dalam bentuk yang mudah dipahami, dan membuat

laporan khusus sesuai dengan karakteristik stakeholder. Sehingga tidak dapat

mendukung pemerintah Kabupaten Semarang untuk menggunakan informasi kinerja

yang dihasilkan.

Page 26: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

26

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Pengembangan Sistem Pengukuran,

Akuntabilitas, dan Penggunan Informasi Kinerja

Hipotesis keenam yang diajukan menyatakan bahwa budaya organisasi

berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas, dan

penggunaan informasi kinerja. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh koefisien dari

ketiga regresi variabel budaya organisasi yaitu 0,230, 0,015, 0,538 dengan nilai

signifikansi 0,000, 0,716, 0,000. Regresi 2 memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05

sehingga tidak signifikan. Karena nilai signifikansi model regresi 1 dan 3 dari

variabel budaya organisasi lebih kecil dari 0,05 sehingga signifikan. Maka dapat

disimpulkan bahwa variabel budaya organisasi terbukti berpengaruh positif terhadap

pengembangan sistem pengukuran, dan penggunaan informasi kinerja. Serta tidak

terbukti berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa hipotesis keenam ditolak.

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Nurkhamid (2008),

Laurensius dan Halim (2005), serta Cavalluzzo dan Ittner (2003) yang menyatakan

bahwa budaya organisasi terbukti berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem

pengukuran kinerja, akuntabilitas kinerja dan penggunaan informasi kinerja.

Berdasarkan deskripsi data yang disajikan dalam statistik deskriptif, dan

variabel budaya organisasi terbukti berpengaruh positif terhadap pengembangan

sistem pengukuran, dan penggunaan informasi kinerja serta tidak terbukti

berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja. Hasil penelitian ini

mengindikasikan bahwa pemerintah Kabupaten Semarang memiliki budaya

organisasi yang menunjukkan keterbukaan personil organisasi terhadap perubahan

(pengembangan sistem pengukuran kinerja) dan penggunaan informasi kinerja.

Namun hasil penelitian ini tidak mampu membuktikan pengaruh positif budaya

organisasi terhadap akuntabilitas kinerja. Hal ini mungkin disebabkan ada

hubungannya dengan pelatihan yang diberikan kepada personil organisasi. Pelatihan

yang diberikan kurang dapat dipahami oleh personil organisasi. Sehingga tidak

mampu mengurangi perasaan tertekan dan kebingungan pada saat

pertanggungjawaban (akuntabilitas kinerja). Hasil penelitian ini tidak mendukung

pernyataan Nurkhamid (2008) yang menyatakan bahwa pelatihan akan menciptakan

mekanisme bagi para pegawai untuk memahami, menerima, dan merasakan secara

nyaman inovasi, dan mengurangi perasaan tertekan atau kebingungan kepada para

pegawai akibat proses implementasi. Misal personil organisasi kurang mampu untuk

menganalisis data, menyajikan laporan kinerja dalam bentuk yang mudah dipahami,

dan membuat laporan khusus sesuai dengan karakterisitik stakeholder.

Page 27: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

27

Pengaruh Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja terhadap Akuntabilitas,

dan Penggunan Informasi Kinerja

Hipotesis ketujuh yang diajukan menyatakan bahwa pengembangan sistem

pengukuran kinerja berpengaruh positif secara langsung terhadap akuntabilitas

kinerja dan penggunaan informasi kinerja, serta berpengaruh positif secara tidak

langsung terhadap penggunaan informasi kinerja melalui akuntabilitas kinerja.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh koefisien positif variabel pengembangan

sistem pengukuran kinerja dari regresi 2 dan 3 yaitu 0,388, 0,543 dengan nilai

signifikansi 0,000, 0,000. Karena nilai signifikansi untuk kedua regresi lebih kecil

dari 0,05, sehingga signifikan. Kemudian, hasil penelitian menunjukkan bahwa

variabel akuntabilitas kinerja pada regresi 3 memiliki nilai koefisien positif sebesar

0,804 dengan nilai signifikansi 0,000. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

variabel pengembangan sistem pengukuran kinerja terbukti berpengaruh positif

secara langsung terhadap akuntabilitas kinerja dan penggunaan informasi kinerja,

serta tidak langsung terhadap penggunaan informasi kinerja melalui akuntabilitas

kinerja. Sehingga dapat hipotesis ketujuh diterima.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Norman (2010), Nurkhamid

(2008), Laurensius dan Halim (2005), serta Cavalluzzo dan Ittner (2003) yang

menyatakan bahwa budaya organisasi terbukti berpengaruh positif terhadap

pengembangan sistem pengukuran kinerja, akuntabilitas kinerja dan penggunaan

informasi kinerja.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa, pemerintah Kabupaten Semarang

menggunakan informasi kinerja yang dihasilkan oleh implementasi sistem

pengukuran kinerja untuk akuntabilitas kinerja dan mendukung pengambilan

keputusan. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori atribusi yang diperkenalkan oleh

Fritz Heider (1958). Dalam penelitian ini, pegembangan sistem pengukuran

berpengaruh positif secara langsung terhadap akuntabilitas dan penggunaan informasi

kinerja serta berpengaruh positif secara tidak langsung terhadap penggunaan

informasi kinerja melalui akuntabilitas kinerja menunjukkan bahwa pegawai

pemerintah dipandang terpaksa berperilaku demikian oleh situasi. Situasi yang

dimaksud, disebabkan oleh adanya tuntutan dari masyarakat dan peraturan yang

mengatur bahwa pegawai pemerintah harus mempertanggungjawabkan sukses-gagal

kinerjanya kepada pihak yang mendelegasikan wewenang kepadanya dengan tujuan

untuk menciptakan good governance. Tuntutan masyarakat dan peraturan tersebut

merupakan faktor eksternal yang menyebabkan pegawai pemerintah berperilaku.

Karena dengan peraturan yang mengikat, pegawai pemerintah dipandang terpaksa

berperilaku.

Page 28: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

28

SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterbatasan sistem informasi tidak

terbukti berpengaruh negatif terhadap pengembangan sistem pengukuran,

akuntabilitas, dan penggunaan informasi kinerja; kesulitan menentukan ukuran

kinerja berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem pengukuran, dan

akuntabilitas kinerja, serta tidak terbukti berpengaruh negatif terhadap penggunaan

informasi kinerja; komitmen manajemen berpengaruh positif terhadap pengembangan

sistem pengukuran kinerja dan akuntabilitas kinerja, dan berpengaruh negatif

terhadap penggunaan informasi kinerja; otoritas pengambilan keputusan berpengaruh

positif terhadap pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas, dan penggunaan

informasi kinerja; pelatihan yang diberikan kepada para personil organisasi

berpengaruh negatif terhadap pengembangan sistem pengukuran, dan akuntabilitas

kinerja, serta tidak terbukti berpengaruh positif terhadap penggunaan informasi

kinerja; budaya organisasi berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem

pengukuran kinerja dan penggunaan informasi kinerja serta tidak terbukti

berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja; pengembangan sistem pengukuran

kinerja berpengaruh positif secara langsung terhadap akuntabilitas kinerja dan

penggunaan informasi kinerja, serta berpengaruh positif secara tidak langsung

terhadap penggunaan informasi kinerja melalui akuntabilitas kinerja.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu penyebaran kuesioner

untuk pejabat eselon 2, 3, dan 4 di Kabupaten Semarang tidak dapat dilakukan ke

semua pejabat eselon; tidak dilakukannya wawancara, tidak digunakannya data

kuantitatif dan kualitatif kinerja, serta tidak melibatkan pihak legislatif yang

merupakan perwakilan dari masyarakat Kabupaten Semarang; penelitian ini tidak

memenuhi asumsi klasik karena menyalahi asumsi normalitas dan

heteroskedastisitas.

Saran yang dapat dikemukakan instansi pemerintah harus memperhatikan

kesiapan sumber daya sebelum menggunakan informasi kinerja yang dihasilkan.

selain itu, pemerintah Kabupaten Semarang perlu meningkatkan budaya organisasi;

penelitian selanjutnya agar dapat melakukan wawancara untuk meningkatkan

pemahaman atas jawaban yang diberikan oleh responden, menggunakan data

kuantitatif dan kualitatif kinerja, serta memperluas obyek penelitian; dan melibatkan

pihak legislatif untuk menilai sikap dan komitmen (dukungan) pihak legislatif

terhadap pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas, dan penggunaan informasi

kinerja guna meningkatkan kualitas layanan kepada publik.

Page 29: PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM …eprints.undip.ac.id/29249/1/Jurnal_ratih.pdfHal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya guna memenuhi tuntutan masyarakat. Untuk

29

DAFTAR PUSTAKA

Bodnar, George H. 2006, Sistem Informasi Akuntansi, Edisi Sembilan (Terj.) Julianto

Agung Saputra dan Lilis Setiawati. Yogyakarta: ANDI.

Cavalluzzo, Ken S dan Christopher D. Ittner. 2003. Implementing Performance

Measurement Innovations: Evidence From Government. www.SSRN.com.

(diakses 14 Desember 2010).

Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Kloot, Louise. 1999. Performance Measurement and Accountability in Victorian

Local Government. International Journal of Public Sector Management

Volume 12 No. 7, 565-583

LIPI, 2009. Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Tahun 2009, Jakarta.

Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen Konsep, Manfaat, dan Rekayasa. Yogyakarta:

Salemba Empat.

Norman, Fachruzzaman. 2010. “Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Bengkulu”. Simposium Nasional

Akuntansi XIII, Purwokerto.

Nurkhamid, Muh. 2008. “Implementasi Inovasi Sistem Pengukuran Kinerja Instansi

Pemerintah”, Jurnal Akuntansi Pemerintah, Vol. 3, No. 1, Oktober 2008: 45-

76.

Robbins, Stephen., 2006, Perilaku Organisasi, Edisi 10. Jakarta: PT INDEKS.

Sadjiarto, Arja. 2000. “Akuntabilitas dan Pengukuran Kinerja Pemerintahan”, Jurnal

Akuntansi & Keuangan, Vol. 2, No. 2, Nopember 2000: 138 – 150.

Sihaloho, Ferry L dan Abdul Halim. 2005. “Pengaruh Faktor-Faktor Rasional,

Politik, dan Kultur Organisasi terhadap Pemanfaatan Informasi Kinerja

Instansi Pemerintah Daerah”. Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo.

Sudiarto. 2009. Pengawasan dan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Negara RI.

http://www.setneg.go.id. (Diakses pada Mei 2011).