permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
PERMASALAHAN DISTRIBUSI DALAM PELAKSANAAN
PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN
(Studi Pada Pendistribusian Raskin di Kecamatan Plaju Kota Palembang)
DISERTASI
RAKHMAT
1006752662
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM DOKTOR ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
DEPOK
Juli 2015
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
UNIVERSITAS INDONESIA
PERMASALAHAN DISTRIBUSI DALAM PELAKSANAAN
PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN
(Studi pada Pendistribusian Raskin di Kecamatan Plaju Kota Palembang)
DISERTASI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
Ilmu Kesejahteraan Sosial
RAKHMAT
1006752662
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM DOKTOR ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
DEPOK
Juli 2015
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
ii
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
iv
Hidup memang butuh PERJUANGAN...
Berniat, Berusaha dan Berdoa adalah kunci untuk meraih Keberhasilan
(Rakhmat)
Kupersembahkan untuk :
Ayahanda H. Yusuf Dawan dan Almarhumah Ibunda Hj. Siti Akbari,
Papa M. Kurniawan, SH dan Mama Arisiah Loembaghi, S.Sos,
Yang selalu mendoakan keberhasilanku
Istriku dr. Monika Anastasia Kurniawan, M. Gizi, Sp.GK
Atas doa dan dukungannya serta telah menjadi pendamping setia di kala suka dan duka
Buah hati kami tersayang Muhammad Faiz Khairy, (Almh) Alia Zahra Ratifa,
Muhammad Faqih Ramadhan, Fakhirah Rafifah
Yang selalu menghadirkan keceriaan dan kebahagiaan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
vi
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahim
Puji dan syukur, saya haturkan kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat mempersembahkan karya
ilmiah dalam bentuk Disertasi yang berjudul “Permasalahan Distribusi Dalam
Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan. Studi Pada Pendistribusian
Raskin di Kecamatan Plaju Kota Palembang”. Saya sangat menyadari dengan
sepenuh hati bahwa keberhasilan di dalam penyelesaian karya ilmiah ini, sedikit
pun tidak luput dari pertolongan dan ilmu yang dicurahkan Allah SWT kepada
hamba-hamba-Nya.
Selain itu, keberhasilan di dalam penyelesain studi ini tidak terlepas pula
dari peran dan dukungan dari semua pihak. Dalam kesempatan yang baik ini,
izinkan saya untuk mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi
tingginya kepada :
1. Yth. Bpk. Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc selaku Promotor yang
tidak pernah merasa lelah dan bosan untuk meluangkan waktu, tenaga dan
pikirannya dalam membimbing saya untuk menyesaikan disertasi ini. Di
tengah aktivitas Beliau yang sangat padat maka tidak jarang proses
bimbingan berlangsung di berbagai tempat, salah satunya di rumah Beliau.
Selain itu Beliau juga selalu memberikan keyakinan yang besar kepada saya
dalam menyelesaikan studi ini. Beliau selalu memberi perhatian dengan
menghubungi saya dan bertanya “Pak Rakhmat ada dimana, bagaimana
perkembangan studinya, kapan kita bisa maju..? ”.
2. Yth. Ibu. Dr. Hj. R. Nunung Nurwati, MS, selaku Kopromotor yang selalu
setia memberikan bimbingan, koreksi dan masukkan secara detail dan
sistematis. Di sela-sela aktivitas Beliau yang sangat padat namun Beliau
selalu senantiasa meluangkan waktunya untuk melakukan proses bimbingan
disertasi. Beliau juga selalu memberikan motivasi yang kuat agar saya tetap
bersemangat di dalam menyelesaikan studi ini.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
viii
3. Yth. Ibu. Fentiny Nugroho, MA. Ph.D selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial dan para dosen di lingkungan Departemen Ilmu
Kesejahteran Sosial atas semua ilmu pengetahuan yang telah diberikan
kepada saya selama menjadi mahasiswa S3 Kessos UI.
4. Yth. Bpk. Walikota Palembang berserta jajarannya khususnya Badan
Kepegawaian Daerah dan Diklat Kota Palembang yang telah memberikan
kesempatan, dukungan moral dan materiil kepada saya untuk melanjutkan
pendidikan di Program Doktor Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas
Indonesia.
5. Secara khusus, kepada ayahanda tercinta H. M. Yusuf Dawan dan ibunda
tersayang Almarhumah Hj. Siti Akbari; papa tercinta Muhammad Kurniawan,
SH dan Mama tersayang Arisiah Loembaghi, S.Sos serta Umi, kakak, adik
beserta keluarga besar. Mereka yang selalu mendoakan keberhasilan saya.
Namun sayang, Ibunda tercinta Hj. Siti Akbari tidak sempat melihat dan turut
merasakan keberhasilan dan kebahagiaan ini. Saya selalu ingat bahwa beliau
selalu bertanya kepada saya “kapan selesai kuliah S3 nyo?”. Bahkan di saat
beliau dalam kondisi sakit.
6. Teristimewa kepada istri saya tercinta dr. Monika Anastasia Kurniawan,
M.Gizi, Sp.GK atas doa, dukungan dan pengertiannya serta telah menjadi
pendamping setia dan penyemangat saya dalam penyelesain studi ini.
Bersama-sama melewati berbagai dinamika kehidupan selama tinggal di
wilayah Salemba, Jakarta Pusat, karena di saat yang bersamaan istri saya juga
sedang menempuh pendidikan Magister Gizi dan Spesialis Gizi Klinik kala
itu. Kondisi ini tentu saja mengharuskan kami harus mampu membagi waktu
dalam menjalankan peran sebagai orang tua (ayah dan bunda bagi anak-anak)
dan sebagai mahasiswa UI dengan serangkaian tugas kuliah. Sebuah
perjuangan yang “manis” untuk dikenang tetapi “sangat berat” untuk diulang.
7. Buah hati kami tercinta, M. Faiz Khairy, (Alm) Alia Zahra Ratifa, M. Faqih
Ramadhan, Fakhirah Rafifah, yang yang secara tidak langsung telah
merelakan berkurangnya waktu dan perhatian untuk mereka, yang selalu
memanggil saya dengan sapaan akrab di telinga “ayah..ayah...kesini dulu
ayah” untuk menemani aktivitas bermain mereka sehari-hari. Anak kami yang
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
ix
pertama M. Faiz selalu menelpon dan dengan polosnya bertanya “kapan ayah
pulang ke Palembang, kok ayah di jakarta terus? Siapa nanti yang akan
mengantar faiz ke sekolah?”
8. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Kesejahteraan
Sosial Universitas Indonesia khususnya angkatan 2010 atas kekompakan dan
kebersamaannya selama ini.
9. Mas Cece, Mbak Valent, Mas Tinton, Mas Arif Wibowo atas bantuan dan
dukungannya. Saya sering mengganggu aktivitas mereka sehari-hari dengan
berbagai pertanyaan dan informasi seputar kegiatan akademik dan permintaan
tolong dalam berbagai hal terkait dengan studi saya dan segenap keluarga
besar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fisip UI.
Akhir kata, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih atas segala bantuan,
dukungan, doa dan bimbingan serta arahan dari semua pihak. Semoga Allah SWT
membalas semua jasa dan kebaikan mereka. Tiada gading yang tak retak, begitu
pula dengan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, saya membuka ruang untuk
berbagai saran dan kritik yang konstruktif untuk perbaikan disertasi ini.
Depok, Juli 2015
Saya,
Rakhmat
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
xi Universitas Indonesia
ABSTRAK
Kebijakan pendistribusian Raskin yang telah ditetapkan pemerintah di
tingkat nasional kenyataannya mengalami perubahan di tingkat lokal. Penelitian
ini bertujuan untuk menjelaskan dinamika pendistribusian raskin di tingkat lokal,
dampak pendistribusian Raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan
kebutuhan pokok RTS dan implikasi pendistribusian raskin di tingkat lokal
terhadap aspek keadilan distributifnya. Hasil penelitian kualitatif ini menunjukkan
bahwa dinamika yang terjadi dapat dilihat dari munculnya berbagai aturan yang
mengatur pendistribusian raskin di tingkat lokal. Selanjutnya, pendistribusian
raskin di tingkat lokal berdampak pada upaya pemenuhan kebutuhan pokok yang
belum optimal. Selain itu, pendistribusian raskin di tingkat lokal berimplikasi
pada belum terwujudnya keadilan distributif.
Kata Kunci : Program Raskin, distribusi, keadilan distributif.
Nama : Rakhmat
Program Studi : Program Doktor Ilmu Kesejahteraan Sosial
Judul : Permasalahan Distribusi dalam Pelaksanaan Program
Penanggulangan Kemiskinan (Studi pada Pendistribusian
Raskin di Kecamatan Plaju Kota Palembang)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia xii
ABSTRACT
The distribution policy of the raskin (subsidized rice) program set by the
central government changes at the local level. This study aims to explain the
dynamics of raskin distribution at the local level, its impact on fulfilling the basic
needs for target households (RTS), and its implication on distributive justice. This
research employs qualitative approach. The results show that the dynamics can be
observed from the various rules in managing the raskin distribution at the local
level. Furthermore, the local distribution seems to reduce the program’s potential
to fulfill the basic needs of RTS and to improve distributive justice.
Keywords: Raskin program, distribution, distributive justice.
Name : Rakhmat
Study Program : Doctoral Program, Social Welfare Science
Title : Distributional Problems in the Implementation of Poverty
Reduction Program (A Study on Distribution of Raskin in
the Plaju District, Palembang City)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................ x
ABSTRAK …………………………………………………………………....... xi
ABSTRACT ........................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….... xiii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………........... xv
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………… xviii
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xix
1. PENDAHULUAN …………………………………………………………........ 1
1.1. Latar Belakang ...............…………………………………………………..... 1
1.2. Perumusan Masalah …………………………………………………………. 11
1.3. Pertanyaan Penelitian ……………………………………………………...... 14
1.4. Tujuan Penelitian ……………………………………………………………. 14
1.5. Manfaat Penelitian ………………………………………………………….. 14
2. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………... 15
2.1 Kebijakan Sosial (Social Policy) .…………………………………………..... 16
2.1.1 Proses Kebijakan .……………………………………………………… 16
2.1.2 Konsep Dasar Kebijakan Sosial …………………………................... 31
2.1.3 Ruang Lingkup Kebijakan Sosial ………….……………...................... 33
2.1.4 Program Penanggulangan Kemiskinan Dalam
Bentuk Bantuan Sosial ...........................................................................
36
2.1.5 Konsep Distribusi dalam Kebijakan Sosial ............................................ 46
2.1.6 Moral dan Kapital Sosial dalam Kebijakan Sosial ................................ 51
2.2 Keadilan Sosial (Social Justice) ...................................................................... 60
2.2.1. Konsep Dasar Keadilan Sosial ............................................................... 61
2.2.2. Pendekatan dalam konsep Keadilan Sosial ............................................ 63
2.2.3. Bentuk-Bentuk Keadilan Sosial ............................................................ 72
2.2.4. Prinsip dan Kriteria Keadilan Distributif ............................................... 77
2.2.5. Teori Keadilan Distributif menurut John Rawls ................................... 81
2.2.6. Gagagan Pemberdayaan Masyarakat dalam
Konteks Keadilan Sosial .......................................................................
84
2.2.7. Hak Asasi Manusia menuju Keadilan Sosial ......................................... 88
2.3 Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial.............................................................. 90
2.3.1. Kemiskinan ............................................................................................ 90
2.3.1.1. Konsep dasar Kemiskinan ........................................................ 91
2.3.1.2. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan ....................................... 95
2.3.1.3. Strategi Penanggulangan Kemiskinan ...................................... 97
2.3.1.4. Karakteristik dan Indikator
Rumah Tangga Miskin Perkotaan ............................................
99
2.3.2. Kesejahteraan Sosial .............................................................................. 103
2.3.2.1. Konsep dan Paradigma Kesejahteraan Sosial ........................... 103
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
xiv Universitas Indonesia
2.3.2.2. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia ............................................ 105
2.3.2.3. Taksonomi Kebutuhan Manusia ................................................ 110
2.4 Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 113
3. METODE PENELITIAN .................................................................................... 115
3.1 Pendekatan Penelitian ...................................................................................... 115
3.2 Teknik Pemilihan Informan ............................................................................. 117
3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 120
3.4 Teknik Analisis Data ....................................................................................... 1 123
3.5 Validitas dan Reliabilitas Data ........................................................................ 125
3.6 Lokasi Penelitian .............................................................................................. 127
3.7 Waktu dan Proses Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 129
4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .............................................. 131
4.1 Letak dan Kondisi Geografis Kecamatan Plaju................................................ 131
4.2 Kondisi Administrasi Pemerintahan................................................................. 134
4.3 Kondisi Demografi........................................................................................... 137
4.4 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Kemasyarakatan................................................ 138
5. PROGRAM RASKIN ........................................................................................... 145
5.1 Pelaksanaan Program Raskin di Indonesia ...................................................... 145
5.1.1. Pengalokasian Raskin ............................................................................ 149
5.1.2. Penetapan Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat Raskin ......... 149
5.1.3. Pendistribusian Raskin ........................................................................... 151
5.2 Pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Plaju .......................................... 152
5.2.1 Pendistribusian Raskin dari Gudang Bulog Ke Titik Distribusi.............. 158
5.2.2 Pendistribusian Raskin dari Titik Distribusi ke Titik Bagi...................... 160
5.2.3 Pendistribusian Raskin dari Titik Bagi ke RTS........................................ 163
6. HASIL DAN ANALISIS DATA ......................................................................... 169
6.1. Dinamika Pendistribusian Raskin Tingkat Lokal ........................................... 169
6.1.1 Alur Pendistribusian Raskin berdasarkan Ketetapan
Pagu Raskin Nasional .......................................................................... 170
6.1.2 Pendistribusian Raskin di Tingkat Lokal .............................................. 175
6.1.3 Faktor Pendorong Lahirnya Kebijakan Tingkat Lokal ........................ 199
6.1.4 Hambatan dan kendala pendistribusian Raskin di tingkat lokal ............. 209
6.1.5 Moral Hazard dalam pendistribusian Raskin di tingkat lokal ............... 211
6.1.6 Dimensi-dimensi pendistribusian Raskin di tingkat lokal ...................... 217
6.2 Dampak Pendistribusian Raskin di tingkat lokal
dalam Upaya Pemenuhan Kebutuhan Pokok RTS .....................................
223
6.3 Implikasi Pendistribusian Raskin di tingkat lokal
Terhadap aspek Keadilan distributifnya ..........................................................
233
6.4 Implikasi Teoritis ............................................................................................ 250
6.5 Implikasi Praktis ............................................................................................. 255
7. PENUTUP ........................................................................................................... 259
7.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 259
7.2 Saran ................................................................................................................ 262
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….. 265
LAMPIRAN
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kebijakan Publik Sebagai Sebuah Pendekatan Sistem
dari Easton................................................................................
16
Gambar 2.2 Proses Kebijakan yang ideal menurut Nugroho ...................... 17
Gambar 2.3 Proses Kebijakan sebagai Input dan Output ............................. 18
Gambar 2.4 Siklus Hidup Kebijakan .......................................................... 18
Gambar 2.5 Proses Kebijakan dari Policy Design menuju
Policy Outcomes .....................................................................
20
Gambar 2.6 Kebijakan dalam operasi : Ruang kegiatan
dan aktor yang terlibat.............................................................
22
Gambar 2.7 Tipologi Program Penanggulangan
Kemiskinan di Indonesia ........................................................
41
Gambar 2.8 Tipologi Bantuan Sosial di Indonesia ………………………. 44
Gambar 2.9 Tipologi Bantuan Sosial di Amerika Latin ………………… 45
Gambar 2.10 Perbedaan konsep distribusi social market
dan economic market................................................................
48
Gambar 2.11 Dimensi Pilihan ....................................................................... 48
Gambar 2.12 Hubungan antara Bridging Kapital sosial
dan pemerintah ........................................................................
60
Gambar 2.13 Sistem kebebasan yang sama untuk semua ……………........ 68
Gambar 2.14 Sistem kebebasan yang tidak sama untuk semua …………... 68
Gambar 2.15 Lingkaran Kemiskinan ………………………………………. 95
Gambar 2.16 Taksonomi pendekatan berbasis kebutuhan ............................. 112
Gambar 2.17 Kerangka Pemikiran ……………………………………….. 114
Gambar 3.1 Analisis Data Kualitatif menurut Creswell (2009)…………… 125
Gambar 4.1 Peta Kecamatan Plaju ……………………………………… 131
Gambar 4.2 Luas Kelurahan dalam wilayah Kecamatan Plaju …………… 132
Gambar 4.3 Kondisi Geografis Kecamatan Plaju ………………………… 134
Gambar 4.4 Perbandingan Jumlah Penduduk berdasarkan jenis
kelamin…………....................................................................
138
Gambar 4.5 Perbandingan Jumlah Keluarga berdasarkan
tingkat kesejahteraan di Kecamatan Plaju .............……….....
141
Gambar 4.6
Kondisi Lingkungan Rumah Tangga Miskin
di Kelurahan Talang Putri ……………………………….....
142
Gambar 4.7 Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian............. 146
Gambar 5.1 Gambaran Pelaksanaan Raskin di Indonesia ……………..... 148
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia xvi
Gambar 5.2 Perbandingan penerima raskin dengan
RTS Hasil PPLS 2011……….................................................
154
Gambar 5.3 Alokasi Raskin Kecamatan Plaju Tahun 2013 …………....... 155
Gambar 5.4 Sebaran RTS Berdasarkan PPLS 2011……………………… 155
Gambar 5.5 Cakupan bantuan raskin Tahun 2013 terhadap RTS
di Kecamatan Plaju ………………………………………....
157
Gambar 5.6 Alur Distribusi Raskin dari Gudang Bulog
ke Titik Distribusi ……...........................................................
159
Gambar 5.7 Sarana Pengangkut Raskin di Tingkat lokal ……………….. 160
Gambar 5.8 Kondisi jalan di Kelurahan Plaju Darat …………………… 161
Gambar 5.9 Proses penimbangan ulang raskin oleh
salah satu Ketua RT ………...................................................
163
Gambar 6.1 Tahapan Penentuan Sasaran Penerima Raskin 2013 ………. 173
Gambar 6.2 Proses Pengambilan Keputusan di tingkat lokal …………... 179
Gambar 6.3 Hasil Ketetapan Pendistribusian Raskin di Tingkat Lokal .... 194
Gambar 6.4 Kebijakan Pendistribusian Raskin dalam operasi :
Ruang aktivitas dan aktor yang terlibat …………………....
196
Gambar 6.5 Rumah Tangga Miskin yang tidak terdata dalam
Program Raskin …………………………………………….
200
Gambar 6.6 Kondisi RTS PM Raskin berdasarkan
ketetapan pemerintah ……………………………………....
203
Gambar 6.7 Hubungan antara Bridging Kapital sosial dan pemerintah .... 216
Gambar 6.8 Program Raskin dalam dimensi pilihan .................................. 221
Gambar 6.9 Persepsi Rumah tangga penerima Raskin tentang
keberadaan kebijakan Lokal ……………………………......
238
Gambar 6.10 Persepsi Rumah Tangga Penerima Raskin tentang
Keadilan Distributif …………………………………...........
236
Gambar 6.11 Persepsi rumah tangga penerima Raskin tentang Makna
Keadilan Distributif …………………………………….......
238
Gambar 6.12 Kondisi Rumah Tangga Penerima Raskin berdasarkan
Kebijaksanaan Lokal ………………………………….........
241
Gambar 6.13 Matrik In Kind Transfer dan Cash Transfer ............................ 257
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Penelitian terkait Pelaksanaan Program Raskin ........................... 7
Tabel 2.1 Perbandingan antara Model Utilitarian-Market
dan Model Fairness.......................................................................
71
Tabel 2.2 Tiga Generasi Hak Asasi Manusia ............................................... 90
Tabel 2.3 Rangkuman Definisi Kemiskinan ................................................ 91
Tabel 2.4 Indikator Kemiskinan Perkotaan menurut
Hentzel dan Seshagir ....................................................................
100
Tabel 2.5 Paradigma Kesejahteraan Sosial .................................................. 104
Tabel 3.1 Daftar Informan ………………………………………………… 119
Tabel 3.2 Waktu dan Proses jalannya Kegiatan Penelitian ........................... 130
Tabel 4.1 Jumlah RT dan RW Kecamatan Plaju Tahun 2013 …………… 136
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk, Keluarga dan Rata-rata jiwa
per Keluarga di Kecamatan Plaju Tahun 2013 ………………....
137
Tabel 4.3 Jumlah Keluarga Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan
di Kecamatan Plaju Tahun 2011 – 2012 .……………………....
139
Tabel 4.4 Jumlah Keluarga Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan
di Kecamatan Plaju Tahun 2013 …………………………….....
140
Tabel 5.1 Jumlah Penerima Raskin Kecamatan Plaju
Tahun 2010-2013 …….................................................................
153
Tabel 6.1 Matrik Perbandingan in Kind Transfer dan Cash Transfer ........... 258
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kumpulan Foto dokumentasi peneliti di lokasi penelitian
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian dari Pemerintah Kota Palembang
Lampiran 3 SK Walikota Palembang No. 42 Tahun 2013 Tentang
Pagu Alokasi Raskin 2013
Lampiran 4 SK Lurah Talang Bubuk No. SK/07/KPTS/TB/2013 tentang
Pembentukan tim Pelaksana Distribusi Raskin
Lampiran 5 Notulen rapat musyawarah warga di RT. 25 Kelurahan Talang Putri
Lampiran 6 Berita Acara kesepakatan pembagian Raskin tahun 2012/2013
Lampiran 7 Pedoman Wawancara
Lampiran 8 Taksonomi Temuan dan Analisis Data
Lampiran 9 Tabel Teknik Pengolahan dan Analisa Data
(Aparatur Pemerintah Kota Palembang dan Pegawai
Perum Bulog Divre Sumsel)
Lampiran 10 Tabel Teknik Pengolahan dan Analisa Data
(Camat, PPLKB dan Lurah)
Lampiran 11 Tabel Teknik Pengolahan dan Analisa Data
(Para Ketua RT di Kecamatan Plaju)
Lampiran 12 Tabel Teknik Pengolahan dan Analisa Data
(Rumah Tangga Penerima Raskin di Kecamatan Plaju)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia xix
DAFTAR SINGKATAN
BPS : Badan Pusat Statistik
DPM : Daftar Penerima Manfaat
Juklak : Petunjuk Pelaksanaan
Muskel : Musyawarah Kelurahan
Muscam : Musyawarah Kecamatan
Pedum : Pedoman Umum
PPLS : Pendataan Program Perlindungan Sosial
Raskin : Beras untuk rumah tangga miskin
RTS-PM : Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat
SPA : Surat Permintaan Alokasi
TB : Titik Bagi
TD : Titik Distribusi
TNP2K : Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah kemiskinan di Indonesia merupakan salah satu masalah sosial
klasik yang telah terjadi dari tahun ke tahun bahkan mengarah kepada
kompleksitas masalah. Hal ini menunjukkan bahwa masalah kemiskinan perlu
ditanggulangi bersama dan mendapat dukungan dari semua pihak baik dari
pemerintah sebagai penyedia layanan sosial maupun dari masyarakat sebagai
penerima layanan sosial khususnya dari kelompok rumah tangga miskin. Selain
itu penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu bentuk upaya untuk
mendistribusikan berbagai bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada
masyarakat miskin agar mereka mempunyai kesempatan dan hak hidup secara
layak seperti masyrakat lainnya yang tidak miskin.
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan di Indonesia, pemerintah
telah mengambil sebuah kebijakan sosial dalam bentuk penerapan Peraturan
Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Berdasarkan peraturan tersebut Program Penanggulangan Kemiskinan dibagi
menjadi tiga kluster yaitu Kluster I berfokus pada bantuan sosial berbasis
keluarga. Selanjutnya Kluster II berfokus pada penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan masyarakat dan Kluster III berfokus pada penanggulangan
kemiskinan berbasis pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Dengan
adanya berbagai program di masing-masing kluster maka diharapkan mampu
berkontribusi secara signifikan dalam mengatasi berbagai permasalahan yang
dihadapi oleh rumah tangga miskin. Dalam jangka panjang, hal ini diharapkan
akan berdampak pada penurunan angka kemiskinan sesuai dengan target yang
telah ditetapkan oleh pemerintah.
Terkait dengan keberadaan berbagai program penanggulangan
kemiskinan tersebut maka pemerintah telah menargetkan penurunan angka
kemiskinan sebesar 7,5 % pada tahun 2015 (Pedum Raskin, 2011, p. ii). Selain itu
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
2
pemerintah melalui Menko Kesra yang ditulis dalam situs resminya, telah
menargetkan untuk dapat mengurangi angka kemiskinan sebesar 1 % setiap
tahunnya dan memprediksi angka kemiskinan dapat turun menjadi hanya sebesar
8 % di tahun 2014. Namun faktanya dari hasil pencapaian yang telah diperoleh
selama ini, penurunan angka kemiskinan nasional belum menunjukkan hasil yang
memuaskan dan belum mencapai target sebagaimana yang telah ditetapkan.
Hal ini diantaranya dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) RI
(2014b) yang menguraikan jumlah penduduk miskin di Indonesia dari tahun 1996
sampai dengan tahun 2013. Berdasarkan data BPS tersebut dapat diketahui bahwa
jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2010 yaitu sebesar 31,02 juta
jiwa atau 13,33 % dan untuk September tahun 2011 yaitu sebesar 29,89 juta atau
12,36 %. Dari uraian data tersebut artinya hanya terjadi penurunan angka
kemiskinan sebesar 0,97 % di tahun 2011. Sedangkan jumlah penduduk miskin
pada September 2012 sebanyak 28,59 juta jiwa atau 11,66 %. Sementara jumlah
penduduk miskin pada September 2013 sebanyak 28,55 juta jiwa atau 11,47 %.
Data tersebut menunjukkan bahwa penurunan yang terjadi di tahun 2013 hanya
sebesar 0,19 % dan masih jauh dari target.
Terkait dengan konteks penelitian ini, kondisi yang sama juga terjadi di
Kota Palembang. Kecenderungan penurunan jumlah penduduk miskin yang terjadi
relatif kecil bahkan justru sempat mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat
dari data BPS yang menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin Kota
Palembang tahun 2009 yaitu sebesar 211.800 jiwa atau 14,75 % (BPS, 2010) dan
justru naik di tahun 2010 yaitu sebesar 218.600 jiwa atau 15,00 % (BPS, 2011).
Kemudian di tahun 2011, Pemerintah Kota Palembang kembali berhasil
menurunkan angka kemiskinan menjadi 14,13 % dengan jumlah penduduk miskin
sebanyak 210.000 jiwa (BPS, 2012). Sementara di tahun 2012, angka kemiskinan
di Kota Palembang sebesar 13,59 % dengan jumlah penduduk miskin sebanyak
206.500 jiwa. Selanjutnya di tahun 2013, angka kemiskinan Kota Palembang
kembali turun menjadi 13,36 % dengan jumlah penduduk miskin sebanyak
206.000 jiwa (BPS, 2014a). Jika dibandingkan dengan angka kemiskinan nasional
ternyata angka kemiskinan di Kota Palembang justru berada pada posisi yang
lebih tinggi.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
3
Melihat hasil pencapaian tersebut tentu menimbulkan sebuah pertanyaan
mendasar yaitu bagaimana sesungguhnya pelaksanaan program penanggulangan
kemiskinan di Indonesia yang telah berlangsung selama ini. Mengapa dengan
berbagai program yang telah dijalankan, laju penurunan angka kemiskinan masih
berjalan begitu lambat. Hal ini tentu mengindikasikan bahwa dalam tataran
implementasinya masih mengalami berbagai hambatan dan kendala sehingga
memunculkan dugaan bahwa berbagai program belum berjalan secara efektif.
Sementara itu hasil kajian Le Grand (1982) yang berjudul “The Strategy
of Equality” dalam Powell (1995, p. 163) mengemukakan bahwa “almost all
public expenditure on social services in Britain benefits the better off to a greater
extent than the poor”. Hasil penelitian Le Grand yang dikutip oleh Powell ini
merupakan sebuah fenomena yang menunjukkan bahwa telah terjadi
permasalahan di dalam pendistribusian manfaat layanan sosial di Inggris. Kondisi
yang terjadi pada saat itu adalah hampir seluruh pembiayaan publik dalam layanan
sosial justru lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat yang kaya
daripada kelompok masyarakat miskin (poor).
Kemudian hasil kajian yang dilakukan oleh Subbarao, dkk (1997)
mengemukakan bahwa sebagian besar program penanggulangan kemiskinan yang
telah dijalankan di beberapa negara dalam bentuk cash transfer baik dalam bentuk
family asisstance maupun social asistance mengalami kebocoran. Hal ini dapat
dilihat dari fenomena bantuan yang tidak hanya dinikmati oleh masyarakat miskin
(poor) namun dinikmati pula oleh masyarakat yang tidak miskin (non poor).
Bahkan berdasarkan kajian Subbarao, dkk (1997) menunjukkan bahwa terdapat
perbandingan yang kurang lebih sama banyak antara penerima bantuan sosil dari
kelompok masyarakat yang miskin dan kelompok masyarakat yang tidak miskin.
Selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Yunusa (2012) terkait
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan di Nigeria. Hasil penelitiannya mengemukakan
bahwa salah satu faktor penyebab kegagalan di dalam pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan di Nigeria adalah karena adanya kesalahan di dalam
pentargetan terhadap orang miskin yang dilakukan oleh pemerintah. Kondisi ini
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
4
telah menimbulkan banyak keluhan yang disampaikan oleh masyarakat terkait
dengan distribusi bantuan yang tidak tepat sasaran.
Kondisi yang hampir sama juga dapat dilihat dari hasil studi Yesudian
(2007) di India terkait dengan pelaksanaan salah satu program penanggulangan
kemiskinan di bidang food security programme. Ia mengungkapkan bahwa
permasalahan yang muncul diantaranya yaitu terkait dengan kesulitan di dalam
pendistribusian bantuan pangan untuk menjangkau rumah tangga miskin sehingga
dapat menjamin ketepatan sasaran. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa telah
terjadi kebocoran di dalam pendistribusian bantuan melalui TPDS (Targeted
Public Distribution System) di India yaitu sebesar 41 %. Hal ini disebabkan
karena perbedaan harga pangan yang cukup besar antara TPDS dengan harga di
pasaran. Selain itu daya beli masyarakat miskin sangat rendah untuk membeli
bantuan pangan yang disediakan oleh pemerintah sehingga banyak bantuan yang
justru dialihkan ke pasar terbuka.
Dalam konteks Negara Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh
Laksmono (1999) terkait dengan permasalahan akses dalam program
penanggulangan kemiskinan. Hasil penelitiannya mengemukakan bahwa keluarga
miskin yang sebenarnya lebih berhak mendapatkan bantuan pinjaman modal
usaha dari Program IDT di DKI Jakarta justru mengalami kesulitan dalam
mengakses layanan bantuan tersebut. Para petugas yang ada di lapangan
cenderung menghindari pemberian bantuan kepada kelompok rumah tangga dan
lebih memilih rumah tangga dengan kondisi ekonomi yang lebih baik dan di nilai
lebih mampu mengembalikan modal pinjaman tersebut.
Selanjutnya beberapa literatur juga telah memberikan kritik dan
penegasan akan pentingnya pencegahan pengalihan manfaat kepada kelompok
masyarakat yang tidak miskin untuk mendukung keberhasilan program,
diantaranya dikemukakan oleh Dowling dan Fang (2009) mengemukakan bahwa
“social safety nets, of which food subsidies are a component, have generally been
criticized for several reasons. First, it is argued that they are not targeted
effectively and fail to reach the poor…”(p. 128).
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
5
Sejalan dengan pernyataan tersebut Jamasy (2004, p. 7) mengemukakan
bahwa :
upaya penanggulangan kemiskinan yang terus menerus dilakukan, justru
hasilnya banyak yang dinikmati oleh lapisan masyarakat tertentu saja.
Sehingga bukan optimalisasi keberhasilan yang dirasakan, melainkan
munculnya masalah baru yang lazim disebut sebagai kesenjangan atau jarak
antara yang miskin dan yang kaya semakin lebar. Pada tataran itulah
akhirnya muncul perkiraan bahwa kemiskinan yang terjadi di Indonesia
rupanya telah berkaitan dengan persoalan hak dan ketidakadilan.
Dari berbagai hasil penelitian dan merujuk dari uraian beberapa literatur
di atas menunjukkan bahwa proses pendistribusian bantuan yang tepat sasaran
mempunyai peran penting dalam menunjang keberhasilan program
penanggulangan kemiskinan. Munculnya fenomena yang memperlihatkan adanya
pemanfaatan bantuan sosial yang lebih banyak dirasakan oleh kelompok
masyarakat yang lebih mampu tentu saja merugikan kelompok masyarakat miskin
yang justru lebih berhak mendapatkan bantuan. Oleh karena itu peneliti melihat
kajian tentang pendistribusian di dalam pelaksanaan program penanggulangan
kemiskinan perlu dilakukan secara lebih mendalam.
Program penanggulangan kemiskinan yang dipilih sebagai studi di
dalam penelitian ini adalah Program Raskin. Hal ini didasari dengan pertimbangan
antara lain berdasarkan data hasil Susenas 2009 yang dipaparkan oleh TNP2K
(2013) menjelaskan bahwa dari berbagai program bantuan sosial yang ada,
ternyata Program Raskin merupakan program bantuan sosial yang paling besar
tingkat kesalahan distribusinya. Hampir 40% rumah tangga yang tergolong
mampu masih ikut menikmati bantuan Raskin. Padahal pemerintah melalui
TNP2K (2013) juga telah menegaskan bahwa efektivitas Program Raskin sebagai
bagian dari perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan sangat
bergantung pada kecukupan income transfer dan ketepatan sasaran kepada
kelompok miskin yang dapat ditempuh melalui proses distribusi Raskin yang
tepat.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
6
Selain itu pertimbangan lainnya adalah baik dari aspek waktu maupun
aspek peran dan fungsinya. Program Raskin merupakan program sosial yang telah
cukup lama dilaksanakan oleh pemerintah dan hingga saat ini masih tetap
dipertahankan keberadaannya. Program Raskin telah dilaksanakan sejak tahun
1998 yang awalnya dikenal dengan nama Operasi Pasar Khusus (OPK). Namun
dalam perkembangannya sejak tahun 2002, Program OPK ini berganti nama
menjadi Program Raskin. Sementara itu terkait dengan peran dan fungsinya,
sebelumnya program ini berperan sebagai jaring pengaman sosial (social safety
net) untuk menekan kenaikan harga beras akibat krisis ekonomi yang melanda
Negara Indonesia pada saat itu. Kemudian peranya ditingkatkan yaitu menjadi
salah satu elemen terpenting dalam program perlindungan sosial (social
protection) yang telah mencakup 57 % penduduk miskin di Indonesia (Laporan
Bank Dunia, 2007). Selain itu program ini fungsinya dalam membantu
pemenuhan kebutuhan yang mendasar bagi rumah tangga miskin (basic need)
yaitu beras bersubsidi.
Program Raskin ini sendiri termasuk ke dalam kluster I yaitu program
dalam bentuk bantuan sosial berbasis keluarga. Sesuai dengan namanya, program
ini merupakan program subsidi pangan yang memberikan bantuan berupa
penyediaan beras murah (bersubsidi) bagi rumah tangga miskin yang ada di
seluruh wilayah Indonesia. Menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K) di dalam situs resminya mengemukakan bahwa yang
menjadi karakteristik dari program penanggulangan kemiskinan kluster I adalah
bersifat pemenuhan hak dasar utama individu dan rumah tangga miskin yang
meliputi pendidikan, pelayanan kesehatan, pangan, sanitasi, dan air bersih.
Di dalam pelaksanaannya indikator keberhasilan pelaksanaan program
Raskin yang terdiri dari 6 Tepat (6T) yaitu tepat sasaran penerima manfaat, tepat
jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat administrasi, dan tepat kualitas. Namun
dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program Raskin
belum mampu sepenuhnya memenuhi indikator 6T tersebut. Hasil beberapa
penelitian terkait dengan pelaksanaan program Raskin, peneliti rangkum dalam
Tabel 1.1 berikut ini.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
7
Tabel. 1.1
Penelitian terkait Pelaksanaan Program Raskin No. Tematik Pembahasan Peneliti Ket
1. Pelaksanaan
Program
(Distribusi)
Terjadi pengurangan alokasi Raskin
menjadi antara 4 -18 kg/keluarga, Raskin
dibagi rata yang terjadi di Provinsi
Bengkulu.
SMERU
(2003)
Lembaga
Penelitian
SMERU
Terjadi kebocoran dalam program Raskin.
sekitar 18 persen dari beras tersebut
hilang.
Olken
(2006)
Hasil
penelitian
Masih banyak terdapat kekurangan atau
ketidaksesuain antara indikator yang telah
ditetapkan dengan kenyataan yang ada di
lapangan yaitu di Kota Palembang.
Rosleni
(2006)
Tesis
Pelaksanaan di Provinsi Jawa Barat belum
begitu efektif. RTM menebus Raskin
dengan harga yang jauh diatas harga
normatifnya. Jumlah Raskin yang
diterima jauh lebih sedikit.
Hutagaol
dan Asmara
(2007)
Jurnal
Agro
Ekonomi
Raskin lebih banyak dinikmati oleh rumah
tangga yang tidak miskin yaitu hanya
sekitar seperempat dari rumah tangga
penerima yang diklasifikasikan miskin.
World
Bank
(2007)
Laporan
kegiatan
Efektivitas pelaksanaan program Raskin
relatif lemah, permasalahan banyak terjadi
mulai dari titik distribusi hingga rumah
tangga penerima, jenis permasalahannya
relatif sama dari tahun ke tahun.
SMERU
(2008)
Lembaga
Penelitian
SMERU
Adanya pembagian beras Raskin secara
merata kepada warga masyarakat dan
tidak berdasarkan daftar penerima
manfaat yang telah ditetapkan oleh
pemerintah di Kabupaten Tanggerang.
Wahyudi
(2010)
Tesis
Distribusi Raskin di Indonesia belum
tepat sasaran. Distribusi Raskin di
Indonesia belum tepat jumlah dan harga.
Indeks ketepatan jumlah 58 persen di
pedesaan, 53 persen di perkotaan dan 57
persen secara nasional. Indeks ketepatan
harga 68 persen di pedesaan, 63 persen di
perkotaan dan 67 persen secara nasional.
Jamhari
(2012)
Jurnal
Ekonomi
dan
Pembang
unan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
8
Lanjutan
No. Tematik Pembahasan Peneliti Ket
1. Pelaksanaan
Program
(Distribusi)
Kebijakan program Raskin belum dapat
diimplementasikan secara konsisten di
lapangan. Raskin didistribusikan tidak
hanya kepada rumah tangga yang
terdaftar dalam basis data terpadu seperti
ditetapkan. Konsekuensinya fungsi
perlindungan sosial Raskin relatif masih
sangat lemah, belum cukup memadai
untuk melindungi rumah tangga miskin
dan rentan dari resiko.
Anwar
Sitepu,
dkk (2014)
Puslibang
Kessos
2. Dampak Penyaluran subsidi beras melalui
kebijaksanaan harga dasar dalam
menghadapi perubahan makroekonomi
dan perubahan globalisasi diperkirakan
mempengaruhi peranan Bulog di masa
datang. Salah satunya tekanan terhadap
anggaran pemerintah yang semakin kuat.
Suharmen
(1999)
Tesis
Meneliti tentang dampak bantuan
Raskin bagi kesejahteraan anak di
Indonesia. Hasilnya menunjukkan
bahwa karena Raskin sebagian besar
tidak diterima oleh keluarga yang paling
membutuhkan maka bantuan tidak
meningkatkan kesejahteraan anak dari
keluarga yang meneri bantuan.
Julia Atini
Vlajic
(2010)
Tesis
Melalui pendekatan ilmu ekonomi,
Penelitian ini menganalisis dampak
subsidi Raskin terhadap perubahan
kesejahteraan rumah tangga dan
menganalisis dampak subsidi pangan
lainnya terhadap perubahan
kesejahteraan rumah tangga jika alokasi
belanja Raskin dialihkan seluruhnya
untuk konsumsi komoditi bersubsidi
lainnya.
Aris
Yunanto
(2010)
Disertasi
3.
Pentargetan Dalam pentargetan Program Raskin
ditemui adanya kesalahan sasaran
(mistargeting) meskipun dalam tingkat
yang relatif rendah. Hal ini terindikasi
dari adanya rumah tangga tidak miskin
yang menjadi penerima Raskin
(leakage) dan adanya rumah tangga
miskin yang belum menjadi penerima
(undercoverage).
Mariyam
Musawa
(2009)
Tesis
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
9
Lanjutan
No. Tematik Pembahasan Peneliti Ket
3. Pentargetan Hasil kajiannya mengemukakan bahwa
pemerintah mengalokasikan Raskin pada
tahun 2013 sebesar kurang lebih 15,53
juta RTS-PM. Namun dalam
kenyataannya di lapangan jumlah
penerima Raskin membangkak mencapai
31,24 juta jiwa RTS-PM. Aspek ketepatan
sasaran menurutnya memang disinyalir
sebagai kelemahan utama dari Program
Raskin. Selanjutnya mereka
mengemukakan bahwa dari hasil
perhitungan menunjukkan pencapaian
tepat sasaran hanya sebesar kurang lebih
dari 49,45 %.
Kholil
dkk,
2013
Kemenko
Kesra
Perlunya transparansi di dalam
pendistribusian bantuan Raskin melalui
penggunaan kartu Raskin (Id Card) untuk
mencegah pengalihan manfaat kepada
yang tidak berhak menerimanya.
Abhijit
Banerjee,
dkk
(2015)
Poverty
Reduction
Support
Facility
Berdasarkan rangkuman hasil penelitian di atas secara umum
menunjukkan bahwa pelaksanaan program Raskin khususnya terkait dengan
pendistribusian bantuan masih mengalami permasalahan di lapangan yaitu
distribusi yang belum tepat sasaran, terjadinya peningkatan harga tebus Raskin,
berkurangnya alokasi Raskin yang seharusnya diterima oleh masing-masing RTS,
Raskin didistribusikan dengan cara di bagi rata dan tidak berdasarkan Daftar
Penerima Manfaat (DPM) Raskin.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh SMERU (2003, 2008)
menyimpulkan bahwa permasalahan yang relatif sama dari tahun ke tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa selama ini belum terjadi proses perbaikan di dalam
pelaksanaan program Raskin di Indonesia. Fokus penelitian mengkaji tentang
proses distribusi dengan cara di bagi rata, terjadi pengurangan alokasi bantuan
Raskin bagi RTS dan terjadi peningkatan harga tebus Raskin dari apa yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Begitu juga hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wahyudi (2010) yaitu terkait dengan adanya sistem pembagian dengan cara di
bagi rata.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
10
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hutagaol dan Asmara (2007)
hanya memfokuskan pada masalah harga tebus dan jumlah alokasi Raskin.
Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa terjadinya penurunan alokasi Raskin yang
diterima RTS dan terjadi peningkatan harga tebus Raskin. Selain itu Bank Dunia
(2007) juga menyoroti tentang pemanfaatan bantuan Raskin yang lebih banyak
dinikmati oleh rumah tangga yang tidak miskin. Sementara itu secara lebih
komprehensif, Rosleni (2006) memfokuskan penelitian terkait dengan kesesuaian
antara indikator 6 Tepat yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan kenyataan
yang ada di lapangan.
Kemudian hasil penelitian tentang program Raskin ditinjau pula dari
dampak program Raskin antara lain terhadap kesejahteraan anak (Vlajic, 2010),
dampak subsisi Raskin terhadap kesejahteraan rumah tangga (Yunanto, 2010) dan
dampak subsidi beras terhadap kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan
(Suharmen, 1999). Selanjutnya penelitian terkait dengan program Raskin
difokuskan pula pada masalah pentargetan sasaran yang menunjukkan bahwa
masih adanya kesalahan di dalam penentuan sasaran (Musawa, 2009) dan perlu
adanya penggunaan kartu Raskin di dalam pendistribusian Raskin untuk
mencegah pengalihan manfaat (Banerjee, dkk, 2015).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu, peneliti melihat bahwa
penelitian sebelumnya lebih banyak memfokuskan kajian terkait dengan
pelaksanaan program Raskin dengan membandingkan antara realita pelaksanaan
di lapangan dengan indikator 6 Tepat yang telah ditetapkan oleh pemerintah
sehingga diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan Raskin belum sepenuhnya
memenuhi indikator 6 Tepat tersebut. Sedangkan sejauh ini peneliti melihat
bahwa belum ada penelitian yang mengkaji secara lebih mendalam terkait dengan
pelaksanaan pendistribusian Raskin yang terjadi di tingkat lokal khususnya terkait
dengan fenomena pendistribusian Raskin dengan cara di bagi rata. Oleh karena itu
untuk mengisi kekosongan tersebut maka peneliti melihat fenomena
pendistribusian dengan cara dibagi rata ini adalah hal yang menarik dari
pelaksanaan program Raskin ini dan perlu dikaji secara lebih mendalam.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
11
Berdasarkan penelitian sebelumnya telah dikatakan bahwa kondisi ini
telah berlangsung lama dari tahun ke tahun dan belum ada perubahan. Padahal di
satu sisi pemerintah telah menetapkan aturan yang jelas terkait dengan
pendistribusian Raskin di tingkat nasional sampai ke tingkat kelurahan/desa.
Adanya sistem pendistribusian Raskin dengan cara dibagi rata tersebut
menimbulkan dilema dan ketidakjelasan mengenai acuan apa yang sebenarnya
digunakan dalam pendistribusian Raskin. Selain itu adanya pengurangan alokasi
Raskin untuk masing-masing Rumah Tangga Sasaran (RTS) tentu memberikan
dampak bagi pencapaian tujuan program dalam upaya membantu pemenuhan
kebutuhan pokok RTS. Selanjutnya bagaimana pula kaitannya dengan aspek
keadilan distributif bagi rumah tangga sasaran.
1.2. Perumusan masalah
Keberadaan Kota Palembang sebagai ibukota Propinsi Sumatera Selatan
telah menjadikan Kota Palembang tumbuh dan berkembang dengan pesat hampir
di segala bidang kehidupan. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Palembang dalam
kurun 5 tahun terakhir cenderung menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun
baik yang dihitung dengan migas maupun tanpa migas. Begitu juga dengan
realisasi penerimaan APBD Kota Palembang cenderung mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun (Palembang Dalam Angka Tahun 2013). Namun menurut
Kepala BPS Kota Palembang, di balik keberhasilan Kota Palembang dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang pesat, ternyata tidak berdampak
langsung bagi masyarakat miskin. Menurutnya hal ini dapat dilihat dari kondisi
masyarakat yang berada di wilayah perbatasan dengan perkotaan masih berada
dalam kondisi kemiskinan yang tinggi (Suarasumsel, 17 Oktober 2012).
Fenomena di atas menunjukkan bahwa sesungguhnya pertumbuhan
ekonomi yang berhasil dicapai belum memberikan dampak pada peningkatkan
kondisi sosial masyarakat yang ada di Kota Palembang terutama yang berada di
daerah perbatasan. Salah satu wilayah perbatasan dengan kondisi sosial
masyarakat yang belum meningkat dan peneliti pilih sebagai lokasi penelitian ini
adalah wilayah Kecamatan Plaju yang berbatasan langsung dengan Kabupaten
Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Kondisi sosial masyarakat yang belum
meningkat ditandai dengan jumlah penduduk miskin yang masih cukup tinggi.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
12
Sementara itu berdasarkan kategorisasi dari pemerintah mengemukakan
bahwa yang termasuk rumah tanggga miskin adalah Keluarga Pra Sejahtera dan
Keluarga Sejahtera I. Merujuk dari hasil Rekapitulasi Pendataan Keluarga Tingkat
Kecamatan yang dilakukan oleh PPLKB Kecamatan Plaju menyebutkan bahwa
justru terjadi peningkatan jumlah rumah tangga miskin yang ada di Kecamatan
Plaju dengan rincian yaitu di tahun 2013 tercatat berjumlah 5.609 RT. Sementara
di tahun 2012 yaitu berjumlah sebanyak 5.355 RT. Hal ini berarti terjadi
peningkatan jumlah rumah tangga miskin sebanyak 254 RT. Secara konseptual
kondisi ini tentu menimbulkan sebuah pertanyaan mendasar mengapa jumlah
rumah tangga miskin di Kecamatan Plaju justru mengalami peningkatan padahal
telah didistribusikan berbagai bentuk bantuan sosial dari pemerintah khususnya
program Raskin.
Walaupun pada kenyataannya naik turunnya jumlah rumah tangga miskin
memang disebabkan oleh banyak faktor. Namun program Raskin mempunyai
kekhususan dalam penanggulangan kemiskinan karena memliki dampak pada
konsumsi dan pengeluaran rumah tangga miskin. Sehingga dapat dikatakan bahwa
program Raskin memegang peran yang cukup strategis dalam hal pemenuhan
ekonomi pada golongan tingkat bawah dan berada pada posisi penting dalam
struktur penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Jika dikaitkan dengan proses
pendistribusian raskin yang telah berlangsung selama ini di Kecamatan Plaju,
memunculkan dugaan bahwa distribusi bantuan raskin tidak tepat sasaran.
Selanjutnya ketidaktepatan sasaran di dalam pelaksanaan pendistribusian raskin
diduga pula akibat adanya ketidakefektifan pada birokrasi pemerintah khususnya
dalam hal pemberian pelayanan sosial yang dilakukan oleh para pelaksana
program di tingkat lokal. Apa yang sebenarnya terjadi pada birokrasi di tingkat
lokal.
Penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan karena sejauh ini peneliti
melihat adanya kejanggalan-kejanggalan ataupun permasalahan yang selalu
muncul di dalam pendistribusian raskin di tingkat lokal yang ditandai dengan
adanya berbagai bentuk penyimpangan di masyarakat. Berdasarkan hasil studi
awal yang peneliti lakukan diketahui bahwa proses pendistribusian Raskin dengan
cara dibagi rata ternyata disebabkan karena adanya inisiatif atau kebijaksanaan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
13
yang diambil oleh para pelaksana program di tingkat lokal. Oleh karena itu
peneliti ingin melihat bagaimana dinamika yang terjadi di dalam proses
pendistribusian raskin di tingkat lokal.
Selain itu peneliti melihat bahwa pelaksanaan distribusi raskin dengan
cara di bagi rata tentu memberikan dampak bagi upaya pemenuhan kebutuhan
pokok bagi rumah tangga miskin. Apakah program Raskin dapat menjadi
instrumen penting dalam hal penanggulangan kemiskinan atau justru membuat
rumah tangga miskin menjadi semakin terpuruk. Sehingga penelitian perlu
mengkaji lebih dalam mengenai dampak pendistribusian raskin di tingkat lokal
tersebut dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok bagi RTS.
Selanjutnya peneliti melihat bahwa masalah ketepatan sasaran adalah hal
yang penting karena mengingat rumah tangga miskin bahkan yang sangat miskin
merupakan kelompok yang rentan dan yang paling membutuhkan. Jika dikaitkan
dengan aspek keadilan distributif sebagaimana yang dikemukakan oleh Rawls
(1971) yaitu mengutamakan bagi mereka yang paling tidak beruntung maka
pendistribusian Raskin harus dapat menjangkau kelompok-kelompok rumah
tangga yang paling miskin yang ada di wilayah Kecamtan Plaju. Sehingga
penelitian ini menjadi penting karena untuk mewujudkan keadilan distributif di
dalam proses pendistribusin raskin di tingkat lokal. Dengan kata lain penting
untuk memastikan terjangkaunya orang yang termiskin yaitu sebesar 25 % dari
yang miskin (TNP2K, 2013).
Dari berbagai kajian tersebut maka penelitian ini dimaksudkan dapat
membuat proses pendistribusian raskin di tingkat lokal berjalan menjadi lebih
baik. Dengan proses pendistribusian raskin di tingkat lokal yang lebih baik maka
diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan bagi upaya pemenuhan
kebutuhan pokok bagi RTS dan berimplikasi pada terciptanya keadilan distributif
di masyarakat. Oleh karena itu penelitian ini berupaya untuk mengetahui
bagaimana dinamika pendistribusian raskin yang terjadi di tingkat lokal,
bagaimana dampak pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya
pemenuhan kebutuhan pokok RTS dan bagaimana implikasinya terhadap aspek
keadilan distributifnya. Dengan melihat data dan fenomena yang telah diuraikan
di atas maka peneliti tertarik untuk mengkaji tentang Permasalahan Distribusi
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
14
Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan. Studi Pada
Pendistribusian Raskin di Kecamatan Plaju Kota Palembang.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian yang ada, maka dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana dinamika pendistribusian Raskin di tingkat lokal kepada rumah
tangga miskin?
2. Bagaimana dampak pendistribusian Raskin di tingkat lokal dalam upaya
pemenuhan kebutuhan pokok (beras) rumah tangga sasaran?
3. Bagaimana implikasi pendistribusian Raskin di tingkat lokal terhadap aspek
keadilan distributifnya?
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Menjelaskan dinamika pendistribusian Raskin di tingkat lokal kepada rumah
tangga miskin.
2. Menjelaskan dampak pendistribusian Raskin di tingkat lokal dalam upaya
pemenuhan kebutuhan pokok (beras) rumah tangga sasaran.
3. Menjelaskan implikasi pendistribusian Raskin di tingkat lokal terhadap aspek
keadilan distributifnya.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat di bagi menjadi dua yaitu :
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan Ilmu
Pengetahuan khususnya mengenai pengembangan Teori Ilmu Kesejahteraan
Sosial di bidang Pembangunan Sosial.
2. Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka pola pikir pemerintah dan
sebagai bahan masukan bagi pihak terkait dalam mencermati Pelaksanaan
Program Penanggulangan Kemiskinan khususnya Program Raskin dan
mengambil langkah-langkah perbaikan untuk menuju ke arah yang lebih baik.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 15
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini peneliti menguraikan dan menjelaskan berbagai aspek,
konsep dan teori yang melandasi penelitian ini. Pembahasan akan difokuskan
mengenai antara lain : Pertama terkait dengan keberadaan kebijakan sosial di
masyarakat. Kajian yang dibahas terkait dengan kebijakan sosial yaitu mengenai
proses kebijakan, konsep dasar dan ruang lingkup kebijakan sosial serta kehadiran
program penanggulangan kemiskinan di masyaakat. Kajian mengenai proses
kebijakan perlu dilakukan untuk mengetahui atau memetakan bagaimana
sesungguhnya proses atau tahapan yang harus dilalui sehingga sebuah kebijakan
dapat dihasilkan di tingkat atas. Selanjutnya kebijakan di tindak lanjuti sampai ke
tingkat menengah dan bawah. Selain itu berbicara mengenai proses kebijakan
peneliti kaitan pula dengan bagaimana sebuah kekuasaan dijalankan atau
dikembangkan. Kemudian, Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan
dalam bentuk Program Raskin dapat dipandang sebagai wujud nyata adanya
kebijakan sosial. Itu artinya berbicara mengenai Pelaksanaan Program
Penanggulangan Kemiskinan tidak lepas dari kajian mengenai kebijakan sosial
sebagai acuannya.
Kedua, peneliti lanjutan pembahasan terkait dengan keadilan sosial di
dalam pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan khususnya mengenai
aspek keadilan distributif. Terkait dengan topik penelitian ini maka peneliti
menyoroti tentang pendistribusian raskin di tingkat lokal. Peneliti menguraikan
mengenai konsep dasar keadilan sosial, pendekatan di dalam keadilan sosial
terutama terkait dengan konsep keadilan distributif. Ketiga, mengenai kemiskinan
dan kesejahteraan sosial. Pembahasan mengenai kemiskinan dapat dilihat dari
konsep dasar kemiskinan, faktor-faktor penyebab kemiskinan dan strategi dalm
penanggulangan kemiskinan. Sedangkan mengenai kesejahteraan, peneliti
melakukan pembahasan mengenai bagaimana cara mewujudkan kesejahteraan dan
terkait dengan konsep kebutuhan dasar manusia. Peneliti melihat bantuan dalam
bentuk beras mempunyai relevansi yang cukup kuat dengan konsep kebutuhan
dasar manusia.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 16
2.1 Kebijakan Sosial
2.1.1 Proses Kebijakan
Berbicara mengenai kebijakan, secara normatif tentu tidak terlepas dari
serangkaian tahapan atau proses yang menyertainya sehingga nantinya sebuah
kebijakan dapat dihasilkan. Pada tataran ini walaupun proses kebijakan terdiri dari
serangkaian tahapan namun antara tahapan yang satu dengan tahapan yang
lainnya merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling mempengaruhi. Berikut
ini, peneliti mencoba menyajikan beberapa proses kebijakan yang telah
dikemukakan oleh beberapa tokoh, diantaranya proses kebijakan yang
dikembangkan oleh David Easton (1984) dalam Nugroho (2012). Dalam model
Easton ini, Nugroho (2012) menjelaskan bahwa kebijakan publik dianggap
sebagai sebuah sistem politik sebagai mana Easton menganalogikan dengan
sistem biologi. Kebijakan publik digambarkan sebagai hasil atau output dari
sistem (politik) sebagai mana yang digambarkan pada Gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar. 2.1
Kebijakan Publik Sebagai Sebuah Pendekatan Sistem dari Easton Sumber : Nugroho, 2012, p. 527
Berdasarkan gambar 2.1 di atas, dapat dipahami bahwa lahirnya sebuah
kebijakan publik diawali dengan adanya input berupa dukungan (support) dan
tuntutan (demands). Tahapan selanjutnya “input” kemudian diolah dan dibahas
dalam sebuah sistem politik yang dianut dalam suatu negara. Kemudian dari
proses tersebut menghasilkan keputusan atau kebijakan sebagai output-nya.
Dalam hal ini dapat diketahui bahwa sistem politik mempunyai peran yang cukup
besar dalam menentukan keputusan atau kebijakan yang akan dihasilkan. Proses
selanjutnya, setelah kebijakan atau keputusan dihasilkan maka kebijakan itu
sendiri dapat menjadi feedback yang berfungsi sebagai input untuk proses
kebijakan selanjutnya. Hal yang perlu menjadi perhatian di dalam proses
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 17
kebijakan Easton ini adalah bahwa baik input maupun outputnya dipengaruhi pula
oleh kondisi lingkungan kebijakan yang ada disekitarnya.
Secara garis besar Nugroho (2012) berpendapat bahwa pada dasarnya ada
satu pola yang sama di dalam berbagai model formal proses kebijakan yaitu terdiri
dari gagasan kebijakan, formalisasi dan legalisasi kebijakan, implementasi, baru
kemudian menuju pada kinerja atau mencapai prestasi yang diharapkan yang
didapatkan setelah dilakukan evaluasi kinerja kebijakan. Selanjutnya, secara lebih
jelas Nugroho menggambarkan proses kebijakan yang ideal yang mana
menurutnya proses ini dikembangkan dari pendekatan dalam teori sistem sebagai
berikut:
Gambar. 2.2
Proses Kebijakan yang ideal menurut Nugroho Sumber : Nugroho, 2012, p. 533
Berdasarkan gambar 2.2 di atas, dapat lihat bahwa proses kebijakan
terdiri dari 4 tahapan yaitu isu kebijakan, formulasi kebijakan, implementasi
kebijakan dan terakhir kinerja kebijakan. Semua tahapan tersebut dipengaruhi
oleh lingkungan kebijakan. Selanjutnya merujuk dari teori sistem maka yang
dianggap sebagai Input adalah Isu kebijakan. Sedangkan kinerja kebijakan yang
dinilai melalui kegiatan evaluasi kebijakan dianggap sebagai output.
Sementara dalam literatur lainnya, proses kebijakan dengan karakteristik
utama model Eastonian digambarkan dalam bentuk aliran yang terdiri dari input
dan output, sebagaimana yang dikemukakan oleh Parsons (2008) sebagai berikut :
Isu
kebijakan
(Agenda
Pemerintah)
Formulasi
Kebijakan Implementasi
kebijakan
Kinerja
Kebijakan
Proses Kebijakan
Evaluasi
Kebijakan Proses Politik
Input Proses Output
Lingkungan Kebijakan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 18
Gambar. 2.3
Proses Kebijakan sebagai Input dan Output Sumber : Fronhock (1979); Jones (1970) dalam Parsons, 2008, p. 26
Dari gambar 2.3 di atas menunjukkan secara jelas bahwa lahirnya
kebijakan tidak terlepas dari adanya berbagai inputs yang berada di belakangnya
yaitu diantaranya adanya permintaan dan dukungan. Dari adanya inputs ini dapat
melahirkan sebuah kebijakan. Kebijakan itu sendiri dapat berupa regulasi,
distribusi, redistribusi, kapitalisasi maupun kekuasaan etis. Selanjutnya dengan
adanya implementasi kebijakan maka akan berdampak pada adanya output atau
sesuatu yang dihasilkan yaitu berupa aplikasi, penguatan, interpretasi, evaluasi,
legitimasi, modifikasi dan penarikan diri. Ketiga komponen tersebut merupakan
serangkaian komponen yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya (saling
terkait). Adanya input yang baik turut mendukung terciptanya kebijakan yang baik
pula. Kebijakan yang baik akan menghasilkan kondisi atau hasil yang baik pula.
Sedangkan pada bagian lainnya, Parson (2008) menggambarkan proses
kebijakan dalam sebuah siklus yang dinamakannya sebagai siklus hidup
kebijakan. (lihat gambar 2.4).
Gambar 2.4.
Siklus Hidup Kebijakan Sumber : Parson, 2008, p. 80
Berdasarkan gambar 2.4 terlihat bahwa proses kebijakan digambarkan
sebagai proses yang terus berulang bagaikan sebuah lingkaran yang tidak ada
ujungnya. Dimulai dari adanya masalah yang muncul di masyarakat. Kemudian
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 19
masalah tersebut direspon dengan memahami dan mempelajari permasalahan
yang ada. Selanjutnya dilakukan identifikasi untuk mencari solusi yang terbaik
dari berbagai opsi alternatif yang tersedia. Setelah seleksi berhasil menentukan
opsi kebijakan yang akan di ambil maka selanjutnya kebijakan tersebut di
implementasikan. Setelah di implementasikan maka dalam jangka waktu tertentu
kebijakan tersebut akan dievaluasi. Jika ditemukan adanya masalah yang baru
maka selanjutnya proses pun berulang dan begitu seterusnya sehingga kebijakan
diibaratkan sebagai sesuatu terus hidup dalam sebuah siklus.
Senada dengan apa yang dikemukakan oleh Parson (2008), maka Suharto
(2008, p. 26) menggambarkan proses kebijakan yang dinamakannya sebagai
lingkaran kebijakan. Suharto (2008) menguraikannya yaitu meliputi pertama,
mengidentifikasi isu kebijakan; kedua, merumuskan agenda kebijakan; ketiga,
melakukan konsultasi dengan berbagai lembaga dan pihak terkait; keempat,
menetapkan keputusan; kelima, implementasi kebijakan dan ke enam, melakukan
evaluasi. Setelah evaluasi dilakukan maka tahapan selanjutnya kembali lagi ke
tahapan pertama yaitu mengidentifikasi isu kebijakan yang diperoleh setelah
melakukan evaluasi kebijakan.
Selain itu, Banting (1979) dalam Spicker (1995, p. 105) menguraikan
tahapan di dalam pembentukan kebijakan (policy formation) yaitu pertama,
memperhatikan atau menyadari terkait masalah yang ada (awareness of the
problem). Ia menjelaskan bahwa masalah yang dimaksud dalam konteks ini
adalah suatu hal yang tidak bisa dipahami secara sederhana tetapi membutuhkan
adanya sebuah kesepakatan (konvensi) yang bekerja dalam mengidentifikasi
masalah-masalah tersebut. Selain itu masalah harus pula diakui oleh orang lain
sebagai suatu masalah selain dari orang yang menderita akibat masalah yang
dihadapinya. Tahap yang kedua yaitu melihat masalah yang menonjol, sejauh
mana masalah tersebut menonjol (the salience of the problem) yang dikondisikan
dari beberapa isu yang ada. Dalam hal ini Hall, Land Parker dan Webb (1975)
dalam Spicker (1995) menekankan pentingnya legitimasi, yaitu sesuatu dapat
dianggap benar dan masyarakat harus dapat menerima bahwa beberapa tindakan
harus diambil dalam mengatasi sebuah masalah. Selain itu Hall, Land Parker dan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 20
Webb (1975) juga berpendapat bahwa kebijakan membutuhkan dukungan dan
seseorang pasti membutuhkan kebijakan tersebut.
Selanjutnya tahapan yang ketiga yaitu mendefinisikan masalah yang ada
yang disyaratkan melalui kondisi dan ideologi politik. Hal ini berarti dalam
mengidentifikasi masalah harus disesuaikan dengan kondisi dan ideologi di
masing-masing negara. Sedangkan tahapan yang ke empat yaitu melakukan
spesifikasi terhadap berbagai alternatif atau pilihan yang tersedia (specification of
the alternatives). Menurut Hall dkk (1975) dalam Spicker (1995), hal ini dapat
dilakukan melalui a test feasibility yaitu uji kelayakan dimana sebuah pengukuran
harus dapat dilaksanakan. Kemudian tahapan yang kelima, memilih alternatif
yang terbaik diantara beberapa alternatif yang tersedia yaitu memilih alternatif
yang lebih dapat dioperasionalisasikan.
Selanjutnya Hasenfeld (2010) di dalam uraiannya memaparkan bahwa
bagaimana kebijakan berjalan sebagai sebuah proses dalam konteks organisasi
dapat dilihat dari tahapan design kebijakan (policy design) menuju hasil kebijakan
(policy outcomes) sebagaimana yang digambarkan dalam gambar 2.5 berikut ini.
Gambar. 2.5
Proses Kebijakan dari Policy Design menuju Policy Outcomes Sumber : Hasenfeld (2010, p. 150)
Berdasarkan gambar 2.5 di atas, Hasenfeld (2010) menjelasakan proses
kebijakan terdiri dari beberapa tahapan yang digambarkan seperti sebuah lapisan
kulit. Sebagai lapisan kulit terluar dari proses kebijakan yaitu dimulai dari policy
design. Pada tahapan ini kebijakan dibuat oleh pembuat kebijakan di tingkat
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 21
nasional. Kemudian lapisan kulit kedua yaitu terdiri dari lembaga politik ekonomi
dari komunitas lokal yang mana kebijakan menciptakan peluang dan ancaman
kepada kelompok kepentingan yang berbeda (Wamsley & Zald, 1976 dalam
Hasenfeld, 2010). Selanjutnya lapisan kulit yang ketiga yaitu people changing
organization, yaitu organisasi-organisasi tersebut membuat pilihan antara
memperjuangkan asumsi moral atau melawan aturan yang direfleksikan dalam
perkembangan struktur dan layanan organisasinya.
Sedangkan kulit yang ke empat yaitu street level workers yang bekerja di
dalam organisasi tersebut. Mereka menggunakan diskresi yang mereka miliki
dalam mengembangkan rutinitas untuk mengatasi terkait dengan kondisi
pekerjaan mereka. Kulit yang kelima yaitu worker-client relations yang
menggambarkan adanya hubungan antara pekerja dengan klien yang
mempengaruhi hasil kebijakan (policy outcomes) yang merupakan manifestasi
dari nilai-nilai personal para pekerja dan startegi mereka dalam mengatur kondisi
pekerjaan mereka. Nilai dan strategi tersebut dipelajari dan dibagikan kepada
pekerja lainnya sehingga menjadi rutinitas kelembagaan dalam sebuah organisasi
(Feldman &Pentland, 2003 dalam Hasenfeld, 2010).
Sementara itu jika pada paparan sebelumnya, para akademisi
menggambarkan proses kebijakan dalam tahapan yang linear atapun lingkaran,
namun lain halnya dengan apa yang dikemukakan Jamrozik (2001). Ia
menggambarkan proses kebijakan yang terjadi pada sebuah kebijakan sosial ke
dalam sebuah arus kebijakan (direction of policy flow) yang terdiri dari 3 (tiga)
tingkatan (level). Adapun tingkatan pertama yaitu ruang politik (political sphere)
yang merupakan tempat dimana kebijakan diformulasikan (policy formulation)
yang melibatkan aktor diantaranya kelompok kepentingan, partai politik,
politikus, pemerintah pusat. Selanjutnya tingkatan kedua yaitu ruang administratif
(administrative sphere) yang merupakan tempat dimana kebijakan
diinterpretasikan (policy interpretation) yang melibatkan aktor diantaranya
birokasi pemerintah di tingkat daerah. Sedangkan tingkatan ketiga yaitu ruang
operasional (operational sphere) yang merupakan tempat dimana kebijakan
diaplikasikan (policy application) yang melibatkan aktor pemberi layanan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 22
diantaranya para profesional, akademisi, pekerja sosial dan birokasi tingkat bawah
(lower level bureaucracy).
Berikut digambarkan oleh Jamrozik tingkatan yang dimaksud dalam
sebuah operasi (policy in operation) terkait dengan ruang kegiatan (spheres of
activity) dan aktor yang terlibat (actors involved) :
Gambar. 2.6
Kebijakan dalam operasi : Ruang kegiatan dan aktor yang terlibat
Sumber : Jamrozik, 2001, p. 53
Berdasarkan gambar 2.6 di atas, Jamrozik (2001) mengemukakan bahwa
struktur tersebut menyajikan perspektif konvensional pada kebijakan sosial (dan
setiap kebijakan) sebagai proses yang bersifat top-down. Ketika perspektif ini
memiliki manfaat yang cukup besar, proses kebijakan biasanya diinisiasi sebagai
kegiatan politik, yang mana pada kenyataannya proses kebijakan dapat di mulai
pada setiap tingkat organisasi sosial dan dalam setiap bidang kegiatan. Setiap
lingkup kegiatan difasilitasi dengan cara dan mekanisme tertentu yang diperlukan
untuk kegiatan yang akan dilaksanakan dan masing-masing lingkup diaktifkan
oleh aktor individu atau kelompok pelaku tertentu.
Menurut pandangannya Jamrozik melihat bahwa perencanaan dan
perumusan kebijakan pada dasarnya adalah sebuah aktivitas politik. Namun ketika
memasuki tahapan implementasinya, kebijakan membutuhkan suatu struktur
administrasi. Dalam bidang ini bahwa kebijakan ditafsirkan dan diubah menjadi
serangkaian tugas yang diselenggarakan melalui pembagian kerja. Struktur
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 23
administrasi dapat terdiri dari satu departemen pemerintah atau sejumlah
departemen, atau mungkin berada di sektor non-pemerintah atau organisasi pasar.
Struktur administrasi menyediakan kerangka dan dasar untuk bidang operasi
(operative sphere) di mana di dalam proses pemberian layanan (service delivery)
secara aktual terjadi kontak tatap muka dengan masyarakat penerima layanan
secara langsung.
Dari uraian diatas, peneliti melihat bahwa proses kebijakan yang
digambarkan oleh sebagian besar tokoh ataupun akademisi tersebut lebih banyak
dalam bentuk proses linear maupun siklus dan tidak memperlihatkan bagaimana
sesungguhnya sebuah kebijakan dilaksanakan atau diimplementasikan dari tingkat
atas sampai ke tingkat bawah. Sedangkan proses kebijakan yang dikemukakan
oleh Jamrozik (2001) lebih memberikan gambaran secara utuh bagaimana
sesungguhnya implementasi kebijakan tersebut berjalan dalam sebuah organisasi
administrasi yang terdiri atas beberapa tingkatan. Selain itu tingkatan yang
dikemukan oleh Jamrozik tersebut sangat relevan dalam menggambarkan sebuah
dinamika di dalam proses kebijakan di tingkat bawah (lokal). Oleh karena itu
terkait dengan penelitian ini, maka peneliti memilih menggunakan konsep proses
kebijakan yang dikemukakan oleh Jamrozik (2001) sebagai acuan di dalam
menganalisa mengenai dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal.
Di dalam pembahasan selanjutnya terkait dengan proses kebijakan,
Jamrozik (2001) mengemukakan bahwa hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa
setiap kebijakan yang dirumuskan pada tingkat politik (tingkat atas) harus
dilaksanakan di tingkat administrasi dan operasi (tingkat bawah). Kegiatan yang
berlangsung di tingkat administrasi ditentukan oleh ketersediaan sumber daya
manusia dan sumber daya alam serta ditentukan oleh teori organisasi atau
manajerial tertentu yang ada di dalam sebuah organisasi. Penekanan yang
disampaikan oleh Jamrozik di sini adalah bahwa proses implementasi sebuah
kebijakan dapat mengubah sifat masalah dari politik ke teknis. Sedangkan
pemberian layanan di tingkat operasi berarti konversi lebih lanjut dari isu menjadi
masalah profesional, tetapi, yang paling secara signifikan juga dikonversi dari isu
politik menjadi masalah patologi individu terhadap penerima layanan.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 24
Hal yang menarik dan menjadi fokus perhatian dalam uraian gambar
yang dibuat oleh Jamrozik di atas adalah terkait dengan keberadaan birokrasi
tingkat bawah (lower level bureaucracy) yang merupakan salah satu aktor yang
terlibat pada tingkatan aplikasi kebijakan di level 3 (operational sphere).
Keberadaan birokrasi tingkat bawah ini sangat erat kaitannya dengan kajian di
dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan di dalam pelaksanaan Program Raskin
tersebut peran birokrasi tingkat bawah ini sangatlah menonjol. Selain itu di tingkat
bawah inilah sesungguhnya peran dari sebuah kebijakan sosial itu bekerja (Dean,
2012, p. 74). Oleh karena itu menurut peneliti, implementasi kebijakan di tingkat
bawah inilah yang harus menjadi perhatian. Bagiamana menjadikan kebijakan
sosial itu menjadi lebih bisa berfungsi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Sementara itu di dalam literatur lainnya istilah lower level bureaucracy
disebut pula sebagai street level bureaucracy yang diperkenalkan oleh Lipsky
(1980). Adapun yang dimaksud sebagai street level bureaucracy adalah para
pekerja layanan publik yang berinteraksi langsung dengan warganya di dalam
pelaksanaan pekerjaan mereka sehari-hari dan yang memiliki kebijaksanaan
(discretion) yang substansi dalam pelaksanaan pekerjaan mereka tersebut.
Sedangkan badan atau lembaga layanan publik yang mempekerjakan sejumlah
besar birokrat tingkat bawah tersebut disebut sebagai birokrasi tingkat bawah
(street-level bureaucracies) (Lipsky, 1980, p. 3).
Terkait dengan konteks penelitian ini maka peneliti menilai para aparatur
yang bekerja di Kantor Lurah termasuk perangkat pelaksana yang ada di
bawahnya yaitu para Ketua RT dapat dikelompokkan sebagai street-level
bureaucrats. Hal ini tidak lain karena posisi mereka yang berada pada tingkat
bawah dalam struktur pemerintahan. Selain itu para ketua RT mempunyai peran
dan fungsi dalam membantu pelaksanaan tugas-tugas dari pemerintah khususnya
pemerintah daerah baik di bidang pemerintahan, pembangunan maupun
kemasyarakatan. Para Ketua RT juga telah merupakan pihak yang berhadapan
secara langsung dengan masyarakat di dalam memberikan pelayanan sosial.
Sedangkan Kantor Lurah dan organisasi RT itu sendiri dapat di anggap sebagai
street-level bureaucracies yaitu instansi atau lembaga tempat para pegawai
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 25
kelurahan dan para Ketua RT bekerja dan memberikan pelayanan kepada warga
masyarakatnya.
Walaupun mereka berada di tingkat bawah namun menurut Lipsky justru
mereka mempunyai peran penting dalam penyampaian berbagai bentuk layanan
dari pemerintah terutama layanan di bidang bantuan sosial. Hal ini tidak terlepas
dari tugas dan fungsinya sehari-hari dimana para petugas yang berada di tingkat
bawah ini memberikan pelayanan dan bertatap muka secara langsung dengan
masyarakat. Oleh karena itu di dalam memberikan pelayanan tersebut mereka
sering dihadapkan pada dua pilihan yaitu dari si penerima layanan (service
recipients) yang menginginkan adanya peningkatan efektivitas dan responsibilitas.
Sedangkan dari sisi warga negara (citizen group), mereka dituntut untuk
peningkatan keberhasilan (efficacy) dan efisiensi terhadap layanan pemerintah
(Lipsky, 1980, p. 4). Kondisi ini menjadikan pegawai yang berada di tingkat
bawah menghadapi sebuah dilema yaitu antara menjalan tugas sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan bekerja yang disesuaikan dengan kondisi nyata yang
ada di depan mata yang terjadi di masyarakat. Hal ini sangat relevan dengan
fenomena yang terjadi di masyarakat saat ini terkait dengan pemberian bantuan
atau layanan sosial kepada masyarakat miskin.
Terkait dengan hal tersebut maka Lispky mengemukakan bahwa petugas
di tingkat bawah (street-level bureaucrat) cenderung menggunakan discretion di
dalam pemberian layanan kepada masyarakat yang bersifat fleksibel dan
disesuaikan dengan kondisi yang terjadi di masyarakat. Hal senada dikemukakan
oleh Chambers (2000) dengan menggunakan istilah administrative discretion
yaitu diskresi yang diberikan dalam melayani orang-orang yang berhak untuk
mendapatkan manfaat kesejahteraan sosial (eligibility by administrative
discretion). Oleh karena itu menurut Lipsky, birokrat tingkat bawah (street-level
bureaucrat) memiliki diskresi yang cukup besar dalam menentukan sifat, jumlah,
dan kualitas dari manfaat dan sanksi yang disediakan oleh instansi mereka.
Kondisi yang terjadi seperti itu bukan berarti bahwa mereka bekerja tanpa
terkendali oleh aturan, regulasi, dan arahan dari atas, atau tanpa norma-norma.
Namun sebaliknya, menurut Lispky (1980) bahwa dimensi utama kebijakan
publik yang terdiri dari tingkat manfaat, kategori kelayakan, sifat dasar aturan,
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 26
regulasi dan layanan adalah dibentuk oleh para elite kebijakan dan politik dan
pegawai administratif. Sedangkan para administrator dan norma pekerjaan dan
norma masyarakat juga menyusun pilihan kebijakan dari birokrat tingkat bawah.
Pengaruh ini menetapkan dimensi utama kebijakan tingkat bawah dan
memperhitungkan tingkat standardisasi yang ada dalam program publik dari satu
tempat ke tempat lainnya serta dalam program-program lokal.
Secara konseptual, Lispky (1980, p. 15) menjelaskan bahwa diskresi
adalah sebuah konsep yang relatif yang mana semakin besar tingkat diskresi maka
semakin penting analisisnya dalam memahami karakter perilaku pekerja. Hal ini
menurutnya merupakan ciri khas dari birokrat tingkat bawah yang sepertinya
cukup sulit untuk dihilangkan dari mereka. Lebih lanjut Lispky (1980)
menjelaskan bahwa birokrat tingkat bawah melibatkan pekerjaan yang kompleks
yang mana mengelaborasi aturan, pedoman, atau instruksi yang tidak dapat
membatasi pilihan /alternatif. Secara khusus Lipsky mengemukakan bahwa ada
beberapa alasan mengapa diskresi ini tidak dapat dihilangkan dari pekerja/birokrat
tingkat bawah. Hal ini didasari alasan antara lain pertama, birokrat tingkat bawah
sering bekerja dalam situasi terlalu rumit untuk mengurangi format/pola yang
telah terprogram dengan baik. Kedua, birokrat tingkat bawah bekerja dalam
situasi yang sering membutuhkan respon terhadap dimensi situasi kemanusiaan.
Ketiga, lebih disebabkan pada fungsi pekerja tingkat bawah yang berinteraksi
dengan warga daripada dengan tugas yang sesungguhnya. Kebijaksanaan tingkat
bawah mendukung harga diri pekerja itu sendiri dan mendorong klien untuk
percaya bahwa para pekerja memegang kunci untuk kesejahteraan mereka (the key
to their well being).
Sementara menurut Hughes dan Wearing (2007) menggambarkan bahwa
kompleksitas dari pekerjaan sosial yang berada di garis depan terkait dengan
aturan dan prosedur tidak akan pernah dapat menjelaskan seluruh perbedaan
pengalaman yang dihadapi manusia. Oleh karena itu konsekuensinya maka
mereka yang berada di garis depan bertindak dengan menggunakan otonomi dan
diskresi di berbagai tempat. Lebih lanjut Hughes dan Wearing (2007) berpendapat
bahwa pekerja sosial membutuhkan untuk menciptakan keseimbangan antara
masalah teknis dan ketidakpastian dalam menjalankan peran mereka. Pekerja
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 27
sosial harus mempunyai keahlian dalam aspek teknis dari praktek organisasi,
tetapi mereka juga harus mampu untuk merefleksikan dan bertindak berdasarkan
komitmen profesional dan sosial yang lebih luas. Kemudian komitmen tersebut
mungkin digunakan sebagai tantangan organisasi atau dapat digunakan sebagai
dasar bekerja dengan strategi untuk merubah organisasi.
Selanjutnya dalam konteks yang lebih luas, berbicara mengenai proses
pengambilan kebijakan erat pula kaitannya dengan kajian mengenai kekuasaan.
Hal ini didasari pada argumentasi bahwa untuk mengambil dan menjalankan
sebuah kebijakan baik maka sebuah lembaga atau organisasi dan orang-orang
yang berada di dalamnya membutuhkan kekuasan (power) yang sah (legitimasi
kekuasaan). Di dalam penelitian ini, peneliti berupaya menyoroti hal terkait
dengan dinamika yang terjadi di tingkat lokal. Oleh karena itu kekuasaan yang
menjadi perhatian yaitu kekuasaan yang berada di tingkat lokal. Ringkasnya,
bagaimana para elite lokal memainkan kekuasaannya dalam pengambilan sebuah
kebijakan. Oleh karena itu dalam pembahasan selanjutnya, peneliti mencoba
menguraikan mengenai bagaimana sebuah kebijakan bisa muncul atau
dikembangkan di masyarakat (how policies develop).
Kekuasaan adalah konsep yang sulit dipahami karena dengan kekuasaan
seseorang mempunyai kapasitas untuk mengendalikan orang lain dan hal ini dapat
berlaku di setiap tingkatan dalam kehidupan manusia (Dean, 2012). Dalam
penjelasannya Dean (2012) mengemukakan bahwa di satu sisi jika kekuasaan
dilakukan oleh mereka yang kuat terhadap mereka yang lemah maka kekuasaan
pasti dapat menjadi bertentangan dengan kesejahteraan manusia. Padahal di sisi
lain kekuasaan justru melekat pada proses pembuatan kebijakan sosial.
Ringkasnya dapat peneliti katakan bahwa jika dijalankan dengan benar maka
kekuasaan dibutuhkan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyrakat. Begitu
sebaliknya jika kekuasaan digunakan secara tidak benar maka justru menimbulkan
penderitaan bagi masyarakat. Hal inilah yang menjadikan kekuasaan itu kadang
menjadi sulit dipahami karena memiliki makna ganda.
Selain itu di dalam tulisannya Dean (2012) mengutarakan bahwa isu
penting di dalam perspektif kebijakan sosial terkait dengan kekuasaan (power)
yaitu ketidakberdayaan telah meniadakan kesejahteraan manusia (powerlessness
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 28
negates human well being). Selanjutnya ia berpendapat bahwa negara adalah
seluruh rangkaian lembaga dimana kekuasaan politik dilaksanakan dan di mana
kebijakan dipahami dan diimplementasikan. Terkait dengan pelaksanaan
kekuasaan politik tersebut maka ia menyebutkan bahwa ada 3 konsep di dalam
pelaksanaan kekuasaan politik. Adapun yang pertama yaitu pandangan pluralis;
kedua, pandangan elite dan ketiga pandangan korporatis. Konsepsi pluralis utama
memandang negara sebagai perwujudan dari cita-cita demokrasi liberal yang
representatif. Pendekatan ini digambarkan dimana pihak eksekutif dan proses
pengambilan kebijakan lebih bersifat terbuka yaitu melalui proses lobi politik dari
berbagai kelompok kepentingan dan kelompok penekan.
Selanjutnya konsepsi elitis melihat bahwa pandangan ini berada di
belakang demokratis negara liberal dan berpendapat bahwa konsep ini berfungsi
untuk melayani kepentingan elit politik. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti
berpendapat bahwa konsep elitis lebih bersifat tertutup dan digunakan sebagai
sarana untuk menjamin terlaksananya kepentingan elite saja. Bahkan beberapa
pendapat para tokoh menyebutkan bahwa konsep ini hanya mewakili kepentingan
kelompok kapitalis semata. Sedangkan pandangan korporatis dijelaskannya bahwa
konsep ini cenderung dikaitkan dengan tradisi di daratan benua eropa dimana
negara bertindak sebagai perantara di antara blok kekuatan yang besar dalam
masyarakat luas. Lebih lanjut dikatakannya bahwa di era modern, pandangan
koorporatis dapat dilihat sebagai penghubung antara kekuatan besar sektor usaha
dan sektor tenaga kerja.
Pandangan senada terkait dengan pelaksanaan kekuasaan juga
dikemukakan oleh Spicker (1995, p. 98-101) yang menguraikan bahwa ada 3
model pendekatan terkait dengan struktur kekuasaan. Model Pertama yaitu
elitisme (elitism) yang mana menggambarkan bahwa kekuasaan dipegang oleh
kalangan atau kelompok tertentu saja (a few people). Model yang kedua yaitu
pluralisme (pluralism) yang mana digambarkan bahwa kekuasaan merupakan
gabungan dari beberapa kelompok (power as diffused) dan tidak ada satu
kelompok tertentu yang memiliki kekuasaan secara konsisten untuk
mempengaruhi keputusan. Namun hal ini bukan pula berarti bahwa kekuasaan
didistribusikan secara merata di masyarakat. Selain itu dikemukakannya bahwa
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 29
pluralisme menilai bahwa kebijakan sosial adalah beraneka ragam dan tidak ada
tema yang tetap. Sedangkan model yang ketiga yaitu korporatis (corporatism)
yaitu sebuah model yang mencoba menggabungkan aspek antara model elitisme
dan pluralisme. Model ini menginterpretasikan bahwa pelaksanaan kekuasaan
sebagai dominasi terhadap kepentingan korporatis.
Sementara itu Blakemore dan Griggs (2007) mengemukakan bahwa ada
tiga model kekuatan terkait dengan bagaimana kebijakan dibuat dan dijalankan.
Pertama model pluralisme demokratis (the democratic pluralist model). Model ini
menunjukkan bagaimana pemerintahan seharusnya bertindak dan bagaimana
kebijakan seharusnya dibuat dalam masyarakat yang demokratis. Model ini
menilai perlu adanya pengawasan di dalam penyelenggaraan pemerintah karena
kekuasaan tersebut menyebar secara luas di masyarakat. Lebih lanjut
dijelaskannya bahwa pemerintahan yang menolak atau mengabaikan keberadaan
kelompok kepentingan dan kelompok penekan maka pemerintahan tersebut akan
kehilangan kekuasaanya dan dipaksa untuk kembali kepada keputusan kebijakan.
Kondisi ini merupakan gambaran pengambilan kebijakan dengan proses yang
konstan antara pemerintah, lembaga sosial masyarakat dan kelompok masyarakat.
Kedua adalah model kontrol elit (the elite control model). Blakemore dan
Griggs (2007) mengemukakan bahwa kelompok-kelompok elit dari berbagai
macam kelompok bergabung untuk menjalankan semua lembaga pemerintah
utama, dengan relatif sedikit pertanggungjawaban kepada siapapun di luar jajaran
eksklusif mereka sendiri. Walaupun lembaga 'demokratis' ada di tengah-tengah
masyrakat, namun sebagai hasil dari kombinasi keterampilan, pengalaman dan
memonopoli posisi kepemimpinan utama maka anggota elit yang selalu memiliki
pengaruh dalam menentukan keputusan di lembaga-lembaga yang seharusnya
bersifat demokratis. Selanjutnya model ini menunjukkan bahwa para anggotanya
cenderung berasal dari latar belakang sosial yang sama. Ikatan keluarga dan
kekerabatan juga akan cenderung untuk mengikat mereka bersama-sama. Oleh
karena itu, meskipun perbedaan-perbedaan terjadi diantara mereka, namun
anggota elit akan cenderung bersama-sama untuk memastikan bahwa mereka
mempertahankan kontrol keseluruhan keputusan kebijakan.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 30
Ketiga adalah model ekonomi politik (the political economy model).
Blakemore dan Griggs (2007) menjelaskan bahwa model ini bertumpu pada
asumsi yang agak berbeda dari dua model yang pertama. Hal tersebut dikarenakan
sebuah perspektif ekonomi politik, di sisi lain, menggambarkan perhatian lebih
kepada sistem ekonomi yang mendasari dan bagaimana sistem politik berinteraksi
dengan itu. Sistem ekonomi yang berlaku di hampir setiap negara di dunia
sekarang adalah ekonomi pasar kapitalis. Dengan demikian ide dasar dari
perspektif ekonomi politik adalah bahwa kebijakan sosial akan cenderung
dibentuk oleh kebutuhan atau tuntutan dari ekonomi pasar. Model ekonomi politik
bisa disamakan dengan pandangan Marxis terhadap masyarakat yang berdasarkan
kelas di mana kelas penguasa mengontrol kebijakan dan membuat sebagian besar,
jika tidak semua, keputusan besar. Namun pada gilirannya kondisi yang terjadi
akan menciptakan potensi konflik yang berkembang antara kaya dan si miskin,
antara orang-orang yang mengendalikan kebijakan dan massa orang-orang yang
harus berurusan dengan konsekuensi dari keputusan pemerintah yang cenderung
mendukung yang kaya dan berkuasa.
Dari serangkaian uraian di atas peneliti melihat bahwa ada keterkaitan
yang erat antara kebijakan dan kekuasaan. Secara ringkasnya, kekuasaan
dibutuhkan dalam pengambilan sebuah kebijakan. Di dalam kekuasaan itu sendiri
secara umum terdapat 3 macam pendekatan. Selanjutnya pendekatan-pendekatan
tersebut akan peneliti jadikan sebagai acuan di dalam menganalis proses kebijakan
yang terjadi di tingkat lokal. Dari analisa tersebut nantinya dapat diketahui,
pendekatan apa yang pada umumnya digunakan para pemegang kekuasaan di
tingkat lokal di dalam pengambilan sebuah kebijakan. Secara konseptual
keputusan yang diperoleh melalui pendekatan pluralisme biasanya lebih bisa
diterima warga masyarakat karena dihasilkan dari proses demokrasi. Sebaliknya
keputusan yang diperoleh dari pendekatan elitisme cenderung bersifat merugikan
masyarakat karena masyarakat tidak diberi kesempatan untuk menyuarakan
pendapatanya. Terkait dengan konsteks penelitian ini maka nantinya dapat
dibandingkan dengan keputusan yang dihasilkan di dalam pelaksanaan program
raskin di tingkat lokal. Selain itu, sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya
bahwa dalam perspektif kebijakan sosial maka keberadaan sebuah kebijakan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 31
ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat terutama bagi orang-
orang miskin. Oleh karena itu berdasarkan analisa yang ada nantinya dapat
diketahui apakah kebijakan yang dihasilkan di tingkat lokal telah sejalan dengan
cita-cita tersebut.
2.1.2 Konsep Dasar Kebijakan Sosial
Di awal pembahasan terkait dengan konsep dasar kebijakan sosial,
peneliti mencoba memaparkan beberapa pendapat dari para ahli terkait dengan
apa yang dimaksud dengan kebijakan. Menurut Ealau dan Prewitt (1973)
menyebutkan bahwa kata ”kebijakan” berarti sebuah ketetapan yang berlaku yang
dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya
maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan tersebut) dan Titmuss (1974)
menyebutkan bahwa kebijakan didefinisikan sebagai prinsip-prinsip yang
mengatur tindakan yang diarahkan pada tujuan-tujuan tertentu (Suharto, 2010, p.
7). Pendapat lainnya yaitu kebijakan dapat pula didefinisikan sebagai aturan yang
menggambarkan bagaimana seseorang memperoleh akses manfaat yang
disediakan oleh sebuah organisasi atau kelompok (Stein, 2001, p. 4).
Selanjutnya terkait dengan pemahaman mengenai konsep dasar
kebijakan sosial, peneliti rangkum dalam berbagai aspek berdasarkan kesamaan
pandangan yang dikemukakan oleh masing-masing tokoh. Pertama, Kebijakan
sosial dapat dipahami sebagai bagian dari kebijakan publik sebagaimana yang
dikemukakan oleh Blau, Joel dan Ambramovitz (2003, p. 20). Hal senada juga
dikemukan oleh Suharto (2008, p. 3) yang mengatakan bahwa kebijakan sosial
adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik yang mengatur urusan
kesejahteraan sosial. Sementara kebijakan publik itu sendiri didefinisikan oleh
Dye (2005, p. 1) yaitu “whatever govermnets choose to do or not to”.
Berdasarkan berbagai uraian tersebut, peneliti melihat bahwa dari segi
cakupannya, kebijakan sosial mempunyai cakupan kajian yang lebih khusus
dibandingkan dengan kebijakan publik yang masih tergolong umum. Hal ini
dikarenakan kebijakan sosial lebih berfokus kepada masalah-masalah sosial dan
tujuan-tujuan sosial untuk mencapai kesejahteraan bagi masyarakat. Sedangkan
kebijakan publik dapat dimaknai sebagai apapun yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh pemerintah.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 32
Selanjutnya kedua, kebijakan sosial dapat dipahami sebagai sebuah
kajian akademik yang terkait dengan tindakan untuk mendukung terciptanya
kesejahteraan (promoting well being) sebagaimana yang dikemukakan oleh
Alcock (1997) dalam Alcock, dkk (2004, p. 1). Hal senada juga dikemukakan oleh
Spicker (1995, p. 3) yang menyebutkan bahwa kebijakan sosial adalah sebuah
studi terkait dengan pelayanan sosial dan negara kesejahteraan. Lebih lanjut
dikatakannya bahwa yang dimaksud dengan pelayanan sosial yaitu meliputi
jaminan sosial, perumahan, kesehatan, pekerjaan sosial dan pendidikan. Selain itu
kebijakan sosial dapat dianggap sebagai studi tentang sejarah, politik, filsafat,
sosiologi dan ekonomi terhadap pelayanan sosial (Rein, 1983, p. 3-4).
Konsep dasar yang ketiga yaitu kebijakan sosial dapat dipahami sebagai
sebuah aturan yang dibuat melalui proses dan yang dipandu oleh nilai-nilai,
prinsip dan tujuan tertentu. Hal ini diantaranya dikemukakan oleh Drake (2001, p.
3). Hal senda juga dikemukakan oleh Stein (2001, p. 5) yang mengemukakan
bahwa kebijakan sosial adalah sebuah ekspresi dari nilai-nilai social yang hadir
melalui proses perdebatan dan pengambilan keputusan, menghasilkan kerangka
kerja untuk alokasi sumber daya sosial untuk mendefinisikan pengelompokkan
orang untuk tujuan mengatasi atau menghilangkan masalah sosial, berusaha untuk
mempengaruhi perilaku masa depan anggota masyarakat dan mempunyai
kekuatan hukum.
Konsep dasar yang keempat yaitu kebijakan sosial dapat dipahami
sebagai yaitu kebijakan sosial adalah suatu mekanisme untuk pengalokasian
sumber daya masyarakat untuk tujuan mencapai hasil tertentu yang membawa
hasil nilai-nilai yang dominan dan tujuan dan sasaran yang sesuai. Hal ini dapat
dilihat dari pendapat yang dikemukakan oleh Jamrozik (2001, p. 37). Selain itu
Jamrozik (2001, p. 38) mengemukakan bahwa kebijakan sosial dapat pula
dikaitkan dengan gagasan, ide atau pemikiran terhadap kesejahteraan, jaminan
sosial, pengalokasian dan distribusi atau redistribusi sumber daya. Kemudian dari
gagasan tersebut dikaitkan pula dengan pemikiran atau ide yaitu bersifat abstrak
seperti keadilan, persamaan, fairness, keadilan sosial atau bahkan alturisme (sifat
yang mementingkan kepentingan orang lain). Hal senada juga dikemukakan oleh
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 33
Rein (1983, p. 5) bahwa kebijakan sosial mempunyai komitmen besar terhadap
isu redistribusi dan keadilan.
Terkait dengan konteks penelitian ini, dari berbagai uraian yang telah
dikemukakan para ahli tersebut maka pemahaman mengenai konsep kebijakan
sosial mengkerucut pada apa yang dikemukakan oleh Jamrozik (2001) yaitu
kebijakan sosial dinilai sebagai sebuah mekanisme dalam pengalokasian sumber
daya milik masyarakat agar masyarakat dapat mencapai hasil sebagaimana yang
mereka inginkan untuk tujuan pencapaian hasil-hasil tertentu. Program raskin
sebagai sebuah kebijakan sosial telah membuat suatu mekanisme di dalam
pengalokasian kebutuhan pokok/dasar rumah tangga miskin di bidang pangan
yaitu beras dengan tujuan untuk membantu rumah tangga miskin dalam
pemenuham kebutuhan pokoknya sehingga nantinya rumah tangga tersebut dapat
memperbaiki kondisi sosial ekonominya. Selain itu sejalan dengan pemikiran
yang dikemukakan oleh Jamrozik (2001) mengenai gagasan tentang
kesejahteraan, jaminan sosial, pengalokasian dan distribusi atau redistribusi
sumber daya dan kemudian dikaitkan pula dengan gagasan yang bersifat abstrak
antara lain tentang keadilan, persamaan, fairness, keadilan social, menurut peneliti
sangat berkaitan erat dengan kajian yang dibahas di dalam penelitian ini.
2.1.3 Ruang Lingkup Kebijakan Sosial
Dalam beberapa literatur telah dikemukakan bahwa beberapa akademisi
mencoba membagi kebijakan sosial ke dalam beberapa bidang kajian atau ruang
lingkup. Pembagian ini tentu saja bukan bermaksud untuk memisahkan antara
kajian yang satu dengan kajian lainnya dalam arti yang sebenarnya, namun hanya
untuk lebih memperjelas posisi atau letak kajian itu sendiri di dalam sebuah
kebijakan sosial, diantaranya dikemukakan oleh Midgley, Tracy dan Livermore
(2000). Di dalam uraiannya kebijakan sosial dibagi menjadi dua aspek bidang
kajian, yaitu pertama kebijakan sosial sebagai sebuah aktivitas pemerintah yaitu
mengacu pada kebijakan dan program pemerintah yang aktual yang
mempengaruhi kesejahteraan masyarakat (people’s welfare) dan kedua kebijakan
sosial dipandang sebagai sebuah bidang akademik yaitu berfokus pada hal-hal
meliputi deskripsi, penjelasan dan evaluasi dari kebijakan sosial.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 34
Berangkat dari pembagian tersebut, secara lebih rinci dijelaskan bahwa
sebagai tindak lanjut dari aspek yang pertama yaitu kebijakan sosial sebagai
sebuah aktivitas pemerintah, maka dalam hal ini pemerintah dapat mempengaruhi
kesejahteraan masyarakat dengan berbagai cara yaitu diantaranya pertama,
pemerintah memformulasikan kebijakan yang secara khusus dimaksudkan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini disebutkan misalnya
pemerintah berusaha meningkatkan kondisi sosial masyarakat dengan
memberikan program pelayanan sosial yang baru. Cara yang kedua yang
dilakukan pemerintah dalam mempengaruhi kesejahteraan sosial yaitu secara
tidak langsung melalui ekonomi, lingkungan atau kebijakan lainnya yang nantinya
berdampak pada kondisi sosial masyarakat. Sedangkan cara yang ketiga yaitu
pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan sosial yang mempengaruhi
kesejahteraan masyarakat dengan cara yang tidak terduga dan tidak diinginkan. Di
dalam urainnya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan cara yang tidak terduga
dan tidak dinginkan adalah kebijakan yang diambil difokuskan untuk suatu
kelompok tertentu saja yang nyatanya membawa manfaat, namun tidak
diharapkan bagi kelompok lainnya.
Selain melalui tiga cara tersebut di atas, Midgley, Tracy dan Livermore
(2000) menyebutkan pula bahwa menurut para ahli kebijakan sosial, pemerintah
juga dapat secara langsung dalam mendukung kesejahteraan sosial melalui tiga
metode yaitu metode yang pertama adalah kebijakan yang merupakan hasil dari
kreasi program layanan sosial. Hal ini dapat di lihat dari sebagian besar
pemerintah telah mengadopsi kebijakan yang memperkenalkan layanan sosial,
mengatur cara menjalankannya, dan mengartikan tujuan kebijakan tersebut.
Metode yang kedua yaitu dengan menggunakan peraturan perundang-undangan
(statutory regulation). Sedangkan metode yang ketiga adalah melalui sistem pajak
(tax system). Cara ini dikenal dengan istilah kesejahteraan keuangan (fiscal
welfare).
Sedangkan dalam kerangka aspek yang kedua yaitu ruang lingkup
kebijakan sosial dapat dipandang sebagai sebuah kajian studi akademik. Hal ini
dilakukan oleh para ahli dengan memberikan tanggapan-tanggapan yang sering
dijadikan sebagai perspektif, membuat rekomendasi untuk peningkatan kondisi
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 35
sosial dan juga mereka membuat blue print untuk sebuah visi bagi masayarakat
yang ideal. Dalam uraiannya ditegaskan bahwa walaupun oleh sebagain besar
orang, hasil pemikiran-pemikiran tersebut hanya dianggap sebagai sebuah impian,
namun para ahli tetap menginspirasi tokoh reformasi sosial untuk mendukung
terjadinya peningkatan perubahan sosial dan mempengaruhi kemunculan
kebijakan sosial.
Sementara itu, Hall, Anthony dan James Midgley (2004, p. 24)
mengemukakan bahwa secara umum kebijakan sosial dapat diidentifikasi menjadi
3 ruang lingkup yaitu pertama, teori representasional (respresentational theory);
kedua teori eksplanatori atau analisis (explanatory or analytical theory) dan
ketiga, teori normatif (normative theory). Di dalam uraiannya menyebutkan
bahwa teori representasional berfokus pada pengklasifikasian yang dimaksudkan
untuk mengurangi fenomena kebijakan sosial yang sangat kompleks sehingga
dapat lebih diatur dalam hal kategori dan dapat mendukung pemahaman yang
lebih baik terhadap berbagai pendekatan kebijakan sosial yang berbeda.
Pengkategorian ini membagi kebijakan sosial menjadi 2 (dua) kategori yaitu yang
pertama model residual dan kedua model institutional. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa model residual terdiri dari kebijakan sosial yang terbatas. Model ini
berkaitan dengan pemberian dukungan bagi keluarga, sektor voluntary dan pasar
(market) pada saaat lembaga/institusi tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan
sosial (social needs). Sedangkan model institusional yaitu terdiri dari kebijakan
sosial yang mempunyai peran terdepan dalam masyarakat dan mendukung
pelayanan sosial dengan cakupan menyeluruh (universal) dan ekstensif.
Selanjutnya terkait dengan teori yang kedua yaitu teori eksplanatori atau
analisis diuraikannya bahwa pendekatan ini menghasilkan subtansial body of
knowledge yang digunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan. Misalnya
terkait dengan alasan pemerintah memperluas program sosial pada masa tertentu.
Alasan ini dapat disimpulkan misalnya untuk meningkatkan kondisi sosial dan
mendukung kesejahteraan warga masyarakatnya. Sedangkan terkait dengan
penjelasan toeri yang ketiga dalam uraiannya disebutkan bahwa teori normatif
digunakan untuk menyediakan kerangka nilai bagi kebijakan sosial. Teori ini
bermanfaat untuk membantu mengidentifikasi kebijakan sosial yang diinginkan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 36
dalam istilah yang berbeda terhadap susunan nilai, idelogi dan tujuan politik. Oleh
karena itu dikatakannya bahwa teori kebijakan sosial normatif berkaitan erat
dengan ideologi politik. Teori normatif memainkan peran penting dalam
kebijakan sosial karena teori ini mempengaruhi keputusan kebijakan sosial dari
partai politik, pemerintah, organisasi non pemerintah, lembaga pergerakan sosial
dan lembaga internasional.
Pendapat yang lainnya terkait dengan pembagian ruang lingkup
kebijakan sosial yaitu menurut Spicker (1995, p. 4-5) secara garis besarnya
membagi kajian kebijakan sosial menjadi tiga bagian yaitu pertama berbicara
mengenai kebijakan sosial berarti berbicara mengenai kebijakan. Kemudian yang
kedua berbicara mengenai kebijakan sosial berarti berbicara terkait dengan isu
atau masalah sosial, dan yang ketiga, berbicara mengenai kebijakan sosial berarti
berbicara mengenai kesejahteraan. Lebih lanjut dalam uraiannya Spicker (1995)
menjelaskan bahwa kebijakan sosial sebagai sebuah kebijakan mempunyai elemen
utama yang terdiri dari asal usulnya, tujuannya, proses kebijakan dan hasilnya.
Sedangkan kebijakan sosial yang berkaitan dengan masalah kesejateraan, secara
umum hal ini berimplikasi pada adanya berbagai respon sosial secara kolektif
yang dibuat untuk menanggapi masalah yang terjadi di lapangan. Sementara itu
posisi kebijakan sosial sebagai hal yang berkaitan dengan kesejahteraan dipahami
bahwa kesejahteraan yang dimaksud dapat diambil dari pemahaman yang luas,
untuk mengartikan kondisi sejahtera. Tetapi ide dari kesejahteraan secara lebih
dekat mengacu pada beberapa ketentuan kolektif (collective provision) tertentu
yang mana ditujukan untuk melindungi kesejahteraan masyarakat.
2.1.4 Program Penanggulangan Kemiskinan dalam bentuk Bantuan Sosial
Sebagaimana yang telah disinggung pada bagian sebelumnya bahwa
program penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu wujud dari kebijakan
sosial. Dalam implementasinya program penanggulangan kemiskinan dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Hal tersebut umumnya ditentukan berdasarkan
situasi dan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang sedang berlangsung. Selain
itu adanya political will yaitu kemauan dari pemerintah dalam mengalokasikan
anggaran yang cukup besar di bidang sosial untuk penanggulangan kemiskinan
dapat lebih mempercepat proses perbaikan kesejahteraan penduduk miskin.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 37
Apalagi berkaitan dengan kemiskinan yang sangat parah (cronic poverty), maka
diperlukan strategi khusus dan melibatkan seluruh komponen secara
komprehensif.
Dalam konteks Negara Indonesia, terkait dengan Penanggulangan
Kemiskinan di Indonesia, pemerintah telah memberikan suatu pedoman yang
diatur di dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
Di dalam Undang-undang tersebut telah disebutkan bahwa Penanggulangan
Kemiskinan merupakan kebijakan, program dan kegiatan yang dilakukan terhadap
orang, keluarga, kelompok dan atau masyarakat yang mempunyai atau tidak
mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang
layak bagi kemanusiaan. Sedangkan tujuan dari penanggulangan kemiskinan
tersebut adalah menyangkut 4 (empat) hal penting yaitu pertama; untuk
meningkatkan kapasitas dan mengembangkan kemampuan dasar serta
kemampuan berusaha masyarakat miskin. Kedua, yaitu untuk memperkuat peran
masyarakt miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin
penghargaan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar. Ketiga, untuk
mewujudkan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik dan sosial yang
memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan seluas-luasnya
dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara
berkelanjutan. Ke empat, memberikan rasa aman bagi kelompok masyarakat
miskin dan rentan.
Dalam rangka menindaklanjuti Undang-Undang tersebut maka Presiden
telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan. Di dalam Perpres tersebut Penanggulangan
Kemiskinan diartikan sebagai kebijakan dan program pemerintah dan pemerintah
daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana dan bersinergi dengan dunia
usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka
meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat. Sedangkan Program
Penanggulangan Kemiskinan diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha serta masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 38
masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain
dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti melihat bahwa di dalam proses
penanggulangan kemiskinan perlu ada sebuah kegiatan yang bersinergi antara
sektor pemerintah, swasta dan masyarakat sehingga nantinya kegiatan yang
dilakukan dapat berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin.
Hal ini nantinya berdampak pada berkurangnya jumlah penduduk miskin yang ada
di Indonesia. Dalam pemahaman secara global, pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan mempunyai peran penting di dalam tercapainya
kesejahteraan sebagai salah satu tujuan yang diamanatkan UUD 1945. Selanjutnya
berdasarkan pada Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan, maka secara garis besar pemerintah membagi
Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan menjadi beberapa kelompok
yaitu :
1. Kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, bertujuan
untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, dan
perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin;
2. Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
masyarakat, bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat
kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan
yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat;
3. Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
usaha ekonomi mikro dan kecil, bertujuan untuk memberikan akses dan
penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil;
4. Program-program lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak langsung
dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
miskin.
Dalam rangka mensinergikan keberadaan Perpres tersebut, maka Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) telah membentuk
klusterisasi dalam program penanggulangan kemiskinan (http://data.tnp2k.go.id/)
yang tediri dari Kluster I yaitu Kelompok Program Berbasis Bantuan dan
Perlindungan Sosial, Kluster II yaitu Kelompok Program Berbasis Pemberdayaan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 39
Masyarakat, Kluster III yaitu Kelompok Program Berbasis Pemberdayaan Usaha
Mikro dan Kecil. Dengan adanya klusterisasi tersebut, lebih lanjut disebutkan pula
bahwa setiap kelompok program penanggulangan kemiskinan mempunyai fokus
dan tujuan yang berbeda dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Oleh sebab
itu, setiap kelompok tersebut mempunyai ciri dan karakteristik yang berbeda.
Terkait dengan konteks penelitian ini maka fokus kajian peneliti mengkerucut
pada kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga yang masuk ke
dalam Kluster I.
Walaupun di dalam klusterisasi yang dibuat oleh TNP2K tersebut,
terdapat pemisahan antara bantuan dan perlindungan sosial namun di beberapa
literatur justru menempatkan bantuan sosial sebagai bagian dari perlindungan
sosial. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Norton, dkk (2001, p. 22) yang
mengatakan bahwa perlindungan sosial mencakup dua bidang inti yang luas yang
dinamakan bantuan sosial (social assistance) dan asuransi sosial (social
insurance). Sedangkan menurut Suharto (2008, p.125) berbicara mengenai
perlindungan sosial di ASEAN maka perlindungan sosial dapat diklasifikasikan
menjadi tiga elemen utama yaitu bantuan sosial, asuransi sosial, jaminan
kesejahteraan sosial berbasis masyarakat (community based social welfare
security) atau yang sering disebut juga sebagai skema mikro berbasis wilayah
(micro-and area-based schemes).
Sementara itu berdasarkan pendapat para ahli mengenai apa itu bantuan
sosial antara lain dapat dilihat dari pendapat Ginneken (1999) mengemukakan
bahwa bantuan sosial diartikan sebagai manfaat yang diberikan secara langsung
atau dalam bentuk barang yang dibiayai oleh negara baik pemerintah nasional
maupun daerah yang sebagian besar disediakan melalui alat uji dasar atau uji
pendapatan (Norton, Conway dan Foster, 2001, p. 22). Hal ini berarti bantuan
sosial dapat memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat miskin dan
yang mendapatkan bantuan adalah mereka yang lulus dalam uji kelayakan
tersebut.
Sedangkan definisi lainnya bantuan sosial diartikan yaitu tindakan publik
yang dirancang untuk mentransfer sumber daya untuk kelompok-kelompok yang
dianggap memenuhi syarat karena mengalami kekurangan. Kekurangan dapat
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 40
didefinisikan sebagai berpenghasilan rendah, atau dimensi lainnya dari
kemiskinan misalnya status sosial atau status gizi. (Norton, Conway dan Foster
(2001, p. 10). Lebih lanjut dijelaskannya bahwa bantuan sosial dapat berbentuk
tunai ataupun barang yang dibiayai oleh pajak dan bukan berasal dari iuran.
Bantuan tersebut dapat diberikan kepada semua orang (universal) namun
umumnya diberikan hanya untuk masyarakat dengan kategori tertentu yang
dianggap rentan.
Oleh karena itu bantuan sosial yang diberikan biasanya langsung dapat
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat miskin sebagai penerima bantuan. Terkait
dengan konteks penelitian ini, maka bantuan sosial yang dimaksud adalah bantuan
yang diberikan pemerintah kepada rumah tangga miskin dalam bentuk pemberian
manfaat barang (in kind transfer) yaitu subsidi di bidang pangan berupa beras
murah bersubsidi. Hal ini dimaksudkan agar dapat dimanfaatkan secara langsung
untuk mengurangi kesulitan yang dihadapi oleh rumah tangga miskin dalam
memenuhi kebutuha npokok hidup mereka sehari-hari.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa dalam konteks
Indonesia, perlindungan sosial mempunyai cakupan yang lebih luas yang tidak
hanya mencakup bantuan sosial dan asuransi sosial tetapi juga mencakup jaminan
kesejahteraan sosial berbasis masyarakat. Dari berbagai pendapat akademisi
tersebut maka secara lebih ringkas dapat peneliti rangkum mengenai komponen
pembentuk Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia dalam sebuah
kerangka sebagai berikut :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 41
Gambar 2.7.
Tipologi Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Sumber : diadaptasi dari TNP2K
Sementara itu dari berbagai literatur yang ada menyebutkan bahwa
keberadaan program bantuan sosial ini dapat dibagi lagi menjadi berbagai macam
bentuk program sosial. Menurut Weber di dalam tulisanya menguraikan bahwa :
“... social assistance programs are divided into five categorie”s : conditional or
nonconditional assistance programs, targeted and means-tested or universal
programs, household-based or individual-based programs, tied or nontied
programs, and temporary or unlimited programs (Handayani dan Burkley, 2009,
p. 48 )
Berdasarkan pembagian kategori di atas, Weber memberikan penjelasan
sebagai berikut pertama yaitu program bantuan bersyarat (conditional assistance
program). Dijelaskan bahwa biasanya program bantuan bersyarat meminta
penerima untuk menunjukkan pola-pola perilaku tertentu sebagai suatu syarat,
terutama yang berkaitan dengan kegiatan anak-anak mereka misalnya memastikan
anak datang ke sekolah, anak mendapat pemeriksaan teratur, vaksinasi, dan lain
sebagainya. Adanya ide di balik konsep ini yaitu bantuan yang diberikan bukan
hanya untuk membagikan uang, tetapi untuk mencapai tujuan tertentu yaitu
PROGRAM PENANGGULANGAN
KEMISKINAN
Kluster I
Perlindungan Sosial
Kluster III
Pemberdayaan Usaha
Mikro dan Kecil
Kluster II
Pemberdayaan
Masyarakat
Bantuan Sosial
(Social Assisstance) Program Raskin, BLT, PKH,
Beasiswa bagi siswa miskin, dll
Asuransi Sosial
(Social Insurance) Asuransi Kesehatan, Asuransi
Kecelakaan, Asuransi Tenaga Kerja dll
Program Kredit Usaha
Rakyat (KUR) PNPM Mandiri
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 42
dengan melakukan hal tersebut. Program bersyarat biasanya memiliki setidaknya
dua ciri yaitu pertama mereka bergantung pada keberadaan layanan yang sesuai.
Sedangkan yang kedua, mereka membutuhkan beberapa mekanisme pemantauan
dan verifikasi, yang secara administratif lebih menuntut daripada program tidak
bersyarat (nonconditional programs).
Sedangkan untuk program tidak bersyarat (nonconditional programs)
yang merupakan bagian dari kategori yang pertama, menurutnya bahwa biasanya
lebih mudah untuk mengaturnya tetapi banyak orang mengkritik program ini
karena dinilai tidak membawa perubahan yang nyata dalam perspektif
pembangunan. Dengan kata lain ia mengatakan bahwa keberadaan progam tunai
tidak bersyarat lebih murah dan lebih mudah untuk diimplementasikan. Selain itu
layanan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan transfer tunai bersyarat
kadang-kadang tidak tersedia, sehingga kondisi tersebut tidak dapat dicapai. Dari
uraian tersebut dapat diketahui bahwa karena tidak adanya tuntutan yang bersifat
memaksa maka telah membuat program tidak bersyarat dinilai kurang berhasil
dalam pelaksanaannya di masyarakat.
Kemudian terkait dengan kategori yang kedua menurut Weber di dalam
tulisannya dalam Handayani dan Burkley (2009) terdiri atas program
pentargetan/uji kelayakan dan program universal. Dalam penjelasannya diuraikan
bahwa program program pentargetan dan uji kelayakan ini menilai tidak semua
orang dianggap membutuhkan bantuan dan dana khusus tersebut harus
terkonsentrasi pada orang-orang yang benar-benar membutuhkan. Selain itu ada
penentangan untuk pemberian uang hasil pajak kepada orang yang tidak benar-
benar miskin. Ia menilai bahwa ada beberapa kekurangan dalam program ini yaitu
antara lain sistem penargetan dianggap sebagai sesuatu yang mahal dan dapat pula
dikaitkan dengan adanya kesalahan inklusi dan eksklusi (inclusion and exclusion
errors). Selain itu mengenai mekanisme penargetan dapat menjadi lebih mutakhir
atau kurang mutakhir. Mekanisme yang kurang mutakhir termasuk penargetan
regional (provinsi memilih keseluruhan atau kota sesuai dengan, misalnya kriteria
pendapatan). Sedangkan sebuah metode yang banyak digunakan di negara
berkembang adalah proxy means test, yang mana digunakan untuk menentukan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 43
kelayakan sesuai dengan indikator tertentu seperti berdasarkan tagihan air,
telepon, dan tagihan listrik; aset yang tersedia, dan kondisi perumahan.
Menurut Weber dalam Handayani dan Burkley (2009) bahwa alat uji
(means-tested) yang paling banyak diinginkan dalam program pentargetan dan uji
kelayakan adalah berdasarkan uji/tes pendapatan, yang mengganggap bahwa
penghasilan seseorang dapat diverifikasi (verifiable). Namun ternyata, di negara-
negara berkembang metode ini sulit untuk dilaksanakan karena sektor informal
mereka yang besar, yang merupakan target utama dari program bantuan sosial itu
sendiri. Dengan kata lain pendapatan negara-negara berkembang sulit
terverifikasi. Selain itu biaya penargetan maupun yang dikaitkan dengan
kesalahan data dapat melebihi biaya penyediaan transfer universal. Bahkan untuk
program bersifat universal sekalipun, tidak semua orang dapat merasakan manfaat
tersebut karena tergantung pada biaya dan keadaan sekitar untuk menerapkan
manfaat. Inilah sebabnya mengapa efek self-targeting yang dapat dikaitkan
dengan program kemanfaatan universal, bergantung pada persyaratan administrasi
yang bermanfaat bagi mereka.
Sementara kategori yang ketiga menurut Weber dalam Handayani dan
Burkley (2009), yaitu program berbasis rumah tangga atau berbasis individu. Di
sini diuraikan bahwa kadang-kadang manfaat uang tunai (cash benefits) tidak
tergantung dari ukuran rumah tangga (household based) namun dapat pula
tergantung pada jumlah dan bahkan umur anggota rumah tangga. Program tunai
bantuan sosial (social assistance cash program) yang mutakhir memiliki tingkat
manfaat yang berbeda-beda untuk kepala rumah tangga, anggota rumah tangga
lainnya, dan anak-anak, bahkan menurut usia. Beberapa program transfer uang
tunai dengan sasaran individu (individual based programs) mengacu pada usia
tertentu, seperti program manfaat untuk anak atau orang tua.
Selanjutnya kategori yang keempat yaitu terdiri atas program langsung
tunai terikat (cash transfer tied) dan tidak terikat (cash transfer untied). Pada
kategori ini dijelaskan bahwa program yang terikat memberikan uang tunai untuk
tujuan tertentu, misalnya menutupi biaya kehadiran di sekolah (biaya transportasi,
buku, pemberian makanan di sekolah, seragam) atau biaya kesehatan
(transportasi, biaya berobat, obat-obatan). Sedangkan program tidak terikat
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 44
memberikan uang tunai tanpa terkait dengan pola pengeluaran. Itulah yang
membedakan kedua jenis program tersebut. Akibatnya dikemukakan oleh Weber
bahwa bagi program yang terikat perlunya verifikasi terhadap penggunaan dana
tersebut. hal ini dimaksudkan agar nantinya dapat lebih mudah untuk membiayai
pelayanan secara langsung dan untuk membagikan voucher ke kelompok sasaran.
Sedangkan kategori yang ke lima adalah berdasarkan sifatnya adalah
program sementara (temporary) dan program tidak terbatas (unlimited). Pada
kategori ini dikemukakan bahwa di banyak negara bantuan tunainya bersifat
sementara. Dalam arti sebuah keluarga misalnya hanya menerima bantuan untuk 3
atau 5 tahun saja. Setelah itu manfaat dihentikan. Namun ada juga beberapa
program bantuan sosial di negara maju dan misalnya berupa manfaat hari tua
(pensiun sosial) di beberapa negara berkembang merupakan program yang bersifat
tidak terbatas waktu. Oleh karena itu terkadang manfaat tergantung pada
pemenuhan kriteria penargetan. Singkatnya dikatakan bahwa mereka dibatasi
dalam waktu tergantung pada apakah kelompok sasaran masih miskin atau tidak.
Secara sederhana, peneliti mencoba membuat gambaran mengenai
pembagian program bantuan sosial di Indonesia dalam sebuah tipologi seperti
yang terlihat dalam gambar 2.8 berikut ini. Hal ini dimaksudkan untuk
mempertegas posisi Program Raskin dalam Skema program bantuan sosial di
Indonesia.
Gambar 2.8
Tipologi Bantuan Sosial di Indonesia Sumber : diadaptasi dari Norton dkk (2001), Weber dalam Handayani dan Burkley (2009)
Kluster I
Bantuan Sosial
In kind transfer Cash Transfer
Conditional
Cash Transfer
Non Conditional
Cash Transfer
Raskin PKH BLT
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 45
Sebagai bahan perbandingan dapat di lihat beberapa tipologi mengenai
bantuan sosial yang ada di negara lain. Sebagai contoh Ferreira dan Robalino
(2010) menggambarkan tipologi program Bantuan Sosial di Amerika Latin
sebagai berikut :
Gambar 2.9
Tipologi program Bantuan Sosial di Amerika Latin
Sumber : Ferreira dan Robalino, 2010, p. 14
Dari perbandingan dua tipologi tersebut dapat diketahui bahwa masing-
masing tipologi bantuan sosial baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di
Amerika Latin menempatkan program-program pangan atau makanan ke dalam
kategori In kind transfers. Selain itu terkait konteks penelitian ini yang mengkaji
terkait dengan pendistribusian bantuan raskin maka keberdaan program bantuan
sosial yang berbasis pangan tersebut menurut Ferreira dan Robalino (2010)
mengemukakan bahwa pada umumnya bantuan dalam bentuk pangan memberikan
pilihan yang lebih sedikit dibandingkan dengan bantuan dalam bentuk tunai.
Kemudian terkait dengan pendistribusiannya dikemukakan bahwa program ini
memiliki biaya operasional dan administrasi yang tinggi yang berkaitan dengan
pengadaan, transportasi, dan distribusi logistik. Namun demikian, dikemukakan
pula bahwa reformasi program berbasis pangan tradisional tidak selalu mudah, hal
ini disebabkan karena sebagian kepentingan yang telah mengakar dari lembaga-
lembaga yang mengelola program-program tersebut dan dari mereka yang
menyediakan dan mendistribusikan makanan.
Cash Transfers In Kind Transfes Workfare
Disability Pension
Old age pension
Matching
Contribution
s
CCTs
Conditional on
State
Conditional on
Behaviour
Non Contributory
HI
Child Allowances
Public works Food Programs
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 46
Walaupun bantuan sosial dalam bentuk bantuan subsidi pangan ini
mempunyai berbagai permasalahan namun dari berbagai uraian literatur telah
menyebutkan bahwa salah satu ciri utama manfaat dari bantuan sosial yaitu
diharapkan mampu langsung mengurangi beban kesulitan yang sedang melanda
masyarakat miskin sehingga mereka dapat keluar dari perangkap kemiskinannya
(Weber dalam Handayani dan Burkley, 2009, p. 48). Selain itu bantuan sosial
sangat penting untuk melawan ketidakamanan dan kerentanan yang dialami oleh
masyarakat miskin kronis (Shepherd, Dhana W dan Alice Evans, 2011, p. 1).
Dari berbagai uraian pendapat di atas dapat dilihat secara jelas bahwa
kehadiran program bantuan sosial ditujukan bagi orang miskin dan bertujuan
membantu mereka keluar dari kemiskinannya. Oleh karena itu peran dari bantuan
sosial sangat penting dalam rangka penanggulangan kemiskinan di Indonesia.
Sehingga dalam pelaksanaannya perlu mendapatkan perhatian agar dapat
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sehingga dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
2.1.5 Konsep Distribusi di dalam Kebijakan Sosial
Menurut Dean (2012) mengemukakan bahwa kebijakan sosial adalah
sebuah subjek yang tidak dikendalikan oleh ekonomi tetapi ekonomi dapat
menjadi penting. Selanjutnya kebijakan sosial dapat dikaitkan dengan penyediaan
kebutuhan manusia, sedangkan ekonomi dikaitkan dengan pengalokasian sumber
daya yang langka (Hay, 2008, Smith et al, 2008 dalam Dean, 2012). Lebih lanjut
Dean menyinggung terkait dengan konsep ekonomi politik (political economy)
yang mana menurutnya perkembangannya telah melahirkan dua dominasi tradisi.
Pertama the clasical yang dikaitkan dengan pemikiran Adam Smith dan David
Ricardo dan kedua the critical yang dikaitkan dengan pemikiran Karl Marx.
Dalam pandangannya Dean (2012) mengemukakan bahwa tradisi
classical mengakui adanya public goods misalnya kesehatan publik dan kebijakan
yang bermanfaat bukan hanya bagi individu tetapi juga masyarakat secara
keseluruhan. Dalam penyediaan barang publik, peran negara hanya diperlukan
ketika adanya sesuatu yang tidak benar (public bads). Sedangkan tradisi critical
menilai bahwa tanpa adanya intervensi dari negara maka pasar gagal dalam
memenuhi kebutuhan manusia dan ini menciptakan kesenjangan sosial yang terus
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 47
berlangsung. Oleh karena itu menurut tradisi ini semua barang diproduksi dan
didistribusikan jika barang tersebut merupakan barang publik.
Sementara itu terkait dengan konsep distribusi terhadap barang (goods)
dan jasa (services) maupun keuntungan (profit), Gilbert & Terrell (2005)
mengemukakan bahwa ada konsep distribusi yang berbeda antara pasar sosial
negara kesejahteran dengan pasar ekonomi masyarakat kapitalis. Hal ini
menurutnya dapat dilihat bahwa the social market of the welfare state
mengalokasikan barang dan jasa utamanya adalah untuk merespon kebutuhan
finansial (financial need), ketergantungan (dependency), perasaan mementingkan
kepentingan orang lain (sentiments altruistic), kewajiban sosial (social
obligation), motivasi beramal (charitable motives), dan harapan jaminan
masyarakat (the wish communal security). Sedangkan pada masyarakat kapitalis
(capitalist society), keuntungan didistribusikan melalui pasar ekonomi, idealnya
yaitu berdasarkan inisiatif individu, kemampuan, produktivitas dan keinginan
untuk mendapatkan keuntungan. Berdasarkan uraian tersebut terlihat sekali
perbedaan dua kelompok tersebut di dalam cara pendistribusiannya.
Lebih lanjut Gilbert & Terrell (2005) menguraikan bahwa pasar sosial
mempunyai dua sektor yaitu sektor private dan sektor publik. Dalam uraiannya
disebutkan bahwa sektor publik mencakup federal, negara dan pemerintah lokal
dan sejumlah distribusi barang dan jasa yang didistribusikan dalam jumlah
terbesar pada negara kesejahteraan. Sementara alokasi melalui sektor private
(swasta) meliputi usaha informal dari keluarga dan kerabat, sedangkan layanan
(jasa) disediakan melalui lembaga sukarela maupun kadang melalui lembaga yang
berorientasi pada profit. Selanjutnya dikatakan pula bahwa layanan yang
diberikan oleh lembaga yang berorientasi pada profit ini kadang melewati batas
dengan kegiatan yang dilakukan oleh pasar ekonomi sehingga batas antara
keduanya menjadi tidak jelas (kabur). Secara lebih jelas Gilbert & Terrell (2005)
menggambarkan perbedaan antara kegiatan pasar sosial (social market) dengan
pasar ekonomi (economi market) dalam gambar berikut :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 48
Gambar 2.10
Perbedaaan konsep distribusi social market dan economic market Sumber : Gilbert dan Terrell (2005, p.64)
Selain itu Gilbert dan Terrell (2005) dalam uraiannya mengemukakan
pula bahwa dalam mengalokasikan manfaat (benefits) maka kebijakan
kesejahteraan sosial mempunyai 4 prinsip yang dinamakannya sebagai dimensi
pilihan (dimensions of choice). Berangkat dari 4 prinsip tersebut kemudian
muncullah 4 (empat) buah pertanyaan yaitu : pertama, what are the bases of social
allocations?. Kedua, what are the types of social provisions to be allocated?.
Ketiga, what are the strategies for delivery of these provisions?. Ke empat, what
are the ways to finance these provisions?.
Lebih lanjut Gilbert dan Terrell (2005) mengemukakan bahwa dari ke
empat bidang pertanyaan tersebut kemudian dapat dikembangkan dan diteliti
dengan tiga sumbu yaitu pertama, jangkauan alternatif dalam masing-masing
dimensi, kedua, nilai sosial yang mendukung keempat bidang tersebut dan ketiga
teori atau asumsi yang mendasari ke empat bidang tersebut. Secara lebih jelas
Gibert dan Terrell menggambarkannya sebagai berikut :
Gambar 2.11
Dimensi Pilihan Sumber : Gilbert dan Terrell (2005, p. 68)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 49
2.1.5.1 Pilihan berdasarkan Allocations dan Provisions
Menurut Gilbert dan Terrell (2005) bahwa pilihan berdasarkan alokasi
dan provision yang merupakan dua dimensi pilihan yang pertama yaitu terkait
dengan dasar alokasi sosial dan bentuk ketentuan sosial (social provision) yang
dialokasikan. Kedua hal tersebut selanjutnya dapat digambarkan dengan
pertanyaan “who gets what?” yaitu siapa mendapatkan apa. Di dalam
penjelasannya kebijakan kesejahteraan sosial selalu meliputi beberapa desain
penerima manfaat (beneficiaris) dan kesejahteraan siapa yang akan ditingkatkan
melalui implementasi kebijakan. Kondisi ini menggambarkan bahwa kebijakan
kesejahteraan sosial pada dasarnya tidak bisa membantu setiap individu secara
merata (sama). Oleh karena itu diperlukan sebuah pilihan dan kebijakan secara
terus menerus yang dibuat berdasarkan pemikiran perencana kebijakan, kondisi
apa yang mendesak dan apa yang akan di dukung oleh masyarakat.
Adapun sejumlah kriteria yang digunakan untuk menentukan siapa yang
layak untuk ketentuan sosial menurut Gilbert dan Terrell (2005) meliputi : status
perkawinan, status pekerjaan, tempat tinggal, ukuran keluarga, kesehatan, IQ,
umur, dll. Selanjutnya menurut analisis kebijakan bahwa dalam pilihan tradisional
biasanya para penerima manfaat diberikan dalam bentuk cash yaitu uang maupun
in-kind (barang dan jasa) ataupun bentuk lainnya misalnya kekuatan (power),
voucher dan kesempatan (opportunities). Gilbert dan Terrell (2005)
mengemukakan bahwa dasar alokasi sosial mengacu pada pilihan diantara
berbagai prinsip. Adapun pertimbanganya yaitu ketentuan/persyaratan sosial yang
dibuat dapat diakses oleh kelompok tertentu di dalam masyarakat. Sementara sifat
dari ketentuan/syarat sosial mengacu pada bentuk dari manfaat yang akan
diberikan.
Berdasarkan uraian diatas secara ringkas peneliti berpendapat bahwa
konsep pilihan pertama dan kedua yang dikemukakan Gilbert dan Terrell (2005)
mengggambarkan kondisi dimana untuk mendapatkan layanan sosial maka
diperlukan adanya kriteria kelayakan. Hal ini diperlukan agar dapat menghasilkan
orang atau menentukan siapa sesungguhnya yang berhak mendapatkan bantuan
tersebut. Selanjutnya jika semua persyaratan telah terpenuhi maka kriteria
selanjutnya adalah menentukan bantuan dalam bentuk apa yang akan diberikan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 50
kepada orang yang memenuhi kriteria tersebut. Dari uraian tersebut dikemukakan
bahwa biasanya kebijakan kesejahteraan sosial memberikan manfaat (benefit)
dalam bentuk in kind dan in cash.
2.1.5.2 Pilihan berdasarkan “delivery” dan “finance”
Pada dimensi pilihan berdasarkan “delivery” dan “finance” merupakan
pembahasan mengenai strategi dalam penyampaian manfaat yang artinya
berkaitan dengan bagaimana (how). Menurut Gilbert dan Terrell (2005)
mengemukakan bahwa sistem cara penyampaian (the way delivery systems) yang
dibuat untuk mencapai tujuan dari dua dimensi yang pertama dianggap penting.
Hal ini berdasarkan pandangan bahwa panduan kebijakan menganggap eligibilitas
dan sifat ketentuan/penyediaan adalah diekspresikan secara operasional. Lebih
lanjut dikatakan Gilbert dan Terrell (2005) bahwa strategi penyampaian mengacu
pada pengaturan organisasi pilihan antara penyedia dan konsumen manfaat
kesejahteraan sosial dalam konteks sistem masyarakat setempat yaitu tingkat di
mana mayoritas terbesar penyedia dan konsumen bertemu.
Selain itu Gilbert dan Terrell (2005) berpendapat jika kebijakan
kesejahteraan sosial digambarkan sebagai fungsi mekanisme alokasi manfaat
diluar pasar, maka pilihan harus dibuat mengenai sumber dan tipe pendanaan. Ini
penting untuk mengakui perbedaan manfaat pendanaan dan penyampaian. Untuk
mengklarifikasi selesainya pendanaan dan dimulainya penyampaian maka ini
membantu untuk memikirkan dalam alur yang sederhana. Pilihan pendanaan
meliputi pertanyaan tentang sumber pendanaan dan cara yang mana dana mengalir
dari sumber dana ke penyediaan pelayanan. Sementara pilihan delivery
melibatkan teori penataan organisasi yang menggerakkan ketentuan sosial apakah
dalam bentuk in kind atau in cash dari penyedia ke konsumer. Selain itu mereka
juga mengemukakan bawa umumnya masalah pendanaan diperoleh dari publik,
swasta atau gabungan keduanya. Sedangkan finansial meliputi kondisi
administrasi mengatur kesepakatan pendanaan seperti hibah dalam formula
bantuan, spesifikasi tujuan dan waktu.
Dalam literatur lainnya, terkait dengan prinsip distribusi berbagai
sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, maka
Dean (2012) mengemukakan bahwa ada 3 pilihan terkait dengan pendistribusian
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 51
sumber daya tersebut yaitu prinsip pertama universally atau selectively. Prinsip
kedua yaitu on basis of entitlement atau discretion, sedangkan prinsip yang ketiga
yaitu on a demand-led atau a rationed basis. Terkait dengan prinsip yang pertama
yaitu universal artinya ditujukan bagi semua warga masyarakat sedangkan selektif
maksudnya pendistribusian dilakukan hanya berdasarkan mereka yang
membutuhkan atau layak menerima bantuan. Dengan memberikan bantuan secara
selektif dijelaskannya bahwa hal ini dapat lebih meningkatkan di dalam
pemanfaatan dan layanan yang diberikan.
Sedangkan prinsip yang kedua maksudnya adalah pendistribusian
berdasarkan sistem aturan yang jelas atau dapat pula melalui kebijaksanaan dari
para administator atau profesional di lapangan. Dengan sistem entitlement
dikatakan membuat distribusi dapat dihitung dan diprediksi, sulit untuk dikorupsi
dan prasangka subjektif. Sedangkan jika pendistribusian dengan prinsip
discreation maka proses alokasi akan di nilai lebih akurat dan efektif. Hal ini
diartikan bahwa kebutuhan individu yang bersifat kompleks dan spesifik dapat
dipenuhi. Selanjutnya prinsip yang ketiga yaitu distribusi dapat dilakukan dengan
cara berdasarkan permintaan atau berdasarkan jatah. Dijelaskannya bahwa sumber
daya dapat dialokasikan untuk merespon tingkat permintaan dari layanan manusia
atau jika sumber daya terbatas maka dapat dilakukan dengan cara penjatahan.
2.1.6 Moral dan Kapital Sosial dalam Kebijakan Sosial
Menurut Iatridis (1995) mengemukakan bahwa strategi kebijakan sosial
yang tepat untuk mencapai keadilan distributif dan untuk menghilangkan
diskriminasi adalah melalui teori ideologi dan keadilan sosial. Dalam uraiannya
Iatridis (1995) menjelaskan bahwa beberapa konsep telah dibahas di dalam ilmu-
ilmu sosial sebagai ideologi. Ideologi dapat dianggap sebagai elemen penting dari
semua praktek sosial atau bisa juga tidak (non scientific), namun yang jelas
menurutnya ideologi telah menjadi acuan yang diperlukan dalam perubahan sosial
dan reformasi, analisis kelas dan kesadaran, analisis struktur kekuasaan, dominasi
politik, keadilan sosial, menghapus diskriminasi dan memperkuat ideologi yang
melindungi hak-hak semua orang terutama kaum miskin dan tak berdaya. Lebih
lanjut ia menjelaskan bahwa ideologi terdiri dari pola keyakinan kognitif dan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 52
moral mengenai masyarakat, orang dan alam semesta dalam konteks hubungan
sosial. Oleh karena itu menurutnya ideologi mempengaruhi peran negara,
organisasi kelembagaan masyarakat, sifat kebijakan pemerintah dan iklim yang
baik untuk reformasi sosial atau mempertahankan status quo.
Terkait dengan pemahaman arti ideologi itu sendiri, menurut
Abercrombie, Hill dan Turner (1984) mengemukakan bahwa “In contemporary
societies, ideology generally means a comprehensive set of beliefs, attitudes, and
opinions” (Iatridis, 1995, p.57). Hal ini menurut Iatridis bahwa ideologi meliputi
keyakinan benar atau salah mengenai segala sesuatu dari ilmu pengetahuan ilmiah
kepada agama terhadap keyakinan sehari-hari mengenai perilaku yang tepat.
Kemudian ia mengatakan bahwa semua keyakinan ditentukan secara sosial dalam
beberapa cara yaitu melalui ekonomi, struktur sosial, kepentingan kelas sosial
tertentu, struktur kekuasaan atau partai politik. Terkait dengan konteks penelitian
ini, maka menurut peneliti pemahaman mengenai ideologi yang berlaku dalam
suatu wilayah, dapat membimbing anggota masyarakat bertindak dan berperilaku
sesuai dengan ideologi yang mereka anut. Negara Indonesia sendiri memiliki
Pancasila sebagai Ideologi bangsa yang dapat dijadikan sebagai acuan di dalam
berperilaku. Selain itu nilai-nilai agama dapat pula dijadikan sebagai pedoman di
dalam menentukan apakah tindakan itu benar atau salah.
Secara ringkasnya Iatridis (1995) mengemukakan bahwa ideologi
mempengaruhi perilaku individu dan lembaga. Oleh karena itu menurutnya
Ideologi membimbing orang, kelompok dan masyarakat dalam memilih tujuan
dan memilih cara untuk mencapainya. Secara konseptual ia mengatakan bahwa
pekerja sosial yang merencanakan kebijakan mengakui pentingnya peran ideologi
dalam mempengaruhi perilaku manusia. Namun ia mengingatkan bahwa pekerja
sosial harus dapat membedakan antara penentuan nilai pribadi (personal value
judgments) terhadap baik atau buruk dan interpretasi terhadap nilai-nilai yang
menetapkan tujuan untuk memandu tujuan publik.
Selain itu berbicara mengenai perilaku dan moral masyarakat baik secara
individu maupun kelompok, di dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial khususnya terkait
dengan praktek pekerjaan sosial dikenal pula adanya teori perilaku manusia
(human behavior theory). Menurut Robbins, Chatterjee dan Canda (2006, p. 4),
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 53
“the term human behavior has classically been used in social work to refer to
behavior of the individual”. Hal ini dapat dipahami bahwa berbicara mengenai
perilaku manusia artinya berbicara tentang perilaku secara individu. Selanjutnya
di dalam uraiannya disebutkan bahwa dalam disiplin ilmu yang lain,
menggunakan definisi yang lebih luas terhadap human behavior dapat meliputi
kelompok, keluarga, komunitas, organisasi, budaya dan masyarakat.
Terkait dengan konteks penelitian ini maka dalam melakukan kajian
mengenai moral hazard dapat dilakukan dengan mengadopsi pendekatan atau teori
perkembangan kognitif dan moral khususnya terkait dengan perkembangan moral
(moral development). Penekanan di dalam pendekatan ini adalah moral behavior
fokus pada apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh individu
yang ditentukan berdasarkan norma (Robbins, Chatterjee dan Canda, 2006).
Selain itu menurut Thomas (1999), “moral development is generally viewed as an
important aspect of socialization,...” (Robbins, Chatterjee dan Canda, 2006, p.
273). Berdasarkan konsep tersebut dapat diketahui bahwa dengan melakukan
sosialisasi secara menyeluruh maka diharapkan muncul kesadaran dari masyarakat
terkait dengan perilaku mereka yang salah.
Di dalam pendekatan perkembangan moral ini, menurut Robbins,
Chatterjee dan Canda (2006) menyebutkan bahwa ada tiga aspek moralitas yaitu
bagaimana manusia beralasan atau berpikir (how people reason or think);
bagaimana mereka bertingkah laku (how they actually behave); bagaimana
mereka menyikapi terkait isu moral (how they feelabout moral issues). Dalam
kontek penelitian ini, kajian mengenai Ideologi (Iatridis, 1995) dan moral
development (Robbins, Chatterjee dan Canda, 2006) akan peneliti gunakan dalam
menganalisa terkait dengan munculnya permasalahan moral hazard yang terjadi di
dalam pelaksanaan pendistribusian raskin. Dalam mengatasi masalah moral
hazard maka perlu ada pemahaman mendasar terkait dengan nilai-nilai yang
menjadi acuan oleh masyarakat dalam berperilaku secara baik dan benar
berdasarkan norma yang berlaku di masyarakat.
Pendekatan melalui pemahaman idelogi dan pengetahuan terhadap moral,
menurut peneliti dapat dijadikan sebagai sarana untuk penyadaran masyarakat
bagaimana seharusnya mereka berpikir tentang hak-hak orang miskin, bagaimana
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 54
mereka bersikap terhadap berbagai bantuan yang diberikan pemerintah yang
ditujukan secara terbatas hanya untuk kelompok masyarakat miskin saja. Dan
bagaimaana selanjutnya mereka mengkaitkan permasalahan pendistribusian
bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah kepada orang yang tidak berhak
dipandang dalam perspektif moral dan norma yang berlaku di masyarakat.
Sementara itu, dalam literatur lainnya Lawang (2005) menguraikan
terkait dengan struktur sosial dan kemiskinan dalam perspektif perilaku
menyimpang (deviant behavior). Di dalam memahami tentang perilaku
menyimpang ini, menurutnya ada beberapa definisi yang harus menjadi referensi.
Merujuk dari pendapat Durkheim (1895,1964) sebagaimana yang dikutip oleh
Lawang (2005, p. 166) bahwa “ada dua macam gejala sosial yakni yang normal
dan patologik (tidak normal)”. Selanjutnya dalam uraiannya dijelaskan bahwa
yang patologik ini disebut sebagai gejala anomi dan dianggap sebagai
penyimpangan dan selalu ada dalam masyarakat. Sedangkan yang normal merujuk
pada “kesehatan” masyarakat yang oleh banyak orang dianggap biasa.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Merton (1938,1949,1957) dalam Lawang
(2005) bahwa anomi bisa dianggap normal apabila ada kesenjangan antara tujuan
dan alat untuk mencapai tujuan. Penyimpangan yang normal itu dapat berupa
inovasi, ritualisme, ritritisme dan rebellion (pemberontakan). Lebih lanjut dalam
uraiannya disebutkan bahwa inovasi dapat dibagi menjadi perbuatan yang
halal/benar dan tidak halal/licik dan merupakan bentuk penyimpangan karena ada
alat baru yang digunakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan ritualisme
merupakan bentuk penyimpangan karena terjadi penyimpangan terhadap tujuan
yang akan dicapai walaupun dengan cara yang tidak berubah (sama). Kemudian
ritritisme disebut sebagai penyimpangan karena terjadi perubahan terhadap cara
dan tujuan yang akan dicapai. Selanjutnya rebellion (pemberontokan) dianggap
sebagai penyimpangan karena terjadi perubahan terhdap cara/alat dan tujuan serta
merekontruksikan cara dan tujuan yang baru.
Selain itu menurut Merton sebagai mana yang diuraikan oleh Lawang
(2005, p.167) bahwa “pertama, penyimpangan itu pada dasarnya merupakan
startegi yang dikembangkan oleh orang dalam suatu masyarakat tertentu untuk
menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar. Kedua, pola-pola adaptasi itu pada
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 55
dasarnya dipelajari orang bukan sesuatu yang secara determinstik dipengaruhi
oleh kebudayaan dan atau struktur sosial”. Oleh karena itu dalam penjelasannya
disebutkan bahwa bentuk penyimpangan yang terjadi tergantung pada peluang dan
yang mungkin dapat diciptakannya sendiri. Sedangkan yang ketiga disebutkan
bahwa struktur peluang itu dapat berbeda-beda bagi setiap orang yang
mempengaruhi proses belajar menjadi penyimpang.
Berkaitan dengan konteks penelitian ini maka gejala-gejala sosial yang
terjadi di masyarakat dalam rangka pendistribusian raskin berdasarkan aturan di
tingkat lokal dapat dilakukan analisa berdasarkan uraian diatas. Apakah aturan
yang diambil oleh para pelaksana di tingkat lokal dapat dianggap sebagai
penyimpangan (patologi) atau justru sebagai bentuk tindakan yang dianggap
normal. Jika pada saatnya hal tersebut dianggap sebagai penyimpangan makan
bentuk-bentuk penyimpangan yang dikemukakan di dalam uraian di atas dapat
digunakan untuk menganalisa dan mengelompokkan bentuk penyimpangan yang
terjadi di dalam pendistribusian raskin yang dilakukan oleh masyarakat lokal.
Apakah bentuk penyimpangan yang terjadi termasuk dalam kategori inovasi,
ritualisme, ritritisme ataupun rebellion.
Selanjutnya adanya struktur sosial di masyarakat dan dalam mengatasi
berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat menurut peneliti dapat pula
dikaitkan dengan pandangan Granovetter (2005) yang mengemukakan mengenai 4
prinsip inti terkait dengan jaringan sosial (social network) dan hasil ekonomi
(economic outcomes). Adapun prinsip yang pertama yaitu “Norms and Network
Density” yaitu terkait dengan norma dan kepadatan jaringan. Dalam
penjelasannya dikatakan bahwa norma membagikan ide-ide mengenai cara yang
lebih tepat dalam bertingkah laku yaitu melaksanakan dengan lebih jelas, lebih
tegas dan lebih mudah untuk memaksakan jaringan sosial yang lebih padat. Selain
itu Granovetter (2005) berpendapat bahwa kepadatan yang lebih luas membuat
ide-ide tentang perilaku yang tepat lebih mungkin dihadapi berulang kali,
didiskusikan dan ditetapkan (fixed); itu juga membuat penyimpangan dari norma-
norma yang dihasilkan sulit untuk disembunyikan dan, dengan demikian, lebih
mungkin untuk dihukum.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 56
Salah satu implikasi dari perspektif ini adalah bahwa tindakan kolektif
yang tergantung pada mengatasi masalah free rider (penunggang bebas) lebih
mungkin dalam kelompok yang jaringan sosial padat dan kohesif, karena aktor
dalam jaringan tersebut biasanya internalisasi norma-norma yang mencegah free
riding dan menekankan kepercayaan. Selanjutnya Granovetter mengemukakan
bahwa kelompok yang lebih besar akan memiliki kepadatan jaringan yang lebih
rendah karena orang memiliki kognitif, emosional, ruang dan waktu yang terbatas
pada seberapa banyak ikatan sosial mereka dapat bertahan. Dengan demikian,
semakin besar kelompok, menurunkan kemampuannya untuk merealisasikan dan
menegakkan norma-norma, termasuk melawan free riding.
Kemudian prinsip yang kedua, yaitu the strength of weak ties yaitu
kekuatan dari ikatan yang lemah. Dalam penjelasannya Granovetter (2005)
menguraikan bahwa kebanyakan informasi baru (novel information) mengalir ke
individu melalui ikatan yang lemah daripada melalui ikatan yang kuat. Hal
tersebut dikarenakan teman-teman dekat kita cenderung bergerak di lingkaran
yang sama yang kita lakukan, informasi yang mereka terima tumpang tindih
dengan apa yang sudah kita ketahui. Oleh karena itu menurutnya perlu adanya
perkenalan (acquaintances) sehingga orang lebih bisa mendapatkan informasi
yang baru. Ditegaskannya bahwa bergerak di kalangan yang berbeda dari kita
maka mereka dapat menghubungkan kita kepada dunia yang lebih luas. Oleh
karena itu mereka bisa menjadi sumber yang lebih baik ketika kita perlu
melampaui apa yang telah diketahui oleh kelompok kita sendiri. Ini adalah salah
satu aspek dari apa yang disebut sebagai kekuatan dari ikatan lemah (Granovetter,
1973, 1983 dalam Granovetter, 2005).
Selanjutnya argumen ini memiliki implikasi makro. Jika teman-teman
dekat setiap orang mengenal satu sama lain, mereka membentuk sebuah kelompok
dengan ikat erat. Individu kemudian dihubungkan kepada kelompok lain (other
cliques) melalui ikatan yang lemah daripada ikatan yang kuat. Dengan demikian,
dari pandangan "aerial" terhadap jejaring sosial, jika kelompok (cliques)
terhubung satu sama lain, hal ini terutama oleh ikatan lemah. Ini berarti bahwa
hubungan tersebut menentukan sejauh mana informasi difusi dalam struktur sosial
berskala besar. Salah satu hasil adalah bahwa dalam bidang ilmiah, informasi baru
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 57
dan ide-ide yang lebih efisien menyebar melalui hubungan yang lemah
(Granovetter, 1983 dalam Granovetter, 2005).
Kemudian prinsip yang ketiga yaitu “the importance of structural holes”
yaitu pentingnya lubang/ruang struktural. Menurut Burt (1992) dalam Granovetter
(2005) mengemukakan bahwa ia berusaha memperluas dan merumuskan ulang
argumen "ikatan lemah (weak ties)" dengan menekankan bahwa apa yang sangat
penting yaitu bukan pada kualitas ikatan melainkan cara bagian yang berbeda dari
jaringan dijembatani. Dia menekankan keuntungan strategis yang dapat dinikmati
oleh individu dengan ikatan ke beberapa jaringan yang sebagian besar dipisahkan
satu sama lain.
Sedangkan prinsip yang ke empat yaitu “the interpenetration of economic
and non economic action” yaitu interpenetrasi terhadap tindakan ekonomi dan non
ekonomi. Di dalam uraiannya dijelaskan bahwa kehidupan sosial banyak berkisar
fokus non-ekonomi. Karena itu, menurutnya ketika kegiatan ekonomi dan non
ekonomi bercampur, kegiatan non-ekonomi mempengaruhi biaya dan teknik yang
tersedia untuk kegiatan ekonomi. Kegiatan pencampuran ini adalah apa yang
disebut "embeddedness sosial" terhadap ekonomi (Granovetter, 1985 dalam
Granovetter, 2005). Hal ini dapat dilihat dari sejauh mana tindakan ekonomi
dikaitkan dengan atau tergantung pada tindakan atau lembaga yang non-ekonomi
dalam isi, tujuan atau proses. Lebih lanjut dijelasknnya bahwa di antara jenis
embeddedness yang telah banyak didiskusikan oleh para sosiolog adalah
embeddedness tindakan ekonomi pada jaringan sosial, budaya, politik dan agama
(Granovetter dan Swedberg, 2001 dalam Granovetter, 2005).
Selain itu Woolcock dan Narayan (2000) memberikan pandangannya
terkait dengan kapital sosial (social capital) yaitu 4 perpsektif pada kapital sosial
dan pembangunan ekonomi. Adapun pandangan yang pertama yaitu pandangan
komunitarian (the comunitarian view). Di dalam uraiannya disebutkan bahwa
pandangan komunitarian, menyamakan modal sosial dengan organisasi tingkat
lokal, yaitu asosiasi (associations), perkumpulan (clubs), dan kelompok
sipil/masyarakat (civic groups). Pandangan ini, diukur secara paling sederhana
yaitu melalui jumlah dan kepadatan kelompok-kelompok ini dalam suatu
masyarakat. Hal ini dapat diartikan bahwa modal sosial secara inheren "baik",
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 58
bahwa "lebih banyak adalah lebih baik". Kehadiran kelompok-kelompok tersebut
selalu memiliki efek positif pada kesejahteraan masyarakat. Perspektif ini telah
membuat kontribusi penting untuk analisis kemiskinan dengan menekankan
sentralitas ikatan sosial dalam membantu orang miskin mengelola risiko dan
kerentanan. Namun dalam perkembangannya dikatakan bahwa para pendukung
pandangan ini mengabaikan pentingnya dalam memperhatikan sisi negatif
(downside) dari keberadaan kelompok-kelompok yang justru menimbulkan
permasalahan seperti geng, ghettos, drug cartels dan justru menghambat
pembangunan.
Selanjutnya pandangan yang kedua menurut Woolcock dan Narayan
(2000) yaitu pandangan jaringan (the network view). Pandangan ini menekankan
pentingnya hubungan (associations) vertikal dan horisontal antara orang, dan
hubungan dalam dan di antara entitas organisasi lainnya seperti kelompok
masyarakat dan perusahaan. Pandangan ini juga menekankan, bahwa tanpa ikatan
antar-masyarakat atau ikatan yang lemah yang melintasi berbagai pembagian
sosial (misalnya, yang didasarkan pada agama, kelas, etnis, jenis kelamin, status
sosial ekonomi) maka ikatan horizontal yang kuat dapat menjadi dasar untuk
mengejar kepentingan sektarian yang sempit. Dalam perkebangannya dikenal dua
bentuk modal sosial yang disebut modal sosial "bonding" dan "bridging" (Gittell
dan Vidal, 1998 dalam Woolcock dan Narayan, 2000). Kombinasi yang berbeda
dari dimensi ini, dikatakan bahwa bertanggung jawab atas berbagai hasil yang
dapat dikaitkan dengan modal sosial.
Kemudian pandangan yang ketiga menurut Woolcock dan Narayan
(2000) yaitu pandangan institusional (institutional view). Dalam uraiannya
disebutkan bahwa pandangan ini berpendapat bahwa kekuatan (vitality) dari
jaringan komunitas dan masyarakat sipil sebagian besar merupakan produk dari
politik, hukum, dan lingkungan kelembagaan. Dimana perspektif komunitarian
dan perspektif jaringan sebagian besar memperlakukan sosial modal sebagai
variabel independen yang memberi peningkatan berbagai "kebaikan" dan / atau
"keburukan", pandangan kelembagaan lebih menempatkan penekanan pada modal
sosial sebagai variabel dependen. Lebih lanjut dikatakan bahwa pandangan ini
berpendapat bagian yang paling berkapasitas terhadap kelompok-kelompok sosial
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 59
untuk bertindak dalam kepentingan kolektif mereka sangat tergantung pada
kualitas lembaga formal di mana mereka berada (North, 1990 dalam Woolcock
dan Narayan, 2000) dan bahwa kualitas muncul seperti kepercayaan umum tingkat
tinggi pada gilirannya sesuai dengan tingkat superior pertumbuhan ekonomi. Hal
ini juga menekankan bahwa kinerja negara dan perusahaan itu sendiri tergantung
pada koherensi internal mereka, kredibilitas, dan kompetensi sendiri, dan
akuntabilitas eksternal untuk masyarakat sipil.
Selanjutnya pandangan yang ke empat menurut Woolcock dan Narayan
(2000) yaitu pandangan sinergi (the synergy view). Dalam uraiannya dikemukakan
bahwa pandangan sinergi mencoba untuk mengintegrasikan antara kedudukan
jaringan dan kelembagaan. Secara umum peneliti melihat pandangan ini mencoba
mensigergikan antara pemerintah dan masyarakatnya. Selanjutnya menurut Evans
(1992, 1995, 1996) dalam Woolcock dan Narayan (2000), sebagai salah satu
kontributor utama untuk pandangan ini menyimpulkan bahwa sinergi antara
tindakan pemerintah dan warga negara didasarkan pada saling melengkapi
(complementarity) dan embeddedness. Melengkapi mengacu pada hubungan yang
saling mendukung antara aktor-aktor publik dan swasta dan dicontohkan dalam
kerangka peraturan dan undang-undang yang melindungi hak-hak untuk
berasosiasi, atau langkah-langkah lebih rendah hati seperti penyediaan transportasi
oleh negara untuk memfasilitasi pertukaran antara asosiasi masyarakat. Sedangkan
embededdness mengacu pada sifat dan tingkat ikatan yang menghubungkan warga
dan pejabat publik.
Dalam perkembangan selanjutnya disebutkan bahwa Woolcock (1998)
dan Narayan (1999) dalam woolcock dan Narayan (2000) telah mencoba
mengintegrasikan ide-ide inti menjembatani modal sosial dan fungsi negara,
dengan alasan bahwa kombinasi yang berbeda akan menghasilkan hasil yang
berbeda pula, baik di tingkat masyarakat, kabupaten, regional atau nasional.
Sebagaimana yang tergambar dalam tabel berikut :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 60
Gambar 2.12
Hubungan antara Bridging Kapital Sosial dan Pemerintah Sumber : Narayan (1999) dalam Woolcock dan Narayan (2000, p. 48)
Kerangka kerja ini sangat membantu dalam menangkap beberapa
dinamis aspek hubungan negara-masyarakat dan menunjukkan bahwa intervensi
yang berbeda diperlukan untuk berbeda kombinasi dari pemerintahan dan
menjembatani modal sosial dalam kelompok, komunitas atau masyarakat. Di
masyarakat atau masyarakat dengan tata kelola yang baik dan tingkat tinggi
menjembatani modal sosial adalah saling melengkapi antara negara dan
masyarakat; kemakmuran ekonomi dan tatanan sosial cenderung tercipta.
2.2. Keadilan Sosial (Social Justice)
Salah satu komponen penting di dalam pelaksanaan Program
Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia adalah terciptanya rasa keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat dipahami bahwa pemerintah telah
menyediakan dan mendistribusikan berbagai bantuan melalui program kemiskinan
bagi mereka yang hidup dalam kondisi miskin agar mereka dapat pula hidup
secara layak dan kebutuhannya dapat terpenuhi. Secara filosofis, Negara
Indonesia telah mengamatkan untuk terciptanya cita-cita tersebut yang tercermin
di dalam Pancasila Sila ke 5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu pada prinsipnya kebijakan sosial hadir untuk mewujudkan keadilan
sosial di masyarakat. Namun untuk mewujudkan keadilan sosial memang
bukanlah sesuatu hal yang mudah. Disamping itu, masing-masing individu
Weel function state
Low Bridging
Social capital Insular Social Groups
High Bridging
Social capital Civic Engagement
Dysfunctional state
complementarity
Substitution
Social and
Economic well
being
Conflict
Coping
Exclution
(latent conflict)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 61
maupun kelompok mempunyai persepsi masing-masing dalam memahami dan
memaknai apa itu keadilan. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu konsep atau
acuan yang jelas untuk memahami hal tersebut. Terkait dengan konteks penelitian
ini maka pada pembahasan berikut ini peneliti memaparkan kajian mengenai
keadilan sosial dan keadilan distributif.
2.2.1. Konsep dasar Keadilan Sosial
Dalam perkembangannya hingga saat ini, ada banyak sekali pendapat
yang dikemukakan oleh para tokoh terkait dengan konsep dasar keadilan sosial.
Masing-masing dari mereka mencoba memberian gambaran atau pandangan
sendiri mengenai apa itu keadilan maupun keadilan sosial. Secara sederhana
Aristoteles dalam Barusch (2006, p. 5) mengatakan bahwa “justice was
proportionality or balance”. Sementara menurut Mill (1859) mengemukakan
bahwa definisi keadilan dapat ditemukan dalam bentuk keputusan atau tindakan
apapun yang menghasilkan yang terbaik (Drake, 2001, p.61).
Selanjutnya dalam pandangan lainnya secara sederhana keadilan dapat
diartikan sebagai adanya harmonisasi antara kepentingan individu dengan
kelompok di satu sisi dan adanya harmonisasi antara kepentingan individu dengan
kepentingan masyarakat di sisi lainnya. Sedangkan keadilan sosial secara
sederhana dipahaminya sebagai sebuah bentuk komprehensif untuk menghapus
ketimpangan sosial melalui harmonisasi aturan persaingan hak atau kepentingan
kelompok yang berbeda dan atau bagian dalam struktur sosial atau individu yang
mana dengan cara tersebut, akan mungkin untuk membangun sebuah negara
kesejahteraan (De, 2011). Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan bahwa
komponen penting di dalam keadilan maupun keadilan sosial adalah adanya
harmonisasi antara kepentingan individu dan kepentingan kelompok dan berupaya
menghapus terjadinya ketimpangan.
Jika sebelumnya keadilan diartikan sebagai sebuah keseimbangan
ataupun harmonisasi maka selanjutnya menurut pendapat Van Wormer (2004)
mengemukakan bahwa ketidakadilan dapat diartikan sebagai “the result of
inequality and oppression” (Barusch, 2006, p. 5). Selain itu ketidakadilan dapat
dilihat dari adanya perlakuan yang tidak sama sebagaimana yang dikemukakan
oleh Royat dalam Triwibowo, Darmawan dan Nur Iman S (2009, p. 87) yang
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 62
mengatakan bahwa “ketidakadilan sosial dapat dilihat dari adanya perlakuan yang
tidak adil (unequal treatment) antara yang kaya dan yang miskin”. Kondisi ini
menurutnya menyebabkan kelompok yang lemah semakin terpinggirkan
sedangkan kelompok yang kuat semakin mendominasi dan menghisap sebagian
besar sumber daya nasional. Pada bagian lain dikatakannya bahwa kebijakan
sosial yang baru harus mampu memberikan prioritas berupa perhatian dan
dukungan terhadap kelompok masyarakat termiskin dari yang miskin (the poorest
among the poor). Hal ini dinilainya sebagai sebuah dimensi keadilan yang lebih
memperhatikan kelompok masyarakat yang paling dirugikan (Royat dalam
Triwibowo, Darmawan dan Nur Iman S, 2009).
Kemudian jika keadilan dikaitkan dengan proses distribusi maka menurut
Lee Ann Bell (1997) bahwa masyarakat yang adil adalah sebuah masyarakat yang
mana distribusi sumber dayanya adalah adil dan semua anggota masyarakat secara
fisik dan psikologis adalah aman dan terjamin (Barusch, 2006). Dari sini
menurutnya dapat dibayangkan suatu masyarakat di mana setiap individu dapat
menentukan dirinya sendiri (mampu untuk mengembangkan kapasitas mereka
secara penuh), dan saling keterkaitan / mampu berinteraksi secara demokratis
dengan orang lain. Pendapat senada juga dikemukakan bahwa keadilan dapat pula
dipandang sebagai sebuah alokasi yang adil (fair allocation) dari biaya dan
imbalan terhadap keanggotaan kelompok (rewards of group membership)
sebagaimana dikemukan Barusch (2006, p. 6)
Selain itu pandangan yang lebih mendasar dalam memaknai apa itu
keadilan dapat dilihat dari pernyataan berikut bahwa keadilan merupakan
kebajikan utama dalam institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem
pemikiran. Oleh karena itu menurutnya suatu teori, betapa pun elegan dan
ekonomisnya, harus ditolak atau direvisi jika teori itu tidak benar, demikian juga
hukum dan institusi, tidak peduli betapapun efisien dan rapinya, harus direformasi
atau dihapuskan jika tidak adil (Rawls, 2011, p. 3-4).
Hal ini menunjukkan bahwa begitu pentingnya kedudukan sebuah
keadilan dalam sebuah institusi sosial. Artinya sebuah institusi sosial harus
mampu mewujudkan keadilan jika institusi tersebut masih ingin tetap bertahan
atau dipertahankan. Jika tidak mampu melakukan hal tersebut maka institusi
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 63
tersebut harus diperbaiki melalaui sebuah reformasi atau bahkan dihapuskan saja.
Berangkat dari pendapat Rawls di atas, jika dikaitkan dengan konteks penelitian
ini maka institusi sosial yang ada di masyarakat lokal misalnya organisasi RT
harus mampu mewujudkan keadilan di dalam memberikan pelayanan sosial
kepada masyarakat agar keberadaannya dapat terus diterima. Jika tidak, maka
institusi sosial tersebut harus direformasi atau setidaknya menurut peneliti
manajemen pelayanannya perlu diperbaiki.
2.2.2 Pendekatan dalam Konsep Keadilan Sosial
Pembahasan mengenai konsep keadilan sosial telah dilakukan oleh para
ahli dalam rentang waktu yang cukup lama. Pada saat ini beberapa akademisi
telah mencoba merangkum konsep keadilan sosial berdasarakan pandangan para
tokoh terkemuka seperti Robert Nozik, John Rawls, J.S. Mill dan tokoh lainnya.
Adapun diantaranya dapat dilihat dari apa yang telah diuraikan oleh Barush
(2006). Di dalam uraiannya, Barusch menyebutkan bahwa ada 4 pendekatan
filosofis utama di dalam memahami konsep keadilan sosial. Adapun pendekatan
yang pertama yaitu oligarki, pendekatan yang kedua yaitu libertarian, pendekatan
yang ketiga yaitu liberal dan pendekatan yang ke empat yaitu sosialis. Masing-
masing pendekatan memiliki pandangan sendiri dalam memahami arti keadilan
sosial dan prinsip distribusinya.
Di dalam uraiannya, disebutkan bahwa pendekatan Oligarki mempunyai
prinsip distribusi yaitu “From each according to his status; to each according to his
status” (Barusch, 2006, p. 10) yang berarti bahwa dari masing-masing orang
berdasarkan statusnya, untuk masing-masing orang berdasarkan statusnya.
Menurut filosofi ini dikatakan bahwa keadilan meliputi penyediaan dan
penerimaan terhadap hak seseorang. Mereka menganggap bahwa ketidakadilan
adalah sesuatu yang alami dan mungkin suatu hasil yang diinginkan. Berdasarkan
pandangan Oligarki menurut Barusch (2006) menyebutkan bahwa sifat dan
kemampuan manusia ditentukan oleh faktor bawaan (innate factors) misalnya
terkait dengan IQ. Dalam perkembangan selanjutnya muncullah pendapat yang
mengatakan bahwa ketidaksetaraan manusia itu bukan hanya tak terelakkan
(inevitable), tapi justru diinginkan (desirable).
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 64
Kemudian pendekatan kedua yaitu konsep Libertarian (Libertarian
conceptions of social justice) disebutkan bahwa filosofi ini mempunyai prinsip
distribusi yaitu “From each according to his choice; to each according to his
product” (Barusch, 2006, p. 11) yang berarti bahwa dari setiap orang sesuai
pilihannya; untuk setiap orang sesuai produknya. Dalam uraiannya Barusch
(2006) menjelaskan bahwa berdasarkan filosofi ini, alokasi sumber daya
berdasarkan produknya merupakan pemahaman libertarian yang utama terhadap
keadilan. Penekakan pada kebebasan atas kesetaraan menimbulkan pendapat dari
kaum libertarian bahwa ketidaksetaraan dapat diterima dan mendukung
kesejahteraan sosial (social well being). Selain itu, menurut salah satu tokoh yang
berperan dalam pandangan libertarian yaitu Hayek (1960) berpendapat bahwa
satu-satunya bentuk kesetaraan yang tidak mengganggu kebebasan adalah
kesetaraan dihadapan hukum . Selanjutnya sehubungan dengan peran pemerintah
ia berpendapat bahwa dalam pandangan libertarian tidak ada pembenaran bagi
negara untuk memperlakukan masyarakat secara berbeda (Barusch, 2006).
Menurut Barusch (2006) karya Robert Nozick (1974), Anarchy, State,
and Utopia, merupakan contoh dari pemikiran libertarian yang mana berpendapat
bahwa kesenjangan belum tentu merupakan indikasi terjadinya ketidakadilan, jika
hasil tersebut merupakan dari sebuah proses yang memperlakukan orang secara
adil dan sama. Sedangkan kenyataan yang menunjukkan bahwa pasar bebas
menghasilkan pendapatan yang berbeda adalah bukan alasan pemerintah untuk
intervensi. Sementara itu Barusch mempunyai pandangan sendiri terkait dengan
konsep libertarian bahwa ada beberapa aspek pandangan libertarian yang
berimplikasi langsung pada kebijakan kesejahteraan. Salah satunya yaitu
perspektif libertarian pada keadilan sosial yang menentang secara jelas
penggunaan dana publik untuk redistribusi pendapatan terhadap orang miskin.
Kemudian pendekatan ketiga yaitu konsep liberal (Liberal conceptions of
Social Justice) dengan prinsip distribusinya yaitu “economic liberty and political
equality for all” (Barusch, 2006, p. 12) yang berarti bahwa “kebebasan ekonomi
dan persamaan politik untuk semua”. Dalam uraiannya Barusch menjelaskan
bahwa ternyata para pemikir liberal telah mengambil dua pendekatan yang
berbeda untuk mendefinisikan keadilan yaitu kontraktual (berdasarkan kontrak)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 65
dan utilitarian (berdasarkan manfaat/faedah). Tradisi kontrak memandang bahwa
negara yang adil sebagai negara yang didasarkan pada kontrak yang tidak tertulis
antara warga negara bebas dan merdeka. Sebaliknya, tradisi utilitarian menolak
sentralitas dari kontrak sosial, sehingga mendefinisikan keadilan yang
mengoptimalkan kesejahteraan masyarakat secara total.
Adapun pendekatan kontraktual dikembangkan oleh John Rawls.
Menurut Barusch (2006) menguraikan bahwa Rawls mengembangkan apa yang
dianggapnya sebagai "interpretasi prosedural" dari teori Immanuel Kant dalam
buku klasiknya, A Theory of Justice. Menurut Rawls (1971) dalam Barusch (2006,
p.13) mengemukakan bahwa “justice is a rational choice made behind a “veil of
ignorance” yang berarti keadilan adalah pilihan rasional yang dibuat dibalik
selubung ketidaktahuan atau tabir ketidaktahuan. Lebih lanjut dijelaskannya
bahwa menurut Rawls tabir ketidaktahuan tersebut mempresentasikan posisi
hipotetis di mana individu mengabaikan manfaat pribadi mereka dalam membuat
keputusan, karena tidak ada yang tahu tempatnya dalam masyarakat, posisi
kelasnya atau status sosial; juga tidak dia tahu kekayaannya dalam distribusi aset
alami dan kemampuan, kecerdasan dan kekuatan dan sejenisnya.
Konsep keadilan yang dikemukakan oleh Rawls ternyata sangat berbeda
atau kontras dengan apa yang dikemukakan oleh kaum libertarian sebagaimana
yang dikemukakan oleh Barusch (2006) di dalam pembahasannya yaitu terutama
dalam hal memperlakukan kelompok yang kurang beruntung. Berdasarkan
konsepsi umum keadilan Rawls, ketimpangan dapat ditoleransi hanya jika
ketimpangan ini menguntungkan bagi anggota masyarakat yang paling tidak
beruntung. Itu artinya Rawls sangat memperhatikan terhadap nasib bagi orang-
orang miskin akibat terjadinya ketimpangan di masyarakat baik itu ketimpangan
di bidang ekonomi maupun di bidang sosial.
Sedangkan pendekatan utilitarian dikembangkan oleh John Stuart Mill.
Menurut Mill (1863) dalam Barusch (2006), menguraikan bahwa keadilan harus
dipahami sebagai yang paling berguna (most usefull) bagi masyarakat secara
keseluruhan atau, untuk menggunakan istilahnya, bahwa yang menghasilkan
utilitas tertinggi (the highest utility) yaitu kebaikan atau kesejahteraan yang paling
besar untuk jumlah terbesar. Oleh karena itu kelompok liberal utilitarian, yang
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 66
disebut egalitarian berpendapat “the highest utility is achieved through equal
distribution of wealth and income” (Barusch, 2006, p. 14) yang berarti bahwa
manfaat tertinggi dapat dicapai melalui pemerataan kekayaan dan pendapatan.
Pendapat utama dari kelompok utilitarian adalah prinsip bahwa kebahagiaan dari
masing-masing orang dinilai secara merata (valued equally).
Selanjutnya pendekatan ke empat yaitu Konsep Sosialis (Socialist
conceptions of Social Justice) yang mempunyai prinsip distribusi yaitu “From
each according to his ability; to each according to his need”. (Barusch, 2006, p.
15) yang berarti bahwa dari masing-masing berdasarkan kemampuannya, untuk
masing-masing berdasarkan kebutuhannya. Di dalam urainnya Barusch
menyebutkan bahwa filosofi ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran Karl Marx.
Selain itu ia mengatakan bahwa masyarakat sosialisme berpendapat bahwa
keadilan akan terdiri dari kontribusi individu terhadap kesejahteraan komunal
untuk memperluas kemampuan mereka. Selanjutnya keadilan berdasarkan
sosialisme akan melibatkan distribusi "untuk setiap orang sesuai kebutuhannya,"
tetapi tujuan ini hanya akan dicapai hanya setelah suatu generasi pekerja telah
dibesarkan dalam suatu masyarakat yang koorperatif.
Selanjutnya, pembahasan mengenai pendekatan di dalam konsep
keadilan sosial dapat dilihat dari apa yang diuraikan oleh Drake (2001). Dengan
membagi konseptualisasi keadilan menjadi 4 (empat) bagian yaitu keadilan
sebagai utilitas (justice as utility), keadilan sebagai hak (justice as entitlement),
keadilan sebagai kontrak (justice as contract), ruang lingkup keadilan (‘spheres’
of justice). Menurut peneliti pada dasarnya apa yang diuraikan oleh Drake terkait
dengan konsep keadilan ini mempunyai banyak persamaan dengan apa yang telah
diuraikan oleh Barusch (2006). Hal yang membedakannya hanya pada cara
pengelompokkan konsep-konsep keadilan. Secara lebih jelas berikut peneliti
uraikan hasil pokok-pokok pemikiran yang dikemukakan oleh Drake tersebut.
Dalam uraiannya disebutkan bahwa konsep yang pertama yaitu keadilan sebagai
utilitas adalah “justice amounted to the greatest good of the greatest number”
(Drake, 2001, p. 61). Konsep keadilan utilitarian menurutnya mengakui agar hak-
hak individu harus didukung oleh masyarakat secara keseluruhan karena hak
tersebut berlaku untuk semua individu sehingga ide perlakuan yang sama juga
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 67
perlu didukung. Berangkan dari pandangan tersebut Drake mengemukakan bahwa
konsep utilitarian menjadikan kepentingan individu sangat dihargai.
Kemudian konseptualisasi keadilan yang kedua yaitu keadilan sebagai
hak (Justice as Entitlement), Drake (2001) menguraikan bahwa konsep ini
mengacu dari pemikiran Nozick (1974) yang mengusulkan adanya teori hak
keadilan (an entitlement theory of juctice). Teori ini didasarkan pada tiga prinsip
yaitu keadilan dalam pendapatan/akuisisi (justice in acquisition), keadilan dalam
transfer (justice in transfer), dan keadilan dalam perbaikan/retrifikasi (justice in
rectification). Dalam hal justice in acquisition dikenal adanya istilah Lockean
Proviso (Ketentuan Lokcean) yaitu akuisisi diperbolehkan, asalkan orang lain
tidak dicegah dari membuat akuisisi yang serupa. Dikatakan selanjutnya bahwa
titik penting di sini adalah bahwa akuisisi tidak adil jika mereka menghasilkan
penciptaan monopoli. Dengan kata lain dapat dipahami bahwa keadilan akuisisi
tercipta apabila setiap individu diberi kesempatan yang sama untuk melakukan
akuisisi yang ditandai dengan tidak adanya praktek monopoli.
Prinsip kedua dari teori hak keadilan Nozick yaitu keadilan dalam
transfer menyebutkan bahwa transfer (transaksi atau pertukaran) hanya dapat
dibenarkan jika mereka melakukannya secara sukarela, dan di sini lagi syarat
Lockean akan berlaku. Lebih lanjut dijelaskannya bahwa dalam konteks ini yang
dimaksud dengan transfer sukarela yang adil yaitu hanya di mana mereka tidak
mencegah orang lain untuk membuat transfer sukarela yang serupa. Selanjutnya
diuraikannya bahwa dikatakan keadilan dalam transfer di anggap adil apabila
setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan transfer.
Sedangkan prinsip ketiga yaitu keadilan dalam retifikasi meliputi penempatan
kondisi/situasi yang tepat yang membentuk ketidakadilan berdasarkan prinsip
yang pertama dan kedua.
Selanjutnya, konseptualisasi keadilan yang ketiga adalah keadilan
sebagai kontrak (justice as contract) dengan tokohnya yaitu John Rawls (1971).
Di dalam tulisannya, Drake mencoba memperjelas konsep keadilan yang
dikemukakan oleh Rawls dalam sebuah gambar terkait dengan pemahaman
mengenai kebebasan dasar yang sama sebagai berikut :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 68
Gambar. 2.13
Kebebasan dasar yang sama (Sumber : Drake, 2001, p. 64)
Gambar 2.13 menggambarkan posisi untuk mewakili total sistem yang paling luas
dari kebebasan dasar yang sama yang sesuai dengan kebebasan yang sama untuk
semua. Sedangkan gambar 2.14. menunjukkan posisi di mana sistem kebebasan
adalah tidak sama dan dengan demikian bertentangan dengan prinsip pertama
Rawls.
Gbr. 2.14
Sistem kebebasan tidak sama (Sumber : Drake, 2001, p. 65)
Berdasarkan gambar 2.14 di atas, dijelaskannya bahwa kebebasan yang sedang
dilakukan oleh orang 'A' telah merampas kebebasan orang lain (C, D, F) dengan
membatasi lingkup atau pilihan yang tersedia bagi mereka. Dengan prinsip yang
kedua, Rawls mencoba untuk mendefinisikan keadaan dimana beberapa jenis
ketidaksetaraan dapat dibenarkan. Rawls berpendapat bahwa ketidaksetaraan
adalah adil di mana mereka adalah (1) diatur untuk manfaat terbesar terhadap
yang paling sedikit diuntungkan, kemudian (2) di mana ketidakadilan bukan hak
pribadi, tetapi justru melekat pada tugas dan posisi terbuka untuk semua dalam
kondisi persamaan kesempatan yang adil.
Konseptualisasi keadilan yang keempat yaitu ruang lingkup keadilan
(spheres of justice). Pada bagian ini Drake mencoba menguraikan pandangan-
pandangan yang disampaikan oleh Will Kymlicka, Young dan Walzer.
Berdasarkan padangan Kymlicka menyebutkan bahwa pandangan yang telah ada
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 69
sebelumnya yaitu dari sayap kiri berupa pandangan sosialisme dan dari sayap
kanan berupa pasar bebas, telah gagal dalam merefleksikan realitas yang lebih
kompleks terkait dengan keadilan. Menurutnya pandangan dari sayap kanan dan
kiri hanya terkait dengan fairness dan keadilan di pemerintahan dan ekonomi.
Oleh karena itu diperlukan adanya suatu ruang keadilan untuk menggambarkan
kehidupan domestik. Menurut ke tiga tokoh tersebut keberanian untuk mencari
satu teori keadilan yang benar tampaknya sepenuhnya tidak masuk akal. Teori Ini
berpendapat bahwa keadilan tidak dapat ditemukan melalui perenungan abstrak,
melainkan, definisi keadilan diciptakan dengan cara hidup dalam budaya yang
berbeda dan lingkungan yang unik dari kehidupan sosial.
Konsep keadilan sosial lainnya dapat pula dilihat dari apa yang
dikemukakan oleh Iatridis (1994). Ia menjelaskan bahwa ada 4 model di dalam
pembahasan mengenai keadilan sosial yang meliputi Model Utilitarian (The
Utilitarian Model), Model Pasar (The Market Model), Model Sosialis (The
Marxist Model) dan Model Fairness / Liberal (The Fairness/Liberal Model).
Lebih lanjut dikemukakannya bahwa para tokoh yang menganut paham utilitarian
menempatkan kepuasan terhadap keinginan individu sebagai inti dari
utilitarianisme. Hal ini dikarenakan paham utilitarian selalu berupaya untuk
memaksimalkan manfaat sosial dengan memenuhi keinginan individu. Dalam
pandangan ini menurut Iatridis bahwa masyarakat yang adil yaitu ketika lembaga
utama dan distribusinya dapat memaksimalkan manfaat baik secara perorangan
maupun gabungan individu. Sebagaimna pandangan yang sama dengan apa yang
telah dikemukakan oleh Barusch (2006) dan Drake (2001), Iatridis (1995) juga
memberikan pandangan bahwa paham utilitarian menyiratkan bahwa kebahagiaan
pribadi (individu) adalah penting sejauh hal ini dapat menciptakan gabungan
kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir dalam masyarakat utilitarian.
Sementara itu dalam model pasar, dikemukakan oleh Iatridis bahwa
penganut libertarian (Nozick dan Freidman) mendukung terciptanya negara
kesejahteraan minimal (a minimal welfare state) dan menentang redistribusi
barang dan jasa diantara kelas-kelas sosial. Dalam pandangan Friedman dan
Nozick yang disebutkan oleh Iatridis bahwa masyarakat yang adil adalah
masyarakat pasar ekonomi kapitalis yang mana hanya negara minimal (a minimal
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 70
state) yang dibenarkan karena keterlibatan negara yang lebih luas dapat
melanggar hak-hak rakyat. Selain itu dijelaskan Iatridis bahwa para tokoh tersebut
berpendapat keadilan terbentuk ketika individu menerima apa yang ia peroleh
berdasarkan upaya dan keterampilan yang dimiliki di pasar ekonomi.
Kemudian berdasarkan model marxis, di dalam tulisannya Iatridis
menjelaskan bahwa model ini dikembangkan atas pemikiran Karl Mark dalam
memahami makna keadilan sosial. Pandangan ini yang menganggap bahwa model
pasar ekonomi bebas telah menciptakan ketidakadilan karena adanya ekspolitasi
dari kelompok kelas atas (borjuis) yaitu para pemiliki modal terhadap kelompok
kelas pekerja. Oleh karena itu berdasarkan pandangan Marx, sebagaimana yang
diuraikan oleh Iatridis bahwa untuk mencapai keadilan distributif, maka mendesak
pekerja untuk menghilangkan kelas borjuis dan membentuk masyarakat egaliter
berdasarkan prinsip kolektivisme. Lebih lanjut dalam uraiannya disebutkan bahwa
kepemilikan kolektif ini kemudian akan menggantikan kepemilikan pribadi.
Sumber daya di masyakat baru akan di distribusikan dari masing-masing sesuai
dengan kemampuannya, untuk setiap orang sesuai dengan kebutuhannya.
Distribusi yang tidak merata menjadi tidak diterima. Selain itu kekayaan pribadi
(private property) akan menjadi kolektif berdasarkan kepemilikan bersama dari
masyarakat dan pemerintah.
Selanjutnya, model Liberal, Iatridis menguraikan bahwa model ini
merupakan bentuk kontrak sosial sebagai dasar pengorganisasian lembaga
masyarakat dan keadilan distributif. Menurutnya teori kontrak sosial dipusatkan
pada kewajiban politik dan pemerintahan melalui kesepakatan (consent). Selain
itu disebutkan pula bahwa ide sentral dari kontrak sosial juga menyangkut pada
nilai-nilai intrinsik, hukum dan tindakan. Keadilan memerlukan distribusi yang
adil dari barang dan jasa untuk melestarikan kemanusiaan setiap individu. Hal
senada dengan apa yang telah diuraikan oleh Barusch (2006) dan Drake (2001),
Iatridis mengemukakan bahwa model kontraktual banyak dipengaruhi oleh
pemikiran Rawls.
Merujuk dari pandangan Rawls, Iatridis mengemukakan bahwa Rawls
mengajukan ada tiga isu utama keadilan yaitu definisi keadilan sebagai prinsip-
prinsip keadilan, organisasi lembaga kemasyarakatan dalam merefleksikan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 71
keadilan sebagai fairness, dan dasar keadilan distributif pada prinsip-prinsip
keadilan. Selain itu perbedaan dengan pendekatan utilitarian yang ditunjukannya
adalah bahwa Rawls menekankan dalam masyarakat yang adil, baik prosedur
maupun hasil (outcomes) juga harus adil. Oleh karena itu di dalam model ini
dikemukakan Iatridis bahwa prosedur dan hasil harus selalu bertepatan. Berikut
peneliti paparkan hasil perbandingan beberapa model keadilan sosial yang dibuat
oleh Iatridis (1995).
Tabel. 2.1
Perbandingan antara Model Utilitarian – Market dan Model Fairness
Utilitarian – Market Fairness
Epistemology Teleology, pragmatism, materialism Deoantology, normative
idealism, social contract
Social – Class
Benefits
To powerful, rich property owners To the worst off
Distributive Canons Contribution to production; supply
and demand
Need, colectivism
Redistribution Increases inequality Increases equality
Principles Utility, maximization of the
satisfaction of incividual wants;
intrinsic value are rejected; the
market is just; embraces
originalaquisitions principle;
minimal goverment is just
Fairness, humanness; liberty
and equality for all; the market
can be unjust; questions original
acquisition; goverment
intervention is just
Freedom The loss for some is compensated
by gains in agregate utility
Slavery cannot be compensated
by aggregate utility
Equality Impossible and undesirable Possible and desirable
Inequality Unavoidable Acceptable only if it protects the
disadvantaged
State Non intervensionist Intervention is necessary
Criteria Efficiency in production, growth in
market output
Ethical commitment
Social Policy Focus Philanthropy, private-sector policy Public-sector policy
Welfare State Discouraged Encouraged
Sumber : Iatridis (1994, p. 70)
Berdasarkan dari apa yang telah dikemukan di atas, maka terkait dengan
konteks penelitian ini pemikiran akan mengkerucut pada pandangan atau model
keadilan sosial kotraktual (justice as contact) yang merujuk dari pemikiran yang
dikemukakan oleh John Rawls (1971). Dalam kajian penelitian ini, peneliti
mencoba mengkaitkan prinsip keadilan distributif yang dikemukakan oleh Rawls
dengan kebijakan distribusi yang diambil oleh pelaksana program di tingkat lokal
dalam pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan yaitu Program Raskin.
Keutamaan yang dapat ditetapkan untuk mencapai keadilan distributif
berdasarkan apa yang telah dikemukakan oleh Rawls adalah bahwa ketimpangan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 72
yang terjadi baik di bidang ekonomi maupun sosial, harus dapat diatur dan
mengutamakan bagi kelompok masyarakat yang paling tidak beruntung. Dalam
konteks penelitian ini, kelompok yang paling tidak beruntung adalah rumah
tangga miskin yang paling miskin yang menjadi sasaran untuk menerima bantuan
dari pemerintah.
2.2.3. Bentuk-Bentuk Keadilan Sosial
Di dalam kajian tentang keadilan sosial dikenal ada beberapa bentuk
keadilan terkait dengan proses pembagian barang atau manfaat kepada seseorang.
Namun istilah keadilan sosial sendiri umumnya sering mempunyai sinonim
dengan kata keadilan distributif (Burke, 2010). Secara umum dalam beberapa
literatur dikenal bentuk keadilan distributif dan keadilan prosedural (Deutsch,
1985). Sedangkan Miceli dkk (1991) dan Minton dkk (1994) dalam Faturochman
(1999) mengemukakan bahwa keadilan harus diformulasikan pada tiga tingkatan
yaitu outcomes, prosedur dan sistem. Sementara Spickers (1995) menguraikan
bahwa keadilan (equity) terkait dengan tiga aspek yaitu keadilan subtantif atau
outcomes (substantive fairness), keadilan prosedural (procedural fairness) dan
distribusi yang adil (fair distribution). Selanjutnya berdasarkan pandangan
Aristoteles dan Thomas Aquinas, keadilan terbagi atas keadilan komutatif dan
keadilan distributif (Burke, 2010). Namun terkait dengan konteks penelitian ini,
pada pembahasan selanjutnya peneliti lebih menitik beratkan pada kajian terkait
dengan keadilan distributif. Berikut ini peneliti akan menguraikan bentuk-bentuk
keadilan sosial tersebut.
2.2.3.1. Keadilan Distributif
Dalam pandangan yang luas, konsep keadilan distributif adalah berkaitan
dengan distribusi terhadap kondisi dan barang-barang yang mempengaruhi
kesejahteraan (well-being) individu. Adapun yang dimaksud dalam kesejahteraan
ini meliputi aspek psikologis, aspek fisiologis, aspek ekonomi dan aspek sosial
(Deutsch,1985). Selain itu keadilan distributif lebih sering digunakan untuk
melihat kebijakan pemerintah terhadap rakyat yaitu negara harus mendistribusikan
sumber daya yang dikuasai kepada rakyat secara adil (Faturochman, 1999).
Munculnya pandangan yang menilai bahwa keadilan yang berkaitan dengan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 73
outcome sering disebut sebagai keadilan distributive menurut Faturochman adalah
sesuatu yang tidak tepat karena sesungguhnya kedua hal tersebut tidak sama. Di
dalam kajian psikologi tentang keadilan, pemberian upah hampir selalu
memasukkannya dalam lingkup keadilan distributif. Sedangkan menurutnya para
ahli ekonomi menilai pemberian upah merupakan bentuk keadilan pertukaran
(komutatif).
Selanjutnya keadilan distributif menuntut barang-barang (goods) di
masyarakat di distribusikan diantara anggotanya berdasarkan posisi mereka di
masyarakat (Burke, 2010). Lebih lanjut dikatakannya bahwa di dalam keadilan
distributif ada dua bentuk kewajiban (obligation) yaitu “what a person owes to a
community of which he is a member and what a community owes to its members”
(Burke, 2010, p. 298). Sementara terkait dengan distribusi yang adil (fair
distribution), Spickers (1995, p. 147) mengemukakan bahwa “equity is a
distibutive concept”. Namun menurutnya hal ini sangat sulit dilaksanakan, apa
artinya konsep ini di dalam praktek karena ketika orang setuju mengenai kriteria
yang akan diterapkan, namun ternyata distribusi dapat diperiksa/diteliti dalam
perspektif yang berbeda.
Sebagaimana dikemukakan Le Grand (1982) dalam Spickers (1995)
bahwa dalam diskusi redistribusi dan equality ada beberapa ukuran yang berbeda
yaitu : pertama, terkait dengan pengeluaran publik (public expenditure) yaitu
apakah orang mempunyai perbedaan dalam jumlah uang yang mereka belanjakan
dari uang yang mereka miliki. Selanjutnya yang kedua, terkait dengan pendapatan
akhir (final income), apakah uang yang dikeluarkan memiliki dampak yang sama
(equivalent) bagi si penerima (recipients); ketiga, terkait dengan kegunaan,
apakah orang dapat menggunakan layanan pada tingkat yang sama (equivalent),
kelima, terkait dengan biaya, apakah orang menghabiskan biaya yang sama
sebagai akibat dari masalah mereka; keenam, terkait dengan hasil (outcomes),
yaitu apakah orang sampai pada posisi yang sama (equivalent).
2.2.3.2. Keadilan Prosedural (Procedural Justice)
Keadilan prosedural yaitu secara sederhana dapat dipahami yaitu
mengacu pada fairness dari berbagai komponen prosedural dari sistem yang
mengatur proses distribusi. Hal ini tidak hanya meliputi ketidakadilan di dalam
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 74
proses pengambilan keputusan tetapi juga dari apa yang telah dianggap sebagai
peranan yang terlibat dalam proses distribusi, cara dan waktu distribusi, aturan
atau kriteria yang digunakan untuk mempresentasikan nilai dan kriteria ukuran
yang digunakan untuk mengimplementasikan kriteria. Dalam uraiannya
disebutkan pula bahwa keadilan prosedural adalah aspek utama dari keadilan
distributif (Deutsch, 1985).
Selain itu keadilan prosedural dapat pula dipahami sebagai prasyarat
untuk keadilan substantif. Untuk mencapai hasil yang adil harus ada prosedur
yang adil. Sedangkan tuntutan utama prosedur yang adil adalah konsistensi yaitu
perlunya sikap ketidakberpihakkan (impartiality), prasangka (prejudice), bias atau
mendukung orang untuk melakukan tindakan inkonsistensi. Selain itu keadilan
prosedural membutuhkan keterbukaan (openness). Hal ini dikarenakan jika
prosedur tidak bisa dilihat untuk bersikap adil maka keadilannya masih terbuka
untuk diragukan. (Spicker, 1995). Selanjutnya ditegaskannya pula bahwa terkait
dengan keadilan prosedural itu sendiri ternyata tidak cukup untuk menjamin
terciptanya keadilan substantif. Dengan kata lain, prosedur yang adil belum tentu
memberikan hasil yang adil.
Pendapat lainnya, bentuk keadilan prosedural dapat pula dimaknai yaitu
terkait dengan berbagai proses dan perlakukan terhadap orang-orang yang terlibat
dalam proses tersebut (Faturochman, 1999). Selanjutnya di dalam keadilan
prosedural terdapat tiga komponen pokok yaitu sifat aturan formal dari prosedur
yang berlaku, penjelasan terhadap prosedur dan pengambilan keputusan serta
perlakukan interpersonal (Greenberg, 1996 dan Gilliland, 1994 dalam
Faturochman, 1999). Sedangkan untuk mencapai keadilan prosedural ada tiga
syarat pokok yang harus dipenuhi (Minton, 1994 dalam Faturochman 1999) yaitu
pertama, dalam prosedur tersebut terjadi proses pengambilan keputusan yang
terdiri dari beberapa orang, bukan tunggal. Ini di rasa penting dalam rangka check
dan balance dalam pengambilan keputusan. Kedua, tim pengambil keputusan
memiliki kekuatan yang merata di antara para anggotanya. Selaras dengan syarat
pertamanya di atas, dominasi seseorang akan dihindari sehingga kontrol dalam
keputusan akurat.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 75
Kemudian syarat yang ketiga, setiap anggota tim yang terlibat
pengambilan keputusan harus berkesempatan mendapatkan masukkan yang sama,
ketidakseimbangan masukkan juga akan mengarah pada dominasi bagi yang
memilikinya. Dengan masukkan yang tidak seimbang akan terjadi juga bias di
dalam pengambilan keputusan. Kondisi ini juga mencerminkan prosedur yang
tidak adil. Selanjutnya ketiga syarat tersebut perlu juga dibarengi dengan syarat
lainnya. Menurut Tyler (1994) yang dikutip oleh Faturochman (1999)
mengemukakan bahwa prosedur yang dilakukan harus dilandasi netralitas,
kejujuran dan rasa hormat.
Sementara menurut Lind dan Tyler, 1988 menguraikan bahwa keadilan
prosedurak dapat di ilat dari beberapa ruang lingkup kajian yaitu antara lain
keadilan prosedural dalam hukum, prosedural dalam arena politik dan keadilan
prosedural dalam organisasi. Selanjutnya terkait dengan model keadilan prosdural
dikatakannya bahwa ada dua model yaitu The Self Interest Model dan A Group
Value Model yang mana masing-masing model mempunyai kekuatan dan
kelemahan.
Selain itu, terkait dengan pembahasan mengenai keadilan prosedural,
Rawls (2011) dalam uraiannya membagi keadilan prosedural menjadi 3 bentuk
yaitu keadilan prosedural murni, keadilan prosedural sempurna dan keadilan
prosedural tidak sempurna. Dalam uraiannya Rawls menjelaskan bahwa keadilan
prosedural sempurna digambarkan pada peristiwa pembagian yang fair pada
sebuah kue. Sejumlah orang sedang membagi kue dan diasumsikan bahwa
pembagian yang fair adalah menghasilkan kue yang sama besar. Kemudian
ditentukan bagaimana prosedur yang bisa mecapai tujuan ke arah seperti itu. Hal
ini kemudian diperoleh dengan cara menempatkan seseorang untuk membagi kue
dan yang bertugas memotong kue akan mendapatkan potongan yang terakhir.
Dengan prosedur demikian maka ia akan berusaha memotong kue secara
sama karena ia mengamankan bagi dirinya bahkan bila memungkinkan mendapat
bagian yang paling besar. Dari gambaran tersebut dapat ditarik dua hal penting
yaitu pertama terdapat kriteria independen tentang apa itu pembagian yang fair,
kriteria yang ditentukan secara terpisah dari prosedur yang akan di ikuti. Kedua,
dimungkinkan untuk mengembangkan prosedur yang pasti memberikan hasil yang
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 76
diinginkan (Rawls, 2011, p. 101). Selanjutnya dikemukakannya bahwa esensi dari
prosedural murni ini adalah standar independen untuk memutuskan hasil mana
yang adil dan prosedur yang mengarah seperti itu.
Sedangkan keadilan prosedural yang tidak sempurna dapat dilihat dari
pengadilan kriminal. Hasil yang diinginkan adalah bahwa tersangka harus
dinyatakan bersalah dan hanya jika ia melakukan pelanggaran yang dituduhkan.
Dalam pembahasannya disebutkan bahwa pengadilan dianggap perihal
ketidaksempurnaan keadilan prosedural. Hal ini dipahami bahwa walaupun
hukum telah diikuti dengan cermat, dan prosesnya diikuti dengan tepat dan fair,
pengadilan bisa mencapai hasil yang salah. Orang yang tidak bersalah bisa
dinyatakan bersalah, dan orang yang bersalah dapat dinyatakan bebas.
Selanjutnya keadilan prosedural murni digambarkan sebuah perbuatan
judi (gambling). Dikatakan bahwa keadilan prosedural murni berjalan ketika tidak
ada kriteria independen bagi hasil yang benar; justru terdapat prosedur fair yang
tepat sehingga hasilnya benar atau fair, menegaskan bahwa prosedurnya telah di
ikuti dengan layak. Kemudian Rawls mencoba menggaris bawahi yaitu bentuk
tegas dari keadilan prosedural murni adalah bahwa prosedur untuk menentukan
hasil yang adil harus benar-benar dijalankan; sebab dalam hal ini tidak ada kriteria
independen yang bisa dijadikan acuan agar hasil nyata bisa adil. Lebih lanjut
dikemukakan Rawls bahwa orang tidak bisa mengatakan bahwa kondisi tertentu
adalah adil karena keadilan bisa dicapai dengan mengikuti prosedur yang fair.
2.2.3.3. Keadilan Outcomes / Substantif
Menurut pendapat Faturochman (1999) mengemukakan bahwa keadilan yang
berkaitan dengan outcome sering disebut pula sebagai keadilan distributif. Namun
menurutnya kedua hal tersebut sesungguhnya berbeda. Dalam pandangannya ia
berpendapat bahwa dalam kajian psikologi, keadilan pemberian upah hampir selalu
memasukkannya dalam lingkup keadilan distributif. Sedangkan menurut Surbakti (1993)
dalam Faturochman (1999) menjelaskan pemberian uah dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi
distribusi dan sisi pertukaran (komutatif).
Sementara itu pendapat lainnya mengemukakan bahwa keadilan substantif adalah
keadilan yang berkaitan dengan hasil atau outcomes yang adil (fairness) (Spicker, 1995, p.
146). Dalam uraiannya ia menjelaskan bahwa ada anggapan bahwa kesetaraan/persamaan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 77
hak (equality) tercapai ketika keadaan adalah sama/setara dan jika ada perbedaan berarti
mereka tidak setara. Terkait dengan keadian substantif ini maka perbedaan perlakukan yang
dilakukan terhadap orang atau masyarakat adalah didasarkan pada perbedaan dalam
kebutuhan mereka, perbedaan dalam hak-hak mereka, terkait perbedaan reward/imbalan
mereka, kontribusi mereka sebelumnya dan status mereka. (Miller, 1976; J. Elster, 1992 ;
Spicker, 1988; dalam Spickers 1995).
2.2.3.4. Keadilan Sistem
Terkait dengan kajian mengenai keadilan sistem , menurut Faturochman (1999)
masih cukup langka apalagi ditinjau dari psikologi. Namun menurutnya sistem yang
dimaksud dapat dikatakan merupakan pola-pola yang digunakan yang mendasari prosedur
dan distribusi ataupun pertukaran. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa sistem adalah setara
dengan kebijakan umum yang kemudian direalisasikan sekaligus menjadi dasar dalam
menentukan prosedur dan pengaturan outcome. Keadilan sistem menurutnya dapat dilihat
dari pembagian status kerja dalam perusahaan yang mana pembagian tersebut didasarkan
pada kemampuan perusahaan dan pertimbangan kebijakan umum lainnya. Oleh karen itu
ia berpendapat bahwa keadilan sistem berkaitan dengan struktur yang ada dan dengan
kriteria keadilan cenderung stabil berdasarkan struktur yang berlaku. Adapun kriteria yang
dimaksud dikemukakan oleh Levental meliputi pertama, konsistensi waktu ke waktu dan
satu orang ke orang lainnya; kedua, tidak bias; ketiga, disusun berdasarkan data atau
informasi yang akurat; ke empat, correctability tinggi terhadap kesalahan; kelima,
representatif dan ke enam, berdasarkan standar etika dan moral (Greenberg 1996, Lind dan
Tyler 1988 dalam Faturochman, 1999).
2.2.4. Prinsip dan Kriteria Keadilan Distributif
Terkait dengan keadilan distributif, Faturochman (1999) mengemukakan
ada tiga prinsip yang paling sering diterapkan yaitu terdiri atas prinsip equity,
prinsip kesetaraan dan prinsip kebutuhan. Dalam uraiannya dijelaskan bahwa
prinsip equity secara garis besar mengandung dua hal pokok. Pertama, bagian
yang diterima seseorang harus sebanding dengan sumbangan yang diberikan baik
dalam bentuk tenaga, pikiran, uang maupun yang lain. Selain itu dijelaskan pula
bahwa kesebandingan bagian yang di terima seseorang juga harus dilihat dengan
bagian yang diterima orang lain. Prinsip kedua, yaitu kesetaraan atau ekualitas.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 78
Menurutnya bila prinsip ini digunakan maka akan terdapat variasi penerimaan
yang kecil yang terjadi antar kelompok bukan di dalam masing-masing kelompok.
Sedangkan prinsip yang ketiga, mengutamakan kebutuhan sebagai pertimbangan
untuk distribusi. Dijelaskannya bahwa hal ini dapat pahami bahwa seseorang akan
mendapat bagian sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hubungan kerja semakin
banyak kebutuhannya maka makin besar upah yang diterimanya.
Sedangkan rasa ketidakadilan distributif yang berkaitan dengan distribusi
manfaat dan bahaya, ganjaran dan biaya, atau hal-hal lain yang berpengaruh
individu kesejahteraan dapat diarahkan (Deutsch, 1985) yaitu dapat dilihat pada
antara lain : pertama, ketidakadilan yang berkaitan dengan sifat kebaikan atau
keburukan yang didistribusikan. Ada berbagai jenis barang atau keburukan yang
dapat didistribusikan yaitu penyalahgunaan (abuse), kasih sayang (affection),
pekerjaan yang licik (dirty work), pendidikan (educations), penggolongan
(grades), kehormatan (honors), layanan kesehatan (medical care), uang (money),
jabatan (office), pengasingan (ostracism), kekuasaaan (power), kepemilikan
(property), hukuman (punishment), dan lain-lain.
Kedua menurut Deutsch (1985), ketidakadilan pada peran yang terlibat
dalam proses distribusi. Ketidakadilan yang terjadi dapat muncul karena peran di
dalam pendistribusian di isi oleh orang-orang yang kurang berkualitas. Ketiga,
ketidakadilan yang berkaitan dengan cara dan waktu pendistribusian. Ke empat,
ketidakadilan yang berkaitan dengan nilai yang mendasari distribusi. Dalam
konteks ini, nilai (value) tersebut misalnya dapat dilihat dalam hal keadilan
(equality), kebutuhan (need), pemerataan atau manfaat (equity or merit),
pemasaran (marketablity). Kelima, ketidakadilan yang berkaitan dengan aturan
(rules). Hal ini berkaitan dengan bagaimana keadilan didefinisikan atau dipahami
berdasarkan aturan yang berlaku. Ke enam, ketidakadilan terhadap prosedur
ukuran (measurement procedure). Dalam uraiannya disebutkan bahwa rasa
ketidakadilan mungkin muncul melalui implementasi terhadap aturan yang
diterima untuk mendefinisikan prinsip distribusi yang dipilih. Implementasi
terhadap kriteria, ukuran, mungkin saja tidak valid, tidak reliable atau tidak
sensitif.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 79
Sedangkan yang ketujuh menurut Deutsch (1985), ketidakadilan terhadap
prosedur dalam pengambilan keputusan. Dari kebanyakan hasil penelitian dalam
psikologi sosial menunjukkan bahwa ketidakadilan terhadap prosedur di dalam
pengambilan keputusan merupakan hal yang paling mendasar. Menurut Deutsct
bahwa orang cenderung mudah menerima keputusan dan konsekuensinya jika
mereka ikut berpartisipasi atau terlibat di dalam proses pengambilan keputusan.
Meskipun berpartisipasi di dalam keputusan yang mempengaruhi kesejahteraan
manusia dapat membantu meligitimasi keputusan, dalam masyarakat tertentu yang
memiliki nilai demokratis, ini bukan satu-satunya sumber legitimasi dalam
prosedur pengambilan keputusan. Menurutnya legitimasi dapat pula diperoleh
melalui beberapa faktor misalnya tradisi, kewenangan, kehormatan dari para ahli
pembuat kebijakan, dan kekuasaan.
Selain itu, menurut pendapat Iatridis (1995) mengemukakan bahwa ada 9
kriteria utama terkait dengan keadilan distributif yaitu :
1. Keadilan distributif berdasarkan kesetaraan (equality) yaitu kriteria distributif yang
mengacu pada perlakuan terhadap semua orang sebagai sama rata.
2. Keadilan distributif berdasarkan kebutuhan (need) yaitu kriteria yang condong
sosialis (untuk masing-masing sesuai dengan kebutuhan individu), mengakui
bahwa individu dilahirkan ke dunia dengan harta yang berbeda, kesempatan dan
anugrah alamiah.
3. Keadilan distributif berdasarkan kemampuan (ability) atau ganjaran (desert) yaitu
keadilan yang mengacu pada perlakuan sesuai dengan jasa, prestasi, atau beberapa
penyetaraan (equivalent). Dengan kata lain, keadilan ini mengacu pada kualitas
individu atau kelompok.
4. Keadilan distributif berdasarkan upaya (effort) yaitu mengacu pada perlakuan
sesuai dengan usaha dan pengorbanan.
5. Keadilan distributif berdasarkan produktivitas (productivity) yaitu mengacu pada
perlakuan sesuai dengan kontribusi yang produktif yang sebenarnya.
6. Keadilan distributif berdasarkan manfaat publik (public utility) yaitu mengacu pada
perlakuan terhadap semua orang sesuai dengan persyaratan dari kebaikan bersama,
kepentingan umum atau mendatangkan kebaikan lebih banyak.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 80
7. Keadilan distributif berdasarkan persediaan dan permintaan (supply and demand)
yaitu mengacu pada perlakuan sesuai dengan kelangkaan sumber daya atau
layanan yang bermanfaat secara sosial dalam konteks pasar ekonomi dan kekuatan
permintaan dan penawaran.
8. Keadilan distributif berdasarkan peringkat (rank) yaitu mengacu pada perlakuan
sesuai dengan status.
9. Keadilan distributif berdasarkan hak atas hukum (legal entitlement) yaitu mengacu
pada perlakuan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa penilaian terhadap
keadilan distributif dapat dilakukan berdasarkan sudut pandang yang berbeda-
beda. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan keadilan distributif terhadap tindakan
atau perlakuan seseorang terhadap orang lain cukup luas. Sehingga suatu
perlakuan dapat dikatakan apakah memenuhi aspek keadilan distributifnya atau
tidak dapat ditinjau dari sudut pandang apa kita melihatnya dan apa yang
mendasarinya.
Sementara itu keadilan distributif di dalam bantuan publik terkait dengan
3 (tiga) prinsip penting yaitu equality, equity dan adequacy (Gilbert dan Terrell,
2005). Menurutnya gagsan terkait dengan equality yaitu menyangkut pada
numerical equality dan proportional equality (Aristotle, 1943 dalam Gilbert dan
Terrell, 2005). Dalam penjelasannya diuraikan bahwa kesetaraan jumlah
berimplikasi pada perlakuan yang sama untuk setiap orang (semua dibagi secara
sama). Sedangkan kesetaraan proporsional berimplikasi pada perlakuan yang
sama terhadap orang yang sama (similar person) yaitu setiap orang berdasarkan
manfaat (merit) dan kebajikan (virtue).
Selanjutnya gagasan equity menurut Gilbert dan Terrell menunjukkan
pemahaman konvensional terhadap perlakuan yang adil (fair treatment). Hal ini
dapat dipahami yaitu jika kita melakukan hanya setengah dari pekerjaan kita,
maka kita akan mendapatkan reward yang setengah pula. Namun menurutnya ada
perlakukan yang berbeda terhadap mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk
berkontribusi yang disebabkan karena kondisi yang mereka alami. Terkait dengan
hal tersebut maka perlakuan yang adil justru dapat dilakukan dengan memberikan
mereka sejumlah bantuan untuk kehidupan mereka. Kemudian prinsip adequacy
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 81
mengacu pada keinginan dalam penyediaan standar yang layak bagi kesejahteraan
jasmani/fisik dan rohani, terlepas dalam hal apakah pengalokasian manfaat
(benefit) adalah sama atau dibedakan berdasarkan kegunaan (merit) (Gilbert dan
Terrell, 2005). Menurut mereka standar dari ketercukupan (adequacy) dibedakan
berdasarkan waktu dan kondisi.
Sedangkan Rawls (1971, 2011), mengemukakan bahwa pada prinsipnya
keadilan distributif tidak hanya meliputi distribusi yang adil terhadap barang-
barang ekonomi (economic goods) dan jasa saja (services), tetapi juga non materi
barang sosial (social goods) yaitu termasuk kesempatan (opportunity), kekuatan
(power), dan basis sosial kehormatan diri (the social bases of self respect). Selain
itu hal yang terpenting di dalam konsep keadilan distributif Rawls yaitu proses
pendistribusian yang mengutamakan untuk kesejahteraan bagi orang yang paling
miskin (paling tidak beruntung) sebagaimana yang dikemukakan oleh Barusch
(2006). Menurut pandangannya bahwa prinsip distribusi yang dijalankan oleh
Rawls menerapkan strategi yang dinamakan “a maximin strategy” yaitu prinsip
distribusi yang memaksimalkan manfaat untuk kesejahteraan bagi mereka yang
paling tidak beruntung. Secara lebih mendalam peneliti akan menguraikan teori
keadilan distributif Rawls pada bagian berikut ini.
2.2.5. Teori Keadilan Distributif menurut John Rawls
Sebagaimana yang telah peneliti singgung sebelumnya mengenai konsep
keadilan Rawls yang diuraikan secara cukup jelas oleh Barusch (2006) dan Drake
(2001) dan Iatridis (1994), maka pada bagian ini peneliti mencoba menguraikan
pokok-pokok pemikiran Rawls mengenai teori keadilannya yang dituliskan secara
langsung di dalam bukunya yang berjudul A Theory Of Justice. Pada dasarnya
keadilan tidak membiarkan pengorbanan yang dipaksakan pada segelintir orang
diperberat oleh sebagian besar keuntungan yang dinikmati banyak orang.
Menurutnya dalam masyarakat yang adil, kebebasan warga negara di anggap
mapan dan hak-hak yang di jamin oleh keadilan tidak tunduk pada tawar menawar
politik atau kalkulasi kepentingan social (Rawls, 2011, p. 4). Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa secara tegas, apapun yang terjadi di masyarakat, keadilan
harus dapat tetap terwujud dan dipertahankan. Bukan justru mengalah pada tawar
menawar politik dan kepentingan lainnya yang kemudian menyebabkan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 82
munculnya ketidakadilan di tengah masyarakat. Kondisi seperti ini yang
seharusnya dapat diciptakan ditengah masyarakat, sehingga kehidupan sosial di
masyarakat dapat berjalan dengan aman dan tentram.
Poin penting lainnya yang dikemukakannya di dalam karyanya tersebut
adalah bahwa satu-satunya yang mengizinkan untuk menerima teori yang salah
adalah karena tidak adanaya teori yang lebih baik. Secara analogis, ketidakadilan
bisa dibiarkan hanya ketika ia butuh menghindari ketidakadilan yang lebih besar
(Rawls, 2011, p. 4). Ringkasnya Rawls mengatakan kebenaran dan keadilan tidak
dapat diganggu gugat karena kedua hal tersebut berperan sebagai kebajikan utama
umat manusia. Sementara itu di dalam keadilan itu sendiri terdapat subjek utama
keadilan yaitu adanya struktur dasar masyarakat, atau lebih tepatnya cara
lembaga-lembaga sosial utama di dalam mendistribusikan hak dan kewajiban
fundamental serta menentukan pembagian keuntungan dari kerja sama sosial.
(Rawls, 2011, p. 7). Oleh karena itu menurut Rawls bahwa pada saat terjadi
ketimpangan maka pasti terdapat struktur dasar masyarakat yang mana prinsip-
prinsip keadilan harus diterapkan.
Terkait dengan gagasan utama teori keadilannya atau yang dikenal pula
dengan sebutan teori keadilan distributif, Rawls (2011) mengemukakan bahwa
gagasan ditandai dengan dijadikannya prinsip-prinsip keadilan bagi struktur dasar
masyarakat sebagai sebuah tujuan dari kesepakatan dan kesepakatan yang
dimaksudkannya itu disebutnya dalam istilah kontrak. Terkait dengan Prinsip-
Prinsip Keadilan, pada awalnya Rawls mencoba mengemukakan secara umum
dua prinsip keadilan sehingga dikatakannya prinsip-prinsip ini bersifat tentatif.
Kemudian Rawls melakukan ulasan terhadap sejumlah rumusan sehingga dapat
memberikan pernyataan final mengenai prinsip keadilan. Jika dibandingkan antara
pernyataan awal yang dikemukakan oleh Rawls (2011) dengan pernyataan
akhirnya terkait dengan prinsip keadilan ternyata tidak terlalu banyak perbedaan.
Setelah melalui berbagai tahapan dan pengkajian, akhirnya Rawls mengemukakan
pernyataan terakhirnya sebagai kesimpulan mengenai prinsip keadilan
distributifnya (Rawls, 2011, p. 386) yaitu :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 83
1. Asas Pertama: Setiap orang harus memiliki sebuah hak yang sama terhadap
total sistem yang paling luas tentang kebebasan-kebebasan dasar yang
sama yang sejalan dengan sebuah sistem kebebasan serupa bagi semua
orang.
2. Asas Kedua: Kesenjangan sosial dan ekonomi harus ditata sedemikian
rupa hingga menjadi :
(a) nilai-nilai terbesar bagi mereka yang paling tidak beruntung, konsisten
dengan asas penghematan yang adil.
(b) melekat pada jabatan dan posisi terbuka bagi semua orang menurut
syarat kesamaan peluang yang adil.
Konsep Umum dari Keadilan :
Semua nilai-nilai sosial – kebebasan, pendapatan dan kekayaan, dan dasar-
dasar bagi harga diri - harus didistribusikan secara merata kecuali
distribusi yang tidak sama atas beberapa atau semua maslahat itu
dimaksudkan agar mendukung mereka yang paling tidak beruntung.
Berdasarkan uraian teori diatas dan sebagai mana yang telah peneliti
singgung sebelumnya, dapat dilihat bahwa pokok-pokok pikiran yang
dikemukakan oleh Rawls menempatkan posisi kelompok masyarakat yang paling
tidak beruntung sebagai kelompok yang utama yang harus mendapat perhatian.
Hal inilah yang sesungguhnya dinilai oleh Rawls sebagai keadilan distibutif.
Terkait dengan konteks penelitian ini, maka dari berbagai konsep yang ada,
peneliti memilih menggunakan konsep dan teori keadilan yang dikemukakan oleh
Rawls dalam menganalisa hasil temuan yang peneliti dapatkan di lapangan.
Peneliti akan mengkaji apakah fenomena yang terjadi di lapangan terkait dengan
pendistribusian raskin di tingkat lokal dapat sejalan atau relevan dengan teori
keadilan tersebut sehingga berimplikasi pada terwujudnya keadilan distributif.
Atau justru sebaliknya kondisi yang ada justru sangat bertentantan dengan teori
tersebut dan tidak mencipatakan keadilan bagi masyarakat di tingkat lokal.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 84
2.2.6. Gagasan Pemberdayaan Masyarakat dalam Konteks Keadilan Sosial
Kehadiran Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia pada
dasarnya adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk membantu orang-
orang miskin baik secara individu, keluarga maupun kelompok sehingga mereka
bisa keluar dari kesulitannya dan mengarah kepada kondisi yang lebih baik. Jika
dikaitkan dengan aspek pembangunan masyarakat (community development) maka
hal ini erat pula kaitanya dengan upaya untuk pemberdayaan masyarakat
(empowerment). Menurut peneliti, hal ini diasumsikan bahwa secara teoritis jika
kesulitan dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat miskin tersebut telah
berhasil ditanggulangi maka masyarakat tersebut akan mempunyai daya (power)
untuk bangkit dan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai aspek
terutama yang berkaitan dengan kebutuhan ekonomi dan sosial.
Oleh karena itu terkait dengan konteks penelitian ini, berbicara tentang
pelaksanaan program raskin terkait pula sebagai upaya untuk pemberdayaan
rumah tangga miskin. Dalam jangka panjang akan terjadi perubahan status yang
sebelumnya terdaftar sebagai rumah tangga sasaran penerima raskin (pra sejahtera
dan sejahtera I) menjadi rumah tangga yang sejahtera (Sejahtera II ataupun
sejahtera III). Munculnya semangat empowerment ini dapat membuat rumah
tangga miskin menjadi tidak terus menerus bergantung terhadap bantuan
pemerintah dan bisa menjadi lebih mandiri.
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok
rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a)
memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom),
dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari
kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-
sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan
pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka
perlukan; (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan
yang mempengaruhi mereka (Suharto, 2009, p. 58).
Sementara itu berbicara mengenai pendekatan pemberdayaan masyarakat
dapat diartikan yaitu sebuah pendekatan yang memberikan kesempatan,
wewenang yang lebih besar kepada masyarakat terutama masyarakat lokal untuk
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 85
mengelola proses pembangunannya (Soetomo, 2013, p. 69). Selain itu
dikemukakan pula bahwa pemberdayaan adalah sebuah “proses menjadi” bukan
sebuah proses instan. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai 3 tahapan yaitu
penyadaran, pengkapasitasan dan pendayaan. Pada tahap penyadaran pada
dasarnya mereka diberi pencerahan bahwa mereka mempunyai hak untuk
memiliki sesuatu. Selanjutnya dikemukakannya bahwa pada tahap
pengkapasitasan disebut pula sebagai proses “capacity building”yaitu untuk
meningkatkan kemampuan mereka. hal ini melibatkan manusia, organisasi dan
sistem nilai. Sedangkan pada tahap pendayaan, mereka diberika daya, kekuasaan,
otoritas atau peluang. Pemebrian ini sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah
dimiliki (Wrihatnolo dan Riant N Dwidjowijoto, 2007).
Pemberdayaan (empowerment) adalah upaya untuk membantu klien
(masyarakat miskin) agar mendapatkan kekuatan dalam mengambil keputusan dan
bertindak dalam kehidupan mereka sendiri. Kondisi ini dapat ditempuh melalui
pengurangan dampak sosial atau halangan yang bersifat personal untuk
menggunakan kekuatan yang ada, meningkatkan kapasitas dan keyakinan diri
untuk menggunakan kekuatan tersebut dan untuk proses transfer kekuatan dari
kelompok dan individu (Payne, 2005). Dalam pembahasan selanjutnya Payne
mengkaitkan tema empowerment dengan tema advocacy. Hal ini dikarenakan
menurutnya, empowerment dan advokasi adalah terkait dengan diri individu itu
sendiri dan partisipasi individu dan masyarakat dalam pengambilan keputusan
yang mempengaruhi keadaan mereka.
Dari apa yang dikemukakan oleh Payne tersebut, ada 3 hal utama yang
dapat peneliti garis bawahi terkait dengan empowerment yaitu pertama,
penggunaan kekuatan yang tersedia (existing power). Dalam hal ini bantuan sosial
yang diberikan oleh pemerintah dapat dinilai sebagai proses pemberian kekuatan
(power) kepada mereka yang lemah/tidak mampu (powerless). Sehingag mereka
harus mampu memanfaatkan bantuan yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
Kedua, peningkatan kapasitas dan rasa percaya diri / keyakinan diri (increasing
capacity). Dalam hal ini, dengan adanya pemberian bantuan sosial tersebut maka
diharapkan dapat meningkatkan rasa percaya diri untuk bangkit dari kondisi
kemiskinannya dan meningkatkan kapasitas dirinya dalam menjalani kehidupan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 86
sehari-hari. Sedangkan yang ketiga, proses transfer kekuatan (transfering power).
Hal ini dapat dimaknai yaitu apabila seoarng individu atau kelompok telah
berhasil dalam proses empowerment ini maka mereka bisa mentrasnfer kekuatan
yang ada kepada pihak lainnya. Proses perpindahan kekuatan yang dimaskud
dapat terjadi dari satu individu ke individu lainnya atau dari individu ke kelompok
bahkan dari kelompok ke kelompok lainnya.
Dalam konteks ilmu kesejahteraan sosial, peneliti berpendapat bahwa
pemberdayaan berkaitan pula dengan aspek keadilan sosial. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Payne (2005, p. 296) yaitu “ empowerment aims to achieve the
social justice objectives of social work, both in the ways it is practised and its
aims” yang berarti bahwa pemberdayaan (empowerment) bertujuan untuk
mencapai keadilan sosial yang merupakan cara dan tujuan dari praktek pekerjaan
sosial. Hal ini dapat dipahami bahwa pemberdayaan merupakan upaya untuk
meredistribusi kekuatan bagi masing-masing individu atau kelompok untuk
bersama-sama menuju ke arah kesejahteraan. Dengan kata lain upaya ini adalah
untuk memperkecil ketimpangan sosial yang telah terjadi di masyrakat sehingga
tercipta keadilan sosial.
Terkait dengan isu keadilan sosial (social justice) di dalam kajian
empowerment, hal senada juga dikemukakan oleh Ife (2013) yang mengemukakan
bahwa gagasan dari pemberdayaan merupakan hal yang utama dalam strategi
keadilan sosial. Selain itu pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan daya atau
kekuatan bagi mereka yang tidak beruntung (disadvantaged). Terkait dengan
pembahasan mengenai empowerment ini, Ife menguraikan bahwa ada dua hal
pokok yang terkandung di dalamnya yaitu mengenai kekuasaan/kekuatan (power)
dan orang yang kurang beruntung/miskin (disadvantaged). Selanjutnya Ife (2013)
memaparkan 7 (tujuh) macam kekuasaan yang dikaitkan dengan strategi
pemberdayaan berbasis masyarakat (community-based empowerment strategies)
yaitu :
1. Power to make personal choices and determine life chances
Kondisi ini salah satunya terkait dengan konsekuensi utama dari kemiskinan
yaitu orang-orang miskin mempunyai pilihan yang sedikit atau kemampuan
yang kecil untuk membuat keputusan terkait dengan kehidupannya.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 87
2. Power to define need
Kondisi ini terkait dengan pendefinisian/pemahaman terhadap kebutuhan (need)
yang seharusnya dilakukan oleh orang yang mengerti atau yang ahli terhadap
masalah yang dihadapi.
3. Power to think
Kondisi ini terkait dengan kemampuan untuk dapat berpikir secara mandiri
(otonomi) dan tidak ada tekanan dalam menentukan berbagai referensi
alternatif. Selain itu hal ini berkaitan dengan legitimasi untuk mengekspresikan
ide-de dalam forum publik dan penekanan yang berkaitan dengan aspek
pendidikan terhadap pemberdayaan dalam arti luas.
4. Power to address institutions
Kondisi ini berkaitan dengan peningkatan kemampuan masyarakat untuk
menempatkan berbagai institusi dan pengaruhnya sehingga institusi tersebut
dapat berubah menjadi lebih mudah di akses, responsif dan akuntabel bagi
seluruh masyarakat.
5. Power to access and utilise resources
Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk memaksimalkan kekuatan yang
efektif untuk mengakses dan menggunakan sumber daya dan memperbaiki
ketimpangan akses terhadap sumber daya yang merupakan karakteristik
masyarakat modern.
6. Power to engage with the economy
Hal ini berkaitan untuk menjamin kemampuan kegiatan ekonomi agar
terdistribusi secara merata.
7. Power to control reproduction
Hal ini berkaitan reproduksi yang tidak hanya mengenai proses kelahiran dan
pengasuhan anak tetapi juga berkaitan pendidikan dan sosialisasi.
Terkait dengan konteks penelitian ini maka peneliti memahami bahwa
empowerment yang dimaksud adalah mengkerucut pertama, kemampuan untuk
mengakses dan memanfaatkan sumber daya yaitu berkaitan dengan kemampuan
untuk memaksimalkan kekuatan yang efektif untuk mengakses dan menggunakan
sumber daya dan memperbaiki ketimpangan akses terhadap sumber daya.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 88
Selanjutnya, dalam rangka mencapai pemberdayaan kelompok
masyarakat yang kurang beruntung, maka Ife (2013) mengemukakan bahwa ada
tiga cara yang dapat ditempuh yaitu melalui kebijakan dan perencanaan (policy
and planning), tindakan sosial dan politik (social and political action), dan
pendidikan dan peningkatan kesadaran (education and consciousness-raising).
Terkait dengan konteks penelitian ini maka peneliti berpendapat cara yang
pertama yaitu terkait dengan kebijakan dan perencanaan sangat relevan untuk
dilakukan dalam rangka pemberdayaan bagi rumah tangga miskin. Hal ini perlu
dilakukan agar kebijakan yang dihasilkan terutama kebijakan tingkat lokal benar-
benar berpihak kepada mereka yang tergolong kelompok kurang beruntung.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ife (2013) bahwa
pemberdayaan melalui kebijakan dan perencanaan dapat dicapai dengan
pengembangan atau perubahan struktur dan institusi sehingga dapat membawa
akses yang lebih adil terhadap sumber daya atau pelayanan dan kesempatan untuk
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Lebih lanjut dijelaskannya bahwa
tindakan kebijakan affirmatif atau diskriminasi positif mengakui keberadaan dari
kelompok yang kurang beruntung. Sedangkan pemberdayaan melalui tindakan
sosial dan politik menekankan pada pentingnya perjuangan politik dan perubahan
dalam meningkatkan kekuatan yang efektif. Berdasarkan berbagai uraian pendapat
di atas, dalam konteks penelitian ini konsep pemberdayaan yang dikemukakan
oleh Ife (2013) akan peneliti jadikan sebagai acuan di dalam mengkaitkan antara
keadilan sosial dengan proses pemberdayaan yaitu melihat pemberdayaan dari sisi
pemberian power dan dari sisi pemberdayaan kelompok yang kurang beruntung
(disadvantaged).
2.2.7. Hak Asasi Manusia menuju Keadilan Sosial
Menurut Ife (2001) mengemukakan bahwa ada 3 generasi hak asasi
manusia (human right) yang dapat dijadikan sebuah kerangka pekerjaan sosial
dalam praktek hak asasi manusia yaitu :
1. Generasi pertama, yaitu mengacu pada hak sipil dan politik. Hak-hak tersebut
berbasis individu dan masalah kebebasan fundamental dilihat sebagai hal
penting bagi organisasi demokrasi yang efektif dan adil dan masyarakat sipil.
Hal ini meliputi hak untuk menyampaikan suara, hak untuk berbicara, hak
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 89
untuk kebebasan berkumpul, hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan
persamaan di hadapan hukum, hak sebagai warga negara, hak kebebasan
beragama, hak untuk mencalonkan diri pada jabatan publik, hak untuk
berpartisipasi pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu hak-hak
tersebut meliputi hak untuk diperlakukan secara bermartabat, kebebasan dari
diskriminasi (agama, suku, ras, jenis kelamin) dan lainnya.
2. Generasi kedua yaitu mengacu pada konstelasi yang dikenal sebagai hak
ekonomi, sosial dan budaya. Hak tersebut meliputi bagi untuk individu
maupun kelopmpok untuk menerima berbagai bentuk penyediaan atau
layanan sosial untuk mewujudkan kesejahteraan manusia. Hal ini dapat
diwujudkan dalam bentuk hak mendapatpakn pekerjaan, hak mendapatkan
upah yang layak, hak untuk perumahan, hak untuk kecukupan sandang dan
pangan, hak untuk pendidikan, hak mendapatkan perawatan kesehatan, hak
jaminan sosial, hak jaminan masa tua, hak untuk rekreasi dan sebagainya.
Hak asasi generasi kedua dianggap sebagai hak asasi yang positip karena hak
asasi tersebut berimplikasi pada peran negara yang lebih aktif dan positif.
3. Generasi ketiga yaitu meliputi hak asasi manusia yang mana hanya dapat
dipahami jika diartikan secara kolektif, hak asasi tersebut dimiliki oleh
komunitas, populasi, masyarakat atau bangsa. Namun manfaat dari
realisasinya dapat pula dirasakan oleh masing-masing secara individu. Hak
asasi tersebut meliputi hak untuk pembangunan ekonomi, hak untuk
mendapatkan manfaat dari perdagangan dunia dan pertumbuhan ekonomi,
hak untuk hidup dalam masyarakat yang kohesif dan harmoni, hak di bidang
lingkungan yaitu bebas dari polusi udara, hak mendapatkan air bersih dan
lainnya.
Secara ringkasnya konsep hak asasi manusia sebagai mana yang dikemukakan
oleh Ife (2001) dapat dilihat dalam tabel berikut :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 90
Tabel. 2.2
Tiga Generasi Hak Asasi Manusia
First generation Second generation Third generation
Name Civil and political
rights
Economic, social and
cultural rights
Collective rights
Origin Liberalism Socialism; social
democracy
Economics, development
studies, green ideology
Examples Rights to vote, free
speech, fair trial,
freedom from
torture, abuse,
protection of the
law, freedom from
discrimination
Rights to education
housing, health,
employment,
adequate income,
social security, etc
Rights economic
development and
prosperity; benefit from
economic growth; social
harmony, healty
environment, clean air,
etc
Agency Legal clinic,
Amnesty
International,
Human Rights
Watch; refugee
work
Welfare state, third
sector, private
market welfare
Economic development
agencies, community
projects, Greenpeace, etc.
Dominant
profesional
Law Social Work Community Development
Social work Advocacy, refugee
work, asylum
seekers, prison
reform, etc.
Direct service;
management of the
welfare state; policy
development and
advocay; research
Community development,
social economic, political,
cultural, environmental,
personal/spiritual
Sumber : Ife, 2001, p. 42
Terkait dengan konteks penelitian ini, konsep hak asasi manusia
sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Ife (2001), akan peneliti gunakan
untuk mengetahui dan memetakan ada dimana posisi pelaksanaan program raskin
ini dikaitkan dengan generasi hak asasi manusia. Setelah mengetahui berada pada
generasi yang mana terkait dengan pelaksanaan program raskin tersebut,
selanjutnya dapat dilakukan analisa terhadap hal lainnya yang mempunyai
kaitanya dengan aspek hak asasi manusia.
2.3. Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial
2.3.1. Kemiskinan
Setiap orang maupun lembaga mempunyai berbagai pendapat yang
sangat beragam dalam mendefinisikan atau mengartikan apa yang dimaksud
dengan kemiskinan. Kemiskinan dapat dilihat dari berbagai konteks atau sudut
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 91
pandang yang berbeda. Oleh karena itu di awal kajian ini perlu ada pemahaman
terkait dengan konsep dasar kemiskinan. Apa yang menjadi acuan dan ukuran dari
kemiskinan tersebut.
2.3.1.1 Konsep dasar Kemiskinan
Terkait dengan pendefinisian tersebut maka Lister (2004) mengatakan
bahwa “there is no single ‘correct’ definition”. (p. 12). Hal ini berarti bahwa tidak
ada definisi kemiskinan yang hanya satu (tunggal) yang dianggap benar. Oleh
karena itu sudah selayaknya, apabila muncul definisi kemiskinan yang berbeda
antara pendapat yang satu dengan yang lainnya. Semuanya tergantung dari aspek
apa atau dari sudut pandang mana kita melihatnya. Begitu juga dalam hal
penyebab kemiskinan itu sendiri, yang mana menurut peneliti banyak faktor yang
menyebabkan seseorang atau masyarakat menjadi miskin.
Di dalam tulisannya, Lister (2004) mencoba memahami definisi
kemiskinan dengan mengelompokkan menjadi beberapa kelompok. Kemiskinan
dapat diartikan dalam beberapa pendekatan atau sudut pandang yaitu pertama;
dalam arti luas atau dalam arti sempit (broad or narrow), kedua; berdasarkan
standar pendapatan atau kehidupan (Income or living standards) dan ketiga;
berdasarkan pendapatan atau kapabilitas (income or capabilities), kemiskinan
absolute dan kemiskinan relatif. Definisi kemiskinan yang dirangkum oleh Lister
(2004) dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 2.3
Rangkuman Definisi Kemiskinan No. Sudut pandang Definsi Kemiskinan Sumber
1. Dalam arti luas kemiskinan adalah suatu kondisi
ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dalam masyarakat (yang mana
pengertian ini lebih luas daripada
definisi mutlak yang hanya pada sebatas
kebutuhan hidup)
Nolan dan
Whelan (1996)
dalam Lister
(2004)
2. Aspek pendapatan
atau standar
kehidupan
seseorang dikatakan miskin ketika
mereka memiliki standar kehidupan dan
pendapatan yang rendah.
Gordon et all,
(2000) dalam
Lister (2004) 3. Aspek kapabilitas kemiskinan tidak seharusnya
didefinisikan dalam istilah pendapatan
dan standar hidup aktual, tetapi
mengacu pada kegagalan kemampuan
yaitu kegagalan terhadap kemampuan
dasar untuk mencapai tingkat tertentu
yang dapat diterima secara minimal
Sen (1992)
dalam Lister
(2004)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 92
Lanjutan No. Sudut pandang Definsi Kemiskinan Sumber
4. Kemiskinan absolut Kemiskinan absolut dapat dipahami
sebagai kekurangaan uang dalam
memenuhi kebutuhan fisik dasar.
Dengan kata lain menyangkut
kelangsungan hidup.
Lister (2004)
5. Kemiskinan relatif Individu, keluarga dan kelompok dalam
populasi dapat dikatakan berada dalam
kemiskinan ketika mereka kekurangan
sumber daya untuk mendapatkan
berbagai jenis makanan, berpartisipasi
dalam kegiatan dan memiliki kondisi
hidup dan fasilitas yang ada pada
umumnya, atau setidaknya secara luas
didukung atau diterima, dalam
masyarakat dimana mereka tinggal.
Sumber daya yang mereka miliki sangat
parah berada di bawah rata-rata individu
atau keluarga tempat mereka tinggal
sehingga pada dasarnya, mereka tidak
dimasukkan dari pola hidup dan
kegiatan pada umumnya
Townsend
(1979) dalam
Lister (2004)
Sedangkan apabila mengacu pada apa yang dinyatakan oleh World
Development Report (1990), maka kemiskinan adalah “concerned with absolute
standard of living of part of society-the poor-inequality refers to relative living
standards across the whole society” (p. 26). Hal ini berarti kemiskinan berkaitan
dengan standar hidup mutlak dari sebagian masyarakat miskin dimana
ketimpangan mengacu pada standar hidup relatif di seluruh masyarakat.
Sedangakan pendapat lainnya mengemukakan bahwa masalah kemiskinan muncul
karena adanya sekelompok anggota masyarakat yang secara struktural tidak
mempunyai peluang dan kemampuan yang memadai untuk mencapai tingkat
kehidupan yang layak. Akibatnya mereka harus mengakui keunggulan kelompok
masyarakat lainnya dalam persaingan mencari nafkah dan pemilikan aset
produktif, sehingga semakin lama semakin tertinggal. (Sumodiningrat, Budi
Santosa dan Mohammad Maiwan, 1999, p. 1-2)
Dalam literatur lainnya, dikemukakan bahwa “poverty is a serious social
problem that contributes to the inability of individuals to meet their basic needs”.
(Johnson dan Schwartz, 1991, p. 51). Hal ini dapat diartikan bahwa kemiskinan
diakitkan dengan ketidakmampuan individu-individu untuk memenuhi kebutuhan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 93
dasar mereka. Lebih lanjut dikatakannya bahwa definisi kemiskinan tergantung
dari oleh siapa dan dari aspek apa definisi itu dibuat. Berdasarkan oleh siapa,
definisi kemiskinan dapat diartikan menurut individu, masyarakat maupun
lembaga. Sedangkan berdasarkan aspeknya, definisi kemiskinan dapat di tinjau
dari aspek ekonomi, sosial dan politik.
Sementara itu definisi kemiskinan dalam istilah ekonomi, sering
diklasifikasikan sebagai masalah penghasilan yang rendah. Hal ini paling baik
dipahami sebagai kurangnya pendapatan yang diperlukan bagi orang untuk
memenuhi kebutuhan mereka untuk makanan, pakaian, tempat tinggal, energi,
transportasi dan pelayanan kesehatan. Sedangkan dari aspek sosiologis,
Kemiskinan dalam perspektif sosiologis, masyarakat miskin menempati dan
ditetapkan status khusus oleh masyarakat melalui sistem stratifikasi sosial.
Pandangan ini mengasumsikan bahwa manfaat sosial, seperti kekayaan,
kekuasaan dan status, tidak merata di seluruh strata sosial, sehingga menciptakan
perbedaan yang jelas antara "memiliki (kaya)" dan "tidak berpunya (miskin)".
Sementara itu ditinjau dari aspek politik, digambarkan bahwa masyarakat miskin
belum mempunyai kemampuan dalam mengerahkan pengaruh politik dan
kekuasaan mereka untuk membuat dikenal dan membawa perubahan dalam sistem
ekonomi yang akan menyediakan sumber daya pendapatan yang mereka butuhkan
(Johnson dan Schwartz, 1991).
Beberapa tokoh dari Indonesia mencoba mengemukakan pendapatan
yaitu antara lain, Soekanto (2006), mengatakan bahwa “kemiskinan diartikan
sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya
sendiri dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan
tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut” (p. 320). Selain itu,
Suharto (2010) mencoba mendefinisikan kemiskinan menjadi empat kategori yang
didasari pada faktor-faktor yang melatar belakanginya yaitu Kemiskinan Absolut,
Kemiskinan Relatif, Kemiskinan Kultural dan Kemiskinan Struktural. Lebih
lanjut diuraikannya bahwa Kemiskinan absolut adalah keadaan miskin yang
diakibatkan oleh ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang dalam
memenuhi kebutuhan pokoknya. Penentuan kemiskinan absolut ini biasanya di
ukur melalui “batas kemiskinan” atau garis kemiskinan (poverty line). Baik yang
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 94
berupa indikator tunggal maupun komposit, seperti nutrisi, kalori, beras,
pendapatan, pengeluaran, kebutuhan dasar, atau kombinasi beberapa indikator.
Sedangkan kemiskinan relatif adalah keadaan miskin yang di alami
individu atau kelompok dibandingkan dengan kondisi umum suatu masyarakat.
Jika batas kemiskinan misalnya Rp. 100.000,- per kapita per bulan maka
seseorang yang memiliki pendapatan Rp. 125.000,- per bulan secara absolut tidak
miskin tetapi jika pendapatan rata-rata masyarakat setempat adalah Rp. 200.000,-
per orang per bulan maka secara relatif orang tersebut termasuk orang miskin.
Sementara, kemiskinan kultural mengacu pada sikap, gaya hidup, nilai, orientasi
sosial budaya seseorang atau masyarakat yang tidak sejalan dengan etos kemajuan
(masyarakat modern). Sikap malas, tidak memiliki kebutuhan berprestasi (needs
for achievement), fatalis berorientasi ke masa lalu, tidak memiliki jika wirausaha
adalah beberapa karakteristik yang umumnya dianggap sebagai ciri-ciri
kemiskinan kultural. Sedangkan, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang
diakibatkan oleh ketidak beresan atau ketidakadilan struktur, baik struktur politik,
sosial maupun ekonomi yang tidak memungkinkan seseorang atau sekelompok
orang menjangkau sumber-sumber penghidupan yang sebenarnya tersedia bagi
mereka.
Terkait dengan konteks penelitian ini, kemiskinan yang dimaksud di sini
berkaitan dengan program penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu
kemiskinan di pandang sebagai kemiskinan absolut dengan indikator kemiskinan
yang ditentukan oleh pemerintah. Sejalan dengan hal tersebut, kemiskinan
absolute dapat pula peneliti kaitan dengan apa yang dikemukakan oleh Johnson,
dan Charles (1991) yaitu kemiskinan adalah berkaitan dengan ketidakmampuan
individu-individu untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Oleh kaena itu dalam
konteks penelitian ini definisi kemiskinan lebih mengarah kepada aspek ekonomi
yaitu definisi kemiskinan ditekankan pada masalah pendapatan pribadi dan
keluarga yang rendah. Sehingga kemiskinan dipahami sebagai kurangnya
pendapatan yang diperlukan untuk orang-orang untuk memenuhi kebutuhan
mereka misalnya kebutuhan pada makanan, pakaian, tempat tinggal.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 95
2.3.1.2. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan atau
membuat seseorang dikatakan miskin. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya
bahwa kemiskinan mempunyai arti yang luas yang tidak hanya dipandang dari
sudut ekonomi saja tetapi lebih dari itu, kemiskinan juga dapat di lihat dari sudut
sosial dan politik. Intinya seseorang atau sekelompok masyarakat itu menjadi
miskin karena berbagai faktor penyebab yang bisa dilihat dari dimensi karena
keterbatasan akses, pendapatan maupun pengeluaran yang subsisten, kondisi yang
rentan terhadap berbagai penyakit, sering terlibat di dalam utang piutang maupun
harus menjual barang yang dimilikinya untuk kebutuhan subsistennya. Sementara
itu dimensi lainnya bisa diperlihatkan melalui berbagai kebijakan pemerintah juga
bisa berpengaruh terhadap proses redistribusi pendaptan yang tidak seimbang
antara berbagai kelompok. (Susanto, 2006, p. 49).
Sementara Martinussen (1997) menggambarkan kondisi masyarakat
miskin sebagai suatu kondisi yang kompleks yang berada dalam sebuah lingkaran
kemiskinan yang dilihat dari kondisi lingkaran ekonomi dan politik tersebut dapat
di lihat seperti yang tergambar di bawah ini.
Gbr. 2.15
Lingkaran Kemiskinan Sumber : (Martinussen, 1997, p. 299)
Berdasarkan dari gambar lingkaran kemiskinan tersebut dapat di lihat
bahwa kondisi yang menggambarkan masyarakat miskin di lihat dari sudut
ekonomi antara lain : daya beli yang rendah, gizi buruk, standar perumahan yang
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 96
buruk, kesehatan yang rendah, tidak ada pendidikan, produktivitasnya yang
rendah, pendapatannya yang rendah. Sedangkan dari sudut politik, masyarakat
miskin dapat digambarkan dalam kondisi adanya perbedaan sosial dan konflik
kepentingan, tidak ada akses dalam pengembilan keputusan, pemahaman yang
rendah terhdap pilihan yang tersedia, tidak terorganisir dan sikap politik yang
pasif.
Pada literatur lainnya, menurut Johnson dan Schwartz (1991) bahwa
faktor penyebab kemiskinan terdiri atas sebab ekonomi (economic causes), sosial
(social causes) dan politik (political causes). Secara lebih jelas mereka
menguraikan bahwa kemiskinan karena faktor ekonomi (economic causes), antara
lain dapat dilihat dari adanya distribusi pendapatan yang tidak merata, dukungan
pendapatan yang tidak memadai, adanya pengangguran dan setengah
pengangguran, dan terjadinya inflasi. Sedangkan kemiskinan karena faktor sosial
(social causes) yaitu adanya anggapan bahwa masyarakat miskin adalah sebagai
masyarakat yang tidak berguna, kurang bekerja keras, dan tidak bertanggung
jawab. Kemiskinan kemudian dipandang sebagai kegagalan untuk mematuhi nilai-
nilai kerja keras dan kemandirian, dan hasilnya adalah untuk menyalahkan korban
kemiskinan untuknya atau kondisinya. Sikap-sikap dan nilai-nilai beroperasi
dalam interaksi sosial dan membentuk dasar dari prasangka dan diskriminasi
terhadap orang miskin.
Sementara itu, kemiskinan karena faktor politik (political causes) adalah
kemiskinan yang dikarenakan tidak adanya kekuatan politik dalam ikut
menentukan kebijakan kesejahteraan sosial. Dengan kata lain dikatakan bahwa
masyarakat miskin telah kehilangan haknya dari lembaga-lembaga politik yang
menentukan kebijakan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, mereka tidak
terwakili dan memiliki suara sedikit atau bahkan tidak ada suara dalam penentuan
kebijakan kesejahteraan sosial baik di negara bagian, lokal, maupun tingkat
nasional.
Sedangkan Dowling dan Yap Chin-Fang (2009), di dalam tulisannya
mengemukakan bahwa kondisi kemiskinan yang parah (cronic poverty)
disebabkan oleh dua hal yaitu pertama “maintainers that keep households in
poverty” para pengelolanya yang membuat rumah tangga dalam kemiskinan.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 97
Kedua, “drivers that cause households to fall into poverty traps” yaitu para
pengemudinya yang menyebabkan rumah tangga jatuh ke dalam perangkap
kemiskinanan. Selain itu disebutkan bahwa ada tiga aspek yang menyebabkan
masyarakat berada dalam kondisi “poverty chronic” yaitu : pertama “a lack of
incentive and feeling hopelessness brought on by persistent poverty yang berarti
bahwa kurangnya dorongan dan perasaan putus asa yang disebabkan oleh
kemiskinan persisten (sulit dihilangkan). Kedua, “shortage of good and material
goods, illness and diseases that are passed on from generation to generation
beginning at conception” yaitu kekurangan makanan dan barang materi lainnya,
sakit dan penyakit yang diwariskan dari generasi ke generasi awal pada saat
konsepsi. Ketiga, “a continual struggle for survival” yaitu sebuah perjuangan
terus-menerus untuk bertahan hidup (Dowling dan Yap Chin-Fang, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, salah satu hal yang peneliti cermati di sini
adalah bahwa adanya pernyataan yang mengemukakan bahwa kekurangan
makanan (shortage of food) merupakan salah satu faktor yang turut
mempengaruhi terjadinya kemiskinan. Terkait dengan konteks penelitian ini,
maka pernyataan tersebut dapat dijadikan sebagai landasan dalam kerangka
berpikir bahwa sesungguhnya program penanggulangan kemiskinan dalam bentuk
subsidi pangan yaitu beras mempunyai peran yang cukup strategis. Peneliti
mengasumsikan bahwa apabila kekurangan makanan ini dapat di atasi melalui
program bantuan pangan (food subsidy) maka hal ini dapat menjadi salah satu
pendorong untuk mengeluarkan mereka dari kondisi kemiskinannya. Oleh karena
itu konsep ini dapat dikaitkan dengan bagaiamana pelaksanaan program raskin di
yang telah berlangsung di Kecamatan Plaju Kota Palembang.
2.3.1.3. Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, maka diperlukan startegi
yang tepat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chronic Poverty
Reseach Center (2008) mengemukakan bahwa jika sebuah keluarga di diagnosa
mengalami pendetiaan dari belenggu kemiskinan kronis maka kemiskinan kronik
dapat di atasi dengan cepat apabila mereka memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pola transformasi pertumbuhan yang baru dan pemerintah
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 98
mempunyai dana yang cukup besar yang dapat dialokasikan untuk masyarakat
miskin (Dowling dan Fang, 2009).
Pada literatur lainnya, Barker (2008) menegmukakan strategi
pengurangan kemiskinan perkotaan dapat dilakukan dengan cara yaitu pertama
penguatan pemerintah daerah untuk melaksanakan program dan kebijakan yang
ditujukan untuk pengentasan kemiskinan dalam kota. Strategi yang kedua adalah
memperluas dukungan proyek-proyek yang bertujuan untuk meningkatkan
pelayanan bagi masyarakat miskin perkotaan, yang terintegrasi dengan
peningkatan masyarakat perkotaan (urban upgrading), regularisasi pertanahan
(land regularization), dan kebijakan yang ditujukan untuk mencegah terciptanya
daerah kumuh (slum prevention). Sedangkan strategi yang ketiga adalah dengan
meningkatkan dukungan bagi pekerjaan analitis (analytical work) mengenai
urbanisasi dan kemiskinan perkotaan untuk mengisi kekosongan ilmu
pengetahuan dan memberikan dasar untuk menginformasikan program-program
yang dirancang lebih baik dan kebijakan. Selanjutnya strategi yang ke empat yaitu
yang dapat dilakukan yaitu mendukung keadilan (equity) dan mengurangi eksklusi
(reducing exclusion). Strategi yang terakhir yaitu yang kelima adalah yang dapat
dilakukan adalah melalui peningkatkan efektivitas Bank.
Sementara menurut Lipton dan Maxwell (1992) dalam Martinussen
(1997) menguraikan bahwa ada 3 (tiga) elemen utama yang menjadi perhatian
dalam strategi penanggulangan kemiskinan yaitu elemen yang pertama adalah
komitmen untuk produksi padat karya yang bertujuan untuk meningkatkan aset,
pekerjaan dan pendapatan masyarakat miskin. Argumen utama untuk strategi ini
adalah bahwa realisasi dari kemampuan potensi dan potensi kewirausahaan
masyarakat miskin akan menjadi yang, termurah, tercepat dan paling dapat
diandalkan untuk pertumbuhan. Selanjutnya elemen yang kedua adalah
menyediakan akses ke pelayanan sosial dasar untuk masyarakat miskin sebanyak
mungkin, sebagai prasyarat yang diperlukan untuk mengeluarkan potensi mereka.
Sedangkan elemen yang ketiga adalah penciptaan jaring pengaman bagi
masyarakat miskin, termasuk jaminan pangan dan jaminan sosial pada umumnya,
sebagai penjaga terhadap kemunduran dan memberikan orang-orang keamanan
yang merupakan prasyarat lain untuk mengeluarkan potensi kreatif mereka.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 99
2.3.1.4. Karakteristik dan Indikator Rumah Tangga Miskin Perkotaan
Menurut Moser, Gatehouse, dan Garcia (1996) dalam Baharoglu, Deniz
dan Christine Kessides (2002) menyebutkan bahwa terdapat tiga karakteristik
khas kehidupan perkotaan yaitu terdiri dari commoditilisasi (commodization)
yaitu ketergantungan pada ekonomi tunai, bahaya lingkungan (environmental
hazards) yaitu yang berasal dari kepadatan dan lokasi berbahaya dari pemukiman
dan dari paparan polutan ganda, dan fragmentasi sosial (social fragmentation)
yaitu kurangnya masyarakat dan mekanisme antar rumah untuk jaminan sosial,
dibandingkan dengan mereka di daerah pedesaan. Pada literatur lainnya, Thomson
dan Richards (1984) mengemukakan bahwa karakteristik masyarakat miskin
perkotaan adalah digambarkan dalam kondisi hidup yang saling berdekatan satu
dengan yang lainnya, dengan tingkat kepadatan penduduk yang bervariasi dari
yang agak padat sampai ke tingkat yang sangat padat. Dengan tingkat kepadatan
penduduk miskin tersebut maka akan memunculkan masalah mengenai air,
sanitasi, pembuangan limbah dan kesehatan lingkungan masyarakatnya.
Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat miskin perkotaan hampir
semuanya hidup dalam ekonomi yang berkaitan dengan uang (monetised
economy). Hal ini tentu saja berdampak pada perlikalu masyarakat perkotaan yang
selalu berorientasi pada uang. Tanpa memiliki uang maka masyarakat miskin
perkotaan akan semakin sulit untuk dapat bertahan hidup. Kondisi ini agak
berbeda dengan kemiskinan di pedesaan karena tanpa memiliki uang yang cukup
masyarakat miskin pedesaan masih dapat bertahan hidup dengan memanfaatkan
segala sumber daya yang ada. Karakteristik masyarakat miskin perkotaan yang
paling menyebabkan keprihatinan bagi pemerintah adalah distribusi spasial
mereka. Dimana digambarkan mereka hidup dalam kondisi yang kumuh dalam
kota dan di pemukiman yang illegal. Karena kondisi ini juga masyarakat miskin
perkotaan sering tidak mendapatkan berbagai layanan dari pemerintah. Sementara
itu menurut J. Hentzel and R. Seshagir (2000) yang dikutip oleh Badan Pusat
Statistik (2007) mengemukakan beberapa indikator yang dikelompokan ke dalam
4 dimensi kemiskinan perkotaan yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 100
Tabel.2.4
Indikator Kemiskinan Perkotaan Hentzel and Seshagir
Dimensi Indikator
1. Pendapatan Angka kemiskinan
Kesenjangan kemiskinan
Keparahan kemiskinan
Ketimpangan pendapatan
2. Kesehatan dan Pendidikan
Angka kematian anak usia bawah 5 tahun
Angka kematian anak
Angka kematian ibu
Angka harapan hidup
Angka kekurangan gizi anak-anak
Angka melek huruf
Lama sekolah
3. Akses Air, listrik, sanitasi, pembuangan sampah
Sekolah dan fasilitas kesehatan
Pelayanan sosial
Kepuasan pelayanan
4. Non Pendapatan Pengangguran
Kekerasan
Pekerja anak-anak
Diskriminasi Sumber : BPS, 2007, p. 13
Sedangkan untuk konteks negara Indonesia, menurut Badan Pusat
Statistik RI Tahun 2007, menguraikan bahwa kondisi masyarakat miskin
perkotaan meliputi beberapa dimensi diantaranya ditandai dengan tingkat
pendapatan yang rendah, kondisi kesehatan yang buruk, pendidikan yang rendah,
kerawanan atau ketidak-amanan individu dan tempat tinggal dan
ketidakberdayaan. Dimensi rendahnya tingkat pendapatan ini disebabkan oleh
ketergantungan pada ekonomi untuk membeli barang-barang kebutuhan pokok,
ketidakpastian prospek pekerjaan, ketidakmampuan mempertahankan pekerjaan
dan kurangnya akses terhadap kesempatan kerja.
Dimensi kondisi kesehatan yang buruk disebabkan oleh kondisi hidup
yang kumuh padat dan tidak higienis, lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat
karena polusi, bahaya lingkungan seperti banjir, air pasang dan longsor, risiko
yang tinggi terhadap penyakit karena buruknya kualitas air, udara dan sanitasi.
Sedangkan Dimensi tingkat pendidikan rendah disebabkan oleh: terhambatnya
akses terhadap pendidikan karena daya tampung sekolah yang terbatas,
ketidakmampuan membayar uang sekolah, buku dan seragam, dan risiko
keselamatan/keamanan ketika pergi ke sekolah.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 101
Selanjutnya dimensi kerawanan/ketidakamanan tempat tinggal dan
pribadi disebabkan oleh: menyewa atau membangun rumah di tanah sengketa atau
tanah ilegal, penyalahgunaan narkoba dan kekerasan dalam rumah tangga,
perceraian keluarga dan keragaman sosial dan ketimpangan pendapatan yang
tampak jelas di kota-kota. Sementara itu, Dimensi ketidakberdayaan disebabkan
oleh: tidak adanya kepastian terhadap status tempat tinggal dan prospek pekerjaan,
isolasi dari komunitas yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, kurangnya
sumber informasi untuk memperoleh pekerjaan dan untuk mengetahui hak
individu dalam mengakses pelayanan. Lebih lanjut dikatakan bahwa kemiskinan
perkotaan juga mempunyai satu ciri khusus yaitu lokasi mereka tinggal. Mayoritas
penduduk miskin di kota bertempat tinggal di tiga jenis wilayah atau daerah di
kota yaitu daerah kumuh (slum area), daerah bantaran kali (riverside area), dan
daerah pesisir (seaside area).
Selain itu mengacu pada kriteria rumah tangga sasaran yang diterbitkan
oleh BPS sebagai mana yang dikutip oleh Kemensos (2011, p. 24-25), telah
mengeluarkan indikator-indiaktor kemiskinan yang menjadi sumber data program
penanggulangan kemiskinan yang terdiri dari 14 variabel yaitu :
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 M2 per orang,
2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bamboo/kayu
murahan,
3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bamboo/rumbial/kayu berkualitas
rendah/tembok tanpda plester,
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah
tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindungi / sungai
air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah dari kayu
bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/ayam/susu satu kali dalam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya mampu makan sebanyak 1 atau 2 kali dalam sehari.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 102
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan
0,5 Ha, buruh tani, nelayan, buru perkebunan,atau pekerjaan lainnya
dengan pendapatan di bawah 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat
SD/hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah di jual dengan nilai Rp.
500.000,- seperti sepeda motor (kredit / non kredit), emas, ternak, kapal
motor atau barang modal lainnya.
Dari indikator di atas maka di dalam Kemensos (2011, p.25) disebutkan bahwa
masalah kemiskinan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a) Rumah Tangga Hampir Miskin yaitu rumah tangga yang memenuhi
sebanayak 6 s/d 9 variabel dari indikator di atas.
b) Rumah Tangga Miskin yaitu memenuhi sebanyak 9 s/d 12 variabel dari 14
indikator yang ada.
c) Rumah Tangga Sangat Miskin yaitu memenuhi sebanyak 12 s.d 14
indikator yang ada.
Berbagai uraian di atas, telah memberikan gambaran kepada kita bahwa
sesungguhnya ada beberapa karakteristik dan indikator yang menjadi acuan dalam
menentukan mana sesungguhnya yang di anggap miskin dan layak mendapatkan
bantuan sosial dari pemerintah dan mana rumah tangga miskin yang
sesungguhnya tidak tergolong miskin dan tidak layak untuk memperoleh bantuan.
Hal ini tentu saja dapat mendorong terdistribusikannya bantuan sosial tepat
kepada rumah tangga yang berhak menerimanya.
Namun dalam perkembangan saat ini, melalui lembaga yang bernama
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), pemerintah
telah mengembangkan Basis Data Terpadu dalam menentukan rumah tangga
sasaran yang akan menjadi penerima bantuan sosial. Terkait dengan program
raskin, pemerintah telah mengembangkan sistem data terpadu dan menggunakan
metode indeks kesejahteraan yang objektif dan spesifik untuk setiap
kabupaten/kota (TNP2K, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal ini
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 103
pemerintah tidak lagi menggunakan 14 kriteria yang tersebut di atas sebagai acuan
dalam memnetukan sasaran penerima raskin dan masing-masing daerah
mempunyai kriteria tersendiri dalam menentukan rumah tangga sasaran.
2.3.2. Kesejahteraan Sosial
2.3.2.1. Konsep dan Paradigma Kesejahteraan Sosial
Berbicara mengenai kemiskinan dan program penanggulangan
kemiskinan di Indonesia tentu saja tidak terlepas dari upaya untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial terutama bagi rumah tangga miskin yang menjadi target di
dalam pemberian bantuan. Hal ini merupakan upaya di dalam melakukan proses
pembangunan sosial yang mana dikemukakan oleh Midgley (1995) bahwa
pembangunan sosial dipandang sebagai sebuah pendekatan untuk mengangkat
kesejateraan rakyat atau juga kesejahteraan sosial. Di dalam memahami konsep
kesejahteraan ini, menurutnya bahwa saat ini istilah kesejahteraan sosial banyak
yang disalahgunakan walaupun dalam pengertian aslinya kesejahteraan sosial ini
memiliki arti yang sangat mulia dengan merujuk lebih luas pada keadaan yang
baik, kebahagiaan dan kemakmuran sehingga banyak orang yang menyamakannya
dengan istilah kegiatan amal. Menurut Midgley mengemukakan bahwa
kesejahteraan sosial adalah merujuk pada suatu kondisi dan bukan kegiatan amal.
Dalam hal ini kondisi kesejahteraan sosial akan terjadi ketika keluarga,
masyarakat semua mengalami kesejahteraan sosial.
Selain itu berbicara mengenai paradigma di dalam kesejahteraan sosial
dapat merujuk dari yang dikemukakan oleh Elliots (1993) yang membagi menjadi
tiga pendekatan yaitu residual, institusional dan developmental. Masing-masing
paradigma tersebut dapat dilihat perbedaannya sebagai mana dalam tabel berikut
ini.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 104
Tabel. 2.5
Paradigma Kesejahteraan Sosial
Residual Institusional Developmental
Philantropic /charity
value base
Welfare ‘rights’ Social justice
Individualism and
independence
Humanitarianism Equality, co-operation
and sharing
Stigma in problem and
service ‘victim-
blaming’
Reduce stigma Actively rejects ‘victim
blaming’ and individual
pathology model in
favour of empowerment
Help offered as a last
resort
Help provided to prevent
crisis
Planned prevention and
development
‘Crisis oriented’
reactive
Proactive Proactive
Temporary and short-
term
Long term – may be
permanent
Create change in societal
structures to avoid need
for long term help
Micro system focused - Macro system focused
Fragmented services - Planned, multisystem
services
‘Safety nets’ / ‘band-
aid’ approach
- Addresses immediate
need and anticipates
future development
Dependency - Facilitation of self-help
Selective benefits - Universal benefits
Minimal programmes - Optimal programmes Sumber : diadaptasi dari Johnson (1996 : 16); Dolgoff dan Feldstein (1984); Falk (1984 : 13)
dalam Elliott (1993, p. 25)*
Keterangan (*) : peneliti hanya mengutip sebagian dari isi tabel
Selain itu dalam rangka mewujudkan kondisi kesejahteraan sosial maka
menurut Midgley (1995, p. 14) ada 3 elemen yang harus diperhatikan yaitu
pertama sejauh mana masalah-masalah sosial di atur (the degree to which social
problems as managed), kedua, sejauh mana kebutuhan-kebutuhan dipenuhi (the
extent to which needs are met), dan akhirnya, sejauh mana kesempatan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat dapat disediakan (the degree to which
opportunities for advancement are provided). Lebih lanjut dijelaskan bahwa
seluruh keluarga, komunitas dan masyarakat memiliki apa yang disebut dengan
masalah sosial akan tetapi bergantung dari bagaimana mereka mengatur masalah-
masalah tersebut. Ketidakmampuan untuk mengatur masalah-maslah sosial
melahirkan kondisi yang disebut oleh Richard Tittmus (1974) dalam Midgley
(1995) sebagai social illfare atau penyakit sosial.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 105
Sementara itu, semua manusia, keluarga, komunitas dan masyarakat
memiliki kebutuhan sosial yang harus dipenuhi agar manusia dapat mencapai
yang dimaksud dengan kebahagiaan sosial (social contentment). Kebutuhan yang
dimaksud disini adalah antara lainkebutuhan biologis dasar untuk kelangsungan
hidup nutria, air, tempat berteduh dan keamanan. Menurut pendapat peneliti,
dalam konteks Negara Indonesia yang dimaksud dengan kebutuhan nutrisi di sini
adalah kebutuhan akan makanan pokok yaitu beras. Ketika kebutuhan pada level
komunitas dan masyarakat telah terpenuhi maka hal itu yang dinamakan telah
tercapai kesejahteraan bersama dimana pada akhirnya kesejahteraan sosial terjadi
pada komunitas yang dapat menciptakan kesempatan sosial pada penduduknya
untuk meningkatkan dan merealisasikan potensi-potensi yang ada. Kata kunci
yang ingin ditekankan oleh Midgley di sini adalah ketika ketiga syarat ini dapat
dipenuhi oleh dalam suatu masyarakat, maka masyarakat tersebut dapat
menikmati kesejahteraan sosial yang memuaskan. Sebaliknya jika ketiga syarat ini
tidak dapat terpenuhi maka dapat dipastikan bahwa masyarakat tersebut gagal
dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang di inginkan.
Terkait dengan konteks penelitian ini maka dapat dipahami bahwa rumah
tangga miskin dapat dikatakan berubah menjadi sejahtera jika pemenuhan
kebutuhan pokok di bidang pangan yaitu beras dapat terpenuhi secara layak.
Artinya rumah tangga miskin tidak lagi mengalami kesulitan dalam memnuhi
kebutuhan hidupnya di bidnag pangan. Hal yang menjadi penekanan dalam
kondisi seperti ini adalah sejauh mana kebutuhan dapat terpenuhi. Dalam
prakteknya di lapangan pengaturan di dalam pendistribusian bantuan sosial dari
pemerintah harus dapat menjamin tepat sasaran sehingga memang memnuhi
kebutuhan bagi rumah tangga miskin yang ada di wilayah tersebut.
2.3.2.2. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan dasar merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan. Masyarakat yang hidup dalam kemiskinan maka
cenderung berdampak pada terabaikannya pemenuhan kebutuhan dasar mereka
secara layak. Terkait dengan tersebut, menurut Johnson dan Schwartz (1991)
mengatakan bahwa “poverty is a serious social problem that contributes to the
inability of individuals to meet their basic needs”. (p. 51). Dari pernyataan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 106
tersebut mengisyaratkan bahwa kemiskinan merupakan masalah sosial yang serius
yang telah berkontribusi terhadap ketidakmampuan individu-individu untuk
memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dengan kata lain, karena mereka hidup dalam
kondisi yang miskin maka telah menyebabkan mereka tidak mempunyai
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup sehari-hari.
Di tinjau dari konteks keberadaan suatu negara, Antlov dalam
Triwibowo dan Nur Iman (2009) mengatakan bahwa secara tradisional, peran
utama sebuah negara demokratis salah satunya adalah menjamin pemenuhan hak
dasar warga negara. Hanya saja dikatakannya bahwa perkembangan yang terjadi
dalam dua dekade terakhir telah menyulitkan banyak negara untuk melaksanakan
peran-peran tersebut dengan baik. Kondisi ini tentu saja telah mempengaruhi
peran negara dalam pemberian layanan sosial kepada masyarakat. Beranjak dari
pandangan tersebut, maka sudah selayaknya pemerintah menempatkan perhatian
yang serius dalam pemberian layanan kepada masyarakat terutama yang
menyangkut kebutuhan dasar bagi masyarakat miskin. Jika tidak, maka kondisi
masyarakat miskin akan semakin menderita dan sulit untuk keluar dari belenggu
kemiskinannya.
Jika dikaitkan dengan fenomena kemiskinan yang terjadi di Indonesia
saat ini, maka kondisi tersebut ternyata sangat relevan dan masih berlangsung di
masyarakat. Dari berbagai fenomena sosial yang terjadi, dapat peneliti katakan
bahwa semua rumah tangga miskin yang ada di Indonesia cenderung mengalami
kesulitan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Hal ini telah
menjadikan mereka semakin terpuruk di dalam belenggu kemiskinannya. Apalagi
jika dikaitkan dengan kebutuhan dasar masyarakat yang berada di wilayah
perkotaan. Menurut data dari Bank Dunia (2007) mengemukakan bahwa hampir
30 persen rumah tangga di daerah perkotaan mengalami kekurangan untuk
sedikitnya satu jenis kebutuhan dasar.
Berdasarkan jenisnya, ada beberapa pengelompokkan terkait dengan
kebutuhan dasar tersebut. Secara umum, dapat di kategorikan bahwa yang
dimaksud dengan kebutuhan dasar adalah kebutuhan hidup manusia yang meliputi
sandang, pangan dan papan (perumahan). Terkait dengan hal ini, menurut
Martinussen (1997) mengatakan bahwa terdapat konsensus umum yaitu yang
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 107
dimaksud dengan kebutuhan dasar adalah pertama, kesejahteraan individu dan
keluarga yaitu meliputi kebutuhan makanan / pangan, tempat tinggal, pakaian dan
kebutuhan hidup sehari-hari lainnya; kedua, akses ke pelayanan publik seperti air
minum, sanitasi, kesehatan dan pendidikan; ketiga, akses untuk berpartisipasi dan
memberikan pengaruh pada pengambilan keputusan baik di masyarakat maupun
dalam politik nasional.
Sedangkan menurut Thee Kian Wie (1981) mengemukakan bahwa unsur-
unsur kebutuhan dasar manusiawi terdiri atas beberapa kategori yaitu :
a) Barang kebutuhan dasar, seperti : pangan, sandang, pemukiman
b) Jasa-jasa kebutuhan dasar, seperti : fasilitas pendidikan, kesehatan,
pengangkutan, komunikasi, dan saluran air minum yang sehat.
c) Lapangan kerja yang produktif, yang dapat menjamin pendapatan yang
mencukupi untuk membiayai persediaan barang dan jasa kebutuhan dasar.
d) Partisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut
hidup sendiri.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa unsur-unsur pokok dari paket kebutuhan dasar
setiap manusia yang pemenuhannya bagi seluruh penduduk perlu dijamin dalam
suatu masyarakat yang adil dan makmur.
Dalam konteks Negara Indonesia, salah satu kebutuhan pada
makanan/pangan (need for food) adalah pemenuhan kebutuhan berupa beras
sebagai pangan pokok di hampir sebagian besar penduduk Indonesia. Data
menyebutkan bahwa 95% dari jumlah penduduk Indonesia mengkonsumsi beras
sebagai pangan utamanya. Berdasarkan data BPS 2009 yang dikutip dalam Buku
Pedoman Umum Raskin 2011 mengemukakan bahwa dengan jumlah penduduk
terbesar kelima di dunia dan rata-rata konsumsi beras yang tinggi mencapai 39,42
kg/jiwa/tahun, menjadikan Indonesia menjadi negara konsumen beras terbesar di
dunia. Hal ini membuat keberadaan beras mempunyai peran yang strategis. Selain
itu beras merupakan komoditi yang paling penting bagi masyarakat miskin dan
beras juga merupakan komoditi pemberi sumbangan terbesar terhadap garis
kemiskinan di setiap tahunnya. Sementara, dengan kemampuan ekonomi keluarga
yang sangat terbatas telah membuat rumah tangga miskin di Indonesia mengalami
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan di bidang pangan tersebut.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 108
Terkait dengan konteks penelitian ini, maka perlu ada perhatian yang
serius dari pemerintah dalam upaya membantu rumah tangga miskin untuk
memenuhi kebutuhan di bidang pangan yaitu beras. Salah satunya dengan
peningkatan efektivitas pelaksanaan Program Raskin di masyarakat. Dengan
pelaksanaan yang baik, maka diharapkan dapat memberikan dampak yang
signifikan dalam membantu rumah tangga miskin untuk memenuhi kebutuhan
dasar di bidang pangan yaitu beras.
Sementara menurut Maslow (1943) mengemukakan bahwa ada lima
tingkatan di dalam A Theory of Human Motivation, yaitu Kebutuhan Fisologis
(Physiological needs), Kebutuhan Rasa Aman / Keselamatan (the safety needs),
Kebutuhan terhadap rasa cinta, kasih sayang (the love needs), Kebutuhan untuk
dihargai ( the esteem needs), dan yang terakhir yaitu Kebutuhan untuk aktualisasi
diri (the need for self actualization). Selanjutnya dijelaskan oleh Maslow
mengenai tingkatan kebutuhan tersebut sebagai berikut, Pertama, Kebutuhan
Fisiologis (Physiological needs). Di dalam tulisannya disebutkan bahwa
kebutuhan ini merupakan kebutuhan awal pada teori motivasi (the starting point
for motivation theory) yang disebut juga sebagai dorongan fisiologis
(physiological drives).
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling mendasar
sehingga kebutuhan ini dianggap sebagai kebutuhan yang paling penting di antara
kebutuhan lainnya. Salah satu kebutuhan fisiologis tersebut adalah kebutuhan
untuk makan. Kondisi ini muncul karena adanya dorongan rasa lapar dan haus
dari dalam tubuh manusia sehingga muncul keinginan untuk makan dan minum.
Apabila kebutuhan ini telah terpenuhi maka akan muncul kepuasan pada diri
manusia itu. Menurut Maslow mengemukakan bahwa “For the man who is
extremely and dangerously hungry, no other interests exist but food. He dreams
food, he remembers food, he thinks about food, he emotes only about food, he
perceives only food and he wants only food’. Dari uraian tersebut dapat dipahami
bahwa jika seorang manusia mengalami kelaparan atau kekurangan pangan maka
ia akan terus berupaya dengan melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut dan dia tidak memiliki keinginan yang lain selain makanan.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 109
Sementara kebutuhan pada tingkatan yang kedua, Kebutuhan akan rasa
aman / keselamatan (the safety needs). Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi
maka akan memunculkan kebutuhan yang berikutnya yaitu kebutuhan akan rasa
aman (the safety needs). Sedangkan kebutuhan pada tingkatan yang ketiga adalah
Kebutuhan terhadap rasa cinta, kasih sayang (The love needs). Setelah kedua
kebutuhan di atas telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan berikutnya yaitu
kebutuhan cinta dan kasih sayang, rasa memiliki.
Selanjutnya pada tingkatan yang keempat yaitu Kebutuhan untuk
dihargai (The esteem needs). Menurut Maslow (1943) mengemukakan bahwa “All
people in our society (with a few pathological exceptions) have a need or desire
for stable, firmly based, usually high evaluation of themselves, for self respect, or
self esteem, and for the esteem of others. Berdasarkan pendapat tersebut dapat
dipahami bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk dihargai, menghargai diri
sendiri dan menghargai orang lain. Sebagai tingkatan kebutuhan yang terakhir
(kelima) yaitu Kebutuhan untuk aktualisasi diri (the need for self actualization).
Kebutuhan ini digambarkan sebagai kebutuhan untuk mengembangkan potensi
yang ada, melakukan sesuatu yang memang harus mereka lakukan.
Kecenderungan dari kebutuhan ini dapat diungkapkan sebagai keinginan untuk
menjadi lebih dari apa yang telah dimiliki, mencapai segala sesuatu yang memang
dapat di raih.
Terkait dengan konteks penelitian ini, maka peneliti lebih menyoroti
pada kebutuhan pada tingkatan yang pertama/mendasar yaitu kebutuhan fisiologis
dalam teori motivasi manusia (A Theory of Human Motivation). Dalam hal ini
kebutuhan akan pangan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi
terciptanya kelangsungan hidup manusia. Seperti yang telah di uraikan
sebelumnya bahwa apabila manusia dalam keadaan lapar (tidak terpenuhinya
kebutuhan di bidang pangan) maka ia akan berusaha dan melakukan segala
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Jika di kaitkan dengan kondisi
rumah tangga miskin yang ada di Indonesia, maka dengan kondisi yang serba
kekurangan telah mengakibatkan mereka mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan fisologis tersebut.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 110
Oleh karena itu adanya program penaggulangan kemiskinan berupa
Program Raskin tentu diharapkan dapat membantu rumah tangga miskin untuk
memenuhi salah satu kebutuhan fisiologis tersebut yaitu di bidang pangan. Bagi
kelompok rumah tangga yang memiliki tingkat perekonomian yang baik dan
mampu memenuhi kebutuhan di bidang pangan yaitu beras, maka mereka merasa
tidak terlalu penting untuk memberi perhatian yang lebih pada kebutuhan ini.
Mereka mungkin lebih tertarik bagaimana memenuhi kebutuhan pada tingkatan
yang lebih tinggi misalnya kebutuhan akan harga diri (the esteem needs) dan
aktualisasi diri (the needs for self actualization). Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Maslow bahwa “if hunger is satisfied, it becomes unimportant in the current
dynamics of the individual”. Namun sebaliknya bagi mereka yang merupakan
bagian dari rumah tangga miskin maka pemenuhan kebutuhan fisiologis akan
menjadi sangat penting di antara kebutuhan lainnya.
2.3.2.3. Taksonomi Kebutuhan Manusia
Terkait dengan kajian mengenai kebutuhan manusia maka Dean (2010)
mengemukakan pokok-pokok pikirannya di dalam memahami kebutuhan manusia
(human needs). Menurutnya bahwa kebutuhan manusia dapat dibedakan menjadi
beberapa kelompok dan pendekatan. Pertama, kebutuhan dapat ditinjau dari
siginifikansi kebutuhan. Terkait dengan hal ini maka kebutuhan manusia dapat
dibedakan menjadi 4 (empat) pendekatan yaitu pendekatan humanistik atau
humanitarian (the humanistic or humanitarian approach), pendekatan
paternalistik (the paternalistic approach), pendekatan ekonomistik atau yang
berorientasi pada pasar (the economictic or market-oriented approach),
pendekatan moralistik (moralistic or moral-authoritarian approach). Selanjutnya
kebutuhan dapat pula dibedakan berdasarkan perbedaan absolut dan relatif
sehingga menghasilkan kebutuhan absolut dan kebutuhan relatif.
Di dalam uraiannya Dean menjelaskan bahwa kebutuhan absolut
mengacu pada apapun yang mungkin dilakukan karena dianggap mutlak
diperlukan untuk kelangsungan hidup fisik atau untuk kehormatan manusia
meskipun sebagai mana definisi kemiskinan absolut, kebutuhan bervariasi.
Namun yang terpenting menurutnya bahwa perbedaan antara absolute dan relative
adalah berkaitan dengan karakter kebutuhan manusia dan tingkatannya.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 111
Selanjutnya perbedaan penting antara kebutuhan absolut dan kebutuhan relatif
dapat dipahami melalui dua cara. Pertama, istilah kebutuhan dibedakan antara
kebutuhan inherent (inherent need) dan kebutuhan interpretasi (interpreted need);
antara kebutuhan yang secara individu mungkin didefinisikan sebagai yang
memiliki kebajikan menjadi manusia (virtue of being human) dan kebutuhan yang
didefinisikan oleh atau bagi mereka melalui sifat sosial terhadap keberadaan
manusia. Kedua, istilah kebutuhan dibedakan antara kebutuhan tebal (thick need)
dan kebutuhan tipis (thin need) yaitu dibedakan berdasarkan tingkatan jumlah dan
sifat kualitas dari kebutuhan manusia.
Selanjutnya inherent need adalah mengacu pada kebutuhan yang melekat
pada individu manusia bukan saja karena mereka adalah makhluk biologis tetapi
juga karena kebajikan dari kemanusiaanya. Gagasan dari kebutuhan inheren
membutuhkan teori atau ide dari kepribadian dan apa artinya menjadi seseorang.
Sementara interpreted need yaitu mengacu pada kebutuhan yang dikonstruksikan
atau dikaitkan pada individu manusia melalui interpretasi. Kebutuhan Interpretasi
tersebut mungkin dibentuk melalui observasi atau analisis, melalui klaim atau
demand tetapi mereka dibentuk atau diartikulasi secara konrit atau berasal dari
bottom up.
Terkait dengan kebutuhan inheren ini, Dean menjelaskan bahwa dapat
ditinjau berdasarkan pertama, Teori Klasik yang terdiri dari kebutuhan sebagai
kepentingan objektif, kebutuhan sebagai pilihan subjektif dan kebutuhan sebagai
dorongan dari dalam (inner drives), kebutuhan sebagai karakteristik pokok
(constitutive characterictic). Kedua, ditinjau dari perspektif kebijakan sosial yaitu
terkait dengan konsep penyediaan kolektif untuk memenuhi kebutuhan individu
sebagai tanda dari pelayanan sosial (Dean, 2010). Terkait dengan prespektif
keadilan sosial ini, menunculkan pemikiran mengenai the welfare state or the
market dan pandangan dari Doyal dan Gough (1984, 1991). Sedangkan terkait
dengan interpreted need, dapat ditinjau pertama dari kebiasaan (custom) dan
konsumsi (consumption) yang terdiri dari pertama cultural meaning, kedua
kayalan (illusion), kepalsuan (falsity) dan pemborosan (wastefulness), ketiga,
consumer society.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 112
Selain itu kebutuhan manusia juga dapat dibedakan menjadi 2 yaitu thin
needs dan thick needs. Menurut Dean (2010), “Thin” need adalah apa yang
disebut sebagai konsep hedonis dari kesejahteraan manusia. Dilakukan dengan
pertimbangan yaitu pertama, pengembangan filosofi utilitarianisme dan
ekspresinya dalan pendekatan kontemporer welfarisme dan analisis efektivitas
biaya. Kedua, kemunculan ilmu sosial pada studi kebahagiaan (study of
happeness). Sedangakan “Thick” need adalah apa yang disebut sebagai konsep
eudaimonic dari kesejahteraan manusia. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan
pertama, cara yang berbeda yang mana gagasan filosofi good life telah
diterjemahkan ke dalam kebijakan yang dimaksudkan untuk menjadikan orang
tidak hanya bertahan tetapi dapat berkembang. Kedua, mengeksplorasi dimensi
psychosocial untuk kesejahteraan manusia. Ketiga, berusaha untuk melahirkan
interpretasi yang lebih tebal dari kemampuan yang mungkin dihasilkan. Ke empat,
berbagai analisis dari konteks sosial terhadap kesejahteraan manusia.
Dari berbagai uraian di atas, maka Dean (2010) membuat sebuah
taksonomi yang didasarkan pada kebutuhan manusia (a taxonomy of need-based
approaches) yaitu sebagai berikut :
Gambar 2.16
Taksonomi pendekatan berbasis kebutuhan Sumber : Dean (2010, p.120)
Berdasarkan gambar taksonomi di atas, maka dapat dilihat bahwa ada
empat bidang yang menggambarkan pendekatan terkait dengan kebutuhan yaitu
pertama pendekatan moral-autoritarian yaitu kebutuhan adalah situasional, Kedua,
pendekatan ekonomistik yaitu kebutuhan adalah tertentu, ketiga, pendekatan
paternal yaitu kebutuhan adalah umum, dan ke empat, pendekatan humanitarian
Thin
Needs
Thick
Needs
Inherent Needs
Interpreted
Needs
Economistic
Approaches
(needs are particular)
Humanitarian
Approaches
(needs are universal)
Moral-Authoritarian
Approaches
(needs are circumstatial)
Paternal Approaches
(needs are common)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 113
yaitu kebutuhan adalah universal. Pendekatan moral memandang pertama,
keburukan (aktual atau potensial) dari sifat manusia harus dibatasi oleh
kewenangan dan kedua, penilaian harus dibuat tentang apa yang orang layak
mendapatkannya.
Kemudian pendekatan ekonomistik mempunyai pandangan bahwa subjek
manusia yang dipertimbangkan adalah homo oeconomicus dan kedua karena
mereka mereka memandang penting keinginan dan preferensi apa yang orang
ungkapkan sehingga diberi kebebasan untuk memilih. Mereka memerlukan
konsepsi yang melekat pada kebutuhan dalam arti bahwa individu dibangun
sebagai aktor ekonomi yang berfungsi sebagai produser dan konsumen barang
(dalam arti luas dari istilah itu). Orang didefinisikan oleh individualitas dan
kebutuhannya yaitu khusus bagi individu.
Selanjutnya pendekatan paternal mempunyai pandangan bahwa manusia
dianggap oleh alam sebagai makhluk yang rentan yang membutuhkan keamanan
dan perlindungan. Mereka adalah interpretasi tebal dalam arti bahwa kebutuhan
terletak secara aksiomatik pada kontek sosial mereka: keamanan dan perlindungan
yang dasarnya kebutuhan sosial. Sedangkan pendekatan humanitarian mempunyai
pandangan bahwa mereka humanistik dalam arti etis. Subjek manusia ditafsirkan
tidak hanya secara pasif bersifat rentan, tetapi juga sebagai aktor sosial.
Pendekatan ini tebal, karena spesies kita melalui keterlibatan sosial dan
karena manusia dalam arti eudaimonic membutuhkan pemenuhan. Pendekatan
humanistik memerlukan konsepsi yang melekat dari kebutuhan karena manusia
dapat dipahami sebagai hubungan diri sendiri yang bisa bermakna untuk
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
2.4. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dimulai dari adanya fenomena-fenomena kemiskinan yang
terjadi di Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam
upaya penangulangan kemiskinan adalah dengan melaksanakan Program Raskin.
berdasarkan Pedum Raskin 2013 disebutkan bahwa Program Raskin bertujuan
untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran melalui pemenuhan
kebutuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Di dalam
pelaksanaannya, Program Raskin mengacu pada Indikator 6 (enam) tepat yaitu
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 114
Tepat Sasaran penerima manfaat, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Administrasi
dan Tepat Kualitas.
Selanjutnya pelaksanaan distribusi raskin dikaitkan dengan kerangka
distribusi sebagaimana yang dikemukakan oleh Gilbert dan Terrell (2005) yang
mencakup 4 aspek pilihan yaitu allocation, provision, delivery dan finance.
Kemudian dalam pelaksanaannya, pendistribusian raskin di tingkat lokal
mengalami berbagai perubahan dari kebijakan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah di tingkat nasional. Oleh karena itu pelaksanaan pendistribusian raskin
di tingkat lokal menimbulkan dinamika di masyarakat. Selain itu pelaksanaan
pendistribusian raskin di tingkat lokal memberikan dampak dalam upaya
pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok RTS. Selanjutnya pelaksanaan
pendistribusian raskin di tingkat lokal mempunyai implikasi terhadap aspek
keadilan distributifnya di masyarakat.
Dari uraian diatas maka peneliti membuat sebuah kerangka pemikiran
sebagai berikut :
Gambar. 2.17
Kerangka Pemikiran Sumber : Olahan Penelitian
Kerangka Distribusi
(Allocation, Provision,
Delivery, Finance )
Program Raskin
(Indikator 6 Tepat)
Dinamika
pendistribusian
Raskin
Dampak dalam
Upaya Pemenuhan
Kebutuhan Pokok
RTS
Implikasi terhadap
Aspek Keadilan
Distributif
Pendistribusian Raskin
di tingkat lokal
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 115
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam suatu penelitian pada dasarnya
digunakan sebagai alat atau sarana untuk menjawab pertanyaan penelitian yang
telah dikemukakan sebelumnya sehingga nantinya tujuan penelitian dapat
tercapai. Oleh karena itu agar tujuan penelitian dapat tercapai maka metode
penelitian yang digunakan harus tepat. Dalam konteks penelitian ini, peneliti akan
mengkaji tentang permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan. Sehubungan dengan hal tersebut peneliti
mengajukan tiga pertanyaan penelitian yaitu terkait dengan bagaimana dinamika
pendistribusian raskin di tingkat lokal, bagaimana dampak pendistribusian di
tingkat lokal dalam upaya pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok (beras)
rumah tangga sasaran dan bagaimana implikasi pendistribusian raskin di tingkat
lokal terhadap aspek keadilan distributifnya.
Sebagai tindak lanjut untuk menjawab pertanyaan penelitian dan dalam
rangka mencapai tujuan penelitian maka peneliti memberikan gambaran
(deskripsi) dan penjelasan secara mendalam mengenai kajian permasalahan
distribusi dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskian yang dikaitkan
dengan aspek kehidupan sosial masyarakat miskin dalam kondisi yang alamiah
(natural setting). Adapun yang peneliti maksud dengan kondisi yang alamiah
yaitu mengacu dari pendapat Cresswell (2010, p. 261) yang mengatakan “natural
setting dimana para peneliti kualitatitf cenderung mengumpulkan data lapangan di
lokasi dimana para partisipan mengalami isu atau masalah yang diteliti. Peneliti
tidak membawa individu-individu ke laboratorium (atau dalam situasi yang telah
di setting sebelumnya); tidak pula membagikan instrumen-instrumen”. Oleh
karena itu peneliti berupaya memberikan informasi secara akurat berdasarkan data
yang diperoleh dari informan dan dari fakta sebenarnya yang ada di lapangan
tanpa adanya rekayasa ataupun intervensi dalam bentuk apapun.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 116
Berangkat dari kajian tersebut dan dari berbagai pilihan metode
penelitian yang ada, maka dalam penelitian ini peneliti memilih menggunakan
metode penelitian kualitatif. Selain itu, penelitian ini merupakan penelitian studi
lapangan (field research) yaitu peneliti secara langsung mengamati dan mencatat
apa yang terjadi di lokasi penelitian dalam periode tertentu (Neuman, 2006) dan
yang sering digunakan dalam studi deskriptif (Neuman, 2006). Selanjutnya
sebagai dasar yang melatar belakangi mengapa peneliti memilih menggunakan
metode penelitian kualitatif yaitu antara lain karena pertama, di dalam penelitian
ini peneliti mengungkapkan dan menginterpretasikan secara alami dan otentik
berbagai fenomena-fenomena kehidupan sosial yang terjadi di masyarakat yang
terkait dengan konteks penelitian ini. Hal tersebut dapat dicapai melalui penelitian
kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh Neuman (2006, p. 151) yaitu
“qualitative research emphasize conducting detailed examination of cases that
arise in the natural flow of social life. They try to present authentic interpretations
that are sensitive to specific social-historical contexts”.
Kedua, di dalam penelitian ini, peneliti memberikan gambaran dan
penjelasan secara lebih mendalam dan spesifik terkait dengam fenomena-
fenomena sosial yang terjadi di masyarakat yaitu terkait dengan pelaksanaan
pendistribusian raskin di Kecamatan Plaju Kota Palembang. Peneliti menilai
bahwa metode penelitian kualitatif lebih mampu untuk mewujudkan hal tersebut.
Sebagaimana dikemukakan oleh Neuman (2006) mengatakan bahwa “Qualitative
researchers’concern is to find cases that will enhance what the researchers learn
about the processes of social life in a specific context”. (p. 219). Hal senada
dikemukakan Rubbin dan Babbie (2008, p. 417) bahwa “the qualitative
researcher may recognized several nuances of attitude and behavior that might
escape researchers using other methods”.
Ke tiga, di dalam penelitian ini, peneliti berupaya menggali informasi
yang mendalam dari orang-orang yang dijadikan sebagai informan. Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Bryman (2008) bahwa ada 5 hal (preoccupation) yang
berbeda dalam penelitian kualitatif. Dalam konteks penelitian ini yang menjadi
acuan diantaranya yaitu pertama, metode penelitian kualitatif melihat konteks
permasalahan melalui pandangan dari orang-orang yang dipelajari (seeing through
Universitas Indonesia
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 117
the eyes of the people being studied). Kedua, menggambarkan dan menekankan
pada konteks (description and the emphasis on context). Ketiga, menekankan
pada proses (emphasis on process).
Hal senada juga dikemukakan oleh Padgett (1998) dalam Royse (2008)
bahwa alasan dipilihnya pendekatan secara kualitatif adalah antara lain ketika
investigator (peneliti) berharap untuk mendapatkan perspektif dari partisipan
dalam bahasa dan tindakan partisipan sendiri (the perspective of participants in
their own words and actions) dan berharap dapat menulis dengan deskripsi yang
banyak (rich description). Selain itu alasan lainnya adalah ketika fokus penelitian
adalah menekankan pada proses dan bukan pada hasil dari program atau kegiatan.
Ringkasnya, peneliti menilai bahwa fenomena-fenomena kemiskinan
yang terjadi di masyarakat, memang lebih tepat diungkap secara lebih detail
dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan tidak hanya sekedar
menggambarkan hasil penelitian dalam bentuk angka-angka saja sebagaimana
yang biasanya terdapat dalam metode kuantitatif, tetapi lebih menjelaskan secara
mendalam dan terperinci terkait dengan sebuah peristiwa atau kejadian yang
terjadi di masyarakat.
3.2. Teknik Pemilihan Informan
Dalam rangka mendapatkan informasi yang tepat dan akurat di dalam
melakukan penelitian maka peneliti harus mampu memilih dan mendapatkan
sumber data yang tepat sebagai informan penelitian. Dalam penelitian ini yang
akan menjadi informan adalah orang yang memenuhi kriteria terkait dengan topik
penelitian ini yaitu mereka yang mengetahui dan memahami secara mendalam
terhadap informasi yang ingin peneliti ketahui. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan informan yang berasal dari unsur pemerintah dan unsur masyarakat.
Adapun teknik yang dipilih untuk menentukan informan tersebut baik dari unsur
aparatur pemerintah maupun unsur masyarakat yaitu Ketua RT dan Rumah tangga
penerima raskin adalah dengan menggunakan purposive sampling.
Selanjutnya kriteria informan dari unsur aparatur pemerintah dipilih
berdasarkan pertimbangan yaitu Aparatur pemerintah yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab terkait dengan pelaksanaan Program Raskin dan mengetahui
informasi yang mendalam dan akurat seputar pelaksanaan Program Raskin.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 118
Sedangkan kriteria informan dari unsur masyarakat yaitu para Ketua RT dipilih
berdasarkan yaitu Ketua RT yang telah cukup lama menjabat Ketua RT dan
mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang banyak mengenai Pelaksanaan
Program Raskin.
Adapun unit analisis di dalam penelitian ini adalah dalam tingkat
keluarga bukan individu ataupun komunitas. Oleh karena itu untuk informan dari
kalangan rumah tangga penerima raskin yaitu 1 informan mewakili 1 rumah
tangga. Kriteria informan dari unsur masyarakat yaitu Rumah Tangga Penerima
Manfaat Raskin dipilih berdasarkan pertimbangan yaitu Rumah tangga yang telah
cukup lama mendapatkan bantuan raskin dan mempunyai pengetahuan yang
banyak terkait dengan pelaksanaan program raskin. Rumah tangga penerima
manfaat raskin yang diwawancarai terdiri dari rumah tangga sasaran berdasarkan
ketetapan pemerintah dan rumah tangga miskin hasil dari ketetapan lokal. Hal ini
dimaksudkan untuk memperkaya informasi yang diperoleh di lapangan. Selain itu
wawancara dilakukan tidak hanya terbatas kepada kaum ibu tetapi juga dilakukan
kepada kaum bapak. Dipilihnya kaum bapak karena mereka posisinya sebagai
kepala keluarga. Sedangkan dipilihnya kaum Ibu karena mereka merupakan orang
yang mempunyai peran penting di dalam mengatur urusan kebutuhan di dalam
rumah tangga sehari-hari.
Selain itu baik dari para Ketua RT maupun Rumah Tangga Penerima
Raskin yang dipilih sebagai informan dalam penelitian ini adalah mereka yang
komunikatif yaitu mereka yang mau dan mampu untuk dilakukan wawancara dan
mampu memberikan jawaban secara jelas berupa keterangan dan informasi terkait
dengan pelaksanaan program raskin ini. Berdasarkan kondisi yang ada di lapangan
ditemukan fakta bahwa tidak semua Ketua RT dan rumah tangga penerima raskin
yang mau diwawancarai karena berbagai alasan. Selain itu tidak semua dari
mereka yang bisa diwawancarai karena keterbatasan dari diri mereka sendiri yaitu
kemampuan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dan ketersediaan waktu.
Dalam pemilihan informan dari para Ketua RT dan Rumah Tangga Penerima
Raskin, peneliti lakukan secara proporsional yaitu berdasarkan keterwakilan
wilayah dari 6 Kelurahan yang menerima alokasi raskin. Dari masing-masing
kelurahan, peneliti mengambil masing-masing 3 orang dari Ketua RT dan dari
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 119
Rumah Tangga Penerima Raskin. Pencarian terhadap informan dari unsur
masyarakat dan Ketua RT di rasa cukup ketika peneliti menilai tidak ada lagi
informasi-informasi tambahan yang diberikan oleh mereka. Dengan kata lain
setiap pertanyaan wawancara yang diajukan, diperoleh informasi yang sudah
hampir sama semua dan tidak ada lagi informasi baru. Dari kondisi tersebut maka
peneliti menilai informasi telah cukup sehingga peneliti tidak lagi menambah
jumlah informan.
Secara lebih rinci dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel. 3.1.
Daftar Informan
No. Informasi yang di cari Informan Jumlah
1. Dinamika pendistribusian
raskin di tingkat local
1. Kepala Divre Perum
Bulog Sumsel
2. Kabid Pelayanan Publik
Perum Bulog Sumsel
3. Kabag Perekonomian Setda
Kota Palembang
4. Kasubbag Pertanian dan
Lingkungan Hidup
5. Camat Plaju
6. PPLKB Kec. Plaju
7. Lurah di Kec. Plaju
8. Ketua RT
9. Rumah Tangga Penerima
Manfaat Raskin
1 orang
1 orang
1 orang
1 orang
1 orang
1 orang
6 orang
18 orang
18 orang
2. Dampak pendistribusian
raskin di Tingkat Lokal
1. Kepala Divre Perum
Bulog Sumsel
2. Kabid Pelayanan Publik
Perum Bulog Sumsel
3. Kabag Perekonomian Setda
Kota Palembang
4. Kasubbag Pertanian dan
Lingkungan Hidup
5. Camat Plaju
6. PPLKB Kec. Plaju
7. Lurah di Kec. Plaju
8. Ketua RT
9. Rumah Tangga Penerima
Manfaat Raskin
1 orang
1 orang
1 orang
1 orang
1 orang
1 orang
6 orang
18 orang
18 orang
Sumber : Olahan Penelitian
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 120
Lanjutan
Tabel 3.1
Daftar Informan
No. Informasi yang di cari Informan Jumlah
3. Implikasi pendistribusian
raskin terhadap aspek
keadilan distributif
1. Kepala Divre Perum
Bulog Sumsel
2. Kabid Pelayanan Publik
Perum Bulog Sumsel
3. Kabag Perekonomian Setda
Kota Palembang
4. Kasubbag Pertanian dan
Lingkungan Hidup
5. Camat Plaju
6. PPLKB Kec. Plaju
7. Lurah di Kec. Plaju
8. Ketua RT
9. Rumah Tangga Penerima
Manfaat Raskin
1 orang
1 orang
1 orang
1 orang
1 orang
1 orang
6 orang
18 orang
18 orang
Sumber : Olahan Penelitian
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Data lapangan (field data) adalah apa yang kamu alami, kamu ingat dan
kamu catat di dalam catatan lapangan (Neuman, 2006). Dalam hal ini peneliti
akan mengumpulkan data lapangan di lokasi dimana para partisipan mengalami
isu atau masalah yang akan diteliti yaitu di Kecamatan Plaju Kota Palembang dan
peneliti bertindak sebagai instrumen kunci karena peneliti mengumpulkan sendiri
data tersebut. (Cresswell, 2010). Dalam penelitian ini juga peneliti tidak secara
terburu-buru dan mengambil begitu saja secara langsung (taken for granted) apa
yang ditemui di lapangan. Namun peneliti akan melakukan pengumpulan data
dengan proses yang panjang dan teliti (Taylor dan Bogdan, 1984 dalam Dudley,
2005). Selain itu dalam proses pengambilan data peneliti bersikap fleksibel untuk
mengejar dugaan yang melampaui apa yang awalnya ditentukan dan tidak
membatasi sesuatu hal yang tidak perlu atau pembatasan terkait dengan proses
pencarian sebelum penelitian dimulai. (Dudley, 2005).
Berdasarkan uraian diatas dan terkait dengan konteks penelitian ini maka
teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 121
1. Observasi
Terkait dengan kegiatan observasi, maka dalam penelitian ini peneliti
melakukan kegiatan yaitu memperhatikan secara dekat (close attention), melihat
dan mendengar secara cermat apa yang terjadi di lapangan dengan menggunakan
semua perasaan (all the sense), memperhatikan apa yang peneliti lihat, peneliti
dengar, peneliti rasakan, atau peneliti sentuh sehingga peneliti dapat menjadi
sebuah instrument yang menyerap semua sumber informasi (Neuman, 2006).
Selain itu peneliti juga langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan
aktivitas individu-individu di lokasi penelitian (Cresswell, 2010).
Terkait dengan konteks penelitian ini, peneliti melakukan observasi
lapangan terkait proses pendistribusian raskin di tingkat lokal. Observasi mulai
dilakukan pada saat proses pengangkutan beras dari truk Bulog ke titik distibusi
yaitu Kantor Lurah setempat kemudian obeservasi dilanjutkan terkait proses
penditribusian raskin dari titik distrbusi sampai ke titik bagi (tingkat RT) hingga
sampai ke tangan penerima manfaat. Peneliti melalukan pengamatan terkait
dengan tata cara pengumpulan beras, proses pembagian dan pengelompokkan
beras untuk setiap RT yang berlangsung di balai kelurahan setempat.
Selanjutnya pengamatan dilakukan terkait dengan proses pendistribusian
raskin di rumah para Ketua RT sebagai titik bagi yaitu meliputi proses
pengangkutan beras, pengumpulan beras, penimbangan ulang beras dan
pengelompokkan beras berdasarkan penerima raskin hingga ke pembagian beras
ke rumah tangga penerima raskin. Selain itu peneliti juga melakukan pengamatan
terkait dengan perilaku para Ketua RT dan rumah tangga sasaran di lapangan.
2. Wawancara Mendalam
Terkait dengan kegiatan wawancara, Neuman (2006) mengemukakan
bahwa ada dua bentuk wawancara yaitu wawancara lapangan (field interview) dan
wawancara survey (survey interview). Terkait dengan konteks penelitian ini maka
wawancara yang peneliti maksud adalah wawancara lapangan (field interview). Di
dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara lapangan dengan melakukan
hal antara lain mengajukan pertanyaan, mendengar, ekspresi ketertarikan
(expressing interest) dan mencatat apa yang mereka katakan (Neuman, 2006).
Selanjutnya di dalam penelitian wawancara lapangan (field research interviews)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 122
ada berbagai sebutan atau nama dan umumnya melibatkan satu orang atau lebih
yang berlangsung di lapangan secara informal dan tanpa pedoman / instruksi
(Neuman, 2006). Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dalam
bentuk wawancara mendalam (depth interview) dengan melakukan wawancara
kepada lebih dari satu orang.
Selain itu menurut Bryman (2008) mengemukakan bahwa mengajukan
pertanyaan dalam kegiatan wawancara kualitatif utamanya dibedakan menjadi dua
yaitu unstructured interview (wawancara tidak terstruktur) dan semi-structured
interview (wawancara semi struktural). Perbedaannya yaitu pada wawancara tidak
terstruktur diibaratkan atau cenderung memiliki karakter yang sama dengan
sebuah percakapan (conversation) (Burgess, 1984 dalam Bryman, 2008).
Sementara wawancara semi terstruktur, peneliti memiliki daftar pertanyaan topik
yang cukup spesifik yang akan dibahas, sering disebut sebagai panduan
wawancara, namun orang yang diwawancarai memiliki banyak kelonggaran
dalam cara untuk menjawab pertanyaan tersebut (Bryman, 2008).
Terkait dengan konteks penelitian ini maka peneliti melakukan
wawancara mendalam (depth interviews) dan bersifat semi terstruktur (a semi
structured interview) yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan berdasarkan
pedoman wawancara yang telah dibuat. Artinya di sini, dalam mewawancari
informan, peneliti tidak terlalu terpaku pada materi pertanyaan dan urutan
pertanyaan (tidak terlalu berpedoman dengan pedoman wawancara). Peneliti
berusaha memberikan kesempatan kepada informan untuk menjawab pertanyaan
dan memberikan informasi di luar dari tema yang dipertanyakan. Namun apabila
materi pembicaraan telah cukup jauh bergeser dari topik yang ada maka peneliti
berusaha mengarahkan kepada informan untuk memberikan jawaban terkait
dengan pertanyaan yang peneliti ajukan. Ringkasnya melalui kegiatan wawancara,
peneliti berupaya mendapatkan data dan informasi yang sebanyak-banyaknya dan
akurat dari para informan dan tetap mengacu pada pedoman wawancara.
3. Studi Kepustakaan / Dokumentasi
Dokumen yang dimaksud di dalam penelitian kualitatif dapat berupa
berupa dokumen publik (seperti koran, makalah, laporan kantor) ataupun
dokumen privat (seperti buku harian, diary, surat, e-mail) (Cresswell, 2010).
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 123
Selain itu dokumen yang dapat dijadikan sebagai sumber data di dalam penelitian
kualitatif yaitu antara lain dokumen pribadi (personal documents) baik dalam
bentuk tulisan berupa diary dan surat maupun dalam bentuk photographs (foto),
dokumen kantor (official documents) baik yang berasal dari negara (state) maupun
yang berasal dari sektor swasta (private sources), media masa (mass media
output), dan virtual output misalnya internet (Bryman, 2008).
Terkait dengan konteks penelitian ini, peneliti menggunakan dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan topik kajian disertasi ini yang terdiri dari
dokumen dari negara berupa peraturan perundang-undangan, buku pedoman
pelaksanaan kegiatan, surat keputusan dari kepala daerah ataupun pejabat
pemerintah dan surat kabar lokal maupun nasional, maupun internet. Selain itu
peneliti juga menggunakan berbagai jurnal penelitian dan laporan penelitian.
Selanjutnya peneliti mempelajari dan mentelaah dokumen-dokumen dan
kepustakaan tersebut untuk dijadikan sebagai sumber data sekunder di dalam
penelitian ini.
3.4. Teknik Analisis Data
Dalam memahami proses analisis data dalam penelitian kualitatif, maka
menurut Creswell (2007), Rossman dan Rallis (1998) dalam Cresswell (2010)
mengemukakan bahwa ada sejumlah proses umum yang bisa dijelaskan untuk
menggambarkan keseluruhan aktivitas analisis data yaitu antara lain: analisis data
merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus menerus
terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analitis dan menulis catatan
singkat sepanjang penelitian. Hal ini peneliti jadikan sebagai pedoman dalam
melakukan analisis data.
Selain itu di dalam penelitian ini, peneliti menganalisis data dengan
mengorganisasi data ke dalam kategori berdasarkan tema, konsep, atau ciri/fitur
yang serupa (Neuman, 2006). Kemudian di dalam penelitian ini, peneliti
melakukan analisis data dengan mengacu langkah-langkah yang dikemukakan
oleh Cresswell (2009, 2010). Adapun langkah atau tahapan analisis tersebut yaitu:
Pertama, mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Dalam tahapan ini,
peneliti membuat transkripsi seluruh hasil wawancara yang peneliti lakukan
terhadap informan penelitian di lapangan, mengetik data lapangan, memilah-milah
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 124
dan menyusun data ke dalam jenis yang berbeda-beda tergantung pada sumber
informasi yang dibutuhkan. Kedua, membaca keseluruhan data. Dalam tahapan
ini, peneliti membaca keseluruhan data yang telah tersaji dalam bentuk transkrip
wawancara. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Cresswell bahwa hal ini
dimaksudkan untuk membangun pemahaman umum terhadap informasi dan
merefleksikan maknanya secara keseluruhan.
Ketiga, menganalisis lebih detail dengan meng-coding data (begin
detailed analysis with a coding process). Dalam melakukan proses coding data
ini, peneliti memperhatikan langkah-langkah yang telah dikemukakan oleh Tesch
(1990) dalam Creswell (2010) yang terdiri dari 8 langkah proses coding.
Selanjutnya yang ke empat di dalam proses analisis data yaitu, menerapkan proses
coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang, kategori-kategori dan tema
yang akan di analisis. Pada tahap ini peneliti melakukan deskripsi sebagai usaha
penyampaian informasi secara detail mengenai orang-orang, lokasi atau peristiwa-
peristiwa dalam setting tertentu. Kelima, menunjukkan bagaimana deskripsi dan
tema-tema akan disajikan kembali dalam narasi / laporan kualitatif. Dalam tahap
ini peneliti melakukan pembahasan terkait dengan kronologi peristiwa, perspektif-
perspekti dan kutipan. Selain itu peneliti juga menggunakan gambar atau foto dan
tabel untuk membantu di dalam membantu menyajikan pembahasan ini.
Ke enam, menginterpretasi atau memaknai data. Di dalam tahapan ini
peneliti mengajukan pertanyaan untuk diri sendiri terkait dengan pelajaran apa
yang bisa diambil dari penelitian ini. Hal ini menurut Lincoln dan Guba (1985)
dalam Cresswell (2010) dapat membantu mengungkap esensi dari sebuah
gagasan. Selain itu dalam peneliti melakukan interpretasi data dengan cara
membandingkan antara hasil penelitian dengan informasi yang berasal dari
literatur atau teori. Dalam hal ini, menurut Creswell (2010, p. 284)
mengemukakan bahwa peneliti menegaskan apakah hasil penelitian membenarkan
atau justru menyangkal informasi sebelumnya.
Secara lebih rinci apa yang telah diuraikan di atas dapat dilihat dalam
gambar berikut :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 125
Gambar. 3.1
Analisis Data Kualitatif menurut Cresswell
Sumber : Cresswell, 2010, p. 277
3.5 Validitas dan Reliabilitas Data
Pemahaman mengenai validitas dan reliabilitas data di dalam pendekatan
kualitatif berbeda jika dibandingkan dengan pendekatan kuantitatif. Hal ini seperti
yang dikemukakan oleh Royse (2008) bahwa ”qualitative researchers approachs
the issues of reliability and validity of their findings somewhat differently than
quantitative invertigators. (p. 280). Selanjutnya Gibbs (2007) mengemukakan
bahwa ”qualitative validity means that the researher checks for the accuracy of
finding by employing certain procedures, while qualitative reliability indicates
that the researcher’s approach is consistent across different researchers and
different projects. (Creswell, 2009, p. 190). Berdasarkan uraian tersebut dapat
dipahami bahwa validitas dalam kualitatif dilakukan dengan cara peneliti
memeriksa akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur
tertentu.
Sementara reliabilitas dalam kualitatif mengindikasikan bahwa
pendekatan yang digunakan adalah konsisten jika diterapkan oleh peneliti dan
proyek yang berbeda. Secara lebih rinci Gibbs (2007) dalam Cresswell (2009)
menyarankan ada beberapa prosedur untuk mencapai reliabilitas penelitian
kualitatif yaitu :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 126
1. check transcripts to make sure that they do not contain obvious mistakes
made during transcription.
2. make sure that there is not a drift in the definition of codes, a shift in the
meaning of the codes during the process of coding.
3. for team research, coordinate the communication among the coders by
regular documented meetings and by sharing the analysis.
4. cross-check codes developed by different reseacrhers by comparing result
that are independently derived.
Terkait dengan konteks penelitian ini maka dalam rangka membangun
sebuah reliabilitas dalam penelitian ini, maka mengacu pada apa yang telah
dikemukakan oleh Gibbs (2007) dalam Cresswell (2009) yaitu peneliti melakukan
pengecekkan hasil transkripsi (check transcripts) untuk memastikan tidak adanya
kesalahan yang dibuat selama proses transkripsi.
Selanjutnya Creswell (2009) mengemukakan ada 8 (delapan) strategi
untuk validitas data, diantaranya yaitu melalui triangulate different data sources
of information by examining evidence from the souces and using it to build a
coherent justification for themes, use member checking to determine the accuracy
of the qualitative findings, use rich, thick description to convey the finding, clarify
the bias the researcher brings to the study. Sedangkan menurut Patton (2002)
bahwa ada 4 macam dari triangulasi yang dapat berkontribusi untuk
memverifikasi dan memvalidasi analisis kualitatif yaitu methods triangulation,
triangulation of sources, analyst triangulation dan theory/perspective
triangulation. Hal senada juga dikemukakan oleh Neuman (2006), bahwa ada
beberapa tipe dari triangulasi yang mana pada umumnya dapat berupa
triangulation of measures, triangulation of observers, triangulation of theory dan
triangulation of method.
Sedangkan dalam rangka menciptakan validitas dalam penelitian ini
maka peneliti melakukan beberapa kegiatan yang mengacu apa yang telah
dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas, yaitu antara lain : peneliti melakukan
triangulasi (triangulate) sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa
bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut yaitu dengan bertanya
kepada informan lainnya mengenai hal sama atau melalui triangulation of sources
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 127
(Patton, 2002). Selain itu peneliti membuat deskripsi yang kaya dan padat (rich
and thick desription) tentang hasil penelitian (Creswell 2009).
Dengan melakukan serangkaian kegiatan tersebut di atas, maka peneliti
berharap hasil penelitian yang diperoleh menjadi lebih memiliki validitas dan
reliabilitas data. Hal ini akan berdampak pada diperolehnya hasil penelitian yang
dapat dipertanggung jawabkan.
3.6. Lokasi Penelitian
Program Raskin merupakan salah satu program penanggulangan
kemiskinan yang bersifat nasional. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya,
program ini meliputi seluruh wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia.
Terkait dengan penelitian ini, peneliti memilih Kota Palembang sebagai lokasi
penelitiannya. Selanjutnya dengan pertimbangan keterbatasan waktu dan sumber
daya serta untuk lebih memfokuskan kajian maka peneliti hanya memilih salah
satu kecamatan yang ada di Kota Palembang. Adapun yang menjadi alasan
dipilihnya Kota Palembang sebagai lokasi penelitian ini yaitu karena pelaksanaan
Program Raskin di Kota Palembang selama ini berjalan relatif aman dan lancar.
Kondisi ini ditandai dengan tidak ada kasus ataupun permasalahan yang menonjol
yang pernah terjadi selama ini. Selain itu Kota Palembang telah beberapa kali
ditunjuk oleh pemerintah pusat dalam berbagai uji coba terkait pelaksanaan
program raskin.
Selanjutnya Kota Palembang merupakan kota yang telah berhasil
bertransformasi menjadi salah satu kota metropolitan yang ada di Indonesia.
Keberhasilan itu didukung pula dengan prestasi di bidang pembangunan ekonomi.
Dalam kurun waktu 5 tahun terkahir pertumbuhan ekonomi Kota Palembang
menunjukkan tren yang positip. Namun di bidang pembangunan sosial, Kota
Palembang justru mengalami kegagalan. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian
penurunan angka kemiskinan yang masih relatif rendah. Bahkan angka
kemiskinan Kota Palembang di tahun 2013 sebesar 13,36 %, lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat nasional yaitu sebesar 11,47 %. Selain itu Kota
Palembang merupakan kota dengan jumlah penduduk miskin tertinggi yang ada di
Provinsi Sumatera Selatan.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 128
Sementara terkait dengan Program Raskin, Kota Palembang merupakan
wilayah yang mendapatkan alokasi raskin paling banyak di antara kabupaten kota
yang ada di Propvinsi Sumatera Selatan. Untuk tahun 2013, jumlah Rumah
Tangga Sasaran sebagai penerima manfaat Raskin Kota Palembang sebanyak
72.178 KK dengan alokasi raskin sebanayak 7.578.690 kg. Hal yang tidak kalah
pentingnya alasan peneliti memilih Kota Palembang sebagai lokasi penelitian
adalah karena peneliti telah mengenal karakteristik wilayah dan masyarakat Kota
Palembang. Hal ini dapat memudahkan peneliti dalam hal berkomunikasi dan
dalam proses pengambilan data dari para infroman di lokasi penelitian.
Jika dilihat dari pembagian wilayah administrasinya, Kota Palembang
terdiri atas 16 wilayah kecamatan. Oleh karena pendekatan yang dipilih dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif maka di dalam penelitiannya tidak
terlalu memfokuskan pada sampel yang representatif (Neuman, 2006). Terkait
dengan penelitian ini, maka peneliti memilih Kecamatan Plaju sebagai fokus
lokasi penelitian. Di pilihnya Kecamatan Plaju ini dengan pertimbangan yaitu
karena kecamatan ini memiliki karakteristik wilayah yang khas yaitu berada di
wilayah pinggiran Kota Palembang, berada di area yang berdekatan dengan PT.
Pertamina (Persero) dan jumlah penduduk miskin yang masih relatif banyak.
Dengan lokasi yang berada jauh dari pusat kota maka pembangunan yang ada di
Kecamatan Plaju tergolong lambat dan masih tertinggal dibandingkan kecamatan
lainnya. Selain itu suasana pedesaan masih tampak terlihat di beberapa kelurahan
yang ditandai dengan bentangan sawahnya yang luas.
Sedangkan karakteristik penduduknya masih kental dengan
kemiskinannya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah rumah tangga miskin dengan
kategori Pra Sejahtera dan Sejahtera I yang cukup tinggi. Suatu wilayah
kecamatan yang berada di wilayah perbatasan dan masih memiliki jumlah rumah
tangga miskin yang relatif banyak, sangat relevan untuk dikaitkan dengan
bagaimana keterjangkauan program dan pendistribusian bantuan raskin kepada
rumah tangga miskin. Masyarakat yang berada jauh dari pusat kota atau
pemerintahan cenderung tidak menikmati adanya berbagai bantuan yang diberikan
oleh pemerintah.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 129
3.7 Waktu dan Proses Pelaksanaan Penelitian
Proses kegiatan penelitian ini diawali dengan penyusunan proposal
penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 sampai dengan Maret 2013. Kemudian
sebelum penelitian yang sebenarnya dilaksanakan maka peneliti melakukan studi
awal di lokasi penelitian. Setelah proposal penelitian disetujui maka peneliti
memulai proses pengambilan data di lokasi penelitian. Proses pengambilan data
lapangan dilakukan selama 6 (enam) yaitu dimulai pada Bulan September 2013
sampai dengan Februari 2014. Dalam melakukan kegiatan wawancara di lapangan
khususnya wawancara kepada para Ketua RT dan Rumah Tangga penerima
manfaat raskin, peneliti dibantu oleh para pendamping yang berasal dari para
pegawai kelurahan setempat. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah proses
komunikasi antara peneliti dengan para informan sehingga para informan dapat
memahami keberadaan peneliti di lokasi tersebut sehingga mereka pun bersedia
untuk dilakukan wawancara.
Setelah proses pengumpulan data lapangan telah dilaksanakan maka
kemudian peneliti melakukan pengolahan data untuk kemudian selanjutnya
dilakukan proses analisis data. Namun sebenarnya setelah melakukan kegiatan
wawancara, peneliti telah memulai pula melakukan pengolahan data secara
sederhana dengan melakukan proses transkrip hasil wawancara. Proses
pengolahan data ini menghabiskan waktu yang cukup lama yaitu lebih dari 1
(satu) tahun dari akhir tahun 2013 sampai dengan awal tahun 2015. Setelah proses
analisis data selesai dilaksanakan maka kemudian dilakukan penyajian hasil
penelitian lapangan melalui kegiatan seminar hasil penelitian yang dilakukan
secara bertahap yaitu pada Bulan April 2015 dan Juni 2015. Secara lebih rinci
dapat dilihat dalam tabel berikut.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 130
Tabel 3.2 Waktu dan Proses Jalannya Kegiatan Penelitian
No. Nama Kegiatan TAHUN / BULAN
2012 2013 2014 2015
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
1. Penyusunan Proposal
2. Ujian Proposal
3. Perbaikan proposal dan
Persiapan Pengambilan
data
4. Penelitian Lapangan
5. Pengolahan data
6. Seminar Hasil
7. Perbaikan Seminar hasil
8. Penulisan Jurnal
9. Sidang tertutup
10 Perbaikan
11. Sidang Terbuka Promosi
Doktor
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
131
BAB 4
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Letak dan Kondisi Geografis Kecamatan Plaju
Di lihat dari letak geografisnya, wilayah Kecamatan Plaju merupakan
salah satu kecamatan yang berada di daerah pinggiran Kota Palembang yang mana
wilayahnya berbatasan langsung dengan wilayah kabupaten yang ada di Provinsi
Sumatera Selatan yaitu Kabupaten Banyuasin. Secara lebih rinci dapat dilihat
sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Musi
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Seberang Ulu II
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin.
Gambar. 4.1
Peta Wilayah Kecamatan Plaju Sumber : BPS Kota Palembang, 2013b
Selanjutnya berdasarkan data monografi Kantor Camat Plaju dapat
diketahui bahwa jarak tempuh dari Kantor Camat Plaju menuju pusat
pemerintahan yaitu Kantor Walikota Palembang adalah berjarak 7 km dan dapat
di tempuh dengan transportasi darat. Sedangkan jarak antara Kantor Camat Plaju
dengan sebagian besar kantor lurah setempat juga relatif dekat dan mudah
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
132
dijangkau oleh masyarakat. Kondisi ini diharapkan dapat mendukung terciptanya
pelayanan yang cepat, mudah dan ekonomis. Namun dari 7 kantor lurah yang ada
di wilayah Kecamatan Plaju, ada 2 diantaranya yang berlokasi cukup jauh dari
Kantor Camat Plaju yaitu Kantor Lurah Plaju Darat dan Kantor Lurah Talang
Putri. Sedangkan Kantor Lurah yang mempunyai jarak paling dekat dengan
Kantor Camat Plaju adalah Kantor Lurah Plaju Ilir. Kantor Camat Plaju berada di
dalam wilayah Kelurahan Plaju Ilir.
Kecamatan Plaju yang peneliti pilih sebagai lokasi dalam penelitian ini
merupakan salah satu dari 16 kecamatan yang ada di Kota Palembang. Secara
umum dapat peneliti gambarkan bahwa kondisi geografis kecamatan plaju hanya
berupa dataran rendah. Di wilayah kecamatan plaju ini tidak ditemukan wilayah
perbukitan maupun pegunungan. Sebagian wilayahnya masih banyak berupa lahan
persawahan terutama di Kelurahan Plaju Darat, Talang Bubuk dan Talang Putri.
Kecamatan Plaju memiliki luas wilayah 15,17 Ha yang terdiri dari 7 (tujuh)
kelurahan yaitu dengan rincian luas Kelurahan Plaju Ilir sebesar 232 Ha (15,29
%), Kelurahan Plaju Ulu sebesar 120 Ha (7,91%), Kelurahan Bagus Kuning
sebesar 90 Ha (5,93 %), Kelurahan Talang Putri sebesar 168 Ha (11,07 %),
Kelurahan Talang Bubuk sebesar 111 Ha (7,32%), Kelurahan Plaju Darat sebesar
337 Ha (22,21 %) dan Kelurahan Komperta sebesar 459 Ha (30,26 %) (BPS Kota
Palembang, 2013a).
Gambar. 4.2
Luas Kelurahan dalam wilayah Kecamatan Plaju
Sumber : BPS Kota Palembang, 2014 (data diolah)
Plaju Darat
Talang Putri
Komperta
Plaju Ilir
Talang Bubuk
Plaju Ulu
Bagus Kuning
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
133
Berdasarkan data tersebut dan gambar 4.2 yang tersaji di atas, dapat kita
ketahui bahwa kelurahan yang memiliki wilayah paling luas adalah Kelurahan
Komperta sedangkan kelurahan yang memiliki wilayah paling kecil adalah
Kelurahan Bagus Kuning. Walaupun memiliki wilayah yang paling luas, namun
hal yang perlu di catat adalah bahwa wilayah Kelurahan Komperta ini hanya
meliputi wilayah di dalam seputaran Kompleks Pertamina Unit Pengolahan III
yang terdiri dari kawasan pabrik pengolahan minyak dan kawasan perumahan
bagi karyawan PT. Pertamina Refrenery Unit (RU) III Plaju serta sejumlah
fasilitas umum yang ada di lingkungan kompleks tersebut.
Kelurahan Komperta tidak memiliki potensi wilayah misalnya lahan
pertanian atau perkebunan yang dapat di olah dan dikembangkan untuk
kesejahteraan masyarakat. Terkait dengan program raskin ini sendiri, khusus
untuk Kelurahan Komperta sama sekali tidak mendapatkan alokasi raskin. Hal ini
dikarenakan seluruh rumah tangga yang berada di wilayah Kelurahan Komperta
merupakan karyawan PT. Pertamina RU III dan di nilai sudah berada dalam
kondisi ekonomi keluarga yang baik. Oleh karena itu Kelurahan Komperta ini
memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kelurahan lainnya.
Selain Kelurahan Komperta, wilayah Kelurahan Plaju Darat juga
termasuk kelurahan yang memiliki wilayah cukup luas. Berdasarkan data
disebutkan bahwa dari luas 337 Ha, penggunaan lahan sebagai lahan pertanian
berupa sawah yaitu mencapai 227 Ha atau 67,36 % (BPS Kota Palembang,
2013b). Hal ini di dukung pula dari hasil pengamatan di lapangan, dapat diketahui
bahwa di wilayah ini banyak ditemukan hamparan lahan pertanian berupa sawah
tadah hujan milik warga yang dijadikan sebagai mata pencaharian oleh sebagian
warga yang ada di Kelurahan Plaju Darat ini. Hampir di sepanjang jalan utama
yang ada di wilayah kelurahan ini terdapat hamparan sawah yang luas. Kondisi ini
berdampak pula pada tingkat kepadatan penduduk di wilayah ini cukup rendah di
bandingkan dengan kelurahan lainnya dalam wilayah Kecamatan Plaju. Selain
menanam padi, ada juga sebagian warga yang menanam sayur-sayuran dan ubi di
sekitar lahan pertanian tersebut. Hasil dari pertanian dan perkebunan itu sebagian
digunakan untuk konsumsi sehari-hari dan sebagian lagi di jual sebagai sumber
ekonomi keluarga.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
134
Kondisi geografis berupa lahan persawahan dapat pula kita temukan di
wilayah Kelurahan Talang Bubuk dan Kelurahan Talang Putri (lihat gambar 4.3).
Namun penggunaan lahan untuk sawah di KelurahanTalang Bubuk hanya sebesar
76 Ha (68,46 %) dan di Kelurahan Talang Putri hanya sebesar 37 Ha (22,02 %).
Sedangkan di Kelurahan Plaju Ilir, Kelurahan Plaju Ulu dan Kelurahan Bagus
Kuning tidak ditemukan lahan pertanian berupa sawah (Kecamatan Plaju Dalam
Angka 2013). Khusus untuk wilayah Kelurahan Bagus Kuning, walaupun
memiliki luas wilayah yang paling kecil namun sebagian wilayahnya terdiri dari
Kompleks Perumahan Pertamina Bagus Kuning dan Pabrik Pengolahan Karet PT.
Hoktong yang berada di pinggiran Sungai Musi. Hal ini membuat penggunaan
lahan untuk perumahan penduduk dan fasilitas umum lainnya semakin terbatas.
Gambar 4.3
Kondisi Geografis Kecamatan Plaju Sumber : dokumentasi lapangan
4.2 Kondisi Administrasi Pemerintahan
Kecamatan Plaju merupakan kecamatan hasil pemekaran dari kecamatan
induknya yaitu Kecamatan Seberang Ulu II yang mengacu pada Peraturan Daerah
Kota Palembang Nomor 23 Tahun 2000. Pemekaran wilayah ini dilakukan seiring
dengan derasnya arus reformasi kala itu yang dilandasi oleh semangat otonomi
daerah dan dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kecamatan terbagi atas 3 bidang yaitu
bidang pemerintahan, bidang pembangunan dan bidang sosial kemasyarakatan.
Wujud nyata pelayanan di bidang sosial kemasyarakatan adalah membantu dalam
Sumber
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
135
pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan baik itu program dari
pemerintah pusat maupun program pemerintah daerah.
Salah satunya pelaksanaan Program Raskin yang merupakan program
dari pemerintah pusat yang telah cukup lama di gulirkan oleh pemerintah. Selain
itu dengan adanya pemekaran wilayah kecamatan ini, diharapkan masyarakat
dapat lebih mudah menjangkau kantor-kantor pemerintahan khususnya kantor
camat dan kantor lurah sehingga pelayanan dapat menjadi lebih cepat dan murah.
Hal ini diasumsikan bahwa semakin dekat jarak tempuhnya maka biaya atau
ongkos transportasi yang harus dikeluarkan masyarakat untuk menjangkau kantor
pemerintahan semakin rendah/murah.
Dalam rangka menjalankan roda pemerintahannya maka telah di bentuk
struktur organisasi pemerintah Kecamatan Plaju yang berpedoman pada Peraturan
Daerah Kota Palembang Nomor 17 Tahun 2001. Sebagai perangkat daerah,
Kecamatan Plaju telah melaksanakan sebagian kewenangan di bidang
pemerintahan yang merupakan hasil pelimpahan dari Walikota Palembang kepada
Camat Plaju. Adapun tugas pokok masing-masing aparatur kecamatan telah di
uraikan dan mengacu pada peraturan daerah tersebut. Aparatur Kecamatan Plaju
yang bertugas mengurusi bidang sosial kemasyarakat adalah di jabat oleh Kepala
Seksi Kesejahteraan Sosial. Namun terkait dengan pelaksanaan Program Raskin di
Kecamatan Plaju melibatkan berbagai unsur dan dinas terkait yang mana telah
terbentuk susunan Tim Koordinasi Raskin Tingkat Kecamatan Plaju yang
mengacu pada Surat Keputusan Camat Plaju Kota Palembang Nomor :
05/SK/Plaju/2013 dengan uraian sebagai berikut :
Susunan Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Plaju Tahun 2013
Penanggung jawab : Camat Plaju Kota Palembang
Ketua Pelaksana : Sekretaris Camat Plaju
Sekretaris : Kepala UPTB PPLKB Kecamatan Plaju
Anggota : 1. Kepala Seksi Pemerintahan
2. Kepala Seksi PMK
3. Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial
4. Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban
5. Koordinator Statistik Kecamatan Plaju
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
136
Untuk posisi lurah yang ada di tiap-tiap kelurahan berfungsi sebagai penanggung
jawab titik distribusi raskin di masing-masing kelurahan dengan membentuk Tim
Pelaksana Distribusi Raskin tingkat Kelurahan.
Dalam pelakanaan administrasi pemerintahan kelurahan, seorang Lurah
selain di bantu oleh perangkatnya juga di bantu oleh para Ketua RT dan Ketua
RW sebagai perpanjangan tangan pemerintah. Oleh karena itu untuk setiap
wilayah Kelurahan yang ada di Kecamatan Plaju telah terbagi menjadi beberapa
Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) yang di pimpin oleh seorang
Ketua RT dan Ketua RW. Adapun jumlah RT dan RW yang ada di masing-
masing kelurahan dalam wilayah Kecamatan Plaju sebagai berikut :
Tabel 4.1
Jumlah RT dan RW Kecamatan Plaju Tahun 2013 No. KELURAHAN RT (buah) RW (buah)
1. Plaju Darat 35 9
2. Talang Putri 32 8
3. Komperta 21 6
4. Plaju Ilir 43 13
5. Talang Bubuk 21 6
6. Plaju Ulu 45 16
7. Bagus Kuning 32 7
Jumlah 229 65 Sumber : BPS Kota Palembang, 2014
Keberadaan lembaga masyarakat yaitu Rukun Tetangga (RT) sangat
membantu di dalam kelancaran pelaksanaan berbagai program yang dicanangkan
oleh pemerintah. Salah satunya terkait dengan kajian disertasi ini yaitu
pelaksanaan program raskin. Dalam hal ini para Ketua RT mempunyai peran yang
sangat strategis untuk mendukung pelaksanaan dan pendistribusian bantuan raskin
agar dapat berjalan dengan lancar dan aman. Selain itu para Ketua RT berperan
penting untuk menjamin ketepatan sasaran kepada rumah tangga miskin yang
memang berhak menerimanya.
Sebagai ujung tombak di dalam setiap pelaksanaan program pemerintah,
maka keberadaan para Ketua RT sudah selayaknya mendapatkan perhatian dari
pemerintah terutama peemrintah daerah. Berdasarkan hasil wawancara di
lapangan di peroleh infromasi bahwa tidak sedikit para Ketua RT dalam wilayah
Kecamatan Plaju yang mengeluh terkait dengan berbagai hambatan dan tantangan
yang mereka rasakan. Sebagai contoh di dalam pelaksanaan program raskin yaitu
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
137
adanya ketidaksesuaian antara data penerima raskin dengan kondisi riil yang ada
di lapangan membuat mereka sering mendapatkan tuntutan, protes bahkan
ancaman dari warga masyarakatnya. Selain itu tidak adanya dukungan keuangan
membuat mereka berusaha sendiri mencari sumber keuangan tersebut untuk
kegiatan operasional sehari-hari.
4.3 Kondisi Demografi Kecamatan Plaju
Jumlah penduduk yang ada di wilayah Kecamatan Plaju termasuk cukup
banyak walaupun bukan merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk yang
terpadat. Adapun secara lebih rinci mengenai kondisi penduduk yang ada di
Kecamatan Plaju adalah sebagai berikut :
Tabel. 4.2
Jumlah penduduk, Keluarga dan Rata-rata jiwa per Keluarga
di Kecamatan Plaju Tahun 2013
No. KELURAHAN Jumlah
Penduduk (jiwa)
Jumlah
Keluarga
Rata-rata Jiwa
per Keluarga
1. Plaju Darat 13.137 2.919 4,50
2. Talang Putri 15.906 3.707 4,29
3. Komperta 2.732 829 3,30
4. Plaju Ilir 15.253 3.605 4,23
5. Talang Bubuk 7.476 1.560 4,79
6. Plaju Ulu 19.410 6.542 2.97
7. Bagus Kuning 9.749 2.018 4,83
Jumlah 83. 663 21.180 3.95 Sumber : BPS Kota Palembang, 2014
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat kita ketahui bahwa kelurahan dengan
jumlah penduduk yang terbanyak adalah Kelurahan Plaju Ulu. Sedangkan untuk
kelurahan yang memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit adalah Kelurahan
Komperta. Kelurahan Komperta memiliki jumlah penduduk yang paling rendah
karena penduduk yang ada di dalam Kompleks Pertamina RU III Plaju hanya
meliputi karyawan PT. Pertamina RU III Plaju dan keluarganya. Sedangkan
jumlah karyawan PT. Pertamina RU III Plaju yang tinggal di Kompleks tersebut
sangat terbatas dan semakin tahun semakin berkurang. Berdasarkan hasil
pengamatan yang peneliti lakukan terlihat bahwa hampir sebagian besar rumah-
rumah yang ada di dalam kompleks Pertamina RU III terlihat kosong dan tidak
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
138
ditempati oleh para karyawan/karyawati PT. Pertamina RU III Plaju. Bahkan ada
sebagian rumah-rumah yang sudah rusak dan dalam kondisi yang tidak terawat.
Untuk wilayah Kelurahan Plaju Ulu, walaupun memiliki luas wilayah
yang tidak begitu luas, tetapi tingkat kepadatan penduduknya paling tinggi di
antara kelurahan yang lainnya. Berdasarkan data yang ada dengan luas wilayah
sebesar 120 Ha, mempunyai jumlah penduduk terpadat yaitu mencapai 19.410
jiwa dengan tingkat kepadatan sebesar 162,61 per Ha. Di bandingkan dengan
Kelurahan Komperta yang memiliki wilayah paling luas di Kecamatan Plaju yaitu
459 Ha, hanya memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.732 jiwa dengan tingkat
kepadatan penduduk sebesar 7,58 per Ha (Kecamatan Plaju Dalam Angka
2013/2014). Sementara jika kita melihat perbandingan penduduk di wilayah
Kecamatan Plaju pada tahun 2013 berdasarkan jenis kelamin dapat diketahui
jumlah penduduk laki-laki sebanyak 40.788 jiwa dan jumlah penduduk
perempuan sebanyak 40.354 jiwa (Kecamatan Plaju Dalam Angka Tahun
2013/2014). Kondisi ini menunjukkan bahwa perbedaan jumlah yang ada tidak
terlalu besar. Jika kita gambarkan adalah sebagai berikut :
Gambar. 4.4
Perbandingan Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Sumber : BPS Kota Palembang, 2014 (data diolah)
4.4 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Kemasyarakatan
Di bidang sosial, jumlah rumah tangga yang termasuk kategori miskin
yaitu keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I di Kecamatan Plaju masih tergolong
cukup banyak. Di tahun 2013, dari jumlah rumah tangga sebanyak 19.835 buah,
yang masuk kategori miskin yaitu sebanyak 5.609 buah (28,26 %) dengan rincian
keluarga Pra Sejahtera yaitu berjumlah 2.119 sedangkan keluarga Sejahtera I yaitu
berjumlah 3.490 buah. Berdasarkan data dari PPLKB Kecamatan Plaju, dalam
50.21 %49.79 %
Laki-Laki
Perempuan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
139
kurun waktu 3 tahun terkahir yaitu dari tahun 2011 sampai dengan 2013 terjadi
perubahan status rumah tangga yang cukup signifikan terutama pada keluarga Pra
Sejahtera. Pada tahun 2011 jumlah keluarga Pra Sejahtera I di Kecamatan Plaju
berjumlah 4.793 buah. Sedangkan di tahun 2012 mengalami penurunan yang
cukup besar yaitu menjadi 2.142 buah. Selanjutnya di tahun 2013 jumlah keluarga
Pra Sejahtera kembali mengalami penurunan menjadi 2.119 buah.
Berikut ini peneliti sajikan secara komprehensif perbandingan jumlah
rumah tangga berdasarkan berdasarkan tingkat kesejahteraannya di masing-
masing kelurahan dalam wilayah Kecamatan Plaju sebagai berikut :
Tabel 4.3
Jumlah Keluarga Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan
di Kecamatan Plaju Tahun 2011 - 2012
No. Kelurahan Pra Sejatera KS I KS II KS III KS III +
2011 2012 2011 2012 2011 2012 2011 2012 2011 2012
1 Plaju Darat 1009 405 850 607 984 1680 621 1096 3 3
2 Talang
Putri
1075 445 1156 667 642 1491 656 1230 1 1
3 Komperta - - - - - - 768 602 - -
4 Plaju Ilir 1076 235 997 354 398 1671 114 566 3 3
5 Talang
Bubuk
607 252 593 378 463 973 398 645 2 -
6 Plaju Ulu 585 621 731 932 2312 2015 356 1094 4 -
7 Bagus
Kuning
441 184 577 275 761 1286 502 747 2 -
Kec.Plaju 4793 2.142 4904 3.213 5560 9116 3415 5980 15 7
Sumber : BPS Kota Palembang Tahun 2012 dan Tahun 2013 (data diolah)
Berdasarkan data tabel 4.3 di atas dapat kita ketahui bahwa rumah
tangga/keluarga yang masih terkategori miskin di tahun 2011 yaitu kelompok Pra
Sejahtera dan Sejahtera I yang berjumlah 9697 buah (51,89 %). Hal ini dapat kita
pahami bahwa lebih dari separuh rumah tangga yang ada di wilayah Kecamatan
Plaju dapat dikatakan miskin. Sedangkan keluarga Sejahtera II dan Sejahtera III
sudah dapat dikatakan tidak miskin lagi. Walaupun pada kenyataanya di lapangan,
peneliti melihat sulit sekali membedakan kondisi keluarga berdasarkan
pengelompokkan tersebut. Kondisi perekonomian dan kondisi rumah antara pra
sejahtera dan sejahtera I hampir bisa dikatakan sama saja. Sedangkan antara
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
140
sejahtera I dengan Sejahtera II juga tidak begitu jelas perbedaan dari kondisi fisik
rumah dan kondisi perekonomianya.
Sedangkan kondisi keluarga di Kecamatan Plaju untuk tahun 2012
mengalami perubahan yang cukup signifikan dimana terjadi penurunan jumlah
keluarga yang terkategori miskin yaitu pra sejahtera dan keluarga sejahtera I
menjadi 5355 buah (26,17 %). Dengan perincian keluarga Pra Sejahtera sebanyak
2142 buah dan keluarga sejahtera I sebanyak 3213 buah (Palembang Dalam
Angka 2013). Selanjutnya gambaran kondisi rumah tangga di Kecamatan Plaju
untuk Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.4
Jumlah Keluarga Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan
di Kecamatan Plaju Tahun 2013
Sumber : Hasil Pendataan PPLKB Kec. Plaju Tahun 2013
Secara umum dapat kita lihat perbandingan dari tahun 2011 sd 2013
dalam gambar berikut :
No. Kelurahan Pra
Sejahtera
Sejahtera
I
Sejahtera
II
Sejahtera
III
Sejahtera
III+
Jumlah
1 Plaju Darat 401 705 1693 1103 - 3970
2 Talang Putri 438 739 1693 1108 - 3935
3 Komperta - - - 619 - 619
4 Plaju Ilir 231 397 1701 751 - 2900
5 Talang
Bubuk
249 403 1002 646 - 2300
6 Plaju Ulu 619 952 2066 1103 - 4740
7 Bagus
Kuning
181 294 1334 752 - 2561
Jumlah 2119 3490 9320 6033 - 20962
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
141
Gambar. 4.5
Perbandingan Jumlah Keluarga Berdasarkan Tk. Kesejahteraan di Kec. Plaju
Ket : K-Pra S = Keluarga Pra Sejahtera, K-S I/II/III/III + = Keluarga Sejahtera I, II,III, III +
Sumber : BPS Kota Palembang 2012 dan 2013 (data diolah)
Jika kita merujuk pada perbandingan data antara tahun 2011 dengan 2012
tersebut, maka dapat kita katakan bahwa penanggulangan kemiskinan di
Kecamatan Plaju cukup berhasil. Hal ini dapat di lihat dari penurunan jumlah
Keluarga Pra Sejahtera dan sejahtera I serta terjadi peningkatan jumlah Keluarga
sejahtera II dan sejahtera III. Namun berdasarkan informasi yang diperoleh dari
petugas PPLKB Kecamatan Plaju bahwa terjadinya penurunan data jumlah
keluarga miskin ini biasanya sengaja dilakukan oleh pihak pemerintah agar
program penanggulangan kemiskinan yang di jalankan terlihat berhasil. Informasi
tersebut diperkuat oleh pendapat dari kalangan aparatur pemerintah yang ada di
tingkat kelurahan khususnya Lurah meragukan hasil pendataan tersebut. Mereka
menilai pendataan tersebut kurang akurat dan tidak sesuai dengan fakta yang ada
di lapangan. Mereka melihat rumah tangga miskin tidak mengalami penurunan
yang cukup besar, justru terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat
semakin padatnya kawasan kumuh dan semakin banyaknya rumah tangga yang
meminta jatah raskin. (lihat gambar 4.6)
K-Pra S K-S I K-S II K-S III K-S III +
tahun 2011 4793 4904 5560 3415 15
tahun 2012 2142 3213 9116 5980 7
tahun 2013 2119 3490 9320 6033 0
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
142
Gambar 4.6
Kondisi Lingkungan Rumah Tangga Miskin di Kelurahan Talang Putri Sumber : dokumentasi lapangan
Berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan di lapangan justru
sebaliknya rumah tangga miskin yang ada di Kecamatan Plaju masih cukup
banyak dan cenderung bertambah banyak. Hal ini dapat kita lihat dari masih
tingginya jumlah keluarga miskin yang ingin mendapatkan bantuan raskin dari
pemerintah. Contohnya di Kelurahan Plaju Darat, yang mana berdasarkan data di
peroleh informasi bahwa jumlah keluarga miskin (Pra Sejahtera dan Sejahtera I)
di tahun 2011 berjumlah 1.859 keluarga. sedangkan di Tahun 2012 mengalami
penurunan yang cukup signifikan yaitu menjadi 1.012 keluarga.
Jika kita bandingkan dengan jumlah penerima raskin Kecamatan Plaju di
tahun 2012, di peroleh data bahwa ada 4496 rumah tangga yang menerima raskin.
Padahal jumlah keluarga yang tergolong miskin (Pra Sejahtera dan Sejahtera I)
berjumlah 5355 buah. Hal ini berarti masih terdapat 859 rumah tangga miskin
yang belum ter-cover oleh Program raskin di tahun 2012. Berdasarkan hasil
Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011 oleh BPS di peroleh
informasi bahwa jumlah rumah tangga sasaran Kecamatan Plaju yaitu sebanyak
8.353 RTS lebih banyak dibandingkan dengan PPLS 2008 yang hanya sebanyak
5.975 RTS.
Di bidang pembangunan dalam rangka peningkatan perekonomian
masyarakat Plaju, perkembangan wilayah dan pembangunan di Kecamatan Plaju
memang terbilang lambat. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir tidak banyak
perubahan yang terjadi di wilayah ini. Di wilayah Kecamatan Plaju sampai saat ini
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
143
belum terdapat fasilitas mewah misalnya Hotel maupun Mall atau Supermarket.
Kondisi wilayah yang jauh dari pusat kota dan pusat pemerintahan menjadikan
alasan bagi para pengusaha maupun investor untuk membangun bangunan mewah
di wilayah ini. Selain itu posisi kecamatan yang berada di pinggiran kota dan
hanya mempunyai akses satu jalan utama menuju pusat kota yaitu Jl. DI Panjaitan
membuat wilayah ini seperti terasing dari wilayah kecamatan lainnya.
Di sepanjang jalan utama yaitu Jl. DI Panjaitan dan Jl. Kapten Abdullah
hanya terdapat deretan rumah toko (ruko) kecil yang menjual berbagai jenis
barang kebutuhan misalnya barang elektonik, furniture, makanan / restoran, alat-
alat listrik dan rumah tangga, buku dan perlengkapan sekolah, pakaian dan
perlengkapan rumah tangga dan lainnya. Selain itu ada juga ruko yang membuka
layanan jasa misalnya servis elektronik dan bengkel motor/mobil, salon dan
gunting rambut dan tempat kursus untuk anak sekolah dan layanan perbankan.
Pembangunan dan pengembangan wilayah baru mulai terasa ketika beberapa
tahun terkahir ini sudah mulai di bangun pasar dengan bangunan yang cukup
representatif dan modern yang di beri nama Pasar Modern Plaju. Dalam rangka
membantu masyarakat di bidang layanan transportasi maka di bangun sebuah
terminal untuk angkutan dalam kota. Ditahun 2012 telah mulai di buka koridor
Bus Trans Musi dengan rute Plaju – Kota. Selain itu mulai bermunculan pula mini
market modern yang berada di sepanjang jalan strategis di wilayah Kecamatan
Plaju seperti di sepanjang Jl. DI. Panjaitan dan Jl. Kapten Abudullah.
Jika ditinjau dari mata pencahariannya maka dapat dibandingkan secara
komprehensif antara masyarakat yang bermata pencaharian di sektor pemerintah
(termasuk di dalamnya TNI/Polri dan Pegawai BUMN) dan di sektor Non
pemerintah (bidang jasa, wiraswasta, perdagangan, trasnportasi, pertanian).
Jumlah penduduk yang bermata pencaharian di sektor non pemerintah lebih
dominan di bandingkan di sektor pemerintah dengan perbandingan hanya sekitar
4,07 % di sektor pemerintah dan 73,83 % di sektor non pemerintah. Sementara
sisanya berstatus sebagai pelajar/mahasiswa dan bidang lain-lain mencapai
22,10%. Secara lebih jelas dapat kita gambarkan sebagai berikut :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
144
Gambar. 4.7
Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian
Sumber : BPS Kota Palembang, 2014 (data diolah)
Berdasarkan Gambar 4.8 di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
di Kecamatan Plaju yang bekerja di sektor pemerintah masih sangat terbatas dan
justru sebaliknya lebih dari separuh jumlah penduduk Kecamatan Plaju hidup dari
mata pencaharian di sektor non pemerintah. Bahkan salah satu fenomena yang
cukup memprihatinkan terjadi adalah bahwa dari angka 73, 83 % penduduk yang
bekerja di sektor non pemerintah, sebanyak 40,83 % penduduk hidup dari mata
pencaharian berupa pekerjaan yang tidak menentu (serabutan) yang termasuk di
bidang pekerjaan lain-lain. Dengan pekerjaan yang tidak menentu tersebut tentu
saja berdampak pada pendapatan yang tidak menentu pula dan cenderung tidak
mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
4,07%
73,83%
22,10%Sektor Pemerintah (PNS, TNI/Polri, BUMN))
Sektor Non Pemerintah(jasa,wiraswasta,perdagangan,trasnportasi,pertanian, lain-lain)
Pelajar/mahasiswa
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
145
BAB 5
PROGRAM RASKIN
5.1 Pelaksanaan Program Raskin di Indonesia
Program raskin merupakan salah satu program penanggulangan
kemiskinan dalam bentuk bantuan sosial berbasis keluarga yang bersifat nasional.
Hal ini berarti pelaksanaan program raskin mencakup seluruh wilayah kabupaten/
kota di Indonesia. Program Raskin merupakan program penanggulangan
kemiskinan dalam bentuk pemberian manfaat barang (in kind transfer) kepada
rumah tangga miskin. Di dalam buku Pedoman Umum Raskin 2013 disebutkan
bahwa tujuan program ini adalah untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah
Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagain kebutuhan pangan pokok
dalam bentuk beras. Rumah Tangga Sasaran adalah sebutan bagi rumah tangga
miskin yang menerima bantuan raskin. Adapun yang menjadi sasaran dari
Program Raskin untuk Tahun 2013 adalah berkurangya beban pengeluaran
15.530.879 RTS dalam mencukupi kebutuhan pangan beras melalui
pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 15 kg/RTS/bulan atau setara 180
kg/RTS/tahun dengan harga tebus Rp. 1.600,- /Kg netto di Titik Distribusi (TD).
Program Raskin merupakan program penanggulangan kemiskinan yang
telah lama digulirkan yaitu dimulai sejak tahun 1998 yang dikenal dengan nama
Operasi Pasar Khusus (OPK) beras. Pada awalnya peluncuran program ini
didasarkan atas pertimbangan karena kondisi Negara Indonesia pada saat itu
sedang dilanda berbagai krisis terutama krisis ekonomi dan politik. Akibatnya
terjadi kenaikan harga pangan terutama beras sedangkan daya beli masyarakat
sangat rendah. Kondisi ini telah mengakibatkan jumlah penduduk miskin menjadi
meningkat. Untuk menekan terjadinya kenaikan harga beras di pasaran dan untuk
membantu rumah tangga miskin yang sedang kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan pokoknya di bidnag pangan yaitu beras, maka pemerintah mengambil
langkah kebijakan dengan melaksanakan operasi pasar khusus (OPK) beras.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
146
Seiring dengan berjalannya waktu, Program Operasi Pasar Khusus
(OPK) beras ini kemudian berganti nama menjadi program Raskin. Awalnya
pendekatan yang digunakan dalam program ini hanya berfungsi sebagai jaring
pengaman sosial (safety net) yaitu untuk meredam gejolak kenaikan harga beras
karena terjadinya krisis ekonomi yang melanda. Namun sekarang keberadaan
Program Raskin telah terintegrasi menjadi salah satu komponen Program
Perlindungan Sosial (Social Protection Programs) dalam Program
Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. Dengan perubahan fungsi tersebut hal
ini dapat dipahami bahwa pemerintah menilai program ini masih diperlukan dan
mempunyai peran strategis dalam upaya penanggulangan kemiskinan di
Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, untuk melihat sejauh mana keberhasilan
pelaksanaan Program Raskin di daerah, maka Program Raskin mempunyai
beberapa indikator kinerja. Berdasarkan Pedum Raskin 2013 menyebutkan bahwa
pelaksanaan Program Raskin harus memenuhi indikator 6 Tepat yang terdiri dari
Tepat Sasaran Penerima Manfaat, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu,
Tepat Administrasi dan Tepat Kualitas. Penjelasan dari masing-masing indikator
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tepat Sasaran Penerima Manfaat
Hal ini berarti Raskin hanya diberikan kepada RTS-PM sesuai dengan
Basis Data Terpadu hasil PPLS 2011 BPS yang dikelola oleh TNP2K,
setelah dilakukan pemutakhiran daftar nama RTS PM melalui Mudes/
Muskel yang dituangkan dalam DPM-1
2. Tepat Jumlah
Hal ini berarti jumlah beras Raskin yang di terima yang merupakan hak
RTS-PM sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu 15 kg/RTS/bulan.
3. Tepat Harga
Hal ini berarti harga tebus harus tepat yaitu sebesar Rp. 1.600,-/Kg netto di
Titik Distribusi.
4. Tepat Waktu
Hal ini berarti waktu pelaksanaan distribusi beras kepada RTS-PM Raskin
sesuai dengan rencana distribusi.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
147
5. Tepat Administrasi
Hal ini berarti terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar dan
lengkap.
6. Tepat Kualitas
Hal ini berarti terpenuhinya persyaratan kualitas beras sesuai dengan
kualitas beras dalam Inpres tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras
dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah.
Dengan adanya indikator tersebut maka diharapkan para pelaksana (aparatur) dari
berbagai tingkatan mulai dari tingkat pusat hingga ke tingkat yang paling bawah
(lokal) yang terlibat di dalam pengelolaan dan pelaksanaan raskin dapat lebih
mudah menjalankan program raskin dengan mengacu pada indiaktor ketepatan
yang telah ditetapkan.
Terkait dengan konteks penelitian ini maka program bantuan sosial
dalam bentuk Program Raskin diharapkan mampu terdistribusi dengan baik dan
memberikan rasa keadilan kepada masyarakat terutama bagi rumah tangga yang
paling membutuhkan bantuan. Hal ini dimaksudkan agar bantuan yang diberikan
dapat memberikan manfaat yang nyata dalam mengurangi beban pengeluaran
rumah tangga miskin melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok
dalam bentuk beras. Program raskin tidak hanya sekedar menjadi rutinitas biasa
saja yang dijalankan setiap tahunnya tanpa memberi dampak signifikan kepada
rumah tangga miskin. Selain itu skema yang diharapkan muncul dari program ini
yaitu dengan adanya bantuan raskin maka rumah tangga sasaran diharapkan dapat
mengalihkan sebagian anggaran belanja rumah tangganya untuk membiayai
kebutuhan lainnya.
Namun sebagai mana yang telah peneliti kemukakan sebelumnya bahwa
masih banyak terdapat berbagai bentuk penyimpangan yang terjadi di lapangan
khususnya di tingkat lokal terkait dengan pelaksanaan program ini. Secara umum
dari 6 Indikator tersebut, yang paling sering dikeluhkan oleh masyarakat adalah
terkait dengan ketidaktepatan dalam hal sasaran penerima raskin, jumlah yang
diterima, harga tebus raskin dan kualitas raskin. Kondisi ini dapat dilihat dari dari
masih banyaknya rumah tangga yang tidak miskin turut serta menikmati raskin.
ikut dalam yang masih sering dijumpai dalam kondisi tidak layak dikonsumsi.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
148
Selain itu RTS menerima raskin lebih sedikit dari ketentuan ayng berlaku dan
terjadi peningkatan harga yang cukup besar. Dalam hal kualitas, Para penerima
manfaat raskin sering mendapatkan raskin dalam kondisi yang jelek, bulir pecah-
pecah dan berkutu sehingga tidak layak dikonsumsi.
Secara umum pemerintah menggambarkan kondisi pelaksanaan raskin di
Indonesia sebagai berikut :
Gambar 5.1
Gambaran Pelaksanaan Raskin di Indonesia
Sumber : Susenas 2009 dalam presentasi TNP2K 2013b
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa pada desil 7-10 (40%)
penduduk Indonesia dengan status ekonomi teratas masih ikut memperoleh raskin.
Padahal efektifnya, bantuan raskin hanya boleh dinikmati oleh rumah tangga
sampai dengan desil 5. Kondisi ini menggambarkan bahwa sesungguhnya jumlah
penerima raskin di luar RTS masih cukup tinggi. Bahkan berdasarkan gambar di
atas dan hasil pemaparan dari TNP2K tersebut dapat diketahui bahwa ada sekitar
12,5 % rumah tangga yang kaya (desil 10) masih ikut menikmati bantuan raskin.
0
25
50
75
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pe
rse
nta
seP
en
eri
ma
Ban
tuan
Desil Konsumsi Rumah Tangga
Daerah
efektif
pentargetan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
149
5.1.1 Pengalokasian Raskin
Sebelum raskin didistribusikan kepada Rumah Tangga Sasaran maka
tahapan yang harus dilewati terlebih dahulu adalah penetapan Pagu Raskin.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa program raskin merupakan
program nasional. Hal ini berarti bahwa program ini mencakup seluruh wilayah
yang ada di Indonesia. Semua propinsi di Indonesia mendapatkan alokasi raskin,
walaupun dalam jumlah yang berbeda dan disesuaikan dengan jumlah penduduk
miskin yang ada dimasing-masing daerah. Di dalam buku pedoman umum raskin
2013 diuraikan bahwa Pagu Raskin Nasional adalah jumlah Rumah Tangga
Sasaran yang menerima raskin pada tahun 2013 atau jumlah beras yang
dialokasikan untuk RTS PM Raskin secara nasional pada tahun 2013. Pagu
Raskin Nasional merupakan hasil kesepakatan pembahasan antara pemerintah dan
DPR.
Terkait dengan penetapan pagu Raskin tersebut terdapat beberapa
tahapan yaitu pagu raskin raskin untuk setiap provinsi ditetapkan oleh Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Sedangkan pagu raskin untuk setiap
kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan Pagu Raskin Nasional.
Selanjutnya penetapan pagu raskin untuk setiap desa/kelurahan ditetapkan melalui
Surat Keputusan Bupati/Walikota berdasrkan pagu raskin provinsi. Hal yang perlu
menjadi perhatian terkait dengan keberadaan pagu raskin adalah bahwa
pemerintah telah menetapkan jika pagu raskin di suatu wilayah tidak dapat diserap
sampai dengan tanggal 31 Desember 2013 maka sisa pagu tersebut tidak dapat
didistribusikan pada tahun 2014. Oleh karena itu di dalam pendistribusiannya di
tingkat lokal, para Ketua RT diminta untuk dapat merealisasikannya secara
optimal.
5.1.2. Penetapan Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS PM) Raskin
Kebijakan penetapan Rumah Tangga Sasaran Penerima Raskin (RTS-
PM) dilakukan di tingkat nasional (pusat) melalui lembaga Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) berdasarkan hasil PPLS 2011
yang dilakukan oleh pihak BPS. Setelah ditetapkan oleh pemerintah maka daftar
nama rumah tangga sasaran yang berhak akan termuat dalam bentuk dokumen
yang berisikan daftar nama-nama rumah tangga disertai dengan alamat (by name
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
150
by address) yang di bagi di tiap kelurahan di seluruh wilayah Indonesia. Dalam
penentuan rumah tangga miskin yang akan menerima bantuan raskin, maka
pemerintah telah memberikan acuan yang jelas. Di dalam buku pedoman umum
raskin 2013 disebutkan yaitu :
a) Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang berhak mendapatkan Raskin adalah
RTS yang terdaftar dalam Basis Data terpadu untuk program perlindungan
sosial yang bersumber dari PPLS 2011 BPS dan di kelola oleh TNP2K
sebagai dasar penetapan RTS PM dan sesuai dengan kemampuan
pemerintah.
b) Dalam rangka mengakomodasi adanya perubahan karakteristik RTM-PM
setelah penetapan Pagu Raskin oleh Tim Koordinasi Raskin Pusat,
Gubernur dan Bupati/Walikota, maka dimungkinkan untuk dilakukan
validasi dan pemutakhiran daftar RTS PM melalui Mudes/Muskel dan atau
Muscam.
Selanjutnya disebutkan pula bahwa terkait dengan penetapan kebijakan
lokal dalam rangka mengakomodasi adanya perubahan karakteristik RTS PM di
tingkat desa/kelurahan maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Mudes/Muskel melakukan validasi Daftar RTS-PM berdasarkan Basis
Data Terpadu Hasil PPLS 2011
2. RTS-PM yang Kepala Rumah Tangganya sudah meninggal dapat
digantikan oleh salah satu anggota rumah tangganya. Untuk RTS PM
tunggal yang sudah meningggal, pindah alamat keluar desa/kelurahan
atau yang di nilai tidak layak sebagai penerima Raskin, maka digantikan
oleh rumah tangga lainnya yang di nilai layak.
3. Rumah Tangga yang di nilai layak untuk menggantikan RTS PM pada
Butir 2 di atas adalah diprioritaskan kepada rumah tangga miskin yang
memiliki anggota rumah tangga yang lebih besar terdiri dari : balita dan
anak usia sekolah, kepala rumah tangganya perempuan, kondisi fisik
rumahnya tidak layak huni, berpenghasilan paling rendah dan tidak tetap.
4. Pelaksanaan musyawarah dapat dilaksanakan sepanjang tahun berjalan
sesuai dengan kebutuhan.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
151
5. Apabila setelah dilakukan validasi dan pemutakhiran daftar RTS PM di
desa/kelurahan terdapat perubahan Pagu RTS-PM di 2 (dua) desa
/kelurahan setingkat atau lebih atau terdapat pemekaran desa/kelurahan
dalam satu kecamatan maka atas permintaan desa/kelurahan dapat
dilakukam Muscam yang bertujuan untuk melakukan koordinasi
penyesuaian pagu dengan tidak mengubah jumlah pagu kecamatan.
6. Hasil Mudes/Muskel dan atau Muscam dimasukkan ke dalam Formulir
Rekapitulasi Pengganti (FRP) RTS PM dan dilaporkan secara berjenjang
kepada TNP2K melalui Tikor Kecamatan dan Tikor Raskin
Kabupaten/Kota. FRP hasil Muscam dilampiri Berita Acara Pelaksanaan
Muscam.
5.1.3. Pendistribusian Raskin
Dalam hal pendistribusiannya, pemerintah telah membagi tahapan dalam
pendistribusian raskin menjadi 2 (dua) titik yaitu Titik Distribusi (TD) dan Titik
Bagi (TB). Dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan titik distribusi adalah tempat
atau lokasi penyerahan beras raskin dari Perum Bulog kepada Pelaksana
Distribusi Raskin di desa/kelurahan atau lokasi lain yang disepakati secara tertulis
oleh pemerintah kabupaten/kota dengan Perum Bulog. Sedangkan yang dimaksud
dengan titik bagi adalah tempat atau lokasi penyerahan beras raskin dari pelaksana
distribusi raskin termasuk warung desa (wardes) kepada RTS PM.
Sementara terkait dengan tanggung jawab di dalam penditribusian raskin
tersebut maka telah diatur sedemikian rupa dimana penyediaan dan
pendistribusian raskin dari gudang Perum Bulog sampai ke Titik Distribusi
menjadi tanggung jawab Perum Bulog. Sedangkan pendistribusian raskin dari titik
distribusi ke titik bagi menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Terkait dengan
hal ini maka pemerintah daerah diharapkan dapat menyediakan biaya trasportasi
atau ongkos angkut dan biaya operasional dari Titik Distribusi ke Titik Bagi dan
apabila memungkinkan sampai ke RTS PM. Walaupun pada kenyataannya hanya
terdapat beberapa daerah saja yang dapat melakukan penyediaan biaya
trasnportasi tersebut.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
152
Di dalam Pedum Raskin 2013 telah diatur mengenai mekanisme
pendistribusian raskin yaitu pertama, Bupati/Walikota/Ketua Tim Koordinasi
Raskin Kabupaten/Kota atau Pejabat yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota
menerbitkan Surat Permintaan Alokasi (SPA) kepada Perum Bulog berdasarkan
Pagu Raskin. Selanjutnya berdasarkan SPA tersebut, Perum Bulog menerbitkan
Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) / Deliver Order (DO) beras untuk
masing-masing Kecamatan atau desa/kelurahan. Sesuai dengan SPPB/DO tersebut
maka Perum Bulog menyalurkan beras sampai ke TD. Kemudian di TD
selanjutnya dilakukan serah terima beras antara Perum Bulog dengan Tim
Koordinasi Raskin/Pelaksana Distribusi dan dibuat Berita Acara Serah Terima
(BAST) yang di tandan tangani oleh kedua belah pihak.
Di dalam hal pendistribusian raskin dari Titik Distribusi ke Titik Bagi
maka sebelum raskin di distribusikan, Perum Bulog sebagai lembaga yang
bertanggung jawab akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap kualitas
beras. Setelah beras sampai di titik distribusi maka pemeriksaan selanjutnya
dilakukan oleh tim koordinasi raskin atau pelaksana distribusi. Apabila dalam
pemeriksaan ditemukan raskin yang tidak sesuai maka raskin tersebut harus di
tolak dan dikembalikan kepada Perum Bulog untuk dilakukan pergantian.
Sedangkan dalam hal pendistribusian raskin dari titik distribusi ke titik
bagi maka untuk meminimalkan biaya trasnportasi penyealuran raskin maka
diharapkan Titik Bagi ditetapkan pada lokasi strategis dan mudah dijangkau oleh
RTS PM. Hal yang menjadi perhatian di sini adalah bahwa proses pendistribusian
bantuan sosial dari pemerintah termasuk bantuan raskin memang rawan
penyimpangan. Oleh karena itu dengan dukungan dan kerja sama dari semua
pihak maka diharapkan pendistribusian raskin dapat dilaksanakan dengan tepat
sasaran yaitu diberikan kepada rumah tangga yang memang miskin dan sangat
membutuhkan.
5.2 Pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Plaju Kota Palembang
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa Program
Raskin (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) merupakan salah satu program
penanggulangan kemiskinan yang bersifat nasional yang di gagas oleh pemerintah
pusat. Oleh karena itu program ini dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia dan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
153
tidak terkecuali Kota Palembang khususnya di wilayah Kecamatan Plaju. Adapun
Kecamatan Plaju memiliki 7 (tujuh) kelurahan dan di antara tujuh kelurahan
tersebut ada satu kelurahan yang memang tidak mendapatkan alokasi raskin sama
sekali yaitu Kelurahan Komperta. Hal tersebut dikarenakan Kelurahan Komperta
merupakan kelurahan khusus yang wilayahnya hanya meliputi Kompleks
Pertamina Plaju dan warga masyarakat yang berdomisili di wilayah tersebut
merupakan Karyawan PT. Pertamina Refrenery Unit III Plaju. Di lihat dari
kondisi soial ekonominya, semua karyawan tersebut di anggap sudah memiliki
tingkat perekonomian yang baik dan tidak lagi membutuhkan berbagai bantuan
sosial dari pemerintah termasuk Program Raskin.
Dari segi data penerima raskin, untuk wilayah Kecamatan Plaju
cenderung mengalami penurunan. Jumlah penerima raskin dari tahun 2010 dan
2011 tidak mengalami penurunan, sedangkan dari tahun 2011 ke tahun 2012
mengalami penurunan. Sementara di tahun 2013 tidak mengalami penurunan.
Secara lebih rinci dapat di lihat dalam tabel berikut :
Tabel. 5.1
Jumlah Penerima Raskin Kecamatan Plaju Tahun 2010-2013
No.
Nama
Kelurahan
Jumlah RTS Raskin Keterangan
2010 2011 2012 2013
1 Plaju Darat 725 725 307 307 - Harga tebus raskin
yaitu : Rp. 1.600 per
kg di titik distribusi
- Alokasi raskin yaitu
15 kg per RTS
2 Talang Putri 1155 1155 1363 1363
3 Plaju Ilir 1076 1076 891 891
4 Talang Bubuk 557 557 347 347
5. Plaju Ulu 1415 1415 863 863
6. Bagus Kuning 1047 1047 725 725
Kecamatan 5975 5975 4496 4496 Sumber : Rangkuman SK Walikota Palembang Tahun 2010 sd 2013
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, dapat kita ketahui bahwa kelurahan yang
mendapatkan alokasi raskin terbanyak di tahun 2012/2013 dan justru meningkat
dari tahun sebelumnya adalah Kelurahan Talang Putri, sedangkan kelurahan yang
mendapatkan alokasi paling sedikit di tahun 2012/2013 dan mengalami penurunan
yang cukup besar adalah Kelurahan Plaju Darat. Sementara Kelurahan Plaju Ulu
pernah mendapatkan alokasi terbanyak ditahun 2010 dan 2011 yaitu mencapai
1415 RTS namun sejak tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 652 RTS.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
154
Jika di bandingkan antara jumlah RTS penerima raskin dengan jumlah
RTS hasil PPLS dan jumlah Rumah Tangga Miskin (Pra Sejahtera dan Sejahtera
I) di masing-masing kelurahan di peroleh gambar sebagai berikut :
Gambar. 5.2
Perbandingan penerima raskin dengan RTS Hasil PPLS 2011
Sumber : SK Walikota Palembang, Hasil PPLS 2011, Kec.Plaju Dalam Angka 2012/2013
Ket : RTS = Rumah Tangga Sasaran ; RTM = Rumah Tangga Miskin (Pra KS dan KS I)
Berdasarkan gambar 5.2 di atas dapat di lihat bahwa terdapat beberapa
kelurahan yang memiliki jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) lebih besar
dibandingkan dengan RTS Penerima Raskin yaitu Kelurahan Plaju Darat, Talang
Bubuk dan Plaju Ulu. Sedangkan perbedaan yang sangat mencolok antara jumlah
RTS penerima raskin dengan RTM 2012/2013 terjadi di Kelurahan Plaju Darat.
Jumlah RTS PPLS 2011 merupakan hasil pendataan dari BPS sedangkan Jumlah
RTM merupakan hasil pendataan dari PPLKB Kecamatan Plaju setiap tahunnya.
Sementara itu, proporsi alokasi raskin tahun 2013 pada tiap kelurahan di
Kecamatan Plaju dapat di lihat sebagai berikut :
PlajuDarat
TalangPutri
Plaju IlirTalangBubuk
PlajuUlu
BagusKuning
RTS Raskin 2012/2013 307 1363 891 347 863 725
RTS PPLS 2011 1009 2040 1635 876 1687 1106
RTM 2012 1012 1112 589 630 1553 459
RTM 2013 1106 1177 628 652 1571 475
0
500
1000
1500
2000
2500
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
155
Gambar 5.3
Alokasi Raskin Kecamatan Plaju Tahun 2013
Sumber : diolah dari data lapangan
Berdasarkan gambar 5.3 di atas dapat di ketahui bahwa telah terjadi
perbedaan yang cukup kontras dimana kelurahan yang mendapatkan alokasi
raskin paling sedikit tahun 2013 adalah Kelurahan Plaju Darat yaitu hanya
mendapatkan 6,82 % dari total keseluruhan alokasi raskin di Kecamatan Plaju.
Kondisi ini tidak sebanding dengan jumlah rumah tangga sasaran tahun 2013 di
Kelurahan Plaju Darat masih cukup tinggi yaitu mencapai 1.009 rumah tangga
atau 12,07 % dari keseluruhan RTS Kecamatan Plaju (Data Hasil PPLS 2011).
Sedangkan yang memperoleh alokasi raskin paling banyak di tahun 2013 yaitu
Kelurahan Talang Putri yaitu sebesar 30,31 % dari total keseluruhan alokasi
raskin. Kondisi ini justru melampaui jumlah RTM yang ada di Kelurahan Talang
Putri.
Selanjutnya terkait dengan sebaran Rumah Tangga Sasaran Kecamatan
Plaju berdasarkan PPLS 2011 dapat di gambarkan sebagai berikut :
Gambar. 5.4
Sebaran RTS Berdasarkan PPLS 2011
Sumber : diolah dari data lapangan
Plaju Ilir19,81%
Plaju Ulu19,19%
Bagus Kuning16,12%
Talang bubuk7,71%
Plaju Darat6,82%
Talang Putri30,31%
Plaju Ilir19,57%
Plaju Ulu20,19%
Bagus Kuning13,24%
Talang Bubuk10,48%
Plaju Darat12,07%
Talang Putri24,42%
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
156
Berdasarkan gambar 5.4 di atas dapat diketahui bahwa jumlah sebaran
RTS yang paling banyak yaitu berada di Kelurahan Talang Putri (24,42 %)
sedangkan jumlah sebaran yang paling sedikit yaitu berada di Kelurahan Talang
Bubuk (10,48 %). Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil pendataan PPLS
2011 yang dilakukan oleh BPS, sesungguhnya kelurahan yang memiliki jumlah
rumah tangga sasaran paling sedikit (yang berhak mendapatkan program bantuan
sosial dari pemerintah) adalah Kelurahan Talang Bubuk termasuk di dalammnya
untuk program raskin. Namun pada kenyataannya justru Kelurahan Plaju Darat
yang mendapatkan alokasi bantuan raskin paling sedikit.
Apabila kita melihat perbandingan antara jumlah rumah tangga sasaran
hasil dari PPLS 2011 dengan jumlah rumah tangga miskin yang menerima raskin
tahun 2013 maka dapat di ketahui bahwa bantuan raskin yang mampu meng-cover
rumah tangga miskin paling banyak yaitu terdapat di wilayah Kelurahan Talang
Putri sebesar 66,81 %. Dengan perincian bahwa dari 2040 RTS yang ada maka
rumah tangga miskin yang mendapatkan raskin hanya sebanyak 1363 RTS. Di
sisi lain bantuan raskin yang mampu meng-cover rumah tangga miskin paling
rendah adalah di Kelurahan Plaju Darat yaitu hanya sebesar 30,42 % dengan
perincian yaitu dari 1009 RTS yang ada di wilayah Kelurahan Plaju Darat, maka
yang hanya menerima raskin adalah hanya sebanyak 307 RTS.
Secara keseluruhan untuk wilayah lainnya dapat di sajikan sebagai
berikut yaitu Kelurahan Plaju Ilir sebesar 54,49 %, Kelurahan Plaju Ulu sebesar
51,15 %, Kelurahan Bagus Kuning sebesar 65,55 %, dan Kelurahan Talang
Bubuk sebesar 39,61 %.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
157
Gambar. 5.5
Cakupan bantuan raskin Tahun 2013 terhadap RTS di Kec. Plaju
Sumber : Hasil PPLS 2011 (data di olah)
Berdasarkan Gbr 5.5 dapat diketahui bahwa tidak semua RTS hasil
pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011 menjadi penerima
raskin di masing-masing kelurahan. Akibatnya masih banyak rumah tangga
miskin yang ada di masing–masing kelurahan tersebut yang tidak menerima jatah
raskin. Kondisi ini yang membuat pelaksanaan program raskin menjadi bergejolak
di masyarakat Kecamatan Plaju. Kondisi yang paling memprihatinkan terjadi di
wilayah Kelurahan Plaju Darat. Untuk tahun 2012, 2013, Kelurahan Plaju Darat
hanya menerima raskin sebanyak 307 RTS atau hanya sekitar 30,42 % saja rumah
tangga yang menerima program ini.
Di tinjau dari tahapan distribusinya, proses pendistribusian raskin di bagi
menjadi dua tahap yaitu tahap pertama, pendistribusian di Titik Distribusi (TD)
dan tahap kedua, pendistribusian di Titik Bagi (TB). Titik distribusi adalah tempat
atau lokasi penyerahan raskin dari Satuan Kerja (Satker) Raskin kepada Pelaksana
Distribusi Raskin di tingkat Desa/Kelurahan, atau lokasi lain yang disepakati
secara tertulis oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan Divre/Subdivre/Kansilog
Perum Bulog. Sedangkan Titik Bagi adalah tempat atau lokasi penyerahan beras
raskin dari Pelaksana Distribusi Raskin kepada Rumah Tangga Sasaran Penerima
Raskin (RTS-PM). Adapun yang menjadi titik distribusi di wilayah Kecamatan
54.49% 54.15%
65.55%
39.61%
30.42%
66.81%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
Plaju Ilir Plaju Ulu BagusKuning
TalangBubuk
Plaju Darat Talang Putri
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
158
Plaju adalah semua kantor Lurah setempat kecuali Kantor Lurah Komperta yang
memang tidak mendapatkan alokasi raskin. Sedangkan yang menjadi titik bagi
pada umumnya adalah rumah para ketua RT di masing-masing kelurahan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan sejumlah
informan di lapangan diketahui bahwa secara umum proses pendistribusian raskin
dari Gudang Perum Bulog Divre Sumsel sampai ke tingkat kelurahan dalam
wilayah Kecamatan Plaju sebagai titik distribusinya tidak mengalami hambatan
dan kendala yang berarti. Proses pendistribusian dapat dikatakan berjalan dengan
lancar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan proses
pendistribusian raskin di titik bagi yaitu dari Rumah Ketua RT untuk sampai ke
Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat masih terdapat berbagai tindakan yang
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5.2.1. Pendistribusian Raskin dari Gudang Perum Bulog Divre Sumsel ke
Titik Distribusi
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa secara umum
proses pendistribusian raskin dari Gudang Perum Bulog Divre Sumsel sampai ke
tingkat kelurahan dalam wilayah Kecamatan Plaju sebagai titik distribusinya tidak
mengalami hambatan dan kendala yang berarti. Proses pendistribusian berjalan
dengan aman dan lancar. Pengangkutan beras di lakukan dengan menggunakan
mobil truck yang telah disediakan oleh pihak Perum Bulog. Sarana jalan raya
yang di lalui oleh truck pengangkut sebagai jalur distribusinya semuanya telah
diaspal sehingga truck tidak mengalami kesulitan untuk mencapai titik
distribusinya.
Hanya saja keterlambatan kedatangan raskin di titik distribusi lebih
disebabkan karena faktor non teknis di lapangan misalnya kemacetan yang terjadi
di beberapa titik jalur yang dilalui dan kondisi cuaca yaitu hujan deras. Apalagi
jika proses distribusi dilakukan pada jam-jam sibuk dan melewati daerah
perkotaan. Kedatangan beras tersebut bisa terlambat antara 1 sampai dengan 2 jam
dari jadwal yang telah diperkirakan. Untuk satu wilayah kelurahan yang
mempunyai alokasi raskin yang cukup banyak maka dibutuhkan lebih dari 1 truck
untuk proses pengangkutannya. Sebagai contoh Kelurahan Plaju Ilir dengan
alokasi pagu raskin sebanyak 13.365 kg untuk 891 RTS dalam proses
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
159
pendistribusiannya membutuhkan 3 buah truck. Masing-masing truck biasanya
mempunyai juru angkut antara 2 sampai dengan 3 orang. (Lihat Gambar 5.6)
Gambar.5.6
Alur Distribusi Raskin dari Gudang Bulog ke Titik Distribusi
Sumber : dokumentasi penelitian (Foto di ambil tanggal 27 September 2013)
Setelah raskin sampai ke titik distribusi yaitu Kantor Lurah setempat,
maka selanjutnya raskin di angkut dan dikumpulkan di dalam balai kelurahan
setempat. Selama proses pengangkutan berlangsung, beras di hitung kembali oleh
petugas raskin tingkat kelurahan untuk memastikan apakah jumlah pagu telah
sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Setelah beras dinyatakan
cukup dan sesuai dengan jumlah maka proses pendistribusian raskin di titik
distribusi dinyatakan telah selesai dilaksanakan. Selanjutnya beras raskin siap
untuk didistribusikan ke Titik Bagi yaitu rumah para Ketua RT atau lokasi yang di
tunjuk oleh Ketua RT sebagai Titik Bagi.
Berdasarkan gambar 5.6 di atas, dapat di lihat bahwa setelah raskin
sampai di Kantor Lurah sebagai Titik Distribusi dan dikumpulkan di dalam balai
kelurahan maka selanjutnya beras tersebut dikelompokkan berdasarkan RT
dengan jumlah raskin yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pengelompokkan ini dilakukan agar memudahkan para Ketua RT untuk
mengambil jatah raskin mereka masing-masing. Berdasarkan keterangan para
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
160
Gbr. Sarana Pengangkut Raskin di Tingkat Lokal
petugas di lapangan mengemukakan bahwa proses pendistribusian raskin dari titik
distribusi (Kantor Lurah) ke Titik Bagi (rumah Ketua RT) harus selalu di awasi
secara ketat. Hal ini dikarenakan jika tidak dilakukan demikianm, maka ada
kemungkinan raskin tersebut akan hilang dan itu menjadi tanggung jawab pihak
kelurahan untuk menggantinya.
Dari pengalaman mereka di lapangan diperoleh informasi bahwa selama
program raskin ini berlangsung, para petugas pernah beberapa kali mengalami
kehilangan raskin dan jumlahnya bervariasi di masing-masing kelurahan di
wilayah Kecamatan Plaju. Kehilangan beras tersebut biasanya terjadi dikarenakan
pada saat pengambilan beras di balai kelurahan situasi cukup ramai dan para
petugas kelurahan tidak siap dalam menghadapi kondisi demikian.
4.5.2 Pendistribusian Raskin dari Titik Distribusi ke Titik Bagi
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa setelah raskin
dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan wilayah per RT, maka selanjutnya
Raskin tersebut siap untuk didistribusikan ke Titik Bagi (TB). Dari hasil
pengamatan di lapangan diketahui pula bahwa secara teknis pendistribusian raskin
dari Kantor Lurah setempat menuju di titik bagi (tingkat RT) tidak mengalami
hambatan dan kendala yang berarti. Artinya semua proses pendistribusian dapat
berjalan dengan lancar. Proses pengangkutan raskin dari Kantor Lurah ke wilayah
masing-masing RT, pada umumnya menggunakan becak, gerobak maupun sepeda
motor sebagai sarana pengakutannya sebagaimana gambar terlampir.
Gambar. 5.7
Sarana Pengangkut Raskin di Tingkat Lokal
Sumber : dokumntasi lapangan (Foto di ambil tanggal 23 September 2013)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
161
Di pilihnya sarana tersebut untuk mencapai titik bagi karena sebagian
besar wilayah RT yang ada di Kecamatan Plaju melewati jalan atau gang yang
relatif sempit. Oleh karena itu penggunaan sarana trasnportasi tersebut di rasa
tepat dan sesuai dengan kondisi di lapangan serta mempermudah proses
distribusinya. Selain itu biaya atau ongkos angkut yang dikelurkan juga relatif
lebih murah. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa jarak tempuh antara Kantor
Lurah setempat dengan rumah para Ketua RT yang dijadikan sebagai Titik Bagi
Raskin pada umumnya tidak terlalu jauh dan mudah di jangkau oleh masyarakat.
Bahkan ada beberapa rumah Ketua RT yang berada di sekitar Kantor Lurah
setempat. Namun masih pula ditemui di lapangan bahwa ada beberapa Rumah RT
yang berada cukup jauh dari Kantor Lurah setempat, misalnya di Kelurahan
Talang Putri meliputi wilayah RT. 1, RT. 2, RT, 3 dan RT. 4.
Kondisi yang cukup berbeda dibandingkan dengan kelurahan lainnya
dalam wilayah Kecamatan Plaju yaitu Kelurahan Plaju Darat. Dengan kondisi
wilayah Kelurahan Plaju Darat yang cukup luas menyebabkan jarak antara
sebagian besar Rumah Ketua RT dengan Kantor Lurah Plaju Darat cukup jauh.
Jarak tempuh yang terjauh berada di wilayah RT. 16 dan RT. 15 yang mencapai 5-
6 Km. Selain itu kondisi jalan yang masih berupa tanah (belum di aspal) dan
masih banyak yang rusak menjadi salah satu hambatan yang harus di hadapi
warga masyarakat. Kondisi jalan semakin parah dan sulit dilalui apabila hujan
tiba. Air banyak yang mengenangi jalan sehingga jalan menjadi licin. (Gambar
terlampir).
Gambar. 5.8
Kondisi jalan di Kelurahan Plaju Darat Sumber : dokumentasi penelitian (Foto diambil pada 7 Oktober 2013)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
162
Dalam hal proses pendistribusian raskin, kondisi wilayah seperti ini tentu
membutuhkan sarana dan prasarana yang lebih memadai. Oleh karena itu khusus
di wilayah ini, ada beberapa Ketua RT yang menggunakan mobil carry pick up
atau kendaraan motor roda tiga sebagai sarana pengangkutan raskin agar sampai
ke titik bagi (Rumah Ketua RT setempat). Mobil tersebut umumnya di sewa oleh
Ketua RT sehingga Ketua RT memerlukan biaya yang lebih besar di bandingkan
Ketua RT yang rumahnya lebih dekat dengan Kantor Lurah Plaju Darat.
Selain kondisi lingkungan yang masih tertinggal di bandingkan dengan
kondisi di Kelurahan lainnya. Terkait dengan periode pendistribusiannya, khusus
di wilayah Kelurahan Plaju Darat pendistribusian raskin dilaksanakan secara
berkala yaitu 3 bulan sekali. Sedangkan untuk wilayah Kelurahan yang lain,
pendistribusian raskin tetap dilaksanakan setiap satu bulan sekali sebagaimana
yang telah di atur di dalam Buku Pedoman Umum Raskin. Berdasarkan informasi
yang diperoleh di lapangan diketahui bahwa faktor yang mendasarinya adalah
karena jumlah pagu raskin yang di terima oleh Kelurahan Plaju Darat sangat
sedikit. Kelurahan Plaju Darat mengalami penurunan alokasi raskin yang cukup
besar di bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain itu informasi yang di
peroleh dari para Ketua RT di Kelurahan Plaju Darat mengatakan bahwa
pendistribusian dengan cara tiap 3 bulan sekali itu dimaksudkan untuk menghemat
biaya / ongkos pengangkutan beras ke masing-masing rt. Apabila pengangkutan
beras dilakukan setiap bulan maka menurut Ketua RT tidak efektif dan membuat
ongkos distribusi semakin besar.
Berdasarkan urain di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum
pendistribusian raskin dari Gudang Bulog ke Titik Distribusi dan sampai ke Titik
Bagi tidak mengalami hambatan dan kendala. Setiap bulan, raskin dapat
terdistribusi dengan lancar dan dapat di nikmati oleh RTS PM. Namun khusus
untuk wilayah Kelurahan Plaju Darat yang sedikit berbeda dimana pendistribusian
raskin berjalan 3 bulan sekali dan kondisi ini merupakan sebuah kesepakatan
antara Ketua RT dengan Pemerintah Kelurahan Plaju Darat.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
163
5.2.3. Proses Pendistribusian Raskin dari Titik Bagi (TB) kepada Rumah
Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) Raskin
Setelah raskin sampai di titik bagi (rumah Ketua RT) maka selanjutnya
beras yang masih berada di dalam karung tersebut akan ditimbang ulang untuk
kemudian dipisahkan ke dalam kantong plastik. Satu karung beras bulog yang
berisi 15 kg akan dipecah lagi menjadi 3 kg, 5 kg ataupun 7 kg per kantong
plastiknya sesuai dengan jatah yang akan diterima oleh masing-masing rumah
tangga penerima raskin. (Lihat gambar 5.9). Dalam proses pengelolaan raskin ini
yang meliputi penimbangan dan memasukkan raskin ke dalam kantong plastik,
para Ketua RT biasanya di bantu oleh satu atau dua orang warga masyarakat agar
proses dapat berjalan dengan lancar dan cepat. Ada juga para Ketua RT yang tidak
melibatkan warga masyarakat tetapi hanya di bantu oleh anggota keluarganya saja
baik itu istri maupun anak-anaknya. Pilihan ini di ambil oleh Ketua RT dengan
pertimbangan karena pihak keluarga dapat lebih bisa dipercaya dan untuk
menghemat biaya operasional di lapangan.
Gambar. 5.9
Proses penimbangan ulang raskin oleh salah satu Ketua RT Sumber : dokumentasi penelitian
Beras yang berada di dalam kantong plastik tersebut merupakan wujud
dari pelaksanaan kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal. Informasi yang
peneliti peroleh dilapangan adalah dengan diberlakukkannya kebijakan ini
mengakibatkan tidak ada satu pun RTS yang menerima raskin dalam jumlah utuh
yaitu 1 karung beras senilai 15 kg. Masing-masing rumah tangga sasaran hanya
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
164
menerima raskin dalam bentuk bungkusan kantong plastik (biasanya berwarna
hitam) dengan jumlah yang bervariasi sesuai dengan kebijakan di wilayah masing-
masing RT. Semakin banyak rumah tangga yang menerima raskin di suatu
wilayah rt, maka semakin sedikit pula jumlah / jatah raskin yang diperoleh oleh
setiap rumah tangga miskin di wilayah rt tersebut.
Setelah semua raskin ditimbang ulang dan dimasukkan ke dalam
kantong-kantong plastik dengan jumlah tertentu maka selanjutnya beras tersebut
siap didistribusikan kepada rumah tangga penerima raskin yang ada di wilayah RT
setempat. Setelah ada pemberitahuan dari Ketua RT bahwa raskin sudah bisa di
ambil oleh masyarakat, maka rumah tangga penerima raskin akan datang ke
rumah Ketua RT secara silih berganti, satu per satu tanpa ada urutan yang
mengikat. Artinya, bagi siapa saja yang memang mempunyai waktu dan
kesempatan pada saat itu maka mereka biasanya langsung berdatangan ke rumah
Ketua RT. Sedangkan bagi mereka yang masih ada kegiatan lain atau belum
mempunyai waktu untuk mengambilnya, maka para Ketua RT tetap menunggu
dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengambil jatah raskin
tersebut. Hanya saja jika dalam kurun waktu tertentu atau dalam batas waktu yang
telah disediakan, mereka belum juga mengambil jatah raskinnya maka Ketua RT
akan mengalihkan jatah raskin tersebut kepada rumah tangga lainnya.
Hal yang menarik di sini adalah berdasarkan informasi yang peneliti
peroleh di lapangan diketahui bahwa waktu yang dibutuhkan dalam proses
pendistribusian raskin di tingkat lokal adalah bervariasi yaitu ada yang hanya
membutuhkan waktu 1 minggu, bantuan raskin sudah habis diambil oleh rumah
tangga penerima raskin. Namun ada pula yang membutuhkan waktu antara 1
minggu sampai dengan 3 minggu, bantuan raskin baru bisa habis di ambil oleh
rumah tangga penerima raskin.
Terkait dengan adanya variasi waktu dalam proses pendistribusian raskin
di tingkat lokal sehingga menyebabkan keterlambatan atau membutuhkan waktu
yang lama untuk sampai ke tangan penerima manfaat raskin dapat dikelompokkan
ke dalam dua 2 faktor penyebab. Faktor yang pertama yaitu disebabkan oleh
perilaku si penyedia layanan yang dalam hal ini yaitu Ketua RT. Sedangkan faktor
yang kedua disebabkan oleh perilaku si penerima layanan yang dalam hal ini
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
165
adalah rumah tangga penerima raskin. Adapun yang dimaksud dengan perilaku si
penyedia layanan (Ketua RT) adalah adanya keterlambatan dalam pengelolaan
raskin. Dalam prakteknya di lapangan, ada sejumlah wilayah dimana pada saat
bantuan raskin tiba di rumah Ketua RT maka pada hari itu juga beras langsung di
kelola oleh Ketua RT. Hal ini dimaksudkan agar pada hari itu pula bantuan raskin
dapat langsung dibagikan dan di ambil oleh rumah tangga penerima raskin. Dalam
hal ini dapat dikatakan bahwa Ketua RT sebagai penyedia layanan berusaha
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat sehingga raskin dapat sampai ke
tangan penerima raskin dengan baik dan lancar.
Sementara itu, perlakuan yang berbeda ditemukan pula di sejumlah RT
dalam wilayah Kecamatan Plaju yang mana pada saat bantuan raskin telah tiba di
rumah Ketua RT, namun bantuan tersebut tidak langsung dikelola pada hari itu
juga. Bantuan raskin tersebut justru di simpan terlebih dahulu untuk beberapa hari
dan kemudian Ketua RT mencari waktu luang atau waktu yang dianggap tepat
untuk mendistribusikannya. Kondisi ini yang menyebakan proses pendistribusian
raskin di tingkat lokal membutuhkan waktu yang cukup lama. Ternyata yang
menjadi alasannya adalah karena Para Ketua RT masih mempunyai pekerjaan lain
yang tidak bisa ditinggalkan karena berkaitan dengan profesi mereka sebagai
Pegawai Negeri Sipil, karyaran BUMN, karyawan swasta atau pekerjaan lainnya.
Walaupun terjadi penundaan dalam pendistribusian raskin namun
menurut keterangan dari Ketua RT menyatakan bahwa penundaan tersebut telah
dikomunikasikan dengan baik kepada warga masyarakat. oleh karena itu alasan
tersebut dapat dipahami dan di terima oleh warganya dan tidak ada rumah tangga
penerima raskin yang menolak atau berkeberatan dengan permintaan itu. Biasanya
bagi para Ketua RT yang mempunyai kesibukan tersebut, memilih waktu pada
hari sabtu atau hari minggu untuk mengelola raskin tersebut dan kemudian
mendistribusikannya kepada rumah tangga sasaran. Sebagai contoh kasus
pendistribusian raskin di wilayah RT.25 Kelurahan Talang Putri. Oleh karena
Ketua RT. 25 berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka pendistribusian
raskin biasanya dilaksanakan pada Hari Sabtu di setiap bulannya. Apabila raskin
tiba di rumah RT pada Hari Selasa atau Hari Rabu, maka beras tersebut akan di
simpan terlebih dahulu di rumah Ketua RT. Kemudian pada jumat malam atau
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
166
pada Hari Sabtu barulah kemudian beras tersebut dikelola yaitu ditimbang ulang
dan dimasukkan ke dalam kantong plastik kemudian dipisahkan berdasarkan
nama-nama rumah tangga penerima raskin.
Selanjutnya faktor kedua yang menjadi penyebab lamanya
pendistribusian raskin untuk sampai ke tangan penerima manfaat yaitu berkaitan
dengan perilaku si penerima layanan. Dalam hal ini, adanya keterlambatan dari
rumah tangga penerima raskin dalam mengambil bantuan raskin tersebut. kondisi
yang terjadi yaitu pada saat bantuan raskin telah siap didistribusikan kepada
rumah tangga penerima raskin namun justru mereka belum semuanya mengambil
jatah raskin tersebut. Artinya masih ada beberapa rumah tangga yang belum
mengambil bantuan tersebut. Hasil penelusuran yang peneliti lakukan di lapangan
ternyata hal ini dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu pertama karena alasan
ekonomi dan kedua alasan non ekonomi.
Terkait dengan alasan ekonomi yaitu karena rumah tangga penerima
raskin tersebut belum bisa atau bahkan tidak mampu membayar uang tebus yang
telah ditentukan sebagai syarat dalam pengambilan raskin tersebut. Kondisi
seperti ini biasanya terjadi pada rumah tangga sasaran yang memang sangat
miskin yang mana mereka sangat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Penghasilan berupa uang yang mereka peroleh pada hari itu akan
habis untuk biaya kebutuhan pada hari itu juga. Sehingga tidak ada kelebihan
penghasilan yang bisa mereka tabung. Tidak jarang dari mereka bahkan harus
berhutang dahulu di warung setempat untuk membeli beras untuk makan sehari-
hari. Karena kondisi ketidakmampuan mereka inilah yang kadang menyebabkan
jatah raskin mereka menjadi hilang atau dialihkan kepada rumah tangga lainnya.
Selain itu ditemukan pula contoh kasus dimana karena adanya
pemberlakukan batas waktu pengambilan raskin yang diberlakukan oleh istri dari
Ketua RT dan di tambah lagi dengan ketidakmampuan rumah tangga sasaran
tersebut untuk menebus raskin dalam jangka waktu yang telah ditentukan
membuat jatah raskin yang bersangkutan menjadi hilang dan dialihkan kepada
rumah tangga lainnya. Sebagai mana yang terjadi di RT. 34 Kelurahan Plaju Ulu.
Ibu RT memberlakukan aturan bahwa jatah raskin harus di ambil dalam jangka
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
167
waktu 3 hari. apabila dalam waktu tersebut tidak di ambil maka jatah raskin
tersebut akan hilang.
Apa yang di alami oleh rumah tangga sangat miskin tersebut sungguh
memprihatinkan. Di saat mereka sangat membutuhkan beras untuk menyambung
hidupnya namun karena ketidakmampuannya itu menyebabkan apa yang telah
menjadi haknya menjadi hilang dan di alihkan kepada yang lainnya. Bagi rumah
tangga sasaran yang tidak mengambil jatah raskinnya maka jatah tersebut akan
dialihkan kepada rumah tangga lainnya. Hal ini dikarenakan para Ketua RT tidak
mau mengambil resiko jika ada raskin yang tidak terdistribusi kepada warga
masyarakat. Dengan kata lain para Ketua RT di tuntut agar raskin dapat
terdistribusi 100 % di lapangan.
Selanjutnya untuk alasan non ekonomi karena terkait dengan kualitas
raskin yang diberikan oleh pemerintah. kondisi raskin yang tidak layak makan
misalnya berkutu, bulirnya pecah-pecah ataupun berbau menyebabkan para
penerima raskin merasa enggan dan tidak tertarik untuk mengambil jatah raskin
tersebut. hal yang sangat menyedihkan di sini adalah kalaupun mereka mengambil
jatah raskin tersebut biasanya bukan untuk mereka konsumsi melainkan
digunakan untuk makanan hewan ternak mereka misalnya ayam.
Dari gambaran tindakan seperti itu, peneliti menilai bahwa sesungguhnya
telah terjadi penyimpangan yang sangat fatal dalam pemberian raskin di tingkat
lokal walaupun di lain pihak juga tidak bisa membiarkan jika kualitas raskin
dalam kondisi yang tidak layak makan. Dalam hal ini bukan berarti kualitas raskin
yang jelek bukan suatu masalah dan dibiarkan terus terjadi. Namun yang menjadi
perhatian di sini adalah esesnsi dan fungsi dari bantuan raskin itu sendiri. Untuk
siapa sebenarnya bantuan itu diberikan dan siapa sesungguhnya yang lebih berhak
menerimanya. Secara sepintas, adanya rumah tangga yang merasa keberatan untuk
mengkonsumsi raskin dengan alasan karena kualitas raskin yang jelek, sepertinya
masuk akal dan cukup berdasar untuk diterima oleh masyarakat pada umumnya.
Namun ternyata setelah peneliti amati lebih jauh, peneliti melihat bahwa adanya
penolakan tersebut lebih disebabkan karena pada dasarnya kondisi rumah tangga
mereka tersebut tergolong rumah tangga yang sudah cukup mampu.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
168
Perlakukan yang bertolak belakang justru diperlihatkan bagi kelompok
yang membutuhkan bantuan raskin tersebut. Bagi mereka yang mempunyai latar
belakang ekonomi yang sangat miskin, walaupun kondisi raskin tersebut
tergolong jelek dan tidak layak makan, namun mereka tetap mengambil jatah
raskin tersebut dan tetap mengkonsumsinya. Hal ini lebih disebabkan mereka
tidak mempunyai pilihan lain dan mempunyai keterbatasan dalam bertindak.
Sehingga yang peneliti jumpai di lapangan ada beberapa rumah tangga miskin
yang mensiasati untuk mengkonsumsi raskin tersebut yaitu dengan cara
mencampur raskin yang kurang baik dengan beras yang lebih baik yaitu beras
yang mereka beli sendiri di toko atau di pasar. Hal ini berarti rumah tangga yang
sangat miskin lebih menghargai keberadaan bantuan raskin tersebut dan lebih
mempunyai nilai dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
169
BAB 6
HASIL DAN ANALISIS DATA
6.1 Dinamika Pendistribusian Raskin di Tingkat Lokal
Di awal pemaparan data hasil penelitian mengenai dinamika
pendistribusian Raskin di tingkat lokal maka peneliti memulainya dengan
menggambarkan alur pendistribusian Raskin dari tingkat nasional hingga ke
tingkat lokal berdasarkan ketetapan pagu pemerintah. Berdasarkan hasil temuan di
lapangan diketahui bahwa proses ketetapan pagu Raskin dilakukan secara
berjenjang. Hal ini di mulai dari ketetapan pagu di tingkat nasional, kemudian
ketetapan pagu Raskin di tingkat daerah yang meliputi wilayah Provinsi Sumatera
Selatan, wilayah Kota Palembang, kemudian di tingkat Kecamatan Plaju, sampai
ke tingkat kelurahan dan tingkat lokal yaitu RT. Wilayah RT merupakan titik
terakhir pendistribusian Raskin sebelum Raskin diberikan kepada masing-masing
Rumah Tangga Sasaran (RTS). Setelah itu peneliti menguraikan proses
pendistribusian yang terjadi di tingkat lokal. Dari uraian di masing-masing
tingkatan maka dapat dilihat perbedaan atau perubahan pendistribusian yang
terjadi antara kebijakan yang telah ditetapkan di tingkat nasional dengan
pelaksanaan pendistribusian Raskin di tingkat lokal.
Selain itu pemaparan mengenai dinamika pendistribusian Raskin di
tingkat lokal peneliti kaitkan dengan bagaimana proses pengambilan keputusan
tersebut, siapa saja aktor yang terlibat di dalamnya dan hal-hal apa saja yang
diatur di dalam aturan/ketentuan di tingkat lokal tersebut. Selanjutnya peneliti
menguraikan mengenai faktor pendorong yang melatar belakangi munculnya
kebijaksanaan yang mengatur mengenai mekanisme pendistribusian Raskin di
tingkat lokal. Mengapa hal tersebut dapat terjadi di masyarakat lokal. Di bagian
akhir kajian mengenai dinamika pendistribusian di tingkat lokal, peneliti
memaparkan terkait dengan hambatan dan kendala di dalam pendistribusian
Raskin di tingkat lokal dan masalah moral hazard yang muncul di masyarakat
seiring dengan pelaksanaan pendistribusian Raskin di tingkat lokal.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
170 Universitas Indonesia
6.1.1 Alur Pendistribusian Raskin berdasarkan Ketetapan Pagu Raskin Nasional
Berdasarkan hasil studi literatur yang peneliti lakukan diketahui bahwa
sebelum pemerintah mendistribusikan Raskin ke seluruh kabupaten kota di
Indonesia maka pemerintah di tingkat pusat membuat sebuah kebijakan berupa
penetapan pagu Raskin nasional. Selanjutnya setelah pagu Raskin nasional
ditetapkan maka ketetapan ini akan dijadikan sebagai pedoman di dalam
pendistribusian Raskin ke tingkat kabupaten/kota bahkan sampai ke tingkat
kelurahan dan RT. Hal ini dikarenakan ketetapan pagu tersebut mengatur tentang
berapa jumlah RTS yang berhak menerima bantuan Raskin dan berapa besaran
(alokasi) beras yang akan didistribusikan ke suatu wilayah dalam setiap bulannya
dalam satu tahun pelaksanaan. Sebagai langkah awal, pemerintah pusat
menetapkan jumlah alokasi Raskin yang akan diterima oleh pemerintah daerah
(provinsi). Selanjutnya pemerintah provinsi akan membagi kuota Raskin kepada
pemerintah kabupaten/kota. Kemudian tiap-tiap pemerintah kabupaten dan kota
akan membagi kuota Raskin untuk didistribusikan di masing-masing kecamatan
hingga ke tingkat desa/kelurahan yang ada di bawahnya.
Selain itu, berdasarkan hasil studi literatur yang peneliti lakukan,
diperoleh informasi bahwa proses penetapan kebijakan pendistribusian Raskin
diawali dengan pembahasan di tingkat pusat yang dilakukan oleh pemerintah dan
DPR terkait pelaksanaan Program Raskin. Di dalam Pedum Raskin 2013 telah
disebutkan bahwa munculnya kebijakan di tingkat pusat yaitu berupa penetapan
pagu Raskin nasional merupakan hasil kesepakatan pembahasan antara
pemerintah dan DPR yang dituangkan di dalam Undang-Undang APBN. Hal ini
menunjukkan bahwa penetapan pagu Raskin nasional dilakukan berdasarkan
pertimbangan ketersediaan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah dan
kemampuan pemerintah untuk membiayai pelaksanaan program Raskin atas
persetujuan DPR RI. Setelah pagu Raskin nasional itu ditetapkan maka kemudian
pemerintah mendistribusikan Raskin tersebut ke berbagai wilayah yang ada di
Indoensia.
Berdasarkan hasil studi literatur yang peneliti lakukan dari berbagai
dokumen dari Kantor Pemerintah di Bagian Perekonomian Setda Kota
Palembang, maka peneliti memperoleh informasi bahwa proses penetapan pagu
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
171
Raskin di tingkat pemerintah daerah dilakukan secara berjenjang melalui
penerbitan surat keputusan oleh masing masing pemerintah daerah di tiap
tingkatan tersebut. Proses yang pertama adalah Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat (sekarang berganti nama menjadi Menteri Koordinator
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) menetapkan pagu Raskin untuk tingkat
propinsi. Kemudian, Pagu Raskin untuk setiap Kabupaten/Kota ditetapkan oleh
Gubernur berdasarkan Pagu Raskin Nasional. Sedangkan pagu Raskin untuk
setiap desa/kelurahan ditetapkan oleh Bupati/Walikota berdasarkan Pagu Raskin
Provinsi. Semakin besar pagu Raskin yang diterima oleh suatu wilayah maka
semakin banyak pula RTS yang akan menerima bantuan Raskin dari pemerintah.
Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh di lapangan diketahui bahwa
walaupun pemerintah daerah di setiap tingkatan telah mengeluarkan kebijakan
dalam bentuk surat keputusan terkait dengan pengalokasian pagu Raskin dan
penetapan jumlah RTS penerima Raskin, namun pada dasarnya pemerintah pusat
telah mengatur dan menetapkan secara keseluruhan pagu Raskin dari tingkat
provinsi hingga ke tingkat kelurahan. Bentuk ketetapan tersebut dituangkan dalam
bentuk daftar nama-nama rumah tangga sasaran penerima Raskin yang tercatat
dalam sebuah dokumen resmi. Daftar tersebut berisikan nama kepala keluarga dan
alamat yang lebih dikenal dengan istilah by name by address. Selanjutnya daftar
nama-nama rumah tangga yang telah ditetapkan tersebut kemudian diserahkan
kepada pemerintah daerah untuk menjadi pedoman dalam pendistribusian Raskin
di daerah.
Pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
dan Pemerintah Kota Palembang sebenarnya hanya bersifat meneruskan apa yang
telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Artinya di sini bahwa tidak ada
pembahasan antara Gubernur dengan pihak DPRD Propinsi maupun antara
Walikota dengan pihak DPRD Kota terkait penentuan besaran alokasi pagu
Raskin dan jumlah RTS yang akan menerima bantuan Raskin baik. Surat
Keputusan yang ditetapkan oleh Gubernur maupun Walikota pada dasarnya hanya
sekedar untuk menindak lanjuti hasil ketetapan yang telah dibuat oleh pemerintah
pusat.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
172 Universitas Indonesia
Sejalan dengan uraian tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan
aparatur pemerintah Kota Palembang dan dari studi literatur yang peneliti lakukan
pada Pedum Raskin 2013 diperoleh informasi bahwa penentuan atau penetapan
rumah tangga sasaran yang berhak menerima Raskin berasal dari RTS yang
terdaftar di dalam Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial. Basis
data itu sendiri bersumber dari PPLS 2011 yang merupakan hasil pendataan oleh
pihak Badan Pusat Statistik (BPS). Selanjutnya data tersebut diserahkan kepada
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang kemudian
dikelola sebagai dasar penetapan RTS PM. Besaraan jumlah RTS penerima
bantuan Raskin disesuaikan pula dengan kemampuan anggaran pemerintah.
Dalam pelaksanaan Program Raskin Tahun 2013, pemerintah telah mengeluarkan
kebijakan nasional berupa pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 15
kg/RTS/bulan atau setara dengan 180 kg/RTS/tahun dengan harga tebus Rp.
1.600,-/kg netto di titik distribusi (TD) kepada 15.530.897 Rumah Tangga Sasaran
dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan beras.
Berdasarkan data yang peneliti peroleh di lapangan diketahui bahwa
alokasi pagu Raskin yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui Menko Kesra
untuk Provinsi Sumatera Selatan adalah sebanyak 75.524.220 Kg yang akan
didistribusikan untuk 419.519 RTS selama satu tahun. Menindak lanjuti hasil
pagu Raskin nasional tersebut, maka Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
mengeluarkan kebijakan melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan
Nomor : 27/KPTS/IV/2013 tentang Pagu Alokasi Program Bantuan Beras untuk
Rumah Tangga Miskin Kabupaten/Kota Se-Sumatera Selatan dari Bulan Januari
s.d Bulan Desember 2013. Dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut maka
menjadi acuan pemerintah provinsi di dalam pengaturan tentang pendistribusian
alokasi Raskin untuk wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Selatan.
Berdasarkan Surat Keputusan tersebut ditetapkan bahwa alokasi Pagu Raskin
untuk Kota Palembang tahun 2013 yaitu sebanyak 1.082.670 kg per bulan yang
ditujukan untuk 72.178 RTS.
Terkait dengan ketetapan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan maka Pemerintah Kota Palembang menindak lanjutinya dengan
mengeluarkan ketetapan melalui Surat Keputusan Walikota Palembang Nomor :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
173
No 42 Tahun 2013 tentang Alokasi Pagu Raskin untuk 16 Kecamatan dalam
wilayah Kota Palembang. Hasil dari keputusan tersebut menetapkan bahwa untuk
pelaksanaan Program Raskin Tahun 2013 di Kecamatan Plaju mendapatkan
alokasi Raskin sebanyak 67.440 kg yang ditujukan untuk 4.496 RTS. Alokasi
tersebut akan didistribusikan kepada 6 kelurahan yang berada di dalam wilayah
Kecamatan Plaju. Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan di lapangan
diketahui bahwa proses penetapan kebijakan pendistribusian Raskin dalam bentuk
Surat Keputusan tersebut di tiap tingkatan berjalan cukup lancar dan tidak
menemui hambatan dan kendala. Hal ini dikarenakn sifatnya yang hanya
meneruskan dari apa yang telah ditetapkan dari pemerintah pusat.
Berikut peneliti gambarkan tingkatan pendistribusian Raskin berdasarkan
ketetapan pagu atau sasaran penerima Raskin yang telah ditetapkan pemerintah
secara berjenjang sebagai berikut:
Gambar 6.1
Tahapan Penentuan Sasaran Penerima Raskin 2013 Sumber : pengolahan data hasil penelitian
Berdasarkan gambar 6.1 di atas, dapat diketahui bahwa ketetapan pagu
tersebut memperlihatkan adanya perbedaan di masing-masing kelurahan terkait
dengan jumlah RTS yang akan menerima Raskin. Hal yang menarik di sini adalah
kelurahan yang mempunyai jumlah RT yang paling banyak tidak menjamin
Pagu Raskin Nasional Tahun 2013
(15.530.897 RTS)
Pagu Raskin Propinsi Sumatera Selatan
(419.579 RTS)
Pagu Raskin Kota Palembang
(72.178 RTS)
Pagu Raskin Kecamatan Plaju
(4.496 RTS)
Kelurahan
Komperta Plaju Ilir Plaju Ulu Bagus Kuning Tl Bubuk Tl Putri Plaju Darat
- 891 RTS 863 RTS 725 RTS 347 RTS 1363 RTS 307 RTS
- 43 RT 45 RT 32 RT 21 RT 32 RT 35 RT
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
174 Universitas Indonesia
mendapatkan alokasi Raskin yang paling banyak pula. Sebagaimana yang dialami
oleh Kelurahan Plaju Ulu dengan jumlah RT terbanyak yaitu 45 RT. Begitu juga
sebaliknya, kelurahan yang memiliki jumlah RT yang paling sedikit maka belum
tentu mendapatkan alokasi Raskin yang paling sedikit. Sebagaimana yang dialami
oleh Kelurahan Talang Bubuk yang mendapatkan alokasi lebih banyak dari
Kelurahan Plaju Darat. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan
diketahui bahwa penetapan jumlah RTS tersebut tergantung dari berapa jumlah
rumah tangga miskin yang ada di wilayah tersebut berdasarkan Pendataan
Program Perlindungan Sosial (PPLS) oleh pihak BPS dan pengolahan dari dari
pihak TNP2K.
Jika dicermati lebih jauh, adanya daftar penerima manfaat yang telah
ditetapkan oleh pemerintah pusat pada dasarnya dapat mempermudah para
aparatur pelaksana yang ada di di tingkat bawah untuk mendistribusikannya
kepada masing-masing RTS. Namun berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan
diperoleh informasi bahwa penetapan jumlah RTS penerima Raskin di masing-
masing kelurahan dan RT belum mampu memuaskan banyak pihak terutama para
pelaksana Raskin yang ada di tingkat bawah baik itu pemerintah kelurahan
maupun para Ketua RT yang berhadapan langsung dengan masyarakat miskin
sebagai target sasaran. Selain itu berdasarkan hasil wawancara diperoleh
informasi pula bahwa para aparatur pemerintah kelurahan dan Ketua RT
mengalami sebuah dilema dalam hal penyampaian bantuan (delivery services). Di
satu sisi mereka ingin melakukan pendistribusian sebagai mana mestinya
sedangkan di sisi lain masih banyak rumah tangga miskin menurut penilaian
Ketua RT seharusnya layak mendapatkan bantuan tetapi tidak mendapatkannya.
Hal ini salah satunya dikemukakan oleh Lurah Plaju Ulu sebagai berikut :
“Itulah kondisi di lapangan...., memang sesuai pagu setiap RTS mendapat 15
kg secara teori. Tetapi prakteknya jika kita hanya membagi Raskin sesuai
dengan daftar maka itu tidak mungkin. Misalnya di RT 1 sesuai pagu ada 15
KK maka yang seharusnya mendapatkan Raskin itu lebih banyak dari 15
KK tersebut. Sehingga teknis di lapangan kita serahkan kepada RT masing-
masing misalnya 15 kg di bagi dua, sehingga yang mendapat Raskin
menjadi lebih banyak”. (wawancara tanggal 26 September 2013)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
175
Berdasarkan hasil wawancara tersebut Lurah Plaju Ulu menilai bahwa
terjadi perbedaan yang cukup besar antara jumlah pagu Raskin yang ditetapkan
oleh pemerintah dengan jumlah rumah tangga miskin yang ada di wilayah mereka
masing-masing. Selain itu tuntutan dari rumah tangga yang tidak terdaftar sebagai
penerima Raskin untuk ikut mendapatkan Raskin cukup besar. Sehingga para
aparatur pelaksana di tingkat lokal mengalami kesulitan bahkan tidak mampu
mendistribusikan bantuan Raskin sesuai dengan pagu yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
6.1.2 Pendistribusian Raskin di Tingkat Lokal
Berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan terhadap kegiatan
pendistribusian Raskin di tingkat lokal diperoleh informasi bahwa walaupun
pemerintah telah mengatur sedemikian rupa terkait dengan pendistribusian Raskin
hingga ke tingkat lokal, namun pada kenyataannya pendistribusian Raskin yang
dilakukan oleh Ketua RT kepada para RTS tidak berjalan sesuai dengan ketentuan
tersebut. Ketua RT tidak mendistribusikan Raskin berdasarkan ketetapan
pemerintah yaitu 15 Kg per RTS, melainkan mendistribusikannya berdasarkan
kebijaksanaan sendiri yang bersifat lokal yaitu dengan cara di bagi rata. Sistem
atau pola pendistribusian Raskin dengan cara di bagi rata ini pun ternyata terdiri
dari berbagai bentuk tergantung kesepakatan yang terjadi di lapangan antara
Ketua RT dan warganya.
Fakta yang terjadi di lapangan memperlihatkan bahwa bantuan Raskin
yang seharusnya hanya diberikan kepada RTS yang terdaftar di dalam Daftar
Penerima Manfaat (DPM) Raskin, mengalami perubahan sasaran pendistribusian.
Kondisi ini dapat dilihat yaitu Raskin didistribusikan juga kepada rumah tangga
lainnya yang tidak termasuk di dalam daftar tersebut. Dalam konteks penelitian
ini, rumah tangga lainnya yang tidak terdaftar di dalam DPM tetapi ikut serta
menikmati bantuan Raskin, peneliti sebut sebagai kelompok non RTS. Adanya
perubahan sasaran mengakibatkan terjadinya pengurangan dari segi jumlah atau
besaran Raskin yang diterima oleh masing-masing RTS. Para RTS tidak lagi
menerima bantuan dalam jumlah 15 kg per bulan sebagaimana mestinya, namun
hanya mendapatkan dalam jumlah yang bervariasi antara 2 sampai dengan 5 kg
per bulannya.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
176 Universitas Indonesia
Selain itu fakta dilapangan menunjukkan bahwa para Ketua RT tidak lagi
berpedoman pada ketentuan yang telah diatur di dalam buku Pedoman Umum
Raskin. Sebaliknya mereka lebih memilih membuat aturan sendiri yang mereka
nilai lebih cocok diterapkan di lingkungan RT mereka masing-masing. Hal ini
mengakibatkan munculnya berbagai bentuk aturan di tingkat lokal dan cara atau
proses pengambilan keputusan juga berbeda. Selain itu proses pengambilan
keputusan di tingkat lokal dipengaruhi pula oleh bagaimana kepemimpinan
seorang Ketua RT dalam menjalankan kekuasaannya sebagai elit lokal di
wilayahnya. Seorang ketua RT dapat menjalankan kekuasaannya dengan cara
otoriter ataupun demokratis.
Berdasarkan pengamatan dan wawancara di lokasi penelitian diketahui
bahwa munculnya berbagai pola atau cara pendistribusian Raskin di tingkat lokal
tidak terlepas dari peran pemerintah kelurahan yang memberikan kebijaksanaan
kepada para Ketua RT untuk mengatur distribusi sesuai dengan kondisi wilayah
RT masing-masing. Sebagai mana yang dikemukakan oleh Lurah Plaju Darat
sebagai berikut : “Ya, kita serahkan kepada Ketua RT bagaimana di lapangan. Hal
tersebut dilakukan karena Raskin ini sangat terbatas, setiap tahun pagu yang
diterima selalu menurun....” (wawancara, tanggal 1 Oktober 2013).
Berdasarkan hasil wawancara dengan para Lurah diperoleh informasi
pula bahwa para aparatur pemerintah menghadapi kondisi yang sulit. Jika
pemerintah kelurahan memaksakan pendistribusian Raskin harus sesuai dengan
aturan yang berlaku maka mereka berpendapat pemerintah kelurahan akan selalu
mendapatkan tuntutan dari masyarakat terkait dengan pelaksanaan program
Raskin ini. Selain itu para Ketua RT juga mengemukakan bahwa mereka tidak
sanggup mendistribusikan Raskin jika harus dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah di tingkat nasional. Oleh karena itu
para Lurah setempat mengambil inisiatif dengan memberikan kebijaksanaan
kepada para Ketua RT untuk mengatur pola distribusi sesuai dengan wilayah RT
masing-masing. Berikut ini peneliti menguraikan proses pengambilan keputusan
yang terjadi di tingkat lokal dan beberapa bentuk keputusan yang dihasilkan di
tingkat lokal.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
177
6.1.2.1. Proses Pengambilan Keputusan Pendistribusian Raskin di Tingkat Lokal
Berdasarkan temuan di lapangan, diketahui bahwa secara garis besar ada
dua macam cara dalam proses pengambilan keputusan terkait pendistribusian
Raskin di tingkat local. Cara yang pertama yaitu melalui musyawarah secara
formal. Sedangkan cara yang kedua yaitu tanpa melalui musyawarah secara
formal. Dalam konteks penelitian ini, proses pengambilan keputusan dengan cara
musyawarah secara formal dapat dipahami sebagai suatu proses yang melibatkan
warga masyarakat setempat yang memang dilakukan secara resmi pada waktu dan
tempat tertentu. Sedangkan musyawarah sendiri berarti terjadi interaksi dan
komunikasi yang baik antara Ketua RT dengan warganya. Ketua RT selaku elit
lokal berusaha menyerap aspirasi warga dan kemudian aspirasi tersebut dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan di tingkat lokal.
Selanjutnya, dalam proses musyawarah itu sendiri, terbagi lagi menjadi
dua bentuk yaitu pertama, melalui musyawarah tertutup dan kedua, melalui
musyawarah terbuka. Terkait dengan peserta musyawarah tersebut, berdasarkan
hasil temuan di lapangan diperoleh informasi bahwa dalam hal ini ada yang
melibatkan seluruh elemen masyarakat (terbuka) misalnya perangkat RT, rumah
tangga sasaran maupun rumah tangga non sasaran, tokoh masyarakat. Namun ada
pula yang melakukan rapat dengan hanya melibatkan kelompok masyarakat
tertentu saja (tertutup) yaitu hanya rumah tangga yang termasuk di dalam daftar
rumah tangga sasaran saja.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat berbagai perbedaan di
masing-masing RT terkait dengan proses pengambilan kebijaksanaan tersebut.
Dalam hal ini para ketua RT memiliki pandangan dan pertimbangan masing-
masing dalam menentukan cara mana yang akan mereka tempuh. Sementara itu
ada pula yang Ketua RT yang ditemui di lokasi penelitian mengatakan bahwa
selama menjabat sebagai Ketua RT, yang bersangkutan belum pernah membuat
aturan baru terkait dengan mekanisme pendistribusian Raskin di wilayahnya. Hal
ini disebabkan karena ia hanya meneruskan aturan yang telah ditetapkan oleh
Ketua RT sebelumnya. Ketua RT tersebut merasa tidak perlu untuk membuat
aturan yang baru karena tidak adanya perubahan pagu Raskin dari tahun
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
178 Universitas Indonesia
sebelumnya dan tidak ada perubahan sasaran penerima Raskin maupun
permintaan dari warga masyarakatnya.
Selanjutnya dari hasil penelusuran lebih jauh, peneliti memperoleh
informasi bahwa kegiatan musyawarah dalam rangka pengambilan kebijaksanaan
pendistribusian Raskin di tingkat lokal seperti ini pada umumnya dilaksanakan
setiap awal tahun yaitu di saat masing-masing Ketua RT telah menerima ketetapan
pagu Raskin dari pihak kelurahan. Apabila ketetapan pagu Raskin tersebut tidak
mengalami perubahan dari ketetapan pagu tahun sebelumnya maka Ketua RT
biasanya tidak lagi melakukan rapat dan tetap memberlakukan aturan yang lama.
Namun jika terjadi perubahan pagu maka para Ketua RT akan melakukan rapat
sehingga menghasilkan aturan yang baru lagi. Sejalan dengan hal tersebut, dari
permeriksaan dokumen lapangan terkait dengan pagu Raskin dalam kurun waktu
5 tahun terkahir, terlihat bahwa ketetapan pagu Raskin cenderung mengalami
penurunan. Hal ini berdampak pada jumlah rumah tangga yang akan menerima
Raskin semakin berkurang.
Sementara itu, proses pengambilan keputusan tanpa melalui musyawarah
secara formal adalah proses pengambilan keputusan yang dengan tidak melibatkan
warga masyarakat secara langsung dalam suatu pertemuan yang resmi terkait
dengan tempat dan waktu tertentu. Berdasarkan hasil temuan di lapangan
diketahui bahwa pengambilan keputusan tanpa melalui musyawarah ini dapat
terbagi dua yaitu bersifat terbuka dan tertutup. Proses tanpa musyawarah yang
bersifat tertutup maksudnya adalah salah satu bentuk pengambilan keputusan yang
dilakukan secara sepihak oleh Ketua RT sendiri dan cenderung otoriter karena
tidak melibatkan warganya dalam proses tersebut. Kondisi yang terjadi yaitu
Ketua RT tidak mau mencoba mendengar aspirasi warganya ataupun berdialog
dengan warganya. Sehingga dapat dikatakan pengambilan kebijakan seperti ini
dilakukan hanya berdasarkan pertimbangan dan penilaian dari diri para Ketua RT
itu sendiri saja.
Sedangkan proses pengambilan keputusan tanpa melalui musyawarah
tetapi bersifat terbuka maksudnya adalah walaupun Ketua RT tersebut tidak
menjalankan musyawarah secara langsung, namun Ketua RT tetap berusaha
menyerap aspirasi warga masyarakat melalui kegiatan-kegiatan keagamaan dan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
179
kemasyarakatan yang ada di wilayah RT nya masing-masing. Selain itu walaupun
sebagian Ketua RT tidak melakukan musyawarah secara formal dengan
mengumpulkan warganya di suatu tempat pada waktu tertentu, namun sebagian
dari para Ketua RT masih tetap berusaha mendengarkan aspirasi dari warganya
terkait dengan bagiamana keinginan warga di dalam pendistribusian Raskin
dengan jumlah alokasi dari pemerintah yang sangat terbatas.
Berdasarkan uraian di atas peneliti menggambarkan proses pengambilan
kebijakan di tingkat lokal dalam bentuk skema sebagai berikut:
Gambar 6.2
Proses Pengambilan Keputusan di Tingkat Lokal
Sumber : Olahan Penelitian
Sebagaimana yang telah peneliti kemukakan sebelumnya bahwa
musyawarah biasanya dilakukan di setiap awal tahun setelah adanya ketetapan
alokasi pagu Raskin dari pemerintah. Berdsarkan informasi yang peneliti peroleh
di lokasi penelitian diketahui bahwa para ketua RT pada umumnya melakukan
musyawarah di rumah mereka sendiri. Namun ada pula yang menggunakan
tempat ibadah berupa masjid maupun mushollah sebagai tempat berlangsungnya
musyawarah. Selanjutnya apabila waktu pelaksanaan musyawarah telah
ditentukan maka selanjutnya Ketua RT akan memberitahukan kepada warganya.
Pemberitahuan kepada masyarakat tersebut biasanya hanya diumumkan secara
lisan dari satu orang kepada yang lainnya. Sedangkan pemberitahuan kepada
pihak kelurahan dilakukan dengan melalui surat resmi dari ketua RT. Bagi para
Ketua RT yang melakukan musyawarah dengan melibatkan seluruh elemen
masyarakat ada maka pengumuman biasanya dilakukan secara lebih terbuka.
Sedangkan bagi Ketua RT yang melakukan musyawarah secara tertutup yaitu
Terbuka
Tertutup
Musyawarah
Formal Menghasilkan
aturan/ketentuan
baru
Tanpa
Musyawarah
Formal
Proses
pengambilan
keputusan
Tertutup
Terbuka
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
180 Universitas Indonesia
hanya melibatkan RTS saja maka pengumuman itu biasanya lebih tertutup dan
hanya diketahui orang tertentu saja.
Adapun pertimbangan Ketua RT yang memilih melakukan musyawarah
secara tertutup adalah karena menilai musyawarah dapat dilakukan secara efektif
dan efisien. Hal ini dapat dilihat dari biaya rapat yang dikeluarkan tidak terlalu
besar dan dari segi waktu yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan juga tidak
terlalu lama. Selain itu Ketua RT beralasan bahwa mereka yang ikut di dalam
musyawarah adalah mereka yang memang mempunyai hak atas bantuan Raskin
tersebut yaitu mereka memang terdaftar di dalam Daftar Penerima Manfaat
(DPM) Raskin berdasarkan ketetapan pemerintah. Sedangkan bagi rumah tangga
yang tidak terdaftar maka mereka di anggap tidak mempunyai hak suara dan lebih
bersifat menerima saja terhadap apa yang diputuskan.
Pada saat musyawarah berlangsung Ketua RT memaparkan hasil
ketetapan pemerintah terkait dengan alokasi pagu Raskin untuk wilayah mereka.
Selanjutnya Ketua RT berupaya mendengar aspirasi para anggota rapat. Setelah
diperoleh kesepakatan dan diambil keputusan bersama maka Ketua RT
menjadikan keputusan rapat tersebut sebagai dasar dalam mengambil
kebijaksanaan lokal untuk membuat berbagai aturan distribusi. Dengan
diberlakukan aturan yang baru maka berdampak pada perubahan mekanisme
pendistribusian Raskin di masyarakat. Aturan atau ketentuan yang dihasilkan di
itngkat lokal mengatur mengenai siapa atau rumah tangga miskin mana saja yang
berhak menerima Raskin. Selain itu aturan lokal mengatur mengenai berapa
besaran alokasi Raskin yang akan diperoleh oleh masing-masing RTS dan non
RTS.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan, berikut peneliti paparkan berbagai
cara atau pola pendistribusian Raskin yang terjadi di tingkat lokal. Pertama,
pengambilan keputusan yang lahir melalui musyawarah formal secara terbuka
yaitu terjadi di RT. 33 Kelurahan Plaju Ilir. Di wilayah RT 33 ini, rapat
dilaksanakan bersamaan dengan pada saat arisan ibu-ibu tingkat rt. Menurut Ketua
RT, hal ini sengaja dilakukan agar banyak perwakilan keluarga yang hadir. Pada
saat arisan berlangsung, Ketua RT menyampaikan hal-hal terkait dengan Program
Raskin. Rapat ini biasanya dilaksanakan satu tahun sekali dan dilakukan di awal
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
181
tahun di awal tahun. Selama tidak ada perubahan maka hasil keputusan tersebut
tetap dilaksanakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketua RT 33 yaitu :
“Oh, itu kami lakukan pada saat ada arisan ibu-ibu di tingkat RT. Melalui
arisan tersebut kami menyampaikan hal-hal terkait dengan program Raskin
ini. Kami biasanya mengadakan rapat mengenai Raskin ini hanya di awal
tahun saja. selagi tidak ada perubahan maka hal ini tinggal berjalan di
lapangan…..”. (wawancara tanggal 4 Oktober 2013)
Berdasarkan penjelasan dari Ketua RT. 33 diketahui bahwa pada saat musyawarah
dilaksanakan, seluruh komponen masyarakat yang ada dilibatkan antara lain
misalnya struktur pengurus RT yang terdiri dari sekretaris RT dan bendahara RT,
Ibu-ibu yang terlibat arisan rt, warga yang terdata untuk menerima Raskin
maupun yang tidak terdata juga diajak untuk bermusyawarah. Akhirnya hasil dari
musyawarah tersebut para warga setuju dan sepakat terhadap apa yang telah
diputuskan.
Kondisi yang sama juga terjadi di RT 38 Plaju Ilir, yaitu musyawarah
dengan melibatkan seluruh rumah tangga baik yang termasuk sebagai RTS
maupun non RTS. Hanya saja dalam musyawarah ini perwakilan dari tiap-tiap
rumah tangga dihadiri oleh para ibu-ibu. Ketua RT. 38 berpendapat bahwa
bantuan Raskin merupakan bantuan yang menyangkut kebutuhan dapur dari
masing-masing rumah tangga. Oleh karena itu Ketua RT tersebut cenderung
mengajak para ibu-ibu untuk bermusyawarah terkait dengan pendistribusian
Raskin kepada warganya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketua RT 38
Kelurahan Plaju Ilir sebagai berikut :
“Semua melalui musyawarah dengan warga. Kami melakukan musywarah
dengan mengundang seluruh ibu-ibu yang ada di rt ini untuk hadir di rumah
kami. Setelah warga berkumpul kami menjelaskan kepada mereka berapa
jumlah Raskin yang di terima untuk tahun ini dan kami tanyakan kepada
ibu-ibu bagaimana cara pembagian Raskin dengan jumlah seperti ini,
apakah di bagi rata atau dibagikan sesuai dengan daftar saja…….”.
(Wawancara tanggal 6 Oktober 2013)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
182 Universitas Indonesia
Sementara itu contoh pengambilan kebijakan pendistribusian Raskin
melalui musyawarah formal tetapi bersifat tertutup salah satunya terjadi di
wilayah RT. 25 Kelurahan Talang Putri. Sebagaimana yang di kemukakan oleh
Ketua RT 25 Kelurahan Talang Putri :
“ Kami melakukan rapat dengan mereka yang 26 orang yang ada di dalam
data itu saja. kami tidak melibatkan yang lainnya. Rapat dilaksanakan di
rumah saya selaku ketua RT. Hasilnya mereka sepakat mau membagi jatah
mereka tersebut kepada warga miskin lainnya dengan catatan mereka yang
terdaftar mendapatkan jatah Raskin secara rutin setiap bulan.”
(Wawancara 3 Oktober 2013)
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa Ketua RT hanya melakukan
musyawrah dengan rumah tangga yang termasuk sebagai RTS saja. Namun
keputusan yang dihasilkan dari musyawarah berlaku bagi seluruh warga yang ada
di wilayah RT tersebut.
Sementara itu, sebagaimana yang telah peneliti kemukakan sebelumnya
bahwa proses pengambilan keputusan tanpa melalui musyawarah mufakat adalah
ketetapan yang ditentukan secara sepihak yaitu oleh Ketua RT sebagai aktor
tunggal. Dalam konteks ini, Ketua RT mencoba memainkan perannya secara
maksimal sebagai elit lokal yang berada di wilayahnya. Dari hasil penelusuran di
lokasi penelitian, salah satu Ketua RT yang memilih mengambil keputusan tanpa
musyawarah formal dan bersifat tertutup adalah Ketua RT. 4 Kelurahan Bagus
Kuning. Dalam hal ini pengambilan kebijakan hanya berdasarkan pertimbangan
dan pemikiran dari Ketua RT sendiri saja dan tanpa melibatkan saran atau
pendapat dari warga masyarakatnya.
Adapun yang menjadi pertimbangan Ketua RT memilih cara ini adalah
karena Ketua RT tidak ingin repot dan tidak mau terlalu dipusingkan oleh
banyaknya pertanyaan dari warga masyarakatnya. Selain itu menurutnya jika
dilakukan rapat secara formal maka akan muncul terlalu banyak keinginan warga
masyarakat yang justru akan menimbulkan keributan. Hal itu dapat di lihat dari
sebagaimana yang dikemukan oleh Ketua RT 4 Kelurahan Bagus Kuning yaitu :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
183
“Iya, keputusan yang saya ambil hanya berdasarkan hasil pemikiran saya
sendiri dan tidak melibatkan masyarakat. Kalau saya mengajak masyarakat
untuk bermusyawarah maka akan muncul banyak pertanyaan nantinya dan
akan repot. Oleh karena itu lebih baik saya putuskan sendiri. Hal ini bukan
karena saya ingin menunjukkan “power” saya sebagai Ketua RT….”
(wawancara, 29 September 2013)
Walaupun Ketua RT lebih memilih mengambil keputusan sendiri tetapi
Ketua RT tetap memperhatikan kondisi masyarakatnya dan melakukan konsultasi
dengan pihak kelurahan khususnya kepada Lurah setempat. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ketua RT. 4 Kelurahan Bagus Kuning sebagai berikut : “Saya
meminta petunjuk dahulu dengan pak lurah. Setelah saya berkonsultasi, pak lurah
mengatakan bahwa selagi itu bisa di atasi ya di atasi saja dengan cara baik-baik
dan jangan sampai ada gejolak di masyarakat. Setiap ada permasalahan saya
berkonsultasi ke pihak kelurahan”. (Wawancara, 29 September 2013)
Selain itu Ketua RT juga tetap berusaha bertindak bijaksana dengan
mengambil keputusan yang pro poor yaitu berpihak kepada rumah tangga yang
miskin dan tidak berdaya. Hal ini dapat dilihat dari kebijaksanaan berupa
pembebasan biaya tebus Raskin kepada janda tua dan anak yatim. Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Ketua RT. 4 Kelurahan Bagus Kuning sebagai berikut :
“….Namun di satu sisi ada juga yang saya bebaskan dari membayar Raskin
tersebut, misalnya janda, anak yatim. Tetapi itu dari pribadi saya sendiri karena
saya turut merasakan penderitaan mereka, makanya saya gratiskan kepada mereka
walaupun saya yang harus membayarnya.” (Wawancara tanggal 29 September
2013)
Selanjutnya berdasarkan hasil penelusuran di lapangan, cara lainnya
dalam proses pengambilan kebijakan pendistribusian Raskin di tingkat lokal tanpa
musyawarah formal dan bersifat terbuka yaitu melalui acara-acara keagamaan
ataupun kemasyarakatan misalnya takziyah dan carawisan. Walaupun Ketua RT
tidak melakukan musyawarah secara langsung dan cenderung mengambil
keputusan secara sepihak, namun Ketua RT tersebut tetap melakukan komunikasi
dengan warganya di berbagai kegiatan di wilayahnya. Dalam kegiatan tersebut,
Ketua RT berusaha melakukan dialog kepada warga masyarakat yang hadir. Pada
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
184 Universitas Indonesia
saat dialog berlangsung, Ketua RT tersebut berusaha menyerap aspirasi warganya.
Di dalam acara tersebut, Ketua RT menyingung terkait dengan pelaksanaan
program Raskin dan bagaimana mekanisme pendistribusian Raskin yang
diinginkan oleh warganya. Menanggapi apa yang disampaikan oleh Ketua RT
tersebut, warga pun menyampaikan aspirasinya. Seperti yang dikemukakan oleh
Ketua RT. 20 Kelurahan Plaju Darat :
“Walaupun saya tidak melalui musyawarah tetapi saya sampaikan langsung
kepada warga masyarakat melaui takziyah, atau carawisan. Kami ini pada
prinsipnya apa-apa yang disampaikan oleh pemerintah misalnya Lurah
maupun pihak Kecamatan maka akan kami sampaikan kepada warga
masyarakat dan bagaimana maunya masyarakat di lapangan kami ikut saja.”
(Wawancara tanggal 1 Okrober 2013)
Selanjutnya berdasarkan aspirasi tersebut maka Ketua RT mengambil
keputusan dalam pendistribusian Raskin terkait dengan yaitu rumah tangga yang
mana saja yang akan menerima Raskin dan berapa jumlah beras yang akan
mereka terima. Namun berdasarkan hasil penggalian informasi lebih mendalam
terhadap apa yang disampaikan oleh Ketua RT tersebut, maka peneliti menilai
pada dasarnya proses penyerapan aspirasi tersebut berjalan kurang efektif. Hal
tersebut dikarenakan keterbatasan waktu untuk pembahasan materi dan proses
dialog yang terlalu singkat dan terbatas pada orang yang hadir di dalam acara
kemasyarakatan itu saja.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari para Ketua RT dapat
diketahui bahwa pengambilan keputusan tanpa melalui musyawarah dengan
warga masyarakat lebih di dasari karena faktor teknis saja yaitu agar proses
pengambilan keputusan dapat berjalan dengan cepat dan mudah dan bukan karena
adanya faktor kesombongan dari Ketua RT tersebut. Namun walaupun demikian
peneliti berpendapat proses pengambilan keputusan dengan cara musyawarah
secara terbuka dapat memberikan ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan
aspirasinya. Sehingga diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang lebih baik.
Dalam perkembangnnya, terlepas dari bagaimana cara yang dipilih oleh
para Ketua RT dalam proses penetapan mekanisme distribusi di tingkat lokal ada
fenomena menarik yang peneliti temukan di lokasi penelitian. Fenomena tersebut
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
185
adalah walaupun sebagian besar para Ketua RT telah melakukan musyawarah
dengan warganya, namun tidak sedikit pula di antara para Ketua RT tersebut yang
berusaha merahasiakan atau menyembunyikan data terkait siapa saja yang
sebenarnya berhak mendapatkan Raskin di wilayah RT itu berdasarkan daftar
penerima manfaat yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam artian bahwa
Ketua RT tersebut tidak memberi tahu kepada warganya terkait siapa saja
sebenarnya yang berhak mendapatkan Raskin tersebut. Hal ini dilakukan oleh para
ketua RT dengan alasan untuk memudahkan proses pendistribusinya ke warga.
Kemudian alasan lainnya adalah agar masyarakat tidak ada yang komplain
ataupun menolak jika jatah Raskinnya dibagi kepada yang lainnya yang tidak
terdaftar. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketua RT 21 Kelurahan Plaju Ilir
sebagai berikut :
“Ya dengan cara musyawarah. Warga saya kumpulkan terlebih dahulu, ketika
data sudah keluar dan dari 60 KK yang saya ajukan ternyata hanya ada 29
KK maka saya beritahukan kepada warga bahwa tahun ini kita mendapatkan
Raskin sebanyak 29 KK. Tetapi nama-nama yang penerima Raskin itu tetap
saya rahasiakan karena jika warga yang ada di daftar mengetahuinya maka
ditakutkan nantinya warga tersebut tidak mau berbagi.” (wawancara, 23
September 2013)
Setelah proses penentuan pola atau cara distribusi dilaksanakan baik yang
melalui musyawarah maupun tanpa musyawarah maka lahirlah sebuah aturan baru
yang berlaku di masing-masing wilayah RT. Kondisi ini mengakibatkan
pendistribusian Raskin di tingkat lokal tidak lagi mengacu pada ketentuan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah melainkan mengacu pada aturan baru yang telah
diambil oleh para Ketua RT.
Jika dikaitkan dengan mekanisme yang ada, pada dasarnya pemerintah
telah mengatur mengenai tata cara perubahan sasaran penerima manfaat Raskin
melalui Pedoman Umum (Pedum) Raskin 2013. Berdasarkan Pedum tersebut
diuraikan bahwa para pelaksana program Raskin di tingkat lokal boleh merubah
sasaran penerima Raskin melalui musyawarah di tingkat lokal baik itu melalui
musyawarah kecamatan (muscam) ataupun melalui musyawarah kelurahan
(muskel). Hal yang menjadi penekanan di sini adalah bahwa para pelaksana
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
186 Universitas Indonesia
program Raskin tidak diperbolehkan untuk menambah jumlah sasaran penerima
Raskin sebagaimana yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Namun berdasarkan
fakta yang terjadi di lapangan aturan inilah yang sesungguhnya telah dilanggar
oleh para pelaksana program di tingkat lokal.
Terkait dengan konteks penelitian ini maka berbagai cara yang ditempuh
oleh para Ketua RT dalam mengambil keputusan di tingkat lokal dapat dilakukan
analisa dalam perspektif pendekatan penggunaan kekuasaan. Sebagaimana yang
telah peneliti kemukakan pada bab sebelumnya secara konseptual ada 3
pendekatan di dalam penggunaan kekuasaan yaitu pendekatan pluralisme,
pendekatan elitisme dan pendekatan koorporasi (Dean 2012; Spicker 1995) atau
dengan sebutan yang agak berbeda yaitu model pluralis demokratis, model kontrol
elit dan ketiga model ekonomi politik (Blakemore dan Griggs, 2007).
Dari hasil analisa peneliti terhadap berbagai model atau pendekatan
tersebut, maka peneliti berpendapat para ketua RT yang memilih proses
pengambilan keputusan dengan cara bermusyawarah merupakan bentuk
penggunaan kekuasaan pluralism (the pluralist view) atau model pluralisme
demokratis (the democratic pluralist model). Sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Blakemore dan Griggs (2007) bahwa model demokratis
pluralisme adalah sebuah model yang mengatur bagaimana seharusnya
pemerintah bertindak dan bagaimana kebijakan seharusnya dibuat pada
masyarakat yang demokratis. Terkait dengan konteks penelitian ini, para ketua RT
sebagai perwakilan dari pemerintah mempunyai kekuasaan di dalam menjalankan
tugas dan fungsinya sehari-hari serta mengambil sebuah kebijakan.
Dalam pendekatan ini disebutkan oleh Blakemore dan Griggs (2007)
bahwa terjadi proses penyampaian pendapat (voice) dari warga masyarakat kepada
pemerintah. Terkait dengan konteks penelitian ini maka proses penyampaian
aspirasi dari warga masyarakat kepada Ketua RT selaku pemegang kekuasaan
yang sah di tingkat lokal dapat dinilai sebagai bentuk proses penyampaian
pendapat (voice). Oleh karena itu peneliti mengelompokkan proses musyawarah
secara formal terbuka dan tertutup termasuk ke dalam model demokratis
pluralisme atau pandangan pluralis. Selain itu merujuk pada konsep yang ada di
dalam model demokratis pluralisme yang menyebutkan bahwa tidak membiarkan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
187
pemerintah untuk mengambil kebijakan secara sendiri tanpa melibatkan suara dari
masyarakat (a number of voice). Hal ini telah dilaksanakan oleh Ketua RT di
tingkat lokal dengan memberi kesempatan kepada warganya untuk menyampaikan
aspirasinya.
Menurut analisa peneliti, esensinya adalah bahwa model pluralisme
berusaha menghasilkan ketetapan yang lebih dapat diterima oleh semua pihak
karena warga masyarakat merasa dilibatkan di dalam proses pengambilan
keputusan tersebut. Sehingga nantinya aturan yang dihasilkan dapat dijalankan
dalam rentang waktu yang cukup lama dan dapat memuaskan banyak pihak.
Dalam konteks penelitian ini, proses musyawarah dengan mendengar aspirasi dari
kelompok masyarakat miskin maka dapat mencegah pengambilan keputusan yang
justru nantinya cenderung merugikan mereka.
Terkait dengan proses musyawarah tersebut berdasarkan informasi yang
peneliti peroleh di lapangan diketahui bahwa dalam hal pengambilan keputusan
cenderung ditempuh melaui voting yaitu melalui suara terbayak. Namun di
sebagian RT masih ada ditemukan yang berhasil mencapai kata sepakat tanpa
harus melakukan voting atau pengambilan berdasarkan suara terbanyak. Hal
menarik yang dikemukakan oleh para Ketua RT bahwa dalam menjalankan proses
pengambilan keputusan dengan cara bermusyawarah untuk mencapai kata
mufakat sering mengalami kesulitan dan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Masing-masing kelompok kepentingan yaitu antara RTS dan non RTS berusaha
memperjuangkan kepentingan mereka sendiri. Oleh karena itu untuk
menghasilkan sebuah keputusan maka dipilih dengan cara voting. Selain itu
mereka menilai bahwa proses pengambilan keputusan dengan cara voting lebih
efektif dan setiap peserta rapat lebih dapat menyampaikan suara (voice) mereka
masing-masing. Hal ini berarti semua aspirasi masyarakat bisa tersalurkan dengan
baik.
Sementara itu, terkait dengan pilihan dari para Ketua RT yang memilih
tidak melakukan musyawarah dan tidak berusaha mendengar aspirasi warganya di
dalam proses penetapan aturan di tingkat lokal maka menurut analisa peneliti
kondisi ini menggambarkan penggunaan kekuasaan dengan model kontrol elite
(the elite control model) atau pandangan elite (the elitist view). Sebagaimana yang
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
188 Universitas Indonesia
dikemukakan oleh Blakemore dan Edwin Griggs (2007) dan Dean (2012) bahwa
model kontrol elit ini cenderung hanya berupaya mengakomodasi kepentingan-
kepentingan kelompok elite semata dan pengambilan kebijakan bersifat terbatas
(Spicker, 1995). Sedangkan pendapat dan masukkan dari kelompok non elite
cenderung tidak didengar atau diabaikan saja. Dalam artian bahwa setiap
kebijakan yang diambil di tingkat lokal merupakan representasi dari kepentingan
Ketua RT semata saja. Dalam hal ini kepentingan Ketua RT dapat diasumsikan
sebagai kepentingan elite di tingkat lokal.
Model kontrol elite menutup kesempatan bagi masyarakat untuk
menyampaikan aspirasinya. Oleh karena itu, mereka sebagai warga masyarakat
hanya dipaksa untuk melaksanakan ketentuan yang telah dihasilkan. Walaupun
pada kenyataannya mereka merasa tidak setuju dengan aturan tersebut, akan tetapi
mereka tidak mempunyai kemampuan untuk menolaknya (powerless). Dalam
konteks penelitian ini, penerapan model elit ini membuat masyarakat lokal hanya
menjalankan apa yang telah menjadi ketetapan dari Ketua RT. Sebagai contoh
yang terjadi di tingkat lokal yaitu walaupun ada sebagian kelompok miskin
merasa keberatan terhadap proses distribusi Raskin dengan cara di bagi rata
namun mereka tidak bisa menolaknya karena sudah menjadi kebijaksanaan dari
Ketua RT mereka.
Jika dikaitkan dalam perspektif kajian Ilmu Kesejahteraan Sosial, maka
peneliti mengkaitkan keberadaan kebijakan ini pada fungsinya. Menurut
Blakemore dan Griggs (2007) mengemukakan bahwa suatu hal yang krusial untuk
membedakan dua peran dari sebuah kebijakan yaitu peran yang pertama adalah
mencoba untuk membuat sebuah perbaikan pada kesejahteraan manusia atau
untuk meningkatkan pelayanan. Peran yang kedua yaitu untuk meningkatkan
kekuatan/kekuasaan dari pemimpin politik, tanggung jawab lembaga pemerintah
dari kebijakan tersebut. Terkait dengan konteks penelitian ini, menurut analisa
peneliti bahwa para Ketua RT mencoba mengambil peran untuk meningkatkan
pelayanan khususnya warga masyarakat yang berada di lingkungannya. Hal ini
dapat dilihat dari fenomena dilapangan yang menunjukkan bahwa munculnya pola
pendistribusian Raskin di tingkat lokal telah memberikan ruang atau kesempatan
bagi mereka yang sebelumnya tertutup untuk bisa menikmati bantuan Raskin
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
189
menjadi memiliki kesempatan untuk ikut merasakan bantuan Raskin yang
digulirkan oleh pemerintah. Walaupun pada kenyataannya mereka yang
memperoleh kesempatan tersebut sebagian besar cenderung dari kelompok rumah
tangga yang tidak miskin dan hanya sedikit yang memang tergolong rumah tangga
yang sangat miskin.
Selanjutnya berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan maka peneliti
melihat bahwa para Ketua RT selaku pemilik kekuasaan di tingkat lokal di dalam
pengambilan keputusan lebih banyak menggunakan pendekatan pluraslisme
dibandingkan pendekatan elitisme. Hal ini berarti sebagian besar Ketua RT lebih
memilih melakukan proses musyawarah di dalam mengambil keputusan terkait
dengan pendistribusian Raskin di tingkat lokal. Selanjutnya jika dikaitkan dengan
konsep yang ada dikatakan bahwa keputusan yang dihasilkan melalui pendekatan
pluralisme pada umumnya lebih dapat diterima oleh sebagian besar warga
masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Namun jika konsep tersebut dikaitkan
dengan fenomena yang terjadi di lokasi penelitian maka keputusan yang
dihasilkan baik melalui pendekatan pluralisme maupun elitisme pada umumnya
belum dapat diterima oleh kelompok RTS sebagai penerima Raskin yang
sesungguhnya.
Hal ini dikarenakan berdasarkan pernyataan yang sebagian besar
dikemukakan oleh para RTS bahwa pada dasarnya mereka (kelompok RTS) tetap
saja merasa dirugikan dan tidak menerima dengan keputusan RT mereka. Selain
itu dalam kenyataannya jumlah rumah tangga yang tidak terdaftar sebagai sasaran
(non RTS) lebih banyak dibandingkan jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS).
Oleh karena itu di dalam proses musyawarah yaitu pada saat pengambilan
keputusan maka suara RTS kalah dengan suara non RTS. Akibatnya kepentingan
kelompok non RTS lebih diutamakan dibandingkan dengan kentingan RTS.
6.1.2.2. Hasil ketetapan pendistribusian Raskin di tingkat Lokal
Sebagaimana yang telah peneliti kemukakan sebelumnya bahwa seiring
dengan lahirnya ketetapan baru yang mengatur tentang pendistribusian Raskin di
tingkat lokal maka telah mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan di dalam
pelaksanaan program Raskin. Kebijakan yang dihasilkan memuat ketetapan yang
mengatur tentang mekanisme pembagian Raskin, rumah tangga yang akan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
190 Universitas Indonesia
mendapatkan bantuan Raskin, berapa jumlah beras yang akan diterima dan berapa
harga tebus Raskin. Kebijakan ini bersifat mengikat sehingga isi kebijakan
tersebut dilaksanakan oleh Ketua RT dan di terima oleh warga masyarakatnya.
Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan di lokasi penelitian
diketahui bahwa terdapat dua pilihan yang diajukan oleh Ketua RT kepada
warganya terkait dengan mekanisme pembagian Raskin. Adapun pilihan tersebut
yaitu apakah Raskin tetap dibagikan berdasarkan Daftar Penerima Manfaat (DPM)
saja sebagaimana yang telah ditetapkan oleh pemerintah ataukah Raskin dibagikan
kepada rumah tangga lainnya yang tidak termasuk di dalam daftar. Dari dua
pilihan tersebut menurut keterangan dari para Ketua RT ternyata hampir semua
warga yang ada di wilayah Kecamatan Plaju memilih pendistribusian Raskin
dengan cara di bagi kepada rumah tangga lainnya yang tidak termasuk di dalam
DPM. Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan para Ketua RT, mereka
juga lebih memilih pendistribusian Raskin dengan cara dibagi rata kepada rumah
tangga lainnya yang tidak terdaftar.
Hal yang menarik di sini adalah ternyata dalam prakteknya,
pendistribusian Raskin dengan cara dibagikan kepada rumah tangga lainnya selain
RTS, memiliki berbagai cara yang berbeda pula. Adapun cara yang pertama yaitu
Raskin dibagi sama rata, sama banyak. Artinya di sini setiap rumah tangga
penerima Raskin mendapatkan jatah Raskin dalam jumlah yang sama nilainya.
Cara yang pertama ini boleh dikatakan agak ekstrim. Hal ini dikarenakan Ketua
RT mendistribusikan Raskin dengan jumlah yang sama banyak kepada seluruh
rumah tangga yang ada di wilayah rt tersebut tanpa membedakan apakah rumah
tangga tersebut tergolong sangat miskin, miskin, agak miskin maupun kaya. Hal
ini berarti Ketua RT memberikan perlakukan yang sama antara RTS dan non RTS.
Cara pembagian seperti itu contohnya terjadi di RT. 38 Kelurahan Plaju
Ilir. Di wilayah ini, Ketua RT. 38 membagi Raskin secara merata dan dengan
jumlah yang persi sama kepada seluruh rumah tangga yang ada di wilayahnya
tanpa terkecuali. Dalam artian Ketua RT tidak membedakan apakah rumah tangga
ini miskin atau tidak dan dengan dalih untuk asas pemerataan dan keadilan maka
alokasi Raskin yang diperoleh untuk RT tersebut di bagi habis. Hal ini dapat
dilihat dari apa yang di kemukakan oleh Ketua RT 38 Kelurahan Plaju Ilir :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
191
“Kalau di wilayah kami ini, yang ada di data hanya 17, maka agar tidak
muncul kecemburuan sosial di masyarakat maka Raskin tersebut dibagi rata.
Tidak lagi membedakan apakah dia kaya atau miskin maka dibagi rata
semua dengan mendapatkan tiga seperempat kg. Dari 17 RTS kemudian
dibagi rata menjadi 78 KK”. (wawancara 6 Oktober 2013)
Kemudian cara yang kedua, Raskin dibagi berdasarkan RTS dan Non
RTS yang merujuk pada DPM Raskin. Artinya di sini Raskin dibagikan kepada
rumah tangga lainnya yang tidak terdaftar tetapi dalam jumlah yang tidak sama
banyak. Mereka yang memang terdaftar sebagai RTS di dalam DPM umumnya
mendapatkan alokasi yang lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga yang
tidak terdaftar (non RTS). Menurut Ketua RT, hal ini berdasarkan pertimbangan
karena sebenarnya yang mempunyai hak atas manfaat Raskin tersebut adalah
hanya untuk rumah tangga yang terdaftar saja. Sedangkan rumah tangga yang
tidak terdaftar tidak mempunyai hak atas bantuan Raskin tersebut. Sehingga
menurut kesepakan warga dan Ketua RT adalah hal yang wajar jika rumah tangga
yang terdaftar (RTS) mendapatkan alokasi pembagian yang lebih banyak.
Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan para Ketua RT diketahui
pula bahwa munculnya kerelaan untuk membagi Raskin dengan yang tidak
terdaftar sebagai RTS adalah karena adanya rasa saling tolong menolong dan
kebersamaan di antara sesama warga setempat. Cara pembagian seperti ini
contohnya terjadi di wilayah RT. 16 Kelurahan Plaju Ilir. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ketua RT 16 Plaju Ilir sebagai berikut :
“ya kami membagi Raskin dengan cara di bagi rata pak yaitu beras yang 15
kg itu dibagi tiga sehingga menjadi 5 kg per KK. Sehingga yang awalnya
tadi hanya 17 KK yang menerima Raskin setelah dibagi rata menjadi 47
KK yang menerima Raskin. namun kami bedakan pak, yang ada namanya
di dalam daftar itu diberikan 5 kg, sedangkan yang tidak terdaftar
diberikan 3 kg dan 4 kg.. “ (wawancara 23 September 2013)
Cara pembagian yang sama juga terjadi di wilayah RT. 3 Kelurahan Plaju Ulu.
Hal ini dapat dilihat dari apa yang dikemukakan oleh Ketua RT 3 Kel. Plaju Ulu
yang mengatakan bahwa :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
192 Universitas Indonesia
“Oleh karena itu saya mempunyai inisiatif bahwa bagaimana jika yang 17
karung ini kita bagi dengan saudara-saudara kita yang lain yang juga
miskin. Alhamdulillah mereka semuanya setuju dengan rincian mereka
yang 17 KK tadi mendapatkan Raskin sebanyak 6 kg sedangkan yang
tidak terdaftar tetapi juga miskin mendapatkan 3 kg.” (wawancara 24
September 2013)
Contoh lainnya dapat pula ditemukan di wilayah RT. 29 Kelurahan Plaju Ulu.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketua RT. 29 Kelurahan Plaju Ulu :
“Saya membagi Raskin ini dengan cara di bagi rata. Sehingga yang
mendapat Raskin tidak hanya 29 RTS. Yang memang terdata di dalam
daftar maka mendapatkan jatah sebanyak 10 kg. sedangkan yang tidak
terdata tetapi dia memang warga miskin maka memperoleh Raskin
sebanyak 4 kg. Dari pembagian tersebut maka yang menerima Raskin
bertambah menjadi 14 KK sehingga total ada 43 KK yang menerima
Raskin”. (wawancara, 24 September 2013)
Berdasarkan data di lapangan menunjukkan bahwa mekanisme
pendistribusian Raskin yang mengatur pembagian dengan cara membedakan
antara rumah tangga miskin yang terdata (RTS) dan yang tidak terdata (non RTS)
cukup banyak dipilih oleh para Ketua RT yang ada di wilayah Kecamatan Plaju.
Hal yang menjadi catatan di sini adalah pemberian jatah Raskin yang lebih banyak
kepada mereka yang memang terdata merupakan salah satu strategi yang di ambil
oleh Ketua RT agar kelompok RTS mau membagi jatah Raskin yang seharusnya
mereka dapatkan secara utuh untuk diberikan kepada rumah tangga lainnya (non
RTS) yang juga membutuhkan. Oleh karena itu strategi ini banyak digunakan oleh
para Ketua RT dalam proses pendistribusian Raskin di tingkat lokal.
Selanjutnya yang ketiga, Raskin di bagi berdasarkan periode tertentu atau
berkala yaitu RTS yang memang terdaftar di dalam DPM mendapatkan alokasi
secara rutin setiap bulannya. Sedangkan rumah tangga yang tidak terdaftar (non
RTS) mendapatkan alokasi Raskin secara periodik 2 bulan sekali. Adapun
ketentuannya yaitu jika pada bulan ini non RTS telah mendapatkan Raskin maka
untuk bulan berikutnya, rumah tangga non RTS tersebut tidak akan mendapatkan
jatah Raskin. Setelah itu pada bulan berikutnya lagi mereka (non RTS) baru bisa
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
193
kembali mendapatkan alokasi Raskin dan begitu seterusnya. Cara pembagian
seperti ini salah satunya terjadi di wilayah RT. 25 Kelurahan Talang Putri.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketua RT. 25 yaitu sebegai berikut :
“…Mengenai dengan sistem pembagiannya di wilayah rt saya ini adalah
dengan cara di bagi rata yang merupakan hasil kesepakatan dengan warga.
Ketentuannya yaitu mereka yang memang terdata mendapatkan bantuan
secara rutin 5 kg per bulan. Sedangkan yang tidak terdata itu mendapatkan
bantuan 5 kg per dua bulan sekali. Jadi secara keseluruhan jumlah penerima
Raskin di rt 25 ini berjumlah 102 KK. Sedangkan berdasarkan data
seharusnya hanya berjumlah 26 KK saja….” (wawancara, 3 Oktober 2013)
Sedangkan cara yang keempat, ditemukan juga pola pembagian dengan
melihat berdasarkan tingkat kemiskinan rumah tangga tersebut. Rumah tangga
yang sangat miskin mendapatkan Raskin yang lebih banyak daripada rumah
tangga yang miskin dan hampir miskin. Penentuan tingkatan kemiskinan ini
didasarkan pada pengamatan dan penilaian dari Ketua RT saja. Hal ini
dikarenakan Ketua RT merasa lebih tahu mengenai kondisi warga masyarakatnya.
Masing-masing kelompok tersebut mendapatkan alokasi Raskin yang berbeda-
beda. Sistem pembagian seperti itu contohnya dapat di lihat di wilayah RT. 15
Kelurahan Bagus Kuning. Sebagai mana yang dikemukakan oleh Ketua RT 15
Kelurahan Bagus Kuning sebagai berikut : “…Kalau di kami itu menjadi 89 KK
yang mendapatkan Raskin. Namun dalam pembagiannya tidak semuanya sama
misalnya 10 kg, tetapi ada yang 10 kg, ada yang 8 kg, ada yang 5 kg menurut
tingkat kemiskinannya.” (wawancara, 9 Oktober 2013)
Dengan adanya perbedaan cara pendistribusian tersebut tentu saja
menyebabkan terjadinya perbedaan pula dalam menentukan siapa saja yang akan
mendapatkan Raskin dan berapa jumlah Raskin yang akan mereka terima.
Semakin banyak rumah tangga yang akan di bagi untuk mendapatkan Raskin
maka semakin kecil pula jumlah Raskin yang akan mereka terima. Berdasarkan
uraian diatas maka peneliti mencoba menggambarkan isi kebijakan dalam bentuk
diagram sebagai berikut :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
194 Universitas Indonesia
Gambar. 6.3
Hasil Ketetapan Pendistribusian Raskin di Tingkat Lokal Sumber: Hasil olahan penelitian
Berdasarkan uraian fakta di atas, dapat diketahui bahwa adanya
kebijaksanaan ini telah mengakibatkan adanya penambahan jumlah penerima
Raskin yang sangat drastis yang terjadi di hampir seluruh RT di wilayah
Kecamatan Plaju terutama wilayah RT yang menerapkan pendistribusian Raskin
dengan cara dibagi sama rata dan sama banyak kepada seluruh rumah tangga yang
ada di wialayah RT tersebut. Cara pendistribusian seperti ini menurut peneliti
sungguh ironis dan sangat menyedihkan terutama bagi kelompok RTS yang
sesungguhnya dalam kondisi sangat miskin dan sangat membutuhkan bantuan
Raskin.
Selanjutnya dari berbagai uraian di atas, ringkasnya dapat disimpulkan
bahwa telah terjadi perubahan cara pendistribusian Raskin di tingkat lokal
terhadap apa yang telah ditetapkan sebelumnya di tingkat nasional. Perubahan
tersebut dapat di tinjau baik dari segi proses pengambilan keputusan maupun dari
isi keputusan yang dihasilkan. Kondisi ini merupakan fakta yang terjadi dalam
pelaksanaan program Raskin di tingkat masyarakat lokal. Walaupun berdasarkan
ketentuan dan pedoman pelaksanaan Raskin tindakan ini bertentangan, namun
karena hal itu telah menjadi pilihan di kalangan masyarakat lokal maka
pembagian dengan cara di bagi rata tetap dilaksanakan.
Terkait dengan munculnya fenomena perubahan aturan (rule) tersebut
yang terjadi pada masyarakat lokal, maka peneliti berpendapat kondisi tersebut
sangat relevan dengan apa yang dikemukakan oleh Lipsky (1980) terkait
keberadaan birokrasi di tingkat bawah (street level bureaucracy). Selain itu dapat
Hasil
Ketetapan
1. Cara mendistribusikan
Raskin dan penentuan
penerima Raskin
2. Jumlah Raskin yang
diterima RTS
3. Harga tebus Raskin
1. Di bagi sama rata sama banyak
2. Di bagi berdasarkan keanggotaan
(RTS
vs Non RTS)
1. Di bagi sama rata sama banyak
3. Dibagi berdasarkan periode tertentu
4. Dibagi berdasarkan tingkat ekonomi
Bervariasi sesuai kesepakatan/ kebijakan
Bervariasi sesuai kesepakatan/ kebijakan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
195
dikaitkan pula dengan kajian proses kebijakan (policy process) yang dikemukakan
oleh Jamrozik (2001). Sebagaimana yang dikemukan oleh Jamrozik bahwa di
dalam proses kebijakan terdapat 3 tingkatan (level) yang saling terkait yaitu :
pertama, bidang politik (political sphere) dalam bentuk kegiatan formulasi
kebijakan, kedua, bidang administratif (administration sphere) dalam bentuk
kegiatan interpretasi kebijakan dan ketiga bidang operasional (operational sphere)
dalam bentuk kegiatan aplikasi kebijakan.
Dalam kaitannya dengan konteks penelitian ini, maka peneliti melihat
dinamika kebijakan yang terjadi di tingkat lokal pada dasarnya terjadi pada
tingkatan atau level yang ketiga yaitu pada tahapan aplikasi kebijakan. Pada level
ini aktor yang terlibat berhubungan langsung dengan masyarakat yang dilayani
(public served). Dalam hal ini yang menjadi aktornya adalah aparatur pemerintah
kelurahan dan Ketua RT setempat. Terkait dengan pelaksanaan kebijakan program
Raskin ini dan mengadopsi dari skema yang telah dikemukan oleh Jamrozik
(2001) maka dapat peneliti gambarkan sebagai berikut (lihat gbr 6.4).
Sebagaimana yang telah singgung di sebelumnya bahwa keberadaan
aparatur pelaksana yang berada di tingkat bawah (street level bureaucrats)
cenderung menggunakan kekuasaan dengan menyesuaikan kondisi yang dihadapi
yaitu masyarakat sebagai objek yang di layani. Dalam melaksanakan tugas dan
pekerjaannya sehari-hari di dalam memberikan pelayana kepada masyarakat
terutama dalam hal pemberian layanan sosial, mereka kadang menghadapi dilema
dan benturan berbagai kepentingan.
Kondisi ini mempunyai relevansi terhadap apa dikemukakan oleh Lipsky
(1980) bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sehari-hari, para pegawai
yang berada di tingkat bawah yang memberikan pelayanan dan bertatap muka
secara langsung dengan masyarakat akan dihadapkan pada dua pilihan yaitu dari
si penerima layanan (service recipients) menginginkan adanya peningkatan
efektivitas dan responsibilitas. Sedangkan dari sisi warga negara (citizen group),
mereka di tuntut untuk peningkatan efektivitas dan efisiensi terhadap layanan
pemerintah. Oleh karena itu terkait dengan konteks penelitian ini maka peneliti
berpendapat bahwa tindakan yang diambil oleh aparatur pelaksana di lapangan
dengan cara mengambil kebijaksaan di tingkat lokal (discretion) ini merupakan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
196 Universitas Indonesia
bagian dari respon terhadap tuntutan warga masyarakat (klien) dalam rangka
pemberian layanan sosial.
Gambar. 6.4
Kebijakan Pendistribusian Raskin dalam operasi :
Ruang aktivitas dan aktor yang terlibat Keterangan : Tim Koordinasi Raskin Pusat terdiri dari berbagai lembaga pemerintah diantaranya
Kemenko Kesra, Komenko Perekonomian, Kemendagri, Kementrian Pertanian,
Kemensos, Kemenkeu, Bappenas, BPS, BPKP dan Bulog.
Sumber : diadopsi dari Jamrozik 2001
Sementara itu Pemerintahan Kelurahan itu ditinjau sebagai organisasi
publik memang erat kaitannya sebagai sebuah birokrasi yang selalu dihadapkan
pada dua pilihan antara aturan (rule) dan kebijaksanaan (discretion). Hal ini
sejalan dengan apa yang dikemukan Hill (2013) bahwa rule diartikan sebagai
tugas dan kewajiban para pekerja (offcials), sedangkan discretion diartikan
sebagai upaya membolehkan mereka dalam kebebasan memilih tindakan. Terkait
dengan konteks penelitian ini maka menurut peneliti salah satu penyebab
munculnya aturan baru yang diberlakukan oleh para apartur di tingkat lokal ini
dalam proses distribusi Raskin karena dalam rangka menjalankan discretion. Hal
ini dilakukan dalam menyikapi berbagai tuntutan yang disampaikan oleh
Sphere of activity Means / Instrument Actors involved
Level 1
Political sphere
(Formulasi Kebijakan
Pendistribusian Raskin)
Undang-undang
dan Peraturan
Pemerintah, Pedum
Raskin,
APBN
Tim Koordinasi
Raskin Pusat,
DPR RI
Level 2
Administrative sphere
(Interpretasi Kebijakan
Pendistribusian Raskin)
Surat Keputusan
Gubernur dan
Walikota
Pemerintah
Provinsi,
Pemerintah
Kota, Bulog,
PPLKB
Level 3
Operational sphere
(Aplikasi Kebijakan
Pendistribusian Raskin )
Keputusan Lurah
dan Keputusan
RT
Pemerintah
Kelurahan,
Ketua RT,
LPMK
Direction of
Policy flow
Public served
(Rumah Tangga Miskin)
Beras
Bersubsidi
Masyarakat
Luas
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
197
masyarakat khususnya rumah tangga yang tidak terdaftar sebagai penerima
Raskin.
Dalam istilah lainnya Chambers (2000) menyebutnya sebagai eligibility
by administrative discretion yaitu salah satu jenis diskresi yang melayani sumber
eligibiltas (orang-orang yang berhak) untuk mendapatkan manfaat kesejahteraan
sosial. Walaupun ketentuan secara jelas telah mengatur mengenai pendistrubusian
Raskin hanya kepada yang berhak namun karena adanya kebijaksanaan yang
dimiliki maka para aparatur pelaksana yang ada di tingkat lokal berusaha
mengambil cara yang baru sesuai dengan kondisi yang terjadi di tingkat lokal.
Dalam konteks penelitian ini peneliti berpendapat bahwa kadang discretion yang
diambil oleh para pelaksana ini kadang justru merugikan kelompok rumah tangga
yang sangat miskin.
Hal ini dapat disebabkan karena aparatur pelaksanan di lapangan kurang
memahami kondisi masyarakat mereka sehingga salah di dalam pengambilan
kebijaksanaan. Sebagai contoh misalnya wilayah RT yang menerapkan proses
pendistribusian Raskin dengan cara dibagi sama rata sama banyak kepada seluruh
warga yang ada di RT tersebut. Ketua RT yang menetapkan aturan seperti justru
menimbulkan kerugian bagi kelompok rumah tangga yang sangat miskin. Oleh
karena itu menurut peneliti, antara rules dan disrection itu perlu ada
keseimbangan di dalam penerapannya dan benar-benar disesuaikan dengan
kondisi sosial masyarakat setempat. Selain itu jika dikaitkan dengan model
kekuasaan maka pendekatan elitisme cenderung memanfaatkan discretion untuk
mengambil tindakan secara otoriter dan bersifat subjektif.
Sementara itu terkait dengan adanya fenomena diskresi yang dilakukan
oleh para pelaksana program di tingkat bawah (front line) di dalam proses
pendistribusian Raskin ini, maka menurut peneliti fenomena tersebut sangat
relevan dengan konsep yang dikemukakan oleh Huges dan Wearing (2007) dalam
menjalankan suatu peran. Sesuai dengan konsep yang dikemukakannya maka
sudah selayaknya para pelaksana program tersebut mengambil langkah dengan
menciptakan prosedur baru terkait dengan pendistribusian Raskin di tingkat lokal.
Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan keseimbangan antara masalah teknis dan
ketidakpastian di dalam menjalankan peran mereka sehari-hari.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
198 Universitas Indonesia
Pada kenyataannya aturan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh
pemerintah tidak dapat di implementasikan oleh mereka. Oleh karena itu sesuai
dengan konsep yang ada maka mereka harus mempunyai keahlian dalam aspek
teknis dari praktek organisasi dan mereka juga harus mampu untuk merefleksikan
dan bertindak berdasarkan komitmen profesional dan sosial yang lebih luas di
masyarakat. Dalam situasi seperti itulah menurut Huges dan Wearing, para
pelaksana program di lapangan perlu bertindak dengan otonomi dan diskresi yang
dimilikinya. Dalam konteks penelitian ini, peneliti melihat langkah yang diambil
oleh para pelaksana program di tingkat bawah tersebut adalah sebagai wujud dari
tindakan otonomi dan diskresi tersebut.
Selain itu kondisi yang menggambarkan adanya perubahan antara desain
kebijakan (policy design) yang telah dibuat oleh pemerintah di tingkat nasional
dengan hasil yang dicapai (policy outcomes) di masyarakat lokal, menurut peneliti
sangat relevan pula dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Hasenfeld (2010)
yang berkaitan dengan respon organisasi terhadap kebijakan sosial. Apa yang
telah terjadi di dalam pelaksanaan program Raskin merupakan cerminan dari
sikap dari para pembuat kebijakan di tingkat nasional cenderung untuk menjadi
penyangga (buffer) bagi diri mereka sendiri terhadap konflik tujuan kebijakan dan
asusmsi moral yaitu dengan cara mendelegasikan pelaksanaan program kepada
pemerintah daerah dan lokal melalui semangat desentralisasi.
Selain itu, senada dengan yang dikemukaan Hasenfeld bahwa para
pembuat kebijakan juga cenderung menghindar dari hasil praktek yang
sesungguhnya terjadi secara aktual di tingkat lokal selama program yang
dijalankan menguatkan asumsi kebijakan yang luas. Oleh karena itu tidak heran
jika peneliti melihat fenomena di dalam pendistribusian Raskin berupa perubahan
target sasaran terus terjadi dan belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Sedangkan yang terjadi di tingkat lokal sejalan dengan apa yang dikemukakan
Hasanfeld (2010) bahwa organisasi layanan lokal dalam mengimplementasikan
desain kebijakan menjadi sebuah arena di mana konflik dan ambiguitas asumsi
moral dimainkan di dalam pertemuan sehari-hari antara pekerja dan klien.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
199
Terkait dengan dinamika yang terjadi di dalam pendistribusian raskin di
tingkat lokal ini, peneliti melihat bahwa sejauh ini pemerintah pusat belum
memberikan sanksi secara tegas terkait adanya perubahan mekanisme
pendistribusian raskin yang digunakan oleh para pelaksana program di tingkat
lokal (para Ketua RT). Oleh karena itu proses pendistribusian raskin sebagaimana
yang terjadi di Kecamatan Plaju terus terjadi secara berulang dari tahun ke tahun.
Padahal di sisi lain, pemerintah telah membentuk tim monitoring pelaksanaan
raskin yang berada di tiap tingkatan pemerintahan. Dimulai dari tim monitoing
Raskin tingkat pusat, provinsi, Kabutapen/Kota hingga ke tingkat Pemerintah
Kecamatan. Namun pada kenyataannya hasil monitoring dan berbagai temuan
yang telah di dapat di lapangan belum memghasilkan perbaikan di dalam proses
pendistribusian Raskin di tingkat lokal.
6.1.3 Faktor Pendorong Lahirnya Kebijaksanaan Distribusi Tingkat Lokal
Berbicara mengenai dinamika pendistribusian Raskin di tingkat lokal,
maka peneliti kaitkan pula pembahasan mengenai faktor pendorong yang melatar
belakangi munculnya ketetapan/aturan baru yang mengatur distribusi Raskin di
tingkat lokal tersebut. Dari berbagai informasi yang peneliti dapatkan dari
aparatur pelaksana dan masyarakat lokal di lapangan maka dapat peneliti petakan
bahwa munculnya fenomena lahirnya ketetapan baru di tingkat lokal dipengaruhi
oleh faktor-faktor yaitu pertama, faktor keakuratan data penerima Raskin dan
ketidakjelasan di dalam kriteria penerima Raskin, kedua adanya keterbatasan
alokasi Raskin di tingkat lokal, dan ketiga adanya alasan untuk menghilangkan
kecemburuan sosial.
6.1.3.1. Keakuratan Data dan Kriteria Penerima Raskin
Terkait dengan data penerima Raskin, sebagian besar aparatur pelaksana
dan warga masyarakat umumnya berpendapat bahwa data penerima Raskin yang
dikeluarkan oleh pemerintah belum sepenuhnya akurat. Hal ini didasari dengan
fakta yang terjadi yaitu adanya rumah tangga yang layak mendapatkan Raskin
tetapi tidak mendapatkan bantuan. Bahkan ditemukan pula di beberapa wilayah,
ada rumah tangga yang sangat miskin masih belum tersentuh berbagai bantuan
sosial dari pemerintah. Sebaliknya ditemukan pula rumah tangga yang sebenarnya
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
200 Universitas Indonesia
tidak layak mendapatkan bantuan namun justru masih terdata di dalam daftar
penerima manfaat Raskin. Terkait dengan pendapat yang menilai bahwa data
belum akurat, salah satunya disampaikan oleh Lurah Bagus Kuning sebagai
berikut :
“Pada prinsipnya data masih ada kekurangan di sana sini karena pertumbuhan
perekonomian masyarakat itu sulit untuk diperkirakan sehingga ada yang
kondisi ekonominya sangat memprihatinkan tetapi belum ter-cover, tetapi
ada juga yang kondisi ekonominya sudah cukup baik tetapi masih ada di
dalam daftar”. (wawancara, tanggal 27 september 2013)
Kondisi ini menyebabkan munculnya protes dari rumah tangga yang
tidak terdaftar dan mendesak kepada para Ketua RT untuk membagi rata saja
bantuan Raskin tersebut. Selanjutnya dengan adanya desakan dan tuntutan dari
warganya membuat para Ketua RT berinisiatif untuk mengambil kebijaksanaan
tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan di lapangan,
peneliti menemukan adanya beberapa rumah tangga yang sangat miskin yang
belum tersentuh berbagai bantuan sosial dari pemerintah. Diantaranya rumah
tangga yang ada di Kelurahan Talang Putri dan Kelurahan Plaju Ulu sebagai mana
yang ada di dalam gambar 6.5 berikut ini.
Sumber : dokumentasi lapangan
Gambar. 6.5
Rumah Tangga Miskin yang tidak terdata dalam Program Raskin Sumber : dokumentasi penelitian
Namun di satu sisi, berdasarkan hasil penelusuran peneliti ternyata ada
juga dari kalangan aparatur yang justru menilai bahwa data tersebut telah cukup
akurat. Salah satunya dikemukakan oleh Kabag Perekonomian Kota Palembang :
Warga Kelurahan Talang Putri Warga Kelurahan Plaju Ulu
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
201
“Insya allah saya rasa data sudah valid. Hanya saja ada kemungkinan
terjadi perubahan misalnya mungkin di tahun 2012 yang dahulunya miskin
tapi sekarang di tahun 2013 sudah tidak miskin lagi karena usahanya yang
sudah maju, sudah mendapat pekerjaan, ekonominya sudah mapan, maka
akan kita evaluasi lagi untuk tahun 2014 nanti.” (wawancara tanggal 25
September 2013)
Sementara itu ada pula yang mengatakan bahwa data tersebut telah cukup akurat
namun jumlah alokasinya di rasa masih sangat kurang. Dalam arti masih banyak
rumah tangga miskin yang belum terdaftar. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Lurah Plaju Ulu sebagai berikut : “Iya, sudah sesuai, namun jumlah penerimanya
yang kalau bisa ditambah. Kondisi yang ada bahwa data penerima Raskin itu
masih kurang. Masih banyak yang berhak menerima Raskin tetapi belum terdata”.
(wawancara, tanggal 26 September 2013)
Oleh karena itu sebenarnya terkait dengan data penerima Raskin ini
masih menimbulkan banyak persepsi di berbagai kalangan baik aparatur pelaksana
maupun masyarakat. Sementara itu berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti
lakukan dan dari hasil penelusuran terhadap sebagian besar data RTS, peneliti
berpendapat bahwa pada dasarnya secara umum data penerima Raskin sudah
cukup akurat. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan akurat adalah bahwa
data RTS tersebut memang merupakan rumah tangga miskin dan sangat miskin.
Walaupun ada kesalahan data namun jumlahnya sangat sedikit dan masih
ditemukan di beberapa kelurahan yang datanya belum di diperbaharui (up date)
sesuai dengan kondisi yang sedang berlangsung saat ini.
Selanjutnya, faktor yang berkaitan dengan data yaitu para aparatur di
lapangan dan masyarakat lokal berpendapat bahwa mereka tidak tahu dan tidak
pernah mendapatkan kejelasan secara terperinci apa sesungguhnya yang menjadi
kriteria rumah tangga penerima Raskin tersebut. Berdasarkan informasi yang
peneliti peroleh di lapangan diketahui bahwa mereka hanya mengetahui secara
normatif saja bahwa rumah tangga yang berhak mendapatkan Raskin adalah
rumah tangga miskin. Namun mereka tidak mengetahui bagaimana kriteria rumah
tangga miskin yang dimaksud oleh pemerintah. Terkait dengan hal tersebut, salah
satunya dikemukakan oleh Kasubbag Pertanian dan Lingkungan Hidup di Bagian
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
202 Universitas Indonesia
Perekonomian Setda Kota Palembang yang telah cukup lama membidangi
masalah pelaksanaan program Raskin di Kota Palembang :
“Sebenarnya kriteria itu jika ditanyakan ke kita, kita juga tidak tahu, karena
yang memilah data tersebut adalah TNP2K. Kalau kita tanya ke pihak BPS
mereka juga tidak tahu. Jadi kita itu benar-benar murni menerima data dari
TNP2K. Kita tidak ikut campur masalah hal tersebut. Seperti apa mereka
menentukannya apa syarat-syaratnya kita tidak tahu. Hanya saja ada
pengelompokkan yaitu sangat miskin, miskin, rentan miskin. Tapi kita
tidak tahu apa syarat dari masing-masing kelompok tersebut.” (wawancara
tanggal 25 September 2013)
Sejalan dengan pernyataan tersebut, hasil dari wawancara kepada
sebagian besar informan diperoleh informasi bahwa mereka tidak mengetahui
secara pasti ataupun secara mendetail terkait dengan kriteria apa saja yang
digunakan oleh pemerintah sehingga muncul daftar rumah tangga sasaran
penerima manfaat Raskin tersebut. Menurut aparatur pelaksana dan masyarakat di
tingkat lokal bahwa dalam hal sosialisasi juga tidak pernah mendapatkan
informasi mengenai kriteria penerima Raskin secara terperinci sebagai acuan.
Sebaimana yang dikemukakan oleh Ketua RT. 16 Plaju Ilir sebagai berikut :
“Tidak pernah pak, hanya data saja pak dari BPS. Saya tidak pernah mendapat
penjelasan secara rinci pak, terkait dengan kriteria penerima Raskin ini”.
(wawancara tanggal 23 September 2013)
Hal senada juga dikemukakan dari kalangan masyarakat yang terdaftar
sebagai rumah tangga sasaran misalnya dari Ibu Hn di Kelurahan Plaju Ilir
sebagai berikut : “Tidak pernah pak, mendapatkan sosialisasi atau penjelasan.
Tapi yang saya tahu Raskin untuk orang yang tidak mampulah, misalnya janda,
nenek-nenek seperti saya ini. Tetapi kenyataannya banyak yang berduit
mendapatkan Raskin tersebut.” (wawancara tanggal 23 September 2013)
Oleh karena itu sebagaimana yang telah peneliti singgung sebelumnya
bahwa ketidakjelasan terkait dengan kriteria itu secara rinci membuat para ketua
RT memiliki penilaian masing-masing dalam menentukan atau menilai apakah
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
203
warganya tergolong miskin atau tidak. Misalnya pandangan Ketua RT. 14
Kelurahan Talang Bubuk terhadap kriteria orang miskin sebagai berikut:
“Dari kemampuan makannya, menyekolahkan anak, berobat ya paling
mampu membeli obat warung. Dari segi rumah misalnya kontrak, dari
pekerjaannya misalnya buruh bangunan, kenek bangunan. Dari segi
pendapatan yang berpenghasilan Rp. 40.000 per hari jadi kalau dalam
sebulan sekitar Rp. 1,2 juta mereka ini layak menurut saya mendapat
bantuan Raskin.” (wawancara, 1 Oktober 2013)
Pandangan lainnya dikemukakan oleh Ketua RT 25 Kelurahan Talang
Putri dalam menentukan bahwa rumah tangga tersebut tergolong miskin yaitu
sebagai berikut : “Kriterianya misalnya mempunyai pekerjaan yang tidak tetap,
mempunyai tanggungan anak sekolah baik itu SD, SMP atau SMA, mempunyai
penghasilan yang berada di bawah standar. Kalau secara pastinya saya juga tidak
tahu pak, bagaimana penentuannya tetapi secara umum saya pikir ya seperti itu”.
(wawancara, 3 Oktober 2013)
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui tidak ada kriteria secara pasti
yang dijadikan pedoman. Oleh karena itu ketidakjelasan mengenai kriteria
penerima Raskin di tingkat lokal telah mengakibatkan rumah tangga yang miskin
maupun tidak miskin sama-sama merasa berhak mendapatkan bantuan Raskin
tersebut. Kondisi rumah tangga yang memang layak mendapat Raskin
berdasarkan
daftar penerima manfaat dari pemerintah dapat dilihat pada gambar 6.6 sebagai
berikut :
Gambar. 6.6
Kondisi RTS PM Raskin berdasarkan ketetapan pemerintah Sumber : dokumentasi penelitian
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
204 Universitas Indonesia
Sementara itu, berdasarkan hasil penjelasan yang peneliti dapatkan dari
pihak TNP2K selaku lembaga yang menangani masalah pelaksanaan program
Raskin, disebutkan bahwa penetapan nama dan alamat RTS-PM Program Raskin
2013 sebenarnya mengacu pada Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan
Sosial yang dikelola oleh Sekretariat (TNP2K). Data nama dan alamat RTS-PM
program Raskin 2013 masih mengacu pada hasil Pendataan Program
Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 yang dilakukan oleh pihak BPS. Kemudian data
tersebut diolah dan semua rumah tangga yang masuk di dalam basis data terpadu
akan diperingkat berdasarkan status kesejahteraannya dengan menggunakan
indeks kesejahteraan yang objektif dan spesifik untuk masing-masing
kabupaten/kota.
Sedangkan terkait dengan proses penetapan rumah tangga sasaran
sebenarnya pemerintah telah mempunyai mekanisme sendiri. Berdasarkan hasil
pemaparan yang dikemukakan oleh pihak TNP2K kepada peneliti, diperoleh
informasi bahwa dalam rangka penetapan pagu Raskin nasional maka pemerintah
memilih rumah tangga sasaran yang berhak menerima bantuan Raskin dan
bantuan sosial lainnya yaitu berdasarkan status kesejahteraannya yang mengacu
pada beberapa hal yaitu pertama melalui modeling indeks kemiskinan dengan
Proxy Means Testing (PMT). Di dalam uraiannya disebutkan bahwa Model PMT
dibuat secara spesifik untuk setiap kabupaten/kota. Hal ini dapat dipahami bahwa
setiap kabupaten/kota memiliki karakteristik yang berbeda-beda ysng secara
signifikan menentukan indeks. Selanjutnya menggunakan informasi yang ada di
dalam PPLS untuk dibuat suatu indeks yang dapat menunjukkan peringkat RT
(indeks = f (karakteristik rumah tangga). Karakteristik rumah tangga ini sendiri
meliputi kondisi rumah, kepemilikan aset, jumlah anggota rumah tangga, jumlah
balita dan lansia, tingkat pendidikan kepala dan anggota rumah tangga, status dan
jenis pekerjaan kepala dan anggota rumah tangga. Kemudian rumah tangga
diperingkat menurut indeks yang tersebut.
Namun dari kenyataan di lapangan, tidak dapat dipungkiri bahwa terkait
dengan hasil pendataan PPLS 2011 yang dilakukan oleh pihak BPS, dapat
diketahui bahwa masih ada ditemukan berbagai kekurangan terkait dengan
keakuratan data tersebut yaitu adanya exclusion eror dan inclusion eror. Hal ini
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
205
tentu mengakibatkan masih ditemukannya fakta dilapangan adanya sejumlah
rumah tangga yang sangat miskin justru tidak termasuk di dalam daftar penerima
manfaat Raskin dan adanya sejumlah rumah tangga yang sebenarnya tidak layak
mendapatkan bantuan Raskin namun justru terdaftar sebagai rumah tangga
penerima manfaat Raskin. Kondisi ini tentu menjadi temuan penting dan dapat
ditindaklanuti oleh pihak pemerintah terutama oleh pihak BPS dan TNP2K dalam
rangka membangun sebuah Basis Data Terpadu yang dapat diandalkan.
Sementara itu dalam rangka mengakomodasi perubahan data penerima
manfaat Raskin maupun ketidakpuasan masyarakat di tingkat lokal terhadap
penetapan RTS yang telah ditetapkan, maka pemerintah pusat telah mengatur
sebuah mekanisme dalam melakukan perubahan RTS-PM sebagaimana yang
tercantum di dalam Pedum Raskin 2013. Hal tersebut dimungkinkan untuk
dilakukan validasi dan pemuktahiran daftar RTS-PM melalui musyawarah desa
(mudes), musyawarah kelurahan (muskel) dan atau musyawarah kecamatan
(muscam). Itu artinya peluang untuk melakukan perubahan terhadap rumah tangga
yang akan menerima Raskin masih terbuka dan dapat dilakukan di tingkat lokal.
Dengan adanya pelaksanaan Mudes/Muskel maupun Muscam ini maka memberi
kesempatan kepada para aparatur pelaksana dan masyarakat dalam menetapkan
kebijakan.
Namun yang menjadi penekanan di sini adalah walaupun pemerintah
memberikan kesempatan untuk mengambil kebijakan di tingkat lokal, mekanisme
pergantian terhadap RTS tetap mengacu ketentuan yang berlaku antara lain
diprioritaskan kepada rumah yang memang di nilai layak, memiliki anggota
keluarga yang banyak, kepala rumah tangganya perempuan, kondisi fisik rumah
yang tidak layak huni, berpenghasilan rendah dan tidak tetap. Selain itu alokasi
yang diberikan kepada rumah tangga pengganti tersebut tetap sebanyak 15 kg per
RTS. Pemerintah tidak membolehkan para aparatur pelaksana yang ada di tingkat
lokal untuk menambah jumlah penerima bantuan. Sedangkan kebijaksanaan
pendistribusian Raskin di tingkat lokal justru membagi Raskin tidak lagi membagi
Raskin sebesar 15 kg per RTS dan melakukan penambahan jumlah penerima
bantuan bahkan jauh lebih banyak dari yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
206 Universitas Indonesia
6.1.3.2 Keterbatasan alokasi Raskin dari pemerintah
Sebagai mana yang telah peneliti singgung sebelumnya bahwa
berdasarkan pendapat para pelaksana program Raskin terdapat perbedaan yang
cukup signifikan antara jumlah rumah tangga miskin yang seahrusnya
mendapatkan Raskin dengan alokasi bantuan yang disediakan oleh pemerintah
sesuai dengan pagu yang telah ditetapkan. Kondisi telah menjadi faktor pendorong
lainnya yang menyebabkan munculnya kebijaksanaan pendistribusian Raskin di
tingkat lokal. Dengan kata lain terjadi ketimpangan antara supply dan demand
yang cukup besar. Rumah tangga yang ingin mendapatkan Raskin lebih banyak
daripada ketersediaan bantuan yang diberikan sehingga kondisi ini menjadi dilema
bagi para aparatur pelaksana yang berada di tingkat bawah. Perbedaan ini
disebabkan karena adanya keterbatasan anggaran dari pemerintah untuk
memberikan alokasi yang lebih besar.
Selain itu hal yang perlu dicermati adalah terkait dengan aspek supply
dan demand ini bahwa secara periodik, pemerintah telah menurunkan pagu Raskin
secara nasional. Sebagaimana yang diketahui bahwa penuruan pagu berdampak
pada pengurangan jumlah RTS yang akan menerima Raskin. Hal ini dilakukan
dengan asumsi bahwa telah terjadi penurunan angka kemiskinan nasional yang
berarti jumlah rumah tangga miskin pun mengalami penurunan. Sehingga muncul
fenomena yang ditemukan di lapangan bahwa rumah tangga yang sebelumnya
mendapat Raskin tetapi kemudian di tahun berikutnya tidak mendapat lagi
bantuan karena adanya pengurangan pagu Raskin dari pemerintah.
Oleh karena itu peneliti menilai hadirnya kebijaksanaan ini dimaksudkan
untuk mengakomodasi berbagai tuntutan dan keinginan warga untuk mendapatkan
bantuan Raskin. Namun terkait dengan keinginan untuk mendapatkan Raskin
perlu disikapi dengan cermat. Hal ini dikarenakan berdasarkan pengamatan yang
peneliti lakukan di lapangan diketahui bahwa keinginan tersebut dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok kepentingan. Kelompok yang pertama,
mereka ingin mendapatkan Raskin disebabkan karena mereka pada dasarnya
merupakan rumah tangga yang miskin bahkan sangat miskin namun tidak
termasuk di dalam daftar penerima manfaat. Sedangkan kelompok yang kedua
yaitu mereka yang pada prinsipnya termasuk rumah tangga yang berkecukupan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
207
(relatif tidak miskin) namun masih ingin mendapatkan Raskin dengan berbagai
alasan. Kondisi ketimpangan terkait jumlah rumah tangga penerima Raskin dan
alokasi yang tersedia diantaranya dapat dilihat dari hasil wawancara yang peneliti
lakukan dengan Ketua RT 21 Kelurahan Plaju Ilir sebagai berikut : “Berdasarkan
ada 29 KK pak, tetapi yang berhak menerima Raskin itu menurut penilaian saya
ada 60 KK. Jadi yang kami ajukan kepada pemerintah ada 60 KK.” ( wawancara,
tanggal 28 September 2013)
Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa sebenarnya menurut
Ketua RT yang berhak menerima Raskin di wilayahnya berjumlah 60 KK atau
rumah tangga. Sehingga kondisi ini telah membuat Ketua RT menghadapi sebuah
dilema dan ia bersikap dengan mengambil kebijaksanaan agar dapat memenuhi
kebutuhan seluruh warganya tersebut. Sedangkan dari sudut pandang salah satu
RTS PM yaitu Ibu. Sm di kelurahan Plaju Ilir berpendapat sebagai berikut :
“Karena beras yang diterima terbatas pak. Sedangkan warga miskin di sini sangat
banyak. Sehingga masing-masing keluarga mendapat Raskin sedikit-sedikit”.
(wawancara, tanggal 21 September 2013). Kondisi seperti inilah yang menjadi
alasan dari warga masyarakat mengapa kebijaksanaan diperlukan. Alokasi Raskin
yang disediakan oleh pemerintah belum sesuai dengan kondisi riil yang ada di
lapangan. Di sisi lain pemerintah pusat justru mengklaim bahwa angka
kemiskinan nasional telah menurun yang berarti jumlah rumah tangga miskin di
daerah juga tentu saja berkurang.
Namun pada kenyataannya menurut pandangan masyarakat lokal jumlah
rumah tangga miskin tidak pernah berkurang malah justru bertambah banyak.
Pertambahan jumlah rumah tangga miskin ini menurut keterangan dari Ketua RT
dapat disebabkan karena adanya pernikahan dari anggota keluarga rumah tangga
miskin. adanya perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
semakin banyak keluarga miskin yang datang dan menetap di suatu wilayah rt
maka secara tidak langsung kondisi tersebut akan menjadi beban bagi ketua RT
setempat. Hal ini dikarenakan biasanya mereka menuntut untuk mendapatkan
bantuan sosial dari pemerintah, termasuk Raskin.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
208 Universitas Indonesia
6.1.3.3 Alasan untuk menghilangkan kecemburuan dan gejolak sosial
Berdasarkan penelusuran yang peneliti lakukan di lapangan diperoleh
informasi bahwa alasan lainnya sehingga kebijaksanaan ini muncul di masyarakat
adalah untuk menghilangkan kecemburuan sosial antara rumah tangga RTS dan
rumah tangga non RTS. Para aparatur dan masyarakat berpendapat bahwa jika
Raskin hanya dibagikan kepada mereka yang terdaftar saja (RTS) maka dapat
memicu timbulnya kecemburuan sosial di masyarakat bahkan bisa mengarah
timbulnya konflik di masyarakat. Hasil pengamatan peneliti di lapangan
ditemukan bahwa ada di sejumlah wilayah memperlihatkan hampir seluruh warga
masyarakatnya tergolong rumah tangga miskin.
Selain itu kenyataanya jumlah penerima Raskin hanya sedikit di wilayah
tersebut sehingga rumah tangga lainnya yang juga miskin merasa cemburu dan
komplain kepada para aparatur di lapangan terutama kepada Ketua RT setempat.
Sedangkan di sisi lain, Ketua RT dan aparatur tidak mempunyai kemampuan
untuk menambah alokasi Raskin sesuai dengan keinginan warga. Hal ini akan
menimbulkan rawan konflik dimasyarakat lokal. Kondisi yang sama sebenarnya
juga terjadi di dalam setiap proses penyeleksian para penerima bantuan sosial. hal
ini salah satunya dapat dilihat dari hasil penelitian yang mengemukakan bahwa
sistem seleksi dalam pelaksanaan program Oportunidades juga telah menimbulkan
konflik di masyarakat pedesaaan (Honda dan Davis, 2006 dalam Lloyd, 2008)
Selanjutnya terkait dengan proses distribusi di tingkat lokal para
pelaksana sepertinya tidak mau mengambil resiko dengan hanya mendistribusikan
Raskin berdasarkan data dari pemerintah. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Kabid Pelayanan Publik Perum Bulog Divre Sumsel sebagai berikut :
“Pertanyaannya, beranikah camat atau lurahnya atau RT mengatakan seperti itu?
Hey, di wilayah kita yang berhak mendapatkan Raskin hanya si a, si b, si c, berani
tidak lurah mengatakan seperti itu? Biasanya kalau untuk urusan perut, nyawa pun
jadi tarohannya” (wawancara, 24 September 2013).
Oleh karena itu para ketua RT mengambil cara alternatif dengan cara
mengambil kebijaksanan mambagi Raskin secara merata kepada rumah tangga
miskin lainnya. Jika tidak berhasil diredam dan ditanggulangi maka dapat
menimbulkan gejolak di masyarakat. sebagaimana yang di kemukakan oleh Lurah
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
209
Talang Putri sebagai berikut: “Itu adalah untuk mengatasi gejolak di tingkat rt,
misalnya di rt tersebut ada 50 KK miskin. Sedangkan jatah yang diterima dari
pemerintah hanya ada 15 KK maka ketua rt mengambil kebijakan dengan cara di
bagi rata mungkin ada yang mendapat 3 kg, 4 kg atau 5 kg.” (wawancara, 7
Oktober 2013).
Hal senada dikemukan oleh Lurah Plaju Darat sebagai berikut : “Ya, kita
serahkan kepada Ketua RT bagaimana di lapangan. Hal tersebut dilakukan karena
Raskin ini sangat terbatas, setiap tahun pagu yang diterima selalu menurun. Oleh
karena itu agar tidak ribut dan terjadi gejolak makanya di bagi rata. Menurut saya
itu alasannya”. (wawancara, 1 oktober 2013). Berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan, cara distribusi dengan cara di bagi rata tersebut tampaknya cukup
berhasil dalam meredam gejolak dan konflik sosial di masyarakat lokal. Hal ini
menyebabkan cara tersebut dipakai oleh para Ketua RT dalam proses
mendistribusikan Raskin.
6.1.4 Hambatan dan kendala di dalam pendistribusian Raskin di tingkat lokal
Hasil temuan di lapangan memperlihatkan bahwa khusus di wilayah
Kelurahan Plaju Darat, sistem pendistribusian Raskin dilaksanakan dalam periode
3 bulan sekali sehingga rumah tangga penerima Raskin membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk bisa mendapatkan bantuan Raskin. Sedangkan untuk wilayah
kelurahan lainnya pendistirbusian Raskin dilaksanakan setiap bulannya.
Perbedaan periode pendistribusian di Kelurahan Plaju Darat ini dikarenakan
alokasi pagu Raskin yang diterima sangat sedikit sehingga sulit jika harus di bagi
kepada rumah tangga penerima Raskin dengan cara di bagi rata.
Sementara berdasarkan hasil wawancara di lapangan, peneliti
memperoleh informasi bahwa secara umum para aparatur pelaksana di tingkat
lokal (pemerintah kelurahan dan para Ketua RT) tidak menemuhi hambatan dan
kendala apa pun di dalam pelaksanaan pendistribusian Raskin di tingkat lokal.
Hanya saja mereka para ketua RT kadang mengalami kesulitan di dalam
menghimpun dana masyarakat untuk membayar uang Raskin kepada pihak
kelurahan. Sebagai mana salah satunya dikemukakan oleh Ketua RT 5 Kelurahan
Talang Bubuk sebagai berikut :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
210 Universitas Indonesia
“Sepertinya tidak ada kendala. Untuk dana tidak ada masalah karena kami
talangi dahulu. Namun kadang kami juga mengalami kesulitan dalam
menghimpun dana masyarakat karena di saat di tagih masyarakat belum
memiliki uang. Tapi kami kadang membolehkan mereka mengambil Raskin
terlebih dahulu dan bayarnya setelah mereka ada uang”. (wawancara,
tanggal 30 September 2013)
Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dengan pihak penerima Raskin
sendiri, pada umumnya mereka juga tidak mempunyai hambatan dan kendala
dalam mendapatkan bantuan Raskin. mereka menilai harga tebus Raskin masih
terjangkau. Namun ditemukan pula beberapa dari kelompok RTS yang memiliki
status ekonomi yang sangat miskin, justru kadang mengalami hambatan dan
kendala dalam menebus atau mebayar uang Raskin kepada Ketua RT nya.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibu Ky di Kelurahan Plaju Ulu sebagai
berikut : “Bukan lagi pernah pak, tetapi sering kami kesulitan. Suami saya khan
kerja bangunan, kadang kerja dan kadang tidak. Kadang tidak usah untuk membeli
beras akan tetapi kami tidak ada uang sama sekali” (wawancara 3 Oktober 2013).
Hal senada juga dikemukakan oleh Ibu Hn di kelurahan Plaju Ilir sebagai
beikut:
“ …Tapi kadang jujur saja pak, untuk bulan ini saya tidak mengmbil jatah
Raskin saya karena saya tidak punya uang untuk membayarnya. Lagian
berasnya juga jelek pak. Banyak antah, kutu, padi. Walaupun saya miskin
saya juga tidak mau pak makan beras seperti itu. Tapi utamanya memang
saya tidak mempunyai uang pak. Jujur saja pak. Uang sebesar Rp. 8.000,-
saja saya tidak punya pak. Selain itu anak saya yang di Bogor belum
mengirimi saya uang”. (wawancara 23 September 2013)
Kondisi di atas menunjukkan bahwa bagi kelompok rumah tangga yang sangat
miskin seperti yang di alami Ibu Ky dan Ibu Hn walaupun uang tebus Raskin
nilainya tidak terlalu besar namun bagi mereka hal itu kadang sulit untuk mereka
penuhi sebagai syarat untuk bisa mendapatkan bantuan Raskin dari pemerintah.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
211
6.1.5 Moral Hazard dalam Pendistribusian Raskin di tingkat lokal
Sebagaimana yang telah peneliti uraikan sebelumnya bahwa berdasarkan
hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan pendistribusian Raskin
di tingkat lokal telah mengakibatkan perubahan arah kebijakan yang telah
ditetapkan sebelumnya di tingkat nasional. Hal yang menonjol dapat dilihat yaitu
adanya penambahan jumlah rumah tangga penerima Raskin dari pagu yang telah
ditetapkan oleh pemerintah dalam jumlah yang sangat banyak. Misalnya untuk
wilayah RT. 38 Kelurahan Plaju Ilir yang mana berdasarkan kebijakan pemerintah
di tingkat nasional seharusnya yang berhak menerima bantuan Raskin yaitu hanya
sebanyak 17 KK. Namun dengan adanya aturan baru di dalam pendistribusian
Raskin di tingkat lokal yang mengatur ulang tentang siapa saja yang berhak
mendapatkan bantuan Raskin maka diperoleh ketetapan yaitu sebanyak 78 KK.
Begitu juga yang terjadi di RT. 25 Kelurahan Talang Putri, yang mana
berdasarkan kebijakan pemerintah di tingkat nasional yang berhak menerima
Raskin hanya sebanyak 26 KK. Namun dengan adanya pemberlakuan ketentuan
pendistribusian Raskin di tingkat lokal maka jumlah rumah tangga penerima
Raskin bertambah sangat banyak menjadi 102 KK. Fenomena ini jelas
memperlihatkan telah terjadi peyimpangan perilaku yang begitu parah di dalam
proses pendistribusian Raskin di tingkat lokal.
Jika peneliti kaji lebih jauh ternyata hal ini disebabkan karena begitu
besarnya tuntutan yang diajukan oleh masyarakat setempat kepada para Ketua RT
di lapangan sebagai orang yang mempunyai kuasa (power) dalam menentukan
proses distribusi. Hampir seluruh rumah tangga yang tidak terdaftar sebagai
penerima bantuan Raskin, menuntut agar dapat ikut mendapatkan bantuan Raskin.
Sedangkan di sisi lain, para Ketua RT selaku pelaksana program di tingkat bawah
tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut karena jumlah bantuan yang sangat
terbatas dan bersifat selektif. Oleh karena itu, sebagai solusinya para Ketua RT
mengambil kebijaksanaan terkait dengan pendistribusian Raskin yang dapat
mengakomodasi berbagai tuntutan dari warganya tersebut. Namun pada
kenyataannya, dengan adanya cara pendistribusian tersebut, peneliti melihat justru
menimbulkan perilaku yang tidak benar (moral hazard) di kalangan warga
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
212 Universitas Indonesia
masyarakat bahkan dapat melanggengkan perilaku tersebut menjadi sebuah sistem
yang terpolakan di masyarakat setempat.
Hal ini dapat terlihat dari adanya sebagian dari rumah tangga di wilayah
RT yang sebenarnya berada dalam kondisi sosial ekonomi yang cukup mampu
namun masih tetap merasa miskin dan ingin mendapatkan bantuan. Berdasarkan
hasil wawancara dengan para Ketua RT sebagian besar para Ketua RT yang
menjadi informan mengatakan bahwa kesadaran warga masyarakatnya masih
sangat rendah. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya warga yng menurut
penilaian dari Ketua RT sudah termasuk rumah tangga yang berkecukupan namun
masih tetap menuntut untuk mendapatkan bantuan. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ketua RT 38 Kelurahan Plaju Ilir berikut ini :
“Kalau di masyarakat saya ini, saya melihat bahwa dengan adanya berbagai
bantuan dari pemerintah maka mereka tidak berpikir untuk lebih maju,
tetapi mereka justru berpikir mengapa saya tidak mendapatkan bantuan
tersebut...., Selama kami jadi RT ini, belum pernah ada warga kami jika
mendapatkan bantuan maka mereka akan menolak”. (wawancara tanggal
28 september 2013)
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua RT. 20 Kelurahan Plaju Darat yang
mengemukakan sebagai berikut: “kalau Raskin belum pak... Justru yang belum
dapet itu masih meminta dan bertanya kapan mereka mendapat Raskin juga.
Menurut pandangan saya ada beberapa warga yang sebetulnya tidak layak
menerima Raskin tetapi mereka masih meminta jatah, makanya masih saya beri..”
(wawancara tanggal 1 Oktober 2013)
Namun dari hasil wawancara dengan Ketua RT ada juga yang
mengemukakan bahwa warga di RT nya yang yang telah memiliki kesadaran yang
cukup baik walaupun dalam jumlah yang relatif sedikit. Hal ini ditandai dengan
adanya rumah tangga yang menolak ketika diberi bantuan walaupun hasil dari
musyawarah RT, keluarga tersebut ikut mendapatkan bantuan Raskin.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketua RT 15 Kelurahan Bagus Kuning
sebagai berikut : “Sebagian kecil sudah ada yang menyadari bahwa kalau memang
bukan haknya maka tidak masalah jika mereka tidak mendapatkannya. Di rt 15 ini
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
213
juga ada orang-orang tertentu yang tidak mau menerima Raskin walaupun dalam
hasil rapat mereka juga mendapat Raskin”. (wawancara tanggal 9 Oktober 2013)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dikatakan bahwa sebagian
besar masyarakat masih banyak yang belum menyadari bahwa sesungguhnya
bantuan tersebut merupakan hak bagi rumah tangga miskin bahkan yang paling
miskin. Di sinilah peneliti melihat bahwa pendistribusian Raskin ini erat
kaitannya dengan maslaah moral dari warga masyarakat. Hal ini dapat dipahami
bahwa jika warga masyarakat setempat mempunyai moral yang baik, maka tentu
mereka tidak akan menuntut jika tidak terdaftar sebagai penerima manfaat Raskin.
Begitu juga sebaliknya mereka akan menolak jika diberi bantuan Raskin karena
adanya pembagian Raskin secara merata yang dilakukan oleh ketua RT setempat.
Artinya telah muncul kesadaran di warga masyarakat dalam menyikapi
keberadaan bantuan yang diberikan oleh pemerintah.
Dalam menyikapi persoalan tersebut maka diperlukan adanya perubahan
sosial yang terkait dengan sikap dan perilaku di kalangan warga masyarakat
khususnya rumah tangga yang tidak terdaftar sebagai penerima manfaat bantuan.
Peneliti melihat bahwa fenomena diatas sangat relevan dengan uraian yang
dikemukakan oleh Iatridis (1995) terkait “The societal context of ideology” bahwa
“ideology has become a necessary conceptual reference in a social change and
reform...”(p.56). Sebagai mana yang dikemukakannya tersebut, maka untuk
melakukan perubahan terhadap perilaku masyarakat maka menurut Iatridis, maka
perlu dilakukan melalui pendekatan ideologi. Hal ini dikarenakan menurutnya
ideologi dapat mempengaruhi perilaku individu dan lembaga (institutions).
Terkait dengan konteks penelitian ini, maka konsep ideologi yang dapat
ditanamkan kepada masyarakat lokal yaitu nilai-nilai Pancasila yang berkaitan
dengan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Perlu dilakukan
kembali penguatan nilai-nilai Pancasila terutama nilai-nilai keadilan agar benar-
benar dapat dihayati dan dilaksanakan oleh masyarakat. Selain itu terkait dengan
pedekatan ideologi ini menurut peneliti dapat pula dilakukan melalui peningkatan
pemahaman nilai-nilai agama sehingga dapat memberikan kesadaran kepada
masyarakat untuk dapat berlaku jujur dan tidak mengambil hak orang lain.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
214 Universitas Indonesia
Selain itu terkait adanya perilaku yang tidak baik di dalam proses
pendistribusian Raskin yang ditandai dengan adanya pendistribusian kepada yang
tidak berhak menerima bantuan ataupun munculnya perilaku yang selalu menuntut
untuk mendapatkan bantuan Raskin walaupun mereka terkategori tidak miskin,
maka menurut peneliti perubahan perilaku tersebut dapat dilakukan melalui
pendekatan moral behavior. Hal ini dikarenakan pendekatan ini memfokuskan
pada apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh individu yang
ditentukan berdasarkan norma (Robbins, Chatterjee dan Canda, 2006). Lebih
lanjut mengacu pada konsep yang ditawarkan maka proses perbaikan perilaku
dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi (aspect of socialization) terkait dengan
aturan dan norma yang berlaku. Hal ini penting agar nantinya muncul kesadaran
di masyarakat terkait siapa yang sesungguhnya berhak mendapatkan bantuan
Raskin dan siapa yang sesungguhnya tidak berhak.
Kemudian dalam rangka memperbaiki perilaku masyarakat tersebut maka
menurut peneliti, 3 aspek moralitas yang dikemukakan oleh Robbins, Chatterjee
dan Canda (2006) ini dapat di dorong untuk diterapkan melalui proses sosialisasi
kepada masyarakat yaitu bagaimana manusia beralasan atau berpikir (how people
reason or think); bagaimana mereka bertingkah laku (how they actually behave);
bagaimana mereka menyikapi terkait isu moral (how they feel about moral issues).
Selama ini, fenomena yang terjadi di masyarakat yaitu masyarakat masih banyak
yang belum sadar terkait dengan aturan dan norma tersebut sehingga menganggap
perbuatan mereka tersebut adalah benar dan dapat diterima di masyarakat. Pada
dasarnya sosialisasi dalam rangka proses penyadaran kepada masyarakat ini dapat
dilakukan oleh para ketua RT di lapangan. Selain itu proses ini mungkin
membutuhkan waktu yang lama namun mutlak diperlukan dalam rangka
perbaikan moral dan perilaku di masyarakat.
Dalam rangka mendukung terciptanya ketepatan sasaran dan mengurangi
dampak munculnya perilaku yang tidak baik (moral hazard) di kalangan
masyarakat lokal, maka menurut peneliti perlu dipertimbangkan untuk dilakukan
sosialisasi diantaranya dapat mencontoh ide yang disampaikan oleh Universitas
Andalas dalam SMERU (2008), yaitu dengan merancang dan menawarkan kepada
pemda untuk menempelkan stiker yang bertuliskan kalimat ”Ya Allah
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
215
sejahterakanlah saudara kami yang miskin ini, lindungi dan rahmatilah mereka.
Seandainya mereka berpura-pura miskin, kami sadar azabMu amat pedih”. Stiker
tersebut akan ditempel di rumah tangga miskin yang mendapatkan Raskin.
Hal senada juga dikemukakan oleh Kadivre Perum Bulog Sumsel dalam
wawancara dengan peneliti sebagai berikut ;
“Sosialisasi itu ada berbagai bentuk pak. Ada beberapa contoh misalnya di
Sumatera Barat ada sosialisasi dalam bentuk stiker: “ya allah saya ini
memang orang miskin dan layak mendapatkan Raskin” jika saya tidak
miskin dan mendapatkan Raskin maka saya akan menjadi benar-benar
miskin sebenarnya”. Sehingga muncul kesadaran di masyarakat. yang tidak
miskin tidak mau ditempel”. (wawancara, 20 September 2013)
Selanjutnya terkait dengan perilaku para pembuat keputusan baik yang
dilakukan oleh Ketua RT sendiri (non musyawarah) ataupun melibatkan RTS dan
non RTS (musyawarah) terkait dengan pendistribusian Raskin dengan cara di bagi
rata kepada rumah tangga yang tidak terdaftar (non RTS) maka berdasarkan kajian
sosiologi yang berkaitan dengan perilaku menyimpang (deviant behavior) di
masyarakat, hal ini dapat dikelompokkan ke dalam salah satu bentuk perilaku
menyimpang (patologik). Hal ini berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh
Merton dalam Lawang (2005) dapat termasuk ke dalam anomi dalam bentuk
Inovasi. Adapun alasan peneliti memasukkan perilaku tersebut sebagai inovasi
karena di dalam pelaksanaan pendistribusian Raskin tersebut, para apartur
pelaksana telah menggunakan alat baru yaitu berupa kebijakan lokal dalam rangka
pencapaian tujuan.
Hal ini dapat ditegaskan bahwa penggunaan alat atau cara yang baru
sedangkan tujuannya masih tetap sama maka termasuk bentuk anomi dengan
kategori inovasi. Selanjutnya inovasi yang dilakukan tersebut dapat pula
dikategorikan sebagai inovasi yang tidak baik atau licik karena cara yang
digunakan yaitu tidak benar. Hal ini dapat dilihat dari adanya kebijaksanaan lokal
yang justru memberikan kesempatan kepada rumah tangga yang tidak miskin
untuk dapat ikut serta dalam menikmati bantuan Raskin.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
216 Universitas Indonesia
Sementara itu jika jika permasalahan pendistribusian Raskin ini dikaitkan
dengan 4 pandangan Woolcock dan Narayan (2000) dalam kapital sosial maka
menurut peneliti, masalah pendistribusian Raskin dapat diatasi dengan mengacu
pada pandangan yang ke empat yaitu pandangan sinergi (the synergy view).
Berdasarkan pandangan tersebut, maka terkait dengan konteks penelitian ini
diperlukan adanya sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Hal ini didasari
adanya konsep yang saling melengkapi dan embeddedness. Selanjutnya jika
peneliti kaitan dengan diagram yang dikemukakan oleh Narayan (1999) maka
terkait dengan kondisi masyarakat saat ini berada pada bidang yang ke 2 yaitu
pemerintah dalam fungsi yang baik dan masyarakat dalam posisi low bridging
sehingga menimbulkan latent konflik. Oleh karena itu diperlukan sinergi antara
pemerintah dan masyarakat agar dapat berpindah ke bidang yang pertama yaitu
(social and economic well being).
Gambar. 6.7
Hubungan antara Bridging Kapital Sosial dan Pemerintah Sumber : Narayan (1999) dalam Woolcock dan Narayan (2000, p. 48)
Selanjutnya jika masalah moral dikaitkan dengan teori Granovetter
(2005), maka adanya fenomena moral hazard yang ditandai dengan perilaku
sebagian besar masyarakat yang tergolong tidak miskin namun tetap ikut
menikmati bantuan Raskin dari pemerintah maka menurut peneliti fenomena ini
dapat dikategorikan sebagai free rider. Kategori free rider ini sesungguhnya
banyak dijumpai di dalam berbagai kegiatan pemerintah dan harus bisa
ditanggulangi. Mengacu pada konsep Granovetter maka masalah free rider yang
terjadi di dalam pendistribusian Raskin dapat di atasi melalui jaringan yang padat.
Well function state
Low Bridging
Social capital Insular Social Groups
High Bridging
Social capital Civic Engagement
Dysfunctional state
complementarity
Substitution
1. Social and
Economic well
being
3. Conflict
4. Coping
2. Exclution
(latent conflict)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
217
Hal ini dapat dipahami bahwa kelompok rumah tangga miskin perlu membentuk
jaringan yang banyak di lingkungan tempat tinggalnya dalam rangka mengawasi
proses distribusi dan bukan justru memperbesar kelompoknya. Hal ini
dikarenakan menurut Granovetter, semakin besar kelompok maka kemampuan
untuk merealisasikan dan menegakkan norma-norma termasuk melawan free
riding menjadi menurun.
6.1.6 Dimensi-dimensi pendistribusian Raskin di tingkat lokal
Jika dikaji secara lebih mendalam terhadap proses pendistribusian Raskin
di tingkat lokal maka ketetapan yang hasilnya di tingkat lokal dapat dilihat dari
dua sisi yang berbeda yaitu sisi positif dan sisi negatif. Pertama, dari sisi positif,
keberadaan kebijaksanaan lokal ini sebenarnya dapat menjadi bahan koreksi
kepada pihak pemerintah di dalam kebijakan yang telah diterapkan selama ini
kepada masyarakat. Selain itu hal ini dapat menjadi masukkan yang positif
sekaligus bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam pembuatan kebijakan sosial
untuk masa yang akan datang khususnya pelaksanaan program Raskin.
Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pendistribusian bantuan Raskin
yang telah dijalankan selama ini telah menimbulkan gejolak sosial di masyarakat
lokal. Fokus perhatian juga terletak pada aturan dan prosedur yang ditetapkan
tidak dapat di implementasikan oleh para pelaksanan program di tingkat bawah.
Melihat fenomena yang telah berlangsung selama ini, pemerintah tampaknya
belum mampu memberikan respon yang dapat mereduksi berbagai gejojak sosial
yang terjadi di masyarakat terutama yang berkaitan dengan pendistribusian
bantuan Raskin.
Selain itu manfaat lainnya adalah kebijaksanaan di tingkat lokal dapat
lebih menjangkau rumah tangga miskin yang sebelumnya tidak terdaftar sebagai
penerima manfaat dan tidak mendapatkan bantuan menjadi memperoleh
kesempatan untuk ikut merasakan bantuan Raskin dari pemerintah. Kemudian,
kebijaksanaan lokal telah berhasil menjalankan perannya untuk meredam gejolak
sosial di masyarakat. Kondisi yang terjadi di masyarakat yaitu secara umum
berjalan kondusif dan tidak terjadi keributan di masyarakat dalam proses
pendistribusian bantuan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
218 Universitas Indonesia
Namun dari sisi negatifnya dapat dilihat bahwa keberadaan aturan
pendistribusian Raskin di tingkat lokal sesungguhnya menimbulkan dilema
tersendiri karena keberadaannya justru menyebabkan kerugian bagi sebagian RTS
yang merasa haknya dirampas dan membuat bantuan tersebut menjadi kurang
bermakna di mata masyarakat terutama bagi kelompok masyarakat yang paling
miskin. Selain itu keberadaan kebijakan lokal ini dapat dianggap sebagai
penyebab utama gagalnya program Raskin dalam mencapai tujuan program secara
optimal.
Terlepas dari dinamika yang terjadi dalam proses distribusi Raskin di
tingkat lokal, selain mempunyai tujuan yang secara normatif telah ditetapkan oleh
pemerintah yaitu untuk membantu pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga
miskin, namun sesungguhnya proses pendistribusian itu sendiri sesungguhnya
dapat dilihat sudut pandang yang lain. Mengacu pada konsep yang dikemukakan
oleh Granovetter (2005) yaitu adanya prinsip “the interpenetrasi of economic and
economic action” yaitu adanya percampuran antara kegiatan ekonomi dan non
ekononomi yang selanjutnya disebutnya sebagai embeddedness sosial. Jika
konsep tersebut dikaitkan dengan pelaksanaan program Raskin maka
sesungguhnya program Raskin tidak hanya di pandang sebagai tindakan ekonomi
untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga sekaligus dihahapkan dapat
memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Selanjutnya program Raskin dapat dinilai
mempunyai fungsi sosial yaitu upaya dalam mengatasi masalah kemiskinan.
Namun menurut peneliti dapat pula dikaitkan adanya jaringan budaya, politik
maupun agama (Granovetter dan Swedberg, 2001 dalam Granovetter, 2005).
Berangkan dari konsep tersebut maka pelaksanaan program Raskin yang
ditandai dengan adanya pendistribusian beras bersubsidi bagi rumah tangga
miskin menunjukkan adanya embededdness yaitu bahwa negara itu hadir di
tengah masyarakat dan mempunyai perhatian yang besar terhadap warga
negaranya yang sedang mengalami kesulitan khususnya terkait dengan
pemenuhan kebutuhan di bidang pangan. Walaupun dalam kenyataannya program
tersebut tidak memberikan dampak yang terlalu signifikan bagi rumah tangga
sasaran. Namun hal ini dapat dianggap sebagai sebuah politik simbolik dari
pemerintah. Kemudian keberadaan program Raskin dapat pula dipandang
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
219
mempunyai fungsi budaya yaitu munculnya sifat alturisme yaitu menunjukkan
adanya kedermawan dari pemerintah kepada masyarakatnya yang hidup dalam
kondisi miskin dan serba kekurangan. Hal ini dapat dianggap sebagai
embededness dalam jaringan agama.
Selain itu program Raskin dapat pula berfungsi sebagai sarana politik
untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan baik dalam ruang lingkup
nasional, regional maupun lokal yaitu melalui adanya dukungan suara dari
masyarakat terutama masyarakat yang telah mendapatkan bantuan dari
pemerintah. Fakta menjukkan bahwa program sosial memang kerap dimanfaatkan
oleh para pemilik kekuasaan untuk melanggengkan kekuasaannya para proses
pemilihan umum yaitu pemilihan presiden ataupun kepala daerah. Hasil kajian
yang dikemukakan Lloyd (2008) mengemukakan bahwa berdasarkan laporan dari
Anti-Corruption Resources Centre di tahun 2007 menunjukkan bahwa program
sosial Oportunidades yaitu bantuan uang bagi Ibu hamil dan menyusui telah
dimanfaatkan untuk mempengaruhi para pemilih dalam menentukan pilihannya
dalam pemilihan presiden di tahun 2000. Hasil kajian yang dilakukan oleh UGM
(2014) dalam laporannya mengemukakan hal yang sama bahwa bantuan sosial
menjelang pemilu cenderung mempengaruhi perilaku pemilih. Selain itu dalam
laporannya mengutip hasil survei yang dilakukan LSI pada 2009 pada responden
yang kebetulan menerima BLT menegaskan mereka cenderung memilih partai
atau capres yang memberikan dana bantuan yang sudah mereka dapatkan.
Selanjutnya dimensi lainnya dari pendistribusian Raskin dapat peneliti
analisis berdasarkan konsep distribusi Gilbert dan Terrell (2005) yaitu terkait
dengan 4 dimensi pilihan. Berdasarkan dimensi yang pertama yaitu the basis of
social allocation maka di dalam pendistribusiannya, bantuan Raskin diberikan
kepada rumah tangga yang tergolong miskin ataupun sangat miskin dan
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Adapun kelayakan
(eligitabilitas) dari Program Raskin ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan status
kesejahteraan rumah tangga dengan menggunakan metode indeks kesejahteraan
yang objektif dan spesifik untuk setiap kabupaten dan kota (TNP2K, 2012).
Kemudian terkait dengan dimensi pilihan yang kedua yaitu the types of
social provision maka program Raskin dapat dikelompokkan sebagai bantuan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
220 Universitas Indonesia
sosial yang mendistribusian bantuan sosial dalam bentuk in kind transfer yaitu
manfaat barang (beras) untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga
miskin sebagai penerima manfaat. Dalam hal ini pemerintah memberikan subsidi
kepada barang yaitu beras sebagai pangan pokok utama penduduk Indonesia
sehingga rumah tangga miskin yang menjadi sasaran penerima manfaat dapat
membeli beras tersebut dengan harga yang relatif murah dari harga yang ada di
pasaran.
Sedangkan terkait dengan dimensi pilihan yang ketiga yaitu strategies for
delivery maka menurut peneliti pendistribusian Raskin di tingkat lokal ditujukan
sebagai bantuan untuk keluarga bukan individu (orang per orang). Selain itu
desain sistem penyampaian bantuan dilakukan dengan sistem adminitrasi yang
terpusat (be administrative centrealized) dan menggunakan tenaga dari para
adiminitrasi publik dan bukan menggunakan private contractors (Gibert dan
Terrell, 2005). Hal ini berarti sistem distribusi pada program Raskin
menggunakan sistem admnistrasi dan pertanggungjawaban secara terpusat yang
dilakukan oleh para aparatur pemerintah di dalam proses pendistribusiannya.
Selanjutnya terkait dengan dimensi pilihan yang ke empat yaitu ‘the way
of finance’ maka biaya pendistribusian Raskin menggunakan dana yang
bersumber dari Angggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang telah
direncanakan dan ditetapkan oleh pemerintah disetiap tahunnya. Hal ini dari segi
pendanaan pendistribusian Raskin menggunakan dana publik. Namun dalam
perkembangannya di beberapa daerah ada juga yang menggunakan dana APBD di
dalam membantu kelancaran proses distribusi Raskin. Hal ini mengingat bahwa
biaya distribusi yang disediakan oleh pemerintah pusat hanya sampai ke titik
distribusi yaitu kantor lurah setempat. Sedangkan biaya distribusi dari kantor
lurah ke penerima manfaat pada umumnya ditanggung oleh si penerima layanan
termasuk salah satunya yang terjadi di Kota Palembang.
Pembahasan selanjutnya, keberadaan program Raskin penulis kaji dari
sudut pandang dimensi pilihan sebagai sebuah bidang yang terdiri dari value,
theory dan alternatif. Sebagaimana gambar berikut :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
221
Gambar. 6.8
Program Raskin dalam Dimensi Pilihan Sumber : Gilbert dan Terrell, 2005, p. 68
Berdasarkan gambar di atas maka peneliti berpendapat bahwa asumsi
yang muncul dari pelaksanaan program Raskin adalah bahwa ketersedian beras
sebagai kebutuhan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia perlu
mendapat perhatian dan jaminan dari pemerintah. Jaminan ini utamanya ditujukan
bagi kelompok rumah tangga miskin yang memiliki kemampuan yang terbatas
dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Jika dikaitkan dengan teori
yang ada maka kemiskinan dapat dimaknai dengan ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) meliputi sandang, pangan dan
perumahan. Oleh karena itu dengan adanya bantuan Raskin maka diharapkan
dapat memperbaiki kondisi ekonomi rumah tangga miskin. Selain itu dengan
adanya bantuan Raskin dapat menghemat anggran pengeluarannya.
Berdasarkan data BPS RI 2011 yang dikutip di dalam Buku Pedoman
Umum Raskin (2013) mengemukakan bahwa 95 % dari jumlah penduduk di
Indonesia mengkonsumsi beras sebagai pangan utama dengan rata-rata konsumsi
beras seebsar 113,7 kg/jiwa/tahun sehingga Negara Indonesia menjadi negara
konsumen beras terbesar di dunia. Selain itu di sisi lain beras lebih banyak
dikonsumsi oleh penduduk miskin yang menghabiskan hampir seperempat dari
total pengeluaran mereka, sedangkan penduduk tidak miskin hanya menghabiskan
sekitar 10 % dari total pengeluaran mereka (Laporan Bak Dunia, 2007). Oleh
karena itu dengan adanya program Raskin maka pemerintah berupaya
menanggulangi masalah kemiskinan yang terjadi di dalam keluarga (rumah
tangga).
Selanjutnya terkait dengan alternatif dari masing-masing bagian yang
terdiri dari alocation, provision, delivery dan finance, maka menurut analisa
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
222 Universitas Indonesia
peneliti dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut. Pertama alternatif alocation yang
dapat dilaksanakan terkait dengan program Raskin adalah bantuan tidak diberikan
dalam bentuk beras melainkan dalam bentuk kupon makanan yang nantinya dapat
digunakan oleh rumah tangga miskin untuk membeli beras di tempat yang telah
ditentukan oleh pemerintah. Selanjutnya alternatif di dalam provision yaitu dapat
dilakukan dengan menambah kriteria yang lebih lengkap terkait dengan kelayakan
rumah tangga penerima manfaat Raskin. Sedangkan alternatif delivery dapat
dilakukan dengan cara melibatkan pihak swasta dalam membantu proses distribusi
Raskin untuk sampai ke tangan penerima manfaat. Begitu pula terkait dengan
alternatif finance, maka menurut peneliti dapat dilakukan melalui pelibatan dana
dari pihak swasta (private sector) untuk mendukung pelaksanaan program Raskin
sehingga tidak hanya mengandalkan sumber dana dari pemerintah saja baik yang
melalui APBN ataupun APBD.
Selain itu terkait dengan nilai yang terkandung di dalam pelaksanaan
program Raskin dapat peneliti uraikan sebagai berikut. Terkait dengan alokasi,
menurut peneliti, nilai yang menjadi acuan pemerintah adalah berkaitan dengan
cost effectiveness yaitu hanya memberikan bantuan Raskin kepada rumah tangga
tertentu saja (selektif) dan bukan bersifat universal. Hal ini dimaksudkan agar
pemerintah tidak membutuhkan biaya yang terlalu besar dalam proses
pengalokasian program ini kepada masyarakat. Sedangkan terkait dengan
provision, nilai yang digunakan oleh pemerintah adalah social control yaitu
berupa pembatasan pada pilihan para penerima manfaat. Terkait dengan bantuan
dalam bentuk subsidi pangan ini maka pemerintah hanya membatasi pilihan pada
beras dan bukan pada bentuk pangan lainnya seperti sagu ataupun gandum. Hal ini
menurut peliti untuk memudahkan di dalam pelaksanaan program ini dan
memudahlan melakukan kontrol sosial.
Kemudian terkait dengan nilai dari sistem delivery yang dilaksanakan
selama ini di dalam pelaksanaan program Raskin adalah efficiency yang dilakukan
dengan menggunakan jalur birokrasi. Sedangkan dari aspek pendanaan maka
menurut peneliti nilai (value) yang dikembangkan oleh pemerintah adalah
sentralisasi yaitu melalui sistem administrasi yang terpusat dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah sampai ke tingkat lokal.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
223
6.2. Dampak pendistribusian Raskin di tingkat lokal dalam upaya
pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga sasaran
Pada hakikatnya keberadaan program Raskin sangat bermanfaat dan
sangat dinantikan kehadirannya terutama oleh rumah tangga yang sangat miskin
di tingkat lokal. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan yang peneliti lakukan
selama berada di lokasi penelitian. Kondisi yang terjadi pada saat bantuan Raskin
mulai didistribusikan dari Kantor Lurah ke wilayah masing-masing RT maka
rumah tangga sangat miskin yang ada di tingkat lokal baik selalu tampak antusias
dan bergembira dalam menyambut kedatangan bantuan Raskin di wilayah RT
mereka. Selain itu warga masyarakat baik yang termasuk RTS maupun non RTS
biasanya ada yang mulai berdatangan dan berkumpul di rumah Ketua RT
setempat. Sebagian warga ada juga yang sibuk membantu mengangkut tumpukan
Raskin dari beca atau gerobak menuju ke dalam rumah Ketua RT. Kegiatan
tersebut biasanya dilakukan oleh warga secara gotong royong untuk meringankan
pekerjaan Ketua RT mereka.
Begitu pula sebaliknya apabila bantuan Raskin ini mengalami
keterlambatan di dalam pendistribusiannya maka rumah tangga miskin akan selalu
bertanya baik kepada Ketua RT maupun kepada aparatur kelurahan mengenai
kepastian kapan bantuan Raskin akan datang ke wilayah RT mereka. Hal ini
menggambarkan pula bahwa program Raskin masih menjadi andalan bagi rumah
tangga miskin untuk membantu meringankan beban hidup mereka dalam
memenuhi kebutuhan pokok hidup mereka sehari-hari.
Sebagaimana yang telah peneliti singgung di awal kajian ini bahwa
kebijakan pemerintah telah mengatur tentang pendistribusian Raskin dengan baik
yaitu setiap RTS akan mendapatkan alokasi Raskin sebanyak 15 kg setiap
bulannya dengan harga tebus Rp. 1.600,- di titik distribusi. Apabila dikalkulasikan
maka uang yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga miskin tersebut untuk
mendapatkan Raskin sebanyak 15 kg yaitu hanya sebesar Rp. 24.000,-.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para RTS diketahui bahwa mereka pada
umumnya membeli beras di pasaran bervariasi dengan harga berkisar antara Rp.
8.000 s.d Rp. 10.000,- per kg. Jika dibandingkan dengan harga beras di pasaran
tersebut misalnya Rp. 10.000,- per kg maka biaya yang harus dikeluarkan oleh
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
224 Universitas Indonesia
rumah tangga miskin untuk mendapatkan 15 kg beras yaitu sebesar Rp.150.000,-.
Hasil hitungan tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan harga yang cukup
signifikan antara harga tebus Raskin dan harga beras di pasaran. Berdasarkan
perbandingan harga tersebut terdapat selisih harga sebesar Rp. 126.000,-.
Bagi rumah tangga yang sangat miskin, selisih harga tersebut jelas sangat
bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pokok lainnya, misalnya untuk membeli
lauk pauk, biaya listrik, biaya untuk anak sekolah ataupun biaya lainnya. Apalagi
ditengah kondisi ekonomi Negara Indonesia yang kadang tidak menentu akibat
pengaruh pasar, kelangkaan beras di pasaran, dan adanya kenaikan harga BBM
(Bahan Bakar Minyak) di masyarakat. Kondisi ini telah berimbas pada kenaikan
harga kebutuhan pokok masyarakat di seluruh wilayah di Indonesia dan tidak
terkecuali di Kota Palembang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan rumah tangga penerima Raskin,
mereka pada umumnya telah cukup lama memperoleh atau mendapatkan bantuan
Raskin. Bahkan tidak sedikit rumah tangga yang mendapatkan Raskin sejak
program Raskin ini digulirkan oleh pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa
mereka tidak asing lagi dengan program ini dan telah menikmati bantuan ini
dalam jangka waktu lebih dari 10 tahun. Sebagaimana salah satunya yang
dikemukakan oleh Ibu As di Kelurahan Plaju Ilir berikut ini : “Sudah lama, sejak
bantuan Raskin ini ada. Saya sudah mendapatkan Raskin ini. Awalnya saya
mendapatkan Raskin sebanayak 6 kg. tapi mungkin karena jumlah warga yang
bertambah banyak maka semakin berkurang sehingga sekarang hanya mendapat 3
kg”. (Penjual empek-empek, wawancara tanggal 23 September 2013)
Selain itu dari fakta lapangan yang peneliti dapatkan diketahui bahwa
pola pendistribusian raskin di tingkat lokal telah menyebabkan bantuan Raskin
yang diterima menjadi berkurang. Sebagian besar RTS hanya mendapatkan
Raskin yaitu berkisar antara 2-5 kg. Kondisi ini membuat bantuan Raskin hanya
mampu bertahan dalam beberapa hari saja. Apalagi ada sebagain RT yang
menerapkan pola pendistribusian Raskin dengan cara di bagi sama rata sama
banyak kepada seluruh rumah tangga baik RTS maupun non RTS. Hal ini tentu
membuat alokasi Raskin yang di terima oleh tiap RTS semakin kecil. Sehingga
mempengaruhi efektivitas dari program Raskin itu sendiri. Fenomena yang terjadi
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
225
terkait dengan pendistribusian Raskin di tingkat lokal salah satunya dikemukakan
oleh Bapak Sw di Kelurahan Plaju Ilir sebagai berikut : “untuk tiap bulannya kami
mendapat Raskin 5 kg. Dengan harga tebus Rp. 2.500,- per kg. …sehari konsumsi
beras kami 1,5 kg per hari yaitu terdiri dari saya, istri, anak, menantu dan cucu 2
orang. Ya bertahan sekitar 3-4 hari.” (tukang servis jok/sofa, wawancara tanggal 3
Oktober 2013)
Selain itu akibat adanya penerapan pendistribusian Raskin yang mengacu
pada aturan lokal menyebabkan rumah tangga di Kelurahan Plaju Darat baik RTS
maupun non RTS mendapatkan alokasi Raskin yang paling sedikit dibandingkan
kelurahan lainnya yang ada di Kecamatan Plaju. Kondisi ini salah satunya dapat
dilihat dari apa yang dikemukakan oleh Bapak Rn di Kelurahan Plaju Darat
sebagai berikut : “Kami di sini Raskin di bagi dalam setaip 3 bulan sekali. Dalam
3 bulan saya mendapat 4 kg beras. Harga 1 kg nya adalah Rp. 2.500,- sehingga 4
kg kami bayar dengan harga Rp. 10.000,-…..Rata-rata satu hari satu kilo per hari.
ya dalam 4 hari Raskin sudah habis”. (petani, umur 54 tahun, wawancara tanggal
1 Oktober 2013).
Oleh karena itu berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan di peroleh
berbagai informasi yang pada umumnya mengemukakan bahwa manfaat program
ini belum begitu terasa bagi warga masyarakat terutama bagi mereka yang
merupakan rumah tangga sangat miskin. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
warga Bpk. Wr Kelurahan Plaju Ilir sebagai berikut : “Program Raskin ini cukup
membantu, tapi karena dibagi rata tadi jadi tanggung istilahnya tadi. Bantuan yang
seharusnya untuk satu bulan menjadi tidak sampai satu bulan. Hanya bertahan
untuk beberapa hari saja. Iya, kalau yang kita terima utuh baru bisa benar-benar
membantu….” (Buruh, umur 56 tahun, wawancara tanggal 21 September 2013).
Hal senada juga dikemukakan oleh Ibu St RT. 6 Kelurahan Talang
Bubuk sebagai berikut : “Bagi kami yang tidak mampu ini ya bantuan seperti ini
sangat bermanfaat. Karena perbedaan pikiran penerima bantuan itu berbeda-beda.
Tapi itu tadi bantuan yang diberikan hanya mampu meringankan untuk beberapa
hari saja.” (Ibu rumah tangga, wawancara tanggal 30 September 2013). Fenomena
di atas dapat menjadi gambaran bahwa keberadaan program Raskin ini belum
mampu membantu secara optimal kepada rumah tangga miskin yang ada di
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
226 Universitas Indonesia
lingkungan RT tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh warga Bpk. Rn
Kelurahan Plaju Darat sebagai berikut :
“Ya menurut saya sepertinya biasa-biasa saja. ya bagaimana pak, dapat
Raskin nya juga sedikit. Nilainya terlalu kecil untuk 3 bulan hanya 4 kg.
tetapi kami tetap bersyukur alhamdulillah masih merasakan bantuan.
Walau di pikir ya tidak cukup apa-apa. Konsumsi satu hari saja 1 kg.
berarti kalau 4 kg ya untuk 4 hari sedangkan 3 bulan itu ada 90 hari.
bagaimana sisa hari selanjutnya..” (Petani, umur 54 Tahun, wawancara
tanggal 1 Oktober 2013)
Namun bagaimana pun juga, walaupun bantuan Raskin yang mereka
peroleh hanya sedikit, bagi rumah tangga sasaran dengan kondisi ekonomi yang
sangat miskin seberapa pun bantuan yang mereka terima maka sangat terasa sekali
manfaatnya. Sebaagimana yang dikemukakan oleh Ibu Ky di RT. 34 Kelurahan
Plaju Ulu: “ya, bermanfaatlah pak. Malahan ini ditunggu-tunggu sekali, kapan
beras datang. Walaupun sedikit dapet-nya ya kadang masaknya di campur pak
dengan beras yang saya beli. Ya, maklum saja pak, kami punya anak banyak”.
(Buruh cuci, wawancara tanggal 3 Oktober 2013)
Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh di lapangan ketika beras
Raskin yang mereka terima telah habis maka untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, pada umumnya RTS membeli beras di warung dengan harga berkisar
antara Rp. 8.000,- s.d Rp. 10.000,- per kg. Mereka membeli beras tersebut dengan
cara di cicil yaitu dalam jumlah sedikit dan hanya untuk kebutuhan beberapa hari
saja. Selanjutnya mereka akan kembali membeli beras pada hari berikutnya. Hal
ini disebabkan karena mereka tidak memiliki uang untuk membeli beras dalam
jumlah yang banyak. Apalagi alasan menyimpan beras untuk kebutuhan dalam
waktu satu bulan. Bahkan tidak sedikit pula diantara RTS yang berhutang terlebih
dahulu di warung hanya untuk mendapatkan beras.
Dengan dasar kepercayaan, pihak warung biasanya mau memberikan
hutangan beras kepada para RTS yang merupakan rumah tangga sangat miskin.
Hutang tersebut biasanya akan dilunasi setelah pada hari minggu yaitu setelah
suami mereka mendapatkan gaji mingguan. Dari segi pendapatan, berdasarkan
hasil wawancara di lapangan diperoleh informasi bahwa pada umumnya pekerjaan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
227
suami mereka adalah buruh bangunan yang memperoleh gaji harian dan
mingguan. Ada juga yang berprofesi sebagi tukang beca. Penghasilan yang
mereka dapatkan per bulannya rata-rata di bawah Rp. 2.000.000,-. Dengan
penghasilan yang mereka dapatkan, mereka pada umumnya masih merasa
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Berdasarkan hasil wawancara dengan rumah tangga penerima Raskin
diketahui bahwa pada umumnya selain mendapatkan bantuan Raskin, mereka juga
mendapatkan bantuan lainnya seperti bantuan di bidang kesehatan melalui Kartu
Jamkesmas, bantuan di bidang pendidikan melalui BOS, ataupun melalui Program
PKH. Selain itu secara kolektif di wilayah mereka juga mendapatkan bantuan dari
Program PNPM Mandiri. Namun berdasarkan hasil wawancara yang peneliti
lakukan kepada para Ketua RT setempat pada umumnya mengemukakan bahwa
walaupun rumah tangga miskin tersebut telah banyak mendapatkan berbagai
bantuan dari pemerintah, kenyataannya kondisi sosial ekonomi rumah tangga
miskin tersebut masih belum menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik.
Selain itu kondisi sosial ekonomi rumah tangga penerima bantuan pada umumnya
masih dalam kondisi yang terpuruk, lemah (powerless) dan masih tetap dalam
kemiskinannya. Secara khusus, para Ketua RT menilai bahwa bantuan Raskin
yang diberikan oleh pemerintah pada umumnya hanya bersifat sementara dan
tidak memberikan dampak yang signifikan bagi perbaikan ekonomi keluarga.
Sebagai mana yang dikemukakan oleh salah satu Ketua RT 14 Kelurahan Talang
Bubuk sebagai berikut :
“Sepertinya tidak ada dampaknya untuk peningkatan status itu pak, karena
bantuan ini sifatnya hanya sementara. Sehingga kurang berdampak di
keluarga. peningkatan status ekonomi itu ada yang dahulunya mungkin
miskin menjadi tidak miskin lagi, tetapi itu bukan karena adanya bantuan
tetapi karena usaha mereka sendiri misalnya di bantu anaknya yang sudah
bekerja.” (wawancara 1 Oktober 2013)
Sejauh ini peneliti melihat bahwa skema bantuan Raskin dan dampak
yang diharapkan muncul bagi RTS sepertinya masih sulit terwujud. Skema untuk
meringankan beban pengeluaran RTS sehingga berdampak pada penghematan
anggaran pengeluaran RTS hanya merupakan hitungan ekonomi dalam tataran
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
228 Universitas Indonesia
konseptual. Sedangkan fakta empirik yang terjadi dalam prakteknya berbicara
lain. Proses penghematan anggaran bagi RTS tidak terjadi. Begitu juga skema
pengalihan anggaran RTS kepada anggaran lainnya dalam pemenuhan kebutuhan
rumah tangga miskin. Selain itu berdasarkan hasil observasi di lapangan peneliti
melihat bahwa masih cukup banyak kantong-kantong kemiskinan yang ditempati
oleh para rumah tangga miskin.
Berdasarkan analisa peneliti maka keberadaan Program Raskin dapat
dikaitkan dengan apa yang dikemukakan oleh Moser, Gatehouse dan Gracia
(1996) dalam Baharoglu, Deniz dan Christine Kessides (2002) bahwa salah satu
karakteristik khas kehidupan perkotaan adalah commoditization yaitu hal yang
berkaitan dengan kebutuhan mendasar (pokok). Selain itu dapat pula dikaitkan
dengan apa yang dikemukakan oleh Thomson dan Richard (1984) bahwa salah
satu karakteristik masyrakat miskin perkotaan adalah mereka hidup dalam
kegiatan ekonomi yang dinilai dengan uang (monetised economy). Sejalan dengan
konsep tersebut maka seharusnya pendistribusian Raskin kepada rumah tangga
miskin dapat memainkan peran di bidang pemenuhan kebutuhan pokok tersebut.
Hal ini dapat dipahami bahwa rumah tangga miskin tidak lagi merasa kesulitan di
dalam pemenuhan kebutuhan terhadap beras. Selain itu mereka juga tidak
membutuhkan nilai uang yang terlalu besar untuk memenuhi sebagian kebutuhan
terhadap beras tersebut. Menurut analisa peneliti, kondisi ini dapat dikaitkan
dengan konsep lingkaran kemiskinan sebagaimana yang dikemukakan oleh
Martinussen (1997) bahwa salah satu faktor penyebab kemiskinan adalah daya
beli yang rendah (little purchasing power). Singkatnya, keberadaan beras
bersubsidi (Raskin) dapat di nilai sebagai langkah positif yang diambil oleh
pemerintah untuk mendorong daya beli masyarakat yang berpenghasilan sangat
rendah agar mereka tidak terus berada di dalam kondisi serba kekurangan
(miskin).
Selanjutnya merujuk dari apa yang dikemukakan oleh Lipton dan
Maxwell (1992) dalam Martinussen (1997) mengenai 3 (tiga) elemen utama yang
menjadi perhatian dalam strategi penanggulangan kemiskinan yang mana salah
satunya adalah melalui penciptaan jaring pengaman (safety net) bagi masyarakat
miskin, termasuk keamanan/jaminan pangan (food security) dan jaminan sosial
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
229
pada umumnya. Terkait dengan konteks penelitian ini maka dalam rangka
menanggulangi kemiskinan di masyarakat lokal, pelaksanaan progam Raskin
seharusnya dapat berfungsi sebagai upaya untuk memberikan jaminan pangan
(food security) bagi masing-masing RTS. Oleh karena itu wajar saja jika kondisi
masyarakat lokal sulit keluar dari kemiskinannya karena kebutuhan akan pangan
mereka sendiri belum terjamin secara optimal.
Kondisi ini mempunyai relevansi pula terkait dengan konsep kemiskinan
yang peneliti gunakan di dalam penelitian ini yaitu ketidakmampuan individu
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (Johnson dan Schwartz, 1991). Dengan kata
lain program Raskin gagal untuk memenuhi kebutuhan dasar dan memberikan
rasa aman bagi rumah tangga miskin. Oleh karena itu pada kenyataannya jumlah
rumah tangga miskin yang ada di Kecamatan Plaju menjadi sulit untuk berkurang.
Bahkan jika program raskin tidak dapat memberikan jaminan pememuhan
kebutuhan dasar tersebut maka jumlah rumah tangga miskin berpotensi untuk
semakin banyak. Sehingga kawasana pemukiman kumuh dapat semakin meluas.
Sementara itu di dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial, disebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya
kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan
mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Sedangkan penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah tanggung jawab semua
pihak baik itu pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah
kabupaten/kota. Dalam konteks penelitian ini kegagalan pelaksanaan program
Raskin di tingkat lokal merupakan wujud kegagalan pemerintah daerah dalam hal
ini adalah Pemerintah Kota Palembang. Gagalnya pencapaian tujuan program
Raskin yaitu untuk mengurangi beban pengeluaran RTS melalui pemenuhan
kebutuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras berarti pula
gagalnya peran pemerintah dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar warga
masyarakatnya. Apabila pemenuhan kebutuhan tersebut gagal dilaksanakan itu
artinya masyarakat belum mencapai kondisi yang sejahtera atau belum mencapai
kesejahteraan sosial.
Kondisi ini mendukung apa yang telah dikemukaan oleh Midgley (2005)
terkait dengan syarat untuk terbentuknya kondisi kesejahteraan sosial. Midgley
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
230 Universitas Indonesia
mengemukakan bahwa kondisi kesejahteraan sosial diciptakan atas kompromi tiga
elemen. Pertama sejauh mana masalah-masalah sosial di atur, kedua, sejauh mana
kebutuhan-kebutuhan terpenuhi dan ketiga, sejauh mana kesempatan untuk
meningkatkan taraf hidup dapat disediakan. Terkait dengan konteks penelitian ini
maka dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial di dalam lingkungan
masyarakat lokal maka kehadiran program Raskin harus mampu menjadi sarana
dalam pemenuhan kebutuhan di bidang pangan untuk mengurangi beban
pengeluaran rumah tangga miskin. Namun berdasarkan fakta yang ada dilapangan
menunjukkan bahwa keberadaan kebijakan pendistribusian Raskin di tingkat lokal
ternyata telah menyebabkan gagalnya dalam mewujudkan kondisi kesejahteraan
sosial. Hal ini tidak lain karena disebabkan bantuan yang diberikan belum mampu
memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan yaitu beras sehingga kondisi ini
belum bisa memenuhi ketiga syarat yang dikemukakan oleh Midgley (1995)
dalam upaya terciptanya kesejahteraan.
Sementara itu Maslow (1943) mengemukakan bahwa ada lima tingkatan
di dalam A Theory of Human Motivation, yaitu kebutuhan fisologis (physiological
needs), Kebutuhan rasa aman / keselamatan (the safety needs), kebutuhan
terhadap rasa cinta, kasih sayang (the love needs), Kebutuhan untuk dihargai ( the
esteem needs), dan yang terakhir yaitu Kebutuhan untuk aktualisasi diri (the need
for self actualization). Kebutuhan fiologis merupakan kebutuhan yang paling
mendasar sehingga kebutuhan ini dianggap sebagai kebutuhan yang paling
penting di antara kebutuhan lainnya. Salah satu kebutuhan fisiologis tersebut
adalah kebutuhan untuk makan. Kondisi ini muncul karena adanya dorongan rasa
lapar dan haus dari dalam tubuh manusia sehingga muncul keinginan untuk makan
dan minum. Apabila kebutuhan ini telah terpenuhi maka akan muncul kepuasan
pada diri manusia itu. Jika kita kaitkan dengan teori kebutuhan tersebut, itu
artinya kebutuhan makan ini merupakan kebutuhan yang utama yang harus
dipenuhi oleh manusia. Oleh karena itu ada alasan yang mendasar mengapa
masyarakat dari RTS maupun Non RTS di tingkat lokal ingin mendapatkan
bantuan Raskin.
Jika pembahasan mengenai kebutuhan manusia dalam bentuk kebutuhan
pokok yaitu beras, dikaitkan dikaitkan dengan pemikiran yang telah dikemukakan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
231
oleh Dean (2010), maka berdasarkan hasil pengelompokkan yang terdiri dari 4
kuadran tersebut, kebutuhan manusia dalam bentuk kebutuhan pokok tersebut
yaitu untuk makan dan dalam rangka menjamin kelangsungan hidup, menurut
analisa peneliti dapat diletakkan ke dalam kategori kuadaran kanan atas yaitu
universal needs. Jika diuraikan lebih lanjut maka kebutuhan terhadap makanan
merupakan pendekatan humanitarian yaitu kebutuhan universal. Selain itu
termasuk inherent needs khususnya sebagai psychologistic notion of need as inner
drives, dan bersifat thick needs.
Terkait dengan konteks penelitian ini, maka kebutuhan manusia
khususnya rumah tangga miskin terhadap beras merupakan kebutuhan yang
berasal dari dorongan dari dalam diri individu itu masing-masing (inner drives)
dan ini harus dapat terpenuhi dengan baik sehingga berdasarkan konsep yang ada
dapat membuat rumah tangga miskin tersebut dapat berpatisipasi dalam kehidupan
sosial masyarakat. Hal ini sejalan pula dengan konsep yang mengatakan bahwa
manusia adlaah sebagai aktor sosial walaupun mereka juga bersifat rentan.
Melalui pendistribusian program Raskin maka pada dasarnya pemerintah
berupaya memenuhi kebutuhan manusia tersebut yaitu sejalan dengan konsep
pemenuhan (fulfilment). Hanya saja ternyata berdasarkan fakta yang terjadi
dilapangan proses pemenuhan tersebut tidak berjalan secara optimal. Hal ini
pulalah yang menjadi penyebab aktivitas rumah tangga miskin menjadi kurang
berpartisipasi di kehidupan sosial masyarakatnya.
Selanjutnya merujuk dari pendekatan thick need yang mana salah satu
konsepnya mengatakan bahwa gagasan filosofi good life telah diterjemahkan ke
dalam kebijakan yang dimaksudkan untuk menjadikan orang tidak hanya bertahan
tetapi berkembang (to flourish) maka kebijakan pendistribusian Raskin yang
dilakukan oleh pemerintah seharusnya tidak hanya membuat rumah tangga miskin
untuk bertahan hidup (survive) melainkan dapat membuat mereka menjadi
berkembang ke arah yang lebih baik. Di sini seharusnya implementasi kebijakan
pemerintah itu dapat memberikan dampaknya secara luas bagi kelangsungan
hidup rumah tangga miski.
Sejauh ini peneliti melihat bahwa program Raskin telah kehilangan nilai
dan fungsinya sebagai komponen perlindungan sosial di masyarakat. Program
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
232 Universitas Indonesia
Raskin hanya dimaknai sebagai kegiatan bagi-bagi beras murah yang hanya
mampu membantu memenuhi kebutuhan sesaat saja dan tidak memberikan
dampak yang signifikan bagi rumah tangga miskin. Padahal dari segi penggunaan
dana, biaya yang dikeluarkan negara untuk memberikan subsidi terhadap
pengadaan beras tersebut setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan.
Berdasarkan data dari majalah Warta Anggran (2013) menyebutkan bahwa
pemerintah telah menganggarkan sebesar Rp. 17,197 triliun untuk Program
Raskin tahun 2013 dan memberikan tambahan sebesar Rp. 4,3 triliun untuk
penambahan durasi penyaluran Raskin selama 3 bulan sehingga dana yang telah
dianggarkan pemerintah di tahun 2013 menjadi sebesar Rp. 21,497 Triliun.
Jika dikaji lebih jauh maka pemberian bantuan Raskin ini adalah dapat
dikelompokkan sebagai salah satu bentuk bantuan subsidi yang diberikan oleh
pemerintah kepada barang dan bukan kepada orang. Pada dasarnya subsidi yang
diberikan oleh pemerintah kepada orang ataupun kepada barang sama-sama dapat
memberikan dampak yang signifikan dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Berdasarkan hasil data lapangan menunjukkan bahwa subsidi pemerintah dalam
bentuk barang ini tampaknya sering menimbulkan persoalan misalnya adanya pola
distribusi dengan cara di bagi rata sehingga tidak tepat sasaran. Sedangkan dilain
pihak, subsidi pemerintah kepada orang misalnya dalam bentuk pemberian uang
juga menimbulkan berbagai permasalahan dilapangan. Misalnya uang yang
diberikan justru dipergunakan untuk hal-hal yang tidak penting dan mendesak
yang bukan merupakan kebutuhan pokok.
Berangkat dari fenomena tersebut maka menurut peneliti hal yang
menjadi fokus perhatian di sini adalah sejauh mana pemerintah ataupun para
pelaksana program di lapangan dapat menjamin bahwa pelaksanaan distribusi
bantuan subsidi tersebut benar-benar dapat dinikmati oleh kelompok masyarakat
yang memang berhak menerimanya. Jika hal tersebut dapat terlaksana dengan
baik maka baik subsisi dalam bentuk barang maupun yang diberikan langsung
kepada orang akan dapat memberikan dampak yang signifikan. Hanya saja
menurut analisa peneliti bahwa subsidi yang langsung diberikan kepada orang
harus dapat dijamin pula bahwa subsidi yang diberikan memang dipergunakan
untuk memenuhi kebutuhan yang utama.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
233
6.3. Implikasi kebijakan pendistribusian Raskin di tingkat lokal terhadap
aspek keadilan distributif
Sebagaimana yang telah peneliti kemukakan pada uraian sebelumnya
bahwa berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan diketahui bahwa adanya
kebijakan pendistribusian Raskin di tingkat lokal telah berdampak pada
berkurangnya jatah Raskin yang seharusnya diterima oleh setiap RTS penerima
manfaat Raskin. Realita yang terjadi adalah rumah tangga sasaran harus rela
berbagi Raskin dengan rumah tangga lainnya yang tidak terdata (non RTS).
Akibatnya mereka hanya menerima rata-rata antara 2 sd 5 kg saja. Bahkan
fenomena yang menarik seputar pendistribusian Raskin di tingkat lokal yaitu
adanya RTS yang mendapatkan jatah Raskin dalam jumlah yang sama banyak
dengan yang non RTS.
Selanjutnya hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan para informan
di lapangan terkait persepsinya mengenai kebijakan distribusi di bagi rata maka
diperoleh informasi yang cukup beragam. Pertama, terdapat kelompok RTS yang
merasa keberatan jika Raskin harus benar-benar dibagi sama rata dan sama
banyak dengan mereka yang non RTS. Sebaliknya mereka berpendapat boleh saja
di bagi dengan Non RTS dengan syarat jatah Raskin mereka tetap harus lebih
banyak daripada non RTS. Hal ini dikarenakan mereka (RTS) menganggap jatah
Raskin itu adalah memang hak mereka yang diberikan negara kepada mereka.
Namun di sisi lain, ada pula kelompok RTS yang tidak berkeberatan dengan
keputusan Raskin dibagi sama rata sama banyak. Hal ini didasari dengan alasan
karena sudah menjadi kesepakatan bersama.
Sementara itu ada juga kelompok masyarakat yang sebenarnya memang
tidak setuju dengan sistem pembagian seperti itu tetapi karena mereka tidak
mempunyai pilihan lain dan tidak mempunyai kuasa untuk menolaknya sehingga
mereka setuju saja. Berdasarkan uraian tersebut, dapat peneliti simpulkan bahwa
telah terjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat lokal terkait dengan
keberadaan kebijaksanaan tersebut. Jika dibuat dalam sebuah diagram maka dapat
peneliti gambarkan sebagai berikut :
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
234 Universitas Indonesia
Gambar. 6.9
Persepsi rumah tangga penerima Raskin dengan adanya kebijaksanaan lokal Sumber : Olahan penelitian
Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara di lapangan diperoleh pula
informasi bahwa terdapat kelompok masyarakat yang menilai bahwa cara
pendistribusian Raskin dengan cara di bagi rata sudah cukup adil. Alasannya
karena cara ini dianggap merupakan solusi yang terbaik untuk menghindari
gejolak di masyarakat, kecemburuan sosial dan untuk pemerataan. Kelompok
masyarakat ini umumnya merupakan rumah tangga non RTS yaitu rumah tangga
yang memang tidak terdata di dalam daftar penerima manfaat Raskin. Mereka
merasa diuntungkan dengan adanya kebijaksanaan sehingga mereka bisa ikut
merasakan bantuan Raskin walaupun dalam jumlah yang sedikit. Mereka
semuanya cenderung setuju dan menganggap bahwa kebijakan tersebut sudah adil
dan sesuai dengan harapan mereka. Sebagai contohnya sebagaimana yang di
kemukaan oleh salah satu warga di RT. 27 Kelurahan Bagus Kuning yang
merupakan non RTS yaitu Bapak Us sebagai berikut : “Bukan menurut saya
sendiri tetapi menurut masyarakat termasuk saya, sistem dibagi rata seperti ini
dapat dikatakan adil. Karena warga bisa merasakannya semua.” (wawancara,
tanggal 9 Oktober 2013). Hal senada juga dikemukakan oleh warga Ibu Mur di
RT. 22 Kelurahan Plaju Darat yaitu sebagai berikut : “Ya menurut kami sudah
lumayan adillah. Karena dulu pernah yang mendapat Raskin orang miskin dan
janda saja namun banyak yang protes, sehingga akhirnya di pukul rata”.
(wawancara, tanggal 1 Oktober 2013).
Mekanisme
Distribusi
Raskin Tk.Lokal
Setuju
Tidak
Setuju
Dengan Syarat :
1. Alokasi RTS lebih besar dari
Alokasi non RTS
2. Asalkan berdasarkan kesepakatan
bersama
Dengan Alasan :
1. Jika Alokasi RTS sama
besarnya dengan alokasi non RTS
2. Merampas hak orang miskin
yang sangat membutuhkan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
235
Sedangkan di sisi lain, ada juga kelompok masyarakat yang menilai
bahwa pola distribusi seperti itu tidak adil dan sangat merugikan mereka.
Kelompok masyarakat yang menolak kebijakan tersebut adalah umumnya rumah
tangga sasaran yang memang sangat miskin dan sangat membutuhkan bantuan
Raskin. Mereka merasa berkeberatan jika jatah yang seharusnya mereka terima
secara utuh menjadi berkurang. Mereka memang merasa lebih berhak dan merasa
lebih miskin dari rumah tangga lainnya yang tidak terdaftar. Hasil penelusuran
yang peneliti lakukan di lapangan terlihat bahwa memang rumah tangga sasaran
yang berkeberatan dengan pemberlakuan kebijakan distribusi dengan cara di bagi
rata adalah mereka yang hidup dalam kondisi ekonomi yang sangat
memprihatinkan. Kondisi tempat tinggal mereka tidak layak huni, mempunyai
anak yang banyak dan masih bersekolah, tidak memiliki pekerjaan yang tetap
sehingga penghasilan setiap bulannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarga mereka. Sehingga cukup beralasan jika mereka menganggap
kebijakan pendistribusian tersebut tidak adil untuk mereka.
Pernyataan penolakan terhadap pemberlakukan kebijakan di bagi rata
tersebut dan menganggap kebijakan itu tidak adil, salah satunya dapat dilihat dari
pendapat yang dikemukakan oleh Ibu Ky, RT. 34 Plaju Ulu sebagai berikut :
“Tidak setuju pak, karena saya menilai tidak adil. Karena keluarga seperti kami
ini mendapat bantuan 4 kg itu sangat berarti dibandingkan dengan keluarga lain
mungkin mampu membeli lebih dari 4 kg”. (wawancara, 3 Oktober 2013).
Pernyataan yang berisi penolakan juga dikemukakan oleh Ibu St RT. 6 Kelurahan
Talang Bubuk yaitu sebagai berikut : “Ya, kami merasa dirugikan dengan cara
seperti itu, yang sudah mampu kok masih diberi Raskin. seharusnya warga seperti
kami ini yang lebih diutamakan. Bukannya kami tidak berterima kasih namun
lihat sendiri kondisi kami, suami saya lumpuh, saya sekarang yang menjadi tulang
punggung keluarga.” (wawancara, 30 September 2013)
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa sesungguhnya
keberadaan bantuan Raskin yang diberikan oleh pemerintah pada dasarnya lebih
bernilai dan bermanfaat jika diberikan kepada rumah tangga yang sangat miskin
dan membutuhkan. Walaupun jatah Raskin yang mereka terima telah berkurang,
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
236 Universitas Indonesia
hal tersebut tidak mengurangi esensi dari bantuan tersebut. Berdasarkan uraian di
atas maka dapat peneliti simpulkan di dalam sebuah gamabr sebagai berikut :
Gambar 6.10
Persepsi Rumah Tangga Penerima Raskin tentang Keadilan Distributif Sumber : Olahan penelitian
Terlepas dari perbedaan pandangan yang terjadi diantara dua kelompok
tersebut. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di lapangan
diperoleh informasi bahwa sebenarnya sebagian rumah tangga sasaran yang tidak
setuju dan merasa dirugikan dengan adanya kebijakan tersebut ingin melakukan
protes. Namun mereka tidak mempunyai keberanian untuk melakukan hal tersebut
dan takut terhadap kepemimpinan dari Ketua RT mereka masing-masing. Mereka
takut nantinya mereka justru dimarahi oleh Ketua RT nya dan bahkan di musuhi
oleh warga sekitar. Seperti yang dikemukan oleh Ibu Hn RT. 16 Kel. Plaju Ilir
sebagai berikut :
“Tidak pernah pak, menerima saja pak. Kami tidak mau ribut pak.
Kebetulan rumah orang tua rt ini di wilayah sinilah pak. Tetapi orangnya
mau menang sendiri, anaknya sebagai rt tidak boleh salah. Dengan warga
juga kami merasa tidak enak kalau banyak protes. Kalau kami melapor
kami takut pak” (wawancara 23, September 2013)
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap para
informan khususnya dari kalangan rumah tangga penerima Raskin terkait
pandangannya dalam memahami makna keadilan dalam pendistribusian Raskin di
tingkat lokal, hampir seluruh informan sepakat bahwa pola distribusi Raskin yang
dikatakan adil itu adalah bantuan Raskin hanya diberikan kepada rumah tangga
Proses
Distribusi
Raskin Tk.Lokal
Adil
Tidak
Adil
Dengan Alasan :
1. untuk pemeratan
2. untuk menghilangkan kecembruuan
dan gejolak sosial
Dengan Alasan :
mengambil hak rumah tangga yang
sangat miskin dan sangat
membutuhakan
yang sangat membutuhkan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
237
yang miskin saja. Sedangkan rumah tangga yang menurut penilaian warga sudah
cukup mampu tidak perlu lagi diberikan bantuan Raskin. Sementara itu ada juga
yang berpendapat bahwa pendistribusian Raskin yang dikatakan adil adalah jika
bantuan Raskin diberikan hanya kepada mereka yang berhak dan memang paling
membutuhkan.
Konsep keadilan yang dikemukakan oleh para informan ini sebenarnya
dapat diterima dan dijadikan sebagai landasan dalam pendistribusian Raskin di
tingkat lokal. Namun ternyata konsep ini masih sulit untuk di implementasikan.
Masalah yang muncul di lapangan adalah justru sebagian besar masyarakat
merasa miskin dan merasa berhak mendapatkan setiap bantuan dari pemerintah.
Masyarakat di tingkat lokal selalu membandingkan antara rumah tangga sasaran
penerima Raskin. Mereka merasa kondisi ekonomi rumah tangga para penerima
Raskin sama saja dengan kondisi ekonomi yang mereka alami. Akibatnya mereka
yang tidak terdaftar tetap meminta jatah Raskin. Hal inilah yang menyebabkan
konsep keadilan dengan mendistribusikan bantuan Raskin hanya kepada yang
miskin masih belum menemukan titik temu. Kondisi yang terjadi di masyarakat
lokal salah satunya dapat dilihat dari apa yang dikemukakan oleh salah satu warga
yang bernama Ibu Ma RT.7 Kelurahan Talang Bubuk sebagai berikut:
“Ya, seharusnya bagaimana ya pak.. karena di masyarakat ini setiap ada
pembagian bantuan dari pemerintah itu semuanya mengaku miskin. Iya toh..
Seharusnya menurut saya yang memang sangat miskin harus lebih
diutamakan. Misalnya mendapat Raskinnya lebih banyak dibandingkan
mereka yang sudah lumayan mampu. Jangan disama ratakan sama sekali
pak.” (wawancara tanggal 1 Oktober 2013)
Hal senada juga dikemukakan oleh Ibu St RT. 6 Kelurahan Talang Bubuk sebagai
berikut :
“Ya yang wajarlah yang menerima. Yang tidak wajar ya tidak usah
menerima. Namun di lapangan agak sulit menerapkan hal-hal yang seperti
itu. Jadi yang memang berhak menerimanya ya menerima. Yang tidak
berhak ya tidak usah menerima. Tapi kenyataannya semua warga mendapat
Raskin sama banyak semua merasa miskin dan berhak...“ (wawancara,
Tanggal 30 September 2013)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
238 Universitas Indonesia
Namun di sisi lain ada juga warga yang berpendapat cukup ekstrim
dengan mengatakan bahwa yang dikatakan adil itu adalah jika semua warga
mendapatkan bantuan dari pemerintah baik dia miskin maupun tidak miskin. Jika
ada yang mendapat bantuan dan ada yang tidak mendapat bantuan maka itu
artinya tidak adil. Konsep pemikiran seperti ini salah satunya dikemukakan oleh
warga yang bernama Ibu At RT. 25 Kelurahan Talang Putri sebagai berikut :
“Ya, yang adil itu menurut saya adalah jika semua mendapatkan bantuan
yang sama jumlahnya. Misalnya bantuan Raskin ini. Tidak ada yang
dibeda-bedakan baik dia mampu maupun dia miskin. Semua sama tidak
ada yang lebih. Itu menurut saya yang adil itu. jadi semua bisa merasakan
bantuan dari pemerintah itu.” (wawancara, 4 Oktober 2013)
Berdasarkan uraian berbagai pendapat tersebut dapat peneliti petakan
dalam gambar berikut :
Gambar 6.11
Persepsi rumah tangga penerima Raskin tentang makna Keadilan Distributif Sumber : Olahan peneliti
Selanjutnya berdasarkan hasil temuan di lapangan diketahui bahwa
jumlah alokasi Raskin ini sangat terbatas dan berbeda antara wilayah RT yang
satu dengan RT yang lainnya walaupun masih dalam satu kelurahan. Selain itu
dengan jumlah yang sangat sedikit tersebut, data penerima Raskin yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah belum sepenuhnya mampu meng-cover rumah
tangga miskin yang ada di setiap wilayah rt tersebut. Sehingga warga menilai jika
Raskin hanya di berikan kepada rumah tangga tertentu saja, sedangkan di sisi lain
Makna Keadilan
Distributif
Jika di bagi sama rata sama banyak
kepada semua rumah tangga yang ada
Jika lebih mengutamakan rumah tangga
yang sangat membutuhkan
Jika RTS mendapat jatah lebih banyak
daripada non RTS
Jika hanya diberikan kepada RTS sesuai
DPM Raskin
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
239
masih ada rumah tangga yang juga miskin tetapi tidak mendapatkan Raskin, maka
di sinilah letak munculnya ketidakadilan di dalam pendistribusian bantuan sosial
khususnya Raskin ini. Seperti yang dikemukakan oleh salah seorang warga yaitu
Bpk.Rat RT. 15 Kelurahan Plaju Darat sebagai berikut : “Kalau menurut saya ya
sudah adil karena kalau hanya di bagi untuk beberapa orang saja maka tidak adil
yang seperti itu. padahal di sini yang miskinnya juga banyak.” (wawancara,
tanggal 1 Oktober 2013).
Oleh karena itu mereka memilih untuk membagikan Raskin kepada
seluruh rumah tangga miskin yang ada di wilayah tersebut tanpa melihat apakah
mereka ada di dalam daftar penerima manfaat ataukah tidak terdaftar. Dengan
membagi rata kepada mereka yang berkaterogi rumah tangga miskin (menurut
penilaian kalangan internal mereka sendiri) maka hal tersebut mereka nilai sudah
terwujud keadilan di masyarakat.
Hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan para aparatur pelaksana
baik yang ada di tingkat kota hingga kelurahan terkait pandangan mereka terhadap
fenomena pembagian Raskin dengan cara di bagi rata ini cukup beragam. Pada
dasarnya mereka menilai bahwa kebijakan pendistribusian Raskin dengan cara di
bagi rata tersebut adalah tidak adil. Namun karena adanya alasan teknis di
lapangan misalnya jumlah alokasi Raskin yang tidak mencukupi, maupun alasan
non teknis misalnya untuk menghindari keributan dan gejolak di masyarakat, dan
di dasari karena ini merupakan hasil kesepatan antara Ketua RT dengan warganya,
maka para apartur berpendapat cara pembagian seperti ini dapat dikatakan adil
dan merupakan solusi yang terbaik dalam menyikapi dinamika yang terjadi di
masyarakat lokal.
Secara lebih jelas, berikut peneliti sampaikan kutipan hasil wawancara
dengan beberapa informan terkait pandangannya mengenai pembagian Raskin
dengan cara di bagi rata, antara lain dikemukakan oleh Kasubbag Pertanian dan
Lingkungan Hidup Setda Kota Palembang sebagai berikut :
“Seharusnya yang namanya adil itu khan tidak harus selalu di bagi rata.
Tetapi karena terbentur oleh hubungan sosial kemasyarakatan maka di ambil
kebijakan di bagi rata. Kalau dari pemerintah seharusnya khan tidak boleh,
tetapi untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan maka itu tadi
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
240 Universitas Indonesia
solusinya buat berita acara kesepakatan yang diketahui oleh warga penerima
manfaat.” (wawancara, tanggal 25 September 2013)
Hal senada juga dikemukakan oleh Kepala Perum Bulog Divre Sumsel
sebagai berikut :
“Kalau kita melihat dari perspektif keadilannya, itu tidak adil pak. Mereka
yang sejahtera tadi harusnya tidak dapat. Tapi jika kita melihatnya dari
perspektif agar kondisinya kondusif maka ini harus dilaksanakan. Khan
begini pak, kita jangan melihat dalam satu perspektif saja banyak
pertimbangan yang harus diperhatikan….” (wawancara, tanggal 20
September 2013)
Begitu pula pendapat yang dikemukakan oleh Camat Plaju Kota Palembang
sebagai berikut :
“Sebenarnya itu tidak adil namun karena di lain pihak kita melihat bahwa
masih ada orang lain yang lebih berhak dibantu. Yang membagi juga tadi
merasa tidak mencukupi. Dalam hati kecil kita berkata bahwa itu tidak
adil. Tapi supaya tidak terlalu gejolak di masyatakat maka kita terus
memejamkan mata dan hati yang mana mereka seharusnya full menerima
tetapi harus membagi lagi beras ini. Padahal yang membagi juga belum
mampu mencukupi kebutuhannya sendiri. Sehingga bisa menikmati
semua...” (wawancara, tanggal 11 Oktober 2013)
Sedangkan menurut Lurah Plaju Ilir mekanisme pendistribusian Raskin yang adil
secara teknis harus lebih mengutamakan bagi mereka yang lebih mikin
sebagaimana yang dikemukakannya sebaagi berikut :
“Menurut saya, yang adil itu seharusnya yang pra sejahtera harus mendapat
lebih banyak dari sejahtera I. Sedangkan di lapangan kami pandang semua
dibagi sama rata. Jadi adil seharusnya tidak seperti itu. Mungkin pra
sejahtera mendapat 10 kg, sedangkan yang keluarga Sejahtera I mendapat
5 kg saja. Tapi di lapangan kami melihat selagi masih aman dan tidak ada
permasalahan, masyarakatnya masih damai, maka kita serahkan kepada
RT”. (wawancara, tanggal 27 September 2013)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
241
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa sesungguhnya para
aparatur pemerintah menyadari bahwa kebijakan pendistribusian Raskin dengan
cara di bagi rata itu merupakan tindakan yang tidak adil. Mereka berpendapat
bahwa memang seharusnya di dalam pendistribusiannya Raskin hanya diberikan
kepada para rumah tangga sasaran saja bukan dengan cara di bagi rata. Namun
dikarenakan kondisi di lapangan yang tidak memungkinkan untuk menerapkan
konsep keadilan tersebut maka mereka terpaksa harus menerima dan menganggap
bahwa itulah cara yang terbaik dan adil yang dapat diterapkan bagi masyarakat
lokal. Dengan catatan kebijakan tersebut memang merupakan hasil musyawarah
antara Ketua RT dan warganya.
Selain itu berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan di
lapangan, peneliti melihat sebagian besar warga yang ikut merasakan bantuan
Raskin tersebut tergolong keluarga yang sudah cukup sejahtera. Sebagai salah satu
contoh berikut peneliti sampaikan beberapa dokumen foto yang memperlihatkan
kondisi rumah tangga penerima Raskin berdasarkan hasil kebijaksanaan lokal
(lihat gambar 6.12).
Gambar. 6.12
Kondisi Rumah Tangga Penerima Raskin berdasarkan kebijaksanaan lokal Sumber : dokumentasi penelitian
Selanjutnya terkait dengan fenomena kebijakan pendistribusian Raskin di
tingkat lokal yaitu dengan cara di bagi rata dan tidak berdasarkan daftar penerima
manfaat Raskin yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tentu saja berimplikasi
pada aspek keadilannya. Di awal tulisannya dalam bukunya yang berjudul A
theory of justice, John Rawls menegaskan bahwa suatu teori betapapun elegan dan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
242 Universitas Indonesia
ekonomisnya harus di tolak atau di revisi jika ia tidak benar; demikian juga
hukum dan institusi tidak peduli betapapun efisien dan rapinya, harus direformasi
atau dihapuskan jika tidak adil. Berangkat dari tulisan ini, dapat dipahami bahwa
keadilan adalah sesuatu yang mutlak harus diperjuangkan.
Adanya kelompok masyarakat atau rumah tangga sasaran yang merasa
dirugikan terkait dengan kebijakan pendistribusian Raskin di tingkat lokal
sesungguhnya telah mengindikasikan terjadinya suatu ketidakadilan di masyarakat
lokal. Jika mengacu pada konsep keadilan yang dikemukakan oleh Rawls maka
munculnya fenomena yang memperlihatkan adanya pengorbanan yang dilakukan
oleh rumah tangga sasaran penerima Raskin dalam bentuk pengurangan jatah
Raskin yang seharusnya mereka terima adalah salah satu bentuk ketidakadilan.
Sebagian besar dari rumah tangga sasaran penerima Raskin yang berasal dari
rumah tangga yang sangat miskin terpaksa harus berkorban dengan merelakan
jatah Raskin mereka menjadi berkurang untuk dibagikan kepada rumah tangga
lain yang justru berada dalam kondisi ekonomi yang lebih mampu. Kondisi inilah
yang menurut pendapat Rawls seharusnya tidak boleh terjadi di masyarakat dalam
rangka terwujudnya keadilan.
Menurut pemikiran yang dikemukakan oleh Rawls mengatakan bahwa
setiap orang memiliki kehormatan yang berdasar pada keadilan sehingga seluruh
masyarakat sekalipun tidak bisa membatalkannya. Atas dasar ini keadilan
menolak jika lenyapnya kebebasan bagi sejumlah orang dapat dibenarkan oleh hal
lebih besar yang di dapat orang lain. Dalam rangka mempertegas pernyataan
tersebut Rawls mengatakan bahwa Keadilan tidak membiarkan pengorbanan yang
dipaksakan pada segelintir orang diperberat oleh sebagian besar keuntungan yang
dinikmati banyak orang sangat relevan dengan konteks penelitian ini dan telah
terjadi di masyarakat lokal saat ini.
Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa fenomena
pendistribusian Raskin dengan cara di bagi rata pada dasarnya telah
mengorbankan kepentingan sekelompok kecil masyarakat untuk dinikmati oleh
sekelompok besar masyarakat. Jika mengacu pada pemikiran Rawls tersebur
seharusnya kondisi ini tidak boleh terjadi. Dengan kata lain, keadilan di dalam
pendistribusian Raskin dapat terwujud bilamana pendistribusian yang dilakukan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
243
hanya diberikan kepada sekelompok rumah tangga miskin yang memang berhak
mendapatkannya. Pendistribusian yang dilakukan oleh Ketua RT berdasarkan
kebijaksanaan lokal sesungguhnya telah mengorbankan hak rumah tangga sasaran
untuk keuntungan masyarakat yang lebih besar yang bukan menjadi bagian dari
rumah tangga sasaran dari program Raskin dimana kondisi sosial ekonominya
justru cenderung lebih baik.
Oleh karena itu, Rawls mengemukakan bahwa dalam masyarakat yang
adil kebebasan warga negara dianggap mapan, hak-hak yang dijamin oleh
keadilan tidak tunduk pada tawar menawar politik atau kalkulasi kepentingan
sosial. Artinya di sini, seharusnya kebijakan pendistribusian Raskin yang telah
diatur dan ditetapkan oleh pemerintah harus dapat dijalankan sampai ke tingkat
lokal (tingkat RT). Idealnya dalam hal ini tidak boleh terjadi perubahan arah
kebijakan sebagaimana yang telah terjadi di tingkat masyarakat lokal. Hal tersebut
di dasari dengan alasan karena hak-hak yang dimiliki oleh rumah tangga miskin
tersebut di jamin oleh negara dalam sebuah kerangka keadilan. Kebijakan
pendistribusian Raskin di tingkat lokal seharusnya tetap dilakukan dengan cara
memberikan bantuan Raskin hanya kepada mereka yang berhak menerimanya
sesuai dengan ketentuan pemerintah dan bukan justru di bagi rata. Ringkasnya
Rawls mengatakan sebagai kebajikan utama umat manusia, kebenaran dan
keadilan tidak bisa di ganggu gugat.
Terkait dengan konteks penelitian ini secara konseptual telah disinggung
di dalam konsep keadilannya Rawls yang mengemukakan 2 asas keadilan yaitu
asas yang pertama yaitu bahwa setiap orang harus memiliki sebuah hak yang sama
atas sistem total paling luas tentang kebebasan-kebebasan dasar yang sama yang
sejalan dengan sebuah sistem kebebasan serupa bagi semua orang. Sedangkan
asas keadilan yang kedua mengatakan bahwa ketimpangan sosial dan ekonomi
harus di tata sedemikian rupa hingga menjadi (a) nilai-nilai terbesar bagi mereka
yang paling tidak beruntung, konsisten dengan asas penghematan yang adil (b)
melekat padajabatan dan kedudukan yang terbuka bagi semua orang menurut
syarat kesamaan peluang yang adil.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
244 Universitas Indonesia
Merujuk kepada konsep tersebut, secara empirik konsep tersebut tidak
relevan dan sulit untuk dilaksanakan di tingkat lokal. Sehingga menurut peneliti
konsep keadilan Rawls ini dapat memperkuat argumentasi bahwa kebijakan
pendistribusian Raskin di tingkat lokal yaitu dengan cara di bagi rata seharusnya
tidak dilakukan. Karena secara jelas Rawls mengatakan bahwa setiap orang
mempunyai sebuah hak yang sama tentang kebebasan dasar yang sama. Hal ini
dapat dipahami bahwa masyarakat miskin mempunyai hak yang sama untuk dapat
hidup secara layak. Dalam konteks ini, untuk hidup secara layak mereka dibantu
oleh pemerintah melalui penyaluran berbagai bantuan sosial salah satunya bantuan
dalam bentuk Raskin. Kebijakan pendistribusian Raskin yang diberlakukan oleh
para Ketua RT di tingkat lokal senyatanya telah merampas hak dari kelompok
rumah tangga miskin dan sangat miskin untuk hidup secara layak dan keluar dari
kondisi kemiskinannya.
Sejalan dengan kondisi yang terjadi di masyarakat, Rawls melanjutkan
penegasannya terkait konsep keadilan yaitu bahwa ketimpangan sosial dan
ekonomi harus di tata sedemikian rupa hingga menjadi nilai-nilai terbesar bagi
mereka yang paling tidak beruntung. Konsep ini memberikan pemahaman bahwa
kelompok masyarakat yang terdiri dari rumah tangga yang sangat miskin sudah
selayaknya mendapat perlakukan yang lebih dari pemerintah. Artinya keadilan
tercipta jika ketimpangan sosial dan ekonomi tersebut tidak menyebabkan kaum
marginal sebagai kelompok yang paling tidak beruntung semakin terpinggirkan.
Dengan kata lain walaupun terjadi ketimpangan sosial dan ekonomi namun
mereka masih mampu memperoleh kesempatan untuk hidup secara layak.
Ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat saat ini akibat dampak
pembangunan ekonomi yang semakin pesat harus di siasati dengan memberikan
perhatian yang lebih kepada mereka yang termasuk ke dalam kaum marginal.
Oleh karena itu munculnya pemikiran di tengah masyarakat lokal dengan selalu
mengedepankan asas pemerataan untuk keadilan terhadap segala bentuk bantuan
yang diberikan oleh pemerintah sangat bertentangan dengan konsep keadilan yang
telah dikemukakan oleh Rawls. Berangkat dari pemikiran Rawls tersebut maka
jika kita pahami lebih jauh adanya ungkapan yang mengatakan bahwa segala
bentuk bantuan yang diberikan oleh pemerintah harus dibagikan secara sama rata
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
245
dan sama banyak kepada seluruh masyarakat baik yang miskin maupun tidak
miskin demi sebuah keadilan adalah sebuah pemahaman yang keliru.
Mekanisme pembagian Raskin dengan cara di bagi rata bahkan dalam
jumlah yang sama banyak baik kepada yang sangat miskin, miskin maupun tidak
miskin yang terjadi di tingkat lokal secara jelas telah menabrak konsep keadilan
Rawls. Kondisi ini cenderung lebih dekat ke arah pemahaman keadilan dalam
perspfektif utilitarian yaitu “the greatest good for the greatest number”.
Pemerintah sebenarnya telah berada dalam jalur yang benar dengan
mengutamakan penetapan sasaran penerima Raskin kepada rumah tangga yang
sangat miskin dan miskin. Hal tersebut sejalan dengan konsep keadilan Rawls
yang mengatakan bahwa kelompok yang paling tidak beruntung harus lebih
diutamakan. Hanya saja keseriusan dari pemerintah untuk mengawal kebijakan
pendistribusian yang telah digariskan tersebut dan ketegasan dalam pemberian
sanksi dilapangan terhadap mereka yang melanggar masih belum terlihat.
Selain itu Rawls juga memberikan sebuah konsepsi umum mengenai
keadilan yaitu semua nilai-nilai sosial yang terdiri dari kebebasan, pendapatan dan
kekayaan dan dasar-dasar bagi harga diri harus didistribusikan sama rata kecuali
distribusi yang tidak sama atas beberapa atau semua maslahat itu dimaksudkan
agar mendukung mereka yang paling tidak beruntung. Dalam konsep ini Rawls
kembali menegaskan komitmennya untuk lebih mengutamakan pendistribusian
kepada kelompok masyarakat yang paling tidak beruntung.
Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa masyarakat yang paling tidak
beruntung adalah mereka yang terdiri dari rumah tangga yang sangat miskin.
Artinya di sini dalam kegiatan pendistribusian apapun bentuk yang didistribusikan
oleh pemerintah dalam rangka kemaslahatan bersama diharapkan dapat
bermanfaat bagi mereka yang sangat miskin. Mengacu dari konsep pemikiran
Rawls dapat dipahami bahwa segala sesuatu tidak harus selalu didistribusian sama
rata. Dalam hal tertentu demi terciptanya suatu keadilan maka pendistribusin
dapat dilakukan secara tidak merata yang dimaksudkan untuk lebih
mengutamakan mereka yang paling tidak beruntung.
Kondisi yang terjadi di lapangan yang sering dijadikan alasan oleh
masyarakat lokal mengapa Raskin harus dibagi rata adalah karena mereka menilai
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
246 Universitas Indonesia
masih ada rumah tangga yang lebih kaya kondisi ekonominya justru mendapatkan
bantuan Raskin. Sedangkan mereka yang lebih miskin justru tidak terdaftar dan
tidak mendapatkan bantuan Raskin oleh pemerintah. Fenomena seperti ini yang
sering dijadikan dasar pembenaran bagi rumah tangga lainnya untuk menuntut
kepada seorang Ketua RT untuk mendistribusikan Raskin dengan cara dibagi rata.
Oleh karena itu demi terwujudnya keadilan di dalam pendistribusiannya maka
kebijakan pendistribusian yang telah dibuat di tingkat nasional harus tetap dapat
dijalankan hingga ke tingkat lokal. Jika dikaitkan dengan konsep keadilan
distributif yang dikemukakan oleh Iatridis (1995) maka fenomena pendistribusian
Raskin dengan cara di bagi rata merupakan bentuk keadilan distributif
berdasarkan kesetaraan (equality) yaitu kriteria distributif yang mengacu pada
perlakuan terhadap semua orang sebagai sama rata.
Selanjutnya jika proses pendistribusian Raskin dikaitkan dengan konsep
keadilan dsitributif yang dikemukakan oleh Gilbert dan Terrell (2005) yaitu
konsep equality, equity dan adequacy maka dapat peneliti analisis sebagai berikut.
Prinsip distribusi yang diberlakukan di masyarakat lokal yaitu dengan cara di bagi
sama rata sama banyak merupakan cerminan dari konsep equality yang berkaitan
dengan numerical equality (Aristotle, 1943 dalam Gilbert dan Terrell, 2005).
Proses distrubusi sama rata sama banyak menunjukkan bahwa masing-masing
rumah tangga mendapatkan dalam jumlah yang sama banyak walaupun pada
kenyataannya mereka mempunyai tingkat kemiskinan yang berbeda. Sedangkan
cara pendistribusian dengan cara dibagi berdasarkan kondisi kemiskinannya yaitu
kelompok rumah tangga yang sangat miskin mendapatkan jumlah yang lebih
banyak dari pada yang miskin ataupun rentan maka menurut peneliti dapat
dikategorikan menggunakan konsep equality yaitu proportional equality
(Aristotle, 1943 dalam Gilbert dan Terrell, 2005) yaitu perlakuan yang sama pada
orang dalam kondisi yang serupa. Kelompok rumah tangga yang berada dalam
kondisi sama-sama sangat miskin akan mendapatkan jumlah yang lebih banyak. .
Sementara itu pemberian bantuan kepada rumah tangga miskin dapat
juga memenuhi konsep equity walaupun kelompok rumah tangga miskin tidak
memberikan kontribusi kepada masyarakat atau negara. Namun menurut Gilbert
dan Terrell (2005) ini adalah bentuk dari pertimbangan khusus bagi mereka yang
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
247
dinamakan sebagai “equitable inequalities” yaitu ketidaksetaran yang adil dan
dianggap sebagai perlakukan istimewa (preferential treatment). Merujuk dari
konsep ini, peneliti berpendapat bahwa pemberian bantuan Raskin kepada yang
tidak miskin justru dapat dianggap sebagai perbuatan yang sesuai dengan konsep
equity. Walaupun mereka memberikan kontribusi yang cukup besar kepada
masyarakat ataupun negara misalnya dengan membayar pajak namun mereka
tetap tidak berhak mendapatkan bantuan sosial (Raskin).
Selanjutnya jika dikaitkan dengan prinsip yang ketiga yaitu adequacy
maka pendistribusian Raskin sebesar 15 kg per RTS pada dasarnya telah
memenuhi aspek ketercukupan tersebut dalam rangka menciptakan standar
kehidupan yang lebih baik atau memperbaiki kesejahteraan bagi rumah tangga
miskin. Namun dengan proses pendistribusian Raskin dengan cara di bagi rata
tersebut apalagi dengan sistem dibagi sama rata dam sama banyak maka hal
tersebut bertentangan dengan konsep adequacy. Hal tersebut dikarenakan proses
distribusi Raskin di tingkat lokal telah menyebabkan jumlah yang diterima RTS
menjadi sangat jauh berkurang sehingga tidak mampu untuk meningkatkan
kondisi kesejahteraan mereka.
Dari berbagai uraian di atas dapat peneliti melihat bahwa pada dasarnya
kebijakan pendistribusian Raskin yang telah ditetapkan oleh pemerintah di tingkat
nasional berdasarkan rumah tangga sasaran lebih memenuhi aspek keadilan
distributifnya dibandingkan dengan kebijakan pendistribusian Raskin yang
ditetapkan oleh para Ketua RT di tingkat lokal. Apalagi jika dikaitkan dengan
fenomena kebijakan pendistribusian Raskin dengan cara dibagi sama rata dan
sama banyak kepada seluruh rumah tangga baik yang yang miskin maupun tidak
miskin yang ada di wilayah RT tersebut. Dengan kata lain mengacu pada konsep
keadilan distributif Rawls maka kebijakan pendistribusian Raskin di tingkat lokal
telah berimplikasi pada gagalnya menciptakan keadilan distributif di masyarakat
lokal. Namun hal yang perlu menjadi penekanan di sini adalah kebijakan
pendistribusian Raskin harus di dukung dengan penetapan rumah tangga sasaran
secara tepat dan akurat. Penetapan RTS harus memang sesuai dengan kondisi riil
yang ada di lapangan. Dalam arti, mereka yang terdaftar di dalam daftar penerima
manfaat Raskin memang merupakan kelompok dari rumah tangga yang paling
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
248 Universitas Indonesia
miskin di antara rumah tangga lainnya dalam wilayah tersebut. Sehingga nantinya
pendistribusian yang dilakukan oleh para pelaksana di tingkat lokal memang tepat
sasaran. Selain itu ruang untuk melakukan protes dari mereka yang tidak
mendapatkan Raskin menjadi tertutup dan tingkat kecemburuan sosial dari rumah
tangga lainnya yang tidak mendapatkan bantuan Raskin bisa berkurang.
Selanjutnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Ife (2013) bahwa
gagasan mengenai pemberdayaan merupakan pusat dari strategi keadilan sosial.
maka di dalam pembahasan mengenai keadilan distributif ini akan peneliti kaitkan
dengan masalah pemberdayaan (empowerment). Jika dikaitkan dengan aspek
pemberdayaan sebagai mana konsep yang dikemukakan oleh Ife (2013) bahwa
secara sederhana, pemberdayaan dipahami sebagai upaya untuk meningkatkan
kekuatan dari orang-orang yang kurang beruntung/miskin (the power of the
disadvantaged). Oleh karena itu pemberian bantuan sosial berupa Raskin dapat
pula di pandang sebagai salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan
kekuatan RTS melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokoknya.
Sehingga secara konseptual, jika kebutuhan tersebut telah dapat terpenuhi dengan
baik maka rumah tangga miskin tersebut dapat lebih berdaya di masyarakat dalam
menjalankan fungsi sosialnya. Itu artinya telah tercipta keadilan sosial di
masyarakat.
Selanjutnya dalam konteks pemberdayaan masyarakat, maka rumah
tangga miskin harus dapat diberikan kekuatan (power) untuk dapat mengakses dan
memanfaatkan sumber daya (to access and utilize resouces). Terkait dengan
konteks penelitian ini maka menurut analisa peneliti pemberian Raskin ini
merupakan salah satu bentuk pemberdayaan bagi masyarakat miskin untuk dapat
mengakses dan memanfaatkan sumber daya yang diberikan oleh pemerintah di
bidang pangan. Sementara itu Jika dikaitkan dengan konsep keadilan distributif
Rawls maka adanya kesamaan di dalam kesempatan (opportunity) merupakan
bagian dari keadilan sosial. Sedangkan di lihat dari sisi kelompok yang kurang
beruntung (disadvantaged) maka pemberdayaan yang dimaksud di sini dapat
ditempuh melalui kebijakan dan perencanaan (policy and planning). Sebagaimana
dikemukakan Ife (2013) bahwa pemberdayaan melalui cara ini dapat dicapai
dengan cara mengembangkan atau merubah struktur dan institusi sehingga dapat
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
249
membawa akses terhadap sumber daya atau pelayanan yang lebih adil dan
kesempatan untuk berpartisipasi di dalam kehidupan masyarakat. Artinya dalam
rangka pemberdayaan masyarakat maka perlu dilakukan perbaikan terhadap
institusi-institusi yang sehingga dapat memebrikan pelayanan yang lebih baik dan
lebih mudah di akses oleh kelompok masyarakat miskin.
Dalam konteks penelitian ini, maka untuk menciptakan keadilan dan
dalam rangka pemberdayaan rumah tangga miskin maka peneliti berpendapat
perlu ada langkah perbaikan terhadap institusi yang ada di tingkat lokal baik itu
institusi pemerintahan maupun lembaga kemasyarakatan yang ada di tingkat lokal
(RT). Kelompok rumah tangga miskin tersebut diberi kesempatan yang adil untuk
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dan perencanaan. Misalnya berpartisipasi
di dalam perumusan kebijakan terkait dengan proses pendistribusian Raskin di
tingkat lokal. Hal ini menurut peneliti dapat pula dimanfaatkan agar nantinya
mereka tidak merasa dirugikan terkait dengan kebijakan tersebut. Namun apabila
dilihat lebih jauh, oleh karena pelaksanaan program Raskin yang berlangsung di
tingkat lokal ini tidak berjalan efektif. Maka menurut pendapat peneliti kondisi ini
mengakibatkan proses pemberdayaan kepada kelompok yang kurang beruntung
(masyarakat miskin) dalam rangka mewujudkan keadilan sosial belum bisa
berjalan dengan baik.
Jika keberadaan program Raskin ini, dikaitkan dengan konsep hak asasi
manusia sebagai mana yang dikemukakan oleh Ife (2001), maka berdasarkan
analisa yang ada, dapat peneliti kemukakan bahwa pendistribusian Raskin yaitu
bantuan sosial berupa beras murah bersubsidi merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk memenuhi hak manusia dalam rangka mencapai standar
kehidupan yang layak yang ditujukan bagi kelompok masyarakat yang miskin dan
rentan yang memiliki pendapatan yang rendah. Berdasarkan konsep Ife (2001)
yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka hak tersebut termasuk ke
dalam hak asasi manusia pada generasi yang kedua yaitu hak asasi manusia yang
berfokus pada hak ekonomi, sosial dan budaya. Merujuk dari konsep ini, maka
hak di dalam pemenuhan kebutuhan manusia merupakan sebuah kewajiban dari
negara untuk melakukannya.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
250 Universitas Indonesia
Jika dikaitkan dengan perspektif ilmu kesejahteraan sosial maka
berdasarkan konsep yang ada upaya yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial
dalam memenuhi hak asasi manusia yang ada di generasi yang kedua yaitu
diantaranya melalui the provision of social services untuk memberikan jaminan
pemenuhan standar kehidupan yang layak di berbagai bidang kehidupan.
Keberadaan Program Raskin sesungguhnya dapat dinilai sebagai sebuah langkah
yang tepat dan menjadi salah satu bentuk penyediaan layanan sosial yang cukup
penting dalam rangka memberikan jaminan di bidang pemenuhan kebutuhan
pokok (basic needs) rumah tangga miskin. Namun ternyata berdasarkan fakta di
lapangan, penyediaan layanan sosial yang diberikan oleh pemerintah belum
berjalan optimal. oleh karena itu terkait dengan fenomena tersebut maka langkah
perbaikan di dalam mengatasi berbagai persoalan yang terjadi dapat dilakukan
melalui perbaikan kebijakan terkait dengan yang telah dijalankan oleh pemerintah
selama ini.
Selanjutnya sejalan fakta yang terjadi di lapangan yaitu terkait dengan
apa yang telah dikemukakan oleh para informan dari kalangan rumah tangga
penerima Raskin yang merupakan RTS PM maka pendistribusian Raskin kepada
mereka yang tidak tergolong miskin pada dasarnya merupakan bentuk perampasan
hak orang miskin dan termasuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Dalam
konteks keadilan sosial maka fenomena pengambilan hak seseorang atau
mengurangi apa yang sebenarnya menjadi hak seseorang dapat pula
dikelompokkan sebagai bentuk ketidakadilan di masyarakat. Bentuk-bentuk
pelanggaran terhadap hak asasi manusia yaitu pada kelompok rumah tangga
miskin yang terjadi pada generasi kedua dapat dilakukan advocacy oleh para
pekerja sosial di masyarakat. Hal ini perlu dilakukan untuk mengingatkan kembali
kepada para semua pihak terutama pemerintah sebagai penyedia layanan sosial
untuk menciptakan keadilan sosial yang diawali dengan proses distribusi bantuan
sosial yang adil kepada masyarakat lokal.
6.4 Implikasi Teoritis
Dari berbagai uraian hasil data lapangan dan analisis teori yang telah
peneliti kemukakan sebelumnya maka implikasi teoritis dari penelitian dapat
peneliti kemukakan sebagai berikut. Fenomena yang terjadi di lapangan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
251
mempertegas pentingnya konsep dasar yang berkenaan dengan distribusi yang
baik yang menyangkut tiga hal yaitu equality, equity dan adequacy. Berdasarkan
fakta yang terjadi dilapangan telah diketahui bahwa banyak persoalan yang
dihadapi dalam upaya mencapai tiga aspek penting tersebut. Permasalahan yang
muncul adalah terkait dengan bagaimana birokrasi dalam menjalankan proses
distribusi tersebut. Pada kenyataannya para pengambil keputusan di tingkat lokal
hanya berupaya untuk mencapai aspek equality dan tidak terlalu memperhatikan
aspek equity dan adequacy.
Oleh karena itu menurut peneliti fenomena yang terjadi memperkuat
konsep Gilbert dan Terrell (2005) akan pentingnya equality, equity dan adequacy
dalam menciptakan keadilan distributif di dalam bantuan publik (public
assistance). Dengan kata lain keputusan yang diambil oleh para pelaksanan
program di tingkat lokal perlu memperhatikan tiga aspek penting tersebut. Ketiga
konsep tersebut harus dapat berjalan selaras dalam rangka mewujudkan keadilan
distributif di masyarakat. Jika dibandingkan dengan kenyataan di lapangan maka
pendistribusian Raskin di tingkat lokal hanya memenuhi pada aspek equality yaitu
adanya pemerataan distribusi Raskin kepada hampir seluruh rumah tangga yang
ada di wilayah tersebut. Sedangkan aspek equity dan adequacy justru terabaikan
oleh para pelaksanan program di lapangan.
Terkait dengan dinamika yang terjadi di dalam proses pendistribusian
Raskin di tingkat lokal maka berdasarkan data lapangan menunjukkan bahwa hasil
penelitian ini telah menguatkan teori yang dikemukakan oleh Lispky (1981)
mengenai proses birokrasi yang dilakukan oleh para aparatur di tingkat bawah
(street level bureaucracy). Sebagaimana yang telah disinggung pada bab
sebelumnya Lispky (1981) mengemukakan bahwa keberadaan street level
bureaucracy sebagai penyedia manfaat publik dan penjaga aturan publik (keepers
of public order) maka keberadaannya dihadapkan pada dua pilihan yaitu di satu
sisi adanya tuntutan dari penerima layanan untuk meningkatkan efektivitas dan
responsibilitas, di sisi lain adanya tuntutan dari warga negara atau masyarakat
untuk meningkatkan keberhasilan (efficacy) dan efiseinsi terhadap layanan
pemerintah.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
252 Universitas Indonesia
Selain itu secara konseptual, konsep Hill (2013) sejalan pula dengan
pendapat Lipsky (1981). Hill (2013) mengemukakan bahwa para pekerja
(officials) dihadapkan pada dua hal yaitu antara menjalan aturan (rule) atau justru
harus mengambil sebuah diskresi (discretion). Berdasarkan fakta dilapangan
kondisi ini secara nyata memang kerap dihadapi oleh para pelaksana program
Raskindi tingkat bawah yaitu sulitnya menerapkan berbagai aturan atau ketentuan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah sehingga mereka dituntut harus mampu
bekerja secara profesional dengan mengambil cara lain (diskresi) untuk mengatasi
berbagai masalah yang terjadi di lapangan.
Kondisi inilah yang sesungguhnya terjadi di dalam proses pendistribusian
Raskin di tingkat lokal. Hal ini menimbulkan dinamika di masyarakat. Aparatur
pemerintah kelurahan beserta perangkatnya termasuk para Ketua RT sebagai
pelaksana program Raskin di tingkat lokal dihadapkan pada dua tuntutan yaitu
tuntutan dari penerima manfaat layanan Raskin dan tuntutan dari masyarakat
secara umum sebagai warga negara. Berdasarkan kenyataan di lapangan dapat
diketahui ternyata para pelaksana program Raskin di tingkat lokal lebih memilih
memenuhi tuntutan dari kelompok masyarakat yang sebenarnya tidak termasuk
sebagai penerima manfaat Raskin. Namun kelompok masyarakat tersebut merasa
berhak untuk mendapatkan layanan Raskin tersebut. Kondisi ini telah mendukung
teori Lipsky (1981) yang mengemukakan bahwa dalam menghadapi kondisi
seperti ini maka diperlukan penggunaan diskresi dan otonomi yang dimiliki.
Disinilah probematika muncul sehingga para aparatur pelaksanan program Raskin
di tingkat lokal menjalankan diskresi dan otonomi kelembagaan yang mereka
milki yaitu untuk memenuhi tuntutan tersebut dengan cara mendistribusikan
Raskin secara merata.
Namun peneliti melihat adanya ketidaksesuaian antara tujuan konseptual
dan kenyataan yang terjadi di lokasi penelitian. Lipksy (1981) mengemukakan
bahwa pemenuhan tuntutan dari sisi penerima layanan bertujuan untuk efektivitas
dan responsibilitas. Pada kenyataannya peneliti melihat tindakan yang diambil
petugas yaitu dengan mendistribusikan Raskin dengan cara dibagi rata justru telah
menyebabkan layanan manfaat dari program Raskin menjadi tidak efektif dan
menurunkan tanggung jawab petugas terhadap keberadaan masyarakat miskin
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
253
sebagai penerima layanan. Temuan ini dapat menjadi varian yang berbeda dan
dapat memperkaya teori yang dikemukakan oleh Lispky (1981).
Terkait dengan pendistribusian Raskin ini, peneliti melihat penggunaan
diskresi dan otonomi dapat secara tepat dilaksanakan jika hal tersebut bertujuan
untuk memperbaiki ketidaktepatan sasaran. Salah satunya disebabkan karena
kesalahan data pemerintah. Misalnya ada rumah tangga yang seharusnya tidak
layak menerima Raskin tetapi justru menerima bantuan Raskin maka dengan
diskresi tersebut maka para pelaksana program di tingkat lokal dapat mengganti
sasaran penerima kepada yang lebih berhak menerimanya. Sementara terkait
dengan hasil penelitian ini, tindakan diskresi yang dilakukan oleh para aparatur
pelaksana di tingkat lokal justru memberikan kesempatan kepada kelompok
masyarakat yang sebenarnya tidak layak menerima manfaat Raskin untuk ikut
serta menikmati bantuan Raskin. Tindakan tersebut telah merugikan kelompok
masyarakat yang seharusnya lebih berhak menerima Raskin.
Selanjutnya Lipsky (1981) yang mengemukakan bahwa para aparatur di
tingkat bawah (street level bureaucracy) memegang peranan penting untuk
kesejahteraan para penerima manfaat dari program sosial. Selain itu pernyataan
tersebut sejalan pula dengan konsep yang dikemukakan oleh Dean (2011) bahwa
pada tingkat bawah inilah sesungguhnya peran dari sebuah kebijakan sosial itu
bekerja. Hal ini dapat dibuktikan dari pelaksanaan Program Raskin yaitu jika
aparatur di tingkat bawah (street level bureaucracy) dapat melaksanakan proses
distribusi dengan baik dan tepat sasaran maka hal tersebut akan dapat
meningkatkan kesejahteraan para penerima manfaat Raskin. Sebaliknya jika para
pelaksana di tingkat bawah melakukan penyimpangan maka layanan sosial yang
diberikan kurang memberikan dampak dalam perbaikan kondisi masyarakat
miskin.
Selanjutnya peneliti mengkritisi terkait dengan keberadaan diskresi di
dalam pelaksanaan pendistribusian Raskin. Peneliti melihat sejauh ini diskresi
yang dilakukan oleh para pelaksana program terlalu luas sehingga sangat berbeda
jauh antara aturan dengan pelaksanaan yang ada di lapangan. Kondisi ini telah
menyebabkan program Raskin tidak berjalan efektif dan responsif. Selain itu
diskresi tersebut telah menyebabkan menurunnya tingkat keberhasilan dan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
254 Universitas Indonesia
menurunnya efisiensi layanan pemerintah. Sehingga hal ini perlu ada perbaikan di
dalam pelaksanaan pendistribusian Raskin. Dengan kata lain pendistribusian
Raskin tidak boleh menggunakan diskresi yang terlalu besar dan luas sehingga
mengabaikan aturan yang berlaku.
Selain itu peneliti berpendapat fenomena pendistribusian yang terjadi di
dalam pendistribusian Raskin di tingkat lokal menekankan kembali pentingnya
konsep distribusi Gilbert dan Terrell (2005) yang mencakup pada 4 aspek penting
yaitu allocation, provision, delivery dan finance. Secara konseptual pemberian
bantuan dalam bentuk manfaat barang (in kind transfer) memang membatasi
pilihan pada penerima manfaat jika dibandingkan dengan pemberian bantuan
dalam bentuk uang tunai (cash transfer). Dalam konteks penelitian ini, pemberian
bantuan dalam bentuk beras tidak memungkinkan penerima mengganti beras
dengan barang lainnya. Sebaliknya dengan pemberian bantuan dalam bentuk uang
tunai maka para penerima manfaat dapat menggunakan uang secara bebas untuk
membeli barang atau untuk keperluan lainnya sesuai dengan kebutuhan mereka
masing-masing. Namun dalam perkembangannya ternyata pemberian bantuan
dalam bentuk uang tunai juga menimbulkan banyak permasalahan diantaranya
yaitu uang tunai yang diberikan justru dipergunakan untuk membeli barang-
barang yang bukan termasuk kebutuhan primer / pokok.
Dalam rangka memperbaiki proses distribusi yang telah berlangsung
selama ini maka dapat mengacu pada pilihan-pilihan konsep yang dikemukakan
oleh Gilbert dan Terrell (2005) tersebut. Peneliti melihat perlu ada perubahan
yang cukup mendasar terkait dengan proses pendistribusian yang telah
dilaksanakan selama ini. Salah satunya terkait dengan provision. Bantuan Raskin
yang selama ini di distribusikan cukup sulit diterima dalam jumlah yang utuh oleh
para RTS sesuai dengan ketentuan yaitu 15 kg karena beras ada di rumah para
Ketua RT dan Ketua RT mempunyai kewenangan penuh dalam membagi beras
tersebut.
Terkait dengan aspek keadilan distributifnya, peneliti melihat bahwa
fakta yang terjadi di lapangan menguatkan teori keadilan distributif sebagaimana
yang dikemukakan oleh Rawls (1971) bahwa dalam rangka mewujudkan keadilan
distributif maka pendistribusian yang dilakukan harus dapat mengutamakan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
255
kelompok masyrakat yang paling tidak beruntung (the least advantaged). Proses
distribusi yang dilakukan oleh aparatur pelaksanan di tingkat lokal yaitu dengan
cara di bagi rata sangat bertentangan dengan teori keadilan distributif Rawls
(1971) sehingga pendistribusian tersebut pada dasarnya belum berhasil
mewujudkan keadilan distributif di masyarakat lokal. Proses distribusi yang
dilaksanakan di tingkat lokal justru mengakibatkan rumah tangga miskin bahkan
yang sangat miskin tetap pada kondisi kemiskinannya dan belum memiliki
kekuatan (power) untuk memperbaiki kondisi kehidupannya.
6.5 Implikasi Praktis
Dari uraian implikasi teoritis yang telah peneliti kemukakan maka
implikasi praktisnya dapat peneliti uraikan sebagai berikut. Sebagai implikasi
praktis terkait dengan dinamika pendistribusian Raskin yang terjadi di tingkat
lokal, maka menurut peneliti perlu dilakukan perubahan mendasar terkait dengan
pelaksanaan program Raskin. Perubahan yang dimaksud yaitu terkait dengan
wujud bantuan. Selama ini bantuan yang diberikan oleh pemerintah adalah
langsung dalam bentuk beras yang didistribusikan dari gudang Bulog sampai ke
Titik Distribusi (TD) dan Titik Bagi (TB). Sedangkan menurut peneliti, perubahan
yang dapat dilakukan yaitu bantuan yang diberikan tidak dalam bentuk beras
secara langsung melainkan dalam bentuk kupon yang nantinya dapat ditukar
dengan beras pada tempat atau loket penukaran yang telah disediakan oleh
pemerintah.
Terkait dengan perubahan tersebut maka pemerintah pusat hanya
mendistribusikan kupon kepada pemerintah daerah. Kemudian pemerintah daerah
secara berjenjang akan mendistribusikan kupon tersebut sampai ke tingkat
kelurahan dan para Ketua RT. Selanjutnya para Ketua RT membagikan kupon
tersebut kepada rumah tangga sasaran berdasarkan daftar penerima manfaat yang
telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan pemberlakuan sistem distribusi kupon
ini maka diharapkan para aparatur di tingkat lokal dapat mengurangi penggunaan
diskresinya di dalam pemberian layanan sosial. adapun ketentuannya yaitu satu
kupon beras hanya berlaku untuk satu rumah tangga miskin dan penukaran kupon
dilakukan oleh orang yang sesuai dengan nama dan alamat yang ada di kupon
tersebut. Selain itu sistem distribusi kupon ini, dapat mencegah tindakan Para
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
256 Universitas Indonesia
Ketua RT yang pada umumnya secara langsung mengurangi jatah masing-masing
RTS untuk dibagi secara merata kepada rumah tangga yang lainnya.
Selanjutnya dengan sistem pemberian kupon ini maka dapat menciptakan
keterbukaan dari para Ketua RT kepada warga masyarakatnya terkait dengan
siapa saja rumah tangga miskin yang ada di wilayah RT tersebut yang berhak
menerima bantuan Raskin. Peneliti juga berpendapat bahwa sistem
pendistribusian bantuan dalam bentuk kupon ini dapat menekan besarnya biaya
distribusi beras yang selama ini harus dikeluarkan oleh pemerintah secara cukup
signifikan. Hal ini berdasarkan argumentasi bahwa selama ini Raskin harus
didistribusikan kepada setiap kantor lurah sebagai titik distribusi. Sedangkan jika
Raskin didistribusikan melalui sistem kupon ini maka pemerintah tentu tidak perlu
mengeluarkan biaya yang terlalu besar untuk mendistribusikan kupon Raskin
tersebut. Distribusi kupon dapat dilakukan melalui jaringan komputer dan dikirim
dalam bentuk data. Selanjutnya berdasarkan data yang dikirim dapat dicetak di
kantor pemerintah daerah. Kemudian distribusi beras tidak perlu di lakukan di
setiap kantor lurah melainkan hanya di distribusikan di satu atau beberapa tempat
saja yang dianggap startegis dan mudah di jangkau masyarakat.
Selain itu sistem distribusi kupon juga dapat menghilangkan kebiasaan
menaikkan harga tebus Raskin yang dilakukan oleh para pelaksana program di
tingkat lokal karena alasan untuk menutupi biaya trasportasi lokal. Selama ini
biaya distribusi Raskin dari kantor lurah (titik distribusi) ke rumah para ketua RT
(titik bagi) pada umumnya dibebankan kepada setiap rumah tangga penerima
Raskin sehingga terjadi kenaikan harga tebus Raskin yang bervariasi.
Selanjutnya proses penukaran kupon (dari kupon menjadi beras) harus
dilakukan oleh si pemilik kupon. Pada saat proses penukaran berlangsung maka
petugas akan melakukan verifikasi data yaitu dengan mencocokkan antara kartu
identitas diri yang bersangkutan dengan nama yang tertera di dalam kupon. Hal ini
untuk mencegah terjadinya pengalihan manfaat Raskin kepada orang lain yang
tidak berhak menerimanya dan bukan sebagai sasaran penerima manfaat yang
telah ditetapkan oleh pemerintah. Sebelumnya jika Raskin didistribusikan
langsung kepada para Ketua RT, maka ketua RT akan langsung mengurangi
alokasi Raskin untuk tiap-tiap RTS sehingga RTS akan menerima Raskin dalam
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
257
jumlah yang tidak utuh lagi dan umumnya hanya sedikit. Sedangkan jika Raskin
di distribusikan dalam bentuk kupon, maka para Ketua RT tidak dapat langsung
mengurangi Raskin tersebut dan memungkinkan RTS mempunyai daya tawar
yang tinggi untuk melakukan kesepakatan terkait berapa beras yang akan
diberikan untuk rumah tangga lainnya yang tidak terdaftar. Kondisi ini sangat
memungkinkan RTS mendapatkan alokasi yang lebih banyak dibandingkan
dengan distribusi beras secara langsung kepada para Ketua RT.
Kemudian, dengan adanya upaya pencegahan pengalihan manfaat
tersebut dan tidak terjadinya pengurangan alokasi Raskin yang diterima RTS
maka diharapkan nantinya bantuan Raskin dapat benar-benar memberikan
dampak yang signifikan bagi upaya pemenuhan kebutuhan pokok. Selain itu
kondisi ini tentu dapat pula berimplikasi pada lebih terciptanya keadilan distributif
di dalam pelaksanaan program Raskin.
Walaupun demikian, pendistribusian Raskin dalam bentuk kupon masih
memungkinkan menimbulkan permasalahan di masyarakat lokal yaitu diantaranya
rumah tangga miskin membutuhkan biaya dan waktu untuk menukarkan kupon
beras tersebut ke loket penukaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Secara
teknis, pemerintah daerah perlu menyiapkan dan menentukan loket-loket
penukaran beras yang memadai untuk menampung beras dalam jumlah yang
sangat banyak. Namun hal yang terpenting yang menjadi tujuan mendasar dari
pendistribusian dalam bentun kupon ini adalah untuk mencegah tindakan dari para
pelaksana program di tingkat lokal yaitu Ketua RT untuk melakukan distribusi
Raskin dengan cara dibagi rata kepada yang tidak berhak. Oleh karena itu
walaupun ada kekurangan namun peneliti menilai keuntungan yang diperoleh
akan jauh lebih banyak. Berdasarkan uaraian di atas peneliti petakan dalam
sebuah matrik sebagai berikut :
Gambar.6.13 Matrik In Kind Transfer dan Cash Transfer Sumber : peneliti
Beras Kupon BLT
In Kind Transfer Cash Transfer
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
258 Universitas Indonesia
Tabel. 6.1
Matrik Perbandingan in Kind Transfer dan Cash Transfer
Kelebihan Kekurangan Keterangan
In kind
(Raskin)
Bantuan Raskin dapat langsung
dinikmati.
- Pilihan terbatas yaitu hanya
dalam bentuk beras
- Distribusi Raskin dibagi rata
- Nilai bantuan berkurang
- Terjadi kenaikan harga
tebus Raskin
- Keadilan distributif sulit
terwujud
Program Raskin selama
ini kurang memberi
dampak bagi RTS dan
menciptakan ketidak
adilan.
In kind
(Kupon)
- Raskin dapat diterima RTS
dapat jumlah yang tepat/utuh.
- Tidak terjadi kenaikan harga
tebus Raskin.
- Mengurangi tingkat diskresi
untuk mengalihkan bantuan
kepada yang lainnya.
- Bantuan dapat lebih
memberikan dampak bagi
RTS.
- Dapat lebih menciptakan
keadilan distributif
- Pilihan terbatas yaitu hanya
dalam bentuk beras.
- Untuk menikmati bantuan,
RTS perlu waktu untuk
menurkan kupon ke loket.
- RTS membutuhkan ongkos
trasnportasi jika loket
penukaran cukup jauh.
- Perlu di dukung
kesiapan para
petugas loket
penukaran kupon.
- Di beberapa negara
terjadi antrian di
dalam penukaran
kupon
Cash
(BLT)
- Bantuan dalam bentuk uang
lebih banyak memberikan
pilihan untuk dipergunakan
sesuai kebutuhan
- Penggunaan uang sulit di
kontrol.
- Kurang memberi dampak
bagi penerima manfaat
- Terjadi fenomena
bantuan uang justru
dipergunakan bukan
untuk hal yang
utama.
Sumber : peneliti
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
259
BAB 7
PENUTUP
7. 1 Kesimpulan
Dari berbagai uraian dan temuan di lapangan yang telah peneliti
kemukakan pada bab sebelumnya maka peneliti mengambil kesimpulan antara
lain sebagai berikut:
1. Terkait dengan dinamika pendistribusian raskin di tingkat lokal
Pertama, peneliti menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan yang
cukup signifikan antara kebijakan distribusi yang telah ditetapkan di tingkat
nasional dengan proses distribusi yang dilaksanakan di tingkat lokal. Proses
distribusi raskin di tingkat lokal dilaksanakan berdasarkan aturan atau
ketetapan yang dihasilkan melalui beberapa macam cara. Pertama, melalui
musyawarah yang dilaksanakan oleh Ketua RT secara terbuka yaitu dengan
melibatkan seluruh warga masyarakat baik yang tercatat sebagai RTS maupun
non RTS. Kedua, melalui musyawarah yang dilaksanakan oleh Ketua RT
secara tertutup yaitu hanya melibatkan warga masyarakat yang tercatat
sebagai RTS saja. Ketiga, tanpa melalui musyawarah dengan masyarakat
secara formal tetapi bersifat terbuka yaitu dengan tetap melakukan dialog
dengan warga dan berusaha mendengar aspirasi warga melalui kegiatan
keagamaan dan kemasyarakatan. Ke empat, tanpa melalui musyawarah
dengan masyarakat secara formal dan bersifat tertutup yaitu tidak ada proses
dialog dengan warga dan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan
dari diri sendiri.
Kedua, peneliti menyimpulkan bahwa dari hasil kegiatan musyawarah
maupun tanpa musyawarah tersebut telah menghasilkan sebuah keputusan
yang mengatur tentang cara pendistribusian raskin di masyarakat lokal.
Adapun cara pembagian raskin yang berlaku di masyarakat lokal antara lain
yaitu pertama, dengan cara dibagi sama rata sama banyak baik kepada rumah
tangga yang terdaftar (RTS) maupun kepada rumah tangga yang tidak
terdaftar (non RTS). Kedua, dibagi berdasarkan keanggotaan (RTS dan non
RTS) yaitu dengan ketentuan RTS mendapatkan jatah raskin yang lebih
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 260
banyak dari non RTS. Ketiga, dibagi berdasarkan tingkat kemiskinan rumah
tangga (sangat miskin, miskin dan hampir miskin) dengan ketentuan rumah
tangga yang sangat miskin lebih banyak mendapatkan jatah raskin daripada
rumah tangga miskin dan hampir miskin, begitu juga rumah tangga miskin
mendapat raskin lebih banyak daripada rumah tangga hampir miskin. Ke
empat, dibagi berdasarkan periode tertentu / berkala dengan ketentuan
diantaranya rumah tangga yang terdaftar (RTS) mendapatkan jatah raskin
setiap bulan, sedangkan rumah tangga yang tidak terdaftar (non RTS)
mendapatkan jatah raskin 2 bulan sekali.
Ketiga, peneliti menyimpulkan bahwa munculnya mekanisme yang
baru di dalam proses distribusi raskin di tingkat lokal didukung adanya
diskresi dan otonomi yang dimilki para pelaksana program. Selain itu
disebabkan oleh beberapa faktor pendorong yaitu karena adanya
permasalahan mengenai keakuratan data dan penentuan kriteria rumah tangga
penerima raskin, adanya keterbatasan alokasi raskin dari pemerintah dan
adanya alasan untuk menghilangkan kecemburuan sosial dan gejolak di
masyarakat.
Ke empat, peneliti menyimpulkan bahwa di dalam pelaksanaan
pendistribusian raskin di tingkat lokal, para pelaksana program cenderung
lebih mengedepankan diskresi dan otonomi yang dimilki. Sebaliknya mereka
cenderung mengabaikan aturan yang berlaku. Kondisi ini justru justru
membawa dampak negatif yaitu menyebabkan munculnya perilaku yang tidak
baik (moral hazard) di kalangan masyarakat. Hal ini mengakibatkan jumlah
rumah tangga yang tidak layak mendapatkan raskin menjadi bertambah dan
melestarikan tindakan yang tidak benar.
2. Terkait dengan dampak pendistribusian raskin di tingkat lokal terhadap upaya
pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga sasaran.
Peneliti menyimpulkan bahwa pendistribusian raskin di tingkat lokal
telah berdampak pada kegagalan dalam mencapai tujuan program secara
optimal. Hal ini dapat dilihat dari fenomena berkurangnya jatah raskin yang
seharusnya diterima oleh rumah tangga sasaran sehingga nilai bantuan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
261
menjadi kurang bermakna dan tidak memberikan dampak yang signifikan
bagi kelangsungan hidup rumah tangga sasaran. Rumah tangga sasatan hanya
menerima raskin antara 2 s.d 5 kg per bulan dan hanya mampu bertahan
untuk memenuhi kebutuhan hidup antara 2–5 hari saja. Oleh karena itu secara
empirik, proses distribusi yang dilakukan oleh para pelaksana program di
tingkat lokal telah gagal dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam
pemberian layanan kepada masyarakat miskin. Padahal beras sebagai
kebutuhan manusia yang paling mendasar sangat dibutuhkan untuk menjamin
kelangsungan hidup mereka dan bantuan beras seharusnya dapat memberikan
dampak signifikan dalam mengurangi beban pengeluaran RTS.
3. Terkait dengan implikasi kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal
terhadap aspek keadilan distributifnya.
Peneliti menyimpulkan bahwa proses pendistribusian raskin di tingkat
lokal ini belum mampu menciptakan keadilan distributif sebagai mana konsep
keadilan distributif yang dikemukakan oleh Rawls yaitu lebih mengutamakan
kepada kelompok yang paling membutuhkan. Dengan kata lain kebijakan
pendistribusian raskin yang telah dibuat oleh pemerintah di tingkat nasional
pada dasarnya lebih memenuhi aspek keadilan distributifnya dibandingkan
dengan proses pendistribusian raskin yang dilaksanakan di tingkat lokal.
Keadilan distributif di tingkat lokal pada umumnya hanya dipahami yaitu
sebagai proses terciptanya distribusi secara merata kepada seluruh rumah
tangga (equal treatment). Sedangkan keadilan distributif yang dipahami
secara konseptual yaitu adanya perlakuan yang tidak sama yaitu dengan cara
pembagian yang tidak merata yang hanya ditujukan bagi mereka yang paling
tidak beruntung. Sementara itu, dikaitkan dengan gagasan pemberdayaan
dalam konteks keadilan sosial bagi rumah tangga miskin, peneliti
berkesimpulan bahwa rumah tangga miskin kurang memiliki kekuatan
(power) untuk dapat mengakses berbagai sumber daya dan manfaat yang
disediakan oleh pemerintah. Selain itu rumah tangga miskin juga kurang
memiliki kekuatan (power) di dalam proses pengambilan keputusan dalam
kegiatan perencanaan ataupun mempengaruhi pengambilan kebijakan.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 262
7.2 Saran
Peneliti memberikan saran sebagai berikut :
1. Terkait dengan dinamika yang terjadi dalam proses pendistribusian raskin di
tingkat lokal, peneliti menyarankan :
Pertama, pemerintah perlu hadir di berbagai tingkatan struktur
kehidupan sosial masyarakat baik dari tingkat atas (nasional) hingga ke
tingkat paling bawah (lokal). Hal ini penting dilakukan agar tidak muncul
kesan adanya pembiaran / kurangnya kepedulian pemerintah terhadap
berbagai permasalahan yang terjadi di dalam proses pelaksananan program
sosial. Salah satunya terkait dengan perilaku menyimpang yang terjadi di
masyrakat lokal. Kehadiran pemerintah tersebut dapat diwujudkan dalam
bentuk melakukan pengawasan secara aktif dan responsif dalam mengatasi
masalah yang terjadi di masyarakat.
Kedua, peneliti menyarankan perlu adanya perubahan kebijakan yang
mendasar yang dilakukan oleh pemerintah dalam merespon berbagai
permasalahan distribusi yang terjadi di tingkat lokal yang meliputi perubahan
pada allocation, provision, delivery maupun finance. Tindakan yang dapat
dilakukan oleh pemerintah antara lain misalnya mengganti bentuk alokasi
bantuan dalam bentuk kupon makanan dan bukan dalam bentuk beras secara
langsung. Dalam hal ini berarti bantuan dalam bentuk subsidi kepada barang
masih dapat tetap dipertahankan. Selain itu Pemerintah dapat juga
memperpendek jalur distribusi raskin misalnya dengan menentukan tempat
tertentu untuk pengambilan raskin yang langsung diambil oleh rumah tangga
yang terdaftar di dalam daftar penerima raskin. Selanjutnya pemerintah dapat
melakukan tindakan yaitu memperjelas kriteria atau menambah persyaratan
rumah tangga miskin yang berhak menerima raskin. Kemudian Pemerintah
dapat melibatkan peran aktif dari pihak swasta dalam membantu pendanaan
proses distribusi raskin dari titik distrbusi (kantor lurah setempat) sampai ke
titik bagi (rumah tangga sasaran).
Ketiga, peneliti menyarankan agar para pelaksana program di tingkat
lokal dapat menggunakan diskresi sebagai sarana untuk memberikan
kesempatan (opportunity) kepada rumah tangga sangat miskin yang belum
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
263
tersentuh bantuan raskin agar bisa mendapatkan jatah raskin dari pemerintah.
Sebaliknya diskresi dan otonomi dapat digunakan untuk menutup peluang
bagi yang tidak berhak untuk ikut serta menikmati raskin.
Ke empat, peneliti menyarankan pemerintah setempat perlu
memberikan tanda khusus pada tiap-tiap rumah yang menerima raskin. Hal
ini dimaksudkan agar muncul rasa malu dan kesadaran dari masyarakat
apabila ada rumah tangga yang sebenarnya tidak layak mendapatkan bantuan
raskin tetapi tetap menikmati raskin.. Hal ini dapat dijadikan sebagai sanksi
moral dari masyarakat setempat.
Kelima, peneliti menyarankan agar rumah tangga miskin diberikan
kemudahan akses untuk melaporkan segala bentuk penyimpangan yang
begitu masif terjadi di masyarakat dengan tetap menjaga kerahasiaan pelapor.
Selain itu perlu didorong peran aktif dan keberanian dari masyarakat terutama
dari kelompok rumah tangga sangat miskin untuk melakukan pengawasan
terhadap proses pendistribusian raskin dengan memperluas jaringan (network)
kelompok mereka.
2. Terkait dengan dampak pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya
pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga sasaran, peneliti menyarankan
agar perlu adanya dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah daerah,
BUMN maupun pihak swasta dalam membantu menambah jumlah alokasi
raskin yang sangat terbatas yang disediakan oleh pemerintah pusat. Hal ini
mengingat pula pada kondisi anggaran pemerintah yang semakin terbatas.
Sehingga nantinya pendistribusian raskin di tingkat lokal dapat semaksimal
mungkin dilaksanakan dengan mengacu pada kebijakan yang telah ditetapkan
di tingkat nasional yaitu sebesar 15 kg per RTS. Hal ini peneliti anggap
penting untuk menjamin terpenuhinya hak-hak kelompok masyarakat yang
paling tidak beruntung.
3. Dalam rangka mewujudkan keadilan distributif di tingkat lokal, maka peneliti
menyarankan agar pemerintah baik pusat maupun daerah sebagai penyedia
layanan sosial untuk melakukan sosialisasi yang bersifat edukatif, konstruktif,
berkelanjutan utamanya terkait dengan kriteria rumah tangga miskin yang
berhak mendapatkan bantuan raskin. Selain itu peneliti juga menyarankan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 264
agar dapat melibatkan peran dari tokoh masyarakat dan tokoh agama di dalam
melakukan sosialisasi terkait dengan siapa yang sesungguhnya berhak
menerima raskin. Hal ini penting untuk membuka cakrawala berpikir
masyarakat lokal dan membangun kesadaran moral di masyarakat terkait
dengan nilai-nilai kebenaran dan keadilan di masyarakat. Dengan adanya
kejelasan terkait dengan kriteria tersebut maka masyarakat lokal dapat
memahami proses distribusi yang berjalan kepada rumah tangga sasaran dan
dapat memahami bahwa bantuan dari pemerintah tidak berarti selalu berhak
dinikmati oleh setiap orang.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 265
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku :
Alcock, Cliff. etc. 2004. Intoducing Social Policy. Pearson. England.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2007. Analisis Tipologi Kemiskinan Perkotaan. Jakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2008. Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan
Tahun 2008.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota
Tahun 2009. Jakarta
Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota
Tahun 2010. Jakarta
Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota
Tahun 2011. Jakarta
Badan Pusat Statistik (BPS). 2014a. Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota
Tahun 2013. Jakarta
Badan Pusat Statistik (BPS). 2014b. Statistik Indonesia 2014. Jakarta
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palembang. 2012. Kecamatan Plaju Dalam Angka
2011. Palembang
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palembang. 2013a. Palembang Dalam Angka
Tahun 2013. Palembang
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palembang. 2013b. Kecamatan Plaju Dalam Angka
2012. Palembang
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palembang. 2014. Kecamatan Plaju Dalam Angka
Tahun 2013/2014. Palembang
Baharoglu, Deniz dan Christine Kessides, 2002, A Sourcebook for Poverty Reduction
Strategies. Macroeconomic and Sectoral Approaches Vol. 2. World Bank.
Baker, Judy L. (2008). Urban Poverty : A Global View. Urban Sector Board - World
Bank. Washington, DC.
Barusch, Amanda Smith. 2006. Foundations of Social Policy (Social Justice in
Human Perspective Second Edition). Thomson Higher Education. United
States of America.
Blau, Joel dan Mimi Abramovitz. 2003. The dynamics of social welfare policy.
Oxford University Press. New York, United States of America.
Blakemore, Ken dan Edwin Griggs. 2007. Social Policy An Introduction. Third
Edition, Open University Press. England.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 266
Bryman, Allan. 2008. Social Research Methods. Oxford University Press. New York.
USA
Kemensos RI. 2011. Pedoman Umum Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Tahun
2011. Jakarta
Creswell, John W. 2009. Research Design – Qualitative, Quantitative and Mixed
Methods Approaches. Sage Publications, Inc. United States of America.
Creswell, John W. 2010. Research Design – Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan
Mixed (Achmad Fawaid Penerjemah). Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Indonesia.
De, Somnath, 2011, Right To Social Justice, Symbiosis Law School, Pune, India.
Dean, Hartley, 2010, Understanding Human Need, The Policy Press, Inggris.
Dean, Hartley, 2012, Social Policy, Polity Press, Inggris.
Deutsch, Morton. 1985. Distributive Justice – A Social-Psychological Perspective,
Yale University. United State of America.
Dowling dan Fang, 2009, Chronic Poverty In Asia – Causes, Consequences and
Policies, World Scientific, Singapore.
Drake, Robert F. 2001. The Principles of Social Policy. Palgrave. New York.
Dudley, James R. 2005. Research Methods for Social Work – Becoming Consumers
and Producers of Research, Pearson Education, Inc. Unites States of America.
Dye, Thomas R. 2005. Understanding Public Policy. Pearson Educations, Inc. New
Jersey.
Ferreira, Francisco HG dan David Robalino, 2010, Social Protection in America
Latin, Policy Research Working Paper 5305, World Bank.
Gilbert, Neil. dan Paul Terrell. 2005. Dimensions of Social Welfare Policy. Pearson
Educations. Inc. Gould Street Needham Heights United States of America.
Hall, Anthony. dan James Midgley. 2004. Social Policy For Development. Sage
Publications Ltd. London.
Handayani, Sri Wening dan 2009. Social Assistance and
Conditional Cash Transfers – Proceedings of The Regional Workshop ADB.
Philipina.
Huges, Mark dan Michael Wearing. 2007. Organisations and Management in Social
Work, Sage Publications Ltd, London.
Iatridis, Dometrius, 1994, Social Policy – Institutional Context of Social Development
and Human Services, Brooks/Cole Publishing Company, United State of
America.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 267
Ife, Jim. 2001, Human Rights And Social Work – Towards Rights Based Practice,
Cambridge University Press, United Kingdom.
Ife, Jim. 2013, Community Development In An Uncertain World – Vision, Analysis
and Practice, Cambridge University Press, Australia.
Kholil, dkk, 2013, Analisis Peningkatan Pola Penyaluran Raskin Reguler, Kemenko
Kesra, Jakarta
Korayem, Karima, 2011, Food Subsidy and Social Assistance Programmes in Egypt;
Assessment and Policy Options, CROP Poverty Brief, Mesir
Jamasy, Owin. 2004. Keadilan, Pemberdayaan, dan Penanggulangan Kemiskinan,
Belantika. Jakarta.
Jamrozik, Adam. 2001. Social Policy In The Post Welfare State Longman. Australia.
Johnson, Louise. C dan Charles L.Schwartz. 1991. Social Welfare : a response to
human need. Allyn and Bacon. United states of America.
Lavalette, Micahael dan Allan Pratt. 2002. Social Policy : a Conceptual and
Theoretical Introduction (second edition). Sage Publications. United
Kingdom.
Lawang, Robert M.Z. 2005. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik – Suatu
Pengantar, Fisip UI Press. Depok.
Lind E. Allan dan Tom. R. Tyler. 1988. The Social Psychology Of Procedural
Justice, Plenum Press, New York.
Lister, Ruth. 2004. Poverty. Polity Press. United Kingdom.
Lipsky, Michael, 1980. Street Level Bureaucracy – Dilemmas of the Individual In
Public Services, Russell Sage Foundation, New York.
Martinussen, John. 1997. Society. State and Market : A guide to competing theories
opf development. Zed Books. London dan New York.
Midgley, James. 1995. Social Development : The Developmental Perspective in
Social Welfare. Sage Publication Inc. London.
Midgley, James dan Martin. B.Tracy. Michelle Livermore. 2000. The Handbook of
Social Policy. Sage Publications. Inc. Amerika Serikat.
Neuman, W. Lawrence. 2006. Social Research Methods. Pearson education. USA.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 268
Norton, A, Tim Conway, dan Mick Foster. 2001. Social Protection Concepts And
Approaches : Implication for policy and practice in international
development. Overseas development Institute. United of Kingdom.
Nugroho, Riant. 2012. Public Policy, PT.Elex Media Komputindo, Jakarta.
Patton, Michael Quinn, 2002, Qualitative Research & Evaluation Methods – Third
edition, Sage Publications, Inc. United states of America.
Parsons, Wayne. 2008. Public Policy – Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Payne, Malcom. 2005. Modern Social Work Theory (third edition),Palgrave
Macmillan, New York.
Pedoman Umum Raskin. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
Tahun 2011.
Pedoman Umum Raskin. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
Tahun 2013.
Rawls, John. 1971. A Theory of Justice. The President and Fellows of Harvard
College. Amerika serikat.
Rawls, John. 2011. Teori Keadilan – Dasar-dasar Filsafat Politik untuk mewujudkan
Kesejahteraan Sosial dalam Negara (Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo.
Penerjemah). Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Rein, Martin. 1983. Social Policy : Issues of choice and change. United States of
Amerika.
Richards, P.J dan A.M. Thomson. 1984. Basic Need And The Urban Poor : The
Provision Of Communal Services. Croom Helm. USA.
Robbin, S.P, Chatterjee. P, Canda. E.R 2006. Contemporary Human Behavior Theory
– A Critical Perspective for Social Work (Second Edition), Pearson Education,
Inc. USA
Royse, David. 2008. Research Methods in Social Work – Fifth Edition. Brooks/Cole.
United States of America.
Rubbin, Allen dan Babbie E.R. 2008. Research Methods for Social Work. Thomson
Higher Education. United States of America.
Shepherd, Andrew, Dhana Wadugodapitiya dan Alice Evans. 2011, Social assistance
and the ‘dependency syndrome’, Policy Brief No.22, Chronic Poverty
Research Center. Sitepu, et al. (2014), Evaluasi Implementasi Kebijakan Raskin 2014,
Puslitbangkessos, Jakarta.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 269
SMERU, 2003, Raskin – Beras Untuk Orang Miskin, No. 05 Jan-Mar 2003, Lembaga
Penelitian SMERU, Jakarta
SMERU, 2008, Efektivitas Pelaksanaan Raskin, Lembaga Penelitian SMERU,
Jakarta
Spicker, Paul. 1995. Social Policy : Themes and Approaches. Prentice Hall. England.
Stein, Theodore J. 2001, Social Policy and Policymaking. Columbia University Press.
New York.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. RajaGrafindo Persada.
Jakarta.
Subarrao K, et al. 1997. Safety Nets Programs and Poverty Reduction. Lessons From
Cross Country Experience. The World Bank. Washington DC.
Susanto, Hari. 2006, Dinamika Penanggulangan Kemiskinan – Tinjauan Historis Era
Orde Baru. Khanata-Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.
Suharto, Edi. 2010. Analisis Kebijakan Publik - Panduan Praktis Mengkaji Masalah
dan Kebijakan Sosial. Alfabeta. Bandung.
Suharto, Edi. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Refika
Aditama. Bandung.
Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Alfabeta. Bandung.
Sumodiningrat, G, Budi Santoso dan Mohammad Maiwan. 1999. Kemiskinan : Teori,
Fakta dan Kebijakan. IMPAC. Jakarta.
Soetomo. 2013. Pemberdayaan Masyarakat – Mungkinkah Muncul Antitesisnya?,
Pustaka Pelajar. Yogyakarta
TNP2K. 2012a. Lembar Informasi dan Sosialisasi Program Raskin Juni – Desember
2012
TNP2K. 2012b. Pelaksanaan dan Penyaluran Program Raskin (Existing) - (bahan
paparan)
TNP2K. 2013a. Lembar Informasi dan Sosialisasi Program Raskin 2013
TNP2K. 2013b. Pendataan dan Upaya penyempurnaan Pelaksanaan Program
Raskin - Semiloka Membangun Keefektifan Sistem Penyaluran dan
Pengendalian Raskin Bagi Aparat Pemerintah Daerah.
Thee Kian Wie. 1981. Pemerataan, Kemiskinan, Ketimpangan, Sinar Harapan,
Jakarta
Triwibowo, Darmawan dan Nur Iman S. 2009. Meretas Arah Kebijakan Sosial Baru
Di Indonesia. Lebih dari Sekedar Pengurangan Kemiskinan. Pustaka LP3ES.
Jakarta.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 270
Vlajic, Julia Atini, 2010, Does subsidized rice improve child welfare? A study of the
subsidized rice program, raskin, in Indonesia, Proquest- Georgetown
University, Washington DC.
Wrihatnolo, Randy R dan Riant N. Dwidjowijoto. 2007. Manajemen Pemberdayaan
Sebuah Pengantar dan Panduan Untuk Pemebrdayaan Masyarakat, Elex
Media Komputindo, Jakarta.
World Development Report, 1990, Poverty, Washington DC, Oxford University
Press.
World Bank, 2007, Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, Jakarta.
World Bank, 2012a, Targeting Poor and Vulnerable Households In Indonesia,
Washington DC.
World Bank, 2012b, Protecting Poor and Vulnerable Households In Indonesia,
Washington DC.
World Food Programme, 2008, Vulnerability Analysis And Review of the Food
Subsidy Program In Egypt, Mesir.
Tesis dan Disertasi
Musawa, Mariyam. 2009. Studi Implementasi Program Beras Miskin (Raskin) di
wilayah Kelurahan Gajah Mungkur Kecamatan Gajah Mungkur Kota
Semarang, Tesis. Undip. Semarang.
Laksmono, Bambang Shergi. 1999. Permasalahan Akses Dalam Program
Penanggulangan Kemiskinan, Disertasi, Universitas Indonesia. Jakarta.
Rosleni, 2006, Implementasi Program Bantuan Beras Untuk Keluarga Miskin
(Raskin) di Kecamatan Kemuning Kota Palembang Tahun 2005, Tesis.
Universitas Sriwijaya. Palembang.
Suharmen, 1999. Analisis Dampak Subsidi Beras Terhadap Kesejahteraan, Tesis.
Universitas Indonesia.
Wahyudi, Arif. 2010. Evaluasi Kinerja Program Beras Untuk Keluarga Miskin
(Raskin) Di Kabupaten Tangerang (Studi Kasus Pelaksanaan 2008 di
Kecamatan Cisauk, Pagedangan, Pondok Aren, dan Serpong). Tesis.
Universitas Indonesia, Jakarta.
Yunanto, Aris, 2010, Analisis dampak subsidi raskin dan alternatif subsidi pangan
lainnya terhadap perubahan kesejahteraan rumah tangga. Disertasi.
Universitas Indonesia, Jakarta
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 271
Yunusa, Roseline J, 2012. The Factors that influence the effectiveness of poverty
alleviation programs in Nigeria, Miami University. Proquest Dissertations
and Theses.
Jurnal
Burke, Joseph. 2010. Distributive Justice and Subsidiarity : The Firm and The State
in Social Order. Journal of Markets & Morality, Volume 13, Number 2 : 297-
317.
Elliot, Doreen. 1993. Social Work and Social Development : towards an integrative
model for social work practice. International social work, Vol. 36, Pp 21-36.
Sage. London
Faturochman. 1999. Keadilan Sosial : suatu tinjauan Psikologi, Jurnal Psikologi,
Tahun VII. Indonesia
Granovetter, Mark. 2005. The Impact of Social Structure on Economic Outcomes.
Journal of Economic Perspectives. Volume 19 (1), 33-50.
Hasenfeld, Yeheskel. 2010. Organizational Responses to Social Policy : The Case of
Welfare Reform, Administration in Social Work, 34:148-167, Routledge.
Hutagaol, Parulian dan Alla Asmara. 2008, Analisis Efektivitas Kebijakan Publik
Memihak Masyarakat Miskin : Studi Kasus Pelaksanaan Program Raskin di
Propinsi Jawa Barat pada Tahun 2007, Jurnal Agro Ekonomi, Volume 26
Nomor 2, 145 – 165. Indonesia
Jamhari. 2012. Efektivitas Distribusi Raskin di Pedesaan dan Perkotaan Indonesia,
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 13, No. 1, hlm. 132-145, Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta.
Olken, Benjamin. 2006. Corruption and the Costs of Redistribution: Micro Evidence
from Indonesia. Journal of Public Economics 90 (2006) hlm. 853-870
Powell, Martin, (1995). The Strategy of Equality Revisited, Journal of Social Policy,
Vol. 24, Issue 02, pp. 163-185. Inggris
Sherlock, Peter L. 2008, Doing a Bit more for the Poor? Social Assistance in Latin
America, Journal Social Policy, Vol. 37, Issue 4, pp. 621-639
Woolcock, Michael dan Deepa Narayan, 2000. Social Capital : Implication for
Development Theory, Research, and Policy. World Bank Research Observer,
Vol. 15, Issue 2, Pp. 225-249.
Yesudian, C.A.K, 2007, Poverty Alleviation Programmes in India: A social audit,
Indian Journal of Medical Research, 126 (4), 364-73. India.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia 272
Internet
Menko Kesra : Penurunan Tingkat Kemiskinan Optimis Tahun Ini 2 Persen. (2013,
19 Februari). http ://www.menkokesra.go.id
Kepala BPS Palembang : Pertumbuhan Ekonomi Palembang Tidak Berdampak
Langsung Bagi Masyarakat Miskin, (2012, 17 Oktober).
http://suarasumsel.com
Kebijakan Percepatan, http: www.tnp2k.go.id
Bantuan Sosial Jelang Pemilu Mempengaruhi Perilaku Pemilih (2014, 26 Mei)
http://www.ugm.ac.id/id/newsPdf/9005
Peraturan dan Perundang-undangan
Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
Peraturan Presiden RI No. 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan
Majalah
Tarigan, Indra. (2013, Edisi 27). Subsidi Beras Bagi Rakyat Miskin (RASKIN),
Warta Anggaran (Majalah Keuangan Sektor Publik), 13-16.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Lampiran 1
Kumpulan DokumentasiPeneliti di LokasiPenelitian
WawancaradenganKetua RT.05 TlBubuk
WawancaradenganLurahPlajuDarat
WawancaradengansalahsatuRTS diKel. TlPutri
WawancaradenganCamatPlaju
Hasilobservasikondisiwilayahdanrumahtanggapenerimaraskin di Kel.TlPutri
Hasilobservasimengenai proses distribusiRaskin di Kel. PlajuIlir
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
PEDOMAN WAWANCARA
Nama Informan : …………………………………………………………….
Hari / Tanggal : …………………………. Waktu : Pkl…………sd….........
Lokasi : …………………………………………………………….
A. Rumah Tangga Miskin Penerima Raskin
1. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu secara umum terhadap pelaksanaan Program
Raskin di Kota Palembang yang telah berlangsung selama ini? (Probing : Jika
sudah baik atau belum baik apa alasannya)
2. Apakah Bapak/Ibu mengetahui kriteria apa saja yang harus dipenuhi oleh si
penerima raskin (Rumah Tangga Sasaran - PM)? Apakah Bapak/Ibu pernah
mendapatkan penjelasan dari pemerintah atau ketua RT setempat
3. Bagaimana cara pembagian raskin di wilayah RT ini? siapa saja yang mendapat
raskin?
4. Menurut Bapak/Ibu, apa yang menjadi alasan/melatar belakangi pembagian
raskin harus dilaksanakan seperti itu?
5. Bagaimana mekanisme penentuan siapa yang berhak menerima raskin, berapa
harga dan jumlah raskin yang diterima untuk masing-masing rumah tangga
miskin? (apakah RTS PM dilibatkan dalam penentuan tersebut)
6. Siapa yang paling berperan dalam kebijakan penentuan penerima raskin di
tingkat lokal?
7. Apakah menurut pendapat Bapak/Ibu, data penerima bantuan raskin yang
ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang
ada di lapangan? (semua rumah tangga yang mendapatkan bantuan raskin
memang merupakan rumah tangga miskin dan telah sesuai dengan kriteria yang
ada)
8. Apa hambatan, kendala dan tantangan yang Bapak/Ibu rasakan dalam rangka
untuk mendapatkan bantuan raskin? (Misalnya saat di tagih belum ada uang, ,
pemberlakuan batas waktu pengambilan oleh Ketua RT, atau hal lainnya)
9. Apakah Bpk/ibu pernah menyampaikan saran atau kritik kepada ketua RT terkait
dengan pelaksanaan program raskin ini bu? (Probing: jika pernah kritik atau saran
apa yang Bapak/Ibu sampaikan)
10. Apa saran dan masukkan Bapak/Ibu untuk perbaikan Pelaksanaan Program ini
kedepannya ?
Lampiran 7
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
11. Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin?
12. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan
berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan
bantuan raskin tersebut?
13. Apakah Bapak/Ibu mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk
masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut
ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? apakah pernah mendapatkan
penjelasan dari ketua RT atau pemerintah?
14. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin tersebut?
15. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya
(kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi
kebutuhan pokok di bidang pangan?
16. Setelah raskin habis, bagaimana cara Bapak/Ibu untuk memenuhi kebutuhan
beras tersebut? (Probing: jika dengan cara membeli beras, berapa harganya)
17. Berapa rata-rata penghasilan keluarga Bapak/Ibu dalam sebulan?
18. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat bermanfaat atau membantu
meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk
membiayai kebutuhan hidup lainnya)
19. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan cara pembagian seperti itu? (probing: jika
setuju atau tidak setuju apa alasannya)
20. Bagaimana menurut pendapat Bapak/Ibu mengenai sistem distribusi raskin
dengan cara di bagi rata tersebut? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil?
21. Apakah menurut Bapak/Ibu ada pihak yang dirugikan terkait kebijakan penetapan
sasaran di tingkat lokal yaitu dengan cara di bagi rata? Jika ada, siapa saja
mereka?
22. Bagaimana menurut bpk/ibu cara agar dapat mewujudkan keadilan di masyarakat
terkait dengan pembagian/distribusi bantun-bantuan yang diberikan oleh
pemerintah? (bagaimana yang di katakan adil itu?)
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Lampiran 1
Kumpulan Dokumentasi Peneliti di Lokasi Penelitian
Wawancara dengan Ketua RT.05 Tl
Bubuk
Wawancara dengan Lurah Plaju Darat
Wawancara dengan salah satu RTS
di Kel. Tl Putri
Wawancara dengan Camat Plaju
Hasil observasi kondisi wilayah dan rumah
tangga penerima raskin di Kel. Tl Putri
Hasil observasi mengenai proses
distribusi Raskin di Kel. Plaju Ilir
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Lampiran 9Tabel. Teknik Pengolahan dan Analisis Data (Aparatur Pemerintah Kota dan Pegawai Perum Bulog Divre Sumsel)
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Kabag Perekonomian Setda Kota Palembang
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran
Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? itu karena jumlah rumah tangga miskin yang mendapatkan bantuan itu banyak sedangkan jatah raskin yang diterima sedikit maka untuk asas keadilan tentunya sudah melalui musyawarah dengan warga masyarakat yang berhak menerimanya. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Insya allah saya rasa sudah valid. Hanya saja ada kemungkinan terjadi perubahan misalnya mungkin di tahun 2012 yang dahulunya miskin tapi sekarang di tahun 2013 sudah tidak miskin lagi karena usahanya yang sudah maju, sudah mendapat pekerjaan, ekonominya sudah mapan, maka akan kita evaluasi lagi untuk tahun 2014 nanti. Bagaimana sebaiknya mekanisme pendistribusian raskin di lapangan? Dalam penditribusiannya diperlukan pengawasan yang ketat dari seluruh komponen baik dari pemerintah kelurahan maupun masyarakat. Masyarakat dapat melaporkan apabila ada orang yang tidak layak mendapat raskin tetapi masih ikut menikmatinya. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Tergantung kesepakatan warga jika warga masyarakat inginnya adil ya seperti yang saya katakan tadi, asas keadilan, Ya itu tadi sesuai dengan hasil kesepatakan mufakat warga masyarakat di wilayah tersebut. jika memang tidak ada kesepakatan maka raskin dibagikan hanya sesuai dengan pagu yang ada.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.
Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Ya sangat efektif bagi masyarakat yang benar-benar berpenghasilan rendah. Bagi yang benar-benar membutuhkan beras miskin. Karena beras ini merupakan kebutuhan pokok yang sangat mendasar dari sebagian besar masyarakat, masih perlu tetap dibantu sepanjang memang mereka itu rumah tangga miskin.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Cukup adil, ya itu tadi dengan asas keadilan karena untuk menambah pagu sudah tidak mungkin lagi maka dengan cara membagi rata pagu yang ada tetapi dengan musyawarah mufakat. Ini berarti bukan hanya keputusan RT sepihak tetapi keputusan bersama dengan warga masyarakat. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Ya, terkait dengan pola di bagi rata seperti ini tentu saja ada pihak-pihak yang merasa dirugikan yaitu mereka-mereka yang
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
memang seharusnya mendapatkan bantuan 15 kg karena ada asas pemerataan keadilan. Tetapi yang dirugikan ini juga khan merasa tidak keberatan karena tujuannya untuk membantu tetangga tetangganya yang juga membutuhkan bantuan dan layak mendapatkan raskin. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Ada masyarakat yang sudah sadar pak, ada pula yang tidak sadar. Ketika ada bantuan dari pemerintah maka mereka menyatakan bahwa dirinya miskin. Ada juga pengalaman bahwa warga yang menolak ketika di beri bantuan.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Kasubbag setda Kota Plg
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran
Bagaimana tanggapan Ibu terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Selama itu hasil kesepakatan bersama antara pihak rt dan warga masyarakat, itu sudah ditekankan di awal tahun jika mau dibagi rata harus ada kesepakatan. maka menurut kami tidak masalah. Tetapi harus dibuat dalam berita acara, daftar hadir dan tanda tangan warga. Menurut RT, Lurah, daripada terjadi bentrok di masyarakat. Jika ada hubungan sosial kemasyarakatan diantara mereka dan ada kesepakatan maka tidak masalah. Apakah menurut Ibu, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Belum 100 % tepat sasaran. Masih ditemukan seharusnya mendapatkan raskin namun justru tidak mendapatkannya. Bagaimana sebaiknya mekanisme pendistribusian raskin di lapangan? Untuk meningkatkan ketepatan sasaran penerima raskin, ya dengan revisi data melalui formulir rekap pengganti. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Ya bisa saja, asalkan DPM (Daftar Penerima Manfaat) sudah di tempel dimana-mana.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.
Apakah menurut Ibu program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Untuk masyarakat yang memang membutuhkan, sebetulnya program raskin ini saya melihatnya sangat–sangat membantu. Hanya saja dari pemerintah pusat ada formula yang benar-benar efektif terkait misalnya terkait dengan data.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Seharusnya yang namanya adil itu khan tidak harus selalu di bagi rata. Tetapi karena terbentur oleh hubungan sosial kemasyarakatan maka di ambil kebijakan di bagi rata. Kalau dari pemerintah seharusnya khan tidak boleh, tetapi untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan maka itu tadi solusinya buat berita acara kesepakatan yang diketahui oleh warga penerima manfaat. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
dengan sistem distribusi seperti ini? Selama dia dengan kesepakatan berarti tidak ada yang dirugikan, kalau tidak ada kesepakatan berarti ada pihak-pihak yang dirugikan yaitu mereka yang seharusnya mendapatkan alokasi 15 kg tadi. mengapa ini di bagi rata, karena ini juga terkait dengan dead line. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Masyarakat kita ini bukannya seneng dikatakan miskin tetapi mereka senang mendapatkan barang secara cuma-cuma.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Kadivre Perum Bulog Sumsel
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran
Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Karena selisih harga yang cukup besar membuat semua masyarakat menginginkan raskin tersebut. Banyak tuntutan dari masyarakat sehingga dibutuhkan adanya kebijakan lokal. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Ada kemungkinan belum sesuai karena sistem pengecekan pendataan yang tidak secara keseluruhan namun secara random. Ada kemungkinan ketika saat pendataan miskin namun sekarang sudah tidak miskin lagi. Untuk meningkatkan ketepatan sasaran penerima raskin, bagaimana sebaiknya mekanisme pendistribusian raskin di lapangan? pendataan harus rts per rts dan harus ada sosialisasi yang dilakukan sampai ke tingkat RT. Selama ini khan sosialisasi hanya di lakukan sampai ke tingkat kabupaten atau kota. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Bisa saja terjadi, akan tetapi pada kenyataannya masyarakat masih banyak yang ingin mendapatkan raskin tersebut.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.
Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Untuk penanggulangan kemiskinan? oiya, sangat bermanfaat. Jika kita melihat hasil evaluasi dari TNP2K dan BPS yang turun dari 17,5 jt ke 15,5 jt . ini tidak dapat kita pungkiri bahwa terjadi kesejahtrean
3. Implikasi kebijakan
pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau kita melihat dari perspektif keadilannya, itu tidak adil pak. Mereka yang sejahtera tadi harusnya tidak dapat. Tapi jika kita melihatnya dari perspektif agar kondisinya kondusif maka ini harus dilaksanakan. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? oiya, ada, mereka yang seharusnya mendapat jatah 15 kg kemudian berkurang jelas mereka merasa dirugikan. Menurut bapak, pendistribusian yang
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
adil itu yang bagaimana? ya, adil jika mendistribusikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Belum. Hampir sebagian besar masyarakat selalu ingin mendapatkan bantuan dari pemerintah. apalagi jika mereka dari keluarga yang miskin.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Kabid PP Perum Bulog Sumsel
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran
Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Inilah yang tidak mungkin bisa di hindari. Kalau sifatnya bantuan semua orang ingin mendapatkannya. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? belum, perlu ada cross check oleh pemerintah setempat. Perlu ada verifikasi di daerah, Bagaimana sebaiknya mekanisme pendistribusian raskin di lapangan? perlu ada ketegasan dari pelaksana di lapangan untuk memberikan raskin sesuai dengan daftar penerima yang telah ditetapkan oleh pemerintah. apabila memang ada kesalahan dari segi data tersebut maka harus dilaporkan agar dapat dilakukan perubahan untuk tahun berikutnya. Tetapi kita akui sepertinya memang sulit di lapangan semua masyarakat ingin mendapat raskin sedangkan bantuan sangat terbatas. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Tergantung petugas di lapangan (Camat, Lurah) apakah berani melakukannya. Kalau urusan perut, nyawa pun tarohannya.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.
Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Untuk penanggulangan kemiskinan? kalau untuk sementara iya, tetapi klau untuk seterusnya saya rasa kurang mendidik. Lebih baik dibuatkan lapangan pekerjaan. Pemerintah harus berani tidak memberikan raskin kepada mereka yang sudah tidak layak lagi menerimanya.
3. Implikasi kebijakan
pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Secara ketentuan sudah salah. Tidak sesuai denga pedum. Berarti ini khan pelanggaran hukum. Tetapi dalam hal ini banyak yang menjadi pertimbangan oleh ketua RT, Lurah, banyak yang harus diakomodir. Daripada menimbulkan keributan dan hal lainnya maka jalan tengahnya ya seperti itu. menurut saya kalau terkait dengan keadilan ya, kita bisa terima, apa boleh buat. Daripada terjadi keributan. Tetapi berdasarkan aturan itu jelas salah. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
distribusi seperti ini? Selama yang mereka ikhlas dan memang mau berbagi dengan yang lainnya, maka menurut saya tidak ada yang dirugikan. Namun jika pengurangan jatah mereka itu tanpa adanya kesepakatan dari mereka yang terdaftar maka jelas mereka merasa dirugikan. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? ya, harus sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan harus tepat sasaran. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Saya rasa belum. Yang namanya bantuan semua masyarakat pasti mau apalagi kalau gratis. Pemerintah harus bisa mensiasatinya.
Lampiran 10Tabel. Teknik Pengolahan dan Analisis Data (Camat Plaju, PPKB dan Lurah)
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Camat Plaju
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran
Bagaimana tanggapan Ibu terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Menurut saya hal ini disebabkan karena tidak adanya kriteria yang jelas mana kategori miskin dan yang tidak miskin. Hal yang melatar belakanginya ini dilakukan supaya tidak terjadi gejolak di masyatakat maka kita terus memejamkan mata dan hati yang mana mereka seharusnya full menerima tetapi harus membagi lagi beras ini. apakah menurut Ibu Camat, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Belum 100 % tepat sasaran. Untuk Kecamatan Plaju tidak semua yang miskin tetapi ada juga yang mengaku miskin juga mendapatkan raskin. Oleh karena itu perlu ada standar kriteria miskin yang bagaimana. Karena ada juga yang kita katakan miskin tetapi mereka mempunyai motor, atau ada juga mereka yang mampu membeli barang-barang atau kebutuhan lain yang sifatnya konsumtif. Menurut ibu,
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
untuk meningkatkan ketepatan sasaran penerima raskin, bagaimana sebaiknya mekanisme pendistribusian raskin di lapangan? tentukan dahulu masyarakat miskin yang mana yang harus kita bantu, yang kedua usulan-usulan yang dari RT dan tokoh masyarakat mohon dipertimbangkan. Yang ketiga kami dari tim pengawas sudah bisa melihat dan menilai. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Ya, tergantung bagaimana ketua RT dan masyarakat di lapangan. Apakah mereka mau jika raskin hanya dibagikan kepada mereka yang terdaftar saja. saya rasa masyarakat masih cukup sulit menerima hal demikian.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut Ibu program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Raskin ini sifatnya hanya sementara. Belum efektif. Sebaiknya bantuan yang lebih efektif itu dalam bentuk pembuatan lapangan pekerjaaan. Program raskin ini lebih cocok untuk mereka yang sudah tua, cacat fisik sehingga mereka tidak di sia-sia kan oleh anggota keluarganya.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Sebenarnya itu tidak adil karena di lain pihak kita melihat bahwa masih ada orang lain yang lebih berhak dibantu. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Iya ada, terutama mereka yang termasuk di dalam data tadi. Yang memang mempunyai nama-nama tadi. Otomatis mereka merasa rugi Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? bantuan yang diberikan harus bebas dari intrik-intrik politik. bantuan itu harus murni berdasarkan usulan-usulan dari rt bisa kita jadikan sebagai pedoaman. Jadi maksud saya memang bantuan diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Kalau secara umum saya melihat belum ada yang menolak. Kalaupun ada paling hanya satu atau dua orang di tiap kelurahan. Hal itu terjadi mungkin karena dia pegawai negeri misalnya. Sedangkan kalau mereka buruh maka tetap saja mereka menerimanya.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan PPLKB Kec. Plaju
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran
Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Sebenarnya aturan pemerintah yang mendapatkan raskin itu adalah tidak mampu. Sudah ada datanya. Tapi untuk menghindari gejolak di masyarakat ya itu tadi maka di ambil kebijakasanaan, asalkan berdasarkan kesepakatan bersama. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Sudah sesuai. Yang menerima memang semuanya warga miskin. Menurut saya data sudah cukup akurat. Hanya saja
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
jumlahnya yang belum mampu mencukupi semua. Menurut bapak, untuk meningkatkan ketepatan sasaran penerima raskin, bagaimana sebaiknya mekanisme pendistribusian raskin di lapangan? Yang pertama, dalam hal pendataan agar melibatkan Ketua RT. Kedua, dibuatkan semacam posko untuk mengecek ke akuratan data tadi. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Menurut saya bisa menimbulkan gejolak di masyarakat. sulit untuk dilaksanakan yang seperti itu. dari dahulu memang sudah pembagiannya seperti itu. tapi kalau memang masyarakatnya bisa menerima keputusan tersebut itu tentu lebih baik.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Program ini memang ditujukan untuk warga miskin, langsung menyentuh ke masyarakat sedangkan bantuan yang lain tidak begitu langsung menyentuh di masyarakat. Menurut saya hanya program raskin ini yang sangat bermanafaat. Beras dapat langsung dimanfaatkan masyarakat miskin sebagai kebutuhan dasar.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Sudah cukup adil. Tapi kalau menurut kami yang adil itu jika diberikan kepada yang memang berhak menerimanya (namanya ada di daftar). tapi karena ada yang merasa tidak mendapat raskin dan menuntut keadilan maka muncul kebijakan di bagi rata berdasarkan kesepakatan warga. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada, asalkan memang mereka semua sudah sepakat. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Pemahaman saya adil itu jika terpenuhi semua kebutuhannya. Terkait dengan pendistribusian bantuan sosial, maka makna adil adalah diutamakan bagi mereka yang tidak mampu untuk mendapatkannya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Saya melihat sudah ada muncul kesadaran di masyatakat. Ada beberapa masyarakat yang merasa malu jika dikatakan miskin, karena menyangkut harga diri.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Lurah Bagus Kuning
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran- Hambatan dan Kendala
Bagaimana tanggapan Ibu terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Itu mungkin karena jumlah kebutuhan masyarakat yang ingin mendapatkan raskin lebih banyak daripada daftar yang ada maka raskin dibagi rata untuk menghindari adanya kecemburuan sosial. Apakah menurut Ibu, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Pada prinsipnya masih ada kekurangan di sana sini karena pertumbuhan perekonomian masyarakat itu sulit untuk diperkirakan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
sehingga ada yang kondisi ekonominya sangat memprihatinkan tetapi belum ter cover, tetapi ada juga yang kondisi ekonominya sudah cukup baik tetapi masih ada di dalam daftar. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Selama ini pola pembagian raskin memang di bagi rata karena jumlah raskin yang sangat terbatas dan selalu turun pagunya setiap tahun. masyarakat yang biasanya mendapat raskin selalu ingin mendapatkan raskin. makanya sulit kalau berdasarkan data itu saja. Hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program raskin? distribusinya? Untuk sementara ini belum ada karena sudah kita persiapkan sedemikian rupa dan karena program ini sudah lama maka dari pengalaman kita bisa meminimalisir kekurangan-kekurangan yang ada.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.
Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Program ini cukup bermanfaat karena sangat membantu bagi mereka yang sangat membutuhkan, yang ekonominya di bawah standar. Menurut saya bantuan dalam bentuk barang lebih efektif daripada dalam bentuk uang.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Sepertinya memang adil karena memang banyaknya RTS yang sangat membutuhkan tetapi tidak terdaftar dalam RTS. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Ya, mungkin ada pihak yang merasa di rugikan tetapi sebelum mengambil kebijakan tersebut ketua RT sudah mengumpulkan seluruh warganya bahwasanya untuk memenuhi kebutuhan warga yang tidak terdaftar maka raskin di bagi rata berdasarkan kesepakatan warga. Mereka itu adalah mungkin mereka yang sangat membutuhkan tadi yang telah sepakat untuk di bagi rata, padahal di dalam hati mereka mereka sangat mebutuhkan raskin tersebut. Menurut Ibu, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Adil itu ya sesuai dengan kebutuhan. Misalnya mereka yang punya anak 5 mendapatkan bantuan 1 karung beras. Mereka yang punya anak 2 mendapatkan bantuan ½ karung beras misalnya. Jadi sesuai dengan porsinya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Menurut saya, pada kenyataannya bahwa kesadaran masyarakat tersebut masih sangat kecil sekali. Mereka yang seharusnya sudah tidak layak lagi mendapatkan bantuan tetapi belum muncul kesadarannya. Justru semua masyarakat menuntut untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. sehingga kami selalu merasa kesulitan setiap ada bantuan dari pemerintah. sehingga dapat dikatakan bahwa kesadaran masyarakat itu sangat minim.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Lurah Plaju Darat
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran- Hambatan dan Kendala
Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Ya, kita serahkan kepada Ketua RT bagaimana di lapangan. Hal tersebut dilakukan karena raskin ini sangat terbatas, setiap tahun pagu yang diterima selalu menurun. Oleh karena \tu agar tidak ribut dan terjadi gejolak makanya di bagi rata. Menurut saya itu alasannya. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Masih ada ditemukan yang seharusnya mendapatkan raskin tetapi belum masuk di dalam daftar sedangkan di satu sisi ada yang sudah mampu tetapi masih ada di dalam daftar. Saya nilai masih sangat rendah sekali. Saya perkirakan kesalahan sata tersebut hanya sekitar di bawah 5 %. Apa ada kemungkinan raskin dibagi berdasarkan data saja? Walaupun belum pernah dilaksanakan. Namun saya sudah bisa memprediksinya bahwa akan menimbulkan keributan di masyarakat. masyarakat akan komplain dan banyak yang mendatangi kantor kelurahan untuk melakukan demo atau protes. Makanya kebijakan tersebut kami serahkan kepada ketua rt di lapangan. Hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program raskin? distribusinya? Kendalanya di Kelurahan Plaju Darat ini alokasinya sangat sedikit tahun ini sehingga kami mengambil raskin ini sesuai dengan keinginan masyarakat kemudian masyarakat menyampaikan ke rt selaku distributor dan disampaikan ke kelurahan sehingga kami sepakati yaitu 3 bulan sekali distribusianya.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.
Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Menurut saya sudah cukup lumayan untuk membantu masyarakat. Ya, walaupun dengan jumlah yang sedikit namun rutin di terima oleh masyarakat sehingga sudah cukup membantu masyarakat miskin.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya masalah pendistribusian dengan cara di bagi rata ini di masyarakat sudah adil. Karena masyarakat aman, tentram dan kondusif. Dari dulu tidak ada pengaduan dari masyarakat yang berhak menerima. Ini merupakan kebijakan dari RT dan bukan saya yang mengambil kebijakan seperti itu. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Saya rasa tidak ada yang dirugikan. Tapi kalau kita melihat peraturan memang ada yang dirugikan. Tapi masyaakatnya kalau tidak ada pengaduan misalnya dari warga ke rt kemudian dari RT ke kami maka di anggap aman-aman saja. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Pengertian adil itu memang luas pengertiannya. Misalnya si A harusnya dapatnya sekian. Tapi kemudian di bagi rata. Dan Si A ini tadi tidak ada gejolak. Hal ini berarti bahwa pendistribusian seperti ini dapat dikatakan adil. Yang punya hak itu mau memberikan haknya kepada yang lainnya sehingga tidak
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
ada gejolak di masyaakat. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Saya kira sekarang ini masyarakat sudah mulai agak menyadari akan hal itu. Contohnya kalau dulu sebelum tahun 2000, PNS yang golongan kecil masih ingin mendapatkan bantuan raskin. Namun sekarang mereka sudah mulai sadar dan merasa malu jika mendapatkan raskin. Berarti mereka sudah mulai agak menyadarinya.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Lurah Plaju Ilir
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran- Hambatan dan Kendala
Bagaimana tanggapan Ibu terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Bagi kami selaku aparat pemerintah, hal itu dikarenakan jumlah penerima raskin yang belum mencapai 100 %. Artinya masih ada Rumah tangga miskin yang belum mendapatkan bantuan raskin sehingga muncul kebijakan dari RT untuk di bagi rata. Tentunya dibagikan kepada semua warga yang miskin sedangkan yang kaya, tidak mendapatkan raskin. Apakah menurut Ibu, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Menurut saya semuanya yang menerima raskin memang dari keluarga yang tidak mampu. Mereka itu memang mempunyai penghasilan yang tidak tetap. Sehingga dapat dikatakan sudah tepat sasaran. Menurut Ibu, untuk meningkatkan ketepatan sasaran penerima raskin, bagaimana sebaiknya mekanisme pendistribusian raskin di lapangan? RT harus dilibatkan karena rt yang lebih tahu terkait dengan kondisi warga masyarakatnya di lapangan. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Saya rasa bisa saja akan tetapi dengan cara di gilir. Tetapi cukup sulit. Karena jumlah pagunya tidak mencukupi antara yang terdaftar dengan yang belum terdaftar. Hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program raskin? distribusinya? Terkait dengan pendistribusian sepertinya tidak ada. Tetapi terkait dengan setoran yaitu ada misalnya satu atau dua RT yang selalu terlambat menyetorkan uang raskin maka ikut mempengaruhi yang lainnya.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.
Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Program ini sangat membantu sekali walaupun masih ada rumah tangga miskin yang belum mendapatkan raskin.
3. Implikasi kebijakan
pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya, yang adil itu seharusnya yang pra sejahtera harus mendapat lebih banyak dari sejahtera I. Sedangkan di lapangan kami pandang semua dibagi sama rata. Jadi adil seharusnya
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
tidak seperti itu. Mungkin pra sejahtera mendapat 10 kg, sedangkan yang keluarga Sejahtera I mendapat 5 kg saja. Tapi di lapangan kami melihat selagi masih aman dan tidak ada permasalahan, masyarakatnya masih damai, maka kita serahkan kepada RT. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada, selagi berjalan aman-aman saja berarti rumah tangga miskin bisa menerima kebijakan itu. Menurut Ibu, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Itu menurut saya adil. Jadi adil itu kebutuhan harus terpenuhi. Apalagi di RT itu dengan cara dibagi rata. Makanya yang adil itu lebih baik harga beras diturunkan. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Jadi saya melihat sepertinya kesadaran itu masih kurang dan sikap masyarakat itu sendiri sepertinya sangat mengharapkan yang namanya bantuan dari pemerintah tersebut.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Lurah Plaju Ulu
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran- Hambatan dan Kendala
Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Itulah kondisi di lapangan pak. memang sesuai pagu setiap RTS mendapat 15 kg secara teori. Tetapi prakteknya jika kita hanya membagi raskin sesuai dengan daftar maka itu tidak mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesenjangan di masyarakat. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Iya, sudah sesuai. Namun jumlah penerimanya yang kalau bisa ditambah. Kondisi yang ada bahwa data penerima raskin itu masih kurang. Masih banyak yang berhak menerima raskin tetapi belum terdata. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Ya kemungkinan itu bisa saja terjadi namun menurut saya sulit dilaksanakan. Pengalaman selama ini setiap ada bantuan, masyarakat bawah selalu ingin mendapatkannya. Apalagi ini raskin menyangkut kebutuhan pokok. Beras dengan harga murah semua warga ingin mendapatkannya. Hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program raskin? distribusinya? Alhamdulillah lancar-lancar saja, tidak ada kendala.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.
Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Untuk sementara ini pak, warga masyarakat memang sangat mengharapkan betul bantuan raskin ini. Dari segi harga sangat membantu sekali. Kalau kita bandingkan dengan program-program lainnya maka program raskin ini dapat langsung menyentuh di masyarakat.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya begitulah kondisi di
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
lapangan. Kalau kita berpacu dengan apa yang ada di dolog maka akan muncul pertanyaan mengapa dia dapat mengapa aku tidak. Oleh karena itu maka di bagi rata. Dengan catatan semua warga itu kompak dan setuju jika beras di bagi rata. Iya, saya lihat karena program ini sudah lama pak. dari dulu memang untuk teknis di lapangan seperti itu makanya tidak mungkin kita kekang. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada yang di rugikan karena ini sudah hasil kesepkatan antara RT dengan warganya. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Adil adalah yang semua masyarakat miskin bisa mendapatkan bantuan. kalau ada yang dapat dan ada yang tidak padahal mereka semuanya miskin maka itu tidak adil dan akan menimbulkan kecemburuan sosial. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Ada yang sudah mulai sadar, tetapi masih ada juga warga yang menuntut ingin mendapatkannya.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Lurah Talang Bubuk
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran- Hambatan dan Kendala
Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Kondisi ini dilakukan karena jumlah yang miskin lebih banyak dari yang terdata. Hal ini untuk menghindari gejolak di masyarakat. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Masih ada, warga yang tidak miskin juga masih terdata. Makanya nanti akan diperbaiki data tersebut. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Bisa memungkinkan. Kalau memang pemerintah menggunakn data yang berasal dari pihak kelurahan. Hanya saja ada gejolak di masyarakat makanya di bagi rata. Muncul pula rasa kesetiakawanan kepada mereka yang tidak dapat raskin makanya mereka rela untuk di bagi jatah yang mereka dapatkan. Hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program raskin? distribusinya? Ya, hambatannya paling seputar penagihan uang tersebut dari RT, ada saja yang terlambat. Kalau untuk pendistribusian saya rasa tidak ada masalah itu.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.
Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Kalau menurut kami program ini cukup membantu bagi rumah tangga miskin. Situasi sekarang ini untuk raskin ini harga beras di pasaran sudah Rp. 7.000 an. Kalau di RT Rp. 2.500,- maka selisihnya sudah Rp. 5.000,- makanya sudah cukup membantu program raskin iniBantuan yang diberikan itu ya kalau merubah dari yang miskin menjadi tidak miskin lagi saya rasa belum ada yang seperti itu. Ya, paling-paling sifatnya sementara saja, untuk membantu sementara saja.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya hal seperti itu wajar-wajar saja. karena itu jangan sampai terjadi kesenjangan antara warga yang satu dengan yang lain. Ya, sudah cukup adil. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Kalau dikatakan kerugian itu mungkin saja ada, tetapi ini sudah menjadi musyawarah mufakat antar warga, sehingga ini tidak menjadi terlalu berpengaruhlah. Ya, warga yang mungkin karena egonya, karena barangnya di kurangi. Karena ia merasa haknya di kurangi maka ia merasa dirugikan. Namun karena kita telah memberikan pengertian maka mudah-mudahan yang bersangkutan bisa memahami keadaan seperti itu. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya Adil itu jika bantuan yang diberikan oleh pemerintah, apapun bentuknya misalnya raskin, BLSM, dapat dinikmati oleh semua Rumah Tangga Miskin yang ada di wilayah tersebut. itulah sulitnya raskin ini karena jumlah pagunya sedikit sedangkan rumah tangga miskin yang ingin mendapatkannya sangat banyak. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Saya kira belum ada yang seperti itu. Jika mereka menolak di beri bantuan karena merasa sudah tidak layak lagi. Sampai saat ini saya rasa belum ada malahan dia justru ingin meminta lebih. Sehingga boleh dikatakan kesadaran masyarakat masih rendah.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Lurah Talang Putri
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran- Hambatan dan Kendala
Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Itu adalah untuk mengatasi gejolak di tingkat rt. misalnya di rt tersebut ada 50 KK miskin. Sedangkan jatah yang diterima dari pemerintah hanya ada 15 KK maka ketua rt mengambil kebijakan dengan cara di bagi rata mungkin ada yang mendapat 3 kg, 4 kg atau 5 kg. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Kemungkinan besar, iya. Di bandingkan dengan kelurahan lain menurut saya kelurahan talang putri lebih tepat sasaran. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Ya, kalau memang pada porsinya semua warga miskin yang ada semua mendapatkan nya maka bagus itu. Tapi kalau hanya sebagian saja yang mendapatkannya maka akan menimbulkan kesenjangan. Ada yang dapat ada yang tidak. Hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program raskin? distribusinya? Sepertinya tidak ada. Tetapi terkait dengan gejolak yang harus kita tanggulangi di masyarakat. Biasanya dia mendapat raskin, tetapi sekarang dia tidak mendapat raskin. Selain itu dengan adanya pendataan baru, biasanya yang mendapatkan raskin menjadi
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
berkurang. hal-hal ini yang harus dapat di hadapi.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.
Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Dalam hal ini menurut saya, yang mereka terima itu tidak seberapa. Bantuan yang diberikan hanya mampu bertahan dalam 3 hari saja. Oleh karena itu bantuan tersebut tidak mempunyai pengaruh apa-apa. Bantuan yang di berikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan satu bulan dan hanya bertahan beberapa hari saja dan karena bantuan yang diterima oleh warga itu jumlahnya sedikit-sedikit maka saya melihat program iin kurang efektif untuk meningkatkan perekonomian keluarga.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya ini tidak adil jika mereka yang memang terdaftar harus membagi jatah mereka tersebut. Namun ketua rt sepertinya tidak ada pilihan lain. Pemerintah menuntut setiap tahunnya ada penurunan. Jika tidak berkurang maka berarti program ini di nilai tidak berhasil. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Iya, mereka yang jatahnya sudah berkurang mungkin merasa dirugikan. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Raskin harus di bagi sesuai dengan daftar yang ada. Misalnya di rt itu terdata ada 50 kk maka yang mendapatkan raskin hanya 50 kk ini saja. tidak boleh di bagikan kepada yang tidak terdata. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Menurut pengamatan kami di lapangan, bahwa pada umumnya masyarakat itu selalu ingin mendapatkan jika ada bantuan dari pemerintah. Kami juga sudah sosialisasikan kepada mereka bahwa bantuan tersebut adalah untuk mereka yang tidak mampu.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Lampiran 11Tabel. Teknik Pengolahan dan Analisis Data (Para Ketua RT di Kecamatan Plaju)
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT16 Plaju Ilir
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Dengan cara di bagi rata pak yaitu beras yang 15 kg itu dibagi tiga sehingga menjadi 5 kg per KK. Sehingga yang awalnya tadi hanya 17 KK yang menerima raskin setelah dibagi rata menjadi 47 KK yang menerima raskin. Yang ada namanya di dalam daftar itu diberikan 5 kg, sedangkan yang tidak terdaftar diberikan 3 kg dan 4 kg. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Itu melalui musyawarah mufakat dengan warga yaitu mereka yang terdaftar (17 orang) itu di ajak rapat dan mereka mau membagi beras tersebut kemudian dimusyawarahkan sehingga diperoleh kesepakatan mengenai harga dan jumlah tersebut. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Ya, untuk menghindari keributan di masyarakat pak. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusianya? Dalam hal pengumpulan dana untuk membayar raskin. Kalau mau menghimpun dana dari warga terlebih dahulu itu agak sulit pak, sehingga saya talangi terlebih dahulu. apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Cukup sulit pak. Menurut saya, kemungkinan yang tidak dapat raskin itu akan ribut pak karena yang tidak mendapat raskin tersebut ada yang lebih miskin dari mereka yang mendapat raskin.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Kalau yang di bagi itu menurut data, maka program ini dapat bermanfaat. Tetapi karena yang mendapatkan raskin ini sedikit-sedikit karena di bagi maka kurang bermanfaat di masyarakat. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Menurut saya tidak terjadi pak. justru masyarakat selalu mengharapkan untuk di bantu.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Iya, kalau di lapangan ini pak, ya bagaimana kita mengaturnya. Kalau tidak begitu maka akan muncul keributan pak. Kalau mau menurut berdasarkan yang mendapat raskin tadi pak, jelas ini tidak adil pak. Karena seharusnya raskin diberikan hanya kepada mereka yang ada di dalam daftar saja. Namun karena kondisi yang tidak memungkinkan maka beras di bagi rata. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Menurut saya tidak ada pak. karena ini hasil kesepakatan bersama. Bagaimana pemahaman bapak mengenai pendistribusian yang adil itu? Adil itu jika bantuan diberikan memang kepada mereka yang miskin-miskin, bukan kepada mereka yang sudah kaya.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Kalau warga di sini pak yang namanya bantuan selalu meminta jatah. Walaupun dia pensiunan pertamina misalnya masih juga ingin minta jatah.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT 21 Plaju Ilir
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Dengan cara di bagi rata. Dari 29 KK yang terdaftar tadi dibagi lagi menjadi 65 KK. Ya rata-rata ada yang menerima 7 kg ada yang 5 kg. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Ya dengan cara musyawarah. Warga saya kumpulkan terlebih dahulu, ketika data sudah keluar dan dari 60 KK yang saya ajukan ternyata hanya ada 29 KK maka saya beritahukan kepada warga bahwa tahun ini kita mendapatkan raskin sebanyak 29 KK. Tetapi nama-nama yang penerima raskin itu tetap saya rahasiakan karena jika warga yang ada di daftar mengetahuinya maka ditakutkan nantinya warga tersebut tidak mau berbagi. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Untuk menghindari kecemburuan sosial di masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Terkait dengan penagihan atau penghimpunan dana masyarakat. Terhambat karena pada saat di tagih warga masyarakat tidak mempunyai uang. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Bisa saja, tapi kendala dilapangan kadang orang yang tidak menerima raskin tersebut kondisinya lebih miskin dari pada yang menerima raskin. Jika semua yang menerima itu memang warga yang paling miskin semua, maka yang lainnya tidak akan komplain dan bisa menerima
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Jadi bagi warga masyarakat yang miskin, bantuan seperti raskin ini memang sangat bermanfaat. Bantuan ini memang ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Jadi warga yang sangat membutuhkan itu merasa sangat terbantu. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Sepertinya tidak begitu berpengaruh pada masyarakat saya pak. buktinya warga saya masih seperti itu saja dari dulu hingga sekarang. Belum ada yang berubah kondisi ekonomi mereka.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya sudah cukup adil karena memang warga yang miskin itu banyak di wilayah saya sedangkan jumlah raskin sangat terbatas. Kalau tidak di bagi rata maka warga akan protes kepada saya. Daripada ribut makanya lebih baik di bagi rata saya. Seluruh warga saya hampir semuanya miskin hanya ada 3-
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
4 KK yang tidak termasuk miskin. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Sebenarnya kalau mereka yang ada di dalam daftar tadi tahu, maka mungkin mereka merasa dirugikan. Oleh karena itu kebijakan dari kita maka kita rahasiakan. Jadi tidak ada protes. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya adil itu ya harus tepat sasaran, bukan diberikan kepada yang tidak berhak. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Nah, kalau warga masyarakat khususnya di RT kami ini memang tergolong menengah ke bawah. Jadi apapun bentuk bantuan dari pemerintah maka sangat diharapkan. Ya itu ada, warga yang sudah mampu tidak lagi menuntut. Tapi ya namanya manusia kadang muncul rasa kepingin. Ingin juga mencicipi bagaimana rasanya beras raskin itu.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT33 Plaju Ilir
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Ya, untuk menutupi bagi mereka yang tidak mendapat raskin maka kami bagi rata. Selain itu ini juga untuk menghindari kesenjangan sosial di masyarakat maka kami bagi menjadi 82 KK. Sehingga tiap rumah tangga miskin mendapat jatah 5 kg. Semua warga mendapat 5 kg semua pukul rata tidak ada beda satu dengan lainnya. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Oh itu berdasarkan atas inisiatif warga. Kami selaku rt berusaha mengikuti apa aspirasi warga selagi tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku. Kami melakukan secara musyawarah melalui arisan. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Menghilangkan kesenjangan sosial di masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Sejauh ini rasanya tidak ada pak. Semua berjalan lancar saja. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Menurut saya hal tersebut tidak mungkin dilakukan karena akan banyak komplain dari masyarakat.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Kalau menurut kami, bahwa program ini cukup membantu warga yang menengah ke bawah dan juga untuk mengatasi kenaikan harga-harga sembako. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Ada juga tetapi sepertinya hasil usaha mereka sendiri karena mendapat warisan dari orang tuanya. Bukan karena mendapat berbagai bantuan dari pemerintah.
3. Implikasi kebijakan Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
pendistribusin terhadap keadilan distributif
pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut hemat saya, masyarakat menilai cara seperti itu sudah cukup baik, transparan, adil dan bijaksana. Jadi tidak ada istilahnya pandang bulu, tidak pilih kasih. Tidak ada kesenjangan sosial. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Karena tidak ada komplain dan tuntutan dari warga maka saya berpendapat tidak ada yang dirugikan dan tidak ada yang merasa di anak tirikan. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Bantuan harus diberikan secara mereka yang memang membutuhkan makanya harus tepat sasaran Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Sejauh ini kami melihat bahwa di masyarakat kami itu masih mau menerima bantuan dari pemerintah dan belum ada yang menolak. Mereka masih tetap mengharapkan bantuan dari pemerintah. Akan tetapi mereka ini saya nilai memang wajar dan layak mendapatkan bantuan.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT38 Plaju Ilir
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Kalau di wilayah kami ini, yang ada di data hanya 17, maka agar tidak muncul kecemburuan sosial di masyarakat maka raskin tersebut dibagi rata. Tidak lagi membedakan apakah dia kaya atau miskin maka dibagi rata semua dengan mendapatkan tiga seperempat kg. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? semua melalui musyawarah dengan warga. Kami ajak ibu-ibu rapat dan kami tanyakan kepada ibu-ibu bagaimana kita mendapat raskin dengan jumlah seperti ini, apakah di bagi rata atau dibagikan sesuai dengan daftar. Hasil kesepakatan menyetujui bahwa dengan cara di bagi rata. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? untuk menghindari kesenjangan sosial di masyarakat, agar tidak muncul kecemburuan sosial di masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Sepertinya lancar-lancar saja tidak ada kendala. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Saya rasa sulit pak. dari dahulu memang seperti ini dengan cara dibagi rata agar masyarakat tidak banyak yang ribut.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Menurut saya program ini sudah cukup membantu masyarakat. Hanya saja jumlah bantuan yang diterima warga sangat sedikit sehingga tidak berdamak apa-apa. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Tidak terjadi pak. tidak berpengaruh apa-apa. Makanya di hilangkan saja, tidak usah di bantu. Biar mereka berusaha sendiri.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Jujur saya katakan yang mendapat bantuan itu ya orang itu-itu saja. katanya ada pendataan tapi tetap saja mereka itu saja yang mendapat bantuan.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau menurut kami selaku rt, cara seperti ini sudah cukup adil. Karena saya tidak memilih-milih tapi kami menawarkan sesuai dengan kesepakatan, siapa yang mau beras tersebut maka mereka silahkan ambil. Saya membagi raskin semua mendapatkan dengan jumlah yang sama. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada pak karena tidak pernah ada keributan di masyarakat. biasanya kalau memang merasa dirugikan maka aka nada yang protes atau ribut. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut kami bahwa yang dimaksud dengan adil itu adalah bahwa harus tepat sasaran. Diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Kalau di masyarakat saya ini, saya melihat bahwa dengan adanya berbagai bantuan dari pemerintah maka mereka tidak berpikir untuk lebih maju, tetapi mereka justru berpikir mengapa saya tidak mendapatkan bantuan tersebut. Selama kami jadi RT ini, belum pernah kami mendengar jika mendapatkan bantuan maka mereka akan menolak.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT3 Plaju Ulu
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Ya, dengan cara dibagi rata pak dengan warga lainnya yang tidak terdaftar. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Saya mengajak warga saya yang menerima raskin 17 KK tersebut untuk bermusyawarah. Saya mempunyai inisiatif bahwa bagaimana jika yang 17 karung ini di bagi dengan saudara-saudara kita yang lain yang juga miskin. Alhamdulillah mereka semuanya setuju dengan rincian mereka yang 17 KK tadi mendapatkan raskin sebanyak 6 kg sedangkan yang tidak terdaftar tetapi juga miskin mendapatkan 3 kg. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? untuk menghilangkan kecemburuan sosial di masyarakat makanya beras itu di bagi rata kepada warga yang tidak terdaftar. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Alhamdulillah kalau hambatan tidak ada pak. berjalan lancar-lancar saja. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Saya rasa tidak mungkin pak. karena itu tadi akan muncul kecemburuan sosial di masyarakat. warga miskin yang lain juga akan protes kepada saya selaku ketua RT.
2. Dampak kebijakan Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Program ini juga sangat membantu bagi mereka-mereka yang membutuhkan. Walaupun memang tidak mencukupi tetapi minimal dapat membantu mereka yang memiliki penghasilan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Menurut saya, bantuan yang diberikan hanya bersifat sementara, tidak berdampak pada perubahan seperti itu pak.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya sudah cukup adil di masyarakat karena ini merupakan hasil musyawarh bersama dengan warga. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Alhamdulillah semuanya setuju dan kami buat dalam bentuk surat kesepakatan yang di tanda tangani oleh warga tersebut dan kami kira tidak ada lagi yang merasa dirugikan terkait keputusan ini. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Ya adil itu semua yang miskin mendapat jatah semua. kalau ada yang tidak dapat berarti tidak adil. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Alhamdulillah kesadarannya sudah cukup baik. Tidak ada warga yang sudah tergolong mampu tetapi masih menuntut untuk mendapatkan bantuan.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT29 Plaju Ulu
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Saya membagi raskin ini dengan cara di bagi rata. Sehingga yang mendapat raskin tidak hanya 29 RTS. Yang memang terdata di dalam daftar maka mendapatkan jatah sebanyak 10 kg. Sedangkan yang tidak terdata tetapi dia memang warga miskin maka memperoleh raskin sebanyak 4 kg. Dari pembagian tersebut maka yang menerima raskin bertambah menjadi 14 KK sehingga total ada 43 KK yang menerima raskin Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Iya, itu berdasarkan keinginan warga, sehingga saya melakukan musyawarah dengan warga yang mendapatkan raskin tersebut. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Pembagian seperti ini saya lakukan untuk menghilangkan kecemburuan sosial di masyarakat. mengapa saya tidak mendapat raskin sedangkan tetangga saya mendapatkan raskin. Padahal kami sama-sama miskin. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Hambatan tidak ada pak, Alhamdulillah
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
lancar-lancar saja. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Menurut saya kemungkinan di masyarakatnya akan ribut. Kalau raskin hanya dibagikan kepada 29 KK tadi maka banyak warga yang ribut dan Ketua RT yang akan di salahkan.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Menurut saya dengan adanya bantuan raskin ini sudah cukup membantu warga saya. Misalnya dengan adanya raskin, maka mereka tidak membeli lagi beras untuk jangka waktu seminggu. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Rasanya sama saja tidak terjadi perubahan seperti itu.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Alhamdulillah menurut masyarakat saya juga bahwa ini sudah cukup adil. Masyarakat menerima pembagian seperti itu. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Alhamdulillah mereka yang memang terdata di dalam penerima raskin tidak merasa dirugikan karena kita sudah ajak bermusyawarah bersama dan tidak ada yang berkeberatan. Mereka tidak berkeberatan dan mereka ikhlas membagi jatah yang mereka dapatkan itu untuk orang lain. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Pendistribusiannya harus tepat sasaran. Diberikan kepada mereka yang memang membutuhkan. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Kesadaran itu belum terlalu muncul. Menurut saya yang namanya bantuan dari pemerintah itu selalu mendapat tuntutan dari masyarakat baik itu raskin, BLT atau BLSM. Masyarakat selalu menuntut untuk mendapatkannya yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Tapi kalau untuk di masyarakat saya ini Alhamdulillah kalau mereka merasa sudah mampu maka mereka tidak akan menuntut terhadap bantuan tersebut. namun kalau memang mereka merasa memang warga miskin dan tidak mendapatkan bantuan maka mereka akan menuntut
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT34 Plaju Ulu
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Iya, di bagi rata tetapi bukan kehendak dari pak rt melainkan kehendak masyarakat dan hasil kesepakatan seluruh warga. Kalau sesuai dengan ketentuan 1 rumah tangga miskin mendapat 15 kg. Akan tetapi setelah di bagi rata maka mereka semua mendapatkan 4 kg per rumah tangga miskin. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Warga saya ini
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
- Hambatan dan kendala kebanyakan pekerjaannya buruh bangunan. Oleh karena itu saya kumpulkan warga yang miskin tadi kemudian saya ajak juga beberapa warga yang tidak terdaftar itu untuk melakukan rapat dan mereka sepakat agar di bagi rata. Artinya ini bukan kehendak pak rt tetapi memang permintaan dari warga. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Hal ini dilakukan untuk pemerataan kepada masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Sepertinya tidak ada. Hanya saja kadang pihak kelurahan sifatnya menunggu dan tidak mau jemput bola dalam hal menangih uang setoran ke rt-rt. Akibatnya penyetoran raskin menjadi terlambat. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Ya itu tadi raskin di bagi rata itu merupakan hasil kesepakatan dari warga. Ini merupakan permintaan warga. Makanya saya berpendapat tidak mungkin raskin itu hanya di bagi berdasarkan data saja. Saya pikir kalau hanya di tujukan kepada RTS saja maka akan terjadi gejolak di masyarakat. Masyarakat jelas bergejolak.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Sebenarnya sudah bagus program ini. Cukup bermanfaat di masyarakat karena harganya murah. Karena setelah kami pantau di masyarakat bahwa masyarakat itu selalu menginginkan harga yang murah. hanya saja setelah di bagi rata bantuan menjadi kecil. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Tidak ada itu pak. menurut pengamatan saya, warga saya di sini yang sama saja seperti itu saja tidak ada peningkatan atau perubahan status.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya sudah cukup adil. Sekitar 95 % dapat dikatakan adil. Namun kalau mau 100% saya rasa tidak mungkin. Alasannya ya karena ini merupakan hasil pemerataan tadi, karena tuntutan dari mereka tadi. Kalau kita berdasarkan pada pemerintah yaitu berdasarkan RTS tadi maka mereka banyak yang menuntut dan mereka mengatakan bahwa pak rt ini tidak adil. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada pak. karena itu merupakan hasil kesepatakan warga. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya, ya adil maka harus diberikan kepada mereka yang memang layak menerimanya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Menurut pengamatan saya bahwa masyarakat ini pada “pingsan” artinya banyak yang belum sadar pak. masih mengharapkan bantuan terus. Warga masyarakat ini maunya yang serba gratis dan murah.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT4 Bagus Kuning
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Iya, di bagi rata pak, semua mendapat 5 kg. saya pukul rata pak. kalau dibedakan nantinya takutnya muncul kecemburuan sosial di masyarakat. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Kebijakan yang saya ambil hanya berdasarkan hasil pemikiran saya sendiri dan tidak melibatkan masyarakat secara bermusyawarah. Kalau saya mengajak masyarakat untuk bermusyawarah maka akan muncul banyak pertanyaan nantinya. Bukan karena saya ingin menunjukkan “power” saya. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Untuk menghindari terjadinya keributan di masyarakat, menghilangkan kecemburuan sosial. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Tidak ada pak. semua berjalan lancar. Apa ada kemungkinan raskin tidak di bagikan secara merata? Saya rasa tidak mungkin ya, karena di suatu wilayah dengan kondisi yang sama, satu mendapat raskin dan satu tidak mendapat raski, maka bagaimana perasaan bagi yang tidak dapat tadi. Kita orang timur ini khan lebih mengedepankan perasaaan.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Menurut saya banyak yang tertolong dengan raskin ini. Ya harga beras di pasaran sudah mencapai Rp. 7.500,-. Walaupun kualitas berasnya masih jauh. Di tambah lagi timbangannya kadang kurang. Walupun begitu beras raskin ini sudah memberikan manfaat kepada masyarakat. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Selama saya menjadi rt, sepertinya tidak terjadi perubahan status tersebut di warga saya.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Oh jelas, adil ini. Alasannya karena warga saya dapat semua. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Menurut saya tidak ada yang dirugikan. Semua warga saya senang dan tidak ada yang protes. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya yang adil itu yaitu kita memberikan sesuai dengan haknya, berapa haknya diberikan saja, jangan kita kurangi. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Kalau kita budaya timur ini, kalau dia tidak dapat bantuan maka dia menuntut, tapi kalau dia mendapat bantuan maka
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
dia akan ngedem (diam). Walaupun dia ada juga, dia katakan tidak ada. Di wilayah RT saya tidak ada yang menolak pak, yang pensiunan saja masih bertanya kapan uang BLSM bisa dicairkan lagi. Justru malahan minta jatah raskin.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT15 Bagus Kuning
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Kami bagi kepada rumah tangga lainnya yang tidak terdaftar. Namun dalam pembagiannya tidak semuanya sama misalnya 10 kg, tetapi ada yang 10 kg, ada yang 8 kg, ada yang 5 kg menurut tingkat kemiskinannya. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Itu melalui proses musyawarah. Di dalam musyawarah itu, sudah kami sampaikan bahwa sesuai daftar yang menerima raskin ini adalah ini. Apakah yang menerima raskin ini kita berikan secara utuh? Mereka tidak menerimanya. Setiap ada program pemerintah di rt kami selalu diadakan musyawarah. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Untuk menghindari terjadi protes mengapa saya tidak mendapat raskin dan muncul kecemburuan diantara mereka. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Ketua RT ini khan tidak semuanya pegawai, ada yang pekerjaannya serabutan. Jadi untuk menutupi uang sejumlah itu maka mereka harus meminjam dulu atau berhutang dahulu. oleh sebab itu ini menjadi hambatan dan jadwal beras datang menjadi tidak tepat waktu menunggu semua rt menyetor dulu. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Karena kita melihatnya masih ada rumah tangga yang menerima raskin itu tidak tepat sasaran maka mau tidak mau kita harus melaksanakan musyawarah yang sifatnya mendekati keadilan. Makanya menurut saya sulit kalau tidak di bagi rata.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Kalau untuk di daerah kami ini, dengan adanya berbagai program penanggulangan kemiskinan ini sangat sangat bermanfaat misalnya program raskin ini. Karena di daerah kami ini, pekerjaan mereka itu tidak menentu, ada yang buruh harian, ada yang beca, kadang kerja kadang tidak. Oleh karena itu sangat bermanfaat sekali. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Saya melihat ada fenomena seperti itu. Ada yang dahulunya miskin namun sekarang status ekonominya sudah menengah. Namun ada juga yang dahulunya berada sekarang justru menjadi miskin. Tapi itu dari usaha mereka sendiri. Bukan dari pengaruh bantuan dari pemerintah. bantuan itu dampaknya itu hanya spontan. Hanya sesaat di masyarakat. Lain halnya misalnya bantuan yang diberikan oleh pemerintah itu dalam bentuk modal.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
3. Implikasi kebijakan
pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau menurut saya dan juga rasanya di masyarakat di rt 15 tidak ada keluhan dan juga ini kita melihat berdasarkan tingkat kemiskinannya dan berdasarkan musyawarah kita menentukan bahwa orang seperti ini mendapatkan seperti ini dan seterusnya. Iya, menurut saya sudah cukup adil. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Rasanya tidak ada yang dirugikan. karena kita juga sudah memberikan keringanan keringan ke masyarakat. Belum ada uang boleh ambil raskin. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya yang adil itu yang mengenai sasaran yang tepat. Mereka yang betul-betul berhak yang menerima bantuan, itu adil. Nah, sekarang ini khan yang menentukan berhak atau tidak berhak khan pak rt di lapangan. Kalau pak rt mau jujur menilai. Tetapi selagi pak rtnya tidak jujur mungkin keluarganya yang diberi nya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Sebagian kecil sudah ada yang menyadari bahwa kalau memang bukan haknya maka tidak masalah jika mereka tidak mendapatkannya. Di rt 15 ini juga ada orang-orang tertentu yang tidak mau menerima raskin walaupun dalam hasil rapat mereka juga mendapat raskin.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT27 Bagus Kuning
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Semua kita bagi pak. Semua mendapatkan raskin dari 65 kk yang ada di wilayah kami termasuk yang mampu tadi. Karena tidak ada warga yang mengaku mampu pak terkait dengan adanya bantuan raskin ini. Sehingga semua kami bagi rata tanpa melihat kondisi mereka, semua mendapat dalam jumlah yang sama Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? langsung, warga sering kumpul di rumah saya dan pada saat itu saya bicarakan kepada mereka dan warga juga tidak ada yang komplain. Kami juga tidak berani untuk mengubah kebijakan yang sudah ada dari ketua RT sebelumnya. Memang kami utamakan sifat gotong royong. Jadi ini merupakan kebijakan rt yang lama dan kami hanya meneruskan saja. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Agar tidak terjadi kesenjangan dan protes dari masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Terkait kendala mungkin suatu saat nanti akan ditemui kendala dalam pendanaan. Karena sistemnya di rt ini adalah men-talangi dulu. Saya sebagai rt tidak mau mengambil uang di masyarakat terlebih dahulu sebelum beras datang. apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Kita bisa kena demo terus oleh
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
warga pak, seperti pembagian BLSM kemarin, kalau kita tidak pintar-pintar di lapangan maka kita akan pusing di buatnya.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Program ini hanya sekedar membantu sedikit saja pak. Tapi kalau untuk menanggulangi kemiskinan sepertinya tidak. Yang tadinya untuk membeli beras harganya rp. 8.000,- dengan adanya raskin maka dapat membeli dengan harga yang lebih murah. menurut saya hanya sebatas itu saja. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Bantuan yang diberikan hanya sifatnya sementara, hanya membantu untuk beberapa hari saja. setelah itu warga mengalami kesulitan lagi. Jadi sulit rasanya untuk memperbaiki kondisi ekonomi warga miskin itu.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau dikatakan adil menurut saya tidak. Karena tidak adil bagi orang-orang yang sudah ada di dalam daftar. Kalau mereka tahu. Ini hanya sebatas profesionalisme di lapangan saja. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Mungkin bagi mereka yang terdaftar itu merasa dirugikan karena jatahnya telah berkurang. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya adil itu ya diberikan kepada menang yang berhak menerimanya. Sedangkan yang tidak adil adalah orang yang tidak seharusnya mendapatkannya tetapi dia menuntut. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Belum ada kesadaran warga, Karena tidak ada warga yang mengaku mampu pak terkait dengan adanya bantuan raskin ini. Tidak ada yang menolak terhadap bantuan raskin yang diberikan. Misalnya mengembalikan karena merasa mampu, hal tersebut tidak ada sampai saat ini.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT05 Talang Bubuk
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Kami mendapat jatah raskin ada 38 KK, namun pada kenyataannya beras tersebut kami bagi menjadi 114 KK. Jadi dibagi rata semuanya. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Sudah kita musyawarahkan dengan warga. Warga setuju yang penting aman pak dan adil. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Kalau tidak kita bagi rata maka akan ribut karena yang lain merasa sama saja, sama-sama pekerja bangunan, mengapa dia dapat saya tidak dapat. Untuk meredam masyarakat. Sehingga satu karung di bagi tiga. Apa hambatan dan kendala yang
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Sepertinya tidak ada kendala. Untuk dana tidak ada masalah karena kami talangi dahulu. namun kadang kami juga mengalami kesulitan dalam menghimpun dana masyarakat karena di saat di tagih masyarakat belum memiliki uang. Tapi kami kadang membolehkan mereka mengambil raskin terlebih dahulu dan bayarnya setelah mereka ada uang. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Akan muncul protes dari warga yang juga merasa layak, mengapa mereka tidak mendapatkan raskin. Padahal mereka juga merasa orang miskin.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Kalau di masyarakat memang itu dampaknya bagus pak, sangat menunjang terutama untuk masyarakat dari golongan yang tidak mampu. Tapi bantuannya nilainya kecil. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Ada, menurut kami perubahan itu sudah ada tetapi jumlahnya tidak banyak. Mungkin hanya beberapa orang saja. itu berdasarkan penilaian kami. Namun jika kita konfirmasikan kepada yang yang bersangkutan mungkin saja mereka tidak berkata demikian karena warga masyarakat tidak mau mengakui adanya penigkatan status ekonomi tersebut. tapi ada usaha dari mereka juga. Bukan semata-mata karena adanya bantuan seperti raskin atau BLT.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya sistem dibagi rata itu tidak ada masalah pak. justru itu yang paling adil. Dan aman juga bagi rt. Ya adil dak adil mereka harus menerima karena sudah keputusan bersama. Tetapi yang penting warganya aman dan tidak ada ribut-ribut. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Semua warga setuju pak, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Ya adil itu kalau semuanya dapat yang terkategori layak itu dapat. Menurut kami itu adil karena kami merasa aman dan tidak di demo oleh warga. Iya, jika ada warga yang layak mendapatkannya tetapi dia tidak dapat maka itu tidak adil. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Tidak ada yang menolak pak, jika sudah diberikan bantuan oleh pemerintah walaupun bantuan itu salah sasaran. Belum pernah terjadi pak, malahan justru dia mau meminta kepada pak RT.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT06 Talang Bubuk
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Warga miskin kami khan banyak jadi berdasarkan data kami bagikan raskin ada sekitar 160 sd 170 KK. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Berdasarkan musyawarah antara RT, pengurus RT dengan masyarakat, terutama warga masyarakat yang namanya ada di dalam daftar yaitu 46 orang yang memiliki jatah. Kami panggil untuk membagi jatah mereka tersebut kepada yang tidak ada jatah. Jadi ini sudah berdasarkan persetujuan dari yang punya jatah. Jadi sudah tidak ada masalah. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? untuk menutupi bagi mereka yang tidak mendapat raskin maka kami bagi rata. Selain itu ini juga untuk menghindari kesenjangan sosial di masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Alhamdulillah tidak ada, semua berjalan lancar-lancar saja. raskin di bawa dengan angkutan menggunakan gerobak Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Menurut saya tidak bisa kami laksanakan. Sudah bertahun-tahun pembagiannya seperti itu, tiba-tiba mau kita ubah, maka mungkin saya lepas tangan. Pasti di demo oleh warga yang biasa dapat. tambah repot. Pokoknya susahlah rasanya tidak mungkin.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Kalau menurut kami, bahwa program ini sangat membantu walaupun warga menerimanya sedikit karena dibagi rata. Tapi lumayanlah pak untuk beberapa hari. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Saya rasa belum, termasuk dari BLSM juga ado dampak. Saya melihatnya biasa-biasa saja. yang dapat tidak ada perubahan, yang tidak dapat juga ya biasa-biasa saja. Kalau raskin ini memang membantu tapi dampaknya tidak terlalu nyata.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau menurut saya ya, bagaimana ya.. menurut saya itulah cara yang paling baik. Kalau kita pilah-pilah malah nanti timbul kecemburuan sosial. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Selama ini belum ada keluhan satupun terkait dengan pembagian ini dan tidak ada yang merasa dirugikan sampai sekarang. Makanya setiap seksi itu kami ajak kerjasama dari ujung ke ujung sehingga kalau ada warga yang mengeluh atau bertanya dapat langsung di jawab. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya adil itu jika Raskin diberikan kepada mereka yang memang berhak menerimanya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Kalau terkait dengan kesadaran itu terus terang memang belum ada dari masyarakat. Sampai saat ini belum ada warga yang merasa mampu kemudian mengembalikan jika diberi bantuan. Ya, belum ada yang seperti itu. Malahan justru sebaliknya mereka mengusulkan meminta agar mendapatkan bantuan. Ya kalaupun ada ya seribu satu yang seperti itu.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT14 Talang Bubuk
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Ya, kami bagi lagi pak menjadi 70 KK dimana tiap KK mendapat 4 kg, sehingga bertambah 50 KK. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Ya, kadang muncul usul dari ibu-ibu pada saat arisan RT. Mereka menyampaikan usulan kepada kami. Kemudian berdasarkan kesepakatan maka kami bagi raskin itu secara merata. Tapi kami memang tidak melalui rapat langsung. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Ya, karena sesuai dengan permintaan warga masyarakat. Mereka menginginkan sistem pembagian seperti itu. Selain itu untuk mengurangi kecemburuan di masyarakat dan agar aman masyarakatnya. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Alhamdulillah rasanya tidak ada pak, berjalan lancar-lancar saja. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Kalau seperti itu rasanya banyak yang komplain dari masyarakat. Yang biasanya dapat kok menjadi tidak dapat. Agak merepotkan jika di bagikan seperti itu. Kami selaku rt merasa tidak sanggup dan pasti banyak yang menuntut dari masyarakat.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Belum pak. Ya karena warga hanya mendapatkan bantyuan sebesar 4 kg. sangat kecil sekali. Kalau dulu warga mendapatkan bantuan sebesar 10 kg ya lumayan terbantu. Bantuan itu palingan hanya bertahan 2-3 hari saja, apalagi bagi mereka yang anaknya banyak. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Sepertinya tidak ada dampaknya untuk peningkatan status itu pak. karena bantuan ini sifatnya hanya sementara. Sehingga kurang berdampak di keluarga. peningkatan status ekonomi itu ada yang dahulunya mungkin miskin menjadi tidak miskin lagi, tetapi itu bukan karena adanya bantuan tetapi karena usaha mereka sendiri misalnya di bantu anaknya yang sudah bekerja.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau menurut saya di
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
masyarakat sudah cukup adil karena mereka merasa tidak ada yang dianak tirikan.tidak ada yang komplain dan bisa menerima dengan ikhlas. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Menurut pandangan saya tidak ada. Karena semua berjalan aman-aman saja. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya, adil itu jika kebutuhan orang-orang yang memang berhak itu bisa terpenuhi. Tidak ada warga miskin yang tidak mendapatkan bantuan. sehingga dapat dikatakn adil di masyarakat. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Saya rasa belum ada kesadaran itu, malahan yang sudah mampu juga masih ingin mendapatkan bantuan raskin. Masyarakat itu maunya ingin di bantu terus oleh pemerintah.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT 08 Plaju Darat
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Itu kami membagi lagi raskin yang kami dapat menjadi 70 KK. Karena sistemnya 3 bulan sekali maka kami mendapat alokasi sebanyak 54 karung. Kemudian per KK kami bagi menjadi 10 kg. Pembagian ini sama semua untuk setiap rumah tangga dan tidak ada perbedaaan. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Saya hanya menyampaikan kepada mereka bahwa ini memang jatah kalian, namun kita ini hidup bermasyarakat. Ada juga orang yang seperti kalian tetapi tidak mendapat raskin. Kemudian mereka mengatakan bahwa terserah pak rt saja mana baiknya. Saya jelaskan kepada mereka bahwa kalau menurut saya lebih baik di bagi rata saja. Saya juga tidak enak jika di anggap warga bahwa saya pilih kasih. Terkait dengan penentuan harga dan jumlah itu tidak melalui rapat dan berdasarkan kebijakan saya sendiri. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Langkah ini saya ambil agar tidak muncul kesan bahwa saya pilih kasih di masyarakat. Selain itu juga untuk menghindari munculnya gosip-gosip dan keributan di masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Selama ini tidak ada hambatan pak, berjalan lancar-lancar saja. warga datang ke rumah saya untuk mengambil beras raskin. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Saya rasa akan muncul banyak protes di masyarakat dan sulit untuk menerapkannya.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Bermanfaat pak, sangat membantu walaupun memperoleh dengan jumlah yang sangat sedikit. Tapi warga sangat mengharapkan sekali. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
miskin menjadi tidak miskin lagi? Tidak ada yang seperti itu. bantuan raskin ini hanya sifatnya sementara dan bantuannya hanya sedikit. Bantuan lainnya juga seperti BLSM itu seperti itu.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Insya Allah kalau menurut saya sudah adil sebab tidak ada keributan, tidak ada saling iri. Semuanya mendapat bagian yang sama. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Menurut saya tidak ada pak. Tidak ada yang merasa dirugikan. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Pendistribusian yang adil itu jika bantuan diberikan kepada mereka semua yang memang berhak menerimanya. Sekarang banyak yang berhak tetapi tidak mendapat raskin. makanya di bagi rata saja. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Ya, ada beberapa orang di rt ini dimana mereka sudah mampu tapi masih meminta jatah raskin. Saya sudah jelaskan kepada mereka bahwa ini adalah untuk orang miskin. Dan akhirnya mereka bisa memahami dan menerima penjelasan saya itu. Artinya kesadaran masyarakat sudah mulai muncul di masyarakat.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT 15 Plaju Darat
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? sesuai dengan permintaan warga maka beras tersebut kami bagi rata. Baik dia miskin ataupun lumayan berada semua mendapatkan raskin. Karena di wilayah kami itu tidak ada yang pegawai tetap. Rata-rata semuanya buruh bangunan. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Iya, saya mengikuti sesuai dengan keinginan warga. Saya bermusyawarah dengan warga. Warga inginnya di bagi rata saja, banyak bagi banyak, sedikit ya sama sedikit. Kalau kita bagi hanya yang 15 KK itu saja maka yang lain akan iri pula nantinya. Kita pula nanti yang disalahkan oleh warga. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Agar tidak di katakan masyarakat bahwa saya pilih kasih dan agar tidak terjadi keributan di masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Kendala di lapangan yaitu tidak mencukupi untuk masyarakat. Kami sebulan hanya mendapat 15 karung. Tapi di masyarakat itu di bagi lagi sehingga masing-masing rumah tangga mendapatkan 1 kg lebih. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Akan menimbulkan rasa iri diantara mereka karena ada yang mendapat raskin dan ada yang tidak. Sehingga tidak mungkin rasanya tidak di bagi rata.
2. Dampak kebijakan Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Ya, kalau kita melihat kondisinya belum pak. karena jumlahnya belum memadai. Masyarakat hanya mendapat 4 kg dalam 3 Bulan. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Belum ada pak, masyarakat hanya mendapat 4 kg dalam 3 Bulan sehingga kalau di rata-rata sebulan hanya mendapat kurang lebih 1,25 kg. bagaimana mau mencukupi kebutuhan hidup. Tapi ya namanya bantuan dari pemerintah, masyarakat menerima saja
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Iya, sebenarnya adil. Tapi masih juga ada yang merasa kurang namanya juga masyarakat. yang terpenting masyarakat dapat terbagi semua. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada pak, karena yang ada di dalam data ini sendiri mengatakan bahwa “ ya sudah pak RT, di bagi-bagikan saja, yang penting saya juga punya dulur (saudara) yang penting kita sama adil. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya ya yang adil itu bantuan itu harus diberikan kepda mereka yang memang miskin. Bantuan harus diberikan kepada yang memang berhak menerimanya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Tidak ada pak. justru mereka minta di bagi rata semua. Mereka mau semua pak. sehingga boleh dikatakan kesadaran itu belum ada.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT 20 Plaju Darat
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Kami membagi rata raskin ini untuk 115 Keluarga, dengan jatah 2 kg per KK. Sedangkan kalau sebelum raskin ini dikurangi maka yang mendapat raskin hanya 35 KK. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Walaupun saya tidak melalui musyawarah tetapi saya sampaikan langsung kepada warga masyarakat melaui takziyah, atau carawisan. Kami ini pada prinsipnya apa-apa yang disampaikan oleh pemerintah misalnya Lurah maupun pihak Kecamatan maka akan kami sampaikan kepada warga masyarakat. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Maka saya laksanakan dengan cara dibagi rata yang penting tidak ribut dan tidak muncul perasaan pilih kasih di masyarakat. “kok dia dapat saya tidak padahal kondisinya sama saja”. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin?
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
distribusinya? Itu biasanya tersendat masalah penghimpunan dana di masyarakat. di saat kita menangih mereka belum memiliki uang. Makanya kami modalin sendiri terlebih dahulu. susah pak, menjadi RT kalau tidak ada modal sendiri. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Menurut saya akan menimbulkan keributan di masyarakat dan banyak yang melapor ke pak rt, tidak mungkin diterapkan di masyarakat.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Menurut kami sudah membantu, merupakan bentuk pertolongan di saat warga masyarakat susah kemudian di beri bantuan maka betapa senangnya mereka. yang biasanya membeli beras agak mahal menjadi lebih murah. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Kita harus berusaha sendiri bagaimana bisa menjadi lebih sejahtera. Kalau kita lihat dari raskin sendiri ya hanya sifatnya membantu hanya sementara. Akan tetapi lumayan di saat mereka kesulitan untuk makan tiba-tiba ada bantuan beras dari pemerintah. kalau hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah tidak mungkin pak.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? mau dikatakan adil ya kenyataannya bagaimana dan dikatakan tidak adil namun sekarang sudah dijalankan seperti itu. Tapi bagi saya sudah cukup adillah di masyarakat namun masih kurang. Maksudnya kalau bisa ya jumlahnya di tambah sehingga masyarakat bisa mendapatkan raskin lebih banyak. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada yang dirugikan pak, semua menerimnya. Kalau tidak di bagi rata maka akan ribut dan menuntut kepada ketua RT nya. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Adil itu berarti tidak pilih kasih dan membagikan bantuan itu kepada mereka yang memang layak menerimanya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) kalau raskin belum pak kesadaran pak. justru yang belum dapat itu masih meminta dan bertanya kapan mereka mendapat raskin juga. Menurut pandangan saya ada beberapa warga yang sebetulnya tidak layak menerima raskin tetapi mereka masih meminta jatah, makanya masih saya beri.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT13 Talang Putri
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Dengan cara di bagi rata kepada warga yang lain yang belum terdaftar. Oleh karena itu kita
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
bicarakan lagi dengan 36 orang yang memang terdaftar bagaimana caranya agar bisa dapet semua. Akhirnya sepakat dapetnya 4 kg semua. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Oh itu kita meneruskan saja ketua RT yang lama, kita hanya mendapat limpahan dari rt yang lama karena rt yang lama mengundurkan diri. Tapi karena kemarin banyak warga yang komplain maka bagaimana caranya agar warga ini rata dapetnya raskinnya. Oleh karena itu kita bicarakan lagi dengan 36 orang yang memang terdaftar bagaimana caranya agar bisa dapet semua. Akhirnya sepakat dapetnya 4 kg semua. Oh tidak, tidak mengumpulkan semua warga nanti takutnya malah tambah sulit. Oleh karena itu saya mendatangi warga secara langsung kepada mereka yang nama-namanya ada di dalam daftar penerima manfaat. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Agar tidak terjadi keributan di masyarakat dan menghindari komplain dari masyarakat miskin yang tidak mendapat raskin. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Alhamdulillah berjalan lancar saja. hanya saja masalah penagihan uang ke masyarakat yang kadang sulit. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Menurut saya pasti banyak warga masyarakat yang komplain karena masih banyak warga miskin yang memang berada di bawah rata-rata tidak mendapatkan raskin ini. Jadi dalam hal ini rasanya tidak mungkin apabila raskin hanya diberikan kepada mereka yang terdaftar saja.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Menurut saya ada pengaruhnya di masyarakat yang pertama yaitu membantu perekonomian masyrakat, yang kedua harga beras sekarang khan sudah naik, maka lebih enak membeli raskin, makanya sangat bermanfaat bagi warga yang tidak mampu. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Kalau dari bantuan itu rasanya tidak ada ya. Kecuali dari usaha mereka sendiri. Karena bantuan dari pemerintah itu sifatnya hanya sesaaat. Sedangkan dari usaha mereka sendiri mereka biasanya bisa maju.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau menurut saya hingga saat ini tidak ada yang komplain di masyarakat berarti menurut saya sudah adil di masyarakat. Karena mereka yang tidak terdaftar juga dapat ikut merasakan. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Kalau selama ini tidak ada yang mengeluh baik itu dari mereka yang terdaftar. Saya juga tidak pernah mendengar adanya laporan dari warga kepada saya. Tapi saya tidak tahu kalau mungkin ada yang bicara di belakang saya. Oleh karena itu menurut saya tidak ada pihak-pihak yang
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
merasa di rugikan. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya yang adil itu ya pendataannya harus akurat dalam artian memang mereka mereka yang berhak yaitu tepat sasaran. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Sepertinya ada yang sudah sadar, tapi ada juga yang belum sadar. Contohnya di wilayah saya ini ada yang menolak menerima raskin dengan alasan karena dia merasa sudah mampu walaupun pekerjaanya seorang buruh. Tetapi dia mengatakan bahwa anak-anaknya bisa membantu dia. tetapi ada juga yang memang sudah mampu tetapi masih meminta jatah raskinnya kepada saya.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT25 Talang Putri
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Mengenai dengan sistem pembagiannya di wilayah rt saya ini adalah dengan cara di bagi rata yang merupakan hasil kesepakatan dengan warga. Ketentuannya yaitu mereka yang memang terdata mendapatkan bantuan secara rutin 5 kg per bulan. Sedangkan yang tidak terdata itu mendapatkan bantuan 5 kg per dua bulan sekali. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Kami melakukan rapat dengan mereka yang 26 orang yang ada di dalam data itu. Rapat dilaksanakan di rumah saya selaku ketua RT. Hasilnya mereka sepakat mau membagi jatah mereka tersebut kepada warga miskin lainnya dengan catatan mereka yang terdaftar mendapatkan jatah raskin secara rutin setiap bulan. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Ini untuk menghilangkan kecemburuan sosial di masyarakat. Mereka berpikir mengapa saya tidak mendapat raskin, saya warga rt ini juga, saya ikut gotong royong, saya ikut sumbangan. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Masalah kualitas raskin ini. Kadang kondisi berasnya jelek, berdebu, hancur dan ada ulatnya. Makanya warga sering komplain dengan kondisi raskin yang seperti itu. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Masyarakat akan bergejolak pak karena ada mereka yang tidak mendapatkan raskin itu pekerjaannya sama yaitu buruh harian bahkan dengan kondisi yang lebih miskin dari mereka yang tidak mendapat bantuan raskin.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin
Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Ada manfaatnya tetapi tidak sepenuhnya manfaat itu dari raskin karena masih ada berbagai bantuan lainnya. kalau dari raskin ya sangat kecil manfaatnya. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Tidak ada pak.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
saya melihat warga itu seperti-seperti itu saja. sudah diberi berbagai bantuan akan tetapi tidak ada perubahan kalau mereka tidak berusaha sendiri. Malahan justru warga merasa ketergantungan dengan bantuan pemerintah.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya tidak adil pak karena kalau raskin ini dibagikan secara tepat sasaran dan sesuai dengan pagu yang telah ditetapkan tanpa di kurangi maka itu yang dinamakan adil. Kenyataan di lapangan sekarang masih banyak warga yang lebih miskin tetapi tidak terdata dalam penerima raskin. Sedangkan warga yang telah lumayan saja masih mendapatkan raskin. Berarti ini tidak tepat sasaran. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Kalau merasa dirugikan sepertinya tidak ada ya. Karena ini hasil kesepakatan mereka dan mereka ikhlas membantu antara sesama. Jadi dalam hal ini tidak ada yang merasa dirugikan. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Makanya biar adil seharusnya yang mendapatkan raskin ini memang mereka-mereka yang paling membutuhkan. Karena ada yang membandingkan mengapa dia yang lebih mampu justru mendapatkan raskin sedangkan saya yang beban hidupnya lebih berat tidak mendapatkan raskin. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Justru sebaliknya pak. warga selalu menuntut untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. mereka yang sudah mampu pun masih ingin menuntut mendapatkan bagian.
Lampiran 12Tabel. Teknik Pengolahan dan Analisis Data (Rumah Tangga Penerima Raskin)
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu Hy, rumah tangga, janda, RTS
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Terkait dengan sistem pembagian distribusi bagaimana bu? di RT kami ini dengan cara di bagi rata pak. Semua dapat dengan jatah yang sama yaitu 3 kg beras. Tanpa melihat jumlah anak berapo dan lainnyo. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? karena beras yang diterima terbatas pak. Sedangkan warga di sini sangat banyak. Sehingga masing-masing keluarga mendapat raskin sedikit-sedikit. Apakah ibu ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Tidak pernah pak, paling hanya disampaikan dari warga ke warga. Saya tidak pernah di ajak rapat, warga juga tidak pernah dilibatkan. Pak RT hanya menyampaikan bahwa beras sudah datang dan tolong siapkan uang rp. 8.000,- ya hanya begitu saja pak. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Iya, semua ketua RT yang menentukan. Kami tidak tahu apa-apa pak. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
mendapatkan bantuan raskin? Tidak ada pak. Tapi kadang jujur saja pak, untuk bulan ini saya tidak mengmbil jatah raskin saya karena saya tidak punya uang untuk membayarnya. Lagian berasnya juga jelek pak. Banyak antah, kutu, padi. Walaupun saya miskin saya juga tidak mau pak makan beras seperti itu.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin
per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
Sudah berapa lama Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak. Sejak bantuan raskin ada, saya sudah mendapatkannya pak. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? 3 kilo dengan harga tebus Rp. 8.000,- Apakah Ibu mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak tahu pak. kami tidak pernah di beri tahu. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? saya dan dua orang anak. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? saya tidak bekerja lagi pak. jadi saya hanya mengharapkan uang dari pemberian anak. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Tiga hari. Kami mengkonsumsi beras 1 kg sehari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Ya, dengan cara membeli pak. Dengan harga kadang Rp. 9.500 per kg, kadang juga Rp. 8.500,- per kg. tidak tentu pak. Pokoknya yang penting beras. Tidak tahu bagus atau jelek yang penting bisa makan pak. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Ya, kalau nak nurutinyo (lihat kenyataan) ya belumlah. Karena kami mendapatkan bantuan itu tidak rutin setiap bulan pak, kadang dua bulan sekali, kadang tiga bulan sekali. Ya, tidak terlalu membantu lah. Karena saya hanya mendapat tiga kilo tadi pak. Hanya cukup untuk tiga hari. Ya, kalau kita lihat lebih dari kurang pak bantuan raskin ini.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Ya, setuju.. tidak setujulah pak. Mau protes tapi tidak berani. Masak saya sendirian yang mau protes? Ya pada dasarnya tidak setujulah pak. Saya inginnya itu ya dapatnya raskin itu bisa cukup untuk satu bulan pak. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau kami tidak mau usillah pak, kami hanya menurut saja. ya kalau menurut kami sih tidak adillah pak Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Iya kami merasakan dirugikan. Mungkin seharusnya kami bisa mendapat lebih banyak jika raskin tidak dibagi rata. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan?
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Berikanlah bantuan kepada mereka-mereka yang tidak mampu. Kita khan tahu mana yang miskin mana yang tidak.. Seharusnya bantuan itu diberikan kepada orang-orang yang berada lebih lagi dibawah mereka. jumlah penerima bantuan dari yang berada lebih di bawah harus lebih banyak jumlahnya.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu As, jualan empek-empek, Non RTS
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil
kebijakan- Faktor pendorong lahirnya
kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat ibu? Di bagi rata pak. di bagi misalnya jumlah raskin berapa dan jumlah kepala keluarganya berapa. Misalnya dapat 3 kg maka semuanya dapat 3 kg. Tidak ada yang dibeda-bedakan. Tapi bagi yang pegawai negeri itu tidak lagi mendapat raskin pak. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Ya, kalau satu ada yang mendapat raskin, yang satu tidak, khan kasihan pak. kalau satu dapat terus yang satunya tidak mendapat raskin padahal mereka sama saja kondisinya, kalau memang yang satunya mampu ya wajar jika tidak mendapat raskin. Apakah ibu ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Tidak pernah pak. Tapi ya kami setuju-setuju saja pak, kami tidak pernah protes. Karena sudah mau di urusi oleh pak rt saja kami sudah berterima kasih pak. Jadi kalau mau tahu nian ya tidaklah pak. siapa yang paling brperan dalam penentuan tersebut? Ketua rt, tetapi kami ini sifatnya menerima saja pak. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Tidak pernah pak. selama ini lancar-lancar saja pak. setiap beras datang, pak rt memberitahukan kepada kami untuk mengambil beras ke rumah ketua rt. Kemudian beras akan di timbang dan langsung dibagikan.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin
per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama, sejak bantuan raskin ini ada. Saya sudah mendapatkan raskin ini. Awalnya saya mendapatkan raskin sebanyak 6 kg. tapi mungkin karena jumlah warga yang bertambah banyak maka semakin berkurang sehingga sekarang hanya mendapat 3 kg. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? 3 kg pak sekarang ini tiap bulan. dengan harga tebus Rp. 8.000,-. Apakah Bapak/Ibu mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak tahu pak. yang jelas, kalau kata pak rtnya bayar sekian, maka kami akan bayar sekian. Kalau misalnya kata RT nya sekian yaitu 3 kg ya berarti kami bayar 3 kg. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Ada 4 orang pak, saya, ibu saya, anak dan keponakan. Semuanya sudah dewasa semua. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Ya, sehari paling bersihnya Rp. 30.000,- pak. berarti kalau dalam sebulan ya boleh dikatakan sekitar Rp. 1 juta. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Ya paling, 3 sd 4 hari pak. Kalau dalam sehari saja konsumsi berasnya 1 kg maka beras tersebut habis dalam tiga hari. Nah, itu belum tentu bulan depan dapat beras lagi. Masih menunggu dahulu. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Ya, belilah di toko. Dengan harga beras Rp. 8.000 sd 9.000,- tergantung dengan harga beras lah. Tapi biasanya saya membeli dengan harga yang Rp. 8.000,- per kg nya. Kalau sebulan itu konsumsinyo sekitar 25 kg lah. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Kalau mau membantu nian itu tidak pak. tapi kalau untuk hanya sekedar meringankan iya bisa. Karena jumlahnya kurang jadi tidak terlalu membantu sekali.
3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif
Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Setuju sajalah karena biar turut merasakan semua. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau untuk di warga kami ya Alhamdulillah, sepertinya adil. Kalau menurut kami ya adil, tapi tidak tahu kalau menurut pendapat yang lain. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Selama ini semua warga bisa menerima berarti tidak ada yang dirugikan pak. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Dibagikan hanya kepada mereka yang memang tidak mampu saja pak. Mereka yang sudah mampu atau PNS tidak usah lagi mendapatkan raskin.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Bpk. Wr, Buruh bangunan, RTS
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil
kebijakan- Faktor pendorong lahirnya
kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat bapak? Ya, dengan cara di bagi rata pak. .. …..kalau dahulu lagi baru-baru hanya sebagian saja yang dapet raskin. Karena ini sudah nambah warga khan, yang sikok protes, yang sikok protes ngapo aku dak dapet beras? makanya di pecah tadi. Supaya mendapat raskin semua, jangan ribut. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Tapi berhubung biar jangan ribut tadi, kito khan dak enak satu kampong nak ribut. memang bagusnyo cak itulah di pecah di bagi galo. Apakah bapak ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Biasanya yang diajak rapat ya mereka-mereka yang merupakan perangkat rt saja. siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Ketua rt. biasanya yang dilibatkan itu ya yang perangkat-perangkat rt saja. tidak semua warga di libatkan. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Rasanya tidak ada, berjalan lancar-lancar saja.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan
Sudah berapa lama Bapak mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak. mungkin sekitar 5 tahunan. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus dibayar
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin
per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Saya mendapat 3 kg. dengan harga tebus Rp. 7.000,-. Apakah Bapak mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Saya tidak tahu pak. mungkin sepuluh kilo, kalau tidak salah. Kami tidak pernah mendapatkan sosialisasi. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Tiga orang yaitu saya, istri dan satu orang anak saya yang belum menikah. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? saya sekitar satu juta dua ratus ribu rupiah. Sedangkan istri dari berjualan mendapat sekitar 500.000,- per bulan. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Wah, kalau kami tigo hari bae sudah putus (habis). Tapi jadilah ado bantuan itu. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? dengan cara membeli sendiri beras seharga Rp. 9.000,-. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Program raskin ini cukup membantu, tapi karena di bagi rata tadi jadi “tanggung” istilahnya tadi. Bantuan yang seharusnya untuk satu bulan menjadi tidak sampai satu bulan. hanya bertahan untuk beberapa hari saja. Iya, kalau yang kita terima utuh baru bisa benar-benar membantu.
3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif
Apakah bapak setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Pada dasarnya tidak setuju. Karena untuk membantu itu “nanggung” istilahnya bantuan itu. lebih baik diberikan kepada memang mereka-mereka yang membutuhkan. Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Iya kurang adil. Hanya saja kita tidak mau komplain. Misalnya di sini ada ada yang kerja di pusri khan mampu, ada yang kerja di kapal juga khan mampu. Iya menurut saya lebih baik biarkanlah siapa yang berhak mendapatkannya ya berikanlah kepada mereka. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Ya, ada yang dirugikan bagi mereka yang seharusnya mendapatkan raskin lebih banyak. Namun karena yang sudah mampu juga ada yang komplain makanya dibagi rata. Seharusnya yang sudah mampu itu bisa menyadarinya. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Diberikan kepada mereka yang paling membutuhkan. Tidak perlu di bagi rata Di buatkan rangking saja di masyarakat. sehingga tidak semuanya yang mendapatkan bantuan.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu Sm, jualan kue, RTS
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian
Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat ibu? Dengan cara di bagi rata. Semua warga mendapatkan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil
kebijakan- Faktor pendorong lahirnya
kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
raskin baik miskin maupun kaya sebanyak 3 kg. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Tidak tahu pak, biar adil katanya pak. Agar semua ikut merasakannya pak. Padahal mereka-mereka yang mendapat raskin itu juga ada yang tidak mau pak memakannya karena beras ini jelek kualitasnya. Apakah ibu ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Ya, dirapatkan memang. kami di undang ke rumah rt untuk di ajak rapat. Di kumpulkan semua warga yang mendapat raskin dan dibicarakan terkait penentuan jumlah dan harga tersebut. siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Ya ketua rt tetapi masyarakat juga masih tetap dilibatkan pak. Kalau saja ketua rt tidak membagi secara rata mungkin kami akan mendapat jatah raskin lebih banyak pak ya mungkin 5 kg. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Tidak ada pak, karena saya khan hanya mendapat 3 kg pak jadi tidak terlalu sulit untuk menebus raskin tersebut.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin per
bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak, sejak anak saya kecil. Sudah hampir 10 tahun lebih. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Awalnya dahulu ketika raskin baru ada saya mendapat 10 kg kemudian turun menjadi 7 kg pak, terus turun 5 kg dan sekarang hanya mendapat 3 kg. Apakah Bapak/Ibu mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak tahu ya pak, pak rt kami membagi raskin itu dengan cara di bagi rata pak. Baik kaya ataupun miskin mendapatkan jatah raskin semua pak. Sehingga setiap warga itu dapat semua pak. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Ada 5 yaitu suami, saya, dan 3 orang anak. Yang pertama baru lulus SMU umurnya 18 tahun, yang kedua umurnya 16 tahun kelas dua SMU dan yang ketiga kelas 3 SD umurnya 9 tahun. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? namanya juga kerja bangunan. Ya, seminggu itu Rp. 300.000,- jadi rata-rata sebulan Rp. 300.000, - x 4 = 1.200.000,- Saya berjualan ya tidak tentu juga pak, ya sekitar Rp. 300.000,- pak Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? 2 canting (setengah kilo). Jadi untuk bantuan raskin tadi bisa bertahan selama satu minggu pak. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? kami beli beras sendiri pak dengan harga Rp. 9.000,-. Ya, tidak cukup pak untuk satu bulan. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Ya, bermanfaatlah
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
pak. Cukuplah untuk membantu sedikit-sedikit daripada tidak ada sama sekali.
3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif
Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Sebenarnya tidak setuju. Akan tetapi pak rt mengatakan biar ada pemerataan. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya, tidaklah pak. Tapi kata pak RT nanti tidak enak dengan yang lain nanti katanya pilih kasih maka lebih baik di adilkan saja dengan membagi rata. Ya, kalau menurut saya ya tidak adillah. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Saya rasa tidak ada pak. Hanya saja saya rasa tidak adil. Mana maulah mereka makan dengan kondisi beras yang seperti ini. Oleh karena itu kami yang mengambil jatah mereka tersebut. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Ya, diberikan bagi yang tidak mampu saja pak, yang miskin, yang beca, yang banyak anak. Bagi mereka yang sudah bekerja itu pak seharusnya tidak usah di kasih lagi pak... Ya diutamakan yang tidak mampu sajalah. Sehingga kami ini bisa mendapat jatah raskin lebih banyak. Kami juga merasa lebih terbantu pak.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Bpk. Sw, Tukang servis jok, Non RTS
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil
kebijakan- Faktor pendorong lahirnya
kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat bapak? Ya, dengan cara di bagi rata. kalau disini berdasarkan pengamatan saya semua mendapatkan raskin. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Agar tidak terjadi kecemburuan antar warga masyarakat. Apakah bapak ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Tidak, paling dari ide ketua RT itu saja. kalau misalnya harganya naik dari 2.500,- menjadi 2.700 maka Ketua RT akan memberitahukannya. Kami warga hanya menurut saja, semua di sini rata-rata begitu. Tidak pernah ada rapat atau musyawarah. Siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Sepertinya ketua rt. karena semuanya berdasarkan ide dari pak rt. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Ya, lancar-lancar saja tidak ada kendala.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin
per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
Sudah berapa lama Bapak mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak. sejak raskin ini ada saya sudah mendapat raskin. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus dibayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Tiap bulannya mendapat raskin 5 kg. Dengan harga tebus Rp. 2.500,- per kg. Apakah Bapak mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak tahu, saya tidak pernah mendapat penjelasan dari pemerintah. Ya dapatnya tergantung dari berapa dapatnya untuk masing-masing rt. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? saya, istri, anak, menantu dan cucu 2 orang. Tetapi anak saya juga sudah
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
mendapat raskin sebanyak 5 kg karena sudah menikah. Berapa penghasilan keluarga bapak per bulan? Ya tidak tentu, kalau lagi ada ya bisa satu juta lebih bisa dua juta, tapi kalau lagi kosong ya tidak ada pemasukkan sama sekali. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Sehari konsumsi beras kami 1,5 kg per hari. Ya bertahan sekitar 3-4 hari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? dengan cara membeli secara eceran di pasar dengan harga Rp. 8.000,- per kg. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Sepertinya belum. Menurut saya kalau mau memberi bantuan jangan berupa materi seperti itu, kalau bisa ya dalam bentuk pekerjaan. Itu lebih bagus.
3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif
Apakah bapak setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Ya, sudah cukup bagus. Karena semua bisa merasakan raskin tersebut. Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya, lumayanlah untuk daerah kecil seperti ini. Ya cukup adil. Ya kalau namanya manusia merasa kurang terus. Inginnya di tambah terus. Tetapi kalau kemampuan pemerintah seperti itu ya mau bagaimana lagi. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada pak. memang di sekitar ini warganya miskin semua Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Ya, warga kami ini memang banyak yang miskinnya, makanya di bagi rata itu menurut saya yang adil itu.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Bpk. Am, Buruh, RTS
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil
kebijakan- Faktor pendorong lahirnya
kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat bapak? Oh, dengan cara di bagi rata pak. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? biar semuanya bisa merasakannya. tidak terjadi kecemburuan antar warga masyarakat. Apakah bapak ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan penerima raskin, harga dan jumlah raskin? Iya, warga dilibatkan. Berdasarkan hasil kesepatan warga dengan Ketua RT. Siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Biasanya memang ketua rt yang memberikan pendapat, akan tetapi biasanya masyarakat juga di ajak untuk rapat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Sejauh ini tidak ada pak. berjalan lancar-lancar bae (saja).
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.
Sudah berapa lama Bapak mendapatkan bantuan Raskin? Ya Sudah cukup lama. sejak raskin ada saya telah merasakan bantuan tersebut dan sangat membantu. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus dibayar
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
- Konsumsi beras per bulan (Kg dan Rp)
- Besaran bantuan raskin per bulan (Kg dan Rp)
- Manfaat raskin
untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Saya dapet 6 kg dengan harga tebusnya Rp. 15.000,-. Apakah Bapak mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak tahu pak. apa yang di beri oleh RT ya kami menerima saja. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Ada 4 orang. saya, istri dan 2 orang anak saya. Berapa penghasilan keluarga bapak per bulan? Tidak tentu pak. sekitar 1 juta per bulan. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak di setiap bulannya (kg/bln)? berapa hari raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok? Sekitar 2 canting per hari. untuk bantuan raskin ini bisa bertahan sekitar 5 hari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara keluarga bapak untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Dengan cara membeli di pasar dengan harga Rp. 8.000,- . itu yang paling sederhananya. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Ya, itu tadi kalau untuk sementara ini ya cukuplah. Kalau kurang-kurang sedikit ya tidak apalah namanya juga bantuan dari pemerintah.
3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif
Apakah bapak setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Ya setuju saja karena menurut saya itu sudah bagus. Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau masyarakat ini banyak yang setuju. Berarti menurut saya itu sudah adil. Keputusan itu sudah adil. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Saya rasa tidak ada pak. semua warga setuju dengan di bagi rata tersebut. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? ya, menurut saya cara seperti ini (di bagi rata) sudah cukup adil. Karena warga yang harus di bagi juga banyak, bukannya kita sendiri
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Bpk. Rs, Buruh bangunan, Non RTS, Plaju Ulu
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil
kebijakan- Faktor pendorong lahirnya
kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat bapak? Ya, pak rt membagi raskin dengan cara di bagi rata pak. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Menurut saya untuk menghilangkan kecemburuan sosial di masyarakat, biar tidak ada yang ribut, itu mungkin pak. Apakah bapak ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Tidak pernah pak. ini hanya ketentuan dari pak rt saja. kami hanya menerima keputusan tersebut. tidak pernah ada rapat atau musyawarah di warga. Siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Ya, sepertinya Rt lebih berperan mengatur pembagian raskin ini. warga menerima saja keputusan tersebut. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Rasanya tidak ada kendala pak. lancar-lancar saja. Alhamdulillah kita juga pada saat mau mengambil beras kita punya uang. Masih ada rejekinya.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin
per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
Sudah berapa lama Bapak mendapatkan bantuan Raskin? Semenjak tinggal di sini pak, sekitar 3 tahun. sedangkan ketika di tempat yang lama kami tidak mendapat raskin. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus dibayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? 3 kg dengan harga tebus Rp. 10.000,- Apakah Bapak mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak tahu pak seharusnya mendapat berapa, berapa harga tebusnya. Kami juga tidak pernah mendapatkan sosilaisasi atau pemberitahuan dari pemerintah atau pihak kelurahan. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, istri dan 2 orang anak. Yang pertama berumur 5 tahun dan yang kedua berumur 2 tahun. Berapa penghasilan keluarga bapak per bulan? Kalau penghasilan tidak tentu ya pak. kita itu kalau sehari biasanya di gaji Rp. 80.000,-. Tapi kita kerjanya tidak tiap hari. minggu kita libur jadi kerjanya hanya 6 hari. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Kalau lagi tidak ada saya di rumah ya bisa kira-kira lima hari. kalau ada saya di rumah tidak cukup untuk satu minggu. Bagaimana cara keluarga bapak untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut setelah raskin habis? Dengan cara membeli pak, kadang harganya Rp. 8.000,- .kalau lagi ada duit kami memilih beras yang agak bagus. Maklum saja pak kami membelinya bisanya 5 kg. jadi dengan cara di ecer atau di cicil. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Kalau menurut saya ya kurang. Namun kalau untuk membantu sedikit-sedikit ya alhamdulillah. Kalau mau bener-benar mencukupi si ya tidak.
3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif
Apakah bapak setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Menurut saya sudah bagus, jadi tidak ada masalah. Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya sistem di bagi rata ini menurut saya sudah cukup adil. Karena semua bisa mendapatkan raskin walaupun dalam jumlah yang kecil. Tetapi saya tidak tahu bagaimana pendapat orang lain. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Saya rasa tidak ada ya. Menurut saya tidak ada masyarakat yang komplain. Maka tidak ada yang dirugikan. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Menurut saya adil itu seharusnya raskin itu hanya diberikan kepada yang miskin saja. tetapi karena jumlahnya terbatas dan semua keluarga menurut penglihatan saya perekonomiannya hampir sama miskin semua maka ya mau bagaimana lagi jadinya di bagi rata.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu Ky, Ibu rumah tangga/Buruh cuci, RTS
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah ini bu? di RT kami dengan cara di bagi rata pak. semua keluarga baik miskin atau tidak, semua mendapat raskin. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Katanya untuk pemerataan pak biar bisa merasakan semua. Apakah ibu ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Tidak pernah pak ada rapat-rapat mengenai raskin ini. Akan tetapi kalau rapat mengenai pemilihan rt itu ada. Pak rt biasanya hanya mengatakan bahwa beras yang kita terima untuk tahun ini berkurang dan masyarakat yang ingin mendapatkan raskin bertambah semakin banyak. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Menurut saya ya pak rt inilah. Tidak ada yang lain. Warga menuruti saja apa yang sudah pak rt tentukan. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Bukan lagi pernah pak, tetapi sering. Suami saya khan kerja bangunan, kadang kerja dan kadang tidak. Kadang tidak usah untuk membeli beras akan tetapi kami tidak ada uang sama sekali. Kami tidak punya uang untuk menebus raskin.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin per
bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Ya sejak raskin ini dimunculkan pak. tapi dulunya kami tidak mendapat setiap bulan tetapi di gilir, bulan ini dapet, bulan depan tidak. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Setiap bulan kami mendapat raskin sebanyak 4 kg dengan harga tebus Rp. 10.000,- Apakah Bapak/Ibu mengetahui dan pernah mendapat sosialisasi, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak pernah pak. Saya tidak pernah tahu pak berapa dapetnyo. Saya hanya tahu bahwa program raskin adalah pemberian beras. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, suami dan 4 yang masih tanggungan, yaitu anak nomor 3, 4 5 dan 6. Anak yang nomor 3 umurnya 18 tahun. sekarang tidak sekolah lagi. Anak yang nomor 4 umurnya 11 tahun yaitu SD kelas 5, yang nomor 5 umur 10 tahun yaitu SD Kelas 4 dan nomor 6 yaitu berumur 8 tahun yaitu SD kelas 2. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Kalau saya sebesar Rp. 200.000,- . kalau bapak kerja bangunan. Seminggunya paling besar dapat Rp. 300.000,- di kali 4 minggu sehingga sekitar Rp. 1,2 jt. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Sehari 2,5 kg pak. bantuan ya paling bertahan dua hari pak. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Ya dengan cara membeli di warung seharga Rp. 7.500 sd. Rp. 8.000,-. Ya membelinya dengan cara menyicil kadang 5 kg. tapi kalau di hitung dalam sebulan ya sekitar 25 kg. Apakah
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Tidak membantu. Iya, tidak berdampak apa-apa karena bantuannya yang sedikit tadi. Hanya mampu bertahan dua hari.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Tidak setuju pak. karena saya menilai tidak adil. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya sebenarnya tidak adil pak cara seperti itu. Karena keluarga seperti kami ini mendapat bantuan 4 kg itu sangat berarti dibandingkan dengan keluarga lain mungkin mampu membeli lebih dari 4 kg. Itu menurut pendapat saya, tetapi tidak tahu kalau pendapat yang lainnya Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Iya pak, karena harusnya dapatnya lumayan sekarang menjadi berkurang. Biasanya mendapat 20 kg namun terus berkurang dan sekarang menjadi 4 kg. Jadi saya merasa banyak ruginya. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Bagi kami adil itu, ya mereka yang mampu tidak perlu lah untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah, orang seperti kami ini yang tidak mampu ini saja seharusnya yang diutamakan menerima bantuan..
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Bpk. Uj, Buka warung, Non RTS, Bagus kuning
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil
kebijakan- Faktor pendorong lahirnya
kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat bapak? Dengan cara di bagi dua kelompok. Ada yang mendapat 5 kg dan ada yang mendapat 10 kg. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Oh, itu agar semua bisa ikut merasakannya pak dan tidak ada keributan di masyarakat. biar aman dan tidak ada yang protes. Apakah bapak ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Iya. ini melalui musywarah dengan warga bukan dari ketua rt semata. Misalnya di dalam rapat itu ada yang interupsi atau menyangkal maka akan di persilahkan oleh ketua RT untuk berbicara. Siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Setiap keputusan di lakukan secara musyawarah. Bukan atas kemauan rt semata. Apa hambatan dan kendala yang pernah dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Tidak pernah pak. setelah beras datang di kelurahan kemudian di bawa ke rumah rt. beras tersebut di timbang dan kemudian langsung di bagikan. Berarti lancar-lancar saja tidak ada hambatan.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin per
Sudah berapa lama Bapak mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama, sudah hampir 10 tahun. Kalau dulu kami mendapat raskinnya lebih banyak. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus dibayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Harganya per kg Rp. 2.500,- jadi untuk 5 kg kami tebus dengan harga Rp. 12.500,-. Apakah Bapak mengetahui, berapa jumlah beras
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Setahu saya 15 kg pak. tp karena tidak mencukupi maka di bagi menjadi 2 kelompok. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? saya, istri dan anak saya yang berumur 24 tahun. Berapa penghasilan keluarga bapak per bulan? Ya namanya jualan ini tidak pasti. Namun bisa diperkirakan sekitar Rp. 1,5 Juta per bulan. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan? Ya, rata-rata 1 kg per hari. sekitar 5 hari pak. Bagaimana cara keluarga bapak untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut setelah raskin habis? Kami ini kebetulan berjualan beras juga di warung kami, jadi kami mengambil beras di warung kami itu 1 kg per harinya. Jadi kami tidak membeli langsung akan tetapi mengambil di warung kami saja. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Kalau mau dikatakan mencukupi jelas tidak tapi cukup membahagiakan karena berarti ada perhatian dari pemerintah terutama bagi keluarga-keluarga yang tidak mampu.
3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif
Apakah bapak setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Semua warga sudah setuju dengan pola pembagian seperti ini. Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi seperti itu? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya, sudah cukup adil pak. karena memang warga di Lr. Budiman ini terbagi dua ada yang kondisinya ada yang sederhana dan ada pula yang di bawah sederhana dalam kehidupan sehari-hari. semua warga di rt ini menyepakati di dalam rapat dan tidak ada yang menolak. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Saya rasa tidak ada. Semua merasa senang. Jadi tidak ada yang dirugikan. Khususnya di rt 15 ini bukannya apa-apa, di sini warganya kompak dan semua setuju. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Sistem pembagian dengan cara di bagi rata seperti ini menurut saya sudah cukup adil. Semua masyaakat di rt ini bisa menerimanya.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Bpk. Us, Buruh, RTS, Bagus kuning
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil
kebijakan- Faktor pendorong lahirnya
kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan
Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di wilayah bapak? Sistemnya di bagi rata pak. Dulu pernah ada yang dapat raskin dan ada yang tidak. Tetapi banyak yang protes. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Karena banyak yang protes. Oleh karena itu untuk menghindari hal demikian maka di bagi rata. Apakah bapak ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Iya. Ini hasil musyawarah dengan warga, ini merupakan permintaan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
- Hambatan dan kendala warga. Ketua RT hanya menjalankannya saja. Siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Menurut saya ketua rt mengambil keputusan karena atas keinginan dari warga sehingga tidak ada yang paling berperan. Sepengetahuan saya biasanya melalui musyawarah atau kalau ada hal-hal yang penting disampaikan dulu ke warganya. Apa hambatan dan kendala yang pernah dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Belum pernah pak. selama ini lancar-lancar saja. ketika beras datang langsung di bagi.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin
per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
Sudah berapa lama Bapak mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak. sejak program ini ada saya sudah mendapatkan raskin. walaupun jumlah yang kami teima selalu berkurang. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus dibayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Kami menerima 3 kg 7 mato (satuan berat dalam istilah orang Palembang) dengan harga tebus Rp. 10.000,-. Apakah Bapak mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? apakah pernah mendapat penjelasan? Belum pernah pak. iya kalau memang pemerintah mau membantu paling tidak tiap rumah tangga harus mendapatkan 10 kg. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? saya dan istri anak dan mantu saya. Tetapi karena sudah menikah anak saya juga mendapat raskin dalam jumlah yang sama. Berapa penghasilan keluarga bapak per bulan? Ya tidak tentu pak. namanya juga buruh harian sekitar Rp. 1 juta sd Rp. 2 juta pak per bulan. sedangkan istri saya ibu rumah tangga murni. Tidak mempunyai penghasilan apa-apa. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan? Ya, paling tahan hanya 2 hari. konsumsi 1,5 kg sehari. Bagaimana cara keluarga bapak untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut setelah raskin habis? Ya, dengan cara membeli di pasar. Tergantung kondisi ekonomi. kalau ekonomi lagi bagus maka membeli yang harga Rp. 8.000,- per kg nya. Kadang Rp. 9.000,-.. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Menurut saya belum, karena bantuannya sedikit seperti itu tadi. Namun jika jumlahnya banyak maka bisa memadai juga.
3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif
Apakah bapak setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Iya, semua setuju dan tidak ada yang protes. Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi seperti itu? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Bukan menurut saya sendiri tetapi menurut masyarakat termasuk saya, sistem dibagi rata seperti ini dapat dikatakan adil. Karena warga bisa merasakannya semua. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada pak. semua bisa
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
menerima kebijakan seperti itu. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Menurut saya, yang adil itu jika semua warga yang berhak/miskin bisa mendapatkan bantuan misalnya raskin ini. Jangan ada yang mendapat bantuan dan ada yang tidak. Itu namanya tidak adil.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu Ml, Ibu rumah tangga, RTS, Talang Bubuk
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah ini bu? Dengan cara di bagi rata pak. hampir semua warga mendapatkan raskin ini. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Yang saya tahu alasannya untuk menghilangkan kecemburuan sosial pak. biar aman dan tidak ada yang ribut-ribut. Apakah ibu ikut dilibatkan dalam mekanisme pembagian, penentuan harga dan jumlah raskin? Tidak pak, tidak pernah, RT di sini langsung saja pak membagi raskin tersebut dan mnentukan harga seperti itu. warga tidak pernah di ajak untuk rapat. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Setahu saya, semua Ketua RT yang menentukan kami selaku warga hanya menurut saja. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Sepertinya tidak ada pak, mengambilnya mudah dan lancar-lancar saja. namun ketika waktu bayarnya kadang tidak ada uang.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin per
bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
Sudah berapa lama Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Ya..sudah hampir tujuh tahun pak. namun jumlah yang kami terima terus berkurang. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Saya mendapat 5 kg dengan harga tebus Rp. 13.000,-. Apakah Ibu mengetahui atau pernah mendapat sosialisasi, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Ya, setahu saya 10 kg untuk masing-masing rumah tangga miskin. Tapi saya tidak tahu di sini saya hanya dapet 5 kg. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Suami, saya dan 4 orang anak. Yang pertma lahir tahun 1998, yang kedua tahun 2000, yang ketiga tahun 2002, dan ke empat tahun 2009. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Ya, sehari bisa dapet 70.000 dari upah sebagai upah bangunan. Kalau dari beca dapetnya 50.000,-. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Konsumsi 2 kg perhari. Bisa bertahan ya, sekitar tiga hari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Ya, dengan cara membeli di warung secara sedikit-sedikit. Bayar mingguan. Kadang-kadang hutang beras dulu, nanti setelah ada uang atau gajian di hari minggu maka baru bayar hutang tadi. Rp. 9000,- per kg pak ya ambil beras dulu pak bayarnya nanti hari minggu. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan dalam pemenuhan kebutuhan
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
pokok di bidang beras? Ya, bermanfaatlah pak. Malahan ini ditunggu-tunggu sekali, kapan beras datang. Walaupun sedikit dapetnya ya kadang masaknya di campur pak dengan beras yang saya beli. Ya,, maklum saja pak, kami punya anak banyak.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Sebenarnya tidak setuju, tapi mau bagaimana lagi kami tidak berani protes. Harusnya tidak perlu di bagi rata tetapi diberikan saja kepada yang benar-benar miskin. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya jadilah, adil…, mau bagaimana lagi pak. Masalahnya orang lain merasa tidak mampu semua. Semua kepingin mendapatkan raskin itu pak. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Kami yang merasa sangat miskin ini pak, merasa dirugikan dengan pembagian yang seperti itu. boleh saja kalau mereka yang agak mampu di cicipin raskin tetapi jumlahnya jangan sama dengan yang miskin seperti kami ini. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Ya, seharusnya bagaimana ya.. karena setiap ada pembagian itu semuanya mengaku miskin. Iya toh. Menurut saya yang memang sangat miskin harus lebih diutamakan.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu St, Ibu rumah tangga/Tukang pijat, RTS, Talang
Bubuk1. Bagaimana dinamika
kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah ini bu? Ya, dengan cara di bagi rata pak. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Agar tidak ada ribut-ribut dan protes dari warga miskin yang lain pak. Apakah ibu ikut dilibatkan dalam mekanisme pembagian, penentuan harga dan jumlah raskin? Setahu saya tidak pernah ada rapat. Yang jelas kami hanya di sampaikan bahwa jumlah beras yang kami terima demikian dan dengan harga beras demikian. Kami hanya menuruti saja. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Menurut saya ya Ketua rt karena selama ini saya tidak pernah di ajak rapat-rapat. Taunya sudah menerima keputusan bahwa raskin yang di dapat sekian dan haraganya sekian. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Tidak ada hambatan dan kendala pak karena saya itu menerima apa adanya.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin per
bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Saya menerima raskin sudah lama, dahulunya kami menerima 20 kg secara utuh, namun sekarang berkurang-berkurang terus sehingga menjadi 4 kg. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? 4 kg kami tebus dengan uang Rp. 12.000,-. Apakah Bapak/Ibu mengetahui dan pernah mendapat sosialisasi, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
pemerintah? Tidak pernah pak, tidak pernah mendapatkan penjelasan apa-apa. Hanya pak RT yang memberi tahu bahwa misalnya nanti akan ada bantuan raskin. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Ya, semua makan beras tersebut, saya, suami saya, anak dan menantu saya. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Ya, kira-kira sekitar Rp. 400.000 sd 500.000,-. Kadang dapet Rp. 500.000,- kadang juga tidak. Iya uang itulah yang diolah untuk memenuhi kebutuhan makan, bayar pondokan (rumah ini), bayar listrik. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Kadang ¾ kg cukup, namun kadang satu kg sehari. Bantuan raskin itu bisa bertahan selama 4 hari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Ya dengan membeli di warung. Secara eceran. Sekarang ini harga beras yang paling rendah yaitu Rp. 7.500,-. Ya, bukannya sombong pak. karena kami ini orang yang tidak mampu dan makan dengan lauk seadanya, maka kami memilih beras yang agak bagus yaitu beras selancar dengan harga Rp. 9.000,- per kg. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan dalam pemenuhan kebutuhan pokok? Bagi kami yang tidak mampu ini ya bantuan seperti ini sangat bermanfaat. Karena perbedaan pikiran penerima bantuan itu berbeda-beda. Tapi itu tadi bantuan yang diberikan hanya mampu meringankan untuk beberapa hari saja.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Ya, tidak setuju pak. saya berkeberatan. Orang yang sudah lumayan mampu kok masih diberi raskin. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau bagi rata-rata dengan warga selaku warga negara, selaku warga di RT ya adil menurut warga. Namun apabila kita lihat ada yang tinggi dan rendah maka rasanya gimana ya… tidak layak lagi yang tinggi itu mendapatkan raskin. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Ya, kami merasa dirugikan dengan cara seperti itu. yang sudah mampu kok masih di beri raskin. seharusnya warga seperti kami ini yang lebih diutamakan. Bukannya kami tidak berterima kasih namun lihat sendiri kondisi kami, suami saya lumpuh, saya sekarang yang menjadi tulang punggung keluarga. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Ya yang wajarlah yang menerima. Yang tidak wajar ya tidak usah menerima. Namun di lapangan agak sulit menerapkan hal-hal yang seperti itu. Jadi yang memang berhak menerimanya ya menerima. Yang tidak berhak ya tidak usah menerima.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Bpk. Rat, Petani, Non RTS, Plaju Darat
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian
Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat bapak? Di bagi rata pak, warga meminta untuk di bagi rata
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil
kebijakan- Faktor pendorong lahirnya
kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
saja. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Biar adil pak. semua warga yang miskin kebagian semua. masyrakat juga tenang, tidak ada yang ribut-ribut lagi atau protes mengapa tidak mendapat raskin. Apakah bapak atau warga ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan penerima raskin, harga dan jumlah raskin? melalui rapat pak yang di laksanakan di musholla. biasanya dilakukan di awal tahun. Sebelum raskin di bagikan maka pak rt mengajak warga untuk rapat pak. Siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Sepertinya tidak ada pak. Ya, warga turut dilibatkan pak. berdasarkan hasil musyawarah bersama. Apa hambatan dan kendala yang pernah dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Tidak ada. Alhamdulillah selama ini lancar-lancar saja. bantuan mudah di dapat.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin
per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
Sudah berapa lama Bapak mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak, sejak raskin ada saya sudah mendapatkannya. Awalnya saya mendapatkan 8 kg kemudian berkurang menjadi 5 kg per bulanya kemudian terus seiring bertambahnya jumlah penduduk. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus dibayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Kami di sini raskin di bagi dalam setaip 3 bulan sekali. Dalam 3 bulan saya mendapat 4 kg beras. 1 kg = Rp. 2.500,- sehingga 4 kg kami bayar dengan harga Rp. 10.000,-. Apakah Bapak mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan dari pemerintah? apakah pernah mendapatkan sosialisasi? Rasanya belum pernah pak. Selama ini belum pernah saya mendapatkan sosialisasi. Tapi setahu saya sekarang seharusnya mendapat 15 kg Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, istri dan dua anak. Yang pertama umur 18 tahun. Anak yang kedua umur 10 tahun. Berapa penghasilan keluarga bapak per bulan? Ya tidak pasti, kira-kira 2 – 2,5 jt per bulan. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan? Rata-rata satu hari satu kilo per hari. ya dalam 4 hari raskin sudah habis. Bagaimana cara keluarga bapak untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut setelah raskin habis? Ya, kita khan petani, jadi kita punya stok beras sendirilah. Ya, syukur Alhamdulillah kalau untuk kebutuhan beras rasanya kami tidak pernah beli karena ada sawah sendiri. Apakah dengan adanya bantuan raskin sudah cukup membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Ya menurut saya sepertinya biasa-biasa saja. ya bagaimana pak, dapat raskin nya juga sedikit. Nilainya terlalu kecil untuk 3 bulan hanya 4 kg. tetapi kami tetap bersyukur alhamdulillah masih merasakan bantuan.
3. Implikasi kebijakan Apakah bapak setuju dengan pola distribusi seperti itu
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif
(dibagi rata)? Bukan saya sendiri pak namun semua warga sudah sepakat. Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi seperti itu? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau menurut saya ya sudah adil karena kalau hanya di bagi untuk beberapa orang saja maka tidak adil yang seperti itu. padahal di sini yang miskinnya juga banyak. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada yang dirugikan pak karena semua warga sudah sepakat dan ini di anggap yang adil. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Berikan bantuan kepada mereka yang memang miskin. Kalau mereka yang PNS masih di kasih, yang berduit masih di kasih. Bagaimaan bisa dikatakan adil. Kalau untuk di wilayah kami ini rasanya tidak ada, karena semua warga di sini hampir semuanya tergolong menengah ke bawah semua.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu Rh, Ibu rumah tangga, RTS, Talang Bubuk
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah rt ibu? Sama seperti rt lainnya pak, ya dengan cara di bagi rata pak. Mengapa pendistribusian raskin dibagi rata? Karena banyak yang meminta jatah pak. jadinya di bagi rata. Bagaimana penentuan mekanisme pembagian tersebut, penentuan harga dan jumlah raskin? apakah ibu atau warga dilibatkan melalui rapat? Tidak pernah pak, saya tidak pernah tahu, saya sifatnya ikut saja apa yang telah di tentukan. Namun kadang saya hanya bertanya dengan RT lain apakah harganya sama dengan RT lain atau tidak. Selama ini rasanya tidak pernah ada rapat. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Ya, menurut saya semua pak rt yang menentukan. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Kalau dari Lurahnya sudah ada, maka dari RT nya juga nanti ada. Kalau di RT sudah ada maka nanti langsung dapat pak, mudah pak, tidak ada hambatan.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin
per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Semenjak raskin ada, kami sudah mendapatkannya pak. pak rt selalu memberi kami raskin. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Kami dapetnya 2 kg. Harga tebusnya yaitu Rp. 6.000,- Apakah Ibu mengetahui dan pernah mendapat sosialisasi, berapa seharusnya jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan dari pemerintah? Tidak tahu pak. berapa yang di kasih oleh ketua rt, itulah yang kami terima. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, suami dan 2 orang anak. Yang satu berumur 13 tahun dan yang satunya lagi berumur 15 tahun. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Suami saya hanya berpenghasilan Rp. 360.000,- per minggunya. Untuk ongkosnya sebesar Rp. 60.000,-
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
per minggu. Jadi sisanya hanya sebesar Rp. 300.000,- . itulah yang saya gunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Dalam sehari konsumsi beras sebesar 1,5 kg. Ya paling satu hari pak, sisanya setengah kilo untuk besoknya. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Ya dengan cara membeli pak. kadang juga saya berhutang dulu di warung. Kami makannya hanya tahu dengan tempe saja pak. tidak sanggup untuk membeli ayam. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan dalam pemenuhan kebutuhan pokok? Ya, memang terbantu dengan adanya raskin tetapi bantuan yang diberikan terasa sangat sedikit sekali. Apalagi tidak tiap bulan mendapatkannya.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Ya gimana ya pak, seharusnya menurut saya kalau yang sudah kaya itu seharusnya tidak perlu di beri lagi pak. Raskin diberikan saja kepada yang pegawai buruh saja. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya kurang adillah, Kalau mereka yang PNS masih di kasih, yang berduit masih di kasih. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Menurut saya tidak ada yang merasa dirugikan karena semua warga mendapatkan raskin walaupun dengan jumlah yang sama untuk 3 bulan. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? menurut saya itu seharusnya diberikan kepada mereka yang memang miskin. Bukan kepada mereka yang sudah punya rumah bagus atau PNS.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu Mur, Ibu Rumah Tangga/Jualan Kue, Non RTS, Plaju
darat1. Bagaimana dinamika
kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah ini bu? Sistem pembagiannya dengan cara di bagi rata. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Oh itu biar tidak ada yang ribut, biar aman maka ya di bagi rata. Apakah ibu atau anggota keluarga ikut dilibatkan dalam mekanisme pembagian, penentuan harga dan jumlah raskin? Tidak pernah ada rapat. Pokoknya tahunya segitu, ambil beras di rumah rt. itu saja. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Iya, ketua rt yang lebih dominan sedangkan warga tidak pernah di libatkan. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Kalau kendala itu tidak ada, begitu dana turun maka beras langsung di timbang dan kartu dibagikan dan raskin bisa langsung di ambil pada hari itu juga.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya
Sudah berapa lama Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Ya sudah cukup lama pak. selama mengontrak di sini kami telah menerima raskin. kurang lebih sudah 5 tahun.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin per
bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Tiga bulan sekali kami mendapat sebanyak 3 kg pak. dengan harga tebus Rp. 9.000,-. Apakah Ibu mengetahui atau pernah mendapat sosialisasi, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak tahu pak. kami tidak pernah menapatkan penjelasan atau sosialisasi dari ketua RT. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, suami dan dua orang anak saya. Anak yang pertama kuliah di akper dan kedua smu. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Penghasilan Suami kurang lebih 2 juta. Kalau saya ya namanya sistem dagang tidak menentu. Tapi kira-kira ya 1 juta per bulannya. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Kurang lebih 1,5 kg per hari. bertahan paling hanya 2 hari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Ya, dengan cara membali di pasar dengan harga Rp. 8.000, an. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan dalam pemenuhan kebutuhan pokok di bidang beras? Kalau lihat jumlahnya ya bukannya tidak bersyukur pak, tapi masih jauh sekali dengan kebutuhan yang ada. Saya khan mendapat raskin hanya 3 kg dalam 3 bulan. boleh dikatakan tidak berdampak apa-apa.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Ya, setuju saja, karena banyak yang protes kalau tidak di bagi rata. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya menurut kami sudah lumayan adillah. Karena dulu pernah yang mendapat raskin orang miskin dan janda saja namun banyak yang protes, sehingga akhirnya di pukul rata. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Saya rasa tidak ada yang dirugikan. Ya, kalau bisa lebih adil lagi dimana pembagiannya cenderung untuk yang tidak mampu itu. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Ya memang seharusnya hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar miskin. Tapi semua orang mau semua pak mendapatkan raskin itu. makanya di bagi rata.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu At, Ibu rumah tangga, RTS, Talang Putri
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan
Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah ini bu? Beras raskinnya di bagi rata pak, tapi ada yang mendapat 6 kg dan ada juga yang mendapat 3 kg. mereka yang tidak terdata mendapat jatah sebanyak 3 kg sedangkan yang memang terdata mendapat jatah sebanyak 6 kg. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata bu? Biar adil pak di masyarakat. semua bisa merasakannya. Kalau hanya sebagian saja yang mendapat raskin maka itu tidak
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
- Hambatan dan kendala adil. Apakah ibu atau warga ikut dilibatkan dalam penentuan penerima raskin, penentuan harga dan jumlah raskin? Iya, itu berdasarkan kesepakatan kami pak. mereka yang tidak terdata mendapat jatah sebanyak 3 kg sedangkan yang memang terdata mendapat jatah sebanyak 6 kg. Sedangkan mengenai harga itu berdasarkan perhitungan RT. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Rt tidak mengambil keputusan sendiri pak. Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan kesepakatan warga pak. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Tidak ada pak. selama ini berjalan lancar-lancar saja. saya mengambil bantuan raskin ke rumah RT dan harga tebusnya masih mampu kami bayar.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin
per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak. sejak program ini diberikan oleh pemerintah. sudah hampir 10 tahun lebih. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Saya mendapatkan raskin sebanyak 6 kg dengan harga tebus Rp. 15.000,-. Apakah Ibu mengetahui dan pernah mendapat sosialisasi, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Belum pernah pak. saya juga tidak tahu pak berapa seharusnya dapat raskinnya. Selama ini dapetnya ya seperti itulah. Tidak pernah mendapatkan penjelasan dari pihak kelurahan. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, suami dan kami mempunyai 4 orang anak pak dan semua masih menjadi tanggungan kami karena belum ada yang menikah. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Buruh bangunan. Gajiannya per minggu pak. sehari penghasilannya Rp. 70.000,-. Itu kalau dia ada pekerjaan. Kalau lagi tidak ada pekerjaan maka bapak akan menganggur. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Kami mengkonsumsi beras kurang lebih sebanyak 1 kg per hari. beras tersebut paling-paling untuk satu minggu. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Saya membeli beras di pasaran. Di pasaran paling murah itu harga Rp. 7000,- kami mengkonsumsi beras dengan harga yang paling murah tersebut. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan dalam pemenuhan kebutuhan pokok? Iya, sudah cukup membantu pak. Walaupun kami menerimanya hanya sebesar itu, namun lumayanlah untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Iya, itu sudah menjadi kesepakatan semua warga. Ketua rt menawarkan bagaimana jika yang mendapat raskin jatahnya dikurangi untuk mereka yang tidak dapat. Setelah di musyawarahkan semua warga setuju untuk membagi jatah tersebut kepada yang tidak mendapatkan raskin. Bagaimana menurut pendapat Ibu
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Iya sudah adil lah karena tidak ada ribut-ribut di masyarakat. Semua berjalan lancar. Kasihan juga bagi mereka yang tidak mendapatkan jatah makanya raskinnya di bagi rata. Hal ini sudah menjadi kesepakatan kami. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Menurut saya tidak ada yang dirugikan karena sudah kesepakatan bersama. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Menurut saya yang adil itu jika ya di bagi rata seperti itu semuanya bisa merasakannya walaupun dengan jumlah yang sedikit-sedikit. Karena jika ada yang mendapat bantuan dan ada yang tidak maka akan banyak timbul komplain dan saling bertanya satu dengan lainnya. misalnya “mengapa kamu dapat, mengapa saya tidak?.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu Za, Ibu rumah tangga, RTS, Talang Putri
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah ini bu? Dengan cara di bagi rata pak. semua mendapatkan 3 kg. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata bu? Alasannya biar semua bisa merasakannya. Tidak ada kecemburuan dan ribut di masyarakat. Apakah ibu atau warga ikut dilibatkan dalam penentuan penerima raskin, penentuan harga dan jumlah raskin? Iya, Ini merupakan hasil keputusan rapat musyawarah warga. Rapatnya di laksanakan di langgar dan dilaksanakan sudah lama ketika ibu RT baru menjabat sebagai ketua RT. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan tersebut? Hal tersebut berdasarkan musyawarah mufakat pak. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Menurut saya tidak ada hambatan pak, berjalan lancar-lancar saja. Ya, Alhamdulillah untuk membayar raskin setiap bulannya, kami ada uang.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin
per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Ya, sudah cukup lama pak. sudah lebih dari 10 tahun. semenjak raskin ini di adakan oleh pemerintah, kami sudah mendapat raskin. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Saya mendapat raskin setiap bulan sebanyak 3 kg. dengan harga tebus Rp. 7.500,- . Apakah Ibu mengetahui dan pernah mendapat sosialisasi, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah? Kalau raskin ini yang saya tahu yaitu pembagiannya di bagi rata. Semua mendapatkan 3 kg. hanya itu saja. Kami tidak pernah mendapatkan sosialisasi dari pemerintah berapa dapetnya, berapa harganya. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, suami dan 1 orang anak saya yang belum menikah dan masih menjadi tanggungan kami. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Tidak menentu pak, namanya juga tukang beca. Ya, kalau di rata-rata sekitar Rp. 20.000,- perhari.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
Kadang banyak dapat penumpang ya kadang sepi. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Konsumsi beras yaitu kira-kira 30 kg sebulannya. karena 1 hari konsumsi beras yaitu 1 kg. sedangkan beras raskin itu hanya bertahan 3 hari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? sisanya kami membeli beras per hari. karena bapaknya tukang beca yang penghasilannya per hari jadi membeli berasnya dengan cara per hari. harga beras yang kami beli yaitu Rp. 7.500,-. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan dalam pemenuhan kebutuhan pokok? Kalau dikatakan bermanfaat ya memang bermanfaat pak. Berapa pun yang diberikan oleh pemerintah ya kita terima, walaupun tidak mencukupi. Bantuan yang diberikan hanya sebesar 3 kg jadi bagaimana untuk mencukupi kebutuhan selama 1 bulan.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Iya, itu sudah menjadi kesepakatan semua warga. Ketua rt menawarkan bagaimana jika yang mendapat raskin jatahnya dikurangi untuk mereka yang tidak dapat. Setelah di musyawarahkan semua warga setuju untuk membagi jatah tersebut kepada yang tidak mendapatkan raskin. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Iya sudah adil lah karena tidak ada ribut-ribut di masyarakat. Semua berjalan lancar. Kasihan juga bagi mereka yang tidak mendapatkan jatah makanya raskinnya di bagi rata. Hal ini sudah menjadi kesepakatan kami. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Menurut saya tidak ada yang dirugikan karena sudah kesepakatan bersama. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Menurut saya yang adil itu jika ya di bagi rata seperti itu semuanya bisa merasakannya walaupun dengan jumlah yang sedikit-sedikit. Karena jika ada yang mendapat bantuan dan ada yang tidak maka akan banyak timbul komplain dan saling bertanya satu dengan lainnya. misalnya “mengapa kamu dapat, mengapa saya tidak?.
No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu A, Ibu rumah tangga, Non RTS, Talang Putri
1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong
lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan
kebijakan- Hambatan dan kendala
Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah ini bu? Di sini juga pembagiannya merata. Semua mendapatkan bagian walaupun sedikit tetapi tercicipi semua. tetapi kami ada yang mendapatkan raskin dengan cara di gilir (jika bulan ini dapat bulan depan tidak). Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata bu? Karena jumlah beras yang diterima sedikit padahal yang miskin banyak. Sehingga harus dibagi rata. Apakah ibu atau warga ikut dilibatkan dalam penentuan penerima raskin, penentuan harga dan jumlah raskin? Ini hasil kesepakatan bersama. Akan tetapi kami tidak pernah ikut rapat. Mungkin mereka yang terdata saja yang di ajak
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
rapat. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Keputusan merupakan kesepakatan warga pak dan bukan atas keinginan rt saja. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Tidak pernah pak. Semua berjalan lancar-lancar saja. harga raskin tersebut masih terjangkau oleh kami untuk membayarnya.
2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan
(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin
per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin
Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak. sejak program ini ada kami sudah mendapat raskin namun jumlahnya saja yang terus berkurang. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? kami mendapatkan raskin sebanyak 5 kg dengan harga tebusnya sebesar Rp. 12.500,-. Apakah Ibu mengetahui dan pernah mendapat sosialisasi, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Saya tidak tahu pak mengenai harga dan jumlah tersebut. apakah itu memang dari pusatnya seperti itu atau itu dari pihak kelurahan. Yang saya tahu bahwa harga dan jumlah yang seperti itu dari pak rtnya. Setiap bulannya seperti itu. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, suami dan 2 orang anak. Yang satu ber umur 15 tahun dan yang satu berumur 1,5 thn. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Suami saya adalah pegawai kontrak di PT. Pertamina. Gajinya sekitar 2 juta pak sebulan. Tetapi gajiannya dibayar tiap minggu yaitu Rp. 500.000,-. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Ya paling lama satu minggu pak, karena jumlah anggota keluarga kami sedikit. Kami mengkonsumsi sekitar setengah kg per hari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Iya dengan cara membeli pak. Sekarang di pasaran harga beras yaitu Rp. 9.000,-. Jadi saya membeli beras dengan harga itu. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan dalam pemenuhan kebutuhan pokok? Iya lumayanlah pak walaupun tidak bisa membantu sepenuhnya. Hanya bisa membantu sedikit-sedikit. Tapi tidak ada pengaruh apa-apa pak untuk keuangan rumah tangga. Apalagi harga bahan pokok sekarang sudah mahal semua. Apalagi kami mendapatkannya 2 bulan sekali.
3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif
Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Iya setuju saja pak. kasihan kalau ada yang tidak kebagian raskin. Kita sudah ikhlas untuk berbagi. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Iya jadilah kalau di RT kami ini. Menurut saya sudah cukup adil. Alasannya ya karena di di rt kami ini pasti mendapatkan raskin walaupun 2 bulan sekali. Sedangkan di rt lain ada yang sudah menunggu tetapi belum tentu dapat raskin, mungkin karena warganya banyak. Apakah menurut pendapat Ibu
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.
ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Selama ini semuanya setuju saja pak. jadi sepertinya tidak ada yang dirugikan Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Ya, yang adil itu menurut saya adalah semua mendapatkan yang sama jumlahnya. Tidak ada yang dibeda-bedakan baik dia mampu maupun dia miskin. Semua sama tidak ada yang lebih. Itu menurut saya yang adil itu. jadi semua bisa merasakan bantuan dari pemerintah itu.
Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.