perlindungan saksi dan - erepo.unud.ac.id
TRANSCRIPT
PERLINDUNGAN SAKSI DAN
KORBAN TINDAK PIDANA
TERORISMETERORISME
OLEH :
I B SURYA DHARMA JAYA
(Dosen FH Udayana)Makalah disampaikan dalam Workshop LPSK di Kuta - Bali
SUBYEK YANG MENJADI
PEMBICARAANSaksi (KUHAP) Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan
tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia Iihat
sendiri dan ia alami sendiri.
Saksi (UUPSK) Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu tindak pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu tindak
pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia
alami sendiri.
Saksi Pelaku (UUPSK) Saksi Pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang
bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap
suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.
Lanjutan...
United Nations Office on
Drug and Crime
Witness or participant : any person, irrespective of his or
her legel status (informant, witness, judicial official,
undercover agent or other), who is eligible under the
legislation or policy of the country involved, to considered
for, admission to a witness protection programe.
Good Practices for the
Protection of Witness in
saksi dalam program perlindungan saksi dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) yaitu, collaborator justice, victim-Protection of Witness in
Criminal proceedings
involving Organized
Crime
menjadi 3 (tiga) yaitu, collaborator justice, victim-
witnesses, other type of witness (innocent bystenders,
expert witnesses and others).
KORBAN
Korban (UU PSK) Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental,
dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak
pidana.
Declaration of
basic Principle of
justice for Victim
Individually or collectively, have suffered harm, including physical
or mental injury, emotional suffering, economic loss or substantial
impairment of their fundamental right, trough actor omission that justice for Victim
of crime and
Abuse of Power
impairment of their fundamental right, trough actor omission that
are in violation of criminal laws operative within member states,
including thus laws proscribing criminal abuse of power.
PIHAK YANG DILINDUNGI DALAM
SISTEM PERADILAN PIDANA DI LUAR
TERSANGKA/TEDAKWAUU PSK UU TERORISME INSTRUMEN
INTERNASIONAL
1. Saksi
2. Korban
3. Pelapor
1.saksi
2.Penyidik
3.Penuntut umum
1.Saksi
2.Saksi pelaku
3.Saksi korban/korban3. Pelapor
4. Saksi pelaku
5. Ahli
(diatur dalam Ps. 5 – 10 A)
3.Penuntut umum
4.Hakim
(beserta keluarga) diatur
dalam Ps. 33-34
5.Korban (Ps.36)
6.pelapor
3.Saksi korban/korban
4.Petugas peradilan
5.Under cover agent
6.Innocent bystender
7.Saksi ahli
8.Pihak lain yang terlibat
dalam proses peradilan
tersebut
PERBEDAAN PIHAK YANG DILINDUNGI
• Instrumen internasional menunjukkan bahwa dalam suatu undang-undang perlindungan saksi tidak semata-mata melindungi saksi sebagaimana definisi saksi dalam UU PSK maupun KUHAP, tetapi juga memberikan perlindungan pada pelapor, saksi pelaku, saksi korban, mereka yang bekerja dalam sistem peradilan pidana, under cover agent, innocent bystender, saksi ahli, bahkan pihak lain.bekerja dalam sistem peradilan pidana, under cover agent, innocent bystender, saksi ahli, bahkan pihak lain.
• UU PSK membatasi hanya memberikan perlindungan pada saksi, korban, pelapor, ahli, dan saksi pelaku
• UU Terorisme melindungi saksi, penyidik, penuntut umum, hakim, ADVOKAT, PETUGAS LP, PELAPOR, AHLI (beserta keluarga-keluarganya)
BENTUK PERLINDUNGAN SAKSI DAN
KORBAN UU PSK UU Terorisme Instrumen Internasional
Perlindungan saksi
dan korban dalam Ps.
5
Ps. 9.
Perlindungan
pelapor Ps 32 ayat
(2)
Perlindungan pada
saksi, penyidik,
penuntut umum,
hakim (beserta
Saksi korban
hakim (beserta
keluarga) Ps. 33 dan
34
Perlindungan saksi,
pelapor, korban, dan
saksi pelaku, dan ahli
dalam Ps. 5ayat 3 dan
Ps.10
Perlindungan pada
saksi pelaku Ps. 10A
Perlindungan pada
korban Ps. 36
1. Bantuan
2. Perlindungan
a.prosedural
b.khusus
1. Acces to
justice
2. Kompensasi
3. Restitusi
4. Asistensi �
psikolgis dan
psikososial
Perlindungan korban
Ps. 6, 7,7A,
Pasal 5 ayat (1) UU PSK
• Saksi dan Korban berhak:
• a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, Keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;
b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;
c. memberikan keterangan tanpa tekanan; d. mendapat penerjemah; e. bebas dari pertanyaan yang menjerat; pertanyaan yang menjerat;
f. mendapat informasi mengenai perkembangan kasus; g. mendapat informasi mengenai putusan pengadilan;
h. mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan; i. dirahasiakan identitasnya;
j. mendapat identitas baru; k. mendapat tempat kediaman sementara;
l. mendapat tempat kediaman baru; m. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; n. mendapat nasihat hukum;
o. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu Perlindungan berakhir; dan/atau p. mendapat pendampingan
PASAL 6 AYAT (1) UUPSK/BANTUAN
Korbanpelanggaran hak asasi manusia yang berat,
Korban tindak pidana terorisme,Korban tindak
pidana perdagangan orang, Korban tindak pidana
penyiksaan, Korban tindak pidana kekerasan penyiksaan, Korban tindak pidana kekerasan
seksual, dan Korban penganiayaan berat, selain
berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
juga berhak mendapatkan:
a. bantuan medis; dan
b. bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis.
PENJELASAN PASAL 6
• Yang dimaksud dengan “bantuan medis” adalah bantuan yang diberikan untuk memulihkan kesehatan fisik Korban, termasuk melakukan pengurusan dalam hal Korban meninggal dunia misalnya pengurusan jenazah hingga pemakaman.
• Yang dimaksud dengan “rehabilitasi psikososial” adalah semua bentuk pelayanan dan bantuan psikologis serta sosial yang ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi, dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual Korban sehingga mampu menjalankan psikologis, sosial, dan spiritual Korban sehingga mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali secara wajar, antara lain LPSK berupaya melakukan peningkatan kualitas hidup Korban dengan melakukan kerja sama dengan instansi terkait yang berwenang berupa bantuan pemenuhan sandang, pangan, papan, bantuan memperoleh pekerjaan, atau bantuan kelangsungan pendidikan.
• Yang dimaksud dengan “rehabilitasi psikologis” adalah bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada Korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan Korban.
PASAL 7 UU PSK/KOMPENSASI
• (1) Setiap Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan Korban tindak pidana terorisme selain mendapatkan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6, juga berhak atas Kompensasi.
• (2) Kompensasi bagi Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat diajukan oleh Korban, Keluarga, atau kuasanya kepada berat diajukan oleh Korban, Keluarga, atau kuasanya kepada Pengadilan Hak Asasi Manusia melalui LPSK.
• (3) Pelaksanaan pembayaran Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh LPSK berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
• (4) Pemberian Kompensasi bagi Korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang mengatur mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme.
PASAL 7A UU PSK/RESTITUSI
(1) Korbantindak pidana berhak memperoleh Restitusi berupa:
a. ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan;
b. ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana; dan/atau
c. penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan LPSK.
(3) Pengajuan permohonan Restitusi dapat dilakukan sebelum atau setelah putusan (3) Pengajuan permohonan Restitusi dapat dilakukan sebelum atau setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap melalui LPSK.
(4) Dalam hal permohonan Restitusi diajukan sebelum putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, LPSK dapat mengajukan Restitusi kepada penuntut umum untuk dimuat dalam tuntutannya.
(5) Dalam hal permohonan Restitusi diajukan setelahputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, LPSK dapat mengajukan Restitusi kepada pengadilan untuk mendapat penetapan.
(6) Dalam hal Korban tindak pidana meninggal dunia, Restitusi diberikan kepada Keluarga Korban yang merupakan ahli waris Korban.
PASAL 9 UU PSK/PERLINDUNGAN
SAKSI (PERLINDUNGAN PROSEDURAL)(1)Saksi dan/atau korban yang berada dalam ancaman yang
sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikankesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempatperkara tersebut sedang diperiksa;
(2)Saksi dan/atau korban dapat memberikan kesaksiannyasecara tertulis yang disampaikan dihadapan pejabat yang secara tertulis yang disampaikan dihadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tanda tangannya padaberita acara yang memuat tentang kesaksian tersebut;
(3)Saksi/dan atau korban dapat pula didengar kesaksiaannyasecara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang;
PASAL 10 UU PSK/PERLINDUNGAN
DALAM BENTUK HUKUM
• (1) Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/ataulaporan yang akan, sedang,atau telah diberikannya,kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.diberikan tidak dengan iktikad baik.
• (2) Dalamhal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hinggakasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputusoleh pengadilan danmemperolehkekuatan hukum tetap.
PASAL 10 A(1) Saksi Pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam
proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan.
(2) Penanganansecara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara Saksi Pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya;narapidana yang diungkap tindak pidananya;
b. pemisahan pemberkasan antara berkas Saksi Pelaku dengan berkas tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan, dan penuntutanatas tindak pidana yang diungkapkannya; dan/atau
c. memberikan kesaksian di depan persidangantanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya.
(3) Penghargaanatas kesaksian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. keringanan penjatuhan pidana; atau
b. pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Saksi Pelaku yang berstatus narapidana.
(4) Untuk memperoleh penghargaan berupa keringanan penjatuhan (4) Untuk memperoleh penghargaan berupa keringanan penjatuhan pidanasebagaimana dimaksud pada ayat (3)huruf a,LPSK memberikan rekomendasisecara tertulis kepada penuntut umum untuk dimuat dalam tuntutannya kepada hakim.
(5) Untuk memperoleh penghargaan berupa pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3)huruf b, LPSK memberikan rekomendasisecara tertulis kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
PASAL 28 UUPSK/SYARAT
PERLINDUNGAN(1) Perlindungan LPSK terhadap Saksi dan/atau Korban diberikan
dengan syarat sebagai berikut:
a. sifat pentingnya keterangan Saksi dan/atau Korban; b. tingkat Ancaman yang membahayakan Saksi dan/atau Korban;
c. hasil analisis tim medis atau psikolog terhadap Saksi dan/atau Korban; dan
d. rekam jejak tindak pidana yang pernah dilakukan oleh Saksi d. rekam jejak tindak pidana yang pernah dilakukan oleh Saksi dan/atau Korban.
(2) Perlindungan LPSK terhadap Saksi Pelaku diberikan dengan syarat sebagai berikut:
a. tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);
b. sifat pentingnya keterangan yang diberikan oleh Saksi Pelaku dalam mengungkap suatu tindak pidana;
c. bukan sebagai pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapkannya;
d. kesediaan mengembalikan aset yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan dan dinyatakan dalam pernyataan tertulis; dan
e. adanya Ancaman yang nyata atau kekhawatiran akan terjadinya e. adanya Ancaman yang nyata atau kekhawatiran akan terjadinya Ancaman, tekanan secara fisik atau psikis terhadap Saksi Pelaku atau Keluarganya jika tindak pidana tersebut diungkap menurut keadaan yang sebenarnya.
(3) Perlindungan LPSK terhadap Pelapor dan ahli diberikan dengan syarat sebagai berikut:
a. sifat pentingnya keterangan Pelapor dan ahli; dan
b. tingkat Ancaman yang membahayakan Pelapor dan ahli.
PASAL 36 UUPSK/KERJASAMA
(1) Dalam melaksanakan pemberian perlindungan
dan bantuan, LPSK dapat bekerja lama dengan
instansi terkait yang berwenang.
(2) Dalam melaksanakan perlindungan dan bantuan (2) Dalam melaksanakan perlindungan dan bantuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), instansi
terkait sesuai dengan kewenangannya wajib
melaksanakan keputusan LPSK sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
PASAL 32 AYAT (2) UU
TERORISME/PERLINDUNGAN PELAPOR
• Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan, saksi dan orang lain yang
bersangkutan dengan tindak pidana terorisme
dilarang menyebutkan nama atau alamat dilarang menyebutkan nama atau alamat
pelapor atau hal-hal lain yang memberikan
kemungkinan dapat diketahuinya identitas
pelapor
PASAL 33 UU
TERORISME/PERLINDUNGAN SAKSI,
DAN YANG LAIN
• Saksi, penyidik, penuntut umum, dan hakim
yang memeriksa beserta keluarganya dalam
perkara tindak pidana terorisme wajib diberi perkara tindak pidana terorisme wajib diberi
perlindungan oleh negara dari kemungkinan
ancaman yang membahayakan diri, jiwa,
dan/atau hartanya, baik sebelum, selama,
maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
PASAL 34 AYAT (1) UU TERORISME
Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dilakukan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan berupa :
perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental;ancaman fisik dan mental;
kerahasiaan identitas saksi;� PERLINDUNGAN PROGRAM KHUSUS
pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka � PERLINDUNGAN PROSEDURAL
PASAL 36 UU
TERORISME/PERLINDUNGAN KORBAN
(1)Setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidanaterorisme berhak mendapatkan kompensasi ataurestitusi.
(2)Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pembiayaannya dibebankan kepada negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah. dilaksanakan oleh Pemerintah.
(3)Restitusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelakukepada korban atau ahli warisnya.
(4)Kompensasi dan/atau restitusi tersebut diberikan dandicantumkan sekaligus dalam amar putusanpengadilan.
PERLINDUNGAN SAKSI
• Menurut UNODC untuk dapat meningkatkan peranan saksi dalam sistem peradilan pidana dikenal dua upaya yang berbeda, yaitu bantuan saksi (witness assistence) dan perlindungan saksi (witness protection)
• Bantuan saksi adalah upaya efisiensi dalam penuntutan • Bantuan saksi adalah upaya efisiensi dalam penuntutan dan menghindari viktimisasi saksi. Bantuan tersebut dilakukan dengan jalan membantu saksi memperoleh hak-haknya, seperti hak atas informasi perkembangan kasus, hal-hal yang akan dihadapi dalam proses peradilan, termasuk juga memberikan dukungan psikologis pada korban.
• Ada dua katagori perlindungan saksi, yaitu perlindungan katagori utama dan katagori ke dua. Perlindungan katagori utama dapat dibagi dua, yaitu : perlindungan prosedural dan perlindungan meLalui program khusus. Sedangkan perlindungan katagori ke dua adalah patroli polisi.
• Perlindungan prosedural adalah perlindungan yang diberikan oleh penegak hukum sesuai dengan tingkatan proses peradilan pidana penegak hukum sesuai dengan tingkatan proses peradilan pidana (perlindungan berupa anonimitas)
• Perlindungan khusus yaitu perlindungan saksi karena adanya ancaman fisik (saksi terancam jiwanya) yang memerlukan perlindungan berupa pemindahan lokasi (mendapat tempat kediaman baru) dan atau perubahan identitas (mendapat identitas baru). Dilakukan dengan perjanjian. Dalam hal inilah dibutuhkan suatu lembaga khusus yang serupa dengan LPSK di Indonesia.
PERLINDUNGAN SAKSI DALAM UU PSK
• Perlindungan saksi dalam UU PSK adalah berupa pemberian berbagai hak-hak sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1), namun dalam ayat (2) ditentukan bahwa hak-hak tersebut hanya akan diberikan pada saksi dan korban dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK.
• Hak-hak yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) sebenarnya merupakan hak-hak yang melekat pada setiap orang yang menjadi saksi, hanya hak-hak yang melekat pada setiap orang yang menjadi saksi, hanya saja memang ada beberapa hak yang bilamana diberikan, pelaksanaannya harus melalui program khusus, seperti perubahan identitas (change identity), dan mendapat tempat kediaman baru (relokasi)
• Peran LPSK sebenarnya tekanannya adalah pada pemberian perlindungan karena adanya ancaman yang berhubungan dengan nyawa saksi yang memerlukan program penanganan khusus. �JUSTICE COLLABORATOR
PERLINDUNGAN SAKSI DALAM UU
TERORISME
• Pihak-pihak yang diberikan perlindungan tidak saja saksi, tetapi termasuk penyidik, penuntut umum, hakim dan kerluarga mereka.
• Perlindungan ini dilakukan oleh aparat penegak hukum. hukum.
• Ada perbedaan dengan ketentuan dalam UU PSK yang menentukan bahwa hak-hak berkaitan dengan perlindungan saksi dan korban diberikan pada saksi dan korban tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK
• Perlu dilakukan harmonisasi.
PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN
SAKSIUnited Nation Office on Drugs and Crime (UNODC)
menentukan prinsip-prinsip oprasional perlindungan saksi :
1. Kerahasiaan; tidak adanya kekahawatiran saksi bahwa identitas terungkap
2. Kemitraan; kerjasama yang baik antara berbagai instansi terkait dalam upaya mensukseskan perlindungan saksiterkait dalam upaya mensukseskan perlindungan saksi
3. Netralitas; obyektivitas, baik saksi, petugas perlindungan saksi, maupun mitra dari lembaga perlindungan saksi
4. Transparansi dan akuntabilitas; sistem penggunaan anggaranya harus transparan
PERLINDUNGAN KORBAN
Declaration of Basic principle of justice for victim of crime and Abuse of Power (Milan Declaration)
Pasal 6 b
a. informing victim their role and scope, timing and progress of the proceedings and of the disposition of their cases, especially where proceedings and of the disposition of their cases, especially where serious crime are involved and where they have requested such information;
b. allowing the views concerns of victim to be presented and consider at appropriate stages of preceding where their personal interests are effected, without prejudice to the accused and consistence with the relevant national criminal justice system;
•
c. providing proper assistance to victim throughout the legal process;
d. taking measures to minimize convenience to victim, protect their privacy, when necessary, and ensure their safety, as well as their behalf, from ensure their safety, as well as their behalf, from intimidation and retaliation;
e. avoiding unnecessary delay in the disposition or cases and the execution of orders or decrees granting award to victim
�ACCESS TO JUSTICE
Pasal 8 :
�Offender or third parties responsible for their behavior should, where appropriate, make their restitution should include the return of their restitution should include the return of property of payment for the harm or loss suffered, reimbursement of expenses incurred as a result of the victimization, the provision of services and restoration of rights. �RESTITUSI
Pasal 10 :
� In cases of substantial harm to the environment, restitution, if ordered, should include, as far as possible, restoration of the include, as far as possible, restoration of the environment, reconstruction on the infrastructure, replacement of community facilities and reimbursement of the expenses of relocation, whenever such harm result in the location of the community
• Pasal 12 (a) “when compensation is not fully
available from the offender or other source,
state should endeavour to provide financial
convensation”. �KOMPENSASIconvensation”. �KOMPENSASI
Pasal 14 :
� Victim should receive the necessary
material medical psychological and social
assistance through governmental, voluntary, assistance through governmental, voluntary,
community-based and indigenous means.�
BANTUAN
BENTUK PERLINDUNGAN
KORBAN/PASAL 5 AYAT (1) UUPSK• Acces to justice :
1. memberikan informasi perkembangan kasusnya;
2. memperhatikan keinginan korban terkait dengan kehadirannya di sidang pengadilan, memberikan masukan dalam pengambilan keputusan tanpa menimbulkan prasangka dari terdakwa dan sesuai dengan sistem yang berlaku ;
3. memberikan bantuan pada korban dalam proses hukum;3. memberikan bantuan pada korban dalam proses hukum;
4. melindungi privasi korban dan memberikan rasa aman pada korban dan keluarganya, dan saksi yang mereka perlukan harus terbebas dari intimidasi dan balas dendam;
5. menghindari terjadi keterlambatan penyelesaian kasusnya, eksekusi dari keputusan dan menjamin adanya hadiah untuk korban.
PASAL 1 ANGKA 11/PASAL 7A UUPSK
• Restitusi :
Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada Korban atau Keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga.
• Restitusi termasuk mengembalikan harta benda, membayar biaya pengobatan, mengembalikan biaya-biaya yang harus ditanggung korban sebagai akibat membayar biaya pengobatan, mengembalikan biaya-biaya yang harus ditanggung korban sebagai akibat terjadinya korban.
• Korban kejahatan berhak atas restitusi (ganti kerugian) yang merupakan perintah pengadilan pada terpidana atas kerugian yang diderita oleh korban. Hal ini dapat dilakukan dengan mengkaitkannya dengan pemidanaan pada pelaku kejahatan
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang
Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan
kepada Saksi dan Korban
Pasal 3
• Korban tindak pidana berhak memperoleh Restitusi;
• Permohonan untuk memperoleh Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Korban, Keluarga, atau kuasanya dengan surat kuasa Korban, Keluarga, atau kuasanya dengan surat kuasa khusu;
• Permohonan untuk memperoleh Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis bahasa Indonesia di atas kertas bermaterai cukup kepada pengadilan melalui LPSK
• Di AS � Korban dapat melakukan dua cara untuk mendapatkan restitusi :
-memberikan informasi pada penegak hukum (lewat victim impact satatement) tentang kerugian yang dideritanya karena menjadi korban kejahan (kerugian yang biasa dimintakan restitusi adalah kerugian ekonomi, social, psikologis, dan fisik dan pada umumnya jumlah kerugian tersebut ditentukan oleh Departement of probation)
• meminta langsung restitusi tersebut melaui penuntut umum (korban harus menyatakan pada penuntut umum bahwa mereka membutuhkan
• meminta langsung restitusi tersebut melaui penuntut umum (korban harus menyatakan pada penuntut umum bahwa mereka membutuhkan restitusi), penuntut umum akan mewakili korban memohonkan restitusi. Dengan adanya permohonan tersebut maka penuntut umum dapat mempersiapkan permintaan restitusi tersebut sebagai bagian dari “plea agreement”, pemidanaan, atau dikaitkan dengan “probation”. Dalam beberapa Negara bagian korban dapat menyampaikan tentang dampak kerugian pada saat penentuan plea agreement atau pada saat pengadilan menentukan pemidanaan. � KUHAP PASAL 98 -101
PASAL 1 ANGKA 10/PASAL 7
Kompensasi :
Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya kepada Korban atau menjadi tanggung jawabnya kepada Korban atau Keluarganya.
�Kompensasi adalah ganti kerugian dari negara bilamana ganti kerugian tidak diperoleh atau tidak sepenuhnya diperoleh dari pelaku kejahatan atau pihak lain.
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang
Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada
Saksi dan Korban
Pasal 2
• Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak memperoleh kompensasi;berhak memperoleh kompensasi;
• Permohonan untuk memperoleh kompensasi sebagaimana di maksud pada ayat (1) diajukan oleh korban, keluarga, atau kuasanya dengan surat kuasa;
• Permohonan untuk memperoleh Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bematerai cukup kepada pengadilan melalui LPSK.
PIHAK YANG MENGAJUKAN
PERMOHONAN KOMPENSASI DAN
RESTITUSI DALAM UU TEORISMEPasal 38
(1) Pengajuan kompensasi dilakukan oleh korban atau kuasanya
kepada Menteri Keuangan berdasarkan amar putusan pengadilan
negeri.
(2) Pengajuan restitusi dilakukan oleh korban atau kuasanya kepada(2) Pengajuan restitusi dilakukan oleh korban atau kuasanya kepada
pelaku atau pihak ketiga berdasarkan amar putusan.
Pasal 39
Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) memberikan
kompensasi dan/atau restitusi, paling lambat 60 (enam puluh) hari
kerja terhitung sejak penerimaan permohonan.
PASAL 41 UU TERORISME
(1) Dalam hal pelaksanaan pemberian kompensasi dan/atau restitusi
kepada pihak korban melampaui batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39, korban atau ahli warisnya dapat
melaporkan hal tersebut kepada pengadilan.
(2) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) segera(2) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) segera
memerintahkan Menteri Keuangan, pelaku, atau pihak ketiga untuk melaksanakan putusan tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal perintah tersebut diterima.
PRINSIP-PRINSIP KOMPENSASI
• Diberikan oleh negara, sebagai tanggung jawab negara
• Kompensasi tidak digantungkan pada kesalahan pelaku kejahatan, atau putusan pengadilan yang bersifat tetap bersifat tetap
• Kompensasi tidak dibatasi hanya pada korban pelanggaran HAM Berat dan Terorisme saja, tetapi juga meliputi korban kejahatan lain.
• Tidak dipakai sebagai ajang untuk mencari keuntungan
• Besaran kompensasi harus disesuaikan dengan
kerugian korban kejahatan. Penghitungan kerugian
harus memperhatikan kerugian fisik, psikologis,
sosial, politik, dan finansial (memperhatikan kerugian
moril dan materiil).moril dan materiil).
• Perlu adanya lembaga khusus yang menangani
persoalan kompensasi
�Sistem kompensasi di Amerika Serikat antar Negara bagian berbeda-beda, ada tiga system yang dipergunakan, yaitu :
a. membentuk lembaga baru yang bersifat independen untuk menangani kompensasi; independen untuk menangani kompensasi;
b. memanfaat lembaga yang sudah ada untuk melaksanakan kompensasi, biasanaya melibatkan lembaga kompensasi untuk para pekerja atau memanfaatkan lembaga dengan system asuransi;
c. memanfaatkan lembaga pengadilan.
BANTUAN (ASSISTENCE)
• Bantuan baik materi, medis, psikologis,
psikososial.
• Bantuan pendampingan (penasehat hukum)
PENJELASAN PASAL 6 UUPSK
• Yang dimaksud dengan “bantuan medis” adalah bantuan yang diberikan untuk memulihkan kesehatan fisik Korban, termasuk melakukan pengurusan dalam hal Korban meninggal dunia misalnya pengurusan jenazah hingga pemakaman.
• Yang dimaksud dengan “rehabilitasi psikososial” adalah semua bentuk pelayanan dan bantuan psikologis serta sosial yang ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi, dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual Korban sehingga mampu menjalankan psikologis, sosial, dan spiritual Korban sehingga mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali secara wajar, antara lain LPSK berupaya melakukan peningkatan kualitas hidup Korban dengan melakukan kerja sama dengan instansi terkait yang berwenang berupa bantuan pemenuhan sandang, pangan, papan, bantuan memperoleh pekerjaan, atau bantuan kelangsungan pendidikan.
• Yang dimaksud dengan “rehabilitasi psikologis” adalah bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada Korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan Korban.
PERLINDUNGAN KORBAN
DALAM UU PSK• Bentuk perlindungan korban dalam UUPSK sesuai dengan
bentuk-bentuk perlindungan yang dikenal dalam instrumen-instrumen internasional, meliputi : akses untuk meperoledih keadilan, kompensasi, restitusi, dan bantuan
• Upaya untuk memperoleh kompensasi hanya dibatasi pada korban kejahatan HAM Berat dan Terorismekorban kejahatan HAM Berat dan Terorisme
• Kompensasi digantungkan pada kesalahan pelaku
• Tiada lembaga khusus yang menangani kompensasi
• Adanya perbedaan prosedur pengajuan ganti kerugian dengan KUHAP
• Belum adanya PP yang mengatur tentang kompensasi pada korban terorisme setelah dilakukannya perubahan atas UU 13/2006
Perlindungan Korban Terorisme
Perlindungan Korban Terorisme dalam
UU Terorisme
Perlindungan Korban Teorrisme dalam
UU PSK
1. Kompensasi � korban dan ahli waris
berhak atas kompensasi, dibebankan
pada negara dilaksanakan oleh
pemerintah
2. Restitusi � diberikan oleh pelaku
1. Access to justice
2. Kompensasi diberikan pada korban
atau ahli warisnya �HAM Berat dan
Teorisme
3. Resttitusi � diberikan pelaku pada 2. Restitusi � diberikan oleh pelaku 3. Resttitusi � diberikan pelaku pada
korban
4. Bantuan
Kompensasi dan restitusi diberikan dan
dicantumkan langsung dalam amar
putusan pengadilan
Kompensasi dan restitusi diberikan dan
dicantumkan langsung dalam amar
putusan pengadilan
Perlindungan Saksi dalam RUU
Terorisme
• Pasal 32 ayat (2) RUU TERORISME
Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan, saksi dan orang lain yang
bersangkutan dengan tindak pidana terorisme bersangkutan dengan tindak pidana terorisme
dilarang menyebutkan nama atau alamat
pelapor atau hal-hal lain yang memberikan
kemungkinan dapat diketahuinya identitas
pelapor.
PASAL 33 RUU TERORISME
• Saksi, penyidik, penuntut umum, hakim,
pelapor, ahli, advokat, petugas
pemasyarakatan beserta keluarganya dalam
perkara tindak pidana terorisme wajib diberi perkara tindak pidana terorisme wajib diberi
perlindungan oleh negara dari kemungkinan
ancaman yang membahayakan diri, jiwa,
dan/atau hartanya, baik sebelum, selama,
maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
PASAL 34 RUU TERORISME
• Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dilakukan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan berupa:– perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman
fisik dan mental;fisik dan mental;
– kerahasiaan identitas saksi;
– pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka.
• Ketentuan mengenai tata cara perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
PERLINDUNGAN KORBAN DALAM RUU
TERORISMEPASAL 36 RUU TERORISME
(1) Setiap korban atau keluarga korban akibat tindak pidana terorisme berhak mendapatkan kompensasi atau restitusi.
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pembiayaannya dibebankan kepada negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah.dilaksanakan oleh Pemerintah.
(3) Restitusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku.
(4) Kompensasi dan/atau restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.
HAL-HAL YANG PATUT DIPERHATIKAN
DALAM PERLINDUNGAN SAKSI DAN
KORBAN TERORISME1. Tidak ada perubahan dalam hal perlindungan saksi dan korban tindak pidana
terorisme dalam RUU Terorisme
2. UU Terorisme dan UUPSK saling melengkapi siapa saja pihak yang perlu diberikan perlindungan dalam rangka mendukung proses peradilan pidana
3. UU PSK melengkapi UU Teorisme berkaitan dengan bentuk-bentuk perlindungan korban(UU Teorisme tidak mengatur tentang bantuan dan access to justice)
4. Ada perbedaan institusi yang berwenang dalam memberikan perlindungan atas 4. Ada perbedaan institusi yang berwenang dalam memberikan perlindungan atas keamanan saksi antara UUPSK dengan UU Terorisme (baik dalam hal perlindungan prosedural maupun perlindungan yang bersifat khusus)
5. Perbedaan prosedur untuk mendapatkan kompensasi dan restitusi (untuk pemberian kompensasi UUPSK menegaskan diatur tersendiri dalam UU Terorisme, sementara untuk restitusi terlihat prosedur yang berbeda)
6. Tidak ada sanksi bilamana setelah diberikan peringatan oleh pengadilan ternyata belum dilakukan pembayaran restitusi oleh pelaku ataupun kompensasi oleh menteri keuangan
MASUKAN
1. Perlu ditentukan lembaga yang berwenang memberikan perlindungan khusus untuk saksi nyang terancam jiwanya (LPSK lembaga yang bersifat khusus)
2. Dalam hal perlindungan prosedural kewenangan sepenuhnya diberikan pada penegak hukum
3. Kompensasi tidak boleh digantungkan pada kesalahan pelaku (baru diberikan berdasarkan putusan pengadilan)� kompensasi (baru diberikan berdasarkan putusan pengadilan)� kompensasi tidak digantungkan pada restitusi atau ganti kerugian oleh pihak ke 3
4. Perlu dibuat aturan bahwa kompensasi tidak boleh melebihi kerugian korban (bukan tempat mencari untung) � kelebihan kompensasi merupakan kewajiban korban untuk mengembalikan
5. kompensasi bersifat darurat, seharus pemberiannya berdasakan terjadinya tindak pidana
5. jumlah kompensasi ditentukan oleh lembaga khusus � LPSK perlu diberikan kewenanga untuk menentukan pemberian kompensasi pada korban , bukan hanya untuk membantu korban mendapatkan kompensasi (termasuk menghitungkan kerugian korban), seperti di negara-negara lain.
6. kompensasi tidak termasuk untuk korban yang sekaligus juga pelaku kejahatan (pihak yang terlibat dalam kejahatan) pelaku kejahatan (pihak yang terlibat dalam kejahatan)
7. LPSK bukan sebagai lembaga yang memutuskan untuk diajukannya atau tidak permohonan restitusi, tetapi sebagai lembaga konsultasi untuk perlu atau tidak dilakukan permohonan restitusi dilakukan , dan sebagai lembaga yang membantu penentuan besaran kompensasi dan restitusi
8. Berkaitan dengan bantuan LPSK perlu menjalin kerjasama dengan mitra terkait seperti Rumah sakit dan sebagainya.