perlindungan hukum terhadap konsumen …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/skripsi...

123
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DILIHAT DARI ASPEK KEBIJAKAN KRIMINAL PADA SERTIFIKASI DAN LABELISASI HALAL MUI UNTUK PRODUK PENYEDAP MAKANAN AJI-NO-MOTO SKRIPSI Oleh : MASERATIH DEWINTHA E1A008109 Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012

Upload: dothuan

Post on 27-Jul-2018

241 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DILIHAT DARI ASPEK

KEBIJAKAN KRIMINAL PADA SERTIFIKASI DAN LABELISASI HALAL

MUI UNTUK PRODUK PENYEDAP MAKANAN AJI-NO-MOTO

SKRIPSI

Oleh :

MASERATIH DEWINTHA

E1A008109

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2012

Page 2: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DILIHAT DARI ASPEK

KEBIJAKAN KRIMINAL PADA SERTIFIKASI DAN LABELISASI HALAL

MUI UNTUK PRODUK PENYEDAP MAKANAN AJI-NO-MOTO

Oleh:

MASERATIH DEWINTHA

E1A008109

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman

Diterima dan Disahkan

Pada Tanggal ......... Mei 2012

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II, Penguji,

I Ketut Karmi. N, S.H.,M. Hum

NIP. 19610520 198703 1 002

Sunaryo, S.H., M. Hum

NIP. 19531224 198601 1 001

Eti Purwiyantiningsih, S.H., M.H

NIP. 19610707 198803 2 002

Mengetahui,

Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman,

Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S.

NIP. 19520603 198003 2 001

Page 3: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan dibawah ini:

NAMA : MASERATIH DEWINTHA

NIM : E1A008109

JUDUL : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DILIHAT

DARI ASPEK KEBIJAKAN KRIMINAL PADA SERTIFIKASI

DAN LABELISASI HALAL MUI UNTUK PRODUK PENYEDAP

MAKANAN AJI-NO-MOTO

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis,

tidak terdapat karya yang pernah diajukan memperoleh gelar kesarjanaan disuatu

perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya

atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila penulisan Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari

hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang

merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik

dan/atau sanksi hukum.

Demikian surat pernyataan ini penulis buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah

tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Purwokerto, 30 Mei 2012

MASERATIH DEWINTHA

NIM. E1A008109

Page 4: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya. Sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP KONSUMEN DILIHAT DARI ASPEK KEBIJAKAN KRIMINAL

PADA SERTIFIKASI DAN LABELISASI HALAL MUI UNTUK PRODUK

PENYEDAP MAKANAN AJI-NO-MOTO”. Skripsi ini merupakan salah satu

persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman.

Berbagai kesulitan dan hambatan Penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini.

Namun berkat bimbingan, bantuan materiil dan moril serta pengarahan dari berbagai

pihak, maka skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu Penulis ingin

menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:

1. I Ketut Karmi. N, S.H., M.Hum selaku pembimbing I Skripsi sekaligus sebagai

dosen pembimbing akademik, yang telah memberikan waktu dan kesabarannya

dalam membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini;

2. Sunaryo, S.H., M. Hum selaku pembimbing II Skripsi yang telah memberikan

waktu dan kesabarannya dalam membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini;

3. Eti Purwiyantiningsih, S.H., M.H selaku dosen penguji skripsi atas segala bantuan,

arahan dan masukan yang telah diberikan untuk skripsi ini;

4. Hj. Rochani Urip Salami, S.H, M.S, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman;

5. Edi Waluyo, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Perdata yang telah

memberikan saran, kritik, dan arahan demi kesempurnaan skripsi ini;

Page 5: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

6. Orang tua (Sukestopo Kardiasworo dan Tri Abri Marhaeningsih) dan adik-adikku

yang cantik Nadia Nurmalasari dan Melviana Ainun Fajri yang selalu memberikan

semangat dan motivasi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

7. Dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto yang telah

banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan sehingga dapat dipergunakan dalam

penyusunan skripsi ini, beserta karyawan dan staf Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman Purwokerto;

8. Ir. Hendra Utama selaku Auditor LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan,

Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia) Bogor yang telah

memberikan ijin, bantuan dan informasinya kepada penulis untuk melakukan

penelitian di LPPOM MUI Bogor;

9. Tiodora M. Sirait, S.H., M.H., selaku Kasubag Penyuluhan Hukum, Biro Hukum

dan Hubungan Masyarakat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)

Jakarta dan keluarga yang telah memberikan ijin, bantuan dan informasinya kepada

penulis untuk melakukan penelitian;

10. Tulus Abadi selaku anggota pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia (YLKI) Jakarta yang telah memberikan memberikan bantuan, informasi,

data dan arahan selama melakukan penelitian;

11. Keluarga besar M. Soedijo dan Oerip Martodiharjo yang telah memberikan kasih

sayang, mendoakan, perhatian dan dukungannya selama ini kepada penulis;

12. Sahabat-sahabat sekaligus saudara, Anita Meriam, Nuri Amallia, Lia Amalia,

Kartika Aprilia Sukardi, Kiki Amalia, Shinta Listya Dewi, Fitri Ayu Respani dan

Page 6: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Maya Ruhtiani (Genkce ) aku sayang kalian. Terima kasih atas segala bantuannya,

dukungan doa serta semangatnya, tanpa kalian semua sulit bagi penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini;

13. Semua teman-teman se-angkatan (2008) maupun yang tidak se-angkatan, terima

kasih atas segala doa, masukan dan dukungannya;

14. Keluarga besar Marching Band Bahana Putera Soedirman (MB BPS) Universitas

Jenderal Soedirman. Kalian adalah pelajaran hidup yang sangat berharga bagi

penulis. Terima kasih atas doa, perhatian, dukungan, kasih sayang dan cintanya tim.

Be The Best, Do The Best & For The Best Tim!! One Band One Sound...

15. Teman-teman KKN Desa Kenteng 2011, Subana, Didit, Ulfa “si rempong”, Erma

“miss jutek”, Ririn “miss reject”, Raras “miss galau”, Linda “dokter galau”, kalian

tim yang paling the best ... Terima kasih atas doa dan dukungan serta

semangatnya;

16. Semua pihak-pihak yang ikut menbantu penulis dalam menyusun skripsi ini, namun

tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu dalam prakata ini;

Semoga amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan mendapat balasan

dari Allah SWT. Skripsi ini hanyalah hasil karya manusia biasa yang memiliki banyak

kekurangan, oleh karenanya kritik dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini sangat

penulis harapkan.

Purwokerto, 30 Mei 2012

MASERATIH DEWINTHA

NIM. E1A008109

Page 7: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

ABSTRAK

Penanganan masalah halal pada produk pangan di Indonesia memiliki dua hal

yang saling terkait, yaitu sertifikasi dan labelisasi halal. Hal ini merupakan salah satu

bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Pemerintah kepada konsumen agar

mendapatkan hak yang sebagaimana telah diatur dalam Pasal 4 huruf (c) UUPK yaitu

hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa. Apabila pelaku usaha ternyata melanggar hak tersebut maka pemerintah

akan memberikan perlindungan hukum berupa penerapan kebijakan kriminal. Menurut

teori kebijakan kriminal dibagi menjadi dua yaitu kebijakan penal (penerapan sanksi

termuat dalam Pasal 61-63 UUPK) dan kebijakan non penal (pembinaan dan

pengawasan termuat dalam Pasal 29 dan 30 UUPK).

Penelitian ini dilakukan dengan penelitian yuridis normatif, dengan

menggunakan pendekatan perundang-undangan dan adanya data sekunder maupun data

primer mengenai sertifikasi dan labelisasi halal. Melalui penelitian studi kepustakan

yang kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode normatif kualitatif

yang akhirnya disajikan dalam bentuk deskriptif.

Pada hasil penelitian tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa secara garis besar

pemerintah telah melakukan kewajibannya dalam memberikan perlindungan hukum

terhadap konsumen. Namun dengan dikeluarkannya SP3 oleh pihak kepolisian tehadap

kasus AJI-NO-MOTO, maka upaya perlindungan hukum dengan sarana penal dianggap

belum memberikan jaminan terhadap masyarakat.

Kata kunci : Perlindungan Hukum, Kebijakan Kriminal, Sertifikasi dan Labelisasi

Halal.

Page 8: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

ABSTRACT

Handling of halal food products in Indonesia has two things are interrelated,

that is halal certification and labeling. This is one form of legal protection provided by

the Government to the consumers in order to get the rights as stipulated in Article 4 (c)

UUPK the right to correct information, clear and honest about the condition and

security of goods or services. If the bussiness was violating the rights of the government

would provide legal protection in the form of the application of criminal policy.

According to the theory of criminal policy is divided into two types: penal policy

(sanctions set forth in Article 61-63 UUPK) and non penal policy (establishment and

supervision contained in Articles 29 and 30 UUPK).

The research was carried out with normative juridical studies, using approaches

legislation and the secondary data and primary data on halal certification and labeling.

Through the bibliography research afterwards was processed and analyzed by using

qualitative methods are ultimately normative presented in descriptive form.

On these findings, the conclusion that in general the government has done his

duty inproviding legal protection for consumers. But with the release of SP3 by police

cosmos case AJI-NO-MOTO, efforts by means of penal law protection is deemed not to

give assurance to the public.

Keywords : Legal Protection, Criminal Policy, Halal Certification And Labeling.

Page 9: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................... iii

PRAKATA ................................................................................... ........ iv

ABSTRAK ....................................................................................... ........ viii

ABSTRACT ...................................................................................... ........ ix

DAFTAR ISI ................................................................................... ........ x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................. 10

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 10

D. Kegunaan Penelitian ................................................................. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum Perlindungan Konsumen ................................................ 12

B. Konsumen dan Pelaku Usaha

1. Pengertian Konsumen .......................................................... 20

2. Hak dan Kewajiban Konsumen ............................................. 22

3. Pengertian Pelaku Usaha ...................................................... 26

4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ......................................... 27

C. Kebijakan Kriminal ................................................................... 29

D. Halalan Thayiban dan Haram ..................................................... 35

E. Sertifikasi dan Labelisasi Halal .................................................. 40

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan ................................................................... 43

B. Spesifikasi Penelitian ................................................................ 44

C. Lokasi Penelitian ...................................................................... 44

Page 10: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

D. Sumber Data ............................................................................ 45

E. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 46

F. Metode Penyajian Data ............................................................. 47

G. Metode Analisis Data ............................................................... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian ........................................................................ 48

B. Pembahasan ............................................................................. 71

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 105

B. Saran ...................................................................................... 106

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran I. Proses Sertifikasi Halal dalam Bentuk Diagram Alir

Lampiran II. Organisasi Badan POM

Lampiran III. Sertifikat Halal PT. Ajinomoto

Page 11: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan wajib bagi setiap konsumen,

terutama konsumen muslim. Baik itu produk berupa makanan, obat-obatan maupun

barang-barang konsumsi lainnya. Seiring besarnya kuantitas konsumen muslim di

Indonesia yang jumlahnya mencapai 204,8 juta jiwa penduduk Indonesia1, maka dengan

sendirinya pasar Indonesia m

erupakan pasar konsumen muslim yang sangat besar. Oleh karena itu, jaminan akan

produk halal menjadi suatu yang penting untuk mendapatkan perhatian dari negara.

Sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Negara berkewajiban melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan

kesejahteraan umum.

Melihat dari beberapa kasus belakangan ini tentang jaminan halal suatu produk

terutama pada produk makanan, yaitu masih banyak pelaku usaha yang belum

memberikan label halal pada produknya dan tidak ada sertifikat halalnya. Hal ini dapat

mengakibatkan konsumen terutama konsumen muslim, sulit untuk membedakan produk

mana yang benar-benar halal dan dapat dikonsumsi sesuai dengan syariat Islam. Halal

1 Vivanews. Riset: Jumlah Muslim RI Akan Digeser Pakistan: Data Tahun 2010. Diakses

tanggal 5 Mei 2012.

Page 12: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

bagi umat muslim merupakan syarat mutlak yang harus dijalankan, hal ini ditegaskan

dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 168, yaitu:

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang

kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah SWT, jika benar-benar

kepada-Nya kamu menyembah”

Ayat di atas dapat disimpulkan bahwa, Tuhan menyuruh manusia memakan

apa saja di dunia ini yang diciptakan-Nya, sepanjang batas-batas yang halal dan baik

(thayibah). Selain ayat diatas masih banyak lagi ayat-ayat dalam Al Qur’an yang berisi

suruhan atau perintah agar manusia berhati-hati dalam memilih makanan, yaitu dalam

memisahkan mana yang halal (dibolehkan) dan mana yang haram (tidak dibolehkan),

cara memperoleh makanan itu, maupun memilih makanan mana yang baik dari segi

kesehatan jasmani maupun rohani. Katagori halal dan haramnya suatu makanan sudah

ditegaskan pula didalam Al-Qur’an yaitu pada surat Al-Maidah ayat 3, yaitu:

“Diharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih

dengan atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang

ditanduk, dan yang diterkam binatang buas kecuali yang kalian sempat

menyembelihnya. Dan diharamkan pula bagi kalian binatang yang disembelih di

sisi berhala”.

Ayat di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu makanan dianggap haram apabila

makanan tersebut berupa bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih dengan

atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan

yang diterkam binatang buas serta diharamkan pula binatang yang disembelih di sisi

berhala. Makanan dianggap halal apabila makanan tersebut terbebas dari apa yang

Page 13: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

diharamkan sesuai dengan bunyi salah satu surat yang ada di dalam Al-Qur’an,

misalnya dalam surat Al-Maidah ayat 3.

Sebenarnya berbagai larangan telah dikenakan bagi para pelaku usaha.

Prinsipnya konsumen berada di posisi yang secara ekonomis kurang diuntungkan.

Konsumen disini semata-mata bergantung pada informasi yang diberikan dan

disediakan oleh pelaku usaha. Kenyataannya informasi yang diberikan tanpa disertai

dengan edukasi akan kurang dirasakan manfaatnya. Hal ini antara lain dilakukan

melalui pemasangan label dan/atau standarisasi mutu. Adanya labelisasi produk sangat

penting dirasakan, terutama pada produk-produk makanan. Hal ini sangat berhubungan

erat dengan nyawa manusia, sekurang-kurangnya ada 2 (dua) persoalan2, yaitu:

a. Masalah pelabelan, yaitu sampai seberapa jauh produk makanan

menyantumkan informasi secara lengkap tentang produk tersebut dalam

pelabelan.

b. Bagaimana mutu produk itu sendiri.

Produk halal sendiri menurut definisi Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-

obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI)3 adalah produk yang

memenuhi syarat kehalalan sesuai syari’at Islam. Produk itu tidak mengandung babi

atau produk-produk yang berasal dari babi serta tidak menggunakan alkohol sebagai

ingridient yang sengaja ditambahkan, selain itu daging yang digunakan juga harus

berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat Islam. Produk

2 John Pieris & Wiwik Sri Widiarty. Negara Hukum Dan Perlindungan Konsumen:

Terhadap Produk Pangan Kadaluarsa. (Pelangi Cendikia. Jakarta). Hlm. 6-7. 3 Tempo Interaktif, http://www.tempo.co.id/harian/fokus/56/2,1,24,id.html Diakses tanggal 4

Januari 2012.

Page 14: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

makanan yang halal termasuk juga semua bentuk minuman yang tidak beralkohol.

Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengolahan, tempat pengelolaan dan tempat

transportasinya pun tidak tercampur dengan babi atau barang yang tidak halal lainnya.

Tempat itu harus terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut

syari'at Islam. Masalahnya, kategorisasi suatu produk halal atau haram menjadi lebih

rumit saat berkembangnya teknologi pangan di Indonesia, contoh yang paling gampang

yaitu penggunaan bahan-bahan tambahan dalam suatu produk. Di antara bahan-bahan

tambahan itu banyak orang awam tidak mengetahui asal usulnya. Untuk itu diperlukan

ahli yang dapat meneliti secara pasti apakah di antara bahan tambahan makanan itu ada

yang mengandung lemak babi. Bahan yang dapat juga diperoleh melalui reaksi kimia

dengan menggunakan bahan awal salah satu komponen yang berasal dari lemak babi

seperti kasus AJI-NO-MOTO, yang kasusnya berawal pada bulan Desember tahun

2000.

Kegemparan luar biasa, yakni ketika Presiden Abdurrahman Wahid melalui

juru bicara kepresidenan, Wimar Witoelar menyatakan bahwa AJI-NO-MOTO itu halal.

Bersamaan dengan itu, masyarakat dibuat heboh akibat fatwa Majelis Ulama Indonesia

(MUI) yang mengharamkan AJI-NO-MOTO. Sehubungan dengan akan berakhirnya

sertifikat halal dari MUI untuk AJI-NO-MOTO pada September 2000, maka PT.

Ajinomoto Indonesia mengajukan perpanjangan sertifikat halalnya pada akhir Juni

2000. Audit kemudian dilakukan oleh LPPOM-MUI Pusat (2 orang), LPPOM-MUI

Jatim, BPOM Surabaya dan dari Departemen Agama pada tanggal 7 Agustus 2000.

Setelah melakukan audit, ditemukan bahwa pengembangan bakteri untuk

Page 15: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

proses fermentasi tetes tebu (molase) mengandung bactosoytone (nutrisi untuk

pertumbuhan bakteri itu). Bactosoytone sendiri merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai

dengan biokatalisator porcine yang berasal dari pankreas babi. Pada 7 Oktober 2000,

Komisi Fatwa memutuskan bahwa Bactosoytone tidak dapat digunakan sebagai bahan

dalam media pembiakan mikroba untuk menghasilkan MSG. PT. Ajinomoto Indonesia

lalu diminta untuk mencari alternatif bahan pengganti bactosoytone. Sesuai dengan

instruksi Komisi Fatwa, PT. Ajinomoto Indonesia mengganti bactosoytone dengan

mameno dalam tempo 2 bulan. Setelah itu, LPPOM-MUI melakukan audit sehubungan

dengan penggantian bactosoytone dengan mameno pada 4 Desember 2000. LPPOM-

MUI memutuskan mameno dapat digunakan dalam proses pembiakan mikroba untuk

menghasilkan MSG. Komisi Fatwa melakukan rapat kedua pada 16 November 2000

dan LPPOM-MUI menyampaikan hasil rapat tersebut kepada PT. Ajinomoto Indonesia

pada 18 Desember 2000, bahwa produk yang menggunakan bactosoytone dinyatakan

Haram. MUI lalu mengirim surat kepada PT. Ajinomoto Indonesia pada 19 Desember

2000 yang berisikan perintah untuk menarik semua produk AJI-NO-MOTO yang

diproduksi dan diedarkan sebelum tanggal 23 November 2000 (Produk yang dihasilkan

setelah 23 November 2000 sudah menggunakan mameno). Sekertaris Umum MUI

mengumumkan di media massa pada 24 Desember 2000, bahwa produk AJI-NO-

MOTO mengandung babi dan masyarakat diminta untuk tidak mengonsumsi bumbu

masak AJI-NO-MOTO yang diproduksi pada periode 13 Oktober hingga 16 November

2000. Pengumuman MUI ini lalu ditindaklanjuti dengan pertemuan antara jajaran

Departemen Perindustrian Dan Perdagangan, Departemen Agama, Majelis Ulama

Page 16: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Indonesia (MUI), Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GPMI), Dirjen POM

dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada tanggal 2 & 5 Januari 2001

yang menghasilkan keputusan bahwa PT. Ajinomoto Indonesia harus menarik seluruh

produknya di pasaran dalam negeri termasuk produk lain yang tidak bermasalah dalam

jangka waktu 3 minggu terhitung dari 3 Januari 2001.4

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan hal ini jelas-jelas

dapat dikatakan telah melanggar ketentuan yang terdapat pada ketentuan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) terutama pada

Pasal 8 huruf (a), (f) dan (h) tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha.5 Pasal

8 huruf (a) menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang

dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 8 huruf (f)

menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan

barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,

keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. Pasal 8 huruf

(h) menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan

barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagai

pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label. Hal ini juga jelas-jelas melanggar

hak dari konsumen yang termuat pada Pasal 4 huruf (c) Undang-Undang Perlindungan

4 Rita Mulia. Manajemen Resiko: Sejarah Perusahaan Ajinomonto. http://rita-

mulia.blogspot.com/. Diakses tanggal 16 Januari 2012. 5 Hukum Online. YLKI Tidak Perlu Bukti Baru dalam Kasus Ajinomoto.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3460/ylki--tidak-perlu-bukti-baru-dalam-kasus-ajinomoto.

Diakses tanggal 22 Maret 2012.

Page 17: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Konsumen, yaitu hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa.

Hak atas mendapatkan informasi ini sangat penting, karena dengan tidak

memadainya informasi yang disampaikan kepada konsumen ini dapat juga merupakan

salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan cacat instruksi atau cacat

karena informasi yang tidak memadai. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur

disini dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang

suatu produk, karena dengan informasi tersebut, konsumen dapat memilih produk yang

diinginkan atau sesuai kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan

dalam penggunaan produk. Hak konsumen dalam mendapatkan informasi yang benar,

jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa dalam hal ini telah

dilanggar oleh pelaku usaha, maka untuk dapat mengembalikan seperti keadaan semula

dibutuhkan upaya perlindungan hukum terhadap konsumen.

Perlindungan hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan

(hal tahu peraturan) untuk menjaga dan melindungi subjek hukum, berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.6 Pada umumnya perlindungan hukum

merupakan bentuk pelayanan kepada seseorang dalam usaha pemulihan secara

emosional.

Perlindungan hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah suatu hal atau

perbuatan untuk melindungi subjek hukum berdasarkan pada peraturan perundang-

undangan yang berlaku disertai dengan sanksi-sanksi bila ada yang melakukan

6 Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Buku Satu. (Jakarta: Balai Pustaka, 1989).

Hlm. 874.

Page 18: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Wanprestasi.7 Pengertian perlindungan hukum lainnya menurut Soedikno Mertokusumo

yaitu, perlindungan hukum adalah adanya jaminan hak dan kewajiban manusia dalam

rangka memenuhi kepentingan sendiri maupun didalam hubungan dengan manusia

lain.8 Kata perlindungan diatas menunjukkan adanya pelaksanaan atas penanganan

kasus yang dialami dan akan diselesaikan menurut ketentuan hukum yang berlaku

secara penal maupun non penal dan juga adanya kepastian-kepastian usaha-usaha untuk

memberikan jaminan-jaminan pemulihan yang dialami.

Peraturan perundang-undangan yang digunakan untuk menyelesaikan kasus

diatas adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Di dalam undang-undang tersebut berlaku ketentuan hukum yang memberikan

perlindungan hukum terhadap konsumen secara penal maupun non penal. Kedua sarana

ini juga berkaitan dengan kebijakan kriminal dalam usaha untuk menanggulangi

kejahatan maupun pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Menurut Muladi

sendiri, pengertian kebijakan kriminal adalah:9

Usaha rasional dan terorganisasi dari suatu masyarakat untuk menanggulangi

kejahatan. Kebijakan kriminal disamping dapat dilakukan secara represif melalui

sistem peradilan pidana (pendekatan penal) dapat pula dilakukan dengan sarana non

penal melalui pelbagai usaha pencegahan tanpa harus menggunakan sistem

peradilan pidana, misalnya usaha penyehatan mental masyarakat, penyuluhan

hukum, pembaharuan hukum perdata dan hukum administrasi, dan sebagainya.

Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat diketahui bahwa dalam upaya

penyelenggaraan perlindungan hukum bagi konsumen masih banyak menyimpan

7 Soedikno Mertokusumo. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Liberty, 1991).

Hlm.9. 8 Ibid.

9 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, (Alumni: Bandung, 1985). Hlm. 182.

Page 19: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

permasalahan klasik, dan konsumen disini masih sering menjadi korban daripada pelaku

usaha yang tidak bertanggungjawab. Hal ini terlihat pada saat pelaku usaha mengganti

bahan dasar produk penyedap makanan AJI-NO-MOTO tanpa memberitahukan kepada

masyarakat. Jelas ini telah melanggar hak konsumen pada Pasal 4 huruf (c) Undang-

Undang Perlindungan Konsumen. Konsumen membutuhkan perlindungan hukum demi

haknya kembali terpenuhi, maka dilakukanlah upaya perlindungan hukum yang ditinjau

dari aspek kebijakan kriminal. Upaya ini dapat ditempuh dengan 2 (dua) cara, yaitu

dengan sarana penal (penanggulangan kejahatan dengan sistim peradilan pidana) dan

sarana non penal (pembinaan dan pengawasan).

Kasus AJI-NO-MOTO ini kiranya perlu di kaji lebih mendalam. Pertama,

tentang bagaimana upaya perlindungan hukum bagi konsumen, terutama untuk

konsumen muslim yang sangat membutuhkan kejelasan halal atau tidaknya produk

penyedap makanan AJI-NO-MOTO. Kedua, bagaimanakah keberpihakkan upaya

perlindungan hukum tersebut kepada konsumen saat itu. Berdasarkan pertimbangan dan

pemaparan diatas, maka saya sebagai penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam

mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen yang dilihat dari aspek kebijakan

kriminal melalui penelitian dan penulisan skripsi tentang “Perlindungan Hukum

Terhadap Konsumen Dilihat Dari Aspek Kebijakan Kriminal Pada Sertifikasi Dan

Labelisasi Halal MUI Untuk Produk Penyedap Makanan AJI-NO-MOTO”.

Page 20: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu perumusan

masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek

kebijakan kriminal pada sertifikasi dan labelisasi halal MUI untuk kasus AJI-

NO-MOTO ini?

b. Bagaimanakah keberpihakkan bentuk perlindungan hukum tersebut kepada

konsumen itu sendiri?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi konsumen dilihat dari aspek

kebijakan kriminal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

di Indonesia.

b. Mengetahui seberapa jauh perlindungan hukum terhadap konsumen itu dapat

melindungi masyarakat yang menggunakan produk-produk yang beredar

dipasaran Indonesia.

Page 21: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

D. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pengetahuan dan pemikiran pada Ilmu Hukum untuk kemudian memberikan

kontribusi pada perkembangan bidang hukum dan masyarakat, memberikan

sumbangan pengetahuan dan pemikiran terhadap wacana kehalalan produk di

Indonesia yang diwujudkan dalam sertifikasi dan labelisasi halal sebagai

pengaturannya serta memberikan masukan dan membuka wacana dengan

menambah referensi mengenai adanya keterkaitan hukum positif Indonesia

dengan hukum lainnya.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis, hasil penelitian yang berfokus pada kebijakan kriminal

perlindungan konsumen ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dan

sumbangan pemikiran serta dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan

daya kritis dan pola penulis sebagai implementasi pengetahuan hukum yang

diperoleh selama menempuh kuliah di Fakultas Hukum UNSOED, diharapkan

juga dapat memberikan referensi serta wacana terhadap pihak-pihak yang

terkait untuk membantu sinkronisasi antara hukum positif Indonesia dengan

hukum-hukum lainnya serta memberikan sumbangan pengetahuan kepada

masyarakat agar tetap menjalankan syariat Islam secara benar disamping tetap

menjalankan fungsi dan peran sebagai warga negara Indonesia yang baik.

Page 22: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum Perlindungan Konsumen

Terlebih dahulu penulis akan memaparkan apa yang dimaksud dengan definisi

perlindungan hukum sebelum membahas hukum perlindungan konsumen. Pengertian

Perlindungan adalah tempat berlindung, hal (perbuatan dan sebagainya)

memperlindungi.10

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

Kekerasan dalam Rumah Tangga, memberikan definisi perlindungan adalah segala

upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh

pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak

lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Definisi

perlindungan yang lain tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002

Tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak

Asasi Manusia yang Berat, perlindungan adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib

dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa

aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan,

teror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan,

penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

Pengertian selanjutnya tentang hukum, menurut J.C.T. Simorangkir dan

Woerjono Sastropranoto, hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa,

10

Kamus Besar Bahasa Indonesia. www.artikata.com. Diakses tanggal 10 April 2012.

Page 23: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh

badan-badan resmi yang berwajib. Menurut R. Soeroso SH, definisi hukum adalah

himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur

tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta

mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang

melanggarnya. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, pengertian hukum yang memadai

seharusnya tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan

asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula

mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu

dalam kenyataan.11

Perlindungan hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan

(hal tahu peraturan) untuk menjaga dan melindungi subjek hukum, berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.12

Pada umumnya perlindungan hukum

merupakan bentuk pelayanan kepada seseorang dalam usaha pemulihan secara

emosional.

Perlindungan hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah suatu hal atau

perbuatan untuk melindungi subjek hukum berdasarkan pada peraturan perundang-

undangan yang berlaku disertai dengan sanksi-sanksi bila ada yang melakukan

Wanprestasi.13

Pengertian perlindungan hukum lainnya menurut Soedikno

11

Putra. 2009. Definisi Hukum Menurut Para Ahli: www. putracenter.net. Diakses tanggal

10 April 2012. 12

Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Buku Satu. (Jakarta: Balai Pustaka, 1989).

Hlm. 874. 13

Soedikno Mertokusumo. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Liberty,

1991). Hlm.9.

Page 24: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Mertokusumo yaitu, perlindungan hukum adalah adanya jaminan hak dan kewajiban

manusia dalam rangka memenuhi kepentingan sendiri maupun didalam hubungan

dengan manusia lain.14

Kata perlindungan diatas menunjukkan adanya pelaksanaan atas

penanganan kasus yang dialami dan akan diselesaikan menurut ketentuan hukum yang

berlaku secara penal maupun non penal dan juga adanya kepastian-kepastian usaha-

usaha untuk memberikan jaminan-jaminan pemulihan yang dialami.

Berdasarkan masing-masing definisi tentang perlindungan hukum di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa pengertian perlindungan hukum adalah:

Suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukun dalam bentuk

perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik

yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai

suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan

suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.15

Hukum konsumen terdiri dari rangkaian peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang perilaku orang dalam pergaulan hidup untuk memenuhi kebutuhan

hidup mereka. Orang-orang tersebut terutama dari (pengusaha) penyedia barang

dan/atau jasa yang merupakan kebutuhan hidup manusia serta konsumen pengguna

barang dan/atau jasa tersebut.

Asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah-

masalah konsumen itu terdapat didalam berbagai bidang hukum, baik tertulis maupun

tidak tertulis, antara lain hukum perdata, hukum internasional, terutama konvensi-

konvensi yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan konsumen. Oleh karena itu,

menjadi penting penggunaan instrumen-instrumen hukum perdata, hukum pidana,

14

Ibid. 15

Rahayu. 2009. Pengangkutan Orang: etd.eprints.ums.ac.id. Diakses tanggal 10 April 2012.

Page 25: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

hukum administrasi, hukum internasional dan hukum-hukum acara yang berkaitan

dengan instrumen hukum itu, dalam pembahasan hubungan dengan masalah

perlindungan konsumen.

Secara universal, berdasarkan berbagai hasil penelitian dan pendapat para

pakar, ternyata konsumen umumnya berada pada posisi yang lebih rendah dalam

hubungannya dengan pelaku usaha, baik secara ekonomis, tingkat pendidikan, maupun

kemampuan atau daya bersaing/ daya tawar. Kedudukan konsumen ini, baik yang

bergabung dalam suatu organisasi apalagi secara individu, tidak seimbang dibandingkan

dengan kedudukan pengusaha. Oleh sebab itu, untuk menyeimbangkan kedudukan

tersebut dibutuhkan perlindungan kepada konsumen. Adapun pokok-pokok dan

pedomannya telah termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR.16

Sejalan dengan batasan hukum konsumen, maka hukum perlindungan

konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan

melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang

dan/atau jasa konsumen.17

Hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan masalah

konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial ekonomi,

daya saing maupun tingkat pendidikan. Rasionya adalah sekalipun tidak selalu tepat,

bagi mereka yang berkedudukan seimbang, maka mereka masing-masing lebih mampu

mempertahankan dan menegakkan hak-hak mereka yang sah.

16

UUD 1945, Pembukaan Alinea 4 yang berbunyi “Kemudian daripada itu untuk membentuk

suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia ...” 17

Az. Nasution. Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar. (Jakarta: Daya Widya,

1999)., Hlm 66.

Page 26: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Mochtar Kusumaatmadja berpendapat, bahwa hukum konsumen adalah

keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah

antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen,

di dalam pergaulan hidup.18

Ketentuan dalam KUH Perdata yang paling banyak digunakan atau berkaitan

dengan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum mengenai hubungan dan masalah konsumen

adalah pada Buku Ketiga KUH Perdata tentang Perikatan dan Buku Keempat KUH

Perdata tentang Pembuktian dan Daluarsa. Buku Ketiga KUH Perdata memuat berbagai

hubungan dalam perikatan, terjadi baik berdasarkan suatu perjanjian maupun yang lahir

karena undang-undang (Pasal 1233 KUH Perdata). Hubungan hukum konsumen itu

adalah untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu

(Pasal 1234 KUH Perdata).19

Hal ini berkaitan dengan perjanjian jual beli dimana akan

melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Di dalam Buku Keempat KUH Perdata

tentang Pembuktian dan Daluarsa terdapat ketentuan-ketentuan tentang beban

pembuktian dan alat-alat bukti. Hal ini berkaitan erat dengan pertanggungjawaban para

pihak apabila terjadi sengketa dalam jual beli.

Kepustakaan ilmu ekonomi, digunakan berbagai istilah untuk kedua jenis

konsumen tersebut. Di antaranya untuk konsumen dengan tujuan komersial digunakan

istilah intermediate consumer, intermediate buyer, derived buyer, atau consumer of the

industrial market, sedangkan bagi konsumen pengguna barang dan/atau jasa untuk

keperluan sendiri, keluarga atau rumah tangga (konsumen non-komersial), digunakan

18

Ibid. Hlm. 64. 19

Ibid. Hlm. 101.

Page 27: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

istilah ultimate consumer, ultimate buyer, end user, final consumer atau consumer of the

consumer market.20

Posisi konsumen yang dianggap lemah, maka ia harus dilindungi oleh hukum.

Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan

(pengayoman) kepada masyarakat. Sebenarnya hukum konsumen dan hukum

perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik

batasnya. Pendapat lainnya menyatakan bahwa hukum perlindungan konsumen

merupakan bagian dari hukum konsumen yang lebih luas itu.

Az. Nasution berpendapat, hukum perlindungan konsumen merupakan bagian

dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur,

dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum

konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang

mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan

barang dan/atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.21

Az. Nasution menyatakan bahwa asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang

mengatur hubungan dan masalah konsumen itu tersebar dalam berbagai bidang hukum,

baik tertulis maupun tidak tertulis, ia menyebutkan, seperti hukum perdata, hukum

dagang, hukum pidana, hukum administrasi (negara) dan hukum internasional, terutama

konvensi-konvensi yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan konsumen.22

Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang

mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam masyarakat itu, tidak seimbang.

20

Lazo H., Marketing, Alexander Hamilton Institute, 1971, New York. Hlm. 61. 21

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Grasindo: Jakarta, 2000). Hlm.9. 22

Ibid. Hlm. 10.

Page 28: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Merupakan kenyataan bahwa kedudukan konsumen yang berjumlah besar itu,

mempunyai kedudukan sangat lemah dibandingkan dengan para penyedia kebutuhan

konsumen, baik penyedia swasta maupun pemerintah (publik) seperti dalam kasus AJI-

NO-MOTO ini.

Perlindungan konsumen diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang disahkan pada tanggal 20 April 1999.

Dan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen itu disebutkan

bahwa:

“Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”

Melalui pengertian perlindungan konsumen diatas, muncullah kerangka umum

tentang sendi-sendi pokok pengaturan perlindungan konsumen, yang dapat dijabarkan

sebagai berikut:23

a. Kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha;

b. Konsumen mempunyai hak;

c. Pelaku usaha mempunyai kewajiban;

d. Pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada pembangunan

nasional;

e. Perlindungan konsumen dalam iklim bisnis yang sehat;

f. Keterbukaan dalam promosi barang dan/atau jasa;

g. Pemerintah selalu berperan aktif;

h. Masyarakat juga perlu berperan serta;

i. Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam berbagai bidang;

j. Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap.

Menurut pendapat Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyani, untuk sebuah usaha

perlindungan konsumen ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:24

23

Happy Susanto. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Visimedia: Jakarta, 2008). Hlm.5.

Page 29: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung akses dan

informasi, serta menjamin kepastian hukum;

b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan melindungi kepentingan

pelaku usaha pada umumnya;

c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa;

d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang menipu

dan menyesatkan;

e. Memadukan penyelenggaraan, pengembanagn dan pengaturan perlindungan

konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lainnya.

Seyogianya dengan demikian, hukum konsumen berskala lebih luas meliputi

berbagai aspek hukum yang terdapat kepentingan pihak konsumen didalamnya. Kata

aspek hukum ini sangat bergantung pada kemauan untuk mengartikan hukum, termasuk

juga hukum diartikan sebagai asas dan norma. Salah satu bagian dari hukum konsumen

ini adalah aspek perlindungannya, misalnya bagaimana cara mempertahankan hak-hak

konsumen terhadap gangguan pihak lain yang tidak bertanggungjawab.25

B. Konsumen dan Pelaku Usaha

1. Pengertian Konsumen

Pengertian konsumen yang ada didalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa:

24

Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyani ed, Op. Cit., hlm.7 dalam buku Happy Susanto, Ibid.

Hlm. 18. 25

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Grasindo: Jakarta, 2006). Hlm.12.

Page 30: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun

mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Penjelasannya menyebutkan bahwa:

“Didalam kepustakaan ekonomi dikenal konsumen akhir dan konsumen antara.

Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk,

sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk

sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen

dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir.”

Istilah konsumen berasal dari alih bahasa kata consumer (Inggris-Amerika)

atau consument/ konsument (Belanda). Pengertian consumer atau consument itu

tergantung dalam posisi nama ia berada.26

Mariam Darus mendefinisikan konsumen

dengan cara mengambil alih pengertian uang dipergunakan oleh kepustakaan Belanda,

yaitu semua individu mempergunakan barang dan jasa secara konkrit dan riil.27

Munculnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen (yang diberlakukan pemerintah

mulai 20 April 2000), hanya sedikit pengertian normatif yang tegas tentang pengertian

konsumen dalam hukum positif di Indonesia. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)

dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan/TAP MPR Nomor II/MPR/1993 disebutkan

kata konsumen dalam rangka membicarakan tentang penjelasan pengertian konsumen

itu sendiri. Salah satu ketentuan normatif yang memberikan definisi/ pengertian

konsumen adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (diberlakukan pemerintah mulai 5 Maret

2000). Undang-Undang ini memuat definisi tentang konsumen, yaitu setiap pemakai

26

Az. Nasution. Op. Cit., Hlm. 3. 27

Mariam darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional Dan Permasalahannya,

(Kumpulan Karangan, Alumni: Bandung, 1981). Hlm. 48.

Page 31: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

dan/atau pengguna barang dan/atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan orang lain.28

Menurut Munir Faudy, konsumen adalah pengguna terakhir

(end user) dari suatu produk, yaitu setiap pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk

hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.29

Hakikatnya manusia sebagai konsumen dimulai sejak lahir sampai dengan

meninggal dunia, bahkan untuk kondisi tertentu anak yang masih dalam kandungan pun

sudah menjadi konsumen yaitu konsumen yang berkaitan dengan kesehatan tambahan

berupa susu, baik berupa susu bubuk, instan atau jenis susu yang lain yang dikonsumsi

oleh ibu untuk kepentingan anak yang masih di dalam kandungan. Konsumen tidak

hanya terbatas terhadap suatu benda dan/atau barang saja tetapi juga pada jasa. Contoh

konsumen terhadap suatu benda yaitu antara lain perumahan, makanan dll, sedangkan

yang berkaitan dengan jasa antara lain listrik, transportasi, pos, kesehatan, pendidikan

dll.

Pengertian konsumen menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang

terdapat dalam Pasal 1 angka (2), menentukan bahwa konsumen adalah setiap orang

pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan

diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan.30

Kalimat tidak untuk diperdagangkan dari rumusan pasal tersebut di

atas menunjukan bahwa konsumen yang dimaksud dalam Undang-Undang

28

Shidarta, Op. Cit,. Hlm. 2. 29

Munir Faudy, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Pasar Global

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), Hlm. 227. 30

Ibid.

Page 32: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Perlindungan Konsumen adalah konsumen akhir yang artinya tujuan penggunaan

barang dan/atau jasa bukan untuk dijual kembali, sehingga mempunyai tujuan yang

non-komersial, seperti untuk kepentingan pribadi atau rumah tangga, sedangkan

konsumen antara yaitu konsumen yang menggunakan barang dan/atau jasa untuk

kepentingan dijual kembali (komersial).

2. Hak dan Kewajiban Konsumen

Terdapat 8 (delapan) hak yang secara eksplisit dituangkan dalam Pasal 4

Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sementara 1 (satu) hak terakhir dirumuskan

secara terbuka. Hak-hak konsumen itu antara lain:

a. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak-hak konsumen yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen lebih luas daripada hak-hak dasar konsumen sebagaimana yang pertama kali

dikemukakan oleh presiden Amerika Serikat, Jhon F. Kennedy di depan konggres pada

Page 33: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

tanggal 15 Maret 1962, sebagaimana dikutip oleh Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo31

,

yaitu terdiri atas:

1. Hak memperoleh keamanan

Aspek ini terutama ditujukan pada perlindungan konsumen terhadap pemasaran

barang dan/atau jasa yang membahayakan keselamatan jiwa atau diri konsumen.

2. Hak memilih

Hak ini bagi konsumen sebenarnya ditujukan pada apakah ia akan membeli atau

tidak membeli suatu produk barang dan/atau jasa yang dibutuhkannya.

3. Hak mendapat informasi

Hak yang sangat fundamental bagi konsumen tentang informasi yang lengkap

mengenai barang dan/atau jasa yang akan dibelinya, baik secara langsung

maupun secara umum melalui media komunikasi agar tidak menyesatkan.

4. Hak untuk didengar

Hak ini dimaksudkan untuk menjamin kepada konsumen bahwa kepentingannya

harus diperhatikan dan tercermin dalam pola kebijaksanaan pemerintah termasuk

didalamnya turut didengar dalam pembentukan kebijakan tersebut.32

Keempat hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi Hak-hak Asasi

Manusia yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 10

Desember 1948, masing-masing pada Pasal 3, 8, 19, 21 dan Pasal 26, yang oleh

Organisasi Konsumen Sedunia (International Organization of Consumers Union/

IOCU) ditambahkan empat hak dasar konsumen lainnya, yaitu33

:

a. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup;

b. Hak untuk memperoleh ganti rugi;

c. Hak untuk memperoleh pendidikan kosumen;

d. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

31

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (PT. Raja Grafindo

Persada: Jakarta, 2004). Hlm. 39. 32

Ari Purwadi, Aspek Hukum Perdata Pada Perlindungan Konsumen, (Majalah Yudika: FH

UNAIR, 1992). Hlm. 49-50. 33

Sidharta, Op. Cit., Hlm. 2.

Page 34: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Disamping itu, masyarakat Eropa (Europese Economische Gemeenschap atau

EGG) juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen sebagai berikut:

a. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan;

b. Hak perlindungan kepentingan ekonomi;

c. Hak mendapat ganti rugi;

d. Hak atas penerangan;

e. Hak untuk didengar.

Namun tidak semua organisasi konsumen menerima penambahan hak-hak

tersebut, YLKI misalnya, memutuskan untuk menambahkan satu lagi hak sebagai

pelengkap hak dasar konsumen, yaitu hak mendapatkan lingkungan hidup yang

baik dan sehat sehingga keseluruhnnya dikenal sebagai panca hak konsumen.34

Memperhatikan hak-hak yang disebut di atas, maka secara keseluruhan pada

dasarnya dikenal 10 (sepuluh) macam hak terhadap konsumen yaitu:

a. Hak atas keamanan dan keselamatan;

b. Hak untuk memperoleh informasi;

c. Hak untuk memilih;

d. Hak untuk didengar;

e. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup;

f. Hak untuk memperoleh ganti kerugian;

g. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;

h. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat;

i. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya;

j. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.

Di samping hak-hak dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen,

terdapat juga hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal berikutnya, khususnya

34

Ibid. Hlm. 16.

Page 35: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang mengatur tentang

kewajiban pelaku usaha. Karena hak dan kewajiban merupakan antinomi dalam hukum,

sehingga kewajiban pelaku usaha dapat dilihat sebagai hak konsumen.

Sementara itu sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen,

menyebutkan kewajiban yang harus dijalankan oleh konsumen antara lain:

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara

patut.

3. Pengertian Pelaku Usaha

Pengertian pelaku usaha yang terdapat pada Pasal 1 angka (3) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa:

“Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”

Penjelasannya disebutkan bahwa:

“Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan,

korporasi, koperasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.

Page 36: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menyebut 4 (empat) kelompok besar

kalangan pelaku ekonomi yang tiga diantaranya termasuk kelompok pengusaha (pelaku

usaha; baik privat maupun publik), yaitu:35

a. Kelompok penyedia dana (investor), yaitu pelaku usaha atau orang-perorangan

(konsumen), seperti perbankan, lembaga keuangan non bank (koperasi simpan

pinjam atau perusahaan leasing) dan lain sebagainya.

b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa

dari barang-barang dan/atau jasa-jasa lain (bahan baku, bahan

tambahan/penolong dan bahan-bahan lainnya). Mereka dapat terdiri dari

orang/badan usaha yang berkaitan dengan pangan, orang/badan usaha yang

memproduksi sandang, orang/badan usaha yang berkaitan dengan pembuatan

perumahan, orang/badan usaha yang berkaitan dengan jasa angkutan,

perasuransian, perbankan, orang/badan usaha yang berkaitan dengan obat-

obatan, kesehatan, narkotika, dsb.

c. Distributor, yaitu pelaku usaha mendistribusikan atau memperdagangkan barang

dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat, seperti pedagang secara retail,

pedagang kaki lima, warung, toko, supermarket, dsb.

Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka (3) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen cukup luas karena meliputi grosir, leveransir, pengecer, dsb.

Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam

masyarakat Eropa terutama negara Belanda, bahwa yang dapat dikualifikasi sebagai

produsen adalah pembuat produk jadi (finished product), penghasil bahan baku,

pembuat suku cadang, setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen

dengan jalan mencantumkan nama atau tanda pengenal tertentu atau tanda lain yang

membedakan dengan produk asli ataupun pada produk tertentu, importir suatu produk

dengan maksud untuk dijualbelikan, disewakan, disewagunakan (leasing) atau bentuk

distribusi lain dalam transaksi perdagangan, pemasok (supplier) dalam hal identitas dari

35

Suyadi, Buku Ajar: Dasar-Dasar Hukum Perlindungan Konsumen. Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman, 2007. Hlm. 31.

Page 37: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

produsen atau importir tidak ditentukan.36

Tampaklah bahwa pelaku usaha yang

dimaksudkan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen sama dengan cakupan

produsen yang dikenal di Belanda, karena produsen dapat berupa perorangan atau badan

hukum.

4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Sesuai dengan apa yang disebutkan pada Pasal 6 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, hak pelaku usaha adalah:

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidak baik;

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum

sengketa konsumen;

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian

konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sesuai dengan adanya hak bagi pelaku usaha, Undang-Undang Perlindungan

Konsumen juga mengatur tentang kewajiban pelaku usaha selama ia menjalankan

kegiatan ekonomi didalam lalu lintas perdagangan di Indonesia. Kewajiban pelaku

usaha diatur dalam pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu:

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan;

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan

berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

36

Johanes Gunawan, “Product Liability” dalam Hukum Bisnis Indonesia, Pro Justitia, Tahun

XII, Nomor 2, April 1994, Hlm. 7.

Page 38: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang

yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau

jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tantang

itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) BW, bahwa perjanjian harus

dilaksanakan dengan itikad baik.37

Undang-Undang Perlindungan Konsumen

menyatakan bahwa pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan kegiatan

usahanya, sedangkan bagi konsumen diwajibkan beritikad baik dalam melakukan

transaksi jual pembelian barang dan/atau jasa.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen didalamnya tampak bahwa itikad

baik lebih ditekankan pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan dalam

melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha

untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancang/ diproduksi sampai pada tahap

purna penjualan, sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beritikad baik dalam

melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabakan

karena kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang

dirancang/ diproduksi oleh produsen (pelaku usaha), sedangkan bagi konsumen,

37

Ahmadi Miru & Sutarma Yodo. Op. Cit., (Rajawali Pers: Jakarta, 2010). Hlm. 52.

Page 39: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

kemungkinan untuk dapat merugikan produsen dimulai pada saat melakukan transaksi

dengan produsen.38

C. Kebijakan Kriminal

Kebijakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kepandaian,

kemahiran, kebijaksanaan. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai:

“Rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana

pelaksanaan di suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak (tentang

pemerintahan, organisasi dan sebagainya), pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau

maksud, sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran

atau garis haluan”.39

Pembahasan yang berkaitan dengan kebijakan formulasi tidak lepas dari

kebijakan kriminal. Hal ini dikarenakan kebijakan formulasi merupakan bagian dari

kebijakan hukum pidana yang juga merupakan bagian dari kebijakan kriminal.

Kebijakan kriminal merupakan usaha rasional yang dilakukan untuk menanggulangi

kejahatan dalam rangka perlindungan masyarakat.

Sudarto mengemukakan kebijakan kriminal dapat didefinisikan secara sempit,

lebih luas, dan paling luas. Secara sempit kebijakan kriminal dapat diartikan

sebagai keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap

pelanggaran hukum yang berupa pidana. Arti yang lebih luas dari kebijakan

kriminal adalah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk

didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi. Kebijakan kriminal dalam arti

yang paling luas adalah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-

undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan menegakkan norma-norma

sentral dari masyarakat.40

38

Ibid., Hlm.54. 39

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai

Pustaka,Jakarta), Hlm. 131. 40

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Alumni: Bandung, 2006), Hlm. 113-114.

Page 40: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Tujuan dari usaha penanggulangan kejahatan (kebijakan kriminal) selain dalam

rangka perlindungan masyarakat sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, juga

dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan tujuan tersebut

maka, kebijakan kriminal tidak dapat dipisahkan atau merupakan bagian dari kebijakan

yang lebih luas lagi, yaitu kebijakan sosial.41

Kebijakan sosial merupakan usaha rasional

untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dan mencapai kesejahteraan

masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan kriminal yang akan digunakan untuk mencegah

dan menanggulangi kejahatan hendaknya harus benar-benar memperhatikan tujuan

akhir dari kebijakan kriminal itu sendiri yaitu perlindungan dan kesejahteraan

masyarakat.

Kebijakan kriminal dalam rangka mencegah dan menanggulangi kejahatan

dapat ditempuh melalui 2 (dua) sarana. Pertama, kebijakan kriminal dengan

menggunakan sarana penal atau bisa juga disebut sebagai kebijakan hukum pidana atau

kebijakan penal (penal policy). Kedua, melalui kebijakan bukan dengan hukum pidana

atau kebijakan non penal.

Kebijakan penal yang digunakan dalam menanggulangi kejahatan memang

sudah lazim digunakan di Indonesia. Kondisi semacam ini tentu saja tidak

mengenyampingkan kebijakan non penal dalam menanggulangi kejahatan. Tidak dapat

dipungkiri kebijakan non penal juga mempunyai peranan penting dalam mencegah dan

menanggulangi kejahatan. Barda Nawawi Arief menyatakan kebijakan non penal itu

sendiri yaitu:

41

Lihat bagan dalam Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,

(Alumni: Bandung)., Hlm. 3.

Page 41: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

“Kebijakan non penal mempunyai tujuan utama yang strategis yaitu

memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung

mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan, dengan demikian dilihat dari

sudut kebijakan kriminal, keseluruhan kegiatan non penal itu sebenarnya

mempunyai kedudukan yang sangat strategis, memegang posisi kunci yang harus

diintensifkan dan diefektifkan.”42

Melihat kebijakan non penal yang strategis seperti diatas, integrasi dan

keselarasan kebijakan non penal kedalam kebijakan kriminal sebagai usaha preventif

adalah penting adanya. Kebijakan penal dan kebijakan non penal harus dapat dipadukan

secara tepat dalam kebijakan kriminal yang digunakan, sehingga dapat menanggulangi

kejahatan sekaligus mencegah terjadinya kejahatan dengan menangkal atau

meminimalisir faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab timbulnya kejahatan.

Istilah kebijakan penal dapat dikatakan sebagai “kebijakan hukum pidana” dan

menurut Barda Nawawi Arief dapat pula disebut dengan istilah “politik hukum pidana”.

Pada kepustakaan asing, istilah politik hukum pidana ini sering dikenal dengan berbagai

istilah, antara lain penal policy, criminal law policy atau strafrechtspolitiek.43

Pendapat lain mengenai definisi kebijakan hukum pidana dikemukakan oleh

Marc Ancel, dimana ia memberikan definisi penal policy sebagai:

Suatu ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan

hukum positif dirumuskan secara lebih baik. Dengan demikian, yang dimaksud

dengan peraturan hukum positif (the positive rules) dalam definisi Marc Ancel itu

jelas adalah peraturan perundang-undangan hukum pidana. Oleh karena itu, istilah

“penal policy” menurut Marc Ancel adalah sama dengan istilah kebijakan atau

politik hukum pidana.44

Mulder berpendapat bahwa strafrechtspolitiek adalah:

42

Barda Nawawi Arief dan Muladi. Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana (Alumni: Bandung,

1984)., Hlm. 159. 43

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Alumni: Bandung, 1984).

Hlm. 24. 44

Ibid.

Page 42: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Garis kebijakan untuk menentukan:

a. seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau

diperbaharui;

b. apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana;

c. cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana

harus dilaksanakan.

Sesuai dengan kasus yang sedang diteliti oleh peneliti maka untuk kebijakan

non penal ini dapat dilihat dari Pembinaan dan Pengawasan yang dilakukan Pemerintah

dan pihak-pihak yang terkait didalamnya. Pembinaan dan Pengawasan termuat pada

BAB VII Pasal 29 dan 30 Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, yang

berbunyi:

Pasal 29 UUPK

(1) Pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan

konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta

dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

(2) Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau

menteri teknis terkait.

(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas

penyelenggaraan perlindungan konsumen.

(4) Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) meliputi upaya untuk:

a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku

usaha dan konsumen;

b. berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

c. meningkatnya kualitas sumberdaya manusia serta meningkatnya kegiatan

penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan

konsumen diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 30 UUPK

(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta

penerapan ketentuan peraturan perundangundangannya diselenggarakan oleh

pemerintah, masyarakat,dan lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat.

(2) Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.

Page 43: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

(3) Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.

(4) Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata

menyimpang dari peraturan perundangundangan yang berlaku dan

membahayakan konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil

tindakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

(5) Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan

konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan

dapat disampaikan kepada Menteri dan menteri teknis.

(6) Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Kebijakan penal ini terdapat pada BAB XIII Pasal 61-63 tentang sanksi pidana,

yang berbunyi:

Pasal 61 UUPK

Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.

Pasal 62 UUPK

(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,

Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b,

huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00

(dua milyar rupiah).

(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d

dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda

paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap

atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Pasal 63 UUPK

Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan

hukuman tambahan, berupa:

a. perampasan barang tertentu;

b. pengumuman keputusan hakim;

c. pembayaran ganti rugi;

d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian

konsumen;

e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau pencabutan izin usaha.

Page 44: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Kebijakan penal yang termuat di dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, terutama pada Pasal 62 ayat (3) yang mengatur apabila terjadi pelanggaran

yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap ataupun kematian maka akan

diberlakukan ketentuan pidana telah menjelaskan bahwa apabila terjadi pelanggaran

tersebut maka ketentuan pidanalah yang akan menyelesaikannya. Hal ini berkaitan

dengan penegakan hukum pidana. Menurut Barda Nawawi Arief penegakan hukum

pidana adalah:45

Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga

merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum

pidana). Oleh karena itu, sering pula dikatakan, bahwa politik atau kebijakan

hukum pidana juga merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (Law

Enforcement Policy).

Pendapat tersebut menunjukkan hubungan antara kebijakan hukum pidana

dengan kebijakan penegakan hukum dalam rangka menanggulangi kejahatan, dengan

kata lain perkembangan kejahatan yang terjadi dalam masyarakat juga mempengaruhi

kebijakan hukum pidana yang akan digunakan untuk menanggulangi kejahatan tersebut.

Kebijakan penanggulangan kejahatan seperti yang dikemukakan di atas

merupakan bagian dari politik kriminal sehingga kebijakan tersebut juga merupakan

bagian dari usaha perlindungan masyarakat (social defence) dan usaha untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat (social welfare). Oleh karena itu, kebijakan hukum pidana

juga merupakan bagian dari kebijakan sosial (social policy) yang merupakan usaha

untuk memberikan perlindungan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.

45

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op. Cit., Hlm. 26.

Page 45: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Mempelajari kebijakan hukum pidana pada dasarnya mempelajari masalah

bagaimana sebaiknya hukum pidana itu dibuat, disusun dan digunakan untuk mengatur/

mengendalikan tingkah laku manusia, khususnya untuk menanggulangi kejahatan dalam

rangka melindungi dan menyejahterakan masyarakat.46

D. Halalan Thayiban dan Haram

Kata halalan, bahasa arab, berasal dari kata halla, yang berarti lepas atau tidah

terikat. Secara etimologi kata halalan berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan

karena bebas atau tidak terikat pada ketentuan-ketentuan yang melarangnya, atau

diartikan sebagai segala sesuatu yang bebas dari bahaya duniawi dan ukhrawi. Kata

thayyib berarti lezat, baik, sehat, menentramkan dan paling utama.47

Konteks pada

makanan kata thayyib berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau rusak

(kadaluarsa), atau tercampur oleh najis. Ada juga yang mengartikan sebagai makanan

yang mengandung selera bagi yang akan mengkonsumsinya dan tidak membahayakan

fisik serta akalnya. Adapula yang mengartikan sebagai makanan yang sehat,

proporsional dan aman.

Bagi umat Islam, mengkonsumsi yang halal dan baik (thayyib) merupakan

manivestasi dari ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Hal ini terkait dengan

46

Barda Nawawi Arief. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum

Pidana., (Alumni: Bandung)., Hlm. 125. 47

Prof. Dr. Hj. Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal. Pustaka Jurnal

Halal: LPPOM MUI. 2008.

Page 46: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

perintah Allah SWT kepada manusia, sebagaimana yang termaktub dalam Al Qur’an

dalam (QS. Al Maidah: 88), yang artinya:

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah

dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-

Nya” (QS. Al Maidah: 88)

Memakan yang halal dan thayib merupakan perintah dari Allah yang harus

dilaksanakan oleh setiap manusia yang beriman. Bahkan perintah ini disejajarkan

dengan bertaqwa kepada Allah, sebagai sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas.

Perintah ini juga ditegaskan dalam ayat yang lain, seperti yang terdapat pada (QS. Al

Baqarah: 168), yang artinya:

“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat

di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena

sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS. Al Baqarah: 168)

Memakan yang halal dan thayib akan berbenturan dengan keinginan syetan

yang menghendaki agar manusia terjerumus kepada yang haram. Oleh karena itu

menghindari yang haram merupakan sebuah upaya yang harus mengalahkan godaan

syetan tersebut. Mengkonsumsi makanan halal dengan dilandasi iman dan taqwa karena

semata-mata mengikuti perintah Allah merupakan ibadah yang mendatangkan pahala

dan memberikan kebaikan dunia dan akhirat. Sebaliknya memakan yang haram, apalagi

diikuti dengan sikap membangkang terhadap ketentuan Allah STW adalah perbuatan

maksiat yang mendatangkan dosa dan keburukan. Sebenarnya yang diharamkan atau

Page 47: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

dilarang memakan (tidak halal) jumlahnya sedikit. Selebihnya, pada dasarnya apa yang

ada di muka bumi ini adalah halal, kecuali yang dilarang secara tegas dalam Al-Qur’an

dan Hadits.

Menurut LPPOM MUI pada Panduan Umum Sistem Jaminan Halal ada

beberapa ayat yang menyebutkan bahwa dalam Al-Qur’an hanya sedikit yang tidak

halal. Namun dengan perkembangan teknologi, yang sedikit itu bisa menjadi banyak

karena masuk ke dalam makanan olahan secara tidak terduga sebelumnya. Beberapa

larangan yang terkait dengan makanan haram tersebut adalah: 48

a. QS. Al-Baqarah: 168:

“Hai sekalian umat manusia makanlah dari apa yang ada di bumi ini secara

halal dan baik. Dan janganlah kalian ikut langkah-langkah syaitan.

Sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (QS. Al-Baqarah:

168)

b. QS. Al Maidah: 3:

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)

yang disembelih atas nama selain Allah, yang tecekik, yang dipukul, yang jatuh

ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali kamu sempat

menyembelihnya.” (QS. Al Maidah: 3)

48

LPPOM MUI, Panduan Umum Sistem Jaminan Halal (Jakarta: LPPOM MUI, 2008), Hlm.

42-44.

Page 48: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

c. QS. Al-Anam: 145:

“Katakanlah, saya tidak mendapat pada apa yang diwahyukan kepadaku

sesuatu yang diharamkan bagi yang memakannya, kecuali bangkai, darah yang

tercurah, daging babi karena ia kotor atau binatang yang disembelih dengan

atas nama selain Allah. Barang siapa dalam keadaan terpaksa sedangkan ia

tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidaklah berdosa.

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.” (QS. Al-Anam:

145)

d. QS. Al Baqarah: 173:

“Sesungguhnya Allah yang mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging

babi, dan yang disembelih dengan nama selain Allah.” (QS. Al Baqarah: 173)

e. QS. Al-Maidah: 90-91:

“Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya meminum khamr, berjudi,

berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji

termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian

mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu hendak menimbulkan

permusuhan dan perbencian di antara kalian lantaran meminum khamr dan

berjudi dan menghalangi kalian dari mengingat Allah dan shalat, maka apakah

kalian berhenti dari mengerjakan pekerjaan itu.” (QS. Al-Maidah: 90-91)

f. QS. Al-A’raf: 157:

“Dia menghalalkan kepada mereka segala yang baik dan mengharamkan

kepada mereka segala yang kotor.”( QS. Al-A’raf: 157)

Page 49: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Berdasarkan serangkaian ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa

jenis makanan yang diharamkan yaitu:

a. Bangkai dan darah;

b. Babi;

c. Binatang yang disembelih selain menyebut nama Allah SWT; dan

d. Khamer atau minuman yang memabukkan.

E. Sertifikasi dan Labelisasi Halal

Peraturan yang menaungi atas ketentuan sertifikasi dan labelisasi halal antara

lain Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan dan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen itu sendiri. Pasal 34 (1)

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan disebutkan:

“Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang

diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu

bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan agama atau

kepercayaan tersebut”.

Penjelasan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 Pasal 34 ayat (1) disebutkan:

“Dalam ketentuan ini, benar tidaknya suatu pernyataan halal dalam label atau

iklan tentang pangan tidak hanya dapat dibuktikan dari segi bahan baku pangan,

Page 50: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

bahan tambahan pangan, atau bahan bantu lain yang dipergunakan dalam

memproduksi pangan, tetapi mencakup pula proses pembuatannya”.

Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen Pasal 8 huruf (h) disebutkan bahwa:

“Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang

dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,

sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label”.

Sertifikasi halal dan labelisasi halal merupakan dua kegiatan yang berbeda

tetapi mempunyai keterkaitan satu sama lain. Menurut pengertian LPPOM MUI definisi

sertifikasi halal adalah suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal melalui beberapa

tahap untuk membuktikan bahwa penerapan SJH (Sistim Jaminan Halal) di perusahaan

yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan LPPOM MUI dengan melakukan

pengujian secara sistematik. Tujuan akhir dari sertifikasi halal adalah adanya pengakuan

secara legal formal bahwa produk yang dikeluarkan telah memenuhi ketentuan halal. Di

Indonesia lembaga yang otoritatif melaksanakan sertifikasi halal adalah Majelis Ulama

Indonesia (MUI) yang secara teknis ditangani oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-

obatan dan Kosmetika (LPPOM)49

, sedangkan labelisasi halal adalah pencantuman

tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk

49

HAS 23000. Persyaratan Sertifikasi Halal. (LPPOM MUI: IPB Bogor, 2012). Hlm.5.

Page 51: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

yang dimaksud berstatus sebagai produk halal.50

Kegiatan labelisasi halal dikelola oleh

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Menurut Ir. Hendra Utama, disimpulkan bahwa sertifikasi halal berbeda

dengan labelisasi halal. Sertifikasi halal diberikan oleh MUI apabila labelisasi halal

diberikan oleh Badan POM, dengan terlebih dahulu pelaku usaha harus sudah

mengantongi Sertifikat Halal dari MUI barulah pelaku usaha dapat memintakan

pencantuman label halal pada produknya kepada Badan POM.51

Di Indonesia peraturan yang bersifat teknis yang mengatur masalah pelabelan

halal yaitu keputusan bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Agama Republik

Indonesia Nomor 427/Men.Kes/SKBMII/1985 (Nomor 68 Tahun 1985) Tentang

Pencantuman Tulisan Halal Pada Label Makanan, sedangkan ketentuan teknis tentang

pelaksanaan labelisasi yang didasarkan atas hasil sertifikasi halal baru dikeluarkan tahun

1996 yaitu Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 924/Menkes/SK/VII/1996 tentang

Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 82 Menkes/SK/I/1996 Tentang

Pencantuman Tulisan Halal Pada Label Makanan, yaitu dengan menetukan hal yang

temuat dalam Pasal 8, yaitu produsen dan importir yang akan mengajukan permohonan

pencantuman tulisan “halal” wajib siap diperiksa oleh petugas tim gabungan dari

Majelis Ulama Indonesia dan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan yang

ditunjuk oleh Direktur Jenderal. Pasal 11 yang memuat tentang persetujuan

pencantuman tulisan “Halal” diberikan berdasarkan fatwa dari Komisi Fatwa Majelis

50

Sertifikasi dan Labelisasi Halal. Web:

http://lppommuikaltim.multiply.com/journal/item/14/Sertifikasi_dan_Labelisasi_Halal. Diakses tanggal

25 Maret 2011. 51

Hasil wawancara dengan Bapak Ir. Hendra Utama. LPPOM MUI Bogor. 5 Maret 2012.

Page 52: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Ulama Indonesia, serta pada Pasal 12 ayat (1) yang menyatakan bahwa berdasarkan

Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia. Direktur Jenderal memberikan persetujuan bagi

yang memperoleh sertifikat “Halal” dan penolakan bagi yang tidak memperoleh

sertifikat “Halal”.

Page 53: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode

pendekatan yuridis normatif, dengan menggunakan metode pendekatan perundang-

undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Kalaupun ada

digunakan pendekatan yuridis empiris hanyalah sebagai data pendukung dalam

penelitian penelitian ini.

Pendekatan peraturan perundang-undangan adalah pendekatan dengan

menggunakan legislasi dan regulasi.52

Pendekatan perundang-undangan disini dilakukan

dengan menelaah semua undang-undang yang terkait. Yaitu dengan menelaah Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999

Tentang Label dan Iklan Pangan. Sehingga peneliti akan memperoleh gambaran yang

jelas tentang perlindungan konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal pada

sertifikasi dan labelisasi halal.

Pendekatan kasus dalam penelitian normatif bertujuan untuk mempelajari

penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum.

Terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus sebagaimana yang dapat dilihat

dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian. Jelas

52

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Kencana Prenada Media Group, Jakarta,

2010), Hlm. 97.

Page 54: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

kasus-kasus yang telah terjadi bermakna empiris, namun dalam suatu penelitian

normatif, kasus-kasus tersebut dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak

dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum, serta

menggunakan hasil analisisnya untuk bahan masukan (input) dalam eksplanasi hukum.

Penelitian ini, penulis melihat dari kasus AJI-NO-MOTO yang terjadi pada tahun 2000

tentang penggunaan bahan baku bactosoytone dalam campuran penyedap rasanya.

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesifikasi penelitian

deskriptif analitis. Spesifikasi penelitian deskriptif oleh Soerjono Soekanto dalam

bukunya Pengantar Penelitian Hukum, Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang

dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin dengan manusia, keadaan

atau gejala-gejala lainnya, serta hanya menjelaskan keadaan objek masalahnya tanpa

bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku umum.53

Spesifikasi penelitian ini

adalah Inventarisasi Hukum, yaitu dengan mengumpulkan dan mengklasifikasikan

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sertifikasi dan labelisasi halal.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah (PII) Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman, Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Perpustakaan

53

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (UI Press, Jakarta, 1981). Hlm. 10.

Page 55: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Universitas Jenderal Soedirman, LPPOM MUI Bogor, BPOM Jakarta dan YLKI

Jakarta.

D. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data

primer.

1. Data Sekunder (bahan-bahan pustaka), yang meliputi: 54

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat berupa

peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, PP Nomor 69 Tahun

1999 Tentang Label dan Iklan Pangan serta peraturan terkait lainnya.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer, antara lain pustaka di bidang ilmu

hukum dan artikel-artikel ilmiah.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan pendukung di luar bidang hukum, seperti

kamus, ensiklopedia ataupun koran/ majalah yang terkait dengan perlindungan

konsumen dalam hal sertifikasi dan labelisasi halal.

2. Data Primer, yakni data yang diperoleh dari pejabat dalam struktur organisasi,

dalam hal ini adalah melakukan wawancara terhadap:

54

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(Rajawali Press: Jakarta, 1995). Hlm. 39.

Page 56: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

a. Tulus Abadi, S.H., selaku Anggota Pengurus Harian YLKI (Yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia) cabang Jakarta;

b. Ir. Hendra Utama selaku Auditor LPPOM MUI; dan

c. Tiodora M. Sirait, S.H., M.H., selaku Kasubag Penyuluhan Hukum, Biro

Hukum dan Hubungan Masyarakat, Badan Pengawas Obat dan Makanan.

E. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, metode yang digunakan dalam hal pengumpulan bahan

hukum penulis menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data, yaitu:

1. Data Sekunder, diperoleh dengan studi pustaka atau dengan mempelajari

peraturan perundang-undangan, dokumen, arsip-arsip penelitian dan litertur

yang memberikan pengaturan dan penjelasan mengenai bentuk perlindungan

hukum konsumen dalam sertifikasi dan labelisasi halal. Metode pengumpulan

data selain melakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan dan

literatur, juga berupa studi kepustakaan, internet browsing dan telaah artikel

atau jurnal hukum.

2. Data Primer, diperoleh dengan melakukan wawancara, yaitu proses komunikasi

dan interaksi untuk memperoleh informasi dengan mengadakan tanya jawab

secara langsung dengan narasumber yang terkait.

Page 57: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

F. Metode Penyajian Data

Data yang berupa bahan-bahan hukum akan disajikan dalam bentuk teks

naratif, uraian-uraian yang disusun secara sistematis, logis dan rasional. Keseluruhan

data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan

pokok permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.

G. Metode Analisis Data

Sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah

terkumpul, maka seluruh data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis dengan

menggunakan metode normatif kualitatif. Normatif disini dimaksudkan karena

penelitian saya ini bertitik tolak pada peraturan perundangan-perundangan yang berlaku

sebagai norma hukum positif. Sedangkan kualitatif dimaksudkan analisis data bertitik

tolak pada usaha-usaha penemuan asas dan informasi dari narasumber.

Page 58: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, maka diperoleh data sebagai

berikut:

a. Data Sekunder

1.1. Fatwa MUI

1.1.1. Fatwa yang Mengharamkan Penggunaan Bactosoytone

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam rangka Komisi bersama

dengan Pengurus Harian MUI dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan

Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI), pada hari Sabtu, tanggal 20

Ramadhan 1421 H/ 16 Desember 2000 M:

- Menetapkan: FATWA TENTANG PRODUK PENYEDAP RASA

(MONOSODIUM GLUTAMATE, MSG) DARI PT. AJI-NO-

MOTO INDONESIA YANG MENGGUNAKAN

BACTOSOYTONE

1. Poduk penyedap rasa (MSG) dari PT. Ajinomoto Indonesia yang

menggunakan bactosoytone dalam proses produksinya adalah haram.

2. Umat Islam yang karena ketidaktahuannya telah mengkonsumsi penyedap

rasa (MSG) dimaksud tidak perlu merasa berdosa.

3. Menghimbau kepada umat islam agar berhati-hati dalam mengkonsumsi

apapun yang diragukan atau diharamkan oleh agama.

Page 59: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

4. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di

kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan

disempurnakan sebagaimana mestinya.

Agar setiap muslim dan pihak lain yang memerlukan dapat mengetahuinya,

menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini. Ditetapkan di

Jakarta, 20 Ramadhan 1421 H (16 Desember 200 M).

1.1.2. Fatwa Penggunaan Mameno sebagai Pengganti Bactosoytone

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam rapat Komisi bersama

dengan Pengurus Harian MUI dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan

Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI), pada hari Senin, tanggal 25

Dzul Qa’idah 1421 H/ 19 Februari 2001 M:

- Menetapkan: FATWA TENTANG PRODUK PENYEDAP RASA

(MONOSODIUM GLUTAMATE, MSG) DARI PT. AJI-NO-

MOTO INDONESIA YANG MENGGUNAKAN MAMENO

1. Produk penyedap rasa (MSG) dari PT. Ajinomoto Indonesia yang

menggunakan mameno adalah halal.

2. Menhimbau kepada umat Islam agar berhati-hati dalam mengkonsumsi

apapun yang diragukan atau diharamkan oleh agama.

3. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di

kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan

disempurnakan sebagaimana mestinya.

Page 60: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Agar setiap muslim dan pihak lain yang memerlukan dapat mengetahuinya,

menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini. Ditetapkan di

Jakarta, 25 Dzul Qa’diah 1421 H (19 Februari 2001 M).

1.2. Majalah Tempo yang menyoroti kasus AJI-NO-MOTO, antara lain:

1.2.1. Pernyataan Gusdur Bahwa AJI-NO-MOTO Halal

Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa Ajinomoto halal untuk

dikonsumsi. Presiden mengatakan hal ini setelah mendapat laporan dari BPPT,

LIPI dan tiga perguruan tinggi. Alasannya, enzim pankreas babi yang dipakai

dalam Ajinomoto itu dianggap sebagai katalis yang tidak menjadi substansi akhir.

Demikian disampaikan Juru Bicara Kepresidenan Wimar Witoelar usai

mendampingi Presiden Wahid menemui enam orang delegasi hukum Jepang, di

Istana Merdeka, Jakarta.

Hal ini, menurut dia, akan diperjelas dalam konferensi pers yang akan digelar oleh

BPPT, Dirjen POM dan LIPI, Rabu (10/1) pagi untuk memberikan keterangan

ilmiah kepada publik. Saat itu, Gus Dur pun mengutip sebuah kaidah usul fikih

yang menurutnya tepat untuk diterapkan dalam masalah ini. “Kaidah itu adalah,

menghindari kesulitan diutamakan daripada mendatangkan kebaikan” ujarnya.

Menurut presiden, jika Ajinomoto ditutup, maka akan terjadi penutupan penanam

modal di bidang lain. Karena itu Indonesia akan kehilangan investor. “Untuk

menutup Ajinomoto saja, kita akan kehilangan investasi asing sebesar US$ 1,3

Page 61: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

milyar,” ujarnya. Gus Dur pun menggambarkan akan terjadinya pengangguran

secara masif karena masalah ini.

Pernyataan Presiden yang dikutip Wimar, serupa dengan pernyataan Menteri

Kehakiman Jepang, Masahiko Koumura, yang menyatakan bahwa Presiden

Wahid telah menyatakan kepada dirinya sebagai wakil pemerintah Jepang bahwa

produk Ajinomoto boleh dimakan.

Delegasi Jepang, dalam keterangan persnya yang singkat itu, juga sempat

menegaskan kepada wartawan bahwa pemerintah Jepang selalu menekankan

kepada perusahaan maupun pengusahanya yang melakukan aktifitas di Indonesia

agar menaati undang-undang dan hukum yang ada di negara ini. Pemerintah

Jepang juga menilai, proses hukum yang dilaksanakan oleh Indonesia sudah tepat.

Sementara itu, mengenai proses hukum terhadap empat direksi PT Ajinomoto

Indonesia yang ditangkap, Wimar menegaskan bahwa proses hukum tetap akan

dilanjutkan dengan keterangan yang ada sekarang. Ia menambahkan, Presiden

mengetahui bahwa ada aspek-aspek politik yang meresahkan masyarakat apabila

masalah ini terus diperpanjang. “Presiden tidak memandang masalah ini sebagai

masalah agama, namun masalah politik yang menggunakan ketidaktahuan

masyarakat dengan simbol-simbol agama,” imbuh Wimar mengutip Presiden.

1.2.2. Sikap MUI Menyatakan AJI-NO-MOTO Haram

Atas pernyataan Presiden Abdurrahman Wahid soal kehalalan penyedap rasa

Ajinomoto Selasa kemarin (9/1), Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun siap dengan

Page 62: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

jawabannya. MUI tetap menyatakan bahwa bumbu masak itu haram. Din

mengatakan bahwa MUI dapat memahami penjelasan dari sudut ilmu

pengetahuan bahwa enzym babi pada bactosoytone tidak terbawa pada produk

akhir Ajinomoto. Meskipun demikian, ada juga pakar yang menyatakan bahwa

enzym babi itu telah mengalami interaksi dalam proses produksi. Karena itu,

selain mempertimbangkan teori ilmiah, MUI mendasarkan pendapatnya atas

alasan hukum agama yang mempunyai kaidah dan metodologi tertentu. Dalam

penetapan status haram atas Ajinomoto, Komisi Fatwa MUI telah melalui

beberapa kali sidang, termasuk kunjungan ke pabrik di Mojokerto, Jawa Timur,

bersama LP POM MUI. Mereka mendasarkan pada alasan-alasan adanya

pencampuran (ikhtilath) yang bersifat maknawi. Maksudnya, enzym babi yang

digunakan dalam proses produksi Ajinomoto itu telah mengalami interaksi karena

tidak mungkin tidak tercampur secara maknawi (bersenyawa) dengan produk.

Alasan ke dua adalah adanya pemanfaatan (intifa) zat haram dalam proses

produksi. Karena itu, produk akhirnya pun menjadi haram. Sementara itu, saat

ditanya keputusan mana yang harus dipegang masyarakat, apakah penyataan

presiden atau pernyataan MUI, Kiai Sahal Mahfudh menjawab dengan diplomatis

“Silakan saja, terserah keyakinan masing-masing.”

1.2.3. YLKI Melaporkan PT. Ajinomoto Kepada Polda Metro Jaya

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun telah melaporkan tindakan

PT Ajinomoto Indonesia itu, dalam hal ini Tjokorda Bagus Sudarta sebagai

Page 63: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

General Manager PT Ajinomoto Indonesia, ke Polda Metro Jaya. Pasalnya,

dianggap melakukan tindak pidana penipuan berdasarkan ketentuan Pasal 378

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Persoalannya, bagi YLKI terletak

pada pencantuman label halal dalam produk itu. Padahal, MUI telah

mengeluarkan fatwa haram. “Ini kan jelas penipuan,” kata Indah. Sebab, label

dalam suatu produk itu merupakan alat komunikasi produsen dengan konsumen

yang paling efektif. Bila dalam produk itu ada label halal, konsumen dengan

sendirinya akan mempercayai kalau produk itu memang sudah lolos uji.

Meskipun demikian, tanda-tanda bakal selesainya kasus Ajinomoto sudah mulai

kelihatan. Kamis (11/1) malam ini sekitar pukul 20.00 Presiden Direktur PT

Ajinomoto Indonesia Mitsuo Arokawa dan dua manajernya, Tjokorda Bagus

Sidharta dan Yosi R Pura dilepaskan karena ditangguhkan penahanannya. Di Jawa

Timur, pabrik PT Ajinomoto juga telah dibuka segelnya oleh aparat Polda Jatim.

Pembukaan pabrik itu dilakukan atas perintah Kapolda Inspektur Jenderal

Soetanto. Peristiwa itu disaksikan oleh Wakil Presiden Direktur PT Ajinomoto,

Yasusy Oda. Dengan demikian, tidak ada halangan bagi pabrik bumbu masak

investasi Jepang tersebut untuk beroperasi lagi. Setelah segel pabrik di Mojokerto

dibuka, empat bos PT Ajinomoto yang ditahan Polda Jatim pun menghirup udara

segar. Permohonan penangguhan mereka diterima Kapolda. Keempat pimpinan

PT Ajinomoto itu adalah Manajer Quality Control Haryono), Manajer Teknik

Yosiko Ogama, Manajer Pabrik Hari Saksono, dan Manajer Produksi Hartono.

Keempatnya ditahan di Polda Jatim, bersaman dengan penyegelan unit produksi

Page 64: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

dan gudang PT Ajinomoto serta PT Ajinex. Mereka dituduh bertanggung jawab

dalam penggunaan bactosoytone yang mengandung enzim porcine hasil diekstrak

dari pankreas babi. Namun pengacara mereka, Wijono Subagjo, tak mau

membeberkan alasan polisi di balik pembebasan itu. Uniknya, pembebasan itu

terjadi hanya selang beberapa hari setelah Presiden Wahid bertemu Menteri

Kehakiman Jepang dan mengeluarkan fatwa soal kehalalan Ajinomoto.

1.2.4. Kasus AJI-NO-MOTO Diambilalih oleh Mabes Polri

Penanganan penyidikan kasus Ajinomoto diambilalih oleh Mabes Polri. Ini untuk

menuntaskan dan menyeragamkan penanganan kasus tersebut. Hal tersebut

dikatakan secara singkat oleh Kapolri Jendral S. Bimantoro yang menjelaskan,

para tersangka yang sempat ditahan di Polda Jawa Timur dan Polda Metro Jaya

kini berada di tahanan Mabes Polri. Menurut Bimantoro, walaupun Presiden

Abdurrahman Wahid telah mengemukakan bumbu masak Ajinomoto telah halal

dikonsumsi, namun Polri akan meneruskan penyidikan kasus tersebut.

Menanggapi pernyataan Gus Dur, ia mengatakan bahwa pernyataan Presiden

diungkapkan dalam kapasitasnya sebagai sesama ulama dan digunakan sebagai

pembanding saja. Menteri Agama, Tholhach Hasan setuju dengan pendapat yang

diutarakan oleh Kapolri. Menurut dia, perbedaan pendapat adalah hal yang biasa.

1.2.5. Fatwa MUI Menjadi Pegangan Polisi

Page 65: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Meski terjadi silang pendapat antara presiden dengan MUI, Kepala Polri mengaku

tetap berpegang pada fatwa MUI sebagai dasar penanganan kasus Ajinomoto.

Sebab, MUI adalah lembaga resmi penetap fatwa halal dan haram di Indonesia.

Kapolri pun berargumen soal tindakan aparatnya yang telah menangkap delapan

direksi PT Ajinomoto Indonesia. Menurut Bimantoro, polisi memiliki dasar untuk

mengambil tindakan. Namun, dari Surabaya, Wijono Subagjo, kuasa hukum

empat tersangka pimpinan Ajinomoto di Surabaya telah mengajukan permohonan

penangguhan penahanan. Sementara, Wakil Presiden Direktur PT Ajinomoto,

Yasusi Oda, telah dibebaskan karena dinilai tidak mengetahui kebijakan

penggunaan bactosoytone itu. Dalih Wijono mengajukan penangguhan penahanan

itu adalah karena Presiden Abdurrahman Wahid telah menyampaikan

keyakinannya bahwa produk PT Ajinomoto halal. Namun, hingga kini, Polda

Jatim belum memperlihatkan tanda-tanda akan menghentikan proses hukum

terhadap kasus ini. Menurut Kapolri, pernyataan Presiden akan dijadikan

pembanding. Namun polisi tetap berpatokan pada lembaga resmi. Menurutnya

pembanding-pembanding itu akan digolongkan sebagai saksi-saksi ahli yang

nantinya akan dimintakan keterangannya dalam proses penyelesaian penyelidikan

itu, termasuk hasil penelitian laboratorium. Tindakan tegas Polri diambil karena

melihat aspek-aspek keamanan.

Akibat adanya perbedaan pendapat ini, Menteri Perindustrian dan Perdagangan

Luhut Binsar Pandjaitan pun mengaku belum akan mencabut ijin usaha PT

Ajinomoto Indonesia. Karena pada dasarnya ia mengaku telah melakukan

Page 66: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

pembinaan dan pengawasan dengan mengatur perdagangan makanan maupun

minuman dengan sebelumnya harus melalui mekanisme pendaftaran yang

dilakukan oleh Badan POM. Namun hal ini akan ditindak lanjuti bersamaan

dengan instansi yang terkait dengan kasus tersebut. Karena pertimbangan ini,

maka walau Luhut Binsar telah menetapkan untuk menarik produk yang telah

beredar, pemerintah belum akan mengambil langkah pencabutan.

1.2.6. Badan POM Melakukan Penarikan Produk AJI-NO-MOTO

Kendati sudah dinyatakan halal oleh Presiden Abdurrahman Wahid, Direktorat

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Departemen Kesehatan tetap pada

kebijakan menarik semua produk Ajinomoto yang mengandung Bactosoytone.

Demikian dikemukakan Dirjen POM Depkes HM Sampurno kepada pers di

Jakarta usai pertemuan soal Ajinomoto yang diselenggarakan di Departemen

Agama Jakarta. Produk Ajinomoto yang ditarik dari pasaran itu nantinya sudah

disepakati untuk dijadikan komoditi ekspor. Sedangkan produk baru Ajinomoto

yang baru tentunya tanpa Bactosoytone akan diedarkan di pasaran Indonesia.

Kesepakatan itu adalah komitmen dari Ajinomoto meskipun sudah ada pernyataan

dari Presiden Abdurrahman Wahid bahwa bumbu masak itu halal dikonsumsi

umat Islam. MUI sendiri juga masih mengharamkan produk Ajinomoto yang

tengah ditarik dari pasaran. Bahkan sertifikasi halal produk Ajinomoto yang kini

peredaran di pasaran sudah dicabut. Kehalalan Ajinomoto dipersoalkan MUI pada

akhir Desember 2000 setelah ditemukan bahwa pengembangan bakteri untuk

Page 67: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

proses fermentasi tetes tebu (molase) mengandung bactosoytone (nutrisi untuk

pertumbuhan bakteri itu). Bactosoytone sendiri merupakan hasil hidrolisa enzim

kedelai dengan biokatalisator porcine yang berasal dari pankreas babi. Ajinomoto

diduga telah mengubah nutrisi itu pada produksi sejak bulan Juni 2000 dan

sebelumnya mereka menggunakan polypeptone.

Surat Peringatan MUI sendiri dilontarkan 19 Desember 2000 yang ditanda tangani

oleh Ketua MUI Prof.Dr.Umar Shihab dan Sekretaris Umum Dr. Din Syamsudin.

Dalam surat bernomor U-558/MUI/XII/2000 itu juga menyebutkan bahwa PT

Ajinomoto telah mengubah salah satu bahan nutrisi yang digunakan dalam proses

pengembangbiakkan kultur bakteri yaitu polypeptone menjadi bactosoytone

sehingga produk bumbu masak itu tercampur enzim yang berasal dari babi. MUI

juga meminta agar perusahaan bersangkutan sekuat tenaga segera melakukan

penarikan itu secepat mungkin sehingga produk yang beredar di pasar hanya

produk baru Ajinomoto yang tanpa Bactosoytone.

1.2.7. Hasil Kesepakatan Pemerintah terkait Kasus AJI-NO-MOTO

Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Depkes dan Kesos memerintahkan

PT Ajinomoto Indonesia untuk menarik produk bumbu masaknya dari pasaran

dalam jangka waktu tiga minggu. Hal ini sesuai dengan hasil pertemuan antara

unsur Depdag, Depkes, MUI dan Lembaga Pengawasan (LP) POM MUI yang

memutuskan menarik produk Ajinomoto terhitung mulai tanggal 3 Januari 2001.

Page 68: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Di samping itu, pertemuan itu juga memutuskan bahwa PT Ajinomoto harus

segera mengganti bahan baku yang mengandung enzim porcine (babi)

Bactosoytone dengan bahan yang halal yakni mameno (asam chlorida). Ketika

ditanya sistem untuk membedakan produk lama dan baru bumbu masak itu,

Sampurno menjelaskan, dalam dua minggu mendatang, perusahaan itu akan

melaporkan sistem proses produksinya yang menggunakan bahan halal dan

mengganti label kemasannya dengan yang baru pula. Lebih lanjut dijelaskan,

proses pembuatan bumbu masak itu menggunakan bakteri yang dibiakkan dalam

media yang mengandung nutrisi Bactosoytone berbahan baku enzim dari kedelai

dan porcine (babi). Bahan ini kemudian dipakai dalam fermentasi tetes tebu. Hasil

fermentasi tersebut, melalui proses pemurnian dan kristalisasi, menghasilkan asam

glutamat murni yang ditambah soda air. Selanjutnya, dilakukan pemurnian

menjadi monosodium glutamat (MSG) atau bumbu masak.

Mengutip laporan direksi Ajinomoto, Sampurno mengatakan, produksi bumbu

masak yang menggunakan bahan tidak halal mulai dilakukan pada Oktober-

November 2000. Total produksinya mencapai 10 ribu ton. Tiga ribu ton di

antaranya dipasarkan di dalam negeri, sedang 7.000 ton diekspor.

Sebelumnya, Sekretaris Umum MUI, Din Syamsuddin, mengatakan, PT

Ajinomoto telah mengubah sistem proses produksinya dari bahan yang halal

menjadi tidak halal pada Oktober-November 2000. Untuk itu, MUI mengeluarkan

Surat No.U-558/MUI/XII/2000 tertanggal 19 Desember 2000. Isinya meminta PT

Ajinomoto Indonesia menarik produk bumbu masak yang diedarkan dan

Page 69: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

diproduksi sebelum 23 November. Sebab, sesuai dengan pemeriksaan LP POM

MUI, terdapat bahan Bactosoytone yang mengandung enzym babi. MUI juga

meminta umat Islam untuk tidak mengkonsumsi bumbu masak Ajinomoto

sebelum ada keputusan fatwa MUI baru yang menyatakan bahwa produk bumbu

masak itu telah menggunakan bahan baku yang halal. PT Ajinomoto sendiri telah

menyatakan kesanggupannya menarik semua produk tidak halal itu secepatnya.

1.2.8. YLKI menolak SP3 Kasus Ajinomoto

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak Surat Penghentian

Penyidikan Perkara (SP3) yang dikeluarkan oleh Mabes Polri atas kasus

Ajinomoto. Demikian diungkapkan oleh Kepala Advokasi dan Bantuan Hukum

YLKI, Diah Indriantari. Pihaknya menurut Tari mengadukan Ajinomoto,

produsen konsumen bumbu masak itu kepada polisi, karena membuat ulah dengan

mengganti polypeptone dengan bactosoytone dalam produknya

itu. Bactosoytone yang dibuat dengan enzim porcine ini diduga keras dan menurut

fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengandung bahan yang diharamkan umat

muslim di Indonesia. Bactosoytone diduga berasal dari lemak babi. Lebih lanjut

Tari mengatakan, menurut pasal 22 Undang Undang Nomor 8/1999 tentang

Perlindungan konsumen, tidak diperlukan bukti-bukti baru. Hal ini bertentangan

dengan alasan polisi mengeluarkan SP3, karena unsur kesalahannya adalah

pembuktian terbalik.

Page 70: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan

beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa

untuk melakukan pembuktian. Dengan demikian, YLKI beranggapan bahwa SP3

yang dikeluarkan oleh pihak kepolisian tidak beralasan. Selain itu, YLKI menilai

bahwa dengan dikeluarkannya SP3 oleh pihak kepolisian, berarti penegakan

hukum, khususnya penegakan hukum di bidang hukum perlindungan konsumen

telah tidak diselenggarakan oleh pejabat yang berwenang.

Oleh karena itu pula, YLKI mempertanyakan apakah dengan kondisi yang

demikian, perlu penegakan hukum oleh rakyat sendiri. Misalnya, melalui

pengadilan atau dengan pemboikotan atau penolakan terhadap Ajinomoto.

Mengenai gugatan terhadap pihak Ajinomoto sendiri, pernah diajukan oleh

Yasayan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Gugatan perdata yang diajukan

oleh YLKI tersebut merupakan gugatan class action pertama yang berdasar pada

Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pelanggaran yang dimaksud adalah

pelanggaran terhadap Pasal 4 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Dalam pasal tersebut, konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang

benar, jelas, dan jujur tentang kondisi dan jaminan barang dan atau jasa. Kondisi

dimaksud, termasuk kondisi kehalalan produk dan jaminan halal pada label

produk. Pelanggaran lain yang terjadi adalah pelanggaran pada kewajiban pelaku

usaha sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 huruf b Undang-Undang

Perlindungan Konsumen. Yaitu, kewajiban pihak Ajinomoto untuk memberikan

Page 71: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang kondisi dan jaminan barang dan atau

jasanya. Selain itu, YLKI juga melihat dengan jelas adanya pelanggaran pihak

Ajinomoto terhadap ketentuan Pasal 8 huruf a, f, dan h Undang-Undang

Perlindungan Konsumen. Pasalnya, terdapat larangan bagi pelaku usaha untuk

memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa tidak sesuai

standar dan perundang-undangan, tidak sesuai janji sebagaimana tercantum dalam

label, dan tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana

pernyataan halal yang dicantumkan pada label. PT Ajinomoto Indonesia pun

dapat digugat menurut UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. Mereka diancam hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.

Namun hingga kini, juga tidak jelas apakah proses gugat menggugat itu masih

berjalan atau tidak.

1.3. Putusan SP3 untuk kasus AJI-NO-MOTO oleh Mabes Polri, yaitu:

Penyidikan kasus Ajinomoto dihentikan oleh kepolisian karena dinilai tidak cukup

bukti. Hasil pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik Polri maupun Laboratorium

Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan pada saat itu, yang bekerja

sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan, tidak

terdapat unsur babi dalam penyedap masakan (monosodium glutamat/ MSG)

produksi PT Ajinomoto. Namun, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

tetap berkeyakinan, MSG yang dibuat dengan bahan penolong bactosoytone haram.

Kalaupun tidak terdeteksi, bukan berarti unsur babi tidak ada. Yang jelas,

Page 72: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

bactosoytone sudah tercemar najis dan tidak disucikan secara Islam, sehingga produk

akhirnya juga terkena najis.

Walau tidak terdeteksi, bukan berarti tidak ada unsur babi. Najis dalam Islam, lanjut

Hasanudin, ada dua. Yaitu, najis a'ini yang bisa dilihat, diraba, dicium (baunya), serta

najis hukmi yang tidak terlihat, tercium (baunya), maupun teraba. MSG termasuk

najis hukmi. Tanggal 19 Desember MUI memanggil manajemen PT Ajinomoto,

meminta perusahaan terkait menarik produk dari peredaran serta minta maaf kepada

masyarakat khususnya umat Islam. Pihak Ajinomoto mengakui hal itu.

Bukan masalah materi, Menurut Dr Ir Anton Apriyantono dari Jurusan Teknologi

Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB), masalah halal dan haram bukan

hanya masalah materi. Apalagi semua teknik deteksi yang dikenal di dunia ilmiah

mempunyai keterbatasan. Bagaimana bisa memilah jenis protein dari enzim porcine

protease dengan protein dari kacang kedelai. Selain itu, ada keterbatasan

kemampuan mendeteksi, jika jumlah zat terlalu kecil. Dari sisi produksi

bactosoytone, berdasarkan proses enzimatis yang dipelajari Anton dan kolega di IPB,

secara komersial hampir tidak ada yang memisahkan enzim dari hidrolisat. Enzim

adalah protein, demikian juga kandungan terbesar kedelai. Karena bactosoytone

untuk makanan bakteri, bukan manusia, dianggap tidak ada gunanya memisahkan

enzim. Kesimpulannya, enzim itu ada dalam bactosoytone.

Komisaris Polisi Alex Rewos dari Sub Direktorat Industri dan Perdagangan

Direktorat Pidana Tertentu Korps Reserse Mabes Polri menyatakan, penyidikan

perkara Ajinomoto dihentikan karena tidak cukup bukti. Hal ini dikarenakan hasil

Page 73: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

pemeriksaan Puslabfor maupun POM menyatakan, tidak ditemukan porcine dalam

MSG. Selain itu, ada sertifikat dari Difco Australia yang menyatakan bactosoytone

berasal dari unsur nabati. Ketika dicoba dikirim ke kejaksaan, berkas perkara tiga

kali dikembalikan oleh jaksa penuntut umum untuk dilengkapi. Akhirnya diputuskan

untuk dihentikan penyidikannya. Namun, jika kemudian ditemukan bukti-bukti baru

yang mendukung tindak pidana, perkara dapat dibuka kembali.

b. Data Primer

2.1. LPPOM MUI

Berdasarkan hasil wawancara tanggal 5 Maret 2012 dengan Ir. Hendra

Utama selaku Auditor LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan

Kosmetika Majelis Ulama Indonesia) yang berkantor di kampus IPB (Institut

Teknologi Bogor), diperoleh keterangan sebagai berikut:

2.1.1. Sertifikasi Halal berbeda dengan Labelisasi Halal. Sertifikasi halal diberikan

oleh MUI apabila Labelisasi Halal diberikan oleh Badan POM, dengan

terlebih dahulu pelaku usaha harus sudah mengantongi Sertifikat Halal dari

MUI barulah pelaku usaha dapat mencantumkan label halal pada

produknya.

2.1.2. Menurut LPPOM MUI, pada saat itu memang benar produk penyedap

makanan AJI-NO-MOTO mengandung bactosoytone. Menurut pemeriksaan

laboratorium yang dilakukan oleh LPPOM MUI, sebenarnya penggunaan

bactosoytone adalah hanya sebagai bahan medium saja, atau dapat diartikan

Page 74: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

hanya digunakan sebagai enzim tambahan yang membantu untuk

memotong-motong kecil mikroba dan bakteri baik yang ada di dalam

komposisi pembuatan penyedap makanan AJI-NO-MOTO tersebut sehingga

produk akhirnya memang tidak terkandung unsur babi. Terdapat perbedaan

pendapat yang dikemukakan oleh peneliti maupun MUI. Karena menurut

MUI, mengapa mereka mengeluarkan fatwa haram adalah berdasarkan 2

(dua) alasan, yaitu:

a. Dianggap haram apabila dalam proses produksinya bersentuhan/

bercampur dan/atau telah bersinggungan dengan unsur babi, dan

b. Dianggap haram karena dalam proses produksinya ada pemanfaatan

unsur babi.

2.1.3. LPPOM MUI selalu memberi rambu-rambu kepada setiap produsen yaitu

apabila ingin mengganti bahan baku pembuatan produknya sebelum jangka

waktu Sertifikat Halalnya masih berlaku, maka pelaku usaha wajib

memberitahukan kepada LPPOM MUI agar dapat dilakukan audit.

2.1.4. Upaya yang dilakukan LPPOM MUI sebagai upaya melakukan

perlindungan hukum terhadap konsumen antara lain adalah:

a. Melakukan product record dengan mengisolasi semua produk yang

memiliki page number atau kode produksi yang pada saat itu bahannya

telah diganti dengan bactosoytone lalu produk tersebut ditarik dari

pasaran di seluruh Indonesia.

Page 75: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

b. Melakukan pengauditan ulang yang dilakukan oleh LPPOM MUI, Badan

POM dan Departemen Agama.

c. Setelah adanya kasus tersebut tindakan yang dilakukan adalah melakukan

penarikan/ recall di pasaran wilayah Indonesia dan pemusnahan bahan

yang telah dinyatakan ketidak-halalannya. Pemusnahan ini disaksikan

oleh auditor internal.

d. LPPOM MUI melakukan perintah penggantian bahan baku pembuatan

produk penyedap makanan AJI-NO-MOTO tersebut dari bactosoytone

menjadi mameno.

2.1.5. Terjadinya kasus AJI-NO-MOTO tersebut telah dianggap sebagai pelajaran

yang berharga bagi LPPOM MUI. Menurut Ir. Hendra Utama masih banyak

kelemahan yang terjadi, yaitu:

a. Masih kurang sejalannya koordinasi dengan instansi terkait;

b. Masih belum berjalannya peraturan-peraturan yang telah dibuat;

c. Kesadaran pelaku usaha untuk memberikan informasi bahan baku yang

digunakan pada produknya masih kurang;

d. Ketidaktahuan pemerintah dalam proses sertifikasi dan labelisasi halal

secara menyeluruh; dan

e. Ketidaksepahaman arti halal dan haram antara ahli dan ulama MUI.

Karena MUI berpedoman kepada Al-Quran dan Hadist, sedangkan ahli

berpedoman kepada teknologi.

Page 76: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

2.2. Badan POM

Berdasarkan hasil wawancara tanggal 22 Februari 2012 dengan Tiodora M.

Sirait, S.H., M.H., selaku Kasubag Penyuluhan Hukum, Biro Hukum dan Hubungan

Masyarakat, Badan Pengawas Obat dan Makanan, diperoleh keterangan sebagai

berikut:

2.2.1. Badan POM melakukan pengawasan secara pre-market dan post-market.

Evaluasi pre-market adalah pengawasan sebelum barang dipasarakan

dengan cara produsen/ pelaku usaha mengajukan fakta-fakta mengenai

produknya untuk dilakukann pra penilaian agar mendapatkan nomor

regristrasi dengan syarat tertentu. Pengawasan post-market adalah

pengawasan yang dilakukan setelah barang beredar untuk mengetahui

apakah produk yang didaftarkan berubah atau tidak. Badan POM

bertanggung jawab terhadap penilaian kembali terhadap produk yang telah

memiliki izin edar.

2.2.2. Adapun tindakan represif saat itu adalah pemusnahan produk AJI-NO-

MOTO yang telah terindikasi menggunakan bactosoytone dan juga

menginstruksikan kepada masyarakat untuk tidak menggunakan produk

yang telah mengandung bactosoytone.

2.2.3. Badan POM setelah terjadinya kasus ini juga membentuk ULPK (Unit

Layanan pengaduan Konsumen) agar antara pemerintah dan konsumen

dapat bekerjasama dalam memberantas produk-produk yang dinilai tidak

layak edar.

Page 77: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

2.2.4. Baik peran dan tanggung jawab yang dilakukan oleh Badan POM saat itu

sebenarnya sudah melakukan pengawasan maupun pembinaan dengan

maksimal. Pengawasan sudah diberikan dengan melakukan koordinasi tugas

dan tanggung jawab masing-masing instansi. Yaitu dengan Departemen

Perdagangan sebagai koordinator pembinaan dan pengawasan akan

mengedarkan barang dan/atau jasa yang dihasilkan produsen apabila sudah

lolos dari pemeriksaan MUI dengan penerbitan sertifikat halal maupun telah

lolos pengujian dalam pemberian label halal oleh Badan POM.

2.3. YLKI

Berdasarkan hasil wawancara tanggal 22 Februari 2012 dengan Tulus Abadi

selaku anggota pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)

Jakarta, diperoleh keterangan sebagai berikut:

2.3.1. Secara regulasi, baik di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

dan Undang-Undang Pangan untuk masalah sertifikasi halal adalah masih

belum menjadi kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha/ bersifat

fakultatif, namun akan menjadi wajib melakukan kegiatan sertifikasi halal

apabila pelaku usaha telah mencantumkan label halal pada produknya. Jadi,

apabila pelaku usaha telah mencantumkan label halal namun tidak memiliki

Sertifikat Halal dari MUI maka ini dapat dikatakan pelaku usaha telah

melakukan pelanggaran yang dapat dikenai sanksi secara perdata, pidana

maupun administratif.

Page 78: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

2.3.2. Secara teknis, dalam sertifikasi halal akan di cek 2 (dua) tahun sekali.

Pengecekan ini dilakukan secara proaktif oleh perusahaan yang

bersangkutan maupun oleh Badan POM. Terdapat kecenderungan bahwa

sertifikasi halal hanya menjadi komoditas ekonomi. Hal ini dikarenakan di

Indonesia memiliki penduduk yang mayoritas adalah beragama islam. Jadi

produk halal adalah suatu hal yang sangat penting.

2.3.3. Adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen maupun peraturan

perundang-undangan yang saling terkait, sudah merupakan suatu bentuk

perlindungan hukum terhadap konsumen. Jadi konsumen tidak perlu takut

apabila ada indikasi konsumen dirugikan, namun konsumen lebih dihimbau

untuk lebih berhati-hati dan lebih pintar dalam memilih produk-produk yang

aman bagi mereka.

2.3.4. Saat terjadi kasus tersebut, baik pemerintah dan pihak kepolisian masih

tidak serius. Karena saat itu, pihak kepolisian hanya melakukan recall atau

penarikan kembali produk-produk dari pasaran sesuai dengan nomor

produksi pada saat PT. Ajinomoto mengeluarkan produk penyedap makanan

AJI-NO-MOTO. Menurut YLKI sendiri, upaya tersebut masih merupakan

upaya secara perdata saja, belum mencakup upaya lainnya, misal belum

melakukan upaya pro justice/ melakukan upaya pada dimensi pidana.

2.3.5. Tindakan yang dilakukan oleh YLKI saat itu adalah melakukan pelaporan

ke Polda Metro Jaya sebagai delik aduan, namun karena dinilai sudah

menjadi kasus dengan level nasional maka perkara ini dilimpahkan kepada

Page 79: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Mabes POLRI. Alasan yang digunakan oleh YLKI dalam mengajukan

pelaporan antara lain karena:

a. Adanya fatwa MUI yang menyatakan bahwa produk AJI-NO-MOTO

tersebut adalah haram;

b. Adanya desakkan dari masyarakat untuk menyelesaikannya dalam ranah

hukum. Pengaduan tersebut datang dari berbagai golongan masyarakat

terutama ibu rumah tangga;

c. Polisi dianggap belum menyentuh aspek kepidanaan, padahal ini jelas-

jelas telah melanggar dari hak-hak konsumen yang ada di Undang-

Undang Perlindungan Konsumen maupun Undang-Undang Pangan;

d. Kasus ini ada aspek coorporate crime yang seharusnya ganti rugi yang

diberikan akan lebih besar daripada apabila pelanggaran tersebut

dilakukan oleh perseorangan;

e. Upaya pembelajaran dalam menguji keeksistensian dari Undang-Undang

Perlindungan Konsumen yang pada saat itu masih berumur 1 (satu)

tahun.

2.3.6. Kasus AJI-NO-MOTO tidak berjalan dengan lancar karena kasus tersebut

dihentikan penyidikannya atau dengan kata lain di SP3 (Surat Perintah

Penghentian Penyidikan). Hal ini dikarenakan adanya alasan polisi karena

adanya pembuktian terbalik dan ada indikasi dimensi politik yang pada saat

itu Gusdur selaku Presiden melalui juru bicaranya yaitu Wimar Witoelar,

Page 80: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

menyatakan bahwa produk penyedap makanan AJI-NO-MOTO tersebut

halal.

2.3.7. Menurut YLKI, eksistensi Undang-Undang Perlindungan Konsumen sendiri

ada 2 (dua) pendapat. Pertama, Undang-Undang Perlindungan Konsumen

secara teori telah dibuat dengan pengaturan pasal-pasal yang ada di

dalamnya bersifat radikal/ sangat mendasar dan progressive/ sangat maju

sesuai dengan perkembangan teknologi pada saat ini. Misalnya pada saat ini

telah diatur tentang class action/ gugatan perwakilan. Kedua, Undang-

Undang Perlindungan Konsumen secara implementasi memang belum

optimal. Mengetahui efektif atau tidaknya suatu hukum apalagi pada hukum

yang baru, tidak hanya melihat dari konteks of law/ pasal-pasalnya saja,

namun dipengaruhi oleh aspek culture/ kebudayaan yang ada di Indonesia.

Ada 2 (dua) aspek yaitu dapat dilihat dari sistim penegakan hukumnya dan

infrastruktur/ perangkat hukumnya. Misal pada saat kasus AJI-NO-MOTO

itu muncul dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen baru berlaku

selama 1 (satu) tahun, banyak hakim yang tidak mengerti bagaimana

menerapkan hukum yang tepat.

2.3.8. Pihak-pihak yang berwenang dianggap masih belum bisa menuangkan

pasal-pasal yang ada di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ke

dalam suatu sanksi yang tegas, YLKI selaku pelopor pembentuk Undang-

Undang Perlindungan Konsumen sering memberikan pendidikan, pelatihan

maupun ketrampilan dalam mengimplementasikan Undang-Undang

Page 81: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Perlindungan Konsumen dalam sebuah kasus. Hal ini diharapkan apabila

terjadi kasus yang dapat merugikan konsumen maupun pelaku usaha,

Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat menegakkan hukum dan

memberikan keadilan bagi konsumen maupun pelaku usaha.

B. Pembahasan

1. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dilihat Dari Aspek

Kebijakan Kriminal

Terlebih dahulu penulis akan memaparkan apa yang dimaksud dengan definisi

perlindungan hukum, sebelum membahas rumusan masalah pertama. Pengertian

perlindungan adalah tempat berlindung, hal (perbuatan dan sebagainya)

memperlindungi.55

Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang

Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memberikan definisi perlindungan

adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang

dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan,

pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan

pengadilan. Definisi perlindungan lainnya tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor

2 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi dalam

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, yaitu perlindungan adalah suatu bentuk

pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan

untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari

55

Kamus Besar Bahasa Indonesia. www.artikata.com. Diakses tanggal 10 April 2012.

Page 82: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada

tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

Pengertian Hukum selanjutnya dikemukakan oleh J.C.T. Simorangkir dan

Woerjono Sastropranoto, hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa,

yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh

badan-badan resmi yang berwajib. Menurut R. Soeroso SH, definisi hukum adalah

himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur

tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta

mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang

melanggarnya.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, Pengertian hukum yang memadai

seharusnya tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan

asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula

mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu

dalam kenyataan.56

Perlindungan hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan

(hal tahu peraturan) untuk menjaga dan melindungi subjek hukum, berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.57

Pada umumnya perlindungan hukum

merupakan bentuk pelayanan kepada seseorang dalam usaha pemulihan secara

emosional.

56

Putra. 2009. Definisi Hukum Menurut Para Ahli: www. putracenter.net. Diakses tanggal

10 April 2012. 57

Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Buku Satu. Balai Pustaka. Jakarta. 1989, hlm.

874

Page 83: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Perlindungan hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah suatu hal atau

perbuatan untuk melindungi subjek hukum berdasarkan pada peraturan perundang-

undangan yang berlaku disertai dengan sanksi-sanksi bila ada yang melakukan

Wanprestasi.58

Pengertian perlindungan hukum lainnya menurut Soedikno

Mertokusumo yaitu perlindungan hukum adalah adanya jaminan hak dan kewajiban

manusia dalam rangka memenuhi kepentingan sendiri maupun didalam hubungan

dengan manusia lain.59

Kata perlindungan di atas menunjukkan adanya pelaksanaan atas

penanganan kasus yang dialami dan akan diselesaikan menurut ketentuan hukum yang

berlaku secara penal maupun non penal dan juga adanya kepastian-kepastian usaha-

usaha untuk memberikan jaminan-jaminan pemulihan yang dialami.

Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan konsumen” sudah sangat

sering terdengar. Pengertian hukum perlindungan konsumen merupkan bagian dari

hukum konsumen yang lebih luas. Misalnya yang dikemukakan oleh Az. Nasution,

yang berpendapat:

Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang

memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat

yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan

sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan

dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau

jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.60

Az. Nasution dalam bukunya Shidarta menyatakan, asas-asas dan kaidah-

kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah konsumen itu tersebar dalam

berbagai bidang hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis. Ia menyebutkan, seperti

58

Soedikno Mertokusumo. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Liberty. Yogyakarta.

1991,hlm.9. 15 Ibid 59

Ibid. 60

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Grasindo: Jakarta, 2000). Hlm.9.

Page 84: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

hukum perdata, hukum dagang, hukum pidana, hukum administrasi (negara) dan hukum

internasional, terutama konvensi-konvensi yang berkaitan dengan kepentingan

konsumen.61

Pengetian konsumen itu sendiri menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa:

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun

mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Penjelasannya menyebutkan bahwa:

“Didalam kepustakaan ekonomi dikenal konsumen akhir dan konsumen antara.

Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk,

sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk

sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen

dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir.”

Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dri kata consumer (Inggris-Amerika)

atau consument/ konsument (Belanda). Pengertian consumer atau consument itu

tergantung dalam posisi nama ia berada.62

Mariam Darus mendefinisikan konsumen

dengan cara mengambil alih pengertian uang dipergunakan oleh kepustakaan Belanda,

yaitu semua individu mempergunakan barang dan jasa secara konkrit dan riil.63

Pada

kasus ini yang disebut konsumen adalah masyarakat yang terdapat di wilayah Indonesia

61

Az. Nasution, Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum pada

Perlindungan Konsumen Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995). Hlm. 64. 62

Az. Nasution. Op. Cit., Hlm. 3. 63

Mariam darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional Dan Permasalahannya,

(Kumpulan Karangan, Alumni: Bandung, 1981). Hlm. 48.

Page 85: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

yang telah menggunakan produk penyedap makanan AJI-NO-MOTO secara konkrit dan

riil.

Selain tentang hukum perlindungan konsumen, pembahasan ini mencakup

materi dimensional tentang kebijakan kriminal. Hal ini dikarenakan ada hak konsumen

yang dilanggar oleh pelaku usaha yaitu sesuai dengan Pasal 4 huruf (c) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen yang menyatakan konsumen berhak atas informasi yang benar,

jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Saat itu PT.

Ajinomoto tidak memberitahukan kepada masyarakat karena telah mengganti salah satu

bahan baku yang awalnya menggunakan polypeptone menjadi bactosoytone yang

diindikasi oleh MUI merupakan enzim yang berasal dari pankreas babi. Adanya

pelanggaran ini maka dibutuhkan upaya untuk memberikan suatu perlindungan hukum

kepada konsumen. Upaya perlindungan hukum kepada konsumen ini tercermin pada

penanggulangan kejahatan dengan kebijakan kriminal.

Beberapa pendapat yang dikemukanan para sarjana tentang pengertian dari

kebijakan kriminal, diantaranya yang dikemukakan oleh Sudarto maupun Muladi.

Pertama menurut Sudarto, pengertian kebijakan kriminal adalah:

Kebijakan kriminal dapat didefinisikan secara sempit, lebih luas, dan paling

luas. Secara sempit kebijakan kriminal dapat diartikan sebagai keseluruhan asas dan

metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa

pidana. Arti yang lebih luas dari kebijakan kriminal adalah keseluruhan fungsi dari

aparatur penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan

polisi. Kebijakan kriminal dalam arti yang paling luas adalah keseluruhan

kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi,

yang bertujuan menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.64

64

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Alumni: Bandung, 2006), Hlm. 113-114.

Page 86: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Kedua, menurut Muladi pengertian kebijakan kriminal adalah:65

Kebijakan kriminal adalah usaha rasional dan terorganisasi dari suatu

masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. Kebijakan kriminal disamping dapat

dilakukan secara represif melalui sistem peradilan pidana (pendekatan penal) dapat

pula dilakukan dengan sarana non penal melalui pelbagai usaha pencegahan tanpa

harus menggunakan sistem peradilan pidana, misalnya usaha penyehatan mental

masyarakat, penyuluhan hukum, pembaharuan hukum perdata dan hukum

administrasi, dan sebagainya.

Penegakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penanggulangan

kejahatan. Tujuan akhir dari politik kriminal adalah perlindungan masyarakat untuk

mencapai tujuan utama yaitu kesejahteraan masyarakat, seperti yang digambarkan

dalam skema berikut ini:66

Gambar I. Antara Hubungan Penegakan Hukum Pidana, Politik Kriminal Dan

Politik Sosial

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu untuk

mewujudkan tujuan dari perlindungan hukum yang memberikan suatu keadilan,

65

Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, (Alumni: Bandung, 1985). Hlm. 182. 66

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. (Universitas Diponegoro: Semarang,

1995). Hlm. 8.

Kebijakan Sosial

(Social Policy)

Kebijakan Kriminal

(Criminal Policy)

Kebijakan Kesejahteraan

Masyarakat

(Social Welfare Policy)

Kebijakan Perlindungan

Masyarakat

(Social Defence Policy)

TUJUAN

Dengan Hukum Pidana

Penegakan Hukum Pidana

(Penal)

Sarana lain bukan Pidana

(Non Penal)

Page 87: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian, maka diperlukan bentuk-bentuk

tindakan represif maupun preventif yang terdapat dalam kebijakan kriminal melalui

sistem peradilan pidana (pendekatan penal) maupun melalui pelbagai usaha pencegahan

tanpa harus menggunakan sistem peradilan pidana (pendekatan non penal) misalnya

dengan melakukan usaha penyehatan mental masyarakat, penyuluhan hukum,

pembaharuan hukum dll, sehingga tercapai tujuan utamanya yaitu memberikan

perlindungan hukum kepada konsumen produk penyedap makanan AJI-NO-MOTO

demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pengertian

kebijakan kriminal yang telah dikemukakan oleh Muladi. Lebih jelasnya akan penulis

jabarkan dalam penjelasan berikut.

1.1. Kebijakan Kriminal Dengan Sarana Non Penal

Menurut Barda Nawawi Arief pengertian kebijakan non penal itu sendiri yaitu:

“Kebijakan yang mempunyai tujuan utama yang strategis yaitu

memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung

mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan. Dengan demikian dilihat dari

sudut kebijakan kriminal, keseluruhan kegiatan non penal itu sebenarnya

mempunyai kedudukan yang sangat strategis, memegang posisi kunci yang harus

diintensifkan dan diefektifkan.” 67

Pada kasus ini sarana non penal yang dikehendakai adalah melalui

pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen sesuai dengan

Pasal 29 dan 30 Undang-Undang Perlindungan Konsumen jo. Peraturan Pemerintah

Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan

Perlindungan Konsumen. Hal ini bertujuan agar produk yang diproduksi dapat

67

Barda Nawawi Arief dan Muladi. Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana (Alumni: Bandung,

1984)., Hlm. 159.

Page 88: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

memenuhi standar yang telah ditentukan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Perilaku yang dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki

sertifikat halal dan/atau mencantumkan label halal yang tidak sesuai dengan

kebenaran, pada dasarnya telah melanggar hak konsumen sesuai Pasal 4 huruf (c)

Undang-Undang Perlindungan Konsumen, serta untuk perbuatan pelaku usaha ini

juga termuat dalam Pasal 8 ayat (1) huruf (f) dan (h) Undang-Undang Perlindungan

Konsumen yaitu “pelaku usaha dilarang memproduksi barang dan/atau jasa yang

tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau

promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut” serta “pelaku usaha dilarang

memproduksi barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi

secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label”.

Pembinaan menurut Pasal 29 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

adalah upaya yang dilakukan kepada pelaku usaha yang diselenggarakan oleh

pemerintah dalam upaya untuk menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku

usaha serta dilakukannya kewajiban masing-masing. Pengawasan menurut Pasal 30

Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah pengawasan pada barang dan/atau

jasa yang beredar di pasaran yang diselenggarakan secara bersama oleh Pemerintah,

masyarakat dan LPKSM, dengan mengingat banyak ragam dan jenis barang dan/atau

jasa yang beredar di pasar serta luasnya wilayah Indonesia serta diharapkan

tumbuhnya hubungan usaha yang sehat antara pelaku usaha dengan konsumen

sehingga dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif.

Page 89: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Pembinaan dan Pengawasan juga tercermin pada Pasal 45 (2) jo. Pasal 53

(1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. Pasal 45 (2) Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, menyebutkan bahwa dalam rangka

mewujudkan ketahanan pangan maka pemerintah menyelenggarakan pengaturan,

pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang

cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata dan

terjangkau oleh daya beli masyarakat. Pasal 53 (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1996 Tentang Pangan, menyebutkan bahwa untuk mengawasi pemenuhan ketentuan

Undang-undang ini, Pemerintah berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal

terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal tersebut dengan jelas

dapat dilihat bahwa dalam hal ini pemerintah memegang peranan yang sangat

penting dalam penerapan penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, adapun salah

satu cara yang ditempuh guna tegaknya perlindungan konsumen tersebut adalah

melalui Pengawasan.

Pengawasan adalah salah satu faktor yang memberi perlindungan kepada

konsumen atas peredaran barang dan/atau jasa di pasaran. Ketentuan Pasal 30

Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa:

1. Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta

penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh

pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat.

2. Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.

3. Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.

Page 90: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

4. Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata

menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

membahayakan konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil

tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada

masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan menteri teknis.

6. Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan bunyi ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa pada dasarnya

Pengawasan dapat dilakukan oleh pemerintah maupun oleh LPKSM dan masyarakat.

Pelaksanaan upaya ini, pemerintah berwenang untuk melakukan pengawasan sejak

proses produksi, penawaran, promosi, pengiklanan dan cara menjual sampai barang

dan/atau jasa tersebut beredar di pasaran. Mengingat luasnya aspek pengawasan,

dalam ketentuan tersebut, terutama dalam ketentuan Pasal 30 ayat (2) Undang-

undang Perlindungan Konsumen dapat dilihat bahwa dalam melaksanakan

pengawasan tersebut diperlukan adanya koordinasi atau kerja sama diantara para

stakeholder penyelenggara perlindungan konsumen, khususnya koordinasi diantara

sesama instansi terkait seperti Departemen Perdagangan, Departemen Kesehatan,

Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, Badan POM dan Departemen

terkait lainnya.

Pengawasan dalam hal ini dapat pula dilakukan oleh masyarakat dan

Lembaga Non Pemerintah sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang

Perlindungan Konsumen. Lembaga Non Pemerintah tersebut menyelenggarakan

perlindungan konsumen yang bersifat preventif yaitu Badan Perlindungan Konsumen

Indonesia (BPKN) dan Lembaga Pengawas Konsumen Swadaya Masyarakat

Page 91: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

(LPKSM), maupun lembaga yang memberi perlindungan kepada konsumen yang

bersifat represif yaitu (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)). Adapun

yang menjadi kewenangan yang dimiliki oleh Masyarakat dan LPKSM dalam

melaksanakan pengawasan tersebut adalah berupa pengawasan terhadap barang dan

jasa yang sudah beredar di pasar, yang dalam hal ini berarti mengindikasikan bahwa

kewenangan pengawasannya tidak seluas pengawasan yang dilakukan oleh pihak

pemerintah. Pengawasan tersebut selain dilaksanakan atas penyelenggaraan

perlindungan konsumen serta penerapan peraturan perundang-undangan, juga

dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar dipasaran.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka yang menjadi unsur pemerintah pada

saat itu adalah Departemen Perdagangan dan Badan POM Departemen Kesehatan

serta yang termasuk dalam LPKSM adalah YLKI. Ini dapat dilihat dari data hasil

penelitian yang telah penulis dapat yaitu data nomor 1.2.7 tentang hasil kesepakatan

terhadap kasus tersebut. Lebih jelasnya penulis akan menjabarkannya sebagai

berikut.

1.1.1. Departemen Perdagangan

Departeman Perdagangan merupakan Kementerian Negara Republik

Indonesia yang berbentuk Departemen sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1

huruf (b) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Kedudukan, Tugas,

Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik

Indonesia. Departemen Perdagangan merupakan unsur pelaksana Pemerintah yang

Page 92: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

dipimpin oleh Menteri Perdagangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Presiden. Sehingga mempunyai tugas membantu Presiden dalam

menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang perdagangan.68

Departemen Perdagangan dalam melaksanakan tugasnya akan

menyelenggarakan fungsi:69

a. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan

teknis di bidang perdagangan;

b. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang usahanya;

c. Pengelolaan barang milik/ kekayaan negara yang menjadi

tanggungjawabnya;

d. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;

e. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang

tugas dan fungsinya kepada Presiden.

Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Perlindungan Konsumen jo. Pasal 1

angka 9 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan

Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen mengatur bahwa

pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh menteri yang ruang lingkup

tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan, dalam kasus ini yang

dimaksud menteri adalah Menteri Perdagangan. Tindakan Menteri Perdagangan

pada saat itu dapat dilihat pada data sekunder nomor 1.2.5.

Sesuai dengan data nomor 1.2.7 tentang hasil kesepakatan pemerintah

yang didukung oleh data primer 2.2.4 lalu dikaitkan dengan Pasal 30 jo. Peraturan

Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan

68

Indonesia, (e) Peraturan Presiden Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan

Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, Perpres Nomor 9 Tahun 2005,

Pasal 25 jo. Pasal 43. 69

Ibid. Pasal 44.

Page 93: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen serta dikaitkan dengan pengertian

hukum perlindungan konsumen menurut Az. Nasution serta pengertian

perlindungan hukum, maka dapat dideskripsikan bahwa Menteri Perdagangan

yang pada saat itu dijabat oleh Luhut Binsar Pandjaitan, dalam melaksanakan

tindakan preventif berupa pengawasan untuk menciptakan upaya perlindungan

hukum bagi konsumen yang telah sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam

peraturan perundang-undangan yang terkait. Terlihat dari dari data sekunder

nomor 1.2.5 yang didukung oleh keterangan narasumber dari Badan POM, yaitu

baik Departemen Perdagangan dan Badan POM telah melakukan koordinasi yang

baik dalam tugas dan tanggungjawabnya. Menteri Perdagangan yang saat itu

dijabat oleh Luhut Binsar Pandjaitan telah melakukan pengawasan dengan

mengatur perdagangan makanan maupun minuman dengan sebelumnya harus

melalui mekanisme pendaftaran yang dilakukan kepada Badan POM. Misalnya

pada saat Menteri Perdagangan akan memberikan izin usaha kepada produsen,

maka produk tersebut sebelumnya harus lulus uji terlebih dahulu baik pada MUI

sebagai lembaga yang memberikan sertifikat halal maupun pada saat dilakukan

pengujian di Badan POM sebagai lembaga yang berwenang memberikan label

halal.

Sesuai dengan data sekunder nomor 1.2.5 sebagai tindakan represif maka

setelah terjadinya pelanggaran tersebut, Menteri Perdagangan melakukan upaya

penarikan produk-produk yang telah beredar di pasaran wilayah Indonesia, namun

Page 94: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

tidak untuk melakukan pencabutan izin usaha, karena menurut Menteri

Perdagangan kasus AJI-NO-MOTO ini menyangkut banyak pihak.

Selain dengan upaya yang dilakukan oleh Menteri Perdagangan saat itu

guna memberikan perlindungan kepada konsumen seperti yang dipaparkan diatas,

dengan adanya aturan-aturan yang memang telah diatur sebelumnya mengenai

tugas dan wewenang dari Menteri Perdagangan tersebut yang termuat pada

Undang-Undang Perlindungan Konsumen maupun Peraturan Pemerintah yang

terkait yaitu Pasal 29 dan 30 Undang-Undang Perlindungan Konsumen jo. Pasal 4

s/d Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan

Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, maka dapat dikatakan

peraturan tersebut sebagai asas dan kaidah yang bersifat mengatur dan memiliki

sifat melindungi konsumen seperti yang dikatakan oleh Az. Nasution adalah telah

dilakukan oleh Menteri Perdagangan yang pada saat itu dijabat oleh Luhut Binsar

Pandjaitan.

1.1.2. Badan POM

Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) merupakan lembaga

pemerintah pusat yang dibentuk Presiden untuk melaksanakan tugas dalam bidang

pengawasan obat dan makanan yang berbentuk Lembaga Pemerintah Non

Departemen (LPND).

Badan POM dibentuk Presiden sehingga Badan POM berada di bawah

dan bertanggung jawab kepada Presiden. Hal tersebut diatur dalam Keputusan

Page 95: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Presiden Nomor 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Kewenangan, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non

Departemen sebagaimana telah diubah beberapa kali dalam Peraturan Presiden

Nomor 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden

Nomor 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,

Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Pasal 67 dalam Keppres tersebut menyatakan bahwa Badan POM

memiliki tugas pemerintahan dalam bidang pengawasan obat dan makanan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Badan POM dalam

melaksanakan tugasnya di bidang pengawasan obat dan makanan

menyelenggarakan fungsi:70

a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan

obat dan makanan;

b. pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan;

c. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM;

d. pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan

instansi pemerintah dan masyarakat di bidang pengawasan obat dan

makanan;

e. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang

perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana,

kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan

dan rumah tangga.

Berdasarkan data sekunder nomor 1.2.6 tentang tindakan administratif

Badan POM berupa penarikan produk AJI-NO-MOTO dari pasaran wilayah

Indonesia lalu dikaitkan dengan Pasal 30 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen jo. Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001, Pasal 67

70

Indonesia, (f) Keputusan Presiden Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,

Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Keputusan Presiden

Nomor 103 tahun 2001. Pasal 68.

Page 96: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Kewenangan, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non

Departemen serta didukung oleh data primer, maka dapat dideskripsikan bahwa

Badan POM pada saat itu telah melaksanakan tugasnya dalam memberikan

pengawasan sebagai upaya preventif terhadap pelaku usaha maupun barang

dan/atau jasa yang diproduksi oleh pelaku usaha tersebut.

Tidak hanya pengawasan saja, namun berdasarkan data sekunder nomor

1.2.6 Badan POM juga melakukan tindakan represif sebagai penanggulangan

kasus tersebut, yaitu dengan terlihat pada tindakan administratif yang dilakukan

oleh Badan POM. Seperti halnya hukum pidana, hukum administrasi negara

adalah instrumen hukum publik yang penting dalam perlindungan konsumen.

Sanksi-sanksi hukum secara perdata dan pidana seringkali kurang efektif jika

tidak disertai sanksi administratif.71

Sanksi administratif tidak ditujukan pada konsumen pada umumnya,

tetapi justru kepada pengusaha, baik itu produsen maupun para penyalur hasil-

hasil produknya. Sanksi administratif berkaitan dengan perizinan yang diberikan

pemerintah kepada pengusaha/ penyalur tersebut. Jika terjadi pelanggaran maka

izin tersebut dapat dicabut secara sepihak oleh Pemerintah. Maupun adapula

tindakan lainnya yang telah disebutkan dalam ketentuan Pasal 61 Peraturan

Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan. Kaitannya

71

Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Gramedia: Jakarta. Hlm. 117.

Page 97: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

dengan pelabelan produk pangan, dalam Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 69

Tahun 1999 disebutkan:

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Peraturan Pemerintah ini dikenakan tindakan administratif.

(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. peringatan secara tertulis;

b. larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah

untuk menarik produk pangan dari peredaran;

c. pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa

manusia;

d. penghentian produksi untuk sementara waktu;

e. pengenaan denda paling tinggi Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) dan atau;

f. pencabutan izin produksi atau izin usaha.

(3) Pengenaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

huruf b, c, d, e dan f hanya dapat dilakukan setelah peringatan tertulis

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan sebanyak-banyaknya

tiga kali.

(4) Pengenaan tindakan administrative sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

dan ayat (3) dapat dilakukan oleh Menteri teknis sesuai dengan

kewenangannya berdasarkan masukan dari Menteri Kesehatan.

Hal yang sama juga disebutkan dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1996 Tentang Pangan.

Sanksi administratif ini seringkali lebih efektif dibandingkan dengan

sanksi perdata atau pidana. Ada beberapa alasan untuk mendukung pernyataan

ini:72

1. Sanksi administratif dapat diterapkan secara langsung dan sepihak.

Dikatakan demikian, karena penguasa sebagai pihak pemberi izin tidak

perlu meminta persetujuan dari pihak manapun. Persetujuan, kalaupun itu

dibutuhkan, mungkin dari instansi-instansi Pemerintah terkait. Sanksi

administratif juga tidak perlu melalui proses pengadilan. Memang bagi

pihak yang terkena sanksi ini dibuka kesempatan untuk “membela diri”,

antara lain mengajukan kasus tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara,

tetapi sanksi itu sendiri dijatuhkan terlebih dahulu, sehingga berlaku efektif.

72

Ibid. Hlm. 119.

Page 98: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

2. Sanksi perdata dan/atau pidana sering kali tidak membawa efek “jera” bagi

pelakunya. Nilai ganti rugi dan pidana yang dijatuhkan mungkin tidak

seberapa dibanding dengan keuntungan yang diraih dari perbuatan negatif

produsen. Belum lagi mekanisme penjatuhan putusan yang berbelit-belit dan

membutuhkan proses yang lama, sehingga konsumen sering menjadi tidak

sabar. Untuk gugatan secara perdata, konsumen dihadapkan pada posisi

tawar yang tidak selalu menguntungkan dibandingkan dengan si produsen.

Berdasarkan data sekunder hasil penelitian nomor 1.2.6 dan 1.2.7

tindakan Badan POM saat itu dapat terlihat dari kesepakatan pada data sekunder

nomor 1.2.7 yang dilakukan oleh Depdag, Badan POM, MUI maupun LPPOM

MUI yang memutuskan bahwa:

a. PT. Ajinomoto harus menarik semua produk AJI-NO-MOTO terhitung mulai

tanggal 3 Januari 2001;

b. PT Ajinomoto harus segera mengganti bahan baku yang mengandung enzim

porcine (babi) Bactosoytone, dengan bahan yang halal yakni mameno (asam

chlorida) sesuai dengan Fatwa MUI yang terdapat pada data sekunder nomor

1.1.2.

Terlihat kesepakatan ini telah memenuhi unsur yang terdapat pada Pasal

61 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999, yaitu karena pelaku usaha

melanggar ketentuan dalam hal pelabelan halal pada produknya, maka pelaku

usaha tersebut dapat dikenakan sanksi administratif. Sebelum adanya tindakan

administratif tersebut, terlebih dahulu MUI telah melontarkan Surat Peringatan

Page 99: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

MUI sendiri tertanggal 19 Desember 2000 dan bernomor U-558/MUI/XII/2000

yang isinya menyebutkan bahwa:73

a. PT Ajinomoto telah mengubah salah satu bahan nutrisi yang digunakan dalam

proses pengembangbiakkan kultur bakteri yaitu polypeptone menjadi

bactosoytone sehingga produk bumbu masak itu tercampur enzim yang berasal

dari babi.

b. MUI juga meminta agar perusahaan bersangkutan sekuat tenaga segera

melakukan penarikan itu secepat mungkin sehingga produk yang beredar di

pasar hanya produk baru Ajinomoto yang tanpa Bactosoytone.

Tindakan yang dilakukan Badan POM ini apabila dikaitkan dengan Pasal

61 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan,

maka terlihat unsur upaya tindakan administratif sebagai bentuk perlindungan

hukum terhadap konsumen. Sanksi administratif terhadap pelanggaran (Pasal 61

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan)

yang dilakukan oleh pelaku usaha, antara lain sanksinya dapat berupa peringatan

tertulis, penarikan produk dari pasaran termasuk penarikan iklan, penghentian

sementara kegiatan produksi, distribusi, penyimpanan, pengangkutan dan

penyerahan produk ke pasaran, serta pembekuan dan/atau pencabutan izin edar

produk tersebut.

Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Badan POM pada saat itu,

menurut penulis telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam peraturan

73

TEMPO Interaktif, Ditjen POM Tetap Tarik Ajinomoto dari Pasar (13-1-2001 / 10:26

WIB). Diakses tanggal 10 April 2012.

Page 100: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

perundang-undangan maupun pengertian perlindungan hukum maupun pengertian

hukum perlindungan konsumen yang dikemukakan oleh Az. Nasution. Semua

asas dan kaidah yang bersifat mengatur dan memiliki sifat melindungi

kepentingan konsumen telah dilakukan dengan baik oleh Badan POM, yaitu

dengan melakukan tugas dan wewenangnya sesuai dengan Pasal 30 Undang-

Undang Perlindungan Konsumen jo. Pasal 68 Keputusan Presiden Nomor 103

tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan

Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen jo. Pasal 61

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan

demi menciptakan kesejahteraan dan melindungi masyarakat.

1.1.3. YLKI

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merupakan sebuah

organisasi masyarakat yang bersifat nirlaba dan independen yang didirikan pada

tanggal 11 Mei 1973. Keberadaan YLKI diarahkan pada usaha meningkatkan

kepedulian kritis konsumen atas hak dan kewajibannya, dalam upaya melindungi

dirinya sendiri, keluarga, serta lingkungannya. Tujuan berdirinya YLKI adalah

untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung

jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya sendiri, keluarga dan

lingkungannya.74

YLKI merupakan lembaga non-pemerintah sesuai dengan Pasal

1 angka 3 PP Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen

74

YLKI, Tentang Kami: http://www.ylki.or.id/tentang-kami. Diakses tanggal 10 April 2012.

Page 101: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Swadaya Masyarakat, dapat dikatakan bahwa YLKI adalah sebagai LPKSM

(Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat).

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, pada Pasal 3

menyatakan bahwa tugas LPKSM meliputi kegiatan:75

a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak

dan kewajiban serta kehati-hatian konsumen, dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa;

b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukan;

c. Melakukan kerjasama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan

perlindungan konsumen;

d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk

menerima keluhan atau pengaduan konsumen;

e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap

pelaksanaan perlindungan konsumen.

Berdasarkan data sekunder nomor 1.2.3 tentang pelaporan YLKI kepada

Polda Metro Jaya, yang didukung juga dengan data primer lalu dikaitkan dengan

tugas LPKSM pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat jo. Pasal 44 Undang-

Undang Perlindungan Konsumen serta dikaitkan pula dengan pengertian

perlindungan hukum serta hukum perlindungan konsumen yang dikemukakan

oleh Az. Nasution, maka dapat dideskripsikan bahwa bentuk perlindungan hukum

yang diberikan oleh YLKI kepada konsumen pada saat itu sudah dapat dikatakan

telah sesuai berdasarkan dengan apa yang diamanatkan dalam undang-undang

pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga

Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Terlihat dari YLKI yang

75

Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

Page 102: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

melakukan pengaduan/ pelaporan ke Polda Metro Jaya sebagai delik aduan. Saat

itu permasalahan semakin meluas serta desakkan masyarakat semakin besar

sehingga dalam penanganan kasus ini Polda Metro Jaya melimpahkan kepada

Mabes Polri sesuai dengan data sekunder 1.2.4. Alasan melakukan pengaduan/

pelaporan tersebut sesuai dengan data sekunder nomor 1.2.3 yaitu adanya tindak

pidana penipuan yang telah dilakukan oleh PT. Ajinomoto. Hal ini berdasarkan

ketentuan dalam Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Persoalannya, bagi YLKI terletak pada pencantuman label halal dalam produk itu

padahal pada saat bahan baku yang semula berupa polypeptone telah diganti

dengan bactosoytone dengan alasan menghemat, tanpa adanya pemberitahuan

terlebih dahulu kepada masyarakat maka hal ini jelas-jelas penipuan.

Apabila memperhatikan unsur-unsur yang ada pada Pasal 378 KUHP jo

Pasal 379 KUHP, PT. Ajinomoto Indonesia dapat dikenakan sanksi berdasarkan

ketentuan Pasal 378 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 4 (empat)

tahun. Pertama, unsur menguntungkan diri sendiri, yakni dengan

mengganti polypepton dengan bactosoytone yang dianggap lebih murah. Kedua,

tindakan melawan hukum, yakni dengan melakukan perubahan itu tanpa

melakukan sertifikasi “halal” ulang kepada MUI. Ketiga, dengan rangkaian

kebohongan, yakni dengan tetap memproduksi dan memperdagangkan barang

yang telah diubah tanpa adanya sertifikasi “halal” ulang, sehingga merugikan

konsumen. Keempat, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang

Page 103: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

sesuatu kepadanya, yakni dengan tetap mengiklankan produk Ajinomoto agar

konsumen tetap membeli produk Ajinomoto dengan uang yang dimilikinya.

Mengenai unsur keempat ini, perlu kiranya kita melakukan penafsiran

sistematis dengan melihat ketentuan pasal-pasal lainnya yang berdekatan dengan

Pasal 378 KUHP, yakni ketentuan Pasal 379 KUHP, dalam hal unsur

“menyerahkan barang”. Maksudnya, apakah penyerahan uang sebagai harga

pembelian Ajinomoto termasuk kategori “menyerahkan barang”. Pasal 379 KUHP

dinyatakan, jika barang yang diserahkan atas perbuatan sebagaimana diatur Pasal

378 KUHP itu bukan ternak dan harga dari suatu barang, maka perbuatan yang

dilakukan dikategorikan sebagai penipuan ringan. Artinya, penyerahan uang

sebagai harga dari suatu barang termasuk dalam unsur “menyerahkan barang”

sebagaimana dimaksud Pasal 378 KUHP dan bukan termasuk unsur pada Pasal

379 KUHP. Maka apa yang dilakukan YLKI terhadap PT Ajinomoto Indonesia

dapat dikatakan sangat tepat.

Hal ini dikuatkan dengan data primer bahwa selain alasan diatas, saat itu

YLKI merasakan baik pemerintah dan pihak kepolisian masih tidak serius. Karena

saat itu, pihak kepolisian hanya melakukan recall atau penarikan kembali produk-

produk dari pasaran sesuai dengan nomor produksi pada saat PT. Ajinomoto

mengeluarkan produk penyedap makanan AJI-NO-MOTO yang mengandung

bactosoytone. Menurut YLKI sendiri, upaya tersebut belum mencakup dalam

ranah pidana dengan melakukan upaya pro justice.

Page 104: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Selain melakukan pelaporan kepada Polda Metro Jaya sebagai suatu

tindak pidana, saat itu gugatan terhadap pihak Ajinomoto sendiri, pernah diajukan

oleh Yasayan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sesuai dengan data sekunder

nomor 1.2.8. Gugatan perdata yang diajukan oleh YLKI tersebut merupakan

gugatan class action pertama yang berdasar pada Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, yaitu berdasarkan pelanggaran sesuai dengan Pasal 4 huruf (c), Pasal

7 huruf (b) maupun Pasal 8 huruf (a), (f) dan (h) Undang-Undang Perlindungan

Konsumen serta berpegangan juga dengan adanya Fatwa MUI sesuai dengan data

sekunder nomor 1.1.1 tentang diharamkannya penyedap rasa yang mengandung

bactosoytone. Selain itu alasan YLKI melakukan gugatan class action karena

banyak masyarakat yang mendesak adanya ganti rugi yang diberikan kepada

korban demi terjaminnya perlindungan hukum terhadap korban. Namun hingga

kini, juga tidak jelas apakah proses gugat menggugat itu masih berjalan atau tidak,

seperti yang ada dalam data sekunder nomor 1.2.8 yang didukung juga data

primer.

Berdasarkan penjabaran diatas, maka upaya represif melalui tindakan

pro-justice yang dilakukan oleh YLKI ini apabila dikaitkan dengan Pasal 3 huruf

(d) jo. Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga

Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat telah sesuai dengan apa yang

diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan, yaitu YLKI telah melakukan

upaya dalam membantu konsumen untuk memperjuangkan haknya, dengan

Page 105: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

melakukan advokasi atau pemberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan

haknya secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok.

1.2. Kebijakan Kriminal Dengan Sarana Penal

Perlindungan konsumen adalah merupakan masalah kepentingan manusia,

oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat

mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan

hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling

ketergantungan antara konsumen, pelaku usaha dan Pemerintah.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, PP Nomor 69 Tahun 1999

Tentang Label dan Iklan Pangan, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

924/Menkes/SK/VIII/1996 Tentang Pencantuman Tulisan “Halal” pada Label

Makanan adalah dimaksudkan dalam upaya memberikan perlindungan hukum

terhadap masyarakat sebagai konsumen. Oleh karena itu, tanggung jawab pelaku

usaha atas informasi yang tidak memadai dalam label menjadi kebutuhan yang

mutlak. Tanggung jawab merupakan perlindungan hukum represif sebagaimana

dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon.76

Apabila apa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut

dilanggar oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, maka kebijakan penallah

yang akan menyelesaikannya. Karena kebijakan penal disini merupakan bagian dari

76

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, (PT. Bina Ilmu:

Surabaya. 1987). Hlm. 3.

Page 106: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

kebijakan penegakan hukum (Law Enforcement Policy) dalam rangka

menanggulangi kejahatan. Istilah kebijakan penal dapat dikatakan sebagai kebijakan

hukum pidana dan menurut Barda Nawawi Arief dapat pula disebut dengan istilah

politik hukum pidana. Dalam kepustakaan asing, istilah politik hukum pidana ini

sering dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal policy, criminal law policy

atau strafrechtspolitiek.77

Pendapat lain mengenai definisi kebijakan hukum pidana dikemukakan oleh

Marc Ancel, dimana ia memberikan definisi penal policy sebagai:

Suatu ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan

hukum positif dirumuskan secara lebih baik. Dengan demikian yang dimaksud

dengan peraturan hukum positif (the positive rules) dalam definisi Marc Ancel

itu jelas adalah peraturan perundang-undangan hukum pidana. Oleh karena itu,

istilah “penal policy” menurut Marc Ancel adalah sama dengan istilah kebijakan

atau politik hukum pidana.78

Kendati hukum perlindungan konsumen banyak berkorelasi dengan hukum

perikatan perdata, tidak berarti hukum perlindungan konsumen semata-mata ada

dalam wilayah hukum perdata. Terdapat aspek-aspek hukum perlindungan konsumen

yang berada dalam bidang hukum publik, terutama hukum pidana.79

Jelasnya, hak-

hak konsumen sebagaimana disebutkan di atas ada yang bernuansa publik sehingga

dapat dipertahankan melalui hukum pidana, sehingga perbuatan produsen yang

menimbulkan kerugian kepada konsumen dalam tingkatan tertentu mungkin saja

berdimensi pelanggaran. Artinya, perbuatan produsen yang merugikan dan/atau

77

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Alumni: Bandung, 1984).

Hlm. 24. 78

Ibid. 79

Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. (jakarta: PT. Grasindo Widiasarana

Indonesia, 2006). Hlm. 13.

Page 107: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

melanggar hak konsumen yang bertentangan dengan norma-norma hukum pidana

dapat dikategorikan sebagai tindak pidana yang dapat diselesaikan dalam ranah

hukum pidana dan memakai instrumen pidana.

Pengaturan sanksi pidana demi tercapainya suatu perlindungan hukum

terhadap konsumen sebenarnya telah diatur secara tegas didalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen yaitu pada Pasal 61 s/d 63. Selain Undang-Undang

Perlindungan Konsumen dan Pasal 378 KUHP yang digunakan sebagai dasar

pelaporan oleh YLKI, pengaturan tentang perlindungan terhadap konsumen

sebenarnya juga telah diatur secara implisit didalam KUH Pidana (KUHP) sendiri

walaupun tidak pernah disebutkan kata “konsumen“. Secara implisit dapat ditarik

beberapa pasal yang memberikan perlindungan hukum bagi konsumen terkait dengan

kasus ini, antara lain:

Pasal 204 KUHP, menyatakan:

(1) Barang siapa menjual, menawarkan, menerimakan, atau membagi-bagikan

barang, sedang diketahuinya bahwa barang itu berbahaya bagi jiwa atau

keselamatan orang dan sifatnya yang berbahaya itu didiamkannya dihukum

penjara selama-lamanya lima belas tahun;

(2) Kalau ada orang mati lantaran perbuatan itu si tersalah dihukum penjara

seumur hidup atau penjara selamalamanya dua puluh tahun.

Pasal 205 KUHP, menyatakan:

(1) Barang siapa karena salahnya menyebabkan barang yang berbahaya bagi jiwa

atau kesehatan orang, terjual, diterimakan atau dibagi-bagikan, sedang si

pembeli atau yang memperolehnya tidak mengetahui akan sifatnya yang

berbahaya itu, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau

kurungan selamalamanya enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya

Rp.4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah);

(2) Kalau ada orang mati lantaran itu, maka si tersalah dihukum penjara selama-

lamanya satu tahun empat bulan atau kurungan selama-lamanya satu tahun.

(3) Barang-barang itu dapat dirampas.

Page 108: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Pasal 386 KUHP, menyatakan:

(1) Barang siapa menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan,

minuman atau obat-obatan yang diketahuinya bahwa itu palsu dan

menyembunyikan hal itu, diancam pidana penjara paling lama empat tahun;

(2) Bahan makanan, minuman atau obat-obatan itu dipalsukan jika nilainya atau

faedahnya menjadi kurang karena sudah dicampur dengan suatu bahan lain.

Pada kasus AJI-NO-MOTO ini, maka tindakan kebijakan kriminal dengan

sarana penal dengan instrumen pidana dapat terlihat dari penyelesaian secara pro-

justice yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Berdasarkan data sekunder hasil

penelitian nomor 1.2.3 dan 1.2.4 tentang penanganan terhadap PT. Ajinomoto serta

dikaitkan dengan pengertian kebijakan penal oleh Marc Ancel dan Muladi, maka

dapat dideskripsikan bahwa tindakan yang dilakukan represif oleh Kepolisian saat itu

adalah sangat tepat dalam menangkap dan menahan keempat pimpinan PT.

Ajinomoto sebagai tersangka karena pelanggaran yang telah dilakukan yaitu dengan

mengganti bahan bakunya dengan bactosoytone tanpa memberitahukan/

menginformasikan terlebih dahulu kepada masyarakat luas adalah termasuk tindak

pidana sesuai dengan yang dirumuskan dalam KUHP. Apabila dikaitkan juga dengan

Pasal 61 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa penuntutan

pidana dapat dilakukan kepada pelaku usaha dan/atau pengurusnya, maka tindakan

yang saat itu dilakukan oleh YLKI, yang kemudian ditindaklanjuti pihak kepolisian

adalah telah sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang

Perlindungan Konsumen maupun KUHP.

Saat itu walaupun pihak kepolisian telah menangkap dan menahan para

tersangka, namun hal ini tidak menjamin adanya kelancaran dalam penyelesaiannya.

Berdasarkan data sekunder nomor 1.2.3, saat itu para tersangka melakukan

Page 109: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

penangguhan penahanan dan akhirnya dikabulkan. Tidak ada alasan yang pasti,

mengapa para tersangka ditangguhkan penahannya. Saat itu terdapat hal yang janggal

yaitu, pembebasan itu terjadi hanya selang beberapa hari setelah Presiden Gusdur

bertemu Menteri Kehakiman Jepang dan mengeluarkan pernyataan halal bagi produk

AJI-NO-MOTO.

Kejanggalan juga terjadi pada saat Mabes Polri mengeluarkan putusan

terhadap kasus tersebut yang didukung dengan data primer, bahwa kasus tersebut

dihentikan pada saat masih tahap penyidikan atau dengan kata lain, kasus tersebut di

SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Alasan polisi sesuai dengan

keterangan pada data 1.3 adalah karena dinilai tidak cukup bukti. Pihak kepolisian

saat itu lebih mengacu pada hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh

Pusat Laboratorium Forensik Polri maupun Laboratorium Pengawasan Obat dan

Makanan Departemen Kesehatan yang bekerja sama dengan Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI), yaitu dengan hasilnya menunjukkan bahwa tidak

terdapat unsur babi dalam penyedap masakan (monosodium glutamat/ MSG)

produksi PT. Ajinomoto Indonesia.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat itu sangat merasa

kecewa dan masih tetap berkeyakinan bahwa MSG yang dibuat dengan bahan

penolong bactosoytone adalah haram. Alasan MUI menyatakan haram sehingga

keluarlah Fatwa Haram MUI untuk produk penyedap makanan AJI-NO-MOTO

adalah karena adanya unsur pencampuran (ikhtilath) yang bersifat maknawi dan

adanya unsur pemanfaatan (intifa) zat haram dalam proses produksi. Alasan MUI ini

Page 110: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

terdapat pada data sekunder hasil penelitian nomor 1.2.2 tentang sikap MUI dalam

menyatakan haram pada produk penyedap makanan AJI-NO-MOTO yang lalu

dikaitkan juga dengan pengertian produk halal menurut Lembaga Pengkajian

Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI)80

.

Berdasarkan pemaparan penulis diatas, maka upaya penanggulangan

kejahatan dengan sarana penal yang dilakukan oleh pihak kepolisian saat itu adalah

belum memberikan hasil yang memuaskan kepada konsumen. Hal ini dikarenakan

saat kasus tersebut bergulir di dalam tahap penyidikan, pihak kepolisian menyatakan

bukti yang digunakan tidak cukup dan keluarlah SP3 (Surat Perintah Penghentian

Penyidikan) yang mengakibatkan ganti rugi yang seharusnya diterima konsumen

menjadi tidak terwujud.

2. Keberpihakkan Bentuk Perlindungan Hukum tersebut Kepada

Konsumen dalam Kasus AJI-NO-MOTO

Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan

terhadap subyek hukun dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif

maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, dengan kata lain

perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana

80

Tempo Interaktif, http://www.tempo.co.id/harian/fokus/56/2,1,24,id.html. Diakses tanggal 4

Januari 2012. Produk Halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai syari’at Islam. Produk

itu tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi serta tidak menggunakan alkohol

sebagai ingridient yang sengaja ditambahkan. Selain itu, daging yang digunakan juga harus berasal dari

hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat Islam. Produk makanan yang halal termasuk juga

semua bentuk minuman yang tidak beralkohol. Selain itu, semua tempat penyimpanan, penjualan,

pengolahan, tempat pengelolaan dan tempat transportasi tidak tercampur dengan babi atau barang yang

tidak halal lainnya. Tempat itu harus terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut

syari'at Islam.

Page 111: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan

kedamaian.81

Pengertian hukum perlindungan konsumen ada yang berpendapat bahwa

merupakan bagian dari hukum konsumen yang lebih luas. Az. Nasution berpendapat,

hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat

asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang

melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai

keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah

antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen,

di dalam pergaulan hidup.82

Az. Nasution mengakui, asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur

hubungan dan masalah konsumen itu tersebar dalam berbagai bidang hukum, baik

tertulis maupun tidak tertulis, ia menyebutkan, seperti hukum perdata, hukum dagang,

hukum pidana, hukum administrasi (negara) dan hukum internasional, terutama

konvensi-konvensi yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan konsumen.83

Apabila dikaitkan dengan kasus yang diambil oleh penulis, maka sebenarnya konsumen

akan terjamin perlindungannya apabila hak-haknya terpenuhi, seperti yang dikatakan

oleh pihak YLKI pada data sekunder nomor 1.2.8. Ini juga terkait dengan salah satu hak

konsumen maupun kewajiban dari pelaku usaha yang ada didalam Pasal 4 huruf (h)

Undang-Undang Perlindungan Konsumen jo. Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, yaitu konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

81

Rahayu. 2009. Pengangkutan Orang: etd.eprints.ums.ac.id. Diakses tanggal 10 April 2012. 82

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Grasindo: Jakarta, 2000). Hlm.9. 83

Ibid. Hlm. 10.

Page 112: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian

atau tidak sebagaimana mestinya, karena pelaku usaha bertanggung jawab memberikan

ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian yang diderita konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Apabila pelaku usaha sudah melakukan kewajibannya untuk membayar ganti

rugi setelah melakukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen tersebut, barulah dapat

dikatakan upaya perlindungan hukum terhadap konsumen akan tercapai. Membicarakan

tentang kompensasi/ ganti rugi maka hal ini berkaitan dengan upaya pemberian sanksi,

yang dalam hal ini adalah sebagai upaya kebijakan kriminal dengan sarana penal.

Sarana penal yang saat itu dilakukan adalah melakukan penegakan hukum secara pidana

terhadap tindakan pelaku usaha yang melanggar hak dan kepentingan korban sebagai

konsumen.

Di awali dengan kegemparan luar biasa, yakni ketika Presiden Abdurrahman

Wahid melalui juru bicara kepresidenan Wimar Witoelar, menyatakan bahwa AJI-NO-

MOTO itu halal. Bersamaan dengan itu, masyarakat dibuat heboh akibat Fatwa MUI

yang mengharamkan AJI-NO-MOTO. Pada saat itu YLKI sebagai lembaga

perlindungan konsumen melaporkan kasus AJI-NO-MOTO kepada Polda Metro Jaya.

Di dalam laporannya YLKI berpegang teguh dengan Pasal 378 KUHP serta bukti

berupa Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI. Pada proses penyidikan pihak kepolisian

menemukan fakta berupa ketidakcukupan bukti untuk menjerat pelaku usaha tersebut.

Menurut pihak Mabes Polri hasil pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik Polri

maupun Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan yang

Page 113: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan bahwa

tidak terdapat unsur babi dalam penyedap masakan (monosodium glutamat/MSG) AJI-

NO-MOTO. Saat itu dengan memegang hasil laboratorium ini, maka pihak kepolisian

menetapkan proses penyidikan untuk kasus AJI-NO-MOTO dihentikan dan keluarlah

Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Dikeluarkannya SP3 oleh pihak

kepolisian maka bukan berarti kasus tersebut ditutup, karena SP3 hanyalah penghentian

sementara terhadap suatu perkara karena adanya beberapa alasan, yang salah satunya

dalam kasus ini adalah kurangnya bukti, apabila ditemukan bukti-bukti baru yang dapat

menguatkan kasus tersebut maka pihak yang merasa dirugikan (korban) dapat

melaporkan kembali kepada pihak yang berwenang asalkan terdapat bukti baru dan

kasusnya tidak daluarsa (Pasal 78 KUHP).

Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat dideskripsikan bahwa bentuk

perlindungan hukum secara penal yang diupayakan oleh pihak kepolisian ini belum

berpihak kepada konsumen sebagai korban. Adanya Surat Perintah Penghentian

Penyidikan (SP3) terhadap kasus ini, maka ganti rugi yang seharusnya diberikan oleh

pelaku usaha kepada korban tidak terwujud. Padahal sesuai dengan Pasal 4 huruf (h) jo.

Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen konsumen berhak untuk

mendapatkan kompensasi dan/atau ganti rugi apabila pelaku usaha memberikan

kerugian akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan.

Page 114: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil simpulan

sebagai berikut:

1. Upaya perlindungan hukum terhadap konsumen dilakukan oleh Pemerintah adalah

dengan melakukan kebijakan penal dan kebijakan non penal. Kebijakan non penal

dilakukan dengan upaya pembinaan dan pengawasan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan Pasal 29 dan 30 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

jo. Peraturan pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan

Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen. Upaya kebijakan penal

dilakukan melalui instrumen hukum pidana dan instrumen hukum administratif.

Instrumen pidananya dilakukan dengan upaya pihak kepolisian dalam

menyelesaikan kasus Ajinomoto sesuai dengan ketentuan pidana yang ada, serta

instrumen administratifnya dilakukan dengan upaya pemerintah melakukan

penarikan semua produk AJI-NO-MOTO yang telah diubah dengan bactosoytone

serta melakukan penggantian bahan baku yang mengandung enzim porcine (babi)

bactosoytone dengan bahan yang halal yakni mameno (asam chlorida).

2. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen sebagai korban produk penyedap

makanan AJINOMOTO yang mengandung bactosoytone, secara penal yang

diupayakan oleh pihak kepolisian ini belum berpihak kepada konsumen karena

Page 115: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

sebenarnya konsumen akan terjamin perlindungannya apabila hak-haknya

terpenuhi. Hal ini seperti yang termuat didalam Pasal 4 huruf (h) jo. Pasal 19

Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu konsumen berhak untuk

mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya, karena pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian yang diderita konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Melihat pada saat itu, pihak kepolisian mengeluarkan Surat Perintah Penghentian

Penyidikan (SP3) terhadap kasus tersebut dikarenakan masih kurangnya bukti

yang digunakan untuk menjerat pelaku usaha yang dalam hal ini adalah PT.

Ajinomoto, maka upaya ganti rugi yang seharusnya diberikan oleh pelaku usaha

kepada korban menjadi tidak terwujud.

B. Saran

1. Bagi pemerintah hendaknya menyerahkan sepenuhnya masalah penentuan halal

atau tidaknya suatu produk makanan yang beredar di pasaran Indonesia kepada

lembaga yang memang berwenang untuk itu, yaitu MUI.

2. Bagi pihak kepolisian seharusnya tidak mudah terintervensi oleh pihak-pihak

lainnya dalam memutuskan suatu kasus. Agar putusan yang dihasilkan

berdasarkan bukti-bukti yang obyektif bukan subyektif.

Page 116: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

DAFTAR PUSTAKA

Literatur:

Arief, Barda Nawawi. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan

Hukum Pidana. Bandung: Alumni.

________________. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: Alumni.

________________. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan

Penanggulangan Kejahatan. Bandung: Citra Aditya Bakti.

________________ dan Muladi. 1984. Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana. Bandung:

Alumni.

Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Badan POM. 2005-2009. Rencana Strategi Badan POM. Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Faudy, Munir. 2002. Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Pasar

Global. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Gunawan, Johanes. 1994. “Product Liability” dalam Hukum Bisnis Indonesia Tahun

XII, Nomor 2. Jakarta: Pro Justitia.

Hadjon, Philipus. M. 1987. Hukum Perlindungan Bagi Rakyat di Indonesia. Surabaya:

PT. Bina Ilmu.

LPPOM MUI. 2008. Panduan Umum Sistem Jaminan Halal. Jakarta: LPPOM MUI.

Marzuki, Pieter Mahmud. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen; Cetakan

Ke-6. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Page 117: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Nasution, Az. 1999. Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar. Jakarta: Daya

Widya.

Pieris, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum Dan Perlindungan

Konsumen: Terhadap Produk Pangan Kadaluarsa. Jakarta: Pelangi Cendikia.

Sidabalok, Janus. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti.

Sidharta. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Soekanto, Soerjono. 2010. Pengantar Penelitian Hukum; Cetakan 2010. Jakarta: UI

Press.

________________ dan Sri Mamudji. 1995. Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Press.

Soemitro, Ronny Hanitijo. 1982. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Sudarto. 2006. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Alumni.

Susanto, Happy. 2008. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta:Visimedia.

Suyadi. 2007. Buku Ajar: Dasar-Dasar Hukum Perlindungan Konsumen. Fakultas

Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

Peraturan Perundang-undangan :

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1996 Nomor 99.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42.

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan,

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131.

Page 118: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaran Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2001 Nomor 103.

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan

Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 924/Menkes/SK/VIII/1996 Tentang Pencantuman

Tulisan “Halal” pada Label Makanan.

Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001Tentang Keputusan Presiden Tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja

Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Sumber lain:

Artikata. Kamus Besar Bahasa Indonesia: www.artikata.com. Diakses tanggal 10 April

2012.

Interaktif, Tempo. Haram dan Halal Harus Jelas:

http://www.tempo.co.id/harian/fokus/56/2,1,24,id.html. Diakses tanggal 4

Januari 2012.

LPPOM MUI Kaltim. Sertifikasi dan Labelisasi Halal:

http://lppommuikaltim.multiply.com/journal/item/14/Sertifikasi_dan_Labelisasi

_Halal. Diakses tanggal 25 Maret 2011.

Mulia, Rita. Manajemen Resiko: Sejarah Perusahaan Ajinomonto: http://rita-

mulia.blogspot.com/. Diakses tanggal 16 Januari 2012.

Online, Hukum. YLKI Tidak Perlu Bukti Baru dalam Kasus Ajinomoto:

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3460/ylki--tidak-perlu-bukti-

baru-dalam-kasus-ajinomoto. Diakses tanggal 22 Maret 2012.

Putra. 2009. Definisi Hukum Menurut Para Ahli: www.putracenter.net. Diakses tanggal

19 Desember 2011.

Rahayu. 2009. Pengangkutan Orang: etd.eprints.ums.ac.id. Diakses tanggal 10 April

2012.

Vivanews. Riset: Jumlah Muslim RI Akan Digeser Pakistan: Data Tahun 2010.

www.vivanews.com. Diakses tanggal 5 Mei 2012.

Page 119: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

YLKI. Tentang Kami: http://www.ylki.or.id/tentang-kami. Diakses tanggal 10 April

2012.

Page 120: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Tidak

Ya

Tidak

Ya

Produk berbasis hewan

Ya

Tidak

Tidak Tidak

Ya

Ya

Tidak

Ya

Lampiran I. Proses Sertifikasi Halal dalam Bentuk Diagram Alir

PERSIAPAN SISTIM JAMINAN HALAL

PENDAFTARAN/ PENYERAHAN DOKUMEN

SERTIFIKASI HALAL

PEMERIKSAAN KECUKUPAN

DOKUMEN

PEMBIAYAAN

DAPAT

DIAUDIT?

LUNAS?

AUDIT

PRE AUDIT

MEMORANDUM

RAPAT AUDITOR

Perlu Analisis Lab? ANALISIS LAB

PERSYARATAN

TERPENUHI?

(Status SJH A/B)

PENYERAHAN

DOKUMEN

SERTIFIKASI HALAL

Mengandung

Bahan Haram? AUDIT

MEMORANDUM

RAPAT KOMISI FATWA

Persyaratan Terpenuhi?

PENERBITAN SERTIFIKAT HALAL

Tidak dapat

Disertifikasi

Perusahaan

LP POM MUI

Page 121: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Lampiran II. Organisasi Badan POM

Page 122: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal

Lampiran III. Sertifikat Halal PT. Ajinomoto 24 Juni 2010-23 Juni 2012

Page 123: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI NIM... · perlindungan hukum terhadap konsumen dilihat dari aspek kebijakan kriminal