periode 2004-2009repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24198... · 2014. 4. 1. ·...
TRANSCRIPT
PENGARUH POLITIK DOMESTIK MALAYSIA TERHADAP
HUBUNGAN BILATERAL INDONEISA-MALAYSIA
PERIODE 2004-2009
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ilmu Sosial
oleh
UMI KULSUM
NIM. 106083003677
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
PENGARUH POLITIK DOMESTIK MALAYSIA TERHADAP
HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-MALAYSIA
PERIODE 2004-2009
Skripsi
diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Syarat-Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial
oleh:
Umi Kulsum
NIM: 106083003677
Menyetujui,
Pembimbing Penasehat Akademik
Drs, Armein Daulay, M.Si Nazaruddin Nasution, SH, MA
NIP.130 892 961 NIP. 020 001 548
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Politik Domestik Malaysia Terhadap
Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia Periode 2004-2009” telah diujikan
dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan llmu Politik Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 21 Maret 2011. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Program Strata 1 (S1) Jurusan Hubungan Intenasional.
Jakarta, 21 Maret 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Jurusan Sekretaris Jurusan
Dina Afrianty, Ph.D Agus Nilmada Azmi, M.Si.
NIP. 1973041199032002 NIP.197808042009121002
Pembimbing
Drs. Armein Daulay M.Si.
NIP. 130892961
Penguji I Penguji II
Kiky Rizky, M.Si. Mutiara Pertiwi, MA.
NIP. 19730312008011002 NIP. 1973032120080110022
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 Maret 2011
Umi Kulsum
iii
ABSTRAK
Skripsi ini menjelaskan mengenai permasalahan politik domestik Malaysia
dan pengaruhnya terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada periode 2004-
2009. Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara. Peneliti
menemukan, bahwa persoalan politik Malaysia relatif tidak terlalu mempengaruhi
hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia. Seperti yang kita ketahui hubungan antara
Indonesia-Malaysia telah diwarnai dengan berbagai isu yang hingga saat ini masih
belum ada penyelesaiannya, adanya permasalahan dalam politik domestik Malaysia
tidak begitu banyak pengaruhnya terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia.
karena sejak awal Malaysia merupakan negara multikultural yang rentan terhadap
konflik antar etnis, sehingga permasalahan domestik yang akan selalu dihadapi
Malaysia adalah masalah etnis yang sangat rentan dengan konflik.
Sedangkan dilihat dari dinamika hubungan bilateral antara Indonesia-Malaysia
dari awal kemerdekaan Malaysia hingga tahun 2009, masalah seperti perbatasan
(Borderline) di laut antara Indonesia-Malaysia, dan perlakuan terhadap Tenaga Kerja
Indonesia (TKI), yang dinilai melanggar HAM memang sudah ada dan hingga saat ini
masih belum bisa terselesaikan dengan baik. Kedua negara masih melakukan upaya-
upaya dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Penulis mendapatkan bahwa hal
yang melatar belakangi terjadinya hubungan istimewa antara Indonesia dengan
Malaysia selain mempunyai warisan sejarah, bahasa, agama dan kebudayaan yang
sama, tetapi karena telah membuat kedua negara menjadi simbiosis mutualistik
(adanya saling ketergantungan) sehingga permasalahan politik domestik dimasing-
masing negara tidak akan banyak berpengaruh terhadap hubungan bilateral kedua
negara.
Dengan menggunakan kerangka pemikiran K.J Holsti mengenai politik
internasional, serta kerangka pemikiran Arend Lijphart mengenai Consociational
democracy dan Ahmad Atory Hussain tentang demokrasi “ala” Malaysia, yang
menjadi acuan penulis dalam pembuatan skripsi ini. Penelitian ini menggunakan
metoda penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yang berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Lebih lanjut penelitian ini
merujuk kepada data primer (wawancara, dokumen-dokumen resmi, serta pernyataan
resmi pemerintah RI) dan data sekunder berupa studi kepustakaan melalui buku-buku,
Koran, hasil penelitian, jurnal, dan terbitan-terbitan lainnya.
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-
Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam tetap tercurahkan
kepada Nabi Muhammmad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.
Alhamdulillah, dengan ridho-Nya skripsi dengan judul “Pengaruh Politik
Domestik Malaysia terhadap Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia Periode
2004-2009” dapat diselesaikan. Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya
bimbingan, arahan, bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Maka dari itu,
penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Drs. Armein Daulay, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang
telah memberi arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Terima kasih atas kesabaran dan perhatiannya di
tengah-tengah berbagai kesibukan.
2. Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua Jurusan Hubungan Internasional Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Agus Nilmada Azmi, M.Si., sebagai Sekretaris Jurusan Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Kiky Rizky, M.Si., dan Mutiara Pertiwi, MA., sebagai Dosen Penguji Skripsi
yang turut membantu mengarahkan dan memberi saran dan ilmunya.
5. Nazaruddin Nasution, SH, MA., sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis.
v
6. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan berbagai ilmu
dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugasnya sebagai mahasiswa.
7. Musni Umar sebagai Sekertaris Eminent Persolan Group Indonesia-Malaysia
(EPG), yang telah meluangkan waktu nya dan membantu dalam penyediaan data-
data yang berkaitan dengan skripsi penulis.
8. Ayah dan ibu tercinta, yang telah mendidik penulis dengan kasih sayang,
memberikan pengorbanan baik materiil dan non materiil yang tidak terhitung
nilainya, serta tidak henti-hentinya memberikan dukungan dan do’a restu pada
penulis.
9. Adik-adikku, Yazid Albustomi dan Hizbu Agillah yang telah memberikan
motivasi dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Puji Nia Rahmatika, Dwi Wahyuni dan Iyul Yanti, yang selalu memberikan
motivasi, semangat dan perjalanan seru yang menjadi kenangan yang tidak
terlupakan bagi penulis. Terima kasih karena selalu ada saat suka dan duka sejak
awal kuliah hingga sekarang, semangat terus dan sukses buat kita semua.
11. Terima kasih kepada Natiqoh, Shinta Oktalia, Anne, Benardy, Rifqi, Siti Alfiah,
yang telah sama-sama berjuang di detik-detik terakhir penyelesaian skripsi sampai
pada proses sidang.
12. Seluruh teman-teman Mahasiswa/Mahasiswi jurusan Hubungan internasional
angkatan 2006 terutama kelas B, yang telah memberikan dukungan dan motivasi
dalam penyelesaian skripsi ini.
vi
13. Sahabat-sahabatku dikosan Dila, ka’ kiki, ka’win, Anis, Evi, Neneng yang selalu
memberikan semangat, dan tidak bosan-bosannya mendengarkan semua keluh
kesah dan setiap tetesan air mata penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
14. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari, skripsi ini hanyalah bagian kecil dari khazanah ilmu
pengetahuan yang sangat luas. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan sumbangsih pada Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah khususnya dan masyarakat
umumnya.
Penghargan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan semoga segala bantuan yang
tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi Allah SWT sebagai ibadah,
Amin.
Jakarta, 13 Maret 2011
Umi Kulsum
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 7
C. Tujuan penelitian ........................................................................... 7
D. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 7
D.1. Teori Consociational ............................................................. 7
D.2. Konseptual Demokrasi “Ala” Malaysia ................................ 11
D.3. Politik Internasional (International Politics) ........................ 18
E. Metoda Penelitian .......................................................................... 20
F. Sistematika Penulisan .................................................................... 21
BAB II POLITIK DOMESTIK MALAYSIA
A. Struktur Penduduk dan Masyarakat Malaysia ............................... 23
B. Kondisi Pemerintahan dan Politik Malaysia ................................. 23
C. Etnisitas dalam Politik Malaysia ................................................... 31
viii
BAB III HUBUNGAN BILATERAL MALAYSIA-INDONESIA
A. Sejarah Hubungan Indonesia-Malaysia………………………….41
B. Permasalahan yang Dihadapi Antara Indonesia-Malaysia ............ 45
BAB IV PENGARUH POLITIK DOMESTIK MALAYSIA TERHADAP
HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-MALAYSIA PERIODE
2004-2009.
A. Pengaruh Politik Domestik Malaysia Terhadap Hubungan
Bilateral Indonesia-Malaysia ........................................................ 52
B. Dinamika Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia……………..54
C. Upaya Menyelesaikan Permasalahan Hubungan Bilateral
Kedua Negara ................................................................................ 57
BAB V PENUTUP
Kesimpulan.…………………………………………………………..64
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 68
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
DAFTAR SINGKATAN
ASEAN : Association of South East Asian Nation
BA : Barisan Alternatif
BERJASA : Barisan Jemaah Islamiyah Se-Malaysia
BN : Barisan Nasional
DAP : Democratic Action Party
DUN : Dewan Undang Negeri
EPG : Eminent Person Group
EXCO : Executive Councillor
MCA : Malaysian Chinese Association
MIC : Malaysian Indian Congress
NEP : New Ekonomi Policy
NOC : National Operations Council
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
PAP : Partai Aksi Rakyat
PAS : Partai Islam se-Malaysia
PANAS : Partai Negara Serawak
PBRS : Partai Bersatu Rakyat Sabah
PBDS : Partai Bangsa Dayak Sarawak
PPP : People’s Progressive Party of Malaysia
PBB : Partai Pesaka Bumiputera Bersatu Serawak
x
PBS : Partai Bersatu Sabah.
PKR : Partai Rakyat Malaysia
PMIP : Pan-Malayan Islamic Party
SAPP : Sabah Progressive Party
SUPP : Serawak United People’s Party
SNAP : Sabah National Party
STAR : State Reform Party Saraak
TKI : Tenaga Kerja Indonesia
UPKO : Pasok Momogun Kadazandusun Organization
UMNO : United Malays National Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Skripsi ini membahas mengenai masalah politik domestik Malaysia dan
pengaruhnya terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. Malaysia merupakan
nama baru bagi Persekutuan Tanah Melayu atau Malaya, yang memperoleh
kemerdekaan dari Inggris pada tanggal 31 Agustus 1957. Dalam perkembangan
selanjutnya pada tahun 1963 Inggris menggabungkan Singapura, Serawak dan Sabah
dalam naungan satu negara bersama Persekutuan Tanah Melayu dan diberi nama
Malaysia. Malaysia merupakan suatu negara federal yang terdiri dari 14 negara
bagian.1 Fokus skripsi ini adalah pengaruh dari politik domestik Malaysia terhadap
hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada periode 2004-2009.
Bila dilihat dari struktur penduduknya, Malaysia adalah negara dengan struktur
masyarakat plural. Penduduk Malaysia terdiri dari tiga kumpulan etnis yaitu, etnis
Bumiputera (Melayu) yang beragama Islam, China yang identik dengan Budha dan
India yang menganut agama Hindu.2 Etnis muslim Melayu pada umumnya dianggap
1 Di antara negara bagian tersebut adalah: Johor, Kedah, Kelatan, Melaka, Negeri Sembilan,
Pahang, Pulau Pinang, Perak, Perlis, Sabah, Serawak, Selangor, Terengganu, dan Kuala lumpur, yang
merupakan wilayah khusus negara Malaysia. Lihat Syahbuddin Mangandaralam, 1988., Mengenal
Malaysia dari Dekat. Negara Tetangga Kita dalam ASEAN. (Bandung: Remadja Karya,). h. 36-37.
Namun pendirian negara Malaysia tersebut mendapat pertentangan dari Indonesia dalam wujud
konfrontasi “Ganyang Malaysia” (Crush Malaysia). 2 Lihat Ding Choo Ming. 16-17 Mei 2005. Perpaduan Kaum dan Toleransi Agama di Malaysia.
Prosiding Konvensi Kebangsaan Kecemerlangan Sosial dan Pembangunan Komuniti. (Banda Hilir
Malaka: Penerbit Institut Sosial Malaysia dan Kementerian Pembangunan Wanita dan Masyarakat
Malaysia). h. 47
2
sebagai penduduk asli di negara Malaysia yang dikenal dengan sebutan kaum
Bumiputera. Mereka merupakan kelompok mayoritas dengan jumlah populasi 56%,
Bumiputera yang bukan muslim ialah 6,0%. Sedangkan kelompok China mencapai
27%, dan kelompok India berjumlah 8%. Di samping itu terdapat kelompok kecil
seperti orang Pakistan, Sri Lanka, dan Bangladesh dan beberapa penduduk pribumi
yang banyak berdiam di Sabah dan Serawak yang berjumlah 3%.3
Dari uraian di atas, Malaysia yang dikenal sebagai negara multi etnis dan multi
religius sangat rentan terhadap konflik. Sistem politik ini menghadapi masalah yang
mengancam integrasi nasionalnya, yaitu potensi konflik antar etnik yang jumlahnya
hampir seimbang. Elit politik yang dominan di Malaysia berasal dari kelompok etnis
Melayu. Walaupun demikian, usaha untuk meredam konflik tersebut sementara dapat
diselesaikan oleh pemerintah. Hal ini berdampak bagi pembentukan nation-building
secara luas pada masyarakat.
Sejalan dengan pendapat Francis Loh Koh Wah, Malaysia melakukan nation-
building dengan didukung oleh sistem politik akomodasi yang menganut teori
consociational. Artinya masyarakat yang plural hidup dalam atmosfir komunal.
Mereka terefleksi dalam koalisi besar partai-partai politik yang berbasis etnik, yang
memainkan peranan penting bagi stabilitas politik dan bagi pertumbuhan ekonomi.4
3 Abdul Rahman Embong. 2007. “Budaya dan Praktik Pluralisme di Malaysia Pasca-
Kolonial”, dalam Robert W, Hefner, Politik Multikulturalisme. (Yogyakarta: Impluse-Kanisius) h.
105. 4 Francis Loh Koh Wah. 2009. Old Vs New Politics in Malaysia, (Selanggor: SIRD &
ALIRAN) h.xiii.
3
Pada Tahun-tahun permulaan kemerdekaan, pemerintahan Malaysia diganggu
oleh beberapa konflik baik secara internal maupun eksternal diantaranya: konflik
dengan Indonesia atau yang lebih dikenal sebagai Konfrontasi (1962-1966)
menyangkut pembentukan Federasi Malaysia. konflik internal dengan keluarnya
Singapura pada 1965 karena politik diskriminasi, dan pertikaian antar-etnis di dalam
kerusuhan 13 Mei pada 1969. Efek dari kerusuhan 13 Mei 1969 yang menyebabkan
kematian ribuan orang menyadarkan bahwa jika ketimpangan tidak diatasi maka akan
terjadi sebuah kehancuran dalam suatu negara. Hal ini lah yang memicu munculnya
Kebijakan Ekonomi Baru (NEP)5 oleh Perdana Menteri Abdul Razak, dalam rangka
penaikan hasil bagi dalam bidang ekonomi antara bumi putra dengan kelompok etnis
lainnya. Malaysia sejak saat itu memelihara keseimbangan politik kesukuan, dengan
sistem pemerintahan yang memadukan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan
kebijakan ekonomi dan politik yang menyokong keikutsertaan dari semua etnis.
Sistem kepartaian Malaysia menggunakan sistem multi partai (multy party
system).6 Terdiri atas dua bagian yaitu: partai yang pro terhadap pemerintah, yang
tergabung dalam Barisan Nasional yang didominasi oleh United Malays National
Organization, kaum China dalam Malaysian Chinese Association, dan kaum India
bergabung kedalam Malaysian Indian Congress. Selain itu, ada juga partai yang
5 NEP merupakan sebuah kebijakan yang ambisius dan kontroversial untuk mengubah struktur
ekonomi sosial masyarakat Malaysia. Dibentuk pada tahun 1971 di bawah pimpinan Perdana Menteri
Tun Abdul Razak, NEP bertujuan menghilangkan ketimpangan ekonomi antara minoritas etnis China
yang kaya dengan mayoritas etnik Melayu yang miskin. Lihat Khoridatul Anissa. 2009. Malaysia
Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, & Dinamika Hubungannya dengan Indonesia.
(Jogjakarta: Garasi) h.146. 6 Lihat Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi)
h. 415.
4
berseberangan dengan pemerintah, yang tergabung dalam Barisan Alternatif sekarang
berubah nama menjadi Pakatan Rakyat yang didominasi oleh Partai Keadilan Rakyat
(PKR), Partai Islam se-Malaysia, dan Democratic Action Party.
Barisan Nasional merupakan satu-satunya partai politik yang bukan saja
menguasai tumpuk pemerintahan, namun telah memenangi kesemua pemilu yang
telah diadakan di Malaysia.7 Adanya keterlibatan pemerintahan Malaysia dalam
pembangunan ekonomi-politik Malaysia, telah memberi ruang politik kepada Barisan
Nasional yang telah mendominasi pemerintah Malaysia semenjak 1957. Hal ini yang
menyebabkan pemerintah telah berhasil menanamkan suatu bentuk orientasi budaya
politik terhadap masyarakat Malaysia bahwa hanya pemerintah yang mampu untuk
mewujudkan kestabilan ekonomi-politik di Malaysia.
Namun pada pemilu ke-12 yang dilaksanakan Pada tanggal 8 Maret 2008 di
Malaysia, telah membuktikan merosotnya popularitas Barisan Nasional. Dalam
pemilu kali ini BN hanya memenangi 140 kursi, sedangkan BA berhasil memenangi
82 kursi parlemen dari 222 kursi parlemen.8 Hasil dari pemilu tahun 2008 ini
mengalami banyak perubahan dalam perolehan jumlah kursi diparlemen, pada pemilu
sebelumnya BN telah memenangi 198 kursi sedangkan BA hanya memperoleh 21
kursi dari 219 jumlah kursi diparlemen. Fakta ini juga mengindikasikan bahwa
reformasi dalam sistem demokrasi di Malaysia sudah dinanti-nantikan, Hasil pemilu
7 Zaini Othman, dkk., 2009. Politik dan Perubahan antara Reformasi politik di Indonesia dan
Politik baru di Malaysia (Yogyakarta: Graha Ilmu), h.169-170. 8 Diantaranya adalah Johor, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Pulau Pinang, Perlis, Sabah,
Serawak, Terengganu, dan Kuala lumpur.
5
tersebut juga harus mendorong partai berkuasa untuk melakukan intropeksi terhadap
berbagai kebijakan mereka. Selain itu, Malaysia juga bisa belajar banyak dari
Indonesia yang sudah menjalankan kehidupan berdemokrasi.
Skripsi ini akan memfokuskan bagaimana pengaruh politik domestik Malaysia
dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dalam dinamika hubungan bilateral
Indonesia-Malaysia. Periode yang akan digunakan dalam analisis skripsi ini yaitu
periode 2004-2009, periode itu didasarknan pada pemikiran bahwa telah terjadi suatu
perubahan politik domestik Malaysia yang memungkin terjadinya suatu pandangan
baru dalam penyelesaian berbagai masalah dalam hubungan bilateral Indonesia-
Malaysia.
Hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada masa pra kemerdekaan dianggap
sebagai hubungan yang istimewa karena kedua negara tersebut merupakan salah satu
tetangga di Asia Tenggara dan mempunyai warisan sejarah, bahasa, agama dan
kebudayaan yang sama. Penduduk dari kedua negara mempunyai ikatan kekeluargaan
yang erat khususnya antara Persekutuan Tanah Melayu dengan penduduk Sumatera,
karena wilayah-wilayah Malaysia dan Indonesia pernah berada di bawah naungan
kekuasaan kerajaan seperti Sriwijaya, Majapahit dan Malaka.9
Hingga saat ini hubungan Indonesia-Malaysia ini sering terusik oleh beberapa
masalah yang mengakibatkan hubungan bilateral kedua negara tidak baik. Misalnya
masalah perbatasan (Borderline) di laut antara Indonesia-Malaysia, kemudian
9 Kunaseelan a/I Muniandy. 1996. Hubungan Malaysia Indonesia 1957-1970. (Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka) h.1-2.
6
sengketa pulau Sipadan-Ligitan (yang dimenangkan oleh Malaysia sebagai pemilik
sah kedua pulau tersebut dalam Mahkamah Internasional tahun 2002). Di samping
itu, muncul pula masalah Ambalat (Ambang Batas Laut). Sedangkan perbatasan di
darat ditemukan beberapa "patok" yang menandakan batas wilayah antara Indonesia
(Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur) dengan Malaysia (Serawak dan Sabah)
yang telah bergeser letaknya, dan penampungan kayu-kayu dari hasil illegal logging.
Kayu-kayu tersebut berasal dari hutan-hutan di Kalimantan dan Papua yang
sebagiannya dijadikan produksi rumah tangga dan diekspor oleh Malaysia ke luar
negeri. Selain itu, perlakuan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang dinilai
melanggar HAM. Selanjutnya masalah yang berkaitan dengan klaim hak kekayaan
intelektual, budaya dan kesenian khas Indonesia oleh negara tersebut. Misalnya
seperti batik, angklung, lagu “Rasa Sayange”, dan reog ponorogo.10
Dari uraian di atas, terdapat beberapa tema penting dalam hubungan Indonesia-
Malaysia yaitu: persaudaraan, kerjasama, konflik, keserantauan, yang mengakibatkan
pasang surutnya hubungan antara Indonesia-Malaysia.11
Maka dengan adanya
beberapa ganjalan-ganjalan tersebut rupanya memunculkan ide bersama untuk
membuat sebuah lembaga konsultasi di mana lembaga tersebut akan menjadi
jembatan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Ada pun lembaga yang
beranggotakan para pakar dari kedua negara diberi nama Eminent Person Group
(EPG).
10
Taufik Adi Susilo. 2009. Indonesia Vs Malaysia: Membandingkan Peta Kekuatan Indonesia
& Malaysia. (Jogyakarta: Garasi) h 101-102. 11
Kunaseelan a/I Muniandy. 1996. Hubungan Malaysia Indonesia 1957-1970. h. 2.
7
B. Rumusan Masalah
Pertanyaan yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Bagaimana pengaruh politik domestik Malaysia terhadap hubungan
bilateral Indonesia-Malaysia pada periode 2004-2009, serta bagaimana
upaya yang dilakukan antara kedua negara dalam menanggapi berbagai
isu yang mewarnai hubungan bilateral tersebut?”.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini antara lain:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hubungan
bilateral Indonesia- Malaysia periode 2004-2009.
2. Memperoleh Informasi mengenai upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh
kedua negara dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang
mewarnai hubungan bilateral Indonesia-Malaysia periode 2004-2009.
D. Kerangka Pemikiran
D.1 Teori Consociational.
Malaysia adalah negara yang pernah mencoba menerapkan mekanisme
“consociational democracy” sebagai upaya untuk mengelola konflik-konflik
yang mereka hadapi. Tetapi penerapan consociational democracy di Malaysia
mengalami kegagalan dengan pecahnya kerusuhan rasial pada 13 Mei 1969.
Membahas permasalahan Malaysia tersebut, digunakan konsep consociational
democracy yang dikemukakan seorang ilmuan Belanda, Arend Lijphart. Dalam
makalah World Politics, dengan judul Consociational Democracy. Apa yang
8
dikemukakan oleh Lijphart mendekati model politik plural yang berdasarkan
pada faktor perkauman seperti yang terdapat di Malaysia.12
Teori ini menekankan kerjasama dan kompromi antara partai-partai
politik yang mewakili berbagai kelompok yang membentuk pemerintahan.
Partai-partai politik tersebut mewakili kelompok atau etnik masing-masing.
Dampaknya ialah terdapat pergeseran kekuasaan yang secara relatif bersifat
sama atau adil dari segi pembagian kursi parlemen. Hal ini menjadikan menteri-
menteri yang duduk dalam jabatannya dipilih berdasarkan ketentuan etnis
masing-masing.13
Secara etimologis consociation berasal dari consociato, adalah istilah
yang pernah digunakan David Apter untuk menggambarkan situasi politik di
Nigeria. Sementara itu orang Belanda menggunakan istilah verzuiling untuk
menggambarkan situasi masyarakat yang terbagi dalam pilar-pilar yang
menyangga suatu kubah, seperti pilar yang menyangga bangunan kuno di
Yunani. Pada kubah atau bangunan sosial tersebut terjadi akomodasi dan
kompromi antara elit dari masing-masing pilar. Dalam masyarakat yang
12
Intercollegiate Studies Institute (ISI), Consociational Democracy: The Views of Arend
Lijphart and Collected Criticisms. www.mmisi.Org. diakses pada12 Januari 2007. Dikutip dari
Penelitian Armein Daulay dan Eva Mushoffa. 2010. Perubahan Politik Malaysia Pasca Pemilu 2008
Implikasinya dalam Praktek Kehidupan Bermultietnis. (Jurusan Hubungan Internasional, FISIP.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). h. 11. 13
Lihat Ahmad Atory Hussain. 1998. Dari Berantakan Menuju Pembangunan Politik Melayu
1990-2000. (Kuala Lumpur: Percetakan Cergas (M) SDN. BHD). h. 36.
9
sesungguhnya pilar-pilar tersebut mempunyai bentuk seperti pyramid.14
Lapisan atas dihuni oleh elit, kemudian lapisan bawah dihuni oleh massa
pengikutnya sebagaiman tergambar dalam diagram di bawah ini:
Diagram D.I.I.
Consociational Democracy
Elit
Masa
Pengikut
„
Sumber: Nur Azizah, National Building, Satate Buiding, dan Pemabngunan
Perekonomian di Asia Tenggara, diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
.
Dari diagram di atas, maka ciri khas dari consociational democracy
adalah: pertama, adanya pengelompokan masyarakat dalam masing-masing
kubu yang sangat kedap, tertutup rapat-rapat dan sulit ditembus dari luar.
Kedua, adanya komunikasi secara vertikal yang menghubungkan massa dengan
14
Dwi Rahayu Ningsih. 2003. Persaingan Partai Pemerintah dan Partai Oposisi di Malaysia.
(Skripsi Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta) h. 17.
Consociational Democracy
UMNO
Melayu
MCA
China
MIC
India
10
elitnya (pemimpinnya) dalam masing-masing kelompok (subculture), dan
Ketiga, Adanya perlembagaan perundingan antar elit atau dengan kata lain,
perundingan antar elit dijadikan proses negoisasi yang melembaga.
Sejalan dengan pendapat Francis Loh Koh Wah, yang mengatakan bahwa
upaya Malaysia membentuk nation-building didukung oleh sistem politik
akomodasi yang menganut teori consociational. Artinya masyarakat yang plural
hidup dalam atmosfir komunal. Mereka terefleksi dalam koalisi besar partai-
partai politik yang berbasis etnik, yang memainkan peranan penting bagi
stabilitas politik dan bagi pertumbuhan ekonomi.15
Selanjutnya, Lijphart melihat bahwa teori consociational lebih tepat
untuk masyarakat pluralis yang tersegmentasi dalam berbagai kelompok sosial
yang berbeda, karena teori ini menjamin bahwa setiap kelompok akan berbagi
kekuasaan dan mendorong para elit untuk memerintah bersama. Dengan
demikian, teori ini merupakan cara yang ampuh untuk melindungi kelompok
minoritas dan masyarakat budaya akomodasi pada elit perwakilan. Kesimpulan
yang dikemukakan oleh Lijphart bahwa demokrasi consociational tidak hanya
dapat diaplikasikan dalam masyarakat yang plural, tetapi juga untuk beberapa
negara, yang merupakan cara dibutuhkan untuk mencapai kestabilan demokrasi.
Karena prinsip yang mendasar bagi Lipjhart adalah “The realistic choice
is….between consociational democracy and no democracy at all” (pilihan yang
15
Francis Loh Koh Wah. 2009. Old Vs New Politics in Malaysia, (Selanggor: SIRD &
ALIRAN). h. xiii.
11
realistis adalah antara demokrasi consociational, atau tidak demokratis sama
sekali).16
D.2 Konseptual dari Demokrasi “Ala” Malaysia.
Konsep demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan berasal dari para
filsuf Yunani. Akan tetapi pemakaian konsep ini di zaman modern dimulai
sejak terjadinya pergolakan revolusioner dalam masyarakat barat pada akhir
abad ke-18. Pada pertengahan abad ke-20 dalam perdebatan mengenai arti
demokrasi muncul tiga pendekatan umum. Sebagai suatu bentuk pemerintah
menurut Samuel P. Huntington, demokrasi didefinisikan berdasarkan sumber
wewenang bagi pemerintah, tujuan yang dilayani oleh pemerintah, dan prosedur
untuk membentuk pemerintah.17
Dari sisi yang lain, Huntington menjelaskan
bahwa demokrasi berkaitan dengan kemakmuran. Oleh karena itu, peralihan
menuju demokrasi akan berlaku di negara-negara yang mempunyai tahap
perkembangan ekonomi yang tinggi. Pendapat Huntington ini di aplikasikan
dalam konteks Malaysia yang merupakan sebuah negara yang masih dalam
proses pengukuhan demokrasi atau lebih tepat lagi masih di peringkat
pendemokrasian politik, di mana kemakmuran dan perpaduan antar kelompok
sangat penting selain aspek ekonomi.18
16
Intercollegiate Studies Institute (ISI), Consociational Demokracy. h. 10. 17
Samuel P. Huntington. 1997. Gelombang Demokratisasi Ketiga. (Jakarta: PT Midas Surya
Grafindo) h. 4. 18
Malike Brahim. 2002. (Dasar Awam di Malaysia; respons Kepada Isu-Isu Semasa. Dalam
Majalah Pemikir; Membangun Minda Berwawasan. Penerbit UTUSAN Malaysia) h. 89.
12
Sidney Hook misalnya berpendapat demokrasi adalah bentuk
pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara
langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang
diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. Menurut pendapat Henry B. Mayo
demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan
bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang
diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminnya kebebasan politik.19
Menurut Ahmad Atory Hussain, yang mengutip pendapat Diamond
bahwa demokrasi terbagi atas demokrasi electoral (electoral democracy)
sampai demokrasi liberal (liberal democracy), dan di antara dua varian ini ada
beberapa varian lainnya. Dengan merujuk pada konsep demokrasi electroral
dari Schumpeter, Diamond memandang demokrasi electoral sebagai konsep
demokrasi yang sangat minimal, karena varian ini mengukur demokrasi dari
hasil pemilihan umum (pemilu) dan mengabaikan aspek lainnya yang
memastikan bahwa seluruh unsur masyarakat terlibat, atau menyisakan ruang
bagi kemungkinan aktor-aktor yang tidak terseleksi dalam pemilu untuk
mempengaruhi pembuatan keputusan.20
Sedangkan di sisi lain Demokrasi
19
Azyumardi Azra, 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani. (Jakarta.
ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) h. 110. 20
Larry Diamond, “Defining and Developing Democracy”, in The Democracy Source Book,
edited by Robert Dahl, Ian Shapiro and Jose Antonio Cheibub (Cambridge: The MIT Press, 2003), hal.
32-33, dikutip dari Ahmad Atory Hussain. 1998. Dari Berantakan Menuju Pembangunan Politik
Melayu 1990-2000. (Kuala Lumpur: Percetakan Cergas (M) SDN. BHD) h.34.
13
Liberal, telah melampaui ukuran-ukuran pemilu karena varian ini dengan tegas
menolak pembagian kekuasaan kepada militer atau elemen lain yang tidak
dapat dipertanggung jawabkan di hadapan pemilih. Varian ini juga mengukur
kewenangan eksekutif dengan akuntabilitas vertikal dan horizontal, serta
memberikan kebebasan yang penuh bagi ekspresi kepentingan-kepentingan dan
nilai-nilai yang berseberangan.21
Berangkat dari uraian di atas, ada baiknya kita melihat pelaksanaan
demokrasi di Malaysia, karena penerapannya agak “berbeda” dengan negara-
negara demokratis lainnya, sehingga Ahmad Atory Hussain menamakannya
sebagai demokrasi “ala” Malaysia. Konsep ini dirasakan berdasarkan
pengamatannya sendiri. Walaupun istilah tersebut tidak ada dalam kamus ilmu
politik, dalam hal ini Atory menambahkan bahwa tidak semua teori dan konsep
politik barat itu sesuai atau serasi dengan Malaysia. Atas dasar itu maka kita
merasa bahwa terdapat beberapa aspek demokrasi yang kalau di Barat dianggap
mempunyai unsur-unsur positif pada mereka, tetapi sebaliknya di Malaysia
mempunyai unsur negatif jika sampai diterapkan konsep demokrasi atau politik
barat tersebut.
Dalam pelembagaan Malaysia terdapat beberapa pasal yang menyebut
bahwa semua warga negara bebas berbicara, berbahasa, berkesatuan, bebas
mengamalkan agama, menulis, mengeluarkan pendapat, menggunakan bahasa
dan bebas menjalankan apa saja yang menjadi aktivitas dalam masyarakat. Hal
21
Azyumardi Azra, 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani. h. 111.
14
ini berhubungan dengan Hak Asasi Manusia, di mana secara definitif “hak”
merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berprilaku,
melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia
dalam menjaga harkat dan martabatnya.22
Selanjutnya, Hak Asasi Manusia sangat erat hubungannya dengan
kebebasan, dan pada dasarnya setiap manusia di negara manapun berhak
mendapatkan kebebasan dalam segala hal termasuk dalam berpolitik. Namun
dalam hal ini tidak semua negara sama dalam menerapkan suatu kebebasan
tersebut, seperti hal nya kebebasan yang dijalankan di Malaysia hampir mutlak
dijalankan di barat dan sering membandingkan dengan kebebasan yang
dijalankan di Malaysia, dan pihak oposisi di negara ini juga hampir senada
selalu menghantam kerajaan karena dianggap selalu membatasi kebebasan.
Meskipun demikian dengan kebebasan “ala” Malaysia ini, negara
Malaysia telah mencapai kemajuan ekonomi dan pembangunan yang sangat
pesat. Jika Malaysia menerapkan kebebasan seperti yang dituntut oleh
demokrasi barat atau Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), mungkin saja Malaysia
tidak akan mencapai pembangunan seperti sekarang ini.
Jika media diberikan kebebasan mutlak seperti yang terjadi di barat, maka
api perkauman akan merebak. Hal ini disebabkan karena tidak semua orang bisa
mengerti atau memahami arti kebebasan dan demokrasi. Ada sebagian yang
22
Ahmad Atory Hussain. 1998. Dari Berantakan Menuju Pembangunan Politik Melayu 1990-
2000. h. 35.
15
mengartikan kebebasan sebagai pihak yang beroposisi terhadap pemerintah
(membangkang kerajaan). Jika tidak dipimpin secara jujur oleh para pemimpin-
pemimpin politik, maka pergolakan antar kaum atau etnis akan terjadi. Terlebih
lagi apalagi dalam kampanye pemilihan umum diijinkan seperti tahun 60-an
dulu, tentu akan kembali terjadi pergolakan antar etnis. 23
Jadi Atory memberikan contoh pada pembentukan ideologi komunis jika
diijinkan juga seperti yang dituntut dalam demokrasi barat, tentu akan terjadi
revolusi dan pergolakan antar masyarakat. Bagaimanpun jika trend
pembangunan yang mapan, pendidikan di kalangan masyarakat yang merata
serta budaya civic yang luas ditanamkan kepada rakyat yang tergolong dalam
beberapa kaum, pastinya kampanye secara besar-besaran dalam pemilihan
umum dapat dijalankan dengan beberapa peraturan dan etika. Akan tiba pada
satu tahap nantinya, masyarakat Malaysia tidak akan bertindak primitif dan
nuncivilized. Kemudian akan mencoba mengadakan kampanye secara terbuka
dan memberikan kebebasan kepada media namun secara bertahap.
Adanya perbedaan proses sosialisasi politik di tiap negara dapat
menimbulkan budaya politik yang berbeda di tiap negara. Kemudian dengan
adanya budaya politik yang berbeda di tiap negara dapat menyebabkan
perbedaan kinerja sistem politik tiap negara tersebut. Budaya politik juga dapat
23
Atory, Ibid., h. 38-39.
16
membentuk identitas nasional karena budaya politik merupakan sikap, tingkah
laku, dan orientasi pemikiran politik dari masyarakat.24
Pendapat lain dikemukakan oleh Ahmad Nidzammuddin Sulaiman, yang
dikutip dari Abdul Monir Yaacob dan Suzalie Mohamad bahwa latar belakang
budaya politik di Malaysia memiliki pengaruh yang besar dari budaya politik
Melayu. Budaya dan pemikiran politik Melayu sedang mengalami transformasi.
Budaya politik Melayu bersifat feodal dengan ciri-ciri yang jelas seperti pada
masa kesultanan Melayu Malaka. Sifat atau struktur budaya politik ini
bercirikan agrarian, patron-client, pasif, non-political, setia, sensitif, dengan
derajat dan kedaulatan pemimpin (Raja). Budaya politik tersebut tidak
mengenal nilai demokrasi, persaingan dan kebebasan yang dituntut oleh
kebanyakan masyarakat sekarang.25
Akan tetapi dalam perkembangannya budaya politik tersebut dapat
berkembang, berubah ataupun tetap. Walaupun kemungkinan besar budaya
politik akan lebih cenderung untuk terus berkembang atau berubah. Namun hal
ini tergantung pada sosialisasi politik karena sosialisasi politik merupakan
proses pewarisan nilai dan norma politik dari satu generasi ke generasi
selanjutnya. Begitu juga dengan Malaysia, dengan kedatangan penjajah yang
24
Toto Pribadi, dkk. 2007. Sistem Politik Indonesia. (Jakarta: Universitas Terbuka) h. 2.9. 25
Ahmad Nidzammuddin Sulaiman. Budaya Politik dalam Masyarakat Majmuk di Malaysia.
Dalam buku Abdul Monir Yaacob dan Suzalie Mohamad. 2002. Etika dan Budaya Politik dari
Perspektif Islam. (Malaysia. Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM) h. 34-35.
17
membawa pendidikan barat telah membawa sedikit perubahan walaupun tidak
menyeluruh.26
Demokrasi dan kebebasan mulai berkembang, baik di Filipina yang
dijajah oleh Amerika Serikat maupun Malaysia yang dijajah oleh British
(Inggris). Secara jelas kedatangan penjajah tersebut telah menggeserkan nilai
politik tradisional dengan nilai politik yang baru, diantaranya telah
mengenalkan institusi politik yang baru seperti pelembagaan, dewan
perwakilan, pemilihan umum, partai politik dan mahkamah.
Selepas perang dunia kedua zaman penjajahan secara berangsur-angsur
berakhir. Tanah-tanah jajahan mulai mencapai kemerdekaan, setelah mendapat
kemerdekaan kebanyakan negara baru memiliki semangat yang tinggi untuk
membangun negaranya baik dalam sudut sosial, ekonomi, maupun politik.
Kemudian kebanyakan negara membangun dan melaksanakan sistem
pemerintahan dengan demokrasi seperti yang dilaksanakan di barat tanpa
mengambil perbedaan atas latar belakang masyarakat, seperti taraf pendidikan
yang masih rendah, elemen feodal yang masih kuat, tingkat ekonomi yang
masih rendah serta sifat budaya politik yang parokial.
Dalam masyarakat seperti ini identifikasi individu masih terikat dengan
sentiment primordium. Ikatan kesetiaan masih terpusat pada sentiment
perkauman yang menonjolkan ciri-ciri etnik, agama, bahasa dan budaya.
Sehingga etnis bukan Melayu masih belum merasakan negara ini sebagai
26
Sulaiman, Ibid., h. 35.
18
negara mereka, seperti hal nya terjadi di Malaysia yang menyebabkan
terjadinya kerusuhan 13 Mei 1969 hingga meruntuhkan kerajaan dan
keseluruhan sistem pemerintahan. Dari uraian di atas, maka dibuatlah konsep
demokrasi yang cocok dengan latar belakang masyarakat Malaysia yaitu,
demokrasi “ala” Malaysia seperti yang sudah dijelaskan di atas. 27
D.3 Politik Internasional (International Politics).
Politik internasional menurut K.J Holsti adalah studi mengenai pola
tindakan negara terhadap lingkungan eksternal sebagai reaksi atas respon
negara lain.28
Selain mencakup unsur power, kepentingan, dan tindakan, politik
internasional juga mencakup perhatian terhadap sistem internasional
deterrence, dan perilaku para pembuat keputusan dalam situasi konflik. Jadi
politik internasional menggambarkan hubungan dua arah, menggambarkan
reaksi dan respon bukan aksi.29
Politik internasional merupakan salah satu wujud dari interaksi dalam
hubungan internasional. politik internasional membahas keadaan atau soal-soal
politik di masyarakat internasional dalam arti yang lebih sempit, yaitu dengan
27
Pribadi, dkk. 2007. Sistem Politik Indonesia. h. 35-37. 28
Lingkungan eksternal juga dijelaskan oleh Rosenau dalam konsep politik luar negeri yang
mengatakan bahwa kebijakan luar negeri yaitu, upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap dan
aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya. Selain itu,
kebijakan luar negeri menurutnya ditunjukan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan
hidup suatu negara. James N. Rosenau. 1980. The Scientific Study of Foreign Policy. New York: The
Free Press. hal. 171-173. 29
K.J Holsti. 1992. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. (Banndung: Bina Cipta) h.
26.
19
berfokus pada diplomasi dan hubungan hubungan antar negara dan kesatuan-
kesatuan politik lainnya. Politik internasional seperti halnya politik domestik
terdiri dari elemen-elemen kerjasama dan konflik, permintaan dan dukungan,
gangguan dan pengaturan. Negara membuat pembedaan antara kawan dan
lawan. Politik internasional memandang tindakan suatu negara sebagai respon
atas tindakan negara lain. Dengan kata lain, politik internasional adalah proses
interaksi antara dua negara atau lebih.30
Politik internasional merupakan suatu proses interaksi yang berlangsung
dalam suatu wadah atau lingkungan, atau suatu proses interaksi, interrelasi, dan
interplay, antar aktor dalam lingkungannya. Secara umum, objek yang menjadi
kajian politik internasional juga merupakan kajian politik luar negeri, dimana
keduanya menitik beratkan pada penjelasan mengenai kepentingan, tindakan
serta unsur power. Suatu analisis mengenai tindakan terhadap lingkungan
eksternal serta berbagai kondisi domestik yang menopang formulasi tindakan
merupakan kajian politik luar negeri, dan akan menjadi kajian politik
internasional apabila tindakan tersebut dipandang sebagai salah satu pola
tindakan suatu negara serta reaksi atau respon oleh negara lain, seperti dapat
dilihat pada tabel berikut:
30
Dikutip dari Howard Lentner. 1974. Foreign Policy Analysis: A Comparative and
Conceptual Approach. Ohio: Bill and Howell Co.,hal 2. Dalam buku Anak Agung Banyu Perwita,
Yayan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset). h. 40
20
Tabel D.3.I.
Politik Internasional
Negara A Negara B
Tujuan Tindakan
Tindakan Tujuan
Dalam interaksi antar negara terdapat hubungan pengaruh dan respons.
Pengaruh dapat langsung ditujukan pada sasaran tetapi dapat juga merupakan
limpahan dari suatu tindakan tertentu. Apapun alasannya, negara yang menjadi
sasaran pengaruh yang langsung maupun tidak langsung, harus menentukan
sikap melalui respons., manifestasi dalam hubungan dengan negara lain untuk
mempengaruhi atau memaksa pemerintah negara lainnya agar menerima
keinginan politiknya.31
Kerangka pemikiran politik internasional ini akan
digunakan untuk menganalisis proses apa saja yang diambil oleh kedua negara
dalam menyelesaikan berbagai permasalahan antara Indonesia-Malaysia. hal ini
penting untuk dikaji dan dibahas secara mendalam karena menyangkut
kepentingan kedua negara.
E. Metoda Penelitian
Metoda yang digunakan adalah metoda kualitatif dengan studi kepustakaan.
Menurut Bogdan dan Taylor, motoda kualitatif ialah prosedur penelitian yang
31
Anak Agung Banyu Perwita, Yayan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional. h. 41.
Respons Respons
21
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati.32
Berkaitan dengan isu yang hendak penulis kemukakan, maka
penulis menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer ini diperoleh
melalui pernyataan-pernyataan resmi pemerintah Indonesia, dan beberapa dokumen
lainnya serta melakukan wawancara mendalam terhadap narasumber yang
berkompeten di bidangnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan melakukan
studi kepustakaan. Studi kepustakaan ini berupa pencarian data melalui bacaan-
bacaan yang berkaitan dengan tema yang diusung dalam penelitian. Sumber-sumber
data tersebut berupa hasil catatan lapangan, dokumen pribadi atau dokumen resmi,
buku hasil penelitian dan penerbitan-penerbitan lainnya.33
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kerangka Pemikiran
E. Metoda Penelitian
F. Sistematika Penulisan
32
Lexy J. Moleong. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung. PT Remaja Rosdakarya)
h. 3. 33
Moleong, Ibid., h. 6.
22
BAB II POLITIK DOMESTIK MALAYSIA
A. Struktur Penduduk dan Masyarakat Malaysia
B. Kondisi Pemerintahan dan politik Malaysia
C. Etnisitas dalam Poliitik Malaysia
BAB III HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-MALAYSIA
A. Sejarah Hubungan Indonesia-Malaysia
B. Permasalahan yang Dihadapi Antara Indonesia-Malaysia
BAB IV PENGARUH POLITIK DOMESTIK MALAYSIA TERHADAP
HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-MALAYSIA PERIODE
2004-2009.
A. Pengaruh Pergolakan Politik Malaysia terhadap Indonesia
B. Dinamika Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia
C. Upaya Penyelesaian Permasalahan Hubungan Bilateral Kedua
Negara
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
23
BAB II
POLITIK DOMESTIK MALAYSIA
Bab kedua ini membahas tentang politik domestik Malaysia. Pembahasan
terdiri dari tiga sub bab, yaitu dimulai membahas struktur penduduk dan masyarakat
Malaysia, kondisi pemerintahan dan politik Malaysia, perkembangan politik Malaysia
hingga terjadinya perubahan politik Malaysia pasca pemilu 2008.
A. Struktur Penduduk dan Masyarakat Malaysia
Malaysia sebagai negara federal, telah dibagi menjadi beberapa negara bagian
(states) dan tiga „negara persekutuan‟ (federal territories). Malaysia Barat yang
terletak di Semenanjung Malaysia terdiri dari negara-negara bagian Johor, Kedah,
Kelatan, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Perak, Perlis, Pulau Pinang atau penang,
Selangor, Terengganu, dan dua wilayah persekutuan (Putrajaya dan Kuala Lumpur).
Sedangkan Malaysia Timur yang terletak di Pulau Borneo (Kalimantan), terdiri dari
tiga negara bagian satu wilayah persekutuan (Labuan), Sabah dan Serawak.1
B. Kondisi Pemerintahan dan Politik Malaysia
Negara Malaysia adalah monarki konstitusional yang dikepalai Dipertuan
Agong (paramount ruler), yang secara adat disebut dengan Raja. Ia dipilih lima tahun
1Khoridatul Anissa. 2009. Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, & Dinamika
Hubungannya dengan Indonesia. (Jogjakarta: Garasi) h. 26.
24
sekali di antara sembilan sultan dari negara-negara semenanjung Malaysia. Di
samping sebagai kepala negara (head of state), Raja juga berfungsi sebagai pemimpin
agama Islam Malaysia. Kekuasaan eksekutif dijalankan kabinet yang dipimpin oleh
Perdana Menteri, sebagai kepala pemerintahan (chief exsekutif).2 Konstitusi Malaysia
menyaratkan bahwa Perdana Menteri harus merupakan anggota Dewan Rakyat yang
memimpin mayoritas kekuasaan politik di parlemen. Menteri-menteri yang duduk
dalam Kabinet diangkat dari anggota Dewan Rakyat dan bertanggung jawab kepada
lembaga tersebut. Sistem administrasi pemerintahan Malaysia dibagi dalam tiga
struktur, yaitu: Pemerintah Pusat (federal) di Kuala Lumpur, Pemerintah Negara
Bagian di setiap negara bagian, dan Pemerintah setempat (local government).3
Parlemen Malaysia menganut sistem bikameral yang terdiri dari Dewan Negara
(States Assembly) dan Dewan Rakyat (House of Representatives). Anggota Dewan
Negara terdiri dari 58 anggota, 26 orang diantaranya dipilih oleh Dewan Undangan
Negeri dan 13 anggota dipilih oleh Majelis negara bagian, dan selebihnya dibentuk
oleh kepala negara atas usul dari Perdana Menteri. Para anggota Dewan Negara
menduduki jabatannya selama 6 tahun.4 Sedangkan untuk anggota Dewan Rakyat
berjumlah 219 orang yang dipilih 5 tahun sekali dalam pemilu distrik.
Pada setiap negara bagian terdapat pemerintahan negara bagian yang dipimpin
oleh Menteri Besar atau Ketua Menteri yang dibantu oleh Sekretaris Negara (Daerah)
2 Anissa, Ibid., h. 40.
3 Lihat A Effendy Choirie. 2008. Islam-Nasionalisme UMNO-PKB: Studi Komparasi dan
Diplomasi. (Jakarta: Pensil-324) h.39. 4 Anissa. Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, & Dinamika Hubungannya
dengan Indonesia. h. 43.
25
dan sejumlah Exco (Executive Councillor) yang jumlahnya sesuai dengan masing-
masing undang-undang negara bagian. Di setiap negara bagian terdapat badan
legislatif yang disebut Dewan Undang Negeri (DUN) yang dipilih dalam pemilu. 5
Badan Yudikatif dalam bentuk Pengadilan Tinggi Malaysia yang mengakui dan
menjamin berlakunya konstitusi masing-masing negara dan struktur
pemerintahannya. Badan peradilan mencontoh lembaga-lembaga hukum Inggris dan
India, dan merupakan sebuah badan yang independen, yang terdiri dari Hakim
Agung, Mahkamah Agung, dan badan-badan peradilan yang lebih rendah. Mahkamah
Agung berwewenang untuk menafsirkan konstitusi federal maupun negara bagian,
dan dapat bertindak sebagai penengah kalau sampai terjadi perselisihan antara Kuala
Lumpur dan Pemerintah Negara Bagian.6
Malaysia menganut sitem multi partai (multy party system). Artinya dari
masing-masing etnis membentuk suatu partai yang mewakili kelompoknya. Partai-
partai politik di Malaysia, antara lain:
1. United Malays National Organization (UMNO), didirikan pada tahun 1946
oleh Dato‟ Onn Ja‟far.
2. Malaysian Chinese AssocIation (MCA), didirikan pada tahun 1949 oleh Tan
Cheng Lock.
3. Malaysian Indian Congress (MIC), didirikan pada tahun 1946 oleh John
Thivy, bergabung dengan BN 1955.
5 Choirie. Islam-Nasionalisme UMNO-PKB: Studi Komparasi dan Diplomasi. h.41-42.
6 Mohtar Mas‟od dan Colin MacAndreas. Perbandingan Sistem Politik. h. 238-239.
26
4. Malaysian People’s Movement party (Partai gerakan Malaysia/Gerakan),
didirikan pada tahun 1968 oleh Lim Chong Eu dan Tan Chee Koo,
bergabung dengan BN 1973.
5. People’s Progressive Party of Malaysia (PPP), didirikan pada tahun 1953
oleh Seenivagasan bersaudara, bergabung dengan BN pada 1973.
6. Partai Pesaka Bumiputera Bersatu Serawak (PBB), didirikan pada tahun
1973 sebagai gabungan dari Partai Pesaka dan Partai Bumiputera.
7. Serawak United People’s Party (SUPP), didirikan oleh Ong Kee Hui dan
Stephen Yong pada tahun 1959, partai pertama di Serawak, bergabung
dengan BN pada tahun 1976.
8. Sabah National Party (Partai Kebangsaaan Sabah/SNAP), didirikan oleh
Stephen Kalong Ningkan. Bergabung dengan BN pada tahun 1963,
Kemudian pernah keluar dari BN pada 1966 dan bergabung kembali pada
1976.
9. Partai Bangsa Dayak Sarawak (PBDS), didirikan pada tahun 1983
merupakan pecahan dari partai SNAP Kemudian bergabung dengan BN
1984.
10. Sabah Progressive Party (SAPP), didirikan pada tahun 1994 merupakan
pecahan dari partai Bersatu Sabah (PBS).
11. Liberal Democration Party, didirikan oleh Hiew Ming Kong dan Chong Kah
KIat pada tahun 1989 bergabung dengan BN 1991.
27
12. Partai Bersatu Rakyat Sabah (PBRS), didirikan oleh Datuk Clarence
Bongkos, yang merupakan pecahan PBS Kemudian bergabung dengan BN
pada tahun 1994.
13. Pasok Momogun Kadazandusun Organization (UPKO), yang merupakan
pecahan dari PBS, bergabung dengan BN pada 1994.
14. Partai Islam se-Malaysia (PAS), didirikan tahun 1951. Pada awal
terbentuknya partai ini merupakan Biro Agama UMNO dan pernah bergabung
dengan BN pada tahun 1971 Kemudian keluar pada tahun 1977.
15. Democratic Action Party (DAP), partai ini merupakan pecahan dari PAP
(Partai Aksi Rakyat) yang menjadi partai berkuasa di Singapura. Dipimpin
oleh Lim Kit SIang, DAP semula bergabung dalam Barisan Alternatif namun
keluar dari koalisi pada September 2001. Dalam pemilu 2004 DAP bertanding
sebagai partai independen.
16. State Reform Party Saraak (STAR), partai ini merupakan pecahan dari SNAP
dan didirikan oleh Dr. Patau pada tahun 1995.
17. Partai Keadilan (KEADILAN), didirikan oleh pendukung mantan Deputi PM
Anwar Ibrahim dan dipimpin oleh Datin Seri Dr. Wan Azizah Ismail.
18. Malaysian People’s Party (Partai Rakyat Malaysia/PKR), merupakan
kelanjutan dari partai Rakyat yang dibentuk kembali pada tahun 1974.
19. Barisan Jemaah Islamiyah Se-Malaysia (BERJASA), didirikan oleh H.
Mohammad Nasir dan tokoh pecahan PAS bergabung dengan BN pada tahun
1977 Kemudian keluar tahun 1989.
28
20. Partai Negara Serawak (NEGARA), didirikan pada 1974 oleh mantan anggota
Partai Negara Serawak (PANAS). 7
Partai besar yang paling berpengaruh di Malaysia adalah The United Malays
National Organization (UMNO) yang dibentuk pada 11 Mei 1946 oleh Dato Onn
Jafar. UMNO adalah partai mewakili etnis Melayu dan beragama Islam, dengan
tujuan untuk memperjuangkan kepentingan bangsa/suku Melayu mengingat
sebelumnya etnis Melayu terpinggirkan dalam lapangan ekonomi dan politik.8
Selain itu adanya alasan bahwa pemerintah kolonial Inggris bersikeras untuk
memindahkan kekuasaannya hanya kepada pemerintahan yang multirasial,
dikarenakan pemerintahan Inggris tidak ingin memerdekakan Malaysia jika tidak
terjamin stabilitas dan kepentingannya di masa depan. Di samping itu pemerintah
Inggris percaya bahwa pemerintahan Melayu tidak akan dapat mengatasi
pemberontakan komunis di bawah pimpinan Chinpeng, yang didukung oleh China.
Inggris mendukung UMNO sebagai partai besar di Malaysia untuk bekerjasama
dengan kelompok non-Melayu.9
Semenjak terbentuknya rangkaian elit politik sampai pada pemilu 2008, UMNO
merupakan satu-satunya partai politik yang bukan saja menguasai tumpuk
7 Choirie. Islam-Nasionalisme UMNO-PKB: Studi Komparasi dan Diplomasi. h. 44-46.
8 Anissa. Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, & Dinamika Hubungannya
dengan Indonesia. h. 46-47. 9 Seperti halnya dalam pemilihan Kotapraja 1952, UMNO bekerjasama dengan organisasi
konservatif MCA, bersekutu melawan partai multi rasial Melayu. Persekutuan berhasil dan bertambah
dengan MIC. Lihat Dwi Rahayu Ningsih. 2003. Persaingan Partai Pemerintah dan Partai Oposisi di
Malaysia. (Skripsi Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta) h. 33.
29
pemerintahan, namun telah memenangi semua pemilu yang telah berlangsung di
Malaysia. Hal ini bisa dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel B.I
Hasil-Hasil Pemilu Dewan Rakyat Malaysia Pada Tahun 1959-2008
Tahun
Pemilu
Pemerintah
(Barisan Nasional)
Oposisi
(Barisan Alternatif)
Total
Jumlah
Kursi
Persentase
Kursi
Jumlah
Kursi
Persentase
Kursi
Jumlah
Kursi
1959
1964
1969
1974
1978
1982
1986
1990
1995
1999
2004
2008
74
89
95
135
130
132
148
127
162
148
198
140
71,15
85,58
66,00
87,66
84,42
85,71
83,62
70,55
84,38
76,68
90,32
63,06
30
15
49
19
24
22
29
53
30
45
21
82
28,85
14,42
34,00
12,34
15,58
14,29
16,38
29,45
15,62
23,32
9, 68
36,94
104
104
144
154
154
154
177
180
192
193
219
222 Sumber: A Effendy Choirie, Islam-Nasionalisme UMNO-PKB Studi Komparasi dan
Diplomasi, hal. 49
Dari tabel diatas bisa dilihat dari hasil pemilu dari tahun 1959 semenjak
kemerdekaan Malaysia pada tahun 1957, hampir 80% dari persentase kursi di
Parlemen didominasi oleh BN. Hal ini telah memberi ruang politik yang dominan
kepada BN untuk mengkonstruksi suatu bentuk ideologi populis terhadap masyarakat
Malaysia. Hal ini yang menyebabkan pemerintah telah berhasil menanamkan suatu
bentuk orientasi budaya politik terhadap masyarakat Malaysia bahwa hanya
30
pemerintah yang mampu untuk mewujudkan kestabilan ekonomi-politik di
Malaysia.10
Namun pada pemilu 2008, BN yang hanya memenangi 140 kursi dan hanya
menguasai sembilan negara bagian.11
Sedangkan BA memenangi 82 kursi parlemen
dan berhasil menguasai lima negara bagian, diantaranya Ialah Penang, Kelantan,
Perak, Selangor, Kedah. Pada pemilu kali ini, BA kehilangan 51 kursi dari 222 kursi
parlemen.12
Apabila dikaitkan dengan peraturan dalam konteks sistem demokrasi
berparlemen di Malaysia, kemenangan 140 kursi tersebut menang cukup untuk BN
memerintah di Malaysia. Namun tidak berarti semua keputusan dapat diambil dalam
parlemen karena adanya pendapat lain dari BA.
Ada beberapa Faktor yang menyebabkan menurunnya suara yang di peroleh
oleh BN diantaranya: merosotnya wibawa pemerintah karena mengerasnya
ketegangan etnis hingga menguatnya ISA,13
terjadi konflik internal dalam UMNO
yang menyebabkan semakin kompaknya BA, selain dari itu, maraknya isu korupsi,
10
Zaini Othman. Fase Perubahan Dalam Pembangunan Politik Malaysia. Dalam Buku Leo
Agustino. 2009. Politik dan Perubahan antara Reformasi Politik di Indonesia dan Politik Baru di
Malaysia (Yogyakarta: Graha Ilmu). h.169-170. 11
Diantaranya adalah Johor, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Pulau Pinang, Perlis, Sabah,
Serawak, Terengganu, dan Kuala lumpur. 12
Zaini Othman. Dalam Buku Leo Agustino, Ibid., h. 190. 13 hal ini terlihat pada awal November 2007, puluhan ribu etnik India yang tergabung dalam
HIDRAF (Gerakan Aksi Hak Asasi Hindu/Hindu Rights Action Force), melakukan protes berkenaan
kebijakan timpang yang mengutamakan Suku Melayu, mereka menuntut dihapuskannya diskriminasi
dalam hal RAS, membuat pemerintahan PM Abdullah Badawi semakin terpojok. Malaysiakini.com. 25
November 2007. Diakses 19 Januari 2011.
31
naiknya harga BBM dan kebutuhan pokok hingga upaya untuk mencegah kembalinya
tokoh oposisi Anwar Ibrahim ke panggung politik.14
Dari gambaran di atas, pelaksanaan pemilu 2008 di Malaysia BN telah
disandingkan secara ketat dengan BA. Walaupun presentase BN dalam setiap pemilu
selalu mendominasi BA, namun tidak mustahil bagi BA mengambil kekuasaan dari
tangan BN. Hal ini dikarenakan dari beberapa hasil pemilu jelas sekali presentase
jumlah suara yang didapatkan BA semakin mengejar BN.
C. Etnisitas dalam Politik Malaysia
Membahas etnisitas dalam politik Malaysia berkaitan erat dengan keberadaan
tiga etnis yang membawa partai masing-masing. Pada masa pra kemerdekaan, Islam
dan Nasionalisme diterima sebagai paket kehidupan semua kekuatan politik yang
mempunyai tujuan menjamin keutuhan Melayu.15
Selain itu, Malaysia juga
menggunakan hukum-hukum syariat Islam dalam proses kehidupan bernegara yang
menjadikan etnis Melayu sebagai kelompok mayoritas muslim merasa bangga, hal itu
terlihat dengan banyaknya etnis Melayu yang menduduki birokrasi dan pertanian,
sementara etnis non-Melayu dominan di bidang perdagangan, dan hanya berprofesi
sebagai kelas pekerja.16
14
http://www.indopos.com. A. Effendy Choirie. Meneropong Wajah Pemilu Malaysia. Senin,
10 Mar 2008. 15
Hussin Mutalib, 1996. Islam dan Etnisitas: Perspektif Politik Melayu. (Jakarta: LP3ES) h. 38. 16
Ningsih. 2003. Persaingan Partai Pemerintah dan Partai Oposisi di Malaysia. h. 29-31.
32
Adanya konsep Ketuanan Melayu yang menjadikan etnis Melayu sebagai
"tuan" atau "pengsuasa" Malaysia, seperti yang tertuang dalam artikel 153 Konstitusi
Malaysia.17
Konsep ketuanan Melayu ini dibentuk oleh politikus-politikus Malaysia,
terutama yang berasal dari Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), partai yang
memiliki pengaruh kuat di Malaysia.18
Adanya ketimpangan sosial antara etnis Melayu dengan etnis non-Melayu ini
telah menyebabkan etnis non-Melayu masih belum merasakan negara Malaysia
sebagai negara mereka dan masih merasa didiskriminasikan di negaranya sendiri. Lee
Kuan Yew seorang pemimpin pemerintahan Singapura dari Partai Aksi Rakyat
(PAP), secara publik mendeklarasikan penolakannya atas ketuanan Melayu, dan
sebaliknya menyerukan "Malaysian Malaysia" (Malaysia-nya orang Malaysia).
menurut pendapat Lee Kuan Yew, bangsa Melayu mulai bermigrasi ke Malaysia
dalam jumlah besar hanya sekitar 700 tahun yang lalu. Dari 39% kaum Melayu di
Malaysia, sepertiganya adalah imigran baru yang datang ke Malaya dari Indonesia.
Oleh karena itu sangat tidak logis bagi kelompok rasial tertentu untuk berpikir bahwa
merekalah yang paling dibenarkan disebut sebagai bangsa Malaysia dan mendapatkan
jaminan hak-hak khusus dari pemerintah Malaysia.19
17
Maksud dari artikel 153 tersebut adalah menghilangkan ketidakseimbangan antara etnik
China dan Malaysia untuk menciptakan kesetaraan ekonomi. Tetapi, dimasa-masa awal pembangunan
untuk mengisi kemerdekaan Malaysia, pendapatan ekonomi bumiputera tidak juga meningkat dan
hanya mendapatkan 2,4 % dari seluruh ekonomi, sisanya dikuasai China dan pihak-pihak luar negeri.
Inilah yang memicu kerusuhan rasial pada 13 Mei 1969 tersebut. Khoridatul Anissa. 2009. Malaysia
Macan Asia. (Jogjakarta: Garasi). h. 146-147. 18
http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/05/09220510/politik.rasialis.warisan.kolonial.di
Malaysia. diakses. 19 Februari 2011. 19
Mutalib. Islam dan Etnisitas: Perspektif Politik Melayu. h. 64.
33
Hubungan antar etnis Melayu dan non-Melayu yang tidak harmonis tersebut
mencapai puncaknya pada kerusuhan rasial 1964 di Singapura yang masih merupakan
wilayah Malaysia. Dalam hal ini Lee Kuan Yew pada tahun 1965 terus bersikap
melancarkan kampanyenya dengan membentuk Dewan Solidaritas Malaysia
(Malaysian Solidarity Council/MSC) yang terdiri dari partai-partai multirasial seperti
Partai Aksi Rakyat (People’s Action Party, PAP), Partai Progresif Rakyat (People's
Progressive Party, PPP) dan Partai Demokrasi Bersatu (United Democratic Party,
UDP).20
Setelah adanya reaksi seperti yang dikemukakan di atas, akhirnya anggota
parlemen dari UMNO Mahathir Mohamad menyerang Lee Kuan Yew dalam
parlemen. Ia mengatakan bahwa orang China Singapura tidak pernah mengetahui
kekuasaan Melayu dan tidak dapat menerima gagasan bahwa orang-orang yang telah
mereka tundukkan (etnis Melayu) sekarang berada dalam posisi memerintah mereka.
Melihat kejadian tersebut, Tunku Abdul Rahman dari UMNO yakin bahwa
perseteruan ini jika dilanjutkan lebih jauh maka akan berakhir pada kekerasan,
sehingga ia meminta Singapura untuk memisahkan diri dari Malaysia. Pernyataan ini
ditanggapi secara positif oleh Lee Kuan Yew sehingga Singapura keluar dari
Malaysia, menjadi negara merdeka pada tahun 1965 dengan Lee Kuan Yew sebagai
perdana menteri.
Pemisahan Singapura dari Malaysia, ternyata tidak meredakan isu-isu etnik
yang ada di Malaysia. Justru dengan adanya pemisahan Singapura tersebut dipandang
20
Mutalib, Ibid., h. 65.
34
oleh sebagian besar bangsa Malaysia sebagai isu etnik yang telah mendorong
fanatisme etnik sampai pada tingkat yang tidak dapat ditolerir lagi. Keadaan ini
terlihat pada saat Malaysia Barat melangsungkan pemilihan umum untuk anggota
parlemen pada tanggal 10 Mei 1969. Pemilihan umum ini adalah yang pertama yang
diikuti oleh partai-partai oposisi non-Melayu secara besar-besaran.21
Walaupun pada
pemilihan umum sebelumnya isu-isu etnik selalu muncul namun dapat dibungkam.
Strategi yang diterapkan UMNO pada pemilihan umum tahun 1969 adalah
mengarahkan kampanye kepada kalangan bangsa Melayu untuk menandingi
pengaruh dari Pan-Malayan Islamic Party (PMIP) yang sekarang bernama Partai
Islam se-Malaysia (PAS). Akibatnya UMNO kurang memperhatikan perlunya
mencari dukungan dari kalangan etnik non-Melayu, dan membiarkan tugasnya itu
dilakukan oleh rekannya dari Partai Aliansi MCA dan MIC namun usaha mereka
ternyata tidak begitu berhasil.22
Dalam pemilihan umum tahun 1969, partai oposisi ternyata lebih sukses dengan
menggeser pemerintahan UMNO di tiga negara bagian yaitu Kelantan, Terengganu,
Perak. Hal ini hampir menjatuhkan mayoritas dua pertiga kursi parlemen yang
dipegang oleh UMNO. Kemudian Partai Aliansi menyerang dan menuduh kaum
oposisi non-Melayu, terutama yang dari DAP, GRM, dan PPP, sebagai partai-partai
21
Pada saat itu terjadi konflik karena adanya isu-isu golongan dan ras yang menyentuh emosi
dan sentimen menjadi tema sepanjang kampanye pemilu 1969 yang mengakibatkan meningkatnya
semangat masyarakat Melayu dan China di Malaysia. Selama kampanye Pemilu 1969, para calon serta
anggota-anggota partai politik, khususnya dari partai oposisi, mengangkat soal-soal sensitif yang
berkaitan dengan bahasa nasional (Bahasa Melayu), kedudukan istimewa orang Melayu (Bumiputera)
dan hak kerakyatan warga non-Melayu. Hal ini menimbulkan sentimen rasial dan kecurigaan. 22
Mohtar Mas‟od dan Colin MacAndreas. 2006. Perbandingan Sistem Politik. (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press). h. 236.
35
etnik yang anti Melayu. Tetapi serangan terbesar ditujukan pada DAP, Partai ini
berkampanye untuk menciptakan Malaysia yang multi rasial, menyerukan
penghapusan hak-hak khusus orang Melayu dan mendorong terciptanya masyarakat
yang terbuka dan menghargai orang berdasarkan kepandaian.23
Di Kuala Lumpur para pendukung partai oposisi meneriakkan kata-kata rasialis
yang menghina orang Melayu, hal ini telah menyebabkan meningkatnya suasana
ketakutan dan kebencian. Sehingga pada tanggal 13 Mei 1969 terjadi kerusuhan antar
kelompok etnik pecah keadaan ini berawal dari kelompok Melayu yang mengalami
provokasi yang ekstrim. Selama dua minggu etnik Melayu menyerang orang China
dan etnik India.24
Setelah kerusuhan yang terjadi di Malaysia pada bulan Mei 1969 terjadi
kemerosotan kepercayaan dikalangan penduduk non-Melayu terhadap pemerintah
terutama pada aparat keamanan, karena ketidak mampuan mereka untuk memelihara
ketertiban umum secara adil. 25
Pada akhirnya pemerintah mengambil suatu kebijakan dengan membekukan
parlemen selama periode yang tidak ditentukan. Pada saat yang sama pula menunda
23
Mohtar Mas‟od dan Colin MacAndreas, Ibid., 236-237. 24
Dampaknya ialah menyebabkan banyak penduduk terbunuh dan luka-luka, dan beribu-ribu
rumah dan bangunan lainnya dibakar. Dalam kerusuhan ini orang China dan India menjadi korban
yang paling parah. Angka resmi menunjukkan 196 mati, 439 cedera, 39 hilang dan 9.143 ditahan, 211
kendaraan musnah. Tapi spekulasi mengatakan 700 orang mati terbunuh. Insiden 13 Mei ini memicu
kemarahan di negara tetangga Singapura. Orang-orang Tionghoa Singapura yang merasa tidak senang
atas apa yang terjadi terhadap orang-orang Tionghoa Malaysia di Malaysia, mulai melakukan
kerusuhan terhadap orang-orang Melayu Singapura di Kampong Glam dan daerah Pecinan
(Chinatown). Barikade-barikade jalan dipasang oleh militer untuk mencegah kekerasan lebih jauh.
Namun korban yang jatuh tidak setinggi yang di Malaysia. Dikutip dari
http://www.mediaindonesia.com/berita.kerusuhan 13 Mei. Diakses pada tanggal 31 Mei 2010. 25
Mutalib. Islam dan Etnisitas: Perspektif Politik Melayu. h 80.
36
pemilihan umum di Serawak dan Sabah. Kemudian setelah itu, dibentuk Dewan
Operasi Nasional (National Operations Council atau NOC), yang terdiri dari Tun
Razak (yang waktu itu menjadi Wakil Perdana Menteri/ Timbalan Perdana Menteri)
sebagai ketua.26
Dibentuknya kebijakan NOC dengan tujuan membentuk serangkaian
”Komite Niat Baik” pada tingkat federal dan negara bagian, menyingkirkan tokoh-
tokoh UMNO yang mempelopori tindakan-tindakan radikal untuk memperkokoh
dominasi politik orang Melayu, dan meningkatkan posisi ekonomi bangsa Melayu.
Secara perlahan-lahan NOC membuat berbagai kebijakan baru, yakni mendirikan
Departemen Persatuan Nasional pada bulan Juli 1969 dengan sebuah mandat untuk
mewujudkan suatu ideologi negara yang baru, Kemudian dikenal sebagai ”Rukun
Negara”.
Rukun negara sebagai suatu ideologi baru diumumkan pada pertengahan tahun
1970 yang terdiri dari lima ”keyakinan” (Persatuan bangsa, demokrasi, Keadilan,
Liberal, dan Kemajuan) dan lima ”asas” Kepercayaan pada Tuhan, Kesetiaan kepada
penguasa tertinggi yaitu Yang Dipertuan Agong dan kepada Negara mendukung
konstitusi, berperilaku baik, dan moralitas. Selanjutnya dibentuk pula Dewan
Permusyawaratan Nasional pada bulan Januari 1970 yang terdiri dari para pemimpin
Aliansi, para ahli hukum, para ahli ekonomi, kelompok profesional lain, dan beberapa
wakil partai oposisi seperti: SNAP (Serawak National Party) dan GRM (Gerakan
26
Mutalib, Ibid., h 81.
37
Rakyat Malaysia) diperbolehkan turut serta dalam dewan tersebut, namun terhadap
DAP ditolak.27
Ada dua hasil utama yang dapat dipetik dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas:
pertama, rencana Pembangunan Malaysia Kedua dirumuskan dan dilaksanakan, serta
kedua, diciptakannya pra kondisi untuk mengaktifkan kembali parlemen dan kembali
kepada demokrasi konstitusional. Masa kekuasaan peralihan NOC, oleh banyak
pengamat dianggap menandai berakhirnya demokrasi di Malaysia jelas sangat
bermanfaat. NOC telah meredakan perselisihan etnis dan dari sudut pandangan
pemerintah.
Keputusan-keputusan yang telah dibuat oleh NOC, diantaranya berisi larangan
untuk mempermasalahkan isu-isu sensitif yang mungkin membangkitkan emosi rasial
misalnya berkenaan dengan Bahasa Nasional (yakni Bahasa Melayu), kedudukan
khusus bangsa Melayu dan penduduk Bumiputra lainnya, hak-hak kewarganegaraan
warga China dan India, serta kedaulatan Raja-raja Melayu.28
Etnisitas dalam politik Malaysia memperkuat argumen tentang pentingnya
faktor domestik dalam pembentukan keamanan nasional. Dominasi politik Melayu
dalam politik Malaysia merefleksikan adanya interplay antara keamanan etnis
Melayu dan konsepsi keamanan nasional. Rasa aman dan tidak aman yang dirasakan
etnis Melayu terefleksi dalam kebijakan keamanan pemerintah. Bahkan rasa aman
dan tidak aman UMNO pun secara bertahap berhimpitan dengan rasa aman dan tidak
27
Mohtar Mas‟od dan Colin MacAndreas. Perbandingan Sistem Politik. h. 238-239. 28
Mohtar Mas‟od dan Colin MacAndreas, Ibid., h. 240.
38
aman etnis Melayu, dengan memperkuat rasa aman etnis Melayu maka Malaysia
seolah-olah telah melakukan usaha untuk memperkuat keamanan nasionalnya.29
Secara keseluruhan keamanan domestik Malaysia ditentukan oleh kemampuan
mengembangkan dan mempertahankan stabilitas politik, kemajuan perekonomIan dan
kemajuan industri. Di bawah PM Mahathir Mohamad dulu, Malaysia berusaha keras
untuk memelihara stabilitas politiknya melalui kebijakan politik yang cenderung
otoriter. Salah satu alat hukum yang sangat ditakuti kawan dan lawan adalah Internal
Security Act (ISA)30
atau Akta Keamanan Dalam Negeri. Undang-undang ini
memungkinkan pemerintah Malaysia mengambil tindakan represif guna memelihara
stabilitas rezim yang berkuasa. Dengan ISA pemerintah Malaysia telah menahan
lebih dari 9000 hingga tahun 1993, termasuk diantaranya mantan wakil perdana
menteri Anwar Ibrahim.
Pada masa pemerintahan PM Mahathir Mohamad (1986-2003) dianggap
sebagai kelanjutan dari “kontrol hegemoni" politik Malaysia oleh kaum Melayu dan
UMNO khususnya. Namun pada tanggal 2 September 1998 Mahathir memecat
Anwar Ibrahim sebagai Wakil PM, dengan dugaan melakukan tindakan yang tidak
senonoh (sodomi). Dampaknya Ia harus melepaskan jabatan Wakil PM yang
dijabatnya dalam pemerintah dan partai politik UMNO.31
Menurut sebagian
pengamat Internasional tuduhan yang dilontarkan terhadap Anwar Ibrahim
29
Mohtar Mas‟od dan Colin MacAndreas, Ibid., h.122-124. 30
Dwi Rahayu Ningsih. 2003. Persaingan Partai Pemerintah dan Oposisi di Malaysia. (Skripsi
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional. FISIP. Universitas Muhamadiyah Yogyakarta). h. 9.
39
dikarenakan telah terjadinya perselisihan dengan Mahathir Mohammad terutama
ketika krisis ekonomi Malaysia 1997-1999.32
Selama menjabat sebagai Perdana
Menteri Mahathir Mohammad telah memberikan konstribusi besar bagi keberhasilan
pembangunan ekonomi Malaysia dalam mengurangi kemiskinan dan membawa
kemakmuran ekonomi. Namun pada 31 Oktober 2003, Mahathir secara resmi mundur
dari jabatannya sebagai Perdana Menteri dengan alasan untuk memulihkan stabilitas
sosial-politik Malaysia dan digantikan oleh Abdullah Ahmad Badawi.33
Pada masa pemerintahan PM Ahmad Badawi. kasus korupsi yang semakin
merajalela, tingkat kriminalitas yang semakin meningkat tajam, dan ketegangan antar
etnis belakang ini, padahal etnis yang kurang mendapatkan perhatian dari
pemerintahan Malaysia adalah etnis China dan India. Selama ini etnis Melayu lebih
diistimewakan. Padahal etnis India dan China tersebut telah tinggal cukup lama di
Malaysia, akan tetapi haknya tidak disamakan serta didiskriminasikan.
Gambaran diatas merupakan beberapa penyebab mengapa PM Abdullah
Badawi tidak mendapatkan simpati dari rakyat, Mahathir Mohamad yang
mengangkat Abdullah Badawi sebagai Perdana Menteri untuk menggantikannya
mengaku kecewa telah memilih Abdullah Badawi. Karena Abdullah Badawi
dianggap tidak mampu mempertahankan hegemoni BN, terbukti dengan hasil pemilu
32
Mahathir dan Anwar Ibrahim terlibat konflik kebijakan karena berbeda pendapat dalam
merespon krisis ekonomi. Mahathir membuat kebijakan ekonomi nasionalistik kontrol devisa
sedangkan Anwar Ibrahim membuat kebijakan reformasi ekonomi neo-liberalisme. Mahathir meyakini
terdapatnya persengkokolan kekuatan neokolonialisme negara-negara industri Barat, yang bekerja
melalui krisis ekonomi dalam melanjutkan dominasi terhadap negara-negara berkembang. Lihat Endi
Haryono. 2008. Ketahanan Rezim Mahathir Dalam Menghadapi Krisis Ekonomi Asia. (Disertasi
Program Studi Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta) h. 245-246. 33
Endi Haryono, Ibid., h. 258.
40
2008 yang merupakan keputusan terburuk yang pernah diperoleh oleh BN semenjak
menguasai politik Malaysia dari tahun 1957 hingga sekarang ini. Keputusan tersebut
telah meniadakan penguasaan mayoritas.34
Selain itu, menurut PM Mahathir
Mohamad tindakan lain yang dilakukan Abdullah Badawi ialah telah banyak
menghamburkan uang negara serta menangguhkan proyek-proyek yang semula telah
di rencanakan oleh Mahathir.35
Dari uraian diatas, walaupun pemerintahan PM Abdullah Badawi kurang
mendapatkan simpatik dari berbagai kalangan dan rakyat Malaysia, namun disisi lain
pada masa pemerintahannya telah menetapkan nada baru dalam hubungan luar negeri,
seperti hubungan bilateral antara Malaysia-Indonesia.36
hal ini terbukti dengan
adanya pertemuan tingkat tinggi antara PM Abdullah Badawi dengan Susilo
Bambang Yudhoyono, yang dilaksanakan di Bukit Tinggi (Sumatera Barat) sebagai
upaya untuk mencari pemecahan berbagai permasalahan bilateral kedua negara
(perbatasan, tenaga kerja illegal, dan pembajakan liar).
34
http://www.seputarindonesia.com. Andika Hendra. “PM Badawi Didesak Mundur”. 10 Maret
2008. 35
Abdul Rashid Moten. 2008. Government and Politics in Malaysia. (Malaysia: Cengange
Learning). h 287 36
Anak Agung Banyu Perwita. Pasang Surut Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia. (Biro
hubungan internasional, Deputi sekertaris Wakil Presiden. Bidang Politik. Sekertaris Wakil Presiden
Republik Indonesia. Pekan Baru, 15 Maret 2008.).h. 72-73. 36
Banyu Perwita, Ibid., h.73.
41
BAB III
HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-MALAYSIA
Bab ini akan membahas mengenai dinamika hubungan bilateral Indonesia-
Malaysia. Penjelasan tersebut dibutuhkan untuk memberikan gambaran umum
mengenai awal sejarah hubungan Indonesia-Malaysia, hingga permasalahan-
permasalahan yang dihadapi kedua negara tersebut yang diwarnai isu-isu yang cukup
fluktuatif intesitas konflik nya. Pembahasan selanjutnya akan dibahas mengenai
hubungan bilateral Indonesia-Malaysia yang lebih berfokus pada periode 2004-2009
sebagai mana dalam judul skripsi ini.
A. Sejarah Hubungan Indonesia-Malaysia
Hubungan antara Indonesia dan Malaysia sudah terjalin sejak abad ke-14, di
mana saat itu terjadi perpindahan kelompok dari Malaysia ke wilayah Indonesia, dan
dari Indonesia ke Malaysia, dengan membawa budaya tradisi masing-masing, yang
kemudian berkembang sampai sekarang. Indonesia-Malaysia merupakan tetangga
yang paling dekat di Asia Tenggara dan mempunyai warisan sejarah.
Hubungan baik itu sudah terjalin di masa Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7
hingga kejayaan Kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-17, semasa kegemilangan
kerajaan-kerajaan seperti Sriwijaya, Majapahit, Malaka, yang pernah menyatukan
Indonesia-Malaysia di bawah naungan kekuasaan kerajaan-kerajaan Melayu tersebut.
Itulah sebabnya hingga kini dapat ditelusuri berbagai keturunan dari Indonesia yang
42
tinggal di Semenanjung Malaysia seperti keturunan Jawa berdiam di Pantai Barat
Johor, Selangor, Perak. Keturunan Bugis tersebar di Pantai Timur Johor, Pahang dan
Terengganu. Keturunan Aceh berdiam di sekitar Pulang Pinang, Kedah dan Perak.
Keturunan Batak Mandailing tersebar di Selangor dan Perak,
Sedangkan keturunan Kerinci berdiam di sekitar Pahang dan Selangor.
Keturunan Minangkabau tersebar di Negeri Sembilan, Melaka dan Selangor dan
keturunan Banjar tersebar di Perak serta Pahang.1 Hingga pada masa penjajahan,
hubungan antar penduduk dan kekerabatan telah terjalin dengan erat satu sama lain.
Hubungan istimewa antara Indonesia-Malaysia dapat dilihat dari kunjungan
resmi Tunku Abdul Rahman sebagai Ketua Menteri Tanah Melayu pada tahun 1955
ke Indonesia. Kunjungan tersebut merupakan awal dilakukannya kerjasama antara
Indonesia-Malaysia Hal ini terbukti dengan dengan pembukaan kantor-kantor
perwakilan Indonesia di Malaysia. Hubungan diplomatik antara Indonesia-Malaysia
secara resmi terjalin sejak 31 Agustus 1957 saat Malaya menyatakan
kemerdekaannnya.2
Indonesia sebagai salah satu dari 14 negara yang pertama kali mengakui
kemerdekaan Malaysia, langsung menaikkan status Kantor Perwakilannya dari
Konsulat Jenderal menjadi Kedutaan Besar Republik Indonesia dan menempatkan Dr.
Mohd Razif sebagai Duta Besar RI yang pertama untuk Malaysia. Hubungan kedua
1http://www.kbrikualalumpur.org/id/politik-keamanan.html. Diakses pada tanggal 15 Februari
2011. 2 Kunaseelan a/I Muniandy. 1996. Hubungan Malaysia Indonesia 1957-1970. (Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka). h. 2.
43
bangsa sebenarnya telah terjalin jauh sebelum masing-masing negara merdeka.3
Pada awal kemerdekaan, hubungan bilateral antara Indonesia-Malaysia dapat
dikatakan sangat penting dikarenakan memiliki sejarah yang sama dalam
kemerdekaan, merupakan negara serumpun yang sama-sama berasal dari keturunan
Melayu, kedekatan geografis, dan memiliki budaya dan bahasa yang hampir sama.
Namun hubungan diplomatik ini sempat terputus pada era konfrontasi4 pada tanggal
17 September 1963 sampai tahun 1965.
Dari uraian di atas, jelas sekali bahwa pada saat itu merupakan titik awal
hubungan yang tidak baik antara Indonesia-Malaysia, hal ini dikarenakan politik luar
negeri Indonesia pada saat itu masih bersifat high profile, yang diwarnai sikap anti
imperialisme dan kolonialisme serta konfrontasi.5 Sehingga tidak lama setelah
Malaysia mengumumkan pembentukan federasi Malaysia pada tahun1960 untuk
tujuan keselamatan, kemajuan ekonomi, dan kestabilan, politik luar negeri menjadi
dasar rencana untuk mendirikan persekutuan lebih besar dengan nama Malaysia.
Namun pembentukan federasi ini dinilai Presiden Soekarno sebagai gagasan
Inggris bukan gagasan rakyat Malaya, Singapura, Serawak, Sabah. Dan dianggap
3 http://www.kbrikualalumpur.org/id/politik-keamanan.html. Diakses tanggal 18 Februari 2008.
4 Konfrontasi adalah suatu bentuk sengketa atau konflik antar dua negara atau lebih, yang
menggunakan cara kecuali perang terbuka, konfrontasi berarti suatu kondisi atau keadaan di mana dua
negara berada dalam hubungan bermusuhan akibat adanya perbedaan kepentingan yang saling tidak di
akomodasikan. Istilah ini dipopulerkan oleh Menteri Luar Negeri Soebandrio pada 20 Januari 1963,
sikap permusuhan terhadap Malaysia kemudian dipertegas oleh Presiden Soekarno. Selanjutnya
diumumkannya pemerintahan Dwi Komando Rakyat (DWIKORA) pada 3 Mei 1963, yang isinya
selain untuk memperkuat ketahanan revolusi Indonesia, seluruh rakyat juga diperintahkan membantu
perjuangan rakyat Malaya, Singapura, Serawak dan Sabah.Lihat Hidayat Mukmin, 1991. TNI dalam
Politik Luar Negeri Studi kasus Penyelesaian Konfrontasi Indonesia-Malaysia. (Perpustakaan Sinar
Harapan: Jakarta). 5 Politik bebas aktif Indonesia lebih condong bergerak ke kiri, di mana Indonesia lebih akrab
dengan Moskow, Beijing maupun Hanoi, dan tampak Gerang terhadap AS dan sekutu barat nya.
44
bertujuan membentuk sebuah negara boneka. Sehingga pada akhirnya pada tanggal
17 September 1963, Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia.
Selanjutnya Soekarno juga membuat propaganda anti Malaysia dengan seruan
“Ganyang Malaysia”6 pada tanggal 18 September 1963. Kemudian menjelang akhir
pemerintahannya Soekarno semakin radikal dan berani menyerukan perlawanannya
terhadap imperialisme. Kemudia memutuskan keluar dari PBB dalam pidato yang
bertajuk “Berdikari” (Berdiri di atas kaki sendiri) pada tanggal 17 Agustus 1965.7
Perkembangan selanjutnya ialah ketegangan ini baru mereda ketika Jenderal
Soeharto mengambil alih kepemimpinaan Indonesia dari Soekarno pada tahun 1965.
Dengan naiknya Orde Baru dibawah pimpinan Soeharto merupakan awal baru bagi
hubungan Indonesia-Malaysia. Pada massa ini lebih mengutamakan upaya
memulihkan hubungan diplomatik kedua negara dan bergabung kembali dengan PBB
pada tahun 1966. Sejak kepemimpinan Soeharto, dapat dikatakan bahwa kerja sama
antar pemerintah Indonesia-Malaysia terbangun, terutama kerjasama kawasan yang
terwadahi dalam ASEAN (Association of South East Asian Nations) yang bertujuan
menciptakan stabilitas keamanan di Asia Tenggara.
Pada tahun 1981 ketika Perdana Menteri Malaysia Hussein Oon (pengganti PM
Tun Razak) mengakhiri masa jabatannya dan digantikan oleh Tun Dr. Mahathir
6 Adanya istilah ini, dikarenakan pada tanggal 17 Desember 1963 ada demontrasi anti-Indonesia
di Kuala Lumpur. Para demontrasi telah menyerbu gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia
(KBRI), merobek foto Soekarno dan membawa lambing garuda pancasila dihadapan Perdana Menteri
Malaysia Tunku Abdul Rachman dan memaksanya untuk menginjak lambing garuda tersebut. Kompas
8 Sepetember 2010 “Ganyang Malaysia”. 7 Kompas, 8 Sepetember 2010.
45
Mohamad. Pada masa PM Mahathir Mohamad ini telah membawa banyak perubahan
di dalam kebijakan Malaysia yang kemudian memberikan dampak yang signifikan
kepada hubungan Indonesia-Malaysia. Hal ini karena PM Mahathir Mohamad dan
Presiden Soeharto mampu mendekatkan hubungan kedua negara dengan
memperkokoh rasa saling percaya anatara kedua negara. Sebagai negara tetangga,
kedua negara berusaha sedapat mungkin untuk menata secara jelas batas-batas
kedaulatan intern mereka dan mempunya prinsip tidak mencampuri urusan dalam
negeri tetangga diusahakan sejauh mungkin terpelihara dan terlaksana.
Hubungan sosial budaya antara Indonesia-Malaysia sejak berakhirnya
konfrontasi terliahat lebih nyata, dengan adanya pertukaran guru dan pelajar dari
kedua negara pada tahun 1980 diharapkan kedua negara dapat saling mengenalkan
kebudayaan dan karakter masyarakat masing-masing negara.
Dari pandangan Malaysia pada masa PM Mahatir Mohamad, Indonesia adalah
saudara serumpun yang cenderung mendominasi Malaysia sebagai saudara yang lebih
muda. Selain itu, Malaysia menyembunyikan yang menyangkut masalah keamanan
territorial dan pendatang gelap berupa Tenaga Kerja Indonesia (TKI).8
B. Permasalahan yang dihadapi Antara Indonesia-Malaysia
Hubungan Indonesia-Malaysia hingga saat ini sering terusik oleh beberapa
masalah yang mengakibatkan hubungan bilateral kedua negara pun kerap mengalami
kerikil-kerikil tajam. Misalnya masalah perbatasan (Borderline) di laut antara
8 Kunaseelan a/I Muniandy, Ibid., 94.
46
Indonesia-Malaysia, setelah masa konfrontasi, kemudian timbul sengketa pulau
Sipadan-Ligitan. Sengketa kedua pulau ini berawal ketika dalam pertemuan teknis
hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau
Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu
sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo, akan
tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia telah membangun resort
parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia, adanya status quo tersebut
sepertinya tidak terlalu berpengaruh bagi pihak Malaysia. Sedangkan pihak Indonesia
mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh
ditempati atau diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai.9
Dari uraian di atas, jelas reaksi pemerintah Indonesia semakin memanas,
Karena Indonesia juga merasa memiliki pulau-pulau itu, sehingga akhirnya mengirim
protes ke Kuala Lumpur, minta agar pembangunan di sana dihentikan. Dengan alasan
bahwa Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputuskan siapa
pemiliknya. Hal ini sesuai dengan hukum internasional yang melarang mengunjungi
daerah status quo.
Selanjutnya, Indonesia-Malaysia menyelesaikan konflik Sipadan dan Ligitan
dengan membentuk Komisi Bersama dan Kelompok Kerja Bersama, namun
perundingan ini mencapai jalan buntu. Hingga akhirnya Pada tahun 1998, kedua
negara sepakat untuk menyerahkan masalah sengketa Sipadan dan Ligitan ini ke
9 http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/10/06/WAW/mbm.20081006.diakses pada
tanggal 19 Januari 2011.
47
Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ),10
kemudian pada hari
Selasa 17 Desember 2002, akhirnya Mahkamah Internasional mengeluarkan
keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara
Indonesia-Malaysia, hasil pemungutan suara dimenangkan oleh pihak Malaysia
dengan dukungan 16 hakim, sementara hanya 1 orang hakim yang berpihak kepada
Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari Mahkamah
Internasional, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih
oleh Indonesia.11
Setelah mendapatkan Sipadan dan Ligitan, tidak lama kemudian Malaysia
berambisi menduduki Ambalat (Ambang Batas Laut), yang diduga mengandung
minyak dan gas bumi yang nilainya amat besar mencapai miliaran dollar Amerika.
Klaim Malaysia terhadap cadangan minyak di Blok Ambalat sudah diprotes
Indonesia sejak 1980, menyusul diterbitkannya peta wilayah di laut Sulawesi sebagai
milik Malaysia yang didasarkan pada kepemilikan negara itu atas pulau Sipadan dan
Ligitan. Pada tahun 1999 kecurigaan atas kepemilikan wilayah Ambalat sudah mulai
terlihat dengan adanya perebutan minyak di wilayah tersebut. Krisis hubungan ini
dimulai sejak PETRONAS (perusahaan minyak milik Malaysia) memberikan
konsensi pengeboran minyak lepas pantai Sulawesi yaitu di blok Ambalat kepada
SHELL (perusahaan milik Inggris dan Belanda) pada tahun 2001.
10
http://www.icj-cij.org/Docket/Files/102/7177.Pdf for submission to the international court of
justice of the dispute between indonesia and Malaysia concerning sovereignty over Pulau Ligitan and
Pulau Sipadan, jointly notified to the court on 2 November 1998. Diakses pada tanggal 19 Januari
2011. 11
http://hukum.kompas.com/2010/10/17/keputusan-mahkamah-internasional-tentang-pulau-
sipadan-dan-ligitan. diakses tanggal 19 Januari 2010.
48
Hal inilah yang mengakibatkan hubungan Indonesia-Malaysia kembali
mengalami ketegangan. Dengan mnculnya isu ambalat tersebut, akhirnya Indonesia
merespon masalah itu dengan mengirim armada-armada angkatan lautnya untuk
mengamankan blok Ambalat. Bahkan beberapa kali kapal-kapal perang Indonesia dan
Malaysia saling berhadapan dan nyaris baku tembak.12
Permasalahan Ambalat ini
sudah muncul pada tahun 1967, masalah perbatasan ini tidak mudah untuk
diselesaikan. Kedua negara ini sudah melakukan upaya dalam menyelesaikan
sengketa kawasan Amabalat di perairan Sulawesi ini dengan pendekatan dipolmasi,
dengan pendekatan diplomasi ini diharapkan dapat meredakan masalah ini.
Walaupun hingga saat ini penyelesaian wilayah Ambalat ini belum ditemukan titik
temu dan penyelesaiannya.
Penyelesaian Ambalat yang hingga saat ini belum menemukan titik
penyelesaian, sudah muncul masalah baru lagi yang lagi-lagi mengenai perbatasan
yaitu ditemukan beberapa "patok" yang menandakan batas wilayah antara Indonesia
(Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur) dengan Malaysia (Serawak dan Sabah)
yang telah bergeser letaknya. Malah Malaysia disinyalir sudah membangun sarana
pendaratan helikopter. 13
Belum lagi masalah lain terselesaikan, muncul masalah baru yaitu masalah TKI
(Tenaga Kerja Indonesia). Masalah TKI illegal merupakan salah satu permasalahan
12
Taufik Adi Susilo. 2009. Indonesia vs Malaysia: Membandingkan Peta Kekuatan
Indonesia&Malaysia. (Jogjakarta: Garasi). h. 109-111. 13
http://www.indonesiaontime.com/editorial/12-editorial/2881--membangun-hubungan-
indonesia-malaysia-yang-lebih-bermartabat-.html diakses pada 15 Februari 2011.
49
yang mengganggu hubungan Indonesia-Malaysia. Hal ini berawal sejak krisis
ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998, terjadi peningkatan jumlah
pendatang yang berasal dari Indonesia menuju Malaysia. Sebelum terjadi krisis tahun
1998 para TKI yang berasal dari Indonesia dapat diatur secara resmi dengan dokumen
yang memadai. Namun setelah krisis tahun 1998 hingga sekarang, jumlah TKI illegal
semakin meningkat. 14
Hal ini yang kemudian menimbulkan berbagai permasalahan, dimulai dengan
berbagai perlakuan kasar, seperti penyiksaan hingga berujung pada kematian yang
dilakukan oleh warga Malaysia terhadap TKI. Kemudian warga Indonesia yang tidak
bisa menerima perlakuan warga Malaysia terhadap para TKI telah membuat
demontrasi anti Malaysia di dalam negeri Indonesia, namun hingga saat ini Indonesia
dinilai lemah dalam penanganan hukum terhadap berbagai kekerasan terhadap TKI
Indonesia. Dalam kasus ini kecenderungan pemerintah Indonesia yang lebih
mengedepankan diplomasi untuk menjaga hubungan diplomatik dengan Malaysia
dari pada menyelesaikan masalah secara keseluruhan dengan cara kekerasan
misalnya.
Pemerintah Indonesia menyatakan memahami keputusan pemerintah Malaysia
yang mendeportasi serta menghukum para TKI yang tidak taat pada aturan
keimigrasian, sementara fakta di lapangan menunjukan bahwa banyak dari pada TKI
yang menjadi korban kesewenang-wenangan pihak Malaysia. Untuk menyelesaikan
permasalahan TKI ini, kedua negara mengambil upaya melalui kesepakatan dalam
14
Kompas, Kamis, 30 September 2010.
50
menyelesaikan permasalahan seputar deportasi TKI illegal, penganiayaan dan lain-
lain berupa UU No 39/2004 mengenai peraturan tentang prosedur dan penempatan
TKI diluar negeri. Selain itu, Memorandum of Understanding (MoU) mengenai
perlindungan TKI yang ditandatangani pada 10 Mei 2004.15
Keberadaan para TKI ini
akan tetap menjadi isu yang menunjukkan dinamika hubungan bilateral antara
Indonesia-Malaysia. Karena, hingga sekarang berbagai kasus TKI masih terjadi mulai
dari penganiayaan, deportasi, TKI ilegal, dan lain-lain.
Selanjutnya, masalah yang dihadapi oleh Indonesia-Malaysia adalah masalah
klaim atas budaya Indonesia yang mulai menghambat hubungan kedua negara ini,
masalah ini berawal dari pengklaiman yang dilakukan oleh warga Malaysia atas
kepemilikan Angklung pada November 2006. Bahkan Malaysia berencana
mematenkan alat musik bambu yang jelas berasal dari Jawa Barat itu. Awal 2007,
Malaysia kembali mengklain batik sebagai hasil budaya Malaysia. Padahal sudah
jelas bahwa Jawa merupakan pusat pengembangan batik dari masa ke masa. Klaim
atas kebudayaan Indonesia tidak berhenti sampai sini saja, pengklaiman budaya ini
terus menerus terjadi hingga kepemilikan lagu “Rasa Sayange”, yang waktu itu
digunakan oleh Departemen Pariwisata Malaysia untuk mempromosikan
kepariwisataan Malaysia yang dirilis Oktober 2007.
15
Kemudian telah dilakukan peninjauan nota kesepahaman tersebut yang membahas revisi
aturan majikan memegang paspor tenaga kerja, pemberian cuti sehari dalam seminggu, peningkatan
gaji dan kondisi kerja, perlunya lembaga pengawasan, serta pengurangan biaya penempatan tenaga
kerja.Indonesiamemberlakukanmoratorium(penghentianpengirimansementara)sejak25Juni.2009.http://
www.tempointeraktif.com/hg/politik/2009/11/24/brk,20091124-210197,id.html. diakses tanggal 19
Januari 2011.
51
Akhirnya dengan alasan agar masalah ini tidak memanjang maka pada 11
November 2007, Menteri Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Budaya Malaysia,
mengakui bahwa lagu “Rasa Sayange” adalah milik Indonesia.16
Setelah pengklaiman
lagu “Rasa Sayange” diselesaikan, maka muncul lagi masalah baru, yaitu kasus klaim
Malaysia atas kebudayaan Reog Ponogoro milik Indonesia. Banyak nya klaim
budaya yang dilakukan Malaysia yang berasal dari Indonesia ini telah memicu
konflik antar waga masyarakat di masing-masing negara dengan perang komentar di
dunia maya. Sehingga akibatnya memancing berbagai reaksi negatif dari warga di
kedua negara.17
16
Taufik Adi Susilo. 2009. Indonesia vs Malaysia: Membandingkan Peta Kekuatan
Indonesia&Malaysia. h 104. 17
Adi Susilo, Ibid. h., 101-102.
52
BAB IV
PENGARUH POLITIK DOMESTIK MALAYSIA DALAM HUBUNGAN
BILATERAL INDONESIA-MALAYSIA PERIODE 2004-2009
Pada bab IV ini penulis akan membahas mengenai bagaimana pengaruh politik
Malaysia dalam hubungan bilateral antara Indonesia-Malaysia yang akan lebih
difokuskan pada periode 2004-2009, kemudian bagaimana dinamika hubungan
bilateral Indonesia-Malaysia dan apa saja upaya dalam menyelesaikan permasalahan
hubungan bilateral di kedua negara tersebut.
A. Pengaruh Politik Domestik Malaysia dalam Hubungan Bilateral
Indonesia-Malaysia
Pengaruh politik domestik Malaysia dalam hubungan bilateral Indonesia-
Malaysia, bisa dilihat bagaimana hubungan kedua negara dari awal kemerdekaan,
hingga terjadi pengaruh politik baik di negaranya masing-masing maupun pada
permasalahan-permasalahan yang terjadi di kedua negara tersebut.
Hak-hak istimewa yang diberikan pemerintah kepada etnis Melayu, telah
menyebabkan lepasnya Singapura dari Malaysia, terjadinya kerusuhan rasial hingga
menyebabkan terjadinya perubahan politik di Malaysia pasca pemilu 2008. Etnisitas
dalam politik Malaysia memperkuat argument tentang pentingnya faktor domestik
dalam pembentukan keamanan nasional. Dominasi politik Melayu dalam politik
Malaysia merefleksikan adanya interplay antara keamanan etnis Melayu dan konsepsi
53
keamanan nasional. Rasa aman dan tidak aman yang dirasakan etnis Melayu
terefleksi dalam kebijakan keamanan pemerintah. Bahkan rasa aman dan tidak aman
UMNO pun secara bertahap berhubungan dengan rasa aman dan tidak aman etnis
Melayu.
Dengan memperkuat rasa aman etnis Melayu, maka Malaysia seolah-olah telah
melakukan usaha untuk memperkuat keamanan nasionalnya, paling tidak di tingkat
domestik. Untuk itu pada masa tahun 1970-an, pemerintah Malaysia melakukan
berbagai upaya untuk memperkuat dan memperkokoh kepentingan etnis Melayu.
Adanya kebijakan New Economic Policy (NEP), New Development Policy (NDP) dan
Sixth Malaysian Plan. Bertujuan untuk mempertahankan hak-hak istimewa orang
Melayu.1
Walaupun dalam perkembangannya, saat ini Perdana Menteri Tun Najib Razak
mengumumkan paket reformasi ekonomi yang diberi nama Model Ekonomi Baru
(NEM). Hal ini disiapkan untuk mencapai target Malaysia menjadi negara maju yang
dikenal dengan wawasan 2020. Di samping itu, NEM bertujuan membuat Malaysia
lebih kompetitif dikawasan nasional dan regional. Suatu hal yang menarik dari paket
NEM ini ialah adanya perubahan kebijakan yang memprioritaskan warga Melayu
(Bumiputera) tidak dilanjutkan lagi. 2
1 Khoridatul Anissa. 2009. Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, &
Dinamika Hubungannya dengan Indonesia. (Jogjakarta: Garasi) h.146. 2 kompas, 31 Maret 2010. Perhatikan pendapat Menteri Perdagangan Internasional Malaysia
Rafidah Azis pada masa lampau yang menolak dan tidak berkompromi terhadap permintaan asisten
perwakilan dagang Amerika Serikat Barbara Weisel. Isinya Ialah agar Malaysia melucuti kebijakan
pemerintah yang berpihak kepada pengusaha Melayu. Lihat Kompas, 10 Februari 2007.
54
Dari uraian di atas, kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah
Malaysia berdasarkan atas konsep kebebasan “ala” Malaysia, di mana konsep ini
telah dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah Malaysia sehinggga negara Malaysia
telah mencapai kemajuan ekonomi dan pembangunan yang sangat pesat.3
Jadi seberapa besar pengaruh politik domestik Malaysia terhadap hubungan
bilateral Indonesia-Malaysia, hal ini bisa terlihat dari dinamika hubungan kedua
negara selama ini.
B. Dinamika Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia
Hubungan Indonesia-Malaysia berlangsung seccara fluktuatif, kedua negara ini
mempunyai hubungan istimewa karena merupakan salah satu tetangga di Asia
Tenggara dan mempunyai warisan sejarah, bahasa, agama dan kebudayaan yang
sama.4 Selain itu kedua negara tersebut pernah sama-sama hidup dalam bingkai
kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Pasang surut hubungan Indonesia-Malaysia
dimulai sejak terjadinya konfrontasi, hingga masalah perbatasan, dari beberapa sengketa
perbatasan mulai dari pulau Sipadan dan Ligitan, Ambalat, Insiden Tanjung Berakit yang
merupakan peristiwa yang kesekian kalinya yang berujung pada sengketa perbatasan RI-
Malaysia. perlakuan terhadap TKI di Malaysia, sampai mengenai klaim budaya dan kesenian
3Ahmad Atory Hussain. 1998. Dari Berantakan Menuju Pembangunan Politik Melayu 1990-
2000. (kuala Lumpur: Percetakan Cergas (M) SDN. BHD) h. 38. 4Taufik Adi Susilo. 2009. Indonesia vs Malaysia: Membandingkan Peta Kekuatan
Indonesia&Malaysia. (Jogjakarta: Garasi). h. 89.
55
khas Indonesia oleh Malaysia.5 Berikut ini serangkaian bukti dinamika hubungan Indonesia-
Malaysia:
Tabel B.I
Dinamika Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia
1957-1963 1963-1966 1966-1990 1990-2009
Menjalin hubungan
diplomatik
Pemutusan hubungan
diplomatik
Tensi dalam statement
pemerintah
Ketegangan antar
masyarakat
Kerjasama politik dan
keamanan
Kerjasama budaya
Kerjasama ekonomi
Dari table di atas, dapat disimpulkan bahwa sejak awal kemerdekaan Malaysia,
hubungan diplomtik antara Indonesia-Malaysia masih sangat baik karena ikatan
keserumpunan menjadi faktor pemersatu kedua negara tersebut. Kemudian pada
periode 1963-1966, merupakan era konfrontasi yang ditandai dengan saling curiga
dan konflik, hal itu terlihat dari pemutusan hubungan diplomatik dengan Malaysia.
Periode 1966-1990 merupakan periode terjalinnya kembali kerjasama yang baik, hal
ini bisa terlihat dari terjalinnya kembali kerjasama di berbagai bidang. Dan yang
5 Adi Susilo, Ibid., 83-86.
56
terakhir merupakan periode persaingan 1990-2009, dimana hubungan antar kedua
negara tetap terjalin baik, namun didalamnya manaruh kecurigaan. Hal tersebut bisa
terlihat dari kerjasama yang dilakukan diberbagai bidang, namun masih terdapat tensi
antar pemerintah dan ketegangan dalam masyarakat.
Dari uraian di atas, merujuk pada konsep politik internasional menurut K.J
Holsti mengenai pola tindakan negara terhadap lingkungan eksternal sebagai reaksi
atas respon negara lain.6 Adanya interaksi antar negara terdapat hubungan pengaruh
dan respons. Pengaruh dapat langsung ditujukan pada sasaran tetapi dapat juga
merupakan limpahan dari suatu tindakan tertentu.7 Seperti halnya hubungan bilateral
yang terjadi antara Indonesia-Malaysia sejak awal kemerdekaan hingga saat ini bisa
dikatakan pasang surut dari baik hingga terjadi pemutusan diplomatik kemudian
sampai terjalin baik lagi. Berfokus pada pengambilan periode dalam skripsi ini yaitu
dari periode 2004-2009, bisa disimpulkan hubungan kedua negara pada saat itu
memang baik walaupun kedua negara tersebut telah dipenuhi dengan berbagai konflik
baik dalam negerinya masing-masing maupun permasalahan-permasalahan yang
menyangkut hubungan bilateral kedua negara, adanya berbagai permasalahan dalam
struktur politik domestik Malaysia tidak membawa pengaruh besar dalam bagi
hubungan bilateral dikedua negara, karena hingga saat ini hubungan bilateral itu
6 Lingkungan eksternal juga dijelaskan oleh Rosenau dalam konsep politik luar negeri yang
mengatakan bahwa kebijakan luar negeri yaitu, upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap dan
aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya. Selain itu,
kebijakan luar negeri menurutnya ditunjukan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan
hidup suatu negara. James N. Rosenau. 1980. The Scientific Study of Foreign Policy. New York: The
Free Press. hal. 171-173. 7 Anak Agung Banyu Perwita, Yayan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional. h. 41.
57
masih terjalin dengan baik walaupun masih diwarnai dengan berbagai permasalahan-
permasalahan yang hingga saat ini belum ada penyelesaiannya, hal ini dikarenakan
kedua negara mempunyai sifat simbiosis mutualistik (saling ketergantungan).8
C. Upaya Penyelesaian Permasalahan Hubungan Bilateral Kedua Negara
Indonesia-Malaysia merupakan Negara yang memiliki hubungan erat tidak
hanya kedekatan secara geografis, tetapi juga kedekatan historis, kesamaan budaya
dan rasa persaudaraan (garis keturunan).9 Hal ini yang menjadi landasan yang kuat
hubungan kedua negara selama ini, pengaruh politik yang terjadi sejak masa
konfrontasi hingga saat ini lebih dilatarbelakangi oleh kepentingan-kepentingan
kelompok maupun politis tertentu yang berkeinginan mengganggu serta merusak
hubungan Indonesia-Malaysia. Sejauh ini hubungan politik kedua negara merupakan
pilar penting dalam memajukan organisasi ASEAN yang telah berkembang secara
pesat dalam empat dekade terakhir, baik di tingkat regional maupun Internasional.
Hubungan kedua negara juga telah menjadi perhatian dan role model bagi
negara-negara lain dalam menyelesaikan setiap persoalan atau konflik, khususnya
bagaimana menempatkan hubungan bilateral kedua negara secara seimbang baik
secara substantif maupun dari sudut pandang publik masing-masing negara.
8 Abdul Rashid Moten. 2008. Government and Politics in Malaysia. (Malaysia: Cengange
Learning). h 287 9 Kunaseelan a/I Muniandy. 1996. Hubungan Malaysia Indonesia 1957-1970. (Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka). h. 2.
58
Merujuk pada konsep Politik internasional yang merupakan salah satu wujud
dari interaksi dalam hubungan internasional. politik internasional membahas keadaan
atau soal-soal politik di masyarakat internasional dalam arti yang lebih sempit, yaitu
dengan berfokus pada diplomasi dan hubungan hubungan antar negara dan kesatuan-
kesatuan politik lainnya. Konsep politik internasional juga seperti halnya politik
domestik terdiri dari elemen-elemen kerjasama dan konflik, permintaan dan
dukungan, gangguan dan pengaturan. Negara membuat pembedaan antara kawan dan
lawan. Politik internasional memandang tindakan suatu negara sebagai respon atas
tindakan negara lain. Dengan kata lain, politik internasional adalah proses interaksi
antara dua negara atau lebih.10
Seperti halnya Indonesia dan Malaysia yang saling
merespon permasalahan dengan membuat berbagai upaya diplomasi maupun
kerjasama dalam meningkatkan hubungan bilateral di kedua negara. Demikian upaya-
upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia-Malaysia:
Upaya-upaya yang dilakukan oleh Indonesia-Malaysia:
Melaksanakan manajemen perbatasan yang baik dan efektif. Hal ini dapat
dilakukan dengan menyusun dasar hukum dan kerangka kerja kegiatan
pengelolaan kawasan perbatasan yang menyeluruh.selain itu, para pengambil
kebijakan dan para pelaksana perlu memiliki motivasi, dedikasi, dan kapabilitas
yang tinggi guna merealisasikan tujuan tersebut. Kemudian pengendalian dan
10
Dikutip dari Howard Lentner. 1974. Foreign Policy Analysis: A Comparative and Conceptual
Approach. Ohio: Bill and Howell Co., hal 2. Dalam buku Anak Agung Banyu Perwita, Yayan
Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset). h. 40
59
pengawasan selama pelaksanaan kegiatan perlu dilakukan agar selalu berada
pada jalur yang telah ditetapkan dan disepakati bersama. Akhirnya evaluasi
terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut perlu dilakukan agar dapat diketahui
sejauh mana perbedaan antara rencana awal, tujuan akhir dan realisasinya.
Melaksanakan kebijakan border diplomacy yang telah direncanakan
peningkatannya sejak tahun 2002 hendaknya terus dilanjutkan dan didukung
dengan sinergi lintas instansi/lembaga untuk dapat segera menyelesaikan
delimitasi batas-batas NKRI yang masih cukup banyak volumenya.
Melaksanakan kerjasama pembangunan ekonomi kawasan perbatasan:
kerjasama ini dibangun atas dasar prinsip “win win solution” yang berarti kedua
negara mendapatkan manfaat dari kegiatan tersebut. Kegiatan ini dapat berupa
pembangunan sarana sosial ekonomi seperti pasar, sekolah, fasilitas kesehatan,
dan lain-lain. Adanya forum kerjasama Sosek Malindo hendaknya dievaluasi
dan direvitalisasi guna didapat manfaat optimum bagi Indonesia.
Melaksanakan Kerjasama keamanan perbatasan; kerjasama ini dapat berupa
patroli bersama pasukan pengaman perbatasan kedua negara, penggunaan peta
perbatasan bersama, tukar-menukar data dan informasi perbatasan, latihan-
latihan bersama dalam hal pengamanan perbatasan, penanggulangan bencana
dan tanggap darurat. 11
Sedangkan dalam penyelesaian masalah perlindungan TKI, Indonesia telah
11
Artauli R.M.P. Tobing. 2007. Tinjauan Kritis Terhadap Hubungan Bilateral RI-Malaysia
Dalam Konteks Good Neighbouring Policy. Bandung,: Departemen Luar Negeri. h.7.
60
melaksanakan second track diplomacy, yaitu bentuk diplomasi yang dimainkan
oleh aktor-aktor non-negara, seperti individu atau non-governmental
organization (NGO). Selain itu dilaksanakan juga diplomasi dual track
diplomacy, yaitu bentuk diplomasi yang dijalankan oleh aktor negara dan non-
negara. 12
Persepsi dan strategisnya Malaysia dalam upaya promosi hubungan bilateral
Indonesia-Malaysia tersebut direfleksikan dengan adanya kedekatan hubungan
pribadi antar para pemimpin dari kedua negara tersebut. Berbagai kunjungan,
pertemuan dan komunikasi antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana
Menteri Abdullah Badawi begitu intensif. Forum resmi bilateral berjalan dengan baik
mulai dari tingkat Annual Consultation, Joint Commission, General Border
Committee, High Level Commission, serta berbagai working groups dan komite
bilateral di tingkat teknis lainnya.13
Selain itu pada masa Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan Perdana Menteri Abbdullah Badawi, diperkaya dengan forum
people-to-people contact. Salah satu forum yang aktif adalah Eminent Persons Group
(EPG)/Dewan Pakar Indonesia-Malaysiayang diresmikan di Kuala Lumpur pada 7
Juli 2008. Tugas utama EPG ialah menyusun rekomendasi kepada pemerintah kedua
negara dalam berbagai isu strategis , seperti penanganan masalah TKI, penguatan
12
Amalia Sustikarini. 2004. Dual-Track Diplomacy Government-NGO. Solusi Alternatif dalam
Masalah Perlindungan TKI. (GLOBAL: Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas ILmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia) h. 9. 13
Khoridatul Anissa. 2009. Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, &
Dinamika Hubungannya dengan Indonesia. h. 205.
61
kerjasama perdagangan, investasi, pendidikan, kebudayaan dan pariwisata.14
Pertemuan puncak tahunan (Annual Consultations) antar kedua kepala
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Abdullah
Badawi berlangsung di Jakarta, Indonesia pada tanggal 17 Maret 2009. Kedua
pemimpin mengindikasikan beberapa strategic goals yang harus segera
ditindaklanjuti, yaitu: peningkatan volume perdagangan, upaya bersama untuk
menstabilkan harga minyak sawit, perlindungan TKI di Malaysia, kerjasama di
bidang energi dan pertanian dalam upaya ikut serta menjamin food and energy
security di kawasan, kerjasama di kawasan untuk menanggulangi masalah people
smuggling dan trafficking in persons (TIPs), penyelesaian masalah batas wilayah dan
peningkatan kerjasama di bidaang pariwisata.15
Hasil dari pertemuan tersebut mencerminkan perhatian dan komitmen dari para
pemimpin kedua negara bagi upaya penyelesaian outstanding issues sekaligus
sebagai jawaban terkait dengan telah terjadinya kesenjangan “persepsi” dan
“interprestasi” dari kondisi hubungan bilateral antara para pemimpin dan anggota
lainnya. Untuk menjebatani kesenjangan pemahaman tersebut penting guna
menciptakan sinergi yang positif dari para pembuat politik luar negeri dalam
menjalankan roda diplomasi total.16
14
Keppres Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008 tentang Pembentukan Eminent Persons
Group Indonesia. 15
http://www.deplu.org.id/pages/Event.aspx?I=id, diakses pada 1 Mei 2011. 16
http://www.deplu.org, Ibid.
62
Terlepas dari segala permasalahan yang melanda Indonesia-Malaysia, hingga
saat ini nyatanya hubungan bilateral kedua negara ini masih tetap terjaga dengan baik,
terkecuali hubungan kedua negara dengan rakyat atau biasa disebut goverment to
people yang hingga saat ini selalu berpengaruh. Hal ini disebabkan karena
pemahaman masyarakat tentang berbagai masalah yang terjadi antara Indonesia-
Malaysia memang suatu hal yang menuntut untuk dilakukannya upaya pembelajaran,
pemahaman dan pencerahan. Permasalahan yang terjadi antara Indonesia-Malaysia
menjadi besar umumnya karena disebabkan oleh emosi masyarakat yang berlebihan
dan tanpa pemahaman yang mendalam tentang suatu permasalahan. Apalagi dengan
beberapa kasus yang terjadi selama ini, yang membuat masyarakat Indonesia sudah
terluka dengan apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah Malaysia.
Dari uraian di atas, maka yang sebenarnya sangat berperan penting adalah
media, karena peran media untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat agar
bisa mendapatkan gambaran yang kongkrit tentang suatu permasalahan. Namun
sayangnya terkadang informasi yang disampaikan oleh media massa dikedua negara
kepada publik pun ternyata tidak sesuai dengan permasalahan yang ada, sehingga
gambaran yang diterima oleh masyarakat pun menjadi tidak sesuai dengan
permaslaahan yang ada.17
Dari uraian di atas, dengan adanya beberapa mekanisme bilateral diharapkan
mampu memberikan solusi terbaik untuk penyelesaian konflik kedua negara. Apakah
masing-masing delegasi mampu berdiri di tengah-tengah, baik dalam kerangka
17
Wawancara dengan Musni Umar, Sekretaris EPG. Pada 25 Oktober 2010.
63
penyelesaian secara politik, ekonomi, hukum dan budaya. Hubungan bilateral kedua
negara memiliki makna strategis tidak hanya bagi negara-negara lain di lingkungan
ASEAN, Asia dan negara-negara lain di dunia. Harus dilihat peran perwakilan
Indonesia yang harus mampu menjaga integritas kedaulatan dan integritas bangsa
Indonesia. Sehingga harga diri dan martabat bangsa harus pula ditegakkan.
64
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Skripsi telah membahas bagaimana pengaruh politik domestik Malaysia
terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia periode 2004-2009, melalui studi
pustaka dan wawancara maka penulis menyimpulkan bahwa pengaruh politik
domestik Malaysia tidak terlalu berpengaruh terhadap hubungan bilateral Indonesia-
Malaysia.
Pada bab II, penulis membahas mengenai struktur penduduk dan Masyarakat
Malaysia, dan kondisi pemerintahannya, kemudian etnisitas dalam politik Malaysia.
Seperti yang telah diketahui bahwa negara Malaysia ini mempunyai struktur
masyarakat plural yang terdiri dari tiga kumpulan etnis yaitu, kaum Bumiputera
(Melayu), China dan India. Hal ini yang menjadikan Malaysia sangat rentan terhadap
konflik etnis, terbukti dengan adanya pemisahan Singapura, kerusuhan 1969 dan
hingga hasil pemilu pasca 2008.
Terjadi berbagai ketegangan antar etnis ini, disebabkan oleh adanya
diskriminasi terhadap etnis lain. Kaum China dan India sangat dibedakan dalam
segala bidang seperti: pendidikan, ekonomi dan apalagi dalam berpolitik. Hal ini
dirasakan tidak adil karna bagaimana pun kaum China dan India merupakan warga
Malaysia seperti hal nya kaum bumiputera (Melayu). Saat ini dengan belajar dari
beberapa gejolak yang sudah terjadi antar etnis di Malaysia maka Malaysia dipimpin
65
oleh PM Najib Rajak telah membuat kebijakan baru mengenai permasalahan etnik ini
yaitu dengan menegeluarkan kebijakam one Malaysia yang menghilangkan
diskriminasi terhadap etnik non-Melayu. Hal ini berarti bukan hanya sekedar kaum
bumiputera saja yang diberikan kesempatan dalam segala hal, namun kaum China
dan India pun punya kesempatan yang sama.
Selanjutnya pada bab III. Penulis membahas mengenai hubungan bilateral
Indonesia-Malaysia, bagaimana kedua negara tetangga yang memiliki banyak
persamaan. Hubungan baik itu sudah terjalin semasa kegemilangan kerajaan-kerajaan
Sriwijaya, Majapahit, Malaka, yang pernah menyatukan Malaysia- Indonesia dibawah
naungan kekuasaan kerajaan-kerajaan Melayu tersebut. Hubungan istimewa antara
Indonesia-Malaysia dapat dilihat dari kunjungan resmi Tunku Abdul Rahman sebagai
Ketua Menteri Tanah Melayu pada tahun 1955 ke Indonesia. Kunjungan tersebut
merupakan awal dilakukannya kerjasama antara Indonesia-Malaysia yang kemudian
mendirikan kedutaan pertamanya di Indonesia pada awal tahun 1957
Kemudian hubungan bilateral tersebut sempat memanas pada masa konfrontasi
yang akhirnya Indonesia memutuskan hubungan diplomatik nya dengan Indonesia,
namun tidak lama kemudian pada tahun 1966 hubungan bilateral itu kembali
dijalankan. Banyak sekali berbagai konflik yang mewarnai hubungan Indonesia-
Malaysia misalnya dalam kasus perbatasan, TKI, sampai masalah klaim budaya
Indonesia oleh Malaysia, yang hingga sekarang belum terselesaikan dengan baik.
Terakhir di bab IV, penulis mencoba melihat bagaimana pengaruh politik
domestik Malaysia terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia, walaupun
66
hampir tidak ada pengaruh yang signifikan dari berbagai permasalahan dalam politik
domestik Malaysia terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia, hal tersebut bisa
dilihaht dari dinamika hubungan bilateral kedua negara. Adanya permasalahan-
permasalahan dalam politik domestik Malaysia tidak membawa pengaruh besar
terhadap hubungan bilateral kedua negara. Dinamika hubungan bilateral antar
Indonesia-Malaysia seperti yang sudah dijelaskan dalam bab IV, sepertinya tidak
berpengaruh dengan berbagai kejadian yang ada di negaranya karena hingga saat ini
hubungan bilateral antar Indonesia-Malaysia ini masih sangat baik terlihat dengan
berbagai kerjasama dalam segala bidang. Walaupun terjadi pasang surut hubungan
Indonesia-Malaysia dan sering terjadi tensi antar pemerintah dan adanya ketegangan
dalam masyarakat namun bukan karena pengaruh dari politik domestik Malaysia.
Saat ini Indonesia-Malaysia perlu mencari upaya-upaya dalam menyelesaikan
berbagai masalahnya baik masalah dalam dan luar negerinya dengan Indonesia. saat
ini upaya penyelesaian masalah dalam negerinya yaitu dengan membuat kebijakan
one Malaysia, yang menghapus diskriminasi terhadap etnik non-Melayu dan
bermaksud menyamakan hak antara kaum melayu dengan non-Melayu dalam segala
bidang, karena seperti yang sudah dibahas bahwa permasalahan yang paling
mendasar kenapa terjadinya gejolak adalah karena adanya hak istimewa kaum
Melayu yang tidak diberikan kepada kaum non-Melayu.
Sedangkan dalam menyelesaikan permasalahannya dengan Indonesia telah
mengadakan berbagai pertemuan guna menyelesaikan berbagai masalah tersebut,
diantaranya: Berbagai kunjungan, pertemuan dan komunikasi antara Presiden Susilo
67
Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Abdullah Badawi begitu intensif. Forum
resmi bilateral berjalan dengan baik mulai dari tingkat Annual Consultation, Joint
Commission, General Border Committee, High Level Commission, serta berbagai
working groups dan komite bilateral di tingkat teknis lainnya.
Pertemuan puncak tahunan (Annual Consultations) antar kedua kepala
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Abdullah
Badawi berlangsung di Jakarta, Indonesia pada tanggal 17 Maret 2009. Kedua
pemimpin mengindikasikan beberapa strategic goals yang harus segera
ditindaklanjuti, yaitu: peningkatan volume perdagangan, upaya bersama untuk
menstabilkan harga minyak sawit, perlindungan TKI di Malaysia, kerjasama di
bidang energi dan pertanian dalam upaya ikut serta menjamin food and energy
security di kawasan, kerjasama di kawasan untuk menanggulangi masalah people
smuggling dan trafficking in persons (TIPs), penyelesaian masalah batas wilayah dan
peningkatan kerjasama di bidaang pariwisata. Walaupun hingga saat ini sepertinya
belum ada titik temu dalam menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut. Karena
seperti kebijakan luar negeri Malaysia terhadap Indonesia dalam menangani kasus
TKI misalnya, dari mulai masa ppemerintahan Perdana Menteri Mahatir Mohamad
hingga saat ini Perdana Menteri Najib Rajak tidak ada perubahan yang signifikan
mengingat kedua negara ini sama-sama merasa diuntungkan dengan adanya para TKI
ini, jadi hubungan antara Indonesia-Malaysia merupakan hubungan simbiosis
mutualistik (adanya saling ketergantungan).
68
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Agustino, Leo. 2009. Politik dan Perubahan Antara Reformasi Politik di Indonesia
dan Politik Baru di Malaysia. (Yogyakarta: Graha Ilmu).
Azra, Azyumardi. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani.
(Jakarta. ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Banyu Perwita, Anak Agung, Mochamad Yani, Yanyan. 2005. Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya).
Budiardjo Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi)
Brahim Malike. 2002. Dasar Awam di Malaysia; respons Kepada Isu-Isu Semasa.
Dalam Majalah Pemikir; Membangun Minda Berwawasan. (Penerbit UTUSAN
Malaysia).
Basri, Ahmad Fawzi. Idris Salleh, Mohd. Dan Saad Shafee. 1991. Bumi Dipijak
Milik Orang. (Kuala Lumpur. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian
Pendidikan Malaysia).
Choirie A Effendy. 2008. Islam-Nasionalisme UMNO-PKB: Studi Komparasi dan
Diplomasi. (Jakarta: Pensil-324).
Cipto, Bambang. 2007. Hubungan Internasional di Asia Tenggara. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar).
Ding Choo Ming. 16-17 Mei 2005. Perpaduan Kaum dan Toleransi Agama di
Malaysia. Prosiding Konvensi Kebangsaan Kecemerlangan Sosial Dan
Pembangunan Komuniti. (Banda Hilir Malaka. Penerbit Institut Sosial Malaysia
dan Kementerian Pembangunan Wanita dan Masyarakat Malaysia).
Embong, Abdul Rahman. 2007. “Budaya dan Praktik Pluralisme di Malaysia Pasca-
Kolonial”, dalam Hefner, Robert W, Politik Multikulturalisme. (Yogyakarta:
Impluse-Kanisius).
Heryanto, Ariel dan Mandala, K. Sumit. 2004. Mengugat Otoriterisme di Asia
Tenggara, Perbandingan dan Pertautan antara Indonesia dan Malaysia.
(Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia).
69
Haji Ismail, Abdul Rahman, Arifin, Azmi dan Zainun, Nazarudin. 2006.
Nasionalisme dan Revolusi di Malaysia dan Indonesia. (Pulau Pinang:
Universiti Sains Malayasia).
Huntington Samuel P. 1997. Gelombang Demokratisasi Ketiga. (Jakarta: PT Midas
Surya Grafindo).
Hussain, Ahmad Atory. 1998. Dari Berantakan Menuju Pembangunan Politik
Melayu 1990-2000. (Kuala Lumpur: Percetakan Cergas (M) SDN. BHD).
Hasan, Mohd Yusof. 1991. Dunia Melayu. (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia).
Holsti, K.J. 1992. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. (Banndung: Bina
Cipta).
Jawan, Jayum A. 2008. Malaysian Politics & Government. (Kuala Lumpur. Karisma
Publication SDN. BHD).
Loh Koh Wah, Francis. 2009. Old Vs New Politics in Malaysia, (Selanggor: SIRD &
ALIRAN).
Mas’od, Mohtar dan MacAndreas, Colin. 2006. Perbandingan Sistem Politik.
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press).
Mahayana, S. Moman. 2001. Akar Melayu Sistem Sastra dan Konflik Ideologi di
Indonesia dan Malaysia. (Magelang: Indonesia Tera).
Muniandy, Kunaseelan a/I. 1996. Hubungan Malaysia Indonesia 1957-1970. (Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka).
Mutalib, Hussin. 1996. Islam dan Etnisitas; Perspektif Politik Melayu. (Jakarta. PT
Pusaka LP3ES, Anggota IKAPI).
Moleong, Lexy J. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung. PT Remaja
Rosdakarya).
Moten, Abdul Rashid. 2008. Government and Politics in Malaysia. (Malaysia:
Cengange Learning).
Mangandaralam, Syahbuddin. 1988 Mengenal Malaysia dari Dekat. (Bandung:
Remadja Karya).
70
Mukmin Hidayat, 1991. TNI dalam Politik Luar Negeri Studi kasus Penyelesaian
Konfrontasi Indonesia-Malaysia. (Perpustakaan Sinar Harapan: Jakarta).
M. Bakri, Musa. 1999. The Malay Dilemma Revisited. Merantau Publishers.
Nidzammuddin Sulaiman Ahmad. Budaya Politik Dalam Masyarakat Majmuk Di
Malaysia. Dalam buku Abdul Monir Yaacob dan Suzalie Mohamad. 2002.
Etika dan Budaya Politik Dari Perspektif Islam. (Malaysia. Institut Kefahaman
Islam Malaysia (IKIM).
Othman, Zaini, dkk. 2009. Politik dan Perubahan antara Reformasi politik di
Indonesia dan Politik baru di Malaysia (Yogyakarta: Graha Ilmu).
Pribadi Toto, dkk. 2007 Sistem Politik Indonesia. (Jakarta: Universitas Terbuka).
Rosenau, James N. 1980. The Scientific Study of Foreign Policy. New York: The
Free Press.
Rahman, A H.I. 2007. Sistem Politik Indonesia. (Yogyakarta: Graha Ilmu).
Susilo, Taufik Adi. 2009. Indonesia vs Malaysia: Membandingkan Peta Kekuatan
Indonesia&Malaysia. (Jogjakarta: Garasi).
Yaacob, Abdul Monir dan Mohamad, Suzalie. 2002. Etika dan Budaya Politik Dari
Perspektif Islam. (Malaysia. Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM).
SKRIPSI/ TESIS/ DISENTRASI
Ningsih, Dwi Rahayu. 2003. Persaingan Partai Pemerintah dan Partai Oposisi di
Malaysia. (Skripsi Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta).
MAKALAH
Artauli R.M.P. Tobing. 2007. Tinjauan Kritis Terhadap Hubungan Bilateral RI-
Malaysia Dalam Konteks Good Neighbouring Policy. (Bandung: Departemen
Luar Negeri).
Armein Daulay dan Eva Mushoffa. 2010. Perubahan Politik Malaysia Pasca Pemilu
2008 Implikasinya Dalam Praktek Kehidupan Bermultietnis. (Penelitian
71
Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Islam Negeri Jakarta).
Amalia Sustikarini. 2004. Dual-Track Diplomacy Government-NGO. Solusi
Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI. (GLOBAL: Departemen Ilmu
Hubungan Internasional Fakultas ILmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia).
ARTIKEL
Kompas, Kamis, 30 September 2010.
Kompas, 31 Maret 2010.
Kompas, 8 Sepetember 2010 “Ganyang Malaysia”
Republika, 1 Oktober 2010
Kompas, 10 Februari 2007
Laporan Tahunan KBRI Kuala Lumpur Tahun 1998-1999.
Majalah Pemikir: Membangun Minda Berwawasan. 2002. (Penerbit UTUSAN
Malaysia).
INTERNET
http://www.seputarindonesia.com. Andika Hendra. “PM Badawi Didesak Mundur”.
10 Maret 2008.
http://www.indopos.com. Choirie, A. Effendy .Meneropong Wajah Pemilu Malaysia.
Senin, 10 Maret 2008.
http://www.mediaindonesia.com/berita.kerusuhan 13 Mei. Diakses pada Tanggal 31
Mei 2010.
http://www.indonesiaontime.com. Membangun hubungan Indonesia-Malaysia yang
lebih bermartabat. Diakses pada Tanggal 11 Januari 2008.
72
http://www.dutamasyarakat.com/rubrik/RI-Malaysia Bentuk Tim Penengah
Perseteruan/2008. Diakses pada Tanggal 11 Januari 2008.
http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/05/09220510/politik.rasialis.warisan.kolo
nial.di.malaysia. Diakses. 19 Februari 2011.
http://www.kbrikualalumpur.org/id/politik-keamanan.html. Diakses pada Tanggal 15
Februari 2011.
http://www.kbrikualalumpur.org/id/politik-keamanan.html. Diakses Tanggal 18
Februari 2008.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/10/06/waw/mbm.20081006.
Diakses pada Tanggal 19 Januari 2011.
http://Www.Icj-Cij.Org/Docket/Files/102/7177.Pdf For Submission To The
International Court Of Justice Of The Dispute Between Indonesia And
Malaysia Concerning Sovereignty Over Pulau Ligitan And Pulau Sipadan,
Jointly Notified To The Court On 2 November 1998. Diakses pada Tanggal 19
Januari 2011.
http://hukum.kompas.com/2010/10/17/keputusan-mahkamah-internasional-tentang-
pulau-sipadan-dan-ligitan. Diakses Tanggal 19 Januari 2010.
http://www.indonesiaontime.com/editorial/12-editorial/2881--membangun-hubungan-
indonesia-malaysia-yang-lebih-bermartabat-.html Diakses pada 15 Februari
2011.
http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2009/11/24/brk,20091124210197,id.html.
Diakses Tanggal 19 Januari 2011.
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=10&jd=Evaluasi+Hubungan+Bilatera
l+Indonesia-Malaysia. Diakes pada Tanggal 15 Februari 2011.
http://www.Malaysiakini.com. Diakses 19 Januari 2011.
http://www.deplu.org.id/pages/Event.aspx?I=id, diakses pada 1 Mei 2011.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1
Wawancara Dr. Musni Umar (Sekretaris EPG Indonesia-Malaysia)
Tanggal: 26 Oktober 2010 dan 19 Februari 2011
1. Bagaimana sejarah awal dibentuknya EPG?dan siapa saja pendirinya?
Jawab: EPG ini didirikan pada tanggal 7 Juli 2008 di Kuala Lumpur oleh Presiden
Republik Indonesia dan Perdana Menteri Malaysia. Try Sutrisno yang mewakili
Indonesia, dan Tun Musa Hitam yang mewakili Malaysia, ditunjuk sebagai Ketua
EPGs di masing-masing negara. Kerangka acuan untuk EPG adalah untuk
membuat rekomendasi mengenai lebih memperkuat hubungan bilateral antara
Indonesia dan Malaysia dan untuk mengidentifikasi isu-isu yang dapat
menimbulkan iritasi potensi untuk kedua belah pihak.
2. Bagaimana cara EPG dalam menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi antara Malaysia-
Indonesia?
Jawab: EPG merupakan forum yang lebih menangani masalah people to people. EPG
beberapa kali mengadakan acara diskusi baik di Indonesia maupun Malaysia
dengan tujuan agar masyarakat antar kedua negara ini bisa lebih saling memahami.
EPG hanya menjebatani berbagai permaslahan di kedua negara agar tidak semakin
meluas, untuk itu peran NGO, media massa, masyarakat sangat membantu proses
kerja EPG.
3. Kemudian apa saja fungsi EPG?
Jawab: Fungsi EPG seperti yang tertera dalam keppres mengenai pembentukan EPG,
fungsi utamanya yaitu sebagai forum yang menangani kerjasama seperti kerjasama
budaya, pertukaran pelajar, dan permasalahan TKI illegal.
4. Bagaimana tanggapan Bapak, mengenai adanya perubahan politik di Malaysia pasca
pemilu 2008?
Jawab: Hasil pemilu 2008 dimana oposisi memperoleh lingkungan suara yang signifikan
hingga mempengaruhi konsitalasi politik yang tadinya pemerintah monolid artinya
didominasi oleh UMNO. Namun setelah pemilu tersebut, sepertinya sekarang
UMNO tidak bisa lagi menguasai pemerintah sepenuhnya karena UMNO harus
berbagi kekuasaan dengan oposisi. Khususnya dibeberapa negara bagian seperti
Selangor yang dikuasai oleh partai oposisi yang merupakan partainya Anwar
Ibrahim. Namun secara keseluruhan tidak ada perubahan yang mendasar, karena
sejak dulu hingga sekarang UMNO masih tetap berkuasa.
5. Apakah ada pengaruh besar dengan masuknya oposisi di parlemen terhadap kebijakan
dalam dan luar negeri Malaysia?
Jawab: Oposisi di parlemen banyak berbicara tentang demokrasi, HAM, isu nasional,
maupun internasional. Khususnya oposisi tidak lagi bisa menerima pengutamaan
Bumiputera, namun menyarankan adanya persaingan bebas tapi hal itu ditentang
kaum Bumiputera. Karena seperti yang diketahui Bumiputera selalu diutamakan
dalam bidang pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Sehingga hal ini berpengaruh
terhadap pembuat kebijakan, mereka harus berhati-hati karena takut digugat oleh
oposisi.
6. Adanya pengutamaan Bumiputera (etnis Melayu), telah menyebabkan terjadinya
kerusuhan 1969 di mana etnis non-Melayu merasa didiskriminasikan oleh etnis Melayu.
Bagaimana pendapat Bapak mengenai hal tersebut?
Jawab: Kerusuhan etnis yang terjadi di Malaysia tahun 1969, yang disebabkan oleh
adanya kebijakan pengutamaan Bumiputera. Memang menjadi suatu
pembelajaran agar Malaysia lebih mengurangi kecemburuan sosial antar etnik.
Belajar dari peristiwa tersebut maka saat ini Malaysia dengan dipimpin oleh PM
Najib Razak telah membuat kebijakan baru yaitu „one Malaysia’ yang intinya
tidak ada lagi diskriminasi. China, India dan Melayu sama-sama diberikan
kesempatan yang sama. Walaupun ada etnis Melayu yang menilai hal ini
membahayakan karena Bumiputera dinilai belum mapan. Namun PM Najib
Razak melakukan hal tersebut karena alasan untuk menghimpun kekuatan dalam
negeri.
7. Dengan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Malaysia-Indonesia, seperti masalah
perbatasan, TKI, dan sebagainya. Menurut pendapat Bapak solusi apa yang terbaik bagi
kedua negara dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut?
Jawab: Pada dasarnya hubungan bilateral Malaysia-Indonesia antara Government to
Government selama ini baik-baik saja, yang menjadi masalah terbesar adalah
Government to People’s. Untuk itu perlu dilakukan diplomasi yang bersifat
“multi channel” dengan mengadakan kerjasama dengan pemerintah baik pusat
maupun daerah, NGO, partai politik, media, dan lain-lainnya. Dengan
dilakukannya berbagai kerjasama tersebut maka diharapkan akan membuat
hubungan bilateral Malaysia-Indonesia lebih baik lagi.