perilaku sosial anak
TRANSCRIPT
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
1/80
STUDI KASUS TENTANG ANAK YANG MEMILIKI
PERILAKU SOSIAL NEGATIF DI SEKOLAH PADA
SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI I
SEDAYU KABUPATEN GROBOGAN
TAHUN PELAJARAN
2008/2009
SKRIPSI
Oleh:
ELY RIYANI
NIM : K 3103009
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
2/80
STUDI KASUS TENTANG ANAK YANG MEMILIKI
PERILAKU SOSIAL NEGATIF DI SEKOLAH PADA
SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI I
SEDAYU KABUPATEN GROBOGAN
TAHUN PELAJARAN
2008/2009
Oleh :
ELY RIYANI
NIM : K. 3103009
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
i
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
3/80
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Disetujui oleh pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Wagimin. M.Pd Dra. Sri Wiyanti. M.Si
ii
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
4/80
iii
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
5/80
ABSTRAK
Ely Riyani 2011. STUDI KASUS TENTANG ANAK YANG MEMILIKI
PERILAKU SOSIAL NEGATIF DI SEKOLAH ADA SISWA KELAS VI
SEKOLAH DASAR NEGERI I SEDAYU KABUPATEN GROBOGAN
TAHUN PELAJARAN 2008/2009. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret surakarta, Januari 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (I). mendapatkan gambaran realitas
tentang karakteristik atau gejala anak yang memiliki perilaku sosial negatif di
sekolah (2). Memperoleh infomasi secara rinci mengenai faktor-faktor yang
menjadi penyebab terjadinya perilaku sosial yang negatif di sekolah. (3).
Memperoleh gambaran dampak atau akibat yang terjadi pada anak yang memiliki
perilaku sosial yang neggatif di sekolah. (4). Mengetahui pandangan pihak-pihak
terkait tentang perilaku negatif tersebut..Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan
pendekatan studi kasus. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SD
Negari I Sedayu Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran
2008/2009 yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah. Teknik pengumpulan
data menggunakan, sosiometri, wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik
analisis data menggunakan deskriptif fenomenologis.
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa bentuk perilaku sosial
negatif yang dilakukan subjek adalah membuat gaduh di kelas, mengganggu
teman di kelas, berkelahi, mengancam dan berkata-kata kotor serta menyontek
pekerjaan temannya. Faktor penyebab terjadinya perilaku sosial negatif yang
berasal dari factor internal yaitu rasa malas, tidak percaya diri, ingin diperhatikan
banyak orang,serta ingin menutupi kekurangannya. Penyebab dari factor eksternalyaitu lingkungan keluarga, tayangan TV, paparan media, lingkungan sekolah serta
lingkungan masyarakat yang kurang mendukung. Selain hal tersebut subjek
terpengaruh oleh kebiasaan keluarga besarnya yang suka bertengkar.
Akibat dari perilaku sosial negatif subjek dapat menghambat tercapainya
prestasi yang obtimal, tidak diterima oleh kelompok sebaya dan di pandang
negative oleh guru.
Pandangan pihak terkait tentang perilaku sosial negatif di sekolah yang
dilakukan oleh siswa, yaitu:
a. Kepala sekolah berpandangan bahwa perilaku sosial negatif digolongkan
sebagai perilaku nakal dan karena pengaruh ketidakharmonisan keluarga.
b. Guru kelas memiliki pandangan bahwa perilaku sosial negatif perilaku sosial
negatif pada saat PBM berlangsung untuk menutupi kekurangan dan mintaperhatian dari guru dan temannya.
c. Guru agama memiliki pandangan bahwa perilaku sosial negatif sangat
mengganggu KBM dan membuat kesal guru.
d. Guru olah raga memiliki pandangan bahwa perilaku sosial negatif adalah
kenakalan siswa karena sangat merugikan.
e. Orang tua siswa memiliki pandangan bahwa perilaku sosial negatif karena
keteladanan orang tua yang rendah serta pendidikan dalam keluarga yang
kurang.
v
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
6/80
MOTTO
Mulai hari ini kembangkan rasa sabar, tidak mudah putus asa dan pantang
menyerah
Teruslah bersabar dan berdoa
Lakukan hal yang baik, yang terpuji, yang indah, yang patut di puji dan terhormat
(penulis)
vi
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
7/80
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada :
Suami dan Anak tersayang,
Ibu dan Ayah tercinta,
dan Almamater.
vii
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
8/80
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Yuhan Yang Maha Esa, karena
atas Rahmat dan kasih-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk
memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Puji syukur berkat bantuan dari berbagai pihak atas segala bentuk
bantuanya, disampaikan terimakasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang
telah memberi kesempatan dan ijin untuk melakukan penelitian.
2. Bapak Drs. R. Indianto, M.Pd selaku, Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan pembinaan dalam
melaksanakan penelitian.
3. Ibu Dra. Siti mardiyati, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan
pembekalan dalam melaksanakan penelitian.
4. Bapak Drs. Wagimin. M.Pd, M.Si selaku pembimbing I yang telah sabar
memberikan bimbingan, dorongan dan masukan sehingga penulisan skripsi ini
dapat selesai dengan baik.
5. Ibu Dra. Sri Wiyanti, M..Si selaku pembimbing II yang telah sabar memberikan
bimbingan, dorongan dan masukan sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai
dengan baik
6. Tim Penguji skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaga, sehingga
penulis dapat melaksanakan ujian skripsi guna menyelesaikan studi di bangku
kuliah.
7. Dosen Program Studi Pendidikan Bimbingan konseling Fakultas Keguruan danIlmu Pendidikan Universitas Negeri Sebelas Maret yang telah banyak memberi
bekal ilmu pengetahuan sehingga dapat menujang dalam penelitian ini.
8. Bapak Sumali selaku Kepala Sekolah SDN I Sedayu yang telah memberikan
ijin untuk melakukan penelitian di SDN I Sedayu, Kecamatan Grobogan
Kabupaten Grobogan
viii
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
9/80
9. Keluarga besar SDN I Sedayu yang turut membantu dalam penyelesaian
penelitian
10. Bapak dan Ibu yang senantiasa mendoakan penulis sehingga dapat
menyelesaikan kuliah
11. Suami dan anakku yang mendoakan dan membantu penulis sehingga penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini.
Semoga semua amal kebaikan bapak, ibu dan saudara dapat diterima dan
mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pendidikan anak di sekolah dasar khususnya dalam memberi
bimbingan anak yang berperilaku sosial negatif.
Surakarta, Februari 2011
Penulis
ix
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
10/80
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iv
HALAMAN ABSTRAK .......................................................................... v
HALAMAN MOTTO .............................................................................. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................... vii
KATA PENGANTAR.............................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................ x
DAFTAR TABEL .................................................................................... xii
DAFTAR BAGAN ................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Fokus Penelitian ............................................................... 4
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................ 4
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka................................................................ 6
1. Perkembangan Sosial Anak Sekolah Dasar ................ 6
2. Studi Kasus .................................................................. 29
B. Kerangka Pemikiran ........................................................... 33
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... 35
B. Bentuk dan Strategi Pelitian............................................... 35
C. Subjek Penelitian ............................................................. 36
D. Sumber Data ..................................................................... 37
x
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
11/80
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 37
F. Validitas Data .................................................................. 39
G. Analisis Data ..................................................................... 39
H. Prosedur Penelitian ........................................................... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sajian Data Penelitian ...................................................... 42
B. Temuan Hasil Penelitian.................................................... 54
C. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................. 56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 64
B. Implikasi ........................................................................... 65
C. Saran ................................................................................ 65
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 67
LAMPIRAN
xi
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
12/80
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel Hasil Pengamatan Terhadap Perilaku Sosial Negatif Subjek di
Kelas ....................................................................................... 47
xii
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
13/80
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 1. Bagan Langkah Penelitian Studi Kasus.................................. 32
Bagan 2. Bagan Kerangka Berpikir ...................................................... 34
xiii
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
14/80
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Pengamatan Terhadap Perilaku
Sosial Negatif Subjek di Sekolah ....................................68
Lampiran 2. Pedoman Observasi ........................................................71
Lampiran 3. Pedoman Wawancara ......................................................74
Lampiran 4. Hasil Wawancara dengan Responden ..............................80
Lampiran 5. Peta sosiometri ........................................................... 86
Lampiran 6. Peta sosiogram ............................................................. 87
Lampiran7. Surat keterangan telah melakukan
penelitian dari SDN I Sedayu Kabupaten
Grobogan ........................................................................89
Lampiran8. Surat ijin menyusun skripsi dari universitas
sebelas maret surakarta ........................................................90
xiv
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
15/80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan dasar yang
diselenggarakan untuk mengembangkan sikap, kemampuan dan keterampilan
dasar yang diperlukan siswa untuk hidup dalam masyarakat. Di samping itu juga
Sekolah dasar mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan lanjut.
Syamsu Yusuf LN (2004: 24) menjelaskan bahwa: Siswa sekolah dasar
pada umumnya berusia 6 sampai 13.. Ada tiga ciri yang menonjol pada masa ini
yaitu: dorongan yang besar untuk berhubungan dengan kelompok sebaya,
dorongan ingin tahu tentang dunia sekitarnya, dan perkembangan fisik.
Pendapat di atas menujukkan bahwa anak pada usia 6 sampai dengan 13
dalam perkembangannya memasuki usia sekolah dan pada masa ini anak memiliki
dorongan yang kuat untuk berhubungan dengan kelompok sebayanya, dorongan
ingin tahu tentang dunia sekitarnya, dan menyenangi permainan yang mengarah
pada dunia pekerjaan.
Syamsu Yusuf LN (2004: 24-25) menjelaskan bahwa masa usia sekolah
dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah.
Pada umur tertentu yang menunjukkan anak matang untuk masuk sekolah dasar,
sebanarnya sukar dikatakan karena kematangan anak tidak ditentukan oleh umur
semata-mata. Namun pada umur 6 atau 7 tahun, pada umumnya anak telah matang
untuk memasuki sekolah dasar. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif,
anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini
dirinci lagi menjadi dua fase, yaitu:
1. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, berkisar umur 6 atau 7 tahun sampai
umur 9 atau 10 tahun, pada umumnya usia tersebut anak berada pada kelas 1
sampai kelas III.
2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, berkisar umur 9 atau 10 tahun sampai
umur 12 atau 13tahun, pada umumnya anak berada pada kelas IV sampai
dengan kelas VI.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
16/80
2
Penelitian menggunakan kasus anak kelas V SD, secara keseluruhan anak
kelas atas memiliki ciri sebagai berikut:
a. Adanya minat terhadap kehidupan yang praktis sehari-hari.
b. Amat realistik, ingin mengetahui sesuatu yang baru, dan ingin belajar.
c. Memiliki minat pada mata pelajaran khusus, menonjolnya bakat-bakat
khusus.
d. Gemar membentuk kelompok sebaya.
Muhibin Syah (1995: 46) menjelaskan bahwa masa anak-anak (late
childhoold ) berlangsung antara usia 6 sampai 12 tahun dengan ciri-ciri utama
Memiliki dorongan untuk keluar dari rumah dan memasuki kelompok sebaya
( peer group).
Sesuai dengan pendapat di atas masa sekolah dasar adalah masa-masa
anak senang bersosialisasi dengan teman-teman sebaya serta senang membentuk
kelompok-kelompok sebaya untuk dapat bermain serta belajar. Anak akan merasa
nyaman bila mereka dapat diterinma dalam suatu kelompok dengan teman-teman
sebayanya, dan sebaliknya anak akan merasa tidak nyaman bila tidak bisa
diterima dalam kelompoknya.
Elizabeth B.Hurlock (2001: 155--156) Akhir masa kanak-kanak sering
disebut sebagai “usia berkelompok” karena ditandai dengan adanya minat
terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk
diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan merasa tidak puas bila tidak
bersama teman-temannya. Anak tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau
dengan saudara-saudara kandung atau melakukan kegitan dengan anggota-anggota
keluarga. Anak ingin bersama teman-temannya dan akan merasa kesepian serta
tidak puas bila tidak bersama teman-temannya.
Pada masa sekolah ini anak ingin memiliki banyak teman. Anak ingin
bersama dengan kelompoknya, karena hanya dengan temannya anak dapat
bemain dan berolah raga, dan dapat memberikan kegembiraan. Sejak anak masuk
sekolah sampai masa puber, keinginan untuk bersama dan untuk diterima oleh
kelompok menjadi semakin kuat. Hal ini berlaku baik untuk anak laki-laki
maupun perempuan.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
17/80
3
Mengacu pada pendapat Elizabeth B.Hurlock (2001: 155--156) di atas
siswa sekolah dasar senang bergaul dan membentuk kelompok-kelompok dengan
teman sebayanya, sebagaimana telah dipaparkan di atas secara teoritis bahwa anak
sekolah dasar mulai suka bersosialisasi dengn teman sebayanya. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan baik di dalam maupun di luar kelas dapat diketahui
bahwa dalam bergaul dengan teman-teman di sekolah tidak semua siswa mampu
dan dapat diterima dalam suatu kelompok sebaya di sekolah. Adakalanya seorang
anak karena kurang pintar atau tidak mampu dalam berinteraksi dengan baik atau
memiliki perilaku yang negatif terhadap kelompoknya, yaitu anak yang masa
bodoh dengan temannya, pasif, suka mengganggu temannya maka tidak
mendapatkan perhatian atau diacuhkan oleh teman-temannya dalam kegiatan-
kegiatan kelompok di sekolah. Keadaan yang demikian pada kenyataanya belum
mendapat perhatian dan penanganan yang optimal oleh pihak sekolah, sehingga
siswa akan menjadi anak yang terisolir dan tidak diterima teman-teman di dalam
kelompoknya, dan dalam perkembangannya akan mengalami hambatan.
Kenyataan itulah yang menarik perhatian peneliti untuk memperoleh
gambaran realitas secara jelas tentang anak yang tidak diterima dalam
kelompoknya di sekolah akibat memiliki perilaku negatif. Salah satu cara yang
ditempuh untuk mempelajari secara mendalam tentang kasus tersebut, maka perlu
diadakan penelitian dengan judul “Studi Kasus tentang Anak yang Memiliki
Perilaku Sosial Negatif di Sekolah pada Siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 1
Sedayu Kabupaten Grobogan”.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
18/80
4
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah segala sesuatu yang ingin dicapai dalam
penelitian ini. Fokus penelitian meliputi:
1. Gejala-gejala siswa yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah
2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab perilaku sosial negatif di sekolah di
Kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan.
3. Akibat-akibat apabila anak memiliki perilaku sosial negatif di Sekolah di
Kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan.
4. Pandangan pihak terkait tentang perilaku sosial negatif di sekolah di Kelas VI
Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan.
C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi,
gambaran dan pengetahuan yang akurat tentang anak yang memiliki perilaku
sosial negatif di sekolah. sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mendapatkan gambaran realitas tentang karakteristik atau gejala anak yang
memiliki perilaku sosial negatif di sekolah
2. Memperoleh infomasi secara rinci mengenai faktor-faktor yang menjadi
penyebab terjadinya perilaku sosial yang negatif di sekolah.
3. Memperoleh gambaran dampak atau akibat yang terjadi pada anak yang
memiliki perilaku sosial neggatif di sekolah pada siswa kelas VI di Sekolah
Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan.
4. Mengetahui pandangan pihak-pihak terkait tentang dampak anak yang
memiliki perilaku sosial negatif di sekolah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian tentang anak yang memiliki perilaku negatif di sekolah pada
siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan ini
diharapkan dapat memberi kegunaan bagi semua personal sekolah yang
berhubungan dengan bimbingan dan konseling di sekolah.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
19/80
5
1. Manfaat teoritis
a Memberi masukan kepada guru secara konkrit tentang gejala anak yang
berperilaku negatif di sekolah.
b Menjadi bahan pemikiran bagi guru dalam menciptakan hubungan sosial
yang dinamis di sekolah.
2. Manfaat praktis
a Memberi masukan kepada guru tentang cara mengenali anak yang
berperilaku negatif melalui gejala-gejalanya.
b Bahan masukan dan pertimbangan para orang tua siswa agar dapat
membimbing putra-putrinya, sehingga dapat memecahkan masalah-maslah
yang dihadapi putra-putrinya di lingkungan keluarga.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
20/80
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Perkembangan Sosial Anak Sekolah Dasar
Secara kodrati manusia tidak mungkin hidup sendiri. Pentingnya
kehidupan bersama dalam kelompok untuk memenuhi kebutuhannya, yakni
kebutuhan untuk melangsungkan kehidupan, kebutuhan untuk
mempertahankan diri dari ancaman terhadap kehidupannya, dan kebutuhan
untuk membina keturunannya sebagai penerus kehidupannya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kehidupan bersama atau berkelompok menjadi
kebutuhan penting bagi setiap individu.
Onong Uchjana Effendi (1988: 36--37) menjelaskan bahwa secara
umum ada dua jenis kebutuhan yang menyebabkan seseorang memasuki suatu
kelompok. Pertama adalah kebutuhan pokok sebagaimana diinginkannya
ketika memasuki kelompok; dan kedua adalah kebutuhan sampingan, yaitu
kebutuhan untuk selalu bersama-sama dengan kelompoknya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa setiap individu perlu memasuki suatu kelompok untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginannya serta kelangsungan hidupnya.
Setiap individu dalam kehidupanya sehari-hari memerlukan pergaulan
dengan orang lain, bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan, melainkan
untuk kelangsungan hidup bersama. Oleh karena itu, setiap individu dituntut
untuk mampu menyesuaikn diri dengan lingkungan yang ada. Usaha
penyesuaian diri pada masing-masing individu tidak semuanya selalu berhasil,
karena setiap individu memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang berbeda.
Keberhasilan penyesuaian diri dapat menimbulkan rasa puas dan bahagia,
sehingga menambah rasa percaya diri dan mendorong untuk memperoleh
keberhasilan berikutnya. Sebaliknya, kegagalan dalam penyesuaian diri
6
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
21/80
7
membuat seseorang kehilangan kepercayaan pada diri sendiri, sehingga
membuat seseorang semakin jauh dari kehidupan bermasyarakat.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyesuaian diri adalah
kepribadian dan kemampuan dalam penyesuaian diri. Kesuksesan dan
kegagalan dalam penyesuaian diri sangat dipengaruhi oleh faktor tersebut.
Vembriarto (1987: 51) menjelaskan bahwa kesuksesan maupun kegagalan
dalam penyesuaian diri dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kemampuan
menjalin hubungan dengan orang lain terutama keluarga dan dari faktor
kepribadian yang bersangkutan.
Keluarga merupakan lingkungan pertama sebagai pusat pendidikan.
Dalam lingkungan keluarga anak pertama kali mengenal lingkungan pegaulan
dan mengawali proses interaksi di dalam keluarga. Keluarga memiliki peran
menanamkan komunikasi dan interaksi antar individu serta membekali anak
untuk dapat bergaul di lingkungan yang lebih luas yaitu di lingkungan sekolah
dan masyarakat. Keluarga sebagai masyarakat kecil memiliki tata peraturan
yang menuntut perlunya peraturan yang perlu diikuti ataupun dipatuhi.
Lingkungan kedua setelah keluarga adalah sekolah. Sekolah sebagai
salah satu bagian dari tri pusat pendidikan mempunyai peranan yang sangat
besar yang ikut menyiapkan generasi muda yang sangat tangguh dan mampu
membangun dirinya sendiri dan membangun bangsa dan negara. Di sekolah
anak tidak hanya memperoleh bermacam-macam ilmu pengetahuan, tetapi
juga memperoleh pengalaman, kebiasaan dan keterampilan. Di sekolah anak
dapat mengembangkan keseluruhan kecakapan dan kepribadiannya, karena
sekolah merupakan salah satu institusi yang mempengaruhi proses sosialisasi
anak dari hasil interaksi komunikasi sosial di sekolahnya. Zakiah Daradjat
(1987: 96) menjelaskan bahwa sekolah merupakan lembaga sosial atau
masyarakat bagi remaja, tempat mereka menghabiskan sebagian waktunya
untuk berkumpul dan bergaul dalam umur yang relatif sama serta menyatakan
diri dan mendapat tempat di tengah teman-temannya. Melalui sekolah pula
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
22/80
8
anak dibekali berbagai pengalaman sosial, belajar,adat, norma sosial, dan nilai
moral, sehingga anak mampu mengembangkan pengetahuan dan sosialnya.
Perkembangan sosial dimaksudkan sebagai usaha pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial antara individu satu dengan yang lain, dan
dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan
norma-norma kelompok, tradisi dan moral atau agama. Perkembangan sosial
pada anak-anak sekolah dasar ditandai adanya perluasan hubungan sosial, di
samping dengan keluarga juga mulai membentuk ikatan baru dengan teman
sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya lebih
bertambah luas. Pada usia anak sekolah anak mulai memiliki kesanggupan
menyesuaikan diri-sendiri atau egosentris kepada sikap yang kooperatif yaitu
bekerja sama atau mau memperhatikan kepentingan orang lain. Anak dapat
berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat
keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok, anak akan merasa
tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.
Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan
kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya.
Proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial dapat diperolehmelalui pemberian tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga
fisik, maupun tugas yang membutuhkan pikiran serta tugas yang
membutuhkan kerjasama. Tugas-tugas kelompok memberikan kesempatan
kepada setiap peserta didik untuk menunjukkan prestasinya, tetapi juga
diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. dilaksanakannya tugas kelompok,
peserta didik dapat belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama,
saling menghormati, bertenggang rasa dan bertanggungjawab.
a. Perkembangan Sosial Anak SD Kelas Rendah
1) Bentuk Sosialisasi Anak SD Kelas Rendah
T. Sutjihati Somantri (2006:43--45) menjelaskan bahwa bentuk
tingkah laku sosial yang dijumpai pada masa anak-anak dilandasi oleh pola
tingkah laku yang terbentuk pada masa bayi, tetapi beberapa diantaranya
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
23/80
9
merupakan bentuk tingkah laku yang baru. Beberapa diantaranya
merupakan bentuk tingkah laku yang tidak sosial bahkan anti sosial.
Sekalipun demikian bentuk-bentuk tingkah laku tersebut merupakan hal
yang penting bagi proses sosialisasi. Bentuk-bentuk tingkah laku sosial yang
sering dijumpai pada masa anak-anak adalah:
a) Negativisme
b) Agresi
c) Kerja sama
d) Tingkah laku menguasai
e) Kemurahan hati
f) Ketergantungan
g) Persahabatan
h) Simpati
Negativisme adalah merupakan gabungan antara keyakinan diri,
perlindungan diri, dan penolakan terhadap yang berlebihan. Negativisme
merupakan akibat suatu situasi sosial, misalnya disiplin yang terlalu keras
atau sikap orang dewasa yang tidak toleran.
Agresi merupakan tindakan nyata yang mengancam sebagai ungkapan
rasa benci. Semua anak kecil dalam batas-batas tertentu bersifat
agresif.Anak akan menunjukkan kecenderungan untuk mengulangi tindakan
agresinya bila tindakan tersebut memberikan hasil yang menyenangkan bagi
dirinya, terutama dalan menghadapi frustasi atau kecemasan yang
dirasannya. Beberapa penyebab munculnya agresi pada anak-anak antara
lain frustasi, keinginan untuk menarik perhatian, kebutuhan akan
perlindungan karena rasa tidak aman, dan identifikasi dengan orang tua
yang agresif.Kerja sama adalah kemampuan anak untuk bekerja bersama temen-
temennya. Usia anak-anak anak mulai dapat bekerja sama, makin banyak
anak bergaul dengan anak lain, maka makin cepat dia dapat bekerja sama.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
24/80
10
Tingkah laku menguasai diartikan sebagai tindakan untuk mencapai
atau mempertahankan penguasaan suatu situasi sosial, bila diarahkan
dengan tepat akan berkembang menjadi kepemimpinan.
Kemurahan hati yaitu kecenderungan anak untuk mengesampingkan
diri sendiri demi kepentingan kelompok.
Ketergantungan diartikan sebagai keinginan untuk mendapat bantuan
dari orang lain untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukannya
sendiri atau dianggapnya tidak dapat dilakukannya sendiri. Pada mulanya
menunjukkan ketergantungan pada orang tua, kemudian ketergantungan
beralih pada kakak-adiknya sebagai pengganti orang tua, dan
ketergantungan kepada kelompok seusianya.
Persahabatan adalah Anak-anak menunjukkan persahabatan baik
dengan orang dewasa maupun dengan anak-anak lain. Kontak sosial
merupakan kebutuhan, bila tidak terpenuhi akan menyebabkan perasaan
kurang enak pada diri anak. Simpati diartikan sebagai kemungkinan untuk
terpengaruh oleh keadaan emosi orang lain, dan hal ini dimungkinkan
dengan adanya kemampuan seseorang untuk membayangkan dirinya pada
posisi orang lain. Seorang anak menunjukkan simpati kepada orang lain
dengan cara menolong, melindungi, atau mempertahankan orang dari hal-
hal yang mengganggu.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa bentuk tingkah
laku sosial yang dijumpai pada masa anak-anak dilandasi oleh pola tingkah
aku pada masa bayi, dan beberapa bentuk tingkah laku baru. Bentuk tingkah
laku yang tidak sosial, bahkan anti sosial dapat membuat anak menarik diri
dari lingkungan sosial dan pada akhirnya anak tidak diterima dalam
kelompok sebaya.
Syamsu Yusuf LN (2004: 24--25) menjelaskan bahwa masa usia
sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian
bersekolah. Kematangan anak bukan semata-mata ditentukan oleh usia, oleh
karena itu sulit untuk menentukan usia yang tepat anak matang untuk masuk
sekolah dasar. Namun pada umur 6 atau 7 tahun, pada umumnya anak telah
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
25/80
11
matang untuk memasuki sekolah dasar. Masa keserasian bersekolah secara
relatif anak-anak lebih mudah dididik dari pada masa sebelum dan
sesudahnya. Masa tersebut dirinci lagi menjadi dua fase, yaitu: masa kelas
rendah dan masa kelas tinggi. Masa kelas rendah yaitu kelas 1 sampai
dengan kelas 3 sekolah dasar.
Masa kelas rendah sekolah dasar berkisar umur 6 atau 7 tahun sampai umur
9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak-anak pada masa kelas rendah antara
lain seperti berikut.
a) Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan
prestasi, apabila jasmaninya sehat banyak prestasi yang diperoleh.
b) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional.
c) Adanya kecenderungan memuji diri sendiri atau menyebut nama sendiri.
d) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang lain.
e) Apabila tidak dapat menyelesikan suatu soal, maka soal itu dianggap
tidak penting.
f) Masa kalas rendah pada usia 6-8 tahun anak menghendaki nilai atau
angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah pestasinya memang
pantas diberi nilai baik atau tidak.Berdasarkan pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa kematangan anak
tidak dapat ditentukan oleh usia, namun pada umur 6 atau 7 tahun anak telah
matang untuk memasuki sekolah dasar dan mudah untuk dididik.
Sumadi Suryabrata (1982:27 — 28) menjelaskan bahwa masa kelas
rendah sekolah dasar adalah umur 6;0 atau 7;0 sampai umur 9;0 atau 10;0.
beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah:
a) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan
prestasi sekolah.
b) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional.
c) Ada kecenderungan memuji diri sendiri.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
26/80
12
d) Suka membanding-membandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal
itu dirasa menguntungkan; dalam hal ini ada kecenderungan untuk
meremehkan anak lain.
e) Kalau tidak dapat sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting.
f) Pada masa ini (terutama pada umur 6;0 sampai 8;0) anak menghendaki
nilai atau angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya
memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam
hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi;
meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan
bekerjasama.
Anak diawal kehidupannya belum bersifat sosial, belum memiliki
kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan
sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang
lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau
pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya, baik orang tua,
saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya. Perkembangan anak sangat
dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak
dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma
kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh terhadap
anak cara menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Syamsu Yusuf (2002: 26) menjelaskan bahwa melalui pergaulan atau
hubungan sosial, baik dengan orangtua, anggota keluarga, orang dewasa
lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-
bentuk tingkah laku sosial. Pada usia anak, bentuk-bentuk tingkah laku sosial
itu adalah sebagai berikut:
a) Pembangkangan
b) Agresi
c) Berselisih atau bertengkar
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
27/80
13
d) Menggoda
e) Persaingan
f) Kerja sama
g) Tingkah laku berkuasa
h) Mementingkan diri sendiri
i) Simpati
Pembangkangan yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan, tingkah laku
tersebut terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan
orangtua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Sikap
orangtua terhadap tingkah laku melawan pada anak hendaknya orang tua tidak
memandangnya sebagai perilaku yang negatif. Dalam hal ini, sebaiknya
orangtua dapat memahami tentang proses perkembangan anak, yaitu bahwa
secara naluriah anak itu mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi
ketergantungan ke posisi mandiri. Tingkah laku melawan merupakan salah
satu bentuk dari proses perkembangan setiap individu.
Agresi yaitu perilaku menyerang balik secara fisik maupun dengan kata-kata.
Agresi merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap rasa kecewa karena tidak
terpenuhi kebutuhan atau keinginannya. Agresi terwujud dalam perilaku
menyerang, seperti: memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah-
marah, dan mencaci maki. Hukuman terhadap anak yang agresif,
menyebabkan meningkatnya agresifitas anak, sebaiknya orangtua berusaha
untuk mereduksi, mengurangi agresifitas anak tersebut dengan cara
mengalihkan perhatian atau keinginan anak, atau upaya lain yang bisa
meredam agresifitas anak tersebut. Berselisih atau bertengkar terjadi apabila
seorang anak merasa terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain.
Menggoda, yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif.
Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk
verbal yaitu kata-kata ejekan atau cemoohan, sehingga menimbulkan reaksi
marah pada orang yang diserangnya. Persaingan yaitu keinginan untuk
melebihi orang lain karena dorongan orang lain. Kerja sama , yaitu sikap mau
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
28/80
14
bekerja sama dengan kelompok. Pada usia enam atau tujuh tahun, sikap kerja
sama tersebut sudah berkembang dengan lebih baik. Tingkah laku berkuasa,
yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau
bersikap seperti bos. Wujud tingkah laku tersebut seperti: meminta, menyuruh,
dan mengancam atau memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
Mementingkan diri sendiri, yaitu sikap egosentris dalam memenuhi
keinginannya.
Simpati, yaitu sikap emosi yang mendorong individu untuk menaruh perhatian
terhadap orang lain, mau mendekati maupun bekerja sama dengannya. Seiring
dengan bertambahnya usia, anak mulai dapat mengurangi sikap mementingkan
diri dan mulai mengembangkan sikap sosialnya, yaitu rasa simpati terhadap
orang lain.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan
sosialnya, baik orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman
sebayanya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan
peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat
mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Namun apabila lingkungan
sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orangtua yang kasar, seringmemarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan, pengajaran
atau pembiasaan anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun
tatakrama atau budi pekerti, cenderung menampilkan perilaku maladjustment,
seperti: bersifat minder, senang mendominasi orang lain, bersifat egois,
senang mengisolasi diri atau menyendiri, kurang memiliki perasaan tenggang
rasa, dan kurang mempedulikan norma dalam berperilaku.
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak SD kelas
rendah oleh Sunarto dan B. Agung Hartono (1995:130--133) dijelaskan
bahwa perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: keluarga, kematangan anak, status sosial ekonomi keluarga, tingkat
pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
29/80
15
a) Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh
terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan
sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan
lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga
berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada
dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak. Proses
pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih
banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma
dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas
ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
b) Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu
mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima
pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosi. Di
samping itu kemampuan berbahasa ikut pula menentukan, dengan
demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu
menjalankan fungsinya dengan baik.
c) Status sosial ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status
kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat
akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan
tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga
anak itu, ”ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial
anak, masyarakat dan kelompoknya akan mempertimbangkan norma
yang berlaku di dalam keluarganya. Perilaku anak akan banyak
memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh
keluarganya. Sehubungan dengan hal itu, dalam kehidupan sosial anak
akan senantiasa menjaga status sosial dan ekonomi keluarganya, dalam
hal tertentu menjaga status sosial keluarganya itu mengakibatkan anak
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
30/80
16
menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini
dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi ”terisolir” dari
kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit
dengan normanya sendiri.
d) Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat
pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan
memberi warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan
kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti
luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh
kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma
perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang
belajar di kelembagaan pendidikan atau sekolah.Anak bukan saja
dikenalkan pada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan pada
norma kehidupan bangsa atau nasional dan norma kehidupan antar
bangsa. Etika pergaulan dan pendidikan moral diajarkan secara
terprogram dengan tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
e) Kapasitas mental: emosi dan intelegensi
Kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan
belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi,
berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang
berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara
baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi,kemampuan
berbahasa baik, dan pengendalian emosi secara seimbang sangat
menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
Sikap saling pengertian memahami orang lain merupakan modal utama
dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh
anak yang berkemampuan intelektual tinggi. Pada kasus tertentu,
seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan kelompok
sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
31/80
17
umur yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi
(dewasa) tepat ”menanggap” dan ”memperlakukannya” sebagai anak -
anak.
b. Perkembangan Sosial Anak SD Kelas Tinggi
1) Bentuk Sosialisasi Anak SD Kelas Tinggi
T. Sutjihati Somantri (2006:47--49) menjelaskan bahwa kehidupan
gang berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Walaupun demikian
kontak sosial yang lebih luas dengan anak-anak yang lebih besar dari anak-
anak tersebut juga turut menentukan pola tingkah laku pada anak-anak
selanjutnya. Beberapa pola tingkah laku pada masa anak-anak akhir adalah:
a) Kepekaan terhadap penerimaan dan penolakan sosial
b) Kepekaan yang berlebihan
c) Sugestibilitas dan kontra sugestibilitas
d) Persaingan
e) Kesportifan
f) Tanggung jawab
g) Insight sosial
h) Diskriminasi sosial
i) prasangka
Kepekaan terhadap penerimaan dan penolakan sosial yaitu kepekaan
terhadap situasi sosial pada individu.
Kepekaan yang berlebihan diartikan sebagai kecenderungan untuk mudah
tersinggung dan menginterpretasikan bahwa perkataan dan perbuatan
orang lain sebagai ungkapan kebencian.
Sugestibilitas dan kontra sugestibilitas seperti kepekaan yang berlebihan.
Sugestibilitas atau kemudahan dipengaruhi oleh orang lain bersumber
pada keinginan untuk mendapat perhatian dan penerimaan lingkungan.
Kontrasugestibilitas diartikan sebagai kecenderungan untuk berpikir dan
bertindak bertentangan dengan saran orang lain. Dalam hal ini anak
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
32/80
18
menunjukkan pemberontakan terhadap orang dewasa dengan
menunjukkan kontradisi dengan orang dewasa tersebut.
Persaingan pada masa anak-anak ada tiga bentuk, yaitu:
a) persaingan diantara anggota kelompok untuk memperoleh
pengakuan di dalam kelompok
b) konflik diantara gang dengan gang yang menjadi saingan
c) konflik antara gang dengan pihak masyarakat yang terorganisasi.
Kesportifan adalah kemampuan anak untuk melaksanakan kegiatan sesuai
dengan aturan permainan; bekerja sama dengan anak-anak lain dengan
jalan mengesampingkan kepentingan individu dan meningkatkan
semangat kebersamaan kelompok.
Tanggung jawab merupakan keinginan untuk turut ambil bagian dalam
memikul beban. Anak kecil pada awalnya menunjukkan ketergantungan
kepada orang lain; dengan berkembangnya kemampuan verbal dan
keterampilan motoriknya, anak mulai belajar untuk menyelesaikan
masalah-masalahnya sendiri dan juga masalah-masalah kelompok.
Insight sosial merupakan kemampuan untuk mengambil dan mengerti arti
situasi sosial dan orang-orang yang terlibat dalam situasi sosial tersebut.
Hal ini bergantung pada empati, yaitu kemampuan anak untuk
menempatkan diri dalam posisi psikologi orang lain dan memandang
situasi dari sudut pandang orang tersebut. Untuk menyelenggarakan relasi
sosial yang baik, anak harus mampu mengamati dan meramalkan tingkah
laku, pikiran, dan perasaan orang lain. Kemampuan untuk memperoleh
insight sosial dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
a) perbedaan jenis kelamin, anak perempuan cenderung lebih cepat”matang” dibandingkan dengan anak laki-laki
b) kecerdasan
c) status anak dalam kelompok dan
d) kepribadian anak.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
33/80
19
Perkembangan kemampuan untuk memperoleh insight sosial berkaitan
erat dengan perkembangan simpati pada masa anak-anak awal.
Diskriminasi sosial sebenarnya sudah ada sejak masa anak-anak awal,
tetapi berkembang dengan baik ketika anak itu menjadi anggota suatu
gang. Anak-anak menunjukkan sikap bahwa anggota kelompok
mempunyai nilai yang sama tetapi orang-orang yang tidak menjadi
anggota kelompoknya mempunyai nilai yang lebih rendah. Perbedaan itu
dapat disebabkan oleh agama, ras, taraf sosial, ekonomi, dan sebagainya.
Diskriminasi diartikan sebagai kecenderungan untuk mengklasifikasikan
semua orang termasuk kelompok lain sebagai orang yang lebih rendah
dan memperlakukan mereka sesuai dengan pandangan tersebut;
kelompok lain itu terbentuk karena perbedaan agama dan ras. Prasangka
terbentuk melalui beberapa cara yaitu:
a) pengalaman yang tidak menyenangkan ketika berinteraksi dengan
suatu kelompok
b) nilai-nilai kultur yang diterima begitu saja
c) imitasi dari orang tua, guru, temam seusia
d) pendidikan yang diperoleh dari orang tua, guru, atau orang dewasa
lainnya mengenai prasangka tertentu.
Berdasarkan pendapat di atas, maka kehidupan gang dan kontak
sosial yang lebih luas dengan anak-anak yang lebih besar dari anak-anak
tersebut menentukan pola tingkah laku pada anak-anak akhir.
Syamsu Yusuf LN (2004: 24--25) menjelaskan bahwa masa kelas-
kelas tinggi sekolah dasar, berkisar umur 9 atau 10 tahun sampai umur 12atau 13tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa kelas tinggi
adalah:
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
34/80
20
a) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit, hal
ini menimbulkan kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-
pekerjan yang praktis.
b) Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar.
c) Menjelang akhir masa kelas tinggi telah ada minat kepada hal-hal dan
mata pelajaran khusus, menonjolnya bakat-bakat khusus.
d) Sampai berkisar umur 11,0 tahun anak membutuhkan guru atau orang-
orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi
keinginannya. Selepas umur 11 tahun pada umumnya anak menghadapi
tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.
e) Pada masa kelas tinggi, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai
ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.
f) Anak-anak pada usia kelas tinggi gemar membentuk kelompok sebaya
biasanya untuk dapat bermain bersama-sama, dalam permainan itu
biasanya anak tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang
tradisional atau yang sudah ada, tetapi mereka mulai membut peraturan
sendiri.
Sumadi Suryabrata (1982: 28--29) menjelaskan bahwa masa kelas-
kelas tinggi sekolah dasar yaitu usia 9:0 atau 10:0 sampai usia 12:0 atau
13:0. beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini ialah:
a) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit; hal
ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan
pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
b) Amat realistik, ingin tahu, ingin belajar.
c) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan
matapelajaran-matapelajaran khusus.d) Sampai kira-kira usia 11:0 anak membutuhkan guru atau orang-oramg
dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi
keinginannya; setelah usia 11:0 pada umumnya anak menghadapi tugas-
tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
35/80
21
e) Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang
tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.
f) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya,
biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan
biasanya anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan yang
tradisional; mereka membuat peraturan sendiri.
Berdasarkan pendapat di atas, maka anak-anak pada usia SD pada
dasarnya memiliki kegemaran untuk keluar dari rumah dan bermain
dengan kelompok sebayanya, namun ada di antara mereka yang karena
sebab-sebab tertentu akan merasa tidak dapat bergaul dan diterima oleh
teman-temannya dalam kelompok di sekolah atau dengan kata lain
terisolir.
2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak SD Kelas
Tinggi.
Aankusuma (Http://id-id.facebook.com) menjelaskan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak SD kelas tinggi yaitu:
a) Faktor dari dalam (intrinsik)
(1) Intelegensi
Setiap individu mempunyai intelegensi yang berbeda-beda.
Perbedaan intelegensi tersebut berpengaruh dalam daya serap
terhadap norma-norma dan nilai-nilai sosial. Orang yang mempunyai
intelegensi tinggi pada umumnya tidak kesulitan dalam bergaul,
belajar, dan berinteraksi di masyarakat, sebaliknya orang yang
intelegensinya di bawah normal akan mengalami berbagai kesulitan
dalam belajar di sekolah maupun menyesuaikan diri di masyarakat.
Akibatnya terjadi penyimpangan-penyimpangan, seperti malasbelajar, emosional, bersikap kasar, tidak bisa berpikir logis.
(2) Jenis kelamin
Perilaku menyimpang dapat juga diakibatkan karena perbedaan jenis
kelamin. Anak laki-laki pada umumya cenderung sok berkuasa dan
menganggap remeh pada anak perempuan.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
36/80
22
(3) Umur
Umur memengaruhi pembentukan sikap dan pola tingkah laku
individu, makin bertambahnya umur diharapkan seseorang
bertambah pula kedewasaannya, makin mantap pengendalian emosi,
dan makin tepat dalam segala tindakannya. Kadang dijumpai ketidak
sesuaian sikap yang dilakukan oleh anak sekolah dasar, sikapnya
seperti anak kecil, manja, minta dituruti segala keinginannya.
(4) Kedudukan dalam keluarga
Keluarga yang terdiri atas beberapa anak, sering kali anak tertua
merasa dirinya paling berkuasa dibandingkan dengan anak kedua
atau ketiga. Anak bungsu mempunyai sifat ingin dimanjakan oleh
kakak-kakaknya maupun orang tuanya. Oleh karena itu, susunan atau
urutan kelahiran kadang akan menimbulkan pola tingkah laku,
peranan dan fungsi yang berbeda dalam keluarga.
b) Faktor dari luar (ekstrinsik)
(1) Peran keluarga
Keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan sosial sangat besar
perananya dalam membentuk pertahanan seseorang terhadap
serangan penyakit sosial sejak dini. Orang tua yang sibuk dengan
kegiatannya sendiri tanpa mempedulikan perkembangan anak-
anaknya merupakan awal dari rapuhnya pertahanan anak terhadap
serangan penyakit sosial. Sering kali orang tua hanya cenderung
memikirkan kebutuhan lahiriah anaknya dengan bekerja keras tanpa
mempedulikan bagaimana anak-anaknya tumbuh dan berkembang
dengan alasan sibuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan
anaknya. Alasan tersebut sangat rasional dan tidak salah, namun
kurang tepat, karena kebutuhan bukan hanya materi saja tetapi juga
nonmateri. Kebutuhan nonmateri yang diperlukan anak dari orang
tua seperti perhatian secara langsung, kasih sayang, dan menjadi
teman sekaligus sandaran anak untuk menumpahkan perasaannya.
Kasih sayang dan perhatian terhadap anak tersebut cenderung
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
37/80
23
diabaikan oleh orang tua, oleh sebab itulah anak akan mencari
bentuk-bentuk pelampiasan dan pelarian yang kadang mengarah
pada hal-hal yang menyimpang, seperti masuk dalam anggota geng,
mengonsumsi minuman keras dan narkoba, dan lain-lain.
(2) Peran masyarakat
Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anak dari lingkungan
keluarga akhirnya berkembang ke dalam lingkugan masyarakat yang
lebih luas. Ketidakmampuan keluarga memenuhi kebutuhan rohaniah
anak mengakibatkan anak mencari kebutuhan tersebut ke luar rumah.
Ini merupakan awal dari sebuah petaka masa depan individu, jika di
luar rumah anak menemukan sesuatu yang menyimpang dari nilai
dan norma sosial. Pola kehidupan masyarakat tertentu kadang tanpa
disadari oleh para warganya ternyata menyimpang dari nilai dan
norma sosial yang berlaku di masyarakat umum, misalnya
masyarakat yang suka berjudi. Itulah yang disebut sebagai
subkebudayaan menyimpang, misalnya masyarakat yang sebagian
besar warganya hidup mengandalkan dari usaha prostitusi, maka
anak-anak di dalamnya akan menganggap prostitusi sebagai bagian
dari profesi yang wajar. Demikian pula anak yang tumbuh dan
berkembang di lingkungan masyarakat penjudi atau peminum
minuman keras, maka akan membentuk sikap dan pola perilaku
menyimpang.
(3) Pergaulan
Pola tingkah laku anak tidak bisa terlepas dari pola tingkah laku
anak-anak lain di sekitarnya. Anak-anak lain yang menjadi teman
pergaulannya sering kali memengaruhi kepribadian individu, dari
teman bergaul tersebut anak akan menerima norma-norma atau nilai-
nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila teman bergaulnya
baik, anak akan menerima konsep-konsep norma yang bersifat
positif, namun apabila teman bergaulnya kurang baik, anak sering
kali akan mengikuti konsep-konsep yang bersifat negatif. Akibatnya
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
38/80
24
terjadi pola tingkah laku yang menyimpang pada diri anak tersebut,
oleh karena itu, menjaga pergaulan dan memilih lingkungan
pergaulan yang baik sangat penting.
(4) Media massa
Berbagai tayangan di televisi tentang tindak kekerasan, film-film
yang berbau pornografi, sinetron yang berisi kehidupan bebas dapat
memengaruhi perkembangan perilaku individu. Anak-anak yang
belum mempunyai konsep yang benar tentang norma-norma dan
nilai-nilai sosial dalam masyarakat, sering kali menerima mentah-
mentah semua tayangan itu. Penerimaan tayangan-tayangan negatif
yang ditiru mengakibatkan perilaku social negative atau
menyimpang.
c. Perilaku Sosial Anak SD
Monty P. Satiadarma (2001: 49) menjelaskan bahwa bila individu
mempersepsikan bahwa seseorang itu baik, maka individu tersebut akan
bersikap baik kepada orang tersebut. Jika individu itu memiliki sikap baik
kepada orang tersebut, perilaku individu tersebut kepadanya akan baik pula.
Masa krisis pertama (trotzalter), ketika anak bersikap “keras kepala”,
perkembangan rasa sosial tampak seakan-akan terhenti. Tetapi yang
sesungguhnya terjadi malah sebaliknya. Masa krisis pertama merupakan
permulaan timbulnya kesadaran akan “aku”-nya; dengan kata lain merupakan
permulaan sikap objektif. Sebenarnya sikap krisis pertama itu tempat
meletakkan dasar untuk perkembangan sosial yang sesungguhnya.
Ketika anak mulai bersekolah, anak menyambut teman-teman barunya
dengan rasa gembira. Semua murid di kelas adalah temannya, kemudian anak
membentuk kelompok-kelompok tersendiri, setiap anak menggabungkan
dirinya kedalam salah satu kelompok. Makin lama anak makin banyak
memegang peranan dalam kelompoknya. Selanjutnya anak mulai mengetahui
bahwa dirinya memiliki bakat dan kepandaian dalam bidang tertentu.
Perkembangan selanjutnya muncullah anak yang berkemampuan senagai
pemimpin dan anak yang hanya mengikut temannya tanpa inisiatif.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
39/80
25
Perkembangan sosial dan kepribadian mulai dari usia prasekolah sampai
akhir masa sekolah ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial, anak mulai
melepaskan diri dari keluarga, mendekatkan dirinya pada orang lain di
samping anggota keluarganya. Meluasnya lingkungan sosial bagi anak
menyebabkan anak menjumpai pengaruh-pengaruh yang ada di luar
pengawasan orang tuanya. Anak bergaul dengan teman-teman mempunyai
guru yang berpengaruh terhadap proses emansipasinya. Pada proses
emansipasi dan individuasi teman-teman sebaya mempunyai peranan yang
dapat membantu menumbuhkan kepercayaan dirinya , di samping itu
perkembangan motifasi dan identitas kelamin sangat penting, karena
kesadaran jenis kelamin akan dapat membantu memahami diri dan
menumbuhkan motifasi sesuai dengan keadaan dirinya, juga perkembangan
pengertian norma atau moralitas mendapatkan kemajuan yang esensial dalam
periode ini, yakni semakin berkembang anak diharapkan semakin dapat
menyasuaikan diri dengan norma yang ada dan secara otomatis akan
berperilaku sesuai dengan norma yang diyakini.
d. Kelompok Sebaya Anak SD
Masa T.K dan S.D anak mempunyai kontak yang intensif dengan teman-
teman sebaya, anak-anak saling mempengaruhi satu sama lain. Anak berusaha
untuk menjadi anggota suatu kelompok; kelompok teman sebaya yang akrab
terjadi pada anak usia sekolah dasar.
Anak pada mulanya tidak mengerti tingkah laku yang dipuji atau
dihargai dan tingkah laku yang tidak dipuji atau dihargai, anak belum tahu apa
yang harus dilakukan untuk dapat diterima dalam kelompok. Sering dapat
dilihat bahwa anak menirukan anggota kelompok yang paling aktif dan paling
berkuasa. Kelompok-kelompok anak dalam taman kanak-kanak dan kelas-
kelas permulaan sekolah dasar belum mempunyai aturan-aturan, kelompok-
kelompok tadi baru merupakan kelompok-kelompok informal tanpa struktur
dan tanpa aturan. Baru diantara usia 10-14 tahun timbullah kelompok yang
ada organisasinya, dengan aturan-aturan dan perjanjian-perjanjian
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
40/80
26
T.Sutjihati Somantri (2006: 46) menjelaskan bahwa dengan
meningkatnya ruang lingkup kegiatan anak, maka anak menunjukkan
peningkatan dalam kebutuhan untuk diterima oleh anak-anak lain dari luar
keluarganya. Sejak masuk sekolah, anak memasuki suatu masa “gang age”
pada usia ini anak menunjukkan pekembangan yang pesat dalam hal
kesadaran sosial. Salah satu tugas perkembangan adalah menunjukkan proses
sosialisasi. Pada masa ini anak menjadi anggota suatu kelompok anak-anak
seusia yang sedikit demi sedikit menggantikan peran keluarga dalam
kehidupan anak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap
tingkah laku anak, masa keserasian bersekolah ini diakhiri gengan suatu masa
yang disebut poeral. Sifat-sifat khas masa poeral ini secara garis besar dapat
di ringkas menjadi dua hal, yaitu:
1) Keinginan untuk berkuasa: sikap, tingkah laku dan perbuatan anak poeral
ditujukan untuk berkuasa; apa yang diidam-idamkannya adalah si kuat, si
jujur, si juara dan sebagainya.
2) Ekstraversi: berorientasi keluar dirinya; misalnya, untuk mencari teman
sebaya untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Anak-anak masa ini
membutuhkan kelompok-kelompok sebaya, pada masa anak-anak
dorongan bersaing sangat besar sekali, karena itu masa ini sering diberi ciri
sebagai masa “competitive socialization”.
Bahaya dalam penyesuaian sosial, efek penolakan dan pengabaian yang
dilakukan oleh kelompok sosial terhadap anak akan dapat mengakibatkan
beberapa gangguan psikologis, diantaranya yaitu:
1) Anak akan merasa kesepian karena kebutuhan sosial mereka tidak
terpenuhi.
2) Anak akan merasa tidak bahagia dan tidak aman.
3) Akan mengembangkan konsepdiri yang tidak menyenangkan, yang bisa
menimbulkan penyimpangan kepribadian.
4) Anak kurang memiliki pengalamn belajar yang dibutuhkan untuk
menjalani proses sosialisasi.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
41/80
27
5) Anak akan merasa sedih karena tidak memiliki kegembiran yang dimiliki
teman sebaya mereka.
6) Akan memperkecil peluang anak dalam mempelajari berbagai
keterampilan sosial.
7) Anak akan hidup dalam ketidakpastian reaksi sosial yang menyebabkan
anak merasa cemas, takut dan sangat peka.
8) Melakukan penyesuaian diri yang berlebihan dengan harapan akan dapat
meningkatkan penerimaan sosial mereka.
Bentuk Kelompok Sebaya dalam Belajar dan Permainan. Elizabeth B.
Hurlock (1980:155,156) Akhir masa kanak-kanak sering disebut sebagai “usia
berkelompok” karena ditandai dengan adanya minat terhadap aktifitas teman-
teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota
suatu kelompok, dan merasa tidakpuas bila tidak bersama temannya. Pada
masa ini anak tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau dengan saudara-
saudara kandung atau melakukan kagiatan dengan anggota keluarga. Anak
ingin bersama temannya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak
bersama temannya. Anak ingin bersama dengan kelompoknya, karena hanya
dengan demikian terdapat cukup teman untuk bermain dan berolah raga, dan
dapat memberikan kegembiraan. Sejak anak masuk sekolah sampai masa
puber, keinginan untuk bersama dan untuk diterima kelompok menjadi
semakin kuat. Hal ini berlaku baik untuk anak laki-laki maupun perempuan.
Teman pada akhir masa anak-anak berbeda dengan masa anak yang
lebih muda, anak yang lebih besar jarang puas dengan rekannya. Untuk
memenuhi kebutuhan sosialnya, teman harus berperan sebagi teman bermain
atau teman baik. Anak laki-laki cenderung mempunyai hubungan teman
sebaya yang lebih luas dari pada anak perempuan. Ia lebih suka bermainberkelompok dari pada hanya dengan satu atau dua anak. Sebaliknya,
hubungan sosial anak perempuan lebih intensif dalam arti bahwa ia lebih
sering bermain dengan satu atau dua teman dari pada dengan seluruh
kelompoknya.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
42/80
28
Elizabeth B. Hurlock (1980: 156) menjelaskan bahwa banyak faktor
yang menentukan pemilihan teman. Biasanya anak yang dipilih adalah yang
dianggap serupa dengan dirinya sendiri dan memenuhi kebutuhan. Daya tarik
fisik mempengaruhi kesan pertama, anak cenderung memilih mereka yang
berpenampilan menarik menjadi teman bermain dan sebagai teman baik.
Keakrapan di sekolah atau di lingkungan tetangga adalah penting karena
untuk memilih teman lingkungan anak-anak terbatas pada daerah yang relatif
sempit. Terdapat kecenderungan yang kuat bagi anak-anak untuk memilih
teman dari kelasnya sendiri di sekolah. Dan yang lebih dipilih adalah teman
sejenis dari pada lawan jenis.
Sifat-sifat kepribadian penting dalam memilih teman, baik sebagai
teman bermain ataupun sebagai teman baik. Anak yang lebih besar memberi
nilai tinggi pada kegembiraan, keramahan, kerja sama, kebaikan hati,
kejujuran, kemurahan hati, bahkan keramahan dan sportivitas, pada teman
bermain maupun teman baik. Menjelang masa anak-anak berakhir, anak lebih
menyukai teman dari latar belakang sosial ekonomi, ras dan agama yang
sama, khususnya sebagai teman baik.
Anak yang dipilih oleh teman-temannya untuk berperan sebagaipemimpin pada akhir masa kanak-kanak adalah anak yang mendekati ideal
kelompok. Ia tidak hanya disukai oleh sebagian besar kelompok, tetapi juga
memiliki ciri-ciri yang dikagumi.karena anak menghabiskan banyakwaktu
dengan bermain dan berolah raga dengan teman-teman sebaya, maka anak
yang keterampilannya dalam bidang tersebut melebihi anggota kelompok
yang lain mempunyai kesempatan yang sangat baik untuk dipilih sebagai
pemimpin. Namun keterampilan saja tidaklah cukup. Anak yang berperan
sebagai pemimpin juga harus mempunyai sifat-sifat kepribadian yang
dikagumi oleh kelompok, seperti sportif, kerja sama yang baik, murah hati
dan jujur.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
43/80
29
Bila peran pemimpin tidak memenuhi kebutuhan anak atau kebutuhan
anggota maka terjadipergantian pemimpin. Di lain pihak, kalau peran
pemimpin memuaskan anggota kelompok dan diri sendiri maka pemimpin
akan tetap bertahan. Anak yang berperan sebagai pemimpin dalam permainan
atau olah raga dan memuaskan anggota-anggota kelompok, mempunyai
kesempatan yang baik untuk dipilih sebagai ketua kelas atau peran pemimpin
tidak berhubungan dengan permainan dan olah raga.
2. Studi Kasus
a. Pengertian Studi kasus
Robert K. Yin (1997: 1) mendefinisikan studi kasus merupakan strategi
yang cocok bila pertanyaan penelitian berkenaan dengan “mengapa” atau
“bagaimana” dan fokus penelitiannya terletak pada fenomena kehidupan nyata.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa studi kasus merupakan strategi suatu
penelitian yang berfokus pada fenomena masa kini di kehidupan nyata untuk
menjawab pertanyaan yang berkenaan dengan “mengapa” dan “bagaimana”.
Deddy Mulyana (2003: 201) menjelaskan bahwa studi kasus adalah uraian
dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu
kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau situasi sosial.
Robert K. Yin (2008: 1) menjelaskan bahwa Studi kasus adalah salah satu
metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Penelitian kasus adalah suatu penelitian
yang dilakukan secara intensif, terrinci dan mendalam terhadap suatu
organisme, lembaga, atau gejala tertentu.
b. Tujuan studi kasus
Studi kasus digunakan dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk
mendapatkan hasil penelitian yang mendalam mengenai perilaku sosial negatif
pada siswa kelas VI SD Negeri I Sedayu. Penelitian dengan studi kasus
menghendaki suatu kajian yang rinci, mendalam, dan menyeluruh atas objek
tertentu.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
44/80
30
Studi kasus merupakan metode penelitian yang dilakukan pada objek dan
subjek di suatu tempat dan waktu tertentu dengan melakukan pengamatan
terhadap kejadian tertentu untuk dilakukan studi analisa kasus yang diamati
untuk diambil suatu tindakan, kaitannya dengan penelitian ini adalah tindakan
untuk meningkatkan perilaku sosial positif siswa dengan membantu siswa agar
tidak berperilaku sosial negatif di sekolah. Hal tersebut dilakukan dengan
tujuan agar anak dapat berperilaku positif dan dapat bersosialisasi dengan
teman-teman sebayanya.
Studi kasus yang dilakukan mempunyai tujuan melakukan evaluasi
terhadap suatu kejadian yang menjadi objekpenelitian untuk dilakukan analisa
dengan menggunakan metode tertentu yang nantinya dapat digunakan sebagai
pembelajaran. Robert K. Yin (2008: 27) mengemukakan bahwa penelitian studi
kasus harus mempunyai desain penelitian, definisi dari desain penelitian adalah
suatu rencana tindakan yang berangkat dari perencanaan untuk mencapai tujuan
penelitian, dengan demikian maka tujuan penelitian studi kasus harus jelas.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mempelajari suatu kasus secara
mendalam,oleh karena itu tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Mengetahui gambaran realitas tentang karakteristik atau gejala anak yangmemiliki perilaku sosial negatif di sekolah
2. Memperoleh infomasi secara jelas mengenai faktor-faktor yang menjadi
penyebab terjadinya perilaku sosial negatif di sekolah.
3. Memperoleh gambaran dampak atau akibat yang terjadi pada anak yang
memiliki perilaku sosial neggatif di sekolah
4. Mengetahui pandangan pihak terkait tentang anak yang memiliki perilaku
sosial negatif di sekolah.
c. Langkak-langkah studi kasus
Pelaksanaan studi kasus dengan cara mengadakan pengamatan secara
langsung terhadap subjek ppenelitian, dalam hal ini adalah siswa yang
berperilaku sosial negatif di sekolah. Penelitian dilakukan dengan studi kasus
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
45/80
31
terhadap objek penelitian yang terdapat di SD Negeri I Sedayu kecamatan
Grobogan Kabupaten Grobogan propinsi jawa tengah.
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan melakukan
observasi pada tempat penelitian, kemudian melakukan wawancara terhadap
informan kunci di sekolah tersebut yaitu guru kelas VI, guru agama dan guru
olahraga serta teman dekat siswa, dan dengan mengacu pada data dokumen
mengenai perilaku sosial negatif siswa yang tersedia di sekolah.Pelaksanaan
penelitian dan pelaksanaan pengumpulan data didasarkan pada sumber-sumber
bukti yang berlainan. Robert K. Yin (2008: 103) mengemukakan bahwa
sumber bukti adalah dokumen, rekaman arsip, wawancara, observasi langsung,
observasi pemeran serta dan perangkat fisik.
Pelaksanaan penelitian dengan studi kasus berdasarkan langkah-langkah
atau prosedur, dalam melaksanakan langkah-langkah tersebut digambarkan
dengan diagram berikut:
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
46/80
32
Bagan I
Bagan Langkah Penelitian studi kasus
Mulai
Studi Pustaka
Studi Pendahuluan
Studi Lapangan
Fokus Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Pengumpulan Data
Observasi
Wawancara
Dokumentasi
Kesimpulan
Validitas Data
Reduksi data
Penyajian data
Penarikan Kesimpulan
Analisis Data
Mulai
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
47/80
33
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan suatu penalaran atau alur untuk
menggambarkan pola pikir terhadap permasalahan penelitian yang di
ilustrasikan.
Sejak anak dilahirkan di dunia maka memasuki lingkungan keluarga
yang merupakan tempat awal mula anak belajar bersosialisasi atau bergaul
dengan orang – orang yang dekat, misalnya ibu, ayah dan kakak. Kurangnya
kesempatan untuk belajar sosial akan dipakai sebagai modal dasar dalam
pergaulan selanjutnya di sekolah dasar.
Faktor yang menyebabkan anak tidak diterima dalam kelompok adalah
kurangnya pengalaman sosial sejak dini, kurangnya kesempatan belajar untuk
bersosialisasi dan pertahanan untuk bermain sendiri, serta sikap acuh terhadap
orang lain. Pembelajaran sejak dini dalam segala sesuatu sangat diperlukan
termasuk di dalamnya adalah sosialisasi dengan lingkungan.
Perkembangan sosial anak, pola tingkah laku pada masa anak serta
lingkungan sekitar anak dipastikan sebagai faktor utama anak tidak diterima
dalam kelompok. Perilaku sosial negatif menyebabkan anak tidak dapat
diterima dalam kelompok, dan sebaliknya anak yang berperilaku baik dan
memiliki respon yang baik terhadap teman-temannya akan diterima dalam
suatu kelompok. Lingkungan berikut adalah lingkungan pergaulan di sekolah,
baik dengan guru-guru maupun dengan teman sekelas. Apabila lingkungan
pergaulan di sekolah kurang kondusif maka akan memperparah kondisi
sosialisasi dari anak yang sudah berbekal kurang sosialisasi di rumah.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
48/80
34
Uraian tersebut diatas dapat dibuat skema kerangka pemikiran sebagai
berikut:
Bagan 2
Bagan Kerangka Pemikiran
Bagan di atas dapat memberikan keterangan bahwa siswa dalam
bersosialisasi disekolah dapat dilihat sebagai perilaku yang dikatagorikan
positif maupun negatif dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Perilaku sosial positif akan menjadikan anak diterima dalam kelompok
sebayanya di sekolah, sedangkan perilaku sosial negatif akan membuat anak
tidak diterima dalam kelompok sebayanya di sekolah
Anak SD
Faktor internal
Rasa malas
Ingin diperhatikan
banyak orang
Ingin menutupi
kekurangannya
Faktor eksternal
Lingkungan keluarga yang
tidak mendukung
Lingkungan sekolah yang
tidak mendukung
Media massa
Lingkungan masyarakat
yang kurang mendukung
terisolir
Tidak diterima
dalam kelompok
sebaya
Perilaku
sosial negatif
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
49/80
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat yang dipilih dalam penelitian ini adalah: lingkungan kelas
tempat subjek melakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah, penelitian ini
dilakukan pada siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri 1 Sedayu Kecamatan
Grobogan Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2008/2009. Lokasi Sekolah Dasar
Negeri I Sedayu ini termasuk di daerah pedesaan.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran
2008/2009 tepatnya pada bulan Oktober sampai dengan November 2008.
Penelitian dilaksanakan selama jam sekolah berlangsung, yakni jam 07.00-13.00.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi
kasus. Objek penelitian adalah perilaku sosial negatif siswa di sekolah. Subjek
penelitian adalah siswa kelas VI SD Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan. Jenis
penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menggunakan data yang berup
informasi yang berdasarkan temuan-temuan di lapangan. Analisis yang digunakan
dalam adalah deskriptif fenomenologis, yaitu mendeskripsikan temuan-temuan
yang ada di lapangan untuk mendapatkan gambaran yang objektif tentang suatu
kasus yang diteliti.
Pendekatan studi kasus dimaksudkan suatu penelitian yang akan
mempelajari secara mendalam tentang perilaku sosial negatif pada siswa kelas VISekolah Dasar Negeri I Sedayu dan mempelajari faktor-faktor yang menjadi
penyebab terjadinya perilaku sosial negatif serta dampak atau akibat dari perilaku
tersebut.
35
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
50/80
36
C. Subjek Penelitian
Penelitian ini berupa studi kasus. Subjek penelitian tidak ditetapkan
sebelumnya, demikian juga mengenai jumlahnya. Namun demikian perlu
ditetapkan cara untuk menentukan subjek penelitian yaitu penentuan subjek
penelitian dengan menggunakan teknik sosiometri pada siswa kelas VI Sekolah
Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan, di samping itu juga mengumpulkan
data tentang perilaku subjek melalui informasi dari informan yang mengenali
subjek.
Subjek penelitian yaitu siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu
Kecamatan Grobogan yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah yang
diperoleh melalui beberapa cara yaitu:
1. Observasi yang dilakukan secara langsung melalui pengamatan dengan
dibantu guru kelas. Pedoman observasi terlampir.
2. Interview dilakukan kepada siswa yang diduga berperilaku sosial negatif di
kelas, sebagai tindak lanjut darihasil observasi. Interview juga dilakukan
kepada guru kelas VI, guru agama dan guru olahraga serta teman dekat siswa,
guna memperoleh hasil yang jelas tenteng siswa yang berperilaku sosial
negatif di kelas. Pedoman observasi terlampir.
3. Dokumentasi, yaitu buku pribadi siswa yang diperoleh melalui catatan guru
kelas, terutama tentang hubungan sosial siswa di sekolah.
4. Sosiometri, yaitu menunjukkan bahwa subjek berada pada lingkaran paling
luar yang menunjukkan bahwa subjek tidak disenangi oleh teman-temannya.
Berbagai teknik yang digunakan tersebut diharapkan dapat menunjukkan
atau memberi data tentang siswa yang berperilaku sosial negatif, selanjutnya
dipilih seorang siswa sebagai subjek penelitian.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
51/80
37
D. Sumber Data
Penetapan informan sebagai sumber data adalah sebagai berikut:
1. Subjek itu sendairi.
2. orang tua subjek, karena orang tua merupaka orang yang paling dekat dengan
subjek dan dianggap mengerti dan mengetahui keadaan subjek yang
sesungguhnya.
3. Guru kelas, guru olah raga serta guru agama adalah orang yang mengetahui
keadaan siswa ketika siswa berada di sekolah.
4. Teman dekat subjek, karena dianggap mengetahui keadaan subjek di sekolah
baik di kelas maupun di luar kelas.Berbagai informasi yang terkumpul dari berbagai sumber diharapkan
menjadi suatu temuan sebagai data penelitian yang menunjukkan perilaku sosial
negatif, sebab dan akibat dari perilaku sosial negatif.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi adalah metode untuk mendapatkan data melalui pengamatan
secara langsung terhadap anak yang diduga berperilaku sosial negatif di sekolah.
Observasi dilakukan oleh peneliti dibantu guru kelas V1. Hasil observasi yang
dilakukan untuk memperoleh data tentang perilaku sosial siswa yang terjadi di
sekolah. Observasi tidak hanya mencatat suatu kejadian, namun segala sesuatu
yang diduga ada kaitannya dengan perilaku sosial negatif, semakin banyak
informasi yang diterima semakin lengkap data yang dikumpulkan karena dapat
mengetahui faktor-faktor yang sesungguhnya berkaitan dengan perilaku sosial
negatif dan pengaruhnya terhadap kelompok sebaya di sekolah tersebut.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
52/80
38
2. Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpul data dengan
menggunakan tanya jawab secara langsung dengan subjek, guru, orang tua, teman
dekat dan orang-orang yang terkait atau yang mengerti permasalahan subjek.
Didalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada:
a. Subjek penelitian
Wawancara dengan subjek penelitian untuk memperoleh informasi mengenai
perilaku subjek yang menunjukkan perilaku sosial negatif sehingga tidak
disukai oleh teman-teman yang lain di sekolah.
b. Guru kelas,guru olah raga dan guru agama
Wawancara dengan guru kelas, guru olah raga dan guru agama untuk
memperoleh informasi mengenai perilaku subjek yang menunjukkan perilaku
sosial negatif. Melalui wawancara dapat diketahui perilaku negatif yang
sesungguhnya oleh anak kelas V1 sebagai subjek penelitian.
c. Orang tua subjek
Wawancara dengan orang tua subjek digunakan untuk mengungkap data
riwayat kehidupan sehari-hari. Data yang diungkap untuk menunjukkan
perilaku sosial negatif siswa yaitu: hubungan sosial atau komunikasi subjek
dengan orang tua, keluarga, dan lingkungan, kebiasaan sehari-hari,
kesenangan subjek dan aktifitas subjek di rumah baik yang berkaitan dengan
belajar maupun sosial.
d. Teman dekat subjek di sekolah
Wawancara dilakukan kepada teman dekat subjek yaitu ketua kelas dan teman
dekat subjek untuk memperoleh kejelasan mengenai perilaku dan sikap subjek
ketika berinteraksi di lingkungan sekolah khususnya di kelas.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
53/80
39
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data dengan
menggunakan bukti-bukti atau catatan khusus tertulis tentang perilaku siswa di
sekolah. Tujuan menggunakan dokumentasi adalah untuk mendapatkan data yang
telah dicatat oleh guru tentang hubungan sosial siswa, perilaku serta kebiasaan
siswa di sekolah.
F. Validitas Data
Validitas data diperlukan untuk memperoleh data yang sahih yang
akandianalisis untuk keberhasilan penelitian. Validitas data berguna untuk
menetapkan keabsahan data yang diperlukan dalam teknik pemeriksaan data
didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Teknik pemeriksaan validitas data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan trianggulasi metode
dan trianggulasi sumber. Trianggulasi metode yaitu digunakan berbagai metode
untuk mengumpulkan data yang akurat tentangperilaku sosial negatif di sekolah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan
dokumentasi.
Trianggilasi sumber digunakan untuk mengecek keakuratan data yaitu
perilaku sosial negatif di sekolah. Trianggulasi sumber yaitu mengumpulkan
datamenggunakan berbagai sumber yaitu subjek, orang tua, guru, dan teman
dekat subjek. Trianggulasi sumber dilakukan dengan membandingkan data yang
didapat dari berbagai sumber untuk mendapatkan data yang akurat tentang
perilaku sosial negatif di sekolah.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
54/80
40
G. Analisis Data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis deskriptif fenomenologis, yaitu mendeskripsikan gambaran tentang
perilaku sosial negatif pada subjek berdasarkan temuan-temuan yang didapat di
lapangan yang diperoleh dari berbagai sumber. Berbagai data tentang perilaku
sosial negatif diharapkan dapat ditemukan di lapangan meliputi karakteristik,
faktor atau penyebab, dan akibat perilaku sosial negatif di sekolah, selanjutnya
data tersebut dikatagorikan, dianalisis dan disimpulkan, sehingga dapat menjawab
permasalahan di dalam penelitian ini.
H. Prosedur penelitian
Kegiatan penelitian seluruhnya direncanakan sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
a. Mengurus perijinan penelitian, hal ini bertujuan untuk mendapatkan surat
ijin penelitian yang akan dilakukan di tempat penelitian.
b. Menentukan lokasi penelitian, hal ini bertujuan untuk menentukan tempat
penelitian dan menentukan kasus yang akan diangkat di dalam penelitian
studi kasus ini.
c. Meninjau lokasi penelitian dengan cara mempelajari keadaan sekolah. Hal
ini bertujuan agar peneliti mampu mengenal dan menyesuaikan diri
dengan situasi sekolah dan dapat menemukan kasus yang sedang dihadapi
anak-anak di sekolah tersebut.
d. Menyusun instrumen penelitian, pengembangan pedoman pengumpulan
data dan penyusunan jadwal kegiatan secara rinci.
e. Konsultasi dengan kepala sekolah, hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan ijin dari kepala sekolah dan kesepakatan untuk mempelajari
kasus yang terjadi di sekolah secara mendalam sebagai pelaksanaan
penelitian.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
55/80
41
f. Konsultasi dengan guru kelas, hal tersebut dilakukan untuk memperoleh
data dokumentasi mengenai perilaku sosial negatif selama siswa mengikuti
kegiatan belajar mengajar serta aktifitas siswa pada saat istirahat.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Verifikasi data : setelah data dikumpulkan maka dipisah-pisah mana yang
dipakai danmana yang tidak dipakai.
b. Pengelompokan data yang telah dikumpulkan akan diolah dan dihubung-
hubungkan dengan data yang lainnya, sehingga akan memudahkan dalam
penafsiran.
3. Tahap Penulisan hasil Penelitian
a. Mendiskripsikan data sesuai dengan sub-sub fokus penelitian.
b. Merumuskan hasil analisis data yang berupa sajian hasil penelitian diikuti
pembahasanya.
c. Pembahasan temuan penelitian yang dikemukakan menurut gagasan
peneliti keterkaitan antar katagori, keterkaitan temuan penelitian dengan
hasil penelitian sebelumnya, penafsiran dan penjelasan temuan, pembuatan
kesimpulan yang mendasar pada makna dan kebenaran data.
-
8/20/2019 perilaku sosial anak
56/80
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sajian Data Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Tempat penelitian di Sekolah Dasar Negeri 1 Sedayu Kecamatan
grobogan Kabupaten Grobogan propinsi jawa tengah. SD Negeri 1 Sedayu
merupakan sekolah dasar yang ada dipedesaan terletak di tengah-tengah
perkampungan penduduk. Adapun letak yang lebih jelas SD Negeri 1 Sedayu
adalah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan perkampungan penduduk dan sawah-sawah
kemudian ada jalan setapak yang biasa dilewati oleh penduduk untuk kesawah
maupun kesekolah
b. Sebelah selatan berbatasan dengan perkampungan penduduk
c. Sebelah timur juga berbatasan dengan sawah-sawah dan perkampungan
penduduk serta jalan kecil atau jalan setapak yang dilewati oleh penduduk
ketika pergi kesawah dan para siswa menuju kesekolah
d. Sebelah barat atau depan sekolah ada jalan yang bisa dilalui mobil dan sepeda
motor, sawah-sawah dan perkampungan penduduk
SD Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan memiliki sarana dan
prasarana yang sangat minim untuk syarat pendidikan yang baik, diantaranya
terdapat 6