perencanaan dan kajian kelayakan finansial … 2-dyah.pdf · 2.3 pengertian angkutan angkutan (...
TRANSCRIPT
PERENCANAAN DAN KAJIAN
KELAYAKAN FINANSIAL ANGKUTAN WISATA
(CITY TOUR) DI KOTA DENPASAR
TESIS
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pariwisata
Menurut Undang Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang
dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang
didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat,
pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dalam Undang-undang No.10
Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan juga dijelaskan bahwa kawasan geografis
yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya
terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta
masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Kawasan pariwisata adalah kawasan strategis pariwisata yang berada dalam
geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/ kelurahan yang di dalamnya
terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas
umum dan fasilitas pariwisata serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling
mendukung dalam perwujudan kepariwisataan (Pemerintah Kota Denpasar,
2011).
2.1.1 Aspek-Aspek Pengembangan Aksesibilitas Pariwisata
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 50 (2011) terdapat dua pasal yang
mengatur pengembangan pengembangan aksesibilitas pariwisata yaitu :
1) Pembangunan Aksesibilitas Pariwisata, meliputi:
9
a. Penyediaan dan pengembangan sarana transportasi angkutan jalan, sungai,
danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan
kereta api.
b. Penyediaan dan pengembangan prasarana transportasi angkutan jalan,
sungai, danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan
angkutan kereta api.
c. Penyediaan dan pengembangan sistem transportasi angkutan jalan, sungai,
danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan
kereta api.
2) Pembangunan Aksesibilitas Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimaksudkan untuk mendukung pengembangan Kepariwisataan dan pergerakan
wisatawan menuju destinasi dan pergerakan wisatawan.
2.1.2 Objek Wisata dan Daya Tarik Wisata
Pengertian objek wisata menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 24/1979 adalah perwujudan dari pada ciptaan manusia, tata hidup,
seni budaya, serta sejarah bangsa atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik
wisata bagi wisatawan untuk dikunjungi, sedangkan daya tarik atau atraksi wisata
adalah semua yang diciptakan manusia berupa penyajian kebudayaan tari-tarian,
kesenian rakyat, upacara adat, dan lain-lain.
Dalam mengembangkan objek wisata, pemerintah melakukan berbagai
usaha perbaikan di bidang prasarana dengan membangun dan mengadakan
rehabilitasi terhadap akses jalan menuju daerah tujuan wisata. Misalnya penataan
10
kawasan geografis yang berada di wilayah Sanur atau Pulau Serangan guna
menarik kunjungan wisatawan. Objek wisata maupun daya tarik wisata adalah dua
hal yang paling mendasar dalam pengembangan di bidang pariwisata.
2.2 Kebijakan Pengembangan Pariwisata Kota Denpasar
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar tahun 2011-
2031 yang tercantum pada Peraturan Daerah Kota Denpasar No 27 Tahun 2011,
pengembangan kota berbasis pariwisata berjati diri budaya Bali merupakan salah
satu kebijakan pengembangan yang akan dilakukan Pemerintah kota Denpasar.
Dengan mengembangkan pusat-pusat pelayanan secara berhirarkhi melalui
pengembangan pusat pelayanan di wilayah kota sebagai kota inti Kawasan
Perkotaan Sarbagita yang didukung oleh kawasan disekitarnya sebagai kawasan
pariwisata serta kawasan pemukiman. Memantapkan keterpaduan sistem jaringan
jalan nasional, jalan provinsi dan sistem jaringan jalan kota. Adapun kawasan
peruntukan pariwisata menurut Pemerintah Kota Denpasar (2011) terdiri atas :
a. Kawasan pariwisata
b. Akomodasi pariwisata dan fasilitas penunjang pariwisata
c. Daya tarik wisata
2.3 Pengertian Angkutan
Angkutan (transport) pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan
orang atau barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan tujuan
membantu orang atau sekelompok orang untuk menjangkau berbagai tempat yang
11
dikehendaki, atau mengirim barang dari tempat asalnya menuju tempat tujuannya
(Warpani, 2002).
Angkutan merupakan bagian dari 3 (tiga) sub sistem dari sistem
transportasi makro yang saling berkaitan, yaitu sistem jaringan (sarana dan
prasarana transportasi), Sistem kegiatan/ tata guna lahan dan sistem pergerakan
(lalu lintas). Lalu-lintas dan angkutan adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan.
Keduanya akan muncul serentak, kehadiran yang satu adalah akibat kehadiran
yang lain. Apabila kita meyoroti perangkutan, lalu-lintas akan terkena imbas
panasnya, demikian pula sebaliknya. Sistem transportasi makro selengkapnya
terlihat pada Gambar 2.1.
2.4 Angkutan Wisata
UU No.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan menjelaskan
salah satu tujuan diselenggarakannya lalu lintas dan angkutan jalan, yaitu untuk
mewujudkan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib,
lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian
Gambar 2.1 Sistem Transportasi Makro
Sumber : Tamin, 2000
Sistem Kegiatan Sistem Jaringan
Sistem Pergerakan
Sistem Kelembagaan
12
nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan
bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa. Angkutan wisata
merupakan angkutan umum yang bertujuan khusus untuk mengangkut wisatawan
tidak dalam trayek.
Pelayanan angkutan pariwisata diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai
berikut (Kepmen No. 35, Tahun 2003):
a. Mengangkut wisatawan atau rombongan
b. Pelayanan angkutan dari dan ke daerah tujuan wisata atau tempat
lainnya
c. Dilayani dengan bus
d. Tidak masuk terminal
Adapun penggunaan mobil bus yang dioperasikan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut (Kepmen No. 35, Tahun 2003):
a. Dilengkapi label dan sticker yang bertuliskan “PARIWISATA” yang
dilekatkan secara permanen pada kaca depan kiri dan kaca belakang
kanan mobil bus
b. Dilengkapi logo perusahaan, nama perusahaan dan nomor urut
kendaraan yang dilekatkan secara permanen pada dinding kiri dan
kanan mobil bus
c. Dilengkapi tulisan ”ANGKUTAN PARIWISATA” yang dilekatkan
secara permanen pada dinding kiri dan kanan mobil bus
13
2.5 Fungsi dan Peranan Angkutan
Angkutan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam
mendukung, mendorong dan menunjang segala aspek kehidupan dan
penghidupan, baik di bidang ekonomi, sosial - budaya, politik maupun pertahanan
dan keamanan Negara. Sistem perangkutan harus ditata dan terus menerus
disempurnakan untuk menjamin mobilitas orang maupun barang dalam rangka
menjamin kesejahteraan masyarakat. Disamping itu, dalam upaya menunjang
pengembangan wilayah dan memeratakan hasil-hasil pembangunan, perangkutan
dapat berperan sebagai penunjang (pelayanan), pemacu (pendorong) sekaligus
pemicu (penggerak) perkembangan.
Angkutan menyandang peran sebagai penunjang dan pemacu bila
angkutan dipandang dari sisi melayani dan meningkatkan pembangunan. Selain
itu angkutan juga melayani dan mendorong berbagai kebutuhan lain, disini
angkutan menyandang unsur produksi karena keberadaan angkutan memang
dibutuhkan.
Mengingat angkutan menguasai hajat hidup orang banyak serta sangat
penting bagi seluruh masyarakat, maka pembangunan dan pengembangan sarana
dan prasarana perangkutan perlu ditata dan dikembangkan dalam satu sistem
terpadu yang meliputi angkutan darat, angkutan laut dan angkutan udara.
Masalah utama dalam pengelolaan angkutan adalah mempertemukan
sediaan pelayanan dengan volume permintaan. Ada beberapa pilihan yang lazim
ditempuh (Warpani, 2002), yaitu:
14
a) Memperbesar kapasitas pelayanan dengan menambah armada.
b) Menawarkan pilihan moda, yang bisa berarti pilihan lintasan.
c) Mengatur pembagian waktu perjalanan.
d) Mengurangi permintaan melalui kebijakan yang dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan.
2.6 Jenis-Jenis Angkutan
Pada dasarnya ada tiga jenis angkutan yaitu angkutan darat, angkutan laut,
angkutan udara. Angkutan laut misalnya kapal dan perahu yang wilayah
pelayanannya antar kota dan antar provinsi serta antar negara. Angkutan udara
hanya dilakukan dengan pesawat terbang yang wilayah pelayanannya antar kota,
provinsi maupun antar Negara. Angkutan darat misalnya dilakukan dengan
kendaraan bermotor, kereta api, dan gerobak. Angkutan darat terdiri atas berbagai
angkutan (Warpani, 2002), seperti :
1. Angkutan Pribadi (Non Umum) adalah Angkutan yang dilakukan oleh pemilik
sarana angkutan itu sendiri berdasarkan atas pemenuhan kebutuhan dan tidak
memiliki pola lintasan yang tetap dalam artian bebas menentukan lintasan
sendiri sejauh tidak melanggar ketentuan peraturan lalu lintas.
2. Angkutan Umum penumpang adalah Angkutan yang disediakan bagi
masyarakat pengguna jasa angkutan dan dilakukan dengan sistem sewa atau
bayar. Angkutan ini merupakan pelayanan dengan lintasan tetap yang dapat
dipolakan secara tegas. Contoh : Bus, Mini bus, mikrobus dan sebagainya.
15
2.7 Angkutan Perkotaan
Angkutan perkotaan membentuk jaringan pelayanan antar kota yang
berada dalam daerah kota raya, sedangkan angkutan kota adalah angkutan dalam
wilayah administrasi kota. Beberapa jenis angkutan kota, adalah:
1. Angkutan umum massal
Angkutan umum massal kota di Indonesia pada umumnya dilayani dengan bus
sedang dan kecil, sedangkan bus besar melayani angkutan antar kota antar
propinsi. Perluasan daerah perkotaan serta meningkatnya mobilitas penduduk
membuka peluang usaha pelayanan angkutan umum massal.
Angkutan umum massal dengan bus mempunyai beberapa keuntungan antara
lain:
- Mengurangi beroperasinya kendaraan pribadi di jalan.
- Dapat melayani penumpang cukup dekat ke asal dan tujuan perjalanan.
- Mudah menambah dan mengurangi kapasitas sediaan layanan.
- Mudah menambah atau mengurangi atau mengubah lintas pelayanan
untuk memenuhi permintaan.
2. Paratransit
Paratransit adalah layanan angkutan umum dari pintu ke pintu dengan
kendaraan penumpang berkapasitas 5-12 orang, meskipun tujuan setiap
penumpang berbeda-beda. Paratransit tidak memiliki trayek dan atau jadwal
tetap, dapat dimanfaatkan oleh setiap orang berdasarkan ketentuan tertentu
(misalnya tarif, rute dan pola pelayanan), dan dapat disesuaikan dengan
keinginan penumpang, contoh: taksi.
16
2.8 Standar Kualitas Angkutan Umum
Parameter yang menentukan kualitas pelayanan angkutan umum mengacu
pada Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Umum di Wilayah Perkotaan
Dalam Trayek Tetap dan Teratur, Direktorat Jendral Perhubungan Darat,
Departemen Perhubungan tahun 1996. Pada pedoman tersebut berisikan tentang
beberapa aspek terukur seperti waktu tunggu, jarak perjalanan, perpindahan moda,
waktu perjalanan, headway dan kecepatan pada ruas jalan selengkapnya terlihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Standar Kualitas Pelayanan Angkutan Umum
NO ASPEK PARAMETER STANDAR
1. Waktu Tunggu Jumlah waktu tunggu penumpang menunggu
angkutan di pemberhetian (menit)
- Rata-rata
- Makismum
5 – 10
10 – 20
2. Jarak Perjalanan
Menuju Rute
Angkutan Kota
Jarak perjalanan menuju rute angkutan kota
(meter)
- Di pusat kota
- Di pinggiran kota
300 - 500
500 – 1000
3. Pergantian Rute
dan Moda
Perjalanan
Frekwensi penumpang yang berganti moda dalam
perjalanan dari / ke tempat tujuan (kali)
- Rata-rata
- Maksimum
0 – 1
2
4. Waktu Perjalanan Jumlah waktu yang diperlukan dalam perjalanan
setiap hari dari / ke tempat tujuan (jam)
- Rata-rata
- Maksimum
1,0 – 1,5
2 – 3
5. Headway Waktu antara kendaraan (menit)
- Headway ideal
- Headway puncak
5 – 10
2 – 3
6. Kecepatan Berdasarkan kelas jalan (km/jam)
- Kelas II
- Kelas III A
- Kelas III B
- Kelas III C
Berdasarkan jenis trayek (km/jam)
- Cabang
- Ranting
30
20 – 40
20
10 – 20
20
10
Sumber: Departemen Perhubungan, 1996
17
2.9 Rute Pelayanan Jasa Angkutan Umum
Secara umum, dalam merencanakan suatu rute untuk angkutan umum
ditentukan berdasarkan moda transportasi (bus memiliki rute yang tetap).
Pemilihan rute tergantung pada alternatif terpendek, tercepat, dan termurah, dan
juga diasumsikan bahwa pemakai jalan mempunyai informasi yang cukup
(misalnya tentang kemacetan jalan) sehingga mereka dapat menentukan rute yang
terbaik. Dalam merencanakan suatu rute meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut
(Idwan, 1996):
1. Identifikasi Daerah Pelayanan
Dalam melakukan identifikasi daerah pelayanan, faktor utama yang harus
diperhatikan adalah potensi travel demand. Hal ini perlu dilakukan mengingat
pada dasarnya suatu rute angkutan umum diadakan dalam usaha
mengantisipasi kebutuhan akan mobilitas masyarakat (travel demand). Dalam
melakukan identifikasi travel demand ini perlu diperhatikan pertama-tama
adalah karakteristik tata guna tanah dan juga interaksi ruang (spatial
interaction) yang terjadi pada daerah yang ditinjau.
Daerah pelayanan sebaiknya bermula di daerah pinggiran kota di mana
terkonsentrasi daerah pemukiman dan berakhir ataupun melewati daerah pusat
kota yang terdiri dari daerah perkantoran ataupun pertokoan. Hasil dari tahapan
ini adalah diprolehnya beberapa alternatif daerah pelayanan rute.
2. Analisis Kondisi Prasarana Jaringan Jalan
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengetahui secara rinci kondisi dan
karakteristik prasarana jaringan jalan dari masing-masing alternatif daerah
18
pelayanan yang dihasilkan pada tahapan sebelumnya. Kondisi dan karakteristik
prasarana jaringan jalan perlu diketahui secara rinci, mengingat bahwa rute
angkutan umum yang akan direncanakan akan mengikuti prasarana jaringan
jalan yang ada.
3. Analisis Potensi Travel Demand
Analisis potensi travel demand dilakukan untuk mengetahui atau mengestimasi
secara kasar besarnya potensi dari pergerakan yang dihasilkan dari masing-
masing alternatif daerah pelayanan. Daerah pelayanan yang telah teridentifikasi
sebaiknya dibagi-bagi menjadi beberapa sub daerah atau zona. Selanjutnya
potensi travel demand untuk masing-masing zona dapat diperkirakan dengan
mengalikan luasan tata guna tanah untuk setiap jenis tata guna tanah dengan
besaran trip rate-nya. Dengan demikian akan diketahui secara kasar besarnya
trip yang akan terbangkitkan (trip generation).
4. Penentuan Koridor Daerah Pelayanan
Pada dasarnya tahap ini adalah usaha memilih alternatif daerah pelayanan yang
terbaik, yang akan dijadikan sebagai koridor daerah pelayanan definitif. Dalam
melakukan evaluasi penentuan koridor daerah pelayanan definitif ini ada
beberapa kriteria dasar yang digunakan:
- Besarnya potensi demand.
- Luas daerah pelayanan.
- Kondisi, struktur dan konfigurasi prasarana lain yang tersedia.
19
5. Identifikasi Lintasan Rute
Data dasar yang diperlukan dalam identifikasi lintasan rute adalah berupa peta
lengkap dari koridor daerah pelayanan yang telah terpillih sebelumnya. Dalam
hal ini hendaknya peta yang dimaksud mencakup informasi yang berkaitan
dengan kondisi, struktur dan konfigurasi prasarana jaringan jalan, kondisi dan
karakteristik tata guna tanah, jika mungkin, kondisi rute lain yang ada pada
koridor yang ditinjau. Hasil akhir yang diperoleh dari tahapan ini adalah
beberapa (dua sampai empat) alternatif lintasan rute, dimana semuanya masih
dalam koridor daerah pelayanan.
6. Analisis dan Penentuan Rute terpilih
Dalam analisis rinci yang dilakukan terhadap masing-masing alternatif lintasan
rute, hal-hal yang mendapat perhatian utama adalah potensi demand dan
kondisi serta karakteristik lalu lintas, baik pada ruas maupun pada
persimpangan.
2.10 Perhentian Bus
Perhentian bus merupakan lokasi dimana bus dapat berhenti untuk
menaikkan dan menurunkan penumpang, serta lokasi dimana penumpang dapat
naik dan turun dari bus sesuai dengan kehendak penumpang serta sistem
operasional dari bus sendiri. Perhentian bus merupakan titik-titik sepanjang
lintasan rute yang secara fisik dilengkapi dengan prasarana berupa shelter dan
rambu lalu lintas, sehingga dapat memudahlan penumpang untuk naik dan turun
dari bus.
20
Suatu lintasan rute biasanya dilengkapi dengan sekumpulan titik
perhentian dimana bus dapat berhenti untuk menaikkan dan menurunkan
penumpang. Tetapi meskipun suatu lintasan telah dilengkapi dengan sekumpulan
titik perhentian, belum tentu secara operasional bus akan selalu berhenti di titik-
titik perhentian tersebut, karena semua itu sangat tergantung pada kebijakan
operasional dari pengelola. Kebijakan operasional bus yang berkaitan dengan
masalah kapan seharusnya bus berhenti biasanya tergantung pada dua faktor
utama yaitu (Idwan, 1996) :
1. Level of travel demand adalah banyaknya pergerakan penumpang yang perlu
diantisipasi oleh operasionalisasi bus pada lintasan rutenya.
2. Jarak berjalan kaki yang masih bisa ditolelir.
Jarak berjalan kaki adalah jarak dari tempat calon penumpang ke perhentian
bus. Sedangkan jarak yang masih dapat ditolelir adalah jarak yang masih
dianggap nyaman bagi calon penumpang untuk berjalan dimana dia tinggal ke
perhentian bus terdekat.
2.10.1 Klasifikasi Perhentian Bus
Secara umum perhentian bus dapat dikelompokkan menjadi empat
kategori (Idwan, 1996):
1. Perhentian bus di ujung rute atau terminal, dimana bus harus mengakhiri
perjalanannya ataupun memutar untuk memulai perjalanannya lagi. Pada lokasi
perhentian ini penumpang harus mengakhiri perjalanannya atau penumpang
dapat mengawali perjalanannya.
21
2. Perhentian bus yang terletak disepanjang lintasan rute, perhentian ini harus
disediakan dengan jarak dan jumlah yang memadai, agar penumpang
dimudahkan untuk akses dan juga agar kecepatan bus dapat dijaga pada batas
yang wajar.
3. Perhentian bus pada titik dimana dua atau lebih lintasan rute bertemu. Pada
perhentian ini penumpang dapat bertukar bus (transfer) dengan lintasan rute
lainnya. Untuk beberapa kasus tertentu, bus diatur jadwalnya agar pada saat
mencapai titik transfer ini pada waktu yang bersamaan, sehingga penumpang
yang ingin transfer tidak perlu menunggu.
4. Perhentian bus pada intermoda terminal, dimana penumpang dapat bertukar
moda. Pada perhentian jenis ini pengaturan dan perencanaan yang baik
sangatlah dibutuhkan agar intermodality dapat terjadi secara efisien dan efektif.
2.10.2 Jarak Antar Perhentian Bus
Jarak antar perhentian bus pada suatu lintasan rute tertentu sangat penting
ditinjau dari dua sudut pandang kepentingan, yaitu sudut pandang penumpang dan
sudut pandang operator. Dari sudut pandang penumpang, jarak antar perhentian
berpengaruh pada jarak tempuh rata-rata dari dan ke perhentian. Sedangkan dari
sudut pandang operator jarak antar perhentian berpengaruh pada kecepatan rata-
rata bus. Jika jarak antar perhentian bus dibuat cukup panjang, maka ditinjau dari
sudut pandang penumpang, hal ini berarti (Idwan, 1996):
- Kecepatan bus menjadi relatif tinggi, karena bus tidak terlalu sering berhenti,
sehingga waktu tempuh menjadi pendek.
22
- Bus menjadi lebih nyaman, karena akselerasi dan decelerasi menjadi jarang.
Sedangkan ditinjau dari sudut pandang operator, maka:
- Jumlah armada yang dioperasikan menjadi lebih sedikit, karena kecepatan
rata-rata yang tinggi
- Pemakaian bahan bakar minyak akan lebih hemat.
- Biaya perawatan menjadi berkurang.
2.10.3 Lokasi Perhentian Bus
Kriteria yang sering digunakan dalam menentukan lokasi perhentian bus
terdiri dari empat kelompok, yaitu (Idwan, 1996):
1. Safety, meliputi:
a. Jarak pandang calon penumpang.
b. Keamanan penumpang pada saat turun dan naik bus.
c. Jarak pandang dari kendaraan lain.
d. Gangguan terhadap kendaraan lain pada saat berhenti dan akan berangkat
dari perhentian.
e. Mempunyai jarak yang cukup dengan penyebrangan anak sekolah.
2. Traffic, meliputi:
a. Gangguan terhadap lalu lintas lain pada saat bus berhenti.
b. Gangguan terhadap lalu lintas lain pada saat bus masuk dan keluar dari
lokasi perhentian.
3. Efisiensi, meliputi:
a. Jumlah orang yang dapat terangkut bus cukup banyak.
23
b. Dimungkinnya penumpang untuk transfer ke lintasan rute lainnya.
4. Public Relation, meliputi:
a. Tersedianya informasi yang berkaitan dengan jadwal.
b. Tersedianya tempat sampah yang memadai.
c. Tidak menyebabkan gangguan kebisingan bagi lingkungan sekitar.
2.11 Penjadwalan Bus
Penjadwalan bus adalah pekerjaan untuk memastikan bahwa bus-bus yang
akan dioperasikan dibuat dengan cara paling efisien. Persyaratan penjadwalan bus
yang baik harus memperhatikan (Departemen Perhubungan, 1996):
a. Clock-face headway yaitu waktu kedatangan kendaraan pertama dengan
kendaraan berikutnya dalam satu lintasan yang sama.
b. Pengaturan waktu kedatangan baik dalam satu trayek maupun kombinasi
beberapa trayek yang melayani bagian wilayah atau rute yang sama.
c. Penggunaan periode waktu yang standard, artinya jadwal kedatangan dan
keberangkatan untuk tiap pelayanan angkutan putaran waktunya mudah
diingat dengan cara menggunakan angka standard, misalnya tiap 10 menit;
07.00, 07.10, dan seterusnya.
Dua hal yang harus dipertimbangkan di dalam penjadwalan bus, yaitu
(Departemen Perhubungan, 1996):
a. Waktu Perjalanan (Running Time)
Terdapat dua jenis running time di dalam pengoperasian bus, yakni:
24
1. Service running time yaitu waktu berjalan bus dalam pelayanan.
Service running time didapatkan dari survai waktu perjalanan. Pada
umumnya service running time dibuat standard untuk satu hari, namun
pada kota-kota dimana perbedaan waktu perjalanan antara jam sibuk dan
tidak sibuk terlalu mencolok, maka runnning time yang berbeda untuk
periode waktu harus dipakai dasar penjadwalan.
2. Dead running time, yaitu waktu berjalan bus tidak dalam pelayanan.
Dead running time antar terminal biasanya lebih rendah dari service
running time, karena kendaraan akan melaju lebih cepat.
b. Lay Over Time
Lay over time adalah waktu yang mesti ditambahkan pada akhir perjalanan
bus, pada bagian tengah perjalanan untuk trayek yang panjang, yang
diperuntukkan bagi pengaturan operasional dan memberikan kepada awak
kendaraan untuk beristirahat.
2.12 Penentuan Jumlah Kendaraan
Dalam menentukan jumlah kendaraan yang akan melayani suatu trayek
tertentu dapat didekati dengan beberapa cara. Jika kebutuhan pengangkutan yang
ada atau permintaan aktualnya sudah diketahui, kemudian disediakan sejumlah
kendaraan untuk melayani trayek tersebut sesuai dengan jumlah kebutuhannya,
maka kondisi ini mendekati permintaan pasar (Market Leads Approach). Jika
konidisi diatur sesuai kriteria atau kinerja pelayanan trayek sebagai acuan alokasi
kendaraan pada suatu trayek tertentu, kondisi ini mendekati penentuan jumlah
kendaraan tersebut dengan pendekatan produksi (Production Leads approach).
25
Jika semata-mata mempertimbangkan rencana tata ruang wilayah dan trayek yang
akan dilayani diperuntukkan untuk mendukung dan mendorong pengembangan
wilayah tersebut pendekatannya mengacu dengan pendekatan arahan perencanaan
(Planning Objectives).
Untuk penentuan jumlah kendaraan pada trayek baru, data tentang
kebutuhan angkutan didapat dari survei wawancara rumah tangga atau survei
sejenis lainnya yang memasukkan pertanyaan tentang preferensi penumpang
terhadap pelayanan yang akan diberikan (Departemen Perhubungan, 2002).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 41 Tahun 1993 tentang
Angkutan Jalan pada pasal 28 ayat (1) menyatakan bahwa “Pembukaan trayek
baru dilakukan dengan ketentuan-ketentuan :
a. Adanya permintaan angkutan yang potensial, dengan perkiraan faktor muatan
di atas 70 % (tujuh puluh persen), kecuali angkutan perintis.
b. Tersedianya fasilitas terminal yang sesuai.
Berpedoman kepada ketentuan tersebut, apabila mempunyai matriks asal
tujuan perjalanan setelah dipisahkan menurut alat angkutnya (angkutan umum),
penentuan jumlah kendaraan yang akan dioperasikan untuk trayek baru dapat
digunakan pedoman langkah-langkah berikut (Departemen Perhubungan, 2002):
1. Siapkan matriks asal tujuan penumpang angkutan umum.
2. Identifikasi zona-zona potensial (yang pergerakan antar zonanya besar) serta
belum dilayani angkutan umum secara langsung (JPl = jumlah penumpang
untuk trayek langsung).
26
3. Identifikasi potensi angkutan pada zona-zona lainnya yang akan dilalui trayek
tersebut jika pelayanan yang direncanakan bukan trayek langsung tetapi
reguler.
4. Jumlahkan permintaan angkutan pada rencana trayek yang akan dilalui tersebut
(JPr = jumlah penumpang untuk trayek reguler).
5. Tentukan jenis dan kapasitas kendaraan yang direncanakan akan melayani
trayek tersebut (K = kapasitas).
Kapasitas tiap jenis angkutan umum dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.2
Kapasitas Kendaraan
Jenis Angkutan
Kapasitas Kendaraan Kapasitas
penumpang perhari/
Kendaraan Duduk Berdiri Total
Mobil penumpang umum 8 - 8 250 – 300
Bus kecil 19 - 19 300 – 400
Bus sedang 20 10 30 500 – 600
Bus besar lantai tunggal 49 30 79 1000 - 1200
Bus besar lantai ganda 85 35 120 1500 – 1800
Sumber: Departemen Perhubungan, 2002
6. Ukur waktu tempuh dari awal sampai ke akhir trayek beserta waktu berhenti di
persinggahan sepanjang lintasan (running time), serta tambahkan waktu
singgah (stand time) yang direncanakan di terminal (WT = waktu tempuh).
7. Tentukan jam operasi per hari (JO = lama operasi per hari).
8. Ukur panjang lintasan trayek (PT = panjang trayek).
9. Taksir rata-rata panjang perjalanan penumpang yang diperkirakan akan
menggunakan trayek tersebut (TL = trip length), dengan rumus:
ij
ijij
JP
JPPTTL ..................................................................... 2.1
27
Keterangan:
TL = Rata-rata panjang perjalanan penumpang (trip length) dalam km
PTij = Panjang trayek dari zona i ke zona j dalam km.
JPij = Jumlah penumpang dari zona i ke zona j.
10. Hitung jumlah kendaraan untuk trayek yang direncanakan dengan rumus
sebagai berikut:
c x (PT/TL) x (JO/WT) x 70%K x
JPJK .............................. 2.2
Keterangan:
JK = Jumlah kendaraan yang dibutuhkan.
JP = Jumlah penumpang.
K = Kapasitas kendaraan.
70% = Faktor muatan.
JO = Lama operasi per hari.
WT = Waktu tempuh.
PT = Panjang trayek.
TL = Panjang perjalanan.
C = Faktor koreksi untuk ketepatan data asal tujuan perjalanan (50%)
adalah judgement dari perencana angkutan.
2.13 Kinerja Angkutan Umum
Pelayanan angkutan umum lazimnya mengoperasikan bus pada rute yang
tetap antara dua terminal. Bus-bus sering berhenti pada rute menaikkan dan
menurunkan penumpang. Di banyak Negara pelayanan demikian dioperasikan
28
menurut jadwal perjalanan yang disiapkan sebelumnya. Para operator harus
berusaha setiap hari untuk memastikan bahwa tiap perjalanan bus yang
dioperasikan selalu dalam jadwal, atau paling tidak sedapat mungkin mendekati
waktu yang tepat.
Kebutuhan akan angkutan yang meningkat tanpa dibarengi pembangunan
prasarana yang terencana mengakibatkan beban jalan arteri dan kolektor menjadi
semakin tak tertampung. Jarak yang semakin jauh dari tempat kerja semula,
mendorong penggunaan kendaraan semakin meningkat. Dampak terhadap
kebutuhan akan angkutan tercermin dari peningkatan jumlah kendaraan bermotor,
terutama sepeda motor yaitu jenis kendaraan yang sesuai untuk keperluan sehari-
hari dan terjangkau oleh penghasilan masyarakat menengah (bawah maupun atas).
Persoalan pelayanan angkutan umum penumpang dikota-kota di Indonesia
pada masa kini adalah mutu dan keandalan pelayanan yang belum memadai.
Beberapa indikator kinerja angkutan umum penumpang (Warpani, 2002), adalah:
a) Tarif
Tarif adalah biaya yang dibayarkan oleh pengguna jasa angkutan umum
persatuan berat atau penumpang per km. Penetapan tarif dimaksudkan untuk
mendorong terciptanya penggunaan sarana dan prasarana perangkutan secara
optimum dengan mempertimbangkan lintas yang bersangkutan. Guna
melindungi konsumen, pemerintah menetapkan batas tarif maximum, dan bila
dianggap perlu untuk menjaga persaingan sehat, pemerintah juga menetapkan
tarif minimum, sementara itu tarif harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga
masih memberi keuntungan wajar kepada pengusaha angkutan umum.
29
b) Kapasitas kendaraan
Penumpang lebih senang faktor muatan atau kapasitas angkutan yang rendah,
yang dapat diartikan bahwa selalu tersedia tempat duduk bagi mereka, dan
perjalanannya lebih nyaman pada tingkat muatan yang rendah. Selama waktu
sibuk pagi hari sering terjadi faktor muatan angkutan umum sangat tinggi. Pada
tingkat muatan (dinamis) yang melebihi 90% pada jam sibuk pagi memberi
peringatan bahwa pertumbuhan permintaan yang akan terjadi akan melampaui
kapasitas yang tersedia untuk trayek tersebut. Oleh karena itu trayek-trayek
yang faktor muatannya kurang dari 90% pada jam sibuk pagi dari sudut
pandang penumpang bukan merupakan trayek yang mempunyai masalah.
c) Fasilitas
Asuransi, khususnya asuransi kecelakaan, secara keseluruhan merupakan
beban biaya yang tidak sedikit. Asuransi ini menyangkut santunan kepada
penumpang yang meninggal atau cedera, asuransi kendaraan dan asuransi harta
lain milik perusahaan. Dari tahun ke tahun korban kecelakaan dijalan raya
ternyata jauh lebih besar dari pada dilaut maupun diudara. Hal ini
membuktikan bahwa tingkat kehati-hatian dan disiplin dijalan masih sangat
rendah.
d) Waktu perjalanan
Waktu yang diperlukan untuk menjalani setiap ruas trayek. Untuk perjalanan
keluar terminal yang bermula di terminal bus atau daerah terminal maka titik
berangkat dalam terminal bus harus diberlakukan sebagai simpul dan ruas
pertama pada trayek tersebut adalah dari titk tersebut sampai dicapai jaringan
30
jalan, untuk perjalanan yang masuk terminal bus maka ruas terakhir dari trayek
itu adalah sedari pintu masuk terminal bus/daerah terminal sampai ke titik para
penumpang turun kendaraan di terminal bus.
e) Frekuensi
Frekuensi mempengaruhi waktu tunggu rata-rata. Penumpang mengharapkan
frekuensi pelayanan yang tinggi hingga waktu menunggunya rendah terutama
kebutuhan akan jasa angkutan memuncak. Untuk pelayanan dalam kota
dianjurkan frekuensi pada jam sibuk sebaiknya 12 kendaraan per jam atau
headway rata-rata 5 menit. Dengan demikian, jika pelayanan suatu tryek
sebanyak 12 kendaraan atau lebih pada jam sibuk, maka pelayanan trayek
tersebut dikatakan tidak ada masalah dilihat dari frekuensinya.
f) Tingkat perpindahan
Dari segi penumpang, pelayanan angkutan umum dikatakan baik jika suatu
trayek melayani secara langsung penumpang tersebut dari asal ke tujuan
perjalanannya tanpa adanya perpindahan antar moda angkutan maupun antar
pelayanan trayek. Jika mereka harus berpindah, maka keseluruhan waktu
perjalanannya akan makin lama dan mereka pun harus mengeluarkan uang
lebih banyak.
g) Umur rata-rata kendaraan.
Kendaraaan baru memberikan beberapa keuntungan potensial kepada
penumpang dibanding kendaraan tua, oleh karena kendaraan baru
memungkinkan untuk memberikan pelayanan lebih nyaman, lebih dapat
diandalkan, dan lebih aman. Namun, manfaat nyata dari kendaraan baru
31
tersebut akan tergantung kepada beberapa faktor, seperti desain dan
komponennya, kualitas pemeliharaan, kebiasaan pengemudi, dan sebagainya.
2.14 Biaya Operasional Kendaraan (BOK)
Biaya operasi kendaraan adalah semua biaya yang harus dikeluarkan oleh
operator sehubungan kepemilikan dan pengoperasian kendaraan untuk tujuan
komersial dan pribadi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya
operasi kendaraan dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya kondisi fisik jalan,
geometrik, tipe perkerasan, kecepatan operasi, dan berbagai jenis
kendaraan.Variabel penting yang mempengaruhi hasil perhitungan biaya operasi
kendaraan adalah biaya langsung, biaya tidak langsung, biaya overhead, biaya tak
terduga dan keuntungan pemilik kendaraan.
2.14.1 Komponen-komponen BOK
Biaya pokok adalah besaran biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
angkutan untuk penyediaan jasa angkutan yang dihitung berdasarkan biaya penuh
(full cost). Komponen biaya operasi kendaraan biasanya dibagi menjadi dua
kelompok utama yaitu:
1. Biaya Langsung
Biaya langsung adalah biaya-biaya yang harus dikeluarkan secara rutin untuk
jangka waktu tertentu dan terpengaruh oleh operasi kendaraan tersebut. Biaya
langsung tersebut meliputi:
32
a. Biaya Penyusutan Kendaraan (Depresiasi)
b. Biaya Bunga Modal kendaraan produktif
c. Awak bus (sopir dan kondektur)
d. Bahan bakar minyak (BBM)
e. Ban
f. Servis kecil
g. Servis besar
h. Pemerikasaan (overhaul)
i. Penambahan oli
j. Suku cadang dan bodi
k. Cuci bus
l. Retribusi terminal
m. STNK /pajak kendaraan
n. KIR
o. Asuransi
2. Biaya Tidak Langsung
Biaya tidak tidak langsung merupakan biaya yang dikeluarkan diluar dari
pengoperasian bus. Komponen-komponen biaya tidak langsung tersebut
adalah:
a. Biaya pegawai selain awak kendaraan
- Gaji/upah
- Uang lembur
- Tunjangan Sosial
33
b. Biaya Pengelolaan
- Penyusutan bangunan kantor
- penyusustan pool dan bengkel
- Penyusutan inventaris /alat kantor
- penyusutan sarana bengkel
- Biaya administrasi kantor
- Biaya pemeliharaan kantor
- Biaya pemeliharaan pool dan bengkel
- Biaya listrik dan air
- Pajak Perusahaan, ijin trayek dan usaha serta biaya pemasaran dll.
2.14.2 Model dan Metode Perhitungan BOK
Ada beberapa metode perhitungan BOK yaitu (LPM-ITB, 1997):
1. BOK yang dihitung dengan menggunakan metode dari Departemen
Perhubungan, komponen-komponennya lengkap dan sesuai dengan
pengeluaran yang dibutuhkan dalam pengoperasian kendaraan.
2. BOK yang dihitung dengan menggunakan metode dari DLLAJ pada
umumnya hampir sama dengan metode Departemen Perhubungan namun
ada komponen-komponen biaya yang dimasukkan hanya 50% dari biaya
sebenarnya seperti: biaya KIR kendaraan, biaya retribusi terminal dan
biaya ijin trayek. Hal ini akan menyebabkan BOK hasil perhitungan
menjadi lebih kecil dari BOK yang sebenarnya.
34
3. BOK yang dihitung dengan menggunakan metode dari FSTPT (Forum
Studi Transportasi Antar Perguruan Tinggi) hampir sama dengan metode
Departemen Perhubungan namun komponen biayanya tidak selengkap
pada metode Departemen Perhubungan, seperti pada pemeliharaan
kendaraan, tidak mencantumkan biaya untuk servis besar dan servis kecil.
Padahal pada kenyataannya kendaraan memerlukan komponen-komponen
biaya tersebut.
2.15 Analisis Biaya Operasional Kendaraan (BOK) per Tahun
Berdasarkan metode dari Departemen Perhubungan, perhitungan biaya
operasi kendaraan adalah sebagai berikut:
2.15.1 Analisis Biaya Langsung per Tahun
a. Biaya Penyusutan (Depresiasi) kendaraan per tahun:
BP = MP
NRHK ...................................................................... 2.3
Keterangan:
BP = Biaya penyusutan kendaraan per tahun
HK = Harga kendaraan pada tahun analisis
NR = Nilai residu.
MP = Masa penyusutan.
Masa penyusutan kendaraan ditetapkan 7 tahun untuk semua jenis
kendaraan dan nilai residu bus adalah 20 % dari harga kendaraan dan taksi
0 % (apabila taksi diperoleh tanpa bayar bea masuk).
35
b. Biaya Bunga Modal
Pembelian kendaraan biasanya dilakukan secara kredit dengan bunga
modal 12 % s/d 24% per tahun.
Bunga modal dihitung dengan rumus:
BBMo = MP
i)x(HK
2
1n
....................................................... 2.4
Keterangan:
BBMo = Biaya bunga modal per tahun.
HK = Harga kendaraan pada tahun analisis.
i = Tingkat suku bunga per tahun.
MP = Masa penyusutan.
n = Jangka waktu pinjaman.
c. Biaya Awak Kendaraan (BAK)
Awak kendaraan terdiri atas sopir dan kondektur. Penghasilan kotor awak
kendaraan berupa gaji tetap, tunjangan sosial dan uang dinas
jalan/tunjangan kerja operasi.
BAK/th = Gaji/hr x JHO/th ............................................................... 2.5
Keterangan :
BAK/th = Biaya awak kendaraan per tahun
Gaji/hr = Gaji per hari
JHO/th = Jumlah hari operasi per tahun
d. Biaya Bahan Bakar Minyak (BBBM)
Biaya bahan bakar minyak per tahun dihitung dengan rumus:
BBBM/th = BBBM/hr x Ho/th........................................................... . 2.6
36
Keterangan:
BBBM/th = Biaya bahan bakar minyak per tahun.
BBBM/hr = Biaya bahan bakar minyak per hari.
Ho/th = Jumlah hari operasi per tahun.
e. Biaya Ban
Biaya pemakaian ban per tahun dihitung dengan rumus:
BB/th = HB xJTx JPBx
DT
1
........................................................... 2.7
Keterangan:
BB/th = Biaya ban per tahun.
DT = Daya tahan ban (km)
JPB/buah = Jumlah pemakaian ban.
JT = Jarak tempuh
HB/unit = Harga ban per unit
f. Biaya Pemeliharaan/ Reparasi Kendaraan
Biaya pemeliharaan terdiri dari :
- Servis kecil
- Servis besar
- Overhaul mesin
- Overhaul body
- Penambahan oli mesin
- Penggantian suku cadang
- Cuci Bus
37
g. Biaya Administrasi
Biaya administrasi per tahun dihitung dengan rumus:
Admin / th = PKB / th + KIR / th + IU / th + JR / th + IT / th .......... 2.8
Keterangan:
Admin / th = Biaya administrasi per tahun.
PKB / th = Biaya pajak kendaraan bermotor (STNK) per tahun.
KIR / th = Biaya KIR per tahun.
IU / th = Biaya ijin usaha angkutan per tahun.
JR / th = Biaya asuransi jasa raharja per tahun.
IT / th = Biaya ijin trayek per tahun.
Berdasarkan perhitungan biaya tetap diatas, maka dihitung total biaya
tetap operasi kendaraan per tahun yaitu:
BOK L /th = BP/th + BBMo/th + BAK/th + BBBM/th + BB/th + BP/th +
Admin/th ............................................................................................ 2.9
Keterangan:
BOK L /th = Biaya operasi kendaraan tetap per tahun.
BP / th = Biaya penyusutan kendaraan per tahun.
BBMo /th = Biaya bunga modal per tahun.
BAK/th = Biaya awak kendaraan per tahun.
BBBM/th = Biaya bahan bakar minyak per tahun.
BB/th = Biaya ban per tahun
BP/th = Biaya Pemeliharaan per tahun.
Admin /th = Biaya administrasi per tahun.
38
2.15.2 Analisis Biaya Tidak Langsung per Tahun
Berikut ini rumus yang digunakan untuk menghitung BOK tidak langsung/
tahun yaitu:
BOKTL/thn = biaya pegawai selain awak + biaya pengelolaan.......... 2.10
Keterangan:
BOKTL/thn = Biaya operasi kendaraan tidak langsung per tahun.
2.15.3 Analisis Biaya Operasi Kendaraan Total per Tahun
Biaya operasi kendaraan total per tahun dihitung dengan rumus berikut:
Biaya Operasi Kendaraan Total per Tahun:
BOK Total / th = BOK L / th + BOK TL / th ..................................... 2.11
Keterangan:
BOK Total / th = Biaya operasi kendaraan total per tahun.
BOK L / th = Biaya operasi kendaraan langsung per tahun.
BOK TL/ th = Biaya operasi kendaraan tidak langsung per tahun.
2.15.4 Analisis Biaya Operasi Kendaraan per Kilometer
a. Jarak tempuh per tahun dihitung dengan rumus:
JT/th = RJT/hr x HO/th .................................................... 2.12
Keterangan:
JT/th = Jarak tempuh per tahun.
RJT/hr = Rata-rata jarak tempuh per hari.
HO/th = Jumlah hari operasi per tahun.
39
b. Biaya operasi kendaraan per kilometer dihitung dengan rumus:
JT/th
Total/thBOK BOK/Km ................................................. 2.13
Keterangan:
BOK/Km = Biaya operasi kendaraan per kilometer.
BOK Total /th = Biaya operasi kendaraan total per tahun.
JT/th = Jarak tempuh kendaraan per tahun.
2.15.5 Analisis Jumlah Penumpang
Perhitungan jumlah penumpang per kilometer didasarkan pada suatu data
sebagai berikut:
1. Jumlah penumpang terangkut per roundtrip.
2. Jarak tempuh per roundtrip.
Berdasarkan data diatas maka Jumlah penumpang per kilometer dihitung
dengan rumus:
roundtrip
roundtrip
/JT
/JPJP/Km ........................................................ 2.14
Keterangan:
JP/Km = Jumlah penumpang per kilometer.
JP/trip = Jumlah penumpang per roundtrip.
JT/trip = Jarak tempuh per roundtrip.
40
2.16 Sistem Operasional Angkutan Umum
Secara umum, perencanaan sistem operasional pada pelayanan Angkutan
wisata di Kota Denpasar mengacu pada standar perhitungan angkutan kota yang
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sebagaimana Tabel 2.1
(Departemen Perhubungan, 1996). Adapun analisis sistem operasional angkutan
umum meliputi : perhitungan waktu siklus, frekwensi, Headway, dan perhitungan
kebutuhan armada.
2.16.1 Perhitungan Waktu Siklus
Adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan perjalanan pergi pulang
pada suatu trayek, dengan memperhatikan waktu henti di terminal dan waktu
hambatan di perjalanan, dalam hal ini terjadi deviasi waktu sebesar 5% dari waktu
perjalanan. Waktu sirkulasi dirumuskan sebagai berikut (Direktorat Jendral
Perhubungan Darat, 1996) :
…………...……(2.15)
Keterangan :
CTABA = Waktu sirkulasi dari A ke B, kembali ke A
TAB = Waktu perjalanan rata-rata dari A ke B
TBA = Waktu perjalanan rata-rata dari B ke A
σAB = Deviasi waktu perjalanan rata-rata dari A ke B
σBA = Deviasi waktu perjalanan rata-rata dari B ke A
TTA = Waktu henti kendaraan di terminal A
TTB = Waktu henti kendaraan di terminal B
CTABA = (TAB +TBA) + (σAB² + σBA²) + (TTA +TTB)
41
2.16.2 Perhitungan Frekwensi (f)
Perhitungan frekuensi merupakan jumlah keberangkatan atau kedatangan
kendaraan angkutan kota yang melewati dalam satu trayek selama periode waktu
tertentu dan pada satu titik tertentu dan pada satu titik tertentu.
/jam)(kendaraan 60
K F …………………………….(2.16)
Keterangan :
F = Frekuensi (kendaraan/jam)
K = Jumlah kendaaraan yang beroperasi (kendaraan)
2.16.3 Perhitungan Headway
Perhitungan headway merupakan selisih waktu keberangkatan atau
kedatangan antara kendaraan angkutan kota dengan kendaraan angkutan kota
dibelakangnya dalam satu trayek pada satu titik tertentu.
2.16.4 Perhitungan Kebutuhan Armada
Dalam buku Menuju Tertib Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Direktorat
Jendral Perhubungan Darat (2002), bahwa untuk menentukan kebutuhan jumlah
kendaraan angkutan kota yang tetap sesuai dengan kebutuhan sulit dipastikan,
yang dapat dilakukan adalah mendekati besarnya kebutuhan. Jumlah kebutuhan
angkutan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi :
a. Jarak Rute (L)
Adalah panjang suatu trayek dari titik awal rute sampai titik akhir rute
dalam kilometer.
42
b. Waktu Operasi (To)
Adalah lamanya waktu perjalanan dari titik awal urte sampai akhir rute,
dimana waktu operasi ini didapatkan dari hasil survai dilapangan.
c. Faktor Muatan (Lf)
Adalah perbandingan antara jumlah penumpang yang diangkut dalam satu
kendaraan dengan jumlah kapasitas tempat duduk yang tersedia dalam
kendaraan pada periode waktu tertentu.
100% X C
Jp Lf ……………………………………….(2.17)
Keterangan :
Lf = Faktor muatan (%)
Jp = Jumlah penumpang dalam kendaraan (orang)
C = Kapasitas kendaraan (orang)
Perhitungan kebutuhan armada adalah jumlah kendaraan yang dibutuhkan untuk
melayani satu lintasan tertentu. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996)
)(kendaraan fA x H
CTJk …………………………………(2.18)
Keterangan :
Jk = Jumlah kendaraan yang dibutuhkan
CT = Waktu sirkulasi (menit)
H = Headway / waktu antara kendaraan angkutan Kota (menit)
FA = Faktor ketersediaan kendaraan angkutan kota (%)
43
2.17 Analisis Tarif Berdasarkan Biaya Operasi Kendaraan
Untuk keperluan perhitungan tarif angkutan , biaya-biaya diatas dirubah
menjadi total biaya per penumpang, karena hal itu terdapat asumsi-asumsi lainnya
yang diambil oleh Departemen Perhubungan sebagai dasar perhitungan tarif. Tarif
angkutan umum berdasarkan biaya operasi kendaraan dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus :
1. Tarif payback
Adalah tarif tanpa memproleh keuntungan atau titik kembali modal.
Tarif ini dihitung dengan rumus:
Tarif PB (Rp/Pnp) = BOKT/Km ..................................................................(2.19)
Jpnp/Km
2. Tarif + margin 15 %
Adalah tarif yang diperhitungkan agar pihak operator memproleh keuntungan
sebesar 15 % dari biaya operasi kendaraan. Tarif ini dihitung dengan rumus:
Tarif (margin 15%) (Rp/Pnp) = BOKT+M15%/Km ...............................................(2.20)
Jpnp/Km
2.18 Evaluasi Investasi
Investasi merupakan kegiatan menanamkan modal jangka panjang, dimana
selain investasi tersebut perlu pula disadari dari awal bahwa investasi akan diikuti
oleh sejumlah pengeluaran lain yang secara periodik perlu dipersiapkan (Giatman,
2011). Dalam analisis finansial nilai manfaat ( benefit ) maupun nilai biaya ( cost )
harus dinyatakan dalam nilai saat ini (present value).
44
Terdapat berbagai metode yang secara umum digunakan dalam menilai
kelayakan suatu investasi, antara lainnya yaitu :
2.18.1 Net Present Value ( NPV )
Metode Net Present Value adalah metode yang membandingkan semua
komponen biaya dan manfaat suatu proyek dengan acuan yang sama agar dapat
diperbandingkan satu dengan lainnya. Dalam hal ini acuan yang digunakan adalah
besaran netto saat ini (Net Present Value) dengan menggunakan discounted factor
untuk menghitung present value , artinya semua besaran biaya dan manfaat
diubah dalam besaran nilai sekarang.
Selanjutnya NPV didefinisikan sebagai selisih antara Present Value dari
komponen manfaat dan Present Value dari komponen biaya. Secara matematis
rumus NPV adalah:
NPV= PV B – PV C ......................................................................(2.21)
NPV =
n
1tt
tt
)i1(
CB ………………….……………..………………..(2.22)
Dimana :
PV B = Present Value Benefit.
PV C = Present Value Cost.
Bt = Besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun t.
Ct = Besaran total dari komponen biaya proyek pada tahun t.
t = Jumlah tahun.
i = tingkat suku bunga ( % /tahun).
45
Berdasarkan kriteria ini dapat dikatakan bahwa proyek layak dikerjakan
jika nilai NPV > 0, sementara jika nilai NPV < 0 , artinya proyek tidak layak dan
jika nilai NPV = 0, artinya tingkat pengembaliannya setara dengan suku bunga
patokan (bank) atau dapat dikatakan bahwa proyek mengembalikan dananya
persis sebesar Opportunity Cost of Capital (OCC), mengingat ada penggunaan
lain yang lebih menguntungkan.
2.18.2 Benefit Cost Ratio ( BCR )
Metode ini pada prinsipnya membandingkan semua pemasukan yang
diterima (dihitung pada kondisi saat ini) dengan semua pengeluaran yang telah
dilakukan (dihitung pada kondisi saat ini).
Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (LPM-ITB, 1997):
BCR = PV B/ PV C………………………………………...……….(2.23)
BCR =
n
0tt
t
n
0tt
t
)i1(
C
)i1(
B
............................................................................(2.24)
Dimana:
Bt = Besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun t.
Ct = Besaran total dari komponen biaya proyek pada tahun t.
t = Jumlah tahun.
i = tingkat suku bunga ( % /tahun).
Kriteria ini memakai pedoman bahwa apabila nilai indeks BCR lebih besar
dari 1 (BCR>1) maka usaha tersebut dapat diterima atau menguntungkan dan
46
sebaliknya apabila nilai indeks BCR lebih kecil dari 1 (BCR<1) , maka usaha
tersebut tidak dapat diterima atau tidak menguntungkan mengingat biaya (cost)
lebih besar daripada manfaat (benefit) yang diterima. Namun hal ini tidak
sepenuhnya dapat ditentukan bahwa proyek layak jika BCR-nya > 1, karena hal
tersebut hanya menunujukkan bahwa manfaat lebih besar daripada biaya yang
dikeluarkan. Sementara untuk lebih teliti menyatakan layak tidaknya suatu proyek
harus dibandingkan dengan discount rate yang berlaku. Dengan kata lain harus
diketahui nilai laju pengembalian modalnya atau Internal Rate of Return (IRR)
untuk dapat dibandingkan dengan discount rate yang berlaku.
2.18.3 Internal Rate of Return ( IRR )
Internal Rate of Return adalah tingkat suku bunga (discount rate) yang
dapat membuat harga NPV dari suatu proyek bernilai nol, atau BC Ratio sama
dengan satu. Dalam perhitungan IRR ini, diasumsikan bahwa setiap benefit netto
tahun secara otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya dan memproleh
rate of return yang sama dengan investasi-investasi sebelumnya.
Besarnya IRR dicari dengan metode coba-coba atau Trial and Error. Mula-
mula ditetapkan satuan “ i “ yang diperkirakan mendekati IRR. Jika perhitungan
ini memberikan nilai NPV yang negative berarti “ i “ sudah lebih besar dari IRR.
Rumus IRR:
IRR = )i(iNPVNPV
NPVi 12
21
1
……...………….……………...…(2.25)
47
Dimana :
i1 = tingkat bunga pertama saat NPV positif ( % )
i2 = tingkat bunga kedua saat NPV negative ( % )
Kriteria IRR ini memberikan pedoman bahwa usaha akan dipilih atau
dapat diterima apabila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan
sebaliknya apabila IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka
usaha tersebut tidak layak dilakukan.
2.19 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan saat analisis finansial suatu investasi
menghasilkan nilai yang layak. Analisis sensitivitas dibutuhkan dalam rangka
mengetahui sejauh mana dampak parameter-parameter investasi yang telah
ditetapkan sebelumnya dapat berubah karena adanya faktor situasi dan kondisi
selama umur investasi, sehingga perubahan tersebut hasilnya akan berpengaruh
secara signifikan pada keputusan yang telah diambil. Dalam studi kelayakan
investasi, digunakan estimasi dalam menentukan nilai parameter yang ada,
sehingga dengan analisis sensitivitas dapat diketahui seberapa sensitive suatu
perubahan terhadap keputusan yang akan diterapkan. Analisis sensitifitas
dilakukan dengan mengubah nilai suatu parameter pada suatu saat, untuk
kemudian dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap akseptabilitas suatu alternatif
investasi. Parameter-parameter yang biasanya berubah dan mempengaruhi
keputusan-keputusan dalam analisis kelayakan finansial adalah biaya investasi,
48
nilai manfaat, nilai biaya, dan tingkat suku bunga, dapat dilihat pada kondisi
sebagai berikut :
a. Biaya naik 20%, manfaat tetap.
b. Biaya tetap, manfaat turun 20%.
c. Biaya naik 20%, manfaat turun 20%
2.20 Contoh Angkutan Wisata di Kota Lainnya
2.20.1 Angkutan Wisata di Kota Solo
- Bus Tingkat Werkudara
Dalam meningkatkan pembangunan di bidang pariwisata, Kota Solo kini
memiliki bus tingkat wisata dengan desain bus dilengkapi dengan tempat
duduk yang nyaman bus tingkat berwarna merah ini memiliki tinggi
mencapai 4,5 meter dengan lebar 2,5 meter. Bus wisata ini ditawarkan
untuk berkeliling Kota Solo dengan tujuan : Keraton Surakarta, kampong
batik kauman dan Laweyan, mangkunegaran, Museum radya Pustakan dan
sejumlah tempat lainnya. Bus tingkat wisata ini bertujuan untuk menarik
wisatawan yang telah dioperasikan mulai 20 Februari 2011. Adapun dalam
pembelian tiket, calon penumpang ditarik harga Rp.20.000,- pulang pergi
pada hari Sabtu, Minggu dan hari libur. Bus tingkat ini juga dapat disewa
dengan harga Rp.800.000,- per 3 jam dengan biaya overtime Rp.250.000,-
per jam.
49
- Sepur Klutuk Jaladara
Sepur klutuk jaladara merupakan kereta api uap sebagai kereta wisata yang
dapat menjadi daya tarik wisatawan, mulai dioperasikan pada tanggal 27
Sepetember 2009. Kereta uap berbahan baku kayu jati ini beroperasi 2 kali
dalam seminggu, yaitu setiap hari sabtu dan minggu dengan rute stasiun
puwosari sampai dengan stasiun kota sangkrah dengan jarak sekitar 5,6
kilometer. Rute ini melewati Jalan Samet Riyadi, Jalan utama kota Solo,
Kampung Laweyan, loji gandrung, Ngapeman, pasar pon, Keraton,
Gambar 2.3 Bus Tingkat Wisata Werkudara
Sumber : www.surakarta.go.id , 2015
Gambar 2.2 Rute Bus Tingkat Wisata Werkudara
Sumber : www.surakarta.go.id , 2015
50
Galadak. Adapun harga tiket yang ditarik berdasarkan KTP, bagi yang ber-
KTP Solo dikenakan tarif sebesar Rp.50.000,- sedangkan untuk KTP non-
Solo dikenakan Rp.100.000,- per orang, dimana tiket dapat dibeli di
stasiun Purwosari.
2.20.2 Angkutan Wisata di Kota Bandung
- Bandros
Bandros singkatan dari Bandung Tour On Bus merupakan bus tingkat
yang disediakan oleh Pemerintah Kota bandung, digunakan untuk
mengantar wisatawan berkeliling Kota Bandung. Bandros beroperasi pada
pertengahan tahun 2014 yang bertujuan untuk mengurangi kemacetan
dijalanan kota Bandung akibat penggunaan mobil-mobil sewa oleh para
wisatawan. Bandros beroperasi setiap hari Sabtu sampai dengan hari kamis
mulai pukul 10.00-15.00 WIB. Tiket bandros dapat dibeli di hate bus
bandros seharga Rp.10.000,- dan untuk anak-anak dibawah umur 5 tahun
Gambar 2.4 Sepur Klutuk Jaladara
Sumber : www.surakarta,go.id , 2015
51
tidak dikenakan biaya. Ada 4 zona yang akan dilewati rute Bus tingkat ini,
yang disesuaikan dengan kebutuhan wisata dari penumpang yaitu :
heritage track, shoping track, history track, dan segmented track. Heritage
track merupakan zona yang terdapat di pusat kota, sedangkan untuk
Shoping track melewati tempat-tempat perbelanjaan seperti Factory Outlet
yang berada di jalan Cipaganti dan jalan Riau, untuk history track
merupakan jalur perjuangan yang akan meewati beberapa situs bersejarah
seperti monument Bandung Lautan Api di Tegalega, Braga, dan
Mohammad Toha. Untuk segmented track merupakan jalur permintaan
khusus dari wisatawan dengan panjang rute maksimal mencapai 3,5
kilometer. Bandros juga dilengkapi dengan fasilitas GPS, sehingga
wisatawan dapat mengetahui lokasinya serta terdapat pusat data dan
Informasi Kota Bandung untuk mempermudah wisatawan mengetahui
informasi Kota Bandung.
Gambar 2.5 Bandros
Sumber : www.wisatabdg.com , 2015
52
2.20.3 Angkutan Wisata di Kota Jakarta
- Bus tingkat city tour Jakarta
Kemacetan yang terjadi di Jakarta dapat mengurangi daya tarik bagi
wisatawan untuk berkelilng Kota Jakarta, sehingga Pemerintah kota
Jakarta mengadakan fasilitas transportasi bus tingkat yang memberikan
layanan bagi para wisatawan untuk berkeliling objek wisata yang ada di
Jakarta seperti : Monas merdeka barat, balai kota, sarinah, bundaran hotel
Indonesia, museum nasional merdeka barat, pecenongan, pasar baru
gedung kesenian Jakarta, masjid istiqlal, monas merdeka utara. City tour
bus tingkat ini beroperasi mulai jam 9 pagi sampai dengan jam 7 malam
WIB dengan kapasitas 60 penumpang.
2.21 Kondisi Eksisting Angkutan Wisata Kota Denpasar
Untuk mempertahakan Kota Denpasar sebagai daerah tujuan wisata,
Pemerintah Kota Denpasar mengadakan paket wisata yang bertemakan budaya
“City Tour”. Program City Tour ini bertujuan untuk memperkenalkan objek-
Gambar 2.6 Bus Tingkat City Tour jakarta
Sumber : www.kompas.com , 2015
53
objek wisata di dalam Kota Denpasar, serta untuk menambah pilihan destinasi
bagi wisatawan. Menurut Data dan informasi tentang City Tour yang didapat
dari Dinas Pariwisata Kota Denpasar, Program paket wisata ini belum
dianggarkan secara khusus, dimana dalam kegiatan tersebut Pemerintah Kota
Denpasar bekerja sama dengan SKPD terkait seperti : Dinas Kebudayaan, Dinas
Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Perdagangan, Satpol PP, Bagian Kesra,
Dinas Perhubungan, PHRI, serta ASITA yang membantu dalam menyediakan
kendaraan angkutan wisata. Jam operasional city tour pukul 09.00 s/d 13.30
wita dengan mengunjungi beberapa objek wisata seperti Museum Bali, Pura
Jagatnatha, Puri Jero Kuta, Pura Maospahit, Pasar Badung dan Pasar
Kumbasari. Untuk jenis armada yang digunakan disesuaikan dengan jumlah
wisatawan yang mengikuti paket city tour. Sistem operasional yang
direncanakan adalah armada city tour yang akan beroperasi apabila ada
penumpang saja, tidak bergerak secara reguler.
2.22 Objek dan Daya Tarik Wisata Kota Denpasar
Objek dan daya tarik wisata yang terdapat di Kota Denpasar menjadi
lokasi tujuan pariwisata, seperti museum, puri, tempat pertunjukan, serta wisata
alam dan lainnya. Sebaran objek wisata di Kota Denpasar dapat dilihat pada tabel
2.4
54
Tabel 2.3
Objek Wisata Kota Denpasar
No Nama Objek Wisata Daya Tarik
1 Taman Budaya Budaya
2 Museum Bali Budaya
3 Pura Maospahit Budaya
4 Pasar Badung/ Kumbasari Budaya
5 Lingk. Pura Jagatnatha Budaya
6 Puri Satrya Budaya
7 Puri Jro Kuta Budaya
8 Puri Kesiman Budaya
9 Puri Pemecutan Budaya
10 Pasar Burung Satrya Budaya
11 Pelabuahn Benoa Budaya
12 Monumen Bajra Sandi Budaya
13 Museum Sidik Jari Budaya
14 Hutan Mangrove Suwung Alam
15 Pantai Padanggalak Alam
16 Pantai Matahari Terbit Alam dan Rekreasi
17 Pantai Sanur Alam dan Rekreasi
18 Pantai Sindu Alam dan Rekreasi
19 Pantai Batu Jimbar Alam dan Rekreasi
20 Pantai Semawang Alam dan Rekreasi
21 Pantai Pulau Serangan Alam dan Rekreasi
22 Museum Le Mayeur Budaya
23 Prasasti Blanjong Budaya
Sumber : Dinas Pariwisata, 2015