perdarahan pasca persalinan
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hemoragia postpartum (perdarahan postpartum) adalah hilangnya
darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi
(William, 1981). Namun, menurut Dongoes (2001), perdarahan
postpartum adalah kehilangan darah lebih 500 ml selama atau setelah
melahirkan.
Dengan pengukuran kuantitatif, ternyata batasan tersebut tidak
terlalu tepat , karena terbukti bahwa darah yang keluar pada persalinan
pervaginam umumnya lebih dari 500 ml, dan ini merupakan salah satu
penyebab mortalitas pada ibu.
Perdarahan postpartum dapat dibagi menjadi dua.
1. Perdarahan postpartum awal (sampai 24 jam setelah kelahiran)
2. Perdarahan postpartum lambat (sampai 28 jam setelah kelahiran)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja penyebab perdarahan postpartum? Serta gejala yang
menyertainya?
2. Bagaimana penatalaksanaan perdarahan postpartum?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada ibu nifas dengan perdarahan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa saja penyebab perdarahan postpartum serta gejala
yang menyertainya.
2. Mengetahui dan dapat menerapkan penatalaksanaan perdarahan
postpartum.
3. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada ibu nifas dengan
perdarahan dalam pelaksanaan profesi keperawatan.
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Perdarahan Postpartum
Perdarahan ini bisa terjadi segera begitu ibu melahirkan. Terutama di dua
jam pertama yang kemungkinannya sangat tinggi. Itulah makanya, selama 2 jam
pertama setelah bersalin, ibu belum boleh keluar dari kamar bersalin dan masih
dalam pengawasan. Yang diperhatikan adalah tinggi rahim, ada perdarahan atau
tidak, lalu tekanan darah dan nadinya. Kalau terjadi perdarahan, maka tinggi
rahim akan bertambah naik, tekanan darah menurun, dan denyut nadi ibu menjadi
cepat. Normalnya, tinggi rahim setelah melahirkan adalah sama dengan pusar atau
1 sentimeter di atas pusar. Adakalanya perdarahan yang terjadi tidak terlihat
karena darah mengumpul di rahim, jadi begitu keluar akan keluar cukup deras. Ini
sangat berbahaya karena bisa mengakibatkan kematian.
Ada pula perdarahan postpartum yang baru terjadi di hari kedua atau
ketiga. Gejalanya sama. Itulah mengapa, setelah melahirkan ibu perlu dirawat
selama 2 hari untuk memantau ada tidaknya perdarahan, dengan menilai tensi
darah dan nadinya. Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari
500ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III.
Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-
kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan
cairan amnion atau dengan urin. Volume darah yang hilang juga bervariasi
akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar
hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang
akan berakibat fatal pada yang anemia.
Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu;1/4
kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan ( perdarahan pascapersalinan,
placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri)
disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana
2
perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat
mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan
tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia
dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri.
1. Klasifikasi klinis
Perdarahan pascapersalinan di bagi menjadi perdarahan pascapersalinan
primer dan sekunder.
a. Perdarahan pascapersalinan primer (Early Postpartum Haemorrhage atau
perdarahan pascapersalinan segera). Perdarahan pascapersalinan primer
terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pascapersalinan
primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan
jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
b. Perdarahan pascapersalinan sekunder (Late Postpartum Haemorrhage,
atau perdarahan masa nifas, atau perdarahan pascapersalinan lambat).
Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama.
Penyebab utama perdarahan pascapersalinan sekunder adalah robekan
jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.
2. Penyebab perdarahan pascapersalinan
a. Atonia uteri
Merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan
pascapersalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik
setelah persalinan.
Predisposisi atonia uteri :
1) Grandemultipara
2) Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar
(BB>4000gr))
3) Kelainan uterus(uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi)
4) Plasenta previa dan solutio plasenta(perdarahan antepartum)
3
5) Partus lama (exhausted mother)
6) Partus precipitatus
7) Hipertensi dalam kehamilan(Gestosis)
8) Infeksi uterus
9) Anemi berat
10) Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan(induksi
partus)
11) Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat
plasenta manual.
12) Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong
uterus sebelum plasenta terlepas.
13) IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air
ketuban(koagulopati)
14) Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam)
b. Robekan jalan lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari
perdarahan pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan
atonia uteri. Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi
baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.
c. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks
seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan
pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan
dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang
tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah
berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya
robekan serviks uteri.
d. Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan perineun tidak
sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih
sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila
4
kepala janin harus diputar. Robekan terdapat padadinding lateral dan baru
terlihat pada pemeriksaan spekulum.
e. Kolpaporeksis
Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian
atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan yang disproporsi
sefalopelvik terjadi regangan segmen bawah uterus dengan servik uteri
tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul, sehingga tarikan
ke atas langsung ditampung oleh vagina, jika tarikan ini melampaui
kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian teratas
dengan bagian yang paling bawah dan yang terfiksasi pada jaringan
sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan
pervaginam dengan memasukkan tangan penolong kedalam uterus terjadi
kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk
mencegah uterus naik ke atas.
f. Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang
karena tindakan vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti
dengan seksio sesarea. Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan
pada vagina yang menembus kandung kemih atau rektum, misalnya oleh
perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan serviks menjalar
ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka, urin segera keluar
melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau
rektovaginalis.
g. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir setiap persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin
lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala
janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar
daripada sirkumferensia suboksipito bregmantika.
5
h. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta ½ jam setelah
anak lahir. Tidak semua retensio plasenta menyebabkan terjadinya
perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, maka plasenta dilepaskan secara
manual lebih dulu.
i. Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta)
Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus)
tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan
ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa
keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.
j. Inversio unterus
Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi di
luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan. Dengan
berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan
mengecil dan uterus akan terisi darah.
3. Gejala klinis
a. Atonia uteri
Gejala dan tanda yang selalu ada :
1) Uterus tidak berkontraksi dan lembek
2) Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan
primer)
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada :
Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas
dingin, gelisah, mual, dan lain lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala dan tanda yang selalu ada :
1) Perdarahan segera
2) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
3) Uterus kontraksi baik
4) Plasenta baik
6
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada :
1) Pucat
2) Lemah
3) Menggigil
c. Retensio plasenta
Gejala dan tanda yang selalu ada :
1) Plasenta belum lahir setelah 30 menit
2) Perdarahan segera
3) Uterus kontraksi baik
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada :
1) Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
2) Inversio uteri akibat tarikan
3) Perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta)
Gejala dan tanda yang selalu ada :
1) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah)
2) Perdarahan segera
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada :
Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
e. Inversio uterus
Gejala dan tanda yang selalu ada :
1) Uterus tidak teraba
2) Lumen vagina terisi massa
3) Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
4) Perdarahan segera
5) Nyeri sedikit atau berat
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada :
1) Syok neurogenik
2) Pucat dan limbung
1.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang.
7
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan
jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat
hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%.
Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk
fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen :
masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial
(APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
4. Diagnosis perdarahan pascapersalinan
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak
dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka waktu lama,
tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat.
Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun.
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10%
dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak
pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul
syok. Diagnosis perdarahan pascapersalinan dipermudah apabila tiap-tiap
persalinan setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III
dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan pascapersalinan dan plasenta
belum lahir, perlu diusahakan untuk melahirkan plasenta segera. Jika plasenta
sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan
karena perlukaan jalan lahir.
Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada
palpasi; sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir, uterus
berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontraksi dengan baik, perlu
diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan jalan lahir.
Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan
8
transfusi darah, seharusnya kematian akibat perdarahan pascapersalinan dapat
dicegah. Tetapi kematian tidak data terlalu dihindarkan, terutama apabila
penderita masuk rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan
banyak darah. Karena persalinan di Indonesia sebagian besar terjadi di luar rumah
sakit, perdarahan post partum merupakan sebab utama kematian dalam persalinan.
Diagnosis perdarahan pascapersalinan
a) Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.
b) Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
c) Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari:
Sisa plasenta atau selaput ketuban, robekan rahim, plasenta suksenturiata.
1) Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises
yang pecah.
2) Pemeriksaan laboratorium periksa darah yaitu, Hb, COT (Clot
Observation Test), dll
Perdarahan pascapersalinan adakalanya merupakan perdarahan yang hebat
dan menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan
syok, atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus
menerus yang juga bahaya karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan
berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam presyok dan syok.
Karena itu, adalah penting sekali pada setiap ibu yang bersalin dilakukan
pengukuran kadar darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah, nadi,
pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam.
Pemeriksaan diagnostik
Bila ada kemungkinan adanya akumulasi darah uterus/dalam vagina yang
tidak diketahui, maka pemeriksaan diagnosis perdarahan post partum biasanya
dapat dijelaskan dengan inspekulum pada vagina, serviks, dan uterus.
Prognosis
9
Seharusnya ibu yang mengalami perdarahan postpartum dapat
diselamatkan. Kematian jarang, tapi masih ditemukan pada lengkungan yang tidak
menguntungkan.
5. Penatalaksanaan perdarahan post partum
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak
berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut.
1. Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus
uterus. Bila perdarahan berlanjut, pengeluaran plasenta secara manual
harus dilakukan.
2. Pemberian 20 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan RL atau normal saline
terbukti efektif bila diberikan perifus intravena kurang lebih 10 ml/menit
bersama dengan mengurut uterus secara efektif.
3. Bila cara diatas tidak efektif, ergovine 0,2 mg yang diberikan secara IV
dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan beretraksi dengan baik,
untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
Bila penatalaksanaan perdarahan yang telah disebutkan tadi masih belum
berhasil, maka segera lakukan tindakan berikut:
1. Lakukan kompresi uterus bimanual (tindakan ini akan mengatasi sebagian
besar perdarahan).
2. Transfusi darah. Golongan darah setiap ibu harus sudah diketahui sebelum
persalinan.
3. Lakukan eksplorasi kavum uterus secara manual untuk mencari sisa
plasenta yang tertinggal.
4. Lakukan pemeriksaan inspekulum pada serviks dan vagina.
5. Pasang tambahan infus IV kedua dengan menggunakan kateter IV yang
besar, sehingga aksitosin dapat diteruskan sambil membersihkan darah.
6. Kecukupan output jantung pengisian arterial dapat dipantau melalui
produksi kemih
.
10
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada kasus perdarahan post partum seharusnya dilakukan pemeriksaan
fisik secara keseluruhan dan lebih difokuskan pada :
1. Aktivitas atau istirahat, dengan melaporkan kelelahan berlebihan.
2. Sirkulasi. Kehilangan darah pada kelahiran umumnya 400-500 ml
(kelahiran per vaginam), 600-800 ml (kelahiran seksio caesarea)
meskipun kehilangan darah sering diabaikan. Riwayat anemia kronis,
defek koagulasi kongenital atau insidental, serta idiopatik
trombositopenia purpura.
3. Integritas ego. Cemas, ketakutan, dan khawatir.
Perdarahan postpartum awal (sampai 24 jam setelah kelahiran)
1. Sirkulasi
a. Perubahan TD dan nadi (mungkin tidak terjadi sampai kehilangan
darah bermakna).
b. Perlambatan pengisian kapiler.
c. Pucat, kulit dingin/lembap.
d. Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (plasenta
tertahan).
e. Dapat mengalami perdarahan per vaginam berlebihan, rembesan dari
insisi caesarea atau episiotomi, seperti : rembesan kateter intravena,
injeksi intramuskuler atau kateter urinarius, perdarahan gusi ( tanda-
tanda koagulasi intravaskular diseminata)
f. Hemoragi berat atau gejala syok diluar jumlah proporsi kehilangan
darah (inversi uterus).
2. Eliminasi
Kesulitan berkemih dapat menunjukkan hematoma dari porsi vagina.
3. Nyeri/ketidaknyamanan
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri
vulva/vagina/pelvis/punggung berat (hematoma), nyeri uterus lateral,
nyeri panggul (hematoma ke dalam ligamen luas), nyeri tekan abdominal
11
(atonia uterus, fragmen plasenta tertahan), nyeri abdominal (inversi
uterus).
4. Keamanan
a. Laserasi jalan lahir: darah merah terang sedikit menetap (mungkin
tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi dengan baik,
robekan terlihat pada lania mayora/minora dari muara vagina ke
perineum, robekan episiotomi luas, ekstensi episiotomi kedalam
kubah vagina atau robekan pada serviks.
b. Hematoma : unilateral, peninjolan masa tegang berfluktuasi pada
muara vagina atau meliputi labia mayora, keras, nyeri pada sentuhan
perubahan warna kemerahan atau kebiruan unilateral kulit perineum
atau bokong (hematoma abdominal setelah kelahiran caesarea
mungkin asimptomatik, kecuali pada perubahan tanda vital).
5. Seksualitas
a. Pembesaran uterus lunak dan menonjol, sulit dipalpasi, perdarahan
merah tenang dari vagina (lambat atau tersembunyi), bekuan-bekuan
besar dikeluarkan dari masase uterus (atonia uterus)
b. Uterus kuat, kontraksi baik atau kontraksi parstial dan agak
menonjol (fragmen-fragmen plasenta yang tertahan).
c. Fundus uterus terinversi mendekat pada kontak atau menonjol
melalui os.eksternal (inversi uterus).
d. Kehamilan baru dapat memengaruhi hiperdistensi uterus (gestasi
multipel polihidramnion, makrosomia) abrupsi plasenta, plasenta
previa.
Perdarahan postpartum lambat (24-28 hari setelah kelahiran)
1. Sirkulasi
a. Rembesan kontinu atau rembesan tiba-tiba.
b. Kelihatan pucat, anemis.
2. Nyeri/ketidaknyamanan
a. Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan).
b. Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).
12
3. Keamanan
a. Lokia berbau busuk (infeksi)
b. Ketuban pecah dini.
4. Seksualitas
a. Tinggi fundus badan uterus gagal kembali pada ukuran dan fungsi
sebelum kehamilan (subinvolusi).
b. Leukore mungkin ada
c. Terlepasnya jaringan.
Pemeriksaan diagnostik
1. Golongan darah menentukan Rh, ABO, dan pencocokan silang.
2. Jumlah darah lengkap menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan
jumlah sel darah putih (perpindahan ke kiri dan peningkatan laju
sedimentasi menunjukkan infeksi).
3. Kultur uterus dan vagina mengesampingkan infeksi postpartum.
4. Urinalitas: memastikan kerusakan kandung kemih.
5. Profil koagulasi: peningkatan degradasi kadar produk fibrin/produk split
fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen masa tromboplastin
parsial memanjang pada KID.
6. Sonografi: menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
2. Diagnosis Keperawatan
1. Kehilangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan
vaskular yang berlebihan.
2. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan hipovolemia.
3. Risiko penurunan curah jantung yang berhubungan dengan gangguan
sirkulasi.
4. Gangguan pola nafas yang berhubungan dengan intake O2 yang rendah.
13
5. Nyeri yang berhubungan dengan episiotomi dan laserasi.
6. Risiko tinggi terjadinya infeksi yang berhubungan dengan adanya trauma
jalan lahir.
7. Gangguan pola eliminasi urine yang berhubungan dengan pengeluaran
renin.
3. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosis 1: kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
kehilangan vaskular berlebihan ditandai dengan asidosis, sianosis,
takipnea, dispnea, dan syok hipovolemik.
Tujuan: volume cairan adekuat.
Kriteria hasil: tanda-tanda vital dalam batas normal, pengisisan kapiler
cepat (kurang dari 3 detik), sensorium tepat, input dan output cairan
seimbang, serta berat jenis urine dalam batas normal.
Intervensi
a. Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi perdarahan. Timbang dan hitung
pembalut. Simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.
Rasional:
Perkirakan kehilangan darah, arterial versus vena, dan adanya
bekuan-bekuan membantu membuat diagnosis banding serta
menentukan kebutuhan penggantian (satu gram peningkatan berat
pembalut sama dengan kurang lebih 1 ml (kehilangan darah).
b. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan masase,
penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan
kedua tepat di atas simfisis pubis.
Rasional:
Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam menentukan diagnosis
banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan
kehilangan darah. Penempatan satu tangan di atas simfisis pubis
mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
c. Perhatikan hipotensi dan takikardi, perlambatan pengisian kapiler
atau sianosis darah buku, serta membran mukosan dan bibir.
14
Rasional:
Tanda-tanda menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok.
Perubahan tekanan darah tidak dapat di deteksi sampai volume
cairan telah menurun hingga 30-50%. Sianosis adalah tanda akhir
dari hipoksia.
d. Pantau masukan dan keluaran: perhatikan berat jenis urine.
Rasional:
Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan
cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan
keluaran 30-50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
e. Pantau masukan dan keluaran: perhatikan berat jenis urine.
Rasional: bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi
kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan
dengan haluaran 3-50 ml per jam atau lebih besar.
f. Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis.
Rasional:
Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas, dan kebutuhan
metabolik.
2. Diagnosis 2: Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan
hipovolemia, ditandai dengan pengisian kapilar lambat, pucat, kulit
dingin atau lembap, penurunan produksi ASI.
Tujuan : perfusi jaringan kembali normal.
Kriteria hasil :
TD, nadi darah arteri, Hb/Ht dalam batas normal;pengisian kapiler cepat;
fungsi hormonal normal menunjukkan dengan suplai ASI adekuat untuk
laktasi dan mengalami kembali menstruasi normal.
Intervensi
15
a. Perhatikan Hb atau Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji
status nutrisi, tinggi, dan berat badan.
Rasional :
Nilai bandingan membantu menentukan besarnya kehilangan darah.
Status sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya
cedera karena kekurangan O2.
b. Pantau tanda vital, catat derajat, dan durasi episode hipovolemik.
Rasional :
Luasnya keterlibatan hipofisi dapat dihubungkan dengan derajat dan
durasi hipotensi. Peningkatan frekuensi pernafasan dapat
menunjukkan upaya untuk mengatasi asidosis metabolik.
c. Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan perilaku.
Rasional:
Perubahan sensorium adalah indikator dini hipoksia, sianosis tanda
lanjut, mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun dibawah 50
mmHg.
d. Kaji warna dasar kuku mukosa mulut, gusi, dan lidah serta
perhatikan suhu kulit.
Rasional:
Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasi pada
pembuluh darah perifer diturunkan yang mengakibatkan sianosis dan
suhu kulit dingin.
e. Kaji payudara setiap hari, perhatikan ada atau tidaknya laktasi dan
perubahan ukuran payudara.
Rasional:
Kerusakan hipofisis anterior menurunkan kadar prolaktin,
mengakibatkan tidak adanya produksi ASI, dan akhirnya
menurunkan jaringan kelenjar payudara.
16
Kolaborasi
a. Pantau kadar pH
Rasional:
Membantu dalam mendiagnosis derajat hipoksi jaringan atau
asidosis yang diakibatkan oleh terbentuknya asam laktat dari
metabolisme anaerobik.
b. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional:
Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi ke
jaringan.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakam, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan
analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan
oleh hasil keputusam bersama seperti dokter atau petugas kesehatan lain.
5. Evaluasi Keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada
hasil dan tujuan yang hendak dicapai.
17
18
Trauma jalan lahir episiotomi yang lebar laserasi perineum vagina dan serviks ruptur
Gangguan koagulasi
Kegagalan kompresi pembuluh darah Miometrium hipotonus Retensi sisa plasenta
Perdarahan
Kehilangan vaskular yang berlebihan
Gangguan sirkulasi
Sianosis respiratorikUrine output menurunMKRisiko penurunan curah jantung
Paru Ginjal mengeluarkan eritropoetinKompensasi jantungPerifer
Hipovolemi Takikardi hipertropi Vasokontriksi Intake O2
Keterlambatan pengisian kapiler
Tidak terkompensasi GFR menurun Hipoksia
Web of causation hemoragi postpartum
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hemoragia postpartum (perdarahan postpartum) adalah hilangnya darah lebih
dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (William, 1981). Namun,
menurut Dongoes (2001), perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih 500 ml
selama atau setelah melahirkan.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.
19
MK:Gangguan pada pola nafas
Pucat, kulit dingin/lambat
MK:Perubahan perfusi jaringan
Oliguria Takipnea
dyspnea
Nyeri, kemerahan, udema
Hematoma porsi atas vagina
MK:NyeriRisiko tinggi infeksi
MK:Gangguan pada pola elinminasi Takipnea
dyspnea