perceraian dengan alasan suami pecandu …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2629/1/anisah...
TRANSCRIPT
i
PERCERAIAN DENGAN ALASAN SUAMI PECANDU NARKOBA
DAN TIDAK MENJALANKAN KEWAJIBAN DALAM RUMAH TANGGA
DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN PERUNDANG-UNDANGAN
DI INDONESIA
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
ANISAH
NIM :
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
ii
iii
PERCERAIAN DENGAN ALASAN SUAMI PECANDU NARKOBA
DAN TIDAK MENJALANKAN KEWAJIBAN DALAM RUMAH TANGGA
DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN PERUNDANG-UNDANGAN
DI INDONESIA
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh:
Anisah
NIM
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
iv
NOTA PEMBIMBING
Lamp : (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan
dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Anisah
NIM : - -
Jurusan : Syari’ah
Program Studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah
Judul : Perceraian Dengan Alasan Suami
Pecandu Narkoba Dan Tidak
Menjalankan Kewajiban Dalam Rumah
Tangga Dalam Perspektif Fikih Dan
Perundang-Undangan di Indonesia
(Studi Putusan Pengadilan Agama
Salatiga Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal)
dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam
sidang munaqosyah.
Dimikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, Desember
Pembimbing,
Drs. Machfudz, M. Ag,
NIP.
v
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA
FAKULTAS SYARI’AH
Jl. NakulaSadewa V No. Telp.( ) Fax Salatiga
Website :www.iainsalatiga.ac.id. E-mail:[email protected].
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
PERCERAIAN DENGAN ALASAN SUAMI PECANDU
NARKOBA DAN TIDAK MENJALANKAN KEWAJIBAN
DALAM RUMAH TANGGA DALAM PERSEPKTIF FIKIH
DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
(STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA NOMOR:
/Pdt.G/ /PA.Sal)
Oleh:
ANISAH
NIM:
Telah dipertahankan di depan sidang Munaqosyah Skripsi Fakultas Syari’ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari selasa tanggal
Desember dan telah dinyataka nmemenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam.
Dewan Sidang Munaqasah
Ketua Sidang : Dr. H. Muh Irfan Helmy, Lc., M.A. :
SekretarisSidang : Drs. Machfudz, M. Ag. :
Penguji I : Drs. Badwan, M. Ag :
Penguji II : Dr. Ilyya Muhsin, M. Si. :
Salatiga, Desember
Dekan Fakultas Syari’ah
Dra. Siti Zumrotun, M. Ag.
NIP.
vi
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Anisah
NIM : - -
Jurusan : Ahwal Al Syaksiyyah
Program Studi : Syari’ah
Judul : PERCERAIAN DENGAN ALASAN SUAMI
PECANDU NARKOBA DAN TIDAK
MENJALANKAN KEWAJIBAN DALAM
RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF
FIKIH DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI
INDONESIA (Studi Putusan Pengadilan Agama
Salatiga Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal)
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya
sendiri, bukan jiplaan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang
lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik
ilmiah.
Salatiga, Desember
Yang menyatakan
Anisah
NIM:
vii
MOTTO
Berangkatlah, baik kamu merasa ringan atau berat dan berjihadlah
dengan harta dan jiwamu... (At-Taubah: ).
SELESAIKAN APA YANG KAMU PILIH !
viii
PERSEMBAHAN
Atas nama cinta dan kasih dari dalam jiwa, skripsi ini penulis persembahkan
untuk,
Bapak,ibu beserta kakak ku tercinta (Rodin, Sumyati Lutfiah, Indro,
Fauzi, dan Zainah serta keponakanku Azka) yang tak henti-hentinya
memberikan dukungan dan semangat sepanjang masa buat saya.
Semua teman seperjuangan di Ahwal AL Syakhsiyyah yang
mendampingi dalam pembuatan skripsi ini, juga selalu memotivasi,
menemani suka dan duka, semoga pertemanan kita akan abadi.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb.
Segala puji bagi Allah SWT senantiasa peneliti panjatkan kehadiran-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti telah dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Tak lupa sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, sang penerang dari jaman kegelapan yang senantiasa peneliti
usahakan untuk bisa meneladani segala uswah hasanahnya, semoga peneliti
termasuk umatnya yang mendapatkan syafaatnya dihari kiamat. Amin.
Atas terselesainya skripsi ini, peneliti menghaturkan terima kasih yang tiada
akhir, kepada:
. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah.
. Bapak Sukron Ma’mun, S.Hi.,M.Si. selaku ketua Jurusan Ahwal Al
Syakhsiyyah.
. Bapak Drs. Machfudz, M.Ag. Selaku pembimbing peneliti skripsi ini dan
semoga bimbingan dan perhatianya mendapatkan balasan kemudian hari .
. Seluruh Dosen dan Karyawan IAIN Salatiga.
. Bapak Drs. Moch Rusdi selaku Hakim Pembimbing peneliti ini dan
semoga bimbingan dan perhatianya mendapatkan balasan kemudian hari.
x
. Seluruh Hakim dan Karyawan di lingkungan Pengadilan Agama Salatiga
yang senantiasa telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
. Ayah danIbukutercintaterimakasihatasdoadanpengorbananselamaini.
. Kepada segenap teman-temanku jurusan Ahwal Al Syakhsiyyah angkatan
, semoga kebersamaan ini akan terus dapat terjalin dengan baik.
. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu terima kasih
atas kerja sama dan perhatiannya.
Teriring do’a dan harapan semoga amal baik semua pihak tersebut di atas
akan mendapat balasan dari Allah swt.
Wassalamu’alaikumwr.wb
Salatiga, Desember
Peneliti
Anisah
xi
ABSTRAK
Anisah. . Perceraian Dengan Alasan Suami Pecandu Narkoba Dan Tidak
Menjalankan Kewajiban Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Fikih dan
Perundang-Undangan di Indonesia (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga
Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal).Skripsi Fakultas Syari’ah. Jurusan Ahwal Al
Syakhsiyyah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Drs.
Machfudz, M.Ag.
Kata Kunci: Perceraian, Narkoba, dan Kewajiban Dalam Rumah Tangga.
Perkawinan adalah sunatullah dan sakral serta agung, untuk itu diaturlah hak
dan kewajiban dalam rumah tangga, sehingga dapat terciptanya rumah tangga
yang sakinah, mawadah dan rahmah. Namun, terkadang suami atau isteri
melalaikan kewajibanya sehingga menimbulkan perselisihan dan pertengkaran
yang tidak bisa dirukunkan kembali dan mengakibatkan perceraian. Seperti dalam
pengajuan perkara Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal yang menjelaskan bahwa
telah terjadinya pengajuan cerai gugat dengan sebab suami pecandu narkoba dan
tidak menjalankan kewajiban dalam rumah tangga yang menimbulkan
perselisihan dan pertengkaran yang tidak bisa dirukunkan lagi. Permasalahan yang
dikaji dalam penelitian ini, yaitu: . Bagaimana Proses Pengajuan dan
Penyelesaian Perceraian Putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal?. . Apa Dasar
Hukum dan Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perkara Putusan Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal ?. . Bagaimana Tinjauan Fikih dan Perundang-
Undangan di Indonesia Terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim Dalam
Memutuskan Perkara Putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal?.
Jenis penelitian ini studi putusan Pengadilan Agama yang didukung dengan
penelitian lapangan dengan sifat penelitian kualitatif-analisis dengan pendekatan
normatif-yuridis yang didukung dengan wawancara, observasi dan dokumentasi
yang kemudian dapat digunakan untuk menganalisa proses pengajuan dan
penyelesaian perkara perceraian, apa dasar hukum dan pertimbangan Hakim yang
digunakan untuk menyelesaikan perkara putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal
dan bagaimana tinjauan fikih dan Perundang-Undangan di Indonesia dalam
menganalisis putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal.
Hasil penelitian ini adalah bahwa, . Proses pengajuan dan penyelesaian
perkara Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal diputuskan secara verstek dan dijatuhi
talak ba’in sughro. . Dasar hukum dan pertimbangan yang digunakan Majlis
Hakim adalah PP No. pasal huruf (f) Tahun dan pasal huruf (f)
KHI. . Dalam tinjauan hukum fikih pertimbangan Majlis Hakim dikenal dengan
shiqaqatau antara suami isteri terjadi perselisihan dan pertengkaran yang tidak
bisa dirukunkan lagi, sedangkan menurut Perundang-Undangan di Indonesia
dengan PP No. pasal huruf (f) Tahun dan pasal KHI, sehingga
keduanya telah sesuai dengan Peraturan hukum Islam dan Perundang-Undangan
di Indonesia.
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL ......................................................................................................... i
LEMBAR BERLOGO ..................................................................................... ii
JUDUL ............................................................................................................. iii
NOTA PEMBIMBING .................................................................................... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................... vi
MOTTO .......................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
ABSTRAK ....................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
A. LATAR BELAKANG MASALAH ..........................................
B. RUMUSAN MASALAH ..........................................................
C. TUJUAN PENELITIAN ...........................................................
D. KEGUNAAN PENELITIAN ....................................................
E. PENEGASAN ISTILAH ...........................................................
F. TELAAH PUSTAKA ................................................................
G. METODE PENELITIAN ..........................................................
. Jenis Penelitian ....................................................................
. Pendekatan Penelitian ..........................................................
xiii
. Kehadiran Peneliti ...............................................................
. Lokasi Penelitian .................................................................
. Sumber Data ........................................................................
. Metode Pengumpulan Data ..................................................
. Analisa Data .........................................................................
. Pengecekan Keabsahan Data ...............................................
H. SiSTEMATIKA PENILITIAN..................................................
BAB II TINJAUAN UMUM PERCERAIAN, NARKOBA DAN TIDAK
MENJALANKAN KEWAJIBAN DALAM RUMAH TANGGA .
A. PERCERAIAN ..........................................................................
. PerceraianDalam Fikih ........................................................
a. Pengertian Talak ............................................................
b. Dasar Hukum Talak .......................................................
c. Rukun Dan Syarat Talak ................................................
d. Macam-Macam Talak ....................................................
e. Sebab-Sebab Talak ........................................................
. Perceraian Dalam Undang-Undang Di Indonesia ...............
a. Perceraian Menurut Undang-Undang Perkawinan ........
) Pengertian Perceraian ..............................................
) Dasar Hukum Perceraian .........................................
) Bentuk-Bentuk Perceraian .......................................
) Alasan-Alasan Perceraian ........................................
b. Perceraian Menurut Kompilasi Hukum Islam ...............
) Pengertian Perceraian ..............................................
) Bentuk-Bentuk Perceraian .......................................
) Alasan-Alasan Perceraian ........................................
B. NARKOBA ...............................................................................
. Narkoba Dalam Hukum Islam .............................................
. Narkoba Dalam Undang-Undang di Indonesia ...................
a. Pengertian Narkoba .......................................................
b. Bentuk-Bentuk Narkoba ................................................
xiv
c. Dampak Pengaruh Narkoba ...........................................
C. KEWAJIBAN SUAMI DALAM RUMAH TANGGA ............
. Kewajiban Suami Dalam Rumah Tangga Menurut Fikih ...
a. Pengertian Kewajiban Suami Dalam Rumah Tangga .
b. Bentuk-Bentuk Kewajiban Suami Dalam Rumah Tangga.
) Kewajiban Suami Dalam Bentuk Kebendaan .........
) Kewajiban Suami Balam Bentuk Bukan Kebendaan
. Kewajiban Suami Dalam Rumah Tangga Menurut Perundang-
Undang diIndonesia.................. ...........................................
a. Kewajiban Suami Dalam Rumah Tangga Menurut Undang-
Undang Perkawinan...... .................................................
b. Kewajiban Suami Dalam Rumah Tangga Menurut
Kompilasi Hukum Islam............ ....................................
BAB III DASAR HUKUM DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM
PERKARA PERCERAIAN PUTUSAN NOMOR:
/Pdt.G/ /PA.Sal .................................................................
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Salatiga ........................
. Profil Pengadilan Agama Salatiga .......................................
a. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga ..............................
b. Batas Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga ...........
. Visi Dan Misi Pengadilan Agama Salatiga .........................
. Struktur Dan Organisasi Pengadilan Agama Salatiga .........
. Administrasi Berperkara di Pengadilan Agama Salatiga .....
B. Diskripsi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Dalam Perkara
Perceraian Putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal ............
C. Proses Pengajuan Dan Penyelesaian Perkara Perceraian Putusan
Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal .............................................
D. Dasar Hukum Dan Pertimbangan Hakim Dalam Perkara Perceraian
Putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal ...............................
xv
BAB IV DASAR HUKUM DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM
MEMUTUSKAN PERKARA PERCERAIAN DENGAN PUTUSAN
NOMOR: /Pdt.G/ /PA.Sal DALAM PERSPEKTIF FIKIH
DAN UNDANG-UNDANG DI INDONESIA................................ ..
A. Dasar Hukum Dan Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan
Perkara Perceraian Putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal
Dalam Fikih ..............................................................................
B. Dasar Hukum Dan Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan
Perkara Perceraian Putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal
Dalam Undang-Undang Di Indonesia ...................................... ..
. Dasar Hukum Dan pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan
Perkara Perceraian Menurut Undang-Undang Perkawinan
. Dasar Hukum Dan Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan
Perkara Perceraian Menurut Kompilasi Hukum Islam ....... ..
BAB V PENUTUP ...........................................................................................
A. KESIMPULAN .........................................................................
B. SARAN-SARAN .......................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkawinan adalah sunatullah yang merupakan salah satu perintah
Allah kepada yang mampu untuk segara melaksanakanya, sebab dengan
adanya perkawinan akan menghindarkan dari perbuatan zina (H.
Zainuddin Ali, : ). Selain itu, perkaiwinan bertujuan untuk
mendapatkan ketenangan dan ketentraman, memenuhi kebutuhan
biologis,dan berlatih bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan Firman
Allah Swt bahwa tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan kehidupan
rumah tangga yang tenang dan tentram, berikut Firman Allah swt,
Artinya : Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari
jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya dan dia menjadikan diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yan berfikir. (QS. ar-Rum ayat ).
Dalam pasal Undang-Undang Nomor Tahun Tentang
Perkawinan telah menyebutkan bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan Yang Maha Esa”. Selain itu juga dalam refrensi yang berbeda,
dalam pasal Kompilasi Hukum Islam juga menyebutkan tujuan
pernikahan bahwa “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah”. Sehingga Allah Swt
memberikan aturan berupa hak dan kewajiban dalam rumah tangga.
Tujuan pernikahan dapat tercapai dengan baik, apabila suami dan
isteri mau menjalankan kewajibannya dan memperhatikan tanggung
jawabnya, sehingga terwujudlah rumah tangga yang tenang dan tentram,
sehingga dapat tercapai atau sempurnanya kebahagian dalam rumah
tangga. Kewajiban suami merupakan hak isteri dan sebaliknya, kewajiban
isteri merupakan hak isteri (Amir Syarifuddin, : ).
Suami adalah kepala keluarga dan isteri adalah ibu rumah tangga
yang kedudukanya seimbang baik dalam rumah tangga maupun dalam
pergaulan di masyarakat. Kewajiban suami sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor Tahun pasal ayat ( ) dan pasal
Kompilasi Hukum Islam, bahwa suami berkewajiban memberikan
bimbingan, melindungi, dan dengan kemampuanya berkewajiban untuk
memberikan nafkah, pakaian dan tempat tinggal serta memenuhi segala
keperluan keluarganya. Sedangkan kewajiban isteri dalam rumah tangga
sebagaimana dalam pasal ayat ( ) Undang-Undang Nomor Tahun
dan pasal Kompilasi Hukum Islam bahwa isteri harus mentaati
semua perintah suami dan mengatur segala urusan rumah tangga.
Kewajiban suami akan gugur apabila isteri mendurhakainya (Sayyid
Sabiq, : ). Allah berf irman:
...
Artinya : ... Dan kewajiban Ayah menanggung nafkah dan pakaian
mereka dengan cara yang yang patut.... (QS. al-Baqarah
ayat ).
Rumah tangga ideal merupakan dambaan setiap pasangan setiap
suami isteri. Rumah tangga ideal adalah keluarga yang mampu mengatasi
persoalan dalam rumah tangga dengan baik dan bijak, sebab semua rumah
tangga akan mengalami suatu permasalahan yang dapat bermunculan dari
pihak keluarga maupun pihak luar. Sehingga rumah tangga yang
mendapatkan persoalan tidak akan dengan mudah untuk melakukan
perceraian, sebab perceraian dalam hukum Islam merupakan perbuatan
yang halal namun terlarang dan Indonesia mempersempit adanya
perceraian.
Perceraian hanya diperbolehkan sebagai pintu darurat saja, dimana
perkawinan yang apabila tetap dipertahankan yang dikhawatirkan akan
menimbulkan kemadharatan ketimbang kemaslahatanya. Perceraian tidak
hanya berada di hak suami, namun isteri juga berhak untuk bernisiatif
dalam mengajukan perceraian kepada Pengadilan Agama yang disebut
dengan cerai gugat atau khulu’ (Abd. Rahman Ghazaly, : ).
Perkawinan dapat diputuskan dengan mengajukan gugatan yang
disertai dengan alasan perceraian yang kuat kepada Pengadilan. Dalam
pasal ayat ( ) menyebutkan bahwa “Untuk melakukan perceraian harus
ada cukup alasan, bahwa suami isteri itu tidak akan hidup rukun sebagai
suami isteri” dan pasal ini dijelaskan dalam Pasal Peraturan Pemerintah
Nomor Tahun Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
Tahun Tentang Perkawinan yang mengatur tentang ketentuan
terhadap alasan yang dapat dijadikan sebagai alasan perceraian. Adapun
alasan yang dapat dijadikan sebagai alasan putusnya perkawinan adalah:
) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi, dan sebagainya yang sukar disembuhkan;
) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau hal lain
diluar kemampuannya;
) Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara lima tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak lain;
) Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan
akibat tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai suami/isteri;
) Antara suami isteri terus menerus terjadi perselihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga;
Alasan yang dapat dijadikan sebagai alasan putusnya perkawinan
serupa yang diatur dalam pasal Kompilasi Hukum Islam yang
menambahkan dua poin alasan putusnya perkawinan, antara lain adalah
sebagai berikut ini:
) Suami melanggar taklik talak;
) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak
rukunan dalam rumah tangga.
Salah satu persoalan yang muncul dalam rumah tangga
adalahapabila suami sebagai kepala keluarga yang melalaikan tanggung
jawabnya yakni dengan kemampuannya tidakmemenuhi segala keperluan
dalam rumah tangga bahkan juga sebagai menjadi pecandu narkoba. Telah
diketahui bahwa narkoba atau obat-obatan terlarang dapat merusak akal
pikiran penggunanya dan narkoba atau obat-obatan terlarangan merupakan
induk dari segala bentuk kejahatan yang dapat mematikan.
Dalam perkara Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal ini merupakan
perkara cerai gugat yang dalam petitumnya untuk mengabulkan gugatan
cerai yang diajukan oleh isteri atau Penggugat kepada Hakim Pengadilan
Agama Salatiga. Dimana dalam positanya, diantara Penggugat dan
Tergugat telah melangsugkan pernikahan di Kantor Urusan Agama
Kecamatan Sidomukti dan telah berhubungan dengan baik dan telah
memiliki satu orang anak laki-laki. Namun pada tahun ,pernikahan
diantara Penggugat dan Tergugat sering mengalami perselisihan dan
pertengkaran yang tidak bisa dirukunkan lagi yang pada puncaknya pada
tahun dengan Tergugat pergi meninggalkan tempat kediaman
bersama. Dan pada tahun , Penggugat mengajukan cerai gugat kepada
Hakim Pengadilan Agama Salatiga dengan alasan utama cerainya adalah
suami pecandu narkoba dan tidak memberikan nafkah sehingga tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami yang kemudian menimbulkan
perselisihan dan pertengkaran yang tidak dapat dirukunkan kembali
sebagai suami dan isteri.
Dalam prosesi hari persidangan, Penggugat hadir dengan kuasanya
dan Tergugat tidak pernah hadir dengan alasan yang sah dan tidak pula
mengirim wakil sebagai kuasanya padahal telah dipanggil secara resmi dan
patut, sehingga prosesi persidangan tetap dilanjutkan tanpa hadirnya
Tergugat dalam persidangan. Sehingga dalam Putusan Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal diputuskan dengan putusan verstek. Untuk itu,
dalam petitum gugatan, Penggugat memohon kepada Majlis Hakim
Pengadilan Agama Salatiga, agar:
. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
. Menetapkan jatuh talak satu ba’in sughro Tergugat (Tergugat) kepada
Penggugat (Penggugat).
. Membebankan biaya yang ditimbulkan dalam perkara ini kepada
Penggugat.
. Atau, menjatuhkan putusan lain yang seadil-adilnya.
Begitu banyaknya pengajuan perceraian yang masuk di Pengadilan
Agama Salatiga, Namun peneliti begitu tertarik dengan persoalan perkara
Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal dengan kasus perceraian suami pecandu
narkoba dan tidak memberikan nafkah yang berdampak kepada
perselisihan dan pertengkaran yang tidak dapat dirukunkan
kembali.Karena alasan perceraian yang diajukan oleh Penggugat tidak
tercamtum dalam alasan yang dapat dijadikan sebagai alasan perceraian
dan Majlis Hakim memetuskan bahwa alasan perceraian yang diajukan
Penggugat telah cukup beralasan untuk dijadikan sebagai alasan
perceraian.
Berdasarkan fenomena diatas menarik peneliti untuk melakukan
penelitian terkait latar belakang masalah diatas dan mengangkat kedalam
sebuah karya ilmiah yang diskripsikan. Untuk menghindari judul yang
sama dengan tema yang sama juga maka peneliti memberikan judul
penelitian “PERCERAIAN DENGAN ALASAN SUAMI PECANDU
NARKOBA DAN TIDAK MENJALANKAN KEWAJIBAN DALAM
RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA (Studi Putusan Pengadilan
Agama Salatiga Nomor /Pdt.G/ /PA.Sal)”.
B. RUMUSAN MASALAH
Bertolak kepada uraian-uraian masalah diatas, maka masalah yang
menjadi fokus penelitian ini dengan memberikan tiga rumusan masalah,
sebagai berikut ini:
. Bagaimana Proses pengajuan dan penyelesaian perkara perceraian di
Pengadilan Agama Salatiga dengan alasan Suami pecandu narkoba dan
tidak menjalankan kewajiban dalam rumah tangga putusan
Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal?.
. Apa dasar hukum dan pertimbangan Hakim dalam memutuskan
perkara perceraian dengan alasan suami pecandu narkoba dan tidak
menjalankan kewajiban dalam rumah tangga di Pengadilan Agama
Salatiga putusanNomor: /Pdt.G/ /PA.Sal?
. Bagaimana tinjauan Fikih dan Perundang-Undangan di Indonesia
terhadap dasar hukum dan pertimbangan Hakim dalam
memutuskanperkara perceraian dengan alasan suami menjadi pecandu
narkoba dan tidak menjalankan kewajiban dalam rumah tangga di
Pengadilan Agama SalatigaputusanNomor: /Pdt.G/ /PA.Sal?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian merupakan suatu pernyataan sasaran dalam
penelitian. Tujuan-tujuan penelitian hasil dari rumusan masalah yang akan
dicapai adalah, sebagai berikut:
. Untuk mengetahui gambaran mengenai proses pengajuan dan
penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agama Salatiga dengan
alasan suami pecandu narkoba dan tidak menjalankan kewajiban dalam
rumah tangga putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal?
. Untuk mengetahui apa dasar hukum dan pertimbangan Hakim dalam
memutuskanperkara perceraian dengan alasan suami menjadi pecandu
narkoba dan tidak memberikan nafkah di Pengadilan Agama Salatiga
dengan putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal.
. Untuk mengetahui bagaimana tinjuan fikih dan Perundang-Undangan
di Indonesia terhadap dasar hukum dan pertimbangan Hakim di dalam
memutuskan perkara perceraian dengan alasan suami menjadi pecandu
narkoba dan tidak menjalankan kewajiban dalam rumah tangga di
Pengadilan Agama Salatiga dengan perkara Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Kegunaan atau manfaat penelitian dalam penelitian ini yaitu
adalah secara teoritis dan secara praktis sebagai berikut ini:
. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis tersebut diharapkan dapat menambahkan
wawasan terhahadap Mahasiswa Hukum dan Pakar Hukum dalam
mendalami perkara perceraian, khususnya dalam perkara cerai gugat
yang beralaskan alasan suami pecandu narkoba dan tidak menjalankan
kewajiban dalam rumah tangga.
. Kegunaan Praktis
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menambahkan
kontribusi dan dapat berguna dalam penerapan suatu ilmu
pengetahuan.
E. PENEGASAN ISTILAH
Untuk mempermudah proses pemahaman dan kejelasan judul
diatas untuk itu peneliti perlu dalam memberikan penegasan dan batasan
terhadap istilah-istilah dalam judul penelitian ini, antara lain sebagai
berikut:
. Perceraian
Kata perceraian berasal dari kata cerai artinya pisah; putus
hubungan sebagai suami isteri; talak (Tim Redaksi, : ). Dalam
hukum Islam talak adalah melepaskan ikatan tali perkawinan (Sayyid
Sabiq, : ).
. Suami
Suami adalah pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang
wanita (Tim Redaksi, : ).
. Pecandu Narkoba
Pecandu adalah pemadat; pengisap candu (Tim Redaksi, :
). Sedangkan narkoba obat yang dapat menenagkan saraf,
menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau
merangsang (Tim Redaksi, : ). Sehingga, pecandu narkoba
adalah orang yang mengisap candu yang bertujuan untuk menenagkan
saraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau
merangsang yang kelamaan akan membuat rasa ketergantungan.
. Tidak Menjalankan Kewajiban Dalam Rumah Tangga
Kewajiban berasal dari kata wajib, wajib adalah harus dilakukan
sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang wajib; sesuatu yang harus
dilaksanakan (Tim Redaksi, : ). Rumah Tangga adalah yang
berkenaan dengan urusan kehidupan dalam rumah (hal belanja rumah);
berkenaan dengan keluarga (Tim Redaksi, : ).
Maksud dari tidak menjalankan kewajiban dalam rumah tangga
adalah suami yang telah meninggalkan apa yang telah menjadi
kewajibannya sebagai kepala keluarga dengan tidak memberikan
nafkah lahir dan batin sehingga tidak terwujudnya keluraga yang
harmonis.
. Perspektif
Perspektif adalah sudut pandang ataupandangan (Tim
Redaksi, : ). Adapun perspektif yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dalam perspektif fikih dan Perundang-Undangan
di Indonesia yaitu Undang-Undang Perkawinan atau Undang-Undang
Nomor Tahun Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam.
. Fikih
Fikih adalah ilmu tentang Hukum Islam (Tim Redaksi, :
). Fikih secara etimologi bermakna mengetahui dan memahaminya
dengan baik, sedangkan secara terminologisnya adalah mengetahui
hukum-hukum syara’ yang sifatnya amaliyah yang dikaji dari dalil-
dalil yang terperinci (Mardani, : ).
. Perundang-Undangan di Indonesia
Perundang-Undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk
oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara
umum yang dibuat untuk dipatuhi oleh seluruh warga negara dalam
lingkung nasional dan berlaku untuk seluruh warga Indonesia (Online),
(http://materisoalppkn.blogspot.com/ /pengertian-perundang-
undangan.html, diakses pada tanggal Desember ).
Perundang-Perundangan di Indonesia yang dipakai dalam
penelitian ini adalah Undang-Undang Perkawinan atau Undang-
Undang Nomor Tahun Tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam.
F. TELAAN PUSTAKA
Dari hasil penulusuran yang dilakukan peneliti, ternayata cukup
banyak karya ilmiah yang mengangkat tema perceraian dan kewajiban
dalam rumah tangga dan peneliti tiga buah karya ilmiah yang dibentukan
dalam skirpsi oleh peneliti-peneliti lain, antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, skripsi yang diteliti oleh Elia Indriyani NIM
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga yang berjudul
“Cerai Talak Akibat Isteri Tidak Menjalankan Kewajibannya Dalam
Rumah Tangga (Studi Putusan Pengadilan Nomor
/Pdt.G/ PA.Sal)”. Pembahasan pokok penelitian ini terdapat tiga
rumusan masalah, antara lain: ) Bagaimana konsep kewajiban isteri
dalam rumah tangga menurut hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam.
) Bagaimana Putusan Hakim terhadap cerai talak akibat isteri tidak
menjalankan kewajiban dalam rumah tangga di Pengadilan Agama
Salatiga. ) Bagaimana pertimbangan Hakim dalam putusan cerai
talakakibat isteri tidak menjalankan kewajiban dalam rumah tangga.
Dalam penelitian menemukan hasil penelitian, antara lain: ) Kewajiban
isteri menurut hukum Islam adalah taat kepada suami sehingga akan
tercapai kebahagian dan kedamaian dalam rumah tangga yakni kewajiban
dalam memberikan pelayanan dan berbuat baik terhadap suami dan tidak
boleh melawan atau menyakiti hati suami, taat yang dimaksud adalah tidak
kepada yang maksiat, namun apabila isteri telah berbuat nuzyuz maka
langkah yang harus dilakukan oleh suami adalah diberi pelajaran yang
benar dan mengundang hakam dari kedua belah pihak. Kewajiban isteri
menurut Kompilasi Hukum Islam adalah berbakti lahir batin kepada suami
didalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam. ) Mengabulkan
permohonan Pemohon dan menetapkan memberi izin kepada Pemohon
untuk menjatuhkan talak atas Termohon dihadapan sidang Pengadilan
Agama Salatiga. ) Pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara cerai
talak berdasarkan pembuktian dan tuntutan tersebut dikabulkan karena
dalil-dalil permohonan Pemohon telah terbukti kebenaranya.
Kedua, skripsi yang diteliti oleh Wiwien Tri Haryono NIM
yang berjudul “Khulu’ Sebagai Penyebab Putusnya Perkawinan
(Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga - )”. Pembahasan
pokok dalam penelitian ini terdapat empat rumusan masalah, antara lain:
) Bagaimana Tinjuan teoritis tentang khulu’ menurut hukum Islam. )
Bagaimana tinjuan praktis tentang khulu’ di Pengadilan Salatiga. )
Bagaimana pertimbangan Hakim dalam memutuskan permashalahan
khulu’ sebagai penyebab putusnya perkawinan di Pengadilan Agama
Salatiga. ) Bagaimana akibat hukum dari permasalahan tentang khulu’
yang terjadi di Pengadilan Agama Salatiga.Dalam penelitian ini
menemukan hasil penelitian, antara lain: ) Secara teoritis khulu’ (thalaq
tebus) adalag talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari
pihak isteri kepada suami. Haram bagi seorang wanita untuk menuntut
cerai dari suaminya tanpa sebab atau alasan syar’i. Suami tidak boleh
mengambil lebih dari harta yang pernah diberikan kepada isterinya saat
khulu’. ) Secara praktis khulu’ diperbolehkan kalau seseorang isteri
membenci suaminya dan tidak bisa menjalankan kewajiban-kewajiban
kepada suaminya kerana kebencianya, namun dari awal kemunculanya
yang terjadi pada saat sidang berlangsung dan dalam pendaftaran tidak ada
kata khulu’, mungkin sebab ketidakpahaman Penggugat tentang khulu’. )
Menurut tinjauan Pengadilan Agama Salatiga didalam menyelesaikan cerai
gugat (khulu’) berpedoman kepada Undang-Undang Perkawinan dan KHI
serta ilmu-ilmu tentang khulu’ (fiqih). ) Perceraian dengan jalan khulu’
menimbulkan akibat, yaitu: Perkawinan putus dengan talak khul’i,
berkurangnya jumlah talak dan tidak dapat dirujuk (Pasal KHI), isteri
menjalani iddah talak biasa (pasal KHI), bekas suami bebas dari
kewajiban untuk membayar nafkah iddah terhadap isteri (pasal KHI).
Ketiga, skripsi yang diteliti oleh Aang Setiawan NIM
yang berjudul “Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah Dalam Kasus
Perceraian (Studi Analisis Terhadap Keputusan Pengadilan Agama
Salatiga Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal). Pembahasan pokok dalam
penelitian ini terdapat tiga rumusan masalah, antara lain: ) Bagaiamana
alasan Ketidakmampuan suami memberi nafkah kepada isteri dalam kasus
perceraian. ) Apa dasar diputuskanya gugat cerai Ketidakmampuan suami
memberi nafkah isteri. ) Bagaimana pandangan Kompilasi Hukum Islam
tentang gugatan cerai karena ketidakmampuan suami memberi nafkah
kepada isteri.Dalam penelitian menemukan hasil penelitian, antara lain: )
Tergugat tidak pernah memberikan nafkah kepada Penggugat, karena a)
Tergugat tidak bekerja dan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga
masih ditanggung sepenuhnya oleh orang tua Penggugat,b) Tergugat telah
pergi meninggalkan Penggugat tanpa ijin dan sampai sekarang sudah
empat tahun lamanya tidak pernah pulang dan tidak pernah mengirimkan
kabar dan nafkah kepada Penggugat dan seorang anaknya, c) berdasarkan
fakta-fakta hukum diatas dapat dinyatakan Tergugat telah melalaikan
kewajibannya yaitu tidak memperdulikan dan tidak memberikan nafkah
kepada Penggugat selama tahun bulan. ) Bahwa berdasarkan
pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam memutuskan
perkaranya adalag disesuaikan dengan Nomor: Hakim memberikan
putusan menerima gugatan Penggugat dan memutuskan perceraian
berdasarkan keterangan saksi dan taklik talak dengan alasan telah
memenuhi pasal PP No. . C) Berdasarkan KHI Pasal huruf (f)
dan (g) KHI bahwa Tergugat telah melanggar taklik talak yang telah
diucapkan oleh Tergugat pada awal pernikahan.
Berbagai skripsi-skripsi diatas mempunyai beberapa perbedaan
dengan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti. Yaitu penelitian yang
diteliti peneliti ini lebih terfokus kepada perceraian dengan alasan suami
pecandu narkoba dan tidak menjalankan tanggung jawabnya dalam perkara
putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal yang kemudian ditinjau dari segi
hukum Islam dan juga mengkaji tentang dasar hukum serta bagaimana
pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara tersebut, padahal alasan
percerain tidak tertuang dalam alasan perceraian yang diatur dalam hukum
positif. Sedangkan penelitian lain hanyalah mengkaji bagaimana putusan
Hakim dapat memutuskan perceraian dengan alasan tersebut dan
bagaimana akibat hukumnya.
G. METODE PENELITIAN
. Jenis Penelitian
Untuk memperoleh data yang lengkap penelitian ini, penulis
menggunakan penelitian pustaka (Library Research), yaitu penelitian
yang dilakukan di Pengadilan Agama Salatiga yang didukung dengan
penelitian lapangan (field research) untuk mendapatkan data yang
diperlukan (Saifuddin Azwar, : ).
Untuk itu, selain peneliti menggunakan buku-buku dan
dokumen-dokumen yang mempunyai kaitan dengan penelitian serta
salinan putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal, peneliti juga
melakukan penelitian lapangan (field research) yakni dengan terjun
langsung ke Pengadilan Agama Salatiga guna melakukan wawancara
dan pengamatan baik langsung atau tidak langsung, sehingga dapat
menunjang kelengkapan data dalam penelitian peneliti ini.
Sifat penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
analisis yakni sebagai alat analisis dengan melakukan penyelidikan,
penemuan sehingga dapat menggambarkan atau menjelaskan
perceraian dengan sebab suami pecandu narkoba dan tidak
menjalankan kewajiban dalam rumah tangga dalam putusan Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal ini.
. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian dalam peneliti ini adalah dengan
menggunakan pendekatan normatif dan yuridis, antara lain adalah:
a. Pendekatan Normatif
Pendekatan Normatif adalah pendekatan yang menuju dan
mengarah kepada persoalan dengan ditetapkanya sesuatu yang
berdasarkan pada hukum Islam, yakni berdasarkan kepada teks-
teks al-Qur’an dan fiqih (Saifuddin Azwar, : ) yakni dengan
menganalisa hasil putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal apakah dasar hukum dan Pertimbangan
Hakim sudah sesuai atau tidak dengan hukum Islam yakni hukum
fikih.
b. Pendekatan Yuridis
Pendekatan Yuridis adalah pendekatan yang dilakukan
dengan Perundang-Undangan yang ada dan disesuaikan dengan
Peraturan yang berlaku di Indonesia(Saifuddin Azwar, : ).
Dalam pendekatan ini dimana lebih mendekati kepada masalah
yang belum diatur dalam Undang-Undang seperti dalam perkara
perceraian dalam suami pecandu narkoba dan tidak menjalankan
kewajiban dalam rumah tangga yang dijadikan sebagai alasan
utama perceraian, sehingga dapat diketahui apakah dasar hukum
dan pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara perceraian
dengan alasan suami pecandu narkoba dan tidak menjalankan
kewajiban dalam rumah tangga telah sesuai atau tidak bertentangan
dengan Undang-Undang di Indonesia yakni dalam Undang-Undang
Perkawinan atau Undang-Undang Nomor Tahun Tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.
. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti yang bertindak sebagai pengumpul
data, sehingga data menjadi akurat dan terpercaya. Alat-alat yang dapat
diajadikan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah alat
tulis, alat perekam, serta dokumen-dokumen seperti, salinan putusan
Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal yang dapat dijadikan sebagai
penunjang dalam penelitian.
. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian pada penelitian ini dilakukan di Pengadilan
Agama Salatiga yang beralamatkan di Jalan Lingkar Selatan, RT
RW , Kelurahan Cebongan, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga,
Jawa Tengah. Alasan peneliti memlih lokasi di Pengadilan Agama
Salatiga adalah karena kasus perceraian karena suami pecandu narkoba
dan tidak menjalankan kewajibannya dalam rumah tangga dalam
putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal ini telah diputus oleh Hakim
Pengadilan Agama Salatiga.
. Sumber Data
Sumber data merupakan faktor terpenting dalam pengumpulan
data. Ada dua sumber data yang digunakan peneliti, antara lain berikut
ini:
a. Data Primer
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
sumber tambahan yang mencakup seperti: dokumen-dokumen
resmi, buku-buku hasil penelitian yang berwujud kedalam laporan
(Soerjono Soekamto, : ).
b. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan adalah data yang diperoleh
dari sumber-sumber data secara langsung dari sumbernya yaitu
melalui wawancara maupun observasi baik observasi langsung
mapun tidak langsung (Sutrisno Hadi, : ).
. Metode Pengumpulan Data
a. Interview (wawancara)
Interview (wawancara) adalah suatu dialog atau percakapan
antara pewawancara (orang yang mengajukan pertanyaan) dan
terwawancara (orang yang memberi jawaban pewawancara) yang
mengarah kepada pembicaraan atau persoalan yang berkaitan
dengan suatu permasalahan tertentu (Moeleong, : ).
Cara memperoleh data dalam metode ini adalah dengan
cara melakukan tanya jawabatau wawancara kepada pihak
Pengadilan Agama yaitu, dengan Hakim, Panitera, dan Petugas pra
meja. Wawancara atau tanya jawab tersebut terikaitdengan perkara
perceraian yang beralaskan suami pecandu narkoba dan tidak
menjalankan kewajiban dalam rumah tangga dengan perkara
Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal.
b. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan
melakukan pengamatan mengenai obyek penelitian secara
langsung maupun tidak secara langsung (Burhan Ashshofa: :
).
Cara melakukan pengamatan penelitian ini dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung yang dilakukan di lokasi
Pengadilan Agama Salatiga.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah data yang mencakup surat-surat resmi,
buku, hasil penelitian yang terbentuk laporan dan juga sejenisnya
(Moelong, : ). Dalam penelitian ini, dokumen terkait
dengan penelitian ini adalah salinan putusan Pengadilan Agama
Salatiga Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal.
d. Studi Pustaka
Studi Pustaka yaitu studi pustaka yang peneliti digunakan
untuk mencari dari data dari bahan-bahan tertulis, khususunya
berupa teori-teori (Tatang M. Amirin, : ).
. Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan pola
pikir induktif – deduktif, antara lain adalah:
a. Induktif, yaitu metode analisis data terkait dengan hal-hal yang
sifatnya khusus yang kemudian disimpulkan secara umum
(Sutrisno Hadi, : ). Dengan begitu dapat teruraikan terlebih
dahulu persoalan perceraian dengan alasan suami pecandu narkoba
dan tidak menjalankan kewajiban dalam rumah tangga yang
kemudian dianalisis dan diintrepretasikan secara obyektif, sehingga
dapat ditemukan kesimpulan mengenai dasar hukum dan
pertimbangan Hakim tentang pecandu narkoba dan tidak
menjalankan kewajiban dalam rumah tangga yang dijadikan
sebagai sebab alasan perceraian.
b. Deduktif, yaitu metode analisis data dari hal-hal yang bersifatnya
itu umum kepada yang hal-hal khusus (Sutrisno Hadi, : ).
Sehingga, dengan metode ini, dapat dianalisiskan perceraian akibat
suami pecandu narkoba dan tidak menjalankan kewajiban dalam
rumah tangga dengan tujuan yuridis normatifnya.
. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam pengecekan keabsahan data peneliti menggunakan teknik
triangulasi. Trinagulasi adalah suatu teknik pemeriksaan dalam
keabsahan data dengan cara memanfaatkan sumber yang lain diluar
data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data tersebut (Moloeng, : ). Teknik triangulasi ini dilakukan
dengan melakukan wawancara, observasi atas beberapa hal yang
dilakukan dan kejadian yang kemudian dapat diambil kesimpulanya
yang dapat menghubungkan diantara keduanya.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Agar pokok pembahasan penelitian ini tidak keluar dari pokok
pemikiran dan kerangka yang sudah ditentukan, maka penulis
menggunakan sistematika sebagai berikut:
Bab pertama merupakan bab pendahuluan. Dalam bab pendahuluan
meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka dan metode
penelitian serta sistematika penulisan.
Bab kedua merupakan bab tinjauan umum dari perceraian, narkoba
dan kewajiban suami dalam rumah tangga dalam hukum fikih dan
Perundang-Undangan di Indonesia.
Bab ketiga adalah hasil penelitian dari putusan Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal yang memuat gambaran umum Pengadilan
Agama Salatiga, diskripsi putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal,
pengajuan dan penyelesaian putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal,
dan dasar hukum dan pertimbangan Hakim dalam putusan Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal.
Bab keempat merupakan hasil analisa dalam penelitian dari
tinjauan Fikih dan Perundang-Undangan di Indonesia terhadap perceraian
dengan alasan suami pecandu narkoba dan tidak menjalankan kewajiban
dalam rumah tangga putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal.
Bab kelima merupakan penutup dalam penelitian ini yang
didalamnya terdapat kesimpulan penelitian dan saran dalam penelitian.
BAB II
TINJAUAN UMUM PERCERAIAN, NARKOBA DAN KEWAJIBAN
SUAMI DALAM RUMAH TANGGA
A. PERCERAIAN
. Perceraian Dalam Fikih
a. Pengertian Perceraian atau talak
Kata thalaq berasal dari kata ithlaq yang berarti irsal
(melepaskan) dan tark (meninggalkan). Athlaqtu al-asira yang
artinya adalah meninggalkan ikatan tawanan atau pernikahan dan
melepaskan. Sedangkan secara terminologi syariat, thalaq adalah
melepaskan ikatan perkawinan yang bertujuan untuk mengakhiri
hubungan perkawinan (Sulaiman Al-Faifi, : ).
Dalam hukum fiqih, perceraian menurut ahli fiqih dikenal
dengan sebutan talak atau furqah. talak adalah melepaskan atau
meninggalkan, sedangkan furqah adalah bercerai lawan dari
berkumpul (Soemiyati, : ). Kemudian talak atau furqah
tersebut dijadikan oleh ahli fiqih sebagai istilah dalam putusnya
perkawinan.
Menurut hemat penulis, talak adalah suatu hakikat
pernikahan yang dipandag telah rusak dan pecah, sehingga hanya
perceraianlah merupakan jalan yang paling tepat untuk mengakhiri
perkawinan yang sakral dan agung tersebut dan apabila pernikahan
tersebut tetap dijalankan hanyalah suatu perbuatan yang sangat sia-
sia dijalankan.
b. Dasar Hukum Talak
Terkait dengan kebolehan melakukan talak para ahli fiqih
berbeda pendapat, namun pendapat yang paling benar dan kuat
adalah pendapat golongan Hambali dan Hanafi. Menurut mereka
bahwa talak itu dilarang sebab talak termasuk kedalam perbuatan
yang memurkai nikmat Allah, sebab perkawinan merupakan
nikmat Allah yang tidak boleh sembarangan untuk dijalankan
(Sayyid Sabiq, : ). Darurat disini yang dimaksud adalah
apabila sudah tidak adanya rasa cinta dan kasih sayang diantara
suami dan isteri, Rasullulah bersabda:
) رواه آبو الاال ابغض الحالل الى هللاقل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
داود والحا كم(Artinya : Nabi Saw bersabda: Sesuatu halal yang paling dibenci
Allah adalah talak” (HR. Abu Daud dan al- Hakim).
Meskipun talak itu dilarang atau haram, namun adakalanya
hukum talak tersebut berhukum wajib, adakalanya berhukum
sunnah, adakalanya berhukum haram, dan adakalanya juga
berhukum mubah (Sayyid Sabiq, : ), sebagai berikut ini:
) Talak wajib
Talak wajib dalah talak yang dijatuhkan oleh pihak Hakam
(penengah) karena adanya perpecahan diantara suami dan isteri
yang sudah berat dan talak adalah jalan satu-satunya yang dapat
menyelamatkan perkawinan yang sudah rusak atau pecah
tersebut.
) Talak haram
Talak haram dalah talak yang dijatuhkan tanpa adanya
alasan sedangkan isteri dalam keadaan haid atau suci yang
dalam masa itu telah digauli (Amir Syarifuddin, : ),
sehingga tidak dapat memberikan kemaslahatan dari perbuatan
talak tersebut.
) Talak Sunnah
Talak sunnah adalah talak yang dianjurkan untuk
dilakukan sebab tidak ada kemaslahatan apabila perkawinan
tersebut tetap dilanjutkan dan dikhawatirkan akan menimbulkan
kemdharatan apabila perkawinan tersebut tetap dijalankan.
) Talak Mubah
Talak mubah adalah talak yang diperbolehkan ketika ada
keperluan untuk melakukan perbuatan talak, seperti halnya
dengan jeleknya sikap isteri atau isteri yang tersiksa dengan
lantaran perilaku suami atau suami yang tidak mencapai tujuan
pernikahanya dengan isterinya (Abd. Rahman Ghazaly, :
).
c. Rukun dan Syarat Talak
Terwujudnya talak tergantung dari ada dan kelengkapan
dari unsur-unsur rukun dan syarat perceraian. Rukun talak dalam
fikih, yaitu adanya suami, perempuan atau isteri, sighat talak dan
qasdhu, antara lain sebagai berikut ini:
) Suami
Suami adalah orang yang memiliki hak untuk
menjatuhkan talak. Untuk itu suami disyaratkan dewasa,
berakal dan tidak adanya paksaan atau atas kemuanya sendiri.
) Perempuan atau Isteri
Perempuan atau isteri adalah perempuan yang menjadi
isteri suami dengan akad perkawinan yang sah, dimana
disyaratkan isteri itu masih dalam atau tetap berada dalam
perlindungan kekuasaan suami dan kedudukan isteri itu dengan
akad nikah yang sah.
) Sighat Talak
Sighat talak adalah ucapan tertentu yang diucapkan suami
untuk menjatuhkan talak kepada isterinya baik secara jelas
maupun sindiran serta dengan menggunakan ucapan, tulisan
maupun isyarat, dimana semuanya tersebut mengandung
jatuhnya talak untuk isterinya.
) Qasdhu
Qasdhu adalah kesengajaan suami dalam berucap atau
berkata adalah bermaksud dan berniat untuk menjatuhkan talak
dan bukan kepada maksud yang lainnya, sehingga apabila salah
berucap maka ucapan talak tersebut tidak sah (Abd. Rahman
Ghazaly, : - ). Seperti, suami yang berucap talak,
namun maksudnya adalah salah, maka ucapan talak tidak sah
atau tidak berlaku untuk isterinya.
d. Macam-Macam Talak
Talak itu dapat dibagi-bagi dengan melihat empat keadaan,
yaitu keadaan isteri waktu diucapkan talak, kemungkinan suami
boleh merujuk isterinya, pengucapan suami dalam menjatuhkan
talak dan cara suami menyampaikan talak kepada isterinya. Antara
lain adalah:
) Dengan melihat kepada keadaan isteri waktu talak itu
diucapkan suami
Talak ini ada dua macam yaitu talak sunni dan talak bid’i
(Amir Syarifuddin, : - ), antara lain adalah:
(a) Talak Sunni
Talak sunni adalah talak yang pelaksanaanya sesuai
dengan petunjuk agama dalam al-Qur’an maupun sunnah
Nabi. Bentuk talak sunni yang disekapati oleh ulama adalah
talak yang dijatuhkan kepada isteri oleh suami, dimana
keadaan isteri yang haid atau masa suci yang belum pernah
dicampuri oleh suaminya.
(b) Talak bid’i
Talak bid’i adalah talak yang dijatuhkan suami yang
pelaksanaanya tidak sesuai dengan petunjuk agama dalam
al-Qur’an maupun sunnah Nabi. Bentuk talak bid’i adalah
talak yang dijatuhkan sewaktu isteri dalam keadaan haid
ataupun suci dan dalam keadaan hamil, namun telah digauli
oleh suaminya. Talak bentuk bid’i ini hukumnya haram,
karena akan memberikan mudharat bagi isteri, karena dapat
memperpanjang masa iddahnya.
) Dengan melihat keadaan kemungkinan bolehnya si suami
kembali atau rujuk kepada mantan isterinya
Talak bentuk ini ada dua macam yaitu, talak raj’i dan
talak ba’in (Amir Syarifuddin, : - ), antara lain
adalah:
(a) Talak raj’i
Talak raj’i atau talak satu atau dua adalah talak yang
masih memungkinkan bekas suami untuk merujuk bekas
isterinya tanpa adanya nikah baru yang selama isteri dalam
masa iddah.
(b) Talak bain
Talak bain atau talak tiga adalah talak yang putus
secara penuh, sehingga bekas suami dan bekas isteri tidak
boleh rujuk tanpa dengan nikah baru, selama isteri dalam
masa iddah. Talak ini terbagi kedalam dua macam, yakni
talak bain sughro dan bain kubra.
Talak bain sugrho adalah talak yang masih
memungkinkan bekas suami untuk mengadakan nikah baru
dengan bekas isterinya, baik masih dalam masa iddah atau
masa iddahnya sudah habis (Abd. Rahman Ghazaly, :
).
Talak yang termasuk talak bain sughro adalah:Talak
sebelum berkumpul.Talak yang dilakukan dengan cara
tebusan dari pihak isteri atau khulu’ Perceraian melalui
putusan Hakim Pengadilan atau fasakh (Amir
Syarifuddin, : ).
Talak bain kubhro adalah talak yang membolehkan
bekas suami dan bekas isteri untuk rujuk kembali yakni
apabila bekas isteri melakukan pernikahan dengan laki-laki
lain dan ba’da dukhul dan bercerai dengan suami barunya
dan telah habis masa iddah cerai dengan suami barunya,
setalah itu bekas suami pertama bisa merujuk bekas
isterinya.
) Talak ditinjua dari segi pengucapan suami dalam menjatuhkan
talak kepada isterinya
Talak ini terbagi dalam dua macam yakni talak sharih atau
tegas dan talak kinayah atau sindiran (Abd. Rahman
Ghazaly, : - ), sebagai berikut:
(a) Talak sharih
Talak sharih adalah ucapan talak yang diucapkan
suami secara tegas dan jelas sehingga dapat dengan mudah
dipahami pernyataan cerai suami dengan seketika oleh
isteri. Seperti, “Engkau Tertalak”, kalimat “Engkau
Tertalak” atau kata yang diambil dari dasar kata talak sudah
cukup jelas untuk dipahami isteri yang diucapkan oleh
suaminya dan bukan bermaksud kepada yang lainnya.
(b) Talak kinayah
Talak kinayah adalah ucapan talak yang diucapkan
suami dengan menggunakan kata-kata sindiran atau samar-
samar, sehingga tidak mudah dipahami maksud ucapan
suami, ucapan suami tersebut apakah bermaksud kepada
penjatuhan talak atau bermaksud dengan yang lainnya,
sehingga talak kinayah diperlukan adanya niat suami dalam
berucap.
Seperti, “Perkaramu ada ditanganmu sendiri”.
Kalimat “Perkaramu ada ditanganmu sendiri” bisa
mempunyai maksud dua. Pertama, bahwa suami ingin
isterinya bertanggung jawab akan perbuatannya. Kedua,
bermaksud kepada jatuhnya talak. Sehingga kalimat
“Perkaramu ada ditanganmu sendiri” diperlukan penjelasan
dari suami, apakah ucapan tersebut bermaksud atau berniat
jatuhnya talak atau tidak.
) Talak dari segi cara suami menyampaikan talak terhadap
isterinya
Talak bentuk ini terbagi menjadi empat yaitu ucapan,
tulisan, isyarat dan utusan (Abd. Rahman Ghazaly, : -
). Antara lain adalah:
(a) Ucapan
Talak dengan ucapan adalah talak yang diucapkan
secara langsung dihapan sang isteri dan didengar secara
baik oleh isteri pengucapan talak suaminya.
(b) Tulisan
Talak dengan tulisan adalah talak yang dijatuhkan
suami dengan menuliskan pernyataan talak yang kemudian
dibaca isi pernyataan talak tersebut oleh suaminya.
(c) Isyarat
Talak dengan isyarat meruapakan alat komunikasi bagi
tuna wicara atau bisu. Apabila isyarat yang digunakan
suami jelas bahwa maksudnya adalah penjatuhan talak
untuk suaminya maka dapat sah jatuhnya talak untuk
suaminya dengan isyarat.
(d) Utusan
Talak dengan utusan adalah suami yang menjatuhkan
talak kepada isterinya dengan melalui utusan untuk
menyampaikan jatuhnya talak kepada isterinya.
e. Sebab-Sebab Talak
Ada empat sebab-sebab yang dapat terjadinya talak, yaitu
sebab nuzyuz-nya isteri, nuzyuz-nya suami, shiqaq dan fakshiyyah,
sebagai berikut ini:
) Nuzyuz-nya isteri
Nuzyuz-nya isteri terjadi apabila telah lalai akan
kewajibanya yakni dengan tidak mau taat akan perintah suami,
tidak mau bertempat tinggal bersama suami, suka menerima
tamu yang tidak disukai suami, dan suka keluar tanpa seijin
suami dan sebagainya (Ahmad Azhar Basyir, : ). Allah
berfirman:
...
Artinya : ... Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan
akan nuzyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada
mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur
(pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka.
Tetapi jika mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari alasan-alasan untuk menyusahkanya.
Sungguh Allah Maha Tinggi, Maha Besar (Q.S an-
Nisa’ayat ).
Dalam hal ini ada tiga cara menghadapi isteri yang
nuzyuz sebagaimana yang telah dinyatakan dalam surah an-
Nisa’ ayat diatas yakni ada tiga cara. Pertama, menasehati
isterinya. Kedua, suami melakukan pisah tidur (pisah ranjang).
Ketiga, apabila kedua cara tersebut tidak berhasil, maka suami
boleh memukul isteri dengan maksud untuk memberi
pengajaran terhadap isterinya.
) Nuzyuz-nya suami
Nuzyuz-nya suami terjadi apabila suami tidak mau
memenuhi kewajibanya terhadap isteri. Sikap yang harus
dilakukan isteri terhadap suaminya yang nuzyuz adalah
hendaknya diberi nasehat yang secukupnya agar mau kembali
dalam menjalankan kewajibanya sebagai suami. Dan apabila
sikap nuzyuz suami itu berasal dari isterinya seperti suami yang
sudah tidak menyukai isterinya sebab isterinya makin tua,
kusut dan sakit yang tidak berkunjung sembuh (Ahmad Azhar
Basyir, : ). Allah Berfirman:
Artinya : Dan jika kamu khawatir suaminya akan nuzyuz
atau bersikap tidak acuh, maka keduanya dapat
mengadakan perdamaian itu lebih baik (bagi
mereka) walaupun manusia menurut tabiatnya
kikir. Dan jika kamu memperbaiki (pergaulan
dengan istrimu) dan memelihara dirimu (dari
nuzyuz dan sikap acuh tak acuh), maka sungguh,
Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu
kerjakan (Q.S. an-Nisa’ : ).
Jalan yang ditempuh apabila suami melakukan perbuatan
nuzyuz, seperti suami yang bersikap acuh tak acuh terhadap
isterinya, tidak mau menggauli isterinya atau tidak mau
menjalankan kewajibanya, maka jalan perlu ditempuh isteri
adalah dengan melakukan perdamaian dengan cara haknya
dikurangi untuk sementara waktu. Hal ini bertujuan supaya
suaminya bersedia kembali dengan isterinya dengan perbuatan
yang baik (Ahmad Rafiq, : ).
) Shiqaq
Shiqaq merupakan perbuatan diantara suami isteri yang
menimbulkan perselisihan dan pertengkaran yang tidak bisa
dirukunkan lagi. Allah memberikan petunjuk untuk
diselesaikan dengan mendatangkan dua orang Hakam yang
bersal dari satu hakam dari pihak suami dan satu pihak hakam
dari isteri (Amir Syarifuddin, : ).
Allah berfiman dalam surah an-Nisa ayat yang artinya
“Jika kamu khawatir akan terjadi pertengkaran diantara suami
isteri, maka utuslah seorang hakam dari pihak suami dan
seorang hakam dari isteri. Bila keduanya menghendaki
perdamaian, maka Allah akan memberi taufik diantara
keduanya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Memperhatikan.
) Fakhsiyyah
Fakhsiyyah merupakan salah satu perbuatan zina yang
mengakibatkan suami isteri saling tuduh menuduh. Cara
penyelesaianya adalah dengan membuktikan akan kebenaranya
atau dengan li’an yang harus mendatangkan empat orang saksi
sebagaimana yang diatur dalam surah an-Nur ayat , sampai
yang menjelaskan bahwa apabila suami tidak mampu
membuktikan tuduhanya (isteri berbuat zina), maka suami
akan mendapatkan had qadzaf sebanyak kali (Ahmad
Rafiq, : ).
. Perceraian Dalam Perundang-Undangan di Indonesia
a. Perceraian Dalam Undang-Undang Perkawinan
) Pengertian Perceraian
Dalam Kamus Bahasa Indonesia atau KBBI kata
perceraian berasal dari kata cerai yang telah mendapatkan
imbuhan kata kerja per dan an yang menjadi kata perceraian,
sehingga perceraian atau cerai berarti pisah, putus hubungan
sebagai suami dan isteri, thalaq (Tim Redaksi, : ).
Dalam Undang-Undang Nomor Tahun Tentang
Perkawinan yang diatur dalam pasal bahwa “Perceraian
hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah
Pengadilan berusaha mendamaikan namun tidak berhasil”.
Putus perkawinan adalah ikatan perkawinan antara
seorang pria dengan seorang wanita yang salah seorangnya
telah meninggal dunia, antara pria dengan seorang wanita sudah
bercerai, salah satu pihak meninggalkan pihak lain atau ghaib
sehingga Pengadilan beranggapan bahwa pihak lain yang ghaib
tersebut telah meninggal (H. Zainuddin Ali, : ).
) Dasar Hukum Perceraian
Dalam Undang-Undang yang berlaku di Indonesia yang
mengenai perceraian itu diatur dalam Undang-Undang Nomor
Tahun Tentang Perkawinan yang dicantumkan dalam Bab
VIII Putusnya Perkawinan Serta Akibatnya dalam pasal
sampai pasal .
Dalam pasal Undang-Undang Nomor Tahun
Tentang Perkawinan disebutkan bahwa “Perkawinan dapat
putus karena; a) kematian, b) perceraian, dan c) atas putusan
Pengadilan”.
Dalam Perundang-Undangan di Indonesia, perceraian
dibedakan antara perceraian atas kehendak suami dan atas
kehendak isteri, sebab karakteristik hukum positif dalam
perceraian memang menghendaki demikian, namun proses
penyelesaian kedua bentuk perceraian ini berbeda (Mukti
Arto, : ).
) Bentuk-Bentuk Perceraian
Menurut tata beracara di Pengadilan Agama perceraian
dibentuk menjadi dua yaitu, cerai talak dan cerai gugat , sebagai
berikut ini:
(a) Cerai talak
Cerai talak adalah cerai yang diajukan atas inisiatif
suami terhadap isterinya kepada Pengadilan guna
melakukan pengucapan ikrar talak. Dimana suami berstatus
sebagai Pemohon, sedangkan isteri berstatus sebagai
Termohon (Adib Bahari, : ).
(b) Cerai gugat
Cerai gugat adalah perceraian yang didasarkan atas
adanya pengajuan gugatan perceraian oleh isteri terhadap
suaminya kepada Pengadilan guna dapat terputuskanya
perkawinan diantara mereka (Abdul Manan, : ).
) Alasan-Alasan Perceraian
Dalam pasal ayat ( ) Undang-Undang Nomor
Tahun Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa “Untuk
melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara
suami isteri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami isteri”.
Alasan perceraian yang dimaksud dalam pasal ini telah
dijelaskan dalam pasal Peraturan Pemerintah Nomor
Tahun Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
Tahun Tentang Perkawinan, sebagai berikut ini:
(a) “Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk,
pemadat, penjudi, dan sebagainya yang sukar disembuhkan;
(b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selam dua tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang
sah atau hal lain diluar kemampuannya;
(c) Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara lima tahun
atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan
berlangsung;
(d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat yang membahayakan pihak lain;
(e) Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit
dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai
suami/isteri;
(f) Antara suami isteri terus menerus terjadi perselihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi
dalam rumah tangga;
Keenam alasan perceraian ini telah cukup untuk dijadikan
dalam alasan perceraian bagi suami atau isteri yang berinisiatif
untuk mengajukan perceraian di Pengadilan.
b. Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Islam
) Pengertian perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam
Arti Perceraian dalam Kompilasi Hukum Islam berarti
membuka ikatan atau mebatalkan perjanjian. Sedangkan talak
secara umum adalah perceraian baik yang dijatuhkan oleh
suami yang ditetapkan oleh Hakim maupun perceraian yang
jatuh dengan sednirinya ataupun perceraian karena sebab
meninggalnya salah satu pihak suami atau isteri. Sedangkan
perceraian secara khusus adalah perceraian yang dijatuhkan
oleh suami .
Dalam pasal Kompilasi Hukum Islam menyebutkan
bahwa “Talak adalah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan
Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan,
dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal , dan
”.
Dalam pasal Kompilasi Hukum Islam dijelaskan
bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan oleh perceraian
hanya bisa dilakukan dihadapan sidang Pengadilan setelah
pihak Pengadilan Agama tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak. Dan perkawinan dapat terputuskan dengan sebab
perceraian dapat terjadi karena talak dan berdasarkan gugatan
perceraian, sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal
Kompilasi Hukum Islam.
) Bentuk-Bentuk Perceraian
Perceraian yang apabila ditinjau dari tata beracara di
Pengadilan Agama terdapat yang diatur dalam pasal
sampai pasal Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa
perceraian ada dua bentuk perceraian, yakni dengan
permohonan talak dan cerai gugat (Abdul Manan, : ),
sebagai berikut ini:
(a) Cerai talak
Dalam pasal dan Kompilasi Hukum Islam
menyatakan bahwa Seorang suami yang akan menjatuhkan
talak kepada isterinya mengajukan permohonan baik lisan
maupun tertulis kepada Pengadilan Agama Salatiga yang
mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan
serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Dalam hal ini, Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau
menolak permohonan cerai tersebut, dan apabila
permohonan tersebut ditolak dapat mengupayakan hukum
banding atau kasasi.
(b) Cerai gugat
Berdasarkan pasal Kompilasi Hukum Islam, cerai
gugat adalah “Perceraian yang diajukan oleh isteri atau
dengan kuasanya kepada Pengadilan Agama kecuali isteri
meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa seijin
suaminya”.
) Alasan-Alasan Perceraian
Alasan-alasan perceraian menurut Kompilasi Hukum
Islam diatur dalam pasal Kompilasi Hukum Islam, sebagai
berikut ini:
(a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk,
pemadat, penjudi, dan sebagainya yang sukar
disembuhkan;
(b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua
tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan
yang sah atau hal lain diluar kemampuannya;
(c) Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara lima
tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan
berlangsung;
(d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat yang membahayakan pihak lain;
(e) Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit
dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibanya
sebagai suami/isteri;
(f) Antara suami isteri terus menerus terjadi perselihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi
dalam rumah tangga;
(g) Suami melanggar taklik talak;
(h) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan
terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
Alasan-alasan tersebut juga diatur dalam pasal Perauran
Pemerintah Nomor Tahun , namun dalam pasal
Kompilasi Hukum Islam memberikan tambahan dua poin yaitu
pada huruf g dan h.
B. NARKOBA
. Narkoba Dalam Hukum Islam
Istilah narkoba atau narkoba belum dijelaskan dalam hukum
Islam secara rinci dalam al-Qur’an maupun sumber hukum Islam yang
lainnya. Namun, dalam al-Qur’an hanya menyebutkan khamar atau
minuman keras yang kemudian dijadikan persamaan dalam narkoba
atau narkotika.
Secara etimologi, narkotika diterjemahkan kedalam bahasa Arab
dengan kata المخذرات yang berasal dari kata خذر، يخذر، تخذرyang
bermakna hilang rasa, bingung, membius, tidak sadar, menutup, gelap
dan mabuk (Mardani, : ).
Islam mengharamkan minuman keras karena dapat merusak
akal. Larangan ini tertuju kepada setiap minuman keras yang
berpotensial yang dapat memabukan. Banyak atau sedikit peminumnya
benar-benar sampai benar mabuk atau tidak, minum-minuman keras
tetap diharamkan (Ahmad Azhar Basyir, : ). Allah berfirman
dalam surah al-Maidah ayat , sebagai berikut ini:
Artinya : Wahai orang-orang yang berimam! Sesungguhnya
minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan
mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan
keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhillah
(perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung (QS. al-
Ma’idah ayat ).
Dalam surah al-Ma’idah ini mengajarkan bahwa minuman keras,
perjudian, (berkorban untuk) berhala dan mengadu nasib dengan anak
panah adalah perbuatan yang amat keji termasuk kepada perbuatan
setan. Oleh sebab itu, perbuatan tersebut harus dijauhi sehinggga kamu
akan merasa beruntung (Ahmad Azhar Basyir, : ).
Segala sesuatu yang dimakan atau dimasukan kedalam tubuhnya
yang mengakibatkan memabukan haram hukumnya (Sulaiman al-
Faifi, : ). Dalam sebuah hadist Muslim, Rasulullah bersabda
bahwa “Setiap yang memabukan adalah khamar, sedangkan khamar
adalah haram”, untuk itu setiap minuman atau obat yang dapat
memabukan adalah haram (Abdur Rahman I Doi, : ).
Para Ulama fiqh telah sepakat bahwa menghukum pengosumsi
yang dapat memabukan seperti narkotika dan khamar adalah wajib dan
dihukum dengan bentuk deraan atau cambuk (Mustofa Hasan dan Beni
Ahmad Saebani, : ). Menurut pendapat Madzhab Malik dan
Hanafi dikenai dera atau cambukan sebanyak kali dan menurut
pendapat Syafi’i dikenai hukuman dera atau cambuk hanya sebanyak
kali (Sulaiman Al-Faifi, : ). Dan tambahanya adalah ta’zir. Ta’zir
adalah hukuman tambahan yang diberikan kepada orang yang tidak jera
dengan hadd dera dan telah dijatuhi hadd jera sebelumnya (Ahmad
Azhar Basyir, : ).
Pemberian hukuman ini diberikan dengan bahwa dia mengakui
telah meminumnya atau berdasarkan bukti dari orang saksi yang adil
(Abdur Rahman I Doi, : ) dan hukuman had tidak akan diberikan
kepada anak-anak, orang sakit ingatan atau orang yang dipaksa untuk
meminumnya. Saksi disini adalah orang yang telah melihat dengan
mata kepalanya sendiri bahwa si peminum benar-benar telah meminum
khamar. Dan dengan sekedar yang mulutnya berbau khamar belum
dapat menjadi bukti bahwa ia telah benar-benar meminum khamar yang
dapat dijatuhi hukuman hadd dera (Ahmad Azhar Basyir, : ).
. Narkoba Menurut Perundang-Undangan di Indonesia
a. Pengertian Narkoba
Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari
bahasa Inggris narcose atau narcosis yang berarti adalah
menidurkan dan pembiusan, sedangkan secara terminologis, dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia narkoba atau narkotika adalah obat
yang dapat menenagkan saraf, menghilangkan rasa sakit,
menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang (Tim
Redaksi, : ).
Narkoba merupakan sekelompok obat, bahan, atau zat yang
apabila dikonsumsi baik ditelan, dihisap atau disuntikan akan
menimbulkan atau berpengaruh kepada kinerja tubuh manusia dan
akan sering menimbulkan ketergantunga. Sehingga narkoba ini
sangat berbahaya jika pemakiannya disalahgunakan, sehingga
peredaranya sangat diawasi oleh Undang-Undang, seperti: candu,
putaw, ganja, heroin dan kokain. Namun, ada juga jenis narkoba
yang tidak diawasi oleh Undang-Undang jenis narkoba ini disebut
dengan zat adiktif lainnya, seperti halnya: nikotin, kafein, alkohol,
inhalansia atau zat yang dihirup dan solven atau zat pelarut.
Narkotika menurut pasal ayat ( ) Undang-Undang Nomor
Tahun Tentang Narkotika menyebutkan bahwa “Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-
golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini”.
b. Bentuk-Bentuk narkoba
Secara garis besar narkotika dapat dibedakan kedalam
beberapa bentuk, yakni narkotika alami, narkotika semisintesis dan
narkotika sintesis (Subaghyo partodiharjo, : ), sebagai
berikut ini:
) Narkoba Alami
Narkotika alami adalah narkotika yang diambil dari
bahan-bahan alami atau tanaman. Contoh: ganja, kokainatau
crackdan opium.
) Narkoba Semisintesis
Narkotika semisintesi adalah narkotika yang alami yang
diolah dan diambil zat aktifnya (intisari) memiliki khasiat yang
lebih kuat yang dapat dimanfaatkan untuk dunia Kedokteran.
Contoh: morfin (penghilang rasa sakit dalam operasi), kodein
(penghilang batuk), heroin dan kokain.
) Narkotika Sintesis
Narkotik sintesis adalah narkotika yang bukan alami
yang dibuat dengan campuran bahan kimia. Narkotika jenis ini
digunakan kepada pemakai narkoba yang sedang direhabilitasi
yang dapat berfungsi “pengganti sementara” dan apabila sudah
benar-benar dinyatakan bebas dari narkoba maka pemakainya
pun dikurangi. Contoh: petidin (obat bius lokal, operasi kecil
dan sunat), methadon (pengobatan pecandu narkoba), dan
naltrexon (pengobatan pecandu narkoba).
Zat atau obat yang termasuk bentuk narkotika menurut
Undang-Undang Nomor Tahun Tentang Narkotika,
digolongkan menjadi tiga golongan yaitu:
a) Narkotika golongan adalah narkotika yang hanya
digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak boleh
digunakan untuk terapi serta mempunyai potensi yang tinggi
mengakibatkan ketergantungan, seperti: ganja, heroin,
kokain, dan opium.
b) Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat
untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan penelitian serta mempunyai potensi tinggi
terjadinya ketergantungan, seperti: morfina, petidin, dan
turunanya.
c) Narkotika golongan III adalah narkotika yang mempunyai
khasiat untuk pengobatan yang banyak digunakan untuk
terapi dan untuk penelitian serta berpotensi ringan
mengakibatkan ketergantuangan, seperti: kodein dan
turunanya, metadon, neltrexon dan sebagainya (Juliana Lisa
FR dan Nengah Sutrisna W, : - ).
c. Dampak Pengaruh Narkoba
Obat atau zat yang disalahgunakan oleh penyalahgunaan
narkotika yang kemudian dapat berdampak secara langsung dan
tidak langsung (Juliana Lisa FR dan Nengah Sutrisna W, : -
), sebagai berikut ini:
) Dampak Tidak Langsung
Dampak yang ditimbulkan dari pengaruh buruk
penggunaan narkoba yang secara tidak langsung, yaitu:
(a) Akan banyak uang yang dikeluarkan untuk penyembuhan
dan perawatan kesehatan pecandu yang apabila tubuhnya
telah rusak sebab digerogoti zat beracun.
(b) Dikucilkan oleh orang sekitarnya dan pecandu narkotika
biasanya bersikap anti sosial.
(c) Keluarga merasa malu dengan kedapatan anggota keluarga
yang menjadi pemakai atau penyalahgunaan narkotika.
(d) Hilangnya masa depan.
(e) Tidak adanya rasa percaya diri, sehingga akan gemar
berbohong dan melakukan tindakan kriminal.
(f) Bahkan pemakai atau penyalahguna narkotika bisa
dijebloskan kedalam penjara.
) Dampak Langsung
Dampak dari pengaruh buruk dalam penggunaan narkoba
secara langsung, yaitu:
(a) Gangguan pada sistem saraf (neurologis), seperti: kejang-
kejang, halusinasi, gangguan kesadaran dan kerusakan saraf
tepi.
(b) Gangguan pada jantung dan pembuluh darah, seperti:
infeksi akut otot jantung dan gangguan peredaran darah.
(c) Gangguan pada kulit, seperti:penanahan, alergi dan eksim.
(d) Gangguan pada paru-paru, seperti: penekanan fungsi
pernafasan, kesukaran bernafas, dan pergeseran jaringan
paru-paru.
(e) Dapat lebih mudah terkena penyakit yang sukar
disembuhkan, seperti: HIV/AIDS dan hepatitis.
(f) Menyebabkan depresi mental bahkan bisa kepada ganguan
jiwa berat.
C. KEWAJIBAN SUAMI DALAM RUMAH TANGGA
. Kewajiban Suami Dalam Rumah Tangga Menurut Fikih
a. Pengertian Kewajiban Suami Dalam Rumah Tangga
Kewajiban utama seorang suami adalah menjadi pasangan
bagi isterinya dalam hubungan perkawinan serta membantu
tercapainya tujuan pernikahan. Dan kewajiban utama bagi seorang
suami adalah menghindarkan api neraka dari isterinya.
Dalam syari’at Islam, telah mewajibkan seorang suami agar
memnuhi semua hak isterinya, sebab hak isteri merupakan
kewajiban suaminya dan apabila tidak demikian maka suami telah
dianggap dholim.
b. Bentuk-Bentuk Kewajiban Suami Dalam Rumah Tangga
Ada bentuk kewajiban suami dalam rumah tangga yakni
secara kebendaan atau materi dan bukan kebendaan atau non
materi, sebagai berikut ini:
) Kewajiban Suami Dalam Bentuk Kebendaan
(a) Mahar
Mas kawin disebut dengan Shaduqat. Kata
shaduqat berasal dari kata shidiq, shadaq, shadaqah yang
berarti perasaan jujur dan hati yang suci, sehingga mas
kawin atau shaduqat adalah harta yang diperoleh dengan
cara yang halal atau jujur yang kemudian diberikan kepada
calon isteri dengan dasar keikhlasan (H. Zainuddin
Ali, : ). Hal ini berdasarkan Firman Allah dalam
Surah An-Nisa’ ayat , sebagai berikut ini:
Artinya : Dan berikanlah mas kawin (mahar) kepada
perempuan (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian,
jika menyerahkan kepada kamu sebagian dari
(mas kawin) itu dengan senang hati, maka
terimalah dan nikmatilah pemberian itu
dengan senang hati” (Q.S. an-Nisa’ ayat ).
Untuk itu mahar disyaratkan, seperti: Harta/bendanya
berharga. Barangnya suci dan bisa diambil manfaatnya.
Barangnya bukan barang ghasab. Bukan barang yang tidak
jelas keadaanya. Dan Islam tidak memberikan batas
minimal dan maksimal untuk memberikan mahar, sebab
mahar yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kepada
terhalangnya pemuda untuk menikahi perempuan sebab
mahar yang dimilikinya hanya sedikit, wanita tersebut akan
menjadi hina sebab ia telah dijadikan sebagai barang
dagangan yang dijual belikan oleh walinya, dan akan
semakin banyaknya perbuatan zina, homo seksual, onani
dan lain sebagainya (Sulaiman Al-Mufarraj, : ).
Apabila dalam akad nikah atau sesudahnya ditentukan
tentang wujud dan kadar maharnya, maka mahar tersebut
dinamakan mahar musamma dan apabila tidak ada
ketentuan tentang wujud dan kadar maharnya dalam akad
pernikahan atau sesudahnya maka disebut dengan mahar
sepadan atau mitsil (Ahmad Azhar Basyir, : ).
Kewajiban memberikan mahar akan gugur apabila
suami dan isteri bercerai dan belum berhubungan badan dan
apabila ketika isteri yang belum digauli membebaskan
maharnya dari suaminya atau dihibahkan kepada suaminya
(Sulaiman Al-Faifi, : ).
(b) Nafkah
Nafkah yang dimaksud disini adalah memenuhi
kebutuhan makan, tempat tinggal, pelayanan dan
pengobatan untuk isterinya meskipun ia kaya (Sayyid
Sabiq, : ). Hukum membayar nafkah itu wajib baik
dalam bentuk perbelanjaan maupun dalam bentuk pakaian.
Dalil Allah untuk kewajiban memberikan nafkah dalam al-
Qur’an adalah:
... ...
Artinya : “... Dan kewajiban ayah memberikan makan
dan pakaian kepada para Ibu dengan cara
ma’ruf ...” (Qs. Al-Baqarah ayat ).
Sesuai dengan kemampuanya, suami berkewajiban
untuk memberikan nafkah kepada isterinya dengan
secukupnya. Hal ini golongan Syafi’i sependapat dengan
golongan hanafi, yakni ketetapan suami memberikan nafkah
dengan melihat keadaan atau kemampuan suami (Sayyid
Sabbiq, : ), untuk itu isteri disyaratkan: Dalam
perkawinan yang sah, menyerahkan dirinya kepada
suaminya, suaminya dapat menikmati dirinya, isteri tidak
menolak apabila diajak pindah suaminya dan suami dan
isteri dapat menikmatinya (Sayyid Sabiq, : - ),
kewajiban suami dalam memberikan nafkah akan gugur
apabila isteri tidak memenuhi kelima syarat tersebut.
(c) Tempat Kediaman
Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang
disediakan suami yang layak untuk isteri dan anaknya yang
bertujuan untuk melindungi dari serangan pihak lain atau
binatang buas dan tempat penyimpanan harta bersama dan
suami dengan kemampuan berkewajiban untuk melengkapi
alat perlengkapan yang dibutuhkan dalam rumah tangga
yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan sekitar
(Abdul Manan, : ).
) Kewajiban Suami Dalam Bentuk Bukan Kebendaan
Adapun bentuk-bentuk kewajiban suami bukan
kebandaan secara umum yakni dengan menggauli isteri dengan
cara yang makruf, meliputi:
(a) Sikap Menghargai Isteri
Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
r.a mengajarkan bahwa “Bersikap baiklah kamu terhadap
isteri-isterimu, sebab orang perempuan diciptakan
berkodrat seperti tulang rusuk, yang paling lengkung adalah
tulang rusuk bagian atas, apabila kamu meluruskanya, ia
akan patah dan apabila kamu biarkan akan tetap lengkung,
bersikap baiklah kamu terhadap para isteri” (Ahmad Azhar
Basyir, : ).
(b) Melindungi dan Menjaga Nama Baik Isteri
Maksudnya adalah apabila isteri mempunyai perilaku
yang buruk suami tidak boleh untuk membeberkanya
kepada orang lain. Dan apabila isteri melakukan suatu
perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam, maka
suami harus menasehatinya terutama dalam hal
pergaulanya.
(c) Memenuhi Hajat Biologis Isteri
Ketentraman dan keserasian hidup dalam perkawinan
ditentukan dalam faktor hajat biologis, sebab hajat biologis
merupakan tujuan dalam pernikahan atau meneruskan
keturunannya dan apabila suami atau isteri mengalami
kekecewaan dalam ini akan berdampak kepada keretakan
dalam rumah tangga (Ahmad Azhar Basyir, : ).
. Kewajiban Suami Dalam Rumah Tangga Menurut Perundang-
Undangan di Indonesia
a. Kewajiban Suami Dalam Rumah Tangga Menurut Undang-Undang
Perkawinan
Sebuah keluarga merupakann unit terkcil dalam masyarakat
yang didalamnya hanya terdapat suami, isteri dan anak-anak.
Dimana didalam perkawinan terdapat hak dan kewajiban yang
harus diemban oeh masing-masing peran dalam rumah tangga,
sehingga akan menimbulkan rumah tangga yang tenang dan
tentram. Sebagaimana yang diatur dalam pasal Undang-Undang
Nomor Tahun Tentang Perkawinan, bahwa “Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”.
Dalam Undang-Undang Perkawinan di Indonesia mengatur
hak dan kewajiban suami dalam rumah tangga dalam pasal
sampai pasal Undang-Undang Nomor Tahun Tentang
Perkawinan, dalam pasal menyatakan bahwa “Suami isteri
memikul kewajiban yang luhur untuk menegakan rumah tangga
yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat”.
Hak dan kedudukan suami isteri dalam rumah tangga dan
masyarakat telah diatur dalam pasal Undang-Undang Nomor
Tahun Tentang Perkawinan, diantaranya adalah:
) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami dalam kehidupan berumah tangga dan
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan
hukum.
) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
Undang-Undang Perkawinan di Indonesia telah mengatur
secara tegas bahwa suami adalah kepala keluarga yang harus
ditaati. Kemudian dalam pasal Undang-Undang Nomor Tahun
menerangkan bahwa;
) Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat ( ) pasal
ini ditentukan oleh suami isteri bersama.
Tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat ( ) ini adalah
tempat tinggal atau rumah yang disepakati bersama suami isteri
yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal untuk suami dan isteri
beserta anak-anaknya, sehingga akan merasa terlindungi dari
serangan luar serta dapat dijadikan sebagai tempat menyimpan
harta yang diperoleh. Selain suami memberikan rasa kasih sayang
kepada isteri dan anak-anaknya, suami juga berkewajiban dalam
menyediakan keperluan untuk tempat tinggal dengan kemampuan
suami, untuk itu isteri wajib mengatur segala urusan rumah tangga
dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal ini sesuai dengan
pasal dan pasal . Dimana dalam pasal juga menyebutkan
bahwa “Suami isteri wajib saling cinta-mencintai, setia dan
memberikan bantuan lahir batin yang satu kepada yang lainnya”.
Dan dalam pasal menerangkan bahwa, antaranya:
) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuanya.
) Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-
baiknya.
) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibanya masing-masing
dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan.
b. Kewajiban Suami Dalam Rumah Tangga Menurut Kompilasi
Hukum Islam
Dalam pasal Kompilasi Hukum Islam menyebutkan
bahwa suami adalah kepala keluarga dan isteri adalah ibu rumah
tangga, dimana hak dan kedudukan diantara mereka adalah
seimbang baik dalam pergaulan maupun dalam kehidupan berumah
tangga.
Bila seorang isteri telah mentaatinya dan menjaga
kehormatanya maka dia berhak untuk mendapatkan hak-hak dari
saminya, seperti: mendapatkan perlakuan yang lemah lembuh dari
suaminya, pendidikan dan tuntutan dari suami, pakaian dan
makanan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan ekonomi
suami, perlindungan, pergaulan yang baik serta mendapatkan
pujian dari suaminya.
Sedangkan kewajiban suami dalam Kompilasi Hukum Islam
telah diatur dalam pasal sampai pasal Kompilasi Hukum
Islam, sebagai berikut ini:
Pasal Kompilasi Hukum Islam
) Suami adalah pelindung, terhadap isteri dan rumah tangganya,
akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang
penting-penting diputuskan oleh suami isteri secara bersama.
) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala
sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuanya.
) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya
dan memberikan kesempatan belajar pengetahuan yang
berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
) Sesuai dengan penghasilanya suami menanggung:
a) nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi isteri.
b) biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya
pengobatan bagi isteri dan anak.
c) biaya pendidikan bagi anak.
) Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat
( ) huruf a dan b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin
sempurna dari isterinya.
) Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap
dirinya sebagaimana tersebut pada ayat ( ) huruf a dan b.
Pasal Kompilasi Hukum Islam
) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan
anak-anaknya atau bekas isteri yang masih dalam masa iddah.
) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri
selama ikatan perkawinan,atau dalam iddah talak atau iddah
wafat.
) Tempat kediamandisediakan untuk melindungi isteri dan anak-
anaknya dari ganguan pihak lain, sehingga mereka merasa
aman dan tentram. Tempat kediaman juga berfungsi sebagai
tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan
mengatur alat-alat rumah tangga.
) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan
kemampuanya serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan
tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tangga
maupun sarana penunjang lainnya.
BAB III
DASAR HUKUM DAN PERTIMBANGAN HAKIM
DALAM MEMUTUSKAN PERKARA PERCERAIAN
DENGAN PUTUSAN NOMOR: /Pdt.G/ /PA.Sal
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Salatiga
. Profil Pengadilan Agama Salatiga
Pengadilan Agama Salatiga adalah Peradilan bagi orang-orang
beragama Islam yang berwilayah hukum untuk menyelesaikan suatu
persengkataan antara orang-orang yang agamnya Islam. Dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya Pengadilan Agama Salatiga
berbatasan dengan wilayah-wilayah lain dengan Kabupaten Grobogan,
Kabupaten Semarang, Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali.
Pengadilan Agama Salatiga dibentuk berdasarkan staatsblad
pada tahun Tentang pembentukan Pengadilan Agama yang ada di
Jawa dan Madura yang disebut dengan nama Raad Agama/Penghulu
Raad dan dalam Keputusan Menteri Agama RI KMA Nomor Tahun
Tentang penetapan perubahan wilayah hukum Pengadilan Agama
Propinsi dan Pengadilan Agama serta Mahkamah Syar’iyah.
a. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Salatiga
Sejarah singkat pembentukan Pengadilan Agama Salatiga,
antara lain adalah:
) Masa Sebelum Penjajah
Pengadilan Agama Salatiga muncul bersamaan dengan
perkembangan kelompok masyarakat yang beragama Islam di
Salatiga dan sebagian Kabupaten Semarang. Pada saat itu
apabila terjadi suatu sengketa mereka menyelesaikan
perkaranya melalui Qodli (Hakim) yang diangkat oleh Sultan
atau Raja yang kekuasaannya merupakan tauliyah dari Waliyul
Amri atau Penguasa tertinggi.
) Masa Penjajahan Belanda sampai Masa Jepang
Untuk perkara peradilan pada masa penjajahan Belanda
diselesaikan kepada Hakim, sehingga sulit bagi Belanda untuk
menghapus pegangan hidup umat Islam di salatiga karena umat
Islam di Salatiga telah berpegangan kepada syariat Islam,
sehingga Kolonial Belanda menerbitkan Pasal ayat
(Indische Staatsregaling) yang dijadikan sebagai landasan
formil dan berdirinya Raad Agama. Disamping itu juga,
Pemerintah Kolonial Belanda juga menginstruksikan kepada
para Bupati yang termuat dalam staatblad pada tahun
Nomor yang menyatakan bahwa perselisihan mengenai
pembagian waris diselesaikan kepada Alim Ulama. Maka
Pengadilan Agama Salatiga pada waktu itu terus berjalan
sampai pada tahun dengan kantor menempati Serambi
Masjid al-Atiq Kauman yang diketuai oleh K. Salim, dengan
Hakim anggota adalah K. Abdul Mukti dan Sidiq sebagai
sekertaris yang merangkap sebagai bendahara dan pesuruh,
dimana semuanya diambil dari Alumnus Pondok Pesantren.
Setelah penjajah Belanda dihempas oleh penjajah
Jepang, sehingga Indonesia telah dikuasai oleh penjajah
Jepang. Dalam masa penjajahan Jepang di Indoensia khususnya
Salatiga belum ada perubahan yang berarti dalam hal
Pengadilan Agama Salatiga atau Raad Agama Salatiga, hal ini
dikarenakan Jepang menjajah Indonesia hanya sebentar yakni
kisaran tahun sampai tahun .
) Masa Kemerdekaan
Setelah Indonesia berhasil mengusir penjajah Jepang dari
tanah air pada tahun yang merupakan tahun kemerdekaan
bagi seluruh rakyat Republik Indonesia. Pengadilan Agama
Salatiga berjalan sebagaimana biasanya, dimana pada tahun
Pengadilan Agama Salatiga diketuai oleh K. Irsyam yang
dibantu tujuh pegawai yang pada waktu itu menempati serambi
Masjid al-Atiq Kauman yang bersebelahan dengan Kantor
Urusan Agama Kecamatan Salatiga.
Pada tahun Pengadilan Agama Salatiga berpindah
ke Kantor baru di Jalan Diponegoro No. sampai dengan
tahun dan berpindah ke Jalan Lingkar Selatan, Jagalan,
Cebongan, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga dari
pertengahan tahun sampai dengan sekarang ini.
) Masa Berlakunya Undang-Undang Nomor Tahun
Tentang Perkawinan
Sejak diberlakukanya Undang-Undang Nomor Tahun
kedudukan dan posisi Peradilan Agama semakin jelas dan
juga mandiri termasuk Pengadilan Agama Salatiga. Akan tetapi
Peradilan Agama harus berjuang lagi karena belum mempunyai
Undang-Undang yang mengatur Tentang Keluarga Muslim.
Sehingga pada tahun dimana suhu politik naik, sehingga
dimanfaatkan oleh Peradilan Agama untuk mewujdukan
Undang-Undang Tentang Perkawinan yakni terciptanya
Undang-Undang Nomor Tahun yang diberlakukan pada
Januari dan setelah efektif dengan diterbitkanya Peraturan
Pemerintah Nomor Tahun Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor Tahun Tentang Perkawinan.
Begitu banyaknya perkara yang masuk di Pengadilan
Agama Salatiga yang berwilayah hukum di Kota Salatiga dan
sebagian Kabupaten Semarang yang menjadi wilayah hukum
Salatiga, maka melalui SK Menteri Agama Nomor Tahun
jo. KMA Nomor Tahun sehingga berdirilah
Pengadilan Agama Ambarawa dan Pengadilan Agama
Ungaran.
) Masa Berlakunya Undang-Undang Nomor Tahun
Tentang Peradilan Agama
Sejak disahkanya Undang-undang Nomor Tahun
Tentang Peradilan Agama posisi Pengadilan Agama Salatiga
semakin kuat, yakni Pengadilan Agama berwenang untuk
menjalankan keputusannya secara mandiri sehingga tidak perlu
lagi melalui Pengadilan Negeri, selain itu hukum acara yang
berlaku di Pengadilan Agama sama dengan hukum acara yang
berlaku di Pengadilan Negeri.
b. Batas Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga
Dalam menjalankan tugas dan kewenanganya Pengadilan
Agama terdapat batas kewenangan dalam memeriksa,
menyelesaikan dan memutuskan suatu perkara yang diajukan
kepadanya. Ada dua batas kewenangan dalam Peradilan Agama
Salatiga, yakni secara relatif dan absolut, antara lain:
) Kewenangan Relatif
Kewenangan relatif kekuasaan Pengadilan Agama yang
menguasai keadilan berdasarkan wilayah atau daerah
hukumnya (Mardani, : ), berdasarkan pasal ayat ( )
Undang-Undang Nomor. Tahun yang berbunyi :
“Pengadilan Agama berkedudukan di Kotamadya atau di Ibu
Kota Kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah
Kotamadya atau Kabupaten. Pengadilan Tinggi Agama
berkedudukan di Ibu Kota Propinsi, dan daerah hukumnya
meliputi wilayah propinsi”.
Adapun wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga
terdapat tiga belas Kecamatan diantaranya empat Kecamatan di
Kota Salatiga dan sembilannya merupakan Kabupaten
Semarang yang menjadi wilayah hukum Kota Salatiga, antara
lain adalah:
(a) Wilayah Kota Salatiga
Ada empat Kecamatan Kota Salatiga yang menjadi
wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga, meliputi:
Kecamatan Sidorejo, Kecamatan Sidomukti, Kecamatan
Argomulyo dan Kecamatan Tingkir.
(b) Wilayah Kabupeten Semarang
Wilayah sebagian kabupaten Semarang yang
menjadi wilayah hukum Kota Salatiga ada sembilan
Kecamatan, meliputi: Kecamatan Bringin, Kecamatan
Bancak, Kecamatan Tuntang, Kecamatan Getasan,
Kecamatan Tengaran, Kecamatan Suruh, Kecamatan
Susukan, Kecamatan Pabelan, dan Kecamatan Kaliwungu.
) Kewenangan Absolut
Kewenangan absolut adalah kewenangan Pengadilan
untuk mengadili berdasarkan materi hukum atau hukum materi
(Mardani, : ).
Berdasarkan tugas pokok Pengadilan Agama sesuai
dengan ketentuan dalam pasal Undang-Undang Nomor
Tahun Tentang Perubahan Pertama Atas Undang-Undang
Nomor Tahun Tentang Peradilan Agama, bahwa
“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang untuk memeriksa,
menyelesaikan dan memutuskan perkara atau sengketa yang
terjadi diantara orang-orang yang beragama Islam dalam
bidang, antara lain: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf.
zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah” (Mardani, :
).
. Visi dan Misi Pengadilan Agama Salatiga
a. Visi
Visi Pengadilan Agama Salatiga adalah mewujudkan
Pengadilan Agama Salatiga sebagai salah satu pelaku kehakiman
yang mandiri, bersih, bermartabat, dan berwibawa.
b. Misi
Dalam melaksanakan visinya Pengadilan Agama Salatiga
mempunyai lima misi, diantaranya adalah sebagai berikut:
) Mewujudkan rasa keadilan masyarakat sesuai dengan peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku dan jujur sesuai dengan
hati nurani.
) Mewujudkan peradilan yang mandiri dan independen, bebas
campur tangan dari pihak lain.
) Meningkatkan pelayanan dibidang peradilan kepada
Masyarakat sehingga tercapai peradilan yang sederhana, cepat
dan biaya ringan.
) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia aparat peradilan
sehingga dapat melakukan tugas dan kewajiban secara
profesional dan proporsional.
) Mewujudkan instutitusi yang efektif, dan bermartabat dalam
melaksanakan tugas.
. Struktur dan Organisasi Pengadilan Agama Salatiga
Struktur Organisasi Pengadilan Agama Salatiga berdasarkan
hukum PERMA No. Tahun Tentang Organisasi Tata
Kepaniteraan dan Kesekretariatan, terdapat struktur organisasi dalam
Pengadilan Agama Salatiga, berikut struktur dan organisasinya:
Struktur Pengadilan Agama Salatiga
Ketua : Drs. H. Umar Muslich
Wakil Ketua : Drs. Muhdi Kholil, S.H., M.A. M.H.
Hakim : ). Drs. M. Syaifuddin Z, S.H.,
). Drs. Silachuddin.
). Drs. Anwar Rosidi
). Drs.H.Salim,S.H.,M.H
). Drs. Moch Rusdi
. Drs. M. Muslih.
Panitera : Drs. H. Muhdi
Wakil Panitera : Dra. Farkhah
Sekertaris : Siti Khalimah,S.H
. Administrai Berperkara di Pengadilan Agama Salatiga
Sesuai dengan kedudukanya Pengadilan Agama harus dapat
menempatkan dirinya sebagai lembaga peradilan yang sesungguhnya
(court of law). Adapun yang harus dilakukan adalah dengan
melaksanakan hukum acara dengan baik yang sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, salah satu yang harus dilakukan adalah dengan
melaksanakan pemanggilan para pihak untuk mengahadiri proses
persidangan (Abdul Manan, : ).
Proses perkara di Pengadilan Agama diawali dengan pengajuan
gugatan atau permohonan baik dengan tertulis atau lisan baik dengan
kuasa hukum atau tanpa kuasa hukum dengan melampirkan
persyaratan-persyaratan yang lengkap. Kemudian barulan calon
Penggugat atau Pemohon membayar biaya panjar perkara sesuai yang
tertera dalam Surat Kuasa Untuk Membayar atau SKUM pada kasir
yang dibut oleh meja yang dibayarkan kepada Bank BRI yang
kemudian diberikan kepada meja kasir untuk menunjukan bukti
pembayaran. Dalam kasir menerima panjar biaya perkara dan
membukukannya, mendatanginya, memberi nomor perkara, dan tanda
tangan lunas dari SKUM.
Surat gugatan atau permohonan yang diterima Pengadilan Agama
Salatiga kemudian diberi nomor perkara dan ddaftarkan dalam buku
register dalam waktu tiga hari kerja, yang kemudian diberikan kepada
Penggugat atau Pemohon yang kemudian oleh panitera menetapkan
Majlis Hakim (PMH) yang kemudian oleh PMH menetapkan hari
persidangan dengan menetapkan hari, jam dan waktu sidang dan
menunjuk panitera pengganti.
Setelah ditetapkan hari, waktu dan tempat persidangan oleh PMH
maka Jurus sita/Juru sita Pengganti melakukan pemanggilan kepada
para pihak Penggugat atau Pemohon, untuk Tergugat atau Termohon
diselipi surat gugatan (Mardani, : - ).
B. Diskripsi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Dalam Perkara
Perceraian Dengan Putusan Nomor: /Pdt/ /PA.Sal
Hakim dalam menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya
haruslah dapat mengetahui secara jelas fakta dan peristiwa yang tidak hanya
berasal dari Penggugat atau Pemohon dan Tergugat atau Termohon, namun
harus dengan bukti-bukti dan keterangan saksi.
Berikut adalah gambaran mengenai putusan dengan perkara
perceraian dengan alasan suami pecandu narkoba dan tidak menjalankan
kewajiban dalam rumah tangga putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal,
antara lain adalah:
Perceraian diajukan oleh Juminten (nama samaran) yang berumur
tahun beragama Islam yang berperkerja sebagai Guru dan bertempat tinggal
di Tegalsari RT. RW. Kelurahan Mangunsari Kecamatan Sidomukti
Kota Salatiga dengan memberi kuasa kepada: . Bayu Adi Susetyo, S.H., .
Muhammad Hany Kurniawan, S.H., . Heni Dwi Anggraeni, S.H., .
Wahyuni, S.H., Advokat dan Asisten Advokat beralamat dijalan Imam
Bonjol No. Kota Salatiga, sebagai Penggugat. Yang melawan Paijo
(nama samaran) berumur tahun, agama Islam yang berkerja sebagai
swasta dan Pendidikan terakhir SLTA, bertempat tinggal di Tegalsari RT.
RW. Kelurahan Mangunsari Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga,
sebagai Tergugat.
. Penggugat dan Tergugat yang menikah pada tahun di Kantor
Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sidomukti dan telah ba’da dukhul.
Namun pada tahun , Penggugat dan Tergugat telah sering terjadi
perselisihan dan pertengkaran yang tidak bisa dirukunkan kembali,
dan puncaknya tahun yang kemudian Tergugat meninggalkan
tempat kediaman bersama.
. Mediasi yang dilakukan Hakim tidak dapat dilaksanakan dan tidak
berhasil dengan sebab Tergugat tidak hadir dalam sidang tersebut.
. Tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut dan tidak pula
mengirimkan wakil sebagai kuasanya, untuk itu persidangan tetap
dilanjutkan tanpa hadirnya Tergugat dalam persidangan, sehingga
persidangan tetap dilanjutkan tanpa hadirnya Tergugat dalam
persidangan.
. Berdasarkan bukti Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau P. yang
diajukan Penggugat, maka berdasarkan ayat ( ) UU No. Tahun
yang dirubah kedalam Undang-Undang Nomor Tahun
dan Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor Tahun
Tentang Peradilan Agama yakni Pengadilan Agama Salatiga yang
berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara
Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal ini.
. Berdasarkan bukti akta autentuk berupa akta nikah atau P. yang
diajukan Penggugat, bahwa Penggugat dan Tergugat telah melakukan
pernikahan yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan
Sidomukti, dimana akta nikah merupakan akta autentik yang
perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan adanya akta nikah, sesuai
dengan pasal HIR dan pasal ayat ( ) Kompilasi Hukum Islam
bahwa akta nikah berkekuatan sempurna selama tidak dibuktikan
kepalsuanya dan perceraian hanya dapat dibuktikan dengan adanya
akta nikah.
. Dari keterangan saksi-saksi yang diajukan Penggugat dalam sidang
telah menerangkan dibawah sumpahnya bahwa telah benar diantara
Pengguat dan Tergugat telah melangsungkan pernikahan dan telah
ba’da dukhul namun pada tahun Penggugat dan Tergugat telah
terjadi perselisihan dan pertengkaran yang tidak dapat dirukunkan
kembali dan puncaknya pada tahun yang mengakibatkan
Tergugat meninggalkan tempat tinggal bersama, dari keterangan
saksi-saksi telah dibenarkan oleh Tergugat.
. Berdasarkan kenyataan dan diperkuat dengan keterangan saksi-saksi,
Hakim beranggapan jika rumah tangga diantara Penggugat dan
Tergugat telah pecah dan rusak sehingga tidak dapat mencapai tujuan
pernikahan sebagaimana yang diatur dalam pasal Undang-Undang
Nomor Tahun Tentang Perkawinan, pasal Kompilasi Hukum
Islam serta al-Qur’an surah ar-rum ayat , bahwa pernikahan
bertujuan untuk dapat membentuk rumah tangga yang sakinah,
mawadah dan rahmah.
. Untuk itu, Hakim mempertimbangkan bahwa perceraian dengan
alasan yang diajukan Penggugat dalam perkara
Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal telah sesuai dengan pasal
Undang-Undang Nomor Tahun Tentang Perkawinan, pasal
huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor Tahun Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor Tahun Tentang
Perkawinan dan pasal huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.
. Sehingga, pengajuan gugatan dalam cerai gugat dengan perkara
Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal telah cukup beralasan dan tidak
melawan hak, sedang Tergugat telah dipanggil namun tidak juga
menghadiri persidangan dan untuk itu, putusan tersebut diputuskan
secara verstek.
. Biaya perkara dijatuhkan kepada Penggugat.
C. Proses Pengajuan dan Penyelesaian Perkara Perceraian Dengan
Putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal
Cerai gugat perceraian yang diajukan atau atas inisiatif Isteri
kepada Pengadilan Agama dan perceraian itu terjadi dengan diputuskan
juga oleh Pengadilan Agama setempat. Bagi perkawinan yang didasarkan
akan hukum Islam, maka proses gugatan perceraian dapat diajukan kepada
Pengadilan Agama (Adib Bahari, : ).
Menurut Hakim Pengadilan Agama Salatiga, bahwa pada
umumnya pengajuan perceraian dalam pengajuan cerai gugat hampir sama
pengajuanya dengan cerai talak, yang dalam menyelesaikan perkara semua
pihak (Penggugat dan Tergugat) akan dipanggil ke persidangan. Namun,
Perbedaanya terletak pada proses persidangan, dimana cerai gugat
diputuskan oleh Majlis Hakim sedangkan cerai talak terdapat sidang untuk
pengucapan ikrar talak oleh suami kepada isterinya.
Prosedur atau tata cara cerai gugat dengan alasan suami pecandu
narkoba dan tidak menjalankan kewajiban dalam rumah tangga di
Pengadilan Agama Salatiga, antara lain adalah:
) Daftar Gugatan
Penggugat atau kuasa hukumnya mendatangi Pengadilan Agama
Salatiga untuk mendaftakan gugatan cerai Penggugat (isteri) yang
dilakukan pada tanggal September . Dengan membawa syarat-
syarat umum yang difotokopi, berupa: surat gugatan, surat nikah/
buku nikah, surat keterangan dari Lurah/ Kepala Desa, Kartu Tanda
Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan Akta Kelahiran Anak.
) Proses Persidangan
Setelah Majlis Hakim menetapkan Penetapan Hari Sidang atau
PHS maka Juru sita atau Juru sita pengganti akan melakukan
pemanggilan kepada Penggugat dan Tergugat untuk menghadiri
persidangan. Ada beberapa persidangan yang dijalani dalam putusan
Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal yaitu sidang pertama atau sidang
pembacaan gugatan, sidang jawaban, sidang pembuktian, sidang
kesimpulan dan sidang putusan.
Sidang pertama atau sidang pembacaan gugatan Majlis Hakim
melakukan pemeriksaan identitas Penggugat dan Tergugat. Dalam
sidang ini Majlis Hakim juga menasehati kepada Penggugat untuk
berdamai. Dalam proses sidang pertama Penggugat dengan kuasanya
menghadiri persidangan dan Tergugat tidak menghadiri persidangan
dan tidak pula mengirim wakil sebagai kuasanya, padahal telah
dipanggil secara resmi dan patut oleh Juru sita Pengadilan Agama
Salatiga.
Dalam sidang mediasi yang dilakukan hanya di hadiri oleh
pihak Penggugat dengan kuasanya saja, sehingga Hakim mediator
tidak berhasil mengupayakan perdamaian diantara Penggugat dan
Tergugat. Ternyata ketidakhadirnya Tergugat dalam sidang disebabkan
dengan alasan yang sah. Sehingga Majlis Hakim berpertimbangan
akan tetap melaksanakan persidangan tanpa hadirnya Tergugat
sehingga dapat tercapainya prinsip persidangan cepat, sederhana dan
biaya cepat. Sehingga dijalankan kepada sidang jawaban Tergugat.
Sidang jawaban merupakan sidang untuk menerima jawaban
atas gugatan cerai yang diajukan oleh isteri (Adib Bahari, : ).
Dalam sidang ini Penggugat menghadiri persidangan dan Tergugat
tidak hadir dan tidak pula mengirim wakil sebagai kuasanya, sehingga
sidang replik dan duplik. Meskipun demikian, Penggugat tetap
diperintahkan oleh Majlis Hakim untuk memberikan pembuktiannya.
Sidang pembuktian merupakan sidang untuk para pihak
membuktikan akan kebenaranya kepada Majlis Hakim yang dapat
dijadikan sebagai pertimbangan Majlis Hakim dalam memutuskan
suatu perkara (Abdul Manan, : ).
Dalam sidang pembuktian Penggugat memberikan bukti P.
yakni berupa KTP yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan
Kecamatan dan Pencatatan Sipil Kota Salatiga dan bukti P. berupa
akta nikah, dimana perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan adanya
akta nikah. Kedua bukti ini diperkuat dengan adanya keterangan dari
dua orang saksi. Sidang selanjutnya yaitu sidang kesimpulan dari para
pihak.
Dalam agenda sidang kesimpulan para piha Penggugat
menyerahkan surat kesimpulan. Dalam proses sidang ini biasanya
berlangsung hanya menit saja. Dalam agenda sidang ini, Penggugat
berkesimpulan untuk tetap ingin melakukan perceraian dengan
Tergugat. Sehingga sidang dilanjutkan kepada sidang putusan.
Dalam sidang putusan ini dan setelah Hakim melakukan
musyawarah dan membuka persidangan untuk umum, sehingga
putusan tersebut diputuskan secara verstek bahwa ketidakhadirnya
Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut dan Penggugat
dijatuhi talak ba’in sughro.
Putusan verstek merupakan putusan yang dijatuhkan oleh
Majlis Hakim tanpa melalui proses pemeriksaan baik dengan acara
biasa ataupun acara contradictoire dan tidak adanya bantahan apapun
dari pihak Tergugat.
D. Dasar Hukum dan PertimbanganHakim Dalam Memutus Perkara
Perceraian Dengan Putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal
Dalam usaha menemukan hukum dalam suatu peristiwa Hakim
dapat mencarinya dalam: Kitab Perundang-Undangan Tertulis, Kepala
Adat dan Penasehat Agama, Sumber Yurisprudensi, Tulisan-tulisan ilmiah
dari para pakar hukum dan ilmu pengetahuan yang ada sangkut pautnya
dengan perkara yang disidangkan. Namun, apabila keempat sumber
hukum diatas tidak ditemukan dasar hukumnya, Hakim dapat
menggunakan metode interpretasi dan kontruksi (Abdul Manan, :
).
Metode interpretasi adalah metode penafsiran terhadap suatu teks
Undang-Undang yang masih ada sangkut pautnya dan berpegang teguh
terhadap teks Undang-Undang tersebut, sedangkan metode kontruksi
adalah metode dengan menggunakan penalaran atau logika Hakim dengan
syarat tidak mengabaikan hukum sebagai suatu sistem.
Majlis Hakim dalam memberikan suatu putusan harus dapat
mempertimbangkan baik buruknya dari penjatuhan putusan tersebut,
sehingga tidak akan memberikan kemadharatan. Dalam putusan Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal ini merupakan cerai gugat bahwa suami menjadi
pecandu narkoba dan tidak menjalankan kewajiban dalam rumah tangga
yang berdampak kepada terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang
tidak bisa dirukunkan lagi. Dalam hal ini, Majlis Hakim berpusat kepada
isi pasal huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor Tahun Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor Tahun Tentang Perkawinan
dan pasal huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, bahwa “Antara suami
isteri terus menerus terjadi perselihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”.
Dalam hal ini, Majlis Hakim memutuskan perkara ini dengan tiga
pertimbangan, yaitu Tergugat tidak pernah hadir dalam persidangan,
padahal telah dipanggil secara resmi dan patut dan tidak pula mengirim
wakil sebagai kuasanya. Kedua, telah terjadi perselisihan dan pertengkaran
diantara Penggugat dan Tergugat yang tidak bisa dirukukan lagi sebagai
suami isteri yang harmonis yang disebabkan oleh suami pecandu narkoba
dan tidak menjalankan kewajibanya dalam memberikan nafkah. Ketiga,
rumah tangga diantara Penggugat dan Tergugat telah pecah dan rusak yang
tidak bisa menjalankan tujuan pernikahan yang sakinah, mawadah dan
rahmah.
Didalam perkara ini, Penggugat mengajukan perceraian dengan
alasan utamanya adalah suami menjadi pecandu narkoba dan tidak
menjalankan kewajibanya dalam mencarikan nafkah untuk keluarganya
dan untuk menguatkan dalil gugatanya Penggugat dengan kuasanya
menguatkan dengan bukti P. atau bukti satu berupa fotokopi Kartu Tanda
Penuduk dan P. atau bukti kedua berupa fotokopi akta nikah yang
diperkuat dengan keterangan saksi.
Berdasarkan bukti P. berupa fotokopi Kartu Tanda Penduduk
Penggugat yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan Dan
Pencatatatan Sipil Kota Salatiga, maka Pengadilan Agama Salatiga yang
berkewenangan untuk menyelesaikan perkara tersebut yang sesuai dengan
isi pasal ayat ( ) Undang-Undang Nomor Tahun jo Undang-
Undang Nomor Tahun dan jo Undang-Undang Nomor Tahun
Tentang Peradilan Agama. Kemudian, bukti P. berupa fotokopi
akta nikah yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan
Sidomukti yang mempunyai kekuatan pembuktian hukum sempurna,
sehingga tidak dibuktikan kepalsuanya dan ini sesuai dengan pasal
HIR dan pasal ayat ( ) Kompilasi Hukum Islam bahwa perkawinan
hanya dapat dibuktikan dengan adanya akta nikah.
Kedua bukti atau P. dan P. tersebut dengan diperkuat oleh
adanya keterangan saksi dan saksi yang dibawah sumpahnya bahwa
Penggugat dan Tergugat telah menikah dan ba’da dukhul, namun
telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang tidak bisa dirukunkan lagi
yang disebabkan karena faktor suami pecandu narkoba dan ekonomi yang
pada puncaknya tahun dengan Tergugat meninggalkan tempat
kediaman bersama, dan selama berpisah Tergugat tidak menemui ataupun
memberikan nafkah untuk anaknya atau isterinya dan untuk memenuhi
kebutuhannya dan anaknya isteri bekerja sendiri.
Pada perkara ini, Majlis Hakim memutuskan secara verstek yaitu
putusan atas ketidakhadiran Tergugat dalam persidangan, dengan
mempertimbangkan bahwa, pertama Tergugat tidak hadir dipersidangan
dengan alasan yang sah padahal telah dipanggil secara resmi dan patut
yakni untuk menyangkal segala tuduhan Penggugat. Kedua, Tergugat yang
dipanggil secara resmi dan patut tidak mengirim wakil sebagai kuasanya,
sehingga persidangan tetap dilanjutkan tanpa hadirnya Tergugat. Ketiga,
Majlis Hakim telah mengupayakan perdamaian namun tidak berhasil
sebagaimana yang diatur dalam PERMA Nomor Tahun Tentang
Proses Mediasi di Persidangan.
Berdasarkan dasar dan pertimbangan, Majlis Hakim berpendapat
bahwa ternyata gugatan Penggugat tidak melawan hak dan alasan yang
diajukan cukup beralasan untuk melakukan perceraian, sehingga gugatan
Penggugat telah memenuhi pasal ayat ( ) Undang-Undang Nomor
Tahun Tentang Perkawinan jo pasal huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor Tahun Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor Tahun Tentang Perkawinan jo pasal huruf (f)
Kompilasi Hukum Islam, sehingga gugatan Penggugat cukup beralasan.
Selain itu juga, bahwa pernikahan diantara Penggugat dan
Tergugat telah rusak dan pecah sehingga tidak dapat lagi mencipatkan
rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah sebagaimana yang
diatur dalam Firman Allah Q.S ar-Rum ayat , pasal Undang-Undang
Nomor Tahun Tentang Perkawinan dan pasal Kompilasi Hukum
Islam, untuk itu apabila perkawinan tersebut tetap dilanjutkan akan
menimbulkan kemadharatan yang lebih besar dari kemslahatanya. Dalam
hal ini hakim berpertimbangan dengan kaidah fiqiyah bahwa “Mencegah
hal-hal yang negatif lebih didahulukan dari pada mengambil hal-hal yang
positif”. Untuk itu dengan dasar pertimbangan tersebut dalam putusan
Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal ini dapat dikabulkan dan diputuskan
pada tanggal November , secara putusan verstek dan Tergugat atau
isteri dijatuhi talak satu ba’in sughro.
BAB IV
DASAR HUKUM DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM
MEMUTUSKAN PERKARA PERCERAIAN PUTUSAN
NOMOR: /Pdt.G/ /PA.Sal DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN
UNDANG-UNDANG DI INDONESIA
A. Dasar Hukum Dan Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan
Perkara Perceraian Putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal Dalam
Fikih
Fikih adalah ilmu tentang hukum Islam (Tim Redaksi, : ),
sedangkan hukum Islam itu sendiri adalah peraturan-peraturan yang
diambil berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul yang diformulasikan
kedalam empat produk yaitu fiqih, fatwa, Keputusan Pengadilan dan
Undang-Undang yang diberlakukan kepada seluruh umat Islam (Ahmad
Rafiq, : ).
Alasan perceraian yang dikehendaki dalam hukum fikih ada empat
sebab, yaitu terjadinya nuzyuz suami, nuzyuz isteri, terjadinya shiqaq atau
perselisihan dan pertengkaran yang tidak bisa dirukunkan kembali dan
suami atau isteri berbuat zina atau fakshiyah (Ahmad Rafiq, : ).
Perceraian dalam fikih pada prinsipnya adalah terlarang, namun
apabila perkawinan yang sakral dan agung tersebut telah pecah dan rusak
maka barulah perceraian tersebut diperbolehkan, sebab perceraian
merupakan perbuatan yang halal namun dilarang. Sehingga, perceraian
hanya dijadikan sebagai pintu darurat.
Perceraian banyak dilatarbelakangi oleh banyak hal, salah satunya
adalah suami yang lalai akan kewajibanya dengan tidak memberikan
nafkah, sehingga menimbulkan perselisihan dan pertengkaran yang tidak
bisa untuk dirukunkan kembali yang berdampak kepada perceraian.
Menurut golongan Hanafi dan Syafi’i bahwa sesuai dengan
kemampuanya suami berkewajiban untuk memberikan nafkah kepada
isteri dan keluarganya. Hal ini didasarkan kepada Firman Allah dalam
sepenggalan surah al-Baqarah ayat yang menjelaskan bahwa suami
dengan kemampuanya diwajibkan untuk memberikan nafkah kepadanya
isterinya dan suami tidak dibebani diluar akan kemampuanya (Slamet
Abidin dan Aminuddin, : ).
Dalam perkara putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal yang
menjelaskan bahwa diantara rumah tangga yang telah ba’da dukhul dan
telah sering terlibat percecokan yang dimulai pada tahun dan pada
puncuknya pada tahun yang kemudian mengakibatkan Tergugat
pergi meninggalkan tempat kediaman bersama. Percecokan ini dimulai
dari suami yang tidak mau bersungguh-sungguh dalam bekerja sehingga
tidak mampu menjalankan kewajibanya dalam mencarikan nafkah untuk
keluarganya dan ternyata telah menjadi pecandu narkoba, persoalan ini
berdampak kepada terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang
membuat Penggugat dan Tergugat tidak dapat menjalankan rumah tangga
yang sakinah, mawadah dan rahmah.
Hukum fikih tidak membenarkan bahwa dengan suami menjadi
pecandu narkoba dan tidak menjalankan kewajiban dalam rumah tangga
menjadi sebab terjadinya perceraian, sebab dalam hukum fikih tidak
mengemukakan pendapat bahwa dengan suami pecandu narkoba dan tidak
menjalankan kewajiban dalam rumah tangga untuk melakukan talak,
seperti dalam perkara Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal yang menjelaskan
bahwa perceraian yang disebabkan oleh suami pecandu narkoba dan tidak
menjalankan kewajiban dalam rumah tangga yang kemudian
menyebabkan terjadinya perselisihan dan pertengkarang yang tidak bisa
menjalankan tujuan pernikahan yang sakinah, mawadah, dan rahmah.
Dalam perkara perceraian Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal ini
Hakim memutuskan perceraian dengan pertimbangan bahwa diantara
suami isteri telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang tidak bisa
untuk dirukunkan kembali. Dan alasan ini Majlis Hakim memutuskan
perkara perceraian tersebut dengan hukum fikih disebut dengan shiqaq.
Namun yang sebenarnya bahwa shiqaq di sini merupakan keadaan yang
terjadi karena adanya perbuatan suami yang menjadi pecandu narkoba dan
tidak menjalankan kewajibannya dalam rumah tangga dengan tidak
memberikan nafkah.
Nafkah merupakan barang atau harta yang dapat dibelanjakan yang
meliputi papan, pangan dan sandang. Semuanya ini wajib diberikan
kepada isteri yang telah memenuhi syarat untuk mendapatkan nafkah dari
suaminya. Syarat istri untuk mendapatkan nafkah suaminya, yaitu: adanya
perkawinan yang sah, menyerahkan dirinya kepada suaminya, suaminya
dapat menikmati dirinya, tidak menolak apabila diajak pindah ketempat
yang dikehendaki suaminya dan kedua-duanya dapat saling menikmati
(Sayyid Sabiq, : ).
Putusan Hakim dengan perkara Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal
ini tidak semata-mata kepada didasari oleh suami pecandu narkoba dan
tidak sungguh-sungguh dalam bekerja sehingga tidak dapat menjalankan
kewajiban dalam rumah tangga yang menjadi alasan utama perceraian,
akan tetapi karena akibat dari suami pecandu narkoba dan tidak dapat
menjalankan kewajiban dalam rumah tangga itu sendiri yaitu terjadinya
perselisihan dan pertengkaran yang tidak bisa dirukunkan kembali,
sehingga apabila rumah tangga itu tetap dijalankan akan menimbulkan
madharat yang jauh lebih besar dari pada kemaslahatanya, Hakim
berpertimbangan dalam kaidah fiqiyah yang berbunyi “Mencegah hal-hal
negatif lebih didahulukan dari pada mengambil hal-hal positif”. Sehingga
putusan Hakim tersebut dalam putusan ini tidak bertentangan dan telah
sesuai dalam hukum fikih.
Di dalam perkara putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal ini
pihak isteri telah memenuhi kelima syarat tersebut, sehingga ia berhak
untuk mendapatkan nafkah dari suaminya. Sebab kewajiban memberikan
nafkah merupakan tanggung jawab suaminya dan dengan suami
memberikan nafkah yang cukup dapat menimbulkan rumah tangga yang
harmonis. Meskipun isteri ini adalah orang kaya atau mempunyai
penghasilan sendiri, namun suami tetap berkewajiban untuk memberikan
nafkah kepadanya. Namun, dalam perkara putusan ini, suami tidak mau
sungguh-sungguh dalam bekerja atau mencari nafkah sehingga tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami.
B. Dasar Hukum Dan Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan
Perkara Perceraian Putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal Dalam
Undang-Undang Di Indonesia
. Dasar Hukum Dan Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan
Perkara Perceraian Nomor: /Pdt.G/ Menurut Undang-
Undang Perkawinan
Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor Tahun
Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa “Perkawinan adalah ikatan
lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Di Indonesia telah mempersempit terjadinya perceraian, untuk
itu dalam pasal ayat ( ) Undang-Undang Nomor Tahun
Tentang Perkawinan yang menjelaskan bahwa “Untuk melakukan
perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak
akan hidup rukun sebagai suami isteri”. Ayat ini diperjelas lagi dalam
pasal Peraturan Pemerintah Nomor Tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor Tentang Perkawinan yang menjelaskan tentang
alasan yang dapat dijadikan sebagai alasan dalam perceraian.
Dalam Undang-Undang Perkawinan tidak membenarkan
bahwa perceraian dengan alasan suami pecandu narkoba dan tidak
bersungguh-sungguh dalam bekerja sehingga tidak dapat menjalankan
kewajiban dalam rumah tangga yang berakibatkan kepada terjadinya
perselisihan dan pertengkaran yang tidak bisa dirukunkan lagi.
Alasan perceraian yang dibenarkan dalam Undang-Undang
Perkawinan, yakni dalam pasal Peraturan Pemerintah Nomor
Tahun Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor Tahun
Tentang Perkawinan adalah “Salah satu pihak berbuat zina atau
menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan sebagainya yang sukar
disembuhkan; Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua
tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah
atau hal lain diluar kemampuannya; Salah satu pihak mendapatkan
hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah
perkawinan berlangsung; Salah satu pihak melakukan kekejaman atau
penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; Salah satu pihak
mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibanya sebagai suami/isteri; Antara suami isteri
terus menerus terjadi perselihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”.
Dalam perkara putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal ini
alasan perceraian yang menjadi pertimbangan oleh Majlis Hakim
adalah terjadinya perselisihan dan pertengkaran diantara suami isteri
yang tidak bisa untuk dirukunkan kembali. Benar bahwa alasan yang
menjadi pertimbangan Majlis Hakim ini juga terdapat dalam Undang-
Undang Perkawinan yakni pasal huruf (f) Peraturan Pemerintah
Nomor Tahun Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
Tahun Tentang Perkawinan yang berbunyi “Antara suami isteri
terus menerus terjadi perselihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. Dalam hal ini,
Hakim mengabaikan alasan utama yakni suami menjadi pecandu
narkoba dan tidak mau sungguh-sungguh dalam bekerja sehingga tidak
dapat menjalankan kewajibanya dalam rumah tangga, sedangkan
perselisihan dan pertengkaran disini hanya merupakan dampak dari
terjadinya alasan utama tersebut.
Majlis Hakim yang memutuskan perkara Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal ini menyimpulkan bahwa terjadinya
perselisihan dan pertengkaran yang terjadi secara terus menerus
(shiqaq) menjadi sebagai alasan utama dalam perceraian bagi
Penggugat dan Tergugat. Selain itu juga, Majlis Hakim juga
berpendapat bahwa pada intinya bahwa keharmonisan dalam rumah
tangga Penggugat dan Tergugat sudah hilang dan perkawinan mereka
telah rusak dan pecah sehingga tidak dapat tercapainya tujuan
perkawinan yang disebutkan dalam pasal Undang-Undang Nomor
Tahun Tentang Perkawinan menjelaskan bahwa tujuan dari
perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan
sebenarnya terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang terjadi
diantara Penggugat dan Tergugat merupakan dampak dari suami yang
menjadi pecandu narkoba dan tidak mau sungguh-sungguh dalam
bekerja sehingga tidak dapat menjalankan kewajibanya dalam rumah
tangga.
Dengan demikian, dalam putusan Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal ini Majlis Hakim itu tidak berdasarkan
semata-mata kepada terjadinya suami yang menjadi pecandu narkoba
dan tidak mau sungguh-sungguh dalam bekerja sehingga tidak dapat
menjalankan kewajibanya dalam rumah tangga. Melainkan, Hakim
berpertimbangan bahwa alasan utama tersebut adalah sebagai pemicu
dari terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang terjadi diantara
Penggugat dan Tergugat yang tidak bisa untuk dirukunkan kembali
dalam rumah tangga yang harmonis. Sehingga putusan Majlis Hakim
dengan pertimbangan tersebut telah sesuai dan tidak bertentangan
dengan Undang-Undang Perkawinan yang berlaku di Indonesia.
Selain itu juga, Majlis Hakim memberikan tiga pertimbangan,
yaitu: pertama, Tergugat tidak pernah menghadiri persidangan dan
tidak pula mengirim wakil sebagai kuasanya padahal telah dipanggil
secara resmi dan patut. Kedua, diantara Penggugat dan Tergugat telah
terjadi perselisihan dan pertengkaran yang tidak bisa dirukunkan lagi
sebagai suami isteri yang harmonis. Ketiga, rumah tangga diantara
Penggugat dan Tergugat telah pecah dan rusak dan tidak bisa lagi
menciptakan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah.
Pada awalnya rumah tangga diantara Penggugat dan Tergugat
telah harmonis, namun pada tahun telah terjadi perselisihan dan
pertengkaran yang tidak bisa dirukunkan lagi yang pada puncaknya
pada tahun , hal ini dikarenakan suami menjadi pecandu narkoba
dan tidak memberikan nafkah. Dalam pasal ayat ( ) bahwa “Suami
wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuanya”. Nafkah wajib
diberikan kepada isterinya dengan perkawinan yang sah dan
mentaatinya, sedangkan mengenai batas minimal dan maksimal nafkah
adalah berdasarkan kemampuan suami untuk memberikanya.
Dalam hal ini nafkah yang wajib diberikan berupa papan,
pangan dan sandang. Maka dalam pemberian nafkah itu hendaklah
diperhatikan bahwa jumlah nafkah tersebut telah dapat mencukupi
kebutuhan isteri yang disesuaikan dengan kemampuanya baik yang
berhubungan dengan papan, pangan dan sandang. Meskipun isteri
mempunyai penghasilan sendiri, suami tetap berkewajiban untuk
memberikan nafkah kepadanya.
Suami yang menjadi pecandu narkoba dan tidak memberikan
nafkah merupakan buruknya komunikasi diantaranya, sebab setiap
Pengguna untuk menghentikan kebiasaan dalam bernarkoba dan untuk
sungguh-sungguh dalam bekerja guna dapat memenuhi kebutuhan
rumah tangga, dimana Tergugat selalu marah sehingga terjadilah
perselisihan, percecekcokan dan pertengkaran yang tidak bisa
dirukunkan lagi. Sebab dengan suami memberikan nafkah dapat
terciptanya keharmonisan dalam rumah tangga.
. Dasar dan Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perkara
Perceraian Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal Menurut Kompilasi
Hukum Islam
Perkawinan yang dimaksud dalam Kompilasi Hukum Islam
pasal adalah “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan,
yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.
Perceraian dengan alasan suami pecandu narkoba dan tidak mau
sungguh-sungguh dalam bekerja sehingga tidak dapat menjalankan
kewajibanya dalam rumah tangga dalam putusan Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal ini tidak dibenarkan dalam Kompilasi Hukum
Islam, sebab alasan perceraian yang dibenarkan dalam Kompilasi
Hukum Islam yakni dalam pasal Kompilasi Hukum Islam, antara
lain adalah:
a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi, dan sebagainya yang sukar disembuhkan;
b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
hal lain diluar kemampuannya;
c) Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara lima tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak lain;
e) Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan
akibat tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai suami/isteri;
f) Antara suami isteri terus menerus terjadi perselihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga;
g) Suami melanggar taklik talak;
h) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidak rukunan dalam rumah tangga.
Dalam perkara Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal ini yang
digunakan oleh Hakim sebagai pertimbangan Hakim adalah shiqaq atau
perselisihan dan pertengkaran yang tidak bisa dirukunkan lagi sebagai
suami isteri. Dan benar ini sesuai dengan apa yang ada dalam pasal
huruf (f) Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa “Antara suami
isteri terus menerus terjadi perselihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. Dan dalam hal ini,
Hakim mengabaikan alasan utama yang diajukan Penggugat dalam
surat gugatanya yakni perceraian yang disebabkan oleh suami pecandu
narkoba dan tidak mau sungguh-sunggu bekerja sehingga tidak dapat
menjalankan kewajiban dalam rumah tangga dalam mencarikan atau
memberikan nafkah untuk isterinya, sedangkan adanya perselisihan dan
pertengkaran yang telah terjadi dianatara Penggugat dan Tergugat yang
tidak bisa dirukunkan lagi sebagai suami isteri merupakan dampak dari
alasan utama.
Majlis Hakim dalam putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal ini
memberikan kesimpulan bahwa pernikahan diantara Penggugat dan
Tergugat telah pecah dan rusak, sehingga tidak dapat lagi untuk
mencapai tujuan pernikahan yang sakinah, mawadah dan rahmah.
Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal Kompilasi Hukum Islam
bahwa “Pernikahan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang
sakinah, mawadah dan rahmah”.
Dengan demikian juga bahwa putusan Majlis Hakim tidak
semata-mata kepada alasan utama yaitu suami pecandu narkoba dan
tidak mau sungguh-sungguh dalam bekerja sehingga tidak dapat
menjalankan kewajiban dalam rumah tangga dalam mencarikan nafkah
untuk keluarga akan tetapi Hakim memberikan pertimbangan dengan
dampak alasan utama yaitu perselisihan dan pertengkaran yang tidak
bisa dirukunkan lagi, sehingga pertimbangan Hakim tersebut telah
sesuai dan tidak bertentangan dengan Kompilasi Hukum Islam.
Selain itu juga, Majlis memberikan tiga pertimbangan yaitu,
pertama Tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut namun tidak
hadir dalam persidangan dan tidak pula mengirim wakil sebagai
kuasanya, sehingga persidangan tetap dilanjutkan tanpa hadirnya
Tergugat dalam persidangan, dan kedua bahwa telah terjadi perselisihan
dan pertengkaran yang tidak bisa dirukunkan lagi sebagai suami isteri
atau rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah. Ketiga,
perkawinan yang terjadi diantara Penggugat dan Tergugat telah pecah
dan rusak dan tidak bisa lagi menciptakan rumah tangga yang sakinah,
mawadan dan rahmah.
Suami adalah kepala keluarga dan isteri
adalah ibu rumah tangga yang kedudukanya adalah seimbang baik dalam
rumah tangga maupun dalam masyarakat. Telah dijelaskan bahwa dalam
pasal dan Kompilasi Hukum Islam kalau suami sebagai kepala
keluarga yang wajib untuk memberikan bimbingan, perlindungan, dan
memberikan keperluan isterinya dengan memberikan nafkah baik berupa
pakain dan tempat tinggal, dan kewajiban tersebut akan gugur apabila
isteri tidak mentaatinya atau nuzyuz atau melakukan pendurhakaan
terhadap suaminya. Namun dalam kenyataanya bahwa isteri telah
mentaatinya atau tidak mendurhakai suaminya dan telah memenuhi syarat
untuk mendapatkan nafkah, namun suami telah melalaikan akan
kewajibanya tersebut.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang peneliti jelaskan secara
menyeluruh dari bab sampai dengan bab , maka dapat disimpulkan,
bahwa:
. Dalam proses pengajuan dan penyelesaian perceraian. Penggugat hadir
dan Tergugat tidak menghadiri persidangan dan tidak pula mengirim
wakil sebagai kuasanya dan padahal telah dipanggil secara resmi dan
patut sehingga, proses sidang tetap dilanjutkan tanpa hadirnya
Tergugat. Untuk itu, Majlis Hakim memutuskan putusan
Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal dengan putusan verstek dan
Penggugat dijatuhi talak ba’in sughro.
. Dasar hukum dan pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara
perceraian dengan putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal, antara
lain adalah berpusat kepada Peraturan Pemerintah Nomor pasal
huruf (f) Tahun Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
Tahun Tentang Perkawinan dan pasal huruf (f) Kompilasi
Hukum Islam yang menyebutkan bahwa perceraian disebabkan oleh
perselisihan dan pertengkaran yang tidak bida dirukunkan lagi.
Pertimbangan Majlis Hakim lainya adalah bahwa perkawinan diantara
Penggugat dan Tergugat telah pecah dan rusak sehingga tidak dapat
mencapat tujuan pernikahan yang diatur dalam al-Qur’an surah ar-
Rum ayat , pasal Undang-Undang Nomor Tahun Tentang
pernikahan dan pasal Kompilasi Hukum Islam bahwa tujuan
pernikahan adalah untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah,
mawadah dan rahmah dan Majlis Hakim mengutip dari kaidah fiqiyah
yang isinya yaitu apabila perkawinan tersebut tetap dilanjutkan
dikhawatirkan akan menimbul kemdharatan yang jauh lebih besar dari
kemaslahatannya. Serta, Majlis Hakim berpertimbangan dengan
Tergugat yang tidak pernah hadir dalam persidangan meskipun telah
dipanggil secara resmi dan patut dan tidak pula mengirim wakil
sebagai kuasanya, sehingga persidangan tetap dilanjutkan tanpa
hadirnya Tergugat dan diputuskan secara putusan verstek.
. Tinjauan Fikih dan Perundang-Undangan di Indonesia Terhadap Dasar
hukum dan Pertimbangan Hakim dalam hukum Islam dalam putusan
Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal.
a. Menurut Fikih tidak membenarkan perceraian dengan alasan suami
pecandu narkoba dan tidak menjalankan kewajiban dalam rumah
tangga, sebab dalam fikih tidak ada pendapat yang mengemukakan
bahwa seseorang dapat melakukan talak dengan alasan yang
demikian. Menurut golongan Hanafi dan Syafi’i bahwa suami
dengan kemampuanya berkewajiban untuk memberikan nafkah
kepada isterinya yang mentaatinya. Pada perkara Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal alasan perceraian yang digunakan oleh
Penggugat untuk mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya
adalah masalah suami pecandu narkoba dan tidak menjalankan
kewajiban dalam rumah tangga. Pertimbangan Majlis Hakim tidak
semata-mata karena alasan pokok akan tetapi adalah akibat dari
alasan pokok tersebut yaitu perselisihan dan pertengkaran yang
tidak bisa dirukunkan lagi yang dalam fikih disebut dengan shiqaq,
sehingga putusan Majlis Hakim tersebut telah sesuai dan tidak
bertentangan dengan hukum fikih.
b. Menurut Perundang-Undangan di Indonesia
) Undang-Undang Perkawinan atau Undang-Undang Nomor
Tahun Tentang Perkawinan yang tidak membenarkan
perceraian dengan alasan suami pecandu narkoba dan tidak
menjalankan kewajiban dalam rumah tangga sebagaimana yang
ada dalam perkara Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal.
Sedangkan alasan perceraian yang dibenarkan dalam Undang-
Undang Perkawinan adalah yang diatur dalam pasal
Peraturan Pemerintah Nomor Tahun Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor Tahun Tentang
Perkawinan. Pada perkara putusan ini, pertimbangan Majlis
Hakim yaitu antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi
perselisihan dan pertengkaran yang tidak bisa dirukunkan lagi
atau dalam pasal huruf (f) Undang-Undang tersebut.
Namun, sebenarnya perselisihan dan pertengkaran yang terjadi
merupakan dampak dari alasan pokok. Dengan demikian,
Majlis Hakim tidak semata-mata berpertimbangan dengan
alasan pokok akan tetapi dengan akibat dari alasan pokok
tersebut, sehingga putusan Majlis Hakim tersebut telah sesuai
dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan
atau Undang-Undang Nomor Tahun Tentang
Perkawinan.
) Kompilasi Hukum Islam tidak membenarkan perceraian
dengan alasan suami pecandu narkoba dan tidak menjalankan
kewajiban dalam rumah tangga sebagaimana yang ada dalam
perkara Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal. Sedangkan alasan
perceraian yang dibenarkan dalam Undang-Undang
Perkawinan adalah yang diatur dalam pasal Kompilasi
Hukum Islam. Pada perkara putusan ini, pertimbangan Majlis
Hakim yaitu antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi
perselisihan dan pertengkaran yang tidak bisa dirukunkan lagi
atau dalam pasal huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.
Namun, sebenarnya perselisihan dan pertengkaran yang terjadi
merupakan dampak dari alasan pokok. Dengan demikian,
Majlis Hakim tidak semata-mata berpertimbangan dengan
alasan pokok akan tetapi dengan akibat dari alasan pokok
tersebut, sehingga putusan Majlis Hakim tersebut telah sesuai
dan tidak bertentangan dengan Kompilasi Hukum Islam.
B. SARAN-SARAN
. Hakim dalam memutuskan perkara dalam putusan Nomor:
/Pdt.G/ /PA.Sal yang diputuskan di Pengadilan Agama
Salatiga dengan mengambil sikap atau pertimbangan dengan
mengambil adanya kemudharatan yang lebih besar apabila perkawinan
tersebut tetap dilanjutkan. Hal ini perlu untuk diperhatikan dan perlu
dijadikan bahan renungan untuk kedepannya bagi Para Hakim di
Pengadilan Agama dalam memutuskan suatu perkara yang sama yaitu
suami pecandu narkoba dan tidak menjalankan kewajiban dalam
rumah tangga yang berdampak kepada terjadinya perselisihan dan
pertengkaran yang tidak bisa dirukunkan lagi.
. Seseorang pasangan suami dan isteri yang telah memutuskan
perkawinan haruslah menjalankan hak dan kewajiban dalam rumah
tangga dengan bertanggung jawab, sehingga tidak timbul suatu
perselisihan dan pertengkaran yang dapat mengakibatkan kepada
perceraian. Dan apabila, suami dan isteri mengalami suatu persoalan
sebaiknya menjalaninya dengan baik dan bijak. Meskipun perceraian,
namun diperbolehkan dalam keadaan darurat, akan tetapi sebaiknya
perceraian tersebut untuk dihindari oleh setiap pasangan suami dan
isteri.
. Dalam rumah tangga suami dan isteri dan anggota keluarga harus
dapat menjaga komunikasi yang baik serta harus menjalankan
tanggung jawabnya dalam rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Slamet dan H. Aminuddin. . Fiqih Munakahat . Bandung.
CV. Pustaka Setia.
Al-Faifi, Sulaiman. . Mukhtasar Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq . Solo:
Aqwam.
______________. . Mukhtasar Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq . Solo:
Aqwam.
Al-Mufarraj, Sulaiman. . Bekal Pernikahan. Jakarta: Qisthi Press.
Ali, H Zainuddin. . Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika.
Amirin, M. Tatang. . Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Raja
Wali Press.
Arto, Mukti. . Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama.
Jakarta: Pustaka Pelajar.
Ashshofa, Burhan. . Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Azhar, Ahmad Basyir. . Ikhtisar Fikih Jinayah (Hukum Pidana Islam).
Yogyakarta: UII Press.
__________________. . Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta. UII
Press.
Azwar, Saifuddin. . Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bahari, Adib. . Prosedur Gugatan Cerai + Pembagian Harta Gono
Gini + Hak Asuh Anak. Yogyakarta: Pustaka Yustina.
Ghazali, Abdul Rahman. . Fiqh Munakahat. Jakarta: PT. Kencana.
Hasan, Mustofa dan Ahmad, Beni Saebani. . Hukum Pidana Islam
(Fiqih Jinayah). Bandung: Pustaka Setia.
Indra Laksana, Muchaeroni, Syamsu Arramly & Abdul Raup. . Al-
Qur’an dan Terjemah dilengkapi dengan kahjian Ushul Fiqih.
Bandung: Syaamsil quran.
Lisa, Juliana FR dan Sutrisna, Mengah W. . Narkoba, Psitropika Dan
Gangguan JiwaTinjauan Kesehatan Dan Hukum. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Manan, Abdul. . Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan
Peradilan Agama. Jakarta: Kencana.
____________. .Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia.
Jakarta: Kencana.
Mardani. . Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah
Syar’iyah. Jakarta: Sinar Grafika.
______. . Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perpektif Hukum Islam
Dan Hukum Pidana Nasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Martono, Lydia Harlina dan Joewana, Satya. .Pencegahan dan
penyalahgunaan Narkoba Berbasis Sekolah. Jakarta: Balai Pustaka.
J.Moelong Lexy. . Metedologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya Offset.
Rahman, Abdur I Doi. . Tindak Pidana Dalam Syari’at Islam.
Jakarta: Rineka Cipta.
Partodiharjo, Subagyo. . Kenali Narkoba dan Musuhi
Penyalahgunaanya. Jakarta. Esensi.
Rofiq, Ahmad. . Hukum Islam di Indonesia. Jakarta. PT. Raja
Grafindo Persada.
Sabiq, Sayyid. . Fikih Sunnah . Bandung: PT. Alma’arif.
___________. . Fikih Sunnah . Bandung. PT. Alma’arif.
___________. . Fikih Sunnah . Bandung. PT. Alma’arif.
Soekamto, Soejono. . Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press.
Soemiyati. : Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang
Perkawinan (Undang-Undang Nomor Tahun
Tentang Perkawinan). Yogyakarta: Liberty.
Suharsini. . Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sutrisno, Hadi. . Metodologi Research II. Yogyakarta: Andi Offset.
Syarifuddin, Amir. . Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara
Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan.
Jakarta:Kencana.
Tim Redaksi. . Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Tahun Tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Penerbit
Grahamedia Press.
Undang-Undang Nomor Tahun Tentang Peradilan Agama, Depag.
Jakarta. .
Undang-Undang Nomor Tahun Tentang Narkotika, Republik
Indonesia.
W. Karnoto. Arjo. . Pengertain Perundang-Undangan, (Online),
(hhtp://materisoalppkn.blogspot.com/ /pengertian-perundang-
undangan.html?= , diakses pada tanggal Desember ).
www.pa-sal, diakses pada tanggal September .
Salinan Putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Daftar Riwayat Hidup
Lampiran II Daftar Pedoman Wawancara
Lampiran III Salinan Putusan Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal
Lampiran IV Permohonan Izin Penelitian
Lampiran V Rekomendasi Izin Penelitian
Lampiran VI Bukti Hasil Wawancara
Lampiran VII Daftar Nilai SKK
Lampiran VIII Penunjukan Pembimbing Skripsi
Lampiran IX Lembar Konsultasi Skripsi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Anisah
Tempat, Tanggal Lahir : Kab, Grobogan, November
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat Asal : Desa Deras RT / RW , Kecamatan Kedungjati
Kabupaten Grobogan
Alamat di Salatiga : Kalibening RT /RW , Kecamatan Tingkir
Kota Salatiga Kode Pos
No. Handphone :
Nama Orang Tua
Nama Bapak : Abu Ali
Nama Ibu : Siti Rosiyyanah
Pendidikan : SD N DERAS lulus tahun
SMP N BRINGIN lulus tahun
SMA N BRINGIN lulus tahun
Masuk IAIN Jurusan AS Tahun Angkatan
DAFTAR PEDOMAN WAWANCARA
. Menurut bapak, bagaimana definisi dari seorang suami yang tidak
menjalankan kewajiban dalam rumah tangga?
. Bagaimana proses pemeriksaan perkara perceraian dengan alasan suami
pecandu narkoba dan tidak menjalankan kewajiban dalam rumah tangga
dengan perkara Nomor: /Pdt.G/ /PA,Sal?
. Dasar hukum apa yang dijadikan landasan oleh Hakim dalam memutuskan
dan menyelesaikan perkara perceraian dengan alasan suami pecandu
narkoba dan tidak menjalankan kewajiban dalam rumah tangga perkara
Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal?
. Mengapa Hakim memutuskan perkara Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal
dengan dasar pertimbangan pasal huruf (f) Peraturan Pemenrintah
Nomor Tahun Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
Tahun Tentang Perkawinan serta pasal huruf (f) Kompilasi
Hukum Islam?
. Bagaiaman tinjauan hukum Islam terhadap pertimbangan dasar hukum dan
dalam menyelesaikan perkara perceraian dengan alasan suami pecandu
narkoba dan tidak menjalankan kewajiban dalam rumah tangga dengan
perkara Nomor: /Pdt.G/ /PA.Sal?.
. Apakah dasar hukum dan pertimbangan Majlis Hakim dalam hukum Islam
sudah sesuai ?
. Dari keterangan saksi, jenis narkoba apa yang dikonsumsi Terugugat dan
sejak kapan Tergugat mengosusmi narkoba ?
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Anisah Jurusan : Syari’ah AS
NIM : - - Dosen PA : Yahya, S.Ag.
NO NAMA KEGIATAN Waktu
Kegiatan
Penyelengara Status Nilai
OPAK STAIN Salatiga
“Progresifitas Kaum
Muda, Kumci Perubahan
Indonesia”
-
September
Dewan
Mahasiswa
(DEMA)
STAIN
Salatiga
Peserta
Orientasi Mahasiswa
Syariah (ORMAS)
“Membangun Pribadi
Mahasiswa Melalui
Analisa Sosial Ke-
Syari’ahan”
-
September
Himpunan
Mahasiswa
Jurusan (HMJ)
Syari’ah
STAIN
Salatiga
Peserta
Orientasi Dasar
Keislaman (ODK) “
Membangun Karakter
Keislaman Bertaraf
Internasional di Era
Globalisasi Bahasa”
September
Orientasi
Dasar
Keislaman
(ODK) STAIN
Salatiga
Peserta
Semibar Penghargaan
Entrepreneurship dan
Perkoperasian
dengan tema “Explore
Your Entrepreneurship
Talent”
September
MAPALA
MITAPASA
dan KSEI
STAIN
Salatiga
Peserta
Seminar“Achicvment
Motivation Training”
dengan AMT, Bangun
Karakter Raih Prestasi”
September
Achicvment
Motivation
Training
(AMT)
STAIN
Salatiga
Peserta
Library User Education
(Pendidikan Pemakai
Perpustakaan)
September
UPT
Perpustakaan
STAIN
Salatiga
Peserta
Seminar Nasional
“Urgensi Media Dalam
Pergaulan Politik”
September
LPM
Dinamika
STAIN
Salatiga
Peserta
. ORMAS “Satu Malam
Meningkatkan Integritas
Mahasiswa Syari’ah”
Oktober
Himpunan
Mahasiwa
Jurusan (HMJ)
Syari’ah
STAIN
Salatiga
Peserta
Seminar “Tafsir Tematik
Dalam Upaya Menjawab
Persoalan Israil dan
Palestina”
Desember
Jam’iyyatul
Qurro’ Wal
Huffadz (JQH)
STAIN
Salatiga
Peserta
Seminar “Peringatan
Maulid Nabi Muhammad
SAW Tahun H”
Januari
KSEI STAIN
Salatiga
Peserta
“Politik Jihad dan
Terorisme”
Mei Progdi Ahwal
Al
Peserta
Syakhsiyyah
Jurusan
Syari’ah
STAIN
Salatiga
Seminar Nasional
Entrepreneurship
“Membuka Jiwa
Entrepreneurship
Generasi Muda”
Mei Koperasi
Mahasiswa
(KOPMA)
“Fatawa”
STAIN
Salatiga
Panitia
Seminar Nasional dan
Dialog Publik
“Penyesuaian Harga
BBM Subsidi”
Juni Himpunan
Mahasiswa
Jurusan (HMJ)
Syari’ah
STAIN
Salatiga
Peserta
Seminar “Komitmen
Politik Islam Dalam
Menata Arah Masa
Depan Bangsa
Indonesia”
Maret
Lembaga
Dakwah
Mahasiswa
(LDK) dan
Himpunan
Mahasiswa
Jurusan (HMJ)
Peserta
Seminar Regional
“Membumikan Peran
dan Tantangan Pemuda
dalam Masyarakat
Ekonomi ASEAN”
April Himpunan
Mahasiwa
Islam (HMI)
Salatiga
Peserta
Seminar “Training September Lembaga Peserta
Makalah dan Motivasi” Dakwah
Kampus
(LDK) Fathir
Ar-Rasyid
IAIN Salatiga
Sertifikat “Workshop
Pelatihan Advokasi Tri
Darma Perguruan Tinggi
Ketiga Sebagai Upaya
untuk Mencapai
Kemaslahatan”
November
Dewan
Mahasiwa
“DEMA”
Fakultas
Syariah
Peserta
Sertifikat IAIN
Bersholawat dan Orasi
Kebangsaan “Menyemai
Nilai-nilai Islam
Indonesia untuk
Memperkokoh NKRI
dalam Mewujudkan
Baldatun Toyyibatun
Warobbun Ghofur”
November
Dewan
Mahasiwa
“DEMA”
IAIN Salatiga
Peserta
Seminar Nasional
“Muslimah Sejati
Bertabur Inspirasi”
November
LDK Fathir
Rasyid IAIN
Salatiga
Peserta
Seminar “Stay Positif !
Can’t Live a Positive life
With Neagtive Mind”
Desember
Komukasi
Penyiaran
Islam (KPI)
IAIN Salatiga
Peserta
Seminar Nasional “
Membentuk Hakim
Progresif dan Profesional
Desember
Dewan
Mahasiwa
“DEMA”
Peserta
Demi Terciptanya
Keadilan”
Fakultas
Syariah
Seminar Nasional “Hak
Gender Difabel Dalam
Perspektif Sosiologi dan
Hukum Islam Himpunan
Mahasiwa Jurusan
Ahwa; Al- Syaksiyyah”
Desember
Himpunan
Mahasiswa
Jurusan (HMJ)
Ahwal Al
Syaksiyyah
IAIN Salatiga
Peserta
Sertifikat Workshop
“Pelatihan Naib dalam
Mengawali Bahtera
Maghligai Rumah
Tangga”
Desember
Himpunan
Mahasiswa
Jurusan (HMJ)
Ahwal Al
Syaksiyyah
IAIN Salatiga
Peserta
Seminar Nasional
“Penguatan Wawasan
Kebangsaan Dan
Nasionalisme”
April Dewan
Mahasiswa
(DEMA)
Institut IAIN
Salatiga
Peserta
Seminar Nasional
“LGBT Dalam Psikologi
dan Kesehatan”
Mei Biro
Konsultasi dan
Psikologi
“TAZKIA”
IAIN Salatiga
Peserta
Sertifikat Seminar
Nasional “Tax Amnesti,
Faktor-faktor yang
melatarbelakangi
Lahirnya Amnesty Pajak
dan Dampaknya
Oktober
Himpunan
Mahasiwa
Jurusan
Ekonomi
Syari’ah
(HMJ-HES)
Peserta
terhadap Perekonomian
di Indonesia”
Seminar Nasional “Peran
Partai Politik Pendukung
dan Oposisi dalam
Mewujudkan
Pemerintahan yang
berdaulat menuju
Kesejahteraan Rakyat”
Oktober
Mahasiwa
Jurusan
Hukum Tata
Negara (HMJ-
HTN)
Peserta
Sertifikat Talkshow
“Satu Jam Lebih Dekat
bersama Kandidat
Walikota dan Wakil
Walikota Salatiga
periode - ”
November
Himpunan
Mahasiwa
Islam (HMI)
Cabang
Salatiga
Peserta
Sertifikat Seminar
Nasional “Kontribusi
Hukum ISLAM terhadap
Pemberantasan Korupsi
di Indonesia”
November
Dewan
Mahasiwa
Fakultas
Syari’ah IAIN
Salatiga
Peserta
Seminar Nasional Sastra
Islam dan Perannya
dalam Pembentuk Moral
Bangsa”
November
Himpunan
Mahasiwa
Jurusan
Bahasa Arab
(HMJ-BSA)
Seminar Nasional
“Reaktualisasi Hadis
dalam Kehidupan
Berbangsa dan
Berbudaya”
November
Himpunan
Mahasiswa
Jurusan Ilmu
Hadis (HMJ-
IH)
Peserta
Jumlah
Jumlah Nilai SKK= Poin
Salatiga, November
a.n. DekanWakil Dekan Jurusan Syariah
Dr. Ilyya Muhsin, S.HI., M.Si.
NIP.