perasaan takut pada anak siswa sd dalam melakukan perawatan-gigi
DESCRIPTION
SKRIPSI FKGTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Walaupun rasa takut terhadap perawatan yang dilakukan oleh
dokter gigi bukan masalah kesehatan yang serius, akan tetapi
merupakan hambatan bagi para dokter/perawat gigi dalam usaha
peningkatan kesehatan gigi masyarakat. Oleh karena itu
penanggulangan rasa takut terhadap perawatan gigi perlu dicarikan jalan
keluarnya. (Heriandi Sutadi,1992)
Rasa takut menghadapi perawatan gigi merupakan reaksi yang
pada umumnya dirasakan pasien gigi baik anak maupun orang dewasa.
Perasaaan ini seringkali menjadi penyebab sesorang menghindar dari
perawatan gigi. (Sri H Soemartono, 2003)
Rasa takut pada anak merupakan naluri yang berkembang sesuai
proses perkembangan anak. Perasaan ini timbul melalui pengamatan
terhadap objek yang tidak menyenanangkan yang secara naluri dihindari
dalam usaha melindungi dirinya dari bahaya. Dalam perawatan gigi , hal
2
ini merupakan alasan untuk mengabaikan perawatan giginya. (Sri H
Soemartono, 2003)
Beberapa survei memperlihatkan bahwa sebagian besar populasi
umum menghindari kunjungan rutin ke dokter gigi karena mereka takut.
Dari survey terhadap 6000 orang, 43% mengatakan bahwa mereka
menghindari pergi ke dokter gigi,kecuali mengalani masalah pada
giginya. (Todd dan Walker, 1980) Dari sampel tersebut 58% mengatakan
bahwa sebagian alasannya adalah karena mereka takut pada dokter gigi.
(Todd dkk, 1982) insidensi rasa takut dan cemas terhadap perawatan gigi
sebanyak 16% ditemukan pada anak-anak usia sekolah. Hasil penelitian
di Indonesia ditemukan sebanyak 22% menyatakan rasa takut dan
cemas terhadap perawatan gigi. (Asmaraningtyas Andini, 2010)
Beberapa ahli melaporkan bahwa pada umumnya rasa takut dan
cemas timbul akibat perawatan gigi semasa kanak – kanak. Oleh karena
itu perlu diperhatikan bahwa pencegahan terhadap timbulnya rasa takut
dan cemas harus dimulai pada anak – anak. Dengan demikian
dokter/perawat gigi cukup berperan dalam usaha pencegahan rasa takut
dan cemas. (Heriandi Sutadi,1992)
Hasil penelitian William pada tahun 1985 memberikan gambaran
bahwa anak-anak yang cemas cenderung menarik diri dari lingkungan
sekitar dan sulit beradaptasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak-
3
anak seperti itu akan mendatangkan lebih banyak masalah pada
kunjungan ke praktik dokter gigi. Manifestasi dari kecemasan anak dapat
berupa tingkah laku kurang kooperatif terhadap perawatan gigi sehingga
anak menolak untuk dilakukan perawatan gigi, misalnya mendorong
instrumen agar menjauh darinya, menolak membuka mulut, menangis,
sampai meronta-ronta, dan membantah. (Arlette Suzy Puspa Pertiwi,
Yetty Herdiyati Nonong, Inne Suherna Sasmita, 2010)
Adapun upaya yang dilakukan oleh dokter gigi menggadapi rasa
takut anak adalah menempatkan anak senyaman mungkin dan
mengarahkannya bahwa pengalamannya ini bukanlah hal yang tidak
biasa. Jika tempat praktik tidak terbatas hanya untuk pasien anak-anak,
salah satu metode yang efektif di antaranya adalah dengan pembuatan
ruang tunggu yang dibuat sedemikian rupa sehingga anak merasa
berada di lingkungan rumahnya sendiri. Membuat ruang penerimaan
yang nyaman dan hangat sehingga anak merasa tidak asing ketika
memasukinya. (Arlette Suzy Puspa Pertiwi, Yetty Herdiyati Nonong, Inne
Suherna Sasmita 2010)
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas , maka
dirumuskan masalah yaitu : Apakah masih banyak anak–anak
utamanya anak sekolah dasar yang memiliki perasaan takut dalam
melakukan perawatan gigi?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui seberapa banyak anak yang merasa takut
untuk melakukan perawatan gigi.
2. Tujuan khusus :
1. Untuk mendapatkan gambaran yang konkret rasa takut pada
anak.
2. Mengetahui banyak tidaknya anak yang merasa takut terhadap
perwatan gigi pada SD. Negeri 22 Beloparang Kec.Bissappu
Kab.Bantaeng .kelas IV dan V
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan pengetahuan tentang rasa takut anak terhadap
perawatan gigi dan cara menanganinya
2. Sebagai bahan pelajaran bagi para mahasiswa (i) perawat gigi dalam
menangani anak yang memiliki perasaan takut terhadap perawatan
gigi.
5
3. Dapat menambah ilmu pengetahuan dan dapat menjadi acuan,
masukan atau referensi bagi peneliti berikutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mengetahui Rasa Takut
Takut merupakan suatu perasaan yang bisa dialami oleh setiap
orang dalam kehidupannya setiap hari. Takut sering berhubungan
erat.Saat orang merasa takut akan sesuatu, walaupun perasaan takut
merupakan sesuatu perasaan gelisah terhadap suatu yang diharapkan..
Sebaliknya rasa takut merupakan respon terhadap sesuatu bahaya yang
timbul pada saat ini. Maka di sini rasa takut berkaitan erat dengan di sini
dan sekarang (masa kini).
(http://id.shvoong.com/social-sciences/psycology/1669724-Rasa-Takut-
Dan-Cemas/4juni2010)
Rasa takut yang dialami anak adalah hal biasa. Namun, ada
baiknya Anda membantu mengatasinya agar ketakutan tersebut tak
berlanjut menjadi fobia. Merasa takut dalam situasi tertentu yang tidak
nyaman, tentu tidak pernah menyenangkan. Namun, ketakutan
sebenarnya merupakan suatu keadaan alamiah yang membantu individu
melindungi dirinya dari suatu bahaya, sekaligus memberi pengalaman
baru. Bahkan, pada anak-anak, perasaan seperti ini tidak hanya normal,
6
tetapi juga sangat dibutuhkan.Merasakan dan mengatasi rasa.takut dapat
membantu anak-anak mempersiapkan diri untuk menghadapi
pengalaman-pengalaman yang membingungkan dan situasi yang
menantang dalam kehidupan. Memiliki ketakutan terhadap hal-hal
tertentu sebenarnya bisa membantu untuk menjaga tingkah lakunya.
(http://www.dechacare.com/Menghilangkan - Rasa- Takut - pada-Anak-
1747html, 4 juni 2010)
1. Pengertian dan Perbedaan Rasa Takut
Rasa takut adalah emosi primer yang diperoleh bayi setelah
lahir. Rasa takut merupaka respon primitif dan merupakan suatu
mekanisme protektif untuk melindungi seseorang dari bahaya dan
peng rusakan diri. Rasa takut dapat digunakan untuk menghindarkan
anak dari keadaan bahaya, baik fisik maupun sosial.Rasa takut
kebanyakan diperoleh pada masa anak dan remaja, dan rasa takut ini
menetap sampai dewasa. Rasa takut lebih banyak ditemukan pada
anak perempuan daripada laki-laki. (E Arlia Budiyanti, Yuke
Yulianingsih H, 2001).
Rasa takut juga dapat didefenisikan sebagai suatu unsur
utama dari perasaan, dalam kehidupan dan merupakan naluri yang
memperingatkan manusia akan adanya bahaya agar siap melindungi
dan mempertahankan diri dari ancaman tersebut. (Fajriani
Hendrastuti, 2003)
7
Rasa takut adalah sifat kepribadian dan dapat berubah
kebimbangan, ketegangan, atau kegelisahan yang berasal dari
antisipasi terhadap bahaya,yang sumbernya umumnya tidak diketahui
dan tidak dikenal
2. Macam-Macam Rasa Takut
Rasa takut pada anak ada dua macam yaitu : (Fajriani
Hendrastuti, 2003)
a. Rasa Takut Subyektif
Rasa takut subyektif merupakan rasa takut yang bersifat
sugesti yaitu adanya rasa takut yang timbul oleh cerita-cerita dan
pengalaman orang lain, tanpa seorang anak pernah
mengalaminya. Rasa takut ini didapatkan terutama oleh orangtua
dan lingkungan sekitarnya,dapat pula timbul karena pengaruh
menonton televisi, karikatur, radio dab buku yang biasanya
tersimpan dalam pikiran seorang anak yang dapat menimbulkan
rasa takut akibat image yang salah. Seorang anak belum
mempunyai banyak pengalaman sehingga jika ada orang yang
bercerita atau melihat sesuatu yang menyakitkan, dalam diri
seorang anak akan berkembang rasa takut yang berkesan dalam
pikiran dan imajinasinya yang hidup sehingga sesuatu dapat
menjadi hebat dan besar, karena seorang anak sangat peka
terhadap sugesti. Rasa takut seorang anak biasanya akan hilang
8
apabila dapat dibuktikan atau diyakinkan bahwa suatu obyek atau
hal itu tidak sesuai dengan yang dipikirkannya.
b. Rasa Takut Objektif
Merupakan rasa takut yang dirasakan sendiri oleh penderita
yang disebabkan oleh rangsangan fisik yang langsung diterima
oleh panca indera anak. Tanda-tanda fisik yang nampak pada
seseorang apabila dalam keadaan takut berupa peningkatan
debaran jantung, ketegangan otot dan tanda-tanda emosi
lainnya. Rasa takut obyektif juga dapat bersifat asosiatif seperti
seperti pengalaman yang dialami seorang anak yang tidak
adanya hubungannya dengan sakit gigi, misalnya anak pernah
dirawat dirumah sakit dan mengalami hal-hal yang tidak
menyenangkan, pengalaman ini membuat anak merasa takut
apabila melihat orang yang berbaju putih. Adanya rasa takut
dapat merendahkan ambang rasa sakit, sehingga rasa sakit yang
ringan saja dapat membuat ketakutan yang meningkat.
B. Tingkah Laku Anak Saat Perawatan Gigi
4 kategori tingkah laku anak yang di kenal oleh Frankl dkk
adalah: (G.G.Kent, A.S. Blinkhorn, 2005)
1. Sangat negatif : menolak perawatan, meronta-ronta dan
membantah, amat takut, menangis kuat-kuat, menarik atau
mengisolasi diri, atau keduanya.
9
2. Sedikit negatif : mencoba bertahan, menyimpan rasa takut dari
minimal sampai sedang , nervus atau menangis.
3. Sedikit positif : berhati-hati menerima perawatan dengan agak
segan, dengan taktik bertanya atau menolak,cukup bersedia
bekerja sama dengan dokter/perawat gigi.
4. Sangat positif : bersikap baik dengan operator, tidak ada tanda-
tanda takut, tertarik pada prosedur, dan membuat kontak verbal
yang baik.
C. Perasaan Takut Anak Pada Perwatan Gigi
Pada anak, perkembangan fungsi penguasaan diri, perkembangan
emosi seperti rasa takut, maupun perkembangan motoriknya belum
berkembang sepenuhnya. Sehingga pada suatu perawatan, perilaku
anak masih sulit dikendalikan. (Hendrastuti,fajriani, 2003)
Rasa takut terhadap perawatan yang dilakukan oleh dokter/perwat
gigi, pada umumnya merupakan asumsi pribadi. Ketidak tahuan
penderita akan perawatan yang dilakukan oleh dokter/perawat gigi,
merupakan faktor utama untuk timbulnya rasa takut. Selain itu pula,
masih ada anggapan bahwa perawatan atau pengobatan gigi ke
dokter/perwat gigi merupakan hukuman penderita terhadap keadaan gigi
dan mulutnya yang buruk. Adanya asumsi diatas akan merupakan
hambatan untuk berobat gigi. (Heriandi Sutadi,1992)
10
Beberapa ahli melaporkan bahwa pada umumnya rasa takut timbul
akibat pengalaman perawatan gigi semasa anak-anak. (Heriandi
Sutadi,1992)
1. Sumber Rasa Takut Anak Dalam Perawatan Gigi
Sumber utama rasa takut dalam perawatan gigi pada anak
adalah riwayat medic yang telah dialami, kecemasan maternal, dan
kepeduliannya terhadap masalah gigi. Bagi seorang anak, mungkin
tidak ada bedanya antara seorang dokter umum dan dokter gigi,
karena mereka memakai baju putih yang sama. Rasa sakit pada
kunjungan ke dokter, di bayangkan oleh anak akan dialaminya saat
berkunjung ke dokter gigi. (Sri H Soemartono, 2003)
Pada anak yang sedang berkembang terutama anak pra
sekolah (3-5 tahun) mereka baru mulai memfomulasikan konsep
waktu dan diri (self) serta membedakan suasana hati mereka dengan
kejadian-kejadian eksternal. Anak belajar dari lingkungan dan
keluarga merupakan yang pertama kali berpengaruh terhadap sikap
anak. Telah dibuktikan bahwa, ada hubungan yang yang bermakna
antara rasa takut itu dan tingkah laku anak pada usia 3-7 tahun pada
kunjungan pertama ke dokter gigi.dan selanjutnya ada pula hubungan
yang sangat bermakna pada anak usia 3-4 tahun. Demikian juga dari
saudara kandung, anak mulai mendengar cerita mengenai hal-hal
yang tidak menyenagkan tentang perawatn gigi. Juga dari seluruh
11
anggota keluarga, yang secara tidak sadar membicarakan
bagaimana mereka menerima perawatan gigi, yang diikuti pula oleh
anak yang belum pernah mempunyai pengalaman dalam perawatan
gigi. Pengalaman yang tidak menyenangkan dalam perawatan gigi
pada anak akan berpengaruh pula pada tingkah lakunya sehingga
memerlukan bwaktu untuk mengembalikan kepercayaannya. (Sri H
Soemartono,2003)
Rasa takut pada seorang anak kebanyakan terjadi pada
kunjungan pertama ke dokter gigi tetapi pada umumnya anak dapat
mengontrol rasa takut ini dengan daya pikirnya seorang anak tidak
dapat mengontrol rasa takutnya sering disebabkan juga oleh sikap
orang tua yang salah sehingga menyebabkan rasa takut yang sudah
ada sejak dari rumah. Biasanya sikap seorang anak sering berubah-
ubah dalam waktu singkat, terkadang anak mau menerima perwatan
gigi debgan baik tetapi disaat lain menjadi tidak patuh, perubahan
sikap ini biasanya disebabkan keinginan seorang anak untuik
menghindarkan diri dari rasa sakit atau rasa tidak nyaman yang
ditafsirkan sebagai sesuatu yang menggangu kesenangannya.
(Hendrastuti,fajriani, 2003)
2. Penyebab Rasa Takut Anak Dalam Perawatan Gigi
12
Pada umumnya penyebab rasa takut dalam perwatan gigi pada
anak timbul terutama pada alat yang dilihatnya, yang sepertinya akan
membuatnya merasa sakit. Itu situasi dan keadaan lingkungan
perawtan gigi sangat berpengaruh timbulnya rasa takut sebagai
contoh ruang tunggu yang pengap atau panas berbeda dengan ruang
tunggu yang adem sejuk dan nyaman. Kecemasan pasien anak
terhadap perawatan gigi sering kali timbul karena anak merasa takut
berada di ruang praktik dokter gigi. Ruangan praktik dokter gigi
sebaiknya dibuat senyaman mungkin sehingga anak merasa seperti
di rumahnya sendiri. Ruangan praktik tersebut dibedakan antara
ruang tunggu dan ruang perawatan. Jika tempat praktik tidak terbatas
hanya untuk pasien anak-anak, salah satu metode yang efektif
diantaranya adalah dengan pembuatan ruang tunggu yang dibuat
sedemikian rupa khusus untuk anak. Membuat ruang penerimaan
yang nyaman dan hangat sehingga anak merasa tidak asing ketika
memasukinya, oleh karena itu dekorasi ruangan sangat memegang
peranan penting dan erat kaitannya dengan kondisi psikologis
mereka. (http://guswiyan.blogspot.com/2009/10/mengapa-takut-ke-
dokter-gigi,html,15 juni 2010)
13
Faktor lain yang seringkali menimbulkan rasa takut pada
perawatan gigi anak adalah keadaan lingkungan kamar praktek,
seperti bau obat-obatan, peralatan, bunyi bur atau mesin. Dan
pengalaman rasa sakit pada perawatan terdahulu sehingga anak
akan takut pada perawatan gigi selanjutnya. ( Hendrastuti, Fajriani,
2003).
Pasien biasanya mengatakan bahwa ketakutan mereka sampai
pada puncaknya ketika menunggu di ruang tunggu. Menghadapi
bayangan yang mungkin terjadi sering kali lebih buruk daripada
kejadian itu sendiri. Pasien biasanya mengatakan bahwa ketakutan
mereka lebih tinggi ketika menunggu di ruang tunggu daripada ketika
mereka sudah duduk di unit kursi gigi. (Arlette Suzy Puspa Pertiwi,
Yetty Herdiyati Nonong, Inne Suherna Sasmita, 2010). Selain itu
salah satu jawaban yang paling tepat mengapa orang takut terhadap
perawatan gigi adalah mengantisipasi penderitaan, karena rasa sakit
yang dialami. (G.G.Kent, A.S. Blinkhorn, 2005)
D. Penanganan Rasa Takut Pada Anak Dalam Perawatan Gigi
Pada saat anak memasuki ruang perawatan gigi dengan sejumlah
perasaan takut, hal yang pertama harus dilakukan oleh dokter gigi adalah
menempatkan anak senyaman mungkin dan mengarahkannya bahwa
14
pengalamannya ini bukanlah hal yang tidak biasa. Jika tempat praktik
tidak terbatas hanya untuk pasien anak-anak, salah satu metode yang
efektif di antaranya adalah dengan pembuatan ruang tunggu yang dibuat
sedemikian rupa sehingga anak merasa berada di lingkungan rumahnya
sendiri. Membuat ruang penerimaan yang nyaman dan hangat sehingga
anak merasa tidak asing ketika memasukinya, oleh karena itu dekorasi
ruangan sangat memegang peranan penting dan erat kaitannya dengan
kondisi psikologis mereka. (Arlette Suzy Puspa Pertiwi, Yetty Herdiyati
Nonong, Inne Suherna Sasmita, 2010)
Selain itu juga Yang harus dilakukan oleh sorang dokter gigi bila
berhadapan dengan pasien anak-anak dengan rasa takut adalah
menghilangkan rasa takut anak, tindakan yang dapat mengurangi rasa
takut itu antara lain, mengurangi ketakutan keluarga pasien, ketakutan
pasien sendiri, mengurangi keributan dan mengurangi perasaan sakit.
Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan hubungan yang baik antara
dokter dan pasien anak serta pengertian dari orang tua anak.(Fajriani
Hendrastuti,2003)
Untuk menghindari ketakutan anak, perkenalkan anak dengan
dokter gigi sedini mungkin.mulailah pada usia 6 bulan sampai 1 tahun
dimana giginya sudah mulai tumbuh, ajak anak untuk menemani orang
tua untuk berkonsultasi dengan dokter gigi. Anak akan merasa senang
15
dan tidak takut jika dokter yang menanganinya menyenangkan hati anak
tersebut, terlihat ramah, murah senyum, sabar dan amu menyapa anak
dengan lembut. Jangan memaksa anak untuk pergi kedokter gigi ketika
suasana hatinya sedang tidak baik,pilih waktu yang tepat agar anak
merasa nyaman, tampak ceria, dan mau berbagi cerita.(Gracianti Afrilina,
Juliska Gracinia, 2006)
1. Peranan Orang Tua Terhadap Perawatan Gigi Anak
Orang tua sangat berperan pada perawatan gigi anak, sikap
yang masih sering dijumpai adalah orang tua jarang sekali mengantar
anaknya kedokter gigi untuk pemeriksaan rutin atau sekedar untuk
konsultasi, biasanya orang tua baru mengantarkan anaknya kedokter
gigi apabila ada keluhan atau anak sakit gigi. Sikap yang demikian
tentunya kurang menguntungkan sebab selain perwatannya lebih
sulit bagaimanapun juga menjegah lebih baik daripada mengobati.
(Fajriani Hendrastuti, 2003).
Dokter gigi perlu mengetahui beberapa informasi mengenai
kondisi anak kepada orang tuanya,serta mengamati bagaimana
hubungan anak itu kepada orang tuanya. Didikan orang tua
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku anak
menerima perawatan gigi. Sikap orang tua yang berpengaruh pada
16
anak terhadap perawatan gigi antara lain : . (Fajriani Hendrastuti,
2003)
a. Orang tua yang otoriter
Sikap otoriter yang ditunjukkan orang tua biasanya
membuat seorang anak cenderung patuh, bertingkah laku baik,
ramah dan sopan. Sikap anak yang seperti ini akan menerima
perwatan dengan baik yang dilakukan oleh dokter/perawat gigi,
tetapi meskipun demikian dokter/perawat harus bersikap tidak
menambah ketakutan yang mungkin akan dialami anak serta
mengingatkan orang tua untuk bersikap netral.
b. Orang tua yang terlalu sabar
Orang tua yang menunjukkan perhatian yang berlebihan
kepada anak dan segala permintaan/kebutuhan anak selalu
dipenuhi,sehingga sikap yang seperti ini akan membuat anak
tidak mengalami perkembangan dalam reaksinya.perilaku anak
akan menjadi pemarah, tidak memiliki kontrol diri, mempunyai
keinginan yang berlebihan, menjadi lengah, dan tidak penurut.
Sikap orang tua yang demikian mengharuskan dokter gigi
memberikan pengertian kepada orang tua terhadap tindakan
yang mungkin akan dilakukan dalam perwatan.karena anak
dengan orang tua seperti ini biasanya memiliki sikap menentang.
17
c. Orang tua yang terlalu melindungi
Sikap seperti ini membuat anak akan mengalami
keterlambatan dalam pematangan sosial dan aturan-aturan sosial
anak akan memiliki perasaan selalu dibawah, merasa tidak
berdaya, malu, dan sering merasa cemas. Bisanya orang tua
yang terlalu melindungi memiilki perasaan takut yang berlebihan
untuk itu dokter/perawat gigi harus memberi lebih banyak waktu
untuk menjelaskan hal-hal yng berhubungan dengan perawatan
gigi.sebab jika rasa takut pada orang tua berkurang akan
mengurangi pada anak.
d. Orang tua yang lalai
Sikap ini menunjukkan kurangnya perhatian orng tua
terhadap kesehatan gigi anaknya. Biasanya tipe orang tua seperti
ini terlihat setelah kunjungan pertama dan saat perjanjian
kunjungan berikutnya anak tersebut tidak kembali. Hal lain yang
Nampak adalah penyuluhan dan motivasi-motivasi yang diberikan
oleh dokter/perawat gigi tidak dijalankan dengan baik.penyebab
ini mungkin diakibatkan oleh kesibukan orang tua sehingga anak
menjadi kurang perhatian.
18
e. Orang tua yang manipulatif
Orang tua yang suka bertanya secara berlebihan, dalam
hal perawatan gigi pertanyaan berkisar berapa lama perwatan,
proses mendiagnosis penyakit dan proses perawatan gigi.
Keingintahuan orang tua ini biasanya justru membuat anak
semakin takut. Dokter/perawat gigi harus mengatur situasi yang
baik untuk berdiskusi dengan orang tua agar mereka dapat
mengerti dan mengenal prosedur perwatan gigi dengan baik.
f. Orang tua yang suka mencurigai
Orang tua mempertanyakan perlunya perawatan gigi,
pertanyaan ini biasanya bukan karena keingintahuan dari orang
tua tetapi karena rasa ketidak percayaannya terhadap dokter
gigi.Pendekatan kejiwaan anak merupakan salah satu solusi
mengatasinya. Si buah hati yang terlanjur sudah trauma
membutuhkan kondisi kejiwaan yang stabil. Berikut ini tips yang
biasa dilakukan:
( http://konsultasikesehatan.net/index.php/2010/tips -mengatasi-
rasa-takut-anak-saat-berobat-ke-dokter/,15 juni 2010)
Ajak si buah hati berkomunikasi dan bermain peran. Si buah
hati bisa diajak bermain dokter-dokteran , di mana ia berperan
menjadi dokter. Di saat si buah hati memerankan dokter tersebut,
19
yang dianggap sosok menakutkan, ajaklah komunikasi dan
yakinkan bahwa si buah hati yang menjadi ‘dokter’ bukan tokoh
yang menakutkan
1. Belikan mainan yang berhubungan dengan peran dokter. Seperti
stetoskop, baju dokter, dan lain- lain. Dengan menggabungkan
langkah no 1, tentunya si buah hati akan lebih ‘familiar’ dengan
dunia kesehatan. Pada akhirnya si buah hati menjadi tidak takut
pada dokter.
2. Belikan buku seri anak bercerita / mendongeng yang di dalamnya
ada cerita tentang tokoh yang berani berobat ke dokter atau
diperiksa oleh dokter.
3. Buat si buah hati merasa aman dan nyaman saat berkunjung ke
dokter. Misalnya ia diperkenankan membawa mainan kesukannya,
memakai baju kesukaannya, atau sehabis berobat diajak ke
tempat bermain/ makan kesukaannya.
4. Tidak salah juga apabila si buah hati diajak menemani kakak/
saudara lainnya berobat sehingga ia biasa melihat dan
mendapatkan informsi bagaimana menjaga kesehatan. Misalnya
saat pergi ke dokter gigi, maka si buah hati mendapat pelajaran
bagaimana cara menjaga giginya dan menjauhi permen
2. Penanganan Anak Secara Psikologis Oleh Dokter Gigi
20
Pada tahun 1959 addelston mengembangkan cara membentuk
tingkah laku pasien sesuai dengan yang diinginkan dibagi dengan 3
tahap yang dikenal dengan Tell-show-do yang dikenal dengan TSD:
(Sri H Soemartono 2003)
a. Tell yaitu mengatakan kepada anak dengan bahasa yang biasa
dimengerti oleh anak tersebut, tentang apa yang akan dilakukan.
Dalam hal ini di jelaskan juga alat-alat yang mungkin akan
digunakan. Setiap kali anak akan menunjukkan hal yang positif
diberikan penghargaan .
b. Show yaitu dilakukan jika anak telah mengerti apa yang telah
diceritakan. Untuk ini diperlukan model yang pilih sesuai dengan
tindakan apa yang akan dilakukan tanpa menimbulkan rasa takut.
Bertindak sebagai model mungkin dokter/perwat giginya sendiri
orang tua atau pasien lain. Pilihan lain misalnya model gigi,
poster, film, rekaman video, dan alat-alat peraga yang lain. Pada
waktu penyampaian dijaga agar tidak menimbulkan rasa takut
pada anak. Gerakan yang tiba-tiba atau suara bor atau mesin lain
kadang-kadang mengejutkan anak,mengakibatkan anak menjadi
takut.
c. Do yaitu tahap terakhir yang dilakukan jika tahap show telah dapat
diterima oleh anak pada tahap do maupun show dilakukan sesuai
dengan apa yang telah diceritakan maupun ditunjukkan.
21
TSD dapat diterapkan pada anak dengan sikap, umur, dan
kemampuan yang berbeda-beda , Sebenarnya TSD telah
dilakukan kombinasi 3 cara untuk melakukan pendekatan yaitu :
reinforcement, modeling, desensitisasi. (Sri H Soemartono, 2003)
a. Reinforcement
Merupakan tindakan untuk menghargai prestasi yang telah
dicapai, agar prestasi tersebut diulang. Tindakan ini berupa
imbalan yang akan menguatkan tingkah laku anak yang di
inginkan pada waktu yang akan datang. Telah disepakati, bahwa
dalam teori belajar dalam perkembangan anak, perilaku yang
ditunjukkan adalah responnya terhadap imbalan dan hukuman
dari sekitarnya. Bentuk imbalan yang sangat penting adalah kasih
saying dan persetujuan yang pertama kali didapat dari orang tua
dan kemudian dari teman sebaya. Imbalan dapat pula dalam
bentuk materi, imbalan sosial misalnya dengan senyuman,
belaian atau pujian. (Sri H Soemartono, 2003)
b. Modeling
Prinsip teknik ini adalah dengan mengikutsertakan anak
untuk mengamati anak lain menjalani perawatan dan
memperlihatkan tingkah laku yang baik selama perawatan gigi.
Dapat pula mempergunakan film atau video yang
22
memperlihatkan hasil yang memuaskan pada perawatan gigi
anak.
c. Desensitisasi
Desensitisasi adalah suatu cara yang paling sering digunakan
oleh psikolog untuk mengatasi rasa takut. Aplikasi desensitisasi
dalam perawatan gigi anak yang pertama kali harus diketahui
adalah objek yang ditakuti. Apabila sudah diketahui dapat
disusun rangsangan yang menimbulkan rasa takut dan
berdasarkan hal ini dilakukan desensitisasi, dengan tahapan
meembuat pasien merasa relaks, dan membangun urutan
rangsangan mulai yang paling rendah dan perlahan
memperkenalkan perawatan yang akan di berikan kepada pasien
tersebut.
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
menggunakan Kuisoner.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan pada SD Negeri 22 Beloparang,
Kec.Bissappu Kab.Bantaeng.
2. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan ............
C. Popalasi dan Sampel
1. Populasi adalah setiap subyek dapat berupa manusia, binatang
percobaan data laboratorium,dan lain-lain yang memenuhi
karakteristik yang diperlukan. Adapun populasi dalam penelitian ini
adalah siswa SD Neg.22 Beloparang,Kec.Bissappu Kab.Bantaeng.
2. Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara
tertentu hingga dianggap mewakili populasinya. Cara pengambilan
sampel yang dilakukan adalah penarikan sampel secara acak
(random sampling) adapun sampel dalam penelitan ini adalah
kelas IV dan V
24
D. Kerangka Konsep
1. Variabel bebas : Perasaan takut dan cemas
2. Variable terikat : Perawatan gigi
3. Variabel perancu : Pengetahuan, lingkungan, sosial ekonomi,
mmmmmmmmmmmm dan sikap orang tua.
Variabel bebas Variabel terikat
Variabel perancu
Keterangan :
1. Variabel Bebas yang mempengaruhi variabel terikat yaitu rasa
takut
2. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi variabel bebas
yaitu perawatan gigi anak
Rasa takut perawatan gigi
anak
1. Pengetahuan 2.
Lingkungan 3.
Sosial ekonomi 4.
Sikap Orang Tua
25
3. Variabel perancu adalah variabel yang tidak diteliti yaitu
pengetahuan, lingkungan, sosial ekonomi, dan sikap orang tua
E. Alat dan Bahan
1. Lembaran Kuisoner
2. Alat Tulis Menulis
F. Defenisi Operasional
1. Rasa takut adalah emosi primer yang diperoleh bayi setelah lahir.
Rasa takut merupakan respon primitif dan merupakan suatu
mekanisme protektif untuk melindungi seseorang dari bahaya dan
pengrusakan diri.
2. Perawatan gigi anak adalah kegiatan pemeriksaan sampai
pemberian tindakan (memasuki tahap kerja) pada gigi anak-anak.
3. Faktor lain yang mempengaruhi rasa takut adalah :
a. Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan
diperoleh manusia melalui pengamatan akal.Pengetahuan
muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk
mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah
dilihat atau dirasakan sebelumnya seperti halnya rasa takut
akan perawatan gigi. (http://www.pdfound.com/pdf/definisi-
pengetahuan-menurut-soekidjo-notoatmodjo.html,25 juni 2010)
26
b. Lingkungan (adanya pengaruh dari luar) seperti pengalaman
dari orang lain, tetapi anak tersebut belum pernah mengalami
seebelumnya. ( Fajriani Hendrastuti, 2003)
c. Sosial ekonomi: seorang anak yang berasal dari tingkat
ekonomi menengah kebawah biasanya akan engan untuk
berobat kedokter gigi, akan menyebabkan anak merasa takut
untuk berobat.
d. Sikap orang tua terhadap anaknya sangat berpengaruh pada
tingkah laku anak pada saat melakukan perawatan gigi. Seperti
orang tua yang terlalu sabar, otoriter, terlalu melindungi, dan
lain –lain.(Fajriani Hendrastuti, 2003)
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 4 - 5 Juli 2011 di
SD Negeri 22 Beloparang Kab. Bantaeng dapat dilihat dalam bentuk
tabel sebagai berikut :
Tabel 4.1: Data distributor persentase rasa takut berdasarkan jenis
kelamin pada murid Kelas V da VI SD Negeri 22 Beloparang.
NO. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
1 Laki-laki 14 46,7%
2 Perempuan 16 53,3%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa persentase rasa takut pada
murid perempuan lebih tinggi (53,3%), di bandingkan dengan rasa takut
pada murid laki-laki (46,7%).
Tabel 4.2 : Data jawaban quisioner Rasa takut pada murid Kelas V da VI
SD Negeri 22 Beloparang
No. Pertanyaan tentang rasa takut TakutTidak takut
1 Takut terhadap perawatan gigi 17 13
2Berkeringat saat dokter/perawat gigi melakukan perawatan gigi
10 20
3 Takut saat dokter/perawat gigi 16 14
28
memegang alat pencabutan gigi (tang)
4 Takut melihat jarum suntik 16 14
5 Takut melihat bor gigi 18 12
6Tegang pada saat berada diruangan perawatan
16 14
7Takut berkunjung ke Puskesmas jika sakit gigi
13 18
8 Takut melihat dokter/perawat gigi 11 19
9Takut ketika mendengar suara bor gigi
14 16
10Takut saat mencium bau obat – obatan dalam ruangan perawatan gigi
15 15
11Takut terhadap perawatan gigi sehingga tidak menjawab pertanyaan Dokter/perawat gigi
8 22
12
Takut saat Dokter/perawat gigi memegang alat cabut (tang) sehingga menolak membuka mulut
15 15
13Takut melihat jarum suntik, sehingga tidak mematuhi perintah Dokter/perawat gigi
14 16
14
Takut pada saat sakit gigi sehingga tidak mau berobat ke Puskesmas
11 19
15Takut ketika melihat Dokter/ perawat gigi sehingga menolak untuk diperiksa.
9 21
Dari tabel 4.2 di peroleh data hasil penelitian:
Dari 30 siswa terdapat 17 siswa yang merasa takut terhadap perawatan gigi sebanyak dan 13 siswa yang tidak takut terhadap perawatan gigi.
29
Dari 30 siswa terdapat10 siswa yang berkeringat saat dokter/perawat gigi melakukan perawatan gigi dan 20 tidak berkeringat saat dokter/perawat gigi melakukan perawatan gigi.
Dari 30 siswa terdapat 16 siswa yang takut saat dokter/perawat gigi memegang alat pencabutan gigi (tang) dan 14 siswa tidak takut saat dokter/perawat gigi memegang alat pencabutan gigi (tang).
Dari 30 siswa terdapat 16 siswa yang takut melihat jarum suntik dan 14 siswa takut melihat jarum suntik
Dari 30 siswa terdapat 18 siswa takut melihat bor gigi dan 12 siswa takut melihat bor gigi.
Dari 30 siswa terdapat 16 siswa tegang pada saat berada diruangan perawatan dan 14 siswa tidak tegang pada saat berada diruangan perawatan.
Dari 30 siswa terdapat 12 siswa takut berkunjung ke Puskesmas dan 18 siswa yang tidak takut berkunjung ke Puskesmas.
Dari 30 siswa terdapat 11 siswa takut melihat dokter/perawat gigi dan 19 siswa yang tidak takut melihat dokter/perawat gigi.
Dari 30 siswa terdapat 14 siswa takut ketika mendengar suara bor gigi dan 16 siswa yang tidak takut ketika mendengar suara bor gigi.
Dari 30 siswa terdapat 15 siswa takut saat mencium bau obat – obatan dalam ruangan perawatan gigi dan 15 siswa yang tidak takut saat mencium bau obat – obatan dalam ruangan perawatan gigi
Dari 30 siswa terdapat 8 siswa takut terhadap perawatan gigi sehingga tidak menjawab pertanyaan Dokter/perawat gigi dan 22 siswa yang tidak takut terhadap perawatan gigi sehingga tidak menjawab pertanyaan Dokter/perawat gigi.
Dari 30 siswa terdapat 15 siswa takut saat Dokter/perawat gigi memegang alat cabut (tang) sehingga menolak membuka mulut dan 15 siswa yang tidak takut saat Dokter/perawat gigi memegang alat cabut (tang) sehingga menolak membuka mulut.
Dari 30 siswa terdapat 14 siswa takut melihat jarum suntik, sehingga tidak mematuhi perintah Dokter/perawat gigi dan 16 siswa yang tidak takut melihat jarum suntik, sehingga tidak mematuhi perintah Dokter/perawat gigi
Dari 30 siswa terdapat 11 siswa yang takut pada saat sakit gigi sehingga tidak mau berobat ke Puskesmas dan 19 siswa yang tidak takut pada saat sakit gigi sehingga tidak mau berobat ke Puskesmas.
30
Dari 30 siswa terdapat 9 siswa yang takut ketika melihat Dokter/ perawat gigi sehingga menolak untuk diperiksa.dan 21 siswa yang tidak takut ketika melihat Dokter/ perawat gigi sehingga menolak untuk diperiksa.
B. Pembahasan
Berdasarkan tabel yang diperoleh dari hasil penelitian yang
dilakukan pada murid kelas V dan VI SD Negeri 22 Beloparang pada
tanggal 4 - 5 juli 2011sebagian besar dari sampel tidak memiliki rasa
takut terhadap perawatan gigi.
Pada tabel yang diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa
sebagian murid pada SD tersebut tidak merasa takut untuk melakukan
perawatan gigi, sebagian besar dari mereka tidak merasa takut saat
melakukan perawatan gigi. Karena dari murid-murid tersebut sebagian
besar sudah mengetahui pentingnya dalam melakukan perawatan gigi.
Dalam penelitian ini ada beberapa pertanyaan yang di berikan
terhadap murid-murid kelas V dan VI, tentang rasa takut pada perawatan
gigi, di antaranya :
Takut melihat jarum suntik
Takut melihat alat pencabutan (tang)
Takut mencium bau obat-obatan
Takut pada saat sakit gigi sehingga tidak mau berobat ke
Puskesmas.
31
Takut ketika mendengar suara alat bor gigi
Takut terhadap perawatan gigi sehingga tidak mau di
periksa
Tegang pada saat berada di dalam ruangan perawatan
Dari sebagian pertanyaan dari rasa takut yang di tanyakan kepada
murid-murid kelas V dan VI ada 15 pertanyaan dari 30 orang, dan untuk
mengetahui seberapa banyak yang takut, tidak takut, dan sangat takut.
Yang di gabungkan dalam pertanyaan yang di berikan kepada murid-
murid sebanyak 15 nomor dan setalah penelitian, sebagian besar dari
sampel, tidak memiliki rasa takut terhadap perawatan gigi.
Berdasarkan dari hasil penelitian dapat di lihat bahwa pada anak-
anak SD Neg. 22 beloparang yang merasa takut sebesar 44,9 %, dan
yang tidak takut saat perawatan gigi sebesar 55,1%, Adapun data-data
dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Jumlah seluruh murid kelas V berjumlah 18 orang, terdiri dari
10 laki-laki dan 8 perempuan, sedangkan kelas VI berjumlah 24
orang terdiri dari 13 laki-laki dan 11 perempuan.
2. Jumlah murid yang hadir pada saat penelitian adalah 30 orang,
kelas V berjumlah 12 orang terdiri dari 3 orang laki-laki dan 9
32
orang perempuan dan murid kelas VI berjumlah 18 orang terdiri
dari 11 laki-laki dan 7 perempuan.
3. Murid yang tidak hadir dalam saat penelitian berjumlah 12
orang
4. Dari 15 pertanyaan yang di tanyakan pada 30 orang ada 450
total jawaban, yang terdiri dari 248 (55,1%) menjawab tidak
takut dan 202 (44,9 %) untuk menjawat takut.
Ternyata setelah pengolahan data dari hasil penelitian berbeda
antara hipotesa akhir dan hipotesa awal. Berarti anak-anak SD Negeri 22
Beloparang sudah mengerti tentang kesehatan gigi walaupun sampelnya
hanya kelas V dan VI saja.
Hal ini bisa saja terjadi karena disebabkan oleh garis koordinasi
dan kerjasama antara sekolah dan Puskesmas sudah terjalin baik,
sehingga program UKGS berjalan dengan baik.
Dalam penelitian ini antusiasme dari murid-murid sekolah tersebut
sangat menyambut baik kehadiran saya , selain itu sebelum membagikan
kuisioner terlebih dahulu diadakan penyuluhan mengenai kesehatan gigi
dan mulut. Hambatan dalam penelitian ini , banyak murid yang tidak
hadir.
33
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa anak-anak pada SD
Neg. 22 Beloparang yang merasa takut sebesar 44,9 %, dan yang tidak
takut saat perawatan gigi sebesar 55,1%, maka dapat disimpulkan bahwa
pada murid kelas V dan VI SD Negeri 22 Beloparang sebagian besar
sudah tidak takut lagi untuk melakukan perawatan gigi, hal ini
menandakan bahwa anak–anak di daerah tersebut memiliki sifat
kooperatif dalam hal perawatan gigi.
Berdasarkan tabel yang diperoleh dari hasil penelitian yang
dilakukan pada murid kelas V dan VI SD Neg. 22 Beloparang. Pada
tanggal 4-5 Juli 2011 sebagian besar dari sampel tidak memiliki rasa
takut terhadap perawatan gigi.
Jadi keberanian anak–anak dalam melakukan perawatan gigi
bukan hanya disebabkan oleh faktor dari orang tua saja, melainkan juga
dari faktor lingkungannya, dalam hal ini sekolah itu sendiri, dan
dukungan dari pihak Puskesmas dalam kegiatan UKGS.
B. Saran
34
1. Mutu dari lintas program antara Kementrian Kesehatan dan
Kementrian Pendidikan di wilayah Kerja Puskesmas masih perlu
ditingkatkan.
2. Membentuk dan memperdayakan kader kesehatan (kesehatan gigi
dan mulut) melalui kegiatan Posyandu dan UKGS.