perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

64
DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN BAB I : PENDAHULUAN Perencanaan propeller dan sistem perporosan merupakan salah satu tahapan penting dalam mendesain kapal. Sebelum merencanakan propeller dan sistem perporosan, kita diharuskan terlebih dalulu untuk mengetahui fungsi-fungsi dari bagian propeller dan sistem perporosan yang akan kita rancang dan yang paling penting adalah kita harus mengetahui data utama kapal yang dirancang. I.1 Filosofi Desain Propeller merupakan bentuk alat penggerak kapal yang paling umum digunakan dalam menggerakkan kapal. Sebuah kapal dapat bergerak dengan kecepatan sesuai keinginan owner membutuhkan gaya dorong (thrust). Gaya dorong tersebut dihasilkan oleh motor induk atau main engine yang ditransmisikan melalui poros dan disalurkan ke baling-baling (propeller). Hal awal yang dilakukan untuk pendesainan propeller adalah perhitungan tahanan total. Pada perancangan propeller dan sistem perporosan ini metode yang digunakan untuk menghitung tahanan adalah metode Harvald. Tahapan selanjutnya adalah mehitung daya engine yang akan ditransmisikan ke propeller untuk menghasilkan gaya dorong (BHP). Setelah didapatkan BHP maka kita harus mencari main engine yang mempunyai nilai sesuai BHP untuk bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Langkah selanjutnya adalah menghitung dan menentukan jenis propeller yang akan digunakan. Pada perhitungan dan penentuan dimensi propeller yang digunakan adalah Bp - d diagram, dari diagram tersebut nantinya akan didapatkan dimensi dari propeller yang dirancang. Dalam tahapan ini yang paling penting adalah mencari propeller yang paling effisien, diameternya memenuhi persyaratan dari kapal yang dirancang, dan memenuhi sarat kavitasi. Engine propeller matching (EPM) adalah tahapan selanjutnya. EPM merupakan mencocokan performa dari propeller dengan mesin yang digunakan. Setelah itu tahapan yang dilakukan adalah melakukan perhitungan perancanaan poros. Dalam perencanaan poros hal yang perlu diperhatikan adalah besarnya daya yang disalurka (SHP) dan besarnya torsi yang akan diterima oleh poros. Perhitungan dan perancangan stern tube merupakan tahapan yang terakhir. Stern tube merupakan tabung kedap yang berguna untuk mencegah air dari luar memasuki badan kapal. Selain itu stern tube juga berfungsi sebagai penopang dan tempat untuk melumasi poros. Dalam laporan ini juga akan dihitung mengenai perencanaan boss propeller, kopling, tebal bantalan, pasak, stern post, intermediate shaft Bimo Wira Para (4211100055) Page 1

Upload: 123habib123fikri

Post on 01-Jan-2016

1.193 views

Category:

Documents


80 download

DESCRIPTION

engine propeller matching, ship propulsion system, marine propeller

TRANSCRIPT

Page 1: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

BAB I : PENDAHULUAN

Perencanaan propeller dan sistem perporosan merupakan salah satu tahapan penting dalam mendesain kapal. Sebelum merencanakan propeller dan sistem perporosan, kita diharuskan terlebih dalulu untuk mengetahui fungsi-fungsi dari bagian propeller dan sistem perporosan yang akan kita rancang dan yang paling penting adalah kita harus mengetahui data utama kapal yang dirancang.

I.1 Filosofi Desain

Propeller merupakan bentuk alat penggerak kapal yang paling umum digunakan dalam menggerakkan kapal. Sebuah kapal dapat bergerak dengan kecepatan sesuai keinginan owner membutuhkan gaya dorong (thrust). Gaya dorong tersebut dihasilkan oleh motor induk atau main engine yang ditransmisikan melalui poros dan disalurkan ke baling-baling (propeller).

Hal awal yang dilakukan untuk pendesainan propeller adalah perhitungan tahanan total. Pada perancangan propeller dan sistem perporosan ini metode yang digunakan untuk menghitung tahanan adalah metode Harvald. Tahapan selanjutnya adalah mehitung daya engine yang akan ditransmisikan ke propeller untuk menghasilkan gaya dorong (BHP). Setelah didapatkan BHP maka kita harus mencari main engine yang mempunyai nilai sesuai BHP untuk bisa menjalankan tugasnya dengan baik.

Langkah selanjutnya adalah menghitung dan menentukan jenis propeller yang akan digunakan. Pada perhitungan dan penentuan dimensi propeller yang digunakan adalah Bp - d diagram, dari diagram tersebut nantinya akan didapatkan dimensi dari propeller yang dirancang. Dalam tahapan ini yang paling penting adalah mencari propeller yang paling effisien, diameternya memenuhi persyaratan dari kapal yang dirancang, dan memenuhi sarat kavitasi.

Engine propeller matching (EPM) adalah tahapan selanjutnya. EPM merupakan mencocokan performa dari propeller dengan mesin yang digunakan. Setelah itu tahapan yang dilakukan adalah melakukan perhitungan perancanaan poros. Dalam perencanaan poros hal yang perlu diperhatikan adalah besarnya daya yang disalurka (SHP) dan besarnya torsi yang akan diterima oleh poros.

Perhitungan dan perancangan stern tube merupakan tahapan yang terakhir. Stern tube merupakan tabung kedap yang berguna untuk mencegah air dari luar memasuki badan kapal. Selain itu stern tube juga berfungsi sebagai penopang dan tempat untuk melumasi poros.

Dalam laporan ini juga akan dihitung mengenai perencanaan boss propeller, kopling, tebal bantalan, pasak, stern post, intermediate shaft serta kopling penghubung antara poros propeller dan poros intermediate. Jenis pelumasan dari stern tube yang digunakan dalam perencanaan perporosan ini adalah sistem pelumasan minyak.

Bimo Wira Para (4211100055) Page 1

Page 2: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

I.2 Data Utama Ukuran Kapal

Sebelum memulai merancang sebuah kapal, langkah pertama yang dilakukan adalah mencari data kapal yang telah ditentukan. Data kapal pembanding ini berguna sebagai acuan dari dimensi kapal yang akan dirancang. Data kapal yang ditentukan dapat dicari dibuku ataupun website dari berbagai biro klasifikasi yang ada dimanapun. Contohnya NK,BV,GL,dll. Dalam perancangan desain ini data kapal yang digunakan berasal dari Nippon Kaiji Kyokai ( ClassNK ). Berikut adalah data dimensi kapal yang digunakan :

Tipe Kapal : Containner CarrierNama Kapal : CTP FortuneTahun Pembangunan : 1998Tonnage Gross : 14855Deadwight : 16567Lpp : 152,00mB : 26,20 mH : 13,20 mT : 8,27 mDaya Motor : 12268 kWRpm : 105 Rpmvs : 20 knot

Gambar I.2.1 Kapal Pembanding (vesseltracker.com)

Bimo Wira Para (4211100055) Page 2

Page 3: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

I.3 Data Gambar Lines Plan

Gambar I.3.1 Body Plan

Bimo Wira Para (4211100055) Page 3

Page 4: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Gambar I.3.2 Half Breadth Plan

Bimo Wira Para (4211100055) Page 4

Page 5: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Gambar 1.3.3 Sheer Plan bagian buritan

Bimo Wira Para (4211100055) Page 5

Page 6: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Gambar I.3.4 Sheer Plan bagian haluan

Bimo Wira Para (4211100055) Page 6

Page 7: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

I.3 Rules & Regulations

Pada perancangan Propeller dan Sistem Perporosan ini, pengerjaanya harus mengacu pada rules & regulation yang berlaku. Karena apabila tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh klas maka rancangan propeller dan sistem perporosan ini tidak akan diterima oleh klas yang bersangkutan. Dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh klas maka kesempurnaan konstruksi dan kelengakapannya dapat dipertanggung jawabkan.

Perancangan propeller dan sistem perporosan ini mengikuti aturan yang ada dalam BKI (Biro Klasifikasi Indonesia). BKI merupakan suatu lembaga badan teknik yang melakukan kegiatan berupa pengawasan untuk kapal baru maupun kapal yang sedang beroperasi, dan pemberian sertifikasi untuk kapal-kapal yang telah lulus penilaian atas kesempurnaan konstruksi dan kelengkapannya. Dan untuk perhitungan tahanan pada kali ini digunakan metode Harvald.

Bimo Wira Para (4211100055) Page 7

Page 8: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

BAB II : PERHITUNGAN PROPELLER

Perencanaan desain propeller dan sistem perporosan adalah hal yang sangat penting bagi suatu kapal yang ingin mencapai kecepatan berlayar sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini berkaitan dengan pemilihan main engine sebagai media penghasil gaya dorong pada kapal. Tipe propeller dan diameter poros yang sesuai juga perlu direncanakan agar daya yang dihasilkan main engine dapat menghasilkan gaya dorong yang maksimal untuk mendapatkan kecepatan yang diinginkan. Maka dari itu dalam BAB II – Perhitungan Propeller ini akan membahas tentang :

Perhitungan tahana total kapal Perhitungan kebutuhan power Pemilihan main engine dan reduction gear Pemilihan daun dan tipe propeller Perhitungan resiko kavitasi Engine Propeller Matching

II.1 Perhitungan Tahanan Kapal

Tahanan (resistance) kapal adalah suatu gaya yang diakibatkan oleh fluida yang berlawanan arah dengan gerak kapal. Tahanan kapal diaplikasikan untuk mencari kebutuhan gaya dorong (thrust) yang dibutuhkan oleh kapal,agar kapal dapat bergerak dengan kecepatan dinas (service speed) yang sesuai dengan perencanaannya (Adji,2009). Pada kesempatan ini perhitungan tahanan menggunakan metode Harvald dalam perhitungannya. Hasil tahanan akhir atau tahanan total pada suatu kapal merupakan kalkulasi gabungan dari beberapa tahanan yang terdiri dari :

Tahanan gesek (friction resistance) Tahanan sisa (residuary resistance) Tahanan tambahan Tahanan udara dan kemudi

Sebelum menghitung tahanan kapal kita harus menentukan dahulu besarnya volume displasmen, berat displasmen, luas permukaan basah (wetted surface area), Fraude Number, dan Reynold Number dari kapal yang kita rancang. Berikut adalah tahapan pehitungannya :

II.1.1. Perhitungan Volume Dispalsmen

Volume displasmen adalah volume air yang dipindahkan oleh badan kapal sebagai sebuah floating body. Rumus dari volume displasmen adalah :

▼ = Cb x LWL x B x T (2.1)

Cb = Koefisien blok kapal yang terletak dibawah garis air

LWL = Panjang kapal yang dihitung pada garis air

B = Lebar kapal

T = Tinggi sarat air kapal

Bimo Wira Para (4211100055) Page 8

Page 9: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

II.1.2. Perhitungan Berat Displasmen

Berat displasmen merupakan berat dari volume air yang dipindahkan oleh kapal. Rumus yang digunakan untuk mencari berat displasmen adalah :

∆ = Cb x LWL x B x T x ρ air laut ∆ = ▼ x ρ air laut (2.2)

ρ air laut = Masa jenis air laut

II.1.3. Luas Permukaan Basah

Luas permukaan basah adalah luas permukaan badan kapal yang tercelup di dalam air. Dimana rumusnya adalah :

S = 1,025 Lpp x (Cb x B + 1,7 T) (2.3)

Lpp = Panjang antara kedua garis tegak buritan dan garis tegak haluan yang dihitung pada garis air muat

II.1.4. Fraude Number

Fraude number ini berhubungan dengan kecapatan kapal. Semakin besar angka fraude number maka semakin cepat kecepatan kapal tersebut.

Fn = v

√g x Lwl(2.4)

V = Kecepatan dinas kapal (m/s)

g = Percepatan gravitasi (m/s2)

II.1.5. Reynold Number

Nilai reynold number akan digunakan pada saat pencarian tahanan gesek.Rumus untuk mencari Rn :

Rn = v x LwlVk

(2.5)

Vk = Koefisien viskositas kinematik

II.1.6. Tahanan Gesek (Friction Resistance)Tahanan gesek adalah tahanan yang disebabkan karena gesekan dari semua fluida

yang mempunyai viskositas dan karena adanya viskositas maka akan menimbulkan gesekan dengan permukaan kapal. Ada 2 cara untuk mencari tahanan gesek, yaitu dengan menghitung sesuai rumus, dan dengan melihat diagram 5.5.14 (Harvald, 1992 : 129). Dengan cara yang kedua kita hanya tinggal mempertemukan nilai kecepatan kapal dan panjang dari kapal kita tapi apabila kita menggunakan cara yang kedua hasil yang didapat tidak begitu presisi. Berikut adalah rumusan untuk mencari tahanan gesek :

CF = 0,075¿¿¿

(2.6)

Bimo Wira Para (4211100055) Page 9

Page 10: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

II.1.7. Tahanan Sisa (Residuary Resistance)

Koefisien tahanan sisa (CR) dapat ditentukan dari diagram Guldhammer-Harvald(Harvald,1992 : 118-126). Langkah awal dalam menentukan koefisien tahanan

sisa,kita diharuskan mencari nilai dari Lwl

∇13

dan nilai dari koefisien prismatik (φ) dari kapal

yang kita desain. Setelah mendapatkan kedua nilai tersebut kita bisa mencari nilai koefisien tahanan sisa kapal pada diagram.

Setelah didapatkannya koefisien tahanan sisa kita masih harus melakukan koreksi, karena kapal pada umumnya berbeda dengan standar yang telah ditentukan. Berikut ini adalah koreksi yang harus dilakukan :

II.1.7.a. B/T

Diagram tersebut dibuat hanya untuk kapal yang mempunyai rasio lebar -sarat “ B/T = 2,5 “ (Harvald,1992 : 119) ,maka untuk kapal yang mempunyai nilai lebih besar atau lebih kecil dari 2,5 harus dilakukan pengkoreksian.

Dalam buku acuan Tahanan dan Propulsi Kapal, rumus koreksi sebagai berikut :

103 CR = 103 CR(B/T=2.5) + 0.16(B/T – 2,5) (2.7)

dimana nilai dari CR bisa bernilai positif maupun negatif.

II.1.7.b. Penyimpangan LCB

Letak LCB yang optimum akan menentuka kapal yang didesain mempunyai tahanan sekecil mungkin. Namun penentuan letak LCB yang optimum merupakan kuantitas yang masih meragukan dan banyak sumber yang memberikan pendapatyang berbeda. Sebagai upaya untuk mengatasi kerancuan tersebut, maka semua informasi yang ada dikumpulkan dan diringkas pada LCBstandar yang didefinisikan sebagai fungsi linier dari fraude number (Fn). Pengkoreksian penyimpangan LCB ini hanya berlaku untuk LCB yang mempunyai letak berada di depan LCBstandar.Karena letak LCB kapal yang saya desain berada dibelakang LCBstandar makapengkoreksian dapat diabaikan karena hal tersebut tidak akan memberikankesalahan yang berarti(Harvald,1992 : 130).

II.1.7.c. Anggota Badan Kapal

Ada beberapa bagian tambahan kapal yang harus dikoreksi. Tapi dalam hal ini yang perlu dikoreksi adalah boss baling-baling, Cr perlu dinaikkan sebesar 3%-5%(Harvald,1992 : 132).

II.1.8. Tahanan Tambahan (CFS)

Pemberian koreksi pada CFS untuk kapal merupakan cara yang umum dilakukan dalam praktek dan sudah lama diterapkan akibat adanya kekasaran pada permukaan kapal meskipun kapal itu masih baru(Harvald,1992 : 132).

II.1.9. Tahanan Udara dan Tahanan Kemudi

Tahanan udara dapat ditentukan dengan memakai data mengenai struktur yang berada di atas air dan data udara. Namun demikian besarnya tahanan udara umumnya

Bimo Wira Para (4211100055) Page 10

Page 11: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

tidak begitu penting dan dapat diabaikan. Tapi disini ditentukan besarnya tahanan udara dan tahanan kemudi adalah sebagai berikut :

CAA = 0,00007 (2.8)

CAS = 0,00004 (2.9)

CAA = Tahanan Udara

CAS = Tahanan Kemudi

II.1.10. Tahanan Total Kapal

Koefisien tahanan total kapal (CT) dapat ditentukan dengan menjumlahkan seluruh koefisien tahanan kapal yang ada :

CT = CF + CR + CFS + CAA + CAS (2.10)

RT = CT (12ρV 2S¿ (2.11)

Dalam hal ini tahanan total masih dalam pelayaran percobaaan, untuk kondisi rata-rata pelayaran dinas harus diberikan margin tambahan pada tahanan dan daya efektif. Sea margin atau service margin yang diberikan untuk pelayaran Jakarta – Calcutta sekitar 15% - 20%.

Bimo Wira Para (4211100055) Page 11

Page 12: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

II.2 Pehitungan Kebutuhan Power Motor

Secara umum kapal yang bergerak di air dengan kecepatan tertentu maka akan mengalami tahanan (resistance) yang gaya nya berlawanan dengan arah gerak kapal. Besarnya gaya tersebut harus mampu diatasi oleh gaya dorong kapal (thrust) yang dihasilkan oleh kerja dari alat gerak kapal (propulsor). Daya yang disalurkan (Delivered Power) ke propulsor berasal dari daya poros (Shaft Power),sedang kan daya power itu sendiri berasal dari daya rem (Brake Power) yang merupakan daya keluaran dari motor penggerak kapal.

Untuk menghitung besarnya daya motor induk kapal, yang perlu kita perhitungkan adalah sebagai berikut :

II.2.1. Daya Efektif Kapal (Effective Horse Power)

Daya Efektif atau EHP adalah daya yang diperlukan untuk menggerakkan kapal di air atau untuk menarik kapal dengan kecepatan (v). Perhitungan daya efektif kapal (EHP) adalah sebagai berikut :

EHP = RT x VS (2.12)

II.2.2. Daya pada Tabung Poros Buritan Baling-Baling (Delivered Horse Power)

DHP adalah daya yang diterima propeller dari sistem perporosan atau daya yang dihantarkan oleh sistem perporosan ke propeller untuk diubah menjadi gaya dorong (thrust).

DHP = EHP / PC (2.13)

dimana, Pc = ηH x ηrr x ηo (2.14)

Pc = Coefficient Propulsif

II.2.2.a. Efisiensi Lambung (ηH)

ηH = (1−t)(1−w)

(2.15)

t = thrust deduction factor

w = wake friction

II.2.2.b. Efisiensi Relatif Rotatif (ηrr)

Nilai ηrr untuk kapal single screw bernilai sekitar 1.0-1.1 .

II.2.2c. Efisiensi Propulsi (ηo)

Efisiensi propulsi adalah water efficiency dari propeller pada saat dilakukan open water test, dan bernilai sekitar 40%-70%.

Bimo Wira Para (4211100055) Page 12

Page 13: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

II.2.3. Daya pada Poros Baling-Baling (Shaft Horse Power)

Untuk kapal yang kamar mesinnya terletak di bagian belakang akan mengalami losses sebesar 2%, sedangkan pada kapal yang kamar mesinnya pada daerah midship kapal mengalami losses sebesar 3%. Pada perencanaan ini kamar mesin di bagian belakang sehingga mengalami losses atau efisiensi transmisi porosnya (ηsηb) sebesar 0.98. Untuk menghitung DHP dapat menggunakan rumus :

SHP = DHP/ ηsηb (2.16)

II.2.4. Daya Penggerak Utama yang Diperlukan (Brake Horse Power)

Untuk menghitung daya penggerak utama yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus 1.50-1.51 yang diambil dari Tupper (1996).

II.2.4.a. BHPSCR

Adanya pengaruh effisiensi roda sistem gigi transmisi (ηG), karena memakai sistem roda gigi reduksi tunggal atau single reduction gears dengan loss 2% untuk arah maju shg ηG = 98 %.

BHPscr = SHP/ηG (2.17)

II.2.4.b BHPMCR

Daya keluaran pada kondisi maksimum dari motor induk, dimana besarnya daya BHPscr = 85% dari BHPmcr (kondisi maksimum).

BHPmcr = BHPscr/0.85 (2.18)

Setelah diketahui BHPMCR maka dapat ditentukan jenis motor induk / main engine yang akan kita pilih sesuai kapal yang dirancang.

II.2.5. Pemilihan Motor Induk dan Gearbox

Pada perencanaan ini telah didapatkan nilai dari daya penggerak utama yang dibutuhkan,yaitu sebesar 18939,77 kW. Untuk pemilihan main engine, akan ada 2 main engine yang akan dijadikan pertimbangan. Berikut adalah engine beserta spesifikasinya.

1. MAN B&WDalam pemilihan mesin pada merk MAN B&W, yang akan dipertimbangkan

adalah tipe S60ME-B8 dan V48/60CR. Tipe S6-ME-B8 dan V48/60CR dirasa paling sesuai karena daya yang memenuhi dan daya yang dibutuhkan tidak terlampau jauh dengan daya yang dihasilkan engine. Berikut adalah spesifikasi dari S60ME-B8 dan V48/60CR dan dimensi dari mesin tersebut :

Bimo Wira Para (4211100055) Page 13

Page 14: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Gambar II.2.1 MAN B&W S60ME-B8

Gambar II.2.2 Dimensi MAN B&W V48/60CR

Bimo Wira Para (4211100055) Page 14

Page 15: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Tabel 2.1 Spesifikasi Mesin

JENIS MAN B&WTYPE S60ME-B8

DAYA MAX25533,06 HP

19040 kWJUMLAH SILINDER 8BORE 1920 mmSTROKE 2400 mm

PUTARAN105 Rpm

1,75 RpsSFOC 170 g/kWh

Berdasarkann kebutuhan daya mesin yang telah didapat, maka jenis mesin yang akan digunakan untuk kapal adalah MAN B&W tipe MAN V48/60CR. Pemilihan mesin MAN B&W tipe MAN V48/60CR dikarenakan dimensi tidak terlalu besar dan cocok dengan kapal yang didesain.

Dikarenakan putaran yang dihasilkan oleh MAN B&W V48/60CR adalah 514 rpm, maka dibutuhkan reduction gear untuk menurunkan putaran tersebut. Maka dipilihlah reduction gear REINTJES DLG 110131. Berikut adalah spesifikasi dari reduction gear tersebut :

Gambar II.2.3 REINTJES DLG110131

Tabel 2.2 Spesifikasi Reduction Gear

REDUCTION GEARJenis REINTJESTipe DLG 110131Ratio 2,929Max. Rated power 22890 kWMax. RPM 750 rpm

Bimo Wira Para (4211100055) Page 15

JENIS MAN B&WTYPE V48/60CR

DAYA MAX26104,7 HP

19200 kWJUMLAH SILINDER 16BORE 480 mmSTROKE 600 mm

PUTARAN514 Rpm

8,57 RpsSFOC 181 g/kWh

Page 16: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

II.2.6. Summary

Dari perhitungan yang telah dilakukan kita dapat melihat hasil lengkapnya yangterdapat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Perhitungan Tahanan Kapal

No.

Komponen Perhitungan Hasil Satuan

1. ▼ 20930,17 m3

2. ∆ 21453,42 ton3. Tahanan Gesek 373,59 kN4. Tahanan Sisa 382,53 kN5. Tahanan Tambahan 88,49 kN6. Tahanan Total 872,49 kN

Dari perhitungan daya mesin yang telah dilakukan,kita dapat melihat data lengkapnya pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Perhitungan Kebutuhan Power

No.

Komponen Perhitungan Hasil Satuan

1. EHP 14023,89 kW2. Wake Friction 0,2553. Thrust Deduction Factor 0,22954. Pc 0,6415. DHP 16098,80 kW6. SHP 11840,67 kW7. BHPSCR 16098,8 kW8. BHPMCR 18939,77 kW

Bimo Wira Para (4211100055) Page 16

Page 17: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

I.3 Pemilihan Daun Propeller

Dalam melakukan perancangan dan pemilihan baling-baling hal yang perlu dipahami adalah tentang definisi yang mempunyai hubungan langsung dengan perancangan baling-baling tersebut,yaitu Power, Kecepatan, Gaya,dan Effisiensi.

Ada 3 komponen utama dalam merancang propeller, yaitu Delivered Power, Rate of Rotation (N), dan Speed of Advance (Va). Dimana delivered power adalah daya yang diserap oleh propeller dari shafting system untuk diubah menjadi Thrust Power. Sedangkan rate of rotation adalah putaran propeller dan speed of advance adalah kecepatan aliran fluida pada disk propeller. Nilai dari Va ini lebih rendah dari nilai servis kapal,hal ini disebabkan oleh dampak gesekan dari fluida yang bekerja sepanjang lambung kapal hingga disk propeller.

Propeller merupakan alat penggerak yang paling umum digunakan untuk menggerakkan kapal. Propeller yang digunakan pada kapal mempunyai daun baling-baling yang jumlahnya beragam tergantung dari kecocokannya pada kapal yang dirancang. Pada sub-bab II.2 tentang kebutuhan power motor telah didapatkan besarnya daya yang dibutuhkan oleh kapal. Maka pada sub-bab ini akan dicari tipe propeller yang paling cocok dengan kapal yang menggunakan daya sebesar itu. Apabila mesin dan baling-baling telah cocok ketika dilakukan Engine Propeller Matching, maka kita dapat melanjutkan langkah selanjutnya yaitu mendesain propeller sesuai dengan data yang telah didapat.

II.3.1 Menentukan Nilai Bp, Bp1 dan 0,1739√Bp1

Mencari nilai Bp, Bp1 dan 0,1739√Bp1adalah langkah awal yang sangat menentukan dalam pemilihan tipe propeller

II.3.1.a Menghitung nilai Bp

Untuk menentukan nilai Bp kita dapat menggunakan rumus:

Bp = P1/2 x N x Va-2,5 (2.19)

P = daya poros dalam Satuan Inggris (HP)

N = jumlah putaran propeller per menit

Va = kecepatan aliran fluida pada disk propeller (knot)

II.3.1.b Menghitung nilai Bp1

Rumus Bp1 bisa didefinisikan sebagai :

Bp1 = P1/2 x D x Va-3/2 (2.20)

II.3.1.c Menghitung 0,1739√Bp1

Setelah didapatkan nilai Bp1,dapat ditentukan nilai 0,1739√Bp1 yang akan digunakan dalam menentukan nilai P/D dan 1/J0. Untuk menentukan nilai tersebut dapat dilakukan dengan cara memotongkan nilai 0,1739√Bp1dengan garisoptimum yang berada pada grafik Bδ tiap jenis propeller.

Bimo Wira Para (4211100055) Page 17

Page 18: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Gambar II.3.1 Bδ seri model baling-baling berdaun 4, jenis Wageningen B4-55 (Lewis,1988:202)

II.3.2 Menentukan Nilai δ0 dan D0

Penentuan nilai δ0 dan D0 akan digunakan dalam penentuan nilai Db.

II.3.2.a Menghitung Nilai δ0

Untuk mencari nilai δ0 dapat menggunakan rumus :

δ0 = (1/J0)/ 0,009875 (2.21)

II.3.21.b Menghitung Nilai D0

Untuk mencari nilai D0 dapat menggunakan rumus :

D0 = δ0 x Va x N-1 (2.22)

II.3.3 Menentukan Nilai Db

Db adalah nilai diameter propeller yang yang kita desain. Perhitungan besarnya nilai Db tergantung pada jenis propeller yang dipakai. Nilai Db dapat dicari dengan rumus :

Db = 0,96 x D0 (2.23)

Setelah didapatkan nilai Db kita harus melakukan pemeriksaan dahulu terhadap besarnya diameter maksimum propeller yang diperbolehkan digunakan kapal yang didesain.

Bimo Wira Para (4211100055) Page 18

Page 19: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

II.3.4 Menentukan Nilai δb dan 1/Jb

Pencarian nilai δb dan 1/Jb digunakan untuk menentukan perpotongan nilai 1/Jb dengan optimum line pada diagram BPδ. Dari perpotongan tersebut akan didapatkan nilai P/Db dan effisiensi propeller. Untuk mencari nilai δb dan 1/Jb dapat menggunakan rumus :

δb = Db x N x Va-1 (2.24)

1/Jb = δb x 0,009875 (2.25)

Gambar II.3.2. Diagram Bpδ propeller berdaun empat jenis Wageningen B4-55(Harvald,1992:145).

II.3.5. Summary

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan untuk pemilihan daun propeller,maka didapatkan propeller sementara yang akan digunakan adalah propeller berdaun empat, jenis Wageningen B4-55. Dan untuk hasil lengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.5 .

Tabel 2.5 Spesifikasi Propeller

Type Propeller

Db (ft)n (rpm) P/Db ηbSingle

ScrewB4-55 17,623 175,487 0,846 0,561

II.4 Perhitungan Resiko Kavitasi

Kavitasi adalah peristiwa munculnya gelembung-gelembung uap air bertekanan pada permukaan daun propeller yang disebabkan oleh perbedaan tekanan yang cukup besar pada bagi back dan face pada propeller. Kavitasi sangat merugikan bagi propeller karena gelembung-gelembung uap air tersebut dapat mengikis permukaan daun propeller, selain itu kavitasi juga dapat mengurangi effisiensi propeller.

Bimo Wira Para (4211100055) Page 19

Page 20: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Perhitungan resiko kavitasi ini sangat penting untuk memastikan bahwa propeller yang dipilih bebas dari kerusakan yang diakibatkan oleh terjadinya kavitasi.

II.4.1 Menentukan A0 (Luasan Optimum), Ae/A0 ,dan Ae

Untuk A0 atau luasan optimum dapat dicari dengan menggunakan rumus:

A0 = 1/4 x π x Db2 (2.26)

Untuk nilai Ae/A0 didapat dari tipe propeller yang digunakan. Tipe propeller yangakan digunakan pada kapal yang sedang didesain ini adalah tipe B4-55. Dari tipe tersebut diketahui nilai dari Ae/A0 setiap propeller.

Untuk luasan Ae dapat dicari dengan rumus :

Ae = (Ae/A0) x 1/4 x π x Db2 (2.27)

II.4.2 Menentukan Nilai AP

AP adalah luasan proyeksi daun propeller. Untuk mencari Ap dapat digunakan rumus Taylor.(Lewis,1988:182)

AP = AD + (1,067-0,0229(P/D)) (2.28)

II.4.3 Menentukan Nilai Vr2

Untuk mendapatkan nilai dari Vr2 kita dapat menggunakan rumus :

Vr2 = VA2 + (0,7 x D x N)2 (2.29)

II.4.4 Menentukan Nilai T

T merupakan gaya yang diakibatkan oleh propeller. Untuk mendapatkan nilai dari Tkita dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

T = Rt / ( 1-t ) (2.30)

Rt = tahanan total

t = thrust deduction factor

Bimo Wira Para (4211100055) Page 20

Page 21: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

II.4.5 Menentukan Nilai τC

τC merupakan thrust coefficient atau koefisien gaya dorong. τC ini digunakan untuk mengetahui apakah propeller yang digunakan kapal mengalami kavitasi atau tidak pada saat beroperasi. Dengan adanya kavitasi maka propeller tidak akan dapat bekerja secara maksimal. Maka dari itu perhitungan kavitasi ini sangatlah penting dalam perancangan propeller di kapal. Untuk mendapatkan nilai τC kita dapat menggunakan rumus :

τC = T

Ap x 0,5x ρ xVr2

(2.31)

II.4.6 Menentukan Nilai σ0,7R

Untuk menentukan nilai dari σ0,7R kita dapat menggunakan rumus :

σ0,7R = 188,2+19,62h

V a2+(4,836 x N2 x D2)(2.32)

Setelah mendapatkan nilai σ0,7R, maka nilai dari τC dapat diketahui dari pembacaarn diagram Burril (Harvald,1992:201). Cara pembacaan diagramnya adalah dengan menarik garis vertikal keatas pada nilai σ0,7R sampai memotong garis putus-putus yang kedua. Dari perpotongan ditarik garis horisontal dan akan didapatkan nilai τC. Propeller dinyatakan tidak kavitasi apa bila τC hitungan lebih kecil dari τC diagram Burril.

Gambar II.4.1 Diagram Burril untuk model propeller berdaun empat untuk kapal niaga(Harvald,1992)

Bimo Wira Para (4211100055) Page 21

Page 22: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

II.4.7 Summary

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan untuk resiko kavitasi, didapat data bahwa propeller jenis Wageningen B4-55 tidak mengalami kavitasi pada saat perancangan. Untuk data lengkap perhitungan dapat dilihat pada tabel 2.6 .

Tabel 2.6 Perhitungan resiko kavitasi

Ao 244,013 ft2

Ae/Ao 0,55

Ae 134,207 ft2

Ap 140,6 ft2

Vr2 2566,154T 1302,224 kN

τC 0,0071σ0,7R 0,237τC

diagram 0,1115

Bimo Wira Para (4211100055) Page 22

Page 23: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

II.5 Engine Propeller Matching

Engine propeller matching adalah proses dimana dilakukannya pengecekan kecocokan antara mesin dan baling-baling yang telah kita pilih sebelumnya. Engine propeller matching harus dilakukan pada saat perancangaan propeller karena apabila mesin dan baling-baling tidak cocok maka kerja yang dihasilkan oleh propeller tidak bisa maksimal. Pengecekan antara kerja mesin dan propeller ini bertujuan untuk mencapai kesesuaian titik operasi yang dibutuhkan baling-baling.

Untuk melakukan pengecekan banyak komponen yang harus diperhatikan, misalnya putaran baling-baling, diameter baling-baling, tahanan total dan speed of advance.Yang mana data diatas bisa diketahui dari perhitungan terdahulu.

II.5.1 Menghitung Koefisien α dan β

Dalam pencarian nilai α dapat menggunakan rumus :

α trial = Rt trial / Vs2 (2.33)

α service = Rt service / Vs2 (2.34)

Dan untuk mencari nilai β bisa menggunakan rumus :

β trial = α trial x ((1-t) (1-w)2 ρ2 D2))-1 (2.35)

β service = α service x ((1-t) (1-w)2 ρ2 D2))-1

II.5.2 Mebuat Kurva KT-J

Dengan menggunakan data yang telah didapatkan nilai KT trial dan KT service bisa dicari dengan menggunakan rumus :

KT = β x J2 (2.36)

Dimana nilai J divariasikan antara 0 (nol) sampai dengan 1 (satu). Dan pada desain ini nilai J divariasikan dengan kelipatan 0,1.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.20.000

0.100

0.200

0.300

0.400

0.500

0.600

0.700

0.800

Kt trialKt service

Gambar II.5.1 Kurva KT-J

Bimo Wira Para (4211100055) Page 23

Page 24: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

II.5.3 Pembacaan Diagram KT

Pada data sebelumnya telah didapatkan nilai P/Db sebesar 0,846. Nilai P/Db digunakan untuk pembacaan pada diagram KT. Dari pembacaan pada diagram KT didapatkan nilai KT, 10KQ dan efisiensi. Adapun nilai yang divariasikan adalah nilai J antara 0-1 dengan kelipatan 0.1.

Untuk menentukan nilai KT, 10KQ dan efisiensi dari nilai P/Db sebesar 0,846 , kita harus mencari nilai dari KT, 10KQ dan efisiensi untuk nilai P/Db sebesar 0,8 dan nilai P/Db sebesar 0,9. Setelah didapatkan data kita bisa melakukan interpolasi terhadap nilai P/Db sebesar 0,8 dan nilai P/Db sebesar 0,9.

Gambar II.5.2 Diagram Kt hasil uji baling-baling terbuka pada baling-baling berdaun empat(Harvald,1992).

II.5.4 Membuat Grafik Open Water Test

Dari data yang telah didapat dapat dilanjutkan dengan membuat grafik open water test baling-baling jenis Wageningen B4-55. Pada grafik open water test tersebut akan didapatkan nilai J, KT, 10KQ ,dan efisiensin untuk keadaan service dan trial.

Selanjutnya adalah menghitung nilai putaran baling-baling yang sesuai dengan data yang telah didapatkan. Untuk menghitungnya dapat menggunakan rumus :

n= VaJ x D

(2.37)

Bimo Wira Para (4211100055) Page 24

Page 25: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.20

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

KT10 KQηoKt trialKt service

Gambar II.5.3 Grafik Open Water Test

II.5.5 Membuat Tabel Clean Hull dan Service Condition

Pembuatan tabel ini bertujuan untuk mencari nilai dari BHP pada putaran mesin saat titik operasi yang telah ditentukan sebelumnya. Data yang diperlukan adalah data pada saat kapal sedang beroperasi dengan kondisi clean hull dan service condition. Setelah data didapat langkah selanjutnya adalah membuat grafik pada keadaan clean hull dan service condition.

Tabel 2.7 Perhitungan Daya pada Saat Clean Hull

EngineRatio

Gearbox

Propeller Q Trial

DHP Trial

BHP Trial

BHP per Cyl

Rpm BHPRpm Rps

50 2,9290,28451

19312,01

816,6532

117,3398

6 1,083741 9,7% 0,1%

100 2,9290,56902

237248,0

7133,225

6138,718

9 8,669932 19,5% 0,7%

150 2,9290,85353

483808,1

6449,636

5468,176

3 29,261020 29,2% 2,4%

EngineRatio

Gearbox

Propeller Q Trial

DHP Trial

BHP Trial

BHP per Cyl

Rpm BHPRpm Rps

50 2,9290,28451

19312,01

816,6532

117,3398

6 1,083741 9,7% 0,1%

100 2,9290,56902

237248,0

7133,225

6138,718

9 8,669932 19,5% 0,7%

150 2,9290,85353

483808,1

6449,636

5468,176

3 29,261020 29,2% 2,4%

200 2,9291,13804

5148992,

31065,80

51109,75

1 69,359455 38,9% 5,8%

250 2,9291,42255

6232800,

52081,65

12167,48

3 135,467685 48,6% 11,3%

300 2,9291,70706

7335232,

73597,09

23745,41

1 234,088159 58,4% 19,5%

Bimo Wira Para (4211100055) Page 25

Page 26: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

350 2,9291,99157

8456288,

95712,04

95947,57

3 371,723327 68,1% 31,0%

400 2,929 2,27609595969,

28526,44

1 8878,01 554,875637 77,8% 46,2%

450 2,9292,56060

1754273,

512140,1

912640,7

6 790,047538 87,5% 65,8%476,7781

9 2,9292,71297

5846713,

7 1443915034,3

6 939,647223 92,8% 78,3%

514 2,9292,92477

5984079,

218091,6

118837,5

81177,34851

2 100,0% 98,1%

Tabel 2.8 Perhitungan Daya pada Saat Service Condition

EngineRatio

Gearbox

Propeller Q

ServiceDHP

ServiceBHP

ServiceBHP per

CylRpm BHP

Rpm Rps

50 2,9290,28451

19460,41

716,9185

9 17,6162 1,101012 9,7% 0,1%

100 2,9290,56902

237841,6

7135,348

8140,929

6 8,808098 19,5% 0,7%

150 2,9290,85353

485143,7

5456,802

1475,637

3 29,727331 29,2% 2,5%

200 2,9291,13804

5151366,

7 1082,791127,43

7 70,464785 38,9% 5,9%

250 2,9291,42255

6236510,

42114,82

42202,02

5 137,626532 48,6% 11,5%

300 2,9291,70706

7 3405753654,41

63805,09

8 237,818648 58,4% 19,8%

350 2,9291,99157

8463560,

45803,07

86042,35

5 377,647205 68,1% 31,5%

400 2,929 2,27609605466,

78662,32

19019,49

2 563,718276 77,8% 47,0%

450 2,9292,56060

1766293,

812333,6

612842,2

1 802,637937 87,5% 66,9%497,5899

4 2,9292,83139

8936943,

616675,1

217362,6

91085,16784

5 96,8% 90,4%

514 2,9292,92477

5999761,

718379,9

219137,7

81196,11103

9 100,0% 99,7%

II.5.6 Membuat Engine Envelope

Engine envelope yang digunakan harus sesuain dengan spesifikasi mesin yang dipilih. Data yang ada pada engine project guid mesin MAN V48 adalah :

Tabel 2.9 Data Engine Envelope

Point Daya PutaranDaya (%)

Putaran (%)

1 19200 514 100% 100%2 15360 514 80% 100%3 16320 437 85% 85%4 13060 437 68% 85%

Bimo Wira Para (4211100055) Page 26

Page 27: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

84.0%86.0%

88.0%90.0%

92.0%94.0%

96.0%98.0%

100.0%

102.0%50.0%

60.0%

70.0%

80.0%

90.0%

100.0%

110.0%

L1-L2L2-L4L3-L4L1-L3

Gambar II.5.4 Kurva Engine Envelope

Langkah selanjutnya adalah menggabungkan kuva yang telah dibentuk. Hasil yangpenting untuk diketahui adalah titik operasi dari mesin dan baling-baling.

70.0% 75.0% 80.0% 85.0% 90.0% 95.0% 100.0% 105.0%40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

80.0%

90.0%

100.0%

RPM (n%)

POW

ER (k

W%

)

ENGINE ENVELOP CURVE

Gambar II.5.5 Grafik EPM

Bimo Wira Para (4211100055) Page 27

Page 28: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

II.5.7 Summary

Berdasarkan hasil perhitungan EPM yang dilakukan, didapatkan titik operasi baling-baling 98% dan mesin 97.33% pada kondisi maksimum. Untuk hasil lebih lanjut terdapat pada tabel 2.10.

Tabel 2.10 Hasil EPM

No Komponen Perhitungan Hasil Satuan1 Jenis Mesin MAN V482 Jenis Baling-baling B4-553 Titik Operasi Baling-baling (normal operation) 94.53 %4 Titik Operasi Mesin (normal operation) 78.37 %5 Titik Operasi Baling-baling (maksimum

operation)98 %

6 Titik Operasi Mesin (maksimum operation) 97.33 %

II.6 Penetapan Pemilihan Motor Induk, Gearbox, dan Tipe Propeller

II.6.1 Penetapan Motor Induk (Main Engine)

MAN B&W V48/60CR merupakan tipe motor induk yang akan digunakan dalam perencanaan perancangan sistem propulsi ini. Tipe ini dipilih dikarenakan dimensi yangtidak terlalu besar dan dapat kapal yang dirancang dapat menampung engine ini. Dayayang hasilkan juga tidak terlampau jauh dengan daya yang dibutuhkan oleh sistempropulsi. Berikut adalah dimensi beserta spesifikasinya :

Gambar II.6.1 Dimensi MAN B&W V48/60CR

Tabel 2.11 Spesifikasi MAN B&W V48/60CR

Bimo Wira Para (4211100055) Page 28

JENIS MAN B&WTYPE V48/60CR

DAYA MAX26104,7 HP19200 kW

JUMLAH SILINDER 16BORE 480 mm

STROKE 600 mm

PUTARAN514 Rpm8,57 Rps

SFOC 181 g/kWh

Page 29: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Bimo Wira Para (4211100055) Page 29

Page 30: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

II.6.2 Penetapan Gearbox

REINTJES DLG110131 merupakan tipe reduction gear yang digunakan dalam sistem ini. Reduction gear ini mampu mengatasi engine yang mempunyai maximum rated power sebesar 22890 kW dengan putaran maksimum 700 rpm. Berikut dimensi dan spesifikasinya :

Gambar II.6.2 REINTJES DLG110131

Tabel 2.12 Spesifikasi Reduction Gear

REDUCTION GEARJenis REINTJESTipe DLG 110131Ratio 2,929Max. Rated power 22890 kWMax. RPM 750 rpm

`II.6.3 Penetapan Tipe Propeller

Propeller tipe B4-55 merupakan propeller yang akan digunakan dalam sistem propulsi ini. Setelah dilakukan engine propeller matching dengan berbagai tipe propeller, tipe inilah yang sesuai dengan engine yang telah ditetapkan. Berikut adalah spesifikasinya :

Tabel II.26. Spesifikasi Propeller

Tipe B4-55Diameter (Db) 5,371 mEfisiensi ( η ) 0,561

Jumlah Daun ( Z ) 4

Bimo Wira Para (4211100055) Page 30

Page 31: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

BAB III : PERHITUNGAN POROS DAN BANTALAN POROS

Perhitungan poros merupakan salah satu perencaan yang akan digunakan untuk mendesain sistem perporosan dalam suatu kapal. Poros merupakan alat yang digunakan pada kapal untuk mentransmisikan daya yang dihasilkan oleh main engine menuju baling-baling pada kapal. Poros kapal harus direncanakan dengan baik dan matang agar daya yang disalurkan tidak mengalami banyak kehilangan/losses. Apabila terlalu banyak losses yang ada pada perencanaan sistem perporosan maka kapal tidak dapat beroperasi dengan baik.

Dalam perencanaan sistem perporosan ada banyak pertimbangan dalam pemilihannya diantaranya adalah kekuatan poros, kekakuan poros, putaran kritis, faktor korosi,dan bahan poros. Kekuatan poros harus direncanakan sebaik mungkin karena poros yang mentransmisikan daya dari main engine tersebut akan mengalami berbagi macam gaya yang akan membebaninya selama melakukan kerja. Kekakuan poros merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam perancangan sistem perporosan. Suatu poros yang memiliki faktor kekakuan yang cukup tinggi memang bagus tapi semakin kaku suatu poros maka makin mahal biaya yang harus dikeluarkan untuk dapat menghasilkan poros tersebut. Kekakuan dari poros akan sangat berpengaruh dengan besarnya getaran dan suara yang dihasilkan. Faktor putaran kritis adalah suatu faktor yang diakibatkan dengan adanya kenaikan kecepatan putar dari suatu mesin yang akan mengakibatkan terjadinya getaran yang cukup tinggi. Apabila suatu mesin dinaikan dayanya maka nilai dari putaran kritis ini juga akan naik. Kenaikan putaran kritis dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Maka poros harus didesain sedemikian rupa agar nilai kerjanya lebih rendah dari nilai putaran kritis dari poros tersebut. Sistem perporosan yang bekerja di kapal akan ada kontak langsung dengan fluida cair yang menyebabkan korosi, maka dari itu penentuan bahan-bahan anti-korosi merupakan salah satu hal penting dalam penentuan sistem perporosan. Selain itu penentuan bahan-bahan poros juga harus dirancang secara baik dan sesuai dengan kebutuhan dari kapal yang dirancang.

Dalam perencanaan sistem perporosan ada beberapa perhitungan yang harus dilakukan,antara lain :

Perhitungan poros propeller Perhitungan poros antara Perencanaan konis poros propeller Perencanaan spie poros propeller Perencanaan flens poros Perencanaan mur pengikat poros

Bimo Wira Para (4211100055) Page 31

Page 32: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

III.1 Perhitungan Poros Propeller

Pada perhitungan poros propeller,hal yang perlu diperhatikan adalah daya perencanaan, momen puntir, tegangan geser, faktor konsentrasi tegangan, faktor beban lentur, diameter poros yang direncanakan, dan diameter boss propeller. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang faktor-faktor diatas.

III.1.1 Daya Perencanaan (Pw)

Daya perencanaan yang akan digunakan dalam sistem perporosan ini harus sesuai dengan SHP yang sudah dihitung pada bab 2. Perhitungan daya perencanaan adalah sebuah tindakan koresi untuk mengindikasi adanya daya overload yang akan dialami oleh mesin selama beroperasi. Berikut adalah rumus dari daya perencanaan :

Pw = fc x SHP (3.1)

fc = Faktor koreksi daya yang ditransmisikan

SHP = Shaft horse power

Tabel 3.1 Faktor-faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan (Sularso, 1997)

Daya yang akan ditransmisikan fc

Daya rata-rata yang diperlukan 1.2 – 2.0Daya maksimum yang diperlukan 0.8 – 1.2

Daya normal 1.0 – 1.5

III.1.2 Momen Puntir

Momen puntir pada poros diakibatkan dengan adanya gerakan rotasi yang bekerja sepanjang poros. Rumus dari momen puntir adalah :

T = 9.74 x 105 x Pw / n (3.2)

n = Putaran poros (rpm)

III.1.3 Tegangan Geser yang Diizinkan

Tegangan geser maksimal yang dapat diterima oleh poros tergantung pada bahan poros yang digunakan. Ketika poros diberi puntiran dan alur pasak maka dalam perhitungannya harus dilakukan koreksi dari nilai tegangan geser yang diizinkan. Rumus dari tegangan geser yang diizinkan adalah :

tA = σ / (Sf1 x Sf2) (3.3)

σ = Kekuatan tarik (kg/mm2)

Sf1 = 6.0 (Bahan S-C dengan pengaruh masa, dan baja paduan)

Sf2 = 1.3 – 3.0

III.1.4 Faktor Konsentrasi Tegangan

Faktor konsentrasi tegangan merupakan faktor yang digunakan untuk mengoreksi nilai dari momen puntir. Faktor koreksi ini dinyatakan dengan Kt, dipilih sebesar 1.0 jika

Bimo Wira Para (4211100055) Page 32

Page 33: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

beban dikenakan secara halus, 1.0 – 1.5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan, dan 1.5 – 3.0 jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan yang besar. Dalam perhitungan kali ini, diambil nilai Kt sebesar 1.5 .

III.1.5 Faktor Beban Lentur

Selain mengalami momen puntir, poros juga akan mengalami beban lentur. Maka dari itu nilai dari faktor beban lentur harus disertakan dalam perhitungan diameter poros yang direncanakan. Besarnya nilai dari beban lentur terlatak antara 1.2 – 2.3 , tetapi jika diperkirakan tidak akan terjadi momen lentur maka nilai Cb yang diambil 1.0 .

III.1.6 Diameter Poros yang Direncanakan

Diameter dari poros yang direncanakan dapat diketahi apabila telah didapat nilai momen puntir, tegangan geser, faktor konsentrasi tegangan dan faktor beban lentur.Apabila sudah didapat faktor-faktor tersebut maka dapat dihitung diameter poros yangdibutuhkan untuk menahan semua beban tersebut. Berikut adalah perhitungan diameterporos yang direncanakan :

Ds=[ 5.1tA Kt x Cb x T ] (3.4)

Kt = Nilai faktor konsentrasi tegangan

Cb = Nilai faktor beban lentur

III.1.7 Diameter Boss Propeller

Boss dari baling-baling harus mampu menahan putaran poros sehingga baling-baling dapat memberikan gaya dorong (thrust) yang baik pada kapal. Pembuatan boss propeller terdapat aturan tersendiri, biasanya selain mengikuti aturan klasifikasi, juga tergantung pada jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan boss itu sendiri. Berikut adalah pada Tabel 3.2 yang berisikan perhitungan dimensi boss propeller berdasarkan bahan yang digunakan. Dari data-data Tabel 3.2, dapat diketahui besarnya nilai dimensi boss propeller yang akan dirancang.

Gambar III.1.1 Dimensi Boss Propeller (O’brein, 1962)

Bimo Wira Para (4211100055) Page 33

Page 34: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Tabel 3.2 Perhitungan Dimensi Boss Propeller (O’brein, 1962)

Item

Material

Manganese Bronze

Ni Al Bronze Cast Iron

Boss Dimension

Lb/Ds 1.8 to 2.4 1.8 to 2.4 1.8 to 2.6

Db/Ds 1.8 to 2.0 1.8 to 2.0 1.8 to 2.4

Dba/Db 0.85 to 0.90 0.85 to 0.90 0.85 to 0.90

Dbf/Db 1.05 to 1.10 1.05 to 1.10 1.05 to 1.10

Ln/Lb 0.3 0.3 0.3

tb/tr 0.75 0.75 0.75

rf/tr 0.75 0.75 0.75

rb/tr 0.75 0.75 0.75

rb/tr 1 1 1

Tip thickness ratio

t(T/D) 0.0035 0.003 0.0065

t(T/D) 0.004 0.0035 0.0075

Minimum edge Thickness ratio

t(e/d) 0.001 0.001 0.002

t(e/d) 0.0015 0.0015 0.0025

Bimo Wira Para (4211100055) Page 34

Page 35: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

III.2 Perencanaan Konis Poros Propeller

Di dalam peraturan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) 2006, disebutkan bahwa key ways dari poros yang meruncing harus diatur agar kekonisan poros membentuk transisi yang gradual jika dilihat secara keseluruhan. Selain itu ujung dari key ways tersebut juga tidak boleh terlalu tajam. Pada umumnya nilai kemiringan dari kekonisan suatu poros berkisar antara 1:12 sampai dengan 1:20 dari panjang boss propeller, sehingga didapatkanlah rumus untuk mengatur kekonisan sebagai berikut :

x = 1/13 x Lb (3.5)

Lb = Panjang boss propeller

Da = Ds – 2x (3.6)

Da = Diameter terkecil ujung konis

x = Kemiringan konis

III.3 Perencanaan Spie Poros Propeller

Spie atau pasak adalah baja lunak yang disisipkan antara poros dengan boss propeller agar keduanya bersatu dan mampu mentransmisikan putaran dari main engine. Pemilihan jenis pasak tergantung dari besarnya daya yang disalurkan pada bagian poros baling-baling. Dilihat dari pemasangannya, pasak dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu : pasak benam, pasak pelana, pasak bulat, pasak bintang (spline). Berikut adalah beberapa perhitungan yang digunakan untuk perencanaan spie poros propeller :

T = (DHP x 75 x 60)/(2π x N) (3.7)

T = torsi

DHP = Delivered Horse Power

L = 0.75 - 1.5 x Ds (3.8)

L = Panjang pasak

B = 25% - 35%Ds (3.9)

B = Lebar pasak

t = 1/6 x Ds (3.10)

t = Tebal pasak

R = 0.125 x Ds (3.11)

R = Radius pasak

Bimo Wira Para (4211100055) Page 35

Page 36: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Seperti yang telah diatur pada Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) 2006, bahwa alur pasak pada poros yang meruncing atau membentuk konis harus dirancang sedemikian mungkin, sehingga membentuk keruncingan yang gradual. Selain itu ujung dari alur pasak tersebut juga tidak boleh terlalu tajam. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat gambar berikut :

Gambar III.3.1. Alur pasak dan kekonisan poros (BKI, 2006)

III.4 Perencanaan Flens Poros

Flens adalah suatu komponen yang digunakan untuk menyambung antar suatu poros dengan poros yang lainnya. Dalam hal ini flens biasa disebut dengan kopling. Dalam perencanaan flens poros banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan,antara lain(Sularso, 1997) :

Pemasangan yang mudah dan cepat, ringkas, dan ringan Aman jika digunakan pada putaran tinggi Tahan terhadap getaran dan tumbukan Terdapat sedikit kemungkinan gerakan aksial pada poros ketika kemungkinan terjadi

pemuaian.Kopling flens terdiri atas naf dengan flens yang terbuat dari besi cor atau baja cor, dan

dipasang pada ujung poros dengan menggunakan baut pada flensnya. Ketebalan dari kopling flens pada intermediate dan thrust shaft pada bagian ujung depan shaft propeller minimal 20% dari diameter poros yang direncanakan(BKI,2006). Berikutadalah perhitungan yang digunakan dalam perencanaan flens poros :

Sfl ≥ 20% x Ds (3.12)

Sfl = Ketebalan kopling

Bimo Wira Para (4211100055) Page 36

Page 37: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Db = 2.5 x Ds (3.13)

Db = Diameter lingkaran dalam kopling

DOut = 3.5 x Ds (3.14)

DOut = Diameter lingkaran luar kopling

L = 5 x 0.5 x Ds (3.15)

L = Panjang kopling

III.5 Perencanaan Mur Pengikat Poros

Mur pengikat poros adalah suatu komponen yang mengikat flens poros yang menghubungkan suatu poros dengan poros yang lainnya. Perhitungan ini digunakan sebagai acuan pemillihan mur dan baut yang tersedia di pasaran. Diameter mur yang dipilih tidak boleh lebih kecil dari perhitungan yang telah direncanakan. Diameter minimum (ds) baut yang dipasang di flange kopling ditentukan dengan menggunakan rumus yang telah ditetapkan. Berikut adalah perhitungan yang digunakan dalam perencanaan mur pengikat poros :

ds = 16 x √ 106 x PN x D x Z x Rm

(3.16)

N = Putaran poros

D = Diameter baut yang direncanakan

Z = Jumlah baut

Rm = Kekuatan tarik material

d ≥ 0.6 x Ds (3.17)

d = Diameter luar ulir

Do = 2 x d (3.18)

Do = Diameter luar mur

H = 0.8~1.0 x d (3.19)

H = Tinggi mur

Bimo Wira Para (4211100055) Page 37

Page 38: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

III.6 Summary

Untuk hasil perhitungan diatas yang akaan digunakan pada saat penggambaran dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Hasil Perhitungan

No Komponen Perhitungan Simbol Hasil1 Daya perencanaan Pd 19200 kW2 Momen puntir T 143,86x106 Kg/mm3 Tegangan geser τA 6,042 Kg/mm2

4 Diameter poros perencanaan Ds 700 mm5 Diameter boss propeller Db 1260 mm6 Diameter boss propeller terkecil Dba 1071 mm7 Diameter boss propeller terbesar Dbf 1323 mm8 Diameter terkecil ujung konis Da 490 mm9 Panjang boss propeller Lb 1680 mm

10 Panjang lubang dalam boss Ln 504 mm11 Tebal sleeve s 29 mm12 Panjang konis ujung poros propeller Lbkonis 1680 mm13 Diameter luar ulir d 420 mm14 Diameter inti mur di 336 mm15 Diameter luar mur Do 840 mm16 Tinggi mur H 336 mm17 Torsi pada pasak Mt 69085,0318 Panjang pasak L 910 mm19 Lebar pasak B 175 mm20 Tebal pasak t 117 mm21 Radius ujung pasak R 88 mm22 Gaya sentrifugal F 411038,1 kg23 Penampang pasak A 20475 mm2

24 Kedalaman alur pasak pada poros t1 58,5 mm25 Panjang konis Lk 1050 mm26 Panjang kopling Lkopling 1925 mm27 Tebal flens Sfl 210 mm28 Tinggi mur H 55 mm

Bimo Wira Para (4211100055) Page 38

Page 39: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

BAB IV : PERHITUNGAN STERN-TUBE

Stern-tube atau tabung poros merupakan tabung berogga yang terletak dibagian buritan kapal. Propeller yang berada diluar badan kapal harus terhubung dengan main engineyang berada di dalam lambung kapal agar dapat menghasilkan gaya dorong. Stern-tube sendiri berfungsi sebagai media pelumasan poros dan mencegah terjadi kebocoran.

Dalam bab ini, dibahas perencanaan mengenai stern post beserta afterpeak bulkhead, tabung poros (stern-tube), bantalan poros depan dan belakang, rumah bantalan, system kekedapan stern-tube, rope guard, dan juga sistem pelumasan dari bantalan. Semua perhitungan dalam bab ini hanya dijadikan acuan sebagai pemilihan stern-tube beserta komponenya yang tersedia di pasara. Perencanaan ini mengacu pada Biro Klasifikasi Indonesia.

IV.1 Perencanaan Stern-post dan AP-bulkhead

Dalam Biro Klasifikasi Indonesia, stern-post merupakan suatu bagian yang terletak di buritan kapal yang biasanya terletak pada lambung kapal. Di dalam Biro Klasifikasi Indonesia, diberikan peraturan mengenai propeller post, yaitu dalam pemasangan propeller post dan rudder post pada lambung kapal harus disesuaikan engan aturan yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk memperhitungkan gaya-gaya yang timbul nantinya cukup besar, oleh karena itu dilakukan penguatan dari sisi konstruksi kapal.

AP-bulkhead merupakan sekat yang terletak pada buritan kapaldan berfungsi sebagai memberikan ruangan yang kedap antara stern tube dengan rudder trunk.Berikut adalah perhitungan dari stern-post yang diatur dalam Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) 2006 :

l = 1.4L + 90 (4.1)

b = 1.6L + 15 (4.2)

IV.2 Perencanaan Tabung Poros (Stern-tube )

Perencanaan tabung poros sangat dipengaruhi dengan perencanaan letak dari ceruk buritan yang telah didesain sebelumnya dalam tugas rencana garis. Dimana perencanaan ceruk buritan meliputi peletakan stern post dan AP-bulkhead. Untuk tebal dari stern-tube telah diberikan formula sebagai berikut :

T = ((Ds/20) + (3 x 254/4)) (4.3)

Untuk peletakan stern-tube ditentukan minimal 3 jarak gading, dimana dalam tugas rencana garis sebelumnya ditentukan bahwa jarak gading yang berada pada bagian tersebut sebesar 600 mm. Dengan pertimbangan tertentu, dalam perencanaan ini, mengunakan 5 jarak gading, jadi didapatkanlah rumusan seperti dbawah ini :

Ls = 5 x jarak gading (4.4)

IV.3. Perencanaan Bantalan Poros Depan

Di dalam Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) 2006 telah ditegaskan mengenai perencanaan bantalan poros depan. Perencaan poros itu sendiri bergantung pada jenis pelumasan dan bahan yang digunakan pada stern-tube. Seperti yang telah dijelaskan pada Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) 2006.

“Where the propeller shaft inside the stern-tube runs in oil-lubricated white metal bearings or in synthetic rubber or reinforced resin or plastic materials approved for use in oil-lubricated stern-tube

Bimo Wira Para (4211100055) Page 39

Page 40: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

bearings, the lengths of the after and forward bearings should be approximately 2 x da and 0,8 x da respectively.”

Dijelaskan bahwa, untuk stern-tube yang terbuat dari bahan white metal bearing, synthetic rubber, reinforced resin atau material plastik diperbolehkan untuk menggunakan jenis pelumasan minyak. Sehingga berdasarkan peraturan tersebut, panjang dari perencanaan bantalan depan adalah sebagai berikut :

Lsf = 0.8 x da (4-5)

IV.4. Perencanaan Bantalan Poros Belakang

Seperti halnya dalam perencanaan bantalan poros depan, perencanaan bantalan poros belakang juga telah diatur dalam Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) 2006. Dimana penentuan dari panjang bantalan juga ditinjau dari bahan dan jenis pelumasan pada stern-tube yang digunakan. Selain itu, panjang dari bantalan poros belakang juga dapat dikurangi menjadi 1.5 x da, diamana kontak beban yang dihitung pada beban statis dari propeller kurang dari 0.8 Mpa untuk stern-tube berbahan white metal bearing dan 0.6 Mpa untuk synthetic material. Persamaan untuk mencari panjang dari bantalan poros belakang (Lsa) dan juga ketebalan dari bantalan (B) itu sendiri dalam Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) 2006 diberikan sebagai berikut :

Lsa = 2 x da (4-6)

B = ((Ds/30) x 3.175) (4-7)

IV.5. Perencanaan Rumah Bantalan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perhitungan stern-tube hanya dibuat sebagai acuan saja dalam pemilihan stern-tube yang telah ada dipasaran. Oleh karena itu, perencanaan rumah bantalan pada perhitungan stern-tube tidak begitu detail dilakukan, dikarenakan nanti akan menyesuaikan dengan stern-tube yang dipilih dari pasaran tersebut.

Namun dalam aturan yang ada, ketebalan minimal dari rumah bantalan tersebut adalah sebagi berikut :

tb = 0.18 x Ds (4-8)

IV.6.Perencanaan Sistem Kekedapan Stern-tube

Perencanaan sistem kekedapan stern-tube berkaitan dengan perencanaan stern-tube seal. Sistem kekedapan stern-tube itu sendiri sangatlah penting dalam sebuah pendesaianan sistem propulsi kapal. Hal itu dikarenakan jika terjadi kebocoran pada kapal yang mana disebabkan air laut masuk melalui lubang poros, maka akan sangat membahayakan komponen-komponen propulsi yang berada dalam kapal. oleh karena itu, sistem kekedapan harus benar-benar diperhitungkan dengan baik.

Sistem kekedapan akan dipasang pada dua bagian, yaitu inner end dan outer end dari stern-tube. Fungsi kekedapan pada stern-tube yang menggunakan pelumasan air laut ialah, mencegah masuknya air laut. Sedangkan untuk yang menggunakan sistem pelumasan minyak berfungsi untuk mencegah air laut masuk dan juga untuk mencegah minyak yang digunakan sebagai pelumas bocor keluar dari kapal.

Terdapat perbedaan sistem seal antara stern-tube yang menggunakan pelumasan air laut dengan pelumasan minyak. Dimana stern-tube yang menggunakan pelumasan air laut menggunakan stuffing box dan gland yang konvensional pada bagian AP bulkhead. Tetapi pada stern-tube yang menggunakan peluamasan minyak umumnya menggunakan lip seal atau radial face seal ataupun keduanya.

Bimo Wira Para (4211100055) Page 40

Page 41: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

IV.7. Perencanaan Rope-guard

Rope guard adalah suatu pengaman pada sterntube. Pada kapal, rope guard memiliki fungsi sebagai pelindung pada propeller dari benda-benda laut yang dapat enyangkut pada propeller, yang mengakibatkan turunnya daya dorong dari propeller itu sendiri.

Rope guard dapat terbuat dari fiberglass ataupun metal. Rope guard yang terbuat dari fiberglass didesain menyatu dengan flat-head machine screw. Sementara rope guard yang terbuat dari metal dilas pada suatu tempat yang mana terhubung dengan flat-head machine screw.

Sama halnya pada perencanaan rumah bantalan sebelumnya, rope guard tidak diperhitungkan pada perencanaan kali ini, dikarenakan nantinya pemilihan rope guard akan menjadi satu dengan pemilihan stern-tube yang ada dipasaran. Jadi desainer kapal tidak perlu terlalu memperhitungkan perencanaan rope-guard, semua sudah dilakukan oleh pabrik.

IV.8. Perencanaan Sistem Pelumasan Bantalan

Sistem pelumasan pada bantalan terdapat 2 jenis, yaitu pelumasan dengan air laut dan pelumasan dengan minyak. Fungsi dari pelumas itu sendiri adalah unutk mencegah pergesekan, menghindari keausan, mengurangi hilangnya tenaga, dan mengurangi timbulnya panas pada stern-tube. Dalam penentuan pemilihan jenis pelumas harus benar-benar diperhatikan, kesalahan dalam pemilihan bahan pelumasan dapat berakibat fatal karena dapat merusak komponen-komponen yang ada. Pemilihan jenis pelumasan berpengaruh pada proses perencanaan stern-tube.

Pada perencanaan propeller dan sistem perporosan kali ini, menggunakan sistem pelumasan minyak. Pemilihan penggunaan pelumas minyak dikarenakan, hampir semua kapal modern menggunakan pelumasan minyak. Selain itu, umur stern-tube yang menggunakan pelumasan minyak lebih lama dari pada yang menggunakan pelumasan air laut. Hal itu mungkin dikarenakan pelumasan menggunakan air laut lebih menuju pada kekorosian komponen yang ada, dari pada menggunakan pelumasan minyak.

IV.9. SummaryUntuk data lengkap perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.1. Hasil Perhitungan

No Komponen Perhitungan Simbol Hasil1 Panjang tabung poros Ls 3000 mm2 Panjang bantalan depan Lsf 1400 mm3 Panjang bantalan belakang Lsa 560 mm4 Tebal bantalan B 74,08 mm5 Jarak maksimum tiap bantalan Lmax 11905,88 mm6 Tebal rumah bantalan tb 126 mm7 Tebal stern-tube T 54 mm8 Lebar stern-post L 302,8 mm9 Tebal stern-post Tstern-post 146,82 mm

Bimo Wira Para (4211100055) Page 41

Page 42: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

LAMPIRAN

Propeller and Shaft Arrangement

Bimo Wira Para (4211100055) Page 42

Page 43: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

1. Gambar Rencana Garis

Bimo Wira Para (4211100055) Page 43

Page 44: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

2. Brosur Main Engine

Bimo Wira Para (4211100055) Page 44

Page 45: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

3. Brosur Reduction Gear

Bimo Wira Para (4211100055) Page 45

Page 46: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

4. Brosur Stern Tube

Bimo Wira Para (4211100055) Page 46

Page 47: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

5. Brosur Forward Seal

Bimo Wira Para (4211100055) Page 47

Page 48: Perancangan sistem propusi kapal, propeller, engine, dan poros

DESAIN II (ME091318) : PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

6. Brosur After Seal

Bimo Wira Para (4211100055) Page 48