peranan sektor pertanian khususnya jagung …
TRANSCRIPT
i
PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
KABUPATEN JENEPONTO
The Role of Agriculture Sector, Particularly Corntowards the Economy Growth in Jeneponto Regency
MUHAMMAD ANSHAR
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2006
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan wilayah Kabupaten Jeneponto merupakan bahagian
integral daripada pembangunan nasional. Pembangunan wilayah yang
dilaksanakan, berlandaskan pada 3 (tiga) agenda pembangunan nasional
Tahun 2004 – 2009, yaitu : (1) menciptakan Indonesia yang aman dan
damai; (2) mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis; dan
(3) meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Dalam kaitan ini, terutama dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi, berbagai kebijaksanaan dapat dilaksanakan, kebijakan tersebut dapat
berupa pemberian prioritas kepada sektor-sektor ekonomi yang mampu
berperan sebagai penggerak utama ekonomi daerah dan mempunyai
kemampuan untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat,
kesempatan kerja masyarakat, keterkaitan dan daya dorong dengan sektor-
sektor yang lain, serta nilai tambah bruto.
Dalam prioritas pembangunan daerah Kabupaten Jeneponto, telah
ditetapkan bahwa sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting
dalam pembangunan ekonomi. Hal ini sesuai dengan kondisi obyektifitas
geografis daerah, dimana sebagian besar wilayah Kabupaten Jeneponto
2
adalah wilayah pertanian atau agraris yang menghasilkan berbagai komoditi
pertanian, tetapi yang menonjol hanya dua yaitu padi dan jagung. Hal ini
dipertegas oleh Saragih (2001) yang mengemukakan bahwa sektor pertanian
merupakan andalan dalam perekonomian nasional oleh karena sektor ini
memiliki kontribusi yang dominan baik langsung maupun tak langsung
terhadap pencapaian tujuan pembangunan khususnya pemantapan
ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja
serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Kabupaten Jeneponto yang secara geografis terletak di ujung barat
bagian selatan dari wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, secara makro
merupakan kawasan sentra pengembangan palawija utamanya jagung
karena secara fisik lahan, agroklimat, ketersediaan infrastruktur, dan
kelembagaan memungkinkan untuk pengembangan ekonomi produktif yang
berbasis wirausaha dan industri hasil-hasil pertanian. Aspek lain yang
mendukung pengembangan komoditas jagung di Kabupaten Jeneponto
adalah adanya dukungan kebijakan pemerintah Kabupaten Jeneponto
melalui ”Gerakan Turatea Jagung Berjaya” yang merupakan tindak lanjut dari
implementasi program pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan ”Gerakan
Pembangunan Ekonomi Masyarakat” (Gerbang Emas), komoditas jagung
sudah menjadi usahatani pokok masyarakat dan potensi lahan yang cukup
luas yaitu ± 45.000 Ha.
Jagung merupakan sumber karbohidrat terpenting kedua setelah padi,
sebagaian besar hasil tanaman digunakan untuk pangan dan pakan ternak.
3
Hal ini didukung oleh berkembangnya sektor peternakan khususnya industri
pakan yang membutuhkan bahan baku jagung, serta industri produk
makanan olahan yang menyebabkan permintaan jagung dalam negeri
semakin meningkat. Sebagaimana Adisasmita (1994 : 26) mengemukakan
bahwa berkembangnya suatu wilayah tercermin dari adanya peningkatan
volume ekonomi dari suatu subsistem spatial yang diikuti oleh peningkatan
sejumlah komoditi yang dapat digunakan untuk pembangunan daerah
tersebut.
Upaya pengembangan sektor pertanian khususnya komoditi jagung
mempunyai arti penting dalam pengembangan wilayah karena: (1) dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produksi dan
pendapatan, (2) mempunyai potensi pemasaran, baik dalam negeri maupun
pasar luar negeri (merupakan kegiatan ekonomi yang berorientasi keluar)
sehingga peningkatan produksi memberikan peningkatan penerimaan devisa
yang dibutuhkan dalam pembiayaan pembangunan, (3) tersedianya bahan
baku jagung untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan, sehingga
dapat menciptakan kesempatan kerja baru bagi masyarakat, (4)
pengembangan perluasan kesempatan kerja dan perbaikan gizi masyarakat.
Rata-rata produksi jagung di Kabupaten Jeneponto selama lima
tahun terakhir (2000 – 2004) mencapai 138.130 ton pipilan kering dengan
rata-rata produktivitas sebesar 3,65 ton / ha. Jika tingkat produktivitas ini
dibanding dengan tingkat produktivitas yang seharusnya dicapai melalui
kajian teknologi sebesar 8 – 9 ton / ha pipilan kering, berarti hal ini
4
menunjukkan adanya kesenjangan antara produktivitas nyata dan
produktivitas potensial. Demikian juga dengan PDRB perkapita Tahun 2004
yaitu sebesar Rp 2.076.935,-, hal ini menunjukkan nilai yang masih kecil
dibandingkan dengan pendapatan perkapita Sulawesi Selatan sebesar Rp.
4.445.773,-. Masih rendahnya produksi petani dan penyerapan tenaga kerja
serta rendahnya PDRB perkapita mendorong penulis untuk mengetahui lebih
jauh bagaimana peranan sektor pertanian khususnya jagung terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Jeneponto.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat ditarik permasalahan
yaitu Bagaimana peranan sektor pertanian khususnya jagung terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jeneponto.
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peranan sektor pertanian
khususnya jagung terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jeneponto.
5
D. MANFAAT DAN KEGUNAAN PENELITIAN
Hasil akhir penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1. Menjadi masukan bagi pemerintah Kabupaten Jeneponto dalam
merumuskan kebijaksanaan pengembangan wilayah Kabupaten
Jeneponto utamanya pada sektor pertanian khusususnya jagung.
2. Hasil penelitian ini dapat pula berguna sebagai bahan perbandingan
dalam menyusun analisis yang sama di wilayah atau kabupaten lain.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembangunan Wilayah
Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya
untuk memacu perkembangan sosial dan ekonomi, mengurangi kesenjangan
antar wilayah dan menjaga kelestarian lingkungan hidup suatu wilayah.
Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi,
budaya dan geografis yang sangat berbeda pada setiap wilayah. Oleh
karena itu, pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi,
potensi dan permasalahan wilayah bersangkutan.
Konsep pengembangan wilayah memiliki perbedaan dengan konsep
perkembangan sektoral, dimana pengembangan wilayah berorientasi pada
permasalahan pokok wilayah yang saling terkait, sedangkan pembangunan
sektoral untuk mengembangkan sektor tertentu. Walaupun kedua konsep
tersebut berbeda namun keduanya saling melengkapi, dalam arti
pengembangan wilayah tidak mungkin terwujud tanpa adanya pembangunan
sektoral.
Dengan demikian pengembangan wilayah perlu dimulai dengan
melakukan analisis kondisi, potensi dan permasalahan wilayah untuk
mengetahui hubungan sebab akibat perkembangan sosial ekonomi,
sumberdaya alam dan prasarana wilayah, dimana tujuan pengembangan
wilayah merupakan penjabaran dan tujuan pembangunan daerah (Ambardi,
U.M. 2002 : 47).
7
Teori kutub pertumbuhan (growth pole theory) oleh Perroux, (dalam
Adisasmita, 1994) menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan
tidak terjadi disemua wilayah, akan tetapi te rbatas hanya pada beberapa
tempat tertentu dengan variabel yang berbeda-beda intensitasnya. Teori
pusat-pusat pertumbuhan (growth poles theory) oleh Hirschman (dalam
Adisasmita, 1994) menyatakan bahwa untuk mencapai tingkat pendapatan
yang lebih tinggi, terdapat keharusan untuk membangun sebuah atau
beberapa buah pusat kekuatan ekonomi regional dalam wilayah suatu
negara.
Nasution (1985 : 15) menyatakan perencanaan pembangunan wilayah
ditopang oleh 4 (empat) pilar, yaitu sosio-kultural, sumberdaya, ekonomi
wilayah, dan teori lokasi. Pendapat Nasution tersebut didasarkan kepada
beberapa alasan sebagai berikut :
1. Di dalam suatu wilayah, sumberdaya alam dan sumberdaya manusia
menyebar secara tidak merata.
2. Sumberdaya alam pada umumnya mempunyai sifat yang spesifik yaitu
mempunyai lokasi yang tetap ataupun sangat sukar berubah.
3. Sumberdaya alam dengan sifat-sifat tersebut haruslah dimanfaatkan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran manusia, oleh sebab itu evaluasi
sumberdaya alam di dalam aspek kuantitas, kualitas dan penyebarannya
merupakan pilar pertama perencanaan pembangunan wilayah.
4. Pembangunan sering diartikan pada pertumbuhan. Jadi, pembangunan
pertanian dikatakan berhasil, jika terjadi pertumbuhan sektor pertanian
8
yang baik sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani, dari yang kurang
baik menjadi lebih baik (Soekartawi, 1996 : 24). Maksud pembangunan
pertanian disini bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian di
pedesaan dengan mengacu pada potensi sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia.
B. Pembangunan Daerah Berbasis Komoditas Unggulan
Konsep ini menekankan motor penggerak pembangunan suatu
daerah pada komoditas-komoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan, baik
di tingkat domestik maupun internasional (Ambardi U.M, 2002 : 104). Ada
beberapa kriteria mengenai komoditas unggulan, diantaranya :
a. Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama (prime
mover) pembangunan. Artinya, komoditas unggulan tersebut dapat
memberikan konstribusi yang signifikan pada peningkatan produksi,
pendapatan, maupun pengeluaran.
b. Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang
(forward and backward lingkages) yang kuat, baik sesama komoditas
unggulan maupun komoditas-komoditas lainnya.
c. Komoditas unggulan mampu bersaing (competitiveness) dengan produk
sejenis dari wilayah lain di pasar nasional dan pasar internasional, baik
dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun aspek-
aspek lainnya.
9
d. Komoditas unggulan di suatu daerah memiliki keterkaitan dengan daerah
lain (comlementarity), baik dalam hal pasar (konsumen) maupun
pemasukan bahan baku.
e. Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara
optimal sesuai dengan skala produksinya.
f. Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai
dari fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growth), puncak (maturity)
hingga penurunan (desreasing).
g. Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan berbagai
bentuk dukungan, misalnya dukungan keamanan, sosial, budaya,
informasi dan peluang pasar, kelembangaan, fasilitas intensif/disintensif,
dan lain-lain.
Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian
sumberdaya dan lingkungan. Secara harfiah, pertanian dapat diartikan
sebagai upaya pemanenan sinar matahari, atau transformasi energi matahari
menjadi energi organik (Saputra U.H, 2002 : 2). Ditinjau dari komoditasnya
pertanian terdiri dari pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan,
hortikultura, peternakan dan perikanan, sedangkan ditinjau dari ilmu yang
pembangunannya, pertanian dibangun dari ilmu-ilmu keras (hard sciences)
dan ilmu-ilmu lunak (soft sciences) baik pada kekuatan ilmu-ilmu dasar,
terapan dan lanjutan maupun ilmu-ilmu kawinannya.
Selanjutnya Mubyarto (1994 : 6), mengemukakan bahwa ciri-ciri
umum pertanian Indonesia adalah pertanian tropika, karena sebagian besar
10
daerahnya berada di daerah tropik yang langsung dipengaruhi oleh garis
khatulistiwa. Disamping pengaruh khatulistiwa, ada dua faktor alam lain yang
ikut memberi corak pertanian Indonesia yaitu bentuknya sebagai kepulauan,
dan Topografinya yang bergunung-gunung. Kebijaksanaan pembangunan
pertanian senantiasa didasarkan pada amanat yang dituliskan dalam Garis-
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang menyatakan bahwa pembangunan
pertanian di Indonesia diarahkan untuk memenuhi tujuan yang ingin dicapai
yaitu mencapai kesejahteraan masyarakat pertanian secara lebih merata
(Soekartawi 2002 : 161).
C. Pengembangan Wilayah Dalam Prinsip Pembangunan Ekonomi Daerah
Wilayah yang merupakan sistem sumber daya, produksi dan
permukiman terpadu memiliki keterkaitan fungsional dengan wilayah lain
disekitarnya. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu wilayah akan
berkembang dengan optimal bila mampu memanfaatkan sumberdaya yang
dimiliki untuk menghasilkan komoditas dan jasa yang memiliki daya saing
dipasar global. Daya saing yang dimaksud adalah keterpaduan antara
produktivitas yang tinggi didukung kemampuan pemasaran yang prima
(Amin, 1996 : 6).
Ditinjau dari sudut ekonomi, berkembangnya suatu wilayah menurut
Adisasmita (1994 : 26) tercermin dari adanya peningkatan volume ekonomi
dari suatu subsistem spatial yang diikuti oleh peningkatan sejumlah komoditi
yang dapat digunakan untuk pembangunan daerah tersebut. Secara tidak
11
langsung berhubungan dengan sistem perdagangan komoditi yang
dihasilkan sebagai penawaran akhir yang dapat meningkat melalui
pertukaran antar daerah (berarti ada pergerakan/ mobilitas penduduk) seperti
hasil pertanian.
Terkait dengan pembangunan ekonomi daerah, secara umum menjadi
suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat
mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan ekonomi daerah tersebut. Tentu saja makna pembangunan
daerah tersebut, adalah bagaimana daerah mengatasi masalah fundamental
yang dihadapi, dimana ditentukan oleh strategi pembangunan yang dipilih.
Dalam konteks inilah pentingnya merumuskan visi dan misi, dan kemudian
memilih strategi yang tepat, yang disesuaikan dengan prinsip pembangunan
ekonomi daerah (Kuncoro, 2004 : 110).
Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menciptakan
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil pembangunan, termasuk di
dalamnya pemerataan pendapatan antar daerah (wilayah). Untuk mencapai
sasaran di atas, bukanlah pekerjaan ringan karena pada umumnya
pembangunan ekonomi dan karakteristik yang dimilikinya. Sementara itu,
baik potensi ekonomi maupun karakteristik yang dimilki suatu daerah pada
umumnya berbeda dengan daerah lain. Bagi suatu negara yang mempunyai
wilayah luas dengan latar belakang sejarah dan konfigurasi geografis seperti
12
Indonesia adalah suatu hal yang wajar bilamana masih dijumpai
ketimpangan pembangunan antar daerah.
Bertitik tolak dari bahasan sebelumnya, pada dasarnya indikator
utama fundamental ekonomi daerah didasarkan pada pertumbuhan ekonomi
daerah dan pendapatan perkapita. Sebagaimana tolak ukur keberhasilan
pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi,
dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar
daerah dan antar sektor. Hal ini secara tidak langsung menjadi beberapa
sasaran fundamental pembangunan yang berusaha dicapai banyak daerah,
yaitu :
1. Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah.
2. Meningkatkan pendapatan perkapita.
3. Mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan daerah.
(Kuncoro, 2004 : 114).
Dengan demikian suatu wilayah akan dapat berkembang
perekonomian ditinjau dari aspek sumberdaya alam yang dimiliki, sebab
sumberdaya tersebut dapat dijadikan sebagai suatu aset untuk memproduksi
barang dan jasa yang dibutuhkan. Dilain sisi, bertambah banyaknya sektor
basis dalam suatu daerah akan dapat menambah arus pendapatan dari luar
daerah kedalam daerah yang bersangkutan. Selain sumberdaya alam,
pembangunan ekonomi suatu daerah dapat ditunjang dari potensi suatu
wilayah berupa prasarana dan sarana yang dimiliki untuk mendukung
sebagai kegiatan sosial ekonomi dan budaya. Prasarana dan infrastruktur
13
wilayah adalah elemen dasar fisik yang dimiliki suatu wilayah untuk
membangun kegiatan wilayahnya secara efektif dan efisien.
Pengembangan bisnis daerah merupakan langkah strategik dalam
pembangunan ekonomi daerah. Karena berkaitan dengan peran serta
industrialisasi yang dapat memberikan kontribusi bagi kelancaran
pembangunan daerah yang bersangkutan. Pada dasarnya keterkaitan
industri dengan sektor pertanian amat kuat bilamana sektor industri
mempunyai faktor pendukung yang menunjang kegiatan kedua sektor
tersebut. Bisnis daerah dapat diartikan atau cenderung ditekankan pada
industri pedesaan, khususnya pada industri yang berskala kecil.
Kecenderungan globalisasi dan regionalisasi membawa sekaligus tantangan
dan peluang baru bagi proses pembangunan ekonomi daerah. Dalam era
seperti ini, kondisi persaingan antara pelaku ekonomi semakin tajam
sehingga dituntut untuk menetapkan dan mengimplementasikan strategi
bersaing yang tepat.
Bagi pemerintah daerah, persaingan yang semakin tajam ini
memunculkan beban tugas yang harus dipikul oleh daerah, yaitu menyiapkan
daerahnya sedemikian rupa sehingga mampu menjadi wadah bagi
pertumbuhan dan perkembangan investasi dan industri luar, secara tidak
langsung akan mempengaruhi tingkat penerimaan pendapatan asli daerah
yang bersangkutan.
14
Oleh karena itu, pembangunan ekonomi daerah yang efektif harus
bisa membedakan apa yang seyogyanya dapat dilakukan dengan
mengggunakan berbagai sumberdaya pembangunan.
D. Ekonomi Produksi Pertanian
Ekonomi produksi pertanian adalah suatu aplikasi bidang ilmu yang
dalam keputusan yang telah diambil dengan berdasarkan prinsip-prinsip
pilihan diterapkan pada modal (tanah dan investasi), tenaga kerja dan
manajemen produksi (Kartasapoetra, 1988 : 7). Dalam ekonomi produksi
pertanian semua sumber diolah dan dikelola, dengan demikian merupakan
studi efisiensi semua sumber di bawah persyaratan -persyaratan tertentu,
yang bertujuan agar rencana usaha tani, keluarga para petani, konsumen
individu dan masyarakat dapat tercapai dengan memuaskan.
Masalah dalam ekonomi produksi pertanian sangat berkaitan dengan
tujuan untuk meningkatkan produksi dan tujuan untuk meningkatkan taraf
kehidupan para petani dengan keluarganya. Masalah lainnya yaitu
pemasaran produk yang dihasilkan, produksi yang telah meningkat itu dapat
dipasarkan dengan harga yang dapat menghasilkan keuntungan, dengan
keuntungan ini dapat ditingkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Masalah ini sering menimbulkan kesulitan, terutama bagi daerah-daerah
pertanian yang terisolir, dimana pasar-pasar perantara tidak ada, sehingga
para petani harus menguras lagi tenaga dan pikirannya untuk mencapai
pasar yang jauh letaknya.
15
Menurut Soekartawi (1993) dan Mubyarto (1986), bahwa prinsip-
prinsip dasar yang perlu diketahui dalam pengembangan dan pembangunan
pertanian adalah sebagai berikut : (a) peran sumberdaya alam (tanah, air),
modal, tenaga kerja dan manajemen, (b) peran kelembagaan dalam
pertanian, dan (c) peran sektor penunjang lainnya.
Potensi pertanian secara lambat laun membawa keberuntungan dan
surplus pangan yang meyakinkan. Keadaan surplus demikian dapat
membebankan beberapa orang yang terampil dengan keahlian lain dari
tugas memproduksi pangan. Perkembangan keahlian baru hanyalah
mungkin bila kenaikan keefisienan pertanian mengizinkan waktu-waktu
senggang yang baru diperoleh. Hasil akhir pada kenaikan taraf hidup
ditandai dari hal ihwal yang dulu dianggap sebagai suatu kemewahan
akhirnya telah menjadi kebutuhan sehari-hari.
E. Pengembangan Usahatani Jagung
- Input dan Sarana Produksi (Industri Hulu)
Kegiatan usaha jagung bisa berkembang dengan baik kalau
didukung dengan input dan sarana produksi. Supaya hal tersebut dapat
berjalan dengan baik, maka perlu adanya perencanaan input-input dan
sarana produksi. Perencanaan input-input dan sarana produksi yang
dibutuhkan, baik dari segi jenis, jumlah, mutu ataupun spesifikasinya.
Dua hal yang mendasar yang menjadi titik perhatian dalam memilih
sistem pengadaan adalah membuat sendiri atau membeli. Misalnya dalam
16
hal pengadaan bibit, apakah memproduksi bibit sendiri ataukah membeli dari
sumber-sumber lain.
Sa’id, dkk (2004) menyatakan bahwa : Input-input dalam agribisnis
adalah bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan modal. Sedangkan
sarana dan prasarana produksi adalah panen tempat produksi, perlengkapan
dan peralatan, serta bangunan-bangunan pendukung dan teknologi.
Jadi dari hal tersebut di atas, maka input dan sarana produksi adalah
merupakan salah satu pendukung dalam melaksanakan kegiatan usahatani.
Untuk mempercepat pencapaian tujuan usahatani jagung, maka input dan
sarana produksi yang akan digunakan harus diorganisir. Pengorganisasian
ini menyangkut bagaimana mengalokasikan berbagai input dan fasilitas
yang akan digunakan dalam proses produksi, sehingga proses produksi
dapat berjalan secara efektif dan efisien.
- Aspek Produksi dan Biaya
Produksi adalah hasil yang diperoleh sebagai akibat bekerjanya
berbagai faktor produksi sekaligus dalam hal ini tanah, tenaga kerja, modal,
disamping itu manajemen yang berfungsi sebagai koordinasi ketiga faktor
tersebut (Mubyarto, 1989).
Menurut Soekartawi (1985), menyatakan bahwa, faktor manajemen
produksi menjadi semakin penting dalam artian efisiensi, jadi walaupun
faktor-faktor produksi mendukung akan tetapi kalau tidak dikelola dengan
baik, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Lebih lanjut dinyatakan
bahwa yang dimaksud dengan faktor produksi adalah semua korbanan yang
17
diberikan pada tanaman agar mampu tumbuh dan menghasilkan dengan
baik.
Faktor produksi dikenal dengan istilah input, production, factor dan
korbanan produksi (output). Faktor produksi memang sangat menentukan
besar kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman
menunjukkan bahwa faktor produksi khususnya lahan, modal untuk membeli
bibit, pupuk, obat-obatan, membayar upah tenaga kerja sangat besar
pengaruhnya dalam proses berusahatani kaitannya dengan produksi akan
tetapi jika tidak dibarengi dengan manajemen yang baik maka akan diperoleh
hasil yang tidak maksimal.
Optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah
bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien mungkin
sehingga menghasilkan produksi yang maksimum. Pengunaan faktor
produksi khususnya pupuk, pestisida dan obat-obatan lainnya secara
berlebihan atau melebihi rekomendasi teknis akan memberikan pengaruh
buruk terhadap produksi yang diperoleh.
Mubyarto (1989) menyatakan bahwa lembaga adalah organisasi
atau kaidah-kaidah baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan
tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan rutin
sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu.
Kegiatan produksi, pengolahan hasil pemasaran dapat berjalan
dengan lancar, bila biaya atau modal cukup tersedia. Besarnya biaya yang
dibutuhkan sangat ditentukan oleh jenis skala kegiatan agribisnisnya.
18
Semakin besar skala usaha, semakin besar biaya yang dibutuhkan.
Sebaliknya semakin kecil skala usaha maka biaya yang dibutuhkan pun
kecil.
- Agroindustri (Industri Hilir)
Agroindustri diartikan sebagai pengolahan bahan baku yang ber-
sumber dari tanaman atau binatang. Pengolahan yang dimaksud meliputi
pengolahan berupa proses transformasi dan pengawetan melalui perubahan
fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengepakan, dan pendistribusian
produknya. Hicks (1995) memberikan definisi dengan tambahan secara
terperinci bahwa agroindustri adalah:
a. Upaya meningkatkan nilai tambah;
b. Menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau
di makan;
c. Meningkatkan daya simpan, dan
d. Menambah pendapatan dan keuntungan produsen.
e. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja,
Agroindustri yang menurut definisinya adalah industri yang kegiatan
utamanya memproses hasil-hasil pertanian (termasuk hasil-hasil hutan,
ternak dan perikanan) menurut Muhidong, dkk (2002) memiliki karakteristik
tersendiri. Karakteristik utama yang membedakan agroindustri dengan
industri lainnya adalah sifat bahan bakunya yang mudah rusak, kualitas
bervariasi, dan musiman. Oleh karena itu, diperlukan tiga hal utama untuk
menjaga kelangsungan agroindustri, adalah: a). Keberlanjutan ketersediaan
19
bahan baku yang berkualitas, b). Kesesuaian proses pengolahan,
c). Ketersediaan pasar.
Hasil penelitian Abadi (1996) menyimpulkan bahwa dalam upaya lebih
meningkatkan pembangunan sektor pertanian dalam arti luas (pertanian
tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan),
maka pendekatan agropolitan yakni menumbuhkan agroindustri di pusat-
pusat wilayah pengembangan merupakan salah satu alternatif yang dapat
ditempuh.
Apabila agribisnis atau agroindustri akan dijadikan sebagai sektor
pemimpin, beberapa kendala pokok perlu ditanggulangi. Kendala-kendala
tersebut adalah: a). Jumlah dan kualitas bahan baku, b). Pemasaran,
c). terobosan teknologi, d). sarana dan prasarana, e). kelembagaan,
f). skala usaha dan kualitas sumberdaya manusia (Saleh, 1993).
Pada umumnya masyarakat tidak memperhatikan pengolahan hasil
oleh karena keterdesakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga
hasil-hasil produksi yang didapat langsung dijual tanpa ada tindakan
pengolahan hasil. Akan tetapi pengusaha yang berskala besar dengan
mendirikan industri yang bahan bakunya diperoleh dari hasil-hasil pertanian
nilai tambah yang diperoleh sangat besar karena produknya mampu
menerobos pasar baik pasar domestik maupun pasar luar negeri.
Dari berbagai pendapat para ahli tersebut di atas tentang agroindustri,
maka disimpulkan bahwa agroindustri adalah industri yang mengolah atau
memproses hasil pertanian dalam arti luas berupa bahan baku primer
20
(mentah) menjadi barang jadi atau setengah jadi untuk memenuhi kebutuhan
konsumen.
F. Pendapatan dan Kesempatan Kerja
1. Pendapatan
Dalam arti luas, pendapatan nasional merujuk pada beberapa konsep
yaitu: (a) Produk Domestik Bruto (PDB), (b) Produk Nasional Bruto (PNB), (c)
Produk Nasional Netto (PNN), dan (d) Pendapatan Nasional (PN). Pada
tingkat regional atau propinsi dikenal dengan nama Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB).
Pengertian pendapatan petani merupakan selisih antara hasil
penjualan produk dengan biaya usahatani. Atau dengan kata lain
pendapatan petani merupakan selisih kenaikan antara kekayaan awal pada
kegiatan usaha petani dengan nilai akhir usahatani. Adapun faktor-faktor
yang membedakan pendapatan petani disebabkan oleh penggunaan pupuk,
benih, obat-obatan dan tingkat harga yang diterima oleh petani.
Soediyono (1985) menyatakan bahwa pendapatan adalah jumlah
pendapatan (uang) yang diterima oleh petani dari penyerahan faktor-faktor
produksi selama satu periode.
Dari beberapa pengertian pendapatan tersebut dapat dikatakan
bahwa pendapatan petani ditentukan oleh bayaknya hasil yang diperoleh dari
sesuatu pekerjaan atau banyaknya nilai penjualan dari faktor-faktor produksi
yang dimiliki, dikurangi dengan seluruh pengeluaran atau biaya yang
21
digunakan. Pendapatan seperti in merupakan keuntungan bagi suatu usaha
atau dapat dikatakan sebagai pendapatan bersih.
2. Kesempatan Kerja
Istilah employment dalam bahasa Inggris berasal dari kata to employ
yang berarti menggunakan dalam proses atau usaha memberikan pekerjaan
atau sumber penghidupan. Jadi employment berarti keadaan orang mem-
punyai pekerjaan atau keadaan orang yang mempunyai pekerjaan atau
keadaan penggunaan tenaga kerja. Menurut Soeroto (1986), penggunaan
istilah employment sehari-hari biasa dinyatakan dengan jumlah orang dan
yang dimaksud adalah sejumlah orang yang ada dalam pekerjaan atau
mempunyai pekerjaan. Pengertian istilah ini memiliki dua unsur yaitu
kesempatan kerja dan orang yang diperkerjakan atau yang melakukan
pekerjaan tersebut. Jadi pengertiannya sudah jelas yaitu kesempatan kerja
yang sudah diduduki.
Pada umumnya pertumbuhan ekonomi mempunyai dampak positif
bagi peningkatan kesempatan kerja. Kesempatan kerja dalam pengertiannya
termasuk lapangan pekerjaan yang sudah diduduki (employment) dan masih
lowong (vacancy). Dengan adanya lapangan pekerjaan yang masih lowong,
timbul kebutuhan untuk permintaan tenaga kerja guna memenuhi
kesempatan kerja yang masih lowong tersebut (Swasono dan
Sulistyaningsih, 1983).
Tenaga kerja atau manpower terdiri dari angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja. Angkataan kerja atau labor force terdiri dari: a). Golongan
22
yang bekerja, dan b). Golongan yang menganggu dan mencari pekerjaan.
Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari : a). Golongan yang bersekolah,
b). Golongan yang mengurus rumah tangga, dan c). Golongan lain-lain atau
penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam kelompok angkatan kerja
sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu,
kelompok ini sering juga dinamakan sebagai potential labor force.
Besarnya penyediaan atau supply tenaga kerja dalam masyarakat
adalah jumlah orang yang menawarkan jasanya untuk proses produksi. Di
antara mereka sebagian sudah aktif dalam kegiatannya yang menghasilkan
barang atau jasa. Mereka dinamakan golongan yang bekerja atau employed
persons. Sebagian lain tergolong yang siap bekerja dan sedang berusaha
mencari pekerjaan. Mereka dinamakan pencari kerja atau penganggur.
Jumlah yang bekerja dan pencari kerja dinamakan angkatan kerja atau labor
force.
Kesimpulan pendapat tentang kesempatan kerja tersebut di atas
adalah lapangan pekerjaan baik yang sudah diduduki maupun yang masih
lowong. Tersedianya lapangan pekerjaan atau lowongan karena akibat
adanya pertumbuhan ekonomi dan mutasi tenaga kerja.
G. Kerangka Pikir
Pembangunan Kabupaten Jeneponto merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional, terkait dengan pertumbuhan ekonomi, berbagai
kebijakan dapat dilaksanakan antara lain pemberian prioritas kepada sektor-
sektor ekonomi yang mampu berperan sebagai penggerak utama ekonomi
23
daerah, sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam
pembangunan tersebut.
Dalam melaksanakan pembangunan pertanian salah satu komoditas
pangan yang cukup potensial dan strategis adalah jagung karena selain
sebagai bahan makanan pokok masyarakat juga mempunyai kemampuan
untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja
masyarakat, keterkaitan dan daya dorong dengan sektor-sektor yang lain,
serta nilai tambah bruto.
Dalam pembangunan sektor pertanian khususnya jagung dalam
pengembangannya, peranan sektor pertanian khususnya jagung sangat
besar artinya dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatan
masyarakat serta kesempatan kerja sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Jeneponto. Untuk melihat sejauh
mana peranan tersebut dapat di lihat pada kerangka pikir berikut ini.
24
G. Kerangka Pikir Gambar 1. Kerangka Pikir
Industri Hilir
? Pemasaran
? Industri rumah tangga
? Industri pengeringan jagung
Industri Hulu
? Bibit
? Pupuk
? Obat - obatan
Peningkatan Produksi
Kesempatan Kerja
Peningkatan Pendapatan
Petani
Tanaman Jagung sebagai
Komoditi Unggulan
Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Kabupaten Jeneponto
25
Gambar 1. Kerangka Pikir
Pertumbuhan Ekonomi
Daerah
Industri Hilir
Kesempatan Kerja
Komoditi Unggulan Jagung
(Usaha Tani)
Industri Hulu
Bibit, Pupuk dan
Tenaga Kerja
Peningkatan Produksi
Peningkatan Pendapatan petani
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian deskriptif
yang menganalisis peranan sektor pertanian khususnya jagung terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jeneponto.
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kelara dan Kecamatan
Rumbia, dengan pertimbangan bahwa kecamatan tersebut sangat potensial
untuk pengembangan jagung. Penelitian ini berlangsung selama dua bulan
yang dimulai bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2006.
C. Populasi dan Sampel
Sugiono (2004) menyatakan bahwa bila anggota populasi dianggap
homogen, maka pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara
acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Populasi
dalam penelitian ini adalah semua petani jagung yang berada dalam wilayah
kecamatan Kelara dan kecamatan Rumbia Kabupaten Jeneponto. Total
petani jagung dari 2 kecamatan, dengan 2 desa/kelurahan sebagai sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 667. Karena tingkat homogenitas dari
populasi tinggi, maka sampel diambil 10% dari populasi tersebut, yaitu
27
sebanyak 67 orang. Adapun distribusi populasi dan sampel pada setiap
desa sampel dapat diformulasikan sebagai berikut :
Kelurahan Tolo Selatan = 445 X 67 = 45 orang 667
Desa Bontomanai = 224 X 67 = 22 orang 667
Jadi jumlah sampelnya = 45 + 22 = 67 orang.
D. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui
kuisioner, wawancara dan observasi langsung ke lapangan.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi atau lembaga
terkait yang relevan dengan penelitian ini.
E. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan teknik :
1. Kuesioner, yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan yang akan
dibagikan kepada responden dan dijawab berdasarkan kondisi yang
ada menyangkut hal – hal yang terkait dengan penelitian.
28
2. Wawancara langsung dengan responden, stakeholders, dan aparat
pemerintah untuk melengkapi data-data yang diperlukan dalam
penelitian.
3. Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung di lapangan
untuk mengetahui kondisi obyektif diseputar lokasi penelitian dan
melakukan pencatatan tentang hal – hal yang terkait dengan data –
data atau informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.
4. Dokumentasi, untuk memperoleh data sekunder dengan
mengumpulkan berbagai literatur, data, dan sebagainya yang terkait
dengan penelitian ini.
F. Analisis Data
Untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah yaitu bagaimana
peranan sektor pertanian khususnya jagung terhadap pertumbuhan ekonomi
wilayah Kabupaten Jeneponto, digunakan analisis deskriptif, yang datanya
menyangkut : jumlah produksi, jumlah pendapatan, penyerapan tenaga kerja,
kontribusi jagung terhadap PDRB.
G. Defenisi Operasional
Untuk memberikan kejelasan dan persamaan pengertian terhadap
penelitian ini perlu dikemukakan konsep operasional dalam penelitian ini
sebagai berikut :
29
1. Peranan adalah sumbangsih yang diberikan komoditas jagung dari
peningkatan produksi, pendapatan petani dan kesempatan kerja terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jeneponto;
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah seluruh nilai tambah
bruto (NTB) barang dan atau jasa yang ditimbulkan oleh faktor-faktor
produksi di suatu wilayah tertentu dalam waktu tertentu (biasanya dalam
tahun tertentu) tanpa memperhatikan kepemilikan faktor-faktor
produksinya;
3. Produksi adalah hasil yang diperoleh petani sebagai akibat bekerjanya
beberapa faktor produksi dalam periode tertentu dan dinyatakan dalam
satuan ton;
4. Peningkatan produksi adalah peningkatan jumlah produksi jagung yang
dihasilkan pada periode tertentu dan dinyatakan dalam ton;
5. Produktivitas adalah produksi yang dihasilkan dalam satuan luas
(Ton/ha);
6. Luas panen adalah besaran lahan yang dikelola petani dalam usahatani
jagung dalam satuan hektar (ha);
7. Industri hulu industri yang dapat diukur dari pertumbuhan usaha
pembibitan dan pengadaan pupuk dalam jangka waktu 5 – 10 tahun di
Kabupaten Jeneponto;
8. Industri hilir industri yang dinilai dari usaha/industri yang tumbuh dalam
kaitannya dengan pengolahan hasil produksi jagung seperti pertumbuhan
usaha pengeringan jagung, pengiriman makanan ternak berupa jagung;
30
9. Tenaga kerja diukur dari jumlah tenaga kerja yang terserap di industri
hulu dan hilir, serta tenaga kerja yang terserap pada usahatani jagung;
10. Pendapatan petani jagung adalah selisih antara total penerimaan dengan
total biaya;
11. Pengeluaran adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan petani dalam
usaha jagung dalam satu periode.
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Jeneponto
1. Letak Geografis
Kabupaten Jeneponto terletak di ujung Selatan bagian barat dari
wilayah Propinsi Sulawesi Selatan yang secara geografis terletak diantara
50 16’ 13” – 50 49’ 13” LS dan 50 40’ 19” - 50 7’ 5” BT yang berbatasan
dengan :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Takalar.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores.
- Sebelah Barat berbatasan Kabupaten Takalar.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng.
Secara administrasi Kabupaten Jeneponto berbatasan dengan tiga
kabupaten yakni Kabupaten Gowa, Takalar dan Bantaeng. Wilayah ini diapit
oleh wilayah pegunungan yang besar yaitu Bawakaraeng dan Lompobattang
yang secara fungsional mempunyai persamaan agro-klimat sehingga berada
pada suatu Kawasan Sentra Pengembangan Produksi (KSP) yang dikenal
dengan Kawasan Karaeng Lompo. Kawasan tersebut diarahkan kepada
pengembangan palawija dengan komoditi jagung sebagai komoditi unggulan.
2. Topografi
Kondisi topografi Kabupaten Jeneponto beragam, yakni terdiri dari
tanah datar/landai, bergelombang, berbukit dan bergunung. Pada bagian
32
utara terbentang dari timur ke barat dikaki pegunungan Lompobattang.
Dibagian tengah selatan terdapat beberapa cekungan merupakan daerah
tangkapan air yang mengarah pada sungai Kelara yang berfungsi untuk
menjaga keseimbangan hidrologis.
Kondisi topografi Kabupaten Jeneponto dapat diuraikan sebagai
berikut :
- Datar / landai (0 – 2%) seluas 33.319 ha.
- Bergelombang (3 – 15%) seluas 21.306 ha.
- Berbukit – bukit (16 – 45%) seluas 12.401 ha.
- Berbukit sampai bergunung ( > 45%) seluas 7.953 ha.
(Sumber : Dinas Pertanian Daerah, 2004).
Kondisi topografi tersebut dapat dianalisis antara lain melalui kelas
kemiringan yang menggambarkan kecuraman lokasi. Semakin curam suatu
lokasi semakin terbatas potensi pengembangannya karena merupakan faktor
penghambat di dalam pelaksanaan budidaya jagung. Topografi lahan
kabupaten Jeneponto tercatat bahwa luas lahan dengan topografi datar yaitu
33.319 ha atau 44,44% dari luas wilayah dan pada topografi ini
pengembangan jagung dapat dilakukan dengan baik. Berbeda halnya pada
kemiringan 16 – 45% yang luasnya yaitu 12.402 ha atau 16,52%
pengembangan jagung harus dipadukan dengan penerapan kaidah-kaidah
konversi lahan dan air. Sedang kemiringan lebih dari 45% luasnya memang
tidak direncanakan untuk pengembangan jagung karena wilayah tersebut
adalah kawasan lindung.
33
3. Potensi Sumberdaya Alam
3.1. Luas Wilayah
Kabupaten Jeneponto memiliki wilayah seluas 749,79 km2 atau
74.979 ha yang terbagi dalam sepuluh wilayah kecamatan yang dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Jeneponto.
No Kecamatan Luas (Km2) Persentase dari luas
kabupaten (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Bangkala
Bangkala barat
Tamalatea
Bontoramba
Binamu
Turatea
Batang
Arungkeke
Kelara
Rumbia
121,82
152,96
57,58
88,30
69,49
53,76
73,72
29,91
43,95
58,30
16,25
20.40
7.68
11.77
9.27
7.17
9.83
3.99
13.64
7,78
Jumlah 749.79 100.00
Sumber : BPS Kabupaten Jeneponto, 2004
Pada Tabel 1 di atas, terlihat bahwa total luas wilayah Kabupaten
Jeneponto adalah 749, 79 km2 atau 74.979 ha. Dari luas tersebut, yang
berpotensi untuk pengembangan jagung adalah seluas 45.000 ha yang
terdiri dari lahan kering = 33.122 ha (untuk satu kali rotasi tanam/tahun) dan
8.000 ha (untuk dua kali tanam/tahun) dan sawah seluas 4.000 ha.
34
3.2. Iklim dan Curah Hujan
Berdasarkan penyebaran curah hujan (Bidang Pengairan, 2004)
pada masing-masing kecamatan, maka kabupaten Jeneponto dibagi atas :
a. Iklim basah sampai dengan basah
Penyebaran curah hujan pada type iklim ini relatif lebih tinggi
dibanding dengan wilayah lainnya. Kisaran rata-rata curah hujan selama 10
tahun terakhir antara 1.757 – 2.260 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan
setiap tahunnya 80 hari. Ini dijumpai pada wilayah Kecamatan Kelara dan
Bangkala Barat.
b. Iklim Kering
Berdasarkan data curah hujan yang dicatat pada beberapa stasiun
curah hujan di daerah yang beriklim kering maka curah hujan yang terdapat
pada wilayah ini setiap tahunnya realitif sangat rendah
(1.056–1.521 mm/tahun). Ini dijumpai pada wilayah Kecamatan Bangkala,
Tamalatea, Bontoramba, Binamu, Turatea, Batang dan Arungkeke.
Ditinjau dari klasifikasi iklim menurut Ferquson, maka Kabupaten
Jeneponto memiliki iklim yaitu :
a. Tipe iklim D3 dan E4 yaitu wilayah yang memiliki bulan kering secara
berurutan berkisar 5 – 6 bulan, dan 1 – 3 bulan basah.
b. Tipe iklim C2 yaitu wilayah yang memiliki bulan basah 5 – 6 bulan dan
bulan lembab 2 – 4 bulan terdapat pada daerah ketinggian 700 – 1.727
m.dpl (Kelara).
35
Adapun jumlah curah hujan rata-rata setiap bulan dapat di lihat pada
Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Jumlah Curah Hujan Rata-rata Setiap Bulan di Kabupaten Jeneponto Tahun 2001 – 2004.
Jumlah Curah Hujan (mm)
Bulan 2001 2002 2003 2004
Januari
Pebruari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
52,30
106,90
81,60
85,70
55,50
79,80
15,40
15,70
2,70
13,70
16,00
14,30
18,00
24,00
18,00
13,00
16,00
22,00
-
-
55,00
10,00
42,00
27,00
82,71
106,42
88,00
42,00
190,66
32,25
26,68
12,00
4,00
-
34,00
56,66
82,71
106,42
88,00
42,00
190,66
32,25
26,68
12,00
4,00
-
34,00
56,66
Rata-rata Perbulan
44,97 19,58 56,28 56,28
Sumber : Dinas Kimpraswil Kabupaten Jeneponto, 2004.
Pada Tabel 2 di atas, terlihat bahwa rata-rata curah hujan di
Kabupaten Jeneponto selama kurun waktu lima tahun terakhir mencapai
1.041 mm. Jika curah hujan ini dikaitkan dengan curah hujan yang
dikehendaki untuk tanaman jagung selama dalam pertumbuhan berkisar
36
antara 250 – 2.000 mm, maka kondisi curah hujan Kabupaten Jeneponto
cukup mendukung pertumbuhan jagung asalkan distribusinya cukup merata.
3.3 Karakteristik tanah
a. Jenis Tanah
Berdasarkan hasil penelitian Tim ATA (1978) maka Kabupaten
Jeneponto memiliki keragaman jenis tanah yakni tanah alluvial, grumusol,
latosol dan regusol. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :
Tabel 3. Keragaman Jenis Tanah di Kabupaten Jeneponto Tahun 2004.
No Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
Alluvial
Grumusol
Mediteran
Latosol
Regusol
3.449
15.750
44.537
5.998
5.249
4.60
21.00
59.40
8.00
7.00
Jumlah 74.979 100,00
Sumber : Monografi Kabupaten Jeneponto, 2004
b. Struktur Tanah
Struktur tanah di Kabupaten Jeneponto, bervariasi dari lempung,
lempung berpasir, tanah liat dan tanah berbatu (Hasil penelitian Tim ATA
140, 1978).
Berdasarkan jenis dan struktur tanah di Kabupaten Jeneponto dari
segi kesesuaian, maka tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik oleh
karena jagung tidak memerlukan persyaratan khusus. Akan tetapi jagung
37
dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang kaya akan humus seperti pada
tanah latosol, grumosol, mediteran yang banyak mengandung bahan
organik.
3.4. Potensi Lahan Pertanian
Potensi lahan pertanian Kabupaten Jeneponto seluas 52.651,61 ha
atau 70,11% dari luas wilayah yang terdiri dari sawah 15.670,49 ha dan
lahan kering 36.981,12 ha yang peruntukannya umumnya digunakan untuk
budidaya padi, palawija serta komoditi holtikultura dan perkebunan. Rincian
luas lahan pertanian seperti pada Tabel 4 sebagai berikut :
Tabel 4. Luas Lahan Pertanian Menurut Penggunaannya di Kabupaten Jeneponto Tahun 2004.
LUAS LAHAN
NO URAIAN Ha %
Lahan sawah: -Irigasi teknis 4.815,12 9,1 -Irigasi setengah teknis 1.817,75 3,5 -Irigasi desa/sederhana 3.346,90 6,4 -Tadah hujan 5.688,72 10,8
1.
Jumlah (1) 15.670,49 29,8 Lahan Kering -Tegalan 33.897,12 64,4 -Pekarangan 2.267,08 4,3 -Ladang 737,00 1,5
2.
Jumlah (2) 36.981,12 70,2 Total 52.651,61 100
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Jeneponto, 2004
Dari tabel diatas, terlihat bahwa potensi lahan pertanian seluas
52.651,61 Ha dan yang berpotensi untuk pengembangan jagung seluas
45.000 ha, terdiri dari tegalan 33.000 Ha untuk satu kali periode tanam dan
38
8.000 Ha dari 33.000 Ha yang dapat ditanami dua kali dalam setahun serta
lahan sawah yang berpotensi untuk tanaman jagung karena kesediaan air
seluas 4.000 Ha.
4. Potensi Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia memegang peranan yang sangat penting bagi
pembangunan setiap wilayah. Pentingnya sumberdaya manusia karena
manusia selalu berperan aktif dalam setiap kegiatan utamanya di bidang
pertanian mereka bertindak selaku perencana, pelaku, yang juga sekaligus
penentu terwujudnya cita-cita pembangunan suatu daerah.
Jumlah penduduk Kabupaten Jeneponto tahun 2004 sebesar 324.928
jiwa yang terdiri dari laki-laki 158.043 jiwa dan perempuan 166.885 jiwa.
Penduduk kabupaten Jeneponto tersebar pada10 (sepuluh) kecamatan
dengan kepadatan yang sangat beragam antara satu kecamatan dan
kecamatan lainnya. Penyebaran penduduk disebabkan antara lain letak
geografi dan tingkat kesuburan tanah. Keadaan penduduk menurut jenis
kelamin dan kepadatan di masing-masing kecamatan dapat dilihat pada tabel
berikut :
39
Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Jenis kelamin, Kepadatan pada Masing - Masing Kecamatan Kabupaten Jeneponto, 2004
Jumlah penduduk (jiwa)
No
Kecamatan Luas (km) Pria Wanita Jumlah
Kepadatan penduduk (Jiwa/km2)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Bangkala
Bangkala Barat
Tamalatea
Bontoramba
Binamu
Turatea
Batang
Arungkeke
Kelara
Rumbia
121,82
152.96
57.58
88.30
69.49
53,76
73.72
29.91
43,95
58,30
23.133
11.131
19.028
17.129
23.144
13.889
19.636
8.461
12.759
11.099
24.503
11.629
19.634
17.701
24.872
14.569
20.960
9.085
13.599
11.777
47.636
22.760
38.662
34.830
48.016
28.458
40.596
17.546
26.358
22.876
391
149
671
394
691
529
551
587
600
392
Jumlah 749.79 158.043 166.885 324.928
Sumber : BPS Kabupaten Jeneponto,2004.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa kecamatan yang paling padat
penduduknya adalah Kecamatan Binamu sebesar 691 jiwa/km2 dan
Tamalatea sebesar 671 jiwa/km2. Kepadatan ini berpengaruh terhadap luas
lahan yang diusahakan oleh petani jagung karena umumnya penduduk
Kabupaten Jeneponto matapencahariannya di sektor pertanian termasuk
usahatani jagung.
Pendidikan adalah unsur yang vital dalam pembangunan di segala
bidang. Pembangunan merupakan proses yang berlangsung terus-menerus,
demikian pula generasi senantiasa silih berganti dalam melanjutkan
pembangunan. Sebagai bangsa yang membangun, sudah pasti
40
mengharapkan pelanjut dan pewaris pembangunan lebih baik pada masa
datang.
Mengenai susunan penduduk menurut tingkat pendidikan terdapat
167.030 jiwa atau 59,01% tidak tamat SD, 66.411 jiwa (23,45%) tamat SD,
25.583 jiwa (9,03%) yang tamat SLTP, 20.998 jiwa (7,4%) yang tamat SLTA
sedang yang tamat perguruan tinggi (S1, S2, S3) hanya 1.819 jiwa (0,6%)
dari jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas untuk jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 6 berikut :
Tabel 6. Penduduk Umur 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi di Kabupaten Jeneponto Tahun 2004.
Jenis Kelamin
No. Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Tidak/belum tamat SD 80.611 86.419 167.030
2 SD 30.362 36.049 66.411
3 SLTP 13.909 12.674 25.583
4 SLTA 11.373 9.625 20.998
5 Diploma I / II 479 359 838
6 Akademi / D III 293 233 526
7 Perguruan tinggi (S1, S2, S3)
1.116 703 1.819
Jumlah 137.143 146.062 283.205 Sumber : BPS Kabupaten Jeneponto, 2004
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah penduduk pada usia angkatan
kerja yang tingkat pendidikannya rendah tidak tamat/tamat SD dan tamat
SLTP berjumlah 259.624 orang atau 91,52% dari penduduk usia angkatan
kerja 283.205 orang dan petani jagung tergolong di dalamnya sehingga
kecepatan untuk mengadopsi teknologi pertanian berjalan lambat.
41
5. Transportasi dan Komunikasi
a. Panjang Jalan
Salah satu prasarana dalam menunjang dan mempermudah sekaligus
mempercepat kegiatan ekonomi adalah prasarana jalan yang dapat
menunjang peningkatan mobilitas penduduk baik antar satu desa dengan
desa lainnya maupun antar kecamatan. Panjang jalan permukaan di
Kabupaten Jeneponto dapat dirinci sebagai berikut :
Tabel 7. Panjang Jalan Dirinci Menurut Permukaan di Kabupaten Jeneponto Tahun 2000 – 2003
Panjang (km)
No Jenis
Permukaan Jalan 2000 2001 2002 2003
1. Diaspal 609,89 641,61 641,610 689,510
2. Kerikil 271,96 529,14 542,378 502,978
3. Tanah 42,32 42,32 42,320 42,320
4. Tidak diperinci 28,13 28,13 28,130 28,130
Jumlah 952,30 11.241,20 1.254,438 1.262,938
Sumber : Dinas Kimpraswil Kab. Jeneponto, 2003
b. Angkutan Darat
Jenis kendaraan umum yang banyak dipergunakan oleh sebagian
besar penduduk sebagai alat transportasi dan angkutan barang adalah bus
dan mikrolet sedangkan untuk angkutan barang adalah truk dan mobil pick
up. Jumlah kendaraan bermotor di Kabupaten Jeneponto adalah sebagai
berikut :
42
Tabel 8. Rincian Kendaraan Bermotor (Roda Empat) di Kabupaten Jeneponto, Tahun 2004.
No Jenis Kendaraan Jumlah (unit)
1. Bus 68
2. Truk 98
3. Metro Mini 408
4. Pick Up 85
5. Tangki 4
Jumlah 663
Sumber : Dinas Perhubungan Daerah Kabupaten Jeneponto, 2004
c. Pos dan Telekomunikasi
Pelaksanaan pelayanan publik melalui jasa pos dan telekomunikasi di
Kabupaten Jeneponto sampai dengan akhir 2003 terdapat 5 buah kantor pos
dan giro. Khusus untuk jangkauan alat komunikasi melalui sambungan
telepon di Kabupaten Jeneponto sudah tersedia 2.409 sambungan telepon
(Sumber : Kantor Telekomunikasi Kabupaten Jeneponto, 2004)
6. Lembaga Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan yang bersifat
nonformal yang ditujukan para petani dan keluarganya dengan tujuan agar
mereka mampu, sanggup merubah sikap dan perilaku di dalam usahataninya
sehingga produksi dan pendapatannya dapat meningkat.
Untuk itu peranan penyuluhan di dalam pelaksanaan pembangunan
pertanian sangat strategis. Oleh karena itu lembaga penyuluhan pertanian
sangat vital di dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian untuk
43
mendukung terwujudnya tujuan pembangunan pertanian yaitu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat tani. Lembaga penyuluhan yang terdapat di
Kabupaten Jeneponto, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 9. Keadaan Kelembagaan Pertanian Kabupaten Jeneponto, 2004.
No. Uraian Jumlah
1. Balai penyuluhan pertanian 4 unit
2. Penyuluh pertanian 92 orang
3. Kelompok tani :
a. Pemula 303 Kelompok
b. Lanjut 315 Kelompok
c. Madya 20 Kelompok
d. Utama 18 Kelompok Sumber : Kantor Penyuluhan Pertanian Daerah Kabupaten Jeneponto,
2004.
Pada tabel di atas terlihat bahwa kelembagaan yang berhubungan
dengan penyuluhan pertanian dalam kaitannya dengan pengembangan
jagung cukup memadai karena di daerah ini terdapat 4 unit Balai Penyuluhan
Pertanian (BPP) dan penyuluh pertanian sebanyak 92 orang diantaranya;
PPL sebanyak 71 orang. Demikian pula terdapat 656 kelompok tani yang
berfungsi sebagai wadah kerjasama sebagai kelas belajar dan sebagai unit
produksi.
44
7. Kelembagaan Ekonomi
Lembaga ekonomi pedesaan adalah lembaga yang peranannya
berorientasi kepada perbaikan ekonomi di pedesaan melalui pelayanan
kelembagaan tersebut.
Lembaga ekonomi yang dimaksud antara lain BRI Cabang, BRI Unit
Desa, Koperasi Unit Desa, BNI Cabang Pembantu, Koperasi Tani, Pasar,
Kios Sarana Produksi, Pedagang Pengumpul. Adapun jumlah lembaga
ekonomi yang terdapat di Kabupaten Jeneponto adalah sebagai berikut :
Tabel 10. Lembaga Ekonomi Kabupaten JenepontoTahun 2004.
No. Jenis Lembaga Jumlah
1. Bank Pembangunan Daerah 1 unit
2. BRI Cabang 1 unit
3. BRI Unit Desa 3 unit
4. Bank Cabang Pembantu 1 unit
5. Koperasi Tani 42 unit
6. Koperasi Unit Desa 18 unit
7. Pasar 15 unit
8. Kios Sarana Produksi 18 unit Sumber : Kantor Penyuluhan Pertanian Daerah Kabupaten Jeneponto,
2004.
Pada Tabel 10 di atas terlihat bahwa jumlah bank yang dapat
berfungsi untuk menyalurkan kredit dalam rangka pengembangan agribisnis
jagung cukup memadai. Begitu pula Koperasi Unit Desa dan Koperasi Tani
yang jumlahnya 42 unit yang didukung dengan 18 unit KUD sebagai pusat
pelayanan dalam kegiatan perekonomian termasuk pelayanan sarana
produksi (pupuk dan pestisida). Untuk keperluan usaha pengembangan
45
usahatani jagung, lembaga ekonomi tersebut cukup memadai oleh karena
koperasi tersebut tersebar pada sentra-sentra produksi jagung yang selama
ini dapat melakukan pelayanan dengan baik kepada kelompok tani
pelaksana intensifikasi jagung.
Demikian pula dengan adanya pasar yang merupakan tempat
pertemuan antara petani dengan pedagang/pengusaha hasil pertanian dan
ini cukup mendukung program pengembangan jagung di daerah tersebut.
B. Karakteristik Responden
Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Kelara dan Kecamatan Rumbia
dengan 2 desa sampel yaitu Kelurahan Tolo Selatan dan Desa Bontomanai.
Jumlah petani yang dipilih sebagai responden dari 2 desa sampel dalam
penelitian ini sebanyak 67 orang.
Petani responden yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi usia
petani responden, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan
pengalaman bertani dari masing-masing responden.
1. Usia Petani
Usia petani dapat mempengaruhi kemampuan bekerja secara fisik
dan non fisik seperti cara berpikir petani dalam mengembangkan pola
usahatani. Petani yang berusia muda mempunyai kemampuan fisik yang
lebih kuat dari pada petani yang berusia tua. Usia juga mempengaruhi
kematangan seseorang dalam berpikir dan bertindak, sebab biasanya yang
46
berusia lebih tua cenderung mempunyai pengalaman yang lebih banyak.
Klasifikasi responden menurut kelompok umur disajikan pada Tabel 11
berikut ini :
Tabel 11. Sebaran Responden Menurut Golongan Umur.
Jumlah Responden
(Orang) Golongan
Umur
(Tahun) Tolo Selatan Bontomanai Jumlah
Persentase (%)
21 – 30 1 1 2 2,99
31 – 40 10 6 16 23,88
41 - 50 18 9 27 40,30
51 – 60 10 6 16 23,88
> 60 6 - 6 8,95
Jumlah 45 22 67 100,00
Sumber : Data Primer setelah diolah.
Data pada tabel tersebut, menunjukkan bahwa dari 67 responden
yang berusia rata-rata antara 41 – 50 tahun (40,30 %) adalah yang
terbanyak, disusul yang berusia antara 31 – 40 tahun dan 51 – 60 tahun
masing – masing sebanyak 23,88 %, yang berusia lebih dari 60 tahun
sebanyak 8,95 % dan yang berusia antara 21 – 30 tahun sebanyak
2,99%.
2. Pendidikan Petani Responden
Pendidikan yang dimaksud disini adalah tingkat pendidikan formal
yang dimiliki para petani responden. Pendidikan dapat mempengaruhi
cara berpikir dan kemampuan seseorang dalam mengadopsi dan
47
menerima inovasi baru serta pemahaman terhadap informasi. Oleh
karena itu, pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan
dalam pengembangan usahatani jagung, terutama dalam kaitan dengan
penyerapan informasi dan teknologi serta inovasi atau teknik usahatani
baru menunjang pencapaian tingkat produksi yang optimal dan kegiatan
penanganan pascapanen yang efektif serta informasi pasar yang cepat,
tepat serta menguntungkan. Diharapkan bahwa semakin tinggi
pendidikan formal yang ditempuh petani maka penyerapan teknologi dan
pemahaman teknik-teknik baru dalam usahatani akan semakin cepat dan
mudah. Klasifikasi tingkat pendidikan responden tampak pada Tabel 12
berikut :
Tabel 12. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan.
Tingkat Pendidikan
Tolo Selatan
Bontomanai Jumlah (%)
Tidak tamat SD/SR 8 10 18 26,86
SD/SR 18 5 23 34,33
SLTP 11 3 14 20,90
SLTA 4 4 8 11,94
Sarjana 4 - 4 5,97
Jumlah 45 22 67 100,00
Sumber : Data Primer Setelah Diolah
Dari Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar jumlah responden
berpendidikan SD sebanyak 34,33 %. Responden yang tidak tamat SD/SR
sebanyak 26,86 %, responden yang berpendidikan SLTP sebanyak 20,90 %,
48
SLTA sebanyak 11,94 %. Sedangkan responden berpendidikan sarjana
hanya 5,97%.
Perbedaan tingkat pendidikan tersebut menunjukkan adanya
kelemahan dalam hal wawasan berpikir dan menerangkan konsep-konsep
usahatani terpadu terutama yang menggunakan teknologi dan manajemen
yang lebih modern. Petani yang tingkat pendidikan rendah cenderung
mengelolah usahataninya secara tradisional dan menurut kebiasaan yang
dilakukan secara turun-temurun. Pola pikir mereka dipengaruhi oleh kondisi
sosial budaya. Biasanya usahatani mereka secara subsistem yang
berorientasi memenuhi kebutuhan sendiri, sehingga cara seperti ini susah
sekali menerima model pengelolaan usahatani dengan pendekatan
agribisnis. Contoh – contoh yang sering dijumpai seperti keengganan petani
dalam menggunakan Saprodi (pupuk dan obat-obatan) secara baik dan
benar. Kemudian masih mempertahankan jenis-jenis pangan yang tidak
produktif.
3. Jumlah Tanggungan Keluarga
Tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang biaya
hidupnya ditanggung oleh kepala keluarga yang terdiri atas petani responden
itu sendiri sebagai kepala keluarga, istri, anak-anak dan tanggungan lainnya
yang tinggal seatap dan sedapur. Jumlah anggota keluarga yang besar tidak
selamanya merupakan modal bagi keluarga, tetapi menjadi beban bagi
keluarga, sebab tidak semua anggota keluarga merupakan tenaga yang
produktif.
49
Sejalan dengan hal tersebut, anak-anak dibawah umur orang lanjut
usia, dan ibu rumah tangga walaupun menjadi beban Kepala Keluarga,
namun sedikit tidaknya mereka melibatkan diri membantu dalam pengolahan
lahan usahatani. Jumlah responden menurut jumlah tanggungan di setiap
Desa sampel disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 13. Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga.
Jumlah Responden (orang) Jumlah
Tanggungan (Orang ) Tolo Selatan Bontomanai Jumlah
(%)
< 2 13 6 19 28,36
3 – 4 24 13 37 55,22
5 – 6 8 3 11 16,42
Jumlah 45 22 67 100,00
Sumber : Data Primer setelah diolah
Dari Tabel 13, menunjukkan bahwa responden yang mempunyai
tanggungan keluarga 3 – 4 orang sebesar 55,22 %, disusul petani dengan
tanggungan keluarga kurang dari atau 2 orang adalah 28,36 %, sedangkan
tanggungan keluarga 5 – 6 orang sebesar 16,42 %.
Pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha taninya hanya mampu
mencukupi kebutuhan yang bersifat konsumtif. Dari hasil penelitian diketahui
bahwa banyaknya jumlah tanggungan keluarga dapat pula mencerminkan
jumlah tenaga kerja yang tersedia dalam menjalankan usahatani jagung.
50
4. Pengalaman Berusahatani Jagung.
Pengalaman berusahatani menentukan keberhasilan suatu usahatani.
Petani yang lebih lama berusahatani jagung lebih banyak menguasai teknik
pembubidayaan serta memanfaatkan teknologi penunjang guna mencapai
tingkat produksi yang optimal, klasifikasi pengalaman responden petani
jagung dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 14. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Berusahatani Jagung.
Jumlah Responden (orang) Pengalaman
(Tahun) Tolo Selatan Bontomanai Jumlah (%)
? 10 10 5 15 22,39
11 – 20 19 5 24 35,82
21 – 30 12 8 20 29,85
31 – 40 3 4 7 10,45
> 41 1 - 1 1,49
Jumlah 45 22 67 100,00
Sumber : Data Primer setelah diolah.
Data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa pengalaman bertani jagung
dari responden sudah sejak lama. Pengalaman berusahatani responden
berturut-turut sebagai berikut : 11 – 20 tahun adalah 35,82 %, 21 – 30 tahun
29,85 %, ? 10 tahun sebanyak 22,39 %, 31 – 40 tahun adalah 10,45 %, dan
lebih dari 41 tahun sebanyak 1,49%.
Sebenarnya dilokasi penelitian, tanaman jagung sudah dikenal dan
diusahakan oleh masyarakat sejak dulu, namun yang menjadi kendala
51
adalah informasi pasar yang kurang jelas. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengalaman bertani responden belum memberikan pengaruh yang
berarti terhadap peningkatan produksi jagung. Mereka umumnya belum
menerapkan teknik budidaya yang baik serta memanfaatkan sarana produksi
penunjang yang membantu meningkatkan produksi tanaman jagung mereka.
C. Peranan Sektor Pertanian Jagung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
1. Peningkatan Produksi
Pengembangan usahatani jagung di lokasi penelitian yang akan
digambarkan disini meliputi : produksi jagung di Kabupaten Jeneponto dan
hasil produksi jagung dari masing – masing responden.
Tabel 15. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung Kabupaten Jeneponto Tahun 2000 – 2004.
No Tahun Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/ha)
1
2
3
4
5
2000
2001
2002
2003
2004
34.620
36.539
40.933
40.298
40348
130.714
132.735
146.610
149.780
156.164
3,78
3,63
3,58
3,72
3,87
Rata-rata 37.823 138.130 3,65
Sumber : Dinas Pertanian Daerah, 2004
Tabel 15 menunjukkan produksi yang dicapai pada tahun 2001
meningkat 1,54 % atau dari 130.714 ton pipil kering menjadi 132.735 ton pipil
kering. Demikian pula pada tahun 2002, produksi mengalami peningkatan
52
sebesar 13.875 ton pipil kering atau 10,43 %. Sedangkan dilihat dari
produktivitasnya, selama Tahun 2001 dan 2002 mengalami penurunan yaitu
3,78 ton/ha Tahun 2000 turun menjadi 3,63 ton/ha Tahun 2001 dan turun lagi
menjadi 3,58 ton/ha di Tahun 2002. Peningkatan produksi yang terjadi ini
dapat dijelaskan bahwa bukan disebabkan karena teknik budidaya yang
dilakukan petani menjadi lebih baik, tetapi disebabkan karena bertambahnya
luas panen tanaman jagung yang diusahakan petani.
Pada Tahun 2003, meskipun luas panen yang dilakukan oleh petani
jagung mengalami penurunan, yaitu dari 40.933 ha tahun 2002 menjadi
40.298 ha pada Tahun 2003, tetapi produksi yang dihasilkan mengalami
peningkatan menjadi 149.780 ton jagung pipil kering. Sementara itu tingkat
produktivitasnya juga mengalami peningkatan menjadi 3,72 ton/ha setelah
dua tahun sebelumnya mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena
mulai dilakukannya teknik budidaya yang intensif sehingga hasil yang dicapai
oleh petani menjadi lebih baik.
Demikian pula capaian jagung 2004 sebesar 156.164 ton pipil kering.
Hal ini berarti mengalami peningkatan sebesar 4,26 %, dibanding dengan
produksi yang dicapai pada tahun 2003, sedangkan produktivitasnya
mencapai 3,87 ton/ha. Peningkatan produksi dan produktivitas jagung yang
dicapai karena pemerintah Kabupaten Jeneponto mengembangkan model
pengembangan agribisnis jagung melalui peningkatan mutu intensifikasi
dengan penerapan teknologi pada usahatani yang terdiri dari penggunaan
53
benih yang bermutu, pemupukan yang berimbang, pengolahan tanah yang
baik, pengairan yang teratur dan pengendalian organisme pengganggu
tanaman. Sementara itu rata – rata jumlah produksi dan tingkat produktivitas
responden di Kelurahan Tolo Selatan dan Desa Bontomanai dapat dilihat
pada Tabel 16 berikut :
Tabel 16 . Rata – rata Produksi dan Produktivitas Usahatani Jagung Responden.
Kelurahan/
Desa Luas Panen
(Ha) N
(%) Produksi
(Ton) Produktivitas
(Ton/Ha)
Tolo Selatan 0,01 – 0,50
0,51 – 1,00
1,01 – 1,50
1,51 – 2,00
> 2,00
26,87
23,88
13,43
1,49
1,49
1,45
2,37
3,78
5,00
5,00
4,58
3,00
2,87
2,50
2,38
Bontomanai 0,01 – 0,50
0.51 – 1,00
16,42
16,42
2,03
3,84
4,94
4,29
Sumber : Data Primer yang Diolah, 2006.
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah produksi di Desa Bontomanai
pada luas panen yang sama lebih besar dibandingkan dengan jumlah
produksi responden di Kelurahan Tolo Selatan, demikian pula produktivitas
responden di Desa Bontomanai lebih besar dibandingkan produktivitas
responden di Kelurahan Tolo Selatan. Dimana pada luas panen 0,01–0,50
Ha, rata – rata jumlah produksi di Kelurahan Tolo Selatan sebesar 1,45 ton
dengan produktivitas sebesar 4,58 ton/ha, sedangkan di Desa Bontomanai
jumlahnya mencapai 2,03 ton dengan produktivitas 4,94 ton/ha dan untuk
54
luas panen 0,51 – 1,00 Ha di Kelurahan Tolo Selatan rata – rata jumlah
produksinya 2,37 ton per periode panen dengan produktivitas 3,00 ton/ha,
sedangkan di Desa Bontomanai rata – rata produksinya mencapai 3,84 ton
dan produktivitasnya 4,29 ton/ha.
Untuk tingkat produktivitas di kedua lokasi penelitian, terlihat bahwa
makin luas lahan yang dikelola oleh responden, maka tingkat
produktivitasnya makin rendah. Hal ini disebabkan karena petani yang
memiliki luas lahan yang lebih sedikit berusaha untuk menghasilkan produksi
yang maksimal sehingga mereka melakukan usahatani lebih efektif dan
efisien.
Hubungan antara luas panen dengan jumlah produksi yang dihasilkan
oleh responden, dapat dilihat pada Tabel 17 sebagai berikut :
Tabel 17. Crosstab Luas Panen Terhadap Jumlah Produksi Jagung Responden (Survei, 2006).
= 2 Ton 2,01 – 5 Ton
> 5 Ton Jumlah Produksi
Luas Panen N % N % N % N %
= 1 Ha 34 50,7 21 31,3 1 1,5 56 83,6
1,01 – 2 Ha 1 1,5 8 11,9 1 1,5 10 14,9
> 2 Ha - - 1 1,5 - - 1 1,5
Jumlah 35 52,2 30 44,8 2 3,0 67 100
55
Dari tabel di atas terlihat bahwa pada luas panen kurang atau sama
dengan 1 ha, terdapat 34 responden (50,7 %) yang menghasilkan produksi
kurang atau sama dengan 2 ton, 21 responden (31,3 %) mampu mencapai
produksi sebesar 2,01 – 5 ton, dan terdapat seorang responden dengan luas
panen yang sama mampu menghasilkan produksi jagung lebih dari 5 ton.
Untuk luas panen 1 – 2 ha, umumnya responden (11,9 %) produksinya
mencapai 2,01 – 5 ton, terdapat seorang responden yang jumlah
produksinya kurang atau sama dengan 2 ton, dan hanya 1 responden
(1,5 %) yang jumlah produksinya mencapai lebih dari 5 ton. Sedangkan
untuk luas lahan lebih dari 2 ha, produksi yang dihasilkan mencapai
2,01 – 5 ton.
Dengan melihat data tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa
produksi yang dihasilkan responden belum optimal dan masih dapat
ditingkatkan lagi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
budidaya yang intensif dan penerapan teknologi tepat guna.
Untuk melihat hubungan antara luas panen dengan produktivitas
responden, adalah sebagai berikut :
56
Tabel 18. Crosstab Luas Panen Terhadap Produktivitas Responden (Survei, 2006).
= 3 Ton/Ha
3,01 – 6 Ton/Ha
> 6 Ton/Ha
Jumlah Produktivitas
Luas Panen N % N % N % N %
= 1 Ha 12 17,9 39 58,2 5 7,5 56 83,6
1,01 – 2 Ha 7 10,4 3 4,5 - - 10 14,9
> 2 Ha 1 1,5 - - - - 1 1,5
Jumlah 20 29,9 42 62,7 5 7,5 67 100
Dari tabel di atas terlihat bahwa pada luas panen kurang atau sama
dengan 1 ha, terdapat 12 responden (17,9 %) yang produktivitasnya kurang
atau sama dengan 3 ton/ha, 39 responden (58,2 %) produktivitasnya
mencapai 3,01 - 6 ton/ha, dan terdapat 5 responden (7,5 %) dengan luas
panen yang sama produktivitasnya mampu mencapai lebih dari 6 ton/ha.
Untuk luas panen 1 – 2 ha, 7 responden (10,4 %) produktivitasnya kurang
atau sama dengan 3 ton/ha, dan 3 responden (4,5 %) produktivitasnya
mencapai 3,01 – 6 ton/ha. Untuk luas lahan lebih dari 2 ha, terdapat seorang
responden dan produktivitasnya kurang dari 3 ton/ha.
Melihat produktivitas yang dicapai responden, apabila dibandingkan
dengan produktivitas potensial berdasarkan kajian teknologi adalah sebesar
8 ton/ha, maka peluang untuk meningkatkan produktivitas masih cukup besar
melalui penerapan teknologi dengan menyelenggarakan intensifikasi khusus
yaitu penyelenggaraan intensifikasi secara berkelompok pada suatu
57
hamparan dengan menerapkan paket teknologi terpadu yaitu meliputi
pengaturan pola tanam, pengolahan tanah sempurna, penggunaan benih
bermutu tinggi, pengaturan jarak tanam, pemupukan berimbang, perbaikan
tata guna air, perlakuan panen dan pasca panen serta pengendalian
organisme pengganggu tanaman.
2. Peningkatan Pendapatan Petani
Setiap petani menginginkan perolehan pendapatan yang memadai
dari jenis usahanya. Hasil nyata yang telah dirasakan manfaat dari kegiatan
pengembangan agribisnis yaitu meningkatnya produksi dan produktivitas
jagung. Tingginya capaian tersebut secara langsung dapat meningkatkan
pendapatan petani, dari pendapatan tersebut mereka mampu membiayai
berbagai kebutuhan hidupnya, seperti sandang, pangan, perumahan, dan
bahkan dapat membiayai kebutuhan anak – anaknya. Meningkatnya
berbagai kebutuhan tersebut mendorong para petani untuk berusaha
meningkatkan jumlah pendapatannya.
Dari usaha pengembangan jagung yang dikelola olah responden
dapat dilihat pendapatan yang diperoleh adalah sebagai berikut :
58
Tabel 19. Crosstab Luas Panen Terhadap Pendapatan Responden (Survei, 2006).
= 1 Juta > 1 – 2 Juta
> 2 Juta Jumlah Pendapatan
Luas Panen N % N % N % N %
= 1 Ha 12 17,9 34 50,7 10 14,9 56 83,6
1,01 – 2 Ha - - 3 4,5 7 10,4 10 14,9
> 2 Ha - - - - 1 1,5 1 1,5
Jumlah 12 17,9 37 55,2 18 26,9 67 100
Dari Tabel 19 di atas terlihat bahwa pendapatan responden dari
berusahatani jagung untuk satu kali periode tanam, pada luas panen kurang
atau sama dengan 1 ha umumnya sebesar Rp. 1.000.000,- sampai dengan
Rp. 2.000.000,- (34 respoden), terdapat 12 responden (17,9 %) yang hanya
memperoleh pendapatan kurang dari Rp. 1.000.000,-, dan 10 responden
(14,9 %) mampu memperoleh pendapatan lebih dari Rp. 2.000.000,-. Untuk
luas lahan 1,01 – 2 ha, pendapatan lebih banyak responden (7 responden)
berkisar lebih dari Rp. 2.000.000,-, dan terdapat 3 responden (4,5 %) yang
pendapatannya Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 2.000.000,-. Sedangkan untuk
luas lahan lebih dari 2 ha, pendapatan responden mencapai lebih dari
Rp. 2.000.000,-. Secara umum terlihat bahwa makin luas lahan yang
diusahakan petani maka makin besar pendapatan yang diperolehnya.
Pendapatan yang diperoleh petani jagung yakni berasal dari hasil
penjualan jagung setelah dikurangi dengan semua biaya – biaya yang
59
dikeluarkan yang berhubungan dengan pengelolaan usahataninya. Dalam
melakukan usahatani jagung ini, rata - rata para petani melakukan panen
sebanyak dua kali dalam setahun. Umumnya mereka menjual hasil
produksinya pada pedagang pengumpul dengan harga jual untuk
di Kelurahan Tolo Selatan Rp. 1.000,-/kg sedangkan di Desa Bontomanai
harganya berkisar antara Rp. 875 – 1.200,-/kg.
Ada beberapa cara yang dapat petani tempuh untuk dapat
meningkatkan jumlah pendapatannya seperti penambahan luas panen atau
luas lahan (ekstensifikasi), dan pengolahan lahan secara intensif
(intensifikasi).
Selain berusahatani jagung, umumnya responden juga memiliki lahan
untuk bercocok tanam padi. Untuk berusahatani jagung, maka mereka
memanfaatkan lahan yang berupa tegalan untuk ditanami, hal ini berarti telah
memberikan nilai tambah dari investasi yang mereka miliki berupa lahan
tegalan dapat menghasilkan jagung yang tentunya akan menambah
pendapatan petani selain dari usahatani padi yang mereka lakukan.
Untuk melihat biaya yang dikeluarkan responden dari pengembangan
usahatani jagung seperti pada tabel berikut :
60
Tabel 20. Crosstab Luas Panen Terhadap Pengeluaran Responden (Survei, 2006).
= 1 Juta > 1 – 2 Juta
> 2 Juta Jumlah Pengeluaran
Luas Panen N % N % N % N %
= 1 Ha 48 71,6 8 11,9 - - 56 83,6
1,01 – 2 Ha 3 4,5 6 9,0 1 1,5 10 14,9
> 2 Ha - - 1 1,5 - - 1 1,5
Jumlah 51 76,1 15 22,4 1 1,5 67 100
Dari tabel di atas terlihat pengeluaran responden dari berusahatani
jagung untuk satu kali periode tanam. Pada luas panen kurang atau sama
dengan 1 ha terdapat 48 responden (71,6 %) yang pengeluarannya untuk
membeli sarana produksi kurang dari Rp. 1.000.000,-, dan 8 responden
(11,9 %) mengeluarkan biaya sebesar Rp. 1.000.000,- sampai dengan
Rp. 2.000.000,-. Untuk luas lahan 1,01 – 2 ha, pengeluaran lebih banyak
responden (6 responden) berkisar Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 2.000.000,-
terdapat 3 responden (4,5 %) mengeluarkan biaya kurang dari
Rp. 1.000.000,-, dan terdapat seorang responden yang mengeluarkan biaya
lebih dari Rp. 2.000.000,-. Sedangkan untuk luas lahan lebih dari 2 ha,
pengeluaran responden mencapai berkisar Rp. 1.000.000,- sampai
Rp. 2.000.000,-.
61
Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh responden dalam
pengembangan usahatani jagung tergantung dari jumlah input yang
digunakannya. Adapun input tersebut terdiri atas Pembelian bibit dan pupuk
serta biaya tenaga kerja. Dalam meminimalisasi biaya yang dikeluarkan oleh
petani maka perlu dilakukan penggunaan input secara efektif dan efisien.
Untuk memperoleh bibit, umumnya responden (98,51 %) membeli
pada pedagang pengecer dan yang lainnya (1,49 %) membeli di koperasi.
Sedangkan untuk membeli pupuk, yang membeli pada pengecer sebanyak
65 orang (97,015 %) responden dan hanya beberapa responden (2,985 %)
yang membeli di koperasi. Hal ini disebabkan karena dengan mereka
membeli di pedagang pengecer, mereka memperoleh lebih banyak
kemudahan, antara lain dengan diantarkan langsung pada lokasi usahatani.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah pengeluaran petani di
Desa Bontomanai lebih besar dari petani di Kelurahan Tolo Selatan. Hal ini
disebabkan karena biaya pembelian sarana produksi di Desa Bontomanai
lebih mahal dibandingkan di Kelurahan Tolo Selatan.
3. Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja dilokasi penelitian lebih banyak terserap pada
kegiatan usahatani dibandingkan dengan kegiatan industri hilir maupun
industri hulu. Hal ini tercermin pada Tabel 21 sebagai berikut :
62
Tabel 21. Crosstab Luas Panen Terhadap Jumlah Tenaga Kerja Responden (Survei, 2006).
= 2 Orang 3 – 6 Orang
> 6 Orang Jumlah Jumlah TK
Luas Panen N % N % N % N %
= 1 Ha 19 28,4 34 50,7 3 4,5 56 83,6
1,01 – 2 Ha - - 6 9,0 4 6,0 10 14,9
> 2 Ha - - - - 1 1,5 1 1,5
Jumlah 19 28,4 40 59,7 8 11,9 67 100
Dari tabel di atas diketahui bahwa untuk luas panen kurang atau sama
dengan 1 ha, rata – rata penyerapan tenaga kerja pada usahatani jagung ini
adalah 3 – 6 orang (50,7 %), 28,4 % responden hanya membutuhkan
seorang atau 2 orang tenaga kerja saja, sedangkan terdapat 3 responden
(4,5 %) yang mempekerjakan lebih dari 6 orang tenaga kerja. Untuk luas
panen 1,01 – 2 ha, 6 orang responden menggunakan 3 – 6 orang tenaga
kerja dan 4 responden mempekerjakan lebih dari 6 orang. Pada luas lahan
lebih dari 2 ha mempekerjakan lebih dari 6 orang. Umumnya mereka
mempekerjakan tenaga kerja keluarga, sehingga jumlah tenaga kerja yang
mereka serap tergantung pula dengan jumlah tanggungan keluarga ataupun
kerabat yang mereka miliki. Pemberian upah dilakukan setelah pelaksanaan
panen dan penjualan hasil produksi.
63
Dengan adanya usahatani jagung yang dilakukan oleh petani di
Kabupaten Jeneponto, maka dapat memberikan kesempatan kerja kepada
masyarakat meskipun mereka memiliki tingkat pendidikan yang tidak terlalu
tinggi dengan menjadi tenaga kerja pada pemilik lahan.
Di Kabupaten Jeneponto, tidak terdapat industri hulu yang
memproduksi sarana produksi bagi tanaman jagung, yang ada hanyalah
pedagang pengecer yang menjual sarana produksi untuk kebutuhan petani.
Dalam proses aktivitas pengumpulan dan pengantaran ketujuan pemasaran,
pedagang pengumpul ini mempekerjakan 7 – 8 orang tenaga kerja.
Sedangkan pada industri hilir, terdapat pabrik yang mengelola hasil
usahatani masyarakat, tapi sampai saat ini industri tersebut belum berjalan
secara optimal sehingga belum memberikan kontribusi yang besar terhadap
penyerapan tenaga kerja dari masyarakat.
4. Pengembangan Usaha Penunjang
4.1. Pengembangan Usaha Sarana Produksi
Ketersediaan sarana produksi khususnya bibit jagung, pupuk dan
obat – obatan yang bermutu dalam waktu, jumlah, jenis, harga,mutu dan
tempat yang tepat untuk memudahkan petani dalam menerapkan teknologi
tepat guna sangat mempengaruhi keberhasilan usahatani jagung.
Dilokasi penelitian terdapat beberapa toko pengecer milik swasta/
perorangan, dan KUD penjual/penyedia sarana produksi usahatani jagung.
64
Untuk pengembangan usahatani tersebut, di Kabupaten Jeneponto terdapat
29 kios/pengecer yang rata – rata mampu mempekerjakan 4 – 5 orang
tenaga kerja dalam aktivitas pendistribusian bibit, pupuk dan obat – obatan.
Sarana produksi untuk usahatani jagung seperti pupuk dan
obat-obatan ini sendiri diperoleh dari Toko saprodi/ distributor yang terdapat
di Kota Makassar. Pengambilan pupuk dan obat – obatan ini dilakukan oleh
pedagang pengumpul pada saat membawa jagung pipilan.
4.2. Pengembangan Usaha lainnya
Dengan adanya pengembangan usahatani jagung di Kabupaten
Jeneponto, mendorong sektor lainnya khususnya agroindustri untuk
berkembang. Kegiatan agroindustri yang terdapat di daerah ini adalah
terdapatnya mesin pengering jagung dan berkembangnya home industri
seperti pembuatan keripik jagung. Selain itu juga terdapat pula industri
pandai besi yang memproduksi alat – alat pertanian kecil/sederhana.
Untuk usaha jasa transportasi, umumnya dimanfaatkan oleh para
pedagang pengumpul untuk mengangkut hasil produksi jagung serta
pembelian sarana produksi.
D. Kontribusi Jagung Terhadap PDRB Kabupaten Jeneponto
Perkembangan perekonomian suatu wilayah atau daerah dapat
dilihat dari pertumbuhan dan perubahan struktur ekonominya. Untuk
65
mengembangkan ekonomi daerah, upaya pertama yang perlu dilakukan
adalah mendorong pertumbuhan ekonominya.
Tabel 22 akan memperlihatkan pertumbuhan ekonomi tiap sektor di
Kabupaten Jeneponto pada tahun 2001-2004. Selama periode tersebut
pertumbuhan ekonomi masing-masing sektor terlihat berfluktuasi. Untuk
melihat pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dilihat PDRB berdasarkan
harga konstan dari tahun 2000 – 2004 pada tabel berikut :
Tabel.22. PDRB Atas dasar Harga Konstan 2000 menurut Sektor (Lapangan Usaha) Tahun 2001-2004
Tahun (Juta Rp.) Sektor
2001 2002 2003 2004
1. Pertanian 367.698 377.736 388.098 388.684
- Jagung 98.845 115.299 126.414 131.803
2. Pertambangan & Penggalian 8.904 9.492 10.081 10.684
3. Industri Pengolahan 13.109 13.835 14.560 15.361
4. Listrik, Gas & Air Bersih 3.077 3.218 3.454 3.698
5. Bangunan 28.100 29.667 31.233 32.677
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 41.380 43.313 45.715 47.978
7. Angkutan dan Komunikasi 18.593 19.787 21.046 22.416
8. Bank & Lembaga Keuangan Lainnya
33.901 37.248 42.995 46.095
9. Jasa-jasa 102.366 108.436 109.728 113.097
PDRB 617.128 642.732 666.910 680.690
Sumber : BPS Kabupaten Jeneponto Tahun 2004.
Berdasarkan Tabel 22, PDRB Kabupaten Jeneponto masih
mengandalkan sektor pertanian sebagai penyumbang terbesar. Pada Tahun
2001 sumbangan sektor pertanian adalah Rp. 367.698 juta atau 59,58 %
dari total PDRB, Tahun 2002 sumbangan sektor pertanian naik menjadi
66
Rp. 377.736 juta, Tahun 2003 juga mengalami kenaikan menjadi
Rp. 388.098 juta. Pada Tahun 2004 meningkat lagi menjadi Rp. 388.684 juta
atau 57,10 % dari total PDRB.
Kontribusi komoditas jagung terhadap sektor pertanian maupun total
PDRB Kabupaten Jeneponto dalam tahun terakhir terus mengalami
peningkatan. Pada Tahun 2001, kontribusinya pada sektor pertanian sebesar
Rp 98.845 juta atau 26,89%, Tahun 2002 dan 2003 kontribusinya sebesar
Rp. 115.299 juta (30,52 %) dan Rp. 126.414 juta (32,57 %). Pada Tahun
2004 meningkat menjadi Rp 131.803 juta atau 33,91%. Sedangkan
persentase sumbangan komoditas jagung terhadap total PDRB Kabupaten
Jeneponto pada Tahun 2001 adalah 16,01 %, Tahun 2002 dan 2003 sebesar
17,93% dan 18,96%. Pada Tahun 2004 kontribusi terhadap PDRB
Kabupaten Jeneponto sebesar 19,36 %. Hal ini dipengaruhi oleh adanya
program pengembangan agribisnis jagung oleh pemerintah kabupaten
Jeneponto sebagai penjabaran dari program gerbang emas oleh pemerintah
provinsi Sulawesi Selatan sehingga banyak petani yang menggantungkan
pendapatannya dari usahatani jagung.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik, maka secara
langsung juga berdampak pada kenaikan pendapatan perkapita. Besarnya
angka pendapatan perkapita penduduk atas dasar harga berlaku di
kabupaten Jeneponto periode Tahun 2000 – 2004 dapat dilihat pada Tabel
23 sebagai berikut :
67
Tabel 23. Pendapatan Perkapita Penduduk Kabupaten Jeneponto Tahun 2000 – 2004
Tahun Pendapatan Perkapita Perubahan (%)
2000 1.890.010 -
2001 2.142.955 13,38
2002 2.406.046 12,28
2003 2.659.086 10,52
2004 2.878.023 8,23
Rata-rata pertahun 13,07
Sumber : BPS Kabupaten Jeneponto, 2004
Angka pendapatan perkapita penduduk Kabupaten Jeneponto setiap
tahun mengalami peningkatan. Selama periode Tahun 2000 – 2004
meningkat rata-rata 13,07 persen per tahun, yaitu dari 1.890.010 rupiah pada
Tahun 2000 menjadi 2.878.023 rupiah pada Tahun 2004.
Peningkatan pendapatan perkapita ini antara lain disebabkan karena
meningkatnya kegiatan ekonomi masyarakat termasuk dalam kegiatan
perjagungan.
Selanjutnya, struktur perekonomian Kabupaten Jeneponto selama
Tahun 2000 – 2004, tidak mengalami pergeseran yang berarti, kontribusi
terbesar masih diberikan oleh sektor pertanian. Keadaan ini menunjukkan
bahwa perekonomian masyarakat Kabupaten Jeneponto masih
mengandalkan sektor pertanian, sehingga dapat dikatakan bahwa struktur
ekonomi daerah ini masih bertumpu pada sektor pertanian (daerah agraris).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
68
Tabel 24. Struktur Ekonomi (Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku) Kabupaten Jeneponto Tahun 2004.
No. Lapangan Usaha Struktur Ekonomi
1. Pertanian 58,50
2. Pertambangan & Penggalian 1,51
3. Industri Pengolahan 2,22
4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,64
5. Bangunan 4,94
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7,08
7. Angkutan dan Komunikasi 3,30
8. Bank & Lembaga Keuangan Lainnya 6,25
9. Jasa-jasa 15,56
PDRB 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Jeneponto Tahun 2004.
Pada tahun 2004, sektor pertanian memberikan sumbangan lebih dari
setengah atau sebesar 58,50 persen dari PDRB Kabupaten Jeneponto. Dari
kontribusi sektor pertanian itu, sekitar 42,1 persen diberikan oleh sub sektor
tanaman bahan makanan, sedangkan jagung memberikan kontribusi sebesar
19, 36 % atau sebesar Rp. 131.803 juta.
69
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan tersebut, maka selanjutnya dapat
ditarik simpulan bahwa peranan sektor pertanian khususnya jagung terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jeneponto sangat besar, dimana produksi
jagung mengalami peningkatan rata–rata sebesar 4,6 % per tahun dalam
kurun waktu lima tahun terakhir. Besarnya kontribusi jagung terhadap
pertumbuhan ekonomi dapat pula dilihat pada PDRB Kabupaten Jeneponto
atas dasar harga konstan, dimana pada Tahun 2004 sebesar 19,36 %.
Pengembangan usahatani jagung berdampak pada peningkatan pendapatan
petani dan memperluas kesempatan kerja, selain itu juga tumbuh usaha–
usaha penunjang seperti usaha penyaluran sarana produksi (bibit, pupuk dan
obat–obatan), industri pengeringan jagung, industri rumah tangga
(pembuatan keripik jagung), jasa transportasi dan industri pandai besi yang
membuat alat–alat pertanian. Namun kontribusi ini belum optimal disebabkan
karena pengembangan industri belum maksimal baik itu industri hulu (bibit,
pupuk, obat-obatan) maupun indutri hilir (pengolahan hasil, pascapanen,
produk olahan, dan hasil ikutan).
70
B. Saran
Dalam rangka peningkatan peran sektor pertanian khususnya jagung
di kecamatan Kelara dan Rumbia disarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Upaya menerapkan sistem agribisnis di kecamatan Kelara dan Rumbia
Kabupaten Jeneponto perlu keterlibatan pemerintah dan swasta serta
dukungan yang kuat dari petani untuk melakukan kegiatan usahatani
jagung.
2. Untuk lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian
jagung pemerintah Kabupaten Jeneponto perlu mengembangkan industri
hulu dan hilir yang mampu menunjang peningkatan produksi, pendapatan
dan membuka kesempatan kerja.
3. Upaya pemberdayaan petani dalam pengembangan agribisnis jagung di
Kabupaten Jeneponto diperlukan penguatan kelembagaan petani baik
dalam aspek budidaya maupun aspek agribisnis lainnya seperti
pemasaran sehingga dapat berjalan dengan baik dan lebih memberikan
keuntungan kepada petani jagung.
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVESITAS HASANUDDIN PROGRAM PASCASARJANA
JL. PERINTIS KEMERDEKAAN KM. 10 MAKASSAR 90245 TELP.: (0411) 585034, 585036 FAX : (0411) 585868
E- mail : pascauh @ indoset.net.id
KUISIONER PENELITIAN
PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO
Pengantar:
Bapak/Ibu/Sdr/i yang terhormat, kami memohon kesediaan waktunya untuk menjawab/mengisi beberapa pertanyaan di bawah ini dengan kondisi yang sebenarnya. Kami akan menjamin kerahasiaan jawaban Bapak/Ibu/Sdr/i. Kuisioner/angket ini dimaksudkan hanya untuk penyusunan tesis kami, sebagai syarat dalam menyelesaikan studi di Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
Atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i, kami haturkan limpah terim a kasih. Semoga usaha Bapak/Ibu dapat berkembang dan selalu sukses dihari -hari mendatang.
Petunjuk Pengisian: 1. Isilah jawaban Bpk/Ibu/Sdr/I pada tempat yang telah disediakan (pada tanda titik-
titik). 2. Untuk pertanyaan yang telah ada pilihan jawaban, misalnya a, b, c, d; maka
lingkarilah pada alternatif jawaban yang menjadi pilihan Bapak/Ibu/Sdr/i.
I. IDENTITAS RESPONDEN
1. No. / Nama : …………………………………………………… 2. U m u r : ……….. tahun 3. Jenis Kelamin : a. Laki-Laki b. Perempuan 4. Pendidikan Formal :
a. Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD b. SD/sederajat c. SLTP/sederajat d. SLTA/sederajat e. Perguruan tinggi f. Lainnya, sebutkan : ……………………………………………
5. Status Kawin : a. Kawin b.Belum Kawin c. Janda d. Duda 6. Status dalam Keluarga : a. Kepala Keluarga (KK) b. Bukan KK. 7. Jenis pekerjaan pokok sekarang : …………………………………… 8. Lama bekerja pada pekerjaan pokok sekarang : ………………. Thn 9. Pekerjaan Sampingan : ……………………………………………………. 10. Jumlah anggota keluarga /tanggungan keluarga : ……………… org
2
II. KONDISI EKONOMI
A. Produksi Usaha Tani
1) Jenis usaha tani apa yang Bapak/Ibu kerjakan ?
Jenis Usaha Tahun a. Usaha pertanian: tegalan/ ladang/sawah, sebutkan : b. Usaha perkebunan, sebutkan : c. Usaha peternakan, sebutkan: d. Usaha ekonomi produktif lainnya, Sebutkan:
……………………………………… ……………………………………… ………………………
………………………….……
2) Berapa luas lahan pertanian (ha): ladang/tegalan/sawah yang
Bapak/Ibu miliki ?
Jenis lahan Luas Lahan (ha) Tahun Tegalan/ladang (lahan kering) Sawah Nilai total aset (Rp)
………………… ………………… …………………
……………………………………………
3) Apa jenis tanaman pertanian yang Bapak/Ibu usahakan ?
Jenis tanaman Luas lahan (ha)
Tahun Status Pemilikan
Jumlah Tenaga Kerja
1. …………………… 2. …………………… 3. …………………… Nilai total aset (Rp)
…………………
…………………
…………
4) Khusus untuk usaha tani jagung yang Bapak/ibu usahakan, berapa
kebutuhan modal dalam sekali produksi yang diperlukan ?
Jenis Input Jumlah Nilai a. Bibit b. Pupuk c. Tenaga kerja
……………………… ……………………… ………………………
Rp. ………………… Rp. ………………… Rp. …………………
5) Dari mana Bapak/ibu memperoleh bibit yang digunakan ?
………………………………………………………………….................
6) Dari mana Bapak/ibu memperoleh pupuk yang digunakan ? ...........................................................................................................
3
7) Apakah Bapak/ibu mengelolah sendiri, lahan yang dimiliki ? a. Ya b. Tidak
8) Kalau Ya, adakah orang lain yang membantu Bapak/ibu ? berapa orang, ? a. Ya, .............. Orang b. Tidak
9) Kalau tidak, berapa orang tenaga kerja yang Bapak/ibu perkerjakan ? .......... orang
10) Bagaimana sistem pembayaran upah tenaga kerja yang Bapak/ibu pekerjakan ? jelaskan ........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
11) Dalam setahun berapa kali Bapak/ibu melakukan panen jagung ? ................ kali
12) Berapa produksi Bapak/ibu dalam sekali panen ? ................ Ton
13) Kemana Bapak/ibu menjual hasil panennya ? a. Pasar b. Koperasi c. Pedagang pengumpul d. ..................................
14) Berapa harga jual jagung Bapak/ibu ? Rp. ........................................................
T E R I M A K A S I H…
Data Sekunder 1. Pertumbuhan usaha penjualan pupuk, atau toko tani (usaha sektor terkait di
Kab. Jeneponto . (Data 5 – 10 Tahun Terakhir). 2. Data produksi jagung 5 – 10 tahun terakhir. 3. Data pertumbuhan sektor terkait dengan jagung ; misalnya Industri
tepungjagung, pengeringan jagung, pengale ngan, makanan ternak dsb. 4. Data pertumbuhan petani jagung.
5
PEDOMAN WAWANCARA: 1. Bappeda
1. Bagaimana keterlibatan/peran Bappeda dalam meningkatkan peran sektor pertanian khususnya jagung terhadap pengembangan ekonomi Kabupaten Jeneponto?
2. Faktor-faktor apa saja yang dirasakan Bappeda berpengaruh dalam
meningkatkan produktivitas masyarakat khususnya petani jagung di Kabupaten Jeneponto?
3. Faktor-faktor apa yang menjadi kendala dalam pengembangan ekonomi
khususnya dalam pengembangan jagung di Kabupaten Jeneponto? 4. Upaya-upaya apa yang telah dilakukan Bappeda untuk meningkatkan
produktivitas dan pendapatan/kesejahteraan (kondisi sosial ekonomi) petani jagung di kabupaten jeneponto?
4. Apa kebijakan pemerintah daerah untuk meningkatkan pengembangan
jagung kaitannya dengan peningkatan ekonomi daerah? 5. Bagaimana kebijakan Pemda sehingga dapat menjamin keberlanjutan usaha
masyarakat khususnya perjagungan yang sudah ada? 6. Faktor-faktor apa yang mendukung atau menghambat keberlanjutan usaha
masyarakat yang sudah ada, perubahan pola usaha masyarakat dari pola subsisten ke pola usaha yang berorientasi bisnis/profit/agribisnis?
7. Dari hasil evaluasi, apakah ada dampak dari program pengembangan
jagung di kabupaten Jeneponto?
2. Dinas Pertanian Tanaman Pangan
1. Bagaimana keterlibatan/peran Dinas Pertanian TP dalam pengembangan jagung di Kabupaten Jeneponto?
2. Faktor-faktor apa saja yang dirasakan Dinas Pertanian TP berpengaruh
dalam meningkatkan produktivitas pertanian masyarakat khususnya petani jagung di Kabupaten Jeneponto?
3. Hasil evaluasi Dinas Pertanian TP, apakah ada dampak terhadap pola
usaha pertanian masyarakat sehingga tidak sekedar pola usaha tani yang subsisten tetapi sudah ada surplus produksi ataupun diversifikasi usaha maupun produk pertanian?
4. Apa upaya Dinas Pertanian dalam membina usaha pertanian masyarakat
khususnya petani jagung?
6
3. Dinas Perdagangan dan Koperasi
1. Bagaimana keterlibatan/peran Dinas Perdagangan dan Koperasi dalam pengembangan jagung di Kabupaten Jeneponto?
2. Faktor-faktor apa saja yang dirasakan Dinas Perdagangan dan Koperasi,
berpengaruh dalam meningkatkan produktivitas usaha-usaha masyarakat khususnya petani jagung di Kabupaten Jeneponto?
3. Hasil evaluasi Dinas Perdagangan dan Koperasi, apakah ada dampak
terhadap pola usaha-usaha masyarakat sehingga tidak sekedar pola usaha yang subsisten tetapi sudah ada surplus produksi ataupun diversifikasi usaha maupun produk/jasa yang dihasilkan?
4. Apa upaya Dinas Perdagangan dan Koperasi dalam membina usaha
masyarakat khususnya petani jagung?
5. Faktor-faktor apa yang dirasakan oleh Dinas Koperasi dan Perdagangan
yang menghambat dan mendukung pengembangan usaha masyarakat dalam pengembanganJagung di Kabupaten Jeneponto?
Lampiran 2. Daftar Nama dan Identitas Responden
N a m a Jenis Tingggal di Status Pekerjaan Jumlah Lama
R e s p o n d e n Kelamin Kelurahan kawin Pokok Tanggungan Bekerja1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 H. Hamjah 80 L Tolo Selatan SLTA K Petani - 1 20
2 Samaya 45 L Tolo Selatan Tdk tmt SD K Petani - 1 20
3 Mahmud 38 L Tolo Selatan PT K Petani - 4 8
4 Hasan 53 L Tolo Selatan PT K PNS Petani 3 21
5 Sila 35 L Tolo Selatan SD K Petani - 2 5
6 Sawiang 43 L Tolo Selatan Tdk tmt SD K Petani - 3 19
7 Saddara 42 L Tolo Selatan SD K Petani Pedagang 5 16
8 Kr. Naing 50 L Tolo Selatan SLTP K Petani - 3 18
9 Rabatong Dg. Seleng 70 L Tolo Selatan SD K Petani - 4 40
10 Syamsuddin 38 L Tolo Selatan SLTP K Petani - 1 12
11 Nasir Dg. Sila 42 L Tolo Selatan PT K PNS Petani 4 20
12 Badolo 68 L Tolo Selatan SLTP K Petani - 3 39
13 Mappi 60 L Tolo Selatan SD K Petani - 3 30
14 Palasa Dg. Nyikko 55 L Tolo Selatan SLTP K Petani - 4 30
15 H.B. Dg. Tengang 75 L Tolo Selatan SD K Petani - 1 50
16 H. Sara 41 L Tolo Selatan Tdk tmt SD K Petani - 2 19
17 Sido 52 L Tolo Selatan SD K Petani - 5 30
18 Modding 48 L Tolo Selatan SLTP K Petani - 4 27
19 H. Letto 45 L Tolo Selatan SD K Petani - 3 10
20 H. Hamsa 42 L Tolo Selatan SD K Petani - 5 20
21 H. Lahaya 50 L Tolo Selatan SD K Petani - 4 30
22 Podding 35 L Tolo Selatan SLTP K Petani - 2 10
Umur PendidikanNo. Sampingan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
23 Jale Dg. Bate 60 L Tolo Selatan Tdk tmt SD K Petani - 5 40
24 Zainuddin 36 L Tolo Selatan SLTA K Petani - 3 6
25 Muhammad Taher 32 L Tolo Selatan PT K Petani - 2 4
26 Baso Dg. Katti 50 L Tolo Selatan Tdk tmt SD K Petani - 4 30
27 Sandi 45 L Tolo Selatan SD K Petani - 3 20
28 Rahim 43 L Tolo Selatan SD K Petani - 2 10
29 Mangka 63 L Tolo Selatan Tdk tmt SD K Petani - 5 30
30 Kaharuddin 38 L Tolo Selatan SD K Petani - 3 10
31 Saleh 30 L Tolo Selatan SLTP K Petani - 2 7
32 Ismail 37 L Tolo Selatan SD K Petani - 2 13
33 H. Tamma 53 L Tolo Selatan SD K Petani - 4 22
34 Kamaluddin 35 L Tolo Selatan SLTA K Petani - 3 12
35 Saharuddin 43 L Tolo Selatan SLTA K Petani - 2 19
36 Patta 46 L Tolo Selatan SD K Petani - 4 23
37 H. Baha 52 L Tolo Selatan SLTP K Petani - 3 12
38 Baso Dg. Rate 49 L Tolo Selatan SD K Petani - 5 25
39 H.Nimang 53 L Tolo Selatan SLTP K Petani - 4 30
40 Pammo Dg. Lalang 42 L Tolo Selatan SD K Petani - 3 20
41 Daming 38 L Tolo Selatan SLTP K Petani - 4 5
42 Pelo Dg. Taba 58 L Tolo Selatan SD K Petani - 2 15
43 Baso 51 L Tolo Selatan Tdk tmt SD K Petani - 5 20
44 Guli Dg. Tammu 50 L Tolo Selatan SLTP K Petani - 4 15
45 Maseng 61 L Tolo Selatan Tdk tmt SD K Petani - 6 12
46 Rammado 55 L Bontomanai SD K Petani - 3 30
47 Dg. Ngerang 42 L Bontomanai Tdk tmt SD K Petani - 3 21
48 Kammisi 31 L Bontomanai Tdk tmt SD K Petani - 3 10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
49 H.Nai 57 L Bontomanai Tdk tmt SD K Petani - 1 34
50 H.Dacing 59 L Bontomanai SD K Petani - 3 37
51 Bata Tammu 55 L Bontomanai SD K Petani - 3 31
52 H. Ampi 39 L Bontomanai SD K Petani - 2 18
53 Mile 47 L Bontomanai Tdk tmt SD K Petani - 5 29
54 Mada Isu 48 L Bontomanai Tdk tmt SD K Petani - 4 26
55 Rakkai 59 L Bontomanai Tdk tmt SD K Petani - 4 38
56 H. Kamma 51 L Bontomanai Tdk tmt SD K Petani - 4 29
57 H. Situju 47 L Bontomanai SLTP K Petani - 2 20
58 Bakaring Temba 43 L Bontomanai Tdk tmt SD K Petani - 2 24
59 Making Tompo 40 L Bontomanai Tdk tmt SD K Petani - 3 18
60 Kulle 41 L Bontomanai Tdk tmt SD K Petani - 6 20
61 Awaluddin Lewa 48 L Bontomanai SLTP K Petani - 1 24
62 Kamaruddin 37 L Bontomanai SLTA K Petani - 3 10
63 H. Lolo 49 L Bontomanai SD K Petani - 4 29
64 Azis Tayang 36 L Bontomanai SLTA K Petani - 4 10
65 R. Dg. Sita 45 L Bontomanai SLTA K Petani - 6 20
66 Mamang 29 L Bontomanai SLTP K Petani - 2 9
67 Iskandar Masnah 33 L Bontomanai SLTA K Petani - 4 7
Catatan: K = Kawin D = Duda J = Janda
Lampiran 3. Rekapitulasi jawaban responden tentang Usahatani Jagung
Kabupaten Jeneponto
No Jenis Lahan Luas Lahan untuk
Responden Yang Diusahakan Lahan Kering Sawah Berusahatani Jagung (Ha) Bibit Pupuk Tenaga Kerja
1 2 3 4 5 6 7 8
1 tegalan 0.75 0.25 0.75 370,000Rp 360,000Rp 250,000Rp
2 tegalan 0.83 - 0.83 325,000Rp 325,000Rp 90,000Rp
3 tegalan 0.25 - 0.25 75,000Rp 130,000Rp 60,000Rp
4 tegalan 1.00 0.50 1.00 555,000Rp 480,000Rp 600,000Rp
5 tegalan 0.80 - 0.80 200,000Rp 120,000Rp 90,000Rp
6 tegalan 0.10 0.20 0.10 50,000Rp 65,000Rp 30,000Rp
7 tegalan 1.50 0.30 1.50 450,000Rp 585,000Rp 150,000Rp
8 tegalan 0.75 0.50 0.75 150,000Rp 195,000Rp 90,000Rp
9 tegalan 0.50 0.90 0.50 175,000Rp 260,000Rp 60,000Rp
10 tegalan 0.35 0.45 0.35 125,000Rp 195,000Rp 90,000Rp
11 tegalan 0.20 0.15 0.20 75,000Rp 130,000Rp 30,000Rp
12 tegalan 0.20 0.25 0.20 75,000Rp 130,000Rp 30,000Rp
13 tegalan 0.30 - 0.30 150,000Rp 195,000Rp 90,000Rp
14 tegalan 0.80 0.80 0.80 200,000Rp 390,000Rp 90,000Rp
15 tegalan 0.71 0.55 0.71 200,000Rp 260,000Rp 300,000Rp
16 tegalan 0.30 0.20 0.30 100,000Rp 130,000Rp 60,000Rp
17 tegalan 0.50 - 0.50 175,000Rp 195,000Rp 90,000Rp
18 sawah, tegalan 0.35 0.27 0.35 100,000Rp 130,000Rp 90,000Rp
19 tegalan 2.10 - 2.10 525,000Rp 650,000Rp 300,000Rp
20 tegalan 1.50 - 1.50 500,000Rp 650,000Rp 300,000Rp
21 sawah, tegalan 1.50 0.50 1.50 500,000Rp 525,000Rp 120,000Rp
Luas Lahan (Ha) Kebutuhan Modal Usaha
1 2 3 4 5 6 7 8
22 tegalan 0.50 0.25 0.50 300,000Rp 325,000Rp 90,000Rp
23 tegalan 0.50 - 0.50 440,000Rp 300,000Rp 90,000Rp
24 tegalan 0.38 - 0.38 684,000Rp 480,000Rp 300,000Rp
25 sawah, tegalan 0.94 1.43 0.94 216,000Rp 195,000Rp 120,000Rp
26 sawah, tegalan 1.10 0.30 1.10 648,000Rp 480,000Rp 900,000Rp
27 tegalan 0.15 - 0.15 125,000Rp 130,000Rp 60,000Rp
28 tegalan 0.35 - 0.35 175,000Rp 195,000Rp 90,000Rp
29 tegalan 1.25 - 1.25 275,000Rp 320,000Rp 150,000Rp
30 tegalan 0.33 - 0.33 125,000Rp 195,000Rp 60,000Rp
31 tegalan 0.63 - 0.63 175,000Rp 195,000Rp 90,000Rp
32 tegalan 1.00 - 1.00 325,000Rp 455,000Rp 90,000Rp
33 tegalan 0.83 - 0.83 200,000Rp 260,000Rp 120,000Rp
34 tegalan 0.53 - 0.53 150,000Rp 195,000Rp 60,000Rp
35 tegalan 0.91 - 0.91 135,000Rp 260,000Rp 120,000Rp
36 tegalan 1.10 - 1.10 250,000Rp 325,000Rp 90,000Rp
37 sawah, tegalan 0.52 0.48 0.52 175,000Rp 195,000Rp 60,000Rp
38 tegalan 1.30 - 1.30 325,000Rp 390,000Rp 150,000Rp
39 tegalan 0.81 - 0.81 200,000Rp 260,000Rp 120,000Rp
40 tegalan 1.50 - 1.50 575,000Rp 715,000Rp 210,000Rp
41 tegalan 0.41 - 0.41 100,000Rp 130,000Rp 90,000Rp
42 tegalan 1.21 - 1.21 600,000Rp 390,000Rp 150,000Rp
43 tegalan 0.45 - 0.45 125,000Rp 130,000Rp 60,000Rp
44 tegalan 0.75 - 0.75 225,000Rp 325,000Rp 90,000Rp
45 tegalan 2.00 - 2.00 700,000Rp 780,000Rp 300,000Rp
46 tegalan 0.50 - 0.50 260,000Rp 224,000Rp 70,000Rp
47 tegalan 0.75 - 0.75 390,000Rp 336,000Rp 140,000Rp
1 2 3 4 5 6 7 8
48 tegalan 0.25 - 0.25 130,000Rp 112,000Rp 35,000Rp
49 tegalan 1.00 - 1.00 650,000Rp 560,000Rp 105,000Rp
50 tegalan 0.75 - 0.75 390,000Rp 336,000Rp 140,000Rp
51 tegalan 0.50 - 0.50 260,000Rp 224,000Rp 70,000Rp
52 tegalan 1.00 - 1.00 520,000Rp 448,000Rp 105,000Rp
53 tegalan 1.00 - 1.00 520,000Rp 448,000Rp 140,000Rp
54 tegalan 0.25 - 0.25 130,000Rp 112,000Rp 35,000Rp
55 tegalan 0.50 - 0.50 260,000Rp 224,000Rp 70,000Rp
56 tegalan 0.75 - 0.75 390,000Rp 336,000Rp 140,000Rp
57 tegalan 0.75 - 0.75 390,000Rp 336,000Rp 70,000Rp
58 tegalan 0.50 - 0.50 260,000Rp 224,000Rp 105,000Rp
59 tegalan 0.50 - 0.50 260,000Rp 224,000Rp 70,000Rp
60 tegalan 1.00 - 1.00 520,000Rp 448,000Rp 140,000Rp
61 tegalan 1.00 - 1.00 520,000Rp 448,000Rp 105,000Rp
62 tegalan 0.75 - 0.75 390,000Rp 336,000Rp 105,000Rp
63 tegalan 1.00 - 1.00 650,000Rp 448,000Rp 140,000Rp
64 tegalan 0.50 - 0.50 250,000Rp 440,000Rp 105,000Rp
65 tegalan 0.35 - 0.35 182,000Rp 240,000Rp 420,000Rp
66 tegalan 0.50 - 0.50 260,000Rp 175,000Rp 175,000Rp
67 sawah, tegalan 0.50 1.00 0.25 260,000Rp 450,000Rp 70,000Rp
No Asal Bibit Asal Pupuk Jumlah Berapa kali produksi per Kemana
Responden Diperoleh Diperoleh TK (org) panen/thn panen (ton) dipasarkan1 9 10 11 12 13 14 15
1 Pengecer Pengecer 4 Upah harian Rp. 20.000,- 2 5.00 Pedagang Pengumpul
2 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 2.50 Pedagang Pengumpul
3 Pengecer Pengecer 2 Upah setelah panen 2 1.50 Pedagang Pengumpul
4 Pengecer Pengecer 8 Setiap proses usahatani 1 5.54 Pedagang Pengumpul
5 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 2.00 Pasar
6 Pengecer Pengecer 1 Upah setelah panen 2 0.70 Pasar
7 Pengecer Pengecer 5 Upah setelah panen 2 3.50 Pedagang Pengumpul
8 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 1.50 Pedagang Pengumpul
9 Pengecer Pengecer 2 Upah setelah panen 2 1.50 Pedagang Pengumpul
10 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 1.50 Pedagang Pengumpul
11 Pengecer Pengecer 1 Upah setelah panen 2 1.00 Pedagang Pengumpul
12 Pengecer Pengecer 1 Upah setelah panen 2 1.00 Pedagang Pengumpul
13 Pengecer Koperasi 3 Upah setelah panen 2 2.00 Pedagang Pengumpul
14 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 2.00 Pedagang Pengumpul
15 Pengecer Pengecer 10 Upah setelah panen 2 2.00 Pedagang Pengumpul
16 Pengecer Pengecer 2 Upah setelah panen 2 1.00 Pedagang Pengumpul
17 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 2.00 Pedagang Pengumpul
18 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 1.20 Pedagang Pengumpul
19 Pengecer Pengecer 10 upah harian 2 5.00 Pedagang Pengumpul
20 Pengecer Pengecer 10 Upah setelah panen 2 4.00 Pedagang Pengumpul
21 Pengecer Pengecer 4 Upah setelah panen 2 4.00 Pedagang Pengumpul
Sistem Pembayaran Upah
1 9 10 11 12 13 14 15
22 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 2.00 Pasar
23 Koperasi Koperasi 3 Upah setelah panen 2 2.00 Pedagang Pengumpul
24 Pengecer Pengecer 4 Upah setelah panen 2 2.00 Pedagang Pengumpul
25 Pengecer Pengecer 4 Upah setelah panen 2 1.80 Pedagang Pengumpul
26 Pengecer Pengecer 10 Upah setelah panen 2 6.00 Pedagang Pengumpul
27 Pengecer Pengecer 2 Upah harian 2 1.00 Pasar
28 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 1.50 Pedagang Pengumpul
29 Pengecer Pengecer 5 Upah setelah panen 2 2.00 Pedagang Pengumpul
30 Pengecer Pengecer 2 Upah setelah panen 2 1.00 Pedagang Pengumpul
31 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 1.50 Pedagang Pengumpul
32 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 2.50 Pedagang Pengumpul
33 Pengecer Pengecer 4 Upah setelah panen 2 2.00 Pasar
34 Pengecer Pengecer 2 Upah setelah panen 2 1.00 Pedagang Pengumpul
35 Pengecer Pengecer 4 Upah setelah panen 2 2.00 Pedagang Pengumpul
36 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 2.50 Pedagang Pengumpul
37 Pengecer Pengecer 2 Upah setelah panen 2 2.00 Pedagang Pengumpul
38 Pengecer Pengecer 5 Upah setelah panen 2 4.00 Pasar
39 Pengecer Pengecer 4 Upah setelah panen 2 2.00 Pedagang Pengumpul
40 Pengecer Pengecer 7 Upah setelah panen 2 5.00 Pedagang Pengumpul
41 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 1.50 Pedagang Pengumpul
42 Pengecer Pengecer 5 Upah setelah panen 2 3.00 Pedagang Pengumpul
43 Pengecer Pengecer 2 Upah setelah panen 2 1.70 Pedagang Pengumpul
44 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 2.50 Pedagang Pengumpul
45 Pengecer Pengecer 10 upah harian 2 5.00 Koperasi
46 Pengecer Pengecer 2 Upah setelah panen 2 2.20 Pedagang Pengumpul
47 Pengecer Pengecer 4 Upah setelah panen 2 3.00 Pedagang Pengumpul
1 9 10 11 12 13 14 15
48 Pengecer Pengecer 1 Upah setelah panen 2 1.00 Pedagang Pengumpul
49 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 4.70 Pedagang Pengumpul
50 Pengecer Pengecer 4 Upah setelah panen 2 2.70 Pedagang Pengumpul
51 Pengecer Pengecer 2 Upah setelah panen 2 2.10 Pedagang Pengumpul
52 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 4.70 Pedagang Pengumpul
53 Pengecer Pengecer 4 Upah setelah panen 2 4.40 Pedagang Pengumpul
54 Pengecer Pengecer 1 Upah setelah panen 2 1.00 Pedagang Pengumpul
55 Pengecer Pengecer 2 Upah setelah panen 2 2.30 Pedagang Pengumpul
56 Pengecer Pengecer 4 Upah setelah panen 2 2.90 Pedagang Pengumpul
57 Pengecer Pengecer 2 Upah setelah panen 2 3.30 Pedagang Pengumpul
58 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 2.20 Pedagang Pengumpul
59 Pengecer Pengecer 2 Upah setelah panen 2 2.00 Pedagang Pengumpul
60 Pengecer Pengecer 4 Upah setelah panen 2 4.70 Pedagang Pengumpul
61 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 4.50 Pedagang Pengumpul
62 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 3.10 Pedagang Pengumpul
63 Pengecer Pengecer 4 Upah setelah panen 2 4.20 Pedagang Pengumpul
64 Pengecer Pengecer 3 Upah setelah panen 2 2.50 Pedagang Pengumpul
65 Pengecer Pengecer 12 Upah setelah panen 2 2.00 Pedagang Pengumpul
66 Pengecer Pengecer 5 Upah setelah panen 2 3.00 Pedagang Pengumpul
67 Pengecer Pengecer 2 Upah setelah panen 2 2.00 Pedagang Pengumpul
No Produktivitas Total
Responden (Ton/Ha) Pendapatan
1 16 17 18 19 20 21
1 1,000Rp 6.67 980,000Rp 5,000,000Rp 4,020,000Rp 8,040,000Rp
2 1,000Rp 3.01 740,000Rp 2,500,000Rp 1,760,000Rp 3,520,000Rp
3 1,000Rp 6.00 265,000Rp 1,500,000Rp 1,235,000Rp 2,470,000Rp
4 1,000Rp 5.54 1,635,000Rp 5,535,000Rp 3,900,000Rp 3,900,000Rp
5 1,000Rp 2.50 410,000Rp 2,000,000Rp 1,590,000Rp 3,180,000Rp
6 1,000Rp 7.00 145,000Rp 700,000Rp 555,000Rp 1,110,000Rp
7 1,000Rp 2.33 1,185,000Rp 3,500,000Rp 2,315,000Rp 4,630,000Rp
8 1,000Rp 2.00 435,000Rp 1,500,000Rp 1,065,000Rp 2,130,000Rp
9 1,000Rp 3.00 495,000Rp 1,500,000Rp 1,005,000Rp 2,010,000Rp
10 1,000Rp 4.29 410,000Rp 1,500,000Rp 1,090,000Rp 2,180,000Rp
11 1,000Rp 5.00 235,000Rp 1,000,000Rp 765,000Rp 1,530,000Rp
12 1,000Rp 5.00 235,000Rp 1,000,000Rp 765,000Rp 1,530,000Rp
13 1,000Rp 6.67 435,000Rp 2,000,000Rp 1,565,000Rp 3,130,000Rp
14 1,000Rp 2.50 680,000Rp 2,000,000Rp 1,320,000Rp 2,640,000Rp
15 1,000Rp 2.82 760,000Rp 2,000,000Rp 1,240,000Rp 2,480,000Rp
16 1,000Rp 3.33 290,000Rp 1,000,000Rp 710,000Rp 1,420,000Rp
17 1,000Rp 4.00 460,000Rp 2,000,000Rp 1,540,000Rp 3,080,000Rp
18 1,000Rp 3.43 320,000Rp 1,200,000Rp 880,000Rp 1,760,000Rp
19 1,000Rp 2.38 1,475,000Rp 5,000,000Rp 3,525,000Rp 7,050,000Rp
20 1,000Rp 2.67 1,450,000Rp 4,000,000Rp 2,550,000Rp 5,100,000Rp
21 1,000Rp 2.67 1,145,000Rp 4,000,000Rp 2,855,000Rp 5,710,000Rp
PendapatanPengeluaran PenerimaanHarga Jual
1 16 17 18 19 20 21
22 1,000Rp 4.00 715,000Rp 2,000,000Rp 1,285,000Rp 2,570,000Rp
23 1,000Rp 4.00 830,000Rp 2,000,000Rp 1,170,000Rp 2,340,000Rp
24 1,000Rp 5.26 1,464,000Rp 2,000,000Rp 536,000Rp 1,072,000Rp
25 1,000Rp 1.91 531,000Rp 1,800,000Rp 1,269,000Rp 2,538,000Rp
26 1,000Rp 5.45 2,028,000Rp 6,000,000Rp 3,972,000Rp 7,944,000Rp
27 1,100Rp 6.67 315,000Rp 1,100,000Rp 785,000Rp 1,570,000Rp
28 1,000Rp 4.29 460,000Rp 1,500,000Rp 1,040,000Rp 2,080,000Rp
29 1,000Rp 1.60 745,000Rp 2,000,000Rp 1,255,000Rp 2,510,000Rp
30 1,000Rp 3.03 380,000Rp 1,000,000Rp 620,000Rp 1,240,000Rp
31 1,000Rp 2.38 460,000Rp 1,500,000Rp 1,040,000Rp 2,080,000Rp
32 1,000Rp 2.50 870,000Rp 2,500,000Rp 1,630,000Rp 3,260,000Rp
33 1,000Rp 2.41 580,000Rp 2,000,000Rp 1,420,000Rp 2,840,000Rp
34 1,000Rp 1.89 405,000Rp 1,000,000Rp 595,000Rp 1,190,000Rp
35 1,000Rp 2.20 515,000Rp 2,000,000Rp 1,485,000Rp 2,970,000Rp
36 1,000Rp 2.27 665,000Rp 2,500,000Rp 1,835,000Rp 3,670,000Rp
37 1,000Rp 3.85 430,000Rp 2,000,000Rp 1,570,000Rp 3,140,000Rp
38 1,000Rp 3.08 865,000Rp 4,000,000Rp 3,135,000Rp 6,270,000Rp
39 1,000Rp 2.47 580,000Rp 2,000,000Rp 1,420,000Rp 2,840,000Rp
40 1,000Rp 3.33 1,500,000Rp 5,000,000Rp 3,500,000Rp 7,000,000Rp
41 1,000Rp 3.66 320,000Rp 1,500,000Rp 1,180,000Rp 2,360,000Rp
42 1,000Rp 2.48 1,140,000Rp 3,000,000Rp 1,860,000Rp 3,720,000Rp
43 1,000Rp 3.78 315,000Rp 1,700,000Rp 1,385,000Rp 2,770,000Rp
44 1,000Rp 3.33 640,000Rp 2,500,000Rp 1,860,000Rp 3,720,000Rp
45 1,000Rp 2.50 1,780,000Rp 5,000,000Rp 3,220,000Rp 6,440,000Rp
46 900Rp 4.40 554,000Rp 1,980,000Rp 1,426,000Rp 2,852,000Rp
47 900Rp 4.00 866,000Rp 2,700,000Rp 1,834,000Rp 3,668,000Rp
1 16 17 18 19 20 21
48 900Rp 4.00 277,000Rp 900,000Rp 623,000Rp 1,246,000Rp
49 875Rp 4.70 1,315,000Rp 4,112,500Rp 2,797,500Rp 5,595,000Rp
50 900Rp 3.60 866,000Rp 2,430,000Rp 1,564,000Rp 3,128,000Rp
51 900Rp 4.20 554,000Rp 1,890,000Rp 1,336,000Rp 2,672,000Rp
52 890Rp 4.70 1,073,000Rp 4,183,000Rp 3,110,000Rp 6,220,000Rp
53 875Rp 4.40 1,108,000Rp 3,850,000Rp 2,742,000Rp 5,484,000Rp
54 900Rp 4.00 277,000Rp 900,000Rp 623,000Rp 1,246,000Rp
55 875Rp 4.60 554,000Rp 2,012,500Rp 1,458,500Rp 2,917,000Rp
56 900Rp 3.87 866,000Rp 2,610,000Rp 1,744,000Rp 3,488,000Rp
57 875Rp 4.40 796,000Rp 2,887,500Rp 2,091,500Rp 4,183,000Rp
58 875Rp 4.40 589,000Rp 1,925,000Rp 1,336,000Rp 2,672,000Rp
59 900Rp 4.00 554,000Rp 1,800,000Rp 1,246,000Rp 2,492,000Rp
60 875Rp 4.70 1,108,000Rp 4,112,500Rp 3,004,500Rp 6,009,000Rp
61 900Rp 4.50 1,073,000Rp 4,050,000Rp 2,977,000Rp 5,954,000Rp
62 900Rp 4.13 831,000Rp 2,790,000Rp 1,959,000Rp 3,918,000Rp
63 890Rp 4.20 1,238,000Rp 3,738,000Rp 2,500,000Rp 5,000,000Rp
64 900Rp 5.00 795,000Rp 2,250,000Rp 1,455,000Rp 2,910,000Rp
65 900Rp 5.71 842,000Rp 1,800,000Rp 958,000Rp 1,916,000Rp
66 900Rp 6.00 610,000Rp 2,700,000Rp 2,090,000Rp 4,180,000Rp
67 1,200Rp 8.00 780,000Rp 2,400,000Rp 1,620,000Rp 3,240,000Rp
Jl . Adyaksa B aru Ruko Zamrud IIBlok J N o.11 P anakukang Mas Makassar
Telp. 0411-571 89 70 Fax . 0411-425278
GL OB A LINDO KO NS UL TA M APE MER IN TA H KA BU PA TE N JEN E PONT OBADA N PERENCA NAAN PEM BANGU NAN DAERAH
BAPPED A
Ke g ia ta n Pembua ta n Peta T emat ik Pysi ca l Settin g
K abupa ten Je nepont o Tahu n 2006
Sum ber Peta :
P eta Rup a Bumi S ka la 1 :5 0. 00 0P eta Admin istra si Ka b. Jen ep o nt o Tah un 2 0 04 S ka la 1:55 .0 00
Pet a Ind eks Pro vinsi S u lawe si S ela ta n
Kabupaten Jeneponto
Keteran ganPusat K abup aten%[Pusat Kecamatan#Y
Jal an Ka bup ate n
Jal an Nas iona l
J alan P rovin si
Sun gai Be sar
Sun gai
Garis Pant ai
Batas Wil ayah Ka bupaten
PE TA A DMINISTRA SIKA BUP ATEN JENEPON TO
UTAR A
2 0 2 4
Ki lom eter
Sk a la 1:170.000
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
%[
KEC . BANG KAL A BARAT
KEC . BANGKALA
KE C. BONT ORAMBA
KE C. TAMALATE A
KEC . BINAMU
KEC . T URATE A
KEC . ARUNG KEKE
KEC . BAT AN G
KE C. TAROW ANG
KEC . KE LARA
KE C. R UM BIA
KA BUPA TEN TAK AL AR
K AB UP ATEN GOWA
K AB UP ATEN B ANTA ENG
LAUT FLORES
5°4
0' 5
°40
'
5°
35' 5
°3
5'
5°3
0' 5
°30
'
5°
25' 5
°2
5'
119 °3 0'
119 °3 0'
11 9°35 '
11 9°35 '
1 19°40 '
1 19°40 '
11 9°45 '
11 9°45 '
11 9°50 '
11 9°50 '
11 9°55'
11 9°55'
PETA ADM INISTRA SIK EC AM ATA N K ELA RA
UTAR A
1 0 1 2
Ki lom eter
SKALA 1:45.00 0
Pe ta Inde ksKa bupete n J ene po nto
Sumber Peta :Pe ta Ru p a Bumi S kala 1 : 5 0. 00 0
Pe ta Ad min ist ra si Kab up a te n Je ne po n to Ta hu n 2 00 4 S ka la 1 :5 5. 00 0
Ke gia ta n
Pemb uatan Peta T emati k P ysi ca l Set ti ng K abu paten Jen epon to T ahun 200 6
PE MER IN T AH K AB U PAT EN JEN E PON TOBA DA N PE REN CA NA AN PE MB AN G UN AN DA ER AH
BAPPE DAGLOBAL INDO KO NS ULT AMA
Jl. A dyaks a Bar u R uko Za mrud IIBlok J N o. 11 Panakuk an g Mas Makas s arTelp. 0411- 5718970 Fax. 0411-42 5278
J l. P ahlaw an N o . 1 A Bon tosu ngguJenep ont o 9 2311 T elp/ Fax. 041 9-2 107 2
K ecamatan K el ara
BON TOLEB ANG
BON TONOMPO
GA NT ARAN G
SAMA TARIN G
TOLO
TOLO BA RA T
TOLO SELATA N
TOLO TI MUR
TOLO U TAR A
TOMBO TOMBOLO
Pe rmukim an
Ba tas K ecamat an
Su ngai
Su ngai Be sar
J alan Pro pin si
J alan Kab up at en
J alan Desa
#S Pu sat De sa
%a Pu sat K ecamatan
KE T ER AN G AN
Ba tas De sa
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S #S #S
%[TO LO
TOLO UTA RA
TOLO T IMUR
S AMA T ARI NG
TO MB O TO MBO LO
GA NTA RA NG
TOLO SELA TA N
B ON TOLEB A NG
TOLO B A RA T
B ONTO NOMP O
G O W A
R U M B I A
T U R A T E A
TARO WAN G
B A T A N G
5°36
' 5°36'
5°34
' 5°34'
5°3
2'
5°32'
5°30
' 5°30'
119°48 '
119°48 '
119°50 '
119°50 '
119°52 '
119°52 '
PE TA A DM IN ISTRAS IKEC AM A TA N RUM BIA
UTA RA
1 0 1 2
K ilom ete r
SKALA 1:60.000
Pe ta Ind e k sKa b up et en Je ne p o nt o
Sum ber Peta :P et a Ru pa Bu m i Sk ala 1 : 5 0. 00 0
P et a Ad m in istra si Ka b up a te n Je ne po n to Ta h un 20 04 Sk a la 1:5 5. 00 0
Ke g ia t an
P embu atan Peta T emati k Pys ical S ettin g K abu paten Jen epo nto T ahu n 2 006
P EME RI N TA H KA BU P AT EN JEN E PON TOBA D AN PER EN CA NA AN PEMB AN G UN AN DA ER AH
BAPPEDA
GL OB A LIND O KON SUL T AM A
Jl . Adyaks a B aru Ruk o Zam rud I IB lok J No. 11 Panakukang Mas Makas s arT el p. 041 1-57 18 970 Fax. 04 11 -425 278
Jl. P ahlaw an N o . 1 A Bo ntos ung guJe nep ont o 9 2311 T elp/ Fax . 041 9- 210 72
Kecam at an R um bia
Pe rmuki man
Ba tas Kecama tan
Su nga i
Su nga i Be sa r
J ala n Pr opi nsi
J ala n Ka bup aten
J ala n Desa
#S Pu sat Desa
%a Pu sat Kecama tan
KET E RAN GA N
Bata s Desa
BO N TO CIN I
BO N TO MAN AI
BO N TO TIRO
JEN ETALLASA
KAS SI
LEBAN G MA NA I
LEB AN G MAN AI U TARA
LO KA
PALLANTI KANG
RU MBIA
TO MPO BU LU
UJ UN GB ULU
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S #S
#S
#S
#S #S
%[
KASSI
RU M B IA
L OKA
JENETAL LA SA
BONTOM A NAI
P ALL AN TIK ANG
TOM P OBU LU
B ONTOCINI
LEB ANG M A NAI
U JU NG BU LU
BO NTOTIR O
LEBA NG M AN AI U TAR A
K E L A R A
G O W A
B A N T A E N G
5°30
' 5°30'
5°28
' 5°28'
5°26
' 5°26'
5°24
' 5°24'
1 19°50 '
119°50 '
119°52 '
119°52 '
119°54 '
119°54 '
119°56 '
119°56 '
J l. Adyaksa Ba ru Ruko Zamrud IIBlok J N o.11 Panakukang Mas Makassar
T elp. 0411-5718970 Fax . 0411- 42527 8
GLOBAL IN DO KONS UL TAM APE ME RI NTA H KA BU PA TE N JENEPONT OBA DAN PERENCA NAAN PEM BANG UNA N DAE RAH
BAPPE DA
Ke gia ta n Pemb uatan Peta Te matik Pys ical Se tting
K ab upaten Jen epon to Tahu n 20 06
Sumber Peta :Pe ta Ru p a Bumi Sk ala 1 :5 0 .0 00Pe ta Ad min istra si Ka b. Je ne p on to Ta hu n 2 0 04 Sk ala 1:5 5. 00 0
Pe ta Inde ks Pro v insi Sula wes i Sela ta n
Kabupaten Jeneponto
Ketera ng anPu sat K abu paten%[Pu sat K ecamatan#Y
Jal an kab upatenJal an Nega ra
Jal an P ropi nsi
Su ngai BesarSunga i
Gar is Pant ai
Batas Ad mini s tr asi Kecamat an
(0-2 )%
(15- 30)%
(2-1 5)%
(3 0-45) %
>4 5%
Ti dak ter inc i
Ke lerengan
PETA TO POGRA FIKA B UP ATEN JENEPO NTO
U TARA
2 0 2 4
Kilom eter
Ska la 1:170.000
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
%[
KABUPATE N TAKALAR
KABU PATEN GOW A
KABUPATEN BANTA ENG
5°4
0'
5°4
0'
5°35
' 5°35'
5°30
' 5°30'
5°2
5'
5°25'
119°30'
119°30'
119°35'
119°35'
119° 40'
119° 40'
119° 45'
119° 45'
119° 50'
119° 50'
119° 55'
119° 55'
L AU
T FLORES