peran guru pendamping khusus dalam mengatasi …eprints.ums.ac.id/63465/1/pdf (naskah...
TRANSCRIPT
PERAN GURU PENDAMPING KHUSUS DALAM MENGATASI PERILAKU
HIPERAKTIF SISWA KELAS III MI MUHAMMADIYAH PK KARTASURA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
Oleh:
FINA FALATANSYA
A 510 140 156
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
ii
iii
1
PERAN GURU PENDAMPING KHUSUS DALAM MENGATASI
PERILAKU HIPERAKTIF SISWA KELAS III MI
MUHAMMADIYAH PK KARTASURA
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan perilaku siswa hiperaktif, berbagai metode yang
diberikan GPK, dan upaya mengatasi perilaku hiperaktif siswa kelas III di MIM PK Kartasura. Jenis
penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah guru pendamping khusus siswa
hiperaktif kelas III di MIM PK Kartasura. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yakni
metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis
data kualitatif mulai dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Dari hasil penelitian
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: ciri-ciri perilaku hiperaktif antara lain: a) banyak bicara, b)
banyak bergerak, c) gangguan konsentrasi, dan d) acuh terhadap teman. Metode yang diberikan GPK
dalam mengatasi perilaku siswa hiperaktif antara lain: a) metode bermain, dan b) metode musik dan
gerakan. Upaya yang dilakukan GPK dalam mengatasinya antara lain: a) memberikan waktu anak
untuk menggambar agar moodnya membaik, b) memberikan punishment/sanksi, c) pemberian reward, d) melibatkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran, dan e) GPK dan guru kelas menjalin komunikasi
untuk mengontrol perilaku siswa.
Kata kunci: Guru Pendamping Khusus, Hiperaktif, Perilaku, Siswa.
Abstract
The purpose of this study to describe the behavior of hyperactive students, various methods given GPK, and efforts to address the hyperactive behavior of third-grade students at MIM PK Kartasura.
This type of research is descriptive qualitative. The subjects of this research are special assistant
teacher of class III hyperactive students in MIM PK Kartasura. The method used in the data collection
methods of observation, interviews, and documentation. Data analysis technique used is the analysis
of qualitative data from data reduction, data presentation, and conclusion. From the research results
can be concluded as follows: hyperactive behavior traits include: a) a lot of talk, b) a lot of moving, c)
impaired concentration, and d) indifferent to a friend. GPK methods given in dealing with student
behavior hyperactivity among others: a) the method of playing, and b) the method of music and
movement. Efforts are made GPK to overcome, among others: a) give the child time to draw so that
the moodof her improvement, b) provide punishment/ sanctions, c) granting rewards, d) involve
students actively in learning, and e) GPK and classroom teachers to establish communication to
control the behavior of students.
Keywords: Special Assistant Teacher, Hyperactive, Student, Behavior.
1. PENDAHULUAN
Pendidikan berfungsi sebagai wadah untuk membangun generasi muda yang
berkompeten sehingga mampu menghadapi perkembangan zaman. Agar tujuan
pendidikan nasional tercapai dengan baik, hendaknya pengamalannya
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
Pancasila. Hal ini mengandung arti bahwa setiap warga negara berhak
2
mendapatkan pendidikan yang sama tak hanya untuk manusia pada umumnya,
namun juga bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang membutuhkan
penanganan khusus dikarenakan adanya gangguan perkembangan dan kelainan
yang dialami oleh anak (Desiningrum, 2016: 1). Maka dari itu, perlu adanya
pendidikan inklusif berupa layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik
dan juga kebutuhan anak ABK agar mereka dapat mengoptimalkan kemampuan
mengembangkan potensi dirinya.
Melalui pendidikan inklusi sekolah harus menciptakan dan membangun
pendidikan yang berkualitas dengan mengakomodasi semua anak tanpa
memandang kondisi fisik, sosial, intelektual bahasa, dan kondisi lainnya. Dalam
hal ini anak tidak lagi dibeda-bedakan berdasarkan karakteristik tertentu dan
tidak ada diskriminasi antara anak yang satu dengan yang lainnya, semua anak
berada dalam satu sistem pendidikan yang sama.
Untuk mewujudkan visi penyelenggaraan pendidikan berdasarkan
pancasila dan UUD 1945, guru sangat dibutuhkan sebagai tenaga profesional
yang memiliki peran strategis dalam upaya pembangunan nasional dibidang
pendidikan. . Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen pasal 20 menyebutkan: “Salah satu tugas guru adalah
bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,
agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan
status ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.”
Dalam memberikan pelayanan terhadap siswa berkebutuhan khusus,
pemerintah Kabupaten/Kota memegang peranan penting dalam upaya
menyediakan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah penyelenggara
pendidikan inklusi, salah satunya yakni perlu disediakan Guru Pembimbing
Khusus/Guru Pendamping Khusus (GPK) atau yang sering disebut dengan
istilah “special assistant teacher”.
Guru Pembimbing Khusus (GPK) adalah guru yang bertugas
mendampingi siswa berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif dan memiliki kompetensi dalam menangani ABK (Indriawati, 2013: 50).
3
GPK teramat kompleks perannya, karena akan memberikan proses pengajaran
kepada anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan salah satunya yaitu
anak dengan gangguan pemusatan perhatian atau seringkali disebut anak
hiperaktif. Gangguan hiperaktif ini sering disebut juga sebagai Gangguan
Pemusatan Perhatian dengan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Deficit and
Hyperactivity Disorder (ADHD).
Gangguan ini ditandai dengan ketidakmampuan siswa untuk memusatkan
perhatiannya pada tugas tertentu. Siswa dengan gangguan seperti ini sering
merasa gelisah dan tidak bisa duduk dengan tenang seperti anak lainnya
(Zaviera, 2007: 30). Menurut para ahli, penyebab dari gangguan perilaku
hiperaktif yakni karena adanya kerusakan kecil pada sistem saraf otak sehingga
rentang konsentrasi anak menjadi pendek dan sulit dikendalikan. Perilaku ini
disebabkan oleh adanya faktor genetik, adanya perbedaan fungsi dalam otak
anak, dan faktor lingkungan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di MI
Muhammadiyah PK Kartasura, permasalahan yang dijumpai oleh peneliti yaitu
adanya siswa kelas III yang mengalami gangguan perilaku hiperaktif/ADHD.
Hal ini perlu ditangani sedini mungkin karena akan berakibat negatif pada
individu yang mengalami masalah ini.
Diperlukan pendampingan khusus utamanya bagi anak yang mengalami
perilaku hiperaktif. Selain itu, siswa juga memerlukan perhatian khusus dari
pendidik. Maka dari itu, peran Guru Pendamping Khusus (GPK) selaku pendidik
kedua di sekolah diharapkan mampu memahami dan mengetahui apa yang
dialami siswanya, sehingga perilaku hiperaktif pada siswa kelas III di MI
Muhammadiyah PK Kartasura dapat diatasi secara tepat.
2. METODE
Penelitian ini dilakukan di MI Muhammadiyah PK Kartasura pada tanggal 23
April 2018 sampai dengan 15 Mei 2018. Subjek penelitian ini adalah guru
pendamping khusus siswa hiperaktif dan siswa hiperaktif kelas III. Alasan
peneliti memilih melakukan penelitian di MIM PK Kartasura dikarenakan
4
sekolah ini merupakan sekolah umum yang juga menyelenggarakan pendidikan
inklusi bagi ABK, sehingga peneliti ingin mengetahui bagaimana layanan
pendidikan yang diberikan oleh guru kepada siswa berkebutuhan khusus.
Penelitian ini termasuk dalam jenis pendekatan penelitian kualitatif
dengan menggunakan jenis penelitian fenomenologi. Fenomenologi adalah jenis
penelitian deskriptif yang terfokus pada filsafat fenomenologi berupa
pemahaman mengenai perilaku khusus. Peneliti berupaya dengan seksama untuk
menjelaskan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh seseorang dan juga
bagaimana interaksinya dengan orang lain (Danim, 2013: 52).
Desain penelitian yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah
berupa data langsung yang di catat dari kegiatan di lapangan, maka bentuk
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang mempunyai tujuan
untuk memaparkan secara detail mengenai realitas sosial dan berbagai fenomena
yang terjadi di masyarakat (Wina Sanjaya, 2013: 47).
Sumber data penelitian ini berasal dari kepala sekolah, guru pendamping
khusus, dan wali kelas. Sedangkan narasumber dalam penelitian ini yaitu Guru
Pendamping Khusus (GPK). Penelitian ini menggunakan 3 teknik pengumpulan
data, yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Kemudian digunakan teknik
analisis data berupa reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Data penelitian ini diperoleh melalui teknik pengumpulan data yaitu
wawancara dengan guru pendamping yang meliputi data pelaksanaan proses
pengajaran anak hiperaktif. Selain itu juga diperoleh melalui teknik
pengumpulan data yaitu observasi kepada guru pendamping yang sedang
melakukan kegiatan pembelajaran secara individu di kelas. Sedangkan data
sekunder pada penelitian ini adalah berupa profil sekolah, foto kegiatan
pembelajaran anak hiperaktif, dan foto pengajaran guru pendamping khusus
dalam membimbing anak hiperaktif.
Penelitian ini menggunakan pengujian kredibilitas dua macam triangulasi
yaitu triangulasi teknik dan sumber. Untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
5
berbeda. Data yang diambil yakni tentang peran guru pendamping khusus dan
penanganan pada siswa hiperaktif kelas III oleh GPK dengan teknik wawancara,
kemudian dicek dengan menggunakan teknik observasi dan dokumentasi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Ciri-Ciri Perilaku Anak yang Memiliki Gangguan Perilaku
Hiperaktif/ADHD
Banyak perilaku yang dapat dijumpai pada anak hiperaktif, misalnya
mereka seringkali berjalan kesana dan kemari, cenderung tidak bisa diam,
banyak bicaranya, acuh, dan sulit fokus terhadap suatu hal. Hasil
wawancara yang dilakukan peneliti terhadap GPK menunjukkan bahwa
ciri anak yang mengalami perilaku hiperaktif di kelas III ini meliputi:
3.1.1 Banyak Gerak
Anak ini termasuk kedalam tipe hiperaktif yang impulsif atau
banyak gerak, gerakannya seringkali tidak terkontrol dan tidak bisa
diprediksi. Karena anak hiperaktif ini tergolong impulsif, akibatnya
membuat fokusnya menjadi berkurang sehingga seringkali terlambat
menyelesaikan tugas.
3.1.2 Banyak Bicara
Hal ini dikarenakan kemampuan verbal dan kosakata yang dimiliki
anak tersebut sangat banyak. Apapun akan dia bicarakan, anak
hiperaktif ini sering membicarakan banyak hal tanpa arah, mereka
biasanya berbicara semaunya sendiri. Dalam jangka waktu beberapa
menit saja, dia akan bercerita dengan topik yang berbeda serta tidak
ada kesinambungan antara cerita satu dengan cerita selanjutnya atau
bisa dikatakan mereka berbicara sesuai dengan apa yang saat itu
sedang terbesit di kepala.
6
Anak ini kesulitan untuk fokus saat pembelajaran berlangsung,
perhatiannya mudah teralihkan. Biasanya disebabkan karena anak
memiliki kepekaan pada indra pendengarannya ketika mendengar
bunyi-bunyian tertentu. Terkadang untuk membuat anak tersebut bisa
fokus kembali harus menggunakan kalimat perintah yang nadanya
sedikit keras dalam intonasi agar anak tersebut kembali bergegas
untuk mengalihkan fokusnya pada pembelajaran.
3.1.4 Acuh dengan Teman
Hal ini juga merupakan salah satu ciri yang dapat ditemukan
pada anak hiperaktif. Sikapnya tersebut membuat ia jarang memiliki
teman akrab dan teman bermain. Berikut adalah hasil pengamatan
terhadap perilaku anak hiperaktif di kelas III.
Tabel 1. Perilaku Siswa ADHD/Hiperaktif saat Pembelajaran di Kelas III A
No Indikator Perilaku
Hasil Kegiatan
Keterangan Ya Tidak
1. Tidak focus
Kurang bisa fokus jika
suasana kelas tidak
kondusif
2. Perhatian mudah teralihkan Ketika ada suara
benda/alat tertentu
3. Banyak bicara
4. Sering mengganggu teman Jika tidak mood
5. Bingung dan pelupa
Suka mengulang-ulang
cerita yang sudah
diceritakan
6. Sulit memusatkan perhatian
7. Seringkali gagal
menyelesaikan tugas
Lebih lambat dibanding
teman-temannya
8. Memiliki kemampuan belajar
yang kurang baik
Selisih waktu dalam
menyelesaikan tugas
9.
Memiliki nilai yang lebih
rendah dibanding teman-
temannya
Rata-rata
10. Banyak bergerak
11. Seringkalimelamun/bengong Pada saat menulis
12. Mudah bosan Kalau moodnya sedang
jelek
13. Acuh terhadap teman Suka menyendiri dan
3.1.3 Gangguan Konsentrasi
7
jarang terlihat berbaur
dengan teman-temannya
14. Menjawab pertanyaan
dengan tergesa-gesa
15. Sulit diajak mengantri Karena tidak bisa diam
Uraian mengenai ciri-ciri tersebut sesuai dengan pendapat Thompson
(2010: 23) yang menjelaskan bahwa ciri utama anak hiperaktif antara lain;
1) tidak bisa fokus pada sesuatu, 2) perhatian mudah teralihkan, 3) banyak
bicara. Selain itu, Azmira (2015: 22) juga berpendapat bahwa salah salatu
ciri anak hiperaktif yakni dia jarang memiliki teman akrab. Hal ini
dikarenakan sikapnya yang acuh terhadap lingkungan. Perilaku tersebut juga
berkaitan dengan pendapat Rokhim (2017: 92) menjelaskan bahwa ciri atau
gejala ADHD yakni mengalami gangguan konsentrasi dan pemusatan
perhatian dan hiperaktivitas/banyak gerak.
3.2 Metode Pelaksanaan Guru Pendamping Khusus (GPK) dalam
Pengajaran untuk Mengatasi Gangguan Perilaku Hiperaktif
Ada beberapa metode yang digunakan guru pendamping khusus dalam
pengajaran siswa untuk mengatasi gangguan perilaku hiperaktif tersebut,
seperti metode bermain dan metode dengan menggunakan musik disertai
gerakan. GPK memberikan terapi perilaku yang dapat meningkatkan
keterampilan sosial khususnya pada anak hiperaktif untuk mengurangi
gangguan perilaku, emosi, dan juga kepanikannya yakni dengan bermain.
Bermai membuat anak hiperaktif bebas mengekspresikan apapun yang
mereka inginkan melalui aktivitas fisik yang dilakukan sembari belajar.
Biasanya GPK memberikan terapi bermain sambil belajar yaitu
dengan menggambar dan mind mapping. GPK selalu memberikan waktu
untuk anak tersebut untuk bebas menggambar apapun pada kertasnya tanpa
dibatasi. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyalurkan emosi anak
dan menstimulasi otak anak sehingga anak tersebut tidak merasa terbebani
ketika belajar. Sementara untuk mind mapping atau peta pikiran digunakan
8
GPK untuk memusatkan perhatian/konsentrasinya dan meningkatkan
pemahaman siswa mengenai materi yang telah diberikan.
Selanjutnya untuk penggunaan metode musik dan gerakan biasanya
dilakukan GPK untuk mengurangi perilaku hiperaktif dan mengatasi
kebosanan anak ketika pembelajaran. GPK menggunakan musik disertai
gerakan dalam menyampaikan materi yang belum dimengerti oleh anak
hiperakti, sehingga perhatian anak dapat difokuskan pada gerakan yang
sedang dilakukan GPK. Hal ini dilakukan untuk memberi respon terhadap
rangsangan melalui gerakan dengan tujuan untuk melatih perkembangan
psikomotorik dan mengurangi gangguan konsentrasinya.
Selain itu, alasan GPK menggunakan musik untuk pembelajaran
adalah karena musik dapat membuat siswa hiperaktif menjadi lebih tenang
dan fokus terhadap apa yang sedang dilakukan dan anak akan mendapat
pengalaman yang menyenangkan dan berkesan baginya sehingga dia akan
lebih paham dan mengingat materi tertentu. Tujuan GPK menggunakan
alternatif belajar melalui musik dan gerakan ini yaitu untuk membantu
menghilangkan symptom atau gejala ADHD, meningkatkan konsentrasi, dan
membuat anak menjadi lebih rileks sehingga gangguan kecemasannya dapat
berkurang.
Hal ini senada dengan pendapat Nuryanti (2008, 81) yang
menyatakan bahwa terdapat beberapa teknik untuk mengatasi anak
hiperaktif yakni salah satunya yakni dengan terapi bermain. Selaras pula
dengan pendapat (Astuti, 2014: 5) yang mengungkapkan bahwa salah satu
cara untuk mengatasi perilaku hiperaktif dan impulsif anak ADHD adalah
dengan terapi bermain.
Sementara mengenai pendapat yang berkaitan dengan metode musik
dan gerakan untuk mengatasi anak hiperaktif, selaras dengan pendapat
Rusmawati, dkk (2012: 215) yang mengungkapkan bahwa metode untuk
mengurangi hiperaktivitas yang efektif adalah dengan terapi musik dan
gerakan. Kegiatan ini dapat menurunkan hiperaktivitas yaitu pada perilaku
anak ADHD. Metode gerakan sesuai musik juga dapat meredam emosi
9
negatif menjadi positif. Gerakan yang di lakukan oleh anak ADHD dapat
membantu memperkuat fungsi ingatan mereka.
3.3 Kesulitan atau Kendala Guru Pendamping Khusus (GPK) dalam
Mengatasi Gangguan Perilaku Hiperaktif
Adapun kesulitan yang dirasakan/dialami oleh guru pendamping
khusus dalam membimbing siswa hiperaktif berdasarkan wawancara
yang dilakukan dengan GPK, sebagai berikut:
3.3.1 Fokus perhatiannya mudah sekali teralihkan
Hal ini yang membuat konsentrasi belajaranya menjadi buyar.
Terutama dengan bunyi-bunyian yang berasal dari suatu alat/benda
tertentu.
3.3.2 Anak tersebut sangat moody
Artinya kondisi moodnya gampang sekali berubah. Kadang ia
merasa senang, lalu seketika berubah tiba-tiba menjadi murung yang
berakibat pada malas belajar atau mengikuti pembelajaran dikelas.
3.3.3 Banyak bicara
Anak ini sering mengulang-ulang cerita yang sudah pernah di
ceritakan semaunya sendiri dan tanpa arah, artinya anak ini bercerita
sesuai dengan imajinasinya sendiri. Apa yang seketika itu terbesit di
kepalanya langsung ia ceritakan.
Dari uraian kendala/kesulitan yang telah dipaparkan oleh GPK, maka
dapat disimpulkan bahwa secara umum GPK mengalami kendala untuk
mengatasi perilaku siswa hiperaktif yang banyak gerak (impulsif) dan
kurangnya fokus/konsentrasi. Kendala tersebut selaras dengan pendapat
(Tentama, 2009: 53) yang mengungkapkan bahwa ADHD/hiperaktif secara
umum menjelaskan kondisi anak yang memperlihatkan gejala berupa
kurangnya konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif yang menyebabkan
ketidakseimbangan dalam hidupnya.
10
3.4 Solusi yang diberikan Guru Pendamping Khusus (GPK) dalam
Mengatasi Gangguan Perilaku Hiperaktif
Dengan adanya kesulitan yang dialami oleh guru pendamping
khusus, maka ada beberapa solusi yang dapat diberikan GPK
untuk mengatasi gangguan perilaku hiperaktif, antara lain:
3.4.1 Menggambar
Agar anak tersebut moodnya lekas membaik dan siap belajar
lagi, GPK memberikan kertas lalu mempersilahkan anak tersebut
untuk menggambar tanpa dibatasi sehingga moodnya bisa membaik
karena menggambar adalah salah satu cara mengembalikan moodnya.
GPK meminta siswa tersebut untuk menggambar sesuai dengan
keinginannya
3.4.2 Memberikan sanksi
Apabila anak tersebut tidak tertib atau tidak mau
mendengarkan baik perintah maupun materi dari guru ketika
pembelajaran, GPK akan memberikan Rafa punishment/sanksi.
Namun sanksinya bersifat membangun yakni berupa semacam teguran
yang berbentuk nasehat atau perkataan.
3.4.3 Memberikan Reward
Agar perhatiannya tidak mudah teralihkan ketika pembelajaran
di kelas dan bisa fokus memperhatikan penjelasan dari gurunya, GPK
akan melakukan pemberian reward atau imbalan kepada anak tersebut
untuk memancing si anak agar tetap fokus terhadap guru. Biasanya
reward yang diberikan berupa gambar bintang agar dia semangat
dalam belajar.
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian tentang ”Peran Guru Pendamping Khusus (GPK)
dalam Mengatasi Gangguan Perilaku Hiperaktif pada Siswa Kelas III di MI
Muhammadiyah PK Kartasura”, dapat diambil beberapa pokok kesimpulan
sebagai berikut:
11
Ciri-Ciri perilaku anak yang memiliki gangguan perilaku
hiperaktif/ADHD antara lain: a) banyak Bicara, b) banyak Gerak, c) mengalami
gangguan konsentrasi, d) sulit memusatkan perhatian/perhatiannya mudah
teralihkan, dan e) cenderung acuh terhadap teman/jarang berbaur dengan teman-
temannya.
Metode pelaksanaan guru pendamping khusus (GPK) dalam pengajaran
siswa hiperaktif antara lain: a) metode bermain; bermain sambil belajar
menggunakan mind mapping dan menggambar, b) metode musik dan gerakan;
gpk memadukan musik dan gerakan atau pengajaran yang berbau audiovisual
untuk memusatkan perhatian dan fokus belajar anak hiperaktif.
Kesulitan atau kendala guru pendamping khusus (GPK) dalam mengatasi
gangguan perilaku hiperaktif yaitu GPK mengalami kendala untuk mengatasi
perilaku siswa hiperaktif yang meliputi : a) fokus perhatian anak yang mudah
teralihkan ketika pembelajaran yang membuat konsentrasinya menjadi buyar, b)
anak tersebut suka berganti suasana hati atau yang sering disebut moody yakni
adakalanya ia merasa senang/bahagia namun tiba-tiba bisa berubah menjadi
murung, c) banyak bicara dan sering mengulang-ulang cerita ketika
pembelajaran, hal ini tentunya juga membuatnya sulit untuk fokus belajar, d)
terjadi gangguan kepanikan, dimana anak tersebut sering gemas sendiri, tiba-tiba
memeluk dari belakang baik teman maupun gurunya, dan terkadang juga pernah
mencubit.
Solusi yang diberikan guru pendamping khusus (GPK) dalam mengatasi
gangguan perilaku hiperaktif ini anatra lain: a) ketika anak tersebut sedang
murung, GPK meminta anak hiperaktif untuk menggambar tanpa dibatasi sesuai
dengan keinginannya sehingga moodnya bisa membaik, b) memberikan
punishment/sanksi berupa nasihat atau teguran yang bersifat membangun ketika
anak tersebut tidak mau tertib, c) memberikan reward/imbalan kepada anak
tersebut agar memotivasi anak untuk lebih semangat dalam belajar dan membuat
anak bisa fokus terhadap penjelasan guru.
12
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Endah Resnandari P. 2014. “Upaya Mengurangi Perilaku Hiperaktif dan
Implusive Melalui Penerapan Variasi Terapi Permainan di Sela Pembalajaran
pada Siswa Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) Kelas III-A
SLB Autis Alamanda Surakarta”. Jurnal Paedagogy. Vol. 01. No. 01. 05.
Azmira, Via. 2015. A Gift: Anak Hiperaktif. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Danim, Sudarwan. 2013. Menjadi Peneliti Kualitatif, Ancangan Metodologi,
Presentasi, dan Publikasi Hasil Penelitian untuk Mahasiswa dan Peneliti
Pemula Bidang Ilmu-Ilmu Sosial, Pendidikan, dan Humaniora. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Desiningrum, Dinie Ratri. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:
Psikosain.
Indriawati, Prita. 2013. “Implementasi Kebijakan Tugas Guru Pmbimbing Khusus
pada Pendidikan Inklusif di SD Negeri se-Kecamatan Junrejo Batu”. Jurnal
Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan. Vol. 01. No. 01. 50.
Nuryanti, Lusi. 2008. Psikologi Anak. Klaten: PT Indeks.
Rokhim, Abdul. 2017. “Attention Deficit Hyperactive Disorder dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran”. Jurnal An-Nidzam. Vol. 04. No. 01. 92.
Rusmawati, Diana, dkk. 2012. “Pengaruh Terapi Musik Dan Gerak Terhadap
Penurunan Hiperaktivitas Anak Yang Mengalami Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD)”. Jurnal Ilmiah Magister Psikologi. Vol. 01.
No. 02. 215.
Sanjaya, Wina. 2013. Penelitian Pendidikan, Jenis, Metode, dan Prosedur. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Tentama, Fatwa. 2009. “Peran Orang Tua dan Guru dalam Menangani Perilaku
Hiperaktivitas pada Anak ADHD di SLB Negeri 3 Yogyakarta”. Jurnal
Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Masyarakat. Vol. 3, No. 1. 53.
Thompson, Jenny. 2010. Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Esensi
Erlangga Group.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Pasal 20.
Zaviera, Ferdinand. 2007. Anak Hiperaktif. Jogjakarta: Kata Hati.