peran disnakertransos (dinas tenaga kerja transmigrasi dan sosial
TRANSCRIPT
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kewenangan Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah menurut Misdyanti dan Kartasapoetra1 sebagai
berikut :
“Pemerintah daerah adalah penyelenggara pemerintah di daerah, dengan
kata lain pemerintah daerah adalah pemengang kemudi dalam pelaksanaan
kegiatan pemerintah di daerah”.
Jadi berdasarkan definisi di atas, pemerintah daerah adalah
penyelenggara pemerintahan di daerah yaitu sebagai pelaksana semua
kegiatan yang mengatur jalannya pemerintahan yang ada di daerah
berdasarkan tugas dan fungsi pemerintah daerah. Sedangkan menurut
Misdayanti dan R.G Kartasapoetra2 fungsi pemerintah daerah sebagai berikut
:
1. Fungsi Otonom
Fungsi otonom dari pemerintah daerah adalah melaksanakan segala
urusan yang telah diserahkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang
lebih tinggi tingkatannya.
2. Fungsi Pembantu
Merupakan fungsi untuk turut serta dalam melaksanakan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pusat atau
pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggung
jawabkan kepada yang menugaskan.
3. Fungsi Pembangunan
1Misdyanti dan kartasapoetra 1993. Fungsi Pemda dalam Pembuatan Perda. Jakarta. Bumi Aksara,hal
17 2 Ibid,hal 18
20
Fungsi ini untuk meningkatkan laju pembangunan dan menambah
kemajuan masyarakat.
4. Fungsi Lainnya
Selain ketiga fungsi diatas terdapat fungsi lainnya adalah sebagai berikut :
a. Pembinaan Wilayah
b. Pembinaan Masyarakat
c. Pemberian pelayanan, pemeriharaan serta perlindungan kepentingan
umum.
Jadi berdasarkan fungsi pemerintah daerah di atas dapat disimpulkan
bahwa pemerintah daerah harus melaksanakan segala urusan pemerintahan
yang telah diserahkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang lebih
tinggi tingkatannya dengan meningkatkan laju pembangunan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Untuk itu pemerintah daerah harus
dapat membina wilayah dan membina masyarakat.
Adapun wewenang dan Tanggung jawab penyelenggara kesejahteraan
sosial adalah pemerintah dan pemerintah daerah menurut Pasal 25 UU No.
11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial meliputi:3
a. Merumuskan kebijakan dan programpenyelenggaraan kesejahteraan
sosial.
b. Menyediakan akses penyelenggaraan kesejahteraansosial.
c. Melaksanakanrehabilitasisosial,jaminansosial,pemberdayaansosial,da
n perlindungansosialsesuaidengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
d. Memberikan bantuansosial sebagai stimulan kepada masyarakat
yang menyelenggarakan kesejahteraansosial.
e. Mendorong danmemfasilitasi masyarakat sertadunia usaha dalam
melaksanakan tanggung jawabsosialnya.
f. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di
bidangkesejahteraansosial.
g. Menetapkan standar pelayanan, registrasi,akreditasi, dan sertifikasi
3Republik Indonesia, Undang-Undang No.11 Tahun 2009, Bab V, Pasal 25.
21
pelayanan kesejahteraansosial;
h. Melaksanakan analisis dan audit dampak sosialterhadap kebijakan
dan aktivitas pembangunan;
i. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitiankesejahteraansosial.
j. Melakukan pembinaandan pengawasan serta pemantauan dan
evaluasi terhadap penyelenggaraankesejahteraan sosial.
k. Mengembangkanjaringankerjadankoordinasilintas
pelakupenyelenggaraan kesejahteraan sosial
tingkatnasionaldaninternasionaldalampenyelenggaraan kesejahteraan
sosial.
l. Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan
sosial dalam Anggaran PendapatandanBelanjaNegara.
Wewenang dan tugas Pemerintah Kota Magelang juga merupakan
pelaksanaan dari layanan publik, sehingga hal tidak terlepas dari UU No. 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik khususnya pasal (4) yang berbunyi:
Penyelenggaraan pelayanan public berasaskan:
a. kepentingan umum
b. kepastian hokum
c. kesamaan hak
d. keseimbangan hak dan kewajiban
e. keprofesionalan
f. partisipatif
g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif
h. keterbukaan
i. akuntabilitas
j. fasilitas dan pelakuan khusus bagi kelompok rentan
k. ketepatan waktu
l. kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan
Dalam hal ini gelandangan yang berpenyakit jiwa memiliki kesamaan
hak dan berhak mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan publik.
Pelayanan yang diterima oleh gelandangan yang memiliki penyakit jiwa adalah
pelayanan dalam bidang jaminan social. Hal ini mengacu pada UU No. 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pasal 5 ayat (1) dan (2) yang berbunyi:
22
(1) Ruang lingkup pelayanan public meliputi pelayanan barang
public dan jasa public serta pelayanan administrative yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan
(2) Ruag lingkupsebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal,
komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan
social, energy, perbankan, perhubungan, sumber daya alam,
pariwisata, dan sector strategi lainnya.
B. Ketentuan-ketentuan Hukum dalam penanggulangan Gelandangan yang
Mengalami Gangguan Jiwa
Untuk melaksanakan penanggulangan gelandangan yang mengalami
sakit jiwa, perlu adanya peraturan-peraturan yang mendukung, ada beberapa
peraturan yang menjadi pedoman yaitu :
1. UUD 1945
Pasal 27 ayat (2) : Tiap Warga Negara berhak atas pekejaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.4
Pasal 34 : Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
Negara.5
2. Undang- undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
Pasal 1 (1) : kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material, spiritual, dan sosial warga Negara agar dapat hidup
4 UUD 1945, CV Aneka Ilmu , Semarang, Hal 10.
5 UUD 1945, Ibid, hal 11.
23
layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya.
3. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pada Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu
unsure kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 1 ayat (14) : Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan
untuk menyembuhkan penyakit, pengurangan penderitaan
akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau
pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat
terjaga seoptimal mungkin.
Pasal 1 ayat (15) : Pelayanan kesehatan rehabilitative adalah kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan
bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga berfungsi
lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk
dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuannya.
Pasal 4 : Setiap orang berhak atas kesehatan
24
Pasal 5 ayat (1) : Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan
Pasal 14 ayat (1) : Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,
menyelanggarakan, membina dan mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat.
Pasal 149 ayat (2) yang menyebutkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan
perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita
gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang,
mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain,
dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan
umum
Pasal 149 ayat (4) : tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk
pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita
gangguan jiwa untuk masyarakat miskin.
4. Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 tentang penanggulangan
gelandangan dan pengemis.
Pasal 2 : penanggulangan gelandangan dan pengemis yang meliputi
usaha-usaha preventif, represif, rehabilitative bertujuan agar
tidak terjadi pergelandangan dan pengemisan di dalam
25
masyarakat, dan memasyarakatkan kembali gelandangan dan
pengemisan menjadi anggota masyarakat yang menghayati
harga diri, serta memungkinkan pengembangan para
gelandangan dan pengemis untuk memiliki kembali
kemampuan guna mencapai taraf hidup, kehidupan, dan
penghidupan yang layak sesuai dengan harkat martabat
manusia.
Pasal 4 ayat (1) :Pemerintah Daerah dapat melaksanakan kebijaksanaan
khusus berdasarkan kondisi daerah sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
5. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 tahun 2008 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi
dan Sosial Kota Magelang.
Kepala Bidang Sosial mempunyai tugas membantu Kepala Dinas Tenaga
Kerja, Transmigrasi dan Sosial dalam melaksanakan perencanaan, pembinaan,
pengendalian dan pengembangan peningkatan pelayanan dibidang sosial.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Kepala
Bidang Sosial mempunyai fungsi:
a. Perencanaan penyusunan program dan kegiatan bidang sosial.
b. Pengkoordinasian pelaksanaan program dan kegiatan bidang sosial.
c. Pelaksanaan kegiatan bidang sosial.
d. Pembinaan dan pengendalian program dan kegiatan bidang sosial.
26
Tugas pokok yang terkait dengan penanganan gelandangan adalah:
a. Menyusun rencana program dan kegiatan bidang sosial
b. Mengumpulkan dan mengkaji data dan informasi lainnya sebagai bahan
perumusan kebijakan tekni di bidang social
c. Mengmpulkan, megnolah dan menganalisa data bidang social
d. Melaksanakan pembinaan dan rehabilitasi social, perlindungan dan
penyantunan anak serta pelayanan kesejahteraan social
e. Melaksanakan pembinaan, pengendalian, pemantauan dan pengawasan
kegiatan kesejahteraan social
f. Adapun usaha-usaha nyata yang telah dilakukan untuk keluar dari
masalah kemiskinan yaitu dengan adanya Undang-Undang Republik
Indonesia No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial termuat
dalam Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut :
“KesejahteraanSosialadalahkondisiterpenuhinyakebutuhanmaterial,spiritual,
dan sosialwarga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkandiri, sehinggadapatmelaksanakanfungsi sosialnya”.6
Dimana tugas dan usaha pemerintah dalam hal ini adalah sebagai berikut :
a. Menentukan garis kebijaksanaan yang diperoleh untuk memelihara,
membimbing dan meningkatkan usaha kesejahteraan sosial.
b. Memupuk, memelihara, dan membimbing serta meningkatkan kesaddarn
dan rasa tanggung jawab sosial masyarakat.
6 UUD No.11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, hal 1.
27
Sedangkan usaha-usaha tersebut adalah termuat dalam Undang-Undang No.
11 Tahun 2009 yaitu :
Pasal 5
(1) Penyelenggaraankesejahteraansosialditujukankepada:
a. perseorangan
b. keluarga
c. kelompok
d. masyarakat
(2) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana pada ayat (1)
diprioritaskankepadamerekayangmemilikikehidupanyangtidaklayak
secara kemanusiaandanmemilikikriteriamasalahsosial:
a. kemiskinan;
b. ketelantaran;
c. kecacatan;
d. keterpencilan;
e. ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku;
f. korban bencana; dan/atau
g. korbantindakkekerasan,eksploitasidandiskriminasi
Pasal 6
Penyelenggaraankesejahteraansosialmeliputi:
a. rehabilitasi sosial;
b. jaminan sosial;
28
c. pemberdayaan sosial; dan
d. perlindungan sosial.7
Sedangkan langkah lanjut dari undang-undang No. 11 Tahun 2009
salahsatunya, penanggulangan gelandangan dan pengemis, maka dipandang
perlu untuk menetapkan suatu Peraturan Pemerintah yaitu No. 31 Tahun 1980
Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis dengan pertimbangan
sebagai berikut :
a. Bahwa gelandangan dan pengemis tidak sesuai dengan norma-norma
kehidupan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945, karena itu perlu diadakan usaha-usaha
penanggulangannya.
b. Bahwa usaha penanggulangan tersebut disamping usaha pencegahan
timbulnya gelandangan dan pengemis bertujuan pula untuk memberikan
rehabilitasi kepada gelandangan dan pengemis agar mampu mencapai
taraf hidup, kehidupan dan penghidupan yang layak sebagai seorang
Warga Negara Republik Indonesia8
C. Teori Peran
Pengertian tentang peranan yang dikemikakan oleh Komarudin9dapat
didefenisikan sebagai berikut :
7 Ibid, hal 3
8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 Tahun 1980, Tentang Penanggulangan
Gelandangan dan Pengemis, hal. 1. 9Komaruddin, 1994, Esiklopedia Manajemen, edisi kesatu, Bumi Aksara, Jakarta, hal 768
29
1. Bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan seseorang dalam
manajemen.
2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu usaha.
3. Bagian atau fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.
4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang
adanya padanya
5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.
Peranan menurut Poerwadarminta adalah “tindakan yang dilakukan
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa”10
Berdasarkan hal
tersebut peranan adalah tindakan yang dilakukan orang atau sekelompok orang
dalam suatu peristiwa, peranan merupakan perangkat tingkah laku yang
diharapkan, dimiliki oleh orang atau seseorang yang berkedudukan di
masyarakat. Kedudukan dan peranan adalah untuk kepentingan pengetahuan,
keduanya tidak dapat dipisahkan satu samalain. Menurut Soerjono Soekanto,11
Peranan adalah aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya maka ia menjalankan suatu peranan
Peranan merupakan proses dinamis kedudukan . Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia
menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah
10Poerwadarminta, (1995).Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia, hal 751 11Soekanto, Soerjono, 2002, Teori Peranan, Jakarta, Bumi Aksara, hal 243
30
untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan
karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.
Levinson dalam Soekanto mengatakan peranan mencakup tiga hal, antara lain:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
bermasyarakat.
2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Selanjutnya dikatakan bahwa di dalam peranan terdapat dua macam
harapan, yaitu: pertama, harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang
peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran, dan kedua harapan-
harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap
orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau
kewajiban-kewajibannya. Dalam pandangan David Berry, peranan-peranan dapat
dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur masyarakat
dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang salingberhubungan.12
12
Soerjono Soekanto; 2009, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Rajawali Pers Jakarta,hal 213
31
Dalam ilmu hukum ada istilah das sollen dan das sein.Das sollen disebut
kaidah hukum yang menerangkan kondisi yang diharapkan.Sedangkan das sein
dianggap sebagai keadaan yang nyata.Das sein tidak selalu sejalan dengan das sollen.
D. Gelandangan
Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai
dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak
mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan
hidup mengembara di tempat umum. Dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan pada
pasal 1 dikatakan bahwa gelandangan adalah orang yang hidup dalam keadaan
tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat,
serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah
tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. Gelandangan adalah orang
yang tidak tentu tempat tinggalnya, pekerjaannya, dan arah tujuan
kegiatannya.13
Gelandangan adalah orang-orang baik merupakan perseorangan
laki-laki atau perempuan remaja atau anak -anak maupun merupakan keluarga
(suami, istri), yang tanpa nafkah/ kerja yang berkeliaran di kota-kota tanpa
rumah atau tempat tinggal, bahkan tidak terdaftar sebagai warga penduduk.14
13
Argo Twikromo, Gelandangan Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 1999, hlm. 6 14
Panyaman J. Simanjuntak, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Fakultas Ekonomi UI, 1990.
32
Pengertian dan istilah gelandangan itu sendiri dalam Undang-Undang
Dasar 1945 tidak diatur secara tegas, namun mengenai hak dan kewajiban diatur
sama seperti warga negara lainnya secara tegas dalam pasal 27 (2) bahwa “tiap-
tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”.
Dalam uraian di atas yang dimaksud warga negara Indonesia, tidak ada
pengecualian termasuk di dalamnya para gelandangan. Para gelandangan pun
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, akan tetapi sebagian besar
mereka hidup tidak mau diatur, bebas, tidak mau bekerja yang berat-berat, tidur
seenaknya, sehingga bekerja dengan orang lain bagi mereka dirasakan sebagai
beban.
Penelitian mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya gelandangan dalam
perspektif teoritis tidaklah berarti mencari faktor mana yang kiranya dapat
merupakan faktor sebab akibat, akan tetapi dalam hal ini menerangkan mengenai
faktor yang akan membawa resiko lebih besar ataupun lebih kecil dalam
menyebabkan orang -orang tertentu dapat menjadi gelandangan.15
Pribadi yang
menyimpang karena kurangnya kontrol sosial merupakan proses terjadinya rasa
inferior (rasa rendah diri). Kondisi tersebut akan menjadi parah apabila
lingkungan sekitar menghina, menolak atau mengucilkan dirinya, sehingga ia
bisa menjadi sosiopatik. Oleh karena itu, sekelompok individu akan tumbuh
15
Kartini Kartono. (2005). Patologi Sosial 2; Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 57
33
dan berkembang dalam kelas sosial yang sangat memilukan, di mana kriminal,
kemiskinan, pola asusila dan kebiasan mengemis, atau gelandangan menjadi cara
hidup (way of life) yang melembaga dalam kelompok tersebut. Dalam situasi
dan kondisi demikian, pertumbuhan sosiopsikologis dari pribadi seseorang
menjadi abnormal atau menyimpang, sehingga tingkah laku individu tersebut
menjadi cocok dengan pola perilaku lokal tersebut namun dianggap patologis
oleh masyarakat luas.16
Gelandangan yang pada umumnya berpendidikan rendah, hanya
mempunyai sedikit alternatif dalam memilih dan menentukan pekerjaan.
Misalnya orang yang tidak sekolah tidak dapat melamar pekerjaan di suatu
perusahaan, sehingga mereka mencari alternatif lain misalnya menjadi
pengamen, mencari barang bekas plastik atau puntung rokok, kuli bangunan atau
malah menjadi pengemis atau peminta-minta.
Psikotik gelandangan adalah penderita gangguan jiwa kronis yang
keluyuran di jalan-jalan umum, dapat mengganggu ketertiban umum dan
merusak keindahan lingkungan.17
Penyebab dari gelandangan psikotik adalah
dikarenakan tidak mampunya seseorang menghadapi masalah yang dialami
ketika menjalani kehidupan.18
Gelandangan yang mengalami gangguan jiwa ini
dapat dilihat dari cirri-cirinya sebagai orang dengan tubuh yang kotor sekali,
rambutnya seperti sapu ijuk, pakaiannya compang-camping, membawa
16
Ibid, hlm. 58 17
Psikososial,http://www.depkes.go.id/downloads/Psikososial.PDF, (2Oktober 2013) 18
Waspada Online, Selasa, 10 November 2009
34
bungkusan besar yang berisi macam-macam barang, bertingkah laku aneh seperti
tertawa sendiri, serta sukar diajak berkomunikasi.
E. Asas Pemerintahan yang Baik
Crince Le Roy mengemukakan sebelas (11) butir asas pemerintahan yang
baik dan Kuntjoro Purbopranoto menambahkan dua (2) butir, jadi totalnya
menjadi tiga belas (13),yaitu :.
a. Asas Kepastian Hukum
Artinya didalam pemerintah menjalankan wewenagnya haruslah sesuai
dengan aturan-aturan hukum yang telah ditetapkannya. Pemerintah harus
menghormati hak-hak seseoang yang diperoleh dari pemerintah dan tidak
boleh ditarik kembali. Pemerintah harus konsekwen atas keputusannya
demi terciptanya suatu kepastian hukum.
b. Asas Keseimbangan
Yaitu adanya keseimbangan antara pemberian sanksi terhadap suatu
kesalahan seseorang pegawai, janganlah hukuman bagi seseorang
berlebihan dibandingkan dengan kesalahannya, misalnya seorang pegawai
baru tidak masuk kerja langsung dipecat, hal ini tidak seimbang dengan
hukuman yang diberikan kepadanya. Dengan adanya asas ini maka lebih
menjamin terhadap perlindungan bagi pegawai negeri.
c. Asas Kesamaan
35
Artinya pemerintah dalam menghadapi kasus yang sama/ fakta yang
sama, pemerintah harus bertindak yang sama tidak ada perbedaan, tidak
ada pilih kasih dan lain sebagainya.
d. Asas Bertidak Cermat
Artinya pemerintah senantiasa bertindak secara hati-hati agar tidak
menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat, misalnya kewajiban
pemerintah memberi tanda peringatan terhadap jalan yang sedang
diperbaiki, jangan sampai dapat menimbulkan korban akibat jalan
diperbaiki.
e. Asas Motivasi
Artinya setiap keputusan pemerintah harus mempunyai alasan atau
motivasi yang benar dan adil dan jelas. Jadi tindakan-tindakan pemerintah
disertai alasan-alasan yang tepat dan benar.
f. Asas Jangan Mencampuadukan Kewenangan
Artinya pemerintah jangan menggunakan wewenang untuk tujuan
yang lain, selain tujuan yang sudah ditetapkan untuk wewenang itu.
g. Asas Fair Play
Artinya pemerintah harus memberikan kesempatan yang layak kepada
warga masyarakat untuk mencari kebenaran dan keadilan, misalnya
memberi hak banding terhadap keputusan pemerintah yang tidak diterima.
36
h. Asas Keadilan dan Kewajaran
Artinya pemerintah tidak boleh bertindak sewenang-wenang atau
menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya untuk kepentingan
pribaduinya.
i. Asas Menanggapi Penghargaan Yang Wajar
Artinya agar tindakan pemerintah dapat menimbulkan harapan-
harapan yang wajar bagi yang berkepentingan, misalnya seorang pegawai
negeri minta izin untuk menggunakan kendaraan pribadi pada waktu dinas,
yang kemudian izin yang telah diberikan untuk menggunakan kendaraan
pribadi dicabut, tindakan pemerintah demikian dianggap salah/ tidak wajar.
j. Asas Meniadakan Akibat-Akibat Suatu Keputusan Yang Batal
Asas ini menghendaki jika terjadi pembatalan atas suatu keputusan,
maka yang bersangkutanharus diberi ganti rugi atau rehabilitasi.
k. Asas Perlindungan Hukum
Artinya bahwa setiap pegawai negeri diberi hak kebebasan untuk
mengatur kehidupan pribadinya sesuai dengan pandangan hidup yang
dianutnya atau sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
l. Asas Kebijaksanaan
Artinya pemerintah dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
undangundang dan menyelenggarakan kepentingan umum. Unsur bijaksana
harus dimiliki oleh setiap pegawai/ Pemerintah.
37
m. Asas Penyelenggraan Kepentingan Umum
Artinya tugas pemerintah untuk mendahulukan kepentingan umu
daripada kepentingan pribadi. Pegawai negeri sebagai aparatur Negara,
abdi Negara, dan abdi masyarakat dan Pemerintah menyelenggarakan tugas
pemerintah dan pembangunan.
Secara resmi Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia
menurut penjelasan Pasal 53 UU No. 9 Tahun 2004 mengacu pada UU No, 28
Tahun 1999, yaitu terdiri dari asas kepastian hukum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas tertib
penyelenggaraan negara dan asas kepentingan umum.
F. Teori Sosiologi Hukum
Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis
dan empiris yang menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara
hukum dengan gejala-gejala sosial lainya19
.Menurut Eugen Erlich20
, sosiologi hukum
berusaha membuktikan teori bahwa titik berat perkembangan hukum bukan berada
dalam perundang-undangan, bukan pula pada keputusan pengadilan dan juga bukan
di dalam ilmu hukum tetapi dalam kehidupan masyarakat.Sedangkan dalam The
19
Soerjono, Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo. 2002, hal 310 20
Ibid, 2002
38
Dictionary of Sociology21
menyebutkan bahwa soiologi hukum adalah studi tentang
konsep sosiologi berkaitan dengan lembaga-lembaga hukum. Fokus studi sosiologi
adalah norma sosial, maka analisi sosiologi menganai aturan hukum menjadi
perhatian pokok. Analisis terhadap tindakan kriminal, peranan ahli hukum, hakim,
hakim anggota dan sebagainya dan bagaimana hubungannya dengan struktur sosial
menjadi aspek yang penting dalam sosiologi hukum.
Dari beberapa definisi sosiologi hukum di atas dapat disimpulkan rumusan
definisi sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
hubungan antara hukum dengan gejala-gejala sosial yang terjadi di masyarakat.Jadi
sosiologi hukum mempelajari mengenai keberlakuan hukum di masyarakat dan
bagaimana reaksi masyarakat setelah diterapkannya suatu peraturan hukum.
Dalam dunia hukum tidak mempelajari pola-pola kelakuan (hukum) warga
masyarakat.Sejauh mana keefektifan hukum dalam membentuk pola perilaku dalam
masyarakat dan apakah pembentukan suatu peraturan hukum didasarkan pada pola
perilaku masyarakat tidak dipelajari dalam dunia hukum.Hal ini lah yang merupakan
ruang lingkup sosiologi hukum yang pertama.
Ruang lingkup sosiologi hukum selanjutnya menyangkut hukum dan pola
perilaku sebagai ciptaan serta wujud daripada keinginan-keinginan kelompok-
kelompok sosial.Kekuatan-kekuatan apakah yang membentuk, menyebarluaskan atau
21
Abrecombi, Nicholas.1984. Dictionary of sociology New York: Penguin Books
39
bahkan merusak pola-pola perilaku yang bersifat yuridis.Selanjutnya, bidang
penelitian sosiologi meliputi juga hubungan timbal balik antara perubahan-perubahan
dalam hukum dengan perubahan-perubahan sosial dan budaya.Untuk meneliti hal itu
diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai hukum sebagai suatu gejala sosial.
Jadi pada dasarnya ruang lingkup sosiologi hukum adalah pola-pola perilaku
dalam masyarakat, yaitu cara-cara bertindak atau berkelakuan yang sama dari orang-
orang yang hidup bersama dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dirumuskan
bahwa sosiologi hukum merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang antara lain
meneliti mengapa manusia patuh pada hukum dan mengapa dia gagal untuk mentaati
hukum tersebut serta faktor-faktor sosial lain yang mempengaruhinya.