penyusunan peraturan zonasi kawasan non-perumahan tamansari - dago - dipati ukur, bandung
DESCRIPTION
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASIKawasan Non-PerumahanTamansari - Dago - Dipati Ukur, Bandung (2013)TRANSCRIPT
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASIKawasan Non-Perumahan
Tamansari - Dago - Dipati Ukur, Bandung
Laporan Akhir Mata Kuliah
PL 4007 - Topik Khusus dalam Perencanaan
“Perangkat Pengendalian Pembangunan Kota”
Dosen Pengampu :
Dr. Ir. Denny Zulkaidi, MUP.
Dr. Petrus Natalivan, ST., MT.
Oleh :
RONI RAMADHAN / 152
09 042
TIMOTHY ALFREDO / 154
07 102
ADITYA JULIO / 154
09 014
KHAIRUN RIZKI / 154
09 018
GABRIEL EFOD VIRANT P. / 154
09 034
ZAHARATUL HASANAH / 154
09 067
TRI RAHAYU WULANSARI / 154
09 069
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2013
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 2
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI
Kawasan Non-Perumahan :
Tamansari - Dago - Dipati Ukur, Bandung
I. KEDUDUKAN PERATURAN ZONASI
Peraturan Zonasi memiliki beberapa kedudukan dalam sistem penataan ruang, baik dalam
proses penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR), dalam proses pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang, serta dalam kerangka perangkat pengendalian
pembangunan.
Dalam proses penyusunan Rencana Tata Ruang, Peraturan Zonasi memiliki kedudukan
sebagai berikut:
1. Dalam sistem Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Peraturan Zonasi merupakan
pengaturan lebih lanjut untuk pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam pola
pemanfaatan ruang suatu wilayah.
2. Peraturan Zonasi yang merupakan penjabaran dari RTRW Kota dapat menjadi rujukan
untuk menyusun RDTRK, dan sangat bermanfaat untuk melengkapi aturan
pembangunan pada penetapan penggunaan lahan yang ditetapkan dalam RDTRK.
3. Peraturan Zonasi juga merupakan rujukan untuk penyusunan rencana yang lebih rinci
dari RDTRK, seperti Rencana Teknik Ruang Kawasan (RTRK), atau Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Adapun kaitan Peraturan Zonasi dengan berbagai rencana tata ruang yang dijabarkan di atas
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
GAMBAR 1.1 Kaitan Rencana Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Sumber: Konsep Dasar Panduan Penyusunan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Departemen PU, 2006
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 3
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
Dalam proses pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, Peraturan Zonasi
memiliki kedudukan yaitu:
1. Peraturan Zonasi sangat penting dalam proses pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang
2. Peraturan Zonasi memiliki tingkat ketelitian yang sama dengan RDTRK, namun
mengatur lebih rinci dan lebih lengkap ketentuan pemanfaatan ruang dengan tetap
mengacu kepada RTRW Kota yang ada.
3. Perbedaan peran dan fungsi antara RDTRK dengan Peraturan Zonasi dalam Sistem
Penataan Ruang di Indonesia adalah:
- RDTRK merupakan salah satu jenjang rencanamtata ruang kota dengan skala 1 :
5000
- Peraturan Zonasi merupakan salah satumperangkat pengendalian pemanfaatan
ruang yang berisi ketentuan-ketentuan teknis dan administratif pemanfaatan
ruang dan pengembangan tapak.
- Peraturan Zonasi ini telah banyak digunakan di negara berkembang, dan dapat
melengkapi aturan pemanfaatan ruang untuk RDTRK yang telah ditetapkan.
4. Peraturan Zonasi adalah peraturan yang menjadi rujukan perijinan, pengawasan dan
penertiban dalam pengendalian pemanfaatan ruang, yang merujuk pada rencana tata
ruang wilayah yang umumnya telah menetapkan fungsi, intensitas, ketentuan tata
massa bangunan, sarana dan prasarana, serta indikasi program pembangunan.
5. Peraturan Zonasi juga menjadi landasan untuk manajemen lahan dan pengembangan
tapak.
Secara skematis kedudukan Peraturan Zonasi dalam Sistem Penataan Ruang Ruang di
Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut.
GAMBAR 1.2 Kedudukan Peraturan Zonasi dalam Sistem Penataan Ruang Kota
Sumber: Konsep Dasar Panduan Penyusunan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Departemen PU, 2006
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 4
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
Sementara dalam kerangka perangkat pengendalian pembangunan, Peraturan Zonasi
memiliki kedudukan diantaranya:
1. Peraturan Zonasi hanya merupakan salah satu perangkat pengendalian di antara
berbagai perangkat pengendalian pembangunan lainnya.
2. Perangkat-perangkat kendali pembangunan ini menjadi dasar rujukan untuk
memeriksa kesesuaian permohonan ijin melakukan pembangunan dengan ketentuan
yang berlaku.
3. Rujukan dalam menilai permohonan pembangunan antara lain Rencana Tata Ruang,
berbagai standar, berbagai panduan, maupun berbagai berbagai peraturan-
perundangan.
4. Peraturan Zonasi juga tidak bersifat tunggal. Di dalamnya terdapat berbagai teknik
yang menjadi varian dalam Peraturan Zonasi, dan dapat dipilih untuk diterapkan pada
lokasi, kasus atau kondisi tertentu sesuai dengan persoalan di lapangan dan tujuan
penataan ruang yang ingin dicapai.
Gambar di bawah ini menunjukkan spektrum perangkat pengendalian yang dapat menjadi
rujukan untuk menilai permohonan perijinan membangun.
GAMBAR 1.3 Kerangka Umum Pengendalian Pembangunan
Sumber: Konsep Dasar Panduan Penyusunan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Departemen PU, 2006
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 5
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
II. METODE PENDEKATAN DAN TAHAPAN PENYUSUNAN
PERATURAN ZONASI
Dalam melakukan penyusunan Peraturan Zonasi, terdapat tiga pendekatan yang dapat
digunakan. Ketiga pendekatan tersebut antara lain pendekatan deduksi, pendekatan induksi,
serta kombinasi pendekatan deduksi dan induksi. Merujuk pada penyusunan zonasi untuk
kasus ini, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan induksi.
Penyusunan Peraturan Zonasi dengan pendekatan induksi didasarkan pada kajian yang
menyeluruh, rinci dan sistematik terhadap karakteristik penggunaan lahan dan persoalan
pengendalian pemanfaatan ruang yang dihadapi suatu daerah. Untuk mendapatkan hasil
yang lengkap dan akurat, pendekatan ini memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang sangat
besar. Adapun cakupan pendekatan induksi ini terdiri dari:
1. Kajian penggunaan lahan yang ada pada daerah yang bersangkutan;
2. Penyusunan klasifikasi dan pengkodean zonasi, serta daftar jenis dan hirarki
pengunaan lahan yang ada di daerah (dapat merujuk pada pedoman yang ditetapkan
oleh Departemen PU dengan penyesuaian seperlunya);
3. Penyusunan aturan untuk masing-masing blok peruntukan;
4. Kajian standar teknis dan administratif yang dapat dimanfaatkan dari peraturan-
perundangan nasional maupun daerah;
5. Penetapan standar teknis dan administratif yang akan diterapkan untuk daerah yang
bersangkutan.
Dalam menyusun Peraturan Zonasi, terdapat beberapa tahapan yang dilalui, meliputi:
1. Penyusunan klasifikasi zonasi
2. Penyusunan daftar kegiatan
3. Penetapan/delineasi blok peruntukan
4. Penyusunan aturan teknis zonasi, yang terdiri dari:
- Kegiatan dan penggunaan lahan
- Intensitas pemanfaatan ruang
- Tata massa bangunan
- Prasarana
- Lain-lain/tambahan
- Aturan khusus
5. Penyusunan standar teknis
6. Pemilihan teknik pengaturan zonasi
7. Penyusunan peta zonasi
8. Penyusunan aturan pelaksanaan
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 6
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
9. Penyusunan perhitungan dampak
10. Peran serta masyarakat
11. Penyusunan aturan administrasi zonasi
Tahapan penyusunan Peraturan Zonasi secara lebih jelas dapat dilihat pada bagan alir
berikut ini.
GAMBAR 2.1 Bagan Alir Proses Teknis Penyusunan Peraturan Zonasi
Sumber: Konsep Dasar Panduan Penyusunan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Departemen PU, 2006
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 7
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
III. GAMBARAN UMUM WILAYAH
Wilayah yang menjadi cakupan pengaturan dalam penyusunan Peraturan Zonasi ini berada di
Kota Bandung, Jawa Barat, tepatnya termasuk ke dalam Wilayah Pengembangan Cibeunying.
Adapun delineasi wilayah yang menjadi cakupan Peraturan Zonasi ini dapat dilihat pada
gambar berikut.
GAMBAR 3.1 Peta Delineasi Wilayah yang Menjadi Cakupan Peraturan Zonasi
Sumber: Google Map, 2012
Adapun batas-batas wilayah perencanaan ini adalah sebagai berikut:
- Utara : Kawasan Sabuga-Baksil, Jalan Siliwangi, Simpang Dago, dan Pasar Simpang
- Timur : Kelurahan Sekeloa, Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, dan Taman
Japati
- Selatan : Jalan Layang Pasupati dan Jalan Surapati
- Barat : Jalan Tamansari dan Kebon Binatang Bandung
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 8
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
Berdasarkan RDTRK Wilayah Cibeunying Kota Bandung, wilayah cakupan pada penyusunan
Peraturan Zonasi ini memiliki beberapa jenis zona atau peruntukan lahan, di antaranya
adalah Zona Perumahan (R), Zona Komersial Perdagangan (KP), Zona Komersial Jasa (KJ),
Zona Perkantoran (P), serta Zona Fasilitas Pelayanan (F). Dan pada penyusunan Peraturan
Zonasi ini, wilayah peruntukan lahan yang ditetapkan dibatasi pada zona non-perumahan.
Adapun peta peruntukan lahan/pembagian zona pada daerah yang menjadi cakupan
Peraturan Zonasi ini dapat dilihat pada gambar berikut.
GAMBAR 3.2 Peta Peruntukan Lahan (Zona) pada Wilayah yang Menjadi Cakupan
Peraturan Zonasi
Sumber: RDTRK Wilayah Cibeunying Kota Bandung, 2010
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 9
LEGENDA
Wilayah Perencanaan
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
IV. PENGKLASIFIKASIAN ZONA DAN KEGIATAN
Pada bab ini akan dijabarkan proses pengklasifikasian zona dan kegiatan serta penomoran
blok peruntukan yang dilakukan sebelum menetapkan aturan yang berlaku di tiap zona/sub-
zona non-perumahan yang ada di dalam wilayah perencanaan. Pengklasifikasian zona dan
kegiatan ini dilakukan dengan merujuk pada klasifikasi di Rencana Tata Ruang Kota Bandung
yang berlaku dan/atau pada Panduan Penyusunan Peraturan Zonasi yang berlaku di
Kementerian Pekerjaan Umum, serta dilengkapi dengan hasil observasi di wilayah
perencanaan. Rekapitulasi hasil survei oleh tim penyusun dapat dilihat pada Lampiran
Penyusunan Peraturan Zonasi ini.
IV.1 KLASIFIKASI ZONA
Penyusunan jenis zona yang dipakai dalam Peraturan Zonasi ini dilakukan dengan merujuk
pada klasifikasi zona yang ada pada RDTRK Wilayah Cibeunying Kota Bandung. Klasifikasi
zona ini dilengkapi dengan hasil observasi langsung di wilayah perencanaan karena
mempertimbangkan perkembangan aktivitas secara eksisting di wilayah tersebut.
Berdasarkan hierarki peruntukan lahannya (Lampiran I Konsep Dasar Panduan Penyusunan
Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Departemen PU, 2006), jenis zona non-perumahan di
dalam wilayah perencanaan ini dapat disusun sebagai berikut :
- Hierarki I : kawasan budidaya (B)
- Hierarki II : kawasan permukiman (BP)
- Hierarki III : kawasan permukiman perkotaan (BPK)
- Hierarki IV : kawasan komersial (BPK-2), kawasan fasilitas pelayanan (BPK-3)
Secara umum, berdasarkan klasifikasi zona di RDTRK Wilayah Cibeunying Kota Bandung,
terdapat tiga jenis zona non-perumahan di wilayah perencanaan, yaitu : zona komersial,
zona fasilitas pelayanan, dan zona perkantoran. Ketiga zona tersebut dijabarkan menjadi
beberapa sub-zona berdasarkan peruntukannya, yang keseluruhannya memiliki kode
zona/sub-zona masing-masing, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 10
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
TABEL IV.1 Klasifikasi Zona di Wilayah Perencanaan
NO. ZONA / SUB-ZONA KODE KETERANGAN
1.
Komersial [K] : Komersial Perdagangan [KP] dan Komersial Jasa [KJ]Komersial perdagangan eceran tunggal
KP4 Peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya difungsikan untuk pengembangan kegiatan usaha yang bersifat komersial, tempat bekerja, tempat berusaha, serta tempat hiburan dan rekreasi, serta fasilitas umum/sosial pendukungnya
Komersial jasa dengan luas 1.000 – 5.000 m2 KJ3
Komersial jasa dengan luas min. 200 – 1.000 m2 KJ4
Komersial jasa pusat pelayanan kota
KJ5
2.
Fasilitas Pelayanan [F] : Fasilitas Sosial [FS] dan Fasilitas Umum [FU]
Fasilitas social F2
Fasilitas yang disediakan oleh pemerintah atau swasta untuk masyarakat, seperti sekolah (TK-SMA), rumah sakit, klinik, dan tempat ibadah (gereja, masjid, dll.)
Perguruan tinggi F3
Peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk sarana pendidikan tinggi
Fasilitas umum F12Ruang Terbuka Hijau (RTH) atau taman public
3. Perkantoran P
Peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya difungsikan untuk pengembangan kegiatan pelayanan pemerintahan dan tempat bekerja/berusaha, tempat berusaha, dilengkapi dengan fasilitas umum/sosial pendukungnya
Sumber : Klasifikasi Zona RDTRK Wilayah Cibeunying Kota Bandung, 2010; dan Lampiran Permen PU No.
20/PRT/M/2011, 2011
Zona yang telah diklasifikasikan dan dijabarkan di atas, memiliki pengertian, tujuan, serta
kualitas yang diharapkan (kualitas lokal minimum), yang ditunjukkan pada tabel di bawah
ini. Pendefinisian dan kualitas lokal tersebut dibuat agar dapat menjadi rujukan awal
penentuan aturan-aturan yang berlaku di tiap zonanya sehingga implementasi Peraturan
Zonasi ini dapat sesuai dengan pengelompokan zona yang telah ditetapkan.
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 11
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
TABEL IV.2 Definisi Zona dan Kualitas Lokal Minimum di Wilayah Perencanaan
NO. ZONA / SUB-ZONAMATERI YANG DIATUR
DESKRIPSI TUJUAN KUALITAS LOKAL MINIMUM KETENTUAN UMUM
1. Komersial
Kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan komersial, termasuk perdagangan, jasa, hiburan, dan perhotelan yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada suatu kawasan perkotaan.
Menyediakan lahan untuk menampung kegiatan perdagangan dan jasa.
Kawasan komersial (perdagangan dan jasa) yang nyaman, aman, dan produktif untuk berbagai macam pola pengembangan komersial.
Klasifikasi yang lebih detail terdiri atas komersial perdagangan [KP] dan komersial jasa [KJ].
1.1 Komersial Perdagangan [KP]
Kawasan komersial perdagangan mencakup perdagangan grosir, eceran aglomerasi (pusat belanja/mall, tunggal/toko maupun berupa linier serta perdagangan di pusat primer dan sekunder. KP4 merupakan kawasan perdagangan dengan tipe eceran tunggal atau toko.
Menyediakan lahan untuk menampung kegiatan perdagangan.
Zona perdagangan yang nyaman, aman dan produktif untuk berbagai macam pola pengembangan.
Klasifikasi:- Sub-zona perdagangan didasarkan
pada skala pelayanannya (Regional, Kota dengan Pusat kota; bagian wilayah Kota dengan Sub Pusat Kota dan lingkungan dengan Pusat Lingkungan) maupun luasannya.
Pemanfaatan Ruang:- Menyediakan prasarana minimum
(parkir, bongkar muat, penyimpanan/gudang yang memadai (sesuai standar minimal);
- Tidak menimbulkan gangguan terhadap kepentingan umum
Intensitas:- Intensitas Pemanfaatan Ruang pada
dasarnya ditetapkan dengan mempertimbangkan tipe/karakteristik kegiatan komersial daya dukung baik lahan dan kapasitas jalan (ANDALALIN)
- Ketentuan KDB, KLB dan KDH merujuk pada Tabel Rencana Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDM Minimum;
- Garis Sempadan Bangunan (GSB)
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 12
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
NO. ZONA / SUB-ZONAMATERI YANG DIATUR
DESKRIPSI TUJUAN KUALITAS LOKAL MINIMUM KETENTUAN UMUM
Berdasarkan pusat layanan dan bentuk komerial:- Pusat Kota
(a). Shopping street: Minimum 0 meter
(b). Pusat Belanja termasuk hotel dan perkantoran: Minimum dihitung berdasarkan rumus GSB = (0.5 x lebar rumija) + 1 untuk jalan > 8 meter, sedangkan untuk jalan ≤ 8 meter menggunakan rumus GSB = 0.5 x lebar rumija.
(c). Untuk GSB samping dan belakang diatur berdasarkan pertimbangan keselamatan, estetika atau karakter kawasan yang ingin dibentuk.
- Sub Pusat Kota:(a). Shopping street:
Minimum 0 meter(b). Pusat Belanja termasuk
hotel dan perkantoran: Minimum dihitung berdasarkan rumus GSB = (0.5 x lebar rumija) + 1 untuk jalan > 8 meter, sedangkan untuk jalan ≤ 8 meter menggunakan rumus GSB = 0.5 x lebar rumija.
(c). Untuk GSB samping dan belakang diatur berdasarkan pertimbangan keselamatan, estetika atau karakter kawasan yang
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 13
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
NO. ZONA / SUB-ZONAMATERI YANG DIATUR
DESKRIPSI TUJUAN KUALITAS LOKAL MINIMUM KETENTUAN UMUM
ingin dibentuk.- Sub Pusat Lingkungan:
(a). Ketentuan GSB mengikuti aturan lingkungan (perumahan tempat komersial tersebut berada)
(b). Berdasarkan koridor jalan untuk bukan shopping street:
(c). Arteri: GSB minimum 15 meter
(d). Kolektor: GSB minimum 10 meter
(e). Lokal dan Lingkungan: GSB minimum 5 meter
Koefisien Tapak Basement (KTB)- Maksimum sama dengan KDB dan
tidak dibawah RTH/KDH.- GSB KTB mengikuti ketentuan
Peraturan Daerah yang berlaku
Koefisien Dasar Hijau (KDH)- Minimum 10% kecuali untuk bentuk
komersial shopping street minimum 0%
Ketentuan lainnya:- Parkir harus dalam bentuk
grassblock.- Jalan dalam persil menggunakan
paving blok tanpa beton dibawahnya untuk resapan air. Aspal hanya digunakan untuk jalan umum.
1.2 Komersial Jasa [KJ]
Kawasan komersial jasa mencakup kegiatan jasa pada luasan lahan > 10.000 m2, 5.000 m2 – 10.000 m2, 1.000 m2
Menyediakan lahan untuk menampung kegiatan jasa.
Zona jasa yang nyaman, aman dan produktif untuk berbagai macam pola pengembangan.
Klasifikasi:- Sub-zona jasa didasarkan pada skala
pelayanannya (Regional, Kota dengan Pusat kota; bagian wilayah
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 14
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
NO. ZONA / SUB-ZONAMATERI YANG DIATUR
DESKRIPSI TUJUAN KUALITAS LOKAL MINIMUM KETENTUAN UMUM
– 5.000 m2 [KJ3], 200 m2 – 1.000 m2 [KJ4], dan kegiatan jasa yang berada di pusat primer [KJ5] dan pusat sekunder.
Kota dengan Sub Pusat Kota dan lingkungan dengan Pusat Lingkungan) maupun luasannya.
Pemanfaatan Ruang:- Menyediakan prasarana minimum
parkir, yang memadai (sesuai standar minimal);
- Tidak menimbulkan gangguan terhadap kepentingan umum
Intensitas:- Intensitas Pemanfaatan Ruang pada
dasarnya ditetapkan dengan mempertimbangkan tipe/karakteristik kegiatan komersial daya dukung baik lahan dan kapasitas jalan (ANDALALIN)
- Ketentuan KDB, KLB dan KDH merujuk pada Tabel Rencana Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDM Minimum;
- Garis Sempadan Bangunan (GSB)Berdasarkan pusat layanan dan bentuk komerial:- Pusat Kota
(a). Minimum dihitung berdasarkan rumus GSB = (0.5 x lebar rumija) + 1 untuk jalan > 8 meter, sedangkan untuk jalan ≤ 8 meter menggunakan rumus GSB = 0.5 x lebar rumija.
(b). Untuk GSB samping dan belakang diatur berdasarkan pertimbangan keselamatan, estetika atau karakter kawasan yang
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 15
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
NO. ZONA / SUB-ZONAMATERI YANG DIATUR
DESKRIPSI TUJUAN KUALITAS LOKAL MINIMUM KETENTUAN UMUM
ingin dibentuk.- Sub Pusat Kota:
(a). Minimum dihitung berdasarkan rumus GSB = (0.5 x lebar rumija) + 1 untuk jalan > 8 meter, sedangkan untuk jalan ≤ 8 meter menggunakan rumus GSB = 0.5 x lebar rumija.
(b). Untuk GSB samping dan belakang diatur berdasarkan pertimbangan keselamatan, estetika atau karakter kawasan yang ingin dibentuk.
- Sub Pusat Lingkungan:(a). Ketentuan GSB mengikuti
aturan lingkungan perumahan.
(b). Berdasarkan koridor jalan untuk bukan shopping street:
(c). Arteri: GSB minimum 15 meter
(d). Kolektor: GSB minimum 10 meter
(e). Lokal dan Lingkungan: GSB minimum 5 meter
Koefisien Tapak Basement (KTB)- Maksimum sama dengan KDB dan
tidak dibawah RTH/KDH.- GSB KTB mengikuti ketentuan
Peraturan Daerah yang berlaku
Koefisien Dasar Hijau (KDH)- Minimum 10% kecuali untuk bentuk
komersial shopping street minimum
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 16
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
NO. ZONA / SUB-ZONAMATERI YANG DIATUR
DESKRIPSI TUJUAN KUALITAS LOKAL MINIMUM KETENTUAN UMUM
0%
Ketentuan lainnya:- Parkir harus dalam bentuk
grassblock.- Jalan dalam persil menggunakan
paving blok tanpa beton dibawahnya untuk resapan air. Aspal hanya digunakan untuk jalan umum.
2. Fasilitas Pelayanan
Kawasan fasilitas pelayanan berisi sarana untuk melancarkan dan memberi kemudahan pelaksanaan fungsi tertentu.
Menyediakan lahan fasilitas penunjang kehidupan untuk melancarkan dan memberi kemudahan bagi masyarakat (permukiman)
Tersedianya Fasilitas Sosial (FS) dan Fasilitas Umum (FU) sesuai standar yang sehat, nyaman, selamat, aman dan asri sesuai dengan ragam kepadatan dan tipe hunian yang dikembangkan
Klasifikasi:- Kawasan fasilitas pelayanan
mencakup Zona Fasilitas Sosial [FS] dan Zona Fasilitas Umum [FU]
2.1 Fasilitas Sosial [FS] Kawasan fasilitas sosial mencakup fasilitas yg disediakan oleh pemerintah atau swasta untuk masyarakat, seperti rumah sakit, klinik, tempat ibadah, dan sekolah [F2], serta perguruan tinggi [F3].
Menyediakan lahan untuk fasilitas sosial penunjang kawasan perumahan.
Lingkungan fasilitas sosial yang sehat, nyaman, selamat, aman dan asri sesuai dengan ragam kepadatan dan tipe hunian yang dikembangkan.
Klasifikasi:- Klasifikasi fasilitas sosial didasarkan
pada skala pelayanan (Nasional, Regional, Kota, Kecamatan, kelurahan dll)
Pemanfaatan Ruang:- Pemanfaatan ruang pada zona
fasilitas sosial tidak diperkenankan yang mengganggu berlangsungnya kegiatan fasilitas sosial.
Intensitas:- Ketentuan KDB, KLB dan KDH
merujuk pada Tabel Rencana Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDM Minimum.
- GSB minimum mempertimbangkan aspek keselmatan dan perlindungan atas kebisingan.
- Tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 17
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
NO. ZONA / SUB-ZONAMATERI YANG DIATUR
DESKRIPSI TUJUAN KUALITAS LOKAL MINIMUM KETENTUAN UMUM
lahan, kawasan keselamatan operasi penerbangan serta mempertimbangkan aspek keselamatan penghuni.
- Ketentuan untuk perguruan tinggi diatur khusus.
2.2 Fasilitas Umum [FU] Kawasan fasilitas umum mencakup fasilitas lingkungan yang berfungsi untuk menyelenggarakan dan mengembangkan kehidupan umum, termasuk di dalamnya ruang terbuka hijau dan taman publik [F12].
Menyediakan lahan untuk fasilitas umum penunjang kawasan perumahan.
Lingkungan fasilitas umum yang sehat, nyaman, selamat, aman dan asri sesuai dengan ragam kepadatan dan tipe hunian yang dikembangkan
Klasifikasi:- Fasilitas Umum [FU] dapat berupa
fasilitas umum non hijau seperti ruang terbuka, squre dll maupun RTH [F12] seperti taman.
Pemanfaatan Ruang:- Pemanfaatan ruang pada zona
fasilitas umum tidak diperkenankan yang mengganggu berlangsungnya kegiatan fasilitas umum.
Intensitas:- Ketentuan KDB, KLB dan KDH
merujuk pada Tabel Rencana Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDM Minimum; Khusus untuk F12 atau RTH, KDH minimum 90 %, atau KDB maksimum 10% dan hanya dipergunakan untuk fasilitas penunjang RTH seperti toilet, ruang ganti jika RTH digunakan untuk lapangan Olah Raga, perkerasan jalur pedestrian, parkir, bangku/tempat duduk dan fasilitas penunjang fungsi RTH sejenisnya.
- GSB minimum mempertimbangkan aspek keselmatan dan perlindungan atas kebisingan;
- Tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan, kawasan keselamatan operasi penerbangan serta
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 18
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
NO. ZONA / SUB-ZONAMATERI YANG DIATUR
DESKRIPSI TUJUAN KUALITAS LOKAL MINIMUM KETENTUAN UMUM
mempertimbangkan aspek keselamatan penghuni.
3. Perkantoran [P]
Kawasan Perkantoran [P] mencakup kawasan untuk tempat kegiatan pemerintahan, baik nasional, provinsi, maupun kota.
Menyediakan lahan untuk pengembangan kegiatan pemerintahan dengan tipe dan karakteristik yang bervariasi di seluruh wilayah kota .
Lingkungan pemerintahan yang sehat, nyaman, selamat, aman dan asri sesuai dengan ragam karakteristik dan tipe pemerintahan yang dikembangkan.
Klasifikasi:- Klasifikasi guna lahan dapat
dibedakan berdasarkan jenis instansi (pusat, nasional, kota/kabupaten) atau berdasarkan skala pelayanan (Regional, kota, sub pusat kota, atau lingkungan)
Pemanfaatan Ruang:- Kegiatan penunjang terkait dengan
pemerintahan diperkenankan sepanjang tidak mengganggu kegiatan pemerintahan [tempat ibadah, kantin]
Intensitas:- Ketentuan KDB, KLB dan KDH
merujuk pada Tabel 10 Rencana Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDM Minimum;
- GSB mempertimbangkan aspek keselamatan dan kebisingan;
- Dilengkapi prasarana minimum sesuai standar (parkir misalnya)
- Tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan dan prasarana lingkungan, kawasan keselamatan operasi penerbangan serta mempertimbangkan aspek keselamatan penghuni.
Sumber : RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2030, 2010
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 19
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
IV.2 KLASIFIKASI KEGIATAN
Penyusunan jenis kegiatan di masing-masing zona yang terdapat di dalam wilayah perencanaan
ini dilakukan dengan melengkapi daftar kegiatan yang terdapat di Lampiran I Konsep Dasar
Panduan Penyusunan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Departemen PU (2006) dengan
hasil observasi langsung di wilayah perencanaan pada tahun 2013. Berikut adalah jenis
kegiatan yang sesuai dengan fungsi zona non-perumahan yang terdapat di dalam wilayah
perencanaan.
TABEL IV.2 Klasifikasi Kegiatan Tiap Zona di Wilayah Perencanaan
Komersial (K) Fasilitas Pelayanan (F) Perkantoran (P)Perdagangan- Warung- Toko- Peertokoan- Pasar tradisional- Pasar lingkungan- Penyaluran grosir- Pusat perbelanjaang- Supermarket- Mall- Plaza- Shopping center- Minimarket- Factory Outlet
Pendidikan- TK- SD/MI- SLTP/MTS- SMU/MA/SMAK- Akademi/Perguruan Tinggi
Pemerintahan- Kantor pemerintah
pusat/nasional- Kantor provinsi- Kantor kota/kabupaten- Kantor kecamatan- Kantor kelurahan
Jasa Umum- Jasa bangunan- Lembaga keuangan- Komunikasi- Pemakaman- Pusat riset dan
pengembangan IPTEK- Perawatan/perbaikan/
renovasi barang- Perbaikan kendaraan
(bengkel)- SPBU- Penyediaan ruang
pertemuan- Penyediaan makanan dan
minuman- Travel dan pengiriman
barang- Pemasaran properti- Perkantoran/bisnis
lainnya
Kesehatan- Rumah Sakit tipe A- Rumah Sakit tipe B- Rumah Sakit tipe C- Rumah Sakit tipe D- Rumah Sakit gawat darurat- Rumah Sakit bersalin- Laboratorium kesehatan- Puskesmas- Puskesmas pembantu- Balai pengobatan- Pos kesehatan- Posyandu- Dokter umum- Dokter spesialis- Bidan- Klinik/poliklinik- Klinik dan/atau Rumah
Sakit Hewan
Hiburan/Rekreasi- Taman hiburan- Taman perkemahan- Bisnis lapangan olahraga
Olahraga dan Rekreasi- Tempat bermain
lingkungan- Tempat bermain lokal
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 20
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
Komersial (K) Fasilitas Pelayanan (F) Perkantoran (P)- Studio ketrampilan- Panti pijat- Klub malam dan bar- Hiburan dewasa lain- Teater- Bioskop- Kebun Binatang- Resort- Restoran
- Taman- Lapangan olahraga- Gelanggang remaja- Gedung olahraga- Museum- Stadion- Gedung olah seni- Bioskop- Teater- Kafe
Jasa Khusus- Penginapan hotel- Penginapan losmen- Cottage- Salon- Laundry- Penitipan Hewan- Penitipan Anak
Bina Sosial- Gedung pertemuan
lingkungan- Gedung serba guna- Gedung pertemuan kota- Balai pertemuan dan
pameran- Pusat informasi lingkungan- Lembaga sosial/organisasi
kemasyarakatanPeribadatan- Masjid- Langgar- Gereja- Pura- Kelenteng
Persampahan- TPS- TPA- Pengolahan
sampah/limbah- Daur ulang- Penimbunan barang
rongsokan- Pembongkaran kendaraan
bermotorKomunikasi- Telepon Umum- Pusat transisi/pemancar
jaringan telekomunikasiSumber: Lampiran III Konsep Dasar Panduan Penyusunan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Departemen PU, 2006
IV.3 BLOK PERUNTUKAN
Untuk melanjutkan proses penyusunan Peraturan Zonasi, dilakukan penetapan blok
peruntukan di dalam wilayah perencanaan untuk mempermudah pemberian aturan yang
mengikat di dalam wilayah perencanaan tiap zona/sub-zonanya. Blok peruntukan adalah
sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan fisik yang nyata (seperti
jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan (ekstra) tinggi, pantai,
dan lain-lain), maupun yang belum nyata (rencana jaringan jalan dan rencana jaringan
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 21
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota). Sementara untuk penamaan tiap blok
peruntukan dilakukan dengan memberikan nomor blok peruntukan yang dilakukan dengan
rumus sebagai berikut:
Nomor blok = [kode pos] - [ __ __ __ ] - [ __ ]
Berikut adalah identifikasi blok peruntukan zona non-perumahan yang ada di dalam wilayah
perencanaan:
TABEL IV.3 Identifikasi Blok Peruntukan di Wilayah Perencanaan
NO. NOMOR BLOK LOKASI ZONA / SUB-ZONA1. 12345 - 001 - a Jalan KP4
Sumber: Hasil Pengolahan, 2013
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 22
3 digit angka sebagai
nomor urut
huruf sebagai opsi untuk pemecahan blok
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
GAMBAR 4.1 Peta Blok Peruntukan di Wilayah Perencanaan
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 23
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
V. PENYUSUNAN PERATURAN TEKNIS ZONASI
Sebagai salah satu perangkat pengendalian pemanfaatan ruang, Peraturan Zonasi berisi
peraturan teknis zonasi sehingga dapat menjadi panduan, ketentuan, dan batasan bagi
seluruh stakeholders dalam memanfaatkan ruang agar dapat lebih terarah. Menurut Konsep
Dasar Panduan Penyusunan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Departemen PU (2006),
Aturan Teknis Zonasi didefinisikan sebagai aturan pada suatu zonasi yang berisi ketentuan
pemanfaatan ruang (kegiatan atau penggunaan lahan), intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan
tata massa bangunan, ketentuan prasarana minimum yang harus disediakan, aturan lain yang
dianggap penting, dan aturan khusus untuk kegiatan tertentu.
Juga menurut panduan penyusunan ini, terdapat dua jenis panduan/peraturan, termasuk yang
ada di dalam Aturan Teknis Zonasi, yaitu:
1. Peraturan preskriptif, yaitu peraturan yang memberikan ketentuan-ketentuan yang
dibuat sangat ketat, rinci dan terukur sehingga mudah dan jelas untuk diterapkan serta
kecil kemungkinan terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaannya. Contoh peraturan
preskriptif di dalam Aturan Teknis Zonasi antara lain: luas minimum, tinggi maksimum,
KDB maksimum, dll.
2. Peraturan kinerja, yaitu peraturan yang menyediakan berbagai ukuran serta kriteria
kinerja dalam memberikan panduannya. Ketentuan dalam peraturan kinerja tersebut
tidak ketat, tetapi didasarkan pada kriteria/batasan tertentu sehingga perencana lebih
bebas berkreasi dan berinovasi, sehingga hasilnya akan lebih beragam. Contoh peraturan
kinerja di dalam Aturan Teknis Zonasi antara lain: batasan kegiatan terhadap kapasitas
prasarana jalan, terhadap ukuran tingkat kebisingan, dll.
Kedua jenis panduan/peraturan ini diterapkan dalam penyusunan Aturan Teknis Zonasi yang
terbagi atas beberapa bentuk yang dijelaskan di bawah ini.
V.1 ATURAN KEGIATAN DAN PENGGUNAAN LAHAN
V.2 ATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG
V.3 ATURAN TATA MASSA BANGUNAN
V.4 ATURAN PRASARANA MINIMUM
V.5 ATURAN LAIN/TAMBAHAN
V.6 ATURAN KHUSUS
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 24
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 25
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 26
TABEL Rencana Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDH Minimum
Kawasan
KDB Maksimum KLB MaksimumKDH
Minimum
KeteranganFungsi Jalan Fungsi Jalan
Arteri
Kolektor
Lokal
Arteri
Kolektor
Lokal
Perkantoran [P]
Luas ¿ 5000 m2
40%
50% 50% 1,6 1,5 1,2 50%
Prasarana harus disediakan sesuai standar teknis, terutama kebutuhan parkir
Pelayanan Umum [F]
Fasilitas sosial
50%
50% 60% 1,0 1,0 0,640%
Permohonan pembangunan harus melalui pengkajian rancangan (design review) yang menilai dampak pembangunan tersebut terhadap berbagai aspek yang berkaitan
Prasarana harus disediakan sesuai standar teknis, terutama kebutuhan parkir
Fasilitas umum50%
50% 60% 1,0 1,0 0,6 40%
Permohonan pembangunan harus melalui pengkajian rancangan (design review) yang menilai dampak pembangunan tersebut terhadap berbagai aspek yang berkaitan
Prasarana harus disediakan sesuai standar teknis, terutama kebutuhan parkir
Permohonan pembangunan harus melalui pengkajian rancangan (design review) yang menilai
Pl 4007 – Topik Khusus dalam Perencanaan
VI. PENYUSUNAN STANDAR TEKNIS
VII. PEMILIHAN TEKNIK PENGATURAN ZONASI
VIII. PENYUSUNAN PETA ZONASI (ZONING MAP)
IX. PRODUK ZONING TEXT DAN ZONING MAP
1. Kegiatan dan penggunaan lahan
2. Intensitas pemanfaatan ruang ; KDB KLB (maks) KDH (min) GSB (min) tinggi bangunan
(maks) – garis bukaan langit dari as jalan
3. Prasarana minimum : lahan parker, bongkar muat, gudang, dimensi dan kelengkapan
jaringan jalan, prasarana lain
4. Ketentuan khusus
Ruas jalan :
Cikapayang – bersyarat : jasa perdagangan, pengiriman barang, skala pelayanan local, bkn
pergudangan
Djuanda – bersyarat : jasa kendaraan bermotor, SPBU
DU – bersyarat : jasa kendaraan bermotor, SPBU
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KAWASAN NON-PERUMAHAN | 27