peningkatan profesionalisme guru biologi...
TRANSCRIPT
Laporan Hibah Kompetensi
PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU BIOLOGI MELALUI MODEL
INSERVICE DUAL MODE
Dr. phil. Ari Widodo, M. Ed.
Batch I Angkatan I
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan. Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan
Hibah Kompetensi, Nomor: 269/SP2H/PP/DP2M/V/2009 Tanggal 30 Maret 2009
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2009
Laporan Hibah Kompetensi
PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU BIOLOGI MELALUI MODEL
INSERVICE DUAL MODE
Dr. phil. Ari Widodo, M. Ed.
Batch I Angkatan I
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan
Hibah Kompetensi, Nomor: 269/SP2H/PP/DP2M/V/2009 Tanggal 30 Maret 2009
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2009
HIBAH KOMPETENSI
1. Judul Kegiatan
2. Jenis Kegiatan
3. Nama Ketua Tim Pengusul
4. Jurusan
Fakultas
Perguruan Tinggi
5. Alamat
No. Telepon/Faks E-mail No. telepon
6. Lamanya Kegiatan 7. Nama dan alamat lengkap peers
Peningkatan Profesionalisme Guru Biologi
Melalui Model Inservice Dual Mode
Penelitian
Dr. phil. Ari Widodo, M. Ed
Pendidikan Biologi
FPMIPA
Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Dr. Setiabudhi 229 Bandung
022-2001937 [email protected] 081321656749 3 tahun
- dari dalam negeri
- dari luar negeri
: Prof. Dr. Nuryani Rustaman, M. Pd. Jurdik Biologi FPMIPA UPI JL Dr. Setiabudhi 229 Bandung : Prof. Dr. Reinders Duit
IPN an der Universitat Kiel OlshausenstraBe 62 D-24098 Kiel - Germany
Meng Ke Penelitian dan Pengabdian
at,
Bandung, November 2009 Ketua Tim Pelaksana,
NIP. 195507551981031 rto, MSIE) (Dr. Phil. Ari Widodo, M. Ed;
NIP. 196705271992031001
Mengetahui Pembantu Rektor Bidang Perencanaan dan Litbang
J^aiggrsitas Pendidikan Indonesia,
RINGKASAN
Pembinaan profesionalisme guru merupakan masalah yang sangat
mendesak dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Meskipun
kegiatan peningkatan profesionalisme sudah banyak dilakukan namun
dampaknya terhadap peningkatan kualitas pendidikan masih belum terlalu
tampak. Keterbatasan penyelenggara dan guru dalam hal waktu, tenaga, dana,
sumber dan daya manusia serta kondisi geografis Indonesia yang sangat luas
menyebabkan banyak guru yang kurang mendapat kesempatan untuk mengikuti
program yang ditawarkan. Melalui kegiatan penelitian ini akan dikembangkan
model pelatihan guru dengan sistem dual mode. Dengan sistem bual mode ini
bagian-bagian tertentu dalam program peningkatan profesionalisme guru
dilakukan secara konvensional melalui tatap muka dan ada bagian-bagian
tertentu yang dilakukan dengan memanfaatkan internet.
Kegiatan penelitian ini direncanakan berlangsung dalam 3 tahap dengan
jangka waktu satu tahun untuk tiap tahapnya. Pendekatan yang digunakan juga
mengikuti prinsip siklus Developmental Research, yang te rd i r i : 1. Tahap analisis
kondisi dan kebutuhan profesional guru-guru biologi; 2. Tahap pengembangan
dan pengujian produk; dan 3. Tahap pengujian di lapangan dan dilanjutkan
dengan penyempurnaan produk dan diseminasi.
Pada tahun kedua penelitian difokuskan beberapa kegiatan berikut: i)
Pengembangan model inservice dual mode; 2). Pengembangan paket program
pelatihan dengan mode tatap muka; 3). Pengembangan paket pelatihan online
yang berbentuk multimedia, modul elektronik, dan video; 4). Penyiapan
website dan fasilitas pendukungnya; 5). Pelatihan dual mode secara terbatas;
dan 6). Penyempurnaan untuk diseminasi secara luas. Hasil uj i coba terbatas
terhadap bahan-bahan pelatihan yang telah dikembangkan menunjukkan bahwa
bahan-bahan tersebut sudah bisa digunakan. Bahan-bahan tersebut terus
disempurnakan agar dapat digunakan secara lebih luas pada Penelitian Tahap III
yang direncanakan dilakukan pada tahun ketiga.
i
DAFTAR ISI
Ringkasan 1
Daftar Isi "
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang 1
1.2 Tujuan
BAB I I KAJIAN PUSTAKA 4
2.1 Roadmap penelitian 4
2.2 Hasil tahun pertama 7
2.3 Kebaharuan penelitian 9
2.4 Luaran kegiatan 10
BAB I I I METODE PELAKSANAAN 11
BAB IV HASIL PENELITIAN 14
4.1 Penyiapan website dan isinya 14
4.2 Penyiapan bahan-bahan pelatihan 16
4.3 Hasil pelatihan mengenai kompetensi pedagodi 18
4.4 Hasil pelatihan mengenai kompetensi materi biologi 21
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPRAN-LAMPIRAN 24
i i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan kualitas pendidikan di Indonesia banyak mendapat sorotan.
Rendahnya pencapaian siswa dalam UAN dan hasil studi komparasi antar negara
(Gonzales et aL, 2004; OECD/UNESCO-UIS, 2003) merupakan salah satu
indikator rendahnya kualitas pendidikan. Walaupun kualitas keberhasilan
ditentukan oleh banyak hal, misalnya kurikulum, sarana dan prasarana,
dukungan orang tua dan masyarakat, namun guru sebagi ujung tombak
pendidikan merupakan pihak yang paling banyak disorot. Oleh karena i tu
muncul berbagai usaha untuk meningkatkan profesionalisme guru.
Pembinaan professionalisme guru di Indonesia dilaksanakan oleh berbagai
pihak, mulai dari tingkat pemerintahan pusat (Depdiknas), pemerintahan
daerah (Dinas), dan tingkatan sekolah (Gambar 1.1).
Ditjen Mutu Pendidikan
LPMP PPPPTK
G u r u I P A
G u r u I P A
P r o f e s i o n a l
Ditjen Dikti
PPTK&KPT
Dinas Pendidikan
MGMP IPA, K.K.G
Kepala Sekolah
Penga-was
PGRI
HISPPI PAI
Organ isasi Profesi
Gambar 1.1 Pihak-pihak yang terl ibat dalam pembinaan profesionalitas guru
i
Selain unsur yang berasal dari kelembagaan pemerintah, terdapat pula
yang berasal dari organisasi profesi seperti PGRI, ISPI, HISPPIPAI maupun dari
pihak lain, misalnya perguruan tinggi. Semua pihak tersebut pada dasarnya ikut
berperan serta dalam pembinaan profesionalisme guru.
Pembinaan professionalisme guru pada tingkat sekolah dilakukan oleh
kepala sekolah dan MGMP sekolah yang dalam pelaksanaannya dilakukan dalam
bentuk pertemuan periodik untuk mendiskusikan peningkatan kualitas
pembelajaran. Kepala sekolah melakukan pembinaan professional secara
internal dalam bentuk supervisi akademis dan non akademis kepada para guru.
Pembinaan yang berasal dari pihak lain dilakukan dalam berbagai bentuk, baik
i tu seminar, lokakarya, dan penataran.
Secara teknis pelaksanaan program peningkatan profesionalisme yang
konvensional seringkali juga berhadapan dengan beberapa permasalahan terkait
kemampuan pemberi layanan dan juga kondisi geografis Indonesia.
1. Jumlah guru yang harus mendapatlan layanan pengembangan
profesionalisme jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuan
lembaga-lembaga (LPMP, P4TK, dan perguruan tinggi) yang bisa
memberikan layanan. Akibatnya dengan sistem yang telah ada, hanya
sedikit sekali guru yang mendapatkan kesempatan mengikuti program
peningkatan profesionalisme. Sebagian besar guru justeru belum
berkesempatan mengikuti kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan
profesionalisme.
2. Kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan medan yang berat
menyebabkan banyak guru (terutama guru-guru yang tinggal di daerah
terpencil) seringkali tidak pernah mendapat kesempatan mengikuti
program yang ditawarkan.
1.2 Tujuan
Tujuan umum kegiatan ini adalah untuk meningkatkan profesionalitas guru-guru
biologi sehingga pada gilirannya bisa meningkatkan kualitas dan hasil
pembelajaran biologi di sekolah. Adapun tujuan khusus yang akan dicapai
adalah:
2
1. Memperluas jangkauan pemberian layanan profesional kepada guru-guru
biologi.
2. Meningkatkan pemahaman konsep guru-guru, terutama tentang
perkembangan biologi terkini.
3. Meningkatkan pengetahuan guru-guru tentang pendekatan dan metode
pembelajaran terk in i .
4. Meningkatkan kemampuan guru dalam menggunakan media
pembelajaran, terutama ICT.
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Roadmap penel i t ian
Sekalipun sudah banyak program peningkatan profesionalisme guru yang
telah dilakukan, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kualitas
pembelajaran di dalam kelas tidak banyak berubah. Setelah mengikuti suatu
kegiatan penataran, cara guru mengajar tetap saja seperti sebelum mengikuti
kegiatan penataran. Ada dua kegiatan utama yang telah kami lakukan terkait
peningkatan profesionalitas guru, yaitu studi deskritif melalui angket untuk
tentang gambaran program peningkatan profesionalitas guru (Widodo, Riandi,
Amprasto 6t Wulan, 2006) dan studi exper imenta l untuk mendapatkan
gambaran pemanfaatan program coaching (Widodo, Riandi fr Supriatno, 2007).
Berdasarkan survei yang telah kami lakukan (Widodo, Riandi, Amprasto
£t Ana Ratna Wulan, 2006) diperoleh hasil sebagai berikut
a. Program peningkatan profesionalitas guru hendaknya memperhatikan
aspek pemerataan. Keluhan yang sering diungkapkan oleh para guru
adalah bahwa ada orang-orang tertentu yang seringkali mendapatkan
kesempatan untuk mengikuti berbagai kegiatan sedangkan sebagian yang
lain tidak/jarang mendapatkan kesempatan
b. Program-program peningkatan profesionalisme guru-guru sains yang telah
ada jarang sekali membahas permasalahan yang ada di lapangan.
Walaupun materi yang disajikan bisa dipahami dengan baik oleh para
guru namun sulit diimplementasikan.
c. Program-program peningkatan profesionalisme guru-guru sains yang telah
ada jarang sekali d i ikut i dengan monitoring dan evaluasi.
d. Program-program peningkatan profesionalisme guru-guru sains yang telah
ada seringkali tidak sesuai dengan kondisi sekolah baik dalam hal
ketersediaan sarana dan prasarana, pengelolaan waktu, dan kondisi
siswa.
e. Kegiatan peningkatan profesionalisme guru di masa mendatang
hendaknya menggabungkan antara teori dan praktek.
4
f. Pengayaan materi sains terkini dan metode pembelajaraq. merupakan dua
topik kegiatan yang perlu dilakukan.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, program-program peningkatan
profesionalisme guru-guru sains di masa mendatang hendaknya memiliki c i r i -
ciri sebagai berikut.
a. Kegiatan dalam peningkatan profesionalisme guru sains terd i r i dari dua
bagian, yaitu pelatihan massal dan kemudian di ikut i dengan
pembimbingan dalam kelompok kecil.
b. Ada monitoring yang berkelanjutan terhadap kegiatan yang dilakukan.
Monitoring bukan bersifat evaluatif namun lebih bersifat bimbingan klinis
yang dilakukan dalam jangka waktu ter tentu.
Model pengembangan profesionalisme guru yang mempunyai c i r i -c i r i tersebut
dapat direpresentasikan dalam gambar berikut (l ihat Gambar 2)
Pelatihan Massal Berbasis kelompok bidang studi
• Materi kontekstual • Latihan & contoh konkret • Media 3 dimensi • Local material • Berbasis kelompok (MGMP/
sekolah)
• Materi kontekstual • Latihan & contoh konkret • Media 3 dimensi • Local material • Berbasis kelompok (MGMP/
sekolah)
Evaluasi
MGMP, Kepala Sekolah, Komite sekolah, orang tua, Dinas Pendidikan
Monitoring (Bimbingan Klinis)
LPTK
Gambar 2.1 Diagram model program peningkatan profesionalisme guru sains
5
Dari penelitian lanjutan yang kami lakukan (Widodo, Riandi, Supriatno,
2007) tentang pemanfaatan paket program coaching berbasis video diperoleh
hasil sebagai berikut.
a. Paket program coaching tersebut bisa membantu coachee (terutama
guru) untuk menyadari kelemahan dalam dirinya yang perlu diperbaiki,
mendapatkan ide untuk memperbaikinya kelemahan yang dimi l ik i , dan
memotivasi mereka untuk meningkatkan kemampuan d i r i .
b. Berbeda dari program-program peningkatan profesionalisme yang telah
ada, coaching berbasis video bersifat lebih personal (sehingga bisa
memenuhi kebutuhan guru yang beragam) dan kontekstual (sesuai
dengan permasalahan yang dihadapi guru di lapangan).
Berdasarkan temuan yang diperoleh dari dua penelitian yang telah kami
lakukan direncanakan untuk mengembangkan suatu sistem peningkatan
profesionalitas guru-guru biologi. Secara garis besar road map penelitian ini
dalam kaitan dengan penelitian yang telah dilakukan dapat direpresentasikan
dalam bagan berikut (Gambar 2.2).
Penelitian Tahap I
Anal is is efektivitas program
peningkatan profesionalisme guru
yang telah ada
Penelitian Tahap II
Pemanfaatan coaching berbasis
video
f 1. Need assessment
Penelitian 2. Pengembangan model Tahap III
3. Pengujian & diseminasi
Gambar 2.2 Road map penelitian
6
2.2 Hasil tahun pertama
Pada tahun pertama telah berhasil diidentifikasi jenis kegiatan
profesionalisme yang dibutuhkan guru. Secara umum hasil need assessment
menunjukkan bahwa guru memang membutuhkan pelatihan dan pelatihan
melalui internet memang moda pelatihan yang diharapkan guru. Meskipun
demikian, kemampuan yang dimiliki guru (baik peralatan maupun pengetahuan)
tentang komputer dan internet sangat beragam. Sebagian guru memil iki
fasilitas komputer dan internet dan juga memil iki pengetahuan dan
keterampilan yang baik, namun banyak juga guru yang tidak memil iki fasilitas
komputer dan juga tidak bisa menggunakan komputer.
Pelatihan dual mode memang tidak seperti e-learning yang biasa
diterapkan di perguruan tinggi. Ada beberapa perbedaan mendasar antara e-
learning dan inservice dual mode. Pertama, karakteristik peserta e-learning
bersifat homogen baik dari sisi usia, kemampuan, dan kebutuhan. Sebaliknya
guru-guru peserta pelatihan dual mode memiliki latar belakang yang beragam.
Kedua, waktu yang dimil ik i guru dan mahasiswa sangat berbeda. Mahasiswa
pada umumnya memil ik i jadwal yang relatif sama sedangkan guru memiliki
kegiatan yang sangat beragam. Oleh karena i tu pelatihan dengan dual mode
harus bisa mengakomodasi keragaman yang d imi l ik i para guru dan
memanfaatkannya sebagi sebuah potensi.
Dari hasil need assessmen terungkap bahwa 90% sekolah memiliki
fasilitas komputer. Hal ini menunjukkan bahwa peluang untuk dilakukannya
pelatihan dengan dual mode cukup terbuka. Walaupun sekolah yang memiliki
fasilitas internet masih terbatas jumlahnya, namun sesungguhnya akses internet
bisa dengan mudah diusahakan oleh guru maupun sekolah.
Peningkatan profesionalisme guru dengan dual mode bukan hanya
memperluas akses dan jangkauan layanan namun secara tidak langsung juga
memaksa guru untuk mandiri. Kemandirian penting sebab tanpa adanya inisiatif
dari guru, sebaik apapun program tidak akan terjaga keberlanjutannya. Hal ini
dapat di l ihat dari program PKG yang walaupun semula sangat sukses namun
ternyata kurang terjaga keberlanjutannya (Adey, 2004). Hasil kajian terhadap
program peningkatan profesionalisme guru yang telah lalu menunjukkan bahwa
program-program yang telah dilakukan kurang mendorong kemandirian guru.
7
Penggunaan internet diharapkan lebih membuka wawasan guru tentang sumber
informasi yang pada akhirnva mendorong mereka untuk mandiri dalam
mengembangkan diri (Yumuk, 2002).
Karena guru membutuhkan pelatihan tentang konsep-konsep biologi dan
pembelajarannya (model-model pembelajaran, media pembelajaran,
pengelolaan praktikum, dan pengajaran biologi dengan menggunakan
komputer), pelatihan dual mode ini akan menyajikan kedua hal tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Jeanpierre, Oberhauser dan Freeman (2005)
menunjukkan bahwa peningkatan penguasaan guru akan materi berpengaruh
keberhasilan program peningkatan profesionalisme guru. Meskipun demikian,
salah satu kelemahan pelatihan yang sebelumnya adalah memisahkan antara isi
dan pembelajaran. Pemisahan antara isi dan pembelajaran kurang membantu
guru untuk menerapkan dalam pembelajaran (Gunstone, 1999; Hewson et at.,
1999; Hinduan, 200). Karena ini dalam pelatihan dual mode in i , isi dan
pembelajaran akan dipadukan.
Berdasarkan hasil need assessment selanjutnya dikembangkan bahan-
bahan pelatihan. Dengan demikian diharapkan bahan tersebut benar-benar
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan guru.
Tabel 2.1 Ringkasan hasil need assessment dan rencana bahan pelatihan
Hasil need assessment Bahan pelat ihan
1. Guru belum bisa menggunakan komputer
1. Dasar-dasar komputer
2. Guru belum bisa menggunakan
internet
2. Dasar-dasar penggunaan
internet
3. Guru perlu pelatihan tentang media
pembelajaran
3. Media pembelajaran biologi
4. Guru perlu pelatihan tentang model-
model pembelajaran
4. Macam-macam pendekatan
pembelajaran
5. Guru perlu informasi tentang perkembangan biologi
5. Arah perkembangan biologi
6. Guru perlu pendalaman materi
tentang genetika 6. Genetika
7. Guru perlu pendalaman materi
tentang bioteknologi 7. Bioteknologi
8
Tabel 2.1 menunjukkan bahwa secara umum ada tiga tema pelatihan yang
diinginkan guru, yaitu pelatihan tentang komputer dan internet, pelatihan
tentang metodologi pembelajaran, dan pelatihan tentang pendalaman konsep
biologi. Karena i t u ketiga tema ini menjadi int i bahan pelatihan yang akan
dikembangkan oleh penel it i .
Sebagai persipaan untuk pelaksanaan pelatihan dengan dual mode,
peneliti telah mengembangkan sebuah website. Website yang dikembangkan
saat ini dalam tahap uji coba, namun sudah bisa diakses di
http://biologi.upi.edu/pkps/ Bentuk yang tersedia sekarang memang masih
sederhana, namun kedepan website ini akan terus disempurnakan sehingga
memiliki f i t u r - f i t u r yang lebih lengkap. I
2.3 Kebaharuan penel i t ian
Keterbatasan penyelenggara dan guru dalam hal waktu, tenaga, dana,
sumber dan daya manusia merupakan salah satu faktor penghambat untuk
melakukan program peningkatan profesionalisme guru sebagaimana yang
diuraikan di atas. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi saat
ini, sesungguhnya keterbatasan-keterbatasan tersebut bisa ditekan. Dengan
memanfaatkan fasilitas internet, program-program peningkatan profesionalisme
guru dapat dilakukan dengan model dual mode. Maksudnya, bagian-bagian
tertentu dalam program peningkatan profesionalisme guru dilakukan secara
konvensional melalui tatap muka dan ada bagian-bagian tertentu yang
dilakukan dengan memanfaatkan internet.
Program belajar dengan memanfaatkan teknologi internet {e-learning)
sesungguhnya sudah mulai banyak dilakukan. Meskipun demikian e-learning
belum banyak dilakukan untuk program inservice bagi guru-guru. Penggunaan e-
learning sebagai bagian dari program dual mode untuk peningkatan
profesionalisme guru bisa mengatasi keterbatasan model program peningkatan
profesionalisme yang konvensional.
Pertama, dengan sistem dual mode, faktor waktu tidak ter lalu menjadi
masalah. Guru ter ikat dengan tugas mengajar yang te r ten tu waktunya. Sungguh
tidak mungkin apabila guru harus meninggalkan kelas dalam waktu lama karena
harus mengikuti program peningkatan profesionalisme. Dengan sistem dual
9
mode, guru tidak perlu terlalu lama meninggalkan sekolah. Hanya pada tahap
awal program saja guru harus meninggalkan kelas. Pada tahap implementasi
program guru bisa mengikuti program peningkatan profesionalisme dengan
memanfaatkan fasilitas internet.
Kedua, kondisi Indonesia yang sangat luas, membuat jarak menjadi
permasalahan penting. Sungguh tidak efisien dari segi waktu maupun biaya
apabila guru-guru harus melakukan perjalanan yang jauh hanya unrtuk
mengikuti suatu pertemuan yang hanya berlangsung beberapa jam atau
beberapa hari saja. Dengan memanfaatkan internet, guru t idak peru melakukan
hal ini lagi sebab program peningkatan profesionalisme guru bisa diperolehnya
melalui internet.
Ketiga, monitoring keterlaksanaan program dan dukungan pasca program
merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan guru t idak dapat
menerapkan apa yang telah diperoleh dalam program peningkatan
profesionalisme. Dengan sistem dual mode penyelenggara dan guru masih dapat
terus berkomunikasi dan memberikan dukungan.
Keempat, salah satu kelemahan sistem pengembangan profesionalisme guru
yang telah ada adalah kurangnya perhatian terhadap kebutuhan individual
setiap guru. Program-program peningkatan profesionalisme guru yang telah ada
pada umumnya berisikan sesuatu yang dinilai diperlukan/bisa dilakukan oleh
semua guru. Permasalahan pembelajaran yang dihadapi setiap guru sangatlah
beragam. Oleh karena i tu program peningkatan profesionalisme guru hendaknya
bisa memberikan ruang untuk mengakomodasi kebutuhan guru yang sifatnya
relatif individual. Model dual mode akan bisa melakukan ini sebab guru bisa
memilih jenis program yang lebih sesuai dengan kebutuhannya dan bisa
melakukan kontak secara lebih individual dengan pelaksana program.
2.4 Luaran kegiatan
Luaran yang ditargetkan dari kegiatan penelit ian ini adalah
a. Buku ajar untuk mahasiswa
b. Publikasi jurnal i lmiah bereputasi nasional/intemasional
c. Model pengembangan profesionalisme guru dengan sistem dual mode
d. Fasilitas pengembangan profesional guru dalam bentuk web-based
training program..
10
BAB III
METODE PELAKSANAAN
Pendekatan yang digunakan mengikuti prinsip Developmental Research,
yang te rd i r i : 1. Tahap analisis kondisi dan kebutuhan profesional guru-guru
biologi; 2. Tahap pengembangan dan pengujian produk; dan 3. Tahap pengujian
di lapangan dan dilanjutkan dengan penyempurnaan produk (Borg & Gall, 1989).
Penelitian ini direncanakan dilakukan dalam tiga tahap yang masing-masing
tahapnya berlangsung selama satu tahun. Rencana kegiatan penelitian pada
setiap tahapnya adalah sebagai berikut.
Tahap Pertama
Tahap in i merupakan tahap analisis kebutuhan guru-guru biologi. Langkah-
langkah yang akan ditempuh pada tahap ini adalah: 1). Melakukan analisis
kompetensi profesional guru-guru biologi; 2). Melakukan need assessment untuk
menggali kebutuhan profesional guru-guru biologi; dan 3). Mengembangkan
blueprint model inservice dual mode. Kegiatan tahap pertama telah berhasil
diselesaikan dengan baik.
Tahap Kedua
Tahap kedua merupakan tahap pengembangan dan pengujian model
inservice dual mode. Pada tahap ini akan dilakukan hal-hal berikut.
1. Mengembangkan model inservice dual mode
Saat ini telah mulai dilakukan pertemuan-pertemuan dengan Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP) Biologi untuk menentukan model inservice yang
sesuai dengan kondisi lapangan. Untuk tahap awal telah di ja l in hubungan
dengan MGMP Biologi Kabupaten Sumedang dan MGMP Biologi Bandung
Barat.
2. Mengembangkan paket-paket program pelatihan tatap muka
Draft paket program pelatihan yang telah dikembangkan di tahun pertama
akan disempurnakan di tahun kedua.
3. Mengembangkan paket-paket pelatihan online
11
Paket pelatihan online akan berupa bahan-bahan elektronik (multimedia,
modul elektronik, buku elektronik, dan video pembelajaran). Sebagian
bahan tersebut telah dikembangkan dalam penelitian sebelumnya, misalnya
paket coaching berbasis video (Widodo, Riandi, & Supriatno, 2007),
multimedia pembelajaran (Liliasari, Widodo, Setiawan, 6t Juanda, 2008).
Kegiatan pengembangan paket pelatihan online ini juga akan melibatkan
sejumlah mahasiswa (6 mahasiswa S1 dan 2 mahasiswa S2).
4. Penyiapan website
Pada tahap pertama telah mulai dikembangkan website yang nantinya akan
menjadi fasilitas pelatihan bagi guru. Website tersebut ternyata masih
mengalami banyak kendala dalam pengoperasiannya sehingga perlu
disempurnakan.
5. Melakukan pelatihan dual mode secara terbatas
Pelatihan dual mode secara terbatas akan dilakukan sebagai tahap u j i coba
awal. Pada tahap ini akan bahan-bahan dan prosedur yang telah
dikembangkan akan diujicoba secara terbatas. Ujicoba terbatas akan
melibatkan guru-guru biologi dari MGMP biologi Sumedang dan Bandung
Barat.
6. Melakukan analisis dan perbaikan
Berdasarkan hasil uj i coba terbatas akan dilakukan analisis sebagai bahan
penyempurnaan sehingga pada tahap ketiga semua keperluan inservice dual
betul-betul bisa diujicoba secara luas.
Tahap Ketiga
Tahap ketiga merupakan tahap uj i efektivitas produk yang dikembangkan
dan dilanjutkan dengan penyempurnaan produk. Pada tahap ini akan dilakukan
hal-hal berikut: 1). Melakukan pengujian lapangan dengan skala penuh; 2).
Melakukan analisis hasil; 3). Melakukan penyempurnaan model segala
kelengkapannya; dan 4). penyebarluasan model.
Ketiga tahapan penelitian dapat dil ihat pada bagan alur penelitian pada
Gambar 4 berikut in i .
12
Sifat Metode Langkah Penelitian Kajian
Teoritik
I Empirik
teoretis tentang model inservice dual mode T 7 T 1 T T A C T T
i n • n . T±J • alisis kompetensi profesional guru-guru biologi
A T / T T T / A
Teoretik Studi pengembangan
Pengembangan blueprint model inservice dual mode
Teoretik, Studi Empirik pengembangan.
Teor
Pengembangan model inservice dual mode
Empirik # BILAKUKAM ekspe.rimental
DeskriptiL [ Analisis dan perbaikan
• Empirik Studi.
ekspeffmental Pengujian di lapangan
empirik Studi deskrip.tif Analisis hasil
Penyempurnaan
Penyebarluasan
Gambar 3.1 Prosedur dan langkah penelitian
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyiapan website dan isinya
Saat ini website yang diberi nama "Pusat kajian Pembelajaran Sains" telah
selesai dikonstruksi. Dalam website ini telah tersedia tiga fasilitas, yaitu web,
e-learning, dan modul (Gambar 4.1).
9b
•KAJIAN BEMBE)
: •• Aa Wi I I
Gambar 4.1 Tampilan website Pusat Kajian Pembelajaran Sains
Fasilitas web dan e-learning masih terus kami kembangkan sedangkan modul
genetika sudah dalam kondisi siap pakai dan telah mengalami uj i coba. Modul
genetika ini merupakan modul online yang bisa diakses peserta pelatihan (guru-
guru) untuk meningkatkan kompetensi mereka tentang genetika. Bahan
pelatihan ini dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.
1. Modul
Modul merupakan bahan ajar individual dan mandiri. Modul genetika ini
dirancang agar memenuhi kebutuhan individual setiap guru. Hal ini penting
sebab. pemahaman guru tentang genetika sangat beragam. Bahan ajar ini
memungkinkan guru untuk belajar sesuai dengan kebutuhannya masing-masing
yang sifatnya individual. Modul genetika ini juga menuntut guru untuk mandiri.
Guru d i tuntut untuk bisa mengatuur sendiri kapan harus belajar dan bahan apa
saja yang diperlukan.
2. Konstruktivisme
Modul genetika ini dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip
konstruktivisme yang antara lain menyatakan bahwa pebelajar memil iki
pengetahuan awal dan mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Karena
penegtahuan awal setiap orang bisa berbeda, modul ini t idak mengharus setiap
peserta untuk mempelajari hal yang sama, namun setiap peserta belajar sesuai
dengan tingkat pengetahuan awalnya.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, modul genetika yang dikembangkan
memiliki karakteristik sebagai berikut
a. Individual
Setiap peserta secara individual mengakses modul dan berkomunikasi
secara individual dengan t im ahli (pengembang). Setiap peserta menggunakan
akun pribadi dan email untuk berkomunikasi. Oleh karena i t u sebelum
mengakses modul peserta harus login. Selanjutnya peserta bebas memilih topik
yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masing-masing. [opniibcl.ta.Srl VA»llafiuh>
» K » « # W »<•»•«• l a * a*
0 i P c x -fTTf; I f -m~irir ; — ~ ^ 'z—""^^r..-^.2\.72JP
Gambar 4.2 Tampilan topik-topik yang bisa dipi l ih peserta
15
b. Identifikasi pengetahuan awal
Sebelum mempelajari topik yang telah dipi l ih peserta diinformasikan
tentang tujuan yang harus dicapai serta harus mengisi soal.
Gambar 4.3 Identifikasi pengetahuan awal peserta
Soal ini dimaksudkan mengukur pengetahuan awal peserta. Peserta yang tidak
dapat menjawab soal secara otomatis akan masuk ke materi sedangkan peserta
yang dapat menjawab harus mengisi alasan. Jawaban peserta secara otomatis
terkirim ke admin sehingga admin bisa mengetahui kemajuan setiap peserta.
4.2 Penyiapan bahan-bahan pelatihan
Selain modul genetika yang sifatnya online, melalui penelitian ini juga
telah dikembangkan 6 protot ip buku elektronik (e-book). Buku elektronik yang
dimaksud di sini bukanlah buku elektronik seperti yang dikeluarkan oleh
Depdiknas, namun buku elektronik kami kembangkan menggabungkan prinsip-
prinsip sebuah buku dan multimedia. Buku elektronik yang kami kembangkan
dirancang untuk siswa SMP dan SMA. Karena di sekolah saat ini sedang
16
berkembang kelas Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), buku yang
dikembangkan juga dirancang untuk mengakomodir siswa reguler maupun siswa
RSBI.
Gambar 4.4 Contoh-contoh e-book yang dikembangkan
17
E-book yang dikembangkan telah diuj i coba di beberapa sekolah. Hasil
uj i coba menunjukkan bahwa guru dan siswa sangat antusias dengan e-book
tersebut. Hasil pengujian terhadap pemahaman siswa juga menjunjukkan
bahwa penggunaan e-book bisa meningkatkan pemahaman siswa terhadap
materi terka i t . Saat ini sedang dikembangkan e-book untuk beberapa materi
lain dan juga dengan format yang beragam.
Saat in i juga sedang dikembangkan bahan pelatihan tatap muka yang
merupakan penyempurnaan dari bahan yang tekah dikembangkan sebelumnya.
Bahan-bahan yang sedang dikembangkan mencakup
- Peningkatan profesionalisme guru (penelitian dan karya ilmiah)
- Metodologi pembelajaran
- Media pembelajaran
- Asesmen hasil belajar
- Modul elektronik genetika
- Buku elektronik
4.3 Hasil pelat ihan kompetensi pedagogi
Tiga pelatihan tatap muka telah dilakukan, ya i tu satu kali untuk MGMP
Biologi Bandung Barat dan dua kali MGMP Biologi Kabupaten Sumedang. Dalam
kegiatan tersebut peserta mendapatkan pelatihan teknis penggunaan ICT dan
pelaksanaan pelatihan dual mode.
Kesiapan para guru dalam memanfaatkan fasilitas ICT untuk mengikuti program
dual mode telah dievaluasi melalui angket. Hasil evaluasi tersebut setelah
diolah ditunjukkan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Profil kemampuan guru biologi dalam ICT
No Aspek Skor
1 Kemampuan menggunakan komputer 100
2 Kemampuan mengoperasikan perangkat lunak web browser
(misalnya: Internet Explorer, Netscape Navigator, Mozilla
Firefox) 56
18
No Aspek Skor
•? j Ppmanf^atAn npranokat lunak heruna VCD sains CD sains
untuk keperluan PBM 44
4 Pemanfaatan jaringan kabel telefon (dial up) 33
5 Pemanfaatan internet melalui LAN 22
6 Dpmanfaaf'anint'prnpf mp>lpliii \A/iFi r L .111 a l 11 a d L a i 1111 L t M 1 I C L I l l c l a l U I W i l l 17 l /
7 Ppmanfaai'an intprnpl" mp>lpliii hanHr\hr»n^ /1—1P\ r t r l l l a l I I a a L c t l 1 111 L t r l I I t . L l l l t r l a i u i 1 l a l l U p l I U I I C ; \i\r ) 3Q
a o Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan menggunakan
internet 78
9 Hambatan biaya untuk koneksi internet 61
10 Mengunjungi situs yang memuat tutorial dan latihan 44
11 Pengalaman mengikuti perkuliahan/kursus/tutorial secara
terstruktur lewat internet (e-learning) 0
12 Keinginan mengikuti pelatihan lewat internet 100
Berdasarkan tabel 4.1 ter l ihat bahwa para guru telah memil iki
kemampuan dalam mengoperasikan komputer. Kemampuan yang telah dimil ik i
guru tersebut akan sangat mendukung keberhasilannya dalam mengikuti
program peningkatan profesionalisme melalui sistem dual mode in i . Selain hal
tersebut motivasi guru untuk mengikuti pelatihan melalui internet sangat
tinggi, sehingga sangat membantu dalam pelaksanaannya. Hal-hal yang perlu
mendapat perhatian adalah kemampuan memanfaatkan internet serta
pengalaman pelatihan secara online, sehingga perlu diberikan latihan teknis.
Pelatihan ICT diberikan mengingat sebagain besar guru biologi ternyata masih
belum memil ik i pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam hal
pemanfataan internet.
Kompetensi pedagogi yang dilatihkan selain yang menyangkut aspek ICT
adalah kompetensi dalam hal proses belajar mengajar. Materi proses belajar
mengajar tersebut dilatihkan baiX melalui tatap muka maupun melalui
perangkat ICT. Data hasil pelatihan yang berupa kemampuan awal para guru
dan kemampuan setelah pelatihan disajika pada gambar 4.5.
19
test test -2.5 test test test test test test
Gambar 4.5 Grafik komptensi PBM pedagogi sebelum dan sesudah pelatihan dual mode
Materi proses belajar yang disajikan pada grafik di atas adalah
kemampuan mengkonstruksi soal. Soal-soal dari empat jenjang kemampuan
berhasil dikontruksi oleh para guru yaitu C1 (mengingat), C2 (memahami, C3
(mengaplikasi) dan C4 (mensintesis). Komptensi guru dalam mengkonstruksi soal
tampak terjadi peningkatan. Peningkat yang sangat signifikan dalam
mengkontruksi soal jenjang C4 dan C3. Hasil-hasil tersebut cukup mengejutkan
karena umumnya sebagian besar guru memiliki kesulitan dalam mengkonstruksi
soal untuk jenjang-jenjang tersebut.
Hasil yang juga mengejutkan adalah kemampuan guru mengkontruksi soal
jenjang C1. Pada grafik tampak terjadi penurunan kemampuan setelah
pelatihan (gain negatif). Hal ini dapat dijelaskan karena perhatian guru selama
pelatihan lebih terfokus kepada soal-soal jenjang C3 dan C4 yang mereka
anggap sulit. Sehingga ketika mereka diminta mengkontruksi soal jenjang C1
terlewatkan ke soal-soal jenjang C3 dan C4. Hal tersebut juga mungkin terjadi
karena ada kesalahan pengertian para guru dalam membedakan jenjang
kemampuan dan tingkat kesukaran soal. Masih banyak guru beranggapan bahwa
20
kalau soal yang dikontstruksi mudah untuk dijawab menandakan soal jenjang C1
dan kalau sukar untuk dijawab menandakan soal jenjang C3 atau C4.
4.4 Hasil pelat ihan kompetensi materi biologi
Berdarakan data hasil penelurusan pada penelitian tahun I, dari need
assesmen diketahui para guru memiliki kelemahan dalam penguasaan materi
biologi. Materi biologi tersebut antara lain adalah yang menyangkut genetika,
metabolisme dan sel. Salah satu pelatihan materi biologi yang telah dilakukan
dalam penelitian tahun II adalah topik-topik genetika. Pelatihan materi biologi
dilakukan baik melalui tatap muka maupun melalui fasilitas ICT. Data hasil
penelitian setelah diolah disajikan melalui grafik pada gambar 4.6
• Seriesl
pretest post test gain
Gambar 4.6'Grafik penguasaan kompetensi materi biologi
Berdasarkan grafik pada gambar 4.6 dapat di l ihat bahwa terjadi
peningkatan penguasaan materi setelah para guru mengikuti pelatihan
tersebut. Namun demikian penguasaannya masih rendah (kurang dari 60). Hal
tersebut dapat dijelaskan karena penguasaan awal para guru untuk topik-topik
genetika ini sangat rendah. Hasil pre-test yang dilakukan sebelum pelatihan,
nilai rata-rata kemampuan guru hanya mencapai 40. Hal ini mungkin terjadi
karena mater i tentang struktur genetik menurut struktur keilmuan dalam buku
Campbell et aL (2006), berada pada proposisi 2.3.1. (Struktur material genetik
pada makhluk hidup). Turunan proposisi 2.3.1. yaitu proposisi 2.3.1.1.
(Eksperimen menunjukkan bahwa DNA merupakan materi genetik), proposisi
2.3.1.2. (DNA dan RNA merupakan polimer dari nukleotida yang tersusun atas
tiga unit asam amino) dan proposisi 2.3.1.3. (DNA berbentuk rantai heliks ganda
yang saling berpasangan). Proposisi ini membahas materi genetik sampai pada
tahapan molekuler. Hal ini tergambar dari judul awal pokok bahasan yaitu
"Moleculer of the Gen". Bahasan sederhana tentang kromosom, DNA, dan gen
telah terangkum secara umum dalam proposisi 2.1.2, 2.1.3, dan 2.1.4. Proposisi
tersebut membahas tentang proses pembelahan sel dan pola-pola hereditas
Mendel.
Mememperhatikan karakteritik genetika seperti di atas, maka para guru
harus belajar secara intensif untuk meningkatkan penguasaannya. Modul
genetika yang disediakan dalam format online belum sepenuhnya dapat
membantu para guru dalam meningkatkan kompetensinya. Salah satu
penyebabnya adalah masih lemahnya kemampuan guru dalam menguasai
internet sebagai media komunikasi pelatihan. Selain i tu pengalaman guru
mengikuti pelatihan secara online masih sangat kurang, sehingga perlu
dilakukan pembiasaan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan
penyempurnaan format online agar para guru dapat dengan mudah
memanfaatkannya.
22
PUSTAKA ACUAN
Adey, P. (2004). The Professional Development of Teachers: Practice and Theory. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Borg, W. R., a Gall, M. D. (1989). Educational Research: An Introduction. New York: Longman.
Gonzales, P., Guzman, J. C , Partelow, L., Pahlke, E., Jocelyn, L., Kastberg, D., e t al. (2004). Highlights From the Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 20Q3. Washington DC.: US Department of Education, National Center for Education Statistics.
Gunstone, R. (1999). Content knowledge, reflection and their intertwining: A response to the paper set. Science Education, 83(3), 393-396.
Hewson, P. W., Tabachnick, B. R., Zeichner, K. M., a Lemberger, J. (1999). Educating prospective teachers of biology: Findings, l imitations, and recommendations. Science Education, 83(3), 373-384.
Hinduan, A. A. (2005). Meningkatkan Profesionalisme Guru IPA Sekolah. Paper presented at the Seminar Nasional Himpunan sarjana dan Pemerhati pendidikan Indonesia, Bandung.
Jeanpierre, B., Oberhauser, K. a Freeman, C. (2005). Characteristics of professional development that effect change in secondary science teachers ' classroom practice. Journal of Research in Science Teaching, 42(6), 668-690.
Liliasari, Widodo, A. Setiawan, A. Juanda, E. A. (2008). The use of interactive multimedia to promote students' understanding of science concepts and generic science skills. Formamente, 3 (1), 81-87.
OECD/UNESCO-UIS. (2003). Literacy Skills for the World of Tomorrow: Further results from PISA 2000: OECD/UNESCO-UIS (http://www1.oecd.org/publications).
Widodo, A. Riandi, Amprasto a Wulan, A. R. (2006). Analisis dampak program-program peningkatan profesionalisme guru sains terhadap peningkatan kualitas pembelajaran sains di sekolah. Laporan penelitian Hibah Kebijakan Balitbang Depdiknas.
Widodo, A., Riandi a Supriatno, B. (2007). Pengembangan paket program coaching berbasis video untuk meningkatkan kemampuan mengajar guru dan calon guru biologi. Laporan penelitian Hibah Bersaing DIKTI.
Yumuk, A. (2002). Letting go of control to the learners: The role of internet in promoting a more autonomous view of learning in an academic translaton course. Educational Research, 44(2), 141-156.
23
LAMPIRAN-LAMPIRAN
SINOPSIS PENELITIAN TAHAP-3
Pen i ngka tan Profes ional i sme G u r u B i o l o g i M e l a l u i
M o d e l Inserv ice D u a l M o d e
Berdasarkan proposal yang telah diajukan pada tahun pertama dan lolos seleksi untuk
diimplementasikan, penelitian akan dijalankan selama tiga tahun. Tahun pertama dan tahun
kedua telah berhasil dilakukan. Hasil analisis permasalahan program peningkatan
profesionalisme guru dan kebutuhan pelatihan guru pada penelitian tahap I telah diakomadasi
pada penelitian tahap II yaitu dengan dikembangkannya model inservice dual mode. Pada
penelitian tahap I I I akan dilakukan uji efektivitas terhadap model yang telah dikembangkan.
Langkah-langkah yang dilakukan pada uji efektivitas meliputi 1). Melakukan pengujian
lapangan dengan skala penuh; 2). Melakukan analisis hasil; 3). Melakukan penyempurnaan
model dengan segala kelengkapannya; dan 4). penyebarluasan model. Uji lapangan dengan
skala penuh akan mencakup semua kompetensi yang telah diidentifikasi melalui need
assessment, yaitu komptensi pedagogi dan kompetensi materi biologi. Materi pelatihan
kompetensi pedagogi yang telah dikembangkan dan direvisi akan dilatihkan kepada para
guru-guru baik melalui pertemuan tatap muka maupun melalui internet pada website yang
telah dikembangkan. Demikian juga bahan-bahan untuk peningkatan kompetensi materi
biologi akan dilatihkan melalui program dual mode tersebut. Untuk mengetahui adanya
peningkatan kompetensi pada guru-guru akan dievaluai melalui intrumen yang telah
dikembangkan. Pada penelitian tahap III ini, juga masih akan dilakukan penyempurnaan
terhadap perangkat pelatihan dual mode yang masih disempurnakan. Penyebarluasan akan
dilakukan setelah semua perangkat pelatihan dual mode ini teruji efektif.
BIO DATA PENGUSUL HIBAH KOMPETENSI
I. 1 PV P k 1 " T "
IDENT TAS DIRI 1.1. I N d l l l d I t r l l g K d p ( U f c r l l g d n
g t r l d l f
r i r n h i l A r i \A/irl/-<Ho AA F H u r . p r i l l . A T I V Y K J O u O , /V\. C O .
1 .Z. J d U d L d l l 1 Ul I g b l U I I d l L f c r r \ lU l r s c p d l d •i ~3 1 . J . NIP 131998644 1.4. 1 fcrlIipdL U d l l g I d l l g g d l
lahir o rouogan , z/ /Y\ei ivo/
1.5. Alamat rumah Kp. Babakan Rt 01 /09 Cikole - Lembang 1.6. Nomor telepon/fax 1.7. Nomor HP 081321656749 1.8. Alamat kantor Jl Dr Setiabudhi 229 Bandune 1.9. Nomor telepon/fax 022-2001937 1 10 Alamat e-mail [email protected] 1.11. Lulusan yang telah
dihasilkan S1=30orang; S2 = 10orang
1.12. Mata kuliah yang diampu
1. Belajar dan Pembelajaran Biologi (S1) 1.12. Mata kuliah yang diampu 2. Teori Belajar (S1)
1.12. Mata kuliah yang diampu
3. Inovasi Pembelajaran Biologi (S1)
1.12. Mata kuliah yang diampu
4. Pengembangan Bahan Ajar Biologi (S2)
1.12. Mata kuliah yang diampu
5. Kapita Selekta Biologi (S2)
1.12. Mata kuliah yang diampu
6. Pembelajaran IPA (S2)
II. RIWAYAT PENDIDIKAN 2.1. Program S1 S2 S3 2.2. Nama PT IKIP Bandung Deakin
University Universitat Kiel
2.3. Bidang llmu Pendidikan. Biologi
Pendidikan Sains
Pendidikan Sains
2.4. Tahun Masuk 1986 1995 2000 2.5. Tahun Lulus 1991 1996 2004 2.6. Judul
skripsi/tesis/disertasi Pengaruh penghilangan suatu unsur terhadap pertumbuhan E. coli
Student and teacher 's questioning in primary science
Constructivist oriented lessons: the learning environment and the teaching sequences
2.7. Nama Pembimbing/Promotor
Drs. Djamhur Winatasasmita
Prof. Dr. Russell Tytler
Prof. Dr. Reinders Duit
III. PENGALAMAN PENELITIAN No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan No. Tahun Judul Penelitian
Sumber Jml (Juta Rp)
1 2008 Peningkatan profesionalisme guru biologi melalui model inservice dual mode
DIKTI 100
2 2008 Pengembangan paket program coaching berbasis video untuk meningkatkan kemampuan mengajar guru dan calon guru biologi
DIKTI 46
3 2007 Pengembangan paket program coaching berbasis video untuk meningkatkan kemampuan mengajar guru dan calon guru biologi
DIKTI 46
4 2007 Pengembangan model-model pembelajaran berbasis teknologi informasi untuk mengembangkan keterampilan generik sains dan berpikir tingkat tinggi pebelajar
DIKTI 87
5 2006 Analisis dampak program-program peningkatan profesionalisme guru sains terhadap peningkatan kualitas pembelajaran sains di sekolah
Balitbang Depdiknas
40
6 2006 Peranan Lesson Study dalam peningkatan kemampuan mengajar guru dan mahasiswa calon guru
UPI 15
7 2005 Peningkatan kemampuan siswa SD mengajukan pertanyaan produktif untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran IPA berbasis praktikum sederhana
DIKTI 15
IV. PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL No. Tahun Judul Artikel Volume
/Nomor Nama Jurnal
1. 2004 Konstruktivistische Sichtweisen vom Lehrern und Lernen und die Praxis des Physikunterrichts
10 Zeitschrift fur Didaktik der Naturwissenschaften
2. 2005 Konstruktivistische Lehr-Lem-Sequencen und die Praxis des Physikunterrichts.
11 Zeitschrift fur Didaktik der Naturwissenschaften
3. 2006 Analisis kegiatan praktikum biologi dengan menggunakan video
9/2 Metalogika
4. 2006 Peningkatan Kemampuan j l b W d J U U l l L U r N /V \ t j l I g d J U r \ d l 1
Pertanyaan Produktif
4/1 Jurnal Pendidikan dan P p m Kpl 7\\7\T7\ n
D. ?nnA zuuo r i U I l l p t r l L a l i y d d l l g U I U ( J d l l
siswa dalam pembelajaran sains
4 / 7 ti Z h i r n a l Ppn r l iH iUan dsn j u i i i u i rcr i I V J i\j i r\cu i V J U I i
Pembelajaran
6. 2006 Taksonomo Bloom dan r t r l I g t r l 1 l U d l I g d l 1 DULI i D U d l
111 Buletin Puspendik.
7. 2007 Konstruktivisme dan pembelajaran sains
13/1 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan
8. 2007 Peranan lesson study dalam peningkatan kemampuan mpnoaiar mahadwa ralon 1 1 ILTI 1 e~C4 J Q 1 I M u l l U J l J V V a W Q I w l I
guru
19/1 Varia Pendidikan
9. 2008 The use of interactive multimedia to promote students ' understanding of science concepts and generic skills
3/1 Formamente
V. PENGALAMAN PENULISAN BUKU No. Tahun Judul buku Jumlah
halaman Penerbit
1. 2004 Constructivist oriented lessons: the learning environment and the teaching sequences
202 Peter Lang
2. 2007 Conceptual change ideas - Teachers' views and their instructional practice, in S. Vosniadou, A. Baltas and X. Vamvakoussi (Ed.). Re framing the conceptual change approach in learning and Instruction. (Bab ini ditulis bersama Duit dan Mueller)
21 Elsevier
3. 2008 Pedoman Guru dalam Membelajarkan IPA di SD
Dalam proses penerbitan oleh Pusbuk
4. 2008 Teaching science for conceptual change, in S. Vosniadou (Ed.). International Handbook of Research on Conceptual Change. (Bab ini ditulis bersama Reinders Duit dan David Treagust)
18 Routledge
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Dan apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya.
Demik ian b i oda ta in i saya bua t dengan sebenarnya un tuk m e m e n u h i persyara tan sebagai salah satu syarat penga juan h ibah p e n e l i t i a n k o m p e t e n s i .
Bandung, Nopember 2009 Pengusul
(Dr. phi l . Ari Widodo, M. Ed.)
Ar t i ke l seminar internasional
ce Education Program, Graduate Schoo ionesia University of Educaioin (1UE)
28
PROCEEDING OF THE THIRD INTERNATIONAL SEMINAR ON SCIENCE EDUCATION ISBN: 978-602-8171-14-1
"Challenging Science Education in The Digital Era"
Dual Mode Inservice Training: An Alternative Model For Teachers Professional Development (Pd) In Indonesia
Ari Widodo, Riandi and Muhammad Nurul Hana' Indonesia University of Education
Abstract: As part of the efforts to improve the quality of education, improving teachers' competencies are given significant attention by the Indonesian government, especially during the last few years. It seems, however, that they brought very little impact on the improvement of teachers teaching practice and the improvement of students' achievement. Teachers' professional development programs in Indonesia encountered with difficult problems due to the Indonesia geographical nature, limited budget, and the large number of the teachers. As a result teachers' professional development programs can cover only a very small number of the teachers. An alternative teachers' professional development is needed to complement the existing teachers' professional development programs. This paper deals with a dual mode in-service training program that combines a classical in-service training and an internet training program. In this training mode some part of the programs are provided through a classical training to a group of teachers and some other parts are provided in a web. The result presented here is the result of the second year study of a three-year research project. The focus of the second year is developing training resources and trying out the instruments.
Keywords: Dual mode; teachers, professional development, science
Pendahuluan
Permasalahan kualitas pendidikan di Indonesia banyak mendapat sorotan. Rendahnya
pencapaian siswa dalam UAN dan hasil studi komparasi antar negara (Gonzales et al.,
2004; OECD/UNESCO-UIS, 2003) merupakan salah satu indikator rendahnya kualitas
pendidikan. Walaupun kualitas keberhasilan ditentukan oleh banyak hal, misalnya kurikulum,
sarana dan prasarana, dukungan orang tua dan masyarakat, namun guru sebagi ujung
tombak pendidikan merupakan pihak yang paiing banyak disorot. Oleh karena itu muncul
berbagai usaha untuk meningkatkan profesionalisme guru.
Pembinaan professionalisme guru di Indonesia dilaksanakan oleh berbagai pihak,
mulai dari tingkat pemerintahan pusat (Depdiknas), pemerintahan daerah (Dinas), dan
tingkatan sekolah (Gambar 1.1).
51
PROCEEDING OF THE THIRD INTERNATIONAL SEMINAR ON SCIENCE EDUCATION ISBN: 978-602-8171-14-1
"Challenging Science Education in The Digital Era"
Ditjen Mutu Pendidikan Ditjen Dikti
LPMP PPPPTK PPTK&KPT
Guru IPA Profesional
Dinas Pendidikan
MGMP IPA, K K G
Kepala Sekolah
Penga-was
Organisasi Profesi
r PGRI
fflSPPI PAI
Gambar 1 Pihak-pihak yang terlibat dalam pembinaan profesionalitas guru
Selain unsur yang berasal dari kelembagaan pemerintah, terdapat pula yang berasal
dari organisasi profesi seperti PGRI, ISPI, HISPPIPAI maupun dari pihak lain, misalnya
perguruan tinggi. Semua pihak tersebut pada dasarnya ikut berperan serta dalam
pembinaan profesionalisme guru. Pembinaan professionalisme guru pada tingkat sekolah
dilakukan oleh kepala sekolah dan MGMP sekolah yang dalam pelaksanaannya dilakukan
dalam bentuk pertemuan periodik untuk mendiskusikan peningkatan kualitas pembelajaran.
Kepala sekolah melakukan pembinaan professional secara internal dalam bentuk supervisi
akademis dan non akademis kepada para guru. Pembinaan yang berasal dari pihak lain
dilakukan dalam berbagai bentuk, baik itu seminar, lokakarya, dan penataran.
Secara teknis pelaksanaan program peningkatan profesionalisme yang konvensional
seringkali juga berhadapan dengan beberapa permasalahan terkait kemampuan pemben
layanan dan juga kondisi geografis Indonesia.
1. Jumlah guru yang harus mendapatlan layanan pengembangan profesionalisme jauh
lebih besar dibandingkan dengan kemampuan lembaga-lembaga (LPMP, P4TK, dan
perguruan tinggi) yang bisa memberikan layanan. Akibatnya dengan sistem yang
52
PROCEEDING OF THE THIRD INTERNATIONAL SEMINAR ON SCIENCE EDUCATION ISBN: 978-602-8171-14-1
"Challenging Science Education in The Digital Era"
telah ada, hanya sedikit sekali guru yang mendapatkan kesempatan mengikuti
program peningkatan profesionalisme. Sebagian besar guru justeru belum
berkesempatan mengikuti kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan
profesionalisme.
2. Kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan medan yang berat menyebabkan
banyak guru (terutama guru-guru yang tinggal di daerah terpencil) seringkali tidak
pernah mendapat kesempatan mengikuti program yang ditawarkan.
Pada penelitian di tahun pertama telah berhasil diidentifikasi jenis kegiatan
profesionalisme yang dibutuhkan guru. Secara umum hasil need assessment menunjukkan
bahwa guru memang membutuhkan pelatihan dan pelatihan melalui internet memang moda
pelatihan yang diharapkan guru. Meskipun demikian, kemampuan yang dimiliki guru (baik
peralatan maupun pengetahuan) tentang komputer dan internet sangat beragam. Sebagian
guru memiliki fasilitas komputer dan internet dan juga memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang baik, namun banyak juga guru yang tidak memiliki fasilitas komputer dan
juga tidak bisa menggunakan komputer.
Karena guru membutuhkan pelatihan tentang konsep-konsep biologi dan
pembelajarannya (model-model pembelajaran, media pembelajaran, pengelolaan praktikum,
dan pengajaran biologi dengan menggunakan komputer), pelatihan dual mode ini akan
menyajikan kedua hal tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Jean pierre, Oberhauser dan
Freeman (2005) menunjukkan bahwa peningkatan penguasaan guru akan materi
berpengaruh keberhasilan program peningkatan profesionalisme guru. Meskipun demikian,
salah satu kelemahan pelatihan yang sebelumnya adalah memisahkan antara isi dan
pembelajaran. Pemisahan antara isi dan pembelajaran kurang membantu guru untuk
menerapkan dalam pembelajaran (Gunstone, 1999; Hewson et al., 1999; Hinduan, 200).
Karena ini dalam pelatihan dual mode ini, isi dan pembelajaran akan dipadukan.
Berdasarkan hasil need assessment selanjutnya dikembangkan bahan-bahan
pelatihan. Dengan demikian diharapkan bahan tersebut benar-benar sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan guru.
Tabel 1 Ringkasan hasil need assessment dan rencana bahan pelatihan
Hasi l need assessment Bahan pelat ihan
1. Guru belum bisa menggunakan komputer
1. Dasar-dasar komputer
2. Guru belum bisa menggunakan internet 2. Dasar-dasar penggunaan internet 3. Guru perlu pelatihan tentang media
pembelajaran 3. Media pembelajaran biologi
4. Guru perlu pelatihan tentang model-model pembelajaran
4. Macam-macam pendekatan pembelajaran
53
PROCEEDING OF THE THIRD INTERNATIONAL SEMINAR ON SCIENCE EDUCATION ISBN: 978-602-8171-14-1
"Challenging Science Education in The Digital Era"
5. Guru perlu informasi tentang perkembangan biologi
5. Arah perkembangan biologi
6. Guru perlu pendalaman materi tentang genetika
6. Genetika
7. Guru perlu pendalaman materi tentang bioteknologi
7. Bioteknologi
Tabel 1 menunjukkan bahwa secara umum ada tiga tema pelatihan yang diinginkan
guru, yaitu pelatihan tentang komputer dan internet, pelatihan tentang metodologi
pembelajaran, dan pelatihan tentang pendalaman konsep biologi. Karena itu ketiga tema ini
menjadi inti bahan pelatihan yang akan dikembangkan oleh peneliti. Sebagai persiapan
untuk pelaksanaan pelatihan dengan dual mode, peneliti telah mengembangkan sebuah
website.
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan mengikuti prinsip Developmental Research, yang terdiri:
1. Tahap analisis kondisi dan kebutuhan profesional guru-guru biologi; 2. Tahap
pengembangan dan pengujian produk; dan 3. Tahap pengujian di lapangan dan dilanjutkan
dengan penyempurnaan produk (Borg & Gall, 1989). Penelitian ini direncanakan dilakukan
dalam tiga tahap yang masing-masing tahapnya berlangsung selama satu tahun. Pada
tulisan ini disajikan hasil yang sudah dicapai di tahun kedua.
Tahap Pertama, Tahap ini merupakan tahap analisis kebutuhan guru-guru biologi
guna mengidentifikasi kompetensi yang sudah dimiliki guru jenis-jenis pelatihan yang
diinginkan. Hasil-hasil penelitian di tahun pertama dapat dilihat pada paper lain (Widodo,
Riandi & Nurul Hana, 2008).
Tahap Kedua, tahap kedua merupakan tahap pengembangan dan pengujian model
inservice dual mode. Pada tahap ini akan dilakukan hal-hal berikut.
1. Mengembangkan model inservice dual mode
Saat ini telah mulai dilakukan pertemuan-pertemuan dengan Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) Biologi untuk menentukan model inservice yang sesuai dengan
kondisi lapangan. Untuk tahap awal telah dijalin hubungan dengan MGMP Biologi
Kabupaten Sumedang dan MGMP Biologi Bandung Barat.
2. Mengembangkan paket-paket program pelatihan tatap muka
Draft paket program pelatihan yang telah dikembangkan di tahun pertama akan
disempurnakan di tahun kedua.
3. Mengembangkan paket-paket pelatihan online
-1
54
PROCEEDING OF THE THIRD INTERNATIONAL SEMINAR ON SCIENCE EDUCATION ISBN: 978-602-8171-14-1
"Challenging Science Education in The Digital Era"
Paket pelatihan online akan berupa bahan-bahan elektronik (multimedia, modul
elektronik, buku elektronik, dan video pembelajaran). Sebagian bahan tersebut telah
dikembangkan dalam penelitian sebelumnya, misalnya paket coaching berbasis video
(Widodo, Riandi, & Supriatno, 2007), multimedia pembelajaran (Liliasari, Widodo,
Setiawan, & Juanda, 2008). Kegiatan pengembangan paket pelatihan online ini juga akan
melibatkan sejumlah mahasiswa (6 mahasiswa S1 dan 2 mahasiswa S2).
4. Penyiapan website
Pada tahap pertama telah mulai dikembangkan website yang nantinya akan menjadi
fasilitas pelatihan bagi guru. Website tersebut ternyata masih mengalami banyak kendala
dalam pengoperasiannya sehingga perlu disempurnakan.
5. Melakukan pelatihan dual mode secara terbatas
Pelatihan dual mode secara terbatas akan dilakukan sebagai tahap uji coba awal. Pada
tahap ini akan bahan-bahan dan prosedur yang telah dikembangkan akan diujicoba
secara terbatas. Ujicoba terbatas akan melibatkan guru-guru biologi dari MGMP biologi
Sumedang dan Bandung Barat.
6. Melakukan analisis dan perbaikan
Berdasarkan hasil uji coba terbatas akan dilakukan analisis sebagai bahan
penyempurnaan sehingga pada tahap ketiga semua keperluan inservice dual betul-betul
bisa diujicoba secara luas.
Tahap Ketiga, tahap ketiga merupakan tahap uji efektivitas produk yang
dikembangkan dan dilanjutkan dengan penyempurnaan produk.
Hasil Penelitian
1. Penyiapan website dan isinya
Saat ini website yang diberi nama "Pusat kajian Pembelajaran Sains" telah selesai
dikonstruksi danm bisa diakse pada http://biologi.upi.edu/pkps/ . Dalam website ini telah
tersedia tiga fasilitas, yaitu web, e-learning, dan modul (Gambar 2).
55
PROCEEDING OF THE THIRD INTERNATIONAL SEMINAR ON SCIENCE EDUCATION ISBN: 978-602-8171-14-1
"Challenging Science Education in The Digital Era"
Fasilitas web dan e-learning masih terus kami kembangkan sedangkan modul
genetika sudah dalam kondisi siap pakai dan telah mengalami uji coba. Modul genetika ini
merupakan modul online yang bisa diakses peserta pelatihan (guru-guru) untuk
meningkatkan kompetensi mereka tentang genetika. Bahan pelatihan ini dikembangkan
berdasarkan prinsip-prinsip berikut.
a. Modul
Modul merupakan bahan ajar individual dan mandiri. Modul genetika ini dirancang
agar memenuhi kebutuhan individual setiap guru. Hal ini penting sebab pemahaman guru
tentang genetika sangat beragam. Bahan ajar ini memungkinkan guru untuk belajar sesuai
dengan kebutuhannya masing-masing yang sifatnya individual. Modul genetika ini juga
menuntut guru untuk mandiri. Guru dituntut untuk bisa mengatuur sendiri kapan harus
belajar dan bahan apa saja yang diperlukan.
b. Konstruktivisme
Modul genetika ini dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivisme yang
antara lain menyatakan bahwa pebelajar memiliki pengetahuan awal dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuannya. Karena penegtahuan awal setiap orang bisa berbeda, modul ini
tidak mengharus setiap peserta untuk mempelajari hal yang sama, namun setiap peserta
belajar sesuai dengan tingkat pengetahuan awalnya.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, modul genetika yang dikembangkan memiliki
karakteristik sebagai berikut
56
PROCEEDING OF THE THIRD INTERNATIONAL SEMINAR ON SCIENCE EDUCATION
"Challenging Science Education in The Digital Era"
ISBN: 978-602-8171-14-1
a. Individual
Setiap peserta secara individual mengakses modul dan berkomunikasi secara
individual dengan tim ahli (pengembang). Setiap peserta menggunakan akun pribadi dan
email untuk berkomunikasi. Oleh karena itu sebelum mengakses modul peserta harus login.
Selanjutnya peserta bebas memilih topik yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan
masing-masing.
Gambar 3 Tampilan topik-topik yang bisa dipilih peserta
b. Identifikasi pengetahuan awal
Sebelum mempelajari topik yang telah dipilih peserta diinformasikan tentang tujuan
yang harus dicapai serta harus mengisi soal.
57
PROCEEDING OF THE THIRD INTERNATIONAL SEMINAR ON SCIENCE EDUCATION ISBN: 978-602-8171-14-1
"Challenging Science Education in The Digital Era"
Gambar 4 Identifikasi pengetahuan awal peserta
Soal ini dimaksudkan mengukur pengetahuan awal peserta. Peserta yang tidak
dapat menjawab soal secara otomatis akan masuk ke materi sedangkan peserta yang dapat
menjawab harus mengisi alasan. Jawaban peserta secara otomatis terkirim ke admin
sehingga admin bisa mengetahui kemajuan setiap peserta.
Dari hasil uji coba pemanfaatan modul genetika elektronik ini diperoleh adanya
perbedaan skor yang cukup berarti antara guru yang menggunakan modul genetika
elektronik dengan guru yang tidak menggunakan modul elektronik. Pengguna modul
genetika memperoleh skor lebih tinggi pada 12 subkonsep dari 15 sub konsep yang diteliti.
Hasil ini mengindikasikan bahwa perangkat pelatihan guru yang berbentuk bahan pelatihan
elektronik dan bisa diakses melalui internet bisa dijadikan alternatif pelatihan bagi guru di
masa mendatang.
2. Penyiapan bahan-bahan pelatihan
Selain modul genetika yang sifatnya online, melalui penelitian ini juga telah dikembangkan 6
prototip buku elektronik (e-book). Buku elektronik yang dimaksud di sini bukanlah buku
elektronik seperti yang dikeluarkan oleh Depdiknas, namun buku elektronik kami
kembangkan menggabungkan prinsip-prinsip sebuah buku dan multimedia. Buku elektronik
yang kami kembangkan dirancang untuk siswa SMP dan SMA. Karena di sekolah saat in I
sedang berkembang kelas Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), buku yang
dikembangkan juga dirancang untuk mengakomodir siswa reguler maupun siswa RSBI.
58
PROCEEDING OF THE THIRD INTERNATIONAL SEMINAR ON SCIENCE EDUCATION ISBN: 978-602-8171-14-1
"Challenging Science Education in The Digital Era"
7
.XI Kurikulum KTSR
. Frans i ska Astri K. Ari W i d o d o . R i a n d i
,,-2;: i v 7 v . : •
Sistem Koordinasi
Gambar 5 Contoh-contoh e-book yang dikembangkan
E-book yang dikembangkan telah diuji coba di beberapa sekolah. Hasil uji coba
menunjukkan bahwa guru dan siswa sangat antusias dengan e-book tersebut. Hasil
pengujian terhadap pemahaman siswa juga menjunjukkan bahwa penggunaan e-book bisa
59
PROCEEDING OF THE THIRD INTERNATIONAL SEMINAR ON SCIENCE EDUCATION ISBN: 978-602-8171-14-1
"Challenging Science Education in The Digital Era"
meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi terkait (Kartiwa, 2009; Kusumastuti,
2009; Puspitasari, 2009; Raharja, 2009; Sutisnawati, 2009). Saat ini sedang dikembangkan
e-book untuk beberapa materi lain dan juga dengan format yang beragam.
Saat ini juga sedang dikembangkan bahan pelatihan tatap muka yang merupakan
penyempurnaan dari bahan yang tekah dikembangkan sebelumnya. Bahan-bahan yang
sedang dikembangkan mencakup
- Peningkatan profesionalisme guru (penelitian dan karya ilmiah)
- Metodologi pembelajaran
- Media pembelajaran
- Asesmen hasil belajar
Modul elektronik genetika
- Buku elektronik
3 Pelatihan tatap muka
Dua pelatihan tatap muka telah dilakukan untuk MGMP Biologi Bandung Barat (25
Juli 2009) dan MGMP Biologi Kabupaten Sumedang (13 Agustus 2009 dan 8 Oktober 2009).
Dalam kegiatan tersebut peserta mendapatkan pelatihan teknis penggunaan ICT dan
pelaksanaan pelatihan dual mode, pelatihan tentang konsep biologi, dan pelatihan tentang
pembelajaran biologi.
Salah satu bahan pelatihan biologi yang telah dikembangkan adalah bahan pelatihan
tentang genetika (modul dan bahan ajar tertulis). Untuk mengukur efektivitas bahan-bahan
tersebut, sebelum dan sesudah pelatihan telah dilakukan uji awal dan uji akhir. Dari hasil uji
ini diketahui bahwa hasil rata-rata uji awal sebesar 36.89 dan hasil rata-rata uji akhir sebesar
54.67. Sekalipun rata-rata skor penguasaan guru tentang genetika masih rendah, namun
terdapat kenaikan skor yang cukup tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa bahan ajar yang
dikembangkan cukup bisa membantu guru dalam meningkatkan penguasaan konsep
mereka tentang genetika.
Simpulan
Pada tahun kedua penelitian telah berhasil dikembangkan sejumlah fasilitas yang
dapat dimanfaatkan oleh guru dalam rangka peningkatan profesionalisme mereka, baik yang
berupa modul maupun bahan-bahan lain. Meskipun demikian, guru masih belum bisa secara
optimal memanfaatkan bahan-bahan tersebut karena kendala kemampuan komputer dan
internet, dan keterbatasan akses internet.
60
PROCEEDING OF THE THIRD INTERNATIONAL SEMINAR ON SCIENCE EDUCATION ISBN: 978-602-8171-14-1
'Challenging Science Education in The Digital Era"
Daftar Pustaka
Borg, W. R., & Gall, M. D. (1989). Educational Research: An Introduction. New York: Longman.
v Gonzales, P., Guzman, J. C , Partelow, L, Pahlke, E., Jocelyn, L , Kastberg, D., et al. (2004). Highlights From the Trends in International Mathematics and Science Study fTIMSS) 2003. Washington D C : US Department of Education, National Center for Education Statistics.
Gunstone, R. (1999). Content knowledge, reflection and their intertwining: A response to the paper set. Science Education, 83(3), 393-396.
Hewson, P. W., Tabachnick, B. R., Zeichner, K. M., & Lemberger, J. (1999). Educating prospective teachers of biology: Findings, limitations, and recommendations. Science Education, 83(3), 373-384.
Hinduan, A. A. (2005). Meningkatkan Profesionalisme Guru IPA Sekolah. Paper presented at the Seminar Nasional Himpunan sarjana dan Pemerhati pendidikan Indonesia, Bandung.
Jeanpierre, B., Oberhauser, K. & Freeman, C. (2005). Characteristics of professional development that effect change in secondary science teachers' classroom practice. Journal of Research in Science Teaching, 42(6), 668-690.
Kartiwa, Y. (2009). Pemanfaatan e-book terhadap hasil belajar siswa kelas XI SMA pada materi sistem reproduksi manusia. Skripsi Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.
Kusumastuti, F A. (2009). Pengaruh buku elektronik terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas XI pada konsep sistem koordinasi manusia. Skripsi Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan
Liliasari, Widodo, A. Setiawan, A. Juanda, E. A. (2008). The use of interactive multimedia to promote students' understanding of science concepts and generic science skills. Formamente, 3 (1), 81-87.
v OECD/UNESCO-UIS. (2003). Literacy Skills for the World of Tomorrow: Further results from PISA 2000: OECD/UNESCO-UIS (http://www1.oecd.org/publications).
Puspitasari, P. (2009). Penggunaan buku elektronik untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMA kelas X pada konsep ekosistem. Skripsi Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.
Raharja, R R. (2009). Perbandingan hasil belajar SBI SMP kelas VII yang menggunakan electronoc-book bermultimedia dengan buku teks biasa dalam pembelajaran pencemaran lingkungan. Skripsi Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.
Sutisnawati, A. (2009). Pemanfaatan e-book interaktif dalam pembelajaran proses fisiologi pada tumbuhan untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMP kelas VIII RSBI. Skripsi Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.
61
PROCEEDING OF THE THIRD INTERNATIONAL SEMINAR ON SCIENCE EDUCATION ISBN: 978-602-8171-14-1
"Challenging Science Education in The Digital Era"
Widodo, A. Riandi, Amprasto & Wulan, A. R. (2006). Analisis dampak program-program peningkatan profesionalisme guru sains terhadap peningkatan kualitas pembelajaran sains di sekolah. Laporan penelitian Hibah Kebijakan Balitbang Depdiknas.
Widodo, A., Riandi & Supriatno, B. (2007). Pengembangan paket program coaching berbasis video untuk meningkatkan kemampuan mengajar guru dan calon guru biologi. Laporan penelitian Hibah Bersaing DIKTI.
62
Foto dokumentasi pelatihan MGMP Biologi Bandung
Foto dokumentasi pelat ihan MGMP Biologi Sumedang