peningkatan konsentrasi selulosa rumput teki

13
PENINGKATAN KONSENTRASI SELULOSA RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus) BERBASIS TEKNOLOGI MICROWAVE SULPHATE ACID PRETREATMENT Agung Cahyono, Hakim Al Kausar, Utami Ardiniffathonah, Mujaroh Khotimah, Ainun Azizi, Dewi Maya Maharani Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Email: [email protected] Abstract Cyperus rotundus is one of biomass that are potentially to be used as raw materials for the manufacture of bioethanol because it has a fairly high content of cellulose and the numbers are very abundant in Indonesia. This paper investigates the potential of microwave irradiation and sulfuric acid utilization in the pre-treatment of Cyperus rotundus as bioethanol resource. 10 grams of powdered Cyperus rotundus (100 mesh) soaked in 100 mL aquadest and sulfuric acid (98%) with concentration of 1.5%; 3% and 4.5% (v/v) then exposure to microwave radiation with frequency of 2450 MHz and the power range 950 Watt with variation time of 25, 35 and 45 minutes. Parameters being investigated are cellulose, hemicelluloses, and lignin contents. Those parameters were analyzed using Chesson method and SEM (Scanning Electron Microscopy) was used to analyze microstructure of lignocellulose. From the research can be concluded that the use of microwaves and sulphuric acid in the process of pre-treatment of Cyperus rotundus have been successfully carried out with the optimal results on a soaking with H 2 SO 4 1.5% (v/v) and time of microwave irradiation for 45 minutes. In these conditions the content of cellulose in Cyperus rotundus powder increases from 22.91% before treatment being 43.62% after pre-treatment done. SEM images showed that the removal of lignin and hemicellulose content is more in microwave assisted H 2 SO 4 pretreatment than the untreated sample. Keywords: Cyperus rotundus, Bioethanol, Lignocellulose, Pre-treatment, Biomass. 1. PENDAHULUAN Konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia akhir-akhir ini terus meningkat, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar kendaraan bermotor yang mencapai 65 juta buah atau naik sekitar 11,5 % dari tahun sebelumnya [1]. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang persediaannya diperkirakan akan habis 25 tahun kedepan [2], selain itu penggunaan bahan bakar fosil menghasilkan gas buang berupa

Upload: agung-cahyono

Post on 07-Feb-2016

213 views

Category:

Documents


34 download

DESCRIPTION

pkm

TRANSCRIPT

Page 1: Peningkatan Konsentrasi Selulosa Rumput Teki

PENINGKATAN KONSENTRASI SELULOSA RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus) BERBASIS TEKNOLOGI MICROWAVE SULPHATE ACID PRETREATMENT

Agung Cahyono, Hakim Al Kausar, Utami Ardiniffathonah, Mujaroh Khotimah, Ainun Azizi, Dewi Maya Maharani

Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas BrawijayaEmail: [email protected]

AbstractCyperus rotundus is one of biomass that are potentially to be used as raw materials for the manufacture of bioethanol because it has a fairly high content of cellulose and the numbers are very abundant in Indonesia. This paper investigates the potential of microwave irradiation and sulfuric acid utilization in the pre-treatment of Cyperus rotundus as bioethanol resource. 10 grams of powdered Cyperus rotundus (100 mesh) soaked in 100 mL aquadest and sulfuric acid (98%) with concentration of 1.5%; 3% and 4.5% (v/v) then exposure to microwave radiation with frequency of 2450 MHz and the power range 950 Watt with variation time of 25, 35 and 45 minutes. Parameters being investigated are cellulose, hemicelluloses, and lignin contents. Those parameters were analyzed using Chesson method and SEM (Scanning Electron Microscopy) was used to analyze microstructure of lignocellulose. From the research can be concluded that the use of microwaves and sulphuric acid in the process of pre-treatment of Cyperus rotundus have been successfully carried out with the optimal results on a soaking with H2SO4 1.5% (v/v) and time of microwave irradiation for 45 minutes. In these conditions the content of cellulose in Cyperus rotundus powder increases from 22.91% before treatment being 43.62% after pre-treatment done. SEM images showed that the removal of lignin and hemicellulose content is more in microwave assisted H2SO4 pretreatment than the untreated sample.Keywords: Cyperus rotundus, Bioethanol, Lignocellulose, Pre-treatment, Biomass.

1. PENDAHULUANKonsumsi bahan bakar fosil di Indonesia

akhir-akhir ini terus meningkat, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar kendaraan bermotor yang mencapai 65 juta buah atau naik sekitar 11,5 % dari tahun sebelumnya [1]. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang persediaannya diperkirakan akan habis 25 tahun kedepan [2], selain itu penggunaan bahan bakar fosil menghasilkan gas buang berupa emisi gas CO2, PbO, CO, SO2, karbon, dan hidrokarbon yang dapat mencemari lingkungan.

Salah satu energi alternatif terbarukan yang sudah banyak dikembangkan adalah bioetanol. Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar mempunyai keunggulan yaitu, kandungan oksigen etanol tinggi (35%)

sehingga menghasilkan bahan bakar yang bersih dan emisi gas karbon monoksida lebih rendah 19-25% dibanding BBM sehingga ramah lingkungan [3].

Bioetanol generasi kedua didasarkan pada bahan baku yang mengandung karbohidrat kompleks seperti biomassa berselulosa. Hal ini menjadi alternatif untuk mengurangi kompetisi dengan industri makanan dan juga akan menghasilkan nilai tambah (value added) pada residu agroindustrial [5]. Bahan lignoselulosa dibentuk oleh tiga struktur polimer, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin serta senyawa-senyawa lain dalam jumlah kecil.

Biomassa yang pernah digunakan sebagai bahan baku bioetanol generasi kedua pada umumnya adalah jerami padi, bagas tebu, limbah pot kakau, kulit (klobot) jagung, dan lain sebagainya. Penyediaan bahan baku yang

Page 2: Peningkatan Konsentrasi Selulosa Rumput Teki

masih bergantung pada masa pasca panen hasil tanam menyebabkan kendala pada tahap penyediaan bahan baku yang berkelanjutan, sehingga perlu adanya alternatif bahan baku baru yang tidak terikat dengan masa pasca panen dan memiliki kandungan selulosa yang cukup. Alternatif bahan baku yang memenuhi kriteria tersebut adalah jenis rumput-rumputan, jenis rumput yang pernah diteliti sebelumnya adalah jenis rumput gajah (Pennisetum purpureum) [8].

Pada penelitian ini, bahan baku yang digunakan adalah rumput teki (Cyperus rotundus) yang jumlahnya sangat melimpah dan tidak berkompetisi dengan bahan pangan dan industri. Rumput teki merupakan bahan baku terbaru pada pembuatan bioetanol generasi kedua. Pada bahan lignoselulosa perlu dilakukan proses pre-treatment untuk merusak struktur lignoselulosa dan memecah struktur kristal selulosa sehingga meningkatkan aksesibilitas enzim selulosa selama tahap hidrolisis [7].

Gambar 1. Skema hasil pre-treatment pada lignoselulosa [9]

Proses pre-treatment merupakan proses yang paling penting pada pembuatan bioetanol generasi kedua. Proses ini menghabiskan sebanyak 30% dari biaya produksi total pengolahan bioetanol. Maka dari itu, perlu ada kajian lebih pada proses pre-treatment untuk didapatkan metode yang efektif dan efisien sehingga dapat menghemat biaya produksi bioetanol. Penelitian pre-treatment sudah banyak dilakukan sebelumnya, seperti metode steam explosion [10], metode biologi

menggunakan jamur pelapuk putih [11], irradiasi gelombang mikro dengan penambahan alkali encer (NaOH) [12]. Ketiga metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode kombinasi baru yaitu pemanfaatan iradiasi gelombang mikro dengan penambahan H2SO4 pada proses pretreatment ligniselulosa dengan bahan rumput teki. Pemilihan metode ini berdasarkan keefektifan metode dari penelitian sebelumnya.

Sementara berdasarkan penelitian lainya dijelaskan bahwa penggunaan gelombang mikro dalam proses pre-treatment mempunyai kelebihan yaitu, pemanasan lebih merata karena bukan mentransfer panas dari luar tetapi membangkitkan panas dari dalam bahan tersebut. Hal ini, dikarenakan pemanasannya bersifat selektif artinya tergantung dari dielektrik bahan, sehingga akan menghemat energi untuk pemanasan dan mengoptimalkan proses pre-treatment [13]. Gula yang diperoleh tanpa pre-treatment kurang dari 20%, sedangkan dengan pre-treatment dapat meningkat menjadi 90% dari hasil teoritis [14].

Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa pemanasan menggunakan gelombang mikro dapat dilakukan dalam medium air ataupun asam, biasanya asam kuat encer seperti HCI atau H2SO4. Hidrolisis pati pada pemanasan dengan gelombang mikro dapat dipercepat dengan menambahkan garam anorganik yang mengandung ion CI- atau S04

2+

[15]. Sementara pada penelitian ini menggunakan H2SO4 sebagai katalisnya.

Parameter teknis yang diukur dalam penelitian ini adalah kandungan rumput teki yang meliputi selulosa, hemiselulosa dan lignin sebelum dan setelah proses pre-treatment. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pre-treatment iradiasi gelombang mikro terhadap kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin pada bubuk rumput teki yang dihasilkan.

Page 3: Peningkatan Konsentrasi Selulosa Rumput Teki

2. METODE2.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan (April-Juli 2014) di Laboratorium Teknik Pengolahan Hasil Pangan dan Pertanian, Laboratorium Mekatronik Alat dan Mesin Agroindustri, Laboratorium Daya Mesin Pertanian dan Laboratorium Pusat Studi Ilmu Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, serta pengujian SEM dilakukan di Laboratorium Biosains Universitas Brawijaya.

2.2 Bahan dan AlatBahan utama yang digunakan yaitu rumput

teki (Cyperus rotundus) yang diperoleh di sekitar Kampus Universitas Brawijaya, Malang. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : gunting, jaring kawat, loyang aluminium, oven, disk mill, screening 100 mesh, timbangan digital, gelas ukur 250 ml, pipet ukur, pH meter Adwa AD 1030, erlenmeyer 250 ml, spatula, Microwave PANASONIC model NN-GD371M, dengan f = 2450 MHz dan P = 950 watt, termometer, pH universal, plastik klip, kertas whatman, larutan H2SO4 98% dan akuades.

2.3 Rancangan PercobaanMetode penelitian pre-treatment ini

menggunakan analisis pengaruh konsentrasi H2SO4 dan waktu pemanasan terhadap kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin pada rumput teki yaitu dengan metode Chesson dan foto mikrostruktur hasil dari Scanning Electron Microscopy (SEM). Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang tersusun atas 2 faktor yaitu konsentrasi H2SO4

dan waktu pemanasan dengan microwave . Faktor I (konsentrasi H2SO4) terdiri dari 3 level, faktor II (waktu pemanasan) dimana terdiri dari 3 level, sehingga diperoleh 9 kombinasi, secara rinci penelitian pre-treatment ini disusun pada Tabel 1.

Tabel 1. Penelitian proses pre-treatment rumput teki

Konsentrasi (M) H2SO4

Waktu (T)

T1 (25 menit)

T2 (35 menit)

T3 (45 menit)

M1 (1,5% v/v) M1T1 M1T2 M1T3

M2 (3% v/v) M2T1 M2T2 M2T3

M3 (4,5% v/v) M3T1 M3T2 M3T3

2.4 Persiapan SampelRumput teki dicuci menggunakan air

bersih untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada rumput teki. Selanjutnya rumput teki dipotong dengan gunting kurang lebih 2 cm. Rumput teki yang sudah dipotong, kemudian dikeringkan dengan bantuan sinar matahari selama kurang lebih 12 jam. Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air sampai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Selanjutnya rumput teki yang berukuran 2 cm dikeringkan dengan oven pada suhu 104o C selama 4 jam dan kemudian digiling hingga menjadi bubuk menggunakan disk mill. Pre-treatment fisik rumput teki dengan disk mill dilakukan sebagai langkah pre-treatment lanjut yang bertujuan untuk mengurangi kandungan lignin pada rumput teki yang mengikat selulosa.

2.5 Pre-treatment Gelombang MikroSebagai bahan perlakuan pre-treatment

digunakan rumput teki bubuk sebanyak 10 gram yang kemudian dicampur dengan larutan H2SO4 (konsentrasi 1,5% v/v; 3% v/v; 4,5% v/v) dan aquades 100 ml (1:10). Selanjutnya setelah tercampur dengan larutan H2SO4 maka siap untuk di treatment dengan microwave pada waktu 25,35 dan 45 menit.

Setelah itu dilakukan pengukuran pH untuk mengetahui pH larutan bahan sebelum dan sesudah dimasukkan microwave. Selanjutnya pre-treatment rumput teki dilakukan dengan microwave pada frekuensi 2450 MHz dan daya 950 watt. Bahan yang akan di-pre-treatment

Page 4: Peningkatan Konsentrasi Selulosa Rumput Teki

dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setiap perlakuan menggunakan tiga erlenmeyer dalam satu kali waktu pemanasan rumput teki pada microwave. Erlenmeyer yang digunakan yaitu ukuran 250 ml, setelah itu ditutup dengan kapas dan dilanjutkan dengan aluminium foil. Hal ini dilakukan untuk menghindari proses penguapan H2SO4 pada saat pre-treatment berlangsung.

Pre-treatment dilakukan dengan tiga kali pengulangan sesuai perbedaan waktu yang ditentukan yaitu 25, 35, dan 45 menit. Pada saat pre-treatment, dilakukan pengukuran suhu. Langkah selanjutnya proses pre-treatment rumput teki ini adalah pemisahan padatan rumput teki dengan larutan H2SO4 dan penetralan pH. Untuk menetralkan pH larutan ini digunakan aquades panas dan disaring menggunakan kertas saring dengan ukuran mesh yang lebih kecil dengan tujuan untuk proses pemisahan padatan rumput teki dengan cairan aquades panas. Kemudian padatan rumput teki hasil pre-treatment dikeringan dengan mengunakan oven pada suhu 100 oC selama 20 jam. Setelah itu pengukuran rendemen bubuk rumput teki dilakukan dengan alat timbangan digital.

2.6 Analisis DataData yang diperoleh dianalisis dengan

menggunakan analisis ragam dua arah (Two way Analysis of Variance = Two way ANOVA) dengan metode RAL secara faktorial. Analisis dilakukan di awal maupun diakhir proses, yaitu analisis perubahan kandungan rumput teki sebelum dan sesudah proses pretreatment menggunakan Metode Chesson.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Karakteristik Rumput Teki

Rumput teki yang digunakan pada penelitian ini merupakan rumput teki jenis Cyperus rotundus yang diperoleh di sekitar kampus Universitas Brawijaya Malang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan rumput teki mengandung 22,91% selulosa, 24,39% hemiselulosa dan 14,3% lignin. Terdapat 10

sampel yang digunakan untuk penelitian, terdiri dari 9 sampel yang diperlakukan pre-treatment dan 1 sampel tanpa pre-treatment (kontrol).

3.2 RendemenPersentase rendemen dihitung dari berat

padatan rumput teki hasil pre-treatment dibagi dengan berat rumput teki sebelum pre-treatment dikalikan 100%. Hasil akhir rendemen yang didapatkan pada proses pre-treatment rumput teki dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Rendemen Rumput Teki Hasil Pre-treatment

Konsentrasi H2SO4 (%) Rendemen (%)

1,5 44,32

3,0 45,91

4,5 47,30

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa rendemen yang dihasilkan masih sedikit. Hal ini dikarenakan ukuran partikel bubuk rumput teki yang cukup kecil (100 mesh), sehingga pada saat proses pencucian sebagian lolos melewati kertas saring.

3.3 Pre-treatment dengan Gelombang Mikro1) Pengaruh Konsentrasi Larutan H2SO4 dan

Waktu Pre-treatment Terhadap Kandungan SelulosaSelulosa merupakan bagian penting dalam

proses pembuatan bioetanol dari bahan biomassa. Selulosa akan diubah menjadi glukosa dan kemudian akan difermentasi untuk menghasilkan etanol. Kandungan selulosa setelah dilakukan pre-treatment disajikan pada Gambar 2.

Page 5: Peningkatan Konsentrasi Selulosa Rumput Teki

25 35 450

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

42.75 40.443.61

41.84 42.76 40.3240.94 42.90 42.10

22.91 22.91 22.91

H2SO4 (1.5 %) H2SO4 (3.5 %) H2SO4 (4.5 %) Kontrol

Waktu (menit)

Selu

losa

(%)

Gambar 2. Hubungan konsentrasi larutan H2SO4 dan waktu pemanasan dengan

gelombang mikro terhadap kandungan selulosa

Gambar 2 menunjukkan bahwa rumput teki yang direndam pada larutan H2SO4 1,5% pada waktu 45 menit menghasilkan kandungan selulosa tertinggi yaitu sebesar 43,61%. Pada kondisi ini terjadi peningkatan selulosa hingga 90,3% dari kandungan selulosa sebelum pre-treatment yaitu hanya 22,91%. Adanya peningkatan kandungan selulosa ini dikarenakan microwave oven telah bekerja dengan cara melewatkan gelombang mikro yang berfrekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm pada rumput teki. Absorpsi gelombang mikro menyebabkan peningkatan suhu yang sangat cepat pada reaktan, solven, dan produk. Pada larutan rumput teki yang mengandung asam kuat (H2SO4), energi dapat disebar melalui konduksi ionik yang menyebabkan pemanasan (superheating solven).

Pemanasan gelombang mikro meningkat untuk cairan ataupun padatan yang dapat mengubah energi elektromagnetik menjadi panas. Efek panas berasal dari medan listrik gelombang mikro yang memaksa dipol untuk berputar dan ion untuk berpindah dari respon lambat mengikuti medan listrik yang cepat. Proses interaksi gelombang mikro dengan bahan ini mengakibatkan kandungan hemiselulosa yang mengikat selulosa dapat terlepas, dan kandungan lignin pada dinding sel yang menghalangi selulosa mulai turun.

Hal ini sesuai dengan pendapat Hu et al. [16], yang melaporkan bahwa radiasi microwave menyebabkan efek ledakan fisik pada mikrofiber, yang menyebabkan disintegrasi struktur yang sulit terdegradasi seperti lignin yang melindungi selulosa. Selain itu medan elektromagnetik yang digunakan pada microwave dapat memproduksi efek fisiko-kimia yang juga mempercepat perusakan struktur kristal pada selulosa [16]. Oleh karena itu selulosa yang didapatkan pada proses kombinasi microwave-H2SO4 pre-treatment, menghasilkan kandungan selulosa yang lebih tinggi dari kandungan selulosa sebelum proses pre-treatment.

2) Pengaruh Konsentrasi Larutan H2SO4 dan Waktu Pre-treatment Terhadap Kandungan Hemiselulosa

Adanya pengaruh kombinasi konsentrasi larutan H2SO4 dan waktu pre-treatment terhadap kandungan hemiselulosa dapat dilihat pada Gambar 3.

25 35 450

5

10

15

20

25

30

6.97 5.8554.475.26 4.75 5.276.64

3.65 4.29

24.39 24.39 24.39

H2SO4 (1.5 %) H2SO4 (3.5 %)H2SO4 (4.5 %) Kontrol

Waktu (menit)

Hem

isel

ulos

a (%

)

Gambar 3. Hubungan konsentrasi larutan H2SO4 dan waktu pemanasan dengan

gelombang mikro terhadap kandungan hemiselulosa

Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa terjadi

penurunan kandungan hemiselulosa dari ketiga perlakuan. Penurunan paling tinggi terjadi pada konsentrasi H2SO4 4,5% dalam waktu 35 menit. Semakin meningkatnya suhu dan konsentrasi larutan H2SO4 maka degradasi

Page 6: Peningkatan Konsentrasi Selulosa Rumput Teki

hemiselulosa semakin tinggi. Nilai kandungan hemiselulosa sebelum dan sesudah pre-treatment mengalami penurunan dari 24,39% menjadi 4,75%. Kombinasi microwave dan larutan H2SO4 pre-treatment telah efektif menurunkan kristalinitas selulosa, meningkatkan permukaan biomassa, dan menurunkan kandungan hemiselulosa. Proses pre-treatment mampu meningkatkan daya cerna enzimatik rumput teki dan menyebabkan percentage removal dari sebagian kecil kandungan hemiselulosa. Hal ini dimungkinkan pada saat proses pre-treatment, air dalam sel rumput teki menguap dan sebagian dari hemiselulosa terurai menjadi asam, yang mengkatalis dekomposisi hemiselulosa dan melepaskan selulosa. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggoridi [17], menyatakan bahwa hemiselulosa merupakan golongan zat karbohidrat yang tidak larut dalam air mendidih, tetapi larut dalam alkali encer dan hancur dalam asam encer. Berkebalikan dengan selulosa, hemiselulosa memiliki struktur acak dan amorf sehingga lebih mudah dihidrolisis dibandingkan dengan selulosa yang memiliki struktur kristal [18].

3) Pengaruh Konsentrasi Larutan H2SO4 dan Waktu Pre-treatment Terhadap Kandungan LigninPada penelitian ini, lignin merupakan

indeks kualitas yang penting pada proses pre-treatment rumput teki. Gambar yang menunjukkan adanya pengaruh kombinasi ukuran rumput teki dan waktu pre-treatment terhadap kandungan lignin dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan konsentrasi larutan H2SO4 dan waktu pemanasan dengan

gelombang mikro terhadap kandungan lignin

Pada gambar 4 menunjukkan telah terjadi peningkatan pada kandungan lignin. Kandungan ligni sebelum di lakukan pre-treatment hanya 14,3% namun setelah dilakukan pre-treatment lignin naik hingga menjadi 36,65 pada kondisi yang paling parah. Hal ini tidak sesuai dengan parameter keberhasilan pre-treatment lignoselulosa yaitu terjadi penurunan lignin. Menurut penelitian Fengel dan Wegener [19], peningkatan lignin disebabkan karena adanya kesalahan di dalam penentuan lignin. Kesalahan ini disebabkan oleh senyawa dan hasil-hasil reaksi yang tetap tinggal dengan lignin dalam sisa yang tidak dapat dihidrolisis dan menyebabkan seolah-olah angka lignin tinggi.

4) Analisis Mikrostruktur Rumput Teki

Analisis mikrostruktur rumput teki dilakukan dengan cara pemindaian pada Scanning Electron Microscopy (SEM) [20]. Hasil pemindaian mikrostruktur rumput teki dapat dilihat pada Gambar 5a dan 5b.

Gambar 5a. Struktur LignoselulosaRumput teki sebelum pre-treatment

25 35 450

5

10

15

20

25

30

35

40

31.63 31.77 33.3133.31 33.90 3533.75

36.65 34.96

14.3 14.3 14.3

H2SO4 (1.5 %) H2SO4 (3.5 %) H2SO4 (4.5 %) Kontrol

Waktu (menit)

Lign

in (%

)

Page 7: Peningkatan Konsentrasi Selulosa Rumput Teki

Berdasarkan Gambar 5a dan 5b dapat diamati adanya perbedaan struktur dari bubuk rumput teki. Pada gambar 5a terlihat bahwa strukturnya masih kompak, yaitu lingnin masih menyelimuti selulosa sehingga selulosa tidak dapat terlihat. Perbedaan terlihat jelas pada gambar 5b yang telah mendapat perlakuan pre-treatment dengan pemanasan gelombang mikro dan perendaman dengan menggunakan H2SO4.

Pada gambar 5b komponen selulosa terlihat jelas karena telah terjadi proses degradasi lignin akibat radiasi gelomabang mikro. Penelitian sebelumnya juga telah menunjukkan bahwa permukaan sampel yang diperlakukan dengan gelombang mikro dan dibantu dengan asam organik strukturnya menjadi longgar dan tidak teratur (amorf) [21]. Sluiter et al. [22] juga menyatakan, pre-treatment dengan gelombang mikro dan ditambahkan dengan katalis FeCl3 menyebabkan kerusakan pada struktur dinding sel. Hal ini membuktikan bahwa pre-treatment telah secara efektif memperbaiki kandungan selulosa dengan cara menghilangkan lignin [23].

4. KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Gelombang mikro berpengaruh terhadap peningkatan selulosa rumput teki hingga mencapai 90,3%.

2. Waktu pemanasan dan konsentrasi H2SO4

berpengaruh terhadap peningkatan selulosa. 3. Kondisi optimal diperoleh pada waktu 45

menit dan konsentrasi H2SO4 1,5%. Pada kondisi ini selulosa meningkat dari 22,91% menjadi 43,62%.

5. REFERENSI[1] Badan Pusat Statistik (BPS). 2010.

Perkembangan jumlah kendaraan bermotor menurut jenis. http://www.bps.go.id/.

[2] KTT APEC. 2013. APEC Conference on Clean, Renewable and Sustainable Use of Energy (APCRES). Bali

[3] Costello and Chum. 1998. Biomass Bioenergy and Carbon Management, In “Bioenergy ‘98, Expanding Bionergy and Carbon Partnerships”. Omnipress. Madison. WI. pp.11-17.

[4] Riyanti, Eny Ida. 2009. Biomassa Sebagai Bahan Baku Bioetanol. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian: Jakarta

[5] Ahring, B.K., Alapuranen, M., Berlin, A., Bura, R., Chandra, R.P., Cherry, J., vanDijken, J.P., Galbe, M., Gorwa-Grauslund, M.F., Grabar, T.B., den Haan, R., Hahn-Hägerdal, B., Ingram, L.O., Jarboe, L.R., Jeon, Y.J., Jeppsson, M., Karhumaa, K., Kuyper, M., de Laat, W.T.A.M., Lawford, H.G., Lee, K.J., Lynd, L.R., Mabee, W.E., vanMaris, A.J.A., McBride, J.E., Merino, S.T., Olsson, L., Otero, J.M., Pan, X., Panagiotou, G., Pronk, J.T., Puranen, T., Rogers, P.L., Saddler, J.N., Sassner, P., Shanmugan, K.T., Siika-aho, M.,Vehmaanperä, J., Viikari, L., Westermann, P., Wingren, A., Winkler, A.A., Yomano, L.P., Zacchi, G., van Zyl, W.H., 2007. Biofuels. Adv. Biochem. Eng./Biotechnol. Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg.

Gambar 5b. Struktur LignoselulosaRumput teki sesudah pre-treatment

Page 8: Peningkatan Konsentrasi Selulosa Rumput Teki

[6] Fengel D dan G Wegener. 1995. Kayu; Kimia, Ultrastruktur dan Reaksi-reaksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: wood; Chemistry, Ultrastructure, Reaction.

[7] Wyman CE, Dale BE, Elander RT, Holtazaple M, Ladisch MR and Lee YY (2008) Comporative Sugar Recovery data from Laboratory Scale Application of Leading Pre-treatment Technologies to Corn Stover. Biores Technol. 96 (18): 2026-2032.

[8] Sari, Ni Ketut. 2009. Pembuatan Bioetanol dari Rumput Gajah dengan Distilasi Batch. Jurnal Teknik Kimia Indonesia. Central Library Institute Technology Bandung

[9] Hsu, T.A.; Ladisch, M. R.; Tsao, G. T. 1980. Alcohol from cellulose. Chem Technol,10 (5), 315–319

[10] Ballesteros, I., Negro, M.J., Olivia, M.J., Cabanas, A., et al. 2012. Ethanol Production from Steam-Explosion Pretreated Wheat Straw.

[11] Hakalaa, T.K., Lundella, T., Galkina, S., Maijalaa, P., Kalkkinenb, N. & Hatakkaa, A. 2005. Manganase peroxidase, laccase and oxalic acid from selective white rot fungus Physisporinus rivulosus grown on spruce wood chips. Enzyme and Microbial Technology 36: 461-468

[12] Dehani, F.R., Bambang, D.A., Yulianingsih, R. 2013. Pemanfaatan Iradiasi Gelombang Mikro untuk Memaksimalkan untuk Proses Pretreatment Degradasi Lignin Jerami Padi (pada produksi bioetanol). Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya ; Malang.

[13] Handayani, septi puji. 2010. Pembuatan biodiesel dari minyak ikan Dengan radiasi gelombang mikro. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

[14] Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij, 2005. Production Bioethanol Biomassa Lignoselulosa Pre-treatment. Copernicus Institute for Suistanable Development and Inovation Utrech University, Heide Iberglaan. 2.3584.cs utrecth. the Netherland.

[15] Kunlan, L., Lixin, X., Jun, L., Guaying, C., Zuwei, X. 2011. Salt-assisted hydrolysis of starch to D-glucose under microwave irradiation. Carbohydrate Research 331: 9 -12.

[16] Hu G, Heitmann JA, Rojas OJ. 2008. Feedstock Pre-treatment Strategies for Producing Ethanol from Wood, Bark, and Forest Residues. Bioresouces 3:270-294.

[17] Anggorodi. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.

[18] Taherzadeh M.J. 1999. Ethanol from Lignocellulose: Physiological Effects of Inhibitors and Fermentation Strategies. thesis. Göteborg: Department of Chemical Reaction Engineering, Chalmers University Of Technology.

[19] Fengel D dan G Wegener. 1995. Kayu; Kimia, Ultrastruktur dan Reaksi-reaksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: wood; Chemistry, Ultrastructure, Reaction.

[20] Wang Z, Cheng JJ. 2011. Lime pre-treatment of coastal bermudagrass for bioethanol production. Energy Fuels; 25(4):830e1836.

[21] Gong, D. Liu, and Y. Huang. 2010. Microwave-assisted organic acid pre-treatment for enzymatic hydrolysis of rice straw, Biosystems Engineering, vol. 107, no. 2, pp. 67–73.

[22] Sluiter A, Hames B, Ruiz R, Scarlata C, Sluiter J, Templeton D, et al. 2004 Determination of structural carbohydrates and lignin in biomass. Golden, CO: NREL.

Page 9: Peningkatan Konsentrasi Selulosa Rumput Teki

[23] Chang VS, Burr B, Holtzapple MT. Lime pre-treatment of switchgrass. Appl Biochem Biotechnol 1997;63e65:3e19.