peninggalan sejarah di kabupaten kudus sebagai …... · gugus pangeran cendono, 4)...
TRANSCRIPT
PENINGGALAN SEJARAH DI KABUPATEN KUDUS
SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPS SEKOLAH DASAR
Studi Kasus di SD Se Gugus Pangeran Cendono
Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
Yuli Suryanti
S860208030
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
ii
PENINGGALAN SEJARAH DI KABUPATEN KUDUS
SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPS SEKOLAH DASAR
Studi Kasus di SD Se Gugus Pangeran Cendono
Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus
Disusun oleh:
Yuli Suryanti S 860208030
Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing
Jabatan Nama/NIP Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Dr. Warto, M. Hum
NIP. 131633898
Pembimbing II Dr. Budhi Setiawan, M.Pd
NIP. 131809046
Mengetahui
Ketua Program Pendidikan Sejarah
Dr. Warto, M. Hum NIP. 131633898
iii
PENINGGALAN SEJARAH DI KABUPATEN KUDUS
SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPS SEKOLAH DASAR
Studi Kasus di SD Se Gugus Pangeran Cendono
Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus
Disusun oleh:
Yuli Suryanti S 860208030
Telah Disetujui oleh Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Dr. Suyatno Kartodirdjo
NIP. 130324012
Sekretaris Prof. HB. Sutopo, M.Sc., M.Sc., Ph.D
NIP. 130444310
Anggota Penguji 1. Dr. Warto, M. Hum
NIP. 131633898
2. Dr. Budhi Setiawan, M.Pd
NIP. 131809046
Surakarta, 29 April 2009
Mengetahui :
Direktur Ketua
Program Pascasarjana UNS Program Pendidikan Sejarah
Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D NIP 131472192
Dr. Warto, M.Hum NIP 131633898
iv
PERNYATAAN
Nama : Yuli Suryanti NIM : S860208030
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Peninggalan Sejarah di Kabupaten Kudus Sebagai Media Pembelajaran IPS Sekolah Dasar: Studi Kasus di SD Se Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Kudus, 29 April 2009
Yang Membuat Pernyataan
Yuli Suryanti
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya maka tesis ini dapat diselesaikan untuk memenuhi
sebagian persyaratan mencapai gelar magister. Tesis ini disusun berdasarkan
penelitian dengan judul “Peninggalan Sejarah di Kabupaten Kudus sebagai Media
Pembelajaran IPS Sekolah Dasar: Studi Kasus di SD se-Gugus Pangeran Cendono
Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus”.
Ucapan terima kasih atas bantuannya dalam menyelesaikan tesis ini,
penulis sampaikan kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Much. Syamsulhadi, dr. Sp. KJ, selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret yang telah memberikan izin belajar di Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret;
2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D, selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan kesempatan untuk
melanjutkan studi di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta, dan membantu proses perizinan penelitian;
3. Dr. Warto, M. Hum selaku Ketua Program Pendidikan Sejarah Universitas
Sebelas Maret Surakarta, dan sebagai Dosen Pembimbing I, yang telah
memberi motivasi, bimbingan dan arahan kepada penulis tentang isi,
sistematika, dan penggunaan bahasa dalam tesis ini;
4. Dr. Budhi Setiawan, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberi
motivasi, bimbingan dan arahan kepada penulis tentang isi, sistematika, dan
penggunaan bahasa dalam tesis ini;
vi
5. Semua Dosen di Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan
dukungan moral dan semangat, sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan di Pascasarjana UNS;
6. Bapak Khundori, selaku pengelola Klentheng Hok Ling Bio dan Bapak
Denny, selaku pengelola Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus, yang
telah memberikan informasi tentang tempat peninggalan sejarah tersebut;
7. Bapak dan Ibu guru Kelas IV SD se-Gugus Pangeran Cendono Kecamatan
Dawe Kabupaten Kudus, yang telah memberikan informasi dan membantu
penulis dalam menyelesaikan tesis;
8. Sudiran dan Suyatmi, orang tua tercinta yang telah tiada yang selama
hidupnya selalu memberikan dorongan dan semangat untuk terus belajar;
9. Kusnadi, suamiku tercinta dan Dedy Kusuma Putra, anakku tercinta, Bambang
Ganef Bawono Loko, adikku tersayang, yang telah memberikan dukungan
moral dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di
Pascasarjana UNS;
10. Pihak-pihak yang telah banyak membantu namun tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya pendidikan sejarah di Indonesia.
Surakarta, 29 April 2009
Peneliti
Yuli Suryanti
vii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ……………..……………………………………………………….. i
PENGESAHAN PEMBIMBING……………………………………………. ii
PENGESAHAN PENGUJI TESIS ………………………………………….. iii
PERNYATAAN …………………………………………………………….. iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. v
DAFTAR ISI………………………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… x
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. xi
DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………………. xii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xiii
ABSTRAK…………………………………………………………………… xiv
ABSTRACT ………………………………………………………………… xv
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………….. 4
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 5
1. Tujuan Umum …………………………………………… 5
2. Tujuan Khusus ………………………………………….. 5
D. Manfaat Penelitian …………………………………………….. 6
1. Manfaat Teoretis …………………………………………. 6
2. Manfaat Praktis …………………………………………… 6
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PIKIR ………………………….. 8
A. Kajian Teori …………………………………………………… 8
1. Peninggalan Sejarah ………………………………………. 8
a. Pengertian Peninggalan Sejarah ……………………… 8
b. Jenis-Jenis Peninggalan Sejarah ……………………….. 10
c. Fungsi Peninggalan Sejarah …………………………… 10
viii
d. Upaya Pembelajaran dengan Memanfaatkan Peninggalan
Sejarah …………………………………………………. 11
2. Media Pembelajaran ……………………………………… 15
a. Pengertian Media Pembelajaran …............…………….. 15
b. Ciri-Ciri Media Pembelajaran …………………………. 18
c. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran……………… 21
d. Macam-macam Media Pembelajaran ............................. 29
e. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran ......................... 34
f. Prinsip Pemanfaatan Media ............................................ 36
3. Ilmu Pengetahuan Sosial ………………………………….. 42
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial ………………….. 42
b. Tujuan Pengajaran IPS ………………………………… 45
c. Ruang Lingkup IPS …………………………………… 47
d. Konsep IPS …………………………………………….. 51
e. Peranan IPS ……………………………………………. 56
B. Kerangka Pikir ………………………………………………… 58
BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………………… 61
A. Setting Penelitian ……………………………………………… 61
B. Jenis dan Strategi Penelitian ………………………………….. 62
C. Data dan Sumber Data………………………………………… 64
D. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………. 65
E. Teknik Cuplikan (Sampling) ………………………………….. 68
F. Validitas data ………………………………………………… 69
G. Teknik Analisis Data ………………………………………… 72
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………… 75
A. Deskripsi Latar………………………………………………… 75
B. Sajian Data …………………………………………………….. 85
C. Pokok-Pokok Temuan ………………………………………… 106
D. Pembahasan …………………………………………………… 109
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ………………………… 120
A. Simpulan ………………………………………………………. 120
ix
B. Implikasi ………………………………………………………. 121
C. Saran…………………………………………………………… 123
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 125
LAMPIRAN…………………………………………………………………. 128
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS SD Kelas IV…….... 87
Tabel 2 Silabus IPS SD Kelas IV……………………………………………. 113
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerangka Pikir …………………………………………………… 60
Gambar 2 Teknik Analisis Data Model Interaktif…………………………… 74
Gambar 3 Menara Masjid Sunan Kudus ……………………………………. 89
Gambar 4 Masjid Sunan Kudus……………………………………………… 90
Gambar 5 Gapuro Padureksan Kidul Menara ………………………………. 91
Gambar 6 Gapuro Kembar ………………………………………………….. 92
Gambar 7 Gapuro Samping …………………………………………………. 92
Gambar 8 Gapuro Gerbang Tajug…………………………………………… 93
Gambar 9 Pancuran Wudlu (8 Pancuran) ………………………………….. 93
Gambar 10 Makam Sunan Kudus …………………………………………… 94
Gambar 11 Altar Pemujaan Klenteng Hok Ling Bio…………………………. 95
xii
DAFTAR SINGKATAN
IPS : Ilmu Pengetahuan Sosial
SD : Sekolah Dasar
SK : Standar Kompetensi
KD : Kompetensi Dasar
YM3SK : Yayasan Menara, Masjid, dan Makam Sunan Kudus
KBM : Kegiatan Belajar Mengajar
M3SK : Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Daftar Informan ………………………………........................... 129
Lampiran 2 Deskripsi Hasil Wawancara …………………………………… 130
Lampiran 3 Proposal Kegiatan Karya wisata ……………………………….. 172
Lampiran 4 Foto-Foto Kegiatan dalam Penelitian ………………………….. 173
xiv
ABSTRAK
Yuli Suryanti, S860208030. 2009. Peninggalan Sejarah di Kabupaten Kudus Sebagai Media Pembelajaran IPS Sekolah Dasar: Studi Kasus di SD se-Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan 1) jenis peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS SD se Gugus Pangeran Cendono, 2) kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan kelayakan pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se Gugus Pangeran Cendono, 3) penerapan pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se Gugus Pangeran Cendono, 4) kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru dalam memanfaatkan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se Gugus Pangeran Cendono, 5) cara guru mengatasi kesulitan dalam memanfaatkan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono.
Setting penelitian dilakukan di objek-objek Peninggalan Sejarah di Kabupaten Kudus serta di SD se Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus pada semester I Tahun Ajaran 2008/2009. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif berbentuk studi kasus terpancang. Data yang didapatkan berupa kata dan tulisan yang diperoleh dari informan dan dokumen. Pengambilan sampel digunakan teknik purposive sampling dan time sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi langsung baik berperan pasif maupun berperan aktif, dan analisis dokumen. Pengembangan validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber dan triangulasi metode. Analisis data menggunakan analisis data model analisis interaktif.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus yang dapat digunankan sebagai media pembelajaran IPS/Sejarah SD adalah peninggalan sejarah yang sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran IPS SD kelas IV semester I yaitu menghargai berbagai peninggalan sejarah di lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dan menjaga kelestariannya. Kriteria untuk menentukan kelayakan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran adalah peninggalan sejarah yang masih dalam keadaan utuh dan terawat baik sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas kepada siswa. Sebelum guru melaksanakan kegiatan pembelajaran, guru perlu mempersiapkan seperangkat alat pembelajaran. Selama proses pemebelajaran, jika guru mengalami kesulitan, maka guru harus bisa mengatasi kesulitan tersebut.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan sebagai bahan pertimbangan bagi guru SD untuk meningkatkan kemampuan mengajar dalam memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran.
xv
ABSTRACT
Yuli Suryanti, S860208030. 2009. The Historical Heritage in Kudus Residence as Social Studies Instructional Media for Elementary School (Case Study at SD se-Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus). Thesis: Post Graduate Program of Sebelas Maret University Surakarta.
The Purposes of the research are to describe : 1) the kinds of historical heritage which can be used as a social studies instructional media for Elementery School at Gugus Pangeran Cendono, 2) the factors or criteria which can be used to take the useful of historical heritage in Kudus Residence as Social studies insctructional media for Elementary School at Gugus Pangeran Cendono, 3) the planning of using historical heritage as Social Studies instructuonal media for Elementary School at Gugus Pangeran Cendono, 4) the teacher difficulties in using historical heritage in Kudus Residence as social studies instructional media for Elementary School at Gugus Pangeran Cendono, 5) the teacher manners to overcome the difficulties instructional media for Elementary School at Gugus Pangeran Cendono.
The setting of the research was done at historical heritage in Kudus Regency at SD se- Gugus Pangeran Cendono in the first semester of academic year 2008/2009. The type of research is descrriptive qualitative formed case study. The data was gotten from informant or document in explanation and article form. The collecting data used interview, observation and document analysis. The writer also uses the triangulation method to measurement the validity data.
The result of the study can be concluded that the historical heritage in Kudus regency which can be used as social studies instructional media in basic competency of fouth grade of Elementary school are : giving appreciate to the various historical heritage at the local environment ( regency, city, or province ) and watch over the preservation. The factor or criteria to determine the historical heritage elegibility as give clear descripton to the students. The teacher shall prepare the instructional media before doing the learning process. If the teacher have some difficulties in learning process, the teacher should over come it.
The writer hopes this study will be reference to the teacher in improving their ability in using the historical heritage as a teaching media.
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran IPS adalah sebuah sistem. Sistem pembelajaran IPS
mengintegrasikan berbagai komponen pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional pada umumnya dan tujuan pembelajaran IPS pada khususnya.
Komponen-komponen pembelajaran harus saling mendukung untuk menciptakan
suasana pembelajaran yang menyenangkan dan interaktif.
Salah satu komponen pembelajaran adalah media pembelajaran. Media
pembelajaran adalah alat bantu yang digunakan guru untuk mengkomunikasikan
materi dan bahan ajar kepada siswa. Media pembelajaran memberikan kemudahan
kepada guru dan murid untuk menyamakan persepsi terhadap materi pembelajaran
yang sedang dibahas.
Guru dituntut untuk menentukan dan memilih media pembelajaran yang
tepat. Pemilihan media harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) tujuan
yang hendak dicapai, 2) ketersediaan sumber media, 3) ketersediaan dana, tenaga
dan fasilitas, 4) keluwesan, kepraktisan, dan daya tahan media, serta 5) efektivitas
media untuk waktu yang panjang (Dick dan Carey dalam Basuki Wibawa dan
Farida Mukti, 2001: 100).
Media pembelajaran IPS yang dipilih oleh guru IPS SD sekarang ini
adalah buku teks dan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
Media buku teks lebih mudah didapatkan sehingga guru lebih memilih
menggunakan media tersebut. Buku teks juga menyajikan materi pembelajaran
1
xvii
dengan lengkap sehingga guru hanya menerangkan kepada siswa segala hal yang
belum dipahami.
Gambar-gambar sebagai media pembelajaran IPS dirasa kurang
memberikan rangsangan kepada siswa untuk mengikuti pembelajaran IPS. Siswa
hanya melihat gambar dua dimensi sehingga makna yang ingin diperoleh dengan
menggunakan gambar-gambar tersebut sebagai media pembelajaran belum dapat
tercapai. Bahkan beberapa siswa ada yang tidak mengerti maksud dari gambar-
gambar yang ditunjukkan oleh guru, sehingga siswa bermain-main selama proses
pembelajaran.
Media buku teks dan gambar-gambar tidak mendukung kondisi
pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan. Siswa cenderung bersikap pasif
dalam pembelajaran bahkan beberapa menganggap pembelajaran dengan media
buku teks dan gambar ini membosankan. Kebosanan siswa ini akan memberikan
dampak pada rendahnya prestasi belajar siswa.
Media pembelajaran yang digunakan guru selain buku teks dan gambar-
gambar adalah media audio visual dengan menggunakan CD Pembelajaran.
Selama proses pembelajaran dengan media CD ini guru tidak menjadi sumber
belajar, hanya menjadi fasilitator dalam pembelajaran. Guru menyediakan media
pembelajaran berupa CD dan membiarkan siswa belajar sendiri. Penggunaan
media CD ini dapat lebih meningkatkan gairah siswa untuk memperhatikan
pelajaran dari pada pembelajaran menggunakan media buku teks dan gambar-
gambar. CD ini belum merupakan CD interaktif yang mengajak siswa berinteraksi
selama proses pembelajaran berlangsung. Guru sebagai fasilitator dalam
xviii
pembelajaran selama menggunakan media CD justru menjadi pasif dan tidak
berusaha menjadikan pembelajaran lebih interaktif dengan melibatkan siswa.
Kondisi seperti ini membuat siswa lama kelamaan menjadi bosan melihat CD
secara terus menerus.
Kondisi pembelajaran IPS dengan menggunakan media buku teks,
gambar dan CD yang tidak interaktif dan maksimal menuntut guru mencari media
pembelajaran lain yang lebih interaktif dan menyenangkan. Upaya pemilihan
media alternatif dapat dilakukan oleh guru dengan memanfaatkan bahan yang ada
di lingkungan sekitar terutama yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Penggunaan bahan yang sudah ada di lingkungan akan memberikan nilai positif
karena siswa ditunjukkan pada kondisi riil masyarakat sekitar dan siswa dapat
terlibat langsung selama proses pembelajaran.
Kabupaten Kudus memiliki peninggalan-peninggalan sejarah yang cukup
lengkap, bahkan beberapa peninggalan sejarah tersebut bisa dimanfaatkan sebagai
media pembelajaran IPS. Peninggalan sejarah ini sebagian guru sudah pernah
digunakan oleh guru IPS SD sebagai media pembelajaran, sehingga peninggalan
sejarah tersebut dapat membantu guru dalam pembelajaran IPS yang lebih
interaktif dan menyenangkan.
Peninggalan sejarah yang digunakan sebagai media pembelajaran akan
mengarahkan peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran IPS. Peran guru
sebagai fasilitator dalam pembelajaran IPS selama ini tampaknya belum
berkembang secara luas, hal ini didasarkan pada hasil penelitian dari Hamid
Hasan (1998: 275) bahwa 95,17% guru IPS dalam pembelajaran mengguakan
xix
metode ceramah dan ceramah bervariasi dengan penerapan seperti itu, maka peran
guru mengarah pada satu – satunya sumber informasi, sehingga pembelajarannya
hanya satu arah saja, tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir
secara kritis analitis sehingga pembelajaran yang dialogis sulit diwujudkan.
Kondisi pembejaran tersebut sudah saatnnya perlu adanya perubahan dimana gru
tidak hanya sebagai informator tetapi juga sebagai fasilitator. Dengan guru
sebagai fasilitator, maka kegiatan belajar mengajar akan lebih menyenangkan dan
bermakna.
Peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran akan memberikan
gambaran konkret kepada siswa tentang peninggalan sejarah yang dimaksud
dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS SD. Gambaran yang
konkret ini akan memudahkan siswa untuk memahami materi pembelajaran dan
pada akhirnya dapat meningkatkan hasil pembelajaran IPS SD.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah yang dikaji
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Jenis peninggalan sejarah apa saja yang dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono?
2. Kriteria-kriteria apa saja yang digunakan untuk menentukan kelayakan
pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media
pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono?
3. Bagaimana pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai
media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono?
xx
4. Kesulitan-kesulitan apa saja yang dihadapi guru dalam memanfaatkan
peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD
se-Gugus Pangeran Cendono?
5. Bagaimanakah cara guru mengatasi kesulitan dalam memanfaatkan
peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD
se-Gugus Pangeran Cendono?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan peninggalan
sejarah di Kabupaten Kudus sebagai Media Pembelajaran IPS di SD se-Gugus
Pangeran Cendono.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan:
a. Jenis peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono.
b. Kriteria-keriteria yang digunakan untuk menentukan kelayakan
pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media
pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono.
c. Pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media
pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono.
d. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru dalam memanfaatkan peninggalan
sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-
Gugus Pangeran Cendono.
xxi
e. Cara guru mengatasi kesulitan dalam memanfaatkan peninggalan sejarah
di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus
Pangeran Cendono.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang terkait dengan media
pembelajaran khususnya pembelajaran IPS di SD.
2. Manfaat Praktis
Secara Praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
a. Guru
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah kualitas
pembelajaran di SD sehingga siswa menjadi antusias dalam mengikuti
pembelajaran terutama pembelajaran IPS.
b. Siswa
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan perhatian,
semangat, dan gairah belajar siswa dalam mengikuti KBM mata pelajaran
IPS sehingga hasil pembelajaran lebih baik.
c. Sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menjalin kerja sama antara
sekolah dengan tempat-tempat peninggalan sejarah yang sesuai dengan SK
KD mata pelajaran IPS.
xxii
d. Pengambil Kebijakan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan informasi untuk
pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan pemanfaatan
peninggalan sejarah setempat sebagai media pembelajaran IPS di SD.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Teori
1. Peninggalan Sejarah
a. Pengertian Peninggalan Sejarah
Sejarah atau dalam bahasa Inggris history berasal dari kata Yunani
istoria yang berarti ilmu. Kata istoria digunakan oleh filsuf Yunani,
Aristoteles, sebagai suatu penjelasan sistematis mengenai seperangkat
gejala alam. Penggunaan ini sekarang dipakai untuk menjelaskan tentang
natural history. Secara umum history atau sejarah berarti masa lampau
manusia (Gottschalk, 1985: 27).
Masa lampau telah berlalu, begitu pula kejadian-kejadian dan
peristiwa-peristiwa yang memang hanya sekali terjadi. Segala hal yang
sudah dianggap lampau tidaklah sepenuhnya lenyap. Peristiwa-peristiwa
masa lampau mempunyai beberapa akibat, sebab peristiwa-peristiwa
xxiii
tersebut meninggalkan relics (barang peninggalan) atau traces (jejak-
jejak). Kata relics (barang peninggalan) dinyatakan oleh Collingwood
sedangkan traces (jejak-jejak) dipergunakan oleh ahli metodologi,
Langlois dan Seignobos. Pengujian terhadap implikasi-implikasi
hubungan antara relics atau traces dan peristiwa (events) akan
memberikan petunjuk dan bahan-bahan pada para ilmuwan untuk
merekonstruksi peristiwa di masa lampau (Soeri Soeroto, 1980: 1 dan
Renier, 1997: 101).
Barang peninggalan atau jejak yang sampai tidak semuanya dapat
digunakan untuk merekonstruksi peristiwa masa lampau. Barang
peninggalan atau jejak dapat dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan
manfaatnya untuk dijadikan bahan penulisan dalam rangka merekonstruksi
masa lampau yaitu : 1) jejak atau peninggalan yang historis, yaitu jejak
atau peninggalan yang menurut penilaian sejarawan memiliki atau
mengandung informasi tentang kejadian-kejadian yang yang historis
sehingga bisa digunakan untuk bahan penyusunan kejadian-kejadian itu
sebagai kisah, 2) jejak atau barang peninggalan tak historis, yaitu jejak
atau barang peninggalan yang informasi di dalamnya dianggap tidak
memiliki nilai sejarah (Soeri Soeroto, 1980: 2).
Peninggalan sejarah menurut UU No. 5 Tahun 1992 memiliki
pengertian yaitu suatu benda buatan manusia, baik merupakan kesatuan
atau kelompok, bagian-bagian yang telah berumur sekurang-kurangnya
lima puluh tahun atau mewakili gaya khas dan mewakili masa gaya
xxiv
sekurang-kurangnya lima puluh tahun serta dianggap mempunyai nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Jejak-jejak sejarah atau peninggalan sejarah dan purbakala banyak
mengandung informasi atau keterangan peristiwa dalam skala sempit
maupun skala luas. Jejak sejarah atau peninggalan sejarah dan purbakala
merupakan sumber informasi atau sumber sejarah. Selain itu, jejak sejarah
ini merupakan bukti suatu kejadian atau sejarah masa lampau dan juga
menjadi sumber belajar (Renier, 1997: 102).
b. Jenis-Jenis Peninggalan Sejarah
Peninggalan sejarah atau jejak sejarah dapat dibedakan menjadi
peninggalan sejarah material dan peninggalan sejarah non material.
Peninggalan sejarah material adalah peninggalan sejarah yang berwujud
benda dan dapat berupa peninggalan tertulis maupun peninggalan benda
sejarah biasa. Peninggalan sejarah atau jejak sejarah untuk lebih
mudahnya dibedakan menjadi tiga yaitu 1) peninggalan sejarah atau jejak
sejarah immaterial, adalah ketentuan-ketentuan yang masih hidup atau
terdapat dalam masyarakat seperti lembaga-lembaga sosial, kepercayaan,
adat kebiasaan, norma-norma etik yang berlaku, tradisi, legenda,
ketakhayulan, dan juga bahasa, 2) jejak sejarah atau peninggalan sejarah
material adalah jejak atau peninggalan dari aktivitas orang yang hidup di
masa lampau yang berwujud. Jejak material dapat berfungsi sampai
sekarang, seperti masjid, candi, monumen-monumen, meja kursi, 3) jejak
sejarah atau peninggalan sejarah tertulis dapat dikatakan mengajarkan
xxv
sesuatu tentang apa yang terkandung di dalamnya atau dalam arti terbatas
disebut dokumen (Soeri Soeroto, 1980: 2-3 dan Renier, 1997: 104).
c. Fungsi Peninggalan Sejarah
Peninggalan sejarah memiliki Fungsi antara lain : (1) Sebagai
bukti-bukti sejarah dan budaya, (2) Sebagai sumber-sumber sejarah,
(3) objek ilmu pengetahuan sejarah dan budaya, (4) Cermin sejarah dan
budaya, (5) sebagai media pembinaan dan pengembangan nilai-nilai
budaya, (6) sebagai media pendidikan budaya bangsa sepanjang masa,
(7) sebagai media untuk memupuk kepribadian bangsa di bidang
kebudayaan dan ketahanan nasional, (8) sebagai objek wisata (Tim
Inventarisasi BCB, 2007: 2).
d. Upaya Pembelajaran dengan Memanfaatkan Peninggalan Sejarah
Lingkungan yaitu situasi yang tersedia di mana pesan itu di terima
oleh siswa. Lingkungan terdiri atas lingkungan fisik dan nonfisik.
Lingkungan fisik seperti gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium,
studio, auditorium, taman, objek-objek peninggalan sejarah dan lain-lain.
Lingkungan non fisik seperti penerangan sirkulasi udara dan lain-lain.
Secara teoritis pemanfaatan lingkungan sebagai media pembelajaran
mempunyai berbagai arti penting di antaranya lingkungan mudah di
jangkau, biayanya relatif murah, objek permasalahan dalam lingkungan
beraneka ragam dan menarik serta tidak pernah habis (Novrianti, 2008).
xxvi
Sehubungan dengan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber
belajar ini, Nasution (dalam Novrianti: 2008) menyatakan bahwa
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu : dengan cara membawa sumber-sumber dari masyarakat ke
atau lingkungan ke dalam kelas dan dengan cara membawa siswa ke
lingkungan. Tentunya masing-masing cara tersebut dapat dilakukan
dengan pendekatan, metoda, teknik dan bahan tertentu yang sesuai dengan
tujuan pengajaran.
Lebih lanjut Nasution menjelaskan ada beberapa metode yang
dapat digunakan dalam rangka membawa siswa ke dalam lingkungan itu
sendiri yaitu metode Karya wisata, service proyek, school camping,
surfer dan interviu. Lewat karyawisata umpamanya, siswa akan
memperoleh pengalaman secara langsung, membangkitkan dan
memperkuat belajar siswa, mengatasi kebosanan siswa balajar dalam
kelas serta menanamkan kesadaran siswa tentang lingkungan dan
mempunyai hubungan yang lebih luas dengan lingkungan.
Namun metode karya wisata ini memiliki kelemahan yang
berkaitan dengan waktu sehingga karya wisata ini perlu diperhatikan
secara cermat. Demikian juga dengan metode lain yang membawa siswa
ke luar kelas, metode yang dipilih memerlukan rencana yang lebih cermat
dan matang serta harus berpedoman kepada tujuan pengajaran yang
hendak dicapai. Cara yang kedua yaitu dengan cara membawa sumber dan
xxvii
lingkungan luar ke dalam kelas, seperti membawa narasumber, contoh-
contoh dan koleksi tertentu ke dalam kelas.
Kedua cara yang telah dijelaskan di atas sebenarnya saling
berkaitan satu dengan yang lainnya karena keduanya dapat
dikombinasikan. Misalnya melalui karya wisata siswa mempunyai
kesempatan untuk mengumpulkan berbagai benda sehingga koleksi benda
tersebut dapat memperkaya khasanah laboratorium di sekolah dan
sewaktu-waktu benda-benda tersebut dapat digunakan sebagai media
sekaligus sebagai sumber belajar.
Pendayagunaan lingkungan dalam proses pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan berbagai cara. Pemanfaatan ini dapat dengan cara
membawa lingkungan ke dalam kelas atau dengan cara membawa siswa
ke masyarakat (Oemar Hamalik, 2005:100).
Pengertian lingkungan dalam hal ini adalah segala sesuatu baik
yang berupa benda hidup maupun benda mati yang terdapat di sekitar kita
(di sekitar tempat tinggal maupun sekolah). Berbagai benda yang terdapat
di lingkungan dapat dipilih untuk dijadikan media dan sumber belajar
bagi siswa di sekolah. Bentuk dan jenis lingkungan ini bermacam macam,
misalnya : sawah, hutan, pabrik, lahan pertanian, gunung, danau,
peninggalan sejarah, museum, dan sebagainya. Media di lingkungan
juga bisa berupa benda-benda sederhana yang dapat dibawa ke ruang
kelas, misalnya : batuan, tumbuh-tumbuhan, binatang, peralatan rumah
xxviii
tangga, hasil kerajinan, dan masih banyak lagi contoh yang lain (Aristo
Rahadi, 2008: 1).
Teknik penggunaan lingkungan sebagai media dan sumber
pembelajaran menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2007:209-212)
yaitu:
1) Survey, yaitu siswa mengunjungi lingkungan seperti masyarakat
setempat untuk mempelajari proses sosial, budaya, ekonomi,
kependudukan, dan lain-lain. Kegiatan belajar dilakukan siswa melalui
observasi, wawancara dengan nara sumber, mempelajari data atau
dokumen yang ada dan lain-lain. Hasilnya dicatat dan dilaporkan untuk
dibahas bersama dan disimpulkan oleh guru dan siswa untuk
melengkapi bahan pembelajaran.
2) Camping atau kemah. Kemah memerlukan waktu yang cukup sebab
siswa harus dapat menghayati bagaimana kehidupan alam seperti suhu,
iklim, suasana dan lain-lain.
3) Karya wisata, yaitu kunjungan siswa keluar kelas untuk mempelajari
objek tertentu sebagai bagian integral dari kegiatan kurikuler di
sekolah.
4) Praktek lapangan dilakukan siswa untuk memperoleh keterampilan dan
kecakapan khusus.
5) Mengundang nara sumber ke sekolah untuk memberikan penjelasan
mengenai keahliannya di hadapan para siswa.
xxix
6) Proyek pelayanan dan pengabdian pada masyarakat, yakni dengan
melakukan kegiatan dalam rangka memberikan bantuan kepada
masyarakat seperti pelayanan, penyuluhan, partisipasi dalam kegiatan
masyarakat.
Pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran
dengan teknik-teknik di atas memiliki kelemahan yang terjadi saat
pelaksanaannya, yaitu :
1) Kegiatan pembelajaran kurang dipersiapkan sebelumnya sehingga saat
siswa dibawa ke lokasi tujuan pembelajaran tidak mengadakan proses
pembelajaran.
2) Adanya kesan bahwa pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media
pembelajaran dengan menggunakan teknik-teknik tersebut
membutuhkan waktu lama sehingga menghabiskan waktu untuk
belajar di kelas.
3) Sempitnya pandangan guru bahwa kegiatan pembelajaran hanya terjadi
di kelas (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2007: 209).
2. Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran
Kata ‘media’ berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk
jamak dari kata ‘medium’. Arti media secara harfiah adalah ‘perantara’
atau ‘pengantar’. Media berarti wahana penyalur informasi belajar atau
penyalur pesan (Syaiful B. Djamarah & Aswan Zain, 2006:120). Dalam
bahasa Arab, media adalah perantara (wasaaila) atau pengantar pesan dari
xxx
pengirim kepada penerima pesan (Azhar Arsyad, 2007: 3). Media oleh
Fleming dalam Azhar Arsyad (2007: 3) diganti dengan mediator yaitu
penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan
mendamaikannya. Istilah mediator membuat media menunjukkan fungsi
atau perannya yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak
utama dalam proses belajar – siswa dan isi pelajaran. Mediator dapat pula
mencerminkan pengertian bahwa setiap sistem pembelajaran yang
melakukan peran mediasi, mulai dari guru sampai kepada peralatan paling
canggih, dapat disebut media. Ringkasnya media adalah alat yang
menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pembelajaran.
Suatu medium (jamak media) adalah pengertian dari sebuah
komunikasi dan sumber informasi. Diperolah dari kata Latin yang artinya
“antara”, istilah ini mengacu pada segala sesuatu yang dapat
menyampaikan informasi antara sumber dan penerima (Smaldino, 2005:9)
Makna umum media adalah segala sesuatu yang dapat
menyalurkan informai dan sumber informasi kepada penerima informasi.
Istilah media populer di bidang komunikasi. Proses belajar mengajar pada
dasarnya juga merupakan proses komunikasi sehingga media yang
digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran (Etin
Solihatin & Raharjo, 2007:22-23).
Schramm mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah
teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran. Sementara itu, Briggs berpendapat bahwa media
xxxi
pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi
pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan,
National Education Associaton mengungkapkan bahwa media
pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun
pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras (Achmad Sudrajat,
2008).
Secara garis besar dapat dipahami bahwa media adalah manusia,
materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa
mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Berdasarkan
pengertian tersebut maka guru, buku teks, lingkungan sekolah merupakan
media juga (Azhar Arsyad, 2007: 3).
AECT dalam Arief S. Sadiman dkk (2002: 6) memberikan batasan
media. AECT menyatakan bahwa media pembelajaran adalah:
Semua sumber data (data, manusia, barang atau material) yang dapat digunakan oleh peserta didik secara individual atau secara bersamaan, biasanya menggunakan tata cara formal, untuk memfasilitasi pembelajaran. Sumber ini termasuk pesan-pesan, manusia, material, peralatan, teknik-teknik dan tempat atau lingkungan.
Marshall McLuhan (dalam Oemar Hamalik, 2003:201)
berpendapat bahwa media adalah suatu ekstensi manusia yang
memungkinkannya mempengaruhi orang lain yang tidak mengadakan
kontak langsung dengan dia.
Gagne (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2007:23) mengartikan
media sebagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat
merangsang mereka untuk belajar. Kutipan dari Brigg oleh Etin Solihatin
xxxii
dan Raharjo (2007:23) menyebutkan bahwa media adalah alat untuk
memberikan perangsang bagi siswa agar terjadi proses belajar.
Oemar Hamalik (2003:202) menyatakan bahwa media tidak hanya
meliputi media komunikasi elektronik yang kompleks tetapi juga meliputi
alat-alat sederhana seperti slide, fotografi, diagram, bagan buatan guru,
objek-objek nyata serta kunjungan ke luar sekolah.
Media pembelajaran sifatnya lebih khusus, maksudnya media
pendidikan yang secara khusus digunakan untuk mencapai tujuan belajar
tertentu yang telah dirumuskan secara khusus. Alat peraga adalah alat
(benda) yang digunakan untuk memperagakan fakta, konsep, prinsip, atau
prosedur tertentu agar tampak lebih nyata/konkret. Alat bantu adalah alat
(benda) yang digunakan oleh guru untuk mempermudah tugas dalam
mengajar. Audio Visual Aids (AVA) mempunyai pengertian dan tujuan
yang sama hanya saja penekanannya pada peralatan audio visual,
sedangkan alat bantu belajar penekanannya pada pihak yang belajar.
Semua istilah tersebut dapat kita rangkum dalam satu istilah umum yaitu
media pembelajaran (Etin Solihatin & Raharjo, 2007:23)
b. Ciri-ciri Media Pembelajaran
Berdasarkan batasan-batasan tentang media, media pembelajaran
memiliki ciri-ciri umum. Ciri-ciri umum media menurut Azhar Arsyad
(2007: 6) adalah :
xxxiii
1) Media pembelajaran memiliki pengertian fisik yang dewasa ini
dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu sesuatu benda yang
dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan panca indera.
2) Media pembelajaran memiliki pengertian nonfisik yang dikenal
sebagai software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang
terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin
disampaikan kepada siswa.
3) Penekanan media pembelajaran terdapat pada visual dan audio.
4) Media pembelajaran memiliki pengertian alat bantu pada proses
belajar baik di dalam maupun di luar kelas.
5) Media pembelajaran digunakan dalam rangka komunikasi dan
interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
6) Media pembelajaran dapat digunakan secara massal, kelompok besar
dan kelompok kecil atau perorangan.
7) Sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang
berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.
Gerlach dan Ely dalam Azhar Arsyad (2007: 12-14)
mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media
digunakan dan apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin
guru tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya. Tiga ciri media
pembelajaran tersebut adalah:
1) Ciri Fiksatif (Fixative Property)
xxxiv
Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam,
menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau
objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurutkan dan disusun kembali
dengan media seperti fotografi, video tape, audio tape, disket
komputer, dan film. Suatu objek yang telah diambil gambarnya
(direkam) dengan kamera atau video kamera dengan mudah dapat
direproduksi kapan saja diperlukan. Dengan ciri fiksatif ini, media
memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi pada
satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu.
Ciri ini amat penting bagi guru karena kejadian-kejadian atau
objek yang telah direkam atau disimpan dengan format media yang
dapat digunakan setiap saat. Peristiwa yang kejadiannya hanya sekali
(dalam satu dekade atau satu abad) dapat diabadikan dan disusun
kembali untuk keperluan pembelajaran.
2) Ciri Manipulatif (Manipulative Property)
Transfomasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena
media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu
berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga
menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording.
Misalnya, bagaimana proses larva menjadi kepompong kemudian
menjadi kupu-kupu dapat dipercepat dengan teknik rekaman fotografi
tersebut. Di samping dapat dipercepat dengan teknik rekaman
fotografi tersebut, suatu kejadian dapat pula diperlambat pada saat
xxxv
menayangkan kembali hasil suatu rekaman video. Manipulasi kejadian
atau objek dengan jalan mengedit hasil rekaman dapat menghemat
waktu.
3) Ciri Distributif (Distributive Property)
Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau
kejadian ditransportasikan melalui ruang dan secara bersamaan
kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan
stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Sekali
informasi direkam dalam format media apa saja, ia dapat direproduksi
seberapa kali pun dan siap digunakan secara bersamaan di berbagai
tempat atau digunakan secara berulang-ulang di suatu tempat.
Konsistensi informasi yang telah direkam akan terjamin sama atau
hampir sama dengan aslinya.
c. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Hamalik (dalam Azhar Arsyad, 2007: 15) mengemukakan bahwa
pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat
membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi
dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh
psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap
orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses
pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu.
Selain membangkitkan motivai dan minat belajar, media pembelajaran
juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data
xxxvi
dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan
memadatkan informasi.
Levie dan Lentz (dalam Azhar Arsyad, 2007: 16) mengemukakan
empat fungsi media pembelajaran., khususnya media visual, yaitu
1) fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan
mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran
yang berkaitan dengan maksud visual yang ditampilkan atau menyertai
teks materi pelajaran, 2) fungsi afektif media visual dapat terlihat dari
tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks bergambar.
Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa
misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras, 3) fungsi
kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang
mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar
pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan
yang terkandung dalam gambar, 4) fungsi kompensatoris media
pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang
memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah
dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan
mengingatnya kembali. Media pembelajaran dengan kata lain berFungsi
untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan
memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara
verbal.
xxxvii
Media pembelajaran, menurut Kemp dan Dayton (dalam Azhar
Arsyad, 2007: 19), dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media
digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang
besar jumlahnya, yaitu 1) memotivasi minat atau tindakan, 2) menyajikan
informasi, dan 3) memberi instruksi. Untuk memenuhi fungsi motivasi,
media pembelajaran dapat direalisasikan dengan teknik drama atau
hiburan. Hasil yang diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang
para siswa untuk bertindak. Untuk tujuan informasi, media pembelajaran
dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi dihadapan sekelompok
siswa. Isi dan bentuk penyajian bersifat amat umum, berfungsi sebagai
pengantar, ringkasan laporan, atau pengetahuan latar belakang. Media
berfungsi untuk tujuan instruksi di mana informasi yang terdapat dalam
media harus melibatkan siswa baik dalam benak atau mental maupun
dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi.
Akhmad Sudrajat (2008) menyatakan bahwa fungsi media
pembelajaran adalah: 1) media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan
pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap
peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang
menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku,
kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat
mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke
objek langsung yang dipelajari, maka objeknyalah yang dibawa ke peserta
didik. Objek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun
xxxviii
bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan
audial; 2) media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas.
Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas
oleh para peserta didik tentang suatu objek, yang disebabkan, karena :
(a) objek terlalu besar; (b) objek terlalu kecil; (c) objek yang bergerak
terlalu lambat; (d) objek yang bergerak terlalu cepat; (e) objek yang terlalu
kompleks; (f) objek yang bunyinya terlalu halus; (f) objek mengandung
berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka
semua objek itu dapat disajikan kepada peserta didik; 3) media
pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta
didik dengan lingkungannya; 4) media menghasilkan keseragaman
pengamatan; 5) media dapat menanamkan konsep dasar yang benar,
konkrit, dan realistis; 6) media membangkitkan keinginan dan minat baru;
7) media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar;
8) media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang
konkrit sampai dengan abstrak.
Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar mengajar
sehingga dapat mempertinggi pencapaian hasil belajar. Alasan pertama
berkenaan dengan peningkatan hasil belajar siswa adalah berkaitan dengan
manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa yaitu:
(1) pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga
menumbuhkan motivasi belajar; (2) materi pembelajaran akan lebih jelas
maknanya sehingga lebih mudah dipahami siswa dan memungkinkan
xxxix
siswa menguasai tujuan pembelajaran lebih baik; (3) metode mengajar
lebih membosankan sehingga tidak membosankan dan guru tidak
kehabisan tenaga; (4) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar,
tidak hanya mendengarkan penjelasan guru tetapi juga mengamati,
mendemonstrasikan dan lain-lain; (5) alasan kedua mengapa media
pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar adalah berkenaan dengan
taraf berpikir siswa. Taraf berpikir siswa mengikuti perkembangan dari
berpikir konkret ke berpikir abstrak. Penggunaan media pembelajaran
akan mengkonkretkan materi pembelajaran yang semula abstrak (Nana
Sudjana & Ahmad Rivai, 2007: 2-3).
Secara umum, manfaat media pembelajaran adalah memperlancar
interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran akan
lebih efektif dan efisien. Manfaat media pembelajaran secara khusus
seperti disampaikan oleh Kemp dan Dayton (dalam Etin Solihatin &
Raharjo, 2007:13-25) adalah:
1) Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan. Setiap guru
mungkin mempunyai penafsiran yang berbeda-beda terhadap suatu
konsep materi pelajaran tertentu. Penggunaan media pembelajaran
dapat menghindari penafsiran yang berbeda terhadap suatu materi
pelajaran.
2) Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik. Media dapat
menampilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan, dan warna,
baik secara alami maupun manipulasi. Potensi media ini dapat
xl
membangkitkan rasa ingin tahu siswa, merangsang siswa beraksi baik
secara fisik maupun emosional. Guru akan terbantu untuk menciptakan
suasana belajar menjadi lebih hidup, tidak monoton dan membosankan.
3) Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif. Media dapat membantu
guru dan siswa melakukan komunikasi dua arah secara aktif selama
proses pembelajaran.
4) Efisiensi dalam waktu dan tenaga. Penggunaan media secara maksimal
dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran secara
lebih jelas dan siswa lebih dapat memahami materi yang sedang
dibahas.
5) Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Penggunaan media tidak
hanya membuat proses pembelajaran lebih efisien tetapi juga
membantu siswa menyerap materi pelajaran lebih mendalam dan utuh.
6) Media memungkinkan proses belajar mengajar dapat dilakukan di
mana saja dan kapan saja. Media pembelajaran dapat dirancang
sedemikian rupa sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar
secara lebih leluasa, kapan pun dan di mana pun.
7) Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan
proses belajar. Proses pembelajaran yang menarik akan menumbuhkan
inisiatif dan kreativitas siswa.
8) Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif.
Pemanfaatan media dengan baik akan memberikan peluang waktu yang
banyak bagi guru sehingga waktunya tidak habis untuk menjelaskan
xli
materi pelajaran, tetapi dapat memberi perhatian pada aspek edukatif
lain seperti membantu kesulitan belajar siswa, memotivasi belajar dan
lain-lain.
Dale dalam Azhar Arsyad (2007: 23) mengemukakan bahwa
bahan-bahan audio visual dapat memberikan banyak manfaat asalkan guru
berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hubungan guru-siswa tetap
merupakan elemen paling penting dalam sistem pendidikan modern. Guru
harus selalu hadir untuk menyajikan materi pelajaran dengan bantuan
media apa saja agar manfaat berikut ini dapat terealisasikan :
1) Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas;
2) Membuahkann perubahan signifikan tingkah laku siswa;
3) Menunjukkan hubungan antara mata pelajaran, kebutuhan dan minat
siswa dengan meningkatnya motivasi belajar siswa;
4) Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa;
5) Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampuan
siswa;
6) Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan
jalan melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan
meningkatnya hasil belajar;
7) Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu
siswa menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari;
8) Melengkapi pengalaman yang kaya dengan pengalaman itu konsep-
konsep yang bermakna dapat dikembangkan;
xlii
9) Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yang mencerminkan
pembelajaran nonverbalistik dan membuat generalisasi yang tepat;
10) Meyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa
butuhkan jika mereka membangun struktur konsep dan sistem gagasan
yang bermakna.
Media memiliki beragam fungsi dalam pendidikan. Fungsi utama
media adalah untuk memfasilitasi pembelajaran siswa. Salah satu cara
media memfasilitasi pembelajaran adalah dengan menyajikan simulasi
lingkungan yang diperkaya. Media dapat menyediakan beragam
pengalaman, di mana siswa tidak perlu pergi ke luar negeri untuk
mempelajarinya. Media viual dapat memberikan arti yang lebih mendalam
bagi kata-kata. Siswa dapat melihat bentuk penemuan baru, tidak hanya
mendengar atau membaca deskripsi penemuan baru secara lisan. Media
memiliki fungsi lain yaitu media digunakan dalam evaluasi. Siswa dapat
diminta untuk mengidentifikasi sebuah objek atau bagian objek pada
gambar atau mendeskripsikan pergerakan komposisi musik yang
diperdengarkan melalui tape recorder (Newby, etc, 1996: 100-101).
Encyclopedia of Educational Research dalam Azhar Arsyad (2007:
25) merincikan manfaat media pendidikan sebagai berikut:
1) Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir, oleh karena itu
mengurangi verbalisme.
2) Memperbesar perhatian siswa.
xliii
3) Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar,
oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap.
4) Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan
berusaha sendiri di kalangan siswa.
5) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, terutama melalui
gambar hidup.
6) Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu
perkembangan kemampuan berbahasa.
7) Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara
lain, dan membantu efisiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam
belajar.
d. Macam-macam Media Pembelajaran
Media pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya. Beberapa
media yang akrab dan hampir semua sekolah memilikinya adalah buku
teks dan papan tulis. Pengenalan dan pemanfaatan media pembelajaran
yang lain oleh guru mutlak dilakukan untuk meningkatkan kualitas belajar
siswa.
Media pembelajaran merupakan komponen instruksional yang
meliputi pesan, orang dan peralatan. Perkembangan media pembelajaran
mengikuti perkembangan teknologi. Teknologi paling tua yang
dimanfaatkan dalam proses belajar adalah percetakan yang bekerja atas
dasar prinsip mekanis. Selanjutnya lahir teknologi audio-visual yang
menggabungkan penemuan mekanis dan elektronis untuk tujuan
xliv
pembelajaran. Teknologi yang terakhir muncul adalah teknologi
mikroprosesor yang melahirkan pemakaian komputer dan kegiatan
interaktif (Seels & Richey dalam Azhar Arsyad, 2007: 29).
Media pembelajaran dapat digolongkan menjadi empat berdasarkan
perkembangan teknologi di atas yaitu :
1) Media hasil teknologi cetak. Teknologi cetak adalah cara untuk
menghasilkan atau menyampaikan materi seperti buku dan materi
visual statis terutama melalui proses percetakan mekanis atau
fotografis. Kelompok media hasil teknologi cetak meliputi teks,
grafik, foto atau representasi fotografik dan reproduksi. Materi cetak
dan visual merupakan dasar pengembangan dan penggunaan
kebanyakan media pembelajaran yang lain. Teknologi ini
menghasilkan materi dalam bentuk salinan tercetak. Dua komponen
pokok teknologi ini adalah materi teks verbal dan materi viual yang
dikembangkan berdasarkan teori yang berkaitan dengan persepsi
visual, membaca, memproses informasi, dan teori belajar. Teknologi
cetak memiliki ciri-ciri yaitu : a) teks dibaca secara linear, sedangkan
visual diamati berdasarkan ruang, b) baik teks maupun visual
menampilkan komunikasi satu arah dan reseptif, c) teks dan visual
ditampilkan statis (diam), d) pengembangannya sangat tergantung
kepada prinsip-prinsip kebahasaan dan persepsi visual, e) baik teks
maupun visual berorientasi pada siswa, f) informasi dapat diatur
kembali atau ditata ulang oeh pemakai.
xlv
2) Media hasil teknologi audio-visual. Pembelajaran melalui audio-visual
memakai perangkat keras selama proses pembelajaran seperti mesin
proyektor film, tape recoder, dan proyektor visual yang lebar. Ciri-ciri
utama media hasil teknologi audiovisual adalah: a) mereka biasanya
bersifat linear, b) biasanya menyajikan visual yang dinamis,
c) digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
perancang/pembuatnya, d) merupakan representasi fisik dari gagasan
real atau gagasan abstrak, e) dikembangkan menurut prinsip
psikologis behaviorisme dan kognitif, f) berorientasi pada guru
dengan tingkat pelibatan interaktif murid yang rendah.
3) Media hasil teknologi berbasis komputer. Perbedaan antara media ini
dengan dua media hasil teknologi lainnya adalah karena
informasi/materi disimpan dalam bentuk digital, bukan dalam bentuk
cetakan atau visual. Berbagai jenis aplikasi teknologi berbasis
komputer dalam pembelajaran dikenal dengan computer-assisted
instruction (pembelajaran dengan bantuan komputer). Aplikasi
tersebut apabila dilihat dari cara penyajian dan tujuan yang ingin
dicapai meliputi tutorial (penyajian materi pelajaran secara bertahap),
drills and practice (latihan untuk membantu siswa menguasai materi
yang telah dipelajari sebelumnya), permainan dan simulasi (latihan
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang baru dipelajari),
dan basis data (sumber yang dapat membantu siswa menambah
informasi dan pengetahuannya sesuai dengan keinginan masing-
xlvi
masing). Ciri-ciri media hasil teknologi komputer adalah: a) dapat
digunakan secara acak, non-sekuensial, atau secara linear, b) dapat
digunakan berdasarkan keinginan siswa atau berdasarkan keinginan
perancang/pengembang sebagaimana direncanakannya, c) biasanya
gagasan-gagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan kata, simbol,
dan grafik, d) prinsip-prinsip ilmu kognitif untuk mengembangkan
media ini, e) pembelajaran dapat berorientasi siswa dan melibatkan
interaktivitas siswa yang tinggi.
4) Media hasil teknologi gabungan. Perpaduan beberapa jenis teknologi
dianggap teknik yang paling canggih apabila dikendalikan oleh
komputer yang memiliki kemampuan yang hebat seperti jumlah
random acces memory yang besar, hard disk yang besar dan monitor
yang beresolusi tinggi ditambah dengan periperal (alat-alat tambahan
seperti videodisk, player, perangkat keras untuk bergabung dalam satu
jaringan, dan sistem audio. (Azhar Arsyad, 2007: 29-32).
Nana Sudjana & Ahmad Rivai (2007:3-4) menyatakan bahwa ada
beberapa jenis media yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran,
yaitu : (1) Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagaram,
poster, kartun, komik dan lain-lain. Media grafis sering juga disebut media
dua dimensi yakni media yang hanya memiliki ukuran panjang dan lebar.
Media tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid
model), model penampang, model susun, model kerja, diorama dan lain-
xlvii
lain; (2) Media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP
dan lain-lain; (3) Penggunaan lingkungan.
Anderson seperti dikutip oleh Etin Solihatin & Raharjo (2007:26)
mengelompokkan media menjadi sepuluh golongan sebagai berikut:
(1) Audio. Contoh dalam pembelajaran adalah kaset audio, siaran radio,
CD, telepon; (2) Cetak. Contoh: buku pelajaran, modul, brosur, leaflet,
gambar; (3) Audio cetak. Contoh: kaset audio yang dilengkapi bahan
tertulis; (4) Proyeksi visual diam. Contoh: OHT (overhead Tranparency),
slide; (5) Proyeksi audiovisual diam. Contoh: slide bersuara; (6) Visual
gerak. Contoh: film bisu; (7) Audio-visual gerak. Contoh: film gerak
bersuara, VCD, televisi; (8) Objek fisik. Contoh: benda nyata, model,
spesimen; (9) Manusia dan lingkungan. Contoh: guru, pustakawan,
laboran; (10) Komputer. Contoh: CAI (pembelajaran berbantuan
komputer), CBI (pembelajaran berbasis komputer).
Pengertian media pembelajaran, memberikan penafsiran media
pembelajaran dari sudut pandang yang luas, dalam arti tidak hanya
terbatas pada alat-alat audio/visual yang dapat dilihat dan didengar,
melainkan sampai pada kondisi di mana para siswa dapat melakukan
sendiri, dalam pola demikian itu, maka tercakup pula di dalamnya pribadi
dan tingkah laku guru Secara menyeluruh macam media pembelajaran
adalah:
1) Bahan-bahan cetakan atau bacaan (suplementary materials), berupa
bahan bacaan seperti: buku, koran, komik, majalah, bulletin, folder,
xlviii
periodikal, pamflet, dan lain-lain. Bahan-bahan ini lebih
mengutamakan kegiatan membaca atau penggunaan simbol-simbol
kata dan visual.
2) Alat-alat audio-visual. Alat-alat yang tergolong ke dalam kategori ini,
terdiri dari: a) Media tanpa proyeksi, seperti: papan tulis, papan
tempel, papan planel, bagan, diagram, grafis, poster, kartoon, gambar,
dan lain-lain; b) Media pembelajaran tiga dimensi. Alat-alat yang
tergolong ke dalam kategori ini, terdiri dari: model, benda asli,
contoh/specimen, benda tiruan/mock-ups, diorama, boneka, topeng,
peta, globe, pameran, museum sekolah, dan lain-lain; c) Media
pembelajaran yang mengunakan teknik atau masinal. Alat-alat yang
tergolong ke dalam kategori ini, meliputi antara lain: slide dan film
strip, OHP, film, rekaman radio, televisi, laboratorium, perkakas oto-
instruktif, ruang kelas otomatis, sistem interkomuniasi, dan komputer.
3) Sumber-sumber masyarakat. Berupa objek-objek, peninggalan sejarah,
dokumentasi, bahan-bahan, masalah-masalah, dan sebagainya dari
berbagai bidang, yang meliputi: daerah, penduduk, sejarah, jenis-jenis
kehidupan, mata pencaharian, industri, perbankan, perdagangan,
pemerintahan, kebudayaan, politik, dan lain-lain. Untuk mempelajari
hal-hal tersebut diperlukan berbagai metode, yakni: karyawisata,
manusia sumber, survey, berkemah, pengabdian sosial, kerja
pengalaman, dan lain-lain.
xlix
4) Kumpulan benda-benda (material collections). Berupa benda-benda
atau barang-barang yang dibawa dari masyarakat ke sekolah untuk
dipelajari, seperti: potongan kaca, potongan sendok, daun, bibit, bahan
kimia, darah, dan lain-lain.
5) Contoh-contoh kelakuan yang dicontohkan oleh guru. Meliputi semua
contoh kelakuan yang ditunjukkan oleh guru sewaktu mengajar,
misalnya dengan tangan, dengan kaki, gerakan badan, mimik, dan
lain-lain. Peragaan tersebut sangat tergantung kepada kreasi dan
inisiatif pribadi guru sendiri. Jenis media ini hanya dapat dilihat,
didengar dan ditiru oleh siswa.
(http://www.blogger.com/feeds/2754832685471863545/posts/default)
e. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Secara umum, kriteria yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan media pembelajaran menurut Etin Solihatin & Raharjo
(2007:31-32) dan Nana Sudjana & Ahmad Rivai (2007:4-5) adalah
sebagai berikut:
1) Tujuan. Media pembelajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran tersebut
harus masuk dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
2) Sasaran Didik. Pemilihan media harus relevan dengan karakteristik,
jumlah, latar belakang sosial, motivasi dan minat belajar peserta didik.
l
3) Karakteristik media yang bersangkutan. Pemilihan media harus tepat
dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan media tersebut
dalam mendukung proses pembelajaran.
4) Waktu. Tersedianya waktu untuk menggunakan media yang dipilih
sehingga dapat bermanfaat bagi siswa selama pembelajaran
berlangsung.
5) Biaya. Penggunaan media pada dasarnya dimaksudkan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Jika penggunaan
suatu media mengakibatkan pemborosan maka media tersebut kurang
tepat dipilih.
6) Ketersediaan media. Media yang diperlukan mudah diperoleh setidak-
tidaknya mudah dibuat oleh guru. Media yang susah diperoleh sebisa
mungkin dihindari.
7) Konteks penggunaan media. Konteks penggunaan maksudanya adalah
dalam kondisi dan strategi bagaimana media tersebut akan digunakan.
Dalam hal ini perlu merancang strategi pembelajaran secara
keseluruhan yang akan digunakan dalam proses pembelajaran, sehingga
tergambar kapan dan bagaimana konteks penggunaan media tersebut
dalam pembelajaran.
8) Mutu teknis. Kriteria ini terutama dipakai untuk memilih atau membeli
media siap pakai, sehingga perlu dipilih media yang berkualitas
sehingga saat penggunaannya tidak menimbulkan masalah.
li
9) Sesuai dengan taraf berpikir siswa. Pemilihan media pembelajaran
harus sesuai dengan taraf berpikir siswa, sehingga makna yang
terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh siswa.
f. Prinsip Pemanfaatan Media
Heinich, dkk dalam Azhar Arsyad (2007: 67) mengajukan model
perencanaan model perencanaan penggunaan media yang efektif yang
dikenal dengan istilah ASSURE (Analyze learner characteristics, State
objective, Select or modify media, Utilize, Require learner response, and
Evaluate). Model ini menyarankan enam kegiatan utama dalam
perencanaan pembelajaran sebagai berikut:
1) Menganalisis karakteristik umum kelompok sasaran, apakah mereka
siswa sekolah lanjutan atau perguruan tinggi, anggota organisasi
pemuda, perusahaan, usia, jenis kelamin, latar belakang budaya dan
sosial ekonomi, serta menganalisis karakteristik khusus mereka yang
meliputi antara lain pengetahuan, keterampilan, dan sikap awal mereka.
2) Menyatakan atau merumuskan tujuan pembelajaran, yaitu perilaku atau
kemampuan baru (pengetahuan, keterampilan, atau sikap) yang
diharapkan dimiliki dan dikuasai siswa, setelah proses belajar mengajar
selesai. Tujuan ini akan mempengaruhi pemilihan media dan urut-
urutan penyajian dan kegiatan belajar.
3) Memilih, memodifikasi, atau merancang dan mengembangkan materi
dan media yang tepat. Apabila materi dan media pembelajaran yang
telah tersedia akan dapat mencapai tujuan, materi, dan media itu
lii
sebaiknya digunakan untuk menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Di
samping itu perlu pula diperhatikan apakah materi dan media akan
mampu membangkitkan minat siswa, memiliki ketepatan informasi,
memiliki kualitas yang baik, memberikan kesempatan bagi siswa untuk
berpartisipasi, telah terbukti efektif – jika pernah diujicobakan, dan
menyiapkan petunjuk untuk berdiskusi atau kegiatan follow – up.
4) Menggunakan materi dan media, setelah memilih materi dan media
yang tepat, diperlukan persiapan bagaimana dan berapa banyak waktu
yang diperlukan untuk menggunakannya.
5) Meminta tanggapan siswa. Guru sebaiknya mendorong siswa untuk
memberikan respon dan umpan balik mengenai keefektifan proses
belajar mengajar.
6) Mengevaluasi proses belajar. Tujuan utama evaluasi di sini adalah
untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa mengenai tujuan
pembelajaran, keefektifan media, pendekatan, dan guru sendiri.
Berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologis yang perlu
mendapat pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan media dari segi
teori belajar menurut Azhar Arsyad (2007: 72-75) adalah sebagai berikut:
1) Motivasi. Harus ada kebutuhan, minat, atau keinginan untuk beajar
dari pihak siswa sebelum meminta perhatiannya untuk mengerjakan
tugas dan latihan. Pengalaman yang akan dialami siswa harus relevan
dan bermakna baginya.
liii
2) Perbedaan individual. Siswa belajar dengan cara dan tingkat
kecepatan yang berbeda-beda. Faktor-faktor seperti kemampuan
intelegensia, tingkat pendidikan, kepribadian, dan gaya belajar
mempengaruhi kemampuan dan kesiapan siswa untuk belajar. Tingkat
kecepatan penyajian informasi melalui media harus berdasarkan
kepada tingkat pemahaman.
3) Tujuan pembelajaran. Jika siswa diberitahukan apa yang diharapkan
mereka pelajari melalui media pembelajaran itu, kesempatan untuk
berhasil dalam pembelajaran semakin besar. Pernyataan mengenai
tujuan belajar yang ingin dicapai juga dapat mendorong perancang
dan penulis materi pelajaran. Tujuan ini akan menentukan bagian isi
mana yang harus mendapatkan perhatian pokok dalam media
pembelajaran.
4) Organisasi isi. Pembelajaran akan mudah jika isi dan prosedur atau
keterampilan fisik yang akan dipelajari diatur dan diorganisasikan ke
dalam urut-urutan yang bermakna. Siswa akan memahami dan
mengingat lebih lama materi pelajarn yang secara logis disusun dan
dirut-urutkan secara teratur.
5) Persiapan sebelum belajar. Siswa sebaiknya telah menguasai secara
baik pelajaran dasar atau memiliki pengalaman yang diperlukan secara
memadai yang mungkin merupakan prasyarat untuk penggunaan
media dengan sukses. Rancangan materi pembelajaran harus ditujukan
kepada sifat dan tingkat persiapan siswa.
liv
6) Emosi. Pembelajaran yang melibatkan emosi dan perasaan pribadi
serta kecakapan amat berpengaruh dan bertahan. Media pembelajaran
adalah cara yang sangat baik untuk menghasilkan respons emosional
seperti takut, cemas, empati, cinta kasih, dan kesenangan. Perhatian
khusus harus ditujukan kepada elemen-elemen rancangan media jika
hasil yang diinginkan berkaitan dengan pengetahuan dan sikap.
7) Partisipasi. Agar pembelajaran berlangsung dengan baik, seorang
siswa harus menginternalisasikan informasi, tidak sekedar
diberitahukan kepadanya. Belajar memerlukan kegiatan. Partisipasi
aktif oleh siswa jauh lebih baik dari pada mendengarkan dan
menonton secara pasif. Partisipasi artinya kegiatan mental atau fisik
yang terjadi di sela-sela penyajian materi pelajaran. Dengan partisipasi
kesempatan lebih besar terbuka bagi siswa untuk memahami dan
mengingat materi pelajaran.
8) Umpan balik. Hasil belajar dapat meningkat apabila secara berkala
siswa diinformasikan kemajuan belajarnya. Pengetahuan tentang hasil
belajar, pekerjaan yang baik, atau kebutuhan untuk perbaikan pada
sisi-sisi tertentu akan memberikan sumbangan terhadap motivasi
belajar yang berkelanjutan.
9) Penguatan (reinforcement). Apabila siswa berhasil belajar, ia didorong
untuk terus belajar. Pembelajaran yang didorong oleh keberhasilan
sangat bermanfaat, dapat membangun kepercayaan diri, dan secara
positif mempengaruhi perilaku di masa-masa yang akan datang.
lv
10) Latihan dan pengulangan. Sesuatu hal yang baru jarang sekali dapat
dipelajari secara efektif hanya dengan sekali jalan. Agar suatu
pengetahuan atau keterampilan dapat menjadi bagian kompetensi atau
kecakapan intelektual seseorang, haruslah pengetahuan atau
keterampilan itu sering diulangi dan dilatih dalam berbagai konteks.
Dengan demikian ia dapat tinggal dalam ingatan jangka panjang.
11) Penerapan. Hasil belajar yang diinginkan adalah meningkatkan
kemampuan seseorang untuk menerapkan atau mentransfer hasil
belajar pada masalah atau situasi baru. Tanpa dapat melakukan ini,
pemahaman sempurna belum dapat dikatakan dikuasai.
Prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan media
sesuai pendapat Etin Solihatin & Raharjo (2007:32-33) adalah :
1) Setiap jenis media memiliki kelebihan dan kelemahan. Satu media
tidak akan cocok jika diterapkan dalam segala macam proses belajar
dan dapat mencapai semua tujuan belajar.
2) Penggunaan beberapa macam media secara bervariasi perlu dilakukan
tetapi penggunaan media terlalu banyak secara sekaligus akan
membingungkan siswa bahkan tidak akan memperjelas pelajaran.
3) Penggunaan media harus dapat memperlakukan siswa secara aktif.
4) Sebelum media digunakan harus direncanakan dengan matang dalam
penyusunan rencana pelajaran.
5) Hindari penggunaan media hanya sebagai selingan atau sekadar
pengisi waktu luang.
lvi
6) Perlu melakukan persiapan sebelum menggunakan media. Kurangnya
pesiapan justru membuat proses kegiatan belajar mengajar tidak
efektif dan efisien.
Nana Sudjana seperti dikutip Syaiful Bahri Djamarah & Aswan
Zain (2006:127) mengemukakan prinsip-prinsip pemilihan dan
pemanfaatan media adalah sebagai berikut:
1) Menentukan jenis media dengan tepat, artinya, guru memilih terlebih
dahulu media mana yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran
yang akan diajarkan.
2) Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat, artinya perlu
diperhitungkan apakah penggunaan media sesuai dengan tingkat
kematangan/kemampuan anak didik.
3) Menyajikan media dengan tepat, artinya teknik dan metode
penggunaan media dalam pembelajaran harus sesuai dengan tujuan,
bahan, metode, waktu, dan sarana yang ada.
4) Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan
situasi yang tepat. Artinya kapan dan dalam situasi mana media
digunakan pada waktu mengajar.
3. Ilmu Pengetahuan Sosial
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dalam Tim Penyusun
(2006: 5) tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 6 ayat (1)
menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan
lvii
khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
(a) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; (b) kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (c) kelompok mata pelajaran
ilmu pengetahuan dan teknologi; (d) kelompok mata pelajaran estetika;
(e) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial termasuk dalam kelompok
mata pelajaran yang dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan
wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta peningkatan
kualitas dirinya sebagai manusia. Selain itu mencakup juga kesadaran dan
wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela
negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan
bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi,
tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak,
dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi dan nepotisme (Tim
Penyusun, 2006: 5).
Ilmu Pengetahuan Sosial berdasarkan berasal Social Studies (studi
sosial). Jarolimek (dalam Suhartono, 1994:2) berpendapat bahwa pada
dasarnya pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berhubungan dengan
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang memungkinkan
bagi mereka (anak-anak) berperan serta dalam kelompok hidupnya.
Pendapat Jarolimek tersebut bila dikaji, lebih menekankan kepada
pembentukan anak sebagai warga atau anggota yang mampu berperan
lviii
serta dalam kelompok hidupnya dan belum memberikan batasan yang
jelas dalam mengemukakan pengertian IPS.
Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan
suatu fusi atau paduan dari sejumlah mata pelajaran sosial. Kemudian
Naution melengkapi pendapatnya dan mendefinisikan IPS sebagai suatu
program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan, yang pada
pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam, fisik maupun
dalam lingkungan sosialnya di mana bahannya diambil dari berbagai ilmu
sosial, seperti sejarah, geografi, ekonomu, antropologi, sosiologi, ilmu
politik, psikologi (Sutiyah, 1991: 1-2).
Dari pengertian ini dapat ditemukan bahwa kelompok hidup dapat
diartikan luas yaitu masyarakat dunia (dari keluarga, rukun tetangga
sampai PBB).
William B Ragan (dalam Sutiyah, 1191: 3) menyatakan bahwa
Studi sosial adalah berkenaan dengan pemberian informasi yang luas, pengembangan keterampilan sosial dan penyempurnan sosial perilaku. Program studi sosial mengambil materi dari berbagai ilmu sosial, tetapi juga mengambil bahan-bahan dari masyarakat setempat yang tidak dapat digolongkan pada salah satu disiplin ilmu-ilmu sosial. Program studi sosial di Sekolah Dasar modern tidaklah menekankan kepada subjek pokok saja, tetapi kepada Fungsi dari pokok-pokok bahasan yang menjadi sumber pengembangan keterampilan sosial, tingkah laku sosial anak didik.
Michaelis (dalam Suhartono, 1994:3) mendefinisikan Ilmu
Pengetahuan Sosial sebagai berikut :
Program IPS meliputi aspek-aspek hubungan manusia dan nilai-nilai sosial, kondisi, serta perubahan yang dipercaya sangat besar kepentingannya bagi pendidikan umum para siswa. Interaksi kemanusiaan dikaji secara mendalam dalam kajian hubungan
lix
antara manusia satu dengan yang lain, antara manusia dengan lembaga atau institusi, antara manusia dengan lingkungan alam, dan antara manusia dengan sistem nilai. Aspek-aspek sosial, ekonomi, dan politik yang menjadi latar belakang perkembangan budaya kita diselidiki dalam suatu latar yang bervariasi, seperti sekolah, keluarga dan komunitas, negara bagian, wilayah serta dalam negara. Kebudayaan lain, kuno maupun modern, dipelajari juga.
Dari definisi yang disampaikan di atas, dapat diketahui bahwa Ilmu
Pengetahuan Sosial merupakan perpaduan kajian ilmu-ilmu sosial
ekonomi, sosiologi, politik, geografi, sejarah, dan civil atau
ketatanegaraan.
b. Tujuan Pembelajaran IPS
Tujuan pembelajaran IPS SD terkait langsung dengan tujuan
pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 4
adalah sebagai berikut :
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Michaclis, Grossman dan Scoot (dalam Suhartono, 1994: 7)
mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran IPS adalah 1) untuk
memungkinkan para siswa berFungsi secara efektif sebagai warga negara
sesuai dengan nilai-nilai yang menghormati individu, kesamaan, keadilan,
lx
dan kesejahteraan umum, 2) untuk mengembangkan pengertian tentang
interaksi dan hubungan manusia berdasarkan data, konsep, dan
generalisasi yang mengambil dari ilmu-ilmu pengetahuan sosial, 3) untuk
mengembangkan proses berpikir, membuat keputusan, menemukan dan
menilai, 4) untuk mengembangkan dan melatih individu dan kelompok
belajar bekerja yang menyediakan keterampilan-keterampilan untuk ilmu
pengetahuan sosial, 5) untuk mengembangkan sikap dan keterampilan
yang mencakup belajar bagaimana belajar.
Sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, mata pelajaran IPS bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya.
b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan
sosial.
c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global.
Para ahli sering mengaitkan tujuan IPS dengan berbagai sudut
kepentingan dan penekanan dari program pendidikan tersebut. Gross
(dalam Etin Solihatin dan Rahardjo, 2007: 14) menyebutkan bahwa tujuan
lxi
IPS adalah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik
dalam kehidupannya di masyarakat. Tujuan lain IPS adalah untuk
mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam
mengambil keputusan setiap persoalan yang dihadapinya.
Kosasih (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2007: 14) menyatakan
bahwa IPS membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya.
Lingkungan masyarakat di mana siswa tumbuhh dan berkembang sebagai
bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada
dan terjadi di lingkungan sektarnya. Pendidikan IPS membantu siswa
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi sehingga akan
menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial
masyarakatnya.
Pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik
dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk
mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan
lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Berdasarkan pengertian dan tujuan dari
pendidikan IPS, dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu
menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Kemampuan dan keterampilan
guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode, strategi
dan media pembelajaran senantiasa harus ditingkatkan, agar pembelajaran
IPS benar-benar mampu mengondisikan upaya pembekalan kemampuan
dan keterampilan dasar bagi siswa untuk menjadi manusia dan warga
lxii
negara yang baik (Kosasih dan Azis Wahab dalam Etin Solihatin dan
Raharjo, 2007: 15).
c. Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial
Pembahasan tentang keterkaitan antara tujuan pembelajaran dengan
ruang lingkup atau isi pelajaran IPS SD, terlebih dahulu perlu
dikemukakan rincian pembelajaran IPS SD berdasarkan analisis terhadap
tujuan tersebut. Fraenkel (dalam Suhartono, 1994: 8–9) mengemukakan
adanya empat kategori kemampuan yang ada dalam tujuan pembelajaran
IPS SD, sebagai berikut:
1) Pengetahuan, tujuan utama dari pengajaran IPS SD adalah membantu
siswa belajar tentang diri mereka sendiri, lingkungan fisik serta
lingkungan sosial mereka.
2) Keterampilan, yang utama lainnya adalah keterampilan ilmu
pengetahuan sosial meliputi keterampilan berpikir, keterampilan
akademik, dan keterampilan sosial.
3) Sikap, terbagi menjadi dua kategori yaitu sikap perilaku intelektual
meliputi keterbukaan, keobjektifan, keterbatasan, empati, dan
toleransi. Sedangkan sikap perilaku sosial meliputi kesadaran dan
minat, tanggung jawab serta keterlibatan atau peran serta.
4) Nilai, nilai yang utama dalam pengajaran IPS SD adalah nilai-nilai
demokrasi yang meliputi harkat dan martabat dari setiap manusia,
kebebasan pribadi, kesamaan dan keadilan bagi semua orang,
lxiii
perdamaian dan ketertiban di antara manusia, persamaan ekonomi, dan
rasa tanggung jawab.
George W. Maxim (dalam Suhartono, 1994: 9) membagi
pengembangan dalam pengajaran IPS SD menjadi empat meliputi
pengembangan pengetahuan, pengembangan kepercayaan demokratis,
pengembangan keterampilan berpikir, dan pengembangan berpatisipasi.
Berdasarkan analisis tujuan pengajaran IPS SD menurut Fraenkel
dan Maxim maka pembelajaran IPS merupakan sebuah sistem
pembelajaran. Komponen pembelajaran terdiri dari tujuan pembelajaran,
isi pelajaran, media, teknik dan latar. Komponen-komponen pembelajaran
saling terkait satu dengan yang lainnya, atau dengan kata lain antara
tujuan pembelajaran IPS SD dengan isi pelajaran IPS SD haruslah saling
terkait, konsisten, dan berkesesuaian antara satu dengan yang lain. Tujuan
pembelajaran IPS SD adalah berjenjang, maka isi pelajaran IPS SD juga
berjenjang. Perjenjangan dalam isi pelajaran IPS SD dan hakikat
pembelajaran IPS SD yang terkait dengan kehidupan sehari-hari, memiliki
pengaruh terhadap ruang lingkup pembelajaran IPS SD. Pengaruh ini
berupa adanya kecenderungan ruang lingkup pembelajaran IPS SD
dimulai dari lingkup yang sempit ke arah lingkup yang luas (Suhartono,
1994: 9).
Fraenkel mengungkapkan bahwa isi yang menjadi fokus
pembelajaran IPS SD meliputi: 1) keluarga, 2) komunitas lokal, 3) tempat
komunitas, 4) sumbangan berbagai kelompok terhadap Negara Kesatuan
lxiv
Amerika Serikat, 5) sumbangan Afrika, Indian, Portugis, dan Spanyol
terhadap Amerika Tengah dan Selatan, dan 6) Amerika Serikat–Rakyat
dan perkembangannya. Maxim mengemukakan bahwa ruang lingkup
pembelajaran IPS SD meliputi : 1) orang dalam keluarga, 2) orang dalam
bertetangga, 3) orang dalam komunitas atau kota, 4) orang dalam negara
bagian, 5) orang dalam negara Amerika, dan 6) orang dalam perubahan.
Berdasarkan uraian dari Fraenkel dan Maxim, maka kajian lanjut
terhadap hakikat pembelajaran IPS SD di Indonesia meliputi empat
dimensi. Keempat dimensi pembelajaran IPS tersebut adalah sebagai
berikut :
1) Dimensi Personal, yaitu konsepsi, nilai-nilai, gaya belajar mengajar
yang dimilki oleh siswa dan guru.
2) Dimensi sosial, yaitu interaksi antara siswa dengan siswa lain, siswa
dengan guru, siswa dan guru dengan lingkungan budaya, nilai, sikap,
adat istiadat, serta lingkungan alam yang dekat maupun yang jauh dari
masyarakat di mana mereka (siswa dan guru) hidup.
3) Dimensi waktu, yaitu interaksi antara manusia dengan masa lampau,
saat ini dan masa mendatang.
4) Dimensi tempat, yaitu interaksi manusia dengan tempat hidupnya dan
dengan tempat lain yang bukan tempat hidupnya sehari-hari,
(Suhartono dkk, 1994:5).
Ruang lingkup mata pelajaran IPS SD menurut Tim Penyusun
(2006) meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
lxv
a. Manusia, Tempat, dan Lingkungan.
b. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan.
c. Sistem Sosial dan Budaya.
d. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.
Dari ruang lingkup pengajaran IPS SD ini dapat diketahui bahwa
adanya lintas disiplin ilmu (interdisipliner) di dalamnya. Disiplin ilmu
yang bahan kajiannya termasuk dalam IPS SD adalah geografi, ekonomi,
sosiologi, antropologi, tata negara dan sejarah (Mulyasa, 2006; Tim
Penyusun, 2006).
d. Konsep Ilmu Pengetahuan Sosial
Konsep IPS menurut Etin Solihatin dan Raharjo (2007: 15-16) di
Indonesia dibagi menjadi 14 aspek yaitu interaksi, saling ketergantungan,
kesinambungan dan perubahan, keragaman/kesamaan/perbedaan, konflik
dan konsensus, pola, tempat, kekuasaan, nilai kepercayaan, keadilan dam
pemerataan, kelangkaan, kekhususan, budaya, nasionalisme. Penjelasan
masing-masing aspek tersebut adalah :
1) Interaksi
Interaksi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, sehingga
manusia harus mampu melakukan interaksi dengan pihak lain.
Interaksi dapat dilakukan secara verbal maupun non verbal. Interaksi
memiliki 3 unsur, yaitu komunikator (orang yang melakukan
komunikasi), komunikan (orang yang dijadikan sasaran atau objek)
lxvi
dan informasi (bahan yang dijadikan komunikasi atau interaksi). Hal
ini dilakukan karena manusia memiliki naluri untuk berinteraksi,
berhubungan, dan bergaul dengan sesamanya sejak dilahirkan sampai
sepanjang hidupnya. Interaksi dapat semakin bertambah sejalan
dengan semakin meluasnya pergaulan dan seiring dengan
bertambahnya usia seseorang.
2) Saling ketergantungan
Setiap orang dapat dipastikan memerlukan orang lain, meskipun hanya
untuk berinteraksi sejenak. Oleh karena itu, manusia harus menghargai
manusia lainnya, sebab baik secara langsung maupun tidak langsung
seseorang memerlukan bantuan orang lain. Manusia dapat saling
bergantung dalam beragam cara, mulai dari pemeliharaan (perawatan)
dan dukungan perasaan sampai pada pertukaran barang dan jasa.
Manusia tidak dapat hidup secara sendiri secara layak.
3) Kesinambungan dan perubahan
Sejumlah nilai, simbol dan kebiasaan yang lahir dari satu generasi
senantiasa dipelihara dan disosialisaikan kepada generasi berikutnya.
Meskipun terjadi pembaharuan dan perubahan tetapi inti dan muatan
nilai, simbol dan kebiasaannya pada umumnya tetap diteruskan secara
berkesinambungan. Kesinambungan kehidupan dalam suatu
masyarakat terjadi karena adanya lembaga perkawinan, melalui
lembaga perkawinan manusia dilahirkan dan dapat melanjutkan
keturunan yang kemudian melakukan perkawinan pula.
lxvii
Kesinambungan ini terjadi dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Individu, kelompok dan masyarakat mengalami
perubahan, tidak ada yang berhenti berproses.
4) Keragaman/kesamaan/perbedaan
Setiap orang memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang merupakan
keunikan setiap orang. Keunikan ini harus dihargai sebagai sesuatu
yang datang secara kodrati dan alami. Keragaman, perbedaan dan
kesamaan terjadi karena setiap individu menginginkan keberadaan
dirinya (eksistensinya). Semakin banyak jumlah manusia maka
semakin beraneka ragam perangai dan pada akhirnya akan
memunculkan banyak perbedaan di masyarakat.
5) Konflik dan konsensus
Konflik dan konsensus merupakan dua kegiatan laksana pedang
bermata dua. Masyarakat senantiasa memunculkan konflik yang
ditimbulkan oleh berbagai sebab, bahkan konflik dapat muncul di
dalam dirinya sendiri. Konsensus dapat muncul setelah adanya konflik
atau bahkan sebaliknya karena satu pihak dengan pihak tertentu
melakukan konsensus maka pihak ketiga justru menimbulkan konflik.
Fenomena ini terjadi setiap saat dengan skala dan kualitas yang
berbeda-beda. Konsensus atau kesepakatan dapat menghindari atau
pun mengatasi konflik. Konsensus sangat penting untuk menjalin kerja
sama, menegakkan tertib hidup bermasyarakat, bahkan tertib hidup
internasional. Konsensus dapat dicapai dengan berbagai cara seperti
lxviii
melalui dialog, diskusi, perundingan, saling menolong, serta
pengorbanan kepentingan diri demi untuk kepentingan umum.
6) Pola
Pola dapat diartikan sebagai suatu corak, model, atau bentuk yang
sama yang ditiru, yang terulang, dan bersifat repetitif. Setiap pribadi
maupun masyarakat memiliki pola hidup tersendiri. Pola hidup yang
dijalani selama bertahun-tahun akan melahirkan karakteristik tertentu.
Misalnya masyarakat yang tinggal di tepi pantai akan memiliki pola
hidup yang relatif “keras”. Hal ini terbentuk karena pola
lingkungannya memengaruhi pertumbuhhan masyarakat di sekitarnya.
Manusia dapat berubah dari satu pola ke pola lainnya secara evolutif
dan tidak dapat secara revolutif karena perubahan itu terjadi dalam
waktu yang lama dan relatif sulit melakukannya.
7) Tempat (lokasi)
Setiap makhluk, baik biotik maupun abiotik pasti akan menempati
ruang dan lokasi. Tiap peristiwa alam dan peristiwa sosial, termasuk
peristiwa sejarah tidak hanya terjadi dalam waktu tetapi juga pada
tempat (ruang) tertentu. Perebutan tempat atau ruang yang sama dapat
menimbulkan benturan atau tabrakan dan akibatnya dapat terjadi
perubahan bentuk (deformasi).
8) Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan membuat orang lain melakukan sesuatu
dengan yang dikehendaki. Kekuasaan memiliki tiga elemen utama,
lxix
yaitu pengaruh, wewenang, dan kekuatan. Seseorang dapat memiliki
salah satu dari unsur tersebut atau bahkan dapat memiliki ketiganya
sekaligus. Seseorang yang memiliki pengaruh dapat ditaati oleh orang
lain tetapi sesungguhnya ia tidak memiliki kekuasaan.
9) Nilai kepercayaan
Nilai, simbol, dan lambang adalah sesuatu yang berharga dan memiliki
karakteristik tertentu. Nilai merupakan keyakinan yang dipegang dan
dilaksanakan dari generasi ke generasi secara turun temurun
dipelihara. Nilai adalah sesuatu yang menjadi ciri atau karakteristik
suatu masyarakat. Jika suatu masyarakat tidak memiliki nilai maka
masyarakat tersebut tidak akan berharga di mata masyarakat. Nilai
inilah yang mengangkat derajat seseorang, kelompok atau masyarakat ,
bahkan suatu bangsa.
10) Keadilan dan pemerataan
Keadilan dan pemerataan merupakan dua permasalahan yang tidak
akan pernah hilang dari pandangan setiap orang. Keadilan merupakan
dambaan setiap orang. Adil berarti menempatkan sesuatu pada
tempatnya. Keadilan akan lebih mudah dirasakan dengan jalan
melakukan pemerataan. Delapan jalur pemerataan yang pernah
dilancarkan oleh pemerintah melalui konsep yang harus digalakkan.
Artinya antara keadilan dan pemerataan akan mengalami
keseimbangan. Jika pemerataan tidak berhasil diwujudkan maka yang
lahir adalah ketimpangan.
lxx
11) Kelangkaan
Permintaan bertambah dan jumah barang terbatas maka harga barang
akan naik, namun bila permintaan berkurang dan jumlah barang
melimpah maka harga akan turun.
12) Kekhususan
Dalam tingkat ilmu pengetahuan ada yang dikelompokkan pada
generalization. Generalisasi terdiri dari sejumlah konsep, dan konsep
terdiri dari sejumlah fakta, sedangkan fakta tediri dari sejumlah data.
Dalam perkembangan hidup dewasa ini, pola hidup telah lebih
mengarah pada hal-hal khusus (spesifik). Perilaku hidup kolektif
dewasa ini relatif ditinggalkan, teutama pada kehidupan di kota-kota
besar. Namun demikian, pola hidup kolektif masih terasa di daerah-
daerah atau pedesaan. Seiring dengan perubahan pola hidup tersebut
maka muncullah yang spesifik.
13) Budaya
Budaya dari kata budhi dan daya, artinya segala sesuatu yang
dihasilkan manusia adalah bentuk budaya. Setiap generasi mengalami
perubahan dan menerima peninggalan budaya dari generasi
sebelumnya. Budaya selayaknya kepercayaan harus dipertahankan,
jika budaya itu merupakan hal yang baik.
14) Nasionalisme
Nasionalisme merupakan sense atau rasa cinta yang ada pada setiap
warga negara terhadap negaranya. Aktualisasi dari “rasa cinta”
lxxi
bermacam-macam, ada yang menjadi pahlawan karena gugur di medan
juang dalam mempertahankan kemerdekaan, ada pula yang
melakukannya dengan cara tidak mau menggunakan produk dari luar
negeri.
e. Peranan Ilmu Pengetahuan Sosial
IPS diharuskan berperan bagi siswa dalam mengembangkan
berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Berbagai aspek kehidupan
masyarakat akan meliputi antara lain : 1) sosialisasi, yaitu membantu
siswa untuk menjadi anggota masyarakat yang beragama dan efektif,
2) pengambilan keputusan, yakni membantu siswa mengembangkan
keterampilan berpikir dan keterampilan akademis, 3) sikap dan nilai, yaitu
membantu siswa untuk menandai atau mengidentifikasi, menyelidiki,
memutuskan dan menilai diri sendiri dalam hubungannya dengan
kehidupan masyarakat sekitarnya, 4) kewarganegaraan, yaitu membantu
siswa untuk menjadi warga negara yang baik, 5) pengetahuan, yaitu
tanggap dan peka terhadap kemajuan pengetahuan dan teknologi, sehingga
dapat mengambil manfaat dari padanya (Sutiyah, 1991: 11).
Pendidikan IPS diharapkan dapat membentuk siswa dalam hal
sikap sosialnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1) siswa menjadi sumber pemikiran utama, jadi bagaimana keterampilan
berpikirnya dibentuk, bagaimana kemampuan menanggapi dan
memecahkan masalah-masalah lingkungan dan seterusnya,
lxxii
2) siswa diintegrasikan dengan lingkungan sosial, fisik, geografis,
kultural dan sebagainya, dengan arah membina siswa menjadi manusia
sosial yang rasional serta bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan
kekuatan bersama. Pengintegrasian tersebut artinya selalu
dihubungkan dengan keadaan yang nyata, baik kejadian di alam
sekitar, kejadian di tempat yang lain ataupun kejadian di masa lampau,
3) siswa dibina untuk menjadi warga negara yang nantinya diharapkan
dapat membudayakan lingkungan menurut nilai-nilai masyarakat
Pancasila, sehingga dapat terealisasikan atau terciptakannya masa
depan yang cemerlang,
4) siswa dibina agar secara fisik dan mental menyadari hak dan tanggung
jawabnya sebagai insan Ilahi, insan pribadi, insan sosial, dan insan
masyarakat atau negara,
5) siswa dibina, melalui berbagai latihan, kemampuannya untuk
menganalisis, memahami, dan memecahkan masalah-masalah sosial,
baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Pengembangan peranan IPS yang menyangkut berbagai aspek dapat
dilakukan berdasarkan perumusan tujuan pendidikan dalam program dan
yang dijabarkan ke dalam tujuan pembelajaran IPS di sekolah-sekolah.
Pendidikan hendaknya mengembangkan tiga aspek kepribadian secara
bulat dan urut, yaitu aspek-aspek yang meiputi antara lain : 1) ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berarti mendidik watak dan budi
pekerti dan kepribadian, 2) kecerdasan dan daya penangkapan Ilmu dan
lxxiii
teknologi, 3) keterampilan dan kemampuan jasmani pada umumnya
(Sutiyah, 1991: 11-12).
B. Kerangka Pikir
Sebelum pelaksanaan pembelajaran IPS, guru harus mempersiapkan
perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran ini meliputi program tahunan,
program semester, silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana
pelaksanaan pembelajaran merupakan perangkat pembelajaran yang penting
karena dalam RPP memuat indikator, materi, tujuan dan media pembelajaran,
dengan kata lain RPP adalah pedoman pelaksanaan pembelajaran di kelas yang
harus dilaksanakan guru untuk mencapai suatu standar penilaian yang telah
ditentukan. Salah satu komponen dalam RPP adalah media pembelajaran. Ada
berbagai macam kriteria dalam pemilihan media pembelajaran. Pemilihan media
pembelajaran harus disesuaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Jenis
media yang dapat digunakan dalam pembelajaran ada bermacam-macam,
diantaranya adalah peninggalan sejarah. Di kabupaten Kudus terdapat banyak
peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran.
Dalam penggunaan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran
tentunya terdapat kendala-kendala baik teknis, praktis maupun teoretis. Kendala-
kendala tersebut perlu dicari penyelesaian dan pemecahannya sehingga didapatkan
hasil pembelajaran IPS yang maksimal.
lxxiv
Untuk jelasnya kerangka pikir dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka Pikir
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat yaitu 1) lokasi peninggalan
sejarah Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus, serta klenteng Hok Ling
Bio, 2) SD-SD Negeri se-Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus. Beberapa faktor yang mendukung terhadap pemilihan
Kriteria yang layak digunakan sebagai media pembelajaran
Proses pemanfaatan Kesulitan
Solusi Guru Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
Peninggalan sejarah Jenis peninggalan sejarah
lxxv
tempat penelitian adalah : 1) Lokasi penelitian dekat dengan lokasi
peninggalan-peninggalan sejarah yang diakui secara nasional dan sesuai
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS yang diajarkan di SD
terutama materi sejarah, 2) Inventarisasi peninggalan-peninggalan sejarah dan
penelitian tentang peninggalan sejarah tersebut telah dilakukan baik oleh
Dinas Pariwisata Kabupaten Kudus maupun pihak lain sehingga penelusuran
data dapat dilakukan dengan mudah.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada semester 1 Tahun Ajaran
2008/2009. Waktu penelitian ini dipilih karena pada semester 1 terdapat
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS yang sesuai dengan
pemanfaatan peninggalan sejarah setempat.
C. Jenis dan Strategi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, hal ini sesuai
dengan pendapat Bogdan dan Taylor (dalam Lexy J. Moleong, 2006: 4), yang
mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
mengahasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang –
orang dan perilaku yang dapat diamati.
Menurut Sutopo (2006: 227) penelitian deskriptif kualitatif akan
mampu menangkap berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi teliti, penuh
lxxvi
nuansa yang lebih berharga dan lebih menekankan pada masalah proses dan
makna.
Jenis penelitian ini termasuk penelitian terapan karena tujuannya tidak
hanya untuk memahami masalahnya tetapi juga secara khusus mengarah pada
pengambangan cara pemecahan masalah dengan tindakan untuk tujuan praktis
bukan tujuan teoretis (Sutopo, 2006: 137).
2. Strategi Penelitian
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus
tunggal yaitu suatu penelitian yang difokuskan pada satu karakteristik dan satu
permasalahan (Sutoopo, 2006: 140). Penelitian ini dilakukan pada satu jalur
yaitu SD se-Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus
dan permasalahan yang diangkat yatiu peninggalan sejarah di Kabupaten
Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD kelas IV. Penelitian ini disebut
studi kasus terpancang (embedded research) karena permasalahan dan fokus
peneliti sudah ditentukan dalam proposal sebelum peneliti terjun dan
mengenali permasalahan di lapangan (Sutopo, 2006: 139)
Sesuai dengan tujuan studi kasus, penelitian ini berusaha memberikan
gambaran secara mendetail mengenai jenis-jenis peninggalan sejarah yang
dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS SD, kriteria yang dapat
digunakan untuk menentukan kelayakan peninggalan sejarah sebagai media
pembelajaran IPS SD, pelaksanaan pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai
media pembelajaran IPS SD, kesulitan yang dialami guru dalam
memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS SD, dan
lxxvii
cara guru mengatasi kesulitan dalam memanfaatkan peninggalan sejarah
sebagai media pembelajaran IPS SD.
3. Metode Penelitian
Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha
menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek
yang diteliti secara tepat. Alasan pemilihan metode penelitian deskriptif ada
dua. Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar laporan
penelitian dilakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat
berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan
bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia (Sukardi, 2003: 157).
D. Data dan Sumber Data
Data yang mendukung penelitian ini diambil dari beberapa sumber data.
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata – kata dan tindakan
selebihnya data tambahan seperti dokumen dan lain – lain (Lexy J. Moleong,
2006: 157).
Sumber data dalam penelitian ini meliputi tiga macam sumber, yaitu :
informan atau narasumber, tempat dan peristiwa, dan dokumen.
1. Informan atau narasumber
Informan atau narasumber yang digunakan penelitian ini adalah staf
YM3SK (Yayasan Menara Masjid dan Makam Sunan Kudus), juru kunci
lxxviii
Klenteng Hok Ling Bio, pelakasana pembelajaran IPS SD yaitu guru kelas IV
SD se-Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus.
2. Tempat dan Peristiwa
Tempat yang menjadi sumber peristiwa adalah tempat peninggalan
sejarah, yaitu : Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus, Klenteng Hok Ling
Bio dan terjadinya kegiatan belajar mengajar mata pelajaran IPS antara guru
dan siswa kelas IV SD se-Gugus Pangeran Cendono Keamatan Dawe
Kabupaten Kudus
3. Dokumen
Sumber data dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
inventarisasi peninggalan sejarah Dinas Pariwisata Kabupaten Kudus, silabus,
dan RPP IPS SD kelas IV semester I tahun pelajaran 2008 / 2009.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
wawancara mendalam, observasi berperan aktif, analisis dokumen (content
analysis).
1. Wawancara mendalam (in-depth interviewing)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan
oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006:
186-187). Wawancara dilakukan pada waktu dan konteks yang dianggap tepat
lxxix
untuk memperoleh data yang mempunyai kedalaman serta dilakukan berulang
kali sesuai dengan kebutuhan yang diistilahkan dengan in-depth interviewing.
Menurut Sutopo (2006: 69) wawancara mendalam dilakukan dengan
pertanyaan yang bersifat terbuka (open-ended), dan mengarah pada kedalaman
informasi serta dilakukan tidak secara formal terstruktur, guna menggali
pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat
untuk menjadi dasar bagi penggalian informasi secara lebih jauh, lengkap dan
mendalam..
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara
mendalam karena wawancara ini bersifat lentur dan terbuka serta dalam
suasana keakraban, sehingga mengarah pada kedalaman informasi.
Wawancara dilakukan kepada:
a. Staf pengelola YM3SK dan juru kunci Klenteng Hok Ling Bio untuk
mendapatkan data tentang jenis-jenis peninggalan sejarah di Kabupaten
Kudus;
b. Guru Kelas IV SD se-Gugus Pangeran Cendono untuk mendapatkan data
tentang: 1) jenis-jenis peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan
sebagai media pembelajaran IPS SD, 2) kriteria yang dapat menentukan
kelayakan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS SD, 3)
pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan peninggalan sejarah
sebagai media pembelajaran IPS SD, 4) kesulitan yang dialami guru dalam
memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS SD,
lxxx
5) cara guru mengatasi kesulitan dalam memanfaatkan media
pembelajaran IPS SD.
2. Observasi langsung berperan aktif dan pasif
Observasi berperan aktif merupakan cara khusus dan peneliti tidak
bersikap hanya sebagai pengamat tetapi memainkan berbagai peran yang
dimungkinkan dalam suatu situasi yang berkaitan dengan penelitiannya
dengan mempertimbangkan posisi yang bisa memberikan akses yang bisa
diperolehnya untuk bisa dimanfaatkan bagi pengumpulan data yang lengkap
dan mendalam (Sutopo, 2006: 79-80). Observasi berperan pasif adalah suatu
cara pengumpulan data di mana peneliti hanya mendatangi lokasi, tetapi sama
sekali tidak berperan sebagai apa pun selain sebagai pengamat pasif, namun
peneliti benar-benar hadir di lokasi (Sutopo, 2006: 77).
Obserasi langsung berperan aktif dilakukan untuk mendapatkan data
tentang: 1) Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus serta 2) klenteng Hok
Ling Bio. Observasi langsung berperan pasif dilakukan untuk mendapatkan
data tentang: pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan peninggalan
sejarah sebagai media pembelajaran IPS SD.
3. Content Analysis atau Analisis Dokumen
Analisis dokumen dan arsip dilakukan untuk mengumpulkan,
mengidentifikasi dan menganalisis data yang bersumber dari dokumen dan
arsip (Sutopo, 2006: 80-81). Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber
data yang memiliki posisi penting dalam penelitian ini. Sumber data tertulis ini
lxxxi
merupakan sumber data pokok dalam penelitian untuk mendukung proses
menginterpretasikan setiap peristiwa yang berlangsung dalam penelitian.
Teknik mencatat dokumen ini oleh Yin digunakan untuk menemukan
beragam hal sesuai dengan kebutuhan dan tujuan peneitian. Dalam melakukan
teknik ini, peneliti tidak hanya mencatat isi penting yang tersurat dalam
dokumen atau arsip, tetapi juga mencatat makna yang tersirat. Dokumen yang
ditemukan wajib dikaji kebenarannya, baik secara eksternal (kritik eksternal)
yang berkaitan dengan keaslian dokumen, dan juga internal (kritik internal)
yang berkaitan dengan kebenaran isi dokumen atau pernyataan yang ada,
biasanya dengan membandingkan dengan dokumen lain atau jenis sumber data
lain yang berkaitan dengan isi dokumen tersebut (Sutopo, 2006: 80-81).
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Dokumen Inventarisasi BCB (Benda Cagar Budaya) Dinas Pariwisata
Kabupaten Kudus. Hasil analisis dokumen ini untuk menggali informasi
tentang Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus serta Klenteng Hok
Ling Bio;
b. Data profil sekolah;
c. Silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Analisis silabus
dan RPP dilakukan untuk mendapatkan data tentang pelaksanaan
pembelajaran IPS dengan memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai
media pembelajaran IPS SD.
lxxxii
F. Teknik Cuplikan (Sampling)
Dalam penelitian ini teknik cuplikan yang digunakan adalah purposive
sampling. Teknik ini dipakai karena kecenderungan peneliti untuk memilih
informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam
dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap (Sutopo, 2006: 64).
Sampling dimaksudkan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari
berbagai sumber dengan tujuan untuk memerinci kekhususan yang ada dalam
konteks yang unik. Maksud kedua adalah menggali informasi yang akan menjadi
dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Purposive Sampling dapat diketahui
dari ciri-ciri yaitu : rancangan sampel yang muncul, pemilihan sampel secara
berurutan, penyesuaian berkelanjutan dari sampel dan pemilihan berakhir jika
sudah terjadi pengulangan (Moleong, 2006: 224-225).
Penentuan seseorang menjadi sampel dalam purposive sampling
didasarkan pada tujuan tertentu. Dalam penelitian ini adalah keterlibatan sampel
dalam memanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media
pembelajaran IPS secara langsung (Sukardi, 2003: 64).
Berdasarkan pendapat di atas maka sampel yang dipilih untuk
mendapatkan informasi tentang pemanfaatkan peninggalan sejarah di Kabupaten
Kudus sebagai media pembelajaran IPS di SD se-Gugus Pangeran Cendono
adalah staf YM3SK dan juru kunci Klenteng Hok Ling Bio untuk mendapat data
tentang jenis peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran IPS SD, guru kelas IV SD se-Gugus Pangeran Cendono.
lxxxiii
G. Validitas Data
Data dan informasi yang diperoleh harus diyakini kebenarannya.
Keabsahan data menurut Moleong (2006: 320-321) adalah bahwa setiap keadaan
harus memenuhi (1) mendemonstrasikan nilai yang benar, (2) menyediakan dasar
agar hal itu dapat diterapkan, (3) memperbolehkan keputusan luar yang dapat
dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan
keputusan-keputusannya.
Teknik yang paling umum digunakan untuk mencari validitas data adalah
menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi menurut Sutopo (2006: 92-
94) adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu. Dalam penelitian validitas data dikembangkan menggunakan
triangulasi sumber/data dan triangulasi metode. Setelah mendapatkan validitas
data dengan menggunakan triangulasi sumber/data dan triangulasi metode maka
dilakukan review informan kunci. Langkah selanjutnya adalah penyusunan data
base.
1. Triangulasi sumber/data.
Cara ini mengarahkan peneliti agar dalam mengumpulkan data, wajib
menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang sama
atau sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber
data yang berbeda. Dengan demikian apa yang diperoleh, juga diperoleh dari
sumber lain yang berbeda, baik kelompok sumber yang sejenis atau pun yang
lxxxiv
berbeda. Dalan konteks penelitian ini misalnya data tentang jenis-jenis
peninggalan sejarah diperoleh dari informan yaitu staf pengelola YM3SK dan
Juru kunci Klenteng Hok Ling Bio, ditriangulasikan dengan data tentang jenis-
jenis peninggalan sejarah hasil analisis Dokumen Inventarisasi (BCB)
Pariwisata Kabupaten Kudus dan data dari hasil Observasi.
2. Triangulasi metode.
Menurut Sutopo (2006:95) teknik triangulasi ini bisa dilakukan seorang
peneliti dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan
teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Di sini yang ditekankan
adalah penggunaan metode pengumpulan data yang berbeda dan bahkan lebih
jelas diusahakan mengarah pada sumber data yang sama untuk menguji
kemantapan informasinya.
Misalnya, data pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus
sebagai media pembelajaran diperoleh dari observasi berperan aktif dan
observasi berperan pasif dan wawancara dengan pengelola tempat peninggalan
sejarah tersebut berada dan data hasil analisis dokumen.
3. Review Informan Kunci
Peneliti perlu mengkomunikasikan data setelah mendapatkan data yang
cukup lengkap kepada informan khususnya informan pokok, untuk
mengetahui apakah laporan yang ditulis tersebut merupakan pernyataan yang
dapat disetujui mereka. Informan kunci dalam penelitian ini adalah orang-
orang yang terkait langsung dengan pemanfaatan peninggalan sejarah di
lxxxv
Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD yaitu Staf YM3SK
(DANH), Juru Kunci Klenteng Hok Ling Bio, guru-guru kelas IV SD se-
Gugus Pangeran Cendono.
4. Penyusunan Data Base
Data base adalah bukti data yang telah dikumpulkan dalam segala
bentuk: deskripsi, gambar, skema, rekaman wawancara, matriks dan
sebagainya, guna memudahkan reviu serta usaha penelusuran kembali proses
penelitian bilamana diperlukan (Sutopo, 2006: 100). Data base dalam
penelitian ini diwujudkan dalam bentuk: daftar profil sekolah, gambar denah
SD se-Gugus Pangeran Cendono, daftar isian guru, daftar pedoman
wawancara, rekaman hasil wawancara, deskripsi hasil wawancara, deskripsi
hasil pencatatan dokumen, deskripsi hasil observasi, foto-foto kegiatan
wawancara, dan foto-foto kegiatan observasi.
H. Teknik Analisis Data
Bogdan dan Biklin (dalam Lexy J. Moleong, 2006: 248) bahwa analisis
data kualitatif adalah upayan yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah - milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain.
Teknik analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah teknik analisis
interaktif. Teknik analisis interaktif adalah suatu teknik di mana setiap unit data
lxxxvi
yang diperoleh dari beragam sumber data, selalu diinteraksikan atau dibandingkan
dengan unit tujuan penelitiannya (keluasan, kesepadanan, perbedaan, bentuk
hubungan keterkaitan antarunsurnya, dan sebagainya). Komparasi data ini
dilakukan sejak diperoleh data dalam unit yang paling kecil dan selanjutnya juga
dilakukan pada unit-unit atau kelompok data yang semakin besar, yang mengarah
pada pengelompokan beragam variabel yang terdapat dalam rumusan masalah
penelitiannya (Sutopo, 2006:107).
Kegiatan pokok analisis model inteaktif meliputi tiga komponen yaitu
reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan serta verifikasi.
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan
dan abstraksi dari semua jenis informasi yang tertulis lengkap dalam catatan
lapangan (Sutopo, 2006: 114)
Millis dan Huberman (2000: 16) berpendapat bahwa reduksi data
merupakan suau bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data
dengan cara sedemikian rupa sehingga simpulan – simpulan finalnya dapat
ditarik dan diverifikasi.
2. Sajian Data
lxxxvii
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi
dalam bentuk narasi lengkap yang selanjutnnya memungkinkan simpulan
penelitian dapat dilakukan. Sajian data ini disusun berdasarkan pokok – pokok
yang terdapat dalam reduksi data, dan disajikan dengan menggunakan kalimat
dan bahasa peneliti yang merupakan rakitan kalimat yang disusun secra logis
dan sistematis, sehingga bila dibaca akan mudah dipahami (Sutopo, 2006:
114-115).
Menurut Millis dan Huberman (2000: 17) bahwa sajian data adalah
sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
simpulan dan pengambilan tindakan.
3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi
Penarikan simpulan adalah membuat simpulan dari data yang telah
diperoleh sejak awal penelitian. Menurut Sutopo (2006: 116) agar hasil
penelitian lebih mantap dan benar – benar bisa dipertanggungjawabkan,
verifikasi perlu dilakukan dengan tujuan untuk memantapkan dengan cacra
menulusuri kembali kebenaran laporan selama penelitian berlangsung.
Proses analisis interaktif tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
lxxxviii
Gambar 2. Model Analisis Interaktif Sumber: Sutopo, 2006:120
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti menyajikan temuan penelitian yang berupa berbagai
macam informasi untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang telah
dirumuskan di bab pertama. Kajian temuan yang akan disajikan dalam bab ini
dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama mendeskripsikan tentang latar lokasi
penelitian, bagian kedua tentang hasil penelitian yang disesusikan dengan
rumusan masalah, dan bagian ketiga adalah pembahasan.
A. Deskripsi Latar
II Sajian Data
Pengumpulan Data
I Reduksi Data
III Penarikan
Simpulan/Verifikasi
lxxxix
Setting penelitian ada dua macam yaitu kompleks Menara, Masjid dan
Makam Sunan Kudus (M3SK) yang dijadikan media pembelajaran IPS SD dan
yang kedua adalah SD-SD Negeri se-Gugus Pangeran Cendono sebagai lembaga
penyelenggara pembelajaran dengan memanfaatkan kompleks M3SK dan
Klenteng Hok Ling Bio sebagai media pembelajaran.
Kabupaten Kudus adalah Kabupaten terkecil di Provinsi Jawa Tengah,
terletak antara 1100,36 - 1100,37 BT, 6,51 - 70,16 LS, terdiri dari 9 kecamatan,
125 Desa dan 7 Kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Kudus adalah 42,516 hektar
atau 1,31 % dari luas provinsi Jateng. Jumlah penduduk Kabupaten Kudus adalah
730.754 jiwa.
Kudus memiliki banyak peninggalan arkeologis atau peninggalan sejarah
dan purbakala, bahkan peninggalan sejarah di Kudus dapat dikatakan lengkap.
Peninggalan sejarah yang ada di Kabupaten Kudus berasal dari periode prasejarah,
periode Hindu–Budha, periode pengaruh Islam dan periode Kolonial sampai
masa-masa perebutan kemerdekaan Indonesia. Lintasan peristiwa penting yang
mengukir dalam sejarah di Kudus selalu ada. Hal ini dibuktikan dengan adanya
temuan-temuan Benda Cagar Budaya dan benda-benda bersejarah, serta
bangunan-bangunan kuno yang merupakan Benda Cagar Budaya.
Salah satu peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus menjadi kebanggaan
nasional karena memiliki keunikan dan ciri khas pada zamannya, yaitu Menara
Kudus. Menara Kudus terletak di kompleks Menara, Masjid dan Makam Sunan
Kudus (M3SK) di Desa Kauman Kecamatan Kota Kabupaten Kudus. Kompleks
ini terdapat di tengah kota sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat yang ingin
xc
berziarah ke sana. Peninggalan sejarah lain yang ada di kompleks M3SK adalah
Masjid Al Aqsa atau Masjid Al Manar dan Makam Sunan Kudus.
Desa Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus merupakan desa yang
terletak paling selatan di wilayah Kecamatan Dawe. Desa Cendono merupakan
perbatasan antara Kecamatan Dawe dan Kecamatan Bae. Desa Cendono memiliki
satu kantor desa, satu kantor UPT Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga, satu
Madrasah Tsanawiyah, satu Madrasah Aliyah, dan tujuh SD Negeri. Tujuh SD
negeri yang terdapat di Desa Cendono adalah SD 1 Cendono, SD 3 Cendono, SD
4 Cendono, SD 5 Cendono, SD 6 Cendono, SD 7 Cendono, dan SD 8 Cendono.
Tujuh SD tersebut dimasukkan dalam dua gugus yaitu Gugus Honggojoyo dan
Gugus Pangeran Cendono. SD yang termasuk Gugus Honggojoyo hanya SD 8
Cendono, sedangkan 6 SD lainnya yaitu SD 1 Cendono, SD 3 Cendono, SD 4
Cendono, SD 5 Cendono, SD 6 Cendono, SD 7 Cendono masuk dalam Gugus
Pangeran Cendono.
SD-SD di Gugus Pangeran Cendono yang merupakan SD tertua adalah
SD 1 Cendono yang dulunya bernama SD 1 Dawe. SD yang menjadi SD inti
adalah SD 6 Cendono, sedangkan SD lainnya merupakan SD imbas. Deskripsi
masing-masing SD disampaikan sebagai berikut :
SD 1 Cendono beralamat di Desa Cendono RT 01 RW III Kecamatan
Dawe Kabupaten Kudus dengan Nomor Statistik Sekolah 101031909001 dan
Nomor Pokok Sekolah Nasional 20318068. SD 1 Cendono memiliki Visi yaitu
terwujudanya pribadi manusia yang berbudi luhur, unggul dalam prestasi yang
bernalar ilmuah objektif berlandaskan Iman dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha
xci
Esa serta berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu menghadapi
tantangan jaman. Misi yang diangkat dari penjabaran visi tersebut adalah:
1) membentuk manusia mandiri, berprestasi, keratif, inovatif, memiliki kecakapan
hidup, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mampu meraih
berbaai peluang di masayarakat sesuai dengan potensi siswa dan karier di masa
depan, 2) meningkatkan disiplin dan menumbuhkembangkan penghayatan dan
pengalaman agama serta budi pekerti, 3) menyelenggarakan Program Pendidikan
yang senantiasa berakar pada sistem nilai, adat, istiadat dan budaya masyarakat
dengan tetap mengikuti perkembangan dunia luar, 4) mengembangkan potensi
siswa dalam kegiatan olah raga dan seni budaya secara optimal.
SD 1 Cendono dikepalai oleh Karmain, S.Pd. Jumlah murid pada tahun
ajaran 2008/2009 sejumlah 109 anak dengan perincian 54 murid laki-laki dan 55
murid perempuan. Semua murid SD 1 Cendono beragama Islam. Jumlah guru dan
karyawan adalah 11 orang yang terdiri dari 10 orang guru dan 1 penjaga sekolah.
Guru dan karyawan tersebut sembilan diantaranya adalah PNS sedangkan dua
orang berstatus non PNS. Pendidikan guru di SD 1 Cendono terdiri dari sarjana
sebanyak 2 orang, D2 sebanyak 5 orang, SPG 2 orang dan PGAN 1 orang. Sarana
dan prasarana SD 1 Cendono belum lengkap karena belum mempunyai ruang
perpustakan tetapi memiliki rak untuk buku perpustakaan. SD 1 Cendono sudah
memiliki gedung SD sendiri sebanyak 2 buah, rumah dinas guru sebanyak 1 buah,
kamar mandi 1 buah.
SD 3 Cendono beralamat di Desa Cendono RT 02 RW III Kecamatan
Dawe Kabupaten Kudus dengan Nomor Statistik Sekolah 101031909021. Visi SD
xcii
3 Cendono adalah “Giat beajar, berlatih, berdedikasi, berakhlaq mulia, berdasar
Imtaq, berpandangan luas serta mengembangkan Iptek yang inovatif dengan
ketangguhan dan percaya diri. Misi yang ingin dicapai SD 3 Cendono adalah:
1) meningkatkan mutu pendidikan yang berorientasi kecakapan hidup serta
mengembangkan sifat patriotisme yang berwawasan luas untuk mewujudkan
manusia berkualitas lahir dan batin, 2) mengacu program Pendidikan Nasonal
dengan mengoptimalkan potensi guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar
yang berorientasi pada manajemen pendidikan berbasis kompetensi. SD 3
Cendono dikepalai oleh Sukirno. A.Ma.Pd.
Jumlah murid pada tahun ajaran 2008/2009 sejumlah 118 anak dengan
perincian 64 murid laki-laki dan 54 murid perempuan. Semua murid SD 3
Cendono beragama Islam. Jumlah guru dan karyawan adalah 12 orang yang terdiri
dari 11 orang guru dan 1 penjaga sekolah. Guru dan karyawan tersebut delapan
diantaranya adalah PNS sedangkan empat orang berstatus non PNS. Pendidikan
guru di SD 3 Cendono terdiri dari sarjana sebanyak 2 orang, D2 sebanyak 3 orang,
SPG sebanyak 4 orang, SMA sebanyak 1 orang. Sarana dan prasarana SD 3
Cendono belum lengkap karena belum mempunyai ruang perpustakaan tetapi
memiliki rak untuk buku perpustakaan. SD 3 Cendono sudah memiliki gedung SD
sendiri sebanyak 2 buah, rumah dinas Kasda sebanyak 1 buah, rumah dinas
penjaga sekolah 1 buah, ruang kasda 1 buah, Kantor SD 2 buah kamar mandi 1
buah dan WC 3 buah.
SD 4 Cendono yang terletak di Jl. Kudus – Colo Km 7 RT 05 RW VIII
Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. SD 4 Cendono terletak di daerah pedesaan
xciii
dan perbatasan antara Kecamatan Bae dan Kecamatan Dawe. Sekolah tersebut
dibangun pada tahun 1986, dengan Nomor Identitas Sekolah 101031909027.
Status sekolah adalah Negeri sesuai dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Jawa Tengah dengan nomor 421.2/008/04/74/86 pada tanggal 1 Pebruari
1986. Visi SD 4 Cendono adalah “Terwujudanya masyarakat sekolah yang cerdas
maju dalam Iptek, berakhlaq dan berbudi pekerti luhur”. Saat ini SD 4 Cendono
memiliki 12 orang tenaga kependidikan maupun karyawan yang terdiri dari
seorang kepala sekolah, tujuh orang guru kelas, satu orang guru pendidikan agama
Islam, satu orang guru penjaskes dan dua orang penjaga sekolah. Sebelas orang
dari tenaga kependidikan dan karyawan tersebut berstatus sebagai pegawai negeri
sipil (PNS) dan masih satu orang bukan PNS. SD 4 Cendono memiliki dua orang
tenaga kependidikan yang berpendidikan terakhir sarjana (S1) yaitu kepala
sekolah dan satu guru kelas, Diploma (D2) dua orang guru kelas, satu orang guru
pendidikan Agama Islam dan satu guru Penjaskes, sedangkan yang berpendidikan
SPG ada empat orang guru kelas.
Guru dan siswa SD 4 Cendono dalam mengikuti berbagai lomba/kegiatan
sering mendapat kejuaraan baik Tingkat Kecamatan maupun Tingkat Kabupaten.
Data tiga tahun terakhir mulai tahun 2006-2007 sampai 2008-2009 beberapa
prestasi telah dicapai sekolah tersebut baik tingkat Kecamatan maupun
Kabupaten. Data prestasi tahun 2006-2007 adalah 1) Juara kedua guru teladan
tingkat kecamatan, 2) juara pertama LCC dokter kecil tingkat kecamatan, 3) juara
ketiga LCC dokter kecil tingkat kabupaten, 4) Juara pertama lomba gerak jalan
tingkat kecamatan, 5) juara pertama putri lomba menyanyi nasional tingkat
xciv
kecamatan, 6) juara ketiga putra lomba menyanyi nasional tingkat kecamatan, 7)
juara pertama lomba seni tari klasik tingkat kecamatan, 8) juara kedua lomba
siswa berprestasi tingkat kecamatan, 9) juara kedua lomba regu tergiat HUT
Pramuka tingkat kecamatan.
Data prestasi tahun 2007-2008 siswa-siswi dan guru SD 4 Cendono juga
banyak mendapatkan kejuaraan di berbagai kegiatan yaitu : 1) juara kedua putri
lomba geguritan tingkat kabupaten, 2) Juara II Seni Tari Tingkat Kecamatan, 3)
Juara II Siswa Berprestasi Tingkat Kecamatan, 4) Juara II LCC Siswa Berprestasi
Tingkat Kecamatan, Juara I Kreativitas Siswa Tingkat Kecamatan, 5) Juara II
LCC Dokter Kecil Tingkat Kabupaten, 6) Juara III Bahasa Jawa Tingkat
Kecamatan, 7) Juara I Guru Teladan Tingkat Kecamatan, 8) Juara IV Guru
Teladan Tingkat Kabupaten.
Data prestasi siswa-siswi dan guru SD 4 Cendono tahun 2008-2009 adalah:
1) Juara II Putra Regu Tergiat Tingkat Kecamatan, 2)Juara I Putri Geguritan
Tingkat Kabupaten, 3) Juara III Putra Geguritan Tingkat Kabupaten, 4) Juara I
Putra Gerak Jalan Tingkat Kecamatan, 5) Juara II Solo Song Tingkat Kecamatan,
6) Juara I LCC Tingkat Gugus.
SD 4 Cendono memiliki sarana prasarana yang lengkap untuk mendukung
kegiatan pembelajaran. Sarana prasarana yang dimiliki SD 4 Cendono yaitu :
1) Ruang kelas ada 6 ruang, 2) Ruang Guru ada 1 ruang, 3) Ruang Kepala Sekolah
ada 1 ruang, 4) Ruang Laboratorium ada 1 ruang, 5) Ruang Perpustakaan ada
1 ruang, 6) Ruang UKS ada 1 ruang, 7) Ruang Kegiatan ada 1 ruang, 8) Musholla
ada 1 ruang, 9) Tempat Wudhu ada 1 ruang, 10) Kamar Mandi/WC Siswa ada
xcv
4 ruang, 11) Kamar Mandi/WC Guru ada 2 ruang, 12) Gudang ada 1 ruang,
13) Dapur ada 1 ruang.
Jumlah siswa di SD 4 Cendono pada tiga tahun terakhir cukup memenuhi
persyaratan dalam SPM (Standar Pelayanan Minimal) yaitu tahun 2006-2007
berjumlah 108 siswa, tahun 2007-2008 berjumalh 138 siswa dan tahun 2008-2009
berjumlah 144 siswa, di mana untuk SPM (Standar Pelayanan Minimal) adalah 60
siswa untuk jenjang Sekolah Dasar. Berdasarkan data siswa, para siswa SD 4
Cendono kebanyakan berasal dari keluarga petani, pedagang dan buruh, sebagaian
besar orang tua murid adalah buruh tani dan buruh pabrik. Namun para siswa
termasuk siswa yang rajin karena semua kegiatan yang diadakan sekolah selalu
diikuti dengan baik dan tekun bahkan memperoleh kejuaraan dalam lomba-lomba.
Struktur kurikulum SD 4 Cendono dapat dijabarkan dalam tiga kelompok
yaitu kelompok mata pelajaran, muatan lokal dan kelompok pengembangan diri.
Komponen mata pelajaran Pendidikan Agama; Pendidikan Kewarganegaraan;
Bahasa Indonesia; Matematika; Ilmu Pengetahuan Alam; Ilmu Pengetahuan
Sosial; Seni Budaya dan keterampilan; Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
kesehatan sedangkan Muatan Lokal terdiri dari Bahasa Jawa, Seni Suara Daerah,
Bahasa Inggris. Pengembangan diri meliputi beragam kegiatan ekstrakurikuler
sesuai dengan minat dan bakat siswa. Kelas 1, 2, dan 3 dalam proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan tematik.
SD 5 Cendono beralamat di Desa Cendono RT 05 RW I Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus dengan Nomor Statistik Sekolah 101031909032. SD 5 Cendono
dikepalai oleh Suharyono. Visi SD 5 Cendono adalah ”Berperestasi, terampil,
xcvi
berakar pada budaya bangsa, berdasarkan Iman dan Taqwa”. Misi yang ingin
diwujudkan sebagai penjabaran visi sekolah adalah: 1) meningkatkan kegiatan
pembelajaran yang efektif, agar daya serap peserta didik menjadi optimal,
2) meningkatkan kualitas kegiatan ekstra kurikuler yang mendukung tercapainya
prestasi sekolah, 3) membentuk sikap dan perilaku peserta didik yang disiplin,
sopan, berlandaskan iman dan taqwa, 4) meningkatkan potensi keterampilan dasar
peserta didik melalui kegiatan pembelajaran.
Jumlah murid pada tahun ajaran 2008/2009 sejumlah 170 anak dengan
perincian 99 murid laki-laki dan 71 murid perempuan. Semua murid SD 5
Cendono beragama Islam. Jumlah guru dan karyawan adalah 12 orang yang terdiri
dari 11 orang guru dan 1 penjaga sekolah. Guru dan karyawan tersebut sembilan
diantaranya adalah PNS sedangkan tiga orang berstatus non PNS. Pendidikan
guru di SD 5 Cendono terdiri dari sarjana sebanyak 3 orang, D2 sebanyak 6 orang,
SPG sebanyak 2 orang. Sarana dan prasarana SD 5 Cendono belum lengkap
karena belum mempunyai ruang perpustakan tetapi memiliki rak untuk buku
perpustakaan. SD 5 Cendono sudah memiliki gedung SD sendiri sebanyak 2 buah,
rumah dinas guru sebanyak 1 buah, rumah dinas penjaga sekolah 1 buah, Kantor
SD 1 buah, kamar mandi 1 buah dan WC 3 buah. Prestasi yang diraih pada tahun
2007/2008 oleh siswa SD 5 Cendono adalah Juara I dan II Badminton tingkat
Kecamatan dan prestasi tahun 2008/2009 yaitu juara II dan III Badminton tingkat
Kecamatan.
SD 6 Cendono beralamat di Desa Cendono RT 01 RW III dengan Nomor
Statistik Sekolah 10103190903. Visi SD 6 Cendono yaitu ” berprestasi, terampil
xcvii
berakar budaya bangsa berlandaskan iman dan taqwa”. Misi sekolah yaitu:
1) meningkatkan kegiatan pembelajaran yang efektif agar daya serap peserta didik
menjadi optimal, 2) meningkatkan kualitas kegiatan ekstrakurikuler yang
mendukung tercapainya prestasi sekolah, 3) membentuk sikap dan perilaku
peserta didik yang disiplin, sopan berlandaskan iman dan taqwa, 4) meningkatkan
potensi keterampilan dasar peserta didik melalui kegiatan pembelajaran. SD 6
Cendono tidak mempunyai Kepala Sekolah.
Jumlah murid pada tahun ajaran 2008/2009 sejumlah 196 anak dengan
perincian 114 murid laki-laki dan 82 murid perempuan. Murid SD 6 Cendono
yang beragama Islam sebanyak 191 orang, beragama Kristen sebanyak 1 orang
dan yang beragama Katholik sebanyak 4 orang. Jumlah guru dan karyawan adalah
14 orang yang terdiri dari 13 orang guru dan 1 penjaga sekolah. Guru dan
karyawan tersebut sebelas di antaranya adalah PNS sedangkan tiga orang
berstatus non PNS. Pendidikan guru di SD 6 Cendono terdiri dari sarjana
sebanyak 8 orang, D2 sebanyak 3 orang, SPG sebanyak 2 orang. Sarana dan
prasarana SD 6 cendono sudah terbilang lengkap karena memiliki ruang
perpustakan dan memiliki rak untuk buku perpustakaan sebanyak 2 buah. SD 6
Cendono sudah memiliki gedung SD sendiri sebanyak 2 buah, rumah dinas Kasda
sebanyak 1 buah, kantor SD 1 buah, ruang UKS 1 buah, Komputer 2 set, kamar
mandi 4 buah dan WC 4 buah. Prasarana penunjang KBM seperti meja kursi
siswa,meja kursi guru, papan tulis sudah terbilang lengkap dan mencukupi jumlah
murid yang ada di SD 6 Cendono.
xcviii
Prestasi yang diraih SD 6 Cendono pada tahun 2008 yaitu: 1) juara II
lomba pidto putra tingkat kabupaten, 2) Juara II lomba gerak jalan putri tingkat
kecamatan, 3) Juara I lomba Seni Tari putra dan putri tingkat kecamatan, 4) Juara
II Lomba Macapat putri tingkat kecamatan, 5) Juara III Lomba Macapat Putra
tingkat Kecamatan, 6) Juara I Siswa berprestasi putra tingkat kecamatan, 7) Juara
I Solosong putra dan putri tingkat kecamatan.
SD 7 Cendono beralamat di Desa Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten
Kudus dengan Nomor Statistik Sekolah 101031909065. Visi Sd 7 Cendono yaitu
terwujudnya masyarakat sekolah yang cerdas, terampil, berakhlaq mulia serta
berbudi pekerti luhur. Misi yang diusung sekolah adalah: 1) membentuk
masyarakat sekolah yang cerdas dan trampil, 2) membentuk masyarakat sekolah
yang berakhlaq mulia dengan mengembangkan kegiatan keagamaan,
3) membentuk masyarakat sekolah yang berbudi pekerti luhur. Kepala Sekolah
SD 7 Cendono adalah Moh. Yamin, A.Ma.Pd. Jumlah murid pada tahun ajaran
2008/2009 sejumlah 232 anak dengan perincian 131 murid laki-laki dan 101
murid perempuan. Semua murid SD 7 Cendono beragama Islam. Jumlah guru dan
karyawan adalah 12 orang yang terdiri dari 11 orang guru dan 1 penjaga sekolah.
Guru dan karyawan tersebut sepuluh di antaranya adalah PNS sedangkan dua
orang berstatus non PNS. Pendidikan guru di SD 7 Cendono terdiri dari sarjana
sebanyak 2 orang, D2 sebanyak 5 orang, SPG sebanyak 2 orang, KPG sebanyak 1
orang, SGO 1 orang. Sarana dan prasarana SD 7 cendono belum lengkap karena
belum mempunyai ruang perpustakan tetapi memiliki rak untuk buku
perpustakaan. SD 7 Cendono sudah memiliki gedung SD sendiri sebanyak 2 buah,
xcix
rumah dinas Kasda sebanyak 1 buah, Kantor SD 2 buah, sumur biasa 1 buah dan
WC 1 buah.
B. Sajian Data
1. Jenis-jenis peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus yang dapat
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran
Cendono
Guru-guru IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono mengetahui bahwa di
Kudus terdapat peninggalan-peninggalan sejarah. Mereka mengetahui adanya
peninggalan sejarah tersebut kebanyakan dari buku. Beberapa dari mereka
mengetahui keberadaan peninggalan sejarah dari informasi masyarakat sekitar
dan cerita orang-orang tua serta berkunjung langsung ke lokasi peninggalan
sejarah.
Peninggalan-peninggalan sejarah tersebut memiliki arti dan fungsi bagi
generasi selanjutnya. Peninggalan-peninggalan tersebut mengandung nilai-
nilai yang dapat diteladani oleh generasi selanjutnya. Nilai-nilai yang
terkandung tersebut dapat memberikan motivasi kepada masyarakat umum
terutama generasi sekarang dan generasi yang akan datang (Tim Penyusun,
1997:1).
Peninggalan-peninggalan sejarah Kabupaten Kudus menurut Tim
Penyusun (2007: 1) , antara lain :
c
a. Periode Prasejarah antara lain dibuktikan dengan temuan fosil manusia
ourba (Homo erectus) dan fosil-fosil binatang purba, misalnya Gajah Purba
(Stegodon) di Kubah Pati Ayam tahun 1979, 1982 dan 2005.
b. Masa Hindu-Budha dibuktikan dengan temuan menhir (batu berdiri),
lumpang batu, Yoni, pilar batu di situs Langgar Bubrah desa Demangan
Kecamatan Kota, Yoni dan batu petilasan di Menawan dan Rahtawu
Kecamatan Gebog, Klenteng atau Biara.
c. Masa Awal Masuknya Islam, diantaranya situs Menara Kudus dan Masjid
Aqsa, Masjid Langgar Dalem, Gapura Padureksa Loram Kulon, Gapura
Masjid Jepang, Masjid Bubar dan Kompleks Makam Sunan Muria.
d. Masa Kolonial berupa bangunan pendopo dan Rumah Dinas Bupati Kudus,
Stasiun Kudus, PG Rendeng.
e. Masa Awal Kemerdekaan, di antaranya Monumen Ahmad Yani.
Pendapat informan menyatakan bahwa dalam kurikulum IPS SD
terdapat SKKD yang menyebutkan tentang peninggalan sejarah. Pendapat
Rm, peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran harus sesuai dengan kurikulum. Komponen kurikulum yang
sesuai dengan penelitian ini adalah SKKD Kelas IV semester I yang disajikan
dalam tabel berikut :
Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS SD
Kelas Standar Kompetensi Kompetensi Dasar IV 1. Memahami sejarah,
kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi
1.5 Menghargai berbagai peninggalan sejarah di lingkungan setempat (kabupaten, kota, provinsi) dan menjaga kelestariannya
ci
Sumber: KTSP SD 4 Cendono
Pendapat DJ, peninggalan sejarah yang cocok digunakan sebagai
media pembelajaran IPS SD di Gugus Pangeran Cendono adalah peninggalan
sejarah yang lokasinya tidak terlalu jauh dari SD, mudah dijangkau dan
ditemukan, mempunyai unsur sejarah yang kental serta bangunan fisiknya
masih kokoh dalam keadaan baik dan utuh.
Berdasarkan pendapat informan dan pencatatan dokumen tentang
SKKD di atas dan berdasarkan kajian teori tentang kriteria media
pembelajaran, maka jenis-jenis peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus yang
dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran disesuaikan dengan
Kompetensi Dasar yang harus dicapai, materi pembelajaran IPS dan mudah
dipahami oleh anak. Menurut pendapat para informan dan analisis dokumen
maka peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran adalah:
a. Menara Kudus
Berita mengenai pendiri Menara Masjid Kudus, masih simpang
siur. Ada yang menyatakan bangunan itu merupakan peninggalan zaman
Hindu, sebaliknya ada yang menyatakan bahwa bangunan itu merupakan
peninggalan Islam.Bentuk dan kontruksi menara Kudus seperti candi yaitu
bangunan Hindu yang dibangun untuk menghormati orang penting yang
meninggal, terdiri atas kaki, badan dan atap. Pada bagian atas kaki
bangunan terdapat ornamen geometrik yang berupa hiasan segi empat yang
cii
masing-masing ujung kiri dan kanannya disambung dengan hiasan
berbentuk segi tiga. Pada tiang atap menara terdapat candra sangkala yaitu
gapura rusak ewahing jagad atau jika diterjemahkan adalah tahun Jawa
1609 atau sekitar 1685 M.
Sunan Kudus sebagai perancang pembangunan Menara Masjid
Kudus, jelas mempunyai ide dan tujuan tertentu dalam rangka misi Islam.
Hal tersebut jika ditinjau dari segi sejarah, maka pembangunan Menara
Majsid Kudus mempunyai fungsi : 1) Sebagai tempat adzan, 2) Sebagai
tempat berdzikir, 3) Sebagai tempat untuk memanggil, mengumpulkan
masyarakat untuk tujuan tertentu, 4) Sebagai tempat untuk menyimpan
bedhug dan kentongan dari kayu.
Gambar 3. Menara Masjid Sunan Kudus Sumber : Koleksi pribadi peneliti
b. Masjid Sunan Kudus
ciii
Kompleks ini terdiri dari masjid, menara dan makam terletak di
Desa Kauman KecamatanKota Kabupaten Kudus. Masjid Al Aqso
berukuran panjang 6.333 cm, lebar 2.722 cm, tinggi 1.700 cm dengan luas
tanah 6.325 m2 dan luas bangunan 1.723,8426 m2. Konsepsi atau unsur-
unsur bangunannya menunjukkan campuran antara Hindu dan Islam.
Bentuk asli masjid Sunan Kudus sukar untuk diketahui karena telah
mengalami beberapa kali perbaikan.
Masjid Al Aqsa adalah peninggalan sejarah Islam pada masa Sunan
Kudus berkuasa. Pendirian Masjid Al Aqsa dapat diketahui berdasarkan
inkripsi yang terdapat di atas mihrab masjid, maka masjid ini didirikan
pada tahun 956 H atau 1549 M. Masjid tersebut juga dinamakan Al Aqso
Al Manar. Inkripsi batu tersebut berbunyi:
Bismillahirrahmanirrahim. Agama bina al masjid al aqsha wa balad al kuds chalifatu badana dahr habru ( aali ) Muhammad, jasjtari izzan fi djannat al chuldi . . . . qurban min arrahman bibalaad al kuds ansja’a haddha al masjid al manar al musammabil aqsha chalifatullahi fil-ardhi . . . . al’ulja wal mudjahid assayyid al ariefal kamil al fadhi al maqsus bi inajati . . . . al kadhi Dja’far as-Shadiq . . . . sanat sittin wa chomsina wa tis’imia’atin min al hidjrah annabawiyah wa ashabihi adjmai’in.
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia :
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Telah mendirikan masjid Aqsha ini dan negeri Kudus khalifah pada zaman Ulama dari keturunan Muhammad untuk membeli kemuliaan surga yang kekal . . . . untuk mendekati Tuhan di negeri Kudus, membina masjid Al-Manar ( ? ) yang dinamakan Al-Aqsha khalifatullah di bumi ini . . . . yang Agung dan mujtahid sayyid (tuan) yang arief (maha mengetahui) Kamil (yang sempurna) fadhil (yang melebihi) al maqsus (yang dikhususkan) bi inajati (dengan pemeliharaan) al Kadhi (penghulu hakim) Dja’far Shadiq . . . . pada tahun 956 H Nabi Muhammad SAW.
civ
Gambar 4. Masjid Sunan Kudus Sumber : Koleksi pribadi peneliti
c. Gapuro Padureksan Kidul Menara Kudus
Gapura ini terletak di sebelah Selatan Menara Kudus, masih dalam
satu kompleks dengan Menara Kudus. Gapura memiliki ukuran panjang
617 cm, lebar 189 cm, tinggi 489 cm, sedangkan pintunya memiliki ukuran
tinggi 220 cm dan lebar 132 cm.
Gapura Padureksan ini dianggap paling keramat, banyak rajah yang
tersimpan di pintu pertama masuk tajug menara. Kekeramatan gapura ini
sangat terkenal sehingga setiap pejabat yang akan berziarah disarankan
tidak melewati gapura ini karena adanya kepercayaan masyarakat yang
menyatakan bahwa setiap pejabat yang masuk melewati pintu ini akhirnya
pangkatnya melorot atau bahkan turun dari jabatannya.
cv
Gambar 5. Gapuro Padureksan Kidul Menara Kudus Sumber : Koleksi pribadi peneliti
d. Gapuro Kembar
Gapuro kembar berada di serambi luar Masjid Al Manar Sunan
Kudus. Gapuro ini memiliki panjang 548 cm, lebar 272 cm, dan tinggi 625
cm. Tinggi pintu gerbang ini adalah 271 cm dengan lebar 116 cm. Gapura
ini semula untuk pagar benteng zaman kewalian Sunan Kudus, sekarang
untuk pengamanan masjid dan pendidikan Islam. Gapuro ini terbuat dari
bahan batu merah kuno yang disusun rapi tanpa bahan perekat.
Gambar 6. Gapuro Kembar Sumber : Koleksi pribadi peneliti
cvi
e. Gapuro Samping
Gapuro dengan tembok ini dibangun semasa kewalian Sunan
Kudus berukuran panjang 617 cm, lebar 189 cm, tinggi 496 cmdengan luas
bangunan 11,6013 m2 dan luas tanah 6,323 m2. Gapuro ini dibangun pada
abad XV dengan kondisi masih terawat baik. Gapuro ini berguna untuk
pembatas antara Masjid Al Aqsa dengan ke tajug. Bangunan ini terbuat
dari bata merah yang tersusun tanpa semen.
Gambar 7. Gapuro Samping Sumber : Koleksi pribadi peneliti
f. Gapuro Gerbang Tajug
Gapuro peninggalan Sunan Kudus di gerbang pintu tajug untuk
menyambut tamu penting dan kerabat dekat Sunan Kudus.
Gambar 8. Gapuro Gerbang Tajug
cvii
Sumber : Koleksi pribadi peneliti
g. Pancuran Wudlu (8 Pancuran)
Pancuran Wudlu ini berada dalam kompleks Menara, Masjid dan
Makam Sunan Kudus terbuat dari batu dan batu bata merah, dibangun pada
abad XV dengan panjang 630 cm, lebar 80 cm, tinggi 170 cm. Bangunan
peninggalan Sunan Kudus tempat untuk berwudlu bagi orang Islam yang
akan menjalankan sholat. Tujuh pancuran pada Pancuran Wudlu ini
mengambil filosofi ajaran Budha yaitu delapan jalan kehidupan.
Gambar 9. Pancuran Wudlu (8 Pancuran) Sumber : Koleksi pribadi peneliti
h. Makam Sunan Kudus
Makam Sunan Kudus dilindungi cungkup dan diberi kain/kelambu
warna putih dan daun pintu ukiran jati. Makam Sunan Kudus berukuran
panjang 225 cm. lebar 70 cm dan tinggi 40 cm. Batu Nisannya memiliki
ukuran tinggi 68 cm dan lebar 14 cm. Setiap tanggal 10 Suro diadakan
acara penggantian kelambu yang dikenal dengan tradisi Buka Luwur. Saat
acara ini masyarakat datang dari seluruh penjuru memberikan do’a dan
meminta nasi buntel yang katanya membawa berkah.
cviii
Gambar 10. Makam Sunan Kudus Sumber : Koleksi Pribadi peneliti
i. Klenteng Hok Ling Bio
Klenteng Hok Ling Bio terletak di Desa Langgar Dalem
Kecamatan Kota berukuran panjang 16,50 m; lebar 16 m, tinggi 8 m.
dengan luas tanah 611 m2. Klenteng ini terdiri dari dua bangunan dengan
luas masing-masing bangunan 300 m2 dan 80 m2. Klenteng Hok Ling Bio
dilindungi oleh pagar tinggi dan berpintu gerbang dari besi. Bahan
bangunan terdiri dari tembok batu, bata merah, semen, kayu jati dan
genting. Bangunan ini milik Yayasan Nyoo Thiam Huk dan sejak dulu
berfungsi sebagai tempat ibadah penganut Kong Hu Cu. Kondisinya
terawat baik. Klenteng ini dibangun pada zaman Majapahit.
Klenteng ini menghadap barat, dengan motif hias fauna gambaran
Naga dan Singa. Bangunan ini sudah ada sejak dulu sekitar abad XV,
sehingga usianya lebih tua dari Menara. Pintu masuk pertama terdapat 2
(dua) pasang patung singa dan 2 (dua) patung Kilin. Depan bangunan
terdapat pohon dewa daru yang kayunya sering diambil untuk kepentingan
khusus.
cix
Kata Bio dalam Hok Ling Bio berarti tempat ibadah, kata ini
berasal dari bahasa Cina. Sedangkan klenteng berasal dari bahasa Jawa di
mana pada zaman dahulu di tempat ibadah ini dibunyikan lonceng yang
berbunyi teng…teng…teng untuk memanggil orang yang bersembahyang
sehingga tempat ibadah tersebut dinamakan klenteng. Klenteng ini terbuat
dari batu, batu bata merah dan semen. Klenteng ini didirikan pada zaman
Kolonial Belanda sekitar 200-250 tahun yang lalu dan digunakan sebagai
tempat ibadah sampai sekarang.
Gambar 11. Altar Pemujaan Klenteng Hok Ling Bio Sumber : Koleksi pribadi peneliti
Klenteng ini sekarang digunakan sebagai tempat ibadah ajaran Tri
Darma yaitu suatu ajaran yang berasal dari 3 guru yaitu Kong Hu Chu,
Taoisme (Tau Chiang Locin) dan Budha. Kegiatan ritual yang dilakukan
oleh umat Tri Darma di klenteng ini adalah :
1) Peringatan Tahun Baru Imlek yaitu tahun baru Cina
2) Perayaan kebesaran Ciu Thian Sian Nie (Anak buah Tau Chiang
Locin I)
cx
3) Perayaan kesempurnaan Hian Thian Siang Tee (Dewa Welas Asih ahli
pengobatan)
4) Perayaan kesempurnaan Kwan Seng Tee Kun, dan She Jit Tiong, Than
Goan Swe Lie Loci (Dewa Perang yang punya kepahlawanan)
5) Perayaan Tahun Baru Imlek pada bulan pertama Imlek yaitu bulan Cia
Gwee
6) Ruwatan yang dilakukan untuk menolak bala terhadap orang-orang
yang mendapat nasib jelek di tahun tersebut
2. Kriteria-kriteria yang digunakan untuk menentukan kelayakan
peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran
IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono
Semua informan dalam penelitian ini telah mengenal dan mengetahui
pengertian dari media pembelajaran. Mereka menyatakan bahwa pemilihan
dan penggunaan media pembelajaran harus memenuhi kriteria-kriteria
tertentu. Berdasarkan hasil wawancara, mereka dapat menentukan kriteria-
kriteria yang menentukan kelayakan suatu media sebagai media pembelajaran.
Kriteria-kriteria untuk menentukan kelayakan peninggalan sejarah
sebagai media pembelajaran perlu diperjelas agar pemanfaatan dan
penggunaan media pembelajaran dapat dilaksanakan dengan efisien.
Penggunaan dan pemanfaatan media yang tepat dapat meningkatkan
pemahaman dan kebermaknaan materi pembelajaran yang pada akhirnya
dapat meningkatkan hasil evaluasi pembelajaran siswa.
cxi
Penggunaan dan pemanfaatan media pembelajaran harus disesuaikan
dengan kondisi dan tingkat pemahaman siswa. Media yang baik adalah media
yang dapat memberikan gambaran yang konkret bagi siswa SD tentang materi
pembelajaran yang sedang dihadapi sehingga mereka dapat menjelaskan dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendapat ES, kriteria-kriteria yang dapat menentukan kelayakan
peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran adalah 1) bentuk bangunan
sebagai bukti fisik peninggalan sejarah masih utuh bentuknya. Artinya
peninggalan sejarah tersebut dapat dikenali bentuk dan ciri-cirinya, 2) lokasi
peninggalan sejarah sudah dikenal oleh masyarakat sehingga guru tidak
kesulitan menemukan lokasi peninggalan sejarah, 3) aktivitas yang nampak di
sekitar lingkungan dapat mempengaruhi dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Aktivitas yang ditemui siswa selama melakukan kegiatan pembelajaran di
lokasi peninggalan sejarah akan memberikan gambaran dan deskripsi yang
jelas kepada siswa tentang arti penting dari peninggalan sejarah tersebut.
Pendapat ES, kriteria-kriteria kelayakan ini harus didukung oleh hal
lain yaitu: 1) lokasi peninggalan sejarah mudah dijangkau dan tidak jauh dari
SD dan mudah ditemukan, 2) peninggalan tersebut mempunyai unsur sejarah
dan mudah dipahami oleh anak.
Pendapat DJ sesuai dengan pendapat ES namun masih terdapat
tambahan kriteria-kriteria yang menentukan kelayakan peninggalan sejarah
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran yaitu ada suatu cerita baik yang
sudah dipublikasikan maupun belum dipublikasikan yang menyatakan bahwa
cxii
tempat tersebut adalah peninggalan sejarah. Faktor ini penting karena suatu
tempat dapat dikatakan sebagai peninggalan sejarah memiliki kriteria dan ciri
khusus di mana penentuan ini biasanya dilakukan oleh pemerintah melalui
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
Pendapat SW lebih mendalam dalam menentukan faktor yang dapat
digunakan untuk menentukan kelayakan pemanfaatan peninggalan sejarah
sebagai media pembelajaran. Kriteria-kriteria tersebut adalah: 1) media
peninggalan sejarah harus sesuai dengan materi yang diajarkan. Hal ini perlu
diperhatikan karena penggunaan media yang tidak sesuai dengan materi akan
menyebabkan pemahaman siswa terhadap materi tersebut tidak berhasil
bahkan siswa akan bingung dan pembelajaran tidak dapat bermakna baginya,
2) media peninggalan sejarah dapat memberikan gambaran yang jelas kepada
siswa untuk memahami peninggalan sejarah yang ingin disampaikan guru.
Pemanfaatan media peninggalan sejarah secara langsung harus memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan, meneliti dan mengamati
bentuk peninggalan sejarah tersebut.
3. Penerapan pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus
sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono
Penerapan pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media
pembelajaran IPS SD berkaitan dengan kegiatan pembelajaran. Sebelum
melaksanakan kegiatan pembelajaran, guru IPS SD melakukan persiapan-
persiapan meliputi penyusunan Program Tahunan (Prota), Program Semester
cxiii
(Promes), Silabus, RPP dan media pembelajaran yang akan digunakan.
Komponen-komponen tersebut dinamakan perangkat pembelajaran yang
mutlak ada sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung.
Program tahunan (Prota) berisi identitas mata pelajaran, satuan
pendidikan, kelas dan tahun pelajaran. Sedangkan isi program tahunan ini
memuat kesatuan waktu semester. Program Semester (Promes) memuat Pokok
bahasan, sub pokok bahasan, alokasi waktu dan keterangan. Proses
penyusunan perangkat mengajar ini adalah sebagai berikut :
a. Proses Penyusunan Program Tahunan
Penyusunan Program Tahunan terdiri dari : a) mengidentifikasikan
kegiatan tatap muka, b) menghitung jumlah materi pokok pembelajaran, c)
membaca dan memahami standar kompetensi mengenai distribusi alokasi
waktu dalam satu tahun.
b. Proses Penyusunan Program Semester
Program semester disusun setelah a) menjabarkan standar
kompetensi, menghitung jumlah minggu efektif dalam satu semester ke
dalam mingguan dengan melihat kalender akademik, b) mendistribusikan
alokasi waktu berdasarkan hasil analisis materi.
c. Proses Penyusunan Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada satu atau kelompok
mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pokok pembelajaran, indikator, penilaian,
cxiv
alokasi waktu dan sumber atau alat pelajaran. Silabus dikembangkan oleh
satuan pendidikan berdasarkan: Standar Isi dan Standar Kompetensi
Lulusan, dan Panduan Penyusunan KTSP. Silabus dapat memberikan
gambaran media pembelajaran apa yang cocok digunakan dalam kegiatan
pembelajaran dengan materi yang telah disebutkan.
Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan
oleh: para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/
madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas
Pendidikan.
Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas
kabupaten/kota yang bertanggung jawab untuk jenjang SD dan SMP, dan
dinas provinsi untuk jenjang SMA dan SMK, serta departemen yang
menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA.
d. Proses penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar
peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan
pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis.
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap
pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
Setelah perangkat pembelajaran disusun, maka pelaksanaan kegiatan
pembelajaran dapat dikerjakan. Pendapat ES dan KP, salah satu cara
cxv
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam rangka memanfaatkan peninggalan
sejarah sebagai media pembelajaran adalah karya wisata. Pembelajaran
dengan karya wisata adalah pembelajaran dengan mengajak siswa ke tempat
peninggalan sejarah yaitu Kompleks Menara, Masjid dan Makam Sunan
Kudus, Klenteng Hok Ling Bio. Penerapan pemanfaatan peninggalan sejarah
dengan karya wisata memiliki kelebihan yaitu 1) siswa antusias mengikuti
kegiatan pembelajaran karena mereka dapat melihat, meraba, memperhatikan
secara langsung benda-benda peninggalan sejarah yang diceritakan guru di
kelas. Sambil mendengarkan penjelasan dari pengelola atau juru kunci tempat
peninggalan sejarah tersebut, siswa dapat mengetahui benda-benda yang
sedang dijelaskan sehingga penjelasan tersebut lebih lama diingat dan lebih
mudah dipahami siswa, 2) Interaksi siswa terjalin dengan baik karena mereka
terstimulasi oleh benda-benda yang sedang mereka pelajari ada di hadapan
mereka sehingga mereka akan aktif bertanya dan terdorong untuk mencari
tahu lebih banyak tentang benda-benda tersebut. Interaksi ini terjalin tidak
hanya antara siswa dengan pengelola tempat peninggalan sejarah tetapi juga
antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru yang menjadi fasilitator
dalam kegiatan pembelajaran ini, 3) Kegiatan pembelajaran karya wisata
dapat mengubah peran guru menjadi fasilitator dalam pembelajaran, artinya
guru tidak mendikte dan mendoktrin siswa dengan materi pelajaran yang
harus mereka kuasai tapi guru menjadi fasilitator agar siswa memperoleh
peluang dan kesempatan untuk mempelajari materi pembelajaran yang ingin
disampaikan oleh guru.
cxvi
Penerapan pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media
pembelajaran yang lain menurut SW dan DJ adalah dengan pemberian tugas
terstruktur. Pemberian tugas ini dilakukan karena penerapan pemanfaatan
peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran dengan karya wisata tidak
memungkinkan. Pemberian tugas terstruktur akan mendorong siswa untuk
mengenal peninggalan sejarah secara langsung dengan bertanya kepada orang
yang mengetahui tentang peninggalan sejarah yang ditugaskan oleh guru atau
melakukan studi pustaka tentang peninggalan sejarah. Pemberian tugas
terstruktur ini lebih mudah dan tidak menghabiskan waktu pelajaran di
sekolah yang hanya 3 x 35 menit setiap minggunya.
Bentuk penerapan lain dari pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai
media pembelajaran IPS adalah dengan demonstrasi. Pendapat DJ, siswa
diajak mengenal peninggalan sejarah melalui miniatur Menara Kudus dan
gambar Masjid serta Menara Kudus yang dibawa di dalam kelas. Guru
memandu siswa untuk melakukan diskusi dan analisis terhadap peninggalan
sejarah tersebut setelah mengamati gambar dan miniatur peninggalan sejarah
sehingga mereka dapat mengenal benda-benda peninggalan sejarah di
Kabupaten Kudus dan pada akhirnya akan berhasrat untuk melestarikan
peninggalan sejarah tersebut.
4. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru dalam memanfaatkan
peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran
IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono
cxvii
Kesulitan yang timbul dalam memanfaatkan peninggalan sejarah di
Kabupaten Kudus berhubungan dengan bentuk penerapan pemanfaatan
peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS. Penerapan pemanfaatan
peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran dengan diskusi dan tugas
terstruktur tidak menimbulkan kesulitan yang berarti bagi guru. Pendapat RM,
pelaksanaan pemanfaatan peninggalan sejarah dengan diskusi dan tugas
terstruktur tidak menimbulkan masalah bagi guru karena guru bertindak
sebagai fasilitator dan evaluator dalam kegiatan ini. Siswalah yang berperan
aktif untuk menemukan jawaban bagi permasalahan yang diberikan oleh guru
yaitu mengenal peninggalan sejarah yang ada di Kabupaten Kudus.
Guru-guru IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono mengalami kesulitan
dalam memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS
SD dengan menerapkan karya wisata dalam pembelajaran. Pendapat ES dan
DJ kesulitan yang dihadapi oleh guru terutama disebabkan oleh tempat
peninggalan sejarah terlalu jauh dari sekolah. Faktor jarak ini sangat
berpengaruh dalam proses pembelajaran karena siswa dan guru akan
mengalami kesulitan untuk mencapai tempat peninggalan sejarah tersebut
tanpa adanya fasilitas yaitu transportasi. Mereka tidak dapat mencapai lokasi
peninggalan sejarah yang akan dipelajari dengan berjalan kaki atau dengan
kendaraan yang dimiliki siswa yaitu sepeda. Jarak yang jauh untuk mencapai
tempat peninggalan sejarah yang digunakan sebagai media pembelajaran
membutuhkan waktu tempuh yang lama. Tempat yang jauh ini juga
membutuhkan sarana akomodasi untuk mencapai tempat tersebut, dengan kata
cxviii
lain membutuhkan biaya ekstra akomodasi untuk mencapai tempat
peninggalan sejarah.
Pendapat KP, kesulitan yang dihadapi guru dalam pembelajaran karya
wisata adalah sulitnya mengorganisasi siswa agar kegiatan pembelajaran
dengan karya wisata dapat berlangsung maksimal, efektif dan efisien.
Kesulitan guru yang lain adalah sikap siswa yang hanya bermain-main selama
kegiatan pembelajaran tersebut berlangsung sehingga apa yang diharapkan
dan menjadi tujuan dari kegiatan pembelajaran tersebut tidak dapat dicapai.
Selain itu kendala waktu juga dihadapi guru. Kegiatan pembelajaran dengan
karya wisata membutuhkan waktu yang relatif plama dan tidak dapat
diselesaikan dalam satu dua kali pertemuan sesuai alokasi waktu pembelajaran
SD yaitu dua sampai empat kali jam pelajaran yang lamanya setiap satu jam
pelajaran adalah 35 menit. Pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media
pembelajaran tidak dapat dilakukan pada jam pelajaran efektif karena dapat
mengganggu jam pelajaran lain.
5. Cara guru mengatasi kesulitan dalam memanfaatkan peninggalan
sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-
Gugus Pangeran Cendono
Kesulitan dan kendala yang dihadapi guru dalam memanfaatkan
peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran dapat
diatasi sesuai dengan jenis kesulitan yang dihadapi. Pendapat KP, kesulitan
yang dihadapi guru dalam metode pembelajaran karya wisata yaitu sulitnya
cxix
mengorganisasi siswa dapat diatasi dengan membentuk kelompok-kelompok
pengamatan dan dipilih anak yang mampu memimpin dan memandu teman-
temannya selama kegiatan di luar kelas berlangsung. Selain itu dalam
pelaksanaan kegiatan, guru yang mendampingi kegiatan ini lebih dari satu
sehingga dapat memantau siswa secara keseluruhan dengan pembagian tugas.
Kesulitan biaya untuk pelaksanaan karya wisata dapat diatasi dengan
mengalokasikan sebagian dana BOS. Pengalokasian dana BOS untuk kegiatan
ini dapat dibenarkan karena menyangkut peningkatan kualitas pendidikan
murid. Pengalokasian dana BOS ini dapat memberikan kemudahan bagi guru
untuk memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran.
Pendapat KP, untuk mengatasi kesulitan di mana siswa bermain-main
selama kegiatan pembelajaran maka sebelum kegiatan berlangsung guru
memberikan penjelasan dan pengarahan tentang pokok-pokok yang harus
siswa ketahui selama kegiatan pembelajaran di luar kelas. Sedangkan kendala
yang berkaitan dengan waktu adalah pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai
media pembelajaran tidak dapat dilakukan pada jam pelajaran efektif karena
dapat mengganggu jam pelajaran lain. Untuk mengatasi kendala ini guru dapat
memanfaatkan hari libur sebagai alternatif pelaksanaan kegiatan
pembelajaran.
C. Pokok-Pokok Temuan
cxx
1. Jenis-jenis peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus yang dapat
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran
Cendono
Jenis-jenis peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai
media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono adalah peninggalan
sejarah yang sesuai dengan kurikulum yang diajarkan di SD. Kurikulum yang
dimaksud adalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas IV SD
semester I. Berdasarkan SK/KD tersebut, peninggalan sejarah yang dapat
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran adalah:
a. Menara Kudus
b. Masjid Sunan Kudus
c. Gapuro Padureksan Kidul Menara Kudus
d. Gapuro Kembar
e. Gerbang Samping
f. Gapuro Gerbang Tajug
g. Pancuran Wudlu
h. Makam Sunan Kudus
i. Klenteng Hok Ling Bio
2. Kriteria-kriteria yang digunakan untuk menentukan kelayakan
peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran
IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono
cxxi
Kriteria utama dalam menentukan kelayakan peninggalan sejarah
sebagai media pembelajaran adalah kesesuaian peninggalan sejarah tersebut
dalam mencapai tujuan pembelajaran yang merupakan penjabaran dari
Kompetensi Dasar IPS SD. Kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk
menentukan kelayakan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS
SD se-Gugus Pangeran Cendono adalah:
a. Peninggalan sejarah harus sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan.
b. Peninggalan sejarah harus dapat memberikan gambaran yang jelas bagi
siswa sehingga mereka dapat memahami kompetensi yang ingin dicapai.
c. Peninggalan sejarah dapat memberikan gambaran yang jelas kepada siswa
tentang bangunan peninggalan sejarah sehingga siswa mampu memahami
dan mengerti tentang arti penting peninggalan sejarah.
d. Tempat peninggalan sejarah tidak terlalu jauh, mudah dijangkau dan
mudah ditemukan.
e. Peninggalan sejarah tersebut memiliki cerita dan unsur sejarah yang
kental.
f. Bangunan fisik peninggalan sejarah masih terawat baik dan utuh.
3. Penerapan pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus
sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono
Penerapan pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus
sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono dapat
menggunakan karya wisata, demontrasi dan tugas terstruktur.
cxxii
Penerapan karya wisata memberikan peluang kepada siswa untuk
melihat dan memperhatikan langsung benda-benda peninggalan sejarah
tersebut. Pengalaman langsung ini akan lebih memberikan makna kepada
siswa dalam mempelajari peninggalan sejarah. Pembelajaran dengan karya
wisata meningkatkan interaksi aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Penerapan pembelajaran dengan demonstrasi dapat memberikan
latihan kepada siswa untuk menganalisa suatu peninggalan sejarah dengan
memperhatikan miniatur dan gambar peninggalan sejarah. Tugas tersetruktur
akan memberikan siswa kemandirian dalam bekerja secara kelompok tanpa
mengandalkan guru.
4. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru dalam memanfaatkan
peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran
IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono
Kesulitan guru dalam memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai
media pembelajaran dengan menggunakan karya wisata yaitu:
a. Tempat peninggalan sejarah terlalu jauh dari sekolah
b. Biaya transportasi mahal
c. Waktu pelaksanaan lama yaitu sekitar 3 jam atau lebih
d. Sulitnya mengorganisasi siswa agar kegiatan pembelajaran dengan karya
wisata dapat berlangsung maksimal, efektif dan efisien
cxxiii
5. Cara guru mengatasi kesulitan dalam memanfaatkan peninggalan
sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-
Gugus Pangeran Cendono
Guru mengatasi kesulitan dalam pelaksanaan pembelajaran dengan
karya wisata memerlukan analisa yang mendalam terhadap kesulitan yang
dihadapi. Kesulitan dalam pelaksanaan pembelajaran dengan karya wisata
dapat diatasi dengan mengalokasikan dana BOS untuk mengunjungi
peninggalan sejarah dan memanfaatkan waktu liburan untuk mengunjungi
tempat peninggalan sejarah, atau mencari cara pelaksanaan lain.
D. Pembahasan
Peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah
satunya adalah dengan berusaha untuk memahami bagaimana peserta didik
belajar dan bagaimana informasi yang diperoleh dapat diproses dalam pikiran
mereka sehingga menjadi milik mereka serta bertahan lama dalam pikirannya.
Dengan kata lain, kita perlu menyadari bahwa peserta didik merupakan sumber
daya manusia sebagai aset bangsa sangat berharga. Oleh sebab itu, perlu
diupayakan penerapan iklim belajar yang tepat untuk menciptakan lulusan yang
benar-benar kreatif, inovatif dan berkeinginan untuk maju melalui pemanfaatan
sumber belajar dan media pembelajaran secara optimal untuk mengembangkan
potensinya secara utuh dan optimal.
Masih ada sebagian pendidik yang beranggapan bahwa media
pembelajaran selalu berkaitan dengan peralatan elektronik atau peralatan canggih
cxxiv
yang mahal harganya. Anggapan seperti itu merupakan pandangan yang terlalu
sempit terhadap makna media pembelajaran. Sesungguhnya, media pembelajaran
sangat banyak jenis dan jumlahnya. Mulai dari jenis media yang paling
sederhana dan murah, hingga jenis media yang canggih dan mahal. Ada
media buatan pabrik, ada pula jenis media yang dapat dibuat sendiri oleh guru.
Bahkan banyak pula jenis media yang telah tersedia di lingkungan sekitar kita
yang langsung dapat kita gunakan untuk keperluan pembelajaran. Oleh karena
itu, seharusnya tidak ada lagi guru yang enggan menggunakan media
pembelajaran karena alasan ketiadaan biaya.
Kegiatan belajar mengajar bukanlah berproses pada kehampaan tetapi
berproses pada kemaknaan. Kegiatan pembelajaran mengandung sejumlah nilai
yang disampaikan kepada anak didik. Nilai-nilai itu tidak datang dengan
sendirinya tetapi diambil dari berbagai sumber guna dipakai dalam proses belajar
mengajar, salah satunya adalah lingkungan
Lingkungan yaitu situasi yang tersedia di mana pesan itu diterima oleh
siswa. Lingkungan terdiri atas lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik
seperti gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, studio, auditorium, taman dan
lain-lain. Lingkungan non fisik seperti penerangan sirkulasi udara dan lain-lain.
Selanjutnya lingkungan yang disebut sebagai sumber belajar dan media
pembelajaran adalah tempat atau ruangan yang dapat mempengaruhi siswa.
Tempat dan ruangan tersebut ada yang dirancang (by Design) khusus untuk
tujuan pengajaran, misalnya gedung sekolah ruang perpustakaan dan
laboratorium, studio dan sebagainya. Selain itu ada juga tempat atau ruangan
cxxv
yang bukan dirancang secara khusus atau hanya dimanfaatkan sebagai sumber
belajar dan media pembelajaran untuk tujuan pengajaran, seperti gedung dan
peninggalan sejarah, bangunan industri, lingkungan pertanian, museum, pasar,
tempat rekreasi dan lain-lain.
Peninggalan sejarah merupakan media pembelajaran yang berasal dari
lingkungan sehingga metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
memanfaatkannya haruslah tepat, efektif dan efisien. Penggunaan media harus
dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan
peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri
peserta didik.
Peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus jumlahnya sangat banyak dan
terdiri dari periode pra sejarah dan periode sejarah yaitu periode Hindu-Budha,
Islam, Masa Kolonial dan Masa Kemerdekaan. Untuk itu dalam pemanfaatan
peninggalan sejarah diperlukan batasan-batasan tertentu sehingga tujuan-tujuan
dalam pembelajaran dapat tercapai, baik tujuan pendidikan nasional, tujuan
sekolah maupun tujuan pembelajaran. Batasan-batasan dan kriteria peninggalan
sejarah yang dapat dimanfaatkan kegiatan pembelajaran harus disesuaikan dengan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK/KD) IPS SD. SKKD IPS SD
yang memuat tentang peninggalan sejarah adalah SKKD Kelas IV. Pemilihan
peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran harus
memperhatikan beberapa hal sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan
pembelajaran dapat terwujud karena pemilihan media pembelajaran yang tepat,
efektif dan efisien untuk mendukung kegiatan pembelajaran.
cxxvi
Pemilihan peninggalan sejarah yang akan dijadikan media pembelajaran
juga harus memperhatikan keadaan fisik bangunan bersejarah itu sendiri.
Peninggalan sejarah yang dipilih sebagai media pembelajaran IPS, keadaan
fisiknya harus baik, utuh dan mampu mempresentasikan kondisi pada zamannya
sehingga siswa mampu memahami keadaan saat peninggalan sejarah itu didirikan.
Pemenuhan SKKD ini dapat tercapai dengan mengembangkan silabus
pembelajaran. Dalam silabus pembelajaran ini terdapat tujuan pembelajaran sesuai
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran IPS Sekolah
Dasar. Tujuan pembelajaran ini tercantum dalam petikan silabus mata pelajaran
IPS berikut ini :
cxxvii
Tabel 2. Silabus IPS SD Kelas IV
SILABUS Nama Sekolah : SD 4 Cendono Kelas / Semester : IV (empat) / 1 (Gasal) Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial Standar Kompetensi : 1. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan
keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi
Kompetensi Dasar
Materi Pokok
Kegiatan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran
Alokasi waktu
Sumber Belajar
1.5 Menghargai berbagai peninggalan sejarah di lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dan menjaga kelestarian nya
- Asal-usul suatu tempat
- Arti dan bentuk-bentuk peninggalan sejarah
- Ciri-ciri peningga lan sejarah
- Cara dan manfaat menjaga kelestari an peninggalan sejarah
- Menjelaskan asal usul tempat
- Mencatat peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus
- Mengklasifikasikan jenis-jenis peninggalan sejarah
- Menjelaskan ciri- ciri peninggalan sejarah
- Menjelaskan cara menjaga kelestarian peninggalan sejarah
- Menjelaskan manfaat menjaga kelstarian peninggalan sejarah
- Menjelaskan asal usul nama suatu tempat
- Mencatat peninggalan sejarah di kabupaten Kudus
- Mengklasifikasikan jenis-jenis peninggalan sejarah
- Menjelaskan ciri- ciri peninggalan sejarah
- Menjelaskan cara menjaga kelestarian peninggalan sejarah
- Menjelaskan manfaat menjaga kelstarian peninggalan sejarah
9 JP Peninggalan sejarah Kabupaten Kudus, Buku Teks Ilmu Pengetahuan Sosial Jakarta : Erlangga
Sumber : Silabus Mata Pelajaran IPS Kelas IV disusun oleh Guru Kelas IV
Berdasarkan tujuan pembelajaran di atas maka peninggalan sejarah di
kabupaten Kudus yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran adalah
asal usul nama kota Kudus, mendata peninggalan-peninggalan sejarah di
kabupaten Kudus terutama peninggalan sejarah berskala nasional seperti Menara
cxxviii
Kudus, Masjid Sunan Kudus, Makam Sunan Kudus, Klenteng Hok Hien,
Klenteng Hok Ling Bio.
Pembelajaran merupakan sebuah sistem di mana semua komponen
pembelajaran harus saling mendukung. Media pembelajaran merupakan
komponen yang membantu siswa untuk memahami materi pembelajaran dengan
lebih baik sehingga membutuhkan suatu batasan-batasan atau kriteria agar tujuan
yang ingin dicapai dalam pembelajaran dapat terlaksana. Peninggalan sejarah
merupakan media pembelajaran yang berasal dari lingkungan. Media ini tidak
sengaja dibuat untuk tujuan pembelajaran sehingga guru harus jeli dalam memilih
kriteria-kriteria untuk menentukan kelayakan peninggalan sejarah ini agar dapat
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran.
Kriteria yang paling penting untuk menentukan kelayakan media
peninggalan sejarah adalah peninggalan sejarah tersebut harus sesuai dengan
materi yang diajarkan, dengan kata lain harus sesuai dengan kurikulum IPS yang
diajarkan di SD dijabarkan dalam SKKD IPS SD Kelas IV. Peninggalan sejarah
harus dalam keadaan utuh dan terawat baik sehingga dapat membantu pemahaman
siswa tentang materi yang sedang diajarkan.
Kriteria-kriteria lain yang harus diperhatikan adalah media peninggalan
sejarah harus dapat meangsang kreatifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran dan
sesuai dengan tingkat pemahaman siswa sehingga siswa dapat memahaminya
dengan lebih baik. Peninggalan sejarah dapat digunakan sebagai media
pembelajaran secara individu, kelompok maupun klasikal.
cxxix
Kriteria-kriteria penentuan kelayakan peninggalan sejarah untuk
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran ini sesuai dengan prinsip pemilihan
dan penggunaan media yang disampaikan oleh Heinich dkk (dalam Azhar Arsyad,
2007: 67). Prinsip pemilihan dan penggunaan media menurut Heinich dkk adalah
1) menganalisis karakteristik umum kelompok sasaran, artinya seorang guru
dalam memilih media pembelajaran harus sesuai dengan siswa yang akan
menggunakan media tersebut, karena siswa SD harus mendapat gambaran tiga
dimensi terhadap segala sesuatu yang disampaikan oleh guru, maka peninggalan
sejarah yang sudah mereka kenal tentu lebih baik pemahamannya bila
disampaikan kepada siswa dengan menunjukkan benda yang sedang dibicarakan,
2) menyatakan atau merumuskan tujuan pembelajaran, artinya media
pembelajaran yang dipilih oleh guru harus sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran IPS dengan memanfaatkan
media peninggalan sejarah adalah: a) menjelaskan asal usul nama suatu tempat
yaitu asal usul nama Kudus, b) mencatat peninggalan sejarah di kabupaten Kudus,
yaitu Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus serta klenteng Hok Ling Bio,
c) mengklasifikasikan jenis-jenis peninggalan sejarah, yaitu dengan
mengklasifikasikan Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus sebagai
peninggalan sejarah pada jaman Islam dan klenteng Hok Ling Bio sebagai
peninggalan sejarah jaman Hindu-Budha, d) menjelaskan ciri-ciri peninggalan
sejarah, e) menjelaskan cara menjaga kelestarian peninggalan sejarah,
f) menjelaskan manfaat menjaga kelstarian peninggalan sejarah.
cxxx
Sebelum pelaksanaan kegiatan pembelajaran dilakukan, guru perlu
mempersiapkan dokumen-dokumen yaitu silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Dalam RPP ini memuat tentang cara pelaksanan
pembelajaran yang dilakukan yaitu karya wisata, demonstrasi dan tugas
terstruktur.
Kunjungan ke lokasi peninggalan sejarah membuat peserta didik
mengetahui gambaran tentang ciri-ciri peninggalan sejarah. Mereka dapat melihat
langsung peninggalan sejarah tersebut sehingga dapat menjelaskan ciri-ciri
peninggalan sejarah tersebut. Cara pelaksanaan pembelajaran ini menjadikan
peserta didik sebagai subjek pembelajaran, sehingga peserta didik dapat
mengembangkan potensi diri secara optimal. Metode pembelajaran ini menuntut
peserta didik mampu belajar mandiri, selain itu mereka menjadi bergairah dalam
mempelajari IPS. Kegairahan dalam mempelajari IPS dan optimalisasi potensi diri
peserta didik pada akhirnya akan menjadikan prestasi belajar peserta didik
menjadi optimal.
Kegiatan demonstrasi dengan menunjukkan miniatur peninggalan sejarah
dapat digunakan sebagai alternatif dalam pelaksanaan pembelajaran IPS dengan
memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran.
Kesulitan yang dihadapi guru dalam pemanfaatan peninggalan sejarah
sebagai media pembelajaran IPS SD terkait dengan pelaksanaan pembelajaran
yang dipakai dalam memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media
pembelajaran. Dalam metode karya wisata guru menghadapi kendala yaitu
sulitnya mengorganisasi siswa dan masalah biaya untuk mengunjungi tempat
cxxxi
peninggalan sejarah tersebut terutama masalah biaya akomodasi siswa dan guru.
Dalam metode karya wisata siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran di luar
kelas, artinya siswa bebas bergerak tanpa dibatasi oleh dinding ruang kelas.
Kondisi ini menjadikan siswa lebih suka bermain-main dari pada melaksanakan
kegiatan pembelajaran. Siswa beranggapan bahwa kegiatan pembelajaran di luar
kelas ini adalah bentuk lain dari bermain dan berekreasi sehingga mereka lebih
mementingkan kegiatan tersebut dibandingkan kegiatan pembelajaran itu sendiri.
Kegiatan karya wisata ini adalah membawa siswa ke tempat peninggalan
sejarah, dengan kata lain kegiatan ini memerlukan akomodasi agar dapat
terlaksana dengan baik. Biaya akomodasi untuk membawa satu kelas siswa
dengan guru tentu membutuhkan biaya yang cukup besar. Dengan latar belakang
orang tua murid yang berpenghasilan kecil, maka tidak mungkin membebankan
biaya ini kepada mereka.
Selain itu metode karya wisata ini memerlukan waktu yang cukup banyak
agar hasilnya dapat terlaksana dengan maksimal. Maka pelaksanaannya menjadi
tidak efektif dan efisien jika dilakukan pada jam pelajaran IPS karena hal ini pasti
akan mengacaukan jam pelajaran mata pelajaran yang lain.
Apabila perencanaan guru sebagai fasilitator dan penyelenggara
pendidikan kurang persiapan maka kegiatan belajar mengajar di lokasi
peninggalan sejarah tidak dapat berlangsung secara optimal terutama jika yang
menjadi peserta adalah siswa SD. Tanpa pengarahan dan persiapan peserta didik
akan bermain-main dan bukannya melakukan kegiatan pembelajaran. Untuk
mengatasi kesulitan tersebut, guru dapat memberikan pengarahan dan bimbingan
cxxxii
baik sebelum kegiatan di luar sekolah maupun saat kegiatan belajar mengajar
dengan memanfaatkan peninggalan sejarah berlangsung. Arahan dan bimbingan
tersebut dapat membantu peserta didik lebih fokus dan berkonsentrasi dalam
kegiatan belajar mengajar tanpa menghilangkan unsur eksplorasi dan rasa
keingintahuan mereka, sehingga mereka dapat mencari tahu tentang sejarah
peninggalan yang dikunjungi, ciri-ciri, cara memanfaatkan serta melestarikan
peninggalan sejarah tersebut. Siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan-
pertanyaan seputar peninggalan sejarah yang dikunjungi sehingga mereka dapat
lebih memahami makna dari peninggalan sejarah tersebut.
Selain itu guru dapat membentuk kelompok-kelompok kecil di mana
dalam kelompok tersebut dipilih anak yang mampu memimpin sebagai ketua.
Melalui ketua-ketua kelompok ini guru dapat memantau pelaksanaan
pembelajaran sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.
Kesulitan yang dialami guru juga menyangkut waktu pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar dengan memanfaatkan media pembelajaran peninggalan
sejarah. Kegiatan belajar mengajar tidak dapat dilakukan dengan alokasi waktu
yang telah ditentukan oleh sekolah. Untuk itu perlu mencari waktu selain waktu
pembelajaran di kelas yang telah ditentukan oleh sekolah, misalnya waktu hari
libur. Pemanfaatan waktu liburan ini untuk kegiatan pembelajaran selain sebagai
sarana rekreasi juga menjadi sarana edukasi yang terarah. Sedangkan kegiatan
pembelajaran di kelas dapat dipergunakan untuk evaluasi kegiatan di luar kelas
yang telah dilakukan. Kegiatan ini memberikan pengaruh yang lebih signifikan
bagi peningkatan hasil belajar IPS dengan materi tersebut.
cxxxiii
Biaya juga menjadi kendala yang cukup memberatkan guru untuk
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar dengan memanfaatkan peninggalan
sejarah sebagai media pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar ini membutuhkan
biaya yang besar, dan apabila ditanggung oleh siswa akan memberatkan orang tua
murid. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengalokasikan
sebagian dana BOS yang diterima sekolah untuk kegiatan ini.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasar pada sajian data, pokok temuan penelitian dan pembahasan dapat
disimpulkan bahwa peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus yang dapat
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS/Sejarah SD adalah peninggalan
sejarah yang sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran IPS SD. KD
yang sesuai dengan deskripsi ini adalah KD Kelas IV Semester I yaitu
“Menghargai berbagai peninggalan sejarah di lingkungan setempat
(kabupaten/kota, provinsi) dan menjaga kelestariannya”.
Kriteria-kriteria yang menentukan kelayakan peninggalan sejarah sebagai
media pembelajaran adalah peninggalan sejarah yang digunakan sebagai media
cxxxiv
pembelajaran harus sesuai materi pelajaran yang diajarkan. Peninggalan sejarah
harus dalam keadaan utuh dan terawat baik sehingga dapat memberikan gambaran
yang jelas kepada siswa tentang materi pembelajaran yang dipelajari.
Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan
peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran perlu dibuat
perencanaan pembelajaran dan perangkat pembelajaran meliputi program tahunan,
program semester, silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran dengan cara karya
wisata memerlukan persiapan khusus agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan
dengan lancar, efektif dan efisien.
Kendala dan kesulitan yang dihadapi guru dalam pemanfaatan
peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran dalam pelaksanaan pembelajaran
dengan karya wisata adalah kesulitan mengorganisir siswa agar fokus pada
kegiatan pembelajaran. Kendala/kesulitan lain adalah membutuhkan waktu
pelaksanaan yang lama dan membutuhkan biaya transportasi yang besar.
Kendala – kendala tersebut di atasi dengan cara menganalisa kendala dan
kesulitan itu sendiri. Kendala dan kesulitan mengorganisir anak dapat dikurangi
dengan memberikan penjelasan, bimbingan dan arahan kepada anak sebelum
kegiatan pembelajaran dilaksanakan, selain itu guru dapat membentuk kelompok-
kelompok untuk memudahkan koordinasi dan organisasi siswa. Kendala waktu
dapat diatasi dengan memanfaatkan waktu liburan untuk kegiatan pembelajaran di
luar kelas. Sedangkan masalah biaya dapat diatasi dengan menggunakan dana
BOS untuk mendukung kegiatan ini.
cxxxv
B. Implikasi
Peninggalan sejarah merupakan kekayaan budaya yang sudah ada di
lingkungan sekitar. Peninggalan sejarah ini menyimpan nilai-nilai edukatif yang
perlu diketahui oleh siswa sehingga dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar Sekolah Dasar tercantum tentang pelestarian peninggalan sejarah di daerah
setempat. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ini memberikan acuan bagi
guru untuk memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran.
Keanekaragaman peninggalan sejarah menuntut guru untuk jeli memilih
peninggalan sejarah yang dapat digunakan sebagai media pembelajan agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. Dampak positif dari pemanfaatan
peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran adalah guru belajar untuk
mencari media pembelajaran inovatif dan bervariasi untuk menunjang
keberhasilan pembelajaran.
Guru dituntut untuk mencari peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan
sebagai media pembelajaran dengan menggunakan kriteria-kriteria media
pembelajaran yang baik dan sesuai dengan dengan tujuan pembelajaran. Dampak
positif dari guru menentukan sendiri peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan
sebagai media pembelajaran adalah guru dapat mencari peninggalan sejarah di
daerah sekitarnya yang sesuai dengan potensi, tingkat pemahaman siswa sekolah
dasar. Kelompok kerja guru juga dapat digiatkan dengan diskusi-diskusi untuk
mencari peninggalan sejarah di kabupaten Kudus yang dapat dimanfaatkan
sebagai media pembelajaran IPS.
cxxxvi
Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan membantu siswa
memahami materi pembelajaran karena media pembelajaran tersebut membantu
siswa memvisualkan materi yang dikatakan guru atau dibaca siswa dalam bentuk
kata-kata. Pemanfaatan peninggalan sejarah di kabupaten Kudus sebagai media
pembelajaran merupakan langkah yang tepat karena guru dapat memanfaatkan
media yang sudah tersedia di lingkungan. Guru juga menjadi lebih profesional
dalam memanfaatkan media pembelajaran yang ada untuk membantu siswa dalam
memahami materi pembelajaran.
Kendala-kendala yang dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran dengan
memanfaatkan peninggalan sejarah setempat merupakan kendala teknis. Kendala
dapat dipecahkan oleh guru sendiri dibantu oleh seluruh civitas akademika.
Namun kendala tersebut justru membuat guru malas melaksanakan kegiatan
pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran dengan karya
wisata.
C. Saran-Saran
Berdasarkan kajian literatur sebagai kondisi ideal serta kondisi nyata di
lapangan seperti yang tersajikan dalam simpulan, beberapa saran yang dapat
diajukan adalah sebagai berikut :
1. Perlunya kerja sama antara Dinas Pariwisata dan Dinas Pendidikan Nasional
dalam memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran. Dinas
Pariwisata dapat memberikan jenis-jenis peninggalan sejarah di Kabupaten
Kudus dan memberikan masukan tentang penjelasan dan sejarah di Kabupaten
cxxxvii
Kudus, sedangkan Dinas Pendidikan Nasional memberikan masukan tentang
peninggalan sejarah apa saja yang cocok dimasukkan dalam media
pembelajaran.
2. Perlu adanya sosialisasi dan pelatihan tentang cara menggunakan lingkungan
sekitar, terutama peninggalan sejarah setempat sebagai media pembelajaran
dengan memperhatikan kriteria-kriteria yang sesuai dengan media
pembelajaran yang baik dalam proses pembelajaran.
3. Pemanfaatan peninggalan sejarah di kabupaten Kudus sebagai media
pembelajaran perlu dibahas dalam Musyawarah Guru untuk mendapatkan
metode yang paling efektif dan efesien sehingga mudah dilaksanakan.
4. Perlu adanya dorongan dan dukungan dari sekolah dan masyarakat agar guru
bersemangat dalam memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media
pembelajaran.
5. Perlunya pembahasan dan evaluasi dalam KKG dan MGMP tentang
pemecahan dan pelaksanaan pembelajaran IPS dengan memanfaatkan
peninggalan sejarah.