pengukuran indeks efisiensi teknik usaha …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... ·...

81

Upload: dinhlien

Post on 09-Jun-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di
Page 2: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK

USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

SEBELUM DAN SESUDAH PERUBAHAN STATUS HUKUM

MENJADI PERSERO

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam penyelesaikan studi pada

Magister Prencanaan dan Kebijaksanaan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Oleh:

Nanan Tribuana

NPM: 6601220409

MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA

2004

Page 3: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di
Page 4: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

Nama

Tempat/tanggal lahir

NPM

Judul tesis

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Nanan Tribuana

Cirebon, 25 Oktober 1966

6601220409

Pengukuran Indeks Efisiensi Teknik Usaha

Penyediaan Tenaga Listrik Sebelum dan Sesudah

Perubahan Status Hukum Menjadi Persero

Menyetujui,

Pembimbing

Mengetahui,

Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

/ (Dr. Robert A. Simanjuntak)

NIP. 131.679.316

Page 5: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di
Page 6: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

ABSTRAK

Sejak diberlakukannya UU 19/1960, dimana ditentukan hanya

ada satu kategori perusahaan milik negara, pemerintah telah

melakukan beberapa langkah restrukturisasi BUMN. Langkah

mendasar pertama adalah pengklasifikasian perusahaan negara

berdasarkan sifat dan fungsi kegiatanya menjadi Perjan, Perum dan

Persero yang dituangkan dalam UU 9/1969. Langkah perbaikan

berikutnya adalah mengenai Pedoman Penyehatan dan Pengelolaan

BUMN yag tertuang dalam Inpres No. 5/1988, dan ditindak lanjuti

dengan SK Menkeu No. 740/1989 dan No. 741/1989, mengenai

ketentuCJn-ketentuan peningkatan efisiensi dan produktifitas yang

didalamnya termasuk satu sistem evaluasi kinerja.

Sementara itu, perbaikan institusional usaha penyediaan tenaga

listrik dimulai tahun 1972, dengan terbitnya PP No. 18/1972 tentang

perusahaan umum listrik negara. Perbaikan berikutnya terjadi tahun

1994, mengenai perubahan status PLN dari Perum menjadi Persero,

berdasarkan PP No. 23/1994. Dengan perubahan status tersebut, PLN

tidak lagi mempunyai tugas pemerintahan tetapi fungsi PLN berubah

menjadi menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum dan

sekaligus meraih keuntungan berdasarkan prinsif pengelolaan

perusahaan.

Studi ini mengukur indeks efisiensi teknik dan indeks efisiensi

biaya usaha penyediaan tenaga listrik sebelum dan sesudah

perubahan status hukum PLN menjadi persero. Pendekatan yang

digunakan untuk mengukur indeks efisiensi adalah dengan menguji

fungsi produksi maupun fungsi biaya penyediaan tenaga listrik oleh

PLN.

Hasil studi menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 10%,

efisiensi PLN secara teknik memang telah berubah signifikan,

Page 7: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

sedangkan secara biaya tidak ada perbedaan. Diantara faktor yang

mempengaruhi indeks efisiensi teknik adalah ukuran unit pembangkit

rata-rata, faktor kapasitas, rasio elektrifikasi dan porsi pembangkit

term a I.

Selanjutnya, efisiensi biaya sangat dipengaruhi oleh harga jual

(tarif) listrik rata-rata, harga satuan bahan bakar minyak rata-rata,

dan harga pembelian listr!k swasta.

Berdasarkan hasil kajian tersebut maka apabila efisiensi teknik

maupun efisiensi biaya PLN ingin lebih ditingkatkan di masa datang,

hal-hal berikut perlu dilakukan: (i) ukuran unit pembangkit rata-rata

(average unit size) perlu diperbesar, (ii) faktor kapasitas (capasity

factor) perlu dinaikkan (iii) porsi pembangkit termal (therr.1al

generation share) perlu dikurangi, (iV) program sosial listrik pedesaan

(rasio elektrifikasi) perlu ada pemisahan yang tegas antara misi sosial

dan misi bisnis perusahaan, (v) harga jual (tarif) listrik perlu

disesuaian pada nilai keekonomiannya, (Vi) harga pembelian bahan

bakar minyak perlu dicari alternatif pasokan dari pasar internasional

guna menekan harga pembeliannya yang selama ini dipasok oleh

Pertamina, (Vi) harga pembelian listrik swasta perlu dinegosiasi ulang.

Page 8: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di
Page 9: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah yang Maha Esa,

karena berkat rahmat dan hidayat-Nya penulis dapat menyelesaikan

tesis ini. Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk memenuhi salah satu

syarat dalam menyelesaikan studi 52 Program Magister Perencanaan

dan Kebijaksanaan Pub:ik, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,

dengan kosentrasi Organisasi Industri.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan

terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Anton Hendranata, M.Si, sebagai pembimbing penulisan

tesis.

2. Bapak Iman Rozani, SE., MSoc.Sc, sebagai pembimbing penulisan

tesis.

3. Bapak Dr. Robert A. Simanjuntak, sebagai ketua Program Magister

Perencanaan dan Kebijaksanaan Publik FEU!.

4. Ibu Ine S. Ruky, SE, ME, sebagai Sekretaris Program Magister

Perencanaan dan Kebijaksanaan Publik FEU!.

5. Bagian Administrasi Program Magister Perencanaan dan

Kebijaksanaan Publik FEU!.

6. Proyek Pelatihan dan Pendidikan Aparatur Negara OTO Bappenas

Akhirnya penulis mengharapkan masukan dan saran perbaikan

dari berbagai pihak. Penulis berharap tesis ini ada manfaatnya.

Jakarta, 12 Januari 2004

Penulis

Page 10: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di
Page 11: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

iv

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ............................................................................... iv

DAFTAR ISI ....................................................................... ................... v

DAFTAR TABEL .......... ............. ................................. .......................... vii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. .. 1

I.1. Latar Belakang.............................................................................. 1

!.2. Tujuan dan Manfaat Studi......................................................... 3

I.3. Metodologi Studi.......................................................... ................ 4

I.4. Sistematika Penulisan................................................................. 4

BAB II TINJAUAN LITERATUR BUMN.......................................... 6

II.l. Sejarah dan Perkembangan ............................... .................... 6

II.2. Struktur dan Karakteristik........................................................ 13

II.3. Beberapa Argumentasi Membedakan Kinerja .................... 15

II.4. Perkembangan Restrukturisasi ........................ .................... 18

II.5. Kinerja ........................................................................................ 21

BAB III USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK ....................... 23

III.l. Sejarah dan Perkembangc:m .................................................. 23

III.2. Program Restrukturisasi .... ........................... ........................ 25

III.3. Kinerja dan Program Peningkatan Kinerja ............ ............. 28

BAB IV KERANGKA TEORJ DAN SPESIFIKASI MODEL............... 30

IV.l. Fungsi Produksi dan Pengertian Efisiensi............................... 30

IV.2. Metoda Estimasi dan Hipotesa..................................... ............ 33

Page 12: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

v

BAB V AN.L\LISIS INDEKS EFISIENSI USAHA PENYEDIAAN

TENAGA LISTRIK: 1987-2001.......................................... 37

V.1. Analisis Indeks Efisiensi Teknik................................................. 38

V.2. Analisis Indeks Efisiensi Biaya................................................... 43

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 47

VI.1. Kesimpulan................................................................................... 47

VI.2. Saran............................................................................................ 47

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 49

LAMPIRAN..................................... ............................................................ 51

Page 13: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel 1. Pengelompokan BUMN berdasarkan penjualan 14

2. Tabel 2. Pengelompokan BUMN berdasarkan asset ................ 14

3. Tabel 3. Pengelompokan BUMN berdasarkan laba ................... 14

4. Tabel 4 Tingkat kesehatan BUMN tahun 1987-1996 21

5. Tabel 5. Tingkat kesehatan PLN tahun 1992-2001 .................. 28

6. Tabel 6. Indeks Efisiensi Teknik Tahun 1987-2001.................. 41

7. Tabel 7. Indeks Efisiensi Biaya Tahun 1987-2001..................... 45

Page 14: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lampiran 1 : Data produksi energi, Penjualan tenaga listrik,

penggunaan tenaga kerja dan nilai buku

barang modalfaktiva tetap serta penggunaan

BBM tahun 1987-2001 ........................................... 51

2. Lampiran 2 : Indeks harga konsumen dan Deflator PDB

menggunakan harga konstan 1993 .................... 51

3. Lampiran 3 : Faktor-faktor internal yang mempengaruhi

indeks efisiensi teknik ............................................ 52

4. Lampiran 4 : Faktor-faktor internal yang mempengaruhi

indeks efisiensi biaya .... ......................................... 52

5. Lampiran 5 : Hasil regresi fungsi produksi Cobb-Douglas

1987-2001 ································································ 53 6. Lampiran 6 : Hasil regresi fungsi produksi Cobb-Douglas

terrestriksi ........ ............. ...... ............................ ......... .54

7. Lampiran 7 : Hasil regresi variable dummy intersep

(pengujian kemungkinan adanya perbedaan

dalam indeks efisiensi)............................................ 55

8. Lampiran 8 : Hasil regresi indeks efisiensi teknik vs factor-

faktor internal: 1987-2001 ................................... 56

9. Lampiran 9 : Hasil regresi indeks efisiensi biaya vs factor­

faktor yang mempengaruhinya: 1987-2001 ..... 56

Page 15: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di
Page 16: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

1.1. LATAR BELAKANG

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak diberlakukannya UU 19/1960, pemerintah telah

melakukan beberapa langkah restrukturisasi BUMN. Langkah

mendasar pertama adalah pengklasifikasian perusahaan negara

berdasarkan sifat dan fungsi kegiatanya menjadi perusahaan jawatan

(perjan), perusahaan umum (perum) dan perusahaan perseroan

(persero), yang dituangkan dalam UU 9/1969. UU ini merupakan

penguatan dari Inpres No. 17/1967, yang dikeluarkan sebagai tindak

lanjut Tap MPRS XXIII/1966, pasal 40. UU 9/1969, kemudian

dilengkapi dengan dikeluarkannya PP No. 3/1983 yang

memformulasikan kembali fungsi BUMN, serta mencoba memperbaiki

struktur pengawasan dan kemampuan pengendalian pemerintah

terhadap BUMN.

Langkah perbaikan berikut yang dilakukan pemerintah adalah

mengenai Pedoman Penyehatan dan Pengelolaan BUMN, yang

tertuang dalam Inpres No. 5/1988, yang ditindaklanjuti dengan SK

Menkeu No. 740/1989 dan No. 741/1989, mengenai ketentuan­

ketentuan peningkatan efisiensi dan produktifitas. Secara substansial

terlihat bahwa Inpres No. 5/1988, SK Menkeu No. 740/1989 dan SK

Menkeu No. 741/1989 tersebut merupakan dasar dari restrukturisasi

dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan

privatisasi BUMN di Indonesia.

Perbaikan institusional usaha penyediaan tenaga listrik dimulai

pada tahun 1972, dengan terbitnya PP No. 18/1972 tentang

perusahaan umum listrik negara. PP tersebut memberikan tugas-tugas

pemerintah dibidang ketenagalistrikan kepada PLN untuk mengatur,

membina, mengawasi dan melakukan perencanaan umum kelistrikan

nasional disamping tugas-tugasnya sebagai perusahaan.

Page 17: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

2

Langkah perbaikan selanjutnya terjadi pada tahun 1994, mengenai

perubahan status PLN dari Perum menjudi Persero, berdasarkan PP

No. 23/1994. Dengan perubahan status tersebut, PLN tidak lagi

mempunyai tugas pemerintahan tetapi fungsi PLN berubah menjadi

menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan urnum dan sekaligus

meraih keuntungan berdasarkan prinsif pengelolaan perusahaan.

Perubahan status tersebut bertujuan agar sektor ketenagalistrikan

dapat berkembang untuk menjawab tantangan masa kini dan masa

depan.

Salah satu aspek penting yang terkait dengan pem!Jangunan

sektor tenaga listrik adalah masalah efisiensi usaha PLN.

Perkembangan struktur usaha penyediaan tenaga listrik tidak akan

berarti apabila efisiensi PLN, yang hingga saat ini masih disorot dan

dikritik berbagai pihak, tidak meningkat. Selain itu, efisiensi memang

semakin perlu mendapat perhatian mengingat efisiensi semakin

penting dalam era globalisasi, dimana persaingan semakin ketat.

Masaiah efisiensi merupakan isu penting bagi banyak pelaku

ekonomi. Pa1·a pengambil kebijakan ditingkat pemerintah menaruh

perhatian pada kebijakan ekonomi makro yang dapat meningkatkan

efisiensi pada tingkat unit usaha. Bagi para konsumen, mereka akan

menikmati manfaat dari unit usaha yang beroperasi dengan efisien

sehingga menghasilkan barang dan jasa yang lebih murah pada

tingkat produksi yang lebih tinggi.

Pengertian efisiensi dari unit usaha itu sendiri menurut ekonomi

manajemen terutama berkaitan dengan konsep efisiensi produksi,

yaitu dimana jika dalam proses produksi dapat menghasilkan lebih

banyak output dengan jumlah input yang sama, atau dapat

menurunkan penggunaan input untuk menghasilkan jumlah output

yang sama.

Dalam perencanaan produksi unit usaha, efisiensi yang dapat

dikontrol adalah efisiensi produktif, yang terdiri dari efisiensi teknik

dan efisiensi biaya. Efisiensi teknik mengacu pada tingkat output

maksimal yang secara teknik produksi dapat dicapai dari penggunaan

Page 18: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

3

kombinasi input tertentu. Sedangkan efisiensi biaya mengacu pada

kombinasi penggunaan input yang secara ekonomis mampu

menghasilkan output tertentu dengan biaya seminimal mungkin pada

tingkat harga input yang berlaku.

Hasil audit yang dilakukan oleh konsultan terhadap kinerja PLN

mengindikasikan telah terjadinya inefisiensi pada kegiatan operasi

(operational expenditure) dan investasi (capital expenditure) sebesar

5,2 Trilyun rupiah selama periode tahun 1995-1998. Sejak tahun 2000

sampai saat ini, "PLN telah melakukan berbagai upaya untuk

mengurangi inefisiensi tersebut melalul kegiatan yang diberi nama

efficiency drive program (EDP). Kegiatan EDP merupakan program

optimalisasi sumber daya (manusia, keuangan, mesin, metoda dan

material) yang meliputi seluruh fungsi bisnis utama PLN yaitu

pembangkitan, transmisi, distribusi dan fungsi penunjang (sumber

daya manusia, keuangan dan teknologi informasi). Upaya tersebu~

telah berhasil menghemat pengeluaran pada tahun 2000, 2001 dan

2002 masing-masing sebesar 804,6, 897,8 dan 1.559,1 milyar rupiah.

Penulis melihat bahwa studi mengenai kinerja PLN, terutama

masalah efisiensi, sangat menarik diteliti.

!.2. TUJUAN DAN MANFAAT STUD!

Tujuan studi ini adalah sebagai berikut:

1. Melacak indeks efisiensi teknik dan biaya usaha penyediaan tenaga

listrik olel1 PLN dan berupaya menemukan apakah ada perbedaan

dalam efisiensi tersebut untuk dua sub periode sebelum (1987-

1994) dan sub periode sesudah (1994-2001) perubahan status

hukum PLN dari perum menjadi persero.

2. Melacak faktor-faktor yang mempengaruhi indeks efisiensi teknik

dan indeks efisiensi biaya tersebut.

3. Memberikan saran kebijakan untuk perbaikan usaha penyediaan

tenaga listrik di Indonesia, terutama yang terkait dengan efisiensi.

Manfaat studi ini adalah sebagai informasi awal untuk

menyusun program serta rencana investasi pembangunan sektor

Page 19: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

4

tenaga listrik sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kondisi yang

sebenarnya.

!.3. METODOLOGI STUD!

Pengukuran indeks efisiensi akan dilakukan dengan

mengestimasi intersep (a) fungsi produksi Cobb-Douglas. Penelitian ini

akan menggunakan data sekunder yang dipublikasikan oleh PT. PLN

untuk periode 1987-2001. Metoda estimasi yang digunakan adalah

metoda OLS (Ordinary Least Square). Untuk meyakinkan apakah

bentuk fungsi Cobb-Douglas memang merupakan bentuk fungsi yang

paling tepat digunakan untuk data ini, pengujian restriksi Cobb­

Douglas akan pula dilakukan. Selanjutnya dari fungsi yang paling

tepat ini, dilakukan pengujian Chow untuk rnelihat apakah ada

perbedaan yang signifikan indeks efisiensi antara sub periode sebelum

dan sesudah perubahan status PLN menjadi persero. Selanjutnya

regresi terhadap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi indeks

efisiensi akan pula dilakukan.

I.4. SISTEMATIKA PENULISAN

Studi ini dibagi atas 6 bab, yang intinya akan mengurnikan hal­

hal sebagai berikut:

• Bab I "Pendahuluan". Bab 1ni menguraikan latar belakang

pemikiran yang mendasari dilakukannya studi ini, serta metodologi

yang digunakan untuk menganalisis data.

• Bab II "Tinjauan literatur BUMN". Bab ini merupakan studi literatur

mengenai sejarah tumbuhnya di Indonesia. Salanjutnya, bab ini

juga membahas stru!<tur dan karakteristik dalam perekonomian

saat ini, argumentasi membandingkan kinerja, perkembangan

restrukturisasi, dan kinerja BUMN.

• Bab III " Usaha penyediaan tenaga listrik". Selain menguraikan

sejarah dan perkembamgan, program restrukturisasi, bab III ini

juga menjelaskan program peningkatan kinerja yang dijalankan

usaha tersebut.

Page 20: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

5

• Bab IV "Kerangka teoritis dan spesifikasi model". Bab ini

menguraikan fungsi produksi dan pengertian efisiensi serta

menjelaskan metode estimasi pengukuran efisiensi dan beberapa

hipotesa yang dibuat penulis.

• Bab V "Analisis indeks efisiensi usaha penyediaan tenaga listrik:

1987-2001". Bab ini merupakan rangkuman dari hasil pengukuran

indeks efisiensi usaha penyediaan tenaga listrik periode 1987-

2001. Hasil tersebut kemudian dianalisa serta menyimpulkannya

dengan memanfaatkan hasil temuan empiris.

• Bab VI "Kesimpulan dan saran".

Page 21: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di
Page 22: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

BAB II

TINJAUAN LITERATUR BUMN

II.1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN

Sejarah perkembangan BUMN telah dimulai sejak masa

penjajahan, bahkan sejak VOC didirikan oleh pemerintah kolonial

Belanda pada tahun 1602 dan memberikan hak monopoli untuk

perdagangan komoditi primer dan kekuasaan untuk menjalankan

pemerintahan kolonial di Indonesia. Kemudian usahanya diperluas

dengan usaha ulititi publik lainya seperti listrik, gas, air :11inum, kereta

api, perkapalan dan beberapa perusahaan perdagangan. Selama

pemerintahan kolonial, BUMN diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu

BUMN dibawah undang-undang perusahaan milik negara yang disebut

IBW (indonesische bedriven wet) dan BUMN yang didirikan dibawah

undang-undang keuangan negara yang disebut ICW (indonesische

comtabiliteit wet). Jenis pertama ditugasi untuk masalah komersial

sedangkan jenis kedua ditugasi untuk melayani publik sehingga

kurang lebih sama seperti fungsi kantor pemerintah. Anggaran untuk

jenis kedua termasuk dalam anggaran negara, sedang keuntungan

dari kedua jenis usaha dimasukakan sebagai pendapatan negara.

Setelah kemerdekaan, sesuai pasal 33 UUD 1945, negara

diberikan mandat · untuk mengambil peranan penting dalam

perekonomian nasional. Pada masa permulaan kemerdekaan,

beberapa perusahaan yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda

menjadi dibawah kontrol pemerintah dan beber~pa perusahaan

lainnya dinasionalisasi atas dasar perundingan, seperti Perusahaan

Listrik, Tambang Timah, Perusahaan Penerbangan, dan Javansche

Bank yang kemudian menjadi Bank Indonesia. Atas dasa'"

pertimbangan sosio-politis dan pragmatisme ekonomi, pemerintah

kemudian mendirikan BUMN baru dibidang perdagangan, pabrik

semen, pabrii< kertas dan lain-lain. Selama periode ini, peranan BUMN

Page 23: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

7

dalam perekonomian nasional masih belum signifikan kecuali di sektor

utiliti publik sedangkan perusahaan asing dengan mayoritas

perusahaan belanda tetap mendominasi sektor perkebunan,

perbankan, perminyakan, industri dan· asuransi. Pada akhir tahun

1950, pemerintah menasionalisasi beratus-ratus perusahaan milik

Belanda. Pertumbuhan sektor BUMN selama periode ini sangat

dipengaruhi oleh iklim politik etatisme yang mendominasi kebijakan

pemerintah. Selanjutnya pada tahun 1960-an beberapa perusahaan

milik Inggris dan Amerika juga dinasionalisasi, sehingga jumlah BUMN

bertambah dengan cepat menjadi 822 pada tahun 1960-an.

Kebanyakan dari BUMN ini tidak beroperasi dengan baik karena

kurangnya pengalaman dalam menjalankan usaha komersial. Hal ini

semakin diperburuk oleh keadaan perekonomian yang semakin jelek.

Pemerintah orde baru yang mulai memerintah pada tahun 1967

secara berangsur-angsur mengurangi etatisme dengan mendorong

sektor swasta untuk berperan lebih banyak dalam perekonomian, dan

juga dengan melakukan nasionalisasi terhadap beberapa BUMN yang

sebelumnya merupai<an rnilik asing. Untuk menarik lebih banyak

investor baik asing maupun domestik, dikeluarkan kebijakan investasi

yang baru antara lain diberikannya beberapa fasiitas sep2rti

keringanan pajak, percepatan depresiasi, dan berbagai insentif

lainnya. Sementara itu, pemerintah juga berusaha melakukan

restrukturisasi BUMN dan rnemperbaiki kinerja dengan pendekatan­

pendekatan institusional. Pada tahun 1960-an hanya ada satu kategori

perusahaan negara, seperti diatur dalam UU 19/1960, yaitu semua

kategori dalam bentuk apapun yang modal seluruhnya merupakan

kekayaan negara, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Melalui

pasal 40 Tap MPRS XXIII/1966, diletakkan dasar untuk meningkatkan

kemandirian Bi.JMN. Ketetapan ini antara lain mengatakan bahwa

pemerintah perlu mengurangi keikutsertannya dalam manajemen

BUMN, dan sebaliknya memberikan otonomi yang lebih luas. Kecuali

untuk BUMN yang menjalankan kemanfaatan umum dan dengan

jumlah yang terbatas, subsidi pemerintah agar dihentikan. Dengan

Page 24: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

8

dasar ketetapan tersebut, presiden mengeluarkan Inpres No.

12/1967, agar semua BUMN direstrukturisasi kedalam tiga bentuk,

yaitu perusahaan jawatan (perjan), perusahaan umum (perum), dan

perusahaan perseroan (persero). Inpres ini kemudian pada akhir

tahun 1969 diperkuat dengan UU 9/1969 yang memuat

pengklasifikasian perusahaan negara berdasarkan sifat kegiatanya.

Dalam UU 9/1969 tersebut, BUMN Indonesia dibagi menjadi tiga

kategori:

1. Perusahaan jawatan (Perjan), terdiri dari perusahaan negara yang

tunduk pada ICW selama masa kolonial, mengutamakan pelayanan

masyarakat, berada dibawah satu departemen dan dibiayai dengan

anggaran negara, contohnya Perjan Kereta Api yang berada

dibawah departemen perhubungan.

2. Perusahaan umum (Perum), terdiri dari perusahaan negara yang

tunduk pada IBW selama masa kolonial, atau perusahaan negara

lain yang seluruhnya dimiliki negara, beroperasi di sektor yang

dianggap vital untuk kesejahteraan masyarakat. Perusahaan ini

diharapkan dapat membiayai dirinya dari pendapatan op•=rasinya

bahkan dapat memperoleh keuntungan, contohnya Perum Listrik

Negara, Perum Telkom dan lain-lain.

3. Perusahaan perseroan (Persero), perusahaan negara yang diubah

menjadi berstatus badan hukum perdata dan bentuk PT yang

sebagaian besar atau seluruh sahamnya dimiliki negara dan

beroperasi sebagai badan usaha yang berorientasi keuntungan.

Perlu ditambahkan bahwa ada juga BUMN yang diatur secara

terpisah berdasarkan undang-undang tersendiri seperti Pertamina

dengan UU 8/1971, dem;kian juga dengan bank-bank milik negara

yang diatur dengan UU 14/1967.

Tahun 1970-an, hasil born rninyak telah meningkatkan

kemampuan pemerintah untuk rnelakukan investasi secara berarti,

sehlngga mengurangl tekanan untuk segera melakukan restrukturlsasl

BUMN, malah sebaliknya, pemerintah memberi tugas pada BUMN

untuk mengambil peranan penting dalam mempercepat program

Page 25: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

9

industrialisasi. Dengan sernakin menurunya pendapatan dari sektor

migas serta timbulnya masalah neraca pembayaran dan masalah

ekonomi lainnya pada tahun 1982, pemerintah tidak mampu

mendorong BUMN untuk tetap sebagai penggerak pembangunan.

Sebagai jawaban terhadap keadaan ini, pemerintah mulai

mengeluarkan paket deregulasi perekonomian untuk meningkatkan

peranan sekt0r swasta. Dalam paket ini juga termasuk satu strategi

tentang peranan BUMN dalam perekonomian serta program

restrukturisasinya, sistem kompensasi dan insentif, sistem evaluasi

kinerja dan kualitas manajemen, ser\:a kaualitas SDM di BUMN.

Sebagai langkar awal, pemerintah meng~luarkan PP No. 3/1983

yang memformulasikan kembali fungsi BUMN, serta mencoba

memperbaiki struktur pengawasan dan kemampuan pengendalian

pemerintah terhadap BUMN. Mengenai fungsi BUMN, disebutkan

antara lain: (1) Perj::m, berusaha d!bidang penyediaan jasa-jasa bagi

masyarakat, (2) Perum, berusaha dibidang pelayanan kemanfaatan

umum, disamping mendapatkan untung, (3) Persero, bertujuan

memupuk keuntungan dan berusaha dibidang-bidang yang dapat

mendorong perkembangan sektor swasta dan/atau koperasi, diluar

bidang usaha Perjan dan Perum. Mengenai pengawasan dan

pengendalian disebutkan bahwa instansi utamu yang mengawasi dan

mengendalikan BUMN adalah Departemen Keuangan dan Departemen

Teknis, dimana Menteri Keuangan adalah pemegang saham dan

Menteri Teknis adaluh kuasa pemegang saham. Berbeda dengan

pengertian umum, dalam hal BUMN sesuai PP No. 3/1983 ini, kuasa

pemegang saham tidak dapat diberhentikan oleh pegang saham, yang

berimplikasi kedua menteri ini mempunyai wewenang yang sama

terhadap BUMN atau BUMN berada dibawah dua atasan yang setara.

Langk<lh perbaikan berikutnya yang dilakukan pemerintah

adalah mengenai pedoman penyehatan dan pengelolaan BUMN yang

tertuang dalam Inpres No. 5/1988. Sebagal pelaksamaan darl Inpres

No. 5/1988, Menteri Keuangan mengeluarkan SK No. 740/1989

mengenai ketentuan-ketentuan peningkatan efisiensi dan produktifitas

Page 26: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

10

yang didalamnya termasuk satu sistem evaluasi kinerja berdasarkan

penilaian rentabilitas, solvabilitas dan likuiditas, sedangkan mengenai

rencana jangka panjang, rencana kerja, anggaran · perusahaan dan

pendelegasian wewenang pengambilan keputusan tertuang dalam 5K

Menkeu No. 741/1989. Berdasarkan sistem evaluasi versi 5K Menkeu

No. 740/1989 diatas, kinerja BUMN diklasifikasikan dalam empat

ketegori sehat sekal; (55), sehat (5), kurang sehat (K5), dan tidak

sehat (T5). 5istem evaluasi berdasarkan rentabilitas, solvabilitas dan

likuiditas diatas kemudian dilengkapi dengan beberapa indikator yang

berbeda untuk setiap jenis industri dan setiap karakter perusahaan,

yang tertuang dalam 5K Menkeu No. 826/1992.

Didalam Inpres No. 5/1988 dicantumkan juga pilihan bentuk

restrukturisasi yang sesuai untuk setiap BUMN, yang akan dipilih oleh

pemerintah. Beberapa pilihan terse but an tara lain: (1) perubahan

status hukum, (2) kerjasama operasi atau kontrak manajemen

dengan pihak ketiga, (3) konsolidasi atau merjer, (4) pemecahan

badan usaha, (5) penjualan saham melalui pasar modal, (6) penjua~an

saham secara langsung (direct placement), (7) pembentukan

perusahaan patungan, ataL' (8) likuidasi perusahaan.

5ecara substansial, terlihc.t bahwa Inpres No. 5/1988, 5K

Menkeu No. 740 dan 741/1989 adalan merupakan dasar dari aplikasi

konsep korporatisasi dan privatisnsi BUMN di Indonesia. 5ebagai

insentif untuk privatisasi, pemer:ntah memberi otonomi yang lebih

luas bagi BUMN yang telah melakukan penawaran saham perdana

(IPO), sebagaimana tP.rtuang dalam PP No. 55/1990 dimana

pemerintah akan: (1) menghapus kewajiban bagi BUMN yang telah

masuk pasar moC:al untuk minta persetujuan menteri keuangan

sebagaimana tercc:ntum dalam PP No.3/1988, Kepres No. 59/1988,

Kepres No. 29/1988, Inpres No. 9/1988, dan Inpres No. 1/1988; (2)

mengijinkan BLJMN diaudit oleh akuntan publik.

Walaupun paket peraturan di atas sudah jauh lebih baik darl PP

No. 3/1983, tetapi hasilnya tidak seperti diharapkan. Adanya rencana

jangka panjang, rencana kerja dan anggaran perusahaan yang telah

Page 27: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

11

disetujui pemegang saham, tetap tidak mengurangi campur tangan

dalam operasi. Usaha peningkatan kualitas kontrol maupun

pengurangan jenis kontrol belum menunjukan hasil.

Didalam penggolongan BUMN seperti tercantum pada SK

Menkeu 740/1989, ser.ara inplisit juga terkandung alasan-alasan dasar

pendirian dan pengoperasian BUMN yang antara lain: (1) usahanya

bersifat tug as -tugas perintisan dan pembangunan prasarana tertentu,

(2) menghasilkan barang yang karena pertimbangan keamanan dan

kerahasiaan harus dikuasai oleh negara, (3) didirikan atas

pertimbangan untuk melaksanakan kebijakan pemerintah tertentu dan

atau strategis, (4) didirikan untuk melindungi keselamaatan dan

kesejahteraan masyarakat, (5) didirikan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku harus dimiliki dan dikelola

pemerintah, (6) usahaanya bersifat komersial dan fungsinya dapat

dilakukan swasta.

Salah satu kebijai<an perr.erintah yang tertuang dalam SK

Menkeu No. 1232/1989 adalah mengharuskan BUMN-BUMN yang

memperoleh keuntungan untuk menyalurkan 1 s/d 5% dari

keuntungan bersihnya bagi pengembangan usaha kecil. Program ini

juga tidak berjalan efektif, karena selain pola pengembangan usaha

kecil yang kurang jelas, pelaksanaan yang sering tidak dilandasi

perencanaan dan evaluasi yang baik, dan BUMN yang bersangkutan

kurang merasakan tanggung jawab akan keberhasilan program yang

ditanganinya.

Dilihat dari sejarah perkembangan BUMN di Indonesia seperti

dikemukakar, di atas, maka pendirian dan alasan mempertahankan

BUMN dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Argumen warisan historis. Indonesia diwarisi satu jaringan

keterlibatan pernerintuh dalam perekonomian seperti PN Garam,

PJKA, angkutan u.nun, air minum, demikian juga dengan usaha

tenaga listrik yang dulu.1ya diurusi oleh usaha swasta Belanda

(seperti NV. ANIEM), diserahkan kepada pemerintah dan setelah

penyerahan kedaulatan menjadi PLN.

Page 28: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

12

2. Preferensi idiologi dan konsolidasi kekuatan politik dan ekonomis.

Evaluasi mendirikan BUMN untuk tujuan yang dianggap sesuai

dengan pasal 33 UUD 1945. Preferensi pemerintah untuk terlibat

langsung dalam industri migas misalnya, pemerintah mendirikan

perusahaan migas milik pemerintah yang kemudian menjadi

Pertamina. Selanjutnya pada tahun 1950-an, etatisme berkembang

menjadi sistem politik anti kapitalisme. Selama kampanye

pengembalian Irian Barr.1t, banyak perusahaan Belanda

dinasionalisas:i. Dalam konfro:1tasi politik dengan Malaysia,

beberapa perusahaan Singapura, Inggris dan Amerika juga

dinasionalisasi. Pemenntah orde baru juga melakukan nasionalisasi

dengan motif untuk konsolidasi kekuatan politik dan ekonomis,

diantaranya perusahaan milik Markan Aslam, yang kemudian

digabung menjadi usaha milik pemerint3h PT. Berdikari.

3. Jawaban pragmc..tis terhadap masalah ekonomi. Pemerintah

kadang-kadang memilih pendirian BUMN sebagai instrumen paling

tepat untuk campur tangan dalam perekonomian. Campur tangan

seperti ini sering dibenarkan sebagai jawaban atas kegagalan

enterprenurial dan kegagalan pasar. Satu contoh klasik adalah

beberapa kegiatan yang secara komersial menarik, tetapi tidak

dimasuki swasta, sehingga perr.erintah terpaksa campur tangan

untuk mempercepat pembangunan, misalnya BNI, Garuda, Pelni

dan Djakarta Lloyd.

4. Peranan institusi interr.asional dan negara donor. Kebanyakan

negara atau institusi donor seperti Bank Dunia, ADB percaya

bahwa penyaluran bantuan atau pinjaman lunak akan lebih efektif

dan efisien bila disalurkan kepada BUMN. Contoh kasus ini

misalnya BUMN industri pu~uk.

5. Pendirian anak perusat-.aan. Arg•Jmentasi yang mendasari pendirian

anak-anak perusahaan, disamping strategi bisnis murni, banyak

juga yang didasarkan atas pertimbangan untuk mengurangl

campur tangan pemerintah yang berlebihan dalam operasi.

Page 29: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

13

11.2. STRUKTUR DAN KARAKTERISTIK

Peranan BUMN dalam perekonomian nasional cukup tinggi. Jika

diukur dengan besarnya sumbangan BUMN, tidak termasuk migas,

pada PDB maka BUMN mernberi sumbangan sekitur 12% pada tahun

2000. Arus perubahan kebijaksanaan ekonomi pada dua dekade

terakhir ini, dimana penekanan lebih dipusatkan pada peran swasta

dalam pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan penurunan

sumbangan BUMN pada PDB. Pada tahun 1984 sumbangan tersebut

masih sekitar 15%, telah menjadi 12% pada tahun 2000. Investasi di

BUMN juga mengulami penurunan. Pada pertengahan tahun 1990,

persentase investasi BUMN non migas terhadap total investasi turun

dari 23% pada tahun 1985 menjadi 13% pada tahun 2000.

Pentingnya peranan BUMN dalam perekonomian nasional

tercermin juga dari beroperasinya BUMN dalam sektor-sektor kunci

seperti infrastruktur, utiliti publik, industri hulu dan indu.stri pionir dari

perekonomian nasional. Berdasa;kan jumlah BUMN, sektor industri

dan perdagangan termasuk industri strategis menempati urutan

pertama sebanyak 26,1 %, diikuti sektor keuangan sebesar 18,2%,

kemudian pertanian 13,3%. Dua sektor lainnya dalam bidang

pekerjaan umum dan komunikasi masing-masing menempati urutan

keempat dan kelima, sehingga 80% dari jumlah BUMN berada dalam

kelima bidang tersebut.

Berbeda dengan ukuran bedasarkan jumlah BUMN, dimana

departemen perindustrian menempati urutan pertama, maka jika

dilihat dari jumlah aktiva, departernen keuangan menempati tempat

tertinggi yaitu 52,4c.o/o, pertambangan dan energi 22,9%, pariwisata

pos dan tekomunikasi 6,1% dan kemudian dengan persentase yang

tidak jauh beda masing-masing perhubungan dan perindustrian dan

perdagangan. Lima besar bidang ini memiliki 90,7% dari keseluruh

aktiva BUMN.

Dilih~t dari nllai penjualan selama tahun 1996, walaupun aktlva

bidang pertambangan dan energi nilainya hanya sekitar 0,4% dari nilai

aktiva di bidang keuangan, akan tetapi penjualannya sekitar 1,5 kali

Page 30: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

14

lebih tinggi, sebesar 37,5% dari nilai keseluruhan penjualan produksi

BUMN. Sektor keuangai1 menempati urutan kedua dengan nilai

penjualan 24,5%, perindustrian dan perdagangan 8,1% berikutnya

masing-masing bidang perhubungan, pariwisata pos dan

telekomunikasi. Jumlah penjualan BUMN dari kelima besar bidang ini

bernilai sekitar 83,5% dari seluruh nilai penjualan BUMN.

Tabel 1.

Pengelompokan BUMN berdasarkan penjualan (Rp milyar)

Kelompok Ju:nlah Penjualan Penjualan penjualan BUMN (Rp) (%)

>1000 12 44 536 71,7 500-1000 4 2 433 3,9 250-500 15 4 810 7,7 100-250 46 7 472 12 0

-<100 107 2 860 4,6 .. Sumber: Prof1l dan Anatom1 BUMN Ed1s1 ke-3. Vol.1

Tabel 2.

Pengelompokan BL:MN berdasarkan asset (Rp milyar)

Kelompok Jumlah Asset Asset asset BUMN (Rp) (%)

>1000 20 168 073 83,6 500-1000 13 8,363 42 250-500 20 6,323 3 1 100-250 45 7,249 36

<100 86 11 057 55 Sumber: Profil dan Anatomi BUMN Edisi ke-3. Vol.1

Tabel 3.

Pengelompokan BUMN berdasarkan laba (Rp milyar)

Kelompok Jumlah Lab a Laba lab a BUMN (Rp) (%) >500 2 1.622 33 1

100-500 8 1.253 25 6 50-100 13 885 18 1 25-50 15 532 10 8 <25 130 597 12 2 ..

Sumber: Prof1l dan AnatOIT'I BUMN Ed1s1 ke-3. Vol.1

Page 31: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

15

Untuk mendapat gambaran BUMN, dilihat dari ukuran nilai aktiva, nilai

penjualan dan nilc:.i laba dengan menggunakan unit perusahaan pada

tahun 1991, disajikan dalam tabel 1, 2 dan 3 di atas. Dari tabel diatas,

paling sedikit terlihat dua karakteristik yang menonjol dalam BUMN

Indonesia, yaitu:

I. Dominasi perusahaan ukuran besar. Dari seluruh BUMN, dua puluh

BUMN terbesar (mewakili 11% dari jumlah) menguasai 83,6% nilai

aktiva seluruh BUMN. Selanjutnya dari sisi penjualan, 12

perusahaan terbesar (7% dari jumlah perusahaan) menguasai

penjualan sebesar 71,7% dari jumlah seluruh BUMN. Dominasi

perusahaan besar lebih menonjol lagi bila dilihat dari laba, dimana

10 perusahaan terbesar (5,5% dari jumlah perusahaan)

mengkontribusi laba sebesar 58,7% dari jumlah laba seluruh

BUMN.

2. Padat modal. Komposi asset cari BUMN, diluar sektor keuangan,

didominasi oleh tiga sektor yaitu sektor pertambangan dan egergi,

perhubungan-telekomunikasi, d::m industri dasar yang pada

dasarnya sangat padat modal. Selain itu, sebagian besar sektor

industri dimana BUMN dominan adalah industri hulu, infrastruktur

dan utiliti puplik yang bersifat high forward linkage.

!!.3. BEBERAPA ARGUMENTASI MEMBANDINGKAN KINERJA

Walaupun masih harus dibuktikan, terdapat persepsi luas bahwa

sebagai akibat kepemilikan negara maka BUMN tidak bisa 5eefisien

usaha swasta dalam menghasilkan output yang sama. Hal ini didukung

oleh kenyataan banyaknya BUMN yang mengalami kerugian sehingga

menimbulkan kesan umum bahwa kinerja usaha swasta lebih baik dari

kinerja usaha BUMN. Kesan ini semakin nyata dengan maraknya

upaya privatisasi di Inggris, Jerman, Chili, Meksiko, Malaysia dan

negara-negara lainnya, yang memberikan indikasi semakin

bertumpunya perekonomian negara tersebut pada peran swasta.

Ramainya perdebatan tentang pengaruh kepemilikan terhadap efisensi

operasi suatu badan usahc., terlebih-lebih dengan semakin populernya

Page 32: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

16

konsepsi dan program dan pelaksanaan privatisasi sejak akhir tahun

1970-an seperti diuraikan di atas, mengundang kesimpulan seolah­

olah ada teori ekonomi yang jelas yang dapat mendukung pendapat

luas mengenai superioritas kinerja usaha BUMN dibandingkan dengan

non BUMN.

Menurut Adam dkk (1992), dengan menggunakan pendekatan

teori prinsipal-agen, berpendapat bahwa perbedaan kinerja antara

BUMN dan non BUMN itu sifatnya tidak selalu intrinsik tetapi didasari

atas: (1) perbedaan fungsi obyektif pemerintah dengan fungsi obyektif

swasta, masing-masing sebagai pemilik. Disatu pihak fungsi obyektif

dari pemerintah sebagai pemilik, lebih bersifat pendekatan

keseimbangan umum, yang membuatnya menjadi demikian

kompleksnya. Dilain pihak, fungsi obyektif dari swasta sebagai pemilik

lebih sederhana, karena pendekatannya lebih mengarah pada

keseimbangan parsial. (2) perbedaan bentuk hubungan keagenan

(agency) sebagai akibat struktur kepemilikan. BUMN biasanya

memiliki hubungan (mata rantai) keagenan yang kompleks dengan

adanya jenjang yang berlapis-lapis, dimana satu agen sering harus

bertanggung jawab kepada beberapa prinsipal. Dilain pihak, hubungan

keagenan swasta lebih sederhana dan fleksibel. Swasta relatif lebih

bebas dalam menerapkan sistem penggajian berdasarkan prestasi,

lebih bebas dalam memperdagangkan saham, lebih rawan terhadap

ancaman kebangkrutan dan hostile takeover, sehingga memudahkan

prinsipal dalam melakukan pengawasan terhadap para manajer.

Hal senada juga dikemukakan oleh Jones (1982), menganggap

bahwa tuduhan inefisiensi terhadap BUMN bukanlah sesuatu yang

mengherankan mengingat BUMN pada hakekatnya merupakan hibrida

dari birokrasi pemerintahan disa~u pihak dan perusahaan swasta di

pihak lain. Disatu pihak, sebagai badan usaha, manajer BUMN harus

menghadapi ujian pasar agar produk mereka diterima pasar, yang

merupakan sumber tekanan bagi manjemen. Dilain pihak, sebagai

organisasi publik, mereka harus bertanggungjawab terhadap

kebutuhan kekuatan utama politik dalam keadaan dibatasi oleh

Page 33: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

17

kesempatan dan kendala sebagai bagian dari jajaran pegawai

pemerintah. Dengan adanya trade off diantara kedua tekanan diatas,

bukan hanya tidak mengherankan tetapi secara positif dapat diduga

bahwa hasil kerja BUMN sering suboptimal.

Dengan ungkapan yang sedikit berbeda, Ahmad Galal dkk

(1994) berpendapat bahwa sebenarnya perbedaan tersebut dapat

dirangkum kedalam perbedaan dalam tujuan (objektives) dan

perbedaan dalam kendala (constraints). Disatu pihak, usaha non

BUMN berusaha untuk memaksimisasi laba, dilain pihak usaha BUMN

berusaha untuk mencapai tujuan apapun yang ditugaskan pemerintah

kepadanya misalnya kesejahteraan masyarakat.

Kesimpulan bahwa perbedaan kinerja unit usaha milik BUMN

dengan non-BUMN seperti dikemukakan diatas bukan disebabkan

hanya oleh unsur kepemilikan saja. Menurut Vickers dan Yarrow

(1991), kepemilikan hanya merupakan salah satu dari sekian banyak

faktor yang mempengaruhi kinerja ekonomi satu unit usaha. Secara

khusus, menurut Vicker dan Yarrow, struktur persaingan disektor

industri dimana sektor tersebut beroperasi, dan kendala regulasi yang

dihadapi, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja

ekonomi. Dengan perkataan lain, mereka berpendapat bahwa, kinerja

ekonomi usaha dicentukan melalui interaksi yang kompleks dari

beberapa faktor antara lain kepemilikan, tingkat persaingan pasar dan

efektifitas regulasi.

Ekonom lain, Yair Aharoni (1982), berangkat dari asumsi

"ecomonic man" dimana pada saat kepentingan seseorang berbeda

dengan kepentingan kelompok dimana individu tersebut berada, maka

kepentingan diri sendiri aknn dominan. Oleh karena itu, para manjer

BUMN akan cenderung memaksimisasi kepentingan sendiri

dibandingkan dengan kepentingan pemerintah. Tanpa ada

pembatasan, para manajer tersebut akan memilih memaksimisasi

target pertumhuhan output dari pada efisiensi. Dengan cara tnt

mereka akan meningkatkan penghargaan birokratik atau penerimaan

sampingan yang akan mereka peroleh. Lebih lanjut dia mengatakan,

Page 34: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

18

bahwa pemerintah kurang dilengkapi dengan instrumen untuk

mencegah para manjer untuk berbuat demikian, karena akses

terhadap informasi yang diperlukan sangat terbatas. Pemilik juga tidak

dapat melakukan kontml yang efektif. Hal ini ditambah lagi karena

publik tidak memiliki saham BUMN yang dapat diperjual belikan

sebagai reaksi terhadap kinerja perusahaan. Biaya kontrak, negosiasi

dan biaya pelaksanaa11 hak kepemilikan tinggi, dan perusahaan

menjadi tidak efisien karena susah membangun hubungan prinsipal­

agen.

Dari tinjauan literatur diatas dirangkum titik pandang teoritis

yang secara garis besar mencakup argumentasi hak kepemilikan

(properti right), teori hubungan pelaksana-pemilik (teori prinsipal­

agen) dan teori public choice.

11.4. PERKEMBANGAN RESTRUKTURISASI

Seperti telah dikemukakan dalam sub bab terdahulu, sejak

diberlakukannya UU 19/1960, dimana ditentukan hanya ada satu

kategori perusahaan milik negara, kecuali ditentukan lain oleh

undang-undang, pemerintah telah melakukan beberapa langkah

reformasi atau restrukturisasi 6UMN. Langkah mendasar pertama

adalah pengklasifikasian perusahaan negara berdasarkan sifat dan

fungsi kegiatanya menjadi Perjan, Perum dan Persero yang dituangkan

dalam UU 9/1969. UU 9/1969 ini merupakan penguatan dari Inpres

No. 17/1967, yang dikeluarkan sebagai tindak lanjut Tap MPRS

XXIII/1966, pasal 40. UU 9/1969, kernudian dilengkapi dengan

dikeluarkannya PP No. 3/1983 yang memformulasikan kembali fungsi

BUMN, serta mencoba memperbaiki struktur pengawasan dan

kemampuan pengendalian pemerintah terhadap BUMN. Mengenai

fungsi BUMN, disebutkan antara lain : (1) Perjan berusaha dibidang

penyediaan jasa-jasa bagi masyarakat, (2) Perum, berusaha dibidang

pelayanan kemanfaatan umum, disamping mendapat untung, (3)

Persero, bertujuan memupuk keuntungan dan berusaha :iibidang-

Page 35: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

19

bidang yang dapat mendorong perkembangan sektor swasta dan/ataL,

koperasi, diluar bidang usaha Perjan dan Perum.

Langkah perbaikan berikut yang dilakukan pemerintah adalah

mengenai Pedoman Penyehatan dan Pengelolaan BUMN yag tertuang

dalam Inpres No. 5/1988, dan ditindak lanjuti dengan SK Menkeu No.

740/1989 dan No. 741/1989, mengenai ketentuan-ketentuan

peningkatan efisien5i dan produktifitas yang didalamnya termasuk

satu sistem evaluasi kinerja berdasarkan penilaian rentabilitas,

solvabilitas dan likuditas, penyusunan rencana jangka panjang,

rencana kerja, dan anggaran perusahaan. Selain itu, dicantumkan

juga pilihan bentuk restrukturisasi yang sesuai setiap BUMN, yang

akan dipilih oleh Pemerintah: (1) Perubahan status hukum, (2)

Kerjasama operasi atau kontrak manajemen dengan pihak ketiga, (3)

konsolidasi atau merger, (4) Pemecahan badan usaha, (5) Penjualan

saham melalui pasar modal, (6) Penjualan sahan secara langsung

(direct placement), (7) Pembentukan perusahaan patungan, (8)

Likuidasi perusahaan. Secara substansial, terlihat bahwa Inpres No.

5/1988, SK Menkeu No. 740/1989 dan SK Menkeu No. 741/1989

merupakan dasar dari reformasi dengan pendekatan perbaikan

institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di Indonesia.

Sebagai inisiatif untuk privatisasi, pemerintah melalui PP No. 55/1990,

memberikan otonomi yang lebih luas bagi BUMN yang telah

melakukan pencatatan saham di pasar modal (initial public offering).

Walaupun kurang memberikan hasil yang memuaskan,

beberapa langkah-langkah untuk memperbaiki kinerja komersial

BUMN pada dekade terakhir telah dilakukan atas dasar SK Menkeu No.

740 dan 741/1989 yang an tara lain: Pembentukan sistem evaluasi

dengan kriteria rntabilitas, solvabilitas dan likuiditas yang pada tahun

1992 dilengakapi dengan indikator non finansial, pertanggung jawaban

keuangan yang lebih jela~ dengan diubahnya beberapa BUMN dari

Perjan menjadi Per!Jm, atau dar: Perum menjadi Persero. Usaha

merger seperti di sektor perkebunan sebanyak 34 PT perkebunan

dibagung menjadi 14 PT perkebunan nasional, trade sale seperti pada

Page 36: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

20

PT Intirub pada tahun 1991 dan PT Aneka Gas pada tahun 1997,

penawaran sahan 6 BUMN di bursa efek, yaitu PT Semen Gresik,

Indosat, Telkom, Tambang Timah, BNI dan Aneka Tanibang.

Penjualan saham keenam BUMN telah mengumpulkan dana

sebesar 4.37 milyar dolar Ameri, dimana sekitar 55% masuk ke

pemerintah dan sisanya ke BUMN, yang dinilai cukup berhasil.

Keberhasilan tersebut terutama disebabkan oleh dua BUM:\1 terbaik

Indonesia yaitu Indosat dan Telkom.

Tanpa mengurangi nila; atas keberhasilan beberapa BUMN

dalam memperbaiki kinerjanya seperti PT Tambang Timah dalam

restrukturisasi perusahaan, keberhasilan BUMN kelas atas seperti

Indosat dan Telkom di bursa efek, dan keberhasilan perbaikan kinerja

beberapa BUMN lainnya, secara keseluruhan usaba restrukturisasi

dalam BUMN yang dilakukan sampai saat ini tidak banyak mengubah

kinerja operasi dan keuangan BUMN. Disektor perkebunan dilakukan

penciutan jumlah BUMN melalui merjer, tetapi disektor kehutanan

menjadi arus balik dengan pemekaran BUMN, menunjukkan tidak

adanya satu visi yang sama dalam pembinaan BUMN. Adanya Menteri

Meneg BUMN sebagai pemegang saham dan Menteri Teknis sebagai

kuasa pemegang saham yang tidak dapat diganggu gugat membuat

manajer BUMN harus menghadapi dua atasan langsung yang setara,

yang bagi manajer akan membingungkan bila kedua menteri tersebut

berbeda pendapat mengenai sesuatu kebijakan atau masalah dalam

satu BUMN. Selain itu, campur tangan pemerintah dalam operasi

masih tetap seperti semula, kontrol terhadap BUMN melalui instrumen

perizinan sangat distortif, sistem evaluasi kinerja yang kurang

berfungsi sebagai signaling system terhadap manajemen, sistem

pengadaan barang yang tidak efisien dan tidak efektif, antara lain

merupakan persoalan yang hampir Iaten sifatnya.

Sebagaimana dapat dilihat dari pengalaman restrukturisasi

BUMN di negara-negara lain, kebany:~kan negara yang berhasll sepertl

Inggris, Chili, Malaysia dan Jerman memasukkan program

restrukturisasi BUMN sebagai satu bagaian dari program reformasi

Page 37: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

21

ekonomi nasional. Dengan melihat pengalaman restrukturisasi BUMN

di Indonesia dan di negara lain, serta mempelajari karakteristik BUMN

di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa diperlukan satu program

restrukturisasi BUMN Indonesia yang lebih mendasar, sebagai satu

bagian dari reformasi ekonomi nasional, sehingga penggunaan BUMN

sebagai instrumen intervensi pemerintah untuk peningkatan

kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan dengan optimal.

II.5. KINERJA

Berdasarkan kriteria rentabilitas, solvabilitas dan likuiditas

seperti dikemukakan di atas perkembangan tingkat kesehatan BUMN

tahun 1987 ·· 1992 digambarkan dalam tabel 4 di bawah ini. Dengan

mengambil persentase BUMN yang masuk dalam ketegori SS dan S,

maka pada periode sebelum SK Menteri Keuangan No. 740

diberlakukan pada tahun 1989, terlihat menaik dari 37% pada tahun

1987 menjadi 50% pada tahun 1989. lklim deregulasi perekonomian

Indonesia pada saat itu kemungkinan merupakan salah satu

pendorong perbaikan ini.

Tabel 4.

Tingkat Kesehatan BUt~N Tahun 1987 -1996

Kriteria 1987 '£18 '89 1990 '91 '92 1993 '94 '95 5ehat sekali (55) 40 45 53 63 54 43 43 52 49 5ehat(5) 27 32 41 40 50 52 38 33 43 Krg sehat (K5) 28 34 32 27 27 37 38 35 37 Tidak sehat (T5) 88 75 61 56 55 52 64 62 J 49 Jumlah 183 186 187 186 186 184 183 182 178 5umber: Bisnis Indonesia 25 Agt 1993 dan Wc.rta Ekonom1 No. 23/TH IX/ 27

Okt 1997

Pada tahun 1990, 55% BUMN termasuk kategori SS dan S,

demikian juga pada tahun berikutnya naik menjadi 56% tetapi mulai

menurun pada tahun 1992 dan seterusnya. Besar kemungkinan

kenaikan ini didorong oleh diberlakukannya sistem evaluasi dengan

kriteria rentabilitas, solvabilitas dan likuiditas. Penurunan pada tahun

1996 44 36 29 57 166

Page 38: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

22

1992 ada kemungkinan disebabkan terlihatnya kelemahan dari sistem

evaluasi tersebut atau kurang berfungsinya sistem tersebut sebagai

signaling system pada pengelola BUMN. Dari beberapa dugaan ini

terindikasi restrukturisasi yang dilakukan sampai tahun 1992,

efektivitasnya kurang berkesinambungan sebagaimana dikemukakan

oleh penganut public choice theory.

Page 39: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di
Page 40: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

BAB III

USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

III.l. SEJARAH DAN PEREKEMBANGAN

Usaha penyediaan tenaga listrik telah dimulai sejak masa

penjajahan, tetapi belum untuk kepentingan um:Jm. Pada saat itu

yang ada hanya tenaga listrik untuk keperluan sendiri baik untuk

kepentingan perusahaan rnaupun untuk kepentingan pabrik dengan

pusat-pusat listrik terpisah-pisah. Sedangkan usaha penyediaan

tenaga listrik untuk kepentingan umum baru dimulai sejak

diundangkannya Ordonansi 1890 No.190, yang memberi kesempatan

kepada perusahaan swasta Belanda mengelola listrik untuk

kepentingan umum. Izin yang diberlkan itu berbentuk konsesi dan

dapat diberikan untuk suatu wilayah usaha. Kemudian Pemerintah

kolonial Belandi:l berdasarkan Staatsblad 1927 No.419 membentuk

perusahaan listrik negara yang disebut LWB (s'Lands Waterkracht

Bedrijven). Selain LWB yang merupakan perusahaan listrik

pemerintah, terdapat pula perusahaan-perusahaan listrik swasta

(misalnya NV NIGM, NV ANIEM) dan pemerintah daerah. Pada masa

pendudukan Jepang, perusahaan listrik dan gas yang ada diambil alih

Jepang, kemudian digabung menjadi satu badan, bernama Jawa Denki

Jigyo Kosha.

Setelah kemerdekaan, pemerintah mulai mengelola perusahaan

penyediaan tenaga listrik setelah terbentuknya jawatan listrik dan gas

pada Kementrian Pekerjaan Umum dan Tenaga bulan Oktober 1945.

Langkah berikutnya pemerintah melakukan nasionalisasi perusahaun­

perusahaan listrik Belanda. Pada tahun1953, keluar Keppres No.

163/1953 tentang nasionalisasi perusahaan listrik milik asing di

Indonesia. Beberapa perusahaan llstrlk dan gas swasta Belanda yang

dinasionalisasi antara lain: NV EMA Ambon, NV EMBP Balikpapan, NV

OGEM Jakarta, dan NV ANIEM Jatim. Selanjutnya untuk kelancaran

Page 41: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

24

proses nasionalisasi tersebut dibentuk P3LG (penguasa perusahaan­

perusahaan listrik dan gus negara) yang tertuang dalam UU 86/1958

dan PP No. 18/1953. Dengan adanya perundangan tersebut maka

sejak saat itu seluruh perusahaan listrik swasta Belanda menjadi milik

pemerintah Indonesia.

Pada tahun 1958, jawatan listrik dan gas diubah menjadi

perusahaan listrik negara (PLN) melalui SK Menteri Pekerjaan Umum

dan Tenaga (PUTL) No P.25/1958, dan P3LG dibubarkan. Sementara

itu, pemerintah juga memperbaiki kinerja perusahaan milik negara

dengan pendekatan-pendekatan institusional. Pada tahun 1961,

dibentuk PU PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara)

yang kemudian, berdasarkan PP No. 19/1965, BPU PLN dibubarkan

dan sebagai gantinya dibentuk Perusahaan Listrik Negara (OLN) dan

Perusahaan Gas Negara (PGN).

Melalui Tap MPRS XXIII/1966 pasal 40, diletakkan dasar untuk

meningkatkan kemandirian BUMN. Ketetapan ini antara lain

mengatakan bahwa pemerintah perlu mengurangi · keikutsertannya

dalam manajemen BUMN, dan sebaliknya memberikan otonomi yang

lebih luas. Dengan dasar ketetapan tersebut, presiden mengeluarkan

Inpres No. 12/1967 yang kemudian diperkuat agar dengan UU No.

9/1969, semua BUMN direstrukturisasi kedalam tiga bentuk, yaitu

perusahaan jawatan, perusuhaan umum, dan perusahaan perseroan.

Sebagai tindak lanjut UU 9/1969 tersebut, pada tahun 1972

terbit PP No. 18/1972 tentang Perusahaan Umum Listrik Negara

dengan tugas disamping kedudukanya sebagai perusahaan umum,

mempunyai tugas pokok serta fungsi pemerinthan untuk

pembangunan. Dengan status PLN sebagai perum, PLN diberi tugas­

tugas pemerintahan dibidang ketenagalistrikan untuk mengatur,

membina, mengawasi dan melakukan perencanaan umum dibidang

ketenaglistrikan nasional. Perkembangan selanjutnya, agar sektor

tenaga llstrik dapat berkembang dlmasa datang, pemerlntah

mengubah status PLN dari perusahaan umum (perum) menjadi

perusahaan perseroan (persero) berdasarkan PP No. 23/1994. Dengan

Page 42: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

25

Perubahan status tersebut memungkinkan PLN memasuki pasar modal

dan pengembangkan kemitraan usaha dengan pihak ketiga. Dengan

status PLN sebagai persero, PLN tidak lagi mempunyai tugas

pemerintahan, Fungsi PLN berubah menjadi sebagai berikut: {1)

menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum dan sekaligus

meraih keuntungan berdasarkan prinsif pengelolaan perusahaan, (2)

mengusahakan penyediaan tenaga listrik dengan jumlah dan mutu

yang memadai, (3) merintis kegiatan-kegiatan usaha penyediaan

tenaga listrik, dan (4) menyelenggarakan usaha-usaha lain yang

menunjang usaha penyediaan tenaga listrik.

1!1.2. PROGRAM RETRUKTURISASI

Beberapa penyebab rendahnya kinerja BUMN yang sering

dikemukakan, yaitu fungsi ganda, kurangnya otonomi dan

akuntabilitas, serta kendala anggaran. Selain itu, karena BUMN dimiliki

oleh pernerintah, maka kepentingan dari para pemilik sangat homogen

karena pemerintah diwakili oleh beberapa kelompok yang berbeda dan

bahkan memiliki kepentingan yang bertentangan. Kepentingan

berbeda dari kepemilikan yang heterogen ini mengakibatkan

timbulnya tujuan-tujuan non komersial yang sering mengakibatkan

timbulnya tujuan-tujuan non komersial yang sering sulit

diforrnulasikan dengan baik dan dapat bertentangan satu sama lain

disamping tujuan komersial.

Pendekatan perbaikan kinerja yang telah dilakukan adalah

menggunakan perbaikan institusional dan pendekatan ekonomi makro.

Pendekatan ini didasarkan atas pendapat bahwa permasalahan kinerja

terutama terjadi disebabkan kurangnya disiplin pasar dan

ketidakmampuan untuk memberika,, tanggapan yang tepat terhadap

lingkungan. Oleh karena itu, jalan keluar yang ditawarkan adalah

perbaikan sistem pengelolaan institusional serta perbaikan

pengelolaan dan kcbijakan makro pernerintah sepertl kebljakan

perdagangan, keuangan, harga dan kebijakan tenaga kerja.

Penyesuaian kebijakan makro dalam hubungan ini antara lain dengan

Page 43: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

26

menciptakan lingkungan yang lebih terbuka dan kompetitif, liberalisasi

perdagangan dan mengakhiri perlakuan khusus terhadap BUMN,

perubahan kearah keuangan dan perbankan yang berdasarkan

mekanisme pasar, mengarah kepada harga pasar, memberlakukan

sistem kompensasi yang kompetitif bagi para karyawan, dan lain-lain.

Dengan demikian BUMN akan lebih mandiri dan lebih entrepreunerial

ditengah lingkungan makro yang lebih kompetitif.

Beberapa bentuk restrukturisasi yang termasuk dalam

kelompok pendekatan ini adalah:

•Korporatisasi dan komersialisasi, yaitu usaha untuk tunduk pada

undang-undang perusahaan yang berlaku, dan setelah itu

memperlakukan kriteria komersial sebagai dasar dari pengambilan

keputusan. Tujuannya adeilah untuk meningkatkan transparansi dan

akuntabilitas dan meningkatkan efisiensi serta pelayanan masyarakat.

•Sistem kontrak, yang tercliri dari sistem kontrak kinerja dan sistem

kontrak program. Sebagaimana setiap sistem manajemen

berdasarkan hasil, kedua sistem ini mensyaratkan bahwa sasaran dan

target harus lebih dahulu disepakati pada permulaan periode sebagai

hasil diskusi kedua belah pihak. Prinsip pertama dari kedua jenis

sistem kontrak ini adalah bahwa kriteria kerja dan target harus

dijabarkan dari rencana perbaikan kinerja yang telah dipikirkan dan

disetujui bersama. Prinsip kedua adalah bahwa rencana perbaikan

kinerja tersebut harus konsisten dengan sasaran nasional dan bukan

hanya dengan sasaran perusahaan. Namun terdapat pula perbedaan

antara sistem kontrak dan kinerja dan program. Kontrak yang dibuat

dalam rangka sistem kontrak program lebih berbentuk perjanjian

hukum dibandingkan dengan sistem kontrak kinerja. Misalnya dalam

sistem kontrak program, pemerintah melakukan komitmen secara

formal untuk memberikan pendanaan, mengijinkan kenaikan tarif,

atau mengiji11kan pengurangan atau penambahan produk dan jasa,

dimana pada slstem kontrak kinerja tidak terdapat komitmen sepertl

itu. Dalam hal otonomi juga ada perbedaan, dimana untuk sistem

kontrak program otonomi disebutkan dengan lebih rinci misalnya

Page 44: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

27

otonomi dalam penentuan tarif, investasi dan melakukan pinjaman,

sedangkan pada sistem kontrak kinerja disebutkan redefinisi dari

otonomi tetapi sebatas bahwu BUMN memiliki permasalahan yang

berbeda sehingga diperlukan penyesuaian. Dalam hal sistem insentif,

sistem kontrak kinerja menghubungkan antara penghargaan (reward)

dengan kinerja, sedangkan dalam sistem kontrak program tidak ada

hubungan antara hasil da11 penghargaan.

•Sistem signal. Sistem ini terdiri dari tiga kornponen, masing-masing

adalah: (1). sistem evaluasi kinerja, yang menjabarkan kinerja yang

dikehendaki dilihat dari sisi masyarakat; (2) sistem informasi kinerja,

untuk mengukur kinerja ekonomi; (3) sistem insentif, yang

memberikan penghargaan kepada manager atas dasar kinerja nyata

dibandingkan dengan target kinerja. Sistem evaluasi kinerja sendiri

terdiri dari 4 langkah, yaitu: pemilihan kriteria evaluasi kinerja secara

umum; pemilihan satuan khusus untuk mengukur kinerja; pemberian

bobot terhadap kriteria evaluasi; dan diskusi untuk penetapan kriteria "

penilaian untuk membedakan kinerja jelek dan kinerja baik. Kriteria

penilian inilah yang a~an merupakan basis dalam perhitungan kinerja

diakhir tahun dan penetapan reward untuk karyawan.

Pendekatan perbaikan kinerja lainnya akan dilakukan adalah

privatisasi anak-anak perusahaan pembangkitan tenaga listrik yang

dianggap sehat dan layak untuk go publik. Manfaat utama yang

diharapkan dari privatisasi antara lain adalah transparansi perusahaan

yang lebih terjamin dengan lebih dimungkinkannya monitoring yang

lebih optimal oleh pemilik (prinsipal) terhadap manajemen (agen),

adanya ancaman keb2ngkrutan, lebih berperannya mekanisme kontrol

pasar, serta berkurangnya tekanan dan campur tangan yang bersifat

politik. Namun demikian, kelemahan privatisasi ini, terutama untuk

negara berkembang, antara lain adalah kurang mampunya pemerintah

untuk melakukan proses privatisasi dengan transparan, serta

kekawatiran akan terjadinya pengalihan monopoli dari tangan

pemerintah ke tangan swasta yang kurang peka terhadap peningkatan

kesejahteraan masyarakat.

Page 45: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

23

11!.3. KINERJA DAN PROGRAM PENINGKATAN KINERJA

Berdasarkan kriteria rentabilitas, solvabilitas dan likuiditas

seperti dikemukakan di atas perkemban;}an kinerja/tingkat kesehatan

PLN tahun 1992 - 2001 digambarkan dalam tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5.

Tingkat Kesehatan PLN Tahun 1992 -2001

Indikatar Keuangan 1992 1993 1994 1995 1996 1997 Rasia tunai (kali) 0 91 0 88 0 49 0 40 0,83 0 44 Rasia rentabilitas(%) 4~ 3 29 1 35 3 96 3,70 -1,46 Rasia salvabilitas(%) 235,97 247,27 .249/69 239 46 251 67 220 92 Rasia likuiditas (%) 129,33 137 53 76 20 63 63 11193 62,22

1998 1999 2000 2001 0 30 0 21 0,34 31,05

-17,62 -18 38 -40 10 0 90 154,83 127,44 138 34 71,59 39 17 21 72 39 96 46,82

Sumber: Buku Stat1st1k PLN 1994-2001

Hasil audit yang dilakukan oleh konsultan terradap kinerja PLN

mengindikasikan telah terjadinya inefisiensi pada kegiatan operasi

(operational expenditure) dan investasi (capital expenditure) sebesar

5,2 Trilyun rupiah selama periode tahun 1995-1998. Sejak tahun 2000

sampai saat ini, PLN telah melakukan berbagai upaya untuk

mengurangi inefisiensi tersebut melalui kegiatan yang diberi nama

efficiency drive program (EDP).

Kegiatan EDP merupakan program optimalisasi sumber daya

(manusia, keuangan, mesin, metoda dan material) yang meliputi

seluruh fungsi bisnis utama PLN yaitu pembangkitan, transmisi,

distribusi dan fungsi penunjang (sumber daya manusia, keuangan dan

teknologi informasi). Upaya tersebut telah berhasil menghemat

pengeluaran pada tahun 2000, 2001 dan 2002 masing-masing sebesar

804,6, 897,8 dan 1.559,1 milyar rupiah.

Pencapaian efisiensi tersebut diperoleh melalui berbagai

kegiatan, yaitu: efisiensi biaya bah an bakar, · biaya pelumas;

Page 46: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

29

menaikkan faktor kesiapan unit pembangkitan (operating availability

factor); memperpendek waktu pelaksanaan pemeliharaan peralatan;

penggantian HSD (minyak diesel) dengan MFO (minyak bakar);

penurunan susut transmisi; penekanan jumlah gangguan;

memperpendek waktu pemeliharaan peralatan; penurunan susut

teknik dan susut non teknik; penekanan jumlah gangguan;

memperpendek lama gangguan; penekanan piutang; pemberdayaan

SDM; pemanfaatan material gudang secara lebih efektif dengan

bantuan teknologi informasi; efisiensi biaya kegiatan kantor;

memanfaatkan customer information system (CIS) untuk mendukung

kegiatan PLN dalam mempermudah dan memperpendek waktu

pelayanan kepada peianggan sekaligus menyediakan beberapa

fasilitas diantaranya: sistem pembayaran secara on-line melalui ATM

(khusus pelanggan Jakarta dan Jawa Timur), pernbayaran dapat

dilakukan di loket selain yang telah ditunjuk (khusus Manado,

Semarang, Solo, Yogyakarta, Medan dan Denpasar); memanfaatkan

geographical information system (GIS) untuk membantu percepatan

hasil survey lapangan; memanfaatkan enterprise asset management

system untuk mengelola aset perusahaan agar lebih efisien;

menyediakan fasilitas call center untuk mernpermudah dan

mempercepat pelayanan kepada pelanggan melalui media elektronik

(telpon).

Pada tahun 2003 ini, PLN akan terus mengupayakan efisiensi di

berbagai bidang dan menjadikan tahun 2003 sebagai tahun

peningkatan pelayanan !Jelanggan.

Page 47: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di
Page 48: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

BABIV

KERANGKA TEORI DAN SPESIFIKASI MODEL

IV.l. FUNGSI PRODUKSI DAN PENGERTIAN EFISIENSI

Ekonomi kemakmuran (welfare economics) berusaha mencoba

memberi jawaban atas pertanyaan bagaimana pemanfaatan terbaik

dari suatu sumberdaya, serta bagaimana sebaiknya hasil-hasil

produksi tersebut didistribusikan diantara anggota masyarakat. Pada

abad ke-18, Adam Smith membuka jalan dengan memperkenalkan

gagasan "invisibel hand" dari pasar, yang menghubungkan

pengalokasian sumberdaya secara efisien dengan pembentukan harga

yang bersaing untuk sumberdaya tersebut. Selanjutnya, pada abad

ke-19, Vifred Pareto memunculkan definisi situasi pareto efisien yang

optimal, yang dapat dipakai sebagai kriteria untuk menilai apakah

suatu pengalokasian sumberdaya sudah efisien atau belum.

Pengertian efisiensi dari unit usaha itu sendiri, menurut ekonomi

manajemen, terutama berkaitan dengan konsep efisiensi produksi,

yaitu dimana jika dalam proses produksi dapat menghasilkan lebih

banyak output dengan sejumlah input yang sama, atau dapat

menurunkan penggunaan input untuk menghasilkan sejumlah output

yang sama.

Dalam perencanaan produksi unit usaha, efisiensi yang dapat

dikontrol adalah efisiensi produktif, yang terdiri dari efisiensi teknik

dan efisiensi biaya. Efisiensi teknik mengacu pada tingkat output

maksimal yang dapat dicapai dari penggunaan kombinasi input

tertentu. Sedangkan efisiensi biaya mengacu pada kombinasi

penggunaan input yang secara ekonomis mampu menghasilkan output

tertentu dengan biaya seminimal mungkin pada tingkat harga input

yang berlaku.

Ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan inefisiensi

dalam satu perekonomian. Keadaan tersebut antara lain adalah:

Page 49: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

31

1. Terdapat informasi asimetrik. Informas: mengenai cara yang paling

efisien untuk melakukan suatu kegiatan ekonomi umumnya mahal

dan penyebarannya tidak lengkap, sehingga unit pengambil

keputusan menjadi tidak mencapai efisiensi optimal. Dengan

demikian, terdapnt upaya untuk meningkatkan efisiensi teknis oleh

masing-masing individu perusahaan berdasarkan informasi yang

dimilikinya.

2. Kecenderungan membentuk kolusi. Dalam hal kondisi persaingan

tidak sempurna, dimana perusahaan sadar akan saling

ketergantungan satu sama lain, maka pemikiran strategi

oligopolistik dapat mempengaruhi pengambilan keputusan yang

menyangkut masalah besaran skala operasi, tingkat pemakaian

input, atau cakupan kegiatan usaha. Dengan demikian, keunggulan

perusahaan secara individu hanya dapat diperoleh apabila

manajemen dapat meningkatkan efisiensi teknis dengan

memanfaatkan lebih baik faktor produksi lainnya.

3. Distorsi regulasi. Pada beberapa sektor, kendala peraturan dapat

menimbulkan inefisiensi dengan pembatasan masuknya pesaing ke

industri yang bersangkutan, pembatasan jenis kegiatan atau

daerah pemasaran dari perusahaan yang sudah ada, dan

pembatasan-pembatasan lainnya.

Pengukuran indeks efisiensi dengan sederhana dapat dijelaskan

menggunakan konsep dasar teori produksi. Dalam perusahaan,

produksi didefinisikan sebagai suatu proses transformasi nilai tambah

dari input menjadi output. Hubungan antara input yang digunakan dan

output yang dihasilkan dapat dinyatakan melalui suatu fungsi standar

yaitu fungsi produksi. Beberapa informasi penting diantaranya indeks

efisiensi dapat diperoleh langsung dari fungsi produksi. Indeks efisiensi

dinyatakan oleh konstanta/intersep (a.) yang mencerminkan hubungan

antara kuantitas output yang diproduksi (Q) dengan kuantitas input

yang digunakan (X). Perubahan tingkat teknologi dalam arti luas, tidak

terbatas pada penambahan peralatan produksi modern dan metoda

produksi semata, termasuk pula perubahan status hukum perusahaan,

Page 50: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

32

akan tercermin melalui perubahan nilai intersep dalam fungsi produksi

tersebut.

Mengukur efisiensi tidak harus menggunakan fungsi produksi,

fungsi standar lain misalnya fungsi biaya atau fungsi laba, dapat

digunakan sebagai acuan dalam mengukur efisiensi. Pilihan diantara

fungsi-fungsi ini biasanya dilakukan atas dasar asumsi eksogenitas.

Bila besaran-besaran input digunakan sebagai variabel eksogen, maka

fungsi produksi merupakan pilihan yang tepat untuk diestimasi,

sebaliknya bila output digunakan sebagai variabel eksogen maka

fungsi biaya merupakan fungsi yang tepat untuk diestimasi.

Usaha penyediaan tenaga listrik tidak termasuk dalam usaha

yang outputnya ditentukan secara eksogen, sehingga pilihan yang

tepat ur.tuk mengukur etlsiensi adalah menggunakan fungsi produksi

Q= f(L,K). Apabila suda!l ditentukan akan menggunakan fungsi

produksi dalam menghitung efisiensr, maka terdapat beberapa bentuk

fungsi produksi yang palir.g sering digunakan, yaitu fungsi Cobb­

Douglas dan Translog (transendental logaritma). Pemilihan bentuk

fungsi produksi dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan

diantaranya jenis analisis yang akan dilakukan dan tersedianya teknik

perhitungan yang memad'ai.

Banyak sekali pulikasi memilih fungsi Cobb~Douglas dengan

pertimbangan kesederhanaan pendekatan dan menunjukan hasil yang

memuaskan. Dilain pihak, beberapa publikasi memilih bentuk translog

yang pada hakekatnya tidak memaksakan pembatasan/restriksi dan

dianggap akan mengurangi kemungkinan kesalahan estimasi yang

secara substansial berbeda bentuknya. Namun demikian, estimasi

fungsi translog yang mengandung tingkat fleksibilitas tinggi ini akan

membiJtuhkan lebih banyak derajat kebebasan sehingga sering tidak

memadai secara statistik untuk data yang sangat terbatas periode

penelitiannya.

Dengan pertimbangan kesederhanaan pendekatan, data yang

terbatas, serta jangka waktu penelitian yang pendek, maka studi ini

memiHh untuk menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Bentuk umum

Page 51: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

33

fungsi produksi Cobb-Douglas yang dfgunakan dinyatakan sebagai

berikut:

Qt = a Ll1 Kl2 ftP3ellt

dimana: Qt = Keluaran (output),

Lt, Ktdan ft = Input tenaga kerja, modal, dan bahan

bakar,

(l = Intersep atau parameter efisiensi dan

Jlt = Residu/error term.

Pendekatan bentuk linier dari fungsi di atas adalah:

Fungsi produksi tersebut menggambarkan hubungan antara variabel

output yang dapat dihasilkan dengan variabel-variabel input tertentu.

Efisiensi dalam proses produksi diatas, dapat didefinisikan

sebagai rasio antara output yang dapat dihasilkan dengan sejumlah

input yang diperlukan dalam proses produksi, yang secara matematis

dapat ditulis menjadi:

Efisiensi = Output/Input

= Qt I [ Ll1 Kl2 Fl3 ] = a . ellt

atau dalam bentuk logaritma:

= Lna + Jlt

Dengan demikian, parameter efisiensi atau yang sering disebut

sebagai indeks efisiensi (a), dapat diperoleh langsung dengan mudah

dari regresi fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut.

IV.2. MF.TODA ESTIMASI DAN HIPOTESA

Fungsi produksi yang telah spesifikasikan ini pertama-tama

ditaksir dengan metoda OLS (Ordinary Least Squares). Untuk

Page 52: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

34

meyakinkan apakah bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas memang

merupakan bentuk fungsi yang paling tepat digunakan untuk data

penelitian 1987-2001, maka penulis melakukan pengujian restriksi

Cobb-Douglas dengan hipotesa null berikut:

Ho : (lh +lh+l33) = 1 law an H1 : (131 +l32+l33) * 1

Kemudian dilakukan pengujian hipotesa null tersebut dengan

menggunakan uji statistik F. Formula statistik F yang relevan adalah:

F = [(R2 - R2r)/m] I [(1 - R2)/(n-k)]

dimana: R2 = adaluh nilai R2 fungsi CobbDouglas tanpa

pembatasan,

R2r = adalah nilai R2 fungsi Cobb-Douglas dengan

pembatas (terrestriksi),

m = adalah jumlah pembatas linier,

n = adalah jumlah data penelitian/observasi,

k = adalah jumlah parameter dalam persamaan regresi

tanpa pembatas.

Bila nilai F tersebut ternyata lebih besar dari pada nilai kritikal

distribusi F, hipotesa null yang menyatakan bahwa (131 +l32+l33)= 1,

ditolak. Tetapi bila menerima hipotesis null maka estimasi fungsi

produksi akan diulang dengan memanfaatkan prosedur kuadrat

terkecn yang dibatasi (retricted least squares), dimana (131 +l32+l33) = 1

dijadikan sebagai pembatas linier.

Studi ini menaksir fungsi produksi Cobb-Douglas tanpa

pembateis (tidak terrestriksi) sebagai berikut:

Qt = a Ll1 Kl2 Fl3e11t atau dalam bentuk logaritma adalah

LnQt = a + I31LnLt + I32LnKt+ I33LnFt + J..lt

Hasil estimasi fungsi produksi tersebut digunakan untuk menghitung

indeks efisensi dan informasi penting lainya.

Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan indeks efisensi antara

sub periode sebelum (1987-1994) dan sesudah (1995-2001)

perubahan status dari perum menjadi persero, dapat menggunakan

Page 53: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

35

teknik statistik yang sesuai untuk menguji semua kemungkinan

apakah terdapat perbedaan yang signifikan dalam intersep/slop untuk

kedua sub periode tersebut. Teknik seperti itu, salah satunya adalah

pengujian Chow. Dalam studi ini, tidak digunakan pengujian Chow,

tetapi memanfaatkan variabel dummy untuk menguji kemungkinan

tersebut dengan mengestimasi model sebagai berikut:

LnQt = dimana : Qt =

Lt = Kt = Ft = Dt =

a + a1Dt + f3tlnlt + f3zlnKt + f33LnFt

output,

input tenaga kerja,

input modal,

input bahan bakar,

variabel dummy untuk membedakan sub periode

sebelum (1987-1994) dan sesudah (1995-2001)

perubahan status hukum dari perum menjadi

persero. Dt = 0 untuk sub periode 1987-1994, dan

Dt = 1 untuk sub periode 1995-2001.

Apabila hasil regresi koefisien variabel dummy intersep (at) signifikan

maka terdapat perbedaan dalam intersep atau indeks efisiensi antara

dua sub periode dalam persamaan regresi tersebut, dan sebaliknya

apabila tidak signifikan maka persamaan regresi tersebut sama (tidak

berbeda) dalam intersep/slop.

Selain mengukur perbedaan indeks efisiensi untuk dua sub

periode sebelum dan sesudah perubahan status, studi in1 juga melihat

hubungan antara indeks efisiensi tersebut dengan faktor-faktor

mempengaruhinya. Oleh karena itu perlu untuk mengetahui indeks

efisiensi secara individu sepanjang periode penelitian. Indeks efisiensi

individu tersebut dapat diketahui melalui nilai residu/error term

sebagai berikut:

efungsi produksi:

LnQt = a + f3tlnlt + f32LnKt + I33LnFt + Jlt

Page 54: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

•lndeks efisiensi individu:

Output/Input -- LnQt I [Jhlnlt + lhlnKt + P3Lnft]

-- 0. + ~Lt

36

Selanjutnya, model regresi dibuat untuk melihat hubungan

antara indeks efisiensi dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Sedangkan hubungan antara indeks efisiensi dengan faktor-faktor

eksternal diluar kendali perusahaan, tidak dibahas dalam studi ini.

Page 55: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di
Page 56: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

BAB V

ANALISIS INDEKS EFISIENSI

USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK : 1987- 2001

Penyebab perbedaan efisiensi antara BUMN dan non BUMN yang

sering dikemukakan orang adalah bahwa BUMN di Indonesia memiliki

fungsi ganda, kurangnya otonomi dan akuntabilitas serta menghadapi

kendala anggaran. Selain itu karena BUMN dimiliki oleh pemerintah

maka kepentingan dari para pemilik sangat heterogen karena

pemerintah diwakili oleh beberapa kelompok yang berbeda dan

bahkan memiliki kepentingan yang bertentanqan. Kepentingan

berbeda dari kepemilikan yang homogen ini mengakibatkan timbulnya

tujuan-tujuan non komersial yang sering sulit diformulasikan dengan

baik dan dapat bertentangan satu sama yang lain disamping tujuan

komersial dari BUMN.

Beragam pendekatan perbaikan kinerja BUMN telah dilakukan

diantaranya melalui pendekatan institusional maupun pendekatan

privatisasi. Pendekatan institusional ini, tampaknya yang dipilih

pemerintah untuk memperbaiki kinerja usaha penyediaan tenaga

listrik. Pendekatun ini didasarkan pada pendapat bahwa permasalahan

BUMN terutama terjadi disebabkan oleh distorsi pasar dan ketidak

mampuan BUMN untuk memberikan tanggapan yang tepat terhadap

tuntutan lingkungan. Oleh karena itu, pendekatan ini menawarkan

jalan keluar yang pada dasarnya terpusat pada perbaikan sistem

pengelolaan BUMN serta perbaikkan pengelolaan dan kebijakan makro

pemerintah. Penyesuaian kebijakan makro dalam hubungan ini antara

lain dengan menciptakan lingkungan yang lebih terbuka dan

kompetitif, liberalisasi perdagangan dan mengakhiri perlakuan khusus

terhadap BUMN, mengarah kepada harga pasar, memberlakukan

sistem kompensasi yang kompetitif bagi para karyawan BUMN, dan

Page 57: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

38

lain-lain. Dengan demikian BUMN akan dapat lebih mandiri dan lebih

entrepreneurial ditengah li11gkungan makro yang lebih kompetitif.

Beberapa bentuk restrukturisasi BUMN melalui pendekatan

institusional ini adalah korporatisasi dal" komersialisasi, yaitu usaha

untuk mengubah status hukum BUMN menjadi status hukum

perusahaan yang tur.duk pada UU Perusahaan yang berlaku, setelah

itu memberlakukan Kriteria komersial sebagai dasar pengambilan

keputusan. Usaha restrukturisasi kelembagaan seperti ini yang

dilakukan pemerintah terhadap usaha penyediaan tenaga listrik

dengan mengubah status hukum PLN dari perum menjadi persero

pada tahun 1994, dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam

pelayanan masyarakat.

V.l. ANALISIS INDEKS EFISIENSI TEKNIK

Untuk mengetahui perbedaan indeks efisiensi teknik usaha

penyediaan tenaga listrik antara sub periode sebelum (1987-1994)

dengan sesudah (1995-2001) perubahan status menjadi persero.

Penulis mengestimasi fungsi produksi Cobb-Douglus menggunakan

sampel data tahun 1987-2001, dimana energi yang diproduksi (Q)

digunakan sebagai variabel terikat, sedangkan tenaga kerja (L), nilai

buku barang rnodal/aktiva tetap (K), dan pemakaian bahan bakar (F)

digunakan sebagai variabel bebas. Untuk menghindari pengaruh

kenaikan harga barang dan jasa terhadap seluruh variabel bebas,

maka dilakukan indeksasi dengan menggunakan harga konstan 1993.

Untuk variabel upah tenaga kerja indeksasi dilakukan dengan

menggunakan indeks harga konsumen. sedangkan untuk varia bel

barang modal dan biaya bahan bakar, indeksasi dilakukan dengan

menggunakan deflator PDB.

Fungsi produksi Cobb-Douglas yang diestimasi adalah sebagai

berikut:

Page 58: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

dimana: Qt = energi yang diproduksi pad a peri ode t,

Lt = tenaga kerja dalam produksi pada periode t,

Kt = modal dalam produksi pada periode t,

ft = bahan bakar dalam produksi pada periode t,

39

a = intersep atau slop, mencerminkan ukuran efisiensi teknis

dalam proses produksi, dan

1-lt = nilai residu/error term.

Untuk meyakinkan apckah bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas

diatas memang merupakan bentuk fungsi yang palin9 tepat digunakan

untuk sampel data ini, maka penulis melakukan pengujian restriksi

Cobb-Douglas. Dari hasil pengujian ini diperoleh nilai F sebesar 39,02,

sedang nilai kritikal distribusi Fo,o1 (1,11) adalah 9,65. Dengan

demikian, hipotesa null yang menyatakan bahwa fungsi tersebut

menerima restriksi Cobb-Douglas secara statistik ditolak.

Dengan demikian, hasil estimasi fungsi produksi Cobb-Douglas

yang paling tepat digunakan dalam studi ini adalah sebagai berikut:

LnQt = -3,9070 +0,4727 Lnlt +0,3546 LnKt + 0,1744 Lnft t-stat = (-9,8949) (8,8880) (4,5655) (3,3179)

R2 = 0.9938 F-stat = 587,5739 D-W stat = 1.8190

Usaha penyediaan tenaga listrik di Indonesia dari hasil regresi tersebut

terlihat cukup ba;k, mengalami increasing return to scale

(~1 +~2+~3> 1) selama periode 1987-2001. Indeks. efisiensi teknik

seluruh sampel penelitian, diperoleh angka sebesar e-3•9070 = 0,0201;

dan elastisitas keluaran (output) terhadap input tenaga kerja relatif

lebih besar bila dibandingkan dengan nilai elastisitas keluaran

terhadap input barang modal maupun bahan bakar.

Untuk melihat apakah estimasi fungsi produksi tersebut diatas

memiliki kemungkinan perbedaan dalam intercept/indeks efisiensi (a.).

Penulis memperkenalkan "variabel dummy" kedalam fungsi produksi

Page 59: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

40

untuk menguji semua kemungkinan di atas dengan persamaan regresi

sebagai berikut:

dimana: Dt adalah "varia bel dummy" sebagai pemisah antara sub

periode sebelum (1987-1S94) dan sesudah (1995-2001)

perubahan status rnenjadi persero. Dt = 0 untuk sub periode

1987-1994, dan Dt =1 untuk sub periode 1995-2001.

Hasil estimasi persamaan di atas disajikan sebagai berikut:

LnQt = t-stat =

-2,5630 +0,0982 Dt +0,4895 Lnlt ( -3,4984) (2,0810) (10,3511)

+0,2256 LnFt ( 4,3209)

+0,2134 LnKt . (2,2207)

R2 = 0.9957 F-stat =-= 575.1908 D-W stat= 1.9379

Dari uji statistik t terhadap koefisien varia bel "dummy intercept" (a.1 = 0,0982, t-stat= 2,0810) terlihat bahwa variabel tersebut secara

statistik signifikan pada tingkat kepercayaan 10%. Dengan demikian

dari persamaan tersebut menunjukkan bahwa indeks efisiensi teknik

sebelum dan sesudah perubahan status PLN menjadi persero memang

ada perbedaannya.

Selanjutnya untuk memperoleh nilai indeks efisiensi tersebut

pada setiap tahunnya, selama periode analisis, maka dilakukan

dengan perhitungan seperti berikut:

•lndeks efisiensi teknik (lET) :

Output/Input = LnQJ[p1Lnlt+P2LnKt+P3LnFt]

= a+ f.l.t

Indeks efisiensi teknik pada setiap tahunnya tersebut adalah seperti

disajikan dalam tabel 6.

Page 60: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

41

Tabel 6.

Indeks efisiensi teknik (IET) tahun 1987-1994

Tahun observc:si 1987 1988 1989 1990 Residu/error term (~t;) ··0.00522 -0.01387 0.00275 0.01164 Indeks 2fisiensi teknik (a+~1 ) 0.01488 0.00623 0.02285 0.03156

1991 1992 1993 1994 1995 1996 0.08155 -0.03658 -0.04720 -0.05523 -0.00459 0.07019 0.10165 -0.01648 -0.02710 -0.03513 0.01551 0.09029

1997 1998 1999 2000 2001 -0.00396 -0.02898 0.01188 -0.00731 0.02511 0.01614 -0.00888 0.03198 0.01279 0.04521

0.15

0.1 +-------....... ------..:::,-----------1 -+--Perum 0.05 -t------r--T-----f-_.._, ____ ___ -Persero

o+-~~~-~+-~-+~~~~~~~~~~

-0.05 ·-

Sesuai tujuan studi yang kedua, yaitu ingin melacak faktor­

faktor yang mempengaruhi indeks efisiensi maka faktor-faktor berikut

diduga merupakan faktor-faktor internal yang paling berpengaruh

terhadap efisiensi teknik tersebut.

• Faktor be'Jan (load factor), yaitu rasio antara jumlah energi yang

diproduksi per tahun dengan beban puncak (beban tertinggi yang

pernah dicapai).

• Faktor kapasitas (capasity factor), yaitu rasio antara energi bruto

yang dibangkitkan dengan kapasitas terpasang (kapasitas

pembangkit sebagai mana tertera name plate) berdasarkan beban

dasar (base load).

Faktor beban dan kapasitas ini sebagai refleksi dari ukuran

efisiensi operasional.

• Susut energi (losses), tingkat kebocoran listrik pada jaringan

transmisi maupun distrbusi yang diukur antara pembangkit sampai

Page 61: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

42

dengan sisi pelanggan, termasuk pencurian listrik. Susut energi ini

merefleksikan efisiensi manajemen dalam transportasi energi pada

pelanggan.

• Rasia eletrifikasi, yaitu rasio antara jumlah desa yang telah

dilistriki dengan total desa seluruh Indonesia. Rasia eletrifikasi ini

merupakan program sosial yang merefleksikan ukuran keadilan

pelayanan masyarakat.

• Ukuran unit pembangkit (average unit size ), yaitu jumlah

kapasitas terpasang pembangkit listrik dibagi dengan jumlah unit

pembangkit.

• Porsi pembangkit termal (thermal generation share), yaitu

persentasi pembangkit termal (menggunakan bahan bakar fosil

dalam memproduksi listrik) terhadap total pembangkit.

Ukuran unit pembangkit dan porsi pembagkit termal,

merepleksikan efisiensi manajemen dalam produksi.

Pelacakan atas faktor-faktor internal tersebut di atas dalam

mempengaruhi efisiensi, dilakukan dengan meregres indeks efisensi

teknik (lET) terhadap variabel faktor beban (FB), faktor kapasitas

(FK), susut energi (SE), rasio elektrifikasi (RE), ukuran unit

pembangkit (UP) dan porsi pembangkit termal (PT). Persamaan

regresinya dengan demikian adalah:

Hasil regresi:

IEt(-1) =

R2 = 0.6222

0,9685 +0,0009 FBt +0,0128 FKt t-stat = (0, 2298) (2,6402) -0,0102 REt +0,1827 UPt -0,0156 PTt (-2,4447) (2,4684) (-1,9820)

-0,0317 SEt ( -1, 7619)

F-stat = 1,9216 D-W stat = 2,4900

Dari hasil regresi tersebut terlihat bahwa ukuran unit

pembangkit, faktor kapasitas, rasio elektrifikasi dan porsi pembangkit

Page 62: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

43

termal signifikan, pada tingkat kepercayaan 10%. Faktor lainnya, yaitu

faktor beban, dan susut energi, tidak signifikan.

V.2. ANALISIS INDEKS EFISIENSI BIAYA

Disamping efisiensi teknik, efisiensi biaya juga perlu dikaji,

sebab sebagai suatu unit usaha ekonomi masalah biaya tidak dapat

diabaikan. Variabel-variabel yang digunakan dalam mengestimasi

indeks efisiensi biaya ini soma dengan yang digunakan dalam analisis

indeks efisien3i teknis, hanya saja keseluruh variabelnya kini tidak

dalam satuan fisik melainkan dalam satuan uang (moneter).

Bentuk persamaan yang diestimasi hampir sama dengan

persamaan pada analisis indeks efisiensi teknik, hanya saja faktor

modal (kapital) tidak d:ikutsertakan karena selama periode analisis ini

harga penjualan tenaga listrik oleh PLN ditetapkan oleh pemerintah,

dan pada harga tersebut depresiasi modal tidak terlalu diperhitungkan.

Dengan demikian persamaan uji efisiensinya adalah sebagai berikut:

dimana: Ct = biaya pasokan tenaga iistrik pad a peri ode t,

Lt = pengeluaran tenaga kerja pada periode t,

Ft = pengeluaran bahan bakar pada periode t,

a = intersep atau slop, mencerminkan ukuran efisiensi biaya

dalam proses produksi, dan

llt = nilai residu/error term.

Hasil pengujia1 terhadap pe:-samaan ini adalah sebagai berikut:

LnCt = t-stat =

1,6107 (3,999)

+ 0, 7566 Lnlt (8,5674)

+ 0,2720 Lnft (3,5058)

R2 = 0. 9903 F-stat = 613,7169 D-W stat= 2,1268

Page 63: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

44

Dari hasil regresi di atas terlihat bahwa biaya pasokan tenaga

listrik oleh PLN berhubungan positif dengan pengeluaran tenaga kerja

dan bahan bakar, dan Elastisitas biaya terhadap pengeluaran tenaga

kerja relatif lebih besar bila dibandingkan dengan nilai elastisitas

bahan bakar.

Untuk menguji kemungkinan adanya perbedaan dalam tingkat

efisiensi maka digunakan persamaan sebagai berikut:

LnCt = a + a1Dt + j31Lnlt + I32LnFt

dimana: Dt adalah "varia bel dummy" sebagai pemisah antara sub

periode sebelum (1987-1994) dan sesudah (1995-2001)

perubahan status menjadi persero. Dt = 0 untuk sub periode

1987-1994, dan Dt =1 untuk sub periode 1995-2001.

Hasil estimasi model di atas disajikan sebagai berikut:

LnCt = 1.1256 t-stat = (1,5913

R2 = 0.9909

-0,0556 Dt ( -0,8402)

+0, 7792 Lnlt (8,3462)

+0,2859 LnFt (3,5614)

F-stat = 399,3539 o-w stat= 2,3402

Dari uji statistik t terhadap koefisien varia bel "dummy intercept" (a.1 =

-0,0556, t-stat= -0,8402), terlihat bahwa secara statistik tidak

signifikan. Artinya, duri aspek biaya juga tidak terjadi perubahan yang

signifikan sebagai akibat dari perubahan status hukum tersebut.

Indeks efisiensi biaya pada setiap tahunnya disajikan dalam

tabel 7.

Faktor-faktor yang diduga paling berpengaruh terhadap indeks

efisiensi biaya tersebut meliputi: (1) harga jual (tarif) listrik rata-rata,

(2) harga bahan bakar minyak, (3) pembelian tenaga listrik swasta,

dan ( 4) penyL'sutan barang modal/aktiva tetap.

Page 64: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

Tabel 7.

Indeks efisiensi biaya (IEB) tahun 1987-1994

Tahun observasi 1987 1988 Residu/error term (~tj) -0.07586 -0.07233 Indeks efisiensi biaya (a+~!!l 4.93026 4.93379

1991 1992 1993 1994 0.11842 -0.00425 0.01212 -0.02701 5.12454 5.00187 5.01824 4.97911

1997 1998 1999 -0.06026 -0.00378 -0.08684 4.94586 5.00234 4.91928

~:~I ::<Y?~ : : : :~:: 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000

1989 0.12472 5.13084

1995 0.00481 5.01093

2000 0.01486 5.02098

~Perum

-Persero

45

1990 -0.0178 4.98830

1996 0.00498 5.01110

2001 0.06824 5.07436

Untuk melacak sampai sejauh mana dugaan tE:rsebut benar

maka regresi antara indeks efisensi biaya (IEB) dengan variabel harga

jual listrik rata-rata {Tarif), harga satuan bahan bakar minyak rata­

rata (BBM), pembelian lisrrik swasta (Swata), dan penyusutan aktiva

tetap (Depresiasi) dilakukan.

Persamaannya adalah :

Hasil regresi:

IEBt = t-stat =

R2 = 0.6106

4,4889 +0,0056 Tarift -0,0008 BBMt (31,4643) (3, 7956) ( -2,0690) -3,28.10-8 Swastat -3,28.10-8 Depresiasit

(-2,2124) (-1,4883)

F-stat = 3,9207 D-W stat = 1, 7536

Dari empat variabel tersebut, ternyata ada tiga variabel yang

signifikan (pada tingkat kepercayaan 10%) memepengaruhi indeks

Page 65: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

46

efisiensi biaya, yaitu: tarif listrik rata-rata, harga bah an bakar minyak

rata-rata, dan pembelian listrik swasta.

Dari temuan uji statistik F di atas, baik dalam analisis indeks

efisiensi teknis (F-stat = 1,9216) maupun dalam analisis indeks

efisiensi biaya (F-stat = 3,9207), dirr.ana nilai kedua F-stat tersebut

tidak signifikan, tampaknya masih ada faktor-faktor lain selain faktor­

faktor yang telah disebutkan di atas (seperti: faktor kapasitas, rasio

elektrifikasi, ukuran unit pembangkit dan porsi pembangkit termal,

tarif listrik, harga BBM, dan pembelian listrik swasta) yang

mempengaruhi indeks efisiensi produktif usaha tenaga listrik di

Indonesia. Selanjutnya faktor-faktor lain ini disebut faktor eksternal.

Faktor-faktor eksternal ( diluar kendali manajemen perusahaan)

yang diduga juga mempcngaruhi indeks efisiensi teknik dan efisiensi

biaya an tara lain meliputi: unsur hubungan kepemilikan, informasi dan

insentif akibat perubahan status badan hukum; tekanan finansial,

seperti adanya defisit anggaran pemerintah; krisis moneter tahun

1997; tekanan non ekonomi seperti keinginan untuk melakukan

berbagai perubahan melalui serikat pekerja; dan tekanan pihak asi'1g

seperti penyesuaian kebijakan da;i IMF, Bank Dunia dan Bank

Pembangunan Asia. Analisis terhadap faktor-faktor internal tersebut

tidak dibahas dalam studi ini.

Page 66: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di
Page 67: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

VI.l. KESIMPULAN

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Berubahnya status hukum PLN menjadi persero telah

mengubah tingkat efisiens1 teknik. Indeks efisiensi teknik sesudah

perubahan status lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum

perubahan status, perbedaan tersebut sebesar L\a= (e-2.4648-e-2•5630)=

0,00795. Artinya, kiprah PLN secara teknik PLN beroperasi semakin

efisien.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan indeks efisiensi

teknik tersebut adalah ukuran unit pembangkit rata-rata, faktor

kapasitas, rasio elektrifikasi dan porsi pemban~kit termal.

Berbeda dengan aspek teknik, dalam aspek biaya operasi,

sesudah peruba:1an status tidak mengalami perubahan berarti. lndeks

efisiensi biaya PLN ternyata tidak meningkat signifikan dengan

berubahnya status hukum tersebut. Efisiensi PLN, dari sisi biaya,

sangat dipengaruhi oleh seberapa jauh PLN dapat menekan harga

pembelian bahan bakar minyak dan pembelian listrik swasta

disamping menegosiasikan dengan pemerintah untuk menaikan harga

jual (tarif) listrik.

VI.2. SARAN

Dari hasil temuan empirik ini, agar PLN dapat beroperasi lebih

efisiensi lagi maka kendala regulasi terhadap tarif listrik sebaiknya

ditiadakan, mencari pasokan BBM di pasar internasional guna

menekan harga pembeliannya yang selama ini dipasok oleh

Pertamina, dan negosiasi ulang guna menurunkan harga pembelian

listrik swasta. Demikian pula dari aspek teknik, faktor-faktor yang

masih harus diperbaiki adalah meliputi: ukuran unit pemabangkit rata-

Page 68: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

48

rata (average unit size) perlu diperbesar, faktor kapasitas (capasity

faktor) perlu dinaikkan, dan porsi pembangkit termal (thermal

generation share) perlu dikurangi, serta program sosial listrik

pedesaan (rasio elektrifikas:) perlu ada pemisahan yang tegas antara

misi sosial dan misi bisnis perusahaan.

Page 69: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di
Page 70: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

DAFTAR PUSTAKA

Adam C., W. Cavendish and P.S. Mistry (1992), "Adjusting

Privatisation: Case Studies from Developing Countries", London:

James Currey.

Aharoni, Yair ( 1991), "On Measuring the Success of Privatisation",

Mimeo, Tel Aviv University.

Caves, D.W. and Christensen, L.R. (1980), "The Relative Efficiency of

Public and Private Firm in a Competitive Environment: the Case

of Canadian Railroads", Journal of Political Economic, 88, pp

958-976.

Galal Ahmed, Leroy P. Jones, P. Tandon and I. Vogelsang (1994),

"Welfare Consequences of Selling Public Enterprise: An

Empirical Analysis, New York, Oxford University Press.

Gaspers Vincent (2000), "Ekonomi Manajerial", Jakarta, Gramedia.

Gujarati, Damodar (1978), "Ekonometrika Dasar", Jakarta, Penerbit

Erlangga.

Jasmina Thia dan Goeltom Miranda S.(1995), "Analisisi Efisiensi

Perbankan Indonesia: Metode Pengukuran Fungsi Biaya

Frontier", Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia, LPEM FEUI,

Jakarta.

Kadir Abdul, Kim Yoon Hyung and Uchida Mitsuho (1985),

"Management Efficiency in The Electric Power Supply Industry:

Experiences in Northeast Asian Utilities", East-West Centre,

Honolulu, Hawaii.

Kantor Menteri Negara Pendayagunaan BUMN/Badan Pengelola BUMN

(1998), "Masterplan Reformasi BUMN".

Page 71: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

50

Lains Alfian (1990), "Fungsi Produksi Cobb-Douglas Pada Industri

Semen Di Indonesia", Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia,

Vol.38, No.3, LPEM FEU!, Jakarta.

PT PLN (Perse:-o) ( 1994 ), "Statistik PLN 1994, Jakarta.

PT PLN (Persero) (1997), "Statistik PLN 1997, Jakarta.

PT PLN (Persero) (2001), "Statistik PLN 2001, Jakarta.

Quantitave Micro Sofware (1998), "Eview 3 User's Guide", Irvine, CA.

Salvatore Dominick (2001), "Managerial Economic in Global Economy",

Orlando, FL, Harcourt College Publisher.

Shaikh, Abdul Hafeez ( 1985), "Efficiency in Production Under Private

and Public Ownership. Technique of Measurement and Evidence

from Pakistan", Boston University, Graduate School,

Unpublished Ph.D. Dissertation.

Siahaan Olean P (2000), "Efisiensi Teknik Unit Usaha BUMN: Ana lisa

Data Panel Usaha Industri Indonesia, 1981...:1991, Jakarta,

Universitas Indonesia, Disertasi.

Vickers, John and George Yarrow (1991), "Privatisation: An Economic

Analyses", Cambridge, M.A., MIT Press.

Page 72: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di
Page 73: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

LAMPI RAN

Page 74: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

51

Lampiran 1 : Data produksi energi, Penjualan tenaga listrik, penggunaan tenaga kerja dan nilai buku barang modal/aktiva serta penggunaan BBM tahun 1987-2001

Obs Produksi Penjualan Tenaga T enaga Kerja Nilai Buku Modal (GWh) Listrik Outa Rp) Outa Rp) _{juta R_Q}

1987 22,305.91 1,581,330.77 147,752.03 4,927,276.01 1&88 25,622.75 1,839,868.86 171,612.44 6,968,885.27 1989 29,570.10 2,674,038.27 211,869.96 8,829,473,94 1990 34,878.56 3,139,323.00 278,643.00 9,558,900.00 1991 38,731.23 4,062,661.00 307,715.00 10,513,250,89 1992 41,936.45 4,794.366.00 427,384.00 13,447,820.90 1993 46,718.75 5,922,138.00 504,368.00 17,403,787.60 1994 51,478.38 7,150,442.40 676,300.80 19,457,361.00 1995 59,404.22 8,109,711.36 758,291.49 27,210,609.98 1996 67,386.54 9,418,269.00 886,229.00 29,839,07 4.94 1997 76,619.56 10,877,278.00 1,068,055.00 42,529,493.10

1998 77,903.37 13,766,222.00 1,018,858.00 51,394,967.00 1999 84,775.80 15,670,551.68 1,335,615.91 51,819,419.92 2000 93,325.28 22,139,883.46 1,802,391.74 52,641,087.95 2001 101,653.90 28,275,982.65 2,086,329.98 53,048,329.78

Lampiran 2 : Indeks harga konsumen dan Deflator PDB menggunakan harga konstan 1993

lndeks Harga Deflator Tahun Konsumen PDB

_(1993=100) 1_1993=1001 1987 63.80 63.90 19e8 68.94 68.03 1989 73.36 73.38 1990 77.53 78.81 1991 84.80 84.14 1992 91.16 90.32 1993 100 100 ·-

1994 108.51 107.76 1995 118.75 117.15 1996 128.16 126.50

-1997 136.64 132.76 1998 215.71 114.64 1999 259.68 115.65 200::> 269.47 121.57 2001 300.47 126.17

Bahan bakar Outa Rp) 869,909.26 994,550.08

1,068,723.11 1,530,708.00 1 ,828,628.00 2,131 ,993.00 2, 783,017.00 2,864,023.20 2,969,994.86 3,361,080.00 4,338,836.00 9,408,965.00 9,691,812.97

10,375,827.00 14,007,295.53

Page 75: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

52

Lampiran 3 : Faktor-faktor internal yang mempengaruhi indeks efisiensi teknik

Faktor Faktor Susut 1 Rasio Ukuran Obs be ban Kapasitas energi elektrifikasi pembangkit

(%) (%) (%) (%) (MW) 1987 63.27 34.00 18.73 27.39 2.6318 1988 63.32 33.38 16.88 30.70 3.0171 1989 63.48 36.09 15.82 33.79 3.1340 1990 67.51 41.76 15.63 38.57 3.0102 1991 70.14 41..76 14.12 43.72 2.8721 1992 72.75 43.11 12.38 47.94 3.2275 1993 74.88 38.17 12.53 53.03 3.8900 1994 68.01 39.89 12.38 61.00 3.9100 1995 66.82 44.34 12.33 61.75 3.8300 1996 68.59 47.75 11.89 68.94 4.2800 1997 70.08 46.15 12.10 73.20 4.7700 1998 68.90 43.21 12.34 80.82 5.1900 1999 67.60 44.63 12.22 82.33 5.0800 2000 69.54 46.29 11.65 83.96 5.1700 2001 71.13 47.90 13.52 82.39 5.0500

Lampiran 4 : Faktor-faktor internal yang mempengaruhi indeks efisiensi biaya

Obs Tarif Harga BBM Listrik Swasta Depresiasi

1987 92.6000 206.8900 11,205.62 869,909.26

1988 92.0300 206.4000 12,080.78 994,550.08

1989 114.1100 207.2800 15,992.91 1 ,068, 723.11

1990 113.1700 240.2400 21,260.00 1 ,530, 708.00

1991 129.0500 257.2600 22,661.00 1 ,828,628.00

1992 137.1200 292.8700 22,661.00 2,131,993.00

'1993 151.9900 322.9100 19,716.00 2, 783,017.00

1994 154.2800 323.4600 46,859.00 2,864,023.20

1995 163.0100 343.8500 30,679.00 2,969,994.86

1996 165.4300 352.0500 77,096.06 3,361,080.00

1997 169.1300 339.3600 325,162.00 4,338,836.00

1998 210.9400 405.6100 1 ,885,963.00 9,408,965.00

1999 219.6800 500.1200 5,082, 702.81 9,691,812.97

2000 279.6700 514.9600 9,395,365.45 10,375,827.00

2001 334.5500 803.7200 8,717,140.54 14,007,295.53

Porsi pgkt termal ·

(%) 77.17 75.26 76.75 75.48 75.44 78.67 82.55 82.67 83.43 84.53 85.23 83.63 83.61 83.74 83.45

Page 76: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

Lampiran 5:

Hasil regresi fungsi produksi Cobb-Douglas 1987-2001

• Analisis indeks efisiensi teknik:

Dependent Variable: LNQ Method: Least Squares Date: 01/03/80 Time: 07:23 Sample: 1987 2001 Included observations: 15

Variable Coefficient

LNL 0.472666 LNK 0.354596 LNF 0.174373 c -3.906939

R-squared 0.993798 Adjusted R-squared 0.992107 S.E. of regression 0.042909 Sum squared resid 0.020253 Log likelihood 28.27217 Durbin-Watson stat 1.818999

Std. Error t-Statistic

0.053180 8.888020 0.077669 4.565504 0.052555 3.317934 0.394843 -9.894915

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

• Analisis indeks efisiensi biaya:

Dependent Variable: CT Method: Least Squares Date: 01/18/04 Time: 21:19 Sample: 1987 2001 Included observations: 15

Variable Coefficient

L 0.756630 F 0.271990 c 1.610662

R-squared 0.990318 Adjusted R-squared 0.988705 S.E. of regression 0.069456 Sum squared resid 0.057890 Log likelihood 20.39534 Durbin-Watson stat 2.126836

Std. Error t-Statistic

0.088316 8.567354 0.077582 3.505829 0.403682 3.989928

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

Pro b.

0.0000 0.0008 0.0069 0.0000

10.84455 0.482979

-3.236289 -3.047475 587.5739 0.000000

Prob.

0.0000 0.0043 0.0018

15.72487 0.653522

-2.319378 -2.177768 613.7169 0.000000

53

Page 77: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

Lampiran 6 :

Hasil regresi fungsi produksi Cobb-Douglas terrestriksi

• Analisis indeks efisiensi teknik:

Dependent Variable: LNQ-LNL Method: Least Squares Date: 01/03/80 Time: 07:28 Sample: 1987 2001 Included observations: 15

Variable Coefficient

LNK-LNL 0.355669 LNF-LNL 0.173817

c -3.888556

R-squared 0.971801 Adjusted R-squared 0.967101 S.E. of regression 0.041088 Sum squared resid 0.020258 Log likelihood 28.27019 Durbin-Watson stat 1.817188

Std. Error t-Statistic

0.071877 4.948311 0.049341 3.522756 0.189281 -20.54378

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

• Analisis indeks efisiensi biaya:

Dependent Variable: CT -L Method: Least Squares Date: 01/18/04 Time: 20:48 Sample: 1987 2001 Included observations: 15

Variable Coefficient

F-L 0.284983 c 1.968618

R-squared 0.519781 Adjusted R-squared 0.482842 S.E. of regression 0.069129 Sum squared resid 0.062124 Log likelihood 19.86593 Durbin-Watson stat 1.943230

Std. Error t-Statistic

0.075972 3.751134 0.129637 15.18563

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

Prob.

0.0003 0.0042 0.0000

-2.218105 0.226526

-3.369359 -3.227749 206.7703 0.000000

Prob.

0.0024 0.0000

2.450273 0.096127

-2.382124 -2.287718 14.07101 0.002422

54

Page 78: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

Lampiran 7: Hasil regresi \lariabel dummy intersep (penguji kemungkinan adanya perbedaan dalam indeks efisiensi)

• Analisis indeks efisiensi teknik:

Dependent Variable: LNQ Method: Least Squares Date: 01/03/80 Time: 07:33 Sample: 1987 2001 tncluded observations: 15

Variable Coefficient

c DUMMY

LNL LNK LNF

R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat

-2.563007 0.098183 0.489488 0.213400 0.225614

0.995672 0.993941 0.037594 0.014133 30.97073 1.937937

Std. Error

0.732626 0.047181 0 047288 0.096094 0.052215

t-Statistic

-3.498382 2.080995 10.35113 2.220736 4.320877

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob( F-statistic)

• Analisis indeks efisiensi biaya:

Dependent Variable: CT Method: Least Squares Date: 01/19/04 Time: 00:01 Sample: 1987 2001 Included observations: 15

Variable Coefficient

L 0.779173 F 0.285893

DT -0.055590 c 1.125596

R-squared 0.990902 Adjusted R-squared 0.988421 S.E. of regression 0.070323 Sum squared resid 0.054399 Log likelihood 20.86185 Durbin-Watson stat 2.340225

Std. Error t-Statistic

0.093356 8.346220 0.080274 3.561439 0.066163 -0.840203 0.707356 1.591272

Mean dependent var S.D. dependent var Akai!<e info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob( F-statistic)

Pro b.

0.0057 0.0641 0.0000 0.0506 0.0015

10.84455 0.482979

-3.462763 -3.226747 575.1908 0.000000

Prob.

0.0000 0.0045 0.4187 0.1399

15.72487 0.653522

-2.248246 -2.059433 399.3539 0.000000

55

Page 79: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di

Lampiran 8 : Hasil regresi indeks efisiensi teknik vs faktor-faktor internal: 1987-2001

Dependent Variable: INDEKS EFISIENSI TEKNIK(-1) Method: Least Squares Date: 01/03/80 Time: 07:59 Sample(adjusted): 1988 2001 Included observG~tions: 14 after a::ljusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic

FAKTOR BEBAN FAK. KAPASITAS SUSUT ENERGI ELEKTRIFIKASI

UKURAN PEMBKIT PORSI TERMAL

c R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat

0.000915 0.012836

-0.031743 -0.010163 0.182732

-0.015575 0.968506

0.622223 0.298414 0.032505 0.007396 32.95587 2.490015

0.003983 0.004862 0.018016 0.004157 0.074030 0.007858 0.883558

0.229767 2.640158

-1.761891 -2.444665 2.468355

-1.982004 1.096144

Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob( F-statistic)

Prob.

0.8248 0.0334 0.1215 0.0445 0.0429 0.0879 0.3093

0.018306 0.038807

-3.707981 -3.388452 1.921572 0.206339

• L. 9: Hasil regresi indeks efisiensi biaya vs faktor-faktor yang mempengaruhinya: 1987-2001

Dependent Variable: INDEKS EFISIENSI BIAYA Method: Least Squares Date: 01/18/04 Time: 23:41 Sample: 1987 2001 Included observations: 15

Variable

TARIF LISTRIK HARGABBM

LISTRIK SWASTA DEPRESIASI

c R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat

Coefficient

0.005589 -0.000839 -3.28E-08 -1.48E-08 4.488905

0.610633 0.454886 0.047476 0.022540 27.46976 1.753575

Std. Error

0.001472 0.000406 1.48E-08 9.96E-09 0.142667

t-Statistic

3.795562 -2.069026 -2.212386 -1.488287 31.46428

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

Prob.

0.0035 0.0654 0.0514 0.1675 0.0000

5.006124 0.064303

-2.995968 -2.759951 3.920681 0.036273

56

Page 80: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di
Page 81: PENGUKURAN INDEKS EFISIENSI TEKNIK USAHA …perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=... · dengan pendekatan perbaikan institusional atau korporatisasi dan privatisasi BUMN di