pengolahan limbah cair industri secara...
TRANSCRIPT
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC
DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)
Beauty S. D. Dewanti (2309201013)
Pembimbing: Dr. Ir. Tontowi Ismail, MS dan Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja, M.Eng
Laboratorium Teknologi Biokimia
Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
Kata kunci: Membrane Bioreactor (MBR), Aerobic, Anoxic, Sludge Retention Time (SRT), Removal ammonia.
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti kinerja MBR dalam mendegradasi polutan organik dalam air
limbah industri dan pemisahan lumpur yang terjadi, meneliti pengaruh kondisi anoxic terhadap pengurangan kandungan
N dalam air limbah industry, meneliti kinerja MBR dan SMBR terhadap perubahan fluks, dan meneliti pengaruh SRT
terhadap MLSS, COD, dan DO.
Dalam pengolahan limbah, senyawa nitrogen menjadi parameter tingkat pencemaran terhadap lingkungan.
Limbah yang mengandung sejumlah besar senyawa nitrogen khususnya amonia tidak diizinkan dibuang ke lingkungan
secara langsung karena akan berdampak buruk terhadap ekologi dan kesehatan manusia. Pengolahan limbah tersebut
biasanya dilakukan secara konvensional dengan activated sludge. Namun teknologi ini memiliki beberapa kendala,
khususnya pada proses sedimentasi yang membutuhkan waktu lama dan lahan yang luas. Tingginya kandungan amonia
dalam limbah juga dapat menghambat kinerja mikroorganisme. Untuk mengatasinya, digunakan alternatif pengolahan
limbah industri dengan Membrane Bioreactor (MBR) yang dikombinasikan dengan kondisi Anoxic. Penggunaan
membran dapat menyisihkan bahan-bahan organik dan amonia dengan konsentrasi tinggi. Dalam penelitian ini
digunakan lumpur aktif dari pengolahan limbah Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) dan limbah sintetik sebagai
influent MBR. Limbah pada MBR beroperasi pada volume 31,5L. Variabel penelitian adalah konsentrasi COD 3600,
2800 dan 1800 mg/L serta SRT 5, 10 dan 20 hari pada COD 1800 mg/L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja
MBR secara keseluruhan relatif stabil dan baik. % removal COD tertinggi pada permeat diperoleh pada konsentrasi
COD 1800 mg/L yaitu mencapai 90%. Jumlah N total permeat lebih kecil dari 0,5 jumlah N total influent atau %
removal > 50 %, maka proses denitrifikasi dapat dikatakan berhasil. Untuk removal turbidity mencapai 98,47 hingga
98,85%. Pada MBR dari flux 30 L/m2.jam turun menjadi 15,6 L/m
2.jam dalam waktu 25 menit, dibandingkan SMBR
dari flux 27 L/m2 jam turun menjadi 5 L/m2.jam dalam waktu 5 menit.
1. Pendahuluan Pengolahan limbah dengan aerobic activated
sludge (lumpur aktif) merupakan proses biologis
menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi
bahan-bahan organik yang terkandung dalam limbah
cair. Proses lumpur aktif berlangsung dalam bak aerasi
yang dilengkapi bak sedimentasi untuk memisahkan
endapan lumpur dari air limbah yang telah terolah.
Kualitas effluent tergantung pada karakter
mikroorganisme pembentuk lumpur aktif, antara lain
sifat pengendapannya dan kondisi bak sedimentasi
(William, 1999). Proses biologis dalam pengolahan limbah
organik, memerlukan nitrogen (N) dan fosfor (P).
Namun kelebihan N dan P dalam effluent air limbah
akan menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan
yang akan berdampak buruk terhadap keseimbangan
ekologi dan kesehatan manusia. Untuk mengolah
limbah dengan kandungan N dan P yang berlebih
biasanya dilakukan proses activated sludge dilengkapi
proses anoxic.
Proses lumpur aktif relatif sederhana, namun
untuk limbah yang mengandung bahan-bahan organik,
N dan P dengan konsentrasi tinggi, cara pengolahan ini
memiliki beberapa kendala, antara lain berpotensi
menghasilkan ‘bulking sludge’ akibat adanya
mikroorganisme berfilamen dan menghambat proses
sedimentasinya. Demikian juga efisiensi proses akan
menurun bila beban organik limbah yang diolah terlalu
fluktuatif.
Untuk mengatasi kelemahan dari sistem
lumpur aktif konvensional, maka dicoba suatu proses
lumpur aktif yang dilengkapi dengan menggunakan
Submerged Membrane Bioreactor (SMBR). Konsep
SMBR secara teknis hampir sama dengan pengolahan
limbah biologis konvensional, kecuali proses
pemisahan activated sludge dengan effluent yang
dilakukan menggunakan membran filtrasi sebagai
pengganti sedimentasi. Penggunaan Membrane
Bioreactor (MBR) di antaranya mampu mengolah bahan organik dengan konsentrasi yang tinggi dan
beban yang berfluktuasi. Kualitas air effluent akan
meningkat, yang ditandai dengan minimnya kandungan
padatan tersuspensi, virus, dan bakteri didalamnya
(Chang et al, 2002). Beberapa tahun belakangan ini,
integrasi dari proses activated sludge dan SMBR
dikenal sebagai salah satu proses pengolah limbah
inovatif yang berpotensi untuk mendapatkan produk air
ulang (reused) didalam industri (Katayon, 2004).
Beberapa penulis berpendapat bahwa
persoalan fouling pada membran akibat hadirnya
mikroorganisme yang terkait dengan konsentrasi,
ukuran partikel dan produk mikrobial merupakan
kendala operasi SMBR. Berbagai strategi penbersihan
membran telah diusulkan dan dicoba dengan cara mencuci (washing) atau backwashing untuk menjaga
agar flux permeat didalam system MBR terjaga baik.
(B. Marrot, 2004).
Selama ini kontribusi oksigen didalam
membrane bioreactor masih belum banyak dilaporkan,
padahal kehadiran O2 tidak bisa diabaikan begitu saja.
Beberapa peneliti telah menunjukkan makin besar
kehadiran biomasa akan memerlukan suplai O2 yang
lebih banyak., sehingga akan mereduksi kapasitas
aerasi yang telah ada pada system biologis. Lebih
lanjut, bertambahnya konsentrasi suspensi lumpur aktif
akan menyebabkan naiknya viskositas cairannya. Kondisi ini dapat menyebabkan terhambatnya transfer
O2 kedalam air dan selanjutnya kedalam mikroba (B.
Marrot, 2004).
Kendala yang terjadi di dalam pengolahan air
limbah skala industri adalah semakin tinggi konsentrasi
biomassa (MLSS) yang diharapkan akan mampu
mereduksi polutan limbah semakin besar. Namun,
dengan tingginya konsentrasi biomassa akan
menyebabkan menurunnya proses pengadukan oleh
aliran udara/O2, dan terjadinya pengendapan serta mass
flux yang semakin turun karena cepat terjadi fouling pada membrane.
Berdasarkan informasi di atas maka perlu
dilakukan penelitian untuk menyempurnakan kinerja
Submerged Membrane Bioreactor (SMBR) agar
diperoleh kondisi operasi yang lebih menjamin
kelancaran proses pengolahan limbah industri.
2. Metodologi Dalam penelitian ini dilakukan dua tahap,
yaitu tahap pendahuluan dan tahap percobaan utama.
Pada tahap pendahuluan terdiri dari analisa BOD/COD;
N ; P limbah cair industri sintetis, pembibitan, dan
aklimatisasi. Sedangkan tahap percobaan utama
merupakan tahap operasi pengolahan limbah dengan
variabel-variabel yang ditentukan pada MBR.
3. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini mengenai pengolahan limbah
cair industri secara biologis aerobik dan anoxic
dilengkapi membran ultrafiltrasi untuk pemisahan
padatannya, dan disebut Membrane Bioreactor (MBR).
Pengolahan ini diawali dengan menggunakan lumpur
aktif yang berasal dari kolam aerasi pengolahan air
limbah Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER)
untuk memperoleh jumlah lumpur atau mikroba yang
banyak. Limbah cair yang digunakan adalah limbah
sintetis, yang dibuat dari larutan glukosa ditambah
nutrisi N dan P.
3.1 Tahap Pendahuluan
Untuk menyesuaikan kehidupan
mikroorganisme lumpur aktif dengan limbah yang baru
ini dilakukan aklimatisasi agar proses degradasi
berjalan dengan baik. Pada tahap aklimatisasi
dilakukan dengan memisahkan padatan lumpur aktif
dengan airnya, kemudian menambahkan limbah cair
sintetis kedalam padatan lumpur yang telah
terpisahkan, selanjutnya diaerasi. Proses aklimatisasi
ini dilakukan secara batch dalam bak aerasi. Glukosa dari air limbah berguna untuk mensuplay karbon dan
energi didalam proses metabolisme dan
perkembangbiakan mikroorganisme yang terkandung
dalam lumpur aktif. Selain glukosa terdapat nutrien
nitrogen dan fosfor. Unsur nitrogen yang ditambahkan
berasal dari urea, (NH2)2CO, sedangkan untuk
kebutuhan unsur fosfor berasal dari kalium phosphate,
KH2PO4 (Thamer et al., 2008). Kebutuhan glukosa dan
nutrien untuk pertumbuhan biomassa pada lumpur aktif
didekati dengan membuat perbandingan BOD : N : P
pada 100 : 5 : 1 (Wesley, 1989). Selain itu, kondisi
operasi proses aklimatisasi diatur pada temperatur kamar, pH netral dan DO (Dissoveld Oxygen) yang
cukup yaitu > 2 mg/L.
Gambar 3.1 Pengamatan MLSS dan COD (mg/L)
terhadap waktu (hari) pada tahap pembibitan dan
aklimatisasi
Dari gambar 3.1 mengindikasikan bahwa
tahap pembibitan dan aklimatisasi membutuhkan waktu
selama 15 hari. Pada hari ke-2 konsentrasi MLSS
mengalami penurunan, hal ini terjadi karena adanya
mikroorganisme didalam lumpur aktif tersebut ada yang mati, namun setelah itu terjadi kenaikan, yang
berarti terjadi pertumbuhan mikroorganisme. Sampai
dengan hari ke-11 terjadi peningkatan MLSS, yang
relatif stabil dan hal ini menunjukkan bahwa
mikroorganisme dapat beradaptasi dengan limbah
sintetis. Pada tahap ini mikroorganisme dapat
mendegradasi limbah sintetis dengan mudah. Tahap
pembibitan dan aklimatisasi terus dilakukan seiring
dengan meningkatnya konsentrasi MLSS dan
menurunnya konsentrasi COD.
3.2 Tahap Percobaan Utama Dalam penelitian ini, konsentrasi COD yang
digunakan 1800, 2800, dan 3600 mg/L dengan
konsentrasi biomassa (MLSS) 2000-5000 mg/L dan
Sludge Retention Time (SRT) 5, 10, dan 20 hari pada
COD 1800 mg/L. Pengamatan terhadap oksigen
terlarut (DO), SV, dan bioassay juga dilakukan. Untuk
pengamatan DO pada tangki aerobik berkisar antara 4,75 - 5,14 mg/L.
Pada metode utama, memasukkan umpan
yang berupa limbah cair sintesa ke dalam tangki aerasi
berukuran 31,5 liter dengan laju dalam system 31,5
L/hari. Limbah cair tersebut akan didegradasi oleh
mikroba dalam kondisi aerob. Sebagian cairan dari
tangki aerobik dialirkan balik ke tangki anoxic yang
berukuran 10,8 liter dengan rate recycle sebesar 50,4
L/hari. Limbah cair akan overflow masuk ke ruang
yang berisi modul membran dimana sebelumnya sudah mengalami proses pengendapan di area sedimentasi.
Kemudian dilakukan proses filtrasi menggunakan
membran ultrafiltrasi dimana effluent yang keluar
dalam bentuk permeate. Kemudian melakukan analisa
MLSS, MLVSS, DO pada tangki aerob dan melakukan
analisa nitrat, ammonia, dan turbidity setelah membran
serta menganalisa COD sebelum dan sesudah
membran.
Berikut ini kinerja MBR secara umum
berkaitan dengan kemampuan MBR dalam
mendegradasi beban organik.
(a)
(b)
Gambar 3.2 %Removal COD (a) pada tangki aerobik
dan (b) pada permeat
Dari perbandingan antara COD di aerobik dan
permeat disini menunjukan bahwa removal COD di
aerobik dipengaruhi oleh F/M ratio, hal ini dapat
mempengaruhi removal COD permeat. Jika proses di tangki aerobik kurang baik karena ketidakseimbangan
F/M ratio maka proses filtrasi berfungsi untuk
mengurangi padatan tersuspensi.
3.2.1 Pengaruh MLSS & COD terhadap kinerja
MBR
(a)
(b)
(c)
Gambar 3.3 Hubungan COD dan MLSS (mg/L)
terhadap waktu (hari) pada tangki aerobik, pada COD a) 3600, b) 2800, dan c) 1800 mg/L
Pada gambar 3.3 menunjukan konsentrasi
MLSS yang berbeda pada konsentrasi umpan COD
1800 mg/L, COD 2800 mg/L, COD 3600 mg/L. Pada
COD 1800 mg/L dapat ditunjukkan hari ke-1 MLSS
2900 mg/L dan pada hari ke-15 MLSS 3216 mg/L,
memiliki F/M ratio 0,22. Pada COD 2800 mg/L dapat
ditunjukkan hari ke-1 MLSS 2700 mg/L dan pada hari
ke-15 MLSS 3245 mg/L, memiliki F/M ratio 0,36.
Pada COD 3600 mg/L dapat ditunjukkan hari ke-1 MLSS 2600 mg/L dan pada hari ke-15 MLSS 3166
mg/L, memiliki F/M ratio 0,42. Konsentrasi MLSS
yang berbeda dapat mempengaruhi metabolisme
mikroorganisme yang berkembangbiak pada tangki
aerobik. Metabolisme mikroorganisme dipengaruhi
oleh F/M ratio, dimana F/M ratio merupakan
perbandingan antara substrat sebagai sumber energi
juga karbon yang dibutuhkan oleh pertumbuhan
mikroorganisme dengan jumlah mikroorganisme.
3.2.2 Pengaruh Variasi Sludge Retention Time
(SRT)
Removal Chemical Oxygen Demand (COD, mg/L)
Gambar 3.4 % Removal COD pada SRT 5 Hari
Pada SRT 5 hari diperoleh % removal COD
61,22 - 68,33 % untuk effluent tanpa membran dan %
removal COD 62,33 - 69,44 % untuk effluent
menggunakan membran.
Gambar 3.5 % Removal COD pada SRT 10 Hari
Pada SRT 10 hari % removal COD 63,83 –
88,89 % untuk effluent tanpa membran dan % removal
COD 65,11– 90,00 % untuk effluent menggunakan
membran.
Gambar 3.6 % Removal COD pada SRT 20 Hari
Dan pada SRT 20 hari % removal COD 68,17
– 85,83 % untuk effluent tanpa membran dan %
removal COD 68,89 – 87,22 % untuk effluent
menggunakan membran.
Removal N-NH3
Gambar 3.7 % Removal NH3 pada SRT 5 Hari
Gambar 3.7 menunjukkan bahwa pada SRT 5
hari berkemampuan untuk mengilangkan amonia
hingga 70,51 %. Kondisi ini dicapai pada hari ke-12
setelah kondisi relatif konstan.
Gambar 3.8 % Removal NH3 pada SRT 10 Hari
Dan gambar 3.8 menunjukkan bahwa pada
SRT 10 hari berkemampuan untuk mengilangkan
amonia hingga 90,69 %. Kondisi ini dicapai pada hari
ke-12 setelah kondisi relatif konstan.
Gambar 3.9 % Removal NH3 pada SRT 20 Hari
Sedangkan pada gambar 3.9 menunjukkan
bahwa pada SRT 20 hari berkemampuan untuk
mengilangkan amonia hingga 76,72 %. Kondisi ini
dicapai pada hari ke-17 setelah kondisi relatif konstan.
Dapat disimpulkan bahwa pada SRT 10 hari
memberikan penurunan ammonia yang lebih baik
dibandingkan pada SRT 5 dan 20 hari.
56
58
60
62
64
66
68
70
72
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
% R
em
ov
al C
OD
Waktu (Hari)
Tanpa membran Menggunakan membran
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
% R
em
ov
al C
OD
Waktu (Hari)
Tanpa membran Menggunakan membran
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
% R
em
ov
al C
OD
Waktu (Hari)
Tanpa membran Menggunakan membran
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
% R
em
ov
al
Am
mo
nia
Waktu (Hari)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
% R
em
ov
ala
mo
nia
Waktu (Hari)
0
20
40
60
80
100
1 3 5 7 9 11 13 15 17
% R
em
ov
ala
mo
nia
Waktu (Hari)
Removal N-NO3
Gambar 3.10 % Removal Nitrat pada SRT 5 Hari
Gambar 3.10 menunjukkan bahwa pada SRT
5 hari berkemampuan untuk mengilangkan nitrat
hingga 69,05 %. Kondisi ini dicapai pada hari ke-12
setelah kondisi relatif konstan.
Gambar 3.11 % Removal Nitrat pada SRT 10 Hari
Dan gambar 3.11 menunjukkan bahwa pada
SRT 10 hari berkemampuan untuk mengilangkan nitrat
hingga 90,48 %. Kondisi ini dicapai pada hari ke-12
setelah kondisi relatif konstan.
Gambar 3.12 % Removal Nitrat pada SRT 20 Hari
Sedangkan pada gambar 3.12 menunjukkan
bahwa pada SRT 20 hari berkemampuan untuk
mengilangkan amonia hingga 80,95 %. Kondisi ini
dicapai pada hari ke-17 setelah kondisi relatif konstan.
Dari data di atas diketahui bahwa pada SRT 10 hari memberikan penurunan nitrat yang lebih baik
dibandingkan pada SRT 5 dan 20 hari. Ini
menunjukkan bahwa proses denitrifikasi di tangki
anoxic cukup berhasil, karena sisa nitrat di dalam
permeat relatif sedikit dimana ditunjukkan dengan
removal nitrat hingga 90,48 %.. Hal ini ditunjukkan
dengan semakin tingginya removal nitrat yang
dihasilkan dan produk permeat yang dihasilkan oleh
pengolahan limbah mengandung kadar nitrat yang
rendah. Jika jumlah N yang keluar lebih kecil dari 0,5
jumlah N yang masuk, maka proses denitrifikasi
dikatakan berhasil. Tetapi jika jumlah N yang keluar
lebih besar daripada jumlah N yang masuk maka proses denitrifikasi tidak berjalan dengan baik di tangki
anoxic.
Unjuk Kerja Membran
Untuk kinerja membran pada sistem SMBR,
terjadi penurunan fluks dan memerlukan waktu
backwasing dengan jarak yang relatif singkat.
Sedangkan untuk kinerja membran pada sistem MBR,
penurunan fluks dan memerlukan waktu backwashing
dengan jarak yang agak lama seperti hasil uji berikut
ini :
Gambar 3.13 Flux (L/m2.jam) dengan Waktu (menit)
Pada MBR dan SMBR
Dari gambar 3.13 diketahui bahwa fluks
sistem SMBR adalah 5,4-27 L/m2.jam lebih kecil dari
sistem MBR yang mempunyai fluks 12,6-30 L/m2.jam,
artinya dalam waktu 1 jam membrane pada sistem
MBR dapat menghasilkan permeat sebenyak 30 L.
Pada sistem SMBR, terjadi penurunan yang signifikan pada menit ke lima yaitu dari 27 L/m
2.jam menjadi 9
L/m2.jam sedangkan pada sistem MBR penurunan
terjadi bertahap dan dengan jarak yang relative kecil
yaitu dari fluks 30 L/m2.jam menjadi 27,6 L/m
2.jam
pada menit ke lima. Fluks kembali semula setelah
dilakukan backwashing setiap 30 menit sekali untuk
mencapai fluks 27 L/m2.jam pada sistem SMBR dan
mencapai 30 L/m2.jam pada sistem MBR. Flux
semakin turun disebabkan adanya penyumbatan akibat
partikel-partikel yang terakumulasi pada lapisan
permukaan membran. Dapat dilihat bahwa dengan adanya backwashing dapat menaikkan flux membran
meskipun tidak sampai pada kondisi awal. Kenaikan
flux tidak dapat kembali seperti kondisi awal
dikarenakan masih ada penyumbatan yang tidak bisa
hilang dengan cara backwashing.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
% R
em
ov
al
Nit
rat
Waktu (Hari)
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
% R
em
ov
alN
itra
t
Waktu (Hari)
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
% R
em
ov
al
waktu (Hari)
0
5
10
15
20
25
30
35
0 20 40 60 80 100
Flu
x (L
/m2
.ja
m)
Waktu (menit)
MBR
SMBR
Turbidity
Turbidity dengan satuan NTU (Nephelometric
Turbidity Unit) menunjukkan kekeruhan dari suatu
sampel air, dimana pada penelitian ini air limbah dalam
tangki aerobik dan air permeat di analisa kekeruhannya
dengan alat Turbidity meter.
Gambar 3.14 %Removal turbidity (NTU) dengan
waktu (hari) pada SRT 5, 10, dan 20 hari
Gambar 3.14 di atas menunjukkan bahwa
dengan pengolahan limbah menggunakan lumpur aktif
dan membran ultrafiltrasi dapat mengurangi kekeruhan
air limbah yaitu 62 % pada SRT 5 hari, 69 % pada SRT
10 hari dan 75,789 % pada SRT 20 hari.
(a) (b) (c)
Gambar 3.15 Limbah Cair (a) Setelah Dilakukan
Penyaringan Dengan Membran (b) Pada saat berada di
ruang membrane (c) Sebelum Dilakukan Penyaringan
Dengan Membran
Dari gambar 3.15 diketahui perbedaan hasil
setelah dilakukan penyaringan dengan membran, pada
saat di ruang membran, dan pada saat di tangki aerobik.
Identifikasi Mikroorganisme
Pemahaman terhadap spesies mikrobiologi
merupakan kunci dasar sebagai efisiensi proses dan
pemeliharaan berbagai rancangan pengolahan secara biologis pada proses lumpur aktif. Keberadaan rotifer
mengindikasikan air limbah yang diolah secara
biologis berlangsung dengan baik. Pada umumnya
kehidupan mikroorganisme dalam proses lumpur aktif
sangat sensitif terhadap lingkungan mereka misalnya
pH, suhu, dissolved oxygen (DO) dan bahan-bahan
inhibitor atau beracun. Secara umum, kegiatan
mikroorganisme dalam proses biologis akan menurun
saat suhu turun, yang akibatnya akan mengakibatkan
penurunan efisiensi penyisihan COD. (William, 1999)
Gambar 3.16 Mikroorganisme Lumpur Aktif
Gambar 3.16 menunjukan mikroorganisme
yang terdapat dalam tangki aerobik merupakan bakteri
dan protozoa. Umumnya identifikasi dilakukan pada
saat biomassa masih muda atau sedang berkembang
biak. Bakteri sebagai mikroorganisme yang paling
dominan dengan ukuran mikron. Protozoa dapat digunakan sebagai indikator biologi kondisi lumpur
aktif dengan sistem aerobik.. Pada proses pengolahan
air limbah bahan organik semakin menurun sedangkan
komposisi biomassa akan berubah.
4. Kesimpulan
1. Removal COD dipengaruhi oleh konsentrasi
MLSS dari 2000-5000 mg/L dan konsentrasi DO >
2 mg/L sedangkan removal amonia dan nitrat
dipengaruhi oleh kondisi anoxic.
2. Pada penelitian diketahui bahwa penurunan COD
dari awal umpan 3600 mg/L menjadi 520,4 mg/L,
2800 mg/L menjadi 432,4 mg/L dan 1800 mg/L
menjadi 376 mg/L pada tangki aerobik. Dan dengan menggunakan membran dapat diturunkan
lagi menjadi 473, 281, dan 180 mg/L.
3. Kondisi terbaik diperoleh pada SRT 10 hari, yaitu
pada proses aerobik maupun proses filtrasi
membran, dimana % removal COD sebesar
90,11%, % removal amonia sebesar 90,69%, dan
% removal nitrat sebesar 90,48 % dengan F/M
ratio sebesar 0,22 kg BOD/ kg MLSS.hari.
4. Jumlah N total permeat lebih kecil dari 0,5 jumlah
N total influent atau % removal > 50 % yaitu
mencapai 70,51% pada SRT 5 hari, 90,69% pada SRT 10 hari dan 76,72% pada SRT 20 hari, maka
proses denitrifikasi dapat dikatakan berhasil.
5. MBR (Membrane Bioreactor) dapat menurunkan
turbidity pada SRT 5 hari sebesar 61,765 %, pada
SRT 10 hari sebesar 68,75 %, dan pada SRT 20
hari sebesar 76,26 %.
6. Dengan menggunakan membran ultrafiltrasi
didapatkan flux membran pada sistem MBR
sebesar 12,6 – 30 L/m2jam dan pada sistem SMBR
sebesar 5,4 - 27 L/m2jam.
Daftar Pustaka
Chang, I., Clech, Le P., Jefferson, Bruce., dan Judd, S
(2002), “Membrane Fouling in Membrane
Bioreactors for Wastewater Treatment”, Journal
of Environmental Engineering, Vol.128, No. 11.
Kusworo, T.D., Handayani, N.A., dan Widiasa, I.N (2009), “Aplikasi eksternal membran bioreactor
untuk penyisihan ammonia dari limbah-limbah
industri”, SNTKI 2009.
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
% R
em
ov
al
Tu
rbid
ity
Waktu (Hari)
SRT 5 Hari SRT 10 Hari SRT 20 Hari
Liang, Shuang (2006), “Soluble Microbal Products
in Membrane Bioreactor Operation : Behaviors,