penggunaan uv-vis spectroscopy dan metode simca …digilib.unila.ac.id/59393/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
i
PENGGUNAAN UV-VIS SPECTROSCOPY DAN METODE SIMCA
UNTUK IDENTIFIKASI MADU LEBAH HUTAN (Apis dorsata)
BERDASARKAN SUMBER NEKTAR
(Skripsi)
Oleh
RIZKI FIRMANSYAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ii
ABSTRAK
PENGGUNAAN UV-VIS SPECTROSCOPY DAN METODE SIMCA
UNTUK IDENTIFIKASI MADU LEBAH HUTAN (Apis dorsata)
BERDASARKAN SUMBER NEKTAR
Oleh
RIZKI FIRMANSYAH
Nilai jual madu hutan ditentukan oleh kemurnian pada madu, akan tetapi banyak
terjadi proses pencampuran pada madu hutan murni, pencampuran pada madu
bukan hanya penambahan bahan-bahan lain seperti air, sukrosa, fruktosa maupun
zat warna, tetapi juga dapat berupa pencampuran dengan jenis madu lain.
Penelitian identifikasi madu hutan Apis dorsata asal Indonesia menggunakan UV-
Vis Spectroscopy dan metode SIMCA belum pernah dilakukan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi tiga jenis madu hutan Apis dorsata berdasarkan
sumber nektar dengan menggunakan UV-Vis Spectroscopy dan metode soft
independent modelling of class analogy (SIMCA).
Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 100 sampel madu uniflora durian
(MUD), 100 sampel madu multiflora (MM), dan 100 sampel madu uniflora akasia
(MUA). Sampel madu dipanaskan terlebih dahulu dengan menggunakan
waterbatch pada suhu 60 ℃ selama 30 menit, kemudian 1 ml sampel madu
diencerkan dengan aquades sejumlah 20 ml dan diaduk selama 10 menit
iii
menggunakan magnetic stirrer. Selanjutnya 2 ml sampel hasil pengenceran
dimasukkan ke dalam kuvet dan diambil data spektranya sebanyak 2 kali
pengulangan dengan menggunakan UV-Vis Spectrometer (UV-Vis Genesys 10s,
Thermo Scientific, USA) pada panjang gelombang 190 – 1100 nm. Kemudian
data spektra yang diperoleh dianalisis menggunakan metode PCA dan SIMCA
menggunakan software The Unscrambler versi 9.2.
Hasil klasifikasi menunjukkan bahwa PCA dan SIMCA mampu mengidentifikasi
MUD, MM dan MUA. Hasil analisis PCA terbaik diperoleh melalui proses
perbaikan spektra, dengan menggunakan metode perbaikan spektra kombinasi
multiplicative scatter correction (MSC) dan moving average 9 segmen, pada
panjang gelombang 190 – 1100 nm (panjang gelombang penuh). Pada
pengembangan model spektra kombinasi MSC dan moving average 9 segmen
menghasilkan nilai PC1 sebesar 86% dan PC2 sebesar 12%. Sedangkan untuk
klasifikasi model SIMCA MUD dengan model SIMCA MM diperoleh nilai
akurasi, nilai sensitivitas, dan nilai spesifisitas sebesar 100% dengan nilai false
alarm rate 0%. Pada model SIMCA MUD dengan model SIMCA MUA
diperoleh nilai akurasi, nilai sensitivitas, dan nilai spesifisitas sebesar 100%
dengan nilai false alarm rate 0%. Pada klasifikasi model SIMCA MM dengan
model SIMCA MUA diperoleh nilai akurasi, nilai sensitivitas, dan nilai
spesifisitas sebesar 100% dengan nilai false alarm rate 0%. Berdasarkan analisis
kurva ROC seluruh klasifikasi yang dibangun dapat dinyatakan sebagai excellent
classification.
Kata kunci : Madu, UV-Vis Spectrometer, Principal Component Analysis (PCA),
Soft Independent Modelling of Class Analogy (SIMCA), Receiver
Operating Characteristic (ROC).
iv
ABSTRACT
THE USE OF UV VIS SPECTROSCOPY AND SIMCA METHOD TO
IDENTIFY APIS DORSATA HONEY BASED ON SOURCE OF NECTAR
By
RIZKI FIRMANSYAH
The value of forest honey is determined by the purity of honey, however there is a
lot of mixing in pure honey, mixing in forest honey is not only the addition of
other ingredients such as water, sucrose, fructose or dyes, but also in the form of
mixing with other types of honey. Research on identification of Apis dorsata
forest honey from Indonesia using UV-Vis Spectroscopy and SIMCA methods
has never been done. The purpose of this research to identify three types of Apis
dorsata forest honey based on nectar sources using UV-Vis Spectroscopy and
SIMCA method.
The number of samples used were 100 samples of durian uniflora honey (MUD),
100 samples of multiflora honey (MM), and 100 samples of acacia uniflora honey
(MUA). The honey sample is preheated using a waterbatch at 60 ℃ for 30
minutes, then 1 ml of the honey sample is diluted with 20 ml of distilled water and
stirred for 10 minutes using a magnetic stirrer. Furthermore, 2 ml of the sample
v
that has been diluted, put in a cuvette and the spectral data taken 2 times with the
use of UV-Vis Spectrometers (UV-Vis Genesys 10s, Thermo Scientific, USA) at
a wavelength of 190-1100 nm with the amount. Then the spectra data obtained
were analyzed using the PCA and SIMCA methods using The Unscrambler
software version 9.2.
The result of absorbance data is processed with the unscrambler version 9.2
software. The classification results show that PCA and SIMCA are able to
identify MUD, MM and MUA. The best PCA analysis results are obtained
through a spectral repair process, using a combination of multiplicative scatter
correction (MSC) and 9 segment moving average spectra correction methods, at a
wavelength of 190-1100 nm (full wavelength). In the development of MSC and 9
segment moving average spectra models, PC1 values of 86% and PC2 of 12%. As
for the classification of the SIMCA MUD model with the SIMCA MM model, the
accuracy value, sensitivity value, and specificity value are 100% with a false
alarm rate of 0%. In the SIMCA MUD model with the SIMCA MUA model,
values of accuracy, sensitivity and specificity values of 100% were obtained with
a false alarm rate of 0%. In the classification of the SIMCA MM model with the
SIMCA MUA model, values of accuracy, sensitivity and specificity values of
100% were obtained with a false alarm rate of 0%. Based on ROC curve analysis,
all classifications built can be stated as excellent classification.
Keywords : Honey, UV-Vis Spectrometer, Principal Component Analysis (PCA),
Soft Independent Modelling of Class Analogy (SIMCA), Receiver
Operating Characteristic (ROC).
vi
PENGGUNAAN UV-VIS SPECTROSCOPY DAN METODE SIMCA
UNTUK IDENTIFIKASI MADU LEBAH HUTAN (Apis dorsata)
BERDASARKAN SUMBER NEKTAR
Oleh
RIZKI FIRMANSYAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
vii
Judul Skripsi : PENGGUNAAN UV-VIS SPECTROSCOPY
DAN METODE SIMCA UNTUK
IDENTIFIKASI MADU LEBAH HUTAN (Apis
dorsata) BERDASARKAN SUMBER NEKTAR
Nama : Rizki Firmansyah
Nomor Pokok Mahasiswa : 1514071016
Jurusan : Teknik Pertanian
Fakultas : Pertanian
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Agr. Sc. Diding Suhandy, S.TP., M.Agr Ir. Iskandar Zulkarnain M.Si.
NIP. 197803032001121001 NIP. 196109041986031003
Ketua Jurusan Teknik Pertanian
Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P.
NIP. 196505271993031002
viii
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Agr. Sc. Diding Suhandy, S.TP., M.Agr........................
Sekretaris : Ir. Iskandar Zulkarnain, M.Si. ........................
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Tamrin, M.S. .......................
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si.
NIP 196110201986031002
Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 09 September 2019
ix
PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA
Saya adalah Rizki Firmansyah NPM 1514071016, dengan ini menyatakan bahwa
apa yang tertulis dalam karya ilmiah ini adalah hasil karya saya yang dibimbing
oleh Komisi Pembimbing, Dr. Agr. Sc. Diding Suhandy, S.TP., M.Agr. dan
Ir. Iskandar Zulkarnain, M.Si. Berdasarkan pada pengetahuan dan informasi
yang telah saya peroleh. Karya ilmiah ini berisi material yang dibuat sendiri dan
beberapa hasil rujukan sumber lain (buku, jurnal, skripsi, thesis, makalah, dll)
yang telah dipublikasikan sebelumnya atau dengan kata lain bukanlah hasil dari
plagiat karya orang lain.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dan dapat dipertanggungjawabkan
sebagaimana mestinya. Apabila di kemudian hari terdapat kecurangan dalam
karya ini, maka saya siap mempertanggungjawabkannya.
Bandar Lampung, 07 Oktober 2019
Yang Membuat Pernyataan
Rizki Firmansyah
NPM. 1514071016
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjar Agung, Kecamatan Buay
Rawan, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan,
Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 06 Januari
1997, putra pertama dari dua bersaudara keluarga dari
Bapak Baijuri dan Ibu Nik Matus Soleha. Pendidikan
Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri Banjar
Agung pada tahun 2009. Sekolah Menengah Pertama
(SMP) diselesaikan di MTs Negeri 1 Muaradua pada tahun 2012. Sekolah
Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 1 Muaradua pada tahun
2015.
Tahun 2015, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur tes Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis
terdaftar aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Persatuan Mahasiswa Teknik
Pertanian (PERMATEP) sebagai Anggota Bidang Pengabdian Masyarakat pada
periode 2016-2017 dan menjadi Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat
PERMATEP pada periode 2017-1018, penulis juga terdaftar aktif di Unit
xi
Kegiatan Mahasiswa Pusat Informasi Konseling Mahasiswa (PIK-M RAYA)
Universitas Lampung sebagai Anggota Divisi Hubungan Masyarakat pada periode
2016-2017. Penulis juga aktif di lembaga ikatan mahasiswa teknik pertanian
indonesia dengan pernah mengikuti dua kali kongres di universitas jember dan
unsri serta menjadi pimpinan sidang pada kongres
Pada tanggal 22 Januari-2 Maret 2018, penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata
(KKN) di Pekon Karang Rejo, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus
selama 40 hari kerja dengan tema “Pariwisata dan Pengentasan Desa
Tertinggal”. Pada tanggal 17 Juli- 19 Agustus 2018, penulis melaksanakan
Praktek Umum (PU) selama 30 hari kerja di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia (PUSLITKOKA, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur dengan tema
“Mempelajari Kinerja Mesin Pembububuk (Grinder) Kopi Di Pusat
Penelitian Kopi Dan Kakao Indonesia Jember - Jawa Timur”.
i
Persembahan
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan, kemudahan seta keberkahan
dalam setiap langkah dan perjuangan
Kupersembahkan karya ini kepada :
Kedua orangtuaku
Ayah (Baijuri) dan Ibu (Nik Matus Soleha) yang selalu
memberiku Semangat, Do’a, Nasihat, dan Kasih Sayang serta
Pengorbanan yang tak tergantikan untuk menjalani rintangan
yang ada didepanku.
Adikku
Rahma Meiliyanti yang telah memberikan Do’a dan
Semangat untukku.
i
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir perkuliahan dalam penyusunan
skripsi ini. Sholawat teriring salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Rasul
Nabi Muhammad SAW dan keluarga serta para sahabatnya, Aamiin. Skripsi yang
berjudul “Penggunaan UV-Vis Spectroscopy dan Metode SIMCA untuk
Identifikasi Madu Lebah Hutan (Apis dorsata) Berdasarkan Sumber
Nektar”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian (S.T.P) di Universitas Lampung.
Penulis menyadari dan memahami dalam penyusunan skripsi ini begitu banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Ucapan terima kasih, penulis sampaikan
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, bimbingan, dan
arahan dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
yang telah membantu dalam administrasi skripsi ini.
2. Dr. Ir. Agus Haryanto, M.S., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian,
Universitas Lampung.
ii
3. Dr. Agr. Sc. Diding Suhandy, S.T.P., M.Agr., selaku Dosen Pembimbing
Utama yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memotivasi dan
memberikan saran selama proses penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
4. Ir. Iskandar Zulkarnain, M.Si., selaku pembimbing kedua sekaligus
Pembimbing Akademik (PA) selama menempuh pendidikan di jurusan Teknik
Pertanian, yang telah memberikan berbagai masukan dan bimbingannya dalam
penyelesaian skripsi ini serta motivasi dan dorongannya selama penulis
menempuh pendidikan di jurusan Teknik Pertanian.
5. Dr. Ir. Tamrin, M.S., selaku pembahas yang telah memberikan saran dan
masukan sebagai perbaikan selama penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
7. Rumah Madu yang telah menyediakan sampel dan membantu kelancaran
penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
8. Ayahku Baijuri, Umakku Nik Matus Soleha dan Adikku Rahma Meiliyanti
serta semua keluarga tercinta yang telah memberikan kasih sayang, dukungan
moral, material dan Do’a selama ini.
9. Hamimatu Zahrok S.T.P. yang selalu memberikan semangat dalam
menjalankan hari-hariku terutama untuk skiripsi ini.
10. Teman-teman seperjuangan skripsi dan bimbingan Mimah, Hammam, Febri,
dan Rio.
11. Teman-teman squad Praktik Umum Pulit KokaYudha, Mimah dan Riski.
12. Komti dan wakomti TEP 2015 Aan Kurniawan dan Aditya Haidar
Primandoko
13. Kawan masak, makan, maen dll Mimah, Shela, Widi, Rita, Empit.
iii
14. Kawan-kawan Bintang, Tama, Hammam, Febri, Aan, Adit, Cus, Hendri,
Andika, Tupis, Tiyaz, Fauzan, Abel, Ipang, Sani, Rio, Irfan, Chandra, Jova,
Regif yang telah mendukung terselesaikannya skripsi ini dan mendukung
kehidupan penulis selama di kampus baik itu contekan, tempat minep dll.
15. Teman-teman seperjuangan Teknik Pertanian 2015 yang telah memberikan
semangat, dukungan, dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Bapak, Ibu, serta rekan-rekan
sekalian, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dimasa yang akan datang.
Bandar Lampung, September 2019
Rizki Firmansyah
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6
1.5 Hipotesis .................................................................................................... 6
1.6 Batasan Masalah ........................................................................................ 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 8 2.1 Klasifikasi Lebah Madu ............................................................................ 8
2.2 Madu .......................................................................................................... 9
2.3 Karakteristik Fisis Madu ........................................................................... 10
2.4 Komposisi dan Kandungan Madu ............................................................. 13
2.5 Jenis-jenis Madu ........................................................................................ 15
2.6 Manfaat Madu ........................................................................................... 16
2.7 UV-Vis Spectroscopy ................................................................................. 17
2.8 Metode Kemometrika ................................................................................ 21
2.8.1 Principal Component Analysis (PCA) ................................................ 22
2.8.2 Soft independent modelling of class analogy (SIMCA) ..................... 26
2.8.3 Matriks Konfusi (Confusion Matrix) .................................................. 27
2.8.4 Metode Pretreatment Spektra ............................................................. 28
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 33 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 33
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................... 33
3.3 Prosedur Penelitian .................................................................................... 33
3.3.1 Persiapan Alat ..................................................................................... 35
3.3.2 Prosedur Persiapan Bahan .................................................................. 35
3.3.3 Pengambilan Spektra dengan Spektrofotometer ................................. 39
3.3.4 Membuat dan Menguji Model ............................................................ 41
v
3.4 Analisis Data ............................................................................................. 41
3.5 Principal Component Analysis (PCA)....................................................... 41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 46 4.1 Analisis Spektra Madu Menggunakan Data Spektra Original pada
Panjang Gelombang 190-1100 nm ............................................................ 46
4.2 Hasil Principal Component Analysis (PCA) Menggunakan Spektra
Original pada Panjang Gelombang 190 – 1100 nm ................................... 49
4.3 Model Soft Independent Modelling of Class Analogy (SIMCA)
Menggunakan Spektra Original pada Panjang Gelombang
190-1100 nm .............................................................................................. 54
4.4 Klasifikasi Menggunakan Data Spektra Original pada Panjang
Gelombang 190-1100 nm .......................................................................... 57
4.5 Analisis Transformasi pada Spektra Original pada Panjang
Gelombang 190-1100 nm. ......................................................................... 81
4.6 Analisis Spektra Madu Menggunakan Data Spektra MSC +
Moving Average 9 Segmen pada Panjang Gelombang 190-1100 nm ....... 86
4.7 Hasil Principal Component Analysis (PCA) Menggunakan Spektra
MSC+Moving Average 9 Segmen pada Panjang Gelombang
190-1100 nm .............................................................................................. 88
4.8 Model Soft Independent Modelling of Class Analogy (SIMCA)
Menggunakan Spektra Kombinasi MSC dan Moving Average
9 Segmen pada Panjang Gelombang 190-1100 nm ................................... 92
4.9 Klasifikasi Model SIMCA Menggunakan Spektra Kombinasi
MSC dan Moving Average 9 Segmen pada Panjang Gelombang
190-1100 nm. ............................................................................................. 95
V. SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 117 5.1 Simpulan ................................................................................................... 117
5.2 Saran ......................................................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 119
LAMPIRAN ...................................................................................................... 125
Tabel (24 - 26) .................................................................................................... 126
Gambar (44 - 54) ................................................................................................ 143
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan Madu ........................................................................................ 14
2. Kandungan Nutrisi Madu ............................................................................ 15
3. Matriks Konfusi .......................................................................................... 27
4. Penomoran Sampel ..................................................................................... 38
5. Hasil Klasifikasi Model SIMCA MUD dengan Model
SIMCA MM Menggunakan Spektra Original pada Panjang
Gelombang 190-1100 nm. .......................................................................... 60
6. Confusion Matrix Model SIMCA MUD dengan Model
SIMCA MM Menggunakan Spektra Original pada Panjang
Gelombang 190-1100 nm. .......................................................................... 63
7. Hasil Tingkat Spesifisitas dan Sensitivitas pada Hasil
Klasifikasi MUD dengan MM Menggunakan Spektra Original
pada Panjang Gelombang 190-1100 nm pada Beberapa Level .................. 66
8. Hasil Klasifikasi Model SIMCA MUD dengan MUA Menggunakan
Spektra Original pada Panjang Gelombang 190-1100 nm. ........................ 68
9. Confusion Matrix Model SIMCA MUD dan Model
SIMCA MUA Menggunakan Spektra Original pada Panjang
Gelombang 190-1100 nm. .......................................................................... 70
10. Hasil Tingkat Spesifisitas dan Sensitivitas pada Hasil
Klasifikasi MUD dengan MUA Menggunakan Spektra Original
pada Panjang Gelombang 190-1100 nm pada Beberapa Level .................. 72
11. Hasil Klasifikasi Model SIMCA MM dengan MUA Menggunakan
Spektra Original pada Panjang Gelombang 190-1100 nm. ........................ 75
vii
12. Confusion Matrix Model SIMCA MM dan Model
SIMCA MUA Menggunakan Spektra Original pada Panjang
Gelombang 190-1100 nm. .......................................................................... 76
13. Hasil Tingkat Spesifisitas dan Sensitivitas pada Hasil
Klasifikasi MM dengan MUA Menggunakan Spektra Original
pada Panjang Gelombang 190-1100 nm pada Beberapa Level .................. 79
14. Hasil Perbaikan Spektra Original dengan Menggunakan Beberapa
Perlakuan pada Panjang Gelombang 190-1100 nm. ................................... 82
15. Hasil Klasifikasi Model SIMCA MUD dengan Model
SIMCA MM Menggunakan Spektra Kombinasi MSC dan
Moving Average 9 Segmen pada Panjang Gelombang 190-1100 nm. ........ 96
16. Confusion Matrix Model SIMCA MUD dengan MM
Menggunkan Spektra MSC dan Moving Average 9 Segmen
pada Panjang Gelombang 190-1100 nm. .................................................... 98
17. Hasil Tingkat Spesifisitas dan Sensitivitas pada Hasil Klasifikasi
MUD dengan MM Menggunakan Spektra MSC dan Moving
Average 9 Segmen pada Panjang Gelombang 190-1100 nm
pada Beberapa Level ................................................................................... 101
18. Hasil Klasifikasi Model SIMCA MUD dengan Model
SIMCA MUA Menggunakan Spektra Kombinasi MSC dan
Moving Average 9 Segmen pada Panjang Gelombang 190-1100 nm. ........ 103
19. Confusion Matrix Model SIMCA MUD dengan MUA
Menggunakan Spektra MSC dan Moving Average 9 Segmen
pada Panjang Gelombang 190-1100 nm. .................................................... 105
20. Hasil Tingkat Spesifisitas dan Sensitivitas pada Hasil
Klasifikasi MUD dengan MUA Menggunakan Spektra
MSC + Moving Average 9 Segmen pada Panjang Gelombang
190-1100 nm pada Beberapa Level ............................................................ 108
21. Hasil Klasifikasi Model SIMCA Madu Multiflora (MM)
dengan Model SIMCA Madu Uniflora Akasia (MUA) Menggunakan
Spektra Kombinasi MSC dan Moving Average 9 Segmen
pada Panjang Gelombang 190-1100 nm. .................................................... 110
22. Confusion Matrix Model SIMCA MM dengan MUA Menggunakan
Spektra MSC dan Moving Average 9 Segmen pada Panjang
Gelombang 190-1100 nm. .......................................................................... 112
viii
23. Hasil Tingkat Spesifisitas dan Sensitivitas pada Hasil Klasifikasi
MM dengan MUA Menggunakan Spektra MSC + Moving
Average 9 Segmen pada Panjang Gelombang 190-1100 nm
pada Beberapa Level ................................................................................... 114
24. Daftar Istilah (Camo, 2006., Lavine, 2009.) ............................................... 126
25. Hasil Identifikasi PCA Menggunakan Data Spektra Original
Pada Panjang Gelombang 190-1100 nm Dalam
Bentuk Angka (Numeric). ........................................................................... 128
26. Hasil Diskriminasi PCA pada Spektra Kombinasi MSC dan
Moving Average 9 Segmen Dalam Bentuk Angka (Numeric). ................... 135
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Prinsip Kerja UV-Vis Spectrophotometer ................................................... 20
2. Prinsip PCA ................................................................................................ 23
3. Plot Score dan Loading pada PCA .............................................................. 24
4. Diagram Alir Prosedur Penelitian ............................................................... 34
5. Proses Pemanasan Madu dengan Water Batch pada Suhu 60 oC ................ 36
6. Proses Pengenceran Sampel ........................................................................ 37
7. Proses Pengadukan Sampel dengan Menggunakan Magnetic Stirer .......... 37
8. Pengukuran Spektra Sampel dengan UV-Vis Spectroscopy jenis
Geneysis10S UV-Vis pada Panjang Gelombang 190-1100 nm. .................. 38
9. Diagram Alir Persiapan Bahan ................................................................... 39
10. Diagram Proses Pengambilan Spektra ........................................................ 40
11. Cara Mengimport Data dari Microsoft Excel ke The Unscrambler 9.2. ..... 42
12. Cara Mentranspose Data pada The Unscrambler 9.2. ................................ 43
13. Cara Membuat Kolom Category Variable. ................................................. 43
14. Menu Edit Set. ............................................................................................ 44
15. Identifikasi Nilai PCA ................................................................................. 45
16. Tampilan Menu PCA ................................................................................. 45
17. Sampel Madu Uniflora Durian (MUD), Madu Uniflora Akasia (MUA)
dan Madu Multiflora (MM) ........................................................................ 47
x
18. Grafik Nilai Rata-rata Spektra Original Pada Panjang Gelombang
190-1100 nm ............................................................................................... 48
19. Hasil PCA Menggunakan Spektra Original pada Panjang
Gelombang 190-1100 nm. .......................................................................... 52
20. Grafik X-loading PC1 Hasil Analisis PCA 600 Data Menggunakan
Spektra Original pada Panjang Gelombang 190-1100 nm. ........................ 53
21. Grafik X-loading PC2 Hasil Analisis PCA 600 Data Menggunakan
Spektra Original pada Panjang Gelombang 190-1100 nm. ........................ 54
22. Model SIMCA Sampel MUD Menggunakan Spektra Original pada
Panjang Gelombang 190-1100 nm. ............................................................. 55
23. Model SIMCA Sampel MM Menggunakan Spektra Original pada
Panjang Gelombang 190-1100 nm. ............................................................. 56
24. Model SIMCA Sampel MUA Menggunakan Spektra Original pada
Panjang Gelombang 190-1100 nm. ............................................................. 56
25. Coomans Plot Hasil Klasifikasi Model SIMCA MUD dan MM
Menggunakan Spektra Original pada Panjang Gelombang
190-1100 nm. .............................................................................................. 64
26. Kurva ROC Klasifikasi MUD dengan MM Menggunakan Spektra
Original pada Panjang Gelombang 190-1100 nm ....................................... 67
27. Coomans Plot Hasil Klasifikasi Model SIMCA MUD
dan MUA Menggunakan Spektra Original pada Panjang
Gelombang 190-1100 nm. .......................................................................... 71
28. Kurva ROC Klasifikasi MUD dan MUA Menggunakan Spektra
Original pada Panjang Gelombang 190-1100 nm ....................................... 74
29. Coomans Plot Hasil Klasifikasi Model SIMCA MM
dengan MUA Menggunakan Spektra Original pada Panjang
Gelombang 190-1100 nm. .......................................................................... 78
30. Kurva ROC Klasifikasi MM dengan MUA Menggunakan Spektra
Original pada Panjang Gelombang 190-1100 nm ....................................... 80
31. Grafik Nilai Rata-Rata Spektra menggunakan Spektra Hasil
Tramsformasi dengan Metode MSC+Moving Average
9 Segmen pada Panjang Gelombang 190-1100 nm. ................................... 87
xi
32. Hasil Plot Klasterisasi PCA pada Spektra Kombinasi MSC
dan Moving Average 9 segmen pada Panjang Gelombang
190-1100 nm. .............................................................................................. 90
33. Grafik X-loading PC1 Hasil Identifikasi PCA Menggunakan
Spektra Kombinasi MSC dan Moving Average 9 Segmen pada
Panjang Gelombang 190-1100 nm. ............................................................. 91
34. Grafik X-loading PC2 Hasil Identifikasi PCA pada Spektra
Kombinasi MSC dan Moving Average 9 Segmen pada
Panjang Gelombang 190-1100 nm. ............................................................. 91
35. Model SIMCA MUD Menggunakan Spektra Kombinasi
MSC dan Moving Average 9 Segmen pada Panjang Gelombang
190-1100 nm. ................................................................................................. 93
36. Model SIMCA MM Menggunakan Spektra Kombinasi
MSC dan Moving Average 9 Segmen pada Panjang Gelombang
190-1100 nm. .............................................................................................. 93
37. Model SIMCA MUA Menggunakan Spektra Kombinasi
MSC dan Moving Average 9 Segmen pada Panjang Gelombang
190-1100 nm. .............................................................................................. 94
38. Coomans Plot Hasil Klasifikasi Model SIMCA MUD dan
Model SIMCA MM Menggunakan Spektra MSC Moving Average
9 Segmen pada Panjang Gelombang 190-1100 nm. ................................... 99
39. Kurva ROC Klasifikasi MUD dengan MM Menggunakan
Spektra MSC + Moving Average 9 Segmen pada Panjang
Gelombang 190-1100 nm ........................................................................... 103
40. Coomans Plot Hasil Klasifikasi Model SIMCA MUD dengan
Model SIMCA MUA Menggunakan MSC dan Moving Average
9 Segmen pada Panjang Gelombang 190-1100 nm. ................................... 107
41. Kurva ROC Klasifikasi MUD dengan MUA Menggunakan
Spektra MSC + Moving Average 9 Segmen pada Panjang
Gelombang 190-1100 nm ........................................................................... 109
42. Coomans Plot Hasil Klasifikasi Model SIMCA MM dengan MUA
Menggunakan Spektra MSC Moving Average 9 segmen pada
Panjang Gelombang 190-1100 nm. ............................................................. 113
43. Kurva ROC Klasifikasi MM dengan MUA Menggunakan
Spektra MSC + Moving Average 9 Segmen pada Panjang
Gelombang 190-1100 nm ........................................................................... 116
xii
44. Hasil Spektra Madu Uniflora Durian (MUD) pada Panjang....................... 143
45. Hasil Spektra Madu Multiflora (MM) pada Panjang Gelombang .............. 144
46. Hasil Spektra Madu Uniflora Akasia (MUA) pada Panjang....................... 144
47. Coomans Plot Model SIMCA MUD dan Model SIMCA MM .................. 145
48. Coomans Plot Model SIMCA MUD dan Model SIMCA MUA ................ 145
49. Coomans Plot Model SIMCA MM dan Model SIMCA MUA .................. 146
50. Coomans Plot Model SIMCA MUD dan Model SIMCA MM .................. 146
51. Coomans Plot Model SIMCA MUD dan Model SIMCA MUA ................ 147
52. Coomans Plot Model SIMCA MM dan Model SIMCA MUA .................. 147
53. Foto Bersama Mitra (Rumah Madu) ........................................................... 148
54. Surat Keterangan Kerjasama dengan Mitra (Rumah Madu) ....................... 149
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan biodiversitas yang tinggi. Hutan
heterogen di Indonesia yang terdiri dari ribuan flora dan fauna yang berbeda. Hal
tersebut dikarenakan Indonesia merupakan negara beriklim tropis sehingga
memungkinkan bermacam jenis flora dan fauna mudah beradaptasi pada
lingkungan tersebut. Dari sekian banyak flora dan fauna, serangga merupakan
salah satu makhluk hidup yang memiliki toleransi hidup yang cukup tinggi. Salah
satu serangga yang bermanfaat bagi manusia adalah lebah madu. Lebah
merupakan serangga penghasil madu yang telah lama dikenal manusia
(Sulistyorini, 2006). Di Indonesia dikenal empat jenis lebah penghasil madu,
yaitu Apis melifera, Apis florea, Apis cerana dan Apis dorsata (Darmawan et al.,
2014). Apis dorsata merupakan salah satu lebah yang hidup liar di alam dan
sangat sulit untuk dibudidayakan karena sifatnya yang agresif, hingga saat ini
Lebah hutan (Apis dorsata) belum bisa diternakkan. Salah satu produk lebah
hutan yang sangat populer di Indonesia adalah madu.
Madu telah sejak lama dikenal sebagai salah satu minuman alami, yang
mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan kesehatan, dan sudah lama
dimanfaatkan oleh masyarakat di seluruh dunia. Allah berfirman dalam Q.S. An-
2
Nahl / 16 : 69 yang artinya, “Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang
bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan
bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan”. Rasulullah Sallallahu
Alaihi Wasallam juga berpesan agar seseorang itu berobat dengan madu dan al-
Qur'an, Rasulullah bersabda : “Ambillah / pergunakanlah olehmu sekalian akan
dua obat penyembuh yaitu madu dan Al-Qur'an” (Hadis riwayat Ibnu Majah).
Madu adalah zat manis yang diproduksi oleh lebah madu, dari nektar bunga
tanaman dan embun madu (Codex Alimentations, 2001). Madu merupakan salah
satu bahan konsumsi yang tidak menyebabkan alergi karena mudah berasimilasi
dengan tubuh dan mengandung banyak nutrisi khususnya sebagai penyedia energi
(Rahman et al., 2010), madu mengandung karbohidrat 80-85% dan gula madu
mudah dicerna oleh tubuh seperti halnya buah-buahan (White and Doner, 1980).
Walaupun demikian, nilai kalori madu sangat besar yaitu 3.280 kal/kg. Nilai
kalori 1 kg madu setara dengan 50 butir telur ayam, 5,7 liter susu, 25 buah pisang,
40 buah jeruk, 4 kg kentang, dan 1,68 kg daging. Madu memiliki kandungan
karbohidrat yang tinggi dan rendah lemak. Kandungan gula dalam madu
mencapai 80% dan dari gula tersebut 85% berupa fruktosa dan glukosa (Suranto,
2004). Jumlah fruktosa, glukosa, perbandingan fruktosa dan glukosa dan
perbandingan glukosa dengan air adalah faktor penting lainnya yang berkaitan
dengan kualitas madu.
Kualitas dan kandungan madu akan menentukan harga jual madu. Nilai komersial
madu meningkat seiring dengan kualitas dan kandungan madu, terutama karena
3
nutrisinya yaitu enzim, asam amino, vitamin, asam organik, mineral, antioksidan,
dan senyawa organik yang menyusunnya (da Silva, 2016). Susunan dan
komposisi madu tergantung pada asal usul flora, musim bunga, faktor lingkungan
dan perawatan lebah madu (Costa et al., 1999). Selain karena kandungannya,
nilai komersial madu juga sangat dipengaruhi oleh sumber nektar dan asal
geografisnya (Schuhfried et al., 2016). Berdasarkan sumber nektarnya ada dua
jenis madu yaitu madu multiflora, yang berisi nektar dan embun madu dari
beberapa spesies tanaman, dan madu uniflora yang memiliki konsentrasi serbuk
sari 45% dari satu jenis tanaman, madu uniflora merupakan madu yang paling
berharga. Oleh karena itu, pemalsuan madu seringkali terjadi terkait dengan
kesalahan identifikasi asal geografis maupun sumber nektar atau penambahan
bahan lain seperti fruktosa, sukrosa, air maupun bahan lainnya (Schuhfried et al.,
2016).
Kegiatan pemalsuan pangan di Indonesia semakin banyak dilakukan. Pemalsuan
adalah upaya perubahan tampilan makanan yang secara sengaja dilakukan dengan
cara menambah atau mengganti bahan makanan atau minuman. Tujuannya yaitu
untuk meningkatkan penampilan makanan atau minuman dan memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya. Salah satu pemalsuan yang paling sering
dilakukan yaitu terjadi pada madu, hal ini karena madu merupakan produk pangan
yang banyak dicari dan diminati. Terlebih lagi dengan manfaatnya bagi kesehatan
dan dapat mengobati beberapa masalah kesehatan. Di pasaran dalam negeri,
jaminan akan keaslian dan mutu madu masih belum terlaksana sepenuhnya,
sebaliknya kecurigaan akan pemalsuan madu selalu ada. Berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI 3545 : 2013) mengenai mutu dan cara uji madu.
4
Pengujian madu berdasarkan SNI dilakukan dengan uji organoleptik, uji enzim
diastase, uji hidroksimetilfurfural (HMF), uji kadar air, uji kadar gula pereduksi,
uji kadar sukrosa, uji keasaman, uji padatan tak larut dalam air, dan serangkaian
uji lainnya. Akan tetapi semua pengujian tersebut harus dilakukan secara
menyeluruh sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang lebih banyak serta
tidak efektif untuk membedakan madu berdasarkan sumber nektarnya. Sehingga,
standar tersebut masih merupakan standar dasar yang dalam pelaksanaannya
masih perlu peninjauan lebih lanjut, terutama hukuman terhadap pelanggaran
persyaratan mutu. Disamping itu, persyaratan mutu masih belum terperinci
sepenuhnya dan belum sesuai dengan kemajuan pasaran, produksi dan permintaan
konsumen.
Berbagai metode dan analisis untuk menguji keaslian madu dan penentuan asal
usul botani madu telah banyak dilakukan. Di antaranya metode yang berdasarkan
analisis fisiologi (Sohaimy et al., 2015), analisis serbuk sari (Moar et al., 1985),
analisis sensorik (Piana et al, 2004), analisis electric-tongue (Major et al, 2011),
proton nuclear magnetic resonance imaging (Boffo et al., 2012) dan
chromatography (Cotte et al., 2004) merupakan metode tradisional untuk
menetapkan asal-usul keaslian madu menurut undang-undang Uni Eropa. Metode
dan teknik seperti itu, membutuhkan banyak persiapan sampel, tenaga ahli, dan
juga menghabiskan waktu serta biaya. Sedangkan, penentuan asal geografis madu
dan asal nektar madu adalah hal yang paling penting bukan hanya karena undang-
undang khusus (Undang-undang perlindungan konsumen nomor 8 tahun 1999)
tetapi juga karena tuntutan pasar.
5
Untuk mengatasi keterbatasan ini, berbagai teknik spektroskopi telah banyak
berhasil dilakukan. Di antaranya, infrared (IR) spectroscopy (Hennessy et al,
2010), near-infrared spectroscopy (Ruoff et al., 2006; Chen et al., 2012; Latorre
et al, 2013; Jandric et al., 2015; Reyes et al., 2017), mid-infrared spectroscopy
(Ruoff et al., 2006), raman spectroscopy (Corvucci et al, 2015; Mignani et al,
2016) dan fourier transform infrared spectroscopy (Gok et al., 2015). Pada
penelitian ini metode spektroskopi yang digunakan yaitu UV-Vis Spectroscopy.
Metode ini memiliki keunggulan dalam proses pembuatan larutan sampel pada
UV-Vis Spectroscopy sangat murah, karena hanya melibatkan pelarut air sehingga
bebas bahan kimia, panjang gelombang yang digunakan lebih panjang dibanding
metode spektroskopi lainnya, akurat, mudah dan merupakan alat yang mudah
ditemukan di beberapa laboratorium mutu hasil pertanian dan pangan (Apratiwi,
2016).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Pencampuran pada madu bukan hanya penambahan bahan-bahan lain seperti
air, sukrosa, fruktosa maupun zat warna, tetapi dapat berupa pencampuran
dengan jenis madu lain.
2. Penelitian mengenai identifikasi madu hutan Apis dorsata menggunakan UV-
Vis Spectroscopy dan metode SIMCA belum pernah dilakukan.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Membangun model kalibrasi untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan
6
madu uniflora Apis dorsata dengan madu multiflora Apis dorsata.
2. Menguji model yang dibangun untuk klasifikasi madu uniflora Apis dorsata
dan madu multiflora Apis dorsata.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Industri atau pemerintah sebagai pengendali hak konsumen mampu
mengidentifikasi madu uniflora Apis dorsata dan madu multiflora Apis dorsata
secara cepat dan akurat.
2. Untuk masyarakat akademik dapat digunakan sebagai bahan referensi, dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian madu selanjutnya.
1.5 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. Madu uniflora Apis dorsata dan madu multiflora Apis dorsata dapat
diidentifikasi menggunakan UV-Vis spectroscopy dengan metode SIMCA dan
PCA.
2. Model kalibrasi untuk mengidentifikasi kemurnian madu uniflora Apis dorsata
dan madu multiflora Apis dorsata dapat dibangun dengan metode yang
diusulkan.
3. Model yang dibangun untuk klasifikasi kemurnian madu dapat diaplikasikan
oleh masyarakat.
7
1.6 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Uji coba pada madu uniflora Apis dorsata yang berasal dari nektar bunga
durian, nektar bunga akasia dan madu multiflora Apis dorsata.
2. Tidak dilakukan uji kimia pada sampel.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Lebah Madu
Menurut Partosoedjono (1992), secara taksonomi lebah madu diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Kelas : Insecta atau Hexapoda
Ordo : Hymenoptera
Famili : Apidae
Genus : Apis
Jenis : Apis florea
Apis cerana
Apis mellifera
Apis dorsata
Apis koschevnikovi
Apis adreniformis
Lebah termasuk kelompok serangga Hymenoptera (bersayap selaput) yang hampir
terdapat di seluruh dunia yang ditumbuhi tanaman berbunga. Lebah madu
memiliki tiga genus (Apis, Trigona, Melipona) dengan spesies yang sangat
9
banyak, sedangkan yang paling umum dikenal adalah lima spesies, yakni Apis
mellifera, Apis indica, Apis florea,Apis dorsatadan Trigona spp. (Sarwono, 2001).
Apis dorsata adalah lebah madu yang hidupnya masih liar. Lebah inihanya
berkembang di kawasan subtropis dan tropis Asia seperti Indonesia, Philipina, dan
negara-negara Asia lainnya dan dapat tinggal di dataran 0-1.000 mdpl. Di
beberapa daerah, jenis lebah ini banyak diambil madunya, seperti di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau di Nusa Tenggara Barat serta Nusa
Tenggara Timur (Suranto, 2007).
Jenis Apis dorsata merupakan jenis lebah yang hidup liar di hutan dan sangat
ganas. Apis dorsata sering disebut lebah raksasa, karena lebah ini membuat
sarang yang sangat besar dan ukuran tubuhnya besar. Lebah ini membuat
sarangnya hanya satu lembar. Jumlah anggota koloni dapat mencapai ratusan ribu
ekor (Ungerer, 1985).
2.2 Madu
Madu merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki rasa manis dan kental
dan berwarna emas sampai cokelat gelap dengan kandungan gula yang tinggi dan
rendah lemak. Madu dihasilkan oleh lebah madu (Avis Sp) dari sari bunga
tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (extra floral) melalui proses
enzimatis dan digunakan sebagai cadangan makanan (Bogdanov, 1997).
Nektar adalah sari bunga berupa cairan yang memiliki rasa manis, kaya akan gula
dan diproduksi bunga dari tumbuh-tumbuhan sewaktu mekar untuk menarik
kedatangan hewan penyerbuk seperti serangga. Nektar sebagai sumber madu
10
mengandung 20 - 40% gula. Nektar yang dihisap oleh lebah dikonsentrasikan lagi
sehingga didapat 83% kandungan bahan padat. Lebah menambahkan enzim
invertase untuk memecah sukrosa menjadi gula yang lebih mudah dicerna yaitu
glukosa dan fruktosa, selama proses produksi madu (Wibowo et al., 2016).
Madu yang dihasilkan negara-negara Asia yang memiliki hutan tropis mempunyai
kadar air yang cenderung tinggi. Madu mempunyai beragam rasa, aroma, khasiat,
dan manfaat sesuai jenis nektar yang dihisap lebah. Madu lebih dikenal oleh
masyarakat berdasarkan nama daerah penghasilnya seperti madu Kalimantan,
madu Lampung, madu Sumbawa, dan lain-lain. Sedangkan kualitas madu
tergantung dari asal nektar bunga yang dihisap oleh lebah, sehingga penamaan
pada madu seharusnya sesuai dengan asal nektar seperti madu hutan, madu bunga
akasia, madu bunga kopi, madu bunga durian, madu bunga kelengkeng dan lain
sebagainya (Sakri, 2015).
2.3 Karakteristik Fisis Madu
Menurut Suranto (2004), terdapat sepuluh karakteristik fisis pada madu adalah
sebagai berikut:
1. Kekentalan (Viskositas)
Madu yang baru diekstrak berbentuk cairan kental. Kekentalan madu bergantung
dari komposisi madu, terutama kandungan airnya. Suhu mempengaruhi
kekentalan madu, bila suhu meningkat kekentalan madu akan menurun. Beberapa
jenis madu mempunyai sifat khusus.
11
2. Kepadatan (Densitas)
Densitas madu adalah berat madu per satuan volume, bila densitas suatu bahan
dibandingkan dengan berat air pada volume sama pada suatu temperatur tertentu
disebut berat jenis. Sifat ini dipengaruhi oleh temperatur pengukuran dan
kandungan air madu. Semakin tinggi kadar air dalam madu maka berat jenis
madu semakin rendah (Wahyuni, 2005).
3. Sifat menarik air (higroskopis)
Madu bersifat menyerap air sehingga akan bertambah encer dan akan menyerap
kelembaban udara sekitarnya.
4. Tegangan permukaan
Madu sering digunakan sebagai bahan campuran kosmetik karena memiliki
tegangan permukaan yang rendah. Tegangan permukaan madu bervariasi
berdasarkan jenis sumber nektar madu dan berhubungan dengan kandungan zat
koloid.
5. Suhu
Madu memiliki sifat lambat menyerap suhu lingkungan, tergatung dengan
komposisi dan derajat pengkristalan. Madu mempunyai sifat yang mampu
menghantarkan panas dan sifat kekentalan yang tinggi sehingga menyebabkan
madu dapat mengalami kelebihan panas saat pemanasan.
6. Warna
Madu mempunyai warna yang bervariasi, mulai dari transparan seperti air hingga
hitam. Warna dasar madu adalah kuning kecoklatan seperti gula karamel.
12
Berbagai variasi dari warna madu dipengaruhi oleh sumber nektar madu, usia
madu dan penyimpanan. Warna madu juga dipengaruhi oleh proses pengumpulan
nektar madu, proses pengumpulan nektar dengan waktu yang cepat akan
menghasilkan warna madu yang lebih terang daripada proses pengumpulan nektar
dengan waktu yang lambat. Pada madu yang mengkristal, terjadi perubahan lebih
terang akibat putihnya kristal glukosa yang terkandung dalam madu.
7. Aroma
Aroma madu bervariasi setiap jenisnya, tergantung komposisi zat aromatik yang
terkandung di dalamnya sehingga aroma madu menjadi spesifik. Aroma madu
bersumber dari zat yang dihasilkan sel kelenjar bunga yang tercampur dalam
nektar dan juga dipengaruhi proses fermentasi gula, asam amino, dan vitamin
selama pematangan madu. Aroma madu cenderung tidak menetap karena proses
penyimpanan.
8. Rasa
Rasa madu dipengaruhi oleh sumber nektar madu, yang ditentukan oleh
kandungan asam organik dan karbohidratnya. Pada umumnya madu memiliki
rasa manis, namun terdapat beberapa madu yang mempunyai rasa asam hingga
pahit. Kebanyakan madu mempunyai rasa sesuai dengan sumber nektarnya. Rasa
madu juga dapat berubah bila disimpan pada kondisi yang tidak cocok dan suhu
yang tinggi, rasa madu akan berubah menjadi asam dan kurang enak.
9. Sifat mengkristal
Madu cenderung mengkristal pada proses penyimpanan di suhu kamar. Banyak
orang berpikir bila madu mengkristal berarti kualitas madu buruk atau sudah
13
ditambahkan gula. Madu yang mengkristal merupakan akibat dari pembentukan
kristal glukosa monohidrat yang tergantung dari komposisi dan kondisi
penyimpanan. Makin rendah kandungan airnya dan makin tinggi kadar
glukosanya, maka makin cepat terjadi pengkristalan. Selama mengkristal,
kandungan air dalam madu tidak terikat dan mengakibatkan terjadinya fermentasi
madu.
10. Memutar Optik
Kandungan zat gula yang spesifik dalam madu menyebabkan kemampuan
mengubah sudut putaran cahaya terpolarisasi.
2.4 Komposisi dan Kandungan Madu
Madu mengandung sejumlah senyawa dan sifat antioksidan yang telah banyak
diketahui. Sifat antioksidan dari madu yang berasal dari zat-zat enzimatik
(misalnya, katalase, glukosa oksidase dan peroksidase) dan zat-zat nonenzimatik
(misalnya, asam askorbat, α-tokoferol, karotenoid, asam amino, protein, produk
reaksi maillard, flavonoid dan asam fenolat). Jumlah dan jenis antioksidan ini
sangat tergantung pada sumber bunga atau varietas madu, dan telah banyak
banyak penelitian yang menunjukkan bahwa adanya hubungan antara aktivitas
antioksidan dengan kandungan total fenol (Khalil et al., 2012).
Madu mengandung banyak mineral seperti natrium, kalsium, magnesium,
alumunium, besi, fosfor, dan kalium. Vitamin-vitamin yang terdapat dalam madu
adalah thiamin (B1), riboflavin (B2), asam askorbat (C), piridoksin (B6), niasin,
asam pantotenat, biotin, asam folat, dan vitamin K (Suranto, 2004). Enzim
14
diastase, invertase, glukosa oksidase, peroksidase, dan lipase merupakan enzim
yang penting dalam madu. Enzim diastase adalah enzim yang mengubah
polisakarida menjadi karbohidrat monosakarida. Enzim invertase merupakan
enzim yang memecah molekul sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Sedangkan
enzim oksidase adalah enzim yang membantu oksidasi glukosa menjadi asam
peroksida. Enzim peroksidase melakukan proses oksidasi metabolisme. Semua
zat tersebut berguna untuk proses metabolisme tubuh (Suranto, 2004).
Asam glutamat merupakan asam utama yang terdapat dalam madu. Sementara
itu, asam organik yang terdapat dalam madu adalah asam asetat, asam butirat,
format, suksinat, glikolat, malat, proglutamat, sitrat, dan piruvat. Dalam madu
juga terdapat hormon gonodotropin yang merangsang alat reproduksi lebah ratu
dan membantu dalam proses pematangan telur (Suranto, 2004).
Madu dapat dikelompokkan berdasarkan asal polennya menjadi madu NP (natural
pollen) dan madu PS (pollen substitute). Madu NP atau yang sering disebut madu
alami umumnya tersusun atas 17,1% air, 82,4% karbohidrat, 38% fruktosa, 31%
glukosa, 12,9% gula lain, 0,5% protein, asam amino, senyawa fenolik, vitamin,
asam organik dan mineral (Kuntadi, 2012).
Tabel 1. Kandungan Madu
Komposisi Rata-rata (miliequivalen) Kisaran Nilai
(miliequivalen)
Air 22,9 16,6 - 37
Fruktosa 29,2 12,2 - 60,7
Glukosa 18,6 6,6 – 29,3
Sukrosa 13,4 1,4 – 53
Asam bebas 41,31 10,33 – 62,21
pH 3,92 3,60 – 5,34
Sumber ( Bogdanov, 1997).
15
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Madu
Komposisi Jumlah
Gula (g) 82,12
Energi (kcal) 304
Karbohidrat (g) 82,4
Lemak (g) 0
Protein (mg) 0,3
Asam pantotenat (mg) 0,068
Vitamin B6 (g) 0,024
Folat (Vit B9) (g) 2
Air (mg) 17,1
Riboflavin (Vit B2) (mg) 0,038
Niaktin (Vit B3) (mg) 0,121
Fosfor (mg) 4,0
Potasium (mg) 52
Vitamin C (mg) 0,5
Kalsium (mg) 6
Besi (mg) 0,42
Magnesium (mg) 2
Sodium (mg) 4
Zinc (mg) 0,22
Sumber ( Bogdanov, 1997)
2.5 Jenis-jenis Madu
Madu dinamai sesuai dengan sumber utama pakan lebahnya, contohnya lebah
yang hidup di perkebunan durian akan menghasilkan madu yang dinamai madu
durian karena bisa dipastikan dominan makanannya berasal dari nektar bunga
durian. Dengan demikian, beragam nama madu akan banyak dijumpai di pasaran
seperti madu rambutan, madu kelengkeng, madu mahoni, madu mangga, madu
mentimun, dan madu stroberi (Suranto, 2004).
Madu juga dapat digolongkan menurut jenis tanaman yang menjadi sumber
nektarnya. Jika madu dihasilkan oleh lebah yang mengambil makanannya dari
beragam sumber dan tidak ada tanaman yang dominan dinamakan multiflora atau
16
poliflora. Contohnya, madu hutan (di Indonesia hutan umumnya bersifat
heterogen). Sedangkan, madu yang berasal dari salah satu tanaman dominan
disebut dengan madu monoflora atau madu uniflora. Di beberapa daerah juga
terdapat madu biflora yang sumber nektar dominannya berasal dari dua jenis
pohon. Lebah memiliki kecenderungan hanya mengambil nektar dari satu jenis
tanaman tertentu. Lebah tersebut baru akan mengambil nektar dari tanaman lain
jika nektar dari tanaman tertentu tersebut tidak mencukupi (Suranto, 2004).
Selain itu, madu dapat dibedakan menjadi madu flora, madu ekstra flora, dan
madu embun (honey dew). Madu flora adalah madu yang bersumber dari nektar
yang terdapat dalam bunga. Madu ekstra flora dihasilkan dari sumber tanaman
yang tidak memiliki bunga. Madu ekstra flora ini berasal dari cairan yang
terdapat dalam daun, cabang atau batang pohon. Madu embun adalah madu yang
dibuat dari cairan yang dihasilkan oleh serangga yang terdapat dipohon-pohon
(Suranto, 2004).
2.6 Manfaat Madu
Secara umum madu berkhasiat untuk menghasilkan energi, meningkatkan stamina
dan meningkatkan daya tahan tubuh . Banyak penyakit yang dapat disembuhkan
dengan madu di antaranya penyakit lambung, radang usus, jantung, dan
hipertensi. Dalam madu juga terdapat zat asetil kolin yang mampu melancarkan
metabolisme seperti memperlancar peredaran darah dan menurunkan tekanan
darah (Suranto, 2004).
17
Meskipun memiliki pH yang rendah, ternyata madu dapat meningkatkan pH
lambung. Hal ini karena madu mengandung mineral yang bersifat alkali dan
berfungsi sebagai Buffer. Semakin gelap warna madu, kandungan mineralnya
semakin tinggi sehingga semakin tinggi pula alkalinitasnya (Suranto,2004).
Penyakit lain yang dapat diobati dengan madu di antaranya penyakit paru
(tuberkulosis), sakit mata, penyakit saraf, tekanan darah rendah, penyakit
hepatitis, sakit kepala, impotensi, dan penyakit infeksi saluran kemih. Penyakit
luar yang dapat diobati dengan madu adalah luka bakar, bibir pecah-pecah,
sariawan, dan penyakit kulit lainnya. Madu juga bisa dikonsumsi ibu hamil di
antaranya mencegah keracunan kehamilan, menambah daya tahan tubuh, dan baik
bagi pertumbuhan anak (Suranto, 2004).
2.7 UV-Vis Spectroscopy
Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorbsi
cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu larutan yang ditentukan
konsentrasinya. Alat yang bekerja berdasarkan prinsip spekrofotometri disebut
spektofotometer. Spektrofotometer merupakan gabungan dua alat yang terdiri
dari spekrometer dan fotometer. Spekrometer menghasilkan sinar spektrum yang
memiliki panjang gelombang tertentu dan fotometer merupakan alat pengukur
intensitas cahaya yang diteruskan atau diserap (Gholib, 2007).
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sanpel baik secara kuantitatif
maupun kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara cahaya dengan materi.
18
Cahaya tersebut dapat berupa cahaya visible, ulraviolet, dan inframerah. Absorbsi
cahaya adalah salah satu bentuk interaksi antara cahaya denganmateri, di mana
pada panjang gelombang tertentu cahaya terjadi proses penyerapan cahaya
(Octaviani, 2014).
Spektrofotometer UV-Vis adalah salah satu alat ukur untuk analisa unsur-unsur
berkadar rendah secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Penentuan secara
kualitatif didasarkan pada puncak-puncak yang dihasilkan spektrum suatu unsur
tertentu pada panjang gelombang tertentu, sedangkan penentuan secara kuantitatif
berdasarkan nilai absorbansi yang dihasilkan dari spektrum senyawa kompleks
unsur yang dianalisa dengan pengompleks yang sesuai. Pembentukan warna
dilakukan dengan cara menambahkan bahan pengompleks yang selektif terhadap
unsur yang ditentukan (Noviarty dan Angraini, 2013).
Spektrofotometer UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometer ultra
violet dan visibel. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, yaitu sumber
cahaya ultra violet dan cahaya Visible. Pada sistem spektrofotometer, UV-Visible
paling populer digunakan, karena mudah digunakan dengan baik dan dapat
digunakan untuk sampel berwarna maupun tak berwarna. Spektrofotometer UV-
Vis mengukur serapan cahaya di daerah ultraviolet (200-350 nm) dan sinar
tampak (350-800 nm) oleh suatu senyawa. Serapan cahaya UV maupun cahaya
Visible mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promos elektron-elektron dari
orbital keadaan dasar ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi
(Apratiwi, 2016).
19
Berkas cahaya putih berasal dari kombinasi dari semua panjang gelombang
spektrum tampak. Perbedaan warna yang terlihat ditentukan oleh absorbansi
panjang gelombang yang kemudian ditansimisikan (dipantulkan) oleh objek atau
suatu larutan. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur jumlah cahaya yang
diabsorbsi atau ditransmisi oleh molekul-molekul di dalam larutan, ketika suatu
panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui larutan, sebagian energi cahaya
tersebut akan diserap (diabsorbsi). Besarnya kemampuan molekul-molekul zat
terlarut untuk mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenal
dengan istilah absorbansi (A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan
tersebutdan panjangberkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam
spektrofotometer) ke poin jumlah cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi
diukur dengan phototube (Sirait, 2009).
Komponen-komponen utama pada spektrofotometer menurut Sirait (2009) adalah
sebagai berikut:
1. Sumber cahaya UV-Vis Spektrofotometer yaitu lampu Xenon.
2. Monokromator digunakan sebagai pemecah cahaya polikromatis menjadi
cahaya monokromatis menggunakan alat berupa grating (kisi difraksi). Kisi
difraksi memberi keuntungan lebih bagi proses spektroskopi. Dispersi sinar
akan disebarkan merata, dengan pendispersi yang sama, hasil dispersi akan
lebih baik. Selain itu kisi difraksi dapat digunakan dalam seluruh jangkauan
spektrum.
3. Kuvet pada pengukuran daerah panjang gelombang UV menggunakan sel
kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Tebal kuvet pada
umumnya 10 mm, lebih tebal ataupun lebih tipis juga dapat digunakan.
20
4. Detektor sebagai penerima sinyal dan memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang.
5. Amplifier dibutuhkan pada saat sinyal listrik elekronik yang dialirkan setelah
melewati detektor. Amplifier berfungsi untuk menguatkan sinyal sehingga
menyebabkan keluaran yang cukup besar untuk dapat dideteksi oleh suatu
alat pengukur (Mulja, 1995).
Gambar 1. Prinsip Kerja UV-Vis Spectrophotometer (Sumber: Tati Suharti, 2017)
Ketika cahaya datang mengenai sampel, sebagian akan diserap, sebagian akan
dihamburkan, dan sebagian lagi akan diteruskan. Pada spektrofotometri, cahaya
datang atau cahaya yang mengenai permukaan zat dan cahaya yang melewati zat
tidak dapat diukur, yang terukur pada spektrofotometer adalah perbandingan
cahaya datang dengan cahaya setelah melewati materi (Mukti, 2012).
Prinsip kerja dari metode ini adalah jumlah cahaya yang diserap oleh larutan
sebanding dengan konsentrasi kontaminan dalam larutan. Prinsip ini dijabarkan
21
dalam hukum Lambert-Beer yang merupakan hubungan linearitas antara absorban
dengan konsentrasi larutan analit (Dachriyanus, 2004),
2.8 Metode Kemometrika
Metode kemometrika adalah multi disiplin ilmu yang melibatkan statistik,
multivariat, pemodelan matematika dan informasi teknologi, khususnya
diterapkan pada data kimia. Analisis multivariat adalah cara untuk meringkas
data variabel dengan menciptakan variabel baru yang mengandung sebagian besar
informasi. Variabel-variabel baru kemudian digunakan untuk pemecahan masalah
dan tampilan, yaitu klasifikasi hubungan dan mengontrol grafik. PCA (principal
component analysis) adalah sebuah transformasi linier yang biasa digunakan pada
kompresi data. PCA juga merupakan teknik yang umum digunakan untuk
menarik fitur-fitur dari data pada sebuah skala berdimensi tinggi. PCA
memproyeksikan data ke dalam subspace. Teknik PCA dapat mengurangi
dimensi dari data tanpa menghilangkan informasi penting dari data tersebut
(Ronggo et al., 2007).
Tujuan utama The Unscrambler adalah untuk membantu dalam menganalisis data
multivariat dan membentuk desain eksperimen. Salah satu permasalahan yang
dapat ditangani oleh The Unscrambler adalah pengklasifikasian sampel yang
belum diketahui ke dalam berbagai kategori. Klasifikasi bertujuan untuk
menemukan sampel baru yang serupa dengan pengkategorian sampel yang telah
digunakan untuk membuat model. Jika sampel baru sesuai dengan model yang
telah dibuat, maka dapat diketahui kategori sampel tersebut (Citrasari, 2015).
22
Kemometrik biasa digunakan untuk menemukan korelasi statistik antara data
spektrum dan informasi yang telah diketahui dari suatu contoh. Metode ini
memungkinkan penggunaan model analisis multivariat dalam penerapannya.
Model analisis multivariat adalah suatu model yang melibatkan lebih dari satu
masukan (variabel X) untuk menghasilkan suatu efek tertentu (variabel Y).
Beberapa metode yang termasuk ke dalam golongan analisis ini adalah :
2.8.1 Principal Component Analysis (PCA)
Principal component analysis (PCA) merupakan suatu teknik yang digunakan
untuk mengurangi jumlah peubah dalam suatu matriks data. Prinsip PCA yaitu
mencari komponen utama yang merupakan kombinasi linier dari peubah asli.
PCA pada umumnya digunakan untuk mengaplikasikan sampel menjadi grup
yang umum, mendeteksi adanya pencilan (outliers), melakukan pemodelan data,
serta menyeleksi peubah untuk klasifikasi maupun untuk pemodelan. Komponen-
komponen utama dipilih sedemikian rupa sehingga komponen utama memiliki
variasi terbesar dalam set data, sedangkan komponen utama yang kedua tegak
lurus terhadap komponen utama pertama dan memiliki variasi terbesar. Kedua
komponen utama ini pada umumnya digunakan sebagai bidang proyeksi utama
pemeriksaan visual data multivariat (Miller et al., 2000).
PCA adalah satu teknik yang digunakan untuk menyederhanakan suatu data,
dengan cara mentransformasi linear sehingga terbentuk sistem koordinat baru
dengan variansi maksimum. PCA dapat digunakan untuk mereduksi dimensi
suatu data tanpa mengurangi karakteristik data tersebut secara signifikan. Metode
ini mengubah sebagian besar variabel asli yang saling berkolelasi, menjadi satu
23
himpunan variabel baru yang lebih kecil dan saling bebas (tidak berkorelasi lagi)
(Ardiansyah, 2013).
Gambar 2. Prinsip PCA (Kautsar, 2012)
Teknik PCA bekerja pada matriks data X (N × K) menjadi dua matriks T (N × A)
dan matriks P (K × A) yang saling tegak lurus (Gambar 2). Matriks T disebut
dengan matriks skor yang menggambarkan variasi dalam objek, sedangkan
matriks loading menjelaskan pengaruh loading terhadap komponen utama.
Matriks loading terdiri atas data asli dalam sistem koordinat baru. Galat dari
model yang terbentuk dinyatakan dalam E. Sedangkan nilai A adalah jumlah PC
yang digunakan untuk membuat model (Kautsar, 2012).
J
I
J
J
Data
x
PCA
I
J
J
A
J
J
Score
T
J
J
J
J
24
Prinsip PCA adalah mencari komponen utama yang merupakan kombinasi linear
dari variabel asli. Komponen – komponen utama ini dipilih sedemikian rupa
sehingga komponen utama pertama memiliki varian terbesar dalam gugus data,
sedangkan komponen utama kedua tegak lurus terhadap komponen utama pertama
dan memiliki varian terbesar berikutnya (Nurcahyo, 2015).
Gambar 3. Plot Score dan Loading pada PCA (Zahrok, 2019)
Ada beberapa plot umum yang selalu digunakan ketika menggunakan PCA:
- plot score / score (bagian kiri pada gambar di atas),
- plot loading / loading yang sesuai (bagian kanan pada gambar atas)
- plot loading sebagai garis spektral, serta
- plot nilai eigen yang diurutkan.
Perhitungan pada PCA didasarkan pada perhitungan nilai eigen dan vektor
eigen yang menyatakan penyebaran data dari suatu data set. Adapun algoritma
PCA secara umum adalah sebagai berikut:
25
1. . Transformasi Mean-Centering
Transformasi mean-centering merupkan proses memindahkan semua data
kebagian tengah, untuk memperoleh data yang lebih stabil.
Berikut langkah-langkah mean-centering:
a. Cari mean data
b. Pindahkan setiap posisi data kebagian tengah, dengan cara mengurangi nilai
setiap data dengan nilai mean data.
2. Hitung matriks kovarian dengan persamaan sebagai berikut:
Cov (xy) = ∑𝑥𝑦
𝑛− (�̅�)(�̅�) ...................................................................................... (1)
3. Hitung nilai eigen dengan menyelesaikan persamaan sebagai berikut:
(A- λ I) = 0 ............................................................................................................ (2)
Di mana:
A : matriks kovarian
λ: nilai eigen
I : matriks identitas
4. Hitung vektor eigen dengan menyelesaikan persamaan sebagai berikut:
[A- λ I][X] = [0] .................................................................................................... (3)
Di mana X merupakan vektor eigen.
5. Tentukan variabel baru (principal component) dengan mengalikan variabel asli
dengan matriks vektor eigen
26
2.8.2 Soft independent modelling of class analogy (SIMCA)
Soft independent modeling of class analogy (SIMCA) merupakan teknik analisis
multivariat yang digunakan untuk menguji kekuatan klasifikasi dan diskriminasi
sampel. SIMCA digunakan untuk menetapkan sampel ke dalam kelas yang
tersedia dengan tepat. Metode klasifikasi ini didasarkan pada pembuatan model
PCA untuk masing-masing kelas dan mengklasifikasikan setiap sampel pada
masing-masing model PCA. Output dari SIMCA berupa tabel klasifikasi di mana
sampel dapat terklasifikasi dalam satu, beberapa kelas, atau tidak terklasifikasi ke
dalam kelas manapun (Nurcahyo, 2015).
Pembentukan dan pengujian model yang dibangun menggunakan program
soft independent modelling of class analogy (SIMCA), SIMCA juga termasuk ke
dalam PCA namun memiliki tingkat sensitifitas pembacaan data yang lebih tinggi
(supervised). Prosedur yang digunakan untuk mengimplementasikan SIMCA
adalah dengan melakukan pemisahan PCA pada setiap kelas di data set, dan
dalam jumlah yang cukup. Komponen utama dipertahankan untuk sebagian besar
variasi data dalam setiap kelas. Klasifikasi di dalam SIMCA dibuat dengan
membandingkan varian residual dari sampel dengan rata-rata residual varian dari
sampel yang membentuk kelas. Perbandingan ini memberikan ukuran langsung
dari kesamaan sampel untuk kelas tertentu dan dapat dianggap sebagai ukuran
goodness of fit dari sampel untuk model kelas tertentu (Lavine, 2009).
27
2.8.3 Matriks Konfusi (Confusion Matrix)
Confusion matrix adalah tabel pencatat hasil kerja klasifikasi dari pengolahan
menggunakan SIMCA. Rumus confusion matrix memiliki beberapa keluaran
yaitu akurasi, spesifisitas, dan sensitivitas. Akurasi adalah ketepatan dari model
yang dibuat, di mana a adalah kode sampel dari kelas A (madu uniflora) yang
masuk di kelas A aktual, sedangkan d adalah kode sampel dari kelas B (madu
multiflora) yang masuk ke kelas B aktual, b adalah kode sampel dari kelas A yang
masuk ke kelas B aktual, dan c adalah kode sampel dari kelas B yang masuk ke
kelas A aktual. Sensitivitas menunjukkan kemampuan model untuk menolak
sampel yang bukan kelasnya. Spesifisitas adalah kemampuan model untuk
mengarahkan sampel masuk ke dalam kelas secara benar (Lavine 2009),
Tabel 3. Matriks Konfusi
Kelas A (aktual)
Kelas B (aktual)
Kelas A (hasil model SIMCA A)
a B
Kelas B (hasil model SIMCA B) c D
a) Akurasi (AC) =𝑎+𝑑
𝑎+𝑏+𝑐+𝑑 ....................... (4)
b) Sensitivitas (S) = 𝑑
𝑏+𝑑 ........................ (5)
c) Spesifisitas (SP) = 𝑎
𝑎+𝑐 ........................ (6)
d) False alarm rate = c
a + c ........................ (7)
Keterangan :
a : Sampel kelas A yang masuk ke dalam kelas A
28
b : Sampel kelas B yang masuk ke dalam kelas A
c : Sampel kelas A yang masuk ke dalam kelas B
d : Sampel kelas B yang masuk ke dalam kelas B
Kelas A : Kelas sampel madu uniflora (uniflora murni)
Kelas B : Kelas sampel madu multiflora (multiflora murni)
Klasifikasi nilai akurasi menunjukkan keakuratan model yang dibangun.
Sensitivitas menunjukkan kemampuan model untuk menolak sampel yang bukan
kelasnya, semakin tinggi nilai sensitivitas maka model yang dibangun semakin
mengenali karakteristik sampel. Sedangkan untuk nilai spesifisitas merupakan
kemampuan model untuk mengarahkan sampel masuk ke dalam kelasnya secara
benar. Jadi, semakin tinggi nilai akurasi, sensitivitas, dan spesifisitas maka model
yang dibangun akan semakin baik. Sedangkan nilai false alarm rate
menunjukkan tingkat kesalahan dalam klasifikasi model yang dibangun. Semakin
rendah nilai false alarm rate maka model yang dibangun semakin baik (Apratiwi,
2016).
2.8.4 Metode Pretreatment Spektra
Pretreatment spektra merupakan salah satu metode yang dilakukan untuk
mengurangi pengaruh interferensi gelombang dan noises pada data spektra yang
didapat agar diperoleh model yang lebih akurat dan stabil. Sebelum dilakukan
pengembangan model analisis, data spektra akan mendapat perlakukan
pretreatment baik data kalibrasi maupun prediksi. Berikut ini 6 metode
pretreatment yang dapat digunakan untuk memperbaiki spektra yang didapat
(Kusumaningrum et al., 2017., O’Haver, 2017., Prieto, 2017.,) :
29
a. Multiplicative scatter correction (MSC).
Metode MSC merupakan salah satu pendekatan untuk mengurangi Amplification
(multiplicative, scattering) efek di spektrum. Multiplicative scatter correction
(MSC) berguna untuk memperbaiki variasi cahaya yang menyebar dalam data
spektroskopi. Tujuan utama MSC adalah untuk memperbaiki semua sampel
sehingga semuanya memiliki tingkat persebaran cahaya yang sama.
Berikut persamaan yang digunakan dalam metode MSC.
𝑋𝑜𝑟𝑔 = 𝑎𝑖 + 𝑏𝑖 �̅�𝑗 + 𝑒𝑖 .................................................................................... (8)
𝑋𝑖,𝑀𝑆𝐶 =𝑋𝑜𝑟𝑔−𝑎 𝑖
b𝑖 ...................................................................................................... (9)
Keterangan :
𝑋𝑖,𝑀𝑆𝐶 : Nilai dari spektrum yang dikoreksi (matriks data).
Xorg : Nilai dari spektra asli
�̅�𝑗 : Nilai dari spektrum rata-rata
ei : Nilai eror
ai : Nilai intersep
bi : Nilai slope
i : Indeks sampel
j : Indeks panjang gelombang
Hal pertama yang dilakukan untuk mencari nilai MSC adalah mencari koefisien
regresi yaitu 𝑎𝑖 𝑑𝑎𝑛 𝑏𝑖 yang diperoleh dari persamaan regresi setiap sampel pada
grafik linier yang dibuat dan menunjukkan persamaan y = a+bx pada sampel i.
Setelah koefisien regresi didapat, maka dilakukan perhitungan MSC
menggunakan persamaan di atas.
30
b. Standard normal variate (SNV)
Metode SNV merupakan metode transformasi untuk menghilangkan scatter
effects dari spektrum dengan memusatkan dan men-skala spektrum individual.
Seperti MSC, hasil praktis dari SNV adalah menghilangkan multiplicative
interferences dari scatter effects pada data spektra. Tujuan utama dari SNV
adalah penghapusan gangguan multiplikasi dari persebaran dan ukuran partikel.
Berikut persamaan yang digunakan pada metode SNV :
𝑠𝑖 = √∑ (𝑥𝑖𝑘−�̅�𝑖)2𝐾𝑘=1
𝐾−1 ................................................................................ ..(10)
�̃�𝑖𝑘 =𝑥𝑖𝑘−�̅�𝑖
𝑠𝑖 ................................................................................................ ..(11)
Keterangan :
𝑠𝑖 : Standar deviasi
K : Jumlah data pada sampel i
i : Indeks sampel
k : Indeks panjang gelombang
�̃�𝑖𝑘 : Nilai SNV dari sampel i pada panjang gelombang k
𝑥𝑖𝑘 : Nilai spektra original pada sampel i pada panjang gelombang k
�̅�𝑖 : Nilai rata-rata pada sampel i
Sebelum mencari nilai SNV, dilakukan perhitungan standar deviasi yang
merupakan nilai statistik untuk menentukan bagaimana sebaran data pada setiap
sampel. Nilai standar deviasi diperoleh dengan menjumlahkan nilai absorban
setiap sampel dari panjang gelombang 190 nm-1100 nm. Setelah diperoleh nilai
31
standar deviasi,dilakukan perhitungan untuk mencari nilai SNV pada setiap
panjang gelombang.
c. Savitzky-Golay differentiation
Digunakan untuk menghilangkan background dan meningkatkan resolusi spektra.
Derivative mampu memperjelas puncak dan lembah spektra absorbansi data.
Diferensiasi Savitzky-Golay biasanya fokus pada diferensiasi pertama. Turunan
pertama 1st
memungkinkan penghapusan offset, sementara derivative ke-2nd
menghilangkan offset dan baseline.
Berikut merupakan rumus dari diferensiasi.
Xj = 1
N∑ = −k
CjXj+ hkh
..................................................................................... ..(12)
d. Smoothing Moving Average
Merupakan metode yang sering digunakan untuk mengeleminasi noise.
Smoothing pada umumnya, dikombinasikan dengan motode pengolah awal data
lain untuk melakukan penghilangan noise.
Berikut persamaan dalam metode smoothing moving average.
Sj =Yj−1+Yj+Yj+1
3 .......................................................................................... ..(13)
Keterangan :
Sj : Nilai smoothing moving average pada panjang gelombang ke j
Yj : Nilai spektra asli pada panjang gelombang ke j
j : Indeks panjang gelombang
3 : Jumlah segmen
32
Rumus di atas untuk segmen = 3, pembagi dan penyebut dapat berubah sesuai
dengan segmen yang dibuat. Hasil smoothing moving average akan terpusat di
tengah karena hal tersebut jumlah segmen merupakan bilangan ganjil.
e. Mean Normalization (MN)
Mean Normalization merupakan metode yang berfungsi untuk menskala sampel
dalam rangka untuk mendapatkan semua data pada sekitar skala yang sama
berdasarkan daerah, mean, maksimum, puncak dan vektor satuan.
Semua data spektrum juga dinormalisasi sebagai mean normalization.
Berikut merupakan persamaan mean normalize.
Xmean(i,k) =Xraw
Xmean, ....................................................................................... .(14)
Keterangan :
Xmean(i,k) : Nilai mean normalize pada sampel i di panjang gelombang k
i : Indeks sampel
k : Indeks panjang gelombang
Xraw : Nilai spektra asli
Xmean :Nilai spektra rata-rata pada sampel .
Xmean menggunakan rata-rata nilai spektra pada baris panjang gelombang dari Xraw
hingga akhir.
33
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2019 di Laboratorium
Rekayasa Bioproses dan Pascapanen Pertanian (Lab. RBPP), Jurusan Teknik
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah UV-Vis Spectroscopy jenis Geneysis
10S UV-Vis (Thermo Elektron Instrument, USA), kuvet, komputer, flashdisk,
Waterbatch, magnetic stirrer chimarec model S130810-33 (size pelat atas 4 x 4
inch), pipet ukur (2 ml, dan 10 ml), termometer , rubber bulb, labu Erlenmeyer 50
ml, gelas ukur, toples kecil, gelas beker, spataula, dan corong plastik. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah akuades, madu uniflora nektar durian, madu
uniflora nektar akasia dan madu multiflora yang diperoleh dari Rumah Madu.
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi madu uniflora Apis dorsata.
dan madu multiflora Apis dorsata dengan menggunakan UV-Vis Spektroskpi jenis
Geneysis10s UV-Vis seperti ditunjukkan pada Gambar 4 (diagram alir prosedur
34
penelitian). Pembuatan sampel menggunakan bahan madu uniflora dan madu
multiflora meliputi persiapan alat dan bahan, persiapan sampel dilanjutkan proses
dilusi atau pengenceran, pengadukan, dan proses pengambilan spektra selanjutnya
membangun dan menguji model untuk membedakan madu uniflora Apis dorsata
dan madu multiflora Apis dorsata dengan menggunakan The Unscrambler versi
9.2 dan selanjutnya dianalisis kemometrik menggunakan metode SIMCA dan
PCA.
Gambar 4. Diagram Alir Prosedur Penelitian.
Mulai
Persiapan Alat
Persiapan Bahan
Pengambilan Spektra menggunakan
Spectrophotometer
Analisis Data
Selesai
Bangun Model
Evaluasi Model
35
3.3.1 Persiapan Alat
Persiapan alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian penting dilakukan agar
pelaksanaan penelitian dapat berjalan dengan lancar tanpa kendala. Alat-alat yang
akan digunakan harus dilakukan pengecekan secara seksama hingga dapat
dipastikan bahwa alat tersebut dapat digunakan dengan baik.
3.3.2 Prosedur Persiapan Bahan
Ada beberapa proses yang harus dilakukan pada madu yang akan dijadikan
sampel penelitian, yaitu sebagai berikut, yang ditunjukkan pada Gambar 9
(diagram alir persiapan bahan)
1. Penyimpanan Madu
Madu yang digunakan yaitu madu uniflora (nektar bunga durian) dan madu
multiflora yang dihasilkan oleh lebah Apis dorsata. Sampel yang akan digunakan
dikumpulkan dalam wadah plastik, diberi label dengan nomor seperti ditunjukkan
pada Tabel 4 dan disimpan pada suhu kamar tanpa cahaya.
2. Madu dipanaskan
Madu yang kental dan terlihat homogen, tetapi jika dilihat dengan mikroskop ada
sebagian kecil sampel yang mengkristal di bagian bawah. Oleh karena itu, madu
yang akan dianalisis dipanaskan untuk melelehkan bagian yang mengkristal.
Untuk proses ini, sampel madu dituangkan ke dalam 10 ml wadah kaca dan
dipanaskan dengan Waterbatch pada suhu 60 oC, selama 30 menit seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 5. Kemudian sampel madu dibiarkan sampai pada suhu
kamar (Reyes et al, 2017).
36
Gambar 5. Proses Pemanasan Madu dengan Water Batch pada Suhu 60 oC.
3. Pengenceran
Madu yang telah dipanaskan kemudian dibiarkan sampai pada suhu kamar,
kemudian sampel diencerkan menggunkan aquades dengan perbandingan 1: 20
(ml:ml), perbandingan pengenceran ini diperoleh dari data penelitian pendahuluan
yang telah dilakukan. Nilai PCA tertinggi dan spektra terbaik pada penelitian
pendahuluan diperoleh dari pengenceran 1:20 (ml:ml). Proses pengenceran dapat
dilihat pada Gambar 6.
37
Gambar 6. Proses Pengenceran Sampel
4. Pengadukan
Madu yang telah diencerkan dengan aquades kemudian diaduk dengan
menggunakan magnetic stirrer chimArec series S130810-33 (4 x 4 inch) selama
10 menit dengan kecepatan 350 rpm untuk menghomogenkan campuran bahan
yang ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Proses Pengadukan Sampel dengan Menggunakan Magnetic Stirer
38
5. Persiapan Sampel
Tabel 4. Penomoran Sampel
No Sampel Komposisi Bahan
1-100
101-200
1 ml Madu Uniflora Nektar Durian (MUD)
1 ml Madu Multiflora (MM))
201-300 1 ml Madu Uniflora Nektar Akasia (MUA)
Sampel yang akan digunakan yaitu sebannyak 300 sampel dengan masing-masing
2 ulangan proses pengambilan spektra. Bahan yang telah dihomogenkan dengan
stirrer selama 10 menit, kemudian dipipet sebanyak 2 ml lalu dimasukkan ke
dalam kuvet kuarsa. Setelah dimasukkan ke dalam kuvet kuarsa, lalu diukur
spektranya menggunakan UV-Vis Spectroscopy jenis Geneysis 10S UV-Vis
dengan menggunakan panjang gelombang 190 nm- 1100 nm, seperti ditunjukkan
pada Gambar 8.
Gambar 8. Pengukuran Spektra Sampel dengan UV-Vis Spectroscopy jenis
Geneysis10S UV-Vis pada Panjang Gelombang 190-1100 nm.
39
Selesai
i
Gambar 9. Diagram Alir Persiapan Bahan
3.3.3 Pengambilan Spektra dengan Spektrofotometer
Tahap-tahap pengambilan spektra dengan spektrofotometer ditunjukkan pada
Gambar 10. Pengambilan spektra dengan alat spektrofotometer yaitu sampel yang
telah diencerkan dimasukkan ke dalam kuvet sebanyak 2 ml selanjutnya
dimasukkan dalam holders system dan diambil nilai absorbansi.
Mulai
Bahan disimpan dalam wadah plastik pada suhu kamar dan tanpa cahaya
Madu dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian dipanaskan pada suhu 60 oC selama 30 menit menggunakan Water batch
Sampel madu dibiarkan sampai pada suhu kamar
Sampel madu diencerkan dengan akuades dengan perbandingan 1 : 20 ml
Kemudian diaduk dengan magnetic stirrer chimArec series S130810-33 (4 x 4
inch) selama 10 menit dengan kecepatan 350 rpm
Kemudian sampel dipipet sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam kuvet
kuarsa
40
Mulai
Dihidupkan alat Uv-Vis spectroscopy jenis Geneysis 10s Uv-Vis , Thermo
Scientific, USA) dengan cara menekan tombol turn on
Selesai
i
Mulai
Gambar 10. Diagram Proses Pengambilan Spektra
Ditekan tombol test, test arme add character selanjutnya tekan tombol
accept name
Dimasukkan blank dan sampel ke dalam kuvet, letakkan ke dalam holders
system B (blank)
Dipilih wavelength tulis (190-1100) nm, tekan enter , pilih sampel position
dengan manual 6 lalu enter, pilih tombol run test
Diklik tombol collect baseline, tunggu proses sampai 100%
Dipilih tombol posisi cuvet sesuai sampel, tunggu proses sampai 100 %
Ditekan tombol test, edit data pilih menu save test to the USB drive
Diklik tombol create test arme, accept name,
Data yang sudah tersimpan di USB, ambil sample dan blank yang ada di
dalam holders system, bersihkan dan dikeringkan
Untuk mematikan alat UV-Vis spectrophotometer tekan tombol yang ada
pada bagian belakang alat
Setelah selesai, pilih measure sample, akan keluar graph (grafik) kemudian
diklik tombol tabular
41
3.3.4 Membuat dan Menguji Model
Tahap-tahap membuat dan menguji model dilakukan dengan menggunakan nilai
absorbansi yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan alat
spektrofotometer, kemudian data tersebut digunakan untuk membuat dan menguji
model dengan perangkat lunak The Unscrambler versi 9.2 (CAMO AS,Norwegia)
menggunakan SIMCA dan PCA.
3.4 Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mendeteksi pola sampel menggunakan perangkat
lunak The Unscrambler versi 9.2. Model kalibrasi dibangun menggunakan
metode principal component analysis (PCA) dan soft independent modeling of
class analogy (SIMCA). Sampel yang sudah didapatkan nilai absorbansinya
selanjutnya digabungkan menjadi satu dalam Microsoft Excel 1997-2003
kemudian dianalisis ke aplikasi The Unscrambler versi 9.2. Sampel akan dibagi
menjadi sampel kalibrasi, sampel validasi dan sampel prediksi. Sampel kalibrasi
digunakan untuk membangun model SIMCA, sampel validasi untuk memvalidasi
model yang telah dibangun, dan sampel prediksi untuk menguji model tersebut.
Setelah hasil klasifikasi dari pengujian model diperoleh, kemudian dilakukan
perhitungan menggunakan confusion matrix.
3.5 Principal Component Analysis (PCA)
Data yang diambil dari UV-Vis Spectroscopy yaitu 200 sampel madu uniflora
durian, 200 sampel madu multiflora, dan 200 sampel madu uniflora akasia yang
diambil data absorbansinya. Setelah diperoleh data absorbansinya kemudian data
42
tersebut digabungkan menjadi satu dalam satu file Microsoft Excel 97-2003.
Kemudian file Microsoft Excel 97-2003 dianalisis menggunakan aplikasi The
Unscrambler version 9.2 (Sukarye, 2018). Sampel dianalisis menggunakan The
Unscrambler dengan cara dibuka dahulu aplikasi tersebut, kemudian setelah
terbuka klik file pilih import data, lalu dipilih format excel untuk memasukkan
file Microsoft Excel 97-2003 yang akan dianalisis seperti pada Gambar 11.
Gambar 11. Cara Mengimport Data dari Microsoft Excel ke The Unscrambler 9.2.
Pada aplikasi The Unscrambler version 9.2 data excel yang dapat digunakan yaitu
format Microsoft Excel 97-2003, di atas versi Microsoft Excel 2003 aplikasi The
Unscrambler version 9.2 tidak kompatibel untuk membukanya. Setelah data
muncul pada jendela The Unscrambler selanjutnya data tersebut di transpose
dengan perintah klik menu task pilih tranform lalu pilih transpose dan dapat
dilihat pada Gambar 12.
43
Gambar 12. Cara Mentranspose Data pada The Unscrambler 9.2.
Sebelum mencari nilai PCA pada The Unscrambler 9.2 dilakaukan beberapa tahap
di antaranya klik menu Edit pilih Append pilih Category Variable, kemudian isi
Category Variable Name dengan “JENIS MADU” pilih Next dan isi Level Name
dengan madu uniflora durian (MUD), madu multiflora (MM), dan madu uniflora
akasia (MUA) dan dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Cara Membuat Kolom Category Variable.
44
Kemudian klik pada kolom JENIS MADU dan isi masing-masing baris sesuai
dengan jenis madu. Kemudian sebelum data dianalisis dengan menggunakan
PCA, data dikelompokkan sesuai kategori sampel dan variabel. Pengelompokkan
dilakukan dengan klik menu modify kemudian klik edit set kemudian isi sampel
set dengan all sampel dan variabel set dengan all variable dapat dilihat pada
Gambar 14.
Gambar 14. Menu Edit Set.
Setelah data sudah terklasifikasi sesuai jenis madu, kemudian ditambahkan
kolom category variable, kemudian isi dengan kalibrasi, validasi, prediksi, dan
KALVAL (kalibrasi dan validasi) dengan jumlah 100 sampel kalibrasi, 60 sampel
validasi, 40 sampel prediksi dan 160 sampel untuk KALVAL. Setelah itu,
dianalisis menggunakan metode principal componen analysis (PCA) dengan cara
pilih menu task kemudian pilih PCA seperti ditunjukkan pada Gambar 15,
kemudian klik menu Tasks pilih PCA lalu pilih validasi test set, pilih Set up dan
dipilih diisi dengan jumlah data validasi pada sampel seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 16.
45
Gambar 15. Identifikasi Nilai PCA
Gambar 16. Tampilan Menu PCA
117
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil analisis PCA pada data spektra original menunjukkan bahwa nilai PC1
sebesar 72% dan PC2 mempunyai nilai sebesar 25%, sehingga nilai PC1 dan
PC2 menjelaskan keragaman data sebesar 97%.
2. Hasil analisis PCA pada panjang gelombang 190-1100 nm dengan metode
perbaikan spektra kombinasi MSC serta moving average 9 segmen yaitu PC1
86% dan PC2 12%, sehingga menjelaskan keragaman data sebesar 98%.
3. Hasil klasifikasi menggunakan spektra perbaikan kombinasi MSC serta
moving average 9 segmen pada model SIMCA MUD dengan model SIMCA
MM diperoleh nilai akurasi, nilai sensitivitas, dan nilai spesifisitas sebesar
100% dengan nilai false alarm rate 0%. Pada klasifikasi model SIMCA
MUD dengan model SIMCA MUA diperoleh nilai akurasi, nilai sensitivitas,
dan nilai spesifisitas sebesar 100% dengan nilai false alarm rate 0%. Pada
klasifikasi model SIMCA MM dengan model SIMCA MUA diperoleh nilai
akurasi, nilai sensitivitas, dan nilai spesifisitas sebesar 100% dengan nilai
false alarm rate 0%.
118
4. Model SIMCA dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasikan sampel
prediksi ke dalam kelas yang sesuai dengan baik. Sehingga ketiga jenis madu
ini dapat diklasifikasikan dengan baik.
5. Seluruh hasil klasifikasi yang dibangun berdasarkan analisis kurva receiver
operating characteristic (ROC) dinyatakan sebagai excellent classification.
5.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya akan lebih baik jika ditambah jenis madu atau diganti
jenis madu yang akan diidentifikasi dengan teknik kemometrika seperti PCA dan
SIMCA. Selain itu diharapkan pada penelitian selanjutnya mennggunakan madu
yang bersumber langsung dari budidaya dan dapat diketahui secara pasti asal
usulnya.
119
DAFTAR PUSTAKA
Al- Qur’an, Surat An-Nahl/16:69.
Apratiwi, N. 2016. Studi Penggunaan UV-Vis Spectroscopy Untuk Identifikasi
Campuran Kopi Luwak dengan Kopi Arabika. (Skripsi). Universitas
Lampung. Bandar Lampung. 55 pp.
Ardiansyah, R.F. 2013. Pengenalan Pola Tanda Tangan dengan Menggunakan
Metode Principal Component Analysis (PCA).(Skripsi)
Universitas Dian Nuswantoro. Semarang. 62 pp.
Boffo, E.F., Tavares L.A., Tobias, A.C.T., Ferreira, M.M.C., Ferreira, A.G. 2012.
Identification of Components of Brazilian Honey by 1HNMR and
Classification of Its Botanical Origin by Chemometric Methods. LWT-
Food Science and Technology. 49 (1) : 55-63.
Bogdanov, S. 1997. Nataure and Origin of The Antibacterial Substance in Honey.
LWT-Food Science and Technology.. 30 : 748-754.
Camo. 2017. Analisys SIMCA. www.camo.com. Diakses pada 25 Desember 2018.
Chen, L.Z., Wang, J.H., Ye, Z.H., Zhao, J., Xue, X.F., Vander, H, Y., Sun,
Q. 2012. Classification of Chinese Honeys According to Their Floral
Origin by Near Infrared Spectroscopy. Food Chemistry. 135. 338-34.
Citrasari, D. 2015. Penentuan Adulterasi Daging Babi pada Nugget Ayam
Menggunakan NIR dan Kemometrik. (Skripsi). Universitas Jember.
Jember. 49 pp.
Codex Alimentarius Commission, 2001. Revised Codex Standard for Honey.
Codex Alimentarius Commission. Codex Stan, 12-1981, Rev. 1 (1987).
Rev. second ed.
Corvucci, F., Nobili, L., Melucci, D., Grillenzoni, F.-V. 2015. The Discrimination
of Honey Origin Using Melissopalynology and Raman Spectroscopy
Techniques Coupled with Multivariate Analysis. Food Chemistry. 169 :
297-304.
120
Costa, L. S. M., Albuquerque, M. L. S., Trugo, L. C., Quinteiro, L.M. C., Barth,
O. M., Ribeiro, M., & De Maria, C. A. B. (1999). Determination of Non-
Volatile Compounds of Different Botanical Origin Brazilian Honeys. Food
Chemistry. 64 : 1-6.
Cotte, J.F., Casabianca, H., Chardon, S., Lheritier, J., Grenier-Loustalot, M.F.
2004. Chromatographic Analysis of Sugars Applied to the Characterisation
of Monofloral Honey. Analytical Bioanalytical Chemistry. 380 (4) : 698-
705.
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spekroskopi.
LPTIK Universitas Andalas. Padang. 158 hlm.
Darmawan, A., Jasmi., Zeswita, A.L. 2014. Studi Populasi Apis Cerana
(Hymenoptera: Apidae) pada Kebun Campur di Desa Pagar Puding
Kecamatan Tebo Ulu Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. (Artikel).
Pendidikan Biologi STKIP PGRI. Sumatera Barat. 6 pp.
Da Silva, P.M., Gauche, C., Gonzaga, L.V., Costa, A.C.O., Fett, R. 2015. Honey
Chemical Composition, Stability and Authenticity. Food Chemistry. 196
(4) : 309-323.
Gholib, I. 2007. Pengantar Kimia Farmasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 485 hlm.
Gok, S., Goormaghtigh, E., Kandemir, I., Severcan, F., Severcan, M. 2015.
Differentiation of Anatolian Honey Samples from Different Botanical
Origins by ATR-FTIR Spectroscopy Using Multivariate Analysis. Food
Chemistry. 170 : 234-240.
Hadist Riwayat Ibnu Majjah. Jilid II,. Halaman 1142. No 3452.
Hennessy, S., Downey, G., O'Donnell, C.P. 2010. Attempted Confirmation of the
Provenance of Corsican PDO Honey Using FT-IR Spectroscopy and
Multivariate Data Analysis. Journal of Agricultural and Food Chemistry.
58 : 9401-9406.
Jandric, Z., Haughey, S.A., Frew, R.D., McComb, K., Galvin-King, P., Elliott,
C.T., Cannavan, A. 2015. Discrimination of Honey of Different Floral
Origins by a Combination of Various Chemical Parameters. Food
Chemistry. 189 : 52-59.
Kautsar, A. 2012. Diferensiasi Geografis Kunyit (Curcuma domestica
Val.)Menggunakan Fotometer Portable dan Analisis Kemometrik.
(Skripsi). Universitas Pakuan. Bogor. 52 pp.
Khalil, I., Moniruzzaman, M., Boukraa, L., Benhanifia, M., Islam, A., Islam, N.,
Sulaiman, S.A., Gua, S,H, 2012. Physicochemical and Antioxidant
Properties of Algerian Honey. Molecules. 17 : 11199-11215.
121
Kuntadi. 2012. Budidaya Lebah Madu Apis mellifera L. oleh Masyarakat
Pedesaan Kabuten Pati, Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam. 9 (4) : 351-361.
Kusumaningrum, D., Hoonsoo, L., Lohumi,S., Changyeun, M., Kim, M. S., and
Cho, B.K. 2017. Non-Destructive Technique for Determining the Viability
of Soybean (Glycine Max) Seeds Using FT-NIR Spectroscopy. Journal of
The Science of Food and Agriculture. 98 (7) : 1734-1742.
Latorre, C.H., Crecente, R.M.P., Martin, S.G., Garcia, J.B. 2013. A Fast
Chemometric Procedure Based on NIR Data for Authentication of Honey
with Protected Geographical Indication. Food Chemistry. 141 : 3559-3565.
Lavine, B.K. 2009. Validation of classifiers. In:Walczak, B., Tauler, R., and
Brown, S. (eds.). Comprehensive Chemometric : Chemical and
Biochemical Data Aarlysis. 587-599 hlm.
Major, N., Markovic, K.,. Krpan, M., Saric, G., Hruskar, M., Vahc ic, N. 2011.
Rapid Honey Characterization and Botanical Classification by An
Electronic Tongue. Talanta Journal. 85 (1) : 569-574.
Martono. G. H., Adji. T. B., Setiawan. N. A. 2012. Penggunaan Metodologi
Analisa Komponen Utama (PCA) untuk Mereduksi Faktor- Faktor yang
Mempengaruhi Penyakit Jantung Koroner. (Makalah Seminar Nasional)
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 5 pp.
Mignani, A.G., Ciaccheri, L., Mencaglia, A.A., Di Sanzo, R., Carabetta, S.,
Russo, M. 2016. Dispersive Raman Spectroscopy for The Nondestructive
and Rapid Assessment of The Quality of Southern Italian Honey Types.
Journal of Lightwave Technology. 34 (19) : 4479-4485.
Moar, N.T. 1985. Pollen Analysis of New Zealand Honey. New Zealand Journal
of Agricultural Research. 28 (1) : 39-70.
Mukti, K. 2012. Analisis Spektroscopy UV-Vis Penentuan Konsentrasi. (Skripsi).
Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta. 78 pp.
Mulja, M, 1995, Aplikasi Instrumental. Universitas Airlangga Press. Surabaya.
19-48 hlm.
Noviarty dan Angraini, D. 2013. Analisis Neodimium Menggunakan Metoda
Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir
BATAN. 11 (6) : 9-17.
Nurcahyo, B. 2015. Identifikasi dan Autentikasi Meniran (Phyllanthus Niruri)
Menggunakan Spektrum Ultraviolet Tampak dan Kemometrika. (Skripsi).
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 41 pp.
122
O’Haver, T. 2017. A Pragmatic Introduction to Signal Processing (Essay).
Department of Chemistry and Biochemistry, The University of Maryland.
College Park. 153 pp.
Octaviani, T., Guntarti, A., Susanti, H., 2014. Penetapan Kadar β-Karoten pada
Beberapa Jenis Cabe (Genus capsium) dengan Metode Spektrofotometri
Tampak. Jurnal Pharmaciana. 4 (2) : 101-109.
Oktafiani, T. 2018. Karakteristik Madu Lokal Indonesia Berdasarkan
Absorbansi Pada Daerah Sinar Ultraviolet Menggunakan Spektrofotometer
(Skripsi). Universitas Jember. Jember. 51 pp.
Partosoedjono S. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Terjemahan An
Introduction to The Study of Insect. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 1083 hlm.
Piana, M., Oddo, L., Bentabol, A., Bruneau, E., Bogdanov, S., Declerck, C. G.
2004. Sensory Analysis Applied to Honey. State of Art Apidologie. 35 :
26-37.
Prieto, G. B. 2017. Novel Variable Imfluence on Projection (VIP) Methods in
OPLS, O2PLS, and on PLS Models for Single-and Multiblock Variable
Selection. (Tesis) . Department of Chemistry Industrial Doctoral School,
Umea University. Swedia. 120 pp.
Pyrzynska, K., Magdalena, B. 2009. Analysis of Phenolic Acids and Flavonoids in
Honey. Treed in Analytical Chemistry. 101(7). 893-902.
Reyes, F.C., Penuelas, C., Quintanar-Stephano, J.L., Macias-Lopez, E., Bujdud-
Perez, J.M., Medina-Ramirez, I. 2017. Spectroscopic Study of Honey from
Apis Millifera from Different Regions in Mexico. Spectrochimica Acta –
Part A. 178 : 212-217.
Ronggo, Y., Chalus, P., Maurer, L., and Martinez, C. L. 2007. A Review of Near
Infrared Spectroscopy and Chemometrics in Pharmaceutical Technologies.
Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis. 44 (1) : 683–700.
Ruoff, K., Luginbuhl, W., Bogdanov, S., Bosset, J.O., Estermann, B., Ziolko, T.,
Amado, R. 2006. Authentication of The Botanical Origin of Honey by
Near-Infrared Spectroscopy. Journal of Agricultural and Food Chemistry.
54 : 6867-6872.
Ruoff, K., M.T. Iglesias, W. Luginbuhl, J.O. Bosset, S. Bogdanov, R. Amado.
2006. Quantitative Analysis of Physical and Chemical Measurands in
Honey by Mid-Infrared Spectrometry. Food Res. 223 (1) : 22-29.
Sakri, F. M. 2015. Madu dan Khasiatnya : Suplement Sehat Tanpa Efek Samping.
Diandra Primamitra Pustaka Indonesia. Yogyakarta. 84 hlm.
123
Sartika. 2011. Analisis Kadar Glukosa dan Fruktosa Pada Beberapa Madu Murni
yang Beredar Di Pasaran Dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri
Visibel. (Skripsi). Universitas Islam Negeri Alaudin. Makassar. 75 pp.
Schuhfried, E., Sanchez del Pulgar, J., Bobba, M., Piro, R., Cappellin, L.,
Tilmann, D.M., Biasioli, F. 2016. Classification of 7 Monofloral Honey
Variates by PTR-ToF-MS Direct Headspace Analysis and Chemometrics.
Talanta Journal. 147 : 213-219.
SNI.2013. No 3545. Madu. BSN. Jakarta. 30 hlm.
Sohaimy, S. A., Masry, S. H. D., Shehata, M. G. 2015. Physicochemical
Charasteristics of Honey from Different Origins. Annals of Agricultural
Sciences. 60 (2) : 279 – 287.
Suhartati, T.. 2017. Dasar Dasar Spektrofotometri UV-Vis dan Spekrofotometri
Massa untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. CV. Anugrah Utama
Raharja (AURA). Bandar Lampung. 106 hlm.
Sukarye, K. 2018. Studi Penggunaan Uv- Vis Spectroscopy dan Metode SIMCA
untuk Membedakan Kopi Bubuk Berdasarkan Umur Simpan (Skripsi).
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 102 pp.
Sulistyorini, C. 2006. Inventarisasi Tanaman Pakan Lebah Madu Apis cerana
Ferb Di Perkebunan Teh Gunung Mas Bogor. (Tesis). Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 52 pp.
Suranto, A. 2004. Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Agromedia Pustaka.
Jakarta. 115 hlm.
Suranto, A. 2007. Terapi Madu. Penebar Swadaya. Jakarta. 92 hlm.
Vercellis, C. 2009. Business Intelligence: Data Mining and Optimization for
Decision Making. John Willey & Sons, Ltd., Publication. United
Kingdom. 420 hlm.
Ungerer T. 1985. Pedoman Teknis Peternakan Lebah Madu. Lembaga penelitian
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 380 hlm.
Wahyuni. 2005. Karakteristik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Madu
dengan Penambahan Tepung Kerabang Telur Sebagai Sumber Kalsium.
(Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 75 pp.
Wibowo, B. A., Rivai, M., Tasripan. 2016. Alat Uji Madu Menggunakan Sensor
dan Polarimeter. J. Teknik ITS. 5 (1) : 28-33.
124
White, J. W., Doner, L.W. 1980. Honey Composition and Properties:Beekeeping
in The United States. Agriculture Handbook. United States Department of
Agriculture. 200 hlm.
Wulandari, E. A. 2017. Penentuan Warna dan Angka Serapan Madu
Lokal Menggunakan Spektrofotometer UV-Visible. (Skripsi). Universitas
Jember. Jember. 66 pp.
Zahrok, H. 2019. Studi Penggunaan Metode Analisis Berbasis Uv- Vis
Spectroscopy dan Metode SIMCA untuk Membedakan Kopi Codot Murni
dan Kopi Codot Campuran (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar
Lampung. 113 pp.