penggunaan metode analytical hierarchy …/penggunaan...untuk penilaian risiko lontaran piroklastik...

89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo K5408023 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Upload: doanphuc

Post on 15-Aug-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG

TIMUR GUNUNGAPI MERAPI

TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh:

Danang Tri Wibowo

K5408023

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG

TIMUR GUNUNGAPI MERAPI

TAHUN 2012

Oleh:

Danang Tri Wibowo

K5408023

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar

Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 3: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Page 5: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Danang Tri Wibowo, PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL

HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK PENILAIAN RISIKO

LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI

MERAPI TAHUN 2012.Skripsi.Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta, Agustus 2012.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengetahui bahaya lontaran piroklastik

jatuhan di daerah penelitian. (2) Mengetahui kerentanan masyarakat di daerah

penelitian. (3) Mengetahui keberadaan penduduk dan sarana sosial ekonomi

masyarakat di daerah penelitian. (4) Mengetahui kapasitas masyarakat di daerah

penelitian. (5) Mengetahui tingkat risiko lontaran piroklastik di daerah penelitian.

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode

penelitian deskriptif dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).

Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Purposive

Sampling digunakan untuk memilih memilih masyarakat yang akan dijadikan

narasumber di setiap desa yang diteliti. Teknik pengumpulan data dengan

menggunakan dokumentasi, observasi langsung, dan wawancara.

Hasil penelitian ini adalah : (1) Tingkat bahaya di daerah penelitian

didominasi oleh tingkat bahaya rendah yang terdiri dari delapan desa (47,05 %),

tingkat bahaya tinggi yang terdiri dari enam desa (35,29 %), dan tingkat bahaya

sedang terdiri dari tiga desa (17,64 %) yang dipengaruhi oleh jarak desa dari pusat

erupsi, jenis dan ukuran piroklastik jatuhan yang mencapai desa, ketebalan

endapan piroklastik, serta dampak yang ditimbulkan yaitu kesulitan air bersih dan

kerusakan lahan pertanian. (2) Tingkat kerentanan di daerah penelitian didominasi

oleh tingkat kerentanan rendah yang terdiri dari sepuluh desa (58,8 %), tingkat

kerentanan sedang yang terdiri dari lima desa (29,41 %), dan tingkat kerentanan

tinggi yang terdiri dari dua desa (11,76 %) yang dipengaruhi oleh jumlah

penduduk usia rentan, sikap dan partisipasi masyarakat, ketersediaan air bersih,

kondisi bangunan, akses jalan dan alat transportasi, serta kesejahteraan

masyarakat. (3) Tingkat keberadaan di daerah penelitian didominasi oleh tingkat

keberadaan rendah yang terdiri dari sembilan desa (52,94 %), tingkat keberadaan

tinggi yang terdiri dari empat desa (23,52 %) dan tingkat keberadaan sedang yang

terdiri dari empat desa (23,52 %) yang dipengaruhi oleh kepadatan penduduk,

keberadaan sarana social ekonomi, infrastruktur sarana air bersih, dan kekayaan

desa. (4) Tingkat kapasitas di daerah penelitian didominasi oleh tingkat kapasitas

tinggi yang terdiri dari delapan desa (47,05 %), kapasitas rendah yang terdiri dari

lima desa (29,41 %), dan tingkat kapasitas sedang yang terdiri dari empat desa

(23,52 %) yang dipengaruhi oleh kapasitas masyarakat, kapasitas institusional dan

menejemen bencana, dan kapasitas ekonomi. (5) Tingkat risiko di daerah

penelitian didominasi oleh tingkat risiko rendah yang terdiri dari sembilan desa

(52,94 %), tingkat risiko sedang yang terdiri dari tujuh desa (41,17 %), dan

tingkat risiko tinggi yang terdiri dari satu desa (5,88 %) yang dipengaruhi oleh

tingkat bahaya, tingkat kerentanan, tingkat keberadaan, dan tingkat kapasitas desa.

Kata kunci : AHP, penilaian risiko, bencana

Page 6: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT

Danang Tri Wibowo, EMPLOYING ANALYTICAL HIERARCHY

PROCESS (AHP) METHOD FOR RISK ASSESSMENT OF PYROCLASTIC FALLOUT IN EAST SLOPE OF MERAPI VOLCANO IN 2012. Skripsi.

Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret

University. Surakarta, in August 2012.

The purpose of this study were: (1) Knowing the level of pyroclastic fallout

hazards in the area of research. (2) Knowing the vulnerability of communities in

the area of research. (3) Knowing the existence of socio-economic population and

community facilities in the area of research. (4) Knowing the capacity of

communities in the area of research. (5) Knowing the level of risk pyroclastic

fallout the area of research. In accordance with the purpose of research, this research uses descriptive

method with the approach of Analytical Hierarchy Process (AHP ). Sampling

technique used is Purposive Sampling. Purposive sampling used to select the

people choose who will be the guest speaker at each of the villages studied. Data

collection techniques using the documentation, direct observation, and interviews.

The results of this study were: (1) The danger in other research areas are

dominated by low-level hazards which consists of eight villages (47.05%), then a

high level of danger which consists of six villages (35.29%), and the danger of

being consists of three villages (17.64%) are influenced by the distance from the

village center of eruption, type and size of pyroclastic fallout that reached the

village, the thickness of the pyroclastic deposits, as well as the impact that clean

water shortages and damage to agricultural land. (2) The vulnerability of the

other research areas are dominated by the low susceptibility of ten villages

(58.8%), then the level of vulnerability is made up of five villages (29.41%), and

high levels of vulnerability which consists of two villages (11.76%) are influenced

by the population of vulnerable age, attitudes and community participation, water

supply, condition of buildings, access roads and transportation, and public

welfare. (3) The existence of the other research areas are dominated by low-level

presence of nine villages (52.94%), then the presence of high levels of four

villages (23.52%) and levels of existence are made up of four villages ( 23.52%)

are influenced by population density, the existence of socio-economic facilities,

infrastructure, water supply, and the wealth of the village. (4) The capacity of the

other research areas are dominated by a high level of capacity that consists of

eight villages (47.05%) and low capacity of five villages (29.41%), and the level

of capacity is made up of four villages ( 23.52%) are influenced by the capacity of

communities, institutional capacity and disaster management, and economic

capacity. (5) The level of risk in other research areas are dominated by the low

level of risk is made up of nine villages (52.94%), then the level of risk is made up

of seven villages (41.17%), and the high risk level of one village (5.88%) is

influenced by the level of hazard, vulnerability, level of existence, and the capacity

of village.

Keywords: AHP, risk assessment, disaster

Page 7: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang ia usahakan, Dan

bahwa usahanya akan kelihatan nantinya

(Q.S. An Najm ayat 39-40)

"Semua keturunan Adam adalah orang yang pernah berbuat salah. Dan sebaik-

baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat." (HR. Ibnu Majah,

Ad Darimi, Al Hakim. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul

Mashobih.

Mangesthi Luhur Ambangun Nagara (UNS)

Manungsa punika kadosta wayang, manut dumatheng dhalang ingkang nglampahaken. Sae, ala, mulia, lan angkara dados rasukanipun gesang ingkang kedhah dipunadhepi.

Ananging kamulyan lan keluhuran budi sejati bakal ngawonaken angkara, iri, lan dengki. Menungsa ingkang adiluhung punika, santun ing pitutur, solah bawa, lan ikhlas makarya.

Tiyang ingkang paling bungah inggih punika tiyang ingkang eling lan waspada.

Rawe-rawe rantas, malang-malang putung!!!

Page 8: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT

Karya ini kupersembahkan untuk :

Keluarga, atas segala bimbingan, doa dan kasih sayangnya, dukungan

moril maupun materiil yang tidak terhingga sehingga mengantarku hingga saat ini

Kakakku dan adikku, atas semua dukungan dan kasih sayangnya,

Almamater.

Page 9: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh,

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

karunia, rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

lancar.

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,

oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah

memberikan ijin penelitian

2. Bapak Drs. Saiful Bachri, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret yang telah memberikan ijin penelitian

3. Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

sekaligus Pembimbing Akademik dan Pembimbing I yang telah

memberikan banyak arahan dan masukan

4. Ibu Pipit Wijayanti, S.Si, M.Sc, selaku Pembimbing II yang dengan sabar

membimbing dan memberikan motivasi serta mengarahkan pemikiran

penulis

5. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Geografi yang telah memberikan

ilmu selama menempuh studi

6. BPPTK Yogyakarta, Badan Kesbangpol Kabupaten Boyolali, Badan

Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Boyolali, BPS Kabupaten

Boyolali, BAPPEDA Kabupaten Boyolali atas ijin dan data yang

diperlukan

7. Bapak Camat Kecamatan Musuk dan Kecamatan Cepogo yang telah

memberikan izin penelitian dan data yang diperlukan

Page 10: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

8. Kepala Desa Cluntang, Mriyan, Sangup, Jemowo, Sumur, Lanjaran, Sruni,

Mliwis, Ringinlarik, Kembangsari, Wonodoyo, Jombong, Sumbung,

Gedangan, Sukabumi, Genting, Cepogo yang telah memberikan izin

penelitian dan data yang diperlukan

9. Sahabat Geografi 2008 terimakasih atas kebersamaan kita semua

10. Sahabat Kost Wijaya 38

11. Nuzul Wachidah, atas bantuannya dalam pengumpulan data

12. Semua pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skrpsi ini, maka

dengan segala kerendahan hati mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

perbaikan dan penyempurnaan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

kita semua. Amiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Surakarta, Agustus 2012

Penulis

Page 11: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................

HALAMAN PESETUJUAN............................................................................

HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................

HALAMAN ABSTRAK...................................................................................

HALAMAN MOTTO........................................................................................

HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................

KATA PENGANTAR.......................................................................................

DAFTAR ISI…..................................................................................................

DAFTAR TABEL.............................................................................................

DAFTAR GAMBAR.........................................................................................

DAFTAR PETA……………………………………………………………….

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................

A. Latar Belakang Masalah...............................................................................

B. Identifikasi masalah……………………………………………………….

C. Pembatasan masalah……………………………………………………….

D. Perumusan Masalah......................................................................................

E. Tujuan Penelitian..........................................................................................

F. Manfaat Penelitian........................................................................................

1. Manfaat Teoritis.......................................................................................

2. Manfaat Praktis........................................................................................

BAB II. LANDASAN TEORI...........................................................................

A. Tinjauan Pustaka..........................................................................................

1. Metode Analytical Hierarchy Prosess (AHP).........................................

2. Bencana....................................................................................................

3. Risiko Bencana........................................................................................

a. Bahaya……………………………………………………………...

b. Kerentanan………………………………………………………….

c. Keberadaan…………………………………………………………

i

ii

iii

iv

vi

vii

viii

x

xiii

xvi

xvii

xviii

1

1

6

6

7

7

8

8

8

9

9

9

14

16

16

18

20

Page 12: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

d. Kapasitas Masyarakat………………………………………………

4. Gunungapi Merapi ………………………………..................................

5. Piroklastik................................................................................................

B. Penelitian yang Relevan...............................................................................

C. Kerangkan Pemikiran...................................................................................

BAB III. METODE PENELITIAN..................................................................

A. Daerah Penelitian..........................................................................................

B. Waktu Penelitian..........................................................................................

C. Pendekatan Penelitian...................................................................................

D. Populasi dan Sampel.....................................................................................

E. Data dan Variabel Penelitian………………................................................

F. Teknik Pengumpulan Data...........................................................................

1. Observasi Lapangan............................................................................

2. Wawancara..........................................................................................

3. Dokumentasi………………………………………………………...

G. Teknik Analisis Data....................................................................................

1. Mengetahui Bahaya Lontaran Piroklastik Jatuhan di Daerah

Penelitian…………………………………………………………….

2. Mengetahui Kerentanan Masyarakat di Daerah Penelitian ………...

3. Memetakan Sarana Sosial Ekonomi Masyarakat di Daerah

Penelitian…………………………………………………………….

4. Mengetahui Kapasitas Masyarakat di Daerah Penelitian…………....

5. Menilai Tingkat Risiko Lontaran Piroklastik di Daerah Penelitian…

H. Prosedur Penelitian………………………………………………………...

I. Batasan Operasional……………………………………………………….

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................

A. Deskripsi Wilayah........................................................................................

1. Letak dan Luas....................................................................................

2. Iklim....................................................................................................

3. Geologi………………………………………………………………

4. Geomorfologi………………………………………………………..

20

33

37

38

44

47

47

47

47

48

49

52

52

52

53

53

55

57

59

61

64

66

67

70

70

70

74

78

82

Page 13: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

5. Tanah ……………………………………………………..................

6. Penduduk............................................................................................

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan.................................................................

1. Bahaya Lontaran Piroklastik Jatuhan di Daerah Penelitian…………

2. Kerentanan Masyarakatdi Daerah Penelitian ……………………….

3. Keberadaan Penduduk Dansarana Sosial Ekonomi Masyarakat di

Daerah Penelitian................................................................................

4. Kapasitas Masyarakat di Daerah Penelitian…………………………

5. Risiko Lontaran Piroklastik di Daerah Penelitian…………………...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................

A. Kesimpulan...................................................................................................

B. Implikasi.......................................................................................................

C. Saran.............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................

LAMPIRAN-LAMPIRAN...............................................................................

84

86

94

100

108

119

126

140

147

147

148

149

150

153

Page 14: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.

Tabel 2.

Tabel 3.

Tabel 4.

Tabel 5.

Tabel 6.

Tabel 7.

Tabel 8.

Tabel 9.

Tabel 10.

Tabel 11.

Tabel 12.

Tabel 13.

Tabel 14.

Tabel 15.

Tabel 16.

Tabel 17.

Tabel 18.

Tabel 19.

Tabel 20.

Tabel 21.

Tabel 22.

Tabel 23.

Tabel 24.

Desa-Desa Yang Berisiko Terlanda Material Piroklastik

Jatuhan………………………………………………………..

Nilai Skala Perbandingan Pasangan Indikator.…………………..

Pembagian Kelompok Warga dalam Penanggulangan

Bencana……………………………………………………….

Penetapan Status Bahaya Gunung Merapi…………………..

Penelitian yang Relevan……………………………………..

Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian………………..

Teknik Pengambilan Data……………………………...….....

Data Sekunder Penelitian …………………...…………….....

Variabel dan Indikator Penyusunan Risiko Lontaran

Piroklastik Gunungapi Merapi Kecamatan Musuk dan

Cepogo Kabupaten Boyolali ………………………………...

Nilai Skala Pembanding……………………………………...

Daftar Nilai IR dan Ukuran Matrik ……………...………….

Tabel Skala dan Bobot Variabel Bahaya ……………………

Tabel Skoring Variabel Bahaya Setiap Desa ………………..

Tabel Skala dan Bobot Variabel Kerentanan ………………..

Tabel Skoring Variabel Kerentanan Setiap Desa ……………

Tabel Skala Variabel Keberadaan Sarana Sosial Ekonomi ….

Tabel Skoring Variabel Keberadaan Setiap Desa …………...

Tabel Skala dan Bobot Variabel Kapasitas ………………….

Tabel Skoring Variabel Kapasitas Setiap Desa ……………...

Tabel Penghitungan Skor Risiko …………………………….

Tabel Skoring Tingkat Risiko Setiap Desa…………………..

Pembagian Wilayah Administratif dan Luas (Ha) Kecamatan

di Kabupaten Boyolali……………….………………………

Desa-Desa Daerah Penelitian ……………………………….

Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt & Ferguson …………...

5

12

23

34

40

47

50

50

51

54

55

56

56

58

59

60

61

62

64

65

65

71

71

74

Page 15: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

Tabel 25.

Tabel 26.

Tabel 27.

Tabel 28.

Tabel 29.

Tabel 30.

Tabel 31.

Tabel 32.

Tabel 33.

Tabel 34.

Tabel 35.

Tabel 36.

Tabel 37.

Tabel 38.

Tabel 39.

Tabel 40.

Tabel 41.

Tabel 42.

Tabel 43.

Tabel 44.

Tabel 45.

Tabel 46.

Tabel 47.

Tabel 48.

Besarnya Curah Hujan di Kabupaten Boyolali Tahun 2001-

2010…………………………………………………………..

Hubungan Tinggi Tempat dan Suhu Udara ….........................

Sebaran Tanah Kabupaten Boyolali…………………………….

Kepadatan Penduduk Desa Lokasi Penelitian Tahun 2010…..

Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio

di Desa Lokasi Penelitian Tahun 2010……………………….

Komposisi Penduduk Kabupaten Boyolali Menurut

Kelompok Umur Tahun 2010………………………………...

Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Usia Lima

Tahun Ke Atas Tahun 2010……………………………………

Persentase Penduduk Usia Sepuluh Tahun ke Atas Menurut

Lapangan Pekerjaan Utama 2010.……………………………

Perbandingan Berpasangan Indikator Bahaya ……………….

Matrik Prioritas Indikator Bahaya ..………………………….

Matrik Sintesis Prioritas Untuk Menghitung CR ……………

Daftar Nilai IR dan Ukuran Matrik …………………............

Perbandingan Berpasangan Indikator Kerentanan …………..

Matrik Prioritas Indikator Kerentanan…………………….....

Matrik Sintesis Prioritas Untuk Menghitung CR…………….

Daftar Nilai IR dan Ukuran Matrik …………………………

Perbandingan Berpasangan Indikator Keterdapatan................

Matrik Prioritas Indikator Keterdapatan..................................

Matrik Sintesis Prioritas Untuk Menghitung CR.....................

Daftar Nilai IR dan Ukuran Matrik..........................................

Perbandingan Berpasangan Indikator Kapasitas......................

Matrik Prioritas Indikator Kapasitas........................................

Matrik Sintesis Prioritas Untuk Menghitung CR…………….

Daftar Nilai IR dan Ukuran Matrik…………………………..

Kondisi Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Tingkat Bahaya

di Masing-Masing Desa……………………………………...

75

77

84

86

88

89

91

93

94

95

95

95

96

96

96

97

97

97

98

98

98

99

99

100

101

102

Page 16: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

Tabel 49.

Tabel 50.

Tabel 51.

Tabel 52.

Tabel 53.

Tabel 54.

Tabel 55.

Tabel 56.

Tabel 57.

Tabel 58.

Skor Bahaya dan Kelas Bahaya Setiap Desa………………...

Kondisi Aspek-Aspek dan Mempengaruhi Kerentanan Setiap

Desa…………………………………………………………..

Tabel Skoring Variabel Kerentanan Setiap Desa……………

Kondisi Keberadaan Populasi dan Sarana Prasarana

Masyarakat di Desa-Desa Lereng Timur Gunungapi Merapi..

Tabel Skoring Variabel Keberadaan Setiap Desa……………

Aspek-Aspek dang Mempengaruhi Kapasitas Desa-Desa di

Lereng Timur Gunungapi Merapi……………………………

Tabel Skoring Variabel Kapasitas Setiap Desa………………

Skoring Risiko Terhadap Lontaran Piroklastik Jatuhan di

Lereng Timur Gunungapi Merapi……………………………

Tabel Skoring Tingkat Risiko Setiap Desa…………………..

109

111

120

122

127

131

141

142

Page 17: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

Gambar 9.

Skema Rencana Darurat Secara Sederhana ………………..

Tahapan Perencanaan Pengurangan Risiko Bencana ……...

Tampilan 3 Dimensi Gunungapi Merapi Wilayah

Kabupaten Boyolali ………………………………………..

Kerangka Pemikiran Penelitian ………………...………….

Diagram Alir Penelitian……………..……………………..

Diagram Tipe Curah Hujan Daerah Penelitian Menurut

Schmidt Dan Ferguson...…………………………………..

Grafik Jumlah Penduduk Desa Lokasi Penelitian Tahun

2010.…………………………………………………………

Diagram Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Tahun 2010.…...…………………….......................................

Diagram Komposisi Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan

Tahun 2010…….....................................................................

25

32

36

46

69

76

87

91

93

Page 18: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

DAFTAR PETA

Peta 1.

Peta 2.

Peta 3.

Peta 4.

Peta 5.

Peta 6.

Peta 7.

Peta 8.

Peta 9.

Peta Administrasi Kabupaten Boyolali Tahun2010………..

Peta Kawasan Berpotensi Terlanda Material Piroklastik

Jatuhan Kabupaten Boyolali Tahun 2012………………….

Peta Geologi Kabupaten Boyolali Tahun 2012……………

Peta Tanah Kabupaten Boyolali Tahun 2012………………

Peta Tingkat Bahaya Lontaran Piroklastik Jatuhan di Desa-

Desa Lereng Timur Gunungapi Merapi Tahun 2012………

Peta Tingkat Kerentanan Desa-desa di Lereng Timur

Gunung Merapi Tahun Tahun 2012 ........................…….....

Peta Tingkat Keberadaan Penduduk dan Sarana Sosial

Ekonomi Desa-Desa Lereng Timur Gunungapi Merapi

Tahun 2012………………...................................................

Peta tingkat Kapasitas Desa-Desa di Lereng Timur

Gunungapi Merapi Tahun 2012............................................

Peta Tingkat Risisko desa-Desa Lereng Timur Gunungapi

Merapi Terhadap Lontaran piroklastik jatuhan Tahun 2012.

72

73

81

85

103

112

123

132

143

Page 19: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Lampiran 2.

Lampiran 3.

Lampiran 4.

Lampiran 5.

Daftar Responden

Pedoman Wawancara

Penghitungan Skor Bahaya, Kerentanan, Keberadaan, Kapasitas,

dan RisikoPedoman Wawancara

Dokumentasi Penelitian

Surat Perijinan

Page 20: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia umumnya mencari dan memilih tempat bermukim di daerah yang

aman dan dekat dengan tempat mencari nafkah. Indonesia, negara agraris yang

terletak di daerah tropis yang dikaruniai Tuhan dengan kesuburan tanah dan air

yang melimpah. Namun dilain pihak, keadaan geologi Indonesia sangat unik,

terletak di antara dua lempeng benua yang selalu bergerak (Sukandarrumidi,

2010:31). Pertemuan antara dua lempeng benua (benua Asia dan benua Australia)

yang sifatnya dinamis sewaktu-waktu dapat bergeser akibat gerakan tektonik.

Pergeseran lempeng yang merupakan tenaga endogen tersebut berpotensi

menimbulkan berbagai peristiwa alam seperti gempa ataupun gunung meletus.

Jalur gunungapi yang tidak kurang sekitar 300 gunungapi di kepulauan Nusantara

membuat potensi bencana vulkanik semakin tinggi.

Posisi Indonesia masuk ke dalam cincin api ‘ring of fire’, yakni suatu

gugusan gunungapi aktif yang berada di bawah permukaan laut. Ini menjadikan

Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam (SDA) yang sangat melimpah

sekaligus memiliki potensi bencana yang besar antara lain gempa tektonik, banjir,

longsor, dan bencana vulkanik atau gunung meletus (Robert J. Kodoatie dan

Roestam Sjarif, 2006:1). Salah satu potensi bencana vulkanik yang harus

diwaspadai adalah erupsi Gunungapi Merapi, contohnya erupsi yang terjadi pada

tanggal 26 Oktober 2010. Peristiwa tersebut memakan puluhan korban jiwa

termasuk juru kunci Gunungapi Merapi Mbah Maridjan.

Gunungapi Merapi adalah gunungapi di bagian tengah Pulau Jawa dan

merupakan salah satu gunungapi teraktif di Indonesia. Secara astronomis terletak

pada 7° 32’ 30’’ LS dan 110° 26’ 30’’ BT. Secara administratif, gunungapi ini

terletak di perbatasan empat kabupaten sebagai berikut: Kabupaten Sleman,

Daerah Istimewa Yogyakarta di sisi selatan, Kabupaten Magelang di sisi barat,

Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, dan Kabupaten Klaten di sisi tenggara.

Gunungapi yang merupakan salah satu gunungapi yang teraktif di dunia ini

Page 21: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke

bawah Lempeng Eurasia. Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000

tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif kemudian

menjadi eksplosif dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava

(http://www.merapi.bgl.esdm.go.id). Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun,

dan yang lebih besar sekitar 6-10 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang

dampaknya besar antara lain di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan

besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi

abu. Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kerajaan Mataram Kuno harus

berpindah ke Jawa Timur (Otto Sukatno, 2007: vii).

Menurut Departemen Pertambangan dan Energi Direktorat Jenderal

Pertambangan, Departemen Vulkanologi, gunungapi ini sangat berbahaya karena

menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai

lima tahun sekali dan dikelilingi oleh permukiman yang sangat padat.

Berdasarkan catatan Direktorat Vulkanologi, sejak tahun 1548 gunung ini sudah

meletus sebanyak lebih dari 70 kali. Sejarah erupsi Gunungapi Merapi

menunjukkan bahaya primer terdiri dari aliran piroklastik atau awan panas yang

oleh penduduk setempat disebut wedus gembel, dan jatuhan piroklastik.

Sedangkan bahaya sekunder terdiri dari lahar dingin dan longsoran vulkanik.

Berdasarkan ancaman bahaya tersebut, maka Balai Penyelidikan dan

Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) mengklasifikasikan daerah

sekitar Merapi menjadi beberapa kawasan rawan bencana, seperti yang terdapat

dalam Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Merapi 2010. Berdasarkan peta

kawasan rawan bencana tersebut, diketahui bahwa daerah disekitar lereng

Gunungapi Merapi dibagi menjadi 3 (tiga) kawasan rawan bencana, yaitu:

a) Kawasan Rawan Bencana I

Kawasan Rawan bencana I adalah kawasan yang berpotensi terlanda banjir

atau lahar dingin. Selama letusan membesar, kawasan ini berpotensi terkena

material jatuhan dan lontaran batu (pijar).

Page 22: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

b) Kawasan Rawan Bencana II

Kawasan ini berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, aliran lahar, dan

lontaran abu serta batu (pijar).

c) Kawasan Rawan Bencana III

Kawasan ini memiliki risiko tertinggi karena paling dekat dengan sumber

bahaya, sehingga sering terlanda awan panas, aliran lava, aliran lahar, guguran

batu, dan lontaran batu pijar.

Selain membagi menjadi tiga kawasan rawan bencana, dalam peta tersebut

BPPTK juga membatasi batas lontaran abu ( material piroklastik jatuhan).

Lontaran abu dan/atau lontaran piroklastik bukan merupakan bahaya utama

letusan Gunungapi Merapi, namun cukup berbahaya karena merusak sarana

prasarana sosial ekonomi dan pertanian. Lontaran piroklastik jatuhan dapat berupa

bomb, lapilli, dan debu atau abu gunungapi. Batas lontaran diukur berdasarkan

rata-rata jarak jangkauan letusan yang mencapai 10 km dari puncak gunung.

Peta tersebut juga memperlihatkan bahwa kawasan rawan bencana I, II,

dan III sebagian besar berada di lereng bagian barat dan selatan, sedangkan lereng

bagian timur dan utara hanya sebagian kecil saja. Hal tersebut dikarenakan lereng

sebelah timur Gunungapi Merapi terdapat Gunung Bibi yang menjadi pelindung

alami terhadap aliran piroklastik. Keberadaan Gunung Bibi tersebut membelokkan

arah aliran piroklastik ke arah selatan sehingga kawasan lereng timur Gunungapi

Merapi tidak berpotensi terkena awan panas maupun lahar dingin, akan tetapi

berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Merapi 2010, kawasan

lereng timur sangat berpotensi terlanda piroklastik jatuhan. Ancaman piroklastik

jatuhan memang tidak seperti awan panas yang sangat berbahaya, namun

piroklastik jatuhan dapat merobohkan bangunan, merusak lahan pertanian, dan

merusak infrastruktur serta sarana prasarana masyarakat. Selain merusak,

ancaman piroklastik jatuhan juga berpotensi menimbulkan kepanikan pada

masyarakat sehingga menimbulkan adanya korban jiwa. Berdasarkan data yang

diperoleh dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten

Boyolali, tercatat 30 orang meninggal dunia selama erupsi Gunungapi Merapi

tahun 2010. Korban meninggal merupakan korban secara tidak langsung akibat

Page 23: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

erupsi Gunungapi Merapi 2010, yaitu karena kecelakaan saat berusaha melarikan

diri (mengungsi), kaget ketika terjadi erupsi sehingga terkena serangan jantung,

dan sakit pernapasan akibat abu vulkanik.

Adanya korban jiwa di daerah yang tidak termasuk kawasan rawan

bencana menunjukkan kurangnya kesiapan pemerintah dan masyarakat dalam

menghadapi bencana. Kurangnya kesiapan pemerintah dan kepanikan masyarakat

ketika terjadi letusan mengakibatkan potensi kerawanan sosial meningkat. Hal

tersebut tidak perlu terjadi apabila masyarakat memiliki pemahaman spasial yang

baik. Melalui pemahaman spasial yang baik, masyarakat dapat menentukan

sendiri apa yang harus mereka lakukan, kearah mana mereka harus mengungsi,

dan sebagainya, karena dengan pemahaman spasial, masyarakat mengetahui

kondisi wilayahnya sehingga tidak menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu,

untuk mengurangi risiko bencana harus dilakukan penilaian risiko bencana yang

bertujuan untuk mengidentifikasi wilayah berdasarkan tingkat risikonya terhadap

bencana (Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN-PRB)

2010-2012:V). Penilaian risiko bencana ini sejalan dengan UU No. 24 Tahun

2007 tentang penanggulangan bencana dan Rencana Aksi Nasional Pengurangan

Risiko Bencana (RAN-PRB) 2010-2012). Penilaian risiko terhadap lontaran

piroklastik jatuhan di Boyolali dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan

kejadian bencana erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010. Penilaian risiko bencana

ini sangat penting dilakukan sebagai bahan evaluasi terhadap menejemen

pengurangan risiko bencana yang telah dilakukan, sehingga dapat dilakukan

peningkatan dan perbaikan sistem menejemen bencana agar semakin baik.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian

risiko, adalah metode Analitycal Hierarchy Proces (AHP). Metode ini digunakan

untuk melakukan penilaian bobot masing-masing indikator. Hal ini dikarenakan

masing-masing indikator memiliki tingkat kepentingan atau kontribusi yang

berbeda-beda dalam penilaian risiko bencana (Aisyah, 2009:13). Penggunaan

metode AHP diharapkan dapat membantu memberikan bobot indikator sesuai

tingkat kepentingannya sehingga penilaian risiko bencana dapat dilakukan sesuai

kondisi di lereng timur Gunungapi Merapi.

Page 24: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Berdasarkan pengamatan peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi

Merapi tahun 2010, secara administratif kawasan di lereng timur Gunungapi

Merapi mencakup 2 (dua) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Musuk, dan

Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Dua kecamatan tersebut, sebagian

wilayahnya merupakan daerah yang berisiko terlanda lontaran material piroklastik

jatuhan. Desa-desa tersebut terletak dalam radius 0 hingga 10 km dari pucak

Gunungapi Merapi yang terdiri dari 9 (Sembilan) desa di Kecamatan Musuk, dan

8 (delapan) desa di Kecamatan Cepogo. Desa-desa tersebut dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Desa-Desa yang Berisiko Terlanda Material Piroklastik Jatuhan.

Kecamatan Musuk Jarak (km) Kecamatan Cepogo Jarak (km)

1. Cluntang 5 1. Wonodoyo 5

2. Mriyan 5 2. Jombong 10

3. Sangup 5 3. Sumbung 10

4. Jemowo 10 4. Gedangan 10

5. Sumur 10 5. Sukabumi 10

6. Lanjaran 10 6. Genting 10

7. Sruni 10 7. Cepogo 10

8. Ringinlarik 10 8. Mliwis 10

9. Kembangsari 10

Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Boyolali dan Peta

Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Merapi, Desember 2010.

Desa-desa di lereng timur Gunungapi Merapi di atas memiliki keragaman

kondisi geografis yang berbeda-beda, dengan kemiringan lereng yang beragam,

mulai dari 0% hingga 70%. Selain itu, desa-desa tersebut memiliki karakteristik

masyarakat dan pemerintahan yang berbeda-beda yang berakibat pada perbedaan

pandangan dalam menghadapi bencana. Perbedaan tersebut tentu mempengaruhi

besarnya risiko di masing-masing desa terhadap potensi lontaran piroklastik

jatuhan, sehingga dengan diketahuinya tingkat risiko di masing-masing desa,

masyarakat sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi bencana.

Berdasarkan deskripsi diatas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan

kajian tentang risiko erupsi Gunungapi Merapi terhadap lontaran piroklastik

Page 25: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

jatuhan di lereng timur Gunungapi Merapi yang meliputi Kecamatan Musuk dan

Kecamatan Cepogo. Untuk itu penelitian ini mengambil judul :

“PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG

TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas terdapat

beberapa masalah yang timbul yaitu :

1. Gunungapi Merapi merupakan gunungapi aktif dan berbahaya yang berpotensi

menimbulkan bencana.

2. Lereng timur Gunungapi Merapi tidak termasuk dalam kawasan rawan

bencana I, II, maupun III sehingga tidak menjadi prioritas penanganan

bencana.

3. Lereng timur Gunungapi Merapi berisiko terlanda lontaran piroklastik jatuhan

yang dapat merobohkan bangunan, merusak lahan pertanian, dan merusak

infrastruktur serta sarana prasarana masyarakat.

4. Perhatian pemerintah untuk mengurangi risiko bencana di lereng timur

Gunungapi Merapi masih rendah.

5. Sebagian besar masyarakat kurang menyadari risiko bencana erupsi

Gunungapi Merapi sehingga tidak siap menghadapi bencana.

6. Perlunya dilakukan penilaian risiko bencana terhadap lontaran piroklastik

jatuhan di lereng timur Gunungapi Merapi.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan beberapa permasalahan yang timbul di daerah penelitian,

dengan mengingat keterbatasan tenaga, waktu, biaya, kemampuan penulis, dan

untuk mempertajam serta memperjelas permasalahan yang akan diteliti, maka

diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut :

Page 26: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

1. Perlunya pemahaman yang menyeluruh tentang bahaya lontaran piroklasik,

kondisi sosial ekonomi, dan prasarana sosial ekonomi di daerah penelitian

agar diketahui tingkat risiko bencana yang mungkin terjadi.

2. Perlunya pemahaman tentang besarnya kapasitas/kemampuan masyarakat

sehingga dapat mengurangi risiko bahaya yang mungkin terjadi.

3. Perlunya penilaian tingkat risiko lontaran material piroklastik agar masyarakat

siap menghadapi kemungkinan terjadinya bencana.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang dan pembatasan masalah maka dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bahaya lontaran piroklastik jatuhan Gunungapi Merapi di

daerah penelitian?

2. Bagaimanakah kerentanan masyarakat di daerah penelitian?

3. Bagaimanakah keberadaan penduduk dan sarana sosial ekonomi di daerah

penelitian?

4. Bagaimanakah kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana di daerah

penelitian?

5. Bagaimanakah risiko lontaran piroklastik yang mungkin terjadi di daerah

penelitian?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bahaya lontaran piroklastik jatuhan di daerah penelitian.

2. Mengetahui kerentanan masyarakat di daerah penelitian.

3. Mengetahui keberadaan penduduk dan sarana sosial ekonomi masyarakat di

daerah penelitian.

4. Mengetahui kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana di daerah

penelitian.

5. Mengetahui tingkat risiko lontaran piroklastik di daerah penelitian.

Page 27: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

sebagai berikut :

a. Memberikan masukan pengetahuan baru tentang kajian ilmu geografi

bencana, dalam hal risiko bencana erupsi Gunungapi Merapi khususnya

lontaran material piroklastiknya.

b. Kajian tentang sosial-ekonomi dari hasil penelitian ini yaitu kondisi

masyarakat di daerah penelitian.

c. Penelitian ini merupakan penerapan ilmu pengetahuan dan teori-teori yang

telah diperoleh di bangku kuliah dalam penerapannya di lapangan.

d. Menjadi referensi peneliti yang lain di masa yang akan datang.

e. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai media

pembelajaraan dalam pendidikan.

2. Manfaat Praktis

Aplikasi praktis dalam konteks kehidupan dari hasil penelitian ini

adalah:

a. Memberi masukan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dalam

menghadapi bencana.

b. Memberi masukan bagi pemerintah untuk perencanaan Program

Kesiapsiagaan Berbasis Masyarakat dan Program Pengurangan Risiko

Bencana Berbasis Masyarakat.

c. Referensi bahan ajar pada mata pelajaran geografi di SMP kelas IX pada

pokok bahasan Gejala Diastropisme dan Vulkanisme.

Page 28: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung

keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung

keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang

kompleks menjadi suatu hirarki. Menurut Saaty (2008:83), hirarki didefinisikan

sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu

struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor,

kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif.

Melalui hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam

kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki

sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. AHP sering

digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang

lain karena alasan-alasan sebagai berikut :

1) Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih,

sampai pada subkriteria yang paling dalam.

2) Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi

berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.

3) Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan

keputusan.

AHP mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari :

1) Reciprocal Comparison, yang mengandung arti si pengambil keputusan

harus bisa membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya.

Preferensinya itu sendiri harus memenuhi syarat resiprokal yaitu kalau A

lebih disukai dari B dengan skala x, maka B lebih disukai dari A dengan

skala 1: x.

2) Homogenity, yang mengandung arti preferensi seseorang harus dapat

dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya

dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak dapat dipenuhi

Page 29: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogenous dan

harus dibentuk suatu‟cluster‟ (kelompok elemen-elemen) yang baru.

3) Independence, yang berarti preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan

bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada

melainkan oleh objektif secara keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola

ketergantungan atau pengaruh dalam model AHP adalah searah keatas,

Artinya perbandingan antara elemen-elemen dalam satu level dipengaruhi

atau tergantung oleh elemen-elemen dalam level di atasnya.

4) Expectations, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki

diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka si

pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria dan atau objektif

yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap

tidak lengkap.

Untuk menerapkan metode AHP, harus memenuhi empat prinsip dasar

yakni pembuatan hierarki indikator, penilaian kriteria dan alternative indikator,

sintesis prioritas, serta pengukuran konsistensi logis (Aisyah dkk, 2009:14).

Secara umum, langkah-langkah penerapan metode AHP menurut Kadarsyah

Suryadi dan Ali Ramdhani, 1998 dalam Syaifullah sebagai berikut:

1) Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Dalam

tahap ini kita berusaha menentukan masalah yang akan kita pecahkan

secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada kita coba

tentukan solusi yang mungkin cocok bagi masalah tersebut. Solusi dari

masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya kita

kembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya.

2) Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama. Setelah

menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki

yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk

mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan

menentukan alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang

berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika mungkin

diperlukan).

Page 30: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

3) Membuat matrik perbandingan berpasangan yang mengGambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria

yang setingkat di atasnya. Matriks yang digunakan bersifat sederhana,

memiliki kedudukan kuat untuk kerangka konsistensi, mendapatkan

informasi lain yang mungkin dibutuhkan dengan semua perbandingan

yang mungkin dan mampu menganalisis kepekaan prioritas secara

keseluruhan untuk perubahan pertimbangan. Pendekatan dengan matriks

mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan

didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil

keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan

elemen lainnya. Untuk memulai proses perbandingan berpasangan dipilih

sebuah kriteria dari level paling atas hirarki misalnya K dan kemudian dari

level di bawahnya diambil elemen yang akan dibandingkan misalnya

E1,E2,E3,E4,E5.

4) Mendefinisikan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah

penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah

banyaknya elemen yang dibandingkan. Hasil perbandingan dari masing-

masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan

perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen

dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil

perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa

membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan

pada sel yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan. Skala

perbandingan perbandingan berpasangan dan maknanya yang

diperkenalkan oleh Saaty disajikan dalam Tabel 2.

5) Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya. Jika tidak konsisten

maka pengambilan data diulangi.

6) Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7) Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan

yang merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen-

elemen pada tingkat hirarki terendah sampai mencapai tujuan.

Page 31: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Penghitungan dilakukan lewat cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari

matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang

bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan

nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk

mendapatkan rata-rata.

8) Memeriksa konsistensi hirarki. Yang diukur dalam AHP adalah rasio

konsistensi dengan melihat index konsistensi. Konsistensi yang diharapkan

adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang

mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio

konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 0,100.

Tabel 2 . Nilai Skala Perbandingan Pasangan Indikator.

Intensitas

Kepentingan Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya, dua elemen mempunyai

pengaruh yang sama besar

3

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yanga

lainnya, pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu

elemen dibandingkan elemen yang lainnya

5

Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya,

pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen

dibandingkan elemen yang lainnya

7

Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya,

satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam

praktek. Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya,

bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain

memeliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin

menguatkan.

9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya

2, 4, 6, 8

Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang

berdekatan, nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2

pilihan

Kebalikan

Kebalikan = Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka

dibanding dengan aktivitas j , maka j mempunyai nilai

kebalikannya dibanding dengan i Sumber: Thomas L Saaty (Int. J. Services Sciences, Vol. 1, No. 1, 2008: 86)

Page 32: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Kelebihan dan Kelemahan AHP

Layaknya sebuah metode analisis, AHP pun memiliki kelebihan dan

kelemahan dalam system analisisnya. Kelebihan-kelebihan analisis ini adalah :

1) Kesatuan (Unity)

AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi

suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami.

2) Kompleksitas (Complexity)

AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan

sistem dan pengintegrasian secara deduktif.

3) Saling ketergantungan (Inter Dependence)

AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas

dan tidak memerlukan hubungan linier.

4) Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring)

AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan

elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level

berisi elemen yang serupa.

5) Pengukuran (Measurement)

AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan

prioritas.

6) Konsistensi (Consistency)

AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang

digunakan untuk menentukan prioritas.

7) Sintesis (Synthesis)

AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa

diinginkannya masing-masing alternatif.

8) Trade Off

AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem

sehingga orang mampu memilih altenatif terbaik berdasarkan tujuan

mereka.

Page 33: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

9) Penilaian dan Konsensus (Judgement and Consensus)

AHP tidak mengharuskan adanya suatu konsensus, tapi

menggabungkan hasil penilaian yang berbeda.

10) Pengulangan Proses (Process Repetition)

AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu

permasalahan dan mengembangkan penilaian serta pengertian mereka

melalui proses pengulangan.

Sedangkan kelemahan metode AHP adalah sebagai berikut:

1) Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini

berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan

subyektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika

ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru.

2) Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara

statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model

yang terbentuk

2. Bencana

Pengertian Bencana (disaster), Penyebab Bencana dan Jenisnya

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,

baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU 24/2007 tentang

Penanggulangan Bencana). Sunarto (2006:4) menyatakan bencana merupakan

suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa yang terjadi secara mendadak

maupun perlahan-lahan, yang disebabkan oleh alam, manusia, atau keduanya

dengan menimbulkan akibat bagi pola kehidupan dan penghidupan, gangguan

pada sistem pemerintahan yang normal, atau kerusakan ekosistem, sehingga

diperlukan tindakan darurat untuk menolong dan menyelamatkan manusia dan

lingkungannya. Selain itu, World Meteorological Organization/WMO/TD No.

955, 1999: 2 menyebutkan sebagai berikut:

Page 34: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Disaster: A serious disruption of the functioning of a society, causing

widespread human, material or environmental losses whichexceed the ability

of affected society to cope using only its own resources. Disaster are often

classified according to their speed of onset (sudden or slow), or according to

their cause (natural or man-made).

Berdasarkan berbagai pendapat mengenai bencana di atas, dapat

disimpulkan bahwa bencana merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang

diakibatkan oleh faktor alam maupun non alam yang menimbulkan kerusakan

dan korban jiwa, sehingga harus dilakukan upaya tindakan darurat atau

penyelamatan.

Berdasarkan penyebabnya, bencana dapat dibagi menjadi dua yaitu

alam dan manusia. Secara alami bencana akan selalu terjadi di muka bumi,

misal tsunami, gempa bumi, gunung meletus, jatuhnya benda-benda dari langit

ke bumi (misal meteor), tidak adanya hujan pada suatu lokasi yang

menyebabkan terjadinya kekeringan, atau sebaliknya curah hujan yang sangat

tinggi menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor. Bencana oleh aktifitas

manusia adalah terutama akibat eksploitasi alam yang berlebihan. Eksploitasi

ini disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang terus meningkat.

Pertumbuhan ini mengakibatkan kebutuhan pokok dan non pokok meningkat,

kebutuhan infrastruktur meningkat, alih tata guna lahan meningkat (Kodoatie

& Sjarief, 2006:68).

Menurut jenisnya, bencana dibagi menjadi bencana alam, bencana non

alam, bencana sosial (UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana).

Sunarto dan Lies Rahayu (2006:4) menjabarkan jenis-jenis bencana alam

meliputi badai, banjir, erupsi gunungapi, gempa bumi, tsunami, longsor, dan

bencana meteoric. Jenis-jenis bencana biologis mencakup epidemik, penyakit

tanaman, pest, dan kepunahan spesies. Bencana antropogenik antaralain

bencana teknologi, bencana struktural (kekeliruan dalam mengambil kebijakan

oleh pemerintah), bencana sosial, serta bahaya moral.

Page 35: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Bencana yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bencana alam

akibat erupsi Gunung Merapi di permukiman lereng Timur Gunung Merapi

khususnya akibat lontaran piroklastik jatuhan.

3. Risiko bencana

Risiko menurut World Meteorological Organization/TD No. 955

(1999:32) adalah:

Risk:

Expected losses (of lives, persons injured, property damaged,and economic

activity disrupted) due to a particular hazard for a given area and reference

period. Based on mathematical calculation risk is the product of hazard and

vulnerability.

Risiko merupakan potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana

pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian,

luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau

kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (UU No. 24 Tahun 2007

tentang Penanggulangan Bencana). Risiko biasanya dihitung secara

matematis, merupakan probabilitas dari dampak atau konsekwesi suatu bahaya

(Aisyah dkk, 2009:19). Seiring perkembangannya, risiko bencana tidak hanya

diukur berdasarkan probabilitas dari dampak atau konsekwesi suatu bahaya,

namun juga mempertimbangkan kapasitas masyarakat . Untuk mengetahui

besarnya risiko bencana, dalam penelitian ini menggunakan persamaan di

bawah ini:

a. Bahaya (hazard)

A threatening event, or the probability of occurrence of a potentially

damaging phenomenon within a given time period and area (Meteorological

Organization/TD No. 955, 1999: 2). Berdasar kutipan tersebut, bahaya dapat

Risiko (R) = ( Bahaya (H) + Kerentanan (V) + Keberadaan (E)) - Kapasitas (C)

Sumber: Aisyah, N., Nandaka, A. IGM. Miswanto., Djalal. Y., Asman.,

Sayudi. D.S., Muzani, M. (2009: 19) (Buletin Merapi Vol 07/02 edisi

Agustus, 2010)

Page 36: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

diartikan sebagai suatu kondisi, secara alamiah maupun karena ulah manusia,

yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian dan kehilangan jiwa

manusia. Bahaya berpotensi menimbulkan bencana, tetapi tidak semua bahaya

selalu menjadi bencana.

Bahaya dalam hal ini meliputi bahaya erupsi gunungapi Merapi yang

memiliki sifat khusus dibandingkan gunungapi lainnya. Sukandarrumidi

(2010: 73) mengemukakan bahaya yang mungkin ditimbulkan apabila terjadi

erupsi gunungapi adalah:

1) Aliran piroklastik/awan panas

Tidak semua gunungapi di Indonesia mengeluarkan awan panas pada saat

erupsi. Awan panas adalah cirri khas erupsi gunung Merapi, yaitu berupa

luncuran material vulkanik yang bersuhu ratusan derajat celcius. Daerah

yang dilewati awan panas biasanya menjadi daerah yang menderita paling

parah. Awan panas arah mengalirnya dipengaruhi oleh bentuk

kawah/kepundan. Awan panas yang dikeluarkan Gunungapi Merapi bulan

Oktober 2010 telah menghancurkan desa kinahrejo dan sekitarnya,

termasuk menewaskan Mbah Maridjan, sang juru kunci. Semua terbakar,

banyak korban nyawa, harta benda, termasuk ternak.

2) Kebakaran hutan

Kebakaran hutan biasanya terjadi di sepanjang alur sungai yang dilalui

oleh awan panas. Radius capaiannya bisa mencapai ratusan meter dari

pinggiran sungai. Tanaman kayu mongering, rumput terbakar, namun

dalam waktu singkat rumput segera tumbuh kembali.

3) Eksplosif/ letusan/piroklastik jatuhan

Eksplosif/letusan/piroklasti jatuhan mengeluarkan material vulkanik

dengan ukuran bom hingga debu. Bangunan rumah, terutama atap tidak

mampu menahan beban timbunan material vulkanik ini, hingga akhirnya

roboh. Pepohonan akan tertutupi dan terpanggang oleh panas material ini

sehingga menimbulkan kerugian bagi petani.

Page 37: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

4) Banjir lahar dingin

Lahar dingin adalah material-material vulkanik hasil erupsi gunungapi

yang bentuknya berupa batu dengan ukuran sangat besar hingga batu kecil,

kerikil, dan pasir. Banjir lahar dingin melewati sungai-sungai dan biasanya

terjadi saat musim hujan dan membanjiri daerah hilir, memperdalam alur

sungai, serta menimbulkan longsoran tebing.

5) Keluar dan menyebarnya uap belerang

Uap belerang sangat berbahaya bagi manusia. Arah aliran uap beerang

sangat bergantung pada arah angin. Uap belerang dapat menimbulkan

sesak napas dan apabila berkelanjutan dapat mengakibatkan keracunan

paru-paru yang mengakibatkan kematian.

6) Kesulitan air bersih

Air bersih merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting bagi

kehidupan. Namun jika terjadi bencana, mata air bisa saja hilang karena

banyak tertimbun longsoran dan akibatnya air menjadi tercemar. Selain itu

sarana prasarana yang rusak akibat bencana juga mempersulit

mendapatkan air bersih. Akibatnya persediaan air bersih menjadi terbatas.

b. Kerentanan (vulnerability)

Degree of loss resulting from a potentially damaging phenomenon

(Meteorological Organization/TD No. 955, 1999: 2). Kutipan ini dapat

diartikan bahwa kerentanan merupakan kondisi ketidakmampuan akibat suatu

fenomena atau peristiwa yang berpotensi merusak.

Dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Bab I Ketentuan

Umum Pasal 1 tidak ditemukan istilah kerentanan. Dalam ilmu sosial,

kerentanan (vulnerability) merupakan kebalikan dari ketangguhan (resilience),

kedua konsep tersebut laksana dua sisi mata uang. Konsep ketangguhan

merupakan konsep yang luas, termasuk kapasitas dan kemampuan merespons

dalam situasi krisis/konflik/darurat (emergency rersponse). Kerentanan,

ketangguhan, kapasitas, dan kemampuan merespons dalam situasi darurat, bisa

diimplementasikan baik pada tingkat individu, keluarga, masyarakat, dan

Page 38: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

institusi (pemerintah maupun LSM). Kerentanan wilayah dan penduduk

terhadap ancaman meliputi kerentanan fisik, kerentanan sosial, dan kerentanan

ekonomi. Kerentanan sosial ekonomi dapat bersifat generik berlaku untuk

semua jenis ancaman. Sementara itu kerentanan fisik bersifat spesifik sesuai

dengan jenis ancaman. Kerentanan yang bersifat generik dapat digunakan

untuk semua ancaman, terkait dengan aspek sosial ekonomi wilayah dan

penduduk di suatu wilayah. Indikator kerentanan sosial ekonomi terkait

dengan tingkat kemiskinan, laju pertumbuhan ekonomi, densitas dan

penyebaran penduduk, lama pendidikan formal, tingkat pengangguran, beban

tanggungan, dan indikator sosial ekonomi lainnya (RAN-PRB 2010-2012: 2-

19).

Kerentanan dalam penelitian ini diartikan sebagai keadaan atau

sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan

menghadapi bahaya atau ancaman (Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun

2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana:13).

Kerentanan ini dapat berupa:

1. Kerentanan Fisik

Kerentanan fisik merupakan kerentanan yang berkaitan oleh karakteristik

bangunan dan infrastruktur pada suatu daerah, misal umur bangunan,

material bangunan, dan konstruksi bangunan.

2. Kerentanan Sosial

Kerentanan sosial merupakan kerentanan yang berkaitan dengan kondisi

sosial dari masyarakat. Masyarakat harus dipisah-pisahkan antara balita,

ibu hamil, orang cacat, dan lansia.

3. Kerentanan Ekonomi

Kerentanan ekonomi berkaitan dengan kondisi perekonomian masing -

masing rumah tangga yang menempati suatu daerah tertentu, misal berupa

pekerjaan, pendapatan, dan tabungan.

Page 39: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

4. Kerentanan Lingkungan

Kerentanan lingkungan berkaitan dengan mudah tidaknya kerusakan

terjadi pada sumberdaya air, lahan, udara, flora, fauna, dan komponen

lingkungan lainnya.

c. Keberadaan (exposure)

Keberadaan merupakan kondisi fisik yang berpengaruh terhadap besar

kecilnya risiko. Keberadaan mempunyai peranan yang sangat penting, karena

keberadaan adalah sarana penunjang kehidupan. Semakin suatu daerah

memiliki populasi dan sarana sosial ekonomi tinggi, maka semakin besar

risiko yang dimiliki (Aisyah dkk, 2010:17). Terdapat empat indikator

keberadaan, sebagai berikut:

1) Populasi

Populasi adalah keseluruhan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah

yang berpotensi terhadap risiko bencana. Kondisi populasi berkaitan

dengan kepadatan penduduk suatu wilayah.

2) Bangunan fisik

Bangunan fisik adalah semua bangunan yang dibangun di daerah yang

berpotensi terhadap risiko bencana. Bangunan tersebut meliputi rumah,

sekolah, kantor, tempat ibadah dan pasar.

3) Infrastuktur sarana air

Infrastruktur sarana air adalah sarana penunjang ketersediaan air bersih.

Infrastruktur sarana air meliputi pipa saluran air bersih, bak penampungan

air, irigrasi

4) Total kekayaan desa

Kekayaan desa adalah total rata-rata kekayaan desa dalam kurun waktu

tertentu. Kekayaan desa dapat diperoleh di monografi desa.

d. Kapasitas Masyarakat

Menururt Djaelani (2008 : 20), kapasitas adalah kemampuan potensial

sesungguhnya yang ada dalam masyarakat untuk menghadapi bencana

Page 40: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

menggunakan berbagai sumber daya, baik manusia atau materi untuk

melakukan pencegahan dan tanggap darurat bencana yang efektif. Aisyah dkk

(2010: 26) menyatakan bahwa kapasitas adalah gabungan antara semua

kekuatan dan sumberdaya yang tersedia dalam suatu masyarakat atau

organisasi yang dapat mengurangi tingkat risiko atau akibat dari bencana.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat diartikan bahwa kapasitas merupakan

kondisi masyarakat yang menunjukkan kesiapan dan posisi masyarakat

terhadap suatu kejadian, dalam hal ini kesiapan dalam menghadapi ancaman

bencana. Faktor-faktor penentu kapasitas menurut Aisyah dkk (2010: 18)

terdiri dari:

1) Tata guna lahan

Tataguna lahan adalah kesesuaian penggunaan lahan sesuai dengan

peruntukannya sehingga ketika terjadi bencana tidak menghambat upaya

penyelamatan diri. Tataguna lahan dalam hal ini meliputi pola/persebaran

permukiman dan jalan.

2) Penyuluhan kebencanaan

Penyuluhan kebencanaan dapat diartikan sebagai upaya penyadaran

masyarakat yang berpotensi terkena dampak bencana agar risiko bencana

dapat ditekan. Pemberian penyuluhan dapat dilakukan oleh lembaga

pemerintah maupun non pemerintah yang bergerak di bidang mitigasi

bencana. Penyuluhan diberikan kepada masyarakat atau perwakilan

masyarakat di kantor kepala desa ataupun di rumah warga, yang bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam upaya meminimalisir

risiko bencana.

3) Pelatihan/simulasi tanggap darurat bencana

Pelatihan/simulasi tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan

pelatihan/praktek untuk menangani dampak buruk terjadinya bencana

meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,

pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,

penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Dengan adanya

Page 41: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

pelatihan tanggap darurat diharapkan masyarakat siap menghadapi

bencana sehingga risiko semakin kecil.

4) Kurikulum sekolah

Memasukkan pendidikan kebencanaan pada kurikulum sekolah dipandang

sangat penting terutama pada sekolah-sekolah yang terletak pada daerah

rawan bencana. Dengan masuknya pendidikan kebencanaan dalam

kurikulum sekolah, maka kesadaran masyarakat dapat dilatih sejak dini.

5) Partisipasi masyartakat dalam pengurangan risiko bencana

Partisipasi masyarakat yang rentan terkena bencana merupakan hal yang

penting dalam melakukan tindakan tanggap darurat serta melakukan

monitoring atas proses penanganan bencana yang dilakukan. Masyarakat

di sebuah daerah yang memiliki potensi mengalami bencana harus terlibat

dan dilibatkan dalam upaya pengurangan risiko bencana.

6) Kelompok lokal penanggulangan bencana

Masyarakat adalah pihak pertama yang merasakan dampak suatu bencana.

Oleh karena itu, dalam suatu kelompok masyarakat harus dibentuk

kelompok-kelompok penanggulangan bencana yang beranggotakan

masyrakat setempat. Dalam kelompok atau komunitas masyarakat,

masing-masing anggota wajib melakukan persiapan. Warga dapat

menentukan prioritas anggota masyarakat yang wajib dibantu saat

evakuasi. Pembagian kelompok warga dalam penanggulangan bencana

disajikan dalam Tabel 3.

7) Bantuan rekonstruksi

Rekonstruksi dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik,

meliputi pembangunan kembali sarana dan prasarana, pembangkitan

kembali kehidupan sosial dan budaya masyarakat, penerapan rancang

bangun yang tepat, dan penggunaan peralatan yang lebih baik (Naryanto.

HS dkk, 2009:146). Pasca terjadinya bencana, dibutuhkan partisipasi dan

peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan

masyarakat, untuk membantu dalam upaya peningkatan kondisi sosial,

Page 42: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

ekonomi, dan budaya, peningkatan fungsi layanan public, serta

peningkatan layanan utama dalam masyarakat.

Tabel 3. Pembagian Kelompok Warga dalam Penanggulangan Bencana.

Kelompok Tugas Syarat anggota Patner

instansi

Evakuasi

Menyebarkan

rancangan evakuasi

kepada warga

Memandu kelompok

warga ke pengungsian

Pria/wanita umur 20-40

tahun

Sehat jasmani dan

rohani

Memiliki daya tahan

stres

Mampu bekerja

dibawah tekanan

Pernah terlibat dalam

bidang kesehatan,

kepanduan, atau

olahraga

Memiliki kemampuan

medis dan perawat

(untuk kelompok

pengobatan dan

perawatan)

Trampil menggunakan

kendaraan mobil, trik

(untuk kelompok

transportasi)

Mampu memasak

makanan sehat dan

higienis untuk

kelompok besar

Mempunyai koneksi

dengan lembaga yang

dapat member bantuan

Tim SAR

Satkorlak /

Satlak

TNI /

POLRI

PMI

Rumah sakit

Dinkes

Dinsos

Dinhub

LSM

Penyelamatan

Membantu korban

Mencari korban yang

hilang

Pangobatan

& perawatan

Memberi pertolongan

pertama bagi korban

Merawat korban yang

luka dan sakit

Transportasi

Membawa warga ke

lokasi pengungsian

Membawa korban ke

rumah sakit

Mendukung mobilitas

kelompok lain

Dapur umum Menyiapkan

kebutuhan pangan para

pengingsi

Pencari

bantuan

Mencari bantuan

pangan, sandang,

tenaga medis, obat,

tenda, tandu, dan

kebutuhan lain

Sumber: Panduan Penanganan Bencana Bagi Pengambil Kebijakan Dan

Pelaksana Program, 2007:109

8) Bantuan kondisi darurat dari APBD

Dana penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Secara umum dana

penganggulangan bencana bersumber dari dana DIPA (APBN dan APBD).

Pada saat terjadi kondisi darurat, BNPB menggunakan dana siap pakai

yaitu dana yang dicadangkan oleh pemerintah untuk dapat dipakai

sewaktu-waktu apabila terjadi bencana (Naryanto. HS dkk, 2009:134).

Penyaluran dana harus dilakukan secara transparan, dan tepat sasaran

Page 43: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

sesuai kondisi darurat yang dialami suatu daerah. Selain itu bantuan dalam

kondisi darurat juga bisa berasal dari lembaga swasta.

9) System peringatan dini

System peringatan dini merupakan serangkaian kegiatan pemberian

peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan

terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang

(Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman

Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, 2008:3)

10) System komunikasi

System komunikasi merupakan salah satu hal yang cukup penting dalam

upaya untuk mengurangi risiko bencana. System komunikasi yang ada di

masyarakat menunjukkan tinkat kesiapsiagaan masyarakat itu sendiri.

Dengan system informasi yang baik, informasi jika sewktu-waktu terjadi

bencana dapat segera diterima masyarakat. Oleh Karena itu, sebaiknya

system komunikasi masyarakat sudah canggih, meliputi adanya internet,

HT, HP, televise, radio, sirine, pengeras suara, dan dipadukan dengan alat

komunikasi tradisional seperti kentongan.

11) Rencana darurat

Rencana darurat merupakan serangkaian rencana persiapan untuk

menangani dampak buruk terjadinya bencana meliputi kegiatan

penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan

dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta

pemulihan prasarana dan sarana. Rencana tanggap darurat disusun oleh

masyarakat bersama pihak yang berwenang dengan tujuan agar warga siap

menghadapi bencana. Dalam Panduan Penanganan Bencana bagi

Pengambil Kebijakan dan Pelaksana Program (2007:109), rencana tanggap

darurat setidaknya memuat system peringatan dini, rencana penyelamatan,

dan persiapan lokasi pengungsian. Dengan adanya rencana darurat, ketika

terjadi bencana maka masyarakat dapat langsung melakukan tindakan

sesuai rencana, misalnya ketika terdapat peringatan berupa sirine,

kentongan, dll, masyarakat langsung menuju titik kumpul sementara

Page 44: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

kemudian bersama-sama menuju lokasi pengunngsian. Berikut ini skema

rencana darurat secara sederhana.

Gambar 1. Skema rencana darurat secara sederhana.

Sumber: Panduan Penanganan Bencana Bagi Pengambil Kebijakan Dan Pelaksana

Program, 2007:108

12) Menejemen risiko

Menejemen risiko adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko

bencana berupa perencanaan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan pada

saat sebelum terjadi bencana, saat terjadi bencanan, maupun sesudah

terjadi bencana. Kegiatan menejemen risiko bencana tertuang dalam

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4

Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan

Bencana, yang terdiri dari:

a. Pencegahan/Mitigasi

Pencegahan merupakan upaya untuk menghilangkan dan/atau

mengurangi ancaman dari suatu bencana, sedangkan mitigasi

merupakan upaya untuk mengurangi atau meminimalkan risiko

bencana. Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi

kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik yang berupa

korban jiwa maupun kerugian harta benda yang akan berpengaruh pada

kehidupan dan kegiatan manusia.

Peringatan

Dini

Menyelamatkan

Diri

Menuju Titik

Kumpul Awal Lokasi

Pengungsian

Sirine

Running text di

televise

Warta radio

Kentongan

Lokasi

terdekat yang

mudah

dijangkau

warga dan

kendaraan

evakuasi

Prioritas wanita

hamil, orang cacat,

anak-anak, dan

manula

Membawa

identitas dan

dokumen berharga

yang mudah

dibawa

Page 45: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan

menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.

Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain

adalah:

1) Penyusunan peraturan perundang-undangan

2) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.

3) Pembuatan pedoman/standar/prosedur

4) Pembuatan brosur/leaflet/poster

5) Penelitian / pengkajian karakteristik bencana

6) Pengkajian / analisis risiko bencana

7) Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan

8) Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana

9) Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum

10) Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan

Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi

aktif antara lain:

1) Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,

larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.

2) Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang

penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan

lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.

3) Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.

4) Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah

yang lebih aman.

5) Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.

6) Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur

evakuasi jika terjadi bencana.

7) Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,

mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh

bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan

tahan gempa dan sejenisnya.

Page 46: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi

yang bersifat nonstruktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan)

dan yang bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).

b. Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana. Kesiapsiagaan dilaksanakan sebelum kejadian

bencana yang diarahkan pada antisipasi kemungkinan terjadinya

bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda

dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Kesiapsiagaan mencakup

upaya yang memungkinkan pemerintah, masyarakat dan individu

merespon situasi bencana secara cepat dan efektif dengan

menggunakan kapasitas sendiri. Kesiapsiagaan mencakup penyusunan

rencana tanggap darurat bencana, pertolongan pertama dan

penyelamatan, serta pembentukan mekanisme tanggap darurat yang

sistematis. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai

teridentifikasi, kegiatan yang dilakukan antara lain :

1) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur

pendukungnya.

2) Pelatihan siaga/simulasi/gladi/teknis bagi setiap sektor

Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan

pekerjaan umum).

3) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan

4) Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.

5) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan

terpadu guna mendukung tugas kebencanaan.

6) Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early

warning)

7) Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)

8) Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)

Kesiapsiagaan terhadap bencana erupsi Gunung berapi sangat

penting, salah satu langkah yang dilakukan adalah pendugaan atau

Page 47: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

peramalan suatu kejadian erupsi gunung karena dengan ramalan itu

dapat dilakukan penanggulangan dini terhadap kerusakan serta korban

jiwa. Pada dasarnya aktivitas vulkanisme di dalam perut bumi sangat

sulit diketahui, orang hanya dapat mengamati dan mengukur beberapa

gejalanya di permukaan bumi. Meskipun demikian, orang berusaha

mengetahui kapan dan berapa besarnya erupsi yang akan terjadi agar

dapat memperkecil bahaya yang ditimbulkannya. Hal itu

dimungkinkan karena adanya gejala-gejala yang mendahului suatu

erupsi, misalnya gempa bumi, suhu tanah di sekitar vulkan naik,

kadang-kadang mengalami pembumbungan, perubahan-perubahan

kondisi kimia gas, lava abu vulkanis, dan sebagainya (Vitasari, 2011:

11).

Ada 4 tingkat peringatan dini untuk mitigasi bencana letusan

Merapi yaitu Aktif Normal, Waspada, Siaga dan Awas.

1) Aktif Normal: Pemantauan dan pengamatan dilakukan namun

dengan frekuensi yang tidak terlalu intensif (Paripurno PSMB UPN

Veteran Yogyakarta, 2009 : 63). Masyarakat dalam Kawasan

Rawan Bencana III, II dan I dapat melakukan kegiatan sehari-hari.

Khusus untuk kegiatan di daerah puncak, masyarakat harus tetap

waspada dan mematuhi peraturan Pemerintah Daerah (Pemda)

sesuai dengan saran teknis dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi

Bencana Geologi (PVMBGP) (Sayudi, Nurnaning, Juliani, Muzani,

2011)

2) Waspada: Mulai diberlakukan piket harian di luar jam kerja untuk

memantau perkembangan aktivitas gunung yang bersangkutan.

Pemantauan aktivitas gunung tersebut baik dari aspek geologi,

fisika dan kimia serta pemantauan visual (tinggi asap, suhu

solfatar, suhu air kawah dan suhu air panas) dari pos lebih

ditingkatkan lagi frekuensinya. Semua informasi tersebut akan

disampaikan kepada pemerintah daerah seminggu sekali (Paripurno

PSMB UPN Veteran Yogyakarta, 2009 : 63). Masyarakat dalam

Page 48: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Kawasan Rawan Bencana III, II dan I dapat melakukan kegiatan

sehari-hari. Khusus untuk kegiatan di Kawasan Rawan Bencana

III, masyarakat harus tetap waspada dan mematuhi peraturan

Pemerintah Daerah (Pemda) sesuai dengan saran teknis dari Pusat

Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBGP) (Sayudi,

Nurnaning, Juliani, Muzani, 2011)

3) Siaga: Pada status ini laporan harian terhadap perkembangan

aktivitas gunung mulai diberlakukan. Informasi ini juga

disampaikan melalui radio komunikasi. Beberapa ahli akan

ditempatkan di pos pemantauan yang terdekat dengan pusat

aktivitas gunung tersebut (Paripurno PSMB UPN Veteran

Yogyakarta, 2009 : 63). Masyarakat dalam Kawasan Rawan

Bencana III harus mempersiapkan diri untuk mengungsi, dalam

koordinasi Pemerintah Daerah (Pemda) sesuai dengan saran teknis

dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBGP)

(Sayudi, Nurnaning, Juliani, Muzani, 2011)

4) Awas: Bila Gunung ditetapkan statusnya dalam keadaan „awas‟,

maka daerah-daerah yang berkemungkinan terkena ancaman

letusan dianjurkan untuk dihindari, dengan mengosongkan daerah

tersebut dan mengevakuasi penduduk ke tempat yang aman.

Penyebarab informasi kepada masyarakat terus menerus dilakukan

dengan memanfaatkan semua media yang ada : media cetak, media

elektronik, internet dan sebagainya (Paripurno PSMB UPN

Veteran Yogyakarta, 2009 : 63). Masyarakat dalam Kawasa Rawan

Bencana III harus sudah mengungsi dan masarakat dalam Kawasan

Rawan Bencana II dan I harus meningkatkan kewaspadaannya dan

mematuhi Pemerintah Daerah (Pemda) sesuai dengan saran teknis

dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBGP).

Apabila ancaman letusan cenderung membesar maka masyarakat di

Kawasan Rawan Bencana II harus mengungsi. Khusus masyarakat

dalam Kawasan Rawan Bencana I yang bermukim dekat dengan

Page 49: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

sungai yang berhulu di daerah puncak agar lebih meningkatkan

kewaspadaannya terhadap ancaman lahar bila terjadi hujan

(Sayudi, Nurnaning, Juliani, Muzani, dalam Vitasari 2011).

c. Tanggap Darurat

Tanggap darurat, serangkaian kegiatan untuk memberikan

bantuan kepada korban bencana yang dilakukan dengan segera pada

saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang

ditimbulkan. Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan

atau pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang

tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat

meliputi:

1) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan,

kerugian, dan sumber daya;

2) Penentuan status keadaan darurat bencana;

3) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;

4) Pemenuhan kebutuhan dasar;

5) Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan

6) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

d. Pemulihan

Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.

Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk

mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak

menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan

penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan

yang dilakukan meliputi:

1) Perbaikan lingkungan daerah bencana;

2) Perbaikan prasarana dan sarana umum;

3) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;

4) Pemulihan sosial psikologis;

5) Pelayanan kesehatan;

Page 50: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

6) Rekonsiliasi dan resolusi konflik;

7) Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;

8) Pemulihan keamanan dan ketertiban;

9) pemulihan fungsi pemerintahan; dan

10) pemulihan fungsi pelayanan publik

Tahap selanjutnya adalah rekonstruksi. Tahap rekonstruksi

merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan prasarana

yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna yang

dilakukan untuk meningkatkan kehidupan dan penghidupan

masyarakat yang rusak akibat bencana sehingga menjadi lebih baik.

Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu

perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan

sektor terkait.

1) Pembangunan kembali prasarana dan sarana;

2) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;

3) Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat

4) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan

yang lebih baik dan tahan bencana;

5) Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan,

dunia usaha dan masyarakat;

6) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;

7) Peningkatan fungsi pelayanan publik; atau

8) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

Perencanaan pengurangan risiko bencana disajikan dalam

Gambar 2.

Page 51: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Gambar 2. Tahapan Perencanaan Pengurangan Risiko Bencana

Sumber : Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana

Penanggulangan Bencana

13) Kapasitas pemerintah lokal/desa

Kapasitas adalah gabungan antara semua kekuatan dan sumberdaya

yang tersedia dalam suatu masyarakat atau organisasi yang dapat

mengurangi tingkat risiko atau akibat dari bencana (Aisyah dkk 2010:

26). Dalam penelitian ini, kapasitas pemerintah lokal dirtikan sebagai

kekuatan pemerintah desa untuk mengurangi risiko bencana. Kekuatan

tersebut meliputi bagaimana pemerintah desa dalam melakukan

kegiatan menejemen risiko bencana.

14) Akses memperoleh bantuan nasional

Akses memperoleh bantuan nasional yang dimaksud adalah

kemampuan masyarakat untuk mencari bantuan darurat. Bantuan bisa

didapatkan dari lembaga pemerintahan maupun non pemerintahan.

Pemerintah desa maupun masyarakat yang mampu dan memiliki akses

kuat ke pihak lain harus mencari bantuan.pencarian bantuan dapat

menghubungi kantor pemerintahan terdekat, kepolisian, atau kantor

pelayanan public milik pemerintah. Selain itu dapat pula menghubungi

stasiun radio atau televise yang dapat memberikan bantuan secara

cepat dan langsungkejadian bencana sekaligus permohonan bantuan ke

Page 52: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

berbagai pihak (Panduan Penanganan Bencana Bagi Pengambil

Kebijakan Dan Pelaksana Program, 2007:114).

15) Peta bahaya

Peta bahaya adalah peta yang diterbitkan oleh lembaga resmi

pemerintah. Peta tersebut menginformasikan kemungkinan bahaya

yang mengancam, serta sebaran daerah bahayanya. Peta bahaya harus

terpasang di tempat-tempat umum agar mudah dijangkau masyarakat.

4. Gunungapi Merapi

Gunungapi Merapi adalah gunungapi di bagian tengah Pulau Jawa dan

merupakan salah satu gunungapi teraktif di Indonesia. Secara astronomis terletak

pada 7° 32‟ 30‟‟ LS dan 110° 26‟ 30‟‟ BT. Lereng sisi selatan berada dalam

administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada

dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat,

Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi

tenggara ( Data Dasar Gunungapi Indonesia, 1979:250)

Menurut Departemen Pertambangan dan Energi Direktorat Jenderal

Pertambangan, Departemen Vulkanologi, gunung ini sangat berbahaya karena

menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai

lima tahun sekali dan dikelilingi oleh permukiman yang sangat padat. Sejak tahun

1006, gunung ini sudah meletus sebanyak lebih dari 70 kali. Kota Magelang dan

Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak di bawah 30 km dari

puncaknya. Di lerengnya masih terdapat permukiman sampai ketinggian 1700 m

dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak.

Gunung yang merupakan salah satu gunungapi yang teraktif di dunia ini

terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke

bawah Lempeng Eurasia. Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000

tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif kemudian

menjadi eksplosif dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava

(dikutip dari situs resmi BPPTK, http://merapi.bgl.esdm.go.id ).

Page 53: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 6-

10 tahun sekali. Letusan-letusan Gunungapi Merapi yang dampaknya besar antara

lain di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006

membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu. Diperkirakan,

letusan tersebut menyebabkan kerajaan Mataram Kuno harus berpindah ke Jawa

Timur (Otto Sukatno, 2007: vii). Keaktifan Gunungapi Merapi ditetapkan dalam

status bahaya seperti diuraikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Penetapan Status Bahaya Gunungapi Merapi

No Tingkat

Peringatan Dini Tanda-Tanda

1 Aktif Normal

(Level I)

Kegiatan gunungapi berdasarkan pengamatan visual,

kegempaan, dan gejala vulkaik tidak memperlihatkan

adanya kelainan.

2 Waspada

(Level II)

Terjadi peningkatan kegiatan berupa kelainan yang

tampak secara visual atau hasil pemeriksaan kawah,

kegempaan, dan gejala vulkanik lainnya.

3 Siaga

(level III)

Peningkatan semakin nyata hasil pengamatan

visual/pemeriksaan kawah, kegempaan, dan metoda

lain saling mendukung. Berdasarkan analisis,

perubahan kegiatan cenderung diikuti letusan.

4 Awas

(Level IV)

Menjelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi

berupa abu/asap. Berdasarkan analisis data

pengamatan, segera akan diikuti letusan utama.

Sumber: Naryanto. HS dkk, 2009:134

Hasil penelitian stratigrafi menunjukkan sejarah terbentuknya Gunungapi

Merapi sangat kompleks. Wirakusumah (1989) membagi Geologi Gunungapi

Merapi menjadi 2 kelompok besar yaitu Merapi Muda dan Merapi Tua

(www.merapi.bgl.esdm.go.id). Penelitian selanjutnya (Berthomier, 1990; Newhall

& Bronto, 1995; Newhall et.al, 2000) menemukan unit-unit stratigrafi di Merapi

yang semakin detil (www.merapi.bgl.esdm.go.id). Menurut Berthommier,1990

berdasarkan studi stratigrafi, sejarah Gunungapi Merapi dapat dibagi atas 4

bagian:

(a) PRA MERAPI (+ 400.000 tahun lalu)

Disebut sebagai Gunung Bibi dengan magma andesit-basaltik berumur ±

700.000 tahun terletak di lereng timur Merapi termasuk Kabupaten Boyolali.

Batuan gunung Bibi bersifat andesit-basaltik namun tidak mengandung

Page 54: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

orthopyroxen. Puncak Bibi mempunyai ketinggian sekitar 2050 m di atas

muka laut dengan jarak datar antara puncak Bibi dan puncak Merapi sekarang

sekitar 2.5 km. Karena umurnya yang sangat tua Gunung Bibi mengalami

alterasi yang kuat sehingga contoh batuan segar sulit ditemukan.

(b) MERAPI TUA (60.000 – 8000 tahun lalu)

Pada masa ini mulai lahir yang dikenal sebagai Gunung Merapi yang

merupakan fase awal dari pembentukannya dengan kerucut belum sempurna.

Ekstrusi awalnya berupa lava basaltik yang membentuk Gunung Turgo dan

Plawangan berumur sekitar 40.000 tahun. Produk aktivitasnya terdiri dari

batuan dengan komposisi andesit basaltik dari awanpanas, breksiasi lava dan

lahar.

(c) MERAPI PERTENGAHAN (8000 – 2000 tahun lalu)

Terjadi beberapa lelehan lava andesitik yang menyusun bukit Batulawang dan

Gajahmungkur, yang saat ini nampak di lereng utara Merapi. Batuannya

terdiri dari aliran lava, breksiasi lava dan awan panas. Aktivitas Merapi

dicirikan dengan letusan efusif (lelehan) dan eksplosif. Diperkirakan juga

terjadi letusan eksplosif dengan “debris-avalanche” ke arah barat yang

meninggalkan morfologi tapal-kuda dengan panjang 7 km, lebar 1-2 km

dengan beberapa bukit di lereng barat. Pada periode ini terbentuk Kawah

Pasarbubar.

(d) MERAPI BARU (2000 tahun lalu – sekarang)

Dalam kawah Pasarbubar terbentuk kerucut puncak Merapi yang saat ini

disebut sebagai Gunung Anyar yang saat ini menjadi pusat aktivitas Merapi.

Batuan dasar dari Merapi diperkirakan berumur Merapi Tua. Sedangkan

Merapi yang sekarang ini berumur sekitar 2000 tahun. Letusan besar dari

Gunungapi Merapi terjadi di masa lalu yang dalam sebaran materialnya telah

menutupi Candi Sambisari yang terletak ± 23 km selatan dari Gunungapi

Merapi. Studi stratigrafi yang dilakukan oleh Andreastuti (1999) telah

menunjukkan bahwa beberapa letusan besar, dengan indek letusan (VEI)

sekitar 4, tipe Plinian, telah terjadi di masa lalu. Letusan besar terakhir dengan

sebaran yang cukup luas menghasilkan Selokopo tephra yang terjadi sekitar

Page 55: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

sekitar 500 tahun yang lalu. Erupsi eksplosif yang lebih kecil teramati

diperkirakan 250 tahun lalu yang menghasilkan Pasarbubar tephra

(www.merapi.bgl.esdm.go.id).

Gambar 3: Tampilan 3 dimensi Gunungapi Merapi wilayah Kabupaten Boyolali.

Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Gambar di atas menunjukkan penampang tiga dimensi Gunungapi Merapi

wilayah Kabupaten Boyolali, tepatnya di sisi lereng timur Gunungapi Merapi.

Warna merah menunjukkan Kawasan Rawan Bencana 3 dan warna kuning

menunjukkan Kawasan Rawan Bencana 2. Kawasan Rawan Bencana 3 dan

Kawasan Rawan Bencana 2 hanya mencakup Taman Nasional Gunungapi Merapi,

sedangkan permukiman-permukiman di lereng timur Gunungapi Merapi tidak

termasuk dalam Kawasan Rawan Bencana 3 dan Kawasan Rawan Bencana 2,

namun termasuk dalam kawasan yang berisiko/berpotensi terlanda material

piroklastik jatuhan dengan ukuran lebih dari 2 mm.

Page 56: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

5. Piroklastik

Piroklastik adalah batuan yang bertekstur klastik yang dihasilkan oleh

serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunungapi, dengan material

asal yang berbeda, dimana material penyusun tersebut terendapkan dan

terkonsolidasi sebelum mengalami transportasi (“rewarking”) oleh air atau es

(William 1982 dalam Endarto, 2005:47).

Batuan hasil letusan gunungapi dapat berupa suatu hasil lelehan yang

merupakan lava dan dapat pula berupa produk ledakan atau eksplorasif yang

bersifat fragmental dari semua bentuk cair, gas, atau padat yang dikeluarkan

dengan jalan erupsi. Berdasarkan ukurannya, material piroklastik dapat dibedakan

sebagai berikut:

a) Bomb Gunungapi

Bom adalah gumpalan-gumpalan lava yang mempunyai ukuran lebih besar

dari 64 mm. Daerah ini sebagian atau semuanya berwujud plastik pada waktu

tererupsi. Beberapa bom mempunyai ukuran sangat besar. Sebagai contoh

bomb yang berukuran sangat besar dengan diameter 5 meter seberat 200 kg.

bomb gunungapi merupakan bahan hamburan yang dikeluarkan dalam kondisi

cair, sehingga selama bahan tersebut berada di udara memungkinkan

terjadinya bentuk membulat hingga menyudut. Berdasarkan bentuk luarnya,

bomb gunungapi dibedakan menjadi:

(1) Bom terputar, merupakan bomb yang berbentuk airmata atau

menampakkan gejala telah terputar akibat pergerakan memutar selama di

udara.

(2) Bom tahi-sapi, merupakan bomb yang berbentuk pipih akibat benturan

yang terjadi akibat benturan ketika masih berada dalam kondisi setengah

padat.

(3) Bom kerak roti, merupakan bomb dengan ciri-ciri jaringan retakan terbuka

pada bagian permukaannya, dimana retakan tersebut akan meluas kearah

dalam setelah terjadi pembekuan.

(4) Bom pita, yaitu bom yang memanjang seperti suling dan sebagian

gelembung-gelembung memanjang dengan arah sama.

Page 57: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

(5) Bom teras, yaitu bomb yang mempunyai inti dari material yang

terkonsolidasi terlebih dahulu, mungkin dari fragmen-fragmen sisa erupsi

terdahulu pada gunungapi yang sama.

b) Block Gunungapi

Block gunungapi merupakan batuan piroklastik yang dihasilkan oleh erupsi

eksplosif dari fragmen batuan yang telah memadat lebih dahulu dengan

ukuran lebih besar dari 64mm.

c) Lapilli

Lapilli berasal dari bahasa latin lapillus, yaitu nama untuk hasil eksplosif

gunungapi yang berukuran 2mm - 64mm.

d) Debu/abu Gunungapi

Debu gunungapi adalah batuan piroklastik yang berukuran 2mm – 1/256 mm

yang dihasilkan oleh pelemparan dari magama akibat erupsi eksplosif. Ada

juga debu gunungapi yang terjadi karena proses penggesekan pada waktu

erupsi gunungapi.

B. Penelitian yang Relevan

Aisyah, N. dkk (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan

Sistem Indikator Berbasis Komunitas untuk Pemetaan dan Analisis Risiko

Terhadap Bahaya Awan Panas di Merapi Tahun 2009 bertujuan mengetahui

tingkat risiko terhadap awan panas di lereng Merapi. Metode yang digunakan

adalah metode berbasis analisis risiko berbasis indikator dan skoring dengan

metode Analitical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan bobot masing-

masing indikator. Teknik sampling yang digunakan dalam pengambilan sampel

adalah purposive sampling, dengan kriteria daerah yang dialiri awan panas yaitu

Kawasan Rawan Bencana 3 dan Kawasan Rawan Bencana 2 terdiri dari 29 desa.

Hasil penelitian menunjukkan tiga tingkat risiko awan panas, yaitu risiko tinggi,

sedang, dan rendah. Desa dengan tingkat risiko tinggi terdiri dari 9 desa, desa

dengan tingkat risiko sedang terdiri dari 13 desa, desa dengan tingkat risiko

rendah terdiri dari 7 desa.

Page 58: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Deliana (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Tingkat Bahaya lahar

Gunung Merapi Terhadap Lapangan Golf Merapi Kabupaten Sleman Daerah

Istimewa Yogyakarta dengan tujuan : (1) mengetahi arah aliran lahar, termasuk

luapan lahar yang menuju ke lapangan golf, dan (2) mengetahui mengetahui

tingkat bahaya lahar di daerah lapangan golf Merapi. Metode yang digunakan

adalah metode klasifikasi dengan pemberian skor melalui system skoring.

Pemberian skor suatu parameter berdasarkan kontribusi parameter tersebut

terhadap proses kejadian lahar. Teknik sampling yang digunakan dalam

pengambilan sampel adalah purposive sampling, dengan mempertimbangkan

morfologi DAS dan morfologi sungai Kuning dan sungai Gendol. Hasil penelitian

menunjukkan arah aliran lahar dan luapan lahar yang mengarah ke lapangan golf

melalui beberapa lembah. Tingkat bahaya lapangan golf merapi dinyatakan

terletak pada daerah dengan tingkat bahaya III dan IV.

Mudmainah Vitasari (2011) Melakukan penelitian dengan judul

“Asesmen Kerentanan Dan Kapasitas Desa Dalam Kesiapsiagaan Bencana

Berbasis Masyarakat Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Di Kabupaten

Magelang”. Mengetahui kerentanan Kawasan Rawan Bencana terhadap erupsi

Gunung Merapi di Kabupaten Magelang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui

prioritas kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di Kabupaten

Magelang, mengetahui kapasitas Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di

Kabupaten Magelang, mengidentifikasi tindakan/aksi kesiapsiagaan bencana yang

akan dilakukan masyarakat Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di

Kabupaten Magelang, mengetahui prioritas tindakan/aksi kesiapsiagaan bencana

yang akan dilakukan masyarakat Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di

Kabupaten Magelang. Penelitian ini menggunakan untuk metode penelitian

deskriptif dan historis pendekatan Vulnerability and Capacity Assesment (VCA)

dan analisis skoring, Participatory Rural Appriasal (PRA) dan semiPRA.

Penelitian ini direncanakan berjudul “Penggunaan Metode Analytical

Hierarchy Process (AHP) untuk Penilaian Risiko Lontaran Piroklastik di Lereng

Timur Gunungapi Merapi 2012” dengan tujuan untuk mengetahui bahaya lontaran

piroklastik jatuhan di daerah penelitian, mengetahui kerentanan masyarakat di

Page 59: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

daerah penelitian memetakan sarana sosial ekonomi masyarakat di daerah

penelitian mengetahui kapasitas masyarakat di daerah penelitian menilai tingkat

risiko lontaran piroklastik di daerah penelitian. Metode yang digunakan adalah

penerapan indikator berbasis masyarakat, dengan teknik scoring menggunakan

metode AHP (Analitycal Hierarchy Process). Penelitian yang relevan secara

singkat diuraikan dalam Tabel 5.

Page 60: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Page 61: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Page 62: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Page 63: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

C. Kerangka Pemikiran

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan

timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan

dampak psikologis (UU 24/2007).

Salah satu bencana yang terjadi karena faktor alam adalah bencana erupsi

gunungapi, seperti yang terjadi pada gunung Merapi. Gunung Merapi memiliki

tipe letusan yang khas, mulai dari eksplosif hingga disertai luncuran awan panas.

Sebagai akibat dari tipe letusan tersebut, gunung Merapi menyimpan potensi

bahaya yang beragam, yaitu ancaman bahaya primer meliputi ancaman awan

panas, kebakaran hutan, serta eksplosif atau lontaran material piroklastik. Bahaya

sekunder letusan gunung Merapi meliputi banjir lahar dingin dan kesulitan air

bersih.

Berdasarkan potensi berbagai bahaya yang mengancam, gunung Merapi

dibagi menjadi 4 (tiga) zona bahaya yang dibatasi kriteria bahaya tertentu dan

divisualkan sebagai kawasan rawan bencana I, kawasan rawan bencana II,

kawasan rawan bencana III, serta kawasan yang berpotensi terhadap lontaran

material piroklastik hasil letusan. Kawasan yang berpotensi terhadap lontaran

material piroklastik diukur berdasarkan jarak rata-rata jangkauan letusan gunung

Merapi kira-kira mencapai 10 km dari puncak Merapi.

Kawasan yang berpotensi terkena lontaran piroklastik jatuhan adalah

lereng timur gunung Merapi yang mencakup 2 (dua) kecamatan yaitu kecamatan

Musuk, dan kecamatan Cepogo kabupaten Boyolali. Dua kecamatan tersebut,

sebagian wilayahnya merupakan daerah yang berpotensi terlanda lontaran

material piroklastik jatuhan. Kawasan lereng timur gunung Merapi tidak menjadi

bagian utama kawasan rawan bencana I, II, dan III, tetapi hanya sebagian kecil

saja. Hal tersebut dikarenakan lereng sebelah timur gunung Merapi terdapat

gunung Bibi yang menjadi pelindung alami terhadap aliran piroklastik.

Keberadaan gunung Bibi tersebut membelokkan arah aliran piroklastik ke arah

selatan. Meskipun tidak termasuk bagian utama kawasan rawan bencana I, II, dan

Page 64: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

III, kawasan lereng timur dan utara memiliki risiko yang sama besarnya terhadap

kemungkinan terlanda lontaran material piroklastik jatuhan dan perlu diwaspadai.

Penelitian ini berusaha untuk mengetahui besarnya risiko bencana erupsi

gunung Merapi terhadap lontaran piroklastik jatuhan yang mungkin terjadi di

daerah penelitian, sehingga diharapkan masyarakat memiliki kesiapan yang cukup

untuk menghadapi bahaya yang mungkin terjadi.

Penilaian besarnya risiko lontaran piroklastik dalam penelitian ini harus

melalui beberapa tahapan, yaitu analisis bahaya, analisis kerentanan, analisis

keberadaan populasi dan sarana prasarana, dan analisis kapasitas masyarakat.

Untuk mengetahui nilai bahaya, kerentanan, keterdapatan, dan kapsitas, dihitung

dengan pembobotan masing-masing indikator terlebih dahulu. Pembobotan

dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), setelah itu

dilakukan scoring menggunakan skala tertentu. Setelah diketahui nilai bahaya,

kerentanan, keterdapatan, dan kapsitasnya, tahap selanjutnya adalah menganalisis

risiko bencana.

Melalui tahapan-tahapan tersebut dapat diperoleh informasi tentang

besarnya risiko lontaran piroklastik akibat erupsi Gunung Merapi di daerah

penelitian. Informasi tersebut mempunyai peranan untuk dapat mengetahui

besarnya potensi di setiap desa yang diteliti. Adapun untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada diagram alir Gambar 4.

Page 65: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian.

Bencana Erupsi Gunung Merapi

Kawasan Rawan Bencana 1

Kawasan Rawan Bencana 2

Kawasan Rawan Bencana 3

Bahaya

Keberadaan Kerentanan Kapasitas

Tingkat Risiko Terhadap Lontaran Piroklastik

Kawasan Berpotensi Terlanda

Lontaran Piroklastik Jatuhan

di Lereng Timur Gunung

Merapi (0-10 km)

Ketidaksiapan

masyarakat menghadapi

bencana

Perlu dilakukan analisis

risiko

Page 66: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 67: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Daerah / Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian dilakukan di lereng bagian timur Gunungapi Merapi,

tepatnya di sebagian Kecamatan Musuk dan sebagian Kecamatan Cepogo

Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi penelitian di Kecamatan

Musuk terdiri dari 9 (sembilan) desa, dan di Kecamatan Cepogo terdiri dari 8

(delapan) desa. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive)

dengan pertimbangan Kecamatan Musuk dan Kecamatan Cepogo termasuk daerah

berisiko terhadap erupsi Gunungapi Merapi dan berpotensi terkena dampak

langsung erupsi Gunungapi Merapi terutama lontaran piroklastik jatuhan.

B. Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan selama sembilan bulan, dimulai bulan

Desember 2011 hingga bulan Agustus 2012. Waktu tersebut digunakan mulai dari

tahap persiapan, penyusunan proposal penelitian, pengumpulan data, pengolahan

data hingga penyusunan laporan penelitian, dengan perincian sebagai berikut.

Tabel 6. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian.

No Kegiatan

Waktu

2011 2012

Des Jan Feb Mar Aprl Mei Juni Juli Agst

1 Persiapan

2 Penulisan proposal

3 Penyusunan

instrumen

4 Pengumpulan data

5 Analisis data

6 Penulisan laporan

C. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian dengan pendekatan deskriptif,

dengan desa sebagai satuan analisis. Menurut Nawawi (1990: 45), Metode

deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki,

dengan menggambarkan/melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat

Page 68: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Dalam

penelitian ini metode deskriptif dilakukan untuk mengungkapkan fakta, masalah

dan karakteristik masyarakat di kawasan berpotensi terkena lontaran piroklastik

jatuhan Gunungapi Merapi Kabupaten Boyolali.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process

(AHP) dengan sistem indikator berbasis masyarakat. Penggunaan sistem indikator

berbasis masyarakat dikarenakan lontaran piroklastik jatuhan tidak dapat dibatasi

dengan analisis topografi, sehingga data-data diambil dan dianalisis berdasarkan

informasi masyarakat. Dalam penelitian ini, metode AHP digunakan untuk

menentukan bobot masing-masing indikator sesuai dengan tingkat

kepentingannya. Penentuan bobot indikator dilakukan untuk melakukan skoring

bahaya, kerentanan, keberadaan, serta kapasitas masyarakat sehingga diperoleh

skor risiko terhadap lontaran piroklastik jatuhan di daerah penelitian.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keseluruhan

masyarakat desa di Kecamatan Musuk dan Kecamatan Cepogo yang termasuk

dalam kawasan berisiko terhadap erupsi Gunungapi Merapi dan berpotensi

terlanda lontaran piroklastik jatuhan.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari objek atau individu – individu yang mewakili

suatu populasi (Tika, 1997:33). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

dengan cara purposive sampling yaitu sampel yang dipilih secara cermat dengan

mengambil orang atau obyek penelitian yang selektif dan mempunyai ciri-ciri

yang spesifik. Sampel yang diambil memiliki cirri-ciri khusus dari populasi

sehingga dapat dianggap cukup representative (Tika, 1997: 53). Dalam penelitian

ini purposive sampling digunakan untuk memilih masyarakat yang akan dijadikan

narasumber di setiap desa yang diteliti. Ciri-ciri masyarakat yang dijadikan

sampel adalah tokoh masyarakat/perangkat desa (kepala desa / sekretaris desa),

Page 69: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

pengurus organisasi pengurangan risiko bencana (jika ada), serta wakil

masyarakat korban bencana yang diwakili oleh ketua RT/RW.

Sampel narasumber pada setiap desa di daerah penelitian adalah 10 orang

dengan rincian satu orang perangkat desa (kepala desa / sekretaris desa), satu

orang pengurus organisasi pengurangan risiko bencana (ketua / wakil ketua /

sekretaris), dan delapan orang perwakilan warga yang diwakili oleh ketua RT.

Dalam hal ini, perwakilan warga ditentukan secara sistematis dengan

mempertimbangkan kemerataan di setiap desa. Jumlah total sampel adalah 170

orang. Teknik pengambilan sampel tersebut dipilih selain sudah dapat mewakili

populasi yang ada, karena adanya keterbatasan tenaga, waktu, biaya, dan

pengetahuan yang dimiliki.

E. Data dan Variabel Penelitian

1. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dari beberapa sumber dan

dibedakan menjadi dua macam, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau

objek yang diteliti, atau ada hubungannya dengan yang diteliti (Tika,

1997:67). Data primer diperoleh langsung melalui observasi lapangan daerah

penelitian dan wawancara. Dalam hal ini observasi lapangan dilakukan untuk

mengetahui kondisi fisik daerah penelitian. Wawancara dilakukan kepada

masyarakat yang tinggal di permukiman yang dinilai rawan bencana di

Kecamatan Musuk dengan menggunakan lembar pedoman wawancara yang

bertujuan untuk mengetahui berbagai hal yang berhubungan dengan bahaya

lontaran piroklastik, dan kerentanan social ekonomi, serta kapasitas

masyarakat. Data primer dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan

dilaporkan oleh orang atau instansi di luar diri peneliti sendiri, walaupun data

Page 70: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

yang dikumpulkan itu sesungguhnya data yang asli (Tika, 1997:67). Data

sekunder digunakan untuk melengkapi data primer dan sebagai alat bantu

analisa data. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini disajikan

dalam Tabel 8.

Tabel 7. Teknik Pengambilan Data

No. Teknik Pengambilan Data Data

1. Observasi Langsung Kondisi fisik a. Jalan

b. sistem air bersih

2. Wawancara 1. Tingkat pendidikan

2. Mata pencaharian

3. Fasilitas umum

4. Kesiapan mengahadapi bencana

5. Persepsi masyarakat terhadap

bencana

6. Sikap masyarakat

7. Kesiapan masyarakat

8. Dampak lontaran piroklastik

9. Bahaya lontaran piroklastik

Tabel 8. Data Sekunder Penelitian

No Data Sekunder Sumber Data

1 Peta Kawasan Rawan

Bencana Gunungapi Merapi

Tahun 2010

BPPTK

BPBD Kab. Boyolali

2 Monografi Penduduk Tahun

2010 Monografi Desa

Kecamatan Musuk dalam Angka Tahun

2010

Kecamatan Cepogo dalam Angka Tahun

2010

Kabupaten Boyolali dalam Angka tahun

2010

2. Variabel

Variabel merupakan konsep yang memiliki variasi nilai. Pengukuran

variabel merupakan kegiatan untuk menentukan nilai suatu unsur penelitian.

Sesuai dengan judul penelitian yaitu “Penggunaan Metode Analytical Hierarchy

Process (AHP) Untuk Penilaian Risiko Lontaran Piroklastik Di Lereng Timur

Gunungapi Merapi 2012”, maka variabel yang diteliti adalah variabel yang dapat

mewakili faktor-faktor yang menjadi kriteria dalam menganalisis risiko lontaran

Page 71: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

material piroklastik Gunungapi Merapi. Variabel-variabel tersebut dirinci dalam

sejumlah indikator yang disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Variabel dan Indikator Penyusunan Risiko Lontaran Piroklastik

Gunungapi Merapi Kecamatan Musuk dan Cepogo Kabupaten Boyolali.

No. Variabel Indikator

1. Bahaya 1. Kawasan berpotensi terlanda piroklastik jatuhan

2. Jarak dari pusat erupsi

3. Ketebalan endapan piroklastik

4. Jenis dan ukuran piroklastik jatuhan

5. Kerusakan tempat tinggal

6. Kerusakan lahan pertanian

7. Kesulitan air bersih

2. Kerentanan 1. Presentase penduduk lansia ( >65 tahun )

2. Presentase penduduk < 5 tahun

3. Presentase ibu hamil

4. ketersediaan air bersih

5. Tingkat kesejahteraan

6. Tipe bangunan

7. Akses jalan

8. Transportasi

9. Sikap masyarakat menghadapi bencana

10. Partisipasi komunitas

3. Keterdapatan 1. Populasi

2. Jumlah bangunan fisik

3. Infrastuktur sarana air

4. Total kekayaan desa

4. Kapasitas 1. Penyuluhan

2. Pelatihan tanggap darurat

3. Partisipasi masyarakat

4. LSM atau kelompok local kebencanaan

5. Manajemen risiko

6. Sistem peringatan dini

7. Peta bahaya

8. Kapasitas pemerintah lokal

9. Rencana emergensi

10. Komunikasi

11. Ketersediaan dana darurat

12. Akses memperoleh bantuan nasional

Sumber: Aisyah, N. dkk dan modifikasi.

Page 72: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi Lapangan

Tika (1997: 67) mengartikan observasi adalah cara dan teknik

pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara

sistematik terhadap gejala atau fenomena yang ada pada obyek penelitian.

Kegiatan observasi dilakukan secara langsung terhadap obyek di tempat penelitian

dengan cara sistematik atau berstruktur, yaitu menentukan unsur-unsur utama

yang akan diobservasi secara sistematik. Unsur-unsur yang ditentukan tersebut

disesuaikan dengan tujuan penelitian yang telah dibuat. Dalam hal ini, observasi

langsung dilakukan untuk memperoleh data penggunaan lahan meliputi

permukiman, lahan pertanian, perkebunan, dan hutan serta kondisi fisik meliputi

jalan dan prasarana air bersih.

2. Wawancara

Wawancara digunakan untuk memperoleh informasi secara langsung dari

informan sehingga data yang diperoleh dapat lebih dipercaya. Menurut Nasution

dalam Tika (1997: 75) wawancara (interview) adalah suatu bentuk komunikasi

verbal. Jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Melalui

wawancara dengan informan, maka akan didapat data yang akurat dan relevan.

Teknik wawancara yang dilakukan adalah dengan mengajukan pertanyaan kepada

informan untuk mendapatkan data mengenai permasalahan yang sedang diteliti.

Penelitian ini menggunakan teknik wawancara terbuka dan terstruktur.

Dimana pokok-pokok pertanyaan diatur secara terstruktur agar pertanyaannya

lebih terarah dengan orang yang diwawancarai mengenai maksud dan tujuan dari

wawancara yang dilakukan. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan guna

memperoleh data yang lengkap, lebih baik dan dapat dipercaya.

Wawancara dilakukan dengan masyarakat dimasing-masing daerah sampel

berdasarkan atas panduan wawancara yang telah disusun sebelumnya. Wawancara

yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh data tentang: tingkat pendidikan,

mata pencaharian, adat istiadat terkait Gunungapi Merapi, fasilitas umum,

kesiapan mengahadapi bencana, persepsi masyarakat terhadap bencana, sikap

Page 73: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

masyarakat, kesiapan masyarakat, dampak lontaran piroklastik, bahaya lontaran

piroklastik.

3. Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data atau informasi secara

tertulis atau dalam bentuk Gambar atau peta yang didapat dari kantor atau instansi

yang terkait, perpustakaan dan arsip yang menunjang penelitian. Teknik ini

dilaksanakan dengan mencatat, menyalin, mempelajari dan memilah data yang

termuat baik berupa peta, diagram, maupun buku-buku sesuai kebutuhan

penelitian. Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data mengenai kawasan

rawan bencana merapi, dampak erupsi, monografi penduduk di daerah penelitian.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data agar lebih mudah

dibaca, dipahami, dan diinterpretasikan. Secara umum, analisis yang akan

digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan dari analisis kualitatif

(diskriptif) dan analisis kuantitatif (skoring). Pendekatan kualitatif akan

diterapkan dalam analisis risiko lontaran material piroklastik Gunungapi Merapi.

Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan pembobotan

masing-masing indikator untuk menentukan prioritas setiap indikator terhadap

indikator lainnya. Penentuan bobot indikator menggunakan metode AHP dengan

langkah sebagai berikut:

a. Membuat matrik perbandingan berpasangan

Nilai perbandingan indikator dibuat berdasarkan tingkat kepentingan setiap

indikator dalam penilaian risiko lontaran material piroklastik Gunungapi

Merapi. Nilai perbandingan dapat ditentukan sesuai intensitas kepentingan

terhadap sesama indikator, dengan skala yang disajikan dalam Tabel 10.

b. Menyusun sintesis prioritas yang berfungsi sebagai cara untuk memperoleh

keseluruhan proritas indikator. Pada tahap ini, setiap nilai perbandingan

berpasangan dibagi dengan jumlah nilai perbandingan berpasangan tiap kolom

matrik. Selanjutnya dilakukan penjumlahan nilai pembagian tiap baris. Nilai

pembagian antara nilai total tiap baris terhadap jumlah indikator menghasilkan

Page 74: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

nilai prioritas tiap indikator. Nilai ini dikalikanterhadap bobot setiap factor dan

menghasilkan nilai bobot setiap indikator. Skor akhir untuk memperoleh nilai

bahaya, kerentanan, keterdapatan, dan kapasitas diperoleh dengan mengalikan

bobot setiap indikator dengan nilai skala setiap indikator yang diperoleh dari

hasil survey, sesuai dengan persamaan berikut:

H = wH1 x X’H1 + wH2 x X’H2 + wH3 x X’H3 + …… + wHn x X’Hn

V = wV1 x X’V1 + wV2 x X’V2 + wV3 x X’V3 + …… + wVn x X’Vn

E = wE1 x X’E1 + wE2 x X’E2 + wE3 x X’E3 + ………..+ wEn x X’En

C = wC1 x X’C1 + Wc2 x X’C2 + wC3 x X’C3 + ……… + wCn x X’Cn

R = (wH+wV+wE) – wC

Keterangan:

W= bobot indikator

X’= nilai skala indikator yang diperoleh dari skoring data hasil survey

Tabel 10. Nilai Skala Pembanding Intensitas

Kepentingan Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya, dua elemen mempunyai pengaruh yang sama

besar

3

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yanga lainnya,

pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen

yang lainnya

5

Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya, pengalaman dan

penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang

lainnya

7

Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya, satu elemen

yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek. Satu elemen mutlak

penting daripada elemen lainnya, bukti yang mendukung elemen yang satu

terhadap elemen lain memeliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin

menguatkan.

9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya

2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan, nilai ini

diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan

Kebalikan Kebalikan = Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan

aktivitas j , maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i

Sumber: Thomas L Saaty (Int. J. Services Sciences, Vol. 1, No. 1, 2008: 86)

c. Memeriksa konsistensi hirarki. Yang diukur dalam AHP adalah rasio

konsistensi dengan melihat index konsistensi. Konsistensi yang diharapkan

adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang

Page 75: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio

konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 0,100. Untuk memeriksa

konsistensi hierarki digunakan rumus sebagai berikut:

CI = (

) Tabel 11. Daftar Nilai IR dan Ukuran Matrik

(

)

Apabila CR <0,100, maka

kopmposisi prioritas dan bobot

indikator dapat diterima.

Berikut ini adalah Gambaran singkat dari beberapa metode/teknik analisis

yang dilakukan.

1. Mengetahui bahaya lontaran piroklastik jatuhan di daerah penelitian.

Untuk mengetahui tingkat bahaya erupsi gunung merapi, digunakan teknik

skoring dengan menggunakan metode AHP. Teknik skoring didasarkan pada

beberapa factor bahaya yang diakibatkan oleh lontaran piroklastik jatuhan.

Masing-masing indikator bahaya mempunyai kisaran penilaian/skor dengan skala

penilaian antara 1 – 3. Skor bahaya lontaran piroklastik gunung Merapi dihitung

dengan mengalikan skala setiap indikator dengan bobot setiap indikator. Setelah

hasil penskoran indikator bahaya masing-masing desa diketahui, tingkat bahaya

dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas bahaya yaitu rendah, sedang, tinggi.

Pembagian kelas bahaya dilakukan dengan cara skor tertinggi dikurangi skor

terendah dibagi jumlah kelas. Skala dan bobot indikator bahaya disajikan dalam

Tabel 12, hasil skoring dan pembagian kelas bahaya masing-masing desa

disajikan dalam tabel 13.

Nilai bahaya setiap desa dihitung dengan persamaan:

H = wH1 x X’H1 + wH2 x X’H2 + wH3 x X’H3 + …… + wHn x X’Hn

Keterangan:

W= bobot indikator

X’= nilai skala indikator yang diperoleh dari skoring data hasil survei

Ukuran

Matrik

Nilai IR Ukuran

Matrik

Nilai IR

1,2 0,00 9 1,45

3 0,58 10 1,49

4 0,90 11 1,51

5 1,12 12 1,48

6 1,24 13 1,56

7 1,32 14 1,57

8 1,41 15 1,59

Page 76: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Tabel 12. Tabel Skala Dan Bobot Variable Bahaya Variabel Komponen Indikator Kriteria Skala Bobot

Bahaya Kemungki

nan

bahaya

Kawasan

berpotensi terlanda

piroklastik jatuhan

Berada pada jarak 10 km dari pusat

erupsi 3

Jarak dari pusat

erupsi

0-5 km

6-10km

3

2

Jenis dan ukuran

piroklastik jatuhan

Bomb ( ukuran material > 64mm )

lapilli ( ukuran material 2-64 mm )

Abu / debu ( ukuran material <2mm)

3

2

1

Ketebalan endapan

piroklastik

>2cm

<2cm

3

1

Kesulitan air bersih Mengalami kesulitan air bersih

tidak mengalami kesulitan air bersih

3

1

Kerusakan tempat

tinggal

kerusakan parah, merobohkan seluruh

bangunan

Kerusakan ringan, merobohkan sebagian

atap

tidak terdapat kerusakan yang berarti

3

2

1

Kerusakan lahan

pertanian

kerusakan parah, terkubur kerikil dan

pasir

Kerusakan ringan, tertutup abu dan

dapat ditanami lagi

tidak terdapat kerusakan yang berarti

3

2

1

Total Bobot Dan Total Skor Variabel Bahaya

Sumber: Aisyah, N., Nandaka, A. IGM. Miswanto., Djalal. Y., Asman., Sayudi.

D.S., Muzani, M. 2009: 19 dan modifikasi.

Tabel 13. Tabel Skoring Variable Bahaya Setiap Desa

No Desa Total Skor Tingkat Bahaya

1 Cluntang

2 Mriyan

3 Sangup

4 Jemowo

5 Sumur

6 Lanjaran

7 Sruni

8 Ringinlarik

9 Kebangsari

10 Wonodoyo

11 Jombong

12 Sumbung

13 Gedangan

14 Sukabumi

14 Genting

16 Cepogo

17 Mliwis

Page 77: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

2. Mengetahui kerentanan masyarakat di daerah penelitian.

Untuk mengetahui tingkat kerentanan masyarakat, digunakan teknik skoring

dengan menggunakan metode AHP. Teknik skoring didasarkan pada beberapa

indikator kerentanan masyarakat terhadap lontaran piroklastik jatuhan. Masing-

masing indikator kerentanan mempunyai kisaran penilaian/skor dengan skala

penilaian antara 1 – 3. Skor kerentanan masyarakat dihitung dengan mengalikan

skala setiap indikator dengan bobot setiap indikator. Setelah hasil penskoran

indikator kerentanan masing-masing desa diketahui, tingkat kerentanan dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kelas kerentanan yaitu rendah, sedang, tinggi.

Pembagian kelas kerentanan dilakukan dengan cara skor tertinggi dikurangi skor

terendah dibagi jumlah kelas. Skala dan bobot indikator kerentanan disajikan

dalam Tabel 14, hasil skoring dan pembagian kelas kerentanan masing-masing

desa disajikan dalam tabel 15. Nilai bahaya setiap desa dihitung dengan

persamaan:

V = wV1 x X’V1 + wV2 x X’V2 + wV3 x X’V3 + …… + wVn x X’Vn

Keterangan:

W= bobot indikator

X’= nilai skala indikator yang diperoleh dari skoring data hasil survey

Page 78: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Tabel 14. Tabel Skala dan Bobot Variable Kerentanan Variabel Komponen Indikator Kriteria Skala Bobot

Kerenta

nan

Kerentana

n sosial

Presentase

penduduk

lansia ( >65

tahun )

Persentase <10% 1

Persentase 10-20% 2

Persentase >20% 3

Presentase

penduduk <

5 tahun

Persentase <10% 1

Persentase 10-20% 2

Persentase >20% 3

Presentase

ibu hamil

Persentase <10% 1

Persentase 10-20% 2

Persentase >20% 3

Sikap

masyarakat

menghadapi

bencana

Masyarakat bersikap pasrah 3

Masyarakat menunggu pemberitahuan

pemerintah 2

Masyarakat aktif mempersiapkan diri

menghadapi bencana 1

Partisipasi

komunitas

Semua masyarakat sadar melakukan

tindakan pengurangan risiko 3

Sebagian masyarakat sadar melakukan

tindakan pengurangan risiko 2

Masyarakat tidak melakukan tindakan

pengurangan risiko 1

Kerentana

n

lingkunga

n

Ketersediaan

air bersih

Air bersih tersedia dari mata

air/sumur, dari pdam, dapat langsung

diakses ke rumah warga

1

Air bersih tersedia dari mata air, tidak

menjangkau rumah warga 2

Air bersih berasal dari penampungan

air hujan 3

Kerentana

n fisik

Tipe

bangunan

Bangunan permanen >60% 1

Bangunan permanen 30-60% 2

Bangunan permanen <30% 3

Akses jalan Aspal 1

Makadam 2

Batu kerikil 3

Transportasi Kendaraan beroda 4 muatan banyak

(truk) 1

Kendaraan beroda 4 muatan sedikit

(mobil) 2

Kendaran roda 2/jalan kaki 3

Kerentana

n ekonomi

Tingkat

kesejahteraan

Masyarakat sejahtera >60% 1

Masyarakat sejahtera 30-60% 2

Masyarakat sejahtera <30% 3

Total Bobot dan Skor

Sumber: Aisyah, N., Nandaka, A. IGM. Miswanto., Djalal. Y., Asman., Sayudi.

D.S., Muzani, M. 2009: 19 (Buletin Merapi Vol 07/02 edisi Agustus, 2010) dan

modifikasi.

Page 79: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Tabel 15. Tabel Skoring Variable Kerentanan Setiap Desa

No Desa Total Skor Tingkat Kerentanan

1 Cluntang

2 Mriyan

3 Sangup

4 Jemowo

5 Sumur

6 Lanjaran

7 Sruni

8 Ringinlarik

9 Kebangsari

10 Wonodoyo

11 Jombong

12 Sumbung

13 Gedangan

14 Sukabumi

14 Genting

16 Cepogo

17 Mliwis

3. Mengetahui keberadaan penduduk dan sarana sosial ekonomi

masyarakat di daerah penelitian.

Untuk mengetahui sarana social ekonomi masyarakat, digunakan teknik skoring

dengan menggunakan metode AHP. Teknik skoring didasarkan pada beberapa

indikator keberadaan sarana social ekonomi masyarakat. Masing-masing indikator

keberadaan sarana social ekonomi mempunyai kisaran penilaian/skor dengan

skala penilaian antara 1 – 3. Skor keberadaan sarana social ekonomi masyarakat

dihitung dengan mengalikan skala setiap indikator dengan bobot setiap indikator.

Setelah hasil penskoran indikator keberadaan sarana social ekonomi masing-

masing desa diketahui, tingkat keberadaan sarana social ekonomi dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu rendah, sedang, tinggi. Pembagian kelas

keberadaan sarana social ekonomi dilakukan dengan cara skor tertinggi dikurangi

skor terendah dibagi jumlah kelas. Skala dan bobot indikator keberadaan sarana

social ekonomi disajikan dalam Tabel 16, hasil skoring dan pembagian kelas

keberadaan sarana social ekonomi masing-masing desa disajikan dalam tabel 17.

Nilai keberadaan sarana social ekonomi setiap desa dihitung dengan persamaan:

Page 80: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

E = wE1 x X’E1 + wE2 x X’E2 + wE3 x X’E3 + ………..+ wEn x X’En

Keterangan:

W= bobot indikator

X’= nilai skala indikator yang diperoleh dari skoring data hasil survey

Tabel 16. Skala Variabel Keberadaan Sarana Sosial Ekonomi Variabel Komponen Indikator Kriteria Skala Bobot

Keberad

aan

Populasi Kepadatan

penduduk

Kepadatan penduduk <10

jiwa/ha 1

Kepadatan penduduk 10-25

jiwa/ha 2

Kepadatan penduduk >25

jiwa/ha 3

Bangunan

fisik

Rumah, sekolah,

tempat ibadah,

kantor

pemerintahan, pasar

Terdapat rumah, sekolah,

tempat ibadah, kantor

pemerintahan, dan pasar

3

Terdapat rumah, sekolah,

tempat ibadah, kantor

pemerintahan,

2

Terdapat rumah, tempat ibadah,

kantor pemerintahan 1

Infrastrukt

ur sarana

air bersih

Ketersediaan sarana

air bersih

Sarana air meliputi pipa saluran

air bersih, bak penampungan

air, irigrasi

3

Sarana air meliputi pipa saluran

air bersih, bak penampungan

air

2

Sarana air meliputi bak

penampungan air 1

Kekayaan

desa ( pad

)

Total kekayaan desa < 50 juta rupiah dalam satu

tahun 1

Antara 50 juta sampai 100 juta

rupiah dalam satu tahun 2

> 100 juta rupiah dalam satu

tahun 3

Total Bobot dan Skor

Sumber: Aisyah, N., Nandaka, A. IGM. Miswanto., Djalal. Y., Asman., Sayudi.

D.S., Muzani, M. 2009: 19 dan modifikasi.

Page 81: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Tabel 17. Skoring Variable Keberadaan Setiap Desa

No Desa Total Skor Tingkat keberadaan

1 Cluntang

2 Mriyan

3 Sangup

4 Jemowo

5 Sumur

6 Lanjaran

7 Sruni

8 Ringinlarik

9 Kebangsari

10 Wonodoyo

11 Jombong

12 Sumbung

13 Gedangan

14 Sukabumi

14 Genting

16 Cepogo

17 Mliwis

4. Mengetahui kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana di daerah

penelitian.

Untuk mengetahui tingkat kapasitas masyarakat, digunakan teknik skoring dengan

menggunakan metode AHP. Teknik skoring didasarkan pada beberapa indikator

kapasitas masyarakat terhadap lontaran piroklastik jatuhan. Masing-masing

indikator kapasitas masyarakat mempunyai kisaran penilaian/skor dengan skala

penilaian antara 1 – 3. Skor kapasitas masyarakat dihitung dengan mengalikan

skala setiap indikator dengan bobot setiap indikator. Setelah hasil penskoran

indikator kapasitas masyarakat masing-masing desa diketahui, tingkat kapasitas

masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas kapasitas yaitu rendah,

sedang, tinggi. Pembagian kelas kapasitas masyarakat dilakukan dengan cara skor

tertinggi dikurangi skor terendah dibagi jumlah kelas. Skala dan bobot indikator

kapasitas masyarakat disajikan dalam Tabel 18, hasil skoring dan pembagian kelas

kapasitas masyarakat masing-masing desa disajikan dalam tabel 19. Nilai

kapasitas setiap desa dihitung dengan persamaan:

Page 82: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

C = wC1 x X’C1 + Wc2 x X’C2 + wC3 x X’C3 + ……… + wCn x X’Cn

Keterangan:

W= bobot indikator

X’= nilai skala indikator yang diperoleh dari skoring data hasil survey

Tabel 18. Tabel Skala dan Bobot Variable Kapasitas Variabel Komponen Indikator Kriteria Skala Bobot

Kapasit

as

Kapasitas

masyaraka

t

Penyuluhan

kebencanaan

Mendapat pemyuluhan secara berkala

sebelun dan sesudah bencana

langssung kepada warga

3

Mendapat penyuluhan hanya sesudah

terjadi bencana, melalui perwakilan

warga

2

Tidak/belum mendapat penyuluhan

kebencanaan 1

Pelatihan /

simulasi

tanggap

darurat

bencana

Mendapat pelatihan / simulasi tanggap

darurat sebelum dan sesudah kejadian

bencana, langsung melibatkan semua

warga

3

Mendapat pelatihan / simulasi tanggap

darurat sesudah bencana, melalui

perwakilan warga

2

Tidak / belum mendapatkan pelatihan

/ simulasi tanggap darurat 1

Partisipasi

publik

dalam

pengurangan

risiko

bencana

Masyarakat secara individu maupun

kelompok sadar dan melakukan

tindakan pengurangan risiko bencana

3

Sebagian masyarakat sadar melakukan

tindakan pengurangan risiko 2

Masyarakat tidak melaukan tindakan

pengurangan risiko bencana 1

Kelompok

lokal

penanggulan

gan bencana

Terdapat kelompok penanggulangan

bencana yang aktif secara mandiri

maupun atas pengawasan pemerintah

3

Terdapat kelompok penanggulangan

bencana, masih tergantung pemerintah 2

Tidak terdapat kelompok

penanggulangan bencana 1

Kapasitas

institusion

al dan

menejeme

n bencana

Rencara

darurat

Belum memiliki rencana dan

persiapan darurat seperti titik kumpul

sementara, lokasi pengungsian, dan

penunjuk arah evakuasi

1

Memiliki rencana dan persiapan

darurat yaitu titik kumpul sementara

lokasi pengungsian, dan penunjuk

arah evakuasi

3

Sistem

peringatan

dini

Sistem peringatan dini canggih,

menggunakan alat modern,

menjangkau seluruh warga

3

Sistem peringatan dini semi modern,

perpaduan alat tradisional dan

modern, tidak menjangkau seluruh

warga

2

Sistem peringatan dini secara

tradisional, kurang menjangkau 1

Page 83: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

warga

Sistem

komunikasi

Sistem komunikasi perpaduan antara

tradisional dan modern, dan secara

lengkap, misal menggunakan

kentongan, ht, hp, sirine, radio

3

Sistem komunikasi perpaduan antara

tradisional dan modern, namun kurang

lengkap

2

Sistem komunikasi masih tradisional 1

Menejemen

risiko

Warga bersama pemerintah menyusun

rencana aksi pengurangan risiko

bencana

3

Tidak terdapat rencana aksi

pengurangan risiko bencana 1

Kapasitas

pemerintah

lokal/desa

Pemerintah lokal memiliki inisiatif

pengurangan risiko bencana, dan siap

melakukan tindakan tanpa harus

menunggu pemerintah pusat

3

Pemerintah lokal memiliki inisiatif

pangurangan risiko bencana namun

tetap menunggu unstruksi pemerintah

2

Pemerintah lokal menunggu instruksi

pemerintah pusat 1

Peta bahaya Terdapat peta bahaya, jumlahnya

banyak dan dipasang di tempat umum 3

Terdapat peta bahaya, jumlahnya

sedikit, terdapat di kantor kepala desa 2

Tidak terdapat peta bahaya 1

Kapasitas

ekonomi

Ketersediaan

dana darurat

Memiliki dana alokasi khusus

kebencanaan 3

Tidak memiliki dana alokasi khusus

kebencanaan 1

Akses

memperoleh

bantuan

nasional

Memiliki hubungan baik dengan

lembaga pemerintah maupun

nonpemerintah di bidang kebencanaan

3

Memiliki hubungan dan dukungan

hanya dari lembaga pemerintah 2

Tidak memiliki hubungan dan

dukungan dari pemerintah maupun

lembaga nonpemerintah lainnya

1

Sumber: Aisyah, N., Nandaka, A. IGM. Miswanto., Djalal. Y., Asman., Sayudi.

D.S., Muzani, M. 2009: 19 (Buletin Merapi Vol 07/02 edisi Agustus, 2010) dan

modifikasi.

Page 84: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Tabel 19. Skoring Variable Kapasitas Setiap Desa

No Desa Total Skor Tingkat Kapasitas

1 Cluntang

2 Mriyan

3 Sangup

4 Jemowo

5 Sumur

6 Lanjaran

7 Sruni

8 Ringinlarik

9 Kebangsari

10 Wonodoyo

11 Jombong

12 Sumbung

13 Gedangan

14 Sukabumi

14 Genting

16 Cepogo

17 Mliwis

5. Mengetahui tingkat risiko lontaran piroklastik di daerah penelitian.

Perhitungan risiko (risk) lontaran material piroklastik dapat dilakukan dengan

memperhitungkan nilai bahaya (hazard), nilai kerentanan (vulnerability), nilai

keberadaan (exposure) dan nilai kapasitas (capasity). Penilaian risiko lontaran

piroklastik berdasarkan hasil penskoran data yang diperoleh sesuai tujuan 1 - 4,

dengan skala setiap indikator antara 1-3. Setelah diketahui besarnya nilai bahaya

(hazard), nilai kerentanan (vulnerability), nilai keberadaan (exposure) dan nilai

kapasitas (capasity) di setiap desa, kemudian dilakukan penilaian risiko dengan

rumus sebagai berikut: R = (wH+wV+wE) – wC

Keterangan:

R : Risiko V : Kerentanan (vulnerability)

w : total skor E : Keberadaan (exposure)

H : Bahaya (hazard) C : Kapasitas (capasity)

Pemetaan tingkat risiko lontaran piroklastik di daerah penelitian dilakukan

berdasarkan data penghitungan penilaian risiko di masing-masing desa. Dalam

peta ini tingkat risiko dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelas, dengan interval yang

dihitung dengan rumus: –

Page 85: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Untuk mempermudah analisis dan perhitungan untuk menilai risiko, maka

nilai bahaya (hazard), nilai kerentanan (vulnerability), nilai keberadaan

(exposure) dan nilai kapasitas (capasity) di setiap desa disajikan dalam satu Tabel

seperti Tabel 20. Kelas risiko disajikan dalam Tabel 21.

Tabel 20. Penghitungan Skor Risiko

No Desa Skor Bahaya Skor

Kerentanan

Skor

Keberadaan

Skor

Kapasitas Skor

Risiko *)

1 Cluntang

2 Mriyan

3 Sangup

4 Jemowo

5 Sumur

6 Lanjaran

7 Sruni

8 Ringinlarik

9 Kembangsari

10 Wonodoyo

11 Jombong

12 Sumbung

13 Gedangan

14 Sukabumi

15 Genting

16 Cepogo

17 Mliwis *) Skor Risiko diperoleh dari (Skor Bahaya+Skor Kerentanan+Skor Keberadaan) - Skor Kapasitas

Tabel 21. Skoring Tingkat Risiko Setiap Desa

No Desa Skor Risiko Tingkat Risiko

1 Cluntang

2 Mriyan

3 Sangup

4 Jemowo

5 Sumur

6 Lanjaran

7 Sruni

8 Ringinlarik

9 Kebangsari

10 Wonodoyo

11 Jombong

12 Sumbung

13 Gedangan

14 Sukabumi

14 Genting

16 Cepogo

17 Mliwis

Page 86: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan suatu rangkaian kegiatan yang harus

dilakukan dari awal sampai akhir penelitian. Penelitian ini dilakukan melalui

tahap-tahap sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Tahap persipan meliputi kegiatan studi pustaka guna memperoleh

literature dan hasil penelitian yang relevan serta melakukan kajian data awal untuk

keperluan penyusunan proposal.

2. Tahap Penyusunan Proposal

Proposal penelitian merupakan tahap awal yang harus dilakukan sebelum

melakukan suatu penelitian yang kemudian digunakan untuk mengurus perijinan

birokrasi penelitian. Dalam proposal penelitian, berisi latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan, manfaat, kajian teori, kerangka pemikiran, hasil

penelitian yang relevan, serta metodologi penelitian yang digunakan.

3. Tahap Penyusunan Instrumen

Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh informasi

tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan penelitian. Teknik

pengumpulan data yang memerlukan instrumen adalah wawancara untuk

mengetahui karakteristik demografi masyarakat di daerah penelitian.

4. Tahap Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan kegiatan studi

dokumentasi dari dokumen, buku serta arsip yang terdapat pada instansi terkait

dengan masalah penelitian ini serta kerja ceking lapangan melalui observasi dan

wawancara.

5. Tahap Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan pemrosesan data yang dipeoleh untuk

diorganisasikan ke dalam bentuk yang lebih sederhana agar lebih mudah dibaca

dan diintepretasikan. Kegiatan yang dilakukan adalah mengatur urutan data serta

mengorganisasikan ke dalam suatu pola dasar sehingga mudah dilakukan

penafsiran.

Page 87: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

6. Tahap Penyusunan Laporan

Penyusunan laporan merupakan tahap akhir dalam penelitian. Data-data

yang telah dikumpulkan dan dianalisis, kemudian dilaporkan dalam bentuk

laporan skripsi. Dalam penyusunan laporan tersebut, tata cara penulisannya harus

sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan yang baik dan benar. Sehingga akan

memudahkan bagi para pembaca untuk memahami atau mencerna hasil penelitian

yang telah dilakukan. Merupakan tahap akhir penelitian berupa penyusunan

laporan dalam bentuk hardcopy dan softcopy sebagai output kegiatan penelitian

secara nyata.

I. Batasan Operasional

Model AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan

oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan

masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu

hirarki. Hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah

permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana

level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria,

dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternative (Saaty 2008:

85).

Bencana adalah suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa yang terjadi secara

mendadak maupun perlahan-lahan, yang disebabkan oleh alam, manusia,

atau keduanya dengan menimbulkan akibat bagi pola kehidupan dan

penghidupan, gangguan pada sistem pemerintahan yang normal, atau

kerusakan ekosistem, sehingga diperlukan tindakan darurat untuk menolong

dan menyelamatkan manusia dan lingkungannya (Sunarto 2006:4).

Risiko merupakan potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu

wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit,

jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan

harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (UU No. 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana).

Page 88: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Bahaya adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik

dari faktor alam, dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda , dan dampak psikologis (Peraturan Kepala Badan

Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008).

Kerentanan adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang

menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman

(Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana: 13).

Keberadaan merupakan kondisi fisik yang berpengaruh terhadap besar kecilnya

risiko. Keterdapatan mempunyai peranan yang sangat penting, karena

keberadaan adalah sarana penunjang kehidupan. Semakin suatu daerah

memiliki populasi dan sarana social ekonomi tinggi, maka semakin besar

risiko yang dimiliki (Aisyah, N., dkk, 2010: 17).

Kapasitas adalah gabungan antara semua kekuatan dan sumberdaya yang tersedia

dalam suatu masyarakat atau organisasi yang dapat mengurangi tingkat

resiko atau akibat dari bencana. Dapat dikatakan bahwa kapasitas

merupakan kondisi masyarakat yang menunjukka kesiapan dan posisi

masyarakat terhadap suatu kejadian, dalam hal ini kesiapan dalam

menghadapi ancaman bencana (Aisyah N., dkk, 2010:18).

Piroklastik adalah batuan hasil letusan gunungapi dapat berupa suatu hasil lelehan

yang merupakan lava dan dapat pula berupa produk ledakan atau

eksplorasif yang bersifat fragmental dari semua bentuk cair, gas, atau

padat yang dikeluarkan dengan jalan erupsi (William 1982 dalam Endarto,

2005:47).

Page 89: PENGGUNAAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY …/Penggunaan...UNTUK PENILAIAN RISIKO LONTARAN PIROKLASTIK DI LERENG TIMUR GUNUNGAPI MERAPI 2012 SKRIPSI Oleh: Danang Tri Wibowo SEBELAS MARET

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Gambar 5. Diagram Alir Penelitian.

Peta KRB

Peta zona aman

Batas administrasi

daerah penelitian Batas risiko lontaran

piroklastik

Kerja lapangan

Skoring

Faktor bahaya, faktor kerentanan, faktor

keberadaan, faktor kapasitas

Identifikasi faktor risiko

lontaran piroklastik

Pembobotan indikator faktor

risiko dengan metode AHP

Peta bahaya Peta kerentanan Peta keberadaan Peta kapasitas

Peta risiko lontaran piroklastik

Analisis peta risiko lontaran

piroklastik

Skor keberadaan Skor bahaya Skor kapasitas Skor kerentanan