penggunaan internet dan media sosial untuk ...penggunaan internet dan media sosial di masyarakat....
TRANSCRIPT
PENGGUNAAN INTERNET DAN MEDIA SOSIAL UNTUK PELAYANAN
INFORMASI OBAT DI BEBERAPA APOTEK DAN PUSKESMAS DI DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA
(Studi pelayanan informasi obat pada pasien asma)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Farmasi (M. Farm.)
Program Studi Magister Farmasi
Diajukan oleh :
Fajar Ira Juwita, S.Farm., Apt.
NIM: 178122006
PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
PENGGUNAAN INTERNET DAN MEDIA SOSIAL UNTUK PELAYANAN
INFORMASI OBAT DI BEBERAPA APOTEK DAN PUSKESMAS DI DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA
(Studi pelayanan informasi obat pada pasien asma)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Farmasi (M. Farm.)
Program Studi Magister Farmasi
Diajukan oleh :
Fajar Ira Juwita, S.Farm., Apt.
NIM: 178122006
PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka
yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”
Roma 8 : 28
Kupersembahkan karya ini untuk Tuhan, keluarga kecilku; suami dan anak-anakku,
orang tua, semua teman dan sahabatku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….……….i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………...…ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI .................................................................... iiiv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................................ v
HALAMAN PERSEMBAHAN…………..………………………………………...…..vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................................vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................................ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xii
INTISARI ...................................................................................................................... xiii
I. LATAR BELAKANG ................................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3
III. METODE PENELITIAN ............................................................................................ 7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 10
1. Hasil penelitian .................................................................................................... …10
2. Pembahasan .............................................................................................................. 14
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 18
REFERENSI .................................................................................................................... 19
Lampiran 1. Luaran Penelitian ........................................................................................ 27
Lampiran 2. Ethical Clearance ....................................................................................... 45
Lampiran 3. Surat Ijin Badan Kesatuan Bangsa dan Politik ........................................... 44
Lampiran 4. Panduan Wawancara semi terstruktur pada responden apoteker ............... 45
Lampiran 5. Lembar informasi penelitian ....................................................................... 47
Lampiran 6. Lembar konfirmasi persetujuan partisipan (Inform consent) ..................... 49
BIOGRAFI PENULIS ..................................................................................................... 50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penelitian terdahulu di negara maju dan berkembang terkait perkembangan e-
Pharmacy dan aplikasinya, termasuk pada penyakit asma ................................................ 5
Tabel 2. Variasi karakteristik partisipan apoteker (N=15).. ............................................ 10
Tabel 3. Lima tema hasil penelitian kualitatif tentang penggunaan internet dan media
sosial dalam PIO kepada pasien asma sebagai model ..................................................... 10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian ............................................................................. 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Luaran Penelitian ........................................................................................ 27
Lampiran 2. Ethical Clearance ....................................................................................... 45
Lampiran 3. Surat Ijin Badan Kesatuan Bangsa dan Politik ........................................... 44
Lampiran 4. Panduan Wawancara semi terstruktur pada responden apoteker ............... 45
Lampiran 5. Lembar informasi penelitian ....................................................................... 47
Lampiran 6. Lembar konfirmasi persetujuan partisipan (Inform consent) ..................... 49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
INTISARI
Revolusi industri 4.0 merupakan proses digitalisasi industri yang menggiring
layanan kesehatan pada era penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang
disebut e-health. Penerapan TIK di bidang Farmasi dikenal sebagai e-pharmacy. Peran
apoteker pada Pelayanan Informasi Obat (PIO) dengan memanfaatkan TIK berpengaruh
pada literasi e-health yang pada akhirnya mendukung keberhasilan terapi pasien
termasuk bagi pasien dengan penyakit kronis yang menerima pengobatan dalam jangka
waktu lama, salah satunya adalah pasien asma. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
menggali persepsi apoteker mengenai penggunaan internet dan media sosial untuk
pelayanan informasi obat, dengan studi kasus pelayanan pada pasien asma.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengambilan data
dilakukan dengan wawancara menggunakan panduan wawancara yang telah di validasi
oleh professional judgement. Wawancara dilakukan pada partisipan apoteker yang
melakukan pelayanan kefarmasian kepada pasien asma, yang dipilih secara purposif
pada bulan Maret sampai Juli 2019. Data hasil wawancara ditranskrip secara verbatim,
kemudian dilakukan analisis tematik. Ethical clearance telah diperoleh dengan nomor
945/C.16/FK/2019.
Hasil penelitian menyebutkan penggunaan internet dan media sosial
mengindikasikan potensi kapabilitas apoteker dalam layanan kesehatan dan juga
tantangan transformasi terhadap peran apoteker di era e-pharmacy. Hasil penelitian ini
juga memunculkan urgensi penetapan regulasi mengenai e-pharmacy yang dipacu oleh
teridentifikasinya kerugian dari penggunaan internet dan media sosial. Peningkatan
infrastruktur TIK bidang kefarmasian sangat diperlukan begitu pula kontribusi apoteker
dalam literasi e-health terkait PIO penyakit kronis termasuk asma.
Kata kunci : e-health, e-pharmacy, PIO, internet, media sosial, asma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
I. LATAR BELAKANG
Revolusi industri 4.0 pada era digital saat ini mendorong perkembangan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan pesat dan pada akhirnya
memposisikan TIK menjadi bagian penting dari era ini1–3. Salah satu bidang yang terus
berkembang dan mengadopsi TIK adalah e-health4. Pengertian e-health disampaikan
oleh World Health Organization (WHO) adalah : “The use of information and
communication technologies locally and at a distance – presents a unique opportunity
for the development of public health.”5. Penerapan TIK pada e-health secara global
banyak digunakan untuk memperoleh maupun menyebarkan informasi kesehatan tanpa
terbatas jarak, juga digunakan untuk mempromosikan, mendukung dan memperkuat
seluruh rangkaian perawatan kesehatan. Perkembangan TIK yang pesat pada e-health
membawa dampak yang sama pada bidang pelayanan kefarmasian6,7. Penerapan TIK
pada bidang layanan kefarmasian disebut e-pharmacy dan yang sering dipraktekkan
adalah komunikasi secara elektronik dengan pasien dan tenaga kesehatan yang lain8–11.
Jumlah apoteker yang bekerja di apotek menempati urutan ketiga di dunia
setelah profesi dokter dan perawat 12,13, oleh karena itu apoteker mempunyai peran besar
pada perkembangan e-pharmacy. Peran apoteker mengadopsi e-pharmacy salah satunya
pada aspek pelayanan informasi obat14. Pelayanan Informasi Obat (PIO) adalah
pelayanan yang penting untuk dilakukan oleh apoteker, salah satunya kepada pasien
dengan penyakit kronis. Beberapa negara maju sudah menerapkan e-pharmacy pada
PIO kepada pasien penyakit kronis dengan menggunakan TIK; seperti di Pennsylvania
USA, terdapat alat pengingat berdasarkan penggunaan internet untuk meningkatkan
kepatuhan pengobatan pada pasien asma15, dan di Kanada, terdapat penggunaan
platform media sosial pada komunitas pasien asma yang berinteraksi satu sama lain dan
dipandu oleh tenaga profesional kesehatan16.
Indonesia sebagai negara berkembang saat ini tercatat sebagai negara urutan
kelima dalam jumlah pengguna internet17,18. Hal ini membawa pengaruh besar terhadap
penggunaan internet dan media sosial di masyarakat. Masyarakat saat ini memanfaatkan
internet dan media sosial dalam memperoleh layanan kesehatan, termasuk layanan
kefarmasian. Pemanfaatan internet dan media sosial dapat membantu peningkatan
PIO14, dan juga dapat membawa dampak pada kepatuhan pasien terutama untuk pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
dengan penyakit kronis yang harus menjalani pengobatan dalam jangka waktu lama dan
jumlah item obat cukup banyak.
Penelitian tentang implementasi TIK dalam pelayanan kefarmasian di Indonesia
belum banyak dilakukan. Penelitian tentang pelayanan kefarmasian di Indonesia lebih
banyak berfokus kepada model-model peningkatan kualitas apoteker dalam melakukan
pelayanan kefarmasian, tanpa menyinggung pemanfaatan internet. Oleh karena itu,
perlu dikembangkan model pemanfaatan internet dan media sosial untuk pelayanan
kefarmasian terutama untuk berkomunikasi secara profesional dengan pasien,
khususnya dalam pelayanan informasi obat. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi
secara lebih mendalam pemanfaatan internet dan media sosial, terutama untuk
pelayanan informasi obat, dengan menggunakan penyakit asma sebagai model.
Penggalian informasi pada penelitian ini meliputi : 1) potensi pemanfaatan, 2)
keuntungan dan kerugian, 3) hambatan pemanfaatan, 4) harapan apoteker dalam
penggunaan internet dan media sosial untuk pelayanan informasi obat bagi pasien asma.
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah referensi
tentang pemanfaatan internet dan media sosial oleh apoteker untuk pelayanan informasi
obat bagi pasien asma. Secara praktis hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat
sebagai acuan untuk pengembangan platform pelayanan informasi obat yang berbasis
internet menggunakan media sosial, khususnya bagi pasien asma, dan bagi pasien
dengan penyakit kronis degeneratif pada umumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Posisi e-health dan e-pharmacy dalam konteks revolusi industri 4.0
Perhatian dunia saat ini tertuju pada kemajuan teknologi generasi keempat, biasa
disebut revolusi industri 4.0, yang didefinisikan sebagai proses digitalisasi industri yang
menggabungkan produksi dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
terkini1,3,19,20. Hal yang sama terjadi pada bidang pelayanan kesehatan yang saat ini
masuk pada era revolusi health 4.0, atau yang biasa disebut e-health, dimana semua
teknologi mulai dari sistem informasi, jaringan, dan perekaman medis sudah terkoneksi
dengan mengadopsi TIK. Setelah memasuki era e-health, penyebaran informasi tentang
layanan kesehatan jauh lebih cepat dan mudah4,21. Sesuai dengan definisinya, cakupan
e-health cukup luas meliputi m-health, telemedicine, e-learning dan semua penggunaan
TIK pada layanan kesehatan termasuk di dalamnya pelayanan kefarmasian6,7. Bidang
layanan kefarmasian termasuk cepat dalam menerapkan teknologi baru, sebab apoteker
sendiri telah menggunakan sistem komputer selama lebih dari 3 dekade. Apoteker
terbiasa menggunakan berbagai macam sistem perangkat lunak dalam pelayanannya,
bahkan dengan sistem yang sudah terintegrasi dengan bidang lain10,22. Penggunaan TIK
pada layanan kefarmasian era sekarang disebut e-pharmacy8, dan memiliki tiga elemen
penting, yaitu: 1) Pencatatan data pasien secara elektronik dengan mengolah big data
melalui Cyber Physical System (CPS), 2) Pelayanan electronic dispensing dan 3)
Komunikasi secara elektronik dengan pelayanan kesehatan yang lain dan pasien9–11.
2. Perkembangan literasi dan penerapan TIK pada e-health dan e-pharmacy
Di era e-health, kemampuan seseorang untuk mencari, menemukan, memahami,
dan menilai informasi kesehatan dari sumber elektronik dan menerapkan pengetahuan
yang diperoleh untuk mengatasi atau memecahkan masalah kesehatan disebut literasi e-
health23–25. Pada pelayanan kefarmasian kita juga mengenal istilah literasi e-pharmacy
yang dinilai dari dua sudut pandang yaitu dari tenaga kefarmasian dan dari pasien atau
masyarakat26–28. Survei global ketiga oleh WHO pada tahun 2017 terkait literasi e-
health menyebutkan hampir 80% dari seluruh negara di dunia menggunakan media
sosial untuk promosi kesehatan28. Hasil survei lain menyebutkan 70% setuju bahwa
internet adalah alat yang baik untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang
kesehatan29.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Internet telah lama digunakan baik di negara maju maupun di negara
berkembang seperti Indonesia30. Jumlah pengguna internet di Indonesia sampai dengan
tahun 2017 telah mencapai 143,26 juta jiwa atau setara dengan 54,68 % dari total
jumlah penduduk Indonesia17, dan hal itulah yang menempatkan Indonesia sebagai
pengguna internet terbanyak urutan ke lima di dunia18. Melihat kondisi pengguna
internet yang semakin bertambah, maka diperlukan peningkatan penyebaran literasi
seputar penerapan TIK pada e-health maupun e-pharmacy 31.
3. Peran apoteker dalam penerapan TIK pada pasien kronis di era e-pharmacy
Apoteker sebagai kelompok profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia setelah
dokter dan perawat dalam hal jumlah, mengalami evolusi terkait perannya di
masyarakat. Tahapan evolusinya mulai dari peran tradisional (drugs compounding)
beralih sebagai “care giver”, hingga tahap pelayanan yang berorientasi pada pasien
disebut Pharmaceutical care13,32. Era saat ini konsep Pharmaceutical care mengadopsi
penerapan TIK pada aspek e-procurement, e-prescribing, e-dispensing, barcode for
medicine identification, monitoring kepatuhan minum obat, dan pelayanan informasi
obat untuk memastikan penggunaan obat-obatan berkualitas mencakup keefektifan obat,
keamanan obat, meminimalkan kejadian efek samping obat, meningkatkan kepatuhan
pengobatan, dan meningkatkan kualitas hidup pasien 13,14,33,34. Peran apoteker dalam
pelayanan kesehatan di era e-pharmacy ini, berevolusi dengan cepat dan TIK yang
berbasis internet menjadi penggerak utama untuk transisi ini1.
Peran apoteker sangat berpengaruh pada perkembangan e-pharmacy. Apoteker
sebagai tenaga profesional kesehatan perlu meningkatkan perannya dalam pemanfaatan
teknologi digital untuk mendukung upaya peningkatan kesehatan masyarakat dan
keselamatan pasien (patient safety)35, salah satunya adalah pasien penyakit kronis.
Pasien penyakit kronis sangat memerlukan layanan khusus agar dapat meningkatkan
kualitas hidupnya, seperti contohnya, layanan monitoring kepatuhan minum obat.
Umumnya pasien tersebut mengkonsumsi obat dalam jangka waktu yang lama, serta
jenis obat yang cukup banyak. Salah satu contoh penyakit kronis adalah asma, dimana
di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi yang signifikan12. Penggunaan TIK berbasis
internet untuk PIO oleh apoteker pada era e-pharmacy diharapkan dapat memfasilitasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
kepatuhan pengobatan pasien, sehingga manajemen penyakit kronis yang efektif dapat
tercapai36.
4. Penelitian-penelitian terdahulu terkait perkembangan e-pharmacy dan
aplikasinya, termasuk pada penyakit asma (state of the art)
Tabel 1. Penelitian terdahulu di negara maju dan berkembang terkait perkembangan e-
Pharmacy dan aplikasinya, termasuk pada penyakit asma
Nama peneliti dan judul
penelitian
Rancangan
penelitian dan
analisis data
Subyek penelitian Ringkasan hasil penelitian
Benetoli, et al (2017)
Do pharmacists use social
media for patient care?
Kualitatif
dengan
wawancara
mendalam,
dianalisis
dengan
content
analysis
Apoteker di
Australia, New
Zealand, United
States, Brazil,
Germany,
Nigeria, Thailand,
Philippines,
United Kingdom
1. Apoteker menggunakan media sosial
(Facebook atau Twitter) untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang kesehatan
2. Memberikan saran kesehatan melalui
media online dan menangani informasi
kesehatan yang tidak jelas kebenarannya
dan tersebar di jejaring sosial.
Hammar, et al (2015)
Implementation of
information systems at
pharmacies – A case
study from the re-
regulated pharmacy
market in Sweden
Kualitatif
dengan
rancangan
studi mixed-
methods
Apoteker 1. Penerapan system e-Health baru bernama
Electronic Expert Support (EES) yang
diatur oleh lembaga khusus e-Health
2. Resep elektronik (menggunakan bar-
code) terintegrasi dalam satu dispensing
system, sehingga lebih praktis (apoteker
tidak perlu re-entry resep)
Mooranian, et al (2013)
The introduction of the
national e-health record
into Australian
community pharmacy
practice: pharmacists’
perceptions
Kualitatif
dengan
wawancara
terstruktur
Apoteker di Perth,
Australia
1. Memperkenalkan program Personally
Controlled Electronic Health Records
(PCEHRs) pada apoteker di apotek
komunitas
2. PCEHRs merupakan catatan kesehatan
elektronik pribadi yang terkendali
terdapat ringkasan pengobatan pasien
secara lengkap
Letourneau, et al (2012)
Impact of online support
for youth with Asthma
and Allergies: Pilot Study
Kualitatif
dengan
rancangan
studi mixed-
methods
Pasien penderita
asma dengan
rentang usia 11-16
tahun (remaja)
1. Media online grup bisa memfasilitasi
kebutuhan pasien akan dukungan dan
perhatian antar sesama remaja penderita
asma.
2. Intervensi dukungan online dapat
diakses cepat dan tepat waktu serta
berdampak positif terhadap kemajuan
pasien penderita asma usia remaja
Wan, et al (2017)
Community pharmacists’
perspectives of online
health-related
information: A qualitative
insight from Kuala
Lumpur, Malaysia
Kualitatif
dengan
wawancara
semi
terstruktur
Apoteker 1. Apoteker komunitas mampu
menggunakan situs web terkait
kesehatan yang telah ditetapkan untuk
informasi
2. Apoteker komunitas merekomendasi
perlunya pelatihan dalam literasi
informasi online
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Revolusi Industri 4.0
5. Kerangka konsep penelitian
Keterangan:
IoT : Internet of Things
CPS : Cyber Physical System
EHR : Electronic Health Record
HT : Hipertensi
DM : Diabetes Melitus
PIO : Pelayanan Informasi Obat
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian penggunaan internet dan media sosial pada
pelayanan informasi obat, studi pada pasien asma
IoT
Big data
Smart factory
CPS
E-health
E-pharmacy
E-pharmacy
E-Drug
Information EHR
E-prescribing
1. Potensi
2. Keuntungan dan
kerugian
3. Hambatan
4. Harapan
Pemanfaatan
internet dan media
sosial bagi pasien
asma
Penyakit kronis degeneratif
Asma DM HT
E-health
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
III. METODE PENELITIAN
1. Jenis dan Variabel Penelitian
Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif dengan pendekatan
kualitatif37. Pendekatan kualitatif pada penelitian ini bertujuan untuk menggali
informasi spesifik terkait dengan penggunaan internet dan media sosial untuk pelayanan
informasi obat bagi pasien asma oleh apoteker di apotek-apotek DIY.
Variabel dalam penelitian ini adalah pemanfaatan internet dan media sosial oleh
apoteker untuk pelayanan informasi obat bagi pasien asma, yang akan digali mendalam
pada aspek berikut:1) potensi pemanfaatan, 2) keuntungan dan kerugian pemanfaatan, 3)
hambatan dan harapan dalam pemanfaatan.
2. Metode dan waktu pengambilan data
Metode pengambilan data pada penelitian ini adalah dengan wawancara semi
terstruktur yang salah satu keuntungannya adalah terjadinya komunikasi timbal balik
yang baik antara pewawancara dan partisipan, serta mampu memberikan ruang kepada
partisipan untuk berekspresi verbal secara individu38. Waktu pengambilan data
dilakukan pada bulan Maret sampai Juli 2019.
3. Instrumen penelitian
Instrumen utama yang digunakan dalam pengambilan data pada penelitian ini
berupa panduan wawancara39,40 dan divalidasi menggunakan pendekatan professional
judgement, yaitu uji kelayakan konten dan kelayakan bahasa melalui penilaian dari
seseorang yang profesional di bidangnya, dalam hal ini adalah apoteker yang
berpengalaman dengan pemanfaatan internet dan media sosial41,42. Umpan balik dari uji
kelayakan konten maupun uji pemahaman bahasa telah digunakan sebagai revisi dari
panduan wawancara. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dan
memastikan bahwa panduan wawancara tersebut mencakup tujuan pada studi ini41.
4. Sampel dan teknik pemilihan sampel
Sampel pada penelitian ini disebut partisipan yang terdiri dari apoteker dengan
kriteria inklusi yaitu apoteker yang bekerja di farmasi komunitas (apotek) di Yogyakarta
yang melayani pasien asma minimal 1 bulan sebelumnya. Teknik pemilihan partisipan
pada penelitian ini menggunakan teknik non random purposif43. Pada penelitian ini,
ditetapkan dua tujuan (purpose) terkait dengan pemilihan partisipan apoteker yaitu : 1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
memilih partisipan apoteker yang diharapkan dapat memberikan informasi terperinci
berdasarkan pengetahuan atau pengalamannya terkait dengan penggunaan internet dan
media sosial untuk pelayanan informasi obat bagi pasien asma di apotek-apotek DIY, 2)
memilih partisipan apoteker dengan karakteristik yang variasi (usia, pengalaman
praktek, lokasi praktek, dll), sehingga diharapkan dapat menyampaikan informasi yang
cukup bervariasi.
5. Rekrutmen partisipan
Rekrutmen partisipan pada penelitian dikerjakan sebagai berikut: 1) Mendata
calon partisipan apoteker yang memenuhi kriteria inklusi. Dari langkah ini diperoleh
data calon partisipan apoteker yang memenuhi kriteria inklusi. 2) Menghubungi calon
partisipan tersebut melalui telepon atau media sosial untuk membuat perjanjian waktu
pertemuan, kemudian dilakukan pendekatan. Setelah dijelaskan kepada partisipan
mengenai penelitian ini secara singkat, termasuk hak dan kewajiban partisipan jika
bersedia terlibat di dalam penelitian ini, calon partisipan yang menyatakan bersedia
berpartisipasi diminta untuk menandatangani inform-consent sebagai bukti kesukarelaan
dalam berpartisipasi. Selain itu peneliti juga menjelaskan bahwa identitas partisipan,
data dan informasi yang diperoleh dari pastisipan dijamin kerahasiaannya dan hanya
digunakan untuk keperluan penelitian semata.
6. Proses pengumpulan data
Proses pengumpulan data dilakukan secara tatap muka dengan langkah –
langkah sebagai berikut ini : 1) Melakukan konfirmasi kepada partisipan apoteker.
Konfirmasi dilakukan melalui telepon atau WhatsApp. Konfirmasi meliputi waktu dan
tempat pelaksanaan wawancara yang disetujui oleh partisipan. 2) Menemui partisipan
untuk pelaksanaan wawancara sesuai dengan waktu dan tempat yang telah disepakati.
Wawancara dilakukan dengan mengacu ke panduan wawancara dengan lama waktu
berkisar 45–60 menit per-partisipan. Wawancara direkam berdasarkan persetujuan
partisipan dan juga dicatat untuk melengkapi data rekaman.
Proses pengumpulan data pada penelitian ini dihentikan ketika sudah mencapai
saturasi data. Saturasi data merupakan keadaan dimana data yang diperoleh tidak lagi
mendapatkan penambahan informasi baru walau terdapat penambahan partisipan yang
diwawancarai. Hal ini terjadi karena terdapat kejenuhan informasi44. Konfirmasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
pencapaian saturasi data pada penelitian ini dilakukan dengan cara setiap tiga hasil
wawancara segera diolah dengan merumuskan kodenya, hasil ada pada lampiran 5.
7. Pengolahan dan analisis data
Pengolahan data diawali dengan melakukan transkripsi hasil wawancara secara
verbatim. Pengertian verbatim adalah hasil wawancara secara utuh dari hasil rekaman
suara ditranskripsi menjadi sekumpulan kalimat sebagaimana audio asli dari hasil
wawancara45. Transkripsi verbatim dari hasil wawancara dianalisis dengan teknik
analisis tematik (thematic analysis). Analisis tematik adalah jenis analisis kualitatif
yang digunakan untuk menganalisis klasifikasi dan menyajikan tema (pola) yang
berhubungan dengan data, serta mengilustrasikan data secara detail dan berhubungan
dengan beragam subjek melalui interpretasi46,47. Langkah-langkah yang dilakukan
dalam analisis tematik adalah sebagai berikut47: membaca berulang hasil transkripsi
verbatim, menandai temuan ide pada transkrip sebagai temuan kode awal. Kode awal
berupa topik atau makna tertentu yang muncul berulang diambil dengan variasi
sebanyak mungkin, dikelompokkan dan ditandai dengan kode yang berbeda. Kode yang
sudah dikelompokkan dianalisa dan diintepretasikan lalu disusun menjadi beberapa
tema. Kode-kode yang berisi berbagai tema digabung untuk membentuk tema yang
lebih luas dan menyeluruh mencakup tema utama dari penelitian dengan mengacu pada
kerangka teori The capability, opportunity and motivation model of behaviour (COM-
B)48. Tema utama dikaji dengan cara menggabungkan dan memisahkan (di ekstrak)
kemudian dianalisis lebih mendalam dengan peta tematik. Peta tematik dikaji lebih
dalam, apakah sudah merepresentasikan makna yang akurat sesuai dengan tujuan
penelitian, kemudian didefinisikan dengan memberi nama tema untuk kemudian diberi
narasi dan yang terkahir adalah melaporkan tema secara tertulis terkait deskripsi data,
dan argumen yang menjawab pertanyaan pada penelitian ini.
8. Ethical clearance
Penelitian dilakukan setelah mendapat surat kelayakan etik (Ethical Clearance)
dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana
dengan nomer 945/C.16/FK/2019 dan rekomendasi ijin penelitian dari pemerintah
setempat melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DIY dengan nomer surat
074/2052/Kesbangpol/2019.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil penelitian
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 15 orang. Seperti yang terlihat pada
Tabel 1, karakteristik partisipan cukup bervariasi. Hal ini sesuai dengan yang
diharapkan agar dicapai variasi informasi dari partisipan.
Tabel 2. Variasi karakteristik partisipan apoteker (N=15)
Partisipan apoteker
Karakteristik Variasi Jumlah (N)
Usia apoteker < 35 tahun
≥ 35 tahun
7
8
Jenis kelamin Pria
Wanita
1
14
Lama berpraktek sebagai Apoteker < 10 tahun
≥ 10 tahun
5
10
Jenis apotek tempat berpraktek Apotek non jaringan
Apotek jaringan
Puskesmas
7
4
4
Pengguaan internet dan media sosial pada
PIO pasien asma
Experience
Expectation
8
7
Lima tema dari perspektif apoteker mengenai penggunaan internet dan media
sosial untuk memberikan informasi obat kepada pasien asma sebagai model yang
digarisbawahi pada penelitian kualitatif ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Lima tema hasil penelitian kualitatif tentang penggunaan internet dan media
sosial dalam PIO kepada pasien asma sebagai model
T
E
M
A
Tema 1
Kapabilitas apoteker dalam
memanfaatkan internet dan
media sosial untuk
menunjang pelayanan
Sebagai sarana komunikasi dan media belajar
Sebagai sarana sosialisasi
Sebagai sarana pencarian informasi
Untuk mendukung ketentuan pelayanan farmasi lainnya
Tema 2
Tantangan transformasi
peran apoteker di era e-
pharmacy
Sebagai informan yang handal
Sebagai penanggung jawab apotek online
Sebagai pendidik dalam meningkatkan literasi kesehatan
masyarakat
Tema 3 Kontribusi apoteker pada literasi e-health di masyarakat terkait penyakit kronis
Tema 4 Meningkatkan fasilitas TIK layanan kefarmasian
Tema 5 Urgensi regulasi mengenai e-pharmacy (farmasi on line)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Setelah dilakukan analisis secara tematik terhadap data yang diperoleh dari hasil
wawancara, maka dapat dijabarkan lima tema sebagai berikut ini.
1.1. Tema pertama: Kapabilitas apoteker dalam memanfaatkan internet dan
media sosial untuk menunjang pelayanan
a) Sebagai sarana komunikasi dan media belajar
Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan rata-rata menggunakan media
sosial WhatsApp (WA) dalam berkomunikasi dengan pasien (termasuk juga pada pasien
asma), bahkan juga memberi informasi pengobatan pada pasien, dalam bentuk foto,
gambar atau leaflet elektronik.
“…. soalnya kalau telepon gitu kan sudah tidak jamannya, mahal juga, kalau sms juga
tidak bisa memuat gambar, tapi kalau wa itu kan bisa lebih fleksibel apapun bisa
dimasukkan kesitu….” (R13J)
“Kalau kemarin dengan Bu P. A (pasien asma rutin) ini justru kita malah via
Whatsapp (WA). Itu saya hubungi dan beliau juga udah kasih nomornya ke saya, lalu
saya hubungi via WA.” (R6P)
Partisipan juga menyebutkan bahwa mereka dapat berdiskusi dan belajar tentang
ilmu layanan kefarmasian tidak hanya dengan rekan sejawat dalam satu kota, namun
juga di kota lain dengan cepat, luas, tidak terbatas ruang dan waktu.
“bagusnya itu, media sosial membahas tentang kayak pertemuan-pertemuan ilmiah
rutin. Tapi lewat medsos kan tidak terbatas ruang dan waktu to? daripada harus ada
pertemuan ke tempat itu itu, butuh waktu.” (R2NJ)
b) Sebagai sarana sosialisasi
Beberapa partisipan memasang status di WA pribadinya berisi informasi seputar
layanan kesehatan maupun pengobatan dengan tujuan untuk mensosialisasikan pada
masyarakat secara luas, mudah dan praktis.
“…..whatsapp itu kan apabila kita upload story tentang PIO itu akan sangat mudah
menyebar dan dibaca oleh yang punya kontak kita, dan mereka bisa kembali menshare
kepada yang lain seperti itu.” (R15P)
Internet dan media sosial juga dipandang partisipan sebagai peluang besar dalam
memperkenalkan profesi apoteker kepada masyarakat luas.
“….. informasi yang diberikan dari kita (apoteker) itu bisa sih di media sosial, lewat
media sosial untuk memperkenalkan apoteker juga bisa” (R12NJ)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
c) Sebagai sarana pencarian informasi
Semua partisipan mengungkapkan bahwa internet membantu pekerjaan
pelayanan dalam pencarian informasi obat-obatan di apotek secara cepat, global, dan tak
terbatas.
“Kalo keuntungannya (penggunaan internet) sih kita bisa tau apa-apa ya mb. Ditanya
sama pasien gitu kan kita bisa langsung cari (obatnya), langsung nemu.. (R5J)
d) Untuk mendukung ketentuan pelayanan farmasi lainnya
Penelitian ini menunjukkan rata-rata apotek sudah dilengkapi dengan jaringan
internet (Wifi) sehingga akses pencarian informasi menjadi cepat, praktis, dan luas,
sebagai contoh pemanfaatan platform marketplace obat untuk meningkatkan penjualan
apotek.
“Terus untuk mencari obat baru tapi di sini gak ada obatnya ya kita searching dengan
bantuan wifi atau internet, ya banyak dimudahkan lah dengan adanya wifi kita untuk
searching informasi.” (R11NJ)
“Kalau jualan online, kami kerjasama sama HaloDoc. Untuk meningkatkan omset
sangat bermanfaat.” (R1NJ)
1.2. Tema kedua: Tantangan transformasi peran apoteker di era e-pharmacy
a) Sebagai informan yang handal
Partisipan mengungkapkan bahwa pasien lebih mempercayai informasi obat di
internet dari pada ke apotek dan konsultasi dengan apoteker. Hal ini dipandang sebagai
kerugian oleh partisipan.
“Kadang orang tidak mau bertanya kepada tenaga kesehatan, mereka lebih memilih
untuk cari dulu di internet, nah ketika sumber yang dicari itu tidak punya basic secara
ilmu kesehatan kadang kan berbeda cara pandangnya.” (R1NJ)
b) Sebagai penanggungjawab layanan apotek online
Partisipan menyampaikan bahwa sudah ada divisi khusus yang menangani
pelayanan apotek online yang berisi apoteker dan diberi nama tim digital marketing,
sebagai salah satu bentuk transformasi peran apoteker di era e-pharmacy.
“…. jadi tugas kami ini ada pengenalan produk (iklan), produk diskon, lalu job karir,
dll, memang itu apoteker semua mbak yang mengerjakan. Kami ada transformasi
mbak, salah satunya digital marketing, tugasnya ya itu tadi untuk membuat PIO (salah
satunya).” (R13J)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
c) Sebagai pendidik dalam meningkatkan literasi kesehatan masyarakat
Partisipan menyebutkan, apoteker diharapkan mempunyai kemampuan untuk bisa
memilah dan menyaring informasi apa saja yang diperoleh dari internet maupun media
sosial yang layak disampaikan kepada masyarakat.
“Kalau kekurangan nya sih itu tadi kalau kita (apoteker) tidak bisa menyaring
informasi, kita (apoteker) jadi memberikan informasi yang salah. Makanya itu
menjadi tepat dan cepat kalau kita (apoteker) bisa memilih sumber informasi yang
benar dari internet gitu.” (R12NJ)
1.3. Tema ketiga: Kontribusi apoteker pada literasi e-health di masyarakat
terkait penyakit kronis
Partisipan menyatakan apoteker dapat berkontribusi dalam peningkatkan literasi
masyarakat terkait e-health contohnya tentang kesehatan, penyakit, atau kepatuhan obat
yang diperoleh secara luas, mudah dan murah dengan memanfaatkan internet dan media
sosial.
“Bisa untuk lebih meningkatkan tingkat pemahaman dari masyarakat ya tentang
kesehatan, penyakit, dan pengobatannya. Terutama juga tentang kepatuhan dalam hal
melakukan terapi itu harapannya sih dan bisa diakses secara luas, mudah, murah gitu
ya.” (R2NJ)
Partisipan mengungkapkan penyampaian informasi obat pada pasien
menggunakan internet diharapkan tetap dalam kendali apoteker, hal ini dilakukan agar
masyarakat tahu peran apoteker dalam meningkatkan kualitas hidup pasien, termasuk
pasien asma.
“Saya berharap dengan adanya pasien tahu informasi obat di internet, ya walaupun
masih dalam kendali kita (apoteker). Berharap pasien ini quality of life nya tetap
bagus.” (R13J)
“…karena kalau asma kan tidak bisa disembuhkan, hanya bisa dikontrol.
Meningkatkan kualitas hidup aja sih. Dan ketika dia mendapatkan informasi yang
sesuai, dia akan bisa menjaga dirinya, menjauhkan diri dari allergen, dsb.” (R1NJ)
1.4. Tema keempat: Meningkatkan fasilitas TIK layanan kefarmasian
Partisipan menyampaikan terdapat kendala terkait koneksi jaringan internet yang
sering terganggu di sistem layanan kefarmasian terutama saat mati listrik, dan
terbatasnya infrastruktur internet di daerah tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
“Untuk kendalanya apa ya, kayaknya ya internet. Internet cukup apa ya namanya,
akses datanya juga lancar, mungkin kalau pas mati listrik aja karena wifi disini pakai
jaringan listrik.” (R15NJ)
“Terkait dengan akses informasi artinya di Puskesmas sendiri di setiap desa belum
tentu menggunakan internet yang memiliki akses yang cepat, infrastruktur internet
masih sangat terbatas.” (R14P)
1.5. Tema kelima: Urgensi regulasi mengenai e-pharmacy (farmasi online)
Partisipan menyampaikan bahwa saat ini banyak sekali beredar toko online obat
yang bahkan juga menjual obat keras namun tidak terdapat penanggungjawab pengelola
obatnya. Oleh karena itu, partisipan menyatakan penetapan regulasi yang mengatur
tentang penjualan obat online sangat urgen untuk segera ditetapkan oleh Kemenkes.
“Kalau mau ada online sih oke, tetapi betul-betul harus di handle oleh orang yang
memang berwenang di situ dan yang berkompeten di situ. Jangan hanya penjual lepas.
Regulasinya harus betul-betul ketat dan tegas. Bagus kalau ini bisa berlaku secara
nasional ada peraturan perundang-undangan lah atau dari Kementerian Kesehatan
seperti itu kan?” (R2NJ)
Partisipan juga menyampaikan kekhawatirannya tentang kemungkinan internet dan
media sosial dimanfaatkan untuk kasus kejahatan oleh pihak tertentu disebabkan tidak
adanya aturan yang jelas dari pemerintah.
“Menurut saya negatifnya adalah karena di situ (toko online) ini tidak menutup
kemungkinan digunakan untuk kasus-kasus kejahatan tertentu, atau mungkin bisa juga
pemanfaatan penipuan dan sebagainya, ini yang sangat tidak diharapkan.” (R2NJ)
2. Pembahasan
Kapabilitas apoteker dalam pemanfaatan internet dan media sosial merupakan
sebuah kekuatan yang didasari oleh pengetahuan dan keterampilan yang memadai
terutama dalam penerapan teknologinya48. Cara berkomunikasi dengan menggunakan
internet dan media sosial (komunikasi online) ini dimanfaatkan oleh apoteker untuk
berhubungan dengan masyarakat luas (termasuk pasien asma) meskipun terpisah secara
geografis4. Prinsip yang sama dilakukan partisipan apoteker, yaitu menggunakan
teknologi tersebut dalam bertukar informasi, belajar dan menambah ilmu dengan
sesama apoteker bahkan juga dengan rekan pelayanan kesehatan yang lain dengan
cepat, luas, tidak terbatas ruang dan waktu10,49. Seiring dengan perkembangan teknologi
informasi yang sangat pesat dan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan informasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
yang akurat, tepat dan terkini, mendorong apoteker dalam penguasaan teknologi
tersebut 49. Penyebaran informasi oleh apoteker secara luas dan cepat yang dulu sulit
dilakukan, menjadi sangat mudah pada era “Internet of Things” saat ini 27. Kemampuan
internet berinteraksi dalam banyak hal salah satunya dimanfaatkan oleh apoteker untuk
sosialisasi dan konseling pasien asma di apotek, misalnya video YouTube tentang
penggunaan obat asma seperti inhaler, turbuhaler, dll50. Hal lain terkait teknologi
internet yang sudah dan sering dimanfaatkan apoteker adalah pencarian informasi obat
secara cepat, terutama saat apoteker pelayanan di apotek maupun di Puskesmas. Sebagai
sumber informasi yang profesional, apoteker harus mendukung pasien untuk mengambil
bagian dalam perolehan informasi kesehatan yang akurat dan efektif51. Teknologi
internet juga diterapkan pada sistem manajemen pengelolaan apotek, terbukti cukup
banyak layanan apotek sudah dilengkapi wifi sebagai faktor penunjang pelayanan
berbasis online 26.
Studi ini mengindikasikan peran apoteker dalam pelayanan kesehatan di era e-
pharmacy saat ini mengalami transformasi dan TIK yang berbasis internet menjadi
penggerak utama untuk perubahan ini1. Tantangan transformasi peran apoteker pada
layanan kefarmasian secara digital dipacu dengan meningkatnya penggunaan internet
dan media sosial oleh masyarakat dalam pencarian informasi obat dan pengobatan.
Seperti yang disampaikan Crilly et al, 201952, media sosial saat ini menjadi alternatif
sumber informasi yang disukai pasien ketika kesulitan berkonsultasi secara tatap muka
dengan apoteker, namun tidak semua pasien memiliki kemampuan membedakan mana
saja informasi yang sahih sumbernya. Hasil observasi pada apoteker menyebutkan,
kecenderungan masyarakat berbagi pengalaman mereka menggunakan berbagai bentuk
media sosial53, menyebabkan pasien lebih mempercayai sumber informasi yang berasal
dari internet. Hal krusial lain yang harus diwaspadai adalah adanya sebaran informasi
palsu atau hoax di masyarakat, misalnya hoax seputar obat tradisional54. Berdasarkan
penggalian informasi pada apoteker, maka diindikasikan tantangan transformasi peran
apoteker yang pertama adalah sebagai sebagai informan yang handal. Apoteker
diharapkan secara konsisten mampu menyaring informasi yang benar serta mampu
membuat informasi tertulis maupun informasi digital (seperti video YouTube)
berlandaskan bukti ilmiah seperti misalnya informasi yang berasal dari jurnal-jurnal
ilmiah kesehatan, seminar ilmiah, buku ilmiah agar tujuan kesehatan masyarakat dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
skala global tercapai26. Tantangan transformasi peran apoteker yang kedua adalah
sebagai penanggungjawab apotek online. Di masa depan apoteker juga tertantang
mampu menguasai teknologi digital, mampu menyesuaikan sistem perangkat lunak
yang sudah tersedia dengan profesi pelayanan kesehatan lain, mampu berkolaborasi
dengan staf IT (Information Technology) serta mempunyai skill dan kompetensi
berbasis digital10,26. Peran apoteker secara cepat akan bertransfomasi menjadi apoteker
digital, apoteker tidak bisa berperan sendiri dalam hal ini, namun akan lebih baik jika
ada kolaborasi apoteker dengan tenaga kesehatan lain membentuk tim kesehatan digital.
Sebagai contoh, pemerintah Skotlandia berinvestasi besar-besaran dalam menambah
apoteker, beberapa di antaranya bertransformasi pada pengelolaan e-prescribing, dan
sebagian lagi bergabung dengan tim kesehatan lain mengelola electronic health record
(EHR) sehingga mempunyai akses ke catatan kesehatan pasien26. Tantangan
transformasi apoteker yang ketiga adalah sebagai pendidik dalam meningkatkan literasi
kesehatan masyarakat. Salah satu kemajuan e-pharmacy dinilai dari kemampuan
apoteker dalam menggunakan teknologi untuk meningkatkan literasi e-pharmacy pada
masyarakat26
Apoteker sebagai ahli ilmu kefarmasian diperlengkapi dengan baik untuk
berkontribusi pada peningkatan pelayanan informasi obat (PIO) di media sosial,
mempelajari aktivitas online konsumen, dan merancang cara-cara baru dalam
memberikan PIO kepada masyarakat khususnya pasien50. Peningkatan penerapan e-
health di bidang farmasi memiliki potensi untuk mendukung pengembangan literasi e-
health pada apoteker yang pada gilirannya dapat mendukung peningkatkan literasi e-
health pada masyarakat umum26. Hal yang sama terindikasi oleh apoteker yang
menyebutkan bahwa di era sekarang ini apoteker diharapkan mampu meningkatkan
pemahaman masyarakat tentang penyakit, pengobatan serta kepatuhan pengobatan
termasuk asma. Asma adalah salah satu jenis penyakit kronis degeneratif yang
membutuhkan terapi pengobatan yang lama dan dibutuhkan kepatuhan obat untuk
mencegah kekambuhannya. Data rumah sakit yang dikumpulkan pada tahun 2016 di
Provinsi Yogyakarta menunjukkan bahwa asma adalah salah satu dari sepuluh alasan
utama rawat inap dan alasan paling umum kedua kehadiran pasien di klinik rawat jalan
rumah sakit57. Apoteker di era e-health berkontribusi meningkatkan pengetahuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
masyarakat tentang obat, kepatuhan obat (termasuk obat asma) sehingga terjadi
peningkatkan quality of life dari masyarakat.
Sesuai dengan pengertian e-health oleh WHO6,28, TIK memudahkan komunikasi
online tentang masalah medis dan diagnosis penyakit dengan menghubungkan praktisi
medis yang terpisah secara geografis. Teknologi informasi dan komunikasi memiliki
potensi untuk mengubah cara layanan kesehatan termasuk di dalamnya pelayanan
informasi obat4. Penelitian ini menyebutkan apoteker rata-rata sudah menerapkan TIK
pada pelayanan informasi obat di apotek, sebagai contoh penggunaan gadget khusus di
apotek untuk pelayanan pasien secara online. Seperti halnya pada studi sebelumnya
mengungkapkan di Texas mayoritas (98%) responden apoteker melaporkan bahwa
akses internet tersedia di apotek mereka56. Namun saat ini masih banyak ditemukan
gangguan terkait koneksi jaringan internet di apotek yang menyebabkan penerapan TIK
pada layanan apotek masih belum maksimal, oleh karena itu diperlukan peningkatan
infrastruktur TIK di bidang kefarmasian50.
Penjualan obat melalui media online saat ini menawarkan pasar yang lebih luas,
harga lebih murah, dan lebih cepat. Munculnya situs-situs toko obat online tanpa ada
penanggungjawab apoteker dapat memberikan resiko terjadinya pemilihan obat yang
tidak benar dan pada akhirnya pasien dirugikan55. Hal serupa terindikasi oleh apoteker
dan menyebutkan bahwa penjualan obat melalui media online yang bebas saat ini sangat
rentan terjadi penyalahgunaan obat di masyarakat, bahkan yang lebih buruk dapat
dimanfaatkan pihak tertentu untuk melakukan tindak kejahatan seperti contohnya
pemalsuan obat. Hal ini secara signifikan dapat membahayakan kesehatan pasien
mengingat bahwa banyak toko obat online bersedia mengeluarkan obat keras tanpa
resep yang valid. Pasien yang membeli obat keras melalui media online tanpa konsultasi
dengan apoteker sangat beresiko, sebab perlindungan pasien akan keamanan
penggunaan obat sama sekali tidak ada27. Apoteker pada penelitian ini menyampaikan
tentang urgensi penetapan regulasi mengenai e-pharmacy di Indonesia. Seperti pada
studi sebelumnya oleh Benetoli et al, 2017 50 menyebutkan bahwa hanya produk-produk
non resep yang dapat dijual dan dipromosikan melalui situs penjulan obat online.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa melalui penggalian informasi penggunaan
internet dan media sosial untuk pelayanan informasi obat pada pasien asma,
mengindikasikan ada beberapa potensi kapabilitas apoteker dalam pemanfaatan internet
dan media sosial yaitu: sebagai sarana komunikasi dan media belajar, sebagai sarana
sosialisasi, sebagai sarana pencarian informasi, dan kapabilitas dalam pemanfaatan
teknologi sebagai penunjang pelayanan farmasi. Tantangan transformasi di era e-
pharmacy terhadap peran apoteker dalam pelayanan informasi obat yang muncul dalam
penelitian ini adalah: sebagai penyedia informasi online yang sahih, sebagai
penanggungjawab layanan apotek online, dan sebagai narasumber untuk meningkatkan
literasi masyarakat tentang obat. Urgensi penetapan regulasi mengenai e-pharmacy oleh
pemerintah saat ini dipacu oleh teridentifikasinya kerugian dari penggunaan internet dan
media sosial terkait penjualan obat online pada penelitian ini. Hambatan akan penerapan
penggunaan internet dan media sosial oleh apoteker pada penelitian ini memacu
peningkatan infrastruktur TIK bidang kefarmasian. Kontribusi apoteker dalam literasi e-
health terkait PIO penyakit kronis termasuk asma sangat dibutuhkan baik sekarang
maupun di masa depan.
2. Saran
Saran pertama yaitu untuk penelitian selanjutnya adalah melengkapi data
penggunaan internet dan media sosial untuk pelayanan informasi obat secara umum.
Saran kedua yaitu berdasarkan hasil penelitian ini perlu dilakukan kampanye agar
apoteker Indonesia lebih meningkatkan perannya dalam peningkatan literasi e-health
bagi masyarakat umum. .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
VI. REFERENSI
1. Bigirimana S, Chinembiri M. Towards E-Pharmacy: The Future Information and
Communication Technologies Needs for Community Pharmacies in Harare,
Zimbabwe. Int J Econ Commer Manag. 2015;III(4):1-26.
2. Rußmann M, Lorenz M, Gerbert P, et al. Industry 4.0: The Future of Productivity
and Growth in Manufacturing Industries. Bus Inf Syst Eng. 2015;6(4):239-242.
doi:10.1007/s12599-014-0334-4
3. Hermann M. Design Principles for Industrie 4.0 Scenarios: A Literature Review.
4. Ruxwana NL, Herselman ME, Conradie DP. ICT applications as e-health
solutions in rural healthcare in the Eastern Cape Province of South Africa. HIM
J. 2010;39(1):17-26. doi:10.1177/183335831003900104
5. Board E. eHealth: Report by the Secretariat (Executive Board EB115/39 115th
Session, Provisional agenda item 4.13). 2004;(1):1-6.
http://www.who.int/healthacademy/media/en/eHealth_EB-en.pdf?ua=1.
6. Lee J-Y, Lim J-Y. The Prospect of the Fourth Industrial Revolution and Home
Healthcare in Super-Aged Society. Ann Geriatr Med Res. 2017;21(3):95-100.
7. World Health Organization. Regional Strategy for Strengthening eHealth in the
South-Asia Region 2014-2020. 2015.
8. European commission THE. EU eHealth Action Plan 2012 to 2020. 2012.
http://ec.europa.eu/information_society/activities/health/policy/ehtask_force/inde
x_en.htm.
9. Nanji KC, Cina J, Patel N, Churchill W, Gandhi TK, Poon EG. Overcoming
Barriers to the Implementation of a Pharmacy Bar Code Scanning System for
Medication Dispensing: A Case Study. J Am Med Informatics Assoc.
2009;16(5):645-650. doi:10.1197/jamia.M3107
10. Webster L, Spiro RF. Health information technology: A new world for pharmacy.
J Am Pharm Assoc. 2010;50(2):e20-e34. doi:10.1331/JAPhA.2010.09170
11. Malathi S, Priadarsini M, Dharshana M, Agathiya T. Big Data and CPS ( Cyber
Physical System ) used in Pharmacy to Alert on Expiration of Medicine.
2018;8(4):16946-16948.
12. Widayati A, Maria D, Heru C, et al. Research in Social and Administrative
Pharmacy Pharmacists ’ views on the development of asthma pharmaceutical
care model in Indonesia : A needs analysis study. Res Soc Adm Pharm.
2018;(September 2017):0-1. doi:10.1016/j.sapharm.2018.01.008
13. Mossialos E, Courtin E, Naci H, et al. From “retailers” to health care providers:
Transforming the role of community pharmacists in chronic disease management.
Health Policy (New York). 2015;119(5):628-639.
doi:10.1016/j.healthpol.2015.02.007
14. Goundrey-Smith S. Examining the role of new technology in pharmacy: now and
in the future. https://www.pharmaceutical-journal.com/examining-the-role-of-
new-technology-in-pharmacy-now-and-in-the-future/11134174.article. Published
2014.
15. Pool AC, Kraschnewski JL, Poger JM, et al. Impact of online patient reminders
to improve asthma care: A randomized controlled trial. PLoS One. 2017;12(2):1-
17. doi:10.1371/journal.pone.0170447
16. Letourneau N, Stewart M, Masuda JR, et al. Impact of Online Support for Youth
With Asthma and Allergies: Pilot Study. J Pediatr Nurs. 2012;27(1):65-73.
doi:10.1016/j.pedn.2010.07.007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
17. Kominfo. Jumlah Pengguna Internet 2017 Meningkat, Kominfo Terus Lakukan
Percepatan Pembangunan Broadband.
https://kominfo.go.id/content/detail/12640/siaran-pers-no-53hmkominfo022018-
tentang-jumlah-pengguna-internet-2017meningkat--kominfo-terus-lakukan-
percepatan-pembangunan-broadband/0/siaran_pers/. Published 2017. Accessed
November 23, 2018.
18. Internet World Stats. Internet World Stats. Internet World Stats. doi: World
internet users statistics usage and world population stats.
http://www.internetworldstats.com/stats.htm, 2012
19. Liao Y, Deschamps F, Loures E de FR, Ramos LFP. Past, present and future of
Industry 4.0 - a systematic literature review and research agenda proposal. Int J
Prod Res. 2017;55(12):3609-3629. doi:10.1080/00207543.2017.1308576
20. Gilchrist A. Industry 4.0. Ind 40. 2016;60(3):121-123. doi:10.1007/978-1-4842-
2047-4
21. Khan DS. The Health 4.0 Revolution.
https://health.economictimes.indiatimes.com/news/health-it/the-health-4-0-
revolution/59187378. Published 2017. Accessed November 8, 2018.
22. Westerling AM, Haikala V, Airaksinen M. The role of information technology in
the development of community pharmacy services: Visions and strategic views of
international experts. Res Soc Adm Pharm. 2011;7(4):430-437.
doi:10.1016/j.sapharm.2010.09.004
23. Levin-Zamir D, Bertschi I. Media health literacy, Ehealth literacy, and the role of
the social environment in context. Int J Environ Res Public Health. 2018;15(8).
doi:10.3390/ijerph15081643
24. Zakaria N, Alfakhry O, Matbuli A, et al. Development of Saudi e-health literacy
scale for chronic diseases in Saudi Arabia: Using integrated health literacy
dimensions. Int J Qual Heal Care. 2018;30(4):1-8. doi:10.1093/intqhc/mzy033
25. Witten NAK, Humphry J. The Electronic Health Literacy and Utilization of
Technology for Health in a Remote Hawaiian Community: Lana‘i. Hawai’i J
Med Public Heal. 2018;77(3):51-59.
26. MacLure K, Stewart D. A qualitative case study of ehealth and digital literacy
experiences of pharmacy staff. Res Soc Adm Pharm. 2018;14(6):555-563.
doi:10.1016/j.sapharm.2017.07.001
27. Chaturvedi A, Kumar A, Noida G. Online pharmacy: an e-strategy for
medication. 2015;(April 2011).
28. WHO. Global Diffusion of EHealth: Making Universal Health Coverage
Achievable .; 2017. papers3://publication/uuid/6D2CF35D-81C1-4FEC-8B56-
1601403D4BD7.
29. European Commission TP& S. Flash Eurobarometer 404. European Citizens’
Digital Health Literacy.; 2014. doi:10.2759/86596
30. Fantom N, Serajuddin U. The World Bank’s Classification of Countries by
Income. 2016;(January):52. doi:10.1596/1813-9450-7528
31. Kementrian Kes Republik Indonesia. MENKES Harapkan KEMKOMINFO
Dukung Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Bidang
Kesehatan. 31 Desember 2014. 2014:4-6. www.depkes.go.id.
32. Viberg N. Selling Drugs or Providing Health Care ?; 2009.
33. John C. The changing role of the pharmacist in the 21st century.
https://www.pharmaceutical-journal.com/your-rps/the-changing-role-of-the-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
pharmacist-in-the-21st-century/20204131.article. Published 2018. Accessed
November 8, 2018.
34. Robert J. Cipolle, Linda M. Strand PCM. Pharmaceutical Care Practice: The
Patient-Centered Approach to Medication Management. Third Edit.; 2012.
35. Soemitro D. Tantangan e-Kesehatan di Indonesia. Bul Jendela Data dan Inf
Kesehat. 2016:1-16. doi:ISSN 2088-270X
36. Nutbeam D. The evolving concept of health literacy. Soc Sci Med.
2008;67(12):2072-2078. doi:10.1016/j.socscimed.2008.09.050
37. FHI IFH. Qualitative Research Methods: A Data Collector’s Field Guide. 2005.
doi:10.2307/3172595
38. Kallio H, Pietilä AM, Johnson M, Kangasniemi M. Systematic methodological
review: developing a framework for a qualitative semi-structured interview
guide. J Adv Nurs. 2016;72(12):2954-2965. doi:10.1111/jan.13031
39. Department of Sociology. Strategies for Qualitative Interviews. Harward Univ.
2017:1-4. doi:10.1117/12.698334
40. World Health Organization. Interview tool. 2012.
41. Andreassen HK, Trondsen MV. How to Use Qualitative Interviews in E-Health
Research. eTELEMED 2015 Seventh Int Conf eHealth, Telemidicine Soc Med.
2015;(c):20-25.
42. Chan EKH. Standards and Guidelines for Validation Practices : Development and
Evaluation of Measurement Instruments. 2014. doi:10.1007/978-3-319-07794-9
43. Etikan I. Comparison of Convenience Sampling and Purposive Sampling. Am J
Theor Appl Stat. 2016;5(1):1. doi:10.11648/j.ajtas.20160501.11
44. Saunders B, Sim J, Kingstone T, et al. Saturation in qualitative research:
exploring its conceptualization and operationalization. Qual Quant.
2018;52(4):1893-1907. doi:10.1007/s11135-017-0574-8
45. Mahpur M. Memantapkan Analisis Data Melalui Tahapan Koding. Repos Univ
Islam Negeri Malang. 2009:1-17. http://repository.uin-
malang.ac.id/800/2/koding.pdf.
46. Alhojailan M. Thematic Analysis: A Critical Review of Its Process and
Evaluation. West East J Soc Sci. 2012;1(1):39-47.
doi:10.1177/1525822X02239569
47. Virginia Braun and, Victoria Clarke. Using thematic analysis in psychology.
Qual Res Psychol. 2006;3:77-101. doi:10.1191/1478088706qp063oa
48. Eliasson L, Barber N, Weinman J. Applying COM-B to medication adherence
work tended to focus on the role and its effects on patient. 2011:7-17.
49. Leonita E, Jalinus N. Peran Media Sosial dalam Upaya Promosi Kesehatan :
Tinjauan Literatur. 2018;18(2):25-34.
50. Benetoli A, Chen TF, Schaefer M, Chaar B, Aslani P. Do pharmacists use social
media for patient care? Int J Clin Pharm. 2017;39:364-372. doi:10.1007/s11096-
017-0444-4
51. Lalitaphanit T. Factors affecting community pharmacy customers’ decision to use
personal health records via smartphone. Thai J Pharm Sci. 2016;42.
doi:10.1134/S0965545X11100087
52. Crilly P, Hassanali W, Khanna G, et al. Research in Social and Administrative
Pharmacy Community pharmacist perceptions of their role and the use of social
media and mobile health applications as tools in public health. Res Soc Adm
Pharm. 2019;15(1):23-30. doi:10.1016/j.sapharm.2018.02.005
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
53. Bhaskaran N, Kumar M, Janodia MD. Use of Social Media for Seeking Health
Related Information – An Exploratory Study. 2017;9(2):267-271.
doi:10.5530/jyp.2017
54. Prasanti D. Literasi Informasi Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan Informasi
Hoax dalam Penggunaan Obat Tradisional di Era Digital Health Information of
Literation as Prevention Processes of Hoax Information in the Use of Traditional
Medicine in Digital Era. 2018;3(1):45-52.
55. Ebner N. Electronic copy available at: http://ssrn.com/abstract=2170559. Signal.
2012;27(2):10-14. doi:10.1111/imr.12031
56. Shcherbakova N, Shepherd M. Community pharmacists, Internet and social
media: An empirical investigation. Res Soc Adm Pharm. 2014;10(6):75-85.
doi:10.1016/j.sapharm.2013.11.007
57. Anonim. Data Sepuluh Besar Penyakit RS Respira.
http://rsprespira.jogjaprov.go.id/data-penyakit/data-10-besar-penyakit/. Published
2017. Accessed January 22, 2020.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Lampiran 1. Luaran penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
THE USE OF INTERNET AND SOCIAL MEDIA FOR DRUG INFORMATION
SERVICES IN PHARMACIES IN YOGYAKARTA PROVINCE: A STUDY OF
ASTHMA CARE
Fajar Ira Juwita1, Aris Widayati1*), Enade Perdana Istyastono1
1Faculty of Pharmacy, University of Sanata Dharma, Kampus III Paingan
Maguwoharjo Depok Slema Yogyakarta, 55281, Indonesia
* Corresponding author: Aris Widayati
email: [email protected]
Authors’ email:
Fajar Ira Juwita: [email protected]
Enade Perdana Istyastono: [email protected]
ABSTRAK
Revolusi industri 4.0 merupakan proses digitalisasi industri yang menggiring
layanan kesehatan pada era penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang
disebut e-health. Penerapan TIK di bidang Farmasi dikenal sebagai e-pharmacy. Peran
apoteker pada Pelayanan Informasi Obat (PIO) dengan memanfaatkan TIK berpengaruh
pada literasi e-health yang pada akhirnya mendukung keberhasilan terapi pasien. Hal ini
sangat penting bagi pasien dengan penyakit kronis yang menerima pengobatan dalam
jangka waktu lama, salah satunya adalah pasien asma. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan menggali persepsi apoteker mengenai penggunaan internet dan media sosial
untuk pelayanan informasi obat, dengan studi kasus pelayanan pada pasien asma.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengambilan data
dilakukan dengan wawancara menggunakan panduan wawancara yang telah di validasi
secara professional judgement. Wawancara dilakukan pada partisipan apoteker yang
melakukan pelayanan kefarmasian kepada pasien asma, yang dipilih secara purposif
pada bulan Maret sampai Juli 2019. Data hasil wawancara ditranskrip secara verbatim,
kemudian dilakukan analisis tematik. Ethical clearance telah diperoleh dengan nomor
945/C.16/FK/2019.
Hasil penelitian menyebutkan penggunaan internet dan media sosial
mengindikasikan potensi kapabilitas apoteker dalam layanan kesehatan dan juga
tantangan transformasi terhadap peran apoteker di era e-pharmacy. Penelitian ini juga
menyebutkan urgensi penetapan regulasi mengenai e-pharmacy yang dipacu oleh
teridentifikasinya kerugian dari penggunaan internet dan media sosial. Peningkatan
infrastruktur TIK bidang kefarmasian sangat diperlukan begitu pula kontribusi apoteker
dalam literasi e-health terkait PIO penyakit kronis termasuk asma.
Kata kunci : e-health, e-pharmacy, PIO, internet, media sosial, asma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Introduction
The use of Information and Communication Technology (ICT) has been
growing up incredibly. This phenomenon is part of the era of industrial revolution 4.0 1–
3. The use of ICT in health services is known as e-health, which also has been
developing extremely (Ruxwana et al. 20105). E-health covers supportive, promotive,
preventive, and curative, also rehabilitative activities 6,7.
Pharmacist is one of health professionals who has been familiar with the use of
ICT for the services, especially for purchase and storage of medicines 10,22. The use of
ICT in pharmaceutical areas is known as e-pharmacy 8. Examples of e-pharmacy
includes e-purchasing, e- prescribing, and e-dispensing 9–11. The use of ICT in
pharmaceutical services can help to improve patient’s medication adherence through
drug information services 14. For example, a reminder tool based on internet use has
been developed in Pennsylvania USA to improve medication adherence for asthma
patients 15. In Canada, there has been a community of asthma patients who interact each
other through a social media platform with a health professional as a guide 16.
Indonesia is one of the top five most populated countries in the world. As a
consequence, a huge amount of internet users resides in Indonesia 17,18. In the health
care context, especially pharmaceutical care services, the use of internet could help in
improving health services to people. Patients with chronic disease are a group of
population who requires a special service to improve their quality of life. Since they
commonly receive more than three types of medicines for long duration of medication,
the use of internet for drug information service could facilitate patient’s medication
adherence. Asthma is one of chronic diseases in Indonesia with a prevalence escalation,
and therefore it requires more attention. The use of ICT on asthma care seems
promising, as has been done in the USA and Canada mentioned earlier. Drug
information service for asthma patients applying an internet platform is required to be
developed. However, study on the use of ICT on asthma care in the Indonesia context is
very rare. Therfore, this study aimed in exploring pharmacists’ perceptions on the use of
ICT platform to provide drug information service, with asthma pharmaceutical care as a
model in this study.
Methods
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Study design and variables
This is an observational study with a qualitative approach 37. The qualitative
approach applied in this study aimed to explore in more details regarding the use of
internet and social media for providing drug information to asthma patients from the
perspectives of pharmacists who practice in pharmacies in Yogyakarta.
Exploration on the use of internet and social media to provide drug information
for asthma patients from pharmacists’ perspectives were focused on these variables: 1)
capability of use; 2) advantages and disadvantages of use; 3) barriers and exppectations
of use.
Data collection technique
Data were gathered using interview technique. This technique provides
opportunity for participants to give their thought regarding the topics questioned freely
and responsively 38. An interview guideline was formulated based on a theoretical
framework named COM-B (Capacity, Opportunity, Motivation to perform a Behavior)
48. This theoretical framework was applied to assist in guiding questions to explore
perceptions on the use of internet and social media to deliver drug information to
asthma patients based on pharmacists’ views. The interview guideline was assessed
using a professional judgement approach. A pharmacist who is expert in using this
theoretical framework and is familiar with pharmacist’s standard of practice, especially
in delivering drug information was asked to assess the guideline.
Sampling technique and recruitment of the participants
Participants of this study were pharmacists who met the inclusion criteria, which
is those who practice in pharmacies in Yogyakarta and had served their asthma patients
at least one month before. The participants were selected non-random purposively. The
purposes in selecting the participants were: 1) selecting those who would provide
detailed explanation on the use of internet and social media for drug information
service, especially for their asthma patients; 2) selecting those to fulfil variations as
much as possible, in term of gender, age, experience, and location of the pharmacies.
Recruitment of the participants was conducted followed these steps: 1) identified
pharmacists who met the inclusion criteria and listed as potential participants; 2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
contacted the potential participants and approached them to confirm their voluntary
participation in this study; 2) made appointment for interview with those who agreed to
participate in this study.
Data collection process
Interviews were conducted during March to July 2019. A trained interviewer
met a potential participant in a scheduled time. A brief information of this study were
delivered to the potential participant. After that, the potential participant was asked to
sign an inform consent to confirm her/his voluntary participantion. Interviews were
done face-to-face for about 45 to 60 minutes per-participant. Interviews were audio-
taped subject to participants’ approval. The process of data collection was discontinued
after data saturation was achieved. This mean that there is no new type of information
given by at least the last three interviewees 44.
Data analysis
Results of the interviews were transcribed verbatim and were analysed
thematically. The steps of thematic data analysis are as follows: 1) repetitive reading of
the verbatim; 2) coding ideas found in the reading; 2) grouping the almost similar ideas
with a new code; 3) extracting the grouped ideas into a theme and drawing the emerged
themes into a theme’s map. Since constructs of the COM-B theoretical framework
informed the interview guideline, the theme’s map were reffered to those constructs.
Ethical clearance and research permit
Ethical clearance was obtained from the Ethic Commiittee of the Faculty of
Medicine Duta wacana Christian University (UKDW) with No. 945/C.16/FK/2019.
Research permit was sought from Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DIY with No.
074/2052/Kesbangpol/2019.
Results
Participants involved in this study were 15 pharmacists. Participants’
characteristic were described in Table 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Table 1. Participants’ characteristics of the study of pharmacists’ perception in
using internet on social media to deliver drug information to asthma patients in
Yogyakarta
Characteristics Number (N=15)
Age
< 35 years
≥ 35 years
7
8
Gender
Male
Female
14
1
Length of practice as a pharmacist
< 10 year
≥ 10 year
5
10
Type of the pharmacy
Individual pharmacy
Chain pharmacy
Pharmacy at Primary Health Centre
7
4
4
Themes emerged through the interviews were defined as follows:
1. The first theme: Pharmacist’s capability in using internet and social media to support
the services
Results of the study indicate several potencies in using internet and social media
to support the provision of services.
a. To support communication to patiens, pharmacists, and other health care
professionals
All participants in this study stated that they preferred to use particular social
media, i.e.: WhatsApp, to communicate with their patients. The WhatsApp platform
allows them to provide information to their patients in the various ways, such as photos,
pictures, or other types of interesting visual media.
“…. soalnya kalau telepon gitu kan sudah tidak jamannya, mahal juga, kalau SMS
[Short Message Service] juga tidak bisa memuat gambar, tapi kalau WA [WhatsApp]
itu kan bisa lebih fleksibel apapun bisa dimasukkan kesitu….” (R13J)
Several participants even stated that they have been communicating regularly
with their asthma patients.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
“Kalau kemarin dengan Bu P. A [nama pasien asma rutin] ini justru kita malah via
Whatsapp.... Itu saya hubungi dan beliau juga sudah kasih nomornya ke saya, lalu saya
hubungi via WA [Whatsapp].” (R6P)
All participants also mentioned that they can benefit from the use of social media
to improve their knowledge by reading some specific information shared by other
pharmacists from around the country, with no barriers of time and place.
“Terus mungkin juga bagusnya itu, … soalnya media sosial membahas tentang kayak
pertemuan-pertemuan ilmiah rutin. Tapi lewat medsos kan tidak terbatas ruang dan
waktu … lebih fleksibe lah istilahnya, daripada harus ada pertemuan itu, harus ke
tempat itu, butuh waktu.” (R2NJ)
b. To support advertisements of pharmacy and pharmacist’s activities
Some of the participants put a particular information in their media social status
or profil picture, such as in Instagram, Facebook, Whatsapp. They used the speficic
feature in the social media as a tool to spread their activities related to their service
provisions.
“…..Whatsapp itu kan apabila kita minta nomer kontaknya (pasien) terus sengaja kita
upload story tentang PIO [Pelayanan Informasi Obat] itu akan sangat mudah
menyebar dan dibaca oleh yang punya kontak kita, kalau ada keluarga atau ada teman
atau ada sanak saudara yang membutuhkan mereka bisa kembali men-share kepada
yang bersangkutan….” (R15P)
Intrenet and social media as also seen by all the participants as an opportunity to
introduce pharmacists’ role to society.
“Yang maksud satu arah itu contohnya itu kayak informasi yang diberikan itu arah dari
kita (apoteker) itu bisa sih di media sosial lewat media sosial untuk memperkenalkan
apoteker juga bisa” (R12NJ)
c. To support searching of sources of drug informartion
All the participants agreed that internet helped them in searching information
easily and quickly.
“Kalau keuntungannya [penggunaan internet] sih kita bisa tau apa-apa ya …. Ditanya
sama pasien gitu kan kita bisa langsung cari [informasi], langsung nemu... (R5J)
d. To support other pharmaceutical service provisions
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Most of the participants mentioned that their pharmacy has been supported by
wireless internet connection. They conviced that such facility can help to provide
services in their pharmacy.
“Terus pelayanan informasi obat untuk mencari obat baru misalnya ada permintaan
resep tapi di sini gak ada obatnya ya kita searching dengan bantuan wifi atau internet,
bisa dicari lewat komputer atau pakai handphone. Ya banyak dimudahkan lah dengan
adanya wifi kita untuk searching informasi.” (R11NJ)
Some participants said that they did partnership with a particular provider of
internet-based marketing platform to improve their sales; for example, the HaloDoc.
“Kalau jualan online, kami kerjasama sama HaloDoc. Untuk meningkatkan omset
sangat bermanfaat.” (R1NJ)
2. The second theme: Challenges of pharmacist’roles transformation in the era of e-
pharmacy
a. As a reliable drug informer
Some participants said that mostly patients prefer to search drug information
through internet, especially for self medication instead of having consultation with
pharmacists. Participants see this fact as a potential disadvantage of the use of internet
as information accessed through the internet is not always valid and reliable.
“Kadang orang tidak mau bertanya kepada tenaga kesehatan, mereka lebih memilih
untuk cari dulu di internet, nah ketika sumber yang dicari itu istilahnya tidak punya
basic secara ilmu kesehatan kadang kan berbeda cara pandangnya.” (R1NJ)
“Jadi kalau ruginya itu terkait apa yang mereka buka sendiri di internetnya. Kadang
ada informasi yang belum valid nah mereka kadang cuma baca aja dan mereka bilang
mau ini [obat tertentu].” (R8J)
The fake and misleading health information potentially leads to jeopardise to the
society.
“Kerugiannya adalah kalau saya melihat secara umum atau untuk kasus ini, ya kadang
terdapat berita yang simpang siur atau hoax gitu ya. Yang malah bingung. kita
[apoteker] itu sudah betul-betul on the track apa belum, jadi kita [apoteker] bingung
sendiri, ini bener nggak sih?” (R2NJ)
b. As an authority person of online pharmacy
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Participants who work at a chain pharmacy mentioned that there is a special
group of pharmacists in their corporation, who has a specific duty regarding digital
marketing. This team is specifically responsible to the management of online pharmacy.
“…..memang itu apoteker semua mbak, jadi tugas kami ini ada pengenalan produk
(iklan) kemudian ada produk diskon, lalu job karir ya macam-macam itu apoteker
semua yang mengerjakan. Digital marketing ini istilahnya, kami ada transformasi
mbak, transformasi untuk dibuat job-job apa yang harus dilakukan salah satunya
digital marketing, tugasnya ya itu tadi [salah satunya] untuk membuat PIO [Pelayanan
Informasi Obat].” (R13J)
c. As an educator to improve society’s health literacy
Participants mentioned that pharmacist should have capability and capacity to
select a qualified information retrieved from the websites or social media. They have to
assure that information obtained through the internet must be qualified, valid, and
reliable to be share to the society.
“Kalau kekurangan nya sih itu tadi kalau kita [apoteker] tidak bisa menyaring
informasi, kita [apoteker] jadi memberikan informasi yang salah. Makanya itu menjadi
tepat dan cepat kalau kita [apoteker] bisa memilih sumber informasi yang benar dari
internet gitu.” (R12NJ)
3. The third theme: urgency of regulation regarding e-pharmacy (online pharmacy)
Most participants stated that there are a lot of online shops that sell medicines,
not only the over-the-counter medicines but also the prescription only medicines which
must be obtained using prescription. Even, the online shops are run without supervision
from an authorized person, i.e.: pharmacist. Further, participants stated that regulation
regarding online pharmacy is urgent.
“Bahwa itu enggak tepat kalau seperti itu itu loh, kalau mau ada online sih oke, tetapi
betul-betul harus di handle oleh orang yang memang berwenang di situ dan yang
berkompeten di situ itu. Jangan hanya penjual lepas gitu kan, tidak ada kejelasan
apapun dan sebagainya. Regulasinya harus betul-betul ketat dan tegas. Tapi kan lebih
bagus kalau ini bisa berlaku secara nasional ada peraturan perundang-undangan lah
atau dari Kementerian Kesehatan seperti itu kan?” (R2NJ)
Further, participants expressed their concern regarding the missuse of the internet for
selling medicines in a website.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
“Terus juga kalau menurut saya negatifnya adalah karena di situ [toko online] ini tidak
menutup kemungkinan juga untuk pemanfaatan media sosial dan internet ini juga untuk
untuk kasus-kasus kejahatan tertentu juga, atau mungkin bisa juga pemanfaatan
penipuan dan sebagainya, ini yang sangat tidak diharapkan.” (R2NJ)
4. The fourth theme: improving the ICT facilities
Participants who work in Primary Health Centre (PHC) said that there are
barriers in using internet and social media to support their pharmaceutical care service.
The main barrier they mentioned are the unstable internet connection that causes delay
or suboptimal of the service.
“Tapi kadang kendalanya ya mungkin ada kendala jaringan juga. Sehingga itu yang
dirasa kita sebagai kerugiannya, misalkan pas ada kendala-kendala... Jadi bisa tidak
cepat juga, kayak gitu, kalau ketika ada kendala seperti itu.” (R6P)
They also convinced that there are still many PHCs in remote rural areas that
have not been reached by the internet, in other words internet network infrastructure is
still limited.
“Terkait dengan akses informasi artinya di Puskesmas sendiri di setiap desa belum
tentu menggunakan internet yang memiliki akses yang cepat, hanya orang-orang
tertentu yang bisa mengakses internet itu masih sangat terbatas sehingga untuk
infrastruktur internet masih sangat terbatas.” (R14P)
5. The fifth theme: pharmacist’s contribution on people’s e-health literacy regarding
chronic diseases.
Participants in this study stated that pharmacists can contribute on the
improvement of people’s literacy regarding health and the use of internet and social
media to search qualified health information. For example, information about
medication adherence.
“Bisa untuk lebih meningkatkan tingkat pemahaman dari dari masyarakat ya tentang
kesehatan, tentang penyakit, tentang pengobatannya. Kemudian ya terus terutama juga
tentang bisa memberikan masukan juga tentang kepatuhan. Kepatuhan dalam hal
melakukan terapi itu harapannya sih seperti itu dan bisa diakses secara luas dan secara
mudah, secara murah gitu ya.” (R2NJ)
Some participants who work at pharmacy expexted to use internet and social
media to support their professional role. They expected that the use of internet and
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
social media would help them to improve patients’ knowledge regarding medicines and
medication, to improve patient’s medication adherence, including asthma medication.
“Ayo bikin ini, untuk diposting, misalkan seperti itu. Pada prinsipnya tetap ingin
menggunakan internet sebagai media untuk kita bisa terus memberikan informasi obat
kepada masyarakat, kepada pasien sehingga bisa ikut meningkatkan kepatuhan
penggunaan obat dan juga meningkatkan pengetahuan tentang obat gitu ya, terhadap
asma juga.” (R5P)
Participants stated that pharmacists must increase their contribution on
delivering drug information using an internet and social media. They expected that
through the use of internet and social media to communicate with patients and people
and improve patient’s quality of life, the role of pharmacist will be appreciated by
society.
“Saya berharap dengan adanya pasien tahu informasi obat di internet, ya walaupun
masih dalam kendali kita ya, artinya tidak seluruhnya. Apoteker dalam membuat ini itu
semuanya disampaikan. Berharap pasien ini quality of life nya tetap bagus ya.” (R13J)
“Semoga pasien asma bisa mengontrol kondisi kesehatannya karena kalau asma kan
tidak bisa disembuhkan, hanya bisa dikontrol. Meningkatkan kualitas hidup aja sih…
dan ketika dia mendapatkan informasi yang sesuai, dia akan bisa menjaga, istilahnya
menjaga menjauhkan diri dari alergen atau dapat tahu cara penggunaan inhaler
maupun alat yang digunakan untuk kesehatannya dengan baik.” (R1NJ)
Participants were aware that information regarding chronic diseases, including
asthma, is easily searched via internet. However, they underlined that further detailed
consultation must be handled by pharmacists as a health professional who are expert in
medicines.
“Misalnya mencari kata Asma ya pakai yang mudah dipahami masyarakat terus
kemudian bisa disitu penanggungjawabnya boleh sih kalau misalnya itu jadi ada
kontak, mungkin beberapa udah ada ya misalnya kayak contact person atau registrasi
email jadi kalo kita mau berhubungan dengan orang yang memposting informasi itu.”
(R9P)
Discussion
This qualitative study underlines five themes from pharmacists’ perspectives
regarding the use of internet and social media to deliver drug information to asthma
patients as a model. The five themes are: 1) Pharmacist’s capability in using internet
and social media to support the services; 2) Challenges of pharmacist’roles
transformation in the era of e-pharmacy; 3) Urgency of regulation regarding e-pharmacy
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
(online pharmacy); 4) improving the ICT facilities; 5) Pharmacist’s contribution on
people’s e-health literacy regarding chronic diseases.
The first theme emerged through this study is pharmacist’s capability in using
internet and social media to support pharmaceutical care practice. Pharmacist’s
capability in using internet and social media is a strength, especially in the era of
“internet of things”. On the other side, there is a big need from society to receive
reliable information regarding medicines, especially through online communication 49.
For examples: the use of video uploaded in a website to educate asthma patients
regarding the use of inhaler and other asthma medical devices 50 and the use of internet-
based integrated information system in hospital and community pharmacy to improve
health services, including pharmaceutical care services 51. Internet and social media also
provide a huge opportunity for pharmacists to improve and share their knowledge with
their colleagues, even with other health professionals without any significant boundaries
10,49. Online communication using internet can minimize barriers of time and location 4.
Therefore, pharmacists should equip themselves with adequate knowledge and skill
regarding the use of internet and social media to deliver drug information to their
patients as well as to have professional communication with other health professionals
48.
The second theme is the need of transformation of pharmacist’s role from “off-
line pharmacist” to “online pharmacist”. In the era of “internet of things” there is a need
and challenge for pharmacists to transform their roles, especially regarding the use of
ICT to improve pharmaceutical care services 1. The need of transformation is trigerred
by the increase of internet used by society to search information regarding medication
and medicines. Social media and website become the most popular sources of health
information accessed by people. The online and user friendly sources of information
become a popular choice when people got difficulty in meeting pharmacists face-to-face
52. There is also a tendency of people to share their experiences regarding their own
health problems. Information shared by lay people based on their own experience tend
to be trusted by society 53. However, there is a crucial problem when people are not able
to differentiate between qualified information and false information 54. Therefore,
pharmacist must take a role in helping people to get a valid and reliable information
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
they search via internet. In this case, pharmacists must play their role as an educator to
improve people’s health literacy using internet-based platforms 26. Further, challenge of
the pharmacist transformation role is how to develop pharmaceutical care service using
internet-based platforms 10,26. For example, in Scotland pharmacists has been supported
by government to transform in managing e-prescribing and e-Health Record in
collaboration with other health professional in hospital 26.
The third theme is urgency of regulation regarding e-pharmacy. Authorized
online pharmacy has been growing up very fast. On the other hand, selling medicines on
the websites illegaly is also common 55. Obtaining medicines sold in illegal websites
will jeopardize consumers, especially regarding the risk of selecting and using the
purchased medicines inappropriately 27. Therefore, there is an urgent need to regulate
online medicines trading via websites.
The fourth theme is the prerequisite to improve ICT facilities. The ICT will
revolutionize the way to deliver pharmaceutical care services the patients 4. However,
ICT infrastructures in some extends is still inadequate 50. In the Indonesia context, fast
connection remains a problem of the ICT facilities.
The fifth theme is pharmacist’s contribution regarding people’s e-health literacy
especially in managing chornic diseases. Pharmacists must take their role as an educator
to improve people’s health literacy. Pharmacist must also design and develop new ways
to engage with society members to improve people knowledge and awareness regarding
the use of medicines safely 50. The use of internet creates a huge opportunity for
pharmacists to get involve in improving the society’s literacy regarding health 26.
This study is not without its limitation. The nature of interview method in
gathering data would likely to provide a big chance for participants to answer the
question openly and freely. This could lead to a response bias. In this study, although
questions were queried using a guideline with emphasizing on asthma care, yet
participants tended to answer using a perspective of chronic diseases as general. The
inclusion criteria of recruitment of participants, which was pharmacists who had
experience in delivering pharmaceutical care service to asthma patients within a month
before the interview, was an anticipating approach to minimize such a response bias,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
however. Furthermore, as asthma care in this study only becomes a model, the
participants’ responses could possibly describe chronic diseases as general.
Conclusion
Using the asthma care as a model this study concludes that the use of internet and
social media to support pharmaceutical care services is promising. There are challenges
and opportunities for pharmacists to take an advanced role in the era of “internet of
things” to improve patient’s quality of life. Further research is needed to develop new
and appropriate internet-based platforms that can be used to support the pharmaceutical
care services.
Acknowledgement
The authors would like to thank you the participants involved in this study
voluntary and to the thesis examiner panel of the Master of Pharmacy Study Program at
Faculty of Pharmacy Sanata Dharma University for the valuable advices. The authors
declare that this study was funded by Kemenristek DIKTI through “Hibah Penelitian
Tesis Magister tahun 2019” (No. 029/Penel./LPPM_USD/IV/2019) with Aris Widayati,
M.Si., Apt., PhD as the Principal Investigator.
References
1. Bigirimana S, Chinembiri M. Towards E-Pharmacy: The Future Information and
Communication Technologies Needs for Community Pharmacies in Harare,
Zimbabwe. Int J Econ Commer Manag. 2015;III(4):1-26.
2. Rußmann M, Lorenz M, Gerbert P, et al. Industry 4.0: The Future of Productivity
and Growth in Manufacturing Industries. Bus Inf Syst Eng. 2015;6(4):239-242.
doi:10.1007/s12599-014-0334-4
3. Hermann M. Design Principles for Industrie 4.0 Scenarios: A Literature Review.
4. Ruxwana NL, Herselman ME, Conradie DP. ICT applications as e-health
solutions in rural healthcare in the Eastern Cape Province of South Africa. HIM
J. 2010;39(1):17-26. doi:10.1177/183335831003900104
5. Board E. eHealth: Report by the Secretariat (Executive Board EB115/39 115th
Session, Provisional agenda item 4.13). 2004;(1):1-6.
http://www.who.int/healthacademy/media/en/eHealth_EB-en.pdf?ua=1.
6. Lee J-Y, Lim J-Y. The Prospect of the Fourth Industrial Revolution and Home
Healthcare in Super-Aged Society. Ann Geriatr Med Res. 2017;21(3):95-100.
7. World Health Organization. Regional Strategy for Strengthening eHealth in the
South-Asia Region 2014-2020. 2015.
8. European commission THE. EU eHealth Action Plan 2012 to 2020. 2012.
http://ec.europa.eu/information_society/activities/health/policy/ehtask_force/inde
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
x_en.htm.
9. Nanji KC, Cina J, Patel N, Churchill W, Gandhi TK, Poon EG. Overcoming
Barriers to the Implementation of a Pharmacy Bar Code Scanning System for
Medication Dispensing: A Case Study. J Am Med Informatics Assoc.
2009;16(5):645-650. doi:10.1197/jamia.M3107
10. Webster L, Spiro RF. Health information technology: A new world for pharmacy.
J Am Pharm Assoc. 2010;50(2):e20-e34. doi:10.1331/JAPhA.2010.09170
11. Malathi S, Priadarsini M, Dharshana M, Agathiya T. Big Data and CPS ( Cyber
Physical System ) used in Pharmacy to Alert on Expiration of Medicine.
2018;8(4):16946-16948.
12. Widayati A, Maria D, Heru C, et al. Research in Social and Administrative
Pharmacy Pharmacists ’ views on the development of asthma pharmaceutical
care model in Indonesia : A needs analysis study. Res Soc Adm Pharm.
2018;(September 2017):0-1. doi:10.1016/j.sapharm.2018.01.008
13. Mossialos E, Courtin E, Naci H, et al. From “retailers” to health care providers:
Transforming the role of community pharmacists in chronic disease management.
Health Policy (New York). 2015;119(5):628-639.
doi:10.1016/j.healthpol.2015.02.007
14. Goundrey-Smith S. Examining the role of new technology in pharmacy: now and
in the future. https://www.pharmaceutical-journal.com/examining-the-role-of-
new-technology-in-pharmacy-now-and-in-the-future/11134174.article. Published
2014.
15. Pool AC, Kraschnewski JL, Poger JM, et al. Impact of online patient reminders
to improve asthma care: A randomized controlled trial. PLoS One. 2017;12(2):1-
17. doi:10.1371/journal.pone.0170447
16. Letourneau N, Stewart M, Masuda JR, et al. Impact of Online Support for Youth
With Asthma and Allergies: Pilot Study. J Pediatr Nurs. 2012;27(1):65-73.
doi:10.1016/j.pedn.2010.07.007
17. Kominfo. Jumlah Pengguna Internet 2017 Meningkat, Kominfo Terus Lakukan
Percepatan Pembangunan Broadband.
https://kominfo.go.id/content/detail/12640/siaran-pers-no-53hmkominfo022018-
tentang-jumlah-pengguna-internet-2017meningkat--kominfo-terus-lakukan-
percepatan-pembangunan-broadband/0/siaran_pers/. Published 2017. Accessed
November 23, 2018.
18. Internet World Stats. Internet World Stats. Internet World Stats. doi: World
internet users statistics usage and world population stats.
http://www.internetworldstats.com/stats.htm, 2012
19. Liao Y, Deschamps F, Loures E de FR, Ramos LFP. Past, present and future of
Industry 4.0 - a systematic literature review and research agenda proposal. Int J
Prod Res. 2017;55(12):3609-3629. doi:10.1080/00207543.2017.1308576
20. Gilchrist A. Industry 4.0. Ind 40. 2016;60(3):121-123. doi:10.1007/978-1-4842-
2047-4
21. Khan DS. The Health 4.0 Revolution.
https://health.economictimes.indiatimes.com/news/health-it/the-health-4-0-
revolution/59187378. Published 2017. Accessed November 8, 2018.
22. Westerling AM, Haikala V, Airaksinen M. The role of information technology in
the development of community pharmacy services: Visions and strategic views of
international experts. Res Soc Adm Pharm. 2011;7(4):430-437.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
doi:10.1016/j.sapharm.2010.09.004
23. Levin-Zamir D, Bertschi I. Media health literacy, Ehealth literacy, and the role of
the social environment in context. Int J Environ Res Public Health. 2018;15(8).
doi:10.3390/ijerph15081643
24. Zakaria N, Alfakhry O, Matbuli A, et al. Development of Saudi e-health literacy
scale for chronic diseases in Saudi Arabia: Using integrated health literacy
dimensions. Int J Qual Heal Care. 2018;30(4):1-8. doi:10.1093/intqhc/mzy033
25. Witten NAK, Humphry J. The Electronic Health Literacy and Utilization of
Technology for Health in a Remote Hawaiian Community: Lana‘i. Hawai’i J
Med Public Heal. 2018;77(3):51-59.
26. MacLure K, Stewart D. A qualitative case study of ehealth and digital literacy
experiences of pharmacy staff. Res Soc Adm Pharm. 2018;14(6):555-563.
doi:10.1016/j.sapharm.2017.07.001
27. Chaturvedi A, Kumar A, Noida G. Online pharmacy: an e-strategy for
medication. 2015;(April 2011).
28. WHO. Global Diffusion of EHealth: Making Universal Health Coverage
Achievable .; 2017. papers3://publication/uuid/6D2CF35D-81C1-4FEC-8B56-
1601403D4BD7.
29. European Commission TP& S. Flash Eurobarometer 404. European Citizens’
Digital Health Literacy.; 2014. doi:10.2759/86596
30. Fantom N, Serajuddin U. The World Bank’s Classification of Countries by
Income. 2016;(January):52. doi:10.1596/1813-9450-7528
31. Kementrian Kes Republik Indonesia. MENKES Harapkan KEMKOMINFO
Dukung Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Bidang
Kesehatan. 31 Desember 2014. 2014:4-6. www.depkes.go.id.
32. Viberg N. Selling Drugs or Providing Health Care ?; 2009.
33. John C. The changing role of the pharmacist in the 21st century.
https://www.pharmaceutical-journal.com/your-rps/the-changing-role-of-the-
pharmacist-in-the-21st-century/20204131.article. Published 2018. Accessed
November 8, 2018.
34. Robert J. Cipolle, Linda M. Strand PCM. Pharmaceutical Care Practice: The
Patient-Centered Approach to Medication Management. Third Edit.; 2012.
35. Soemitro D. Tantangan e-Kesehatan di Indonesia. Bul Jendela Data dan Inf
Kesehat. 2016:1-16. doi:ISSN 2088-270X
36. Nutbeam D. The evolving concept of health literacy. Soc Sci Med.
2008;67(12):2072-2078. doi:10.1016/j.socscimed.2008.09.050
37. FHI IFH. Qualitative Research Methods: A Data Collector’s Field Guide. 2005.
doi:10.2307/3172595
38. Kallio H, Pietilä AM, Johnson M, Kangasniemi M. Systematic methodological
review: developing a framework for a qualitative semi-structured interview
guide. J Adv Nurs. 2016;72(12):2954-2965. doi:10.1111/jan.13031
39. Department of Sociology. Strategies for Qualitative Interviews. Harward Univ.
2017:1-4. doi:10.1117/12.698334
40. World Health Organization. Interview tool. 2012.
41. Andreassen HK, Trondsen MV. How to Use Qualitative Interviews in E-Health
Research. eTELEMED 2015 Seventh Int Conf eHealth, Telemidicine Soc Med.
2015;(c):20-25.
42. Chan EKH. Standards and Guidelines for Validation Practices : Development and
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Evaluation of Measurement Instruments. 2014. doi:10.1007/978-3-319-07794-9
43. Etikan I. Comparison of Convenience Sampling and Purposive Sampling. Am J
Theor Appl Stat. 2016;5(1):1. doi:10.11648/j.ajtas.20160501.11
44. Saunders B, Sim J, Kingstone T, et al. Saturation in qualitative research:
exploring its conceptualization and operationalization. Qual Quant.
2018;52(4):1893-1907. doi:10.1007/s11135-017-0574-8
45. Mahpur M. Memantapkan Analisis Data Melalui Tahapan Koding. Repos Univ
Islam Negeri Malang. 2009:1-17. http://repository.uin-
malang.ac.id/800/2/koding.pdf.
46. Alhojailan M. Thematic Analysis: A Critical Review of Its Process and
Evaluation. West East J Soc Sci. 2012;1(1):39-47.
doi:10.1177/1525822X02239569
47. Virginia Braun and, Victoria Clarke. Using thematic analysis in psychology.
Qual Res Psychol. 2006;3:77-101. doi:10.1191/1478088706qp063oa
48. Eliasson L, Barber N, Weinman J. Applying COM-B to medication adherence
work tended to focus on the role and its effects on patient. 2011:7-17.
49. Leonita E, Jalinus N. Peran Media Sosial dalam Upaya Promosi Kesehatan :
Tinjauan Literatur. 2018;18(2):25-34.
50. Benetoli A, Chen TF, Schaefer M, Chaar B, Aslani P. Do pharmacists use social
media for patient care? Int J Clin Pharm. 2017;39:364-372. doi:10.1007/s11096-
017-0444-4
51. Lalitaphanit T. Factors affecting community pharmacy customers’ decision to use
personal health records via smartphone. Thai J Pharm Sci. 2016;42.
doi:10.1134/S0965545X11100087
52. Crilly P, Hassanali W, Khanna G, et al. Research in Social and Administrative
Pharmacy Community pharmacist perceptions of their role and the use of social
media and mobile health applications as tools in public health. Res Soc Adm
Pharm. 2019;15(1):23-30. doi:10.1016/j.sapharm.2018.02.005
53. Bhaskaran N, Kumar M, Janodia MD. Use of Social Media for Seeking Health
Related Information – An Exploratory Study. 2017;9(2):267-271.
doi:10.5530/jyp.2017
54. Prasanti D. Literasi Informasi Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan Informasi
Hoax dalam Penggunaan Obat Tradisional di Era Digital Health Information of
Literation as Prevention Processes of Hoax Information in the Use of Traditional
Medicine in Digital Era. 2018;3(1):45-52.
55. Ebner N. Electronic copy available at: http://ssrn.com/abstract=2170559. Signal.
2012;27(2):10-14. doi:10.1111/imr.12031
56. Shcherbakova N, Shepherd M. Community pharmacists, Internet and social
media: An empirical investigation. Res Soc Adm Pharm. 2014;10(6):75-85.
doi:10.1016/j.sapharm.2013.11.007
57. Anonim. Data Sepuluh Besar Penyakit RS Respira.
http://rsprespira.jogjaprov.go.id/data-penyakit/data-10-besar-penyakit/. Published
2017. Accessed January 22, 2020.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Lampiran 2. Ethical Clearance
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Lampiran 3. Surat Ijin Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Lampiran 4. Panduan Wawancara semi terstruktur pada responden apoteker
Langkah 1 ✓ Peneliti memperkenalkan diri dan meminta ijin untuk merekam (audio-record)
semua proses wawancara kepada partisipan apoteker
✓ Peneliti menjelaskan secara singkat kepada partisipan apoteker tentang tujuan dari
penelitian ini, yaitu :
ingin mendapatkan informasi spesifik terkait dengan penggunaan internet dan media
sosial untuk PIO bagi pasien asma.
✓ Pasien asma yang dimaksud adalah pasien yang sudah dilayani sebelumnya oleh
partisipan apoteker
✓ Peneliti meminta kesediaan partisipan apoteker menandatangani inform consent
untuk wawancara ini
Langkah 2 ✓ Peneliti mencatat identitas pasien
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis kelamin :
4. Lama berpraktek apoteker :
5. Alamat apotek :
6. Jenis apotek : Jaringan / Individu (coret yang tidak perlu)
7. Nama pasien asma yang dilayani :
✓ Peneliti menyampaikan pertanyaan pembuka :
Apakah Bapak/Ibu apoteker dalam melayani pasien asma(sebutkan nama pasien
asmanya) yang rutin selama ini pernah menggunakan media sosial atau tidak (baik
itu menghubungi/berkomunikasi maupun dalam mencari/menyampaikan informasi
edukasi tentang asma) ?
✓ Peneliti memisahkan jenis partisipan apoteker menjadi dua kelompok (experience
dan expectation) melalui jawaban yang diperoleh dari pertanyaan pembuka
Langkah 3 ✓ Peneliti masuk dalam wawancara inti dengan menggunakan panduan sebagai berikut
:
Variabel Experience Expectation
Lead questions Prompt question Lead questions Prompt question
Potensi
pemanfaat
an internet
dan media
sosial
➢ Mohon
diceritakan
internet/ media
sosial apa saja
yang pernah
Bapak/Ibu
gunakan dalam
berkomunikasi
dengan pasien
asma ? (sebut
nama pasiennya)
➢ Mohon pendapat
lagi, apakah juga
dapat digunakan
untuk mencari
informasi yang
terpercaya
tentang seputar
penyakit asma?
➢ Menurut
pengetahuan
Bapak/Ibu,
internet/media
sosial apa saja
yang dapat
digunakan dalam
berkomunikasi
dengan pasien
asma? (sebut
nama pasiennya)
➢ Mohon
pendapat lagi,
apakah juga
dapat
digunakan
untuk mencari
informasi yang
terpercaya
tentang seputar
penyakit asma?
➢ Menurut
pengalaman anda
selama ini, hal-
hal apa lagi yang
masih bisa
dilakukan
melalui internet
dan medsos
(kemampuan
yang bisa
dikembangkan
dari penggunaan
internet dan
medsos) dalam
➢ Ide-ide atau
gagasan yang
dipikirkan
Bapak/Ibu bisa
lakukan dengan
menggunakan
internet dan
medsos?
➢ Menurut
pendapat anda
saat ini hal-hal
apa lagi yang
masih bisa
dilakukan melalui
internet dan
medsos
(kemampuan
yang bisa
dikembangkan
dari penggunaan
internet dan
medsos) dalam
➢ Ide-ide atau
gagasan yang
dipikirkan
Bapak/Ibu
apoteker bisa
lakukan dengan
menggunakan
internet dan
medsos?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
PIO pada pasien
asma?
PIO pada pasien
asma?
Keuntung
an dan
kerugian pemanfaat
an internet
dan media
sosial
➢ Menurut
Bapak/Ibu apa
saja keuntungan
(hal-hal yang
bermanfaat)
selama melayani
pasien asma
(sebut namanya)
menggunakan
internet dan
media sosial?
➢ Mohon sebutkan
juga hal-hal yang
kurang atau
dirasa tidak
bermanfaat dari
internet dan
medsos.
➢ Termasuk juga
pencarian
informasi terkait
PIO pada pasien
asma maupun
sumber-sumber
informasi
terpercaya terkait
penyakit asma
➢ Menurut
Bapak/Ibu, jika
nanti melayani
pasien asma
(sebut nama
pasiennya)
menggunakan
internet dan
media sosial, apa
saja
keuntungannya
(hal-hal yang
bermanfaat)?
➢ Mohon
diceritakan juga
hal-hal yang
kurang atau
dirasa tidak
bermanfaat dari
internet dan
medsos.
➢ Termasuk juga
pencarian
informasi
terkait PIO
pada pasien
asma maupun
sumber-sumber
informasi
terpercaya
terkait penyakit
asma
Kendala
pemanfaat
an internet
dan media
sosial
➢ Menurut
pengalaman
anda, hal apa
yang
menghalangi /
membuat anda
tidak bisa
melakukan
komunikasi pada
pasien asma
(sebut namanya)
dengan
menggunakan
internet dan
medsos.
➢ Mohon
disebutkan juga
hal-hal yang
membatasi
komunikasi
menggunakan
internet dan
medsos
➢ Menurut anda,
hal apa yang
menghalangi /
membuat anda
tidak bisa
melakukan
komunikasi
menggunakan
internet dan
medsos dengan
pasien asma
(sebut namanya)
➢ Mohon
disebutkan juga
hal-hal yang
membatasi
komunikasi
menggunakan
internet dan
medsos
Harapan
apoteker
dalam
pemanfaat
an internet
dan media
sosial
➢ Apa harapan
Bapak/Ibu terkait
penggunaan
internet dan
media sosial
dalam PIO pada
pasien asma baik
sekarang maupun
di masa yang
akan datang?
➢ Termasuk juga
pencarian
informasi terkait
PIO pada pasien
asma maupun
sumber-sumber
informasi
terpercaya terkait
penyakit asma
➢ Apa harapan
Bapak/Ibu terkait
penggunaan
internet dan
media sosial
dalam PIO pada
pasien asma baik
sekarang maupun
di masa yang
akan datang?
➢ Seperti apa
komitmen
Bapak/Ibu
terhadap
pemanfaatan
internet dan
media sosial?
➢ Termasuk juga
pencarian
informasi
terkait PIO
pada pasien
asma maupun
sumber-sumber
informasi
terpercaya
terkait penyakit
asma
Langkah 4 Peneliti menutup wawancara dengan ucapan terima kasih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Lampiran 5. Lembar informasi penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Lampiran 6. Lembar konfirmasi persetujuan partisipan (Inform consent)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
BIOGRAFI PENULIS
Penulis naskah tesis berjudul “Penggunaan Internet
dan Media Sosial untuk Pelayanan Informasi Obat di
Beberapa Apotek dan Puskesmas di Daerah
Istimewa Yogyakarta (Studi Pelayanan Informasi
Obat pada pasien asma)” bernama Fajar Ira Juwita,
S. Farm., Apt, lahir di Batam, 9 Desember 1980
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari
pasangan Supardi dan Kusriningsih. Menikah
dengan Oktavianus Dwiatmojo dan dikaruniai dua
orang anak bernama Fanuel Estefan .W dan Lois
Chrisabel .W.
Penulis menempuh pendidikan formal dari SD Yaktapena 5 Palembang (lulus 1990),
SMP Saverius 1 Sragen (lulus 1996), SMU Negeri 1 Sragen (lulus 1999). Melanjutkan
pendidikan Sarjana (lulus 2005) dan Profesi Apoteker (lulus 2016) di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai Apoteker
Pendamping Apotek Menowo Magelang (2007), sebagai Apoteker Pengelola Apotek di
Apotek K-24 Gondomanan (2008), dan saat ini bekerja sebagai Kepala Instalasi Farmasi
Klinik Pratama Rawat Inap Multazam Wonosari sekaligus menjadi anggota Ikatan
Apoteker Indonesia cabang Gunung Kidul (2015 hingga sekarang).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI