penggunaan cerebral function monitor di...
TRANSCRIPT
PENGGUNAAN CEREBRAL FUNCTION MONITOR DI BIDANG NEONATOLOGI
Sjarif Hidajat Effendi
Leni Ambarwati
Januari 2014
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HASAN SADIKIN
BANDUNG
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ……………………………………………………………… 1
INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI ………………………………………... 1
KOMPLIKASI PEMASANGAN CPAP ……………………………………….. 3
PERLENGKAPAN CPAP ……………………………………………………… 4
PENGGUNAAN CPAP ………………………………………………………… 5
PEMBERIAN MINUM SELAMA PENGGUNAAN CPAP …………………... 7
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………... 8
1
PENGGUNAAN CEREBRAL FUNCTION MONITOR DI BIDANG NEONATOLOGI
PENDAHULUAN
Periode neonatal merupakan periode yang sangat rawan karena adanya hal-hal yang dapat
menimbulkangangguan berat disertai gejala sisa bahkan sampai pada kematian. Salah satu
penyebabnya adalah asfiksia perinatal atau hypoxic ischemic encephalopathy (HIE).HIE yang
merupakan akibat dari hipoksia dan iskemia peripartum terjadi pada 2,9-9 per 1000 bayi
aterm lahir hidup.HIE perinatal derajat sedang sampai berat terjadi pada 1-2 per 1000 bayi
aterm dan menyebabkan kematian pada 37-39%, dan dari yang dapat bertahan hidup, 38-45%
menderita gejala sisa gangguan neurologik jangka panjang, termasuk salah satunya cerebral
palsy.1,2
HIE juga merupakan penyebab kejang neonatal paling sering pada bayi
aterm.1,3Penelitian oleh Legido dkk. pada 40 bayi dengan kejang neonatal yang dikonfirmasi
dengan Electroencephalography (EEG), menunjukkan mortalitas sebesar 33%, dan 70% dari
yang hidup menderita epilepsi(56%), cerebral palsy (63%), dan developmental delay (67%).4
Besarnya angka kematian bayi akan menyebabkan terganggunya pencapaian dari
United Nations Millenium Development Goal2015, yang salah satu targetnya adalah
mengurangi 2/3 dari angka kematian pada anak usia kurang dari 5 tahun. Meskipun terjadi
pertumbuhan populasi, namun angka kematian pada anak di bawah usia 5 tahun berkurang
dari 12,4 juta pada tahun 1990 menjadi 6,9 juta pada tahun 2011, yang berarti mengurangi
angka kematian 14.000 per hari. Meskipun terjadi perbaikan pada angka kematian anak di
bawah usia 5 tahun, namun proporsi angka kematian dalam bulan pertama setelah lahir
meningkat.5 Data dari Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2009, angka
kematian balita nasional adalah 39 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi
nasional adalah 30 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan untuk Propinsi Jawa Barat, angka
kematian balita adalah 49 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi adalah 39 per
1000 kelahiran hidup.6
Tantangan bidang Neonatologi dewasa ini adalah mencapai keselamatan yang utuh
pada bayi, dalam arti hidup dan kualitas hidupnya. Salah satu hal yang dapat menjawab
tantangan tersebut, khususnya untuk memprediksi luaran setelah kejadian HIE dan
mendeteksi kejang neonatal adalah penggunaan Cerebral Function Monitor (CFM) yang
menggunakan metode Amplitude-Integrated Electroencephalography (aEEG)7
Tujuan pembuatan sari pustaka ini adalah pembahasan batasan, kelainan-kelainan
yang berhubungan dengan kerusakan otak, patomekanisme dan indikasi CFM.
2
DEFINISI
Cerebral Function Monitor (CFM) adalah alat EEG yang disederhanakan yang digunakan
untuk memonitor fungsi serebral dengan teknik Amplitude-integrated EEG (aEEG).7
Amplitude-integrated EEG (aEEG) adalah metode untuk memonitor fungsi otak
secara berkelanjutan yang berdasarkan pada filtered and compressed EEG yang
memungkinkan evaluasi perubahan jangka panjangdan kecenderungan aktivitas background
dengan cara yang relatif mudah.8
CARA KERJACEREBRAL FUNCTION MONITOR
Alat CFM menggunakan single-channel recording yang berasal dari sepasang elektroda
biparietal. Sinyal EEG diamplifikasi dan diteruskan melalui filter yang melemahkan aktivitas
di bawah 2Hz dan di atas 15 Hz (untuk mengurangi artefak). Sinyal EEG kemudian diproses
lebih lanjut dengan amplitude and time compression sebelum direkam pada skala
semilogaritmik pada kecepatan yang relatif rendah, biasanya 6 cm/jam.7,9
LATAR BELAKANG
Insiden HIE adalah 2-9/1000 bayi aterm lahir hidup. Insiden cerebral palsy (CP) tidak
menurun walaupun ada perbaikan intervensi obstetrik dan neonatal. Angka kematian pada
bayi aterm dengan HIE sekitar 11% dan sekitar 0,3 dari 1000 bayi aterm lahir hidup
mengalami kecacatan yang berat. Insiden HIE, kematian, dan cacat secara signifikan lebih
tinggi pada bayi prematur.10
HIE merupakan penyebab tersering kejang neonatal. Berdasarkan population-based
studies, kejang neonatal diperkirakan terjadi 1-3 per 1000 neonatus aterm. Sebagian besar
kejang terjadi dalam 48 jam pertama, terutama pada bayi dengan hypoxic-ischemic brain
injury, perdarahan intrakranial, dan stroke.3
Bayi prematur memiliki risiko kejang yang lebih besar daripada bayi aterm. Risiko
kejang juga meningkat pada bayi dengan berat lahir rendah. Pada suatu penelitian, insiden
kejang adalah 57,5 per 1000 bayi dengan berat lahir <1500g, 4,4 per 1000 bayi dengan berat
lahir 1500-2499g dan 2,8 per 1000 bayi dengan berat lahir >2500g. Pada penelitian yang lain,
didapatkan insiden kejang adalah 20,4 per 1000 bayi dengan usia gestasi <28 minggu, 7,4 per
1000 bayi dengan usia gestasi 29-32 minggu, dan 1,4 per 1000 bayi aterm (37-41 minggu).3
Status dan perkembangan neurologik menjadi perhatian baik orang tua maupun dokter
dan juga menjadi tujuan dari neonatologi modern. Perhatian ini menekankan perlunya alat
3
untuk mendeteksi dan mengukur kerusakan otak sebagai sarana dalam memprediksi luaran
jangka panjang, seperti neurodevelopmental delay, epilepsi atau kematian. aEEG yang
berkelanjutan melalui alat CFM dapat memberikan banyak informasi yang berguna tentang
integritas dari otak. 11,12
Cerebral Function Monitor dikembangkan pertama kali oleh Douglas E Maynard
pada sekitar tahun 1969 untuk memonitor fungsi serebral dan awalnya digunakan pada pasien
dewasa untuk memonitor fungsi otak selama prosedur bypass. Pamela Prior menggunakan
alat ini untuk penelitian yang ekstensif tentang fungsi otak. Alat ini mulai digunakan pada
neonatus di Eropa sejak tahun 1983, namun kegunaannya baru diketahui akhir akhir ini,
selama penggunaan alat ini pada percobaan brain-cooling pada HIE.11
CFM digunakan untuk menilai prognosis pada bayi dengan asfiksia perinatal atau
HIE. Asfiksia perinatal atau Hypoxic Ischemic Encephalopathy (HIE) adalah kondisi
terganggunya blood gas exchange selama periode intrapartum yang apabila berkelanjutan,
akan mengakibatkan hiperkapnia dan hipoksemia progresif dengan asidosis metabolik.
Kejadian HIE adalah bagian dari ensefalopati neonatal.10
Ensefalopati neonatal secara klinik didefinisikan sebagai gangguan fungsi neurologik
yang ditandai dengan adanya kesulitan mempertahankan respirasi, hipotonia, perubahan
kesadaran, refleks, kejang, dan poor feeding. Ensefalopati neonatal tidak berarti HIE.
Ensefalopati neonatal dapat merupakan gangguan metabolik, infeksi, drug exposure, atau
neonatal stroke dan merupakan istilah yang lebih disukai untuk menunjukkan neonatus yang
dalam keadaan depresi pada waktu lahir.10
Kriteria penting yang diperlukan untuk menandakan kejadian akut intrapartum adalah
: (1) asidosis metabolik dari darah arteri tali pusat fetus yang diambil pada saat proses
kelahiran (pH < 7 dan base deficit > 12 mmol/L); (2) ensefalopati neonatal sedang atau berat
dengan awitan dini pada bayi dengan usia gestasi > 34 minggu; (3) tidak adanya faktor
penyebab yang lain seperti trauma, gangguan koagulasi, infeksi atau gangguan genetik.10
Kriteria yang secara kolektif dapat menunjukkan kejadian intrapartum adalah:(1)
kejadian hipoksik yang terjadi segera sebelum atau selama proses kelahiran; (2) bradikardia
fetal yang tiba-tiba dan menetap atau tidak adanya fetal heart rate variability dengan adanya
persistent, late, atau variable decelerations; (3) Apgar score 0-3 pada > 5 menit kehidupan;
(4) onset multiorgan involvement dalam waktu 3 hari pertama setelah lahir; dan (5)
pemeriksaan pencitraan awal menunjukkan adanya acute nonfocal cerebral abnormality.10
HIE dapatterjadi akibat gangguan dalam sirkulasi umbilikus (lilitan tali pusat yang
ketat, atau prolaps tali pusat); perfusi yang tidak adekuat pada plasenta sisi maternal
4
(hipotensi, hipertensi, kontraksi uterus yang abnormal, preeklampsia, abruptio plasenta);
gangguan oksigenisasi pada ibu (penyakit kardiopulmonal, anemia); gangguan oksigenisasi
atau perfusi fetal (perdarahan fetomaternal, trombosis fetal); demam pada ibu; kegagalan dari
neonatus untuk mengembangkan paru-paru dan transisi dari sirkulasi kardiopulmonari fetal
ke neonatal.10
Padakeadaanasfiksia, terjadi gangguan autoregulasi serebrovaskuler yang terjadi
karena nekrosis sel akibat asidosis dan hiperkarbia yang lama; edema serebri akibat nekrosis
serebral yang luas; berbagai proses neuropatologi seperti atrofi kortikal. Asfiksia juga dapat
menyebabkan porensefali, hidrosefalus, hidranensefali, atau ensefalomalasia multisistik.
Kerusakan batang otak terjadi pada keadaan yang paling berat dari HIE dan berakibat pada
kerusakan respirasi yang permanen.10
Faktor risiko asfiksia perinatal terdiri dari kematian janin atau neonatus sebelumya,
pecah ketuban lebih dari 12 jam, meconium staining, demam pada ibu, perdarahan
antepartum, kelainan fetal heart rate, kala I dan kala II yang memanjang, kelahiran secara
sectio caesarea, prematuritas, dan postmaturitas.10
Adanya ensefalopati neonatal segera setelah lahir merupakan tanda adanya
kejadian/gangguan intrapartum. Gejala neurologik pada bayi aterm adalah kejang, kelainan
irama respirasi (apnea), posturing dan movement disorder, gangguan fungsi menghisap, dan
jitteriness.10
Kejang biasanya terjadi dalam 12 -24 jam setelah lahir dan indikatif adanya gangguan
intrapartum. Kejang juga bisa disebabkan hipoglikemia, inborn error of metabolism, dan
perinatal stroke.10
Keterlibatan satu atau lebih organ terjadi pada 82% bayi dengan asfiksia perinatal.
Susunan saraf pusat adalah organ yang paling sering terkena (72%). Sistem lain yang bisa
terganggu adalah ginjal (42%), pulmonari (26%), jantung (29%) dan gastrointerstinal
(26%).10
Faktor-faktor yang berhubungan dengan risiko terjadinya sekuele neurologik ialah
beratnya ensefalopati neonatal, adanya kejang neonatal, MRI yang abnormal yang diambil
dalam 24-72 jam pertama setelah lahir, berat dan lamanya gambaran EEG yang abnormal,
visual evoked potential yang abnormal. Pendengaran adalah normal pada sebagian besar anak
yang mengalami asfiksia perinatal. Mikrosefal pada usia 3 bulan atau pemeriksaan neurologik
yang abnormal pada usia 12 bulan menunjukkan luaran neurologik yang buruk pada usia 5
tahun. Adanya atrofi optik menunjukkan luaran visual yang buruk.10 Anak dengan riwayat
ensefalopati neonatal memiliki risiko gangguan kognitif dan perilaku.2
5
Cerebral Function Monitor juga dapat digunakan untuk mendeteksi kejang neonatal.
Ada 5 tipe kejang neonatal: subtle, clonic, tonic, spasm, dan myoclonic. Kejang spasm, focal
clonic, focal tonic dan generalized myoclonic berhubungan dengan bangkitan elektrografik
(epileptic seizure). Namun kejang subtle, generalized tonic dan myoclonic yang lain biasanya
tidak berhubungan dengan bangkitan elektrografik. Hal ini bisa disebabkan lokasi bangkitan
yang terlalu dalam dan tidak bisa ditangkap oleh scalp EEG. Di lain pihak, electrographic
seizure dapat terjadi tanpa manifestasi klinis kejang (electroclinical dissociation). Hal ini
diduga dikarenakan imaturitas jaringan korteks sehingga tidak ada manifestasi motorik atau
hanya minimal.13,14
Manifestasi kejang subtle bisa berupa deviasi mata, nistagmus, mengedipkan mata,
gerakan mengecap, gerakan ekstrimitas yang abnormal (berenang, bersepeda, melangkah),
fluktuasi pada denyut jantung, episode hipertensi, dan apnea. Kejang subtle lebih sering
terjadi pada bayi prematur daripada bayi matur.13
INDIKASI aEEG
Indikasi penggunaan aEEG adalah HIE; kejang atau gejala yang menyerupai kejang seperti
apnea, hipertensi, takikardia; gangguan neurologik yang berat seperti malformasi otak
kongenital, lesi vaskuler; post cardiac arrest; inborn error of metabolism seperti urea cycle
disorder, hipoglikemia, hipokalsemia; neonatal abstinence syndrome seperti alcohol
withdrawal. 15
KLASIFIKASI DAN INTERPRETASI PADA aEEG
Evaluasi rekaman aEEG terutama ditujukan pada aktivitas background dan kejang. Pola
background utama yang diidentifikasi adalah: (1) continuous normal voltage (continuous
trace dengan voltage 10–25 (-50) µV), (2) discontinuous normal voltage (discontinuous
trace, dimana low voltage sebagian besar di atas 5µV tanpa burst suppression), (3) burst
suppression (periode dari low voltage (inactivity) yang bercampur dengan bursts dari
amplitudo yang lebih besar), (4) continuous low voltage (continuous background pattern dari
low voltage sekitar atau di bawah 5 µV) , dan (5) flat trace (very low voltage, terutama
inactive trace dengan aktivitas di bawah 5 µV).7,16 (gambar 1).
Gambaran continuous normal voltage dapat ditemukan pada bayi normal. Burst
suppression, continuous low voltage, dan flat trace adalah gambaran yang buruk.Burst
suppression dapat ditemukan pada kerusakan otak berat yang terkait dengan gangguan
selama periode neonatus, keadaan koma, asfiksia berat, meningoensefalitis, dan gangguan
6
metabolik. Gambaran continuous low voltage dapat ditemukan padaHIE derajat sedang berat
atau meningitis. Gambaran flat trace dapat ditemukan pada kerusakan otak berat dengan
prognosis buruk dan kemungkinan besar gangguan neurologik berat jika pasien bertahan
hidup.Discontinuous normal voltage merupakan gambaran yang sifatnya intermedia (yaitu
walaupun sebagian besar gambaran itu akan menjadi normal dalam 24 jam, beberapa akan
menjadi buruk, dan karena alasan terkahir, EEG konvensional harus dilakukan).7,17
Gambar 1: Amplitude-integrated electroencephalographic background patterns. Polabackground yaitu: (A) continuous normal voltage, (B) discontinuous normal voltage, (C)burst suppression, (D) continuous low voltage, dan (E) flat trace.Sumber: de Vries LS, Hellstrom-Westas L16
Aktivitas kejang pada aEEG digambarkan secara umum sebagai kenaikan yang cepat
pada batas bawah maupun batas atas dari rekaman (Gambar 2). Pengalaman dari dokter yang
melihat sangat berperan untuk deteksinya.7,16
7
Gambar 2: Amplitude-integrated electroencephalogram (aEEG): gambaran kejang.Tampak bangkitan kejang yang berulang pada continuous normal voltage backgroundpattern (gambar sebelah atas). Simultaneous EEG (gambar sebelah bawah),menunjukkan bangkitan kejang yang ritmik. Midazolam diberikan namun tidak adaefek terhadap bangkitan kejang.Sumber: de Vries LS, Hellstrom-Westas L16
Penelitian oleh Naqueeb dkk. mengklasifikasikan pola aEEG menjadi 3 kategori yaitu
normal, moderately abnormal, dan severely abnormal. (tabel 1) 18
Tabel 1. Klasifikasi EEG berdasarkan bandwidth voltage
Klasifikasi Bandwidth LimitsNormalModerately abnormalSeverely abnormal
Batas bawah >5μV dan batas atas >10ΜvBatas bawah <5μV dan batas atas >10μVBatas bawah <5μV dan batas atas <10μV
Sumber: Clarke 18
Gambaran normal (gambar 3) biasanya ditemukan pada bayi aterm yang normal. Pada
bayi aterm yang normal juga dapat dijumpai sleep-wake cycle, dimana gambaran lebih sempit
pada saat bayi sedang terbangun dan lebih lebar saat bayi sedang tertidur. Gambaran
moderately abnormal (gambar 4) dapat ditemukan pada bayi dengan moderately severe
encephalopathy atau segera setelah pemberian obat antikejang atau obat sedatif. Gambaran
ini juga dapat ditemukan pada bayi prematur (kurang dari 36 minggu). Gambaran severely
abnormal (gambar 5) dapat ditemukan pada ensefalopati berat dan sering disertai dengan
bangkitan kejang.19
Gambar 3. Normal trace. Batas bawah >5μV dan batas atas >10μV. Adanya pelebaran danpenyempitan dalam trace merupakan sleep-wake cycle.Sumber: Attard 20
8
Gambar 4. Moderately abnormal trace. Batas bawah <5μV dan batas atas >10μVSumber: Attard 20
Gambar 5. Severely abnormal trace. Batas bawah <5μV dan batas atas <10μVSumber: Attard 20
APLIKASI DAN PENEMUAN-PENEMUAN PENELITI
Dibandingkan dengan EEG konvensional, CFM dengan metode aEEG merupakan alat yang
dapat dipercaya untuk memonitor baik pola background (khususnya normal dan severely
abnormal) maupun bangkitan kejang. Keuntungan penggunaan metode ini adalah kemudahan
penggunaan dan kemampuan untuk memonitor secara terus menerus, kemudahan dalam
integrasi, dan kemampuan untuk mendeteksi kejang, ensefalopati yang relatif berat, efek dari
obat obatan, dan prediksi luaran.7,21
a. Evaluasi Bayi Aterm dengan Asfiksia.
Rekaman aEEG merupakan metode diganostik yang sederhana dan akurat untuk menilai
ekstensi dari kerusakan otak akibat hypoxic ischemic brain damage dan identifikasi dini
neonatus dengan HIE yang berisiko untuk menderita gangguan perkembangan neurologik.22–
24Gambaran background aEEG sangat berguna untuk menandakan prognosis yang buruk
adalahburst suppression, continuous low-voltage, danflat trace patterns. Dalam suatu
penelitian yang besar, positive predictive value untuk luaran yang buruk untuk aEEG dengan
gangguan yang berat pada usia 3 jam adalah 78%, dan pada usia 6 jam dalah 86%. Sekitar
9
10-40% bayi dengan gangguan background yang bermakna dapat menjadi normal setelah 24
jam dan lebih dari 50% dari kelompok ini akan mempunyai luaranyang baik. Karena itu
pemantauan perjalanan aEEG sangat bermanfaat. Meskipun aEEG pada 6 jam pertama lebih
superior daripada pemeriksaan neurologik neonatal untuk identifikasi bayi dengan luaran
jangka pendek yang buruk, kombinasi aEEG dan pemeriksaan neurologik adalah yang terbaik
dengan spesifisitas 94%.7Hubungan antara gambaran aEEG dengan luaran dijabarkan dalam
tabel 3 dan 4.18
Pada bayi prematur, aEEG kurang dapat dipahami pada saat ini karena adanya
kemiripan aEEG pada bayi prematur rnormal dan bayi dengan HIE. Perlu dilakukan lebih
banyak penelitian untuk menentukan gambaran aEEG pada gangguan neurologik dan
pemulihan pada bayi prematur.11Penelitian oleh Suk, D dkk menunjukkan bahwa seringnya
timbul artefak pada bayi prematur membatasi penggunaan aEEG pada bayi prematur sebagai
alat monitor.25
Tabel 3. Gambaran background aEEG yang abnormal dan Luaran
Usia Gestasi (minggu) Pola background Luaran<33 Reduced continuity dalam 7 hari
pertamaBerhubungan dengan IVH yangbesar; luaran jangka panjangtidak dinilai
<33 Burst Suppression, Low Voltage,atauFlat Trace dalam48 jam pertama postnatal
Cacat berat/kematian pada bayidengan IVH Grade 3 to 4
≥37 Discontinuous Luaran normal jika tampakhanya pada 6–12 jam pertamasetelah asfiksia perinatal
≥37 Low voltage Luaran yang buruk setelahasfiksia perinatal
≥37 Burst suppression Luaran yang buruk setelahasfiksia perinatal; beberapa bayiakan normal jikabackgroundaEEG menjadi continuous dalam12 - 24 jam
≥37 Flat trace Luaran yang sangat buruk(kematian atau cacat yang berat)setelah asfiksia perinatal
Sumber: Hellstrom-Westas 18
10
Tabel 4. Gambaran aEEG Pada Usia 48 jam Pada Bayi dengan HIE dan PrognosisMild(Sarnat 1)
Moderate(Sarnat 2)
Moderate toSevere
Severe(Sarnat 3)
Status Mental Hyperalert Letargik Letargik KomaPerlu Ventilator Tidak Tidak Ya YaFeeding Problems Ringan Sedang Sedang BeratTonus Jittery Meningkat Meningkat FlaksidKejang Tidak Ya Ya Ya (pada awal)Kemungkinancacat berat ataukematianberdasarkanderajat klinis* < 1%
25%Odds of 1:3
50%Odds of 50:50
75%Odds of 3:1
Kemungkinancacat berat ataukematian jikaaEEG severelyabnormal †
73%Odds of 2.7:1
89%Odds of 8:1
96%Odds of 24:1
Kemungkinancacat berat ataukematian jikaaEEG tidakseverelyabnormal †
3%Odds of 1:30
9%Odds of 1:10
25%Odds of 1:3
* Sumber: Levene MI 26
† Sumber: Allan WC 27
b. Deteksi Kejang
Kegunaan aEEG untuk deteksi kejang sudah dievaluasi terutama pada bayi aterm dengan
asfiksia.7Beberapa laporan menunjukkan bahwa aEEG memiliki spesifisitas yang tinggi
namun sensitivitas yang kurang, dimana hanya bisa mendeteksi kejang pada 75% dari kejang
yang dapat dilihat pada EEG konvensional.7 Prolonged video-EEG tetap merupakan baku
emas dalam mendeteksi kejang, dan disarankan untuk dilakukan EEG formal selama minimal
1 jam pada bayi yang berisiko kejang. 28–31 Selain itu, kejang yang fokal, low-amplitude, dan
singkat biasanya tidak terdeteksi dengan aEEG.7 Hampir setengah dari neonatus dengan
gangguan neurologik menunjukkan gambaran kejang pada CFM dengan korelasi yang baik
dengan EEG standar.32aEEG membantu mengindentifikasikan electrographic seizure activity
pada penderita penyakit jantung bawaan dan berguna untuk mengevaluasi fungsi otak
sebelum operasi jantung.33Epileptic seizure tanpa kejang secara klinik sering dijumpai pada
aEEG pada bayi dengan perdarahan intraserebral.16
Beberapa penelitian pada bayi prematur menunjukkan bahwa aEEG dapat mendeteksi
kejang dengan memonitor aktivitas elektroensefalografik pada kedua hemisfer.34
11
Terkait dengan penggunaan aEEG untuk deteksi kejang, ada beberapa rekomendasi:
(1) aEEG tidak seakurat EEG konvensional dalam mendeteksi kejang neonatal dan evaluasi
lebih lanjut untuk kemungkinan kejang dengan EEG konvensional sangat diperlukan (grade
A); (2) aEEG dapat digunakan sebagai alat monitor untuk kejang pada unit neonatal, tetapi
interpretasi harus hati-hati terutama oleh orang yang bukan ahli. (grade A).31
c. Aplikasi Lain
Amplitude-Integrated EEG telah terbukti berguna, pada penelitian awal, untuk berbagai
aplikasi yang lain. Metode ini telah digunakan untuk melihat efek dari antikejang (seperti
midazolam, phenobarbital),7,38 evaluasisiklus sleep-wake pada bayi dengan asfiksia, prediksi
epilepsi postneonatal pada bayi dengan asfiksia7, penentuan perubahan maturasi pada bayi
prematur7,16,3539 ,prediksi outcome pada bayi prematur dengan perdarahan intraventrikular
luas.7,40
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kejang neonatal awalnya bersifat klinikal,
namun setelah pemberian antikejang, kejang selanjutnya bisa bersifat subklinikal. Beberapa
penelitian menunjukkan berkurangnya aktivitas kejang secara klinik setelah pemberian
antikejang.41 Menggunakan alat video EEG monitoring, ditemukan bahwa 85% aktivitas
kejang tidak menunjukkan manifestasi kejang secara klinik.16 Boylan menunjukkan bahwa
electrographic seizure sering terjadi pada bayi dengan HIE setelah terapi awal dengan
phenobarbital. aEEG dapat berperan pada deteksi kejang subklinikal. Efek dari antikejang
dapat dievaluasi saat continuous aEEG atau EEG standar digunakan.16
Rekaman aEEG juga bisa digunakan untuk menilai kelainan fungsi otak pada bayi
dengan Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)42, demikian juga dapat mendeteksi kelainan
fungsi otak pada inborn error of metabolism yang disertai gejala ensefalopati.43
Di negara Inggris bagian Timur, telah ada pedoman atau indikasi penggunaan CFM.
Pedoman tersebut dijabarkan dalam tabel 5.18
Tabel 5. Pedoman Penggunaan CFM di Negara Inggris bagian Timur
A. Bayi manakah yang perlu dimonitor?1. Bayi aterm atau near termCerebral Function Monitor (CFM) harus secara rutin digunakan pada semua bayidengan usia gestasi ≥ 35 minggu yang memiliki satu atau lebih berikut ini:
a) tanda ensefalopati .b) tanda adanya perinatal distress dengan kecurigaan adanya HIE dan membutuhkanperawatan di NICU. Monitor bayi dengan gambaran perinatal compromise:- fetal/neonatal acidemia dengan pH talipusat atau arterial pH dalam waktu 1 jamsetelah lahir pH<7.0 atau Base Deficit of > 15, dan/atau
12
- APGAR score <5 pada 5 menit postnatal.c) Kejang(baiksudah pasti atau masih kemungkinan)d)Paralisis padabayi dengan kemungkinan adanya HIE atau kejang.2. CFM juga berguna pada:a. Meningitisb. Tanda kerusakan otak yang luas atau anomali otak yang serius3. Bayi prematurCFM pada bayi prematur lebih sulit diinterpretasikan. Meskipun demikian, CFM dapatmemberikan informasi yang berguna dan dapat dipertimbangkan pada bayi dengan usiagestasi< 35 minggu, misalnya pada kejang, ensefalopati, perdarahan intraventrikulargrade 3 atau 4.B. Kapan Monitoring harus dimulai?1. Monitoring dimulai segera pada bayi dengan risiko gangguan neurologik.2. Monitoring dimulai segera setelah perawatan di NICU dengan kecurigaan HIE.3. Pemasangan yang labih awal membantu memperoleh baseline yang dipercaya.C. Berapa Lama Monitoring dilakukan?Monitoring dilakukan sampai pasien secara klinis stabil tanpa risiko pada serebral lebih lanjut danminimal sampai: rekamanbackground telah stabil sampai 24 jam atau tidakada kejang selama 12-24 jam. Seringkali diperlukan monitoring selama 4 hari pertamapada ensefalopati. aEEG monitoring juga perlu dilakukan selama periode rewarmingkarena pada periode ini banyak terjadi kembalinya kejang. Semua bayi yang dilakukanCFM harus juga dilakukan EEG formal.Sumber: Clarke, P 18
KETERBATASAN
Keterbatasan CFM adalah bangkitan kejang yang bersifat fokal, low amplitude, atau waktu
yang sangat singkat dapat tidak terdeteksi. Karena hal ini, direkomendasikan untuk
menggunakan CFM sebagai alat monitor dan dan melakukan EEG standar jika ada keraguan
tentang klasifikasi dalam CFM.21
Saat ini sudah ada aEEG dengan 2 channel yang memberikan data dari kedua sisi otak
dan dapat meningkatkan sensitivitas untuk deteksi gangguan serebral unilateral.34
RANGKUMAN
Rekaman aEEG dengan menggunakan CFM merupakan suatu alternatif untuk memprediksi
luaran pada bayi bayi yang mengalami asfiksia perinatal berdasarkan gambaran gelombang
pada aEEG. aEEG juga bisa digunakan untuk fungsi yang lain seperti mendeteksi adanya
kejang pada neonatus walaupun baku emasnya tetap EEG konventional. aEEG telah
digunakan untuk melihat efek dari antikejang (seperti midazolam, phenobarbital), evaluasi
siklus sleep-wake pada bayi dengan asfiksia, prediksi epilepsi postneonatal pada bayi dengan
asfiksia, penentuan perubahan maturasi pada bayi prematur, dan prediksi luaran pada bayi
prematur dengan perdarahan intraventrikular luas.7
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Schmidt JW, Walsh WF. Hypoxic Ischemic Encephalopathy in Preterm Infants. NPM.
2010;3:277–84
2. Armstrong-Wells J, Bernard TJ, Boarda R, Manco-Johnson M. Neurocognitive
Outcomes Following Neonatal Encephalopathy. NRE. 2010;26:27–33
3. Glass HC, Wu YW. Epidemiology of Neonatal Seizures. JPN. 2009;7:13–7
4. Holmes GL. The Long Term Effects of Neonatal Seizures. Clin Perinatol. 2009;36:901–
14
5. United Nations. We Can End Poverty 2015 Milleniium Development Goal. Tersedia
dari: http://www.un.org/millenniumgoals/childhealth.shtml
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun
2011. Jakarta: 2012
7. Volpe JJ, penyunting. Specialized Studies in Neurological Evaluation. Dalam:Neurology
of The Newborn. Edisi ke-5. Elsevier; 2008. hlm. 169–72.
8. Hellström-Westas L, Rosėn I, de Vries LS, Greisen G. Amplitude-Integrated EEG
Classification and Interpretation in Preterm and Term Infants. NeoReviews. 2006;
7(2):76–87
9. Toet MC, Lemmers PMA. Brain Monitoring in Neonates. J.earlhumdev. 2009;85:77–84
10. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. penyunting.Perinatal Asphyxia.
Dalam: Neonatology: Management, Procedures, On-Call Problems, Diseases and Drugs.
Edisi ke-5. USA:McGraw-Hill Company; 2004. hlm 512–23
11. Spitzer AR. Neonatal Cerebral Function Monitoring. Neonatology Today. 2006; 1(1):1–5
12. ShahDK, de Vries LS,Hellström-Westas L, Toet MC, Terrie. Amplitude-Integrated
Electroencephalography in The Newborn: a Valuable Tool. Pediatrics. 2008;122; 863–5
13. Mikati MA. Neonatal Seizure. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, St. Geme
III JW, Behrman RE, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-19.
Philadelphia: Elsevier; 2011. hlm 2033–7
14. Jensen FE, Silverstein FS. Neonatal Seizure. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero
DM, Schor NF, penyunting. Swaiman’s Pediatric Neurology. Edisi ke-5. Elsevier; 2012.
hlm.33–46
15. McNamara P, Keyzers M. A Protocol for Cerebral Function Monitoring in the NICU.
Kanada. Toronto: Hospital for Sick Children; 2006.
14
16. de Vries LS,Hellström-Westas L.Role of Cerebral Function Monitoring in The Newborn.
Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2005; 90:F201–7
17. Cerebral Functions Monitor “Encephalan-CFM”. Rusia: Medicom MTD Ltd. Tersedia
dari:http://www.medicom-mtd.com
18. Clarke P, Austin T, Shanmugalingam S. Regional Guideline for Cerebral Function
Monitoring of Neonates. East of England Perinatal Networks. 2012; hlm 1–17
19. Azzopardi D. Cerebral Function Monitoring: Addition to CFM handbook for users of the
Olympic CFM 6000. Tersedia dari: http://www.azzopardi.freeserve.co.uk/CFM
20. Attard S, Soler D, Soler P. Cerebral Function Monitoring in Term or Near Term
Neonates at MDH: Preliminary Experience and Proposal of a Guideline. Malta Medical
Journal.2012;24(01):21–30
21. Toet MC, Meij WVD, de Vries LS, Uiterwaal CSP, Kees. Comparison Between
Simultaneously Recorded Amplitude Integrated Electroencephalogram (Cerebral
Function Monitor) and Standard Electroencephalogram in Neonates. Pediatrics
2002;109:772–9
22. Zhang D, Hou X, Liu Y, Zhou C, Luo Y, Ding H. The Utility of Amplitude-intefrated
EEG and NIRS measurements as indies of Hypoxic Ischaemia in the newborn pig.
J.clinph. 2012;123:1668–75.
23. Vasiljević B, Maglajlić-Djukić S, Gojnić M. The Prognostic Value of amplitude-
integrated electroencephalography in neonates with hypoxic ischemic encephalopathy.
Vojnosanit Pregl. 2012; 69(6):492–9
24. Zhang D, Hathi M, Yang ZJ, Ding H, Koehler R, Thakor N. Hypoxic Ischemic Brain
Injury in neonatal piglet with different histological outcomes: an amplitude-integrated
EEG study. 31st Annual International Conference of The IEEE EMBS Minneapolis;
2009September 2-6;.Minnesota, USA. IEEE; 2009. hlm. 1127–30
25. Suk D, Krauss AN, Engel M, Perlman JM. Amplitude-Integrated Electroencephalograhy
in the NICU: Frequent Artifacts in Premature Infants May Limit Its Utility as a
Monitoring Device. Pediatrics. 2009;123:e328–32
26. Levene MI, Grindulis H, Sands C, Moore JR. Comparison of two methods of predicting
outcome in perinatal asphyxia. Lancet. 1986;8472:67–9.
27. Allan WC. The clinical spectrum and prediction of outcome in hypoxic-ischaemic
encephalopathy.NeoReviews. 2002;3:e108–15
15
28. Neubauer D, Osredkar D, Paro-Panjan D, Skofljanec A, Derganc M. Recording
conventional and amplitude-integrated EEG in the neonatal intensive care unit. J.EJPN.
2011;15:405–16
29. Glass HC, Wirel E.. Controversies in Neonatal Seizure Management. J Child Neurol.
2009;24:591–9
30. Sheilhaas RA. Continuous Electroencephalography Monitoring in Neonates. Curr
Neurol Neurosci Rep. 2012;12:429–35
31. Ray S. Question 1 Is Cerebral Function Monitoring as accurate as conventional EEG in
the detection of neonatal seizure? Arch Dis Child. 2011; 96:314–6
32. Mathur AM, Morris LD, Teteh F, Inder TE, Zempel D. Utility of Prolonged Bedside
Amplitude-Integrated Encephalogram in Encephalitic Infants. Am J Perinatol. 2008;
25:611–5
33. Ter Horst HJ, Mud M, Roofthooft MTR. Amplitude integrated electroencephalographic
activity in infants with congenital heart disease before surgery. J.Earlhumdev.
2010;86:759–64
34. Kazanci E, Kolsa E, Ergenekon E, Vural O, Gucuyener K. Long Term Monitoring of a
Critically Ill Preterm Infant with Two Channel Amplitude Integrated
Electroencephalograhy. Neuropediatrics. 2011;42:237–9
35. O’Reilly D, Navakatikyan MA, Filip M, Greene D, Van Marter LJ. Peak to Peak
Amplitude in Neonatal Brain Monitoring of Premature Infants. J.Clinph. 2012;123:
2139–53
36. Gonzáles JJ, Mańas S, Vera LD, Mĕndez LD, Lŏpez S, Garrido JM, dkk. Assessment of
Electroencephalographic Functional Connectivity in term and preterm Infant.
J.Clinph.2011;122:696–702
37. Myers MM, Grieve PG, Izraelit A, Fifer WP, Isler JR, Darnal RA, dkk. Developmental
Profiles of Infant EEG: overlap with transient cortical circuits. J.Clinph. 2012;123:1502–
11
38. Cui H, Ding Y, Yu Y, Yang L. Changes of Amplitude Integration Electroencephalogram
(aEEG) in Different Maturity Preterm Infant. Child Nerv Syst. 2013
39. Bowen JR, Paradisis M, Shah D. Decreased aEEG Continuity and Baseline Variability in
The First 48 hours of Life Associated with Poor Short term Outcome in Neonates Born
Before 29 Weeks Gestation. Pediatr Res. 2010;67:538–44
40. Chalak LF, Sikes NC, Mason MJ, Kaiser JR. Low Voltage aEEG as Predictor of
Intracranial Hemorrhage in Preterm Infants. J.PediatrNeurol. 2011;44(5):364–9.
16
41. Van Rooij LGM, Toet MC, van Huffelen AC, Groenendaal F, Laan W, Zecic A, dkk.
Effect of Treatment of Subclinical Neonatal Seizures detected with aEEG: Randomized,
Controlled Trial. Pediatrics. 2010;125:e358–66
42. Sommers R, Tucker R, Laptook A.. Amplitude-Integrated EEG differences in Premature
Infants with and without bronchopulmonary Dysplasia: a cross sectional study. Acta
Paediatrica. 2011;100:1437–41
43. Olischar M, Shany E, Aygun C, Azzopardi D, Hunt RW, Toet MC, dkk. Amplitude-
Integrated Electroencephalography in Newborn with Inborn Error of Metabolism.
Neonatology. 2012;102:203–11