pengeringan dan pendinginan
DESCRIPTION
Pengeringan dan Pendinginan Bahan Hasil PertanianTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagian besar produk pertanian, khususnya buah-buahan dan sayuran lebih
banyak dikonsumsi dalam bentuk segar dari pada dalam bentuk olahan. Disamping
mengandung bahan-bahan seperti protein, karbohidrat dan vitamin yang masih cukup
tinggi, juga masih mempunyai cita rasa yang segar dan menarik. Namun demikian
karena sifat dari produk pertanian itu sendiri yang mudah busuk dan rusak maka
alternatif untuk diolah menjadi produk pasca panen merupakan hal yang bijaksana
untuk di lakukan. Tingkat kerusakan produk pertanian khususnya buah dan sayuran
diperkirakan sekitar 30 % sampai dengan 40 % , sedangkan 60 % dikonsumsi dalam
bentuk segar dan olahan. Oleh sebab itu diperlukan suatu cara untuk dapat
memperlambat terjadinya kerusakan pada bahan pertanian tersebut atau dengan kata
lain diperlukan suatu proses yang dapat mengawetkan bahan tersebut. Cara yang
lazim digunakan dalam proses pengawatan bahan hasil pertanian adalah dengan
mengeringkan atau mendinginkan bahan hasil pertanian tersebut. pengeringan sendir
berguna untuk membantu menghambat kerusakan bahan hasil pertanian terutama
yang disebabkan oleh proses fisiologis, biologis dan kimia baik secara enzimatis
maupun secara non-enzimatis. Begitu juga dengan proses pendinginan, dengan
menurunkan suhu bahan, kita dapat memperlambat laju metabolisme.
1.2 Tujuan Praktikum
Praktikan diharapkan mampu memahami dan mengerti proses pengeringan
dan pendinginan pada suatu bahan hasil pertanian, dan juga mengatahui apa yang
akan terjadi pada suatu bahan setelah bahan tersebut diproses. Selain itu praktikan
juga diharapkan mampu mencari kurva atau persamaan matematis dari proses yang
terjadi tersebut sehingga dapat memprediksi kebutuhan waktu dan suhu dalam
melakukan proses pengawetan bahan hasil pertanian secara lebih efektif dan efisien.
Selain itu setelah praktikum, praktikan harus mengetahui pengaruh pengeringan dan
pendinginan terhadap kadar air pada bahan tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Untuk mendapatkan hasil pengolahan yang baik dan kualitas yang
diinginkan, diharapkan mengetahui terlebih dahulu dasar-dasar tentang pengolahan
dan pengawetan produk pertanian. Hal ini akan berpengaruh pada usaha-usaha untuk
memodifikasi dan mengembangkan produk pangan yang baru dan inovatif. Teknologi
pasca panen pada umumnya merupakan penerapan secara teknik dari ilmu dan
mekanisasi dalam perlakuan dan pengolahan untuk mengamankan dan mempertinggi
daya guna makanan berdasarkan ilmu kimia, fisika, biologi dan mekanisasi.
Pengawetan bahan hasil pertanian khususnya makanan sudah dikenal sejak
berabad-abad lamanya. Mula-mula pengawetan hanya dikerjakan agar bahan makan
dapat disimpan hingga waktu paceklik atau apabila produksi sangat melimpah, tetapi
untuk masa sekarang pengawatan sangatlah diperlukan ditengah semakin
membanyaknya penghuni bumi dan semakin sedikitnya lahan pertanian yang ada.
Secara garis besar, pengolahan makanan dapat dibagi dalam tiga golongan.
1. Pengawetan secara fisika
Pendinginan
Pengeringan (pengeringan matahari atau penjemuran dan pengeringan buatan)
Pengalengan atau pembotolan
2. Pengawetan secara kimia
Pengawetan dengan garam dapur
Pengawetan dengan asam
Pengawetan dengan karbon dioksida
Pengawetan dengan antibiotika atau bahan pengawetan lainnya
Pengawetan dengan gula
3. Pengawetan secara mikrobiologi
Pada praktikum kali ini kita hanya melakukan proses pengawetan dengan
cara fisik yaitu pendinginan dan pengeringan. Jadi untuk selanjutnya proses
pengawetan secara kimia dan secara mikrobiologis tidak akan dibahas tetapi hanya
proses pendinginan dan pengeringan saja.
Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperlambat reaksi
metabolisme. Selain itu dapat juga mencegah pertumbuhan mikroorganisme
penyebab kerusakan atau kebusukan bahan pangan. Cara pengawetan bahan pangan
pada suhu rendah dibedakan menjadi 2 (dua) cara yaitu pendinginan dan pembekuan.
Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan pada suhu di atas titik beku
(di atas 0o C), sedangkan pembekuan dilakukan di bawah titik beku. Pendinginan
biasanya dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan selama beberapa hari atau
beberapa minggu, sedangkan pembekuan dapat bertahan lebih lama sampai beberapa
bulan. Pendinginan dan pembekuan masing-masing berbeda pengaruhnya terhadap
rasa, tekstur, warna, nilai gizi dan sifat-sifat lainnya. Pengawetan dengan jalan
pendinginan dapat dilakukan dengan penambahan es yang berfungsi mendinginkan
dengan cepat pada suhu 0o C, kemudian menjaga suhu selama penyimpanan. Jumlah
es yang digunakan tergantung pada jumlah dan suhu bahan, bentuk dan kondisi
tempat penyimpanan, serta penyimpanan atau panjang perjalanan selama
pengangkutan. Bahan pangan yang diawetkan dengan cara pendinginan tidak
mengalami perubahan, sedangkan dengan cara pengeringan bahan mengalami sedikit
peruhanan rasa. Bahan pangan yang diawetkan dengan pemanasan, peragian atau
penambahan bahan-bahan kimia akan berubah baik rasa, bentuk maupun
tampilannya, misalnya selai, sari buah, tempe, kecap, tapai dan lain-lain.
Untuk kebutuhan keluarga, daya tahan bahan pangan dapat diperpanjang
untuk waktu tertentu apabila disimpan pada suhu rendah, misalnya dalam lemari es.
Namun masih banyak masyarakat yang belum mampu memiliki lemari es yang masih
tergolong barang mewah. Selain itu masih banyak tempat tinggal di desa yang belum
menggunakan listrik. Oleh karena itu, pengetahuan cara mengolah dan mengawetkan
bahan pangan untuk memperpanjang masa simpannya perlu diketahui oleh
masyarakat pedesaan atau yang ekonominya masih rendah. Jika suhu penyimpanan
diturunkan maka bahan yang disimpan akan lebih tahan lama sebab perkembangan
jasad renik dan metabolisme bahan yang disimpan akan berjalan lebih lambat.
Secara ilmiah, kita dapat mengatakan bahwa pendinginan merupakan proses
ekstraksi energi panas dari bahan hasil pertanian dari suhu yang lebih tinggi ke suhu
udara lingkungan yang lebih rendah, atau perpindahan energi panas dari satu fluida ke
fluida lainnya dibawah kondisi adiabatis. Laju perpindahan energi panas dari sistem
pendingin untuk mempertahankan suhu operasi yang rendah disebut beban
pendinginan (refrigeration load). Oleh karena itu, suatu sistem pendingin harus
mencukupi kebutuhan beban pendinginan untuk mempertahankan suhu rendah dalam
jangka waktu yang lama. Secara umum pendinginan dibagi atas:
o Pendinginan alami (natural refrigeration)
Pendinginan ini dihasilkan dengan menggunakan es. Pendinginan ini dapat
menurunkan suhu didalam sistem pendinginan hingga 4,4°C., maka es perlu
dicampur dengan bahan kimia seperti tertera pada tabel dibawah ini
Tabel 1. Suhu dari hasil pencampuran dengan bahan kimia
Bahan kimia% bahan kimia
dalam campuran Suhu (°C)
NaCl 25 -18,7
CaCl2 60 -33,1
HNO3 (Dilute) 50 -35,0
KOH 57 -39,1
HNO3 (trace H2SO4) 50 -40,0
Sumber : Henderson dan Perry, 1978
o Pendinginan mekanis (mechanical refrigeration)
Pendinginan ini dilakukan dengan peralatan mekanis, dengan alat-alat
elektronik dan mesin atau energi lain yang pengoperasiannya didasarkan pada prinsip
termodinamika yang sering disebut dengan istilah sistem pendinginan mekanik.
Sistem ini mmbuang energi panas dari ruang pendingin ke lingkungan. Perpindahan
energi panas ini menggunakan medium fluida kerja atau refrigeran. Refrigeran
memiliki titik didih lebih rendah dari air, misalnya amonia memiliki titik didih -
33,3°C pada tekanan atmosfer, untuk menaikkan hingga 0°C maka tekanan harus
dinaikkan 428,5 kPa. Refrigeran memiliki beberapa jenis, yang lazim digunakan
adalah
Refrigeran amonia, refrigeran ini memiliki energi panas laten penguapan
yang tinggi diantara refrigeran yang lain. Amonia bersifat non korosif
terhadap besi baja, tetapi dapat menyebabkan korosi pada tembaga,
kuningan dan perunggu. Amonia dapat menyebabkan iritasi pada membran
berlendir dan mata. Amonia juga bersifat racun pada konsentrasi 0,5 %
volume di udara. Bila terjadi kebocoran pada sistem refrigerasi maka akan
segera tercium bau amonia.
Refrigeran 12 (freon 12), jenis ini digunakan pada comfort conditioning
system. Freon 12 adalah nama dagang yang diproduksi oleh DuPont. Energi
panas latennya lebih rendah dibandingkan amonia, jadi diperlukan berat
refrigeran yang lebih banyak yang akan disirkulasi untuk menghasilkan
kapasitas yang sama.
Refrigeran 22, jenis ini sangat efektif digunakan pada suhu rendah (-40°C
sampai -87°C). Jenis ini memiliki volume spesifik rendah, sehingga dapat
menghasilkan perpindahan energi panas lebih besar daripada refrigeran 12
pada jenis kompresor yang sama.
Misicool ferrigerant-12 (MC-12) jenis refrigeran yang terbuat dari
hidrokarbon yang diberi nama sesuai dengan daerah penghasilnya yaitu
kilang untu pengolahan III Plajupalembang sumatera selatan. Jenis MC-12
ini intuk pendingin yang menggunakan refrigeran R-12 seperti AC mobil,
kulkas, freezer, water dispenser dan sejenisnya.
MC-22, sama dengan MC-12 tetapi ini lebih cocok bila digunakan pada AC
window, AC split dan sejenisnya karena jenis ini menggunakan R-22
MC-134, jenis ini menggunakan pendingin atau refrigeran R-134a seperti
AC mobil, freezer, ware dippenser dan sejenisnya
MC-600, sebagai refrigerant hidrokarbon pengganti R-600a pada mobil
mewah.
Pengeringan beku (freeze drying) adalah salah satu metoda pengeringan
yang mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan,
khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas. Keunggulan
pengeringan beku, dibandingkan metoda lainnya, antara lain adalah (Melor, 1978) :
a. dapat mempertahankan stabilitas produk (menghindari perubahan aroma, warna,
dan unsur organoleptik lain)
b. dapat mempertahankan stabilitas struktur bahan (pengkerutan dan perubahan
bentuk setelah pengeringan sangat kecil).
c. dapat meningkatkan daya rehidrasi (hasil pengeringan sangat berongga dan
lyophile sehingga daya rehidrasi sangat tinggi dan dapat kembali ke sifat
fisiologis, organoleptik dan bentuk fisik yang hampir sama dengan sebelum
pengeringan).
Keunggulan-keunggulan tersebut tentu saja dapat diperoleh jika prosedur
dan proses pengeringan beku yang diterapkan tepat dan sesuai dengan karakteristik
bahan yang dikeringkan. Kondisi operasional tertentu yang sesuai dengan suatu jenis
produk tidak menjamin akan sesuai dengan produk jenis lain karena karakteristik
setiap jenis berbeda, jadi perlakuakn terhadap jenis tersebut tidak dapat
disamaratakan. Dalam hal ini, penelitian rinci mengenai karakteristik pengeringan
beku berbagai jenis produk sangat diperlukan karena masih sangat terbatas,
khususnya untuk produk-produk khas Indonesia seperti buahan eksotik, hasil
perkebunan, bahan ramuan obatan tradisional (jamu), dan produk perairan. Data
karakteristik pengeringan beku tersebut sangat bermanfaat untuk menentukan kondisi
operasi pengeringan beku yang optimal untuk masing-masing produk tersebut.
Disamping itu, metoda pengeringan beku secara ekonomis membutuhkan biaya
investasi dan biaya operasional yang tinggi, sehingga dengan prosedur operasi yang
optimal, diharapkan hal tersebut dapat diatasi.
Pengeringan beku merupakan prosedur yang umum diterapkan pada
kategori bahan, sebagai berikut:
a. bahan pangan dan bahan farmasi (obatan)
b. plasma darah, serum, larutan hormon,
c. organ untuk transplantasi
d. sel hidup, untuk mempertahankan daya hidupnya dalam jangka waktu
yang lama.
Pengeringan beku bahan pangan masih jarang dilakukan, karena biaya
pengeringan yang relatif mahal dibandingkan harga bahan pangan tersebut. Salah satu
penyebabnya adalah tingginya resistensi terhadap perpindahan panas selama periode
akhir pengeringan yang menyebabkan lambatnya laju pengeringan dan sebagai
konsekuensinya, meningkatnya biaya operasi. Akan tetapi, disamping pembuatan
kopi instan dengan pengeringan beku, yang sejak lama telah dilakukan secara
komersil, akhir-akhir ini produk hasil pengeringan beku semakin marak di pasar
internasional, seperti udang kering beku dan durian kering beku.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan laju pengeringan
tersebut, karena semakin besar laju pengeringan berarti dapat menghemat waktu
pengeringan, diantaranya dengan menerapkan sistem pemanasan volumetrik
menggunakan energi gelombang elektromagnetik (gelombang mikro dan frekuensi
radio), dan mengatur siklus tekanan dan pemanasan selama pengeringan untuk
meningkatkan konduktivitas panas dan permeabilitas uap air bagian kering bahan
(Tambunan, 1999; Araki et al, 1998). Terlepas dari berbagai usaha tersebut,
optimalisasi proses pengeringan beku harus dimulai dari pemahaman mendalam
mengenai mekanisme pengeringan beku tersebut.
Pada cara pengeringan kadar air bahan diturunkan sedemikian rupa sehingga
enzim-enzim tidak dapat bekerja dan jasad renik tidak dapat berkembang biak.
Banyaknya sisa air yang diperbolehkan adalah berbeda untuk tiap jenis bahan. Faktor
faktor yang mempengaruhi antara lain kadar gula, kadar garam, lamanya
penyimpanan dan sebagainya. Pada umumnya kadar air bahan makanan yang telah
dikeringkan antara 1 sampai 20 %.
Untuk pengeringan dengan matahari dapat dilakukan secara penjemuran
sederhana dengan penghamparan di bawah sinar matahari atau dikerjakan dengan
mempergunakan alat pengering tenaga tata surya. Bila perlu untuk menghindari
menjadi hitamnya jaringan-jaringan sebelum dikeringkan dilakukan terlebih dahulu
pembelerangan. Pemberian uap belerang dibakar (gas belerang dioksida) berjalan
selama 15 menit sampai beberapa jam. Banyaknya belerang diserap dipengaruhi oleh
suhu dan pendekatan belerang dioksida tersebut. Pembelerangan ini rata-rata
membutuhkan 1000 sampai 3000 bagian per juta belerang dioksida yang sebagian
besar akan hilang waktu proses pengeringan berikutnya.
Pada pengeringan buatan, tiap butir atau tiap potong bahan makanan yang
mempunyai kadar air tertentu mempunyai keseimbangan dengan kelembaban nisbi
udara. Pada pengeringan buatan, sifat ini harus diperhatikan pula bahwa suhu dan
lamanya pengeringan akan mempengaruhi rasa, warna, dan kekerasan bahan tersebut.
Tabel 2. Jenis dan kandungan air biji-bijian
JENIS BIJI-BIJIAN KADAR AIR (%)
Padi 22 – 30 %
Jagung 23 – 27 %
Gandum 18 – 22 %
Kedelai 22 – 27 %
Kacang tanah 24 – 34 %
Kacang hijau 22 – 27 %
Gambar 1. Desikator
Sumber : www.labx.com
III.METODOLOGI PENGAMATAN DAN PENGUKURAN
Alat dan Bahan
Alat : 1. Timbangan analitik untuk mendapatkan massa bahan
2. Wadah (mangkok kecil atau cawan) sebagai tempat meletakan bahan
saat ditimbang dan dimasukkan kedalam oven ataupun refrigerator
3. Pinset untuk mempermudah kita memasukkan gabah ke cawan sesuai
dengan berat yang diinginkan (5 gram) serta dapat juga digunakan untuk
membersihkan wadah bahan pada moisture tester
4. Moisture Tester sebagai alat untuk mengukur kadar air dari bahan
tersebut baik sebelum maupun setelah proses pendinginan maupun
pengeringan
5. Sikat atau benda lainnya untuk membersihkan wadah bahan pada
moisture tester
6. Oven sebagai tempat untuk mengeringkan gabah tersebut
8. refrigerator sebagai tempat untuk mendinginkan gabah tersebut
9. Desikator sebagai tempat untuk menjaga agar penguapan air dari gabah
dapat terhenti sehingga diperolah data pengeringan yang benar-benar
dari oven
10. Mengukur laju pengeringan dan pendinginan pada gabah dan membuat
grafik terhadap hubungannya dengan waktu serta menentukan
persamaan yang sesuai untuk proses tersebut
Bahan : gabah
Prosedur Percobaan
1) Menghitung laju pengeringan
a) Mengukur kadar air bahan sebanyak tiga kali, kemudian cari rata-ratanya
sambil mengukur suhu dan RH udara lingkungan
b) Selanjutnya adalah mengisi bahan kedalam 27 buah cawan yang memiliki
tanda yang sebelumnya telah dipanaskan di dalam oven selama 20 menit.
Massa bahan yang dimasukkan kedalam setiap cawan adalah 5 gram.
(penandaan cawan ini dilakukan dimana pada setiap waktu tertentu terdapat
tiga cawan, contohnya pada menit ke 4 terdapat tiga cawan, cawan 4a, 4b, dan
4c. sehingga jumlahnya mencapai 27 buah cawan)
c) Setelah seluruh cawan terisi dengan gabah, selanjutnya adalah memasukkan
cawan kedalam oven secara bersaman sambil mengatur suhu oven pada 70°C.
d) mengeluarkan tiga buah cawan setiap empat menit sekali dari oven secara
bersamaan sesuai dengan batas waktu pada label cawan tersebut.
e) Segera memasukkan cawan yang baru dikeluarkan dari oven ke desikator
selama 10 menit
f) Mengukur kadar air bahan setelah 10 menit didalam desikator
g) Membuat grafik hubungan antara kadar air basis kering terhadap waktu dan
mencari persamaan garis yang dihasilkannya
h) Membuat grafik hubungan antara laju pengeringan terhadap waktu dan
mencari persamaan garis yang dihasilkannya
2) Menghitung laju pendinginan
a) Mengukur kadar air bahan sebanyak tiga kali, kemudian cari rata-ratanya
sambil mengukur suhu dan RH udara lingkungan
b) Selanjutnya adalah mengisi bahan kedalam 27 buah cawan yang memiliki
tanda. Massa bahan yang dimasukkan kedalam setiap cawan adalah 5 gram.
(penandaan cawan ini dilakukan sama seperti pada proses pengeringan)
c) Setelah seluruh cawan terisi dengan gabah, selanjutnya adalah memasukkan
cawan kedalam refrigeratot secara bersaman sambil mengatur suhu
refrigerator.
d) Mengeluarkan tiga buah cawan setiap empat menit sekali dari refrigerator
secara bersamaan sesuai dengan batas waktu pada label cawan tersebut
e) Segera memasukkan cawan yang baru dikeluarkan dari refrigerator ke
desikator selama 10 menit
f) Mengukur kadar air bahan setelah 10 menit didalam desikator
g) Membuat grafik hubungan antara kadar air basis kering terhadap waktu dan
mencari persamaan garis yang dihasilkannya seperti pada proses pengeringan
h) Membuat grafik hubungan antara laju pengeringan terhadap waktu dan
mencari persamaan garis yang dihasilkannya seperti pada proses pengeringan
IV. HASIL PERCOBAAN
1. Laju pengeringan
No Waktu (t)Kadar Air
% bbKadar Air
% bk Ka % bk
( Mt) waktu
(t)
Laju pengeringan
(ΔMtΔt )
1 0’ 29,33 41,502 -
4
-
2 4’ 28,83 40,51 0,992 0,248
3 8’ 25,87 34,9 5,61 1,4025
4 12’ 25,1 33,51 1,39 0,3475
5 16’ 24,67 32,75 0,76 0,19
6 20’ 20,87 26,4 6,35 1,5875
7 24’ 20,57 25,9 0,5 0,125
8 28’ 17,63 21,4 4,5 1,125
9 32’ 14,4 16,8 4,6 1,15
Grafik perubahan kadar air terhadap waktu dengan persamaan logaritma
Grafik Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu
y = -10,771Ln(x) + 45,729
R2 = 0,8527
0
10
20
30
40
50
0’ 4’ 8’ 12’ 16’ 20’ 24’ 28’ 32’
Waktu
Kad
ar A
ir %
bk
Grafik perubahan kadar air terhadap waktu dengan persamaan eksponensial
Grafik Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu
y = 49,778e-0,1061x
R2 = 0,9366
0
10
20
30
40
50
0’ 4’ 8’ 12’ 16’ 20’ 24’ 28’ 32’
Waktu
Kad
ar A
ir %
bk
Grafik perubahan kadar air terhadap waktu dengan persamaan polinomial
Grafik Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu
y = -0,1018x2 - 2,003x + 43,646
R2 = 0,978
0
10
20
30
40
50
0’ 4’ 8’ 12’ 16’ 20’ 24’ 28’ 32’
Waktu
Kad
ar A
ir %
bk
Grafik laju pengeringan terhadap kadar air dengan persamaan linier
Grafik Laju Pengeringan Terhadap Kadar air
y = 0,1291x
R2 = 0,1669
0
0,4
0,8
1,2
1,6
41,502 40,51 34,9 33,51 32,75 26,4 25,9 21,4 16,8
Kadar Air
Laj
u P
eng
erin
gan
Grafik laju pengeringan terhadap waktu dengan persamaan logaritma
Grafik Laju Pengeringan Terhadap Kadar air
y = 0,4035Ln(x) + 0,1122
R2 = 0,2193
0
0,4
0,8
1,2
1,6
41,502 40,51 34,9 33,51 32,75 26,4 25,9 21,4 16,8
Kadar Air
Laj
u P
eng
erin
gan
Grafik laju pengeringan terhadap waktu dengan persamaan polinomial
Grafik Laju Pengeringan Terhadap Kadar air
y = -0,0096x2 + 0,1974x
R2 = 0,1953
0
0,4
0,8
1,2
1,6
41,502 40,51 34,9 33,51 32,75 26,4 25,9 21,4 16,8
Kadar Air
Laj
u P
eng
erin
gan
2. Laju pendinginan
No Waktu (t)Kadar Air
% bbKadar Air
% bk Ka % bk
( Mt) waktu
(t)
Laju pengeringan
(ΔMtΔt )
1 0’ 13,5 15,61 -
4
-
2 4’ 13,73 15,92 0,31 0,0775
3 8’ 13,93 16,19 0,27 0,0675
4 12’ 14,23 16,59 0,4 0,1
5 16’ 14,36 16,77 0,18 0,045
6 20’ 14,37 16,78 0,01 0,0025
7 24’ 14,53 17,00 0,22 0,055
8 28’ 14,13 16,65 0,35 0,0875
9 32’ 14,60 17,10 0,45 0,1125
10 36’ 14,7 17,23 0,13 0,0325
Grafik perubahan kadar air terhadap waktu dengan persamaan logaritmic
Grafik Kenaikan Kadar Air terhadap Waktu
y = 0,6894Ln(x) + 15,543
R2 = 0,9271
10
12
14
16
18
20
4’ 8’ 12’ 16’ 20’ 24’ 28’ 32’ 36’
Waktu
Kad
ar A
ir
Grafik perubahan kadar air terhadap waktu dengan persamaan Eksponensial
Grafik Kenaikan Kadar Air terhadap Waktu
y = 15,714e0,0097x
R2 = 0,8464
10
12
14
16
18
20
4’ 8’ 12’ 16’ 20’ 24’ 28’ 32’ 36’
Waktu
Kad
ar A
ir
Grafik laju pendinginan terhadap kadar air dengan persamaan Logaritmic
Grafik Laju Pendinginan terhadap Kadar Air
y = 0,0162Ln(x) + 0,0335
R2 = 0,09510
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
15,61 15,92 16,19 16,59 16,77 16,78 17 16,65 17,1 17,23
Kadar Air
Laj
u P
end
ing
inan
Grafik laju pendinginan terhadap kadar air dengan persamaan Polinomial
Grafik Laju Pendinginan terhadap Kadar Air
y = -0,0009x2 + 0,0126x + 0,0231
R2 = 0,07940
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
15,61 15,92 16,19 16,59 16,77 16,78 17 16,65 17,1 17,23
Kadar Air
Laj
u P
end
ing
inan
V. PEMBAHASAN
Yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah mengeringkan dan
mendinginkan bahan hasil pertanian. Sayangnya saya tidak ikut melakukan proses
pendinginan, tetapi hanya proses pengeringan saja, jadi agak susah untuk membahas
mengenai proses pengeringan karena saya tidak melakukannya dan hanya
mendapatkan data dari kelompok yang lain. Jadi bila ternyata terjadi kesalahan dalam
prosedur praktikum yang saya buat diatas, saya minta maaf.
Dalam proses pengeringan ini, suhu dalam oven tidak dapat diatur dengan
baik. Saat kita memasukkan bahan kedalam oven, suhu oven hanya sekitar 65-70°C
(angka pastinya saya lupa), tetapi saat bahan dipanaskan selama hampir 30 menit,
suhu dalam oven tersebut mencapai 77°C. ini jelas sangat mempengaruhi akurasi data
pengeringan yang kita dapatkan, karena seharusnya pengeringan tersebut dilakukan
pada suhu yang konstan atau stabil. Ini mungkin karena keterbatasan alat yang tidak
bisa mengatur suhu sesuai dengan permintaan kita, dimana pengaturan suhu hanya
berupa handle yang diputar kekanan untuk menaikkan suhu, tanpa bisa memasukkan
input besarnya suhu yang kita kehendaki. Disamping faktor alat tersebut, faktor lain
yang mempengaruhi tidak stabilnya suhu pada oven tersebut adalah karena kita
terlalu sering membuka dan menutup oven tersebut. Ini membuat suhu ruangan dalam
oven tersebut menjadi tidak stabil karena pada saat oven tersebut dibuka, udara
lingkungan yang jelas suhunya lebih rendah dari suhu oven bercampur dengan suhu
dalam oven tersebut, sehingga suhu dalam oven tersebut menjadi menurun.
Setelah bahan tersebut dikeringkan dalam oven sesuai dengan ketetapan
waktu yang diinginkan, bahan tersebut segera dimasukkan dalam desikator. Fungsi
desikator disini adalah agar kita benar-benar mengetahui atau mendapatkan data
seberapa besar kadar air yang teruapkan selama proses pengeringan dalam oven dan
menghambat penguapan air setelah selesai diovenkan. Karena bila kita langsung
meletakkan bahan di udara terbuka, maka laju penguapan bahan tersebut akan
berjalan dan kita tidak akan dapat mengetahui berapa besar air yang teruapkan dari
proses pengovenan tersebut.
Dari data yang kami peroleh, terlihat bahwa pada proses pengeringan atau
pengovenan, kadar air bahan setalahnya memang menjadi berkurang. Ketika bahan
tersebut dikeringkan selama 32’, kadar air bahan tersebut berkurang sebanyak
14,93% basis basah, lebih dari setengah dari total kadar air awal yang teruapkan
selama pengeringan. Untuk kadar air basis keringnya malah lebih besar lagi yang
teruapkan atau air yang hilang yaitu sebesar 24,702%. Data yang sedikit menyimpang
adalah pada cawan 36’ dimana kadar air cawan 36’ lebih besar dari cawan 32’,
padahal seharusnya lebih rendah dari cawan 32’ tersebut. Ini akibat human error,
dimana pada saat cawan yang lain telah dipanaskan dalam oven selama hampir 10
menit, kami baru tersedar bahwa cawan 36’ tersebut belum masuk, ini mengakibatkan
kadar airnya jadi lebih tinggi disamping tentunya karena faktor tidak stabilnya suhu
dalam oven tersebut. Dari grafik yang dihasilkan antara kadar air dan waktu, kita
dapat melihat bahwa semakin lama bahan tersebut didalam oven atau semakin lama
pengeringannya, maka semakin sedikit pula kadar air bahan tersebut. persamaan yang
paling tepat untuk menggambarkan hubungan diantara keduanya adalah persamaan
polinomial dengan R2 = 0,9778 yaitu :
y = -0,1018 x2+ 2,003 x + 43,646
Sedangkan untuk laju pengeringannya, jelas tidak sesuai dengan apa yang
seharusnya. Pada data laju pengeringan yang kami peroleh, laju pengeringannya
sangatlah tidak stabil, sehingga grafik yang dihasilkanpun jadi sangat jauh melenceng
dari yang seharusnya.. Seharusnya grafik yang terbentuk adalah menanjak ketika laju
pengeringan nelum konstan lalu kemudian sedikit mendatar dimana kondisi
pengeringan adalah laju pengeringan yang konstan. Ini mungkin saja ini karena suhu
dalam oven tersebut yang tidak stabil dan mungkin juga karena setelah bahan selesai
dikeluarkan dari desikator, bahan tidak langsung diukur kadar airnya, walaupun
menurut saya itu hanya akan mempengaruhi sedikit saja dan tidak separah seperti apa
yang terlihat di grafik.
Pada proses pendinginan, perubahan kadar airnya tidak secepat pada proses
pengeringan. Saya tidak mengetahui berapa suhu pada refrigerator saat proses
pendinginan ini, tetapi perbedaan yang begitu jauh saya rasa tidak wajar. Pendinginan
selama 36’ hanya menghasilkan peningkatan kadar air sebanyak 1,2% basis basah
dan 1,62% pada basis kering. Data yang agak aneh yaitu pada kadar air basis basah
pada 16’ dan 20’ dimana kenaikan kadar airnya hanya 0,01% saja. Untuk kadar air
basis kering, yang aneh adlah data 28’ dimana kadar air pada 24’ adalah 17,00% tapi
malah menurun menjadi 16,65%. Untungnya pada 32’ datanya kembali naik menjadi
17,10%.
Dari grafik antara kadar air dengan waktu, kita memperoleh persamaan
logaritmic adalah persamaan yang paling cocok untuk menggambarkan hubungan
antara keduanya secara matematis. Ini karena R2 dari persamaan tersebut paling
mendekati 1 yaitu sebesar 0,9271. persamaannya adalah
y= 0 , 6894 ln x + 15 ,543
Sedangkan untuk hubungan antara laju pendinginan dengan kandungan kadar
air bahan, tidak jauh berbeda dengan grafik laju pengeringan. Sangat sulit untuk
membahasnya karena datanya begitu tidak teratur. Menurut saya faktor yang
mempengaruhi ketidakteraturan data laju pengeringan dan pendinginan adalah faktor
yang sama, entah itu tidak stabilnya suhu dalam oven atau dalam refrigerator atau
mungkin ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi dan mengakibatkan
berantakannya data ini. Atau bisa jadi karena saya yang salah mengolah datanya.
VI. KESIMPULAN
1. Proses pendinginan merupakan proses pengawetan bahan hasil pertanian dengan
cara menambahkan kadar air pada bahan tersebut, seperti pada hasil praktikum kali
ini dimana setelah didinginkan selama lebih dari setengah jam kadar air bahan naik
1,62%.
2. Proses pengeringan merupakan proses pengawatan bahan hasil pertaniana dengan
cara menurunkan kandungan atau kadar air bahan pertanian tersebut, seperti pada
praktikum kali ini kadar airnya berkurang sekitar 24,702%.
3. Lebih cepat untuk mengurangi kadar air suatu bahan dibanding bila kita ingin
meningkatkan kadar air bahan tersebut, seperti pada hasil yang diperoleh dimana
selama sekitar setengah jam pendinginan kadar air hanya meningkat sebanyak
1,62% sedangkan pada proses pengeringan selama setengah jam air yang hilang
dari bahan tersebut sebanyak 24,701%.
4. Faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah faktor tidak stabilnya suhu
dalam alat pengering. Bila suhu dalam alat pengering tersebut stabil, maka tidak
mustahil kadar air pada bahan tersebut bisa mencapai 10%
5. Faktor yang mempengaruhi proses pendinginan adalah faktor tidak stabilnya suhu
dalam alat pengering. Bila suhu dalam alat pendingin tersebut stabil, maka tidak
mustahil kadar air pada bahan tersebut bisa mencapai 17%
6. faktor lain yang mempengaruhi besarnya laju pengeringan dan pendinginan adalah
seringnya alat pengering dan pendingin tersebut dibuka sehingga udara luar
tercampur dan akhirnya suhu didalam alat tersebut menjadi tidak stabil. Termasuk
disini seringnya membuka desikator sehingga menskipun bahan ada didalam
desikator tersebut, penguapan masih tetap terjadi
7. dalam mengukur kadar air setelah proses pengeringan maupun pendinginan,
sebaiknya ketika bahan dikeluarkan dari desikator kadar air alat tersebut lansung
diukur, tidak dibiarkan beberapa bercampur dengan udara sekitar