pengendalian hama menggunakan kultur teknis
TRANSCRIPT
PENGENDALIAN HAMA MENGGUNAKAN KULTUR TEKNIS
Tugas ini diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah Tekperlintan II
KELOMPOK : 8
ANGGOTA :
FERI MEGA NURRIZQI 150510100127
AISYAH NUR HASANAH 150510100128
CHRISTYANDO R.S 150510100129
DINA SEPTRIA 150510100130
HASBURRAHMAN ABI M 150510100131
NIA DESIANA 150510100132
KELAS : AGROTEKNOLOGI C
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2011
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas terselesaikannya makalah ini.Makalah
ini berisikan tentang materi Pengendalian Hama dengan Kultur Teknis. Makalah ini kami sajikan
untuk melengkapi nilai mata kuliah Tekperlintan II.
Makalah ini berisikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh dosen mengenai
Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis.
Akhir kata, kami megucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pengerjaan makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.kami
juga meminta maaf jika terdapat kesalahan dalam makalah kami.
Wassalamu’alaikum wr.Wb.
Jatinangor, November 2011
Penyusun
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengendalian Secara Kultur Teknik
Pengendalian tersebut merupakan pengendalian yang bersifat preventif, dilakukan sebelum
serangan hama terjadi dengan tujuan agar populasi OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)
tidak meningkat sampai melebihi ambang kendalinya.
Menurut Pedigo (1996) dalam Untung (2006) sebagian besar teknik pengendalian secara
budidaya dapat dikelompokan menjadi empat dengan sasaran yang akan dicapai, yaitu 1)
mengurangi kesesuaian ekosistem, 2) Mengganggu kontinuitas penyediaan keperluan hidup
OPT, 3) Mengalihkan populasi OPT menjauhi tanaman, dan 4) Mengurangi dampak
kerusakan tanaman.
Pola tanam
a.Tanam serempak
Harus dilaksanakan di areal yang cukup luas, minimal satu hamparan dengan
golongan air yang sama.
Tujuannya untuk membatasi perkembangbiakan serangga hama.
Contoh :
- Pengendalian walang sangit → pada padi
- Pengendalian lalat kacang → pada kedelai (menyerang kotiledon kedelai)
Pengendalian ini secara tidak langsung mengurangi populasi, yaitu
memeratakan serangan per petak (dikonsentrasikan pada petak yang banyak
makanannya).
Penananam serempak dalam satu hamparan yang luas akan memperpendek
masa ketersediaan makanan hama karena panen dapat dilakukan bersamaan.
Penanaman serempak akan memperkecil risiko serangan karena hama bisa
terbagi-bagi.
b. Panen serempak
c. Panen berjalur (Strip farming)
d. Pergiliran tanaman/Rotasi tan.
-Tujuannya untuk mematikan kehidupan hama dengan menghilangkan
tanaman inang.
-Sangat efektif pada serangga-serangga monofag.
e. Tumpangsari/Intercropping
Menanam minimal dua jenis tanaman di lahan yang sama dalam barisan-
barisan (tumpang sari).
Sistem tumpangsari sering menyebabkan penurunan kepadatan populasi hama
dibanding system monokultur, hal ini disebabkan karena peran senyawa kimia
mudah menguap (atsiri) yang dilepas dan gangguan visual oleh tanaman bukan
inang akan mempengaruhi tingkah laku dan kecepatan kolonisasi serangga
pada tanaman inang.
Contoh : tanaman bawang putih yang ditanam diantara tanaman kubis dapat
menurunkan populasi Plutella xylostella yang menyerang tanaman kubis
tersebut. Hal ini karena senyawa yang dilepas oleh bawang putih tidak sama
dengan senyawa yang dilepas tanaman kubis sehingga P. xylostella kurang
menyukai habitat tanaman tumpangsari tersebut. Tanaman bawang putih
melepas senyawa alil sulfida yang diduga dapat mengurangi daya rangsang
senyawa atsiri yang dilepas kubis atau bahkan dapat mengusir hama tersebut.
f. Tanaman perangkap
Tanaman perangkap yang digunakan adalah varietas/tanaman yang paling
rentan dan ditanam lebih dahulu.
Penanaman tanaman perangkap di antara tanaman utama juga mulai diterapkan
untuk mengendalikan populasi hama. Mekanisme yang terjadi adalah adanya
daya tarik yang lebih kuat dari tanaman perangkap dibanding tanaman utama
sehingga hama lebih menyukai berada pada tanaman perangkap tersebut. Salah
satu tanaman yang mampu menarik serangga hama dan musuh alaminya adalah
jagung. Tanaman jagung sebagai perangkap telah berhasil diterapkan untuk
mengendalikan Helicoverpa armigera pada kapas.
Pengolahan tanah (Sehat)
Ditujukan terhadap hama yang dalam siklus hidup mempunyai fase di dalam tanah.
Contoh : Larva famili Scarabaeidae (lundi), larva penggerek batang padi putih (pada
pangkal padi).
Perlunya pengolahan tanah. Sebab ada serangga yang sebagian atau seluruh
hidupnya berada di dalam tanah, yang amat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur
tanah, komposisi kimiawi tanah, kelembaban dan suhu tanah, serta adanya
organisme tanah lainnya. Dengan pengolahan tanah yang baik, hama-hama tersebut
bisa terbunuh atau terhambat perkembangannya karena terkena sengatan matahari,
dimakan predator di permukaan tanah, atau terbenam jauh ke dalam tanah.
Benih sehat
Pemangkasan
Pemangkasan/pemetikan dapat dilakukan dalam upaya mencegah meluasnya
serangan. Pemangkasan/ pemetikan dilakukan saat populasi hama tinggi.
Contoh : Tungau. Pemangkasan dapat menyebabkan terbuangnya sebanyak mungkin
telur-telur dan tungaunya. Hasil pemangkasan ini kemudian dibakar. Apabila air
tersedia dalam jumlah cukup drainasenya baik pemangkasan dapat dilakukan pada
musim kemarau, sehingga pada musim hujan tanaman dapat tumbuh kembali.
Pemetikan jangka pendek lebih baik dari pada pemetikan jangka panjang, karena
pada pemetikan jangka pendek tungau merah belum sempat meningkatkan
populasinya.
Pengelolaan Air
Pengairan Irigasi :
- Secara langsung : Scirpophaga innotata, Nymphula depunctalis
- Secara tidak langsung : perubahan iklim mikro terutama RH)
Contoh : Air merupakan kebutuhan utama pada tanaman padi pada fase pertumbuhan
(Vegetatif), tetapi kebutuhan air ini perlu pengaturan supaya tanaman terhindar dari
kerusakan oleh jasad pengganggu. Serangan keong mas akan meningkat pada
tanaman padi yang berumur kurang dari satu bulan di lapangan, jika digenangi
dengan air. Untuk mencegah kerusakan oleh keong mas, maka tanaman padi yang
baru dipindahkan dari persemaian sampai bunting diairi secukupnya. Sedangkan
untuk menghindari serangan penggerek batang, kepinding tanah, wereng coklat dan
tikus perlu menggenangi lahan.
Pemupukan berimbang
Pemupukan yang berimbang dengan kebutuhan tanaman antara N, P, K dan unsur-
unsur mikro → tanaman sehat → tahan serangan hama
Contoh : Untuk meningkatkan hasil, petani cenderung melakukan pemupukan yang
berlebihan, tindakan ini tidak saja merupakan pemborosan, tetapi juga memberi
peluang tanaman padi terinfeksi patogen atau dirusak hama. Meningkatnya populasi
hama penggerek batang dan wereng coklat dilaporkan ada hubungannya dengan
tingginya dosis pupuk nitrogen yang diberikan.
Sanitasi
- Pembersihan lahan dari sisa-sisa tanaman terdahulu atau gulmanya.
- Pencabutan tanaman terserang.
Pengendalian lainnya adalah dengan pengaturan sanitasi lingkungan. Sanitasi yang
baik dan terjaga mengurangi kemungkinan hama menyerang tanaman. Sebagai
contoh, siput kecil biasanya berdiam di sampah atau rumput-rumput yang lembap.
Bila lingkungan tanaman terhindari dari adanya sampah atau kotoran lainnya maka
kesempatan siput untuk tinggal di lingkungan tersebut menjadi berkurang. Dengan
demikian, tanaman akan aman dari serangan hama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengendalian Hama Lundi (Exopholis Hypoleuca) Kultur Teknis Pada Tanaman
Rempah Dan Obat
Lundi merupakan hama yang bersifat polifag, yaitu menyerang berbagai jenis tanaman termasuk
tanaman rempah, obat dan aromatik. Lebih dari sebagian hidup lundi ada di dalam tanah dan
merupakan akar tanaman serta dapat mengakibatkan kematian tanaman. Pengendalian hama
tanaman dapat dilakukan dengan berbagai cara atau memadukan beberapa komponen
pengendalian antara lain sanitasi, pola tanam, varietas tahan, penggunaan musuh alami, patogen
serangga, pestisida nabati dan pestisida sintetik. Pada tahun 2004, terjadi peningkatan populasi
hama lundi secara luas di Sukabumi dan sekitarnya termasuk di kebun percobaan (KP)
Sukamulya. Strategi pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan sanitasi.
Pengendalian hama lundi dapat juga dilakukan dengan menggunakan penyiangan terbatas
dengan tingkat efektivitas 85,9%.
Lundi menyerang tanaman pangan, palawija, hortikultura dan perkebunan antara lain padi,
jagung, tebu, kentang, ubi kayu, kacang hijau, kedelai, kacang tanah, kumis kucing, nilam, serai
wangi, kenanga, kelapa, pisang, abaka, kelapa sawit, rambutan, sawo, durian, lada dan panili.
Kerusakan tanaman akibat serangan spesies lundi sangat tergantung dari spesies lundi yang
menyerang, kerapatan populasi lundi, dan jenis tanaman inang.
Bioekologi
Lundi terutama pada stadia larva merupakan hama yang merusak tanaman. Bagian tanaman yang
dirusak adalah akar dan umbi, sedangkan imago merusak tanaman pada permukaan tanah. Siklus
hidup lundi kurang lebih 1 tahun (sejak telur hingga imago). Stadia telur 10-30 hari, larva 5-8
bulan, pupa 14-40 hari dan imago 2-3 bulan (gambar 1). Jumlah telur 15-60 butir.
Kumbang muncul dari dalam tanah sesudah hujan lebat pertama pada musim hujan dan hidup di
pohon, tidak jauh dari tempat pembentukan pupa. Kumbang muncul pada petang hari,
meletakkan telur sore sampai malam hari. Kumbang bergerak tidak terlal jauh sekitar 10 meter
(betina) dan 100 meter (jantan) (Ruhendi et al., 1985). Menjelang musim kemarau larva stadia
akhir masuk ke dalam tanah lebih dalam dan membentuk pupa setelah mengalami periode
istirahat kurang lebih 40 hari. Pada siang hari imago beristirahat, dan senja hari mulai keluar
untuk bertelur. Serangan lundi terjadi secara luas di Sukabumi dan sekitarnya termasuk di KP
Sukamulya. Peningkatan populasi hama lundi terjadi sejak Desember 2004 sampai 2005.
Pengendalian
Mencegah atau mengurangi meluasnya serangan hama lundi telah dilakukan penelitian dengan
melakukan sanitasi yaitu membersihkan tempat/tanaman liar sebagai sumber tempat bertelur.
Kemampuan menurunkan populasi dengan melakukan penyiangan/sanitasi berkisar antara 23,9-
85,9% (Tabel 1). Pada perlakuan penyiangan bersih, populasi lundi sangat sedikit berkisar antara
0-5 ekor, sedangkan yang disiang antara 5-32 ekor. Data tersebut menunjukkan bahwa rumput-
rumput merupakan tanaman inang lundi untuk meletakkan telur. Gulma dapat dijadikan tanaman
perangkap uret.
Tabel 1 Populasi lundi pada beberapa jenis tanaman di KP. Sukamulya
Jenis tanamanRata-rata/
pohon
Efektivitas
pengendalian
(%)
Lada 4.0 cd* 78,3
Panili (tidak
disiang)18,4 a -
Panili (disiang) 14,0 b 23,9
Lahan bekas 7,8 c* 57,6
tanaman jahe
Lahan siap tanam
(Disiang bersih)2,6 d* 85,9
Keterangan : * = di sekitar tanaman tumbuh rumput-rumputan (gulma)
Kesimpulan
Hama lundi merupakan hama yang mampu menyerang berbagai jenis tanaman sehingga apabila
terjadi ledaka populasi hama lundi akan menyebar dengan cepat dan merusak berbagai jenis
tanaman. Siklus lundi berlangsung lebih lama di dalam tanah mengakibatkan petani selalu
ketinggalan dalam mengantisipasi serangan hama lundi. Oleh karena itu perlu penelitian untuk
mengetahui pola sebaran, fluktuasi populasi dalam beberapa tahun dan beberapa musim tanam
yang diperlukan untuk mengantisipasi serangan hama lundi. Hama lundi menyenangi semak-
semak, dan berbagai jenis gulma sebagai tempat meletakkan telur, sehingga tumbuhan tersebut
dapat dijadikan tanaman perangkap. Pengendalian yang efektif adalah dengan melakukan
penyiangan terbatas, untuk mengurangi peluang peletakan telur, yang akhirnya akan mengurangi
populasi serangga dewasa.
2.2 Pengendalian Kutu Kebul dan Nematoda Parasitik Secara Kultur Teknik pada
Tanaman Kentang
Kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) dan nematoda (Meloidogyne spp.)merupakan 2 OPT yang
saat ini dianggap sebagai OPT penting pada tanaman kentang di Indonesia.
Kutu kebul dapat ditemukan pada berbagai jenis tanaman di Indonesia (OEPP 1989).Gejala
serangan berupa bercak nekrotik pada daun, disebabkan oleh rusaknya sel-sel dan jaringan daun
akibat serangan nimfa dan serangga dewasa. Dalam keadaan populasi tinggi, serangan kutu kebul
dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Embun madu yang dikeluarkan dapat menimbulkan
serangan jamur jelaga berwarna hitam, yang menyerang pada berbagai stadia tanaman. Serangan
berat yang terjadi pada tanaman sayuran di Amerika dan Eropa menyebabkan kerugian sebesar
US $ 500 juta (Perring et al. 1993).
Meloidogyne spp. merupakan salah satu nematoda parasit yang mempunyai banyak tanaman
inang, terutama di daerah beriklim tropik. Daerah pencar nematoda tersebut sangat luas, dengan
prevalensi yang tinggi di sentra pertanaman kentang di Indonesia. Densiti larva nematoda di
dalam contoh tanah sangat bervariasi, berkisar antara 600–7.100, dengan rataan sekitar 3.290
larva per kg contoh tanah (Hadisoeganda,1991). Serangan nematoda dapat meningkatkan infeksi
oleh bakteri layu dan layu Verticillium. Kehilangan hasil kentang karena nematoda dapat
mencapai 12-20% (Wisnuwardana dan Hutagalung 1982).
Terjadinya ledakan populasi dan serangan kedua OPT tersebut salah satunya adalah diakibatkan
oleh penerapan beberapa factor agronomi yang tidak tepat, sehingga mendorong timbulnya
ledakan OPT. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi, baik secara langsung maupun tidak
langsung antara tanaman dengan populasi OPT dan serangan OPT pada tanaman tersebut.
Sebagai contoh, penggunaan pupuk Urea dan ZA dengan dosis tinggi pada tanaman kentang,
dapat menimbulkan ledakan hama kutu daun persik (Myzus persicae) dan serangan penyakit
virus menggulung daun kentang PLRV(Sastrosiswojo 1980).
Teknologi ramah lingkungan yang diwujudkan dalam penerapan konsepsi pengendalian hama
terpadu (PHT) adalah jalan keluar dalam usahatani kentang yang berkesinambungan. Beberapa
komponen teknologi PHT yang dapat diterapkan untuk pengendalian hama B. tabaci dan
Meloidogyne spp. adalah sebagai berikut.:
1) Subsoiling. Pengelolaan tanah yang baik dapat mematikan pupa yang ada di dalam tanah dan
memungkinkan hama tersebut terkena kondisi yang tidak menguntungkan, seperti panas oleh
sinar matahari maupun kondisi dingin. Perlakuan subsoiling hingga kedalaman 14 inci di bawah
lapisan olah dapat menekan populasi Meloidogyne spp. (Marwoto 1993).
2) Solarisasi tanah dapat mematikan berbagai OPT dalam tanah (Pinkerton et al. 1996)
3) Meningkatkan keanekaragaman ekosistem.
4)Aiyer (1949) dalam Marwoto dan Rohana (1988) berpendapat bahwa pertanaman secara
tumpangsari dapat menurunkan serangan OPT, melalui cara (1) mengurangi penyebaran, karena
adanya penghadang (barrier) tanaman bukan inang dan (2) salah satu spesies tanaman berfungsi
sebagai perangkap atau penolak. Beberapa tanaman yang berfungsi sebagai perangkap atau
penolak OPT adalah Tagetes erecta (Ploeg 1999), bawang daun (Allium esculentum) (Raymondo
1984 dan Setiawati et al. 1993), dan lobak (Raphanus sativus L.) (Yamada 2001).
Penggunaan beberapa komponen teknologi kultur teknik tersebut, baik secara tunggal ataupun
gabungannya, diharapkan dapat menekan serangan kutu kebul dan nematoda serta OPT lain yang
penting pada tanaman kentang, sehingga kehilangan hasil dapat dikurangi.
Perlakuan yang digunakan sebagai petak utama adalah 2 cara pengelolaan tanah (A), yaitu
a0. Tanpa subsoiling+tanpa solarisasi;
a1. Subsoiling+solarisasi.
Sedangkan sebagai anak petak adalah 4 sistem tanam kentang (B), yaitu
b0. Kentang monokultur;
b1. Tumpangsari kentang+bawang daun;.
b2. Tumpangsari kentang+tagetes;
b3. Tumpangsari kentang+lobak.
Keterangan:
1. Bawang daun, tagetes (Tagetes erecta), dan lobak ditanam bersamaan dengan tanaman
kentang.
2. Subsoiling dilakukan dengan cara pencangkulan tanah, pengangkatan, pengumpulan, dan
pemusnahan sisa-sisa tanaman dengan perakarannya, dan pembalikan tanah sedalam 30 cm.
Pengolahan tanah dilakukan sebanyak 2 kali.
3. Solarisasi dilakukan dengan menutup lahan penelitian dengan menggunakan plastik putih
transparan selama 6 minggu sampai temperature tanah mencapai ±500C.
Varietas kentang yang digunakan adalah varietasAtlantik, dengan jarak tanam80 x 30 cm.
Kentang ditanam secara double row. Bawang daun, tagetes, dan lobak ditanam di antara tanaman
kentang. Jumlah tanaman per petak 100 tanaman. Pemupukan menggunakan pupuk kandang 40
t/ha dan pupuk NPK 1 t/ha. Tanaman contoh ditetapkan secara sistematis sebanyak 10 tanaman
per petak perlakuan. Pengamatan dilakukan tiap minggumulai 28 hari setelah tanaman (HST)
Pengaruh perlakuan terhadap populasi kutu kebul
Tabel 1. Interaksi antara pengelolaan tanah dan cara tanam dengan sistem tanam kentang terhadap rataan populasi B. tabaci pada umur 51 HST, Lembang 2002
Pengelolaan tanah (subsoiling dan solarisasi) serta tumpangsari antara kentang dengan tagetes
merupakan kombinasi terbaik dan mampu menekan populasi sebesar 46,25% untuk B. tabaci,
pengelolaan tanah, seperti subsoiling dan solarisasi berpengaruh terhadap penurunan B. tabaci.
Hal ini disebabkan pengolahan tanah dapat menekan populasi awal B. tabaci.
Tumpangsari antara kentang dengan bawang daun, tagetes, ataupun lobak relatif dapat menekan
populasi keempat hama yang menyerang. tanaman kentang. Hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh penggunaan tanaman perangkap terhadap penurunan populasi hama tersebut. Hasil
penelitian ini menyokong pendapat Srinivasan et al. (1994) yang menyatakan bahwa tanaman T.
erecta dapat digunakan sebagai tanaman perangkap hama. penanaman tumpangsari atau
polikultur menyebabkan populasi serangga dan serangannya lebih rendah dari penanaman
monokultur. Tumpangsari merupakan cara pengendalian kultur teknis yang relative murah dan
tidak merusak lingkungan. Cara ini dapat mengurangi populasi serta serangan hama (Trenbath
1993). Rendahnya populasi dan serangan hama pada sistem tumpangsari dapat
sebagai akibat chemical barrier atau physical barrier (Risch et al. 1983).
Pengaruh perlakuan terhadap populasi nematoda Meloidogyne spp.
Pengelolaan tanah (subsoiling, sanitasi, dan solarisasi) ternyata dapat menurunkan populasi
nematoda di dalam tanah. Solarisasi selama 30 hari dapat mengurangi populasi nematoda
(Grossman et al. 1995). Selain itu ditemukan pula bahwa solarisasi selama 6 minggu dapat
menekan perkembangan OPT di dalam tanah (Vito et al.1996;Pinkerton et al. 1996). Menurut
Hadisoeganda (1993) pengolahan tanah yang sempurna menjadikan struktur dan tekstur tanah
tidak seperti labyrinth, sehingga tanaman terlindung dari infeksi Meloidogyne spp. Selanjutnya
Marwoto (1993) menyatakan bahwa perlakuan subsoiling membuat struktur tanah menjadi lebih
remah, sehingga memberikan peluang bagi sistem perakaran menembus ke lapisan tanah yang
lebih dalam. Dengan demikian system perakaran tersebut terbebas dari jangkauan nematoda.
Perlakuan subsoiling hingga kedalaman 14 inci di bawah lapisan olah dapat menekan populasi
Meloidogyne spp.
Tumpangsari antara kentang–bawang daun, kentang–tagetes, ataupun kentang–lobak ternyata
dapat menurunkan populasi nematoda. Namun demikian efikasinya berbeda. Hal ini disebabkan
oleh perbedaan preferensi nematode terhadap jenis tanaman. Beberapa tanaman yang bersifat
rentan, umumnya mengeluarkan eksudat akar yang terdiri dari senyawa gula dan asam amino
yang merangsang aktivitas penetrasi dalam akar.
Sebaliknya tanaman antagonis dapat menghambat penetrasi dan perkembangan nematoda di
dalam jaringan akar. Menurut Chudhury (1981) dalam Marwoto (1992) jumlah gall dan betina
dewasa pada akar kentang yang ditanam bersamaan dengan tagetes, secara nyata lebih rendah
dibandingkan dengan jumlah gall dan betina dewasa pada akar yang di tanam secara monokultur.
Perlakuan dengan menggunakan subsoiling dan solarisasi serta tumpangsari antara tanaman
kentang dan tagetes ternyata yang paling efektif dalam menekan populasi nematoda pada
tanaman kentang, terutama untuk nematoda Meloidogyne spp. Tagetes menghasilkan a terthienyl
yang dapat mempengaruhi perkembangan nematoda (Siddiqi dan Alam 1988; Marles et al.
1992). Tanaman antagonistik dapat menekan intensitas serangan pada tanaman berikutnya
(Marwoto 1992). Lobak selain efektif untuk menekan serangan nematoda, juga dapat menekan
serangan hama lain, seperti hama penggerek dan kumbang.Raymundo (1984) menyatakan bahwa
tumpangsari kentang dan bawang daun secara nyata mampu menurunkan jumlah benjolan (gall)
pada akar kentang.
KESIMPULAN
1. Pengendalian OPT secara kultur teknik (pengelolaan tanah dan sistem tanam) dapat menekan
populasiOPT penting pada tanaman kentang.
2. Tumpangsari antara kentang–bawang daun, kentang–tagetes, dan kentang–lobak dapat
menekan serangan hama B. tabaci, serta nematode Meloidogyne spp. pada tanaman kentang.
3. Perlakuan subsoiling dan solarisasi serta tumpangsari antara tanaman kentang dengan tagetes
dapat menekan populasi hama B. tabaci, sebesar 46,25%.
4. Perlakuan subsoiling dan solarisisi serta tumpangsari antara tanaman kentang dengan tagetes
dapat menekan populasi nematode Meloidogyne spp. Pada tanaman kentang dengan hasil panen
yang berkisar9,36–10,05t/ha.
DAFTAR PUSTAKA
I Wayan Laba, Balittro. Warta penelitian dan pengembangan tanaman industri volume 15
nomor 2, Agustus 2009 Hal 29-31
http://erlanardianarismansyah.wordpress.com/2010/02/28/pengendalian-hama-lundi-
exopholis-hypoleuca-dengan-pestisida-nabati-kultur-teknis-dan-patogen-serangga-pada-
tanaman-rempah-dan-obat/ (diakses 12 november 2011).
http://web.ipb.ac.id/~phidayat/perlintan/perlintan/Perlintan%20Minggu-5-6.pdf (diakses
12 november 2011).
http://balitsa.litbang.deptan.go.id/ind/sites/default/files/Download/download/Jurnal/
Setiawati%20kutu%20kebul.pdf (diakses 12 november 2011).