pengenalan variasi model pembelajaranstaffnew.uny.ac.id/.../model+pembelajaran-pengasih_0.doc ·...
TRANSCRIPT
PENGENALAN VARIASI MODEL PEMBELAJARAN
DAN PENERAPANNYA DI SEKOLAH *)
Das Salirawati, M.Si **)
A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kebutuhan primer pada saat ini, apalagi sebagian besar
masyarakat sudah menyadari pentingnya pendidikan dalam menata masa depan yang lebih
baik. Oleh karena itu setiap negara senantiasa berusaha memajukan bidang pendidikan,
disamping bidang yang lain dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang
kompetitif dan berkualitas serta berusaha mengejar kemajuan negara lain.
Satu dari sekian banyak masalah di era global yang dihadapi Indonesia saat ini
adalah masalah di bidang pendidikan. Masalah yang belum teratasi pada saat ini terutama
masalah yang berhubungan dengan kualitas hasil pendidikan (Suyanto, 2007). Adanya
kebijakan sertifikasi guru adalah salah satu upaya nyata Pemerintah untuk meningkatkan
profesionalisme guru agar guru sebagai aktor utama dalam pendidikan umumnya dan
pembelajaran khususnya dapat meningkatkan kompetensinya.
Seorang guru penting untuk menciptakan paradigma baru untuk menghasilkan
praktik terbaik dalam proses pembelajaran (Carolin Rekar Munro, 2005). Oleh karena itu,
ketika terjadi perubahan kurikulum dan terjadi pergeseran tuntutan hasil pendidikan yang
berkaitan dengan tuntutan pasar kerja, maka gurulah yang harus berperan mewujudkan
harapan itu. Guru harus selalu mengembangkan diri, baik yang berkaitan dengan kompe-
tensi bidang studi maupun pedagogik, termasuk penggunaan internet dalam mencari
informasi terkini (Kok Siang Tang, Ngoh Khang Goh, & Lian Sai Chia, 2006).
Ronald Brandt (1993) menyatakan bahwa hampir semua usaha reformasi dalam
pendidikan, seperti pembaharuan kurikulum dan penerapan metode pembelajaran baru
akhirnya tergantung kepada guru. Tanpa guru yang mampu menguasai bahan ajar dan
strategi belajar-mengajar, maka segala upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan
mencapai hasil yang optimal. Hal ini berarti seorang guru tidak hanya diharapkan mampu
menguasai bidang ilmu yang diajarkan, tetapi juga menguasai strategi belajar-mengajar.
1
*) Disampaikan pada Workshop Peningkatan Mutu Pembelajaran di SD pada hari Rabu, 16 Februari 2011, di SD Negeri 3 Pengasih, Kulon Progo.
**) Dosen Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA - UNY.
Saat ini dunia pendidikan telah banyak menghasilkan berbagai macam inovasi dan
menghadirkan strategi/model pembelajaran. Hal ini semata-mata sebagai upaya mengga-
irahkan minat belajar peserta didik, sekaligus meningkatkan kualitas pembelajaran dan
hasil belajar. Oleh karena itu sudah saatnya guru mengetahui model-model pembelajaran,
baik jenisnya maupun cara penerapannya.
B. PEMBAHASAN
1. Kondisi Pendidikan Negara Kita
Seiring dengan kemajuan di bidang pendidikan, maka secara perlahan-lahan telah
terjadi perubahan paradigma pendidikan, seperti perubahan dari teacher centered ke student
centered; diterimanya pendekatan, metode, dan model pembelajaran baru yang inovatif;
munculnya kesadaran bahwa informasi/pengetahuan dapat diakses lewat berbagai cara dan
media oleh peserta didik; teknologi pembelajaran berbasis teknologi informasi (TI) mulai
diterapkan; orientasi pendidikan bukan hanya pada pengembangan sumber daya manusia
(human resources development), tetapi juga pada pengembangan kapabilitas manusia
(human capability development); diperkenalkannya e-learning; dependence ke indepen-
dence; individual ke team work oriented; dan large group ke small class.
Namun demikian kita masih melihat adanya pembelajaran di sekolah-sekolah yang
berpusat pada guru dimana guru masih aktif sebagai pemberi informasi dan mendominasi
pembelajaran di kelas, sedangkan peserta didik pasif sebagai penerima informasi, meski-
pun paradigma pendidikan yang baru sudah mengarahkan pada student centered. Selain itu
pembelajaran masih menekankan pada hafalan dan drill-drill (latihan) yang kemungkinan
besar disebabkan banyaknya materi yang harus diselesaikan dalam waktu yang relatif
singkat. Meskipun peserta didik tidak lagi dianggap objek pembelajaran, tetapi kenyataan-
nya materi pembelajaran masih sangat ditentukan oleh guru. Di sebagian besar sekolah,
masih terlihat kurang mengoptimalkan pengembangan kapabilitas peserta didik, baik yang
menyangkut cipta, rasa, dan karsa, serta peserta didik kurang memiliki kesempatan untuk
berpikir kritis, logis, kreatif, dan inovatif.
Dengan kenyataan seperti itu, maka sudah saatnya bagi guru untuk mencoba
mengembangkan profesionalismenya melalui pengembangan model-model pembelajaran
yang benar-benar mampu mengaktifkan dan menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif,
2
inovatif, kreatif, efektif, dan sekaligus menyenangkan. Dengan demikian peserta didik akan
merasakan kebermaknaan belajar bagi hidup dan kehidupannya dan akhirnya meaningful
learning akan terwujud.
2. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasi-
kan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi, sebenarnya model pembela-
jaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan atau strategi pembelajaran. Saat ini telah
banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai
model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam
penerapannya.
Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam
proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman A. M. (2004 : 165), guru yang
kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di
sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai
keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan,
menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru
menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang
kondusif. Setiap guru harus memiliki kompetensi adaptif terhadap setiap perkembangan
ilmu pengetahuan dan kemajuan di bidang pendidikan, baik yang menyangkut perbaikan
kualitas pembelajaran maupun segala hal yang berkaitan dengan peningkatan prestasi
belajar peserta didiknya.
3. Beberapa Model Pembelajaran
a. Model pembelajaran berbasis SCL
Ada beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan pada saat ini yang
berbasis pada Student Centered Learning (SCL). Model SCL sangat digemari karena
berbagai alasan, diantaranya:
1) diterimanya pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran;
2) adanya pergeseran paradigma pengajaran ke pembelajaran;
3) adanya pergeseran dari teacher oriented ke student oriented;
4) adanya pergeseran dari orientasi hasil ke proses pembelajaran;
3
5) diterimanya konsep pendidikan sepanjang hayat;
6) diterimanya konsep multiple intelligence;
7) semakin mudah dan murahnya akses informasi melalui jaringan dan perangkat TI;
8) tersedianya buku-buku referensi yang mudah diperoleh.
Perlu diingat bahwa sebaik apapun model pembelajaran tersebut secara teoretik,
tetapi keberhasilannya dalam membantu menciptakan pembelajaran yang kondusif bagi
peserta didik sangat tergantung pada kepiawaian guru dalam menerapkannya. Penelitian di
Jepang menunjukkan bahwa keunggulan pembelajaran di Jepang terutama disebabkan oleh
peranan guru yang mampu memilih strategi pembelajaran yang efektif termasuk di dalam-
nya memilih model pembelajaran (Aleks Masyunis, 2000). Guru memberikan warna dan
nilai terhadap model yang diterapkan.
Berikut ini akan disajikan beberapa contoh model pembelajaran yang berbasis pada
SCL. Contoh suatu model tidak harus ditiru 100% oleh guru, tetapi guru melakukan
modifikasi sesuai dengan karakteristik peserta didik dan fasilitas yang tersedia di sekolah.
Dengan demikian penerapan model pembelajaran tidak membatasi kreativitas guru dalam
menjalankan tugasnya, tetapi tetap mampu mengikuti perkembangan dunia pendidikan
yang digelutinya.
Berbicara mengenai proses pembelajaran di sekolah seringkali membuat kita
kecewa, apalagi bila dikaitkan dengan pemahaman peserta didik terhadap materi ajar.
Mengapa demikian? Ya, karena kenyataan menunjukkan banyak peserta didik mampu
menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi mereka
tidak memahaminya. Sebagian peserta didik tidak mampu menghubungkan antara apa yang
mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan/dimanfaatkan.
Selain itu, peserta didik kesulitan memahami konsep yang diajarkan hanya dengan metode
ceramah, apalagi jika konsep yang diajarkan sangat abstrak. Padahal mereka sangat butuh
untuk dapat memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan lingkungan dan masya-
rakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja.
Pengalaman di negara lain menunjukkan bahwa minat dan prestasi peserta didik
dalam bidang matematika, sains, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat:
1) Mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru
dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai.
4
2) Mereka diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep, dan bagaimana konsep
tersebut dapat digunakan di luar kelas.
3) Mereka diperkenankan untuk bekerja secara bersama-sama (cooperative).
Hal itulah yang merupakan jiwa dan inti pokok dari penerapan model pembelajaran
berbasis SCL.
b. Model pembelajaran berbasis pendekatan CTL
Pendekatan CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta
didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penera-pannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questinoning),
menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling),
refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment) (Johnson, 2002).
Sesuai dengan faktor kebutuhan individual peserta didik, maka untuk dapat meng-
implementasikan pembelajaran kontekstual guru seharusnya:
Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self-regulated
learning) dengan 3 karakteristik umumnya (kesadaran berpikir, penggunaan strategi dan
motivasi berkelanjutan).
Menggunakan teknik bertanya (questioning) yang meningkatkan pembelajaran
peserta didik, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berpikir tingkat
tinggi.
Mengembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna jika ia
diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengontruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan baru (contructivism).
Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry) agar peserta didik memperoleh pengeta-
huan dan keterampilan melalui penemuan sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah
fakta).
Mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik melalui pengajuan pertanyaan
(questioning).
5
Menciptakan masyarakat belajar (learning community) dengan membangun
kerjasama antar peserta didik.
Memodelkan (modelling) sesuatu agar peserta didik dapat menirunya untuk
memper-oleh pengetahuan dan keterampilan baru.
Mengarahkan peserta didik untuk merefleksikan tentang apa yang sudah dipelajari.
Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).
c. Model pembelajaran berbasis pendekatan PAIKEM
1) Pembelajaran aktif
Anak didik belajar, 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30%
dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang dikatakan,
dan 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan (Sheal, Peter, 1989). Pernyataan tersebut
nampak sejalan dengan yang diharapkan dalam Kurikulum 2006, yang menginginkan
peserta didik mencapai suatu kompetensi tertentu yang dapat dikomunikasikan dan
ditampilkan.
Kurikulum terbaru kita menginginkan adanya perubahan pembelajaran dari teacher
centered ke student centered. Perubahan ini tidak semudah diucapkan, karena pola
pembelajaran kita sudah terbiasa dengan cara guru menjelaskan dan menyampaikan
informasi, sedangkan peserta didik lebih banyak menerima. Namun bukan berarti kita
pesimis dengan perubahan itu, tetapi mungkin pencapaiannya memerlukan waktu.
Bagaimanapun habits yang sudah terbentuk lama, untuk mengubahnya perlu kesungguhan
dan kemauan tinggi dari semua komponen yang terlibat dalam pembelajaran.
Pembelajaran aktif artinya pembelajaran yang mampu mendorong anak didik aktif
secara fisik, sosial, dan mental untuk memahami dan mengembangkan kecakapan hidup
menuju belajar yang mandiri, atau pembelajaran yang menekankan keaktifan anak didik
untuk mengalami sendiri, berlatih, beraktivitas dengan menggunakan daya pikir, emosi-
onal, dan keterampilannya. Melalui pembelajaran aktif diharapkan anak didik akan lebih
mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya.
Selain itu, mereka secara penuh dan sadar dapat menggunakan potensi sumber belajar yang
terdapat di sekitarnya, lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kritis,
tanggap, sehingga dapat menyelesaikan masalah sehari-hari melalui penelusuran informasi
yang bermakna baginya.
6
Guru yang aktif adalah guru yang memantau kegiatan belajar anak didik, memberi
umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang, dan memperbanyak gagasan anak
didik untuk dapat dimunculkan. Sedangkan anak didik yang aktif adalah mereka yang
sering bertanya, mengemukakan pendapat, mempertanyakan gagasan sendiri/orang lain,
dan aktif melakukan suatu kegiatan belajar (Mel Silberman, 2002).
Sayangnya, sebagian guru kurang mampu mengajukan pertanyaan yang menantang
kepada anak didik, sehingga pembelajaran aktifpun jarang tercipta. Hal ini kemung-kinan
disebabkan berbagai hal, seperti alasan klise karena dikejar waktu untuk menyelesaikan
materi hingga tak sempat berpikir ke arah itu, ketidaksiapan guru itu sendiri untuk membuat
dan menjawab pertanyaan menantang. Padahal dengan pertanyaan menantang sudah pasti
anak didik kita terpacu dan termotivasi untuk mencari jawaban dan itu berarti aktivitas
belajar mereka semakin tinggi dan wawasan pengetahuannya akan selalu bertambah dari
hari ke hari.
2) Pembelajaran inovatif dan kreatif
Setiap manusia secara normal pasti memiliki ketertarikan dan rasa ingin tahu yang
tinggi terhadap sesuatu yang baru. Demikian juga anak didik, jika dalam pembelajaran
disuguhi sesuatu yang baru pasti akan timbul semacam energi baru dalam mengikuti
pelajaran. Dengan kata lain, sesuatu yang baru mampu bertindak seperti magnet yang
menarik minat dan motivasi anak didik untuk mengikutinya.
Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran dengan memperkenalkan sesuatu yang
berbeda yang belum dialami dari sebelumnya. Sesuatu yang baru tidak identik dengan
sesuatu yang mahal. Apa yang nampaknya sepele, bisa saja mampu membuat pembelajaran
lebih hidup hanya karena guru mampu melakukan inovasi. Dalam penciptaan pembelajaran
inovatif yang terpenting adalah kemauan dan keinginan guru untuk membuat belajar
menjadi menarik untuk diikuti dan menghilangkan kebosanan peserta didik dalam belajar.
Kreatif adalah cara berpikir yang mengajak kita keluar dan melepaskan diri dari
pola umum yang sudah terpateri dalam ingatan. Pembelajaran kreatif adalah pembelajaran
yang mengajak anak didik untuk mampu mengeluarkan daya pikir dan daya karsanya untuk
menciptakan sesuatu yang di luar pemikiran orang kebanyakan.
Melepaskan diri dari sesuatu yang sudah terpola dalam pikiran kita bukanlah
pekerjaan yang mudah. Beberapa hal yang mampu membangkitkan pikiran kita untuk
7
menjadi kreatif antara lain : berfantasi atau mengemukakan gagasan/ide yang tidak umum,
terkesan “nyleneh”, berada pada satu gagasan/ide untuk beberapa saat, berani mengambil
resiko, peka terhadap segala keajaiban, penasaran terhadap suatu kebenaran, banyak
membaca artikel penemuan yang membuatnya kagum dan terheran-heran.
Seorang pemikir kreatif suka mencoba gagasan/ide yang berkebalikan dengan yang
dipikirkan oleh orang banyak. Mereka suka melihat sisi-sisi lain yang baginya lebih
menarik untuk dicermati dan dipikirkan. Kadang-kadang orang yang berpikir lurus tidak
akan dapat “berteman baik” dengan orang yang berpikir kreatif, karena menganggap ia
sebagai orang aneh.
Untuk dapat menciptakan pembelajaran inovatif maupun kreatif diperlukan tiga
sifat dasar yang harus dimiliki anak didik maupun guru, yaitu peka, kritis, dan kreatif
terhadap fenomena yang ada di sekitarnya. Peka artinya orang lain tidak dapat melihat
keterkaitannya dengan konsep yang ada dalam otak, tetapi kita mampu menangkapnya
sebagai fenomena yang dapat dijelaskan dengan konsep yang kita miliki. Kritis artinya
fenomena yang tertangkap oleh mata kita mampu diolah dalam pikiran hingga
memunculkan berbagai pertanyaan yang menggelitik kita untuk mencari jawabannya.
Kreatif artinya dengan kepiawaian pola pikir dan didasari pemahaman yang mendalam
tentang konsep-konsep tertentu lalu kita berusaha menjelaskan/menciptakan suatu aktivitas
yang mampu menjelaskan fenomena tersebut kepada diri sendiri atau orang lain.
Guru yang kreatif dan inovatif adalah guru yang mampu mengembangkan kegiatan
yang beragam di dalam dan di luar kelas, membuat alat bantu/media sederhana yang dapat
dibuat sendiri oleh anak didiknya. Demikian pula anak didik yang kreatif dan inovatif
mampu merancang sesuatu, menulis dan mengarang, dan membuat refleksi terhadap semua
kegiatan yang dilakukannya.
3) Pembelajaran efektif
Efektif memiliki makna tepat guna, artinya sesuatu yang memiliki efek/pengaruh
terhadap yang akan dicapai/dituju. Pembelajaran efektif artinya pembelajaran yang mampu
mencapai kompetensi yang telah dirumuskan, pembelajaran dimana anak didik memperoleh
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pembelajaran dikatakan efektif jika terjadi
perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
8
Adapun ciri-ciri pembelajaran efektif diantaranya tercapainya tujuan yang diharap-
kan, anak didik menguasai keterampilan yang ditargetkan. Belajar dan mengajar akan
efektif jika anak didik aktif dan semua aktivitas pembelajaran berpusat pada anak didik. Hal
ini karena pembelajaran yang berpusat pada anak didik akan mampu menimbulkan
minatnya dan secara tidak langsung mereka memahami konsep dan kaitannya dengan
aspek-aspek kehidupan.
4) Pembelajaran menyenangkan (joyful learning)
Saat ini di berbagai negara sedang trend dan semangat mengembangkan joyful
learning dan meaningful learning, yaitu dengan menciptakan kondisi pembelajaran sede-
mikian rupa sehingga anak didik menjadi betah di kelas karena pembelajaran yang dijalani
menyenangkan dan bermakna. Mereka merasakan bahwa pembelajaran yang dijalani
memberikan perbedaan dalam basis pengetahuan yang ada di pikirannya, berbeda dalam
memandang dunia sekitar, dan merasakan memperoleh sesuatu yang lebih dari apa yang
telah dimilikinya selama ini. Sebagai bangsa yang ingin maju dalam era globalisasi yang
kompetitif ini tentunya kita juga ingin merasakan pembelajaran yang demikian.
Semua mata pelajaran dapat dibuat menjadi menyenangkan, tergantung bagaimana
niat dan kemauan guru untuk menciptakannya. Pembelajaran yang dikemas dalam situasi
yang menyenangkan, jenaka, dan menggelitik sangat diharapkan oleh anak didik saat ini
yang sangat rawan stres karena saratnya materi ajar yang harus dikuasai. Penelitian
terhadap beberapa anak-anak sekolah dasar di dunia yang diadakan UNESCO menunjukkan
sebagian dari mereka menginginkan belajar dengan situasi yang menyenangkan (Dedi
Supriadi, 1999).
Pembelajaran menyenangkan artinya pembelajaran yang interaktif dan atraktif,
sehingga anak didik dapat memusatkan perhatian terhadap pembelajaran yang sedang
dijalaninya. Penelitian menunjukkan bahwa ketika seorang guru menjelaskan suatu materi
tanpa ada selingan dan anak didik hanya mendengarkan, melihat, dan mencatat, maka
perhatian dan konsentrasi mereka akan menurun secara draktis setelah 20 menit. Keadaan
ini semakin parah jika guru tidak menyadari dan pembelajaran hanya berjalan monoton dan
membosankan (Tjipto Utomo dan Kees Ruijter, 1994). Keadaan ini dapat diatasi apabila
guru mengubah pembelajarannnya menjadi menyenangkan dengan cara memberi selingan
9
aktivitas atau humor. Tindakan ini secara signifikan berpengaruh meningkatkan kembali
perhatian dan konsentrasi anak didik yang relatif besar.
Pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran yang membuat anak didik tidak
takut salah, ditertawakan, diremehkan, tertekan, tetapi sebaliknya anak didik berani berbuat
dan mencoba, bertanya, mengemukakan pendapat/gagasan, dan mempertanyakan gagasan
orang lain. Menciptakan suasana yang menyenangkan tidaklah sulit, karena kita hanya
menciptakan pembelajaran yang relaks (tidak tegang), lingkungan yang aman untuk
melakukan kesalahan, mengaitkan materi ajar dengan kehidupan mereka, belajar dengan
balutan humor, dorongan semangat, dan pemberian jeda berpikir. Dalam belajar guru harus
menyadari bahwa banyak kata ”aku belum tahu” akan muncul dan kata ”aku tahu” sedikit
muncul, karena mereka memang dalam tahap belajar. Demikian pula guru harus menyadari
bahwa otak manusia bukanlah mesin yang dapat disuruh berpikir tanpa henti, sehingga
perlu pelemasan dan relaksasi.
Sesuai dengan pendapat Ausubel bahwa belajar akan bermakna jika peserta didik
dapat mengaitkan konsep yang dipelajari dengan konsep yang sudah ada dalam struktur
kognitifnya, dan pendapat Bruner yang menyatakan belajar akan berhasil lebih baik jika
selalu dihubungkan dengan kehidupan orang yang sedang belajar. Secara logika dapat
dipahami, bahwa kita pasti akan belajar serius bila yang dipelajari ada kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari dan kata-kata atau kalimat yang didengar sudah familiar di kepala
kita. Melalui joyful learning diharapkan ada perbaikan praktik pembelajaran ke arah yang
lebih baik. Perubahan ini tidak harus terjadi secara draktis, perlahan-lahan tetapi pasti.
Perbaikan proses sangat penting agar keluaran yang dihasilkan benar-benar berkualitas.
Seperti diketahui, otak kita terbagi menjadi dua bagian, yaitu kanan dan kiri.
Terkadang dalam dunia pendidikan kita lupa akan pentingnya mengembangkan otak
sebelah kanan. Secara umum hanya otak kiri yang menjadi sasaran pengembangan,
terutama untuk ilmu eksakta. Otak sebelah kanan adalah bagian yang berkaitan dengan
imajinasi, estetika, intuisi, irama, musik, gambar, seni. Sebaliknya otak sebelah kiri
berkaitan dengan logika, rasio, penalaran, kata-kata, matematika, dan urutan. Untuk
menepis hal itu, sebenarnya kita dapat tunjukkan bahwa ilmu apapun mampu digunakan
sebagai bahan untuk mengembangkan otak sebelah kanan, diantaranya dengan cara
memahami dan menghafal konsep melalui puisi, nyanyian, maupun permainan teka-teki.
10
Otak kita adalah bagian tubuh yang paling rawan dan sensitif. Otak sangat
menyukai hal-hal yang bersifat tidak masuk akal, ekstrim, penuh warna (multicolour), lucu,
multisensorik, gambar 3 dimensi (hidup), asosiasi, imajinasi, simbol, melibatkan irama/
musik, dan nomor/urutan. Berdasarkan hal ini, maka kita sebagai pendidik dapat merancang
apa yang sebaiknya kita berikan kepada anak didik agar otak mereka menyukainya. Sebagai
contoh mengemas pembelajaran dengan menggunakan puisi atau lagu untuk menyimpul-
kan materi yang diajarkan, atau melalui teka-teki jenaka untuk mengevaluasi sejauhmana
mereka menguasai materi yang diajarkan.
d. Model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual berbasis lingkungan
Ketiadaan alat dan bahan praktik sering menjadi kendala tidak dilakukannya metode
praktikum, meskipun guru pengampu memiliki petunjuk praktikumnya. Oleh karena itu
sangat diperlukan kreativitas guru IPA dalam mencari alternatif bahan dan alat lain yang
dapat digunakan agar praktkum tetap dapat dilaksanakan. Dengan demikian pelaksanaan
praktikum tidak bergantung pada fasilitas yang ada di sekolah, tetapi cukup menggunakan
bahan dan alat yang dengan mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Metode praktikum sangat dianjurkan dalam pembelajaran IPA, karena sesuai
dengan tujuan pendidikan yang meliputi 3 aspek, yaitu mengembangkan pengetahuan,
menanamkan sikap ilmiah, dan melatih keterampilan. Melalui praktikum peserta didik
memperoleh pemahaman yang mendalam tentang suatu konsep, sebab mereka melaku-kan
dan melihat sendiri.
Salah satu wujud nyata peningkatan profesional guru adalah kemampuan guru
dalam menerapkan pendekatan dan metode pembelajaran baru yang dipandang sesuai
dengan nuansa dan esensi kurikulum yang berlaku. Salah satunya adalah pendekatan
kontekstual yang mengharuskan guru mengaitkan materi ajar dengan dunia nyata peserta
didik, sehingga peserta didik memiliki transfer of knowledge dan transfer of value di
lingkungan keluarga dan masyarakat.
e. Model pembelajaran berbasis pendekatan konstruktivistik
Menurut Canella & Reiff (1994: 27-28) belajar dengan pendekatan konstruktivistik
berarti mengonstruksi atau menyusun struktur pemahaman/pengetahuan dengan cara
11
mengaitkan dan menyelaraskan fenomena, ide, atau pengetahuan baru ke dalam struktur
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Aliran konstruktivisme memandang pengetahuan sebagai hasil konstruksi/bentukan
manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya.
Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada peserta didik,
tetapi harus diinterprestasikan sendiri oleh mereka. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah
jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Jawaban peserta didik atas
suatu persoalan adalah jawaban yang masuk akal bagi mereka saat itu. Jika ada jawaban
salah, bukan disalahkan, tetapi ditanyakan bagaimana ia dapat memperoleh jawaban itu.
Dengan demikian peserta didik terlibat aktif dalam proses perolehan suatu konsep.
Strategi pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik dapat dilakukan guru
dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu:
1) Menyajikan masalah-masalah aktual kepada peserta didik dalam konteks yang
sesuai dengan tingkat perkembangan mereka
2) Menekankan pembelajaran di sekitar konsep-konsep primer
3) Mendorong peserta didik untuk mengajukan pertanyaan sendiri
4) Mengkondisikan peserta didik berani menemukan jawaban dari pertanyaan sendiri,
berani mengemukakan pendapat dan menghargai sudut pandangnya sendiri.
5) Menantang peserta didik agar dapat melakukan pemahaman yang mendalam, bukan
sekedar penyelesaian tugas melalui pertanyaan yang menantang.
6) Menganjurkan peserta didik belajar dalam kelompok
7) Melakukan penilaian, baik terhadap proses maupun hasil belajar peserta didik dalam
konteks pembelajaran.
C. PENUTUP
Guru adalah profesi yang sangat mulia diantara profesi yang lain. Dengan kesabaran
dan keprofesinalannya seorang guru berusaha mentransfer segala apa yang dimilikinya
kepada anak didik tanpa lelah, setiap hari dan setiap saat. Seorang guru senantiasa dituntut
untuk melakukan pembaharuan dalam melaksanakan tugas dan perannya sebagai pendidik.
Melalui penerapan dan pemodifikasian model pembelajaran yang sedang berkembang saat
ini diharapkan anak didik menjadi subjek belajar yang baik dan generasi yang mandiri,
mampu menciptakan sesuatu secara kreatif dan inovatif tanpa harus meniru bangsa lain.
12
Tanpa mengurangi makna sebenarnya dari pembelajaran, marilah kita berusaha
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, sehingga mampu mengubah image belajar
sebagai suatu keterpaksaan menjadi suatu kebutuhan, dengan cara membawa peserta didik
menikmati sisi-sisi keindahan dan kemenarikan dari suatu materi pelajaran yang sedang
dipelajarinya dalam kemasan model pembelajaran yang tepat. Semoga kita termasuk guru
yang dapat menciptakan kesenangan dalam belajar, bahkan kalau mungkin dapat menye-
babkan anak didik kecanduan belajar. Hidup ini penuh pilihan, semoga pilihan kita sebagai
guru adalah pilihan yang tepat untuk masuk surga (Amiiin).
DAFTAR PUSTAKA
Aleks Masyunis. (2000). Strategi kualitas pendidikan MIPA di LPTK. Makalah pada Seminar Nasional FMIPA UNY tanggal 22 Agustus 2000.
Ball, D. L. (1988). Unlearning to teach mathematics. East Lansing : Michigan State University, National Center for Research on Teacher Education.
Brandt, Ronald. (1993). What do you mean professional. Educational Leadership. Nomor 6 50, March.
Canella & Reiff .(1994). Individual constructivist teacher education: Teachers as empowered learners. Teacher Education Quarterly, 21(3), 27-28.
Carolin Rekar Munro. (2005). “Best Practices” in teaching and learning : Challenging current paradigms and redefining their role in education. The College Quarterly. 8 (3), 1 – 7.
Dedi Supriadi. (1999). Mengangkat citra dan martabat guru. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa.
Johnson, E. B. (2002). Contextual teaching and learning. California: A Sage Publications
Company, Corwin Press, Inc.
Kok Siang Tan, Ngoh Khang Goh, & Lian Sai Chia. (2006). Bridging the cognitive – affective gap : teaching chemistry while advancing affective objectives. Journal of Chemical Education. 83 (1), 59 – 63.
Mel Silberman. (2002). Active learning : 101 Strategi pembelajaran aktif. Yogyakarta : Yappendis.
Sardiman, A. M. (2004). Interaksi dan motivasi belajar-mengajar. Jakarta: Rajawali.
13
Sheal, Peter. (1989). How to develop and present staff training courses. London : Kogan Page Ltd.
Suyanto. (2007). Tantangan profesional guru di era global. Pidato Dies UNY 27 Mei 2007. Yogyakarta : UNY.
Tjipto Utomo dan Kees Ruijter. (1994). Peningkatan dan pengembangan pendidikan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Contoh model pembelajaran berbasis CTL
Mata Pelajaran : IPA (Fisika)Materi Pokok : Sifat Air dan BendaKelas : IVWaktu : 2 X 35 menit (1 kali pertemuan)
A. TUJUAN PEMBELAJARANPeserta didik dapat menunjukkan sifat-sifat air dan benda padat, cair, dan gas
melalui percobaan sederhana.
B. SKENARIO PEMBELAJARAN1. Guru meminta peserta didik membawa gelas plastik dan balon dengan berbagai
bentuk, seperti bentuk binatang atau bentuk unik lainnya, kelereng, dan sumbu kompor.2. Peserta didik dikelompokkan dengan jumlah anggota 3 – 4 orang.. 3. Guru meminta setiap kelompok untuk:
a. mengisi gelas dengan air dan mengamati bentuk air di dalam gelas masing-masing.
b. memiringkan gelas dan mengamati permukaan air.c. mencelupkan sumbu kompor ke dalam air dalam gelas dengan bagian ujung
lainnya dibiarkan menjuntai keluar gelas. Setelah beberapa saat diamati ada tidaknya air menetes dari ujung sumbu yang menjuntai.
d. mengisi air pada kaleng yang telah dilubangi dari atas ke bawah dan mengamatinya.
4. Semua pengamatan dicatat pada tabel dan dibuat kesimpulan sifat air.5. Selanjutnya guru meminta peserta didik untuk mengosongkan gelas lalu
memasukkan kelereng dari satu gelas ke gelas lainnya dan mengamati bentuk kelereng.6. Meniup balon dari berbagai bentuk yang ada dan mencatat bentuk gas yang berada
dalam balon.7. Meniup balon sebesar-besarnya hingga meletus.8. Mengikat dua balon dengan ukuran berbeda pada kedua ujung penggaris ukuran 50
cm menggunakan tali kemudian mencoba meletakkan di pojokan meja dengan posisi angka 25 pada penggaris tersebut di tengah-tengah. Mengamati dan mencatat yang terjadi.
14
C. DATA PENGAMATAN
Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Sifat Air
No. Kegiatan Hasil Pengamatan Sifat Air1. Memasukkan air dalam gelas Bentuk air .................................2. Memiringkan gelas Permukaan air dalam
gelas ...................................................
3. Mencelupkan sumbu kompor Ujung sumbu yang menjuntai ...................................................
4. Mengisi air pada kaleng yang berlubang
Pancaran air pada setiap lubang ...................................................
Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Sifat Benda
No. Kegiatan Hasil Pengamatan Sifat Benda1. Memasukkan air dalam gelas Bentuk air .................................
2. Memasukkan kelereng dalam
gelas
Bentuk kelereng dalam
gelas .........................................
..........
3. Meniup balon Bentuk gas dalam balon ...........
...................................................
4. Meniup balon hingga meletus Udara dalam balon ...................
...................................................
5. Menimbang balon dengan
ukuran berbeda
Timbangan akan .......................
...................................................
Pada contoh di atas ketujuh komponen CTL terpenuhi, yaitu:
1. Konstruktivisme (Constructivism): peserta didik mengonstruksi sendiri pemahaman sifat air dan sifat benda berdasarkan percobaan sederhana.
2. Bertanya (Questinoning): guru bertanya untuk mengarahkan pada simpulan. Peserta didikpun boleh mengajukan pertanyaan kepada guru maupun dengan sesama teman.
3. Menemukan (Inquiry): dengan percobaan yang dilakukan, peserta didik dapat menemu-kan sendiri konsep sifat air dan sifat benda.
15
4. Masyarakat belajar (Learning Community): dengan melakukan percobaan, mereka bela-jar secara bersama-sama membentuk masyarakat belajar yang berusaha menemukan dan memahami suatu konsep.
5. Pemodelan (Modeling): percobaan merupakan pemodelan yang dapat membantu peserta didik memahami suatu konsep.
6. Refleksi (Reflection): peserta didik merefleksikan aktivitas yang dilakukan untuk sub-materi pokok lainnya.
7. Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment): pada kegiatan pembelajaran ini penilaian dilakukan terhadap kerja sama kelompok dan keaktifan dalam tanya jawab.
Contoh model pembelajaran dengan pendekatan PAIKEM
Mata Pelajaran : Bahasa IndonesiaMateri Pokok : Menulis Karangan Sub-materi Pokok : Menyusun Karangan Berdasarkan GambarKelas : IVWaktu : 2 X 35 menit (1 kali pertemuan)
A. TUJUAN PEMBELAJARANPeserta didik dapat menyusun karangan berdasarkan gambar yang dibawa sendiri
dari rumah secara berkelompok.
B. SKENARIO PEMBELAJARAN1. Guru meminta peserta didik untuk membentuk kelompok, masing-masing 5 orang.2. Peserta didik secara berkelompok diminta untuk maju dan menempelkan gambar
yang sudah dibawa dari rumah.3. Guru memberitahu setelah aba dimulai peserta didika dari kelompok yang maju
segera menyampaikan satu kalimat yang berkaitan dengan gambar tersebut.4. Setiap kali temannya selesai bicara, maka harus secepatnya teman lainnya
menyambung dengan kalimat berikutnya. 5. Permainan berhenti ketika setelah 1 menit tidak ada kalimat yang dibuat oleh
anggota kelompok tersebut atau kalimat yang dibuat tidak “nyambung” sama sekali dengan kalimat sebelumnya. Jadi teman-teman dari kelompok lain menjadi juri yang dapat menghentikan permainan.
6. Guru mencatat berapa kalimat yang tersusun yang merupakan rangkaian karangan dari gambar yang ada.
16
7. Pada akhir permainan guru menyampaikan kelompok yang terbaik dan beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menyusun suatu karangan berdasarkan gambar sebagai kesimpulan.
Mata Pelajaran : IPA (Biologi)Materi Pokok : Makhluk Hidup Sub-Materi Pokok : Macam-macam AkarKelas : VIWaktu : 2 X 35 menit (1 kali pertemuan)
A. TUJUAN PEMBELAJARANPeserta didik dapat menjelaskan macam-macam akar melalui teka-teki, puisi, atau
lagu.
B. SKENARIO PEMBELAJARAN1. Guru memberi waktu beberapa saat pada semua peserta didik untuk membaca
tentang macam-macam akar.2. Setelah itu setiap peserta didik diminta .mengungkapkan macam-macam akar dalam
bentuk teka-teki, puisi, atau lagu yang disenangi didik dengan mengganti liriknya. 3. Setelah semua selesai, selanjutnya mereka diminta mempresentasikan di depan
kelas. Untuk teka-teki, diminta teman lain menebak, untuk pusi dibacakan seperti layaknya membaca puisi, dan untuk lagu dinyanyikan sesuai lagu yang digunakan.
4. Setelah semua tampil, maka guru menetapkan peserta didik yang paling bagus dilihat dari kebenaran kelengkapan konsep yang dicakup, menarik/tidaknya tulisan yang dibuat, dan cara menampilkannya.
CONTOH:
1. Dalam bentuk lagu
Akarku serabut namaku Aduh itu ada apaTerdapat di pohon sagu Anggrek kok nempel di pohon lainnyaOh akar tunggangmu Dia pun punya akar berbedaTerdapat di jambu Akar napas itulah namanyaLebih kuat dan besar bentukmu Ada pula akar tunjangO..o.. I am sorry ku itu bukan dirimu Agar pohon tak rebah telentang
Akarnya menggantung di sana Tumbuh di bagian bawah batangBeringin itu contohnya Contoh pohon pandanDia akar rambatDia pohon sirihYang tumbuh dari buku batangnyaO..o.. I am sorry dia pun juga berbeda
2. Dalam bentuk puisi
17
Ku tak tahu … Nikmatnya bakau yang bernafas legaSudah berapa jauh ku berjalan Karena akarku bernafas bebas di udaraTuk dapat temukan perairan Meski kadang aku menggantung tanpa sengaja Meski perjalananku tak sepadan Layaknya beringin yang ada di sanaDengan kekuatanku tuk makan Meneduhkan setiap orang bak di sasana
Di sagu bentukku berserabut Inilah diriku yang terkuatMeski lembut tapi ku mampu mengangkut Aku akar tunggang yg dahsyatEngkau air harus tetap menurut Ambil dirimu tak kenal tempat Ku bawa ke atas daun untuk ikut Lantaran akarku seperti pahatDemi kehidupan yang tiada surut Menancap kuat tanpa tersendat
3. Dalam bentuk teka-tekiDi dunia ini aku selalu berbentuk panjang. Aku tak kuasa berjalan sendiri, selalu minta bantuan teman lain yang ada di kanan kiriku. Aku tidak digubris orang, tetapi daunku banyak diambil orang untuk menguatkan gigi atau menjernihkan suara. Namaku sama dengan sifatku yang suka nempel di teman. Hallo ...hallo, tebak siapakah diriku ?
18