pengembangan soal open ended untuk …lib.unnes.ac.id/26703/1/4201412097.pdf · “sekolah...
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN SOAL OPEN ENDED UNTUK
MENGUKUR KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT
TINGGI SISWA SMA PADA MATERI GEJALA
PEMANASAN GLOBAL
Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
oleh
Fiki Layyinatun Najwa
4201412097
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Ana ‘inda dzanni ‘abdii bii, Aku (Allah) Bersama Persangkaan Umat-Ku”
(Hadits Qudsy)
“Sekolah mengajari kita menghitung uang, tapi pengalaman hidup yang
mengajarkan kita untuk mengatur uang. Learn out of school” (Deddy Corbuzier)
“Entah akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang wanita wajib
berpendidikan tinggi karena ia akan menjadi ibu. Ibu-ibu cerdas akan menghasilkan
anak-anak cerdas” (Dian Sastrowardoyo)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penyusun persembahkan kepada:
1. Dunia Pendidikan di Indonesia
2. Bapak H. Ahmad Nafi’uddin Hamdan dan Ibu
Hj. Istiadah tercinta yang selalu menyayangi
dengan penuh pengorbanan.
3. Kakak Laila Farhatin, Ahmad Najih Amali
dan adik Ahmad Nasyith Aufa tersayang
4. Sahabat-sahabat mahasiswa Pendidikan
Fisika 2012, PPL SMA N 1 Salatiga, dan
KKN KUAT yang selalu memberikan
kenyamanan dan kasih sayang
vi
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan inayah-Nya yang
senantiasa tercurah sehingga tersusunlah skripsi yang berjudul “Pengembangan
Soal Open Ended untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa
SMA pada Materi Gejala Pemanasan Global”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini selesai berkat bantuan,
petunjuk, saran, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rakhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Prof. Dr. Zaenuri, S.E, M.Si,Akt., selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri
Semarang.
3. Dr. Suharto Linuwih, M.Si., Ketua Jurusan Fisika Universitas Negeri Semarang
sekaligus dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan,
arahan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi.
4. Dr. Achmad Sopyan, M.Pd., dosen wali yang penuh kesabaran dan
kebijaksanaan menyambut keluh kesah dengan senyuman.
5. Fianti, S.Si. M.Sc., Ph.D., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
6. Drs. Hadi Susanto, M.Si. selaku dosen penguji.
7. Seluruh Dosen Jurusan Fisika dan keluarga besar Universitas Negeri Semarang
yang telah bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
8. Drs. Suyitno, M.Pd., kepala SMA Negeri 1 Salatiga yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian.
9. Kristien Hely Tambotoh, M.Pd., selaku guru mata pelajaran Fisika kelas XI
SMA 1 Salatiga yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini.
10. Siswa kelas XI MIA 1.4, 2.4, 5.4 SMA Negeri 1 Salatiga yang telah
berpartisipasi dalam penelitian ini.
vii
11. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Penulis berharap
semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca khususnya dan perkembangan
pendidikan pada umumnya.
Semarang, 2 Agustus 2016
Penulis
viii
ABSTRAK
Najwa, F. L. 2016. Pengembangan Soal Open Ended untuk Mengukur Kemampuan
Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMA pada Materi Gejala Pemanasan Global.
Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Suharto Linuwih, M.Si., dan
Pembimbing Pendamping Fianti, S.Si., M.Sc., Ph.D.
Kata Kunci: Soal Open Ended, Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi, Gejala
Pemanasan Global.
Studi internasional yang mengukur prestasi matematika dan sains siswa, yaitu
TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study) pada tahun 2011, menunjukkan
bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa Indonesia masih rendah. Berpikir
tingkat tinggi dikategorikan sebagai berpikir yang non algoritmik, kompleks,
bermakna, sukar, menghasilkan banyak solusi, banyak kriteria, dan tidak pasti.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi tidak dapat dimiliki secara langsung oleh
seorang siswa melainkan melalui latihan, salah satunya dengan menggunakan tes
tertulis yang dapat digunakan untuk mengukur sekaligus mengembangkan
kemampuan berpikir siswa. Tes tertulis yang dimaksud adalah soal open ended,
yaitu soal yang memiliki jawaban benar yang lebih dari satu atau memiliki satu
jawaban benar dengan cara penyelesaian yang beragam, sehingga mendorong siswa
mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan pemecahan masalah.
Studi ini dilakukan dengan metode Research and Development yang
menghasilkan produk soal open ended. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menghasilkan, mengetahui kelayakan dan keefektifan produk yang dikembangkan,
serta mengetahui profil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada materi
Gejala Pemanasan Global. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Salatiga. Uji
kelayakan dilakukan dengan memberikan angket kelayakan produk kepada pakar
dan siswa. Uji keefektifan produk dilakukan dengan menghitung korelasi antara
nilai ulangan tengah semester dengan soal open ended siswa. Profil kemampuan
berpikir tingkat tinggi ditentukan dengan menganalisis jawaban siswa pada soal
tersebut.
Hasil uji kelayakan soal open ended menurut pakar adalah 92,59% pada tahap
pertama dan 97,53% pada tahap kedua, sehingga produk termasuk dalam kategori
yang sangat layak. Hasil uji keefektifan menunjukkan koefisien korelasi nilai
ulangan tengah semester dan soal open ended siswa adalah sebesar 0,634 dan
termasuk dalam kriteria kuat. Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa SMA
Negeri 1 Salatiga termasuk dalam kategori baik dengan perolehan nilai rata-rata
61,28.
ix
ABSTRACT
Najwa, F. L. 2016. Development of Open Ended Problems for Measuring Higher-
Order-Thinking-Skills of High School Students on Material of Global Warming
Phenomenon. Essay, Physics, Mathematics and Natural Science Faculty, Semarang
State University. Main Adviser Dr. Suharto Linuwih, M.Si., and Co-Adviser Fianti,
S.Si., M.Sc., Ph.D.
Key Words: Open Ended Problems, Higher-Order-Thinking-Skills, Global
Warming Phenomenon.
International studies which measuring the performance of mathematics and
natural science for student, TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study),
shows that in 2011 higher-order-thinking-skills of Indonesia’s student is still poor.
Higher-order-thinking is categorized as non algorithmic, complex, meaningful,
difficult, resulting a lot of solution, a lot of criteria, and uncertainty. Higher-order-
thinking-skills can not be owned directly for a student except for training, one of
the training is using written test which can be used for measuring at once with
developing thinking skills of students. The written test is a open ended questions,
which is a questions which has more than one correct answer or has one correct
answer with diverse of solutions, so that the students can be pushed to develop a
critics, creative, and problem solving thinking skills.
This study is conducted by research and development method which
produces and developes open ended problems. The purpose of this study is to
produce, know the properness, and effectiveness of the product which is developed,
also knowing the profile of higher-order-thinking-skills of students on material of
global warming phenomenon. The research is held in SMA Negeri 1 Salatiga.
Properness test is done by giving product properness questionnarie to the experts
and students. Product effectiveness test is done by calculating the correlation
between the student’s midterm test scores and open ended problems. The profile of
higher-order-thinking-skills is determined by analyzing the student’s answer of the
problems.
The result of properness test of the open ended problems accorded to the
experts is 92,59% on the first stage and 97,53% on the second stage, so that the
product is included in the category of very proper. The result of effectiveness test
shows that the coefficient of correlation is between the student’s scores of midterm
test and open ended problems is 0,634 and included in the category of strong.
Higher-order-thinking-skills of SMA Negeri 1 Salatiga students is in the category
of good with the average achievement scores 61,28.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................ v
PRAKATA ................................................................................................. vii
ABSTRAK ................................................................................................. viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 5
1.3 Batasan Masalah.................................................................................. 5
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. 6
1.6 Penegasan Istilah ................................................................................. 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 8
2.1 Soal Open Ended ................................................................................. 8
2.2 Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ................................................. 13
2.3 Gejala Pemanasan Global ................................................................... 18
2.4 Kerangka Berpikir ............................................................................... 28
xi
BAB 3 METODE PENELITIAN............................................................... 30
3.1 Jenis Penelitian .................................................................................... 30
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian .............................................................. 30
3.3 Subjek Penelitian ................................................................................. 31
3.4 Prosedur Penelitian.............................................................................. 31
3.5 Metode Pengumpulan Data ................................................................. 33
3.6 Instrumen Penelitian............................................................................ 34
3.7 Analisis Data ....................................................................................... 35
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 49
4.1 Hasil Penelitian .................................................................................. 49
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 60
4.3 Rangkuman Hasil Penelitian ............................................................... 74
4.4 Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 75
BAB 5 PENUTUP ..................................................................................... 76
5.1 Simpulan ............................................................................................. 76
5.2 Saran .................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 78
LAMPIRAN ............................................................................................... 81
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Interpretasi validitas.......................................................................... 37
3.2 Hasil analisis validitas soal open ended............................................ 37
3.3 Interpretasi reliabilitas ...................................................................... 39
3.4 Interpretasi taraf kesukaran kesukaran ............................................. 40
3.5 Hasil analisis taraf kesukaran soal .................................................... 40
3.6 Interpretasi daya pembeda ................................................................ 41
3.7 Hasil analisis daya pembeda soal ..................................................... 42
3.8 Kriteria penilaian validasi pakar ...................................................... 43
3.9 Kriteria penilaian angket respon siswa ............................................. 44
3.10 Kriteria penilaian kemampuan siswa ................................................ 45
3.11 Interpretasi koefisien korelasi ........................................................... 48
4.1 Hasil uji kelayakan soal open ended oleh pakar tahap pertama ....... 50
4.2 Komentar oleh pakar dan perbaikan ................................................. 50
4.3 Hasil uji kelayakan soal open ended oleh pakar tahap kedua ........... 51
4.4 Hasil respon siswa terhadap soal open ended ................................... 52
4.5 Perolehan skor tiap indikator kemampuan menganalisis ................. 54
4.6 Profil kemampuan menganalisis siswa ............................................. 54
4.7 Perolehan skor tiap indikator kemampuan mengevaluasi ................ 55
4.8 Profil kemampuan berpikir mengevaluasi ........................................ 55
4.9 Perolehan skor tiap indikator kemampuan mengkreasi .................... 56
xiii
4.10 Profil kemampuan berpikir mengkreasi............................................ 57
4.11 Profil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa ............................... 57
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Peta konsep materi gejala pemanasan global.................................... 19
2.2 Lubang ozon di Antartika yang bertambah besar ............................. 21
2.3 Kerangka berpikir penelitian ............................................................ 29
3.1 Alur desain formative research ........................................................ 31
4.1 Grafik hubungan nilai ulangan tengah semester dengan soal open ended
siswa. ................................................................................................ 59
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Silabus mata pelajaran ........................................................................ 81
2. Daftar nama peserta uji coba ............................................................... 85
3. Kisi-kisi dan rubrik penilaian soal open ended .................................. 88
4. Soal open ended ................................................................................. 98
5. Analisis kualitas butir soal uji coba skala kecil .................................. 104
6. Perubahan nomor soal open ended...................................................... 107
7. Rekapitulasi kemampuan berpikir siswa ............................................ 108
8. Uji korelasi nilai ulangan tengah semester dan soal open ended ........ 123
9. Instrumen uji kelayakan soal open ended oleh pakar ......................... 126
10. Hasil uji kelayakan soal open ended oleh pakar ................................. 137
11. Instrumen angket respon siswa .......................................................... 139
12. Hasil respon siswa terhadap soal open ended .................................... 146
13. Foto pelaksanaan penelitian ............................................................... 149
14. Hasil respon siswa terhadap soal open ended .................................... 151
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kata sains memiliki makna yang sangat kompleks dalam dunia ilmu
pengetahuan. Banyak buku yang mendeskripsikan sains sebagai ilmu pengetahuan,
yaitu fakta, penjelasan, dan ide-ide yang ilmuwan gunakan untuk menjelaskan bumi
yang kita tempati dan alam semesta. Sokolis dan Thee (1997: 2) mendefinisikan
sains sebagai ilmu pengetahuan dan metode terorganisir atau proses untuk
memperoleh pengetahuan lebih mengenai dunia tempat kita tinggal. Definisi lain
dikemukakan oleh Carin dan Sund (1970: 5-18), bahwa sains merupakan kombinasi
atas proses ilmiah dan produk ilmiah. Definisi-definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa sains bukan hanya sebuah produk ilmiah berupa pengetahuan melainkan
juga proses ilmiah untuk menemukan fakta dan penjelasan mengenai fenomena
alam semesta yang kemudian disebut sebagai produk ilmiah.
Sokolis dan Thee (1997: 2) mengemukakan bahwa proses ilmiah tidak
terbatas hanya untuk ilmuwan karena dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak
terlepas dari kegiatan mengamati, menalar, mengukur, menghitung,
menyimpulkan, dan kegiatan lain yang menggunakan kemampuan proses ilmiah.
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar orang melakukan proses ilmiah
dalam menyelesaikan masalah di sekitar mereka. Oleh sebab itu, sains menjadi
sangat penting untuk dipelajari oleh siswa agar terbentuk pola pemikiran ilmiah
2
dalam kehidupannya.
Fisika merupakan salah satu bidang ilmu pengetahuan yang termasuk dalam
sains. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 tahun
2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah, Fisika merupakan salah satu mata pelajaran peminatan
matematika dan ilmu alam. Mata pelajaran Fisika dipandang penting untuk
dipelajari karena dengan mempelajarinya siswa diharapkan menguasai
pengetahuan, konsep, dan prinsip Fisika, serta memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan sikap ilmiah.
Berdasarkan salah satu studi internasional yang mengukur prestasi
matematika dan sains siswa, yaitu TIMSS (Trends in Mathematics and Science
Study) yang diadakan oleh IEA (The Interantional Association for the Evaluation
of Educational Achievement) pada tahun 2011 menunjukkan bahwa Indonesia
berada pada peringkat 40 dari 42 negara yang telah disurvei dalam bidang sains.
Bidang sains yang diujikan yaitu Ilmu Kebumian, Fisika, Kimia, dan Biologi. Pada
bidang Fisika, Indonesia memperoleh nilai 397. Nilai ini berada di bawah rata-rata
internasional, yaitu 500. Berdasarkan data prosentase untuk konten sains dan
domain kognitif khususnya Fisika, prosentase peserta dari Indonesia yang
menjawab benar pada soal pemahaman lebih tinggi dibandingkan dengan soal
penerapan dan penalaran.
Aspek pemahaman, penerapan, dan penalaran yang digunakan oleh TIMSS
sebagai domain kognitif siswa yang diukur dapat menunjukkan profil kemampuan
berpikir siswa. Rofiah et al. (2013) menyebutkan bahwa aspek pemahaman dan
3
penerapan termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower Order
Thinking Skill), sedangkan aspek penalaran termasuk dalam kemampuan berpikir
tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa Indonesia masih rendah.
Beberapa aspek yang menunjukkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang
dimiliki oleh seseorang yaitu kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, serta
memecahkan masalah (Rofiah et al., 2013). Ketiga kemampuan tersebut tidak dapat
dimiliki secara langsung oleh seorang siswa melainkan dapat diperoleh melalui
latihan. Tes tertulis, selain digunakan sebagai alat untuk mengetahui profil
kemampuan seorang siswa, juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melatih
kemampuan berpikir siswa agar menjadi lebih baik.
Menurut Russeffendi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Emilya (2010),
untuk mengungkap kemampuan berpikir siswa, guru sebaiknya menggunakan soal-
soal terbuka, yaitu soal yang jawabannya lebih dari satu dan tidak bisa diperkirakan
sebelumnya. Soal terbuka (open ended) berbeda dengan soal tertutup (close ended)
yang hanya menuntut satu jawaban benar, sehingga siswa cenderung hanya
mengingat suatu pernyataan atau rumus tanpa pemahaman yang mendalam
mengenai konsep materi yang sedang dipelajari. Soal open ended mampu
mendorong siswa untuk berpikir lebih dalam mengenai suatu konsep dan
menstimulasi kreativitas siswa dalam memecahkan masalah, sehingga kemampuan
berpikir kritis, kreatif, dan pemecahan masalah siswa dapat terlatih.
Pemanasan global merupakan permasalahan lingkungan secara global yang
dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan di bumi, sehingga mendorong
4
berbagai pihak untuk melakukan langkah adaptasi maupun mitigasi. Dalam
Konferensi Internasional “On the Role of Higher Education in Adapting to Eco-
system and Climate Change” di UGM, Prof. Dr. Fasli Jalal, Ph.D. (Dirjen Dikti
2007-2010) menyatakan bahwa pendidikan menjadi pilar utama dalam
mengadaptasikan perubahan iklim kepada generasi muda. Fisika merupakan ilmu
yang sesuai untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan pemanasan global,
seperti efek rumah kaca dan radiasi sinar UV. Menurut Permendikbud no. 69 tahun
2013, materi pokok Pemanasan Global dipelajari pada mata pelajaran Fisika kelas
XI SMA semester genap.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa diperlukan
adanya suatu alat untuk mengukur dan mengembangkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa pada materi gejala pemanasan global, sehingga dilakukan
penelitian yang berjudul “Pengembangan Soal Open Ended untuk Mengukur
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMA pada Materi Gejala
Pemanasan Global”.
Berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Balitbang Kemdikbud) mengenai laporan hasil ujian nasional
SMA/MA tahun pelajaran 2014/2015, SMA Negeri 1 Salatiga menduduki peringkat
pertama tingkat kota Salatiga dan peringkat 12 tingkat propinsi Jawa Tengah untuk
mata pelajaran Fisika dengan rata-rata nilai 78,39. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa siswa SMA Negeri 1 Salatiga memiliki prestasi akademik yang baik dan
berpotensi untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang
dimiliki, sehingga peneliti memilih sekolah tersebut sebagai tempat penelitian.
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang
menjadi bahan kajian dalam penelitian ini adalah
1. apakah soal open ended untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi
siswa pada materi gejala pemanasan global layak untuk digunakan?
2. bagaimanakah profil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa SMA N 1
Salatiga pada materi gejala pemanasan global?
3. bagaimanakah keefektifan soal open ended untuk mengukur kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa SMA N 1 Salatiga pada materi gejala pemanasan
global?
1.3. Batasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah
1. pokok bahasan dalam penelitian ini adalah gejala pemanasan global yang
terdiri atas sub bab penyebab pemanasan global, dampak pemanasan global,
alternatif solusi energi, dan hasil kesepakatan dunia internasional.
2. kemampuan berpikir tingkat tinggi yang diukur dalam penelitian ini adalah
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal open ended yang dikembangkan.
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
1. mengetahui kelayakan soal open ended untuk mengukur kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa pada materi gejala pemanasan global.
2. mengetahui profil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa SMA N 1
Salatiga pada materi gejala pemanasan global.
6
3. mengetahui keefektifan soal open ended untuk mengukur kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa SMA N 1 Salatiga pada materi gejala pemanasan
global.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1. Manfaat Praktis
(1) Memberikan informasi kepada pengajar SMA Negeri 1 Salatiga
mengenai pengembangan soal-soal open ended yang dapat digunakan
untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
(2) Memberikan informasi kepada pengajar SMA Negeri 1 Salatiga
mengenai pentingnya menggunakan soal-soal tingkat tinggi pada proses
pembelajaran Fisika.
(3) Memberikan informasi kepada pengajar maupun siswa SMA Negeri 1
Salatiga mengenai kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dimiliki oleh
siswa, sehingga dapat menentukan tindak lanjut.
1.5.2. Manfaat Teoritis
(1) Sebagai khasanah bacaan mengenai “Pengembangan Soal Open Ended
untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi”
(2) Sebagai bahan acuan di bidang penelitian sejenis dan sebagai
pengembangan penelitian lebih lanjut.
7
1.6. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap istilah dalam skripsi ini, maka
perlu dikemukakan penegasan istilah. Penegasan istilah dari judul penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.6.1. Soal Open Ended
Soal open ended adalah soal terbuka yang mempunyai banyak penyelesaian
dan banyak cara untuk mendapatkan suatu penyelesaian. Jawaban dari soal terbuka
tidak hanya satu melainkan terdapat variasi jawaban yang tepat (Takahashi, 2006).
1.6.2. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan berpikir pada
tingkat yang lebih tinggi daripada sekedar menghafalkan atau mengingat fakta yang
telah dipelajari. Menurut Yee et al. (2015), kemampuan berpikir tingkat tinggi
meliputi kemampuan analisis, evaluasi, dan kreasi yang merupakan level tertinggi
dalam hirarki proses kognitif dalam taksonomi bloom.
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Soal Open Ended
2.1.1. Pengertian Soal Open Ended
Menurut Becker dan Shigeru, sebagaimana diungkapkan oleh Inprashita
(2006), pendekatan open ended mulai dikembangkan di Jepang pada tahun 1970-
an. Pada tahun 1971-1976 peneliti-peneliti Jepang melakukan penelitian untuk
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam pelajaran matematika dengan
menggunakan soal open ended atau yang biasa disebut dengan soal terbuka.
Pendekatan ini dimulai dengan menghadapkan siswa pada permasalahan terbuka
yang diformulasikan sedemikian rupa sehingga memiliki banyak jawaban yang
benar. Permasalahan terbuka memberikan pengalaman pada siswa dalam
menemukan suatu fakta maupun ide selama proses pemecahan masalah, sehingga
permasalahan tersebut mampu mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan
melatih mereka untuk berpikir dari berbagai sudut pandang.
Takahashi (2006) mengemukakan bahwa soal open-ended adalah soal yang
mempunyai banyak penyelesaian atau banyak cara untuk menemukan penyelesaian.
Sementara itu dipandang dari cara penyampaian, Rohayati et al. (2012)
mengungkapkan bahwa open ended merupakan suatu pembelajaran yang diawali
dengan memberikan masalah bukan rutin yang bersifat terbuka, artinya tipe soal
yang diberikan memiliki banyak cara penyelesaian yang benar. Definisi-definisi
9
tersebut dapat disimpulkan bahwa soal open ended adalah soal yang memiliki
jawaban benar yang lebih dari satu atau memiliki satu jawaban benar dengan cara
penyelesaian yang beragam.
Mahmudi (2008) mengklasifikasikan soal open ended menjadi tiga tipe
menurut aspek keterbukaannya, yaitu: (1) terbuka proses penyelesaiannya, yakni
soal tersebut memiliki beragam cara penyelesaian, (2) terbuka hasil akhirnya, yakni
soal tersebut memiliki jawaban benar yang lebih dari satu, (3) terbuka
pengembangan lanjutannya, yakni ketika siswa telah menyelesaikan sesuatu,
selanjutnya mereka dapat mengembangkan soal baru dengan mengubah syarat atau
kondisi pada soal yang telah diselesaikan.
Berikut merupakan contoh sederhana untuk membedakan antara soal
tertutup dan soal terbuka pada materi gejala pemanasan global.
Soal Tertutup
Sebutkan kepanjangan dari CFC!
(Kanginan, 2013: 413)
Soal Terbuka
Sel surya merupakan salah satu energi alternatif yang dapat diperbaharui.
Salah satu pemanfaatan energi surya adalah melalui konversi energi radiasi
gelombang elektromagnetik menjadi energi listrik dengan menggunakan
divais fotovoltaik. Jelaskan mekanisme fisis yang mendasari proses konversi
energi gelombang elektromagnetik menjadi energi listrik tersebut!
Perkirakan seberapa besar potensi penggunaan energi surya sebagai
pengganti energi fosil!
(OSN Pertamina 2011)
Soal open ended mengandung kunci mengenai konsep, proses, maupun
keterampilan di luar petunjuk khusus yang dapat mengungkap kemampuan berpikir
siswa (Husain et al., 2012). Siswa perlu mengintregasikan pengetahuan awal
10
mereka dengan informasi yang ada dalam soal tersebut untuk kemudian
mengonstruksikannya dalam bentuk jawaban. Rohayati et al. (2012) menyebutkan
bahwa soal open ended dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif siswa dengan memberikan kesempatan untuk menginvestigasi berbagai
strategi dan cara yang diyakini sesuai dengan kemampuan elaborasi yang dimiliki.
Kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan soal open ended dalam
mata pelajaran Fisika sangat diperlukan untuk melatih siswa dalam mengeksplorasi
konsep fisika dengan lebih dalam, menerjemahkan kesimpulan, dan bahkan
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Surif et al. (2013) mengungkapkan bahwa manfaat penggunaan soal open
ended adalah siswa akan terdorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir
kreatif dan analitis. Peran soal open ended adalah untuk menilai konsep dasar yang
dikuasasi oleh siswa, sehingga siswa tidak hanya sekedar mengingat fakta yang
diketahui dalam menjawab soal tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa
tidak akan mengalami kegagalan dalam menjawab soal open ended jika tidak
mampu mengingat suatu fakta karena selalu ada beberapa alternatif cara
penyelesaian yang dapat digunakan.
Soal open ended dapat diberikan selama maupun setelah pembelajaran
Fisika berlangsung. Dengan begitu guru dapat mengevaluasi kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa, kemudian menentukan tindak lanjutnya. Selain itu, siswa akan
terlatih untuk mengerjakan soal yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
yang telah mereka miliki agar menjadi lebih baik.
11
2.1.2. Pengembangan Soal Open Ended
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa soal open ended sangat
bermanfaat dan penting untuk diberikan pada siswa dalam pembelajaran Fisika. Hal
tersebut tidak mudah dilakukan oleh guru karena soal open ended yang baik sulit
untuk dikembangkan, sehingga guru memerlukan waktu yang relatif lama untuk
mengembangkan soal jenis ini. Namun, ada beberapa metode mudah yang
diungkapkan oleh Heinemann (2008) yang dapat digunakan untuk mengembangkan
soal open ended, di antaranya:
1. mengubah soal soal tertutup (close ended) menjadi soal soal terbuka (open
ended), yaitu dengan memodifikasi kalimat tanya yang diajukan agar soal
menjadi terbuka untuk jawaban yang lebih luas.
2. meminta siswa untuk memberikan contoh yang memenuhi suatu kondisi
atau syarat tertentu, sehingga memungkinkan siswa untuk mengenali
konsep-konsep fisika terkait yang berhubungan. Siswa harus memahami suatu
konsep dan menggunakannya untuk membuat suatu contoh yang memenuhi
kondisi tertentu.
3. meminta siswa menentukan siapa yang benar, yaitu dengan menyajikan dua
pendapat mengenai suatu permasalahan atau konsep fisika, kemudian siswa
diminta untuk menentukan siapa yang benar dan menyebutkan alasannya.
4. meminta siswa menyelesaikan soal dengan berbagai cara. Metode ini relatif
sulit untuk dilakukan karena tidak mudah untuk mengembangkan soal yang
memiliki alternatif cara penyelesaian. Namun, metode ini perlu dikembangkan
12
agar siswa menyadari bahwa terdapat berbagai cara dalam menemukan
jawaban, sehingga mendorong siswa untuk berpikir kreatif.
Selain langkah yang telah diungkapkan oleh Heinemann (2008) di atas,
metode lain yang dapat digunakan untuk mengembangkan soal open ended yaitu:
1. tugas membuat pernyataan atau kesimpulan berdasarkan informasi,
situasi, maupun data yang diberikan. Soal seperti ini akan mendorong siswa
untuk mengungkapkan kemampuan berpikir kritis yang dimilikinya.
2. tugas membuat soal dengan cara memodifikasi situasi atau kondisi soal
yang telah diselesaikan. Soal terbuka dengan bentuk seperti ini akan
mendorong siswa untuk berpikir dengan berbagai sudut pandang dalam
menyelesaikan permasalahan.
3. tugas membuat pertanyaan jika diketahui jawabannya. Dalam soal ini,
suatu infromasi atau data disajikan, kemudian siswa diminta untuk membuat
soal berdasarkan informasi atau data tersebut. Soal seperti ini memberi
kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri permasalahan apa yang
mungkin terjadi jika pemecahan masalahnya sudah diketahui.
Demikian langkah-langkah yang dapat digunakan untuk mengembangkan
soal open ended. Meskipun membuat bentuk soal dengan jawaban yang terbuka
tidak mudah untuk dilakukan dan membutuhkan waktu pembuatan yang relatif
lama, namun soal seperti ini harus sering diberikan dalam pembelajaran fisika
karena memiliki banyak manfaat terutama dalam mengembangkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa.
13
2.2. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
2.2.1. Pengertian Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Kemampuan berpikir merupakan kompetensi untuk melaksanakan proses
pemikiran yang sangat mendasar dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Ball dan
Garton (2005), kemampuan berpikir adalah proses intelektual yang melibatkan
konsep, analisa, pengaplikasian, serta pengevaluasian informasi yang diperoleh
melalui pengamatan, pengalaman, atau pemikiran. Kemampuan berpikir
berhubungan dengan kemampuan manusia menggunakan ranah kognitif untuk
memperoleh informasi, memecahkan masalah, dan membuat keputusan dalam
berbagai aktifitas. Jadi, kemampuan berpikir merupakan kombinasi antara proses
kognitif dan proses dalam melengkapi tugas yang diberikan.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill)
merupakan level tertinggi dalam hirarki proses kognitif (Yee et al., 2015).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi terjadi pada saat seseorang mendapatkan
informasi baru, menyimpan dalam memori, menghubungkan dengan pengetahuan
yang berkesan, dan mengolah informasi tersebut untuk mencapai tujuan atau
menyelesaikan situasi yang rumit.
Konsep mengenai kemampuan berpikir tingkat tinggi diungkapkan oleh
Schraw dan Robinson (2011: 53) sebagai berikut:
Higher order thinking skill is the mental engagement with ideas, objects,
and situations in an analogical, elaborative, inductive, deductive, and
otherwise transformational manner that is indicative of an orientation
toward knowing as a complex, effortful, generative, evidence-seeking, and
reflective enterprise.
14
Menurut Resnick, sebagaimana diungkapkan oleh Yee et al. (2011) berpikir
tingkat tinggi dikategorikan sebagai berpikir yang non algoritmik, kompleks,
bermakna, sukar, menghasilkan banyak solusi, sarat dugaan, banyak kriteria, dan
tidak pasti. Definisi yang hampir sama disampaikan oleh Lewy et.al. (2009) yang
menyebutkan bahwa berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan untuk
menyelesaikan permasalahan dimana tidak ada algoritma yang telah diajarkan yang
membutuhkan justifikasi atau penjelasan dan mempunyai lebih dari satu
penyelesaian yang mungkin bisa diterima.
Definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa soal yang dapat
digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah soal yang
non algoritmik, cenderung kompleks, memiliki solusi yang lebih dari satu, dan
mendorong siswa untuk mengeksplorasi kemampuan berpikir yang dimiliki secara
lebih dalam. Salah satu soal yang memenuhi syarat tersebut adalah soal open ended
yang telah dibahas sebelumnya.
2.2.2. Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Taksonomi Bloom dapat dianggap sebagai dasar bagi kemampuan berpikir
tingkat tinggi karena proses berpikir akan melalui beberapa proses kognisi yang
bertingkat. Menurut Arikunto (2013: 130), Taksonomi Bloom diusulkan pertama
kali oleh beberapa kelompok penilai yang terdiri atas Benjamin S. Bloom, M.D.
Engelhart, E. Furst, W.H. Hill, dan D.R Krathwohl pada tahun 1956. Taksonomi
ini dibuat untuk tujuan pendidikan yang dibagi menjadi beberapa ranah, yaitu ranah
kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah
psikomotorik (psychomotor domain). Rifa’i dan Anni (2012: 70) mengungkapkan
15
bahwa ranah yang berkaitan perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual,
seperti pengetahuan dan keterampilan berpikir adalah ranah kognitif. Ranah
kognitif terdiri atas beberapa level berurutan secara hirarkis yang menunjukkan
kemampuan berpikir yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Level-
level tersebut adalah pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension),
penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian
(evaluation).
Menurut Schraw dan Robinson (2011: 50), level-level dalam ranah kognitif
dapat merepresentasikan kemampuan berpikir seseorang, yaitu kemampuan
berpikir tingkat rendah (lower order thinking skill) yang meliputi level
pengetahuan, pemahaman, dan penerapan maupun kemampuan berpikir tingkat
tinggi yang meliputi level analisis, sintesis, dan penilaian.
Anderson et al. (2001: 30-31) melakukan revisi terhadap Taksonomi Bloom
dengan menyebutkan bahwa kategori dalam ranah kognitif yaitu mengingat
(remembering), memahami (understanding), mengaplikasikan (applying),
menganalisa (analyzing), mengevalusi (evaluating), dan mencipta (creating).
Menurut Lewy et al. (2009) kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi
kemampuan menganalisa, mengevaluasi, dan mencipta.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Anderson et al. (2001: 79-88), yaitu
kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam Taksonomi Bloom Terevisi meliputi
kemampuan menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi yang dapat dijelaskan
sebagai berikut:
16
1) menganalisis adalah kemampuan memisahkan konsep ke dalam beberapa
komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman
atas konsep tersebut secara utuh. Indikator yang termasuk dalam proses analisis
adalah sebagai berikut:
a. membedakan (differentiating), yaitu membedakan antara bagian yang
relevan dan tidak relevan atau bagian yang penting dan tidak penting dari
suatu informasi.
b. mengorganisasikan (organizing), yaitu menentukan bagaimana hubungan
sebuah unsur atau fungsi dalam suatu struktur.
c. menghubungkan (attributing), menentukan inti pokok dan maksud dari
suatu pendapat, dugaan, penilaian yang mendasari suatu informasi.
2. mengevaluasi berarti kemampuan menetapkan derajat sesuatu berdasarkan
norma, kriteria, atau patokan tertentu. Indikator yang termasuk dalam proses
ini adalah sebagai berikut
a. memeriksa (Checking), yaitu mendeteksi ketidakkonsistenan atau
kekeliruan dalam sebuah proses atau produk; menentukan apakah sebuah
proses atau produk memiliki kekonsistenan secara internal; mendeteksi
keefektifan suatu prosedur pada saat diimplementasikan.
b. memberi kritik (Critiquing), mendeteksi ketidakkonsistenan antara sebuah
produk dan kriteria eksternal; menentukan apakah sebuah produk memiliki
kekonsistenan secara eksternal; mendeteksi kelayakan suatu prosedur
untuk sebuah masalah yang diberikan.
17
3. mencipta merupakan kemampuan memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu
bentuk baru yang utuh. Ketiga tingkat proses berpikir ini menunjukkan bahwa
manusia dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi memiliki kemampuan
berpikir kritis, memecahkan masalah, dan kreatif. Indikator yang termasuk
dalam proses ini adalah sebagai berikut:
a. menghasilkan (generating), yaitu membuat hipotesis yang berdasar pada
suatu kriteria.
b. merencanakan (planning), yaitu merencanakan sebuah prosedur untuk
memenuhi suatu tugas.
c. memproduksi (producing), yaitu menghasilkan sebuah produk.
Indikator yang dapat menunjukkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang
dimiliki seseorang berdasarkan Taksonomi Bloom juga dikemukakan oleh Lewy et
al. (2009) sebagai berikut:
1) menganalisis
Mampu mengenali dan membedakan faktor penyebab dan akibat dari
sebuah skenario yang rumit.
Menganalisis informasi yang masuk dan membagi informasi tersebut ke
dalam bagian yang lebih kecil untuk mengetahui pola dan hubungannya.
Mengidentifikasi dan merumuskan pertanyaan.
2) mengevaluasi
Memberikan penilaian terhadap ide, gagasan, dan metodologi dengan
menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan
nilai efektivitas atau manfaatnya.
18
Membuat hipotesis, mengkritik, dan melakukan pengujian.
Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan.
3) mencipta
Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu.
Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah.
Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru
yang belum pernah ada sebelumnya.
Indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi yang digunakan dalam
penelitian ini mengacu pada indikator yang telah dirumuskan oleh Lewy et al.
(2009).
2.3. Gejala Pemanasan Global
Gejala pemanasan global adalah bab yang mempelajari mengenai penyebab
dan dampak terjadinya pemanasan global, serta solusi dan kesepakatan-kesepakatan
internasional untuk mengatasi terjadinya pemanasan global. Menurut kurikulum
2013, materi ini dipelajari pada sekolah menengah atas kelas XI semester genap
dengan kompetensi dasar sebagai berikut:
3.9 menganalisis gejala pemanasan global dan dampaknya bagi
kehidupan serta lingkungan
4.8 menyajikan ide/gagasan pemecahan masalah gejala pemanasan
global dan dampaknya bagi kehidupan dan lingkungan
19
Berikut peta konsep materi gejala pemanasan global:
Gambar 2.1. Peta konsep materi gejala pemanasan global.
(Kanginan, 2013: 390)
2.3.1. Penipisan Lapisan Ozon
2.3.1.1. Lapisan Ozon
Ozon adalah suatu lapisan oksigen yang memiliki rumus kimia O3 yang pada
suhu dan tekanan normal berbentuk gas biru. Ozon dapat ditemukan di lapisan
atmosfer, yaitu sekitar 10% berada di lapisan troposfer dan 90% di lapisan
stratosfer. Ozon merupakan gas yang berbahaya yang dapat merusak paru-paru jika
20
terhisap oleh manusia. Sebaliknya, lapisan ozon di atmosfer melindungi Bumi dari
bahaya radiasi ultraviolet (UV).
Konsentrasi ozon di stratosfer tidak tetap karena ada proses pembentukan dan
pemusnahan ozon atas bantuan sinar UV yang memiliki energi lebih besar daripada
cahaya tampak. Berikut adalah proses pembentukan dan pemusnahan ozon.
1. Radiasi UV memecah ikatan kimia oksigen diatomik menjadi atom O bebas.
𝑂2 + 𝑈𝑉 → 𝑂 + 𝑂
Reaksi tersebut bermanfaat karena radiasi UV berenergi tinggi dari sinar
matahari telah tersaring.
2. Atom O bebas bergabung dengan oksigen diatomik membentuk oksigen
triatomik (ozon).
𝑂2 + 𝑂 → 𝑂3
3. Radiasi UV mengurai ozon menjadi oksigen diatomik dan atom O bebas.
𝑂3 + 𝑈𝑉 → 𝑂2 + 𝑂
4. Atom O bebas bergabung dengan satu molekul ozon menghasilkan dua
molekul oksigen diatomik.
𝑂 + 𝑂3 → 2𝑂2
Begitu seterusnya, pembentukan dan penghancuran ozon berulang kembali.
2.3.1.2. Lubang Ozon
Chlorofluorocarbon (CFC) dengan rumus kimia 𝐶𝐹2𝐶𝑙2 yang juga dikenal
sebagai Freon merupakan senyawa yang sangat stabil, tidak berbau, tidak mudah
terbakar, tidak beracun terhadap manusia, serta tidak korosif terhadap logam-logam
21
di sekitarnya. CFC sering digunakan sebagai bahan pendingin dalam mesin
pendingin ruangan (AC) maupun lemari es.
Karena sangat stabil, gas CFC tidak mudah terurai sehingga dapat
menyebabkan kerusakan ozon dalam atmosfer. Di lapisan ozon molekul-molekul
CFC terurai membebaskan atom-atom klorin (𝐶𝑙) oleh pengaruh radiasi UV
matahari berenergi tinggi. Atom-atom klorin ini bereaksi dengan ozon dan
mengubah ozon menjadi oksigen biasa, kemudian klorin terbentuk kembali
melakukan reaksi berantai untuk memusnahkan ozon (𝑂3).
2𝑂3 + 𝐶𝑙 + 𝑈𝑉 → 3𝑂2 + 𝐶𝑙
Proses pemusnahan ozon oleh klorin ini berlangsung lebih cepat daripada
proses pembentukan ozon. Akibatnya, terjadi penipisan lapisan ozon di atmosfer.
Gambar 2.1 menunjukkan bagaimana lapisan ozon menjadi lebih tipis dan
berkembang menjadi lubang ozon.
Gambar 2.2. Lubang ozon di Antartika yang bertambah besar dari tahun ke tahun.
(Kanginan, 2013: 396)
22
2.3.1.3. Penyebab Penipisan Lapisan Ozon
Sebelumnya telah dibahas bahwa penyebab utama penipisan lapisan ozon
adalah pelepasan gas CFC yang berlebihan ke atmsosfer. Beberapa penyebab
lainnya adalah sebagai berikut:
1. karbon monoksida (𝐶𝑂) sebagai gas buang hasil pembakaran bahan bakar
dari kendaraan bermotor.
2. gas karbon dioksida (𝐶𝑂2) sebagai gas hasil pernapasan manusia dan hewan
pembakaran hutan, asap pabrik, dan polusi.
2.3.1.4. Dampak Penipisan Lapisan Ozon
Penipisan ozon membawa dampak yang merugikan bagi manusia dan
makhluk hidup lainnya. Lapisan ozon yang tipis akan mengakibatkan radiasi UV
tidak tersaring dengan baik, sehingga bumi terpapar oleh radiasi UV secara
langsung. Paparan radiasi UV pada manusia dan hewan memicu terjadinya kanker
kulit, katarak, penurunan daya tahan tubuh. Selain itu, radiasi UV dapat merusak
klorofil pada tumbuhan, sehingga tumbuhan terancam punah. Jika tumbuhan
sebagai penyumbang oksigen di dunia mengalami kepunahan, maka akan terjadi
keruskan-kerusakan lainnya di muka bumi.
2.3.1.5. Perjanjian Internasional Berkaitan Ancaman Penipisan Lapisan Ozon
Untuk mengatasi dampak penipisan lapisan ozon, maka pada tahun 1986
dibentuk suatu perjanjian di mana seluruh Negara industri dunia setuju untuk
membatasi produksi CFC. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan
Hidup telah menerbitkan berbagai peraturan terkait larangan memproduksi dan
23
memperdagangkan bahan perusak lapisan ozon seperti Freon. Pelarangan ini mulai
berjalan pada akhir tahun 2013.
2.3.2. Efek Rumah Kaca dan Pemanasan Global
2.3.2.1. Rumah Kaca
Radiasi sinar matahari dapat dibagi menjadi beberapa jenis, beberapa di
antaranya yaitu inframerah (IM), cahaya tampak, dan ultraviolet (UV). Ketika sinar
matahari sebuah rumah kaca (green house), radiasi gelombang pendek, yaitu
cahaya tampak dan UV dapat menembus kaca, sedangkan IM dipantulkan oleh
kaca. Kalor radiasi gelombang pendek diserap oleh tanah dan tanaman, sehingga
menjadi hangat dan dapat dianggap sebagai sumber kalor yang lebih dingin
dibandingkan dengan matahari bersuhu sangat tinggi. Kemudian, tanah dan
tanaman ini akan memancarkan kembali kalor yang diserapnya dalam bentuk
radiasi IM dengan panjang gelombang yang lebih panjang. Namun, radiasi IM ini
tidak mampu menembus kaca, sehingga membuat suhu dalam rumah kaca dapat
tetap hangat dibandingkan suhu luarnya dan membuat tanaman dalam rumah kaca
dapat tumbuh subur.
2.3.2.2. Efek Rumah Kaca
Sinar matahari sampai ke permukaan bumi setelah melalui penyaringan,
penyerapan, dan pemantulan oleh atmosfer bumi. Material-material di permukaan
bumi seperti batuan, tanah, dan air menyerap energi radiasi matahari yang sampai
kepadanya, sehingga daratan menjadi hangat. Seperti pada rumah kaca, material-
material tersebut akan berfungsi sebagai sumber kalor yang lebih dingin dibanding
24
matahari. Kemudian energi radiasi yang telah diserap akan dipancarkan menuju ke
atmosfer dalam bentuk radiasi IM yang memiliki panjang gelombang lebih panjang.
Frekuensi radiasi IM yang dipancarkan oleh material-material ke atmosfer
sesuai dengan beberapa frekuensi alami molekul-molekul gas rumah kaca, sehingga
menyebabkan radiasi IM tersebut dengan mudah diserap oleh molekul-molekul gas
rumah kaca. Energi IM yang diserap menyebabkan peningkatan energi kinetik
molekul-molekul gas rumah kaca, sehingga terjadi peningkatan suhu. Gas rumah
kaca dalam atmosfer dapat memancarkan radiasi IM tersebut. Sebagian radiasi
diserap oleh molekul-molekul lain dalam atmosfer, sebagian kecil dipancarkan ke
angkasa, dan sejumlah radiasi lainnya dipancarkan kembali ke permukaan bumi.
Proses pemanasan bumi oleh penyerapan radiasi gelombang pendek matahari
dan pemancaran kembali berbentuk radiasi gelombang panjang infra merah disebut
efek rumah kaca (greenhouse effect). Efek rumah kaca bermanfaat karena tanpa
efek ini, suhu rata-rata bumi dapat mencapai -200 C, sehingga kehidupan makhluk
hidup seperti saat ini tidak mungkin berlangsung. Namun, proses penyerapan dan
pemancaran radiasi IM oleh gas rumah kaca secara terus menerus akan
menyebabkan suhu di permukaan bumi terus meningkat dan berdampak negatif
bagi kehidupan di bumi.
2.3.2.3. Pemanasan Global
Dalam atmosfer bumi terdapat kelompok gas yang secara alamiah menjaga
suhu permukaan bumi tetap hangat, yaitu gas rumah kaca, seperti uap air, karbon
dioksida (𝐶𝑂2), metana (𝐶𝐻4), nitrogen oksida (𝑁2𝑂), dan CFC.
25
Semakin banyak gas rumah kaca di atmosfer berarti semakin banyak radiasi
IM dari matahari yang dipancarkan kembali oleh permukaan bumi akan diserap.
Hal itu menyebabkan semakin banyak energi radiasi IM yang akan dipancarkan ke
arah permukaan bumi oleh gas, sehingga suhu permukaan bumi semakin
meningkat. Peristiwa ini dikenal dengan istilah pemanasan global (global
warming).
a. Penyebab Pemanasan Global
Pemanasan global disebabkan oleh meningkatnya gas rumah kaca di
atmosfer. Oleh karena itu, penyebab pemanasan global pastinya berkaitan dengan
aktivitas menusia di seluruh dunia yang meningkatkan gas rumah kaca, seperti yang
diuraikan sebagai berikut.
1. Konsumsi energi bahan bakar minyak dan batu bara
Bahan bakar minyak dan batu bara mengandung karbon, sehingga
pembakaran karbon dapat meningkatkan produktivitas gas rumah kaca.
2. Sampah Organik
Sampah organik menghasilkan gas rumah kaca metana (CH4) yang
memiliki efek pemanasan 72 kali lebih kuat dari karbondioksida, sehingga
berpotensi besar mempercepat proses terjadinya pemanasan global.
3. Kerusakan Hutan
Salah satu fungsi tumbuhan yaitu menyerap karbondioksida (𝐶𝑂2) dan
mengubah menjadi oksigen (𝑂2), sehingga sehingga kerusakan hutan secara
besar-besaran dapat mengurangi penyerapan gas rumah kaca karbon dioksida
di atmosfer.
26
4. Pertanian dan Peternakan
Sektor pertanian dan peternakan memberikan kontribusi terhadap
peningkatan emisi gas rumah kaca melalui sampah organik yang menghasilkan
gas metana, penggunaan pupuk, dan pembakaran sisa-sisa tanaman.
b. Dampak Pemanasan Global
1. Iklim mulai tidak stabil
Para ilmuwan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, berbagai
daerah Belahan Bumi Utara akan memanas lebih tinggi dibandingkan dengan
daerah-daerah lain di Bumi. Sedangkan daerah hangat akan menjadi lembab
karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Kelembaban yang tinggi
akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata sekitar 1 persen untuk setiap
derajat fahrenheit pemanasan.
2. Peningkatan Permukaan Laut
Pemanasan suhu bumi menyebabkan volume air di lautan mengalami
pemuaian dan lempengan es di kutub mencair, sehingga menaikkan tinggi
permukaan laut. Perubahan tinggi muka laut akan akan menenggelamkan
daratan dan pulau-pulau.
3. Pertanian
Bumi yang hangat akan menyuburkan tanaman, sehingga akan
menghasilkan sumber makanan yang semakin banyak. Namun, hal ini tidak
sama di beberapa tempat. Sebagian negara diuntungkan oleh curah hujan tinggi
dan lamanya masa tanam dan sebagian mengalami kemarau panjang dan
kekeringan.
27
4. Kehidupan Hewan Liar dan Tumbuhan
Akibat pemanasan global, habitat hewan dan tumbuhan menjadi lebih
hangat, sehingga mereka cenderung berpindah ke wilayah yang lebih dingin.
Jika peningkatan suhu terjadi secara terus menerus, maka sebagian hewan dan
tumbuhan terancam mengalami kepunahan.
5. Kesehatan Manusia
Kenaikan suhu global telah memicu banyaknya penyakit yang berkaitan
dengan panas dan kematian seperti stress, stroke, dan gangguan
kardiovaskuler.
c. Pengendalian Pemanasan Global
Beberapa upaya dilakukan untuk mengendalikan terjadinya pemanasan
global. Salah satu cara pengendalian pemanasan global adalah meminimalkan
penggunaan bahan penghasil karbondioksida, CFC, metana, dan gas rumah kaca
lain, serta memaksimalkan penanaman pohon.
2.3.2.4. Perjanjian Internasional
Pada tahun 1997, negara-negara anggota PBB melakukan pertemuan di
Kyoto, Jepang untuk membahas mengenai pemanasan global. Pertemuan tersebut
menghasilkan sebuah protokol yang disebut sebagai Kyoto Protocol to the United
Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto mengenai
Konvensi Perangkat Kerja PBB tentang Perubahan Iklim). Protokol Kyoto adalah
sebuah persetujuan internasional di bawah koordinasi PBB yang membahas
masalah “pemanasan global”. Negara-negara yang telah meratifikasi Protokol
28
Kyoto ini bersepakat untuk secara sungguh-sungguh mengurangi emisi gas rumah
kaca. Secara garis besar hasil Protokol Kyoto adalah sebagai berikut:
protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan internasional yang sah yang
mewajibkan negara-negara industri untuk mengurangi emisi gas rumah
kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2% dari tingkat emisi tahun 1990
(namun yang perlu diperhatikan adalah, jika dibandingkan dengan
perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa protokol, target ini berarti
pengurangan sebesar 29%). Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-
rata emisi dari enam gas rumah kaca yaitu karbondioksida, methana,
nitrogen oksida, sulfur hexaflorida, hydro fluoro carbon, dan perfluoro
carbon yang dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara
2008-2012. Target nasional berkisar dari pengurangan 8% untuk Uni
Eropa, 7% untuk Amerika Serikat, 6% untuk Jepang, 0% untuk Rusia, dan
penambahan yang diizinkan sebesar 8% untuk Australia dan 10% untuk
Islandia (Wardhana, 2010: 11).
2.4. Kerangka Berpikir
Pembelajaran Fisika di sekolah sering disertai dengan pemberian soal
sebagai sarana latihan untuk meningkatkan pemahaman maupun sebagai alat
evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap suatu materi. Namun
selama ini, soal-soal yang sering digunakan adalah soal rutin dengan pertanyaan
tingkat rendah. Hal ini mengakibatkan siswa terbiasa untuk menyelesaikan soal
yang kurang mampu untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
yang mereka miliki.
Peneliti berhipotesis bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dapat
diukur dan dikembangkan dengan menggunakan soal open ended, yaitu soal soal
terbuka yang mempunyai banyak penyelesaian dan banyak cara untuk mendapatkan
suatu penyelesaian. Oleh sebab itu, peneliti melakukan penelitian dengan tujuan
untuk mengembangkan soal open ended yang dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa SMA, khususnya pada materi gejala
29
pemanasan global. Secara umum, kerangka berpikir peneliti diilustrasikan pada
Gambar 2.2.
Gambar 2.3. Kerangka Berpikir Penelitian.
Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi Siswa Indonesia
Rendah
Hasil
TIMSS
Penggunaan
Pertanyaan
Tingkat Rendah
Pengembangan Soal Open Ended Materi Gejala
Pemanasan Global
Soal Open Ended
Mengukur
Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi
Memfasilitasi siswa untuk
terbiasa menggunakan soal
tingkat tinggi
76
BAB 5
PENUTUP
5.1. Simpulan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan dan keefektifan
soal open ended yang dikembangkan, serta mengetahui profil kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa pada materi Gejala Pemanasan Global. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian dan pengembangan (research and
development). Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
1. soal open ended untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
SMA pada materi pemanasan global dinyatakan sangat layak untuk digunakan
karena telah memenuhi aspek kelayakan konten, konstruk, dan bahasa.
2. kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa SMA Negeri 1 Salatiga termasuk
dalam kategori baik, yaitu terdiri atas kemampuan menganalisis cukup baik,
kemampuan mengevaluasi baik, dan kemampuan mengkreasi cukup baik.
3. soal open ended dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa pada materi gejala pemanasan global secara efektif.
77
5.2. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah
1. pada penelitian selanjutnya, keefektifan soal open ended seharusnya
dilakukan dengan cara membandingkan nilai soal open ended dengan nilai
soal yang sama-sama mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi.
2. perlu dikembangkan soal open ended serupa untuk mengukur dan
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada pokok
bahasan yang lain.
3. perlu dikembangkan suatu tindak lanjut untuk meningkatkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa yang telah diukur, seperti penerapan model
pembelajaran dan bahan ajar berbasis higher-order-thinking-skill.
78
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L. W., D. R. Krathwohl, P. W. Airasian, K. A. Cruikshank, R. E. Mayer,
P. R. Pintrich, J. Raths, & M. C. Wittrock. 2001. A Taxonomy for Leaning,
Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational
Objectives. New York: Addison Wesley Longman.
Arifin, Z. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam Kementerian Agama RI.
Arifin, Z. 2012. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip-Teknik-Prosedur. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Ball, A.L. & B. L. Garton. 2005. Modeling Higher Order Thinking: The Alignment
Between Objectives, Classroom Discourse, And Assessments. Journal of
Agricultural Education, 46 (2): 58 – 69.
Carin, A. A. & R. B. Sund. 1970. Teaching Science Through Discovery Second
Edition. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company.
Emilya, D. 2010. Pengembangan Soal-Soal Open Ended Materi Lingkaran untuk
Meningkatkan Penalaran Matematika Siswa Kelas VIII Sekolah Menengah
Pertama Negeri 10 Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika, 4(1): 8-18.
Heinemann. 2008. Why Use Open Ended Question?. [online]. Sumber elektronik
diakses dari http://books.heinemann.construct.cfm. Diakses pada 29
Desember 2015.
Husain, H., B. Bais, A. Hussain, & S. A. Samad. 2012. How to Construct Open
Ended Questions. Prosedia-social and behavioral sciences, 60: 4556 – 462.
Inprashita, M. 2006. Open Ended Approach and Teacher Education. Tsukuba
Journal of Educational Study in Mathematics, 25: 169-177.
Istiyono, E., D. Mardapi, & Suparno. Pengembangan Tes Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi Fisika (PysTHOTs) Peserta Didik SMA. Jurnal Penelitian
dan Evaluasi Pendidikan, 18(1):1-12.
79
Kanginan, M. 2013. Fisika untuk SMA/MA kelas XI. Jakarta: Erlangga.
Kemendikbud. 2013. Permendikbud No. 69 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar
dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemp, D. D. 1994. Global Enviromental Issues: A Climatological Approach. New
York: Routledge.
Khanafiyah, S., U. Nurbaiti, & S. S. Edi. Fisika Lingkungan. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Lewy, Zulkardi, & N. Aisyah. 2009. Pengembangan Soal Untuk Mengukur
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Pokok Bahasan Barisan Dan Deret
Bilangan Di Kelas IX Akselerasi Smp Xaverius Maria Palembang. Jurnal
Pendidikan Matematika, 3(2): 14 – 28.
Mahmudi, A. 2008. Mengembangkan Soal Terbuka (Open Ended Problem) dalam
Pembelajaran Matematika. Makalah, Disampaikan pada Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan FMIPA UNY Yogyakarta 28 November.
Martin, M. O., I. V. S. Mullis, P. Foy, & G. M. Stanco. 2012. TIMSS 2011
Internasional Result in Science. United States: TIMSS & PIRLS Internatinal
Study Center. [Online]. Sumber elektronik diakses dari http://www.bc.edu.
Diakses pada 22 Desember 2015.
Rahayu, T & B. Yonata. 2013. Kemampuan Kognitif Siswa Kelas XI IPA 1 SMA
Negeri 18 Surabaya pada Tingkat Analisis, Evaluasi, dan Kreasi pada Materi
Titrasi Asam Basa dengan Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri. Unesa
Journal of Chemical Education, 2(2): 12-16.
Rifa’i, A & C. T. Anni. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes Press.
Rofiah, E., N.S. Aminah, & E.Y. Ekawati. 2013. Penyusunan Instrumen Tes
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika pada Siswa SMP. Jurnal
Pendidikan Fisika, 1(2): 17-22.
Rohayati, A., J.A. Dahlan, & Nurjanah. 2012. Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kritis, Kreatif, dan Reflektif Siswa SMA Melalui Pembelajaran Open-Ended.
Jurnal Pengajaran MIPA, 17(1): 34-41.
Schraw, G. & D. R. Robinson. 2011. Assessment of Higher Order Thinking Skills.
Charlotte: Information Age Publishing.
80
Sokolis, G. E & S. S. Thee . 1997. Science Probe II. Columbus: Glencoe McGraw-
Hill.
Sudijono, A. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: P.T. Raja Grafindo
Persada.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2013. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sukestiyarno. 2012. Olah Data Penelitian Berbantuan SPSS. Semarang:
Universitas Negeri Semarang
Sundayana, R. 2015. Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Surif, J., N. H. Ibrahim, & S. F. Dalim. 2013. Problem Solving: Algorithms and
Conceptual and Open-Ended Problems in Chemistry. Prosedia-social and
behavioral sciences, 116 (2014): 4955-4963.
Suwarto. 2013. Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Takahashi, A. 2006. Communication as a Process for Students to Learn
Mathematical. [Online]. Sumber elektronik diakses dari
http://www.criced.tsukuba.ac.jp. Diakses pada 27 Desember 2015.
Tessmer, M. 1993. Planning and Conducing: Formative Evaluations. London:
Kogan Page.
Wardhana, W. A. 2010. Dampak Pemanasan Global. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Yee, M. H., M. D. Yunos, W. Othman, R. B. Hassan, T. K. Tee, & M. M. Mohamad.
2011. The Level of Marzano Higher Order Thinking Skills among Technical
Education Students. International Journal of Social Science and Humanity, 1
(2): 121-125.
Yee, M. H., M. D. Yunos, W. Othman, R. B. Hassan, T. K. Tee, & M. M. Mohamad.
2015. Disparity of Learning Styles and Higher Order Thinking Skills among
Technical Students. Prosedia-social and behavioral sciences, 204 (2015):
143-152.