pengembangan pemasaran bokar
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET DI PROVINSI
SUMATERA SELATAN
1. PENDAHULUAN
1.1. Prospek Karet Alam Dunia
Prospek karet alam dunia akan semakin cerah dengan semakin kuatnya
kesadaran akan lingkungan yang lebih sehat. Beberapa pabrik ban terkemuka
dunia mulai memperkenalkan jenis ban “green tyres” yang kandungan karet
alamnya lebih banyak, di samping ketersediaan minyak bumi (non-renewable
natural resources) sebagai bahan baku karet sintetis yang semakin berkurang.
Dalam tiga dekade terakhir penawaran karet alam dunia meningkat
0,5%, dimana mencapai lebih dari 10 juta ton pada tahun 2010 (IRSG Statistical
Bulletin dan Dewan Karet Indonesia, 2011). Pertumbuhan tersebut berasal dari
negara produsen seperti Thailand, Indonesia, Malaysia, India, China dan lainnya
(Gambar 1). Menurut International Rubber Study Group (IRSG), diperkirakan
akan terjadi kekurangan pasokan karet alam ke depan. Hal ini menjadi
kekhawatiran pihak konsumen, terutama pabrik-pabrik ban seperti Bridgestone,
Goodyear dan Michelin.
Gambar 1. Produksi Karet Alam Dunia, 2010
(Sumber: Dewan Karet Indonesia, 2011)
Apabila jumlah produksi dan konsumsi karet alam dunia dibandingkan,
maka pada tahun 2010 masih terjadi defisit produksi sebesar 263 ribu ton. Pada
tahun 2011 terdapat defisit produksi sebesar 159 ribu ton dan pada tahun 2020
diprediksi akan terjadi defisit produksi sebesar 4,4 Juta ton (Tabel 1), kondisi ini
menunjukkan bahwa prospek karet alam cukup cerah.
Tabel 1. Keseimbangan produksi dan konsumsi karet alam dunia (‘000 ton)
Uraian Volume ('000 ton), tahun
Pertumbuhan (%) 2010-2020
2010 2011 2015 2020
Produksi 10,401 10,903 10,067 10,999 0,56
Konsumsi 10,664 11,062 13,100 15,400 3,63
Keseimbangan -263 -159 -3.003 -4.401 -3,59
Sumber: IRSG, Rubber Industry Report July-September 2011 dalam
Honggokusumo, 2011dan Dewan Karet Indonesia, 2011
Sementara Smit (2003) memprediksi bahwa pertumbuhan konsumsi
karet alam ke depan akan terus meningkat melampaui tingkat pertumbuhan
produksi. Diperkirakan permintaan karet alam pada tahun 2035 akan mencapai
sekitar 15 juta ton. Sedangkan pertumbuhan produksi akan stabil pada sekitar
2% per tahun, sehingga produksi karet alam dunia tahun 2035 hanya mencapai
sekitar 13,6 juta ton. Indonesia ditargetkan akan memasok 29% atau 3.3 juta ton
karet kering, sedangkan Sumatera Selatan dengan berbagai keunggulan yang
dimiliki diharapkan akan mampu mengisi 1.5-2 juta ton. Pencapaian target
tersebut harus didukung kebijakan yang dapat mempercepat program
pengembangan karet di Sumatera Selatan
1.2. Rencana Pengembangan Karet Nasional
Arah kebijakan pengembangan karet nasional dalam jangka panjang
adalah: “Agribisnis karet yang berbasis lateks dan kayu yang berdayasaing
tinggi, mensejahterakan, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan”. Pada
tahun 2025 diharapkan Indonesia telah menjadi negara penghasil karet alam
terbesar (3-4 juta ton per tahun) dan sebagai penghasil produk berbasis karet
alam terkemuka di dunia dengan indikator tingkat daya serap karet alam
domestik yang mencapai minimal 25%.
Langkah strategis yang akan ditempuh dibedakan untuk bidang “on
farm” dan “off farm”, pada bidang on farm adalah:
Penggunaan klon unggul lateks dan kayu yang memiliki produktivitas
lateks yang tinggi (1200 – 1500 kg/ha) dan potensi kayu yang besar.
Percepatan peremajaan karet tua dan tidak produktif.
Diversifikasi usahatani untuk meningkatan pendapatan keluarga tani.
Peningkatan efisiensi usaha pada setiap tahap proses produksi untuk
menjamin marjin keuntungan dan daya saing yang tinggi.
Sedangkan pada bidang off farm strategi yang dapat ditempuh adalah:
Peningkatan kualitas bahan olah karet (bokar) yang dihasilkan petani
sesuai dengan SNI Bokar.
Peningkatan efisiensi pemasaran bokar dan bagian harga yang diterima
petani menjadi minimal 80% FOB SIR 20 pada tahun 2025, melalui
upaya penguatan kelembagaan petani dan efisiensi tataniaga bokar.
Pengembangan infrastruktur yang menunjang pengembangan produksi
dan pengolahan barang jadi karet.
Peningkatan nilai tambah produk melalui pengembangan industri hilir
yang ramah lingkungan yang dicerminkan melalui peningkatan daya
serap bokar dari hanya 7% pada tahun 2004, menjadi 25% pada tahun
2020,
1.3. Kondisi karet alam di Provinsi Sumatera Selatan
1.3.1. Luas Areal
Karet alam merupakan salah satu komoditas unggulan Sumatera
Selatan, sejak beberapa tahun terakhir karet alam telah memberikan kontribusi
yang sangat besar terhadap penerimaan non migas, di samping peran strategis
lain yaitu sebagai sumber pendapatan masyarakat, menyerap banyak tenaga
kerja dan perannya terhadap kelestarian lingkungan. Sejak meningkatnya harga
karet dalam beberapa tahun terakhir, peran karet alam sebagai penggerak
perekonomian masyarakat di daerah semakin dirasakan. Minat masyarakat
menanam karet sangat tinggi, hal ini tercermin dari demikian luasnya penanaman
karet yang dilakukan masyarakat.
Pada tahun 2011 luas karet di Sumatera Selatan mencapai lebih dari
1.2 juta ha, hampir seluruhnya atau sekitar 94% adalah areal karet rakyat. Luas
tanaman tua/rusak (TT/TR) mencapai 139 ribu ha atau 12% dari luas areal.
Pada Tabel 2 terlihat bahwa sebaran perkebunan karet yang terluas terletak di
Kabupaten Musi Rawas (27%) dan Muara Enim (18%).
Tabel 2. Luas areal karet di Sumatera Selatan
berdasarkan Kabupaten/Kota, 2011.
KABUPATEN/KOTA
Luas (ha) Jumlah
(ha)
TBM TM TT/TR
LAHAT
8.566
17.216
4.244
30.026
EMPAT LAWANG
1.874
2.475
230
4.579
PAGAR ALAM
1.161
383
-
1.544
MUBA
33.296
111.736
20.461
165.493
BANYUASIN
26.486
54.109
8.712
89.307
MURA
76.002
199.711
55.532
331.245
LUBUK LINGGAU
2.295
9.460
2.119
13.874
OKU
25.122
36.467
8.755
70.344
OKU TIMUR
35.494
39.372
3.849
78.715
OKU SELATAN
3.457
533
35
4.025
OKI
40.526
92.742
15.521
148.789
OGAN ILIR
10.014
18.032
1.219
29.265
MUARA ENIM
70.532
133.180
16.266
219.978
PRABUMULIH
7.326
8.722
2.578
18.626
TOTAL
342.151
724.138
139.521
1.205.810
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, 20..
1.3.2. Produksi Karet
Bahan olah karet diproses oleh pabrik karet yang bernaung dalam wadah
Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo). Saat ini Gapkindo Sumatera
Selatan memiliki anggota sebanyak 27 perusahaan yang terdiri atas pabrik SIR (..
buah), pabrik RSS (3 buah), dan 2 buah pabrik lateks pekat (Lampiran 1). Lebih dari
90% produk karet Sumatera Selatan dihasilkan dalam bentuk karet remah, dan
hampir seluruhnya diekspor.
Produksi karet remah Sumatera Selatan meningkat pesat, dari hanya
139 ribu ton pada tahun 1974 menjadi 821 ribu ton pada tahun 2011 (Tabel 3),
tahun 2013 ditargetkan produksi karet remah Sumatera Selatan akan mencapai
1 juta ton.
Tabel 3. Produksi karet remah di Sumatera Selatan berdasarkan jenis mutu, 1965-2011
Tahun
Jenis Jumlah
(ton) Remmiled SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 50
1965 71.718 - - - - 71.718
1974 86,842 - - 14,975 36,91 138.737
1984 - - - 147,959 656 140.643
1994 - 1,028 5,348 224,236 - 230.612
2004 - 60 4,23 507,422 - 511.712
2005 - - 4,054 543,947 - 548.001
2006 - 78 2556 566881 - 569.515
2007 - 754 8,438 638,298 - 647.490
2008 - 2,598 8,175 655,134 - 665.907
2009 - 4,574 9,784 657,842 - 672.200
2010 - 3,583 9,105 755,946 - 768.634
2011 - 2,462 10,949 808,030 - 821,.441
Sumber: Gapkindo Sumsel, 2012
Di samping karet remah, terdapat produk sit asap (Ribbed Smoked
Sheet/RSS) yang dihasilkan perkebunan besar negara (PTPN VII) dan swasta
(PT. PP Melania), serta lateks pekat yang diproduksi oleh PT Tjakrawala Sembawa
(Kabupaten Banyuasin) dan PT BRK. Produk lateks pekat pada umumnya dipasok
ke industri barang jadi karet di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Masalah klasik yang dihadapi pabrik karet remah adalah mutu bahan
olah karet (bokar) yang rendah, yang mengakibatkan inefisiensi pengangkutan
dan pengolahan serta menimbulkan bau busuk menyengat mulai dari kebun
sampai di pabrik.
Bau busuk terutama berasal dari tempat penyimpanan bokar, kamar
gantung angin (pre-drying room), dan mesin pengering (dryer). Di samping itu
proses pengolahan karet remah memerlukan energi dan air dalam jumlah
banyak, sehingga pabrik harus didirikan di tepi sungai.
Masalah lainnya adalah keterbatasan bahan baku karet. Data tahun
2001 menunjukkan bahwa kapasitas riil pabrik karet remah hanya 70% dari
kapasitas terpasang, berarti kekurangan pasokan bahan baku sebanyak 30%.
Kekurangan bahan baku dari tahun ke tahun semakin menigkat, karena
pertambahan produksi tidak dapat mengejar pertambahan kapasitas pabrik. Hal
ini disebabkan bertambahnya jumlah pabrik baru dan sebagian pabrik lama
meningkatkan kapasitas olahnya (Tabel 4).
Tabel 4. Produksi dan Kapasitas Pabrik Karet Remah
di Sumatera Selatan, 2001 – 2011
Tahun
Produksi (ton)
Kapasitas pabrik (ton)
Realisasi olah (%)
Jumlah perusahaan
(buah)
Jumlah pabrik (buah)
2001 346.121 493.000 70 15 16
2002 394.482 557.600 71 15 16
2003 439.654 602.400 73 17 18
2004 511.712 673.400 76 17 18
2005 548.061 722.400 76 20 18
2006 569.515 940.300 61 20 21
2007 647.940 964.300 67 24
2008 665.907 1.120.300 59 24
2009 672.200 1.265.488 53
2010 757.143 1.300.488 58
2011 821.441 1.300.488 63
Sumber: Gapkindo Sumsel, 2001-2011
Peningkatan produksi karet alam yang tejadi selama lima tahun terakhir
disertai dengan peningkatan harga karet alam di pasar dunia berdampak
langsung terhadap perolehan devisa. Devisa yang dihasilkan dari karet alam
mengalami peningkatan dari US$ 205 ribu pada tahun 1999 menjadi US$ 3.9
juta pada tahun 2011.
1.4. Negara Tujuan Ekspor
Sebelum tahun 2000, sebagian besar karet alam Indonesia diekspor ke
Amerika Serikat. Namun pertumbuhan perekonomian dunia yang pesat di China,
Jepang, dan Korea Selatan pada sepuluh tahun terakhir, telah mendongkrak
permintaan terhadap karet alam, seperti terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Volume ekspor karet alam berdasarkan negara tujuan utama
No. Negara Tujuan
Tahun
1994 2000 2005 2010 2011
1 Amerika Serikat 571 562 669 546 607
2 RRC 31 35 249 418 409
3 Jepang 39 144 260 313 387
4 Korea Selatan 34 73 74 91 120
5 Singapura 195 89 115 117 104
6 Brasil 8 33 55 110 94
7 Kanada 42 57 71 69 77
8 Negara Lainnya 320 383 527 685 754
TOTAL EKSPOR 1.244 1.379 2.023 2.351 2.555
Sumber:
Buletin Karet No. 09/Thn/XVII.1995.Gapkindo : Jakarta
List of Members. 2006 & 2011. Gapkindo : Jakarta
Badan Pusat Statistik – Jakarta
Saat ini pengembangan karet alam di negara-negara pesaing seperti
Thailand, Malaysia, Vietnam, India, Cina dan Kamboja sangat pesat. Agar karet
alam Indonesia dapat bersaing dan diterima di pasar internasional, maka
perbaikan mutu bokar mutlak dilaksanakan dan diikuti perbaikan sistem
pemasarannya.
2. SISTEM PEMASARAN BAHAN OLAH KARET
Masalah yang dihadapi petani karet adalah belum optimalnya bagian
harga yang diterima petani, akibat rendahnya mutu bokar dan panjangnya rantai
pemasaran. Sebagian petani karet telah berupaya meningkatkan produksi
karetnya melalui perluasan maupun peremajaan dengan menggunakan bibit
unggul. Keberhasilan peningkatan produksi tersebut perlu diimbangi dengan
perbaikan mutu bokar dan sistem pemasarannya, agar bagian harga yang diterima
petani meningkat..
Pemerintah telah merintis sistem pemasaran yang terkoordinasi di
antaranya melalui "kemitraan" dan “lelang”. Di samping itu pemerintah telah
menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian No 38 tahun 2008 mengenai
“pengolahan dan pemasaran bokar” dan Peraturan Menteri Perdagangan No 53
Tahun 2009 mengenai “pengawasan mutu bahan olah komoditi ekspor SIR”,
namun penerapannya masih menghadapi kendala.
2.1. RANTAI PEMASARAN BOKAR
Pelaku pemasaran bokar terdiri dari produsen (petani), lembaga
pemasaran (pedagang/kelompok pemasaran bersama/KUD) dan konsumen bokar
(pabrik pengolah). Kegiatan pemasaran dari petani sampai ke konsumen meliputi
pengumpulan, penyimpanan, penjualan, pengangkutan, pengolahan, standarisasi,
grading, pembiayaan dan penelusuran informasi pasar. Dalam melaksanakan
fungsinya, lembaga pemasaran memerlukan biaya dan memperoleh keuntungan.
Rantai pemasaran bokar dibedakan menjadi pemasaran tradisional dan
terorganisasi.
2.1.1. Rantai Pemasaran Tradisional
Sistem pemasaran karet rakyat umumnya belum terkoordinasi baik,
disebabkan panjangnya rantai pemasaran, serta rendah dan beragamnya mutu
bokar. Bokar yang dihasilkan umumnya berupa sleb tebal (20-30 cm) dengan
kadar karet kering (KKK) kurang dari 50%. Di samping itu sistem penjualan
bokar masih didasarkan atas bobot basah, sehingga sleb yang diperdagangkan
hanya 40-50% karet kering, selebihnya air dan kotoran (Gambar 1). Hal ini
menyebabkan tingginya biaya angkutan, yang akhirnya berpengaruh pada
bagian harga yang diterima petani.
Gambar 1. Rantai pemasaran bokar tadisional
2.1.2. Rantai Pemasaran Terorganisasi
Sistem pemasaran bokar yang terorganisasi terbentuk atas inisiatif petani
maupun atas dorongan pemerintah (Gambar 2).
Gambar 2. Rantai pemasaran bokar yang terorganisasi
.
Sistem pemasaran bokar yang terorganisasi memiliki aturan yang
disepakati bersama, seperti: a) pemberlakuan standardisasi mutu bokar
(keseragaman ukuran, bahan pembeku, cara dan lama penyimpanan); b)
penentuan formulasi (indikator) harga bokar yang akan diterima petani; c)
penentuan waktu penjualan dan penimbangan; dan d) penentuan besarnya uang
jasa untuk kelompok pemasaran/KUD yang dilakukan secara musyawarah.
Sistem pemasaran yang terorganisasi akan semakin baik dan kuat, jika volume
bokar mampu memenuhi skala penjualan yang efisien dan berkesinambungan.
Sistem pemasaran terorganisasi dibedakan menjadi pola kemitraan dan pola
pasar lelang.
a. Pola Kemitraan
Kemitraan adalah kegiatan bisnis yang berorientasi pada hubungan kerja
sama yang kokoh, berjangka panjang, saling percaya dan dalam kedudukan
yang setara.
Kemitraan membutuhkan persyaratan, antara lain adanya kesamaan
visi (untuk kepentingan bersama), komitmen (kesungguhan untuk mencapai
tujuan bersama), kooperatif (mau bekerja sama) dan akuntabel(dapat
dipertanggungjawabkan). Secara konsepsi melalui kemitraan diperoleh banyak
keuntungan, di antaranya:
Pemasaran produk lebih pasti dan periodik
Perusahaan besar dapat memperoleh pasokan secara rutin dengan
kualitas sesuai kesepakatan.
Bantuan dalam bentuk dana, teknologi, manajemen dan sarana lainnya
dapat tersedia bagi petani.
Proses persaingan tidak terjadi pada produk yang sama karena telah
diatur segmennya dalam kemitraan.
Masing-masing pengusaha (besar, menengah, dan kecil) mempunyai
spesialisai dan tugas yang saling mendukung.
b. Pola Pasar Lelang
Pasar lelang bokar merupakan bentuk interaksi antara permintaan pabrik
pengolah dan penawaran langsung dari petani/kelompok tani. Harga transaksi
yang terjadi adalah harga tertinggi yang ditentukan secara transparan dan
dilaksanakan di tingkat lokal/desa.
Pasar lelang bokar berperan sebagai lembaga perantara bagi
kepentingan pembeli dan penjual, terutama dalam hal penentuan harga yang
sesuai. Pasar lelang juga berfungsi sebagai wahana untuk memberikan
pelayanan dan sarana bagi pembeli dan penjual. Pelayanan dan sarana tersebut
adalah sarana tempat, pengumpulan produk, informasi patokan harga regional
dan internasional, serta penilaian mutu bokar. Pelayanan dan sarana tersebut
diharapkan dapat berkembang menjadi sistem standarisasi dan grading, serta
sarana untuk mengadakan transaksi.
Mekanisme umum pasar lelang bokar sebagai berikut :
Panitia lelang mengkoordinasikan jenis dan mutu bokar tertentu yang
harus dihasilkan oleh petani/kelompok tani sesuai dengan permintaan
pasar.
Panitia lelang mengundang pabrik pengolah atau pedagang besar untuk
Petani Pedagang Desa
Pedagang
Besar
Pool Pabrik
ik
Pabrik Pengolah/ Eksportir
Petani Kelompok
Tani KUD
Pabrik Pengolah/ Eksportir
a. Kemitraan
b. Lelang Pedagang
mengikuti lelang pada waktu yang ditentukan, disertai estimasi jenis dan
volume bokar yang akan dilelang.
Para petani/kelompok tani mengumpulkan sejumlah bokar dengan
volume tertentu.
Diadakan pemeriksaan mutu bokar oleh panitia dan penawar lelang.
Panitia lelang menentukan harga indikator yang disesuaikan dengan
perkembangan harga umum (terutama harga internasional) dengan
memperhatikan mutu.
Pembeli mengadakan penawaran terbuka dan ditentukan harga
penawaran tertinggi.
Penimbangan bokar yang dilelang.
Pembayaran bokar dilakukan secara tunai.
Penerapan pemasaran terorganisasi banyak menghadapi kendala di antaranya:
a) Lokasi kebun karet petani yang menyebar
b) Ketergantungan petani kepada pedagang perantara
c) Pedagang merupakan mata rantai yang efisien
d) Harga bokar di desa yang cukup bersaing karena banyaknya pedagang.
e) Adanya strategi pedagang seperti pemberian harga tinggi untuk menarik
petani
f) Belum diterapkannya standarisasi mutu bokar
g) Pabrik pengolah tidak ingin merusak sistem pemasaran yang ada
3. IMPLEMENTASI PEMASARAN BAHAN OLAH KARET
TERORGANISASI DI SUMATERA SELATAN
3.1. Volume Bokar
Pemasaran bokar dengan pola kemitraan telah cukup lama diterapkan,
berdasarkan SK Menteri Pertanian tahun 1988 yang diperbaharui pada tahun
1990 dan 1991, tentang hubungan pembelian bokar dari kebun plasma oleh inti
dalam Proyek PIR Perkebunan, dan kemitraan informal antara kelompok tani
usaha bersama dengan pabrik pengolah anggota Gapkindo di beberapa daerah.
Pola kemitraan disempurnakan dalam bentuk Perjanjian Kerjasama antara
Ditjenbun dengan Gapkindo No: HM.330/ E4.721/09.93 dan 243/ PTS/IX/93,
tanggal 11 September 1993.
Kemitraan usaha dilakukan antara kelembagaan petani karet dengan
pengusaha pabrik pengolah-pengekspor atau industri barang jadi dalam rangka
mewujudkan sistem agroindustri di pedesaan secara utuh, berdasarkan prinsip
saling menguntungkan dan saling membutuhkan dengan sasaran akhir
peningkatan pendapatan petani. Contoh kesepakatan kemitraan disajikan pada
Lampiran 2.
Secara operasional, kemitraan usaha dimulai dengan penyediaan
fasilitas pembelian dan pengolahan bokar, diikuti kerjasama peningkatan
kebersihan dan konsistensi mutu bokar. Oleh karena itu selain hubungan jual-
beli bokar, pengusaha pabrik pengolah juga dapat membantu menyediakan
bahan penggumpal, dan input lainnya. Contoh kemitraan formal yang pernah
terbentuk setelah adanya Perjanjian Kerjasama antara Ditjenbun dengan
Gapkindo adalah Kemitraan antara KUD Gelora Tani UPP TCSDP Sekayu
dengan PT Remco.
Sementara untuk pasar lelang, saat ini di Sumatera Selatan tercatat
terdapat sekitar 15 pasar lelang yang menjangkau sekitar 186 desa, pasar
lelang yang berkembang baik di antaranya KUD Berkat (Desa Lubuk Raman),
KUD Mufakat (Kota Prabumulih), KUD Serasan Jaya (Desa Gelumbang). serta
beberapa KUD/Koperasi/ Gapoktan lainnya yang baru mulai berkembang.
Di Sumatera Selatan juga terdapat beberapa pasar lelang karet yang
baru yang dilakukan KUD/Koperasi/ Gapoktan yang aktif dan mampu tumbuh
dengan baik, yang pembentukannya tumbuh dari bawah (bottom-up), yang
diprakarsai oleh masyarakat sendiri yang dimulai dari pembentukan kelompok
tani dengan jumlah anggota terbatas.
Data tahun 2012 menunjukkan bahwa nolume bokar yang tercatat
dipasarkan melalui pasar lelang baru sekitar 23 ribu ton karet kering atau 2.7%
dari total volume bokar Sumatera Selatan (Tabel 8).
Tabel 6. KUD/gapoktan yang melaksanakan pemasaran terorganisasi
di Sumatera Selatan, 2012
Kabupaten No. Nama Kelompok Desa Jumlah desa
Total Volume
(desa) per tahun
Muara Enim 1 KUD Serasan Jaya Gelumbang 33
14.700
2 KUD Berkat Lubuk Raman 49
6.800
3 Koperasi Bina Karya Tanjung Raman 23
4.100
4 KUD Panca Mulia Sumber Rahayu 6
3.700
5 Gapoktan Abadi Maju Kencana Mulia 1
250
Prabumulih 6 Koperasi Manunggal Jaya kelurahan Karang Jaya 27
5.600
7 KUD Mufakat Jaya Jungai 13
2.800
8 Koperasi Balam Sejahtera Kelurahan Patih Galung 13
2.000
9 KUD Suka Maju Tanjung Kemala 3
1.400
Ogan Komering Ilir 10
Kelompok Tani Ngerawan Indah Seri Tanjung 4
550
11 Gapoktan Cahaya Bersinar Tanjung Dayang 2
350
12 KUD Wana Lestari Payaraman 1
65 Ogan Koering Ulu 13 Gapoktan Suka Maju/OKU Bindu 1
2.500
Banyuasin 14 Gapoktan Harapan Masyarakat Pelajau IIlir 8
300
15 Koperasi Lavender Regan Agung 2
200
Jumlah (slab)
186
45.315
Jumlah (karet kering)
22658
Persentase terhadap total produksi karet Sumsel (%) 2,7
Pada pasar lelang yang sudah berkembang baik, bokar tersimpan di gudang
TPK (Tempat Pelayanan Koperasi), pada saat lelang kelompok tani atau ketua
TPK hanya membawa data volume bokar yang akan dilelang, sementara para
pedagang yang umumnya perwakilan pabrik sudah mengetahui mutu dan
potensi bokar setiap TPK/desa sehingga dapat mengajukan penawaran harga.
Sedangkan untuk KUD/Gapoktan/UPPB yang baru berkembang, biasanya bokar
dibawa pada waktu dan lokasi yang telah ditentukan secara musyawarah antara
gapoktan dan pedagang.
Pemasaran terorganisasi tidak mudah untuk diterapkan karena sekalipun
bagian harga akan lebih tinggi, namun petani cenderung menjual kepada
pedagang. Oleh karena itu peran pedagang harus dioptimalkan, yang
berkembang di lapangan adalah kemitraan antara pabrik pengolah dengan para
suplier bokar.
Dalam Peraturan Menteri Pertanian No 38 tahun 2008 Pasal 16
disebutkan bahwa untuk kegiatan pengolahan dan pemasaran bokar, pekebun
dikelompokkan dalam UPPB (Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar).
Selanjutnya pada Pasal 27 disebutkan bahwa kemitraan usaha dapat dilakukan
antara UPPB dengan pihak lain, seperti pedagang bokar, koperasi, dan/atau
perusahaan korporasi. Pada tahun 2011 di Desa Regan Agung, Kabupaten
Banyuasin, Sumatera Selatan telah terbentuk 4 UPPB, masing-masing
beranggota 50-100 orang, dengan volume bokar 4-6 ton/minggu/UPPB.
Selanjutnya UPPB bermitra dengan pedagang, dan pedagang bermitra dengan
pabrik.
2.2. Mutu Bahan Olah Karet
Mutu bokar yang rendah menjadi masalah yang sulit terpecahkan
disebabkan berbagai faktor yang terjadi mulai dari tingkat petani, pedagang,
pabrik pengolah, termasuk pemerintah.
Petani
SNI Bahan Olah Karet. belum diterapkan
Belum ada perbedaan harga yang signifikan antara bokar bersih dan
kotor.
Penerapan teknologi dan sarana panen dan pasca panen belum
dilakukan dengan baik.
Pedagang
Pembeli/pedagang cendrung menetapkan harga beli berdasarkan harga
yang terendah dari barang yang ditawarkan.
Sistem ijon yang ditawarkan oleh para pedagang membuat posisi tawar
petani menjadi lemah karena harga bokar ditentukan pembeli
Belum ada upaya yang dilakukan pedagang untuk memperbaiki mutu
bokar
Pabrik pengolah:
Meningkatnya biaya pengolahan akibat tingginya biaya pembersihan
bokar.
Percemaran lingkungan akibat mutu bokar yang rendah.
Menurunnya daya saing dan citra perkaretan nasional di pasar
internasional
Pertumbuhan pabrik tanpa memperhitungkan kapasitas produksi/bokar
mengakibatkan pabrik tidak mampu memenuhi kapasitas mesin (idle).
Hal ini mengakibatkan persaingan yang tidak sehat sehingga pabrik
lebih mengutamakan pada pemenuhan volume dibandingkan
pemenuhan mutu bokar.
Pemerintah
Terbatasnya anggaran pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan
bokar sehingga menuntut keterlibatan dan partisipasi seluruh pelaku
usaha perkaretan ( petani, pedagang, pengusaha pengolah karet)
Peraturan Menteri Pertanian No.38/Permentan/OT.14/8/2008 tentang
Bokar belum sepenuhnya dapat dioperasionalkan, karena masih perlu
ditindaklanjuti dengan peraturan daerah (PERDA)
Upaya perbaikan mutu bokar telah dilakukan melalui berbagai kegiatan
seperti pelatihan, sosialisasi bokar bersih, pembagian bahan pembeku dan
sarana pengolahan. Namun mutu bokar sulit untuk ditingkatkan, karena selama
petani masih memasarkan bokarnya sendiri-sendiri, petani tidak memperoleh
nilai tambah yang signifikan.
Selain upaya perbaikan mutu, Dinas Perkebunan juga melakukan fasilitasi
pemasaran bokar terorganisasi melalui pola kemitraan antara petani dengan
pabrik pengolah, dan pembentukan pasar lelang.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa melalui pemasaran
terorganisasi mutu bokar lebih baik dibandingkan pemasaran tradisional, baik
dari aspek kebersihan, penyimpanan, tempat pembekuan, jenis pembeku, dan
ketebalan bokar. Mutu bokar yang dipasarkan secara tradisional diperoleh
melalui wawancara dengan aparat desa di 85 desa di Sumatera Selatan,
sedangkan mutu bokar pada pasar terorganisasi diperoleh melalui wawancara
dengan 15 KUD/Gapoktan yang memiliki wilayah binaan/kerja sekitar 186 desa.
Tabel 7. Kondisi mutu bokar: pasar tradisional dan pasar terorganisasi
Uraian Tradisional (%)a
Lelang/Kemitraan (%)
(85 desa) (15KUD/Gapoktan:
186desa)
Kebersihan Bersih 63 100
Kotor 37 -
Penyimpanan Tidak direndam 58 100
Rendam 42 -
Tempat Pembekuan Kotak kayu 60 36
Kotak plastik 24 44
Aluminium 0 17
Lubang tanah 10 6
Lainnya 6 0
Jenis Pembeku Asam semut 2 34
Cuka para 69 44
Deorub 1 17
Pupuk 8 -
Cuka+ tawas 9 =
Tawas 10 4
Gadung 1 -
Ketebalan bokar < 20 cm - 62
> 20 cm 100 38
Sumber: a Syarifa, L. F, dkk (2011)
3.3. Bagian Harga Yang Diterima Petani
Harga bokar yang diterima petani dipengaruhi oleh sistem
kelembagaan, dan panjangnya rantai pemasaran, yang menentukan tingkat
kekuatan petani dalam melakukan negosiasi harga. Harga bokar juga ditentukan
oleh: 1) jenis dan mutu bokar; 2) kadar karet kering (KKK); 3) harga karet alam
dunia; dan 4) marjin pemasaran.
Sistem dan kelembagaan pemasaran bokar akan menentukan tingkat
harga dan bagian harga yang diterima petani. Dalam pembentukan harga bokar
yang diterima petani, selain terdapat faktor-faktor yang dikuasai petani sendiri
(misalnya menghasilkan bokar bermutu baik dan menekan marjin pemasaran),
juga terdapat faktor yang tidak dapat dikuasai oleh petani (misalnya harga karet
dunia). Upaya pengorganisasian sistem pemasaran bokar untuk meningkatkan
efisiensi dapat dilakukan dengan mengoptimumkan berbagai faktor yang dapat
dikuasai oleh petani.
Harga bokar antar petani, antar kelompok, antar desa dan antar waktu
tidak dapat dibandingkan dan digunakan sebagai standar efisiensi pemasaran.
Untuk membandingkan harga antar waktu,tempat dan kelompok digunakan peubah
“bagian harga yang diterima petani” dalam satuan % FOB SIR 20.
Sistem pemasaran terorganisasi mampu menghasilkan bagian harga
petani yang lebih tinggi yaitu mencapai 85 - >90% FOB (Tabel 8). Hal ini
disebabkan bokar bermutu baik dan volume bokar yang dijual cukup banyak dan
kontinu, sehingga posisi tawar petani lebih kuat.
Tabel 8. Sistem pemasaran dan bagian harga yang diterima petani Sistem Pemasaran
Jenis Bokar
Bagian Harga Petani
(% FOB SIR 20)
Tahun Penelitian
A. Tradisional
Lokasi Jauh
Lokasi Dekat B. Terorganisasi
Kedaton (OKU, Sumsel)
Pampangan (OKI, Sumsel)
Sumber Rahayu (Muaraenim, Sumsel)
Desa Regan Agung, Banyuasin
Kemitraan Inti-Plasma (PIR-Mini Estate)
Kemitraan TCSDP Sekayu Sumatera Selatan
Lelang TCSDP Prabumulih Sumatera Selatan
Lelang informal di PIR Batumarta (Sumsel)
KUD Serasan
KUD Berkat
KUD Mufakat
Sleb tebal Sleb tebal Sleb tebal Sleb tebal Sleb tebal Sleb tebal Sleb-Lump Sleb tipis Sleb tipis Sleb tebal Sleb tipis Sleb tipis Sleb tipis
55 - 70 70 – 80
82 83 83 -
82 85 85 83
>90 >90 >90
1993 1993
2000 2002 2000 2012 1992 1996 1995 2000 2011 2012 2012
Pada Tabel 8 juga terlihat bahwa bagian harga yang diterima petani dari tahun
ke tahun semakin meningkat disebabkan:
Pemasaran semakin efisien, akibat transportasi dari kebun ke pabrik
yang semakin lancar, jumlah pedagang semakin banyak dan bersaing.
Harga karet sejak beberapa tahun terakhir meningkat pesat.
Pabrik karet remah kekurangan pasokan bahan baku sehingga harga
pembelian pabrik menjadi sangat tinggi. Di samping itu meningkatnya
kapasitas olah pabrik menyebabkan biaya olah menjadi semakin rendah,
dan harga pembelian pabrik meningkat.
4. PENUTUP
Upaya mengatasi permasalahan pemasaran bokar telah dirintis dengan
menerapkan berbagai sistem dan kelembagaan pemasaran karet yang
diharapkan mampu memberikan manfaat bagi seluruh pelaku sistem yang
terlibat, seperti pola kemitraan dan lelang. Kedua sistem pemasaran tersebut
mempunyai ciri dasar mengaktifkan peran kelompok tani untuk
menawarkan/menjual bokar secara langsung ke pabrik pengolah. Pemasaran
bokar melalui kelompok tani mampu memupuk dan melatih kebersamaan petani,
memperkuat posisi tawar petani, serta menghasilkan volume jual yang efisien
yang dapat menurunkan biaya pemasaran, meningkatkan harga jual bokar dan
bagian harga yang diterima petani.
Pasar lelang karet diyakini mampu meningkatkan mutu bokar dan
berfungsi sebagai lembaga pemasaran yang dapat menciptakan pembentukan
harga secara transparan. Keberadaan pasar lelang diharapkan mampu
meningkatkan posisi tawar petani dan dapat dipakai sebagai acuan harga bagi
petani di sekitarnya
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Karet Indonesia. 2011. Percepatan Hilirisasi Industri Karet. Jakarta,
September 2011.
Honggokusumo, S. 2011. Peraturan Presiden No. 36 tahun 2010: Daftar Negatif
Investasi-Pabrik Crumb Rubber disampaikan pada makalah Lokakarya
Karet Nasional, 26 September 2011, Hotel Kartika Chandra, Jakarta.
International Rubber Study Group (IRSG). 2011. Rubber Statistical Bulletin, 66
(1-3) July – September 2011. International Rubber Study Group,
Singapore.
Smit, H.P. 2003. The World Tyre and Rubber Industry and the China Factor:
Some Scenario for the Future. Jakarta
Syarifa, LF; D.Agustima, C.Nancy, M.Supriadi. 2012. Evaluasi Tingkat Adopsi
Klon Unggul dan mutu Bokar di Tingkat Petani Karet di Provinsi Sumatera
Selatan. Jurnal Penelitian Karet, No 1, Volume I, tahun 2012.
Lampiran 1. Kapasitas Olah Pabrik Karet di Sumatera Selatan, 2012
Lokasi Pabrik
(Kabupaten/Kota
dan Kecamatan)
Nama Pabrik
Kapasitas
Olah (ton)
Jenis
Produk
Olahan
Palembang
PT Aneka Bumi Pratama 93 000 SIR
PT Baja Baru 60 000 SIR
PT Gajah Ruku 80 000 SIR
PT Hok Tong 65000 SIR
PT Muara Kelingi I 55 000 SIR
PT Muara Kelingi II 55 000 SIR
PT Panca Samudera Simpati 90 000 SIR
PT Prasidha Aneka Niaga I 30 000 SIR
PT Prasidha Aneka Niaga II 30 000 SIR
PT Remco 50 000 SIR
PT Sunan Rubber 60 000 SIR
PT Sri Trang Lingga Indonesia 48 000 SIR
Bangka PT Karini Utama 12 000 SIR
Musi Banyuasin
Sekayu PT Kirana Musi Persada 36 000 SIR
Babat Toman PT Pinago Utama 36 000 SIR
Muaraenim
Tanjung Agung PT Lingga Jaya 30 000 SIR
Musi Rawas
Nibung PT Nibung Artha Mulia 18 000 SIR
Rawas Ulu PT Kirana Windu 30 000 SIR
Ogan Komering Ilir
Mesuji PT Multi Agro Kencana Prima 18 000 SIR
Banyuasin
Banyuasin III PT Melania Indonesia 2300 RSS
Talang Kelapa PT Mardec Musi Lestari 30 000 SIR
Talang Kelapa PT Bintang Gasing Persada 36 000 SIR
Jumlah Kapasitas Olah (ton) 964 300
Lampiran 2. Contoh Piagam Kemitraan Petani – Pabrik Karet Remah.
PIAGAM KESEPAKATAN
ANTARA
PETANI DENGAN PABRIK KARET REMAH
DALAM PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BOKAR
Pada hari ini ….. tanggal …… bulan Desember tahun dua ribu sebelas,
kami yang bertanda tangan di bawah ini :
1. ………………… Ketua …….. Kecamatan.........., Kabupaten .............,
dalam hal ini bertindakuntuk dan atas nama petani
yang tergabung dalam Gapoktan Karet
2. ………………... Direktur Utama PT .......... dalam hal ini bertindak atas
nama PT......................
Telah mengadakan kesepakatan dalam hal pengolahan dan pemasaran bahan
olah karet sesuai dengan syarat-syarat sebagaimana diatur berikut ini :
Petani menghasilkan bahan olah karet harus sesuai dengan Permentan
No.38/Permentan/OT-140/8/2008 dan Permendag RI No 53/M-
AG/PER/10/2009 dengan persyaratan umum :
a. Ukuran bak pembeku yang seragam dengan kode/tanda
kepemilikan
b. Menggunakan bahan pembeku anjuran berupa asap cair atau asam
semut
c. Tidak mengandung kotoran/kontaminan dan tidak direndam
d. Umur simpan Bokar tertentu sesuai kesepakatan
Pengusaha pabrik karet remah dalam pembelian Bokar dari petani dengan
kondisi sesuai persyaratan yang disepakati harus dilakukan atas dasar :
a. Penetapan sortasi/seleksi bokar dilakukan secara objektif.
b. Penetapan harga bokar berdasarkan formula : minimal 85% FOB
dari harga karet yang berlaku secara internasional.
c. Penetapan Kadar Karet Kering (KKK) ditentukan secara objektif
melalui pengujian di laboratorium.
Palembang, .................. 20 ..
PT ...................................
(.....................................)
Gapoktan ....................
(.....................................)
Mengetahui,
(.......................................)
Kepala Dinas ,
(.......................................)
Lampiran 3. Profile Beberapa KUD/Gapoktan di Sumatera Selatan, 2012
Wilayah Kabupaten Ogan Ilir
1. Gapoktan CAHAYA BERSINAR
Tahun Berdiri : 1997
No. Badan Hukum : -
Alamat : Jl. Lintas Timur, Tanjung Dayang Utara
Nama Ketua : Bambang Irawan (0813 7320 0319)
Jumlah Anggota : 150 Orang
Jumlah Desa Binaan : 2 Desa
Unit Usaha Lainnya : -
Jenis Bokar : Slab Lump
Perkiraan KKK : 58 %
Volume Bokar
Tahun 2012 : 350 Ton
Waktu Lelang : 2 Mingguan (Tanggal 14 dan 29)
Sejarah Ringkas : Pada Tahun 1987 terdapat program pengembangan
karet rakyat (PPKR), pada akhirnya menginisiasi warga untuk membentuk wadah
agar dapat mengelola pasar lelang karet secara swadaya. Kegiatan pasar lelang yang
berlangsung di Tanjung Dayang ini diikuti oleh anggota/TPK yang berasal dari 6
Desa dengan status petani anggota mencapai 80 %, sementara petani non anggota
hanya 20 %.
2. KUD WANA LESTARI (Unit Usaha Lelang Karet)
Tahun Berdiri : 1989 (KUD), 12 Desember 2011 (Lelang)
No. Badan Hukum : -
Alamat : Desa Payraman, Kecamatan Tanjung Batu
Nama Ketua : Hasbullah (0813 6734 6451)
Jumlah Anggota : 120 Orang
Jumlah Desa Binaan : 1 Desa (1 TPK)
Unit Usaha Lainnya : Simpan Pinjam; Jual Pupuk
Jenis Bokar : Slab Lump
Perkiraan KKK : 56 - 60 %
Volume Bokar
Tahun 2012 : 56 Ton
Waktu Lelang : Mingguan (Setiap Rabu)
Sejarah Ringkas : Adanya penyuluhan dari instansi pemerintah yang
menghimbau KUD Wana Lestari untuk membentuk kelompok pemasaran lelang,
KUD Wana Lestari yang telah berdiri akhirnya membentuk unit usaha lelang karet di
penghujung Tahun 2011. Terdapat hanya satu desa binaan saja dengan status
keanggotaan petani merupakan langganan.
3. Kelompok Tani NGERAWAN INDAH
Tahun Berdiri : 2010
No. Badan Hukum : -
Alamat : Desa Seri Tanjung, Kecamatan Tanjung Batu
Nama Ketua : Muh. Riduan, S.Ag (0853 7703 6956)
Jumlah Anggota : 250 Orang
Jumlah Desa Binaan : 4 Desa
Unit Usaha Lainnya : -
Jenis Bokar : Slab Lump
Perkiraan KKK : 50 %
Volume Bokar
Tahun 2012 : 550 Ton
Waktu Lelang : Mingguan (Setiap Rabu)
Sejarah Ringkas : Kelompok Tani Ngerawan Indah merupakan
kelompok tani yang masuk dalam bagian dari Gapoktan TERPADU di Desa Seri
Tanjung. Kelompok ini membidangi unit usaha lelang karet, dalam pasar lelang
terdapat 95 % anggota kelompok merupakan langganan dan sisa 5 % adalah petani
bebas atau non anggota kelompok ini. Kegiatan lelang di kelompok ini dibuka atau
dimulai pada malam hari tepat pukul 08.00 malam hari, setelah sebelumnya di
kumpulkan dan ditimbang di lapangan terbuka.
Wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu – Induk
4. Gapoktan SUKA MAJU
Tahun Berdiri : 2002
No. Badan Hukum : -
Alamat : Desa Bindu, Kecamatan Peninjauan
Nama Ketua : Sulaiman Effendi (0852 6715 0833)
Jumlah Anggota : 500 Orang
Jumlah Desa Binaan : 1 Desa (10 TPK)
Unit Usaha Lainnya : -
Jenis Bokar : Slab Lump
Perkiraan KKK : 42 %
Volume Bokar
Tahun 2012 : 2.500 Ton
Waktu Lelang : Mingguan (Hari Kamis)
Sejarah Ringkas : Inisiatif dan swadaya masyarakat
Wilayah Kota Prabumulih
5. KUD MUFAKAT JAYA
Tahun Berdiri : 1988
No. Badan Hukum : 002871/BH/XX/1988
Alamat : Jl. Raya Baturaja Km. 15 Desa Jungai
Nama Ketua : Iskandar (0852 7314 0571)
Jumlah Anggota : 1.499 Orang
Jumlah Desa Binaan : 13 Desa (33 TPK)
Unit Usaha Lainnya : Simpan Pinjam; Waserda Saprodi Pertanian
Jenis Bokar : Slab Lump
Perkiraan KKK : 55 - 60 %
Volume Bokar
Tahun 2012 : 2.800 Ton
Tahun 2011 : 2.700 Ton
Waktu Lelang : 2 Mingguan (Tanggal 5 dan 20)
Sejarah Ringkas : Adanya inisiatif petani PPKR dengan berkoordinasi
pada pihak Disbun Kota Prabumulih dan Disbun Propinsi Sumatera Selatan untuk
membangun Unit Koperasi. Lelang di KUD Mufakat Jaya diikuti oleh 33 TPK yang
aktif hingga saai ini.
6. KUD MANUNGGAL JAYA
Tahun Berdiri : 2000
No. Badan Hukum : 184/BH/KDH-65/I/2001
Alamat : Kelurahan Karang Jaya, Kecamatan Prabumulih Timur
Nama Ketua : Effendi (0853 7756 3049)
Jumlah Anggota : 1.592 Orang
Jumlah Desa Binaan : 27 Desa (47 TPK)
Unit Usaha Lainnya : -
Jenis Bokar : Slab Lump
Perkiraan KKK : 55 - 60 %
Volume Bokar
Tahun 2012 : 5.600 Ton
Tahun 2011 : 4.500 Ton
Waktu Lelang : 2 Mingguan (Tanggal 3 dan 17)
Sejarah Ringkas : Adanya upaya dari LSM sehubungan dengan
program CSR Pertamina yang memberikan bimbingan dan mendampingi hingga
proses terbentuknya KUD pada tahap awal.
7. Koperasi BALAM SEJAHTERA
Tahun Berdiri : 2005
No. Badan Hukum : -
Alamat : Kelurahan Patih Galung, Kecamatan Prabumulih Barat
Nama Ketua : Abidin (0812 714 5311)
Jumlah Anggota : 108 Orang
Jumlah Desa Binaan : 13 Desa (13 TPK)
Unit Usaha Lainnya : Simpan Pinjam; Loket Listrik; Agen Pos; Jual Bak Pembeku
Jenis Bokar : Slab Lump
Perkiraan KKK : 58 - 59 %
Volume Bokar
Tahun 2012 : 2.000 Ton
Tahun 2011 : 2.500 Ton
Waktu Lelang : Bulanan (Tanggal 6)
Sejarah Ringkas : Inisiatif dan swadaya masyarakat di desa
8. KUD SUKAMAJU (Unit Usaha Lelang Bokar - TANJUNG KEMALA)
Tahun Berdiri : 2003 (KUD), 2009 (Unit Lelang Bokar)
No. Badan Hukum : 037/BH/Koperasi/UKM/KOP/2003
Alamat : Jl. Lintas Payu Putat, Kelurahan Gunung Kemala
Nama Ketua : Asmudin (0813 6796 5804)
Jumlah Anggota : 9 Orang
Jumlah Desa Binaan : 3 Desa (13 TPK)
Unit Usaha Lainnya : -
Jenis Bokar : Slab Lump
Perkiraan KKK : 55 - 60 %
Volume Bokar
Tahun 2012 : 1.400 Ton
Waktu Lelang : 2 Mingguan dan Bulanan (Tanggal 4 dan 17)
Sejarah Ringkas : Pembentukan pengurus awal unit lelang bokar pada
tanggal 15 Desember 2008 dan lelang perdana baru dimulai pada tanggal 1 Januari
2009, berdasarkan inisiatif pengurus KUD Sukamaju.
9. Koperasi BINA KARYA
Tahun Berdiri : 2003
No. Badan Hukum : 38/BH/KOP.UMK/KOP/IV/2007.
Alamat : Jl. Basuki Rahmat, Kelurahan Tanjung Raman
Nama Ketua : Iskandarno
Jumlah Anggota : 300 Orang
Jumlah Desa Binaan : 23 Desa (26 TPK)
Unit Usaha Lainnya : -
Jenis Bokar : Slab Lump
Perkiraan KKK : 55 - 60 %
Volume Bokar
Tahun 2012 : 4.100 Ton
Waktu Lelang : Bulanan (Tanggal 5)
Sejarah Ringkas : Inisiatif dan swadaya masyarakat
Wilayah Kabupaten Muara Enim
10. KUD PANCA MULIA
Tahun Berdiri : 1986
No. Badan Hukum : 002655/BH/XX, 13 Agustus 1986
Alamat : Jl. Kol. H. Burlian, Desa Sumber Rahayu
Nama Ketua : M. Jerno HC (0853 6793 3444)
Jumlah Anggota : 153 Orang
Jumlah Desa Binaan : 6 Desa
Unit Usaha Lainnya : Simpan Pinjam; Penyewaan Kursi
Jenis Bokar : Slab Lump
Perkiraan KKK : 60 %
Volume Bokar
Tahun 2012 : 3.700 Ton
Tahun 2011 : 1.400 Ton
Waktu Lelang : Bulanan (Tanggal 19)
Sejarah Ringkas : Swadaya masyarakat non PPKR, adanya upaya
masyarakat pada saat itu untuk swasembada pangan. Sementara untuk pasar lelang di
KUD baru mulai pada tahun 1998.
11. KUD SERASAN JAYA
Tahun Berdiri : 1988
No. Badan Hukum : 002854/BH/XX/88
Alamat : Jl. Raya No. 115, Desa Gelumbang, Kecamatan Gelumbang
Nama Ketua : Ahmad Mantap (0813 6772 6933)
Jumlah Anggota : 1.200 Orang
Jumlah Desa Binaan : 33 Desa (132 TPK)
Unit Usaha Lainnya : Simpan Pinjam
Jenis Bokar : Slab Lump
Perkiraan KKK : 65 - 85 %
Volume Bokar
Tahun 2012 : 14.700 Ton
Tahun 2011 : 8.000 Ton
Waktu Lelang : 2 Mingguan dan Bulanan (Tanggal 1 dan 15)
Sejarah Ringkas : Adanya upaya untuk mengakomodir para petani
PPKR maka dibentuklah KUD yang bernama Harapan Maju. Kemudian berdasarkan
Akta Tahun 1995 diubah menjadi KUD Serasan Jaya.
12. KUD BERKAT
Tahun Berdiri : 1988
No. Badan Hukum : 00292/BH/PAD/KWK 6/VI/1996
Alamat : Jl. Negara, Desa Lubuk Raman Kec. Rambang Dangku
Nama Ketua : Sumarhan (0812 710 7062)
Jumlah Anggota : 4.478 Orang
Jumlah Desa Binaan : (61 TPK)
Unit Usaha Lainnya : Simpan Pinjam; Menyewakan tempat untuk toko pupuk
Jenis Bokar : Slab Lump
Perkiraan KKK : 58 - 60 %
Volume Bokar
Tahun 2012 : 6.800 Ton
Tahun 2011 : 8.000 Ton
Waktu Lelang : 2 Mingguan (Tanggal 1 dan 16)
Sejarah Ringkas : Terbentuk atas inisiatif petani PPKR, dan dijembatani
Disbun
13. Gapoktan ABADI MAJU
Tahun Berdiri : 2009
No. Badan Hukum : -
Alamat : Desa Kencana Mulya Kec. Rambang
Nama Ketua : Wagio (0857 5874 2959)
Jumlah Anggota :
Jumlah Desa Binaan : 1 Desa (5 TPK)
Unit Usaha Lainnya : Waserda
Jenis Bokar : Slab Lump
Perkiraan KKK : 61 %
Volume Bokar
Tahun 2012 : 250 Ton
Waktu Lelang : Bulanan (Tanggal 19)
Sejarah Ringkas : Inisiatif dan swadaya masyarakat
Wilayah Kabupaten Banyuasin
14. Koperasi LAVENDER
Tahun Berdiri : 2009
No. Badan Hukum : 178/BH/VII.II/KOPERASI,UKM dan PERINDAG/VII/2011
Alamat : Desa Regan Agung
Nama Ketua : Fahrurozi (0812 7387 2775)
Jumlah Anggota : 80 Orang
Jumlah Desa Binaan : 2 Desa
Unit Usaha Lainnya : Simpan Pinjam
Jenis Bokar : Slab Lump
Perkiraan KKK : 48 - 50 %
Volume Bokar
Tahun 2012 : 200 Ton
Tahun 2011 : 150 Ton
Waktu Lelang : Mingguan (Setiap Rabu)
Sejarah Ringkas : Inisiatif untuk memasarkan bokar secara bersama
15. Gapoktan HARAPAN MASYARAKAT
Tahun Berdiri : 2009
No. Badan Hukum : 140/GAPOKTAN/PI/2010
Alamat : Pelajau Ilir
Nama Ketua : A’had (0813 7996 2465)
Jumlah Anggota : 545 Orang
Jumlah Desa Binaan : 8 Desa (13 TPK)
Unit Usaha Lainnya : Simpan Pinjam; Jual Sembako
Jenis Bokar : Slab Lump
Perkiraan KKK : 50 %
Volume Bokar
Tahun 2012 : 300 Ton
Tahun 2011 : 350 Ton
Waktu Lelang : Mingguan (Setiap Kamis)
Sejarah Ringkas : Inisiatif dan swadaya