pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh...
TRANSCRIPT
i
PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH
DALAM UPAYA MENGUBAH STATUS MUSTAHIQ
MENJADI MUZAKKI
(Studi Kasus Pada Pos Kemanusiaan Peduli Umat PKPU Jawa Tengah)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I)
Jurusan Manajemen Dakwah (MD)
Hasan Asy’ari Syaikho
071311016
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
ii
ABSTRAKSI
Nama: Hasan Asy’ari Syaikho, 71311016. Judul: Pengelolan Zakat, Infaq
Dan Shodaqoh Dalam Upaya Mengubah Status Mustahiq Menjadi Muzakki.
(Studi Kasus pada Pos Kemanusiaan Peduli Umat PKPU Jawa Tengah).
Dari judul skripsi tersebut, penelitian difokuskan pada dua permasalahan
yaitu bagaimana pengelolaan zakat, infaq, dan shodaqoh pada PKPU Jawa Tengah
dan bagaimana proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang
dilakukan PKPU Jawa Tengah. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut
penelitian ini bertujuan untuk memahami pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh
pada PKPU Jawa Tengan dan untuk memahami proses mengubah status mustahiq
menjadi muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah.
Peneliti menggunakan beberapa metode yang dianggap relevan untuk
menggali data, menganalisis dan menarik sebuah kesimpulan dari persoalan
tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), dan
menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun sumber data yang dipakai peneliti
adalah data primer yaitu pengurus PKPU Jawa Tengah; data sekunder yaitu
dokumen-dokumen, foto-foto, dan perundang-undangan. Dari sumber data
tersebut peneliti berusaha mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dengan cara
wawancara, observasi dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukan pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh pada
PKPU Jawa Tengah, dalam pelaksanaannya sesuai dengan syari’at Islam dan
instruksi pemerintah. Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 38 tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat. Dalam pendayagunaan dana ZIS kepada mustahiq
PKPU Jawa Tengah memprioritaskan fakir miskin dan mustahiq yang bersifat
darurat yang perlu penanganan cepat seperti korban bencana. Sedangkan dalam
proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan PKPU Jawa
Tengah melalui program pemberdayaan mustahiq telah menunjukkan positif yaitu
adanya pertumbuhan ekonomi yang diperoleh. Mereka sudah dapat memenuhi
kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.
iii
iv
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya
sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan
lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang
belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 3 Mei 2012
Yang menyatakan
Hasan Asy’ari Syaikho
NIM: 71311016
vi
PERSEMBAHAN
Bismillah.....
Kupersembahkan karya ini untuk
orang-orang yang penuh arti dalam hidupku
Ayahku tercinta (Bapak Syihaburromli) dan Ibuku terkasih (Ibu Khoridah)
yang dengan cinta, kasih-sayang dan do’a beliau berdua aku selalu optimis untuk meraih
kesuksesan yang gemilang dalam hidup ini.
Guru-guruku yang telah memberikan ilmunya kepadaku dengan penuh kesabaran dan
ketelatenan.
Adik-adikku (Masrur Bayanul Alam dan Atiek Nazli Rahmatika)
yang selalu memberikan dukungan terhadapku. Dan tak lupa pula keluargaku semua
yang selalu mendoakan kesuksesan buatku.
Sahabat-sahabatku tercinta
yang telah membuat hidupku lebih bermakna dan dinamis.
Terima kasih ku ucapkan atas keikhlasan dan ketulusannya dalam mencurahkan cinta,
kasih-sayang dan do’anya untukku.
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang dapat meraih
kesuksesan dan kebahagiaan dunia-akhirat.
Amin....
vii
MOTTO
.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. At-Taubah: 103)
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shodaqoh
Dalam Upaya Mengubah Status Mustahiq Menjadi Muzakki”, (Studi Kasus Pos
Kemanusiaan Peduli Umat Jawa Tengah) tanpa mengalami hambatan yang
berarti.
Sholawat dan salam penulis haturkan kepada Nabiyullah Agung
Muhammad SAW, pembawa risalah kebenaran, petunjuk arah dari dunia penuh
kegelapan, kedholiman, kepada dunia terang benderang, penuh hidayah dan
berkah. Semoga dengan sholawat ini, penulis memperoleh syafaat beliau dari
dunia sampai yaumil qiyamah. Amin.
Penulisan hasil penelitian ini merupakan sebagian dari sekian syarat-syarat
guna menyelesaikan gelar sarjana Strata Satu (S.Sos.I) di Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
Dengan kerendahan hati dan kesadaran penuh, penulis sampaikan bahwa
skripsi ini tidak akan mungkin terselesaikan tanpa adanya dukungan dan bantuan
dari semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
peneliti mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak
yang telah membantu. Adapun ucapan terima kasih secara khusus peneliti
sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M. Ag., selaku Rektor IAIN Walisongo
Semarang.
2. Bapak Dr. Muhammad Sulthon, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarang.
3. Ketua Jurusan Manajemen Dakwah (MD) Fakultas Dakwah IAIN Walisongo
Semarang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk membahas dan
mengkaji masalah ini.
ix
4. Bapak Dr. Muhammad Sulthon, M. Ag., selaku pembimbing I dan Bapak Dr.
Moh. Fauzi, M. Ag., selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Thohir Yuli Kusmanto, S. Sos., M. SI., selaku dosen wali studi.
6. Seluruh Dosen, karyawan dan civitas akademika Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang yang telah berpartisipasi memberikan support terhadap
penulis.
7. Ayah, Ibu tercinta dan adik-adikku serta keluargaku yang aku cintai,
semuanya yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan baik material
maupun spiritual sampai selesainya skripsi ini.
8. Abah Dr. H. Awaluddin Pimay, Lc., M. Ag., dan se-keluarga (Ibu Wardah,
Irham, Ilham dan Idham), ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas
dukungannya, baik moril maupun materiil. Hanya Allah SWT. yang mampu
membalas kebaikannya.
9. Sahabat-sahabat keluarga besar MD (Manajemen Dakwah) 2007 yang telah
menghibur penulis & selalu memotifasi penulis. Semoga perjuangan kita akan
memberikan kesuksesan.
10. Keluarga besar Graha Walisongo Semarang yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu yang telah memotivasi dan memberikan pernak-pernik perjalanan
hidup penulis dalam menuntut ilmu di IAIN Walisongo Semarang.
11. Dan semua pihak yang memberikan bantuan berupa pemikiran maupun
motivasi kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih atas
semuanya.
Semoga Allah SWT melimpahkan anugerah cinta-Nya pada kita semua.
Sehingga kita memiliki hati yang senantiasa bersih, lapang dan dipenuhi oleh aura
cinta-Nya yang murni. Sebagai manusia yang tak luput dari salah dan dosa,
penulis pun menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik konstruktif demi penyempurnaan skripsi ini.
x
Akhirnya, walaupun dengan beberapa ketidak sempurnaan, penulis berharap
skripsi ini menjadi sumber informasi yang bermanfaat bagi penulis khususnya,
dan bagi masyarakat luas secara umum, dengan izin-Nya.
Semarang, 3 Mei 2012
Penulis
Hasan Asy’ari Syaikho
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
ABSTRAKSI ............................................................................................................. ii
NOTA PEMBIMBING .............................................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iv
PERNYATAAN ......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ...................................................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN ...................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 8
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 8
1.4. Tinjauan pustaka ................................................................................. 9
1.5. Metode penelitian ............................................................................... 12
1.6. Metode Analisis .................................................................................. 16
1.7. Sistematika Penulisan ......................................................................... 17
BAB II. DAKWAH, ZAKAT, DAN PENGELOLAANNYA SERTA
PERUBAHAN STATUS MANUSIA DALAM DAKWAH ZAKAT
2.1. Konsep Dakwah dan Zakat ................................................................. 19
2.1.1. Dakwah ................................................................................... 19
2.1.1.1. Pengertian Dakwah ................................................... 19
2.1.1.2. Dasar Hukum Dakwah ............................................. 20
2.1.1.3. Fungsi Dakwah ......................................................... 21
2.1.1.4. Unsur-unsur Dakwah ................................................ 22
xii
2.1.2. Konsep Zakat .......................................................................... 29
2.1.2.1. Pengertian Zakat ....................................................... 29
2.1.2.2. Pengertian Infaq dan Shodaqoh ................................ 30
2.1.2.3. Dasar Hukum Zakat .................................................. 31
2.1.2.4. Macam-macam Zakat ............................................... 33
2.1.2.5. Syarat-syarat Zakat dan Wajib Zakat ....................... 36
2.1.2.6. Golongan yang Berhak Menerima Zakat ................. 38
2.1.2.7. Sanksi ....................................................................... 41
2.1.2.8. Fungsi Zakat ............................................................. 41
2.1.3. Zakat sebagai Pesan Dakwah.................................................. 43
2.2. Perubahan Status Manusia dalam Dakwah Zakat .............................. 47
2.2.1. Pengertian Perubahan ............................................................. 47
2.2.2. Unsur Manusia dalam Dakwah Zakat..................................... 49
2.2.3. Proses Perubahan Status Manusia dalam Dakwah Zakat ....... 54
2.3. Konsep Pengelolaan Zakat ................................................................ 57
2.3.1. Pengertian Pengelolaan Zakat................................................. 57
2.3.2. Pengumpulan Zakat ................................................................ 60
2.3.3. Pendayagunaan Zakat ............................................................. 62
2.3.4. Pengawasan Zakat .................................................................. 68
2.3.5. Lembaga Pengelolaan Zakat ................................................... 70
BAB III. GAMBARAN UMUM PKPU JAWA TENGAH DAN
PENGELOLAAN ZIS DALAM UPAYA MENGUBAH STATUS
MUSTAHIQ MENJADI MUZAKKI
3.1. Gambaran Umum PKPU Jawa Tengah .............................................. 74
3.1.1. Sejarah PKPU ......................................................................... 74
3.1.2. Visi dan Misi PKPU Jawa Tengah ......................................... 76
3.1.3. Program Kerja PKPU Jawa Tengah ....................................... 77
3.1.4. Struktur Organisasi PKPU Jawa Tengah ................................ 81
xiii
3.2. Pengelolaan ZIS pada PKPU Jawa Tengah ........................................ 82
3.2.1. Proses Pengumpulan Dana ZIS pada PKPU Jawa
Tengah .................................................................................... 82
3.2.2. Proses Pendayagunaan Dana ZIS pada PKPU Jawa
Tengah .................................................................................... 86
3.3. Perubahan Status Mustahiq menjadi Muzakki yang dilakukan
PKPU Jawa Tengah ............................................................................ 96
3.3.1. Kriteria Mustahiq .................................................................... 96
3.3.2. Kriteria Muzakki ..................................................................... 98
3.3.3. Proses Mengubah Status Mustahiq Menjadi Muzakki ........... 101
BAB IV. ANALISIS PENGELOLAAN ZIS DALAM UPAYA MENGUBAH
STATUS MUSTAHIQ MENJADI MUZAKKI PADA PKPU JAWA
TENGAH
4.1. Analisis Pengelolaan ZIS pada PKPU Jawa Tengah .......................... 115
4.2. Analisis Proses Mengubah Status Mustahiq Menjadi Muzakki yang
dilakukan PKPU Jawa Tengah ............................................................. .127
BAB V. PENUTUP
5.1. KESIMPULAN .................................................................................. 135
5.2. SARAN – SARAN ............................................................................. 137
xiv
DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN
Daftar Tabel Halaman
Tabel 1 Program kerja PKPU Jawa Tengah tahun 2011 77
Tabel 2 Alokasi anggaran program PKPU Jawa Tengah tahun2010 dan 2011 94
Tabel 3 Penerimaan ZIS PKPU Jawa Tengah tahun 2010 dan 2011 100
Tabel 4 Daftar KSM PKPU Jawa Tengah masih dalam pendampingan 105
Tabel 5 Daftar KSM PKPU Jawa Tengah yang sudah mandiri 106
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jenis zakat dan ketentuan wajib zakat.
Lampiran 2. Foto-foto.
1
PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH DALAM
UPAYA MENGUBAH STATUS MUSTAHIQ MENJADI MUZAKKI
(Studi Kasus Pada Pos Kemanusiaan Peduli Umat PKPU Jawa Tengah)
1.1. Latar Belakang
Kita melihat Islam muncul sebagai sistem nilai yang mewarnai
perilaku ekonomi masyarakat Muslim kita. Dalam hal ini, zakat memiliki
potensi strategis yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen
pemerataan pendapatan bangsa Indonesia. Sehingga diharapkan bisa
mempengaruhi aktivitas ekonomi nasional, khususnya penguatan
pemberdayaan ekonomi umat.
Di masyarakat kita terutama masyarakat Islam yang hidup di Jawa
Tengah, pengetahuan, kesadaran dan pengalaman terhadap perintah untuk
berzakat masih lemah (http://www.pkpu.or.id/2009/08/31). Misalnya
pemahaman tentang lembaga zakat, pemahaman mengenai konsepsi fikih
zakat yang masih menggunakan perumusan para ahli beberapa abad yang
lalu, yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi (setempat) masa itu. Dalam
perekonomian modern perumusan tersebut banyak yang tidak tepat lagi
dipergunakan mengatur zakat dalam masyarakat modern sekarang ini, seperti
sektor industri dan pelayanan jasa, tidak tertampung oleh fikih zakat yang
telah ada itu. Akibatnya, karena kurang paham, umat Islam kurang pula
melaksanakan zakat (Ali, 1988: 53).
1
2
Di samping kesadaran yang makin tumbuh dalam masyarakat tentang
pelaksanaan zakat, masyarakat ada juga sikap kurang percaya terhadap
penyelenggaraan zakat. Selain itu, masih ada kebiasaan para wajib zakat
terutama di pedesaan, menyerahkan zakatnya tidak kepada kedelapan
golongan atau beberapa dari delapan golongan yang berhak menerima zakat,
tetapi kepada para pemimpin agama setempat. Pemimpin agama ini (kiai atau
anjengan) tidak bertindak sebagai amil yang berkewajiban membagikan atau
menyalurkan zakat kepada mereka yang berhak menerimanya, tetapi
bertindak sebagai mustahiq sendiri dalam kategori sabilillah yakni orang
yang berjuang di jalan Allah (Ali, 1988: 54-56). Cara dan sikap ini tidak
sepenuhnya salah, namun sikap tersebut seyogyanya ditinggalkan, di
antaranya untuk menghindari penumpukan harta (zakat) pada orang tertentu,
padahal salah satu dari tujuan zakat adalah pemerataan ekonomi untuk
mencapai keadilan sosial.
Sedangkan upaya peningkatan kesejahteraan umat Islam salah satunya
memaksimalkan potensi zakat. Berdasarkan survey yang dilakukan LAZ
PKPU Jawa Tengah bahwa potensi zakat di Indonesia begitu besar misalnya
di wilayah Jawa Tengah diperkirakan mencapai Rp 9.356 triliun setiap tahun,
berasal dari Zakat, Infak dan Shodaqoh sebesar Rp 8.982 triliun, sementara
dari Zakat fitrah sebesar Rp 374.275 miliar. Namun, kendala optimalisasi
zakat di Jawa tengah adalah masalah sosialisasi dan payung hukum
pengaturannya. Hal ini disebabkan belum efektifnya lembaga zakat yang
menyangkut aspek pengumpulan, administrasi, pendistribusian, monitoring
3
serta evaluasinya. Dengan kata lain, sistem organisasi dan manajemen
pengelolaan zakat hingga kini masih bertaraf klasikal, bersifat konsumtif dan
terkesan inefisiensi, sehingga kurang berdampak sosial yang berarti
(http://www.pkpu.or.id/2009/08/31).
Data statistik menunjukan pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa
Tengah sebanyak 33,18 juta jiwa. Sementara jumlah rumah tangga miskin
(RTM) mencapai 3,1 juta keluarga dari 6,7 juta rumah tangga yang ada di
Jateng (46,26 %). Sementara jumlah keluarga prasejahtera 3.198.596 kepala
keluarga, penduduk miskin 12,66 juta. Sedangkan jumlah penduduk muslim
saat ini di Jateng 29 juta jiwa, seandainya 30 % umat Islam membayar zakat,
dana yang akan bisa kita gunakan untuk membantu masyarakat kurang
mampu sudah sangat besar (http://www.pkpu.or.id/2009/08/31).
Sesungguhnya potensi di Jawa Tengah dihitung berdasarkan pada asumsi
rata-rata sepertiga penduduk muslim Jawa Tengah memberikan ZIS sebesar
Rp 1 juta pertahun, maka masalah kemiskinan di Jawa Tengah ini bisa
diangkat dengan pendekatan partnership, melalui zakat.
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi
sangat penting, strategis, dan menentukan baik dilihat dari sisi ajaran Islam
maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah
pokok, zakat termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang
lima, sebagaimana yang diungkapkan dalam berbagai hadits Nabi, sehingga
keberadaannya dianggap sebagai ma’luum minad-diin bidhdharuurah atau
diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari
4
keislaman seseorang (Yafie, 1994: 231). Di dalam Al-Qur’an terdapat dua
puluh tujuh ayat yang mensejajarkan kewajiban shalat dengan kewajiban
zakat dalam berbagai bentuk kata (Ali, 1988: 90). Salah satu ayat Al-Qur’an
yang mensejajarkan zakat dengan ibadah shalat ada dalam surat al-Baqarah
ayat 43 yang berbunyi :
Artinya :
“Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta
orang-orang yang ruku”. (Dept. Agama, 1978: 16)
Hal ini menegaskan adanya kaitan antara ibadah shalat dan Zakat. Jika
shalat berdimensi vertikal-ketuhanan, maka zakat merupakan ibadah yang
berdimensi horizontal-kemanusiaan. Di dalam Al-Qur’an terdapat pula
berbagai ayat yang memuji orang-orang yang secara sungguh-sungguh
menunaikannya, dan sebaliknya memberikan ancaman bagi orang yang
sengaja meninggalkannya. Zakat bukan sekadar kebaikan hati orang-orang
kaya terhadap orang miskin, tetapi zakat adalah hak Tuhan dan hak orang
miskin yang terdapat dalam harta orang kaya, sehingga zakat wajib
dikeluarkan. Demikian kuatnya pengaruh zakat, sampai Khalifah Abu Bakar
Ashshiddiq bertekad memerangi orang-orang yang shalat, tetapi tidak mau
mengeluarkan zakat dimasa pemerintahannya (Ensiklopedi Hukum Islam,
1997: 1987). Di dalam tafsir Qurthubi, sebagaimana dikutip oleh Usman bin
Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al- Khaubawiy (2007 : 627) diriwayatkan :
5
Bahwa Nabi Musa as. pada suatu hari melewati seorang lelaki yang
sedang shalat dengan khusyu’ dan tunduk. Maka Nabi Musa berkata:
“Ya Tuhanku, alangkah bagusnya shalat orang ini.” Allah Ta’ala
menjawab: “Hai Musa, kalaupun dia shalat tiap hari dan tiap malam
seribu rakaat, memerdekakan seribu hamba sahaya, berhaji seribu kali
dan mengantarkan seribu jenazah, namun itu takkan berguna baginya
sebelum dia menunaikan zakat dari hartanya.
Ketegasan sikap ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan
zakat adalah suatu kedurhakaan dan jika hal ini dibiarkan, maka akan
memunculkan berbagai kedurhakaan dan kemaksiatan lainnya.
Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya
masyarakat muslim Indonesia, sebenarnya memiliki potensi strategis yang
layak dikembangkan menjadi salah satu instrument pemerataan pendapatan,
yakni institusi zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS). Karena secara demografik,
mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam, dan secara kultural,
kewajiban zakat, dorongan berinfaq, dan bershodaqoh di jalan Allah telah
mengakar kuat dalam tradisi kehidupan masyarakat muslim (Bamualim,
2005: 2). Dengan demikian, mayoritas penduduk Indonesia, secara ideal, bisa
terlibat dalam mekanisme pengelolaan zakat. Apabila hal itu bisa terlaksana
dalam aktivitas sehari-hari umat Islam, maka secara hipotetik, zakat
berpotensi mempengaruhi aktivitas ekonomi nasional, termasuk di dalamnya
adalah penguatan pemberdayaan ekonomi nasional.
Secara substantif, zakat, infaq, dan shodaqoh adalah bagian dari
mekanisme keagamaan yang berintikan semangat pemerataan pendapatan.
Dana zakat diambil dari harta orang berkelebihan dan disalurkan kepada
orang yang kekurangan. Zakat tidak dimaksudkan untuk memiskinkan orang
6
kaya, juga tidak untuk melecehkan jerih payah orang kaya. hal ini disebabkan
karena zakat diambil dari sebagian kecil hartanya dengan beberapa kriteria
tertentu yang wajib di zakati. Oleh karena itu, alokasi dana zakat tidak bisa
diberikan secara sembarangan dan hanya dapat disalurkan kepada kelompok
masyarakat tertentu.
Seperti halnya dengan zakat, walaupun infaq dan shodaqoh tidak
wajib, tetapi infaq dan shodaqoh merupakan media pemerataan pendapatan
bagi umat Islam yang sangat dianjurkan. Dengan kata lain, infaq dan
shodaqoh merupakan media untuk memperbaiki taraf kehidupan, di samping
adanya zakat yang diwajibkan kepada orang Islam yang mampu. Dengan
demikian dana zakat, infaq, dan shodaqoh bisa diupayakan secara maksimal
untuk memberdayakan ekonomi masyarakat. Badan amil zakat atau lembaga
amil zakat diharapkan tidak hanya terpaku pada memikirkan kebutuhan
sendiri, melainkan juga mau terlibat dan melibatkan diri untuk memberi
kepedulian terhadap warga masyarakat guna mengatasi kemiskinan dan
kemelaratan. Dengan demikian, kehadiran badan amil zakat atau lembaga
amil zakat di samping bersifat keagamaan, juga ditempatkan dalam konteks
cita-cita bangsa, yaitu membangun masyarakat yang sejahtera, adil, dan
makmur. Oleh karena itu peningkatan daya guna lembaga amil zakat,
khususnya dalam melakukan pembangunan ekonomi masyarakat mesti
dilakukan.
Sementara itu, terjadi perkembangan yang menarik di Indonesia
bahwa pengelolaan zakat, kini memasuki era baru, yakni dikeluarkannya
7
Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dengan
keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999 tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur
Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Undang-undang tersebut berisi tentang perlunya BAZ dan LAZ
meningkatkan kinerja menjadi amil zakat yang profesional, amanah,
terpercaya dan memiliki program kerja yang jelas dan terencana, mampu
mengelola zakat, baik pengambilannya maupun pendistribusiannya dengan
terarah, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan para
mustahiq. Dalam hal ini, pendistribusian zakat diutamakan untuk usaha
produktif. Mustahiq dididik untuk giat berusaha dan perlahan tapi pasti
menjadi mandiri, lalu naik tingkat menjadi muzakki, sesuai dengan visi
daripada zakat yaitu untuk mengubah status mustahiq menjadi muzakki, maka
BAZ dan LAZ dituntut untuk berperan aktif dalam mencapai visinya
sehingga zakat dapat berdaya guna dan berhasil guna. Atas dasar kenyataan
ini, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian, guna mengetahui
tentang pengelolaan zakat pada Lembaga Amil Zakat menyangkut aspek
pengumpulan, administrasi, pendistribusian, monitoring, serta evaluasi pada
Lembaga Amil Zakat Pos Kemanusiaan Peduli Umat (PKPU) Jawa Tengah.
Penelitian penulis berjudul “Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shodaqoh
Dalam Upaya Mengubah Status Mustahiq Menjadi Muzakki (Studi
Kasus pada Pos Kemanusiaan Peduli Umat PKPU Jawa Tengah)”.
8
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka yang menjadi pokok permasalahan
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh pada PKPU Jawa
Tengah ?
2. Bagaimana proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang
dilakukan PKPU Jawa Tengah ?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan diadakan Penelitian
a. Untuk mengetahui pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh pada PKPU
Jawa Tengah.
b. Untuk mengetahui proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki
yang dilakukan PKPU Jawa Tengah.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang bisa diharapkan antara lain :
a. Dilihat dari sudut pandang kegunaan teoritis, penelitian ini diharapkan :
pertama, dapat menambah khazanah ke Islaman dan keilmuan
manajemen dakwah khususnya pada konsentrasi manajemen ZIS di
Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Kedua, sebagai acuan
referensi bagi penelitian selanjutnya dan bahan pustaka siapa yang
membutuhkan, terutama tentang pengelolaan ZIS pada PKPU Jawa
Tengah.
9
b. Dilihat dari sudut pandang kegunaan praktis, penelitian ini diharapkan
dapat menjadi informasi dan ilmu pengetahuan bagi semua pihak,
khususnya bagi:
1) Peneliti, penelitian ini berguna sebagai tambahan wawasan ilmu
pengetahuan yang pada akhirnya dapat berguna ketika peneliti sudah
berperan aktif dalam kehidupan masyarakat.
2) masyarakat, hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat sebagai ilmu
pengetahuan bagi masyarakat.
3) lembaga-lembaga zakat, diharapkan mampu memberikan sumbangan
ilmu pengetahuan, sehingga permasalahan-permasalahan umat,
khususnya mengenai zakat dapat teratasi.
1.4. Tinjauan Pustaka
Pembahasan mengenai zakat telah banyak ditulis oleh banyak ulama
dan pakar zakat di Indonesia. Termasuk dalam pembahasan konsep
pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat dengan metode secara produktif,
Arif Mufraini menjelaskan dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi dan
Manajemen Zakat” bahwa ada dua pola yang dapat dilakukan dalam
mendistribusikan dana zakat yaitu dengan cara qardhul hasan dan
mudharabah. Dikalangan mahasiswa sendiri zakat menjadi tema dalam
skripsi diantaranya adalah ;
1. Mujiati (1104052) Fak. Dakwah Jurusan Manajemen Dakwah IAIN
Walisongo Semarang tahun 2009 dengan judul “Pelaksanaan
Pengawasan dan Implikasinya Terhadap Pengelolaan Zakat Mal Di
10
Dompet Peduli Umat Darut Tauhid DPU DT Cabang Semarang Tahun
2005-2008 (Perspektif Manajemen Dakwah)”. Di dalamnya berisi
pelaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan zakat mal di DPU DT
Cabang Semarang Tahun 2005-2008 dilakukan dengan memberikan
laporan keuangan baik bulanan maupun tahunan kepada kantor pusat.
Implikasi pengawasan terhadap pengelolaan zakat mal di DPU DT
Cabang Semarang tahun 2005-2008 adalah proses pengelolaan zakat
baik yang dapat dipercaya oleh masyarakat, dari sudut administrasi
pengawasan yang baik akan dapat menghindarkan kesalahan dalam
pengelolaan dana yang masuk. Sedangkan dilihat dari sudut dakwah
Islam, pengawasan zakat mal yang dilakukan DPU DT Cabang
Semarang dapat menjadi bentuk dakwah Islam yang mengarahkan umat
Islam untuk selalu berjalan dijalan Allah SWT dengan memberikan
sebagai hartanya yang telah disyariatkan menjadi hak orang lain.
2. Skripsi Sumanto 2007, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang
dengan judul skripsi Manajemen Zakat, Infaq dan Shadaqah Badan
Amil Zakat KUA di Kecamatan Semarang Barat. Hasil dari penelitian
yang dilakukan oleh Sumanto tersebut menyimpulkan bahwasanya
Badan Amil Zakat KUA di Kecamatan Semarang Barat telah memenuhi
ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 38 Tahun
1999 Tentang Pengelolaan Zakat, yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan
dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Akan tetapi masih ada
11
kekurangan dalam hal perhatian dan dukungan dari pemerintah
sehingga terlihat saling berjalan sendiri.
3. Sayidi (1101083) Fak. Dakwah Jurusan Manajemen Dakwah IAIN
Walisongo Semarang tahun 2007, dengan judul “ Pengelolaan Zakat
Mal dari Hasil Penangkapan Ikan pada Masyarakat Nelayan di Kec.
Rowosari Kab. Kendal”. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
Sayidi tersebut menyimpulkan bahwasanya pengelolaan zakat mal dari
hasil penangkapan ikan, terutama dalam pengumpulannya dilakukan
oleh nelayan itu sendiri yaitu dengan cara menghitung sendiri
nishabnya serta didistribusikan sendiri kepada yang berhak
menerimanya dan ada juga yang mengeluarkan zakat malnya melalui
lembaga zakat dan Badan Pelaksanaan Urusan Zakat Muhammadiyah
(Bapelurzam). Sedangkan sistem pendistribusiaannya setiap awal bulan
Syawal sampai awal bulan Dzulhijjah yang dilakukan oleh tiap-tiap
amilin ranting yaitu rumah ke rumah.
4. Fiyah Mukafiyah (1101134) Fak. Dakwah IAIN Walisongo Semarang
tahun 2007, dengan judul “Pengorganisasian Zakat Untuk
Pengembangan Dakwah di Kelurahan Sumurboto Kec. Banyumanik
Semarang (Studi Kasus PKPU Jateng Periode 2004-2005)”. Dalam
penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang membahas tentang
organisasi zakat dalam pengembangan dakwah yang dilakukan oleh
PKPU Jateng. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskripsi. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan
12
pengorganisasian zakat yang dilakukan PKPU Jateng untuk
pengembangan dakwah di Kelurahan Sumurboto Kec. Banyumanik
Semarang.
Dari penelitian-penelitian di atas dapat dipahami bahwa penelitian
yang penulis lakukan ini memiliki sudut pandang yang berbeda. Penulis
menyimpulkan dua permasalahan yaitu bagaimana pengelolaan ZIS pada
PKPU Jawa Tengah dan bagaimana proses mengubah status mustahiq
menjadi muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah.
1.5. Metode Penelitian.
1.6.1. Jenis Penelitian.
Penelitian yang penulis lakukan berupa penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkaan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati (Moleong ,2002 : 3). Penelitian kualitatif merupakan penelitian
yang menekankan analisisnya dalam proses penyimpulan induktif, serta
analisisnya terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dan
menggunakan logika ilmiah.
1.6.2. Sumber dan Jenis Data
Data yang akan dikumpulkan melalui penelitian ini adalah data yang
sesuai dengan fokus penelitian. Jenis data dalam penelitian ini dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
adalah sumber informasi yang langsung bertanggung jawab terhadap
pengumpulan atau penyimpanan data. Data primer ini juga bisa dikatakan
13
sebagai sumber utama. Data primer bisa dalam bentuk verbal atau kata-kata
/ucapan lisan dan perilaku dari subyek yang berkaitan. Sedangkan data
sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari sumber bukan utama yang
memuat informasi atau data tentang penelitian tersebut dan bisa dikatakan
sebagai pendukung dan pelengkap dari sumber-sumber data primer (Amirin,
1995: 132). Adapun sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari
semua informan melalui teknik wawancara dan observasi terhadap obyek
penelitian tentang pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh dalam upaya
mengubah status mustahiq menjadi muzakki pada Pos Kemanusiaan Peduli
Umat (PKPU) Jawa Tengah. Sedangkan sumber data sekunder dalam
penelitian ini adalah dokumen, foto-foto, dan sumber lain yang dapat
digunakan sebagai pelengkap data primer.
1.6.3. Metode Pengumpulan Data.
Metode pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data yang
diperlukan. Karena penelitian ini adalah penelitian lapangan, maka yang
hendak dijaring dalam penelitian ini adalah data yang berhubungan dengan
data empiris. Adapun beberapa teknik yang penulis gunakan adalah:
a. Wawancara (Interview)
Wawancara yaitu percakapan atau tanya jawab lisan antara dua
orang atau yang duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan dengan
masalah tertentu (Moleong, 2002: 186).
14
Adapun teknik atau metode wawancara dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan interview guide (panduan wawancara)
(Soekanto, 1986: 25). Teknik ini digunakan untuk memperoleh data-
data dari para informan yang memiliki relevansi dengan masalah yang
diangkat dalam penelitian ini.
Kalau kita tinjau dari jenisnya, wawancara ada dua macam,
yakni wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur.
Wawancara tidak terstruktur adalah pedoman wawancara yang hanya
memuat garis besar yang akan ditanyakan dan wawancara terstruktur,
yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga
menyerupai check list (Arikunto, 2006: 227).
Wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara tidak
terstruktur yaitu wawancara yang bebas di mana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan (sugiyono, 2009: 140). Disini
pertanyaan tidak tersusun secara ketat, sehingga memudahkan peneliti
untuk mengembangkan pertanyaan-pertanyaan guna mendapatkan
informasi yang lebih mendalam dengan menyesuaikan sesuai keadaan
dan ciri yang unik dari informan. Dengan begitu, diharapkan nantinya
mampu menghasilkan data-data yang lebih mendalam terkait tema
penelitian yang telah ditentukan. Dalam hal ini penulis akan
15
mewancarai pengurus Pos Kemanusiaan Peduli Umat (PKPU) Jawa
Tengah (yaitu Direktur PKPU Jawa Tengah, Kepala bidang
penghimpunan dan Kepala bidang pendayagunaan), dan mustahiq yang
dalam proses perubahan menjadi muzakki (anggota kelompok swadaya
masyarakat) serta karyawan lembaga zakat tersebut.
b. Observasi
Secara luas, observasi adalah metode yang digunakan melalui
pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu
objek dengan menggunakan keseluruhan alat indra (Danim, 1998: 146).
Observasi dalam dunia ilmiah biasa diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan secara sistematik terhadap fenomena-fenomena yang
diselidiki (Danim, 1998: 146).
Teknik ini digunakan untuk mengamati fenomena yang
dilakukan Pos Kemanusiaan Peduli Umat (PKPU) Jawa Tengah
mengenai pengelolaan dan pendayagunaan zakat, hal ini dilakukan
untuk mengetahui secara pasti dan langsung pengelolaan zakat pada
PKPU Jawa Tengah khususnya dalam proses mengubah status mustahiq
menjadi muzakki.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah salah satu metode yang digunakan
untuk mencari data-data otentik yang bersifat dokumentasi, baik data itu
berupa catatan harian, memori atau catatan penting lainnya. Adapun
16
yang dimaksud dengan dokumen di sini adalah data/dokumen yang
tertulis (Sarlito, 2000: 71-73). Dalam penelitian ini penulis
memanfaatkan dokumen yang dimilki oleh Lembaga seperti program
kerja, dan dokumen lain yang ada relevansinya dengan permasalahan
penelitian.
1.6. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata data secara
sistematis. Data itu sendiri terdiri dari deskripsi-deskripsi yang rinci
mengenai situasi, peristiwa, orang, interaksi dan perilaku yang diolah dan
dikelola untuk dilaporkan secara sistematis.
Menurut Miles dan Huberman (1992: 16), analisis data ini terdiri dari
tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data
(menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisir data), penyajian data (menemukan pola-pola hubungan yang
bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan) dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi (membuat pola makna tentang
peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif ini
digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh melalui interview dan
observasi yang berupa data kualitatif (Arikunto, 1997: 245). Agar data
kualitatif hasil interview dan observasi mudah dipahami, data dianalisis
dengan teknik berpikir induktif, yakni berangkat dari fakta-fakta atau
17
peristiwa-peristiwa yang bersifat empiris kemudian temuan tersebut dipelajari
dan dianalisis sehingga bisa dibuat suatu kesimpulan dan generalisasi yang
bersifat umum. Analisis data dalam penelitian ini tidak diwujudkan dalam
bentuk angka melainkan berupa laporan dan uraian deskriptif mengenai
pengelolaan ZIS pada PKPU Jawa Tengah dan proses mengubah status
mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah.
1.7. Sistematik Penulisan Skripsi
Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis, maka penulis perlu
menyusun sistematika sedemikian rupa sehingga dapat menunjukan hasil
penelitian yang baik dan mudah dipahami. Adapun sistematika tersebut
adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, dalam bab ini berisi tentang latar belakang
penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
kerangka teori, tinjauan pustaka, metode penelitian, metode analisis data dan
sistematika penulisan skripsi.
BAB II Kajian teoritis, membahas mengenai berbagai topik yang
relevan dengan penelitian ini, yang berasal dari studi perpustakaan, literatur-
literatur, artikel, internet dan bacaan lainnya yang relevan dengan penelitian
ini. Dalam bab ini peneliti akan menguraikan tentang konsep dakwah dan
zakat; konsep dakwah, meliputi: pengertian dakwah, dasar hukum dakwah,
fungsi dakwah dan unsur-unsur dakwah; selanjutnya konsep zakat, meliputi:
pengertian zakat, infaq dan shodaqoh, dasar hukum zakat, macam-macam
zakat, syarat-syarat zakat dan wajib zakat, golongan yang berhak menerima
18
zakat, sanksi dan fungsi zakat, serta menguraikan zakat sebagai pesan
dakwah; perubahan status manusia dalam dakwah zakat, meliputi: pengertian
perubahan, unsur manusia dalam dakwah zakat dan proses perubahan status
manusia dalam dakwah zakat. Kemudian yang terakhir menguraikan konsep
pengelolaan zakat, meliputi: pengertian pengelolaan zakat, pengumpulan,
pendayagunaan dan pengawasan zakat, dan menjelaskan tentang lembaga
pengelolaan zakat.
BAB III Hasil penelitian dan pembahasan, bab ini membahas
mengenai objek penelitian secara komprehensif, berisi data-data objek
penelitian yang mencakup data umum maupun data khusus. Dalam hal ini
berisi tentang gambaran umum lembaga PKPU Jawa Tengah meliputi sejarah
singkat PKPU Jawa Tengah, visi dan misi, program kerja dan struktur
organisasi PKPU Jawa Tengah. Serta menguraikan tentang pengelolaan zakat,
infaq dan shodaqoh pada PKPU Jawa Tengah dan proses mengubah status
mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah.
BAB IV Analisis data, membahas hasil dari penelitian yang meliputi
analisis data dan analisis komparatif dari objek penelitian. Dalam bab ini
berisi tentang analisis pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh pada PKPU
Jawa Tengah dan analisis proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki
yang dilakukan PKPU Jawa Tengah.
BAB V, merupakan bab terakhir dari keseluruhan penulisan skripsi
ini, yang didalamnya mencakup tentang kesimpulan, saran-saran dan kata
penutup.
19
BAB II
DAKWAH, ZAKAT, DAN PENGELOLAANNYA
SERTA PERUBAHAN STATUS MANUSIA DALAM DAKWAH-ZAKAT
2.1. Konsep Dakwah dan Zakat
2.1.1. Dakwah
2.1.1.1. Pengertian Dakwah
Kata dakwah dalam Kamus Al-Munawwir: Arab-Indonesia
(1997: 406) berasal dari kata دعىا – يدعى –دعا yang artinya
“memanggil, mengundang, mengajak atau menyeru. Dalam Ilmu Tata
Bahasa Arab kata dakwah berbentuk isim masdar yaitu دعوا , sedangkan
bentuk fi‟il-nya adalah يدعى–دعا .
Sementara pengertian dakwah secara konseptual telah
dirumuskan oleh para ulama dengan pengertian yang beragam.
Pengertian dakwah tersebut dikemukakan oleh para pakar dakwah
sebagai berikut:
1) Menurut Ali Mahfudz, dakwah adalah mendorong manusia kepada
kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintah mereka berbuat
ma‟ruf dan mencegahnya dari perbuatan munkar agar mereka
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat (Awaluddin, 2006: 6).
2) Menurut Amrullah Achmad (1983: 17) mengungkapkan bahwa
dakwah adalah mengadakan dan memberikan arah perubahan.
Mengubah struktur masyarakat dan budaya dari kedhaliman ke arah
19
20
keadilan, kebodohan ke arah kemajuan/kecerdasan, kemiskinan ke
arah kemakmuran, keterbelakangan ke arah kemajuan yang
semuanya dalam rangka meningkatkan derajat manusia dan
masyarakat ke arah puncak kemanusiaan.
3) Quraish Shihab mendefinisikan dakwah sebagai seruan atau ajakan
kepada keinsafan, atau usaha mengubah situasi yang tidak baik
kepada situasi yang lebih baik dan sempurna baik terhadap pribadi
maupun masyarakat (Munir, 2006: 20).
Dari beberapa definisi dakwah di atas, sesuai dengan kerangka
teoritik penelitian ini, maka di sini akan digunakan definisi yang kedua
yaitu dakwah adalah mengadakan dan memberikan arah perubahan.
Mengubah struktur masyarakat dan budaya dari kedhaliman ke arah
keadilan, kebodohan ke arah kemajuan/kecerdasan, kemiskinan ke arah
kemakmuran, keterbelakangan ke arah kemajuan yang semuanya dalam
rangka meningkatkan derajat manusia dan masyarakat ke arah puncak
kemanusiaan.
2.1.1.2. Dasar Hukum Dakwah
Dasar hukum kewajiban dakwah banyak disebutkan dalam al-
Qur‟an, di antaranya adalah surat Ali Imran ayat 104:
21
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang
yang beruntung.” (Dept. Agama, 1978: 93).
Di samping itu, pandangan yang menyatakan bahwa dakwah
hukumnya wajib juga didasari hadits Nabi SAW :
فاى لن , فاى لن يستطع فبلسا, هي رأي هكن هكرا فليغير بيد
( روا االحود ).يستطع فبقلب وذلك اضعف االيواى
Artinya: “barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, hendaklah
merubahnya dengan tangan, jika tidak mampu dengan lisan,
jika tidak mampu dengan hati dan itu selemah-lemah
daripada iman” (HR. Ahmad).
2.1.1.3. Fungsi Dakwah
Dilihat dari targetnya, fungsi dakwah dapat dibedakan menjadi
empat yaitu: i‟tiyadi, muharrik, iqaf dan takhfif. Dalam Kamus Al-
Munawwir: Arab-Indonesia istilah i‟tiyadi berasal dari kata “aa‟da”
yang artinya kembali, kebiasaan atau adat. Sedangkan kata Muharrik
merupakan bentuk masdar dari kata “harraka” yang artinya bergerak
atau penggerak. Kemudian kata iqaf berasal dari kata “waqafa” yang
artinya berhenti atau penghentian, dan yang terakhir kata takhfif berasal
dari kata “khaffafa” yang artinya meringankan.
Dari istilah tersebut di atas, fungsi dakwah yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
22
1. I‟tiyadi, yaitu ketika target dakwah adalah normalisasi tata nilai yang
telah ada, hidup dan berkembang di suatu komunitas agar tata nilai
itu kembali kepada yang sesuai dengan nilai-nilai keislaman.
2. Muharriq, ketika target dakwah berupa peningkatan tatanan sosial
yang sebenarnya sudah Islami agar semakin meningkat lagi nilai-
nilai keislamannya hidup dalam komunitas tersebut.
3. Iqaf, ketika dakwah adalah upaya preventif dengan sejumlah
petunjuk-petunjuk dan peringatan-peringatan yang relevan agar
komunitas tersebut tidak terjerumus ke dalam tatanan yang tidak
Islami atau kurang mencerminkan nilai-nilai keislaman.
4. Takhfif, ketika target dakwah adalah upaya membantu untuk ikut
meringankan beban penderitaan akibat problem-problem yang secara
riil telah mempersulit kehidupan komunitas (Sulthon, 2003: 140-
141).
2.1.1.4. Unsur-unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat
dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur dakwah tersebut adalah:
a. Da‟i (Pelaku dakwah)
Da‟i adalah orang yang menyampaikam pesan atau
menyebarluaskan ajaran agama kepada masyarakat umum. Sedangkan
secara praktis, da‟i dapat dipahami dalam dua pengertian. Pertama, da‟i
adalah setiap muslim/muslimat yang melakukan aktivitas dakwah
sebagai kewajiban yang melekat dan tak terpisahkan dari misinya
23
sebagai penganut Islam sesuai dengan perintah “ballighu „anni walau
ayat” (Awaluddin, 2006: 21).
Menurut pengertian ini, semua muslim termasuk dalam kategori
da‟i, sebab ia mempunyai kewajiban menyampaikan pesan-pesan
agama setidak-tidaknya kepada anak, keluarga atau pada dirinya
sendiri. Jadi, pengertian da‟i semacam ini lebih bersifat universal,
karena semua orang Islam termasuk dalam kategori da‟i.
Kedua, da‟i dialamatkan kepada mereka yang memiliki keahlian
tertentu dalam bidang dakwah Islam dan mempraktekkan keahlian
tersebut dalam menyampaikan pesan-pesan agama dengan segenap
kemampuannya baik dari segi penguasaan konsep, teori, maupun
metode tertentu dalam berdakwah. Dengan kata lain, kategori da‟i di
sini hanyalah mereka yang secara khusus menekuni bidang dakwah
yang dilengkapi dengan ilmu-ilmu pendukungnya (Awaluddin, 2006:
22).
Oleh karena itu, visi seorang da‟i, karakter, keluasan dan
kedalaman ilmu, keluhuran akhlak, kredibilitas, kapabilitas,
akseptabilitas dan sikap-sikap positif lainnya sangat menentukan
keberhasilan seorang da‟i dalam menjalankan tugas dakwah. Inilah
salah satu aspek yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad dihadapan
umatnya sehingga beliau mendapatkan keberhasilan yang gemilang
dalam menjalankan tugas dakwah.
24
Selanjutnya, dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk lebih
memberikan tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan umat. Untuk itu
dapat dilakukan beberapa hal yang bermakna, yaitu dakwah untuk
pemberdayaan ekonomi, pemberdayaan politik, pemberdayaan budaya,
dan pendidikan sebagai pusat dakwah Islam (Awaluddin, 2006: 28).
b. Mad‟u (Objek dakwah)
Mad‟u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau
manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai
kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak; atau
dengan kata lain, manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang
belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka
untuk mengikuti agama Islam; sedangkan kepada orang-orang yang
telah beragama Islam, dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman,
Islam, dan ikhsan (Munir, 2006: 23).
Oleh karena masyarakat yang menjadi sasaran dakwah sangat
heterogen dan memiliki pluralitas yang sangat tinggi dalam berbagai
aspek, baik segi usia, status sosial, tingkat ekonomi, profesi, tradisi,
masyarakat, aspirasi politik dan keragaman aspek-aspek lainnya, maka
seorang da‟i dituntut untuk memiliki ketajaman yang kreatif untuk
mendeteksi dan mengidentifikasi kondisi riil masyarakat yang akan
dihadapi. Kekeliruan penerapan cara dalam membidik komunikan
sangat memungkinkan terjadinya kegagalan dalam melakukan tugas
dakwah.
25
Dalam hal ini, maka da‟i sebelum terjun ke lapangan untuk
berhadapan dengan komunikan, harus melakukan kerja pra-kondisi.
Da‟i harus menganalisis secara tepat metode, strategi, materi dan media
yang akan digunakan dalam melakukan tugas dakwah. Tanpa melalui
tahapan ini maka sangat dimungkinkan pesan-pesan dakwah yang
diberikan kepada komunikan akan mengalami pembiasan yang jauh dari
harapan. Sehingga aktivitas dakwah yang dilakukan akan sia-sia belaka
dan tidak memiliki signifikansi yang strategis bagi masyarakat itu
sendiri.
c. Materi Dakwah
Materi dakwah adalah pesan yang disampaikan oleh da‟i kepada
mad‟u yang mengandung kebenaran dan kebaikan bagi manusia yang
bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadits. Dengan demikian materi dakwah
merupakan inti dari dakwah itu sendiri. Oleh karena itu hakekat materi
dakwah tidak lepas dari tujuan dakwah.
Tujuan dakwah dilihat dari segi materi ada tiga macam.
Pertama, tujuan aqidah, yakni tertanamnya aqidah tauhid yang mantap
di dalam hati setiap manusia, sehingga keyakinannya terhadap ajaran-
ajaran Islam tidak diikuti dengan keragu-raguan. Realisasi dari tujuan
ini adalah orang yang belum beriman menjadi beriman, dan orang yang
sudah beriman semakin mantap keimanannya. Kedua, tujuan hukum,
yakni kepatuhan setiap manusia terhadap hukum-hukum yang telah
ditetapkan Allah SWT. Realisasi dari tujuan ini adalah orang yang
26
belum mau menjalankan ibadah menjadi beribadah. Misalnya dari
orang yang belum mau mendirikan sholat dan menunaikan zakat
menjadi mau mendirikan sholat dan menunaikan zakat tanpa diseru lagi.
Ketiga, tujuan akhlak yakni terbentuknya pribadi muslim yang berbudi
luhur dan dihiasi denga sifat-sifat terpuji serta bersih dari sifat-sifat
tercela. Realisasinya dapat terwujud melalui hubungan manusia dengan
tuhannya, sikap terhadap dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan
manusia lain dengan sesama muslim dan lingkungannya (Awaluddin,
2006: 12).
d. Metode Dakwah
Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah
untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam. Dalam
menyampaikan suatu pesan dakwah metode sangat penting karena suatu
pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak baik,
maka pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan.
Dilihat dari segi bentuk kegiatannya, secara umum dakwah
dapat dilaksanakan melalui dua cara, yaitu dakwah bil lisan dan bil hal.
Dakwah bil lisan adalah dakwah secara langsung dimana da‟i
menyampaikan ajaran dakwahnya kepada mad‟u (Sanwar, 1986: 77).
Dakwah bil hal merupakan kegiatan-kegiatan dakwah yang
diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan umat. Di
tengah-tengah kegairahan dan kesemarakan dakwah Islam di Indonesia
dalam dasa warsa terakhir ini, dakwah yang lebih menyentuh dan
27
dinilai sebagai cara yang baik dan efektif adalah jenis dakwah bil hal.
Dakwah bil hal merupakan dakwah yang lebih mengutamakan amal
nyata di banding sekedar berpidato di mimbar (Ayyub dkk,1998: 7)
Tujuan dakwah bil hal adalah untuk meningkatkan harkat dan
martabat umat, terutama kaum dhu‟afa atau kaum berpenghasilan
rendah (Pustaka Panjimas, 1989: 286). Sasaran dakwah bil hal adalah
golongan berpenghasilan rendah, dhu‟afa kaum lemah sosial ekonomi
yang berada di kota dan di desa. Terutama di tempat-tempt terpencil
yang rawan pangan, lahan gersang, daerah transmigrasi baru, akibat
bencana alam dan sebagainya.
e. Media Dakwah
Media dakwah adalah sarana yang digunakan da‟i untuk
menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad‟u. Untuk
menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan
berbagai media. Menurut Hamzah Ya‟kub dalam bukunya Munir (2006:
32) membagi media dakwah menjadi lima macam, yaitu:
1) Lisan, seperti dakwah berbentuk pidato, ceramah, kuliah,
bimbingan dan penyuluhan.
2) Tulisan, seperti melalui buku, majalah, surat kabar dan spanduk.
3) Lukisan, seperti melalui gambar dan karikatur.
4) Audiovisual, seperti melalui televisi, film slide dan Internet.
28
5) Akhlak, yaitu dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang
mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan
didengarkan oleh mad‟u.
f. Efek Dakwah (Atsar)
Efek dakwah merupakan akibat dari pelaksaan proses dakwah.
Efek dakwah tersebut bisa berupa efek positif bisa pula negatif. Efek
negatif maupun positif dari proses dakwah berkaitan dengan unsur-
unsur dakwah lainnya. Efek dakwah menjadi ukuran berhasil atau
tidaknya sebuah proses dakwah.
Efek sering disebut sebagai feed back (umpan balik) dari proses
dakwah ini sering dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian para
da‟i. kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah dakwah
disampaikan, maka selesailah dakwah. Padahal efek dakwah sangat
berarti untuk menentukan langkah-langkah dakwah berikutnya. Tanpa
menganalisis efek dakwah maka kemungkinan kesalahan strategi yang
sangat merugikan pencapaian tujuan dakwah akan terulang kembali.
Sebaliknya dengan menganalisis efek dakwah secara cermat dan tepat,
maka kesalahan strategi dakwah akan segera diketahui untuk diadakan
penyempurnaan pada langkah-langkah berikutnya.
Evaluasi terhadap efek dakwah harus dilakukan secara
komprehensif artinya tidak secara parsial atau setengah-setengah.
Seluruh komponen sistem unsur-unsur dakwah harus dievaluasi secara
komprehensif. Oleh karena itu, para da‟i harus memiliki jiwa terbuka
29
untuk melakukan pembaharuan dan perubahan, disamping bekerja
menggunakan ilmu (Munir, 2006: 34).
2.1.2. Zakat
2.1.2.1. Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan bentuk dasar
(masdar) dari “zaka” yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik.
Sedangkan dari segi istilah fiqih, zakat berarti sejumlah harta tertentu
yang diwajibkan Allah yang diserahkan kepada orang-orang yang
berhak. Dalam pengertian syar‟iy (terminology), menurut para ulama
zakat adalah sejumlah harta yang diwajibkan oleh Allah SWT diambil
dari harta orang tertentu, untuk diserahkan kepada yang berhak
menerimanya, dengan syarat tertentu (Nuruddin, 2006: 6).
Menurut mazhab Maliki mendefinisikan zakat dengan
mengeluarkan sebagian dari harta yang khusus yang telah mencapai
nisab (batas kuantitas minimal yang mewajibkan zakat) kepada orang-
orang yang berhak menerimanya. Mazhab Hanafi mendefinisikan zakat
dengan menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus
sebagai milik orang yang khusus, yang ditentukan oleh syariat karena
Allah. Menurut mazhab Syafi‟i zakat adalah sebuah ungkapan
keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus. Sedangkan
menurut mazhab Hambali, zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari
harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula, yaitu kelompok
yang diisyaratkan dalam Al-qur‟an (Nuruddin, 2006: 6-7).
30
Dari definisi yang telah dikemukakan di atas, kendatipun
rumusan dan pengertiannya berbeda tetapi esensinya sama yaitu
pengelolaan sejumlah harta yang diambil dari orang yang wajib
membayar zakat (muzakki) untuk diberikan kepada mereka yang berhak
menerimanya (mustahiq).
2.1.2.2. Pengertian Infaq dan Shodaqoh.
“Infaq” berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan
sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut
terminology syari‟at, infaq adalah mengeluarkan sebagian dari harta
atau pendapatan (penghasilan) untuk suatu kepentingan yang
diperintahkan ajaran Islam (Djuanda, 2006: 11). Jika zakat ada
nisabnya, infaq tidak mengenal nisab. Jika zakat harus diberikan pada
mustahiq tertentu (8 ashnaf), infaq boleh diberikan kepada siapa pun
juga. Sedangkan orang yang mengeluarkan infaq disebut munfiq.
“Shodaqoh” berasal dari kata shadaqa yang berarti “benar”.
Menurut terminology syari‟at, pengertian shodaqoh adalah pemberian
sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, terutama
kepada orang-orang miskin, setiap kesempatan terbuka yang tidak
ditentukan baik jenis, jumlah maupun waktunya (Ali, 1988: 23).
Sedangkan orang yang memberikan shodaqoh disebut mushoddiq.
Sebenarnya pengertian shodaqoh dan infaq sama termasuk juga hukum
dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infaq berkaitan dengan
materi, shodaqoh memiliki arti lebih luas dari sekadar material, misal
31
senyum itu shodaqoh. Dari hal ini yang perlu diperhatikan adalah jika
seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, sangat
dianjurkan sekali untuk berinfaq atau bershodaqoh.
2.1.2.3. Dasar Hukum Zakat.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, zakat diwajibkan di
Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah
diwajibkannya puasa Ramadhan dan zakat fitrah. Di dalam Al-Qur‟an
terdapat dua puluh tujuh ayat yang menyejajarkan kewajiban shalat
dengan kewajiban zakat dalam berbagai bentuk kata (Ali, 1988: 90).
Zakat merupakan kewajiban bagi orang beriman (muzakki) yang
mempunyai harta yang telah mencapai ukuran tertentu (nisab) dan
waktu tertentu (haul) untuk diberikan pada orang yang berhak
(mustahiq). Sedangkan kewajiban zakat dalam Islam memiliki makna
yang sangat fundamental, saling berkaitan erat dengan aspek-aspek ke
Tuhanan, juga ekonomi sosial (Nuruddin, 2006:1). Sebagai rukun
ketiga dari rukun Islam, zakat juga menjadi salah satu diantara panji-
panji Islam yang tidak boleh diabaikan oleh siapa pun juga. Oleh karena
itu, orang yang enggan membayar zakat boleh diperangi dan orang yang
menolak kewajiban zakat dianggap kafir (Ar-Rahman, 2003: 177).
Dasar hukum kewajiban zakat diantaranya adalah:
a. Al-Qur‟an
1) Surat Al-Baqarah ayat 43 :
32
Artinya: “Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku‟lah
beserta orang-orang yang ruku.” (Dept. Agama, 1978:
16)
2) Surat At-Taubah ayat 103 :
Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Dept. Agama,
1978: 297-298)
b. Hadits
Adapun dalil-dalil sunnah ialah sebagai berikut :
ي : ابي عور رض اهلل عهوا اى رسىل اهلل صل اهلل علي وسلن قالعي ب
إلااهلل وأى هحودا رسىل اهلل, الاسلام عل خوس وإقام , شهادة أى لا إل
( هتفق علي). وصىم رهضاى, وحج البيت, إتاء الزكاة, الصلاة
Artinya : “Dari Ibnu Umar ra. Bahwasanya Rasulullah saw.
bersabda: “Islam itu didirikan atas lima sendi, yaitu
persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, haji dan puasa di bulan Ramadhan.”(HR. Mutafaq
Alaih) (Al-Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-
Nawawi, 1999: 220).
Dalam hadits lain diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwasanya
Rasulullah SAW. bersabda:
33
“Aku diperintahkan untuk memerangi orang-orang, sehingga
mereka mau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat dan menunaikan
zakat. Apabila mereka telah mengerjakan hal itu, maka terjagalah
harta dan darah mereka kecuali dengan hak Islam, sedang
perhitungan (hisab) mereka terserah Allah.” ( HR. Mutafaq Alaih)
(Al-Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi, 1999: 220).
2.1.2.4. Macam- Macam Zakat.
Macam zakat dalam ketentuan hukum Islam itu ada dua, yaitu :
a. Zakat Nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah merupakan zakat untuk
menyucikan diri. Zakat fitrah ini dapat berbentuk bahan pangan atau
makanan pokok sesuai daerah yang ditempati, maupun berupa uang
yang nilainya sebanding dengan ukuran/harga bahan pangan atau
makanan pokok tersebut (Djuanda, 2006: 11). Jumlah yang harus
dikeluarkan untuk zakat fitrah adalah satu sha‟ (satu gantang), baik
untuk gandum, kurma, anggur kering, maupun jagung, dan
seterusnya yang menjadi makanan pokoknya (Mughniyah, 2001:
197). Kalau standar masyarakat Indonesia, beras dua setengah
kilogram atau uang yang senilai dengan harga beras itu. Waktu
mengeluarkan zakat fitrah yaitu masuknya malam hari raya Idul
Fitri. Kewajiban melaksanakannya, mulai tenggelamnya matahari
sampai tergelincirnya matahari. Dan yang lebih utama dalam
melaksanakannya adalah sebelum pelaksanaan shalat hari raya,
menurut Imamiyah. Sedangkan menurut Imam Syafi‟i, diwajibkan
untuk mengeluarkan zakat fitrah adalah akhir bulan Ramadhan dan
awal bulan Syawal, artinya pada tenggelamnya matahari dan
34
sebelum sedikit (dalam jangka waktu dekat) pada hari akhir bulan
Ramadhan (Mughniyah, 2001: 197). Orang yang berhak menerima
zakat fitrah adalah orang-orang yang berhak menerima secara umum,
yaitu orang-orang yang dijelaskan dalam al-Quran surat Taubah ayat
60.
b. Zakat Mal (zakat harta), adalah bagian dari harta kekayaan seseorang
(juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-
orang tertentu setelah dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam
jumlah minimal tertentu (Ali, 1988: 42).
Namun dalam menentukan harta atau barang apa aja yang wajib
dikeluarkan zakat, terjadi perbedaan pendapat yang semuanya karena
perbedaan dalam memandang nas-nas yang ada. Menurut Abdurrahman
al-Jaziri, para ulama mazhab empat secara ittifaq mengatakan bahwa
jenis harta yang wajib dizakatkan ada lima macam, yaitu: (1) binatang
ternak (unta, sapi, kerbau, kambing/domba), (2) emas dan perak, (3)
perdagangan, (4) pertambangan dan harta temuan, (5) pertanian
(gandum, korma, anggur). Sedangkan Ibnu Rusyd menyebutkan empat
jenis harta yang wajib dizakati, yaitu: (1) barang tambang (emas dan
perak yang tidak menjadi perhiasan), (2) hewan ternak yang tidak
dipekerjakan (unta, lembu dan kambing), (3) biji-bijian (gandum), (4)
buah-buahan (korma, dan anggur kering). Sementara itu, menurut
Yusuf al-Qardhawi jenis-jenis harta yang dizakati, adalah: binatang
ternak, emas dan perak, hasil perdagangan, hasil pertanian, hasil sewa
35
tanah, madu dan produksi hewan lainnya, barang tambang dan hasil
laut, hasil investasi, pabrik dan gudang, hasil pencaharian dan profesi,
hasil saham dan obligasi (Asnaini, 2008: 35-36).
Memperhatikan pendapat di atas, maka jenis harta yang wajib
dizakati ini mengalami perubahan dan perkembangan. Artinya jenis-
jenis zakat sebagaimana disebutkan di atas, masih dapat dikembangkan
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berdampak pada perkembangan dan kemajuan ekonomi dan dunia
usaha. Didin Hafidhuddin (2002: 91-121) mengemukakan jenis harta
yang wajib dizakati sesuai dengan perkembangan perekonomian
modern saat ini meliputi:
1) Zakat profesi.
2) Zakat perusahaan.
3) Zakat surat-surat berharga.
4) Zakat perdagangan mata uang.
5) Zakat hewan ternak yang diperdagangkan.
6) Zakat madu dan produk hewani.
7) Zakat investasi properti.
8) Zakat asuransi syari‟ah.
9) Zakat usaha tanaman anggrek, sarang burung wallet, ikan hias, dan
sector modern lainnya yang sejenis.
10) Zakat sektor rumah tangga modern.
36
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat, pasal 11 disebutkan tujuh jenis zakat
yang dikenai zakat, yaitu:
1) Emas, perak dan uang.
2) Perdagangan dan perusahaan.
3) Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan.
4) Hasil pertambangan.
5) Hasil peternakan.
6) Hasil pendapatan dan jasa.
7) Rikaz.
Harta-harta kekayaan sebagaimana disebutkan di atas, wajib
dikeluarkan zakatnya apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat
(mencapai nisab, kadar dan waktu/haul). Untuk lebih jelas dapat dilihat
pada lampiran 1.
2.1.2.5. Syarat-Syarat Zakat dan Wajib Zakat.
a. Syarat-syarat Zakat
Dalam ketentuan hukum Islam ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta yang
dipunyai oleh seorang muslim. Muhammad Daud Ali (1988: 41)
mengatakan dalam Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf bahwa
Syarat-syarat zakat adalah :
37
1) Pemilikan yang pasti. Artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan
yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan
menikmati hasilnya.
2) Berkembang. Artinya harta itu berkembang, baik secara alami
berdasarkan sunnatullah maupun bertambah karena ikhtiar atau
usaha manusia.
3) Melebihi kebutuhan pokok. Artinya harta yang dipunyai oleh
seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri
dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.
4) Bersih dari hutang. Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu
bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat)
maupun hutang kepada sesama manusia.
5) Mencapai nisab. Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib
dikeluarkan zakatnya.
6) Mencapai haul. Artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran
zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap kali setelah menuai atau
panen.
b. Syarat-syarat Wajib Zakat
Zakat mempunyai beberapa syarat wajib dan syarat sah. Menurut
kesepakatan ulama, syarat wajib zakat adalah muslim, merdeka, baligh,
berakal, kepemilikan harta yang penuh, mencapai nisab, dan mencapai
haul. Sedangkan syarat sahnya, juga menurut kesepakatan ulama adalah
niat yang menyertai pelaksanaan zakat (Al-Zuhayly, 2005: 98).
38
2.1.2.6. Golongan yang Berhak Menerima Zakat
Sulaiman Rasyid (1994: 210) mengatakan dalam Fiqh Islam
bahwa orang-orang yang berhak menerima zakat hanya mereka yang
telah ditentukan Allah SWT. dalam Al-Qur‟an surat At-Taubah ayat 60.
Firman Allah SWT.:
Artinya : “ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-
orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus
zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
(Dept. Agama, 1978: 288)
Dari ayat di atas, Zakiah Daradjat (1995: 240-241)
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan masing-masing ashnaf
yang delapan itu, sebagaimana penjelasan berikut ini:
a. Orang fakir adalah orang yang melarat yang amat sengsara
hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi
penghidupannya.
b. Orang miskin, adalah orang yang tidak cukup penghidupannya dan
dalam keadaan kekurangan. Apabila kita perbandingkan kehidupan
39
orang fakir dengan orang miskin, maka keadaannya lebih melarat
orang fakir.
c. Pengurus zakat, ialah orang yang diberi tugas untuk
mengumpulkan dan membagikan harta zakat. Artinya mereka
adalah orang yang diangkat oleh penguasa atau suatu Badan
Perkumpulan (Organisasi) Islam untuk mengurusi zakat sejak dari
mengumpulkannya sampai pada mencatat, menjaga dan
membagikannya kepada yang berhak. Amil zakat ini hendaknya
orang-orang kepercayaan di dalam Islam.
d. Muallaf, ialah orang fakir yang ada harapan masuk Islam dan
orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah atau
orang-orang yang selama ini sangat anti pada Islam dan sangat
kasar pada orang Islam, dengan pemberian ini akan dapat
dilunakkan hatinya atau dinetralisir sehingga tidak lagi menentang
Islam. Atau juga orang yang diharapkan kerjasamanya dengan
kegiatan-kegiatan Islam, apabila ia diberi pemberian ini, ia akan
membantu usaha-usaha Islam.
e. Riqab, yaitu untuk memerdekakan budak termasuk dalam
pengertian ini tebusan yang diperlukan untuk membebaskan orang
Islam yang ditawan oleh orang-orang kafir. Pemberian zakat
kepada budak-budak sebagai tebusan yang akan diberikannya pada
tuannya sebagai syarat pembebasan dirinya dari perbudakan adalah
40
merupakan salah satu cara di dalam Islam untuk menghapuskan
perbudakan di muka bumi.
f. Orang-orang yang behutang (gharimin) ialah orang yang berhutang
karena untuk kepentingan yang bukan ma‟siat dan tidak sanggup
membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara
persatuan Umat Islam atau perjuangan Islam atau kemaslahatan
umum umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia
mampu membayarnya dengan uang sendiri (pribadi).
g. Sabilillah (di jalan Allah), ialah untuk keperluan pertahanan Islam
dan kaum Muslimin. Di antara Ahli Tafsir ada yang berpendapat
bahwa fii Sabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan
umum seperti mendirikan Sekolah, rumah-rumah sakit dan lain-
lain. Jadi artinya segala jalan/usaha yang dapat untuk mencapai
kehidupan masyarakat yang diridhoi Allah, baik di waktu perang
maupun di waktu damai. Atau dengan perkataan lain segala
keperluan jihad baik jihad di zaman perang maupun jihad di zaman
damai. Pengertian jihad adalah memberikan segala kesanggupan
untuk menolong agama Islam dengan segala cara atau jalan yang
dapat menolong memajukan Islam di dalam segala bidang (aspek)
kehidupan.
h. Ibnu Sabil, ialah orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan
ma‟siat mengalami kesengsaraan dalam perjalanan karena
kehabisan biaya.
41
2.1.2.7. Sanksi
Orang yang enggan mengeluarkan zakat akan mendapatkan
siksaan di akhirat dan di dunia. Di akhirat, dia akan mendapatkan
siksaan yang pedih. Pernyataan ini berdasarkan hadits Nabi SAW. yang
artinya sebagai berikut :
“Siapa pun yang dibuat kaya raya oleh Allah dan tidak
membayarkan zakat kekayaannya, maka pada hari kiamat
kekayaannya akan diubah menjadi ular beracun dengan dua tanda
hitam di atas matanya, ular itu akan melilit lehernya dan berkata:
akulah kekayaanmu, akulah hartamu yang kamu timbun dulu.
Kemudian Nabi membaca firman Allah surat Ali Imran ayat 180:
“Dan janganlah orang yang bakhil dengan apa yang diberikan
Allah kepadanya dari karunia-Nya mengira bahwa (kebakhilan) itu
lebih baik baginya. Tidak, (kebakhilan) itu buruk baginya. Segala
yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak
pada hari kiamat. Kepunyaan Allah warisan langit dan bumi. Dan
Allah tahu benar apa yang kamu lakukan”. (HR. Al-Bukhari) (Al-
Imam Zainuddin Ahmad, 2001: 284).
Sunnah Nabi SAW. tidak hanya mengancam orang yang tidak
mau membayar zakat dengan hukuman di akhirat saja, tetapi juga
mengancam orang yang tidak mau membayar zakat dengan hukuman di
dunia secara konkrit. Sabda Nabi SAW: “Tiada suatu kaum menolak
mengeluarkan zakat melainkan Allah menimpa mereka dengan paceklik
(kemarau panjang dan kegagalan panen).” (HR. Attabrani) (Almath,
1991: 106).
2.1.2.8. Fungsi Zakat
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung
fungsi yang demikian besar dan mulia, baik berkaitan dengan orang
42
yang berzakat (muzakki), penerimanya (mustahiq), harta yang
dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan. Fungsi
tersebut antara lain sebagai berikut:
Pertama, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT,
mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa
kemanusiaan yang tinggi menghilangkan sifat kikir, rakus dan
meterialis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan
dan mengembangkan harta yang dimiliki. Kedua, karena zakat
merupaka hak mustahiq, zakat berfungsi untuk menolong, membantu
dan membina mereka, terutama fakir miskin, ke arah kehidupan yang
lebih baik dan lebih sejahtera. Ketiga, sebagai salah satu sumber dana
bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat
Islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial, sekaligus
sarana pengembangan kualitas sumberdaya manusia muslim. Keempat,
untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu
bukanlah membersihkan harta yang kotor, tetapi mengeluarkan bagian
dari hak orang lain dari harta kita yang kita usahakan dengan baik dan
benar. Kelima, dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat
merupakan salah satu intrumen pemerataan pendapatan. Dengan zakat
yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan
ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan (Hafidhuddin, 2002: 10-14).
Adapun multiplayer effect dari zakat yaitu: menambah jumlah
muzakki dan munfiq atau mushoddiq, melipatgandakan penguasaan
43
asset dan modal di tangan umat Islam, membuka lapangan kerja yang
luas (Djuanda, 2006: 17).
2.1.3. Zakat sebagai Pesan Dakwah
Keberhasilan gerakan zakat antara lain sangat tergantung kepada
bagaimana ajaran zakat ini didakwahkan kembali dengan sungguh-
sungguh kedalam masyarakat. Ajaran zakat adalah suatu ajaran Tuhan, dan
dakwah adalah seruan manusia untuk berjalan di jalan Tuhan tersebut.
Dasar dan prinsip utama dalam mendakwahkan zakat sebagai ajaran di
jalan Tuhan didasarkan kepada firman Allah dalam al-Qur'an surat An-
Nahl ayat 125:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bermujadalahlah dengan
mereka dengan (ide-ide) yang lebih unggul. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Konsep dakwah dengan hikmah, pengajaran yang baik dan
bermujadalah dengan ide-ide yang lebih unggul ini dapat dikembangkan
menjadi pendekatan dan metodologi pengembangan zakat yang efektif,
efisien dan menyentuh hati manusia.
Penyuluhan zakat, baik tentang hukumnya, hikmahnya, metode
penggalian dan pengumpulannya, manajemennya sampai pemanfaatannya
merupakan bagian yang sangat penting dari gerakan zakat dan
pemasyarakatan kembali ajaran zakat ke dalam masyarakat, konsep
penyuluhan di sini dibatasi pada konsep tabligh atau menyampaikan
44
pesan-pesan agama (Safwan Idris, 1997: 212). Tabligh atau penyampaian
pesan-pesan agama hendaknya disampaikan dengan kehalusan budi daya
manusia dan dengan bahasa yang mengandung nilai-nilai yang sangat
kaya. Muballig harusnya orang-orang yang kaya nilai, karena balaghah
adalah sastra, dan tablig dengan bahasa yang penuh dengan nilai-nilai
sastra adalah tablig yang kaya nilai yang akan mengisi akal dan hati
manusia. Karena itu Muballig seharusnya adalah orang-orang yang
memiliki ketrampilan bahasa dan kehalusan seni sastra.
Pesan-pesan kebenaran hanya bisa menerobos ke dalam hati
manusia bila disampaikan secara manusiawi dan dengan prinsip bahwa
muballig itu adalah orang-orang yang mencintai manusia sebagai sasaran
penyampaian ajaran berzakat dan mempunyai kemampuan untuk
mewujudkan cintanya itu sebagai pelaksana missi dari Allah SWT.
Penyampaian pesan-pesan agama bukan saja bersifat lisan tetapi juga
bersifat hal, artinya dibuktikan oleh kenyataan-kenyataan dalam kehidupan
para muballig itu sendiri.
Kemunduran dakwah sebenarnya sangat terkait dengan kenyataan-
kenyataan hidup umat Islam yang kadang-kadang tidak sesuai dengan
nilai-nilai serta harkat dan martabat manusia. Kenyataan-kenyataan hidup
sehari-hari adalah Iisaanul hal yang lebih menyentuh hati manusia
dibanding dengan bahasa lisan orang yang berbicara. Karena itu, orang-
orang yang menjadi penyuluh zakat harus selalu mencerminkan keimanan
kepada Allah, ketinggian harkat dan martabat sebagai manusia dan
45
kedalaman cintanya kepada sesama manusia, karena kecintaan kepada
sesama manusia adalah bagian dari iman kepada Allah.
Tujuan dari penyuluhan zakat dapat dibagi ke dalam dua macam
tujuan yaitu yang pertama pemberdayaan manusia melalui pencerahan dan
penyadaran yang kedua, aktualisasi kewajiban zakat sebagai amal shaleh
(Safwan Idris, 1997: 214). Yang dimaksud dengan pemberdayaan di sini
ialah menumbuhkan kekuatan iman dan ilmu dalam diri manusia sebagai
esensi pokok keberdayaan manusia. Manusia kuat bukan karena memiliki
otot-otot yang kuat atau harta yang banyak, tetapi menusia berdaya dan
perkasa karena kekuatan iman dan ilmunya. Kedua unsur ini mesti berjalan
bersama seperti dua kaki yang menyebabkan manusia bisa berjalan dengan
gagahnya, manusia yang berilmu tanpa beriman menjadi sangat lemah
terhadap berbagai pengaruh dan godaan sehingga ilmunya akan dijualnya
dengan harga yang murah. Tanpa iman dan integritas diri yang kuat
ilmuwan bisa dibeli orang dan ilmuwan yang bisa dibeli bukanlah ilmuwan
yang memiliki kekuatan, karena itu kesatuan ilmu dan iman merupakan
keharusan dalam pemberdayaan manusia, dan pemberdayaan ini dicapai
dengan pencerahan dan penyadaran.
Yang dimaksud dengan pencerahan di sini ialah usaha-usaha
menumbuhkan kembali pengetahuan zakat sebagai kebenaran dari Allah
ke dalam hati manusia, sedangkan tujuan akhir dari usaha pencerahan ialah
untuk membuat masyarakat mengerti dan memahami konsep-konsep
ajaran zakat secara mendalam, kontekstual, aktual, dan ilmiah sehingga
46
mendatangkan kecerahan dalam hati manusia. Tujuan dari pencerahan
diutamakan untuk menunjukkan kembali nilai-nilai dasar, nilai-nilai
ilmiyah dan hikmah-hikmah yang aktual dan kontekstual dari ajaran zakat
secara mendalam, sehingga meskipun ada berbagai penafsiran tentang
ajaran zakat, tafsiran yang berbeda-beda itu tidak menimbulkan
kebingungan dalam hati umat (Safwan Idris, 1997: 216).
Dewasa ini masyarakat semakin sadar bahwa zakat adalah suatu
kewajiban penting yang merupakan bagian dari lima rukun Islam, namun
demikian pengetahuan ini saja belum dapat mengerakkan warga
masyarakat untuk berzakat. Ini menunjukkan ada sisi lain dari ajaran
berzakat yang harus ditumbuhkan dalam hati nurani manusia yang biasa
disebut dengan kesadaran.
Konsep kesadaran sebagai suatu sisi dalam kehidupan manusia
yang terkait dengan dimensi spiritual atau dimensi rohaniyah, karena
kesadaran itu datang dengan dihembuskannya ruh ke dalam diri manusia
pada waktu penciptaannya. Dalam konsep kesadaran ini terkandung makna
bahwa seseorang meyakini sesuatu yang benar yang diperoleh sebagai
hasil terbukanya hati manusia untuk menerima petunjuk atau hidayah dari
Allah swt. Karena itu kegiatan penyadaran termasuk di dalamnya
menanamkan kembali nilai-nilai spiritual dalam ajaran zakat bertujuan
untuk menumbuhkan motivasi berzakat sehingga ajaran zakat tidak tinggal
sebagai ajaran yang pasif tetapi menjadi ajaran yang dinamis dan mampu
menggerakkan ummat untuk melakukannya.
47
Sesuai dengan definisi di atas maka tujuan dari penyadaran adalah
pembinaan iman dan kecenderungan hati untuk berbuat baik, sedangkan
tujuan dari pencerahan itu bertumpu pada pembinaan dan pendalaman
ilmu sehingga mengetahui bagaimana kita melakukan sesuatu secara
benar. Adapun tujuan akhir dari penyadaran dan pencerahan sebagai usaha
penyuluhan atau dakwah zakat adalah untuk melahirkan amal shaleh,
karena tujuan akhir yang ingin dicapai dalam mendakwahkan zakat adalah
mewujudkan amal shaleh ke dalam kehidupan masyarakat (Safwan Idris,
1997: 218). Jadi inti dari dakwah zakat dengan hikmah dan pelajaran-
pelajaran yang baik serta mujadalah dengan ide-ide yang lebih unggul
adalah untuk memperkokoh iman, memperkaya ilmu sehingga melahirkan
amal shaleh, yang dalam hal ini adalah hidup dan berkembangnya
kewajiban berzakat dalam masyarakat.
2.2. Perubahan Status Manusia dalam Dakwah Zakat
2.2.1. Pengertian Perubahan
Berbicara mengenai perubahan perlu kiranya mengemukakan
pendapat ahli mengenai pembatasan perubahan itu sendiri. Wibowo (2006:
87) mengartikan perubahan adalah membuat sesuatu menjadi berbeda.
Menurut Potts dan LaMarsh yang dikutip oleh Wibowo (2006: 87) bahwa
perubahan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi
menuju pada keadaan yang diinginkan di masa depan. Perubahan dari
keadaan sekarang tersebut dilihat dari sudut struktur, proses, orang dan
budaya. Sedangkan menurut Prasetyo Widi menyatakan bahwa perubahan
48
adalah kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda
dengan keadaan sebelumnya dan merupakan proses yang menyebabkan
perubahan pola perilaku individu atau institusi (http://prasetyowidi.
wordpress.com).
Dari definisi yang telah dikemukakan di atas, maka pada
hakikatnya perubahan adalah bergerak dari keadaan sekarang menuju pada
keadaan baru. Kalau ditinjau dari jenisnya, menurut Wibowo (2006: 98-
99) perubahan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu perubahan terencana dan
perubahan tidak terencana. Perubahan terencana adalah aktivitas
perubahan yang disengaja dan berorientasi pada tujuan, sedangkan
perubahan tidak terencana adalah pergeseran aktivitas organisasional
karena adanya kekuatan yang sifatnya eksternal, yang berada di luar
kontrol organisasi.
Dalam Al-Qur‟an, perubahan diungkapkan dengan beberapa
ungkapan di antaranya, yaitu: taghyir mabi qaumin (mengubah apa yang
ada pada suatu kaum). Ungkapan ini, antara lain ditemukan di dalam surat
ar-Ra‟ad ayat 11 yang berbunyi:
Artinya: “sungguh Allah tidak mengubah apa yang ada pada suatu kaum
hingga mereka mengubah apa yang terdapat pada diri mereka.
(Dept. Agama, 1978: 370).
Dilihat dari segi sematik, pengungkapan ayat dengan kata
“yughayyiru” yang merupakan kata kerja transitif, menunjukkan bahwa
49
perubahan yang dimaksud dalam ayat di atas adalah perubahan yang
dikehendaki atau perubahan yang direncanakan, sebab kata “yughayyiru”
mengandung pengertian perubahan dari suatu kondisi kepada kondisi yang
lain, boleh jadi kondisi yang tidak baik kepada yang baik atau sebaliknya.
Bahwa secara implisit ayat tersebut menyebutkan strategi yang seharusnya
dipilih dalam melakukan perubahan, yaitu strategi tadarruj (gradual). Ayat
tersebut menggambarkan dua bentuk gradualitas sekaligus, yaitu
gradualitas dalam perubahan sosial dan gradualitas dalam materi dakwah
penyampaiaannya. Secara garis besar, seperti yang dipahami dari ayat
tersebut perubahan sosial harus menempuh dua tahapan. Pertama, tahap
taghyir ma bi al-anfusihim (perubahan apa yang terdapat di dalam diri)
berupa perubahan pemikiran, pemahaman, keyakinan, dan akhlak. Pada
tahap ini, materi yang harus disampaikan oleh pelaku perubahan sosial
adalah pemikiran, aqidah, dan ibadah. Kedua, tahap taghyir ma biqaumin
(perubahan kondisi sosial). Pada tahap ini, materi yang seharusnya
disampaikan oleh pelaku perubahan adalah aspek muamalat, persoalan
ekonomi, sosial-kemasyarakatan, politik dan lain sebagainya (Munir,
2006: 255-256).
2.2.2. Unsur-Unsur Manusia dalam Dakwah Zakat
Unsur manusia dalam dakwah zakat adalah komponen-komponen
yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah zakat. Unsur-unsur manusia
dalam dakwah zakat tersebut adalah muzakki, amil, dan mustahiq.
50
1) Muzakki
Menurut pasal 1 UU Tahun 1999 No. 38 tentang Pengelolaan
Zakat, yang dimaksud muzakki atau pembayar zakat adalah orang atau
badan yang dimiliki oleh orang Muslim dan mampu berdasarkan
syariat Islam untuk menunaikan zakat. Zakat diwajibkan bagi para
aghniya (hartawan) yang kekayaannya memenuhi batas minimal
(nisab) untuk setahun (haul).
Seluruh ahli fiqih sepakat bahwa setiap Muslim, merdeka,
baligh dan berakal wajib menunaikan zakat. Akan tetapi mereka
berbeda pendapat tentang orang yang belum baligh dan gila. Menurut
mazhab Imamiyah, harta orang gila, anak-anak dan budak tidak wajib
dizakati dan baru dizakati ketika pemiliknya sudah baligh, berakal dan
merdeka. Ini berdasarkan sabda Nabi SAW: “tiga orang terbebas dari
ketentuan hukum; kanak-kanak hingga dia baligh, orang tidur hingga
ia bangun dan orang gila hingga dia sembuh”. Pendapat sama
dikemukakan mazhab Hanafi, kecuali dalam zakat hasil tanaman dan
buah-buahan, karena menurut mereka dalam hal ini tidak diperlukan
syarat berakal dan baligh. Manurut madhab Maliki, Hambali, Syafi‟i,
berakal dan baligh tidak menjadi syarat bagi diwajibkannya zakat.
Oleh sebab itu, harta orang gila dan anak-anak wajib di zakati oleh
walinya.
Bagi mereka yang memahami zakat seperti ibadah yang lain,
yakni seperti sholat, puasa dan lain-lain, tidak mewajibkan anak-anak
51
yang belum baligh dan orang gila menunaikan zakat. Adapun mereka
yang menganggap zakat sebagai hak orang-orang fakir atas harta
orang-orang kaya, mewajibkan anak-anak yang belum baligh dan
orang gila menunaikan zakat (Jannati, 2007: 65).
2) Amil
Amil adalah orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan
membagikan harta zakat. Artinya mereka adalah orang yang diangkat
oleh penguasa atau suatu Badan Perkumpulan (Organisasi) Islam
untuk mengurusi zakat sejak dari mengumpulkannya sampai pada
mencatat, menjaga dan membagikannya kepada yang berhak (Zakiah,
1995: 240). Amil zakat memiliki peran sangat penting bagi semua
proses kegiatan lembaga zakat. Keberhasilan dan kemunduran
lembaga zakat tergantung pada sumber daya manusia para amil. Amil
zakat ini hendaknya orang-orang kepercayaan di dalam Islam,
mamiliki sifat amanah dan jujur, mengerti dan memahami hukum
zakat, memiliki kemampuan melaksanakan tugas dengan baik serta
bekerja keras (Hasan, 2011: 30).
Istilah amil disebutkan dalam al-Qur‟an sebagai kelompok
orang yang berhak menerima bagian zakat. Kelompok amil berhak
menerima zakat terkait tugas dan kewajibannya dalam hal
mensosialisasikan, mengumpulkan, mendistribusikan dan
mendayagunakan serta mengelola harta zakat. Melihat kewajiban-
52
kewajiban tersebut diketahui bahwa personil amil zakat memiliki
tugas pokok antara lain:
a. Bidang sosialisasi memiliki tugas pokok menyampaikan dan
menyadarkan masyarakat agar memahami dan mengamalkan
ajaran zakat.
b. Bidang pengumpulan memiliki tugas pokok melakukan pendataan
muzakki dan mengumpulkan harta zakat dari muzakki.
c. Bidang pendistribusian memiliki tugas pokok melakukan
pendataan mustahiq konsumtif dan melakukan pendistribusian
zakat terhadap mereka.
d. Bidang pendayagunaan memiliki tugas pokok melakukan
pendataan mustahiq produktif, mendistribusikan zakat kepada
mereka, mendampingi, memotivasi, dan mengevaluasi pekerjaan
mereka.
e. Bidang pengelolaan harta zakat memiliki tugas pokok pencatatan,
pembukuan dan menginventarisir harta zakat (Hasan, 2011: 29).
Mengacu pada fungsi dan tugas pokok amil, kemampuan dan
keahlian amil zakat sangat beragam. Pengelolaan zakat secara
profesional tidak bisa mengandalkan satu bidang saja. Oleh karena itu,
dalam pengelolaan zakat berbasis manajemen setiap bidang atau setiap
pekerjaan perlu dikerjakan oleh ahlinya. Bidang sosialisasi perlu
dikerjakan seorang da‟i/dai‟yah atau orang yang ahli pemasaran.
Bidang pembukuan perlu dilakukan oleh orang yang ahli dibidang
53
akutansi, bidang pendistribusian dan pendayagunaan perlu dilakukan
oleh orang yang ahli dibidang manajemen atau ahli pengembangan
SDM (Hasan, 2011: 30).
3) Mustahiq
Mustahiq adalah orang-orang yang berhak menerima zakat.
Golongan yang berhak mendapatkan zakat pada tataran aplikasi
dibatasi pada yang sudah disebutkan dalam QS at-Taubah ayat 60.
Berdasarkan Qur‟an Surat at-Taubah ayat 60 mustahiq ada delapan
golongan, yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, fisabilillah
dan ibnu sabil. Apabila ashnaf yang ditetapkan dalam al-Qur‟an Surat
at-Taubah ayat 60 tersebut dipahami secara tekstual, ada ashnaf yang
tidak dapat diaplikasikan pada saat ini, yakni riqab. Riqab adalah
budak muslim yang telah dijanjikan untuk merdeka kalau ia telah
membeli dirinya. Pemahaman tekstual akan menyebabkan tujuan
zakat tidak tercapai, karena pemberian dana zakat kepada yang
bersangkutan sifatnya konsumtif. Dengan demikian, untuk pencapaian
tujuan zakat dan hikmah diwajibkan zakat, maka pemahaman
kontekstual dan komprehensif terhadap delapan ashnaf perlu
dilakukan, sehingga kelompok yang berhak mendapatkan dana zakat
dapat menerima haknya.
54
2.2.3. Proses Perubahan Status Manusia dalam Dakwah Zakat
Pada hakikatnya perubahan merupakan pergeseran dari keadaan
sekarang menuju pada keadaan baru yaitu ke arah yang lebih baik. Proses
perubahan dalam hal ini, merubah status mustahiq menjadi muzakki.
Menurut Kurt Lewin yang dikutip oleh Wibowo (2006: 140-142)
ada tiga tahapan yang dapat diambil untuk mengelola perubahan, yaitu:
a. Unfreezing (pencairan), merupakan tahapan yang memfokuskan pada
penciptaan motivasi untuk berubah. Individu didorong untuk mengganti
perilaku dan sikap lama dengan yang diinginkan manajemen.
Unfreezing merupakan usaha perubahan untuk mengatasi resistensi
(perlawanan) individual dan kesesuaian kelompok. Proses pencairan
tersebut merupakan adu kekuatan antara faktor pendorong dan faktor
penghalang bagi perubahan dari status quo. Untuk dapat menerima
adanya suatu perubahan, diperlukan adanya kesiapan atau readiness
individu. Pencairan ini dimaksud agar seseorang tidak terbelenggu oleh
keinginan mempertahankan diri dari status quo, dan bersedia membuka
diri.
b. Changing atau movement merupakan tahap pembelajaran di mana
pekerja diberi informasi baru, model perilaku baru, atau cara baru
dalam melihat sesuatu. Maksudnya adalah membantu pekerja belajar
konsep atau titik pandang baru. Para pakar merekomendasikan bahwa
yang terbaik adalah untuk menyampaikan gagasan kepada para pekerja
bahwa perubahan adalah suatu proses pembelajaran berkelanjutan dan
55
bukannya kejadiaan sesaat. Dengan demikian, perlu dibangun
kesadaran bahwa pada dasarnya kehidupan adalah suatu proses
perubahan terus menerus.
c. Refreezing atau pembekuan kembali merupakan tahapan di mana
perubahan yang terjadi distabilisasi dengan membantu pekerja
mengintegrasikan perilaku dan sikap yang telah berubah ke dalam cara
yang normal untuk melakukan sesuatu. Hal ini dilakukan dengan
memberi pekerja kesempatan untuk menunjukkan perilaku dan sikap
baru. Sikap dan perilaku yang sudah mapan kembali tersebut perlu
dibekukan, sehingga menjadi norma-norma baru yang diakui
kebenarannya. Dengan telah terbentuknya perilaku dan sikap baru,
maka perlu diperhatikan apakah masih sesuai dengan perkembangan
lingkungan yang terus berlangsung. Apabila ternyata diperlukan
perubahan kembali, maka proses unfreezing akan dimulai kembali.
Sebagai suatu sistem, perubahan mempunyai beberapa unsur, yaitu
sebab, pelaku perubahan, target perubahan, media perubahan dan unsur
strategi perubahan.
1. Strategi perubahan dapat berupa strategi pembangunan, strategi
revolusi, strategi persuasi, strategi normatif re-edukatif.
2. Pelaku perubahan pada pokoknya terdiri dari dua kelompok, yaitu
leaders dan supporters. Kelompok leaders bisa terdiri dari pengarah
perubahan, pendukung perubahan dan pembacking perubahan (seperti
yang mendukung dari sumber dana), administrators, teknisi/konsultan,
56
organizer. Kelompok supporters bisa terdiri dari aktivis (workers),
penyumbang yang tidak ikut aktif (donors) dan simpatisan.
3. Adapun unsur target perubahan, bersifat kondisional disesuaikan
dengan rekomendasi hasil penelitian dan pertimbangan di lapangan
tentang apa yang dirasa mendesak untuk diselesaikan. Target itu bisa
berupa upaya membantu (korban dari masalah yang melilitnya),
memprotes atau memperbaharui institusi-institusi sosial.
4. Sedangkan unsur media secara garis besar dibedakan ke dalam dua
kelompok, yaitu media pengaruh dan media respon. Media pengaruh
adalah media komunikasi yang digunakan pelaku perubahan untuk
mencegah sasaran perubahan. Sedangkan media respon adalah media
komunikasi yang digunakan oleh sasaran perubahan untuk
menggulingkan tanggapan mereka (Sulthon, 2003: 139-140).
Dalam proses perubahan status manusia dalam dakwah zakat,
terlebih dahulu manusia (mustahiq) dibebaskan dari kemiskinan jiwanya
sehingga tidak mudah untuk meminta-minta. Sebelum melangkah pada
persoalan teknis, sasaran pertama adalah membuat jiwa si mustahiq
menjadi kaya dan siap untuk berusaha. Mereka diyakinkan bahwa setiap
manusia memiliki kemampuan.
Perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat tidak terlepas dari
perubahan yang terjadi pada individu-individu, sehingga dakwah zakat
adalah dakwah yang ditujukan kepada hati-hati dari individu itu. Tidak
sekedar perubahan-perubahan yang bersifat permukaan, sedangkan inti di
57
dalamnya tidak terjadi perubahan apa pun. Perubahan yang hakiki itulah
yang dicari dalam dakwah zakat.
2.3. Konsep Pengelolaan Zakat
2.3.1. Pengertian Pengelolaan Zakat
Aktivitas keagamaan yang bertujuan untuk mensosialisasikan
ajaran Islam bagi penganutnya dan umat manusia biasanya disebut dengan
aktivitas dakwah. Aktivitas dakwah ini dilakukan baik melalui lisan,
tulisan, maupun perbuatan nyata. Salah satu aktivitas dakwah yang
mengandung nilai sosial ekonomi adalah aktivitas zakat. Aktivitas zakat
merupakan aktivitas dakwah Islam yang memiliki peran dan fungsi
penting upaya mewujudkan kesejahteraan umat Islam dan keadilan sosial.
Untuk dapat melaksanakan fungsinya, aktivitas zakat memerlukan sebuah
pengelolaan zakat yang baik agar dana zakat dapat berdaya guna dan
berhasil guna bagi umat Islam.
Sebelum berbicara mengenai arti pengelolaan zakat, terlebih dahulu
berbicara mengenai arti pengelolaan. Kata pengelolaan memiliki makna
yang sama dengan manajemen. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2005: 534), kata pengelolaan berasal dari kata kelola yang berarti;
mengendalikan, menyelenggarakan (perintah, dsb); mengurus (perusahaan,
proyek, dsb). Sedangkan kata pengelolaan berarti; proses, cara, perbuatan
pengelola; proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan
tenaga orang lain; proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan
58
tujuan organisasi; proses yang memberikan pengawasan pada semua hal
yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan.
Istilah manajemen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:
708) adalah penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai
sasaran. Secara etimologi kata manajemen berasal dari kata “manage” atau
“minus” yang berarti; memimpin, menangani, mengatur atau membimbing
(Ruslan, 1999: 1).
Sementara pengertian manajemen secara terminologi telah
dirumuskan oleh para ahli dengan pengertian yang beragam. Adapun
pengertian manajemen menurut para ahli bidang manajemen di antaranya
adalah sebagai berikut :
1) Menurut James A.F. Stoner (1991: 7) Manajemen adalah proses
perencanaan, pengorganisasian dan penggunakan sumber daya
organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.
2) Malayu S.P. Hasibuan (2007: 1) mendefinisikan manajemen adalah
ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai
suatu tujuan tertentu.
3) R. Terry mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses khas yang
terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan
59
serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan
sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya (Hasibuan, 2001: 3).
Dari definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen adalah proses perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing) penggerakan (Actuating) dan
pengawasan (Controlling), untuk memperoleh hasil dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
Pemahaman dari definisi tersebut di atas, terkait dengan judul
penelitian ini pengelolaan yang dimaksud adalah manajemen yaitu
menyangkut proses suatu aktivitas. Dalam kaitannya dengan zakat, proses
tersebut meliputi sosialisasi zakat, pengumpulan zakat, pendistribusian dan
pendayagunaan serta pengawasan. Sementara pengertian pengelolaan
zakat secara konseptual telah dirumuskan oleh para pakar dengan
pengertian yang beragam, diantaranya adalah Didin Hafidhuddin (2002:
125) berpendapat bahwa yang dimaksud pengelolaan zakat adalah bahwa
zakat itu diambil (dijemput) dari orang-orang yang berkewajiban untuk
berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak
menerimanya (mustahiq). Yang mengambil dan yang menjemput tersebut
adalah para petugas („amilin).
Ali Yafie (1994: 236) menyatakan pengelolaan zakat adalah hasil
harta yang dikumpulkan dari muzakki dialokasikan kepada mustahiq
dengan memberikan perkakas yang memungkinkan ia bekerja dalam
bidang keterampilannya untuk mencukupi kebutuhan pokoknya. Atau bagi
60
yang tidak dapat berniaga, juga tidak mempunyai suatu keterampilan
dalam usaha tertentu, maka kepadanya diberikan jaminan dengan jalan
menanamkan modal, baik dalam harta yang tidak bergerak (tanah) maupun
pada harta yang berkembang seperti peternakan (masyriah) yang
penghasilannya dapat mencukupi kebutuhan pokok dalam kehidupan
sehari-hari.
Sedangkan menurut Sahal Mahfudz yang dikutip oleh Muhammad
Hasan (2011: 6) pengelolaan zakat adalah penataan dengan cara
melembagakan zakat itu sendiri, tidak cukup hanya terbatas dengan
pembentukan panitia zakat akan tetapi menyangkut aspek-aspek
pendataan, pengumpulan, penyimpanan, pembagian, dan yang menyangkut
kualitas manusianya. Lebih dari itu, aspek yang berkaitan dengan syari‟ah
tidak bisa dilupakan.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat, yang dimaksud “pengelolaan zakat”
adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta
pendayagunaan zakat.
2.3.2. Pengumpulan Zakat
Kewajiban menunaikan zakat sebagaimana dijelaskan sebelumnya,
adalah sebagai kewajiban yang diperintahkan oleh agama kepada setiap
orang muslim yang mampu atau badan yang dimiliki oleh orang muslim.
Oleh karenanya maka penunaiannya pada prinsipnya adalah berdasarkan
61
kesadaran masing-masing. Itulah sebabnya pada pasal 12 ayat (1) Undang-
Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, menentukan
bahwa pengumpulan zakat dilakukan oleh BAZ/LAZ dengan cara
menerima atau mengambil dari muzakki atas pemberitahuan muzakki.
Namun demikian dalam penjelasan pasal 12 ayat (1) mengharuskan BAZ
dan LAZ untuk bersikap proaktif dalam melaksanakan tugasnya, yaitu
dengan melakukan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi serta
melakukan tugas penyuluhan dan pemantauan seperti disebutkan dalam
pasal 8 Undang-undang Zakat.
Dalam pengumpulan zakat dari harta muzakki yang berada di Bank,
BAZ/LAZ dapat bekerja sama dengan bank atas permintaan muzakki, yaitu
dengan memberikan kewenangan kepada petugas bank untuk memungut
zakat harta simpanan muzakki, yang kemudian diserahkan kepada
BAZ/LAZ. Dalam menunaikan zakatnya, muzakki melakukan sendiri
perhitungan harta dan kewajiban zakatnya berdasarkan hukum agama
pasal ( 14 ayat 2 ). Apabila tidak dapat menghitung sendiri, muzakki dapat
meminta bantuan BAZ/LAZ atau sebaliknya BAZ/LAZ memberikan
bantuan kepada muzakki. Selain hal-hal tersebut di atas, undang-undang
zakat telah menentukan pula bahwa zakat yang telah dibayarkan oleh
muzakki pada BAZ atau LAZ dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena
pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut diatur dalam pasal 14 ayat
3 Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, yang
62
penjelasannya menyatakan bahwa hal demikian dimaksudkan agar wajib
pajak tidak terkena beban ganda, yakni kewajiban membayar zakat dan
pajak. Dan pelaksanaannya tentu akan dilakukan oleh masing-masing yang
bersangkutan pada saat melakukan sendiri perhitungan pajaknya.
Selain zakat, BAZ dan LAZ dapat pula menerima infaq, shodaqoh,
hibah, wasiat, waris dan kafarat (pasal 13), maka BAZ/LAZ dapat pula
berfungsi sebagai Baitul Mal yang dapat menampung berbagai harta yang
terjadi sebagai pelaksana dari ketentuan agama, yang hasilnya akan sangat
bermanfaat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan
sosial.
2.3.3. Pendayagunaan Zakat
Istilah pendayagunaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2005: 242) berasal dari kata “daya-guna” yang berarti kemampuan
mendatangkan hasil atau manfaat. Istilah pendayagunaan dalam konteks
ini mengandung makna pemberian zakat kepada mustahiq secara produktif
dengan tujuan agar zakat mendatangkan hasil dan manfaat bagi yang
memproduktifkannya.
Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat, dilakukan berdasarkan
skala prioritas kebutuhan mustahiq, yang persyaratan dan prosedurnya
diatur dengan keputusan Menteri. Hal tersebut diatur dalam pasal 16, 17
undang-undang zakat jo pasal 28, 29 KMA, sebagaimana dijelaskan oleh
Suparman Usman (2002, 173-174), sebagai berikut:
63
a. Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq, sesuai
dengan ketentuan syariat Islam. Dalam penjelasan pasal 16
disebutkan, bahwa mustahiq delapan ashnaf ialah fakir, miskin, amil,
muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil, yang di dalam
aplikasinya dapat meliputi orang-orang yang paling tidak berdaya
secara ekonomi, seperti anak yatim, orang jompo, penyandang cacat,
orang yang menuntut ilmu, pondok pesantren, anak terlantar, orang
yang terlilit utang, pengungsi yang terlantar dan korban bencana alam.
b. Pendayagunaan zakat untuk mustahiq dilakukan berdasarkan
persyaratan sebagai berikut: (1). hasil pendataan dan penelitian
kebenaran mustahiq delapan ashnaf yaitu fakir, miskin, amil, muallaf,
riqab, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil; (2). mendahulukan orang-
orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara
ekonomi dan sangat memerlukan bantuan; (3). mendahulukan
mustahiq dalam wilayahnya masing-masing.
c. Pendayagunaan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq
dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif.
d. Hasil penerimaan infaq, shodaqoh, hibah, wasiat, waris dan kafarat,
didayagunakan terutama untuk usaha yang produktif.
e. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan berdasarkan
persyaratan sebagai berikut : (1). apabila pendayagunaan zakat untuk
mustahiq, sudah terpenuhi dan ternyata masih terdapat kelebihan; (2).
64
terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan; (3).
mendapat persetujuan tertulis dari dewan pertimbangan.
f. Prosedur pendayagunaan zakat untuk usaha produktif ditetapkan
sebagai berikut: (1). melakukan studi kelayakan; (2). menentukan
jenis usaha produktif; (3). melakukan bimbingan dan penyuluhan; (4).
melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan; (5).
mengadakan evaluasi; dan (6). membuat pelaporan.
Departemen Agama Republik Indonesia menyebutkan bahwa
sasaran pendayagunaan zakat hendaknya digunakan untuk hal-hal sebagai
berikut:
a. Memperbaiki Taraf Hidup
Kegiatan yang dapat dilakukan dalam memperbaiki taraf hidup
masyarakat ada dua macam. Pertama, kegiatan yang bersifat motivasi
seperti memberikan pengetahuan tentang sistem manajemen (dalam arti
sederhana), bimbingan, memberikan pengetahuan tentang beberapa
macam Home Industry dan lain-lain. Kedua, kegiatan yang bersifat
memberikan bantuan permodalan, baik berupa uang untuk modal
utama, modal tambahan maupun modal berupa barang seperti peralatan,
ternak dan lain-lain.
b. Pendidikan dan beasiswa
Dalam hal ini program-program yang dilakukan untuk pendidikan
dan beasiswa dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, memberikan
bantuan kepada organisasi atau yayasan yang bergerak dalam bidang
65
pendidikan, baik berupa uang yang pengelolaannya diserahkan
sepenuhnya kepada pengurusnya atau berupa bantuan sarana
pendidikan yang mendesak untuk disediakan. Bantuan tersebut dapat
diberikan secara insidental sebagai usaha memberikan perangsang saja
atau juga secara rutin untuk peningkatan mutu pendidikan tersebut.
Kedua, memberikan bantuan biaya sekolah kepada anak-anak tertentu
atau sifatnya tetap dalam bentuk bea siswa kepada beberapa anak,
sehingga ia dapat melanjutkan sekolah sampai jenjang tertentu yang
ditetapkan oleh pengelola atau pengurus BAZ.
c. Mengatasi Ketenagakerjaan atau Pengangguran
Selain itu juga, kegiatan lain yang dapat dilakukan dengan dana
zakat adalah mengatasi masalah ketenagakerjaan dan pengangguran, hal
ini karena masalah ketenagakerjaan pada umumnya dan pengangguran
pada khususnya, akhir-akhir ini juga merupakan masalah yang serius
yang sedang dihadapi masyarakat.
Sasaran atau objek penggarapan dari proyek ini adalah fuqara
yaitu orang-orang yang belum mempunyai usaha atau pekerjaan tetap
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Di samping para
fuqara juga kepada para putus sekolah, atau para siswa yang telah
menyelesaikan studinya dan tidak melanjutkannya kejenjang yang lebih
tinggi, serta belum juga memperoleh pekerjaan yang diharapkan,
ataupun kepada mereka yang sudah memiliki usaha namun macet atau
berhenti karena kekurangan modal. Dalam memberikan permodalan itu
66
dapat diberikan kepada perorangan atau kelompok, sehingga kelompok
itulah yang akan mengelola modal berdasarkan pengetahuan dan
ketrampilan yang telah diperoleh.
d. Program Pelayanan Kesehatan
Program lainnya yang dapat ditanggulangi melalui program
pendayagunaan ZIS adalah masalah pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin khususnya dan pedesaan pada umumnya yang belum
merata, di samping kemampuan sosial ekonomi masyarakat itu sendiri
belum mampu menjangkaunya. Kegiatan yang dapat dilakukan
diantaranya mendirikan poliklinik, hal ini di daerah perkotaan telah
banyak dilakukan, tetapi apabila dirintis di daerah pedesaan tentunya
akan sangat besar artinya bagi pelayanan kesehatan untuk masyarakat
miskin dan kecil. Kemudian kegiatan lain yang dapat dilakukan dalam
program ini misalnya Program Dana Sehat yaitu program untuk
membantu fakir miskin yang keluarganya menderita sakit dan tidak
mampu untuk menanggung biaya perawatan/pengobatannya.
e. Panti Asuhan
Usaha penanggulangi anak-anak terlantar seperti anak-anak
yatim, telah banyak dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi atau
lembaga swasta di kota maupun di pedesaan. Usaha tersebut merupakan
salah satu ajaran yang sangat didorong agama Islam
(memelihara/mendidik anak yatim).
67
Sementara itu, keikutsertaan umat Islam dalam menangani
pemeliharaan anak yatim piatu adalah dalam bentuk mendirikan panti
asuhan anak yatim atau ada juga yang secara pribadi mengambil anak
yatim piatu untuk dididik dalam keluarga mereka. Memang langkah
seperti itu lebih baik, tetapi tidak dapat melibatkan anak yatim piatu
dalam jumlah yang lebih besar. Pada umumnya masalah yang dihadapi
dalam kegiatan penyantunan anak yatim piatu adalah mencakup segala
proses pendewasaan atau pengasuhan anak tersebut, sehingga mampu
berdiri sendiri, berguna bagi masyarakat, Negara dan agama.
Kegiatan semacam ini tentunya memerlukan biaya yang tidak
sedikit dan dari hasil zakat itulah kiranya dapat dibantukan pembiayaan
yang dimaksud. Program yang dilakukan dapat berupa pemberian
bantuan kepada organisasi yang sudah ada (panti asuhan anak yatim)
dan bantuan itu dapat berupa uang atau peralatan ketrampilan. Program
ini dapat pula berupa mendirikan organisasi atau panti asuhan baru,
sehingga dapat menampung anak yatim piatu dalam jumlah banyak.
f. Sarana Peribadatan
Pemanfaatan atau pendayagunaan zakat untuk keperluan
pembangunan atau pemeliharaan tempat ibadah, memang sudah banyak
dilakukan oleh umat Islam pada umumnya atau para amil pada
khususnya. Pemikiran bahwa zakat itu dapat dikatakan merupakan titik
tolak perkembangan pemikiran atas penafsiran dari kata “fii sabilillah”
(Suprayitno, 2005: 44-48).
68
Dari semua program yang diutarakan di atas, hendaknya perlu
diingat bahwa tidak mungkin keseluruhan program di atas dapat
diwujudkan sekaligus, oleh karena itu maka pilihan skala prioritas harus
dilakukan. Maka hajat masyarakat setempat yang paling mendesak harus
didahulukan dan harus disesuaikan pula dengan kondisi zakat yang ada.
Yang paling pokok dalam hal ini ialah bagaimana para penerima zakat
dapat benar-benar memperoleh manfaat dana zakat dan berdaya guna
(memiliki dampak atau pengaruh yang luas dan strategis).
2.3.4. Pengawasan Zakat
Menurut Mahmud Hawari yang dikutip oleh Muhammad Hasan
(2011: 25) pengawasan adalah mengetahui kejadian-kejadian yang
sebenarnya dengan ketentuan dan ketetapan peraturan, serta menunjuk
secara tetap terhadap dasar-dasar yang telah ditetapkan dalam perencanaan
semula.
Proses pengawasan merupakan kewajiban yang terus menerus
harus dilakukan untuk pengecekan terhadap jalannya perencanaan dalam
organisasi, dan untuk memperkecil tingkat kesalahan kerja. Kesalahan
kerja dengan adanya pengawasan dapat ditemukan penyebabnya dan
diluruskan.
Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas BAZ dan LAZ dilakukan
oleh unsur pengawas sebagai bagian dari organisasi yang anggotanya
terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah, sedangkan pimpinannya
dipilih langsung oleh anggota. Unsur pengawasan berkedudukan disemua
69
tingkatan BAZ/LAZ dan dalam melakukan pemeriksaan keuangan
BAZ/LAZ unsur pengawasan dapat meminta bantuan akuntan pablik
(pasal 18 Undang-undang Zakat).
Dalam pelaksanaan tugasnya, selain bertanggung jawab kepada
pemerintah sebagaimana ditentukan dalam pasal 19 Undang-undang Zakat
ini, BAZ/LAZ juga memberikan laporan tahunan kepada DPR sesuai
dengan tingkatnya. Adapun untuk daerah yang tidak ada DPR-nya laporan
tahunan tentunya diberikan kepada DPRD yang lebih tinggi, seperti untuk
kota Semarang dan untuk kecamatan kepada DPRD Kabupaten atau
Kotamadia.
Dalam melakukan pengawasan terhadap BAZ dan LAZ.
Masyarakat dapat berperan serta (pasal 20), baik dalam bentuk
menyampaikan saran dan pendapat maupun memberikan laporan apabila
terjadi penyimpangan pengelolaan zakat. Hal demikian, karena setiap
pengelolaan zakat, baik petugas BAZ atau LAZ, apabila melakukan
kelalaian tidak mencatat atau mencatat tapi tidak benar terhadap zakat,
infaq, shodaqoh, hibah, wasiat dan kafarat yang dikelola diancam
hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Tindak pidana
tersebut merupakan tindak pidana pelanggaran, akan tetapi apabila petugas
BAZ tau LAZ tersebut melakukan tindakan pidana kejahatan, maka yang
bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (pasal 21 Undang-undang Zakat).
70
2.3.5. Lembaga Pengelolaan Zakat
Lembaga pengelolaan zakat di Indonesia diatur oleh beberapa
peraturan perundang-undangan, yaitu: UU No. 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat, Keputusan Menteri Agama No. 581 Tahun 1999
tentang Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999, dan Keputusan Direktur
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No.D/291 Tahun
2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat (Djuanda, 2006: 3).
Berdasarkan UU RI No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,
bahwa pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang
dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk
oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah (Mufraini, 2006: 138).
2.3.5.1. Badan Amil Zakat (BAZ)
Struktur organisasi BAZ terdiri dari tiga bagian, yaitu Dewan
Pertimbangan, Komisi Pengawasan dan Badan Pelaksana. Fungsi
masing-masing struktur di BAZ dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Dewan Pertimbangan berfungsi memberikan pertimbangan, fatwa,
saran dan rekomendasi tentang pengembangan hukum dan
pemahaman mengenai pengelolaan zakat.
b. Komisi pengawasan memiliki fungsi melaksanakan pengawasan
internal atau operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan
Pelaksana.
71
c. Badan Pelaksana mempunyai fungsi melaksanakan kebijakan BAZ
dalam program pengumpulan, penyaluran, dan pendayagunaan zakat
(Djuanda, 2006: 5).
BAZ juga memiliki struktur dari pusat hingga kecamatan. BAZ di
tingkat pusat disebut dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
yang berdiri berdasarkan surat keputusan Presiden Republik Indonesia
nomor 8 tahun 2001 tanggal 17 Januari 2001. Sedangkan BAZ di tingkat
propinsi dikenal dengan sebutan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Tk
I/BAZDA Propinsi. Lembaga ini berdiri disetiap propinsi di seluruh
Indonesia. Untuk mengoptimalkan kinerja BAZ dibentuklah BAZ di
tingkat kabupaten atau kotamadya yang disebut dengan BAZDA Tk
II/BAZDA Kabupaten/Kota. Struktur BAZDA bahkan sudah sampai ke
kecamatan yang dinamakan BAZ Kecamatan.
Setelah terbentuk secara resmi, BAZ mempunyai kewajiban yang
harus dilaksanakan, yaitu:
a. Segera melakukan kegiatan sesuai dengan program kerja yang telah
dibuat.
b. Menyusun laporan tahunan termasuk laporan keuangan.
c. Mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh
akuntan publik atau lembaga pengawas pemerintah yang berwenang
melalui media massa sesuai dengan tingkatannya, selambat-lambatnya
enam bulan setelah tahun buku terakhir.
72
d. Menyerahkan laporan tersebut kepada pemerintah dan Dewan
Perwakilan Rakyat sesuai dengan tingkatannya.
e. Merencanakan kegiatan tahunan.
f. Mengutamakan pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat yang
diperoleh di daerah masing-masing sesuai dengan tingkatannya
(Djuanda, 2006: 5-6).
Walaupun BAZ dibentuk oleh pemerintah, tetapi sejak awal
proses pembentukannya sampai kepengurusan harus melibatkan unsur
masyarakat. Menurut peraturan hanya posisi sekretaris saja yang berasal
dari pejabat Departemen Agama. Dengan demikian, masyarakat luas
dapat menjadi pengelola BAZ sepanjang kualifikasinya memenuhi syarat
dan lolos seleksi, sebagaimana tertuang dalam pasal 6 Undang-undang
No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
2.3.5.2. Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Sebagaimana BAZ, Lembaga Amil Zakat (LAZ) juga memiliki
berbagai tingkatan, yaitu :
a. Nasional, dikukuhkan oleh Menteri Agama.
b. Daerah provinsi, dikukuhkan oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor
Wilayah Departemen Agama Provinsi.
c. Daerah Kabupatean atau Kota, dikukuhkan oleh Bupati atau Walikota
atas usul Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kota.
d. Kecamatan, dikukuhkan oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan
Agama Kecamatan (Usman, 2001: 171).
73
Untuk dapat dikukuhkan oleh pemerintah, sebuah LAZ harus
memenuhi dan melampirkan persyaratan sebagai berikut : a). Akte
pendirian (berbadan hukum); b). Data muzakki dan mustahiq; c). Daftar
susunan pengurus; d). Rencana program kerja jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang; e). Surat pernyataan bersedia untuk
diaudit (Djuanda, 2006: 7).
Jika sebuah LAZ tidak lagi memenuhi persyaratan pengukuhan
dan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana di atas, pengukuhannya
dapat ditinjau ulang bahkan sampai dicabut. Mekanisme peninjauan
ulang terhadap LAZ dilakukan dengan memberikan peringatan akan
sampai tiga kali. Bila telah tiga kali diperingatkan secara tertulis tidak
ada perbaikan, akan dilakukan pencabutan pengukuhan. Pencabutan
pengukuhan tersebut akan mengakibatkan: (a). Hilangnya hak
pembinaan, perlindungan dan pelayanan dari pemerintah; (b). Tidak
diakuinya bukti setoran zakat yang dikeluarkannya sebagai pengurangan
penghasilan kena pajak; (c). Tidak dapat melakukan pengumpulan dana
zakat (Djuanda, 2006: 7).
Akan tetapi jika LAZ sudah mendapatkan pengukuhan dari
pemerintah, maka memilki kewajiban sebagai berikut: a). Segera
melakukan kegiatan sesuai dengan program kerja yang telah dibuat; b).
Menyusun laporan, termasuk laporan keuangan; c). Mempublikasikan
laporan keuangan yang telah diaudit melalui media massa; d).
Menyerahkan laporan kepada pemerintah (Hasan, 2011: 48).
74
BAB III
GAMBARAN UMUM PKPU JAWA TENGAH DAN PENGELOLAAN ZIS
DALAM UPAYA MENGUBAH STATUS MUSTAHIQ MENJADI
MUZAKKI
3.1. Gambaran Umum PKPU Jawa Tengah
3.1.1. Sejarah PKPU
PKPU lahir dari rahim sebuah partai politik yang berhaluan Islam
yaitu Partai Keadilan (PK). Awalnya PKPU merupakan sebuah lembaga
struktural kemasyarakatan. Lembaga ini tepatnya adalah Departemen
Kesejahteraan Sosial (Depkessos) Partai Keadilan. Pada pertengahan tahun
1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi cukup parah. Menyikapi krisis
yang berkembang sejumlah anak muda aktif dengan ketetapan hati yang
kuat bergandeng tangan dan bergerak menyumbangkan tenaga dan
fikirannya melakukan aksi sosial di sebagian besar wilayah Indonesia. Di
bawah bendera Depkessos Partai Keadilan, kegiatan sosial kemasyarakatan
ini pada awalnya menggunakan nama Pos Terpadu Pelayanan Masyarakat
(Poster Masyarakat). Setelah keluar dari struktur Partai Keadilan dan
menjadi yayasan tersendiri yang tidak berkaitan dengan Partai Keadilan,
nama Poster Masyarakat berubah menjadi Pos Keadilan Peduli Umat pada
tanggal 10 Desember 1999 dengan badan hukum yayasan. Kemudian
PKPU menisbatkan dirinya sebagai lembaga yang bergerak di bidang
sosial (Bamualim, 2005: 176).
74
75
Pada 8 Oktober 2001, berdasarkan SK. Menteri Agama No 441
PKPU telah ditetapkan sekaligus dikukuhkan sebagai Lembaga Amil
Zakat Nasional (LAZNAS). Hal itu membuktikan bahwa kepercayaan
masyarakat kepada PKPU semakin besar. Seiring dengan meluasnya
jangkauan kegiatan sosial yang terus disalurkan ke berbagai lapisan
masyarakat di seluruh penjuru Indonesia serta besarnya dorongan
masyarakat luas untuk bekerjasama dalam memberdayakan bangsa, maka
pada tahun 2004, PKPU bertekad untuk membangun kemandirian rakyat
Indonesia dengan memperluas lingkup kerjanya sebagai Lembaga
Kemanusiaan Nasional.
Kiprah PKPU sebagai pegiat kemanusiaan terukir jelas dalam
partisipasinya berdampingan dengan NGO Internasional dari manca
negara mengatasi keadaan darurat tanggap bencana serta fase
pembangunan kembali bencana-bencana besar yang menimpa tanah air
kita seperti gempa bumi dan tsunami di Aceh, Yogyakarta, dan beberapa
peristiwa lainnya. Sebagai lembaga yang semakin kokoh dalam menangani
isu-isu kemanusiaan global maka tuntutan standarisasi kerja serta
pengembangan program telah mencambuk PKPU untuk mengedepankan
peningkatan mutu program dan layanan dengan menghasilkan kontribusi
yang solutif bagi masyarakat. Tuntutan tersebut dijawab dengan
diterimanya PKPU sebagai lembaga dengan status ”NGO in Special
Consultative Status with the Economic and Social Council of the United
Nations”, dan telah memperoleh register di PBB pada 21 Juli 2008, yang
76
menuntut akuntabilitas kinerja kemanusiaan secara periodik sebagai
konsekuensi status yang disandang. Kemudian pada tahun 2010, PKPU
juga telah resmi terdaftar sebagai Organisasi Sosial Nasional berdasarkan
keputusan Menteri Sosial RI No.08/Huk/2010 (Dokumentasi PKPU dan
wawancara dengan Haryono tanggal 26 Oktober 2011).
3.1.2. Visi dan Misi PKPU Jawa Tengah
Visi yang diusung PKPU Jawa Tengah adalah “Menjadi lembaga
terpercaya dalam membangun kemandirian”. Dengan visi tersebut, PKPU
bertekad untuk menjadi lembaga filantropi Islam terdepan dalam membela
kepentingan umat dengan mengedepankan pengelolaan yang amanah dan
profesional.
Kemudian misi yang dibangun PKPU Jawa Tengah adalah misi
kemanusiaan meliputi tiga kegiatan, yaitu:
1) Mendayagunakan program rescue, rehabilitasi dan pemberdayaan
untuk mengembangkan kemandirian.
2) Mengembangkan kemitraan dengan masyarakat, perusahaan,
pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat dalam dan luar negeri.
3) Memberikan pelayanan informasi, edukasi dan advokasi kepada
masyarakat penerima manfaat (beneficiaries) (Wawancara dengan
Haryono tanggal 26 Oktober 2011).
77
3.1.3. Program Kerja PKPU Jawa Tengah
Program yang dilakukan PKPU Jawa Tengah secara garis besar
terdiri atas empat bidang, yaitu bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi
dan gawat darurat (rescue). Dari keempat bidang tersebut masing-masing
mempunyai program, yaitu sebagai berikut:
Tabel 1
Program Kerja PKPU Jawa Tengah tahun 2011
No Kegiatan Sasaran
I Pendidikan
1. Kelas pelatihan ketrampilan
2. Bimbingan belajar
3. Beasiswa produktif
4. Beasiswa terpadu
5. Sekolah gratis TK An-Nur
6. Pemberdayaan anak jalanan
Pemuda pengangguran
Siswa-siswi SD, SMP, SMA dhuafa’
Mahasiswa dhuafa’ yang produktif
Siswa-siswi SD, SMP, SMA dhuafa’
Anak dhuafa
Anak jalanan dan orang tuanya
II Kesehatan
1. PROSMILING (Program
Kesehatan Masyarakat
Keliling)
2. BUDARZI (Ibu Sadar Gizi)
3. Klinik peduli
4. Klinik bersalin
Komunitas miskin dan jauh dari
fasilitas kesehatan
Komunitas rawan gizi buruk
Dhuafa’ dan khalayak umum
Ibu hamil dhuafa
78
5. Program layanan antar jenazah
6. Komunitas hijau
Dhuafa’ dan khalayk umum
Komunitas dengan sanitasi kurang baik
III
Ekonomi/ PROSPEK (Program
Sinergi Pemberdayaan
Ekonomi)
1. Pengelolaan KSM dan
pembentukan KSM baru
2. Pelatihan kewirausahaan
Dhuafa’ produktif
Anggota KSM
IV Gawat darurat (rescue)
1. CBDRM (Cummunity Based
Disaster Risk Management)
Tanggap bencana
2. Latihan Tim relawan
Daerah bencana
Relawan lintas Kab/Kota
Sumber: Dokumentasi PKPU Jawa Tengah tahun 2011
PKPU Jawa Tengah juga mempunyai program unggulan dari
keempat bidang di atas. Adapun program unggulan PKPU Jawa Tengah
ada 7 program, yaitu:
1) Program CBDRM (Community Based Disaster Risk Management)
Penanggulangan risiko bencana oleh komunitas merupakan upaya
pemandirian masyarakat dalam menghadapi risiko bencana yang kerap
dihadapi. Komunitas terlibat dan bertanggung jawab terhadap program
sejak perencanaan hingga pelaksanaan. Partisipasi aktif masyarakat
diharapkan akan mengurangi kerentanan dan memperkuat kapasitas
79
komunitas dalam penanggulangan bencana secara swadaya. Dengan
demikian menghindari ketergantungan komunitas pada pihak eksternal.
PKPU menghadirkan program ini dalam rangka mengalihkan kesigapan
penanganan bencana dari para pegiat tanggap darurat bencana kepada
masyarakat potensi korban bencana. Dengan demikian tindakan
penanganan bencana akan lebih cepat dilakukan dan meminimalisir
resiko dari potensi bencana yang terjadi.
2) Ibu Sadar Gizi (BUDARZI)
Program Pondok Gizi Budarzi (PG Budarzi) merupakan program gizi
masyarakat yang berorientasi pada pemeliharaan kesehatan dan gizi
balita, pembangunan kesadaran masyarakat khususnya ibu untuk
menerapkan kaidah gizi dan kesehatan dalam menyusun menu keluarga
khususnya balita, mendampingi dan melayani serta memanfaatkan
potensi lokal dalam upaya meningkatkan dan memperbaiki status gizi
masyarakat.
3) PROSMILING
Program Kesehatan Masyarakat Keliling Terpadu (PROSMILING
TERPADU) yaitu program layanan kesehatan keliling yang
dilaksanakan secara terpadu (berbagai program kesehatan di satukan
dalam paket bersama) dan dikemas secara populis, yang dilaksanakan
secara cuma-cuma bagi masyarakat fakir miskin yang tempat tinggalnya
jauh dari akses pelayanan kesehatan. Selain PROSMILING, PKPU
80
memiliki program Klinik Peduli yang didirikan di daerah-daerah minus
dan bencana.
4) Program Komunitas Hijau
Komunitas hijau atau green community adalah program pemberdayaan
masyarakat (community development) yang berorientasi pada perubahan
perilaku masyarakat dalam hidup bersih dan sehat serta perbaikan
kondisi lingkungan tempat tinggal. Program ini dilakukan di daerah
miskin dan membutuhkan perhatian berupa pendampingan kesehatan
lingkungan.
5) PROSPEK
Program Sinergi Pemberdayaan Komunitas (PROSPEK) merupakan
program pemberdayaan ekonomi usaha kecil melalui kelompok.
masyarakat yang menjadi sasaran dalam program ini adalah kelompok
petani gurem, peternak, pengrajin, pedagang kecil, tukang ojek dan
nelayan. Masyarakat dihimpun dalam Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM) untuk mendapatkan pelatihan dan pendampingan rutin. KSM,
kemudian dihimpun dalam koperasi yang dikelola oleh, dari dan untuk
anggota.
6) Program Sekolah Berbasis Komunitas (SBK)
Sekolah berbasis komunitas dan kearifan lokal. Dilaksanakan untuk
melengkapi pendidikan formal yang ada sehingga peserta didik
diharapkan memiliki motivasi, pengetahuan dan keterampilan untuk
mengembangkan daerahnya.
81
7) Voucher Yatim
Voucher Yatim Merupakan program filantropi dalam bentuk voucher
belanja untuk anak-anak yatim sehingga mereka dapat memilih barang
yang sesuai dengan kebutuhan sekaligus keinginan mereka
(Dokumentasi PKPU Jawa Tengah).
3.1.4. Struktur Organisasi PKPU Jawa Tengah
Organisasi PKPU Jawa Tengah saat ini dikendalikan oleh struktur
yang di dalamnya terdapat unsur Direktur dan tiga bidang, yaitu: bidang
keuangan membawahi divisi administrasi, akuntansi dan kasir. Bidang
penghimpunan membawahi divisi zakat promotion, divisi retail yang
terdiri dari zakat center, customor relation, tabung peduli dan zakat
advisor, selanjutnya divisi corporate dan CSR Management, serta divisi
marketing support. Bidang pendayagunaan membawahi divisi support dan
layanan mustahiq, serta devisi kesehatan, divisi pendidikan dan divisi
ekonomi. Di samping itu, PKPU didukung pula dengan relawan yang cepat
dalam kerja serta tanggap dalam merespon tuntutan lapangan, relawan
biasanya dari kalangan mahasiswa. Adapun susunan kepengurusan PKPU
Jawa Tengah tahun 2011, sebagai berikut:
Direktur : Haryono, SE
Bidang Keuangan
Kabid : Azizah Rini S, SE
Administrasi : Priyanto, Amd
Akuntansi : Rizki Diah Safitri, SE
Kasir : Nur Ratna Dewi
82
Bidang Penghimpunan
Kabid : Fatieh Abdul Azies, S.Sos
Marketing Support : Bagus Pandu Wicaksana, SS
Zakat Promotion : Ujianti
Corporate dan CSR Management : Djoko Adhi Saputro, S.Pd
Retail
- Zakat center : Tri Murdati, Amd
- Customor Relation : Rizki Muliani dan Nurudin
- Tabung Peduli : Retno Widowati, SE
- Zakat Advisor : Bety Yanitasari, SE
Bidang Pendayagunaan
Kabid : M. Miftahul Surur, S.Pd
Kesehatan : Didik Husada, SKM
Pendidikan : M. Subhanuddin Nashrullah
Support dan Layanan Mustahik : Musyafa, SS
Ekonomi : Supriyadi, SE
3.2. Pengelolaan ZIS pada PKPU Jawa Tengah
3.2.1. Proses pengumpulan Dana Zakat pada PKPU Jawa Tengah
Dengan lahirnya Undang-Undang No. 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat, maka tiap pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh
seperti Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) agar
benar-benar amanah, jujur, terampil, professional dan bertanggung jawab
dalam melaksanakan tugas pengabdian sebagai pengurus (Amil) pada BAZ
maupun LAZ. Oleh karenanya diharapkan para pengelolaan zakat baik
BAZ maupun LAZ dari tingkat Nasional sampai dengan Kecamatan harus
83
mampu merubah kehidupan umat yang tadinya sebagai penerima zakat
(Mustahiq) menjadi pemberi zakat (Muzakki).
Dengan demikian cara-cara mengelola zakat tradisional seperti
muzakki langsung menyerahkan dan membagikan kepada mustahiq dan
tindakan ini kurang mencapai tujuan. Zakat hendaknya dikumpulkan dan
didayagunakan lewat BAZ dan LAZ dengan memperhatikan kondisi
penerima zakat untuk menghindari kemiskinan berkepanjangan.
Zakat sebagai sumber dana umat Islam diharapkan untuk dapat
mewujudkan kesejahteraan, keadilan sosial serta meningkatkan kualitas
hidup kaum dhu’afa. Sumber dana PKPU Jawa Tengah berasal dari
masyarakat baik individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau
pemerintah yang akan digunakan untuk membiayai program dan kegiatan
operasional lembaga dalam rangka mencapai tujuan.
Dalam penggalangan dana PKPU Jawa Tengah menerapkan konsep
dan teori marketing. Menurut Fatieh Abdul Azies (wawancara tanggal 26
Oktober 2011), penggalangan pada dasarnya sama dengan menjual produk.
PKPU dalam hal ini, menjual program dan produk syari’ah. Produk yang
dijual dalam bentuk program seperti program pendidikan, program
kesehatan, program ekonomi, dan program penanggulangan gawat darurat.
Untuk menarik perhatian program-program PKPU diberi nama yang cukup
baik, seperti yang telah disebutkan diantaranya PROSMILING (Program
Kesehatan Masyarakat Keliling), BUDARZI (Ibu Sadar Gizi), PROSPEK
(Program Sinergi Pemberdayaan Ekonomi) dan sebagainya.
84
Kelompok sasaran yang dibidik PKPU untuk menjadi target
muzakki saat ini adalah perusahaan-perusahaan pemerintah seperti BUMN
dan perusahaan swasta. Target ini dibidik oleh PKPU karena secara resmi
BUMN memiliki kewajiban untuk menyumbang dana bagi kesejahteraan
sosial. Sedangkan bagi perusahaan swasta, lebih sebagai kewajiban moral.
Cara-cara yang ditempuh oleh PKPU untuk memasarkan produk
syariahnya ke perusahaan-perusahaan adalah langsung mendatangi
manajemen perusahaan, melalui badan dakwah Islam perusahaan, majelis
taklim atau individu-individu kunci di perusahaa-perusahaan tertentu
(Wawancara dengan Haryono tanggal 26 Oktober 2011).
Untuk memudahkan layanan dalam pengumpulan dana PKPU Jawa
Tengah, strategi yang digunakan yaitu: pembentukan Unit Pengumpulan
Zakat (UPZ), kerjasama program CSR, donasi retail dana kemanusiaan,
pembayaran lewat konter layanan ZIS, melalui mitra PKPU, melalui bank:
ATM (transfer, phone dan internet banking), layanan jemput zakat,
layanan donasi lewat sms, dan pendaftaran on-line). Adapun kebijakan
PKPU dalam pengumpulan dana yaitu bahwa jenis dana yang dihimpun
berupa zakat, infaq, shodaqoh, wakaf, dana sosial perusahaan (Corporate
Social Responsibility) CSR, dan dana hibah (Wawancara dengan Haryono
tanggal 26 Oktober 2011).
Proses pengumpulan dana yang dilakukan PKPU Jawa Tengah
melalui tiga hal, yaitu:
85
1) Costumer Relationship Management (CRM). Kegiatan CRM ada dua
yaitu contact center dan customer process. Contact center adalah
salah satu bagian yang melakukan hubungan langsung dengan para
muzakki. Sedangkan customer process melakukan kegiatan
penjaringan muzakki sampai pencatatan menjadi donasi.
2) Retail meliputi tiga bagian, yaitu:
a. Direct Channel yaitu penggalangan dana secara langsung. Dalam
hal ini ada beberapa bagian, yaitu:
Pertama, kelompok donatur. Langkah-langkah sampai pada
kelompok donatur ada beberapa macam metode atau strategi yaitu:
Strategi direct mail (penggalangan dana lewa surat);
mengumpulkan nama dan alamat yang dikumpulkan dari
perusahaan atau asosiasi bisnis dan organisasi nirlaba; media
campaign (penggalangan dana lewat kampanye di media);
membership (merekrut donatur menjadi anggota lembaga atau
participant program) atau special event (event khusus).
Kedua, counter. PKPU membuka counter sebagai tempat layanan
muzakki. Ketiga, membuka gerai. Keempat, melakukan sosialisasi
ke bank dan kelima melakukan pengajian di perusahaan-
perusahaan.
b. Partnership Channel, yaitu melakukan kerjasama dengan masjid
yang berada di perumahan-perumahan atau perkantoran.
86
c. Marketing Comunication (promosi). Promosi yang dilakukan
melalui dua cara, yaitu: Above the line yaitu promosi lewat media
elektronik seperti radio atau televisi dan below the line yaitu
promosi lewat media cetak seperti brosur dan spanduk.
3) Corporate, yaitu menggalang dana zakat perusahaan. Dalam
melakukan kerjasama dengan perusahaan, PKPU Jawa Tengah
menawarkan beberapa bentuk, yaitu:
a. Menawarkan program sosial seperti beasiswa atau bantuan sosial.
Dana kegiatan dibiayai dari dana ZIS yang terkumpul dari
perusahaan tersebut.
b. Program pendukung dimana perusahaan menyerahkan sejumlah
dana untuk mendukung sebuah program PKPU Jawa Tengah,
seperti program beasiswa dan program sosial (Wawancara dengan
Fatieh Abdul Azies tanggal 26 Oktober 2011).
3.2.2. Proses Pendayagunaan Dana Zakat pada PKPU Jawa Tengah
Pada bab V Undang-Undang No. 38 tahun 1999 mengenai
pendayagunaan zakat, yaitu pasal 16, dikatakan bahwa hasil pengumpulan
zakat didayagunakan sesuai dengan ketentuan agama. Selanjutnya pada
ayat 2 disebutkan, pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan
pada skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk
usaha yang produktif.
Ini artinya penyaluran zakat haruslah dilakukan pada pihak yang
berhak menerima zakat sebagaimana dimuat dalam al-Qur’an surat at-
87
Taubah ayat 60 yaitu; fakir, miskin, amil, muallaf, riqab (merupakan
santunan yang diberikan untuk membebaskan mustahiq zakat dari
belenggu kesulitan hidup seperti membebaskan petani, pedagang dan
nelayan kecil dari jeratan pinjaman atau rentenir), gharimin (orang-orang
atau lembaga-lembaga Islam yang jatuh pailit atau mempunyai tanggungan
hutang sebagai akibat pelaksanaan kegiatan yang baik dan sah menurut
hukum), fisabilillah (orang yang sedang menempuh tujuan tertentu yang
diridhoi Allah tetapi dalam kesulitan seperti pelajar dan da’i), ibnu sabil
(orang yang sedang dalam perjalanan mengalami kesengsaraan dalam
perjalanan karena kehabisan biaya diantaranya pelajar yang kekurangan
biaya) (Muhammad Daud Ali, 1988: 68).
PKPU Jawa Tengah memiliki kebijakan dalam hal penyaluran dana
ZIS untuk mustahiq. PKPU Jawa Tengah mengelompokkan delapan
ashnaf yang disebut dalam al-Qur’an menjadi dua kategori. Empat ashnaf
pertama merupakan ashnaf yang bersifat darurat sehingga lebih
diprioritaskan dari empat ashnaf berikutnya. Dari keempat ashnaf pertama
yang diprioritaskan adalah fakir miskin. Golongan inilah yang dianggap
paling membutuhkan. Selain itu kelompok fakir miskin seringkali menjadi
sasaran misi tertentu dari kalangan non-Muslim (Wawancara dengan
Haryono tanggal 26 Oktober 2011).
Penyaluran dana zakat pada PKPU Jawa Tengah dilakukan dengan
membagi penggunaan dana menjadi empat bagian, yaitu:
88
1) Penggunaan Berdasarkan Program.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, PKPU Jawa Tengah
mempunyai program unggulan yaitu Program CBDRM (Community
Based Disaster Risk Management), Program Ibu Sadar Glzl
(BUDARZI), PROSMILING, Program Komunitas Hijau, PROSPEK,
Program Sekolah Berbasis Komunitas (SBK), dan Voucher Yatim.
Bidang Pendayagunaan membuat proposal penggunaan dana yang
diberikan kepada direktur/Kepala Cabang untuk diverifikasi bersama
Bidang Keuangan untuk pertimbangan anggaran dan selanjutnya
memperoleh otorisasi. Kemudian Bidang Keuangan membuat DPU
(Daftar Penggunaan Uang) yang nanti akan dilaporkan ke kasir. Kasir
kemudian menerima DPU dan mencatatnya dalam BPY (Bukti
Pembayaran) 3 rangkap. Setelah menerima uang dari kasir, Bidang
Pendayagunaan mulai mendistribusikan dana ZIS sesuai dengan
proposal yang diajukan. Bidang pendayagunaan kemudian membuat
Laporan Penggunaan Dana (LPD) rangkap 2 yang diberikan kepada
Direktur/Kepala Cabang dan arsip Bidang Pendayagunaan, dan
Direktur/Kepala Cabang melakukan verifikasi kelebihan atau
kekurangan dana, LPD kemudian dicek ulang oleh kasir, apabila
kelebihan dana, maka sisanya dikembalikan kepada kasir dengan
membuat Bukti Penerimaan (BPN) rangkap 3, yaitu untuk kasir, Bidang
III dan bagian akuntansi. Jika ternyata terdapat kekurangan dana, maka
kasir akan menggantinya dan membuat BPY rangkap 3. Bagian
89
akuntansi kemudian mencatat penerimaan atau pengeluaran tersebut
kedalam jurnal dan buku besar.
2) Penggunaan Berdasarkan Permohonan.
Dana ini diberikan bagi para pemohon bantuan yang mengajukan
proposal kepada PKPU Jateng. Apabila permohonan kurang dari Rp
1.000.000 Bidang Keuangan beserta Bidang Pendayagunaan melakukan
verifikasi terhadap proposal yang diajukan apakah layak atau tidak.
Kemudian membuat Surat Perintah Membayar ( SPM) rangkap 2 untuk
kasir dan sebagai arsip Bidang Pendayagunaan. Kasir kemudian
memberikan dana uang kepada Bidang Pendayagunaan dan
mencatatnya dalam BPY rangkap 3 yaitu untuk pemohon, bagian
akuntansi dan sebagai arsip.
Apabila permohonan bantuan lebih dari Rp 1.000.000 Bidang
Pendayagunaan yang telah melakukan verifikasi bersama Bidang
Keuangan mengajukan proposal tersebut kepada Direktur untuk
dilakukan otorisasi. Bidang Pendayagunaan kemudian membuat SPM
rangkap 2 untuk kasir dan arsip. Berdasarkan SPM tersebut, kasir
mencatat dalam BPY rangakp 3 untuk pemohon, bagian akuntansi dan
arsip. Bagian akuntansi mencatat pengeluaran dana pemohon kedalam
jurnal dan buku besar.
3) Pengguna Untuk Kegiatan Operasional
Pos ini diadakan untuk mengantisipasi penggunaan dana zakat
(khususnya bagi Amil) yang terlalu besar. Tiap-tiap Bidang membuat
90
Daftar Kebutuhan dan setelah memperoleh persetujuan dari Direktur
daftar ini diberikan kepada kasir. Kasir kemudian mencatatnya dalam
BPY rangkap 3 yaitu untuk Bidang yang membutuhkan, bagian
akuntansi dan arsip. Bagian akuntansi mencatat BPY kedalam jurnal
dan buku besar.
4) Penggunaan Untuk Penggajian
Bagian Personalia mencatat jam hadir karyawan pada Buku Jam Hadir
(BJH) termasuk didalamnya aktivitas diluar kantor dalam rangka
menjalankan tugas lembaga. Daftar ini kemudian diberikan kepada
administrasi dan membuat Daftar Gaji per-orang (DG) dan Rekapitulasi
Daftar Gaji keseluruhan (RDG) masing-masing rangkap 2 untuk
selanjutnya dimintakan otorisasi kepada Direktur, dan diserahkan
kepada kasir dan kasir membuat Bukti Pembayaran (BPY) dan Lembar
Rincian Gaji (LRG) rangkap 3 untuk penerima (karyawan), bagian
akuntansi dan Arsip. BPY, LRG dan RDG kemudian digunakan bagian
akuntansi sebagai bahan untuk membuat Jurnal dan Buku Besar
(Wawancara dengan Azizah Rini S dan Priyono tanggal 26 Oktober
2011).
Dalam penyaluran dana ZIS, PKPU Jawa Tengah memiliki
beberapa program. Program tersebut secara garis besar terdiri atas empat
bidang, yaitu bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan gawat darurat.
Dari keempat bidang program ini, PKPU Jawa Tengah telah melakukan
berbagai macam kegiatan penyaluran dana ZIS.
91
a. Pendidikan
Untuk program dibidang pendidikan diberikan beasiswa dan
ketrampilan, seperti disediakan kelas pelatihan ketrampilan (pemuda
pengangguran) seperti pelatihan menjahit tas di Kudus dan pelatihan
teknisi HP di Semarang dan Jepara; bimbingan belajar (siswa-siswi SD,
SMP, SMA dhu’afa); beasiswa produktif (mahasiswa dhu’afa yang
produktif); beasiswa terpadu (siswa-siswi SD, SMP, SMA dhu’afa),
serta sekolah gratis TK An-Nur (anak dhu’afa) yang didirikan PKPU di
kota Surakarta sejak tahun 2003 dan pemberdayaan anak jalanan dan
orang tuanya (Dokumentasi PKPU dan wawancara dengan Haryono
tanggal 26 Oktober 2011). Pemberian beasiswa melalui dua cara yaitu
pemberian langsung setelah dilakukan survey dan menjalin kemitraan
dengan lembaga lain seperti dengan BAZ kota Semarang. Selain
beasiswa juga mendirikan sekolah-sekolah alternatif termasuk di daerah
bencana seperti bencana erupsi di Magelang dan Banjarnegara
(Wawancara dengan M. Miftahul Surur tanggal 26 Oktober 2011).
b. Kesehatan
Untuk program dibidang kesehatan disediakan ambulan keliling
dan pengobatan gratis dengan nama PROSMILING (Program
Kesehatan Masyarakat Keliling) untuk komunitas miskin yang jauh dari
fasilitas kesehatan, kegiatan yang pernah dilakukan yaitu pengobatan
gratis dan pendirian klinik bagi warga kumuh bantaran sungai di
Sarirejo Semarang Timur dan pengungsi erupsi di Magelang dan
92
Banjarnegara. Kemudian dari program bidang kesehatan disediakan
juga program layanan antar jenazah gratis, klinik bersalin (dhu’afa dan
khalayak umum), serta program BUDARZI (Ibu Sadar Gizi) dan
komunitas hijau (komunitas dengan sanitasi kurang baik) (Wawancara
dengan Haryono tanggal 26 Oktober 2011).
c. Ekonomi
Program ekonomi atau PROSPEK (Program Sinergi
Pemberdayaan Ekonomi). Program ini merupakan program
pemberdayaan ekonomi usaha kecil melalui kelompok masyarakat. Di
antanya yaitu, membentuk kelompok swadaya masyarakat dan
mengadakan pelatihan kewirausahaan. Sasarannya yaitu masyarakat
golongan ekonomi lemah agar dapat memiliki usaha sendiri, seperti
pedagang kecil, home industry, petani, peternak, nelayan, tukang ojek,
tukang sapu serta buruh. Kemudian program pemberdayaan ekonomi
yang pernah dilakukan diantaranya yaitu pemberdayaan masyarakat
korban bencana Merapi di Magelang dengan memperbaiki
kolam/empang yang terbengkalai menyusul terjadinya erupsi Merapi
bulan Oktober 2010 dan mengadaan 80 ribu bibit lele dengan
membentuk kelompok KSM yang terdiri dari 14 anggota (Wawancara
dengan Haryono tanggal 26 Oktober 2011).
d. Gawat darurat (rescue)
Program gawat darurat (rescue) yaitu dengan kegiatan tanggap
bencana atau CBDRM (Cummunity Based Disaster Risk Management),
93
serta mengadakan latihan tim relawan lintas kabupaten/kota. Adapun
kegiatan yang pernah dilakukan yaitu pemberian bantuan kesehatan,
bantuan sembako dan pakaian layak pakai bagi masyarakat korban
bencana, serta membuka dapur umum di daerah bencana seperti di
Magelang dan Banjarnegara. Selain itu juga PKPU mengadakan
rehabilitas fasilitas ibadah dan rumah korban gempa dan erupsi di
Magelang dan Banjarnegara, serta pembinaan mental spiritual
pengungsi (Wawancara dengan Haryono tanggal 26 Oktober 2011).
Penyaluran dana selain keempat bidang di atas, PKPU juga
menyalurkan dana dalam bentuk santunan kepada anak yatim berupa
voucher yatim yang merupakan salah satu dari tujuh program unggulan
PKPU Jawa Tengah. Voucher yatim merupakan program filantropi dalam
bentuk voucher belanja untuk anak-anak yatim sehingga mereka dapat
memilih barang yang sesuai dengan kebutuhan sekaligus keinginan
mereka. Kegiatan ini pernah dilakukan pada tanggal 14 Agustus 2011,
yaitu dengan belanja bareng 3333 yatim serentak di 23 lokasi di Indonesia,
di Jawa Tengah kegiatan BBY (Belanja Bareng Yatim) telah diikuti oleh
730 anak yang diselenggarakan di kota Tegal (100), Kudus (200),
Karanganyar (100), Purwokerto (130), Boyolali (100) dan di Semarang
sendiri dilaksanakan di Carrefour Srondol Banyumanik dengan peserta 100
yatim, setiap anak yatim diberikan voucher belanja sebesar Rp. 150.000
(Wawancara dengan Haryono tanggal 26 Oktober 2011).
94
Dalam mengalokasikan anggaran, PKPU Jawa Tengah mempunyai
kebijakan umum untuk program pendayagunaan. Untuk program
pendayagunaan PKPU Jawa Tengah mengalokasikan dana 70% dari total
dana yang diperoleh. Pada tahun 2010 dana yang terkumpul sekitar Rp 3,5
milyar, dengan alokasi pendayagunaan (70%) Rp 2,450 milyar. Sedangkan
pada tahun 2011 PKPU Jawa Tengah mengumpulkan dana sekitar Rp 4,5
milyar, dan alokasi pendayagunaan (70%) Rp 3,150 milyar. Adapun
alokasi anggaran program pendayagunaan dari tahun 2010 sampai tahun
2011 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2
Alokasi anggaran program PKPU Jawa Tengah tahun 2010 dan 2011
Alokasi Persentase Besaran Alokasi (Rp)
2010 2011 2010 2011
Pemberdayaan 75% 80% 1.837.500.000 2.520.000.000
Charity 25% 20% 612.500.000 630.000.000
Pemberdayaan, prioritas alokasi penganggaran
Alokasi Persentase Besaran Alokasi (Rp)
2010 2011 2010 2011
Prospek 30% 15% 551.250.000 378.000.000
BUDARZI 20% 15% 367.500.000 378.000.000
SBK 20% 15% 367.500.000 378.000.000
Komunitas Hijau 15% 15% 275.625.000 378.000.000
CBDRM 15% 5% 275.625.000 126.000.000
Qurban - 35% - 882.000.000
Jumlah 1.837.500.000 2.520.000.000
95
Charity, prioritas penganggaran
Alokasi
Persentase Besaran Alokasi (Rp)
2010 2011 2010 2011
Penanggulangan
Bencana 50% 45% 306.250.000 283.500.000
Prosmiling 30% 10% 183.750.000 63.000.000
Voucher Yatim 20% 15% 122.500.000 94.000.000
Ramadhan - 30% - 189.000.000
Jumlah 612.500.000 630.000.000
Sumber: Dokumentasi PKPU Jawa Tengah tahun 2010 dan 2011
Berdasarkan data di atas, penyaluran dana PKPU Jawa Tengah
untuk masing-masing program dilihat dari persentasenya pada tahun 2010
lebih besar daripada tahun 2011. Program terbesar pada tahun 2010 yaitu
rescue (penanggulangan bencana, CBDRM), PROSMILING dan Prospek.
Hal itu karena adanya bencana alam seperti banjir di Mangkang, gempa
dan erupsi Merapi di Magelang. Sehingga dana yang disalurkan
diprioritaskan untuk program yang bersifat kemanusiaan dan perlu
penanganan cepat (Wawancara dengan M.Miftahul Surur tanggal 26
Oktober 2011).
Dari pengalaman, PKPU memiliki keunggulan untuk
mendistribusikan dana dalam program yang sifatnya perlu penanganan
cepat, seperti peristiwa gempa, banjir dan sebagainya. Selain itu, dalam
penanganan bencana alam PKPU melaksanakan program lebih lanjut
96
dalam bentuk rehabilitas dan pembangunan komunitas (Wawancara
dengan M.Miftahul Surur tanggal 26 Oktober 2011).
Dalam menyalurkan dana, lembaga PKPU Jawa Tengah taat
kepada peruntukan yang diniatkan oleh mereka yang memberi. Dana
semacam ini diistilahkan sebagai dana terikat. Jika pemberi (muzakki)
menyatakan bahwa dana yang ia berikan untuk diserahkan kepada korban
bencana misalnya, PKPU akan menyampaikan sesuai dengan yang
diamanatkan. Demikian halnya dengan wakaf. Apabila wakif menyerahkan
harta wakaf untuk keperluan mobil ambulans, PKPU akan menyalurkan
sesuai dengan permintaan. Seandainya muzakki atau wakif menyerahkan
ZIS atau harta wakafnya kepada PKPU tanpa tujuan tertentu lembaga ini
pada umumnya mendistribusikannya untuk pemberdayaan masyarakat
terutama pemberdayaan ekonomi (Wawancara dengan Haryono tanggal 26
Oktober 2011).
3.3. Perubahan Status Mustahiq Menjadi Muzakki yang dilakukan PKPU
Jawa Tengah
3.3.1. Kriteria Mustahiq
Mustahiq adalah orang-orang yang berhak menerima zakat. PKPU
dalam menyalurkan dana zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan
mustahiq. PKPU memprioritaskan fakir miskin dan yang bersifat perlu
penangan cepat (darurat), seperti peristiwa bencana alam.
PKPU menggolongkan mustahiq zakat menjadi dua kelompok,
yaitu; pertama, mustahiq karena ketidakmampuan dan ketidakberdayaan;
97
kedua, mustahiq karena kemaslahatan umat Islam. Golongan yang masuk
dalam kategori pertama dapat dibedakan pada dua hal, yaitu: (1).
Ketidakmampuan di bidang ekonomi, misalnya: fakir miskin, gharim dan
ibnu sabil (pelajar yang kesulitan biaya dan melancarkan pendidikan atau
pemeliharaan anak yatim); (2). Ketidakberdayaan dalam wujud
ketidakbebasan dan keterbelengguan untuk mendapatkan hak-haknya
sebagai manusia, misalnya riqab. Riqab dalam konteks saat ini yaitu
orang-orang yang terbelenggu kesulitan hidup yang membutuhkan dana
cukup besar seperti biaya yang berkaitan dengan pengobatan insidentil dan
orang-orang yang terbelenggu dari jeratan pinjaman atau rentenir.
Golongan yang termasuk dalam kategori kedua, mendapatkan harta
zakat bukan karena ketidakmampuan finansial, tetapi karena jasa dan
tujuannya untuk kepentingan umat Islam. Yang masuk dalam kelompok ini
adalah amil dan fisabilillah. Amil mendapatkan harta zakat karena telah
melakukan tugasnya sebagai pengelola zakat. Fisabilillah, mendapatkan
dana zakat karena semua kegiatan yang dilakukan bermuara pada
kemaslahatan umat Islam pada umumnya.
Pemberian zakat kepada para mustahiq dapat dikategorikan
menjadi tiga jenis, yaitu mustahiq konsumtif, mustahiq produktif dan
mustahiq untuk peningkatan kapasitas.
a. Mustahiq konsumtif yaitu mustahiq yang diberi dana zakat, infaq dan
shodaqoh untuk kebutuhan-kebutuhan konsumsi atau kebutuhan sekali
habis. Barang-barang konsumsi ini, berupa Sembilan bahan pokok
98
(sembako), air bersih, obat-obatan, pakaian baru dan lama layak pakai,
serta pembenahan rumah (bedah rumah). Sasarannya terutama di
wilayah-wilayah kantong kemiskinan, wilayah yang terkena bencana
alam, panti asuhan yatim piatu secara langsung, cepat dan tepat
setelah melalui proses penilaian secara cermat.
b. Mustahiq produktif yaitu mustahiq yang diberi dana zakat, infaq dan
shodaqoh dalam bentuk pemberdayaan. Mustahiq produktif ini antara
lain; pedagang kecil, petani kecil, peternak, pengrajin, nelayan, buruh
dan lain-lain.
c. Mustahiq untuk peningkatan kapasitas adalah mustahiq yang diberi
untuk maningkatkan kemampuan, misalnya melalui beasiswa sekolah
bagi anak-anak miskin dan pemberian uang saku (bisyaroh) untuk
guru sekolah atau sarana dan prasarana yang dibutuhkan (Wawancara
dengan M. Miftahul Surur tanggal 26 Oktober 2011).
3.3.2. Kriteria Muzakki
Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim
dan mampu berdasarkan syariat Islam untuk menunaikan zakat. Zakat
diwajibkan bagi para aghniya yang kekayaannya memenuhi batas minimal
untuk setahun dan harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi
kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup
wajar sebagai manusia.
Dari data yang diperoleh, bahwa dana yang dihimpun oleh PKPU
Jawa Tengah selain dari muzakki, juga berasal dari mushoddiq dan munfiq.
99
Istilah muzakki, mushoddiq dan munfiq penulis menyebutnya dengan nama
donatur. Donatur atau pembayar zakat, infaq dan shodaqoh pada PKPU
Jawa Tengah dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu donatur tetap dan
donatur tidak tetap. Donatur tetap adalah donatur yang sudah terdaftar
menjadi pembayar zakat, infaq dan shodaqoh pada PKPU. Dengan kata
lain, donatur ini selalu membayar zakat, infaq dan shodaqoh pada PKPU
Jawa Tengah. Sedangkan donatur tidak tetap adalah donatur yang tidak
terdaftar dan donatur ini tidak selalu membayar zakat, infaq dan shodaqoh
pada PKPU Jawa Tengah.
Berdasarkan data yang penulis peroleh, bahwa Muzakki pada PKPU
Jawa Tengah berasal dari PNS, pegawai swasta dan wirausaha.
Sedangkan mushoddiq dan munfiq selain dari PNS, pegawai swasta dan
wirausaha juga berasal dari para pelajar dari tingkat SD, SMP, SMA dan
Mahasiswa, yaitu dengan memberikan tabung peduli (kencleng) kepada
setiap pelajar dari SD, SMP, SMA dan Mahasiswa yang sebelumnya sudah
bekerjasama dengan pihak Sekolah atau perguruan tinggi yang
bersangkutan (Wawancara dengan M.Miftahul Surur tanggal 26 Oktober
2011).
Adapun penerimaan dana dari muzakki, munfiq dan mushoddiq pada
PKPU Jawa Tengah tahun 2010 dan tahun 2011 adalah sebagai berikut:
100
Tabel 3
Penerimaan ZIS PKPU Jawa Tengah tahun 2010 dan 2011
No Donatur Persentase Perolehan Dana
2010 2011 2010 2011
1. Muzakki 35% 38% 1.225.000.000 1.710.000.000
2. Munfiq/
Mushoddiq 65% 62% 2.275.000.000 2.790.000.000
Total 100% 100% 3.500.000.000 4.500.000.000
Sumber: Dokumentasi PKPU Jawa Tengah tahun 2010 dan 2011
Berdasarkan data di atas, perolehan dana dari munfiq dan mushoddiq
pada tahun 2010 dan 2011 lebih besar daripada penerimaan muzakki. Hal
ini terkait adanya bencana seperti gempa dan erupsi di Magelang dan
bencana erupsi di Banjarnegara. Sehingga donatur banyak memberikan
dana pada PKPU Jawa Tengah berupa infaq dan shodaqoh untuk
penanggulangan bencana tersebut. Adapun untuk dana zakat disalurkan
kepada delapan ashnaf diantaranya dalam bentuk santunan, pemberian
beasiswa dan pemberdayaan ekonomi mustahiq. Sedangkan untuk dana
infaq dan shodaqoh PKPU Jawa Tengah menyalurkan kepada mustahiq
diantaranya untuk penanganan bencana seperti pengadaan latihan tim
relawan, rehabilitas fasilitas ibadah, fasilitas pendidikan dan rumah korban
bencana, serta untuk pelayanan kesehatan seperti penyediaan ambulan
keliling, pengobatan gratis dan pendirian klinik.
101
3.3.3. Proses Mengubah Status Mustahiq Menjadi Muzakki
Dalam proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang
dilakukan PKPU Jawa Tengah yaitu melalui program pemberdayaan
masyarakat dengan membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Bentuk usaha kelompok dalam pemberdayaan masyarakat memiliki
pengaruh yang cukup banyak (multiple effect), karena tanggung jawab
dalam usaha dilakukan bersama-sama. Misalnya usaha kelompok
pembuatan kue dari bahan dasar ketela pohon di Pundak Payung
Banyumanik yang beranggotakan ibu-ibu rumah tangga dari kalangan
keluarga kurang mampu. Dalam usaha kelompok ini PKPU Jawa Tengah
memberikan modal dan pendampingan hingga dapat terus berkembang
menjadi unit bisnis yang lebih besar. Efek dari usaha bersama banyak yang
diperoleh, antara lain: meringankan beban, saling bertukar fikiran, dan
menjalin persaudaraan (ukhuwwah/brotherhood) di antara peserta
program. Hal penting lain dari usaha bersama tersebut dapat melahirkan
suatu pemerataan kepemilikan di antara anggota dan menggambarkan
demokratisasi ekonomi. Jurang ketimpangan sosial dapat dipersempit
karena adanya kebersamaan dan persaudaraan.
Program pemberdayaan masyarakat merupakan upaya pendidikan
bagi masyarakat dalam membentuk pribadi yang mandiri. Karena,
kemandirian dapat merupakan kunci utama yang mendorong terwujudnya
perubahan dalam individu. Dengan kemandirian, mereka juga tidak
tergantung kepada orang lain, sehingga dapat berusaha mengatasi
102
persoalan yang dihadapi. Selain kemandirian, program pemberdayaan
yang dilakukan secara berkelompok memberikan pelajaran untuk
kerjasama dalam upaya memecahkan persoalan yang dihadapi sehingga
permasalahan dapat diselesaikan dengan mudah.
Proses pelaksanaan perubahan mustahiq menjadi muzakki melalui
program KSM ini, dilaksanakan PKPU melalui empat tahapan. Tahapan
pertama adalah persiapan yaitu melakukan pendataan dan survey, serta
sosialisasi pembentukan kelompok. Tahapan kedua adalah mengadakan
screening (penyaringan) dan akad, serta pemberian modal. Tahap ketiga
adalah propagasi atau pembinaan, PKPU melakukan pendampingan
kepada kelompok KSM hingga dapat terus berkembang menjadi unit
bisnis yang lebih besar. Selanjutnya tahapan keempat adalah terminasi atau
kemandirian. Pada tahapan ini unit bisnis dari KSM tersebut harapannya
akan lebih mandiri sehingga menjadi koperasi sekunder, sedangkan PKPU
hanya bertugas sebagai pendamping dan pengawas saja (Wawancara
dengan M. Miftahul Surur tanggal 26 Oktober 2011).
Dana bergulir yang diberikan kepada tiap-tiap KSM sifatnya
qardhul hasan (pinjaman), karena selama ini di PKPU belum ada model
pembiayaan yang bekerja sama dengan BMT (Baitul Mal Wa Tamwil).
Setiap KSM mendapatkan bantuan dana bervariasi sesuai dengan jumlah
anggota per KSM dan satu KSM biasanya terdiri dari 5-20 orang.
Pembagian pada anggota diserahkan pada musyawarah kelompok tersebut,
namun setiap anggota kelompok yang ingin menggunakan dana produktif
103
untuk mengembangkan usahanya rata-rata mendapatkan sekitar Rp 1 juta
per orang. Program pemberdayaan melalui KSM ini juga diperkuat dengan
pendampingan. Adapun syarat untuk menjadi anggota kelompok KSM
adalah WNI, muslim, termasuk golongan delapan ashnaf diprioritaskan
fakir miskin, masih produktif dan memiliki usaha (apabila belum punya
usaha minimal sudah memiliki rencana usaha). Selain itu peserta harus
mengisi formulir, melampirkan fotocopi KTP dan fotocopi Kartu Keluarga
(KK) (Wawancara dengan M.Miftahul Surur tanggal 26 Oktober 2011).
Setelah memenuhi syarat, para peserta program KSM mengikuti
acara sosialisasi di dalam acara tersebut disampaikan mengenai program
dan prosedur serta dialog dengan para pengurus. Para peserta selanjutnya
diharuskan mengikuti screening. Screening (penyaringan) dilakukan
selama 3 hari berturut-turut dengan tempat dan waktu yang disepakati
bersama saat sosialisasi. Pada screening (penyaringan) tersebut dibahas
pula mengenai keanggotaan, kedisiplinan, kewajiban anggota, pembagian
kelompok, struktur dan penamaan KSM untuk selanjutnya diresmikan
dengan syarat semua anggota hadir serta akad pemberian modal. Jika ada
salah seorang anggota tidak hadir, maka peresmian ditunda hingga jumlah
anggota lengkap (Wawancara dengan M.Miftahul Surur tanggal 26
Oktober 2011).
Dalam penentuan anggota KSM diadakan survey dan wawancara di
samping harus mengisi formulir yang disediakan. Hal ini dilakukan
sebagai upaya preventif terkait dengan masalah keuangan. Malalui survey
104
dapat diketahui kemampuan para calon program KSM dalam mengelola
keuangan. Survey juga dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas
calon yang termasuk kategori mustahiq zakat. Termasuk di dalamnya
kondisi rumah dan tingkat ekonominya.
Untuk memudahkan para anggota, pada saat pelaksanaan program,
maka dilakukan pendampingan. Pendampingan diadakan selama satu
bulan sekali tiap minggu pertama secara intensif di tempat yang
ditentukan. Biasanya pertemuan dilakukan di rumah anggota, kantor RW
atau berdasarkan musyawarah anggota, bisa tetap bisa bergilir. Aspek
pendampingan mencakup perubahan karakter, pola pikir, wawasan
keilmuan anggota. Anggota diharuskan memiliki tabungan berencana
sebelum pembiayaan dana bergulir.
Dalam mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan
PKPU Jawa Tengah ada dua keterangan (status), yaitu KSM yang masih
dalam pendampingan, dan sudah mandiri. Dari tahun 2004 sampai tahun
2011 PKPU Jawa Tengah telah membentuk 20 KSM dengan 404 anggota,
14 KSM masih dalam pendampingan dan 6 KSM sudah mandiri. Untuk
daftar KSM yang masih dalam pendampingan dapat dilihat dalam tabel
berikut ini:
105
Tabel 4
Daftar KSM PKPU Jawa Tengah masih dalam pendampingan
No Nama KSM Tanggal
berdiri Alamat KSM
Jumlah
Anggota
1. Mina Mulya
(perikanan) 2 Maret 2011
Kec. Dukun
Magelang 14 orang
2. Al-Fatah
(komunitas
pengajar TPQ)
10 Maret
2011
Ngaliyan
Semarang 20 orang
3. Maju Bersama
(Ortu Anak
Jalanan)
7 Januari
2008
Seroja
Semarang
Selatan
14 orang
4. Bahagia (Tukang
Sapu Jalanan )
7 Januari
2004
Sumur boto
Tembalang
Semarang
22 orang
5. Barokah Indonesia
Power (nelayan)
19 Februari
2010
Tambak Mulyo
Semarang
Timur
Semarang
17 orang
6. Sejahtera FE
Undip (pedagang
kaki lima)
12 Agustus
2009
Jl Imam Bonjol
Semarang
Selatan
15 orang
7. Ternak Ayam
Tubanan PLTU
Jepara
12 Januari
2010
Tubanan
Bangsri Jepara 60 orang
8. Ternak Ayam
Bondo PLTU
Jepara
12 Januari
2010
Bondo Bangsri
Jepara 20 orang
9. Ternak Ayam
Kaliaman PLTU
Jepara
12 Januari
2010
Kaliaman
Bangsri Jepara 40 orang
10. Amanah Indonesia
Power 12 Juni 2010
Pudak Payung
RT 3 RW 6
Banyumanik
11 orang
11. Sendang Mulyo
Telkomsel
22 Januari
2009
BTS Wonodri
Sendang
Semarang
Selatan
15 orang
12. Mutmainah
Mandiri 31 Mei 2010
Bangetayu
Wetan
Pedurungan
Semarang
14 orang
106
13. Assolihah Mandiri
(pembuatan kue
dari singkong)
31 Mei 2010
Puskopkar
Pudak Payung
Banyumanik
13 orang
14. Seluler Bina
Mandiri Telkomsel
16 April
2010
Barusari raya
Semarang
Selatan
10 orang
Sumber: Dokumentasi PKPU Jawa Tengah tahun 2011.
Setelah PKPU Jawa Tengah membentuk KSM dengan syarat-syarat
yang telah ditentukan di atas, maka PKPU Jawa Tengah melakukan
pendampingan. Dalam pendampingan dilakukan bertahap. Untuk pemula
pendampingan berupa motivasi dalam upaya memperkuat keinginan
anggota untuk aktif dalam program. Sedangkan pada kelompok yang
sudah mandiri pendampingan diberikan dengan materi keuangan
(Wawancara dengan M.Miftahul Surur tanggal 26 Oktober 2011). Untuk
daftar KSM yang sudah mandiri dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 5
Daftar KSM PKPU Jawa Tengah yang sudah mandiri
No Nama KSM Tanggal
berdiri Alamat KSM
Jumlah
Anggota
1. Rukun Makmur
Klaten
25 Februari
2008
Kebondalem
Kidul
Prambanan
Klaten
6 orang
2. Sumber Usodo
(Tukang Jamu)
23 Maret
2007
Wonolopo
Mijen
Semarang
40 orang
3. Al Ikhlas
Telkomsel
23 Desember
2008
BTS Kramas
Tembalang
Semarang
13 orang
4. Surya Pareng
Telkomsel
10 September
2008
Pengarengan
Pangenan
Cirebon
20 orang
107
5. Maju Jaya
Telkomsel
20 September
2008
JL KH Ahmad
Dahlan Tirto
Pekalongan
20 orang
6. Ikhtiar Telkomsel
(telor asin)
25 September
2008
krandon
Margadana
Tegal
20 orang
Sumber: Dokumentasi PKPU Jawa Tengah tahun 2011.
Contoh proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki melalui
program KSM yang dilakukan PKPU Jawa Tengah yaitu dengan
memberikan bantuan langsung kepada pekerja tukang sapu di daerah
Sumurboto Tembalang Semarang dengan nama “KSM Tukang Sapu
Bahagia”, awal berdiri tahun 2004 dengan jumlah 14 anggota, sampai
tahun 2011 ada penambahan anggota menjadi 22 anggota. Mereka
diberikan bantuan modal secara kelompok dan dibina sesuai dengan
keahlian masing-masing. Setiap anggota diberikan modal sebesar Rp
400.000 dengan mengembalikan Rp 15.000 perbulan dan peserta juga
diharuskan memiliki tabungan. Bantuan modal ini diberikan untuk usaha
sampingan setelah selesai bekerja sebagai tukang sapu, usaha tersebut
seperti berjualan bensin, membuka warung kelontong, usaha kredit
pakaian, berjualan gorengan dan berjualan rokok dan tembakau.
Pemberian bantuan ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan atas kondisi
masyarakat khususnya pekerja tukang sapu yang menanggung beratnya
beban ekonomi yang semakin mahal. Sedangkan penghasilan yang
diperoleh dari pekerjaan tukang sapu sebesar Rp 150.000 perbulan. Kalau
dilihat dari kebutuhan ekonomi yang semakin mahal dengan penghasilan
108
Rp 150.000 perbulan masih jauh dari mencukupi kebutuhan sehari-hari
(Wawancara dengan M.Miftahul Surur tanggal 26 Oktober 2011).
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai
PKPU Jawa Tengah dalam upaya merubah status mustahiq menjadi
muzakki lewat program KSM, maka perlu untuk mewawancarai beberapa
pihak yang terkait, baik dari pihak amil maupun mustahiq. Sedangkan dari
mustahiq yaitu dengan Bapak Kariman yang mendapat bantuan dana zakat
dari PKPU Jawa Tengah. Adapun hasil wawancara dengan beliau pada
tanggal 30 Oktober 2011 sebagai berikut:
“Mula-mulanya saya dapat bantuan uang tunai dari PKPU sebesar
Rp 400.000. Kemudian dana itu buat usaha jualan rokok dan
tembakau. Hasil yang didapat dari jualan rokok dan tembakau
kadang-kadang Rp 15.000 sampai Rp 30.000 perhari,
Alhamdulillah mas, ada penambahan penghasilan walaupun sedikit,
bisa dikatakan cukup untuk sekedar membeli sembako.
Dibandingkan dengan penghasilan saya yang sebelumnya sebagai
tukang sapu jalanan Rp 150.000 perbulan, untuk membeli sembako
saja tidak cukup. Tetapi jika untuk soal lebih seperti layaknya
orang lain masih belum mas. Dari hasil jualan rokok dan tembakau,
saya bisa menyisihkan uang minimal Rp 15.000 perbulan kepada
PKPU untuk perkembangan KSM selanjutnya.
Contoh lain proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki
melalui program KSM yang dilakukan PKPU Jawa Tengah yaitu berupa
pemberian ketrampilan membuat kue dari bahan dasar ketela pohon
(singkong) yang dilaksanakan di daerah Pundak Payung Banyumanik.
Sebagian besar beranggotakan ibu-ibu pengajian, mereka berasal dari
kalangan keluarga kurang mampu. Kelompok ibu-ibu ini didirikan PKPU
109
Jawa Tengah pada bulan Mei 2011 dengan nama “Assolihah Mandiri”
yang beranggotakan 10 ibu-ibu yang sebelumnya menganggur di rumah,
lalu mempunyai inisiatif untuk membentuk usaha bersama dalam rangka
membantu suami mereka menopang kehidupan rumah tangga. Waktu yang
sebelumnya di rumah mereka tidak termanfaatkan dengan baik, kini
mereka penuh dengan aktivitas yang berguna bahkan dapat menghasilkan
uang dengan usaha membuat kue (Wawancara dengan M. Miftahul Surur
tanggal 26 Oktober 2011) .
Setiap pagi ibu-ibu ini berkumpul untuk belanja dan membuat kue
hingga mendistribusikan yang sudah jadi. Meskipun mereka adalah ibu-ibu
rumah tangga namun pengelolaan usaha dilakukan secara profesional
dengan pembagian tugas yang tersusun rapi. Hasilnya cukup luar biasa,
dalam dua minggu mereka bisa mendistribusikan 40 hingga 100 kotak kue
setiap hari. Setiap kotak dihargai Rp 5.000, dengan omset yang didapat
perhari sekitar Rp 200.000. Karena usaha ini merupakan usaha kelompok
maka keuntungan yang didapat dibagi untuk 10 anggota. Sedangkan
keuntungan untuk masing-masing anggota sekitar 10-15 persen dari omset
perhari. Kotak-kotak kue ini mereka titipkan di sekolah maupun warung-
warung yang ada. Di samping itu order pesanan untuk berbagai acara juga
mulai banyak. Sebagaimana dituturkan oleh Ibu Ummi selaku ketua KSM
Assolihah Mandiri, wawancara pada tanggal 31 Oktober 2011 sebagai
berikut:
“Saya sangat bersyukur dengan masuk di KSM Assolihah Mandiri
ini mas, penghasilan keluarga meningkat bisa memenuhi kebutuhan
110
keluarga sehari-hari dan kebutuhan pendidikan anak-anak. Dari
hasil penjualan kue ini, alhamdulillah saya bisa menyisihkan uang
Rp 100.000 perbulan untuk ditabung.
Bila memperhatikan hasil wawancara bersama Bapak Kariman dan
Ibu Ummi, model pendayagunaan zakat yang dijalankan oleh PKPU Jawa
Tengah dalam memberdayakan mustahiq tergolong model produktif
kreatif yang diwujudkan dengan bentuk permodalan untuk
mengembangkan usaha kecil seperti usaha jualan rokok dan tembakau
serta usaha pembuatan kue. Oleh karena itu, peneliti dapat mengatakan
bahwa pelaksanaan program pemberdayaan dan pembinaan bagi
masyarakat kurang mampu yang dilakukan PKPU Jawa Tengah telah
menunjukkan positif. Hal ini dapat diketahui lewat kegembiraan dari
wajah dan kata-kata yang disampaikan oleh pihak penerima dana zakat
dalam bentuk bantuan pinjaman modal usaha yang diserah terimakan
kepada Bapak Kariman dan Ibu Ummi dalam bentuk uang tunai. Hal
tersebut terbukti dari keberadaan pertumbuhan ekonomi yang diperoleh
lewat usaha yang dilakukan oleh Bapak Kariman dan Ibu Ummi yang
didapatkan dari dana zakat telah cukup untuk biaya hidup di kota
Semarang.
Dari sisi pendapatan yang mereka peroleh dari usaha penjualan
rokok dan tembakau serta kue. Mereka mampu untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga sehari-hari. Hal ini, dapat dibuktikan dari
jumlah uang yang mereka peroleh dalam sehari, misalnya Bapak Kariman
perhari ia mendapatkan hasil berkisar Rp 15.000 sampai Rp 30.000,
111
sedangkan untuk KSM Ibu Ummi mendapatkan omset sekitar Rp 200.000
perhari. Karena usaha yang dilakukan Ibu Ummi adalah usaha kelompok
maka keuntungan yang didapat oleh Ibu Ummi perharinya sekitar Rp
20.000 hingga Rp 30.000. Mereka juga diharuskan memiliki tabungan
untuk keperluan jangka panjang misalnya untuk pendidikan anak, khitanan
dan untuk mengembangkan usahanya. Dengan adanya tabungan mereka
setiap bulannya dapat menyisihkan uang sebesar Rp 15.000 kepada PKPU
untuk mengembangkan KSM selanjutnya.
Program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan PKPU Jawa
Tengah selain membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat juga
mengadakan pelatihan kewirausahaan. Pelatihan kewirausahaan memiliki
Tujuan sebagai berikut: a) Mengurangi pengangguran; b) Membantu kaum
dhuafa agar memiliki keterampilan siap kerja; c) Membantu lulusan agar
dapat bekerja pada bidang yang dikuasai; d) Membantu lulusan agar
mampu memiliki usaha mandiri dangan sistem bapak angkat; e)
Membantu kalangan dunia usaha mendapatkan SDM yang memiliki
keterampilan yang dibutuhkan. Secara global tujuan dari pelatihan
kewirausahaan adalah membekali para mustahiq agar memiliki
keterampilan sehingga dapat mandiri (www.baznas.or.id,28/01/2010).
Berdasarkan tujuannya, pelatihan kewirausahaan dapat mendukung
tugas pemerintah dalam memberikan jaminan penghidupan yang layak
bagi kaum miskin. Penghidupan yang layak atau ”hak sosial rakyat” yang
diberikan tidak hanya bersifat filantropis, melainkan dapat melaksanakan
112
pemberdayaan (empowerment) bagi rakyat. Suatu empowerment
dikatakan berhasil apabila menghasilkan self-empowerment (Edi Swasono,
2010: 2). Apabila dihubungkan dengan pendayagunaan zakat, maka self-
empowerment yaitu keadaan para mustahiq yang berhasil menjadi
muzakki. Para mustahiq yang asalnya mendapatkan bagian zakat berubah
menjadi orang yang dapat mengeluarkan zakat.
Pelatihan kewirausahaan yang dilakukan PKPU Jawa Tengah di
antaranya; pelatihan pembuatan tas bagi pemuda pengangguran di Kudus.
Pelatihan teknisi HP di Semarang dan Jepara serta pelatihan sablon di
semarang. Bagi mereka yang sudah mengikuti pelatihan kemudian
diberikan kesempatan magang di perusahaan, bagi yang berkompetensi
selanjutnya akan dipekerjakan di perusahaan tersebut (Dokumentasi PKPU
dan wawancara dengan M. Miftahul Surur tanggal 26 Oktober 2011).
Sebagai bahan acuan, pihak PKPU menetapkan standar ukuran
keberhasilan program pemberdayaan lewat KSM yaitu: 1) perubahan
karakter dan pola pikir anggota; 2) adanya peningkatan penghasilan
anggota; 3) bertambahnya ilmu pengetahuan, wawasan, dan keterampilan
anggota; 4) hemat menabung; 5) meningkatnya produktifitas anggota; 6)
berjalannya program; dan 7) mudah direflikasi dengan dibentuknya unit-
unit wilayah.
Pada bab tiga ini penulis telah membahas mengenai gambaran
umum PKPU Jawa Tengah, pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh, proses
pengumpulan dana dan proses pendayagunaan dana ZIS pada PKPU Jawa
113
Tengah serta proses perubahan status mustahiq menjadi muzakki yang
dilakukan PKPU Jawa Tengah. Dalam pengumpulan dana, PKPU Jawa
Tengah mempunyai kebijakan yaitu bahwa jenis dana yang dihimpun
berupa dana zakat, infaq, shodaqoh, dana hibah dan dana sosial perusahaan
CSR (Corporate Social Responsibility). Adapun sumber dana PKPU Jawa
Tengah berasal dari masyarakat baik individu, kelompok, organisasi,
perusahaan dan pemerintah. Sedangkan dalam pendayagunaan dana ZIS
PKPU ada yang bersifat konsumtif dan produktif. Pendayagunaan secara
konsumtif dalam hal ini terwujud dalam bentuk santunan, sementara
pendayagunaan secara produktif lebih di arahkan pada pemberdayaan
mustahiq. Sebab program pemberdayaan mustahiq merupakan salah satu
indikator mutu untuk melakukan perubahan yang lebih baik yaitu dari
mustahiq menjadi muzakki atau minimal dari mustahiq menjadi
mushoddiq/munfiq.
Kemudian dalam proses mengubah status mustahiq menjadi
muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah melalui program
pemberdayaan, penulis temukan bahwasanya mustahiq belum berubah
menjadi muzakki, mereka hanya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Untuk dapat menjadi muzakki dibutuhkan manajemen pengelolaan yang
profesional, baik di dalam penghimpunan zakat, pendistribusian dan
pertanggungjawaban akuntabilitasnya, agar pesan syari’ah tentang zakat
untuk merubah mustahiq menjadi muzakki dapat diwujudkan dalam satuan
waktu tertentu sesuai yang direncanakan.
114
Data yang telah penulis peroleh dari penelitian ini, maka penulis
akan menganalisis data-data tersebut yang akan dijelaskan pada bab
selanjutnya yaitu bab keempat. Adapun data yang akan penulis analisis
yaitu mengenai pengelolaan ZIS pada PKPU Jawa Tengah mulai dari
proses pengumpulan dana dan proses pendayagunaan dana ZIS, Serta
analisis proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan
PKPU Jawa Tengah.
115
BAB IV
ANALISIS PENGELOLAAN ZIS DALAM UPAYA MENGUBAH STATUS
MUSTAHIQ MENJADI MUZAKKI PADA PKPU JAWA TENGAH
4.1. Analisis Pengelolaan ZIS pada PKPU Jawa Tengah
Aktivitas keagamaan yang bertujuan untuk mensosialisasikan ajaran
Islam bagi penganutnya dan umat manusia biasanya disebut dengan
aktivitas dakwah. Aktivitas dakwah ini dilakukan baik melalui lisan, tulisan,
maupun perbuatan nyata. Salah satu aktivitas dakwah yang mengandung
nilai sosial ekonomi adalah aktivitas zakat. Aktivitas zakat merupakan
aktivitas dakwah Islam yang memiliki peran dan fungsi penting upaya
mewujudkan kesejahteraan umat Islam dan keadilan sosial. Untuk dapat
melaksanakan fungsinya, aktivitas zakat memerlukan sebuah pengelolaan
zakat yang baik agar dana zakat dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi
umat Islam.
Lembaga zakat merupakan lembaga dakwah Islam yang
mengandung nilai sosial ekonomi yang memiliki peran dan fungsi penting
dan strategis untuk perwujudan keadilan sosial dalam agama Islam, apabila
dikelola dan dikembangkan dengan baik dan tepat guna. Lembaga PKPU
merupakan lembaga zakat yang dalam aktivitasnya terdapat kegiatan
dakwah baik dalam mensosialisasikan, mengumpulkan, mendistribusikan
dan mendayagunakan serta mengelola harta zakat.
115
116
Dalam pengelolaan ZIS (terutama zakat) bukanlah semata-mata
diserahkan kepada kesadaran muzakki, akan tetapi juga tanggung jawab
memungut dan mendistribusikannya dilakukan oleh ‘amilin dalam hal ini
organisasi atau lembaga yaitu BAZ dan LAZ sesuai dengan UU RI No. 38
tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan dilaksanakannya pengelolaan
zakat oleh lembaga pengelolaan zakat antara lain: pertama, meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam penunaian dan pelayanan zakat sesuai dengan
tuntunan agama. Kedua, meningkatkan fungsi dan peranan pranata
keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
keadilan sosial. Zakat merupakan salah satu institusi yang dapat dipakai
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau menghapuskan derajat
kemiskinan masyarakat serta mendorong terjadinya keadilan distribusi harta.
Dikatakan demikian, karena zakat dipungut dari orang-orang kaya untuk
kemudian didistribusikan kepada orang-orang lemah. Dalam hal ini, akan
terjadi aliran dana dari para aghniya’ kepada dhu’afa dalam berbagai
bentuknya mulai dari kelompok konsumtif maupun produktif. Ketiga,
meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. Setiap lembaga zakat
sebaiknya memiliki database tentang mustahiq dan muzakki. Profil muzakki
perlu didata untuk mengetahui potensi-potensi atau peluang untuk
melakukan sosialisasi maupun pembinaan kepada muzakki dan perlu
adanya perhatian yang memadai guna memupuk nilai kepercayaannya.
Terhadap mustahiq pun juga demikian, program pendayagunaan harus
diarahkan sejauh mana mustahiq tersebut dapat meningkatkan kualitas
117
kehidupannya, dari status mustahiq berubah menjadi muzakki (Muhammad
Hasan, 2011: 38-39).
Untuk mencapai tujuan di atas, kelembagaan dalam pengelolaan
zakat memiliki posisi strategis. Dengan pengelolaan zakat secara
kelembagaan, pengumpulan dan pendistribusian/pendayagunaan zakat akan
lebih optimal. Fungsi pengumpulan dan pendistribusian zakat bisa dilakukan
secara bersama-sama antara lembaga zakat, sehingga masing-masing
lembaga zakat tidak berjalan secara parsial (sendiri-sendiri) seperti halnya
lembaga profit. Disini perlu disadari bahwa lembaga zakat bukan lembaga
profit yang berorientasi pada keuntungan semata, tetapi harus dikelola
secara profesional seperti lembaga profit.
Dakwah dalam bidang zakat tidak sekedar menyampaikan ajaran
zakat, tetapi lebih mengutamakan amal nyata dengan memberikan bantuan
kepada fakir miskin baik bersifat konsumtif maupun produktif. Karena itu,
sesungguhnya titik berat tentang pengumpulan dan pendayagunaan ZIS
adalah pada peningkatan profesional kerja (kesungguhan) dari amil zakat,
sehingga menjadi amil zakat yang amanah, jujur dan kapabel dalam
melaksanakan tugas-tugas keamilan. Sarana dan prasana kerja harus
dipersiapkan secara memadai, demikian pula para petugasnya yang telah
dilatih secara baik.
118
4.1.1. Analisis Proses Pengumpulan Dana ZIS pada PKPU Jawa Tengah.
Pada pengumpulan dana, PKPU Jawa Tengah mempunyai
kebijakan yaitu bahwa jenis dana yang dihimpun berupa dana zakat, infaq,
shodaqoh, wakaf, hibah dan dana sosial perusahaan CSR (Corporate
Social Responsibility). Sedangkan sumber dana PKPU Jawa Tengah yang
berasal dari masyarakat dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu
individu, perusahaan (corporate fund) dan lembaga pemerintah. Untuk
sumber dana dari individu berasal dari pegawai (PNS) dan pengusaha,
biasanya berupa dana zakat, infaq, shodaqoh, wakaf dan hibah. Dana yang
bersumber dari perusahaan biasanya berupa dana infaq, shodaqoh dan
hibah yang merupakan dana sosial perusahaan CSR. Adapun perusahaan
mitra CSR PKPU Jawa Tengah antara lain PT. Telkomsel Jateng, Bank
Mandiri, PT. Indonesia Power dan PLN APJ Jateng. Sedangkan sumber
dana dari lembaga pemerintah yaitu berupa dana infaq, shodaqoh dan
hibah yang berasal dari perusahaan-perusahaan pemerintah seperti BUMN.
Dari semua sumber dana yang dihimpun PKPU Jawa Tengah, dana
perusahaanlah yang lebih banyak diperoleh. Karena perusahaan selama ini
menjadi target utama PKPU Jawa Tengah dalam penggalangan dana yang
berupa dana sosial perusahaan atau CSR.
Dalam pengumpulan dana, PKPU Jawa Tengah mempunyai
langkah-langkah strategi yang cukup baik untuk menjaring muzakki,
diantaranya pertama, menggunakan media seperti media cetak dan
elektronik. Untuk media cetak PKPU Jawa Tengah menggunakan strategi
119
Direct Mail seperti menyebarkan brosur atau lewat surat, sasarannya
adalah perusahaan atau asosiasi bisnis dan organisasi nirlaba seperti PT.
Telkomsel dan PT. Indonesia Power. Media cetak selain dengan Direct
Mail PKPU Jawa Tengah juga melalui majalah dan spanduk. Sedangkan
untuk media elektronik PKPU Jawa Tengah menggunakan radio, televisi
dan telefundrising. Telefunrising yaitu dengan melakukan kontak dengan
muzakki. Telepon yang dilakukan sebagai tindak lanjut (follow up) dari
brosur yang sudah diisi oleh calon muzakki. Apabila sudah menjadi
muzakki tetap, telefundrising ini digunakan untuk mengingatkan muzakki
tentang kewajibannya menunaikan zakat.
Kedua, melakukan hubungan langsung dengan menemui para
muzakki yang dikenal dengan istilah jemput zakat. Petugas jemput zakat
dapat menjadikan sarana mempererat petugas dengan para muzakki.
Ketiga, mengadakan kerjasama (partnership) antara PKPU dengan
perusahaan dalam kegiatan yang dibiayai oleh perusahaan atau pemilik
dana. Keempat, special event (event khusus) yaitu sebuah kegiatan untuk
mengumpulkan dana, misalnya peringatan hari besar, konser amal dan
lain-lain. Adapun event khusus yang pernah dilakukan PKPU Jawa Tengah
yaitu konser amal pada tanggal 18 Oktober 2011 di UNISULA dalam
rangka untuk bantuan kemanusiaan di Somalia, dari konser ini PKPU
berhasil menggalang dana sekitar Rp 21 juta.
Semua langkah di atas dilakukan agar pengumpulan ZIS optimal
sesuai target yang ditetapkan. Upaya yang dilakukan PKPU Jawa Tengah
120
dalam pengumpulan ZIS telah menggunakan prinsip-prinsip manajemen.
Perencanaan (planning) merupakan sesuatu yang harus dilakukan dalam
sebuah manajemen agar suatu program dapat terlaksana dengan baik.
Upaya sosialisasi program dan kegiatan PKPU Jawa Tengah dilakukan
beberapa cara, yaitu: media cetak, media elektronik dan media lisan.
Media yang digunakan PKPU Jawa Tengah dalam mensosialisasikan
program sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada saat ini dimana media
telekomunikasi sudah menjadi sesuatu yang biasa digunakan oleh
masyarakat.
Hal penting terkait mutu dalam manajemen pengumpulan dana
(fundrising) yang mesti dipenuhi lembaga pengelola zakat adalah
kemudahan, efektivitas, efesiens, dan biaya yang murah. Kemudahan akses
bagi pihak terkait baik mustahiq, muzakki, maupun pengelola dalam
melaksanakan program. Seorang muzakki mendapatkan kemudahan dalam
menyalurkan zakat karena adanya fasilitas yang tersedia seperti telepon,
sms banking serta fasilitas lainnya sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Begitu pula, mustahiq memiliki akses mudah pada saat mendapatkan
kesulitan untuk mencari bantuan. ‘Amil sebagai pengelola memiliki
kemudahan dalam memberikan pelayanan kepada mitra (mustahiq dan
muzakki) karena tersedianya media yang mudah dan memadai.
121
4.1.2. Analisis Pendayagunaan Dana ZIS pada PKPU Jawa Tengah
Pelaksanaan penyaluran dana ZIS yang dilakukan PKPU Jawa
Tengah pada dasarnya ada yang bersifat konsumtif dan produktif.
Penyaluran dana ZIS yang bersifat konsumtif dalam hal ini terwujud dalam
bentuk program santunan. Penyaluran konsumtif kepada mustahiq tidak
disertai target-target perubahan kecuali hanya bersifat meringankan beban
hidup. Seperti penyaluran dana ZIS dalam bentuk bantuan beasiswa
terpadu kepada anak yatim dan dhu’afa yang diangkat sebagai anak asuh
lembaga untuk mendapat biaya pendidikan sekolah, santunan penunjang
belajar (buku, alat tulis, seragam, sepatu dan buku paket) kepada anak
yatim dan dhu’afa, santunan lansia kepada fakir miskin yang telah lanjut
usia, santunan sosial kepada fakir miskin untuk keperluan makanan,
kesehatan, pengobatan, dan kematian.
Sementara penyaluran dana ZIS yang bersifat produktif dalam hal
ini lebih di arahkan pada pemberdayaan mustahiq. Sebab program
pemberdayaan mustahiq merupakan salah satu indikator mutu untuk
melakukan perubahan status mustahiq menjadi muzakki atau minimal
mustahiq menjadi mushoddiq/munfiq. Penyaluran dana ZIS yang bersifat
produktif dalam bentuk pemberdayaan mustahiq seperti pemberian
beasiswa produktif bagi mahasiswa dhu’afa, disediakan kelas pelatihan
ketrampilan bagi pemuda pengangguran, dan pelatihan kewirausahaan
serta pemberdayaan mustahiq melalui kelompok swadaya masyarakat
122
sasarannya yaitu masyarakat golongan ekonomi lemah agar dapat memilki
usaha sendiri.
Dari data yang diperoleh, bahwa penyaluran dana zakat, infaq dan
shodaqoh yang dilakukan PKPU Jawa Tengah telah sesuai dengan hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal tersebut diatur dalam bab V
Undang-Undang No. 38 tahun 1999 mengenai pendayagunaa zakat, yaitu
pasal 16, dikatakan bahwa hasil pengumpulan zakat didayagunakan sesuai
dengan ketentuan agama. Selanjutnya pada ayat 2 disebutkan,
pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan pada skala prioritas
kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.
PKPU Jawa Tengah memiliki kebijakan dalam hal penyaluran dana
ZIS untuk mustahiq. PKPU memprioritaskan fakir miskin dan mustahiq
yang bersifat darurat yang perlu penanganan cepat seperti korban bencana
alam. PKPU Jawa Tengah dalam menyalurkan dana taat kepada
peruntukan yang diniatkan oleh mereka yang memberi. Jika pemberi
menyatakan bahwa dana yang ia berikan untuk diserahkan kepada korban
bencana misalnya, PKPU akan menyampaikan sesuai dengan yang
diamanatkan. Dalam penyaluran dana, PKPU Jawa Tengah memiliki
beberapa program. Program tersebut secara garis besar terdiri atas empat
bidang, yaitu bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan gawat darurat
sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab tiga. Dilihat dari sifatnya,
program tersebut dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu: relief
(misi penyelamatan kemanusiaan), rehabilitas, dan pembangunan
123
komunitas. Untuk relief atau misi penyelamatan kemanusiaan, kegiatan
yang pernah dilakukan meliputi: pengobatan keliling gratis, bantuan
kesehatan, bantuan sembako dan bantuan pakaian layak pakai bagi
masyarakat korban bencana erupsi di Magelang dan Banjarnegara serta
membuka dapur umum di daerah tersebut.
Untuk rehabilitas, kegiatan yang pernah dilakukan mencakup:
bantuan beasiswa, santunan anak yatim, pembinaan mental spiritual
pengungsi korban bencana, dan rahabilitas fasilitas ibadah serta rehabilitas
rumah korban gempa dan erupsi di Magelang dan Banjarnegara.
Sedangkan untuk pembangunan komunitas program yang pernah
dilakukan meliputi: pendidikan alternatif bagi pengungsi korban bencana,
pendirian klinik di daerah bencana dan pemberdayaan masyarakat melalui
kelompok swadaya masyarakat serta pelatihan kewirausahaan
Dalam mengalokasikan anggaran, PKPU Jawa Tengah mempunyai
kebijakan umum untuk program pendayagunaan. Untuk program
pendayagunaan PKPU Jawa Tengah mengalokasikan dana 70% dari total
dana yang diperoleh. Berdasarkan data, sebagaimana yang telah
digambarkan pada tabel 2 bab tiga, penyaluran dana untuk masing-masing
program dilihat dari persentasenya pada tahun 2010 lebih besar daripada
tahun 2011 walaupun total dana yang diperoleh PKPU Jawa Tengah pada
tahun 2010 (Rp 3,5 Milyar) lebih kecil daripada tahun 2011 (Rp 4,5
Milyar). Karena pada tahun 2010 banyak terjadi bencana alam seperti
banjir di Mangkang dan di Pati, gempa dan erupsi di Magelang. Sehingga
124
dana yang disalurkan diprioritaskan untuk program yang bersifat
kemanusiaan dan perlu penanganan cepat seperti program rescue
(penanggulangan bencana), PROSPEK dan PROSMILING.
Menyalurkan hasil pengumpulan zakat kepada mustahiq pada
hakekatnya merupakan hal yang mudah, tetapi perlu kesungguhan dan
kehati-hatian. Dalam hal ini, jika tidak hati-hati dalam menyalurkan zakat,
mustahiq zakat akan semakin bertambah dan penyaluran zakat akan
menciptakan generasi yang pemalas. Padahal harapan dari konsep zakat
adalah terciptanya kesejahteraan masyarakat dan perubahan nasib
muzakki-muzakki baru yang berasal dari mustahiq. Maksudnya, nasib
mustahiq tidak selamanya ketergantungan pada zakat. Karena itu, untuk
keperluan penyaluran zakat diperlukan data mustahiq, baik yang konsumtif
maupun yang produktif.
Dalam penyaluran dana ZIS, apapun pola yang digunakan baik
prioritas maupun dibagi merata kepada delapan ashnaf, lembaga
pengelolaan zakat harus selektif dalam menyalurkan atau
mendayagunakan zakat. Selektifitas dimaksud agar penyaluran zakat
benar-benar sampai kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Di
samping itu, agar pendayagunaan lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Selektifitas dalam penyaluran zakat diarahkan kepada orang-orang yang
berhak menerima zakat secara konsumtif dan secara produktif.
Agar penyaluran dan pendayagunaan zakat dapat benar-benar
sampai kepada orang-orang yang berhak menerimanya, proses penyaluran
125
dan pendayagunaan zakat perlu melibatkan manajemen. Artinya, proses
penyaluran zakat tidak boleh dilakukan secara dadakan, tanpa di-manage
dengan baik. Oleh karena itu, dalam proses manajemen penyaluran dan
pendayagunaan zakat aspek-aspek yang harus diperhatikan diantaranya
adalah perencanaan penyaluran/pendayagunaan zakat, pengorganisasian
penyaluran/pendayagunaan zakat, pelaksanaan penyaluran/pendayagunaan
zakat, dan evaluasi keberhasilan.
Untuk dapat menyalurkan zakat secara selektif dan tidak tumpang
tindih, menurut Muhammad Hasan (2011: 90-92) perlu dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Membagi areal penyaluran dan pendayagunaan pada BAZ/LAZ yang
ada di suatu wilayah tertentu. Pembagian wilayah kerja ini dilakukan
untuk beberapa kepentingan, misalnya pembagian areal untuk
kepentingan inventarisir data mustahiq didasarkan pada wilayah;
pembagian mustahiq untuk penyaluran dan pendayagunaan zakat.
2. Membuat kesamaan persepsi antara BAZ dan LAZ mengenai kriteria
mustahiq zakat. Penyamaan kriteria sangat perlu, agar pembagian
zakat terjadi secara adil dalam masyarakat. Hal ini untuk menghindari
salah penyaluran zakat, jangan sampai orang yang seharusnya
menerima zakat lalu tidak menerima zakat.
3. Membuat kesamaan persepsi mengenai mustahiq produktif dan
konsumtif.
126
4. Menginventarisir mustahiq zakat sesuai dengan kriteria dan wilayah
yang telah disepakati.
5. Mengumpulkan hasil inventarisir kepada masyarakat di wilayah
tersebut, melalui RT, masjid, atau UPZ.
6. Memberikan kesempatan kepada masyarakat umum, untuk
memberikan tanggapan terhadap hasil inventarisir yang telah
diumumkan.
7. Memperbaiki mustahiq zakat yang akan menerima zakat. Data
mustahiq yang akan menerima zakat harus benar-benar akurat,
sehingga tidak terjadi problem dalam masyarakat. Oleh karena itu,
data yang telah disusun perlu diperbaiki terlebih dahulu jika ada
kejanggalan, bahkan jika memungkinkan amil zakat perlu mengecek
satu persatu calon penerima zakat. Hal demikian diperlukan, agar
lembaga amil zakat memiliki database mustahiq yang cukup akurat.
Harus diperhatikan pula bahwa keberhasilan amil zakat bukan
ditentukan oleh besarnya dana ZIS yang dihimpun atau didayagunakan,
melainkan juga pada sejauh mana para mustahiq (yang mendapatkan ZIS
produktif) dapat meningkatkan kegiatan usaha ataupun bekerjanya. Oleh
karena itu, aspek monitoring dan pembinaan perlu mendapatkan perhatian
yang sungguh-sungguh.
127
4.2. Analisis Proses Mengubah Status Mustahiq Menjadi Muzakki yang
dilakukan PKPU Jawa Tengah
Perubahan pada hakekatnya merupakan pergeseran dari keadaan
sekarang menuju pada keadaan baru yaitu keadaan yang tidak baik kepada
yang lebih baik atau sebaliknya.
Sedangkan esensi dakwah dalam sosial-kultural adalah mengadakan
dan memberikan arah perubahan. Mengubah struktur masyarakat dan
budaya dari kedhaliman ke arah keadilan, kebodohan ke arah keserdasan,
kemiskinan ke arah kemakmuran, keterbelakangan ke arah kemajuan yang
semuanya dalam rangka meningkatkan derajat manusia dan masyarakat ke
arah puncak kemanusiaan (taqwa) (Amrullah Achmad, 1983: 17).
Dalam proses perubahan status manusia dalam dakwah zakat terlebih
dahulu manusia (mustahiq) dibebaskan dari kemiskinan jiwanya sehingga
tidak mudah untuk meminta-minta. Proses perubahan ini menurut Kurt
Lewin yang dikutip oleh Wibowo (2006: 140) disebut dengan unfreezing
(pencairan) yaitu tahapan yang memfokuskan pada penciptaan motivasi
untuk berubah. Individu didorong untuk mengganti perilaku dan sikap lama
dengan yang diinginkan agen perubahan. Sebelum melangkah pada
persoalan teknis, sasaran pertama adalah membuat jiwa mustahiq menjadi
kaya dan siap untuk berusaha. Mereka diyakinkan bahwa setiap manusia
memiliki kemampuan. Dengan demikian, seorang da’i atau muballig dalam
penyampaian pesan-pesan agama hendaknya disampaikan dengan kehalusan
budi daya manusia dan dengan bahasa yang mengandung nilai-nilai yang
128
sangat kaya. Karena itu Muballig seharusnya adalah orang-orang yang
memiliki ketrampilan bahasa dan kehalusan seni sastra.
Pesan-pesan kebenaran hanya bisa menerobos ke dalam hati manusia
bila disampaikan secara manusiawi dan dengan prinsip bahwa muballig itu
adalah orang-orang yang mencintai manusia sebagai sasaran penyampaian
ajaran berzakat dan mempunyai kemampuan untuk mewujudkan cintanya
itu sebagai pelaksana missi dari Allah SWT. Penyampaian pesan-pesan
agama bukan saja bersifat lisan tetapi juga bersifat hal, artinya dibuktikan
oleh kenyataan-kenyataan dalam kehidupan para muballig itu sendiri.
Kemunduran dakwah sebenarnya sangat terkait dengan kenyataan-
kenyataan hidup umat Islam yang kadang-kadang tidak sesuai dengan nilai-
nilai serta harkat dan martabat manusia. Kenyataan-kenyataan hidup sehari-
hari adalah Iisaanul hal yang lebih menyentuh hati manusia dibanding
dengan bahasa lisan orang yang berbicara. Karena itu, orang-orang yang
menjadi penyuluh zakat harus selalu mencerminkan keimanan kepada Allah,
ketinggian harkat dan martabat sebagai manusia dan kedalaman cintanya
kepada sesama manusia, karena kecintaan kepada sesama manusia adalah
bagian dari iman kepada Allah.
Tujuan dari penyuluhan zakat dapat dibagi ke dalam dua macam
tujuan yaitu pencerahan dan penyadaran. Yang dimaksud dengan
pencerahan di sini ialah usaha-usaha menumbuhkan kembali pengetahuan
zakat sebagai kebenaran dari Allah ke dalam hati manusia, sedangkan tujuan
akhir dari usaha pencerahan ialah untuk membuat masyarakat mengerti dan
129
memahami konsep-konsep ajaran zakat secara mendalam, kontekstual,
aktual, dan ilmiah sehingga mendatangkan kecerahan dalam hati manusia
(Safwan Idris, 1997: 216).
Sedangkan yang dimaksud dengan kesadaran di sini sebagai suatu
sisi dalam kehidupan manusia yang terkait dengan dimensi spiritual atau
dimensi rohaniyah, karena kesadaran itu datang dengan dihembuskannya
ruh ke dalam diri manusia pada waktu penciptaannya. Dalam konsep
kesadaran ini terkandung makna bahwa seseorang meyakini sesuatu yang
benar yang diperoleh sebagai hasil terbukanya hati manusia untuk menerima
petunjuk atau hidayah dari Allah swt. Karena itu kegiatan penyadaran
termasuk di dalamnya menanamkan kembali nilai-nilai spiritual dalam
ajaran zakat bertujuan untuk menumbuhkan motivasi berzakat sehingga
ajaran zakat tidak tinggal sebagai ajaran yang pasif tetapi menjadi ajaran
yang dinamis dan mampu menggerakkan ummat untuk melakukannya.
Sesuai dengan definisi di atas maka tujuan dari penyadaran adalah
pembinaan iman dan kecenderungan hati untuk berbuat baik, sedangkan
tujuan dari pencerahan itu bertumpu pada pembinaan dan pendalaman ilmu
sehingga mengetahui bagaimana kita melakukan sesuatu secara benar.
Adapun tujuan akhir dari penyadaran dan pencerahan sebagai usaha
penyuluhan atau dakwah zakat adalah untuk melahirkan amal shaleh, karena
tujuan akhir yang ingin dicapai dalam mendakwahkan zakat adalah
mewujudkan amal shaleh ke dalam kehidupan masyarakat (Safwan Idris,
1997: 218). Jadi inti dari dakwah zakat dengan hikmah dan pelajaran-
130
pelajaran yang baik serta mujadalah dengan ide-ide yang lebih unggul
adalah untuk memperkokoh iman, memperkaya ilmu sehingga melahirkan
amal shaleh, yang dalam hal ini adalah hidup dan berkembangnya
kewajiban berzakat dalam masyarakat.
Setelah proses unfreezing, pencerahan dan penyadaran mustahiq
dengan diyakinkan bahwa setiap manusia memiliki kemampuan. Kemudian
langkah kedua yaitu changing atau movement merupakan tahap
pembelajaran di mana mustahiq diberi informasi baru, model perilaku baru
atau cara baru dalam melihat sesuatu. Dalam langkah changing ini
diperlukan sebuah pendampingan untuk pemula pendampingan berupa
motivasi dalam upaya memperkuat keinginan anggota untuk berubah. PKPU
dalam melakukan pendampingan kepada anggota KSM hingga dapat terus
berkembang menjadi unit bisnis yang mandiri. Adapun aspek pendampingan
mencakup perubahan karakter, pola pikir, wawasan keilmuan anggota.
Lengkah selanjutnya dalam proses perubahan status manusia (mustahiq
menjadi muzakki) yaitu refreezing atau pembekuan kembali di mana
perubahan yang sudah mandiri distabilisasi. Dalam hal ini, pendampingan
masih tetap dilakukan sedangkan materi yang diberikan adalah materi
keuangan dan kewirausahaan.
Dalam proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang
dilakukan PKPU Jawa Tengah yaitu melalui program pemberdayaan
masyarakat dengan membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan
pelatihan kewirausahaan. Program pemberdayaan masyarakat merupakan
131
upaya pendidikan bagi masyarakat dalam membentuk pribadi yang mandiri.
Karena, kemandirian dapat merupakan kunci utama yang mendorong
terwujudnya perubahan dalam individu. Dengan kemandirian pula, mereka
tidak tergantung kepada orang lain, sehingga dapat berusaha mengatasi
persoalan yang dihadapi. Selain kemandirian, program pemberdayaan yang
dilakukan secara berkelompok memiliki pengaruh yang cukup banyak
(multiple effect), karena tanggung jawab dalam usaha dilakukan bersama-
sama. Effek dari usaha bersama banyak yang diperoleh, antara lain:
meringankan beban, saling bertukar fikiran, dan menjalin persaudaraan
(ukhuwwah/brotherhood) di antara peserta program. Hal penting lain dari
usaha bersama tersebut dapat melahirkan suatu pemerataan kepemilikan di
antara anggota dan menggambarkan demokratisasi ekonomi. Ketimpangan
sosial dapat diperkecil karena adanya kebersamaan dan persaudaraan.
Sedangkan pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan
kewirausahaan bertujuan: mengurangi pengangguran, membantu kaum
dhu’afa agar memiliki ketrampilan siap kerja, membantu lulusan agar dapat
bekerja pada bidang yang dikuasai, membantu lulusan agar mampu
memiliki usaha mandiri dangan sistem bapak angkat, membantu kalangan
dunia usaha mendapatkan SDM yang memiliki keterampilan yang
dibutuhkan. Secara global tujuan dari pelatihan kewirausahaan adalah
membekali para mustahik agar memiliki keterampilan sehingga dapat
mandiri.
132
Proses perubahan status mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan
PKPU Jawa Tengah melalui pemberdayaan mustahiq sudah cukup baik. Hal
ini, dapat dilihat dari awal persiapan hingga pendampingan. Dari data yang
peneliti peroleh bahwa PKPU Jawa Tengah sejak tahun 2004 sampai tahun
2011 telah membentuk 20 KSM dengan jumlah anggota sekitar 404 orang.
Dari 20 KSM tersebut 14 KSM masih dalam pendampingan dan 6 KSM
sudah mandiri. Dalam pendampingan yang dilakukan PKPU Jawa Tengah
dengan bertahap. Untuk pemula pendampingan berupa motivasi dalam
upaya memperkuat keinginan anggota untuk aktif dalam program.
Sedangkan pada kelompok yang sudah mendiri pendampingan diberikan
materi keuangan.
Dari contoh proses perubahan status mustahiq menjadi muzakki yang
dilakukan PKPU Jawa Tengah melalui pemberdayaan mustahiq
sebagaimana telah dijelaskan pada bab tiga. Bahwa model pendayagunaan
zakat yang dilakukan PKPU Jawa Tengah dalam memberdayakan pekerja
tukang sapu dan Ibu-ibu rumah tangga tergolong model produktif kreatif
yang diwujudkan dengan bentuk permodalan untuk mengembangkan usaha
kecil seperti usaha berjualan rokok dan tembakau yang dilakukan oleh
Bapak Kariman serta usaha pembuatan kue dari bahan dasar ketela pohon
yang dilakukan Ibu Ummi. Oleh karena itu, peneliti dapat mengatakan
bahwa pelaksanaan program pemberdayaan dan pembinaan bagi masyarakat
kurang mampu yang dilakukan PKPU Jawa Tengah telah menunjukkan
positif. Hal ini dapat diketahui lewat kegembiraan dari wajah dan kata-kata
133
yang disampaikan oleh pihak penerima dana zakat dalam bentuk bantuan
pinjaman modal usaha secara tunai yang diserahkan kepada Bapak Kariman
dan Ibu Ummi. Selain itu juga terbukti dari keberadaan pertumbuhan
ekonomi yang diperoleh lewat usaha berjualan rokok dan tembakau serta
usaha pembuatan kue.
Dari sisi pendapatan yang mereka peroleh, ternyata mereka mampu
untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari dibandingkan dengan
sebelumnya. Dari data yang peneliti temukan, bahwa proses perubahan
status mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah
melalui program pemberdayaan, belum merubah mustahiq menjadi muzakki.
Mustahiq baru berubah menjadi mushoddiq atau munfiq dengan bukti
mereka dapat menyisihkan penghasilannya kepada PKPU sebesar Rp 15.000
perbulan untuk mengembangkan KSM selanjutnya. Hal ini, mengingat dana
yang dialokasikan untuk pemberdayaan ekonomi masih relatif kecil 15%
sampai 30% dari total dana yang masuk, sementara sisanya digunakan untuk
bantuan kemanusiaan lainnya. Rendahnya dana pemberdayaan ekonomi
rakyat disinyalir karena rendahnya pendapatan. Jika ini menjadi alasan,
sementara program ini menjadi bagian penting, maka kerjasama antar
lembaga zakat akan menjadi solusi terbaik. Selain itu juga, dibutuhkan
manajemen pengelolaan yang profesional, baik dalam mengumpulkan zakat,
mendistribusikan dan mendayagunakan zakat, mengelola harta zakat serta
pertanggungjawaban akuntabilitasnya, agar sesuai dengan tujuan zakat yaitu
merubah mustahiq menjadi muzakki.
134
Demikian pula upaya menggali potensi zakat yang ada pada
masyarakat memerlukan kerjasama antara semua pihak baik pemerintah
maupun masyarakat. Edukasi kepada masyarakat sebagai mustahiq sangat
penting agar tidak terjadi perbedaan pendapat yang mengarah pada
minimnya pengumpulan dana zakat.
135
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Sesudah menguraikan hal-hal yang berkenaan dengan zakat dan
pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh dalam upaya mengubah status
mustahiq menjadi muzakki pada PKPU Jawa Tengah, maka dapat
dikemukakan beberapa kesimpulan:
1. Kedudukan kewajiban zakat dalam Islam sangat mendasar dan
fundamental. Zakat bukan sekedar kebaikan hati orang kaya terhadap
orang miskin, melainkan zakat adalah hak Tuhan dan hak orang miskin
yang terdapat dalam harta si kaya. Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, zakat tidak hanya dimaknai secara teologis (ibadah) tetapi juga
dimaknai secara sosial-ekonomi, yaitu sebagai mekanisme distribusi
kekayaan. Dengan kata lain, zakat merupakan faktor utama dalam
pemerataan harta benda dikalangan umat Islam.
2. Pengelolaan dana zakat, infaq dan shodaqoh yang ada pada Pos
Kemanusiaan Peduli Umat (PKPU) Jawa Tengah telah dilakukan sesuai
dengan ketentuan syari’at Islam dan peraturan perundangan yang berlaku.
Jenis dana yang dihimpun PKPU Jawa Tengah berupa dana zakat, infaq,
shodaqoh, wakaf, hibah dan dana sosial perusahaan CSR (Corporate
Social Responsibility). Dan sumber dana PKPU Jawa Tengah berasal dari
masyarakat baik individu, kelompok, organisasi, perusahaan dan
pemerintah. Sedangkan strategi pengumpulan dana, PKPU Jawa Tengah
135
136
yaitu melalui media (baik media cetak maupun elektronik), menemui
langsung para muzakki, mengadakan kerjasama (partnership) dan melalui
even khusus.
3. Dalam pendayagunaan dana zakat yang dilakukan PKPU Jawa Tengah
pada dasarnya ada yang bersifat konsumtif dan produktif. PKPU Jawa
Tengah juga memiliki kebijakan dalam hal pendayagunaan dana ZIS
kepada mustahiq, PKPU memprioritaskan fakir miskin dan mustahiq yang
bersifat darurat yang perlu penanganan cepat seperti korban bencana. Dan
dalam penyaluran dana PKPU Jawa Tengah membagi penggunaan dana
menjadi empat bagian yaitu; penggunaan berdasarkan program,
penggunaan berdasarkan permohonan, penggunaan untuk kegiatan
operasional dan penggajian.
4. Proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan PKPU
Jawa Tengah yaitu melalui program pemberdayaan mustahiq dengan
membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan pelatihan
kewirausahaan. Dalam proses perubahan status mustahiq menjadi muzakki
ada empat tahapan. Pertama, persiapan yaitu melalukan pendataan dan
survey. Kedua, mengadakan screening (penyaringan) dan pemberian
modal. Ketiga, propagasi atau pembinaan, dan keempat yaitu terminasi
atau kemandirian, pada tahapan ini unit bisnis dari KSM harapannya akan
lebih mandiri. Kemudian hasil dari proses perubahan mustahiq menjadi
muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah melalui program
pemberdayaan mustahiq telah menunjukkan positif. Mereka sudah dapat
memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari dan kebutuhan
137
pendidikan anak-anak. Selain itu juga setiap bulan mereka bisa
menyisihkan uang kepada PKPU untuk mengembangkan KSM
selanjutnya.
5. Indikator keberhasilan yang dicapai oleh PKPU Jawa Tengah dalam upaya
mengubah status mustahiq menjadi muzakki yaitu: pertama sebuah
perubahan kondisi secara nyata pada diri mustahiq ke arah lebih baik dari
keadaan sebelumnya, kedua adanya perubahan ekonomi yang mulai
mapan.
5.2. Saran-saran
Ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan dalam penelitian ini,
di antaranya adalah :
1. Kepada amil LAZIS/pengurus hendaknya kegiatan mensosialisasikan
kesadaran untuk berzakat terhadap masyarakat harus diupayakan terus di
tinggkatkan agar pemahaman tentang nilai-nilai filosofis zakat, keutaman,
kegunaan, hikmah dan hukum tentang zakat dapat dipahami oleh
masyarakat secara mendalam sehingga diharapkan dapat menumbuh
suburkan minat dan kesadaran berzakat terhadap lembaga amil zakat di
manapun berada.
2. Dalam pengelolaan ZIS, hal penting terkait mutu dalam manajemen
pengumpulan dana yang mesti dipenuhi adalah kemudahan, efektivitas,
efesiens, dan biaya yang murah. Kemudahan akses bagi pihak terkait baik
mustahiq, muzakki maupun pengelola (amil) dalam melaksanakan
program. Dan dalam pendayagunaan dana ZIS, apapun pola yang
digunakan baik prioritas maupun dibagi merata kepada delapan ashnaf, hal
138
yang penting adalah selektif. Selektifitas dimaksud agar penyaluran zakat
benar-benar sampai kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Untuk
dapat menyalurkan zakat secara selektif dan tidak tumpang tindih, maka
perlu adanya kerjasama antara BAZ dan LAZ.
3. Untuk mengubah status mustahiq menjadi muzakki melalui program
pemberdayaan ekonomi dengan membentuk kelompok swadaya
masyarakat. Hal penting yang perlu dilakukan adalah pendampingan dan
pengawasan secara intensif serta peningkatan profesional kinerja
(kesungguhan) dari amil, bekerja secara amanah, kapabel dan transparan
dalam melakukan tugas keamilan. Sehingga pemberdayaan dapat
meningkatkan kualitas hidup para mustahiq yang semula sebagai penerima
zakat dapat berubah menjadi pembayar zakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Imam. 1999. Riyadhus Shalihin.
terj. Achmad Sunarto, Jakarta: Pustaka Amani.
Achmad, Amrullah. 1983. Dakwah Islam Dan Perubahan Sosial. Yogyakarta:
Prima Duta Yogyakarta.
Ali, Muhammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf. Jakarta :
UI Press.
Ali, Nuruddin. 2006. Zakat sebagai Instrumen dalam Kebijakan Fiskal. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Al-Khaubawiy, Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir. 2007. Terjemah
Durratun Nashihin: Mutiara Petuah Agama, terj. Achmad Sunarto,
Jakarta : Bintang Terang
Al-Zuhayly, Wahbah. 2005. Zakat: Kajian Berbagai Mazhab. Cet. Ke-VI.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Amirin, Tatang M. 1995. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
________________. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Cet.
Ke-XIII. Jakarta: Rineka Cipta.
Asnaini. 2008. Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Dahlan, Abdul Azis. 1997. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta : PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve.
Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.
Daradjat, Zakiah. 1995. Ilmu Fiqh I. Jakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Depag RI. 1978. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta : Proyek Pengadaan
Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama.
Djuanda, Gustian. 2006. Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Faiz Almath, Muhammad. 1991. 1100 Hadits Terpilih; Sinat Ajaran Muhammad.
Jakarta: Gema Insani Press.
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema
Insani.
Hasan, Muhammad. 2011. Manajemen Zakat Model Pengelolaan yang Efektif.
Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta.
Idris, Safwan. 1997. Gerakan zakat dalam pemberdayaan Ekonomi Ummat:
Pendekatan Transformatif. Jakarta: Putra Bangsa.
Jannati, Muhammad Ibrahim. 2007. Fiqih Perbandingan Lima Mazhab 2. cet 1,
Jakarta: Cahaya.
Jawad Mughniyah, Muhammad. 2001. Fiqih Lima Mazhab (ja’fari, Hanafi,
Maliki, Syafi’i, Hambali). Jakarta: Lentera.
Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Qualitative Data Analysis,
terj. Tjejep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remas
Rosdakarya.
Mufraini, M. Arief. 2006. Akuntansi dan Manajemen Zakat; Mengomunikasikan
Kesadaran dan Membangun Jaringan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia
Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progessif.
Munir dan Wahyu Illahi. 2006. Manajemen Dakwah. Jakarta: Prenada Media.
Pimay, Awaluddin. 2006. Metodologi Dakwah: Kajian Teoritis dari Khasanah Al-
Qur’an. Semarang: Rasail.
Pustaka Panjimas. 1989. Islam dan Era Reformasi. Jakarta: Griya Gratis
Qardhawi, Yusuf. 2004. Hukum Zakat : Studi Komparatif Mengenai Status dan
Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis, terj. Salman Harun, dkk.
Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.
Rasyid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Rofiq Ahmad. 2004. Fiqh Kontekstual: Dari Normatif Ke Pemaknaan Sosial.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ruslan, Rosyadi. 1998. Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi (Koprasi
dan Aplikasi). Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sanwar, Aminuddin. 1984. Pengantar Studi Ilmu Dakwah. Semarang: Fakultas
Dakwah.
Sarlito, Irawan. 2000. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya.
Siagian, Harbangan. 1993. Manajemen Suatu Pengantar. Semarang: Satya
Wacana.
Soekanto, Soejono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
Stoner, James A.F., R. Edward Freeman. 1991. Manajemen. terj. Wilhelmus W.
Bakowatun. Jakarta: Intermedia.
S. Bamualim, Chaider. 2005. Revitalisasi Filantropi Islam: Studi Kasus Lembaga
Zakat dan Wakaf di Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN
Syarif Hidayatullah.
S.P. Hasibuan, Malayu. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Cet. X.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
___________________. 2001. Organisasi dan Motivasi. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi Islam. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sulthon, Muhammad. 2003. Desain Ilmu Dakwah; Kajian Ontologis,
Epistemologis dan Aksiologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Swasono, Sri-Edi. 2005. Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan Mutualism &
Brotherhood, Kerakyatan, Nasionalisme dan Kemandirian. Cet. IV.
Jakarta: UNJ Press.
Usman, Suparman. 2001. Hukum Islam: Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum
Islam dalam Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama
Wibowo. 2006. Manajemen Perubahan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Yafie, Ali. 1994. Menggagas Fiqh Sosial. Bandung: Mizan
Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Az-Zabidi, Al-Imam. 2001. Ringkasan Shahih
Al-Bukhari, alih bahasa Cecep Syamsul Hari dan Tholib Anis dari Al-
Tajrid Al-Shahih li Ahadits Al-Jami’ Al-Shahih. Bandung: Mizan.
http://prasetyowidi.wordpress.com/2010/01/03/definisi-perubahan-sosial-dan-tipe-
tipe-perubahan-sosial/
http://www.pkpu.or.id/potensi-zakat-Rp-9-3-triliun/2009/08/31
http://pkpusemarang.com/2011/01/sejarah-pkpu-20.html
www.baznas.or.id, UNIT SALUR ZAKAT (USZ), 28/01/2010.
Lampiran 2.
Foto-foto
Kantor PKPU Jawa Tengah Jl. Setiabudi No. 70 Semarang
Wawancara dengan pengurus PKPU Jawa Tengah dari kanan Ibu Azizah (Kabid
Keuangan), Bapak Haryono (Direktur), Fatieh Abdul Aziz (Kabid
Penghimpunan), Miftahul Surur (Kabid Pendayagunaan), 26 Oktober 2011.
Program Kesehatan
BUDARZI (Ibu Sadar Gizi) PROSMILING dan pengobatan gratis
Pengobatan gratis bagi warga bencana erupsi di dieng dan batur
Wawancara dengan Bapak Haryono
(Direktur PKPU Jawa Tengah) dan Ibu
Azizah (Kabid Keuangan), 26 Oktober 2011.
Foto di kantor PKPU Jawa Tengah,
26 Oktober 2011
Program pendidikan
Sekolah gratis TK AN-NUUR Pelatihan menjahit
Pemberian beasiswa terpadu Bantuan pendidikan utk korban
bencana merapi
Program rescue
Tanggap bencana erupsi merapi Sekolah darurat di Klaten Pasca bencana
di Magelang gempa bumi di Yogyakarta
Program Ekonomi
KSM “IKHTIAR” Tegal Pemberian bantuan 80 ribu bibit lele
bagi warga bencana erupsi merapi
di Magelang dg membentuk KSM
KSM “Assolihah Mandiri” Banyumanik
Pembuatan kue dari bahan dasar singkong
Voucher Yatim (belanja bareng yatim) di Carrefour Srondol Semarang dengan 100 peserta
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Hasan Asy’ari Syaikho
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Brebes, 26 Oktober 1987
Jurusan/Fakultas : Manajemen Dakwah/ Fak. Dakwah
Alamat : Karangjongkeng RT/RW:01 Tonjong Brebes
Email : [email protected]
Pendidikan Formal
- MI Nuruddin Tonjong Brebes (1995-2000)
- SLTP Nuruddin Tonjong Brebes (2000-2003)
- MAN Babakan Lebaksiu Tegal (2003-2006)
- IAIN Walisongo Semarang Jurusan Manajemen Dakwah (2007-2012)
Pendidikan Non Formal
- Pondok Pesantren Ma’hadut Tholabah Babakan Lebaksiu Tegal (2003-
2006)
Pengalaman Organisasi
Kader Koperasi Mahasiswa Walisongo (2007-2008)
Departemen Pengembangan Skill Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)
Manajemen Dakwah tahun 2008
Sekretaris Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Manajemen Dakwah
tahun 2009
Sekretaris Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Dakwah tahun
2010