pengelolaan barang milik negara terhadap badan layanan umum sekolah tinggi akuntansi negara (stan)
DESCRIPTION
Fleksibilitas yang diperoleh badan layanan umum kerapkali dianggap sebagai sebuah keistimewaan yang tidak memenuhi prinsip kesetaraan oleh satuan kerja lainnya. Padahal hal tersebut bukan diperoleh dalam sekejap saja. Suatu satuan kerja pemerintah harus melewati proses yang panjang dalam memenuhi tiga persyaratan untuk menjadi BLU yaitu persyaratan substantif, teknis dan administratif yang dinilai dalam bobot tertentu untuk menentukan perizinan penerapan pengelolaan keuangan badan layanan umum.TRANSCRIPT
PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA (STAN)
Disusun oleh :
Shinta Putri Amalia
4D Kebendaharaan Negara
133010004212
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
2015
Kata Pengantar
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena berkat rahmat-Nya penyusun bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Pengelolaan Barang Milik Negara terhadap Badan Layanan Umum . Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Barang Milik Negara.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat Penulis harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Tanggerang Selatan, 2 agustus 2015
Shinta Putri Amalia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini, Pelayanan Publik di Indonesia mulai mengalami pergeseran
paradigma. Pelayanan publik sebagai basis pelayanan bukan saja dalam pelayanan
administrasi sebagaimana di lakukan dalam pelayanan pemerintah, tetapi lebih
cenderung yang mampu membangun hubungan sinergitas kebutuhan masyarakat
yang mampu meningkatkan kualitas masyarakat secara komprehensif.
Sebagai pelayanan publik yang lebih melayani dan komprehensif, pemerintah
berupaya melakukan modernisasi struktur organisasi dengan bercermin pada sektor
privat. Hal tersebut dibuktikan dengan dibentuknya Badan Layanan Umum (BLU),
sebuah unit organisasi yang lebih mandiridan terdesentralisasi dan bekerja prinsip
efisien, efektif dan ekonomis. Dengan bentuk BLU ini, diharapkan terdapat
persaingan yang sehat diantara pemberi layanan publik dengan mengutamakan
efisiensi penggunaan anggaran. BLU juga diharapkan lebih dapat memenuhi
keinginan masyarakat yang menjadi pemangku kepentingan agar kemudian dapat
membangun hubungan sinergis demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dalam makalah ini akan dibahas salah satu contoh BLU yaitu Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara Keputusan Menteri Keuangan No. 71/KMK.05/2008 tanggal 31
Maret 2008. Pembahasan ini menggunakan pendekatan literatur berupa
perbandingan kesesuaian Peraturan Pemerintah Nomor27 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
71/KMK.05/2008 Tentang STAN sebagai Instansi Pemerintah yang menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU)
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Barang Milik Negara ?
2. Apa yang dimaksud pengelolaan Barang milik Negara ?
3. Apa yang dimaksud Badan Layanan Umum ?
4. Bagaimana Barang Milik Negara dalam konteks Badan Layanan Umum ?
5. Pengelolaan Barang Milik Negara di Badan Layanan Umum ?
6. Bagaimana pengelolaan Barang Milik Negara di Badan Layanan Umum dalam
hal ini STAN?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Barang Milik Negara
2. Mengetahui definisi pengelolaan Barang milik Negara
3. Mengetahui Pengertian Badan Layanan Umum
4. Mengetahui Barang Milik Negara dalam konteks Badan Layanan Umum
5. Mengetahui Pengelolaan Barang Milik Negara di Badan Layanan Umum
6. Mengetahui pengelolaan Barang Milik Negara pada Badan Layanan Umum
dalam hal ini STAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Barang Milik Negara
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2014 mengenai pengelolaan barang
milik negara, “Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya
yang sah”. Segala sesuatu yang berwujud barang yang diperoleh melalui belanja modal
dengan mekanisme APBN atau yang sah, digolongkan sebagai barang milik negara. Barang
milik negara menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara terdiri dari tanah, bangunan, dan barang milik
negara lain selain tanah dan/atau bangunan.
B. Pengelolaan Barang milik Negara
Sebelum menjelaskan definisi pengelolaan barang milik negara, terlebih dahulu akan
didefinisikan apa yang dimaksud dengan pengguna, kuasa pengguna dan pengelola.
Pengguna dan kuasa pengguna pada dasarnya adalah semua instansi pemerintahan yang
memiliki penguasaan barang milik negara secara langsung. Sedangkan pengelola adalah
pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta
melakukan pengelolaan barang milik Negara yaitu Menteri Keuangan atau Direktur Jenderal
Kekayaan Negara3 sebagai pelaksana fungsional yang menjalankan wewenang. Pengelolaan
barang milik Negara dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum,
transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai dilakukan oleh
atau atas persetujuan pengelola barang. Menurut pasal 3 ayat 2 , Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara
meliputi sebelas kegiatan yaitu:
1. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
Kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik negara untuk
menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan saat ini sebagai
dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang serta mengalokasikan
anggarannya.
2. Pengadaan
Pengadaan barang pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang yang dibiayai
dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara, baik yang dilaksanakan secara
swakelola maupun oleh penyedia.
3. Penggunaan
Pada dasarnya barang milik negara digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok
dan fungsi kementerian negara/lembaga.
4. Pemanfaatan
Pendayagunaan barang milik negara yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi kementerian/lembaga. Bentuk-bentuk pendayagunaan meliputi:
a. Sewa
b. Pinjam Pakai
c. Kerjasama Pemanfaatan
d. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
e. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur
5. Pengamanan dan Pemeliharaan
Pengamanan administrasi, pengamanan fisik dan pengamanan hukum atas barang
milik negara yang berada dalam penguasaan.
6. Penilaian
Suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/fakta yang
objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu untuk
memperoleh nilai barang milik negara atau secara sederhana dapat dikatakan
sebagai penetapan nilai atas suatu barang. Hal tersebut dilakukan dalam rangka
penyusunan neraca pemerintah pusat, pemanfaatan, dan pemindahtanganan.
7. Pemindahtanganan
Pengalihan kepemilikan barang milik negara sebagai tindak lanjut dari penghapusan.
Bentuk-bentuk pengalihan yang mungkin dilakukan adalah :
a. Penjualan
b. Tukar Menukar
c. Hibah
d. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah
8. Pemusnahan
Pemusnahan Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dalam hal Barang Milik
Negara/Daerah tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak
dapat dipindahtangankan, atau terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar,
dihancurkan, ditimbun, ditenggelamkan atau cara lain sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
9. Penghapusan
Tindakan menghapus barang milik negara dari daftar barang dengan menerbitkan
surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan dari tanggung
jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya
10. Penatausahaan
Rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang
milik negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
11. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Penetapan kebijakan umum dan kebijakan teknis pembinaan pengelolaan barang
milik negara oleh menteri keuangan. Pemantauan, penertiban dan investigasi
terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,
pemliharaan dan pengamanan barang milik negara yang berada di bawah
penguasaannya.
C. Badan Layanan Umum
Pengertian badan layanan umum akan dijelaskan menurut tiga persektif yaitu
peraturan yang berlaku, kedudukan dan pola pengelolaan keuangan.
1. Menurut Peraturan
Badan Layanan Umum adalah “instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas”.
2. Kedudukan
Secara struktural dan fungsional, badan layanan umum merupakan bagian yang tidak
terpisahkan, yang beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga untuk
tujuan pemberian layanan umum. Kedudukannya berada di bawah kedudukan
kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. Menteri/pimpinan lembaga
bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang
didelegasikannya kepada badan layanan umum dari segi manfaat layanan yang
dihasilkan.
3. Pola Pengelolaan Keuangan
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum merupakan pola pengelolaan
keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-
praktek bisnis yang sehat sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan
negara pada umumnya. Praktek-praktek bisnis yang sehat ini dilakukan untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Penyusunan Rencana Strategis Bisnis lima
tahunan dilakukan sebagai dasar penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran, dengan
mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga. Rencana Bisnis dan
Anggaran disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang
diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan APBN. Pendapatan yang
diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat dan hibah tidak terikat
yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan operasional.
Hasil kerjasama dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya (kerjasama operasional,
sewa-menyewa, dan usaha lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan tugas
pokok dan fungsi) merupakan pendapatan bagi badan layanan umum. Pendapatan
(kecuali hibah) dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja sesuai Rencana Bisnis
dan Anggaran. Pendapatan (kecuali dari APBN) dilaporkan sebagai Pendapatan Negara
Bukan Pajak (PNBP) kementerian/lembaga.
D. Barang Milik Negara dalam Konteks Badan Layanan Umum
Barang milik negara pada dasarnya adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui
mekanisme APBN atau perolehan lain yang sah. Perolehan melalui mekanisme APBN yang
disebut dengan pengadaan, diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80
Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Barang
milik negara yang dikuasai badan layanan umum merupakan kekayaan negara yang tidak
dipisahkan dan digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan badan layanan umum yang
bersangkutan. “Pengelolaannya mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah” tentang pengelolaan barang milik negara.
Segala sesuatu yang diperoleh badan layanan umum dengan sumber pendanaan
yang berasal dari Non-APBN (seperti Pendapatan Usaha dari Jasa Layanan, Hibah,
Pendapatan Usaha Lainnya, Keuntungan Penjualan Aset Non Lancar atau Pendapatan dari
Kejadian Luar Biasa) tetap harus melalui mekanisme APBN. Pertanggungjawaban
Penerimaan Negara Bukan Pajak dilakukan melalui mekanisme SPM (Surat Perintah
Membayar) Pengesahan7. Pengajuan SPM Pengesahan dilakukan setiap triwulan, serupa
dengan mekanisme SPM-GUP (Ganti Uang Persediaan) Nihil. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa semua aset tetap badan layanan umum baik yang diperoleh dari alokasi APBN
maupun pendapatan Non-APBN, tergolong barang milik negara. Yang dimaksud dengan aset
tetap adalah “aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
untuk digunakan dalam kegiatan badan layanan umum atau dimanfaatkan oleh masyarakat
umum, sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku”. Dalam hal pengelolaan aset tetap
sebagai barang milik negara, badan layanan umum berkedudukan sebagai kuasa pengguna
barang, dengan pengguna barang yaitu kementerian negara/lembaga vertikal dan pengelola
barang adalah menteri keuanganyang dilimpahtugaskan pada Direktur Jenderal Kekayaan
Negara.
E. Pengelolaan Barang Milik Negara di Badan Layanan Umum
Ada sebelas kegiatan dalam siklus pengelolaan barang milik negara sebagaimana
tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran,
pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian,
pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, serta pembinaan,
pengawasan dan pengendalian. Kesepuluh dari sebelas kegiatan (pembinaan, pengawasan
dan pengendalian bukan domain badan layanan umum sebagai kuasa pengguna barang)
pengelolaan barang milik negara dapat dilaksanakan oleh badan layanan umum.
Pengelolaan barang milik negara yang dikuasasi badan layanan umum seharusnya mengikuti
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara, selama tidak ada peraturan khusus yang
mengaturnya. Berikut akan dianalisis mengenai ada atau tidaknya kemungkinan tumpang
tindih pengelolaan barang milik negara (secara umum) dan pengelolaan barang milik negara
di bawah penguasaan badan layanan umum, dilihat dari perspektif hukum, teknis dan
akuntansi melalui pendekatan kegiatan pengelolaan.
Melalui perspektif hukum, analisis akan dilakukan dengan menjabarkan pengaturan
pengelolaan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum serta
peraturan yang terkait badan layanan umum lainnya, dengan bagian (paragraf) terpisah,
kemudian membandingkannya keduanya di bagian selanjutnya.
F. Pengelolaan Barang Milik Negara pada Badan Layanan Umum dalam hal ini STAN
Komparasi PP 27 Tahun 2014 dengan praktik BLU di STAN
1. Perencanaan Kebutuhan & penganggaran
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara, kegiatan perencanaan merumuskan rincian kebutuhan
barang milik negara untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan
keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang
kemudian mengalokasikan anggarannya. Perencanaan kebutuhan dan alokasi anggaran bagi
pengadaan barang milik negara merupakan bagian yang tidak terpisah dari rencana kerja
dan anggaran kementerian negara/lembaga. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum hanya
mengatur bahwa perencanaan kebutuhan dan alokasi anggaran bagi pengadaan barang
milik negara terintegrasi dalam Rencana Bisnis dan Anggaran dan RKA-KL dalam APBN.
Di STAN, perencanaan kebutuhan aset tetap diusulkan dalam Draft Rencana Kegiatan
dan Anggaran Tahunan (RKAT) universitas dan/atau satuan/unit kerja yang ada. Namun,
belum ada sistem perencanaan kebutuhan BMN tersendiri yang terpisah dari kebutuhan
anggarannya.
2. Pengadaan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara menyatakan bahwa pengadaan barang milik negara sebisa mungkin
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing,
adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Yang dimaksud dengan pengadaan menurut
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan mengadakan barang yang
dibiayai dengan APBN, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum menyatakan bahwa pengadaan barang oleh badan layanan
umum dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis
yang sehat serta dapat dibebaskan sebagian atau seluruhnya dari ketentuan yang berlaku
umum (asas fleksibilitas) bagi pengadaan barang pemerintah bila terdapat alasan efektivitas
dan/atau efisiensi. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2006 tentang
Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum, dinyatakan bahwa
pengadaan barang pada badan layanan umum dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang
berlaku bagi pengadaan barang pemerintah (dalam hal ini Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah). Lebih lanjut dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa asas fleksibilitas
dapat diberikan terhadap pengadaan barang yang sumber dananya (non APBN, non Hibah
Terikat) berasal dari :
a. jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat
b. hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain
c. hasil kerjasama badan layanan umum dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya.
Pengadaan barang secara fleksibel dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan
barang yang ditetapkan oleh pemimpin badan layanan umum dengan mengikuti prinsip-
prinsip transparansi, adil/tidak diskriminatif, akuntabilitas, dan praktek bisnis yang sehat.
Atas kedua pengaturan mengenai pengadaan barang pemerintah, tidak terdapat
kontradiksi. Pengadaan barang milik negara oleh badan layanan umum tetap mengacu pada
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah kecuali untuk ranah fleksibilitas. Ada tiga
hal yang perlu digarisbawahi dalam fleksibilitas ini yaitu alasan efektivitas dan/atau efisiensi,
sumber dana serta ketentuan pengadaan barang dan jasa yang ditetapkan pemimpin badan
layanan umum.
Dalam hal ini, STAN telah memenuhi prinsip-prinsip pengadaan yang baik dengan
adanya Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
yang dikelola Subdit Logistik. Ini menunjukkan telah ada sebuah sistem yang terintegrasi
dengan baik untuk mengelola pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di STAN.
3. Penggunaan
Penggunaan barang milik negara hanya ditujukan untuk penyelenggaraan tugas pokok
dan fungsi kementerian negara/lembaga. Status penggunaan barang milik negara ini
ditetapkan oleh pengelola barang. Jika sudah tidak digunakan untuk menyelenggarakan
tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan, barang milik negara harus diserahkan ke
pengelola barang.
Barang milik negara yang dikuasai badan layanan umum merupakan kekayaan Negara
yang tidak dipisahkan dan digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan badan layanan
umum yang bersangkutan. Kegiatan yang dilakukan badan layanan umum dalam rangka
mencapai tujuan kementerian negara/lembaga vertikal yang membawahinya.
Dalam hal ini, STAN menginduk kepada Badan pendidikan dan pelatihan keuangan
sehingga apabila barang tidak digunakan lagi, harus dikembalikan kepada BPPK .
4. Pemanfaatan
Barang Milik Negara yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
kementerian/lembaga harus diserahkan kepada pengelola barang dan untuk selanjutnya
dapat didayagunakan. Pendayagunaan barang milik negara oleh pengelola disebut
pemanfaatan. Pemanfaatan dilaksanakan dalam rangka mengoptimalkan daya guna dan
hasil guna barang milik negara. Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik negara berupa:
a. Sewa
Barang milik negara dapat disewakan kepada pihak lain sepanjang menguntungkan
negara. Hasil penyewaan merupakan penerimaan negara dan seluruhnya wajib disetorkan
ke rekening kas umum negara.
b. Pinjam Pakai
Pinjam pakai barang milik negara dilaksanakan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah dengan jangka waktu tertentu.
c. Kerjasama Pemanfaatan
Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara oleh pihak lain
dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Negara bukan pajak.
d. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna.
Bangun guna serah dan bangun serah guna barang milik negara dapat dilaksanakan
jika pengguna barang memerlukan bangunan atau fasilitas dalam rangka penyelenggaraan
tugas pokok dan fungsi namun tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara. Atas kerjasama ini, Negara mendapatkan kontribusi sebagai penerimaan negara.
Semua penerimaan yang berasal dari pemanfaatan barang milik negara merupakan
penerimaan negara bukan pajak yang harus disetor ke rekening kas umum negara.
Di STAN, pemanfaatan aset biasa dilakukan melalui sewa gedung perkuliahan dan
gedung serbaguna. Gedung perkuliahan dapat disewakan jika penggunaan gedung sudah
selesai digunakan sesuai dengan jadwal perkuliahan yaitu untuk hari senin sampai dengan
jum’at di jam 17.00 dan hari sabtu. Terdapat 2 (dua) gedung serbaguna yang bisa
disewakan yaitu gedung G dan geedung Student center. Untuk besaran pengenanaan tarif
sewa ditentukan berdasarkan Putusan Menteri keuangan No. 208 tahun 2010 tentang tarif
layanan Badan Layanan Umum Sekolah tinggi Negara pada Kementerian Keuangan.
Pendapatan dari pemanfaatan Barang Milik Negara yaitu berupa Penerimaan
Negara Bukan Pajak harus disetor ke kas Negara.
5. Pengamanan dan pemeliharaan.
Kuasa pengguna barang wajib melakukan pengamanan barang milik negara yang
berada dalam penguasaannya yang meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik,
dan pengamanan hukum. Barang milik negara berupa tanah harus memiliki sertifikat.
Barang milik negara berupa bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi
dengan bukti kepemilikan. Selain pengamanan, pemeliharaan barang milik negara wajib
dilakukan oleh kuasa pengguna.
Pasal 23 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum menyatakan bahwa “tanah dan bangunan
badan layanan umum disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia”.
Pensertifikatan dilakukan dalam rangka mengamankan barang milik negara. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Badan Layanan Umum menyatakan pemeliharaan dapat dilakukan untuk
memperbaiki atau merawat aset tetap. Pemeliharaan ini dilakukan dalam rangka menjaga
manfaat keekonomian atau untuk mempertahankan standar kinerja.
Pemeliharaan BMN ini dilaksanakan dengan berpedoman pada perencanaan
kebutuhan BMN untuk pemeliharaan serta disusun berdasarkan daftar barang yang
memuat informasi Status penggunaan dan kondisi barang. Pada praktiknya, di STAN telah
disebutkan klasifikasi sebagaimana yang tertera di atas.
6. Penilaian
Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada
data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu untuk
memperoleh nilai barang milik negara. Penilaian barang milik Negara dilakukan dalam
rangka penyusunan neraca pemerintah pusat, pemanfaatan, dan pemindahtanganan Barang
milik negara.
Penetapan nilai aset tetap dalam rangka penyusunan neraca, menurut Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Badan Layanan Umum yaitu berdasarkan biaya perolehan. Apabila penilaian aset
tetap dengan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap tersebut
didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Revaluasi aset dapat dilakukan
berdasarkan ketentuan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional.
Dalam hal ini, belum ditemukan keterangan teknis yang mengatur aspek penilaian BMN
di STAN ,walaupun STAN telah memiliki program studi terkait. Diasumsikan STAN telah
menetapkan nilai aset tetap untuk penyusunan neraca karena Pada dasarnya, Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum, mengatur bahwa penilaian hanya dapat ditetapkan pengelola atau
pengguna barang, sebagai pertimbangan jika akan dilakukan pemanfaatan dan
pemindahtanganan. Hal ini penting karena nilai barang yang tercatat biasanya tidak bisa
dikatakan mencerminkan nilai aktual. Asumsi ini semakin kuat Karena STAN melakukan
pemanfaatan berupa sewa gedung serbaguna dan gedung perkuliahan.
7. Pemindahtanganan
Pengalihan kepemilikan barang milik negara dilakukan sebagai tindak lanjut dari
penghapusan. Bentuk-bentuk pemindahtanganan yang mungkin dilakukan adalah :
a. Penjualan
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara kepada pihak lain
dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. Penjualan barang milik negara
dilaksanakan dengan tujuan optimalisasi dan secara ekonomis menguntungkan. Hasil
penjualan barang milik negara wajib disetor seluruhnya ke rekening kas umum negara
sebagai penerimaan negara.
b. Tukar Menukar
Tukar menukar barang milik negara dapat dilaksanakan dengan pertimbangan
pemenuhan kebutuhan operasional, optimalisasi barang milik negara atau tidak tersedianya
alokasi dana bagi pemeliharaan.
c. Hibah
Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang ke pihak lain tanpa memperoleh
penggantian.
d. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat
Penyertaan modal pemerintah pusat adalah pengalihan kepemilikan barang milik
negara yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang
dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara.
Semua penerimaan yang berasal dari pemindahtanganan barang milik Negara
merupakan penerimaan negara bukan pajak yang harus disetor ke rekening kas umum
negara.
Badan layanan umum dalam hal ini STAN tidak dapat mengalihkan
(memindahtangankan) asset tetap, kecuali atas persetujuan pejabat yang berwenang.
Penerimaan hasil penjualan aset tetap sebagai akibat dari pengalihan (pemindahtangan)
menjadi pendapatan badan layanan umum. Pendapatan badan layanan umum adalah
penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN atau kerjasama badan layanan umum
dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya (kerjasama operasional, sewa-menyewa,
dan usaha lainnya).
Kuasa pengguna hanya dapat mengajukan usul pemindahtanganan. Pihak yang
dapat melakukan pemanfaatan hanyalah pengelola barang atau pengguna barang (atas
persetujuan pengelola barang) yang telah disetujui DPR atau Presiden. Sehingga seharusnya
badan layanan umum tidak dapat melakukan bentuk pemindahtangan seperti apapun.
8. Pemusnahan
Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang Milik
Negara/Daerah. Penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik Negara/Daerah dari
daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk
membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari
tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya
Pemusnahan Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dalam hal:
a. Barang Milik Negara/Daerah tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan,
dan/atau tidak dapat dipindahtangankan.
b. Terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1) Pemusnahan dilaksanakan oleh:
a. Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang
Milik Negara; atau
b. Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk
Barang Milik Daerah.
2) Pelaksanaan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita
acara dan dilaporkan kepada:
a. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau
b. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah. Pemusnahan dilakukan
dengan cara dibakar, dihancurkan, ditimbun, ditenggelamkan atau cara lain sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Sampai saat ini belum ada peraturan tersendiri yang mengatur pelaksanaan
Pemusnahan BMN di BLU.
9. Penghapusan
Tindakan menghapus barang milik negara dari daftar barang dengan tujuan untuk
membebaskan kuasa pengguna barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas
barang yang berada dalam penguasaannya. Barang milik negara yang sudah tidak berada
dalam penguasaan, yang sudah beralih kepemilikannya, yang telah dilakukan pemusnahan
atau yang disebabkan karena alasan lain menurut peraturan, harus dilakukan penghapusan
dari Daftar Barang Kuasa Pengguna, setelah mendapat persetujuan dari pengelola barang.
Dalam hal ini, STAN tidak diperkenankan menghapus aset tetap, kecuali atas
persetujuan pejabat yang berwenang. Kewenangan penghapusan aset tetap
diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai dan jenis barang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.. Dalam hal ini, Seksi Inventarisasi, Pendayagunaan dan
Penghapusan berkewajiban memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan penghapusan
barang inventaris.
10. Penatausahaan
Penatausahaan dilakukan dengan melakukan pembukuan, inventarisasi dan pelaporan.
Kuasa pengguna harus melakukan pendaftaran sekaligus pencatatan barang milik negara ke
dalam Daftar Barang menurut penggolongan dan kodefikasi barang yang ditetapkan oleh
menteri keuangan dalam aplikasi SIMAK-BMN. Inventarisasi adalah kegiatan untuk
melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik negara.
Kuasa pengguna harus menyusun Laporan Barang Semesteran dan Tahunan untuk
disampaikan kepada pengelola barang dalam rangka penyusunan Laporan Barang Milik
Negara. Laporan Barang Milik Negara digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca
pemerintah pusat.
Dalam hal ini STAN telah memiliki sistem penatausahaan tersendiri yang
menginventarisir aset-asetnya., Pengelolaan aset ini dijalankan dengan Sistem Informasi
SIMAK BMN yang dibuat oleh DJKN Kementerian Keuangan. Inventarisasi yang telah
dilakukan STAN berupa pemasangan stiker berwarna orange serta pemberian kode pada
setiap barang yang terdapat di lingkungan kampus yang bertanda . Barang yang diberi
tanda sticker dan terdapat kode adalahtanda bahwa barang tersebut ialah Barang Milik
Negara .
11. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Pembinaan, pengawasan dan pengendalian tidak masuk dalam pembahasan karena
bukan domain BLU sebagai kuasa pengguna barang. Dalam Peraturan Pemerintah no 27
tahun 2014 disebutkan Pengelola barang berwenang untuk melakukan pemantauan dan
investigasi atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang
milik negara/daerah, dalam rangka penertiban penggunaan, pemanfaatan, dan
pemindahtanganan. Artinya kewajiban ini dijalankan oleh Kemendikbud
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Fleksibilitas yang diperoleh badan layanan umum kerapkali dianggap sebagai sebuah
keistimewaan yang tidak memenuhi prinsip kesetaraan oleh satuan kerja lainnya. Padahal
hal tersebut bukan diperoleh dalam sekejap saja. Suatu satuan kerja pemerintah harus
melewati proses yang panjang dalam memenuhi tiga persyaratan untuk menjadi BLU yaitu
persyaratan substantif, teknis dan administratif yang dinilai dalam bobot tertentu untuk
menentukan perizinan penerapan pengelolaan keuangan badan layanan umum.
Tidak hanya berhenti sampai di situ, status tersebut dalam implementasinya, seringkali
menimbulkan konsekuensi dan implikasi. Konsekuensi yang harus dihadapi satuan kerja
yang menerapkan badan layanan umum salah satunya adalah sistem pelaporan yang jauh
lebih rumit, prosedur pelaksanaan yang harus selaras dengan peraturan, hingga
pengawasan berlapis dari pihak intern dan ekstern untuk memastikan kepatuhan. Implikasi
yang diambil akibat fleksibilitas dapat ditemui di banyak bagian implementasinya. Salah satu
implikasi tersebut dapat dilihat di pengelolaan barang milik negara.
Implikasi fleksibilitas pengelolaan barang milik negara dapat menghapus azas
universalitas dalam implementasinya di badan layanan umum. Atas fleksibilitas ini, badan
layanan umum dapat melakukan apa saja selama diperbolehkan peraturan khusus yang
melingkupinya, tanpa harus mematuhi ketentuan umum yang berlaku bagi satuan kerja
pemerintah lain. Pengelolaan barang milik negara menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara terdiri dari
sebelas kegiatan utama yaitu perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan,
penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan,
Pemusnahan, penghapusan; penatausahaan, serta pembinaan, pengawasan dan
pengendalian.
B. Saran
Pembahasan antara kesesuain Pengelolaan Barang Milik Negara terhadap instansi
dengan status Badan layanan Umum dimungkinkan akan muncul Kontradiksi-kontradiksi
terutama dalam lingkup hukum, teknis (termasuk akuntansi). Untuk memungkinkan
praktek-praktek bisnis yang sehat yang didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas, kontradiksi tersebut seharusnya diminimalisasi dan dihindari. Beberapa
rekomendasi yang dapat diajukan atas kontradiksi yang mengemuka dalam kajian ini,
yaitu :
1. Sinkronisasi peraturan teknis terutama yang termasuk dalam ranah fleksibilitas
bagi badan layanan umum.
2. Peningkatan peran Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum, yang berada di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, juga
diperlukan dan tidak hanya diwujudkan dalam hal pembinaan saja. Pengawasan
on going process khususnya masalah kepatuhan, juga harus dapat diakomodasi.
Hal ini dilakukan agar fleksibilitas yang diberikan pada satuan kerja yang
menerapkan pengelolaan keuangan badan layanan umum tidak memiliki potensi
untuk disalahgunakan
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang KeuanganNegara. Negara. April 2003. Jakarta. Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Januari 2004. Jakarta. Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Juni 2005. Jakarta. Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. November 2003. Jakarta. RepublikIndonesia.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. September 2007. Jakarta. Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Situs terkait :www.depkeu.go.id/www.djkn.depkeu.go.id/www.perbendaharaan.go.id/