pengawasan hak-hak pekerja perempuan di dua …
TRANSCRIPT
PENGAWASAN HAK-HAK PEKERJA PEREMPUAN DI DUA PERUSAHAAN GARMEN OLEH SUKU DINAS TENAGA KERJA
KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA DI WILAYAH KAWASAN BERIKAT NUSANTARA CAKUNG
Sessy Imaniar Amalia dan Rainingsih Hardjo
Program Studi Ilmu Administrasi Negara Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengawasan hak-hak pekerja perempuan di dua perusahaan garmen oleh Suku Dinas Tenaga Kerja Kota Administrasi Jakarta Utara di wilayah Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung dan Hambatan yang dialami dalam pelaksanaan pengawasan hak-hak pekerja perempuan di dua perusahaan garmen oleh Suku Dinas Tenaga Kerja Kota Administrasi Jakarta Utara di Wilayah Kawasan Berikat Nusantara Cakung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yang meliputi pendekatan penelitian kualitatif dan wawancara mendalam. Pelaksanaan pengawasan hak-hak pekerja perempuan di kedua perusahaan garmen yang dilakukan oleh Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara belum terlaksana dengan baik dan maksimal. Hambatan yang dialami oleh seksi pengawas Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara yaitu kurangnya kuantitas dan kualitas pegawai pengawas. Diperlukannya perbaikan dalam pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan hak-hak pekerja perempuan dapat melalui penyempurnaan peraturan, dan pengadaan pengawas yang berkualitas dan kompeten.
Kata kunci: Pengawasan, Hak-Hak Kerja Perempuan, Pekerja Perempuan.
Abstract
This research is to know the supervision of the rights of women workers at two garment companies by Dept. of Manpower North Jakarta in the Nusantara Bonded Zone Cakung and Barriers experienced in exercising oversight rights of women workers at two garment companies by Dept. of Manpower North Jakarta in Region Nusantara Bonded Zone Cakung. The research methods used in this research is qualitative research and depth interview. Supervision rights of women workers in the garment enterprises conducted by Jakarta Dept. of Manpower North has not done well and the maximum. Barriers experienced by the section supervisor Dept. of Manpower North Jakarta, namely the lack of quantity and quality inspectors. The need for improvements in monitoring the implementation of labor rights of women workers can, by improving regulations, and procurement of qualified and competent supervisors
Keywords: Monitoring, Women Worker’s Rights, Female Workers.
Pendahuluan
Pemerintah sebagai regulator memiliki peran dan kontribusi yang besar dalam
mewujudkan suatu hubungan industrial yang harmonis. Fungsi pemerintah dalam hubungan
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
industrial adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan, memberikan pelayanan,
melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan (Maimun 2004:18, dalam Riyanto 2010:2). Definisi
pengawasan ketenagakerjaan dijelaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010
pasal 1 yaitu kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-
undangan di bidang ketenagakerjaan. Sebagaimana dijelaskan pula pada pasal 3 bahwa:
“Pengawasan perburuhan dilaksanakan untuk mengawasi berlakunya Undang-Undang dan peraturan-peraturan perburuhan pada khususnya, mengumpulkan bahan-bahan keterangan terkait permasalahan hubungan kerja dan keadaan perburuhan seperti menetapkan peraturan-peraturan atau undang-undang perburuhan. Menteri secara langsung menunjuk pegawai-pegawai yang diberikan kewajiban menjalankan pegawasan perburuhan”. (Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 Pasal 3).
Pelaksanaan pengawasan yang digunakan di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 176 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan merupakan
pelaksanaan pengawasan fungsional yang berlandaskan hukum ketenagakerjaan yang
bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi para pengusaha
dan pekerja sehingga mampu meningkatkan produktifitas kerja dan kesejahteraan tenaga
kerja.
Salah satu fungsi pemerintah adalah melakukan kegiatan pengawasan ketenagakerjaan
yang merupakan fungsi negara yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana
dijelaskan pada Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 Pasal 1 Tentang Pelaksanaan
Pengawasan di Indonesia:
“Pengawasan merupakan salah satu unsur penting dalam rangka peningkatan pendayagunaan aparatur Negara dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa sehingga kegiatan pengawasan dapat mencapai sasaran dan hasil yang diharapkan”. (Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 Pasal 1).
Adapun peraturan tenaga kerja Per-03/MEN/1984 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan
Terpadu pasal 4 disebutkan ada beberapa tahap pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan
terpadu, yaitu pemeriksaan pertama, pemeriksaan berkala, dan pemeriksaan khusus. Berbagai
kegiatan atau tahap-tahap yang ada dalam kegiatan pengawasan ketenagakerjaan tersebut
merupakan upaya pemerintah untuk melakukan tindakan pencegahan (preventif) terhadap
adanya indikasi pelanggaran peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan. Salah
satu yang menjadi obyek pengawasan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan adalah
pelaksanaan norma kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 terkait
perlindungan hak-hak pekerja perempuan yang diberikan oleh perusahaan terhadap pekerja
perempuan.
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
Berdasarkan Badan Pusat Statistik, keadaan tenaga kerja di DKI Jakarta pada tahun
2014 hingga tahun 2015 menunjukkan adanya perbaikan. Ditandai dengan adanya tenaga
kerja (penduduk berusia 15 tahun ke atas) dan angkatan kerja yang jumlahnya bertambah.
Jumlah angkatan kerja perempuan meningkat sebesar 57,27 ribu orang sedangkan jumlah
angkatan kerja laki-laki menurun sebesar 28,53 ribu orang. Selama Agustus 2014 hingga
Agustus 2015, mirip dengan pola jumlah angkatan kerja yaitu jumlah penduduk bekerja
wanita meningkat sebesar 105,60 ribu orang sedangkan jumlah penduduk bekerja laki-laki
menurun sebesar 15,94 ribu orang (www.jakarta.bps.go.id, 2015). Kendati demikian, dengan
peningkatan jumlah pekerja perempuan masih terdapat kesenjangan upah yang diperoleh
antara pekerja perempuan dan laki-laki. Pekerja perempuan lebih banyak menerima upah
yang rendah dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Pada tahun 2011 pekerja laki-laki
menerima upah sebesar 27,32 persen yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pekerja
perempuan sebesar 34,85 persen. Hal ini terjadi secara terus-menerus setiap tahunnya hingga
tahun 2014 diketahui pekerja laki-laki yang berupah rendah sebesar 30,39 persen sedangkan
pekerja perempuan sebesar 32,35 yang jumlahnya lebih besar dibandingkan presentase
pekerja laki-laki (www.jakarta.bps.go.id, 2015). Permasalahan upah rendah ini seringkali
terjadi di suatu sektor perusahaan yang memiliki jenis usaha padat karya seperti perusahaan
industri tekstil atau garmen. Disampaikan oleh Kementerian Perindustrian bahwa investasi
sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang cukup tinggi membuat industri padat
karya ini menyerap tenaga kerja sebesar 10,6 persen dari total tenaga kerja industri
manufaktur, sebanyak 1,5 juta tenaga kerja yang diserap oleh industri tekstil berskala besar
dan menengah, sekitar sepertiga atau 500.000 orang di antaranya diserap oleh industri garmen
(www.republika.co.id, 2015).
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Komite Aksi
Perempuan melakukan survei tentang pelanggaran yang terjadi terhadap buruh perempuan
yang bekerja di perusahaan garmen wilayah Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung
Jakarta Utara, diketahuinya posisi buruh perempuan semakin lemah akibat adanya penerapan
sistem kerja kontrak di perusahaan-perusahaan. Apabila dilihat dari status pekerjaannya
mengalami berbagai persoalan pelanggaran hak seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
secara sepihak tanpa alasan yang jelas, upah rendah dengan menggunakan sistem pemberian
upah secara all in sehingga kegiatan lembur yang tidak dibayar karena sudah termasuk dalam
gaji, larangan kebebasan berserikat, kondisi dan fasilitas kerja yang buruk. Secara khusus di
sektor formal, rata-rata pelanggaran masih banyak terjadi pada hak untuk mendapatkan cuti
haid, hak mendapatkan transportasi yang aman untuk pekerja perempuan yang bekerja pada
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
shift malam, tidak adanya pojok ASI (Air Susu Ibu), cuti hamil yang belum dilaksanakan
sesuai aturan yang berlaku, pelecehan seksual di lingkungan kerja, transportasi untuk pekerja
yang lembur hingga malam hari, kondisi toilet yang jumlah dan kebersihannya tidak sesuai
dengan aturan, tidak tersedianya poliklinik atau paramedis yang sudah mendapatkan izin dari
sudin, dan tidak adanya pemeriksaan berkala terkait kesehatan pekerja. Dengan demikian,
buruh perempuan rentan terhadap pelecehan dan kekerasan seksual karena buruh perempuan
masih dianggap kelas nomor dua dalam industri sehingga kerap diperlakukan tidak nyaman
oleh atasan-atasannya. Selain itu gaji buruh perempuan lebih rendah dibandingkan buruh
laki-laki, diketahui kesenjangan upah antar gender mencapai 17 sampai 22 persen (Komite
Aksi Perempuan, 2014).
Diperlukannya tindak tegas pengawasan mengenai kedudukan perempuan yang
berkenaan dengan hak dan kesempatan penuh akan pekerjaan, upah tanpa diskriminasi
berdasarkan jenis kelamin serta perlindungan atas pekerjaan. Permasalahan lainnya yaitu
tindakan pengawasan terhadap hak-hak pekerja perempuan kurang diperhatikan oleh pegawai
pengawas dinas tenaga kerja, hal tersebut dikarenakan peraturan terkait hak-hak pekerja
perempuan merupakan sebagian kecil dari norma kerja yang pelaksanaanya oleh perusahaan
seringkali dilanggar dan tidak dipenuhi. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Teteg Pancarsih
Selaku Pegawai Pengawas Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara:
“Yaa pelanggaran terhadap hak-hak buruh perempuan sih masih banyak terjadi seperti upah rendah, fasilitas-fasilitas yang disediakan. Tindakan dari dinas buat pelanggaran tersebut sih hanya sekitar pada hak cuti, upah, jaminan sosial saja yah hanya norma kerja sebagian besar saja. Buat hal lainnya yang bagian kecil norma kerja kita belum memberikan tidakan apapun, untuk ruang laktasi, klinik kesehatan, promosi jabatan, dan lainnya masih banyak dilanggar oleh perusahaan.” (wawancara dengan Teteg Pancarsih, Staff Pengawasan Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara, 23 Maret 2016).
Beberapa kasus terjadi di industri garmen wilayah Kawasan Berikat Nusantara
Cakung yaitu PT. Tainan dan PT. Doosan Busana Cipta jaya. Kedua perusahaan tersebut
merupakan perusahaan dengan status permodalan asing yang berasal dari Korea. Kedua
perusahaan tersebut melanggar norma kerja perempuan yang mana dirasakan oleh pekerja
perempuan di kedua perusahaan, permasalahan ini telah diadukan kepada pihak pengawas
ketenagakerjaan sehingga akan dikaji lebih dalam mengenai pengawasan yang dilakukan oleh
Suku Dinas Tenaga Kerja Kota Administrasi Jakarta Utara kepada dua perusahaan garmen.
Tinjauan Teoritis
Pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen yang berupaya agar rencana
yang sudah ditetapkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Pengawasan juga diperlukan
dalam suatu kegiatan pemerintah. Pada hal ini pemeritah secara konstitusional melakukan
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
tindakan mengawasi, melihat dengan seksama, melakukan pemeriksaan, yang mana
pelaksanaan pengawasan melewati berbagai prosedur serta peraturan yang telah ditetapkan
sebelumnya sehingga kegiatan apapun yang telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan dapat dilaksanakan secara baik dalam arti sesuai dengan tujuan awal (Murhani,
2008:2).
Menurut Maringan (2004: 61), pengawasan adalah proses dimana pimpinan ingin
mengetahui hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan bawahan sesuai dengan rencana,
perintah, tujuan, kebijakan yang telah ditentukan. Selain itu menurut Dessler (2009: 2),
menyatakan bahwa pengawasan (Controlling) merupakan penyusunan standar; seperti kuota
penjualan, standar kualitas, atau level produksi; pemeriksaan untuk mengkaji prestasi kerja
aktual dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan; mengadakan tindakan korektif
yang diperlukan. Sementara Robbins dan Decenzo (1998: 461) menjelaskan bahwa “control
is a process of monitoring activities to ensure that they are being accomplished as planned
and of correcting any significant deviations”. Hakikat pengawasan adalah untuk mencegah
sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan,
kesalahan, dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan-
pelaksanaan tugas organisasi.
Adapun menurut Robbins dan Decenzo (1998: 461) terdapat sistem pengawasan
birokrasi dalam hal ini yang dimaksudkan sistem pengawasan birokrasi yaitu menekankan
pada kewenangan dan berlandaskan atas peraturan administrasi, regulasi, prosedur, dan
kebijakan. Pengawasan ini tergantung pada standar akan suatu kegiatan yang dilakuan dengan
mendeskripsikan suatu pekerjaan secara rinci, bertujuan untuk mengarahkan pegawai dalam
bekerja, tingkah laku, mekanisme administrasi sehingga hasil pekerjaan tersebut dapat sesuai
dengan standar yang telah ditentukan. Pada pelaksanaan pengawasan birokrasi terbagi atas
dua yaitu pengawasan melekat dan pengawasan fungsional. Sebagaimana pengawasan
fungsional merupakan pengawasan yang diadakan khusus untuk membantu pimpinan
(manajer) dalam menjalankan fungsi pengawasan di lingkungan organisasi yang menjadi
tanggung jawabnya. Batasan terhadap pengawasan fungsional, yakni aparat, atau instansi
atau lembaga yang mempunyai tugas pokok untuk menyelenggarakan pengawasan terhadap
obyek dan sasaran tertentu (Sujamto, 1983:41). Adapun seringkali terjadinya penyimpangan-
penyimpan dalam pelaksanaan pengawasan dijelaskan oleh Sujamto (1987:67) terdapat
beberapa faktor penyebab terjadinya penyimpangan-penyimpangan seperti, a) faktor-faktor
subyektif, yaitu faktor yang berasal dan melekat dalam diri manusia seperti kemampuan
teknis dan manajerial, kondisi mental serta kondisi keluarga, b) faktor-faktor Obyektif, yaitu
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
faktor-faktor yang berasal dari pekerjaan maupun standar yang ditetapkan dari pekerjaan
yang bersangkutan seperti standar yang salah, tidak sesuai dan tidak jelas, c) faktor ekologis,
yaitu faktor-faktor yang berasal dari lingkungan kerja yang bersangkutan seperti
kewenangan, pengawasan yang lemah, faktor sosial budaya, dan force majeur.
Alat untuk mengukur kinerja organisasi, diketahui terdapat berbagai tipe pengawasan
(control) (Donelly, Gibson, dan Ivancevich, 2004:380-381) adalah sebagai berikut:
Feedforward Control
Feedforward control dilakukan untuk mencegah masalah karena dipersiapkan
sebelum aktivitas aktual dilaksanakan. Kunci dari feedforward control adalah
mengambil tindakan manajerial sebelum permasalahan terjadi. Hal ini dikarenakan
pengawasan jenis ini dilakukan sebelum suatu kegiatan atau aktivitas berlangsung.
Pengawasan feedforward control menghendaki manajemen untuk mencegah suatu
permasalahan dibandingkan untuk menyelesaikan masalah di kemudian hari.
Pengawasan ini menitikberatkan perhatiannya pada pencegahan terhadap
penyimpangan-penyimpangan kualitas dan kuantitas sumber-sumber yang digunakan
dalam organisasi Meskipun begitu, sistem ini tidak mudah dilakukan karena harus
mampu memprediksi kejadian masa datang yang bergantung akan waktu dan
informasi yang tepat.
Concurrent Control
Concurrent control dilakukan ketika aktivitas sedang berlangsung. Langkah terbaik
dalam pengawasan concurrent ini adalah adanya supervisi langsung. Dengan
pengawasan ini manajer dapat memonitor secara langsung aktivitas para pekerja
dengan berinteraksi langsung dengan pekerja, dan mengambil tindakan korektif jika
terdapat suatu kesalahan. Akan tetapi, dengan membandingkan kegiatan dan tindakan
korektif yang ingin dilakukan terbatas akan waktu yang sangat minim.
Feedback Control
Tipe yang paling populer dari pelaksanaan pengawasan yaitu feedback. Dalam
feedback control, pengawasan diambil setelah semua aktivitas selesai yang mana
dimaksudkan Feedback control menunjukkan terhadap hasil akhir dari sesuatu
pekerjaan. Sistem ini memiliki dua manfaat yaitu memberikan informasi penting
kepada manajer tentang seberapa efektif perencanaan yang telah ditetapkan. Feedback
mengindikasikan sedikit antara standar dengan kinerja aktual sebagi bukti bahwa
perencaan yang dilakukan sesuai dengan target. Apabila deviasi yang terjadi
menunjukkan suatu hasil yang positif dapat digunakan oleh manajer dalam membuat
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
rencana baru sehingga memberikan hasil yang lebih positif. Kedua, feedback dapat
menambah motivasi karena seseorang ingin mengetahui seberapa baik pekerjaan yang
telah dilakukan dengan memberikan umpan balik atas kinerjanya.
Gambar 2.2 Types of Control Sumber: (Donelly, Gibson, dan Ivancevich, 2004)
Situmorang dan Juhir (1994:27) mengklasifikasikan teknik pengawasan dapat dibagi
berdasarkan waktu pelaksanaan, aktor yang melakukan pengawasan, dan cara melakukan
pengawasan yang berdasarkan waktu meliputi pengawasan preventif, represif, dan
pengawasan umum. Pengawasan umum yaitu pengawasan terhadap seluruh aspek
pelaksanaan tugas pokok organisasi.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisis data
kualitatif. Penelitian bersifat deskriptif, cross sectional yang dilaksanakan pada satu waktu,
dan bersifat penelitian murni. Data primer di dapat dari hasil wawancara dengan beberapa
narasumber yang sengaja dipilih demi memenuhi data yang diperlukan dalam penelitian ini.
Terdapat tiga belas belas narasumber yang dilibatkan dalam penelitian ini, yaitu Ibu Teteg
Pancarsih selaku Staff Seksi Pengawas Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara, Bapak
Heddy Wijaya selaku Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara, Ibu Tresye Widiastuty
Paidi selaku Kepalas Seksi Pengawasan Norma Pemberdayaan Tenaga Kerja Perempuan, Ibu
Melania Kiswandari selaku Akademisi Dosen Hukum Administrasi Negara, Ibu Emilia Yanti
Siahaan selaku Sekretaris Gerakan Serikat Buruh Indonesia, kedua wakil perusahaan, dan
keenam pekerja dari masing-masing perusahaan.
Hasil Penelitian
Pemeriksaan Pertama
Pemeriksaan pertama atau pemeriksaan pendahuluan merupakan salah satu bagian
dari sistem pengawasan ketenagakerjaan. Pemeriksaan ini dapat dikategorikan sebagai bentuk
pengawasan feedforward control (Pengawasan bersifat antisipatif/preventif). Suku Dinas
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
Tenaga Kerja Kota Administrasi Jakarta Utara melalui seksi pengawasan ketenagakerjaan
menjalankan pengawasan pertama dengan cara memeriksa perusahaan yang belum pernah
didatangi oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan, kemudian adanya pelaksanaan
permasyarakatan norma ketenagakerjaan. Adapun dalam menerapkan norma ketenagakerjaan
sebelumnya dilakukan tindakan preventif edukatif. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu
Teteg selaku pegawai pengawas ketenagakerjaan Sudinakertrans Jakarta Selatan:
“Pemeriksaan pertama yaitu yang dilakukan oleh pegawai pengawas pada perusahaan dan perusahan itu belum pernah dilakukan pemeriksaan. Nah itu namanya pemeriksaan pertama yang biasa kita sebut juga denga tindakan preventif edukatif. Dalam pengawasan yang dilakukan kita ada juga permasyarakatan norma ketenagakerjaan yang mana dilakukan dalam bentuk sosialisasi melalui berbagai kesempatan dan media agar masyarakat industri dapat mengetahui dan memahami norma ketenagakerjaan sehingga diharapkan mampu melaksanakan peraturan perundang-undangan di tempat kerjanya. Media sosialisasi dapat berupa brosur, leaflet, poster, stiker, spanduk, billboard, talkshow, atau iklan layanan mastarakat yang kita kemas agar dipahami oleh masyarakat.” (wawancara dengan Teteg Pancarsih, Staff Seksi Pengawas Tenaga Kerja, 4 Mei 2016)
Kemudian dijelaskan pula oleh Ibu Teteg selaku staff pengawas ketenagakerjaan
dalam melakukan pemeriksaan pertama dilakukannya hal sebagai berikut:
“Biasanya saat melakukan pemeriksaan kita juga memberikan tindakan preventif edukatif ya baik ke perusahaan maupun pekerja. Melakukan pemeriksaan, pengujian, bimbingan teknis atau konsultasi setelah mendapat informasi walupun sebelumnya perusahaan tersebut belum pernah kita periksa. Setelah selesai kita tentu akan membuat nota pemeriksaan sebagai bukti otentik telah melakukan pemeriksaan di perusahaan tersebut.” (wawancara dengan Teteg Pancarsih, Staff Seksi Pengawas Tenaga Kerja, 4 Mei 2016) Sumber data informasi untuk dilaksanakannya pemeriksaan pertama oleh pegawai
pengawas bisa didapatkan secara accidental (tidak sengaja) yaitu ketika sedang "jalan-jalan"
untuk melaksanakan tugas pemeriksaan. Pemeriksaan pertama bersifat juga dapat dilakukan
dengan cara melihat dan mempelajari dokumen/data wajib lapor ketenagakerjaan yang
disampaikan kepada seksi pengawas ketenagakerjaan oleh pengusaha manajemen perusahaan
untuk kali pertama. Adapun dalam pemeriksaan pertama ini, pengawasan terhadap norma
kerja perempuan seringkali belum dilaksanakan. Pada permasalahan yang terjadi di
PT.Tainan dikektahui pemeriksaan yang dilakukan dikarenakan adanya pengaduan
sedangkan untuk pemeriksaan pertama sebelum terjadinya konflik tersebut.
Selain itu, pada pemeriksaan pertama juga terdapat tindakan sosialisasi yang
dilakukan oleh pengawas ketengakerjaan dalam memberikan informasi terkait norma
ketenagakerjaan baik kepada perusahaan atau pekerja yang mana diharapkan mampu
memahami, melaksananakan serta memperoleh hak-hak normatif tersebut di tempat kerja.
Sebagaimana disampaikan oleh Ibu Teteg sebagai berikut:
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
“Sosialisasi itu penting ya selama ini diadakan sosialisasi hanya ketika ada norma baru yang diterapkan sehingga perlu dilakukan sosialisasi. Lagipula itu tergantung rencana kerja tahunan kita yang disesuaikan sama anggaran daerah, kecuali itu memang program yang dananya diberikan dari pusat yaitu kementerian. Dalam pelaksanaan sosialisasi ya biasanya kita mengundang serikat pekerja dan perusahaan dari APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) akan tetapi jarang sekali perusahaan hadir, mengundang kementerian atau koordinator pengawas dari Disnaker. Program yang kita buat dalam rangka Sosialisasi seperti bimbingan teknis P2K3, sosialisasi SMK3. Kalau sosialisasi ke pekerja di setiap perusahaan ya seperti di PT.Tainan dan PT.Doosan belum pernah.” (wawancara dengan Teteg Pancarsih, Staff Seksi Pengawas Tenaga Kerja, 4 Mei 2016). Kegiatan sosialisasi yang merupakan bagian dalam pelaksanaan pengawasan yang
berupaya untuk mencegah (preventif) yang mana dijalankan sesuai dengan recana kerja
tahunan Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara atau merupakan rencana kerja tahunan yang
diselenggarakan oleh pusat yaitu Kementerian Ketenagakerjaan atau Dinas Tenaga Kerja
Provinsi DKI Jakarta. Sebagaimana disampaikan oleh Ibu Tresye selaku Kepala Seksi
Pemberbedayaan Tenaga Kerja Perempuan mengenai kegiatan sosialisasi hak-hak tenaga
kerja perempuan sebagai berikut:
“Terkait sosialisasi kita mengadakan kalau ingin ada pembaharuan atau evaluasi norma kerja perempuan, biasanya yang kita undang ada akademisi, APINDO, serikat pekerja. Kalau untuk sosialisasi ke pekerja secara khusus menjadi program kerja hingga ke sudin belum pernah ada. Saya juga baru kepikiran mba karena saya pikir itu tugasnya sudin karena kalau kementerian cakupannya luas sekali ya. Tetapi kalau ingin melakukan pengaduan bisa langsung kesini mba.” (wawancara dengan Tresye Widiastuty Paidi, Kepala Seksi Pemberdayaan Tenaga Kerja Perempuan, 18 April 2016).
Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh Ibu Teteg dan Ibu Tresye diketahui
bahwa wajib lapor ketenagakerjaan sebagai obyek pengawas dalam melakukan pemeriksaan
secara lisan setiap tahunnya akan tetapi diperlukannya data secara nyata untuk melihat
keadaan di suatu perusahaan. Pemeriksaan pertama yang dilakukan di PT.Tainan diketahui
berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Teteg selaku pegawai pengawas yaitu tidak berjalan
secara efektif dikarenakan pegawai pengawas tidak mengetahui kondisi perusahaan secara
keseluruhan saat melakukan pemeriksaan yang mana dapat dibuktikkan dengan tidak adanya
laporan secara detail di akte pengawasan yang dimiliki oleh perusahaan sebagai bukti sudah
dilakukan pemeriksaan. Kelalaian dalam melakukan pemeriksaan seperti yang terjadi di
PT.Tainan menimbulkan pelanggaran yang cukup besar yaitu pada peraturan perusahaan
yang tidak tertulis atau non-lisan (verbal) mampu melanggar dari norma kerja perempuan
yang sudah ditetapkan bahkan pekerja perempuan selama ini mematuhi peraturan tersebut.
kegiatan sosialisasi secara khusus ke pekerja terkait norma kerja perempuan belum terlaksana
yang mana di dalam program kerja juga tidak direncanakan sebelumnya baik dalam ruang
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
lingkup Kementerian Ketenagakerjaan atau Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta. Tidak
terlaksananya sosialisasi norma kerja perempuan merupakan kelalaian dari pihak pengawas
baik tingkat pusat maupun kota karena sesuai dengan operasional pelaksanaan pengawasan
yang mana tertera di dalam prosedur bahwa sosialisasi merupakan bagian dalam prosedur
pengawasan.
Kemudian, terkait permasalahan yang terjadi di PT.Doosan Busana Cipta Jaya terjadi
permasalahan pada upah, lembur dan pengambilan cuti haid. Sebagaimana yang dijelaskan
oleh Ibu Teteg dan Ibu tresye diatas terkait sosialisasi norma kerja perempuan. Diketahui
berdasarkan hasil wawancara oleh pekerja disampaikan oleh Mba Rina selaku pekerja di
PT.Doosan Busana Cipta Jaya sebagai berikut:
“Saya nggak tahu ya mba kalo ada aturan terkait cuti haid karena diperusahaan ini tidak ada di peraturannya, paling kalau sakit bisa izin atau istirahat boleh saja ya mba pasti diberikan tapi kalau seharian tidak masuk pasti dipotong gaji per harinya yang tidak masuk itu. Untuk hak itu saya kurang tahu ya tetapi kalau di perusahaan ini fasilitas tersebut tidak diberikan, seperti transportasi atau ruang laktasi. Misal untuk cuti hamil atau gugur kandungan biasanya tetap diberikan gaji pokoknya tetapi tidak diberikan tunjangan tetapnya karena kalo tunjangan masuk lembur juga kan ya hitungannya.” (wawancara dengan Rina, Pekerja di PT.Doosan Bagian Sewing, 17 Maret 2016) Penjelasan yang disampaikan oleh Mba Rina sama halnya dengan penjelasan yang
diberikan oleh beberapa pekerja di PT.Doosan bahwasanya ada permasalahan ketidaktahuan
pekerja perempuan mengenai hak-haknya secara normatif. Hal ini menjadi salah satu faktor
yang menghambat terlaksananya norma kerja perempuan yaitu kurang pengetahuan dari
pekerja sendiri yang menjadi obyek untuk berlakunya peraturan tersebut. Apabila pekerja
perempuan tidak mengetahui mengenai ketentuan hak cutinya dan hal lainnya sehingga
pekerja tersebut tidak akan merasakan haknya perlu di penuhi atau tidak karena tidak akan
menjadi masalah untuk dirinya. Kurangnya pengetahuan pekerja juga disebabkan karena
tidak dilaksanakannya sosialisasi secara khusus kepada pekerja atau perusahaan.
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan jenis ini merupakan pemeriksaan terhadap perusahaan yang dilakukan
karena ada laporan dari pihak ketiga. Pemeriksaan ini juga disebut dengan concurrent control
(pengawasan ketika suatu permasalahan sedang berlangsung) dengan sistem inspektif, artinya
pemeriksaan dilakukan di tempat atau perusahaan yang akan diperiksa oleh pegawai
pengawas (on the spot inspection). Pemeriksaan ini dilakukan tanpa adanya pemberitahuan
terhadap perusahaan atau sidak (inspeksi mendadak). Dalam menjalankan tugas pengawasan
atau pemeriksaan, pegawai pengawas ketenagakerjaan tidak hanya berpedoman kepada data
yang ada ketika perusahaan datang ke seksi pengawasan ketenagakerjaan untuk wajib lapor
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
ketenagakerjaan, tetapi juga partisipasi dan peran aktif dari masyarakat. Hal ini disebabkan
karena data wajib lapor ketenagakerjaan yang ada dapat berubah-ubah tergantung kepada
kepatuhan atau kepedulian setiap pemilik usaha atau manajemen perusahaan untuk
melakukan wajib lapor ketenagakerjaan. Pemeriksaan khusus ini merupakan tindakan yang
dilakukan saat terjadinya suatu permasalahan sehingga bagaimana pihak Suku Dinas Tenaga
Kerja Jakarta Utara mengambil tindakan pengawasan secara efektif demi terselesaikannya
permasalahn di PT.Doosan Busana Cipta Jaya dan PT.Tainan.
Permasalahan yang terjadi di PT.Tainan yang disebabkan karena adanya pengaduan
dari beberapa pekerja perempuan karena perusahaan tidak mengizinkannya untuk mengambil
cuti melahirkan. Selain itu, pada saat pekerja ingin melahirkan dan mendaftarkan di rumah
sakit ternyata BPJS yang dibayarkan oleh perusahaan sudah di non-aktifkan. Pelanggaran
norma hak-hak pekerja perempuan ini ditindaklanjuti pengawas Suku Dinas Tenaga Kerja
Jakarta Utara disampaikan oleh Ibu Teteg sebagai berikut:
“Pertama menjadwalkan dulu tanggal untuk melakukan pemeriksaan agar dibuat surat tugas dan juga surat anjuran kepada perusahaan PT.Tainan. kemudian kalau surat sudah turun tinggal ke perusahaan aja. PT.Tainan cukup bandel susah bertemu pimpinannya ya biasalah kita di halang-halangi. Memang seperti itu sudah biasa sehingga pada saat kunjungan pertama saya hanya bertemu dengan staff bagian HRD yang mengaku bahwa pimpinannya tidak masuk karena sedang tugas ke luar negeri. Akhirnya saya hanya mengancam sedikit dan memberikan surat anjuran yang isinya permasalahan yang diajukan oleh pekerja dan melakukan perundingan agar membayarkan hak-hak yang seharusnya di terima oleh pekerja seperti upah dan biaya persalinan serta mengembalikan status aktif sebagai pekerja. Surat itu berlaku untuk satu bulan. Kemudian setelah satu bulan tidak ada respon apapun dari perusahaan sehingga saya mendatangi kembali perusahaan dan memaksa untuk bertemu atasannya jika tidak perusahaan akan di BAP dan dicabut surat izinnya.” (wawancara dengan Teteg Pancarsih, Staff Seksi Pengawas Tenaga Kerja, 4 Mei 2016).
Proses pemeriksaan yang kunjung tidak berhasil ini setelah kunjungan kedua yang
cukup memakan waktu lama. Pengawas kembali menunggu respon dari PT. Tainan yang
diikuti dengan tindakan dari serikat pekerja yang menangani permasalahan pekerja
perempuan pula mengadukan hal ini ke Perusahaan GAP yang berada di luar negeri dibantu
dengan AFWA (Asian Floor Wage). Perusahaan GAP sebagai buyer di perusahaan
PT.Tainan ini sangat menuntut berbagai hal baik dari kualitas produksinya maupun
kesejahteraan pekerja. Sebagaimana disampaikan oleh Bapak Bayu selaku ketua serikat
pekerja di wilayah KBN Cakung sebagi berikut:
“Kalau dari pihak sudin belum ada respon udah beberapa bulan kan kita kasian juga kalo lama-lama dan PT Tainan sendiri lepas tangan yasudah kebetulan ada link ke GAP langsung jadi kita adukan saja. Pihak GAP memberikan respon yang cepat dan mengambil tindakan menegur PT.Tainan. itu kita melapornya bulan Desember, nah
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
pas bulan Februari pihak pekerja di panggil PT.Tainan bersama dengan Sudinaker juga.” (wawancara dengan Bayu, Ketua Serikat Pekerja Wilayah Kawasan Berikat Nusantara Cakung, 27 April 2016)
Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh Bapak Bayu penyelesaian permasalahan yang
terjadi oleh pekerja perempuan mendapatkan satu titik terang.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Perusahaan PT.Tainan bahwa
membenarkan perusahaan melakukan kesalahan akan tetapi memang semua itu sudah
diperhitungkan sesuai dengan kegiatan produksi yang dilakukan oleh perusahaan. sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 81 dan 82 mengenai
ketentuan cuti haid yang diperbolehkan untuk mengambil pada hari pertama dan kedua serta
mengenai ketentuan cuti hamil boleh diambil oleh pekerja perempuan pada 1,5 bulan
sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Kemudian PT Tainan yang juga
menonaktifkan BPJS kesehatan pekerja yang diketahui adanya keterangan palsu pada alasan
BPJS Kesehatan. Sebagaimana disampaikan oleh salah satu pekerja Mba Fitria sebagai
berikut:
“Pada tanggal 25 Agustus 2015 ketika saya ingin menggunakan kartu BPJS Kesehatan yang disediakan oleh PT Tainan yang ditolak dengan keterangan pihak RS bahwa atas nama saya sudah di non aktifkan dengan alasan satu pekerja sudah tidak aktif karena keingian sendiri. Padahal saya waktu itu sudah memberikan surat permohonan cuti dari bidan selama dua bulan.” (wawancara dengan Fitria, Pekerja di PT.Tainan Bagian Quality Control, 27 April 2016)
Gambar 4.4
Bukti BPJS Kesehatan Telah di Non-Aktifkan Melalui penjelasan yang disampaikan oleh Mba Fitria bahwasanya PT.Tainan telah
melanggar hak-hak pekerja perempuan sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 3 Tahun
1992. Dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti
sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dalam pelayanan sebagai akibat
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
peristiwa yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, bersalin, hari tua,
dan meninggal dunia. Permasalahan juga bertambah dengan pemalsuan keterangan alasan
yang dibuat-buat oleh PT.Tainan. Hal ini sangat merugikan Mba Fitria yang mana perusahaan
sudah melanggar aturan ketenagakerjaan dan aturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja seta
bertindak tidak adil atau semena-mena kepada Mba Fitria selaku pekerja perempuan di
perusahaannyaa. Pihak PT.Tainan pun bersedia untuk membayarkan hak-hak pekerja dengan
uang. Kemudian Ibu Teteg kembali melakukan pembinaan dengan perusahaan untuk
menetapkan peraturan perusahaan yang jelas mengenai cuti haid, melahirkan ataupun gugur
kandungan dan mendirikan serikat pekerja PT.Tainan.
Berbeda halnya dengan permasalahan yang terjadi PT.Doosan Busana Cipta Jaya,
dalam menyelesaikan permasalahan ini pihak HRD perusahaan tidak menghalang-halangi
berjalannya proses pemeriksaan dan sebaliknya membuka lebar bagi pengawas untuk
menanyakan berbagai hal. Pada saat datang ke perusahaan Ibu Teteg sudah mengetahui
permasalahan yang terjadi di perusahaan tersebut. Permasalahan ini bukan pertama kalinya
terjadi di perusahaan PT.Doosan Busana Cipta Jaya yang mana sebelumnya juga mengalami
permasalahan terkait upah. Sebagaimana disampaikan oleh Pak Dipa alasan mengapa
munculnya permasalahan ini dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut:
“Nah ini dia kadangkala di keuangan ini berganti-ganti terus jadi mungkin mereka juga kalooo di grup kalo korea ini mungkin mereka sudah ada semacam persamaan-persamaan antar perusahaan korea, seperti adanya ketentuan-ketentuan sendiri untuk pekerja. Sistem penggajian ini sebenarnya muncul dari kesepakatan manajemen perusahaan karena mereka sampai sekarang konsepnya itu seperti perjanjian antar perusahaan korea. Nah itu yang kebanyakan, yang saya maksudkan terutama dengan ketentuan itu suatu saat pekerja juga akan teriak. Hal ini yang menimbulkan konflik dengan gaji yang hanya basic saja.. nah disini permasalahannya untuk gaji dan pemberian THR seringkali diabaikan oleh perusahaan korea. Untuk diantara perusahaan korea sistem upahnya yaitu upah all in yang mana isinya ada basic salary, tunjangan, dan lembur yang nominalnya Rp 3.250.000 baik di bagian produksi maupun office” (wawacara dengan Adipa Prakarsa, Kepala HRD PT.Doosan, 17 Maret 2016).
Berdasarkan penjelasan disampaikan oleh Pak Dipa diketahui permasalahan yang terjadi di
PT.Doosan memang cara-cara yang digunakan perusahaan Korea dalam menerapkan sistem
pengupahan yang mana cara ini sangat merugikan pekerja dan melanggar ketentuan
pengupahan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 79 yang mana di jelaskan
setiap pekerja berhak menerima imbalan atas pekerjaanya sebagai upah dan jumlah sesuai
dengan UMP yang ditetapkan oleh pemerintah. Upah yang dimaksudkan merupakan upah
(basic salary) yang mana tidak termasuk tunjangan atau lembur.
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
Sebagaimana setelah di wawancara Ibu Teteg menjelaskan pemeriksaan yang
dilakukan oleh Ibu Teteg sebagai berikut:
“Saya datang ke perusahaan memeriksa berbagai dokumen serta pengeluaran dan pemasukan yang diterima perusahaan. memang kondisi keuangannya tidak begitu stabil. Tetapi masalah upah dan lembur ini merupakan permasalahan pokok bagi kita ya jadi saya akan mencari solusi terbaik. Saya juga meminta slip gaji karyawan di perusahaan baik dari masa kerja paling lama sampai pekerja baru. Basic salary Rp 2.860.000 hingga terbesar Rp 3.350.000. Memang upahnya kecil sekali disini saya kasian dan lemburnya juga tidak dibayarkan ini sangat keterlaluan sih.” (wawancara dengan Teteg Pancarsih, Staff Seksi Pengawas Tenaga Kerja, 4 Mei 2016).
Dengan penjelasan yang disampaikan Ibu Teteg membuktikan jumlah gaji pokok yang
diterima oleh pekerja jumlahnya dibawah UMP (Upah Minimum Pekerja) yang ditetapkan
oleh pemerintah. Peneliti menayakan hal ini dengan wawancara ke beberapa pekerja
perempuan, salah satunya yaitu Mba Uli selaku pekerja di PT.Doosan sebagai berikut:
“Gajinya... kalau tahun kemarin itu dua juta lima ratus lima puluh tetap kalau waktu kontrak awal selama tiga bulan digajinya satu juta lima ratus. Kalau pada tahun 2014 seingat saya dua juta dua ratus. iya dari awal sudah all in mba mau jam kerja selama apa juga sudah ditentukan gajinya hanya segitu saja mencakup semuanya kemudian ada potongan ketika kita ga kerja gitu.” (wawancara dengan Uli, pekerja di PT.Doosan bagian ekspor impor, 17 Maret 2016)
Kemudian disampaikan pula oleh Mba Rina selaku pekerja di PT.Doosan sebagai berikut:
“Gajinya ya yang pokok Rp. 2.950.000 ditambah sama tunjangan tetap dan lembur Rp. 990.000. tapi lemburanya itu di rapel setiap dua atau tiga bulan.” (wawancara dengan Rina, Pekerja di PT.Doosan Bagian Sewing, 17 Maret 2016).
Sama halnya upah yang diperoleh kedua pekerja yaitu Mba Rina dan Mba Uli. Adapun hasil
wawancara kepada pekerja perempuan yaitu Mba Nina yang sudah bekerja lebih dari 10
tahun di bagian payrole, sebagai berikut:
“Yaa kita kan bicara all in yaa jadi kadang-kadang ada lembur dan ngga jugaa, ngga selalu sih kita di memang kalo kerjaan kita ke pending ya otomatis kita harus lembur inisiatif sendiri, ya.. dari awal juga tau kalo kita ini kan all in ya mba jadi tidak ada penghitungan lembur seperti itu, sehingga kalau lembur tidak dibayarkan.” (wawancara dengan Nina, Pekerja di PT.Doosan Bagian Payrole, 17 Maret 2016) Dengan beberapa pernyataan yang diperoleh dari hasil wawancara memang sudah
ketentuan perusahaan dengan sebutan upah all in tidak dibayarkan untuk lemburnya
dikarenakan disaat perjanjian kerja sudah diberitahukan bahwa ketentuan upah all in. Ketika
saya tanyakan kepada pekerja mengapa tetap ingin bekerja di perusahaan ini disampaikan
oleh Mba Uli sebagai berikut:
“Iya kalo disini nyaman kekeluarganlah dapet kalo disini. Kalo kita kerja tapi suasananya ngga nyaman kan ga enak juga mba” (wawancara dengan Uli, Pekerja di PT.Doosan Bagian Ekspor Impor, 17 Maret 2016) Kenyamanan bekerja menjadi salah satu faktor yang membuat pekerja ingin tetap
bekerja di PT. Doosan. Pekerjaan produksi yang penuh dengan target tentu kemampuan
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
pekerja dalam melaksanakan kegiatan produksi sudah cukup terlatih tetapi apabila haknya
yang seharusnya menerima upah sesuai dengan UMP hal ini tentu sangat merugikan pekerja.
Terutama pekerja perempuan yang mana sebagain besar bekerja di perusahaan tersebut
dengan kondisinya yang tidak sekuat laki-laki serta beban kerja ganda antara dirumah sebagai
ibu rumah tangga dan sebagai pekerja. Upah tentunya menjadi hal utama bagi pekerja
perempuan yang membantu suaminya menafkahi kelaurga ataupun yang merupakan single
parent. Selain itu, saya menanyakan kembali terkait norma kerja perempuan serta fasilitas
yang disediakan sesuai dengan ketentuan perundang-undang. Sebagaimana dijelaskan Mba
Rina sebagai berikut:
“Kalau terkait izin atau istirahat boleh saja ya mba pasti diberikan tapi kalau seharian tidak masuk pasti dipotong gaji per harinya yang tidak masuk itu. Untuk hak itu saya kurang tahu ya tetapi kalau di perusahaan ini fasilitas tersebut tidak diberikan, seperti transportasi atau ruang laktasi. Misal untuk cuti hamil atau gugur kandungan biasanya tetap diberikan gaji pokoknya tetapi tidak diberikan tunjangan tetapnya karena kalo tunjangan masuk lembur juga kan ya hitungannya. tidak ada cuti haid sih disini, kalau sakit yaa ditahan aja paling. Belum ada aturan perusahaan yang mengatur juga.” (wawancara dengan Rina, Pekerja di PT.Doosan Bagian Sewing, 17 Maret 2016) Pelanggaran yang dilakukan oleh PT.Doosan tidak hanya pada upah dan lembur tetapi
juga tidak adanya ketentuan mengenai cuti haid sehinga pekerja perempuan lebih memilih
untuk menahan sakitnya dikarenakan apabila tidak masuk satu hari upahnya akan dikurangi
sesuai ketentuan upah harian. Pada dasarnya ketentuan upah yang ada hanya dibagi dua yaitu
upah harian dan upah bulanan yang mana pekerja PT.Doosan ini merupakan pekerja harian
karena upahnya dipotong ketika tidak masuk kerja dan apabila lembur langsung ditambahkan
sebagai upah lembur yang statusnya berada di luar upah harian. Sedangkan upah all in yang
dibuat oleh perusahaan PT.Doosan yang seolah-olah merupakan upah bulanan karena
walaupun lembur atau tidak lembur tetapi di bayar sesuai ketentuan akan tetapi jika tidak
masuk kerja upahnya akan dipotong sesuai ketentuan upah per hari. Hal ini tentu merupakan
cara PT.Doosan untuk mengelabui pekerja dengan sistem upah harian tetapi tidak perlu
membayarkan lembur. Pelanggaran pada ketentuan upah ini akan mendapatkan sanksi yang
cukup berat baik secara perdata maupun pidana. Upaya yang dilakukan Ibu Teteg selaku
pengawas merupakan tindakan pembinaan melalui pekerja dan perusahaan. sebagaimana Ibu
Teteg menanyakan pendapat pekerja serta memberikan penjelasan terkait norma yang telah
dilanggar oleh perusahaan dan solusi penyelesaian tindakan yang harus dilakukan pekerja.
Adapun pihak perusahaan diberikan pembinaan dengan menyadarkan kewajiban perusahaan
untuk melaksanakan pemberian upah pokok sesuai ketentuan UMP, upah lembur sesuai
ketentuan, dan memberikan izin cuti haid.
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
Pembinaan yang telah dilakukan memberikan hasil bahwa perusahaan berusaha
memperbaiki permasalahan yang terjadi di PT.Doosan. Namun, dalam memperbaiki
permasalahan yang terjadi diperlukan proses yang cukup lama. Pada tahap ini pengawas
harus mampu terus mengontrol perkembangan pelaksanaan pemberian upah di PT.Doosan
agar dapat sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah untuk UMP (Upah Minimum
Pekerja). Sebagaimana disampaikan Ibu Teteg dalam menyelesaikan suatu kasus diperlukan
pertimbangan dari berbagai sisi terutama faktor ekonomi yang mana sangat berpengaruh
dalam semua hal. Keadaan ekonomi suatu perusahaan menjadi tolak ukur kemampuan
perusahaan untuk menaikkan upah pekerja, jika perusahaan tidak mampu tentu akan
mengalami kebangkrutan yang akan menyebabkan pekerja mengalami PHK dan
pengangguran besar-besar jika dilihat dari jumlah pekerja di PT.Doosan Busana Cipta Jaya.
Pada tindak pengawasan yang dilakukan oleh pengawas ini dianggap tidak tegas, hal ini
dikarenakan ketentuan UMP yang seharusnya sudah berlaku sejak akhir tahun 2015 ini akan
tetapi belum dilaksanakan oleh perusahaan. upah yang kurang dibayarkan oleh perusahaan ini
jika terhitung sejak kenaikan UMP pada tahun 2015 akhir tentu nominal yang terutang
cukuplah besar dan berpengaruh terhadap penghasilan pekerja. Sebagaimana permasalahan
ini muncul dan diketahui oleh pegawai sejak bulan Februari tahun 2016 yang mana
seharusnya pada bulan itu upah secara otomatis sesuai dengan ketentuan UMP, apabila
kondisi perusahaan secara ekonomi tidak mencukupi untuk membayarkan upah pokok sesuai
dengan UMP, maka seharusnya pengawas mengambil tindakan kepada perusahaan untuk
tetap membayarkan namun dengan perjanjian tertanda terutang yang harus dibayarkan
dengan ketentuan waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Tindakan ini perlu dilakukan
bertujuan untuk tegas terhadap perusahaan untuk melaksanakan kewajibannya, sebaliknya
bukan mengulur-ulur waktu dalam proses menentukan skala upah untuk setiap pekerja.
Penentuan skala upah dapat disusul setelah memeberikan upah pokok sesuai dengan
ketentuan UMP. Kemudian skala upah dapat dilakukan dengan bantuan aparat pengawas agar
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan masa kerja pegawai menjadi indikator
tunjangan yang diperoleh pekerja. Selain itu, pegawai pengawas terlihat santai dalam
mengahadapi permasalahan ini yang mana dikarenakan pihak PT.Doosan yang cukup terbuka
dalam memberikan informasi sehingga pelaksanaan pemeriksaan ke perusahaan dapat
berjalan secara lancar dan terbuka. Akan tetapi, dengan permasalahan upah yang sudah
melanggar ketentuan dalam waktu yang cukup panjang tidak seharusnya pengawas bersikap
santai untuk menunggu perundingan dengan pimpinan perusahaan langsung yang mana
proses berjalan hanya sebatas pembinaan saja.
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
Pemeriksaan Berkala/Kontrol
Pemeriksaan berkala merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan oleh pegawai
pengawas ketenagakerjaan setiap bulan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan
data wajib lapor ketenagakerjaan yang disampaikan oleh pihak pengusaha atau pengurus
perusahaan maupun dengan melakukan pemeriksaan atau kunjungan terhadap perusahaan
yang pernah diperiksa sebelumnya. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2010 bahwa pelaksanaan yang dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan ke setiap
perusahaan minimal satu tahun sekali.
Bentuk pemeriksaan ini termasuk tipe pengawasan feedback control. Pemeriksaan
berkala merupakan kelanjutan dari pemeriksaan pertama atau pemeriksaan khusus. Kegiatan
pengawasan ketenagakerjaan yang dilakukan oleh pegawai pengawas terhadap norma
ketenagakerjaan yang salah satunya terkait norma kerja perempuan yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 79-83. Hal ini seperti yang terlihat pada tabel
dibawah ini mengenai beberapa dokumen yang menjadi obyek pemeriksaan di perusahaan.
Pemeriksaan berkala ini dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan kepada perusahaan
PT.Doosan dan PT.Tainan setiap tiga bulan sekali, agar tetap dibawah pengawasan Suku
Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara. Hal ini dilakukan tercatat semenjak munculnya
permasalahan di kedua perusahaan tersebut dan masih dalam tahap perbaikan.
Hambatan Yang Dihadapi Oleh Seksi Pengawas Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta
Utara
1. Kuantitas dan Kualitas Pegawai Pengawasan Ketenagakerjaan di Suku Dinas Tenag
Kerja Jakarta Utara
Dalam sistem pengawasan ketenagakerjaan, peran pegawai pengawas sangat penting
dalam menegakkan peraturan ketenagakerjaan di dalam suatu perusahaan, kebutuhan
ketersediaan pegawai pengawas sejak otonomi daerah menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah. Seiring dengan pekembangan pesat berdirinya perusahaan-perusahan, maka
dibutuhkan pegawai pengawas yang mampu menegakkan norma ketenagakerjaan. Hal ini
tentu diperlukan kesesuain kuantitas antara jumlah perusahaan dengan pegawai pengawas
ketenagakerjaan agar pelaksanaan pengawasan dapat berjalan secara optimal.
Secara kuantitas, pegawai pengawas di setiap daerah cenderung tidak mencukupi
untuk melakukan pemeriksaan ke seluruh perusahaan yang ada di wilayah pegawai pengawas
bertugas. Hal ini diutarakan oleh Ibu Teteg selaku pegawai pengawas di wilayah Jakarta
Utara sebagai berikut:
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
“Bagusnya pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan kita ke setiap perusahaan di wilayah Jakarta Utara satu tahun sekali tetapi ya jumlah pegawai pengawasnya kurang. Di sini ada 11 orang pegawai pengawas akan tetapi yang satu orang sedang sakit jadi yang efektif hanya 10 orang. Sedangkan perusahaan yang perlu diperiksa 465 perusahaan, untuk pelaksanaan proses pemeriksaan saja bisa 2 atau 3 hari karena banyak berkas yang perlu dikumpulkan serta menghubungi pihak perusahaan terlebih dahulu. Belum untuk pengaduan kasus-kasus setiap hari pasti ada pengaduan. Setiap satu orang seharusnya megang satu kasus hingga selesai baru menangani kasus yang lain. Tetapi kalo kita satu orang targetnya megang sepuluh perusahaan dalam sebulan untuk mengejar angka kredit. Jelas jumlah pegawai pengawasnya sangat minim sehingga menjadi hambatan buat kita juga untuk bertugas maksimal.” (wawancara dengan Teteg Pancarsih, Staff Seksi Pengawas Tenaga Kerja, 4 Mei 2016).
Regenerasi pegawai pengawas di wilayah Jakarta Utara kurang berjalan dengan baik.
Kebutuhan masyarakat industri yang berkembang dengan cepat dan kompleks tidak
sebanding dengan ketersediaan jumlah pegawai pengawas. Hal ini seperti yang diungkapkan
oleh Bapak Heddy Wijaya selaku Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja Kota Administrasi
Jakarta Utara dalam wawancara yang dilakukan ole peneliti:
“Iya dek disini ada 10 pengawas dan itu gak semuanya PPNS jadi beda, Kalau PPNS otomatis pengawas kalau pengawas belum tentu PPNS. Untuk PPNS disini ada 5 orang dan 5 orang lagi hanya pengawas biasa, sehingga apabila ingin melakukan penyidikkan yang berwenang hanya 5 orang pegawai PPNS saja. Kalau sisanya hanya berhak melakukan pemeriksaan kemudian membuat nota pemeriksaan. Pengaduan masyarakat disini banyak sekali kan itu jatohnya kasus untuk dilakukan penyidikkan yang berhak turun ya hanya 5 orang saja itu pun dibagi-bagi pada setiap kasus. Beum setiap turn perlu dua orang jadi ya paling cepat 5 kasus ditangani dulu kasus yang lagi ke pending. Kekurangan jumlah pegawai tentu iya, ditambah lagi ya kompetensi pegawai pengawasnya dari pelatihaannya atau pendidikan kurang karena belum PPNS, jam terbang melakukan pemeriksaan, sama ya banyaknya jumlah perusahaan padat karya disini bisa 3000-4000 perusahaan yang jumlah pekerjanya minimal 100 orang hingga ribuan jadi tugasnya cukup berat ya.” (wawancara dengan Heddy Wijaya, Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara, 13 Juni 2016).
Berdasarkan data kepegawaian jumlah perusahaan pada tahun 2016 dari bulan Januari
hingga bulan April terdapat 468 perusahaan yang terdaftar di Wilayah Jakarta Utara. Dengan
banyaknya perusahaan ini tentunya membutuhkan jumlah pegawai pengawas ketenagakerjaan
yang proporsional. Namun, hal ini belum terjadi di Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara.
Jumlah pengawas yang ada berbanding terbalik dengan komposisi jumlah perusahaan.
konsekuensinya adalah masih sangat banyak perusahaan yang belum dapat diawasi oleh
pegawai pengawas. Banyaknya jumlah perusahaan yang belum diperiksa ataupun dilakukan
pemeriksaan dalam kurun waktu yang jaraknya cukup lama. Sebagaimana disampaikan oleh
Bapak Heddy Wijaya selaku Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta dala wawancara
dengan peneliti:
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
“Ya saya akui itu kelalaian saya serta anggota pengawas lainnya sehingga beberapa perusahaan tidak dilakukuan pemeriksaan dalam kurun waktu yang cukup lama sehingga menimbulkan permasalahan akan tetap saya selaku bapak dari anggota pengawas saya akan terus memberikan motivasi atau upgrading terhadap para pengawas sehingga dapat meminimalisir terjadinya pelanggaran.” (wawancara dengan Heddy Wijaya, Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara, 13 Juni 2016). Hal ini membuat tindak pengawasan hanya seolah-olah dibuat tanpa peraturan
prosedur pelaksanaan yang mengikat dengan demikian hanya menghasilkan tindak
pengawasan yang sia-sia karena hasil yang diperoleh tidak akurat sehingga banyaknya
permasalahan yang timbul dibuktikkan dengan banyaknya jumlah pengaduan yang terus
meningkat dikarenakan longgarnya pelaksanaan pengawasan yang dilakukan pengawas ke
tiap-tiap perusahaan. Begitu halnya dengan pengawasan terhadap norma tenaga kerja
perempuan tentu belum dapat berjalan dengan baik karena dalam pelaksanaan
pengawasannya pun tidak berjalan sesuai dengan ketentuan prosedur yang ada. Penegakkan
hukum ketenagakerjaan belum dapat dilakukan secara menyeluruh kepada seluruh
perusahaan yang terdaftar di seksi pengawasan ketenagakerjaan Suku Dinas Tenaga Kerja
Jakarta Utara karena masih minimnya jumlah pegawai pengawas yang dimiliki.
Simpulan
Pengawasan yang dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan dalam mengatasi
permasalahan terkait hak-hak pekerja perempuan yang mana dijelaskan dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan dan KEP-224/MEN/2003.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa pelaksanaan
pengawasan ketenagekerjaan di kedau perusahaan yaitu PT.Doosan Busana Cipta Jaya dan
PT.Tainan belum terlaksana dengan baik sesuai dengan peraturan yang telah di tetapkan.
Pada pelaksanaan pemeriksaan masih terdapat kelambanan, dan tindakan tidak tegas dari
pegawai pengawas dalam menangani konflik diantara pekerja perempuan dan perusahaan
sehingga menghasilkan proses pemeriksaan yang lamban dan tidak sepenuhnya memenuhi
peraturan perundang-undangan. Selain itu, kuantitas dan kualitas menjadi hambatan utama
bagi pengawas di Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara. Dilihat dari segi kuantitas jumlah
pengawas yang tidak sebanding perkembangan jumlah perusahaan di wilayah tersebut, dan
kualitas pegawai pengawas dari segi kompetensi, pengalaman, dan intrik kecurangan antara
pengawas dengan perusahaan. Upaya yang dilakukan Suku Dinas Tenaga kerja dalam
mengatasi permasalahan ini yaitu dari segi kuantitas berupaya mengirimkan beberapa
pegawai negeri sipil yang cukup kompeten memenuhi persayaratan sebagai pengawas untuk
mengikuti pelatihan, dan dari segi kualitas berupaya dengan melakukan upgrading pengawas
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
bersama dengan kepala dinas untu menambahkan pengalaman-pengalaman antar sesama
pegawai pengawasa dalam menyelesaikan permasalahan dilapangan serta menetapkan
pencapaian target kinerja yang harus dilakukan setiap bulan.
Saran
1. Diperlukan adanya perbaikan dan menetapkan dasar hukum yang jelas terkait norma
kerja perempuan. Hal ini dikarenakan norma kerja perempuan dianggap sebagai
bagian kecil dari norma kerja sehingga pelaksanaanya seringkali diabaikan.
2. Diperlukan adanya pedoman khusus untuk norma kerja perempuan dalam
pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas ke setiap perusahaan.
3. Diperlukan adanya inventaris data terkait perusahaan baik yang sudah melaksanakan
ataupun yang melanggar norma kerja perempuan. Dirinci sesuai dengan norma-norma
yang telah ditetapkan.
4. Meningkatkan pelaksanaan pengawasan berdasarkan tiga jenis pelaksanaan
pemeriksaan yaitu pemeriksaan pertama, khusus, dan berkala.
5. Memperbanyak program-program yang berkaitan dengan pengawasan norma kerja
perempuan sehingga keberadaan norma kerja perempuan secara mutlak harus
dilaksanakan.
6. Melakukan rekrutmen pegawai pengawas secara terbuka sesuai ketentuan persyaratan
sebagai pengawas dengan menyesuaikan kepada kebutuhan pegawai pengawas di
setiap Kabupaten/Kota
7. Pengawasan pada dasarnya merupakan salah satu alat yang diperlukan untuk
mengatasi permasalahan korupsi. Maka dari itu, perlu diiringi dengan perbaikan
unsur-unsur dalam sistem pengendalian.
Sumber Referensi
Sumber Buku: Asyhadie, Zaeni. (2007). Hukum Ketenagkerjaan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. Chotim, Erna Ermawati. (1994). Subkontrak dan Implikasinya Terhadap Pekerja Perempuan.
Bandung: Yayasan AKADIA. Creswell, John W. (2010) Research Design: pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dessler, Gary, (2003). Human Resource Management. Pearson Education: Florida
International University. Donelly, James H. Jr., James L Gibson, dan John M. Ivancevich. (2004). Fundamentals of
Management. Dallas : Business Publication. Fachruddin, Irfan. (2004). Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan
Pemerintah. Bandung : P.T. ALUMNI Bandung.
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
Griffin, Ricky, W. (2012). Management Fundamentals. Cengage Learning South Western: Texas A&m University.
Griffin, Ricky W. (1990). Management. Boston : Houghton Mifflin Company. Handayaningrat, Soewarno. (1993). Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen.
Jakarta: CV Haji Masagung. Handoko, T Hani. (2013). Manajemen. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta. Harahap, Sofyan. (2001). Sistem Pengawasan Manajemen. Jakarta: Quantum. Husni, Lalu. (2000). Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Perkasa. ___________________. (2004). Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui
Pengadilan Di Luar Pengadilan. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa. Ihromi, Tapi Omas, Dkk (Ed). (2006). Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita.
Bandung: PT Alumni. Ivancevich, John M., Peter Lorenzi, Steven J. Skinner, dan Philip B. Crosby. (1997).
Management Quality and Competitiveness. USA : Richard D. Irwin Inc. Khakim, Abdul. (2014). Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti. Koppel, Jonathan G.S. (2003). The Politics of Quasi-Government Hybrid Organizations and
the Dymanics of Bureaucratic Control. New York : Cambridge University Press. Manullang, M. (1976). Dasar-Dasar Management. Jakarta : Ghalia Indonesia. Mundayat, Arief. Dkk. (2008). Bertahan Hidup di Desa atau Tahan Hidup di Kota Balada
Buruh Perempuan. Jakarta: Women Research Institute. Murhani, Suriansyah. (2008). Aspek Hukum Pengawasan Pemerintah Daerah. Yogyakarta :
Laksbang Mediatama. Neuman, W. Lawrence. (2003). Social Research Methods: Qualitative & Quantitative
Approaches. Boston: Allyn and Bacon. Prasetyo, Bambang dan Lina M. Jannah. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan
Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Robbins, Stephen P dan Coulter, Mary. (2009). Management. New Jersey : Prentice Hall. Robbins, Stephen P, Decenzo, A David. (1998). Fundamentals of Management. New Jersey :
Prentice Hall. Sarwono, Jonathan. (2006). Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu. Sedijoprapto, Endang I. (1982). Tenaga Kerja Wanita Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Siagian, P Sondang. (1997). Filsafat Administrasi. Jakarta: PT Toko Gunung Agung. Simbolon, Maringan Masri. 2004. Dasar-dasar Administrasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia
Indonesia. Situmorang, Viktor M., dan Jusuf Juhir. (1998). Aspek Hukum Pengawasan Melekat Dalam
Lingkungan Aparatur Pemerintah (cetakan II). Jakarta : Rineka Cipta SM. Cochkalingam. (2003). Industrial Relationship. Tamilnadu South India: Annamalai
University. Soetrisno. H. (2005). Perkembangan Hubungan Industrial di Indonesia. Jakarta: Ikatan
Perantara Hubungan Industrial Indonesia (IPHI). Sujatmo. (1986). Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sumanto. (2014). Hubungan Industrial: Memahami dan Mengatasi Konflik Kepentingan
Pengusaha-Pekerja pada Era Modal Global. Yogyakarta: Center of Academic Publishing Service (CAPS).
Sunyoto, Danang. (2013). Hak dan Kewajiban Bagi Pekerja dan Pengusaha. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia.
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
Suparno, Erman. (1992). Strategi Ketenagakerjaan Nasional. Jakarta: Kompas. Sumber Karya Akademisi: Dyahlistia, Andini. (2013). Perlindungan Hukum Atas Hak-Hak Reproduksi Pekerja
Perempuan di PT.X. Universitas Indonesia Fahrurozi. (2011). Pengawasan Ketenagakerjaan Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2003 Tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 81 Tahun 1947 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan. Universitas Indonesia.
Riyanto, Rodik. (2010). Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadapa Kepesertaan Program Jamsostek Oleh Suku Dinas Tenaga Kerja Kota Administrasi Jakarta Selatan. Universitas Indonesia.
Sumber Jurnal: Daulay, Harmona. (2006). “Buruh Perempuan di Industri Manufaktur Suatu Kajian dan
Analisis Gender”. Jurnal Wawasan Volume 11 Nomor 3 Februari 2006. Margaret Aliyatul Maimunah dan Begun Fauziyah. (2010). Studi Kebijakan Perlindungan
Kesehatan Reproduksi bagi Pekerja Perempuan (Analisa Terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003). http://pilnas.ristek.go.id/jurnal/index.php/record/view/7976. Diunduh pada 19 Oktober 2015. Pukul 10.12 WIB
Sumber Data Elektronik: BPS DKI Jakarta. (2015). Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2015.
http://jakarta.bps.go.id/backend/pdf_publikasi/Statistik-Daerah-Provinsi-DKI-Jakarta-2015.pdf, diakses pada 31 Januari 2015. Pukul 14.41 WIB.
International Labour Organization. (2014). Tren ketenagakerjaan dan sosial di Indonesia 2014 - 2015: Memperkuat daya saing dan produktivitas melalui pekerjaan layakwww.ilo.org/...jakarta/.../wcms_381565.pdf, diakses pada 12 Maret 2015. Pukul 11.59 WIB.
Kementerian Bappenas. (2014). Indeks Pembangunan Gender (IPG) Terus Meningkat. http://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/menteri-andrinof-indeks-pembangunan-gender-ipg-terus-meningkat/, diakses pada 13 Maret 2016. Pukul 01.24 WIB.
Komite Aksi Perempuan. (2012). Pelanggaran Terhadapa Buruh Perempuan Masih Tinggi. http://www.voaindonesia.com/content/komite-aksi-perempuan-pelanggaran-terhadap-buruh-perempuan-masih-tinggi-/1897738.html. Diakses pada 18 Januari 2015. Pukul 20.11 WIB.
Kompas. (2013). KBN Cakung Tenang Tetapi Menghanyutkan. http://megapolitan.kompas.com/read/2013/09/09/0901334/KBN.Cakung.Tenang.tetapi.Menghanyutkan, diakses pada 15 Maret 2015. Pukul 12.27 WIB.
Metro News. (2013). Demo Karyawan Tuntut Cuti Haid. http://www.harianmetronews.com/baru/index.php/peristiwa1/item/467-demo-karyawan-tuntut-cuti-haid, diakses pada 16 Maret 2016. Pukul 07.42 WIB.
ILO. (2015). Perkembangan Ketenagakerjaan di Indonesia. http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_157809.pdf, diakses pada 13 Oktober 2015. Pukul 14.32 WIB.
Kompas Megapolitan. (2013). Persentases Buruh Wanita di Jakarta Alami Kekerasan. http://megapolitan.kompas.com/read/2013/04/19/16235648/75.Persen.Buruh.Wanita.di.Jakarta.Alami.Kekerasan.Seksual, diakses pada 14 Oktober 2015. Pukul 10.58 WIB.
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016
Poskota News. (2013). Buruh Jangan Cuma Bisa Demo Tapi Nyatakan Pendapat. http://poskotanews.com/2013/12/30/buruh-jangan-cuma-bisa-demo-tapi-juga-nyatakan-pendapat/, diakses pada 17 Maret 2016. Pukul 21.18 WIB.
Redaksi Buruh. (2016). Kronologi Kasus PHK 3 Buruh PT Tainan. http://kabarburuh.com/kronologis-kasus-phk-3-buruh-pt-tainan/, diakses pada 16 Maret 2016. Pukul 08.35 WIB.
Republika News. (2015). Investasi Industri Tekstil Meningkat. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/10/12/nw3mlo383-investasi-industri-tekstil-meningkat, diakses pada 14 Maret 2015. Pukul 10.11 WIB.
Sumber Lembaran Negara: Kementerian Republik Indonesia. (2015). Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Ketenagakerjaan. Diakses dari http://jdih.depnakertrans.go.id/data_puu/permen_13_tahun_2015.pdf pada tanggal 13 Oktober 2015. Pukul 18.00
Presiden Republik Indonesia. (1983). Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Pengawasan di Indonesia.
Presiden Republik Indonesia. (2010). Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan.
Republik Indonesia. (1951). Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 Tentang Pengawasan Perburuhan.
Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Kementerian Republik Indonesia. (2003). Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Per-24/MEN/2003 Tentang Peraturan Pekerja Perempuan Pada Malam Hari.
Kementerian Republik Indonesia. (1984). Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Per-03/MEN/1984 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu.
Wawancara Wawancara Personal dengan Tresye Widyastuty Paidi, 18 April 2016 Wawancara Personal dengan Teteg Pancarsih, 28 April 2016 Wawancara Personal dengan Heddy Wijaya, 14 Juni 2016 Wawancara Personal dengan Adipa Prakarsa, 17 Maret 2016 Wawancara Personal dengan Melani Kiswandari, 24 Mei 2016 Wawancara Personal dengan Emilia Yanti Siahaan, 24 Maret 2016 Wawancara Personal dengan Fitria, 27 April 2016 Wawancara Personal dengan Eli, 27 April 2016 Wawancara Personal dengan Dina, 27 April 2016 Wawancara Personal dengan Uli, 17 Maret 2016 Wawancara Personal dengan Rina, 17 Maret 2016 Wawancara Personal dengan Nina, 17 Maret 2016
Pengawasan hak ..., Sessy Imaniar Amalia, FISIP UI, 2016