pengaturan mendapatkan dan kehilangan kewarganegaraan …digilib.unila.ac.id/31927/3/skripsi tanpa...
TRANSCRIPT
PENGATURAN MENDAPATKAN DAN KEHILANGAN
KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL
SERTA IMPLEMENTASINYA DALAM HUKUM KEWARGANEGARAAN
INDONESIA DAN JEPANG
(Skripsi)
Oleh
AYU KURNIA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENGATURAN MENDAPATKAN DAN KEHILANGAN
KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL
SERTA IMPLEMENTASINYA DALAM HUKUM KEWARGANEGARAAN
INDONESIA DAN JEPANG
Oleh
AYU KURNIA
Status kewarganegaraan akan menimbulkan berbagai hak bagi seseorang, di
antaranya yaitu hak untuk melakukan perbuatan hukum, hak untuk menentukan
penundukan diri terhadap yurisdiksi suatu negara dan hak sosial seperti hak atas
pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan sebagainya. Status kewarganegaraan diberikan
kepada warga negara berdasarkan kedaulatan suatu negara, akan tetapi kedaulatan
suatu negara tersebut dibatasi oleh prinsip-prinsip umum hukum internasional dan
hukum nasional mengenai kewarganegaraan.
Skripsi ini bertujuan untuk menganalisa peraturan-peraturan mengenai status
kewarganegaraan berdasarkan Convention on Reduction of Statelessness 1961.
Undang-Undang kewarganegaraan Indonesia dan Undang-Undang kewarganegaraan
Jepang. Penelitian ini menggunakan metode komparatif dengan jenis penelitian
yuridis normatif serta dengan sumber data bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa guidelines dalam memperoleh dan kehilangan
kewarganegaraan berdasarkan hukum internasional secara khusus diatur dalam
Convention on Reduction of Statelessness 1961. Berdasarkan konvensi tersebut status
kewarganegaraan dapat diperoleh melalui 4 cara yaitu kelahiran, naturalisasi,
perkawinan campuran dan adopsi. Kebijakan proses melalui perkawinan campuran
dan adopsi diamanahkan kepada setiap negara dan mewajibkannya memberi status
kewarganegaraan berdasarkan persyaratan tertentu atau apabila terdapat ketentuan
kehilangan status kewarganegaraan sebelumnya akibat perkawinan campuran atau
adopsi. Konvensi ini juga mengatur Sebab-sebab kehilangan kewarganegaraan yaitu
perkawinan campuran, perceraian, legitimasi, pengakuan atau adopsi, naturalisasi,
dan bertempat tinggal di negara lain sesuai waktu yang ditetapkan.
Undang-Undang kewarganegaraan Indonesia dan Undang-Undang kewarganegaraan
Jepang mengatur bahwasannya status kewarganegaraan akan didapat melalui 4 cara
yaitu kelahiran, naturalisasi, perkawinan campuran dan adopsi. Dalam hal kehilangan
kewarganegaraan, Undang-Undang kewarganegaraan Indonesia dan Undang-Undang
kewarganegaraan Jepang memberikan kebijakan yang berbeda dalam prosesnya.
Berdasarkan ketentuan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa beberapa
ketentuan Convention on Reduction of Statelessness 1961 sudah diadopsi Undang-
Undang kewarganegaraan Indonesia dan Undang-Undang kewarganegaraan Jepang
walaupun kedua negara belum meratifikasi konvensi tersebut.
Kata Kunci: Kewarganegaraan (Nationality, Citizenship), Komparatif,
Naturalisasi, Statelessnes
PENGATURAN MENDAPATKAN DAN KEHILANGAN
KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL
SERTA IMPLEMENTASINYA DALAM HUKUM KEWARGANEGARAAN
INDONESIA DAN JEPANG
Oleh
AYU KURNIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Internasional
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Karang Jaya, Lampung Selatan pada 12
Agustus 1995 dari Bapak Waluyo dan Ibu Nuroni, sebagai
anak pertama dari 4 bersaudara, penulis memiliki 3 orang adik
yaitu: Ira Apriani, Anton Hadi Saputra dan Alvin Hadi Saputra.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SDN) 1 Baru Ranji Lampung
Selatan (2002-2008), Madrasah Tsanawiyah (MTS) di Pondok Pesantren Mathla‟ul
Huda Pandeglang Banten (2008-2011) dan Madrasah Aliah (MA) di Pondok
Pesantren Mathla‟ul Huda Pandeglang Banten (2011-2014). Penulis tercatat menjadi
mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun 2014.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi, yaitu sebagai sekretaris
departemen syiar Forum Silaturahmi dan Studi Islam (FOSSI) 2015-2016, Anggota
ESO (English Society Organization UNILA) 2015-2016, Anggota PSBH Fakultas
Hukum 2015-2016, Bendahara umum Forum Silaturahmi dan Studi Islam (FOSSI)
2016-2017, Bendahara Bimbingan Baca Al-Qur‟an (BBQ) Fakultas Hukum periode
2017-2018, Ketua departemen Humas Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional
(HIMA HI) periode 2017-2018. Penulis juga mengikuti les bahasa Inggris (TOEFL)
di Gogo Course tahun 2016 dan telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada
tahun 2017 di desa tanjung ratu kecamatan selagai lingga kabupaten lampung tengah.
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmannirrahiim
Puji syukur kepada Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya maka dengan
ketulusan dan kerendahan hati serta perjuangan dan jerih payah yang telah diberikan,
penulis mempersembahkan karya ilmiah ini kepada:
Kedua orang tua, Bapak (Waluyo) Ibu (Nuroni) dan Ketiga Adik Saya (Ira
Apriani, Anton Hadi Saputra, dan Alvin Hadi Saputra) yang senantiasa
memberikan dukungan, semangat, dan limpahan cinta kasih, nasihat serta doa yang
selalu di panjatkan sehingga menjadi kekuatan bagi penulis untuk menyelesaikan
karya ilmiah ini;
Keluarga dan Sahabat yang senantiasa memberikan dukungan yang memotivasi
dalam penulisan karya ilmiah ini
Teruntuk Almamaterku tercinta……………
Universitas Lampung
MOTTO
وهللابماتعملونخبير
هللا
“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang berilmu beberapa derajat dan Allah Maha teliti atas apa yang kamu
kerjakan”
(QS. Al-Mujadalah ayat 11)
Balas dendam terbaik adalah menjadikan dirimu lebih baik
(Ali bin Abi Thalib)
The only thing that makes people run away from the challenge is lack of confidence.
(Mohammad Ali)
Everything will come to those who keep trying with determination and patience.
(Edison)
Pengalaman adalah sebuah pembelajaran
(Penulis)
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil‟alamin….
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya karya ilmiah ini dapat di selesaikan dengan baik. Karya ilmiah berjudul
“Pengaturan Mendapatkan dan Kehilangan Kewarganegaraan Berdasarkan
Hukum Internasional serta Implementasinya Dalam Hukum Kewarganegaraan
Indonesia dan Jepang” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penyelesaian karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan, partisipasi, bimbingan,
kerjasama dan doa dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung,
sehingga pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Armen Yasir S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
2. Ibu Melly Ayda S.H., M.Hum selaku ketua jurusan Hukum Internasional dan Ibu
Rehulina, S.H., M.H., selaku sekretaris Jurusan Hukum Internasional;
3. Bapak Abdul Muthalib S.H., M.Hum, selaku pembimbing utama, terimakasih atas
kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan
bimbingan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini sehingga
karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik;
4. Bapak Bayu Sujadmiko, S.H., M.H., Ph.D., selaku pembimbing Kedua,
terimakasih atas kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian karya ilmiah
ini sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan sangat baik;
5. Bapak Naek Siregar, S.H., M.H dan Ibu Siti Azizah S.H., M.H selaku Pembahas,
terimakasih atas kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian karya ilmiah
ini;
6. Bapak Fathoni S.H., M.H, selaku Pembimbing Akademik yang telah membantu
penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;
7. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh Staf Administrasi Fakultas Hukum khususnya
bagian Hukum Internasional, terimakasih atas motivasi dan bimbingannya dalam
proses penyelesaian karya ilmiah ini dan memberikan banyak ilmu pengetahuan
selama menyelesaikan studi;
8. Bapak dan Ibu yang menjadi orang tua terhebat dan tak tergantikan yang tiada
henti memberikan kasih sayang, doa, semangat serta dukungan untuk kebahagiaan
dan kesuksesanku, semoga kelak dapat kembali memberikan kebahagiaan dan
dapat selalu membanggakan;
9. Ketiga Adikku, Ira Apriani, Anton Hadi Saputra dan Alvin Hadi Saputra
terimakasih untuk selalu memberikan perhatian, semangat, dukungan serta selalu
membuatku bahagia dan tertawa ceria;
10. Seluruh keluarga besar, terimakasih selalu memberikan dukungan dan motivasi
dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini;
11. Sahabat-sahabatku seperjuangan: Indri Komalasari, Ayu Dewi Kartika Sari,
Atika Mayang Sari, Dewi Muslimah, Sariani, Intan, Mery Farida, Novi
Ratnawati, Rizka Dilia, Tabita Efralita, terimakasih telah memberikan banyak
kebahagiaan, motivasi, dukungan dan kebersamaan dalam menyelesaikan studi di
fakultas Hukum Universitas lampung dan dalam proses menyelesaikan karya
ilmiah ini;
12. Sahabat-Sahabat Hukum Internasional angkatan 2014: Orima Melati Davey,
Dheka Ermelia Putri, Sarah Rizky Ariani, Wafernanda Rm Lubis, Parulian yusuf,
Jonathan Manalu, Asta Yuliyantara, Bangkit Parulian dan Alif Adji Desang,
terimakasih telah memberikan banyak pengetahuan, pengalaman, motivasi,
dukungan dan selalu memberikan rasa kekeluargaan dan kebanggaan.
13. Sahabat-Sahabat dan adik-adik UKM-F FOSSI, terimakasih telah memberikan
banyak pengalaman, pengetahuan, rasa persaudaraan dan kekeluargaan serta
kebahagiaan yang tidak akan pernah terlupakan
14. Almamaterku tercinta serta seluruh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung Angkatan 2014;
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini, terimakasih atas semuanya.
Akhir kata, meskipun karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, semoga karya
ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, A..mi…n.
Bandar Lampung, 2018
Penulis
Ayu Kurnia
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................ vii
MOTTO ................................................................................................ viii
SANWACANA ................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xvi
DAFTAR TABEL xvii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 8
C. Tujuan dan kegunaan Penelitian .................................................................... 8
D. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 9
E. Sistematika Penulisan .................................................................................... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perbandingan Hukum .................................................................. 12
B. Kewarganegaraan .......................................................................................... 15
1. Hak dan Kewajiban warga Negara ........................................................... 17
2. Asas-asas/Prinsip Kewarganegaraan ........................................................ 23
3. Kehilangan Kewarganegaraan .................................................................. 26
C. Kewarganegaraan Indonesia .......................................................................... 29
1. Sejarah ................................................................................................ 29
2. Macam-Macam Cara Mendapatkan Kewarganegaraan ............................ 33
3. Kehilangan Kewarganegaraan .................................................................. 34
4. Prinsip Kewarganegaraan ......................................................................... 36
D. Kewarganegaraan Jepang .............................................................................. 36
1. Sejarah ................................................................................................ 36
2. Macam-Macam Cara Mendapat Kewarganegaraan .................................. 37
3. Kehilangan Kewarganegaraan .................................................................. 40
4. Prinsip Kewarganegaraan Jepang ............................................................. 42
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................................ 45
B. Pendekatan Masalah .................................................................................... 46
C. Sumber Data ................................................................................................ 47
D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................................... 49
1. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 49
2. Metode Pengolahan Data ........................................................................ 49
3. Metode Analisis Data ............................................................................. 50
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Proses Mendapatkan dan Kehilangan Kewarganegaraan Berdasarkan
Hukum Internasional ..................................................................................
51
1. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan Berdasarkan Hukum
Internasional ........................................................................................... 51
a. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan melalui Kelahiran ............... 55
b. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan melalui Naturalisasi ........... 60
c. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan melalui Perkawinan
Campuran ........................................................................................... 64
d. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan melalui Adopsi ................... 67
2. Kehilangan Kewarganegaraan Berdasarkan Hukum Internasional ....... 68
B. Proses Mendapatkan dan Kehilangan Kewarganegaraan Berdasarkan
Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia .......................................... 75
1. Proses mendapatkan Kewarganegaraan berdasarkan Undang-undang
Indonesia No 12 tahun 2006 .................................................................. 75
a. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan melalui Kelahiran .............. 78
b. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan melalui Naturalisasi ........... 81
c. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan melalui Perkawinan
Campuran ........................................................................................... 87
d. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan melalui Adopsi ................... 90
2. Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia ............................................... 91
3. Tata Cara Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Indonesia .............. 96
4. Kasus Arcandra Tahar dan Gloria Natapraja Hamel .............................. 99
C. Proses Mendapatkan dan Sebab-Sebab Kehilangan Kewarganegaraan
Berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan Jepang .......................... .106
1. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan berdasarkan Undang-undang
kewarganegaraan Jepang No 88 tahun 2008 .......................................... 106
a. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan melalui Kelahiran ............... 108
b. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan melalui Naturalisasi ........... 109
c. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan melalui Perkawinan
Campuran ........................................................................................... 113
d. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan melalui Adopsi ................... 118
2. Kehilangan Kewarganegaraan Jepang .................................................... 120
3. Proses mendapatkan kembali kewarganegaraan Jepang ....................... 121
4. Kasus David Chart dan Louis Christian Harbanks Ruisu ...................... 123
D. Perbedaan dan persamaan pengaturan tentang proses mendapatkan dan
sebab-sebab kehilangan kewarganegaraan berdasarkan hukum
Internasional, Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia dan Jepang .. 125
E. Perbedaan dan Persamaan Persyaratan Mendapatkan Kewarganegaraan
melalui Naturalisasi Berdasarkan Hukum Internasional, Undang-Undang
Kewarganegaraan Indonesia dan Jepang ..................................................... 129
F. Perbedaan dan Persamaan Pengaturan Sebab-Sebab Kehilangan
Kewarganegaraan Berdasarkan Hukum Internasional, Undang-Undang
Kewarganegaraan Indonesia dan Jepang ..................................................... 132
V. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 136
B. Saran ................................................................................................ 137
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar
5. Statistik Pekawinan Internasional di Jepang ...................................................... 115
6. Statistik Status kewarganegaraan Isteri dan suami/WNA di Jepang .................. 115
7. Statistik Naturalisasi di Jepang ........................................................................... 116
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Proses mendapatkan kewarganegaraan berdasarkan convention on reduction
of statelessness person 1961 ............................................................................. 54
2. Sebab-sebab kehilangan kewarganegaraan berdasarkan convention on
reduction of statelessness person 1961 ............................................................ 68
3. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan Berdasarkan Undang-Undang
kewarganegaraan Indonesia No 12 tahun 2006 ............................................... 77
4. Sebab-Sebab Kehilangan Kewarganegaraan Berdasarkan Undang-Undang
Kewarganegaraan Indonesia No 12 Tahun 2006. ............................................ 91
5. Proses Mendapatkan Kewarganegaraan Berasarkan Undang-Undang
Kewarganegaraan Jepang No 88 tahun 2008. .................................................. 107
6. Kehilangan Kewarganegaraan Jepang Berdasarkan Undang-Undang No 88
Tahun 2008 120
7. Perbedaan dan Persamaan Pengaturan tentang Proses Mendapatkan
Kewarganegaraan Berdasarkan Hukum Internasional, Undang-Undang
kewarganegaraan Indonesia dan Jepang. ......................................................... 125
8. Perbedaan dan Persamaan tentang Persyaratan Mendapatkan
Kewarganegaraan melalui Naturalisasi Berdasarkan Hukum Internasional,
Undang-Undang kewarganegaraan Indonesia dan Jepang .............................. 129
9. Perbedaan dan Persamaan Pengaturan tentang Sebab-Sebab Kehilangan
Kewarganegaraan Berdasarkan Hukum Internasional, Undang-Undang
kewarganegaraan Indonesia dan Jepang .......................................................... 132
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kewarganegaraan menentukan status personal warga negara yang meliputi
kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, perlindungan terhadap hak dan
kewajiban, persoalan yang berkaitan dengan hukum keluarga, menentukan
penundukan diri terhadap yurisdiksi hukum pada suatu negara1 dan menimbulkan
konsekuensi hukum berupa hak dan kewajiban bagi kehidupan setiap warga negara.
Hak atas kewarganegaraan didasarkan pada adanya hubungan yang efektif antara
individu dan sebuah negara. Warga negara yang tidak diakui atau tidak memiliki
status kewarganegaraan suatu negara tidak berhak atas hak-hak politik seperti
memilih dan dipilih menjadi kepala negara di negara tempat dia tinggal, tidak dapat
mendaftar atas pernikahannya, dan tidak bisa mendapatkan dokumen perjalanan,
begitu pula hak lainnya seperti hak atas pendidikan, perawatan medis, dan pekerjaan
tidak akan didapatkan oleh individu yang tidak bisa membuktikan hubungan hukum
dengan sebuah negara. 2
1 Edward S. Corwin dan J.W. Peltason, 1967, Understanding the Constitutio, fourt edition (New York
Holt, Rinehart and Winston), hlm 141. 2 Inter-Parliamentary Union 2005 Published by the Inter-Parliamentary Union with the United
Nations High Commissioner for Refugees, hlm 6
2
Status kewarganegaraan (citizenship) merupakan identitas yang sangat penting jika
dikaitkan dengan kedudukan warga negara terhadap suatu negara. Warga negara
merupakan unsur berdirinya suatu negara, apabila unsur tersebut tidak terpenuhi
maka suatu negara tidak akan pernah terbentuk dan merupakan masalah yang nyata
bagi seseorang karena hak dan kewajiban mereka terkait dengan status
kewarganegaraan.3 Walaupun demikian, kebebasan suatu negara untuk menentukan
siapa yang menjadi warga negara dibatasi oleh prinsip-prinsip umum hukum
Internasional mengenai kewarganegaraan, yaitu orang-orang yang tidak memiliki
hubungan apapun dengan suatu negara tidak boleh dimasukkan sebagai warga negara
dari suatu negara bersangkutan dan suatu negara tidak boleh menentukan siapa-siapa
yang merupakan warga negara dari suatu negara lainnya.4
Warga negara yang tidak memiliki status kewarganegaraan dan pergi ke negara lain
dilarang masuk kembali dalam waktu lama jika negara-negara asal tersebut menolak
untuk memberi izin masuk ke wilayah mereka, kecuali apabila warga negara tersebut
dapat membuktikan ikatan hukum dengan negara asal, maka negara menjamin dan
melindungi hak-haknya, termasuk hak untuk pergi dan masuk kembali ke negara
sendiri, hak tinggal permanen, kebebasan bergerak di dalam negara, hak untuk
memilih, dipilih atau dinominasikan ke kantor publik, hak akses terhadap layanan
publik, dan hak atas perlindungan diplomatik.5
3 R.M. Maclver, 2015, The Modern State, London: Oxford University Press, hlm 465
4 Khaidir Anwar dan Abdul Muthalib Tahar, 2014, Pengantar Hukum Perdata Internasional, Bandar
Lampung: Justice Publisher, hlm. 34 5 Hélène Lambert, 2014, Refugee Status, Arbitrary Deprivation of Nationality, and Statelessness
within the Context of Article 1A(2) of the 1951 Convention and its 1967 Protocol relating to the Status
3
Perihal mengenai status kewarganegaraan telah diatur dalam hukum Internasional,
yaitu: (i) International Convention on Reduction of Statelessness 1961 yang mengatur
tentang pengurangan ketiadaan kewarganegaraan, terdiri dari 21 pasal dan merupakan
konvensi yang menjadi acuan di dalam penelitian. Convention on Reduction of
Statelessness 1961 bertujuan untuk mengurangi ketiadaan status kewarganegaraan
menurut kesepakatan Internasional,6 yaitu dengan menetapkan peraturan untuk
memberikan kewarganegaraan saat lahir (Pasal 1-4), membuat penolakan kebangsaan
bersyarat atas seseorang, atau memiliki kepastian untuk memperoleh
kewarganegaraan lain (Pasal 5-7), melarang perampasan kebangsaan jika ini akan
berakibat tidak adanya kewarganegaraan (Pasal 8) dan dapat memberikan
pengecualian terbatas terhadap kewajiban dan larangan tersebut.7 (ii) Convention on
the nationality marriage woman (Resolusi Majelis Umum 1040 XI) yang disahkan
tanggal 29 Januari 1957, mengatur tentang kewarganegaraan wanita kawin. Pasal 3
ayat 1 mengatur tentang naturalisasi dan di dalam pembukaan terdapat pengakuan
terhadap kewarganegaraan; (iii) Convention relating to the Status of Stateless Person
1954, dalam konvensi ini pasal yang berkaitan dengan kewarganegaraan adalah pasal
32 yaitu negara memberikan fasilitas naturalisasi;8
of Refugees, Legal And Protection Policy Research Series:University of Westminster, hlm 4. The
paper is available online at: http://www.unhcr.org/pages/4a16b17a6.html 6 Convention on Reduction of Statelessnes 1961, preamble.
7 Ruma Mandal and Amanda Gray, 2014, Out of the Shadows: The Treatment of Statelessness under
International Law, London: Chatham House, © The Royal Institute of International Affairs, p. 6 8 Convention relating to the Status of Stateless Person 1954 Article 32: The Contracting States shall as
far as possible facilitate the assimilation and naturalization of stateless persons. They shall in
particular make every effort to expedite naturalization proceedings and to reduce as far as possible the
charges and costs of such proceedings.
4
(iv) Convention relating to the Status of Refugees 1951 tentang status pengungsi,
adapun pasal yang berkaitan dengan kewarganegaraan adalah Pasal 34 yaitu hak
untuk dapat dinaturalisasi;9 (v) Convention on the Right of the Child 1989, dalam
konvensi ini kewarganegaraan diatur pada pasal 7 ayat (1) yang menyatakan bahwa,
“anak harus didaftarkan segera sesudah kelahiran dan harus mempunyai hak sejak
lahir atas suatu nama, hak untuk memperoleh kewarganegaraan dan sejauh mungkin
hak untuk mengetahui dan dirawat oleh orang tuanya”. Selanjutnya ayat (2) mengatur
bahwa negara-negara pihak harus menjamin pelaksanaan hak-hak ini sesuai dengan
hukum nasional mereka dan kewajiban mereka menurut instrumen-instrumen
Internasional yang relevan dalam bidang ini, terutama apabila anak sebaliknya akan
tidak berkewarganegaran;10
(vi) Human Right Convention (Universal declaration of
human rights) yang ditetapkan PBB pada 10 Desember 1948, Pasal 20 mengatur
bahwa setiap orang berhak atas kewarganegaraan negara di tempat wilayah dia
terlahir jika dia tidak memiliki hak atas kewarganegaraan lainnya; (vii) Convention
on the elimination of all forms of discrimination against woman of 18 December
1979 dalam Pasal 9 mengatur bahwa negara-negara pihak harus memberikan hak-hak
perempuan sama dengan laki-laki untuk memperoleh, mengubah atau
9 Convention relating to the Status of Refugees 1951 Article 34: Naturalization The Contracting States
shall as far as possible facilitate the assimilation and naturalization of refugees. They shall in
particular make every effort to expedite naturalization proceedings and to reduce as far as possible the
charges and costs of such proceedings. 10
Convention on the Right of the Child 1989 Article 7
1. The child shall be registered immediately after birth and shall have the right from birth to a name,
the right to acquire a nationality and. as far as possible, the right to know and be cared for by his or
her parents.
2. States Parties shall ensure the implementation of these rights in accordance with their national law
and their obligations under the relevant international instruments in this field, in particular where the
child would otherwise be stateless.
5
mempertahankan kewarganegaraan mereka; (viii) International convention on the
elimination of all forms of Racial discrimination 1965, secara khusus mengatur
bahwa undang-undang yang berkaitan dengan kewarganegaraan atau naturalisasi
harus tidak diskriminasi terhadap kewarganegaraan tertentu;11
(ix) International
covenant on civil and political rights 1966 dalam pasal 24 mengatur tentang hak anak
tanpa diskriminasi atas asal kebangsaan atau sosial dan atas kelahiran, pasal 26
mengatur persamaan perlindungan di depan hukum; dan (x) Convention on the right
of persons with Disabilities of 13 December 2006 dalam pasal 18 mengatur tentang
hak penyandang cacat untuk memperoleh dan mengubah kewarganegaraan 12
Berbagai konvensi tersebut sudah ada yang diratifikasi dan ada yang belum
diratifikasi, konvensi yang belum diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia antara lain:
Convention relating to the Status of Refugees 1951; International Convention on
Reduction of Statelessness 1961, Convention relating to the Status of Stateless Person
1954 dan Convention on the nationality marriage woman 1957. Sedangkan konvensi
yang belum diratifikasi pemerintah Jepang antara lain: Convention on Reduction of
Statelessness 1961, Convention relating to the Status of Stateless Person 1954 dan
Convention on the nationality marriage woman 1957. Namun demikian Pemerintah
Republik Indonesia telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006
11
International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (adopted 7 Mar
1966, entered into force 4 Jan 1969) 660 UNTS 195, Pasal 1(3) („ICERD‟). 12
https://www.eda.admin.ch/eda/en/home/foreign-policy/international-law/un-human-rights-treaties.
html diakses 8 maret 2018
6
tentang kewarganegaraan,13
untuk menggantikan UU No. 62 Tahun 1958 jo UU No.
3 Tahun 1976 tentang Kewarganegaraan dan Pemerintah Jepang telah menerbitkan
Undang-Undang No. 88 tahun 2008 tentang Kewarganegaraan.
Substansi Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 antara lain mengatur hal-hal
sebagai berikut: (i) warga negara Indonesia (Pasal 4-7), (ii) syarat dan tata cara
memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui naturalisasi atau
pewarganegaraan, kelahiran, perkawinan campuran, dan adopsi (Pasal 8-22), (iii)
Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia (Pasal 23-30), (iv) syarat dan tata
cara memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia (Pasal 31-35), (v)
Ketentuan pidana (Pasal 36-38), Ketentuan peralihan (Pasal 39-43), (vi) Ketentuan
penutup (Pasal 44-45). Sedangkan substansi Undang-undang Kewarganegaraan
Jepang No. 88 tahun 2008 mengatur tentang: (i) mendapatkan status
kewarganegaraan melalui kelahiran, anak yang tidak diketahui orang tuanya (Pasal 2-
3), (ii) naturalisasi, kelahiran, perkawinan campuran, dan adopsi (Pasal 4-13), (iii)
memilih kewarganegaraan (Pasal 14-16), (iv) cara-cara mendapatkan kembali
kewarganegaraan (Pasal 17), (v) notifikasi/pemberitahuan kepada perwakilan hukum
(Pasal 18), menteri kehakiman (Pasal 19), dan (vi) ketentuan pidana (Pasal 20).
13
Noor M Aziz, 2011, Laporan Kompedium Hukum Bidang Kewarganegaraan Pusat Penelitian
system Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan HAM RI,
Jakarta, hlm. 5
7
Berkaitan dengan Pemerintah Republik Indonesia telah mengundangkan Undang-
Undang No. 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan Indonesia, dan Pemerintah
Jepang mengundangkan Undang-Undang No 88 tahun 2008, timbul permasalahan
apakah kedua Undang-Undang tersebut telah mengadopsi ketentuan-ketentuan
konvensi yang berkaitan dengan kewarganegaraan, walaupun Pemerintah Indonesia
tidak meratifikasi International Convention on Reduction of Statelessness 1961.
Alasan lain penulis membandingkan pengaturan mendapatkan dan kehilangan
kewarganegaraan menurut UU Kewarganegaraan Republik Indonesia dan Jepang
mendasarkan pada fakta bahwa di Bali, Indonesia, jumlah orang Jepang yang
terdaftar di Konsulat Jepang di Denpasar telah meningkat dari 43 orang pada tahun
1987, menjadi 595 orang pada tahun 1995, dan selanjutnya menjadi 1.755 orang pada
tahun 2006 dan 2.225 orang pada tahun 2010. Konsulat menerima rata-rata tahunan
sekitar 100 pendaftaran perkawinan, dengan lebih dari 90 persen di antaranya
melibatkan wanita Jepang yang menikahi pria lokal.14
Selain itu, Jumlah penduduk
Jepang mencapai peringkat 11 yaitu 1, 7 % dari total penduduk dunia atau 126, 3 juta
jiwa tahun 2016. Selanjutnya menurut data MOJ Jepang, dalam jangka waktu 10
tahun banyak sekali bahkan terus meningkat orang Jepang yang melakukan
perkawinan campuran kemudian melakukan naturalisasi15
yang disederhanakan
berdasarkan pasal 7 undang-undang kewarganegaraan Jepang.
14
Mika Toyota, “Reverse Marriage Migration”: A Case Study of Japanese Brides in Bali” Rikkyo
University, Asian And Pacific Migration Journal, hlm. 347 15
http://www.turning-japanese.info/2012/05/10-years-of-naturalization-statistics.html diakses 28
januari 2018
8
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian skripsi dengan
judul: “Pengaturan Mendapatkan dan Kehilangan Kewarganegaraan
Berdasarkan Hukum Internasional serta Implementasinya dalam Hukum
Kewarganegaraan Indonesia dan Jepang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hukum Internasional memberikan guidelines terhadap proses
mendapatkan dan kehilangan kewarganegaraan?
2. Bagaimanakah proses mendapatkan dan kehilangan kewarganegaraan berdasarkan
undang-undang kewarganegaraan Indonesia dan undang-undang kewarganegaraan
Jepang?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan utama penelitian ini
adalah:
1. Tujuan Penelitian
a. Menjelaskan dan menganalisis Bagaimanakah hukum Internasional
memberikan guidelines terhadap proses mendapatkan dan kehilangan
kewarganegaraan
9
b. Menjelaskan dan menganalisis proses mendapatkan dan kehilangan
kewarganegaraan berdasarkan undang-undang kewarganegaraan Indonesia dan
undang-undang kewarganegaraan Jepang.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Berguna untuk pengembangan ilmu hukum khususnya tentang
kewarganegaraan.
b. Kegunaan Praktis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pemerintah
mengenai kewarganegaraan dan memperhatikan kepentingan negara serta hak-
hak dan kewajiban warga negara dan dapat menjadi gambaran bagi warga
negara Indonesia mengenai hal-hal yang berkaitan dengan cara-cara
mendapatkan kewarganegaraan, sebab-sebab kehilangan dan mendapatkan
kembali kewarganegaraan serta diharapkan berguna bagi mahasiswa dan dosen
untuk menambah pengetahuan mengenai kewarganegaraan berdasarkan hukum
Internasional, undang-undang kewarganegaraan Indonesia dan undang-undang
kewarganegaraan Jepang.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas proses mendapatkan kewarganegaraan, sebab-sebab
kehilangan dan mendapatkan kembali status kewarganegaraan berdasarkan hukum
Internasional, undang-undang kewarganegaraan Indonesia dan undang-undang
kewarganegaraan Jepang.
10
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari 5 Bab yang diorganisasikan
kedalam Bab demi Bab sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan: Bab ini menguraikan latar belakang yang menggambarkan
pentingnya penelitian ini dilakukan diantaranya pentingnya status kewarganegaraan
ecara umum dan pengaturannya berdasarkan hukum Internasional, undang-undang
kewarganegaraan Indonesia dan undang-undang kewarganegaraan Jepang, alasan
membandingkan dengan negara Jepang. Selanjutnya di dalam bab ini juga
dikemukakan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, ruang lingkup
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka: Bab ini menguraikan secara ringkas mengenai
pengertian/teori perbandingan hukum, hak-hak dan kewajiban warga negara, sejarah
dan pengertian kewarganegaraan, asas-asas dan prinsip kewarganegaraan, macam-
macam bentuk mendapatkan kewarganegaraan, macam-macam kehilangan
kewarganegaraan, proses mendapatkan kembali kewarganegaraan, kewarganegaraan
Indonesia, dan kewarganegaraan Jepang.
Bab III Metode Penelitian: Bab ini menguraikan jenis penelitian yang digunakan
pada penulisan skripsi. Selain itu, digambarkan secara ringkas pendekatan masalah
dalam penulisan skripsi ini, bagian berikutnya diuraikan mengenai sumber data dan
metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data dan ditampilkan analisis
data untuk mengetahui cara-cara yang digunakan dalam penelitian skripsi ini.
11
Bab IV Hasil dan Pembahasan: Bab ini dimulai dengan analisis hukum terhadap
proses mendapatkan kewarganegaraan, sebab-sebab kehilangan dan mendapatkan
kembali kewarganegaraan berdasarkan hukum Internasional, kemudian proses
mendapatkan kewarganegaraan, kehilangan dan mendapatkan kembali
kewarganegaraan berdasarkan undang-undang kewarganegaraan Indonesia dan
undang-undang kewarganegaraan Jepang serta menjelaskan perbandingan hukum
Internasional, undang-undang kewarganegaraan Indonesia dan undang-undang
kewarganegaraan Jepang tentang proses mendapatkan dan kehilangan
kewarganegaraan menggunakan tabel pembanding agar memudahkan pembaca.
Bab V Kesimpulan dan Saran: Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perbandingan Hukum
Perbandingan adalah “proceeding by the method of comparison; founded on
comparison; estimated by comparison”16
dan pengertian perbandingan hukum di
dalam Black‟s Law dictionary “The Study of the principles of legal science by the
comparison of various system of law”. Sedangkan Lando menyatakan bahwa
perbandingan hukum adalah “The national legal system and their comparison” yang
kemudian ditambahkan dengan kalimat “An analysis and a comparison of the laws”.
Dalam pernyataan tersebut Lando menjelaskan bahwa perbandingan hukum
merupakan suatu ilmu atau cabang ilmu dan dalam penjelasan mengenai
perbandingan hukum sebagai salah satu jenis penelitian normatif, perbandingan akan
ditinjau sebagai suatu metode dari ilmu perbandingan hukum.17
16
Black, Hanry, St Paul, Minn 1968, C. Black Law Dictionary West Publishing Co 17
Ole, Lando, 1977, the contribution of comparative law to law reform by International organization
for American Journal of comparative law hlm 25.
13
Para ahli hukum melihat bahwa penelitian perbandingan sebagai suatu bidang ilmu,
tetapi sesungguhnya hal tersebut mencakup juga perbandingan hukum sebagai suatu
metode. Oleh karena itu harus diakui bahwa di kalangan para ahli hukum pada
umumnya mengakui tentang penelitian perbandingan hukum. Dalam penelitian
tersebut yang dibandingkan adalah unsur-unsur system sebagai titik tolak
perbandingan, yang mencakup: 1) Struktur hukum yang meliputi lembaga-lembaga
hukum; 2) Substansi hukum yang meliputi perangkat kaidah atau perilaku teratur; 3)
budaya hukum yang mencakup perangkat nilai-nilai yang dianut. Ketiga unsur
tersebut, dapat dibandingkan masing-masing satu sama lainnya, ataupun secara
kumulatif baik yang menyangkut kesamaan maupun yang berkaitan dengan
perbedaan.18
Penulisan skripsi ini menggunakan unsur titik tolak perbandingan yang
kedua yaitu substansi hukum yang meliputi perangkat kaidah atau perilaku teratur
mengenai proses mendapatkan dan kehilangan kewarganegaraan, dalam ilmu hukum
dan praktik hukum metode perbandingan sering diterapkan dan pada umumnya
merupakan penelitian sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, dan
sebagainya.19
18
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1990, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan singkat,
Jakarta: Rajawali Press, hlm. 101. 19
Dr H. Zainuddin Ali, 2011, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 44.
14
Penelitian perbandingan merupakan penelitian yang bersifat membandingkan.
Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau
lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang diteliti berdasarkan kerangka pemikiran
tertentu. Pada penelitian ini variabelnya masih mandiri tetapi untuk sampel yang lebih
dari satu atau dalam waktu yang berbeda. Jadi, penelitian komparatif adalah jenis
penelitian yang digunakan untuk membandingkan antara dua kelompok atau lebih
dari suatu variabel tertentu.20
Sedangkan menurut KBBI21
penelitian perbandingan
adalah penelitian ilmiah; kajian; telaahan, dengan melakukan penelitian komparatif
dengan jenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar
tentang sebab-akibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun
munculnya suatu fenomena tertentu.
Penelitian perbandingan hukum adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh peneliti
dengan membandingkan undang-undang suatu negara dengan undang-undang dari
satu atau lebih negara lainnya. Kegunaan pendekatan tersebut, untuk memperoleh
persamaan dan perbedaan di antara undang-undang tersebut. Dengan demikian,
peneliti akan mengetahui filosofi yang terkandung di dalam setiap peraturan
perundang-undangan yang menjadi objek perbandingan.22
20
Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, hlm. 95 21
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) 22
Peter Mahmud Marzuki, Op Cit hlm. 95
15
Metode perbandingan hukum dalam skripsi ini adalah dengan cara memaparkan
perbedaan dan persamaan mengenai proses mendapatkan dan sebab-sebab kehilangan
kewarganegaraan berdasarkan konvensi Internasional, Undang-undang
kewarganegaraan Indonesia dan Jepang dan mengenai syarat-syarat naturalisasi
antara lain batas usia, seberapa lama bertempat tinggal di suatu negara, tindak pidana
dan pekerjaan atau penghasilan.
B. Kewarganegaraan
Soemantri berpendapat bahwa kewarganegaraan ialah sesuatu yang berhubungan
dengan manusia sebagai individu dalam suatu perkumpulan yang terorganisir dalam
hubungan dengan negara.”23
Kewarganegaraan merupakan istilah yang berasal dari
kata warga negara dan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu staatsburger,
bahasa Inggris yaitu citizen, dan bahasa Perancis yaitu citoyen. Koerniatmanto S.,
mendefinisikan warga negara sebagai anggota negara dan seorang warga negara
mempunyai kedudukan yang khusus terhadap negaranya yaitu mempunyai hubungan
hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.24
23
Koerniatmanto Soetoprawiro, 1996, Hukum Kerganegaraan dan Keimigrasian, PT.Gramedia,
Jakarta, hlm. 1. 24
Koerniatmanto Soetoprawiro, Ibid hlm. 3.
16
Kewarganegaraan dapat diperoleh melalui empat cara yaitu melalui kelahiran (Lahir
di wilayah suatu negara/ius soli atau dengan keturunan dari orang tua suatu negara/ius
sanguinis), melalui naturalisasi (Mengajukan permohonan mendapatkan status
kewarganegaraan kepada suatu negara) dan menurut KBBI naturalisasi adalah
perolehan kewarganegaraan bagi penduduk asing; hal menjadikan warga negara;
pewarganegaraan yang diperoleh setelah memenuhi syarat sebagaimana yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan,25
melalui perkawinan campuran
(Menikah dengan warga negara asing kemudian mengajukan permohonan pergantian
kewarganegaraan mengikuti suami atau isteri warga negara asing) dan melalui adopsi
yaitu dengan diadopsi oleh orang tua warga negara asing.
Penghapusan kewarganegaraan secara mendasar berbeda dengan status pengungsi,
tetapi lebih merupakan keprihatinan berkelanjutan masyarakat dunia daripada sebuah
tindakan yang memerlukan tindakan perbaikan segera. Dalam pendekatan ini, ada dua
kategori orang tanpa kewarganegaraan yaitu mereka yang juga pengungsi, dan
mereka yang bukan pengungsi. Pengungsi dan orang tanpa kewarganegaraan berbeda,
hal tersebut tidak boleh didasarkan pada kebingungan antara masalah kemanusiaan
pengungsi dan masalah orang-orang tanpa kewarganegaraan. Dewan Ekonomi dan
Sosial berpandangan bahwa mengurangi jumlah penyebab tanpa kewarganegaraan
dan penghilangan kewarganegaraan tidak dapat dicapai kecuali melalui kerja sama
dan penerapan konvensi Internasional. Dewan merekomendasikan bahwa negara-
negara membuat ketentuan untuk menghindari kehilangan kewarganegaraan dalam
25
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
17
hal pemindahan teritorial, dan aplikasi-aplikasi naturalisasi diperiksa secara hati-hati
apakah penduduk atau bukan penduduk biasa serta meninjau undang-undang
kewarganegaraan untuk mengurangi ketiadaan kewarganegaraan.26
1. Hak dan Kewajiban Warga negara
Hak menurut Leif Wenar “Pemberi kuasa untuk melakukan atau tidak suatu
perbuatan atau berada dalam sebuah keadaan yang berarti pemberian kuasa untuk
memerintahkan pihak lain untuk melakukan atau tidak suatu perbuatan”. Sedangkan
Rex Martin tidak memahami hak sebagai sebuah klaim tapi lebih sebagai sebuah
jalan bagi dilakukannya tindakan (an establish way of acting).27
Hak secara umum adalah alas bagi individu atau kelompok di sebuah masyarakat
beradab yang mendasarkan diri pada hukum untuk mengukuhkan keberadaannya.
Hak tanpa adanya hukum hanyalah angan-angan belaka, maka tidaklah heran apabila
masyarakat sebuah negara semakin baik atau mendekati keadaan ideal semakin baik
pula penghormatannya terhadap hak.28
Koerniatmanto menyatakan tentang hak dan
kewajiban yang berkaitan dengan warga negara menekankan pada aspek anggota
suatu negara. Warga negara adalah anggota suatu negara dan sebagai anggota suatu
26
GS Goodwin-Gill, Convention relating to the Status of Stateless Persons (UN Audiovisual Library of
International Law 2010) <http://legal.un.org/avl/pdf/ha/cssp/cssp_e.pdf> accessed 14 January 2018;
GS Goodwin-Gill, „Convention on the Reduction of Statelessness‟ (UN Audiovisual Library of
International Law 2011) <http://legal. un.org/avl/pdf/ha/crs/crs_e.pdf> accessed 14 January 2018. P.p
1-5 27
Ibid hlm. 23 28
Pranoto Iskandar, 2012, Hukum HAM Internasional, sebuah pengantar kontekstual, Cianjur:
Perpustakaan Nasional Indonesia hlm. 21 diakses dari https://books.google.co.id/books, 11 Agustus
2017 jam 12.00
18
negara, seorang warga negara mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya
yaitu mempunyai hak dan kewajiban yang timbal balik terhadap negara.
Hak kewarganegaraan dalam hukum kewarganegaraan Internasional dapat
didefinisikan sebagai hubungan politik, hukum yang permanen dan efektif antara
entitas fisik dan negara tertentu yang menghasilkan hak dan kewajiban bagi warga
negara dan negara. Hubungan ini berarti seseorang milik negara tertentu. T.H.
Marshall mengidentifikasi tiga unsur kewarganegaraan yaitu sipil, politik dan sosial.
Unsur pertama, menyangkut hak-hak yang diperlukan untuk kebebasan individu.
Unsur kedua, elemen kebijakan memberikan hak kepada individu untuk berpartisipasi
dalam pelaksanaan kekuasaan politik sebagai anggota badan otoritas politik atau
sebagai pemilih. Unsur ketiga termasuk hak untuk hidup standar, hak atas pendidikan,
hak atas kesehatan. Pengadilan Internasional menyatakan kewarganegaraan adalah
ikatan hukum yang memiliki fakta keterikatan dasar sosial, eksistensi hubungan
dengan adanya hak dan kewajiban timbal balik dan merupakan ekspresi fakta yuridis
baik secara langsung oleh hukum atau sebagai hasil dari sebuah tindakan otoritas.29
Hak yang sangat penting jika tidak memiliki kewarganegaraan adalah perlindungan
keamanan, hal tersebut dapat dicapai dengan memberikan dokumen identitas, layanan
konsuler dan status hukum. Jadi, perlindungan yang lebih baik dari orang tanpa
kewarganegaraan harus dilaksanakan. Dalam hal jaminan hak asasi manusia
dituangkan dalam undang-undang dasar, maka hak-hak asasi yang demikian juga
29
Mahkamah Internasional, hal 23)
Jana Maftei, 2015, Some Aspects of Citizenship from the
Perspective of International Law, Legal Sciences in the New Millennium, European Integration -
Realities and Perspectives. Proceedings hlm 226
19
sekaligus dapat disebut sebagai „constitutional citizen‟s rights‟. Selain itu, tentu ada
pula hak-hak konstitusional warga negara yang tidak termasuk kategori hak asasi
manusia, akan tetapi oleh karena hal itu dimuat dalam konstitusi maka dengan
sendirinya juga termasuk ke dalam pengertian hak-hak konstitusional warganegara.30
Hak atas kewarganegaraan adalah hal yang sangat penting bagi realisasi hak asasi
manusia lainnya. Kepemilikan suatu kewarganegaraan membawa serta perlindungan
diplomatik dan juga sering merupakan persyaratan hukum untuk pelaksanaan hak-hak
dasar. Akibatnya, hak atas kewarganegaraan telah digambarkan sebagai “hak untuk
memiliki hak.” Individu yang tidak memiliki kewarganegaraan atau kewarganegaraan
yang efektif merupakan orang-orang yang paling rentan terhadap pelanggaran hak
asasi manusia.31
a. Hak dan Kewajiban warga negara Indonesia
Hak warga negara Indonesia terhadap negara lain diatur dalam undang-undang
dasar 1945 dan aturan hukum lainnya yang merupakan turunan dari hak-hak
umum yang digariskan dalam UUD 1945. Warga negara menurut undang-
undang dasar 1945 pasal 26 adalah “Bangsa Indonesia asli dan bangsa lain
yang disahkan undang-undang sebagai warganegara.”32
Hak warga negara
tersebut adalah sesuatu yang dapat dimiliki oleh warganegara dari negaranya.
30
Jimly Asshiddiqie, Ke-Indonesiaan dan Kewargenagaran, Lenmbaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Oktober 2011. Hlm. 11 31
http://www.ijrcenter.org/thematic-research-guides/nationality-citizenship/ diakses 2 Oktober 2017 32
Undang-Undang Dasar 1945
20
Hak-hak warga negara yang diperoleh dari negara seperti hak untuk hidup secara
layak, aman, dan hak lain diatur dalam undang-undang. Selain hak, warga negara
juga mempunyai kewajiban terhadap negara dan kewajiban terhadap masyarakat
secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
ditetapkan oleh perundang-undangan. Kewajiban warga negara ditentukan oleh
undang-undang seperti kewajiban untuk membela negara, menaati undang-undang
dan sebagainya.33
Hak-hak warga negara yang dijamin dalam undang-undang dasar
biasa dinamakan sebagai hak-hak konstitusional warga negara (constitutional
citizen‟s rights) yang harus kita bedakan dari pengertian hak asasi manusia (human
rights). Jaminan-jaminan konstitusional hak asasi manusia dewasa ini dipandang
sebagai ciri utama konstitusi modern, maka perumusan pasal-pasal hak asasi manusia
dalam undang-undang dasar di lingkungan negara-negara demokrasi konstitusional
atau negara-negara hukum yang demokratis selalu memuat ketentuan dasar mengenai
hak-hak asasi manusia. Konstitusi negara Indonesia tergolong paling lengkap memuat
hampir semua instrumen Internasional mengenai hak asasi manusia. Semua ketentuan
yang memberikan jaminan konstitusional atas hak-hak asasi manusia dengan
sendirinya berlaku bagi setiap warga negara Indonesia dimana pun mereka berada.
33
Pranoto Iskandar, Op-Cit, hlm. 23
21
b. Hak dan Kewajiban warga negara Jepang menurut Hukum Jepang
Hak dan kewajiban rakyat di negara Jepang secara mencolok ditampilkan
dalam konstitusi Meiji/kekaisaran (1889-1890). Secara keseluruhan, tiga puluh
satu dari 103 artikelnya dikhususkan untuk menggambarkan dengan sangat
rinci dan mencerminkan komitmen untuk menghormati hak asasi manusia.
Konstitusi Meiji memiliki bagian yang ditujukan untuk hak dan kewajiban
seseorang yang menjamin kebebasan berbicara, menulis, publikasi, pertemuan
publik, dan asosiasi. Hak-hak ini diberikan di dalam batas-batas hukum.
Kebebasan beragama diijinkan sejauh tidak mengganggu tugas seseorang yaitu
semua orang Jepang diminta untuk mengakui keilahian kaisar. Kebebasan
semacam itu digambarkan dalam konstitusi pascaperang tanpa kualifikasi.
Selain itu, konstitusi Meiji kemudian menjamin kebebasan berpikir dan hati
nurani; kebebasan akademik; larangan diskriminasi berdasarkan ras,
kepercayaan, status sosial, atau asal keluarga; dan hak kesejahteraan antara lain
hak untuk standar minimum hidup sehat dan berbudaya; hak untuk pendidikan
setara; hak dan kewajiban untuk bekerja sesuai dengan standar kerja tetap dan
upah; dan hak pekerja untuk berorganisasi. Keterbatasan ditempatkan pada
kebebasan pribadi hanya sejauh tidak disalahgunakan (Pasal 12) atau
mengganggu kesejahteraan masyarakat (Pasal 13). Pemberian kuasa judicial
review di Mahkamah Agung (Pasal 81) konstitsi Meiji sebagian dimaksudkan
22
berfungsi sebagai sarana untuk membela hak individu dari pelanggaran oleh
otoritas publik.34
Hak untuk berpartisipasi dalam politik mencakup hak untuk memilih dalam
pemilihan dan hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan kepala negara.
Konstitusi Jepang (1947) tidak memberikan hak-hak ini kepada orang-orang
non-Jepang. Sementara warga negara asing tidak dapat berpartisipasi dalam
kegiatan pemerintahan nasional sebagai warga negara Jepang, mereka dapat
diizinkan untuk memilih dalam pemilihan lokal, seperti pemilihan walikota
yang terkait erat dengan kehidupan masyarakat. Meski semua orang bisa
menjadi pegawai negeri, orang-orang non-Jepang tidak diijinkan untuk
memegang posisi eksekutif.
Hak sosial adalah hak untuk diberi standar hidup minimum dalam suatu
masyarakat, termasuk hak atas pendidikan, hak diberi kesempatan untuk
bekerja, dan hak untuk menerima jaminan sosial. Hak-hak ini hanya berlaku
untuk warga negara Jepang. Jika kehidupan warga negara asing dalam bahaya
tanpa keamanan pemerintah Jepang, bagaimanapun, mereka akan diberi hak-
hak ini sebagai pengecualian.35
Perbedaan terbesar dari menjadi penduduk
tetap jepang adalah mendapatkan hak untuk memilih, dan juga hak untuk
mencalonkan jabatan publik, termasuk majelis lokal. Warga negara yang
dinaturalisasi juga bisa menjadi pegawai negeri, termasuk hakim atau jaksa,
34
http://countrystudies.us/japan/113.htm di akses 30 September 2017 21:03 WIB 35
https://livejapan.com/en/article-a0000239/ diakses Minggu 1 Oktober 2017 10:19 WIB
23
atau bahkan bergabung dengan pasukan bela diri atau polisi. Aktivis Arudo
mengatakan bahwa “Saya menyadari bahwa saya tinggal di Jepang seperti
setiap warga negara lainnya, dengan sebuah keluarga, membayar pajak dan
bekerja dengan baik. Jadi saya memutuskan untuk benar-benar menjadi warga
negara, dengan hak memilih juga.36
Jadi, menurut Arudo lebih baik menjadi
warga negara Jepang agar mendapat hak dan kewajiban yang sama sebagai
warga negara.
2. Asas/Prinsip Kewarganegaraan
Asas kewarganegaraan diperlukan untuk mengatur status kewarganegaraan
seseorang. Hal ini penting agar seseorang mendapatkan perlindungan hukum dari
negara, serta menerima hak dan kewajibannya.37
Dalam menentukan
kewarganegaraan setiap negara memberlakukan aturan yang berbeda, namun secara
umum terdapat tiga unsur yang seringkali digunakan oleh negara-negara di dunia,
antara lain:
(1) Prinsip Keturunan/Ius Sanguinis
Kewarganegaraan orang tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan
seseorang, prinsip ini berlaku diantaranya di Inggris, Amerika, Perancis, Jepang dan
Indonesia.38
Misalnya seseorang yang lahir di Belanda dari kedua orang tuanya yang
36
https://www.japantimes.co.jp/news/2011/12/27/reference/many-angles-to-acquiring-japanese-
citizenship/#.WdG7x8b_rIU diakses 30 september 2017 21:17 WIB 37
Srijanti, A. Rahman H.I, Purwanto S.K, 2009, “Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Mahasiswa,
Yogyakarta; Graha Ilmu, hlm 68. 38
Wahidin, s, 2013, Pendidikan Kewarganegaraan, Tangerang: IN Media. Hlm. 17
24
memiliki kewarganegaraan Indonesia, maka anak bersangkutan akan memiliki
kewarganegaraan Indonesia.39
(2) Prinsip Tempat Kelahiran/Ius Soli
Daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan, prinsip ini
berlaku di Amerika.40
Inggris, dan Perancis.
(3) Prinsip Naturalisasi
Seseorang yang berkewarganegaraan asing dapat mengajukan sebagai warga negara
dari suatu negara tertentu. Syarat-syarat atau prosedur pewarganegaraan disesuaikan
menurut kebutuhan yang dibawakan oleh kondisi dan situasi negara masing-masing.
Dalam pewarganegaraan ada yang aktif maupun yang pasif. Dalam pewarganegaraan
aktif seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan
kehendak menjadi warga negara dari suatu negara. Sedangkan dalam
pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau dijadikan warga negara, maka
seseorang dapat menggunakan hak repudiasi yaitu hak untuk menolak pemberian
kewarganegaraan tersebut. Pembicaraan status kewarganegaraan seseorang dalam
sebuah negara ada yang dikenal dengan apatride untuk orang-orang yang tidak
mempunyai status kewarganegaraan, bipatride untuk orang-orang yang memiliki
status kewarganegaraan rangkap/dwi-kewarganegaraan, dan multipatride untuk
menyebutkan status kewarganegaraan seseorang yang memiliki dua atau lebih
39
Khaidir Anwar, Abdul Muthalib Tahar, Op-Cit, hlm. 35 40
Ibid
25
kewarganegaraan.41
Sejumlah negara, menentukan bahwa hanya ayah yang bisa
menyampaikan kewarganegaraannya kepada anak-anaknya.
a. Anak yang lahir memiliki kewarganegaraan ganda (Bipatride);
1) Hal ini akan terjadi apabila anak yang dilahirkan dari kedua orang tuanya
menganut (asas keturunan), lahir di negara yang menganut asas tempat kelahiran.
Misalnya, seorang anak X lahir di Inggris (menganut asas tempat kelahiran) dari
kedua orang tua warga negara Indonesia yang menganut asas keturunan), maka:
- Menurut hukum Inggris (asas tempat kelahiran) anak yang lahir ini memiliki
kewarganegaraan inggris.
- Menurut hukum Indonesia (asas keturunan) anak yang lahir ini memiliki
kewarganegaraan Indonesia.
2) Hal ini akan terjadi apabila anak yang dilahirkan dari kedua orang tuanya
(menganut asas tempat kelahiran) lahir di Indonesia (menganut asas keturunan),
maka:
- Menurut hukum Indonesia (asas keturunan) anak yang lahir di Indonesia ini
memiliki kewarganegaraan Inggris (Ortu-WN Inggris).
- Menurut hukum Inggris (asas tempat kelahiran) anak yang lahir ini memiliki
kewarganegaraan Indonesia.
41
Wahidin, Op-Cit, hlm. 18
26
b. Anak yang lahir memiliki satu kewarganegaraan saja.
Hal ini terjadi apabila seorang anak dilahirkan oleh kedua orang tuanya yang
menganut asas Ius sanguinis atau Ius soli, yang tinggal atau bertempat kediaman di
negara yang menganut asas ius sanguinis atau ius soli. Misalnya A dilahirkan oleh
seorang ibu dan suaminya yang warga negara Indonesia, lahir di perancis yang
menganut asas Ius sanguinis. C dilahirkan oleh seorang ibu dari ayahnya (WN
Inggris), lahir di Malaysia yang menganut asas ius soli pula.
3. Kehilangan Kewarganegaraan
Statelessness atau seseorang tanpa kewarganegaraan adalah seseorang yang tidak
dianggap sebagai warga negara oleh negara manapun yang berada di bawah undang-
undangnya42
bukan hanya masalah hukum, tapi juga masalah manusia. Sudah lama
diakui bahwa tindakan kolektif Internasional sangat penting untuk memastikan bahwa
setiap orang berhak atas suatu kewarganegaraan. Namun, meskipun masyarakat
Internasional pada awalnya menganggap masalah ketidakpedulian dan gerakan
pengungsi saling terkait, keputusan di awal tahun 1950 untuk mendirikan dua rezim
hukum yang terpisah mengakibatkan degradasi tanpa kewarganegaraan.43
42
Convention Relating to the Status of Stateless Persons, opened for signature 28 September 1954, 360
UNTS 117 (entered into force 6 June 1960) art(1). 43
Alice Edwards and Laura van Waas, „Statelessness‟ in Elena Fiddian-Qasmiyeh et al (eds), The
Oxford Handbook of Refugee and Forced Migration Studies (Oxford University Press, 2014) 290, 290.
27
Statelessness (orang-orang tanpa kewarganegaraan) umumnya terjadi sebagai hasil
perampasan sewenang-wenang kewarganegaraan, termasuk atas dasar ras, jenis
kelamin dan diskriminasi. Selain itu, konsekuensi dari kewarganegaraan sekarang
terdapat dalam istilah hak asasi manusia, mengingat bahwa kerahasiaan sering
mengakibatkan diskriminasi syarat untuk mengakses hak-hak dasar, seperti hak untuk
bekerja, perawatan kesehatan, dan pendidikan di negara sendiri, dan hal itu dapat
menyebabkan kerentanan terhadap pelanggaran hak asasi manusia lainnya, seperti
perdagangan manusia.44
Beberapa orang tanpa kewarganegaraan, kemudian menjadi
pengungsi internal (pencari suaka dan pengungsi). Jika seseorang yang tidak
dianggap sebagai warga negara oleh negara manapun yang berada di bawah
pengesahan undang-undang juga termasuk dalam lingkup Konvensi PBB 1951 yang
berkaitan dengan Status Pengungsi, dia adalah pengungsi tanpa kewarganegaraan.
Bahwa seseorang secara simultan dapat menjadi orang tanpa kewarganegaraan dan
pengungsi, serta pencari suaka.45
Perampasan kebangsaan tidak boleh sewenang-wenang, artinya harus sesuai dengan
hukum dan mematuhi standar keadilan tertentu, seperti proporsionalitas dan non-
diskriminasi. Oleh karena itu, patut dipertanyakan apabila tidak adanya hak banding,
seperti di Inggris, terutama tanpa perlu konfirmasi keputusan pengadilan sebelum
kehilangan kewarganegaraan untuk memenuhi standar prosedural Internasional.46
Komitmen untuk menyelesaikan masalah tanpa kewarganegaraan paling jelas
44
UN Human Rights Council (UNHRC), „Resolution 20/4: The Right to a Nationality: Women
and Children‟, UN doc A/HRC/RES/20/4, 16 July 2012. 45
http://www.institutesi.org/world/whatis.php diakses 14 Januari 2018 pukul 13:47 WIB 46
British Nationality Act 1981 (UK)) <http://www.statelessness.eu/blog/who-are-you-fraud-
impersonation-and-loss-nationalitywithout-procedural-protection> accessed 14 January 2018.
28
dicontohkan oleh Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Rencana Aksi
Global Pengungsi (UNHCR) untuk mengurangi ketiadaan kewarganegaraan pada
statistik tahun 2014-24, yang menetapkan untuk mengakhiri ketiadaan hukum pada
tahun 2024.47
Inti dari rencana tersebut pencegahan dan pengurangan kehilangan
kewarganegaraan, yang sebagian bergantung pada dorongan lebih banyak negara
bagian untuk meratifikasi dan melaksanakan konvensi reduction of statelessness
person (Konvensi 1961).48
Kelompok orang-orang yang tidak memiliki
kewarganegaraan beresiko kehilangan kewarganegaraan mereka, atau mungkin
menghadapi kesulitan untuk mendapatkan kewarganegaraan49
Seringkali wanita menemukan bahwa mereka tidak dapat mentransmisikan
kebangsaan mereka kepada anak-anak mereka hanya jika mereka memiliki anak
pertama mereka atau ketika suami mereka meninggalkan keluarga atau meninggal,
terkadang membuat mereka tanpa kewarganegaraan. Sebagai akibat langsung dari
undang-undang yang diskriminatif tersebut, perempuan menjadi tidak berdaya,
karena hak dan kesempatan mereka dibatasi. Dalam situasi seperti itu, misalnya,
perempuan lebih enggan untuk kembali ke negara asal mereka untuk mendapatkan
kesempatan kerja atau jabatan di layanan publik karena anak-anak mereka tidak
47
United Nations High Commissioner for Refugees, 2014, Global Action Plan to End Statelessness 48
Convention on the Reduction of Statelessness, opened for signature 30 August 1961, 989 UNTS 175
(entered into force 13 December 1975). See also ibid 23. 49
Michelle Foster, Jane Mcadam And Davina Wadley, 2016, Part Two: The Prevention And Reduction
Of Statelessness In Australia An Ongoing Challenge, Melbourne University Law Review: [Vol 40:456
p 458
29
memiliki kesempatan untuk bersekolah atau memiliki akses terhadap layanan
kesehatan, mengingat mereka tidak memiliki kebangsaan ibu mereka.50
C. Kewarganegaraan Indonesia
1. Sejarah
Kewarganegaraan dan pewarganegaraan Indonesia memiliki sejarah cukup panjang
yaitu bermula sesudah Indonesia merdeka, sebagai salah satu syarat ketatanegaraan
ditentukan siapa warga negaranya. Periode awal kemerdekaan Indonesia sebagai
sebuah negara bangsa, benih-benih pemikiran kewarganegaraan telah berkembang
tersebar dalam berbagai tahap pergerakan menuju Indonesia merdeka.
Kewarganegaraan Republik Indonesia memperoleh legitimasi dalam undang-undang
dasar 1945 sehingga menjadi fundamen pengembangan pemikiran tentang
kewarganegaraan Republik Indonesia dan ditunjang dengan dasar penyelenggaraan
negara pada prinsip negara hukum yang demokratis. Menurut pasal 26 ayat (1)
undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945, ditentukan bahwa
“Yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-
orang bangsa lain yang ditetapkan oleh undang-undang menjadi warga negara”.
Masalah warga negara ini diatur lebih lanjut didalam UU No. 12 Tahun 2006 tentang
kewarganegaraan.51
Selain itu, Indonesia menganut asas ius sanguinis (Keturunan)
yang berarti kewarganegaraan seseorang ditentukan dari ayah dan ibu warganegara
50
Report on discrimination against women on nationality-related matters, including the impact on
children: Report of the Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights 2013 P. 10
A/HRC/23/23 www.un.org 51
Khaidir Anwar Zap, Abdul Muthalib Tahar, Op Cit, hlm 34
30
Indonesia dan ius soli terbatas bagi anak warga negara Indonesia dengan warga
negara asing sebelum usia 21 tahun.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2006 dan undang-undang dasar
negara Republik Indonesia tahun 1945 menjamin potensi, harkat, dan martabat setiap
orang sesuai dengan hak asasi manusia. Berdasarkan pasal 4 undang-undang no 12
tahun 2006 yang menjadi warga negara Indonesia adalah: a. setiap orang yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian
pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum undang-undang ini
berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia; b. anak yang lahir dari perkawinan
yang sah dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia; c. anak yang lahir dari
perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara Indonesia dan ibu warga negara
asing;
d. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing
dan ibu warga negara Indonesia; e. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ibu warga negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan
kewarganegaraan kepada anak tersebut; f. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300
(tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan
ayahnya warga negara Indonesia; g. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari
seorang ibu warga negara Indonesia; h. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah
dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah warga negara
Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut
31
berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin; i. anak yang lahir di wilayah
negara republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan
ayah dan ibunya; j. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui; k. anak yang lahir di wilayah
negara republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya; l. anak yang dilahirkan di luar
wilayah negara republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia
yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan; m. anak dari seorang ayah atau ibu
yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya
meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia. n. Anak
warga negara Indonesia yang lahir di Iuar perkawinan yang sah, belum berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai warga negara Indonesia. o. Anak
warga negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah
sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui
sebagai warga negara Indonesia.52
52
Ari Widodo, 2008, Analisis Yuridis pengaturan warga negara dan warga Negara asing menurut
hukum kewarganegaraan dan hukum keimigrasian Tesis Universitas Indonesia hlm 68
32
Seorang warga negara dalam suatu negara pada dasarnya mempunyai hak opsi, yaitu
hak untuk memilih suatu kewarganegaraan (Stelsel aktif) dan hak repudiasi, yaitu hak
untuk menolak suatu kewarganegaraan (Stelsel pasif). Hak repudiasi merupakan hak
untuk menolak suatu kewarganegaraan yang ditawarkan oleh negara lain yang
artinya, seseorang tetap memilih negara asalnya. Hak repudiasi berlaku dalam stelsel
pasif, misalnya pemberian status kewarganegaraan melalui naturalisasi istimewa
kepada orang asing dalam hal orang asing tersebut karena prestasinya yang luar biasa
agar tidak timbulnya kewarganegaraan ganda dengan menggunakan hak repudiasi
dengan cara permohonan kewarganegaraan atau naturalisasi yang istimewa.
Sesungguhnya hak repudiasi dapat dipergunakan apabila dilihat dari konsep pilihan
bagi seseorang yang ditawarkan untuk mendapatkan kewarganegaraan suatu negara.
Hak repudiasi perlu diatur dalam pengaturan sistem hukum di Indonesia, karena
dengan naturalisasi istimewa suatu negara dapat menawarkan atau memberi status
kewarganegaraannya dan kepada yang bersangkutan bisa menolak atau menerimanya,
Sedangkan hak opsi dapat dipergunakan untuk pewarganegaraan biasa.53
53
M. Restu Angga Pratama, 2016, “Tinjauan Yuridis Hak Repudiasi Berdasarkan Undang – Undang
Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia”, Jurnal Universitas
Mataram:Fakultas Hukum Universitas Mataram, hlm 9.
33
2. Macam-macam cara mendapat kewarganegaraan
1) Naturalisasi: Naturalisasi di Indonesia di sebut pewarganegaraan dan menurut
Siahaan dalam bukunya yang berjudul hukum kewarganegaraan dan HAM,
mengatakan bahwa proses naturalisasi pada saat berlakunya undang-undang
nomor 62 Tahun 1958, lembaga peradilan (Pengadilan Negeri) masih memegang
peranan didalamnya.54
Setelah berlaku undang-undang nomor 12 tahun 2006
maka pengadilan negeri tidak memegang peranan di dalamnya.
Cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia karena dikabulkannya
permohonan, diklasifikasikan sebagai pewarganegaraan atau naturalisasi dan
terdapat 2 jenis pewarganegaraan:
(1) Pewarganegaraan biasa yang terdiri dari:
a. Pewarganegaraan 18 tahun yang diatur dalam pasal 4 atau biasa pula disebut
sebagai naturalisasi yang di permudah b. Pewarganegaraan 21 tahun.55
(2) Pewarganegaraan istimewa yaitu pemberian kewarganegaraan oleh Presiden
bagi orang asing yang berjasa kepada negara Republik Indonesia atau
dengan alasan kepentingan negara.
2) Menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat bagi warga
negara asing yang sah menikah dengan warga negara Indonesia.
3) Kelahiran berdasarkan prinsip ius soli terbatas dan ius sanguinis
54
N.H.T Siahaan, Hukum Kewarganegaraan dan HAM, Pancuran Alam dan Pusat Kajian Kebijakan
Hukum dan Ekonomi, Desember 2007, hlm. 88 55
Yusnani Hasyimzum, 2005, Hukum kewarganegaraan, Bandar Lampung: Universitas Lampung,
hlm. 53
34
4) Penetapan pengadilan terhadap pengangkatan anak orang asing oleh warga
negara Indonesia sebelum usia 5 tahun (Adopsi).
3. Kehilangan Kewarganegaraan
Setiap warga negara dapat dengan sendirinya mengalami kehilangan status
kewarganegaraannya karena:
1. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
2. Tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan yang
bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;56
3. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin Presiden;
4. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas
semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia;
5. Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara
asing atau bagian dari negara asing tersebut;57
6. Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat
ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
7. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat
yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari
negara lain atas namanya, atau;
56
http://www.kemlu.go.id diakses 28 januari 2018 57
http://jakartapusat.imigrasi.go.id diakses 28 januari 2018
35
8. Bertempat tinggal di luar wilayah negara republik Indonesia selama 5 (lima) tahun
terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan
sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi warga negara
Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima)
tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap
menjadi warga negara Indonesia kepada perwakilan republik Indonesia yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal perwakilan
republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang
bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
9. Warga negara Indonesia dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas
permohonannya sendiri apabila yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan
belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan
dinyatakan hilang kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa
kewarganegaraan. Penyebab hilangnya kewarganegaraan Indonesia diatur
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2007
tentang Tata cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan dan Memperoleh Kembali
Kewarganegaraan Republik Indonesia.58
58
https://indonesianembassy.org.uk diakses 28 januari 2018
36
4. Prinsip Kewarganegaraan
Indonesia memiliki prinsip ius sanguinis yaitu kewarganegaraan seseorang dapat
dilihat dari keturunannya atau kewarganegaraan orang tua yang menurunkannya
menentukan kewarganegaraan seseorang dan ius soli terbatas bagi anak yang
memiliki dwi kewarganegaraan yaitu salah satu orang tuanya memiliki
kewarganegaraan berbeda selain kewarganegaraan Indonesia.
D. Kewarganegaraan Jepang
1. Sejarah
Hukum kewarganegaraan Jepang telah mengalami beberapa perubahan besar sejak
pertama kali diundangkan di akhir abad kesembilan belas. Norma Internasional serta
kebutuhan yang muncul dari warga Jepang yang tinggal di luar negeri mengharuskan
perubahan dalam hukum kewarganegaraan. Perubahan ini mengakibatkan semakin
ketat ketentuan yang di maksudkan untuk menghilangkan atau mencegah terjadinya
kewarganegaraan ganda.59
Pada tahun 1985 Undang-Undang kewarganegaraan
direvisi yang memungkinkan mereka yang ayahnya orang non-Jepang mewarisi
kewarganegaraan Jepang dari ibu mereka sejak lahir.60
Jepang tidak menganut prinsip kewarganegaraan ganda/dwi kewarganegaraan
misalnya jika seseorang memperoleh kewarganegaraan Amerika Serikat atas
kehendak sendiri, kewarganegaraan Jepang otomatis hilang pada saat itu, bahkan jika
belum menyampaikan pemberitahuan tentang kewarganegaraan yang hilang dan
59
Mie Murazumi, 2000, Japan‟s Laws On Dual Nationality In The Context Of A Globalized World,
Pacific Rim Law & Policy Journal Association VOL. 9 No. 2 p.417 60
http://www.turning-japanese.info/2016/09/totals.html diakses 28 januari 2018
37
daftar keluarga tetap di Jepang. Kementerian Kehakiman, Biro Hukum, dan
Kementerian Luar Negeri menegaskan untuk melakukan pemberitahuan kehilangan
kewarganegaraan dalam waktu tiga bulan setelah mengambil kewarganegaraan asing
di kantor konsuler dan memberikan dokumen daftar keluarga orang tua atau
sejenisnya ke Biro Hukum.61
2. Macam-macam Cara mendapatkan Kewarganegaraan Jepang
1) Naturalisasi: Menteri Kehakiman di Jepang dapat mengizinkan naturalisasi dalam
kondisi tertentu. Dalam praktiknya, pengetahuan membaca/berbicara bahasa
Jepang pada tingkat murid sekolah dasar tahun ketiga (usia delapan sampai
sembilan) diperlukan, namun tidak ada pengetahuan umum.62
Proses menjadi
warga negara Jepang secara hukum dimungkinkan untuk menjadi warga negara
Jepang melalui naturalisasi. Karakteristik proses naturalisasi yang paling banyak
antara negara-bangsa, ada hambatan yang signifikan untuk masuk, termasuk
proses aplikasi yang ekstensif, dokumen yang disertifikasi secara resmi untuk
diambil dan diterjemahkan dengan biaya, informasi yang mengganggu tentang
sejarah keluarga, pendapatan, dan stabilitas pribadi, dan bukti non-kriminalitas di
bawah paradigma yang ditetapkan oleh pemerintah.
Persyaratan khusus untuk kualifikasi kandidat di Jepang tersebut: a) saat ini
tinggal di Jepang secara terus menerus selama lima tahun (dengan beberapa
pengecualian yang dibuat untuk pasangan dan anak-anak warga negara Jepang
61
https://ameblo.jp/sakurany/entry-11134561524.html diakses tanggal 2 oktober 2017 1:26 WIB 62
Atsushi Kondo, 2015, Migration and Law in Japan, Journal Asia & the Pacific Policy Studies, vol.
2, no. 1, p. 162
38
yang tidak memiliki kewarganegaraan Jepang sendiri); b) menjadi orang dewasa
(usia dua puluh tahun di Jepang) dan tanpa catatan kriminal di negara
kewarganegaraan saat ini; c) menjaga perilaku baik; d) memiliki sarana untuk
mendukung diri sendiri dan tanggungan; e) melepaskan kewarganegaraan lainnya
(dengan beberapa pengecualian yang dibuat dengan izin Menteri Kehakiman); dan
f) menjunjung tinggi dan tidak menganjurkan penggulingan Konstitusi atau
Pemerintahan Jepang. Ada beberapa pengecualian yang diajukan untuk pelamar
yang: a) lahir di Jepang namun tidak memiliki kewarganegaraan sejak lahir; b)
mantan warga negara Jepang yang kehilangan kewarganegaraan mereka tapi
tinggal di Jepang; c) telah diadopsi sebagai anak di bawah umur oleh warga negara
Jepang; d) telah menikah dengan Jepang selama tiga tahun, dan tinggal di Jepang
selama satu sampai tiga tahun; dan e) telah melakukan layanan berjasa ke
Jepang.63
Oleh sebab itu, sangat mungkin menjadi warga negara Jepang dan sudah
14,000 orang khususnya dari korea dan china yang berhasil melakukan
naturalisasi.64
Hukum kewarganegaraan Jepang tidak hanya mengungkapkan potensi penegakan
sewenang-wenang atau rasial, namun juga bukti bagaimana proses naturalisasi
secara sistematis diracuni. ada sebuah wawancara awal di Kementerian
Kehakiman sebagai skrining awal; calon potensial diberi tahu, setelah sekitar satu
jam pertanyaan tentang statistik vital, kontribusi, dan komitmen ke Jepang, segera
63
Debito Arudou, „Embedded Racism‟ in Japanese Law: Towards a Japanese Critical Race Theory
East-West Center, Honolulu, Hawai‟I Pacific Asia Inquiry, Volume 4, Number 1, p 159 64
Ministry of Justice, Japan (2011). Kika kyoka shinseisha sū tō no sui‟i, [Changes in the number of
naturalization applicants and grantees], at http://www.moj.go.jp/MINJI/toukei_t_minj03.html
39
apakah mereka akan melanjutkan ke langkah berikutnya untuk mengambil
dokumen yang mendukung. Meskipun kementerian Kehakiman melaporkan bahwa
sebagian besar kandidat yang menyelesaikan proses penuh menerima
kewarganegaraan Jepang, tidak jelas berapa banyak dari mereka ditolak pada
pemeriksaan pertama, karena, kurangnya perilaku jujur tersebut di atas yang
diputuskan ditolak. Lagi pula, tidak ada hak untuk meninjau atau mengajukan
banding-hanya mengajukan permohonan ulang di kemudian hari.
Sekitar 14.000 orang (Rata-rata orang Korea dan China) per tahun berhasil dalam
proses menjadi warga negara Jepang.65
Seorang yang diwawancarai melaporkan
bahwa dia diberitahu saat pemutarannya bahwa karena lamanya waktu di Jepang,
pekerjaan yang aman, dan bahasa Jepang yang fasih, dia memenuhi syarat untuk
kewarganegaraan. Namun, wawancara berikutnya selama tahun depan untuk
mengumpulkan dokumen luar negeri, banyak pertanyaan kepadanya dan kandidat
lainnya yang cukup mengganggu. Pertanyaan termasuk apa yang keluarga mereka
makan, di mana dan bagaimana mereka tidur serta mainan apa yang dimainkan
anak-anak mereka. Calon diharuskan memberikan peta foto dan gambar tangan
kepada polisi ke rumah dan tempat kerja. Aplikasi tersebut juga memiliki survei
pribadi untuk saudara (Saudara kandung dan orang tua) yang menanyakan apakah
mereka menyetujui naturalisasi mereka (Untuk pelamar Korea, seorang pejabat di
Kementerian Kehakiman mengatakan kepada penulisnya).
65
www.moj.go.jp
40
2) Kelahiran: undang-undang kewarganegaraan jepang menentukan yang mendapat
kewarganegaraan melalui kelahiran adalah: ketika ayah dan ibu memiliki
kewarganegaraan jepang, ketika ayahnya meninggal setelah dilahirkan, dan ketika
lahir di Jepang yang kewarganegaraannya tidak diketahui, atau orang tuanya tidak
diketahui, secara sah adalah warga negara.66
3) Perkawinan campuran dengan mengajukan naturalisasi yang disederhanakan
4) Adopsi dengan mengajukan naturalisasi
3. Kehilangan Kewarganegaraan
Hukum Kewarganegaraan saat ini menyatakan bahwa kerugian warga negara Jepang
atas Kewarganegaraan Jepang saat dia memperoleh kewarganegaraan asing dengan
pilihan sendiri. Dengan secara aktif melakukan naturalisasi di negara asing, warga
negara Jepang dianggap memiliki keinginan untuk melepaskan kewarganegaraan
Jepang, dan kerugian atas kewarganegaraan Jepang diberlakukan oleh operasi hukum.
Undang-undang pendaftaran keluarga mengharuskan orang yang bersangkutan untuk
memberitahu pemerintah Jepang atas kehilangan kewarganegaraan Jepang karena
naturalisasi di luar negeri. Hilangnya kewarganegaraan terjadi baik atau tidaknya
dibuat notifikasi dan berlaku sejak tanggal naturalisasi, termasuk juga mengatur anak-
anak warga negara Jepang yang lahir di luar negeri. Jadi hilangnya kewarganegaraan
di Jepang yaitu: Karena memilih kewarganegaraan negara lain, lahir di negara lain
dan memilih kewarganegaraan negara tersebut, membuat pernyataan di menteri
hukum Jepang untuk meninggalkan kewarganegaraan Jepang. Semua terjadi karena
66
Debito Arudou „Embedded Racism‟ in Japanese Law: Towards a Japanese Critical Race Theory
Pacific Asia Inquiry, Volume 4, Number 1, hlm. 160
41
di Jepang menganut kewajiban memilih satu kewarganegaraan. Semua warga negara
ganda Jepang, terlepas dari bagaimana mereka mendapatkan kewarganegaraan asing,
harus memilih satu kewarganegaraan dalam waktu dua tahun mencapai usia dari dua
puluh, atau dalam dua tahun memperoleh kewarganegaraan asing. Misalnya, jika
anak lahir di luar negeri dengan dual kewarganegaraan dan orang tua anak
mempertahankan kewarganegaraannya di Jepang, pada usia dua puluh dua anak harus
memilih di antara kedua kewarganegaraan. Hal yang sama berlaku untuk anak yang
memperoleh kewarganegaraan orang asing melalui adopsi.
Seorang warga negara Jepang berusia di atas dua puluh tahun yang memperoleh
kewarganegaraan asing yang paling sering melalui pernikahan, harus pilih antara dua
kewarganegaraan dalam dua tahun. Tujuan ketentuan ini adalah untuk menghilangkan
kasus kewarganegaraan ganda. Dalam kasus di mana seorang warga negara Jepang
yang telah membuat pernyataan pilihan, namun tetap memiliki warga negara asing
secara sukarela mengambil jabatan publik di negara asing, menteri keadilan dapat
menyatakan bahwa dia akan kehilangan kewarganegaraan Jepang, jika menteri
menemukan bahwa mengambilnya kantor publik semacam itu akan secara substansial
bertentangan dengan pilihannya tentang kewarganegaraan Jepang. Sejak usia rata-rata
di Jepang adalah dua puluh, ketentuan ini memberikan dua tahun setelahnya sebelum
mencapai usia mayoritas untuk membuat keputusan.
42
Lima contoh kewarganegaraan ganda:67
(1) a orang yang lahir dari seorang ibu
Jepang dan seorang ayah asing dari negara ius sanguinis patrilineal; (2) seseorang
lahir dari orang tua Jepang dan orang tua asing dari negara ius sanguinis bilineal; (3)
seseorang yang lahir dari orang tua Jepang di negara a ius soli; (4) warga negara
Jepang yang telah memiliki kewarganegaraan asing sebagai hasil pengakuan oleh
ayah dari kewarganegaraan asing atau melalui adopsi oleh atau perkawinan dengan
orang asing; dan (5) orang yang masih memiliki kewarganegaraan asing setelah
memperoleh kewarganegaraan Jepang dengan naturalisasi.68
4. Prinsip kewarganegaraan Jepang
Kewarganegaraan Jepang menganut Prinsip ius sanguinis (prinsip garis keturunan),
Kebingungan muncul dari istilah “ius sanguinis” karena setiap orang yang telah
belajar bahasa Latin tahu bahwa sanguinis berarti darah. Cara yang kurang
membingungkan untuk memahami ius sanguinis adalah dengan tidak
menganggapnya sebagai darah, melainkan berdasarkan kewarganegaraan legalitas
kelahiran. Dengan darah sering membuat orang berpikir tentang ras. Kesalahpahaman
ini selanjutnya diabadikan oleh realitas demografi saat ini di Jepang, bahkan mereka
yang dinaturalisasi, biasanya ras Asia, dan oleh fakta bahwa ius soli tidak umum
terjadi di luar benua Utara dan Amerika Selatan69
dan ius Soli (prinsip
teritorial/tempat kelahiran) terbatas pada kasus anak yang lahir di Jepang yang orang
tuanya tidak diketahui. Aturan yang menekankan penurunan daripada tempat
67
Ibid 68
www.moj.go.jp 30 september 2017 69
http://www.turning-japanese.info/2013/03/does-one-get-japanese-citizenship-by.html diakses tanggal
30 september 2017 21:51 WIB
43
kelahiran tampaknya sesuai dengan kenyataan citra sifat eksklusif etnis masyarakat
Jepang kontemporer.70
Warga negara asing diharuskan mengajukan permohonan naturalisasi. Selain
naturalisasi berbasis general residence beberapa negara Eropa memiliki sistem
pemberitahuan berbasis sosialisasi untuk orang muda asing, mengenai kondisinya
dari periode domisili atau pendidikan di negara mereka menetap.71
Persyaratan
tinggal lima tahun untuk naturalisasi yang ditetapkan dalam undang-undang
kewarganegaraan Jepang tidak terlalu ketat, tingkat naturalisasi Jepang, sebesar 0,4
persen pada tahun 2013, sangat rendah di antara negara-negara OECD.72
Migrant
Integration Policy Index (MIPEX merupakan hasil penelitian komparatif Instrumen
internasional pengukuran kebijakan untuk mengintegrasikan migran di 28 negara
anggota EU, Australia, Kanada, Islandia, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru,
Norwegia, Swiss, Turki dan Amerika Serikat, menunjukkan evaluasi kebijakan
Jepang yang relatif rendah mengenai akses terhadap kewarganegaraan. Jepang
menempati urutan 23 dari 38 negara (MIPEX: 2015). Jepang memiliki tiga fitur
khusus yang terdiri dari (i) “Sistem reservasi” untuk anak-anak yang lahir di luar
70
Kashiwazaki, C. (1998), „Ius Sanguinis in Japan: the Origin of Citizenship in a Comparative
Perspective‟, International Journal of Comparative Sociology 39 (3), 278 71
Waldrauch, H. (2006), „Acquisition of Nationality‟. In Rainer Bauböck et al. eds., Acquisition and
Loss of Nationality: Policies and trends in 15 European countries, volume 1,
121–219, Amsterdam, Amsterdam University Press. 72
OECD (2015), International Migration Outlook 2015, Paris, OECD.
44
negeri, (ii) sistem pilihan bagi warga ganda, dan (iii) sistem penghuni permanen
khusus bagi mantan penjajah dan keturunan mereka.73
Orang dengan kewarganegaraan Jepang dan kewarganegaraan asing perlu memilih
salah satu kewarganegaraan untuk sampai batas waktu tertentu (Pasal 14 Ayat 1
undang-undang kewarganegaraan). Jika tidak memilih maka akan kehilangan
kewarganegaraan Jepang. Perlu dicatat bahwa prosedur konsultasi, seleksi
kebangsaan terdekat Urusan Biro Hukum, District Biro Hukum, Departemen Luar
Negeri, kedutaan atau konsulat Jepang yang terletak di negara asing yang telah
diterima oleh kantor kotamadya .74
73
cadmus.eui.eu/bitstream/handle/1814/43625/EudoCit_2016_11Japan%20.pdf?...1 diakses 30
september 2017 11:37 WIB 74
www.moj.go.jp diakses 13 oktober 2017
45
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang dilakukan dalam skipsi ini adalah yuridis normatif (normative
legal research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan terhadap suatu permasalahan
hukum tertentu, dan membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum75
Dalam skripsi ini yang dikaji adalah konvensi-konvensi yang berkaitan dengan
kewarganegaraan dan undang-undang mengenai kewarganegaraan. Selanjutnya,
peneliti membandingkan peraturan hukum Internasional dengan Undang-undang No
12 tahun 2006 dan Undang-undang Kewarganegaraan Jepang, disamping itu akan
dipaparkan kasus yang berkaitan dengan kewarganegaraan.
75
Zainuddin Ali, 2011, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 24.
46
B. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan metode yang sangat dibutuhkan dalam membuat
karya ilmiah terutama skripsi untuk lebih menjelaskan dan mencapai maksud dan
tujuan penelitian agar dapat terfokus pada permasalahan yang dituju, sesuai dengan
ruang lingkup pembahasan yang telah ditetapkan. Menurut Liang Gie, pendekatan
adalah keseluruhan unsur yang dipahami untuk mendekati suatu bidang ilmu dan
memahami pengetahuan yang teratur, bulat, mencari sasaran yang di telaah oleh ilmu
tersebut.76
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan ialah adanya perkembangan dalam
ilmu hukum positif, sehingga terdapat pemisahan yang jelas antara ilmu hukum
positif yang praktis dengan ilmu hukum positif yang teoritis.77
Metode penulisan karya ilmiah ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif
yang bersifat pemaparan dan bertujuan memperoleh pengetahuan tentang peraturan
hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu, mengetahui gejala
yuridis yang ada atau peristiwa dalam permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam
masyarakat.
76
The Liang Gie, 1982, Ilmu Politik; Suatu Pembahasan tentang Pengertian, Kedudukan, Lingkup
Metodelogi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 47 77
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Hukum, Bandung:Mandar Maju, hlm. 80
47
C. Sumber Data
Sumber data merupakan sumber utama dalam penelitian ilmu hukum normatif yaitu
bahan hukum yang berupa dokumen atau fakta sosial, karena dalam penelitian hukum
normatif yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat
normatif. Bahan yang diperoleh dan akan diolah dalam penelitian hukum normatif
adalah Bahan hukum primer, sekunder dan non-hukum yang berasal dari sumber
kepustakaan yaitu:
1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum
mengikat dan otoritas (autoritatif) yang terdiri dari:
a. Konvensi, Peraturan Perundang-undangan antara lain convention on reduction
of statelessness person 1961, UU No 12 tahun 2006 tentang peraturan
kewarganegaraan Indonesia dan UU No 88 tahun 2008 tentang peraturan
kewarganegaraan Jepang
b. Catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan suatu peraturan perundang-
undangan misalnya kajian akademik.78
Tetapi tidak digunakan dalam penelitian
ini hanya sekedar mengambil latar belakang dari sebuah peraturan perundang-
undangan.
2. Bahan hukum sekunder adalah yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti misalnya rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian,
hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya79
yang terdiri atas:
78
Zainuddin Ali, Op-Cit, hlm. 47 79
Soerjono Soekanto, 2014, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, hlm. 52
48
a. Buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan
hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum;
b. Jurnal-jurnal hukum;
c. Publikasi
Publikasi tersebut merupakan petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum
primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, jurnal,
surat kabar, dan sebagainya.80
Dalam skripsi ini termasuk Website, artikel, hasil-
hasil Penelitian, pendapat para ahli atau sarjana hukum yang dapat mendukung
pemecahan masalah yang diteliti dalam penelitian ini.
3. Bahan hukum tersier:
a. Bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Law
Dictionary.
b. Bahan-bahan di luar bidang hukum, seperti buku-buku, Website, Jurnal, Artikel,
majalah-majalah, surat kabar di bidang sosial lainnya yang berkaitan dengan
kewarganegaraan khususnya tentang naturalisasi.
80
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat
Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 33
49
D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data yang akan diolah, penulis melakukan studi kepustakaan,
yaitu dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku, website-website, jurnal-jurnal,
artikel-artikel dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi.
Penulis mengunjungi Perpustakaan Universitas Lampung, Ruang Baca Fakultas
Hukum Universitas Lampung dan situs-situs Internet yang berkaitan dengan
penelitian.
2. Metode Pengolahan Data
Setelah data diperoleh, maka yang dilakukan selanjutnya adalah mengolah data,
melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Menerjemahkan data, apabila data tersebut menggunakan bahasa asing agar
mengetahui apakah data tersebut sesuai dengan keperluan penelitian dan agar
mempermudah menganalisisnya.
2. Seleksi data, yaitu pemeriksaan data untuk mengetahui apakah data tersebut sudah
lengkap sesuai dengan keperluan penelitian
3. Klasifikasi data, yaitu menempatkan data sesuai dengan bidang atau pokok
bahasan agar mempermudah dalam menganalisisnya.
4. Sistematika data, yaitu penyusunan data menurut sistematika yang telah ditetapkan
dalam penelitian sehingga mempermudah dalam menganalisisnya.
50
3. Analisis Data
Metode yang digunakan dalam analisis skripsi adalah analisis kualitatif, yaitu
menguraikan data yang berkualitas dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis,
tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan interpretasi data dan
pemahaman analisis serta memudahkan membandingkan setiap aturan.
136
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses mendapatkan kewarganegaraan berdasarkan Convention on Reduction of
Statelessness 1961, Undang-Undang no 12 tahun 2006 dan Undang-Undang
kewarganegaraan Jepang no 88 tahun 2008 diantaranya terdapat 4 cara yaitu
proses mendapatkan kewarganegaraan melalui Kelahiran, Naturalisasi,
Perkawinan Campuran, dan melalui Adopsi. Akan tetapi hukum Internasional
(Convention on Reduction of Statelessness 1961) menetapkan bahwa proses
melalui perkawinan campuran dan adopsi diamanahkan kepada setiap negara dan
mewajibkannya memberi status kewarganegaraan apabila menetapkan
persyaratan kehilangan status kewarganegaraan sebelumnya akibat perkawinan
campuran atau adopsi.
137
2. Sebab-sebab kehilangan kewarganegaraan sudah diatur dalam konvensi 1961,
undang-undang kewarganegaraan Indonesia dan undang-undang
kewarganegaraan Jepang. Terdapat perbedaan dan persamaan, jika peraturan
Indonesia menjadi acuan maka perbedaannya menurut konvensi 1961 tidak ada
peraturan masuk dalam dinas tentara asing, mengucap janji setia, ikut pemilihan
dan memiliki paspor negara asing, sama halnya dengan undang-undang Jepang
No 8 tahun 2008 bedanya ditambah dengan tidak ada aturan mengenai bertempat
tinggal di negara lain sesuai yang di tetapkan. Sedangkan persamaan mengenai
sebab-sebab kehilangan kewarganegaraan menurut konvensi 1961, Undang-
undang Indonesia dan Jepang yaitu Perkawinan, perceraian, legitimasi,
pengakuan atau adopsi dan mendapat kewarganegaraan lain melalui naturalisasi.
Persamaan ini menunjukkan bahwa Indonesia dan Jepang telah mengadopsi
beberapa ketentuan konvensi Reduction of Statelessness person 1961.
B. Saran
Penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi pemerintah Indonesia dalam memperbaiki
hukum mengenai kewarganegaraan dan memperhatikan kepentingan negara serta
hak-hak dan kewajiban warga negara dan dapat menjadi gambaran bagi warga negara
Indonesia mengenai hal-hal yang berkaitan dengan cara-cara mendapatkan
kewarganegaraan, sebab-sebab kehilangan dan mendapatkan kembali
kewarganegaraan serta berguna bagi mahasiswa dan dosen untuk menambah
pengetahuan mengenai kewarganegaraan berdasarkan hukum Internasional, undang-
undang no 12 tahun 2006 dan undang-undang kewarganegaraan Jepang.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Ali, Zainuddin. 2011, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.
Anwar, Khaidir dan Abdul Muthalib Tahar, 2014, Pengantar Hukum Perdata
Internasional, Bandar Lampung: Justice Publisher, hlm. 34
Asshiddiqie , Jimly. 2006, “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Sekretaris
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi”, Jakarta.
Asshiddiqie, Jimly. Ke-Indonesiaan dan Kewargenagaran, Lenmbaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Gie, The Liang. 1982, Ilmu Politik; Suatu Pembahasan tentang Pengertian,
Kedudukan, Lingkup Metodelogi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hasyimzum, Yusnani. 2005, Hukum kewarganegaraan, Bandar Lampung:
Universitas Lampung.
Marzuki, Peter Mahmud. .2007, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana.
Nasution, Bahder Johan. 2008, Metode Penelitian Hukum, Bandung:Mandar Maju
Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu
Tinjauan Singkat Jakarta: Rajawali Pers.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, 1990, Penelitian Hukum Normatif; Suatu
Tinjauan singkat, Jakarta: Rajawali Press.
Soekanto, Soerjono. 2014, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas
Indonesia.
Soetoprawiro, Koerniatmanto. 1996, Hukum Kerganegaraan dan Keimigrasian,
PT.Gramedia, Jakarta.
Srijanti, A. Rahman H.I, Purwanto S.K, 2009, “Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
Mahasiswa, Yogyakarta; Graha Ilmu.
Tutik, Titik Triwulan. 2006, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Jakarta: Prestasi
Pustaka Publiser.
Wahidin, s. 2013, Pendidikan Kewarganegaraan, Tangerang: IN Media.
B. JURNAL, ARTIKEL, DOKUMEN, SKRIPSI, TESIS
Aditya Wirawan, Aditya Wirawan, 2008, “Kajian Yuridis Perkawinan Semu Sebagai
Upaya UntukMemperoleh Kewarganegaraan Indonesia” Tesis Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro, Semarang.
Alice Edwards and Laura van Waas, „Statelessness‟ in Elena Fiddian-Qasmiyeh et al
(eds), The Oxford Handbook of Refugee and Forced Migration Studies (Oxford
University Press, 2014) 290, 290.
Amel Yunita Luntungan, Naturalisasi Warganegara Asing Menjadi Warganegara
Indonesia menurut undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
kewarganegaraan, Lex et Societas. Vol.I/No.5/September 2013.
Ari Widodo, 2008, Analisis Yuridis pengaturan warga negara dan warga Negara
asing menurut hukum kewarganegaraan dan hukum keimigrasian Tesis
Universitas Indonesia.
Atsushi Kondo, 2015, Migration and Law in Japan, Journal Asia & the Pacific
Policy Studies, vol. 2, no. 1.
C Batchelor, „Stateless Persons: Some Gaps in International Protection‟ 1995 7 IJRL
232, 235 (fn omitted).
Choirul Muttaqin, 2011, Kewarganegaraan Ganda Terbatas dalam perspektif Hak
Asasi Manusia, Tesis: Universitas Indonesia.
Debito Arudou, „Embedded Racism‟ in Japanese Law: Towards a Japanese Critical
Race Theory East-West Center, Honolulu, Hawai‟I Pacific Asia Inquiry, Volume
4, Number 1.
Dr. Yoyon M. Darusman, 2017, “Kajian Yuridis Dualisme Kewarganegaraan Dalam
Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegar aan” (Studi
Pada Kasus Gloria Natapraja Hamel) Volume 5.
Edward S. Corwin dan J.W. Peltason, 1967, Understanding the Constitutio, fourt
edition (New York Holt, Rinehart and Winston).
Elena Olympiou, 2016, Nationality and Statelessness: The Right to Birth
Registration in the Context of the Syrian Conflict, Åbo Akademi University:
Finland European Master‟s Degree in Human Rights and Democratization.
International Law Commission (ILC), Draft Articles on Diplomatic Protection with
Commentaries, as contained in „Report of the International Law Commission:
Fifty-Eighth Session‟, UN doc A/61/10, 1 Oct 2006.
Inter-Parliamentary Union 2005 Published by the Inter-Parliamentary Union with
the United Nations High Commissioner for Refugees.
Kashiwazaki, C. (1998), „Ius Sanguinis in Japan: the Origin of Citizenship in a
Comparative Perspective‟, International Journal of Comparative Sociology 39
(3), 278.
Lando Alfa Martogi Manurung, Artikel “meneropong Kewarganegaraan Indonesia
laura van was, 2008, nationality matters: statelessness under international law School
Of Human Rights Research Series, Volume 29.
Lian Nury Sanusi, 2006,Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
Tentang Kewargangaraan Republik Indonesia (Revisi). Cet. 1 (Jakarta: Kawan
Pustaka, 2006) hal. 28/Imam Choirul Muttaqin, 2011, Kewarganegaraan Ganda
Terbatas dalam perspektif Hak Asasi Manusia, Tesis: Universitas Indonesia.
M. Restu Angga Pratama, 2016, “Tinjauan Yuridis Hak Repudiasi Berdasarkan
Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia”, Jurnal Universitas Mataram:Fakultas Hukum Universitas Mataram.
Mahkamah Internasional, hal 23) Jana Maftei, 2015, Some Aspects of Citizenship
from the Perspective of International Law, Legal Sciences in the New
Millennium, European Integration - Realities and Perspectives. Proceedings.
Margono,S.H. 2014,“perlindungan hukum terhadap anak hasil perkawinan
campuran di wilayah kota Yogyakarta Universitas Muhammadiyah Surakarta”,
Jurisprudence, Vol. 4.
Mariam Yasmin, 2011, Akibat Perkawinan Campuran Terhadap Anak dan Harta
Benda yang diperoleh sebelum dan sesudah perkawinan (Studi Banding
Indonesia Malaysia), Skripsi: Universitas Indonesia.
Megawati Purnama, Sari wijaya, I Nengah Suantra Made Nurmawati “Relevansi
Persyaratan Pewarganegaraan Berdasarkan Permohonan Dengan
Pewarganegaraan Berdasarkan Pemberian Negara Menurut Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia”.
Michelle Foster and Hélène Lambert, 2016, Statelessness as a Human Rights Issue:
A Concept Whose Time Has Come, International Journal of Refugee Law, Vol.
28, No. 4, 564–584 doi:10.1093/ijrl/eew044, © The Author (2016). Published by
Oxford University Press. All rights reserved. For Permissions please email:
journals. [email protected].
Michelle Foster, Jane Mcadam And Davina Wadley, 2016, Part Two: The Prevention
And Reduction Of Statelessness In Australia An Ongoing Challenge, Melbourne
University Law Review: [Vol 40:456.
Mie Murazumi, 2000, Japan‟s Laws On Dual Nationality In The Context Of A
Globalized World, Pacific Rim Law & Policy Journal Association VOL. 9 No. 2.
Mika Toyota, “Reverse Marriage Migration”: A Case Study of Japanese Brides in
Bali” Rikkyo University, Asian And Pacific Migration Journal.
N.H.T Siahaan, Hukum Kewarganegaraan dan HAM, Pancuran Alam dan Pusat
Kajian Kebijakan Hukum dan Ekonomi.
Noor M Aziz, 2011, Laporan Kompedium Hukum Bidang Kewarganegaraan Pusat
Penelitian system Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional
Kementrian Hukum dan HAM RI, Jakarta.
OECD (2015), International Migration Outlook 2015, Paris, OECD.
Ole, Lando, 1977, the contribution of comparative law to law reform by International
organization for American Journal of comparative law.
Philip Q. Yang, 2002, Citizenship Acquisition of Post-1965 Asian Immigrants1, Texas
Woman‟s University Population and Environment, Vol. 23, Human Sciences
Press, Inc.
R.M. Maclver, 2015, The Modern State, London: Oxford University Press.
Rendra Marliyanto, Antikowati, Rosita Indrayati, 2013, “Analisis Yuridis Status
Kewarganegaraan Terhadap Orang Yang Tidak Memiliki Kewarganegaraan
(Stateless) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia”, Jember.
Ruma Mandal and Amanda Gray, 2014, Out of the Shadows: The Treatment of
Statelessness under International Law, London: Chatham House, © The Royal
Institute of International Affairs.
UN Human Rights Council (UNHRC), „Resolution 20/4: The Right to a Nationality:
Women and Children‟, UN doc A/HRC/RES/20/4.
United Nations High Commissioner for Refugees, 2014, Global Action Plan to End
Statelessness.
Waldrauch, H. (2006), „Acquisition of Nationality‟. In Rainer Bauböck et al. eds.,
Acquisition and Loss of Nationality: Policies and trends in 15 European
countries, volume 1,121–219, Amsterdam, Amsterdam University Press.
C. KONVENSI, UNDANG-UNDANG
1. Undang-Undang Nasional
1) Undang-Undang Dasar 1945 (Indonesia)
2) Undang-Undang Kewarganegaraan No 12 Tahun 2006 (Indonesia)
3) Nationality Law No 88 of 2008 (Jepang)
2. Konvensi Internasional
1) Convention on the Reduction of Statelessness, opened for signature 30 August
1961, 989 UNTS 175 (entered into force 13 December 1975).
2) Convention Relating to the Status of Stateless Persons, opened for signature
28 September 1954, 360 UNTS 117 (entered into force 6 June 1960)
3) Convention on the Rights of the Child (adopted 20 Nov 1989, entered into
force 2 Sept 1990) 1577 UNTS 3.
4) Nationality Convention Of Marriage Woman 1957
5) Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women
(adopted 18 Dec 1979, entered into force 3 Sept 1981) 1249 UNTS 13.
6) Convention on the Rights of Persons with Disabilities (adopted 13 Dec 2006,
entered into force 3 May 2008) 2515 UNTS 3.
7) Convention relating to the Status of Refugees
8) International Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination (adopted 7 Mar 1966, entered into force 4 Jan 1969) 660
UNTS 195.
9) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik tahun 1966
D. KAMUS
Black Law Dictionary
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
E. INTERNET
Carol A. Batchelor, Statelessness and the problem of resolving nationality status,
www.oxpordjournal.org
Donald Kerwin, 2015, The US Refugee Protection System on the 35th Anniversary of
the Refugee Act of 1980: A Comprehensive Assessment of the System‟s Strengths,
Limitations, and Need for Reform: Executive Director, Center for Migration
Studies Journal on Migration and Human Security seeks
http://jmhs.cmsny.org/index.php/jmhs/about/submissions Center for Migration
Studies of New York. Volume 3 number 2
GS Goodwin-Gill, Convention relating to the Status of Stateless Persons (UN
Audiovisual Library of International Law 2010)
<http://legal.un.org/avl/pdf/ha/cssp/cssp_e.pdf> accessed 14 January 2018; GS
Goodwin-Gill, „Convention on the Reduction of Statelessness‟ (UN Audiovisual
Library of International Law 2011) <http://legal. un.org/avl/pdf/ha/crs/crs_e.pdf>
Guy S. Goodwin-Gill, 2011, Convention On The Reduction Of Statelessness United
Nations Audiovisual Library of International Law, Senior Research Fellow, All
Souls College, Oxford, Copyright © United Nations, All rights reserved
www.un.org/law/avl 4-5
Hélène Lambert, 2014, Refugee Status, Arbitrary Deprivation of Nationality, and
Statelessness within the Context of Article 1A(2) of the 1951 Convention and its
1967 Protocol relating to the Status of Refugees, Legal And Protection Policy
Research Series:University of Westminster, hlm 4. The paper is available online
at: http://www.unhcr.org/pages/4a16b17a6.html
http://countrystudies.us/japan/113.html
http://jakartapusat.imigrasi.go.id
http://www.antaranews.com
http://www.bbc.com
http://www.davidchart.com/about-me/
http://www.dw.com
http://www.ijrcenter.org/thematic-research-guides/nationality-citizenship/
http://www.institutesi.org/worl British Nationality Act 1981 (UK))
http://www.statelessness.eu/blog/who-are-you-fraud-impersonation-and-loss-
nationalitywithout-procedural-protection>d/whatis.php
http://www.institutesi.org/world/causes.php
http://www.institutesi.org/world/humanrights.php
http://www.kemlu.go.id
http://www.law.yale.edu/rcw/rcw/jurisdictions/ase/japan/jepang.-
http://www.moj.go.jp/MINJI/toukei_t_minj03.html
http://www.nic-nagoya.or.jp/en/e/archives/5022
http://www.stat.go.jp/english/data/handbook/c0117.html
http://www.turning-japanese.info/2011/11/published-in-gazette-afternaturalizing.html
http://www.turning-japanese.info/2012/05/10-years-of-naturalization-statistics.html
http://www.turning-japanese.info/2012/06/do-you-have-to-look-japanese-to.html
http://www.turning-japanese.info/2013/03/does-one-get-japanese-citizenship-by.html
http://www.turning-japanese.info/2015/01/kanji-name.html
http://www.turning-japanese.info/2016/09/totals.html
http://www.turning-japanese.info/2016/10/marriage.html
http://www.turning-japanese.info/2017/01/becoming-japanese-being-single.html
http://www.turning-japanese.info/2017/03/mental-health-exam.html
http://www.turning-japanese.info/2017/03/passport-name-alternative-spelling.html
http://www.turning-japanese.info/2017/04/hartbanks.html
http://www.turning-japanese.info/p/people.html
https://ameblo.jp/sakurany/entry-11134561524.html
https://indonesianembassy.org.uk
https://livejapan.com/en/article-a0000239/
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170901062211-20-238810/cerita-gloria-
natapradja-soal-kewarganegaraan-ganda
https://www.eda.admin.ch/eda/en/home/foreign-policy/international-law/un-human-
rights-treaties. html
https://www.japantimes.co.jp/news/2011/12/27/reference/many-angles-to-acquiring-
japanese-citizenship/#.WdG7x8b_rIU
https://www.kemenkumham.go.id/berita/berita-pusat/kontroversi-
kewarganegaraanhttps://www.merdeka.com
https://www.nippon.com/en/features/h00096/
https://www.tokyoimmigration.jp/?p=178
Ministry of Justice, Japan (2011). Kika kyoka shinseisha sū tō no sui‟i, [Changes in
the number of naturalization applicants and grantees], at
Nano Adrian, 2011, Status Hukum Anak Hasil Perkawinan Campuran Berdasarkan
Hukum Indonesia, http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/status-
hukum-anak-hasil-perkawinan-campuran/2011/9/html
Pranoto Iskandar, 2012, Hukum HAM Internasional, sebuah pengantar kontekstual,
Cianjur: Perpustakaan Nasional Indonesia hlm. 21 diakses dari
https://books.google.co.id/books, 11 Agustus 2017 jam 12.00
Report on discrimination against women on nationality-related matters, including the
impact on children: Report of the Office of the United Nations High Commissioner
for Human Rights 2013 P. 10 A/HRC/23/23 www.un.org
UNHCR, „Commemorating the Refugee and Statelessness Conventions:A
Compilation of Summary Conclusions from UNHCR‟s Expert Meetings‟ (May
2012) 16 http://www.unhcr.org/4fe31cff9.pdf
UNHCR, 2014, “Handbook on Protection of Stateless Persons” paras 23–24
http://www.unhcr.org/53b698ab9.html
www.moj.go.jp
www.unhcr.org 2012,Guidelines On Statelessness No. 1: The Definition Of “Stateless
Person” In Article 1(1) Of The 1954 Convention Relating To The Status Of
Stateless Persons