pengaruh varietas dan jarak tanam berbeda terhadap …digilib.unila.ac.id/57789/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENGARUH VARIETAS DAN JARAK TANAM BERBEDA
TERHADAP PROTEIN KASAR, LEMAK KASAR DAN
SERAT KASAR PADA HIJAUAN JAGUNG
(Skripsi)
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
Oleh
DEVIANA PUTRI
PENGARUH VARIETAS DAN JARAK TANAM BERBEDA
TERHADAP PROTEIN KASAR, LEMAK KASAR DAN
SERAT KASAR PADA HIJAUAN JAGUNG
Abstrak
Oleh
Deviana Putri
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh varietas dan jarak tanam
terhadap protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar hijauan jagung. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Desember 2018 hingga Juni 2019 di Laboratorium Lapang
Terpadu dan Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian ini menggunakan metode
rancangan acak kelompok faktorial (RAKF). Perlakuan pertama terdiri dari 3
varietas yaitu A (Bisi-18), B (Pioneer-36), C (NK-212). Perlakuan kedua adalah
jarak tanam yang terdiri dari J1 ( 60 x 20 cm) dan J2 (80 x 20 cm). Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam pada taraf nyata 5%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antar varietas dan jarak
tanam terhadap protein kasar, lemak kasar dan serat kasar hijauan jagung
(P>0,05). Varietas dan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap protein
kasar, lemak kasar dan serat kasar (P>0,05). Varietas C menghasilkan protein
kasar cenderung lebih tinggi (9,44%), pada kandungan lemak kasar cenderung
lebih tinggi varietas B (4,56%), kandungan serat kasar cenderung lebih tinggi
pada varietas C (27,40% ). Jarak tanam J2 menghasilkan protein kasar cenderung
lebih tinggi yaitu (9,02%), pada jarak tanam J1menghasilkan lemak kasar dan
serat kasar cenderung lebih tinggi yaitu (4,47%) dan (26,83%).
Kata kunci : Hijauan jagung, Varietas, Jarak tanam, Protein kasar,
Lemak kasar, Serat kasar
THE EFFECT OF DIFFERENT PLANT VARIETIES AND DIFFERENT
PLANT SPACING ON CRUDE PROTEIN, CRUDE LIPID
AND CRUDE FIBER CONTENT OF CORN FORAGE
Abstract
By
Deviana Putri
These research aimed to study the effect of varieties and different plant spacing on
crude protein, lipid and fiber content of corn forage. These research was
conducted on December 2018—June 2019 at Integrated Field Laboratory
Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, Lampung University.
These research used a factorial randomized block design. The first treatment
consisted of 3 varieties namely A (Bisi-18), B (NK 212), C (Pioneer 36). The
second treatment is the spacing consisting of J1 (60 x 20 cm) and J2 (80 x 20 cm).
The data obtained were analyzed using variance analysis at a real level of 5%.
The results showed that there was no interaction between varieties and spacing of
crude protein, lipid and fiber content of corn forage (P> 0.05). Varieties and
spacing did not significantly affect crude protein, crude lipid and crude fiber
content (P> 0.05). Variety C produce crude protein tends to be higher (9.44%), in
crude lipid content tends to be higher in variety B (4.56%), crude fiber content
tends to be higher in variety C (27.40%). J2 spacing produces crude protein tends
to be higher (9.02%), at J1 spacing it results in crude lipid and crude fiber content
tends to be higher (4.47%) and (26.83%).
Keywords: Corn forage, Varieties, Spacing, Crude protein, Crude lipid,
Crude fiber content
PENGARUH VARIETAS DAN JARAK TANAM BERBEDA
TERHADAP PROTEIN KASAR, LEMAK KASAR DAN
SERAT KASAR PADA HIJAUAN JAGUNG
Oleh
Deviana Putri
Skripsi
Pada
Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA PETERNAKAN
Judul Skripsi : PENGARUH VARIETAS DAN JARAK
TANAM BERBEDA TERHADAP PROTEIN
KASAR (PK), LEMAK KASAR (LK) DAN
SERAT KASAR (SK) PADA HIJAUAN
JAGUNG
Nama Mahasiswa : Deviana Putri
Nomor Pokok Mahasiswa : 1514141036
Jurusan : Peternakan
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Agung Kusuma W, S.Pt., M. P. Liman, S.Pt., M.Si.
NIP 19840305 201404 1 001 NIP 19670422 199402 1 001
2. Ketua Jurusan Peternakan
Sri Suharyati, S.Pt., M.P.
NIP 19680728 199402 2 002
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Agung Kusuma Wijaya S.Pt., M.P.
Sekretaris : Liman S.Pt., M.Si.
Penguji
bukan pembimbing : Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si.
NIP. 19611020 198603 1 002
Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 28 Juni 2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada 13 Desember 1997, sebagai anak
kedua dari Bapak Suwardi dan Ibu Novia Noverita serta menjadi Adik dari Tito
Rochmandika dan Kakak dari Diana Permata Sari. Penulis menyelesaikan
pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Sawah Lama pada 2009, pendidikan
menengah pertama di SMPN 18 Bandar Lampung pada 2012, dan pendidikan
menengah atas di SMAN 1 Bandar Lampung pada 2015. Pada tahun yang sama,
penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan di Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negri (SNMPTN).
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata pada Februari--Maret 2018 di Desa
Kanoman, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus. Pada Juli--Agustus 2018
penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Central Avian Pertiwi Farm 4
yang terletak di Jl. Bakauheni KM 80 Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan,
dan melaksanakan Penelitian pada Desember 2018--Juni 2019 di Laboratorium
Lapang Terpadu dan Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Selama menjadi
mahasiswa, Penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Futsal Wanita sebagai
Anggota periode 2018/2019, dan aktif dalam Organisasi Himpunan Mahasiswa
Peternakan (HIMAPET) sebagai anggota serta menjadi Asisten Dosen BPFR
(Bahan Pakan dan Formulasi Ransum) tahun 2019 .
MOTTO
"Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang
telah dilaksanakan atau diperbuatnya" (Ali Bin Abi Thalib)
“Orang yang berilmu dan beradab, tidak akan diam di
kampung halaman, tinggalkan negerimu, merantaulah ke
negeri orang.” (Imam Syafi’i)
“Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja
karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi
terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja.
Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu
inspirasi” (Ernest Newman)
"Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri
mereka melakukan hal yang harus dikerjakan
ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka
menyukainya atau tidak." (Aldus Huxley)
Karya kecil ini penulis persembahkan untuk:
Bapak dan Ibu yang tercinta, Mamasku Tito dan Adikku Diana yang aku sayangi dan seluruh keluarga besarku, seluruh sahabatku, orang-orang yang menyayangiku, serta almamater tercinta yang selalu ku
banggakan.
Terimaksih atas doa, motivasi, pengorbanan, dukungan dan kasih sayang Bapak dan Ibu
Terimakasih sahabat-sahabatku untuk dukungan dan kebersamaannya
Seluruh guru dan dosen atas segala ilmu berharga yang diajarkan dan bimbingan yang diberikan bagi keberhasilan masa depanku,
kuucapkan terima kasih
Almamater kebanggaanku Universitas Lampung
Semoga karya kecil ini bukan menjadi karya yang terakhir
untuk penulis.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Rasulullah SAW beserta
keluarga dan sahabatnya tercinta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si--selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung--atas izin yang telah berikan;
2. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas
persetujuan, saran,arahan, dan bimbingan yang diberikan kepada Penulis
selama masa studi;
3. Bapak Agung Kusuma, W., S.Pt, M.P.--selaku Pembimbing Utama--atas
ketulusan hati, kesabarannya, saran dan motivasi yang telah diberikan
sehingga Penulis dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan proposal
penelitian ini;
4. Bapak Liman, S.Pt., M.Si..--selaku Pembimbing Anggota--atas kebaikan,
saran, dan motivasinya dalam penyusunan proposal penelitian;
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S..--selaku Pembahas--atas kritikan, saran,
dan bimbingannya dalam pengkoreksian proposal penelitian;
6. Bapak Ir. Syahrio Tantalo, M.P.--selaku Pembimbing Akademik--atas
bimbingan, motivasi, dan dukungan yang diberikan kepada Penulis selama
masa studi;
7. Bapak dan ibu Dosen Jurusan Peternakan yang dengan ikhlas memberikan
ilmu pengetahuannya kepada Penulis selama menjadi mahasiswa;
8. Bapak, Ibu, Mas Tito dan Diana, beserta keluarga besarku—atas semua kasih
sayang, nasehat, dukungan, dan do’a tulus yang selalu tercurah tiada henti
bagi Penulis;
9. Teman-teman 1 tim penelitian Ardianti Regitasari, Miftahul Hasannah dan
Roikatul Jannah—atas kerjasama, dukungan, perhatian, dan kasih sayangnya;
10. Teman-teman dekat saya, Dahlia, Desta, Delsi, Fitri, Reni, dan Tia--atas
dukungan, perhatian dan kasih sayangnya;
11. Sahabatku sedari Sekolah Menengah Atas, Ade Elendris--atas senantiasa
memberikan semangat dan dukungannya. Semoga persahabatan ini tetap
berlanjut untuk selamanya;
12. Teman-teman Peternakan seperjuangan angkatan 2015 yang sagat kucintai
dan kusayangi, serta kakak-kakak dan adik-adik di Jurusan Peternakan;
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua bantuan dan
dukungannya selama ini.
Semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada Penulis menjadi amal baik
dan mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT. Akhir kata, penulis
menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kelancaran
proses skripsi.
Bandar Lampung, 13 Februari 2019
Penulis
Deviana Putri
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvii
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
1.3 Manfaat Penelitian ...................................................................... 3
1.4 Kerangka Pemikiran .................................................................... 4
1.5 Hipotesis ...................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 7
2.1 Tanaman Jagung (Zea mays L) ................................................... 7
2.2 Syarat Pertumbuhan .................................................................... 10
2.3 Stadia Pertumbuhan Tanaman Jagung ........................................ 12
2.4 Varietas Tanaman Jagung ........................................................... 13
2.4.1 Bisi-18 ............................................................................... 15
2.4.2 Pioneer-36 ......................................................................... 17
2.4.3 NK-212 ............................................................................. 17
2.5 Jarak Tanam ................................................................................ 18
2.6 Kandungan Nutrisi Tanaman ...................................................... 19
2.6.1 Protein pada tanaman ........................................................ 20
2.6.2 Lemak pada tanaman ........................................................ 20
2.6.3 Serat pada tanaman ........................................................... 22
2.7 Faktor yang Mempengaruhi Kandungan Nutrisi Tanaman ......... 23
2.8 Pemupukan .................................................................................. 24
III. METODE PENELITIAN ................................................................ 27
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 27
3.2 Alat dan Bahan Penelitian .......................................................... 27
3.3 Rancangan Penelitian ................................................................. 28
3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 30
3.4.1 Pembuatan pupuk kompos ................................................ 30
3.4.2 Persiapan lahan dan penanaman ....................................... 31
3.4.3 Pemupukan ........................................................................ 31
3.4.4 Pemeliharaan ..................................................................... 32
3.4.5 Panen dan pascapanen ....................................................... 32
3.4.6 Pengambilan sampel ......................................................... 32
3.4.7 Analisis proksimat ............................................................ 33
3.5 Analisis Data ............................................................................... 41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 42
4.1 Pengaruh Perlakuan Beberapa Varietas dan Jarak Tanam
terhadap Kadar Lemak Kasar Hijauan Jagung ............................ 42
4.2 Pengaruh Perlakuan Beberapa Varietas dan Jarak Tanam
terhadap Kadar Protein Kasar Hijauan Jagung ........................... 45
4.3 Pengaruh Perlakuan Beberapa Varietas dan Jarak Tanam
terhadap Kadar Serat Kasar Hijauan Jagung ............................... 49
V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ .. 53
5.1 Simpulan ................................................................................... .. 53
5.2 Saran ......................................................................................... .. 53
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 54
LAMPIRAN ............................................................................................. 60
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data Iklim Harian 20 Desember 2018 S/D 12 Januari 2019 di Kota
Bandar Lampung ................................................................................... 11
2. Stadia Pertumbuhan Jagung I .............................................................. .. 12
3. Stadia Pertumbuhan Jagung II .............................................................. 13
4. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Lemak Kasar Hijauan Jagung ..... 42
5. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Kasar Hijauan Jagung .... 46
6. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Serat Kasar Hijauan Jagung........ 49
7. Hasil Protein Kasar Hijauan Jagung dalam Bahan Kering ................... 60
8. Hasil Analisis Varian yang Dihitung Menggunakan SPSS 16.............. 60
9. Hasil Lemak Kasar Hijauan Jagung dalam Bahan Kering .................... 61
10. Hasil Analisis Varian yang Dihitung Menggunakan SPSS 16 ........... 61
11. Hasil Serat Kasar Hijauan Jagung dalam Bahan Kering ..................... 62
12. Hasil Analisis Varian yang Dihitung Menggunakan SPSS 16............ 62
13.Proporsi Daun ...................................................................................... 63
14.Proporsi Batang .................................................................................... 63
15. Produksi Buah Jagung dalam Bahan Segar ........................................ 63
16. Bahan Kering dalam Bahan Segar ...................................................... 63
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Denah Petak Percobaan ......................................................................... 29
2. Hasil Analisis Tanah ............................................................................. 67
3. Varietas Jagung yang Digunakan .......................................................... 67
4. Lahan yang Telah Dipupuk Kompos .................................................... 68
5. Penanaman Jagung ................................................................................ 68
6. Penyiangan Gulma ................................................................................ 69
7. Pembubunan Jagung pada Umur 2 Minggu .......................................... 69
8. Jagung Umur 14 Hari ............................................................................ 70
9. Jagung Umur 30 Hari ............................................................................ 70
10. Jagung Umur 60 Hari .......................................................................... 71
11. Pemanenan Jagung Pada Umur 75 Hari .............................................. 71
12. Penimbangan Bahan Segar .................................................................. 72
13. Penjemuran Sampel ............................................................................. 72
14. Penggilingan Sampel ........................................................................... 73
15. Sampel Analisis ................................................................................... 73
16. Penimbangan Sampel untuk Analisis .................................................. 74
17. Alat-Aalat yang Digunakan untuk Analisis Proksimat ....................... 74
18. Proses Analisis Proksimat ................................................................... 75
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Perhitungan PK, LK dan SK dengan Uji Rancangan Acak Kelompok
Faktorial pada Hijauan Jagung Umur 75 hari ....................................... 60
2. Data Rata-Rata Proporsi Batang, Daun, Produksi Buah Jagung dari
Bahan Segar dan Produksi Bahan Kering dalam Bahan Segar ............. 63
3. Deskripsi Varietas Jagung yang digunanakan....................................... 64
4. Dokumentasi Penelitian ........................................................................ 67
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peternak ruminansia biasanya memelihara ternaknya secara ekstensif atau
tradisional dengan sumber pakan atau hijauan yang hanya diharapkan dari rumput
lapangan yang tumbuh di pinggir jalan, sungai, pematang sawah, dan tegalan.
Sumber hijauan ini sangat bergantung dari musim hujan yang tidak tetap.
Sehingga terjadi kekurangan pakan yang sering membawa dampak terhadap
keberlangsungan kehidupan ternak, sehingga perlu dilakukan usaha pencarian
pakan hijauan pengganti rumput lapangan yang memiliki produksi tinggi,
kandungan nutrisi baik, dan ketersediaannya kontinyu. Salah satunya yakni
hijauan jagung.
Tanaman jagung (Zea mays L.) sudah lama dikenal di Indonesia karena memiliki
nilai ekonomis dan nutrisi yang baik. Hasil sampingan dari tanaman jagung
seperti daun, tongkol, kelobot dan dedak jagung dapat dimanfaatkan sebagai
komponen pakan ternak. Tebon jagung merupakan hasil sampingan dari tanaman
jagung berupa batang, daun dan buah jagung muda yang umumnya dipanen pada
umur panen 45-65 hari, produksinya dapat mencapai 4-5 ton/ha. Kandungan
nutrisi tebon jagung diantaranya protein kasar 5,56%, serat kasar
2
33,58% , lemak kasar 1,25%, abu 7,28% dan BETN 52,32%
(BPTP Sumatera Barat, 2009).
Menurut Kementerian Pertanian (2018) menyatakan bahwa pada tahun 2016
produksi jagung di Indonesia sebesar 23,5 juta ton, puncaknya pada tahun 2017
produksi jagung mengalami peningkatan mencapai 4,4 juta ton, jumlah ini
meningkat 20,22% dibanding tahun sebelumnya dimana produksi jagung sudah
mencapai 27,9 juta ton. Walaupun terjadi peningkatan dalam produksi tanaman
jagung, hal ini masih belum bisa mencukupi kebutuhan akan pakan ternak yang
terus meningkat.
Berdasarkan Kementerian Pertanian (2017) bahwa pada tahun 2017, pemerintah
melakukan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) yang
mentargetkan 4 juta ekor sapi akseptor dan 3 juta ekor sapi bunting, sehingga
terjadi peningkatan populasi sapi di tingkat peternakan Indonesia, sehingga perlu
dilakukan upaya peningkatan produksi tanaman jagung untuk pakan
alternatif ternak .
Populasi tanaman atau jarak tanam merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi hasil tanaman. Peningkatan hasil tanaman jagung dapat
diupayakan melalui pengaturan kerapatan tanam sehingga mencapai populasi
optimal. Menurut Gardner, dkk. (1996) menyatakan bahwa pengaturan kerapatan
tanaman bertujuan untuk meminimalkan kompetisi antar tanaman agar akar dapat
memanfaatkan lingkungan secara optimal. Pengaturan jarak tanam bukan satu-
satunya yang harus diperhatikan melainkan adanya varietas pada tanaman jagung
itu sendiri.
3
Varietas unggul merupakan komponen lainnya dalam sistem produksi jagung.
Secara umum, ada perbedaan morfologi antara varietas berumur dalam dan
berumur genjah, antara lain tinggi tanaman, panjang dan lebar daun. Menurut
Sudjana, dkk. (1998) bahwa pada umumnya tanaman berumur genjah mempunyai
tanggapan lebih baik terhadap kepadatan populasi tinggi.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukannya penelitian mengenai pengaruh
varietas dan jarak tanam terhadap kualitas hijauan jagung yaitu protein kasar
(PK), lemak kasar (LK) dan serat kasar(SK), yang diharapkan dengan adanya
varietas dan jarak tanam yang berbeda dapat mempengaruhi kualitas hijauan
tersebut dan didapatkan varietas dan jarak tanam terbaik untuk menghasilkan
jagung sebagai hijauan pakan ternak ruminansia.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. untuk mengetahui interaksi antara varietas dan jarak tanam terhadap protein
kasar, lemak kasar dan serat kasar hijauan jagung;
2. untuk mengetahui pengaruh varietas dan jarak tanam yang terbaik terhadap
protein kasar, lemak kasar dan serat kasar hijauan jagung;
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. memberi informasi kepada peternak dalam pemilihan varietas dan jarak tanam
yang tepat untuk menghasilkan hijauan jagung sebagai pakan ternak dengan
4
produksi dan kualitas yang baik terutama pada protein kasar, lemak kasar dan
serat kasar;
2. memberi informasi pada kalangan akademis mengenai kombinasi varietas dan
jarak tanam yang terbaik untuk menghasilkan hijauan jagung dengan produksi
dan kualitas yang baik dan sebagai bahan referensi atau acuan untuk penelitian
selanjutnya yang terkait dengan hal ini.
1.4 Kerangka Pemikiran
Salah satu hijauan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah tanaman
jagung, yang merupakan tanaman pangan strategis dan ekonomis , serta memiliki
kandungan nutrisi yang baik. Menurut Desyanto, dkk. (2014) jagung merupakan
salah satu tanaman pakan ternak yang memiliki kandungan nutrisi dan produksi
yang tinggi serta dapat ditanam dalam kondisi lahan kering yang beriklim basah
dan kering, sawah irigasi serta sawah tadah hujan. Menurut Fathul, dkk. (2015)
tanaman jagung memiliki kandungan protein kasar 6,10%, , lemak kasar 1,60%,
dan serat kasar 36,80%.
Potensi tanaman jagung sebagai pakan ternak tidak terlepas dari biomassanya
yang tinggi. Biomassa jagung merupakan bagian dari tanaman jagung kecuali
akar yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan pakan ternak. Menurut
McCutcheon dan Samples (2002) proporsi botani hasil samping tanaman jagung
berdasarkan berat kering terdiri dari 50% batang, 20% daun, 20% tongkol, dan
10% klobot, dengan demikian tanaman jagung sering digunakan sebagai
pakan ternak.
5
Upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan produksi tanaman jagung
sebagai pakan ternak adalah dengan memperhatikan jarak tanam dan penggunaan
varietas yang ditanam. Menurut Patricio, dkk. (2018) bahwa dalam budidaya
jagung, teknologi pengaturan jarak tanam diperlukan untuk meningkatkan
populasi yang optimal, mempermudah dalam perawatan, mengurangi kompetisi
untuk mendapatkan unsur hara antar tanaman serta memaksimalkan penerimaan
sinar matahari ke tanaman sehingga proses fotosintesis dapat optimal. Diharapkan
bahwa saat jumlah unsur hara yang dapat diserap baik dan perakaran kokoh akan
mempengaruhi kualitas hijauan itu sendiri, diantaranya mempengaruhi kandungan
protein kasar, lemak kasar dan serat kasar.
Selain dengan pengaturan jarak tanam, pemilihan varietas juga menjadi hal yang
harus diperhatikan dalam produksi jagung karena untuk mencapai hasil yang
tinggi sangat ditentukan oleh potensi genetiknya. Sutihati (2003) menyatakan
bahwa perlakuan varietas berpengaruh terhadap semua variabel pertumbuhan
dan hasil. Handayani (2003) menambahkan bahwa tinggi tanaman, jumlah daun,
lebar daun, diameter batang, bobot tanaman, dan komponen hasil panen lainnya,
sangat dipengaruhi dengan adanya genetik pada setiap varietas, sehingga
pemilihan varietas yang akan ditanam dapat mempengaruhi kualitas nutrisi
tanaman itu sendiri, diantaranya mempengaruhi kandungan protein kasar, lemak
kasar dan serat kasar. Hal ini bisa terjadi karena adanya pengaruh genetik, yaitu
dari perbedaan kecepatan pembelahan, perbanyakan dan pembesaran sel.
Menurut Aqil, dkk. (2012) pada varietas unggul mempunyai pertumbuhan lebih
baik, perakaran kokoh, batang tegak, toleran rebah, cepat tumbuh, umur panen 95
hari, populasi optimum 66.887 tanaman/ha, dan tahan penyakit karat, dengan
6
demikian diharapkan dari penelitian ini pada varietas dan jarak tanam yang
berbeda akan menghasilkan varietas dan jarak tanam yang terbaik serta dapat
berpengaruh terhadap protein kasar (PK), lemak kasar (LK) dan serat kasar (SK)
sehingga hijauan jagung dapat tumbuh dengan produksi dan kualitas yang baik
sebagai hijauan pakan ternak.
1.5 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah
1. Terdapat interaksi dari beberapa varietas jagung dan jarak tanam terhadap
protein kasar, lemak kasar dan serat kasar hijauan jagung;
2. Terdapat beberapa varietas dan jarak tanam yang terbaik terhadap protein kasar,
lemak kasar dan serat kasar hijauan jagung.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jagung (Zea mays L)
Tanaman yang lebih muda akan mempunyai daun lebih banyak, mengandung
lebih banyak energi dan protein dibandingkan tanaman yang lebih tua. Menurut
Kharim, dkk. (1991) bahwa kandungan protein dan energi hijauan paling banyak
didapat pada daun, sedangkan serat kasar didapat pada batang. Tanaman jagung
itu sendiri merupakan tanaman lengkap, karena memiliki akar, batang, daun,
bunga, dan biji. Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Tanaman
jagung diklasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L. (Aak., 1993).
8
Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas. Tongkol
jagung diselimuti daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak dibagian atas
umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak dibagian
bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10-16 baris biji yang jumlahnya selalu genap
(Subekti dkk., 2012).
Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar
adventif, dan akar kait atau penyangga. Panjang akar tanaman jagung mencapai
2,5-25 cm. Akar adventif berkembang menjadi serabut akar tebal dan berperan
dalam pengambilan air dan hara. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif
yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah yang berfungsi
untuk menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang, akar ini juga
membantu penyerapan hara dan air. Perkembangan akar jagung bergantung pada
varietas, pengolahan tanah, fisik dan kimia tanah, keadaan air tanah, dan
pemupukan (Subekti dkk., 2012).
Batang jagung tidak bercabang dan berbentuk silinder, yang terdiri dari
beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku ruas akan muncul tunas yang akan
berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang jagung tergantung varietas dan
tempat penanaman, umumnya bekisar 60-300 cm (Purwono dan Hartono, 2011).
Daun jagung muncul dari buku-buku batang, sedangkan pelepah daun
menyelubungi ruas batang untuk memperkuat batang. Panjang daun jagung
bervariasi antara 30-150 cm dan lebar 4-15 cm dengan ibu tulang daun yang
sangat keras. Tepi helaian daun halus dan kadang-kadang berombak. Terdapat
juga lidah daun (ligula) yang transparan dan tidak mempunyai telinga daun
9
(auriculae). Bagian atas epidermis umumnya berbulu dan mempunyai barisan
memanjang yang terdiri dari sel-sel bulliform (Muhadjir, 2018). Daun jagung
memiliki kandungan bahan kering 21%; protein kasar 9,90%; lemak kasar 1,80%;
abu 10,20% dan BETN 50,70% (Fathul dkk., 2015).
Jenis limbah jagung yang potensial untuk pakan ternak, ada beberapa istilah lokal
di Indonesia atau daerah untuk berbagai macam limbah tanaman jagung atau hasil
samping industry berbasis bahan dasar jagung. Istilah-istilah ini perlu
diketahui seperti :
a. Tebon jagung istilah ini diberikan pada tanaman jagung yang dipanen pada
umur tanaman 45 – 65 hari dengan limbah yang dihasilkan batang, daun, serta
buah yang masih muda.
b. Jerami jagung/brangsakan merupakan istilah penyebutan untuk tanaman
jagung dimana sebelum tongkol jagung dipetik daun dan batangnya dibiarkan
mengering.
c. Kulit buah jagung/klobot jagung istilah ini digunakan untuk penyebutan kulit
jagung yang membungkus buah jagung.
d. Tongkol jagung/janggel merupakan istilah penyebutan untuk limbah tongkol
jagung dimana tongkol jagung merupakan tempat menempelnya biji jagung
(Bunyamin dkk., 2013).
Proporsi botani hasil samping tanaman jagung berdasarkan berat kering terdiri
dari 50% batang, 20% daun, 20% tongkol dan 10% klobot. Batang jagung
merupakan bagian yang paling sukar dicerna. Batang jagung memiliki kecernaan
10
bahan kering in vitro yaitu sebesar 51% dibandingkan dengan klobot, tongkol dan
daun masing-masing 68%, 60% dan 58% (McCutcheon dan Samples, 2002).
2.2 Syarat Pertumbuhan
Daerah dengan ketinggian antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang
opimum bagi pertumbuhan tanaman jagung (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Tanah berdebu yang kaya hara dan humus cocok untuk tanaman jagung.
Tanaman jagung toleran terhadap reaksi keasaman tanah pada kisaran pH 5,5-7.0,
tingkat keasaman tanah yang terbaik untuk jagung adalah 6,8 (Rukmana, 2008).
Kriteria penilaian sifat kimia tanah pada keadaan sedang atau normal memiliki
kandungan nitrogen sebesar 0,21—0,50% dan kandungan karbon 2,01—3,00%
dengan rasio C/N rasio sebesar 8—12 (Hardjowigeno, 1995).
Iklim yang dikehendaki oleh tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim
sedang hingga daerah beriklim sub-tropis atau tropis yang basah. Pertumbuhan
tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan atau 3-7
mm/hari dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji tanaman
jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musim
hujan, dan menjelang musim kemarau. Pertumbuhan tanaman jagung sangat
membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya
akan terhambat dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat
membentuk buah. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34oC, akan
tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara
23-27oC. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok
11
sekitar 30o C. Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik
daripada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan
pengeringan hasil. Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah
sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl.
Daerah dengan ketinggian antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang
optimum bagi pertumbuhan tanaman jagung (Pusri, 2013).
Kota Bandar Lampung termasuk kota beriklim tropis basah. Suhu udara
maksimum rata-rata 30,57ºC, kelembaban maksimum rata-rata 89,34%,
intensitas penyinaran rata-rata 0,25 jam dengan kecepatan angin rata-rata 2,34
km/jam dan rata-rata evaporasi 3,95 mm/hari. Curah hujan yang tinggi
(>100mm/bulan) terjadi selama bulan November-Mei dan musim kemarau
(CH<100 mm/bulan) terjadi selama bulan Juni-Oktober (BMKG., 2019).
Data terbaru yang tercatat di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika kota
Bandar Lampung memperlihatkan keadaan iklim harian sebagai berikut:
Tabel 1. Data iklim harian 20 Desember 2018 s/d 12 Januari 2019 di Kota
Bandar Lampung
Parameter Nilai
Suhu Rata-Rata (OC) 27,94
Curah Hujan (mm)/Bulan 125
Kecepatan Angin Rata-Rata (Knot) 3
Rata-Rata Lama Penyinaran Jam/Hari 4,1
Keterangan:
*8888 : Data Tidak Terukur
*9999 : Tidak Ada Data
Sumber: BMKG (2019)
12
2.3 Stadia Pertumbuhan Tanaman Jagung
Pertumbuhan tanaman jagung secara umum dibedakan menjadi 2 tahap yaitu
pertumbuhan vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan mulai tanam sampai
dengan masak fisiologis di sajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Stadia pertumbuhan jagung I
Kode stadium Keterangan
Stadia 0
Stadia 0,5
Stadia 1,0
Stadia 1,5
Stadia 2,0
Stadia 2,5
Stadia 3,0
Stadia 3,5
Stadia 4,0
Saat tanam sampai pemunculan dari permukaan tanah.
Daun ke-2 telah tumbuh sempurna.
Daun ke-4 telah tumbuh sempurna, calon bunga jantan
sudah mulai dibentuk pada ujung calon batang, tetapi
masih berada di bawah permukaan tanah.
Daun ke-6 telah tumbuh sempurna, ruas-ruas di bawah
daun ke-5, 6 dan 7 mulai memanjang, ujung batang
(titik tumbuh) sudah berada di atas permukaan tanah.
Daun ke-8 ..telah tumbuh sempurna, laju pertumbuhan
daun dan batang cepat, calon bunga jantan berkembang
cepat.
Daun ke-10 telah tumbuh sempurna, calon bunga
betina mulai terbentuk dan berkembang pada bukir ke
6-8 di atas permukaan tanah.
Daun ke-12 telah tumbuh sempurna, empat helai daun
terbawah mulai coati, batang dan calon btinga jantan
tumbuh dengan cepat, akar udara mulai tumbuh pada
buku pertama di atas permukaan tanah, calon bunga
betina berkembang cepat.
Daun ke-14 telah tumbuh sempurna, perkembangan
bunga jantan mendekati ukuran penuh, rambut-rambut
pada bunga betina mural berkembang, akar-akar udara
dari buku ke 7 berkembang.
Daun ke-16 telah tumbuh sempurna, ujung bunga jantan
mulai muncul, ruas-ruas batang dan rambut bunga
Betina.
Sumber : Muhadjir, (2018).
13
Tabel 3. Stadia pertumbuhan jagung II
Kode stadium Keterangan
1 2
Stadia 5,0
Stadia 6,0
Stadia 7,0
Stadia 8,0
Stadia 9,0
Rambut-rambut mulai muncul, polen mulai terbentuk,
daun dan bunga jantan telah sempurna, pemanjangan
ruas-ruas batang terhenti, tangkai tongkol dan kelobot
mendekati pertumbuhan penuh, seluruh rambut akan
terus memanjang sampai saat dibuahi.
Disebut stadia blister; tongkol, kelobot dan janggel telah
sempurna, pati mulai diakumulasi ke endosperm, bobot
kering biji meningkat dan akan berlangsung sampai
stadia 9,0.
Disebut stadia masak susu (dough), biji berkembang
dengan cepat, pembelahan sel pada lapisan epidermis
dari epidermis terhenti.
Stadia pembentukan biji, beberapa biji mulai sempurna
terbentuk, di dalam embryo, radikal, calon daun dan
calon akar seminal mulai terbentuk.
Seluruh biji sudah sempurna terbentuk, embryo sudah
masak, akumulasi bahan kering dalam biji akan segera
terhenti.
Stadia 10,0
Stadia masak fisiologis, akumulasi bahan kering sudah
terhenti, kadar air dalam biji menurun, kelobot luar
mulai mengering.
Sumber : Muhadjir, (2018)
2.4 Varietas Tanaman Jagung
Varietas unggul merupakan komponen lainnya dalam sistem produksi jagung.
Secara umum, ada perbedaan morfologi antara varietas berumur dalam dan
berumur genjah antara lain tinggi tanaman, panjang dan lebar daun. Pada
umumnya tanaman berumur genjah mempunyai tanggapan yang lebih baik
terhadap kepadatan populasi tinggi (Sudjana dkk., 1998).
14
Penggunaan varietas unggul mempunyai kelebihan dibandingkan dengan varietas
lokal dalam hal produksi dan ketahanan terhadap hama dan penyakit, respon
pemupukan sehingga produksi yang di peroleh baik kuantitas maupun kualitas
dapat meningkat (Soegito dan Adie, 1993).
Beberapa varietas jagung hibrida dapat beradaptasi dengan baik di dataran
menengah sampai tinggi (Rukmana, 2008). Varietas unggul mempunyai
pertumbuhan lebih baik, perakaran kokoh, batang tegak, toleran rebah, cepat
tumbuh, umur panen 95 hari, populasi optimum 66.887 tanaman/ha, dan tahan
penyakit karat (Pioneer, 2006).
Berdasarkan hubungan antara umur dan hasil panen beberapa varietas jagung
menunjukkan bahwa pada umumnya varietas jagung umur sedang cenderung
memberikan hasil panen yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas jagung
umur genjah dan umur dalam, contoh varietas umur sedang yaitu lamuru, Bisma,
Sukmaraga dan hampir semua varietas jagung hibrida yang saat ini dikomersilkan
di Indonesia, diantaranya varietas Pioneer, Bima dan Makmur. Namun tidak
semua varietas unggul umur genjah hasilnya juga lebih rendah dari varietas umur
sedang dan umur dalam, tetapi beberapa diantara jagung umur genjah hasilnya
lebih tinggi
Klasifikasi jagung menurut umur pada garis besarnya terbagi atas dua kelompok
yaitu jagung umur genjah yang dapat dipanen pada umur <95 hari setelah tanaman
(HST) dan jagung umur dalam yang dapat dipanen pada umur >95 HST, dengan
demikian sebagai ahli jagung membagi tiga kelompok yaitu :
15
1. Berumur pendek (genjah): 75-95 hari, contoh varietas Genjah Warangan,
Genjah Kertas, Abimanyu, Metro, Gumarang dan Arjuna.
2. Berumur sedang (tengahan): 95-120 hari, contoh varietas Lamuru, Bisma,
Sukmaraga.
3. Berumur panjang: lebih dari 120 hari, contoh varietas Kania Putih, Bastar,
Kuning dan Harapan.
Pada perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab
keragaman penampilan tanaman. Genetik yang akan diekspresikan pada suatu
fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman
yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman
pertumbuhan tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995).
2.4.1 Bisi-18
Varietas jagung Bisi-18 pertama kali dipasarkan pada 12 Oktober 2004. Jagung
ini berasal dari keturunan pertama silang tunggal antara galur murni FS46 sebagai
induk betina dan galur murni FS17 sebagai induk jantan. Pada daerah dataran
rendah, jagung mulai keluar 50% rambut pada umur >57 hari setelah tanam
sedangkan di dataran tinggi pada umur >70 hari setelah tanam. Umur masak
fisiologis di dataran rendah terjadi >100 hari setelah tanam sedangkan di dataran
tinggi pada umur >125 hari setelah tanam (Aqil dkk., 2012).
Jagung Bisi-18 memiliki batang yang besar, kokoh dan tegap. Warna batang
hijau, warna daun hijau gelap berukuran medium dan tegak. Tinggi tanaman
>230 cm dan memiliki perakaran yang baik serta tahan rebah. Tahan terhadap
penyakit karat daun dan bercak daun. Baik ditanam didaerah yang sudah biasa
16
menanam jagung hibrida pada musim kemarau dan hujan, terutama yang
menghendaki varietas berumur genjah-sedang. Baik ditanam di dataran rendah
sampai ketinggian 1000 mdpl (Aqil dkk., 2012).
Hasil penelitian pada perlakuan varietas bisi menghasilkan tinggi tanaman dan
jumlah daun tertinggi dibandingkan varietas pioneer dan lokal. Hal ini
menunjukkan perlakuan tersebut dipengaruhi faktor genetik dari masing-masing
dari varietas yang diuji. Penampilan pertumbuhan yang berbeda antar varietas
jagung diduga disebabkan oleh adanya pebedaan kecepatan pembelahan
perbanyakan dan pembesaran sel (Desyanto dkk., 2014). Perlakuan varietas
berpengaruh terhadap semua variabel pertumbuhan dan hasil (Sutihati, 2003).
Pada tinggi tanaman dan komponen hasil panen dipengaruhi oleh varietas
(Handayani, 2003).
Pengaruh varietas terhadap variabel yang diamati disebabkan oleh adanya
perbedaan faktor genetik yang dimiliki masing-masing varietas jagung dan
kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan (Gardner dkk., 1991).
Pertumbuhan tanaman jagung yang lebih baik pada varietas hibrida, disebabkan
oleh faktor genotip (genetik) dari varietas yang di uji. Keduan varietas hibrida
tersebut mampu memanfaatkan kondisi lingkungan (tanah dan iklim) lebih baik
bila dibandingkan varietas lokal. Varietas hibrida yang diuji mempunyai sifat-
sifat morfologi dan anatomi yang lebih baik dibandingkan varietas lokal, pada
bahan bahan kering (Desyanto dkk., 2014).
17
2.4.2 Pioneer-36
Jagung hibrida Pioneer 36 Bekisar merupakan hasil riset sebagai solusi bagi
petani dalam menangkal serangan bulai, serta memberikan potensi hasil lebih
tinggi. Benih jagung P36 Bekisar memiliki potensi hasil mencapai 13 MT/Ha.
Benih ini dapat ditanam pada populasi rapat sampa 100.000 tanaman per hektare.
Pioneer 36 termasuk dalam jagung berumur agak dalam, jagung mulai keluar 50
% serbuk sari pada umur lebih dari56 hari setelah tanam sedangkan rambut keluar
pada umur +58 hari setelah tanam. Umur masak fisiologis di dataran rendah
terjadi >95 hari setelah tanam sedangkan di dataran tinggi pada umur >118 hari
setelah tanam. Jagung Pioneer 36 memiliki batang yang besar, kokoh dan tegap.
Warna batang hijau, warna daun hijau gelap, lebar dan tegak. Tinggi tanaman
>225 cm dan memiliki perakaran yang baik serta tahan rebah dan memiliki
keseragaman yang tinggi (Aqil dkk., 2012).
2.4.3 NK-212
Varietas jagung NK 212 diproduksi oleh PT. Sygenta Indonesia dan disetujui oleh
Kementrian Pertanian untuk diproduksi pada 19 November 2013. Jagung ini
berasal dari keturunan pertama silang tunggal antara galur murni NP5150 sebagai
induk betina dan galur murni NP5088 sebagai induk jantan. NK 212 termasuk
dalam jagung berumur sedang, jagung mulai keluar 50 % serbuk sari pada umur
±57 hari setelah tanam sedangkan rambut keluar pada umur ±59 hari setelah
tanam dan umur masak fisiologis ±101 hari setelah tanam
(Menteri Pertanian Republik Indonesia, 2013).
18
Jagung NK 212 memiliki batang yang besar, kokoh dan tegap. Warna batang
hijau tanpa antosianin dan batang berbentuk bulat. Daun berukuran lebar dan
tegak dan berwarna hijau. Tinggi tanaman ±216 cm dan memiliki keseragaman
tinggi. Memiliki perakaran yang kuat dan tahan rebah. Tahan terhadap penyakit
karat daun, bercak daun, bulai dan busuk tongkol. Baik ditanam di daerah yang
endemik penyakit bulai dan busuk tongkol serta dapat dikembangkan secara luas
di daerah sentra penanaman jagung (Menteri Pertanian Republik Indonesia, 2013).
2.5 Jarak Tanam
Tanaman dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, cara tanam jagung
mempertimbangkan beberapa hal seperti, kedalaman penempatan benih berkisar
2,5-5 cm, bergantung pada kondisi tanah, populasi tanam antara 20.000-200.000
tanaman/ha, cara tanam adalah dengan alur-alur yang dibuat teratur atau jarak
tanam yang teratur dalam alur sehingga memungkinkan penyiangan mekanis dua
arah dengan mudah (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Hasil penelitian dari perlakuan jarak tanam yang menghasilkan jumlah daun
tertinggi yaitu 25 x 40 cm. Hal ini diduga pada jarak tersebut masing-masing
tanaman mendapatkan unsur hara, air dan sinar matahari yang lebih banyak.
Dengan demikian pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik, yang akhirnya dapat
menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak (Desyanto dkk., 2014). Perlakuan
kepadatan dan pola tanam menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.
Hal ini disebabkan dengan jumlah tanaman yang sama tetapi dengan pola tanam
19
berbeda akan menimbulkan adanya persaingan unsur hara dan ruang dalam
mendapatkan cahaya matahari, oleh adanya perbedaan jarak tanam
(Rudiarto dkk., 2014).
2.6 Kandungan Nutrisi Tanaman
Tingkat kedewasaan tanaman akan mempengaruhi produksi dan nilai nutrisi
hijauan (McDonald dkk., 2002). Ada dua fase utama dalam pertumbuhan
tanaman, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Pada fase pertumbuhan vegetatif
terjadi perkembangan daun dan batang sebagai hasil penimbunan proses
fotosintesis. Kelebihan hasil asimilasi ini akan disimpan pada bagian vegetatif
sebagai senyawa cadangan, akan tetapi pada fase generative senyawa cadangan
tersebut akan ditranslokasikan untuk perkembangan biji, yang mengakibatkan
terjadinya penurunan total berat batang sebagai akibat dari pemindahan materi
dari batang ke biji. Saat memasuki fase generatif maka rasio batang dan daun
meningkat, hal ini mengakibatkan nilai nutrisi tanaman berkurang.
Kandungan nutrisi pada daun lebih tinggi daripada batang, batang mengandung
proporsi jaringan berdinding tebal yang lebih tinggi dan jaringan fotosintesis lebih
sedikit daripada daun, sehingga batang memiliki konsentrasi dinding sel yang
lebih tinggi dari pada daun (Wilson dan Kennedy, 1996). Meningkatnya
kedewasaan tanaman diikuti dengan penebalan dinding sel pada batang akan
meningkatkan kandungan serat kasar dan lignin. Proses penebalan pada dinding
sel ini juga menyebabkan isi sel terdesak, sehingga proporsi isi sel semakin kecil
yang mengakibatkan nilai nutrisi tanaman menurun.
20
2.6.1 Protein pada tanaman
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan
produktifitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan
nitrogen bahan pakan melalui metode Kjeldahl yang kemudian dikalikan dengan
faktor protein 6,25. Angka tersebut diperoleh dengan asumsi bahwa protein
mengandung 16% nitrogen. Protein juga salah satu senyawa organik yang
terkandung kadar bahan organik (BO). Penggunaan metode Kjeldahl dilakukan
dengan tiga tahapan proses analisis yaitu oksidasi (destruksi), penyulingan
(destilasi), dan titrasi. Prinsip didalam analisis kadar protein, yaitu mengukur
banyaknya nitrogen (N) melalui tiga tahap yang meliputi oksidasi (destruksi),
penyulingan (destilasi) dan titrasi (Fathul dkk., 2015).
Terbentuknya protein bermula dari proses anabolisme dan kemudian dirombak
pada tumbuhan tersebut melalui proses katabolisme. Pada tumbuhan protein
dapat dilihat dari kandungan nitrogen pada tumbuhan. Kandungan nitrogen
merupakan unsur yang dominan mempengaruhi pertumbuhan tanaman tersebut.
Sehingga tanaman sangat memerlukan nitrogen untuk pembentukan protein pada
tanaman dan apabila kekurangan nitrogen dapat diartikan sebagai kekurangan
protein. Bila ditanyakan dimana protein itu berada pada tanaman maka
jawabannya adalah protein pada bagian tubuh tanaman. Protein ditemukan pada
daun muda dan pada bagian tubuh lainnya seperti pada buah (Aandis, 2011).
2.6.2 Lemak pada tanaman
Lemak adalah trigliserida yaitu ester gliserol dengan asam lemak. Pada analisis
proksimat, kadar lemak ditentukan dengan cara mengektraksikan pakan atau
21
ransum dalam pelarut organik. Ekstrak eter adalah zat yang mengandung
senyawa yang larut dalam eter, termasuk lipid dan zat yang tidak mengandung
asam lemak. Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan
metode soxlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxlet dengan
menggunakan pelarut lemak, seperti eter, kloroform atau benzena. Prinsip
didalam analisis kadar lemak yaitu bahwa lemak adalah semua yang larut di
dalam zat pelarut lemak (petroleum ether atau chloroform) selama 6 jam dalam
pemanasan (Fathul dkk., 2015).
Dalam tanaman, lemak disintesis dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul
asam lemak yang terbentuk dari kelanjutan oksidasi karbohidrat dalam proses
respirasi. Proses pembentukan lemak dalam tanaman dapat dibagi dalam tiga
tahap yaitu :
- Sintesis gliserol dalam tanaman terjadi serangkaian reaksi biokimia, pada reaksi
ini fruktosa difosfat diuraikan oleh enzim aldosa menjadi dihidroksi aseton fosfat,
kemudian direduksi menjadi α-gliserofosfat. Gugus fosfat dihilangkan melalui
proses fosforilasi sehingga akan terbentuk molekul gliserol.
-Sintesis asam lemak, asam lemak dapat dibentuk dari senyawa yang mengandung
karbon seperti asam asetat, asetaldehid, dan etanol yang merupakan hasil respirasi
tanaman. Sintesis asam lemak dilakukan dalam kondisi anaerob dengan bantuan
sejenis bakteri.
- Kondensasi asam lemak dengan gliserol, pada tahap pembentukan molekul
lemak ini terjadi proses esterifikasi gliserol dengan asam lemak yang dikatalisis
oleh enzim lipase (Rochem, 2012).
22
Jagung yang mengandung lemak yang tinggi cenderung mempunyai ukuran
lembaga yang lebih besar dengan endosperm yang berukuran lebih kecil. Semua
sesuatu yang dapat larut dalam zat pelarut lemak, seperti karotinoid, steroid,
pigmen, vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E dan K), volatile, resin, waxes
dan chlorophyl, semua zat-zat tersebut akan terhitung sebagai lemak
(Fathul dkk., 2014).
2.6.3 Serat kasar
Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi
yang tersisa setelah dipanaskan dengan larutan asam sulfat standar dan sodium
hidroksida pada kondisi yang terkontrol. Serat kasar yang terdapat dalam pakan
sebagaian besar tidak dapat dicerna pada ternak nonruminansia, tetapi digunakan
secara luas pada ternak ruminansia. Serat kasr sebagian besar berasal dari sel
dinding tanaman dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Serat kasar merupakan ukuran yang cukup baik dalam menentukan serat dalam
sampel. Pada ternak nonruminansia, fraksi ini sangat terbatas nilai nutrisinya
sehingga pengukuran serat kasar hanya merupakan pedoman proporsional dalam
pakan yang digunakan untuk ternak. Prinsip di dalam analisis kadar serat kasar,
yaitu semua zat yang hilang pada waktu pemijaran di dalam tanur pada suhu
600OC selam 2 jam, sesudah mengalami pencucian dengan asam kuat encer dan
basa kuat encer (Fathul dkk., 2015).
23
2.7 Faktor yang Mempengaruhi Kandungan Nutrisi Tanaman
Pada kadar protein daun jagung varietas BISI-2 (V) cenderung lebih tinggi pada
pemangkasan 40 HST (P1), namun pada pemangkasan 55 HST (P) kadar protein
kasar daun jagung varietas lokal (V) cenderung lebih tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin lamanya dilakukan pemangkasan, kadar protein varietas BISI-2
(V) semakin menurun. Penurunan ini mungkin disebabkan oleh terjadinya
pengalihan penimbunan nitrogen dari bagian-bagian vegetatif tanaman ke bagian
tongkol untuk proses pembentukan biji. Gardner, dkk. (1991) menyatakan bahwa
sebelum pengisian biji hasil asimilasi kebanyakan digunakan oleh komponen
pertumbuhan vegetatif, sedangkan selama pengisian biji kebanyakan hasil
asimilasi digunakan untuk produksi generatif.
Besarnya kandungan bahan kering juga dipengaruhi oleh cuaca, cekaman hara dan
air, varietas bahan, pemupukan dan interval dan waktu pemotongan. Kandungan
protein kasar tanaman jagung masa vegetatif akan lebih tinggi akibat masih
terjadinya perkembangan bagian-bagian vegetatif seperti daun dan batang sebagai
hasil proses fotosintesis dan belum tumbuhnya biji. Tanaman akan berkurang
kandungan protein, mineral dan karbohidratnya dengan meningkatnya umur
tanaman namun kandungan serat kasar dan ligninnya bertambah. Tingginya serat
umumnya didominasi oleh komponen lignoselulosa yang sulit dicerna sehingga
menurunkan kecernaan. Kandungan protein yang rendah pada umur panen tua
juga disebabkan karena menurunnya fraksi daun. Daun pada tanaman muda
memiliki kandungan protein kasar lebih tinggi dibandingkan daun umur
tanaman tua (Tarigan dkk., 2010).
24
2.8 Pemupukan
Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila
ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat menambah unsur hara serta
dapat memerbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, atau kesuburan tanah.
Pupuk dapat digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk
anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk
hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri
pengurai, misalnya pupuk kompos dan pupuk kandang.
Tingginya kadar C dalam pupuk kandang sapi menghambat penggunaan langsung
ke lahan pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama.
Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba dekomposer akan menggunakan
N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organik tersebut sehingga tanaman
utama akan kekurangan N.
Penggunaan pupuk kandang sapi yang maksimal harus dilakukan pengomposan
agar menjadi kompos pupuk kandang sapi dengan rasio C/N di bawah 20, selain
masalah rasio C/N, pemanfaatan pupuk kandang sapi secara langsung juga
berkaitan dengan kadar air yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Neltriana
(2015) bahwa pupuk kandang kotoran sapi dosis 15 ton/ha memberikan pengaruh
yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil ubi jalar.
Pada pupuk urea adalah pupuk yang mengandung nitrogen (N) berkadar tinggi .
Zat ini mengandung nitrogen paling tinggi (46%) di antara semua pupuk padat.
Zat ini mudah larut didalam air dan tidak mempunyai residu garam sesudah
25
dipakai untuk tanaman. Kadang-kadang zat ini juga digunakan untuk pemberian
makanan daun (Austin, 1997).
Pupuk memiliki manfaat lainnya diantaranya pupuk urea membuat daun tanaman
lebih hijau, rimbun, dan segar. Nitrogen juga membantu tanaman sehingga
mempunyai banyak zat hijau daun (klorofil). Dengan adanya zat hijau daun yang
berlimpah, tanaman akan lebih mudah melakukan fotosintesis, pupuk urea juga
mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, cabang dan lain-lain).
Serta, pupuk urea juga mampu menambah kandungan protein di dalam tanaman
(Suhartono, 2012).
Unsur nitrogen diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian vegetatif
tanaman, seperti daun, batang dan akar. Berperan penting dalam hal pembentukan
hijau daun yang berguna sekali dalam proses fotosintesis, unsur N berperan untuk
mempercepat fase vegetatif karena fungsi utama unsur N itu sendiri sebagai
sintesis klorofil. Klorofil berfungsi untuk menangkap cahaya matahari yang
berguna untuk pembentukan makanan dalam fotosintesis, kandungan klorofil
yang cukup dapat membentuk atau memacu pertumbuhan tanaman terutama
merangsang organ vegetatif tanaman. Pertumbuhan akar, batang, dan daun terjadi
dengan cepat jika persediaan makanan yang digunakan untuk proses pembentukan
organ tersebut dalam keadaan atau jumlah yang cukup (Purwadi, 2011).
Pada pupuk TSP (triplesuperfosfat) memiliki kadar P2O5 sebesar 46-48% dan
umumnya berwarna abu-abu. Pupuk ini berbentuk butiran kasar, berwarna abu-
abu dan termasuk pupuk yang mudah larut dalam air. Kandungan hara pupuk ini
26
sekitar 46-48% P2O5, tidak bersifat higroskopis dan reaksinya di dalam tanah
netral (Hasibuan, 2006).
Terdapat dua macam pupuk KCl yakni: KCl 80 yang mengandung 52%-53% K2O
dan KCl 90 dengan kandungan 55%-58% K2O. Pupuk ini larut dalam air. Bila
dimasukkan ke dalam tanah pupuk ini akan terionisasi menjadi ion K dan ion Cl.
Karena pupuk mengandung ion Cl, kurang baik digunakan untuk tanaman yang
peka terhadap Cl seperti tanaman tembakau, kelapa sawit, dan kentang. Pupuk ini
larut dalam air (Hasibuan, 2004).
27
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2018 hingga Juni 2019 di Lahan
Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam melaksanakan penelitian adalah cangkul,
sekop, sabit, rol meter, tali rafia, tangki semprot, timbangan analitik, timbangan
digital, ember dan karung pembungkus, kertas HVS, plastik ukuran besar dan
karung, selang air dan alat tulis. Alat yang akan digunakan untuk analisis
proksimat adalah timbangan analitik, cawan porselen, desikator, kain lap, oven,
tang penjepit, tanur, Kjeldahl Apparatus, Buret, erlenmayer, kertas saring, labu
kjeldahl, Soxhlet Appartus, alat Crude Fiber Apparatus dan kain linen.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan seluas 200 m2,
benih yang digunakan adalah benih dari 3 varietas yaitu BISI-18 (didapatkan dari
PT. Bisi Internasional Tbk), NK-212 (dari PT. Syngenta Indonesia), dan
Pioneer-36 (dari PT. Dupont Indonesia). Pupuk kompos (kotoran sapi, yang
diperoleh dari kandang Jurusan Peternakan), pupuk dasar berupa urea, TSP dan
28
KCl (Pusri, 2013). Bahan yang akan digunakan dalam analisis proksimat adalah
sampel tanaman jagung seluruh bagian yang sudah berbentuk bubuk, H2SO4
pekat, H2SO4 standar, NaOH 5 %, NaOH standar, kerats saring, petrolium ether,
H2SO4 0,25 N, NaOH 0,313 N, aseton, air suling hangat, kertas saring whatman
ashles dan kertas lakmus.
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak kelompok faktorial (RAKF)
dimana faktor pertama adalah varietas jagung dan kedua adalah jarak.
Faktor pertama yaitu varietas jagung yang terdiri dari 3 varietas jagung yaitu :
V1= Bisi-18
V2= Pioneer-36
V3 = NK-212
Faktor kedua yakni jarak tanam jagung terdiri atas 2 taraf perlakuan yakni :
J1 = 60 x 20 cm
J2 = 80 x 20 cm
Setiap unit perlakuan percobaan berupa petak berukuran 2,6 x 2 m2. Setiap
perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 18 unit percobaan. Terdapat variabel
yang akan diamati yaitu protein kasar, lemak kasar dan serat kasar. Tata letak
petak percobaan yang dapat dilihat Gambar 1.
29
Gambar 1. Denah petak percobaan
Keterangan :
A = Bisi-18
B = Pioneer 36
C = NK 212
J1 = 60 x 20 cm
J2 = 80 x 20 cm
Lebar lahan total = 10 m
Panjang lahan total = 20 m
2,6 m
0,5
m
2m B J2
A J1
C J2
1m U1
A J2 C J1 B J1
B J2 C J2 A J1
U2
A J2 B J1 C J1
C J1 B J2 C J2
U3
A J2 A J1 B J1
30
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Percobaan dilakukan dua tahap yaitu tahap pertama berupa persiapan lahan dan
penanaman jagung dan tahap kedua yaitu analisis proksimat lengkap untuk
mengetahui kandungan nutrisi dari tanaman jagung.
3.4.1 Pembuatan pupuk kompos
Pengomposan dilakukan dengan cara fermentasi menggunakan starter bakteri
yang berasal dari EM4. Menurut Bahar dan Haryanto (1999), cara pembuatan
kompos ini meliputi: mengumpulkan feses sapi, kemudian dipindahkan ke tempat
pembuatan pupuk organik. Tempat pemrosesan pembuatan pupuk organik harus
dijaga agar tidak mendapatkan panas langsung dari sinar matahari dan terlindung
dari air hujan. Selanjutnya feses tersebut dicampur dengan probiotik atau EM4
sebanyak 2,5 kg probiotik untuk setiap ton pupuk, setelah itu ditumpuk pada
tempat yang telah disiapkan dengan ketinggian tumpukan sekitar 80 cm.
Periode pembuatan kompos dilakukan selama 14 hari.
Keberhasilan proses dekomposisi tersebut akan diikuti dengan peningkatan
temperatur hingga mencapai sekitar 70°C kemudian menurun yang menunjukkan
adanya pendinginan yang disebabkan oleh berkurangnya proses dekomposisi dan
akhirnya mencapai titik konstan. Bahan sumber unsur kalsium (kapur dolomit)
dan sumber potasium (abu dan sekam) dapat ditambahkan dan diaduk merata
sebanyak 20 kg kapur dolomit, 100 kg abu dan 70,75 kg sekam untuk setiap ton
pupuk organik.
31
3.4.2 Persiapan lahan dan penanaman
Berikut adalah tahap dalam penanaman jagung
a. Pengolahan lahan yang terdiri dari pematokan lahan, pembabatan rumput
secara manual, penyemprotan pestisida (gramoxon), pembakaran gulma
kering, pencangkulan kasar lahan.
b. Pembuatan 18 petak lahan dengan ukuran per petak 2,6 x 2 m. Jarak antar
baris petak 0,5 m dan dilanjutkan dengan pencangkulan agar tekstur tanah
lebih halus.
c. Penanaman jagung dilakukan dengan jarak tanam 60 x 20 cm yaitu 1 petak
lahan berisi 5 baris tanaman dengan jumlah setiap baris 10 lubang
(populasi 50 tanaman/ petak) sedangkan jarak kedua yaitu 80 x 20 cm dengan
jumlah baris perpetak 4 baris dan dalam 1 baris berisi 10 lubang (populasi 40
tanaman/ petak) . kedalaman lubang sekitar 3 cm dengan 2 biji jagung
per lubang.
3.4.3 Pemupukan
Pupuk yang akan digunakan adalah pupuk kompos dan pupuk anorganik. Pupuk
kompos diberikan sebelum penanaman jagung dengan dosis 20 ton/ ha. Pupuk
anorganik yang di berikan adalah Urea dengan dosis 250 kg/ha, TSP 75 kg/ha dan
KCl 50 kg/ha. Pemupukan dapat dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama
pupuk dasar, diberikan bersamaan waktu tanam. Tahap kedua (susulan I),
diberikan setelah tanaman berumur 3-4 minggu setelah tanam. Tahap ketiga
(susulan II), diberikan setelah tanaman berumur 6-8 minggu atau menjelang
keluar malai (Syekhfani, 2012). Pemupukan dasar dilkukan dengan pemberian
1/2 bagian pupuk TSP dan 1/2 bagian KCL diberikan saat tanam, 7 cm di alur kiri
32
dan kanan lubang tanam sedalam 5 cm lalu ditutup tanah; Susulan I dilakukan
dengan pemberian 1/2 bagian pupuk Urea diberikan setelah tanaman berumur 7
hari, 15 cm di alur kiri dan kanan lubang tanam sedalam 10 cm lalu di tutup
tanah; Susulan II: 1/2 bagian pupuk Urea, 1/2 bagian TSP dan 1/2 bagian KCL
diberikan saat tanaman berumur 3 minggu.
3.4.4 Pemeliharaan
Pemeliharaan selanjutnya meliputi kegiatan penyiangan, pembumbunan,
pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan 2 kali
seminggu. Pembumbunan dilakukan 2 minggu setelah tanam, dan pengairan
dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore) terutama jika tidak terjadi hujan.
3.4.5 Panen dan pascapanen
Pemanenan jagung dilakukan pada saat tongkol muda muncul sekitar 75 hari.
Pemanenan dengan cara memotong jagung secara keseluruhan dari batang, daun
hingga tongkol muda, kemudian dihitung produktivitasnya. Pemanenan akan
dilakukan sesuai plot yang telah dibuat sebelumnya. Setelah dipanen maka hasil
hijauan tersebut dikeringkan dan kemudian akan dilakukan analisis proksimat.
3.4.6 Pengambilan sampel
Analisa sampel bahan pakan pada dasarnya dapat dilakukan terhadap semua jenis
bahan pakan. Hal-hal yang tidak boleh diabaikan diantaranya bahwa sampel
tersebut harus benar-benar mewakili bahan-bahan secara keseluruhan dan
tercampur secara merata. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara setiap
tanaman dalam plot diberi nomor kemudian dikocok untuk menentukan tanaman
yang harus diambiluntuk analisis. Banyaknya sampel yang harus diambil dalam 1
33
plot adalah 10% dari populasi. Hasil pengambilan dipotong-potong ±5cm untuk
memudahkan pengeringan dan penyimpanan. Seluruh bagian tanaman jagung juga
ikut dicacah dari batang, daun hingga jagung mudanya (Djamil, 1996).
3.4.7 Analisis proksimat
Analisis proksimat meliputi kadar air, bahan kering, abu, lemak kasar, serat kasar,
protein kasar, BETN dan TDN. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium
Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung. Analisis proksimat ini akan dilakukan setelah sampel di keringkan
selama 3 hari atau lebih, dengan menggunakan oven 60 oC maka tahap selanjutnya
adalah menggiling sampel hingga berbentuk bubuk hingga lolos saringan 40
mesh. Kemudian memasukkan sampel bubuk tersebut kedalam wadah lalu aduk
hingga homogen, kemudian tuang kedalam nampan kemudian bagi menjadi 4
bagian. Ambil ¼ bagian kemudian masukkan kedalam wadah lalu aduk kembali
dan letakkan dalam nampan, ulangi cara kerja tersebut sebanya 3 kali
(Fathul, 2014). Bagian seperempat terakhir adalah sampel yang siap dianalisis.
Setiap plot petak tanah terdapat 2 sampel sebagai duplo sehingga sampel yang
akan dianalisis proksimat adalah 36 sampel.
A. Peubah yang Diukur
Peubah yang diukur dalam penelitian ini yaitu protein kasar, lemak kasar dan serat
kasar dengan menggunakan analisis proksimat. Prosedur analisis proksimat
ini adalah sampel yang akan dianalisis proksimat dikeringkan terlebih dahulu di
bawah sinar matahari agar diperoleh sampel dalam keadaan kering udara.
34
Sampel kemudian dihaluskan lalu dilakukan analisis kadar air, protein kasar,
dan serat kasar.
1. Kadar air
Kadar air pada sampel dianalisis proksimat dengan langkah-langkah sesuai
dengan Fathul (2014), yang meliputi:
1. memanaskan cawan petri di dalam oven dengan suhu 105°C selama 1 jam;
2. mendinginkan cawan tersebut di dalam desikator selama 15 menit;
3. menimbang cawan petri (A);
4. memasukkan 1 gr sampel analisis ke dalam cawan petri tersebut, kemudian
menimbang bobotnya (B);
5. memasukkan cawan petri yang sudah berisi sampel analisis ke dalam oven
dengan suhu 105°C minimal 6 jam;
6. mendinginkan di dalam desikator selama 15 menit;
7. menimbang cawan petri berisi sampel analisis (C);
8. menghitung kadar air dengan rumus
KA (%) = (B-A) gram - (C-A)
(B-A) gram
Keterangan:
KA = kadar air (%)
A : bobot cawan petri (gram)
B : bobot cawan petri berisi sampel analisis sebelum dipanaskan (gram)
C : bobot cawan petri berisi sampel analisis setelah dipanaskan (gram)
9. melakukan analisis secara duplo dan menghitung rata-ratanya dengan rumus
BK = 100% - KA
35
Keterangan:
BK : kadar bahan kering (%)
KA : kadar air (%)
2. Kadar protein kasar
Cara kerja analisis kadar protein kasar menurut Fathul (2014), terdiri dari : tahap
destruksi, tahap destilasi, dan tahap titrasi.
a. Destruksi
1. menimbang kertas saring biasa (6x6 cm2) dan mencatat bobotnya sebagai (A);
2. memasukkan sampel sebanyak 0,1 gram dan mencatat bobot kertas berisi
sampel (B);
3. melipat kertas;
4. memasukkan ke dalam labu kjehldal. Menambahkan 15 ml H2SO4 pekat
(mengerjakan di dalam ruang asam);
5. menambahkan 0,2 K2SO4 sebagai katalisator;
6. menyalakan alat destruksi, kemudian mengerjakan destruksi;
7. mematikan alat destruksi apabila sampel berubah menjadi larutan berwarna
jernih kehijau-hijauan;
8. mendiamkan sampai menjadi dingin (tetap di ruang asam);
b. Destilasi
1. menambahkan 200 ml air suling;
2. menyiapkan 25 ml H3BO3 pada gelas erlenmayer, kemudian menetesi dengan
dua tetes indikator (larutan berubah wara menjadi biru). Memasukkan ujung
alat kondensor ke dalam gelas tersebut, dan harus dalam posisi terendam;
3. menyalakan alat destilasi. Mengerjkan destilasi;
36
4. menambahkan 50 ml NaOH 45% ke dalam labu kjehldal tersebut secara cepat
(sekaligus), dan hati-hati jangan sampai digoyang-goyang atau dikocok;
5. mengamati larutan yang terdapat di dalam gelas erlenmayer
6. mengangkat ujung alat kondensor yang terendam, apabila larutan telah
menjadi sebanyak 2/3 bagian dari gelas tersebut;
7. mematikan alat destilasi (sekali-kali jangan mematikan alat destilasi jika ujung
alat kondensor belum diangkat);
8. membilas ujung alat konensor dengan air suling menggunakan botol semprot.
c. Titrasi
1. menyiapkan alat untuk titrasi;
2. mengisi buret dengan NaOH 0,1 N, mengamati dan membaca angka pada
buret untuk selanjutnya dicatat (L1);
3. melakukan titrasi dengan perlahan-lahan. Mengamati larutan yang terdapat
pada gelas erlenmayer;
4. menghentikan titrasi apabila larutan berubah warna menjai hijau;
5. mengamati buret dan membaca angkanya, kemudian mencatatnya (L2);
6. melekukan pekerjaan seperti diatas untuk blanko (tanpa bahan analisa);
7. menghitung persentae nitrogen dengan rumus sebagai berikut:
N = [Lsampel-Lblanko]x N basa x
N
1000
B-Ax100%
Keterangan :
N : besarnya kandungan nitrogen (%)
L blangko : volume titiran untuk blanko (ml)
L sampel : volume titiran untuk sampel (ml)
N basa : normalitas NaOH sebesar 0,1 N
37
N : berat atom nitrogen sebesar 14
A : bobot kertas saring biasa (gram)
B : bobot kertas saring biasa berisi sampel (gram)
8. menghitung kadar protein dengan rumus sebagai berikut:
KP = N x Fp
Keterangan :
KP : kadar protein
N : kandungan nitrogen
Fp : angka faktor untuk pakan nabati sebesar 6,25
9. melakukan analisis tersebut dua kali (duplo). Memberi tanda 1 dan atau 2 pada
masing-masing labu kjehldal dan gelas erlenmayer. Kemudian meghitung rata-
rata kandungan kadar proteinnya, seperti di bawah ini:
Kadar protein (%) = KP1 + KP 2
2
Keterangan :
KP1 : kadar protein pada ulangan 1 (%)
KP2 : kadar protein pada ulangan 2 (%)
3. Kadar serat kasar
Kadar serat ada sampel dianalisis proksimat dengan langkah-langkah menurut
Fathul (2014) sebagai berikut :
1. menimbang kertas saring whatman ashless (8x8 cm2) dan mencatat bobotnya;
2. memasukkan sampel analisa ±0,1 gram, dan mencatat bobot kertas saring
berisi sampel (B);
3. menuangkan sampel analisa ke dalam gelas erlenmayer;
38
4. menambahkan 200 ml H2SO4 0,25 N, kemudian menghubungkan gelas
erlenmayer dengan alat kondensor;
5. menyalakan pemanas;
6. memanaskan selama 30 menit (terhitung sejak awal mendidih)
7. menyaring dengan corong kaca beralas kain linen;
8. membilas dengan air suling panas dengan menggunakan botol semprot sampai
bebas asam;
9. melakukan uji kertas lakmus untuk mengetahui bebas asam (tidak berwarna
merah);
10. memasukkan kembali residue ke dalam gelas erlenmayer;
11. menambahkan 200 ml NaOH 0,313 N. Menghubungkan gelas erlenmayer
dengan alat kondensor;
12. memanaskan selama 30 menit (terhitung sejak awal mendidih)
13. menyaring dengan menggunakan corong kaca beralas kertas saring whatman
ashless nomor 541 berdiameter 12 cm yang sudah diketahui bobotnya (C);
14. membilas dengan air suling panas dengan menggunakan botol semprot,
sampai bebas asam;
15. melakukan uji kertas lakmus untuk mengetahui bebas basa (tidak
berwarna biru);
16. membilas dengan aceton;
17. melipat kertas saring whatman ashless berisi residue;
18. memanaskan ke dalam oven 135°C selama 2 jam. Mendinginkan di dalam
desikator selama 15 menit, kemudian menimbang dan mencatat bobotnya (D);
19. meletakkan ke dalam cawan porselin yang sudah diketahui bobotnya (E);
39
20. mengabukan di dalam tanur 600°C selama 2 jam (terhitung suhu menunjukkan
angka 600°C);
21. mematikan tanur;
22. mendiamkan ± 1 jam (sampai warna merah membara pada cawan sudah
tidak ada);
23. memasukkan ke dalam desikator, sampai mencapai suhu kamar ;
24. menimbang dan mencatat bobotnya (F);
25. menghitung kadar serat kasar dengan rumus sebagai berikut:
KS = (D-C) – (F-E) x 100%
B-A
Keterangan:
KS : kadar serat kasar (%)
A : bobot kertas (gram)
B : bobot kertas berisi sampel analisa (gram)
C : bobot kertas saring whatman ashless (gram)
D : bobot kertas saring whatman ashless berisi residue (gram)
E : bobot cawan porselein (gram)
F : bobot cawan porselein berisi residue (gram)
26. melakukan analisis ini dua kali (duplo). Memberi tanda 1 atau 2 pada
masing-masing gelas erlenmayer, kertas saring whatman ashless, dan cawan
porselen. Kemudian menghitung rata-rata kadar serat kasar, sebagai berikut:
Kadar serat kasar (%) = KS1 + KS2
2
Keterangan :
KS1 : kadar serat kasar pada ulangan 1 (%)
KS2 : kadar serat kasar pada ulangan 2 (%)
40
4. Kadar lemak kasar
Kadar lemak kasar menggunakan metode ether ekstraksi Sochlet
menurut Fathul (2014);
1. Memanaskan kertas saring biasa (6x6 cm2) didalam oven suhu 105 oC selama 6
jam, kemudian mendinginkan didalam desikator selama 15 menit. Menimbang
bobot kertas saring tersebut (A)
2. Menambahkan sampel analisis 0,1 gram kedalam kertas lalu timbang (B)
3. Melipat kertas saring agar tidak tumpah sampel didalamnya;
4. Memanaskan sampel di dalam oven selama 6 jam pada suhu 105oC kemudian
dinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian timbang (C)
5. Memasukkan kertas saring kedalam soxhlet kemudian hubungkan dengan labu
didih kemudian tambahkan 300 ml potrelium ether atau cloroform kemudian
hubungkan soxhlet dengan kondensor.
6. Mengalirkan air dalam kondensor dan didihkan selma 6 jam (dihitung dari
mendidih).
7. Mematikan alat pemanas dan menghentikan aliran air.
8. Mengambil lipatan kertas saring yang berisi residu dan panaskan didalam oven
selama 6 jam suhu 105oC kemudian dinginkan dalam desikator selama 15
menit kemudian timbang bobotnya (D).
9. Hitung kadar lemak dengan rumus:
Kadar Lemak (%) = (C-A)-(D-A)
B-A x 100%
Keterangan:
A = bobot kertas saring
B = bobot kertas saring berisi sampel sebelum dipanaskan
41
C = bobot kertas saring berisi sampel sesudah dipanaskan
D = bobot kertas saring berisi residu sesudah dipanaskan.
10. Lakukan analisis ini secara duplo lalu hitung rata-rata kadar lemaknya.
11. Bila cara kerja no. 4 tidak dilakukan maka rumus yang digunakan adalah
Kadar Lemak (%) = {(B-A) x BK (%)} -(D-A)
B-A x 100%
Keterangan:
A = bobot kertas saring
B = bobot kertas saring berisi sampel sebelum dipanaskan
D = bobot kertas saring berisi residu sesudah dipanaskan.
3.5 Analisis Data
Semua data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan
sidik ragam (ANOVA), dengan Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF).
Jika perlakuan menunjukkan pengaruh nyata (P >0,05), maka analisis akan
dilanjutkan, dengan uji Duncan 5 % (Muhtarudin dkk., 2011).
53
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil simpulan
sebagai berikut :
1. Perlakuan varietas dan jarak tanam tidak terdapat interaksi dan perlakuan
varietas serta jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein
kasar, lemak kasar dan serat kasar hijauan jagung;
2. Rata-rata perlakuan yang tertinggi antara varietas dan jarak tanam terhadap
protein kasar hijauan jagung yaitu pada NK-212 sebesar 9,44% dan jarak
tanam J2 sebesar 9,02% , lemak kasar hijauan jagung yaitu pada Pioneer-36
sebesar 4,56% dan jarak tanam J1 sebesar 4,47% serta serat kasar hijauan
jagung yaitu pada NK-212 sebesar 27,40% dan dengan jarak tanam J1
sebesar 26,83%.
5.2 Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan jarak tanam yang tepat
dan ketepatan pemberian pupuk, karena jarak tanam tersebut cenderung
menghasilkan kualitas hijauan yang baik, dengan jarak tanam yang memiliki
produksi baik serta didukung oleh adanya ketepatan pemberian pupuk kompos
yang memiliki kandungan unsur hara tinggi yang dapat memberikan
produksi dan kualitas hijauan yang baik.
54
DAFTAR PUSTAKA
Aandis. 2011. http://biokimia.com/bse/protein-pada tanaman(biokimia)
Afile:///C:/Users/Asus/Downloads/protein-tanaman.html. Diakses pada
13 Februari 2019
Aksi Agraris Kanisius. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius.
Yogyakarta
Anggraeny, Y. N., U. Umiyasih dan N. H. Krishna. 2006. Potensi Limbah Jagung
Siap Rilis sebagai Sumber Hijauan Sapi Potong. Prosiding Lokakarya
Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integras Jagung untuk Sapi.
Puslitbangnak. Pontianak
Anggorodi. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka. Jakarta
Aqil, M., C. Rapar dan Zubachtirodin. 2012. Deskripsi Varietas Unggul Jagung.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. Maros
Austin. 1997. Proses Industri Kimia. McGrow Hillbook Company. New York
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. 2019. Data Iklim Harian di
Bandar Lampung. https://dataonline.bmkg.go.id/data_iklim#. Diakses pada
13 Januari 2019
Bahar, S., dan B. Haryanto. 1999. Pembuatan Kompos Berbahan Baku Limbah
Ternak. Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan. Balai
Penelitian Ternak. Bogor
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2009. Teknologi Budidaya Padi Sawah
dengan Pendekatan Pt. Kementerian Pertanian. Jakarta
Bunyamin, Z., R. Efendi dan N. N. Andayani. 2013. Pemanfaatan Limbah Jagung
untuk Industri Pakan Ternak. Seminar Nasional Inovasi Teknologi
Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros
Desyanto, E., dan H. B. Susetyo. 2014. Pengaruh jarak tanam terhadap
pertumbuhan hijauan dan hasil buah jagung pada varietas bisi dan pioneer
di lahan marginal. J. Agro 5(2): 1978--2276
55
Djamil, S. 1996. Pengambilan Sampel Bahan Pakan Ternak untuk Analisis.
Lokakarya Fungsional non Peneliti. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan Bogor. Bogor
Fathul, F., Liman, N. Purwaningsih. dan S. Tantalo. 2014. Pengetahuan Pakan dan
Formulasi Ransum. Universitas Lampung. Bandar Lampung
_________________________________________. 2015. Pengetahuan Pakan dan
Formulasi Ransum. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Gardner, F. P., R. B. Pearce., dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Terjemahan Herawati Susilo dan Subiyanto. UI press. Jakarta
______________________________________. 1996. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Terjemahan Herawati, Susilo, dan Subiyanto. UI press. Jakarta
Handayani, K. D. 2003. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung
(Zea Mays L.) pada Populasi yang Berbeda dalam Sistem Tumpang Sari
dengan Ubi Kayu (Manihot Esculenta Clantz.). Skripsi. Departemen
Budidaya Pertanian. Fakutas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Harjadi, S. S. 1991. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka. Jakarta
__________. 1979. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka. Jakarta
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Mediyatma Sarana Perkasa. Jakarta
Hasibuan, B. E. 2004. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU press. Medan
. 2006. Pupuk dan Pemupukan. USU press. Medan
Hidayat, N. 2008. Pertumbuhan dan produksi kacang tanah (Arachis hypogea l.)
varietas lokal madura pada berbagai jarak tanam dan dosis pupuk fosfor. J.
Agrivigor 1(1): 1979--5777
Jumin, H. B. 2005. Dasar-Dasar Agronomi. Edisi Revisi. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta
Kana O. N. M., I. Gusti, dan Jalaludin. 2018. Pengaruh jarak tanam dan umur
pemotongan yang berbeda terhadap nilai energi clitoria ternate secara in
vitro. J. Nukleus Peternakan 5(2): 141--148
Kementerian Pertanian. 2017. Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Sapi Indukan
Wajib Bunting. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Jakarta
__________________. 2018. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Jagung
Tahun 2018. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Jakarta
56
Kharim, A.B., E. R. Rhodes, and P.S. Savill. 1991. Effect of cutting interval on
dry matter yield of leucaena leucocephala (lam) de wit. J Agrofor Syst 16:
129-- 137
Kushartono, B., N. Iriani., dan Gunawan. 2003. Pengaruh Umur dan Panjang
Cacah Rumput Raja terhadap Efisiensi yang Termakan Domba Dewasa.
Balai Penelitian Ternak Bogor. Prosiding Temu Teknis Fungsional. Bogor
McCutcheon, J., and D. Samples. 2002. Grazing Corn Residues. Extension Fact
Sheet Ohio State University Extension. US. ANR
McDonald, P., R. Edwards., and J. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition. 6th.
New York
Menteri Pertanian Republik Indonesia. 2013. Pelepasan Galur Jagung Hibrida Nk
212 sebagai Varietas Unggul dengan Nk 212. Keputusan Menteri
Pertanian RI No. 4903/Kpts/Sr.120/11/2013
Muhadjir. 2018. Karakteristik Tanaman Jagung. http://balitsereal.litbang.
pertanian.go.id/wpcontent/uploads/2018/08/3karaker.pdf. Diakses pada 17
Desember 2018
Muhtarudin, Erwanto dan A. Dakhlan. 2011. Teknik Penelitian untuk Ilmu
Peternakan. Aura press. Bandar Lampung. Lampung
Mulatsih R.T. 2003. Pertumbuhan kembali rumput gajah dengan interval defoliasi
dan dosis pupuk urea yang berbeda. J. Pengembangan Peternakan Tropis
28(3): 151--157
Neltriana, N. 2015. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Kotoran Sapi terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Ubi Jalar (ipomea batatas L.). Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Andalas. Padang
Patricio, M. X., I. A. Mayun dan N. L. M. Pradnyawathi. 2018. Pengaruh
kombinasi jarak tanam dan varietas terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman jagung. Loes. Sub District Maubara. District Liquisa Repupublica
Democratica De Timor Leste. J. Agroeteknologi Tropika 7(2): 2301--6515
Pioneer. 2006. Petunjuk Penanaman Jagung Hibrida Pioneer. Brand Products
Prosea. 1992. Plant Resources of Southeast Asia. Vol. 4: Forages. Plant Resources
of South-East Asia Network Ofice. Bogor
Purwadi, E. 2011. Batas Kritis Suatu Unsur Hara dan Pengukuran Kandungan
Klorofil. (URL:/ masbied.com/2011/05/19/batas-kritis-suatu-unsur-hara-
dan-pengukuran-kandungan-klorofil/). Diakses pada 28 November 2018
57
Purwono dan R. Hartono. 2011. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya.
Jakarta
Pusri. 2013. Jagung http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/2013/03/Jagung-
Pusri.pdf. Diakses pada 13 November 2018
Rochem. 2012. http://rochem.wordpress.com/2012/01/20/lemak-dan-minyak-2/
Diakses pada 13 Februari 2019
Rudiarto, A., Sumarsono, dan E. Pangestu. 2014. Pertumbuhan produksi dan
kualitas nutrisi tanaman orok-orok dan jagung manis sebagai bahan pakan
yang ditanam secara tumpangsari. J. Animal Agriculture. 3(2): 230—241
Rukmana, R. 2008. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta
Salisbury, F., B. Ross dan W. Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Tiga.
Biokimia Tumbuhan. ITB press. Bandung
Savitri M.V., Sudarwati., Hermanto. 2012. Pengaruh umur pemotongan terhadap
produktivitas gamal (Gliricidia sepium). J. Ilmu-Ilmu Peternakan 23(2):
25--35
Sekarmulyo. 2014. https://sekarmulyo.wordpress.com/2014/08/28/tabel-
kandungan-nutrisi-bahan-pakan-ternak/. Diakses pada 18 April 2019
Sitompul, S. M., dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah
Mada University press. Yogyakarta
Soegito dan Adie. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta
Subandi, M. Syam dan A. Widjono. 1988. Jagung. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor
Subekti, N.A., Syafruddin, R. Effendi Dan S. Sunarti. 2012. Jagung
Teknik Produksi Dan Pengembangan. Balai Penelitian Tanaman
Serealia. Maros
Sudjana, A.A., Rifin, dan R. Setiyono. 1998. Tanggapan Beberapa Varietas
Jagung terhadap Naiknya Tingkat Kepadatan Tanaman. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor
Suhartono. 2012. Unsur-Unsur Nitrogen Dalam Pupuk Urea. UPN Veteran.
Yogyakarta
Sutihati, I. 2003. Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Beberapa Varietas Jagung (Zea Mays L.) Hibrida. Skripsi. Jurusan
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
58
Sutresna I.W., I. G. M. Aryana., dan I. G. E. P. Gurnartha. 2016. Evaluasi
Genotipe Jagung Unggul pada Lingkungan Tumbuh dengan Perbaikan
Teknologi Budidaya. Seminar Nasional
Tarigan, A., Abdullah, S. P. Ginting, dan I. G. Permanaa. 2010. Produksi dan
komposisi nutrisi serta kecernaan in vitro Indigofera sp pada interval dan
tinggi pemotongan berbeda. JITV 15:188--195
Tillman, A. D., Hartadi, Prawirokoesoemo, Reksohadiprodjo, dan Lebdosoekojo.
1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University press.
Yogyakarta
Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Jagung. Cv. Nuansa Aulia.
Bandung
Waluya, A. 2009. Potensi Keran Dang (Canavalia virosa) sebagai Sumber Pakan
dan Pangan Ternak Alternatif. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
Dan Veteriner. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.Yogyakarta
Wilson, J. R., and P. M. Kennedy. 1996. Plant and animal constrains to
voluntary feed intake associated with fibre characteristics and particle
breakdown and passage in ruminants. J. Agric. Australia.
Res. 47: 199--225