pengaruh variabel-variabel demografi...
TRANSCRIPT
PENGARUH VARIABEL-VARIABEL DEMOGRAFI TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DI PULAU JAWA
(Periode Tahun 2008 – 2016)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh
Ayu Athifah
NIM: 1113084000040
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1439 H
i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Ayu Athifah
Nomor Induk Mahasiswa : 1113084000040
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah orang lain.
3. Tidak menggunakan karya ilmiah orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa menyebut pemilik karya.
4. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak atas karya saya dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan
bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenakan
sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Ciputat, 6 April 2018
Ayu Athifah
NIM. 1113084000040
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Ayu Athifah Naufalianty
2. Tempat/Tanggal Lahir : Depok, 28 November 1994
3. Alamat : Jl. Kedondong 1 No.95, RT 05,
RW 02, Kelurahan Depok Jaya,
Kecamatan Pancoran Mas, Kota
Depok, Provinsi Jawa Barat.
4. Telepon : 087887154376
5. E-mail : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri Depok Baru 3 : 2000 – 2006
2. SMP Negeri 1 Depok : 2006 – 2009
3. SMA Negeri 6 Depok : 2009 – 2012
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2013 – 2018
III. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Dialog Jurusan dan Seminar Konsentrasi “Mengenal Lebih Dekat dengan
Jurusan Sendiri”.
2. Pelatihan Karya Tulis Ilmiah “Mewujudkan Regenerasi Mahasiswa
Ekonomi yang Berprestasi dalam Bidang Akademik”.
3. Seminar Nasional “Korupsi Mengorupsi Indonesia”.
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Suratman (Alm.)
2. Tempat/Tanggal Lahir : Purworejo, 13 Juli 1963
3. Ibu : Nur Fauziah
4. Tempat/Tanggal Lahir : Ciputat, 9 Juli 1967
5. Alamat : Jl. Kedondong 1 No.95, RT 05,
RW 02, Kelurahan Depok Jaya,
v
Kecamatan Pancoran Mas, Kota
Depok, Provinsi Jawa Barat.
6. Telepon : 08567921204
7. Anak ke dari : 1 dari 3 bersaudara
vi
Abstract
The purpose of this research is to discover the influence of Human Development
Index (HDI), population growth rate, dependency ratio, and labor force participaton
rate towards economic growth in Java Island. The dependent variable is economic
growth (GRDP rate), while the independent variables is Human Development Index
(HDI), population growth rate, dependency ratio, and labor force participation rate.
This research uses panel data that combining the data from all the provinces in Java
Island (DKI Jakarta, West Java, Center Java, Yogyakarta, East Java, and Banten) from
period 2008 until 2016.
The result shows that all of the independent variables simultantly can explain
the variation of the dependent variable (economic growth), which is the coefficient of
determination equals to 74.48%. Furthermore, Human Development Index (HDI)
negatively significant influence to economic growth, population growth rate and
dependency ratio positively significant influence to economic growth, and labor force
participation rate positively but unsignificant influence to economic growth.
Keywords: economic growth (GRDP rate), Human Development Index (HDI),
population growth rate, dependency ratio, labor force participation rate.
vii
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), laju pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan penduduk, dan
tingkat partisipasi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa. Variabel
dependen adalah pertumbuhan ekonomi (laju PDRB), sedangkan variabel
independennya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), laju pertumbuhan
penduduk, rasio ketergantungan, dan tingkat partisipasi angkatan kerja. Penelitian ini
menggunakan data panel yang menggabungkan data dari semua provinsi di pulau Jawa
(DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten) dari
periode 2008 hingga 2016.
Hasilnya menunjukkan bahwa semua variabel independen secara bersamaan
dapat menjelaskan variasi variabel dependen (pertumbuhan ekonomi), yaitu koefisien
determinasi sebesar 74.48%. Selain itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan
penduduk dan rasio ketergantungan berpengaruh positif signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi, dan tingkat partisipasi angkatan kerja berpengaruh positif tetapi
tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kata kunci: pertumbuhan ekonomi (laju PDRB), Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
laju pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan penduduk, tingkat partisipasi
angkatan kerja.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
telah memberi nikmat islam dan iman, rezeki, rahmat, dan hidayah sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Variabel-Variabel Demografi
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Pulau Jawa (Periode Tahun 2008 – 2016)
dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa penulis sanjungkan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam beserta keluarga dan sahabatnya yang setia
mengorbankan jiwa raga dan harta untuk tegaknya syi’ar islam sehingga dapat
membimbing umatnya dari zaman kegelapan menuju jalan yang terang benderang.
Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk mempenuhi syarat-syarat guna
memperoleh gelar sarjana ekonomi (SE) di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Selesainya skripsi ini tidak luput dari dukungan, semangat,
bantuan, bimbingan, serta doa dari orang-orang terbaik yang ada di sekeliling penulis
selama ini dan khususnya selama proses penyelesaian skripsi. Maka dari itu penulis
menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena tanpa bantuan, rahmat dan kasih sayang-
Nya tidak mungkin saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Alhamdullilahi Robil
alamin terimakasih atas segala nikmat, karunia dan kasih sayang yang Engkau
berikan ya Rabb.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk mengenyam pendidikan di kampus.
3. Bapak Arief Fitrijanto M.Si, selaku Kepala Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang dengan kemurahan hatinya bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, ilmu yang bermanfaat
serta dengan sabarnya memberikan nasihat dan mengingatkan saya selalu
tentang skripsi yang belum terselesaikan. Terimakasih atas segala kebaikan,
kesabaran, arahan, nasihat yang telah bapak berikan kepada saya.
ix
4. Bapak Fahmi Wibawa, S.E, MBA selaku dosen pembimbing I yang selalu dapat
menyediakan waktu untuk memberikan arahan, nasihat, serta saran agar setiap
bagian bahkan sampai detail skripsi ini tersusun dengan sebaik-baiknya. Terima
kasih banyak, pak.
5. Ibu Najwa Khairina, M.Si selaku dosen pembimbing II yang selalu ada dan
selalu dapat menyempatkan waktu untuk saya mulai dari diskusi penentuan
topik dan judul skripsi, memberikan saran dan arahan untuk hasil penelitian
saya, dan selalu bertanya dengan nada ramahnya tentang permasalahan apa
dalam skripsi saya yang perlu didiskusikan. Terima kasih banyak, bu.
6. Keluarga tercinta dan tersayang yang saya miliki, khususnya Umi tercinta, Nur
Fauziah, wanita yang paling kuat dan sabar dalam hidup saya, yang berjuang
terus-menerus untuk membesarkan anak-anaknya seorang diri. Wanita yang
selalu memberikan doa, cinta, sayang, semangat, perjuangan dan seluruh
perhatian yang tidak henti-henti diberikan kepada saya selama ini, terimakasih
Umi, you’re the one that I love the most in this world more than anything…
Untuk Abi dan Abah yang sudah tidak berada di sisi saya lagi, semoga Abi dan
Abah tahu kalau Ayu akhirnya bisa jadi sarjana, bahwa ini semua buat Abi dan
Abah. Untuk adik-adik perempuanku, Icha dan Salsa. Terima kasih sudah jadi
adik yang selalu mendukung dan selalu kasih semangat kalau semuanya sudah
terasa melelahkan bagi saya. Untuk Mbah Husnul yang masih strong
melakukan apapun yang selalu kasih inspirasi buat saya.
7. Seluruh keluarga besar, di antaranya Om Uphe, Om Aziz, Bi Risna, Om Syam,
Pakde Rahmat, Bukde Sarti, Paklik Udin, dan masih banyak lagi yang tidak
bisa saya sebutkan satu-satu dalam ucapan terimakasih ini, terimakasih banyak
telah memberikan doa, kasih sayang, bantuan dan hiburan selama ini, thank you
for all the supports that you giving to me.
8. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang selama ini telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan berharga bagi saya. Semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu membalas semua kebaikan-kebaikan yang
telah dosen-dosen FEB UIN berikan. Jajaran staf dan karyawan UIN Syarif
x
Hidayatullah Jakarta yang selama ini melayani dan membantu saya sepenuh
jiwa dan raga.
9. Sahabat-sahabat terbaik saya, Fatimah, Rere, Ifah, Damay, Ajeng, Aisyah, Fitri,
Decy, Nadia, Nufita, Medina, Maftuhah, Mawali, dan Ryma yang selama ini
telah memberikan kasih sayang, doa, semangat dan hiburan untuk saya.
10. Sahabat-sahabat terbaik yang saya miliki selama kuliah di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Tiara Kusuma Dewi, Fatimah At-Thohiroh, Kartika
Eriyanti, Zahra Munira, Lisa Aliasti, Yunita, Wiwid Sundari, Ayu Andini,
Apriyani Intan Sari, Dita Putri, Oktaviani Dewi Masitho yang selama ini telah
menghabiskan banyak waktu bersama saya di saat suka maupun duka, berbagi
kisah dan cerita bersama, maupun jadi pendengar cerita saya, berbagi ilmu, dan
membantu saya untuk mengerjakan soal-soal perkuliahan maupun skripsi.
Terimakasih semuanya, karena kalian dunia kuliah saya jadi lebih berwarna.
11. Teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2013, Julita, Indah, Dini,
Roro, Lina, Tanti, Dea, Deya, Devina, Mella, Anjeng, Bagus, Luthfan, Izzu,
Didi, dan yang lain yang saya sayangi yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu.
Terima kasih banyak selama ini telah memberikan kebahagiaan dan
kebersamaan kepada saya. Saya berharap pada kesempatan lain waktu dapat
bertemu kembali dengan kondisi yang kalian semua cita-citakan.
12. Pejuang perempuan KKN LAGUKAN DAMA, Ihat Sholihat dan Hamalatul
Qurani yang selalu bersama memperjuangkan laporan sampai akhir. Terima
kasih telah sangat baik, sabar, dan pengertian dalam setiap hal dari awal kenal
bahkan sampai saat ini.
xi
Penulis sadari bahwa penulisan skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna,
disebabkan karena keterbatasan wawasan dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan berbagai saran dan masukan, baik kritik yang
membangun kepada skripsi ini dari berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ciputat, April 2018
Ayu Athifah
xii
DAFTAR ISI
Cover
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .......................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .......................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ................................. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. iv
Abstract ........................................................................................................................ vi
Abstrak ....................................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Batasan Masalah................................................................................................. 8
C. Rumusan Masalah .............................................................................................. 8
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ......................................................... 9
1. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 9
2. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 9
E. Tinjauan Kajian Terdahulu .............................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 16
A. Landasan Teori ................................................................................................. 16
xiii
1. Definisi Ilmu Kependudukan dan Demografi .............................................. 16
2. Manfaat Ilmu Demografi .............................................................................. 20
3. Pertumbuhan Ekonomi ................................................................................. 21
4. Teori Jebakan Populasi Malthus (Kelompok Pesimis) ................................. 22
5. Kelemahan-Kelemahan Teori Malthus......................................................... 25
6. Perlunya Pertumbuhan Penduduk dan Kelompok Optimis Kependudukan
terhadap Pertumbuhan Ekonomi .......................................................................... 26
7. Pandangan Umum tentang Penduduk dan Angkatan Kerja ......................... 28
8. Kualitas Hidup dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) .......................... 31
9. Rasio Ketergantungan Penduduk ................................................................. 34
10. Teori Kependudukan Berkaitan dengan Komponen Pendapatan Nasional .. 35
B. Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 37
C. Hipotesis Penelitian .......................................................................................... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 41
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 41
B. Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................................... 41
C. Jenis dan Sumber Data ..................................................................................... 43
D. Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 44
E. Metode Analisis Data ....................................................................................... 45
1. Metode Data Panel ....................................................................................... 45
2. Estimasi Model Data Panel .......................................................................... 46
3. Pemilihan Metode Estimasi dalam Data Panel ............................................. 48
4. Model Empiris .............................................................................................. 49
5. Pengujian Hipotesis Penelitian ..................................................................... 49
xiv
F. Operasional Variabel Penelitian ....................................................................... 52
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 56
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................................. 56
B. Penemuan dan Pembahasan ............................................................................. 59
1. Analisis Deskriptif ........................................................................................ 59
2. Estimasi Model Data Panel .......................................................................... 71
3. Hasil Pengujian Hipotesis ............................................................................ 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 91
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 91
B. Saran ................................................................................................................. 93
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 95
LAMPIRAN – LAMPIRAN ..................................................................................... 99
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Perkembangan TPAK di Pulau Jawa ........................................................... 6
Tabel 1. 2 Perkembangan IPM di Pulau Jawa............................................................... 7
Tabel 1. 3 Tinjauan Kajian Terdahulu ........................................................................ 13
Tabel 2. 1 Contoh Pusat Perhatian Analisis Demografi Formal dan Ilmu
Kependudukan............................................................................................................. 18
Tabel 3. 1 Kategori Pembagian Negara sesuai Nilai IPM Menurut UNDP ................ 43
Tabel 3. 2 Operasional Variabel Penelitian................................................................. 53
Tabel 4. 1 Jumlah Penduduk Per Provinsi di Pulau Jawa (tahun 2008 dan 2016) ...... 59
Tabel 4. 2 Perkembangan Rasio Ketergantungan Penduduk Pulau-Pulau Besar di
Indonesia ..................................................................................................................... 65
Tabel 4. 3 Hasil Uji Chow (Likelihood Ratio) ............................................................ 72
Tabel 4. 4 Hasil Uji Hausman ..................................................................................... 72
Tabel 4. 5 Kriteria Pengujian Durbin-Watson ............................................................ 73
Tabel 4. 6 Hasil Uji Multikolinieritas ......................................................................... 74
Tabel 4. 7 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser ...................................... 75
Tabel 4. 8 Hasil Fixed Effect Model (FEM) ............................................................... 75
Tabel 4. 9 Interpretasi Koefisien Fixed Effect Model (FEM) ..................................... 79
Tabel 4. 10 Pendataan Pekerja yang Terkena PHK .................................................... 83
Tabel 4. 11 Perkembangan Laju Pertumbuhan Penduduk dan Jumlah Penduduk di
Pulau Jawa ................................................................................................................... 84
Tabel 4. 12 Perbandingan Jumlah Pencari Kerja dan Lowongan Kerja ..................... 89
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Jumlah Penduduk Indonesia ..................................................................... 2
Gambar 1. 2 Perkembangan Rasio Ketergantungan Penduduk Provinsi-Provinsi di
Pulau Jawa ..................................................................................................................... 4
Gambar 2. 1 Model Jebakan Populasi Malthus ........................................................... 24
Gambar 2. 2 Bagan Kerangka Pemikiran Teoritis ...................................................... 39
Gambar 4. 1 Peta Pulau Jawa ...................................................................................... 56
Gambar 4. 2 Kontribusi Pulau-Pulau di Indonesia terhadap PDB per 2016 (dalam
persen) ......................................................................................................................... 58
Gambar 4. 3 Laju Pertumbuhan PDRB per Provinsi di Pulau Jawa ........................... 60
Gambar 4. 4 Indeks Pembangunan Manusia per Provinsi di Pulau Jawa ................... 62
Gambar 4. 5 Perkembangan Laju Pertumbuhan Penduduk per Provinsi di Pulau Jawa
..................................................................................................................................... 63
Gambar 4. 6 Perkembangan Rasio Ketergantungan per Provinsi di Pulau Jawa ........ 66
Gambar 4. 7 Perkembangan TPAK per Provinsi di Pulau Jawa ................................. 67
Gambar 4. 8 Kondisi Demografi 5 Provinsi di Luar Pulau Jawa ................................ 69
Gambar 4. 9 Hasil Uji Normalitas............................................................................... 73
Gambar 4. 10 Perkembangan IPM Keseluruhan Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2008-
2016 ............................................................................................................................. 82
Gambar 4. 11 Provinsi Tujuan Migran Tahun 2010 ................................................... 88
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Data-Data Penelitian ........................................................................... 100
Lampiran 2: Output FEM ........................................................................................ 102
Lampiran 3: Uji Chow ............................................................................................ 103
Lampiran 4: Uji Hausman ....................................................................................... 104
Lampiran 5: Uji Normalitas .................................................................................... 105
Lampiran 6: Uji Multikolinieritas ........................................................................... 105
Lampiran 7: Uji Heteroskedastisitas ....................................................................... 106
Lampiran 8: Uji Autokorelasi ................................................................................. 106
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penduduk adalah orang-orang yang tinggal dan menetap dalam suatu wilayah
yang terikat oleh aturan-aturan tertentu. Keberadaannya yang tersebar di seluruh negara
di dunia sudah menyentuh angka 7,442 miliar jiwa pada tahun 2016 menurut World
Bank menjadi salah satu bagian terpenting dari sebuah negara. Pentingnya penduduk
tertulis dalam Konvensi Montevideo yang disepakati tahun 1933 tentang pembentukan
negara bahwa penduduk merupakan salah satu unsur konstitutif (pokok) yang wajib
dimiliki dalam suatu wilayah agar dapat berdiri sebagai negara. Dengan adanya
pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa tanpa keberadaan penduduk sebuah negara
tidak akan utuh. Berdasarkan pada penjelasan tersebut, pembahasan lebih lanjut
tentang kependudukan pun menjadi hal yang penting untuk dibahas, terutama tentang
permasalahan yang ada di dalamnya.
Permasalahan kependudukan yang dibahas dalam ilmu demografi mulai
populer setelah penelitian yang dilakukan oleh John Graunt (1620 – 1674). Meskipun
pembahasan penelitian dalam bukunya yang berjudul Natural and Political
Observations Mentioned in a Following Index and Made Upon the Bills of Mortality
lebih menekankan pada permasalahan kematian, menurutnya, penelitian
kependudukan lebih lanjut diperlukan karena permasalahan kependudukan tidak hanya
sebatas kematian dan kelahiran. Graunt menyarankan agar penelitian tentang
kependudukan lebih menekankan pada aspek komposisi penduduk menurut jenis
kelamin, umur, agama, dan lain sebagainya. Selain itu, menurut Ananta (1993), studi
kependudukan mempelajari variabel-variabel demografi, juga memperhatikan
hubungan (asosiasi) antara perubahan penduduk dengan berbagai variabel sosial,
ekonomi, politik, biologi, genetika, geografi, lingkungan, dan lain sebagainya. Dengan
kedua penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembahasan permasalahan
kependudukan dapat terus berkembang seiring dengan pertumbuhannya dan
keterkaitannya terhadap bidang lain. Pertumbuhan penduduk menjadi salah satu
permasalahan yang memerlukan penelitian lanjut yang sampai saat ini masih menjadi
2
subjek tidak terlepaskan bagi negara-negara maju dan berkembang. Hal yang menjadi
permasalahan adalah ketika jumlahnya mengalami peningkatan, sektor lain pun ikut
terkena dampak dari peningkatannya tersebut, termasuk perekonomian yang di dalam
penelitian ini lebih spesifik membahas tentang pertumbuhan ekonomi.
Permasalahan kependudukan di Indonesia sendiri bukanlah hal baru. Indonesia
merupakan negara kesatuan dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia.
Perkembangan jumlahnya berdasarkan informasi world bank terus-menerus meningkat
mulai dari tahun 1960 dengan jumlah 87.792.512 jiwa, tahun 1970 dengan jumlah
114.834.781 jiwa, hingga tahun 2000 jumlahnya melebihi 200 juta jiwa atau lebih
tepatnya 211.540.429, dan mencapai puncak pada tahun 2016 dengan jumlah
261.115.456 jiwa.
Gambar 1. 1
Jumlah Penduduk Indonesia
Sumber: World Bank, 2017
Peningkatan jumlah penduduk memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi
menurut dua aliran, yaitu aliran optimis dan pesimis (Sayifullah dkk, 2013). Menurut
aliran optimis, penduduk merupakan pemacu pembangunan. Dilihat dari sisi
permintaan, jumlah penduduk yang besar dalam suatu negara dapat meningkatkan
konsumsi dan hal tersebut dapat mendorong permintaan agregat yang sangat membantu
87792515
114834780
147490365
181436821
211540429
242524123261115456
1960 1970 1980 1990 2000 2010 2016
Jumlah Penduduk Indonesia
3
bagi bidang usaha agar lebih produktif. Perkembangan perekonomian salah satunya
ditentukan oleh banyaknya permintaan dari penduduk. Dilihat dari sisi penawaran,
penduduk dengan jumlah yang besar berarti terdapat ketersediaan sumber daya
produksi dari sisi tenaga kerja yang kompetitif apabila berkualitas dan produktif.
Berbanding terbalik dengan pernyataan aliran optimis, aliran pesimis
mengatakan bahwa jumlah penduduk yang besar merupakan permasalahan bagi
pembangunan (Sayifullah dkk, 2013). Jumlah penduduk yang besar akan menyebabkan
rendahnya pendapatan perkapita, bertambahnya penduduk miskin, terbatasnya
kesempatan pendidikan, timbulnya degradasi lingkungan, muncul serta bertambahnya
migrasi internasional yang ilegal, dan ledakan migrasi. Aliran pesimis menganggap
penduduk merupakan penghambat pembangunan (pertumbuhan ekonomi) apabila
jumlahnya terlalu besar sehingga sumber daya produksi yang tersedia tidak dapat
memenuhi kebutuhan populasi yang besar dan terus bertambah.
Permasalahan pertumbuhan penduduk di Indonesia akan sangat terarah pada
pulau Jawa yang terdiri dari enam provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten. Alasan utama yang mendukung
pernyataan tersebut adalah karena pulau Jawa merupakan pulau dengan penduduk
terpadat di Indonesia. Jumlahnya yang setiap tahun meningkat menyebabkan distribusi
atau penyebaran kependudukan di Indonesia tidak merata. Pada tahun 2016, sekitar 146
juta penduduk Indonesia atau 57,5% bermukim di pulau yang luasnya hanya 128.927
km persegi atau 6,8% dari total area Indonesia, sedangkan pulau Kalimantan yang
luasnya 539.460 km persegi1 atau 28,5% dari total area Indonesia dihuni 14,5 juta atau
hanya 5,8% penduduk. Ketimpangan atau ketidakmerataan pembangunan di antara
pulau Jawa dan luar pulau Jawa menjadi faktor pendorong yang menyebabkan pulau
Jawa semakin lama semakin padat dan sesak. Ketimpangan tersebut menurut Arbani
(2014) dapat terlihat dari perkembangan dan pembangunan infrastruktur di pulau Jawa
jauh lebih pesat dibanding pulau lainnya. Selain itu, mode transportasi lengkap yang
memudahkan akses kemana saja dan standar upah yang dianggap jauh lebih tinggi juga
1 Luas yang menjadi bagian NKRI.
4
menjadi alasan yang sering diberikan para pencari kerja dari luar Jawa untuk
melakukan migrasi. Berdasarkan penjelasan tersebut, pengaruh dari peningkatan
jumlah penduduk atau semakin padatnya penduduk memiliki dua kemungkinan
terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu meningkatkan atau menghambat perekonomian
seperti pernyataan Sayifullah, dkk (2013).
Pokok bahasan kependudukan yang memiliki peranan dalam perekonomian
tidak hanya terlihat dari pertumbuhan penduduk saja, tetapi dapat dilihat juga dari
besarnya rasio ketergantungan penduduk. Rasio ketergantungan penduduk menjadi
salah satu indikator demografi yang penting. Rasio ketergantungan penduduk
merupakan perbandingan antara jumlah penduduk usia 0 – 14 tahun, ditambah dengan
jumlah penduduk usia 65 tahun keatas (keduanya disebut bukan angkatan kerja)
dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15 – 64 tahun (angkatan kerja) (BPS,
2010). Rasio ketergantungan penduduk pada masing-masing provinsi di pulau Jawa
sendiri menunjukkan nilai yang tidak terlalu tinggi dari tahun ke tahun seperti data
yang dipublikasikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau dikenal
dengan Bappenas (2013).
Gambar 1. 2
Perkembangan Rasio Ketergantungan Penduduk Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa
Sumber: Bappenas, 2013, data disusun kembali
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Banten
2010 36.8 47.3 46.9 37.1 39.4 49.8
2012 36.8 46.5 46.7 37.1 39.3 47.7
2014 36.9 46.1 46.9 37.1 39.4 46.2
2016 37.1 46 46.8 37.2 39.7 45.4
0
10
20
30
40
50
60
2010 2012 2014 2016
5
Menurut Sari (2016), Rasio ketergantungan penduduk merupakan variabel
yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui beban tanggungan penduduk yang
ditanggung penduduk usia produktif. Mekanisme pemahamannya adalah apabila
jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari jumlah usia non produktif, maka akan
menghasilkan rasio beban tanggungan penduduk yang kecil, sehingga sedikit jumlah
penduduk usia non produktif yang ditanggung penduduk usia produktif. Sebaliknya,
jika jumlah penduduk usia produktif lebih kecil, maka akan menghasilkan rasio beban
tanggungan penduduk yang besar. Apabila beban tanggungan penduduk usia produktif
nilainya tinggi, maka akan menghambat pertumbuhan ekonomi karena pendapatan
yang dihasilkan penduduk usia produktif digunakan untuk memenuhi kebutuhan
penduduk usia non produktif sehingga akan mengurangi nilai investasi dan tabungan
(saving). Berdasarkan data pada tabel 1.2 di atas, sebagai contoh, Yogyakarta yang
memiliki angka paling stabil di antara provinsi lainnya, pada tahun 2016, nilai rasio
ketergantungan penduduknya 37,2 yang berarti setiap 100 penduduk usia produktif
(bekerja) mempunyai tanggungan sebanyak 38 penduduk usia non-produktif (belum
produktif dan sudah tidak produktif lagi).
Selain itu, permasalahan perkembangan pertumbuhan penduduk yang berkaitan
dengan perekonomian tidak terlepas dari adanya peran tenaga kerja. Tenaga kerja
merupakan salah satu potensi aset yang dimiliki sebuah negara dalam membantu
pembangunan ekonomi. Perekonomian (pertumbuhan ekonomi) dan tenaga kerja
memiliki keterikatan satu sama lain. Seperti yang dijelaskan Saputri (2011) bahwa
kondisi yang ideal dari tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi adalah ketika
partisipasi tenaga kerja dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kondisi yang
ideal dari pertumbuhan ekonomi terhadap tenaga kerja adalah ketika pertumbuhan
ekonomi mampu menambah penggunaan tenaga kerja secara lebih besar. Semakin
besar nilai dari tingkat partisipasi angkatan kerja, maka semakin terlihat peranan
pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Berdasarkan data
yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (2016), nilai partisipasi angkatan kerja di
pulau Jawa selalu berada di atas 50 persen.
6
Tabel 1. 1
Perkembangan TPAK di Pulau Jawa
Provinsi Tahun
2010 2012 2014 2016
DKI Jakarta 67.83 71.47 66.61 68.79
Jawa Barat 62.38 63.64 62.77 64.43
Jawa Tengah 70.6 71.26 69.68 69.89
Yogyakarta 69.76 71.37 71.05 72.2
Jawa Timur 69.08 69.6 68.12 68.27
Banten 65.34 65.17 63.84 65.56
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2017, data disusun kembali
Dengan angka partisipasi yang tinggi seperti pada tabel di atas, mengartikan
besarnya kesempatan kerja yang tersedia bagi para pencari kerja yang dengan angka
tersebut dapat membantu mengurangi pengangguran dan membantu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu bagian dari variabel
kependudukan yang juga berkaitan dengan perekonomian. Pengukuran kualitas
tersebut dapat terlihat dari nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks yang
tolok ukurnya dilihat dari angka harapan hidup (aspek kesehatan), angka melek huruf
(aspek pendidikan), dan standar hidup (aspek hidup layak) ini menjelaskan bagaimana
penduduk suatu wilayah dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh
pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Tingkat kualitas sumber daya
manusia yang tinggi sangat menentukan kemampuan dalam menyerap dan mengelola
sumber-sumber pertumbuhan ekonomi, baik kaitannya dengan teknologi maupun
terhadap kelembagaan sebagai sarana penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
(Dewi dan Sutrisna, 2014). Berdasarkan data yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik
(BPS) (2017) dengan menggunakan sistem pembagian kategori negara-negara
berdasarkan besarnya nilai IPM yang diterbitkan tahun 20072, provinsi-provinsi yang
berada di pulau Jawa memiliki rata-rata angka IPM di atas 65 setiap tahunnya. Angka
2 Pembagian negara-negara dengan HDI atau IPM tinggi, menengah, dan rendah berdasarkan Human Development Report 2007/2008, diterbitkan oleh UNDP.
7
ini termasuk cukup kecil jika dibandingkan dengan beberapa provinsi-provinsi yang
berada di pulau Sumatera dan Kalimantan (pada tahun 2016 nilai IPM Kepulauan Riau
sebesar 73.99, Riau dengan nilai IPM sebesar 71.3, dan Kalimantan Timur dengan nilai
IPM sebesar 74.59) padahal pembangunan infrastruktur dan tingkat pendidikan di
pulau Jawa jauh lebih pesat dan sangat diprioritaskan.
Tabel 1. 2
Perkembangan IPM di Pulau Jawa
Provinsi Tahun
2010 2012 2014 2016
DKI Jakarta 76.31 77.53 78.39 79.60
Jawa Barat 66.15 67.32 68.80 70.05
Jawa Tengah 66.08 67.21 68.78 69.98
Yogyakarta 75.37 76.15 76.81 78.38
Jawa Timur 65.36 66.74 68.14 69.74
Banten 67.54 68.92 69.89 70.96
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2017, data disusun kembali
Berdasarkan uraian-uraian di atas di mana variabel-variabel demografi tersebut
dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, penulis berkeinginan untuk melakukan
analisis penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Pengaruh Variabel-Variabel
Demografi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Pulau Jawa (Periode Tahun 2008
– 2016)”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif yang diperoleh
dari sampel populasi penelitian yang kemudian dianalisis sesuai dengan metode
statistik yang digunakan kemudian diinterpretasikan. Metode statistik yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode panel yang menggabungkan data time series, yaitu
tahun 2008 – 2016 dan data cross section, yaitu provinsi-provinsi yang terdapat di
pulau Jawa, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan
Banten. Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP), Rasio
Ketergantungan Penduduk (RK), dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
sebagai variabel independen, serta Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel
dependennya.
8
B. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, terfokus, dan tidak meluas, penulis membatasi
penelitian pada pengaruh variabel-variabel demografi yang digunakan, yaitu Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), laju pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan
penduduk, dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap pertumbuhan
ekonomi yang dilihat dari laju pertumbuhan PDRB. Penelitian ini difokuskan pada
provinsi-provinsi di pulau Jawa pada periode tahun 2008 – 2016.
C. Rumusan Masalah
Permasalahan kependudukan di Indonesia bukanlah hal baru dan menjadi salah
satu tugas yang belum terselesaikan bagi pemerintah. Mulai dari jumlah penduduk
yang setiap tahun meningkat yang menyebabkan distribusi kependudukan yang tidak
merata, kepadatan penduduk yang menumpuk hanya terjadi di beberapa wilayah, nilai
rasio ketergantungan penduduk yang cukup tinggi, dan lain-lain. Sorotan utama
permasalahan kependudukan tersebut di Indonesia mengarah pada pulau Jawa yang
merupakan pulau strategis tempat berbagai macam kegiatan perekonomian dilakukan.
Pulau Jawa merupakan pulau dengan jumlah penduduk terpadat dengan luas
wilayah terkecil di Indonesia. Kondisi tersebut mengakibatkan penyebaran
kependudukan di Indonesia tidak merata mengingat masih terdapat pulau lain yang
memiliki luas wilayah yang jauh lebih besar tetapi jumlah penduduknya sedikit.
Permasalahan kependudukan tersebut dapat menimbulkan pengaruh bagi pertumbuhan
ekonomi. Untuk melihat pengaruh tersebut berdasarkan data-data yang sudah ada,
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
a. Apakah pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap pertumbuhan
ekonomi di pulau Jawa?
b. Apakah pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi
di pulau Jawa?
c. Apakah pengaruh rasio ketergantungan penduduk terhadap pertumbuhan
ekonomi di pulau Jawa?
d. Apakah pengaruh Tingkat Pertisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap
pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa?
9
e. Apakah pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), laju pertumbuhan
penduduk, rasio ketergantungan penduduk, dan Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) terhadap pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa?
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan-rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut.
a. Menganalisis pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap
pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa.
b. Menganalisis pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan
ekonomi di pulau Jawa.
c. Menganalisis pengaruh rasio ketergantungan penduduk terhadap pertumbuhan
ekonomi di pulau Jawa.
d. Menganalisis pengaruh Tingkat Pertisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap
pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa.
e. Menganalisis pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), laju
pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan penduduk, dan Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap pertumbuhan ekonomi di pulau
Jawa.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak
sebagai berikut.
a. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman tentang
demografi, menambah wawasan tentang ilmu ekonomi kependudukan, dan
memberikan manfaat berupa informasi serta dapat dijadikan sebagai salah satu
bahan referensi tambahan dalam pengembangan ilmu yang berkaitan tentang
kependudukan terhadap pertumbuhan ekonomi,
b. Manfaat Praktis
10
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi dan
acuan dalam melakukan pertimbangan perencanaan kebijakan yang efektif untuk
menghadapi permasalahan kependudukan yang dihadapi Indonesia, khususnya
untuk wilayah yang memiliki potensi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Beberapa penelitian mengenai pengaruh variabel-variabel demografi terhadap
pertumbuhan ekonomi telah dilakukan oleh sejumlah peneliti. Penelitian-penelitian
sebelumnya tersebut dalam bentuk jurnal, buku, dan referensi lainnya yang dapat
membantu peneliti dalam penyusunan kerangka pemikiran. Oleh karena itu, untuk
mendukung penelitian ini, referensi penelitian-penelitian sebelumnya yang diambil
adalah sebagai berikut.
Sayifullah, Sugeng Setyadi, dan Samsul Arifin (2013) dalam jurnal
penelitiannya yang berjudul Pengaruh Variabel Demografi terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Provinsi Banten menggunakan subjek kabupaten/kota yang terdapat di
provinsi Banten menyimpulkan dengan penggunaan variabel penelitian yang sama
bahwa laju pertumbuhan penduduk dan indeks pembangunan manusia berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Banten, yang berarti
ketika laju pertumbuhan penduduk dan indeks pembangunan manusia mengalami
peningkatan, maka pertumbuhan ekonomi pun juga mengalami peningkatan.
Dr. Bhawna Rathore (2012) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul Impact
of Demographic Features on Economic Development of India from 2001 – 2010
menyimpulkan bahwa laju pertumbuhan penduduk dapat menimbulkan situasi ekstrim
terhadap pertumbuhan ekonomi. Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian
Rathore adalah India yang merupakan negara dengan penduduk kedua terbanyak di
dunia. Situasi ekstrim yang dijelaskan Rathore adalah situasi ekonomi di mana
pertumbuhan penduduk tinggi disertai pendapatan relatif tinggi, maka sumber daya
yang tersedia harus termanfaatkan sepenuhnya. Dalam situasi ekonomi seperti itu,
masyarakat seharusnya lebih mengutamakan penghematan dibanding konsumsi karena
akan membantu menghasilkan pendapatan jauh lebih tinggi di masa depan yang
ditandai dengan pertumbuhan investasi yang cepat. Dengan kata lain, pendapatan yang
11
jauh lebih tinggi yang mempengaruhi pertumbuhan investasi dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi (berpengaruh positif).
Muhammad Nur Wicaksono (2014) dalam penelitian skripsinya yang berjudul
Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, Angkatan Kerja, dan Belanja
Modal Daerah terhadap Peningkatan PDRB Provinsi di Indonesia Tahun 2008 – 2012
menyimpulkan bahwa variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap peningkatan jumlah PDRB provinsi di Indonesia.
Menurutnya, diperlukan adanya tanggapan serius dari pemerintah untuk lebih terfokus
pada IPM tiap provinsi terutama provinsi yang memiliki IPM terendah. Pemerintah
perlu mengembangkan tiga indikator dalam IPM, yaitu indeks kesehatan, indeks
pendidikan, dan indeks standar hidup layak (indeks kemiskinan) dengan memberi
alokasi dana lebih bagi ketiga indikator tersebut. Selain itu, variabel angkatan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan jumlah PDRB provinsi di
Indonesia. Berdasarkan data statistik di beberapa provinsi di Indonesia dengan
mengelompokkan masing-masing provinsi dengan jumlah angkatan kerja tinggi dan
jumlah angkatan kerja rendah juga dapat menggambarkan pengaruh positif variabel
angkatan kerja terhadap peningkatan PDRB. Hal ini menggambarkan bahwa
pemerintah harus memperhatikan angkatan kerja di setiap provinsi jika ingin
meningkatkan PDRB di provinsi tersebut. Dalam penelitiannya, dikatakan bahwa
penduduk di Indonesia cenderung berkumpul di pulau Jawa sehingga angkatan kerja di
pulau Jawa relatif jauh banyak. Pengaruh dari angkatan kerja ini akan menyebabkan
PDRB semakin tinggi. Kebijakan pemerintah daerah dalam menyesuaikan antara
jumlah modal dan angkatan kerja mampu menghasilkan output maksimal di provinsi
masing-masing sehingga kondisi benyaknya pengangguran, terlantarnya sumber daya
alam di daerah dapat dihindari.
Marie-Lor Sundman (2011) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul The
Effects of the Demographic Transition on Economic Growth: Implications for Japan
meneliti efek yang dihasilkan transisi demografi terhadap pertumbuhan ekonomi di
Jepang menyatakan bahwa transisi demografi memiliki dampak negatif terhadap GDP
per kapita. Selain itu, perkembangan teknologi berdampak pada standar hidup dan
12
kesehatan, angka harapan hidup yang lebih tinggi menghasilkan penduduk lansia lebih
banyak. Dengan kata lain, penduduk usia produktif memiliki tekanan jauh lebih besar
dalam hal pekerjaan, rendahnya pendapatan, tingginya pajak, kontribusi sosial untuk
membantu menopang hidup para lansia. Selain itu, pemerintah Jepang harus
memperhatikan bertambahnya nilai populasi imigrasi. Jika tidak, jumlah populasi
penduduk Jepang akan jatuh sebesar 75% pada 2050. Hal ini akan menjadi bencana
bagi perekonomian, karena berkurang atau bertambahnya tenaga kerja akan searah
dengan berkurang atau bertambahnya GDP per kapita.
Anne Edle von Gaessler dan Thomas Ziesemer (2016) dalam jurnal
penelitiannya yang berjudul Optimal Education In Time of Ageing: The Dependency
Ratio In The Uzawa-Lucas Growth Model meneliti rasio ketergantungan penduduk
terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan model Uzawa-Lucas3
mengatakan bahwa perekonomian ternyata memiliki beberapa kondisi stabil.
Kestabilan tersebut di antaranya dapat dilihat dari banyaknya penduduk dalam suatu
negara yang berpendidikan tinggi. Pemerintah harus lebih memfokuskan pembangunan
pendidikan pada saat populasi usia aktif bertumbuh pesat dibanding pertumbuhan
populasi usia non-aktifnya. Dampak dari fokusnya bidang pendidikan tersebut dapat
meningkatkan modal manusia, PDB per kapita, upah, dan mengurangi tingkat
pertumbuhan konsumsi, suku bunga, dan rasio hutang atau PDB agar dapat mengurangi
beban hutang. Penjelasan tersebut menyimpulkan bahwa kondisi ketika jumlah
penduduk usia aktif atau produktif jauh lebih banyak dibanding penduduk usia non-
produktif, maka rasio ketergantungan akan berkurang. Dengan kata lain, variabel rasio
ketergantungan penduduk dalam penelitian Gaessler dan Ziesemer (2016) ini
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
3 Model Uzawa-Lucas adalah model ekonomi pertumbuhan endogen di mana modal fisik dan manusia
dihasilkan dari teknologi yang berbeda. Model ini menjelaskan pertumbuhan ekonomi jangka panjang
sebagai konsekuensi akumulasi modal manusia.
13
Tabel 1. 3
Tinjauan Kajian Terdahulu
No. Peneliti Judul Hasil Penelitian
1. Sayifullah,
dkk.
(Jurnal, 2015)
Pengaruh Variabel
Demografi terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di
Provinsi Banten
Laju pertumbuhan penduduk
dan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi
2. Rathore
(Jurnal, 2012)
Impact of Demographic
Features on Economic
Development of India
from 2001 – 2010
Terdapat situasi ekonomi di
mana pertumbuhan penduduk
tinggi disertai pendapatan relatif
tinggi, maka sumber daya yang
tersedia harus termanfaatkan
sepenuhnya. Dalam situasi
ekonomi seperti itu, masyarakat
seharusnya lebih
mengutamakan penghematan
dibanding konsumsi karena
akan membantu menghasilkan
pendapatan jauh lebih tinggi di
masa depan yang ditandai
dengan pertumbuhan investasi
yang cepat. Dengan kata lain,
pendapatan yang jauh lebih
tinggi yang mempengaruhi
pertumbuhan investasi dapat
meningkatkan pertumbuhan
ekonomi (berpengaruh positif).
14
3. Wicaksono
(Jurnal, 2014)
Analisis Pengaruh Indeks
Pembangunan Manusia,
Angkatan Kerja, dan
Belanja Modal Daerah
terhadap Peningkatan
PDRB Provinsi di
Indonesia Tahun 2008 –
2012
Variabel Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
PDRB provinsi di Indonesia.
Selain itu, variabel angkatan
kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap PDRB
provinsi di Indonesia
4. Sundman
(Jurnal, 2011)
The Effects of the
Demographic Transition
on Economic Growth:
Implications for Japan
1. Transisi demografi
(kependudukan)
berpengaruh dampak
negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
2. Angka harapan hidup yang
merupakan bagian dari IPM
berpengaruh negatif
terhadap perekonomian
Jepang.
3. Rasio ketergantungan
penduduk berpengaruh
negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi
Jepang. Hal ini disebabkan
oleh penduduk usia
produktif memiliki tekanan
jauh lebih besar dalam hal
pekerjaan, rendahnya
pendapatan, tingginya
pajak, kontribusi sosial
15
untuk membantu menopang
hidup para lansia.
5. Gaessler dan
Ziesemer.
(Jurnal, 2016)
Optimal Education In
Time of Ageing: The
Dependency Ratio In The
Uzawa-Lucas Growth
Model
Variabel rasio ketergantungan
berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi jika
dilihat dari aspek peningkatan
mutu pendidikan
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Definisi Ilmu Kependudukan dan Demografi
Studi kependudukan (Population Studies) merupakan istilah lain bagi
ilmu kependudukan yang terdiri dari analisis-analisis yang bertujuan dan
mencakup:4
1. Memperoleh informasi dasar tentang distribusi penduduk, karakteristik dan
perubahan-perubahannya.
2. Menerangkan sebab-sebab perubahan dari faktor-faktor dasar tersebut, dan
3. Menganalisis segala konsekuensi yang mungkin sekali terjadi di masa
depan sebagai hasil perubahan-perubahan itu.
Introduksi dari istilah ilmu kependudukan sesungguhnya dimaksudkan
untuk memberi peringatan lebih luas tentang demografi, karena sejumlah ahli
telah menggunakan istilah demografi untuk menunjuk pada demografi formal,
demografi murni, atau kadang-kadang demografi teoritis.5 Demografi
(demography), dari segi kata, merupakan istilah yang berasal dari dua kata
Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dan grafein yang berarti
menggambar atau menulis. Oleh karena itu, demografi dapat diartikan sebagai
tulisan atau gambaran tentang penduduk. Istilah ini pertama kali dipakai oleh
Achille Guillard pada tahun 1855 dalam karyanya yang berjudul “Elements de
Statisque Humaine, ou Demographie Comparee” atau Elements of Human
Statistics or Comparative Demography.
Pengertian tentang demografi berkembang seiring dengan
perkembangan keadaan penduduk serta penggunaan statistik kependudukan
yang dialami oleh para penulis kependudukan pada zamannya. Menurut Johan
Sussmilch berpendapat bahwa demografi adalah ilmu yang mempelajari hukum
4 Thomlinson R, Population Dynamics (New York: Random House, 1965), hal.5. 5 United Nations, Multilingual Demographic Dictionary (New York: United Nations, 1958), hal.3.
17
Tuhan yang berhubungan dengan perubahan-perubahan pada umat manusia
yang terlihat dari jumlah kelahiran, kematian, dan pertumbuhannya.
Sedangkan menurut Achille Guillard, demografi sebagai ilmu yang
mempelajari segala sesuatu dari keadaan dan sikap manusia yang dapat diukur,
yaitu meliputi perubahan secara umum, fisiknya, peradabannya,
intelektualitasnya, dan kondisi moralnya.
Selain itu, George W. Barclay, mendefinisikan demografi sebagai ilmu
yang memberikan gambaran secara statistik tentang penduduk. Demografi
mempelajari tentang perilaku penduduk secara menyeluruh bukan perorangan.
Definisi demografi juga diusulkan Philip M. Hauser dan Duddley
Duncan6 sebagai berikut:
Demography is a study of the size, territorial distribution, and
composition of population, changes there in and the components of such
changes which maybe identified as natality, territorial movement (migration),
and social mobility (change of states).
Jika diterjemahkan sebagai berikut.
Demografi mempelajari jumlah, persebaran, teritorial, dan komposisi
penduduk serta perubahan-perubahannya dan sebab-sebab perubahan itu, yang
biasanya timbul karena natalitas (fertilitas), mortalitas, gerak teritorial
(migrasi), dan mobilitas sosial (perubahan status).
Demografi dapat dilihat dalam makna yang sempit, dalam hal ini sama
dengan analisis demografi atau dalam makna yang luas mencakup baik analisis
demografi maupun studi kependudukan.
Pemisahan antara studi kependudukan dan analisis demografi
umpamanya telah dilakukan oleh Hauser7 yang menyatakan bahwa:
6 P.M. Hauser dan O.D. Duncan (eds), The Study of Population (Chicago: The Chicago University, 1959), hal.31. 7 P.M. Hauser dalam K.C. Kammayer (ed.), Population Studies (Chicago: Rand McNally, 1969), hal.9.
18
1. Analisis Demografi merupakan analisis statistik terhadap jumlah, distribusi,
dan komposisi penduduk, serta komponen-komponen variasinya dan
perubahan, sedangkan,
2. Studi kependudukan mempersoalkan hubungan antara variabel demografi
dan variabel dari sistem lain.
Demografi formal hanya mempersoalkan hubungan antar variabel
demografi, baik yang diperlakukan sebagai variabel independen maupun
variabel dependen. Ilmu kependudukan mungkin melihat variabel non-
demografi sebagai variabel independen, dan variabel demografi sebagai
variabel dependen atau sebaliknya. Contoh pusat perhatian analisis demografi
formal dan ilmu kependudukan disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2. 1
Contoh Pusat Perhatian Analisis Demografi Formal dan Ilmu Kependudukan
Tipe Studi/Ilmu Variabel Independen Variabel Dependen
Demografi formal
Contoh:
Demografi
Komposisi Umur
Proporsi kawin dari
wanita usia reproduksi
Demografi
Angka Kelahiran
Angka Kematian
19
Ilmu Kependudukan
Contoh:
Contoh:
Non-demografi
Undang-undang
perkawinan
Lapangan pekerjaan
Pangan/kemiskinan
Kesempatan kerja
Demografi
Angka kelahiran
Angka Kematian
Demografi
Angka kelahiran
Angka kematian
Migrasi/gerak
penduduk
Non-demografi
Keperluan Pangan
Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: Pengantar Ilmu Kependudukan, Said Rusli, 2012
Dengan mengacu kepada definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa ilmu demografi merupakan suatu alat untuk mempelajari perubahan-
perubahan kependudukan dengan memanfaatkan data dan statistik
kependudukan, serta perhitungan-perhitungan secara matematis dan statistik
dari data penduduk terutama mengenai perubahan jumlah, persebaran, dan
komposisi/strukturnya. Perubahan-perubahan tersebut dipengaruhi oleh
perubahan pada komponen-komponen utama pertumbuhan penduduk, yaitu
fertilitas, mortalitas, dan migrasi, yang pada gilirannya menyebabkan
perubahan pada jumlah, struktur, dan persebaran penduduk.demografi memberi
gambaran menyeluruh tentang perilaku penduduk, baik secara agregat maupun
secara kelompok.
Studi kependudukan dapat pula mencakup penelitian makro demografi
dan mikro demografi. Penelitian makro demografi terdiri dari penelitian unit
skala besar, agregat orang dengan keseluruhan sistem kebudayaan dan
masyarakat. Sasaran ruang lingkup daerah penelitian makro demografi adalah
benua, bangsa, dan kesatuan-kesatuan wilayah yang luas seperti provinsi dan
kota-kota besar. Sedangkan penelitian mikro demografi merupakan penelitian
20
unit skala kecil yang umumnya bersifat internal. Penelitian mikro demografi
memusatkan diri atas individu, kesatuan-kesatuan keluarga otonomi,
kelompok-kelompok kecil dan lingkungan ketetanggaan, penelitian mikro
demografi berlangsung pada tingkat luas wilayah yang relatif kecil seperti di
suatu desa di Indonesia.
2. Manfaat Ilmu Demografi
Secara umum, gambaran penduduk atau statistik dan data
kependudukan sangat diperlukan terutama oleh para pembuat kebijakan, baik
di kalangan pemerintah maupun non-pemerintah. Data tentang jumlah dan
pertumbuhan penduduk, misalnya, digunakan sebagai informasi dasar dalam
pengembangan kebijakan penurunan angka kelahiran, peningkatan pelayanan
kesehatan, pengarahan persebaran penduduk, persediaan kebutuhan penduduk
atas ketersediaan makanan, pendidikan, perumahan, dan lapangan pekerjaan.
Selain itu, data dan statistik kependudukan dapat digunakan untuk
mengetahui gambaran sosial dan ekonomi penduduk di suatu negara. Dari segi
ketenagakerjaan, misalnya, keadaan penduduk dapat dilihat dari persentasenya
menurut bidang pekerjaan utama (pertanian, industri, dan jasa), status pekerjaan
(formal dan informal), atau jenis kegiatan (bekerja, sekolah, atau mencari
pekerjaan). Angka harapan hidup saat lahir, yang menunjukkan rata-rata
lamanya hidup penduduk, sering kali dipakai untuk melihat peningkatan
standar hidup.
Dari sudut perkembangan ilmu itu sendiri, statistik kependudukan
memegang peranan penting. Penemuan-penemuan baru tentang apa yang
terjadi secara empiris akan membentuk teori baru dan teori tersebut akan diuji
lagi dengan penemuan data empiris yang terbaru dan demikian seterusnya.
Secara singkat, ilmu demografi sangat bermanfaat untuk:
1. Mempelajari kuantitas, komposisi, dan distribusi penduduk dalam suatu
daerah tertentu serta perubahan-perubahannya.
2. Menjelaskan pertumbuhan masa lampau dan mengestimasi pertumbuhan
penduduk pada masa mendatang.
21
3. Mengembangkan hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk
dan bermacam-macam aspek pembangunan sosial, ekonomi, budaya,
politik, lingkungan, dan keamanan.
4. Mempelajari dan mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan konsekuensi
pertumbuhan penduduk pada masa mendatang.
3. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu hasil yang diperlihatkan
oleh sebuah negara secara kuantitatif terkait perkembangan perekonomiannya.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu
negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama
periode tertentu. Berbagai teori yang membahas tentang pertumbuhan ekonomi
yang dikemukakan oleh para ekonom pun tidak terlepas dari poin
kependudukan (demografi). Beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang
berkaitan dengan penduduk dibahas oleh tokoh-tokoh ekonomi klasik. Banyak
dari teori pertumbuhan ekonomi tersebut dikaitkan antara pendapatan perkapita
dan jumlah penduduk.teori tersebut disebut dengan teori penduduk optimum.
Menurut Sitindaon (2013), teori pertumbuhan klasik dapat dilihat
apabila terdapat kekurangan penduduk, produksi marjinal akan lebih tinggi
daripada pendapatan perkapita. Akan tetapi apabila penduduk semakin banyak,
hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi
produksi, yaitu produksi marjinal mulai mengalami penurunan. Oleh
karenanya, pendapatan nasional dan pendapatan perkapita menjadi semakin
lambat pertumbuhannya.
Selain itu, menurut Adam Smith dalam Sitindaon (2013) dengan
bukunya yang berjudul An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of
the Nations, pertumbuhan ekonomi ditandai oleh dua faktor yang saling
berkaitan, yaitu pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan output total.
Pertumbuhan output yang akan dicapai dipengaruhi oleh 3 komponen, yaitu
sumber daya alam, tenaga kerja (pertumbuhan penduduk), dan jumlah
persediaan.
22
David Ricardo yang merupakan tokoh ekonom klasik seperti Adam
Smith memiliki pendapat berbeda. Menurut David Ricardo, faktor
pertumbuhan penduduk yang semakin besar sampai mencapai dua kali lipat
pada suatu saat akan menyebabkan jumlah tenaga kerja melimpah. Kelebihan
tenaga kerja akan mengakibatkan upah menjadi turun. Upah tersebut hanya
akan dapat digunakan untuk membiayai taraf hidup minimum sehingga
perekonomian akan mengalami kemandegan (stationary state). Pendapatnya ini
terdapat di dalam bukunya yang berjudul The Principal of Political and
Taxation.
Selain teori yang berasal dari mazhab klasik, mazhab neoklasik juga
membahas pertumbuhan ekonomi yang mengaitkan kependudukan sebagai
faktor pendorongnya. Robert Solow yang merupakan ekonom Amerika
mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan
yang bersumber pada manusia, akumulasi modal, penggunaan teknologi
modern, dan hasil atau output. Adapun pertumbuhan penduduk dapat
berdampak positif dan dapat berdampak negatif. Oleh karena itu, Solow
mengatakan, pertambahan penduduk harus dimanfaatkan sebagai sumber daya
yang positif.
4. Teori Jebakan Populasi Malthus (Kelompok Pesimis)
Robert Thomas Malthus (1766-1834) merupakan pendeta Inggris yang
mengajukan sebuah teori tentang hubungan antara pertumbuhan penduduk dan
pembangunan ekonomi yang masih banyak dipercaya oleh banyak ahli sampai
saat ini. Dalam sebuah bukunya yang berjudul Essay on the Principle of
Population terbitan tahun 1798, Thomas Malthus merumuskan sebuah konsep
tentang pertambahan hasil yang semakin berkurang (diminishing returns).
Malthus melukiskan suatu kecenderungan universal bahwa jumlah populasi di
suatu negara akan meningkat sangat cepat menurut deret ukur atau tingkat
geometric setiap 30 atau 40 tahun, kecuali jika hal itu diredam oleh bencana
kelaparan. Sementara itu, karena adanya proses pertambahan hasil yang
semakin berkurang dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap, yaitu
23
tanah, maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung
atau tingkat aritmetik. Bahkan, karena lahan yang dimiliki setiap anggota
masyarakat semakin lama semakin sempit, maka kontribusi marjinalnya
terhadap total produksi pangan akan semakin menurun. Karena pertumbuhan
pengadaan pangan tidak dapat berpacu secara memadai atau mengimbangi
kecepatan pertambahan penduduk, maka pendapatan perkapita (dalam
masyarakat agraris, pendapatan perkapita diartikan sebagai produksi pangan
perkapita) cenderung terus mengalami penurunan sampai sedemikian
rendahnya sehingga segenap populasi harus bertahan pada kondisi sedikit di
atas tingkat subsisten (semua penghasilan hanya cukup untuk mengganjal
perut), itu pun hanya untuk jumlah populasi tertentu. Lebih dari jumlah itu
maka ada sebagian penduduk yang tidak mendapat bahan pangan sama sekali.
Selanjutnya, Malthus menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi
masalah rendahnya taraf hidup yang kronis atau kemiskinan absolut tersebut
adalah “penanaman kesadaran moral” (moral restraint) di kalangan segenap
penduduk dan kesediaan untuk membatasi jumlah kelahiran. Dengan
perumusan konsep akan pentingnya pembatasan kelahiran dan jumlah
penduduk tersebut, Malthus dapat kita sebut sebagai “bapak” atau pelopor
gerakan modern pengendalian kelahiran.
Para ahli ekonomi modern telah memberi nama khusus bagi gagasan
Malthus yang menyatakan bahwa ledakan penduduk akan menimbulkan pola
hidup yang serba pas-pasan (subsisten). Mereka menyebutnya model jebakan
populasi ekuilibrium tingkat rendah (low level equilibrium population trap,
atau biasa disingkat dengan model jebakan populasi Malthus (Malthusian
population trap). Dalam bentuk diagram model dasar yang merangkum
gagasan Malthus dapat diperoleh dengan membandingkan bentuk dan posisi
kurva-kurva yang masing-masing mewakili laju pertumbuhan penduduk dan
tingkat pertumbuhan pendapatan agregat dan keduanya dihubungkan dengan
tingkat pendapatan perkapita.
24
Gambar 2. 1
Model Jebakan Populasi Malthus
Sumber: Pembangunan Ekonomi, Todaro & Smith (2006)
Sumbu vertikal menunjukkan perubahan persentase secara numerik,
baik yang positif maupun yang negatif, atas kedua variabel pokok tersebut,
yakni jumlah total penduduk serta pendapatan agregat. Adapun sumbu
horizontal mengukur tingkat pendapatan perkapita.
Pada gambar di atas, pertumbuhan penduduk mencapai tingkat
maksimumnya yang secara kasar diperkirakan sekitar 3,3 persen, pada tingkat
pendapatan perkapita Y2. Diasumsikan pula bahwa laju pertumbuhan tersebut
akan tetap bertahan selama tingkat pendapatan perkapita belum cukup tinggi.
Dengan meningkatnya pendapatan perkapita ke taraf yang lebih tinggi dari Y0,
maka sejalan dengan tahapan ketiga dari teori transisi demografi, tingkat
kelahiran akan mulai menurun, sehingga kemiringan kurva pertumbuhan
penduduk menjadi negatif dan kembali mendekati sumbu horizontal.
Aspek berikutnya dari teori Malthus mencoba menjelaskaan hubungan
antara tingkat pertumbuhan pendapatan agregat (pada saat laju pertumbuhan
penduduk sama dengan nol) dan tingkat pendapatan perkapita. Jika pendapatan
agregat (produk atau output total) dari suatu negara meningkat lebih cepat,
maka secara definitif pendapatan perkapita juga meningkat. Seandainya
25
pertumbuhan penduduk lebih cepat dari peningkatan pendapatan total, maka
dengan sendirinya tingkat pendapatan perkapita akan menurun.
Menurut pendukung aliran pemikiran neo-Malthus, bangsa-bangsa
yang miskin tidak akan pernah berhasil mencapai tingkat pendapatan perkapita
yang jauh lebih tinggi dari tingkat subsisten, kecuali mereka mengadakan
pengendalian preventif awal (preventive checks) terhadap pertumbuhan
populasi mereka, atau dengan menerapkan pengendalian kelahiran. Apabila hal
tersebut tidak dilaksanakan secepatnya, maka pengendalian positif ala
Malthus (Malthusian positive checks), yakni musbah kelaparan, bencana
alam, wabah penyakit, juga perang yang akan tampil sebagai penghambat
pertumbuhan penduduk.
5. Kelemahan-Kelemahan Teori Malthus
Kritik terhadap teori Malthus yang juga sering dipandang sebagai
kelemahan dari teori tersebut antaranya berkisar pada:
1. Model atau teori Malthus tidak memperhitungkan peranan dan dampak-
dampak penting dari kemajuan teknologi.
2. Teori tersebut didasarkan pada suatu hipotesis mengenai hubungan-
hubungan makro (berskala besar) antara tingkat pertumbuhan penduduk
dengan tingkat pendapatan perkapita yang ternyata tidak dapat dibuktikan
secara empiris.
3. Teori tersebut terlalu bertumpu pada variabel ekonomi yang ternyata keliru,
yaitu tingkat pendapatan perkapita, sebagai determinan utama pertumbuhan
penduduk. Pendekatan yang jauh lebih baik dan valid dalam rangka
menjawab pertanyaan tentang kependudukan dan usaha-usaha
pembangunan mengutamakan aspek-aspek mikroekonomi seperti
pengambilan keputusan di tingkat keluarga atau rumah tangga. Dengan
kata lain, taraf hidup individual, bukannya taraf hidup agregat (secara
nasional) perlu dikedepankan sebagai determinan utama bagi pengambilan
keputusan di tingkat keluarga mengenai jumlah anak yang harus atau
hendak mereka inginkan.
26
6. Perlunya Pertumbuhan Penduduk dan Kelompok Optimis
Kependudukan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Todaro dan Smith (2006), terdapat aliran argumen ketiga yang
lebih konvensional mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk itu bukanlah
sebuah masalah, melainkan justru merupakan unsur penting yang akan memacu
pembangunan ekonomi. Populasi yang lebih besar adalah pasar potensial yang
menjadi sumber permintaan akan berbagai macam barang dan jasa yang
kemudian akan menggerakkan berbagai macam kegiatan ekonomi sehingga
menciptakan skala ekonomis (economic of scale) dalam produksi yang
menguntungkan semua pihak, menurunkan biaya-biaya produksi, dan
menciptakan sumber pasokan atau penawaran tenaga kerja murah dalam jumlah
yang memadai sehingga pada gilirannya akan merangsang tingkat output atau
produksi agregat yang lebih tinggi lagi.
Selain pendapat yang bersifat ekonomi di atas, menurut Todaro dan
Smith (2006), masih terdapat argumentasi non-ekonomi yang membuktikan
bahwa pertumbuhan penduduk diperlukan. Secara umum, argumen tersebut
dapat diterapkan pada negara-negara berkembang. Pertama, banyak negara
yang merasa perlu menambah jumlah penduduknya demi mempertahankan
daerah-daerah perbatasan yang sangat jarang penduduknya terhadap serangan
atau infiltrasi negara tetangga yang memusuhi. Kedua, banyak golongan etnis,
rasial, dan kepercayaan di negara-negara berkembang yang menyukai keluarga
besar. Atas dasar alasan moral dan politik, segenap preferensi etnis dan aliran
kepercayaan itu harus dilindungi dan diberikan tempat. Ketiga, kekuatan politik
atau militer dari suatu negara sering bergantung pada jumlah penduduk berusia
belia.
Menurut Owusu dalam Purnamasari (2015), kelompok optimis yakin
pertumbuhan penduduk dapat memicu pertumbuhan ekonomi. Kelompok
optimis menganggap pertumbuhan penduduk sebagai modal dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan penduduk dalam jangka
pendek memang menyebabkan kelangkaan bahan makanan dan kemiskinan.
27
Akan tetapi, pertumbuhan penduduk juga menyediakan tenaga kerja yang
mampu berinovasi menciptakan teknologi baru untuk meningkatkan persediaan
makanan akibat adanya kelangkaan bahan makanan tersebut. Peningkatan
produksi bahan makanan ini juga akan meningkatkan output perekonomian.
Selain itu, teori Boserup dalam Purnamasari (2015) memfokuskan
hubungan antara penduduk, lingkungan, dan teknologi. Boserup menggunakan
kepadatan penduduk, jumlah dan pertumbuhan penduduk untuk mengukur
penduduk. Lingkungan mengarah kepada lahan dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya, seperti iklim dan kualitas tanah. Boserup mendefinisikan
teknologi sebagai alat-alat dan input yang digunakan dalam pertanian.
Boserup yang menulis buku dengan judul Population Growth and
Agrarian Change: A Historical Perspective membantah asumsi Malthus yang
menyatakan bahwa peningkatan jumlah penduduk akan menurunkan output.
Menurut Boserup, dalam jangka pendek pertumbuhan penduduk memang akan
menurunkan output perjam perpekerja. Hal ini terjadi karena pekerja
memerlukan waktu untuk menyiapkan pemakaian metode pertanian yang lebih
intensif (dalam buku tersebut Boserup sangat memfokuskan pembahasan pada
bidang pertanian). Contohnya, penambahan pencangkulan, pemakaian pupuk,
dan konstruksi sistem irigasi sehingga output perbiaya tenaga kerja akan
menurun. Sebaliknya dalam jangka panjang pekerja akan lebih efisien karena
sudah terbiasa dengan tambahan tugas tersebut. Peningkatan jumlah penduduk
juga akan mendorong produksi yang lebih baik dengan sistem pembagian kerja.
Oleh karena itu, pertumbuhan penduduk atau peningkatan kepadatan penduduk
mengarah kepada peningkatan output dalam jangka panjang yang lebih besar
daripada penurunan output dalam jangka pendek.
Simon dalam Aligica (2009) beranggapan bahwa sumber daya alam
yang terbatas dapat diatasi dengan imajinasi manusia yang tidak terbatas.
Artinya, sumber daya alam tidaklah terbatas dari sisi ekonomi karena sumber
daya alam merupakan sumber penemuan dan teknologi baru yang dapat
28
dipikirkan oleh manusia. ketika sumber daya mulai berkurang maka manusia
akan membuat teknologi baru untuk mengatasi hal tersebut.
Simon dalam Ahlburg (1998) menyatakan bahwa teknologi baru yang
diciptakan tidak terlepas dari peran akumulasi pengetahuan. Simon juga
mengatakan bahwa pengetahuan dapat bersifat spontaneous ataupun incentive-
responsive. Spontaneous berarti pengetahuan yang dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari sedangkan incentive-responsive berarti pengetahuan
(inovasi baru) yang diproduksi atas respon dari kelangkaan faktor produksi
yang menyebabkan perubahan harga. Aligica (2009) menyatakan bahwa
kondisi yang dibutuhkan dalam memproduksi akumulasi pengetahuan adalah
jumlah penduduk. Penduduk yang dimaksud adalah penduduk yang disiplin dan
pandai.
Simon dalam Ahlburg (1998) menyatakan bahwa pertumbuhan
penduduk yang tinggi akan mendorong kinerja ekonomi yang lebih baik dalam
jangka panjang (120 sampai dengan 180 tahun) daripada pertumbuhan
penduduk yang stagnan. Dalam jangka pendek (60 tahun), jumlah penduduk
yang relatif lebih stagnan lebih baik bagi kinerja perekonomian. Secara empiris,
pengaruh akhir dari pertumbuhan penduduk terhadap kinerja perekonomian
dalam jangka pendek maupun panjang di negara berkembang variatif.
7. Pandangan Umum tentang Penduduk dan Angkatan Kerja
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor dinamika dalam
perkembangan ekonomi jangka panjang, bersama dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi, sumber daya alam, dan kapasitas produksi yang terpasang dalam
masyarakat yang bersangkutan. Keempat faktor dinamika itu harus dilihat
dalam kaitan interaksinya satu sama lainnya. Namun, di antaranya peranan
sumber daya manusia dijadikan tujuan pokok dalam ekonomi masyarakat.
Berpangkal pada haluan ini, masalah penduduk dan angkatan kerja baik secara
kuantitatif maupun kualitatif wajib diberi perhatian utama dalam ekonomi
pembangunan. Dalam hubungan ini, menonjol masalah kesempatan kerja
secara produktif.
29
Negara-negara berkembang pada umumnya masih terus mengalami
pertambahan penduduk. Dengan sendirinya, kebutuhan masyarakat menjadi
semakin banyak mengenai serangkaian kebutuhan hidup yang sifatnya sangat
mendasar, yaitu pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, kesehatan. Jika
dulu ada kecenderungan untuk mengelompokkan pendidikan dan kesehatan
dalam kategori kebutuhan sosial, maka dalam pembangunan ekonomi negara-
negara berkembang kedua jenis kebutuhan dasar itu harus dianggap termasuk
prioritas ekonomi yang utama. Sebab, peningkatan mutu pendidikan dan
pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia.
Golongan yang lazim dianggap sebagai angkatan kerja dalam
masyarakat negara berkembang ialah mereka yang termasuk tingkat usia 10
tahun sampai 64 tahun, tetapi belakangan lebih banyak digunakan tolok ukur
antara 15 tahun sampai 64 tahun. Dalam hal tersebut, masih harus
diperhitungkan faktor tingkat partisipasi angkatan kerja menurut jenjang usia.
Hal itu sama lain berkenaan dengan kemampuannya dan kesediannya untuk
secara aktif mencari pekerjaan yang bersifat produktif. Pemenuhan kebutuhan
penduduk tergantung sekali dari hasil kegiatan angkatan kerja secara produktif.
Dengan kata lain, kebutuhan penduduk tergantung dari produktivitas angkatan
kerja untuk memperoleh pendapatan riil yang memadai. Hal itu tidak hanya
ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan produktif,
melainkan oleh mutu tenaga kerja yang bersangkutan. Mutu sumber daya
manusia pada umumnya, angkatan kerja khususnya, dipengaruhi oleh
keterampilan teknis, keahlian profesional, kecerdasan akademis, serta serta
pembinaannya dalam masyarakat yang bersangkutan. Dalam hubungan ini,
muncul pemahaman tentang beban ketergantungan atau rasio ketergantungan,
yaitu penduduk tergantung dari hasil produksi angkatan kerja, ataupun
sebaliknya beban tanggungan yang dipikul oleh angkatan kerja untuk
memenuhi kebutuhan hidup bagi penduduk secara menyeluruh. Semakin baik
mutu angkatan kerja dalam hal keterampilan teknis, keahlian profesional, dan
30
kecerdasan akademis, semakin ringan beban tanggungan yang dimaksud
(Djojohadikusumo, 1994).
Akan tetapi, segala sesuatunya juga tergantung dari adanya kesempatan
dan peluang agar angkatan kerja yang tersedia dan yang tiap tahun jumlahnya
bertambah, mendapat pekerjaan yang produktif penuh (productive employment)
di berbagai lapangan usaha. Hal inilah yang menjadi tantangan besar bagi
negara-negara berkembang. Dalam struktur ekonomi yang pada umumnya
masih berlaku di negara-negara tersebut, angkatan kerja yang tidak dapat
dimanfaatkan sepenuhnya secara produktif, jumlahnya masih cukup banyak.
Masalah pengangguran, secara terbuka maupun secara terselubung menjadi
pokok permasalahan dalam pembangunan ekonomi negara-negara
berkembang.
Penghitungan seberapa besar angkatan kerja yang berpartisipasi dalam
suatu negara atau wilayah dapat dilihat dari tingkat partisipasi angkatan kerja.
Tingkat partisipasi angkatan kerja menurut Rusli (2012) dinyatakan sebagai
jumlah penduduk yang tergolong angkatan kerja per 100 penduduk usia kerja.
Jika pada penjelasan di atas dikatakan bahwa penduduk usia kerja (produktif)
didefinisikan sebagai penduduk dengan usia 15 – 64 tahun, maka
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja =Jumlah Angkatan Kerja
Penduduk usia 15 − 64 tahun × 100
Dengan cara yang sama, tingkat partisipasi angkatan kerja dapat
dihitung untuk tiap golongan umur dan jenis kelamin. Selain untuk tiap
golongan umur dan jenis kelamin, tingkat partisipasi angkatan kerja dapat pula
dihitung untuk lain-lain karakteristik penduduk seperti daerah tempat tinggal
(pedesaan-perkotaan), status perkawinan, dan tingkat pendidikan.
Tingkat partisipasi angkatan kerja umumnya rendah atau agak rendah
pada usia muda dan usia tua. Sebagian mereka yang berusia muda masih
bersekolah, sedangkan sebagian pada usia tua sudah tidak bekerja ataupun
mencari pekerjaan.
31
8. Kualitas Hidup dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Menurut Rusli (2012), pembicaraan mengenai kualitas hidup (quality of
life) manusia (penduduk) ataupun kualitas hidup masyarakat bukanlah suatu hal
yang baru, tetapi perhatian dalam penelitian-penelitian baru berkembang sejak
dasawarsa 1960-an. Pembangunan sebagai tugas utama negara (selain menjaga
ketertiban) dapat dipandang sebagai upaya memperbaiki kualitas hidup
masyarakat. Di Indonesia, upaya untuk memperbaiki kualitas hidup manusia
sudah tercermin dalam tujuan besar pembangunan mewujudkan “pembangunan
manusia seutuhnya”.
Kualitas hidup masyarakat dapat dipandang sebagai cerminan dari
kualitas penduduk dan sebaliknya kualitas penduduk menentukan kualitas
hidup masyarakat. Dapat dibedakan antara kualitas penduduk dan kualitas
manusia. Menurut Gani dalam Rusli (2012), kualitas penduduk merupakan
kualitas umum sekelompok manusia, sedangkan kualitas manusia bersifat
perorangan (individual). Kualitas penduduk ataupun kualitas manusia terdiri
dari kualitas fisik dan non-fisik.
Kualitas penduduk sangat terkait dengan kemampuan penyediaan
kebutuhan pokok (kebutuhan dasar) manusia. kualitas fisik sangat ditentukan
oleh keadaan pangan dan gizi masyarakat serta ketersediaan fasilitas kesehatan
yang dapat dijangkau dan dimanfaatkan. Sedangkan kualitas non-fisik terkait
dengan keadaan sosial budaya masyarakat setempat.
Gani dalam Rusli (2012) mengemukakan indikator kualitas manusia
atau individual sebagai berikut: indikator kualitas fisik terdiri dari
ukuran/bobot, tenaga, daya tahan fisik, dan indikator non-fisik meliputi
kecerdasan, kualitas emosional, budi, dan iman. Sedangkan kualitas penduduk
meliputi: indikator kualitas fisik yang terdiri dari Angka Kematian Bayi, Angka
Kesakitan, Harapan Hidup, dan indikator non-fisik yang mencakup
produktivitas penduduk, disiplin sosial, kemandirian, solidaritas sosial, dan
etika lingkungan.
32
Untuk mengukur kondisi kehidupan yang dicapai dikembangkan
indikator-indikator dan indeks-indeks. Indikator-indikator dan indeks-indeks
yang dikembangkan pada hakikatnya ditujukan untuk memantau
pembangunan, kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam kualitas hidup
penduduk atau kualitas hidup masyarakat. Salah satu yang cukup populer yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah Indeks Pembangunan Manusia
(Human Development Index).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau yang dikenal dengan Human
Development Index (HDI) mulai muncul pada awal dasawarsa 1990-an. Semula
IPM digunakan untuk mengukur pembangunan sosial dan kemudian sebagai
ukuran pencapaian pembangunan yang berfokus pada pembangunan manusia
yang dibandingkan antar negara di dunia.
Menurut UNDP dalam Rusli (2012), Tampak IPM atau HDI adalah
perkembangan lebih lanjut dari hasil upaya pencarian indeks pengukuran
kemajuan pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk di
berbagai negara di dunia yang berpusat pada pembangunan manusia. IPM
memfokuskan pada tiga dimensi pembangunan manusia yang terukur, meliputi:
berumur panjang dan sehat (living along and healthy life), berpendidikan atau
terdidik (being educated), dan hidup berkecukupan atau mempunyai standar
hidup yang layak (having decent standard of living). Ketiga dimensi tersebut
dipandang sebagai dimensi-dimensi terbaik yang menunjukkan kondisi
kehidupan manusia.
Umur panjang dan sehat merupakan cita-cita setiap manusia dan
masyarakat, apapun sistem budaya, sistem sosial, maupun sistem politik
masyarakat yang bersangkutan. Sampai batas-batas yang dapat diupayakan,
kematian senantiasa dicegah. Proses pembangunan yang berlangsung
diharapkan dapat memperpanjang umur manusia. Meningkatnya umur manusia
dapat dipandang sebagai salah satu output pokok pembangunan.
Terdidik atau berpengetahuan juga merupakan kondisi yang diinginkan
semua masyarakat dan kebudayaan. Apapun sistem sosial dan sistem politik
33
yang digunakan, pendidikan merupakan kondisi dasar manusia yang dipandang
sangat penting. Tanpa pendidikan, manusia tidak dapat mengembangkan
dirinya dan keadaan kehidupannya. Umpamanya dengan melek huruf,
seseorang akan berpeluang untuk akses terhadap pengetahuan dan teknologi
yang bersumber dari bahan tertulis. Dalam pengembangan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), pada mulanya untuk merepresentasikan kondisi
pendidikan (pengetahuan) hanya digunakan tingkat melek huruf. Tetapi
kemudian, meskipun melek huruf dipandang memberi kontribusi lebih besar
untuk merepresentasikan kondisi pendidikan (pengetahuan) digunakan
kombiansi antara melek huruf dan lama sekolah atau tingkat partisipasi sekolah.
Kondisi hidup berkecukupan atau layak juga merupakan kondisi yang
diinginkan setiap manusia dan masyarakat, tidak tergantung pada sistem sosial,
politik maupun budaya yang terdapat pada masyarakat yang bersangkutan.
Kemiskinan dan kurangnya pendapatan merupakan kondisi yang dipandang
tidak layak bagi kehidupan manusia, perlu diubah ke arah yang lebih baik
melalui upaya-upaya pembangunan (Rusli, 2012).
Ketiga dimensi pembangunan manusia (umur panjang dan sehat,
pengetahuan, dan hidup layak) menurut BPS diukur dengan menggunakan
empat indikator berikut:
1. Dimensi umur panjang dan sehat, diukur dengan menggunakan indikator
harapan hidup pada saat lahir.
2. Dimensi pengetahuan diukur dengan menggunakan dua indikator yang
terdiri dari Angka Melek Huruf dan Lama Sekolah atau Tingkat Partisipasi
Sekolah.
3. Dimensi hidup layak diukur dengan menggunakan indikator pendapatan
sebagai takaran daya beli (pendapatan yang telah disesuaikan dengan daya
beli) atau yang lebih dikenal dengan istilah Purchasing Power Parity
(indikator ini digunakan mulai dari tahun 2008).
34
IPM dipandang sangat bermanfaat sebagai titik tolak dalam mengukur
upaya pembangunan manusia. IPM mengukur kemajuan yang menyeluruh
dalam pencapaian pembangunan manusia.
9. Rasio Ketergantungan Penduduk
Menurut Sitindaon (2013), rasio ketergantungan penduduk (dependency
ratio) didefinisikan sebagai rasio antara kelompok penduduk umur 0 – 14 tahun
yang termasuk dalam kelompok belum produktif secara ekonomis atau disebut
rasio ketergantungan usia muda (young dependency ratio) dan kelompok
penduduk umur 65 tahun keatas yang termasuk ke dalam kelompok penduduk
yang tidak produktif lagi atau disebut rasio ketergantungan usia tua (old
dependency ratio) dengan kelompok penduduk umur 15 – 64 tahun termasuk
dalam kelompok usia produktif.
Rasio ketergantungan penduduk dapat digunakan sebagai indikator
yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara apakah
tergolong negara maju atau negara yang sedang berkembang. Semakin
tingginya persentase rasio ketergantungan menunjukkan semakin tingginya
beban yang harus ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai hidup
penduduk yang belum produktif dan penduduk yang sudah tidak produktif lagi.
Sebaliknya, semakin rendah persentase rasio ketergantungan menunjukkan
semakin rendah beban yang harus ditanggung penduduk usia produktif untuk
membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan penduduk yang sudah
tidak produktif lagi.
Rasio ketergantungan penduduk (dependency ratio) dapat dihitung
dengan rumus:
RK = P(0 - 14) + P65+
P(15-64)x 100
Keterangan:
RK = Rasio ketergantungan penduduk
P (0 – 14) = Penduduk usia belum produktif (young dependency ratio)
35
P (65+) = Penduduk usia yang sudah tidak produktif lagi (old
dependency ratio)
P (15 – 64) = Penduduk usia produktif
10. Teori Kependudukan Berkaitan dengan Komponen Pendapatan Nasional
Dari berbagai literatur atau tulisan kependudukan dan pembangunan
disebutkan bahwa salah satu modal dasar pembangunan adalah penduduk yang
berkualitas sangat penting dan strategis bagi pembangunan di segala bidang.
Artinya jumlah penduduk berkualitas yang mempunyai kompetensi dapat
dibina dan didayagunakan secara efektif dan akan menjadi stimulus bagi
pertumbuhan ekonomi dan sangat menguntungkan bagi ketahanan nasional.
Jumlah penduduk yang besar dalam suatu wilayah adalah pasar
potensial yang menjadi sumber permintaan akan berbagai macam barang dan
jasa yang dalam hal ini dapat mendorong konsumsi penduduk. Hal tersebut
kemudian akan menggerakkan berbagai macam kegiatan ekonomi sehingga
menciptakan skala ekonomis (economic of scale) dalam produksi yang
menguntungkan semua pihak, menurunkan biaya-biaya produksi, dan
menciptakan sumber pasokan atau penawaran tenaga kerja murah dalam jumlah
yang memadai sehingga pada gilirannya akan merangsang tingkat output atau
produksi agregat yang lebih tinggi lagi (Todaro dan Smith, 2006).
Dalam teori capital, modal adalah uang yang diubah menjadi suatu
barang yang kemudian diubah kembali dari suatu barang menjadi sesuatu yang
lebih menghasilkan banyak uang dari pada jumlah aslinya. Selanjutnya
dikatakan dari barang tersebut terdapat unsur atau komponen tenaga kerja
(labour) yang menghasilkan upah. Upah tersebut diberikan kepada para pekerja
yang kemudian digunakan untuk mengkonsumsi barang-barang sekunder
maupun primer. Konsumsi barang tersebut akan menumbuhkan tingkat
produksi. Produksi yang meningkat akan menambah jumlah investasi.
Tumbuhnya investasi akan menyerap tenaga kerja, manusia bekerja
akan memperoleh upah, upah sebagian dikonsumsi dan sebagian ditabung,
jumlah tabungan tersebut oleh bank disalurkan untuk kredit salah satunya untuk
36
investasi. Proses akumulasi tersebut menumbuhkan perekonomian
nasional yang akan tercermin dalam Produk Domestic Bruto (PDB).
Model-model ekonomi tentang tabungan yang berhubungan langsung
dengan penduduk adalah age dependency model, dengan landasan pemikiran
bahwa berkurangnya angka kelahiran bayi akan menyebabkan menurunnya
sejumlah konsumsi yang mendorong meningkatnya tabungan dan selanjutnya
menyebabkan terjadinya pembentukan modal. Selain itu, ada model accounting
effects dan behavioral effect di mana penduduk muda dan penduduk lansia
mengkonsumsi barang melebihi apa yang bisa mereka bisa produksi.
Sedangkan penduduk usia kerja cenderung mempunyai tingkat output tinggi
dan cenderung mempunyai tingkat tabungan yang lebih tinggi. Penelitian juga
menemukan bahwa penduduk mulai menabung lebih banyak pada usia 40 – 65
tahun di mana pada kondisi tersebut tidak terbebani oleh pembiayaan
pengurusan anak.
Peningkatan jumlah penduduk usia kerja akan meningkatkan
tersedianya modal manusia (human capital) dalam jumlah yang banyak.
Penurunan angka kematian dan meningkatnya harapan hidup manusia akan
meningkatkan propensitas (bagian kekayaan yang diinvestasikan) orangtua
untuk menanamkan investasi modal manusia dalam diri anak-anak. Perbaikan
kesehatan dan penurunan kematian akan memicu akumulasi modal (human
capital accumulation).
Peningkatan harapan hidup manusia sampai 45-55 tahun diperkirakan
menjadi pemicu terkuat investasi modal manusia karena ini merupakan usia
yang menentukan dimana investasi sumber daya manusia terbayar kembali.
Peningkatan harapan hidup ini telah mengubah gaya hidup masyarakat di segala
aspek kehidupan. Sikap dan prilaku masyarakat tentang pendidikan, keluarga,
masa pensiun peranan perempuan dalam pekerjaan mengalami pergeseran hal
ini menyangkut perubahan sosial dan budaya yang pada akhirnya pandangan
terhadap manusia meningkat dan dihargai sebagai aset bukan hanya faktor
produksi.
37
Korelasi dua komponen tersebut mengkondisikan meningkatnya
kesejateraan penduduk dengan semakin sejahtera, kualitas sumber
daya manusia meningkat seiring membaiknya tingkat penghasilan masyarakat
yang tercermin dari pengeluaran riil per kapita penduduk. Ketidakberhasilan
dalam mengendalikan kelahiran akan menjadikan pertumbuhan ekonomi tidak
dapat memberi manfaat kepada kemakmuran masyarakat. Dengan kata lain,
pertumbuhan ekonomi harus diupayakan setinggi mungkin, pertumbuhan
penduduk harus dikendalikan, kualitas SDM dan produktivitas harus
ditingkatkan sehingga memperkokoh kondisi ketahanan nasional.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan konsep pembangunan
berwawasan kependudukan (people center development) akan mendorong
peningkatan kualitas SDM dan dengan meningkatnya kualitas SDM akan
mendorong produktivitas sehingga akan semakin berpengaruh kepada
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional yang nantinya akan
memperkuat ketahanan nasional, sebaliknya kokohnya ketahanan nasional akan
mendorong lajunya pembangunan nasional.
B. Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu permasalahan jangka panjang
yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam berbagai aspek. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel demografi, yaitu Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), laju pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan
penduduk, dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap pertumbuhan
ekonomi di pulau Jawa, baik secara parsial maupun secara simultan dengan
menggunakan uji t dan uji F. Selain itu juga dilihat nilai koefisien determinasinya untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan variabel-variabel independen dalam
menerangkan variasi variabel dependen.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks pengukuran kualitas
sumber daya manusia yang harus selalu ditingkatkan sebagai gambaran keberhasilan
pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Ramirez (1998) bahwa tingkat
38
pembangunan manusia yang tinggi akan mempengaruhi perekonomian melalui
peningkatan kapabilitas penduduk dan konsekuensinya juga adalah pada produktivitas
dan kreativitas mereka. Pendidikan dan kesehatan penduduk sangat menentukan
kemampuan untuk menyerap dan mengelola sumber-sumber pertumbuhan ekonomi
baik kaitannya dengan teknologi sampai kelembagaan yang penting bagi pertumbuhan
ekonomi.
Laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu bagian dari indikator
demografi yang secara tidak langsung dapat menggambarkan perkembangan
perekonomian suatu wilayah. Sesuai dengan pendapat Todaro dan Smith (2006) yang
menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk itu bukanlah sebuah masalah, melainkan
justru merupakan unsur penting yang akan memacu pembangunan ekonomi. Populasi
yang lebih besar adalah pasar potensial yang menjadi sumber permintaan akan berbagai
macam barang dan jasa yang kemudian akan menggerakkan berbagai macam kegiatan
ekonomi sehingga menciptakan skala ekonomis (economic of scale) dalam produksi
yang menguntungkan semua pihak, menurunkan biaya-biaya produksi, dan
menciptakan sumber pasokan atau penawaran tenaga kerja murah dalam jumlah yang
memadai sehingga pada gilirannya akan merangsang tingkat output atau produksi
agregat yang lebih tinggi lagi.
Menurut Sitindaon (2013), rasio ketergantungan penduduk atau rasio beban
tanggungan penduduk menjadi salah satu indikator demografi yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi selain pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja. Berdasarkan
permasalahan yang ada, kemudian akan diimplementasikan sehingga selanjutnya dpat
ditentukan kebijakan-kebijakan yang digunakan untuk mengatasi beban
ketergantungan penduduk usia non-produktif serta kebijakan tentang kependudukan
dan ketenagakerjaan sehingga dapat meningkaatkan pertumbuhan ekonomi.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan salah satu indikator
dari tenaga kerja yang memiliki pengaruh positif dan dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan Solow (Neo Klasik)
bahwa melalui semakin banyaknya angkatan kerja yang bekerja, maka kemampuan
untuk menghasilkan output semakin tinggi. Dengan banyaknya output yang mampu
39
dihasilkan, maka akan mendorong tingkat penawaran agregat sehingga pertumbuhan
ekonomi pun meningkat. Berdasarkan penjelasan-penjelasan teori maupun jurnal
tersebut di atas, maka dibangun sebuah kerangka pemikiran teoritis seperti berikut.
Gambar 2. 2
Bagan Kerangka Pemikiran Teoritis
C. Hipotesis Penelitian
Mengacu kepada kerangka pemikiran teoritis dan penelitian terdahulu yang
berhubungan dengan veriabel maupun konsep dari penelitian ini, maka penulis dapat
merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut.
Indeks Pembangunan
Manusia (IPM)
(X1)
Laju Pertumbuhan
Penduduk
(X2)
Rasio
Ketergantungan
Penduduk
(X3)
Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja
(TPAK)
(X4)
Pertumbuhan
Ekonomi
(Y)
40
1. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
terhadap pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa periode tahun 2008 – 2016.
H1 : Diduga terdapat pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
terhadap pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa periode tahun 2008 – 2016.
2. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap
pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa periode tahun 2008 – 2016.
H1 : Diduga terdapat pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap
pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa periode tahun 2008 – 2016.
3. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh rasio ketergantungan penduduk
terhadap pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa periode tahun 2008 – 2016.
H1 : Diduga terdapat pengaruh rasio ketergantungan penduduk terhadap
pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa periode tahun 2008 – 2016.
4. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) terhadap pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa periode tahun 2008
– 2016.
H1 : Diduga terdapat pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
terhadap pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa periode tahun 2008 – 2016.
5. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
laju pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan penduduk, dan Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap pertumbuhan ekonomi di
pulau Jawa periode tahun 2008 – 2016.
H1 : Diduga terdapat pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), laju
pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan penduduk, dan Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap pertumbuhan ekonomi di
pulau Jawa periode tahun 2008 – 2016.
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang masalah, penelitian ini dilakukan untuk
melihat bagaimana pengaruh variabel-variabel demografi seperti Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), Laju Pertumbuhan Penduduk, Rasio Ketergantungan Penduduk,
maupun Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap pertumbuhan ekonomi
di pulau Jawa yang memiliki 6 (enam) provinsi. Data operasional yang digunakan pada
penelitian ini menggunakan data panel yang merupakan gabungan antara data runtut
waktu (time series) dan data cross section mulai dari tahun 2008 sampai dengan 2016.
1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi di
provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur
mulai dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2016.
2. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), Laju Pertumbuhan Penduduk, Rasio Ketergantungan Penduduk, dan Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2016.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam suatu penelitian merupakan kumpulan individu atau kelompok
yang merupakan sifat-sifat umum. Sugiyono (2009) menyatakan bahwa populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Berdasarkan penjelasan tersebut, populasi yang
digunakan dalam skripsi ini adalah provinsi-provinsi yang terletak di pulau Jawa, yaitu
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002).
Selain itu, Sugiyono (2009) mendefinisikan sampel sebagai bagian dari jumlah dan
42
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Pengambilan sampel digunakan untuk
memberikan kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi. Alasan
penulis menggunakan sampel di antaranya sebagai berikut.
1. Penelitian terhadap sampel memungkinkan representasi karakteristik
keseluruhan populasi.
2. Penelitian populasi secara keseluruhan akan memakan waktu yang cukup lama,
sedangkan alokasi waktu dari penelitian ini terbatas.
3. Penelitian populasi akan memakan biaya dan tenaga yang cukup besar
(Arikunto, 2002).
Arikunto (2002) menambahkan bahwa terdapat beberapa keuntungan
menggunakan sampel, di antaranya:
1. Karena subyek pada sampel lebih sedikit dibandingkan populasi, maka
kesulitan berkurang.
2. Apabila populasinya terlalu besar, maka dikhawatirkan terdapat sesuatu yang
terlewat.
3. Dengan menggunakan sampel, penelitian lebih efisien (dalam arti uang, waktu,
dan tenaga),
4. Penelitian dengan menggunakan populasi ada kalanya bersifat destruktif
(merusak).
5. Terdapat bahaya dari orang yang mengumpulkan data. Karena subyeknya
banyak, petugas pengumpul data menjadi lelah sehingga pencatatannya bisa
menjadi tidak teliti.
6. Ada kalanya memang tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian dengan
populasi.
Berdasarkan pada penjelasan-penjelasan di atas, sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data-data demografi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten selama 9 tahun, mulai dari tahun 2008 sampai
dengan 2016.
43
C. Jenis dan Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data
yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti, misalnya diambil dari
Badan Pusat Statistik (BPS), dokumen-dokumen perusahaan atau organisasi, surat
kabar dan majalah, ataupun publikasi lainnya (Marzuki, 2005). Data sekunder yang
digunakan adalah penggabungan data runtut waktu (time series) dari tahun 2008 – 2016
dan deret lintang (cross section) sebanyak 54 data yang mewakili provinsi-provinsi di
pulau Jawa. Pemilihan periode ini disebabkan salah satu variabel penelitian, yaitu
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengalami perubahan penggunaan indeks yang
pada awalnya menggunakan Gross National Index (GNI) dalam Purchasing Power
Parity (PPP) menjadi Gross Domestic Product (GDP) dalam Purchasing Power Parity
(PPP). Perubahan tersebut mengakibatkan pembagian kategori negara-negara
berdasarkan besarnya nilai IPM ikut berubah sesuai dengan Human Development
Report yang diterbitkan tahun 2008 oleh United Nations Development Programme
(UNDP). Perubahan pembagian tersebut adalah
Tabel 3. 1
Kategori Pembagian Negara sesuai Nilai IPM Menurut UNDP
Kelompok Negara Kriteria Nilai IPM
Sangat Tinggi 0.900 – 1
Tinggi 0.800 – 0.899
Menengah 0.500 – 0.799
Rendah 0.000 – 0.499
Sumber: Human Development Report 2007/2008. 2008.UNDP
Pembagian kategori tersebut dapat dijadikan ukuran kriteria IPM bagi provinsi
atau wilayah tertentu. Berdasarkan adanya perubahan penggunaan indeks tersebut,
periode tahun 2008 – 2016 menarik untuk diamati serta data-data tersedia pada tahun
tersebut. Data-data tersebut yang diperlukan untuk masing-masing provinsi di pulau
Jawa adalah:
1. Data pertumbuhan ekonomi tiap-tiap provinsi di pulau Jawa dilihat dari laju
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2008 – 2016.
44
2. Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tiap-tiap provinsi di pulau Jawa
tahun 2008 -2016.
3. Data laju pertumbuhan penduduk tiap-tiap provinsi di pulau Jawa tahun 2008 –
2016.
4. Data rasio ketergantungan penduduk tiap-tiap provinsi di pulau Jawa tahun
2008 – 2016.
5. Data Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tiap-tiap provinsi di pulau
Jawa tahun 2008 – 2016.
Adapun sumber data tersebut di atas diperoleh dari:
1. Data pertumbuhan ekonomi tiap-tiap provinsi di pulau Jawa dilihat dari laju
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2008 – 2016 diperoleh
dari Badan Pusat Statistik (BPS).
2. Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tiap-tiap provinsi di pulau Jawa
tahun 2008 -2016 diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
3. Data laju pertumbuhan penduduk tiap-tiap provinsi di pulau Jawa tahun 2008 –
2016 diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
4. Data rasio ketergantungan penduduk tiap-tiap provinsi di pulau Jawa tahun
2008 – 2016 diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas).
5. Data Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tiap-tiap provinsi di pulau
Jawa tahun 2008 – 2016 diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data sekunder mulai dari tahun
2008 sampai dengan tahun 2016 yang terdiri dari satu variabel dependen, yaitu
pertumbuhan ekonomi dan empat variabel independen, yaitu Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), Laju Pertumbuhan Penduduk, Rasio Ketergantungan Penduduk, dan
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Metode yang digunakan dalam
pengumpulan data untuk penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
45
Penelitian kepustakaan (library research) bertujuan untuk
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan-bantuan material yang
terdapat di ruangan perpustakaan, seperti buku-buku, majalah, dokumen,
catatan, sejarah kisah, dan lain-lain. Pada hakikatnya data yang diperoleh
dengan penelitian kepustakaan dapat dijadikan landasan dasar dan alat utama
bagi pelaksanaan penelitian lapangan (Mardalis, 1995). Penelitian kepustakaan
ini mencakup pengidentifikasian, penjelassan, dan penguraian secara sistematis
tentang dokumen-dokumen yang mengandung informasi yang berkaitan
dengan masalah yang dibahas. Penulis juga dituntut untuk memilih sumber
yang relevan yang berkaitan langsung dengan pokok masalahnya. Penulis
hendaknya juga berusaha untuk menemukan sumber primer yang biasanya
lebih lengkap, seksama, dan mendetail karena ditulis oleh pelaku atau
penulisnya (Sumanto, 1995).
2. Internet Research
Sebagian besar buku referensi atau literatur yang kita miliki dan
digunakan sebagai acuan merupakan bagian referensi yang diterbitkan pada
tahun-tahun sebelumnya sehingga informasi yang didapat terkadang tertinggal
dan ilmu yang ada juga semakin berkembang. Oleh karena itu, penulis mencari
sebagian informasi yang merupakan data yang terdapat di internet karena data-
data yang dibutuhkan hampir semuanya ada.
E. Metode Analisis Data
1. Metode Data Panel
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan analisis
panel data dengan menggunakan program Eviews 9. Analisis panel data adalah
kombinasi pengolahan data deret waktu (time series) dan data deret lintang (cross
section) (Nachrowi, 2006). Gujarati (2004) menyatakan bahwa untuk menggambarkan
data panel secara singkat, misalnya misalkan pada data cross section, nilai dari satu
variabel atau lebih dikumpulkan untuk beberapa unit sampel pada suatu waktu. Dalam
data panel, unit cross section yang sama disurvei dalam beberapa waktu. Sesuai dengan
46
model data panel, persamaan model dengan menggunakan data cross section dapat
ditulis sebagai berikut:
Yi = β0+β1Xi+εi; I = 1,2,…N
Di mana N adalah banyaknya data cross section, sedangkan persamaan model
dengan time series adalah di mana T adalah banyaknya data time series. Mengingat
data panel merupakan gabungan dari data time series dan data cross section, maka
model dapat ditulis dengan:
Yit = β0+β1Xit+εit
I = 1,2,…N ; t = 1,2,…T
N : Banyaknya observasi
T : Banyaknya waktu
N x T : Banyaknya data panel
Menurut Hsiao dalam Saputra (2011), terdapat keunggulan dalam
menggunakan data panel dibandingkan hanya menggunakan data deret waktu (time
series) atau data deret lintang (cross section), di antaranya:
a. Dapat memberikan peneliti jumlah pengamatan yang besar, meningkatkan
derajat kebebasan (degree of freedom), data memiliki variabilitas yang besar
dan mengurangi kolinieritas antara variabel penjelas, di mana dapat
menghasilkan ekonometri yang efisien.
b. Dengan panel data, data lebih informatif, lebih bervariasi, yang tidak dapat
diberikan hanya oleh data deret lintang (cross section) dan deret waktu (time
series) saja.
c. Panel data dapat memberikan penyelesaian yang lebih baik dalam inferensi
perubahan dinamis dibandingkan dengan data deret lintang (cross section).
2. Estimasi Model Data Panel
Dalam mengestimasi model regresi panel terdapat tiga pendekatan yang
biasanya digunakan, yaitu Common Effect Model (CEM) atau Pooled Least Square
(PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM).
a. Pendekatan Kuadrat Terkecil (Common Effect Model atau Pooled Least
Square)
47
Pendekatan pertama ini merupakan pendekatan paling sederhana yang
disebut estimasi CEM atau Pooled Least Square (PLS). teknik ini
mengasumsikan bahwa data gabungan yang ada menunjukkan kondisi yang
sesungguhnya, yaitu dengan menggabungkan (pooled) seluruh data time series
dan cross section dan kemudian mengestimasi model dengan menggunakan
metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil analisis regresi ini dianggap
berlaku pada semua objek pada semua waktu.
Kelemahan asumsi ini adalah ketidaksesuaian model dengan keadaan
yang sesungguhnya. Kondisi setiap objek berbeda, bahkan satu objek pada satu
waktu akan sangat berbeda dengan kondisi objek tersebut pada waktu yang lain
(Winarno dalam Lestari, 2010).
b. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Model)
Model ini dapat menunjukkan perbedaan konstan antarobjek, meskipun
dengan koefisien regresor yang sama. Model juga memperhitungkan
kemungkinan bahwa peneliti menghadapi masalah omitted variables yang
mungkin membawa perubahan pada intercept time series atau cross section.
Model FEM dengan efek tetap maksudnya adalah bahwa satu objek memiliki
konstan yang tetap besarnya untuk berbagai periode waktu. Demikian pula
dengan koefisien regresinya yang besarnya tetap dari waktu ke waktu (time
invariant) (Winarno, 2007).
c. Pendekatan Efek Acak (Random Effect Model)
Pendekatan efek acak (Random Effect Model) digunakan untuk
mengatasi kelemahan efek tetap yang menggunakan variabel semu sehingga
model mengalami ketidakpastian. Tanpa menggunakan variabel semu, metode
efek acak menggunakan residual, yang diduga memiliki hubungan antarwaktu
dan antarobjek.
Namun, terdapat satu syarat untuk menganalisis dengan menggunakan
efek acak, yaitu objek deret lintang atau data silang (cross section) harus lebih
besar dari banyaknya koefisien (Winarno, 2007).
48
3. Pemilihan Metode Estimasi dalam Data Panel
a. Pemilihan Metode dengan Uji Chow (Likelihood Ratio)
Uji chow (Likelihood Ratio) digunakan untuk memilih antara model
Pooled Least Square (PLS) dengan Fixed Effect Model (FEM) yang sebaiknya
dipakai.
H0 : model PLS
H1 : model FEM
Apabila hasil uji spesifikasi ini menunjukkan probabilitas Chi-square
lebih dari 0.05, maka model yang dipilih adalah Pooled Least Square (PLS).
Sebaliknya, apabila probabilitas Chi-square kurang dari 0.05, maka model yang
dipilih adalah Fixed Effect Model (FEM). Ketika model Fixed Effect yang
terpilih, maka perlu dilakukan uji lagi, yaitu uji Hausmann untuk mengetahui
apakah model yang sebaiknya digunakan adalah Fixed Effect atau Random
Effect.
b. Pemilihan Metode dengan Uji Hausmann
Uji ini bertujuan untuk mengetahui model yang sebaiknya dipakai, yaitu
Fixed Effect Model atau Random Effect Model. Dalam FEM, setiap objek
memiliki intersep yang berbeda-beda, tetapi intersep masing-masing objek
tidak berubah seiring dengan waktu. Hal ini disebut dengan time-invariant.
Sedangkan dalam REM, intersep (bersama) mewakilkan nilai rata-rata dari
semua intersep (cross section) dan komponen εit mewakili deviasi (acak) dari
intersep individual terhadap nilai rata-rata tersebut (Gujarati, 2004). Hipotesis
dalam uji Hausmann adalah sebagai berikut.
H0 : model REM
H1 : model FEM
Jika H0 ditolak, maka kesimpulannya sebaiknya model yang digunakan
adalah FEM karena REM kemungkinan terkorelasi dengan satu atau lebih
49
variabel bebas. Sebaliknya, apabila H1 ditolak, maka model yang sebaiknya
dipakai adalah REM.
4. Model Empiris
Penelitian ini meneliti tentang bagaimana pengaruh variabel-variabel
demografi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (dilihat dari laju PDRB per
provinsi), seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Laju Pertumbuhan Penduduk
(LPP), Rasio Ketergantungan Penduduk, dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) dengan menggunakan data cross section, yaitu provinsi DKI Jakarta, Jawa
Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur serta data time series mulai
dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2016. Model persamaan yang akan diestimasi
pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
LPEit = β0 + β1IPMit + β2LPPit - β3RKit + β4TPAKit + εit
Keterangan:
LPEit : Laju pertumbuhan ekonomi (laju PDRB) provinsi i pada periode t
(persen)
IPMit : Indeks pembangunan manusia provinsi i pada periode t (persen)
LPPit : Laju pertumbuhan penduduk provinsi i pada periode t (persen)
RKit : Rasio ketergantungan penduduk provinsi i pada periode t (persen)
TPAKit : Tingkat partisipasi angkatan kerja provinsi i pada periode t (persen)
β0,…,βn : Koefisien regresi (konstanta)
εit : Koefisien pengganggu / random error
Setelah model penelitian diestimasi maka akan diperoleh nilai dan besaran dari
masing-masing parameter dalam model persamaan di atas. Nilai dari parameter positif
atau negatif selanjutnya akan digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.
5. Pengujian Hipotesis Penelitian
Agar dapat mengasilkan persamaan regresi yang baik, maka harus dilakukan
uji asumsi analisis regresi terlebih dahulu, yang terdiri atas:
50
a. Uji Asumsi Klasik
Model yang baik harus sesuai dengan kriteria pengujian asumsi klasik, agar
hasilnya juga lebih baik. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah model regresi yang
diuji berdistribusi normal atau tidak, atau dengan kata lain variabel error term
terdistribusi normal atau sebaliknya. Uji normalitas dilakukan dengan uji
Jarque-Bera (JB-test), yaitu apabila probabilitas > 5% atau 0.05, maka
variabel-variabel tersebut berdistribusi normal.
2) Uji Multikolinieriitas
Pada awalnya multikolinieritas berarti adanya hubungan linear
(korelasi) yang sempurna atau pasti di antara beberapa atau semua variabel
yang menjelaskan dari model regresi. Tepatnya istilah multikolinieritas
berkenaan dengan terdapatnya lebih dari satu hubungan linier pasti dan istilah
kolinieritas berkenaan dengan terdapatnya satu hubungan linear. Akan tetapi,
pembedaan ini jarang diperhatikan dalam praktek dan multikolinieritas
berkenaan dengan dua kasus tadi (Gujarati, 2013). Multikolinieritas dalam
penelitian dideteksi dengan melihat matriks koefisien korelasi antara masing-
masing variabel bebas. Kaidah yang digunakan adalah apabila koefisien
korelasi antara dua variabel bebas lebih besar dari 0.8, maka kolinieritas
berganda merupakan masalah yang serius. Namun, korelasi pasangan ini tidak
memberikan informasi lebih dalam untuk hubungan yang rumit antara tiga atau
lebih variabel bebas.
3) Uji Autokorelasi
Menurut Gujarati (2004), autokorelasi adalah keadaan di mana variabel
gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel pada periode lain.
Dengan kata lain, variabel gangguan tidak random. Faktor-faktor yang
menyebabkan autokorelasi antara lain kesalahan dalam penentuan model,
penggunaan lag pada model, memasukkan variabel yang penting. Akibatnya,
51
parameter yang diestimasi menjadi bias dan variannya minimum. Uji
autokorelasi yang sederhana adalah menggunakan uji Durbin-Watson (DW).
Autokorelasi dapat diestimasi dengan membandingkan antara DW statistik
dengan DW tabel.
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut.
1. Bila nilai DW statistik terletak di antara 0 < d < dL, H0 yang menyatakan
ada autokorelasi positif ditolak.
2. Bila nilai DW statistik terletak antara 4 – dL < d < 4, H0 yang menyatakan
ada autokorelasi negatif ditolak.
3. Bila nilai DW statistik terletak antara dU < d < 4 – dU, H0 yang menyatakan
tidak ada autokorelasi positif maupun H0 yang menyatakan tidak ada
autokorelasi negatif diterima.
4. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi positif bila nilai DW statistik terletak
antara dL ≤ d ≤ dU.
5. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi negatif bila niali DW statistik terletak
antara dU ≤ d ≤ 4 – dL.
4) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas terjadi apabila variabel gangguan
tidak mempunyai varian yang sama untuk semua observasi. Akibat adanya
heteroskedastisitas, penaksir OLS tidak bias tetapi tidak efisien (Gujarati dan
Porter, 2003). Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas
dapat dilakukan dengan menggunakan uji Glejser yang tersedia di dalam
aplikasi Eviews 9. Uji Glejser merupakan salah satu uji yang digunakan untuk
mendeteksi adanya heteroskedastisitas dengan cara meregresikan seluruh
variabel independen dengan absolut residualnya. Hasil yang perlu diperhatikan
dari uji ini adalah nilai probabilitas (probability) masing-masing variabel
independen dengan absolut residual apabila lebih dari 0.05, maka tidak terdapat
masalah heteroskedastisitas.
52
b. Uji Statistik
Uji statistik merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji diterima atau
ditolaknya (secara statistik) hasil hipotesis nol (H0) dari sampel. Keputusan untuk
mengolah H0 dibuat berdasarkan nilai uji statistik yang diperoleh dari data yang ada
(Gujarati, 2004).
1) Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji ini pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui persentase dari
model menjelaskan variasi perilaku variabel terikat. Semakin tinggi persentase
R2 (mendekati 100%), maka semakin tinggi kemampuan model menjelaskan
perilaku variabel terikat.
2) Uji Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk mengukur seberapa jauh pengaruh satu variabel
bebas secara individual dalam menerangkan variabel dependen.
Pengukurannya adalah jika t-hitung > t-tabel, maka kita menerima hipotesis
alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual
mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2001). Dalam estimasi
menggunakan perangkat lunak Eviews, pengukuran dapat dilakukan dengan
melihat thitung pada estimasi output model di setiap variabel independen
kemudian dibandingkan dengan ttabel berdasarkan df (degree of freedom) yang
disesuaikan dengan probabilitas yang digunakan. Pengambilan keputusannya
dilakukan dengan cara apabila t-hitung > t-tabel, maka dapat diketahui bahwa
variabel independen tersebut merupakan variabel penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen pada model.
F. Operasional Variabel Penelitian
Variabel merupakan bagian terpenting dalam suatu penelitian yang menjadi
faktor penentu hasil dari penelitian yang dilakukan. Oleh karena itu, definisi masing-
masing variabel sangat diperlukan untuk memberi pemahaman secara umum tentang
penelitian tersebut.
1. Variabel Dependen
53
Laju Pendapatan Regional Daerah Bruto (PDRB) sebagai salah satu indikator
pertumbuhan ekonomi per provinsi merupakan nilai yang menunjukkan
pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dalam
selang waktu tertentu. Dalam penelitian ini digunakan laju pertumbuhan PDRB per
provinsi di pulau Jawa tahun 2008 – 2016.
2. Variabel Independen
a. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan dari
harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup bagi seluruh negara
di dunia. IPM digunakan untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi
terhadap kualitas hidup.
b. Laju pertumbuhan penduduk merupakan angka yang menunjukkan tingkat
pertambahan penduduk pertahun dalam jangka waktu tertentu. Laju
pertumbuhan penduduk digunakan untuk mengetahui perubahan jumlah
penduduk antar dua periode waktu.
c. Rasio ketergantungan penduduk merupakan perbandingan antara jumlah
penduduk umur 0 – 14 tahun ditambah dengan jumlah penduduk umur 65 tahun
ke atas (keduanya disebut bukan angkatan kerja), dibandingkan dengan jumlah
penduduk umur 15 – 64 tahun (angkatan kerja). Rasio ketergantungan
penduduk digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan
keadaan ekonomi suatu negara apakah tergolong negara maju atau negara yang
sedang berkembang.
d. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan persentase umur
penduduk 15 tahun ke atas yang merupakan angkatan kerja. TPAK
mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara
ekonomi di suatu negara atau wilayah.
Tabel 3. 2
Operasional Variabel Penelitian
No. Dimensi
Variabel
Sub Variabel Definisi Skala
54
1. Pertumbuhan
Ekonomi
Laju
Pertumbuhan
PDRB
Salah satu indikator
pertumbuhan ekonomi
per provinsi merupakan
nilai yang menunjukkan
pertumbuhan produksi
barang dan jasa di suatu
wilayah perekonomian
dalam selang waktu
tertentu
Rasio
2. Kualitas
Sumber Daya
Manusia
Indeks
Pembangunan
Manusia
(IPM)
Pengukuran
perbandingan dari
harapan hidup, melek
huruf, pendidikan, dan
standar hidup bagi
seluruh negara di dunia.
Digunakan untuk
mengukur pengaruh dari
kebijakan ekonomi
terhadap kualitas hidup.
Rasio
3. Laju
Pertumbuhan
Penduduk
- Angka yang
menunjukkan tingkat
pertambahan penduduk
pertahun dalam jangka
waktu tertentu.
Rasio
4. Rasio
Ketergantung
an Penduduk
- Perbandingan antara
jumlah penduduk umur 0
– 14 tahun ditambah
dengan jumlah penduduk
umur 65 tahun ke atas
Rasio
55
(keduanya disebut bukan
angkatan kerja),
dibandingkan dengan
jumlah penduduk umur
15 – 64 tahun (angkatan
kerja).
5. Tenaga Kerja Tingkat
Partisipasi
Angkatan
Kerja (TPAK)
Persentase umur
penduduk 15 tahun ke
atas yang merupakan
angkatan kerja.
Rasio
56
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Gambar 4. 1
Peta Pulau Jawa
Sumber: Google Maps, 2017
Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang terletak di Indonesia dan menjadi
pulau terluas ke-13 di dunia. Pulau Jawa merupakan bagian dari kepulauan Sunda
Besar yang berada pada koordinat 7°30′10″LS,111°15′47″BT dengan luas sekitar
126.700 km2. Secara administratif, pulau Jawa terbagi menjadi enam provinsi, yaitu
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten. Batas
wilayah sebelah utara pulau Jawa adalah Laut Jawa dan pulau Kalimantan, sebelah
selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan pulau
Bali, dan sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda dan pulau Sumatera. Kota
terbesar di pulau Jawa adalah Jakarta dan Surabaya.
Hampir keseluruhan wilayah Jawa pernah memperoleh dampak dari aktivitas
gunung berapi. Terdapat tiga puluh delapan gunung yang terbentang dari timur ke barat
pulau ini, yang semuanya pada waktu tertentu pernah menjadi gunung berapi aktif.
Gunung berapi tertinggi di Jawa adalah Gunung Semeru (3676 m), sedangkan gunung
57
berapi paling aktif di Jawa bahkan di Indonesia adalah Gunung Merapi (2968 m) dan
Gunung Kelud (1731 m). Gunung-gunung dan dataran tinggi yang berjarak berjauhan
membantu wilayah pedalaman terbagi menjadi beberapa daerah yang relatif terisolasi
dan cocok untuk persawahan lahan basah. Lahan persawahan padi di Jawa merupakan
yang tersubur di dunia. Jawa adalah tempat penanaman kopi pertama di Indonesia,
yaitu sejak tahun 1699. Suhu rata-rata sepanjang tahun di pulau Jawa berkisar antara
22ο C sampai dengan 29o C dengan kelembaban rata-rata 75%.
Dengan jumlah penduduk sekitar 146.675.400 jiwa per 2016 dan kepadatan
penduduk 1.317 jiwa/km, pulau ini berpenduduk terbanyak di dunia dan merupakan
salah satu tempat terpadat di dunia. Meskipun hanya menempati urutan terluas ke-5 di
Indonesia, pulau Jawa dihuni oleh 60% penduduk Indonesia. Angka ini turun jika
dibandingkan sensus penduduk tahun 1905 yang mencapai 80,6% dari seluruh
penduduk Indonesia penurunan penduduk di pulau Jawa secara persentase diakibatkan
perpindahan penduduk (transmigrasi) dari pulau Jawa ke seluruh Indonesia. Ibu kota
Indonesia, Jakarta, terletak di Jawa bagian barat laut (tepatnya di ujung paling barat
Jalur Pantura). Kelompok etnis yang terdapat di Jawa didominasi oleh suku Jawa
(termasuk Cirebon, Osing, Tengger). Kelompok etnis lainnya di antaranya adalah suku
Madura, suku Sunda (temasuk Baduy, Banten), suku Betawi, dan minoritas Tionghoa
dan Arab.
Struktur perekonomian spasial di pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar
bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia selama bertahun-tahun, terhitung dari
tahun 2008 yang menjadi periode penelitian awal kontribusinya sebesar 57,9 persen.
58
Gambar 4. 2
Kontribusi Pulau-Pulau di Indonesia terhadap PDB per 2016 (dalam persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016
Meskipun nilai kontribusi tersebut setiap tahunnya fluktuatif, tetapi pulau Jawa selalu
menjadi penyumbang terbesar bagi PDB Indonesia (kontribusi pada tahun 2012 sebesar
57,51 persen, tahun 2014 sebesar 58,51 persen, dan tahun 2016 mencapai 58,81
persen).
Dilihat dari kondisi demografisnya, pada tahun 2008 jumlah penduduk di pulau
Jawa tercatat 132.856.600 jiwa dan pada tahun 2016 jumlah penduduknya mencapai
146.675.400 jiwa. Provinsi Jawa Barat menjadi kontributor terbesar dalam
perkembangan jumlah penduduk tersebut setiap tahunnya diikuti oleh Jawa Timur dan
Jawa Tengah. Pada tahun 2008, jumlah penduduk Jawa Barat sudah mencapai
40.918.300 jiwa. Perkembangan tersebut selama 9 tahun bertambah sehingga
jumlahnya melebihi 47 juta. Perkembangan jumlah penduduk masing-masing provinsi
di pulau Jawa tahun 2008 dan 2016 dapat dilihat sebagai berikut.
59
Tabel 4. 1
Jumlah Penduduk Per Provinsi di Pulau Jawa (tahun 2008 dan 2016)
Provinsi Tahun
2008 2016
DKI Jakarta 9.146.200 10.277.600
Jawa Barat 40.918.300 47.379.400
Jawa Tengah 32.626.400 34.019.100
Yogyakarta 3.468.500 3.720.900
Jawa Timur 37.094.800 39.075.300
Banten 9.602.400 12.203.100
Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia, Bappenas, 2013
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif
a. Analisis Deskriptif Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-Provinsi di Pulau
Jawa
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu di antara tiga komponen
makro ekonomi yang penting selain pengangguran dan inflasi yang menjadi
penentu kondisi pembangunan suatu negara atau wilayah. Setiap negara atau
wilayah tentunya menginginkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi agar tujuan
pembangunan tercapai. Dalam pengukurannya, terdapat indikator-indikator
yang bisa digunakan untuk melihat kondisi pertumbuhan ekonomi suatu negara
atau wilayah, salah satunya adalah laju pertumbuhan Pendapatan Domestik
Regional Bruto (PDRB).
Laju pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
menggambarkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah
perekonomian dalam selang waktu tertentu. Laju pertumbuhan PDRB
merupakan salah satu indikator turunan dari PDB/PDRB yang digunakan untuk
mengukur kemajuan ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional. Selain itu,
laju pertumbuhan PDRB digunakan sebagai dasar perkiraan penerimaan negara
untuk perencanaan pembangunan nasional atau sektoral dan regional.
60
Gambar 4. 3
Laju Pertumbuhan PDRB per Provinsi di Pulau Jawa
Sumber: Bappenas, 2013, data diolah kembali
Gambar 4.3 menunjukkan kondisi laju pertumbuhan PDRB pada
masing-masing provinsi di pulau Jawa, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten. Terlihat bahwa masing-masing
provinsi mengalami laju pertumbuhan PDRB yang fluktuatif dengan tren
menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008, laju pertumbuhan PDRB DKI
Jakarta diawali dengan nilai 6,23 persen, Jawa Barat dengan nilai 6,21 persen,
Jawa Tengah dengan nilai 5,61 persen, Yogyakarta dengan nilai 5,03 persen,
Jawa Timur dengan nilai 5,94 persen, dan Banten dengan nilai 5,77 persen.
Seperti yang kita ketahui, krisis keuangan global tahun 2008 yang berawal dari
Amerika Serikat mempengaruhi banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.
Akan tetapi, pada tahun tersebut, perekonomian Indonesia dapat bertahan jika
dibandingkan dengan perekonomian negara lain. Dapat dikatakan bertahannya
perekonomian pada saat itu tidak terlepas dari kontribusi provinsi di Indonesia
yang terlihat melalui nilai laju pertumbuhan PDRB sebagian daerah termasuk
pulau Jawa yang dapat melampaui nilai 5 (lima) persen.
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
61
Akan tetapi, pada tahun 2009, diakibatkan krisis yang semakin dalam,
Indonesia dan banyak negara lainnya mengalami perlambatan perekonomian
pada saat itu. Indonesia mengalami perlambatan perekonomian dengan tumbuh
hanya sekitar 4 persen. Hal ini pun mempengaruhi provinsi-provinsi di
Indonesia yang ikut merasakan perlambatan perekonomian ini. Di pulau Jawa,
terlihat laju PDRB DKI Jakarta mengalami penurunan sebesar 1,21% menjadi
5,02%, Jawa Barat menurun 2,02% menjadi 4,19%, Jawa Tengah menurun
0,47% menjadi 5,14%, Yogyakarta menurun 0,6% menjadi 4,43%, Jawa Timur
menurun 0,93% menjadi 5,01%, dan Banten menurun 1,06% menjadi 4,71%.
Momentum-momentum perlambatan perekonomian juga terlihat pada
tahun 2011 – 2016. Pada periode tersebut, banyak negara selain Indonesia
mengalami hal yang sama dikarenakan kekhawatiran terhadap menurunnya laju
pertumbuhan ekonomi Tiongkok (China). Berkurangnya ekspansi
perekonomian mengingat bahwa kedua negara merupakan mitra dagang (China
berkontribusi hampir sepersepuluh dari total ekspor Indonesia) akan
mengakibatkan setiap penurunan 1% dari pertumbuhan PDB Tiongkok
(China), maka ekspansi perekonomian Indonesia akan berkurang sebesar 0,5%.
Hal tersebut secara tidak langsung juga akan mempengaruhi laju pertumbuhan
PDRB setiap wilayah di Indonesia, termasuk provinsi-provinsi yang berada di
pulau Jawa. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.3, laju pertumbuhan
PDRB DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan
Banten sama-sama mengalami tren yang menurun dengan masing-masing rata-
rata nilai 5,03%, 4,3%, 4,47%, 3,97%, 5,3%, dan 3,79% pada periode 2011 –
2016.
Akan tetapi, meskipun nilai laju pertumbuhan PDRB provinsi-provinsi
tersebut menunjukkan kecenderungan yang menurun, sebenarnya di sisi lain
memberikan kontribusi PDRB yang secara signifikan lebih besar dibandingkan
dengan wilayah yang lain. Terbukti dengan nilai kontribusinya yang selalu
melebihi nilai 50 persen untuk PDB Indonesia sejak tahun 2000 seperti contoh
pada gambar 4.2.
62
b. Analisis Deskriptif Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi-
Provinsi di Pulau Jawa
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu bagian dari
pengukuran kualitas sumber daya manusia yang dipakai oleh seluruh negara
dan wilayah (regional) di dunia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah
indeks yang mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah
komponen dasar kualitas hidup sebagai dampak dari kegiatan pembangunan
yang akan dilakukan oleh suatu negara atau daerah. IPM dibangun melalui
pendekatan tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan
kehidupan yang layak.
Gambar 4. 4
Indeks Pembangunan Manusia per Provinsi di Pulau Jawa
Sumber: BPS, 2016, data diolah kembali
Pada gambar 4.4, diperlihatkan bahwa tiap-tiap provinsi memiliki tren
IPM yang berbeda-beda. Provinsi yang memiliki nilai IPM paling stabil adalah
DKI Jakarta dan Yogyakarta. Mulai dari tahun 2008 sampai dengan pada tahun
2016, nilai IPM kedua provinsi tersebut selalu melampaui 70 persen dan
meskipun terjadi penurunan pada tahun tertentu, nilai selisihnya pun tidak
pernah melebihi 2 persen dari tahun sebelum atau sesudahnya, misalnya pada
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Banten
63
tahun 2009, nilai IPM DKI Jakarta adalah 77,36% yang pada tahun selanjutnya,
nilainya menurun 1,05% menjadi 76,31%. Kondisi tersebut mengartikan bahwa
ketiga dimensi yang menjadi bahasan dalam IPM, yaitu umur panjang dan
sehat, pengetahuan, serta kehidupan yang layak baik di DKI Jakarta maupun
Yogyakarta telah terlaksana kurang lebih sebesar 70 persen.
Provinsi selain DKI Jakarta dan Yogyakarta, yaitu Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Banten memiliki tren IPM yang cenderung
meningkat. Terlihat pada gambar 4.4, pergerakan nilai IPM mulai dari tahun
2010 – 2016 mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2010, nilai
IPM Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten secara berurutan
adalah 66,15%, 66,08%, 65,36%, dan 67,54% yang kemudian pada tahun 2016
nilainya masing-masing mencapai 70,05%, 69,98%, 69,74%, dan 70,96%.
Nilai-nilai tersebut, menurut UNDP, mengkategorikan provinsi-provinsi di
pulau Jawa termasuk ke dalam kelompok menengah (0,500 - 0,799 atau 50 –
79,9 persen) dan peningkatan signifikan tersebut mengartikan bahwa usaha
pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas penduduk semakin
diperhatikan dari tahun ke tahun. Ketika kualitas penduduk semakin membaik,
maka nilai investasi terhadap modal manusia (human capital) juga akan
semakin membaik yang kemudian akan memberikan pengaruh positif terhadap
kemajuan perekonomian.
c. Analisis Deskriptif Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi-Provinsi di
Pulau Jawa
Sebagai salah satu bagian dari indikator pertumbuhan penduduk, laju
pertumbuhan penduduk adalah angka yang menunjukkan tingkat pertambahan
penduduk pertahun dalam jangka waktu tertentu. Laju pertumbuhan penduduk
digunakan untuk mengetahui perubahan jumlah penduduk antar dua periode
tertentu. Komponen yang menjadi bagian dalam laju pertumbuhan penduduk
adalah tingkat kelahiran, kematian, dan migrasi.
64
Gambar 4. 5
Perkembangan Laju Pertumbuhan Penduduk per Provinsi di Pulau Jawa
Sumber: Bappenas, 2013.
Pada gambar 4.5, ditunjukkan perkembangan laju pertumbuhan
penduduk tiap-tiap provinsi di pulau Jawa. Berdasarkan gambar tersebut, laju
pertumbuhan tiap-tiap provinsi mengalami tren menurun. Diawali pada tahun
2008, laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta sebesar 0.84%, Jawa Barat
sebesar 1.43%, Jawa Tengah sebesar 0.73%, Yogyakarta sebesar 0.96%, Jawa
Timur sebesar 0.52%, dan Banten sebesar 1.88%. Laju tersebut secara bertahap
dari tahun ke tahun mengalami penurunan yang berbeda-beda tiap provinsinya.
DKI Jakarta dan Yogyakarta yang penurunannya sekitar 0.03 – 0.05% dari
tahun sebelum ke tahun selanjutnya, Jawa Barat dan Jawa Tengah yang
penurunannya konsisten sebesar 0.03% dari tahun ke tahun, Jawa Timur dan
Banten yang penurunannya sekitar 0.02 – 0.03% dari tahun ke tahun menurut
Bappenas (2008) dalam laporan Proyeksi Kependudukan Indonesia disebabkan
oleh turunnya tingkat kelahiran dan tingkat kematian. Akan tetapi, penurunan
karena kelahiran jauh lebih besar dibandingkan penurunan karena kematian.
Dapat dikatakan bahwa hal tersebut merupakan salah satu cerminan upaya
pemerintah masing-masing provinsi yang cukup berhasil untuk mengurangi
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
65
jumlah penduduk dilihat dari tingkat kelahiran yang berkurang lebih besar
dibanding tingkat kematian.
d. Analisis Deskriptif Rasio Ketergantungan Penduduk Provinsi-Provinsi di
Pulau Jawa
Rasio ketergantungan penduduk merupakan salah satu indikator
kependudukan yang berkaitan dengan rasio jumlah penduduk dilihat dari
struktur umurnya. Rasio ketergantungan penduduk adalah perbandingan antara
jumlah penduduk umur 0 – 14 tahun ditambah dengan jumlah penduduk umur
65 tahun keatas (yang biasanya disebut bukan angkatan kerja) dibandingkan
dengan jumlah penduduk umur 15 – 64 tahun (angkatan kerja).
Kondisi perkembangan rasio ketergantungan penduduk di pulau Jawa
sendiri merupakan yang terendah jika dibandingkan dengan pulau-pulau besar
lain di Indonesia.
Tabel 4. 2
Perkembangan Rasio Ketergantungan Penduduk Pulau-Pulau Besar di Indonesia
Pulau Tahun
2005 2010 2015
Jawa 45.97 42.89 42.07
Sumatera 54.06 50.3 47.85
Kalimantan 51.6 47.18 45.28
Sulawesi 53.6 49.02 48.1 Sumber: Bappenas, 2013, data disusun kembali
Pada tabel 4.2 ditunjukkan rata-rata nilai rasio ketergantungan
penduduk tiap provinsi pada tiap pulau-pulau besar di Indonesia. Dari tabel
tersebut diketahui bahwa nilai rasio ketergantungan penduduk di pulau Jawa
merupakan yang terendah pada tahun 2005, 2010, maupun tahun 2015 dengan
angka yang tidak melebihi 50 persen. Kondisi rasio ketergantungan pada
masing-masing provinsi di pulau Jawa digambarkan pada gambar di bawah
sebagai berikut.
66
Gambar 4. 6
Perkembangan Rasio Ketergantungan per Provinsi di Pulau Jawa
Sumber: Bappenas, 2013.
Pada gambar 4.6, terlihat bahwa rasio ketergantungan penduduk tiap-
tiap provinsi di pulau Jawa berbeda-beda. Jika dilihat pada tahun 2008, rasio
ketergantungan penduduk provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten masing-masing adalah 37.8%, 47.8%,
47.8%, 38.1%, 40.4%, dan 51.6% yang dirata-ratakan nilainya menjadi
43.92%. Hal tersebut berarti setiap 100 orang yang berusia produktif (angkatan
kerja) memiliki tanggungan sebanyak 44 orang berusia non-produktif (usia 0 –
14 tahun dan 65 tahun keatas).
Beban tanggungan tiap provinsi di pulau Jawa yang dilihat dari rasio
ketergantungan penduduk ini dari tahun ke tahun mengalami penurunan.
Penurunan tersebut menjelaskan semakin berkurangnya tanggungan yang harus
dibebankan pada penduduk usia kerja. Dengan kesimpulan semakin sedikit
anak-anak (usia 0 – 14 tahun) dan penduduk lanjut usia (usia 65 tahun keatas)
yang harus dibiayai dari pendapatan penduduk usia kerja, maka semakin besar
peluang mereka untuk melakukan aktivitas ekonomi, seperti berinvestasi,
menabung, juga konsumsi.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
67
e. Analisis Deskriptif Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Provinsi-Provinsi
di Pulau Jawa
Tingkat partisipasi angkatan kerja merupakan salah satu bagian
indikator ketenagakerjaan yang digunakan untuk menggambarkan besarnya
persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi (sudah bekerja
maupun yang masih mencari pekerjaan) di suatu negara atau wilayah. Semakin
tinggi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menunjukkan semakin
tingginya pasokan tenaga kerja (labor supply) yang tersedia untuk bekerja
(memproduksi barang dan jasa) dalam suatu perekonomian. Pernyataan
tersebut menunjukkan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja dapat
digunakan sebagai indikator kesulitan angkatan kerja untuk mendapatkan
pekerjaan yang terlihat dari banyaknya angkatan kerja yang belum mendapat
pekerjaan dibandingkan banyaknya jumlah pekerjaan yang ada. Penggambaran
kondisi tingkat partisipasi angkatan kerja pada tiap-tiap provinsi di pulau Jawa
diperlihatkan sebagai berikut.
Gambar 4. 7
Perkembangan TPAK per Provinsi di Pulau Jawa
Sumber: BPS, 2016.
Pada gambar 4.7 terlihat bahwa tingkat patisipasi angkatan kerja
masing-masing provinsi di pulau Jawa sama-sama mengalami tren yang
fluktuatif. Berdasarkan gambar tersebut, provinsi yang terlihat paling fluktuatif
54.00
56.00
58.00
60.00
62.00
64.00
66.00
68.00
70.00
72.00
74.00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
68
adalah DKI Jakarta. Puncak tertingginya terjadi pada tahun 2012 dengan TPAK
sebesar 71.47 persen. Sedangkan rata-rata secara keseluruhan, Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) DKI Jakarta sebesar 68.17%, Jawa Barat
sebesar 62.64%, Jawa Tengah sebesar 69.72%, Yogyakarta sebesar 69.98%,
Jawa Timur sebesar 68.81%, dan Banten sebesar 64.43%. Berdasarkan rata-rata
tersebut, diketahui bahwa:
1. Dari 100 orang penduduk usia produktif (15 tahun keatas) di DKI Jakarta,
sebanyak 68 orang tersedia untuk bekerja.
2. Dari 100 orang penduduk usia produktif (15 tahun keatas) di Jawa Barat,
sebanyak 63 orang tersedia untuk bekerja.
3. Dari 100 orang penduduk usia produktif (15 tahun keatas) di Jawa Tengah,
sebanyak 70 orang tersedia untuk bekerja.
4. Dari 100 orang penduduk usia produktif (15 tahun keatas) di Yogyakarta,
sebanyak 70 orang tersedia untuk bekerja.
5. Dari 100 orang penduduk usia produktif (15 tahun keatas) di Jawa Timur,
sebanyak 69 orang tersedia untuk bekerja.
6. Dari 100 orang penduduk usia produktif (15 tahun keatas) di Banten,
sebanyak 65 orang tersedia untuk bekerja.
f. Analisis Deskriptif Kondisi Demografi Provinsi-Provinsi di Luar Pulau
Jawa
Provinsi-provinsi di pulau Jawa memiliki kondisi demografi yang
cukup baik secara keseluruhan mulai dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
yang menunjukkan tren meningkat, laju pertumbuhan penduduk yang
menunjukkan tren menurun (dalam hal ini peningkatan jumlah penduduk tidak
sebesar peningkatan tahun-tahun sebelumnya), rasio ketergantungan penduduk
yang nilainya di bawah 50, dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
yang nilainya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi yang cukup
baik tersebut merupakan hasil pencapaian pembangunan yang terfokus karena
wilayah pulau Jawa yang strategis
69
Kondisi demografi di luar pulau Jawa juga merupakan objek yang
penting dalam melihat hasil pencapaian pembangunan daerah yang telah
tercapai. Akan lebih baik jika konteks objek di luar pulau Jawa tersebut
merupakan provinsi yang kondisi demografinya tidak sebaik kondisi demografi
pulau Jawa untuk melihat perbandingan di antara keduanya. Dalam
pembahasan analisis ini, provinsi di luar pulau Jawa yang menggambarkan
kondisi tersebut adalah Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, dan Sulawesi Barat.
Lima provinsi yang dijadikan konteks objek di luar pulau Jawa
merupakan provinsi yang menduduki peringkat IPM yang termasuk kategori
rendah dan peringkat PDRB yang menengah maupun rendah.
Gambar 4. 8
Kondisi Demografi 5 Provinsi di Luar Pulau Jawa
Sumber: BPS, 2016, data diolah kembali.
Berdasarkan data yang berasal dari BPS (2016), Maluku merupakan
provinsi dengan peringkat IPM ke-25 dan peringkat PDRB ke-33 se-Indonesia,
Maluku Utara merupakan provinsi dengan peringkat IPM ke-27 dan peringkat
PDRB ke-31 se-Indonesia, NTB merupakan provinsi dengan peringkat IPM ke-
30 dan peringkat PDRB ke-32 se-Indonesia, NTT merupakan provinsi dengan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
IPM LPP RK TPAK LPE
Maluku Maluku Utara NTB NTT Sulawesi Barat
70
peringkat IPM ke-32 dan peringkat PDRB ke-34 se-Indonesia, Sulawesi Barat
merupakan provinsi dengan peringkat IPM ke-31 dan peringkat PDRB ke-29
se-Indonesia.
Jika dilihat dari pembangunan manusia, laju pertumbuhan penduduk,
dan rasio ketergantungan penduduk yang ditunjukkan pada gambar 4.8,
provinsi yang menjadi sorotan adalah NTT. Rata-rata nilai IPM NTT pada
periode tahun 2008 – 2016 adalah 62.53 persen sementara IPM nasional sebesar
70.18 persen yang menjadikan NTT sebagai provinsi dengan peringkat IPM ke-
32 se-Indonesia (masuk 3 besar provinsi dengan IPM terendah). Menurut
Komisi IX DPR (2017), rendahnya IPM NTT ini disebabkan oleh cukup
tingginya angka drop out siswa SMP dan SMA meskipun partisipasi siswa
masuk cukup tinggi. Selain itu, NTT juga dianggap sebagai provinsi yang
rawan gizi yang ditunjukkan oleh tingginya angka kematian ibu dan anak.
Kesenjangan antardaerah juga menjadi salah satu alasan rendahnya IPM NTT.
Hal tersebut dilihat dari adanya perbedaan antara pendapatan perkapita
penduduk Kota Kupang hampir lima kali lipat pendapatan penduduk Kabupaten
Sumba Barat Daya.
Berdasarkan nilai rata-rata laju pertumbuhan penduduk, NTT menjadi
provinsi yang rata-rata pertumbuhan penduduknya paling tinggi di antara empat
provinsi lainnya yang ditunjukkan dengan nilai 1.73 persen. Setiap tahunnya,
dibandingkan provinsi Maluku, Maluku Utara, NTB, dan Sulawesi Barat yang
peningkatan jumlah penduduknya sekitar 20.000 – 50.000 jiwa, setidaknya di
NTT terjadi peningkatan jumlah penduduk sekitar delapan puluh ribu jiwa. Hal
tersebut menjadikan NTT sebagai provinsi peringkat kedua bagian Indonesia
timur dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Sulawesi Selatan.
Peningkatan jumlah penduduk memang dapat memberi pengaruh positif bagi
pertumbuhan ekonomi suatu daerah apabila momen peningkatan tersebut
dimanfaatkan dengan baik. Akan tetapi, kondisi pertumbuhan penduduk di
NTT ini justru dapat memberikan pengaruh negatif. Hal tersebut didukung oleh
adanya temuan bahwa lebih dari 30 persen peningkatan jumlah penduduk
71
tersebut setiap tahunnya disebabkan oleh kelahiran. Penyebabnya adalah
banyaknya penduduk yang masih memegang prinsip harus mendapat anak laki-
laki dalam sebuah keluarga. Apabila dalam sebuah keluarga sudah memiliki
banyak anak tetapi tidak terdapat satupun anak laki-laki, maka keluarga tersebut
akan terus bersikeras menambah anak sampai terdapat anak laki-laki dalam
keluarganya. Hal tersebut akan mengakibatkan jumlah penduduk non-produktif
usia 0 – 14 tahun meningkat dari tahun ke tahun (setiap tahunnya mulai dari
tahun 2008 – 2016 setiidaknya terdapat 1200 penduduk yang lahir) (Bappenas,
2013).
Jika dilihat dari nilai rasio ketergantungan penduduk nasional, 4 dari 5
provinsi pada gambar 4.8 merupakan provinsi yang beban ketergantungannya
tertinggi se-Indonesia. Pada tahun 2015, nilai rasio ketergantungan penduduk
NTT sebesar 69.3 persen, Maluku Utara dengan nilai ketergantungan sebesar
60.95 persen, Maluku dengan nilai ketergantungan sebesar 60.82 persen, dan
Sulawesi Barat dengan nilai ketergantungan sebesar 59.58 persen. Besarnya
rasio ketergantungan penduduk menunjukkan besarnya beban yang harus
ditanggung penduduk usia produktif (15 – 64 tahun) untuk membiayai
penduduk usia non-produktif (0 – 14 tahun dan > 65 tahun). Berdasarkan
pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap 100 orang yang berusia
produktif di NTT mempunyai tanggungan sebanyak 69 orang yang belum
produktif dan yang sudah tidak produktif lagi. Nilai tersebut sangat tinggi
berkaitan dengan angka kelahiran yang cukup tinggi juga pada provinsi-
provinsi tersebut (setidaknya setiap tahun sekitar 30 persen dari jumlah
penduduk merupakan angka kelahiran).
2. Estimasi Model Data Panel
a. Uji Chow (Likelihood Ratio)
Pertama-tama data diestimasi dengan menggunakan efek spesifikasi
fixed. Uji yang dilakukan adalah uji Chow. Uji ini dilakukan untuk mengetahui
model yang sebaiknya digunakan antara Pooled Least Square (PLS) dan Fixed
Effect Model (FEM).
72
H0 : model PLS
H1 : model FEM
Apabila hasil probabilitas Chi-square kurang dari 5% atau 0.05, maka
H0 ditolak sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM).
Hasil dari estimasi uji Chow menggunakan Eviews 9.0 adalah sebagai berikut.
Tabel 4. 3
Hasil Uji Chow (Likelihood Ratio)
Effect Test Probabilitas
Cross-section F 0.0000
Cross-section Chi-square 0.0000
Sumber: Eviews 9.0, data diolah.
Berdasarkan hasil di atas, nilai probabilitas Chi-square adalah 0.0000,
maka H0 ditolak atau model yang sebaiknya digunakan adalah Fixed Effect
Model (FEM).
b. Uji Hausman (Correllated Random Effects)
Uji ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui model apakah yang
sebaiknya digunakan antara Fixed Effect Model (FEM) atau Random Effect
Model (REM).
H0 : model REM
H1 : model FEM
Apabila hasil dari probabilitas Chi-square lebih dari 5% atau 0.05, maka
model yang sebaiknya digunakan adalah Random Effect Model (REM). Hasil
dari estimasi uji Hausmann menggunakan Eviews 9.0 adalah sebagai berikut.
Tabel 4. 4
Hasil Uji Hausman
Test Summary Chi-Sq Statistic Probabilitas
Cross-section random 50.188420 0.0000
Sumber: Eviews 9.0, data diolah.
Berdasarkan hasil di atas, nilai probabilitas Chi-square adalah 0.0000,
maka dapat disimpulkan bahwa model yang sebaiknya digunakan adalah Fixed
Effect Model (FEM).
73
3. Hasil Pengujian Hipotesis
a. Hasil Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel terikat dan variabel bebas kedua-duanya berdistribusi normal atau
tidak. Pengambilan keputusan dilakukan dengan Jarque-Bera test (JB test),
yaitu apabila nilai probability > 5% atau 0.05, maka variabel-variabel tersebut
berdistribusi normal.
Gambar 4. 9
Hasil Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
-0.005 0.000 0.005 0.010
Series: Standardized Residuals
Sample 2008 2016
Observations 54
Mean 8.99e-19
Median -0.000161
Maximum 0.010070
Minimum -0.008191
Std. Dev. 0.004329
Skewness 0.180872
Kurtosis 2.678933
Jarque-Bera 0.526372
Probability 0.768599
Sumber: Eviews 9.0, data diolah.
Berdasarkan hasil di atas, nilai dari probability adalah 0.768599 yang
berarti lebih dari 5% atau 0.05. Dapat disimpulkan bahwa baik variabel terikat
maupun variabel bebas berdistribusi normal.
2) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode waktu atau ruang
dengan kesalahan pengganggu pada waktu atau ruang sebelumnya. Untuk
mendeteksi adanya masalah ini, maka dilakukan uji Durbin-Watson (DW).
Kriteria dari uji Durbin-Watson (DW) adalah sebagai berikut.
Tabel 4. 5
Kriteria Pengujian Durbin-Watson
Hipotesis Nol Keputusan Kriteria
74
Ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dL
Tidak ada autokoreasi positif Tidak ada keputusan dL < d < dU
Ada autokorelasi negatif Tolak 4 – dL < d < dU
Tidak ada autokorelasi
negatif
Tidak ada keputusan 4 – dU < d < 4 – dL
Tidak ada autokorelasi Jangan tolak dU < d < 4 – dU
Sumber: Gujarati, 2004.
Dari hasil uji DW yang dilakukan, didapatkan hasil Durbin-Watson stat
sebesar 2.097814. Sedangkan diketahui dL = 1.4069 dan dU = 1.7234. Karena
nilai Durbin-Watson stat atau d hitung lebih besar dari dU dan lebih kecil dari
4 – dU, maka dapat disimpulkan tidak terdapat masalah autokorelasi.
3) Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
terdapat korelasi antara variabel bebas satu dengan yang lainnya atau tidak.
Menurut Gujarati (2004), jika koefisien korelasi antarvariabel bebas lebih dari
0.8, maka dapat disimpulkan bahwa model mengalami masalah
multikolinieritas. Sebaliknya, jika koefisien korelasi antarvariabel bebas tidak
lebih dari 0.8, maka tidak terdapat masalah multikolinieritas pada model yang
digunakan. Dari hasil uji yang dilakukan menggunakan Eviews 9.0 didapatkan
hasil sebagai berikut.
Tabel 4. 6
Hasil Uji Multikolinieritas
IPM LPP RK TPAK
IPM 1.000000 -0.231141 -0.694089 0.321174
LPP -0.231141 1.000000 0.631636 -0.719678
RK -0.694089 0.631636 1.000000 -0.547845
TPAK 0.321174 -0.719678 -0.547845 1.000000
Sumber: Eviews 9.0, data diolah.
75
Berdasarkan hasil di atas, masing-masing koefisien korelasi
antarvariabel bebas tidak ada yang lebih dari 0.8 yang berarti tidak terdapat
masalah multikolinieritas pada model yang digunakan.
4) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Pengujian ini dapat dilihat dari nilai probability Chi-
square masing-masing variabel independen pada uji Glejser yang harus lebih
dari 5% atau 0.05 agar terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Berdasarkan
uji yang dilakukan menggunakan Eviews 9.0, didapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel 4. 7
Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser
Heteroskedasticity Test: Glejser
Variabel Independen Probabilitas
IPM 0.7785
Laju Pertumbuhan Penduduk 0.2838
Rasio Ketergantungan Penduduk 0.0563
TPAK 0.2145
Sumber: Eviews 9.0, data diolah.
Berdasarkan hasil di atas, nilai probabilitas masing-masing variabel
independen lebih dari 5% atau 0.05 yang berarti tidak terdapat masalah
heteroskedastisitas pada model yang digunakan.
b. Hasil Uji Statistik
Olah data dengan menggunakan Eviews 9.0 yang dilakukan pada model Fixed
Effect Model (FEM) dalam penelitian ini memberikan hasil sebagai berikut.
Tabel 4. 8
Hasil Fixed Effect Model (FEM)
Dependent Variable: LPE
Method: Panel Least Squares
Date: 03/09/18 Time: 18:58
Sample: 2008 2016
Periods included: 9
Cross-sections included: 6
Total panel (balanced) observations: 54
76
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.085710 0.058113 -1.474890 0.1474
IPM -0.121886 0.044530 -2.737164 0.0089
LPP 2.824622 0.889066 3.177068 0.0027
RK 0.345452 0.079722 4.333217 0.0001
TPAK 0.070943 0.056662 1.252047 0.2172 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.744791 Mean dependent var 0.048226
Adjusted R-squared 0.692589 S.D. dependent var 0.008569
S.E. of regression 0.004751 Akaike info criterion -7.695409
Sum squared resid 0.000993 Schwarz criterion -7.327078
Log likelihood 217.7760 Hannan-Quinn criter. -7.553358
F-statistic 14.26750 Durbin-Watson stat 2.097814
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Eviews 9.0, data diolah
Berdasarkan hasil di atas, terdapat hal-hal yang dapat diinterpretasikan sebagai
berikut.
1) Uji Koefisien Determinasi
Berdasarkan hasil pengolahan data dalam tabel 4.8, nilai dari koefisien
determinasi adalah 0.744791 yang berarti bahwa 74.48 persen kontribusi Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), laju pertumbuhan penduduk, rasio
ketergantungan penduduk, dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
dapat menjelaskan pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa. Sedangkan 25.52
persen variabel pertumbuhan ekonomi dijelaskan oleh variabel-variabel lain
selain variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
2) Uji Parsial (Uji t)
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel bebas (Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), laju pertumbuhan penduduk, rasio
ketergantungan penduduk, dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK))
berpengaruh secara parsial terhadap variabel terikat (pertumbuhan ekonomi),
yaitu dengan membandingkan masing-masing t-hitung (t-Statistic) dengan t-
77
tabel dalam menolak atau menerima hipotesis pada indeks kepercayaan α = 5%,
df = 48, maka diperoleh t-tabel sebesar 2.01063.
a) Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Per Provinsi di Pulau Jawa
Hasil analisis pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai t-hitung (t-stat)
variabel IPM sebesar -2.737164 dengan probabilitas 0.0089. Dapat
disimpulkan bahwa t-hitung (-2.737164) > t-tabel (2.01063) yang berarti H0
ditolak. Dengan menggunakan indeks kepercayaan atau signifikansi sebesar
5%, maka variabel IPM berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa. Dengan nilai koefisien regresi sebesar
-0.121886 mengartikan bahwa setiap peningkatan IPM sebesar 1% akan
menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.121886%.
b) Pengaruh Laju Pertumbuhan Penduduk terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Per Provinsi di Pulau Jawa
Hasil analisis pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai t-hitung (t-stat)
variabel laju pertumbuhan penduduk sebesar 3.177068 dengan probabilitas
0.0027. Dapat disimpulkan bahwa t-hitung (3.177068) > t-tabel (2.01063)
yang berarti H0 ditolak. Dengan menggunakan indeks kepercayaan atau
signifikansi sebesar 5%, maka variabel laju pertumbuhan penduduk
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
di pulau Jawa. Dengan nilai koefisien regresi sebesar 2.824622 mengartikan
bahwa setiap peningkatan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1% akan
menyebabkan peningkatan sebesar 2.824622%.
c) Pengaruh Rasio Ketergantungan Penduduk terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Per Provinsi di Pulau Jawa
Hasil analisis pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai t-hitung (t-stat)
variabel rasio ketergantungan penduduk sebesar 4.333217 dengan
probabilitas 0.0001. Dapat disimpulkan bahwa t-hitung (4.333217) > t-tabel
(2.01063) yang berarti H0 ditolak. Dengan menggunakan indeks
kepercayaan atau signifikansi sebesar 5%, maka variabel rasio
78
ketergantungan penduduk berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa. Dengan nilai koefisien
regresi sebesar 0.345452 mengartikan bahwa setiap peningkatan rasio
ketergantungaan penduduk sebesar 1% akan menyebabkan peningkatan
pertumbuhan ekonomi sebesar 0.345452.
d) Pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Per Provinsi di Pulau Jawa
Hasil analisis pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai t-hitung (t-stat)
variabel TPAK sebesar 1.252047 dengan probabilitas 0.2172. Dapat
disimpulkan bahwa t-hitung (1.252047) < t-tabel (2.01063) yang berarti H0
diterima yang berarti TPAK tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi di pulau Jawa. Besarnya nilai partisipasi angkatan kerja
merupakan salah satu faktor yang dapat membangun pertumbuhan ekonomi
suatu negara ataupun wilayah lebih maju. Karena semakin besarnya
partisipasi angkatan kerja, maka semakin kecil angka pengangguran,
semakin besar nilai investasi (dalam bentuk tabungan), juga semakin besar
pendapatan negara atau wilayah (melalui pajak pengahasilan). Akan tetapi,
berdasarkan hasil pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa variabel TPAK justru
tidak memberikan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.
3) Uji Simultan (Uji F)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas
(independen) berpengaruh terhadap variabel terikat (dependen) secara simultan
(bersama-sama). Cara yang dilakukan adalah dengan membandingkan nilai F-
hitung (F-stat) dengan F-tabel. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada tabel
4. , diperoleh nilai F-hitung (F-stat) adalah 14.26750. Pada indeks kepercayaan
α = 5%, k = 4, dan n = 54 diperoleh nilai F-tabel = 2.80. Terlihat bahwa F-
hitung (14.26750) > F-tabel (2.80) yang berarti H0 ditolak dengan kesimpulan
variabel bebas (IPM, laju pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan
penduduk, dan TPAK) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap
variabel terikat (pertumbuhan ekonomi) pada tingkat kepercayaan 95%.
79
4) Hasil Interpretasi Analisis
Tabel 4. 9
Interpretasi Koefisien Fixed Effect Model (FEM)
Dependent Variable: LPE?
Method: Pooled Least Squares
Date: 03/12/18 Time: 12:00
Sample: 1 9
Included observations: 9
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 54
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.085710 0.058113 -1.474890 0.1474
IPM? -0.121886 0.044530 -2.737164 0.0089
LPP? 2.824622 0.889066 3.177068 0.0027
RK? 0.345452 0.079722 4.333217 0.0001
TPAK? 0.070943 0.056662 1.252047 0.2172
Fixed Effects (Cross)
_DKI--C 0.040144
_JABAR--C -0.025851
_JATENG--C -0.011183
_YOGYAKARTA--C 0.018394
_JATIM--C 0.026511
_BANTEN--C -0.048014
Sumber: Evews 9.0, data diolah
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan Eviews 9.0 dengan
memasukkan masing-masing nilai intersep provinsi, dapat disimpulkan bahwa:
Apabila variabel IPM, laju pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan
penduduk, dan TPAK tidak berpengaruh, maka provinsi DKI Jakarta
memiliki nilai pertumbuhan ekonomi sebesar 0.040144 persen.
Apabila variabel IPM, laju pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan
penduduk, dan TPAK tidak berpengaruh, maka provinsi Jawa Barat
memiliki nilai pertumbuhan ekonomi sebesar -0.025851 persen.
80
Apabila variabel IPM, laju pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan
penduduk, dan TPAK tidak berpengaruh, maka provinsi Jawa Tengah
memiliki nilai pertumbuhan ekonomi sebesar -0.011183 persen.
Apabila variabel IPM, laju pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan
penduduk, dan TPAK tidak berpengaruh, maka provinsi Yogyakarta
memiliki nilai pertumbuhan ekonomi sebesar 0.018394 persen.
Apabila variabel IPM, laju pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan
penduduk, dan TPAK tidak berpengaruh, maka provinsi Jawa Timur
memiliki nilai pertumbuhan ekonomi sebesar 0.026511 persen.
Apabila variabel IPM, laju pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan
penduduk, dan TPAK tidak berpengaruh, maka provinsi Banten memiliki
nilai pertumbuhan ekonomi sebesar -0.048014 persen.
Analisis data panel dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), laju pertumbuhan penduduk,
rasio ketergantungan penduduk, dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) terhadap pertumbuhan ekonomi per provinsi di pualu Jawa pada tahun
2008 – 2016. Dari hasil pengolahan data panel dengan menggunakan model
fixed effect diperoleh persamaan regresi sebagai berikut.
LPEit = - 0.085710 - 0.121886 IPMit + 2.824622 LPPit + 0.345452 RKit
+ 0.070943 TPAKit + εit
Keterangan:
LPE = Pertumbuhan Ekonomi (dilihat dari laju PDRB per provinsi)
IPM = Indeks Pembangunan Manusia
LPP = Laju Pertumbuhan Penduduk
RK = Rasio Ketergantungan Penduduk
TPAK = Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
81
Pada persamaan regresi di atas, diketahui bahwa koefisien konstanta
sebesar – 0.085710. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat variabel lain yang
juga dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi tiap-tiap provinsi di pulau
Jawa tetapi bukan merupakan bagian dari model penelitian ini. Koefisien dari
variabel-variabel tersebut secara akumulasi bernilai negatif. Karena tidak
termasuk variabel dalam model penelitian ini, angka-angka sistematis tersebut
masuk ke dalam konstanta sehingga menyebabkan nilai konstanta menjadi
negatif. Adapun variabel-variabel bebas dalam model yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi dijelaskan sebagai berikut.
a) Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi tiap-tiap provinsi di pulau Jawa yang diperlihatkan dari nilai
koefisien IPM sebesar -0.121886. Hal ini berarti apabila terjadi peningkatan
nilai IPM sebesar 1% akan menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi
sebesar 0.121886%. Berdasarkan teori yang menyatakan bahwa tingkat
pembangunan manusia yang tinggi akan mempengaruhi perekonomian
melalui peningkatan kapabilitas penduduk dan konsekuensinya juga adalah
pada produktivitas dan kreativitas mereka. Pendidikan dan kesehatan
penduduk sangat menentukan kemampuan untuk menyerap dan mengelola
sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baik kaitannya dengan teknologi
sampai kelembagaan yang penting bagi pertumbuhan ekonomi (Ramirez
dkk, 1998).
Akan tetapi, terdapat hal yang berbeda antara teori tersebut dengan
hasil analisis. Hal ini disebabkan oleh temuan yang menunjukkan terjadinya
penurunan nilai IPM rata-rata seluruh provinsi di pulau Jawa yang cukup
drastis pada tahun 2010 seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.10.
82
Gambar 4. 10
Perkembangan IPM Keseluruhan Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2008-2016
Sumber: BPS, 2016, data diolah.
Berdasarkan gambar tersebut nilai IPM pada tahun 2008 menuju tahun
2009 menunjukkan peningkatan dari 72.45% ke 72.9%. Akan tetapi, nilai
IPM mengalami penurunan cukup besar pada tahun 2009 menuju 2010 (dari
72.9% ke 69.46%). Turunnya nilai IPM rata-rata tersebut disebabkan oleh
terjadinya penurunan daya beli masyarakat yang merupakan indikator
pengukuran pendapatan dimensi hidup layak (salah satu di antara tiga
dimensi IPM). Penurunan daya beli masyarakat merupakan dampak yang
ditimbulkan oleh krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008.
Krisis keuangan global yang berawal dari kredit subprime mortgage di
Amerika Serikat mengakibatkan krisis likuiditas banyak negara di dunia
hingga lembaga keuangan besar seperti Lehman Brothers harus bangkrut
pada September 2008.
Dampak krisis global tersebut pada akhirnya ikut berimbas bagi
perekonomian Indonesia. Meskipun perekonomian Indonesia pada tahun
2007 – 2008 dapat bertahan karena tingginya konsumsi masyarakat, tetapi
perlambatan perekonomian mulai dirasakan pada akhir tahun 2008 yang
ditandai oleh melemahnya ekspor yang menyebabkan menurunnya
69
69.5
70
70.5
71
71.5
72
72.5
73
73.5
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
83
permintaan dan pada akhirnya berakibat pada pengurangan tenaga kerja.
Jika permintaan luar negeri berkurang, industri akan melakukan
penyesuaian dengan cara mengurangi produksi. Jika produksi dikurangi,
kemungkinan besar sekali tenaga kerja akan dikurangi yang akan
meningkatkan jumlah pengangguran. Artinya, dengan keadaan
perekonomian Amerika Serikat yang tidak sehat ini, akan memberiksn
dampak langsung dan tidak langsung terhadap perekonomian Indonesia
(Bappenas, 2009).
Tabel 4. 10
Pendataan Pekerja yang Terkena PHK
Posisi Rencana
PHK
Sudah
PHK
Rencana
Dirumahkan
Sudah
Dirumahkan Total
31
Desember
2009
25,577 23,752 19,391 10,306 79,036
5 Januari
2009 25,577 24,452 19,391 11,703 81,123
20 Januari
2009 24,817 27,346 19,191 11,963 83,317
Sumber: Depnakertrans dalam Bappenas, 2009.
Pengurangan tenaga kerja tersebut menyebabkan peningkatan penduduk
yang tidak memiliki pendapatan. Jika penduduk tidak memiliki pendapatan,
maka kemampuan penduduk untuk membeli barang ataupun jasa berkurang
atau bahkan tidak memiliki kemampuan membeli sama sekali. Artinya,
daya beli masyarakat (konsumsi) akan berkurang.
b) Laju Pertumbuhan Penduduk
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel laju pertumbuhan penduduk
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi tiap-tiap
provinsi di pulau Jawa yang diperlihatkan nilai koefisien laju pertumbuhan
penduduk sebesar 2.824622. Hal ini berarti apabila terjadi peningkatan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1% akan menyebabkan peningkatan
pertumbuhan ekonomi sebesar 2.824622%.
84
Hasil tersebut sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa
pertumbuhan penduduk itu bukanlah sebuah masalah, melainkan justru
merupakan unsur penting yang akan memacu pembangunan ekonomi.
Populasi yang lebih besar adalah pasar potensial yang menjadi sumber
permintaan akan berbagai macam barang dan jasa yang kemudian akan
menggerakkan berbagai macam kegiatan ekonomi sehingga menciptakan
skala ekonomis (economic of scale) dalam produksi yang menguntungkan
semua pihak, menurunkan biaya-biaya produksi, dan menciptakan sumber
pasokan atau penawaran tenaga kerja murah dalam jumlah yang memadai
sehingga pada gilirannya akan merangsang tingkat output atau produksi
agregat yang lebih tinggi lagi (Todaro dan Smith, 2006).
Selain itu, pertumbuhan penduduk dapat memicu pertumbuhan
ekonomi. Kelompok optimis menganggap pertumbuhan penduduk sebagai
modal dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
penduduk dalam jangka pendek memang menyebabkan kelangkaan bahan
makanan dan kemiskinan. Akan tetapi, pertumbuhan penduduk juga
menyediakan tenaga kerja yang mampu berinovasi menciptakan teknologi
baru untuk meningkatkan persediaan makanan akibat adanya kelangkaan
bahan makanan tersebut. Peningkatan produksi bahan makanan ini juga
akan meningkatkan output perekonomian (Owusu dalam Purnamasari,
2015.
Sejalannya hasil analisis regresi dengan teori tentang pertumbuhan
penduduk di atas membuktikan bahwa pertumbuhan penduduk bukanlah
masalah apalagi beban bagi provinsi-provinsi di pulau Jawa. Memang jika
dilihat dari jumlahnya, selalu memperlihatkan angka yang meningkat setiap
tahun, tetapi jika dilihat dari perkembangan pertumbuhan penduduk tiap-
tiap provinsi di pulau Jawa menunjukkan tren yang menurun.
Tabel 4. 11
Perkembangan Laju Pertumbuhan Penduduk dan Jumlah Penduduk di Pulau Jawa
Provinsi
2014 2015 2016
Laju Jumlah Laju Jumlah Laju Jumlah
85
(Persen) (Persen) (Persen)
DKI
Jakarta
0.51 9532.7 0.46 9581.1 0.42 9625.40
Jawa Barat
1.24 44340.5 1.21 44891.2 1.18 45435.9
Jawa
Tengah
0.55 33929.8 0.52 34116.4 0.49 34293.8
Yogyakarta
0.78 3658.2 0.75 3686.9 0.72 3714.7
Jawa
Timur
0.36 38119.9 0.34 38258.6 0.31 38387.2
Banten
1.73 10701.2 1.71 10886.7 1.68 11072.5
Sumber: Bappenas, 2013.
Ditambah lagi komposisi penduduknya lebih didominasi oleh penduduk
dengan usia produktif dibandingkan dengan penduduk usia non-produktif.
Dengan adanya potensi tersebut, jumlah tenaga kerja yang merupakan salah
satu faktor pendorong perekonomian akan meningkat. Meningkatnya
jumlah tenaga kerja akan memacu investasi dan pendapatan daerah.
c) Rasio Ketergantungan Penduduk
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel rasio ketergantungan
penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi tiap-tiap provinsi di pulau Jawa yang diperlihatkan dari nilai
koefisien rasio ketergantungan penduduk sebesar 0.345452. Hal ini berarti
apabila terjadi peningkatan rasio ketergantungan penduduk sebear 1% akan
menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.345452%.
Hasil tersebut berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa semakin
besarnya nilai rasio ketergantungan penduduk akan menyebabkan
penurunan pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut dikarenakan semakin
besar beban penduduk usia non-produktif yang harus ditanggung oleh
penduduk usia produktif. Dengan semakin besarnya tanggungan tersebut,
86
pendapatan yang dihasilkan oleh penduduk usia produktif akan berkurang,
lalu kegiatan ekonomi seperti konsumsi, investasi, dan lain-lain akan
berkurang.
Akan tetapi, terdapat sebuah pendapat yang dikemukakan oleh Ingham
dkk (2009) di dalam tulisannya dengan judul Implications of An Increasing
Old Age Dependency Ratio: The UK and Latvian Experiences Compared
yang menyatakan bahwa di sisi positif, semakin banyak jumlah lansia dalam
populasi Eropa tidak berarti menyiratkan peningkatan ketergantungan.
Lansia dalam hal ini berusia di atas 65 tahun merupakan bagian dari rasio
ketergantungan usia tua (old dependency ratio) yang seharusnya pensiun,
tetapi masih banyak yang terus bekerja. Banyak dari mereka yang masih
membiayai anak dan cucu mereka secara finansial. Selain itu, kemungkinan
lansia ini lebih sehat dan lebih produktif dibanding generasi lansia di masa
lalu dapat mengurangi tingkat pertumbuhan biaya perawatan kesehatan
sehingga dapat mengurangi beban anggaran negara.
Hal yang sama pun juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Statistik
Penduduk Lanjut Usia (2015) yang dipublikasikan BPS menunjukkan
bahwa dari sisi kegiatan ekonomi lansia, sebesar 47.48 persen lansia di
tahun 2014 dan 41.07 persen lansia di tahun 2015 masih bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan proporsi lansia laki-laki yang
bekerja (63.81 persen) lebih besar dari lansia perempuan (32.88 persen).
Hal tersebut mengartikan bahwa lansia yang merupakan bagian dari rasio
ketergantungan usia tua (old dependency ratio) yang seharusnya pensiun
pun masih harus tetap memiliki pendapatan agar dapat tetap melakukan
kegiatan ekonomi demi memenuhi kebutuhan hidup. Dengan pendapatan
tersebut, mengkonsumsi barang dan jasa serta membayar pajak pun pasti
dilakukan. Dengan adanya temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan ekonomi juga akan mengalami peningkatan.
87
d) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel TPAK berpengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi tiap-tiap provinsi di
pulau Jawa yang diperlihatkan dari nilai koefisien TPAK sebesar 0.070943.
Hal ini berarti apabila terjadi peningkatan TPAK sebesar 1% akan
menyebabkan pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 0.070943%.
Hasil tersebut sesuai dengan teori Solow (Neoklasik) yang menyatakan
bahwa melalui semakin banyaknya angkatan kerja yang bekerja, maka
kemampuan untuk menghasilkan output semakin tinggi. Dengan banyaknya
output yang mampu dihasilkan, maka akan mendorong tingkat penawaran
agregat sehingga pertumbuhan ekonomi pun meningkat. Akan tetapi, hal
yang perlu digarisbawahi adalah ketidaksignifikanan yang dihasilkan pada
output regresi, yaitu nilai probabilitas lebih dari 0.05 (0.2172).
88
Gambar 4. 11
Provinsi Tujuan Migran Tahun 2010
Sumber: BPS, 2010
Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh adanya migrasi penduduk
(perpindahan penduduk dengan tujuan menetap dari suatu tempat ke tempat
yang lain melewati batas administratif provinsi) yang menyebabkan tingkat
partisipasi angkatan kerja meningkat. Pandangan bahwa provinsi-provinsi
di pulau Jawa terutama DKI Jakarta yang merupakan pusat perekonomian,
pusat pemerintahan, juga pusat pendidikan dianggap dapat memberikan
hidup layak terutama dalam hal lapangan pekerjaan masih menjadi alasan
utama para pencari kerja untuk melakukan migrasi. Berdasarkan gambar
4.9 yang merupakan data publikasi BPS (2010) dengan judul Migrasi
Internal Penduduk Indonesia, terlihat bahwa 5 dari 6 provinsi yang terletak
di pulau Jawa merupakan 10 besar provinsi tujuan migran pada tahun 2010.
89
Gambar 4.9 memperlihatkan bahwa Jawa Barat menjadi provinsi yang
paling banyak dijadikan tujuan oleh para migran (18.7 persen), DKI Jakarta
menjadi provinsi tujuan kedua (14.6 persen), Banten menjadi provinsi
tujuan ketiga (9.9 persen), Jawa Timur dan Jawa Tengah secara berurut
menjadi provinsi tujuan kedelapan dan kesembilan (3.3 dan 3.2 persen).
Sedangkan Yogyakarta menjadi provinsi tujuan keduabelas (2 persen).
Selain itu, data migrasi masuk tahun 2015 yang dipublikasikan BPS
juga menunjukkan peringkat yang hampir sama seperti pada tahun 2010.
Provinsi Jawa Barat masih menjadi provinsi yang paling banyak dituju para
migran dengan jumlah migrasi masuk sebesar 4.97 juta jiwa. DKI Jakarta
dan Banten juga masih menjadi provinsi kedua dan ketiga yang banyak
dituju para migran dengan jumlah migrasi masuk sebesar 3.65 dan 2.49 juta
jiwa. Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan provinsi ketujuh dan
kesembilan dengan jumlah 1.02 juta dan 942.152 jiwa. Provinsi Yogyakarta
masih menjadi provinsi yang dituju keduabelas dengan jumlah 571.948
jiwa.
Tabel 4. 12
Perbandingan Jumlah Pencari Kerja dan Lowongan Kerja
Provinsi
2013 2014 2015
Pencari
Kerja
Lowongan
Kerja
Pencari
Kerja
Lowongan
Kerja
Pencari
Kerja
Lowongan
Kerja
DKI Jakarta 21,537 7,744 26,509 10,860 28,761 10,699
Jawa Barat 183,096 93,778 176,220 123,515 190,242 127,131
Jawa Tengah 169,827 127,818 208,946 145,827 227,615 147,376
Yogyakarta 12,459 10,362 15,326 13,797 16,711 14,091
Jawa Timur 200,464 172,480 295,495 247,180 325,728 258,712
Banten 80,660 35,092 99,216 47,533 108,339 47,973
Sumber: BPS, 2016, data disusun kembali.
Tabel 4.12 merupakan data yang menjelaskan seberapa besar
perbandingan antara jumlah pencari kerja terdaftar dengan jumlah
lowongan kerja terdaftar yang dipublikasikan BPS. Pada tabel tersebut
terlihat bahwa selisih antara jumlah pencari kerja tiap-tiap provinsi di pulau
Jawa cukup besar. Selisih ini dapat menunjukkan jumlah pencari kerja yang
90
belum mendapat pekerjaan. Sebagai contoh pada tahun 2015, selisih jumlah
pencari kerja dengan jumlah lowongan kerja di DKI Jakarta adalah 18.602
yang berarti para pencari kerja yang belum mendapat pekerjaan di DKI
Jakarta sebanyak 18.602 orang. Jawa Barat memiliki selisih nilai 63.111
yang berarti para pencari kerja yang belum mendapat pekerjaan di Jawa
Barat sebanyak 63.111 orang. Jawa Tengah memiliki selisih nilai 80.239
yang berarti para pencari kerja yang belum mendapat pekerjaan di Jawa
Tengah sebanyak 80.239 orang. Yogyakarta memiliki selisih nilai 2.620
yang berarti para pencari kerja yang belum mendapat pekerjaan di
Yogyakarta sebanyak 2.620 orang. Jawa Timur memiliki selisih nilai
67.016 yang berarti para pencari kerja yang belum mendapat pekerjaan di
Jawa Timur sebanyak 67.016 orang. Banten memiliki selisih nilai 60.366
yang berarti para pencari kerja yang belum mendapat pekerjaan di Banten
sebanyak 60.366 orang.
Penjelasan-penjelasan di atas tersebut sejalan dengan pendapat
Anggraeni (2011) yang menyatakan bahwa migrasi besar-besaran
penduduk desa ke kota menyebabkan peningkatan tenaga kerja. Pada
dasarnya TPAK itu sendiri merupakan orang yang bekerja dan orang yang
sedang mencari pekerjaan. Dengan kenyataan bahwa lebih banyak orang
yang sedang mencari pekerjaan dibanding tersedianya lapangan pekerjaan.
Selain itu, banyak dari penduduk yang melakukan migrasi tersebut tidak
memenuhi kualifikasi lapangan pekerjaan yang ada. Hal tersebut menjadi
alasan ketidaksiginifikanan TPAK terhadap pertumbuhan ekonomi
91
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh variabel-variabel demografi, yaitu
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), laju pertumbuhan penduduk, rasio
ketergantungan penduduk, dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap
pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa periode tahun 2008 – 2016. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Berdasarkan hasil persamaan regresi faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi dapat disimpulkan sebagai berikut.
a. Hasil pengujian menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi tiap-tiap
provinsi di pulau Jawa. Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan nilai IPM
pada tahun 2010 yang disebabkan turunnya daya beli masyarakat (indikator
pengukur dimensi hidup layak) atas dampak yang ditimbulkan krisis keuangan
global pada tahun 2008.
b. Hasil pengujian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi tiap-tiap provinsi di
pulau Jawa. Hal ini mengartikan bahwa pertumbuhan penduduk bukanlah
sebuah masalah apalagi beban bagi provinsi-provinsi di pulau Jawa. Selain itu,
fakta bahwa pertumbuhan penduduk tersebut lebih didominasi oleh penduduk
usia produktif dibanding penduduk usia non-produktif menjadi potensi dalam
meningkatkan perumbuhan ekonomi provinsi.
c. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rasio ketergantungan penduduk
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi tiap-tiap
provinsi di pulau Jawa. Hal ini berkaitan dengan masih banyaknya penduduk
lanjut usia (65 tahun keatas) yang termasuk ke dalam rasio ketergantungan usia
tua (old dependency ratio) masih terus bekerja untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Para lansia yang masih bekerja dengan begitu akan mendapatkan
92
pendapatan. Pendapatan tersebut digunakan untuk melakukan aktivitas
ekonomi, seperti konsumsi dan membayar pajak. Dengan demikian, dari
aktivitas ekonomi yang dilakukan para lansia akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.
d. Hasil pengujian menunjukkan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi tiap-tiap provinsi di pulau Jawa. Hal ini berkaitan dengan adanya
migrasi besar-besaran penduduk desa ke kota yang meningkatkan TPAK. Hal
tersebut mengakibatkan peningkatan jumlah tenaga kerja yang besar. Bagian
yang termasuk kategori TPAK adalah orang yang bekerja dan orang yang
sedang mencari pekerjaan. Permasalahannya adalah jumlah orang yang sedang
mencari pekerjaan jauh lebih besar dibandingkan lapangan pekerjaan yang
tersedia. Selain itu, apabila memang ada lapangan pekerjaan justru para pencari
kerja banyak yang tidak memenuhi kualifikasi pekerjaan tersebut. Oleh karena
itu, TPAK berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Berdasarkan hasil penelitian pada masing-masing uji parsial (uji t) menunjukkan
bahwa variabel TPAK berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi tiap-tiap provinsi di pulau Jawa. Sedangkan, IPM, laju pertumbuhan
penduduk, dan rasio ketergantungan penduduk berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi tiap-tiap provinsi di pulau Jawa.
3. Variabel IPM, laju pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan penduduk, dan
TPAK secara simultan (bersama-sama) berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi di pulau Jawa. Hal tersebut dibuktikan dengan diperolehnya nilai F-hitung
(F-stat) sebesar 14.26750. Dengan demikian, apabila semua variabel independen
meningkat satu persen akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi meningkat
sebesar 14.26750%.
4. Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai dari koefisien determinasi adalah
0.744791 yang berarti bahwa 74.48 persen kontribusi Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), laju pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan penduduk, dan
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dapat menjelaskan pertumbuhan
93
ekonomi di pulau Jawa. Sedangkan 25.52 persen variabel pertumbuhan ekonomi
dijelaskan oleh variabel-variabel lain selain variabel yang digunakan dalam
penelitian ini.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, terdapat beberapa saran yang
dapat dijadikan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan, di antaranya:
1. Untuk memperoleh keselarasan antara IPM dengan pertumbuhan ekonomi,
sebaiknya masing-masing pemerintah daerah melakukan prioritas atau setidaknya
sedikit lebih dominan fokus pada pembangunan dimensi umur panjang dan hidup
sehat (kesehatan) yang dapat menjadi potensi besar bagi peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Dengan sedikit lebih memfokuskan pembangunan manusia
pada aspek kesehatan, maka akan lebih banyak penduduk sehat. Dengan lebih
banyak penduduk yang sehat, maka semakin banyak penduduk yang tercerdaskan
(pendidikan) dan semakin banyak penduduk yang dapat hidup secara layak (dengan
tubuh yang sehat, penduduk dapat bekerja dengan lebih baik).
2. Berdasarkan hasil yang menunjukkan bahwa peningkatan rasio ketergantungan
penduduk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena cukup banyaknya
penduduk lanjut usia yang masih bekerja (41.07 persen pada tahun 2015) dengan
alasan harus memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya sendiri juga keluarganya,
akan lebih baik jika pemerintah pusat memberikan program pemberdayaan bagi
lansia yang bekerja tersebut berupa pelatihan (seminar) keterampilan kerja,
pendampingan usaha, dan perluasan usaha yang sesuai dengan tenaga kerja lansia.
Dengan melakukan program tersebut, diharapkan para lansia dapat lebih terarah
dan terfokus pada pekerjaan yang tidak terlalu berat bagi mereka.
3. Dengan ditemukannya hasil yang menunjukkan TPAK tidak signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi disebabkan migrasi besar-besaran yang mengakibatkan
lebih banyak jumlah pencari kerja dibandingkan tersedianya lapangan pekerjaan,
sebaiknya pemerintah memfokuskan program pembangunan daerah di luar pulau
Jawa berupa pembangunan kualitas sumber daya manusianya dengan program
pemberdayaan seperti melakukan pelatihan-pelatihan khusus wirausaha untuk para
94
pencari kerja yang kurang terdidik, pembangunan dari sisi infrastruktur dan sarana
transportasi yang dapat membangun ketertarikan para pencari kerja agar tidak
terlalu terpaku pada pemikiran bahwa pulau Jawa terutama DKI Jakarta dapat
menyediakan pekerjaan dengan upah yang tinggi sehingga tidak perlu melakukan
migrasi, serta melakukan upaya pembuatan kebijakan yang mengarahkan pada
penurunan biaya hidup di luar pulau Jawa yang faktanya relatif lebih mahal. Selain
itu, sebaiknya pemerintah melakukan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan
dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan dengan cara mengadakan acara-acara
seperti job fair yang khusus diadakan di pulau-pulau selain pulau Jawa hanya untuk
para pencari kerja yang tinggal di luar pulau Jawa.
95
DAFTAR PUSTAKA
Adioetomo, Sri Moertiningsih. 2005. Bonus Demografi: Hubungan Antara
Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi. Jakarta: BKKBN.
Ahlburg, A. Dennis. 1998. Julian Simon and Population Growth Debate. Population
and Development Review. Volume 24 No. 2. Hal. 317-327.
Aligica, P. Dragos. 2009. Julian Simon and The Limit To Growth Neo-Malthusinism.
The Electronic Journal of Sustainable Development. Hal.73-83.
Ananta, Aris. 1993. Ciri Demografis Kualitas Penduduk dalam Pemnbangunan
Ekonomi. Jakarta: Lembaga Demografi FEUI.
Anggraeni, Wulan. 2011. Pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK),
Investasi Asing (PMA), dan Ekspor terhadap PDRB di DKI Jakarta (Periode
1987-2009). (Skripsi yang dipubikasikan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Jakarta).
Arbani, Inggar Rayi. 2014. Kepadatan Penduduk Pulau Jawa. Kompasiana. Diunduh
pada 24 Desember 2014, dari database <
https://www.kompasiana.com/kepadatanpenduduk/kepadatan-penduduk-
pulau-jawa_54f389d67455139e2b6c7920>
Arikunto. Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi
Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas). 2013. Proyeksi Populasi
Indonesia Tahun 2010 – 2035. Jakarta: Bappenas.
Badan Pusat Statistik. 2010. Migrasi Internal Penduduk Indonesia. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2016. Jakarta dalam Angka Tahun 2016. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2017. PDRB Atas Harga Dasar Berlaku Banten Tahun 2010 –
2016. Banten: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2017. PDRB Atas Harga Dasar Berlaku Jawa Barat Tahun 2010
– 2016. Jawa Barat: Badan Pusat Statistik.
96
Badan Pusat Statistik. 2017. PDRB Atas Harga Dasar Berlaku Jawa Tengah Tahun
2010 – 2016. Jawa Tengah: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2017. PDRB Atas Harga Dasar Berlaku Jawa Timur Tahun
2010 – 2016. Jawa Timur: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2017. PDRB Atas Harga Dasar Berlaku Yogyakarta Tahun 2010
– 2016. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2017. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Provinsi di Indonesia
Tahun 2010 – 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Dewi, Nyoman Lilya Santika dan I Ketut Sutrisna. 2014. Pengaruh Komponen Indeks
Pembangunan Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali. Bali:
E-Jurnal EP Unud.
Dinas Kesehatan Provinsi D.I.Y., 2005. Profil Kesehatan D.I Yogyakarta. Yogyakarta:
Dinkes Prov.DIY.
Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori
Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
Fitriani, Nurul, dkk. 2012. Pengaruh Faktor Demografi dan Investasi Swasta terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Kota Samarinda. Jurnal Ekonomi Pembangunan
Universitas Mulawarman Vol. 10, 46 – 58.
Gaessler, Anne Edle von dan Thomas Ziesemer. 2016. Optimal Education In Time of
Ageing: The Dependency Ratio In The Uzawa-Lucas Growth Model. The
Journal of the Economics of Ageing, Volume 7, 125-142.
Ghozall, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ginting, Charisma Kuriata, I. Lubis, dan K. Mahalli. 2008. Pembangunan Manusia di
Indonesia dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Wahana Hijau Jurnal
Perencanaan & Pembangunan Wilayah. Vol.4 No.1, 17-24.
Gujarati, Damodar. 2004. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat.
Hauser, P.M., dan O.D. Duncan, eds. 1959. The Study of Population. Chicago: The
Chicago University.
97
Ingham, Barbara, A. Chirijevskis, dan F. Carmichael. 2009. Implication of An
Increasing Old Age Dependency Ratio: The UK and Latvian Experiences
Compared. Pensions: An International Journal. Vol.14 No.4, 221-230.
Kammayer, K.C. 1969. Population Studies. Chicago: Rand McNally.
Kusrini, Dwi Endah. 2010. Ekonometrika. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Lestari, Ayu Zakya. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Menpengaruhi Pertumbuhan
Ekonomi Regional di Propinsi Jawa Barat (Periode 1995-2008). (Skripsi yang
dipublikasikan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta).
Mantra, Prof. Ida Bagoes. 2015. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mardalis. 1995. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Marzuki. 2005. Metodologi Riset. Yogyakarta: Ekonisia.
Nachrowi, N. Djalal. 2008. Penggunaan Teknik Ekonometri. Jakarta: Rajawali Pers.
Purnamasari, Dian. 2015. Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi: Sebuah Penjelasan
Empiris Baru. (Skripsi yang dipublikasikan, Universitas Diponegoro,
Semarang).
Ramirez, A. G. Ranis, dan F. Stewart. 1998. Economic Growth and Human Capital.
QEH Working Paper No.18.
Rathore, Dr. Bhawna. 2012. Impact of Demographic Features on Economic
Development of India from 2001 – 2010. Munich Personal RePEc Archive, 1 –
8.
Rusli, Said. 2012. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES.
Saputra, Whisnu Adhi. 2011. Analisis Jumlah Penduduk, PDRB, IPM, Pengangguran
terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten/Kota Jawa Tengah. (Skripsi yang
dipublikasikan, Universitas Diponegoro, Semarang).
Saputri, Oktaviana Dwi. 2011. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Salatiga.
(Skripsi yang dipublikasikan, Universitas Diponegoro, Semarang).
Sari, Vivi Ningtia. 2016. Pengaruh Pertumbuhan Penduduk, Tenaga Kerja, dan Rasio
Beban Tanggungan Penduduk terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi
Lampung. (Skripsi yang Dipublikasikan, Universitas Lampung, Lampung).
98
Sayifullah, S. Setyadi, dan S. Arifin. 2013. Pengaruh Variabel Demografi terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Banten. Tangerang: Penelitian, Ilmu
Pengetahuan, dan Teknologia (PELITA).
Sitindaon, Daniel. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
di Kabupaten Demak. (Skripsi yang dipublikasikan, Universitas Negeri
Semarang, Semarang).
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sumanto. 1995. Metodologi Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.
Sundman, Marie-Lor. 2011. The Effects of the Demographic Transition on Economic
Growth: Implications for Japan. Jonkoping International Business School,
hlm.1-28.
Thomlison, R. 1965. Population Dynamics. New York: Random House.
Tim Penulis Lembaga Demografi Universitas Indonesia. 2010. Dasar-Dasar
Demografi. Jakarta: Salemba Empat.
Todaro, Michael P dan Smith Stephen C.. 2006. Ekonomi Pembangunan. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
United Nations. 1958. Multilingual Demographic Dictionary. New York: United
Nations.
United Nations Development Program. 2007. Human Development Report 2007/2008.
New York: United Nations.
Wicaksono, Muhammad Nur. 2014. Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia,
Angkatan Kerja, dan Belanja Modal Daerah terhadap Peningkatan PDRB
Provinsi di Indonesia Tahun 2008 – 2012. Malang: Universitas Brawijaya.
Winarno, Wing Wahyu. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
99
LAMPIRAN – LAMPIRAN
100
Lampiran 1: Data-Data Penelitian
Provinsi Tahun LPE TPAK IPM RK LPP
DKI 2008 6.23 68.68 77.03 37.80 0.84
DKI 2009 5.02 66.60 77.36 37.30 0.78
DKI 2010 6.50 67.83 76.31 36.80 0.72
DKI 2011 5.51 69.30 76.98 36.80 0.66
DKI 2012 5.34 71.47 77.53 36.80 0.60
DKI 2013 4.92 67.79 78.08 36.90 0.55
DKI 2014 4.81 66.61 78.39 36.90 0.51
DKI 2015 4.83 66.39 78.99 37.00 0.46
DKI 2016 4.82 68.79 79.60 37.10 0.42
Jabar 2008 6.21 63.09 71.12 47.80 1.43
Jabar 2009 4.19 62.89 71.64 47.50 1.40
Jabar 2010 6.20 62.38 66.15 47.30 1.36
Jabar 2011 4.78 61.34 66.67 46.90 1.33
Jabar 2012 4.52 63.64 67.32 46.50 1.30
Jabar 2013 4.70 62.82 68.25 46.30 1.27
Jabar 2014 3.52 62.77 68.80 46.10 1.24
Jabar 2015 3.51 60.34 69.50 46.00 1.21
Jabar 2016 4.78 64.43 70.05 46.00 1.18
Banten 2008 5.77 64.80 69.70 51.60 1.88
Banten 2009 4.71 63.74 70.06 50.70 1.86
Banten 2010 6.11 65.34 67.54 49.80 1.83
Banten 2011 4.53 65.61 68.22 48.70 1.81
Banten 2012 4.40 65.17 68.92 47.70 1.79
Banten 2013 4.31 63.55 69.47 46.90 1.76
Banten 2014 3.24 63.84 69.89 46.20 1.73
Banten 2015 3.19 62.24 70.27 45.60 1.71
Banten 2016 3.12 65.56 70.96 45.40 1.68
Jateng 2008 5.61 68.37 71.60 47.80 0.73
Jateng 2009 5.14 69.27 72.10 47.30 0.70
Jateng 2010 5.84 70.60 66.08 46.90 0.67
Jateng 2011 4.40 70.15 66.64 46.70 0.64
Jateng 2012 4.47 71.26 67.21 46.70 0.61
Jateng 2013 4.27 70.43 68.02 46.80 0.58
Jateng 2014 4.46 69.68 68.78 46.90 0.55
Jateng 2015 4.68 67.86 69.49 47.10 0.52
Jateng 2016 4.52 69.89 69.98 46.80 0.49
Yogyakarta 2008 5.03 68.37 74.88 38.10 0.96
101
Yogyakarta 2009 4.43 69.27 75.23 37.70 0.93
Yogyakarta 2010 4.48 69.76 75.37 37.10 0.91
Yogyakarta 2011 3.94 70.15 75.93 37.10 0.88
Yogyakarta 2012 4.11 71.37 76.15 37.10 0.85
Yogyakarta 2013 4.23 69.29 76.44 37.10 0.82
Yogyakarta 2014 3.95 71.05 76.81 37.10 0.78
Yogyakarta 2015 3.75 68.38 77.59 37.10 0.75
Yogyakarta 2016 3.87 72.20 78.38 37.20 0.72
Jatim 2008 5.94 69.31 70.38 40.40 0.52
Jatim 2009 5.01 69.25 71.06 39.90 0.49
Jatim 2010 6.68 69.08 65.36 39.40 0.47
Jatim 2011 5.66 68.06 66.06 39.30 0.44
Jatim 2012 5.90 69.60 66.74 39.30 0.42
Jatim 2013 5.37 69.78 67.55 39.30 0.39
Jatim 2014 5.18 68.12 68.14 39.40 0.36
Jatim 2015 4.80 67.84 68.95 39.60 0.34
Jatim 2016 4.93 68.27 69.74 39.70 0.31
102
Lampiran 2: Output FEM
Dependent Variable: LPE?
Method: Pooled Least Squares
Date: 03/26/18 Time: 11:12
Sample: 1 9
Included observations: 9
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 54
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.085710 0.058113 -1.474890 0.1474
IPM? -0.121886 0.044530 -2.737164 0.0089
LPP? 2.824622 0.889066 3.177068 0.0027
RK? 0.345452 0.079722 4.333217 0.0001
TPAK? 0.070943 0.056662 1.252047 0.2172
Fixed Effects (Cross)
_DKI--C 0.040144
_JABAR--C -0.025851
_JATENG--C -0.011183
_YOGYAKARTA--C 0.018394
_JATIM--C 0.026511
_BANTEN--C -0.048014
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.744791 Mean dependent var 0.048226
Adjusted R-squared 0.692589 S.D. dependent var 0.008569
S.E. of regression 0.004751 Akaike info criterion -7.695409
Sum squared resid 0.000993 Schwarz criterion -7.327078
Log likelihood 217.7760 Hannan-Quinn criter. -7.553358
F-statistic 14.26750 Durbin-Watson stat 2.098714
Prob(F-statistic) 0.000000
103
Lampiran 3: Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 21.768827 (5,44) 0.0000
Cross-section Chi-square 67.242368 5 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: LPE
Method: Panel Least Squares
Date: 03/26/18 Time: 11:18
Sample: 2008 2016
Periods included: 9
Cross-sections included: 6
Total panel (balanced) observations: 54 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.098725 0.056176 1.757406 0.0851
IPM -0.055392 0.041187 -1.344901 0.1848
LPP -0.449045 0.406599 -1.104391 0.2748
RK -0.017991 0.044430 -0.404928 0.6873
TPAK 0.001470 0.056303 0.026111 0.9793 R-squared 0.113472 Mean dependent var 0.048226
Adjusted R-squared 0.041102 S.D. dependent var 0.008569
S.E. of regression 0.008391 Akaike info criterion -6.635365
Sum squared resid 0.003450 Schwarz criterion -6.451200
Log likelihood 184.1548 Hannan-Quinn criter. -6.564339
F-statistic 1.567945 Durbin-Watson stat 0.967981
Prob(F-statistic) 0.197682
104
Lampiran 4: Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 50.188420 4 0.0000
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. IPM -0.121886 -0.072627 0.000582 0.0412
LPP 2.824622 0.919324 0.494695 0.0068
RK 0.345452 0.105840 0.003541 0.0001
TPAK 0.070943 0.150993 0.000648 0.0017
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: LPE
Method: Panel Least Squares
Date: 03/26/18 Time: 11:20
Sample: 2008 2016
Periods included: 9
Cross-sections included: 6
Total panel (balanced) observations: 54 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.085710 0.058113 -1.474890 0.1474
IPM -0.121886 0.044530 -2.737164 0.0089
LPP 2.824622 0.889066 3.177068 0.0027
RK 0.345452 0.079722 4.333217 0.0001
TPAK 0.070943 0.056662 1.252047 0.2172 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.744791 Mean dependent var 0.048226
Adjusted R-squared 0.692589 S.D. dependent var 0.008569
S.E. of regression 0.004751 Akaike info criterion -7.695409
Sum squared resid 0.000993 Schwarz criterion -7.327078
Log likelihood 217.7760 Hannan-Quinn criter. -7.553358
F-statistic 14.26750 Durbin-Watson stat 2.098714
Prob(F-statistic) 0.000000
105
Lampiran 5: Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
-0.005 0.000 0.005 0.010
Series: Standardized Residuals
Sample 2008 2016
Observations 54
Mean -7.51e-19
Median -0.000161
Maximum 0.010070
Minimum -0.008191
Std. Dev. 0.004329
Skewness 0.180872
Kurtosis 2.678933
Jarque-Bera 0.526372
Probability 0.768599
Lampiran 6: Uji Multikolinieritas
Corellations
IPM LPP RK TPAK
IPM 1.000000 -0.231141 -0.694089 0.321174
LPP -0.231141 1.000000 0.631636 -0.719678
RK -0.694089 0.631636 1.000000 -0.547845
TPAK 0.321174 -0.719678 -0.547845 1.000000
106
Lampiran 7: Uji Heteroskedastisitas
Dependent Variable: RESABS
Method: Panel Least Squares
Date: 03/31/18 Time: 17:20
Sample: 2008 2016
Periods included: 9
Cross-sections included: 6
Total panel (balanced) observations: 54 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.005261 0.016794 0.313273 0.7554
IPM 0.003483 0.012313 0.282870 0.7785
LPP -0.131732 0.121552 -1.083745 0.2838
RK 0.025970 0.013282 1.955234 0.0563
TPAK -0.021165 0.016832 -1.257487 0.2145 R-squared 0.198718 Mean dependent var 0.003356
Adjusted R-squared 0.133308 S.D. dependent var 0.002694
S.E. of regression 0.002508 Akaike info criterion -9.050334
Sum squared resid 0.000308 Schwarz criterion -8.866169
Log likelihood 249.3590 Hannan-Quinn criter. -8.979309
F-statistic 3.038006 Durbin-Watson stat 1.630909
Prob(F-statistic) 0.025779
Lampiran 8: Uji Autokorelasi
dL dU 4-dU 4-dL
0 1.4069 1.7234 2.098714 2.2766 2.5931 4
Autoko
relasi
Positif
Ragu-
Ragu
Tidak Ada
Autokorelasi
Ragu-
Ragu
Autoko
relasi
Negatif