pengaruh ukuran partikel terhadap optimasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20306447-s42181-eko...

132
UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH UKURAN PARTIKEL TERHADAP OPTIMASI DERAJAT REDUKSI Fe PADA BIJIH LATERIT LOW GRADE SKRIPSI EKO MULIA PUTRA 0806455692 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL DEPOK JULI 2012 Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

Upload: others

Post on 28-Jan-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    PENGARUH UKURAN PARTIKEL TERHADAP OPTIMASI

    DERAJAT REDUKSI Fe PADA BIJIH LATERIT LOW GRADE

    SKRIPSI

    EKO MULIA PUTRA

    0806455692

    FAKULTAS TEKNIK

    DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL

    DEPOK

    JULI 2012

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    PENGARUH UKURAN PARTIKEL TERHADAP OPTIMASI

    DERAJAT REDUKSI Fe PADA BIJIH LATERIT LOW GRADE

    SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

    EKO MULIA PUTRA

    0806455692

    FAKULTAS TEKNIK

    DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL

    DEPOK

    JULI 2012

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • iii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan

    semua sumber baik yang dikutip maupun

    dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : Eko Mulia Putra

    NPM : 0806455692

    Tanda Tangan :

    Tanggal : Juli 2012

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • iv

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena

    dengan berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

    sebaik-baiknya. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap

    Optimasi Derajat Reduksi Fe pada Bijih Laterit Low Grade” ini disusun untuk

    memenuhi sebagian persyaratan akademis dalam meraih gelar Sarjana Teknik di

    Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya

    menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa

    perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk

    menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih

    kepada:

    1. Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi Soedarsono, DEA, selaku dosen pembimbing

    yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya

    dalam penyusunan skripsi ini.

    2. Prof. Dr-Ing. Ir. Bambang Suharno, selaku Kepala Departemen Teknik

    Metalurgi dan Material FTUI.

    3. Dr. Ir. Donanta Daneswara, M.Si selaku Pembimbing Akademis penulis.

    4. Kedua orang tua tercinta Dasmawati dan Ir. Kasmis yang senantiasa

    mendukung, mendoakan, dan selalu ada untuk saya, serta adik saya Kurnia

    Dwi Putra.

    5. Teman-teman seperjuangan dan seperjalanan di Metalurgi dan Material FTUI:

    a. Jenifer Gunawan yang telah membimbing saya selama penelitian ini

    b. Teman seperjuangan dalam penelitian ini: Prabu Binsar Setiawan dan

    Patrick Siregar

    c. Teman Penelitian dan tugas akhir dengan tema ekstraksi : Achmad Taufiq,

    Suprayogi, Nova Listyanto, Frendy Lumban Bantu, Doni Johansyah, Gana

    Damar, David, dan Erwin

    d. Teman-teman angkatan 2008 yang mengerjakan skripsi bersama-sama di

    Lab Metalografi dan Lab Korosi : Ardiles Jeremia Sitorus, Rendi Fajar

    Binuwara, Yanuar Ahmad Fadilah, Hutri Prianugrah, Rhidiyan Waroko,

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • vi

    Yudi Prasetyo, Brian Hermawan, Indra Septiawan, Yosia Samuel, Wali

    Riansyah, M Fahmi Haddar, Rulliansyah, Vicky Indrafusa, Abdullah

    Nirmolo, Fuad Hakim Nofec Budiarto, dan Allam Putra.

    e. Teman-teman Kantek Zona Hijau.

    f. Serta untuk teman-teman seperjalanan di Metalurgi dan Material angkatan

    2008 yang memulai kekeluargaan sejak dikumpulkan di masa PPAM

    hingga saat ini dan membuat kenangan indah dan pengalaman tidak

    terlupakan. Semoga ikatan keluarga ini akan bertahan terus hingga kita tua

    nanti.

    Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan

    semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi

    pengembangan ilmu metalurgi dan material ke depannya.

    Depok, Juli 2012

    Penulis

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • vii

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

    UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

    bawah ini, :

    Nama : Eko Mulia Putra

    NPM : 0806455692

    Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material

    Departemen : Metalurgi dan Material

    Fakultas : Teknik

    Jenis Karya : Skripsi

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

    Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

    Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

    Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap Optimasi Derajat Reduksi Fe pada

    Bijih Laterit Low Grade

    beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

    Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia atau

    formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan

    mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

    sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Depok

    Pada Tanggal : Juli 2012

    Yang menyatakan

    ( Eko Mulia Putra )

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • viii

    ABSTRAK

    Nama : Eko Mulia Putra

    NPM : 0806455692

    Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material

    Judul Skripsi : Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap Optimasi

    Derajat Reduksi Fe pada Bijih Laterit Low Grade

    Laterit yang ada di Indonesia memiliki kandungan Fe sekitar 50 %,.

    Walaupun bijih laterit memiliki kandungan Fe yang besar tapi belum ada

    pemanfaatan bijih laterit untuk di pengolahan sebagai bahan baku pembuatan pig

    iron atau iron nugget. Agar bijih laterit dapat digunakan, bijih besi laterit yang

    banyak mengandung Fe2O3 harus direduksi untuk mendapatkan besi Fe sehingga

    kandungan kadar Fe dalam laterit meningkat. Penelitian ini dilakukan pada bijih

    laterit dengan jenis saprolit dengan menggunakan parameter ukuran partikel untuk

    mengetahui ukuran partikel dengan kandungan Fe yang optimum. Ukuran partikel

    yang digunakan adalah ukuran mesh 120, 170, 200, dan 270. Reduksi yang

    dilakukan adalah dengan cara memanaskan Bijih yang telah dicampur dengan

    batubara dalam oven dengan suhu 1100OC selama 60 menit. Setelah itu, bijih

    tersebut dilakukan dengan pengujian karakterisasi kuantitatif dengan EDAX dan

    karakterisasi kualitatif dengan XRD. Ukuran partikel mempengaruhi kadar

    peningkatan Fe pada bijih laterit. Semakin besar ukuran partikel maka kadar Fe

    yang terkandung dalam bijih laterit setelah proses roasting semakin besar.

    Peningkatan Kadar Fe terbesar terdapat pada ukuran partikel mesh 120 yaitu

    sebesar 12,54%. Akan tetapi, kadar Fe yang terbesar terdapat pada ukuran partikel

    mesh 170 sebesar 46,7%.

    Kata kunci : Reduksi, Ekstraksi, Laterit, Saprolit, iron, Fe

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • ix

    ABSTRACT

    Name : Eko Mulia Putra

    NPM : Eko Mulia Putra

    Major : Metallurgy and Material Engineering

    Title : Effect of Particle Size on The Optimization Degree

    Reduction of Fe in Low Grade Laterite ores

    Laterite in Indonesia has about 50% Fe content. Although laterite ore

    contains a large Fe but utilization of lateritic ore for processing as the raw material

    to make pig iron is rarely. Laterite ore contains Fe2O3 should be reduced to obtain

    Fe. So that, Fe content in laterite increases. The research was conducted on

    lateritic ore, saprolite type, use the parameters of particle size to determine the

    optimum size of the content. The research was carried out using the particle size

    parameter. Particle size which used are 120, 170, 200 and 270 mesh. The

    reduction is done by heating the laterite ore mixed with coal in the oven with a

    temperature of 1100 OC for 60 min. Then, the characterization tests for laterite ore

    by EDAX and XRD. Particle size affect Fe content in laterite ores. Elevated

    contents of Fe increases as increasing particle size after reduction process. The

    largest elavated content of Fe occur on 120 mesh particle size that is equal to

    12.54%.. In other side, the largest Fe content occur on 170 mesh particle size of

    46.7%.

    Keywords : Reduction of Fe, Iron, Extraction, Laterite ore

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ...................................................... iii

    HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv

    KATA PENGANTAR .............................................................................................. v

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

    UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................................. vii

    ABSTRAK ........................................................................................................... viii

    ABSTRACT ............................................................................................................. ix

    DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

    DAFTAR TABEL .................................................................................................. xii

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii

    DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv

    Bab 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1

    1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 3

    1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3

    1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ........................................................ 3

    1.5. Sistematika Penulisan ................................................................................ 4

    Bab2 TEORI PENUNJANG ................................................................................ 6

    2.1. Bijih Laterit ................................................................................................ 6

    2.2. Reduksi Oksida .......................................................................................... 7

    2.2.1 Prinsip Dasar Proses Reduksi .......................................................... 8

    2.2.1.1 Termokimia ........................................................................... 9

    2.2.1.2 Energi Bebas ....................................................................... 10

    2.2.1.3 Reaksi Boudouard............................................................... 13

    2.2.2 Mekanisme Reduksi Langsung ..................................................... 15

    2.2.2.1 Pembentukan Gas Reduktor ............................................... 15

    2.2.2.2 Adsorpsi Gas pada Besi Oksida .......................................... 18

    2.2.2.3 Proses Difusi Dalam Besi Oksida ....................................... 19

    2.4 Energy Dispersive X-Ray Alnalysis (EDAX) ........................................... 21

    2.5 X-Ray Diffraction (XRD) .......................................................................... 22

    3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 24

    3.1. Diagram Alir Penelitian............................................................................ 24

    3.2. Alat dan Bahan ......................................................................................... 25

    3.3. Prosedur Penelitian................................................................................... 25

    3.3.1. Preparasi Sampel ............................................................................. 25

    3.3.1.1 Crushing & Sievieng .......................................................... 25

    3.3.1.2 Drying dan Kompaksi ......................................................... 25

    3.3.2. Roasting .......................................................................................... 26

    3.3.3. Uji Karakterisasi.............................................................................. 26

    3.3.3.1 Uji EDAX............................................................................. 26

    3.3.3.2 Uji XRD ............................................................................... 26

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • xi

    4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................. 28

    4.1. Berat Data Sampel.................................................................................... 28

    4.2 Pengujian XRD ......................................................................................... 28

    4.3 Pengujian EDAX ....................................................................................... 32

    5. KESIMPULAN ................................................................................................ 37

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 38

    LAMPIRAN .......................................................................................................... 40

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Presentation of average value of laboratory analysis of Nickel laterite

    ore during year’s 2008, 2009 and 2010 – Indonesia ............................................... 7

    Tabel 4.1 Data massa sample sebelum dan sesudah reduksi roasting .................. 28

    Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian EDAX pada bijih laterit sebelum

    proses reduksi .................................................................................................. 32

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • xiii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.2 Gambar Diagram Elingham ............................................................ 12

    Gambar 2.3. Diagram Bauer Glassner dan Boudouard ....................................... 14

    Gambar 2.4 Gasifikasi Karbon ........................................................................... 16

    Gambar 2.5 Mekanisme reduksi langsung pada pellet berporos ......................... 20

    Gambar 2.6 Prinsip Energy Dispersive X-Ray Analysis (EDAX) ........................ 21

    Gambar 2.7 Contoh Hasil Pengujian Energy Dispersive X-Ray Analysis .......... 22

    Gambar 2.8 Contoh grafik hasil pengujian XRD ............................................... 23

    Gambar 3.1 Diagram alir penelitian .................................................................... 24

    Gambar 4.1 Gambar hasil pengujian XRD sampel awal bijih saprolit ............... 29

    Gambar 4.2 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel mesh 120 setelah

    reduksi ........................................................................................... 30

    Gambar 4.2 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel mesh 120 setelah

    reduksi ........................................................................................... 30

    Gambar 4.4 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel mesh 200 setelah

    reduksi ........................................................................................... 31

    Gambar 4.5 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel mesh 170 setelah

    reduksi ........................................................................................... 32

    Gambar 4.6 Grafik Perubahan Kadar Fe sebelum dan setelah reduksi Roasting

    pada setiap ukuran partikel ........................................................... 32

    Gambar 4.7 Grafik Perubahan Kadar O sebelum dan setelah reduksi Roasting

    pada setiap ukuran partikel............................................................ 36

    Gambar 4.8 Grafik pengaruh ukuran partikel terhadap peningkatan kadar Fe .. 37

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Hasil Pengujian EDAX

    Lampiran 2. Hasil Pengujian XRD

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 1 Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Sebagian besar sumber nikel dunia yang telah diketahui terkandung dalam

    tipe deposit laterit. Mineral nikel terdapat dalam bentuk baik laterit maupun

    sulfida, namun mayoritas cadangan nikel dunia (65%) terdapat dalam bentuk bijih

    laterit. Sekitar 55% produksi nikel dunia berasal dari bijih sulfida sedangkan

    sumber nikel baru berasal dari cadangan laterit.

    Sekitar 72% sumber nikel dunia ditemukan terutama di daerah tropis

    seperti Indonesia, Kuba, Kaledonia Baru, Filipina dan Australia. Sisanya sebesar

    28% adalah tipe deposit sulfida terutama terdapat di Kanada dan Rusia. Walaupun

    mayoritas sumber nikel dunia yang diketahui terkandung dalam laterit, produksi

    nikel dari sulfida lebih dominan karena kadar nikel yang lebih tinggi dan

    pengolahan yang lebih mudahdibandingkan dengan tipe deposit laterit. Kadar

    nikel dalam tipe deposit sulfida secara komersial bervariasi antara 0,5-8,0%,

    sedangkan dari tipe deposit laterit sekitar 1,0-2,0%.[1]

    Besarnya cadangan nikel dalam bijih laterit di Indonesia diduga mencapai

    12 % dari cadangan dunia. Meskipun cadangan nikel Indonesia bukanlah yang

    terbesar di dunia, namun Indonesia merupakan salah satu produsen pertambangan

    nikel terbesar di dunia. Penambangan dan pengolahan laterit nikel di Indonesia

    didominasi oleh PT INCO Tbk.dan PT Aneka Tambang Tbk (PT Antam). Pada

    saat ini PT INCO mengolah laterit nikel untuk memproduksi nikel dalam bentuk

    nickel matte (Ni3S2) yang seluruh produksinya diekspor ke Jepang, sedangkan PT

    Antam mengolah laterit nikel untuk memproduksi nikel dalam bentuk fero-nikel

    (logam paduan FeNi).

    Sejak tahun 1938, bijih laterit yang tidak memenuhi persyaratan yang

    biasa disebut bijih laterit off grade, dieskpor keluar negeri [2]

    . Beberapa perusahan

    lain yang memiliki luas pertambangan lebih kecil di Sulawesi dan Maluku hanya

    melakukan penambangan dan mengekspor langsung bijih laterit nikel untuk

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 2

    Universitas Indonesia

    pembuatan nickel pig iron. Kenyataan ini menunjukan bahwa potensi laterit di

    indonesia yang sangat besar belum dimanfaatkan secara maksimal. Selain itu,

    dengan adanya UU Minerba yang melarang mengeskpor bahan baku menjadi

    suatu keharusan untuk menolahnya di Indonesia.

    Laterit yang ada di Indonesia memiliki kandungan Fe sekitar 50 %, Mg

    dan Si berkisar pada besaran 20 - 25 %, agar dapat dimanfaatkan menjadi bahan

    baku iron nugget atau pig iron maka perlu dilakukan peningkatan konsentrasi Fe

    dan penurunan kadar Si. Selanjutnya dilakukan reduksi menggunakan coal/ batu

    bara dengan kadar C yang cukup tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan proses

    konsentrasi / benefisiasi kemudian dilakukan proses reduksi dengan kondisi yang

    paling optimum. Dari data uraian diatas sangat menarik untuk dikembangkan

    pembuatan pig iron menggunakan bahan baku lokal karena bahan baku dengan

    kandungan Fe yang relatif cukup tinggi tersedia masih cukup banyak dan juga

    bahan baku industri besi baja nasional sampai saat ini masih import. Proses

    reduksi untuk mendapatkan Fe dari senyawanya ditentukan oleh beberapa faktor,

    antara lain temperatur, waktu reduksi, kadar karbon, dan ukuran partikel .

    Nickel pig iron adalah logam besi wantah yang merupakan hasil dari

    proses peleburan bijih nikel kadar rendah di bawah 1.8% Ni. Pada saat ini NPI

    dihasilkan dari proses peleburan bijih nikel kadar rendah dengan menggunakan

    tungku tegak. NPI digunakan sebagai bahan baku pembuatan stainless stell.

    1.2 Perumusan Masalah

    Sejak tahun 1938, bijih laterit yang tidak memenuhi persyaratan yang

    biasa disebut bijih laterit off grade atau bijih laterit buangan dieskpor ke negara

    Australia. Ini menunjukan bahwa belum adanya pemanfaatan bijih laterit buangan

    ini. Kenyataan ini menunjukan bahwa potensi laterit di indonesia yang sangat

    besar belum dimanfaatkan secara maksimal. Selain itu, dengan adanya UU

    Minerba yang melarang mengeskpor bahan baku menjadi suatu keharusan untuk

    menolahnya di Indonesia[2]

    .

    Agar dapat dimanfaatkan bijih laterit buangan menjadi bahan baku pig

    iron maka perlu dilakukan peningkatan konsentrasi Fe. Permasalah ini terdapat

    pada pengolahan bijih laterit dengan metode reduksi langsung adalah penentuan

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 3

    Universitas Indonesia

    variabel optimum. Menurut literatur[3]

    , selain kenaikan temperatur reduksi, ukuran

    partikel reduksi dapat mempengaruhi pula proses reduksi. Hal yang perlu

    diperhatikan adalah ukuran partikel sangat mempengaruhi kecepatan pemanasan

    partikel sehinga dapat berpengaruh kepada pasokan energi. Pasokan energi ini

    juga sangat mempengaruhi ongkos produksi.

    Mengingat pentingnya aspek-aspek tersebut, maka pada penelitian ini akan

    dilakukan variasi ukuran partikel bijih saprolit. Variasi ukuran bijih saprolit ini

    dilakukan untuk melihat derajat reduksi besi yang terjadi sehingga selanjutnya

    dapat dicari titik optimum reduksi Fe. Sebagai reduktor, digunakan batubara yang

    memiliki nilai kalor tertentu dengan ukuran partikkel yang beragam. Kemudian

    proses kompaksi batubara dan mineral nikel dilakukan dengan metode Heckel

    untuk menghindari fenomena springback yang dapat menurunkan kualitas

    (densitas, porositas, dan kekuatan) sampel.

    1.3 Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk:

    1. Mengetahui efek perbedaan ukuran partikel bijih saprolit terhadap

    derajat reduksi oksida besi.

    2. Mengetahui ukuran partikel bijih saprolit yang tepat untuk

    mendapatkan nilai optimal reduksi Oksida besi.

    1.4 Sistematika Penulisan

    Dalam penulisan ini, sistematika penulisan disusun agar konsep dalam

    penulisan skripsi menjadi berurutan sehingga akan didapat kerangka alur

    pemikiran yang mudah dan praktis. Sistematika tersebut dapat diartikan dalam

    bentuk banyak bab-bab yang saling berkaitan dengan yang lain. Bab-bab tersebut

    diantaranya :

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 4

    Universitas Indonesia

    Bab 1 Pendahuluan

    Membahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah,

    tujuan penelitian, ruang lingkung penelitian, dan sistematika penulisan.

    Bab 2 Teori Penunjang

    Membahas mengenai teori korosi secara umum mengenai bijih

    laterit di indonesia, reduksi Fe, pengaruh ukuran partikel terhadap reduksi,

    dan pengujian karakterisasi.

    Bab 3 Metodologi Penelitian

    Membahas mengenai diagram alir penelitian, alat dan bahan yang

    diperlukan untuk penelitian, dan prosedur penelitian.

    Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan

    Membahas mengenai pengolahan data yang didapat dari penelitian

    serta menganalisa hasil penelitian baik berupa angka, gambar, dan grafik,

    serta membandingkan dengan teori dan literatur.

    Bab 5 Kesimpulan

    Membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah

    dilakukan serta saran-saran yang bisa dimanfaatkan berdasarkan hasil

    penelitian.

    1.5 Ruang Lingkup Penelitian

    a. Sampel yang digunakan pada penelitian ini berasal dari daerah Pomala,

    Sulawesi Tenggara, Indonesia. Sampel merupakan mineral nikel jenis

    saprolite. Sedangkan, batubara didapatkan dari penjual lokal.

    b. Metode crushing dan sieving yang dilakukan dengan metode mekanik

    sederhana.

    c. Kompaksi mengunakan mesin kompaksi di labotarium TPB, Departemen

    Metalurgi dan Material UI.

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 5

    Universitas Indonesia

    d. Reduksi dilakukan dengan metode roasting dengan suhu 1100oC

    menggunakan oven Carbolite di Labotarium Teknologi Pengubahan

    Bentuk, Departemen Metalurgi dan Material UI.

    e. Pemeriksaan atau pengujian Karakterisasi dengan menggunakan alat uji

    EDAX Leo 420i di Departemen Metalurgi dan Material UI dan alat uji

    XRD shimadzu-7000 di Labotarium Terpadu, UIN Syarif Hidayatullah.

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 6 Universitas Indonesia

    BAB II

    TEORI PENUNJANG

    2.1 BIJIH LATERIT

    Bijih laterit merupakan tipe bijih yang biasa digunakan dalam praktik

    industri untuk produksi nikel. Penanganan bijih laterite masih dibatasi oleh faktor

    ekonomi, yaitu biaya energi yang mencapai hingga 2-3 kali dibandingkan dengan

    bijih sulfida. Di sisi lain, laterite dapat dieksploitasi dengan mudah menggunakan

    open pit methods di mana bijih sulfida biasanya membutuhkan ekspolitasi bawah

    tanah yang lebih mahal. Tren industri masa depan diperkirakan akan lebih

    melibatkan pengolahan laterite dengan teknologi proses yang lebih ekonomis.

    Indonesia mengandung sekitar 16% cadangan nikel dunia dan cadangan

    tersebut memiliki profil yang dapat ditunjukan pada Gambar 2.1, sebagai berikut:

    - Red Laterite (Hematite)

    - Yellow Laterite (Limonite), biasanya mengandung goethite (FeO(OH)) dan

    bervariasi dalam kandungan air

    - Saprolit, kaya akan magnesium (10-20% Mg), dengan terdapat kandungan

    besi yang mensubstitusi magnesium dalam serpentine (Mg3Si2O5(OH)4),

    serta hadir sebagai goethite (total 10-25% Fe)

    Gambar 2.1 Profil Laterit pada Umumnya[1]

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 7

    Universitas Indonesia

    Tabel berikut menunjukkan analisa kimia terhadap komposisi bijih laterit

    Indonesia selama kurun waktu beberapa tahun terakhir.

    Tabel 2.1 Persentase rata-rata komposisi bijih laterit Indonesia selama tahun 2008, 2009, dan

    2010[1]

    Pengotor sampingan yang dibawa oleh bijih nikel, seperti tampak dalam

    tabel di atas, didominasi oleh oksida Fe, Mg, Si, Co, dan Cr. Bergantung pada

    jenis lapisan laterisasinya, kadar elemen pengotor ini bervariasi seperti

    ditunjukkan dalam Tabel 2.1 .

    Bijih laterit diklasifikasikan dalam tiga kelas berdasarkan konten Fe dan

    MgO mereka[4]

    : i) Kelas A-garnieritik jenis laterit (Fe 25%). ii)

    Kelas B-Limonit jenis laterit (tinggi kandungan Fe, 15-32% atau >32% dan MgO

  • 8

    Universitas Indonesia

    3Fe2O3+C→ 2 Fe3O4+CO

    • Fe3O4+CO → 3FeO+CO2

    Fe3O4+ C → 3FeO+CO

    • FeO+CO → Fe+CO2

    FeO+C → Fe+CO

    Dari persamaan reaksi diatas terlihat bahwa bijih besi dapat direduksi

    secara langsung dengan menggunakan karbon padat, namun reduksi dengan

    menggunakan gas CO mengindikasikan reaksi utama yang terjadi pada beberapa

    reduksi bijih besi.

    Pemrosesan reduksi bijih besi dengan menggunakan blast furnace

    memiliki kelemahan utama, yaitu karena temperatur proses yang terlalu tinggi

    maka logam lain ( Si, Mn, dll.) akan banyak yang ikut melebur bersama dengan

    Fe sehingga akan sulit untuk dipisahkan. Oleh karena itu dikembangkan suatu

    metode baru untuk mengatasi hal tersebut dengan menggunakan proses reduksi

    langsung.

    Proses reduksi langsung adalah proses pengurangan oksigen dari besi

    oksida dimana besi oksida tersebut tidak mengalami perubahan fasa, yaitu fasa

    padat. Proses reduksi langsung menggunakan zat pereduksi yang afinitas terhadap

    oksigen lebih besar daripada besi oksida. Proses ini dilakukan dengan

    menggunakan temperatur tinggi, namun lebih rendah dari temperatur yang

    digunakan pada pemrosesan dengan menggunakan blast furnace.

    Banyak studi yang dilakukan untuk mempelajari proses reduksi langsung,

    Usui et al. mempelajari tentang proses prereduksi pada besi oksida dengan

    menggunakan batu bara dan juga gas dengan reaksi utama yang terjadi antara besi

    oksida dan hidrogen [6]

    . Ishikawa et al. secara sukses mempelajari tentang reduksi

    pada wustit (Fe1)xO dengan menggunakan karbon padat [7]

    .

    2.2.1 Prinsip Dasar Proses Reduksi

    Proses reduksi langsung merupakan reduksi bijih besi dengan menghindari

    fasa cair. Proses ini dilakukan dengan menggunakan pereduktor seperti karbon

    (coal), minyak bumi dan juga gas metana (CH4). Prinsip dasar proses ini adalah

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 9

    Universitas Indonesia

    mengurangi kadar oksigen dengan menggunakan unsur yang afinitas terhadap O

    (oksigen) lebih besar daripada Fe (besi). Proses ini dilakukan tanpa mengubah

    fasa, yaitu fasa padat. Hasil akhir proses ini menghasilkan bijih besi yang

    didalamnya masih terdapat oksida. Proses reduksi langsung digunakan dengan

    beberapa alasan sebagai berikut :

    a. Menggunakan batu bara/ gas bumi sebagai pengganti kokas

    b. Produk berkualitas tinggi

    c. Kapasitas produksi bisa rendah, sesuai dengan permintaan pasar

    d. Emisi CO2 rendah sehingga lebih ramah terhadap lingkungan

    2.2.1.1 Termokimia

    Reaksi kimia selalu melibatkan pelepasan maupun penyerapan energi. Hal

    tersebut menunjukkan bahwa setiap material memiliki energi. Energi dilepaskan

    apabila dalam suatu reaksi produk memiliki energi yang lebih rendah daripada

    pereaktan, sedangkan suatu reaksi dikatakan menyerap energi apabila produk

    memiliki energi yang lebih tinggi daripada pereaktan [8]

    .

    Panas merupakan bentuk energi yang umum pada suatu reaksi. Derajat

    panas juga dapat diukur dengan suhu. Panas yang dimiliki oleh suatu material

    merupakan entalpi dari material tersebut yang diberi lambang H.

    Ketika suatu unsur bereaksi dengan unsur lain membentuk suatu senyawa,

    energi panas yang digunakan pada reaksi tersebut disebut sebagai energi panas

    pembentukan (entalpi pembentukan) yang diberi lambang ΔHf.

    Ketika suatu senyawa bereaksi dengan senyawa lain membentuk suatu

    senyawa baru maka ΔHf berubah menjadi ΔH penguraian, oleh karena itu besar

    ΔHf harus dibalik. Contohnya sebagai berikut :

    Fe3O4 + CO → 3FeO + CO2 ΔH = + 30664

    Apabila ΔH reaksi bernilai positif maka reaksi merupakan reaksi

    endotermik (menyerap panas). Apabila ΔH bernilai negatif maka reaksi

    merupakan reaksi eksotermik ( melepaskan panas).

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 10

    Universitas Indonesia

    2.2.1.2 Energi Bebas

    Energi bebas merupakan selisih antara total energi pada sistem dengan

    energi ikatan, TS. Energi bebas reaksi kimia pada temperatur konstan dirumuskan

    pada Persamaan 2.1 [10]

    sebagai berikut:

    (2.1)

    Keterangan :

    ΔF = Energi bebas cal/mol

    ΔH = Entalpi cal/mol

    T = Temperatur K

    ΔS = Perubahan entropi

    Apabila ΔF bernilai negatif maka reaksi tersebut dapat berjalan secara

    spontan, namun apabila suatu reaksi ΔF bernilai positif maka reaksi tersebut tidak

    dapat berjalan secara spontan. Contoh energi bebas beberapa reaksi sebagai

    berikut [10]

    :

    2Fe + O2→ 2FeO ΔFTo = -124.100 + 29.90T cal/molO2 (298 – 1642

    oK)

    6FeO + O2→2Fe3O4 ΔFTo = -149.240 + 59.80T cal/molO2 (298 – 1642

    oK)

    4Fe3O4 + O2→6Fe2O3 ΔFTo = -119.240 + 67.24T cal/molO2 (298 – 1460

    oK)

    2C + O2→ 2CO ΔFTo = -53.400 - 42.0 T cal/molO2 (298 – 2500

    oK)

    C + O2→ CO2 ΔFTo = -94.200 - 0.2 T cal/molO2 (298 – 2000

    oK)

    2CO + O2→2 CO2 ΔFTo = -135.000 + 41.6 T cal/molO2 (298 – 2000

    oK)

    C + CO2 →2CO ΔFTo = +40.800 + 41.8 T cal/molO2 (298 – 2000

    oK)

    2H2 + O2→2H2O ΔFTo = -117.800 + 26.2 T cal/molO2 (298 – 2500

    oK)

    Energi bebas suatu reaksi juga dapat ditentukan dengan menggunakan

    prinsip kesetimbangan kimia. Pada reaksi kimia :

    A + B → C + D

    Kecepatan reaksi pereaktan sama dengan kecepatan pereaksi produk

    (Vpereaktan = Vproduk). Energi bebas dapat ditentukan dengan Persamaan 2.2.

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 11

    Universitas Indonesia

    (2.2)

    Keterangan :

    ΔFo = Energi bebas cal/mol

    R = konstanta gas

    T = Temperatur K

    a = aktivitas

    Aktivitas pada gas sama dengan tekanan parsial yang dimiliki oleh gas

    tersebut. Untuk material padat dan cair, sama dengan konsentrasi yang dimiliki.

    Energi bebas yang dimiliki oleh suatu reaksi dapat diplot kedalam suatu grafik

    bersama dengan temperatur. Grafik yang memuat energi bebas versus temperatur

    disebut sebagai Diagram Ellingham seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2. Pada

    diagram Ellingham, logam yang aktif secara kimia memiliki energi bebas yang

    paling tinggi (negatif) dalam membentuk oksida terletak pada diagram dibagian

    paling bawah. Sedangkan untuk logam yang memiliki energi bebas terkecil

    (positif) dalam membentuk oksida terletak pada diagram dibagian paling atas.

    Nilai dari ΔFo untuk reaksi oksidasi merupakan ukuran afinitas kimia suatu logam

    terhadap oksigen. Semakin negatif nilai ΔFo suatu logam menunjukkan logam

    tersebut semakin stabil dalam bentuk oksida.

    Dari diagram Ellingham pada Gambar 2.2, kita dapat mengetahui

    temperatur minimal yang dibutuhkan agar reaksi tersebut dapat terjadi. Hal

    tersebut dapat ditunjukkan oleh perpotongan antara kurva oksidasi dan reduksi.

    Termodinamika hanya dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu reaksi

    dapat berjalan spontan ataukah tidak pada temperatur tertentu berdasarkan energi

    bebas yang dimiliki. Namun tidak dapat digunakan untuk menentukan laju

    reaksi. Perpotongan antara garis reaksi oksidasi dan reduksi secara termodinamika

    menunjukkan bahwa reaksi tersebut dapat berjalan pada temperatur tertentu.

    Selain menggunakan diagram Ellingham, kita juga dapat menentukan

    termodinamika suatu reaksi melalui perhitungan energi bebas ΔF dari reaksi

    tersebut dengan menggunakan ΔFo referensi seperti yang telah tercantum diatas

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 12

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.2 Gambar Diagram Elingham

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 13

    Universitas Indonesia

    Hasil perhitungan energi bebas diatas menunjukkan bahwa ketiga reaksi

    tersebut dapat berjalan spontan. Secara termodinamika menunjukkan ketiga reaksi

    tersebut feasible untuk dilakukan.

    2.2.1.3 Reaksi Boudouard

    Proses reduksi langsung menggunakan kesetimbangan antara besi,

    hematite, magnetit, wustit, karbonmonoksida, karbondioksida, serta karbon padat

    pada tekanan 1 atm seperti ditunjukkan dalam diagram Bauer Glassner dan

    Boudouard pada Gambar 2.3. Kesetimbangan tersebut merupakan dasar

    dilakukannya proses reduksi langsung dengan menggunakan karbon padat.

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 14

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.3. Diagram Bauer Glassner dan Boudouard [8]

    Dalam diagram tersebut terdapat kesetimbangan besi oksida dengan

    campuran gas CO/ CO2, antara lain :

    • Garis kesetimbangan Boudouard : CO2 + C = 2CO

    • Garis kesetimbangan : 3Fe2O3 + CO = 2Fe3O4+ CO2

    • Garis kesetimbangan : Fe3O4 + CO = 3FeO + CO2

    • Garis kesetimbangan : FeO + CO = Fe + CO2

    Dari garis kesetimbangan Boudouard, pada temperatur 10000C terdapat

    100 % gas CO. Apabila temperatur diturunkan maka kesetimbangan tersebut tidak

    tercapai sehingga terjadi penguraian dari gas CO menjadi CO2 dan C. Sehingga

    jumlah gas CO (pereduktor) akan berkurang.

    Pada daerah disebelah kiri garis kesetimbangan boudouard maka gas CO2

    akan lebih stabil sehingga gas CO yang ada akan terurai menjadi CO2. Pada

    daerah disebelah kanan garis kesetimbangan boudouard gas CO lebih stabil

    sehingga gas CO2 akan mengalami reaksi boudouard membentuk gas CO.Hal

    tersebut merupakan contoh dari prinsip Le Chatelier, reaksi boudouard merupakan

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 15

    Universitas Indonesia

    reaksi yang endotermik sehingga membutuhkan temperatur tinggi untuk dapat

    berjalan.

    Dari Diagram Bauer Glassner dan Boudouard pada Gambar 2.3 , senyawa

    yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh perbandingan antara CO/CO2 dan juga

    temperatur operasi. Misal pada temperatur 7000C dengan perbandingan CO/CO2

    adalah 60:40, maka senyawa yang paling stabil adalah wustit. Magnetit akan

    tereduksi menjadi wustit, sedangkan Fe akan mengalami oksidasi menjadi wustit.

    Hal penting yang dapat disimpulkan dari kesetimbangan Boudouard antara

    garis kesetimbangan wustit/Fe dan garis kesetimbangan boudouard berpotongan

    pada temperatur 7000C. Hal tersebut menunjukkan bahwa temperatur minimum

    yang dibutuhkan untuk mereduksi wustit menjadi Fe adalah 7000C. Antara garis

    kesetimbangan Magnetit/wustit dan garis kesetimbangan boudouard berpotongan

    pada temperatur 6500C. Hal tersebut menunjukkan bahwa temperatur minimum

    yang dibutuhkan untuk mereduksi magnetit menjadi wustit adalah 6500C.

    Temperatur minimum diatas pada tekanam 1 atm. Sangat tidak mungkin

    reaksi dapat berjalan dibawah temperatur minimum karena karbonmonoksida

    terurai menjadi karbondioksida.

    2.2.2 Mekanisme Reduksi Langsung

    Mekanisme reduksi langsung besi oksida dengan karbon padat terdiri dari :

    1. Pembentukan gas reduktor

    2. Adsorbsi gas pada besi oksida

    3. Proses difusi dalam besi oksida

    2.2.2.1 Pembentukan Gas Reduktor

    Bila karbon dengan adanya oksigen pada temperatur tertinggi akan

    terbentuk gas CO menurut reaksi :

    C + O2 → CO2

    CO2 + C → 2CO

    Karbondioksida yang dibentuk dapat bereaksi kembali dengan karbon

    sehingga terbentuk karbonmonoksida sesuai dengan reaksi boudouard. Karbon

    tersebut berasal dari karbon dan gas CO yang merupakan gas reduktor yang akan

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 16

    Universitas Indonesia

    mereduksi besi oksida. Pada proses pembakaran karbon terjadi pembentukan

    lapisan film. Gas CO yang terbentuk konsentrasinya lebih rendah bila

    dibandingkan dengan konsentrasi gas CO pada fraksi padat. Selain gas CO

    sebagai reduktor yang terbentuk dari pembakaran tadi, dihasilkan juga abu yang

    mempengaruhi jumlah molekul gas reduktor tiap satuan volume. Gas-gas yang

    terjadi dipengaruhi oleh kecepatan molar transformasi karbon padat tiap satuan

    waktu dan satuan volume.

    Proses pembentukan gas CO berjalan dengan seiring waktu, seperti

    ditunjukkan pada Gambar 2.4 . Semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak

    karbon yang bereaksi dengan karbondioksida membentuk karbonmonoksida yang

    digunakan sebagai pereduktor.

    Gambar 2.4 Gasifikasi Karbon

    Keterangan :

    Cag = konsentrasi gas reaktan pada fasa gas

    Cas = konsentrasi gas reaktan pada permukaan partikel padat

    Cac = konsentrasi gas reaktan pada permukaan padatan yang belum tereaksi

    Crc = konsentrasi gas produk pada permukaan padatan yang belum tereaksi

    Crs = konsentrasi gas produk pada permukaan partikel padat

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 17

    Universitas Indonesia

    Crg = konsentrasi gas produk pada fasa gas

    R = jari-jari partikel padat

    rc = jari-jari padatan yang belum tereaksi

    Reaksi gasifikasi karbon dengan CO2 merupakan reaksi endotermik, oleh

    karena itu reaksi ini terjadi pada temperatur tinggi. Pada temperatur 10000C akan

    dihasilkan 100% CO pada tekanan 1 atm. Laju reaksi secara keseluruhan

    dikendalikan oleh laju gasifikasi karbon [5]

    . Laju gasifikasi karbon ditentukan oleh

    beberapa faktor yaitu reaktivitas karbon, temperatur dan juga ketersediaan panas

    yang digunakan untuk mempertahankan reaksi hingga mencapai temperatur

    operasi [8]

    .

    Reaktivitas yang dimiliki oleh material yang mengandung karbon

    (carbonaceous material) sangat bervariasi. Luas permukaan karbon yang

    memungkinkan terjadinya reaksi antara karbon dengan CO2 merupakan hal yang

    penting, yang ditentukan oleh ukuran partikel material dan juga porositas yang

    dimiliki oleh material. Charcoal, arang dan juga kokas memiliki porositas dan

    reaktivitas yang lebih tinggi daripada material karbon alami seperti kayu, karbon,

    dan grafit. Charcoal lebih reaktif daripada kokas pada temperatur rendah.Kokas

    yang dibuat dengan tipe karbon yang berbeda-beda (lignit, bituminous, anthracite)

    juga akan memberikan reaktivitas yang berbeda-beda.

    Pada banyak kasus, laju reaksi serta produktivitas dari proses reduksi

    langsung ditentukan oleh beberapa faktor yang saling terhubung yaitu :

    Transfer panas (heat transfer)

    Reaktivitas karbon (carbon reactivity)

    Reducibility besi oksida (iron oxide reducibility)

    Ukuran partikel karbon, jumlah karbon yang tersedia, serta tipe karbon

    yang digunakan sangat berpengaruh terhadap laju gasifikasi. Ukuran partikel yang

    kecil dan ketersediaan dalam jumlah banyak akan meningkatkan luas permukaan

    yang mungkin untuk terjadi reaksi gasifikasi karbon sehingga dapat meningkatkan

    laju reaksi[10].

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 18

    Universitas Indonesia

    2.2.2.2 Adsorpsi Gas pada Besi Oksida

    Proses bereaksinya molekul-molekul gas reduktor dengan permukaan besi

    oksida yang disebabkan oleh adanya kekuatan fisika dan kimia disebut sebagai

    reaksi adsorpsi.

    Fisika adsorpsi merupakan pengikatan yang terjadi oleh bergeraknya

    masing-masing molekul gas. Proses adsopsi gas reduktor ke permukaan besi

    oksida secara fisika dipengaruhi oleh jumlah molekul gas reduktor yang

    menumbuk permukaan besi oksida dalam periode waktu tertentu.

    Kimia adsopsi merupakan reaksi antara gas reduktor dengan padatan, di

    mana gas melingkupi dan berinteraksi dengan permukaan padatan. Proses adsopsi

    gas reduktor besi oksida ke permukaan besi oksida bergantung pada kemampuan

    dan kecenderungan antara gas dengan besi oksida dalam bertukar ion elektron

    atau memberi orbitnya.

    Gambar 2.5 Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi [5]

    Dalam wustit (Fe1-yO), di mana y adalah bagian dari tempat kosong ion

    besi terhadap kisi-kisi besi atau mole fraksi dari tempat kosong ion besi. Dengan

    adanya gas CO akan terjadi pengurangan oksigen yang bersamaan terbentuknya

    ion bervalensi 2 dalam posisi kisi normal. Produk akhir dari reaksi ini adalah Fe

    yang berada pada daerah luar sampel. Pada permukaan besi oksida akan terjadi

    bentuk ikatan baru, dari wustit berupa ikatan kovalen menjadi besi metalik.

    Sedangkan di sisi lain, terjadi desorpsi di mana ion oksigen dari kisi oksida akan

    keluar dalam bentuk gas CO2. Pengurangan oksigen dalam besi oksida dapat

    ditunjukkan dengan adanya beda konsentrasi gas CO2 antara fasa gas dengan fasa

    kesetimbangan pada permukaan besi oksida.

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 19

    Universitas Indonesia

    2.2.2.3 Proses Difusi Dalam Besi Oksida

    Difusi didefinisikan sebagai pergerakan atom didalam suatu material

    dengan fasa padat, cair ataupun gas. Fokus pada pembahasan disini adalah pada

    material denga fasa padat, yaitu besi oksida pada temperatur tinggi.

    Pada temperatur tinggi tempat atom kosong akan bergerak semakin cepat

    dengan meningkatnya temperatur. Diperlukan energi untuk menggerakkan sebuah

    tempat atom kosong dari suatu keadaan setimbang ke keadaan setimbang yang

    lain. Selain itu juga diperlukan juga energi untuk membentuk tempat atom

    kosong. Sehingga difusi tidak hanya tergantung pada pergerakan tempat kosong

    termasuk pada pergerakan atom tetapi juga pada fraksi kedudukan tempat yang

    atomnya kosong. Konsekuensi dengan bertambahnya tempat atom kosong yaitu

    meningkatkan kecepatan difusi atau meningkatnya difusifitas dengan

    meningkatnya temperatur.

    Reduciability dari besi oksida sangat dipengaruhi oleh porositas yang

    dimiliki oleh besi oksida tersebut. Semakin tinggi porositas maka akan

    mempermudah difusi gas pereduktor CO pada besi oksida sehingga akan

    meningkatkan laju reduksi. Pellet hasil aglomerisasi memiliki porositas yang jauh

    lebih tinggi daripada pellet yang disinter, sehingga reduciability pellet hasil

    aglomerisasi jauh lebih tinggi daripada pellet hasil sinter.

    Ukuran partikel pereaksi seperti karbon juga sangat berpengaruh. Semakin

    kecil partikel karbon maka semakin luas permukaan yang memungkinkan terjadi

    reaksi, sehingga laju pembentukan CO semakin tinggi. Mekanisme reaksi reduksi

    langsung pada pellet berpori sangat tergantung dari difusi CO untuk menyentuh

    permukaan besi oksida dan bereaksi. Semakin banyak pori-pori, semakin mudah

    CO berdifusi kedalam pellet sehingga laju reaksi reduksi akan berjalan semakin

    cepat. Semakin sedikit pori-pori, semakin sulit CO untuk bereduksi sehingga laju

    reaksi reduksi akan berjalan semakin lambat. Mekanisme reduksi langsung seperti

    ditunjukkan pada Gambar 2.5 .

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 20

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.5 Mekanisme reduksi langsung pada pellet berporos [8]

    Pada material yang bebas poros maka reaksi reduksi menggunakan

    mekanisme solid state difffusion of ferrous ion.

    2.3 Efek Ukuran Partikel

    Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

    proses reduksi selain batubara, temperatur reduksi, jenis dan kadar reduktor, dan

    waktu reduksi. Menurut Standish et al, ukuran partikel juga sangat penting walaupun

    tidak selalu konsisten dalam faktor pemanasan material granular[9]

    ..

    Penelitian efek ukuran partikel pada material granular dengan pemanasan

    microwave yang dilakukan oleh Standish et al[9]

    dalam penelitian tersebut

    menunjukan adanya perbedaan pengaruh ukuran partikel antara partikel Fe3O4 dan

    Al2O3. Dalam proses pemanasan microwave butir alumina dan mangnetit, terlihat

    bahwa proses pemanasan Al2O3 halus lebih cepat dari pada yang kasar sedangkan

    Fe3O4 sebaliknya.

    Penelitian lain yang dilakukan Bhyung-Su Kim et al [10]

    , menyatahan bahwa

    derajat oksidatif roasting meningkat pada peningkatan temperatur reaksi dan

    kecepatan roasting meningkat pada penurunan ukuran partikel. Partikel molybdenite

    berukuran 53μm hanya membutuhkan 40 menit pada 1058oC oksida roasting untuk

    mengkonversi menjadi molybdenum triokside.

    Pada penelitian yang lain yang di lakukan J.G Dunn [11]

    tentang oksidasi

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 21

    Universitas Indonesia

    mineral sulfat. Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa adanya pengaruh ukuran

    partikel pada suhu pengapian sulfida, dinilai dengan metode TG. Ukuran partikel

    yang lebih kecil maka temperatur pengapian semakin rendah. Semakin rendah suhu

    pengapian maka proses oksidasi roasting semakin cepat.

    Dari penelitian standish, dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran

    partikel maka kecepatan reduksi Fe semakin cepat. Kecepatan reduksi dapat

    mempengaruhi efektifitas reduksi sehingga akan ada peningkatan kadar Fe pada

    partikel yang besar.

    2.4. Energy Dispersive X-Ray Alnalysis (EDAX)

    Energy Dispersive X-Ray Analysis (EDAX) adalah sebuah teknik analisis

    yang digunakan untuk karakterisasi kimia elemental dari sebuah sample padatan.

    EDAX merupakan salah satu varian dari X-Ray Fluorosense (XRF). Dinamakan

    spektroskopi karena investigasi sampel dilakukan berdasarkan interaksi radiasi

    elektromagnetik, membuat sinar x-ray teremitasi dan menumbuk partikel. Proses

    karakterisasi didasari oleh prinsip bahwa semua elemen memiliki struktur atom

    yang unik dan tersendiri.

    Simulasi emisi dari karakterisasi x-ray dilakukan dengan ledakan

    berkekuatan tinggi (high energy beam) berisi muatan – muatan elektron dan

    proton Ledakan ini akan menyebabkan electron pada lingkar dalam tereksitasi,

    menuju lingkar yang lebih luar dan menciptakan lubang electron (electron hole)

    [13], Gambar 3.2. Perbedaan energi dari hasil emisi elektron tersebut kemudian

    diukur oleh energy dispersive spectrometer. Karena energi tiap elemen berbeda,

    maka pengujian dapat menghasilkan komposisi elemental dari sampel uji.

    Gambar 2.6 Prinsip Energy Dispersive X-Ray Analysis (EDAX) [9]

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 22

    Universitas Indonesia

    Hasil EDAX memiliki beberapa keterbatasan, salah satunya adalah

    detektor EDAX tidak mampu mendeteksi keberadaan elemen dengan nomor atom

    kurang dari 5, artinya EDAX tidak dapat mendeteksi H, HE, LI, ataupun Be.

    Selain itu, EDAX tidak mampu mendeteksi elemen dengan titik puncak yang

    terlampau besar energinya (overlapping peaks) misalnya Ti Kβ and V Kα, Mn Kβ

    and Fe Kα. Gambar 3.3 menunjukkan salah satu contoh hasil pengujian EDAX.

    Gambar 2.7 Contoh Hasil Pengujian Energy Dispersive X-Ray Analysis (EDAX) [9]

    2.5 X-Ray Diffraction (XRD)

    XRD merupakan alat difraktometer yang menggunakan prinsip difraksi.

    XRD adalah suatu metode analisa nondestruktif yang didasarkan pada pengukuran

    radiasi sinar-X yang terdifraksi oleh bidang kristal ketika terjadi interaksi antara

    suatu materi dengan radiasi elektromagnetik sinar X. Suatu kristal memiliki kisi

    kristal tertentu dengan jarak antar bidang kristal (d) spesifik juga sehingga bidang

    kristal tersebut akan memantulkan radiasi sinar X dengan sudut-sudut tertentu.

    Alat ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material

    dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran

    partikel.

    Dengan alat ini kita melihat senyawa yang terbentuk. Dengan kata lain,

    kita dapat melihat transformasi fasa yang terjadi pada suatu sampel akibat suatu

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 23

    Universitas Indonesia

    proses atau treatment yang dilakukan. Tetapi dengan pemakaian alat XRD ini,

    kita tidak bisa mendapatkan kadar atau persentase dari unsur yang terdapat pada

    sampel mineral.

    Gambar 2.8 Contoh grafik hasil pengujian XRD [10]

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 24 Universitas Indonesia

    Bijih Saprolit

    Crushing

    Sizing/Sievieng

    Pencampuran (Mixing)

    Batubara

    Drying

    Kompaksi

    Drying

    Reduksi Roasting

    Temp 1050oC, 60 Menit

    EDAX & XRD

    EDAX XRD

    Analisa data

    Kesimpulan

    BAB 3

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Diagram Alir Penelitian

    Untuk memudahkan dalam membaca alir penelitian maka dibuat sebuah

    diagram alir seperti pada Gambar 3.1.

    Gambar 3.1. Diagram alir penelitian

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 25

    Universitas Indonesia

    3.2 Alat dan Bahan

    Sampel yang digunakan pada penelitian merupakan bijih laterit jenis

    saprolit yang berasal dari daerah Pomala, Sulawesi Tenggara, Indonesia.

    Sedangkan batubara didapatkan dari penjual lokal.

    Peralatan yang digunakan antara lain :

    a. Mortar dan tumbukan

    b. Wadah penyimpanan sampel

    c. Alat sieving otomatis

    d. Piring ayakan ukuran mesh 70, 120, 170, 200, dan 270

    e. Mesin kompaksi

    f. Cetakan sampel kompaksi berbentuk silinder

    g. Alat ukur (caliper, penggaris)

    h. Timbangan

    i. Dapur microwave

    3.3 Prosedur Penelitian

    3.3.1 Preparasi Sampel

    Sebelum dilakukan reduksi roasting sampel terlebih dahulu dilakukan

    preparasi seperti crushing, svievieng/sizing, drying, dan kompaksi.

    3.3.1.1 Crushing & Sievieng/Sizing

    Proses crushing dilakukan manual menggunakan mortar. Lalu, sampel

    yang telah dihancurkan dan dihaluskan dengan meggunakan palu setelah itu

    dilanjutkan dengan proses sieving (pengayakan). Pada proses ini dilakukan untuk

    pengelompokan ukuran partikel (sizing) berdasarkan ukuran partikel yang

    digunakan yaitu mesh 120, 170, 200, dan 270.

    3.3.1.2 Drying dan Kompaksi

    Drying dilakukan untuk menghilangkan kelembaban pada permukaan

    mineral dan batubara. Temperatur drying sekitar 130°C selama 90 menit untuk

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 26

    Universitas Indonesia

    memastikan hilangnya keseluruhan moisture dalam batubara maupun bijih

    saprolit.

    Setelah bijih saprolit dicampurkan dengan batubara dengan perbandingan

    1:1, kompaksi dilakukan menggunakan cetakan silinder dengan diameter 22mm

    dan ketinggian sampel +/- 16mm. Besarnya gaya tekan kompaksi yang diberikan

    adalah 150 bar.

    3.3.2 Roasting

    Reduksi dilakukan pada bijih saprolit dengan menggunakan reduktan

    karbon (batubara) yang telah dicampurkan dengan perbandingan 1:1. Proses

    reduksi dilakukan pada temperatur 11000C selama 60 menit. Reduksi melalui

    proses roasting menggunakan menggunakan oven Carbolite di Labotarium

    Metalografi, Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia.

    3.3.3 Uji Karakterisasi

    Setelah reduksi, dilakukan pengujian karakterisasi. Pengujian karakterisasi

    yang dilakukan adalah pengujian EDAX dan XRD.

    3.3.3.1 Uji EDAX

    Pengujian EDAX dilakukan untuk mengetahui kadar unsur untuk

    mendapatkan perbandingan kadar kandungan Fe pada saprolit awal dengan bijih

    saprolit hasil reduksi. Pengujian ini dilakukan menggunakan alat uji EDAX Leo

    420i di Labotarium SEM, Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas

    Indonesia.

    3.3.3.2 Uji XRD

    Pengujian XRD dilakukan untuk mengetahui struktur kristal dari sampel

    reduksi. Pengujian XRD dilakukan untuk melihat senyawa pada sampel awal dan

    hasil reduksi. Pengujian XRD ini dilakukan menggunakan alat uji XRD

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 27

    Universitas Indonesia

    Shimadzu 7000 di Labotarium Terpadu, Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah.

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 28 Universitas Indonesia

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Data Berat Sampel

    Tabel 4.1 Data massa sample sebelum dan sesudah reduksi roasting

    Mesh Massa (gr) dW

    Awal Akhir

    #120 7.92 3.96 3.96

    #170 7.86 3.93 3.93

    #200 7.71 3.855 3.855

    #270 7.88 3.94 3.94

    Massa awal merupakan massa bijih laterit yang telah dicampur dengan

    batubara dengan perbandingan 1:1 antara bijih laterit dan batubara, lalu

    dikompaksi dengan tekanan 150 bar dengan bentuk silinder. Sedangkan berat

    akhir adalah berat sampel yang telah direduksi dengan proses reduksi pada

    temperatur 1100oC selama 60 menit.

    Pada Tabel 4.1, terlihat bahwa massa akhir lebih kecil dari pada massa

    awal dan selisih berat sampel awal dan akhir di setiap ukuran partikel cenderung

    stabil. Ini membuktikan bahwa selama proses reduksi, batubara terdekomposisi

    secara sempurna.

    4.2 Pengujian XRD

    Pengujian hasil dengan menggunakan XRD akan memberikan hasil secara

    kualitatif akan setiap senyawa yang terkandung di dalam bijih laterit setelah

    mengalami proses reduksi. Pengujian secara XRD tidak dapat memberikan hasil

    secara kuantitatif. Oleh karena itu, hasil penelitian data dengan menggunakan

    XRD hanya akan dianalisa senyawa yang terbentuk dari proses reduksi dengan

    melihat grafik yang dihasilkan dengan melihat 2Ө pada grafik yang terbentuk.

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 29

    Universitas Indonesia

    Gambar 4.1 Gambar hasil pengujian XRD sampel awal bijih laterit

    Gambar 4.1 adalah gambar hasil pengujian XRD bijih laterit awal sebelum

    proses reduksi. Pengujian XRD ini tidak dikelompokan bedasarkan ukuran

    partikel karena untuk setiap partikel dianggap mempunyai senyawa yang sama di

    setiap ukuran partikel. Dari gambar tersebut, dapat dilihat bahwa mineral laterit

    ini didominasi oleh αFeOOH (geothite) , Fe2O3 (hematite), Fe3O4 (magnetite),

    NiO dan SiO2.

    Gambar 4.2, Gambar 4.3, Gambar 4.4, dan Gambar 4.5 adalah hasil

    pengujian XRD pada bijih laterit untuk setiap ukuran partikel setelah proses

    reduksi. Berbeda dengan Gambar 4.1, untuk pengujian XRD pada sampel laterit

    yang telah direduksi pengujian dilakukan bedasarkan ukuran partikel yaitu mesh

    120, 170, 200, dan 270.

    Jika dibandingkan dengan hasil XRD sampel sebelum dengan sesudah

    reduksi, adanya kemungkinan kenaikan kadar Fe yang diiringan dengan kenaikan

    kadar Ni. Fe berikatan dengan Ni membentuk feronikel [Fe,Ni]. Selain itu, adanya

    proses reduksi dari Fe2O3 (hematite) menjadi Fe3O4 (magnetite) juga dapat

    meningkatkan kadar Fe. Adapun senyawa yang dihasilkan pada grafik hasil

    reduksi adalah terbentuk senyawa Fe-Ni hal ini dibandingkan dengan data XRD

    dengan nomor 47-1417, yaitu Fe-Ni .

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 30

    Universitas Indonesia

    Gambar 4.2 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel mesh120 setelah reduksi

    Gambar 4.2 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel #120 setelah reduksi

    Selain itu, hasil pengujian XRD juga menunjukkan pada hasil reduksi

    terbentuk senyawa FeNi, Fe3O4, dan Fe2O3, yang memilki nilai peak yang besar

    dari grafik hasil XRD, Hal ini dapat diamati pada perbandingan kurva hasil

    pengujian XRD sebelum mengalami proses reduksi dan setelah mengalami proses

    reduksi. Hal ini menunjukkan bahwa proses reaksi reduksi pada temperatur 1100

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 31

    Universitas Indonesia

    °C merupakan temperatur dimana suatu proses dapat membentuk senyawa FeNi, ,

    Fe3O4, dan Fe2O3.

    Bijih laterit tergolong bijih kompleks, yang mengandung NiO, Fe2O3,

    Fe3O4, dsb, sehingga reaksi-reaksi lain berlangsung serempak dalam proses

    reduksi sebagai berikut [14]

    :

    Gambar 4.4 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel #200 setelah reduksi

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 32

    Universitas Indonesia

    Gambar 4.5 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel #170 setelah reduksi Roasting

    4.3 Pengujian EDAX

    Pengujian hasil dengan menggunakan EDAX akan memberikan hasil

    secara kuantitatif akan setiap unsur yang terkandung di dalam bijih laterit setelah

    mengalami proses reduksi. Pengujian nilai kadar unsur yang dilakukan bertujuan

    untuk melihat perubahan kadar unsur sebelum dan sesudah proses reduksi. Hasil

    pengujian EDAX untuk bijih laterite sebelum direduksi pada setiap ukuran

    partikel dapat dilihat pada Tabel 4.2.

    Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian EDAX pada bijih laterit sebelum proses reduksi setiap ukuran

    partikel

    Ukuran

    Partikel

    (Mesh)

    Unsur

    Fe Mg Al Si C O

    120 28.42 9.70 2.21 20.38 3.42 38.87

    170 35.92 9.33 1.81 18.59 2.25 32.10

    200 36.03 9.11 1.64 17.13 2.10 33.73

    270 39.45 7.17 2.27 15.85 1.80 33.49

    Dari tabel tersebut dapat dilihat kadar unsur di setiap ukuran partikel yang

    terkandung dalam bijih laterit sebelum proses reduksi. Analisa dari hasil

    pengujian EDAX bijih laterit yang terdapat pada tabel 4.2 sebagai berikut:

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 33

    Universitas Indonesia

    1 kadar Fe merupakan kadar unsur logam yang tertinggi pada bijih laterit ini

    yaitu berkisar 28.4% sampai 39,4%, diikuti Mg berkisar 7% sampai 9,7%

    dan Al 1,5% sampai 2,5%. Sedangkan Kadar kandungan pengotor seperti

    Si berkisar 15,8% sampai 20,3%, C berkisar 1,80% sampai 3,42%, dan O

    berkisar 33,49% sampai 38,87%. Ini menunjukan kandungan laterit di

    dominasi oleh unsur Fe dan Si.

    2 Semakin kecil ukuran partikel, kandungan unsur Fe pada bijih cenderung

    meningkat dari 28,4% pada partikel bijih dengan ukuran mesh 170 hingga

    3,94% pada partikel bijih dengan ukuran mesh 270. Sedangkan pada unsur

    pengotor seperti unsur Al, Mg, Si, O dan C cenderung menurun. Hal ini

    menunjukan bahwa semakin kecil ukuran partikel menyebabkan

    kandungan pengotor menurun.

    Gambar 4.6 Grafik Perubahan Kadar Fe sebelum dan setelah reduksi

    Gambar 4.6 adalah grafik kadar Fe dari hasil pengujian EDAX pada bijih

    laterit sebelum dan sesudah direduksi dengan parameter ukuran partikel mesh 120,

    170, 200, dan 270. Fe awal merupakan kandungan unsur Fe pada bijih laterit

    sebelum proses reduksi sedangan Fe akhir adalah kandungan unsur Fe pada bijih

    laterit setelah proses reduksi.

    28.42

    35.9236.03

    39.45

    40.9646.07

    42.11 40.25

    0.00

    10.00

    20.00

    30.00

    40.00

    50.00

    120 170 200 270

    Pe

    rse

    nta

    se (

    %)

    Ukuran Mesh

    Grafik Perubahan Kadar Fe

    Fe Awal

    Fe Akhir

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 34

    Universitas Indonesia

    Pada Gambar 4.6 terlihat bahwa terjadi peningkatan kadar Fe pada bijih

    laterit setelah roasting di setiap ukuran partikel. Hal ini menunjukan terjadinya

    proses reduksi Fe. [Fe,Ni]O(OH) pada laterit tereduksi atau terjadi pemutusan

    ikatan OOH dan terbentuklah feronikel FeNi. Selain itu, terbentuknya magnetite

    (Fe3O4) sebagai produk reduksi hematite (Fe2O3) karena pengikatan unsur O pada

    hematite oleh gas CO Hal ini dibuktikan pada Gambar 4.8 yang menunjukan

    adanya penuruna kandungan unsur O pada bijih laterit ssebelum dan sesudah

    dilakukan reduksi.

    Gambar 4.8 Grafik Perubahan Kadar O sebelum dan setelah reduksi.

    Gambar 4.7 adalah grafik perubahan kadar O pada bijih laterit sebelum

    dan sesudah reduksi dengan parameter ukuran partikel. Pada gambar tersebut, O

    awal adalah kandungan unsur O pada bijih laterit sebelum dilakukan proses

    reduksi sedangan O akhir adalah kandungan unsur O setelah direduksi.

    Pada Gambar 4.7 terlihat kandungan unsur O pada bijih laterit setelah

    dilakukan proses reduksi cenderung menurun jika dibandingkan dengan

    kandungan O pada bijih laterit sebelum dilakukan reduksi. Hal ini dikarenakan

    terjadinya reaksi reduksi atau pengikatan unsur O yang terdapat pada senyawa

    Fe2O3 (hematite) , NiO dan FeOOH (geothite) oleh gas monoksida (CO) selama

    proses reduksi berlangsung sehingga karbon monoksida tergenerasi menjadi

    karbon dioksida (CO2).

    38.87

    32.10

    33.73 33.4927.59 25.37

    27.99 28.07

    0.00

    10.00

    20.00

    30.00

    40.00

    50.00

    120 170 200 270

    Pe

    rse

    nta

    se (

    %)

    Ukuran Mesh

    Grafik Perubahan Kadar O

    O Awal

    O Akhir

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 35

    Universitas Indonesia

    Ukuran partikel pada mesh 170 memiliki kadar yang paling tinggi setelah

    reduksi yaitu sebesar 46,07% dibandingkan ukuran partikel lain dengan mesh 120,

    170, 200 dan 270 yang memiliki kadar sebesar 40,96%, 40,11 %, dan 40,25%.

    Walaupun demikian, peningkatan kadar Fe yang paling tertinggi terdapat ukuran

    partikel mesh 120. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.8 yang

    menunjukan grafik peningkatan kadar Fe pada bijih laterit sebelum dan sesudah

    reduksi.

    Gambar 4.8 adalah grafik perubahan kadar Fe pada ukuran partikel mesh

    120, 170, 200, dan 270. Perubahan kadar di dapat dari selisih antara kadar unsur

    Fe pada bijih sebelum reduksi dengan kadar unsur Fe setelah reduksi pada ukaran

    partikel mesh 120, 170, 200, dan 270.

    Gambar 4.7 Grafik pengaruh ukuran partikel terhadap peningkatan kadar Fe

    Pada Gambar 4.8 terlihat bahwa terjadi penurunan kadar peningkatan Fe

    seiring peningkatan ukuran partikel. Kandungan Fe pada bijih pada ukuran

    partikel yang besar dengan ukuran mesh #120 meningkat sebesar 11,58%

    sedangkan ukuran partikel yang lebih kecil dengan ukuran mesh #270 hanya

    meningkat sebesar 0.80%.

    Peningkatan kandungan Fe ini sesuai dengan penelitian standish et al[9]

    yang menunjukan ukuran partikel pada Fe yang lebih besar cenderung lebih cepat

    0.00

    2.00

    4.00

    6.00

    8.00

    10.00

    12.00

    14.00

    120 170 200 270

    Pe

    nin

    gkat

    an K

    adar

    (%

    )

    Ukuran Partikel (Mesh)

    Grafik Pengaruh Ukuran Partikel terhadap Peningkatan Kadar Fe

    Fe

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 36

    Universitas Indonesia

    panas dari pada ukuran partikel yang lebih kecil karena luas permukaan ukuran

    partikel yang kecil lebih luas dibandingkan dengan ukuran partikel yang besar.

    Permukaan partikel yang luas memudahkan hilangnya lapisan atmosfer CO

    selama pemanasan. Bertambahnya kandungan gas karbon monoksida, maka

    kecenderungan terbentuknya Fe akan semakin tinggi. Namun harus diperhatikan

    juga, periode pemanasan yang berlebihan akan berdampak sebaliknya. Fe yang

    telah terbentuk akan tereduksi kembali menjadi Fe3O4 dan Fe2O3.

    Selain itu, Porositas pada sampel merupakan salah satu faktor yang sangat

    berpengaruh terhadap laju reduksi. Semakin besar partikel membuat porositas

    semakin banyak pada sampel. Hal ini dapat meningkatkan laju difusi CO pada

    sampel. Peningkatan laju difusi memungkinkan peningkatan jumlah reaksi reduksi

    yang terjadi antara CO dan besi oksida. Oleh karena itu, kandungan unsur Fe yang

    dihasilkan setelah reduksi pada sampel meningkat.

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 37 Universitas Indonesia

    BAB 5

    KESIMPULAN

    5.1. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil pengujian penangaruh ukuran partikel terhadap reduksi

    Fe pada bijih laterit low grade, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

    1. Ukuran partikel sangat mempengaruhi peningkatan kadar peningkatan

    Fe pada bijih saprolit. Ukuran partikel yang besar mempunyai nilai

    kenaikan kadar Fe yang semakin besar. Peningkatan Kadar Fe yang paling

    besar terdapat pada ukuran partikel mesh 120 yaitu sebesar 12,54%.

    Sedangkan peningkatan yang terendah terdapat pada ukuran partikel mesh

    270 yaitu sebesar 0.8%.

    2. Akan tetapi, kadar Fe sampel hasil reduksi yang paling terbesar terdapat

    pada ukuran partikel mesh 170 sebesar 46,7%. Hal ini disebabkan

    kandungan unsur Fe pada ukuran partikel bijih laterit ini mempunyai

    kandungan awal atau bijih laterit sebelum reduksi yang tinggi.

    3. Kadar optimal Fe setelah reduksi melalui roasting adalah sebesar 46,7%

    dengan ukuran partikel mesh 170. Sedangkan kenaikan kadar Fe optimal

    adalah sebesar 12,54% dengan ukuran partikel mesh 270.

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 38 Universitas Indonesia

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Elias, Mick. 2002. Nickel laterite deposit –geological overview,

    resources and exploitation. Tasmania\

    [2] Prasetyo, Paguh. 2008. “Pemanfaatan Bijih Nikel Indonesia Pada Saat Ini

    dan Saat Mendatang”. Metalurgi, Volume 23, No 3. Pusat

    Penelitian Metalurgi LIPI; hal 1-3.

    [3] Kazie E Haque. 1999. “Microwave energy for mineral treatment processes

    —a brief review”. Int J Miner Process, 57 ; 1–24.

    [4] Zevgolis EN. 2000. Extractive metallurgy of nickel: part I.

    Pyrometallurgical methods. Athens: National Technical University

    of Athens, editors.

    [5] Toru Yamashita, Tomoya Nakada, Kazuhiro Nagata. 2007. “ In-Situ

    Observation of Fe0.94O Reduction at High Temperature with the

    Use of Optical Microscopy”. Metallurgical and Materials

    Transactions B. vol 38B: hal. 185-191.

    [6] T. Usui, N. Inoue, T. Watanabe, T. Yokoyama, T. Oyama, and M. Morita.

    2006. ”Prereduction of Iron Oxide with Coal Carbonization Gas“,

    Ironmaking Steelmaking, vol. 31: pp. 479–84.

    [7] N. Ishikawa, K. Furuya, N. Mitsuoka, and T. Inami. 2006. “Reduction

    Wustite by Solid Carbon”, ISIJ Int., vol. 46 : pp. 1106–7.

    [8] Robert .L.Stepershon, et al. 1980. “Direct Reduction Iron/Technology and

    Economic of Production ad Use”. U.S.A : The Iron Steel Society

    of AIME

    [9] N Standish, H. K. Worner, and D. Y. ObucHowski. 1990. ”Particle Size

    Effect in Microwave Heating of Granular Material”. Powder

    Metallurgy, 66: 225-230.

    [10] J.G. Dunn. 1996. ” The oxidation of sulphide minerals”. Thermochimica

    Acta 300 :127-139

    [11] Byung-Su Kim, Hoo-In Lee, Young-Yoon Choi and Sangbae Kim .2009.”

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 39

    Universitas Indonesia

    Kinetics of the Oxidative Roasting of Low Grade Mongolian

    Molybdenite Concentrate”. Materials Transactions, Vol. 50 No.

    10: 2669 -2674

    [12] Fandrich, R., Ying Gu, Debra Burrows, Kurt Moeller. 2006. Modern

    SEMbased mineral liberation analysis. Elsevier

    [13] Azároff, L. V.; R. Kaplow, N. Kato, R. J. Weiss, A. J. C. Wilson, R. A.

    Young. 1974. X-ray diffraction. McGraw-Hill.

    [14] Li, B., Wang, H. And Wei, Y . 2011. “The reduction of nickel from low-

    grade nickel laterite ore using a solid-state deoxidisation method.”

    International Journal of Minerals Engineering 24: 1556-1562.

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • 40 Universitas Indonesia

    LAMPIRAN

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

  • Lampiran 1

    Lampiran 2

    Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012

    Halaman JudulAbstrakDaftar IsiBab IBab IIBab IIIBab IVBab VDaftar PustakaLampiran