pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi,...
TRANSCRIPT
PENGARUH TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI
DAERAH (PAD) DAN KOMPLEKSITAS PEMERINTAH DAERAH
(JUMLAH SKPD) TERHADAP KELEMAHAN PENGENDALIAN
INTERN PADA PEMERINTAH DAERAH
(Studi Empiris Pada Pemerintah Daerah di Indonesia)
Oleh:
Titus Puspitasari
109082000121
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Titus Puspitasari
2. Tempat, Tanggal Lahir : Lamongan, 04 April 1991
3. Alamat : Jl. Karangbinangun, RT. 05 / RW. 02 ,
Keputran, Kec. Deket, Kab. Lamongan.
4. No. Ponsel : 085648758408
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri Dinoyo II Tahun 1997-2003
2. SMP Negeri 2 lamongan Tahun 2003-2006
3. SMA Negeri 1 Lamongan Tahun 2006-2009
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009-2013
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota BEM Jurusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2010-2011
2. Anggota BEM Fakultas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2012-
2013
3. Anggota LSO VOC Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta periode 2010-2011.
4. Team Rapai dance SEIS Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Seminar Internasional oleh Social Trust Fund, “Shaping Islamic Tomorrow
Today: Towards A New Islamic Agenda for Human Development, Maqasid
Perspectives”, 21 Januari 2013.
vi
6. Seminar oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI Jakarta, “Seminar
Peningkatan Pemahaman Ketertiban Umum Bagi Pelajar dan Mahasiswa’,
29 November 2010.
7. Seminar oleh Direktorat Jendral Pajak, “Potret Perpajakan Indonesia
Menuju Sistem Perpajakan yang Transparan”, 24 November 2011.
8. Seminar oleh PT. Zahir Internasional, “Workshop Komputer Akuntansi
dengan menggunakan Zahir Accounting Edisi Standar 5. 1”, 17 Maret
2012.
9. Seminar Nasional oleh Asuransi ACA, “Peran Asuransi dalam Era
Globalisasi” 20 Mei 2010.
10. Seminar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, “Talkshow Pemberantasan
Korupsi”, 9 September 2009.
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Timan
2. Tempat, Tanggal Lahir : Lamongan, 16 Maret 1968
3. Ibu : Umi Kalsum
4. Tempat, Tanggal Lahir : Lamongan, 17 April 1970
5. Anak : Pertama dari 2 bersaudara
vii
THE INFLUENCE OF ECONOMIC GROWTH RATE, LOCAL OWN SOURCE
REVENUE AND COMPLEXITY (NUMBER OF LOCAL GOVERNMENT
WORK UNIT) TO INTERNAL CONTROL WEAKNESS OF LOCAL
GOVERNMENT
(Empirical Study on Local Governments in Indonesia)
By: Titus Puspitasari
ABSTRACT
The purposed of the study was to test the influence of economic growth rate,
local own source revenue and complexity (number of local government work unit) to
internal control weakness of local government. Agency theory assumes that there
were many information asymetry between the agents (local government) who had
direct acces to information by the principals (the public). The existence of
information asymetry allowed the occurence of fraud or corruption by local
government.
This study used purposive sampling with 156 data from the financial
statements Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) in 2011 and
data from Badan Pusat Statistika (BPS). The result indicated that the economic
growth rate and local own source revenue had no significant influence on internal
control weakness. However, the complexity (the number of local government) had
significant influence on internal control weakness.
Keywords : Internal Control, Rate of Economic Growth, amount of revenue and
complexity.
viii
PENGARUH TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI
DAERAH (PAD) DAN KOMPLEKSITAS PEMERINTAH DAERAH
(JUMLAH SKPD) TERHADAP KELEMAHAN PENGENDALIAN INTERN
PADA PEMERINTAH DAERAH
(Studi Empiris Pada Pemerintah Daerah di Indonesia)
Oleh: Titus Puspitasari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara kausalitas pengaruh tingkat
pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), kompleksitas Pemerintah
Daerah (jumlah SKPD) terhadap kelemahan pengendalian intern. Teori keagenan
beranggapan bahwa banyak terjadi information asymmetry antara pihak agent
(pemerintah daerah) yang mempunyai akses langsung terhadap informasi dengan
pihak principal (masyarakat). Adanya information asymmetry inilah yang
memungkinkan terjadinya penyelewengan atau korupsi oleh pemerintah daerah.
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah data
156 pemerintah daerah yang berasal dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia (BPK RI) atas laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2011
dan data dari Badan Pusat Statistika (BPS). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
tingkat pertumbuhan ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap kelemahan pengendalian intern. Tetapi kompleksitas
pemerintah daerah dilihat dari jumlah SKPD memiliki pengaruh signifikan terhadap
tingkat kelemahan pengendalian intern.
Kata kunci: Pengendalian intern, pertumbuhan, PAD, SKPD
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah SWT, Ar-Rahman Ar-Rahim yang memberikan kasih
sayangnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membimbing umatnya menuju jalan kebenaran dengan agama Islam. Skripsi ini
disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, doa dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada:
1. Ayahanda Timan dan Ibunda Umi Kalsum dan Adikku Muhammad Ivan
Kurniawan yang selalu memberikan dukungan, perhatian, cinta dan kasih
sayang, dan doa yang selalu terucap tiada henti kepada penulis.
2. Keluarga besar di Lamongan, Kresek, Telaga Bestari dan Sidoarjo yang selalu
mendoakan dan memberikan dukungan untuk kesuksesan penulis.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Rahmawati, SE., MM selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan pengarahan dan
bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
x
7. Ibu Putriesti Mandasari, SP, M,Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang
telah meluangkan waktu, mencurahkan perhatian, membimbing dan memberikan
pengarahan kepada penulis. Terima kasih atas semua saran yang Ibu berikan
selama ini.
8. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
9. Achmad Agus Heriyanto, terimakasih selama ini telah memberikan doa dan
dukungan penuh kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi sampai selesai.
10. Sahabatku Galih Ihsan, Adi Nugraha, Erick darmawan, Dini Utami, Imah astinia
dan siti aliyah Nur Khalishah yang selama ini berjuang bersama-sama dan
memberikan pertemanan yang istimewaa kepada penulis selama ini.
11. Sahabat seperjuanganku, Ira Robiah dan Nina Indriani dari awal kita kuliah
sampai saat ini selalu setia berjuang bersama-sama. Thank you so much.
12. Sahabat Accounting C’s Indescribable Democracy (ACID) yang berjuang dari
awal dengan suka duka yang tak mungkin terlupakan.
13. Sahabat yang dipertemukan dalam LSO Voice Of Comunication (VOC),
Rufiatun Nufus, Rika Fitrianti yang memberikan dukungan serta menghibur
penulis selama ini. Thanks guys.
14. Sahabat sekaligus teman sehari-hari dikosan kuning tercinta Arum Ganda
Wijayanti, Ifta Aulia, Nur Aprianti, Rosma Aliah, Annisa Nur Kusuma, Erika
yang selalu memberikan semangat, ilmu-ilmu yag bermanfaat dan kasih sayang
selama ini.
15. Sahabat SMA ku yang selama ini berbagi ilmu dan tetap menjaga tali
silaturrahmi Ulva navatilova menes, Dyah Nur Fitriana, Umu Nadziroh, Winda
Eka, Maslahatul Ummah, Mariyanti Nur, Siti Aisyah, Yuni Medya. Terimakasih
sudah menemani dan memberikan keceriaan di hari libur penulis.
16. Sahabat kecilku yang menjadi tempat curahan hati dari kecil sampai sekarang
Ernia wati, Erel Setia Hariani dan Ferry Angga.
xi
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, 25 April 2013
Titus Puspitasari
xii
DAFTAR ISI
Keterangan Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................ iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ..................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... v
ABSTRACT ..................................................................................................... vii
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................. 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur.................................................................. 11
xiii
1. Teori Keagenan (Agency Theory) ................................... 11
2. Undang-undang Pemerintah Daerah ............................... 13
3. Pengendalian Intern ......................................................... 19
4. Tujuan Pengendalian Internal ......................................... 20
5. Komponen Pengendalian Internal ................................... 22
6. Prosedur Pengendalian Internal ...................................... 24
7. Pemahaman Atas Pengendalian Internal ......................... 29
8. Kelemahan Pegendalian Internal..................................... 31
9. Opini Audit ..................................................................... 33
10. Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Daerah ................... 36
11. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ...................................... 42
12. Kompleksitas Pemerintah Daerah .................................. 45
13. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)......................... 48
B. Penelitian Sebelumnya .......................................................... 49
C. Kerangka Berpikir ................................................................. 57
D. Hipotesis Penelitian ............................................................... 59
1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi PDRB Pemerintah Daerah
dengan Pengendalian Intern ............................................ 59
2. Pendapatan Asli daerah (PAD) dengan Pengendalian Intern
......................................................................................... 60
3. Kompleksitas Pemerintah daerah dilihat dari jumlah SKPD
dengan Pengendalian Intern ............................................ 61
xiv
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 64
B. Teknik Penentuan Populasi dan Sampel .............................. 64
C. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 65
D. Teknik Analisis .................................................................... 66
1. Uji Statistik Deskriptif ................................................... 67
2. Uji Asumsi Klasik ........................................................... 68
a. Uji Normalitas .......................................................... 68
b. Uji Multikolinearitas ................................................ 68
c. Uji Heterokendastisitas ............................................ 69
3. Pengujian Hipotesis ........................................................ 70
a. Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................. 71
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji f) ............................... 71
c. Uji Signifikansi Paramater Individual (Uji t) ............ 72
d. Analisis Regresi Berganda yang Terbentuk .............. 72
E. Operasional Variabel Penelitian ........................................... 74
1. Variabel Dependen (Y) .................................................. 74
2. Variabel Independen (X) ................................................. 75
a. Pertumbuhan PDRB Pemerintah Daerah (X1) ......... 75
b. Pendapatan Asli Daerah .......................................... 76
c. Kompleksitas Pemerintah Daerah ............................. 76
xv
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ...................................... 78
1. Deskripsi Objek Penelitian .............................................. 78
2. Deskripsi Sampel Penelitian ........................................... 79
B. Hasil Uji analisis Data dan Pembahasan ............................... 85
1. Hasil Statistik Deskriptif ................................................. 85
2. Hasil Uji Asumsi Klasik ................................................. 87
a. Uji Normalitas ........................................................... 87
b. Uji Multikolinearitas ................................................. 90
c. Uji Heterokedastisitas ............................................... 91
3. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ......................................... 93
a. Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................. 93
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji f) ............................... 95
c. Uji Signifikansi Paramater Individual (Uji t) ............ 96
d. Hasil Uji Hipotesis dan Pembahasan ........................ 97
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 103
B. Implikasi ................................................................................ 104
C. Keterbatasan .......................................................................... 106
D. Saran ...................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 108
LAMPIRAN .................................................................................................... 111
xvi
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1 Kelompok Temuan Akibat Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Perundang-
undangan atas Pemeriksaan LKPD Semester I Tahun 2012 ................ 4
2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu ........................................................... 50
3.1 Oprasionalisasi Variabel Penelitian ..................................................... 77
4.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria ....................................... 78
4.2 Nama Pemerintah Daerah Hasil Observasi .......................................... 79
4.3 Hasil Statistik Deskriptif ...................................................................... 86
4.4 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov ........................................................... 89
4.5 Hasil Uji Multikoloniearitas ................................................................. 90
4.6 Hasil Uji Spearman’s rho ..................................................................... 92
4.7 Hasil Adj R2 ......................................................................................... 93
4.8 Hasil Uji F ............................................................................................ 95
4.9 Hasil Uji t ............................................................................................. 96
xvii
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Berpikir ................................................................................ 57
4.1 Hasil Uji Normalitas ............................................................................. 88
4.2 Hasil Uji Heterokedastisitas ................................................................. 81
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1. Daftar Nama Pemerintah Daerah yang Terdaftar di Badan Pusat Statistika
(Dalam Juta) ......................................................................................... 113
2. Hasil Output SPSS ............................................................................... 122
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengendalian internal dibuat untuk semua tindakan oleh sebuah
organisasi untuk memberikan keamanan terhadap assets dari pemborosan,
kecurangan dan ketidakefisienan penggunaan serta untuk meningkatkan
ketelitian dan tingkat kepercayaan dalam laporan keuangan. Oleh karena itu,
undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi tentang perlunya
sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan untuk
mencapai pengendalian internal yang memadai. Selain itu, pelaksanaan otonomi
daerah tidak hanya dapat dilihat dari seberapa besar daerah akan memperoleh
dana perimbangan, tetapi hal tersebut harus diimbangi dengan sejauh mana
instrumen atau sistem pengelolaan keuangan daerah mampu memberikan nuansa
manajemen keuangan yang lebih adil, rasional, transparan, partisipatif dan
bertanggungjawab untuk mewujudkan good governance.
Tuntutan dan kebutuhan era globalisasi, perwujudan kepemerintahan
yang baik (good governance), upaya pemulihan ekonomi nasional dan daerah
serta pemulihan kepercayaan yang baik secara lokal, nasional maupun
internasional terhadap pemerintah Indonesia, mengharuskan pemerintah untuk
mengambil langkah-langkah strategis dengan adanya pengendalian intern
(Sembiring, 2009).
2
Sejak reformasi pada tahun 1998 berbagai perubahan terjadi di Indonesia.
Perubahan tersebut tidak hanya dirasakan di pusat pemerintahan, tetapi juga di
daerah. Setelah terjadinya reformasi, sistem pemerintahan yang awalnya bersifat
terpusat mulai mengalami desentralisasi. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Regulasi
tersebut menjadi landasan bagi pemberian otonomi daerah yang semakin besar
kepada daerah (Martani dan Zaelani, 2011).
Perubahan-perubahan mendasar pada awal reformasi pengelolaan
keuangan Negara berkaitan dengan: (a) sistem penganggaran; (b) struktur
anggaran; (c) peristilahan; (d) pengukuran kinerja; (e) konsep pusat-pusat
pertanggungjawaban; (f) desentralisasi; (g) standar an kebijakan akuntansi; dan
(h) perubahan sistem akuntansi keuangan ke sistem ganda (double entry) dengan
dasar pencatatan atas dasar kas yang mengarah pada basis akrual (cash basic
toward accrual). Oleh karena itu pemerintah terus melakukan berbagai upaya
perbaikan untuk meningkatkan pengelolaan keuangan negara/daerah untuk
memperkecil potensi kecurangan. Banyaknya pemerintahan daerah di Indonesia
dengan otonomi yang semakin besar, membuat pengawasan yang baik sangat
dibutuhkan agar tidak terjadi kecurangan (fraud). Kecurangan dalam organisasi
baik di sektor pemerintahan maupun di sektor swasta biasanya disebabkan oleh
lemahnya pengendalian intern.
Adanya peningkatan tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good governance government) mendorong pemerintah
3
pusat dan pemerintah daerah untuk menerapkan adanya pengendalian intern
dalam pemerintah daerah. Pengendalian intern dalam pemerintah daerah dapat
dilakukan dengan mengadakan pengawasan intern yang berfungsi untuk
melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintah. Lingkup pengaturan pengawasan intern mencangkup kelembagaan,
lingkup tugas, kompetensi daya manusia, kode etik, standar audit, dan pelaporan.
Penelitian yang dilakukan Coe dan Curtis (1991) menemukan dari total
127 kasus kelemahan pengendalian intern di Carolina Utara AS sebagian besar
(42%) terjadi di lembaga pemerintah. Menurut Wilopo (2006) pengendalian
intern yang efektif mengurangi kecenderungan kecurangan dalam organisasi. Hal
ini senada dengan survei KPMG tahun 2006 dimana sebagian besar kecurangan
(38%) terdeteksi karena adanya pengendalian intern.
Data yang dikeluarkan Indonesian Corruption Watch (ICW) semester I
(Januari s/d Juli) 2012, ditemukan 285 kasus korupsi yang terjadi baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah yang menyebabkan negara mengalami kerugian
sebesar Rp 1,22 triliun (ICW, Laporan semester I Tahun 2012). Sedangkan hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan Semester I Tahun 2012 Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) menemukan 5.036 kasus kelemahan SPI yang terdiri atas tiga
kelompok temuan yaitu kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan,
kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja,
serta kelemahan struktur pengendalian intern. LKPD Semester I Tahun 2012 juga
menemukan adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan
4
sebanyak 6.904 kasus senilai Rp 7,011 triliun sebagaimana disajikan dalam tabel
1.1 berikut.
Tabel 1.1
Kelompok Temuan Akibat Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan
Perundang-undangan atas Pemeriksaan LKPD Semester I Tahun 2012.
No Kelompok temuan Jumlah Kasus Nilai (juta Rp)
1. Kerugian Daerah 2.004 1.159.769
2. Potensi Kerugian Daerah 426 3.205.164
3. Kekurangan Penerimaan 1.113 849.463
4. Administrasi 2.702 -
5. Ketidakhematan/Pemborosan 227 281.232
6. Ketidakefisienan 2 537
7. Ketidakefektifan 380 1.505.408
Jumlah 6.904 7.001.576
Sumber: BPK RI (2012)
Hasil pemeriksaan BPK pada Semester I Tahun 2012, mengungkapkan
adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan sebanyak 6.904
kasus senilai Rp 7.001.576 juta. Sub Total 1 menunjukkan ketidakpatuhan yang
menyebabkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan sebanyak
3.543 kasus senilai Rp 5.214.397 juta. Rekomendasi BPK terhadap kasus
tersebut adalah penyetoran sejumlah uang kas Negara/daerah/perusahaan dan
atau penyerahan aset. Temuan BPK pada Semester I tahun 2012 dinyatakan
bahwa terhadap 426 LKPD Tahun 2012 (sekitar 81,30%) dari 524 pemerintah
daerah/provinsi/kabupaten/kota yang diperiksa, BPK hanya memberikan opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas 67 entitas, opini Wajar Dengan
Pengecualian (WDP) atas 316 entitas, opini Tidak Wajar (TW) atas 5 entitas, dan
opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) sebanyak 38 entitas. Meskipun
5
terdapat kenaikan proporsi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) yang diikuti penurunan proporsi opini Tidak
Memberikan Pendapat (TMP), pemerintah daerah masih perlu meningkatkan
kualitas dalam menyajikan suatu laporan keuangan yang wajar. Penyajian suatu
laporan keuangan yang wajar merupakan gambaran dan hasil dari
pertanggungjawaban keuangan yang lebih baik.
Pengendalian intern memiliki peranan yang sangat penting bagi sebuah
organisasi, termasuk pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus mampu
menjalankan pengendalian intern yang baik agar dapat memperoleh keyakinan
yang memadai dalam mencapai tujuan. Pasal 56 ayat 4 Undang-Undang Nomor 1
tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menjelaskan bahwa pengelolaan
keuangan daerah harus didukung oleh sistem pengendalian intern yang memadai.
Pertumbuhan pemerintah daerah membuat setiap pemerintah daerah memiliki
karakteristik yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi keberhasilan
implementasi sistem pengendalian intern. Oleh karena itu, penting untuk
mengatahui pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dan kompleksitas Pemerintah Daerah terhadap kelemahan pengendalian
intern pada pemerintah daerah di Indonesia.
Petrovits, Shakespeare, dan Shih (2010) dalam penelitiannya menemukan
bahwa pengendalian intern yang lemah biasanya berhubungan dengan komitmen
yang kurang dalam pengendalian akuntansi. Berdasarkan hasil analisis statistik
peneliti menemukan bahwa kompleksitas (diukur dengan jumlah segmen operasi
6
dan translasi mata uang asing) dan profitabilitas (dilihat dari rasio return on
assets dan nilai cash from operation) berhubungan positif dengan kelemahan
material pengendalian intern.
Penelitian yang dilakukan Doyle, Ge, dan McVay (2007) ingin
memeriksa faktor determinan dari kelemahan pengendalian intern dalam
pelaporan keuangan. Sebanyak 779 perusahaan yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini, peneliti menemukan bahwa perusahaan yang memiliki banyak
kelemahan pengendalian intern cenderung lebih kecil, lebih muda, lemah secara
keuangan, kompleks, sedang tumbuh dan dalam restrukturisasi.
Penelitian lain dilakukan Ashbaugh-Skife, Collins, dan Kinney (2007).
Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa kompleksitas organisasi (jumlah
segmen usaha, penjualan dengan mata uang asing, dan jumlah persediaan)
berpengaruh positif terhadap masalah pengendalian intern. Begitu juga untuk
perubahan organisasi yang dilihat dari data merger dan akuisisi, pertumbuhan
dan restrukturisasi memiliki pengaruh positif.
Penelitian sejenis di Asia dilakukan oleh Zhang, Niu, dan Zheng (2009).
Banyak sekali perusahaan di China membangun sistem pegendalian intern yang
dikenal dengan Enterprise Internal Control Basic Standard (EICBS). Peneliti
menemukan bukti bahwa kualitas pengendalian intern berhubungan positif
dengan ukuran perusahaan, kondisi keuangan, Peneliti juga menemukan kualitas
pengendalian intern berhubungan negatif dengan control power dari pemegang
saham mayoritas dan tingkat desentralisasi.
7
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian untuk melihat pengendalian intern dalam Pemerintah
Daerah. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan Kompleksitas Pemerintah Daerah (Jumlah SKPD)
Terhadap Kelemahan Pengendalian Intern Pada Pemerintah Daerah”.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Martani dan Zaelani (2011), yang meneliti mengenai “Pengaruh
ukuran, pertumbuhan, dan kompleksitas Pemerintah Daerah terhadap
pengendalian intern pemerintah daerah”. Adapun perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Tahun pengamatan. Pada penelitian sebelumnya pengamatan dimulai dari
tahun 2008, sedangkan pada penelitian ini dilakukan pada tahun 2011.
2. Terdapat perbedaan variabel independen. Penelitian sebelumnya
menggunakan tiga variabel independen yaitu ukuran Pemerintah Daerah,
pertumbuhan Pemerintah Daerah dan kompleksitas Pemerintah Daerah.
Sedangkan pada penelitian ini terdapat satu variabel independen yang berbeda
yaitu kompleksitas Pemerintah Daerah yang dilihat dari jumlah Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD). Dalam penelitian sebelumnya kompleksitas dapat
dilihat dari jumlah Kecamatan, PAD dan jumlah penduduk.
8
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Apakah tingkat pertumbuhan ekonomi Pemerintah Daerah memiliki pengaruh
terhadap kelemahan pengendalian intern Pemerintah Daerah?
2. Apakah PAD memiliki pengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern
Pemerintah Daerah?
3. Apakah kompleksitas Pemerintah Daerah (jumlah SKPD) memiliki pengaruh
terhadap kelemahan pengendalian intern Pemerintah Daerah?
4. Apakah pertumbuhan ekonomi, PAD, kompleksitas Pemerintah Daerah
(jumlah SKPD) memiliki pengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern
Pemerintah Daerah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi Pemerintah Daerah terhadap
kelemahan pengendalian intern Pemerintah Daerah.
2. Pengaruh PAD terhadap kelemahan pengendalian intern Pemerintah Daerah.
3. Pengaruh kompleksitas Pemerintah Daerah (jumlah SKPD) terhadap
kelemahan pengendalian intern Pemerintah Daerah.
9
4. Pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi, PAD dan kompleksitas Pemerintah
Daerah (jumlah SKPD) terhadap kelemahan pengendalian intern Pemerintah
Daerah.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Ilmu pengetahuan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk memperluas
pengetahuan mengenai mata kuliah internal audit dalam program studi
akuntansi di perguruan tinggi, serta untuk memperluas kajian mengenai
pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
kompleksitas pemerintah daerah (jumlah SKPD) terhadap kelemahan
pengendalian intern pada pemerintah daerah;
2. Pemerintah Daerah.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan
pengendalian intern pada pemerintah daerah, dan meningkatkan kesadaran
pemerintah daerah akan pentingnya pengendalian intern, serta sebagai
pertimbangan dalam pembuatan kebijakan untuk lebih meningkatkan
pengendalian intern pemerintah daerah;
10
3. Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya jurusan akuntansi.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah studi literatur mengenai pengaruh
tingkat pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
kompleksitas pemerintah daerah (jumlah SKPD) terhadap kelemahan
pengendalian intern pada pemerintah daerah;
4. Penulis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pengaruh
tingkat pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
kompleksitas pemerintah daerah (jumlah SKPD) terhadap kelemahan
pengendalian intern pada pemerintah daerah;
5. Penelitian Selanjutnya.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti, wawasan,
referensi tambahan, dan sebagai literatur untuk penelitian lebih lanjut
mengenai tema ini.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Agency theory menyangkut hubungan kontraktual antara dua pihak
yaitu principal dan agent. Agency theory membahas tentang hubungan
keagenan dimana suatu pihak tertentu (principal) mendelegasikan pekerjaan
kepada pihak lain (agent) yang melakukan pekerjaan. Agency theory
memandang bahwa agent tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan
sebaik-baiknya bagi kepentingan principal (Tricker, 1984). Sedangkan
penelitian Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa masalah agensi
dikendalikan oleh sistem pengambilan keputusan yang memisahkan fungsi
manajemen dan fungsi pengawasan. Pemisahan fungsi manajemen yang
melakukan perencanaan dan implementasi terhadap kebijakan perusahaan
serta fungsi pengendalian yang melakukan ratifikasi dan monitoring terhadap
keputusan penting dalam organisasi akan memunculkan konflik kepentingan
diantara pihak-pihak tersebut.
Diakui atau tidak di pemerintahan daerah terdapat hubungan dan
masalah keagenan (Halim dan Abdullah, 2005). Penelitian Lane (2000)
menyatakan bahwa teori keagenan dapat diterapkan dalam organisasi publik
menyatakan bahwa negara demokrasi modern didasarkan pada serangkaian
11
12
hubungan prinsipal-agen. Teori keagenan memandang bahwa pemerintah
daerah sebagai agent bagi masyarakat (principal) akan bertindak dengan
penuh kesadaran bagi kepentingan mereka sendiri serta memandang bahwa
pemerintah daerah tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-
baiknya bagi kepentingan masyarakat. Agency theory beranggapan bahwa
banyak terjadi information asymmetry antara pihak agen (pemerintah) yang
mempunyai akses langsung terhadap informasi dengan pihak prinsipal
(masyarakat). Adanya information asymmetry inilah yang memungkinkan
terjadinya penyelewengan atau korupsi oleh agen. Sebagai konsekuensinya,
pemerintah daerah harus dapat meningkatkan pengendalian internalnya atas
kinerjanya sebagai mekanisme checks and balances agar dapat mengurangi
information asymmetry.
Berdasar agency theory pengelolaan pemerintah daerah harus diawasi
untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan
kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Meningkatnya
akuntabilitas pemerintah daerah informasi yang diterima masyarakat menjadi
lebih berimbang terhadap pemerintah daerah yang itu artinya information
asymmetry yang terjadi dapat berkurang. Kemungkinan untuk melakukan
korupsi menjadi lebih kecil dikarenakan semakin berkurangnya information
asymmetry.
13
2. Undang-Undang Pemerintah Daerah (UU No. 33 Tahun 2004)
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun
2004 tentang pemerintahan daerah menjelaskan bahwa pembentukan undang-
undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah (UU No.33 Tahun 2004) dimaksudkan untuk
mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintahan daerah
yang diatur dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah. Perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah mencakup
pembagian keuangan antara Pemerintah pusat dan Pemerintahan Daerah
secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan
potensi, kondisi dan kebutuhan daerah.
Ada beberapa cakupan yang terdapat dalam UU No.33 Tahun 2004
yaitu antara lain:
a. Prinsip Kebijakan Perimbangan Keuangan.
Prinsip kebijakan perimbangan keuangan terdapat dalam pasal 2
dan pasal 3. Pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah tersebut perlu memperhatikan kebutuhan pembiayaan bagi
pelaksanaan kewenangan yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,
antara lain pembiayaan bagi politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, pengelolaan moneter dan fiskal, agama, serta kewajiban
pengembalian pinjaman Pemerintah Pusat.
14
b. Dasar Pendanaan Pemerintah Daerah.
Dasar pendanaan pemerintah daerah terdapat dalam pasal 4.
Pendanaan penyelenggaraan pemerintahan agar terlaksana secara efisien
dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya
pendanaan pada suatu bidang pemerintahan, maka diatur pendanaan
penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah dibiayai dari APBD, sedangkan
penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab
pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan Pusat yang
didekonsentrasikan kepada Gubernur atau ditugaskan kepada pemerintah
daerah dan/atau desa atau sebutan lainnya dalam rangka tugas pembantuan.
c. Sumber Penerimaan Daerah.
Sumber penerimaan daerah terdapat dalam pasal 5, 6, 7, 8, 9.
Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas
pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari: (1)
Pendapatan Asli Daerah (PAD); (2) dana perimbangan; dan (3) lain-lain
pendapatan. Pembiayaan bersumber dari: (1) sisa lebih perhitungan
anggaran Daerah; (2) penerimaan pinjaman daerah; (3) dana cadangan
daerah; (4) hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
15
d. Pendanaan Asli Daerah.
Pendanaan asli daerah terdapat dalam pasal 6,7,8,9. pendapatan asli
daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak
daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan
untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan
dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas
desentralisasi. Pendapatan daerah bersumber dari: (1) pendapatan asli
daerah; (2) dana perimbangan; (3) lain-lain pendapatan.
e. Dana Perimbangan.
Dana perimbangan terdapat dalam pasal 10 sampai dengan pasal 26.
Dana perimbangan merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari
bagian daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, bea perolehan hak atas tanah
dan bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam, serta dana alokasi
umum dan dana alokasi khusus. Dana perimbangan ini terdiri atas: (1) dana
bagi hasil; (2) dana alokasi umum; (3) dana alokasi khusus.
f. Lain-lain Pendapatan.
Lain-lain pendapatan terdapat dalam pasal 43 sampai dengan pasal
48 dalam lain-lain pendapatan selain hibah, undang-undang ini juga
mengatur pemberian dana darurat kepada daerah karena bencana nasional
dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi dengan dana
APBD. Pemerintah juga dapat memberikan dana darurat pada daerah yang
16
mengalami krisis solvabilitas, yaitu daerah yang mengalami krisis
keuangan berkepanjangan.
g. Pinjaman Daerah.
Pinjaman daerah terdapat pada pasal 49 sampai dengan pasal 56.
Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah
menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari
pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar
kembali. Pinjaman daerah adalah salah satu alternatif sumber pembiayaan
daerah dalam pelaksanaan desentralisasi, termasuk untuk menutup
kekurangan arus kas. Pinjaman daerah digunakan untuk membiayai
kegiatan yang merupakan inisiatif dan kewenangan daerah berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
h. Obligasi Daerah.
Obligasi daerah terdapat pada pasal 57 sampai dengan pasal 65.
Obligasi daerah merupakan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah
daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar
modal. Obligasi ini tidak dijamin oleh pemerintah pusat (pemerintah)
sehingga segala resiko yang timbul sebagai akibat dari penerbitan obligasi
daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Penerbitan surat utang
merupakan bukti bahwa pemerintah daerah telah melakukan
pinjaman/utang kepada pemegang surat utang tersebut. Pinjaman akan
dibayar kembali sesuai dengan jangka waktu dan persyaratan yang
17
disepakati. Pemerintah daerah yang menerbitkan obligasi daerah
berkewajiban membayar bunga secara berkala sesuai dengan jangka waktu
yang telah ditetapkan. Pada saat jatuh tempo pemerintah daerah
berkewajiban mengembalikan pokok pinjaman.
i. Pengelolaan Keuangan Dalam Rangka Desentralisasi.
Pengelolaan keuangan dalam rangka desentralisasi terdapat dalam
pasal 66 sampai dengan pasal 86. Kebijakan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal yang telah dilaksanakan sejak tahun 2001 adalah dalam
rangka mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. Seiring
dengan perubahan dinamika sosial politik, Pemerintah telah melakukan
revisi beberapa materi dalam undang-undang otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal dengan ditetapkannya Undang-undang (UU) Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah. Substansi perubahan kedua undang-undang tersebut adalah
semakin besarnya kewenangan Pemerintah Daerah dalam mengelola
pemerintahan dan keuangan daerah. Pembangunan daerah diharapkan dapat
berjalan sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas daerah, sehingga
dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi regional,
yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
18
j. Dana Dekonsentrasi.
Dekonsentrasi terdapat dalam pasal 87 sampai dengan pasal 95.
Pendanaan dalam rangka dekonsentrasi dilaksanakan setelah adanya
pelimpahan wewenang pemerintah melalui kementerian negara/lembaga
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah didanai oleh
pemerintah yang disesuaikan dengan wewenang yang dilimpahkan.
Kegiatan dekonsentrasi di daerah dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan
oleh gubernur. Dana dekonsentrasi merupakan bagian anggaran
kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja
dan anggaran kementerian negara/lembaga dana dekonsentrasi disalurkan
melalui rekening kas umum negara. Semua barang yang diperoleh dari
dana dekonsentrasi menjadi barang milik negara yang dapat dihibahkan
kepada daerah.
k. Dana Tugas Pembantuan.
Dana tugas pembantuan terdapat dalam pasal 96 sampai dengan
100. Dana tugas pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang
dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Sedangkan
tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah
dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Penata keuangan dalam pelaksanaan tugas pembantuan dilakukan secara
19
terpisah dari penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan dekonsentrasi
dan desentralisasi. Semua barang yang diperoleh dari dana tugas
pembantuan menjadi barang milik negara dan dapat dihibahkan kepada
Daerah. Barang milik negara yang dihibahkan kepada daerah dikelola dan
ditatausahakan oleh daerah.
l. Sistem Informasi Keuangan Daerah.
Sistem informasi keuangan daerah terdapat dalam pasal 101 sampai
dengan pasal 104. Informasi keuangan daerah adalah segala informasi yang
berkaitan dengan keuangan daerah yang diperlukan dalam rangka
penyelenggaraan sistem informasi keuangan daerah. Daerah
menyampaikan informasi keuangan daerah yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada pemerintah.
3. Pengendalian Intern
Pengertian pengendalian intern menurut Arens (2012) adalah proses
yang dilaksanakan oleh dewan komisaris, manajemen, pimpinan yang berada
dibawah mereka untuk memberikan kepastian yang layak bahwa tujuan
pengendalian tercapai yaitu: (1) keandalan laporan keuangan; (2) efektifitas
dan efisiensi operasi; dan (3) ketaatan terhadap hukum dan peraturan.
Menurut IAI (2011) mendefinisikan pengendalian intern sebagai suatu
proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain
entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang
pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: (a) keandalan pelaporan
20
keuangan, (b) efektifitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan yang berlaku.
Sedangkan menurut AICPA (2005), pengendalian internal adalah suatu
proses yang dipengaruhi board of directors, manajemen dan pegawai lainnya,
yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang layak dapat dicapainya
tujuan-tujuan yang berkaitan dengan: (a) dapat dipercayainya laporan
keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan pengertian-pengertian pengendalian internal diatas, dapat
disimpulkan bahwa pengendalian internal merupakan suatu proses yang terdiri
dari kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk dilaksanakan oleh orang-orang
untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian tujuan-tujuan
tertentu yang saling berkaitan. Penerapan pengendalian intern dalam setiap
kegiatan operasi perusahaan diharapkan tidak akan terjadi tindakan-tindakan
penyelewengan yang dapat merugikan perusahaan, misalanya penggelapan
baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja.
4. Tujuan Pengendalian Intern
Demi mencapai pengelolaan keuangan Negara yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel, lembaga atau organisasi wajib melakukan
pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Pengendalian atas
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dilaksanakan berpedoman pada
21
sistem pengendalian intern pemerintah sebagaimana diatur dalam peraturan
pemerintah.
Menurut Arens (2012), tujuan pengendalian intern adalah sebagai
berikut:
a. Keandalan laporan keuangan.
Agar dapat menyelenggarakan operasi usahanya manajemen memerlukan
informasi yang akurat, oleh karena itu dengan adanya pengendalian intern
diharapkan dapat menyediakan data yang dapat dipercaya, sebab dengan
adanya data atau catatan yang handal memungkinkan tersusunnya laporan
keuangan yang dapat diandalkan.
b. Efektifitas dan efisiensi operasi
Tujuan pengendalian intern yang berhubungan dengan efisiensi dan
efektivitas operasi ditunjukkan untuk mencegah duplikasi usaha yang
tidak perlu atau pemborosan dalam segala kegiatan bisnis perusahaan dan
untuk mencegah penggunaan sumber daya yang tidak efisien.
c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Tujuan pengendalian intern adalah memastikan bahwa segala peraturan
dan hukum telah ditetapkan manajemen untuk mencapai tujuan
perusahaan telah ditaati oleh karyawan perusahaan tersebut.
22
Sedangkan menurut Mulyadi (2002), tujuan pengendalian intern
terbagi menjadi dua yaitu:
a. Menjaga kekayaan perusahaan
1) Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang
telah ditetapkan.
2) Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan
dengan kekayaan yang sesungguhnya.
b. Melakukan pengecekan atas ketelitian dan keandalan data akuntansi.
1) Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan.
2) Pencatatan transaksi yang terjadi tercatat dengan benar di dalam catatan
akuntansi perusahaan.
5. Komponen Pengendalian Intern
Komponen pengendalian intern menurut PP No. 60 (2008), suatu
perusahaan dapat mencapai tujuan pengendalian internalnya dengan
menerapkan lima komponen:
a. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian suatu perusahaan mencakup seluruh sikap
manajemen dan karyawan mengenai pentingnya pengendalian. Salah satu
faktor yang mempengaruhi lingkungan penegndalian adalah falsafah dan
gaya operasi manajemen. Lingkungan pengendalian adalah “tone at the
top” perusahaan. Hal ini dimulai dengan pemilik dan manajer puncak.
Mereka harus berprilaku secara terhormat untuk memberikan contoh yang
23
baik kepada para karyawan perusahaan. Pemilik menunjukkan pentingnya
pengendalian internal jika dia mengharapkan para karyawan menjalankan
pengendaliannya secara serius.
Struktur organisasi usaha merupakan kerangka dasar untuk perencanaan
dan pengendalian operasi juga mempengaruhi lingkungan pengendalian,
karena setiap manajer toko bertanggung jawab untuk membentuk
lingkungan pengendalian yang efektif. Kebijakan Personalia juga
mempengaruhi lingkungan pengendalian. Kebijakan personalia meliputi
perekrutan, pelatihan, evaluasi, penetapan gaji, dan promosi karyawan. Di
samping itu uraian pekerjaan, kode etik karyawan, dan kebijakan mengenai
masalah perbedaan kepentingan merupakan bagian dari kebijakan
personalia Kebijakan dan prosedur tersebut dapat memperkokoh
pengendalian internal bila memberikan jaminan yang wajar bahwa hanya
karyawan yang kompeten dan jujurlah yang direkrut dan dipertahankan.
b. Pengendalian Risiko
Manajemen harus memperhitungkan risiko yang mungkin akan dialami
oleh perusahaan dan mengambil langkah penting untuk mengendalikan
risiko ini dan mengambil langkah penting untuk mengendalikannya
sehingga tujuan dari pengendalain internal dapat tercapai. Setelah risiko
diidentifikasi, maka dapat dilakukan analisis untuk memperkirakan
besarnya pengaruh risiko tersebut serta tingkat kemungkinan terjadinya,
dan untuk menentukan tindakan-tindakan yang akan meminimumkannya.
24
c. Prosedur Pengendalian.
Prosedur pengendalian dirancang untuk memastikan bahwa tujuan
perusahaan tercapai. Contoh prosedur tersebut adalah membebankan
tanggung jawab, memisahkan tugas, dan menggunakan alat keamanan
untuk melindungi persediaan dari pencurian.
d. Pemantauan Pengendalian.
Perusahaan memperkerjakan auditor untuk memantau penegndalian intern
dalam perusahaan. Auditor internal akan memonitor pengendalian
perusahaan demi mengamankan aktiva, dan auditor eksternal memonitor
pengendalian untuk memastikan bahwa catatan akuntansi sudah akurat.
e. Sistem Informasi
Sistem informasi merupakan hal penting. Pemilik perusahaan memerlukan
informasi yang akurat untuk menelusuri aktiva dan mengukur laba serta
rugi.
6. Prosedur Pengendalian Intern
Menurut Mulyadi (2002), terdapat beberapa prosedur pengendalian
intern, yaitu sebagai berikut:
a. Karyawan yang kompeten, dapat diandalkan, dan Etis.
Sistem akuntansi yang baik memerlukan prosedur untuk memastikan
bahwa para karyawan mampu melaksanakan tugas yang diemban, Karena
itu karyawan harus kompeten, dapat diandalkan (reliable) dan etis.
Memberikan gaji tinggi akan menarik karyawan berkualitas tinggi.
25
Perlunya pelatihan untuk melakukan tugas yang diberikan dan mengawasi
pekerjaan.
b. Pemberian Tanggung Jawab.
Kemungkinan terjadinya ketidakefisienan, kesalahan, dan penggelapan,
dapat dikurangi dengan adanya tanggung jawab operasi yang berkaitan
harus dibagi kepada dua orang atau lebih. Sebuah perusahaan yang
memiliki pengendalian intern yang baik, tidak ada tugas penting yang
terlewatkan dan memiliki karyawan yang bertanggung jawab.
c. Pemisahan Tugas.
Manajemen yang cerdas akan membagi tanggung jawab di antara dua atau
lebih orang. Pemisahan tugas akan membatasi penipuan dan meningkatkan
keakuratan catatan akuntansi. Pemisahan tugas dapat dibagi dua bagian:
1) Pemisahan operasi dari akuntansi.
Akuntansi harus terpisah sepenuhnya dari departemen operasi,
seperti produksi dan penjualan. Apabila karyawan bagian penjualan
mencatat pendapatan perusahaan maka angka penjualan akan
digelembungkan, dan manajer puncak tidak akan mengetahui berapa
yang sebenarnya dijual perusahaan. Inilah sebabnya mengapa harus
diadakan pemisahan tugas akuntansi dan penjualan.
26
2) Memisahkan penjagaan aktiva dan akuntansi
Akuntan tidak boleh menangani kas dan kasir tidak boleh
memiliki akses ke catatan akuntansi. Jika satu karyawan bertanggung
jawab atas kedua tugas itu, orang tersebut dapat mencuri kas dan
menutupi pencurian yang dilakukan. Treasurer perusahaan menangani
kas, dan controler memperhitungkan kas itu. Tidak ada orang yang
memegang kedua tanggung jawab itu.
Apabila terdapat orang yang sama melakukan tugas
pemesanan, pemeriksaan penerimaan barang, dan melakukan
pembayaran kepada pemasok, maka akan terjadi kemungkinan
penyelewengan terjadi, seperti:
(a) Pemesanan bisa dilakukan berdasarkan hubungan pribadi dengan
pemasok, bukan berdasarkan harga, mutu, dan faktor-faktor
objektif lainnya.
(b) Kuantitas dan kualitas barang pesanan yang diterima mungkin
tidak diperiksa, sehingga barang yang diterima atau barang yang
mutun jelek tetap dibayar.
(c) Barang yang dibeli tersebut mungkin akan dicuri oleh karyawan.
(d) Keabsahan dan keakuratan faktur mungkin tidak diperiksa dengan
cermat, sehingga mnyebabkan pembayaran atas faktur yang tidak
benar atau tidak akurat.
27
d. Audit.
Untuk melakukan validasi catatan akuntansinya, sebagian besar perusahaan
melakukan audit. Audit adalah pemeriksaan laporan keuangan dan sistem
akuntansi perusahaan. Auditor memeriksa pengendalian internal untuk
mengevaluasi sistem. Audit dapat dilakukan secara internal atau eksternal.
Auditor internal adalah karyawan perusahaan yang bertugas memastikan
bahwa karyawan mengikuti kebijakan perusahaan dan operasi berjalan
dengan efisien. Auditor juga menentukan apakah perusahaan mengikuti
persyaratan hukum. Sedangkan auditor eksternal independen sepenuhnya
dari perusahaan. Mereka ditugaskan untuk menentukan apakah laporan
keuangan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum.
Auditor juga menyarankan perbaikan yang akan membantu perusahaan
berjalan dengan mulus.
e. Dokumen.
Dokumen menyediakan rincian tentang tranasaksi bisnis. Dokumen
meliputi faktur dan pesanan melalui faks. Dokumen harus diberi nomor
urut untuk mencegah pencurian dan ketidakefisienan. Kesenjangan dalam
urutan nomor itu akan menarik perhatian.
f. Perangkat Elektronik.
Sistem akuntansi saat ini memiliki kualitas yang semakin menurun
terutama pada kualitas dokumen karena lebih mengandalkan pada
perangkat penyimpan digital. Sebagai contoh: Pedagang mengendalikan
28
persediaan dengan memegang sensor elektronik pada barang dagang. Kasir
akan menyingkirkan sensor tersebut. Jika seorang pelanggan berusaha
meninggalkan toko dengan sensor masih terpasang, alarm akan berbunyi.
g. Pengendalian Lainnya.
Perusahaan menyimpan dokumen penting dalam brankas tahan api. Alarm
anti pencuri akan melindungi bangunan, dan kamera keamanan akan
melindungi properti lainnya. Para spesialis pencegahan kerugian melatih
karyawan agar waspada dengan aktivitas yang mencurigakan. Karyawan
yang menangani kas sangat rentan terhadap godaan. Banyak perusahaan
membeli fidelity bonds terhadap para kasir. Fidelity bond adalah polis
asuransi yang akan memberi ganti rugi kepada perusahaan atas setiap
kerugian akibat pencurian oleh karyawan. Sebelum menerbitkan fidelity
bond, perusahaan asuransi menyelidiki catatan karyawan. Cuti wajib
(Mandatory Vacations) dan rotasi tugas (job rotation) akan memperbaiki
pengendalian internal. Perusahaan merotasi karyawannya dari satu
pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Hal ini dapat meningkatkan moral dengan
memberikan para karyawan pandangan yang lebih luas mengenai
perusahaan. Selain itu, dengan mengetahui bahwa orang lain akan
menggantikan tugas anda bulan depan juga akan mempertahankan
kejujuran anda.
29
7. Pemahaman Atas Pengendalian Intern
Mulyadi (2002) menyatakan bahwa pemahaman auditor tentang
pengendalian intern digunakan untuk:
a. Kemungkinan dapat atau tidaknya audit dilaksanakan.
b. Salah saji material yang potensial dapat terjadi.
c. Resiko deteksi.
d. Perancangan pengujian substantif.
Penilaian atas SPI berguna untuk mengidentifikasi prosedur-prosedur
pengelolaan keuangan daerah yang mempunyai resiko untuk terjadinya salah
saji secara material dalam penyusunan laporan keuangan. Penilaian atas SPI
dilakukan oleh pihak yang mempunyai wewenang sebagai pengawas
(inspektorat atau BPKP) atau auditor (BPK) (Warren, 2004).
Permendagri nomor 04 tahun 2008 tentang pedoman pelaksanaan
review atas laporan keuangan pemda memberikan pedoman tentang tata cara
penilaian atas SPI dilakukan dengan proses sebagai berikut:
a. Memahami sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah yang
meliputi: Sistem dan Prosedur Penerimaan Kas; Sistem dan Prosedur
Pengeluaran Kas; Sistem dan Prosedur Akuntansi Satuan Kerja; Sistem dan
Prosedur Akuntansi Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD); Sistem
dan Prosedur Penyusunan Laporan Keuangan.
b. Melakukan observasi dan atau wawancara dengan pihak terkait di setiap
prosedur yang ada. Aktivitas ini untuk mengidentifikasi resiko yang
30
mungkin timbul di setiap sub proses yang ada dan keberadaan sistem
pengendalian dalam rangka mengantisipasi resiko yang bersangkutan.
c. Melakukan analisis atas resiko yang telah diidentifikasi pada sebuah
kesimpulan tentang kemungkinan terjadinya salah saji yang material dalam
penyusunan laporan keuangan.
d. Melakukan analisis atas resiko yang telah diidentifikasi pada sebuah
kesimpulan tentang arah pelaksanaan pengujian SPI.
Sudjono dan Hoesada (2009) menyatakan untuk memperkuat dan
menunjang efektivitas SPI perlu dilakukan:
a. Pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi
pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara. Pengawasan intern
tersebut dilakukan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) melalui
audit, review, evaluasi, pemantau, dan kegiatan pengawasan lainnya.
b. Pembinaan penyelenggaraan SPI pemerintah. Berdasarkan ketentuan
perundang-undangan, organisasi yang diberi kewenangan dalam
pembinaan SPI adalah Badan Pengawas Keuangan Pemerintah (BPKP).
Pembinaan dapat dilakukan dalam bentuk: penyusunan pedoman teknis
penyelenggaraan SPIP, sosialisasi, pendidikan dan pelatihan,
pembimbingan dan konsultasi SPIP, dan peningkatan kompetensi auditor
APIP.
31
8. Kelemahan Pengendalian internal
Susanto (2007) mengemukakan beberapa keterbatasan dari
pengendalian intern, sehingga pengendalian intern tidak dapat berfungsi,
yaitu:
a. Kesalahan (Error), kesalahan muncul ketika karyawan melakukan
pertimbangan yang salah atau perhatiannya selama bekerja terpecah.
b. Kolusi (Collusion), kolusi terjadi ketika dua atau lebih karyawan
berkonspirasi untuk melakukan pencurian (korupsi) di tempat mereka
bekerja.
c. Penyimpangan manajemen, manajemen suatu organisasi memiliki banyak
otorisasi dibandingkan karyawan biasa, proses pengendalian efektif pada
tingkat manajemen bawah dan tidak efektif pada tingkat atas.
d. Manfaat dan biaya, konsep jaminan yang meyakinkan atau masuk akal
mengandung arti bahwa biaya pengendalian intern tidak melebihi manfaat
yang dihasilkan.
Menurut Warren (2004), Kelemahan pengendalian intern tersebut
didapatkan dengan melihat tingkat kesesuaian pengendalian intern terhadap
standar audit yang telah ditetapkan yaitu Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara. Hasil audit tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kelompok utama
sebagai berikut:
a. Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan
1) Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan.
32
2) Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai.
3) Entitas terlambat menyampaikan laporan.
4) Pencatatan tidak atau belum dilakukan atau tidak akurat.
5) Sistem informasi akuntasi dan pelaporan belum didukung sumber daya
manusia yang memadai.
b. Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan APBD Kelemahan Struktur
Pengendalian Intern
1) Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan
penerimaan daerah dan hibah tidak sesuai dengan ketentuan.
2) Penyimpangan terhadap peraturan bidang teknis tertentu atau ketentuan
intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja.
3) Perencanaan kegiatan tidak memadai.
4) Pelaksanaan belanja diluar mekanisme APBN/APBD.
5) Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan
berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan.
6) Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan
berakibat peningkatan biaya/belanja.
c. Kelemahan Struktur Pengendalian Intern
2) Entitas tidak memiliki Standar Operating Procedur formal.
3) Standar Operating Procedur yang ada pada entitas tidak berjalan secara
optimal atau tidak ditaati.
4) Entitas tidak memiliki satuan pengawas intern.
33
5) Satuan pengawas intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan
optimal.
6) Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai.
9. Opini Audit
Menurut Petronela (2004), auditor sebagai pihak yang independen
dalam pemeriksaan laporan keuangan suatu perusahaan akan memberikan
opini atas laporan keuangan yang diauditnya. Laporan penting sekali dalam
audit karena laporan menginformasikan pemakai informasi mengenai apa
yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya.
Petronela (2004), menyatakan bahwa opini audit diberikan oleh auditor
dalam beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberi kesimpulan atas
opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya. Menurut
Arens (2012) menyebutkan bahwa laporan audit adalah langkah terakhir dari
seluruh proses audit. Ini artinya auditor dalam memberikan opini sudah
didasarkan pada keyakinan profesionalnya.
Menurut IAI dalam Standar Profesional Akuntan Publik (2011) terkait
dengan standar pelaporan, maka opini auditor merupakan tanggung jawab
auditor dalam tahap akhir pekerjaan audit. Tipe opini auditor terdiri dari lima
tipe, yaitu pendapat wajar tanpa pengecualian, pendapat wajar tanpa
pengecualian dengan bahasa penjelas, pendapat wajar dengan pengecualian,
pendapat tidak wajar, dan pernyataan tidak memberikan pendapat.
34
Penjelasan dari kelima tipe auditor adalah sebagai berikut:
a. Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian
Auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara
wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum di Indonesia. Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut terpenuhi:
1) Semua laporan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas dan
laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan.
2) Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi
oleh auditor.
3) Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah
melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan
untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan.
4) Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berterima umum di Indonesia.
5) Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah
paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.
b. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (unqualified
opinion with explanatory language).
Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf
penjelas atau bahasa penjelas lain dalam laporan audit, meskipun tidak
mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan
35
auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaan
yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas
atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit baku adalah:
1) Ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum.
Ketidakkonsistenan terjadi apabila ada perubahan prinsip akuntansi atau
metode akuntansi yang mempunyai akibat material terhadap daya
banding laporan keuangan perusahaan.
2) Keraguan besar tentang kelangsungan hidup suatu entitas.
3) Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan.
4) Penekanan atas suatu hal.
5) Laporan audit yang melibatkan auditor lain.
c. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion).
Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee
menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima secara umum di Indonesia,
kecuali untuk dampak hal yang dikecualikan.
Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan:
1) Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan
terhadap ruang lingkup audit.
2) Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari
prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak
36
material dan auditor berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat
tidak wajar.
d. Pendapat tidak wajar (adverse opinion).
Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan
keuangan auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai
dengan prinsip akuntansi berterima umum.
e. Tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion).
Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika auditor tidak
melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan
auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga
diberikan apabila auditor dalam kondisi tidak independen dalam
hubungannya dengan klien.
10. Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Daerah
Tingkat pertumbuhan perusahaan memiliki hubungan positif dengan
kelemahan pengendalian intern. Organisasi yang sedang tumbuh memiliki
masalah kelemahan pengendalian intern yang lebih banyak. Pertumbuhan
yang cepat dari sebuah organisasi menyebabkan banyak terjadi perubahan.
Berbagai perubahan tersebut menuntut penyesuaian dari pengendalian intern
yang dimiliki. Hal tersebut tentu membutuhkan waktu untuk
mengimplementasikan prosedur yang baru. Hal tersebut memungkinkan
terjadinya masalah-masalah pengendalian intern dalam organisasi.
37
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kanaikan GDP/GNP tanpa
memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat
pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi yang terjadi
atau tidak (Arsyad, 2004). Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan
sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor yang menentukan kenaikan output
perkapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-
faktor tersebut sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 1999).
Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu
negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari
perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya.
Menurut Sirojuzilam dan Mahalli (2010) pertumbuhan ekonomi merupakan
suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang
dilaksanakan khususnya dalam bidang bidang ekonomi. Menurut penelitian
Supriana (2008), peningkatan taraf hidup masyarakat dalam jangka panjang
melalui pertumbuhan ekonomi adalah tujuan pembangunan ekonomi setiap
negara.
Menurut Jhingan (1995), teori ekonomi pembangunan memiliki enam
karakteristik pertumbuhan ekonomi, yaitu:
a. Terdapatnya laju kenaikan produksi perkapita yang tinggi untuk
mengimbangi laju pertumbuhan penduduk yang cepat;
b. Semakin meningkatnya laju produksi perkapita terutama akibat adanya
perbaikan teknologi dan kualitas input yang digunakan;
38
c. Adanya perubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri
dan jasa;
d. Meningkatnya jumlah penduduk yang berpindah dari pedesaan ke daerah
perkotaan (urbanisasi);
e. Pertumbuhan ekonomi terjadi akibat adanya ekspansi negara maju dan
adanya kekuatan hubungan internasional;
f. Meningkatnya arus barang dan modal dalam perdagangan internasional.
PDRB merupakan indikator ekonomi makro suatu daerah, yang
menggambarkan ada atau tidaknya perkembangan perekonomian daerah.
Dengan menghitung PDRB secara teliti dan akurat baik atas dasar harga
berlaku maupun atas dasar harga konstan dapat diambil beberapa kesimpulan
mengenai keberhasilan pembangunan di suatu daerah, yang memperlihatkan
laju pertumbuhan ekonomi yang mewakili peningkatan produksi di berbagai
sektor lapangan usaha yang ada (Saggaf, 1999).
Saggaf (1999) juga mengemukakan bahwa dalam konsep regional,
pertumbuhan ekonomi daerah adalah angka yang ditunjukkan oleh besarnya
tingkat pertumbuhan produk domestik regional bruto suatu daerah yang
diukur atas dasar harga konstan. Bagi suatu daerah provinsi, kabupaten/kota
gambaran PDRB yang mencerminkan adanya laju pertumbuhan ekonomi
dapat dilihat dalam data sektor-sektor ekonomi yang meliputi pertanian,
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih,
bangunan, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi,
39
keuangan persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa lainnya. Pertumbuhan
ekonomi dapat dilihat dari data konsumsi rumah tangga, konsumsi
pemerintah, pembentukan modal bruto, perubahan persediaan, ekspor dan
impor.
Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (2002) adalah jumlah
nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dalam suatu
wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.
Untuk menghitung PDRB yang ditimbulkan dari satu daerah, Badan
Pusat Statistik (2002) menyebutkan tiga pendekatan yang digunakan yaitu:
a. Pendekatan Produksi.
Pendekatan produksi yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai tambah
di suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto barang dan jasa
yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian selama satu tahun.
Pendekatan produksi terdiri dari sembilan sektor yaitu: pertanian,
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air
bersih, bangunan/konstruksi, perdagangan, hotel dan restoran,
pengangkutan dan komunikasi, keuangan, real estate dan jasa
perusahaan, jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.
40
b. Pendekatan Pendapatan, adalah pendekatan yang dilakukan dengan
menjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi,
meliputi:
1) Upah/gaji (balas jasa faktor produksi tenaga kerja).
2) Sewa tanah (balas jasa faktor produksi tanah).
3) Bunga modal (balas jasa faktor produksi modal).
4) Keuntungan (balas jasa faktor produksi wiraswasta/skill).
c. Pendekatan Pengeluaran, adalah model pendekatan dengan cara
menjumlahkan nilai permintaan akhir dari seluruh barang dan jasa, yaitu:
1) Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga, lembaga swasta
yang tidak mencari untung (nirlaba) dan pemerintah.
2) Barang dan jasa yang digunakan untuk membentuk modal tetap bruto.
3) Barang dan jasa yang digunakan sebagai stok dan ekspor neto.
Secara konsep ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka
yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan
jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan
untuk faktor-faktor produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut
sebagai PDRB atas dasar harga pasar, karena di dalamnya sudah dicakup
pajak tak langsung neto. Metode Alokasi, model pendekatan ini digunakan
karena kadang-kadang dengan data yang tersedia tidak memungkinkan untuk
mengadakan penghitungan pendapatan regional dengan menggunakan metode
41
langsung seperti tiga cara di atas, sehingga dipakai metode alokasi atau
metode tidak langsung.
Menurut Rahardja dan Manurung (2002) yang dimaksud dengan
PDRB adalah nilai barang dan jasa akhir, yang diproduksi oleh sebuah
perekonomian dalam satu periode (kurun waktu) dengan menggunakan faktor-
faktor produksi yang berada (berlokasi) dalam perekonomian tersebut.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan keseluruhan
nilai tambah yang dasar pengukurannya timbul akibat adanya berbagai
aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Data PDRB menggambarkan
kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya.
Tingkat PDRB ini juga ditentukan oleh lajunya pertumbuhan penduduk lebih
dari PDRB, maka ini mengalami perubahan terhadap pendapatan per kapita,
oleh sebab itu pertambahan PDRB tidak memperbaiki tingkat kesejahteraan
ekonomi masyarakat karena terdapat kemungkinan timbulnya keadaan
tersebut maka pengertian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi
harus dibedakan (Sirojuzilam, 2011).
Tingkat PDRB belum menjamin peningkatan kesejahteraan bagi setiap
individu dalam masyarakat. Bahkan mungkin sekali yang meningkat
pendapatannya justru pada sekelompok orang tertentu saja sedangkan yang
lainnya relatif tetap atau menurun. PDRB merupakan total nilai tambah kotor
(bruto) yang dihitung dari jumlah gaji/upah, keuntungan-keuntungan
perusahaan, sewa lahan, bunga, penyusutan dan pajak-pajak tidak langsung
42
neto. Dengan demikian tingginya PDRB suatu daerah belum menjamin
tingginya pendapatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat suatu daerah
(Rustiadi, Saefulhakim dan Panuju, 2011). Bagi suatu daerah provinsi,
kabupaten/kota gambaran PDRB yang mencerminkan adanya laju
pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dalam data sektor-sektor ekonomi yang
meliputi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik
gas dan air bersih, bangunan, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan
dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa
lainnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari data konsumsi rumah
tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal bruto, perubahan
persediaan, ekspor dan impor. Penelitian ini menggunakan istilah
pertumbuhan ekonomi yang akan dilihat dari sudut pandang Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan
membandingkan PDRB pada satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB
sebelumnya (PDRBt – 1).
11. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh
daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (Yani, 2008). Menurut penelitian lain yang dilakukan
oleh Soeratno dan Soeparmono (2002), Pendapatan Asli Daerah (PAD)
merupakan pendapatan asli daerah yang potensinya berada di daerah dan
dikelola oleh pemerintah yang bersangkutan. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
43
ini merupakan salah satu sumber pendapatan yang cukup diandalkan oleh
pemerintah Kota/ Kabupaten, karena dana ini murni digali sendiri dan dapat
digunakan sepenuhnya untuk dimanfaatkan sesuai prioritas daerah dalam
menjalankan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Pengertian Daerah adalah seperti yang tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi
dari UU Nomor 22 tahun 1999 yaitu daerah yang berhak mengurus rumah
tangganya sendiri (daerah otonom) yang dibagi menjadi: Daerah Propinsi,
Daerah Kabupaten/Kota.
Hak dan wewenang pemerintah daerah dalam pengelolaan/
penggalian sumber-sumber keuangan daerah diatur dalam Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai revisi Undang-
Undang No. 22 Tahun 1999. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa
kepada suatu pemerintah daerah diwajibkan untuk menggali sumber-sumber
keuangan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini dapat memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah setempat
untuk menciptakan sumber pajak/retribusi daerah yang baru demi semakin
tercapainya kemajuan suatu daerah yang semakin mantap. Tentu saja dengan
cara yang tidak eksploitatif agar dimensi-dimensi yang disebutkan diatas
menjadi dasar dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah
daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan
44
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sumber
pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan asli Daerah (PAD), Dana
Perimbangan, Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu pendapatan dari suatu daerah
dimana pengelolaaannya diurus sendiri oleh rumah tangga/pemerintah
daerah itu sendiri. Jenis penerimaan ini terdiri dari:
1) Pajak Daerah
Menurut Mardiasmo (2006), dasar hukum pemungutan pajak
daerah dan retribusi daerah adalah Undang-undang No.18 Tahun
1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang No.34 Tahun 2000.
2) Retribusi Daerah
Menurut Siahaan (2005), pemungutan retribusi daerah yang
saat ini didasarkan pada Undang-Undang No.34 Tahun 2000 sebagai
perubahan Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997. Menurut
Mardiasmo (2006), pengertian retribusi daerah adalah pungutan
derah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah daerah untuk
kepentingan ornag pribadi atau badan.
3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
45
Menurut Yani (2008), hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan merupakan hasil yang diperoleh dari pengelolaan
kekayaan yang terpisah dari pengelolaan APBD. Jika atas
pengelolaan kekayaan tersebut memperoleh laba, laba tersebut dapat
dimasukkan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah. Hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ini mencakup:
(a) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/ Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
(b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah/Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
(c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta
atau kelompok usaha masyarakat.
4) Lain-lain PAD yang sah.
Menurut Yani (2008), lain-lain PAD yang sah merupakan
penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah,
retribusi daerah, dan hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan.
12. Kompleksitas Pemerintah Daerah
Kompleksitas pemerintahan daerah dapat dilihat dari beberapa aspek.
Jumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menjadi salah satu ukuran
kompleksitas pemerintahan daerah dalam penelitian ini. Jumlah Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) juga menjadi pertimbangan dalam melihat tingkat
kebutuhan pelayanan umum di suatu daerah. Semakin kompleks suatu
46
organisasi dalam menjalankan kegiatan dan memiliki area kerja yang tersebar
akan semakin sulit pengendalian intern dijalankan. Organisasi akan
menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mengimplementasikan
pengendalian intern secara konsisten untuk setiap divisi yang berbeda.
Kesulitan akan muncul ketika akan memulai konsolidasi laporan keuangan
dari berbagai divisi atau cabang organisasi (Restu dan Indriantoro, 2000).
Kompleksitas didasarkan pada persepsi individu tentang kesulitan
suatu tugas atau pekerjaan. Persepsi ini menimbulkan kemungkinan bahwa
suatu tugas/pekerjaan sulit bagi seseorang, namun mungkin juga mudah bagi
orang lain. Kompleksitas muncul dari ambiguitas dan struktur yang lemah,
baik dalam tugas utama maupun tugas lain (Restu dan Indriantoro, 2000).
Menurut Wood (1980) menyebutkan kompleksitas tugas dapat dilihat
dalam dua aspek, yaitu:
a. Kompleksitas Komponen
Yaitu mengacu pada jumlah informasi yang harus diproses dan tahapan
pekerjaan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan.
Suatu pekerjaan dianggap semakin rumit jika informasi yang harus
diproses dan tahap-tahap yang dilakukan semakin banyak.
b. Kompleksitas Koordinatif
Yaitu mengacu pada jumlah koordinasi (hubungan antara satu bagian
pekerjaan dengan bagian lain) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
sebuah pekerjaan. Suatu pekerjaan dianggap semakin rumit ketika
47
pekerjaan tersebut memiliki keterkaitan dengan pekerjaan lainnya atau
pekerjaan yang dilaksanakan tersebut terkait dengan pekerjaan yang
sebelum dan sesudahnya.
Bonner (1994) mengemukakan ada tiga alasan yang cukup mendasar
mengapa pengujian terhadap kompleksitas tugas untuk sebuah situasi perlu
dilakukan:
a. Kompleksitas tugas ini diduga berpengaruh signifikan terhadap kinerja;
b. Sarana dan teknik pembuatan keputusan dan latihan tertentu diduga telah
dikondisikan sedemikian rupa ketika para peneliti memahami keganjilan
pada kompleksitas tugas;
c. Pemahaman terhadap kompleksitas dari sebuah tugas dapat membantu tim
manajemen audit perusahaan menemukan solusi.
Restu dan Indrianto (2000) menyatakan bahwa peningkatan
kompleksitas dalam suatu tugas atau sistem, akan menurunkan tingkat
keberhasilan tugas itu. Terkait dengan kegiatan pengauditan, tingginya
kompleksitas audit ini dapat menyebabkan akuntan berperilaku disfungsional
sehingga menyebabkan penurunan kepuasan kerja auditor dalam pembuatan
keputusan dalam audit.
48
13. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Menurut panduan penyelenggaraan forum SKPD (2004), Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) merupakan organisasi/lembaga pada pemerintah
daerah yang bertanggung jawab kepada Gubernur/bupati/walikota dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri dari sekretaris daerah,
dinas daerah dan lembaga teknis daerah, kecamatan, dan satuan polisi pamong
praja sesuai dengan kebutuhan. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 disebutkan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah
yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah
daerah selaku pengguna anggaran atau pengguna barang. Untuk menjalankan
organisasinya, SKPD membuat dokumen rencana yang lima tahun (Renstra
SKPD) dan dokumen rencana kerja satu tahun (Renja-SKPD). Kedua
dokumen tersebut disusun secara partisipatif dan melibatkan masyarakat
(termasuk LSM, Ormas, asosiasi profesi) dan diselenggarakan oleh SKPD
bersangkutan.
Merujuk kepada UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem. Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN), Rencana Pembangunan Tahunan Satuan
Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan
Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD), adalah dokumen perencanaan Satuan
Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun. Kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) selaku pengguna anggaran harus
menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, asset, utang, dan
49
ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam
tanggung jawabnya. Hal ini berarti bahwa setiap SKPD harus membuat
laporan keuangan unit kerja. Sedangkan laporan keuangan yang harus dibuat
setiap unit kerja adalah Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas
Laporan Keuangan. Laporan keuangan tersebut disampaikan kepada Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sebagai dasar penyusunan laporan
keuangan pemerintah daerah.
B. Penelitian Sebelumnya
Berikut ini adalah penelitian-penelitian terdahulu tentang faktor
determinan pengendalian intern yang banyak dilakukan di sektor swasta dan
organisasi nirlaba. Penelitian tersebut yaitu Doyle, Ge dan McVay (2007),
Ashbaugh-Skife, Collins, dan Kinney (2007), Zhang, Niu, dan Zheng (2009),
dan Petrovits, Shakespeare, dan Shih (2010), Mustikarini dan Fitriasari (2007),
Martani dan Zaelani (2011) dan Kristanto (2006).
Adapun hasil penelitian terdahulu mengenai topik yang berkaitan dengan
penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 2.2.
50
Tabel 2.2
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Doyle, Ge dan
McVay (2007)
Pengungkapan
Kelemahan Material
Pengendalian Intern
Setelah Diterapkan
Sarbanes-Oxley Act
- Variabel dependen:
Pengendalian Intern
- Alat Analisis:
Regresi Berganda
- Variabel independen:
1. Sarbanes-Oxley Act
2. Pelaporan Keuangan
- Ruang Lingkup:
Penelitian sekarang
menggunakan sampel
Pemerintah Daerah di
Indonesia, sedangkan
penelitian yang
dilakukan oleh Ge dan
McVay menggunakan
sampel perusahaan yang
mengungkapkan
minimal satu kelemahan
material pengendalian
intern dalam lembar
isian SEC (Security and
Exchange Commision)
setelah tanggal efektif
daro Sarbanes-oxley
Act tahun 2002.
Perusahaan yang memiliki
banyak kelemahan
pengendalian intern
cenderung lebih kecil,
lebih muda, lemah secara
keuangan, sedang tumbuh,
dan dalam restrukturisasi.
Bersambung pada halaman selanjutnya
51
Tabel 2.2 (Lanjutan)
No Nama Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
2. Ashbaugh-
skife, Collins,
dan Kinney
(2007)
Penilaian
Manajemen tentang
Efektivitas Desain
dan Operasi
Pengendalian Intern
dalam Pelaporan
Keuangan.
- Variabel
Dependen:
Pengendalian
Intern
- Variabel
Independen:
Kompleksitas
- Alat Analisis:
Regresi Berganda
- Variabel Independen:
Perubahan organisasi
(dilihat dari data merger
dan akuisisi,
pertumbuhan, dan
restrukturisasi).
- Ruang Lingkup:
Penelitian sekarang
menggunakan sampel
Pemerintah Daerah di
Indonesia, sedangkan
penelitian yang
dilakukan oleh
Ashbaugh-skife, Collins,
dan Kinney
menggunakan sampel
perusahaan yang telah
melakukan sertifikasi
telah melakukan evaluasi
terhadap efektifitas
pengendalian intern
berdasarkan SOX seksi
302 dan seksi 404.
- Kompleksitas
organisasi (jumlah
segmen usaha,
penjualan dengan mata
uang asing, dan
jumlah persediaan)
berpengaruh positif
terhadap pengendalian
internal.
- Perubahan organisasi
(dilihat dari data
merger dan akuisisi,
pertumbuhan, dan
restrukturisasi)
memiliki pengaruh
positif terhadap
pengandalian internal.
Bersambung pada halaman selanjutnya
52
Tabel 2.2 (Lanjutan)
No Nama Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
3. Zhang, Niu,
dan Zheng
(2009)
Pengaruh Faktor
Internal dan
Eksternal
Perusahaan terhadap
Audit Delay dan
Timeliness
- Variabel
Dependen:
Pengendalian
Intern
- Alat Analisis:
Regresi Berganda
- Variabel Independen:
1. Ukuran perusahaan
2. Control Power
pemegang saham
- Ruang Lingkup:
Penelitian sekarang
menggunakan sampel
Pemerintah Daerah di
Indonesia, sedangkan
penelitian yang
dilakukan oleh Zhang,
Niu, dan Zheng
menggunakan sampel
perusahaan yang
membangun sistem
pengendalian intern
yang disebut Enterprise
Internal Control Basic
Standard (EICBS)..
- Kualitas pengendalian
intern berhubungan
positif dengan ukuran
perusahaan
- Kualitas pengendalian
intern berhubungan
negative dengan control
power dari pemegang
saham.
Bersambung pada halaman selanjutnya
53
Tabel 2.2 (Lanjutan)
No Nama Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
4. Petrovits,
Shakespeare,
dan Shih
(2010)
Penyebab dan
Dampak dari
Defisiensi
Pengendalian Intern
Pada Sektor Nirlaba
- Variabel Dependen:
Pengendalian Intern
- Variabel Independen:
1. Pertumbuhan
PDRB
2. Kompleksitas
- Alat Analisis:
Regresi Berganda
- Variabel Independen:
1. Going concern
2. Opini laporan
keuangan
3. Keuntungan
perusahaan
- Ruang Lingkup:
Penelitian sekarang
menggunakan sampel
Pemerintah Daerah di
Indonesia, sedangkan
penelitian yang
dilakukan oleh
Petrovits,
Shakespeare, dan
Shih menggunakan
sektor organisasi
nirlaba yaitu 27.495
lembaga amal dari
tahun 1999 sampai
2007.
- Pengendalian intern pada
organisasi nirlaba
memiliki hubungan
positif dengan kondisi
keuangan lemah, sedang
tumbuh, lebih kompleks,
dan berukuran kecil.
Bersambung pada halaman selanjutnya
54
Tabel 2.2 (Lanjutan)
No Nama Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
5. Mustikarini
dan Fitriasari
(2007)
Pengaruh
Karakteristik
Pemerintah Daerah
dan Temuan Audit
BPK Terhadap
Kinerja Pemerintah
Daerah/Kota di
Indonesia
- Variabel Dependen:
Pengendalian Intern
(dilihat dari skor
kinerja Pemda)
- Variabel Independen:
PAD (dilihat dari
tingkat kekayaan
daerah)
- Alat Analisis:
Regresi Berganda
- Ruang Lingkup:
Pemerintah Daerah di
Indonesia
- Variabel Independen:
1. Ukuran Pemerintah
Daerah
2. Tingkat
ketergantungan
pada Pemerintah
Pusat
3. Belanja Daerah
4. Temuan audit
- Ukuran Pemerintah
Daerah, tingkat PAD,
tingkat ketergantungan
pada pemerintah pusat,
dan temuan audit BPK
berpengaruh signifikan
terhadap variabel
independen dengan arah
yang sesuai dengan
hipotesis.
Bersambung pada halaman selanjutnya
55
Tabel 2.2 (Lanjutan)
No Nama Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
6. Martani dan
Zaelani (2011)
Pengaruh Ukuran,
Pertumbuhan dan
Kompleksitas
Terhadap
Pengendalian Intern
Pemerintah Daerah
di Indonesia
- Variabel Dependen:
Pengendalian Intern
- Variabel Independen:
1. Pertumbuhan
Pemerintah Daerah
2. Kompleksitas
Pemerintah Daerah
(dilihat PAD dan
jumlah SKPD)
- Alat Analisis:
Regresi Berganda
- Ruang Lingkup:
Pemerintah Daerah di
Indonesia
- Variabel Independen:
Ukuran Pemerintah
Daerah
- Ukuran Pemerintah
Daerah secara signifikan
berpengaruh negatif
terhadap kelemahan
pengendalian intern.
Pertumbuhan pemerintah
daerah secara signifikan
berpengaruh positif
terhadap pengendalian
intern dan kompleksitas
pemerintah daerah
memiliki pengaruh
signifikan positif
terhadap pengendalian
intern.
Bersambung pada halaman selanjutnya
56
Tabel 2.2 (Lanjutan)
No Nama Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
7. Kristanto
(2006)
Pengaruh Ukuran
Pemerintahan,
Pendapatan Asli
Daerah (PAD), dan
Belanja Modal
Sebagai Prediktor
Kelemahan
Pengendalian
Internal.
- Variabel Dependen:
Pengendalian Intern
- Variabel Independen:
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
- Alat Analisis:
Regresi Berganda
- Ruang Lingkup:
Pemerintah Daerah di
Indonesia
- Variabel Independen:
1. Ukuran Pemerintah
Daerah
2. Belanja Modal
- Ukuran Pemerintah
Daerah secara signifikan
berpengaruh positif
terhadap kelemahan
pengendalian intern.
Pendapatan Asli Daerah
(PAD) berpengaruh
negatif terhadap
pengendalian intern dan
belanja modal memiliki
pengaruh signifikan
positif terhadap
pengendalian intern.
57
C. Kerangka Berpikir
Menurut Hamid (2007), kerangka pemikiran merupakan sintesa dari
serangkaian teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya
merupakan gambaran sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau
alternatif solusi dari serangkaian masalah yang ditetapkan.
Kerangka berpikir ini merupakan model konseptual tentang bagaimana
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah yang penting. Adapun masalah-masalah yang dianggap penting dalam
penelitian ini adalah pertumbuhan Pemerintah Daerah dan kompeksitas
Pemerintah Daerah yang mempengaruhi pengendalian intern Pemerintah Daerah.
Gambar 2.1 berikut ini adalah kerangka pemikiran yang menggambarkan
permasalahan penelitian.
Gambar 2.1.
Kerangka Berpikir
Bersambung pada halaman selanjutnya
Gambar 2.1 Lanjutan
Banyaknya pemerintahan daerah di Indonesia dengan otonomi yang
semakin besar, membuat pengawasan yang baik sangat dibutuhkan agar
tidak terjadi kecurangan (fraud). Kecurangan dalam organisasi baik di
sektor pemerintahan maupun di sektor swasta biasanya disebabkan oleh
lemahnya pengendalian intern.
Dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah yang menjadi landasan bagi pemberian
otonomi daerah
58
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran
Variabel Independen Variabel Dependen
Basis Teori:
Teori Keagenan (Agency Theory)
Tingkat Pertumbuhan
Ekonomi Pemerintah
Daerah
Kompleksitas
Pemerintah Daerah
Pengendalian Intern
Metode Analisis: Regresi Berganda
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan, dan Saran
Dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah yang menjadi landasan bagi pemberian
otonomi daerah
PAD
59
D. Hipotesis Penelitian
1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Daerah dengan Kelemahan
Pengendalian Intern
Beberapa penelitian mengenai pengaruh pertumbuhan perusahaan
terhadap pengendalian intern telah banyak dilakukan. Penelitian yang
dilakukan Doyle, Ge, dan McVay (2007) dan penelitian yang dilakukan oleh
Ashbaugh-Skife, Collins, dan Kinney (2007) menemukan bukti empiris
bahwa tingkat pertumbuhan perusahaan memiliki hubungan positif dengan
kelemahan pengendalian intern. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Petrovits, Shakespeare, dan Shih (2010) dalam terhadap organisasi nirlaba
menyimpulkan bahwa organisasi yang sedang tumbuh memiliki masalah
kelemahan pengendalian intern yang lebih banyak. Pertumbuhan yang cepat
dari sebuah organisasi menyebabkan banyak terjadi perubahan. Berbagai
perubahan tersebut menuntut penyesuaian dari pengendalian intern yang
dimiliki.
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, maka peneliti
menduga bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
pengendalian intern, sehingga rumusan hipotesisnya adalah:
H1: Tingkat Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap
kelemahan pengendalian intern.
60
2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Kelemahan Pengendalian
Intern.
Pendapatan asli daerah diperoleh dengan melihat sejumlah transaksi,
tetapi frekuensi transaksi tersebut sangat tinggi, misalnya pajak daerah,
retribusi dan hasil pengelolaan kekayaan daerah. Dengan demikian
diperlukan sumber daya yang lebih untuk melakukan pengendalian terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD memiliki peranan penting dalam
pembiayaan daerah, semakin besar PAD yang dimiliki suatu daerah semakin
besar pula kemampuan daerah untuk mencapai tujuan otonomi daerah yakni
dalam dua hal peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Yani, 2008).
Penelitian Petrovits, Shakespeare, dan Shih (2010) menemukan
bahwa pengendalian intern dapat diukur dari banyak atau sedikit jumlah
sumber pendapatan. Hasilnya menunjukan semakin banyak jumlah sumber
pendapatan membuat masalah pengendalian intern meningkat. Oleh karena
itu, dalam penelitian ini pengendalian intern akan dipengaruhi dari PAD.
Peneletian serupa dilakukan oleh Darwanto dan Yustikasari (2007) di
Indonesia yang menemukan adanya perbedaan preferensi antara eksekutif
dan legislatif dalam pengalokasian PAD ke dalam belanja sektoral. Adanya
penurunan alokasi pendidikan dan kenaikan alokasi infrastruktur diduga
disebabkan oleh adanya kekuasaan legislatif yang sangat besar sehingga
61
menyebabkan kewenangan atas penggunaan jumlah PAD tidak sesuai
dengan preferensi publik dan karena adanya kewenangan tersebut ditemukan
adanya korupsi politik oleh legislatif. Kesimpulan dari penelitian Darwanto
dan Yustikasari (2007) adalah pengendalian intern sangat diperlukan untuk
mencegah timbulnya fraud dalam mengamankan dana PAD. Berdasarkan hal
tersebut, maka hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
H2: Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif signifikan
terhadap kelemahan pengendalian intern
3. Kompleksitas Pemerintah Daerah (jumlah SKPD) dengan Kelemahan
Pengendalian Intern
Kompleksitas pemerintahan daerah dapat dilihat dari beberapa aspek.
Semakin kompleks suatu organisasi dalam menjalankan kegiatan dan
memiliki area kerja yang tersebar akan semakin sulit pengendalian intern
dijalankan. Organisasi menghadapi tantangan yang lebih besar dalam
mengimplementasikan pengendalian intern secara konsisten untuk setiap
divisi yang berbeda. Kesulitan juga akan muncul ketika akan memulai
konsolidasi laporan keuangan dari berbagai divisi atau cabang organisasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ge dan McVay (2005),
mengemukakan bahwa setelah diterapkannya Sarbanes Oxley Act terdapat
peningkatan kualitas pengendalian intern dalam perusahaan. Penelitian ini
menggunakan sampel 261 perusahaan yang mengungkapkan minimal satu
62
kelemahan material pengendalian intern dalam lembar pengisisan SEC
(Security and Exchange Commission).
Penelitian Asbaugh-Skife, Collins, dan Kinney (2007) menemukan
efektifitas desain dan operasi pengendalian intern dalam pelaporan keuangan
setelah diwajibkannya perusahaan melakukan sertifikasi bahwa telah
melakukan evaluasi terhadap pengendalian intern dalam pelaporan
keuangan. Hasil analisis ditemukan bahwa kompleksitas organisasi (jumlah
segmen usaha) berpengaruh positif terhadap pengendalian intern.
Penelitian lain yang dilakukan Doyle, Ge dan McVay (2007)
menemukan hubungan positif antara jumlah segmen usaha atau cabang
organisasi dengan kelemahan pengendalian intern. Peneliti menemukan dari
779 perusahaan yang dijadikan sampel terdapat perusahaan yang memiliki
banyak kelemahan pengendalian intern adalah perusahaan yang memiliki
banyak diversifikasi. Semakin banyak segmen atau cabang organisasi maka
pengendalian intern yang terjadi akan semakin kompleks.
Peneliti menerapkan segmen usaha atau cabang organisasi dalam suatu
perusahaan menjadi jumlah SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) yang
dimiliki pemerintah daerah. Karena diduga banyak masalah yang timbul dari
banyaknya jumlah SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) seperti terdapat
kesulitan implementasi sistem pengendalian intern pada lingkungan SKPD
yang berbeda, masalah pengawasan dari pemerintah daerah dan masalah
mengenai pelaporan keuangan.
63
Berdasarkan hal tersebut hipotesis yang dapat dikembangkan adalah:
H3: Kompleksitas Pemerintah Daerah berpengaruh positif signifikan
terhadap kelemahan pengendalian intern.
64
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kausalitas yang menggunakan data
sekunder diambil dari pemerintah daerah seluruh Indonesia berupa laporan
neraca untuk mendapatkan total asset, laporan realisasi anggaran untuk
memperoleh data PAD dan total pendapatan, laju PDRB, dan jumlah SKPD
(Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan laporan dari BPK mengenai opini laporan
keuangan pemerintah daerah tahun 2011.
B. Teknik Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah pemerintah daerah seluruh Indonesia yang
berjumlah 409. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik
puposive sampling dengan jumlah data sebanyak 156 pemerintah daerah. Kriteria
pengambilan sampel adalah pemerintah daerah seluruh Indonesia yang dipilih
memiliki semua data yang lengkap meliputi neraca untuk mendapatkan total aset,
laporan realisasi anggaran untuk data PAD dan total pendapatan, laju PDRB,
jumlah SKPD pemerintah daerah pada tahun 2011.
64
65
Pemerintah daerah yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki
kriteria sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah seluruh Indonesia yang mempublikasikan laporan
keuangan pada tahun anggaran 2011 dan telah diaudit oleh BPK.
2. Menyajikan laporan keuangan pemerintah daerah per Desember 2011 secara
lengkap.
3. Memiliki data pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari
tahun 2010 – 2011 yang bernilai positif.
4. Memiliki informasi variabel-variabel yang diukur yaitu Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), Pendapatan asli Daerah (PAD) dan Satuan Kerja
Perangkat daerah (SKPD) dan didalamnya memuat satuan pemahaman
pengendalian intern termasuk laporan mengenai kepatuhan undang-undang
dan pengendalian intern.
C. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan penelusuran
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang dipilih dan memiliki semua
data yang lengkap meliputi neraca untuk medapatkan total aset, jumlah SKPD
Pemerintah daerah, laporan realisasi anggaran untuk data PAD dan total
pendapatan dan laju PDRB tahun 2011.
Sumber data penelitian yang digunakan penulis adalah data sekunder. Data
sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
66
langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data
sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan
(Indriantoro dan Supomo, 2002). Data sekunder dari penelitian ini diambil dari:
- Laporan keuangan pemerintah daerah yang diperoleh dari Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) yang dipublikasikan pada tahun 2011.
- Jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pemerintah Daerah yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dipublikasikan pada tahun
2011.
- Data jumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang diperoleh dari
LKPD dan dipublikasikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada
tahun 2011.
- Jurnal-jurnal, tesis dan bahan dari internet yang berhubungan dengan
pengendalian intern pemerintah daerah.
- Data opini audit pemerintah daerah seluruh Indonesia yang dipublikasikan di
BPK pada tahun 2011.
D. Teknik Analisis
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik analisis kuantitatif. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif
dilakukan dengan cara mengkuantifikasi data-data penelitian sehingga
menghasilkan informasi yang dibutuhkan dalam analisis.
67
Terdapat tiga uji yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu uji statistik
deskriptif, uji asumsi klasik dan analisis regresi berganda.
1. Uji Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dalam penelitian pada dasarnya merupakan proses
transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami
dan diinterpretasikan. Pengujian ini menyajikan ringkasan, pengaturan atau
penyusunan data dalam bentuk tabel dan grafik. Statistik deskriptif umumnya
digunakan oleh peneliti untuk memberikan informasi mengenai karakteristik
variabel penelitian yang utama (Ikhsan, 2008).
Penelitian statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu
data yang dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varians, dan
range statistik (Ghozali, 2011). Mean digunakan untuk memperkirakan besar
rata-rata populasi yang diperkirakan dari sampel. Standar deviasi digunakan
untuk menilai dispersi rata-rata dari sampel. Maksimum-minimum digunakan
untuk melihat nilai minimum dan maksimum dari populasi. Hal ini perlu
dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel yang berhasil
dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian.
68
2. Uji Asumsi Klasik
Tahapan dalam pengujian dengan menggunakan uji regresi berganda
menggunakan beberapa asumsi klasik yang harus dipenuhi meliputi: uji
normalitas, uji multikolinearitas dan uji heterokedastisitas yang secara rinci
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel penggangu atau residual mempunyai distribusi normal
(Ghozali, 2011). Menurut Winarmo (2009) model regresi yang baik
adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.
Untuk menguji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov (K-S). Data dikatakan berdistribusi normal yaitu
nilai K-S memiliki nilai probabilitasnya di atas α = 5%.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji ada tidaknya
korelasi antar variabel independen dalam suatu model regresi.
multikolinearitas di dalam model regresi pada penelitian ini dapat
dideteksi dengan menghitung koefisien korelasi antar variabel
independen, apabila koefisiennya rendah, maka tidak terdapat
multikolinieritas (Winarno, 2009).
Lain halnya menurut Ghozali (2011) uji Multikolinearitas
bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi
69
antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik adalah tidak
terjadi korelasi diantara variable independen. Multikolinearitas dapat
dilihat dari nilai toleransi dan lawannya yaitu Variance Inflation Factor
(VIF). Untuk pengambilan keputusan dalam menentukan ada atau
tidaknya multikolinearitas yaitu dengan kriteria sebagai berikut
1) Jika nilai VIF > 10 atau jika nilai tolerance < 0, 1 maka ada
multikolinearitas dalam model regresi.
2) Jika nilai VIF < 10 atau jika nilai tolerance > 0, 1 maka tidak ada
multikolinearitas dalam model regresi.
c. Uji Heterokendastisitas
Menurut Ghozali (2011) uji heterokedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah model regresi terjadi kesamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah
yang homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Ada
beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas.
Namun, dalam penelitian ini dapat dideteksi dengan melihat Grafik Plot
dan uji Spearman’s rho.
Grafik plot dapat diketahhui dengan melihat nilai prediksi variabel
terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi
ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dialakukan dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED
dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah
70
residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar
analisis:
1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Uji Spearman’s Rho dilakukan dengan cara mengkorelasikan
masing-masing variabel independen dengan nilai unstandardized
residual. Pengujian menggunakan tingkat signifikasi 0,05 dengan uji dua
sisi. Jika korelasi antara variabel independen dengan residual diatas 0,05
maka dikatakan bahwa tidak terjadi masalah Heterokedastisitas pada
model regresi Ghozali (2011).
3. Pengujian Hipotesis
Menurut Kuncoro (2001), pengujian hipotesis digunakan untuk
mengukur ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir aktual secara
statistik hal ini dapat diukur dari koefisien determinasi (R2), uji statistik t, uji
statistik F, dan analisis regresi berganda.
71
a. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Deteminasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa
jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2
yang kecil
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu
berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi
yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2011).
Tetapi karena R2
mengandung kelemahan mendasar, yaitu bias terhadap
jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model, maka
penelitian ini menggunakan adjusted R2
berkisar antara nol dan satu. Jika
nilai adjusted R2
semakin mendekati satu maka makin baik kemampuan
model tersebut dalam menjelaskan variabel dependen (Winarno, 2009).
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Menurut Ghozali (2011), uji F pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Kriteria
signifikansi simultan adalah:
- Jika signifikansi > 0,05 maka H0 diterima
- Jika signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak
72
c. Uji Signifikansi Paramater Individual (Uji t)
Menurut Ghozali (2011), tujuan pengujian ini adalah untuk
mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel penjelasan (independen)
secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen.
Membandingkan antara p value dengan tingkat signifikansi 0,05, maka
dapat ditentukan apakah Ho ditolak atau diterima (Ho diterima apabila p
value > 0,05, Ho ditolak apabila p value < 0,05).
Kriteria signifikansi hipotesis adalah:
- Jika signifikansi > 0,05 maka H0 diterima
- Jika signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak
d. Analisis Regresi Berganda yang Terbentuk
Regresi berganda adalah metode analisis yang tepat ketika
penelitian melibatkan satu variabel terikat yang diperkirakan
berhubungan dengan satu atau lebih variabel bebas. Tujuan analisis
regresi berganda adalah memperkirakan perubahan respon pada variabel
terikat terhadap beberapa variabel bebas. Analisis regresi adalah sebuah
pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan hubungan matematis
antara variabel dependen (Y) dengan satu atau beberapa variabel
independen (X). Hubungan matematis digunakan sebagai suatu model
regresi yang digunakan untuk meramalkan atau memprediksi nilai (Y)
berdasarkan nilai (X) tertentu. Dengan menggunakan analisis regresi akan
diketahui variabel independen yang benar-benar signifikan yang
73
mempengaruhi variabel dependen dan dengan variabel yang signifikan
dapat digunakan untuk memprediksi nilai variabel dependen dalam suatu
penelitian (Hair, Anderson dan Tatham, 1995).
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi berganda (multiple regression), yaitu dengan melihat pengaruh
tingkat pertumbuhan ekonomi, PAD dan kompleksitas pemerintah daerah
dilihat dari (jumlah SKPD) terhadap pengendalian intern pada pemerintah
daerah. Model dalam penelitian ini memiliki jumlah kasus yang terkait
kelemahan sistem pengendalian intern di pemerintah daerah oleh auditor
BPK menjadi variabel dependen (Internal Control Weaknesses/ICW).
Sedangkan variabel independen dalam model penelitian ini terdiri dari:
1) Tingkat pertumbuhan ekonomi dilihat dari jumlah Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Pemerintah Daerah.
2) Pendapatan Asli Daerah (PAD) dilihat dari hasil persentase dari PAD
dan total pendapatan Pemerintah Daerah.
3) Kompleksitas pemerintah daerah yang dilihat dari Jumlah Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
ICW = α + β GROWTH+ β2 PAD+ β3 SKPD+ε
Keterangan:
ICW = Pengendalian intern
α = Konstanta
74
GROWTH = Pertumbuhan Pemerintah Daerah (dilihat dari pertumbuhan
PDRB)
PAD = Pendapatan Asli Daerah di Pemerintah Daerah
SKPD = Jumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah
Daerah
ε = Koefisien error
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang
digunakan berikut dengan operasional dan cara pengukurannya. Adapun
operasionalisasi variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:
1. Variabel Dependen (Y)
Pengendalian intern pemerintah daerah dalam penelitian ini adalah
variabel dependen. Pengendalian intern merupakan suatu proses yang
dipengaruhi board of directors, manajemen dan pegawai lainnya, yang
dirancang untuk memberikan keyakinan yang layak dapat dicapainya tujuan-
tujuan organisasi (AICPA, 2005). Pengendalian intern pemerintah daerah
dalam penelitian ini diukur dari hasil laporan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) yang berupa jumlah temuan kasus penyimpangan atau pelanggaran
terhadap Sistem Pengendalian Internal (SPI) dalam Pemerintah Daerah.
Semakin banyak temuan kasus penyimpangan SPI yang ditemukan BPK di
75
suatu pemerintah daerah maka semakin lemah pengendalian intern dari
pemerintah daerah tersebut (Martani dan Zaelani, 2011).
2. Variabel Independen (X)
Menurut Indriantoro dan Supomo (2002), variabel independen
(variabel bebas) adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi
variabel yang lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat
pertumbuhan ekonomi dan kompleksitas pemerintah daerah dilihat dari
jumlah SKPD di pemerintah daerah.
Adapun penjelasan variabel-variabel tersebut sebagai berikut:
a. Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Daerah (X1)
Organisasi yang sedang tumbuh memiliki masalah pengedalian
kelemahan pengendalian intern yang lebih banyak. Pertumbuhan yang
cepat dari sebuah organisasi menyebabkan banyak terjadi perubahan.
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP/GNP tanpa
memandang apakah kenaikan itu besar atau lebih kecil dari tingkat
penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi yang terjadi atau tidak
(Arsyad, 2004).
Pertumbuhan ekonomi pemerintah daerah dalam penelitian ini
dilihat dari laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB
pada satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB sebelumnya (PDRBt – 1)
76
(Rustiadi, Saefulhakim dan Panuju, 2011). Pengukuran PDRB dalam
penelitian ini menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut:
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) =
b. Pendapatan Asli Daerah (X2)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh
daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (Yani, 2008).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat diukur dengan membandingkan
dengan jumlah pendapatan Pemerintah Daerah sehingga terbentuk
persentase PAD (Kristanto, 2009). Pengukuran PAD dalam penelitian ini
menggunakan rumus sebagai berikut:
Pendapatan Asli Daerah (PAD) =
x 100%
c. Kompleksitas Pemerintah Daerah (X3)
Semakin kompleks suatu organisasi dalam menjalankan kegiatan dan
memiliki area kerja yang tersebar akan semakin sulit pengendalian intern
dijalankan. Jumlah SKPD menjadi pertimbangan dalam melihat tingkat
kebutuhan pelayanan umum di suatu pemerintah daerah. Kompleksitas
Pemerintah Daerah dapat dilihat dari jumlah unit perangkat daerah yang
terdapat dalam daerah tersebut (Restu dan Indriantoro, 2000). Variabel
kompleksitas pemerintah daerah dalam penelitian ini dilihat dari jumlah
77
SKPD dalam suatu Pemerintah Daerah di laporan keuangan Pemerintah
Daerah. Variabel dan skala pengukuran yang terdapat dalam penelitian
disajikan secara ringkas dalam Tabel 3.1 di bawah ini:
Tabel 3. 1
Oprasionalisasi Variabel Penelitian
No. Variabel Pengukuran
Skala
Pengukur-
an Sumber Data
1. Variabel
dependen:
Pengendalian
Intern (Y)
(Martani dan
Zaelani, 2011)
Proksi: jumlah
temuan BPK
akibat kelemahan
Sistem
Pengendalian
Intern
Rasio Ihtisar Hasil
Pemeriksaan
Semester
(IHPS) II oleh
BPK
2. Variabel
independen:
Tingkat
pertumbuhan
ekonomi (X1)
(Rustiadi,
Saefulhakim dan
Panuju, 2011)
.
Rasio Buku PDRB
Pemerintah
Daerah
Seluruh
Indonesia
Tahun 2010
dan 2011 oleh
BPS
3. Variabel
independen:
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
(X2) (Kristanto,
2009)
x100%
Rasio Laporan
Keuangan
Pemerintah
Daerah
(LKPD) tahun
2011 oleh BPK
4. Variabel
independen:
Kompleksitas
Pemerintah
Daerah (X3)
(Restu dan
Indriantoro,
2000)
Proksi: jumlah
seluruh Satuan
Kerja Perangkat
Daerah (SKPD)
yang dimiliki
Pemerintah
Daerah
Rasio Laporan
Keuangan
Pemerintah
Daerah
(LKPD) tahun
2011 oleh BPK
78
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Deskripsi Objek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Daerah yang ada di
Indonesia. Sampel Pemerintah Daerah yang berhasil diperoleh dalam
penelitian ini sebanyak 156 Pemerintah Daerah dengan total data 409
Pemerintah Daerah. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
Badan Pusat Statistika (BPS) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada
tahun 2011. Fokus penelitian ini adalah ingin melihat pengaruh tingkat
pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kompleksitas
pemerintah daerah (jumlah SKPD) terhadap kelemahan pengendalian intern
pada Pemerintah Daerah. Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan dan ditampilkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.1
Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria
Sumber: Data sekunder yang diolah
No. Kriteria Jumlah
1. Total Pemerintah Daerah yang ada di Indonesia. 409
2. Pemerintah Daerah yang tidak memiliki data secara lengkap
pada laporan keuangannya dan laporan temuan auditor
independen.
(213)
3. Pemerintah Daerah yang memiliki nilai PDRB Negatif (40)
Data tersedia dan lengkap 156
Total sampel selama satu tahun periode penelitian 156
78
79
2. Deskripsi Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih secara purposive
sampling, sehingga sampel dalam penelitian ini merupakan Pemerintah
daerah yang memiliki kriteria yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sampel
dipilih bagi Pemerintah Daerah yang menyajikan data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini, seperti data jumlah kasus kelemahan sistem
pengendalian internal yang diterbitkan oleh BPK, Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD). Berikut ini adalah nama-nama Pemerintah
Daerah yang menjadi objek dalam penelitian ini:
Tabel 4.2
Nama Pemerintah Daerah Hasil Observasi
No. Nama Pemerintah Daerah
Prov. Aceh
1 Aceh barat
2 Aceh besar
3 Aceh Selatan
4 Aceh Singkil
5 Aceh tengah
6 Aceh Utara
7 Gayo Lues
8 Nagan Raya
Prov. Sumatera Utara
1 Asahan
2 Dairi
4 Labuhanbatu
5 Mandailing Natal
6 Pakpak Bharat
7 Samosir
80
No. Nama Pemerintah Daerah
Prov. Sumatera Barat
1 Agam
2 Dharmasraya
3 Padang Pariaman
4 Pasaman
5 Pesisir Selatan
6 Sijunjung
7 Solok
8 Tanah Datar
Prov. Riau
1 Pelalawan
2 Rokan Hulu
Prov. Jambi
1 Batang Hari
2 Bungo
3 Kerinci
4 Merangin
5 Sarolangun
6 Tebo
Prov. Sumatera Selatan
1 Lahat
2 Muara Enim
3 Musi banyuasin
4 Musi rawas
6 Ogan komering ilir
7 Ogan komering ulu
Prov. Kepulauan Riau
1 Bintan
2 Karimun
3 Kepulauan anambas
4 Lingga
5 Natuna
Prov. Jawa Barat
1 Bandung
2 Bandung barat
3 Bekasi
4 Bogor
81
No. Pemerintah Daerah
5 Ciamis
6 Cianjur
7 Cirebon
8 Garut
9 Purwakarta
10 Subang
11 Sukabumi
12 Sumedang
Prov. Jawa Tengah
1 Banjarnegara
2 Banyumas
3 Batang
4 Boyolali
5 Brebes
6 Demak
7 Grobogan
8 Jepara
9 Karanganyar
10 Kebumen
11 Kendal
12 Klaten
13 Kudus
14 Magelang
15 Pekalongan
16 Pemalang
17 Purbalingga
18 Purworejo
19 Rembang
20 Semarang
21 Sragen
Prov. D. I Yogyakarta
1 Bantul
2 Gunung kidul
3 Sleman
Prov. Jawa Timur
1 Bangkalan
2 Banyuwangi
3 Blitar
4 Bojonegoro
82
No. Pemerintah Daerah
Prov. Jawa Timur
5 Lamongan
6 Lumajang
7 Madiun
8 Magetan
9 Malang
10 Mojokerto
11 Nganjuk
12 Pacitan
13 Pamekasan
14 Ponorogo
15 Probolinggo
16 Sampang
20 Tuban
21 Tulungagung
Prov. Banten
1 Lebak
2 Pandeglang
3 Serang
4 Tanggerang
Prov. Bali
1 Badung
2 Bangle
3 Buleleng
4 Gianyar
5 Karangasem
6 Klungkung
7 Tabanan
Prov. Nusa Tengara Barat
1 Dompu
2 Lombok barat
3 Lombok tengah
4 Lombok timur
5 Sumbawa
6 Sumbawa barat
83
No. Pemerintah Daerah
Prov. Nusa Tenggara Timur
1 Alor
Prov. Kalimantan Barat
1 Ketapang
2 Kubu Raya
3 Pontianak
4 Sambas
5 Sanggau
Prov. Kalimantan Tengah
1 Barito selatan
2 Gunung mas
3 Kapuas
4 Kotawaringin barat
5 Kotawaringin timur
6 Lamandau
7 Murung raya
8 Pulang pisau
Prov. Kalimantan Selatan
1 Barito kuala
2 Hulu sungai selatan
3 Hulu sungai tengah
4 Hulu sungai utara
5 Tanah laut
6 Tapin
Prov. Kalimantan Timur
1 Paser
2 Panejam paser utara
3 Tana tidung
Prov. Sulawesi Utara
1 Bolaang mongondow
2 Bolaang mongondow utara
Prov. Sulawesi Tengah
1 Banggai
2 Banggai kepulauan
3 Buol
4 Donggala
5 Morowali
6 Parigi mouton
84
Pemerintah Daerah
7 Poso
8 Sigi
9 Tojo una-una
Prov. Sulawesi Selatan
1 Barru
2 Bone
3 Bulukumba
4 Enrekang
5 Gowa
6 Luwu
7 Pangkajene da Kepulauan
8 Pinrang
9 Sindenreg rappang
10 Wajo
Prov. Sulawesi Tenggara
1 Buton
2 Kolaka
3 Konawe selatan
4 Muna
5 Wakatobi
Prov. Gorontalo
1 Boalemo
2 Bone bolango
3 Gorontalo
4 Gorontalo utara
5 Pohuwato
Prov. Sulawesi barat
1 Mamuju
2 Mamuju utara
Prov. Maluku
1 Maluku tenggara barat
Prov. Maluku Utara
1 Halmahera selatan
2 Halmahera tengah
3 Halmahera utara
Prov. Papua
1 Asmat
2 Jayapura
85
No. Pemerintah Daerah
3 Kep. Yapen
4 Paniai
5 Puncak jaya
Prov. Papua Barat
1 Raja ampat
2 Sorong
3 Sorong selatan
156
Sumber: Data sekunder yang diolah
B. Hasil Uji Analisis Data
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi
berganda (multiple regression). Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran
yang menyeluruh mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan kompleksitas pemerintah daerah (jumlah SKPD) terhadap
pengendalian intern pada Pemerintah Daerah.
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif diperoleh sebanyak 156 data
observasi yang berasal dari jumlah Pemerintah Daerah sampel yang berjumlah
156 yang memiliki data yang lengkap untuk kepentingan penelitian.
86
Tabel 4.3
Hasil Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ICW 156 .17 1.03 .5693 .17479
GROWTH 156 .31 1.24 .7551 .15659
PAD 156 .13 7.52 1.6057 .88484
SKPD 156 .22 .43 .2934 .04353
Valid N (listwise) 156
Sumber : Data sekunder yang diolah dengan SPSS 1.7
Tabel 4.3 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel
penelitian. Berdasarkan Tabel 4.3, hasil analisis dengan menggunakan
statistik deskriptif terhadap ICW (Internal Control Weakness) dengan melihat
jumlah temuan kasus penyimpangan sistem pengendalian intern yang terjadi
di Pemerintah Daerah, menunjukkan nilai minimum sebesar 0,17, nilai
maksimum sebesar 1,03 dengan rata-rata sebesar 0,5693 dan standar deviasi
sebesar 0,17479. Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif
terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi Pemerintah Daerah menunjukkan nilai
minimum sebesar 0,31, nilai maksimum sebesar 1,24 dengan rata-rata sebesar
0,7551 dan standar deviasi 0,15659. Hasil analisis dengan menggunakan
statistik deskriptif terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihitung
menghitung presentase dengan cara membagi jumlah PAD dengan jumlah
pendapatan dikalikan seratus persen menunjukkan nilai minimum sebesar
0,13, nilai maksimum sebesar 7,52 dengan rata-rata sebesar 1,6057 dan
standar deviasi 0,88484. Hasil analisis dengan menggunakan statistik
87
deskriptif mengenai kompleksitas Pemerintah Daerah dilihat dari jumlah
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dilihat dari jumlah SKPD pada
Pemerintah Daerah menunjukkan nilai minimum sebesar 0,22, nilai
maksimum sebesar 0,43 dengan rata-rata sebesar 0,2934 dan standar deviasi
sebesar 0,4353.
Variabel pertumbuhan ekonomi, PAD dan kompleksitas Pemerintah
Daerah memiliki nilai rata-rata lebih besar dari nilai standar deviasi. Hal ini
menunjukkan bahwa kualitas data dari variabel tersebut baik, karena nilai
rata-rata yang lebih besar dari nilai standar deviasinya mengidentifikasikan
bahwa standar error dari variabel tersebut kecil (Ghozali, 2011).
2. Hasil Uji Asumsi Klasik
Tahapan dalam pengujian regresi berganda menggunakan beberapa uji
asumsi klasik yang harus dipenuhi meliputi: uji normalitas, uji
multikolinearitas dan uji heterokedastisitas yang secara rinci dijelaskan
sebagai berikut:
a. Hasil Uji Normalitas
Hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan model regresi
berganda (multiple regression). Tujuanya adalah untuk memperoleh
gambaran yang menyeluruh mengenai pengaruh variabel independen
(tingkat pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli daerah (PAD) dan
kompleksitas pemerintah daerah) terhadap variabel dependen (kelemahan
88
pengendalian intern). Berikut ini disajikan hasil uji normalitas yang dapat
dilihat pada gambar 4.1 di halaman berikutnya.
Selengkapnya mengenai hasil uji normalitas penelitian dapat dilihat
pada gambar 4.1 sebagai berikut.
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas
Grafik P-P Plot tersebut menggambarkan bahwa grafik normal
probability garis observasi mendekati atau menyentuh garis diagonalnya
yang berarti nilai residual berdistribusi normal.
89
Hasil uji normalitas juga bisa dilihat dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov untuk lebih meyakinkan bahwa data telah
terdistribusi secara normal dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.4
Hasil Uji Kolmogorov Smirnov
Hasil uji normalitas dalam kajian penelitian ini menggunakan uji One-
Sample Kolmogrov-Smirnov. Terlihat bahwa nilai K-S sebesar 0,515
dengan nilai signifikansi diatas 0,05 yang berarti nilai residual
terdistribusi secara normal atau memenuhi asumsi klasik.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 183
Normal Parametersa,,b
Mean .0000000
Std. Deviation 3.81865643
Most Extreme Differences Absolute .060
Positive .060
Negative -.031
Kolmogorov-Smirnov Z .818
Asymp. Sig. (2-tailed) .515
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
90
b. Hasil Uji Multikoloniearitas
Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala
korelasi yang kuat di antara variabel bebasnya. Berikut ini disajikan hasil
hasil uji multikoloniearitas yang dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai
berikut:
Tabel 4.5
Hasil Uji Multikoloniearitas
Tampilan output SPSS dari tabel 4.5 menunjukkan VIF dan tolerance
mengindikasikan tidak terdapat multikoloniearitas dalam variabel. Hal ini
terlihat pada nilai VIF tidak ada yang melebihi 10 dan nilai tolerance
tidak ada yang kurang dari 0,10.
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
GROWTH .483 2.069
PAD .963 1.039
SKPD .472 2.118
a. Dependent Variable: ICW
91
c. Uji Heterokedastisistas
Model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari masalah
heterokedastisitas (homokedastisitas). Berikut ini disajikan hasil uji untuk
heterokedastisitas yang dapat dilihat pada gambar 4.2 sebagai berikut:
Gambar 4.2
Hasil Uji Heterokedastisitas
Gambar 4.2 dari grafik scatterplots di atas terlihat bahwa titik-titik
menyabar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka
0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi sehingga layak dipakai untuk
kemudian dilanjutkan ke pengujian hipotesis.
92
Uji Spearman’s rho adalah salah satu cara lain untuk meneliti adanya
heterokedastisitas pada model regresi. Uji Spearman’s rho dilakukan agar
terdapat keyakinan terhadap hasil analisis regresi yang dilakukan. Berikut
ini disajikan hasil uji Spearman’s rho yang dapat dlihat pada tabel 4.6
sebagai berikut:
Tabel 4.6
Hasil Uji Spearman’s rho
Correlations
SKPD GROWTH PAD
Unstandardized
Residual
Spearman's
rho
SKPD Correlation
Coefficient
1.000 .734** .101 -.026
Sig. (2-tailed) . .000 .209 .750
N 156 156 156 156
GROWTH Correlation
Coefficient
.734** 1.000 .061 -.048
Sig. (2-tailed) .000 . .447 .551
N 156 156 156 156
PAD Correlation
Coefficient
.101 .061 1.000 .024
Sig. (2-tailed) .209 .447 . .762
N 156 156 156 156
Unstandardized
Residual
Correlation
Coefficient
-.026 -.048 .024 1.000
Sig. (2-tailed) .750 .551 .762 .
N 156 156 156 156
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
93
Tabel 4.6 diatas menjukkan bahwa ketiga variabel independen tidak
signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, hal ini
terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5%.
Sehingga dalam model regresi tidak terdapat indikasi adanya
Heterokedastisitas.
3. Hasil Uji Hipotesis Penelitian
a. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Pada model regresi berganda penggunaan adjusted R2
(Adj R2), atau
koefisien determinasi yang telah disesuaikan, lebih baik dalam melihat
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen bila dibandingkan dengan R2.
Berikut ini disajikan hasil uji Adj R2
penelitian dapat dilihat
pada tabel 4.7 sebagai berikut:
Tabel 4.7
Hasil Adj R2
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .423a .179 .163 .15993
a. Predictors: (Constant), PAD, GROWTH, SKPD
b. Dependent Variable: ICW
94
Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa angka koefisien korelasi (R)
menunjukkan nilai sebesar 0,423 yang menandakan bahwa hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen adalah lemah karena
memiliki nila R < 0,5.
Adapun nilai Adj R2
sebesar 0,163 menunjukkan bahwa hanya sebesar
16,3% variasi variabel dependen (ICW) yang dapat dijelaskan oleh variasi
variabel independen (GROWTH, PAD dan SKPD) dalam penelitian ini.
Hal ini menandakan lemahnya kemampuan variabel independen
(GROWTH, PAD dan SKPD) menjelaskan variabel dependen (ICW),
dikarenakan penelitian ini hanya memperhatikan angka-angka dalam
laporan keuangan Pemerintah Daerah.
Sedangkan sisanya yang sebesar 83,7% dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian, seperti ukuran pemerintah
daerah, jumlah penduduk yang mungkin dapat mempengaruhi kelemahan
pengendalian intern Pemerintah Daerah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu
penelitian Martani dan Zaelani (2011) yang seluruh variabel dalam
penelitiannya hanya menyumbang 25% dari keseluruhan variabel
independen. Artinya masih terdapat 75% variabel-variabel independen lain
yang belum diketahui dan diteliti secara ilmiah mempengaruhi kelemahan
pengendalian intern Pemerintah Daerah.
95
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji F bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh variabel
independen secara bersama-sama (simultan) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen. Signifikansi model regresi pada
penelitian ini diuji dengan melihat nilai signifikansi (sig.) yang ada di
tabel 4.8 di halaman selanjutnya.
Berikut ini disajikan hasil uji F penelitian dapat dilihat pada tabel 4.8
sebagai berikut:
Tabel 4.8
Hasil Uji F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .848 3 .283 11.050 .000a
Residual 3.888 152 .026
Total 4.735 155
a. Predictors: (Constant), PAD, GROWTH, SKPD
b. Dependent Variable: ICW
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai F hitung dengan nilai sig. sebesar
0,000. Hal ini menandakan bahwa model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi tingkat kelemahan pengendalian intern karena nilai sig.
<alpha (α = 5%). Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara GROWTH, PAD dan SKPD secara simultan terhadap
kelemahan pengendalian intern.
96
c. Hasil Uji Signifikansi Paramater Individual (Uji t)
Uji t bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel
independen secara individual (parsial) yaitu rasio pertumbuhan ekonomi
(GROWTH), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Kompleksitas
Pemerintah Daerah yang dilihat dari jumlah Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dalam menerangkan variabel dependen yaitu kelemahan
pengendalian intern (ICW).
Signifikansi model regresi pada penelitian ini diuji dengan melihat
nilai sig. yang ada di tabel 4.9 sebagai berikut.
Tabel 4.9
Hasil Uji t
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .075 .088 .859 .392
GROWTH -.014 .118 -.012 -.116 .907
PAD -.007 .015 -.034 -.449 .654
SKPD 1.755 .429 .437 4.086 .000
a. Dependent Variable: ICW
97
Berdasarkan pada hasil analisis data diperoleh persamaan model
regresi sebagai berikut:
ICW = 0,075 – 0,014 GROWTH – 0,007PAD + 1,755 SKPD+ε
Berdasarkan pengujian regresi berganda (multiple regression)
sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, interpretasi hasil
disajikan dalam tiga bagian. Bagian pertama membahas pengaruh
pertumbuhan ekonomi (GROWTH) terhadap pengendalian intern (ICW)
(H1). Bagian kedua membahas pengaruh PAD (PAD) terhadap
pengendalian intern (ICW) (H2). Bagian ketiga membahas pengaruh
kompleksitas pemerintah daerah jumlah SKPD (SKPD) (H3). Ketiga
variabel independen yang dimasukkan dalam model dengan signifikansi
5% dan 1% dapat disimpulkan bahwa variabel GROWTH, PAD tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel ICW, sedangkan variabel SKPD
berpengaruh signifikan terhadap variabel ICW.
d. Hasil Uji Hipotesis dan Pembahasan
1) Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (GROWTH) terhadap
Kelemahan Pengendalian Intern (ICW) (H1).
Tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa variabel GROWTH
tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari Koefisien regresi
GROWTH adalah sebesar -0,014 dengan nilai t hitung sebesar -0,116
dan nilai sig. sebesar 0,907. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
tingkat signifikansi > 0,05 yang berarti berpengaruh secara negatif
98
dan tidak signifikan terhadap ICW, berarti kenaikan atau penurunan
GROWTH tidak akan mempengaruhi kelemahan pengendalian
intern, sehingga hipotesis ke-1 tidak berhasil didukung. Hasil
penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh peneliti Petrovits, Shakespeare dan Shih (2010),
Asbaugh-skife, Collins dan Kinney (2007) dan penelitian yang
dilakukan Martani dan Zaelani (2011),
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Swastia Nirmala dan Daljono (2012) dan
Rakhmawati (2008), yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan
ekonomi pemerintah daerah tidak memiliki pengaruh terhadap
kelemahan pengendalian intern. Hal ini disebabkan karena dalam
penelitian ini menggunakan pengukuran variabel pertumbuhan ekonomi
pemerintah daerah yang kurang tepat. Pengukuran variabel pertumbuhan
ekonomi ini tidak tepat karena dalam penelitian ini hanya mengukur
perubahan laju PDRB dari tahun 2010 ke tahun 2011, maka kelemahan-
kelemahan pengendalian intern banyak ditemukan di Pemerintah Daerah
dan belum diperbaiki kualitas pengendalian internalnya. Kepala Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo (2012) menyampaikan
bahwa dari hasil pemeriksaan terhadap 158 Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD), ditemukan 1.796 kasus kelemahan
Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang belum diperbaiki kualitas
99
pengendalian internalnya dengan potensi kerugian senilai Rp1,72
triliun.
Jika pengukuran perubahan laju pertumbuhan ekonomi ini
dilakukan dalam beberapa tahun minimal lima tahun, kelemahan-
kelemahan akan lebih sedikit ditemukan karena perusahaan sudah
berusaha meningkatkan pengendalian internalnya. Hal tersebut yang
membuat laju pertumbuhan ekonomi tidak memiliki pengaruh terhadap
kelemahan pengendalian intern. Alasan lain yang menyebabkan variabel
ini tidak signifikan adalah pemerintah daerah yang memiliki tingkat
pertumbuhan ekonomi tinggi belum tentu memiliki pengendalian intern
yang baik. Sehingga banyak pemerintah daerah yang tingkat
pertumbuhan ekonomi tinggi ternyata ditemukan banyak temuan
kecurangan oleh BPK. Hal ini terbukti dalam temuan kasus oleh BPK RI
di Kabupaten Padang Lawas Utara yang memiliki pertumbuhan
ekonomi sebesar 8,20% pada tahun 2011 namun memiliki banyak kasus
kecurangan seperti di bidang administrasi pemerintahan, rekruitmen
PNS yang diduga mematok sejumlah dana, penempatan jabatan
struktural dengan tarif tertentu dan pemotongan setiap pencairan
kegiatan pada setiap SKPD dan proyek Pemerintah Daerah.
Namun ada pula pemerintah daerah dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi memiliki pengendalian intern yang baik. Hal ini
sejalan dengan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI
100
Perwakilan Aceh yang memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) kepada pemerintah Banda Aceh yang memiliki pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi yaitu sebesar 6,02% pada tahun 2011
sehingga untuk kelima kali secara berturut-turut karena memiliki
pengendalian intern yang baik dengan tidak ditemukannya
pelanggaran yang fatal oleh BPK RI.
2) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Kelemahan
Pengendalian Intern (ICW) (H2).
Variabel PAD menunjukkan koefisien regresi negatif -0,007
dengan nilai t hitung sebesar -0,449 nilai probabilitas signifikansi
sebesar 0,657. Hal ini berarti tingkat signifikansinya jauh diatas 0,05,
sehingga hipotesis ke-2 tidak berhasil didukung. Penelitan ini tidak
mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Mustikarini dan Fitriasari (2007), Martani dan Zaelani (2011) dan
Kristanto (2006).
Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yaitu oleh
Hasmawati dan Raharja (2012) yang menyatakan tingkat kekayaan yang
dimiiki perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifkan terhadap
kelemahan pengendalian intern. Hal ini dikarenakan Pemerintah Daerah
yang memiliki PAD yang tinggi belum menjamin pengendaian internnya
juga akan lebih baik daripada Pemerintah Daerah yang memiliki PAD
lebih rendah. Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian
101
Kristanto (2009) yang menyatakan bahwa PAD tidak berpengaruh
terhadap kelemahan pengendalian internal yang disebabkan karena
sejak semakin maraknya penangkapan pejabat daerah dan anggota
DPRD ke pengadilan akibat kasus korupsi terhadap dana Anggaran
Pendapatan dan APBD, membuat PAD sebagai salah satu obyek korupsi
mendapat perhatian khusus (pengawasan) dalam peruntukkannya
dengan tujuan agar Pemerintah Daerah efektif melakukan kebijakan
demi kepentingan rakyat banyak.
3) Pengaruh Kompleksitas Pemerintah daerah (SKPD) terhadap
Kelemahan Pengendalian Intern (ICW) (H3).
Variabel SKPD menunjukkan koefisien regresi positif sebesar
1,755 dengan nilai t hitung sebesar 4,086 nilai probabilitas
signifikansi sebesar 0,000. Hal ini berarti tingkat signifikansinya jauh
dibawah 0,05, sehingga hipotesis ke-3 diterima. Penelitan ini
mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Ashbaugh-skife, Collins, dan Kinney (2007) yang menyatakan bahwa
jumlah kecamatan memiliki pengaruh signifikan terhadap kelemahan
pengendalian intern.
Alasan yang mendasari adalah semakin kompleks suatu
organisasi dalam menjalankan kegiatan dan memiliki area kerja yang
tersebar akan semakin sulit pengendalian intern yang dijalankan.
Organisasi akan menghadapi tantangan yang lebih besar dalam
102
mengimplementasikan pengendalian intern secara konsisten untuk
setiap divisi yang berbeda dan kesulitan akan muncul ketika akan
memulai konsoldasi laporan keuangan dari berbagai divisi atau
cabang organisasi.
Alasan lain yang mendasari adalah pemerintah daerah yang
memiliki satuan kerja yang banyak akan memiliki banyak
diversifikasi sehingga akan menyebabkan semakin kompleksnya
pengendalian intern yang dilakukan. Dengan demikian semakin
banyak segmen atau cabang organisasi maka kasus kelemahan
pengendalian intern yang terjadi akan semakin banyak seperti
kesulitan implementasi sistem pengendalian intern di lingkungan
SKPD yang berbeda, masalah pengawasan dari pemerintah daerah
sampai saat pelaporan keuangan.
103
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini meneliti tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi, Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dan kompleksitas Pemerintah Daerah dilihat dari jumlah
SKPD terhadap pengendalian intern. Analisis dilakukan dengan menggunakan
analisis regresi berganda dengan program Statistical Package for Social Science
(SPSS) versi 17. Data sampel sebanyak 156 Pemerintah Daerah yang
menerbitkan laporan keuangan di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun
2011. Hasil pengujian dan pembahasan pada bagian sebelumnya dapat diringkas
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil uji regresi berganda (multiple regression) menunjukkan
bahwa pertumbuhan ekonomi Pemerintah Daerah tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap pengendaian intern Pemerintah Daerah pada tahun
pengamatan 2011. Hasil ini tidak mendukung penelitian sebelumnya yang
dilakukan beberapa peneliti Ashbaugh-skife, Collins dan Kinney (2007),
Petrovits, Shakespeare dan Shih (2010) dan Martani dan Zaelani (2011).
2. Berdasarkan hasil uji regresi berganda (multiple regression) menunjukkan
bahwa jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap pengendaian intern Pemerintah Daerah pada tahun
pengamatan 2011. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang
103
104
dilakukan oleh Mustikarini dan Fitriasari (2007), Martani dan Zaelani (2011)
dan Kristanto (2006).
3. Berdasarkan hasil uji regresi berganda (multiple regression) menunjukkan
bahwa kompleksitas Pemerintah Daerah dilihat dari jumlah SKPD
berpengaruh secara signifikan terhadap kelemahan pengendalian intern
Pemerintah Daerah pada tahun pengamatan 2011. Hasil ini mendukung
penelitian sebelumnya yaitu Ashbaugh-skife, Collins, dan Kinney (2007).
4. Berdasarkan hasil uji regresi berganda (multiple regression) menunjukkan
bahwa tingkat petumbuhan ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kelemahan penegndalian intern
Pemerintah Daerah sedangkan kompleksitas Pemerintah Daerah dilihat dari
jumlah SKPD berpengaruh secara signifikan terhadap kelemahan
pengendalian intern Pemerintah Daerah pada tahun pengamatan 2011.
B. Implikasi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan ilmu pemeriksaan akuntansi yang khususnya membahas
mengenai pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dan Kompleksitas Pemerintah Daerah (jumlah SKPD) terhadap
kelemahan pengendalian intern Pemerintah Daerah.
Tingkat pertumbuhan ekonomi Pemerintah Daerah memiliki pengaruh
negatif terhadap kelemahan pengendalian intern. Hal ini mengimplikasikan
105
bahwa Pemerintah Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi belum tentu memiliki kelemahan pengendalian yang tinggi juga, begitu
pula sebaliknya. Sehingga Pemerintah Daerah yang memiliki nilai rata-rata
pertumbuhan rendah maupun tinggi dituntut untuk melakukan penyesuaian dan
melakukan perbaikan terhadap pengendalian internal yang dimiliki karena
keduanya memiliki kemungkinan untuk terjadi kecurangan yang diakibatkan
masalah lemahnya pengendalian internal yang dimiliki. Hal tersebut tentu
membutuhkan waktu untuk mengimplementasikan prosedur-prosedur baru dan
bisa menimbulkan masalah pengendalian intern dalam organisasi tersebut.
Pendapatan Asli daerah (PAD) berasal dari retribusi daerah, pajak daerah
dan bagi hasi kekayaan alam daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki
hubungan yang berlawanan dengan pengendalian intern (negatif). Hal ini berarti
pemerintah daerah yang memiliki PAD yang rendah memiliki resiko terjadinya
kecurangan yang tinggi. Begitu pula sebaliknya, Pemerintah daerah yang
memiliki PAD yang tinggi memilki resiko kecurangan yang rendah. Sehingga
Pemerintah Daerah yang memiiki PAD yang tinggi seharusnya tetap
meningkatkan pengendalian internnya untuk mempertahankan PAD dan
melindungi terjadinya kecurangan yang sangat mungkin terjadi karena tingginya
PAD yang dimiliki.
Semakin kompleks suatu organisasi dalam menjalankan kegiatan dan
memiliki area kerja yang tersebar akan semakin sulit pengendalian intern
dijalankan. Karena diduga banyak masalah yang timbul dari banyaknya jumlah
106
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) seperti terdapat kesulitan implementasi
sistem pengendalian intern pada lingkungan SKPD yang berbeda, masalah
pengawasan dari pemerintah daerah dan masalah mengenai pelaporan keuangan
mewajibkan Pemerintah Daerah memiliki pengendalian intern dan adanya
komunikasi yang intensif dengan pihak manajemen untuk mengatasi masalah-
masalah tersebut.
C. Keterbatasan
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang mungkin dapat melemahkan hasil
penelitian. Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Populasi penelitian yang digunakan adalah Pemerintah Daerah di seluruh
Indonesia yang menerbitkan laporan keuangan di Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) yang hanya dilakukan pada tahun 2011.
2. Penelitian ini hanya menggunakan 4 variabel, yaitu 1 variabel dependen
yaitu pengendalian intern dan 3 variabel independen yaitu tingkat
pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kompleksitas
Pemerintah daerah dilihat dari jumlah SKPD.
3. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang memuat
data mengenai Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) seluruh
Indonesia dan data-data lain yang diperlukan untuk mendukung penelitian
ini.
107
D. Saran
Penelitian mengenai pengendalian intern Pemerintah daerah di masa yang
akan datang diharapkan mampu memberikan hasil penelitian yang lebih
berkualitas, dengan mempertimbangkan saran dibawah ini:
1. Menambahkan cakupan jumlah sampel dan periode pengamatan yang lebih
panjang, sehingga hasil yang diperoleh akan lebih menjelaskan gambaran
kondisi yang sesungguhnya.
2. Menambahkan beberapa variabel lain sebagai faktor yang dapat
mempengaruhi keberadaan pengendalian intern Pemerintah Daerah, seperti
ukuran pemerintah daerah, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan yang
diperoleh dari Pemerintah Pusat (DAU).
3. Selain data sekunder juga menggunakan data lain, seperti kuesioner taupun
interview ke kantor pemerintah atau institusi pemerintah lain untuk
mengetahui informasi lebih lengkap mengenai keberadaan pengendalian
intern pada Pemerintah daerah.
108
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. (2009). PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP Upaya Membentuk Internal
Control Culture. http:/syukriy.wordpress.com/2009/02/21/pp-602008-tentang-
spip-upaya-membentuk-internal-control-culture. Diakses tanggal 30 Maret
2013
Abdullah dan Halim. (2004). Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah : Studi Kasus
Kabupaten/ Kota di Jawa dan Bali, Proceeding Simposium Nasional
Akuntansi VI, 16-17 Oktober 2003, Surabaya.
Arens. (2012). Auditing and Assurance Services and The Integrity of Financial
Reporting, 8th
Edition. United States of America: John Wiley & Sons Inc.
Ashbaugh, Collins, Daniel, Kinney dan William. (2006). The Discovery and
Reporting of Internal Control Deficiencies Prior to SOX-Mandated Audits.
McCombs Research Paper Series No. ACC-02-05
Badan Pemeriksa Keuangan. (2011). Laporan Hasil Pemeriksaan LKPD Pemerintah
Daerah. Jakarta: Biro Humas dan Luar Negeri Badan pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan
Semeseter 1 Tahun 2012. (2012). http://www.bpk.go.id. Diakses tanggal 5
Februari 2013.
Badan Pusat Statistika. (2002). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Christine, Shakespeare, Chaterine dan Shih. (2010). The Causes and Consequences of
Internal Control Problems in Nonprofit Organizations. Accounting Review,
Jan2010, Vol. 86 Issue 1, p325-357.
Coe, Charles, Ellis dan Curtis. (1991). Internal Controls in State, Local, and
Nonprofit Agencies. Public Budgeting & Finance. Malden: Vol. 11, Iss. 3; pg.
43 .
Darwanto dan Yustikasari. (2007). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli
daerah, dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengaloksian Anggaran Belanja
Modal. Simposium Nasional Akuntansi. Makasar.
109
Doyle, Ge, Weili dan McVay. (2007). Determinants of weaknesses in internal control
over financial reporting. Working paper, Utah State University, University of
Washington, dan New York University.
Fama dan Jensen. (1983). The separation of ownershhip and control. Journal of law
and economics, 26, pp.
Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat. (2008). Panduan Penyelenggaraan
Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Bandung.
Ge dan McVay (2005). The Disclosure of Material Weaknesses in Internal Control
After the Sarbanes-Oxley Act. Accounting Horizon, 19(3), 137-158.
Ghozali. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Cetakan 4.
Semarang: BP Universitas Diponegoro.
Hair, Anderson dan Tatham. (1995). Multivariance Data Analisys. Sixth Edition.
Pearson Education, Inc. New Jersey. United State of America.
Hamid. (2007). Buku Panduan Penulisan Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Hasmawati dan Raharja. (2012). Pengaruh Ukuran Koperasi dan Jenis Koperasi
terhadap Kualitas Sistem Pengendalian Intern (Studi Kasus pada Koperasi di
Semarang). Diponegoro Journal Of accounting. Vol. 1, No. 1.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). (2011). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta:
Salemba Empat.
Ikhsan. (2008). Metodologi Penelitian Akuntansi Keprilakuan. Yogyakarta: Graham
Ilmu.
Indriantoro dan Supomo. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis. Edisi Pertama. BPFE:
Yogyakarta.
Jhingan. (1996). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT. Rajawali
Pers.
Jiambalvo, James dan Jamie Pratt. (1982). Task Complexity and Leadership
Effectiveness in CPA Firms. The Accounting Review, pp. 734-749.
Kieso. (2007). Intermediate Accounting. Ed.12th. USA: John Wiley & Son Inc.
110
KPMG. (2006). International Survey of Corporate Responsibility Reporting.
Forensic: Fraud Survey. Swiss.
Kuncoro. (2001). Metode Kuantitatif: Teori Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi
Pertama. AMP YKPN: Yogyakarta.
Lane. (2000). Jilid 1 (Marketing Management, Twelfth Edition). Terj. Benyamin
Molan. Jakarta, PT.
Mankiw. (2006). Pengantar Ekonomi Makro, Edisi Ketiga. Jakarta: Salemba Empat.
Manurung dan Rahardja. (2004). Uang, Perbankan dan Ekonomi Moneter (Kajian
Kontekstual Indonesia). Lembaga Penerbit FEUI: Jakarta.
Martani dan Zaelani (2011). Pengaruh Ukuran, Pertumbuhan dan Kompleksitas
terhadap Pengendalian Intern Pemerintah Daerah. Simposium Nasional
Akuntansi Aceh.
Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Marihot. (2005). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PT. Rajagrafindo Persada:
Jakarta.
Mulyadi. (2002). Auditing, Buku 1, edisi Enam, Jakarta: Salemba Empat.
Nachrowi dan Hardius. (2002). Penggunaan Teknik Ekonometri. Pendekatan
Populer, Praktis Dilengkapi Teknik Analisis & Pengolahan Data dengan
Menggunakan Paket Program SPSS. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Peraturan Menteri dalam Negeri (Permendagri) Nomor 04 Tahun 2008. (2008).
Pedoman Pelaksanaan Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah daerah.
Petronela, Thio. (2004). Pertimbangan Going Concern Perusahaan dalam Pemberian
Opini Audit. Jurnal Balance, 47-55.
Petrovits, Christine , Shakespeare, Chaterine dan Shih, Aimee. (2010). The Causes
and Consequences of Internal Control Problems in Nonprofit Organizations.
Accounting Review, Jan2010, Vol. 86 Issue 1, p325-357
Republik Indonesia. (1999). Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Pemerintah
daerah.
111
Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang No. 33 Tahun 2004. Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah.
Rustiadi, Saefulhakim, Sunsun dan Panuju. (2011). Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Crestpent Pres dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia: Jakarta.
Saggaf. (1999). Analisa Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Peningkatan
Pertumbuhan ekonomi di Kotamadya, Pekan Baru. Tesis. Medan.
Sembiring. (2009). Fungsi dan Tugas Inspektorat dalam Pengendalian Intern Barang
milik Daerah Pada Pemerintah Kabupaten Karo Sumatra Utara. Jurnal
Akuntansi dan Manajemen Sumatera Utara. Vol. 11 No. 1.
Sudjono dan Hoesada. (2009). Strategi Penerapan Pereturan Pemerintah tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Majalah Akuntansi Indonesia, Edisi
no. 15.
Simanjuntak. (1998). Ekonomi untuk Negara Berkembang. Jakarta: Bumi Aksara.
Sirojuzilam dan Mahalli, (2010). Regional: Pembangunan, Perencanaan dan
Ekonomi. Medan: USU Press.
Susanto. (2007). Konsep dan Pengembangan Berbasis Komputer. Bandung: Lingga
Jaya.
Tricker. (1984). Corporate Governance-Paractices, Procedures and Power in British
Companies and Their Board Of Dorectors. Economist Books. ISBN 1-84668-
167-7.Uk, Gower.
Yani. (2008). Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di
Indonesia. Jakarta: Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Persada
Warren. (2003). Accounting. 20th edition. South Western. Mason- Ohio.
Wood. (1986). Task Complexity. Definition of The Construct. Organizational
Behaviour and Human Decision Process. pp. 60-82.
Zhang, Niu dan Zheng. (2009). Research on the determinants of the quality of
internal control: evidence from China. International Conference on
Information Management, Innovation Management and Industrial
Engineering Paper.
112
LAMPIRAN
113
Daftar Nama Pemerintah Daerah yang Terdaftar di Badan Pusat Statistika
(Dalam Juta)
No Kabupaten SKPD Pendapatan PAD PDRB
2010
PDRB
2011
Temuan
BPK
Prov. Aceh
1 Aceh barat 53 521367 1577844 3247 3270 9
2 Aceh besar 60 670459 1407965 5751 6390 11
3 Aceh Selatan 18 526756 2290243 2580 2710 1
4 Aceh Singkil 21 365959 259951 716 804 3
5 Aceh tengah 13 544612 2385824 2686 3270 7
6 Aceh Utara 15 970646 1809455 11223 11889 1
7 Gayo Lues 10 409178 3248218 2686 3270 15
8 Nagan Raya 16 458364 1805222 2827 2766 5
Prov. Sumatera
Utara
1 Asahan 14 790142 2969119 11932 13650 6
2 Dairi 26 468820 323235 3778 4226 7
4 Labuhanbatu 32 627169 1282004 7611 8094 9
5 Mandailing Natal 10 1015704 4062816 3826 4147 3
6 Pakpak Bharat 15 268888 5329792 332 373 1
7 Samosir 36 394227 1916608 1670 1835 14
Prov. Sumatera
Barat
1 Agam 16 655529 186787 6593 7412 12
2 Dharmasraya 27 499218 1104489 2678 3068 7
3 Padang Pariaman 50 675842 2355014 6201 6979 9
4 Pasaman 43 503861 2289757 3283 3742 1
5 Pesisir Selatan 16 711917 2792488 4619 5234 4
6 Sijunjung 21 474260 1813614 3065 3418 12
7 Solok 20 622712 1911919 1091 6088 12
114
No Kabupaten SKPD Pendapatan PAD PDRB
2010
PDRB
2011
Temuan
BPK
8 Tanah Datar 29 553789 1307 5425 6085 6
Prov. Riau
1 Pelalawan 28 834130 2326917 16795 19270 9
2 Rokan Hulu 17 977889 3512911 11775 15155 11
Prov. Jambi
9
1 Batang Hari 25 588745 2147999 3876 4702 4
2 Bungo 12 685040 1319465 4034 4755 8
3 Kerinci 30 540112 2006211 3070 3518 7
4 Merangin 31 612251 1725526 3265 3859 16
5 Sarolangun 22 616896 2892152 3978 4667 6
6 Tebo 106 582953 2856353 2619 3095 1
Prov. Sumatera
Selatan
1 Lahat 29 862619 1667444 5630 6591 1
2 Muara Enim 31 1150855 185141 19959 23284 4
3 Musi banyuasin 48 1186095 2206729 28379 30793 6
4 Musi rawas 87 1186793 163682 7691 8847 1
6 Ogan komering ilir 25 1059108 282587 6946 7985 2
7 Ogan komering ulu 15 699245 1753109 5885 6685 14
Prov. Kepulauan
Riau
1 Bintan 35 618012 5085012 4425 4875 5
2 Karimun 23 574082 3235541 4288 4814 8
3 Kepulauan anambas 21 685909 4829665 2705 2774 6
4 lingga 37 518988 4151904 1002 1136 14
5 Natuna 45 909538 436292 4143 4373 9
115
No Kabupaten SKPD Pendapatan PAD PDRB
2010
PDRB
2011
Temuan
BPK
Prov. Jawa Barat
1 Bandung 59 2028504 9415284 46092 51292 13
2 Bandung barat 38 1006833 1353216 17704 19355 8
3 Bekasi 55 1607577 4649374 97527 106773 4
4 Bogor 48 2926437 5632475 14070 83032 8
5 Ciamis 80 1282693 2320356 17572 19345 12
6 Cianjur 64 1503544 1168918 18668 20573 14
7 Cirebon 73 1670303 9553268 10931 12117 12
8 Garut 39 1919484 1600023 24845 27492 13
9 Purwakarta 41 1054655 1027809 15957 17121 10
10 Subang 33 1307927 15708 15996 20161 14
11 Sukabumi 28 1576395 12523 18595 20161 8
12 Sumedang 25 1165218 8370518 12266 13532 11
Prov. Jawa Tengah
1 Banjarnegara 46 984557 1633333 6701 7446 6
2 Banyumas 93 1446407 8385551 10336 11495 7
3 Batang 19 730426 1367045 5269 5865 9
4 Boyolali 47 1038988 1276539 8102 9028 10
5 Brebes 50 1302465 1510805 14630 16427 6
6 Demak 45 756158 138592 5933 6517 13
7 Grobogan 40 1068529 1577887 6500 7141 11
8 Jepara 43 978513 9997681 9188 10120 8
9 Karanganyar 46 870550 1054215 9224 10288 6
10 Kebumen 15 1140548 1669396 6484 7208 14
11 Kendal 41 958983 11193 10777 12123 7
116
No Kabupaten SKPD Pendapatan PAD PDRB
2010
PDRB
2011
Temuan
BPK
12 Klaten 59 1218358 1860145 11272 12187 7
13 Kudus 43 910541 9049214 31464 33830 5
14 Magelang 21 435897 7922087 8022 8771 2
15 Pekalongan 60 866509 1631168 7231 8033 8
16 Pemalang 19 969382 1351507 8062 8860 4
17 Purbalingga 20 865161 9432426 5770 6522 14
18 Purworejo 49 896461 1330969 6467 7143 7
19 Rembang 55 759842 9482497 4969 5440 12
20 Semarang 54 945858 7033186 43398 48461 14
21 Sragen 45 987162 1198288 6747 7580 10
Prov. D. I
Yogyakarta
1 Bantul 55 900868 8428386 9076 10097 15
2 Gunung kidul 30 843350 2008694 6625 7251 5
3 Sleman 13 1029924 518279 13612 15098 10
Prov. Jawa Timur
1 Bangkalan 49 1029924 2339832 7625 8382 9
2 Banyuwangi 10 1211464 1326818 23550 26367 12
3 Blitar 30 1118580 1681671 12309 13785 2
4 Bojonegoro 40 1333736 14316 22205 27616 6
5 Lamongan 35 1173178 1135304 11774 13461 1
6 Lumajang 35 953013 1341271 13886 15583 4
7 Madiun 43 861906 1730665 6899 7777 7
8 Magetan 13 786108 1422511 7383 8116 10
9 Malang 36 1628821 1292438 30803 35675
7
117
No Kabupaten SKPD Pendapatan PAD PDRB
2010
PDRB
2011
Temuan
BPK
10 Mojokerto 47 883906 112131 18254 20766 9
11 Nganjuk 55 971791 1149763 11002 12305 4
12 Pacitan 16 647764 1883911 3353 3742 6
13 Pamekasan 13 880348 1926911 4917 5615 9
14 Ponorogo 19 1055149 2001724 7456 8405 7
15 Probolinggo 58 1009166 2111403 14896 16762 3
16 Sampang 47 694725 1715116 5710 6438 7
17 Sidoarjo 46 1666122 4231249 56507 64465 3
18 Sumenep 65 1039909 2194595 11199 12617 4
19 Trenggalek 22 867257 1420196 5870 6646 6
20 Tuban 44 991878 1076607 19041 21431 5
21 Tulungagung 22 1022966 1183934 16298 18338 2
Prov. Banten
1 Lebak 35 1111410 1343321 8421 9312 3
2 Pandeglang 18 952649 190271 8695 9619 2
3 Serang 32 1209035 729816 12642 14241 9
4 Tanggerang 34 1846947 602141 56965 39993 6
Prov. Bali
1 Badung 35 1295731 129468 14927 16403 8
2 Bangle 35 519595 2361795 2360 2580 7
3 Buleleng 37 948491 1002633 7556 8288 8
4 Gianyar 35 807984 5070531 7337 8119 2
5 Karangasem 40 667050 1199062 4136 4635 6
6 Klungkung 36 454717 1413921 2748 3023 8
118
No Kabupaten SKPD Pendapatan PAD PDRB
2010
PDRB
2011
Temuan
BPK
7 Tabanan 25 760393 6707003 5054 5531 10
Prov. Nusa Tengara
Barat
1 Dompu 38 498989 1963828 1984 2335 6
2 Lombok barat 18 828021 7225692 3940 4394 7
3 Lombok tengah 16 899143 1347919 4640 5394 8
4 Lombok timur 50 1057497 2013858 6215 7061 2
5 Sumbawa 56 696717 1584997 3968 4642 10
6 Sumbawa barat 30 649000 5279256 17961 12987 7
Prov. Nusa
Tenggara Timur
1 Alor 24 477097 257737 836 942 14
Prov. Kalimantan
Barat
1 Ketapang 18 903080 2373778 5912 6786 2
2 Kubu raya 32 706397 2528626 8801 9979 5
3 Pontianak 22 462057 3522877 12506 13913 6
4 Sambas 23 768406 2549879 5903 6647 18
5 Sanggau 34 730985 2518727 5136 5741 3
Prov. Kalimantan
Tengah
1 Barito selatan 15 537495 2978637 2242 2536 11
2 Gunung mas 22 509073 2486072 1275 1459 13
3 Kapuas 17 800281 3341047 4936 5589 7
4 Kotawaringin barat 18 606977 13985 4510 5129 6
5 Kotawaringin timur 19 768341 1226265 7847 9249 11
6 Lamandau 33 431993 3208742 1083 1232 9
7 Murung raya 22 594441 2680681 2071 2456
10
119
No Kabupaten SKPD Pendapatan PAD PDRB
2010
PDRB
2011
Temuan
BPK
8 Pulang pisau 21 446008 3013568 1297 1465 6
Prov. Kalimantan
Selatan
1 Barito kuala 44 561278 320712 3703 4001 9
2 Hulu sungai selatan 64 553132 1377046 2153 2375 7
3 Hulu sungai tengah 37 573574 1812183 2140 2468 9
4 Hulu sungai utara 36 605594 2304216 1486 1788 5
5 Tanah laut 25 554769 1835403 3961 4707 3
6 Tapin 28 609324 2335291 2198 2423 1
Prov. Kalimantan
Timur
1 Paser 38 1052092 1793176 13207 16680 7
2 Panejam paser utara 40 947704 2744741 2923 3845 20
3 Tana tidung 18 725245 4015086 346 380 9
Prov. Sulawesi
Utara
12
1
Bolaang
mongondow 31 457570 5887416 1958 2244 8
2
Bolaang
mongondow utara 24 354507 734273 758 829 5
Prov. Sulawesi
Tengah
1 Banggai 20 648291 3104545 4131 5016 11
2 Banggai kepulauan 29 437516 437516 1495 1719 5
3 Buol 33 489159 3538989 1308 1505 2
4 Donggala 52 597852 3468624 3744 4410 8
5 Morowali 53 634284 1326815 3716 4591 7
6 Parigi moutong 58 571537 5519963 6346 7247 2
7 Poso 36 554707 2285378 2132 2462 4
8 Sigi 32 498432 1120072 3140 3556 8
120
No Kabupaten SKPD Pendapatan PAD PDRB
2010
PDRB
2011
Temuan
BPK
9 Tojo una-una 44 436552 2352239 1202 1376 7
Prov. Sulawesi
Selatan
1 Barru 18 481975 2936365 1666 1904 8
2 Bone 18 869291 16429 7530 8836 5
3 Bulukumba 17 694009 11665 3763 4286 4
4 Enrekang 24 503154 2496299 1921 2292 8
5 Gowa 30 695948 1428611 5082 4931 7
6 Luwu 29 543851 2839508 3718 4341 9
7
Pangkajene dan
kepulauan 38 665752 8754481 5379 6413 10
8 Pinrang 10 638082 1689523 5291 6217 5
9 Sindenreg rappang 14 677852 1393066 3367 4216 11
10 Wajo 43 703582 1471375 5409 6656 9
Prov. Sulawesi
Tenggara
1 Buton 53 512326 3511487 1927 2252 15
2 Kolaka 71 644187 8076567 6212 7261 9
3 Konawe selatan 62 514981 3257312 2633 2998 12
4 Muna 66 632939 325268 2612 2914 15
5 Wakatobi 64 387306 2639943 807 931 7
Prov. Gorontalo
1 Boalemo 32 360832 2781408 795 887 12
2 Bone bolango 44 377826 2398895 916 1020 6
3 Gorontalo 51 566439 186249 2405 2692 3
4 Gorontalo utara 30 337826 3157252 530 642 8
5 Pohuwato 37 411810 2713561 1206 1426 9
121
No Kabupaten SKPD Pendapatan PAD PDRB
2010
PDRB
2011
Temuan
BPK
Prov. Sulawesi barat
1 Mamuju 56 677988 2152343 3328 3906 3
2 Mamuju utara 45 360842 5811596 1660 2063 16
Prov. Maluku
1
Maluku tenggara
barat 34 491803 1628487 541 624 7
Prov. Maluku Utara
1 Halmahera selatan 53 539560 1660185 899 1005 11
2 Halmahera tengah 25 366329 2324423 795 902 10
3 Halmahera utara 44 531396 44283 795 902 12
Prov. Papua
1 Asmat 28 774543 451418 621 744 9
2 Jayapura 37 571522 3473664 1933 2236 7
3 Kep. Yapen 52 482628 603285 770 821 8
4 Paniai 23 616432 8794864 472 525 10
5 Puncak jaya 29 635882 4281169 619 661 15
Prov. Papua Barat
1 Raja ampat 48 633948 362546 1121 1196 48
2 Sorong 52 659210 4355821 6166 6839 52
3 Sorong selatan 26 531447 6153856 393 464 26
122
HASIL OUTPUT SPSS
Correlations
ICW SKPD GROWTH PAD
Pearson Correlation ICW 1.000 .422 .298 .048
SKPD .422 1.000 .719 .191
GROWTH .298 .719 1.000 .116
PAD .048 .191 .116 1.000
Sig. (1-tailed) ICW . .000 .000 .275
SKPD .000 . .000 .009
GROWTH .000 .000 . .074
PAD .275 .009 .074 .
N ICW 156 156 156 156
SKPD 156 156 156 156
GROWTH 156 156 156 156
PAD 156 156 156 156
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
ICW .5693 .17479 156
SKPD .2934 .04353 156
GROWTH .7551 .15659 156
PAD 1.6057 .88484 156
123
Variables Entered/Removed
Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1 PAD, GROWTH,
SKPDa
. Enter
a. All requested variables entered.
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .848 3 .283 11.050 .000a
Residual 3.888 152 .026
Total 4.735 155
a. Predictors: (Constant), PAD, GROWTH, SKPD
b. Dependent Variable: ICW
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .075 .088 .859 .392
SKPD 1.755 .429 .437 4.086 .000 .472 2.118
GROWTH -.014 .118 -.012 -.116 .907 .483 2.069
PAD -.007 .015 -.034 -.449 .654 .963 1.039
a. Dependent Variable: ICW
124
Collinearity Diagnosticsa
Model
Dim
ensi
on Eigenvalue Condition Index
Variance Proportions
(Constant) SKPD GROWTH PAD
1 1 3.795 1.000 .00 .00 .00 .01
2 .177 4.625 .01 .00 .01 .97
3 .021 13.574 .55 .00 .45 .01
4 .007 23.581 .44 1.00 .54 .01
a. Dependent Variable: ICW
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .423a .179 .163 .15993 1.967
a. Predictors: (Constant), PAD, GROWTH, SKPD
b. Dependent Variable: ICW
Coefficient Correlationsa
Model PAD GROWTH SKPD
1 Correlations PAD 1.000 .030 -.155
GROWTH .030 1.000 -.714
SKPD -.155 -.714 1.000
Covariances PAD .000 5.243E-5 .000
GROWTH 5.243E-5 .014 -.036
SKPD .000 -.036 .184
a. Dependent Variable: ICW
125
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value .4377 .8177 .5693 .07396 156
Std. Predicted Value -1.778 3.359 .000 1.000 156
Standard Error of Predicted
Value
.013 .088 .024 .010 156
Adjusted Predicted Value .4348 .8144 .5695 .07394 156
Residual -.41534 .32761 .00000 .15837 156
Std. Residual -2.597 2.049 .000 .990 156
Stud. Residual -2.868 2.078 .000 1.009 156
Deleted Residual -.50663 .33712 -.00020 .16481 156
Stud. Deleted Residual -2.940 2.101 -.003 1.017 156
Mahal. Distance .082 45.858 2.981 4.964 156
Cook's Distance .000 .452 .011 .044 156
Centered Leverage Value .001 .296 .019 .032 156
a. Dependent Variable: ICW
126
127
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 183
Normal Parametersa,,b
Mean .0000000
Std. Deviation 3.81865643
Most Extreme Differences Absolute .060
Positive .060
Negative -.031
Kolmogorov-Smirnov Z .818
Asymp. Sig. (2-tailed) .515
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Correlations
SKPD GROWTH PAD
Unstandardized
Residual
Spearman's
rho
SKPD Correlation
Coefficient
1.000 .734** .101 -.026
Sig. (2-tailed) . .000 .209 .750
N 156 156 156 156
GROWTH Correlation
Coefficient
.734** 1.000 .061 -.048
Sig. (2-tailed) .000 . .447 .551
N 156 156 156 156
PAD Correlation
Coefficient
.101 .061 1.000 .024
Sig. (2-tailed) .209 .447 . .762
N 156 156 156 156
Unstandardized
Residual
Correlation
Coefficient
-.026 -.048 .024 1.000
Sig. (2-tailed) .750 .551 .762 .
N 156 156 156 156
128
Correlations
SKPD GROWTH PAD
Unstandardized
Residual
Spearman's
rho
SKPD Correlation
Coefficient
1.000 .734** .101 -.026
Sig. (2-tailed) . .000 .209 .750
N 156 156 156 156
GROWTH Correlation
Coefficient
.734** 1.000 .061 -.048
Sig. (2-tailed) .000 . .447 .551
N 156 156 156 156
PAD Correlation
Coefficient
.101 .061 1.000 .024
Sig. (2-tailed) .209 .447 . .762
N 156 156 156 156
Unstandardized
Residual
Correlation
Coefficient
-.026 -.048 .024 1.000
Sig. (2-tailed) .750 .551 .762 .
N 156 156 156 156
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).