pengaruh suplementasi tablet besi dan pemeriksaan
TRANSCRIPT
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
PENGARUH SUPLEMENTASI TABLET BESI DAN PEMERIKSAAN ANTENATAL DENGAN KEMATIAN NEONATAL (ANALISIS SDKI 2012)
Nurmala Selly Saputri, Pandu Riono
Departemen Biostatistika dan Ilmu Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Data SDKI lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan cakupan pemeriksaan antenatal di Indonesia. Selain itu lebih dari 75 persen ibu telah menerima tablet besi selama kehamilan. Namun, tren penurunan kematian neonatal di Indonesia justru mengalami perlambatan. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh suplementasi tablet besi dan pemeriksaan antenatal dengan kematian neonatal di Indonesia. Analisis multivariabel dilakukan dengan regresi logistik ganda pada semua kelahiran anak terakhir yang terjadi dalam kurun waktu lima tahun sebelum survei. Hasil analisis menunjukkan suplementasi tablet besi pada ibu hamil memberikan proteksi pada kejadian kematian neonatal. Ada beda pengaruh suplementasi tablet besi pada ibu yang melakukan pemeriksaan antenatal dan tidak melakukan pemeriksaan antenatal. Pengaruh akibat tidak mengonsumsi tablet besi dapat meningkatkan odds kematian neonatal sebesar 1,4 kali lebih besar pada ibu yang melakukan pemeriksaan antenatal sedangkan pengaruh akibat tidak dapat suplementasi tablet besi pada ibu hamil meningkatkan odds kematian neonatal sebesar 13,4 kali lebih besar pada ibu yang tidak melakukan pemeriksaan antenatal. Interaksi tersebut menunjukkan pengaruh yang sangat kuat dari suplementasi tablet besi pada ibu hamil di Indonesia terhadap kematian neonatal. Diperlukan upaya khusus agar setiap wanita hamil di mengosumsi tablet besi selama kehamilannya. Prioritas lain adalah program yang mampu mengurangi anemia pada wanita sejak remaja.
Kata kunci: Kematian Neonatal; Pemeriksaan Antenatal; Suplementasi Tablet Besi
THE INFLUENCE OF IRON TABLETS SUPPLEMENTATION AND ANTENATAL CARE WITH NEONATAL MORTALITY (ANALYZE INDONESIAN DSH 2012)
Abstract Data in the last five years shows an increase in antenatal care coverage in Indonesia. In addition, more than 75 percent mothers had received iron tablets during pregnancy. However, the neonatal mortality trend in Indonesia experienced a slowdown rate. Moreover, coverage of neonatal mortality in infant mortality has increased over time. This study aimed to determine influence of iron tablets supplementation and antenatal care with neonatal mortality in Indonesia. Multivariable analysis with logistic regression is used to analyze the most recently born infant in five years. The result shows that iron tablets supplementation on pregnant women give protective effect on neonatal mortality. Apparently, there are different effects of iron tablets supplementation in mothers who perform and not perform antenatal care. The odds ratio of not taking iron tablets increase the risk of neonatal death 1.4 times higher for mothers with antenatal care while the effect not taking iron tablet supplementation in pregnant women increases the risk of neonatal mortality of 13.4 times higher for mothers with no antenatal care. The interaction shows a very strong effect of iron tablets supplementation to pregnant women against neonatal mortality in Indonesia. Iron tablets supplementation gives important role to pregnant women in reducing neonatal mortality in Indonesia. Special efforts are needed so that every pregnant woman in Indonesia takes iron tablets during pregnancy. Another priority is a program that is able to reduce anemia in women as a teenager.
Keywords: Neonatal mortality, antenatal care, iron tablets supplementation
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
PENDAHULUAN
Angka Kematian Neonatal (AKN) di seluruh dunia hanya mengalami penurunan
sebesar 37 persen. Meskipun tidak menjadi target dalam Millennium Development Goals
(MDGs), penurunan AKN perlu diperhatikan mengingat 44 persen Angka Kematian Balita
(AKBA) terjadi pada periode ini. Bahkan proporsi ini meningkat dibandingkan tahun 1990
yang hanya mencakup 37 persen dari keseluruhan AKBA (UNICEF, 2013). Indonesia
merupakan salah satu negara yang menunjukkan kecenderungan cukup baik dalam mencapai
target MDGs. Secara garis besar, terjadi penurunan yang signifikan karena lebih dari 50
persen jumlah kematian balita dapat dikurangi. Namun, pengurangan AKN cenderung lebih
kecil dibandingkan dengan pengurangan Angka Kematian Bayi (AKB) dan AKBA. Padahal,
proporsi AKBA terbesar di Indonesia terjadi pada bayi dan hampir dua per tiga proporsinya
berada pada masa neonatal.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, dalam
20 tahun terakhir, AKBA mengalami penurunan sebesar 59 persen, dari 97 kematian per
1.000 kelahiran hidup menjadi 40 kematian per 1.000 kelahiran hidup. AKB menurun 53
persen, dari 68 kematian per 1.000 kelahiran hidup menjadi 32 kematian per 1.000 kelahiran
hidup. Di sisi lain, AKN hanya mengalami penurunan sebesar 41 persen, dari 32 kematian per
1.000 kelahiran hidup menjadi 19 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 1990, AKN
mencakup 47 persen AKB dan 33 persen AKBA. Sedangkan pada tahun 2010, cakupannya
meningkat menjadi 59 persen pada AKB dan 47 persen pada AKBA.
Kematian neonatal disebabkan oleh berbagai faktor, seperti faktor maternal, faktor
bayi, dan faktor pelayanan kesehatan. Pemeriksaan antenatal adalah jenis pelayanan kesehatan
yang diharapkan efektif untuk memantau kondisi kehamilan dan mempersiapkan kelahiran.
Pemeriksaan antenatal merupakan upaya pencegahan, deteksi, pengelolaan, dan pengurangan
tiga masalah utama selama kehamilan, yakni komplikasi saat kehamilan, kondisi kesehatan
ibu yang bertambah buruk saat kehamilan, dan gaya hidup yang tidak baik. Diperkirakan 96
persen ibu hamil melakukan pemeriksaan antenatal pada tahun 2007-2012 (SDKI, 2012).
Jumlah ini meningkat kurang lebih 6 persen jika dibandingkan dengan SDKI 2007. Namun,
peningkatan ini tidak berpengaruh terhadap penurunan AKN karena sejak 2007, AKN masih
tetap pada angka 19 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Di Indonesia, kualitas pemeriksaan antenatal dikatakan baik apabila dilakukan
minimal 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua, dan 2 kali pada trimester
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
ketiga. Selain itu, kualitas pemeriksaan antenatal juga diukur berdasarkan indikator pelayanan
yang diberikan, salah satunya dengan standar 7T. Indikator 7T digunakan untuk melihat
pelayanan minimal selama pemeriksaan antenatal antara lain timbang berat badan, ukur
tekanan darah, konsumsi tablet besi, tes laboratorium sederhana, ukur tinggi fundus, suntik
tetanus, dan temu wicara.
Diperkirakan 96 persen ibu hamil melakukan pemeriksaan antenatal selama kehamilan
pada tahun 2007-2012 (SDKI, 2012). Jumlah ini meningkat kurang lebih 6 persen jika
dibandingkan dengan SDKI 2007. Namun, peningkatan ini tidak berpengaruh terhadap
penurunan AKN karena sejak 2007, AKN masih tetap pada angka 19 kematian per 1.000
kelahiran hidup.
Selain frekuensi, kualitas pemeriksaan antenatal juga dilihat dari indikator 7T, salah
satunya pemberian tablet besi. Konsumsi tablet besi selama kehamilan penting dilakukan
karena sampai saat ini sekitar 37 persen ibu hamil di Indonesia masih mengidap anemia
(Depkes, 2013). Tablet besi akan meningkatkan jumlah zat besi dalam tubuh dan mengurangi
risiko anemia. Wanita yang terhindar dari anemia memiliki kesempatan lebih besar untuk
melahirkan bayi dengan berat badan normal, menurunkan risiko kelahiran prematur, dan
risiko asfiksia yang masih menjadi penyebab utama kematian neonatal di Indonesia (Dibley,
Titaley, d’Este, & Agho, 2012).
TINJAUAN TEORITIS
Secara umum angka kematian neonatal (AKN) atau kematian bayi endogen adalah
jumlah kematian bayi berumur kurang dari 28 hari per 1.000 kelahiran hidup yang dicatat
selama satu tahun. Kematian neonatal dapat dibagi menjadi kematian neonatal dini yang
terjadi pada 7 hari pertama kehidupan (0-6 hari) dan kematian neonatal lanjut yang terjadi
setelah 7 hari sampai 28 hari (Lawn, Cousens, & Zupan 2005). AKN dihitung dengan
rumus:
AKN= !"#$%& !"#$%&$' !"#$ !"#$%$#!!" !"#$!"#$%& !"#$% !"#$% !"#" !"#$% !"#$ !"#"
x 1000
Angka kematian neonatal dapat digunakan untuk mengetahui tinggi rendahnya usaha
perawatan postnatal, program imunisasi, pertolongan persalinan, dan penyakit infeksi
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
(Budiarto & Anggraeni, 2001). Angka kematian neonatal, yang merupakan bagian dari angka
kematian bayi (AKBA), penting untuk dibahas secara khusus karena intervensi kesehatan
yang dibutuhkan berbeda dengan intervensi untuk penurunan angka kematian balita (AKB)
(UN Inter-agency Group, 2013).
Lawn JE dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa 99 persen kematian neonatal
terjadi di negara miskin dan berkembang. Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia
menyumbang 2 persen kematian neonatal di seluruh dunia. Pada tahun 2000, Indonesia
menempati posisi 8 sebagai 10 besar negara dengan kematian neonatal tertinggi (Lawn JE,
2009).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 (SDKI), angka
kematian neonatal saat ini berada pada angka 19 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian
neonatal dalam 5 tahun terakhir, 2007-2012, adalah 19 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI,
2012). Angka ini sama sekali tidak mengalami perubahan bila dibandingkan dengan SDKI
2007. Namun apabila dibandingkan dengan tahun 1990 yaitu 32 per 1.000 kelahiran hidup,
tren angka kematian neonatal saat ini menurun (SDKI, 2012).
Penyebab langsung kematian neonatal antara lain penyakit infeksi dan cidera
persalinan (Joesoef, 1987). Di Indonesia, tiga besar penyebab langsung kematian neonatal
masih didominasi oleh bayi berat lahir rendah (BBLR) (29%), asfiksia (27%), dan tetanus
(10%) (Susenas, 2001).
Pemeriksaan antenatal
Pemeriksaan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
profesional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan, atau perawat)
kepada ibu hamil yang menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif (Depkes, 2005).
Pemeriksaan kehamilan atau antenatal sangat penting bagi ibu hamil untuk mendeteksi
keadaan ibu yang mungkin membahayakan kesehatan ibu dan janin secara dini. Pemeriksaan
antenatal yang dianjurkan departemen kesehatan minimal 4 kali, 1 kali pada trimester I, 1 kali
pada trimester II, dan 2 kali pada trimester III Depkes, 2005).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan petunjuk pelayanan
minimal bidang kesehatan, pelayanan antenatal yang harus diberikan yaitu, (1) Timbang
badan dan ukur tinggi badan, (2) Ukur tekanan darah, (3) Skrining status imunisasi tetanus
dan pemberian tetanus toxoid, (4) Pengukuran tinggi fundus uteri, (5) Pemberian tablet besi,
(6) Temu wicara, dan (7) Tes laboratorium sederhana (Hb, protein urin) (Kepmenkes Nomor
828/MENKES/SK/IX/2008).
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
Di Indonesia, indikator capaian program pemeriksaan antenatal dapat dilihat dari
cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 menggambarkan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan
kesehatan pemeriksaan antenatal. Sedangkan cakupan K4 menggambarkan besaran ibu hamil
yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (Depkes,
2005).
Pemeriksaan antenatal berfungsi sebagai langkah pengawasan kehamilan untuk
mengetahui kesehatan ibu dan penyakit yang menyertai kehamilan, mencegah terjadinya
komplikasi kehamilan, dan menjaga ibu dengan risiko kehamilan tinggi. Selain itu,
pemeriksaan antenatal dapat mempersiapkan persalinan well born baby dan well health
mother, mempersiapkan perawatan bayi dan laktasi, serta memulihkan kesehatan ibu yang
optimal saat nifas (Manuaba et al., 2006). Risiko kematian neonatal meningkat dua kali lebih
besar bila saat kehamilan ibu tidak pernah memeriksakan kandungannya (Djaja, Afifah, &
Sukroni, 2007).
Suplementasi Tablet Besi
Anemia adalah gangguan nutrisi yang umum terjadi di dunia. Anemia
berkontribusi atas terjadinya bayi berat lahir rendah, gangguan perkembangan kognitif anak,
dan penurunan produktivitas kerja. Ibu hamil dan anak dengan usia 6-24 bulan memiliki
risiko anemia yang tinggi (WHO, 2006). Fungsi dari pemberian tablet besi adalah mencegah
dan mengobati kekurangan zat besi yang dapat menyebabkan anemia selama kehamilan dan
setelah kelahiran. Pemberian tablet besi ini perlu diusahakan dalam rangka meningkatkan
kesehatan maternal dan bayi baru lahir. Adapun standar pemberian tablet besi antara lain:
1 Standar dosis tablet besi wanita hamil adalah 60 mg tablet besi dan 40 µg asam
folat per hari selama 6 bulan. Apabila dalam 6 bulan jumlah tersebut tidak
terpenuhi maka dosis ditingkatkan tablet besi ditingkatkan menjadi 120 mg. Tablet
besi wajib diberikan apabila di lapangan asam folat tidak tersedia
2 Bila prevalensi anemia kehamilan lebih dari 40 persen maka ibu harus melanjutkan
prophylaxis selama 3 bulan setelah persalinan
3 Apabila ibu menderita anemia parah, berada pada bulan terakhir kehamilan,
memiliki tanda-tanda gangguan pernapasan dan gangguan jantung seperti edema,
atau kondisi ibu semakin memburuk setelah seminggu terapi tablet besi maka
sebaiknya ibu segera dirujuk.
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
Penyakit-penyakit seperti malaria, HIV/AIDS, kecacingan, schistosomiasis,
tuberkulosis dapat meningkatkan risiko anemia di banyak negara (WHO, 2014).
Kunjungan Neonatus
Pemeriksaan bayi baru lahir bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya kelainan
pada bayi sedini mungkin. Risiko terbesar kematian pada bayi baru lahir terjadi pada 24 jam
pertama kehidupannya. Pemeriksaan ini dilakukan oleh tenaga kesehatan seperti
dokter/bidan/perawat baik di rumah atau pun pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan pada neonatus dilakukan sedikitnya 3 kali yaitu:
- Kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 – 48 jam setelah lahir
- Kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 – 7
- Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8 – 28
Pelaksanaan kunjungan neonatus dilakukan oleh tenaga kesehatan seperti
dokter/bidan/perawat. Kunjungan ini dapat dilaksanakan di puskesmas, rumah sakit, ataupun
melalui kunjungan rumah. Pelayanan yang diberikan mengacu pada pedoman Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada algoritma bayi muda (Manajeman Terpadu Bayi Muda
(MTBM). Pelayanan tersebut antara lain, pencegahan infeksi mata, perawatan tali pusat,
penyuntikan vitamin K1, dan imunisasi HB-0 yang diberikan pada saat kunjungan rumah
sampai bayi berumur 7 hari. Seluruh tindakan tersebut harus dicatat pada buku KIA, formulir
bayi baru lahir, formulir pencatatan bayi muda (MTBM), dan register kohort bayi (Kemenkes,
2010).
Pemberian vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri bertujuan
untuk mencegah perdarahan akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian
bayi baru lahir. Sedangkan, imunisasi Hepatitis B dilakukan untuk mencegah penularan
hepatitis B yang dapat menimbulkan kerusakan hati. Imunisasi hepatitis B diberikan 1 – 2 jam
setelah penyuntikan vitamin K1 (Kemenkes, 2010).
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari pengaruh suplementasi tablet besi dan
pemeriksaan antenatal dengan kematian neonatal di Indonesia. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
2012 dengan desain survei cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
wanita usia subur (15 – 49 tahun) yang pernah melahirkan bayi dalam kurun waktu 5 tahun
sebelum survei SDKI 2012. Pemilihan sampel didasarkan pada kriteria inklusi yakni anak
terakhir lahir hidup dan tunggal dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan kriteria tersebut,
didapat 15.126 responden dengan kasus kematian neonatal sebanyak 198.
Variabel yang dianalisis adalah pemeriksaan antenatal dan suplementasi tablet besi
sebagai variabel independen dan variabel confounder, yakni umur ibu, pendidikan ibu, dan
jarak kelahiran. Variabel confounder dipilih berdasarkan teori dan nilai OR terbesar pada
analisis multivariabel model lengkap. Variabel lain seperti faktor maternal, faktor bayi, dan
faktor pelayanan kesehatan dianalisis secara sederhana hubungannya dengan kematian
neonatal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis, jumlah kematian neonatal adalah 13 kematian per 1.000
kelahiran hidup dengan cakupan sebesar 62,3 persen dari seluruh kematian bayi (≤ 1 tahun).
Besaran kematian postneonatal adalah 8 kematian per 1.000 kelahiran hidup (lihat Tabel
5.1A). Kematian postneonatal hanya mencakup 37,7 persen dari seluruh kematian bayi (Tabel
1). Tabel 1. Proporsi Kematian Anak
Kematian Anak Frekuensi Jumlah kematian per 1000 kelahiran hidup
Kematian anak ≤ 1 tahun - Kematian Neonatal - Kematian Postneonatal
198 120
13
8 Kematian anak ≤ 3 tahun 337 22
Angka ini sedikit berbeda dengan hasil SDKI 2012 yakni, 19 kematian per 1.000 kelahiran
hidup. Perbedaan tersebut terjadi dikarenakan terbatasnya data analisis terhadap kriteria
inklusi antara lain anak terakhir yang lahir antara tahun 2007-2012, anak tunggal, dan lahir
hidup. Meskipun tejadi penurunan, cakupan angka kematian neonatal terhadap kematian bayi
justru semakin meningkat. Sebesar 62 persen kematian bayi terjadi pada masa neonatal.
Angka tersebut lebih tinggi dari hasil analisis SDKI 2012 yakni, 59 persen dari seluruh
kematian bayi. Penelitian data SDKI 2002/2003-2007 juga mendapatkan cakupan angka
kematian neonatal yang lebih rendah yakni 54,7 persen (Titaley, Dibley, Agho, Roberts, &
Hall, 2008).
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
Berdasarkan karakteristik pelayanan kesehatan, ada 73,8 persen ibu yang melakukan
periksa antenatal dengan jumlah minimal dan waktu yang tepat, yakni satu kali pada trimester
pertama, satu kali pada trimester ketiga, dan dua kali pada trimester ketiga. Sebesar 24,4
persen ibu tidak periksa antenatal atau tidak periksa antenatal sesuai jadwal dan 1,7 persen
menjawab tidak tahu. Pada variabel suplementasi tablet besi, 74,9 persen ibu menerima dan
mengonsumsi tablet besi saat hamil (Tabel 2). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Titaley et al pada tahun 2008 dan 2010 yang menyatakan bahwa sebagian
besar ibu melakukan kunjungan antenatal, mendapatkan suntikan tetanus lebih dari 2 kali, dan
mendapatkan tablet besi.
Pada karakteristik maternal, kelompok umur ibu terbesar berada pada kisaran umur 21 – 30
tahun (53,9%). Sedangkan kelompok dengan persentase paling kecil adalah 41 – 49 tahun
(3,2%). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Titaley et al (2008) dan Astuti
et al (2010) bahwa sebagian besar responden memiliki umur dengan rentang 21 – 35 tahun
saat melahirkan.
Sebesar 37,8 persen ibu baru pertama kali melahirkan sehingga tidak ada jarak
kelahiran dengan anak sebelumnya. Sebesar 6,8 persen ibu memiliki anak dengan jarak lahir
kurang dari 2 tahun. Hasil ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Paudel et
al (2013) yakni sebagian besar ibu memiliki jarak kelahiran lebih dari 2 tahun pada anaknya.
Sebagian besar ibu melahirkan anak dengan jarak lebih dari dua tahun (55,4%).
Sebanyak 66,1 persen ibu menamatkan pendidikan minimal sampai ke jenjang SMP. Ada 32,1
persen ibu yang hanya tamat sekolah dasar dan sisanya sekitar 1,8 persen tidak tamat sekolah
dasar (Tabel 2).
Tabel 2. Karakteristik Pelayanan Kesehatan dan Maternal Karakteristik maternal Kategori n %
Pemeriksaan antenatal Sesuai jadwal 10.245 73,8 Tidak sesuai jadwal 4.541 24,4 Tidak tahu 340 1,7 Konsumsi tablet besi Terima dan konsumsi 10.980 74,9 Tidak terima/tidak konsumsi 4.146 25,0 Umur ibu < 20 tahun 1.772 11,5 21 – 30 tahun 8.132 53,9 31 – 40 tahun 4.754 31,4 41 – 49 tahun 486 3,2 Pendidikan ibu Tidak sekolah 421 1,8 Tamat SD 4.661 32,1 ≥ Tamat SMP 10.044 66,1 Jarak kelahiran Melahirkan pertama kali 5.277 37,8 ≤ 2 tahun 1.346 6,8 > 2 tahun 8.503 55,4
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
Pada Tabel 3, ibu yang melakukan kunjungan antenatal tidak sesuai jadwal (2,1%)
lebih banyak yang mengalami kematian neonatal dibandingkan dengan ibu yang melakukan
kunjungan antenatal sesuai jadwal (0,7%). Odds kematian neonatal pada ibu yang tidak
melakukan kunjungan antenatal sesuai jadwal 3,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu
yang melakukan kunjungan antenatal sesuai jadwal. Ibu yang tidak menerima atau tidak
mengonsumsi tablet besi memiliki proporsi kematian neonatal yang lebih besar dibandingkan
ibu yang mengonsumsi tablet besi saat kehamilan, besarnya masing-masing 1,8 persen dan 0,8
persen. Odds kematian neonatal pada ibu yang tidak mendapat atau tidak mengonsumsi tablet
besi 2,2 kali lebih tinggi dibanding ibu yang menerima dan mengonsumsi tablet besi. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Paudel et al (2013), Djaja et al (2007),
dan Titaley et al (2009).
Kematian neonatal lebih banyak terjadi pada ibu yang berumur 41-49 tahun (3,6%),
kurang dari 20 tahun (1,3%), dan 31 – 40 tahun (1,3%). Ibu yang melahirkan dengan umur
kurang dari 20 tahun atau 31-40 tahun memiliki odds 1,8 kali lebih tinggi mengalami
kematian neonatal dibanding ibu yang berumur 21-30 tahun. Odds kematian neonatal
meningkat menjadi 5,2 kali pada ibu yang berumur 41-49 tahun (Tabel 3). Hasil analisis
tersebut mengungkapkan bahwa semakin tua umur ibu saat melahirkan akan menambah risiko
kematian neonatal. Ibu yang melahirkan dengan jarak kurang dari 2 tahun lebih banyak
mengalami kematian neonatal (1,4%) dibandingkan dengan ibu yang melahirkan dengan jarak
lebih dari 2 tahun (0,9%). Ibu yang melahirkan anak kurang dari 2 tahun memiliki odds
kematian neonatal 1,3 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang baru pertama kali
melahirkan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Djaja et al (2007) yang
menyatakan bahwa 1,9 persen kematian neonatal lebih banyak terjadi pada ibu yang berumur
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Selain itu, hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Prabamurti et al (2008) dan Titaley et al (2008).
Berdasarkan Tabel 3, 2,3 persen kematian neonatal terjadi pada ibu yang tidak
sekolah. Diikuti oleh 1,4 persen yang tamat SD, dan sisanya sebesar 0,8 persen minimal tamat
SMP. Ibu yang tidak sekolah memiliki odds 2,8 kali lebih besar mengalami kematian neonatal
dibandingkan dengan ibu yang minimal tamat SMP. Odds kematian neonatal 1,7 kali lebih
tinggi pada ibu yang tamat SD dibandingkan ibu yang tamat SMP/SMA/perguruan tinggi.
Hasil analisis ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Paudel (2013) di Nepal. Selain itu,
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
analisis ini juga sesuai dengan yang dilakukan oleh Djaja et ak (2007) menggunakan data
SDKI 2002-2003.
Tabel 3. Analisis Hubungan Faktor Pelayanan Kesehatan dan Maternal dengan Kematian Neonatal
Faktor Biologis Kategori n % OR 95% CI OR Kunjungan antenatal Sesuai jadwal 90 0,7 1 Tidak sesuai jadwal 99 2,1 3,2 2,1 – 4,9 Tidak tahu 9 1,3 1,9 0,8 – 4,7 Tablet besi Terima dan konsumsi 114 0,8 1 Tidak terima/tidak konsumsi 84 1,8 2,2 1,5 – 3,4 Umur ibu < 20 tahun 25 1,3 1,8 0,9 – 3,8 21 – 30 tahun 80 0,7 1 31 – 40 tahun 79 1,3 1,8 1,2 – 2,8 41 – 49 tahun 14 3,6 5,2 2,3 – 11,8 Status pendidikan Tidak sekolah 11 2,3 2,8 1,4 – 5,7 Tamat SD 77 1,4 1,7 1,1 – 2,6 ≥ Tamat SMP 110 0,8 1 Jarak lahir Pertama kali melahirkan 63 1,1 1 ≤ 2 tahun 32 1,4 1,3 0,7 – 2,5 > 2 tahun 103 0,9 0,9 0,6 – 1,4
Tabel 4. Model Akhir Suplementasi Tablet Besi dan Pemeriksaan Antenatal dengan Kematian Neonatal
Pemeriksaan antenatal dan suplementasi tablet besi
n Crude Adjusted* Rasio odds 95% CI Rasio odds 95% CI
ANC (-) & tablet besi (-) 10.928 8,7 5,0 – 15,3 6,7 3,7 – 11,9
ANC (+) & tablet besi (-) 3.513 1,4 0,9 – 2,4 1,4 0,83 – 2,21
ANC (-) & tablet besi (+) 52 0,6 0,1 – 4,1 0,5 0,07 – 4,16
ANC (+) & tablet besi (+) 633 1 - 1 -
*Keterangan: Adjusted variables: umur ibu, pendidikan ibu, jarak kelahiran
Tabel 5. Pengaruh Suplementasi Tablet Besi terhadap
Kematian Neonatal Menurut Pemeriksaan Antenatal Efek tablet besi (Fe) Rasio Odds ROR*
Fe − |ANC +Fe + | ANC +
1,41
1,4
Fe − |ANC −Fe + | ANC −
6,70,5
13,4
Keterangan* = Ratio Odds Rati; Fe = tablet besi; ANC = peme- riksaan antenatal
Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan interaksi, Rasio Odds (RO) variabel
pemeriksaan antenatal bergantung pada variabel konsumsi tablet besi. Rasio odds kematian
neonatal pada ibu yang tidak melakukan pemeriksaan antenatal dan tidak mengonsumsi tablet
besi 6,7 kali lebih tinggi dibandingkan ibu yang melakukan pemeriksaan antenatal dan
mengonsumsi tablet besi pada pendidikan, umur, dan jarak kelahiran yang sama. Rasio odds
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
kematian neonatal turun menjadi 1,4 kali apabila ibu paling tidak melakukan pemeriksaan
antenatal dibandingkan ibu yang melakukan pemeriksaan antenatal dan mengonsumsi tablet
besi. Pemilihan variabel confounder didasarkan pada rasio odds terbesar saat analisis model
lengkap dan berdasarkan teori.
Rasio odds kematian neonatal 0,5 kali lebih tinggi pada ibu yang mengonsumsi tablet
besi meskipun tidak melakukan pemeriksaan antenatal dibandingkan dengan ibu yang
melakukan pemeriksaan antenatal dan mengonsumsi tablet besi pada pendidikan, umur, dan
jarak kelahiran yang sama (lihat Tabel 4). Pada kategori ini, ibu mendapatkan tablet besi
bukan dari pemeriksaan antenatal. Kemungkinan besar ibu membeli sendiri tablet besi di toko
atau apotek.
Setelah dilakukan uji interaksi, ada pengaruh tablet besi terhadap kematian neonatal
pada ibu yang melakukan pemeriksaan antenatal dan tidak melakukan pemeriksaan antenatal.
Rasio odds tidak mengonsumsi tablet besi terhadap kematian neonatal sebesar 1,4 kali pada
ibu yang melakukan pemeriksaan antenatal. Rasio odds tidak mengonsumsi tablet besi
terhadap kematian neonatal adalah 13,4 kali pada ibu yang tidak melakukan pemeriksaan
antenatal (lihat Tabel 5). Hasil tersebut mengindikasikan pentingnya peran tablet besi dalam
menurunkan angka kematian neonatal.
Hasil tersebut mengindikasikan pentingnya peran tablet besi dalam menurunkan angka
kematian neonatal di Indonesia. Suplemen Iron and Folic Acid (IFA) secara signifikan
menurukan risiko kematian neonatal sebesar 39 persen (Dibley, Titaley, d’Este, & Agho,
2012). Penelitian lainnya yang dilakukan dengan menggunakan data SDKI 2002/2003-2007
menyebutkan bahwa 49 persen kematian pada masa neonatal dapat dikurangi jika ibu
mengonsumsi tablet besi selama kehamilan (Titaley & Dibley, 2012).
Kehamilan merupakan suatu proses dimana fungsi-fungsi tertentu di dalam tubuh
berubah secara drastis. Beberapa contoh perubahan dalam tubuh yang terjadi ketika masa
kehamilan antara lain, meningkatnya volume cairan/plasma, meningkatnya sel darah merah,
dan menurunnya konsentrasi protein yang bertugas untuk mengikat zat gizi dan mikronutrien.
Kondisi semakin buruk apabila wanita tersebut kekurangan gizi yang akan menyebabkan
tubuhnya mengalami defisiensi mikronutrien seperti anemia (Ladipo, 2000).
Data tahun 1986 menunjukkan prevalensi anemia pada ibu hamil adalah 73 persen,
yang kemudian turun menjadi 63,5 persen pada tahun 1992 dan 50,9 persen pada tahun 1995.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi anemia pada ibu hamil adalah 37 persen
(Depkes, 2013). Anemia sendiri berbahaya bagi ibu dan bayi sejak masa kehamilan hingga
setelah persalinan. Ibu yang menderita anemia lebih berisiko mengalami perdarahan saat
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
persalinan yang merupakan penyebab utama kematian ibu di Indonesia (Wuranti A, 2010).
Sedangkan dampak serius anemia pada bayi adalah berat bayi lahir rendah, risiko kelahiran
prematur, dan risiko asfiksia yang masih menjadi penyebab utama kematian neonatal di
Indonesia (Titaley, Dibley, Roberts, Hall, & Agho, 2009).
Konsumsi tablet besi selama kehamilan akan meningkatkan jumlah zat besi dalam
tubuh dan mengurangi risiko anemia. Adapun standar pemberian tablet besi adalah 600 mg
atau sekitar 90 tablet yang harus dikonsumsi selama masa kehamilan. Apabila target tersebut
dalam 6 bulan tidak terpenuhi, maka dosisnya ditingkatkan menjadi 120 mg per hari.
Penelitian yang dilakukan di China pada tahun 2009 mendapatkan hasil bahwa risiko
kematian neonatal dini berkurang sejalan dengan banyaknya konsumsi tablet besi selama
kehamilan. Risiko kematian neonatal dini berkurang 44 persen jika ibu mengonsumsi tablet
besi kurang dari 30 tablet. Risiko ini semakin berkurang menjadi 50 persen apabila ibu
mengonsumsi tablet besi antara 30 – 89 tablet. Apabila konsumsi tablet besi ditingkatkan
menjadi 90 – 119 tablet, risiko kematian neonatal berkurang sebesar 53 persen (Titaley,
Dibley, Roberts, Hall, & Agho, 2009).
Salah satu hal penting yang tidak boleh dilupakan untuk mengurangi anemia pada ibu
hamil adalah mempersiapkan status gizi yang baik pada wanita sejak remaja. Sekitar 35
persen remaja wanita menderita anemia dan sebagian diantaranya juga menderita kekurangan
energi kronis (Depkes, n.d). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian remaja wanita tidak siap
secara fisik menghadapi kehamilan di kemudian hari. Pemerintah memiliki target menurunkan
anemia pada remaja menjadi 20 persen dengan meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan
remaja melalui jalur sekolah 85 persen dan jalur luar sekolah minimal 20 persen. Ada baiknya
melalui pelayanan kesehatan tersebut disosialisasikan pula tentang pentingnya tablet besi dan
pembagian tablet besi untuk dikonsumsi setiap harinya.
Selain tablet besi, penelitian ini juga menunjukkan bahwa kunjungan antenatal
memiliki pengaruh terhadap kematian neonatal. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian
Titaley et al (2009) yang menyatakan bahwa ibu yang melakukan kunjungan antenatal, berapa
pun jumlahnya, berisiko 2 kali lebih rendah untuk memiliki anak dengan kematian neonatal
dibandingkan dengan ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal (Titaley, Dibley,
Roberts, Hall, & Agho, 2009)
Kunjungan antenatal berfungsi untuk mendeteksi masalah-masalah kehamilan, baik
fisik maupun psikologis, yang kemungkinan terjadi pada ibu terutama ibu dengan risiko
tinggi. Selain komplikasi persalinan, kunjungan antenatal juga berfungsi untuk mendeteksi
penyakit-penyakit kehamilan umum yang lain, seperti anemia dan diabetes. Ibu yang
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
melakukan kunjungan antenatal juga diberikan informasi mengenai pentingnya persalinan
oleh tenaga kesehatan, menyusui anak, pemeriksaan postnatal, dan keluarga berencana
(WHO, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Arntzen, A. , Mourn, T., Magnus, P., dan Bakketeig, L. V. (1996, Maret). Marital status as a risk factor for fetal and infant mortality. Scand J Soc Med 24(1), 36-42. 19 Mei 2014. http://www.ncbi.nlm. nih.gov/pubmed/8740874
Astuti, W. D., Solikhah, H. H., dan Angkasawati, T. J. (2010, Oktober). Estimasi risiko penyebab kematian neonatal di indonesia tahun 2007. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 13(4), 297 – 308. 5 Maret 2014. http://ejournal. litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/view/2763
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat Statistik, Kementerian Kesehatan. (2013). Survei demografi dan kesehatan indonesia 2012. Jakarta: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2002). Survei kesehatan nasional 2001: laporan data susenas 2001: status kesehatan, pelayanan kesehatan, perilaku hidup sehat, dan kesehatan lingkungan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Budiarto, E. , dan Anggraeni D. (2001). Pengantar epidemiologi. Jakarta: EGC. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (n.d). Program kesehatan reproduksi
pelatihan integrative di pelayanan dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Profil kesehatan Kabupaten Jombang. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pencegahan dan penatalaksanaan asfiksia neonatorum. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Materi publikasi BBL. www.gizikia.depkes.go.id/wpcontent/uploads/downloads/2011/01/Materi-Advokasi-BBL.pdf (30 Januari 2014)
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Upaya percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir di indonesia. http://www.kesehatananak.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=82:upaya-percepatan-penurunan-angka-kematian-ibu-dan-bayi-baru-lahir-di-indonesia&catid=35:berita&Itemid=73 (4 Maret 2013).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Hasil riskesdas 2013 terkait kesehatan ibu. http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/678 (17 Mei 2014)
Dibley, M. J., Titaley, C. R., d’Este C., Agho, K. (2012, Januari). Iron and folic acid in supplements in pegnancy improve child survival in Indonesia, 19 Februari 2014.The American Journal of Clinical Nutrition. http://ajcn.nutrition.org/content/early/2011/12/13/ajcn.111.022699
Direktorat Kesehatan Anak Khusus Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Panduan pelayanan kesehatan bayi baru lahir berbasis perlindungan anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Djaja, S., Afifah, T., & Sukroni, A. (2007). Faktor Sosio ekonomi dan biologi terhadap kematian neonatal di Indonesia. Maj Kedokt Indon. 57(8).
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
http://mki.idionline.org/index.php?uPage=mki.mki_dl&smod=mki&sp=public&key=MTQxLTEw.
Irianto, J., Soemantri, S., Afifah, T. (2003). Tren angka kematian bayi dan angka kematian anak balita di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan 31(4), 197 – 210. 20 Maret 2014. http://bpk.litbang.depkes.go.id/ index.php/BPK/article/download/2069/1181.
Joesoef, Arbain. (1987). Faktor-faktor risiko kematian bayi di daerah pedesaan Nanggung dan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Buletin Penelitian Kesehatan 15(2). 20 Maret 2014. http://ejournal.litbang.depkes.go.id/ index.php/BPK/article/view/401
Kumar, R., Nagar, J. K., Raj, N., Kumar, P., Kushwah, A. S., Meena, M. et al. (2008). Impact of domestic air pollution from cooking fuel on respiratory allergies in children in India. Asian Pac J Allergy Immunol 26(4), 213-22. 2 Juni 2014. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 19317340
Ladipo, O. A. (2000). Nutrition in pregnancy: Mineral and vitamin supplements. American Society for Clinical Nutrition. 6 Maret 2014. http://ajcn.nutrition.org/content/72/1/280s.full
Laporan Survei Ekonomi Nasional. (2001). Program nasional bagi anak Indonesia kelompok kesehatan. Jakarta: Bappenas. http:// www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/6941/705/. (7 Februari 2014)
Latifah, N. A. (2012). Hubungan frekuensi anc selama kehamilan dengan kejadian kematian neonatal: Analisis SDKI 2007 [skripsi]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Lawn, J E., Cousens, S., Zupan, J. et al. (2005). Neonatal survival 1: 4 million neonatal deaths: When? where? why?. London: International Perinatal Care Unit, Institute of Child Health
Lawn, J. E. (2009). 4 million neonatal deaths: An analysis of available cause-of-death data and systematic country estimates with a focus on ”birth asphyxia”. London: University College London.
Lembaga Penelitian SMERU, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), UNICEF. (2012). Child poverty and disparities in indonesia: challenges for inclusive growth (national report Indonesia). Jakarta: UNICEF.
Lincetto O., Mothebesoane-Anoh S, Gomez P., et al. (2006). Antenatal care in opportunities for Africa's newborns: Practical data, policy and programmatic support for newborn care in Africa. Cape Town: WHO on behalf of The Partnership for Maternal Newborn and Child Health. http://www.who.int/pmnch/media/publications/africanewborns/en/
---. (2013). Improving maternal newborn and child health Indonesia. 19 Maret 2014. http://www.motorcycleoutreach.org/wp/wpcontent/uploads/2013 /01/Improving_maternal_newborn_and_child_health_indonesia.pdf.
Målqvist, M. (2011). Neonatal mortality: An invisible and marginalised trauma, 4(10). 6 Maret 2014. http://www.globalhealthaction.net/index. php/gha/article/view/5724/7943
Manuaba, I. A. C., Manuaba, I. B. G. F., dan Manuaba, I. B. G. (2006). Memahami kesehatan reproduksi wanita. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mosley, W. H. & Chen, L. C. (1984). An analytical framework for the study of child survival in developing countries. 7 Februari 2014.
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
http://www.jstor.org/discover/10.2307/2807954?uid=3738224&uid=2&uid=4&sid=21103378116721
Naseh, Syahrudji. (1993). Keunggulan dan keterbatasan beberapa metode penelitian kesehatan, Vol. HI No. 01/1993. 29 Mei 2014. Media Jakarta: Litbangkes. http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/ MPK/article/download/931/1587.
Lam, N. L., Smith, K. R., Gauthier, A., dan Bates, M. N. (2013). Kerosene: A review of household uses and their hazards in low- and middle-income countries, 15(6), 396 – 432. 2 Juni 2014. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3664014/
Paudel, D., Thapa, A., Shedain, P. R., Paudel, B. (2013). Trends and determinants of neonatal mortality in Nepal: further analysis of the nepal demographic and health surveys, 2001 -2011. Khatmandu: MEASURE DHS
Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor2562/Menkes/Per/Xii/2011 Tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.
Prabamurti, N. P., Purnami, C. T., Widagdo, L., dan Setyono, S. (2008). Analisis faktor risiko status kematian neonatal: studi kasus kontrol di Kecamatan Losari Kabupaten Brebes tahun 2006, 3(1). 6 Maret 2014. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ jpki/article/download/2551/2261.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Eliminasi tetanus maternal dan neonatal. Buletin Jendela Volume 1. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Raharni, Isakh B. M., dan Diana I. (2011). Profil kematian neonatal berdasarkan sosio demografi dan kondisi ibu saat hamil di Indonesia, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 14(4). 15 Maret 2014. http://ejournal.litbang .depkes.go.id/index.php/hsr/article/download/1384/2201.
Sejatiningsih, S. dan Raksanagara, A. S. (2012). Program inisiasi menyusu dini dalam rangka menurunkan angka kematian neonatal [skripsi]. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
Sriatmi, A. 2009. Program kesehatan ibu di Indonesia. http://eprints.undip.ac.id/ 6254/1/Kebijakan_Kesehatan_Ibu_dan_Anak_-_ayun_sriatmi
Titaley, C. R., Dibley, M. J., Agho, K., Roberts, C. L., dan Hall, J. (2008). Determinants of neonatal mortality in Indonesia. BMC Public Health 2008, 8:232.
Titaley, C. R., Dibley, M. J., Roberts, C. L., Hall, J., dan Agho, K. (2009). Iron and folic acid supplements and reduced early neonatal death in Indonesia. 7 Februari 2014. http://www.who.int/bulletin/volumes/88/7/09-065813.pdf
Titaley, C. R. dan Dibley, M. J. (2012). Antenatal iron/ folic acid supplements, but not postnatal care prevents neonatal deaths in Indonesia: Analysis of Indonesia demographic and health surveys 2002/2003-2007 (A retrospective cohort study). 6 Maret 2014. http://bmjopen.bmj.com/content/2/6/e001399.full?rss=1
Trisnawati Y. dan Juwarni. 2012. Hubungan perilaku merokok orangtua dengan kejadian ispa pada balita di wilayah kerja Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga 2012. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-46.pdf
UN Inter-agency Group for Child Mortality Estimation. (2013). Levels and trends in child mortality. New York: United Nations Children’s Fund
UNICEF. 2004. Eliminating maternal and neonatal tetanus. New York: UNICEF UNICEF INDONESIA. (2012). Ringkasan kajian kesehatan ibu dan anak.
www.unicef.or.id (1 Februar i 2014) UNICEF. (2013). Committing to child survival: A promise renewed. New York:
UNICEF. UNICEF. Conceptual framework for maternal and neonatal mortality and morbidity.
www.unicef.org/sowc09/docs/SOWC09-Figure-1.7-EN.pdf (6 Februari 2014)
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014
Pengaruh Suplementasi Tablet Besi…, Nurmala Selly Saputri, 2014 Universitas Indonesia
Wandira, A. K. dan Indawati, R. (2012). Faktor penyebab kematian bayi di kabupaten Sidoarjo. Jurnal Biometrika dan Kependudukan 1(1), 33 – 42.
World Health Organization. (2006). Opportunities for Africa’s newborn. http://www.who.int/pmnch/media/publications/africanewborns/en/ (9 Mei 2014)
World Health Organization. Micronutrient deficiencies. http://www.who.int/nutrition/topics/ ida/en/. (23 Mei 2014)
World Health Organization. Iron or iron/folic acid supplementation to prevent anaemia in postpartum women. http://www.who.int/elena/titles/ iron_postpartum/en/ (23 Mei 2014)
World Health Organization. Immunization surveillance, assessment, and monitoring. http://www.who.int/immunization/ monitoring_surveillance/en/. (23 Mei 2014)
Wuranti, Ayu. (2010). Hubungan anemia dalam kehamilan dengan perdarahan postpartum karena atonia uteri di rsud Wonogiri [Karya Tulis Ilmiah]. Surakarta: Div Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Pengaruh suplementasi.…, Nurmala Selly Saputri, FKM UI, 2014