pengaruh suhu air terhadap kematangan gonad …
TRANSCRIPT
35 Universitas Indonesia
PENGARUH SUHU AIR TERHADAP KEMATANGAN GONAD IKAN RAINBOW BOESEMANI (Melanotaenia
boesemani Allen & Cross)
Bahrain Utama Prawira1, Dadang Kusmana1, Nurhidayat2
1Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia 2Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH)
Email: [email protected]
Abstrak
Data pengaruh suhu terhadap reproduksi ikan rainbow boesemani (Melanotaenia boesemaniAllen & Cross) diperlukan untuk mendukung upaya optimalisasi budidaya ikan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu air terhadap indeks gonad somatik (IGS) dan kenampakan histologi gonad ikan rainbow boesemani. Sebanyak 75 ekor ikan jantan dan 75 ekor ikan betinadibagi secara merata ke dalam 5 akuarium ikan jantan dan 5 akuarium ikan betina, kemudian dipelihara pada suhu berbeda, yaknitanpa pengaturan suhu air (kontrol), suhu air 260C, suhu air 280C,suhu air 300C, dansuhu air 320C, selama 30 hari. Rerata IGS tertinggi terdapat pada ikan yang dipelihara pada suhu 260C dengan nilai 1,43% (ikan jantan) dan 3,6% (ikan betina), sedangkan rerata IGSterendah terdapat pada ikan yang dipelihara pada suhu 320C dengan nilai 0,82% (ikan jantan) dan 1,33% (ikan betina). Rerata persentase spermatid/spermatozoa tertinggi terdapat pada ikan jantan yang dipelihara pada suhu 280C dengan nilai 23,1% sedangkan yang terendah terdapat pada ikan jantan yang dipelihara pada suhu 320C dengan nilai 18%. Rerata persentase oosit tahap V tertinggi terdapat pada ikan betina yang dipelihara pada suhu 260C dengan nilai 27,4% sedangkan yang terendah terdapat pada ikan betina yang dipelihara pada suhu 320C dengan nilai 10,6%.
Effect of Water Temperature on Gonad Maturity of Boesemani Rainbowfish (Melanotaenia boesemani Allen & Cross)
Abstract
Information about the effect of water temperature on reproduction of boesemani rainbowfish (Melanotaenia boesemani Allen & Cross) is needed to support optimalization of its cultivation. This research was done to acknowledge the effect of water temperature on
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
2
gonadosomatic index (GSI) and gonad histology of boesemani rainbowfish. As much as 75 male and 75 female fish were evenly distributed into 5tank of male fish and 5 tank of female fish, then these fish were kept in various water temperature, namelywithout water temperature arrangement, 260C water temperature, 280C water temperature, 300C water temperature, and 320C water temperature,for 30 days. The highest average of GSI found on fishes kept on 260C by the value of 1.43% (male) and 3.6% (female), while the lowest found on fishes kept on 320C by the value of 0.82% (male) and 1,33% (female). The highest average of spermatid/spermatozoa percentage found on male fishes kept on 280C by the value of 23.1%, while the lowest found on male fishes kept on 320C by the value of 18%. The highest average of level 5 oocyte percentage found on female fishes kept on 260C by the value of 27.4%, while the lowest found on female fishes kept on 320C by the value of 10.6%. Keywords: Gonadosomatic Index; spermatid/spermatozoa percentage; level 5 oocyte percentage;
water temperature; Melanotaenia boesemani Allen & Cross.
Pendahuluan
Melanotaenia boesemani atau ikan rainbow boesemani merupakan salah
satu ikan hias air tawar endemik Indonesia. Ikan tersebut dapat ditemukan di
wilayah Papua. Warna tubuh ikan jantan yang cukup unik, yakni biru keabu-
abuan pada setengah bagian tubuhnya dan oranye atau kuning pada setengah
bagian tubuh lainnya, menjadikan ikan tersebut cukup populer di antara penghobi
ikan hias (Tappin 2011: 242 & 245).
Popularitas ikan rainbow boesemani di sisi lain menyebabkan eksploitasi
berlebihan terhadap ikan tersebut di habitat alaminya. Sebanyak 60.000 ekor ikan
jantan diperkirakan ditangkap setiap bulan untuk dijual ke penghobi ikan hias.
Ancaman terhadap populasi ikan tersebut diperparah oleh metode penangkapan
ikan yang dilakukan oleh warga sekitar, yakni menggunakan racun yang berasal
dari tanaman tuba (Derris elliptica). Hal tersebut menyebabkan penurunan
populasi ikan rainbow tersebut di alam (Tappin 2011: 244--245).
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH)
Depok, Jawa Barat, yang berada di bawah naungan Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP), telah berhasil melakukan upaya budidaya ikan tersebut di luar
habitat alaminya sejak tahun 1980-an. Upaya optimalisasi budidaya ikan rainbow
boesemani hingga saat ini terus dilakukan oleh BPPBIH dalam rangka memenuhi
kebutuhan pasar, namun ketersediaan data penunjang, terutama data mengenai
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
3
aspek reproduksi ikan tersebut masih kurang. Terdapat berbagai faktor yang
mampu memengaruhi tingkat reproduksi ikan, salah satunya adalah suhu air
(Lesmana 2007: 33). Pengaruh suhu air dapat terjadi di hampir seluruh tahapan
reproduksi ikan, mulai dari perkembangan gamet hingga perkembangan larva
(Pankhurst & Munday 2011: 1015). Para peneliti biologi reproduksi ikan
membuktikan hal tersebut. Berdasarkan penelitian terhadap ikan pumpkinseed
sunfish (Lepomis gibbosus), suhu 250 C dapat menginduksi kematangan gonad,
sedangkan suhu 11--130 C tidak mampu menginduksi kematangan gonad pada
ikan tersebut (Smith 1970: 575). Penelitian lain yang dilakukan terhadap ikan blue
gourami (Trichogaster trichopterus) menunjukkan bahwa perubahan suhu air
mampu memengaruhi kadar hormon-hormon reproduksi pada ikan tersebut (Levy,
dkk. 2011: 381). Melihat fakta bahwa suhu mampu memberikan pengaruh yang
cukup besar bagi reproduksi ikan maka penelitian terhadap pengaruh suhu air
terhadap kematangan gonad ikan rainbow boesemani perlu dilakukan.
Tinjauan Teoritis
Gametogenesis (spermatogenesis dan oogenesis) terjadi melalui
serangkaian proses yang amat kompleks. Proses kompleks tersebut diregulasi oleh
sistem hormon yang berada dalam tubuh ikan. Melalui sistem tersebut,
rangsangan dari luar maupun dalam tubuh ikan mampu diintegrasikan, oleh sistem
syaraf pusat, dengan sedemikian rupa sehingga waktu serta intensitas dari
reproduksi mampu berjalan seadaptif mungkin dengan kondisi yang dihadapi oleh
suatu individu (Wootton & Smith 2015: 82).
Hormon merupakan senyawa kimia yang bertindak sebagai messenger
bagi organ target dari hormon tersebut. Hormon dilepaskan oleh sel penghasil
menuju ke pembuluh darah untuk kemudian ditransportasikan ke organ target.
Efek hormon dapat bersifat parakrin maupun autokrin (Wootton & Smith 2015:
82).
Sistem hormon yang meregulasi sistem reproduksi pada ikan disebut HPG
(hypothalamus-pituitary-gonad) axis. Otak, selaku pusat dari sistem syaraf
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
4
mengirimkan sinyal berupa neurohormon, melalui kelenjar hipotalamus, yang
akan memengaruhi kelenjar hipofisis (pituitary). Berdasarkan pengaruh dari
neurohormon, kelenjar hipofisis akan menyekresikan hormon ke dalam aliran
darah, dimana hormon tersebut akan memengaruhi kelenjar gonad (Wootton &
Smith 2015: 83--84).
Pada ikan, sebagaimana vertebrata pada umumnya, otak, melalui kelenjar
hipotalamus, memroduksi neurohormon yang disebut gonadotrophin-releasing
hormone (GnRH). GnRH memengaruhi kerja dari hipofisis dalam memroduksi
hormon reproduktif berupa follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing
hormone (LH). FSH dan LH disekresikan ke aliran darah untuk kemudian
didistribusikan menuju organ target, yakni kelenjar gonad. FSH dan LH akan
merangsang sel pada kelenjar gonad untuk memroduksi hormon-hormon steroid
yakni androgen, oestrogen, dan progestagen. Hormon-hormon steroid tersebut
akan meregulasi proses spermatogenesis dan oogenesis. Hormon-hormon steroid
tersebut nantinya akan berperan dalam memberikan umpan balik positif maupun
negatif bagi HPG axis (Wootton & Smith 2015: 83--84).
Suhu air merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan laju
pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan. Hal tersebut dikarenakan sifat
poikilotermik ikan. Estimasi suhu tubuh ikan yakni 0,5--10 C lebih tinggi atau
lebih rendah dari suhu air dimana ikan tersebut berada (Tappin 2011: 52).
Ikan anggota famili melanotaeniidae memiliki rentang toleransi suhu yang
cukup luas. Hal tersebut merupakan hasil adaptasi terhadap karakter
lingkungannya, dimana suhu di lingkungan alaminya cenderung fluktuatif. Data
fluktuasi suhu pada lingkungan alami ikan rainbow menunjukkan bahwa nilai
ekstrim terendah berada pada 50 C, sedangkan nilai ekstrim tertinggi mencapai 380
C (Tappin 2011: 52).
Ikan anggota famili melanotaeniidae umumnya memiliki laju pertumbuhan
optimal pada suhu air 22--240 C. Laju reproduksi yang cukup baik dapat dicapai
ikan tersebut pada suhu 280 C. Tingkat suhu air tertinggi yang dapat ditoleransi
ikan rainbow yakni 360 C (Tappin 2011: 52--53).
Beberapa laporan hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu air mampu
memengaruhi kemampuan reproduksi ikan (Hoar 1983: 69--70). Menurut Wood
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
5
dan McDonald (1997: 159), suhu memengaruhi reproduksi, setidaknya, dalam
keterkaitannya dengan homeostasis hormon pada HPG axis, siklus reproduksi,
dan ketahanan sel gamet. Pernyataan tersebut juga dikuatkan oleh Hoar dkk.
(1983: 70) yang menyatakan bahwa suhu memengaruhi reproduksi melalui
pengaruh langsung terhadap: proses gametogenesis, sekresi hormon gonadotropin
pada pituitary, responsifitas hati terhadap estrogen, dan responsifitas gonad
terhadap stimulasi hormon.
Penggunaan parameter indeks gonad somatik (IGS) untuk mengukur
kematangan gonad didasarkan atas fenomena bahwa semakin matang gonad maka
semakin berat pula bobot gonad. Indeks gonad somatik merupakan perbandingan
antara berat gonad dengan berat tubuh keseluruhan. Nilai indeks gonad somatik
akan mencapai maksimal semakin mendekati pemijahan (Lesmana 2007: 28;
Effendie 1997: 14). Adapun rumus penentuan nilai IGS adalah:
!"#$% !"#$%
!"#$% !"#"! !"#"$%&%!!" x 100%
(Effendie 1997: 14)
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April--September 2015 di Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH), Depok,
Laboratorium Perkembangan Hewan Departemen Biologi, FMIPA UI, dan
Laboratorium UI-Olympus Bioimaging Center (UOBC).
Alat yang digunakan adalah akuarium kaca berukuran panjang x lebar x
tinggi (30 x 40 x 40 cm), aerator [Resun], selang aerator, timbangan analitis
[Krischef], serokan ikan, alat pengatur suhu berupa heater [Resun] dan chiller
[Resun], termometer [Resun], termometer minimum maksimum [Haut-Top-
Oben], DO meter [Winlab], pH meter [RoHS], millimeter block, object glass [Sail
Brand], cover glass, Dissecting Set, hot plate [Sakura], kuas, mikrotom putar [820
Spencer], mikroskop cahaya [Nikon Eclipse E200 dan Olympus IX73 Research
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
6
Inverted Microscope dengan spesifikasi sebagaimana tertera pada Lampiran 17],
cawan petri, dan coplin jar.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah 150 ekor ikan rainbow
boesemani (Melanotaenia boesemani) hasil budidaya Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) dengan perbandingan jantan :
betina (1:1). Kelompok ikan jantan dan betina terdiri atas individu dengan ukuran
tubuh 3--5 cm. Hewan uji diberi pakan berupa larva Chironomus sp.
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah minyak cengkih,
akuades, alkohol 70%, 96%, dan 100% [Brataco], LarutanNaCl 0,9%, larutan
asam asetat glasial pekat [Merck], asam pikrat jenuh [Merck], larutan formalin,
larutan xylol [Merck], lilin parafin, zat pewarna hematoksilin [Merck], pewarna
eosin [Merck], dan entelan [Merck].
Penelitian bersifat eksperimental dan menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang
dilakukanyaitu:
a. Perlakuan kontrol (PK), yakni perlakuan yang dilakukan dengan cara
memelihara ikan dalam akuarium tanpa pengaturan suhu. Ikan jantan dan
betina dipelihara dalam akuarium terpisah.
b. Perlakuan 1 (P1), yaitu perlakuan yang dilakukan dengan cara memelihara
ikan dalam akuarium dengan pengaturan suhu air 260 C. Ikan jantan dan
betina dipelihara dalam akuarium terpisah.
c. Perlakuan 2 (P2), yaitu perlakuan yang dilakukan dengan cara memelihara
ikan dalam akuarium dengan pengaturan suhu air 280 C. Ikan jantan dan
betina dipelihara dalam akuarium terpisah.
d. Perlakuan 3 (P3), yaitu perlakuan yang dilakukan dengan cara memelihara
ikan dalam akuarium dengan pengaturan suhu air 300 C. Ikan jantan dan
betina dipelihara dalam akuarium terpisah.
e. Perlakuan 4 (P4), yaitu perlakuan yang dilakukan dengan cara memelihara
ikan dalam akuarium dengan pengaturan suhu air 320 C. Ikan jantan dan
betina dipelihara dalam akuarium terpisah.
Pengukuran IGS dilakukan dengan cara ikan rainbow boesemani jantan
dan betina yang telah mendapatkan perlakuan selama 30 hari diambil sebanyak
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
7
lima ekor dari setiap perlakuan menggunakan serokan ikan, selanjutnya ikan
dibius menggunakan minyak cengkih. Ikan yang telah dibius kemudian
ditimbang, lalu gonad ikan diisolasi menggunakan dissecting set dan dimasukkan
ke dalam botol sampel berisi larutan NaCl 0,9%. Gonad yang telah diisolasi
ditimbang menggunakan timbangan analitis. Data hasil penimbangan berat gonad
dicatat dan dikonversi ke dalam rumus, sehingga didapatkan nilai indeks gonad
somatik (IGS) dilanjutkan dengan pembuatan preparat histologi gonad. Metode
yang digunakan dalam pembuatan preparat histologi gonad adalah metode parafin.
Prosedur pembuatan preparat histologi gonad mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Siby (2009: 66).
Data indeks gonad somatik (IGS) ikan rainbow boesemani dari seluruh
kelompok perlakuan disusun dalam tabel dan diolah menggunakan program
statistical product and service solution (SPSS) 17.0 for windows dan microsoft
excel 2007 untuk pembuatan diagram. Data IGS diuji homogenitas dan
normalitasnya. Uji homogenitas dilakukan menggunakan uji Lavene, sedangkan
uji normalitas dilakukan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Pengolahan data
dilanjutkan dengan melakukan uji Anava untuk mengetahui perbedaan antar
kelompok hewan uji. Data IGS selanjutnya diuji dengan menggunakan uji
perbandingan berganda LDS (Least Difference Significant) untuk mengetahui
perbedaan antar pasangan perlakuan (Sudjana 2001: 302).
Hasil Penelitian
Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran kualitas air meliputi pengukuran terhadap suhu air, pH air,
dan oksigen terlarut. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 1 dan
Tabel 2.
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
8
Tabel 1 Hasil pengukuran kualitas air pada akuarium ikan rainbow boesemani jantan
Perlakuan Parameter
Suhu (0C) pH DO (ppm)
PK 25--31 6,5--6,9 7,3--7,5 P1 25--27 6,6--7,1 7,9--8,2 P2 27--28 6,7--7,1 7,8--7,9 P3 29--31 6,4--6,6 7,2--7,3 P4 31--33 6,3--6,5 7,1--7,2
Tabel 2 Hasil pengukuran kualitas air pada akuarium ikan rainbow boesemani betina
Perlakuan Parameter
Suhu (0C) pH DO (ppm)
PK 25--31 6,5--6,8 7,3--7,5 P1 25--26 6,8--7,1 7,9--8,3 P2 27--28 6,7--7,0 7,7--7,9 P3 29--31 6,4--6,6 7,2--7,4 P4 31--33 6,3--6,5 7,0--7,2
Keterangan: PK : Perlakuan kontrol P1 : Perlakuan 1 (suhu air 260C) P2 : Perlakuan 2 (suhu air 280C)
P3 : Perlakuan 3 (suhu air 300C) P4 : Perlakuan 4 (suhu air 320C)
Indeks Gonad Somatik (IGS) Ikan Rainbow Boesemani sebelum Perlakuan (t0)
Indeks gonad somatik (IGS) ikan rainbow boesemani sebelum perlakuan
(t0) dapat dilihat pada Tabel 3.
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
37
37
Tabel 3 Indeks gonad somatik (IGS) ikan rainbow boesemani sebelum perlakuan (t0)
Ulangan IGS ikan jantan (%) IGS ikan betina (%) 1 0,76 1,21 2 0,88 0,96 3 0,72 1,04 4 0,75 1,10 5 0,64 0,95 ! 0,75 1,05
SD 0,09 0,11
Keterangan: x : Rerata indeks gonad somatik SD : Standar deviasi
Indeks Gonad Somatik (IGS) Ikan Rainbow Boesemani setelah Perlakuan (t30)
Indeks gonad somatik (IGS) ikan rainbow boesemani setelah perlakuan
selama 30 hari dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4 Indeks gonad somatik ikan rainbow boesemani jantan setelah perlakuan (t30)
Ulangan Indeks Gonad Somatik (%) PK P1 P2 P3 P4
1 0,78 1,82 1,15 1,36 0,77 2 1,37 1,59 1,04 1,25 1,16 3 1,47 1,36 1,94 0,82 0,83 4 1,10 1,22 1,74 1,13 0,69 5 1,26 1,18 1,27 1,51 0,63 ! 1,20 1,43 1,43 1,21 0,82
SD 0,27 0,39 0,26 0,21 0,27
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
38
38
Tabel 5 Indeks gonad somatik ikan rainbow boesemani
betina setelah perlakuan (t30)
Ulangan Indeks Gonad Somatik (%) PK P1 P2 P3 P4
1 3,71 3,06 2,60 4,42 1,55 2 1,41 1,62 4,31 2,86 1,65 3 1,08 6,10 4,84 3,22 0,93 4 4,80 4,02 3,09 2,07 1,06 5 3,62 3,18 3,03 3,54 1,48 ! 2,92 3,60 3,58 3,22 1,33
SD 1,61 1,64 0,95 0,86 0,32 Keterangan: PK : Perlakuan kontrol P1 : Perlakuan 1 (suhu air 260C) P2 : Perlakuan 2 (suhu air 280C) P3 : Perlakuan 3 (suhu air 300C)
P4 : Perlakuan 4 (suhu air 320C) x : Rerata indeks gonad somatik SD : Standar deviasi
4.1.1 Pengamatan Histologi Testis Ikan Rainbow Boesemani
Pengamatan histologi dilakukan dengan menghitung sel-sel spermatogenik
dan oogenik. Tabel 6 dan Tabel 7 memuat persentase sel spermatid/spermatozoa
dan persentase sel oosit tahap V sebagai indikator kematangan gonad.
Tabel 6 Persentase spermatid/spermatozoa ikan rainbow boesemani jantan
Ulangan Persentase spermatid/spermatozoa (%) PK P1 P2 P3 P4
1 21,5 19,2 31,0 24,1 16,5 2 21,4 31,4 17,9 25,4 17,9 3 16,7 21,3 23,0 15,8 24,4 4 26,4 16,3 21,1 20,8 15,2 5 15,1 16,9 22,6 18,2 15,9 ! 20,2 21,0 23,1 20,9 18,0
SD 4,5 6,1 4,8 4,0 3,7
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
39
39
Tabel 7 Persentase oosit tahap V ikan rainbow boesemani betina
Ulangan Persentase oosit tahap V (%)
PK P1 P2 P3 P4 1 19,4 24,5 33,3 25,7 15,6 2 22,8 27,7 27,8 1,4 4,7 3 11,5 25,3 27,1 11,3 5,7 4 - 29,3 12,3 17,8 17,7 5 8,8 30,2 33,3 7,9 9,1 ! 12,5 27,4 26,8 12,8 10,6
SD 9,0 2,5 8,6 9,3 5,8
Keterangan: PK : Perlakuan kontrol P1 : Perlakuan 1 (suhu air 260C) P2 : Perlakuan 2 (suhu air 280C) P3 : Perlakuan 3 (suhu air 300C) P4 : Perlakuan 4 (suhu air 320C)
x : Rerata jumlah spermatid/ spermatozoa atau oosit tahap V
SD : Standar deviasi
Pembahasan
Rerata indeks gonad somatik (IGS) tertinggi pada ikan jantan terdapat
pada perlakuan 1 (P1) dengan nilai sebesar 1,43%, sedangkan rerata indeks gonad
somatik (IGS) terbesar pada ikan betina terdapat pada perlakuan 1 (P1) dengan
nilai sebesar 3,6% (Tabel 4 dan Tabel 5). Data IGS didukung oleh hasil
penghitungan sel spermatogenik dan oogenik yang menunjukkan bahwa
persentase spermatid/spermatozoa pada P1 memiliki nilai yang cukup tinggi, yakni
sebesar 21%, sedangkan persentase oosit tahap V tertinggi terdapat pada P1, yakni
sebesar 27,4% (Tabel 6 dan Tabel 7). Hasil uji perbandingan berganda (LSD) (P
> 0,05) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara perlakuan 1 (P1)
terhadap perlakuan kontrol (PK) dan perlakuan 3 (P3), maupun antara perlakuan 2
(P2) terhadap perlakuan kontrol (PK) dan perlakuan 3 (P3) pada ikan jantan
maupun ikan betina.
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
Rerata indeks gonad somatik (IGS) terendah pada ikan jantan terdapat
pada perlakuan 4 (P4), dengan nilai 0,82%, sedangkan rerata indeks gonad
somatik (IGS) terendah pada ikan betina terdapat pada perlakuan 4 (P4) dengan
nilai 1,33% (Tabel 4 dan Tabel 5). Hasil uji perbandingan berganda (LSD) (P <
0,05) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara IGS pada perlakuan 4
(P4) terhadap IGS pada perlakuan kontrol (PK), perlakuan 1 (P1), perlakuan 2 (P2),
dan perlakuan 3 (P3) pada ikan jantan maupun ikan betina. Data IGS didukung
oleh hasil penghitungan sel spermatogenik dan oogenik yang menunjukkan bahwa
persentase spermatid/spermatozoa terendah terdapat pada P4, yakni sebesar 18%
dan persentase oosit tahap V terendah terdapat pada P4, yakni sebesar 10,6%
(Tabel Tabel 6 dan Tabel 7). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ikan rainbow
boesemani yang dipelihara pada suhu 320C (P4) memiliki tingkat kematangan
gonad paling rendah dibandingkan dengan ikan pada perlakuan lain yang
diakibatkan oleh kenaikan suhu di atas batas toleransi ikan tersebut.
Siklus reproduksi pada ikan diregulasi oleh suatu sistem yang disebut
HPG (hypothalamus-pituitary-gonad) axis. Koordinasi pada sistem tersebut
dimediasi oleh hormon-hormon reproduksi seperti GnRH (gonadotropin-releasing
hormone), FSH (follicle-stimulating hormone), dan LH (luteinizing hormone)
(Pankhurst & Munday 2011: 1015). Produksi hormon-hormon reproduksi tersebut
akan berjalan dengan baik jika kondisi optimum dapat terpenuhi, salah satu faktor
yang menentukan kondisi optimum tersebut adalah suhu (Martini & Ganong
1966: 495).
Suhu memengaruhi produksi hormon dengan cara meningkatkan atau
menurunkan kerja enzim yang terlibat dalam proses sintesis hormon, seperti pada
proses sintesis hormon-hormon peptida (contohnya GnRH, FSH, dan LH).
Tahapan sintesis hormon tersebut dimulai dengan transkripsi DNA menjadi RNA
yang dikatalisasi oleh enzim RNA polymerase (Nussey & Whitehead 2001: 5).
Enzim tersebut hanya bekerja optimal pada suhu tertentu. Salah satu contoh dapat
ditemukan pada enzim Syn5 RNAP, yakni suatu enzim RNA polymerase yang
diekstrak dari virus, yang bekerja optimum pada suhu 240C. Peningkatan suhu
hingga mencapai 370C dapat menurunkan kerja enzim tersebut sebesar 92% dari
kerja optimumnya (Zhu, dkk. 2013: 3550).
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
Indeks gonad somatik ikan jantan dan betina yang mencapai nilai tertinggi
pada suhu 260C dan disertai dengan tingginya persentase spermatid/spermatozoa
serta oosit tahap V pada suhu tersebut mengindikasikan bahwa suhu optimum
yang diperlukan hormon-hormon reproduksi ikan rainbow boesemani tercapai
pada suhu 260C. Hasil penelitian terhadap ikan blue gourami (Trichogaster
trichopterus) menunjukkan bahwa pada suhu optimum, yakni 270C, ditemukan
persentase kematangan folikel yang tinggi dan disertai kadar GnRH yang tinggi.
Hal tersebut membuktikan bahwa produksi hormon GnRH, yang merupakan
hormon peptida, meningkat pada suhu optimum. Kenaikan kadar hormon tersebut
akan mengakibatkan naiknya kadar LH dan FSH yang mampu menginisiasi proses
kematangan gonad, sehingga tingkat kematangan gonad pada ikan tersebut
meningkat dengan ditandai oleh tingginya persentase folikel yang matang (Levy,
dkk. 2011: 385).
Kenaikan suhu hingga melebihi batas toleransi ikan telah dilaporkan
mampu mengganggu keseimbangan HPG (hypothalamus-pituitary-gonad) axis.
(Levy, dkk 2011: 388; Pankhurst & Munday 2011: 1016; Soria, dkk 2008: 902--
903). Hal tersebut terjadi akibat terpengaruhnya sintesis maupun kerja hormon-
hormon yang berperan dalam regulasi HPG axis (Pankhurst & Munday 2011:
1016). Gangguan tersebut dapat terjadi pada berbagai organ dalam tubuh ikan.
Salvelinus alpinus, yakni salah satu spesies ikan salmon, mengalami gangguan
pada kelenjar hipofisis ketika suhu air dinaikkan hingga menjadi 100C. Salmon
Atlantis (Salmo salar) mengalami pengurangan sintesis vtg (vitelogenin) oleh hati
akibat kenaikan suhu air. Wolffish (Anarhichas lupus) mengalami keterlambatan
ovulasi saat suhu air dinaikkan hingga mencapai 120C (Pankhurst & Munday
2011: 1017).
Ikan dapat mengetahui adanya perubahan suhu air melalui reseptor suhu
yang terdapat pada sisiknya. Reseptor tersebut merupakan sel syaraf dengan ujung
bebas (free nerve end) yang bertindak sebagai sensor suhu dan sensor mekanik.
Informasi yang diterima oleh reseptor tersebut selanjutnya ditransmisikan ke
hipotalamus (Huntingford, dkk. 2012: 44).
Informasi mengenai perubahan suhu yang diterima oleh hipotalamus akan
diolah pada bagian anterior. Kenaikan suhu akan memicu respon berupa
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
dilepaskannya dopamin oleh neuron yang berada di anteroventral preoptic region
(NPOav) hipotalamus. Dopamin merupakan neurotransmitter yang bertindak
sebagai senyawa yang mampu menghambat produksi GnRH, FSH, dan LH
(Dufour, dkk. 2005:10). Penghambatan produksi hormon tersebut dapat terjadi
melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama, yakni dopamin menghambat
produksi peptida yang diperlukan untuk menyintesis hormon-hormon tersebut.
Mekanisme kedua, yakni dopamin mampu menghambat sekresi peptida oleh
neuron pada hipofisis (Vidal, dkk. 2004: 1492 & 1498).
Berkurangnya kadar LH mengakibatkan terhambatnya produksi androgen
17,20β. Berkurangnya kadar androgen tersebut pada ikan jantan akan
menyebabkan terganggunya proses inisiasi pembentukan sel spermatosit dan
terganggunya proses pematangan sel spermatogenik, sedangkan pada ikan betina
menyebabkan terganggunya proses pembentukan oosit dan turunnya produksi
maturation-promoting factor (MPF) sehingga proses pematangan oosit menjadi
terganggu (Wootton & Smith 2015: 92 & 94).
Berkurangnya kadar FSH pada ikan jantan mengakibatkan penurunan
produksi activin B oleh sel sertoli serta penurunan produksi hormon testosteron
11-KT oleh sel leydig. Penurunan produksi activin B menyebabkan terganggunya
inisiasi proses spermatogenesis, sehingga ikan akan mengalami keterlambatan
kematangan gonad. Penurunan produksi hormon testosteron 11-KT menyebabkan
terganggunya perkembangan sel-sel spermatogenik (Wootton & Smith 2015: 92
& 94).
Berkurangnya kadar FSH pada ikan betina mengakibatkan penurunan
kadar E2 dan penurunan produksi testosteron oleh sel theca. Penurunan kadar E2
menyebabkan terhambatnya proses oogenesis yang disebabkan oleh terganggunya
proses pembentukan cortical alveoli. Penurunan kadar testosteron akan
menyebabkan berkurangnya sintesis E2 oleh sel granulosa. Penurunan kadar E2
menyebabkan penurunan produksi vtg oleh hati, sehingga proses pembentukan
kuning telur (vitellogenesis) terganggu (Wootton & Smith 2015: 92 & 94).
Kenaikan suhu juga mampu mengganggu kerja enzim yang dibutuhkan
ikan dalam proses pematangan gonad. Enzim tersebut adalah P450 aromatase,
yakni enzim yang mampu mengubah androgen menjadi E2 pada individu betina.
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
Hal tersebut akan mengakibatkan berkurangnya kadar E2, yakni hormon yang
berfungsi merangsang hati untuk menyintesis vtg. Kekurangan E2 menyebabkan
berkurangnya produksi vtg yang kemudian berakibat pada penurunan ukuran
telur, bahkan kekurangan hormon tersebut dalam jangka panjang mengakibatkan
penurunan jumlah reseptor hormon di hati (Pankhurst & Munday 2011: 1017).
Selain efek langsung, perubahan suhu juga memengaruhi reproduksi
secara tidak langsung, namun perubahan suhu tersebut harus signifikan dan terjadi
secara mendadak serta dalam waktu yang cukup lama. Suhu, sebagai salah satu
stressor, merangsang respon akut yang dimediasi oleh catecholamine. Efek utama
catecholamine adalah meningkatkan ketersediaan energi dan meningkatkan
pasokan oksigen ke jaringan tubuh. Hal tersebut selanjutnya akan diikuti oleh
aktifasi HPI (hypothalamic-pituitary-interrenal) axis, yang mengakibatkan
naiknya kadar kortisol. Kenaikan kortisol dalam jangka pendek menyebabkan
meningkatnya ketersediaan substrat energi, sedangkan efek jangka panjangnya
berupa penurunan fungsi tubuh, termasuk reproduksi melalui penurunan kadar T
dan E2 dalam plasma (Pankhurst & Munday 2011: 1019).
Rendahnya indeks gonad somatik (IGS) ikan jantan dan betina pada suhu
320C dan disertai dengan rendahnya persentase spermatid/spermatozoa serta oosit
tahap V pada suhu tersebut mengindikasikan bahwa keseimbangan HPG axis pada
ikan rainbow boesemani terganggu pada suhu 320C. Levy, dkk. (2011: 385)
melaporkan bahwa perubahan suhu melebihi batas toleransi mengakibatkan
penurunan persentase kematangan oosit yang disertai dengan turunnya kadar
GnRH dan LH pada ikan blue gourami (Trichogaster trichopterus).
Kesimpulan
Suhu air dapat memengaruhi kematangan gonad berdasarkan indeks gonad
somatik (IGS) dan pengamatan histologi gonad ikan rainbow boesemani
(Melanotaenia boesemani), dengan indeks gonad somatik (IGS) tertinggi terdapat
pada ikan yang dipelihara pada suhu 260C dengan nilai sebesar 1,43% untuk ikan
jantan dan 3,60% untuk ikan betina, sedangkan yang terendah terdapat pada ikan
yang dipelihara pada suhu 320C dengan nilai sebesar 0,82% untuk ikan jantan dan
1,33% untuk ikan betina. Persentase spermatid/spermatozoa tertinggi terdapat
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
pada ikan jantan yang dipelihara pada suhu 280C dengan nilai sebesar 23,1% dan
yang terendah terdapat pada ikan jantan yang dipelihara pada suhu 320C dengan
nilai sebesar 18%, sedangkan persentase oosit tahap V tertinggi terdapat pada ikan
betina yang dipelihara pada suhu 280C dengan nilai 27,4% dan yang terendah
terdapat pada ikan betina yang dipelihara pada suhu 320C dengan nilai 10,6%.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mendeteksi seluruh kadar
hormon reproduksi ikan rainbow boesemani yang dipelihara pada beragam suhu
air berbeda agar penyebab pasti turunnya nilai indeks gonad somatik ikan tersebut
dapat diketahui.
Daftar Referensi
Dufour, S., F. A. Waltzien, M. E. Sebert, N. Le Belle, B. Vidal, P. Vernier, & C.
Pasqualini. 2005. Dopaminergic inhibition of reproduction in teleost
fishes: ecophysiological and evolutionary implication. Ann. New York
academy of sciences. 1040(1): 9--21.
Effendie, M. I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta:
xii+163 hlm.
Hoar, W. S., D. J. Randall & E. M. Donaldson (ed). 1983. Fish physiology volume
IX: Reproduction part B. behavior and fertility. Academic Press, New
York: xviii+478 hlm.
Huntingford, F., M. Jobling, & S. Kadri. 2012. Aquaculture and behavior. Wiley-
Blackwell, West Sussex: xvi+340.
Lesmana, D. S. 2007. Reproduksi dan pembenihan ikan hias air tawar. Pusat
Riset Perikanan Budidaya, Jakarta: x+126 hlm.
Levy, G., D. David, & G. Degani. 2011. Effect of environmental temperature on
growth- and reproduction-related hormones gene expression in the female
blue gourami (Trichogaster trichopterus). Comparative biochemistry and
physiology. 8(1): 381--389.
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016
Martini, L & W. F. Ganong. 1996. Neuroendocrinology, volume 1. Academic
Press, New York: xix+748 hlm.
Nussey, S & S. Whitehead. 2001. Endocrinology: an integrated approach. BIOS
Scientific Publisher Limited, Oxford: ix+376 hlm.
Pankhurst, N. W. & P. L. Munday. 2011. Effects of climate change on fish
reproduction and early life history stages. Marine and freshwater
research. 62(3): 1015--1026.
Siby, L.S. 2009. Biologi reproduksi ikan pelangi merah (Glossolepis incisus
Weber, 1907) di Danau Sentani. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor: iv + 48 hlm.
Smith, R. J. 1970. Control of prespawning behavior of Sunfish (Lepomis
gibbosus and Lepomis megalotis) II. Environmental factor. Animal
behaviour. 18(3): 575--587.
Soria, F. N., C. A. Strussman, & L. A. Miranda. 2008. High water temperatures
impair the reproductive ability of the Pejerrey Fish, Odontesthes
bonariensis: fffects on the hypophyseal-gonadal axis. Chicago journals.
81(6): 898--905.
Sudjana. 2001. Metode statistika. Ed. ke-5. Penerbit Tarsito, Bandung: x+508
hlm.
Tappin, A.R. 2011. Rainbowfishes: their care & keeping in captivity. Art
Publications, Queensland: 576 hlm.
Vidal, B., C. Pasqualini, N. Le Belle, M. C. H. Holland, M. Sbaihi, P. Vernier, Y.
Zohar, & S. Dufour. 2004. Biology reproduction. 71(1): 1491--1500.
Wood, C. M. & D. G. McDonald (ed). 1997. Global warming implications for
freshwater and marine fish. Cambridge University Press, Cambridge:
xvi+425.
Wootton, R. J. & C. Smith. 2015. Reproductive biology of teleost fishes. John
Wiley & Sons, Ltd, Oxford: xxiv+472 hlm.
Zhu, B., S. Tabor, D. A. Raytcheva, A. Hernandez, J. A. King, & C. C.
Richardson. 2013. The RNA polymerase of marine cyanophage Syn5. The
journal of biological chemistry. 288(5): 3545--3552.
Pengaruh Suhu ..., Bahrain Utama Prawira, FMIPA UI, 2016