pengaruh sudut serang dan aspek rasio pada plat
TRANSCRIPT
PENGARUH SUDUT SERANG DAN ASPEK RASIO PADA
PLAT LENGKUNG TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR
SKRIPSI
Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata 1
Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Teknik
Oleh:
Nama : Herry Dwi Leksono
NIM : 5250403020
Prodi : Teknik Mesin S1
Jurusan : Teknik Mesin
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
ii
ABSTRAK
Herry Dwi Leksono, 2007. Teknik Mesin, UNNES “Pengaruh Sudut Serang dan Aspek Rasio pada Plat Lengkung Terhadap Koefisien Perpindahan Kalor”. Pembimbing I Dr (Ing). Ir. Harwin Saptoadi, MSE dan Pembimbing II Samsudin Anis, S.T, M.T.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sudut serang dan aspek rasio pada plat lengkung terhadap koefisien perpindahan kalor menggunakan analogi perpindahan kalor dan massa. Manfaat yang diambil dalam penelitian ini adalah dapat diketahui seberapa besar pengaruh sudut serang dan aspek rasio pada plat lengkung terhadap koefisien perpindahan kalor.
Spesimen terbuat dari naphthalene yang dicetak dalam bentuk plat lengkung dengan variasi sudut serang, variasi lebar plat dan variasi kecepatan aliran udara. Sudut serang bervariasi dari 30o sampai 60o, lebar plat bervariasi dari 3 cm sampai 6 cm dan kecepatan aliran udara divariasikan dengan pengaturan pembukaan katup blower dari ¼ sampai 1. Dengan mengukur pengurangan massa naphthalene yang menguap dapat dihitung koefisien perpindahan massa kemudian dihubungkan dengan koefisien perpindahan kalor.
Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin kecil sudut serang pada plat lengkung akan meningkatkan nilai koefisien perpindahan kalor, sedangkan semakin besar aspek rasio menurunkan nilai koeffisien perpindahan kalor. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa meningkatnya bilangan Reynolds (Re) akan meningkatkan pula bilangan Nusselt (Nu).
Berdasarkan penelitian, untuk meningkatkan laju perpindahan kalor pada aplikasi teknik yang menggunakan plat lengkung dapat dipilih sudut serang yang kecil dan aspek rasio yang besar. Laju perpindahan kalor juga dapat ditingkatkan lagi dengan menambah kecepatan aliran udara.
Kata kunci: Perpindahan kalor, sudut serang, aspek rasio, plat lengkung.
iii
HALAMAN PENGESAHAAN
Skripsi Tahun 2007, ” Pengaruh Sudut Serang dan Aspek Rasio pada
Plat Lengkung Terhadap Koefisien Perpindahan Kalor ”. Telah
dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang pada :
Hari :
Tanggal :
Panitia Ujian Skripsi
Ketua Sekretaris
Drs. Supraptono, M.Pd Basyirun, S.Pd, M.T NIP. 131125645 NIP. 132094389
Pembimbing I Penguji I Dr (Ing). Ir. Harwin Saptoadi, MSE Dr (Ing). Ir. Harwin Saptoadi, MSE NIP. 131628011 NIP. 131628011
Pembimbing II Penguji II Samsudin Anis, S.T, M.T Samsudin Anis, S.T, M.T NIP. 13203194 NIP. 13203194
Penguji III
Drs. Ramelan, M.T NIP. 130529948
Mengetahui Dekan Fakultas Teknik
Prof. Dr. Soesanto NIP. 130875753
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
⇐ MOTTO ⇒
Sesungguhnya sholatku, hidup dan matiku kuserahkan pada Allah SWT (Al-
Qur’an)
Sebaik-baik manusia adalah orang yang dapat memberikan manfaat untuk
orang lain (Al-Hadist).
Sampaikanlah kebenaran walaupun itu pahit (Al- Hadist).
Sesungguhnya dalam hidup dan mati jantungku akan kuberikan untuk negeri
ini (Abraham Lincoln).
This scription dedicated to : My Father, My Mother, My Eld brother, Bude
Sekun Alm and My Country.
Herry Thanks to:
Special thanks to Allah SWT, Muhammad SAW(sang
pangeran Cinta),Bapak, ibu dan kakak (terima kasih untuk
cinta, kasih sayang, toleransi, pengertian dan semua
dukungan), Bani H. Abdul Kohar, keluarga besar Amat
Sobirin, K.H Dimyati Al-Hafidz dan keluarga, K.H
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), K.H Khamim Jazuli (Gus
Miek) for Dzikrul Ghafiilin, guru-guruku mulai dari TK
sampai kuliah (terima kasih atas ilmu yang diberikan), My
best friend Gemblong (matur nuwun mblong wis gelem
dadi kancane nyong awet cilik), teman-temanku: di
Ponpes Miffal (Gus Aqil, Gus Nawir, Gus Pong, Alm. Kang
Jenal, Kang Olek, Kang Haris, Kang Amad, Zidan), di
Teknik Mesin UNNES (Bangun, Wawan, Ikhsan, Kuwat), di
Area 21 Cost (Burhan, Latip, Bang Punuk), Dewa 19 dan
v
Ahmad Dhani nya (untuk musik yang berkualitas) kalian
semua merupakan inspirasi terbesarku.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala nikmat, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsinya dengan judul “ Pengaruh Sudut Serang dan Aspek Rasio pada Plat
Lengkung Terhadap Koefisien Perpindahan Kalor”.
Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan Studi Strata I (S1) yang
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Teknik
Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa tersusunnya skripsi ini bukan merupakan satu hasil dari usaha
segelintir orang, karena setiap keberhasilan manusia tidak pernah lepas dari
bantuan orang lain. Oleh karena itu dengan segala kekurangan dan kerendahan
hati, penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. Dr. Soesanto, Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
2. Drs. Pramono, Ketua Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas
Negeri Semarang.
3. Dr (Ing). Ir. Harwin Saptoadi, MSE, Pembimbing I yang telah banyak
memberikan pengarahan, wejangan-wejangan, petunjuk dan motivasi kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Samsudin Anis, S.T, M.T, Pembimbing II yang dengan sabar telah
memberikan bimbingan, arahan, motivasi kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
vii
5. Drs. Ramelan, M.T, Tim Penguji yang telah memberikan saran, masukan dan
bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Staf pengajar Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang.
7. Staf pengajar Teknik Mesin Universitas Gajah Mada.
8. Semua pihak tanpa terkecuali yang talah banyak membantu mulai dari
penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, dengan tangan terbuka dan tanpa mengurangi makna serta
esensial skripsi ini, semoga apa yang ada dalam skripsi ini dapat bermanfaat dan
dipergunakan sebagai mana mestinya.
Semarang Mei 2007
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................... 1
B. Permasalahan......................................................................... 2
C. Penegasan Istilah ................................................................... 3
D. Tujuan Penelitian................................................................... 4
E. Manfaat Penelitian................................................................. 5
F. Batasan Masalah.................................................................... 5
G. Sistematika Sekripsi .............................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori ...................................................................... 7
1. Proses Perpindahan Kalor................................................ 7
2. Dasar-dasar Konveksi...................................................... 9
3. Analogi Perpindahan Kalor dan Massa ........................... 25
ix
4. Pengaruh Sudut Serang pada Prisma Segi Empat
Terhadap Koefisien Perpindahan Kalor .......................... 27
5. Kecepatan Fluida ............................................................. 30
B. Hipotesis ................................................................................ 31
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ................................................................... 32
B. Variabel Penelitian ................................................................ 32
C. Alat dan Bahan ...................................................................... 33
1. Bahan Penelitian.............................................................. 33
2. Alat Penelitian................................................................. 33
D. Pengumpulan Data................................................................. 34
1. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................... 34
2. Langkah-langkah Penelitian............................................ 34
3. Pengambilan Data ........................................................... 36
4. Diagram Alir Penelitian .................................................. 38
E. Analisis Data ......................................................................... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian...................................................................... 42
1. Data Hasil Pengujian ....................................................... 42
2. Data Perhitungan ............................................................. 47
B. Pembahasan ........................................................................... 56
1. Pengaruh Sudut Serang.................................................... 56
2. Pengujian Aspek Rasio.................................................... 57
x
3. Pengaruh Kecepatan ........................................................ 58
4. Profil Bilangan Nusselt.................................................... 58
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan................................................................................ 60
B. Saran ...................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 62
LAMPIRAN.................................................................................................... 63
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Perpindahan kalor ................................................................................... 7
2.2 Perpindahan kalor secara konduksi melalui dinding datar ..................... 8
2.3 Perpindahan kalor konveksi pada elemen dx .......................................... 10
2.4 Mekanisme perpindahan kalor konveksi................................................. 13
2.5 Berbagai daerah lapis batas di atas plat datar.......................................... 14
2.6 Distribusi kecepatan pada daerah lapis batas .......................................... 17
2.7 Lapis batas termal fluida dingin yang mengalir dipermukaan panas...... 19
2.8 Medan aliran fluida melintasi silinder pada kecepatan rendah ............... 21
2.9 Titik separasi ........................................................................................... 22
2.10 Koefisien drag untuk silinder dan bola ................................................... 24
2.11 Variasi koefisien perpindahan kalor lokal sepanjang keliling silinder ... 25
2.12 Nilai Nusselt rata-rata pada α = 0o ........................................................ 28
2.13 Nilai Nusselt rata-rata pada α = 45o ...................................................... 28
2.14 Variasi nilai Nusselt rata-rata terhadap berbagai sudut serang (α ) ....... 29
2.15 Grafik hubungan Nu dengan Re untuk α = 10o dan α = 20o.................. 29
2.16 Pengukuran kecepatan............................................................................. 30
3.1 Geometri spesimen.................................................................................. 33
3.2 Desain eksperimen .................................................................................. 35
3.3 Terowongan Angin ................................................................................. 35
3.4 Diagram alir penelitian............................................................................ 38
4.1 Grafik hubungan h dengan Re pada aspek rasio ½ ................................ 54
xii
4.2 Grafik hubungan h dengan Re pada aspek rasio 2/3 ............................... 54
4.3 Grafik hubungan h dengan Re pada aspek rasio 1 .................................. 54
4.4 Grafik hubungan h dengan Re pada sudut serang 90o ............................ 54
4.5 Grafik hubungan h dengan Re pada sudut serang 60o ............................ 54
4.6 Grafik hubungan h dengan Re pada sudut serang 30o ............................ 54
4.7 Grafik hubungan Nu dengan Re pada aspek rasio ½ .............................. 55
4.8 Grafik hubungan Nu dengan Re pada aspek rasio 2/3 ............................ 55
4.9 Grafik hubungan Nu dengan Re pada aspek rasio 1 ............................... 55
4.10 Grafik hubungan Nu dengan Re pada sudut serang 90o.......................... 55
4.11 Grafik hubungan Nu dengan Re pada sudut serang 60o.......................... 55
4.12 Grafik hubungan Nu dengan Re pada sudut serang 30o.......................... 55
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Instrumen Pengambilan Data ..................................................................... 36
3.2 Faktor Konversi Satuan.............................................................................. 39
4.1 Data Hasil Pengujian pada Aspek Rasio ½................................................ 42
4.2 Data Hasil Pengujian pada Aspek Rasio 2/3.............................................. 44
4.3 Data Hasil Pengujian pada Aspek Rasio 1................................................. 45
4.4 Data Hasil Perhitungan pada Aspek Rasio ½ ............................................ 51
4.5 Data Hasil Perhitungan pada Aspek Rasio 2/3 .......................................... 52
4.6 Data Hasil Perhitungan pada Aspek Rasio 1 ............................................. 53
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A. Foto Terowongan Angin ............................................................................. 64
B. Alat Ukur ..................................................................................................... 65
C. Foto Spesimen ............................................................................................. 66
D. Tabel Sifat-sifat Udara pada Tekanan Atmosfer......................................... 67
E. Tabel Konversi Satuan................................................................................. 68
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proeses perpindahan kalor pada plat banyak digunakan dalam aplikasi
teknik seperti pada sirip pendingin mesin sepeda motor, komponen elektronika,
kondensor, solar collector dan lain sebagainya.
Solar collector adalah seperangkat alat yang digunakan untuk menyerap
panas dari matahari. Peranan solar collector sangat penting untuk menyerap kalor
dari lingkungan melalui proses radiasi dan konveksi. Pada proses konveksi
besarnya kalor yang diserap ditentukan oleh nilai koefisien perpindahan kalor
konveksi.
Solar collector ada yang berbentuk plat datar dan ada pula yang berbentuk
plat lengkung. Untuk solar collector yang bergerak mengikuti gerak matahari
proses konveksinya akan mendapat sudut serang yang berbeda-beda pada pagi,
siang atau sore hari. Namun seberapa besar pengaruh sudut serang terhadap
koefisien perpindahan kalor konveksi secara teoritis masih sulit dihitung.
Koefisien perpindahan kalor konveksi merupakan fungsi yang rumit dari
aliran fluida, sifat-sifat termal medium fluidanya dan geometri sistemnya. Harga
koefisien perpindahan kalor konveksi pada suatu permukaan pada umumnya tidak
seragam, tergantung pada lokasi tempat mengukur suhu fluida.
1
2
Tersedia empat cara umum untuk menentukan harga koefisien
perpindahan kalor konveksi :
1. Analisa dimensional yang digabungkan dengan percobaan-percobaan.
2. Penyelesaian matematik yang eksak terhadap persamaan-persamaan lapis
batas.
3. Analisa aproksimasi terhadap lapis batas dengan metode integral.
4. Analogi antara perpindahan kalor dan massa.
Pola aliran fluida pada permukaan plat dapat berupa aliran laminar dan
turbulen. Aliran turbulen memberikan koefisien perpindahan kalor konveksi yang
tinggi karena pola aliran yang tidak teratur, sedangkan aliran laminar relatif kecil.
Studi yang dilakukan oleh banyak peneliti untuk meningkatkan koefisien
perpindahan kalor konveksi antara lain dengan melakukan variasi geometri,
posisi, kecepatan dan arah aliran fluida. Akan tetapi, studi yang melibatkan sudut
serang pada plat lengkung masih sulit ditemukan.
Studi ini akan meneliti pengaruh sudut serang dan aspek rasio terhadap
koefisien perpindahan kalor rerata pada plat lengkung dengan menggunakan
analogi perpindahan kalor dan massa.
B. Permasalahan
Dari latar belakang masalah di atas penulis ingin mengetahui besarnya
pengaruh sudut serang, aspek rasio dan kecepatan fluida. pada plat lengkung
terhadap koefisien perpindahan kalor konveksi
3
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh sudut serang (α ) pada plat lengkung terhadap
koefisien perpindahan kalor ?
2. Seberapa besar pengaruh aspek rasio (W/L) pada plat lengkung terhadap
koefisien perpindahan kalor ?
3. Seberapa besar pengaruh kecepatan udara (U) pada plat lengkung terhadap
koefisien perpindahan kalor ?
C. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan pemahaman dalam penelitian, agar menjadi jelas dan
tidak terjadi salah tafsir, maka perlu adanya penegasan istilah-istilah dalam judul
tersebut, yaitu :
1. Sudut serang adalah sudut antara aliran bebas dengan garis sumbu (White, Hal
: 426, 1994). Yang dimaksud dengan sudut serang disini adalah sudut yang
terbentuk antara aliran fluida dengan garis sumbu dari plat lengkung yang
dialiri fluida tersebut.
2. Aspek rasio adalah perbandingan antara lebar dan panjang suatu benda
(White, Hal : 351, 1994). Jadi yang diamksud aspek rasio di sini adalah adalah
perbandingan antara lebar dan panjang dari plat lengkung.
3. Koefisien perpindahan kalor adalah suatu bilangan atau konstanta yang
merupakan fungsi dari aliran fluida, sifat-sifat termal media fluida dan sistem
geometri (Kreith, Hal : 307, 1997). Koefisien perpindahan kalor adalah
4
konstanta yang menunjukan jumlah panas yang mengalir melintasi satu satuan
luas jika gradien suhunya satu, biasanya dinyatakan dengan lambang (h).
Pengertian keseluruhan dari penelitian yang berjudul “Pengaruh Sudut
Serang dan Aspek Rasio pada Plat Lengkung Terhadap Koefisien
perpindahan kalor” adalah melihat pengaruh sudut serang terhadap koefisien
perpindahan kalor konveksi pada plat lengkung dengan beberapa aspek rasio.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini mencakup apa yang
menjadi sasaran dan harapan dari penulis untuk:
1. Memperdalam wawasan dan ilmu pengetahuan tentang perpindahan kalor
khususnya pada perpindahan kalor konveksi.
2. Mendapatkan nilai koefisien perpindahan kalor pada berbagai sudut serang,
aspek rasio dan kecepatan udara pada plat lengkung.
3. Mengetahui seberapa besar pengaruh sudut serang (α ) pada plat lengkung
terhadap koefisien perpindahan kalor.
4. Mengetahui seberapa besar pengaruh aspek rasio (W/L) pada plat lengkung
terhadap koefisien perpindahan kalor.
5. Mengetahui seberapa besar pengaruh kecepatan udara (U) terhadap koefisien
perpindahan kalor.
5
E. Manfaat Penelitian
1. Memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan dalam bidang
teknologi untuk kemajuan lembaga.
2. Sebagai bahan rujukan atau referensi bagi penelitian sejenis atau penelitian
pengembangan yang lebih luas.
3. Menambah pengetahuan dan wawasan praktis bagi peneliti tentang
perpindahan kalor, khususnya peran sudut serang dan aspek rasio pada plat
lengkung terhadap koefisien perpindahan kalor.
F. Batasan Masalah
Penelitian ini hanya dibatasi untuk perpindahan kalor konveksi pada plat
lengkung dengan variasi sudut serang, aspek rasio dan kecepatan udara.
G. Sistematika Skripsi
1. Bagian Awal
Bagian awal terdiri dari halaman judul, halaman pengesahan, abstraksi,
motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel,
daftar lampiran.
2. Bagian Isi Skripsi
Bagian ini terdiri dari 5 bab, yaitu:
BAB I : Pendahuluan, yang mencakup latar belakang masalah,
permasalahan, penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika skripsi.
6
BAB II : Landasan teori, yang mencakup tentang teori dasar
perpindahan kalor, dasar-dasar perpindahan kalor konveksi,
teori tentang lapis batas, teori tentang pola aliran yang
melintasi silinder, analogi perpindahan kalor dan massa,
penyelidikan pengaruh sudut serang terhadap koefisien
perpindahan kalor rerata pada prisma segi empat oleh Reiher
(1925), Hilpert (1933) dan Igarashi, hipotesis.
BAB III : Metodologi penelitian, yang mencakup desain penelitian,
variabel penelitian, metode pengumpulan data dan metode
analisis data.
BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan, meliputi deskripsi data,
analisis data dan pembahasan hasil analisis data.
BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan dari data dan analisis serta
saran yang merupakan sumbangan pemikir.
3. Bagian Akhir
Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
7
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Proses perpindahan kalor
Menurut Kreith (1991 : 4), perpindahan kalor (gambar 2.1) dapat
didefinisikan sebagai berpindahnya suatu energi dari satu daerah ke daerah
lain akibat adanya perbedaan suhu pada daerah tersebut. Di dalam
perpindahan kalor dikenal tiga macam cara yang berbeda, yaitu : konduksi,
konveksi, dan radiasi.
Gambar 2.1 Perpindahan kalor (www.grc.nasa.gov)
a. Perpindahan kalor konduksi
Menurut Kreith (1991 : 4), perpindahan kalor konduksi (gambar
2.2) adalah proses dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi
ke daerah yang bersuhu rendah di dalam suatu medium (padat, cair atau
gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan
7
8
secara langsung. Secara umum rumus laju aliran secara konduksi dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
xTkAq∂∂
−= ........................................................................................... (2-1)
keterangan :
q = laju aliran panas (W)
k = konduktifitas termal bahan (W/m.˚C)
A = luas penampang (m²)
∂T/∂x = gradien suhu terhadap penampang tersebut, yaitu laju
perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran
panas
Tanda negatif (-) diselipkan agar memenuhi hukum kedua
termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ke tempat yang lebih rendah
dalam skala suhu.
Gambar 2.2 Perpindahan kalor secara konduksi melalui dinding datar
x
L
T panas
T dingin
9
b. Perpindahan kalor konveksi
Menurut Kreith (1991 : 5), perpindahan kalor konveksi adalah
proses transport energi dengan kerja gabungan dari konduksi panas,
penyimpanan energi dan gerakan mencampur. Konveksi sangat penting
sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan
cairan atau gas. Perpindahan kalor secara konveksi ini dari suatu
permukaan yang suhunya di atas suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam
beberapa tahap yaitu: Pertama, panas akan mengalir dengan cara konduksi
dari permukaan ke partikel-partikel fluida yang berbatasan. Energi yang
berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam
partikel-partikel fluida tersebut.
Laju perpindahan kalor antara suatu permukaan plat dan suatu
fluida dapat dihitung dengan hubungan:
q = h A ∆T ............................................................................................ (2-2)
dimana; q = Laju perpindahan kalor secara konveksi (W)
A = Luas perpindahan kalor (m²)
h = Koefisien perpindahan kalor konveksi rerata (W/m2.oC)
∆T = Beda antara suhu permukaan Ts dan suhu fluida ∞T (oC)
2. Dasar-Dasar Konveksi
a. Persamaan dasar konveksi
Perpindahan kalor konveksi per satuan luas pada suatu elemen dx
(gambar 2.3) adalah :
10
2)("mWTThq sx ∞−= ............................................................................. (2-4)
dimana : hx = koefisien perpindahan kalor konveksi pada jarak x dari
lingir depan, Cm
Wo2
Ts = temperatur permukaan,oC
T ∞ = temperatur aliran bebas,oC
Perpindahan kalor total pada seluruh luasan As adalah :
sA dAqqs
"∫= ........................................................................................ (2-5)
sxAs dAhTTqs
∫−= ∞ )( Watt.................................................................. (2-6)
Jika h merupakan koefisien perpindahan kalor konveksi rerata
untuk seluruh permukaan, maka perpindahan kalor total juga dapat
dinyatakan dengan ungkapan:
)( ∞−= TTAhq ss Watt ........................................................................... (2-7)
L
∞∞ TU ,
x dx
)(" ∞−= TThq sx
ss TA ,
Gambar 2.3 Perpindahan kalor konveksi pada elemen dx (Prajitno, 2005)
11
Dari kedua persamaan tersebut di atas maka koefisien perpindahan
kalor rerata adalah :
CmWdAh
Ah osxA
ss 2
1∫= ........................................................................ (2-8)
Koefisien perpindahan kalor konveksi sebenarnya dipengaruhi
oleh:
1) Keadaan dan sifat aliran,
2) Sifat-sifat fluida,
3) Geometri sistem atau permukaan,
4) Lokasi pengukuran temperatur fluida.
Ada dua penyebab gerakan atau aliran fluida yang akan
menentukan pola perpindahan kalor konveksi, yaitu :
1) Fluida mengalir karena terdapat perbedaan massa jenis akibat
perbedaan temperatur atau gaya sentrifugal. Mekanisme perpindahan
kalor konveksi dalam hal ini disebut konveksi bebas (natural, alamiah).
2) Fluida mengalir karena mendapat energi dari luar (misalnya : pompa,
blower, fan, compresor). Mekanisme perpindahan kalor dalam hal ini
disebut konveksi paksa.
Aliran fluida dibedakan dalam dua macam, yaitu :
1) Aliran internal, yaitu jika fluida mengalir di dalam pipa atau saluran.
2) Aliran external, yaitu jika fluida mengalir sejajar permukaan rata atau
aliran yang melintasi pipa atau aliran yang melintasi pipa dalam arah
tegak lurus sumbu pipa.
12
Aliran juga dapat dibedakan menjadi dua keadaan, yaitu :
1) Aliran laminer, yaitu jika pengaruh gaya internal fluida lebih kecil dari
pengaruh gaya viskos atau gaya geser antar partikel fluida. Dalam
aliran laminar, fluida bergerak dalam lapisan-lapisan, dengan masing-
masing partikel fluida mengikuti lintasan yang lancar dan kontinyu.
2) Aliran turbulen, yaitu jika pengaruh gaya internal lebih besar dari
pengaruh gaya viskos. Dalam aliran turbulen, lintasan masing-masing
partikel berbentuk zig-zag serta tidak teratur.
b. Mekanisme perpindahan kalor konveksi
Mekanisme perpindahan kalor konveksi (gambar 2.4) adalah
kombinasi antara perpindahan kalor konduksi dan perpindahan massa atau
partikel fluida. Pada daerah aliran yang sangat dekat dengan permukaan
terdapat daerah aliran yang dipengaruhi oleh perubahan kecepatan yang
disebut daerah lapis batas (boundary layer). Dalam daerah ini terdapat
lapisan partikel-partikel yang menempel diam pada permukaan
(diasumsikan tidak terjadi slip), sehingga akan terjadi perpindahan kalor
secara konduksi dan mengakibatkan kenaikan tingkat energi partikel
tersebut. Di atas lapisan partikel yang diam ini terdapat lapisan partikel-
partikel yang bergerak menurut garis lintasan alirannya dengan kecepatan
U2. Karena ada perbedaan tingkat energi terhadap partikel-pertikel di
bawahnya, maka akan terjadi perpindahan kalor konduksi, dan tingkat
energinya menjadi E2. Dengan demikian partikel-partikel fluida ini sambil
13
bergerak akan membawa energi. Karena partikel-partikel pada lapisan di
atasnya mempunyai tingkat energi yang lebih rendah, maka berlangsung
juga perpindahan kalor konduksi yang mengakibatkan partikel-partikel
fluida mempunyai tingkat energi E3. Demikian seterusnya sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat kombinasi antara perpindahan kalor secara
konduksi dan perpindahan energi melalui massa yang bergerak. Pada
aliran laminer, partikel bergerak menurut lintasannya, dengan kecepatan
yang rendah. Oleh karena itu, kontribusi konduksi lebih dominan dari
kontribusi oleh aliran massa. Pada aliran yang turbulen partikel-partikel
bergerak dengan kecepatan yang relatif tinggi dan bergerak dengan
lintasan yang tidak teratur, sehingga kontribusi aliran massa lebih dominan
dari pada konduksi antar partikel.
0=∂∂
=y
x YTq
Karena fluida pada umumnya mempunyai sifat-sifat thermal yang
rendah, maka aliran dibuat turbulen atau dipercepat gerakannya untuk
meningkatkan laju perpindahan kalor. Namun gaya hambatan aliran akan
Gambar 2.4 Mekanisme perpindahan kalor konveksi (Prajitno, 2005)
E2
E3E4
U2 U2
U3 U3
U4
14
meningkat, sehingga energi yang diperlukan untuk mengalirkan fluida
menjadi semakin besar.
c. Aliran viskos (kental)
Pada gambar 2.5 aliran di atas plat rata terlihat bahwa mulai dari
tepi depan plat terbentuk suatu daerah dimana pengaruh gaya viskos
(viscous force) makin meningkat. Gaya-gaya viskos ini biasa diterangkan
dengan gaya geser (shear stress) τ antara lapisan-lapisan fluida. Jika
tegangan ini dianggap berbanding dengan gradien kecepatan (velocity
gradient) normal, maka kita dapatkan persamaan dasar untuk viskositas,
dydUμτ = .............................................................................................. (2-9)
Gambar 2.5 Berbagai daerah lapis batas di atas plat datar
(Koestoer,2002)
Konstanta proporsionalitas μ disebut viskositas dinamik (dynamic
viscosity). Satuannya yang khas ialah newton-detik per meter persegi,
tetapi tidak ada banyak satuan untuk menyatakan viskositas, dan kita harus
15
berhati-hati dalam memilih kelompok yang konsisten dengan formulasi
yang digunakan.
Daerah aliran yang terbentuk dari tepi depan plat, dimana terlihat
pengaruh viskositas disebut lapis batas (boundary layer). Untuk menandai
posisi y dimana lapis batas itu berakhir dipilih suatu titik sembarang, titik
ini biasanya dipilih sedemekian rupa pada koordinat y dimana kecepatan
menjadi 99% dari nilai arus bebas.
Pada permulaan, pembentukan lapis batas itu laminar, tetapi pada
suatu jarak kritis dari tepi depan, tergantung dari medan aliran dan sifat-
sifat fluida, gangguan-gangguan kecil pada aliran itu membesar dan
mulailah terjadi proses transisi hingga aliran menjadi turbulen. Daerah
aliran turbulen dapat digambarkan sebagai kocokan rambang dimana
gumpalan fluida bergerak kesana kemari ke segala arah. Transisi dari
aliran laminar menjadi turbulen terjadi apabila, (Holman, Hal : 193, 1988).
5105xxUxU>= ∞∞
μρ
υ........................................................................ (2-10)
dimana ∞U = kecepatan aliran bebas, m/s
x = jarak dari tepi depan, m
υ = =ρμ / viskositas kinematik, m2/s
Pengelompokan khas di atas disebut angka Reynoldss, dan angka
ini tidak berdimensi apabila untuk semua sifat-sifat di atas digunakan
perangkat satuan yang konsisten,
υxU
x∞=Re ......................................................................................... (2-11)
16
Walaupun untuk tujuan analisis angka Reynoldss kritis untuk
transisi di atas plat rata biasa dianggap 5 x 105, dalam situasi praktis nilai
kritis ini sangat bergantung pada kekasaran permukaan dan tingkat
“keturbulenan” (turbulence level) arus bebas. Jika terdapat gangguan besar
dalam aliran itu, transisi mungkin sudah mulai terjadi pada angka
Reynoldss serendah 105, dan pada aliran tanpa fluktuasi (perubahan-
perubahan kecepatan), transisi ini mungkin baru mulai pada Re = 2 x 106
atau lebih. Pada kenyataannya proses transisi ini mencakup suatu
jangkauan angka Reynoldss, transisi ini selesai dan menjadi aliran turbulen
pada angka Reynoldss dua kali angka pada waktu transisi mulai, (Holman,
Hal : 194, 1988).
Kesulitan pokok dalam penyelesaian analisis aliran turbulen ialah
bahwa sifat-sifat pusaran ini berbeda-beda dalam lapis batas, dan
variasinya hanya dapat ditentukan dari data percobaan. Semua analisis
aliran turbulen pada akhirnya harus mengandalkan data percobaan karena
tidak ada teori yang benar-benar memadai untuk meramalkan tingkah laku
aliran turbulen, (Koestoer, Hal : 2, 2002).
d. Lapis batas hidrodinamis
Lapis batas hidrodinamis adalah daerah dekat dengan permukaan
yang fluidanya masih dipengaruhi oleh perubahan kecepatan (gambar 2.6).
Tebal lapis batas hidrodinamis adalah jarak dari permukaan sampai batas
kecepatan lokal sebesar 99% dari kecepatan aliran bebas.
17
Gambar 2.6 Distribusi kecepatan pada daerah lapis batas (Prajitno, 2005)
Hasil analisis dimensi yang dilakukan oleh Prandtl (1904) untuk
plat rata menunjukan bahwa tebal lapis batas hidrodinamis dapat
dinyatakan dengan :
),,,( xUf μρδ ∞= .............................................................................. (2-12)
dengan x = jarak dari lingir depan, m
ρ = massa jenis fluida, kg/m3
μ = viskositas dinamis, kg/(m.s)
∞U = kecepatan aliran bebas, m/s
Karena terdapat lima parameter, dan tiga dimensi asal (kg, m, s),
maka dapat dibentuk dua parameter non dimensi. Tebal lapis batas
hidrodinamis dapat dinyatakan dalam bentuk tak berdimensi, yaitu :
)(Re xfx=
δ ........................................................................................ (2-13)
Ungkapan di atas menyatakan bahwa tebal lapis batas hidrodinamis
pada jarak x dari lingir depan ditentukan oleh bilangan Reynoldss
setempat. Dari berbagai cara penyelesaian diperoleh bahwa, (Prajitno, Hal
: 7, 2005)
18
x
Cx Re=
δ .......................................................................................... (2-14)
Secara fisik dapat difahami bahwa fluida yang mengalir dengan
kecepatan tinggi atau mempunyai viskositas kecil, daerah lapis batas
hidrodinamis akan tipis, dan laju perpindahan kalor akan tinggi.
Aliran dibagi menjadi tiga daerah lapis batas yang ditentukan oleh
bilangan Reynoldss kritis, Rec, yaitu (Prajitno, Hal : 7, 2005) :
1) Daerah laminer : 0 < Rex < 2. 105
2) Daerah transisi : 2. 105 < Rex < 2. 106
3) Daerah turbulen : Rex > 3.106
Daerah transisi dipengaruhi oleh :
1) Bentuk permukaan,
2) Keadaan permukaan,
3) Tingkat gangguan.
Karena dipengaruhi oleh perubahan kecepatan, maka gradien
kecepatan dalam lapis batas, 0≠∂∂
yyU
. Tegangan geser pada permukaan
dinyatakan dengan 0=∂
∂=
ys y
Uμτ .
Tegangan geser dapat juga dihitung dengan persamaan lain, yaitu
(Prajitno, Hal : 8, 2005) :
22
1∞= UC fxs ρτ ................................................................................... (2-15)
19
Dari kedua persamaan di atas, maka koefisien gesek permukaan
pada jarak x dapat dihitung dengan persamaan :
02
2
=∞ ∂∂
=y
fx yU
UC υ ................................................................................ (2-16)
Koefisien gesek rerata pada permukaan sepanjang L menjadi :
dxCL
CL
fxf ∫=0
1 ................................................................................... (2-17)
Gaya hambatan yang bekerja pada permukaan :
22
1∞= UCwLF f ρ ............................................................................... (2-18)
dengan w = lebar permukaan, m.
e. Lapis batas termal
Jika temperatur permukaan Ts berbeda dengan temperatur bebas
∞T , maka terdapat lapis batas termal yang tebalnya tδ . Menurut definisi,
tebal lapis batas termal (gambar 2.7) adalah jarak dari permukaan sehingga
(Ts – T) = 0,99 ( ∞−TTs ).
Gambar 2.7 Lapis batas termal fluida dingin yang mengalir di permukaan panas
(Prajitno, 2005)
20
Perpindahan kalor konduksi pada permukaan sama dengan kalor
yang dikonveksi oleh fluida, sehingga pada permukaan berlaku persamaan
Fourier dan Newton, yaitu :
)(0
∞=
−=∂∂
− TThyTk sx
yf ................................................................... (2-19)
dengan kf = konduktifitas fluida, W/(m oC)
Persamaan di atas dapat disusun dalam bentuk tak berdimensi,
yaitu :
≡==
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡∂
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
−∂
=
∞x
f
x
y
s
s
Nuk
xh
xy
TTTT
0
Bilangan Nuselt................................. (2-20)
Secara grafis, bilangan Nuselt adalah gradien temperatur pada
permukaan. Jika distribusi temperatur dalam daerah lapis batas diketahui,
maka koefisien perpindahan kalor setempat dapat dihitung dengan
persamaan :
0=∂∂
=y
fx ykh θ ..................................................................................... (2-21)
dengan : ∞−
−=
TTTT
s
sθ
Koefisien perpindahan kalor rerata untuk permukaan sepanjang L :
∫=L
xdxhL
h0
1 ....................................................................................... (2-22)
dan laju perpindahan kalor konveksi untuk seluruh permukaan :
21
)( ∞−= TThwLq s ............................................................................... (2-23)
f. Aliran fluida yang melintasi silinder
Aliran fluida yang melintasi silinder (gambar 2.8) pada umumnya
dalam arah normal terhadap sumbu silinder. Pembentukan lapis batas
dimulai dari titik stagnasi depan yang kecepatannya nol dan tekanannya
maksimum.
Gambar 2.8 Medan aliran fluida melintasi silinder pada kecepatan rendah
(Prajitno, 2005)
Tekanan maksimum terdapat pada titik stagnasi depan, dan
berangsur-angsur turun dengan bertambahnya x atau θ . Oleh karena itu
lapis batas yang terbentuk dipengaruhi oleh gradien tekanan yang negatif
dan gradien kecepatan yang positif dalam arah x atau 0<dxdp dan
0>∞
dxdU . Tetapi sampai pada jarak tertentu terdapat 0=∞
dxdU dan
22
0=dxdp , dan sesudah itu terjadi pengurangan kecepatan lagi atau 0>
dxdp
dan 0<∞
dxdU . Posisi pada saat terjadi 0=∞
dxdU disebut titik separasi, dan
di daerah yang mempunyai 0>dxdp terjadi pembalikan arah aliran.
Gambar 2.9 Titik separasi (Prajitno, 2005)
Posisi titik separasi (gambar 2.9) ditentukan oleh bilangan
Reynoldss berdasarkan diameter silinder, ReD = μ
ρUD .
1) Untuk ReD510.2≤ (laminer), titik separasi terjadi pada o80≈θ , dan
2) Untuk ReD 510.2≥ (turbulen), titik separasi terjadi pada o140≈θ
Akibat aliran fluida yang melintasi silinder atau bola, pada
permukaan bekerja gaya tahan (drag force) yang disebabkan oleh dua hal
yaitu :
1) Gaya tahan akibat tegangan geser pada permukaan.
23
2) Gaya tahan akibat perbedaan antara tekanan di sisi depan dan sisi
belakang jika di sisi belakang terjadi wake.
Pada bilangan Reynoldss yang rendah (ReD < 4), gaya tahan
didominasi akibat gesekan, tetapi pada bilangan Reynoldss tinggi (ReD >
5000), gaya tahan didominasi akibat perbedaan tekanan. Koefisien gaya
tahan CD didefinisikan sebagai (Prajitno, Hal : 53, 2005):
221
∞
=UA
FC
f
DD ρ
.................................................................................. (2-24)
dengan : FD = Gaya tahan
Af = Luas bidang frontal
= D.L (untuk silinder yang panjangnya L)
= 24
1 Dπ (untuk bola)
ρ = densitas fluida
∞U = kecepatan aliran fluida ketika mendekati silinder atau bola
Koefisien drag untuk silinder dan bola ditentukan oleh bilangan
Reynoldss atau CD = f(ReD) seperti terlihat pada gambar 2.10. Pada
bilangan ReD > 2 x 105 terjadi penurunan CD secara drastis akibat
berkurangnya wake.
24
Gambar 2.10 Koefisien drag untuk silinder dan bola (Prajitno, 2005)
g. Koefisien perpindahan kalor dalam fluida yang melintasi silinder
Koefisien perpindahan kalor lokal dapat dilihat pada gambar 2.11.
Variasi koefisien perpindahan kalor relatif tinggi dimulai pada titik
stagnasi ( 0=θ ), dan berkurang dengan bertambahnya θ akibat lapis batas
yang makin tebal. Pada bilangan Reynoldss rendah atau aliran laminer,
koefisien perpindahan kalor mencapai minimum pada titik separasi sekitar
o80≈θ . Pada bilangan Reynolds yang makin tinggi, terjadi kenaikan
koefisien perpindahan kalor yang tajam pada o90≈θ akibat transisi dari
laminer ke turbulen. Selanjutnya koefisien perpindahan kalor turun lagi
akibat lapis batas yang makin tebal dan mencapai minimum ke dua pada
o140≈θ ketika terjadi separasi aliran. Di bagian belakang terjadi lagi
kenaikan koefisien perpindahan kalor karena terjadi percampuran yang
sangat efektif di daerah wake.
25
θ -Degrees from stagnation point
Gambar 2.11 Variasi koefisien perpindahan kalor lokal sepanjang keliling silinder
(Prajitno, 2005)
3. Analogi Perpindahan kalor dan Massa
Hubungan perpindahan kalor dengan perpindahan massa dapat
diperoleh dengan mengikuti (Incropera, Hal : 363, 1990):
32
32
Pr ScStSt m= ..................................................................................... (2-25)
dengan : St = bilangan Stanton pada perpindahan kalor
Pr = bilangan Prandtl
Stm = bilangan Stanton pada perpindahan massa
Sc = bilangan Schmidt
26
Koefisien perpindahan kalor diperoleh dengan asumsi bilangan
Reynoldss kedua sistem dan faktor j yang sama, yaitu:
32
32Pr Sc
Uh
Uch m
p
=ρ
................................................................................ (2-26)
32
Pr ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡=
Scchh pmρ .................................................................................... (2-27)
dengan : h = koefisien perpindahan kalor (W/m2 oC)
hm = koefisien perpindahan massa (m/s)
ρ = massa jenis udara (kg/m3)
pc = panas jenis udara (J/kg.oC)
Koefisien perpindahan massa dihitung dengan persamaan:
Nm MAp
TRmh....
Δ=
&......................................................................................... (2-28)
Laju kehilangan massa )(m& dihitung dari perbandingan massa yang
hilang dengan lama waktu yang digunakan. A adalah luas permukaan dan pΔ
adalah ∞− pp . p merupakan tekanan uap jenuh naphthalene dipermukaan
benda uji pada suhu ruang dan ∞p adalah tekanan naphthalene di aliran udara
bebas (=0). R adalah konstanta gas universal (=8314 N.m.kmol-1.K-1), dan MN
adalah berat molekul naphthalene (C10H8, C = 12,01 dan H = 1,008).
Temperatur dihitung berdasarkan temperatur udara lingkungan rerata.
Tekanan uap naphthalene p (N/m2) merupakan fungsi temperatur T
(K) dihitung dengan persamaan (Anis, 2003, dikutip dari Ling dkk., 1994):
Tp 4,3729564,13log −= ........................................................................... (2-29)
27
dan bilangan Schimdt dihitung dengan persamaan:
2165,0
0743,8T
Sc = .............................................................................................. (2-30)
4. Pengaruh Sudut Serang pada Prisma Segi Empat Terhadap Koefisien
Perpindahan Kalor
Penyelidikan harga koefisien perpindahan kalor rerata khususnya
untuk prisma segi empat baru terbatas pada sudut serang 0o dan 45o saja, yakni
seperti yang dilakukan oleh Reiher (1925) dan Hilpert (1933). Dalam
penyelidikan eksperimentalnya, Igarashi meneliti hal tersebut pada berbagai
sudut serang α dan menentukan pada sudut berapa terjadinya nilai Nusselt
maksimum dan minimum. Harga nusselt rata-rata prisma segi empat untuk
α =0o dan 45o dari Igarashi ditunjukan dalam gambar 2.13 di bawah ini yang
dibandingkan terhadap Reiher dan Hilpert seperti yang dikutip oleh Jacob
dalam buku teksnya.
Dapat dilihat pada gambar 2.12 bahwa untuk sudut α = 0o hasil yang
diperoleh Igarashi berbeda antara Reiher dan Hilpert dan nilainya 40% lebih
tinggi dari Hilpert. Sedangkan pada sudut α = 45o (gambar 2.13) hasilnya
mendekati Reiher. Persamaan umum yang dapat digunakan untuk kasus ini
adalah (Koestoer, Hal : 39, 2002):
• Untuk α = 0o; 66,0Re14,0=Nu ..................................... (2-31)
• Untuk α = 45o; 59,0Re27,0=Nu ..................................... (2-32)
28
Gambar 2.12 Nilai Nusselt rata-rata pada α = 0o (Koestoer, 2005)
Gambar 2.13 Nilai Nusselt rata-rata pada α = 45o (Koestoer, 2005)
Gambar 2.14 di bawah ini menunjukan variasi nilai Nusselt rata-rata
terhadap berbagai sudut serang yang berbeda. Di atas sudut α = 12o nilai
Nusselt rata-rata semakin berkurang dengan bertambahnya sudut serang α ,
dan pada harga α = 15o harganya sama dengan α = 0o. Kemudian pada α =
29
20o-25o nilai Nusselt rata-rata mencapai maksimum dan di atas α = 25o akan
berkurang kembali dengan bertambahnya sudut serang α .
Gambar 2.14 Variasi nilai Nusselt rata-rata terhadap berbagai sudut serang α
(Koestoer, 2005)
Nilai Nusselt rata-rata sebagai fungsi bilangan Reynoldss untuk sudut
serang α = 10o dan α = 20o dapat dilihat pada gambar 2.15 di bawah ini. Dan
korelasi yang didapat Igarashi dinyatakan dengan hubungan sebagai berikut
(Koestoer, Hal 40, 2002):
• Untuk α = 10o; 64,0Re15,0=Nu ..................................... (2-33)
• Untuk α = 20o; 67,0Re133,0=Nu ................................... (2-34)
30
Gambar 2.15 Grafik hubungan Nu dengan Re untuk α = 10o dan α = 20o
(Koestoer, 2005)
5. Kacepatan Fluida
Gerakan fluida yang melalui pipa atau saluran setiap satuan waktu
merupakan kecepatan aliran tersebut (gambar 2.16).
ρpU Δ
=2 ................................................................................................ (2-35)
dimana : U = kecepatan aliran fluida (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
pΔ = p2 – p1
p2 = tekanan dinamis fluida (Pa)
p1 = tekanan statis fluida (Pa)
ρ = massa jenis fluida (kg/m3)
31
Gambar 2.16 Pengukuran kecepatan (White, 1994)
B. Hipotesis
Berangkat dari teori bahwa koefisien perpindahan kalor konveksi
merupakan fungsi yang rumit dari aliran fluida, sifat-sifat termal medium
fluidanya, dan geometri sistemnya, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut :
1. Ada pengaruh sudut serang (α ) terhadap koefisien perpindahan kalor.
2. Ada pengaruh aspek rasio (L/W) terhadap koefisien perpindahan kalor.
3. Ada pengaruh kecepatan udara (U) terhadap koefisien perpindahan kalor.
pΔ
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen, yaitu
melakukan pengujian terhadap obyek untuk menghasilkan data mentah berupa
perubahan massa, waktu pengujian, tekanan kecepatan aliran udara dan suhu
sebagai parameter untuk menghitung koefisien perpindahan kalor. Penelitian ini
memberikan gambaran secara sistematik, faktual dan akurat mengenai hubungan
antara sudut serang dan aspek rasio terhadap koefisien perpindahan kalor.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah :
a. Variasi sudut serang )(α = 90o, 60o, 30o.
b. Variasi aspek rasio (W/L) = ½, 2/3, 1.
c. Variasi pembukaan katup ¼, ½, ¾, 1 untuk mendapatkan variasi kecepatan
aliran udara (U).
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah koefisien perpindahan
kalor konveksi (h) atau dapat diwakili bilangan Nusselt (Nu).
32
33
C. Alat dan Bahan
1. Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah naphthalene yang
dicetak dalam bentuk plat lengkung (gambar 3.1),dengan L 6 cm dan W
divariasikan dari 3 cm hingga 6 cm.
Gambar 3.1 Geometri spesimen
2. Alat Penelitian
Alat – alat yang digunakan adalah :
a. Blower (3 phase, 2 HP)
b. Terowongan angin
c. Timbangan digital
d. Manometer U
e. Thermocople
f. Themperature pressure analyser
g. Jangka sorong
h. Jeruji (6 buah)
i. Isolatip
j. Tool set
L W
H
34
D. Pengumpulan Data
1. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret pada
tahun 2007 di Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Jurusan Teknik Mesin
dan Laboratorium Analitik Jurusan Kimia UNNES.
2. Langkah-langkah penelitian
a. Pembuatan spesimen
Pembuatan spesimen berupa plat lengkung naphthalene adalah
sebagai berikut :
1) Membuat cetakan plat lengkung dari pipa paralon.
2) Mencairkan naphthalene dengan cara memanaskannya sampai
mencapai suhu sekitar 80o.
3) Biarkan cairan naphthalene kurang lebih 5 menit sampai uapnya
berkurang.
4) Tuangkan cairan naphthalene ke dalam cetakan, lepaskan cetakan
sebelum naphthalene mengeras.
5) Potong naphthalene sesuai dengan ukuran, kemudian haluskan.
b. Pelaksanaan penelitian
Spesimen berupa plat lengkung naphthalene dengan sudut
serang(α ) 30o hingga 90o (gambar 3.2) diuji dalam terowongan angin
(gambar 3.4). Udara dihembuskan dengan kecepatan berlainan sesuai
35
dengan posisi pembukaan katup dalam jangka waktu 30 menit atau 45
menit.
Pengukuran geometri menggunakan jangka sorong dan massa plat
lengkung naphthalene ditimbang pada timbangan digital. Pengukuran suhu
T1 dan T2 menggunakan thermocople dan dibaca pada themperature
pressure analyzer. Pengukuran tekanan aliran udara menggunakan
manometer U. Semua instrumen yang digunakan terkalibrasi sesuai
dengan teknik standar yang digunakan pada penelitian-penelitian
sebelumnya.
U α
Gambar 3.2 Desain eksperimen
Gambar 3.3 Terowongan angin
Themperature Pressure Analyzer
Thermocople
Blower
Katup Hisap
Manometer U Motor Listrik
Seksi UjiTerowongan Angin
Sisi Keluar
36
3. Pengambilan data
Pengambilan data dilakukan dengan menimbang massa naphthalene
sebelum dan sesudah pengujian, kemudian mencatat nilai yang tertera pada
manometer U dan themperature pressure analyzer. Nilai tersebut dicatat
dalam tabel 3.1 selama pengujian. Data-data yang diambil adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.1 Instrumen pengambilan data α Posisi
pembukaan katup
pΔ (cm kolom air)
m1(gr) m2(gr) mΔ (gr) T1(oC) T2(oC) t(menit)
¼
=Δp
=1T =2T
½
=Δp
=1T =2T
¾
=Δp
=1T =2T
90o
1
=Δp
=1T =2T
¼
=Δp
=1T =2T
60o
½
37
α Posisi pembukaan
katup
pΔ (cm kolom air)
m1(gr) m2(gr) mΔ (gr) T1(oC) T2(oC) t(menit)
=Δp
=1T =2T
¾
=Δp
=1T =2T
1
=Δp
=1T =2T
¼
=Δp
=1T =2T
½
=Δp
=1T =2T
¾
=Δp
=1T =2T
30o
1
=Δp
=1T =2T
38
4. Diagram alir penelitian
Gambar 3.4 Diagram alir penelitian
Massa akhir
Nm MAp
TRmh....
Δ=
&
32
Pr ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡=
Scchh pmρ
Kesimpulan
END
Laju perubahan massa
Bahan naphthalene dengan variasi
aspek rasio (W/L)
START
Massa awal
Udara dihembuskan dengan 4 variasi
kecepatan pada sudut serang (α ) 90o
Udara dihembuskan dengan 4 variasi
kecepatan pada sudut serang (α ) 60o
Udara dihembuskan dengan 4 variasi
kecepatan pada sudut serang (α ) 30o
39
E. Analisis data
Data yang diperoleh dari eksperimen merupakan data mentah, yang
kemudian dianalisa dan dihitung dengan persamaan-parsamaan di bawah ini untuk
mendapatkan bilangan Reynolds, nilai koefisien parpindahan kalor dan bilangan
Nusselt.
Data yang diperoleh adalah:
1. Massa naphthalene (m) sebelum dan sesudah pengujian dalam satuan gr.
2. Beda tekanan aliran udara ( pΔ ) yang dibaca pada manometer U dalam satuan
cm kolom air.
3. Temperatur udara yang diukur dengan thermocople dan dibaca pada
themperature pressure analyzer dalam satuan oC.
Untuk mengolah data hasil pengujian dilakukan konversi untuk
mendapatkan satuan dalam satu arah. Konversi yang dimaksud adalah
menyamakan satuan untuk mendapatkan satuan koefisien perpindahan kalor
(W/m2 oC).
Tabel 3.2 Faktor konversi satuan
No. Parameter Satuan
awal
Satuan
akhir
Faktor
konversi
1.
2
.3
Massa naphthalene
Tekanan aliran udara
Waktu
gr
cm kolom air
menit
kg
N/m2
s
10-3
98,06
60
Setelah data dikonversi kemudian dimasukan dalam persamaan sebagai
berikut:
40
1. Menghitung kecepatan udara
ρpU Δ
=2 ............................................................................................ (3-1)
2211 AUAU = ......................................................................................... (3-2)
1U = kecepatan udara dalam pipa (m/s)
1A = luas penempang pipa (m2) D = 3 inch = 0,0762 m
2U = kecepatan udara dalam terowongan angin (m/s)
2A = luas penampang terowongan angin (m2) D = 0,25 m
2. Menghitung laju pengurangan massa naphthalene
tmm Δ
=& ................................................................................................ (3-3)
3. Menghitung luas permukaan plat lengkung
WLA )2
(π= .......................................................................................... (3-4)
4. Menghitung bilangan Reynolds
υUL
=Re ............................................................................................... (3-5)
Dimana L adalah panjang karakteristik benda uji.
5. Menghitung tekanan uap jenuh naphthalene
Tp 4,3729564,13log −= ....................................................................... (3-6)
6. Menghitung bilangan Schmidt
2165,0
0743,8T
Sc = .......................................................................................... (3-7)
41
7. Menghitung koefisien perpindahan massa
Nm MAp
TRmh....
Δ=
&..................................................................................... (3-8)
8. Menghitung koefisien perpindahan kalor
32
Pr ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡=
Scchh pmρ .................................................................................. (3-9)
9. Menghitung bilangan Nusselt
khLNu = ............................................................................................. (3-10)
Dimana L adalah panjang karakteristik benda uji.
42
BAB IV
HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Data hasil pengujian
Dari penelitian yang dilakukan maka diperoleh data eksperimen. Data
hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.1, 4.2, 4.3 sebagai berikut :
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian pada Aspek Rasio ½ α Posisi
pembukaan katup
pΔ (cm kolom air)
m1(gr) m2(gr) mΔ (gr) T1(oC) T2(oC) t(menit)
1,7 26 26 1,7 26 26 1,6 27 27 1,5 27 27
¼
=Δp 1,625
62,8420 62,6562 0,1858
=1T 26,5 =2T 26,5
45
6,3 22 22 6,3 23 23 6,2 23 23 6,4 23 23
½
=Δp 6,3
63,0880 62,8731 0,2149
=1T 22,75 =2T 22,75
45
7,8 23 23 7,7 23 23 7,8 23 23 7,5 23 23
¾
=Δp 7,7
60,0904 59,8700 0,2204
=1T 23 =2T 23
45
8,9 26 26 9,0 25 25 8,9 25 25 8,9 25 25
90o
1
=Δp 8,925
60,5696 60,3485 0,2211
=1T 25,25 =2T 25,25
30
1,6 28 27 1,5 27 27 1,6 27 27
60o
¼
1,6
53,5893
53,3185
0,2708 27 27
45
42
43
α Posisi pembukaan
katup
pΔ (cm kolom air)
m1(gr) m2(gr) mΔ (gr) T1(oC) T2(oC) t(menit)
=Δp 1,575
=1T 27,25 =2T 27
6,2 23 23 6,4 23 23 6,5 23 23 6,5 23 23
½
=Δp 6,4
54,6250 54,3510 0,2740
=1T 23 =2T 23
45
7,8 22 22 7,7 23 23 7,8 23 23 7,4 23 23
¾
=Δp 7,675
58,5065 58,2299 0,2766
=1T 22,75 =2T 22,75
45
8,5 25 25 8,7 25 25 8,9 25 25 8,5 25 25
1
=Δp 8,65
54,5439 54,3132 0,2307
=1T 25 =2T 25
30
1,5 22 22 1,6 24 24 1,6 26 26 1,5 27 27
¼
=Δp 1,55
58,9570 58,7406 0,2164
=1T 24,75 =2T 24,75
45
6,3 21 22 6,4 22 22 6,0 22 22 6,3 22 22
½
=Δp 6,25
54,9019 54,6336 0,2683
=1T 21,75 =2T 22
45
7,7 23 23 7,8 23 23 7,7 22 23 7,3 22 22
¾
=Δp 7,625
57,6153 57,3525 0,2628
=1T 22,5 =2T 22,75
45
8,6 22 22 8,8 22 22 8,8 22 22 8,5 22 22
30o
1
=Δp 8,675
53,3459 53,1560 0,1899
=1T 22 =2T 22
30
44
Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian pada Aspek Rasio 2/3
α Posisi
pembukaan katup
pΔ (cm kolom air)
m1(gr) m2(gr) mΔ (gr) T1(oC) T2(oC) t(menit)
1,5 24 24 1,7 24 24 1,6 24 24 1,7 24 24
¼
=Δp 1,625
76,8417 76,6502 0,1915
=1T 24 =2T 24
45
5,9 23 23 5,9 23 23 5,9 23 23 5,9 23 23
½
=Δp 5,9
75,8970 75,6154 0,2816
=1T 23 =2T 23
45
8,0 23 23 8,0 23 23 8,0 23 23 8,2 23 23
¾
=Δp 8,05
77,4793 77,2739 0,2054
=1T 23 =2T 23
30
8,8 20 20 8,5 21 21 8,8 21 21 8,9 22 22
90o
1
=Δp 8,75
76,2538 76,0854 0,1684
=1T 21 =2T 21
30
1,6 24 24 1,6 24 24 1,6 24 24 1,5 24 24
¼
=Δp 1,575
77,2125 76,9605 0.2520
=1T 24 =2T 24
45
5,9 22 22 5,9 23 23 5,9 23 23 6,0 23 23
½
=Δp 5,925
69,3881 69,0805 0,3076
=1T 22,75 =2T 22,75
45
7,4 22 22 8,2 23 22 8,0 23 23 8,1 23 23
¾
=Δp 7,925
77,6803 77,6502 0,2266
=1T 22,75 =2T 22,5
30
8,5 22 22 8,5 22 22
60o
1
8,6
69,8865 69,6592 0,2273
22 22
30
45
α Posisi
pembukaan katup
pΔ (cm kolom air)
m1(gr) m2(gr) mΔ (gr) T1(oC) T2(oC) t(menit)
8,6 22 22 =Δp 8,55
=1T 22 =2T 22
1,6 23 23 1,6 23 23 1,5 23 23 1,5 24 24
¼
=Δp 1,55
70,2546 70,0,126 0,2420
=1T 23,25 =2T 23,25
45
5,9 23 23 5,9 23 23 5,9 23 23 5,9 23 23
½
=Δp 5,9
68,1419 67,8240 0,3179
=1T 23 =2T 23
45
7,8 22 23 7,9 23 23 7,8 23 23 7,8 23 23
¾
=Δp 7,825
67,7540 67,4253 0,3287
=1T 22,75 =2T 23
45
8,5 22 22 8,6 22 22 8,8 22 22 8,5 22 22
30o
1
=Δp 8,6
70,7486 70,5175 0,2311
=1T 22 =2T 22
30
Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian pada Aspek Rasio 1
α Posisi
pembukaan katup
pΔ (cm kolom air)
m1(gr) m2(gr) mΔ (gr) T1(oC) T2(oC) t(menit)
1,5 23 23 1,4 23 23 1,5 23 23 1,5 23 23
¼
=Δp 1,475
91,1774 90,9473 0,2301
=1T 23 =2T 23
45
5,9 23 23 5,9 24 24 5,9 24 24 6,0 24 24
½
=Δp 5,925
90,1347 89,7736 0,3611
=1T 23,75 =2T 23,75
45
90o ¾ 7,8 90,6035 90,2457 0,3578 22 22 45
46
α Posisi
pembukaan katup
pΔ (cm kolom air)
m1(gr) m2(gr) mΔ (gr) T1(oC) T2(oC) t(menit)
7,7 23 23 7,7 23 23 7,8 23 23
=Δp 7,75
=1T 22,75 =2T 22,75
8,4 23 23 8,5 24 24 8,4 24 24 8,4 24 24
1
=Δp 8,425
91,5427 91,2769 0,2658
=1T 23,75 =2T 23,75
30
1,5 23 23 1,4 23 23 1,6 23 23 1,5 24 24
¼
=Δp 1,5
93,9742 93,7254 0,2488
=1T 23,25 =2T 23,25
45
6,0 24 24 5,9 24 24 5,9 24 24 5,9 24 24
½
=Δp 5,925
95,8090 95,4020 0,4070
=1T 24 =2T 24
45
7,9 23 23 7,8 23 23 7,8 23 23 7,8 23 23
¾
=Δp 7,825
94,4276 94,0552 0,3719
=1T 23 =2T 23
45
8,5 24 24 8,4 24 24 8,4 24 24 8,5 24 24
60o
1
=Δp 8,45
96,1987 95,8945 0,3042
=1T 24 =2T 24
30
1,5 23 23 1,4 23 23 1,5 23 23 1,5 23 23
¼
=Δp 1,475
94,7594 94,4990 0,2604
=1T 23 =2T 23
45
5,9 24 24 6,0 24 24 5,9 24 24 5,9 24 24
30o
½
=Δp 5,925
95,1158 94,7255 0,3903
=1T 24 =2T 24
45
47
α Posisi
pembukaan katup
pΔ (cm kolom air)
m1(gr) m2(gr) mΔ (gr) T1(oC) T2(oC) t(menit)
7,8 23 23 7,7 23 23 7,7 23 23 7,8 23 23
¾
=Δp 7,75
95,9177 95,4699 0,4478
=1T 23 =2T 23
45
8,6 22 22 8,4 23 23 8,5 23 23 8,4 23 23
1
=Δp 8,475
95,3937
94,7255
0,2779
=1T 22,75 =2T 22,75
30
2. Data perhitungan
Data hasil pengujian kemudian diolah untuk mendapatkan variabel
yang akan diamati yaitu, kecepatan aliran udara (U), koefisien perpindahan
kalor (h), dan selanjutnya dilakukan generalisasi dalam bentuk non-
dimensional yaitu bilangan Reynolds (Re) dan Nusselt (Nu). Berikut adalah
contoh perhitungan pengolahan data mentah dan selanjutnya disajikan data
hasil perhitungan (tabel 4.4, 4.5 dan 4.6):
Diketahui :
pΔ = 4,6 cm kolom air 2m/N584.627=
T = 23oC = 296 K
mΔ = kgxgr 3103740,03740,0 −=
t = 45 menit = 2700 s
Sifat-sifat udara pada temperatur 296 K, di dapat dari tabel sifat-sifat
udara pada tekanan atmosfer (Holman, 1991)
48
3/1962,1 mkg=ρ
CkgkJc op ./0057,1=
smx /103396,15 26−=υ
CmWk o./0259,0=
7091,0Pr =
a. Menghitung kecepatan udara
ρpU Δ
=2
smmkg
mNU /3924,32/1962,1
/584,627.23
2
1 ==
2211 AUAU =
( ) ( ) ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡=⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ 2
22 25,0
40762,0
4/3924,32 mUmsm ππ
smU /0370,32 =
b. Menghitung laju pengurangan massa naphthalene
tmm Δ
=&
skgxs
kgxm /108518,132700
103740,0 83
−−
==&
c. Menghitung luas permukaan plat lengkung
WLA )2
(π=
241026,2803,0)06,02
( mxmmA −==π
d. Menghitung bilangan Reynolds
υUL
=Re
49
0581,879.11/103396,15
)06,0(/0370,3Re 26 == − smxmsm
e. Menghitung tekanan uap jenuh naphthalene
Tp 4,3729564,13log −=
2964,3729564,13log −=p
2/2188,9 mNp =
f. Menghitung bilangan Schmidt
2165,0
0743,8T
Sc =
3554,2)296(
0743,82165,0 ==Sc
g. Menghitung koefisien perpindahan massa
Nm MAp
TRmh....
Δ=
&
smkmolkgmxmN
KkmolKNmskgxhm /0748,0/164,128.1026,28./)02188,9(
296./8314./108518,13242
8
=−
= −
−
h. Menghitung koefisien perpindahan kalor
32
Pr ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡=
Scchh pmρ
32
7091,03554,2./100057,1/1962,1./0748,0 33
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡= CkgkJxmkgsmh o
CmWh o./3329,200 2=
50
i. Menghitung bilangan Nusselt
khLNu =
0927,464./0259,0
)06,0(/3329,200 2
==CmW
mCmWNu o
o
51
Tabel 4.4 Data Hasil Perhitungan pada Aspek Rasio ½ α v(m/s) 810xm& (kg/s) T(K) Ax104(m2) Pr Sc Re P(Pa) hm(m/.s) h(W/m2 oC) Nu
1,5410 6,8815 299,5 28,26 0,70814 2,3494 5.909,3869 12,9394 0,0365 96,4945 220,9773
3,0117 7,9592 295,75 28,26 0,70919 2,3559 11.796,9408 8,9955 0,0600 160,8648 372,6231
3,3312 8,1629 296 28,26 0,70912 2,3554 13.029,8052 9,2188 0,0611 163,4951 378,4314
90o
3,6030 12,2833 298,25 28,26 0,70849 2,3516 13.914,3340 11,4743 0,0733 194,4865 447,0773
1,5189 10,0296 300,13 28,26 0,70972 2,3484 5.803,7367 13,7355 0,0503 132,4300 302,7032
3,0370 10,1418 296 28,26 0,70912 2,3554 12.011,0476 9,2188 0,0748 200,3329 463,6978
3,3242 10,2444 295,75 28,26 0,70919 2,3559 13.021,0149 8,9955 0,0773 206,2090 477,6572
60o
3,5465 12,8166 298 28,26 0,70856 2,3520 13.715,2912 11,2004 0,0783 207,9315 478,3481
1,4998 8,0148 297,75 28,26 0,70863 2,3524 5.808,2666 10,9327 0,0500 133,0478 306,3107
2,9946 9,9370 294,88 28,26 0,70944 2,3574 11.920,7612 8,2530 0,0815 219,3008 519,4497
3,3133 9,7333 295,75 28,26 0,70919 2,3559 12.978,3193 8,9955 0,0735 197,0594 456,4634
30o
3,5289 10,5500 295 28,26 0,70940 2,3572 13,882.3760 8,3554 0,0855 229,9946 553,8687
52
Tabel 4.5 Data Hasil Perhitungan pada Aspek Rasio 2/3 α v(m/s) 810xm& (kg/s) T(K) Ax104(m2) Pr Sc Re P(Pa) hm(m/s) h(W/m2 oC) Nu
1,5334 7,0925 297 37,68 0,70884 2,3589 5.963,7523 10,1648 0,0357 95,3653 220,0585
2,9160 10,4296 296 37,68 0,70912 2,3554 11.405,7734 9,2188 0,0577 154,5349 357,6920
3,4061 11,4100 296 37,68 0,70912 2,3554 13.322,7644 9,2188 0,0637 170,5660 394,7981
90o
3,5373 9,3562 294 37,68 0,70968 2,3589 13.995,8059 7,5677 0,0652 176,0785 439,9586
1,5096 9,2148 297 37,68 0,70884 2,3589 5.817,8078 10,1643 0,0469 125,2733 289,0723
2,9207 11,3925 295,75 37,68 0,70892 2,3559 11.440,4904 8,9955 0,0645 172,9297 400,5690
3,3770 12,5888 295,63 37,68 0,70923 2,3561 12.913,9579 8,8857 0,0721 193,4057 448,1717
60o
3,5103 12,6277 295 37,68 0,70940 2,3572 13.809,2053 8,3554 0,0767 206,4112 479,2225
1,4953 8,8444 296,25 37,68 0,70905 2,3550 5.840,4452 9,4473 0,0484 129,4943 299,5242
2,9160 11,7740 296 37,68 0,70912 2,3554 11.405,7700 9,2188 0,0651 174,3539 403,5659
3,3565 12,1741 295,75 37,68 0,70919 2,3559 13.147,5352 8,9550 0,0719 192,8146 446,6321
30o
3,5187 12,8389 295 37,68 0,70940 2,3572 13.842,2503 8,3554 0,0781 210,0012 487,6189
53
Tabel 4.6 Data Hasil Perhitungan pada Aspek Rasio 1 α v(m/s) 810xm& (kg/s) T(K) Ax104(m2) Pr Sc Re P(Pa) hm(m/s) h(W/m2 oC) Nu
1,4580 8,5222 296 56,52 0,70912 2,3554 5.769,3811 9,2188 0,0314 84,0960 194,6539
2,9265 13,3740 296,75 56,52 0,70891 2,3542 11.397,8826 9,9202 0,0459 122,5519 283,0088
3,3404 13,2518 295,75 56,52 0,70919 2,3542 13.084,4707 8,9955 0,0500 133,9895 310,3698
90o
3,4897 14,7667 296,75 56,52 0,70891 2,3542 13.591,9741 9,9202 0,0507 135,3679 312,6044
1,4710 9,2814 296,25 56,52 0,70905 2,3550 5.745,5326 9,4473 0,0332 88,8214 205,4298
2,9279 15,0740 297 5652 0,70884 2,3589 11.387,2890 10,1648 0,0506 135,1563 311,8776
3,3582 13,7740 296 56,52 0,70912 2,3554 13.135,4142 9,2188 0,0507 135,8839 314,5218
60o
3,4949 16,9000 296,75 56,52 0,70891 2,3542 13.611,8088 9,9202 0,0580 154,8587 357,6146
1,4580 9,6444 296 56,52 0,70912 2,3554 5.769,3811 9,2188 0,0355 92,0779 220,0706
2,9279 14,4555 297 56,52 0,70884 2,3589 11.387,2810 10,1648 0,0485 129,5471 298,9341
3,3404 16,5851 296 56,52 0,70912 2,3554 13.065,7903 9,2188 0,0611 163,6409 378,7692
30o
3,4931 15,4388 295,75 56,52 0,70919 2,3559 13.682,5982 8,9955 0,0583 156,3070 362,0655
54
50
100
150
200
250
5000 7000 9000 11000 13000 15000
Re
Sudut serang 90 Sudut serang 60 Sudut serang 30
50
100
150
200
250
5000 7000 9000 11000 13000 15000
Re
Sudut serang 90 Sudut serang 60 Sudut serang 30
50
100
150
200
250
5000 7000 9000 11000 13000 15000Re
Sudut serang 90 Sudut serang 60 Sudut serang 30h(
W/m
2 o C)
h(W
/m2 o C
)
h(W
/m2 o C
)
50
100
150
200
250
5000 7000 9000 11000 13000 15000
Re
Aspek Rasio1 Aspek Rasio 2/3 Aspek Rasio1/2
h(W
/m2 o C
)
50
100
150
200
250
5000 7000 9000 11000 13000 15000
Re
Aspek rasio 1 Aspek rasio 2/3 Aspek rasio 1/2h(
W/m
2 o C)
50
100
150
200
250
5000 7000 9000 11000 13000 15000
Re
Aspek rasio 1 Aspek rasio 2/3 Aspek rasio 1/2
h(W
/m2 o C
)
Gambar 4.1 Grafik hubungan h dengan Re pada aspek rasio 1/2
Gambar 4.2 Grafik hubungan h dengan Re pada aspek rasio 2/3
Gambar 4.3 Grafik hubungan h dengan Re pada aspek rasio 1
Gambar 4.4 Grafik hubungan h dengan Re pada sudut serang 90o
Gambar 4.5 Grafik hubungan h dengan Re pada sudut serang 60o
Gambar 4.6 Grafik hubungan h dengan Re pada sudut serang 30o
55
100
200
300
400
500
600
5000 7000 9000 11000 13000 15000
Re
Nu
Aspek rasio 1 Aspek rasio 2/3 Aspek rasio 1/2
100
200
300
400
500
600
5000 7000 9000 11000 13000 15000Re
Nu
Sudut serang 90 Sudut serang 60 Sudut serang 30
100
200
300
400
500
600
5000 7000 9000 11000 13000 15000
Re
Nu
Sudut serang 90 Sudut serang 60 Sudut serang 30
100
200
300
400
500
600
5000 7000 9000 11000 13000 15000Re
Nu
Sudut serang 90 Sudut serang 60 Sudut serang 30
100
200
300
400
500
600
5000 7000 9000 11000 13000 15000
Re
Nu
Aspek rasio 1 Aspek rasio 2/3 Aspek rasio 1/2
100
200
300
400
500
600
5000 7000 9000 11000 13000 15000
Re
Nu
Aspek rasio 1 Aspek rasio 2/3 Aspek rasio 1/2
Gambar 4.7 Grafik hubungan Nu dengan Re pada aspek rasio 1/2
Gambar 4.8 Grafik hubungan Nu dengan Re pada aspek rasio 2/3
Gambar 4.9 Grafik hubungan Nu dengan Re pada aspek rasio 1
Gambar 4.10 Grafik hubungan Nu dengan Re pada sudut serang 90o
Gambar 4.11 Grafik hubungan Nu dengan Re pada sudut serang 60o
Gambar 4.12 Grafik hubungan Nu dengan Re pada sudut serang 30o
56
B. Pembahasan
1. Pengaruh sudut serang
Data penelitian pada gambar 4.1, 4.2 dan 4.3 menunjukan bahwa
besarnya koefisien perpindahan kalor (h) pada sudut serang 90o, 60o dan 30o
memberikan hasil yang berbeda. Pada sudut serang 30o mempunyai nilai
koefisien perpindahan kalor paling besar, kemudian diikuti sudut serang 60o
dan 90o.
Sesuai teori aliran fluida yang melintasi silinder lapis batas yang
terbentuk dipengaruhi oleh gradien tekanan yang negatif dan gradien
kecepatan yang positif dalam arah x. Tetapi sampai pada jarak tertentu
terdapat gardien tekanan dan gradien kecepatan dalam arah x sama dengan nol
terjadi daerah aliran terpisah, kemudian terjadi lagi pengurangan kecepatan
sampai pada gradien tekanan menjadi positif dan gradien kecepatan negatif
dalam arah x terjadi pembalikan arah aliran.
Dari teori di atas dapat dipahami bahwa pada plat lengkung dengan
sudut serang 30o dimungkinkan terjadi daerah aliran terpisah (separated flow
region) dan daerah pembalikan arah aliran, sehingga memungkinkan terjadi
resirkulasi aliran udara pada permukaan benda uji yang mengakibatkan pola
aliran menjadi tidak teratur (timbulnya wake) sehingga pengurangan massa
menjadi lebih banyak, dengan demikian koefisien perpindahan kalor besar.
Pada plat lengkung dengan sudut serang 60o terjadi kecenderungan yang sama
dengan plat lengkung dengan sudut serang 30o, namun resirkulasi aliran udara
tidak sebanyak yang terjadi pada sudut serang 30o, sedangkan pada sudut
57
serang 90o dapat dikatakan bahwa tidak terdapat daerah aliran terpisah pada
permukaan benda uji sehingga memungkinkan tidak terjadi reisrkulasi aliran
udara. Hal ini mengakibatkan pengurangan massa menjadi lebih sedikit
sehingga koefisien perpindahan kalor kecil.
Secara umum kenaikan koefisien perpindahan kalor pada sudut serang
30o adalah 3,4% terhadap sudut serang 60o dan 20,1% terhadap sudut serang
90o.
2. Pengaruh aspek rasio
Data penelitian pada gambar 4.4, 4.5 dan 4.6 menunjukan bahwa
besarnya koefisien perpindahan kalor (h) pada aspek rasio ½ , 2/3 dan 1
memberikan hasil yang berbeda. Pada aspek rasio ½ mempunyai nilai
koefisien perpindahan kalor paling besar, kemudian diikuti aspek rasio 2/3 dan
1.
Semakin besar aspek rasio pada plat lengkung koefisien perpindahan
kalor cenderung menurun dengan bertambahnya lebar plat. Penurunan ini
diakibatkan karena luas permukaan yang semakin besar, meskipun massa yang
berkurang lebih banyak pada plat lengkung yang mempunyai aspek rasio
besar, namun bertambahnya pengurangan massa tersebut tidak sebanding
dengan bertambahnya luas permukaan plat.
Penurunan nilai koefisien perpindahan kalor pada plat lengkung
dengan aspek rasio yang besar tidak mengakibatkan laju perpindahan kalornya
menurun, laju perpindahan kalor justru meningkat akibat luas permukaan yang
58
semakin besar. Hal ini menunjukan bahwa meskipun nilai koefisien
perpindahan kalor menurun namun perluasan permukaan plat lengkung masih
efektif untuk meningkatkan laju perpindahan kalor.
Secara umum penurunnan koefisien perpindahan kalor pada aspek
rasio ½ adalah 6,56% terhadap aspek rasio 2/3 dan 28,45% terhadap aspek
rasio 1.
3. Pengaruh kecepatan
Peningkatan kecepatan aliran akan berpengaruh terhadap koefisien
perpindahan kalor. Peningkatan kecepatan yang ditunjukan melalui bilangan
Reynolds memperlihatkan kenaikan koefisien perpindahan kalor.
Peningkatan koefisien perpindahan kalor yang dipengaruhi oleh
kecepatan aliran mengindikasikan bahwa pengurangan massa pada permukaan
plat lengkung akan meningkat akibat meningkatnya momentum fluida.
Momentum tersebut dihasilkan oleh gaya-gaya inersia yang semakin dominan
pada permukaan plat lengkung akibat meningkatnya kecepatan aliran
dibandingkan dengan gaya viskosnya.
4. Profil bilangan Nusselt
Kenaikan bilangan Reynolds (Re) dikuti oleh kenaikan bilangan
Nusselt (Nu) baik pada berbagai variasi sudut serang maupun pada berbagai
variasi aspek rasio. Hubungan bilangan Nusselt dan bilangan Reynolds
menggambarkan kofisien perpindahan kalor tak berdimensi sebagai fungsi
59
bilangan Reynolds. Gambar 4.7 sampai 4.12 memperlihatkan hal tersebut
dimana peningkatan bilangan Reynolds akan diikuti meningkatnya bilangan
Nusselt.
60
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis dalam penelitian ini dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Semakin kecil sudut serang, semakin besar nilai koefisien perpindahan kalor.
Secara umum kenaikan koefisien perpindahan kalor pada sudut serang 30o
adalah 3,4% terhadap sudut serang 60o dan 20,1% terhadap sudut serang 90o .
Hal ini dimungkinkan karena sudut serang yang kecil akan menyebabkan
terjadi resirkulasi aliran udara pada permukaan plat lengkung sehingga pola
aliran menjadi tidak teratur (timbul wake ).
2. Semakin besar aspek rasio, semakin kecil nilai koefisien perpindahan kalor.
Secara umum penurunnan koefisien perpindahan kalor pada aspek rasio ½
adalah 6,56% terhadap aspek rasio 2/3 dan 28,45% terhadap aspek rasio 1. Hal
ini dimungkinkan karena peningkatan pengurangan massa tidak sebanding
dengan peningkatan luas permukaan plat lengkung, sehingga luas permukaan
yang besar cenderung menurunkan nilai koefisien perpindahan kalor. Namun,
penurunan koefisien perpindahan kalor tidak mengakibatkan laju perpindahan
kalor menurun, laju perpindahan kalor justru meningkat karena peningkatan
luas permukaan plat lengkung.
60
61
3. Semakin tinggi kecepatan aliran udara, semakin besar nilai koefisien
perpindahan kalor. Hal ini dimungkinkan karena peningkatan kecepatan aliran
udara akan menyebabkan peningkatan momentum fluida.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas penulis memberikan saran sebagai
berikut :
1. Penggunaan plat lengkung untuk aplikasi teknik sebaiknya mempunyai sudut
serang yang kecil agar diperoleh nilai koefisien perpindahan kalor yang besar.
Hal ini mungkin dapat diterapkan pada solar collector yang bergerak
mengikuti gerak matahari, sehingga penyerapan panas tidak hanya efektif
melalui proses radiasi saja, tetapi juga melalui proses konveksi.
2. Untuk mendapatkan laju perpindahan kalor yang maksimal sebaiknya dipilih
plat lengkung yang mempunyai aspek rasio besar. Meskipun mempunyai nilai
koefisien perpindahan kalor yang kecil, namun peningkatan luas permukaan
akan meningkatkan laju perpindahan kalor.
62
DAFTAR PUSTAKA
Anis, Samsudin, 2003, Analisa Perpindahan Kalor pada Plat Datar dengan Leading Edge Berbentuk Persegi, Jogjakarta : Universitas Gajah Mada.
Holman, J.P., 1991, Perpindahan Kalor, Ed. 6, Jakarta : Erlangga. http://www.hq.nasa.gov/office/oig/hotline.html Incropera, F.P. dan DeWitt, D.P., 1996, Fundamentals of Heat Transfer, Ed. 3,
New York : John Willey & Sons. Koestoer, Raldi Artono, 2002, Perpindahan Kalor Untuk Mahasiswa Teknik,
Jakarta : Salemba Teknika. Kreith, Frank, 1991, Prinsip-prinsip Perpindahan Panas, Jakarta : Erlangga.
Prajitno, 2005, Hand Out Perpindahan Kalor Lanjut, Ed. 2 Jogjakarta : Universitas Gajah Mada.
White, Frank. M, 1994, Fluid Mechanics, Ed. 3, New York : McGraw Hill.
63
LAMPIRAN
64
Lampiran A.1 Manometer u
Lampiran A.2 Blower 3 phase, 2 Hp
Lampiran A
65
Lampiran B.1 Themperature pressure analyzer
Lampiran B.2 Timbangan digital
Lampiran B
66
Lampiran C.1 Plat lengkung dari naphthalene
Lampiran C.2 Plat lengkung dengan variasi aspek rasio
Lampiran C
67
Lampiran D
68
Lampiran E
69